UNIVERSITAS INDONESIA
PENERAPAN PREOPERATIVE TEACHING PADA KLIEN DENGAN MASALAH BEDAH BENIGN PROSTATIC
HYPERPLASIA- TRANSURETHRAL RESECTION OF THE PROSTATE (BPH-TURP)
DI RUANG ANGGREK TENGAH KANAN (BEDAH KELAS) RSUP PERSAHABATAN
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
FITRI MULYANA 0806457054
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS
DEPOK JULI 2013
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ners
PENERAPAN PREOPERATIVE TEACHING PADA KLIEN DENGAN MASALAH BEDAH BENIGN PROSTATIC
HYPERPLASIA- TRANSURETHRAL RESECTION OF THE PROSTATE (BPH-TURP)
DI RUANG ANGGREK TENGAH KANAN (BEDAH KELAS) RSUP PERSAHABATAN
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
FITRI MULYANA 0806457054
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS
KELAS REGULER DEPOK
JULI 2013
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya Ilmiah Akhir Ners ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
Nama : Fitri Mulyana
NPM : 0806457054
Tanda tangan :
Tanggal : 8 Juli 2013
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Ilmiah Akhir Ners (KIA-N) ini diajukan oleh: Nama : Fitri Mulyana, S.Kep NPM : 0806457054 Program Studi : Ilmu Keperawatan Judul : Penerapan Preoperative Teaching pada Klien dengan
Masalah Bedah Benign Prostatic Hyperplasia- Transurethral Resection of the Prostate (BPH-TURP) di Ruang Anggrek Tengah Kanan (Bedah Kelas) RSUP Persahabatan
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners (Profesi Keperawatan) pada Program Studi Profesi Ners Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Tuti Herawati, S.Kp.,MN (.......................................) Penguji : Ns. Nuraini, S.Kep (.......................................) Ditetapkan di : Depok Tanggal : 08 Juli 2013
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
iv
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penyusun dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir ini. Penyusunan
karya ilmiah akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Ners pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
Penyusun menyadari bahwa karya ilmiah akhir ini masih jauh dari kesempurnaan,
karena segala keterbatasan penyusun. Meskipun demikian, penyusun berusaha
semaksimal mungkin untuk menyelesaikan karya ilmiah akhir ners ini dengan
baik dan benar. Penyusun juga menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penyusun untuk menyelesaikan karya
ilmiah akhir ners ini. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ibu Tuti Herawati, SKp.,MN, selaku dosen pembimbing profesi
Keperawatan Kesehatan Masalah Perkotaan-Keperawatan Medikal Bedah
(KKMP-KMB) dan Karya Ilmiah Akhir-Ners (KIA-N), yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan arahan dalam
penyusunan karya ilmiah akhir ini;
2. Ibu Riri Maria. SKp.,MN, selaku koordinator mata ajar Karya Ilmiah
Akhir, yang telah memberikan arahan mengenai penyusunan karya ilmiah
akhir ini;
3. Ibu Kuntarti, SKp., M.Biomed, selaku koordinator program profesi
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, yang telah telah
banyak membantu dari awal hingga akhir profesi;
4. Ibu Ns. Nuraini, S.kep., selaku Clinical Instructor (CI) lapangan, yang
banyak memberikan bimbingan dan arahan selama mahasiswa melakukan
program profesi KKMP-KMB di ruang Anggrek Tengah Kanan (Bedah
Kelas) RSUP Persahabatan;
5. Kakak Perawat Bedah Kelas, yang tidak bisa penyusun sebutkan namanya
satu per satu, yang telah banyak memberikan kesempatan kepada
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
v
penyusun untuk belajar dan meningkatkan kemampuan melakukan direct
care kepada pasien;
6. Orang tua tercinta, ayahanda Amir dan ibunda Kurnia Maryam, serta adik
tercinta Fahrul Firdaus, dan seluruh keluarga penyusun lainnya, yang
selalu memberikan doa dan dukungan secara material dan moril;
7. Sahabat Omoesta, Herlia, Esti, Nicky, Puspa, MJ, dan Kak Monik, yang
selalu saling menyemangati dan berjuang bersama-sama, baik suka dan
duka dalam selama menyelesaikan profesi KKMP-KMB dan penyusunan
karya ilmiah akhir ners ini; dan
8. Teman-teman angkatan profesi FIK UI periode 2012-2013 yang telah
berjuang bersama dan saling memberikan dukungan selama proses profesi
Akhir kata, penyusun berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga karya ilmiah akhir ners ini dapat
memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Depok, Juli 2013
Penyusun
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Fitri Mulyana NPM : 0806457054 Program Studi : Ilmu Keperawatan Fakultas : Ilmu Keperawatan Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Penerapan Preoperative Teaching pada Klien dengan Masalah Bedah Benign
Prostatic Hyperplasia-Transurethral Resection of the Prostate (BPH-TURP) di Ruang Anggrek Tengah Kanan (Bedah Kelas)
RSUP Persahabatan
beserta perangkat yang ada. Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 8 Juli 2013
Yang menyatakan
Fitri Mulyana
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
vii Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Fitri Mulyana Program studi : Ilmu Keperawatan Judul : Penerapan Preoperative Teaching pada Klien dengan Masalah Bedah Benign Prostatic Hyperplasia- Transurethral Resection of the Prostate (BPH-TURP) di Ruang Anggrek Tengah Kanan (Bedah Kelas) RSUP Persahabatan Penuaan menyebabkan pembesaran kelenjar prostat, sehingga insiden dan prevalensi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) pada lansia pria semakin meningkat. Kasus BPH di perkotaan, banyak ditangani dengan Transurethral Resection of the Prostate (TURP). Karya ilmiah ini memaparkan dan menganalisis asuhan keperawatan perioperatif pada kasus penundaan operasi, salah satu klien BPH-TURP, dengan menitikberatkan pada implementasi preoperative teaching. Hasil analisis menunjukkan bahwa ansietas preoperatif dan risiko komplikasi postoperatif dapat ditangani dengan preoperative teaching. Penyusun menyarankan penerapan preoperative teaching secara optimal oleh perawat, sesuai dengan kebutuhan klien. Kata kunci: BPH, lansia pria, preoperative teaching, TURP
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
viii Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Fitri Mulyana Study program : Nursing Title : The Analysis of Application Preoperative Teaching in Benign Prostatic Hyperplasia-Transurethral Resection of the Prostate (BPH-TURP) Client at Ward of Anggrek Tengah Kanan (Bedah Kelas) RSUP Persahabatan Aging process cause enlargement of prostate gland, so that the incidence and prevalence of Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) in elderly male is increasing. The case of BPH in urban areas, most dealt with Transurethral Resection of the Prostate (TURP). This paper aimed to describe and analyze perioperative nursing care of the delay surgery case on one client with BPH-TURP, with emphasized on preoperative teaching. Analysis showed that preoperative anxiety and risk of postoperative complications can be reduce by preoperative teaching. Writer suggested that delivering preoperative teaching by nurse should be done optimally, based on client's needs. Key words: BPH, elderly male, preoperative teaching, TURP
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
ix Universitas Indonesia
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii KATA PENGANTAR ................................................................................ iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR ...................................................................... vi ABSTRAK ................................................................................................. vii DAFTAR ISI .............................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiii BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................... 1 A. Latar Belakang ...................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................. 5 C. Tujuan Penyusunan ............................................................................... 5 D. Manfaat Penyusunan ............................................................................. 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 7 A. Lanjut Usia (Lansia) sebagai Populasi Berisiko (Population at Risk)
dan Rentan (Vulnerable Population).................................... ..................... 7 B. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)....................................................... 9 C. Transurethral Resection of the Prostate (TURP) ................................... 11 D. Masalah Preoperatif terkait TURP dan Preoperative Teaching .............. 12 E. Masalah Intraoperatif terkait TURP ....................................................... 14 F. Masalah Postoperatif terkait TURP ....................................................... 16 BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA ................................ 18 A. Pengkajian Preoperatif.................................... .......................................... 18 B. Analisi Data Preoperatif .......................................................................... 22 C. Rencana Asuhan Keperawatan Preoperatif .............................................. 23 D. Implementasi Keperawatan Preoperatif ................................................... 23 E. Evaluasi Hasil Implementasi Preoperatif ............................................... 24 F. Laporan Intraoperatif ............................................................................. 25 G. Pengkajian Postoperatif.................................... ........................................ 28 H. Analisi Data Postoperatif ......................................................................... 29 I. Rencana Asuhan Keperawatan Postoperatif ............................................. 30 J. Implementasi Keperawatan Postoperatif .................................................. 30 K. Evaluasi Hasil Implementasi Postoperatif .............................................. 31
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
x Universitas Indonesia
BAB 4 ANALISIS SITUASI ....................................................................... 33 A. Profil Lahan Praktik ................................................................................ 33 B. Analisis Masalah Keperawatn Klien dengan BPH
dengan Konsep Terkait.................................... ......................................... 34 B. Analisis Penerapan Preoperative Teaching pada Klien BPH-TURP ........ 41 C. Alternatif Pemecahan ............................................................................. 43 BAB 5 PENUTUP ..................................................................................... 45 A. Simpulan ............................................................................................... 45 B. Saran ..................................................................................................... 45 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 47
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
xi Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Prostat normal dan prostat yang mengalami pembesaran ...... 10 Gambar 2.2 Traksi balon kateter ................................................................ 17
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
xii Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Hasil Pemantauan Laboratorium (25 Mei 2013) .......................... 22 Tabel 3.2 Hasil Pemantauan Tekanan Darah, Frekuensi Nadi, dan Saturasi Oksigen Intraoperatif .............................................. 27 Tabel 3.3 Hasil Pemantauan Tanda-tanda Vital Postoperatif ....................... 29
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
xiii Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Analisis Data Preoperatif Lampiran 2 Rencana Asuhan Keperawatan Preoperatif Bapak R dengan BPH- TURP Lampiran 3 Catatan Perkembangan Preoperatif Bapak R dengan BPH-TURP Lampiran 4 Analisis Data Postoperatif Lampiran 5 Rencana Asuhan Keperawatan Postoperatif Bapak R dengan BPH-TURP Lampiran 6 Catatan Perkembangan Postoperatif Bapak R dengan BPH-TURP Lampiran 7 Media Edukasi Preoperative Teaching Lampiran 8 Media Edukasi Discharge Planning Lampiran 9 Daftar Riwayat Hidup
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan yang terjadi di berbagai sektor kehidupan dewasa ini,
berdampak pada meningkatnya usia harapan hidup seseorang. Data Badan
Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 dalam laporan pada tahun 2012,
menggambarkan bahwa sejak tahun 2007 sampai 2010, usia harapan hidup
penduduk selalu mengalami peningkatan, dari 70,4 di tahun 2007 menjadi
70,9 di tahun 2010. Peningkatan usia harapan hidup ini menyebabkan jumlah
dan pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun.
Berbagai data menunjukkan jumlah penduduk lansia mengalami peningkatan
yang signifikan. Data Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia) tahun
2009, mencatat bahwa Indonesia menduduki urutan keempat, negara dengan
penduduk lansia terbesar di Asia, setelah China, India dan Jepang. Data BPS
(2010) menunjukkan populasi lansia Indonesia mengalami peningkatan yang
pesat selama satu dekade terakhir, yaitu 14,4 juta jiwa (7,18 persen) pada
tahun 2000 menjadi 18,1 juta jiwa (9 persen) pada tahun 2010. Komnas Lansia
(2009) memperkirakan, pada tahun 2020 jumlah lansia Indonesia akan berlipat
ganda mencapai angka 28,8 juta jiwa (11,34 persen). Populasi ini tersebar di
seluruh wilayah Indonesia, baik perkotaan maupun pedesaan.
Populasi lansia di perkotaan meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah
lansia Indonesia, ditambah dengan arus urbanisasi yang semakin pesat. WHO
dalam Putra (2012) mencatat bahwa setiap tahun, jumlah lansia akan lebih
banyak di perkotaan. Kantor Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat
(Kemenkokesra) Indonesia dalam Putra (2012) mencatat bahwa pada tahun
2010, perbandingan jumlah lansia di desa dan di perkotaan hanya memiliki
selisih 0,3 persen dengan jumlah lebih banyak di pedesaan. Namun,
Kemenkokesra memprediksi bahwa 10 tahun ke depan, kondisi tersebut akan
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
2
Universitas Indonesia
berbalik. Penduduk lansia di perkotaan akan lebih besar dibandingkan
pedesaan, yaitu sekitar 15,7 juta lansia akan hidup di kota, dan 13,1 juta lansia
akan tinggal di pedesaan. Kondisi tersebut tentunya perlu mendapatkan
perhatian dalam berbagai sektor, terutama kesehatan, untuk para lansia yang
merupakan kelompok usia rentan.
Lansia tergolong sebagai populasi yang rentan (vulnerable population) dan
berisiko (population at risk). Hal ini berarti lansia lebih mudah mengalami
masalah kesehatan, akibat terpapar risiko atau akibat buruk dari masalah
kesehatan, dan akibat kondisi biologis (Stanhope & Lancaster 2004). Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2009 (dalam Komnas lansia, 2010)
mencatat separuh lebih lansia (54,57 persen) mengalami keluhan kesehatan
sebulan terakhir. Angka keluhan kesehatan ini meningkat dari 48,94 persen
pada tahun 2005, menjadi 54,25 persen pada tahun 2007 dan menjadi sebesar
54,57 persen pada tahun 2009. Keluhan kesehatan yang dirasakan lansia, salah
satunya merupakan dampak dari penuaan.
Proses penuaan mempengaruhi berbagai sistem tubuh pada lansia. Seiring
masa penuaan, berbagai fungsi sistem tubuh mengalami degenerasi, baik dari
struktur anatomis, maupun fungsi fisiologis. Salah satu sistem tubuh yang
terganggu akibat proses penuaan adalah sistem genitourinari. Pada sistem
genitourinari lansia pria, masalah yang sering terjadi akibat penuaan, yakni
pembesaran kelenjar prostat (Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)) (DeLaune
& Ladner, 2002).
Pembesaran kelenjar prostat, atau disebut dengan BPH (Benign Prostate
Hyperplasia) merupakan salah satu masalah genitouriari yang prevalensi dan
insidennya meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Parsons (2010)
menjelaskan bahwa BPH terjadi pada 70 persen pria berusia 60-69 tahun di
Amerika Serikat, dan 80 persen pada pria berusia 70 tahun ke atas.
Diperkirakan, pada tahun 2030 insiden BPH akan meningkat mencapai 20
persen pada pria berusia 65 tahun ke atas, atau mencapai 20 juta pria (Parsons,
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
3
Universitas Indonesia
2010). Di Indonesia sendiri, data Badan POM (2011) menyebutkan bahwa
BPH merupakan penyakit kelenjar prostat tersering kedua, di klinik urologi di
Indonesia.
Insiden dan prevalensi BPH cukup tinggi, namun hal ini tidak diiringi dengan
kesadaran masyarakat untuk melakukan tindakan pencegahan maupun
penanganan dini sebelum terjadi gangguan eliminasi urin. Nies dan McEwen
(2007) menjelaskan bahwa pandangan stereotip yang mengatakan pria itu
kuat, akan mengarahkan pria untuk cenderung lebih mengabaikan gejala yang
timbul di awal penyakit. Pria akan menguatkan diri dan menghindari
penyebutan “sakit” bagi diri pria itu sendiri. Sementara, ketika wanita sakit,
wanita akan cenderung membatasi kegiatan dan berusaha mencari perawatan
kesehatan. Oleh karena itu, kasus BPH yang terjadi lebih banyak kasus yang
sudah mengalami gangguan eliminasi urin, dan hanya bisa ditangani dengan
prosedur pembedahan.
TURP (Transurethral Resection of the Prostate) merupakan salah satu
prosedur pembedahan untuk mengatasi masalah BPH yang paling sering
dilakukan. Rassweiler (2005) menjelaskan bahwa TURP merupakan
representasi gold standard manajemen operatif pada BPH. TURP memiliki
beberapa kelebihan dibandingkan dengan prosedur bedah untuk BPH lainnya.
Beberapa kelebihan TURP antara lain prosedur ini tidak dibutuhkan insisi dan
dapat digunakan untuk prostat dengan ukuran beragam, dan lebih aman bagi
pasien yang mempunyai risiko bedah yang buruk (Smeltzer & Bare, 2003).
Oleh karena itulah, prosedur TURP lebih umum digunakan mengatasi masalah
pembesaran kelenjar prostat.
Prosedur TURP banyak dilakukan di rumah sakit di perkotaan, karena
didukung dengan ketersediaan alat yang memadai dan tenaga kesehatan yang
kompeten. Tidak ditemukan data pasti yang menunjukkan jumlah rumah sakit
yang menyediakan layanan TURP di Indonesia. Namun, setiap rumah sakit
yang menyediakan jasa pelayanan bedah urologi, biasanya menyediakan
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
4
Universitas Indonesia
layanan TURP. Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan merupakan
salah satu rumah sakit yang menyediakan layanan bedah urologi, termasuk
TURP. Dalam jangka waktu tujuh minggu, sejak awal Mei 2013 sampai akhir
Juli 2013, ditemukan sedikitnya delapan kasus BPH yang menjalani tindakan
bedah TURP dan dirawat di ruang Anggrek Tengah Kanan (Bedah Kelas)
RSUP Persahabatan. Kasus ini termasuk kasus bedah urologi yang banyak
ditemukan selain kasus batu saluran perkemihan.
Segala jenis tindakan pembedahan harus dipersiapkan secara matang,
termasuk pada TURP. Klien yang akan menjalani prosedur TURP juga perlu
dipersiapkan, yaitu dengan preoperative teaching. Tujuan preoperative
teaching adalah untuk menurunkan kecemasan dan ketakutan, serta
mengurangi kemungkinan munculnya komplikasi postoperatif. Selain itu,
informasi sensori dan informasi prosedural seperti preoperative teaching dapat
menurunkan stress dan meningkatkan kemampuan koping klien (Calvin &
Lane, 1999; Millo & Sullivan, 2000 dalam Smeltzer & Bare, 2003).
Pentingnya penerapan preoperative teaching dapat dilihat pada salah satu
contoh kasus. Bapak R merupakan salah satu klien BPH yang akan menjalani
tindakan pembedahan TURP. Bapak R dijadwalkan operasi pada tanggal 24
Mei 2013, namun Bapak R yang mengalami penundaan operasi sampai
tanggal 28 Mei 2013, karena tekanan darah yang tingi akibat ansietas. Hal ini
bisa dicegah, jika klien dipersiapkan dengan optimal, untuk menjalani
prosedur TURP, yaitu dengan persiapan preoperatif yang maksimal, yang
salah satunya mencakup preoperative teaching. Klien dapat diberikan
gambaran mengenai prosedur tindakan, hal-hal yang harus dipersiapkan, serta
hal-hal yang akan terjadi setelah operasi, serta mengenai perawatan dan
pencegahan komplikasi postoperatif. Dengan demikian, klien akan
mendapatkan informasi, dan dapat menurunkan tingkat ansietasnya. Oleh
karena itu, preoperative teaching diperlukan bagi klien yang akan menjalani
pembedahan, termasuk TURP.
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
5
Universitas Indonesia
B. Rumusan Masalah
Pembangunan yang terjadi di berbagai sektor kehidupan meningkatkan usia
harapan hidup seseorang. Peningkatan usia harapan hidup ini menyebabkan
jumlah penduduk lanjut usia (lansia) mengalami peningkatan, terutama di
perkotaan dan ditambah dengan arus urbanisasi. Lansia tergolong sebagai
populasi yang rentan dan berisiko, terutama akibat perubahan biologis akibat
penuaan. BPH merupakan salah satu masalah pada lansia pria, yang terjadi
karena adanya pembesaran kelenjar prostat akibat penuaan. BPH banyak
ditangani dengan prosedur bedah TURP. Klien yang akan menjalani prosedur
TURP perlu persiapan preoperatif yang optimal, salah satunya dengan
preoperative teaching, yang dapat menurunkan kecemasan dan ketakutan,
serta mengurangi kemungkinan munculnya komplikasi postoperatif. Salah
satu contoh adalah pada Bapak R yang mengalami penundaan operasi karena
tekanan darah yang tingi akibat ansietas. Hal ini bisa dicegah jika dilakukan
preoperative teaching yang optimal. Oleh karena itu, preoperative teaching
penting diberikan pada klien yang akan menjalani TURP.
C. Tujuan Penyusunan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dilakukannya penyusunan karya ilmiah ners ini adalah
untuk menggambarkan asuhan keperawatan perioperatif pada klien
dengan BPH-TURP, dengan menitikberatkan pada implementasi
preoperative teaching.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain:
a. Memaparkan asuhan keperawatan preoperatif pada pada klien dengan
BPH-TURP
b. Memaparkan asuhan keperawatan intraoperatif pada pada klien
dengan BPH-TURP
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
6
Universitas Indonesia
c. Memaparkan asuhan keperawatan postoperatif pada pada klien
dengan BPH-TURP
d. Menganalisis masalah keperawatan klien dengan BPH dan
dihubungkan dengan konsep terkait
e. Menganalisis implementasi preoperative teaching yang dilakukan
pada klien BPH-TURP
D. Manfaat Penyusunan
1. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan gambaran
bagi mahasiswa keperawatan, dalam memberikan asuhan keperawatan
pada klien dengan kasus bedah BPH-TURP. Karya ilmiah ini juga dapat
digunakan sebagai data dasar bagi penelitian yang akan melibatkan klien
dengan BPH-TURP,. Selain itu, karya ilmiah ini dapat memberikan
gambaran mengenai kondisi klien BPH serta asuhan keperawatannya,
sehingga dapat memberikan ide atau gagasan baru untuk pengembangan
ilmu keperawatan, khususnya keperawatan medikal bedah di masa yang
akan datang.
2. Bagi Pelayanan Kesehatan
Hasil penulisan karya ilmiah ini dapat memberikan masukan bagi
pengembangan asuhan keperawatan perioperatif pada klien BPH-TURP,
sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan di rumah
sakit. Selain itu, karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan gambaran
pemberian asuhan keperawatan perioperatif yang komprehensif pada klien
dengan masalah BPH-TURP.
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
7 Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
A. Lanjut Usia (Lansia) sebagai Populasi Berisiko (Population at Risk) dan
Rentan (Vulnerable Population)
Maurer dan Smith (2005) mendefinisikan populasi sebagai sekumpulan
individu yang bertempat tinggal di suatu wilayah. Definisi risiko adalah
peluang atau kemungkinan untuk mempunyai konsekuensi yang merugikan,
dan akan meningkat dengan adanya satu atau lebih karakteristik (Backett,
Davies, & Petros-Barvazian, 1984 dalam Friedman, Bowden, & Jones, 2003).
Populasi berisiko didefinisikan sebagai kumpulan individu yang memiliki
masalah kesehatan, yang kemungkinan akan berkembang karena dipengaruhi
adanya faktor risiko yang dapat dimodifikasi (Allender, Rector, & Warner,
2010). Faktor risiko (risk factor) sendiri didefinisikan sebagai faktor paparan
yang spesifik, yang secara terus menerus bersinggungan terhadap individu.
Faktor risiko berkaitan dengan lingkungan, gaya hidup, dan karakteristik
seseorang seperti usia, jenis kelamin, dan genetik (Stanhope & Lancaster,
2004). Dengan demikian, populasi berisiko merupakan sekumpulan individu
yang dapat memiliki masalah kesehatan, karena adanya faktor risiko yang
berasal dari dalam maupun dari luar individu tersebut.
Kelompok yang mempunyai kumpulan risiko untuk dapat mengalami berbagai
masalah, digolongkan sebagai populasi rentan (vulnerable population). Polit
dan Beck (2012) mendefinisikan kerentanan (vulnerability) sebagai kondisi
yang mengakibatkan individu mudah mengalami gangguan fisik. Vulnerable
population merupakan kelompok yang mempunyai karakteristik lebih
memungkinkan berkembangnya masalah kesehatan, lebih mengalami
kesulitan dalam mengakses pelayanan kesehatan, dan lebih memungkinkan
penghasilannya kurang, atau masa hidupnya lebih singkat akibat kondisi
kesehatan (Maurer & Smith, 2005). Dengan demikian, populasi rentan dapat
didefinisikan sebagai kelompok individu yang memiliki berbagai risiko untuk
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
8
Universitas Indonesia
mengalami masalah akibat faktor pendukung yang tidak adekuat baik dalam
diri maupun dari lingkungan.
Lansia merupakan kelompok usia yang berisiko, karena dalam diri lansia
terdapat karakteristik populasi berisiko. Karakteristik populasi berisiko
tersebut antara lain risiko biologis dan usia, risiko gaya hidup dan perilaku,
risiko sosial, serta risiko ekonomi.
Pertama, risiko biologis dan usia. Dalam proses menua, dikenal adanya teori
biologis. Teori ini menjelaskan bahwa penuaan merupakan proses yang tidak
disengaja dan irreversible, yang terjadi setiap saat dan menyebabkan
perubahan sel-sel dan jaringan tubuh (Ebersole, 2005). Sebagai contoh pada
pria, seiring masa penuaan, risiko untuk mengalami pembesaran kelenjar
prostat menjadi lebih tinggi. Parsons (2010) mengungkapkan bahwa risiko
BPH meningkat mencapai angka 70 persen pada pria berusia 60-69 tahun, dan
80 persen pada pria berusia 70 tahun ke atas.
Kedua, risiko gaya hidup dan perilaku. Beberapa masalah kesehatan yang
timbul pada lansia, disebabkan karena gaya hidup atau kebiasaan yang
dilakukan sejak muda (Stanhope & Lancaster, 2004). BPH belum diketahui
penyebabnya. Namun, Roehrborn (2011) menjelaskan bahwa hasil penelitian
yang dilakukan oleh Parsons (2007), dan Parsons dan Kashefi (2008)
menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kurang aktivitas
fisik, obesitas, dan indeks massa tubuh (IMT) dengan kejadian BPH.
Ketiga, risiko sosial. Risiko sosial antara lain lingkungan tempat tinggal
dengan tingkat kriminalitas tinggi, jauh dari tempat rekreasi, fasilitas
kesehatan tidak memadai, lingkungan yang memiliki tingkat polisi yang
tinggi, serta lingkungan yang memiliki tingkat stress tinggi (Stanhope &
Lancaster, 2004). Selain itu, risiko masalah kesehatan dapat meningkat jika
lansia memiliki kemampuan koping yang maladaptif atau tidak adekuat.
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
9
Universitas Indonesia
Keempat, risiko ekonomi. Hal ini berkaitan dengan sumber penghasilan dalam
keluarga. Keterbatasan pendapatan akan berdampak pada kesulitan dalam
mengakses pelayanan kesehatan, selain itu, pemenuhan kebutuhan pokok
sehari-hari juga akan mengalami keterbatasan. Oleh karena itu, kondisi
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya masalah kesehatan, terutama pada
lansia (Stanhope & Lancaster, 2004). Belum ada penelitian antara hubungan
BPH dengan kondisi ekonomi individu. Namun, masalah ekonomi dapat
menjadi penghambat individu untuk melakukan deteksi dini BPH maupun
pengobatan dan perawatan terkait BPH.
Hasil penjabaran tersebut menggambarkan bahwa lansia memiliki banyak
faktor risiko terhadap munculnya gangguan kesehatan. Selain itu, proses
penuaan pada lansia menyebabkan kemungkinan berkembangnya masalah
kesehatan, menjadi lebih tinggi. Oleh karena itu, selain digolongkan sebagai
kelompok berisiko, lansia juga merupakan kelompok yang rentan terhadap
masalah kesehatan. Sebagai contoh, pada pria, seiring bertambahnya usia,
menjadi rentan terhadap masalah BPH.
B. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dapat didefinisikan sebagai pembesaran
kelenjar prostat yang memanjang ke atas, ke dalam kandung kemih, yang
menghambat aliran urin, serta menutupi orifisium uretra (Smeltzer & Bare,
2003). Secara patologis, BPH dikarakteristikkan dengan meningkatnya jumlah
sel stroma dan epitelia pada bagian periuretra prostat. Peningkatan jumlah sel
stroma dan epitelia ini disebabkan adanya proliferasi atau gangguan
pemrograman kematian sel yang menyebabkan terjadinya akumulasi sel
(Roehrborn, 2011).
Penyebab pasti BPH belum diketahui. Namun, IAUI (2003) menjelakan
bahwa terdapat banyak faktor yang berperan dalam hiperplasia prostat, seperti
usia, adanya peradangan, diet, serta pengaruh hormonal. Faktor tersebut
selanjutnya mempengaruhi prostat untuk mensintesis protein growth factor,
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
10
Universitas Indonesia
yang kemudian memicu proliferasi sel prostat. Selain itu, pembesaran prostat
juga dapat disebabkan karena berkurangnya proses apoptosis. Roehrborn
(2011) menjelaskan bahwa suatu organ dapat membesar bukan hanya karena
meningkatnya proliferasi sel, tetapi juga karena berkurangnya kematian sel.
Gambar 2.1: Prostat normal (kiri) dan prostat yang membesar (kanan)
BPH jarang mengancam jiwa. Namun, keluhan yang disebabkan BPH dapat
menimbulkan ketidaknyamanan. BPH dapat menyebabkan timbulnya gejala
LUTS (lower urinary tract symptoms) pada lansia pria. LUTS terdiri atas
gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi (storage symptom) yang
meliputi: frekuensi berkemih meningkat, urgensi, nokturia, pancaran berkemih
lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis
berkemih, dan tahap selanjutnya terjadi retensi urin (IAUI, 2003).
LUTS pada BPH terjadi karena adanya pembesaran kelenjar prostat atau
benign prostate enlargement (BPE) yang menyebabkan terjadinya obstruksi
pada leher kandung kemih dan uretra atau bladder outlet obstruction (BOO).
Obstruksi ini lama kelamaan dapat menimbulkan perubahan pada struktur
kandung kemih maupun ginjal, yang kemudian dapat menimbulkan
komplikasi pada saluran kemih bagian atas maupun bawah (IAUI, 2003).
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
11
Universitas Indonesia
Obstruksi pada leher kandung kemih dan uretra menyebabkan pengosongan
urin yang tidak tuntas, yang lama kelamaan dapat meningkatkan tekanan pada
kandung kemih. Seiring dengan meningkatnya tekanan pada kandung kemih,
regangan otot detrusor yang terdapat pada kandung kemih, melebihi kapasitas
regangnya, sehingga kandung kemih terus meregang, sementara kontraksi
kandung kemih menjadi lemah. Akibatnya terjadi refluks urin. Jika hal ini
terus berlanjut, lama kelamaan dapat terjadi dilatasi ureter (hidroureter) dan
dilatasi pada piala dan kaliks ginjal (hidronefrosis), yang dapat menyebabkan
kerusakan tubulus, gangguan filtrasi ginjal, dan akhirnya menjadi awal
terjadinya gagal ginjal (Smeltzer & Bare, 2003).
B. Transurethral Resection of the Prostate (TURP)
BPH tidak dapat dicegah, dan kebanyakan kasus BPH di Indonesia merupakan
kasus BPH bergejala, yang sudah menimbulkan gangguan elminasi.
Penanganan masalah BPH di Indonesia, paling banyak dilakukan melalui
prosedur bedah, yaitu TURP. TURP merupakan salah satu prosedur
pembedahan yang umum dilakukan pada kasus BPH. Prosedur ini dilakukan
melalui endoskopi. Instrumen bedah dan optikal dimasukkan ke secara
langsung melalui uretra ke dalam prostat, yang kemudian dapat dilihat secara
langsung. kelenjar diangkat dalam irisan kecil dengan loop pemotong listrik
(Smeltzer & Bare, 2003).
Prosedur TURP memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan
TUPR antara lain dapat dilakukan tanpa insisi, dan digunakan untuk kelenjar
dalam ukuran yang beragam. Selain itu, TURP juga dapat digunakan untuk
pasien dengan kelenjar yang kecil dan lebih aman bagi pasien yang memiliki
risiko bedah (Smeltzer & Bare, 2003). Adapun kekurangan dari prosedur
TUPR antara lain dapat menyebabkan komplikasi seperti perdarahan,
obstruksi (Smeltzer & Bare, 2003), dan timbulnya sindrom TURP (Hideki, et
al 2001).
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
12
Universitas Indonesia
C. Masalah Preoperatif terkait TURP dan Preoperative Teaching
Smelzer dan Bare (2003) serta Spry (2009) menjelaskan bahwa masalah utama
yang terjadi pada fase preoperatif diantaranya adalah ansietas dan kurang
pengetahuan. Spry (2009) juga menjelaskan bahwa kurang pengetahuan dapat
disebabkan karena gangguan dalam komunikasi, barrier bahasa, kapasitas
mental klien yang tidak adekuat, serta kurang terpapar informasi mengenai
prosedur pembedahan. Selain itu, Spry (2009) juga memaparkan bahwa
tingkat ansietas seseorang dapat dipengaruhi oleh pengalaman pembedahan.
Intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah ansietas dapat dilakukan
dengan eduksi kesehatan dan teknik relaksasi. Doenges dan Moorhouse (2008)
menjelaskan bahwa teknik relaksasi dapat menurunkan frustasi dan
meningkatkan koping adaptif. Selain itu, pendapat lain yang dikemukakan
oleh Spry (2009) menjelaskan bahwa pemberian informasi yang sesuai dengan
kebutukan klien pada fase preoperatif dapat menurunkan ansietas dan
ketakutan klien.
Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah kurang
pengetahuan adalah dengan melakukan pengajaran preoperatif (preoperative
teaching). Bernier, Saranes, dan Owen (2003) menjelaskan bahwa
preoperative teaching merupakan proses interaktif dalam memberikan
informasi dan penjelasan mengenai proses pembedahan, perilaku yang
diharapkan, dan antisipasi sensasi, serta mendengarkan aktif (therapeutic
listening) pasien yang akan menjalani operasi. Tujuan preoperative teaching
adalah untuk menurunkan kecemasan dan ketakutan, serta mengurangi
kemungkinan munculnya komplikasi postoperatif. Selain itu, Informasi
sensori dan informasi prosedural seperti preoperative teaching dapat
menurunkan stress dan meningkatkan kemampuan koping klien (Calvin &
Lane, 1999; Millo & Sullivan, 2000 dalam Smeltzer & Bare, 2003).
Materi yang perlu disampaikan pada preoperative teaching bermacam-macam,
Spry (2009) menjelaskan bahwa preoperative teaching harus mencakup
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
13
Universitas Indonesia
kejadian intraoperatif, termasuk prosedur anestesi, prosedur pembedahan,
estimasi waktu, serta hasil yang diharapkan. Selain itu, edukasi mengenai hal
lain, seperti latihan napas dalam dan batuk efektif, latihan kaki, serta
mengenai persiapan preoperatif dan perawatan postoperatif juga perlu
dilakukan. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa salah satu tujuan
asuhan keperawatan preoperatif adalah mengajarkan klien untuk
mempromosikan ekspansi paru yang maksimal dan oksigenasi darah yang
adekuat postanestesi. Selain itu, latihan napas dalam preoperatif juga
diberikan pada klien yang berisiko mengalami komplikasi postoperatif. Faktor
risiko tersebut antara lain anestesi umum, pembedahan abdomen atau toraks,
riwayat merokok, penyakit paru kronik, obesitas, dan lanjut usia (Pearson
Education,--). Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa latihan kaki
adalah untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah stasis vena, dan
mempromosikan fungsi rispiratori yang optimal. Oleh karena itu, latihan ini
penting untuk dilakukan pada klien yang akan menjalani pembedahan.
Hal lain yang perlu disampaikan dalam preoperative teaching juga mencakup
pengajaran mengenai bed rest dan mobilisasi dini postoperatif. Alam, et al
(2011) menjelaskan bahwa insiden sakit kepala setelah anestesia spinal terjadi
sekitar 0,2% sampai 20%. Alam, et al (2011) juga menjelaskan bahwa gejala
sakit kepala ini dapat dikurangi dengan bed rest. Thoennissen, et al (2001)
menjelaskan bahwa di Perancis bed rest untuk mencegah sakit kepada
postanestesi dilakukan selama 24 jam, begitupun dengan di Austria. Namun,
di Swedia bed rest hanya dilakukan sampai kurang dari tiga jam. Shields dan
Welder (2002) menjelaskan bahwa bed rest dilakukan dengan posisi datar
(lying flat). Walaupun bed rest dianjurkan pada saat postoperatif, di sisi lain
mobilisasi dini (early mobilization) juga diperlukan untuk mencegah
trombosis vena. Rice, Brassell, dan McLeod (2010) menjelaskan bahwa
tromboemboli vena merupakan komplikasi yang umum dan berpotensi terjadi
pada pembedahan urologi, termasuk TURP. Rice, Brassell, dan McLeod
(2010) juga menjelaskan bahwa salah satu pencegahan komplikasi ini
dilakukan dengan mobilisasi dini. Oleh karena itu, setelah pemulihan dari efek
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
14
Universitas Indonesia
anestesia dengan bed rest, harus dilakukan mobilisasi dini. Smeltzer dan Bare
(2003) juga menjelaskan bahwa dalam melakukan ambulasi dini tidak
melewati batas toleransi pasien, harus memperhatikan jenis prosedur bedah,
kondisi fisik, dan usia pasien.
Hal lainnya yang perlu disampaikan pada pasien adalah kapan boleh makan
dan minum setelah operasi. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa
cairan merupakan substansi pertama yang ditoleransi pasien setelah
pembedahan. Setelah itu, jika tidak ada rasa mual, diet normal dapat
diberikan Smeltzer dan Bare (2003). Oleh karena itu, pada pasien post-TURP,
asupan makanan diberikan secara bertahap, jika sudah tidak ada rasa mual.
Pencegahan Valsava manuver post-TURP juga perlu disampaikan.
Pencegahan Valsava manuver antara lain mencakup menghindari mengejan
saat defekasi, menghindari menahan napas saat berpindah posisi, menghindari
bersin, dan batuk keras. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa
Valsava dapat meningkatkan tekanan vena dan menyebabkan hematuria. Salah
satu upaya untuk menghindari Valsava saat defekasi adalah dengan makan
makanan yang mengandung serat dan konsumsi air yang cukup, dua sampai
tiga liter per hari.
D. Masalah Intraoperatif terkait TURP
Hal yang dilakukan setelah klien masuk ruang operasi adalah persiapan
anestesi. Pada pembedahan TURP, jenis anestesi yang biasa dilakukan adalah
anestesi spinal. Anestesi spinal merupakan anestesi, dimana obat anestesi
disuntikkan pada ruang subarachnoid pada lumbal, biasanya antara L4 dan
L5. Anestesi spinal yang dilakukan, menghasilkan efek anestesi pada
ekstermitas bawah, perineum, dan abdomen bawah (Smeltzer & Bare, 2003).
Setelah proses anestesi dilakukan, klien yang akan menjalani TURP akan
diposisikan litotomi, kemudian dilakukan desinfeksi. Tujuan dilakukannya
proses ini adalah sebagai upaya untuk mengurangi jumlah bakteri pada kulit,
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
15
Universitas Indonesia
dan mengurangi potensial kontaminasi bakteri dari klien selama proses
pembedahan (Spry, 2009). Setelah itu, dilakukan draping agar dokter bedah
dapat berfokus hanya pada daerah yang harus dioperasi saja.
Masalah keperawatan intraoperatif yang biasanya muncul pada klien dengan
pembedahan TURP adalah risiko cedera posisi perioperatif berhubungan
dengan posisi operasi, pemakaian alat kesehatan, dan tindakan invasif, serta
risiko perdarahan berhubungan dengan prosedur pembedahan. Spry (2009)
menjelaskan bahwa selama periode intraoperatif, klien memiliki risiko cedera
yang tinggi. NANDA (2012) juga dijelaskan bahwa risiko cedera posisi
perioperatif dapat terjadi karena adanya faktor risiko seperti disorientasi,
edema, imobilisasi, kelemahan otot, terlalu kurus, terlalu gemuk, dan
gangguan persepsi atau sensori yang berkaitan dengan anestesi. Spry (2009)
menjelaskan bahwa anestesi dapat mencegah pertahanan tubuh normal
terhadap nyeri akibat peregangan, twisting, dan kompresi yang berlebihan
pada bagian tubuh. Selain itu, gesekan dan tekanan pada masa imobilisasi juga
dapat menyebakan timbulnya luka tekan (pressure ulcer).
Masalah keperawatan dapat timbul dari posisi operasi, dalam kasus ini posisi
litotomi. Posisi litotomi dapat mengurangi efisiensi respirasi karena tekanan
yang diberikan paha kepada abdomen dan tekanan yang diberikan oleh
abdomen pada diafragma, membatasi ekspansi paru, sehingga kapasitas paru
dan volume tidal menurun. Selain itu, pada posisi litotomi, ketika bagian kaki
direndahkan, sekitar 500-800 ml darah beralih dari bagian viseral ke bagian
ekstremitas, dan dapat menyebabkan hipotensi (Spry, 2009). Risiko lain yang
ditimbulkan dari posisi ini adalah terjadinya sindrom kompartemen. Walsh
(1993) dalam Spry (2009) menjelaskan bahwa sindrom kompartemen dapat
terjadi jika otot betis terlalu lama kontak dengan penyangga kaki.
Masalah lain juga dapat ditimbulkan jika prosedur TURP dilakukan dalam
durasi yang terlalu lama. Hawary, et al (2009) menjelaskan bahwa prosedur
TURP harus dibatasi sampai kurang dari 60 menit untuk menghindari
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
16
Universitas Indonesia
terjadinya komplikasi TURP. Penelitian yang dilakukan oleh Mebust, et al
(1989) (Dalam Hawary, et al, 2009), ditemukan bahwa dari 3885 pasien yang
menjalani TURP, pada pasien yang menjalani TURP lebih dari 90 menit,
terjadi insiden perdarahan intraoperatif dan TURP syndrome yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien yang menjalani TURP kurang dari 90 menit.
Pada pasien yang menjalani TURP lebih dari 90 menit insiden perdarahan
intraoperatif terjadi sebanyak 7,3% dan TURP syndrome sebanyak 2%.
Sedangkan pada pasien yang menjalani TURP kurang dari 90 menit, insiden
perdarahan intraoperatif sekitar 0,9% dan insiden TURP syndrome sebanyak
0,7%.
E. Masalah Postoperatif terkait TURP
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada fase postoperatif pada klien
dengan jenis pembedahan TURP adalah nyeri akut, risiko perdarahan, dan
risiko gangguan eliminasi urin. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa
nyeri akut merupakan salah satu masalah utama yang muncul pada pasien
postoperatif. Diagnosa risiko perdarahan dan risiko gangguan eliminasi urin
juga dapat ditegakkan karena adanya faktor risiko komplikasi TURP.
Rassweiler et al (2006) menjelaskan bahwa TURP dapat menimbulkan
komplikasi, diantarnya adalah perdarahan, retensi urin, inkontinensia,
ejakulasi retrogard, obstruksi kateter urin, serta scarring.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk penangan nyeri dapat
dilakukan dengan cara non farmakologis dan cara farmakologis. Intervensi
manajemen nyeri non farmakologis dapat dilakukan dengan teknik relaksasi.
Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa nyeri dapat menimbulkan
respon stress, yang dapat memicu konstriksi pembuluh darah. Oleh karena itu,
teknik relaksasi dapat digunakan untuk membantu mengurangi nyeri, karena
dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah untuk memperlancar aliran darah.
Intervensi untuk mengatasi nyeri juga dapat dilakukan dengan manajemen
nyeri farmakologis. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa pada klien
postoperatif, sekitar satu per tiga melaporkan nyeri hebat. Selain itu, Smeltzer
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
17
Universitas Indonesia
dan Bare (2003) juga menjelaskan bahwa lansia harus mendapatkan
manajemen nyeri yang adekuat setelah pembedahan. Oleh karena itu,
manajemen nyeri farmakologis juga dibutuhkan untuk klien pada fase
postoperatif.
Intervensi yang dapat dilakukan untuk menangani risiko perdarahan antara
lain melakukan traksi kateter. Reissweler (2006) menjelaskan bahwa pada
post-TURP, balon kateter digunakan sebagai traksi untuk membantu
menghentikan perdarahan.
Gambar 2.2: Traksi balon kateter
Pencegahan perdarahan juga dapat dengan edukasi. Pemberian informasi
yang dilakukan adalah edukasi mengenai pencegahan valsava manuver, yang
telah dijelaskan pada bagian preoperative teaching.Selain itu, diperlukan juga
pemberian medikasi yang dapat mengurangi risiko perdarahan dan
mempercepat proses penyembuhan luka seperti kalnex dan vitamin k.
Intervensi yang dapat dilakukan untuk menangani masalah risiko gangguan
eliminasi urin adalah dengan pemantauan continuous bladder irrigation.
Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa continuous bladder irrigation
post-TURP dibutuhkan untuk mengeluarkan bekuan darah agar obstruksi tidak
terjadi. Selain itu, irigasi juga dapat dibantu dengan asupan cairan yang
adekuat, sehingga perlu dilakukan edukasi untuk mengkonsumsi cairan per
oral dengan adekuat, yaitu dua sampai tiga liter cairan per hari.
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
18 Universitas Indonesia
BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
A. Pengkajian (Pre Operatif)
Bapak R (63 tahun) masuk rumah sakit pada tanggal 23 Mei 2013, dengan
diagnosa medis hiperplasia prostat. Klien dirawat di ruang Bedah Kelas RSUP
Persahabatan untuk menjalani operasi TURP pada tanggal 24 Mei 2013,
namun operasinya ditunda karena tekanan darah klien tiba-tiba tinggi. Klien
merupakan penduduk asli Jakarta, dan memiliki latar belakang budaya suku
Betawi, dengan pendidikan terakhir sekolah dasar (SD). Klien pernah bekerja
sebagai tukang ojek, namun saat ini klien sudah tidak bekerja. Bapak R
memiliki riwayat merokok, namun sudah berhenti sejak tiga tahun yang lalu.
Keluhan yang berhubungan dengan penyakit yang dirasakan klien saat ini
adalah keluhan pada eliminasi urin. Keluhan yang dirasakan berupa keluhan
nyeri saat berkemih, terasa panas seperti terbakar, berkemih seringkali terasa
tidak tuntas (anyang-anyangan). Nyeri yang dirasakan berada dalam skala
empat sampai lima. Klien mengatakan terkadang harus mengejan baru bisa
berkemih. Terkadang klien merasa tuntas dalam berkemih, namun setelah
berkemih terasa nyeri (disuria terminal). Pancaran urin lemah. Klien juga
mengatakan sering ingin buang air kecil di malam hari, bisa dua atau tiga kali.
Keluhan dirasakan kurang lebih sejak satu tahun sebelum masuk rumah sakit.
Hasil pengkajian riwayat penyakit sebelumnya didapatkan bahwa klien pernah
memiliki masalah batu ureter. Pada tanggal 25 Mei 2013, telah dilakukan
tindakan URS (ureterorenoscopy) untuk masalah batu ureter yang dialami
klien, dan bersamaan dengan sistoskopi yang dilakukan saat tindakan URS,
diketahui bahwa klien juga mengalami hiperplasia prostat. Selain itu, klien
juga memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol sampai saat ini. Klien
baru mengetahui jika dirinya memiliki hipertensi sejak melakukan kunjungan
ke poli urologi untuk masalah perkemihan yang dialaminya. Sejak saat itu,
klien meminum obat anti hipertensi captopril 1 sampai 2 kali sehari, namun
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
19
Universitas Indonesia
tidak dilakukan secara rutin. Klien mengatakan sering merasa nyeri pada
tengkuk, yang datangnya sewaktu-waktu. Klien mengatakan nyeri akan hilang
dengan istirahat.
Hasil pengkajian riwayat penyakit dalam keluarga didapatkan bahwa dalam
keluarga pernah mengalami penyakit yang sama, yakni batu saluran kemih.
Klien mengatakan dalam keluarga, ayah klien pernah mengalami penyakit urin
batu, sampai mengeluarkan batu kecil-kecil ketika buang air kecil. Namun,
tidak pernah berobat. Berdasarkan hasil pengkajian, untuk masalah hipertensi,
tidak ada riwayat hipertensi dalam keluarga. Riwayat masalah kesehatan
lainnya seperti jantung dan DM juga tidak ditemukan dalam keluarga klien.
Klien mendapat jadwal untuk mendapatakan tindakan TURP pada Jum’at, 24
Mei 2013. Namun, tindakan tersebut dibatalkan karena hipertensi klien
kambuh mencapai 205/109. Pada pukul 06.00 sebelum operasi, tekanan darah
klien mencapai 190/100. Setelah itu, diberikan captopril 25 gram, satu jam
setelahnya, setelah dievaluasi, tekanan darah turun menjadi 150/80. Klien
mengatakan merasa kaget saat dibawa ke ruang persiapan operasi, karena
ruangan dingin. Klien juga mengatakan tidak tahu akan dilakukan tindakan
seperti apa. Klien pernah masuk kamar operasi sebelumnya, tetapi klien tidak
mengetahui apakah tindakan yang akan dilakukan akan sama atau berbeda.
Ketika ditanyakan hal yang diketahui klien tentang tindakan operasi yang akan
dilakukan, klien mengatakan tidak tahu, operasi seperti apa yang akan
dilakukan. Klien dijadwalkan kembali untuk operasi pada Selasa, 28 Mei
2013, tindakan TURP dengan anestesi spinal.
Hasil pengkajian aktivitas, didapatkan data bahwa saat di rumah kegiatan
sehari-hari adalah membantu istri berjualan nasi uduk. Selain itu, saat di
rumah klien sering olahraga sepak bola bersama teman atau tetangga. Selama
di rumah sakit klien tidak memiliki keterbatasan mobilisasi. Rentang
pergerakan sendi klien normal. Klien mampu berjalan ke kamar mandi, dan
dapat melakukan tindakan personal hygiene secara mandiri. Klien biasa tidur
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
20
Universitas Indonesia
malam dari rentang pukul sembilan sampai sebelas malam dan bangun saat
subuh, sekitar pukul empat sampai lima pagi. Klien mengatakan selama
dirawat di rumah sakit sering terbangun di malam hari, karena ingin berkemih.
Perasaan tersebut, seringkali menganggu istirahat tidur malam. Siang hari,
klien akan tidur siang jika tidak ada pasien lain yang bisa diajak mengobrol
atau tidak ada keluarga dan teman yang menjenguk ke rumah sakit.
Hasil pengkajian sistem sirkulasi didapatkan hasil bahwa klien memiliki
riwayat hipertensi yang tidak terkontrol, yang baru diketahui saat klien
melakukan pemeriksaan terkait keluhan perkemihan yang dialaminya. Klien
juga rutin mengkonsumsi obat anti hipertensi, captopril. Hasil pemeriksaan
tekanan darah pada Sabtu, 25 Mei 2013 tekanan darah pada posisi berbaring
dan dilakukan pada lengan kiri adalah 140/90 mmHg, frekuensi nadi radialis
92 kali/menit kuat, dan reguler. Pada auskultasi, tidak ditemukan bunyi
jantung abnormal, tidak terdapat rasa kebas pada ekstremitas, suhu ekstremitas
hangat, capillary refill time kurang dari dua detik, mukosa bibir lembab,
konjungtiva tidak pucat, dan sklera tidak ikterik.
Hasil pengkajian integritas ego didapatkan hasil bahwa klien tampak tegang.
Klien mengatakan takut akan batal operasi lagi. Klien khawatir tekanan
darahnya akan tinggi lagi sebelum operasi. Sebelumnya, klien batal operai
karena tekanan darahnya meningkat di atas normal. Klien mengatakan kaget
saat di bawa ke ruang operasi karena tiba-tiba terasa dingin. Klien juga tidak
mengetahui apa yang akan dilakukan terhadap dirinya saat di ruang operasi
lagi. Saat ini, hal yang dilakukan klien untuk mengatasi kecemasannya adalah
dengan banyak berdoa, dan berzikir. Klien terlihat sering berzikir sambil
menelusuri batu tasbih dengan jari. Klien juga terlihat rutin mengerjakan
sholat lima waktu. Klien mengatakan sudah lupa apa saja persiapan operasi
yang harus dilakukan, klien mengatakan operasinya mungkin akan dinsisi
sehingga akan ada luka operasi, klien mengatakan tidak mengetahui perawatan
postoperatif, dan klien mengatakan tidak mengetahui komplikasi TURP, selain
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
21
Universitas Indonesia
itu, klien juga sering menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan prosedur
operatif dan hasil postoperatif.
Hasil pengkajian eliminasi didapatkan hasil bahwa klien buang air kecil
sekitar lima sampai enam kali dalam sehari. Selain itu, ditemukan juga geljala
LUTS seperti terasa nyeri saat berkemih, terasa panas seperti terbakar,
berkemih terkadang tidak tuntas, pancaran urin lemah. Jika berkemih
dirasakan tuntas, setelah berkemih biasanya terasa nyeri (disuria terminal).
Seringkali klien harus mengejan untuk mengeluarkan urin. Klien mengalami
nokturia sekitar dua sampai tiga kali setiap malam. Tidak terdapat hematuria.
Pola defekasi klien tidak setiap hari, biasanya dua hari sekali. Klien
mengatakan terkadang defekasi keras dan harus mengejan untuk
mengeluarkan feses. Klien tidak meminum obat-obatan laksatif, dan tidak ada
riwayat hemoroid. Hasil pemeriksaan abdomen didapatkan bahwa tidak
terdapat nyeri tekan abdomen, konsistensi abdomen lunak, tidak terdapat
massa, dan hasil auskultasi ditemukan bising usus aktif pada keempat kuadran.
Hasil pengkajian makanan dan cairan ditemukan bahwa berat badan klien
adalah 65 kg, dan tinggi badan 168 cm. Klien mengatakan selama di rumah
sakit makan tiga kali dalam sehari dan lebih sering menghabiskan
makanannya. Tidak ada masalah penurunan selera makan, tidak terdapat mual
maupun muntah. Klien tidak memiliki masalah mengunyah dan menelan,
klien tidak memakai gigi palsu, dan tidak ada alergi makanan. Klien
mengatakan kurang suka makan sayur dan buah. Klien mengatakan suka
makan gorengan dan jengkol. Selama di rumah sakit, klien dalam satu hari
dapat menghabiskan sampai 3000 ml air untuk minum (dua botol air mineral
ukuran 1500 ml).
Pemeriksaan lainnya yang dilakukan adalah pemeriksaan sistoskopi dan
pemeriksaan laboratorium. Hasil pemeriksaan sistoskopi pada tanggal 2 Mei
2013, saat klien menjalani tindakan URS untuk masalah batu ureter, diketahui
bahwa klien mengalami pembesaran prostat.
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
22
Universitas Indonesia
Hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada tanggal 25 Mei 2013
adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium (25 Mei 2013)
Jenis
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
Leukosit 7,44 ribu/mm3 5-10 ribu/mm3 Normal
Hemoglobin 14,7 gr/dl 13-18 gr/dl Normal
Hematokrit 40 % 40-52 % Normal
Trombosit 260 ribu/mm3 150-440 ribu/mm3 Normal
B. Analisis Data Preoperatif
Hasil pengkajian terhadap Bapak R, ditemukan dua masalah keperawatan
preoperatif utama, yaitu ansietas, kurang pengetahuan. Selain itu, terdapat
juga diagnosa nyeri akut, gangguan eliminasi urin dan regimen terapeutik
tidak efektif, yang lebih jelas dapat dilihat pada lampiran satu.
Diagnosa ansietas ditegakkan berdasarkan data-data penunjang. Data subjektif
yang ditemukan untuk menegakkan masalah ansietas antara lain klien
mengatakan mengkhawatirkan tekanan darahnya akan tinggi lagi dan takut
akan batal operasi lagi, selain itu, klien juga mengatakan sebelumnya klien
batal operasi karena tekanan darahnya meningkat karena kaget saat di bawa ke
ruang operasi karena tiba-tiba terasa dingin, dan klien tidak mengetahui apa
yang akan dilakukan terhadap dirinya saat di ruang operasi, hal ini juga
membuat klien khawatir. Selain itu, klien mengatakan untuk mengatasi
kecemasannya, klien biasanya berdoa dan berzikir. Adapun data objektif yang
didapatkan antara lain klien tampak tegang, tekanan darah klien yang sedikit
meningkat, yaitu 140/90 mmHg, dan frekuensi nadi 92 kali per menit.
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
23
Universitas Indonesia
Diagnosa keperawatan lainnya, yakni kurang pengetahuan, berdasarkan data-
data subjektif dan objektif yang ditemukan selama pengkajian. Data subjektif
yang ditemukan antara lain, klien mengatakan sudah lupa apa saja persiapan
operasi yang harus dilakukan, klien mengatakan operasinya mungkin akan
dinsisi sehingga akan ada luka operasi, klien mengatakan tidak mengetahui
perawatan postoperatif, dan klien mengatakan tidak mengetahui komplikasi
TURP. Adapun data objektif yang didapatkan antara lain Klien menanyakan
hal-hal yang berhubungan dengan prosedur operatif dan hasil postoperatif.
C. Rencana Asuhan Keperawatan Preoperatif
Rencana asuhan yang disusun untuk menyelesaikan masalah keperawatan
preoperatif ansietas dan nyeri akut terlampir dalam lampiran dua.
D. Implementasi Keperawatan Preoperatif
Implementasi untuk mengatasi masalah preoperatif ansietas dan nyeri akut
dilakukan sejak tanggal 25 Mei 2013 setelah pengkajian, sampai tanggal 28
Mei 2013 sebelum operasi. Dalam mengatasi masalah ansietas dan nyeri akut,
hal yang sudah penyusun lakukan antara lain implementasi pengkajian,
monitor, direct care, edukasi kesehatan, dan kolaborasi.
Impelentasi yang sudah penyusun lakukan untuk masalah keperawatan
ansietas antara lain mengkaji kecemasan klien, dari mulai hal yang membuat
cemas, akibat cemas yang dialami terhadap aktivitas sehari-hari, serta hal yang
dilakukan klien jika kecemasan muncul. Selain itu, penyusun juga
menlakukan pemeriksaan tanda-tanda vital secara berkala, minimal satu kali
setiap shift. Implemetasi direct care yang sudah penyusun lakukan untuk
mengatasi masalah ansietas adalah mangajarkan teknik napas dalam untuk
mengatasi kecemasan. Masalah ini juga diatasi dengan memberikan edukasi
kesehatan yaitu dengan memberikan informasi terkait prosedur pembedahan
dan prosedur TURP yang akan dijalani klien. Penyusun melakukan edukasi
kepada klien dengan menggunakan media yang disertai dengan gambar untuk
memudahkan klien memahami penjelasan terkait prosedur anestesi dan
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
24
Universitas Indonesia
prosedur TURP. Implementasi kolaborasi yang penyusun lakukan, bukan
memberikan obat antiansietas, melainkan memantau klien dalam
mengkonsumsi obat antihipertensi captopril dan amlodipin, karena salah satu
penyebab kecemasan klien adalah karena takut batal operasi jika tekanan
darahnya tinggi.
Implementasi terkait masalah keperawatan kurang pengetahun juga sudah
penulis lakukan. Implementasi yang penyusun lakukan antara lain
mengidentifikasi pengetahuan klien tentang perawatan postoperatif,
menjelaskan mengenai protokol preoperatif seperti: tidak memakai perhiasan,
tidak membawa barang berharga, tidak memakai gigi palsu, tidak memakai
alat bantu penglihatan (kacamata maupun lensa kontak), tidak memakai cat
kuku, mencukur dan membersihkan daerah operasi, memakai gelang identitas,
tetap mengkonsumsi obat antihipertensi, puasa delapan jam sejak malam
sebelum operasi, mandi dan sikat gigi pada pagi hari sebelum operasi,
memfasilitasi klien dalam melakukan persiapan preoperatif, mengajarkan
latihan napas dalam dan batuk efektif, serta mengajarkan latihan ekstremitas.
E. Evaluasi Hasil Implementasi Preoperatif
Implementasi keperawatan yang telah dilakukan kepada klien terkait masalah
ansietas, memberikan dampak yang positif. Pada evaluasi subjektif,
didapatkan hasil bahwa ansietas yang dialami klien berkurang, klien lebih
mengetahui prosedur anestesi spinal ditambah lagi karena klien sudah pernah
operasi sebelumnya dengan jenis anestesi spinal. Selain itu, klien juga
mengatakan sudah mendapatkan gambaran tentang prosedur operasi TURP
yang akan dijalankan. Berdasarkan evaluasi objektif klien mampu
menjelaskan dengan benar tentang prosedur anestesi dan prosedur
pembedahan TURP. Selain itu, klien juga mampu melakukan teknik relaksasi
napas dalam sambil berzikir jika cemas, dan tanda-tanda vital klien dalam
batas normal, dan klien minum obat antihipertensi secara teratur. Dengan
dilakukan implementasi tersebut dan mendapatkan respon yang positif dari
klien, masalah ansietas yang dialami oleh klien dapat diatasi. Rencana lanjutan
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
25
Universitas Indonesia
untuk masalah ansietas adalah melakukan latihan napas dalam setiap kali
merasa cemas, sambil berzikir dan tetap mengingatkan klien untuk meminum
obat anti hipertensi, serta pengkajian ansietas secara rutin selama masa
preoperatif, serta pemantauan tanda-tanda vital.
Implementasi keperawatan yang telah dilakukan kepada klien terkait masalah
kurang pengetahuan juga memberikan dampak yang positif. Hasil evaluasi
subjektif ditemukan bahwa klien mengatakan lebih siap menjalani operasi,
klien mengatakan memiliki gambaran tentang kondisi postoperatif dan
perawatannya. Berdasarkan hasil evaluasi objektif, ditemukan bahwa klien
mampu melakukan persiapan operasi sesuai checklist preoperatif. Klien
mampu menjelaskan bahwa setelah operasi akan dipasang kateter untuk
beberapa hari. Selain itu, klien dapat menjelaskan bahwa bekas operasi akan
terasa nyeri setelah efek obat bius habis, dan akan dipasang cairan yang
berguna untuk menguras daerah operasi, klien mampu menjelaskan bahwa
setelah operasi harus banyak minum dua sampai tiga liter, klien mempu
menjelaskan bahwa setelah operasi harus banyak makan sayur dan buah, klien
mampu melakukan latihan napas dalam dan batuk efektif, dan klien mampu
melakukan latihan ekstremitas. Evaluasi tindakan keperawatan preoperatif
secara lengkap dapat dilihat pada lampiran tiga.
F. Laporan Intraoperatif
Klien dibawa ke IBS pada pukul 10.00 WIB, pada tanggal 28 Mei 2013.
Setelah itu, klien dipersiapkan di ruang preoperatif. Pakaian klien diganti
dengan pakaian khusus ruang operasi dan dipakaikan penutup kepala. Setelah
itu, dilakukan pemeriksaan tekanan darah dan frekuensi nadi. Hasilnya,
tekanan darah klien 156/93 mmHg dan frekuensi nadi 86 kalil per menit.
Setelah itu, dilakukan pemasangan infus pada vena metakarpal kanan, dengan
cairan asering. Selama klien menunggu di ruang preoperatif, dilakukan
implementasi sebagai upaya untuk menurunkan tekanan darah klien. Pertama,
ditanyakan kembali mengenai perasaan klien saat itu. Klien mengatakan sudah
pasrah dengan tindakan yang akan dilakukan dan lebih tenang dibandingkan
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
26
Universitas Indonesia
dengan sebelumnya. Kemudian, diulang kembali mengenai penjelasan
prosedur operasi yang akan dilakukan. Klien dapat menjelaskan secara
singkat mengenai tindakan yang akan dilakukan. Selama menunggu di ruang
preoperatif, klien juga terus dimotivasi untuk melakukan teknik mapas dalam,
agar klien lebih rileks dan tekanan darah dapat turun. Hasilnya, pada
pemeriksaan terakhir, yang dilakukan pada pukul 11.45, tekanan darah klien
mencapai 132/86 mmHg. selama masa preoperatif di ruang IBS ini, diagnosa
keperawatan yang muncul adalah ansietas. Adapun tindakan yang sudah
dilakukan untuk mengatasi maslah ini antara lain: (1) mendampingi klien
selama di ruang preoperatif, (2) menanyakan perasaan klien, (3) menjelaskan
kembali tentang gambaran prosedur anestesi dan prosedur TURP, (4)
memotivasi klien untuk melakukan teknik napas dalam sambil berzikir, (5)
menganjurkan klien untuk istrahat sambil menunggu waktu operasi, dan (6)
memantau tekanan darah dan frekuensi nadi secara berkala.
Pada pukul 12.15, klien masuk ke ruang operasi 4. Kemudian, dilakukan
persiapan untuk anestesi. Namun, berdasarkan pemantauan melalui monitor
hemodinamik, TD klien kembali naik mencapai 182/98, sehingga dokter
bedah urologi memutuskan untuk menunda operasi klien dan menunggu
sampai tekanan darah klien stabil. Akhirnya, klien kembali dibawa ke ruang
preoperatif. Namun, berdasarkan hasil konsultasi dengan dokter anestesi, klien
masih dapat menjalani operai. Akhirnya, klien kembali masuk ruang operasi
pada pukul 12.30. Klien diberikan injeksi catapress 15 mg per IV. Kemudian,
ditunggu sampai TD klien dalam batas yang dapat ditoleransi untuk dilakukan
tindakan operasi. Sambil menunggu, klien terus dimotivasi untuk melakukan
teknik napas dalam. Akhirnya, pada pukul 12.45, TD klien mencapai 137/72,
dan mulai dilakukan anestesi spinal, dengan obat anestesi fentanyl 25 mg dan
bupivacain 15 mg. Cairan asering kemudian diganti dengan HES 6%.
Setelah obat-obatan anestesi bekerja, klien diposisikan litotomi, diberikkan
restrain pada bagian tangan, kemudian dilakukan desinfeksi pada bagian
penis, skrotum sampai ke bagian abdomen bawah. Setelah itu, dipasang doek
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
27
Universitas Indonesia
steril untuk mempersempit lapang operasi. Setelah itu, dilakukan sistoskopi.
Setelah dilakukan sistoskopi, dilakukan TURP secara sistematis. Dari hasil
TURP, didapatkan chip prostat 20 gram. Setelah itu, dipasang kateter
threeway dan dilakukan traksi kateter.
Berikut ini merupakan hasil pemantauan tekanan darah, frekuensi nadi, dan
saturasi oksigen selama klien di ruang operasi:
Tabel 3.2 Hasil Pemantauan Tekanan Darah, Frekuensi Nadi, dan
Saturasi Oksigen Intraoperatif
Waktu Hasil Pemantauan TD (mmHg) N (x/menit) SaO2 (%)
12.50 132/72 84 99 13.00 120/65 65 97 13.10 109/63 73 100 13.20 115/61 73 100 13.40 111/60 72 100
Masalah keperawatan intraoperatif yang ditemukan adalah risiko cedera posisi
perioperatif berhubungan dengan posisi operasi, pemakaian alat kesehatan,
dan tindakan invasif dan risiko perdarahan berhubungan dengan prosedur
pembedahan, dan risiko perdarahan berhubungan dengan pprosedur TURP.
Adapun tindakan yang dilakukan pada tahap ini antara lain sebagai berikut:
(1) mengunci roda tempat tidur klien maupun meja operasi sebelum
memindahkan klien, (2) memastikan posisi klien tepat berada di tengah meja
operasi untuk mengurangi risiko jatuh, (3) mengamankan klien pada meja
operasi dengan restrain secukupnya, (4) memantau penggunaan doek steril
pada tubuh klien untuk menjaga suhu tubuh dan menutupi area yang tidak
dilakukan tindakan, (5) memotivasi klien untuk tetap rileks saat disuntikkan
anestesi spinal, (6) memantau tanda-tanda vital klien dan tanda perdarahan,
serta (7) mengisi tabung irigasi dengan Dextrose 5% jika tabung sudah ½
kosong.
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
28
Universitas Indonesia
Klien keluar dari ruang operasi pada pukul 13.40. kemudian, klien dibawa ke
ruang recovery dengan tempat tidur. Klien sadar penuh, namun kaki masih
belum bisa digerakkan, orientasi klien terhadap waktu, tempat, dan orang juga
baik. tanda-tanda vital pada pukul 13.45 WIB diperoleh hasil pemeriksaaan
tekanan darah 115/78 mmHg, nadi 82 kali per menit, SPO2 100%. Diagnosa
keperawatan yang ditemukan pada tahap ini adalah risiko perdarahan
berhubungan dengan prosedur pembedahan dan risiko gangguan eliminasi
urin.
Adapun tindakan yang dilakukan pada tahap ini antara lain sebagai berikut:
(1) memantau tanda-tanda vital klien, (2) memantau kepatenan dan kecepatan
aliran infus, (3) memantau kepatenan traksi kateter, (4) memantau kecepatan
tetesan cairan irigasi, (5) mengganti cairan irigasi yang habis, dan (6)
memantau pengeluaran cairan lewat urine bag.
G. Pengkajian (Postoperatif H+2,5 Jam)
Pengkajian dilakukan pada tanggal 28 Mei 2013. Hasil pengkajian mobilisasi
didapatan klien sudah bisa menggerakkan dan mengangkat kakinya secara
bertahap. Rasa kesemutan sudah tidak ada. Klien bedrest 12 jam untuk
pemulihan diri sepenuhnya dari efek anetesi, dengan posisi kepala tidur semi
fowler. Segala aktivitas dilakukan di tempat tidur.
Hasil pengkajian nyeri didapatkan nyeri mulai terasa pada daerah operasi.
Nyeri muncul terus menerus, skala nyeri lima sampai enam. Klien tampak
mengernyitkan dahi dan sering menarik napas panjang sambil beristigfar.
Hasil pengkajian cairan dan nutrisi didapatkan instruksi post operatif, klien
dapat langsung makan dan minum, diit bebas. Mual dan muntah tidak terjadi.
Klien terpasang kateter urin threeway. Irigasi kateter dengan kecepatan aliran
80 tetes per menit. Klien mendapatkan terapi cairan intravena ringer laktat
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
29
Universitas Indonesia
berbanding dekstose 5% dengan perbandingan dua berbanding satu dalam 24
jam (RL:D5 2:1/24 jam).
Medikasi postoperatif, yang didapatkan klien yaitu: ceftriaxone 3x1 ampul,
kaltopren sup 3x1, kalnex 3x1, vitamin K 3x1 ampul, vitamin C 1x4000,
laxadine 3x1, KSR 3x1, dan captopril dan amlodipin yang pemberiannya tetap
dilanjutkan. Hasil Pemantauan tanda-tanda vital klien selama 3,5 jam pertama
postoperatif adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3 Hasil Pemantauan Tanda-tanda Vital Postoperatif
Waktu TD N S RR 15.30 120/80 84 35,2 20 16.00 120/80 90 35,6 18 16.30 120/80 82 35,9 20
H. Analsis Data Postoperatif
Berdasarkan hasil pengkajian, masalah keperawatan postoperatif pada Bapak
R adalah nyeri akut, risiko perdarahan, dan risiko gangguan eliminasi urin.
Selain itu, masalah regimen terapeutik tidak efektif juga masih ada (dapat
dilihat pada lampiran empat). Data yang ditemukan untuk menegakkan
masalah keperawatan nyeri akut antara lain data subjektif seperti klien
mengatakan terasa nyeri pada daerah yang dioperasi, klien mengatakan nyeri
tingkat 5-6, dan muncul terus menerus. Data objektif yang ditemukan antara
lain ekspresi wajah klien tampak meringis, tekanan darah 120/80 mmHg, dan
frekuensi nadi 84 kali per menit.
Masalah keperawatan lain yang ditemukan adalah masalah risiko perdarahan.
Diagnosa ini ditegakkan karena adanya faktor risiko perdarahan yang
berhubungan dengan efek samping pembedahan, yaitu TURP. Selain itu,
masalah gangguan eliminasi urin juga ditemukan karena adanya faktor risiko
terjadinya obstruksi post-TURP.
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
30
Universitas Indonesia
I. Rencana Asuhan Keperawatan Postoperatif
Rencana asuhan yang disusun untuk menyelesaikan masalah keperawatan
postoperatif nyeri akut dan risiko perdarahan terlampir dalam lampiran lima.
J. Implementasi Keperawatan Postoperatif
Implementasi untuk mengatasi masalah postoperatif nyeri akut, risiko
perdarahan, dan risiko gangguan eliminasi urin dilakukan sejak tanggal 25
Mei 2013 setelah pengkajian, sampai tanggal 31 Mei 2013. Sama halnya
dengan implementasi preoperatif, dalam mengatasi masalah nyeri akut, risiko
perdarahan, dan risiko gangguan eliminasi urin, hal yang sudah penyusun
lakukan antara lain implementasi pengkajian, monitor, direct care, edukasi
kesehatan, dan kolaborasi.
Implementasi untuk mengatasi nyeri postoperatif, yaitu implementasi terkait
manajemen nyeri farmakologis dan non farmakologis. Manajemen nyeri non
farmakologis dilakukan dengan teknik napas dalam. Manajemen nyeri non
farmakologis dilakukan secara kolaborasi, dengan pemberian obat analgetik
kaltopren via supositoria atau ketorolac via intravena.
Impelentasi yang sudah penyusun lakukan untuk masalah keperawatan risiko
perdarahan antara lain: mengkaji tanda-tanda perdarahan post-TURP,
memantau kepatenan traksi post-TURP, menantau sistem drainase,
mengobservasi warna cairan drainase, menganjurkan klien untuk makan
makanan tinggi serat, memberikan obat kalnex, memberikan vitamin k, dan
memberikan obat laksatif.
Impelentasi yang sudah penyusun lakukan untuk masalah keperawatan risiko
gangguan eliminasi urin antara lain: memastikan selang bebas
dari lekukan dan bekuan darah, memantau patensi kateter dan sistem drainase,
dan mencatat pengeluaran, menantau pola berkemih setelah kateter
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
31
Universitas Indonesia
dilepaskan, menanjurkan klien untuk minum dua sampai tiga cairan per hari,
dan berkolaborasi dalam pemberian continuous bladder irrigation.
K. Evaluasi Hasil Implementasi Postoperatif
Implementasi keperawatan yang telah dilakukan kepada klien terkait masalah
nyeri akut memberikan dampak yang positif. Hasil evaluasi subjektif
ditemukan bahwa klien mengatakan nyeri sudah berkurang. Berdasarkan hasil
evaluasi objektif, ditemukan bahwa skala nyeri klien berkurang secara
bertahap menjadi skala tiga sampai satu, tanda-tanda vital dalam batas normal,
dan klien mampu melakukan teknik relaksasi napas dalam. Dengan dilakukan
implementasi untuk mengatasi nyeri tersebut, dan mendapatkan respon yang
positif dari klien, masalah nyeri akut yang dialami oleh klien dapat diatasi.
Rencana lanjutan untuk masalah nyeri akut adalah dengan melanjutkan latihan
teknik napas dalam jika nyeri muncul, pengkajian nyeri secara berkala, dan
pemantauan tanda-randa vital.
Implementasi keperawatan yang telah dilakukan kepada klien terkait masalah
risiko perdarahan juga memberikan dampak yang positif. Hasil evaluasi
subjektif mendapatkan klien mengatakan akan makan makanan tinggi serat,
dan pada hari kedua operasi klien sudah defekasi dengan konsistensi feses
yang tidak keras. Hasil evaluasi objektif menemukan bahwa tidak terdapat
tanda-tanda perdarahan post-TURP, traksi post-TURP dilepas pada kurang
dari 24 jam setelah operasi, sistem drainase lancar dan tidak terdapat bekuan
darah, warna cairan drainaseberubah secara bertahap, dari jernih kemerahan
sampai menjadi jernih. Dengan dilakukan implementasi untuk mengatasi
risiko perdarahan, dan mendapatkan respon yang positif dari klien, masalah
risiko perdarahan yang dialami terdapat pada klien tidak menjadi aktual.
Namun, risiko masih ada karena klien masih dalam masa penyembuhan.
Implementasi keperawatan yang telah dilakukan kepada klien terkait masalah
risiko gangguan eliminasi urin sedikit terjadi hambatan. Hasil evaluasi
subjektif menunjukkan klien mengatakan akan minum dua sampai tiga cairan
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
32
Universitas Indonesia
per hari, kateter sudah sempat dilepaskan, namun harus dipasang kembali
karena terjadi obstruksi. Hasil evaluasi objektif menemukan selang irigasi dan
kateter bebas dari lekukan dan bekuan darah sebelum terjadi obstruksi, terjadi
balance cairan, namun pola berkemih mengalami gangguan setelah kateter
dilepaskan, oleh karena itu, dilakukan continuous bladder irrigation kembali.
Dengan dilakukan implementasi untuk mengatasi risiko gangguan eliminasi
urin tersebut, dan walaupun sempat terhambat, akhirnya mendapatkan respon
yang positif dari klien, masalah risiko gangguan eliminasi urin sempat
menjadi aktual, namun sudah berhasil ditangani. Walaupun demikian, risiko
tersebut masih ada karena klien masih dalam masa penyembuhan.
Catatan perkembangan postoperatif klien dapat dilihat selengkapnya pada
lampiran enam.
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
33 Universitas Indonesia
BAB 4 ANALISIS SITUASI
A. Profil Lahan Praktik
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan merupakan Rumah Sakit
Umum Pemerintah Kelas A yang berlokasi di kawasan Jakarta Timur,
tepatnya di Jalan Persahabatan Raya. Saat ini RSUP Persahabatan memiliki
kapasitas 600 tempat tidur, terakreditasi untuk 16 bidang pelayanan kesehatan,
dan merupakan rumah sakit pusat rujukan nasional untuk masalah kesehatan
respirasi.
RSUP Persahabatan memiliki berbagai bentuk fasilitas dan jasa pelayanan
kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan bagi klien dengan kasus-
kasus bedah merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang terdapat
di rumah sakit ini. Salah satu pelayanan bedah yang dimiliki rumah sakit
adalah bedah urologi, baik pelayanan poliklinik maupun pelayanan rawat inap.
Ruang rawat Anggrek Tengah Kanan (Bedah Kelas) merupakan salah satu
ruang rawat inap yang terdapat di RSUP Persahabatan dengan kekhususan
bedah, termasuk bedah urologi. Ruang Anggrek Tengah Kanan ini merupakan
ruang kelas III untuk pasien laki-laki dan perempuan, baik anak, dewasa,
maupun lansia. Ruangan tersebut memiliki 10 kamar dengan kapasitas 30
tempat tidur dan sebuah kamar isolasi dengan kapasitas dua buah tempat tidur.
Kasus urologi yang banyak ditemukan di ruang rawat ini, salah satunya adalah
kasus BPH. Dalam jangka waktu tujuh minggu, sejak awal Mei 2013 sampai
akhir Juli 2013, ditemukan sedikitnya delapan kasus BPH yang menjalani
tindakan bedah TURP dan dirawat di ruang Bedah Kelas RSUP Persahabatan.
Kasus ini termasuk kasus bedah urologi yang banyak ditemukan selain kasus
batu saluran perkemihan.
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
34
B. Analisis Masalah Keperawatan Klien dengan BPH dengan Konsep
Terkait
BPH bukan merupakan salah satu penyakit yang khas terjadi di daerah
perkotaan, namun prevalensi dan insiden BPH banyak terjadi pada lansia pria,
yang banyak tinggal di daerah perkotaan. Diperkirakan pada tahun 2030
insiden BPH akan meningkat mencapai 20 persen pada pria berusia 65 tahun
ke atas, atau mencapai 20 juta pria (Parsons, 2010). Kemenkokesra dalam
Putra (2012) mencatat bahwa pada tahun 2010, perbandingan jumlah lansia di
desa dan di perkotaan hanya memiliki selisih 0,3 persen dengan jumlah lebih
banyak di pedesaan. Namun, Kemenkokesra memprediksi bahwa 10 tahun ke
depan, sekitar 15,7 juta lansia akan hidup di kota, dan 13,1 juta lansia akan
tinggal di pedesaan. Badan kesehatan dunia, WHO juga mencatat bahwa
bahwa setiap tahun, jumlah lansia akan lebih banyak di perkotaan. Dengan
demikian, BPH berpotensi untuk menjadi salah satu masalah kesehatan di
perkotaan.
Insiden dan prevalensi BPH cukup tinggi, dan merupakan salah satu masalah
kesehatan bagi aggregate lansia pria. Nies dan McEwen (2007) menjelaskan
bahwa pada pria terdapat pandangan stereotip yang mengatakan pria itu kuat,
akan mengarahkan pria untuk cenderung lebih mengabaikan gejala yang
timbul di awal penyakit. Oleh karena itu, pada lansia pria walaupun memiliki
risiko BPH, namun penanganan dini jarang dilakukan dan baru dilakukan
tindakan pengobatan setelah terjadi gangguan eliminasi urin. Hal ini yang
kemudian menyebabkan kasus BPH yang yang banyak ditemukan di rumah
sakit, merupakan kasus BPH yang sudah mengalami gangguan eliminasi urin,
dan hanya bisa ditangani dengan prosedur pembedahan, yang banyak
dilakukan di rumah sakit di perkotaan.
Bapak R (63 tahun) masuk Rumah sakit karena akan menjalani operasi TURP
untuk masalah BPH yang dialaminya. Rassweiler (2005) menjelaskan bahwa
TURP merupakan representasi gold standard manajemen operatif pada BPH.
Rassweiler, et al (2006) menjelaskan prosedur TURP merupakan 90% dari
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
35
semua tindakan pembedahan prostat pada pasien BPH. IAUI (2003) juga
mencatat bahwa tindakan TURP merupakan pengobatan terpilih untuk pasien
BPH di Indonesia.
Keluhan yang dirasakan oleh Bapak R berupa keluhan LUTS yaitu nyeri
seperti terbakar saat berkemih, terkadang harus mengejan untuk bisa
berkemih, berkemih seringkali tidak tuntas, dan jika tuntas dalam berkemih
akan terjadi disuria terminal, pancaran urin lemah, serta nokturia. IAUI (2003)
menjelaskan bahwa BPH dapat menyebabkan timbulnya gejala LUTS, yang
terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi (storage
symptom) yang meliputi: frekuensi berkemih meningkat, urgensi, nokturia,
pancaran urin lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), merasa tidak
puas sehabis berkemih, dan tahap selanjutnya terjadi retensi urin.
Hasil pengkajian preoperatif menemukan bahwa dua masalah keperawatan
utama yang muncul pada Bapak R adalah ansietas dan kurang pengetahuan.
Smelzer dan Bare (2003) serta Spry (2009) menjelaskan bahwa masalah utama
yang terjadi pada fase preoperatif diantaranya adalah ansietas dan kurang
pengetahuan. Spry (2009) juga menjelaskan bahwa kurang pengetahuan dapat
disebabkan karena gangguan dalam komunikasi, barrier bahasa, kapasitas
mental klien yang tidak adekuat, serta kurang terpapar informasi mengenai
prosedur pembedahan. Pada Bapak R, masalah kurang pengetahuan yang
muncul adalah akibat kurang terpapar informasi mengeni prosedur TURP.
Selain itu, Spry (2009) juga memaparkan bahwa tingkat ansietas seseorang
dapat dipengaruhi oleh pengalaman pembedahan. Bapak R sudah pernah
mengalami pembedahan sebelumnya, oleh karena itu kecemasan yang dialami
Bapak R merupakan kecemasan dari tingkat ringan sampai sedang yang tidak
sampai menyebabkan gangguan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia
sehari-hari.
Implementasi keperawatan langsung (direct care) yang dilakukan untuk
mengatasi masalah ansietas pada Bapak R adalah dengan mengajarkan dan
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
36
memotivasi Bapak R untuk melakukan teknik relaksasi napas dalam. Doenges,
Moorhouse, dan Murr (2008) menjelaskan bahwa teknik relaksasi dapat
menurunkan frustasi dan meningkatkan koping adaptif. Selain itu, untuk
mengatasi ansietas yang dialami Bapak R, penyusun juga telah melakukan
edukasi preoperatif, yang akan dijelaskan lebih lanjut.
Implementasi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah kurang
pengetahuan adalah dengan melakukan pengajaran preoperatif (preoperative
teaching) yang disesuaikan dengan kebutuhan klien. Smeltzer dan Bare (2003)
menjelaskan bahwa preoperative teaching harus dilakukan sesegera mungkin
dan disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Analisis mengenai materi
preoperative teaching akan dibahas pada bagian analsis penerapan preoperatif
teaching pada Bapak R.
Selanjutnya, implementasi terhadap Bapak R dilanjutkan pada fase
intraoperatif. Sebelum menjalani prosedur TURP, Bapak R terlebih dahulu
mendapatkan tindakan anestesi. Bapak R diberikan anestesi spinal. Anestesi
spinal merupakan anestesi, dimana obat anestesi disuntikkan pada ruang
subarachnoid pada lumbal, biasanya antara L4 dan L5. Anestesi ini
menghasilkan efek anestesi pada ekstermitas bawah, perineum, dan abdomen
bawah (Smeltzer & Bare, 2003). Pada Bapak R, prosedur anestesi dilakukan
dengan posisi duduk sambil memeluk bantal.
Setelah proses anestesi dilakukan, Bapak R diposisikan litotomi, kemudian
dilakukan desinfeksi pada abdomen bagian bawah sampai ke penis, skrotum,
dan paha. Tujuan dilakukannya proses ini adalah sebagai upaya untuk
mengurangi jumlah bakteri pada kulit, dan mengurangi potensial kontaminasi
bakteri dari klien selama proses pembedahan (Spry, 2009). Setelah itu,
dilakukan draping agar dokter bedah dapat berfokus hanya pada daerah yang
harus dioperasi saja. Setelah semua persiapan sudah dilakukan, prosedur
TURP pada Bapak R mulai dilakukan.
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
37
Penyusun menemukan adanya dua masalah keperawatan yang muncul adalah
risiko cedera posisi perioperatif berhubungan dengan posisi operasi,
pemakaian alat kesehatan, dan tindakan invasif, serta risiko perdarahan
berhubungan dengan prosedur pembedahan. Spry (2009) menjelaskan bahwa
selama periode intraoperatif, klien memiliki risiko cedera yang tinggi.
NANDA (2012) juga menjelaskan bahwa risiko cedera posisi perioperatif
dapat terjadi karena adanya faktor risiko seperti disorientasi, edema,
imobilisasi, kelemahan otot, terlalu kurus, terlalu gemuk, dan gangguan
persepsi atau sensori yang berkaitan dengan anestesi. Beberapa risiko tersebut
yang ada pada Bapak R antara lain karena imobilisasi, kelemahan otot akibat
anestesi, dan gangguan sensori yang berhubungan dengan anestesi. Lebih jauh
lagi, Spry (2009) menjelaskan bahwa anestesi dapat mencegah pertahanan
tubuh normal terhadap nyeri akibat peregangan, twisting, dan kompresi yang
berlebihan pada bagian tubuh. Selain itu, gesekan dan tekanan pada masa
imobilisasi juga dapat menyebakan timbulnya luka tekan (pressure ulcer).
Posisi operasi litotomi pada Bapak R berpotensi menimbulkan cedera. Posisi
litotomi mengurangi efisiensi respirasi karena tekanan yang diberikan paha
kepada abdomen dan tekanan yang diberikan oleh abdomen pada diafragma,
membatasi ekspansi paru. Jaringan paru menjadi berisi darah dan kapasitas
paru dan volum tidal menurun. Selain itu, pada posisi litotomi, ketika bagian
kaki direndahkan, sekitar 500-800 ml darah beralih dari bagian viseral ke
bagian ekstremitas dan dapat menyebabkan hipotensi (Spry, 2009). Risiko lain
yang ditimbulkan dari posisi ini adalah terjadinya sindrom kompartemen,
walaupun komplikasi ini jarang terjadi. Walsh (1993) dalam Spry (2009)
menjelaskan bahwa sindrom kompartemen dapat terjadi jika otot betis terlalu
lama kontak dengan penyangga kaki.
Prosedur TURP yang dilakukan terhadap Bapak R berlangsung selama 40
menit. Hawary et al (2009) menjelaskan bahwa prosedur TURP harus dibatasi
sampai kurang dari 60 menit untuk menghindari terjadinya komplikasi TURP.
dalam penelitian ini juga dijelaskan hasil penelitian lain, yang dilakukan oleh
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
38
Mebust, et al (1989). Pada penelitiannya ditemukan bahwa dari 3885 pasien
yang menjalani TURP, ditemukan bahwa pada pasien yang menjalani TURP
lebih dari 90 menit, terjadi insiden perdarahan intraoperatif dan TURP
syndrome yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang menjalani
TURP kurang dari 90 menit. Pada pasien yang menjalani TURP lebih dari 90
menit insiden perdarahan intraoperatif terjadi sebanyak 7,3% dan TURP
syndrome sebanyak 2%. Sedangkan pada pasien yang menjalani TURP kurang
dari 90 menit, insiden perdarahan intraoperatif sekitar 0,9% dan insiden TURP
syndrome sebanyak 0,7%.
Selanjutnya, asuhan keperawatan pada Bapak R dilanjutkan pada fase
postoperatif. Berdasarkan hasil pengkajian pada fase postoperatif, masalah
keperawatan yang muncul pada fase ini adalah nyeri akut, risiko perdarahan,
dan risiko gangguan eliminasi urin. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan
bahwa nyeri akut merupakan salah satu masalah utama yang muncul pada
pasien postoperatif. Diagnosa risiko perdarahan dan risiko gangguan eliminasi
urin ditegakkan karena adanya risiko komplikasi TURP. Rassweiler et al
(2006) menjelaskan bahwa TURP dapat menimbulkan komplikasi, diantarnya
adalah perdarahan dan obstruksi.
Penangan nyeri yang dilakukan pada Bapak R, dilakukan dengan cara non
farmakologis dan cara farmakologis. Implementasi manajemen nyeri
nonfarmakologis yang dilakukan pada Bapak R adalah dengan teknik relaksasi
napas dalam. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa nyeri dapat
menimbulkan respon stress, yang dapat memicu konstriksi pembuluh darah.
Oleh karena itu, teknik relaksasi dapat digunakan untuk membantu
mengurangi nyeri. Selain itu, dilakukan juga manajemen nyeri farmakologis.
Selain itu, Smeltzer dan Bare (2003) juga menjelaskan bahwa pada klien
postoperatif, sekitar satu per tiga melaporkan nyeri hebat, satu per tiga klien
melaporkan nyeri sedang, sedangkan satu per tiga lainnya melaporkan nyeri
ringan. Lebih spesifik lagi, Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa
lansia harus mendapatkan manajemen nyeri yang adekuat setelah
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
39
pembedahan. Oleh karena itu, manajemen nyeri farmakologis juga dibutuhkan
Bapak R pada fase postoperatif.
Implementasi yang dilakukan untuk menangani risiko perdarahan antara lain
melakukan traksi kateter untuk menghentikan perdarahan. Reissweler (2006)
mejelaskan bahwa pada post-TURP, balon kateter digunakan sebagai traksi
untuk membantu menghentikan perdarahan. Selain itu, untuk mencegah
valsava manuver. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa valsava dapat
menyebabkan tekanan vena dan dapat menimbulkan hematuria. Edukasi yang
diberikan kepada Bapak R mencakup edukasi mengenai pentingnya konsumsi
sayuran dan buah untuk mengejan saat defeksi, serta menganjurkan klien
untuk menghindari batuk keras dan bersin. Selain itu, dilakukan juga
implementasi kolaborasi berupa pemberian medikasi yang dapat mengurangi
risiko perdarahan dan mempercepat proses penyembuhan luka seperti kalnex
dan vitamin k, dan penggunaan obat laksatif untuk memperlancar defekasi.
Implementasi yang dilakukan untuk menangani masalah risiko gangguan
eliminasi urin adalah dengan pemantauan continuous bladder irrigation.
Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa continuous bladder irrigation
post-TURP dibutuhkan untuk mengeluarkan bekuan darah agar obstruksi tidak
terjadi. Selain itu, irigasi juga dapat dibantu dengan asupan cairan yang
adekuat. Oleh karena itu, pada Bapak R dilakukan juga edukasi untuk minum
dua sampai tiga liter cairan per hari.
Hal yang juga dilakukan pada Bapak R yaitu discharge planning. Materi
edukasi yang diberikan berupa perawatan yang dianjurkan untuk dilakukan di
rumah, hal yang harus dihindari, serta, hal-hal yang mengharuskan klien
kembali ke rumah sakit. Terkait perawatan di rumah, hal yang disampaikan
adalah hal-hal untuk menghindari valsava. Edukasi untuk mengkonsumsi
makan sayur dan buah, serta menghindari batuk keras dan bersin tetap
disampaikan, selain itu, disampaikan juga kepada Bapak R untuk menghindari
mengangkat barang berat. Davies, et al (2005) menjelaskan bahwa aktivitas
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
40
seperti mengangkat beban berat pasa pasien post TURP, dapat menyebabkan
perdarahan internal.
Hal lainnnya yang juga disampaikan adalah menghindari minuman yang
mengandung kafein seperti teh, kopi, dan minuman bersoda, setidaknya
selama empat minggu setelah operasi. Davies, et al (2005) juga menjelaskan
bahwa minuman yang mengandung kafein dapat meningkatkan frekuensi
berkemih dan menyebabkan urgensi. Penyusun juga menyampaikan kepada
Bapak R bahwa klien sebaiknya menghindari mengendarai kendaraan
bermotor selama satu minggu. Davies et al (2005) menjelaskan bahwa tidak
mengendarai kendaraan bermotor selama seminggu setelah TURP
dikarenakan efek anestesi dapat membuat respon yang melambat, sehingga
berbahaya jika mengendarai kendaraan bermotor. Hal lainnya yang
disampaikan adalah menghindari hubungan seksual selama dua sampai tiga
minggu, karena hal ini juga dapat menyebabkan perdarahan (Davies, et al,
2005). Penyusun juga menyampaikan kepada Bapak R untuk melakukan
perineal hygiene setelah selesai bekemih. Wasson (--), menjelaskan bahwa
perineal hygiene dapat meminimalkan risiko infeksi.
Penyusun juga menyampaikan kondisi yang mengharuskan Bapak R untuk
kembali ke pelayanan kesehatan. Hal yang penyusun sampaikan kepada Bapak
R adalah bahwa Bapak R kembali ke pelayanan kesehatan sesuai dengan
waktu kontrol ulang atau ada kondisi khusus. Kondisi khusus ini meliputi:
terdapat darah dalam urin pada hari ke 15 setelah operasi, sulit berkemih,
terdapat rasa terbakar ketika berkemih, urin berba, urin berwarna keruh, serta
perasaan tidak tuntas saat berkemih (Davis, et al , 2005).
Terdapat hal lain yang juga perlu disampaikan, diantaranya mengelai Kegel
exercise dan edukasi untuk memecahkan masalah regimen terapeutik tidak
efektif pada Bapak R. Namun, hal ini belum dilakukan secara optimal oleh
penyusun. Wasson (--) menjelaskan bahwa Kegel exercise merupakan latihan
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
41
yang penting pada klien post-TURP, untuk mengencangkan dan menguatkan
otot dasar panggul.
C. Analisis Penerapan Preoperative Teaching pada Klien BPH-TURP
Preoperative teaching merupakan hal yang penting untuk dilakukan pada
Bapak R. Hal ini dikarenakan Bapak R telah memiliki pengalaman batal
operasi karena tekanan darah yang tiba-tiba meningkat akibat perasaan cemas
dan merasa asing dengan lingkungan ruang operasi. Salah satu penyebabnya,
adalah kurangnya pengetahuan klien tentang persiapan preoperatif dan
prosedur intraoperatif. Tujuan preoperative teaching adalah untuk
menurunkan kecemasan dan ketakutan, serta mengurangi kemungkinan
munculnya komplikasi postoperatif. Selain itu, informasi sensori dan
informasi prosedural seperti preoperative teaching dapat menurunkan stress
dan meningkatkan kemampuan koping klien (Calvin & Lane, 1999; Millo &
Sullivan, 2000 dalam Smeltzer & Bare, 2003). Oleh karena itu, pada kasus
Bapak R, pembelajaran preoperatif perlu dimaksimalkan.
Penyusun menyampaikan beberapa materi preoperative teaching kepada
Bapak R. Spry (2009) menjelaskan bahwa preoperative teaching harus
mencakup kejadian intraoperatif, termasuk prosedur anestesi, prosedur
pembedahan, estimasi waktu, serta hasil yang diharapkan. Pada Bapak R,
materi tersebut sudah disampaikan. Hasilnya, Bapak R mengerti dan mampu
menjelaskan langkah-langkah anestesi spinal, karena pernah punya
pengalaman sebelumnya. Bapak R juga dapat menjelaskan efek anestesi
tersebut. Selain itu, Bapak R juga mampu menjelaskan prosedur TURP secara
sederhana, dan bisa memahami bahwa setelah operasi, klien akan dipasang
kateter dan irigasi drainase untuk sementara waktu, karena adanya risiko
perdarahan dan saluran perkemihan yang mengalami sumbatan kembali.
Penyusun juga menyampaikan latihan napas dalam dan batuk efektif. Smeltzer
dan Bare (2003) menjelaskan bahwa salah satu tujuan asuhan keperawatan
preoperatif adalah mengajarkan klien bagaimana mempromosikan ekspansi
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
42
paru yang maksimal dan oksigenasi darah yang adekuat postanestesi. Selain
itu, latihan napas dalam preoperatif juga diberikan pada klien yang berisiko
mengalami komplikasi postoperatif seperti atelaktasis dan pneumonia. Faktor
risiko tersebut antara lain anestesi umum, pembedahan abdomen atau toraks,
riwayat merokok, penyakit paru kronik, obesitas, dan lanjut usia (Pearson
Education,--). Pada Bapak R, terdapat faktor risiko tersebut, yaitu memiliki
riwayat merokok dan lanjut usia.
Hal lainnya yang juga penyusun sampaikan kepada Bapak R adalah latihan
kaki. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa tujuan latihan kaki adalah
untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah stasis vena, dan mempromosikan
fungsi respiratori yang optimal. Oleh karena itu, latihan ini penting untuk
dilakukan pada klien yang akan menjalani pembedahan.
Berdasarkan hasil pengkajian, masalah keperawatan preoperatif yang muncul
pada Bapak R adalah masalah ansietas karena klien takut operasinya batal jika
tia-tiba tekanan darahnya tinggi. Dengan melihat pada fakta tersebut,penyusun
melakukan edukasi kepada Bapak R, yaitu untuk mengkonsumsi obat
antihipertensi captopril dan amlodipin secara teratur, agar tekanan darah tetap
stabil sampai prosedur TURP dilakukan. Prosedur ini dilakukan dengan tujuan
agar tekanan darah klien terkontrol, sehingga operasi dapat dilakukan.
Hal lainnya yang penulis sampaikan pada Bapak R adalah mengenai kondisi
postoperatif dan perawatannya. Penyusun juga menyampaikan bahwa setelah
operasi, jika efek anestesi sudah habis, Bapak R akan merasankan nyeri pada
daerah operasi. Oleh karena itu, untuk mengatasi nyeri postoperatif, penyusun
menyarankan Bapak R untuk melakukan teknik napas dalam selain penaganan
dengan obat-obatan. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa pada klien
postoperatif, sekitar satu per tiga melaporkan nyeri hebat. Selain itu, Smeltzer
dan Bare (2003) juga menjelaskan bahwa lansia harus mendapatkan
manajemen nyeri yang adekuat setelah pembedahan. Oleh karena itu, Bapak
R juga memerlukan manajemen nyeri farmakologik.
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
43
Kondisi postoperatif lainnya yang perlu diperhatikan oleh Bapak R juga
penyusun sampaikan. Penyusun menyampaikan bahwa Bapak R akan
dipasang kateter dan akan tepasang selang irigasi yang berfungsi untuk
membilas daerah operasi. Smeltzer dan Bare (2003) menjelaskan bahwa
continuous bladder irrigation post-TURP dibutuhkan untuk mengeluarkan
bekuan darah agar obstruksi tidak terjadi. Selain itu, penyusun juga
menyampaikan pentingnya minum cukup untuk membantu irigasi bladder.
Penyusun juga menyampaikan protokol preoperasi kepada Bapak R. Protokol
tersebut meliputi: tidak memakai perhiasan, tidak membawa barang berharga,
tidak memakai gigi palsu, tidak memakai alat bantu penglihatan (kacamata
maupun lensa kontak), tidak memakai cat kuku, mencukur dan membersihkan
daerah operasi, memakai gelang identitas, tetap mengkonsumsi obat
antihipertensi, puasa 8 jam sejak malam sebelum operasi, serta mandi dan
sikat gigi pada pagi hari sebelum operasi. Hal ini disampaikan untuk lebih
mempersiapkan klien menjalani prosedur operasi.
Berdasarkan penjabaran di atas, preoperative teaching merupakan hal yang
penting dilakukan pada klien preoperatif. Selain dapat meurunkan kecemasan,
menjelang operasi, preoperative teaching juga dapat lebih mempersiapkan
klien untuk menghadapi kondisi postoperatif. Oleh karena itu, pada klien yang
akan menjalani operasi, termasuk TURP, perlu dilakukan preoperative
teaching, dengan materi edukasi yang disesuaikan dengan kebutuhan klien.
D. Alternatif Pemecahan
Preoperative teaching atau pembelajaran preoperatif memiliki manfaat yang
besar dan penting dilakukan pada semua klien preoperatif, termasuk klien
BPH-TURP. Preoperative teaching juga merupakan salah satu bentuk
pelaksanaan peran perawat sebagi educator. Beberapa kasus klien batal
operasi, seperti yang dialami Bapak R, salah satunya karena tekanan darah
yang tidak stabil menjelang operasi. Seharusnya, hal ini bisa dicegah dengan
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
44
preoperative teaching yang optimal. Tujuan preoperative teaching adalah
untuk menurunkan kecemasan dan ketakutan, serta mengurangi kemungkinan
munculnya komplikasi postoperatif. Selain itu, informasi sensori dan
informasi prosedural seperti preoperative teaching dapat menurunkan stress
dan meningkatkan kemampuan koping klien. Dengan dilakukannya
preoperative teaching, kecemasan preoperatif klien dapat berkurang, selain
itu, risiko terjadinya komplikasi postoperatif dapat dikurangi dan dihindari.
Oleh karena itu, preoperative teaching yang disesuaikan dengan kebutuhan
klien dapat menjadi alternatif pemecahan masalah untuk lebih mempersiapkan
klien sampai ke meja operasi, perawatan postoperatif, bahkan sampai kembali
ke rumah.
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
45 Universitas Indonesia
BAB 5
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Masalah keperawatan preoperatif yang teridentifikasi pada Bapak R
dengan BPH, adalah masalah ansietas dan kurang pengetahuan. Setelah
dilakukan tindakan keperawatan, masalah ansietas dan nyeri akut berhasil
diselesaikan
2. Masalah keperawatan intraoperatif yang teridentifikasi pada Bapak R
dengan BPH, adalah masalah risiko cedera posisi operasi dan risiko
perdarahan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah risiko
cedera posisi operasi berhasil dicegah atau masalah ini tidak terjadi.
3. Masalah keperawatan postoperatif yang teridentifikasi pada Bapak R
dengan BPH, adalah masalah nyeri akut, risiko perdarahan, dan risiko
gangguan eliminasi urin. Setelah dilakukan tindakan keperawatan, nyeri
akut dapat diselesaikan, dan masalah risiko perdarahan tidak terjadi atau
berhasil dicegah.
4. BPH merupakan salah satu masalah perkotaaan. Populasi lansia yang
tergolong kelompok populastion at risk dan vulnerable population ini,
banyak tinggal di daerah perkotaan di Indonesia. Pada lansia, terdapat
faktor risiko yang menyebabkan lansia laki-laki rentan terhadap masalah
BPH, seperti faktor biologis, sosial, dan ekonomi.
5. Preoperative teaching atau pembelajaran preoperatif memiliki manfaat
yang besar dan penting dilakukan pada semua klien preoperatif, termasuk
klien BPH-TURP. Preoperative teaching dapat memberikanmanfaat
dalam menurunkan kecemasan dan ketakutan, serta mengurangi
kemungkinan munculnya komplikasi postoperatif, sehingga penting untuk
dilakukan.
B. Saran
1. Tenaga kesehatan, terutama perawat perlu melakukan preoperative
teaching secara optimal dan materi preoperative teaching harus
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
46
disesuaikan dengan kebutuhan klien, sehingga hasilnya dapat dirasakan
secara optimal, kecemasan klien berkurang, pemulihan dari efek anestesi
lebih cepat, dan risiko kemungkinan terjadinya komplikasi postoperatif
lebih kecil.
2. Mahasiswa keperawatan perlu dibekali kemampuan yang dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan BPH, dan
kemampuan dalam melakukan preoperative teaching dengan kondisi
klien yang berbeda-beda.
3. Penelitian selanjutnya agar dapat melakukan penelitian mengenai
hubungan efektivitas preoperative teaching dengan penurunan ansietas
preoperatif dan penurunan angka kejadian komplikasi pada klien post-
TURP. Selain itu, perlu juga dilakukan penelitian mengenai faktor yang
dapat mempengaruhi efektivitas preoperative teaching pada klien
preoperatif BPH-TURP.
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
47 Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Alam, et al .(2011). Headache following spinal anesthesia: A review on recent update. Journal of Bangladesh College of Physicians and surgeons, 29 (1): 32-40. Diunduh dari: http://search.proquest.com/docview/872000613/13F430B19914B694F30/2?accountid=17242
Allender, J.A., Rector, C., & Warner, K.D. (2010). Community health nursing: Promoting & protecting the public’s health. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). (2012, 5 September-Oktober). Alternatif herbal untuk kesehatan prostat. InfoPOM, vol 13, 2-6.
Badan Pusat Statistik. (2012). Perkembangan beberapa indikator utama sosial-ekonomi Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Davies, et al. (2005). A patient’s guide to TURP: your prostate operation.Guildford: Berne Convention. Diunduh dari: www.prostatecancercentre.com. (Diunduh pada 26 Juni 2013).
DeLaune & Ladner. (2002). Fundamental of nursing: Standards and practice. New York: Delmar.
Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., & Murr, A.C. (2008). Nursing diagnosis manual: Planning, individualizing, and documenting client care. Philadelphia: F.A Davis Company.
Ebersole et al. (2005). Gerontological nursing & healthy aging. (2nd edition). St.Lois: Elsevier Mosby.
Friedman. M.M. , Bowden, V.R. & Jones, E.G. (2003). Family nursing: Research, theory & practice. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Hawary, et al. (2009). Transurethral resection of the prostate syndrome: Almost gone but not forgotten. Journal of Endourology, 23 (12): 2013-2020. Diunduh dari: http://ether.stanford.edu.
Hideki, M., et al. (2001). TURP Syndrome and changes in body fluid distribution. The Medical Society of Saitama Medical School. 1-8.
IAUI (Ikatan Ahli Urologi Indonesia). (2003). Pedoman penatalaksanaan BPH di Indonesia. Style sheet: www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdf. (Diunduh pada 25 Juni 2013).
Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia). (2010). Profil penduduk lansia 2009. Jakarta: Komnas Lansia.
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
48
Komisi Nasional Lanjut Usia (Komnas Lansia). (2009). Lampu kuning ledakan kaum renta. Style sheet: http://www.komnaslansia.or.id/modules.php?name=News&file=article&sid=26. (Diunduh 2 Juli 2013).
Lois, et al. (1999). The effect of anesthetic patient education on preoperative patient anxiety. Regional anesthesia and pain medicine, 24(2), 158. Diunduh dari: http://search.proquest.com/docview/205167189?accountid=17242.
Maurer, F.A. & Smith, CM. (2005). Community/public health nursing practice: Health for families and population. Philadelphia: Elsevier Sauders.
NANDA. (2012). Nursing diagnosis: Definition and classification, 2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell.
Nies, M.A. & McEwen, M. (2007). Community / publuc helath nursing: Promoting the health of populations. (4th edition). St Lois: Saunders Elsevier.
Parsons, J.K. (2010). Benign Prostatic Hyperplasia and Male Lower Urinary Tract Symptoms: Epidemiology and risk factors. Springer Journal, Curr Bladder Dysfunct Rep, 5:212–218.
Pearson Education. (--). Preoperative client teaching. Style sheet: http://wps.prenhall.com/wps/media/objects/3775/3866433/tools/Teaching/TT_Box4-3.pdf. (Diunduh 7 Juli 2013).
Polit, D.F. & Beck, C.T. (2012). Nursing research: Generating and assessing evidence for nursing practice. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Putra, R.A. (2012). 2020, Lansia Indonesia lebih banyak hidup di kota. Style sheet: http://mizan.com/news_det/2020-lansia-indonesia-lebih-banyak-hidup-di-kota.html. (Diunduh 2 Juli 2013).
Rassweiler, J., et al. (2006). Complications of Transurethral Resection of the Prostate (TURP): Incidence, management, and prevention. European Urology, 50: 969-980.
Rice, K.R., Brassell, S.A., McLeod, D.G. (2010). Thromboembolism in urologic surgery: Prophylaxis, diagnosis, and treatment. Reviews in urology,12 (2-3): 111-124. Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2931288/pdf/RIU012002_e111.pdf
Roehrborn, C. G., & McConnell, J. D. (2011). Benign prostatic hyperplasia: etiology, pathophysiology, epidemiology, and natural history. Campbell-Walsh Urology. (10th ed). Philadelphia: Saunders Elsevier.
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
49
Shields, L., & Welder, H. (2002). Perioperative nursing. London: Greenwich Medical Media.
Smeltzer S.C., & Bare, B.G. (2003). Brunner & Suddarth’s textbook of medical surgical nursing. (10th Ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Spry, C. (2009). Essensials of Perioperative Nursing. (4th edition). Massachusetts: Jones and Barlett Publisher.
Stanhope, M. & Lancaster, J. (2004). Community and public health nursing. Missouri: Mosby.
Thoennissen, J., et al. (2001). Does bed rest after cervical or lumbar puncture prevent headache? A systematic review and meta-analysis. Canadian Medical Association.Journal, 165(10), 1311-6. Diunduh dari http://search.proquest.com/docview/205001982?accountid=17242
Wasson, D. (--). Transurethral resection of the prostate. Style sheet: http://www.perspectivesinnursing.org/pdfs/Perspectives3.pdf. (Diunduh 28 Juni 2013).
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Lampiran 1
ANALISIS DATA PREOPERATIF
Data Masalah Keperawatan Data Subjektif - Klien mengatakan takut akan batal operasi lagi - Klien mengatakan mengkhawatirkan tekanan darahnya
akan tinggi lagi sebelum operasi - Klien mengatakan pada preoperasi tanggal 24 Mei 2013,
tekanan darahnya meningkat karena kaget saat di bawa ke ruang operasi karena tiba-tiba terasa dingin
- Klien mengatakan khawatir akan tindakan yang akan dilakukan saat di ruang operasi
- Klien mengatakan kecemasannya tidak mengganggu pelaksanaan aktivitas sehari-hari
Data Objektif - Klien tampak tegang - Tekanan darah 140/90 - Frekuensi nadi 92 kali/menit
Ansietas ringan
Data Subjektif: - Klien mengatakan sudah lupa apa saja persiapan operasi
yang harus dilakukan - Klien mengatakan operasinya mungkin akan dinsisi
sehingga akan ada luka operasi - Klien mengatakan tidak mengetahui perawatan
postoperatif - Klien mengatakan tidak mengetahui komplikasi TURP Data Objektif: - Klien menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan
prosedur operatif dan hasil postoperatif
Kurang Pengetahuan
Data Subjektif: - Klien mengatakan terasa nyeri saat BAK - Klien mengatakan nyeri tingkat 4-5 - Klien mengatakan karakteristik nyeri yang dirasakan
adalah panas seperti terbakar - Klien mengatakan rasa nyeri dirasakan pada bagian
pinggang kiri dan abdomen bawah - Klien mengatakan BAK terkadang tidak tuntas dan jika
BAK tuntas, setelah BAK biasanya terasa nyeri (disuria terminal)
Nyeri akut
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
Data Masalah Keperawatan
Data Objektif: - Tekanan darah 140/90 - Frekuensi nadi 92 kali/menit
Nyeri akut
Data Subjektif: - Klien mengatakan memiliki hipertensi - Klien mengatakan tidak rutin minum obat
antihipertensi
Data Objektif: - Klien batal operasi karena hipertensi kambuh
mencapai 205/109 mmHg - TD: 140/90 mmHg
Regimen terapeutik tidak efektif
Data Subjektif: - Klien mengatakan nyeri saat berkemih, terasa panas
seperti terbakar - Klien mengatakan berkemih seringkali terasa tidak
tuntas (anyang-anyangan). - Klien mengatakan terkadang harus mengejan baru
bisa berkemih. - Klien mengatakan terkadang klien merasa tuntas
dalam berkemih, namun setelah berkemih terasa nyeri (disuria terminal).
- Klien mengatakan pancaran urin lemah. - Klien mengatakan sering ingin buang air kecil di
malam hari, bisa dua atau tiga kali. - Klien mengatakan mengalami masalah perkemihan
sejak satu tahun yang lalu Data Objektif: - Hasil sistoskopi menunjukkan adanya pembesaran
prostat - Klien direncanakan pembedahan TURP
Gangguan eliminasi urin
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Lampiran 2
ASUHAN KEPERAWATAN PREOPERATIF
Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional Ansietas ringan berhubungan dengan pengalaman operasi (gagal operasi, anestesi, prosedur operasi) DS: - Klien mengatakan takut akan batal
operasi lagi - Klien mengatakan mengkhawatirkan
tekanan darahnya akan tinggi lagi sebelum operasi
- Klien mengatakan pada preoperasi tanggal 24 Mei 2013, tekanan darahnya meningkat karena kaget saat di bawa ke ruang operasi karena tiba-tiba terasa dingin
- Klien mengatakan khawatir akan tindakan yang akan dilakukan saat di ruang operasi
- Klien mengatakan kesemasannya tidak mengganggu aktivitas sehari-hari
DO: - Klien tampak tegang - Tekanan darah 140/90 - Frekuensi nadi 92 kali/menit
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x30 menit, klien melaporkan ansietas berkurang
- Klien mampu mendeskripsikan tentang prosedur anestesi spinal
- Klien mampu mendeskripsikan prosedur TURP
- Klien mampu melakukan teknik napas dalam untuk mengatasi ansietas
- TTV dalam batas normal: TD:120/60-130/90, N: 60-120 RR: 18-22 S: 36-37
Mandiri 1. Identifikasi tingkat ansietas
dan pengaruhnya terhadap pemenuhan kebutuhan dasar klien
2. Identifikasi pengalaman dan
pengetahuan klien tentang prosedur anestesi spinal dan TURP
3. Identifikasi mekanisme koping yang biasa dilakukan dalam mengatasi kecemasan
4. Pantau tanda-tanda vital 5. Berikan informasi tentang
prosedur anestesi spinal 6. Berikan informasi tentang
prosedur TURP
7. Ajarkan teknik relaksasi untuk mengatasi ansietas: napas dalam, guided imagery, progressive muscular relaxation, dll.
1. Ansietas yang menyebabkan
gangguan pemenuhan kebutuhan dasar klien dapat menghambat persiapan preoperatif
2. Data dasar untuk menentukan tingkat kebutuhan klien terhadap informasi mengenai prosedur anestesi spinal dan TURP
3. Membantu klien menemukan mekanisme koping adaptif untuk mengatasi kecemasan
4. Ansietas dapat menyebabkan terjadinya perubahan TTV
5. Memberikan gambaran tentang prosedur anestesi spinal yang akan dijalankan
6. Memberikan gambaran tentang prosedur TURP yang akan dijalankan
7. Meningkatkan relaksasi, dan menurunkan stress dan
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
8. Anjurkan untuk meminum obat antihipertensi sesuai ketentuan
Kolaborasi 9. Kolaborasi pemberian obat
antinsietas jika dibutuhkan
10. Kolaborasi pemberian obat antihipertensi
ansietas 8. Membantu mengontrol
tekanan darah yang dikhawatirkan klien akan menjadi penyulit operasi
9. Membantu menurunkan ansietas jika tidak bisa ditangani secara non-farmakologis
10. Membantu mengontrol tekanan darah
Kurang pengetahuan b.d. kurang terpapar informasi mengenai protokol dan prosedur preoperatif dan hasil postoperatif DS: - Klien mengatakan sudah lupa apa
saja persiapan operasi yang harus dilakukan
- Klien mengatakan operasinya mungkin akan dinsisi sehingga akan ada luka operasi
- Klien mengatakan tidak mengetahui perawatan postoperatif
- Klien mengatakan tidak mengetahui komplikasi TURP
-
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x30 menit, pengetahuan klien terkait protokol dan prosedur preoperatif dan hasil postoperatif meningkat
- Klien mampu ikut berpartisipasi dalam persiapan preoperatif
- Klien mampu mendemonstrasi-kan latihan preoperatif (latihan napas dalam, batuk efektif, dan latihan ekstremitas)
- Klien mampu menjelaskan kondisi post-TURP
- Klien mampu menjelaskan
Mandiri 1. Identifikasi pengetahuan
klien tentang protokol dan prosedur preoperatif
2. Identifikasi pengetahuan
klien tentang perawatan postoperatif
3. Jelaskan mengenai protokol preoperatif:
- Tidak memakai perhiasan, - Tidak membawa barang
berharga - Tidak memakai gigi palsu - Tidak memakai alat bantu
penglihatan (kacamata,
1. Data dasar untuk menentukan
tingkat kebutuhan klien terhadap informasi mengenai protokol dan prosedur preoperatif
2. Data dasar untuk menentukan tingkat kebutuhan klien terhadap informasi mengenai perawatan postoperatif
3. Meningkatkan pengetahuan klien agar klien dapat berpartisipasi dalam perawatan: mengurangi bakteri sebelum operasi dilakukan, mencegah aspirasi, memudahkan pengecekan refleks pupil dan CRT jika
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional DO: - Klien menanyakan hal-hal yang
berhubungan dengan prosedur operatif dan hasil postoperatif
perawatan post-TURP
maupun lensa kontak) - Tidak memakai cat kuku, - Mencukur dan
membersihkan daerah operasi
- Memakai gelang identitas - Tetap mengkonsumsi obat
antihipertensi - Puasa 8 jam sejak malam
sebelum operasi - Mandi dan sikat gigi pada
pagi hari sebelum operasi 4. Fasilitasi klien dalam
melakukan persiapan preoperatif
5. Ajarkan latihan napas dalam dan batuk efektif
6. Ajarkan latihan ekstremitas Kolaborasi 7. Kolaborasi pemberian obat-
obatan premedikasi
terjadi komplikasi selama pembedahan, meningkatkan safety
4. Membantu mempersiapkan klien menghadapi operasi
5. Meningkatkan fungsi pernapasan postanestesi dan mencegah komplikasi postoperatif
6. Mencegah trombosis postoperatif dan membantu pemulihan postanestesi
7. Mempersiapkan klien menghadapi operasi
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional Nyeri akut b.d. obstruksi pada saluran perkemihan DS: - Klien mengatakan terasa nyeri saat
BAK - Klien mengatakan nyeri tingkat 4-5 - Klien mengatakan karakteristik
nyeri yang dirasakan adalah panas seperti terbakar
- Klien mengatakan rasa nyeri dirasakan pada bagian pinggang kiri dan abdomen bawah
- Klien mengatakan BAK terkadang tidak tuntas dan jika BAK tuntas, setelah BAK biasanya terasa nyeri (disuria terminal)
DO: - Tekanan darah 140/90 - Frekuensi nadi 92 kali/menit
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x30 menit, klien mengatakan nyeri berkurang
- Klien mengatakan nyeri berkurang skala 2-3
- TTV dalam batas normal TD:120/60-130/90 N: 60-120 RR: 18-22 S: 36-37,4
- Klien mampu melakukan teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri
Mandiri 1. Kaji nyeri secara berkala 2. Pantau tanda-tanda vital 3. Ajarkan teknik relaksasi dan
mengurangi nyeri 4. Anjurkan untuk membatasi
minum, terutama pada malam hari
5. Anjurkan untuk menghindari minum kopi atau teh
6. Anjurkan untuk tidak menahan keinginan berkemih terlalu lama
Kolaborasi 7. Kolaborasi pemberian
analgetik
1. Memberikan gambaran
tentang nyeri yang dirasakan klien
2. Perubahan TTV terutama dapat menjadi indikator adanya nyeri
3. Meningkatkan relaksasi dan mengurangi
4. Menurunkan frekuensi diuresis, terutama pada malam hari
5. Menyebabkan peningkatan diuresis
6. Meningkatkan risiko infeksi,
yang dapat memperparah retensi urin
7. Mengurangi nyeri
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Lampiran 3
CATATAN PERKEMBANGAN PREOPERATIF Inisial klien : Bapak R No. RM : 132.20.66 Usia : 63 tahun Ruangan : Bedah Kelas, RSUP Persahabatan
Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
25 Mei 2013
Ansietas ringan berhubungan dengan pengalaman operasi (gagal operasi, anestesi, prosedur operasi)
1. Mengidentifikasi tingkat ansietas dan pengaruhnya terhadap pemenuhan kebutuhan dasar klien
2. Mengidentifikasi pengalaman dan pengetahuan klien tentang prosedur anestesi spinal
3. Mengidentifikasi pengalaman dan pengetahuan klien tentang prosedur TURP
4. Mengidentifikasi mekanisme koping yang biasa dilakukan dalam mengatasi kecemasan
5. Memantau TTV 6. Memberikan informasi
tentang prosedur anestesi spinal
7. Memberikan informasi tentang prosedur TURP
8. Mengajarkan teknik napas dalam untuk mengatasi ansietas
9. Menganjurkan untuk meminum obat antihipertensi sesuai ketentuan
S: - Klien mengatakan ansitetas tidak sampai
mengganggu makan, tidur, dan istirahat, hanya mengganggu pikiran
- Klien mengatakan biasanya berzikir dan berdoa jika sedang cemas
- Klien mengatakan sudah sudah pernah operasi sebelumnya dan sudah ada gambaran mengenai prosedur anestesi spinal
- Klien mengatakan sudah ada gambaran tentang prosedur operasi yang akan dijalani tetapi masih belum terlalu jelas
- Klien mengatakan akan minum obat antihipertensi secara teratur
O: - Klien mampu melakukan teknik napas
dalam dengan dibantu - Klien mampu menjelaskan prosedur dan
efek anestesi spinal secara sederhana - TD: 130/80mmHg, N: 86x/menit,
RR: 20x/menit, S: 35,8 C A: - Masalah ansietas teratasi sebagian:
a). Klien mampu mendeskripsikan tentang prosedur anestesi spinal
b). Klien mampu melakukan teknik napas dalam dengan dibantu
c). TTV dalam batas normal P: - Berikan penjelasan tentang prosedur
anestesi dan prosedur TURP dengan media yang disertai gambar
- Motivasi teknik relaksasi napas dalam jika ansietas kembali muncul
- Pantau konsumsi obat antihipertensi
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
25 Mei 2013
Kurang pengetahuan b.d. kurang terpapar informasi mengenai protokol dan prosedur preoperatif dan hasil postoperatif
1. Mengidentifikasi pengetahuan klien tentang protokol dan prosedur preoperatif
2. Mengidentifikasi pengetahuan klien tentang perawatan postoperatif
3. Mengajarkan latihan napas dalam dan batuk efektif
S: - Klien mengatakan sudah lupa tentang
protokol preoperatif, yang klien ingat adalah harus puasa sejak tengah malam sebelum operasi
- Klien mengatakan tidak mengetahui perawatan postoperatif
O: - Klien mampu melakukan latihan napas
dalam dan batuk efektif dengan dipandu A:
- Masalah teratasi sebagian: a). Klien mampu ikut berpartisipasi
dalam persiapan preoperatif b). Klien mampu mendemonstrasikan
latihan napas dalam dan batuk efektif dengan dibantu
P:
- Jelaskan protokol dan prosedur preoperatif
- Bantu persiapan preoperatif klien - Motivasi latihan napas dalam dan batuk
efektif - Ajarkan latihan ekstremitas
25 Mei 2013
Nyeri akut b.d. obstruksi pada saluran perkemihan
1. Mengaji nyeri 2. Memantau tanda-tanda
vital 3. Memandu latihan teknik
relaksasi napas dalam 4. Menganjurkan untuk
membatasi minum, terutama pada malam hari
5. Menganjurkan untuk menghindari minum kopi atau teh
6. Menganjurkan untuk tidak menahan keinginan berkemih terlalu lama
S: - Klien mengatakan nyeri saat BAK
berkurang - Klien mengatakan akan mengurangi
minum - Klien mengatakan sudah tidak minum
kopi dan jarang minum teh - Klien mengatakan tidak menahan
keinginan BAK O: - Nyeri skala 2-3 - Klien mampu melakukan teknik napas
dalam dengan dipandu - TD: 130/80, N 86x/menit, RR
20x/menit, S: 35,8 C A: - Masalah nyeri teratasi
Klien mengatakan nyeri berkurang skala 2-3 TTV dalam batas normal
- Klien mampu melakukan teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
P: - Kaji nyeri secara berkala - Anjurkan teknik napas dalam jika nyeri
kembali muncul
27 Mei 2013
Ansietas ringan berhubungan dengan pengalaman operasi (gagal operasi, anestesi, prosedur operasi)
1. Menanyakan adanya ansietas
2. Memantau TTV 3. Memberikan informasi
tentang prosedur anestesi spinal dengan gambar
4. Memberikan informasi tentang prosedur TURP dengan gambar
5. Memotivasi pelaksanaan teknik napas dalam untuk mengatasi ansietas
6. Mematau konsumsi obat antihipertensi captopril dan amlodipin
S: - Klien mengatakan cemas berkurang - Klien mengatakan sudah mengerti
tentang prosedur anestesi spinal - Klien mengatkan sudah memiliki
gambaran tentang prosedur TURP - Klien mengatakan sudah minum obat
antihipertensi dua kali, pagi dan siang hari
O: - Klien mampu menjelaskan bahwa
anestesi yang dilakukan adalah dari bagian perut ke bawah, dan klien akan tetap sadar
- Klien mampu menjelaskan bahwa saat operasi, setelah dibius dan dipakaikan kain hijau, akan dimasukkan alah lewat kemaluan, dan prostat yang membesar akan dikerok
- Klien mampu melakukan latihan napas dalam dengan dipandu
- TD: 120/80, N 90x/menit, RR 20x/menit, S: 36 C
A: - Masalah teratasi
a). Klien mampu mendeskripsikan tentang prosedur anestesi spinal
b). Klien mampu mendeskripsikan prosedur TURP
c). Klien mampu melakukan teknik napas dalam untuk mengatasi ansietas
d). TTV dalam batas normal P: - Motivasi teknik napas dalam sambil
berzikir dan berdoa jika ansietas muncul kembali
- Pantau TTV - Ingatkan untuk minum obat
antihipertensi captopril dan amlodipin
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
27 Mei 2013
Kurang pengetahuan b.d. kurang terpapar informasi mengenai protokol dan prosedur preoperatif dan hasil postoperatif
1. Menjelaskan tentang persiapan praoperasi: tidak memakai perhiasan, tidak membawa barang berharga, tidak memakai gigi palsu, tidak memakai lensa kontak, tidak memakai cat kuku, mencukur dan membersihkan daerah operasi, memakai gelang identitas, tetap mengkonsumsi obat anti hipertensi, puasa pada malam sebelum operasi, madi dan sikat gigi pada pagi hari sebelum operasi
2. Menjelaskan kondisi postoperatif dan perawatannya
3. Memfasilitasi latihan napas dalam dan batuk efektif
4. Mengajarkan latihan ekstremitas
S: - Klien mengatakan lebih siap menjalani
operasi - Klien mengatakan memiliki gambaran
tentang kondisi postoperatif dan perawatannya
O: - Klien sudah melakukan persiapan
operasi: tidak memakai perhiasan, tidak membawa barang berharga, tidak memakai gigi palsu, tidak memakai lensa kontak, tidak memakai cat kuku, mencukur daerah operasi, memakai gelang identitas, tetap mengkonsumsi obat anti hipertensi
- Klien mampu menjelaskan bahwa setelah operasi akan dipasang selang kencing, yang awalnya akan dipasang secara kencang kemudian dikendurkan, bekas operasi akan terasa nyeri setelah efek obat bius habis, dan akan dipasang cairan infus yang berguna untuk menguras daerah operasi
- Klien mampu menjelaskan bahwa setelah operasi harus banyak minum sampai 2 botol air mineral besar
- Klien mempu menjelaskan bahwa setelah operasi harus banyak makan sayur dan buah
- Klien mampu melakukan latihan napas dalam dan batuk efektif dengan dipandu
- Klien mampu melakukan latihan ekstremitas dengan panduan
A: - Masalah teratasi
a). Klien mampu ikut berpartisipasi dalam persiapan preoperatif
b). Klien mampu mendemonstrasi-kan latihan preoperatif (latihan napas dalam, batuk efektif, dan latihan ekstremitas)
c). Klien mampu menjelaskan kondisi post-TURP
d). Klien mampu menjelaskan perawatan post-TURP
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
P: - Lanjutkan latihan napas dalam dan batuk
efektif, serta latihan ekstremitas dua kali sehari sebelum operasi
- Cek persiapan operasi sesuai checklist preoperatif
28 Mei 2013 Di ruang pre-operatif
Ansietas ringan berhubungan dengan pengalaman operasi (gagal operasi, anestesi, prosedur operasi) Pemeriksaan TD: 167/98 N: 86
1. Memantau tanda-tanda vital, terutama tekanan darah dan frekuensi nadi
2. Mendampingi klien pada persiapan pre-operasi
3. Mengingatkan kembali tentang prosedur operasi yang akan dilakukan
4. Memandu latihan napas napas dalam untuk mengatasi kecemasan
S: - Klien mengatakan cemas berkurang - Klien mengatakan sudah ada gambaran
mengenai prosedur operasi yang akan dijalani
O: - Klien mampu melakukan latihan napas
dalam secara mandiri - TD: 132/86, N 82x/menit A: - Masalah ansietas teratasi sebagian:
a). Klien mampu melakukan teknik napas dalam
P: - Pantau TTV - Motivasi teknik napas dalam
28 Mei 2013
Kurang pengetahuan b.d. kurang terpapar informasi mengenai protokol dan prosedur preoperatif dan hasil postoperatif
1. Memeriksa kelengkapan preoperatif sesuai checlist preoperatif
2. Memfasilitasi latihan napas dalam dan batuk efektif
3. Memfasilitasi latihan ekstremitas
S: - Klien mengatakan lebih siap menjalani
operasi O:
- Klien sudah melakukan persiapan operasi: tidak memakai perhiasan, tidak membawa barang berharga, tidak memakai gigi palsu, tidak memakai lensa kontak, tidak memakai cat kuku, mencukur daerah operasi, memakai gelang identitas, puasa sejak tengah malam, tetap mengkonsumsi obat anti hipertensi, mandi dan sikat gigi pada pagi hari
- Klien mampu melakukan latihan napas dalam dan batuk efektif dengan dipandu
- Klien mampu melakukan latihan ekstremitas dengan panduan A:
- Masalah teratasi P: Mobilisasi klien ke IBS
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Lampiran 4
ANALISIS DATA POST-OPERATIF
Data Masalah Keperawatan
Data Subjektif: - Klien mengatakan terasa nyeri pada daerah yang dioperasi - Klien mengatakan nyeri tingkat 5-6 - Klien mengatakan nyeri terus menerus terasa Data Objektif: - Klien tampak mengernyitkan dahi - Klien tampat sering menarik napas panjang dan beristigfar - Tekanan darah 120/80 - Frekuensi nadi 84 kali/menit
Nyeri akut
Faktor risiko: Perawatan yang berhubungan dengan efek samping operasi post TURP
Risiko perdarahan
Faktor risiko Bekuan darah post-TURP
Risiko gangguan eliminasi urin
Data Subjektif: - Klien mengatakan memiliki hipertensi - Klien mengatakan tidak rutin minum obat antihipertensi Data Objektif: - TD: 120/80 mmHg
Regimen terapeutik tidak
efektif
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan )
ASUHAN KEPERAWATAN POSTOPERATIF
Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional Nyeri akut b.d. insisi sekunder pada TURP DS: - Klien mengatakan terasa nyeri
pada daerah yang dioperasi - Klien mengatakan nyeri tingkat 5-
6 - Klien mengatakan nyeri terus
menerus terasa DO: - Klien tampak mengernyitkan dahi - Klien tampat sering menarik
napas panjang dan beristigfar - Tekanan darah 120/80 - Frekuensi nadi 84 kali/menit
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x30 menit, klien mengatakan nyeri berkurang
- Klien mengatakan nyeri berkurang skala 2-3
- TTV dalam batas normal TD:120/60-130/90 N: 60-120 RR: 18-22 S: 36-37
- Klien mampu melakukan teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri
Mandiri 1. Kaji nyeri secara berkala 2. Pantau tanda-tanda vital 3. Berikan lingkungan yang
nyaman 4. Motivasi teknik relaksasi dan
mengurangi nyeri
Kolaborasi 5. Kolaborasi pemberian
analgesik kaltopren 3x1
1. Memberikan gambaran tentang
nyeri yang dirasakan klien 2. Perubahan TTV dapat menjadi
indikator adanya nyeri 3. Meningkatkan relaksasi dan
mengurangi nyeri 4. Meningkatkan relaksasi pada
otot yang tegang 5. Mengurangi nyeri dengan
farmakologik
Risiko perdarahan Faktor risiko: - Perawatan yang berhubungan
dengan efek samping operasi post TURP
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 30 menit, perdarahan tidak terjadi
- Klien tidak menunjukkan adanya tanda perdarahan irigasi jernih
- TTV dalam batas normal TD:120/60-130/90
Mandiri 1. Identifikasi tanda-tanda
perdarahan post-TURP 2. Pantau kepatenan traksi post-
TURP 3. Pantau sistem drainase,
1. Deteksi dini adanya komplikasi
TURP, agar dapat segera dilakukan tindakan jika terjadi komplikasi perdarahan
2. Traksi post-TURP membantu mengurangi perdarahan
3. Adanya perdarahan dapat
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan )
Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional - N: 60-120
- RR: 18-22 - S: 36-37
observasi warna cairan drainase
4. Anjurkan klien untuk makan makanan tinggi serat
Kolaborasi 5. Kolaborasi pemberian obat
kalnex 6. Koleborasi pemberian
vitamin K 7. Kolaborasi pemberian
laksatif 8. Pantau hasil laboratorium 9. Kolaborasi pemberian
transfusi jika terjadi perdarahan
dipantau dari warna drainase 4. Mencegah valsava yang dapat
menyebabkan perdarahan 5. Membantu menghentikan
perdarahan 6. Membantu mempercepat
pembekuan darah 7. Membantu melunakkan feses,
mencegan valsava 8. Perubahan nilai laboratorium,
terutama Hb, Ht, dan trombosit dapat menjadi faktor risiko perdarahan
9. Menggantikan darah yang hilang
Risiko gangguan eliminasi urin Faktor risiko: - Bekuan darah post-TURP
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 30 menit, gangguan eliminais urin tidak terjadi
- Tidak terdapat sumbatan pada kateter threeway (aliran urin dan irigasi lancar)
- Gangguan eliminasi urin tidak terjadi
Mandiri
1. Pastikan selang bebas dari lekukan dan bekuan darah
2. Pantau patensi kateter dan sistem drainase, catat pengeluaran
3. Pantau pola berkemih
1. Sumbatan oleh lekukan dan bekuan darah pada kateter threeway dapat menyebabkan obstruksi
2. Sistem drainase yang tidak lancar dapat menyebabkan terjadinya bekuan darah dan meningkatkan risiko obstruksi
3. Memastikan tidak terjadi
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan )
Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional spontan setelah kateter
dilepaskan
4. Anjurkan klien untuk minum 2-3 cairan per hari
5. Anjurkan klien untuk membersihkan organ genital setelah berkemih
Kolaborasi 6. Kolaborasi pemberian
continuous bladder irrigation
obstruksi setelah kateter
dilepaskan
4. Membantu irigasi bladder
5. Mencegah terjasinya infeksi saluran perkemihan yang dapat menyebabkan obstruksi pada saluran perkemihan
6. Membantu irigasi bladder
post-TURP
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Lampiran 6
CATATAN PERKEMBANGAN POSTOPERATIF
Inisial klien : Bapak R No. RM : 132.20.66 Usia : 63 tahun Ruangan : Bedah Kelas, RSUP Persahabatan
Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
28 Mei 2013
Nyeri akut b.d. insisi sekunder pada TURP
1. Mengkaji nyeri secara berkala
2. Memantau tanda-tanda vital 3. Memberikan lingkungan
yang nyaman 4. Memotivasi teknik relaksasi
dan mengurangi nyeri
S: - Klien mengatakan nyeri belum
berkurang - Klien mengatakan nyaman dengan
posisi semi fowler O: - Nyeri skala 5-6 - TD 130/80, N: 90x/menit, RR
20x/menit, S: 35,9 C - Klien mampu melakukan napas sambil
berzikir dalam secara mandiri A: - Masalah teratasi sebagian
a). Klien mampu melakukan teknik napas dalam
P - Kaji nyeri secara berkala - Pantau TTV - Kolaborasi pemberian analgetik
28 Mei 2013
Risiko perdarahan
1. Menjelaskan manfaat traksi kateter
2. Memantau tanda-tanda perdarahan post-TURP
3. Memantau kepatenan traksi post-TURP
4. Memantau sistem drainase dan mengobservasi warna cairan drainase
5. Menganjurkan klien untuk minum 2-3 cairan per hari
6. Menganjurkan klien untuk makan makanan tinggi serat
S: - Klien mengatakan akan minum 2 botol
air mineral ukuran 1500 ml - Klien mengatakan akan makan sayuran
dan buah
O: - Klien mampu menyebutkan bahwa
kateter dikencangkan untuk mengurangi perdarahan pada prostat yang dioperasi
- Traksi keteter terpasang kuat - Irigasi lancar, warna jernih kemerahan A: - Risiko perdarahan masih ada P: - Awasi tanda perdarahan
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
- Pantau kepatenan selang irigasi - Lepas traksi kateter
28 Mei 2013
Risiko gangguan eliminasi urin
7. Memastikan selang bebas dari lekukan dan bekuan darah
8. Memantau patensi kateter dan sistem drainase, mencatat pengeluaran drainase
9. Menganjurkan klien untuk minum 2-3 cairan per hari
10. Memantau pemberian continuous bladder irrigation
S: - Klien mengatakan akan minum dua
botol air mineral ukuran 1500ml O: - Kateter terpasang, tidak tertekuk - Tidak ada bekuan darah yang terlihat
pada urine bag - Balance cairan/3jam
Intake: Minum 600 cc Spooling: 3 kolf 1500cc Infus: 200 cc Output: Urin+darah+spooling drainase: 2000 IWL: 121,875 Balance cairan: 2300-2121,875= +178,125
A: - Risiko obstruksi masih ada P: - Pantau patensi kateter dan sistem
drainase - Pantau balance cairan
29 Mei 2013
Nyeri akut b.d. insisi sekunder pada TURP
1. Mengkaji nyeri secara berkala
2. Memantau tanda-tanda vital 3. Memberikan lingkungan
yang nyaman 4. Memotivasi teknik relaksasi
dan mengurangi nyeri 5. Memberikan analgetik
ketorolac 10 mg via IV
S: - Klien mengatakan nyeri berkurang
setelah diberikan obat O: - Nyeri skala 3-4 - TD 130/80, N: 90x/menit, RR:
22x/menit, S: 36,4 C - Klien mampu melakukan napas dalam
dengan mandiri A: - Masalah teratasi
a). Nyeri skala 2-3 b). Klien mampu melakukan teknik
napas dalam secara mandiri c). TTV dalam batas normal
P: - Kaji nyeri secara berkala - Pantau TTV - Kolaborasi pemberian analgetik
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
29 Mei 2013
Risiko perdarahan
1. Memantau tanda-tanda perdarahan post-TURP
2. Memantau kepatenan traksi post-TURP
3. Memantau sistem drainase, dan mengobservasi warna cairan drainase
4. Memotivasi klien makan sayur dan buah dan
5. Menanyakan pola defekasi post-TURP
6. Memotivasi untuk minum 2-3 liter cairan per hari
7. Memberikan obat kalnex via IV 1 amp
8. Memberikan vitamin K via IV 1 amp
S: - Klien mengatakan belum banyak
memakan sayur dan buah Klien mengatakan sudah banyak minum Klien mengatakan belum defekasi
O: - Warna cairan pada urine bag bening
kemerahan - Traksi kateter sudah dilepas A: - Risiko perdarahan masih ada P: - Awasi tanda perdarahan - Pantau kepatenan selang irigasi - Aff irigasi jika warna urin sudah jernih
29 Mei 2013
Risiko gangguan eliminasi urin
1. Memastikan selang bebas dari lekukan dan bekuan darah
2. Memantau patensi kateter dan sistem drainase, mencatat jumlah drainase
3. Memotivasi klien untuk minum 2-3 cairan per hari
4. Memantau pemberian continuous bladder irrigation
S: - Klien mengatakan sudah berusaha
untuk minum dua botol air mineral ukuran 1500 ml
O: - Kateter terpasang, tidak tertekuk - Tidak ada bekuan darah yang terlihat
pada urine bag - Balance cairan/24jam
Intake: Minum: 2000 cc Spooling: 36 kolf 18000cc Infus: 1500 cc Output: Urin+darah+spooling drainase: 20.500 IWL: 975 Balance cairan: 21600-21.475: +125
A: - Risiko obstruksi masih ada P: - Pantau balance cairan - Pantau pemberian continuous bladder
irrigation - Pantau pola berkemih spontan jika
kateter sudah dilepas
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Tanggal Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
30 Mei 2013
Nyeri akut b.d. insisi sekunder pada TURP
1. Mengkaji nyeri secara berkala
2. Memantau tanda-tanda vital Memotivasi teknik relaksasi dan mengurangi nyeri
4. Memberikan analgetik ketorolac 10 mg via IV
S: - Klien mengatakan nyeri berkurang O: - Nyeri skala 2-3 TD 120/70, N:
88x/menit, RR 20x/menit, S: 36,6 C - Klien mampu melakukan napas dalam
dengan mandiri A: - Masalah teratasi
a). Nyeri skala 2-3 b). Klien mampu melakukan teknik
napas dalam secara mandiri c). TTV dalam batas normal
P: - Kaji nyeri secara berkala - Pantau TTV - Kolaborasi pemberian analgetik
30 Mei 2013
Risiko perdarahan
1. Memantau sistem drainase, jumlah, warna
2. Melepas irigasi kateter 3. Menanyakan pola defekasi
post-TURP 4. Memberikan obat kalnex
via IV 1 amp 5. Memberikan vitamin K via
IV 1 amp 6. Melakukan discharge
planning mengenai hal yang harus dilakukan, tidak boleh dilakukan, dan kapan harus menghubungi pelayanan kesehatan
S: - Klien mengatakan mengerti dengan
discharge planning yang dilakukan - Klien mengatakan sudah defekasi satu
kali dan tidak keras O: - Warna cairan pada urine bag jernih - Irigasi drainase sudah dilepaskan A: - Risiko perdarahan masih ada P: - Bladder training dan aff kateter - Ingatkan untuk menghindari valsava
30 Mei 2013
Risiko gangguan eliminasi urin
1. Memasang kateter dan sistem drainase kembali
2. Memastikan selang bebas dari lekukan dan bekuan darah
3. Memantau patensi kateter dan sistem drainase
4. Memotivasi klien untuk minum 2-3 cairan per hari
5. Memantau pemberian continuous bladder irrigation
S: - Klien mengatakan sudah minum satu
botol air mineral ukuran 1500 ml sejak pagi
- Klien mengatakan kateter sudah dilepaskan sebelumnya, namun terasa nyeri pada perut bagian bawah dan urin tidak bisa keluar, sehingga kateter dipasang kembali
- Klien mengatakan setelah kateter dipasang kembali terdapat bekuan darah yang berwarna kehitaman jumlahnya cukup banyak
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
Tanggal Diagnosa Keperawatan
Implementasi Evaluasi
O: - Kateter dilepaskan, kemudian dipasang
kembali - Tidak ada bekuan darah yang terlihat
pada urine bag, warna jernih - Balance cairan/20 jam
Intake: Minum: 1500 cc Spooling: 8 kolf 4000 cc Infus: 800 cc Output: Urin+spooling drainase: 5300 IWL: 812,5 Balance cairan: 6300-6112,5= +187,5
A: - Risiko obstruksi masih ada P: - Aff irigasi dan kateter jika warna
cairan drainase sudah jernih - Pantau kemampuan berkemih spontan
setelah kateter dilepas 31 Mei2013
Nyeri akut b.d. insisi sekunder pada TURP
1. Mengkaji nyeri secra berkala
2. Memantau tanda-tanda vital 3. Memotivasi teknik relaksasi
dan mengurangi nyeri 4. Memberikan analgetik
ketorolac 10 mg via IV
S - Klien mengatakan nyeri minimal O: - Nyeri skala 1-2 - TD 130/80, N: 92x/menit - Klien mampu melakukan napas dalam
dengan mandiri A: - Masalah teratasi
a). Nyeri skala 2-3 b). Klien mampu melakukan teknik
napas dalam secara mandiri c). TTV dalam batas normal
P - Kaji nyeri secara berkala - Pantau TTV - Motivasi teknik napas dalam jika nyeri
muncul kembali - Kolaborasi pemberian analgetik jika
nyeri muncul kembali 31 Mei 2013
Risiko perdarahan
1. Memantau sistem irigasi drainase, mencatat warna cairan drainase
2. Menanyakan pola defekasi 3. Memberikan obat kalnex
S: - Klien mengatakan sudah defekasi pada
pagi hari, tidak keras O: - Sistem drainase lancar, warna cairan
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
Tanggal Diagnosa Keperawatan
Implementasi Evaluasi
4. via IV 1 amp 5. Memberikan vitamin K via
IV 1 amp 6.
- drainase jernih A: - Risiko perdarahan masih ada P: - Awasi tanda perdarahan - Aff irigasi drainase jika warna cairan
drainase jernih
31 Mei 2013
Risiko gangguan eliminasi urin
1. Memastikan selang bebas dari lekukan dan bekuan darah
2. Memantau patensi kateter dan sistem drainase
3. Memotivasi klien untuk minum 2-3 cairan per hari
S: - Klien mengatakan sudah minum
hampir dua botol air mineral ukuran 1500 ml
O: - Kateter terpasang, tidak tertekuk - Sistem drainase masih terpasang - Tidak ada bekuan darah yang terlihat
pada urine bag A: - Risiko obstruksi masih ada P: - Memantau pemberian continuous
bladder irrigation - Pantau pola eliminasi spontan jika
kateter sudah dilepas
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Lampiran 7
TINDAKAN PEMBIUSAN
1. Posisi duduk atau miring sambil memeluk bantal
2. Obat bius disuntikkan lewat belakang tubuh
3. Efek obat bius dari pinggang ke bawah
4. Awalnya kaki terasa kesemutan, lalu akan terasa berat, sampai
tidak bisa digerakkan
5. Selama operasi tetap sadar (bisa melihat dan mendengar)
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
TINDAKAN OPERASI PROSTAT
1. Alat dimasukkan lewat kemaluan
2. Prostat yang menutupi jalan saluran kencing dikerok
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
KONDISI SETELAH OPERASI
1. Terpasang selang kencing
2. Terpasang cairan infus untuk membilas bagian prostat yang
dioperasi
3. Terasa nyeri pada bagian operasi, setelah efek obat bius hilang
4. Yang harus dilakukan: napas dalam, minum 2-3 botol air mineral
besar, makan sayuran dan buah
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Lampiran 8
Yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan Setelah Operasi Prostat
Terdapat darah dalam kencing pada hari ke 15 setelah operasi
Sulit buang air kecil Rasa terbakar ketika buang
air kecil Air kencing berbau Air kencing berwarna
keruh
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
(Lanjutan)
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013
Lampiran 9
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Fitri Mulyana
Tempat, tanggal lahir : Tangerang, 16 Maret 1990
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan Waru II RT 002 RW 03 No.52, Pamulang Barat,
Pamulang, Tangerang Selatan 15417
E-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
Tahun 2002 : SD Negeri Pamulang Indah
Tahun 2005 : SMP Negeri 1 Pamulang
Tahun 2008 : SMA Negeri 1 Cisauk
Tahun 2012 : Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Fitri Mulyana, FIK UI, 2013