Perjanjian No. III/LPPM/2016-02/18-PM
PENERAPAN TEKNOLOGI PENYARINGAN SEDERHANA UNTUK
PENYEDIAAN AIR DI DESA CUKANGGENTENG
Disusun Oleh:
Dr. Ir. Budi Husodo Bisowarno,M.Eng.
Jenny Novianti M S, S.T., M.Sc.
Katherine, S.T.,Ph.D
Hans Kristianto,S.T.,M.T.
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Universitas Katolik Parahyangan
2016
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ 2
ABSTRAK............................................................................................................................ 3
BAB 1 ................................................................................................................................... 4
BAB 2 ................................................................................................................................... 7
BAB 3 ................................................................................................................................. 11
BAB 4 ................................................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 21
LAMPIRAN A .................................................................................................................... 22
LAMPIRAN B .................................................................................................................... 26
LAMPIRAN C .................................................................................................................... 28
LAMPIRAN D .................................................................................................................... 30
ABSTRAK
Desa Cukanggenteng yang terletak di Ciwidey, Kabupaten Bandung, memiliki
permasalahan ketersediaan air bersih. Air yang digunakan saat ini berasal dari sumur galian,
dan juga dari air sungai untuk memenuhi kebutuhan warga. Kondisi air sungai yang
digunakan cenderung keruh karena kandungan organik yang cukup tinggi, sehingga tidak
baik bagi kesehatan. Saat ini telah tersedia sistem pengolahan berupa bak-bak sedimentasi
untuk mengendapkan senyawa organik dan lumpur, akan tetapi belum efektif. Sistem
pengolahan air yang akan digunakan merupakan sistem penyaringan bertahap yang relatif
sederhana, dengan bahan-bahan yang mudah diperoleh. Sistem dengan skala rumahan telah
berhasil diterapkan di Kantor Kepala Desa Cukanggenteng.
Sistem penyaringan dengan skala lebih besar menggunakan dua buah penyaring, yaitu
penyaring pasir dengan aliran upflow, dan penyaring pipa 4” dengan susunan yang sama
dengan penyaring skala rumahan yang dipasang di Kantor Kepala Desa Cukanggenteng.
Sistem penyaring yang dipasang di Masjid Al Ikhlas telah berhasil menurunkan kekeruhan air
bahkan mencapai 8,46NTU yang telah masuk standard air bersih menurut SK Menkes No
416/MEN.KES/PER/IX/1990, yaitu batas maksimum 25NTU, dan hampir memenuhi
standard air minum menurut SK Menkes No 907/MENSKES/SK/VII/2002, yaitu maksimum
5NTU. Sistem penyaring yang dipasang dapat memenuhi kebutuhan masjid dan warga
sekitar.
BAB 1
ANALISIS SITUASI
Air merupakan salah satu kebutuhan mutlak untuk seluruh makhluk hidup, termasuk
manusia. Sehari-hari air dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan, seperti minum, memasak,
mandi, cuci, kakus, dan lain-lain. Di antara berbagai pemanfaatan di atas, hampir 85%
konsumsi air digunakan untuk mandi, cuci, dan kakus (MCK) (Droste 1997). Akan tetapi
masih relatif banyak masyarakat di berbagai tempat di Indonesia belum dapat menikmati air
bersih, padahal penggunaan air keruh untuk mandi dan cuci dapat menyebabkan masalah
kesehatan. Permasalahan ini juga dialami oleh warga di Desa Cukanggenteng, Ciwidey,
Kabupaten Bandung.
Sumber air yang digunakan oleh warga Desa Cukanggenteng berasal dari sumur-
sumur dangkal yang telah dibuat di hampir setiap RW oleh Pemerintah Desa Cukanggenteng,
dan juga air sungai yang mengalir melewati desa. Air sungai yang digunakan ditampung di
dalam bak-bak sedimentasi, dengan harapan pengotor di dalam air akan mengendap. Dari
bak-bak sedimentasi tersebut, air dibagi ke pipa-pipa yang menuju keran-keran di perumahan
warga. Sebagian air juga dialirkan ke bak sedimentasi yang ada di masjid, sebelum dipompa
ke penampungan air.
Foto-foto kondisi bak sedimentasi disajikan pada gambar 1.1, 1.2 dan 1.3, sementara
gambar bak sedimentasi disajikan pada gambar 1.4. Kualitas air tersebut memang relatif
kurang baik, terutama pada musim tanam, karena sumber air yang digunakan akan tercampur
dengan tanah dan lumpur, sehingga semakin keruh. Secara visual air nampak kotor
kecoklatan dikarenakan kandungan lumpur dan organik yang relatif tinggi. Air ini digunakan
oleh warga sekitar untuk kegiatan MCK dan oleh masjid sebagai air wudhu. Karena
kualitasnya yang sangat rendah sebagian besar warga terpaksa membeli air bersih lagi yang
harganya tinggi untuk keperluan wudhu dan minum. Hal ini tentunya sangat memberatkan
warga sekitar.
Gambar 1. Bak sedimentasi awal yang menampung air dari sungai
Gambar 1.2. Bak sedimentasi yang ada di Masjid
Gambar 1.3. Kondisi bak sedimentasi yang banyak mengandung lumpur
1,7m1,5m
1m
0,15m
0,15m
0,15m
1m
0,75m
1,5m1,7m
Gambar 1.4. Ukuran bak sedimentasi (a). tampak atas, (b). tampak samping
a.
b.
BAB 2
PERMASALAHAN MITRA
Upaya penjernihan air yang dilakukan oleh masyarakat Desa Cukanggenteng dirasa
belum optimal, dikarenakan air keluaran bak-bak sedimentasi masih keruh. Kekeruhan
tersebut diduga diakibatkan oleh adanya tanah/lumpur yang terbawa, serta kandungan
organik yang relatif tinggi. Proses pengendapan sendiri sesungguhnya merupakan salah satu
teknologi paling sederhana yang dapat diaplikasikan untuk mengendapkan pengotor,
sehingga air bersih dapat diperoleh. Bak-bak sedimentasi yang digunakan oleh warga Desa
Cukanggenteng merupakan bak sedimentasi yang cocok digunakan untuk sedimentasi tipe 1.
Sedimentasi tipe 1 merupakan proses pengendapan saat kecepatan pengendapan partikel lebih
besar dibandingkan kecepatan aliran air (Droste 1997). Skema bak sedimentasi horizontal
disajikan pada gambar 2.1. Pada bak sedimentasi tipe ini, padatan akan mengendap pada area
pengendapan, dengan asumsi padatan yang teleh mengendap, masuk ke dalam sludge zone
dan tidak tersuspensi lagi, serta tidak ada aliran air di sludge zone.
Gambar 2.1. Skema bak sedimentasi horizontal (Droste 1997)
Pada kenyataannya, bak sedimentasi yang digunakan betul berhasil memisahkan sebagian
besar lumpur yang terbawa air (gambar 1.3.) akan tetapi sebagian lumpur diduga masih
tersuspensi sehingga proses pengendapan yang dilakukan masih belum cukup untuk
memperoleh air bersih. Terlebih lagi, tidak ada pengeluaran endapan lumpur yang berada di
bawah bak, sehingga lama kelamaan bak menjadi penuh dan lumpur yang telah diendapkan
akan tersuspensi kembali ke dalam aliran air.
Berdasarkan masalah yang ada, terdapat beberapa solusi yang dapat ditempuh, yaitu:
1. Mengubah bak sedimentasi yang digunakan.
Prinsip sedimentasi yaitu di mana kecepatan pengendapan harus lebih besar daripada
kecepatan alir air, atau dengan kata lain aliran air harus cukup lambat sehingga partikel
padatan dapat mengendap. Dengan memperbesar luar area dari bak sedimentasi, performansi
dari pengendapan akan semakin meningkat (Droste 1997).
2. Penggunaan koagulan dan flokulan untuk mempercepat pengendapan
Koagulasi adalah suatu upaya destabilisasi partikel koloid (Droste 1997). Partikel akan
diselubungi oleh bahan kimia, sehingga partkel akan teragglomerasi sehingga dapat
mengendap lebih cepat. Beberapa jenis koagulan yang digunakan seperti garam besi (III),
alum (alumunium sulfat), dan tawas. Harga tawas di pasaran sekitar Rp 175.000,-/50 kg.
3. Menggunakan bak sedimentasi yang sudah ada ditambah penyaringan.
Jika dilihat dari banyaknya lumpur yang mengendap di bak sedimentasi (gambar 1.3.) dapat
disimpulkan bahwa bak sedimentasi berhasil memisahkan partikel dengan ukuran yang besar.
Akan tetapi partikel halus yang tersuspensi tidak terpisahkan dengan baik. Oleh karena itu
keluaran dari bak sedimentasi perlu diolah lebih lanjut. Pengolahan yang paling sederhana
adalah dengan menambah unit penyaringan. Unit penyaringan telah dikenal sebagai salah
satu teknologi sederhana, tetapi efektif untuk menjerihkan air. Aliran air dalam penyaringan
sendiri dapat dioperasikan dari atas ke bawah (downflow) atau pun dari bawah ke atas
(upflow). Operasi secara upflow dapat digunakan untuk proses penyaringan dengan laju alir
yang cepat, bahkan mencapai 230L/jam (Kagaya 2015). Penyaringan pasir secara upflow juga
secara efektif dapat menurunkan kandungan logam seperti besi dan mangan (Torres 2015).
Skema penyaringan upflow disajikan pada gambar 2.2.
Di antara berbagai pilihan metode di atas, metode penyaringan sederhana secara upflow
dipilih dengan pertimbangan metode operasi yang relatif sederhana, tidak membutuhkan luas
lahan yang besar, serta tidak memerlukan pembelian bahan kimia tambahan.
Gambar 2.2. Gambar operasi filtrasi upflow (Kagaya 2015)
Penyaringan akan melalui beberapa tahap. Tahap pertama menggunakan pasir aktif.
Pada tahap ini diperkirakan sebagian partikel yang berukuran besar akan tersaring. Pada
tahap kedua penyaringan dilakukan dengan menggunakan arang tempurung kelapa yang
berfungsi untuk mengurangi kandungan organik dan juga sebagai anti mikroba. Pada tahap
terakhir dilakukan penyaringan menggunakan spons yang bertujuan untuk menyaring partikel
halus yang lolos dari tahap pertama dan kedua.
Sistem penyaringan dengan kombinasi pasir, arang tempurung kelapa dan spons ini
telah berhasil diaplikasikan sebelumnya pada skala yang lebih kecil di Kantor Kepala Desa
Cukanggenteng (disajikan pada gambar 2.3) dan berhasil menurunkan kekeruhan air
(disaikan pada gambar 2.4). Skema penyaringan air yang dirancang disajikan pada gambar
2.5. Sistem ini dirancang dengan mempertimbangkan kemudahan warga sekitar mencari
bahan penyaring yang mudah dan murah diperoleh. Selain itu konstruksi sistem penyaringan
dibuat sesederhana mungkin agar dapat direplikasi oleh warga sekitar. Pada skala kecil, filter
yang telah didesain hanya perlu dibersihkan setiap satu bulan sekali.
Tantangan yang ada saat ini adalah bagaimana menscale – up sistem filtrasi yang
telah dibuat untuk satu rumah tangga ke sebuah sistem filtrasi untuk menyediakan air bersih
bagi puluhan rumah tangga, dengan menggunakan material yang murah dan mudah
dipelihara.
Gambar 2.3. Penyaring air di Kantor Kepala Desa Cukanggenteng
Gambar 2.4. Kondisi air sebelum (kiri) dan setelah (kanan) penyaringan
Gambar 2.5. Skema penyaringan air yang akan digunakan
Air masuk
Penyaring
pasir Penyaring karbon
Penyaring spons Air bersih
Penyaring karbon
BAB 3
PELAKSANAAN KEGIATAN PENGABDIAN
Kegiatan pengabdian pemasangan filter air di Masjid Al Ikhlas Desa Cukanggenteng
berlangsung dari 27 Februari 2016 sampai Mei 2016. Persiapan kegiatan telah dilakukan
sejak akhir Januari 2016.
3.1. Uji coba skala lab dan Pembuatan alat penyaring air
Sistem penyaring pasir upflow diujicobakan terlebih dahulu dalam skala lab untuk
mengetahui efektivitasnya. Kekeruhan air diukur dengan menggunakan turbiditimeter
(Eutech Instruments TN-100). Hasil uji coba disajikan pada gambar 3.1. Sistem penyaringan
berhasil menurunkan kekeruhan air baku (78NTU), menjadi sekitar 35-40NTU selama
operasi berlangsung.
Gambar 3.1. Kekeruhan air keluar penyaring pasir pada uji coba skala lab
Sistem penyaring yang akan dipasang dan digunakan dibuat terlebih dahulu untuk
mempermudah pelaksanaan kegiatan di lapangan. Sistem yang dirancang berdasarkan skema
yang disajikan pada gambar 2.5. Sistem penyaring pasir dibuat dengan menggunakan drum
bekas plastik dengan ukuran 200L, yang diberi sambungan pipa untuk aliran masuk, keluar,
dan cuci balik. Pipa yang terdapat di bagian dalam drum diberi ram kawat 50mesh, disajikan
pada gambar 3.2., yang bertujuan untuk mencegah adanya pasir yang terbawa keluar dari
drum.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0 50 100 150
NTU
t (menit)
Gambar 3.2. Bagian dalam drum pasir
Penyaring kedua yang digunakan merupakan sistem yang serupa dengan penyaring
yang telah dipasang di Kantor Kepala Desa Cukanggenteng, yaitu dengan menggukan 3 pipa
pralon dengan unggun tetap. Sistem yang digunakan di Masjid Al Ikhlas mengadopsi sistem
yang sama, hanya dengan ukuran pralon yang lebih besar, yaitu pipa 4” untuk kolom
penyaring. Pemilihan pipa 4” adalah kemudahan memperoleh bagian sambungan (fitting)
pipa, harga yang lebih terjangkau dibanding ukuran lebih besar, tetapi juga tidak melupakan
aspek kebutuhan penyaringan yang lebih besar dibanding sebelumnya. Sistem penyaring
yang dibuat disajikan pada gambar 3.3.
Gambar 3.3. Sistem penyaringan pipa 4”
3.2. Pemasangan sistem penyaringan dan kerja bakti
Alat penyaring yang telah dibuat sebelumnya dipasang di Masjid Al Ikhlas pada tanggal 27
Februari 2016. Kegiatan pemasangan yang dilakukan juga bersamaan dengan kegiatan
Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HMPSTK) UNPAR yang melakukan kerja bakti untuk
menunjang kinerja alat penyaring air. Kerja bakti yang dilakukan berupa pembersihan bak-
bak sedimentasi yang juga diikuti oleh warga sekitar (gambar 3.4). Kegiatan ini bertujuan
untuk menjelaskan kepada warga pentingnya kerja bak pengendapan, dan perlunya
pembersihan rutin, sehingga air baku yang digunakan tidak bercampur kembali dengan
lumpur yang sudah terendapkan.
Gambar 3.4. Kegiatan kerja bakti mahasiswa TK dan warga sekitar
Melihat kondisi lapangan, penyaring pasir dan penyaring pipa tidak dipasang
berdekatan. Penyaring pasir dipasang dekat dengan sumber air dari bak sedimentasi,
kemudian dipompakan ke penyaring pipa yang diletakkan dekat bak masjid. Hasil
penyaringan dialirkan ke torrent air bersih. Penyaring pasir yang telah dibuat sebelumnya
dipasang dan diisi dengan menggunakan kerikil bangunan (sekitar 15cm) pasir aktif (ukuran
sekitar 20-30mesh) sebanyak 150kg, di antara kerikil dan pasir, serta di bagian atas pasir
ditambahkan ram kawat. Kerikil bertujuan untuk menyaring partikel yang berukuran besar,
sementara pasir bertujuan untuk mnyaring partikel yang berukuran kecil. Susunan di dalam
penyaring pasir, dan penyaring pasir yang sudah terpasang disajikan pada gambar 3.5. Bagian
suction pompa (Shimidzu 128bit) dilengkapi dengan tisen klep (one way check valve) untuk
mencegah air di pompa turun kembali saat pompa tidak dinyalakan.
Gambar 3.5. Skema bagian dalam penyaring pasir (kiri), penyaring pasir yang sudah
terpasang (kanan)
Setiap bagian masuk dan keluar penyaring pasir dilengkapi dengan kerangan yang
berfungsi untuk mengatur operasi dari penyaring. Pada saat operasi penyaringan, valve V1
dibuka setengah dan V3 dibuka penuh, sementara valve V2 dan V4 ditutup, sehingga aliran
air dari bawah ke atas (upflow) akan menyaring partikel pengotor di air. Pada saat operasi
cuci balik, valve V1 dan V3 ditutup, valve V2 dan V4 dibuka penuh, aliran air dari atas ke
bawah akan membawa pengotor yang terperangkap di pasir, sehingga pasir dapat digunakan
kembali untuk operasi penyaringan.
Penyaring pipa dipasang pada tembok dekat bak masjid, dengan support berupa rak
yang dibuat dari besi siku, disajikan pada gambar 3.6.. Dua pipa 4” pertama berisi karbon
aktif yang berguna untuk menyaring partikel halus, warna, dan mikroorganisme, dan pipa
terakhir berisi spons untuk menyaring partikel yang masih lolos dari kedua pipa pertama.
Keluaran dari penyaring pasir dialirkan ke dalam penyaring pipa yang berjarak sekitar 25m
dengan menggunakan pipa 2”. Keluaran dari penyaring pipa dialirkan ke dalam bak mandi
masjid, dan juga torrent air bersih. Dari torrent air bersih inilah air bersih direncanakan
dialirkan untuk kebutuhan masjid dan warga sekitar. Pemasangan memakan waktu dari pk
10.00 hingga pk 18.00 pada tanggal 27 Februari 2016 dengan kendala cuaca hujan lebat,
sehingga uji coba alat masih belum berlangsung efektif. Uji coba alat kemudian dilakukan
pada tanggal 2 Maret 2016.
3.3. Uji coba sistem penyaringan air
Sistem yang telah dipasang diujicobakan dengan mengatur bukaan valve V1 setengah
penuh, dan berhasil menyaring air yang keruh menjadi lebih jernih. Hasil yang diperoleh
secara kuantitatif diukur dengan menggunakan turbiditimeter, disajikan pada tabel 3.1. dan
gambar 3.7. Secara visual, nampak perubahan yang terjadi dari air baku dari bak sedimentasi,
V2 V3
V4 V1
air keluaran penyaring pasir, serta air akhir keluaran penyaring pipa. Sistem penyaring pasir
berhasil menurunkan kekeruhan (turbiditas) air, yang disebabkan oleh partikel halus lumpur
yang terbawa, sampai 50%. Hal ini konsisten dengan hasil yang diperoleh dari uji coba skala
lab yang telah dijelaskan pada sub bab 3.1. Kekeruhan lebih lanjut disaring oleh sistem
penyaring pipa. Sistem berjalan dengan satu pompa yang menyedot air baku dari bak
sedimentasi dan mendorong melalui sistem penyaringan. Hal yang teramati dengan sistem
yang berjalan, terjadi penggembungan pada tangki penyaring pasir yang diduga diakibatkan
tingginya tahanan aliran dan hilang tekan pada sistem penyaring pipa, selain aliran air yang
keluar dari filter pipa memiliki debit yang relatif kecil. Penggembungan yang terjadi
dikhawatirkan dapat mengakibatkan kerusakan pada drum saat dioperasikan dalam jangka
waktu yang panjang. Setelah sistem berjalan selama 30 menit, terjadi kerusakan, di mana
salah satu sambungan pipa putus. Oleh karena itu diputuskan untuk melakukan modifikasi
dengan membuat sistem menjadi 2 jalur, di mana keluaran dari penyaring pasir ditampung
terlebih dahulu, kemudian dipompakan ke filter pipa untuk mengurangi beban tekanan pada
sistem.
Gambar 3.6. Sistem penyaring pipa 4”
Tabel 3.1. Kualitas air sebelum dan setelah penyaringan (2 Maret 2016)
Sampel Air Turbiditas (NTU) pH air
Sumber air (bak) 45,80 7,26
Air keluar penyaring pasir 18,99 7,45
Air keluar di WC masjid 4,79 7,30
Gambar 3.7. Tampak visual air baku (kiri), keluaran penyaring pasir (tengah), dan keluaran
filter pipa (kanan); (2 Maret 2016)
3.4. Modifikasi sistem penyaringan
Dengan beberapa pertimbangan yang telah dijelaskan sebelumnya, tim memutuskan
untuk melakukan modifikasi pada sistem penyaringan. Modifikasi yang dilakukan adalah
keluaran dari penyaring pasir tidak langsung dialirkan ke penyaring pipa, melainkan
ditampung terlebih dahulu di torrent air. Keluaran torrent air dipompakan menuju penyaring
pipa, dan keluarannya ditampung di dalam bak mandi di WC masjid. Air dari WC masjid
baru dipompa naik untuk dialirkan ke torrent air wudhu yang berada di atas masjid.
Perubahan sistem ini dilakukan pada tanggal 9 Maret 2016. Dari perubahan yang dilakukan,
diperoleh hasil bahwa penyaring pasir memberikan kinerja konsisten untuk menurunkan
kekeruhan air 50% dari air baku dari bak sedimentasi (disajikan pada gambar 3.8), dan
tahanan aliran keluaran penyaring pasir menjadi hilang, sehingga drum tidak lagi
menggembung. Akan tetapi terjadi masalah, di mana pompa yang digunakan untuk
memompakan air memberikan daya dorong yang terlalu besar, sehingga spons terdorong
menyumbat aliran keluar, yang menyebabkan aliran keluar penyaring tersumbat, sehingga
terjadi kerusakan pada penyaring pipa. Pompa yang digunakan kemudian diganti dengan
pompa dorong yang memberikan daya dorong lebih kecil. Perbaikan sistem dilakukan pada
tanggal 11 Maret 2016, dan dilakukan juga penambahan isian di dalam penyaring pipa,
sehingga diharapkan sistem dapat menyaring lebih baik. Sekalipun dilakukan penambahan
isian, keluaran dari penyaringan pipa tidak memberikan perubahan terhadap kekeruhan air
(disajikan pada gambar 3.7. dan tabel 3.2.). Hal ini diduga diakibatkan oleh isian penyaring
pipa yang masih mengandung pengotor atau pun belum memadat, sehingga penyaring tidak
beroperasi dengan maksimal yang mengakibatkan keluaran penyaring masih kotor. Hal
menarik yang teramati adalah naik turunnya beban kekeruhan air yang harus disaring, di
mana pada saat cerah, kekeruhan air berkisar pada 40NTU, sementara pada saat cuaca hujan,
air akan sangat deras dan bercampur dengan tanah, sehingga kekeruhan air mencapai
240NTU. Tim kemudian memutuskan untuk membiarkan alat beroperasi dengan pengawasan
dari Bpk. Jallaludin yang merupakan ketua DKM Masjid Al Ikhlas yang bertanggung jawab
untuk pemeliharaan alat.
Gambar 3.8. (a). Air baku, keluaran penyaring pasir, dan keluaran penyaring pipa, (b).
tampak endapan partikel pengotor pada air baku, (c). Hilangnya partikel pengotor setelah
penyaring pasir
Tabel 3.2. Kualitas air sebelum dan setelah penyaringan (11 Maret 2016)
Kondisi Cuaca Sampel Air Turbiditas (NTU) pH air
Cerah Sumber air (bak) 41,1 6,30
Air keluar penyaring pasir 18,27 6,84
Air keluar di WC masjid 18,86 6,67
Hujan Sumber air (bak) 239 6,37
Air keluar penyaring pasir 90,95 6,72
Air keluar di WC masjid 71,7 6,83
3.5. Hasil akhir operasi penyaringan
Setelah sistem dibiarkan beroperasi selama kurang lebih 1 bulan, tim melakukan
kunjungan untuk melihat kinerja alat. Berdasarkan laporan yang diberikan oleh Bpk.
Jallaludin, diperoleh informasi bahwa penyaring air yang dipasang digunakan secara rutin
dan air yang keluar memiliki kualitas yang baik (tidak keruh). Sampel air yang diambil
disajikan pada gambar 3.9 dan tabel 3.3. Berdasarkan tampilan visual, dapat dilihat bahwa air
yang diperoleh telah memiliki tampilan visual yang jernih, dengan kekeruhan 8,45NTU.
Berdasarkan laporan yang diperoleh, kualitas air yang hasil penyaringan pun pada saat cuaca
cerah dan hujan tidak berbeda signifikan secara visual, sehingga relatif jernih setiap saat.
Nilai kekeruhan yang diperoleh sudah masuk standard air bersih berdasarkan SK Menkes No
416/MEN.KES/PER/IX/1990, dengan nilai kekeruhan maksimum 25NTU (MenKes 1990),
dan hampir memenuhi standard air minum yang ditetapkan oleh SK MENKES No
907/MENSKES/SK/VII/2002 dengan kekeruhan air maksimum 5NTU (MenKes 2002).
Gambar 3.9. Tampak visual air baku (kiri), keluaran penyaring pasir (tengah), dan keluaran
filter pipa (kanan); (2 April 2016)
Tabel 3.2. Kualitas air sebelum dan setelah penyaringan (2 April 2016)
Sampel Air Turbiditas (NTU) pH air
Sumber air (bak) 94,55 6,16
Air keluar penyaring pasir 14 6,39
Air keluar di WC masjid 8,445 6,55
3.6. Keterlibatan mitra
Secara aktif, mitra pengabdian, dalam hal ini pemerintahan Desa Cukanggenteng dan
warga sekitar sangat berperan aktif dalam pelaksanaan kegiatan pengabdian. Hal ini terlihat
dari bantuan yang diberikan warga saat melakukan kerja bakti membersihkan bak-bak
sedimentasi. Terlebih lagi perawatan rutin yang dilakukan oleh pengurus Masjid Al Ikhlas,
sehingga setelah diajarkan mengenai cara kerja dan penggunaan sistem penyaringan, sistem
penyaring yang ada tetap dalam kondisi baik, dan dapat beroperasi dengan baik.
Keberlanjutan kegiatan pengabdian ini terjamin, dengan munculnya berbagai pihak
yang tertarik untuk melihat (pada 27 Februari 2016) dan mulai ada permintaan dari warga
RW lain untuk dilakukan pelatihan dan pemasangan sistem penyaringan air. Tim pengabdian
mendorong agar pemerintah Desa Cukanggenteng, dalam hal ini Bpk Hilman Sukmana,
Kepala Desa Cukanggenteng untuk dapat menganggarkan dalam dana desa, peralatan yang
dibutuhkan untuk sistem penyaringan, di mana tim akan mendampingi dari sisi teknis. Hal ini
sedang dijajaki dan diharapkan dapat berlangsung di tahun-tahun yang akan datang.
BAB 4
HASIL DAN KESIMPULAN
Kegiatan yang telah dilakukan memberikan dampak positif terhadap seluruh
stakeholders yang terlibat dalam kegiatan pengabdian ini. Hal pertama yang tampak nyata
adalah kegembiraan warga yang memperoleh sumber air bersih, dikarenakan sulitnya
memperoleh air bersih di lingkungan tersebut, bahkan air yang berasal dari sumur galian 15-
20 meter pun masih keruh dan banyak pengotor. Kemudian warga mengurangi
ketergantungan terhadap pembelian air. Kegiatan yang dilakukan juga diliput oleh wartawan
Pikiran Rakyat, sehingga diharapkan ada atensi lebih dari pemerintah bagi warga di daerah
Ciwidey yang mayoritas masih kesulitan memperoleh air bersih. Dampak positif yang
dirasakan oleh warga juga adalah adanya atensi lebih dari Pemerintahan Desa
Cukanggenteng, di mana RW tersebut akan dijadikan percontohan bagi RW lain dalam hal
kebersihan dan pemeliharaan lingkungan sekitar. Bagi tim pengabdian dan volunteer
mahasiswa, kegiatan pengabdian berdampak positif mengembangan dan menerapkan
pengetahuan yang dimiliki dengan berpraktek langsung memecahkan masalah nyata yang ada
di lapangan, selain rasa kepuasan atas keberhasilan kegiatan pengabdian ini.
Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa kegiatan pengabdian yang dilakukan
telah berhasil menyediakan kebutuhan air bersih bagi masjid dan warga sekitar masjid, di
mana air yang diperoleh sudah memenuhi standard air bersih berdasarkan SK Menkes No
416/MEN.KES/PER/IX/1990, dengan nilai kekeruhan maksimum 25NTU (MenKes 1990),
dan hampir memenuhi standard air minum yang ditetapkan oleh SK MENKES No
907/MENSKES/SK/VII/2002 dengan kekeruhan air maksimum 5NTU (MenKes 2002), serta
memberikan pengalaman berharga bagi tim yang terlibat dalam pengabdian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Droste, R. L. (1997). Theory and Practice of Water and Wastewater Treatment. USA, John
Wiley & Sons.
Kagaya, S. (2015). "Emergency treatment of drinking water at point-of-use." WHO Technical
Note for Emergencies No 5. Retrieved 12 Nov, 2015, from
http://www.who.int/water_sanitation_health/hygiene/envsan/tn05/en/.
MenKes (1990). SK Menteri Kesehatan No 416/MEN.KES/PER/IX/1990 Tentang Syarat-
syarat dan Pengawasan Kualitas Air. K. Kesehatan. Jakarta.
MenKes (2002). SK MENKES No 907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang Syarat-syarat dan
Pengawasan Kualitas Air Minum. K. Kesehatan. Jakarta.
Torres, L. D. S. (2015). "Upflow gravel filtration for multiple uses." Retrieved 12 Nov, 2015,
from http://www.citg.tudelft.nl/en/about-
faculty/departments/watermanagement/sections/sanitary-engineering/staff/luis-dario-sanchez-
torres/upflow-gravel-filtration-for-multiple-uses/.
LAMPIRAN A
CARA PEMBUATAN PENYARING AIR
A.1. Pembuatan Penyaringan Pasir
Alat dan Bahan:
1. Drum kapasitas 200liter lengkap dengan tutup
2. 4 buah valve 1”
3. 4 buah sock drat lengkap dengan seal
4. 1 buah pompa 128bit
5. Pemberat (batu/batako)
6. Plastik pelindung
7. Pipa 1”
8. Pipa 2”
9. Reducer 1” ke 2”
10. 1 buah kaos kaki
11. Lem PVC
12. 2 buah saringan kawat mesh 50 sebesar 1,1 kali lebih besar dari diameter drum
13. 4 buah saringan pelindung lubang sock drat
14. 4 buah ripet
15. Elbow
Cara Pembuatan Penyaring Pasir
1. Siapkan drum berkapasitas 200liter
2. Drum tersebut diberi lubang berukuran 1” sebanyak 4 lubang secara simetris dengan
menggunakan alat bor dengan posisi 2 lubang dibagian bawah dan 2 lubang dibagian
atas
3. Setiap lubang dipasang sock drat yang dilengkapi seal karet yang telah diberi lem
aquarium
4. Tunggu sekitar 30menit sampai lem pada sock drat dan lubang menempel dengan
sempurna
5. Setiap lubang di sock drat di dalam drum harus ditutup menggunakan kawat dengan
mesh 50 dan dikencangkan menggunakan tali rippet agar kawat dimudah copot
sehingga tidak ada gangguan yang lolos ke dalam jalur setiap pipa.
6. Kemudian letakan drum pada tempat yang telah ditentukan untuk meletakkan sand
filter
7. 4 lubang tersebut terdiri dari 2 lubang untuk jalur masuk air kotor, 1 lubang sebagai
keluaran dari air yang telah disaring melewati sand filter untuk diteruskan ke tahap
berikutnya, dan 1 lubang sebagai jalur/akses backwash
8. Sambungkan pipa 1” kepada setiap lubang yang telah tersampung dengan sock drat
pada drum tersebut
9. Untuk jalur pipa yang akan digunakan ke tahap berikutnya dipasang reducer dari 1”
ke 2” lalu di sampung pipa 2” sampai ke titik penampungan dekat filter 3.
10. Untuk jalur masukan drum sand filter dipasang 1 unit pompa agar dapat menyedot air
kotor (Air baku) secara baik. Di bagian ujung pipa yang kontak dengan air baku
dipasang kaos kaki sebagai saringan.
11. Pasang valve di 4 jalur yang dibuat untuk melakukan kontrol laju alir.
12. Sekarang untuk isi dari drum filter terdiri dari batu kerikil, saringan A, pasir aktif,
saringan B dan pemberat.
13. Untuk bagian isi drum awal nya diisi batu kerikil sekitar 40kg atau setara 5cm
melewati dua buah lubang yang berada di bawah ditutup dengan saringan kawat
selebar diamater drum.
14. Kemudian dilanjutkan dengan diisi pasir aktif sebanyak 150kg atau setara dengan
15cm dibawah lubang yang berada di bagian atas dimana permukaan atasnya ditutup
dengan saringan kawat selebar diamater drum. Selanjutnya setelah diisi batu kerikil,
saringan A, pasir aktif, dan saringan B ditambahkan pemberat berupa batu kali atau
batako sebanyak mungkin seluas diameter dari drum.
15. Setelah langkah 12-14 dilakukan tutup drum menggunakan plastik pelindung dan
tutup menggunakan penutup yang dilengkapi seal untuk menjaga tekanan yang timbul
dari penggunaan pompa
16. Nyalakan pompa dan atur bukaan valve untuk melakukan start up awal. Biarkan drum
sand filter beroperasi selama 24 jam untuk membilas kotoran dari batu dan pasir
sebelum digunakan untuk beroperasi.
A.2. Pembuatan Penyaringan Pipa
Alat dan Bahan
Gambar B.1. Media penyaring pada penyaring pipa
1. 3 buah pipa 4” (@80cm)
2. 6 buah pipa 4” (@10cm)
3. 10 buah pipa 2” (@10cm)
4. 6 buah pipa 2” (@8cm)
5. 6 pasang sock drat (luar dalam) 4”
6. 6 buah water mur 2”
7. 6 buah reducer 4” – 2”
8. 6 buah elbow 2”
9. Seal tape PVC
10. Gergaji besi
11. Amplas kasar
12. Ram kawat
13. Pompa
14. Lem PVC
15. Kain nilon
16. Spons
17. Arang Batok
18. Kerikil
19. Pasir Aktif
Instalasi Alat
1. Pipa 4” dipotong dengan ukuran ± 80 cm dibuat 3 buah;
2. Pipa 4” dipotong dengan ukuran ± 10 cm dibuat 6 buah
3. Pipa 2” dipotong dengan ukuran ± 10 cm dibuat 16 buah;
4. Semua PVC harus terlebih dahulu digosok menggunakan amplas di kedua ujung
bagian yang akan disambungkan.
5. Sambungkan ujung-ujung pipa 4” ukuran ± 80cm yang akan diisi media penyaring
dengan drat 4” dikedua ujung lalu sambungkan lagi dengan pipa 4” ukuran ±10cm
dimasing-masing ujungnya. Kemudian sambungkan rangkaian tersebut dengan pipa
2” dengan reducer (ploksok) 4”-2” dikedua bagian
6. Sambungkan ujung pipa 2” dengan water mur 2” di kedua bagian, juga 2 pipa lainnya.
7. Sambungkan ketiga sambungan pipa tersebut dengan elbow (bengkokan/knee) 2” dan
pipa ukuran 2” dengan panjang 8 cm dengat diberikan drat yang bisa dilepas untuk
dibongkar pasang. Beri tanda pasangan drat, dan juga arah aliran.
8. Pasang kawat-kawat penahan disetiap lubang keluaran tabung, agar spons tidak
terdorong/terbawa karena arus air yang mengalir.
9. Alat sudah siap dengan sistem semua dapat dibongkar pasang. Selanjutnya siapkan
media filter yang akan diisikan ke alat ini.
Tahap Pengisian Media Filter
1. Siapkan media penyaring yaitu sabut kelapa, kerikil, arang tempurung kelapa, pasir
aktif, spons, dan kain nilon.
2. Cuci dan bilas semua media penyaring kecuali kain nilon secara terus-menerus.
Pastikan semua media penyaring berhasil dicuci dan dibilas dan tidak luntur lagi.
3. Setiap komponen yang telah bersih di cuci dimasukkan dan diikat ke dalam kain nilon
sebelum dimasukkan ke pipa 4” ukuran 80cm
4. Pipa 4” uk ± 80cm diisi bahan penyaring yang sudah dibersihkan dan telah
dimasukkan ke kain nilon.
5. Pastikan Pipa 4” uk ± 80cm tersebut telah terisi dan tersusun media penyaring dengan
susunan dan ukuran yang tepat.
6. Saat pemasangan, berikan sealtape secukupnya pada bagian drat luar dengan
memperhatikan arah putar drat.
7. Lakukan uji kebocoran sebelum penyaring digunakan.
LAMPIRAN B
DOKUMENTASI KEGIATAN
Gambar B.1. Pemasangan penyaring pasir di dekat bak sedimentasi
Gambar B.2. Pemasangan penyaring pipa di dekat Masjid Al Ikhlas
Gambar B.3. Mahasiswa terlibat aktif dalam seluruh kegiatan
Gambar B.4. Tim berfoto dengan pengurus Masjid Al Ikhlas (kedua dari kanan) dan pejabat
RW setempat (paling kanan)
LAMPIRAN C
SK MENTERI KESEHATAN
Tabel C.1. Syarat-syarat air bersih berdasarkan SK Menkes No 416/MEN.KES/PER/IX/1990
Tabel C.2. Syarat-syarat parameter fisik air minum berdasarkan SK MENKES No
907/MENSKES/SK/VII/2002
LAMPIRAN D
ARTIKEL KORAN