Penatalaksanaan Fraktur Tertutup Antebrachii Dextra 1/3 Tengah dengan
Compartment Syndrome
Frista Nathalia Hasugian
102012408
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510
e mail: [email protected]
Pendahuluan
Fraktur tidak selalu disebabkan oleh trauma yang berat; kadang-kadang trauma ringan saja
dapat menimbulkan fraktur bila tulangnya sendiri terkena penyakit tertentu. Juga trauma terus
menerus dapat menimbulkan fraktur. Dalam kehidupan sehari-hari, sering kita temukan
kejadian-kejadian trauma berat yang menyebabkan frakturnya tulang anggota tubuh seperti
kecelakaan kendaraan, jatuh dari ketinggian, dan lain sebagainya. Sebagai seorang dokter,
tentunya kita harus mampu memberi penanganan sedini mungkin bagi pasien yang
mengalami fraktur ini. Seperti dalam kasus yang akan dibahas pada makalah ini, seorang laki-
laki berusia 30 tahun dibawa ke UGD RS dengan keluhan nyeri pada lengan kanannya setelah
terjatuh dari sepeda motornya 1 hari yang lalu. Setelah kecelakaan tersebut keluarga pasien
membawanya ke dukun patah tulang untuk diurut. Saat dibawa ke UGD, pasien mengeluh
lengan kanannya sangat nyeri dan tangannya terasa baal. Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda
vital dalam batas normal, regio antebrachii dekstra 1/3 tengah tampak edema, hyperemia,
deformitas. Pada palpasi, nyeri tekan (+), teraba krepitasi, pulsasi a. Radialis melemah, jari-
jari tangan kanan masih dapat digerakkan, akan tetapi terasa sangat nyeri apabila
diekstensikan. Berdasarkan pemaparan kasus di atas, diduga bahwa pasien mengalami fraktur
disertai dengan compartement syndrome yang ditandai dengan pulsasi a. Radialis yang
melemah.
Makalah ini diharapkan dapat menjadi sebuah refrensi bagi pembaca untuk lebih memahami
bagaimana penanganan kasus fraktur tertutup yang sering ditemukan sehari-hari. Makalah ini
akan membahas dimulai dari anamnesis lengkap sampai dengan bagaimana penatalaksanaan
kasus fraktur tertutup sesuai dengan disertai pembahasaan kasus.
1
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah
dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan
patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh
bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.
Anamnesis
Seorang dokter harus melakukan wawancara yang seksama terhadap pasiennya atau keluarga
dekatnya mengenai masalah yang menyebabkan pasien mendatangi pusat pelayanan
kesehatan. Wawancara yang baik seringkali sudah dapat mengarahkan masalah pasien ke
diagnosis penyakit tertentu. Wawancara terhadap pasien disebut anamnesis. Anamnesis dapat
langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya atau
pengantarnya (alo-anamnesis). Pada pasien fraktur dengan kesadaran penuh anamnesis masih
bisa dilakukan terhadap pasien itu sendiri, apabaila pasien datang dengan kesadaran menurun,
anamnesis bisa dilakukan pada keluarga atau orang yang mengantar pasien tersebut.
Anamnesis yang baik akan terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan sistem dan
anamnesis pribadi.
Identitas. Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
nama orang tua atau suami isteri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku
bangsa dan agama. Identitas perlu ditanyakan karena dengan data identitas, seorang dokter
dapat juga memperkuat diagnosis, kemungkinan terapi yang akan diberikan atau
kemungkinan akan terjadinya komplikasi yang dapat terjadi pada pasien tersebut.
Keluhan Utama. Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien
pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama harus disertai
dengan indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut. Contoh dalam kasus
adalah nyeri pada lengan kanan setelah jatuh dari motor 1 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang. Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis,
terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai
pasien datang berobat. Dalam melakukan anamnesis diusahakan mendapatkan data-data
sebagai berikut: 1) Waktu dan lamanya keluhan berlangsung; 2) Sifat dan beratnya serangan,
misalnya mendadak, perlahan-lahan, terus menerus, hilang timbul, cenderung bertambah berat
2
atau berkurang dan sebagainya; 3) Lokalisasi dan penyebarannya, menetap, menjalar,
berpindah-pindah, contohnya tangan kiri ikut merasakan nyeri atau tidak; 4) Hubungannya
dengan waktu, misalnya nyeri timbul setiap saat atau hanya pada saat tertentu; 5)
Hubungannya dengan aktivitas, misalnya tangan bertambah nyeri apabila melakukan gerakan
atau tangan tidak bisa digerakkan sama sekali; 6) Keluhan-keluhan yang menyertai serangan,
atau keluhan lain yang bersamaan dengan serangan seperti demam, penurunan berat badan
atau gejala sistemik lainnya; 7) Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali;
8) Faktor risiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang memperberat atau
meringankan serangan; 9) Apakah ada saudara sedarah atau teman dekat yang menderita
keluhan yang sama; 10) Riwayat perjalanan ke daerah yang endemis untuk penyakit tertentu;
11) Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau gejala sisa; 12)
Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang telah diminum
oleh pasien juga tindakan medik lain yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini
diderita. Setelah semua data terkumpul, usahakan untuk membuat diagnosis sementara dan
diagnosis diferensial. Bila mungkin, singkirkan diagnosis diferensial, dengan menanyakan
tanda-tanda positif dan tanda-tanda negatif dari diagnosis yang paling mungkin.
Riwayat Penyakit Dahulu. Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya
hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang. Di bagian ini,
tanyakan pula apakah pasien pernah mengalami kecelakaan, menderita penyakit yang berat
dan menjalani operasi tertentu, riwayat alergi obat dan makanan, lama perawatan, apakah
sembuh sempurna atau tidak. Obat-obat yang pernah diminum oleh pasien juga harus
ditanyakan, termasuk steroid, kontrasepsi, transfusi, kemoterapi dan riwayat imunisasi.
Riwayat Penyakit Keluarga. Penting untuk mencari kemungkinan penyakit heredier, familial
atau penyakit infeksi.
Riwayat Pribadi. Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan dan
kebiasaan. Perlu ditanyakan pula apakah pasien mengalami kesulitan kehidupan sehari-hari
seperti masalah keuangan, pekerjaan dan sebagainya. Kebiasaan pasien yang juga harus
ditanyakan adalah kebiasaan merokok, minum alkohol, termasuk penyalahgunnaan obat-
obatan terlarang (narkoba). Yang tidak kalah pentingnya adalah anamnesis mengenai
lingkungan tempat tinggalnya, termasuk keadaan rumahnya, sanitasi, sumber air minum,
ventilasi, tempat pembuangan sampah dan sebagainya.1
3
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik kita lakukan dengan primary survey dan secondery survey. Primary
survey dilakukan dengan mengetahui keadaan umum pasien, sedangkan secondary survey
untuk mengetahui gerakan pasien apakah masih dianggap normal atau tidak. Kedua
pemeriksaan diatas dapat kita lakukan dengan look (inspeksi), feel (palpasi) dan
move(gerakan). Perlu untuk diketahui bahwa auskultasi tidak dapat dilakukan dalam
pemeriksaan fisik tulang karena keras. Melihat dan bandingkan cukup dengan deskripsi yang
terlihat. Misalnya dengan berpatokan pada sisi yang kontralateral, dimana kita menganggap
bahwa sisi kontralateral adalah normal. Pada inspeksi kita dapat melihat deformitas yaitu
angulasi (medial, lateral, posterior atau anterior), diskrepensi (rotasi, perpendekan atau
perpanjangan), bengkak atau kebiruan dan fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak). Berikutnya
kita meraba untuk mengukur selisih panjang ekstremitas kiri dan kanan serta juga untuk
mengetahui keadaan neurovaskular bagian distal pasien dengan meraba arteri paling distal
ekstremitas atas pasien yaitu arteri radialis. Terakhir dari pemeriksaan fisik yaitu dengan
gerakan sendi proksimal dan distal dari tulang yang patah. Misalnya terjadi fraktur pada
antebrachii yaitu dengan melakukan gerakan aktif pada siku yang meliputi fleksi-
hiperekstensi dan supinasi-pronasi. Berikutnya kita move untuk melihat apakah ada krepitasi
bila fraktur digerakkan, tetapi ini bukan cara yang baik dan kurang halus. Krepitasi timbul
oleh pergeseran atau beradunya ujung-ujung tulang kortikal. Pada tulang spongiosa atau
tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi. Selanjutnya kita memeriksa seberapa jauh
gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak mampu dilakukan, range of motion dan
kekuatan serta kita melakukan pemeriksaan untuk melihat apakah ada gerakan tidak normal
atau tidak. Gerakan tidak normal merupakan gerakan yang tidak terjadi pada sendi. Ini adalah
bukti paling penting adanya fraktur yang membuktikan adanya putusnya kontinuitas tulang
sesuai definisi fraktur. Hal ini penting untuk membuat visum, misalnya bila tidak ada fasilitas
pemeriksaan rontgen.2
Selain pemeriksaan fisik muskuloskeletal, perlu juga dilakukan pemeriksaan yang dilakukan
untuk mengetahui adanya compartement syndrome. Sindrom kompartemen merupakan suatu
kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni
kompartemen osteofasial yang tertutup. Hal ini dapat mengawali terjadinya kekurangan
oksigen akibat penekanan pembuluh darah, sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi
jaringan dan diikuti dengan kematian jaringan.
4
Melalui gejala dan tanda yang ditimbulkannya, penegakan diagnosa sindrom kompartemen
dilakukan dengan pengukuran tekanan kompartemen. Pengukuran intra-kompartemen dini
diperlukan pada pasien-pasien yang tidak sadar, pasien yang tidak kooperatif seperti anak-
anak, pasien yang sulit berkomunikasi dan pasien-pasien dengan multiple trauma seperti
trauma kepala, medulla spinalis atau trauma saraf perifer. Tekanan kompartemen normalnya
adalah 0. Perfusi yang tidak adekuat dan iskemia relatif terjadi ketika tekanan meningkat
antara 10-30 mmHg dari tekanan diastolik dan tidak ada perfusi yang efektif ketika
tekanannya sama dengan tekanan diastolik.
Pemeriksaan lainnya dapat dilakukan dengan Pulse oximetry sangat membantu dalam
mengidentifikasi hipoperfusi ekstremitas. Namun tidak cukup sensitif untuk mendiagnosa
sindrom kompartemen.3
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada kecurigaan trauma skeletal dapat dilakukan dengan pemeriksaan
radiologi film polos. Tanda dan gambaran yang khas pada fraktur adalah:
Garis fraktur : garis fraktur dapat melintang di seluruh diameter tulang atau
menimbulkan keretakan pada tepi kortikal luar yang normal pada fraktur minor.
Pembengkakan jaringan lunak : biasanya terjadi setelah terjadi fraktur.
Iregularitas kortikal : sedikit penonjolan atau berupa anak tangga pada korteks.
Jenis fraktur :
Greenstick : tulang anak bersifat fleksibel, sehingga fraktur dapt berupa bengkokan
tulang di satu sisi dan patahan korteks di sisi lainnya. Tulang juga dapat melengkung
tanpa disertai patahan yang nyata (fraktur torus).
Comminuted : fraktur dengan fragmen multipel.
Avulsi : sebuah fragmen tulang terlepas dari lokasi ligamen atau insersi tendon.
Patologis : fraktur yang terjadi pada tulang yang memang telah memiliki kelainan,
seringkali terjadi setelah trauma trivial, misalnya penyakit Paget, osteoporosis atau
tumor.
Fraktur stres atau lelah : akibat trauma minor berulang dan kronis. Daerah yang rentan
antara lain metatarsal kedua dan ketiga (fraktur march), batang tibia proksimal, fibula,
dan batang femoral (pada pelari jarak jauh dan penari balet).
5
Fraktur impaksi : fragmen-fragmen saling tertekan satu sama lain, tanpa adanya garis
fraktur yang jelas.
Fraktur lempeng epifisis pada anak di awah usia 16 tahun. Fraktur ini dapat
dikelompokkan menjadi tipe 1 sampai 5 berdasarkan klasifikasi Salter Harris.4
Bila secara klinis ada atau diduga ada fraktur, maka harus dibuat 2 foto tulang yang
bersangkutan. Sebaiknya dibuat foto antero-posterior (AP) dan lateral. Bila kedua proyeksi ini
tidak dapat dibuat karena keadaan pasien yang tidak mengizinkan, maka dibuat 2 proyeksi
yang tegak lurus satu sama lain. Perlu diingat bahwa bila hanya 1 proyeksi yang dibuat, ada
kemungkinan fraktur tidak dapat dilihat. Adakalanya diperlukan proyeksi khusus, misalnya
proyeksi aksial, bila ada fraktur pada femur proksimal atau humerus proksimal. Foto
sebaiknya juga memuat 2 sendi di bagian proksimal dan distal dari lokasi fraktur yaitu
articulatio cubitii dan articulatio radiocarpalis.
Bila trauma terjadi pada atau dekat persendian, mungkin terdapat fraktur pada tulang disertai
dislokasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.
Hal-hal yang harus diperhatikan pada pemeriksaan foto Rontgen :
Adakah fraktur, di mana lokasinya ?
Tipe (jenis) fraktur dan kedudukan fragmen
Bagaimana struktur tulang (biasa atau patologik)
Bila dekat/pada persendian: adakah dislokasi ?fraktur epifisis ?
Pelebaran sela sendi karena efusi ke dalam rongga sendi ?
Pemeriksaan radiologi selanjutnya adalah untuk kontrol :
Segera setelah reposisi untuk menilai kedudukan fragmen. Bila dilakukan reposisi
terbuka perlu diperhatikan kedudukan pen intramedular (kadang-kadang pen
menembus tulang), plate and screw (kadang-kadangscrew lepas).
Pemeriksaan periodik untuk menilai penyembuhan fraktur (pembentukan callus,
konsolidasi, remodeling)
Komplikasi pada fraktur yang dapat dilihat pada foto rontgen ialah:
Osteomielitis : terutama pada fraktur terbuka.
6
Nekrosis avaskular : hilangnya atau terputusnya supply darah pada suatu bgian
tulang sehingga menyebabkan kematian tulang tersebut.
Non-union : biasanya karena imobilisasi tidak sempurna. Juga bila ada interposisi
jaringan di antara fragmen-fragmen tulang. Radiologis terlihat adanya sklerosis pada
ujung-ujung fragmen sekitar fraktur dan garis patah menetap. Pementukan kalus dapat
terjadi sekitar fraktur, tetapi garis patah menetp.
Delayed union : umumnya terjadi pada orang tua karena aktivits osteobls menurun,
distraksi fragmen-fragmen tulang karena reposisi kurang baik, defisiensi vitamin C
dan D, fraktur patologik, adanya infeksi.
Malunion : disebabkan oleh reposisi fraktur yang kurang baik, timbul deformitas
tulang.
Atrofi Sudeck : suatu komplikasi yang relatif jarang pada fraktur ektremitas, yaitu
adanya disuse osteoporosis yang berat pada tulang distal dan fraktur disertai
pembengkakan jaringan lunak dan rasa nyeri.5
Diagnosis
Working diagnosis. Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yaitu
radiologis yang dilakukan, diagnosis kerja yang dapat ditegakkan adalah fraktur tertutup
antebrachii 1/3 tengah dekstra dengan compartement syndrome. Dari hasil pemeriksaan fisik
ada beberapa tanda fraktur yang dapat dipastikan sebagai fraktur, antara lain :
Pemendekan
Rotasi
Angulasi
False movement6
Tekanan kompartemen normalnya adalah 0. Perfusi yang tidak adekuat dan iskemia relatif
terjadi ketika tekanan meningkat antara 10-30 mmHg dari tekanan diastolik dan tidak ada
perfusi yang efektif ketika tekanannya sama dengan tekanan diastolik menunjukkan adanya
compartement syndrome pada kasus fraktur tertutup antebrachii yang dialami pemuda
tersebut. Pada palpasi, jika didapatkan c, dapat pula dipastikan bahwa hal tersebut mengarah
ke diagnosis compartement syndrome.3
Sedangkan dari hasil radiologis tanda-tanda pasti fraktur dapat dilihat dengan adanya garis
fraktur, bengkak jaringan lunak dan iregularitas kortikal.4
7
Etiologi
Penyebab fraktur tulang yang paling sering adalah trauma, terutama pada anak-anak dan
dewasa muda. Jatuh dan cedera olahraga adalah penyebab umum fraktur traumatik. Beberapa
fraktur dapat terjadi setelah trauma minimal atau tekanan ringan apabila tulang lemah. Hal ini
disebut fraktur patologis. Fraktur patologis sering terjadi pada lansia yang mengalami
osteoporosis atu individu yang mengalami tumor tulang, infeksi, atau penyakit lain.
Fraktur stres dapat terjadi pada tulang normal akibat stres tingkat rendah yang berkepanjngan
atau berulang. Fraktur stres, yang juga disebut dengan fraktur keletihan (fatigue fracture),
biasanya menyertai peningkatan yang cepat tingkat latihan atlet, tau permulaan aktivitas fisik
yang baru. Karena kekuatan otot meningkat lebih cepat daripada kekuatan tulang, individu
dapat merasa mampu melakukan aktivitas melebihi tingkat sebelumnya walaupun tulang
mungkin tidak mampu menunjang peningkatan tekanan. Fraktur stres paling sering terjadi
pada individu yang melakukan daya tahan seperti pelari jarak jauh. Faktor stres dapat terjadi
pada tulang yang lemah sebagai respons terhadap peningkatan level aktivitas yang hanya
sedikit. Individu yang mengalami fraktur stres harus didorong untuk mengikuti diet sehat
tulang dan diskrining untuk mengetahui adanya penurunan densitas tulang.
, yaitu antara lain :
1. Penurunan volume kompartemen. Kondisi ini disebabkan oleh:
Penutupan defek fascia
Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas
2. Peningkatan tekanan pada struktur komparteman. Beberapa hal yang bisa
menyebabkan kondisi ini antara lain :
Pendarahan atau Trauma vaskuler
Peningkatan permeabilitas kapiler
Penggunaan otot yang berlebihan
Luka bakar
Operasi
Gigitan ular
Obstruksi vena
3. Peningkatan tekanan eksternal
Balutan yang terlalu ketat
8
Berbaring di atas lengan
Gips
Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera,dimana 45
%kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di anggota gerak bawah.
Dalam keadaan kronik, gejala juga timbul akibat aktifitas fisik berulang seperti berenang, lari
ataupun bersepeda sehingga menyebabkan exertional compartment syndrome. Namun hal ini
bukan merupakan keadaan emergensi.
Patofisiologi
Patogenesis
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya.
Proses penyembuhan
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada
lima stadium penyembuhan tulang, yaitu :
1. Kerusakan jaringan dan pembentukan hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24-48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali.
2. Inflamasi dan proliferasi seluler
9
Pada stadium ini dalam 8 jam terjadi inflamasi akut dan terjadi proliferasi serta
differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum,
endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang
mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan
disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa
hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang
patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung
frakturnya.
3. Pembentukan Kallus (tulang muda)
Sel-sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila
diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast
mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang
tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada
4 minggu setelah fraktur menyatu.
4. Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah menjadi
lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast
menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya
osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang
baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum
tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5. Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa
bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletakkan
pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki
dibuang, rongga sumsumdibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip
dengan normalnya.7
Pentalaksanaan
10
Kejadian fraktur tentu disertai rasa nyeri yang hebat. Terapi nyeri dengan pemberian morfin
dan opioid lain terutama diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri hebat
yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid. Lebih hebat nyerinya makin besar
dosis yang diperlukan. Morfin sering diperlukan untuk nyeri yang menyertai : 1) infark
miokard; 2) neoplasma; 3) kolik renal atau kolik empedu; 4) oklusio akut pembuluh darah
perifer, pulmonal atau koroner; 5) perikarditis akut, pleuritis dan pneumotoraks spontan; dan
6) nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur dan nyeri pasca bedah. Sebagai medikasi
praanastetik, morfin sebaiknya hanya diberikan pada pasien yang sedang menderita nyeri.
Bila tidak nyeri dan obat praanastetik hanya dimaksudkan untuk menimbulkan ketenangan
atau tidur, lebih baik digunakan penobarbital atau diazepam.8
Pada fraktur yang tidak berubah posisinya dilakukan pemasangan gips di atas siku. Untuk
fraktur radius ulnar proksimal, lengan bawah diimobilisasi dalam gips pada posisi supinasi.
Posisi ini dimaksudkan untuk mengatasi rotasi radius dan mengendurkan otot supinator.
Fraktur bagian distal umumnya diimobilisasi dalam posisi pronasi dan patah tulang bagian
tengah dalam posisi netral.
Akan tetapi, pada umumnya fraktur kedua tulang radius dan ulna sulit untuk dilakukan
reposisi tertutup dengan baik sehingga diperlukan operasi reposisi terbuka dan fiksasi intern.
Reposisi terbuka juga lebih sering diperlukan pada patah tulang yang disertai dislokasi sendi.
Lesi saraf jarang terjadi pada fraktur tertutup. Apabila terjadi, bisa mengenai saraf radialis,
ulnaris maupun medianus atau cabangnya dan menjadi faktor pemberat. Cedera saraf radialis
ditemukan pada fraktur Monteggia sedangkan cedera saraf medianus sering terjadi pada
fraktur radius distal.
Karena di lengan bawah terdapat banyak pembuluh darah kolateral, kerusakan pembuluh
darah jarang berakibat berat terhadap lengan bawah. Penyulit yang segera tampak berupa
sindrom kompartemen juga relatif jarang. Apabila terdapat sindrom ini, biasanya sulit
didiagnosa atau terlambat karena denyut nadi sering masih teraba. Jika terjadi sindrom
kompartemen, penanganan harus dilakukan.6
Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi neurologis
dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah dekompresi.Walaupun
fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun beberapa hal seperti penentuan
waktu masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi neuromuskular
11
adalah indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomi. Penanganan kompartemen secara umum
meliputi :
1. Terapi non bedah
Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosis kompartemen masih dalam bentuk dugaan
sementara. Berbagai bentuk terapi ini meliputi:
Menempatkan tangan setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian
kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan aliran
darah dan akan lebih memperberat iskemiae.
Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan pembalut
kontriksi dilepas.
Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat
perkembangan sindrom kompartemen.
Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah.
Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakainan manitol dapa
tmengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema seluler,dengan
memproduksi kembali energi seluler yang normal dan mereduksi selotot yang
nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas.
HBO ( Hyperbaric oxygen) merupakan pilihan yang logis untuk kompartemen
sindrom berkaitan dengan ischemic injury . HBO memiliki banyak manfaat,
antara lain dapat mengurangi pembengkakan melalui vasokonstriksi oleh oksigen
dan mendukung penyembuhan jaringan. Mekanismenya ialah ketika tekanan
perfusi rendah, oksigen dapat diterima sehingga dapat terjadi penyembuhan
jaringan.
2. Terapi Bedah
Fasciotomi dilakukan jika tekanan intra-kompartemen mencapai >30 mmHg. Tujuan
dilakukan tindakan ini adalah menurunkan tekanan dengan memperbaiki perfusi otot.
Jika tekanannya <30 mm Hg maka lengan bawah cukup diobservasi dengan cermat
dan diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya. Kalau keadaan lengam bawah membaik,
evaluasi terus dilakukan hingga fase berbahaya terlewati. Akan tetapi jika memburuk
maka segera lakukan fasciotomi. Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi
adalah 6 jam. Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan
insisi ganda. Insisi ganda pada lengan bawah paling sering digunakan karena lebih
12
aman dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal membutuhkan diseksi yang lebih luas
dan resiko kerusakan arteri dan vena peroneal.9
Prognosis
Pada kasus fraktur, prognosisnya bergantung dari tingkat keparahan serta tata laksana dari tim
medis terhadap pasien dengan korban fraktur. Jika penanganannya cepat, maka prognosisnya
akan lebih baik. Begitu juga sebaliknya. Sedangkan dari tingkat keparahan, jika fraktur yang
di alami ringan, maka proses penyembuhan akan berlangsung dengan cepat dengan prognosis
yang baik. Tapi jikalau pada kasus yang berat prognosisnya juga akan buruk. Bahkan jika
parah, tindakan yang dapat di ambil adalah cacat fisik hingga amputasi. Selain itu penderita
dengan usia yang lebih muda akan lebih bagus prognosisnya di banding penderita dengan usia
lanjut.
Pada sindrom kompartement, dengan diagnosis dan pengobatan yang tepat, umumnya
memberikan hasil yang baik. Namun umumnya prognosis ditentukan oleh trauma penyebab.
Diagnosis yang terlambat dapat menyebabkan kerusakan saraf yang permanen serta malfungsi
dari otot yang terlibat. Hal ini sering terjadi pada penderita dengan penurunan kesadaran atau
dengan pemberian sedasi yang menyebabkan penderita tidak mengeluhkan nyeri. Umunya
kerusakan permanen dapat timbul setelah 12-24 jam setelah terjadi kompresi.10
Komplikasi
Komplikasi dapat berupa komplikasi umum, lokal atau sistemik meliputi komplikasi dini atau
lambat, oleh trauma atau akibat pengobatan. Komplikasi umum meliputi crush syndrome,deep
venous thrombosis, gas gangrene dan emboli lemak. Crush syndrome terjadi karena trauma
keras yang menyebabkan otot hancur. Penderita yang terkena crush syndrome dapat
menderita kontinensia urin akibat dari otot yang hancur mengeluarkan acid myohaetamin
yang akan menyebabkan kebuntuan pada tubulus sehingga penderita dapat menderita
acutetubular necrosis. Untuk terapi kita harus melakukan amputasi atau rena dialysis untuk
menyelamatkan nyawa penderita. Gas gangrene dapat terjadi karena infeksi dari
clostridiumperfringens yang terpaksa bagian tubuh orang yang terkena infeksi ini harus
diamputasi. Berikutnya emboli lemak yang timbul setelah patah tulang, terutama tulang
panjang. Embolus lemak dapat timbul akibat pajanan sumsum tulang, atau dapat terjadi akibat
aktivas sistem saraf simpatis yang menimbulkan stimulasi mobilisasi asam lemak bebas
setelah trauma. Embolus lemak yang timbul setelah patah tulang panjang sering tersangkut
13
disirkulasi paru karena ada robekan dari pembuluh balik yang mempunyai daya tarik kembali
terhadap darah-darah kotor yang keluar dari pembuluh balik yang juga mengikut serertakan
lemak yang dapat menimbulkan gawat napas dan gagal napas. Berikutnya, komplikasi lokal
yang meliputi komplikasi dini dan lambat. Komplikasi dini meliputi komplikasi dini tulang,
dini jaringan lunak dan dini sendi. Komplikasi dini tulang misalnya dapat terjadi infeksi pada
tulang. Komplikasi dini jaringan lunak misalnya adanya kelepuhan pada kulit, luka akibat
plester, terjadi robekan pada otot serta tendon dan sindrom kompartemen yang ditandai oleh
kerusakan atau destruksi saraf dan pembuluh darah yang disebabkan oleh pembengkakan dan
edema di daerah fraktur. Komplikasi dini sendi misalnya terjadi haemarthrosis dan infeksi.
Sedangkan komplikasi lambat meliputi lambat tulang, lambat jaringan lunak dan lambat
sendi. Komplikasi lambat tulang misalnya terjadi avaskular nekrosis, non-union,
delayedunion, atau mal-union yang menimbulkan deformitas atau hilangnya fungsi.
Komplikasi lambat jaringan lunak misalnya terjadi bed sores karena tidur lama yang
menyebabkan luka ulkus pada bagian gluteus, myositis ossifikasi dimana otot mengalami
perkapuran, tendinitis(iritasi dan pembengkakan) serta juga ruptur tendon (tendon pecah),
penyempitan saraf misalnya nervus ulnaris akibat terjadi fraktur pada daerah siku dan juga
dapat terjadi volkman’s contracture yaitu terjadi pelisutan otot jari sehingga terjadi kontraktur
pada jari- jari. Terakhir dapat terjadi komplikasi lambat pada sendi misalnya ketidakstabilan
pada sendi,kekakuan pada sendi, dan algodistrofi (nyeri pada sendi).
Komplikasi lambat yang tersering adalah salah-taut dan apabila salah-tautnya berupa angulasi
disertai dengan ketidaksejajaran radius dan ulna, akan terjadi gangguan gerak pronasi dan
supinasi. Komplikasi lain adalah terbentuknya sinostosis atau jembatan kalus yaitu kalus
antara radius dan ulna sehingga kemungkinan supinasi dan pronasi hilang. Perlu diketahui
bahwa kalus merupakan hiperkeratosis setempat yang umumnya berbentuk kurang lebih
bundar akibat gesekan kronik. Biasanya kelainan ini timbul di atas penonjolan tulang dan
akan hilang sendiri bila gesekan kronik tadi dihentikan. Pada anak, dengan timbulnya kalus
ini akan disertai proses pengaturan kembali pertumbuhan epifisis sehingga sudut patahan akan
pulih sampai derajat tertentu.4
Kesimpulan
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, laki-laki dalam
kasus mengalami fraktur tertutup antebrachii dextra 1/3 tengah dengan compartment
14
syndrome. Kelainan tulang tersebut dapat ditangani dengan terapi bedah atau non bedah
tergantung kondisi pasien tersebut. Pada fraktur yang tidak berubah posisinya dilakukan
pemasangan gips di atas siku. Akan tetapi, pada umumnya fraktur kedua tulang radius dan
ulna sulit untuk dilakukan reposisi tertutup dengan baik sehingga diperlukan operasi reposisi
terbuka dan fiksasi intern. Reposisi terbuka juga lebih sering diperlukan pada patah tulang
yang disertai dislokasi sendi.
Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna
Publishing; 2009. h.2861-8.
2. Gleadle J. At a glance. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Erlangga; 2007.h.
16.
3. Amendola, Twaddle B. Compartment syndromes in skeletal trauma basic science,
management, and reconstruction. Vol 1. Ed 3rd. Saunders. 2003.p.268-92
4. Patel P R. Lecture notes radiology. Jakarta: Erlangga; 2007. h.222-3.
5. Rasad S, Ekayuda I. Radiologi diagnostic. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.h.31-3.
6. Sabiston D C. Buku ajar bedah. Jakarta: EGC; 2005.390-6.
7. Corwin E J. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC; 2007. h.336-8.
8. Gunawan S G, Nafrialdi R S, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2012.h.216.
9. Robert K L. Compartment syndrome evaluation in procedures for primary care.
Mosby. USA. 2003. p.1419-29
10. Rasjad C. Buku pengantar ilmu bedah ortopedi . Makassar: Yarsif Watampone;
2007.h.352-489.
15