PENGALAMAN NERS DAN KELUARGA PASIEN TENTANG
CARING PADA PASIEN YANG MENGALAMI
PERAWATAN KRITIS DI RUANG ICU
RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
TESIS
Oleh
REHK SONYA ERIENH
137046015/ KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGALAMAN NERS DAN KELUARGA PASIEN TENTANG
CARING PADA PASIEN YANG MENGALAMI
PERAWATAN KRITIS DI RUANG ICU
RSUD RADEN MATTAHER JAMBI
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep)
dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi Keperawatan Medikal Bedah
pada Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
Oleh
REHK SONYA ERIENH
137046015 / KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Telah diuji
Pada tanggal: 28 Agustus 2015
KOMISI PENGUJI TESIS
Ketua : Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D
Anggota : 1. Sri Eka Wahyuni, S.Kep.,Ns, M.Kep
2. Dr. Ir. Evawany Yunita Aritonang, M.Si
3. Yesi Ariani, S.Kep., NS., M.Kep.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : Pengalaman Ners dan Keluarga Pasien Tentang Caring
pada Pasien yang Mengalami Perawatan Kritis di
Ruang ICU RSUD Raden Mattaher Jambi
Nama Mahasiswa : Rehk Sonya Erienh
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan
Minat Studi : Keperawatan Medikal Bedah
Tahun : 2015
ABSTRAK
Caring merupakan inti dari keperawatan, caring sangat penting bagi semua orang
dimana berfokus untuk pengembangan dan kesejahteraan antara lain ditunjukkan
dengan aplikasi yang terarah dari pikiran, tubuh dan jiwa menuju hasil maksimal
yang positif dalam diri seseorang yang di rawat. Penerapan caring pada perawatan
kritis di ICU merupakan suatu proses perawatan yang diberikan dengan
menggunakan perasaan, pengetahuan, dan tindakan dalam memenuhi kebutuhan
pasien dan keluarga selama perawatan kritis. Tujuan dari penelitian ini untuk
mengeksplorasikan pengalaman Ners dan keluarga tentang caring pada pasien
yang mengalami perawatan kritis. Desain yang digunakan adalah merupakan
fenomenologi interpretatif (Hermeneutic). Partisipan dalam penelitian ini
berjumlah 20 orang yang terdiri dari 10 Ners dan 10 keluarga pasien yang dipilih
dengan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan
wawancara mendalam dan observasi. Data yang ditemukan dianalisis dengan 6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
langkah siklus Hermeneutic. Hasil yang didapatkan pada pengalaman Ners
diperoleh 5 tema, yaitu yaitu (1) Menunjukkan rasa empati terhadap pasien serta
keluarga yang mendampingi selama perawatan kritis, (2) Tetap berinteraksi
dengan pasien tidak sadar (3) Menunjukkan sikap ramah dalam berinteraksi
dengan pasien tidak sadar, (4) Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien
kritis, dan (5) Memberikan kenyamanan kepada keluarga pasien yang
mendampingi selama perawatan kritis. Selanjutnya pada penglaman keluarga
pasien ditemukan 5 tema yaitu : (1) Perawat menunjukan kepedulian terhadap
keluarga yang mendampingi pasien yang menjalani perawatan kritis, (2) Perawat
memberikan tindakan terhadap pasien yang yang menjalani perawatan kritis, (3)
Perawat memberikan informasi tentang kondisi dan treatment pada pasien yang
menjalani perawatan kritis, (4) Perawat menunjukkan komunikasi yang baik pada
pasien serta keluarga, dan (5) Perawat menunjukkan empati yang tinggi terhadap
pasien serta keluarganya. Berdasarkan pengalaman yang telah dipaparkan maka
penerapan caring pada pasien yang mengalami perawatan kritis di ruang ICU
RSUD Raden Mattaher Jambi sangat mempengaruhi dalam proses penyembuhan
pasien dan dapat meningkatkan dalam memberikan pelayanan termasuk keluarga
yang mendampingi pasien tersebut. Oleh karena itu, peningkatan dalam perilaku
caring sangat penting sehingga semua kebutuhan pasien serta keluarga yang
mendampingi terpenuhi, baik secara fisik maupun emosional terpenuhi.
Kata kunci: pengalaman, caring, perawatan kritis, ners, keluarga pasien, intensive
care unit
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Thesis Title : The Experience Of Ners and Pateints’ Families
About Caring In Patients’ with Critical Care In
ICU of RSUD Raden Mattaher Jambi
Name : Rehk Sonya Erienh
Study Program : Master of Nursing Science
Field of Specialization : Medical-Surgical Nursing
Academic Year : 2015
ABSTRACT
Caring is a main point of nursing, caring is very important for all people who
focus on the development and prosperity. Both of that pointed with application of
the mind, body and soul to the maximum positive results in a person who cared.
Application of Caring in the ICU may consist of convincing, explaining,
comforting, holding the patient's hand, act quickly and calmly, sitting with the
patient's family, and comprehend for the feel from the patient or family in terms
from result of diagnosis. All noted to be a combination of care and technology.
This study is an interpretative phenomenological (Hermeneutic). Data collected
by interview and observation. They are 20 people for Participants in this study
that consist of 10 nurses and 10 families of patients their selected with purposive
sampling technique. Data were analyzed with 6 steps hermeneutic. The results
obtained on the experience of nurses gained 7 themes, namely: (1) Demonstrate
empathy toward patients and accompanying family during critical care, (2) Fixed
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
interact with the patient is unconscious (3) Indicates friendly attitude in interacting
with the patient is unconscious, (4) Implement nursing actions in critically ill
patients, and (5) To provide comfort to families accompanying patients for critical
care. Next, based on experience from patient's family found 5 themes, namely: (1)
Nurse showed concern for the families who accompany patients undergoing
critical care, (2) Nurses provide action against patients who were undergoing
critical care, (3) Nurses provide information about the condition and treatment in
patients undergoing critical care, (4) Nurse showed good communication to
patients and families and (5) The nurse showed high empathy toward patients and
their families.Based on the experience that has been described, the application of
caring for patients who experienced critical care in the ICU Hospital Mattaher
Jambi Raden influence in the healing process of patients and can improve in
delivering services including family members who accompany the patient.
Therefore, improvements in caring behavior are so important that all of the needs
of patients and families who accompany fulfilled, both physically and emotionally
fulfilled.
Keywords: caring, critical care, nurses, relatives of patients, intensive care unit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis yang berjudul “ Pengalaman Ners Dan Keluarga Pasien
tentang Caring Pada Pasien yang mengalami Perawatan Kritis di Ruang ICU
RSUD Raden Mattaher Jambi “. Tesis ini disusun untuk melengkapi persyaratan
dalam menyelesaikan Program Studi Magister Ilmu Keperawatan di Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Bapak dr. Dedi
Ardinata, M. Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
atas kesempatan fasilitas selama menyelesaikan program Magister ini.
Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan
kepada Bapak Setiawan, S.Kp., MNS., Ph.D selaku Pembimbing I yang telah
meluangkan waktu, pikiran dan dengan penuh perhatian dalam memberikan
dorongan untuk menentukan judul penelitian, serta tak hentinya memberikan
motivasi, bimbingan, saran dengan penuh perhatian dan kesabaran yang sangat
luar biasa sehingga tesis ini dapat diselesaikan tepat waktu. Selain itu, beliau telah
memberikan kesempatan yang sangat luar biasa bagi penulis untuk berani tampil
sebagai pemakalah pada even SI-DIES Ke-63 USU. Tak lupa pula terima kasih
yang sebesar-besarnya, penulis sampaikan kepada Ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep.,
Ns., M.Kep selaku Pembimbing II, yang dengan penuh perhatian dan kesabaran
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dalam mengarahkan serta memberikan bimbingan untuk menyelesaikan
pendidikan Magister dengan tepat waktu.
Penghargaan setinggi - tingginya saya sampaikan kepada yang terhormat
Ibu Dr. Ir. Evawany Yunita Aritonang, M.Si. selaku Penguji I dan Ibu Yesi
Ariani, S.Kep., Ns., M.Kep, CWCC selaku Penguji II, yang telah memberi
masukan yang berarti untuk kesempurnaan tesis ini.
Terima kasih, penulis ucapkan kepada Direktur RSUD Raden Mattaher,
Kepala Ruangan ICU serta Supervisor ICU, yang telah memberikan izin kepada
penulis untuk melakukan penelitian, pengarahan dan masukan untuk
menyempurnakan penyusunan tesis. Tak lupa pula, penulis mengucapkan terima
kasih kepada Ners di ruang ICU dan keluarga pasien yang telah meluangkan
waktunya untuk menjadi partisipan untuk penelitian ini.
Ayahanda Nelyahardi Gutji dan Ibunda Erly Muarti tercinta, terima kasih
yang tak terhingga atas doa, semangat, kasih sayang, pengorbanan, dan
ketulusannya dalam mendampingi penulis. Semoga Allah SWT senantiasa
melimpahkan rahmat dan ridho-Nya kepada keduanya. Serta kepada Koko Robby
Eriend dan Uda Jekky Marta Erienh, yang selalu mampu menjadi tempat
beristirahat dan melepas penat yang luar biasa. Serta tak henti-hentinya untuk
mengingatkan selalu fokus selama menyelesaikan pendidikan Magister agar
selesai tepat waktu.
Jazzakillah khoiran katsiran kepada keluarga besar di Binjai dan kakanda
Anggi yang memberikan semangat mulai dari test masuk pendidikan Magister
Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara hingga selesai. Selanjutnya kepada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“keluarga kecil tercinta”, yaitu ibunda Dewi Elizadiani Suza, S.Kp., MNS., Ph.D
dan adikku Banyu Nadine Setiawan yang selalu memberikan doa, semangat dan
kasih sayangnya sehingga penulis tidak merasa merantau di negeri orang dalam
menyelesaikan pendidikan PSMIK USU.
Untuk para kakanda tersayang, Kak Nindha, Bunda Dewi Astuti
Pasaribu,Kak Siti Meilan Simbolon, Kak Evi Ramayanti Purba, Kak Elfira Husna,
Kak Rina, Bunda Yopa Kartika, syukron atas kebersamaan selama 2 tahun yang
begitu “berwarna dan always beside me” yang selalu memberikan keceriaan, doa,
senyuman, dan kekuatan . Kalian adalah sahabat-sahabat luar biasa, ana ukhibukki
fillah, Sukses selalu dalam mengejar mimpi kita masing-masing.
Alm. Bang Dirhamsyah Tabes dan Kak Roma Sitio, terima kasih atas
diskusi-diskusi yang selalu bisa membangkitkan semangat untuk optimis menata
masa depan. Septian Sebayang, Bang Adi dan Eda Febrina A. Simamora, untuk
bantuannya dalam perkuliahan dan yang lainnya. Terima kasih banyak atas
bantuannya. Ilmu-ilmu yang kalian berikan Insya Allah akan selalu bermanfaat.
Teman PSMIK USU angkatan 2013, terima kasih untuk kebersamaannya
selama ini dalam perjuangan kita menggapai impian sebagai seorang Magister
Keperawatan. Apa yang terjadi selama 2 tahun perkuliahan akan selalu menjadi
pengalaman yang dikenang.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan berkah dan rahmat-Nya bagi
kita semua, terima kasih untuk bantuannya selama ini, semoga juga dapat menjadi
amal ibadah di hadapan-Nya. Amin. Penulis menyadari masih banyak kekurangan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan kelemahan dalam penulisan tesis ini, semoga dapat bermanfaat bagi profesi
perawat.
Medan, 28 Agustus 2015
Penulis,
Rehk Sonya Erienh
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RIWAYAT HIDUP
Nama : Rehk Sonya Erienh
Tempat/Tgl Lahir : Jambi, 13 Januari 1988
Alamat : Jl. Prof. Mohd. Yusuf No.17 Lingkungan VII Kel.
Merdeka Kec. Medan Baru Medan
No. Telp/HP : 082182210961
Riwayat Pendidikan :
Jenjang Pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus
SD SD Negeri 47 Jambi 1999
SLTP SMP Negeri 7 Jambi 2002
SMA
Diploma III
SMA Negeri 1 Jambi
Politeknik Kesehatan Jambi
2005
2008
Ners Fakultas Keperawatan Universitas Andalas 2011
Magister Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara
2015
Kegiatan Akademik Selama Studi :
Peserta pada acara “Pelantikan Pengurus IPEMI SUMUT & Seminar
Keperawatan Maternitas. Tema : Peran Perawat Maternitas dalam
Meningkatkan Asuhan Keperawatan pada Ibu dan Bayi”. 28 September
2013, IPEMI Medan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Panitia pada acara “Seminar Riset Kesehatan yang berlandaskan Etika”,
6 November 2013, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
Medan.
Peserta seminar Diagnostic Reasoning dengan aplikasi NOC-NIC dan ISDA, 24
November 2013, Medan.
Peserta Workshop Diagnostic Reasoning dengan aplikasi NOC-NIC dan ISDA, 24
November 2013, Medan.
Peserta pada acara “Seminar Utilisasi Metodologi Kuantitatif dan Kualitatif dalam
Riset Keperawatan dan Kesehatan”, 7 Desember 2013, Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.
Peserta pada acara “Computer Assisted Quaitative Data Analysis Software
(CAQDAS), 7 Desember 2013,Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara Medan.
Peserta pada acara”Seminar Awal Tahun Perawatan Luka Tradisional Vs Modern,
12 Januari 2014, Rumah Perawatan Nadimpu. Padangsidimpuan.
Peserta pada acara “The 1st International Neuroscience Nursing Update”, 23
Februari 2014, National Brain Center Hospital, Jakarta.
Panitia pada acara “Workshop Penulisan Proposal untuk AINEC AWARD 2014”,
21-22 Maret 2014. AIPNI, Medan.
Peserta pada acara “Workshop Penulisan Proposal untuk AINEC AWARD 2014”,
21-22 Maret 2014. AIPNI, Medan.
Peserta pada acara “Seminar Kiat Sukses Menyusun Skripsi, Tesis dan Disertasi”,
19 April 2014, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, Medan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Peserta pada acara “ The International Nursing Seminar Coloproctology and
Stoma Care”, 3 May 2014, ASRI Wound Care Center, Medan.
Peserta pada acara “ Seminar Keperawatan The Art of Nursing Care in Hospital
Application”. 17 Mei 2014, Akademi Keperawatan Columbia Asia, Medan.
Peserta seminar International Ostomy, 20 Mei 2014, Medan.
Peserta pada acara “ Seminar Keperawatan Trend & Issue Keperawatan Neurologi
Update on Acute Brain Attack Management System”, 12 Juli 2014, STIKes
Santa Elisabeth Medan.
Peserta pada acara “ The 2nd International Neuroscience Nursing Update 2015:
Workshop Basic Neurology Life Support (BNLS)”, 22-23 Januari 2015,
Indonesia Neuroscience Nurse Assocation, Bandung.
Peserta pada acara “ The 2nd International Neuroscience Nursing Update 2015:
Symposium on Neuro-Critical Care Nursing”, 24-25 Januari 2015,
Indonesia Neuroscience Nurse Assocation, Bandung.
Pemakalah pada acara “Seminar Ilmiah dalam Rangka Dies Natalis Ke-63 USU
(SI-DIES 2015), 18-19 Agustus 2015, Universitas Sumatera Utara, Medan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK…………………………………………………………….. ........... i
ABSTRACT…………………………………………………………….. .......... iii
KATA PENGANTAR…………………………………………………….. ..... v
RIWAYAT HIDUP……………………………………………………….. ..... ix
DAFTAR ISI…………………………………………………………….. ........ xii
DAFTAR TABEL………………………………………………………. ........ xv
BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Pertanyaan Penelitian ...................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 7
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 9
2.1 Konsep Caring ................................................................................ 9
2.1.1 Defenisi Caring ..................................................................... 7
2.1.2 Aplikasi Perilaku Caring dalam Praktek Keperawatan ........ 10
2.1.3 Menumbuhkan Perilaku Caring Ners ................................... 12
2.1.4 Pengukuran Perilaku Caring ................................................. 13
2.2 Konsep Keperawatan Kritis ........................................................... 14
2.2.1 Perawatan kritis di ICU ......................................................... 15
2.2.2 Ners dalam Perawatan Kritis di ICU .................................... 17
2.2.3 Aplikasi Caring di ICU ......................................................... 19
2.2.4 Peran Ners dalam Perawatan Kritis diICU ........................... 20
2.2.5 Intervensi Ners dalam Perawatan Kritis di ICU. .................. 21
2.2.6 Respon Individu dan keluarga terhadap Pengalaman
Perawatan Kritis di ICU ........................................................ 21
2.3 Konsep ICU .................................................................................... 22
2.3.1 Defenisi ICU ......................................................................... 22
2.3.2 Pembagian ICU. .................................................................... 23
2.4 Konsep Keluarga ............................................................................. 24
2.4.1 Defenisi Keluarga ................................................................. 24
2.4.2 Dukungan Keluarga pada Pasien selama Perawatan Kritis... 25
2.4.3 Kebutuhan selama Perawatan kritis ...................................... 25
2.4.4 Efek Perawatan Kritis pada Keluarga ................................... 30
2.5 Konsep Studi Fenomenologi .......................................................... 39
BAB 3. METODE PENELITIAN .................................................................... 54
3.1 Jenis Penelitian ................................................................................ 54
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 55
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.3 Partisipan ........................................................................................ 56
3.4 Pengumpulan Data .......................................................................... 56
3.5 Variabel dan Defenisi Operasional ................................................. 60
3.6 Metode Analisis Data ..................................................................... 60
3.7 Tingkat Keabsahan Data ................................................................. 64
3.8 Pertimbangan Etik ........................................................................... 65
BAB 4. HASIL PENELITIAN. ........................................................................ 67
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian. ......................................................... 67
4.2. Karakteristik Demografi Partisipan . ............................................. 71
4.3. Pengalaman Ners tentang Caring pada Pasien yang Mengalami
Perawatan Kritis . ........................................................................... 73
4.4. Pengalaman Keluarga Pasien tentang Caring pada Pasien yang
Mengalami Perawatan Kritis . ........................................................ 102
4.5. Hasil Observasi Caring Ners . ........................................................ 137
BAB 5. PEMBAHASAN. .................................................................................. 139
5.1. Interpretasi Hasil Penelitian . ......................................................... 139
5.1.1 Pengalaman Ners tentang Caring pada Pasien yang
Mengalami Perawatan Kritis . ............................................... 140
5.1.2 Pengalaman Keluarga Pasien tentang Caring pada Pasien
Yang Mengalami Perawatan Kritis. ...................................... 158
5.3. Keterbatasan Penelitian. ................................................................. 168
5.4. Implikasi Hasil Penelitian . ............................................................ 169
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN. ........................................................... 170
6.1. Kesimpulan. ................................................................................... 170
6.2. Saran. ............................................................................................. 171
DAFTAR PUSTAKA. ....................................................................................... 173
LAMPIRAN. ...................................................................................................... 181
Lampiran 1 Instrumen Penelitian
a. Informed Concent Ners. .......................................................................... 181
b. Informed Concent Keluarga Pasien. ........................................................ 182
c. Panduan Wawancara Ners....................................................................... 183
d. Panduan Wawancara Keluarga Pasien. ................................................... 184
e. Lembar Observasi. ................................................................................... 185 Lampiran 2 Biodata Expert
Biodata Expert ................................................................................................ 186
Lampiran 3 Izin Penelitian
a. Surat Persetujuan Komisi Etik/ Ethical Clearance. ................................ 187
b. Surat Izin Pengambilan Data. .................................................................. 188
c. Surat Izin Penelitian . ............................................................................. 189
d. Surat izin Penelitian dari RSUD Raden Mattaher Jambi. ....................... 190
e. Surat Keterangan telah Melaksanakan Penelitian dari RSUD Raden
Mattaher Jambi. ....................................................................................... 191
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Karakteristik Partisipan Ners 71
Tabel 4.2 Karakteristik Partisipan Keluarga Pasien 72
Tabel 4.3 Matrik Tema Partisipan Ners 120
Tabel 4.4 Matrik Tema Partisipan Keluarga Pasien 131
Tabel 4.5 Observasi Caring Ners pada Pasien yang Mengalami Perawatan
Kritis 137
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Caring merupakan esensi keperawatan sebagai sentral untuk praktik
keperawatan, dengan suatu cara pendekatan yang dinamis, perawat bekerja untuk
lebih meningkatkan kepeduliannya kepada pasien (Sartika & Nanda, 2011).
Bahkan Backer, et al., (2008) mengatakan bahwa caring dalam pengalaman
manusia terhadap kesehatan adalah fokus dari disiplin keperawatan. Secara umum
caring dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk berdedikasi bagi orang
lain, pengawasan dengan waspada, menunjukkan perhatian, perasaan empati pada
orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi yang merupakan kehendak
keperawatan (Potter & Perry, 2007).
Perilaku caring menurut Watson (1979) adalah proses yang dilakukan
oleh perawat yang meliputi pengetahuan, tindakan, dan dideskripsikan
sebagai 10 faktor karatif yang digunakan dalam praktek keperawatan di
beberapa setting klinik yang berbeda. Ners sebagai pemberi jasa keperawatan
yang berada selama 24 jam di rumah sakit yang merupakan ujung tombak dalam
pelayanan keperawatan (Nursalam, 2014), oleh sebab itu perilaku caring sangat
penting bagi Ners di rumah sakit. Perilaku caring bertujuan untuk memberikan
asuhan fisik dan memperhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan
keselamatan klien, kemudian caring juga menekankan harga diri individu, artinya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dalam melakukan praktik keperawatan, perawat senantiasa selalu menghargai
pasien dengan menerima kelebihan maupun kekurangan pasien sehingga bisa
memberikan pelayanan kesehatan yang tepat (Setiawan, 2010)
Manfaat dari perilaku caring terdiri dari terjalinnya hubungan interpersonal
yang harmonis antara perawat dan pasien, dapat membantu dan memenuhi
kebutuhan pasien, yang pada akhirnya dapat memberikan kepuasan kepada
pasien. Bahkan Liu, et al., (2006) mengatakan bahwa perilaku caring di dalam
perawatan kritis, yaitu memberikan perawatan yang terdiri dari kebutuhan pasien
beserta keluarga melalui integrasi afektif, kognitif. Manfaat perilaku caring untuk
keluarga pasien adalah membantu menolong pasien dan keluarga dalam
meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis, spiritual, dansocial
(Cypress, 2011).
Fenomena yang berkembang hampir di seluruh bagian negara di dunia,
menjelaskan bahwa caring dalam perawatan kritis pada keluarga pasiens angat
penting sehingga memunculkan pengalaman keluarga pasien dan Ners terhadap
perilaku caring selama proses perawatan kritis (Wilkin & Slevin, 2004). Hasil
dari beberapa penelitian tersebut menghasilkan karakteristik yang dikaitkan
dengan persepsi perilaku caring yaitu: 1) Menafsirkan dan menjelaskan informasi
dengan memperhatikan nada suara, kontak mata dan sikap, 2) Mampu menajadi
penyedia perawatan yang kompeten dimana perawat meluangkan waktu untuk
berkomunikasi dengan keluarga pasien perawatan kritis, dan 3) Memberikan
kenyamanan fisik pada keluarga (Cypress, 2011).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Isu sentral yang berkembang saat ini bagi Ners di Indonesia yaitu era
globalisasi dan bagaimana berkompetisi di dalamnya terutama peningkatan peran
caring sebagai dasar peningkatan mutu pelayanan keperawatan dan patient safety.
Fenomena yang berkembang saat ini, banyak perawat yang tidak melaksanakan
perannya sesuai dengan lingkup tanggung jawab (Nursalam, 2014). Berdasarkan
data dari beberapa penelitian tentang perilaku caring perawat, menunjukan hasil
bahwa banyak kritikan yang ditujukan kepada perawat sehingga timbul
ketidakpuasan terhadap pelayan keperawatan (Olsen, et al., 2009)
Ners sebagai pemberi jasa keperawatan merupakan ujung tombak pelayanan
di rumah sakit yang berada selama 24 jam dan memberikan asuhan keperawatan.
Tanggung jawab yang demikian berat danbelum ditunjang dengan sumber daya
yang memadai, sehingga peran dan kinerja Ners sering menjadi sorotan negatif
dari profesi lain atau masyarakat (Nursalam, 2014). Persepsi Ners mengenai
perilaku caring dalam perawatan kritis dengan memberikan bantuan karena
ketidakmampuan pasien, memberikan perawatan dengan sentuhan sehingga
menimbulkan kenyamanan. Ners juga melibatkan anggota keluarga dalam
menentukan rencana keperawatan, memberikan kesempatan keluarga untuk
menjelaskan bagaimana kondisi pasien, berkomunikasi dengan keluarga pasien
dan berempati (Mizuno, et al., 2005).
Keluarga merupakan sumber dukungan sosial bagi pasien yang mengalami
perawatan kritis (Hupcey, 2001). Disamping itu pasien dalam perawatan kritis
menimbulkan stres bagi keluarga pasien dimana lingkungan rumah sakit, dokter
dan perawat merupakan bagian yang asing, bahasa medis yang sulit untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dipahami dan terpisahnya anggota keluarga dengan pasien. Oleh sebab itu
pelayanan keperawatan perlu memberikan perhatian untuk memenuhi kebutuhan
keluarga dalam frekuensi, jenis, dan dukungan komunikasi. Sejalan dengan itu,
pelayanan keperawatan juga perlu memahami kepercayaan, nilai-nilai keluarga,
menghormati struktur, fungsi, dan dukungan keluarga (Potter & Perry, 2007).
Keluarga pasien yang berada dalam perawatan kritis pada kenyataannya
memiliki stress emosional yang tinggi. Sehingga mereka ingin mendapatkan
informasi tentang kondisi medis pasien dan hubungan dengan petugas pemberi
pelayanan merupakan prioritas utama yang diharapkan dan diperlukan oleh
keluarga pasien, pada kondisi inilah caring perawat sangat dibutuhkan dalam
memenuhi kebutuhan keluarga (Wilkin & Slevin, 2004). Persepsi keluarga dengan
situasi perawatan kritis memicu respon koping mereka terhadap anggota
keluarganya yang dirawat, dan ini merupakan kondisi yang mengancam
kehidupan sehingga kecemasan meningkat (Johson, et al, 2002).Oleh sebab itu,
diperlukan peningkatan caring Ners dengan keluarga. Sehingga persepsi caring
mengalami peningkatan.
Peningkatan persepsi caring memiliki hubungan yang sangat positif kepada
Ners dan keluarga pasien. Ada beberapa kebutuhan keluarga pasien selama
perawatan yaitu: 1) Informasi, 2) Kedekatan dengan pasien, 3) Jaminan, 4)
Jaminan, dan 5) Kenyamanan (O’connell & Landers, 2008). Caring telah
digambarkan sebagai 'esensi' keperawatan (Williams, 2005) dan perawatan kritis
perawat berusaha untuk memberikan perawatan yang membahas kebutuhan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
individu pasien dan keluarga mereka melalui integrasi afektif, kognitif dan
tindakan proses caring.
Hasil dari beberapa penelitian pengalaman keluarga tentang caring dalam
perawatan kritis menjelaskan bahwa caring pada keluarga pasien yang dalam
perawatan kritis sangat penting (Wilkin & Slevin, 2004), keluarga pasien
memandang bahwa caring Ners sangat penting. Namun, ada kelangkaan
penelitian menyelidiki bagaimana persepsi keluarga pasien mengenai perilaku
caring Ners pada pasien yang mengalami perawatan kritis, dimana mereka
sebagai konsumen kesehatan, pandangan mereka diperlukan untuk dapat
meningkatkan dalam masa perawatan kritis (Olsenet, et al., 2009).
Hasil dari beberapa penelitian mengenai perilaku caring di beberapa rumah
sakit kota Jambi mengatakan bahwa, perilaku caring perawat bukan hanya
berdampak pada pasien saja tetapi juga kepada diri perawat sebagai pemberi
asuhan keperawatan, dimana perilaku tersebut memberikan pengaruh terhadap
pasien yang mengalami perawatan selama di rumah sakit (Dahlia, 2008)
sedangkan menurut Sefrita (2010), mengatakan caring di ICU hanya difokuskan
pada pasien sehingga perawat kurang memperhatikan keluarga pasien. Penerapan
caring pada keluarga pasien yang mengalami perawatan kritis sedang menjadi
perhatian di Rumah Sakit Kota Jambi, terutama dalam meningkatkan pelayanan
pada keluarga pasien yang mengalami perawatan kritis. Namun dari hasil
observasi tindakan Ners dalam pemenuhan kebutuhan tersebut masih kurang
dirasakan oleh keluarga pasien, oleh sebab itu maka dilakukan penelitian secara
kualitatif untuk dapat menghasilkan pembahasan yang lebih mendalam bagaimana
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ners dan keluarga pasien tentang caring pada pasien yang mengalami perawatan
kritis.
1.1. Permasalahan
Bagaimana pengalaman Ners dan keluarga pasien tentang caring pada
pasien yang mengalami perawatan kritis?
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasikan pengalaman Ners dan
keluarga tentang caring pada pasien yang mengalami perawatan kritis.
1.3. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik bagi Praktik
Keperawatan (Nursing Practice), Institusi Keperawatan (Nursing Education), dan
Penelitian Keperawatan (Nursing Research)
Bagi praktik keperawatan (Nursing Practice), hasil penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan panduan bagi Kepala Bidang Keperawatan dan Ners yang bekerja
di bagian perawatan kritis dalam mengambil kebijakan untuk lebih menerapkan
caring bukan hanya ke pasien saja tetapi juga keluarga pasien. Serta meningkatkan
kesadaran Ners tentang bagaimana caring yang dirasakan oleh keluarga pasien
dan memungkinkan Ners untuk menentukan dalam memenuhi harapan keluarga
pasien yang mengalami perawatan kritis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Bagi institusi keperawatan (Nursing Education), hasil penelitian ini
diharapkan dapat digunakan sebagai standar dalam pengembangan ilmu
keperawatan medikal bedah terkait konsep caring dalam perawatan kritis sehingga
dapat bermanfaat bagi institusi pendidikan dalam mempersiapkan mahasiswa
yang melakukan praktik lapangan di ruang pasien yang mengalami perawatan
kritis. Sehingga dapat menghasilkan Ners yang dapat mengaplikasikan caring
dalam praktek keperawatan yang akan dijalani.
Bagi penelitian keperawatan (Nursing Research), hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai evidence based dan evaluasi bagi penelitian keperawatan
dalam melakukan penelitian selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan caring
terhadap keluarga dan pasien dalam perawatan kritis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan teori ini akan memaparkan beberapa teori dan konsep serta
penelitian sebelumnya yang terkait dengan masalah penelitian sebagai rujukan
dalam melakukan penelitian dan saat pembahasan. Uraian tinjauan teori meliputi
Konsep caring, konsep ICU, keluarga, dan pendekatan fenomenologi pada
penelitian kualtitatif.
2.1 Konsep Caring
2.1.1 Definisi Caring
Caring memiliki arti yang luas tidak dan terbatas pada kasih sayang,
perhatian, kehadiran, perlindungan, kesejahteraan, memberikan sentuhan dan
membina kedekatan dengan pasien. Caring merupakan jantung dari keperawatan,
caring sangat penting bagi semua orang dimana berfokus untuk pengembangan
dan kesejahteraan antara lain ditunjukkan dengan aplikasi yang terarah dari
pikiran, tubuh dan jiwa menuju hasil maksimal yang positif dalam diri seseorang
yang di rawat (Beeby, 2010)
Caring didefinisikan sebagai suatu perasaan ketertarikan atau kepedulian
dan merawat merupakan kebutuhan dasar manusia. Secara aktif dan tanpa pamrih
dalam merawat orang lain, dimana berkaitan dengan gagasan altruisme. Altruisme
juga merupakan salah satu harapan dasar profesi dan peduli, atau dalam
membantu orang lain, yang merupakan alasan umum untuk menyatakan mengapa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kedokteran, keperawatan dan saling berhubungan dengan profesi kesehatan
lainnya (Henderson, 2007). Bahkan William dan Hoper (2003) mendefenisikan
caring sebagai tindakan di sengaja membawa rasa aman baik fisik dan emosi serta
keterikatan yang tulus dengan orang lain atau sekelompok orang. Caring
memperjelas sisi kemanusiaan pemberi asuhan maupun penerima asuhan.
Caring di pandang sebagai proses yang berorientasi pada tujuan membantu
orang lain bertumbuh dan mengaktualisasikan diri (Bruton & Beaman, 2000)
Beeby, J. (2010) juga memperkenalkan sifat-sifat caring seperti sabar, jujur,
rendah hati. Sedangkan Abdullah, et al., (2007) mendefinisikan caring sebagai
suatu rasa peduli, hormat dan menghargai orang lain, yang artinya memberi
perhatian dan mempelajari kesukaan-kesukaan seseorang dan bagaimana
seseorang berpikir, bertindak dan berperasaan. Caring dalam keperawatan untuk
membantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya sendiri jika pasien mampu atau
memiliki kekuatan, kemauan dan pengetahuan sehingga pasien dapat melakukan
aktivitas sendiri dengan sesegera mungkin dalam pemenuhan kebutuhannya
(Bolderston, et al., 2010).
Bagi Ners, caring merupakan suatu moral imperative (bentuk moral)
sehingga Ners harus bermoral baik dan memiliki kepedulian terhadap kesehatan
klien, yang mempertahankan martabat dan menghargai klien, bukan melakukan
tindakan amoral pada saat melakukan tugas perawatan. Caring juga digambarkan
sebagai suatu emosi, perasaan belas kasih atau empati terhadap klien yang
mendorong perawat untuk memberikan asuhan keperawatan bagi klien. Dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
demikian perasaan tersebut harus ada dalam diri setiap perawat supaya mereka
bisa merawat klien (Akosile, et al., 2011).
Teori yang berbasis caring menekankan pada keberanian, kedermawanan,
komitmen dan pentingnya membina dan mempertahankan suatu hubungan
(Kozier et al, 2010). Banyak para ahli mengemukakan tentang caring, antara lain
Watson, Swanson, Bevis, dan Leininger.Watson (1985) meyakini praktek caring
sebagai inti keperawatan, yang menggambarkan dasar dalam kesatuan nilai-nilai
kemanusiaan yang universal (kebaikan, kepedulian dan cinta terhadap diri sendiri
dan orang lain) caring digambarkan sebagai moral ideal keperawatan. Hal ini
meliputi keinginan untuk merawat, dengan tulus yang meliputi komunikasi,
tanggapan positif, dukungan atau intervensi fisik oleh perawat (Synder, 2011).
2.1.2 Teori Caring Watson
Jean Watson dalam memahami konsep keperawatan terkenal dengan teori
pengetahuan manusia dan merawat manusia. Tolak ukur pandangan Watson
didasari pada unsur teori kemanusiaan. Pandangan teori Watson memahami
manusia memiliki empat cabang kebutuhan manusia yang saling berhubungan
diantaranya kebutuhan dasar biofisikal (kebutuhan untuk hidup) berupa kebutuhan
makanan dan cairan, kebutuhan eliminasi dan kebutuhan ventilasi, kebutuhan
psikofisikal (kebutuhan fungsional) yang meliputi kebutuhan aktifitas dan
istirahat, kebutuhan seksual, kebutuhan psikososial (kebutuhan untuk integrasi)
yang meliputi kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan organisasi, dan kebutuhan
intra dan interpersonal (kebutuhan untuk pengembangan) yaitu kebutuhan
aktualisasi diri (Sartika & Nanda, 2011).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Watson(1979) yang terkenal dengan Theory of Human Caring,
mempertegas bahwa caring sebagai jenis hubungan dan transaksi yang diperlukan
antara pemberi dan penerima asuhan untuk meningkatkan dan melindungi pasien
sebagai manusia, dengan demikian mempengaruhi kesanggupan pasien untuk
sembuh. Cudara & Famadico (2013) menjelaskan bahwa filosofis caring menurut
Watson berlandaskan 3 komponen yaitu carative factors, caring moment, dan
transpersonal caring relationship.
Carative Factors merupakan sutu kerangka untuk memberikan bentuk yang
berfokus terhadap fenomena keperawatan, yang terdiri dari:
1. Membentuk sistem nilai yang bersifat humanistik-altruistik,
Humanistik altruistic adalah sikap yang didasari pada nilai-nilai
kemanusiaan yaitu menghormati otonomi atau kebebasan klien terhadap pilihan
yang terbaik menurutnya serta mementingkan orang lain dari pada diri sendiri.
Aronfreed (1973 dalam Smith, 1995) memandang altruisme adalah perilaku yang
menunjukkan kapasitas seseorang yang empati dan dapat merasakan apa yang
dialami orang lain. Hal ini sesuai dengan pandangan Watson tentang manusia,
yaitu individu merupakan totalitas dari bagian-bagian, memiliki harga diri di
dalam dan dirinya yang memerlukan perawatan, penghormatan, dipahami dan
kebutuhan untuk dibimbing. Di samping itu lingkungan (perawat) yang
mempunyai sifat caring dapat meningkatkan dan membangun potensi seseorang
untuk membuat pilihan tindakan yang terbaik bagi dirinya (Watson, 1979 dalam
Tomey 1994)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan
asuhan keperawatan adalah memanggil nama pasien dengan nama sehari-hari,
mengenali karakteristik klien (umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, dll),
mengenali kelebihan dan kekurangan klien, memenuhi panggilan klien walaupun
sedang mengerjakan hal lain yang tidak berhubungan dengan pasien,
mendengarkan apa yang menjadi keluhan dan kebutuhan pasien, menghargai dan
menghormati pendapat dan keputusan pasien terkait dengan keputusannya,
membimbing pasien dalam melakukan suatutindakan keperawatan yang
merupakan kebutuhannya (Nurachmah, 2001). Menanamkan keyakinan dan
harapan
2. Menanamkan sikap penuh pengharapan
Faktor ini sangat erat hubungannya dengan nilai altruisme dan humanistik.
Perawat membantu pasien untuk memperoleh kesejahteraan dan kesehatan
melalui hubungan yang efektif dengan pasien dan memfasilitasi pasien untuk
menerapkan gaya hidup sehat (Watson, 1979 dalam Tomey & Alligood, 2006).
Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan
asuhan keperawatan adalah memberi motivasi kepada klien untuk menghadapi
penyakitnya secara realistik, memberi informasi pada klien tentang tindakan
keperawatan dan pengobatan yang akan diberikan, membantu klien untuk
memahami alternative tindakan perawatan dan pengobatan yang telah ditetapkan,
meyakinkan bahwa kehidupan kematian dan takdir setiap orang telah ditentukan,
mendorong pasien melakukan hal-hal positif atau bermanfaat terkait dengan
proses penyembuhannya (Nurachmah, 2001).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Menanamkan sensitifitas atau kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain
Perawat harus belajar untuk mengembangkan sifat sensitif dan peka
terhadap perasaan pasien sehingga dapat lebih ikhlas, otentik dan sensitif dalam
memberikan asuhan keperawatan (Watson, 1979 dalam Tomey & Alligood,
2005).
Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan
asuhan keperawatan adalah tetap sabar ketika pasien bersikap kasar terhadap
perawat, mendampingi dan menenangkan pasien ketika menghadapi penderitaan
atau permasalahan, menawarkan bantuan terhadap masalah yang dihadapi pasien
serta memenuhi kebutuhan pasien (Nurachmah, 2001).
4. Mengembangkan hubungan saling percaya dan saling membantu
Hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah hal yang penting
dalam asuhan keperawatan. Hubungan ini akan meningkatkan penerimaan
terhadap perasaan positif dan negatif antara perawat dan klien (Watson, 1979
dalam Tomey & Alligood, 2006).
Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan
asuhan keperawatan adalah mengucapkan salam ketika berinteraksi dengan
pasien, memperkenalkan diri pada awal pertemuan dengan pasien, menyepakati
kontrak yang dibuat bersama pasien,menepati kontrak, mempertahankan kontak
mata dengan pasien, berbicara dengan suara yang lembut, posisi perawat
berhadapan dengan klien pada saat berkomunikasi, menjelaskan prosedur tindakan
setiap akan melakukan tindakan, mengorientasikan pasien baru dan melakukan
terminasi pada setiap selesai berinteraksi (Nurachmah, 2001).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negative
Perawat berbagi perasaan dengan pasien merupakan hal yang riskan.
Perawat harus mempersiapkan diri dalam menghadapi ekspresi perasaan positif
dan negatif pasien dengan cara memahami ekspresi pasien secara emosional
maupun intelektual dalam situasi yang berbeda (Watson, 1979 dalam Tomey &
Alligood, 2006).
Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan
asuhan keperawatan adalah memberikan kesempatan pada pasien untuk
mengekspresikan perasaannya, merawat mengungkapkan bahwa ia menerima
kelebihan dan kelemahan pasien, mendorong pasien untuk mengungkapkan
harapan terhadap kondisi saat ini, menjadi pendengar yang aktif pada setiap
keluhan pasien yang menyenangkan dan tidak menyenangkan (Nurachmah, 2001).
6. Menggunakan metode sistematis dalam menyelesaikan masalah caring
untuk pengambilan keputusan secara kreatif dan individualistik.
Perawat menggunakan proses keperawatan yang sistematis dan terorganisir
untuk menyelesaikan masalah kesehatan pasien sesuai dengan ilmu dan kiat
keperawatan ( Watson, 1979 dalam Tomey & Alligood, 2006).
Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan
asuhan keperawatan adalah mengkaji, merencanakan melaksanakan dan
mengevaluasi proses keperawatan sesuai dengan masalah pasien, memenuhi
kebutuhan keinginan pasien yang tidak bertentangan dengan kesehatannya,
melibatkan pasien dan keluarga dalam menentukan masalah keperawatan dan
prioritas, menetapkan rencana keperawatan bersama dengan pasien dan keluarga,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
melibatkan pasien dan keluaraga dalam setiap pelaksanaan tindakan keperawatan,
melibatkan pasien dan keluarga dalam setiap pelaksanaan evaluasi tindakan
keperawatan (Nurachmah, 2001).
7. Meningkatkan proses belajar mengajar interpersonal
Faktor caratif ini merupakan konsep yang penting dalam keperawatan
karena memperlihatkan dengan jelas perbedaan antara keperawatan dan
penyembuhan. Perawat memberikan informasi kepada pasien dan pasien diberi
tanggung jawab juga dalam proses kesehatan dan kesejahteraannya. Perawat
menfasilitasi proses ini dengan teknik belajar mengajar bertujuan untuk
memandirikan pasien dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri, menentukan
kebutuhan diri dan memberikan pribadi pasien kesempatan untuk berkembang
(Watson, 1979 dalam Tomey & Alligood, 2006).
Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan
asuhan keperawatan adalah menciptakan lingkungan yang tenang, aman dan
nyaman untuk proses pemberian pendidikan keperawatan, memberikan
pendidikan kesehatan sesuai dengan kebutuhan perawatan pasien, menjelaskan
setiap keluhan pasien secara rasional dan ilmiah sesuai dengan tingkat
pemahaman pasien dan cara mengatasinya, meyakinkan pasien tentang kesediaan
perawat untuk menjelaskan apa yang ingin diketahui (Nurachmah, 2001).
8. Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosial dan spiritual yang suportif,
protektif dan korektif.
Perawat harus memahami lingkungan eksternal dan internal yang
berpengaruh terhadap kesehatan dan penyakit individu. Lingkungan internal
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
meliputi kesejahteraan mental dan spiritual serta keyakinan sosial budaya
individu, sedangkan lingkungan eksternal meliputi kenyamanan, privasi,
keamanan dan kebersihan serta keindahan (Watson, 1979 dalam Tomey &
Alligood, 2006).
Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan
asuhan keperawatan adalah menyetujui keinginan pasien dengan bertemu dengan
pemuka agama, menghadiri pertemuan pasien dengan pertemuan agama,
menfasilitasi atau menyediakan keperluan pasien ketika akan berdoa atau
beribadah sesuai dengan agamanya, bersedia mencarikan alamat dan
menghubungi keluarga yang sangat diharapkan mengunjungi pasien, bersedia
menghubungi teman pasien atas permintaan pasien (Nurachmah, 2001).
9. Memenuhi kebutuhan dasar manusia dengan penuh penghargaan dalam
rangka mempertahankan keutuhan dan martabat manusia.
Perawat harus memahami kebutuhan biofisikal, psikososial, psikofisikal dan
interpersonal bagi dirinya sendiri dan juga pasien. pasien harus terpenuhi
kebutuhan tingkat dasar terlebih dahulu sebelum berusaha mencapai kebutuhan
yang berada di atasnya. Makanan, eliminasi dan udara adalah contoh kebutuhan
biofisikal pada tingkatan bawah sedangkan aktivitas, istirahat dan kebutuhan
seksual adalah kebutuhan psikosofisikal pada tingkatan paling bawah. Pencapaian
dan afiliasi adalah kebutuhan psikosoaial yang lebih tinggi sedangkan aktualisasi
diri adalah kebutuhan intrapersonal dan interpersonal yang lebih tinggi (Watson,
1979 dalam Tomey dan Alligood, 2006).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan
asuhan keperawatan adalah bersedia memenuhikebutuhan dasar dengan ikhlas,
menyatakan perasaan bangga dapat menjadi orang yang bermanfaat bagi pasien,
menghargai pasien dan privasi pasien ketika sedang memenuhi kebutuhannya,
menunjukkan pada pasien bahwa pasien adalah orang yang pantas dihormati dan
dihargai (Nurachmah, 2001).
10. Mengijinkan untuk terbuka pada eksistensial-fenomenologikal dan dimensi
spiritual caring serta penyembuhan yang tidak dapat dijelaskan secara utuh
dan ilmiah melalui pemikiran masyarakat modern.
Watson berkeyakinan bahwa perawat mempunyai tanggung jawab untuk
melaksanakan 10 faktor karatif dalam memberikan asuhan keperawatan dan
menfasilitasi klien untuk meningkatkan kesehatannya melalui upaya health
promotion. Upaya ini dilaksanakan dengan mengajarkan perubahan gaya hidup
yang sehat kepada pasien untuk meningkatkan kesehatan, menyediakan
lingkungan yang mendukung, mengajarkan metode pemecahan masalah dan
mengenalkan pada pasien keterampilan koping dan adaptasi terhadap rasa
kehilangan (Watson, 1979 dalam Tomey & Alligood, 2006).
Perilaku caring perawat yang mencerminkan faktor ini dalam memberikan
asuhan keperawatan adalah memberikan kesempatan pada pasien dan keluarga
untuk melakukan hal-hal yang bersifat ritual demi proses penyembuhannya,
mampu menfasilitasi kebutuhan pasien dan keluarga terhadap keinginan
melakukan terapi alternatif sesuai pilihannya, memotivasi pasien dan keluarga
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
untuk berserah diri pada Tuhan Yang Maha Esa, menyiapkan pasien dan
keluarganya ketika menghadapi fase berduka (Nurachmah, 2001).
Caring moment terjadi pada saat perawat dan yang lain muncul bersama-
sama dengan sejarah kehidupan yang luar biasa dan lingkungan yang luar biasa
dalam sebuah kesepakatan manusia ke manusia yang datang bersama di saat
tertentu dari kesempatan itu sendiri, hal tersebut menjadi inspirasi ketika
pengalaman dan persepsi berlangsung (Watson, 2005).
Transpersonal caring relationship bergantung pada beberapa prinsip, yaitu:
1) Komitmen moral untuk melindungi dan meningkatkan martabat manusia,
dimana seseorang diperbolehkan untuk menentukan makna sendiri, 2) Niat
perawat dan kemauan adalah untuk megaskan makna subjektif dari orang tersebut,
3) Kemampuan perawat untuk menyadari dan secara tepat mendeteksi perasaan
dan kondisi batin yang lain, 4) Kemampuan perawat untuk mengkaji dan
menyadari kondisi di dunia dan merasa menyatu dengan yang lain, dan 5) Riwayat
kehidupan perawat dan pengalaman sebelum dan serta peluang setelah
mendapatkan pengalaman baik sendiri atau berbagai kondisi manusia, dan
memiliki perasaan membayangkan dalam berbagai kondisi manusia.
2.1.3 Aplikasi Prilaku Caring dalam Praktek Keperawatan
Pryzby (2004) mengatakan perilaku caring merupakan suatu sikap, rasa
peduli, hormat dan menghargai orang lain dalam arti memberikan perhatian yang
lebih kepada seseorang dan bagaimana seseorang itu bertindak, karena perilaku
caring merupakan perpaduan perilaku manusia yang berguna dalam peningkatan
derajat kesehatan dalam membantu pasien yang sakit. Perilaku caring sangat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
penting untuk mengembangkan, memperbaiki dan meningkatkan kondisi atau cara
hidup manusia. Perilaku caring sangat penting dalam layanan keperawatan karena
akan memberikan kepuasan pada pasien dan perawat akan lebih memahami
konsep caring, khususnya perilaku caring dan mengaplikasikan dalam pelayanan
keperawatan.
Lynda Hall mengemukakan sebagai seorang perawat, kemampuan care,
core, dan cure harus dipadukan secara seimbang sehingga menghasilkan asuhan
keperawatan yang optimal untuk klien. Lydia Hall mengemukakan perpaduan tiga
aspek tersebut dalam teorinya. Core merupakan dasar dari ilmu sosial yang terdiri
dari kemampuan terapeutik, dan kemampuan bekerja sama dengan tenaga
kesehatan lain, sedangkan cure merupakan dasar dari ilmu patologi dan
terapeutik. Memberikan asuhan keperawatan secara total kepada klien, maka
ketiga unsur ini harus dipadukan (Julia, 1995 dalam Sartika, 2011). Care
merupakan komponen penting yang berasal dari naluri seorang ibu. Care
mendasari kejujuran, autonomi dan keadilan serta etik dan moral yang penting
sekali bagi keperawatan (Basford & Slevin, 2006). Melakukan askep yang harus
dilakukan mencakup: sikap caring, hubungan perawat pasien yang terapeutik,
kolaborasi dengan anggota tim kesehatan lain, kemampuan dalam memenuhi
kebutuhan pasien, kegiatan jaminan mutu pelayanan.
Aplikasi caring perawat seperti memperkenalkan diri serta membuat
kontrak hubungan, memanggil pasien dengan namanya, menggunakan sentuhan,
mengkaji lebih lanjut keinginan pasien, menyakinkan pasien bahwa perawat akan
membantu pasien dalam memberikan askep, memenuhi kebutuhan dasar pasien
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dengan ikhlas, menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan (inform
Consent), mendengarkan dengan penuh perhatian, bersikap jujur, bersikap empati,
dapat mengendalikan perasaan, selalu mendahulukan kepentingan pasien, tidak
menerima uang dari pasien, memberi waktu dan perhatian, bekerja dengan
trampil, dan cermat berdasarkan ilmu, kompeten dalam melakukan tindakan
keperawatan, berespon dengan cepat dan tanggap, mengidentifikasi secara dini
perubahan status kesehatan pasien, serta memberikan rasa aman dan nyaman.
(Kozier, 2007)
2.1.4 Menumbuhkan Perilaku Caring Ners
Setiap Ners harus memahami caring, tulus dan berusaha memahami apa
yang dirasakan pasien berbeda-beda sehingga perawat dapat memberikan asuhan
keperawatan bermutu yang diberikan Ners dapat dicapai apabila perawat dapat
memperlihatkan sikap caring kepada pasien berupa memberikan kenyamanan,
kasih sayang, kepedulian, empati, memfasilitasi, minat, keterlibatan, tindakan
konsultasi kesehatan, tindakan instruksi kesehatan, tindakan pemeliharaan
kesehatan, perilaku menolong, cinta, kehadiran, perilaku protektif, berbagi,
perilaku stimulasi, penurunan stress, bantuan, dukungan, surveilands, kelembutan,
sentuhan dan kepercayaan (Pryzby, 2004).
Caring mempuyai manfaat yang begitu besar dalam keperawatan dan
seharusnya tercermin dalam setiap interaksi Ners dengan pasien, bukan dianggap
sebagai sesuatu yang sulit diwujudkan dengan alasan beban kerja yang tinggi, atau
pengaturan manajemen asuhan keperawatan ruangan yang kurang baik.
Pelaksanaan caring akan meningkatkan mutu asuhan keperawatan, memperbaiki
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
image Ners di masyarakat dan membuat profesi keperawatan memiliki tempat
khusus di mata para pengguna jasa pelayanan kesehatan (Sartika & Nanda, 2011).
Ners perlu menampilkan sikap empati, jujur dan tulus dalam melakukan
tindakan caring. Kegiatan perawat harus ekspresif dan merupakan cerminan
aktivitas yang menciptakan hubungan dengan pasien. Sifat-sifat aktivitas ini
menimbulkan keterlibatan hubungan saling percaya (Kozier, 2007).
2.1.5 Pengukuran Perilaku Caring
Perilaku caring Ners adalah bagian dari praktik keperawatan professional
yang holistik dan mengatakan bahwa pilihan pasien dalam mencari pusat
pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh pengalaman positif terhadap perilaku
caring Ners (Pryzby, 2004). Dalam penelitian caring lain pun juga mmenyatakan
bahwa klien mengharapkan perawat memiliki perilaku caring dalam memberikan
pelayanan kesehatan (Liu & Wong, 2006).
Pengukuran prilaku caring dengan mengacu pada pengembangan dari
caratif faktor (Watson, 1979) yang mencakup pembentukan nilai humanistik dan
altruistik, menanamkan sikap penuh harapan, menanamkan sensitifitas terhadap
diri sendiri dan orang lain, hubungan saling percaya dan saling membantu
meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif, menggunakan
metode pemecahan masalah yang sistematis dalam pengambilan keputusan,
meningkatkan proses belajar mengajar interpersonal, menyediakan lingkungan
yang mendukung, melindungi,memperbaiki mental, sosiokultural dan spiritual,
membantu dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia dan mengembangkan
faktor kekuatan eksistensial-fenomologis (Nurachmah, 2001).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2 Konsep ICU
2.2.1 Defenisi ICU
Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang
terpisah, dengan staf khusus dan perlengkapan yang khusus, yang ditujukan untuk
observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera
atau penyulit-penyulit yang mengancam jiwa atau potensial mengancam jiwa
dengan prognosis dubia. ICU menyediakan kemampuan dan sarana, prasarana
serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan
keterampilan staf medik, perawat dan staf lain yang berpengalaman dalam
pengelolaan keadaan-keadaan tersebut (Rab, 2007)
Unit perawatan kritis atau unit perawatan intensif (ICU) merupakan unit
rumah sakit di mana klien menerima perawatan medis intensif dan mendapat
monitoring yang ketat. ICU memilki teknologi yang canggih seperti monitor
jantung terkomputerisasi dan ventilator mekanis. Walaupun peralatan tersebut
juga tersedia pada unit perawatan biasa, klien pada ICU dimonitor dan
dipertahankan dengan menggunakan peralatan lebih dari satu.Staf keperawatan
dan medis pada ICU memiliki pengetahuan khusus tentang prinsip dan teknik
perawatan kritis. ICU merupakan tempat pelayanan medis yang paling mahal
karena setiap perawat hanya melayani satu atau dua orang klien dalam satu waktu
dan dikarenakan banyaknya terapi dan prosedur yang dibutuhkan seorang klien
dalam ICU ( Potter & Perry, 2007).
ICU merupakan tempat pelayanan medis yang paling mahal karena setiap
perawat hanya melayani satu atau dua orang klien dalam satu waktu dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dikarenakan banyaknya terapi dan prosedur yang dibutuhkan seorang pasien
dalam ICU (Potter & Perry, 2009). Bahkan Kvale (2011) mengatakan bahwa ICU
sering merupakan tempat yang kuat dan besar untuk pasien dan keluarga mereka.
Dengan memperhatikan kebutuhan baik pasien maupun keluarga, rumah sakit
dapat menciptakan lingkungan yang saling percaya dan mendukung dimana
keluarga diakui sebagai bagian integral dari perawatan pasien dan pemulihan.
ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit yang
dilengkapi dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien
dengan perubahan fisiologi yang cepat memburuk yang mempunyai intensitas
defek fisiologi satu organ ataupun mempengaruhi organ lainnya sehingga
merupakan keadaan kritis yang dapat menyebabkan kematian. Tiap pasien kritis
erat kaitannya dengan perawatan intensif oleh karena memerlukan pencatatan
medis yang berkesinambungan dan monitoring serta dengan cepat dapat dipantau
perubahan fisiologis yang terjadi atau akibat dari penurunan fungsi organ-organ
tubuh lainnya (Rab, 2007). Fungsi utama ICU adalah untuk pasien kritis yang
membutuhkan perhatian medis dan alat-alat khusus, sehingga memudahkan
pengamatan dan perawatan oleh perawat yang sudah terlatih (Rab, 2007).
2.2.2 Pembagian ICU berdasarkan kelengkapan
Pembagian ICU berdasarkan kelengkapan, ICU dapat dibagi atas tiga
tingkatan, yaitu: 1) ICU tingkat I yang terdapat di rumah sakit kecil yang
dilengkapi dengan perawat, ruangan observasi, monitor, resusitasi dan ventilator
jangka pendek yang tidak lebih dari 24 jam.ICU ini sangat bergantung kepada
ICU yang lebih besar, 2) ICU tingkat II yang terdapat pada rumah sakit umum
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang lebih besar di mana dapat dilakukan ventilator yang lebih lama yang
dilengkapi dengan dokter tetap, alat diagnosa yang lebih lengkap, laboratorium
patologi dan fisioterapi, dan 3) ICU tingkat III yang merupakan ICU yang terdapat
di rumah sakit rujukan dimana terdapat alat yang lebih lengkap antara lain
hemofiltrasi, monitor invasif termasuk kateterisasi dan monitor intrakranial. ICU
ini dilengkapi oleh dokter spesialis dan perawat yang lebih terlatih dan konsultan
dengan berbagai latar belakang keahlian (Rab, 2007).
Ada tiga kategori pasien yang termasuk pasien kritis yaitu: 1) pasien yang di
rawat oleh karena penyakit kritis meliputi penyakit jantung koroner, respirasi
akut, kegagalan ginjal, infeksi, koma non traumatik dan kegagalan multi organ, 2)
pasien yang di rawat yang memerlukan propilaksi monitoring oleh karena
perubahan patofisiologi yang cepat seperti koma, dan 3) pasien post operasi
mayor. Apapun kategori dan penyakit yang mendasarinya, tanda-tanda klinis
penyakit kritis biasanya serupa karena tanda-tanda ini mencerminkan gangguan
pada fungsi pernafasan, kardiovaskular, dan neurologi (Fridh, et al., 2009). Tanda-
tanda klinis ini umumnya adalah takipnea, takikardia, hipotensi, gangguan
kesadaran misalnya letargi, konfusi / bingung, agitasi atau penurunan tingkat
kesadaran (Rab, 2007).
2.2.3 Gambaran Pasien Kritis di ICU
Intensive Care Unit (ICU) adalah tempat atau unit tersendiri di dalam
rumah sakit yang menangani pasien kritis karena penyakit, trauma atau
komplikasi penyakit lain yang memfokuskan diri dalam bidang life support atau
organ support yang kerap membutuhkan pemantauan intensif. Pasien yang dirawat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
di ICU adalah pasien yang kondisinya kritis sehingga memerlukan pengelolaan
fungsi sistem organ tubuh secara terkoordinasi, berkelanjutan, dan memerlukan
pemantauan secara terus menerus.
Pasien ICU tidak hanya memerlukan perawatan dari segi fisik tetapi
memerlukan perawatan secara holistik. Kondisi pasien yang dirawat di ICU yaitu:
1) Pasien sakit berat, pasien tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti
bantuan ventilator, pemberian obat vasoaktif melalui infus secara terus menerus,
seperti pasien dengan gagal napas berat, pasien pasca bedah jantung terbuka, dan
syok septik, 2) Pasien yang memerlukan bantuan pemantauan intensif sehingga
komplikasi berat dapat dihindari atau dikurangi seperti pasien pasca bedah besar
dan luas, pasien dengan penyakit jantung, paru, dan ginjal, 3) Pasien yang
memerlukan terapi intensif untuk mengatasi komplikasikomplikasi akut dari
penyakitnya seperti pasien dengan tumor ganas dengan komplikasi infeksi dan
penyakit jantung, sumbatan jalan napas. Menurut Departement of Health – Inggris
terdapat empat 4) tingkatan pasien yang membutuhkan perawatan kritis, yaitu;
(1)Tingkat nol, yaitu pasien yang kebutuhannya dapat terpenuhi dengan
perawatan dalam ruang perawatan normal di Rumah Sakit yang menangani
kondisi akut, (2) Tingkat satu, yaitu pasien yang memiliki resiko mengalami
kondisi yang memburuk atau pasien yang baru dipindahkan dari tingkat perawatan
yang lebih tinggi yang kebutuhannya dapat terpenuhi pada ruang perawatan akut
dengan saran dan bantuan tambahan dari tim perawatan kritis, (3) Tingkat kedua,
yaitu pasien yang membutuhkan observasi atau intervensi yang lebih detail
termasuk bantuan untuk kegagalan satu sistem atau perawatan pasca operasi, dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pasien yang turun dari tingkat perawatan yang lebih tinggi, dan (4) Tingkat ketiga,
yaitu pasien yang membutuhkan bantuan pernafasan lanjut saja atau bantuan
pernafasan dasar dengan bantuan setidaknya pada dua sistem organ. Tingkat ini
meliputi semua pasien kompleks yang membutuhkan bantuan untuk kegagalan
multiorgan.
2.2.4 Aplikasi Caring di ICU
Caring pada perawatan kritis di ICU merupakan suatu proses perawatan
yang diberikan dengan menggunakan perasaan, pengetahuan, dan tindakan dalam
memenuhi kebutuhan pasien dan keluarga selama perawatan kritis (Bush & Barr,
1997).Caring di ICU dapat terdiri dari meyakinkan, menjelaskan, menghibur,
memegang tangan pasien, bertindak cepat dan tenang, duduk dengan keluarga
pasien, dan menangis dengan pasien / keluarga dalam hal diagnosis semua tercatat
menjadi kombinasi peduli dan teknologi (Beeby, 2010).
Salah satu caring yang diterapkan di ICU adalah interaksi perawat selama
24 jam dan menjalin hubungan dekat dengan keluarga pasien dalam perawatan
kritis untuk memenuhi kebutuhan keluarga (Beeby, 2010). Beberapa penelitian
mengenai pengalaman caring perawat dalam perawatan kritis menjelaskan bahwa
cara merawat berasal rasa empati perawat, sensitivitas dan kepedulian terhadap
pasien mereka (Brysiewic & Bhengu, 2010).). Ners ICU perlu meningkatan
perasaan caring dalam perawatan kritis serta memiliki pengetahuan dan percaya
diri dalam penggunaan teknologi (Beeby, 2010)
Perilaku caring selama perawatan kritis terhadap keluarga pasien dapat
dilihat dari cara perawat merespon akan pertanyaan-pertanyaan yang diungkapkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
oleh keluarga pasien, memberikan dukungan psikologis termasuk kebutuhan
psikososial keluarga, perubahan kondisi perawatan dan kebutuhan antisipatif;
Memberikan penjelasan akan pengobatan, dan cara akses dalam mendapatkan
kualitas informasi yang lain selama perawatan kritis. Ners bertanggung jawab
untuk memenuhi kebutuhan keluarga, kebanyakan unit perawatan intensif
mencoba untuk menawarkan terbuka untuk mengunjungi anggota keluarga dekat,
yang mana keluarga pasien bisa di samping tempat tidur pasien untuk sebagian
besar hari sehingga dapat mengetahui seluruh pengobatan dasar dan intervensi
prosedural.
Mengingat pentingnya peran keluarga oleh karena itu caringsangat
diperlukan dalam perawatan kritis, karena selama ini caring lebih difokuskan
kepada pasien saja.Padahal dengan memperhatikan kebutuhan pasien dan
keluarga, maka akan menciptakan lingkungan yang saling mendukung untuk
kesembuhan dan pemulihan kesehatan pasien. Bagi keluarga pasien yang berada
dalam keadaan kritis (critical care paients) dalam kenyataannya memiliki stress
emosional yang tinggi (high levels of emotional distress). Ners yang akan
memberikan informasi tentang kondisi medis pasien dan memberikan akses untuk
berhubungan dengan petugas pemberi pelayanan merupakan prioritas utama yang
diharapkan dan diperlukan oleh keluarga pasien, merupakan gambaran caring di
perawatan kritis. Perawatan kritis di ICU menimbulkan stres bagi keluarga pasien
juga karena lingkungan rumah sakit, dokter dan perawat merupakan bagian yang
asing, bahasa medis yang sulit untuk dipahami dan terpisahnya anggota keluarga
dengan pasien, oleh karena itu Ners perlu memberikan perhatian untuk memenuhi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kebutuhan keluarga dalam frekuensi, jenis, dan dukungan komunikasi. Sejalan
dengan itu, caring di ICU harus memahami kepercayaan, nilai-nilai keluarga,
menghormati struktur, fungsi, dan dukungan keluarga (Potter & Perry, 2007).
2.2.5 Ners di Perawatan Kritis dalam ICU
Ners sebagai pemberi jasa keperawatan merupakan ujung tombak pelayanan
di rumah sakit sebab perawat berada selama 24 jam memberikan asuhan
keperawatan. Tanggung jawab yang demikian berat belum ditunjang dengan
sumber daya yang memadai, sehingga peran dan kinerja perawat sering menjadi
sorotan negatif dari profesi lain atau masyarakat. Fenomena yang berkembang
saat ini, banyak perawat yang tidak melaksanakan perannya sesuai dengan lingkup
tanggung jawab.Perawat dalam melaksanakan peran sering hanya berdasarkan
mother instinc, berdasarkan rutinitas, dan prosedur tanpa adanya kejelasan
paradigma ilmu yang diterapkan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
klien. Terlebih lagi lingkup dan tanggung jawab perawat sering tumpang tindih
dengan profesi kedokteran Belum nampak tugas independen (Nursalam, 2014).
Ners perawatan kritis adalah perawat profesional berlisensi yang bertanggung
jawab untuk memastikan bahwa akut dan pasien sakit kritis dan keluarga mereka
menerima perawatan yang optimal, yang mana mengandalkan ilmu pengetahuan,
keterampilan dan pengalaman untuk memberikan perawatan kepada pasien dan
keluarga serta menciptakan lingkungan yang menyembuhkan, manusiawi dan
peduli.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.2.6 Peran Ners selama Perawatan Kritis
Ners harus seimbang dalam memenuhi kebutuhan fisik dan emosional
dirinya maupun kliennya beserta kelaurga dalam suatu lingkungan yang dapat
menimbulkan stress dan dehumanis. Dukungan psikososial dibutuhkan oleh
pasien dan keluarga pada unit perawatan kritis termasuk bantuan dalam mengatasi
efek perawatan di rumah sakit sebanding dengan penyakit kritis. Peranan Ners
dalam perawatan kritis terdapat di bagian unit perawatan intensif, perawatan
pasca-operasi dan unit ketergantungan tinggi. Mereka juga bekerja pada tim
evakuasi dan transportasi medis.
Selain itu, Ners selama perawatan kritis yaitu mampu mengkoordinasikan
perawatan dan melakukan intervensi apabila jika ada kebingungan atau konflik
antara anggota staf lain. Ners juga memberikan dukungan kepada keluarga yang
sering ditekankan oleh penyakit pasien selama perawatan kritis dan sangat
membutuhkan dukungan emosional dalam beberapa kasus. Ners juga
memfasilitasi diskusi antara keluarga pasien dan dokter tentang pilihan terbaik
perawatan, apabila terjadi perselisihan, maka Ners yang akan mungkin bertindak
sebagai mediator, memperoleh bantuan dari pekerja sosial atau pemuka agama,
atau mengakses komite etik rumah sakit.
2.2.7 Intervensi Ners dalam Perawatan Kritis
Secara konsisten Ners dalam menangani kebutuhan keluarga yang
mengalami perawatan kritis yaitu untuk memberikan informasi, jaminan,
kedekatan, dukungan dan kenyamanan. Beberapa intervensi lainnya yaitu
menyelamatkan nyawa, mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
melalui observasi dan monitoring yang ketat, disertai kemampuan
menginterpretasikan setiap data yang didapat dan melakukan tindak lanjut,
meningkatkan kualitas hidup pasien dan mempertahankan kehidupan,
mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien, dan mengurangi angka
kematian dan kecacatan pasien kritis dan mempercepat proses penyembuhan
pasien
2.3 Keluarga
Keluarga menurut sejumlah ahli adalah sebagai unit sosial-ekonomi terkecil
dalam masyarakat yang merupakan landasan dasar dari semua institusi,
merupakan kelompok primer yang terdiri dari dua atau lebih orang yang
mempunyai jaringan interaksi interpersonal, hubungan darah, hubungan
perkawinan, dan adopsi (Buckley & Andrew 2011). Sedangkan Friedman (1998)
mengatakan keluarga merupakan kumpulan dua orang atau lebih yang hidup
bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran
masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Menurut Sayekti (1994)
mengatakan bahwa keluarga adalah suatu ikatan/persekutuan hidup atas dasar
perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau
seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa
anak, baik anaknya sendiri atau anak adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah
tangga.
Ketiga pengertian diatas memiliki persamaan bahwa dalam keluarga
terdapat ikatan perkawinan dan hubungan darah yang tinggal bersama dalam satu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
atap (serumah) dengan peran masing-masing serta keterikatan emosional
(suprajitno, 2004)
2.3.1 Dukungan keluarga pada pasien dengan perawatan kritis
Keberhasilan pelayanan keperawatan bagi pasien tidak dapat dilepaskan dari
peran keluarga.Pengaruh keluarga dalam keikutsertaannya menentukan kebijakan
dan keputusan dalam penggunaan layanan keperawatan membuat hubungan
dengan keluarga menjadi penting. Namun dalam pelaksanaannya hubungan ini
sering mengalami hambatan, antara lain kesempatan kontak relatif terbatas
(Brysiewicz & Bhengu, 2010).
Adanya kebijakan jam kunjungan di ICU menjadikan pasien merasa terpisah
dengan keluarga yang mereka cintai. Pasien sering merasa kesepian dan kurang
mendapat perhatian dari keluarganya. Kurangnya perhatian dapat secara aktual
menyebabkan efek yang merusak pada kesehatan dan penyembuhan pasien. Maka
keluarga merupakan orang-orang yang paling mungkin dan mampu memberikan
aspek perhatian ini. Memberikan kehangatan, rasa cinta, perhatian dan
komunikasi adalah hal yang bermakna dan penting dalam memenuhi kebutuhan
psikososial pasien. Bahkan pada pasien tuli, tidak mampu berbicara, atau tidak
mampu memahami bahasa, atau tidak mungkin berkomunikasi verbal karena
intubasi atau sakit fisik lainnya juga memerlukan dukungan keluarga untuk
memberikan kehangatan, rasa cinta, perhatian dan komunikasi yang mungkin
dilakukan dengan menggunakan sentuhan (Hudak & Gallo, 1997).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.3.2 Kebutuhan Keluarga selama Perawatan Kritis
Kebutuhan adalah salah satu aspek psikologis yang menggerakkan mahluk
hidup dalam aktivitas-aktivitasnya dan menjadi dasar (alasan) untuk berusaha.
Manusia memiliki kebutuhan dasar yang bersifat heterogen. Setiap orang pada
dasarnya memiliki kebutuhan yang sama, akan tetapi karena terdapat perbedaan
budaya, maka kebutuhan tersebut pun ikut berbeda. Dalam memenuhi
kebutuhannya, manusia menyesuaikan diri dengan prioritas yang ada. Lalu jika
gagal memenuhi kebutuhannya, manusia akan berpikir lebih keras dan bergerak
untuk berusaha mendapatkannya.
Kebutuhan keluarga merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh keluarga
dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis individu-
individu dalam keluarga tersebut, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan
kehidupan dan kesehatan (Alimul, 2009). Adapun kebutuhan keluarga pasien di
ICU menurut CCFNI (Critical Care Family Need Inventory oleh Motter & Leske,
1996) yaitu: 1) Kebutuhan akan informasi, 2) Kebutuhan akan dukungan mental,
3) Kebutuhan rasa nyaman berdekatan dengan pasien, dan 4) Jaminan pelayanan.
Kebutuhan akan informasi meliputi informasi tentang perkembangan
penyakit pasien, penyebab atau alasan suatu tindakan tertentu dilakukan pada
pasien, kondisi sesungguhnya mengenai perkembangan penyakit pasien, kondisi
pasien setelah dilakukan tindakan/pengobatan, perkembangan kondisi pasien
dapat diperoleh keluarga paling sedikit sehari sekali, rencana pindah atau keluar
dari ruangan, dan informasi mengenai peraturan selama menajalani perawatan
kritis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kirchoff, et al. (1998), jenis informasi yang keluarga butuhkan dari perawat
berhubungan dengan keadaan pasien secara umum. Keluarga ingin mendapat
informasi tentang tanda-tanda vital (stabil vs tidak stabil), tingkat kenyamanan
pasien, dan pola tidur. Keluarga tidak mengharapkan perawat untuk memberikan
informasi tentang prognosis, diagnosis, atau rencana pengobatan (informasi ini
mereka butuhkan dari dokter yang merawat pasien). Pernyataan ini juga berarti
bahwa perawat tidak dapat dan tidak boleh memberikan jenis informasi ini.
Informasi yang spesifik dan penting untuk keluarga pasien di identifikasi
oleh Mirackle and Hovenkamp berupa kebutuhan untuk mendapat jawaban yang
jujur atas pertanyaan-pertanyaan keluarga, kebutuhan untuk mengetahui fakta
tentang prognosa pasien, kebutuhan untuk mengetahui hasil suatu prosedur yang
telah dilakukan sesegera mungkin, kebutuhan untuk mendapat informasi dari staf
mengenai status pasien, kebutuhan untuk mengetahui mengapa sesuatu dapat
terjadi, kebutuhan untuk mengetahui komplikasi yang mungkin terjadi, kebutuhan
untuk mendapat penjelasan atau keterangan yang bisa di mengerti, kebutuhan
untuk mengetahui dengan jelas apa yang sedang terjadi, kebutuhan untuk
mengetahui tentang staf yang memberikan perawatan, kebutuhan untuk
mendapatkan bimbingan atau petunjuk tentang bagaimana suatu prosedur
dilakukan (Urden & Stacy, 2000).
Kebutuhan akan dukungan mental yaitu kebutuhan akan adanya
pelayanan rohaniwan selama perawatan kritis, mendapat jawaban yang tepat,
adanya perhatian dari personil ruang ICU, dan dapat berkonsultasi tentang kondisi
pasien setiap hari dengan dokter/perawat yang merawat (Bhengu, 2010). Mereka
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tidak hanya ingin memberikan dukungan dengan berada dekat dengan pasien,
tetapi juga kehadiran fisik memungkinkan mereka untuk menyaksikan bagaimana
anggota keluarga mereka sedang di rawat. Dengan memberikan waktu kunjungan
yang fleksibel tidak hanya memungkinkan pasien dan keluarganya bersama
namun juga memfasilitasi keluarga untuk memberikan dukungan pada pasien.
Kebutuhan akan rasa nyaman yaitu kebutuhan yang dibutuhkan keluarga
untuk mengetahui bahwa pasien masih bisa mendengarkan dan mengenali suara
keluarga yang berkunjung, ada pemberitahuan ke rumah bila ada perubahan
kondisi secara mendadak pada pasien, mempunyai kenyamanan dengan peralatan
yang ada di ruang tunggu, mempunyai waktu khusus/istimewa saat menjenguk
pasien dan ada jam kunjung yang tepat waktu. Kebutuhan akan kedekatan dengan
pasien dimana kedekatan ini menunjukkan kebutuhan untuk berada di dekat
anggota keluarga/orang yang di cintainya yang sedang sakit. Kebutuhan ini bisa
diperoleh apabila keluarga pasien tersebut dapat melihat/menjenguk pasien selama
perawatan kritis secara teratur, dapat berkomunikasi/konsultasi tentang kondisi
pasien dengan perawat yang sama setiap hari, dapat membantu merawat fisik
pasien serta dapat membantu memberi dukungan mental kepada pasien di rawat.
(Nursalam, 2003).
Kebutuhan akan jaminan pelayanan yaitu kebutuhan dimana setiap
keluarga membutuhkan kepastian tentang adanya penilaian yang realistis tentang
situasi. Kepastian adalah suatu strategi untuk menghindari stress, menghindari
kemungkinan krisis dan mengurangi ketidakpastian dalam kebutuhan keluarga,
harapan telah konsisten diidentifikasi sebagai kebutuhan yang diprioritaskan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Harapan lebih banyak mencerminkan paham spiritual bahwa nasib tidak
ditentukan sebelumnya dan respon emosional pasien dipengaruhi oleh perawatan
yang diberikan. Jaminan pelayanan yang dibutuhkan keluarga meliputi :
merasakan ada harapan tentang kesembuhan pasien, mengetahui bahwa semua
tindakan yang dilaksanakan bertujuan mengurangi/menyembuhkan penyakit
pasien, rumah sakit menyediakan makanan yang terbaik dan bermutu untuk
pasien, ada jaminan bahwa perawatan terbaik telah diberikan kepada pasien, ada
jaminan perlindungan diri pasien.
The American College of Medicine Critical Care (ACCM) dan The Society
of Medicine Critical Care (SMCC) merekomendasikan kebutuhan keluarga yang
menunggu keluarganya selama perawatan kritis meliputi kebutuhan untuk
mengambil keputusan bersama, bukan keputusan sepihak oleh dokter, kebutuhan
meningkatkan komunikasi dan menggunakan istilah-istilah yang keluarga bisa
mengerti pada saat berkomunikasi, kebutuhan dukungan spiritual, mendorong dan
menghargai do'a dan kepatuhan terhadap tradisi budaya yang membantu banyak
pasien dan keluarga untuk mengatasi penyakit dan kematian, kebutuhan akan
hadirnya keluarga pada saat resusitasi yang mungkin membantu keluarga untuk
mengatasi stress akibat kematian orang yang di cintai, kebutuhan akan waktu
kunjungan yang fleksibel, kebutuhan tersedianya ruangan menunggu untuk
keluarga yang dekat dengan ruangan pasien, dan kebutuhan keluarga agar
dilibatkan dalam proses perawatan paliatif (Barclay & Lie, 2007).
Pada studi tentang kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya
dengan perawatan ICU ada beberapa hal penting yang dibutuhkan yaitu kebutuhan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
untuk dihubungi ke rumah bila terjadi perubahan pada kondisi pasien, kebutuhan
untuk mengetahui prognosa penyakit, kebutuhan untuk mendapat jawaban yang
jujur atas pertanyaan keluarga, kebutuhan untuk menerima informasi tentang
pasien sekali sehari, kebutuhan untuk mendapat penjelasan terhadap sesuatu yang
tidak dimengerti, dan kebutuhan untuk mendapat jaminan bahwa pasien
mendapatkan kenyamanan (Campbell, 2009). Meskipun kebutuhan keluarga
pasien yang menunggu keluarganya dengan perawatan kritis tampak mudah,
namun adalah kesalahan bila menganggap bahwa semua staf yang bekerja di unit
ICU mengetahui dan mencoba memenuhi apa yang menjadi kebutuhan mereka
(Henneman & Cardin, 2002)
2.3.3 Efek Perawatan Kritis pada Keluarga
Perawatan kritis pada salah satu anggota keluarga menciptakan krisis dan
rasa ketidakseimbangan dalam sistem keluarga, sehingga peran dan fungsi yang
ditetapkan akan terganggu. Krisis pada masa perawatan kritis mengganggu
keluarga dalam beradaptasi dengan stres. Kebutuhan emosional dan fisik dasar
tidak dapat dipenuhi dan kebutuhan-kebutuhan baru dapat berkembang (Hepworth
et al., 1994).
Molter (1979) mengatakan beberapa kebutuhan yang dapat membantu
keluarga dalam mendukung perawatan kritis, sehingga membantu perawat
mengembangkan intervensi untuk memfasilitasi pemahaman keluarga tentang
penyakit pasien, dan membantu keluarga mengatasi krisis. Keluarga individual
akan mengungkapkan kebutuhan berdasarkan pada sumber daya mereka, metode
koping, nilai-nilai, dan sikap tentang penyakit kritis dan perawatan kesehatan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Evaluasi dan penggabungan respon keluarga ke dalam rencana perawatan sangat
penting untuk menerapkan perawatan yang berfokus kepada keluarga. Kebutuhan
keluarga memberikan basis untuk dapat memulai ketika keluarga mengerti
mengenai penyakit dan pilihan pengobatan pasien, sehingga mereka dapat
keluarga memberikan basis untuk dapat memulai ketika keluarga mengerti
mengenai penyakit dan pilihan pengobatan pasien, sehingga mereka dapat
memahami tindakan keperawatan selama perawatan kritis.
2.4. Konsep Studi Fenomenologi
Fenomenologi sebagai studi tentang fenomena telah mengalami
perkembangan sebagai studi tentang fenomena dan metode penelitian.Pergerakan
fenomenologi sebagai filosofi dimulai dari fase persiapan, fase Jerman dan Fase
Perancis (Streubert & Carpenter, 1999). Pada fase persiapan, Franz Bretano yang
dikenal sebagai “Bapak fenomenologi” menyatakan konsep intentionality yang
menjadi tema sentral dari filosofi fenomenologi.Intentionality adalah suatu konsep
yang berarti suatu kesadaran dari pengalaman internal terhadap suatu kejadian
yang didasarkan pada ingatan, bayangan, dan arti (Moustakas, (1994 dalam
Creswell, 1998)).
Pada fase Jerman, pemikiran dasar Bretano dikembangkan oleh Edmund
Husserl yang mengembangkan konsep sentral fenomenologi menjadi intuition dan
phenomenological reduction. Husserl menyatakan bahwa suatu penampakan
fenomena hanya akan ada bila ada subjek yang mengalami fenomena tersebut
(Denzin & Lincoln, 2003). Tujuan dari proses intuitif adalah untuk memahami arti
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan makna suatu fenomena sebagaimana pengalaman manusia yang
mengalaminya dalam konteks alami. Phenomenological reduction
menggambarkan bahwa suatu fenomena harus dilihat tanpa prasangka atau
penghakiman.Konsep ini kemudian dikenal dengan “bracketing” (Creswell,
1998). Dasar pemikiran Husserl diatas merupakan pondasi bagi perkembangan
fenomenologi sebagai suatu filosofi dan metode penelitian (Creswell, 1998;
Streubert & Carpenter, 1999).
Pada fase Perancis, filosof seperti Gabriel Marcel, Jean Paul Satre dan
Maurice Merleau-Ponty berbeda dengan filosofi Husserl tidak sependapat dengan
konsep bracketing. Hal ini karena manusia tidak dapat dipisahkan dari
persepsinya, sehingga pada fase perancis fenomenologi eksitensial memiliki
konsep reflexsivity (Streubert & Carpenter, 1999). Konsep reflexsivity
mengandung pengertian bahwa seseorang dapat mengartikan suatu makna dari
suatu kesadaran melalui proses perefleksia terhadap fenomena yang terjadi
(Denzin & Lincoln, 2003). Konsep ini manusia dapat menginterpretasikan
manusia lain dan kejadian disekelilingnya dengan cara membuat klasifikasi dan
pengorganisasian konsep-konsep dan faktor-faktor lain yang terlibat dalam
pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya dan interaksi dengan sekelilingnya
(Denzin & Lincoln, 2003).
Pandangan dari beberapa para ahli fenomenologi mengenai berbagai
pandangan yang terkait dengan pengalaman manusia.Salah satunya adalah Husserl
dan Heidegger (Polit & Beck, 2008) yang memandang fenomena subyektif
dengan keyakinan bahwa kebenaran tentang realita didasarkan pada sebuah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pengalaman hidup manusia, yang dapat diartikan sebagai ketertarikan fisik
manusia terhadap dunianya.
Pengalaman manusia dipelajari oleh peneliti untuk mengetahui dan
memahami bagaimana esensi atau makna dari pengalaman tersebut. Peneliti
berupaya untuk mengeksplorasikan bagaimana pengalaman yang dialami oleh
partisipan melalui mengumpulkan informasi dengan cara masuk ke dalam dunia
partisipan, sehingga peneliti dapat mengalami pengalaman yang sama seperti
partisipan. Dalam pengumpulan informasi ini dilakukan dengan wawancara
mendalam, partisipasi, observasi, dan refleksi introspeksi (Polit & Beck, 2008).
Polit dan Beck (2008) menyatakan bahwa terdapat dua jenis penelitian
fenomenologi yaitu Descriptive Phenomenology dan Interpretive Phenomenology.
Descriptive Phenomenology, meliputi eksplorasi langsung dan
mengambarkan fenomena secara teliti, berupaya dan bebas untuk menalaah dan
mendeskripsikan pengalaman hidup manusia sebagaimana adanya, tanpa adanya
interpretasi dan abstraksi dan bukan penyelidikan perkiraan, ditujukan untuk
menampilkan perasaan secara maksimal. lebih ditekankan pada deskripsi
pengalaman yang dialami oleh manusia berdasarkan apa yang didengar, dilihat,
diyakini, dirasakan, diingat, dievaluasi, dilakukan, dan seterusnya. Fenomenologi
deskriptif mempunyai tiga tahapan proses yaitu bracketing, intuiting, analyzing,
dan describing.
Bracketing, proses mengidentifikasi dan membebaskan diri dari praduga-
praduga, keyakinan atau npendapat yang terkait fenomena yang diteliti, dalam
proses ini dilakukan dengan cara peneliti membebaskan diri dari teori-teori yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
diketahuinya serta menghindari perkiraan-perkiraan dalam upaya memperoleh
data yang murni.
Intuiting dilakukan dengan kegiatan pengumpulan data.Pengumpulan data
penelitian fenomenologi deskriptif dilakukan dengan mengeksplorasi pengalaman
partisipan tentang fenomena yang diteliti (Streubert & Carpenter, 1999).
Partisipan dipilih berdasarkan kemampuannya untuk memberikan informasi sesuai
dengan tujuan penelitian (Creswell, 1998). Partisipan penelitian fenomenologi
kualitatif berada dalam satu lokasi dan diseleksi dengan menggunakan teknik
purposive sampling ( Miles& Huberman, 1994 dalam Creswell, 1998). Dalam
riset kualitatif disebut sebagai judgemental, theoritical atau purposive sampling
(Polit & Hungler, 1999, Streubert & Carpenter, 1999).
Purposive sampling adalah pemilihan sampel secara sadar oleh peneliti
terhadap subjek untuk dimasukkan dalam penelitian.Patton (1995)
menggambarkan alternative dalam purposive sampling yaitu: 1) Maximum
variation sampling, yaitu pemilihan sampel didasarkan pada tujuan tertentu,
dengan rentang variasi yang besar pada dimensi peminatan, 2) Extremen/deviant
case sampling, yaitu memberikan kesempatan untuk belajar dari partisipan yang
paling tidak lazim atau ekstrim ( misalnya : partisipan yang sukses beradaptasi
dengan lansia yang mengalami demensia), 3) Typical case sampling yaitu
melibatkan pemilihan partisipan yang mampu mengilustrasikan atau menyoroti
hal-hal yang khusus atau rata-rata dialami.
Pada penelitian fenomenologi yang paling penting adalah menggambarkan
makna dari sejumlah kecil individu yang mengalami fenomena yang diteliti
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(Creswell, 1998), walaupun hanya satu orang saja (Dukes, 1984 dalam Creswell,
1998).Riemen (1986 dalam Creswell, 1998) menyatakan dibutuhkan sekitar 10
partisipan untuk menjadi sampel dalam penelitian fenomenologi. Pengumpulan
data dari partisipan penelitian fenomenologi deskriptif dilakukan dengan teknik
wawancara mendalam. Wawancara adalah proses tanya jawab yang dilakukan
untuk mencapai tujuan tertentu (Streubert & Carpenter, 1999). Waktu yang
diperlukan untuk melakukan proses wawancara dapat berlangsung selama 60-90
menit (Creswell, 1998).
Creswell (1998) menyatakan wawancara bisa dikategorikan menjadi
wawancara tidak terstruktur, wawancara semi terstruktur dan wawancara
terstruktur dengan sifat pertanyaan open-ended. Streubert & Carpenter (1999)
menyatakan wawancara yang tidak terstruktur dapat memberikan kebebasan dan
keleluasaan yang lebih besar dalam jawaban yang diberikan dibandingkan dengan
jenis interview yang lain. Hasil wawancara kemudian didokumentasikan pada hari
yang sama dengan menyalin hasil rekaman proses wawancara kata demi kata
(Poerwandari, 1998).
Analyzing dimulai dengan pembuatan transkrip hasil wawancara yang
telah dilakukan.Analisis pada penelitian fenomenologi dskriptif dapat dilakukan
secara manual atau dengan menggunakan progran komputer (Creswell, 1998).
Salah satu program komputer untuk menganalisis penelitian fenomenologi adalah
NUD-IST(non-numerical unstructured data indexing, searching and theorizing).
Describing yaitu menuliskan elemen-elemen penting dari suatu
fenomenasecara menarik. Tahap ini merupakan bagian integral dari tahap intuiting
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan tahap analizing , sehingga peneliti harus membuat tulisannya berdasarkan
kesimpulan hasil analisis data (Streubert & Carpenter, 1999). Penulisan deskriptif
ini bertujuan untuk mengkomunikasikan hasil penelitian fenomenologi deskriptif
pada pembacanya (Creswell, 1998).Spielgelberg (1975 dalam Streubert &
Carpenter, 1999) meletakkan kerangka kerja bagi penelitian fenomenologi
deskriptif yang didasarkan pada filosofi Husserl. Rancangan fenomenologi
deskriptif banyak digunakan untuk mengungkap arti dan makna pengalaman
hidup manusia. Peneliti berkesimpulan bahwa kerangka kerja penelitian yang
telah diungkapkan oleh Spiegelberg (1975 dalam Streubert & Carpenter, 1999)
dapat diaplikasikan dalam penelitian keperawatan. Peneliti tertarik untuk
mengungkap arti dan makna pengalaman Ners dan keluarga pasien tentang caring
pada psien yang mengalami perawatan kritis.
Beberapa ahli seperti Giorgi mengatakan bahwa konsep penting untuk
pendekatan fenomenologis penelitian kualitatif meliputi: Fenomena,
reduction,bracketing, mencari esensi, variasi imajinatif gratis, intensionalitas,
triangulasi, dan deskripsi naïf (Anderson, 2010). Berikut ini definisi istilah ini
khusus untuk metode Giorgi itu.
Fenomena didefinisikan oleh Giorgi sebagai "yang menunjukkan dirinya
justru karena hal itu menunjukkan dirinya untuk sebuah kesadaran alami," (1995,
hal. 8). Sebuah contoh umum dari hal ini adalah ketika orang mengatakan, "Cara
saya melihat itu adalah ...". Hal ini menunjukkan bahwa kita memahami bahwa
mungkin ada persepsi lain dari situasi, atau bahwa persepsi kita hanyalah salah
satu dari banyak, tapi tetap saja, itu adalah persepsi kita, (Giorgi, 1995).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Reduction merupakan suatu proses yang Giorgi didefinisikan sebagai yang
membutuhkan peneliti untuk mengesampingkan pengetahuan masa lalu fenomena
dan menjadi "hadir dengan apa yang diberikan tepat seperti yang diberikan,"
(Giorgi, 1989a). Ini sebutan bagi peneliti untuk mengambil "makna setiap
pengalaman persis seperti yang muncul atau disajikan ke dalam kesadaran,"
(DeCastro, 2003).
Bracketing adalah salah satu sarana yang reduksi berlangsung. Peneliti
menggunakan proses bracketing untuk menghindari seru bias pribadi ke dalam
data. Di dalam bracketing, peneliti berusaha menuju kesadaran persepsi pribadi,
dan melarang setiap prasangka-prasangka atau prasangka untuk mempengaruhi
deskripsi data (Giorgi, 1988).
Mencari esensi dari fenomena yang akan membutuhkan peneliti untuk
mengidentifikasi "karakteristik tetap dan tidak berubah dari fenomena tertentu
yang diteliti," (DeCastro, 2003, hal. 50). Giorgi (1985) menjelaskan proses ini
lebih lanjut dengan meminta peneliti untuk mengidentifikasi apa itu tentang
fenomena yang memungkinkan untuk diidentifikasi seperti; apa karakteristik
harus hadir, atau umum?
Proses variasi imajinatif gratis sebutan bagi peneliti untuk
mengeksplorasi komponen yang sebelumnya yang tidak dianggap dari fenomena
yang kemudian memungkinkan untuk wawasan baru untuk elemen penting, atau
esensi. Giorgi menggambarkan proses ini sebagai peneliti berkomitmen untuk
"perspektif yang berbeda-beda yang dapat menyebabkan tak terduga.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Para intensionalitas merujuk pada realitas sadar yang dirasakan oleh
setiap individu dalam kaitannya dengan suatu objek atau situasi. Ini menunjukkan
ada hubungan antara objek dan kesadaran objek. Ini adalah "tindakan yang
disengaja dimana setiap manusia berhubungan dengan dunia dan objek.
Intensionalitas ditempatkan ke dalam kesadaran manusia, yang, pada gilirannya,
berarti bahwa kesadaran selalu kesadaran sesuatu, "(DeCastro, 2003).
Triangulasi merujuk pada penggunaan "beberapa referen" untuk
mendapatkan variasi yang cukup dalam upaya untuk menemukan unsur-unsur
penting dari fenomena (Polit & Beck, 2008). Referen ini dapat beberapa sumber
data, beberapa situs sumber, beberapa kali evaluasi, metode pengumpulan
beberapa data, dan / atau beberapa jenis peserta (Polit & Beck, 2008). Giorgi
menyatakan bahwa penggunaan tiga atau lebih mata pelajaran untuk
menggambarkan fenomena tersebut cukup untuk menyediakan berbagai data yang
cukup untuk memberikan hasil yang berarti (Giorgi, 1989b). Peserta dalam
penelitian phenomenologic dapat memanfaatkan berbagai metode ekspresi untuk
berkomunikasi pengalaman mereka. Metode yang digunakan bisa termasuk
bahasa, gerak tubuh, dan ekspresi wajah. "Keterangan adalah artikulasi objek
pengalaman atau kesadaran melalui bahasa," (Giorgi, 1995). Bahasa yang
digunakan oleh peserta yang diistilahkan oleh Giorgi sebagai gambaran naif.
Deskripsi naïf adalah "sehubungan dengan kepentingan penelitian peneliti
serta dengan cara yang konkret dan prepsychological," (Giorgi, 1995). Deskripsi
ini harus diterima oleh peneliti seperti yang disampaikan oleh peserta, dengan
sedikit prakonsepsi, refleksi, atau penghakiman, mungkin
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Interpretive Phenomenology, dikembangkan oleh Heidegger pada tahun
1962, dimana inti dari filosofinya bukan hanya sekedar gambaran pengalaman
manusia tetapi pada pemahaman dan penafsiran (interpretif) juga. Dimana
pengalaman hidup manusia merupakan suatu proses interpretif dan pemahaman
yang merupakan ciri dasar keberadaan manusia. Tujuan dari penelitian ini untuk
menemukan pemahaman dari makna pengalaman hidup dengan cara masuk ke
dalam dunia partisipan. Menurut Van Manen (1997) tujuan dari analisis data
fenomenologis adalah untuk "mengubah pengalaman hidup menjadi ekspresi
tekstual esensinya - sedemikian rupa bahwa efek teks sekaligus ulang hidup
refleksif dan perampasan mencerminkan sesuatu yang bermakna". Teks dapat
dilihat sebagai baik data dan hasil penelitian fenomenologis (Smith, 1997).
Fenomenologi dapat membangun sebuah menjiwai, deskripsi menggugah
(teks) dari tindakan manusia, perilaku, niat, dan pengalaman seperti yang kita
menemui mereka di dunia kehidupan ini. Deskripsi fenomenologis kaya dan
menggugah, memohon pembaca anggukan fenomenologis sebagai pengakuan atas
fenomena jadi kaya dijelaskan bahwa mereka juga mungkin mengalami (van
Manen, 1997). Produk penelitian fenomenologis harus sederhana dan mudah,
sehingga pembaca yang mengalami fenomena dapat menganalisis realitas mereka
sendiri dengan tema diidentifikasi (Swanson-Kauffman & Schonwald, 1988).
Tema fenomenologis dapat dipahami sebagai struktur pengalaman dan
menawarkan deskripsi tebal fenomena (van Manen). Penelitian ini, metode yang
sistematis analisis data tematik diadopsi, seperti yang diinformasikan oleh Titchen
dan kolega kerja (Edwards & Titchen, 2003; Titchen, 2000; Titchen & McIntyre,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1993). Metode ini memungkinkan untuk identifikasi sistematis 'interpretasi dan
konstruksi (urutan pertama konstruksi), yang kemudian berlapis dengan peneliti
peserta pemahaman sendiri, interpretasi, dan konstruksi (urutan kedua).
Strategi hermeneutic merupakan lingkaran hermeneutik lingkaran yang
berupa dialog tanya jawab dengan dua strategi utama yang diambil dari literatur
hermeneutika yang tergabung dalam penelitian. Lingkaran hermeneutik adalah
sebuah metafora untuk pemahaman dan interpretasi, yang dipandang sebagai
gerakan antara bagian-bagian (data) dan keseluruhan (pemahaman berkembang
fenomena), masing-masing memberikan makna kepada seperti lainnya bahwa
pemahaman melingkar dan berulang . Oleh karena itu, peneliti tetap terbuka untuk
pertanyaan yang muncul dari mempelajari fenomena dan memungkinkan teks
untuk berbicara dan jawabannyakan ditemukan dalam teks. Dalam konteks ini,
teks adalah dibuat oleh peneliti dari data yang dikumpulkan dari partisipan.
Memahami muncul dalam proses dialog antara peneliti dan teks penelitian.
Tindakan interpretasi sendiri merupakan konvergensi bertahap wawasan pada
bagian dari peneliti dan teks (Bontekoe, 1996). Ada enam tahapan dalam
menganalisa dengan menggunakan pendekatan hermeneutik yaitu:
1. Immersion - Menyelenggarakan teks
Teks dibuat untuk masing-masing partisipan dari transkrip wawancara. Teks
tersebut disusun menjadi tiga sub kelompok disiplin. Membaca ulang kembali
teks tertulis (transkrip wawancara dan catatan lapangan) untuk setiap partisipan
untuk menjadi sangat akrab dengan susunan teks.Lalu mendengarkan hasil
rekaman audio wawancara berulang kali, proses ini sering disebut sebagai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
perendaman (dalam data) (van Manen, 1997) dan melibatkan terlibat dengan arti
teks, di mana tujuannya adalah untuk mendapatkan "rasa" atau interpretasi awal
dari teks, yang kemudian memfasilitasi coding. Catatan lapangan yang ditulis
selama observasi dan interaksi dengan peserta digunakan untuk memfasilitasi
rekreasi dari konteks di mana penalaran dan komunikasi yang terjadi, yang
merupakan bagian penting dari penafsiran teks.
2. Tahap dua: Memahami - Mengidentifikasi urutan kontruksi pertama
Pertama rangka konstruksi mengacu pada ide-ide partisipan dinyatakan
dalam kata-kata mereka sendiri atau frase, yang menangkap detail yang tepat dari
apa yang dikatakan orang (Titchen & McIntyre, 1993). Pemahaman peneliti
dimulai dari kontruksi partisipan pertama dengan pertanyaan menyelidik selama
wawancara. Melakukan pengecekan selama wawancara memberikan pemahaman
yang semakin kaya dan lebih mendalam dari pengalaman partisipan dan
merupakan aspek utama menghasilkan temuan dari interaksi antara peneliti dan
partisipanselama penelitian berlangsung.
3. Tahap tiga: Abstraksi - Mengidentifikasi urutan kedua konstruksi dan
pengelompokan untuk membuat tema dan sub-tema
Urutan kedua konstruksi kemudian dihasilkan dengan menggunakan
pengetahuan teoritis dan pribadi para peneliti merupakan abstraksi dari urutan
pertama konstruksi. Sebuah file komputer diciptakan untuk masing-masing
membangun urutan kedua dan semua ekstrak yang relevan dari transkrip, latihan
menulis, dan komentar dari log analisis disalin ke dalam file yang menggunakan
urutan pertama membangun sebagai label. Jika membuat urutan kedua sangat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mirip dengan yang sudah ada, maka semua data yang disalin ke dalam file yang
sama. Interpretasi setiap transkrip wawancara digunakan untuk membentuk
gambaran data yang partisipan secara keseluruhan, yang kemudian memberitahu
pemahaman masing-masing transkrip sehingga lebih kaya, pemahaman yang lebih
dalam tentang fenomena yang berkembang. Dengan cara yang sama, komposit
data set untuk setiap sub-kelompok dirumuskan yang digunakan untuk memahami
data masing-masing peserta dan mencarikesamaan antara sub-kelompok. Dengan
demikian, pada akhir tahap ketiga semua materi teks yang relevan dikelompokkan
di bawah setiap konstruk yang relevan untuk setiap sub-kelompok, untuk
menjawab pertanyaan penelitian utama dan sub-pertanyaan.
4. Tahap empat: Sintesis dan pengembangan tema
Tema dikembangkan dari hasil tahap 1-3 dari analisis. Urutan kedua
membangun file dikelompokkan bersama ke dalam sejumlah kecil tema luas baik
di dalam dan tiga subkelompok. Pada tahap ini, tema dan sub-tema yang
dijabarkan lebih lanjut dan hubungan mereka diklarifikasi dengan membaca dan
membaca ulang-semua data. Tahap ini melibatkan terus bergerak maju dan
mundur antara sastra, teks penelitian dan analisis sebelumnya, bergerak dari
bagian untuk keseluruhan mengikuti proses diinformasikan oleh lingkaran
hermeneutik.
5. Illuminating dan menggambarkan fenomena
Dalam tahap ini yang dilakukan adalah memeriksa literatur untuk
dihubungkan ke tema dan sub-tema yang telah diidentifikasi dari seluruh
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
data.Setelah itu mencari hubungan antara tema-tema utama untuk mendukung
pengembangan teori lebih lanjut.
6. Tahap enam: Integrasi - Pengujian dan menyempurnakan tema
Tahap akhir dari analisis data ini yaitu mendapatkan kritik atau tema oleh
para peneliti dan orang luar, dan hasil akhir dari penelitian ini adalah pelaporan
interpretasi akhir dari temuan selama penelitian.
Proses analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara content analysis
segera setelah selesai setiap proses wawancara, yaitu bersamaan dengan dibuatnya
transkrip data. Dalam melakukan content analysis, peneliti menggunakan bantuan
software Weft QDA. Program ini memungkinkan seluruh data dimasukkan
kedalam komputer, setiap bagian dari data akan diberi kode. Kemudian teks lain
yang sesuai dengan kode tersebut dikelompokkan kemudian dianalisa.
Penelitian kualitatif fenomenologi perlu ditingkatkan kualitas dan integritas
dalam proses penelitiannya dengan mengajukan untuk dilakukan tingkat
keabsahan data atau yang dikenal dengan trustworthiness of data (rigour) pada
penelitian tersebut. Menurut Lincoln dan Guba (1985) tingkat keabsahan data
adalah untuk memperoleh tingkat kepercayaan yang berkaitan dengan seberapa
jauh kebenaran hasil penelitian, mengungkapkan dan memperjelas data dengan
fakta-fakta aktual di lapangan, dengan beberapa kriteria terdiri dari Credibility,
Transferability, Dependabilitas, dan Confirmability.
Credibility berarti keyakinan pada kebenaran dan interpretasi data. Lincoln
dan Guba (1985) menyatakan bahwa kredibiltas suatu penelitian dapat dicapai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sejak proses penelitian dilakukan melalui beberapa teknik seperti prolonged
engagement; catatan lapangan yang komprehensif (comprehensive field note),
hasil rekaman dan transkrip (audotaping dan verbatim transcription), triangulasi
data atau metode, saturasi data, dan member checking. Kredibilitas pada saat
proses pengkodingan atau analisis data dapat dilakukan dengan teknik transkripsi
yang rigor, adanya pengembangan buku kode (intercoder book), triangulasi dari
peneliti lain, teori, analisis; peer review/debriefing, sedangkan pada saat
presentasi hasil temuan, kredibilitas dapat dicapai melalui teknik dokumentasi dari
peneliti, dokumentasi refleksi.
Prolonged engagement, yaitu melakuakn penedekatan dalam jangka waktu
dan jumlah pertemuan yang telah ditentukan. Hal ini bertujuan untuk mencipta
hubungan antara peneliti dengan partisipan.
Triangulasi, yaitu mengecek kebenaran data dengan cara membandingkan
dengan data atau informasi yang didapat dari sumber lain, pada berbagai fase
lapangan dengan menggunakan metode yang berlainan. Membicarakannya dengan
orang lain/ kolega (peer debriefing). Kegiatan ini dilakukan untuk membicarakan
catatan lapangan, baik dengan kolega maupun sesama profesi, misalnya dengan
sesama karyawan, kemudian juga membicarakannya dengan atasan alumni
sehingga mendapatkan data yang sebenarnya. Kegiatan ini diharapkan ada
masukan-masukan dan pandangan obyektif dan netral, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan kualitas hasil penelitian. Penggunaan bahan referensiyaitu
menggunakan hasil rekaman untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
informasi yang diberikan oleh narasumber dan diupayakan untuk memahami apa
yang disampaikan, agar kemungkinan kesalahan sangat kecil.
Member check, merupakan kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan
keyakinan terhadap data/ informasi yang diberikan oleh narasumber, perlu selalu
dikonfrrmasikan sehingga tidak terjadi kekeliruan yang berarti. Informasi yang
didapat apabila ada kekurangan akan ditambah dan diperbaiki bersama dengan
narasumber. Kriteria ini dapat dicapai dengan prolonged engagement.
Transferability menyatakan bahwa Transferability berarti bagaimana suatu
penelitian dapat dilakukan di tempat lain. Seorang peneliti harus dapat
menyediakan deskripsi data yang baik pada laporan penelitiannya sehingga
pengguna lainnya dapat mengevaluasi data kedalam konteks yang lain. Saat
proses penelitian, transferability dapat dicapai melalui catatan lapangan yang
komprehensif dan saturasi data. Sedangkan pada saat presentasi hasil temuan
Universitas Sumatera Utaradapat dicapai melalui thick description dan upaya
peningkatan kualitas dokumentasi (Lincoln dan Guba, 1985)
Dependability berarti stabilitas atau reliabilitas dari data yang diperoleh dari
waktu ke waktu (Lincoln & Guba, 1985). Dependability sangat bergantung pada
credibility karena apabila dilakukan pengulangan penelitian dengan partisipan dan
konteks yang sama, akan mempunyai hasil yang sama dengan syarat data yang
diperoleh kredibel. Dependability dapat dilakukan selama proses penelitian
melalui teknik dokumentasi yang baik (careful documentation) dan triangulasi
data atau metode. Sedangkan pada saat proses pengkodingan atau analisis data,
dependability dilakukan audit (inquiry audit).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Confirmability, yang dinyatakan Lincoln dan Guba (1985) mempunyai
objektivitas, yang mana adanya kesamaan tentang akurasi data, relevansi, atau
makna yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. Kriteria ini dilaksanakan dengan
menetapkan bahwa data mewakili informasi yang diberikan partisipan, saat proses
penelitian, confirmability dapat dilakukan dengan strategi pendokumentasian yang
cukup baik (careful documentation). Confirmability juga dapat dilakukan selama
proses pengkodingan atau analisis data, yaitu dengan cara mengembangan suatu
kode (codebook), triangulasi (investigator, teori, dan analisis, peer review, dan
inquiry audit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Teori Transpersonal Caring
(Watson, 1979)
1. Membentuk sistem nilai yang bersifat humanistik-
altruistik,
2. Menanamkan sikap penuh pengharapan
3. Menanamkan sensitifitas atau kepekaan terhadap diri
sendiri dan orang lain
4. Mengembangkan hubungan saling percaya dan saling
membantu
5. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif
dan negative
6. Menggunakan metode sistematis dalam menyelesaikan
masalah caring untuk pengambilan keputusan secara
kreatif dan individualistik.
7. Meningkatkan proses belajar mengajar interpersonal
8. Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosial dan
spiritual yang suportif, protektif dan korektif.
9. Memenuhi kebutuhan dasar manusia dengan penuh
penghargaan dalam rangka mempertahankan keutuhan
dan martabat manusia.
10. Mengijinkan untuk terbuka pada eksistensial-
fenomenologikal dan dimensi spiritual caring serta
penyembuhan yang tidak dapat dijelaskan secara utuh
dan ilmiah melalui pemikiran masyarakat modern.
Ruang Perawatan
Kritis (ICU)
Pengalaman Ners tentang caring pasien yang mengalami
perawatan kritis
Pengalaman keluarga pasien tentang caring pasien yang mengalami perawatan kritis
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
67
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan studi kualitatif yaitu penelitian yang
dilakukan untuk memperoleh jawaban atau informasi yang mendalam tentang
pendapat dan perasaan seseorang yang memungkinkan untuk mendapatkan hal -
hal yang tersirat tentang sikap, kepercayaan, motivasi dan prilaku individu (Polit
& Beck 2012). Fenomenologi merupakan suatu metode penelitian yang kritis dan
menggali fenomena yang ada secara sistematis (Steubert & Carpenter, 2003).
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan fenomenologi interpretatif
(Hermeneutic) yang berdasarkan filosofi Heidegger (Streubert & Carpenter,
1995). Penelitian dengan fenomenologi interpretif (Hermeneutic) memiliki tujuan
untuk menemukan pemahaman dari makna pengalaman hidup dengan cara masuk
ke dalam dunia partisipan yang mana pemahaman tersebut merupakan proses
memamahi setiap bagian dan bagian-bagian secara keseluruhan (Streubert &
Carpenter, 1995).
Pengalaman dalam penelitian fenomenologi ini meliputi semua pengalaman
tentang pandangan manusia meliputi: penglihatan, pendengaran, perabaan,
pengecapan dan penciuman serta fenomena – fenomena lain seperti mempercayai,
mengingat, mengantisipasi, memutuskan, berintuisi, merasakan, kepedulian,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mencintai, mengkhayalkan dan mendambakan atau menginginkan (Smith, 1997,
dalam Higs & Ajjawi, 2007), oleh karena itu maka fenomenologi interpretif
(Hermeneutic) memungkinkan untuk mengeksplorasikan pengalaman partisipan
dengan abstraks dan diinterpretasi oleh para peneliti berdasarkan pengetahuan
teoritis dan pribadi yang dimiliki oleh peneliti. Hermeneutika menambahkan
elemen penafsiran untuk menjelaskan makna dan asumsi dalam teks-teks para
partisipan bahwa partisipan sendiri yang mungkin mengalami kesulitan dalam
mengartikulasikan (Crotty, 1998). Penelitian ini akan difokuskan pada deskripsi
dan penafsiran pengalaman Ners dan kelurga pasien dalam memaknai caring dari
sudut pandang mereka sendiri dan bagaimana mereka memaknai pengalaman-
pengalaman tersebut (Polit & Beck, 2012).
3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD Raden
Mattaher Jambi. Ruang ini dipilih karena merupakan ruangan yang memberikan
perawatan kritis pada pasien dan merupakan pusat rujukan dari berbagai daerah di
Provinsi Jambi. Ruang tersebut dilengkapi dengan staff dan peralatan khusus
untuk merawat dan mengobati pasien dalam keadaan kritis yang dapat
menyebabkan kematian. Hal ini sesuai dengan Comprehensive Critical Care
Department of Health-Inggris yang merekomendasikan untuk memberikan
perawatan kritis sesuai filosofi perawatan kritis tanpa batas (critical care without
wall), yaitu kebutuhan pasien kritis harus dipenuhi di manapun pasien tersebut
secara fisik berada di dalam rumah sakit (Jevon dan Ewens, 2009). RSUD Raden
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Mattaher memiliki Ners 35 orang dan sebagai rumah sakit pendidikan sehingga
memudahkan untuk melakukan penelitian. Penelitian ini akan dilaksanakan
selama 8 minggu pada bulan April – Juni 2015.
3.3. Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah Ners dan keluarga pasien yang
mengalami perawatan kritis di rumah sakit. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah purposive sampling. Metode purposive adalah metode
pemilihan partisipan dalam suatu penelitian dengan menetukan terlebih dahulu
kriteria yang akan dimasukkan dalam penelitian, partisipan yang diambil dapat
memberikan informasi yang berharga bagi penelitian (Burns & Grove, 1999).
Partisipan yang telah dilakukan wawancara mendalam di ICU RSUD Raden
Mattaher Jambi terdiri dari 10 Ners dan 10 keluarga pasien. Keseluruhan
partisipan pada penelitian ini telah memenuhi kriteria inklusi yang telah
ditetapkan oleh peneliti. Adapun kriteria dari partisipan untuk perawat yaitu
perawat dengan dengan latar belakang Ners dan memiliki pengalaman kerja 6
bulan di Intensive Care Unit (ICU). Kriteria partisipan keluarga pasien yaitu
keluarga inti dari pasien, hari rawatan pasien minimal 3 hari di Intensive Care
Unit (ICU), pasien yang di pindahkan ke ruangan lain tetapi masih dalam
perawatan kritis.
6.4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dijelaskan tentang: 1) Teknik pengumpulan data 2)
Alat, dan 3) Prosedur pengambilan data.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode
wawancara secara mendalam (in-depth interview) yang dilakukan oleh peneliti
sendiri dengan durasi 30-60 menit dan metode observasi. Pengumpulan data
tersebut dilakukan oleh peneliti sebagai instrument penelitian.
Alat pengumpulan data utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri,
dengan kata lain peneliti sebagai instrument penelitian. Peneliti melakukan studi
fenomenologi dengan menggunakan dirinya sendiri untuk mengumpulkan
penjelasan yang mengenai pengalaman Ners dan keluarga pasien tentang caring
pasien yang mengalami perawatan kritis, serta mengembangkan hubungan antara
peneliti dan partisipan melalui wawancara intensif (Polit & Beck, 2012). Selama
wawancara, peneliti menggunakan panduan wawancara.
Proses pengumpulan data, peneliti menggunakan panduan wawancara.
Panduan wawancara tersebut terdiri dari 10 pertanyaan terbuka yang dibuat oleh
peneliti sendiri, 5 pertanyaan untuk Ners dan 5 pertanyaan untuk keluarga pasien.
Hal-hal yang ditanyakan berupa pengalaman Ners dan keluarga pasien tentang
caring pada pasien yang mengalami perawatan kritis di ICU RSUD Raden
Mattaher Jambi. Proses selanjutnya, Setelah dilakukan content validity pada
panduan wawancara oleh 3 orang expert keperawatan. Ada terjadi perubahan
posisi pertanyaan pada pertanyaan no. 4 menjadi no.3 untuk panduan wawancara
Ners.
Selanjutnya peneliti melakukan content validity yang sedang berlangsung
terhadap panduan wawancaranya kepada 3 orang expert caring keperawatan. Alat
tambahan lainnya yang akan digunakan adalah alat perekam suara Sony IC
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Recorder dengan tipe ICD-PX333 untuk merekam proses wawancara dan
kemudian hasil dari rekaman tersebut akan diketik dalam bentuk transkrip
wawancara.
Prosedur pengambilan data, dimulai dari membuat kontrak untuk menemui
menemui kepala ruangan. Setelah mendapatkan persetujuan, maka peneliti akan
memberikan penjelasan mengenai penelitian yang akan dilakukan. Sebelum
peneliti melakukan wawancara terhadap partisipan pertama, peneliti akan
melakukan pilot study, dengan tujuan sebagai latihan dalam melakukan teknik
wawancara, membuat transkrip serta melakukan analisis. Pilot study dilakukan
pada 1 partisipan dan hasil wawancara tersebut akan dibuat dalam bentuk
transkrip dan dilakukan proses analisis. Setelah itu, analisis transkrip
dikonsultasikan kepada pembimbing untuk mendapatkan persetujuannya dan
kemudian peneliti dapat melanjutkan wawancara kepada partisipan selanjutnya.
Peneliti akan melakukan akan melakukan pendekatan (Prolonged
engagement) kepada Ners selama 1 minggu dan keluarga pasien selama 1 minggu.
Setelah itu peneliti memberikan penjelasan maksud, tujuan serta manfaat serta
proses pengumpulan data yang mana dalam proses tersebut menggunakan voice
recorder. Serta menjelaskan bahwa hasil rekaman dan transkrip tidak
diberitahukan kepada pihak manapun dan hanya digunakan untuk kepentingan
selama proses penelitian. Partisipan dikatakan setuju apabila telah
menandatangani lembar informed consent.
Tahapan selanjutnya adalah peneliti dan partisipan akan membuat kontrak
waktu dan tempat untuk melakukan wawancara, yang akan dilakukan dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kondisi tenang, nyaman, dan menjaga partisipasi partisipan. Wawancara akan
dilakukan dengan metode indepth interview dengan durasi sekitar 30-60 menit.
Wawancara yang akan dilakukan berdasarkan panduan wawancara yang sedang di
content validity. Indepth interview pada partisipan Ners akan dilakukan 1 hari
untuk 2 orang dan hari berikutnya akan dilakukan Indepth interview pada
partisipan keluarga pasien sebanyak 2 orang keluarga inti dari pasien. Indepth
interview akan dilakukan disalah satu ruangan yang ada di Intensive Care Unit
(ICU).
Peneliti akan memberikan pertanyaan kepada partisipan, kemudian peneliti
akan menggunakan teknik probing. Pada teknik ini akan dilakukan selama
wawancara dengan mengajukan pertanyaan kepada partisipan yang jawabannya
akan diberikan secara lebih jelas dan mendalam kepada peneliti. Teknik lainnya
yang akan digunakan oleh peneliti adalah teknik diam (silence), dengan
memberikan kesempatan kepada partisipan untuk dapat mengingat kembali dan
menceritakan pengalamannya. Peneliti akan membiarkan partisipan untuk
mengungkapkan secara bebas atas pertanyaan yang diberikan oleh peneliti,
sehingga dapat diperoleh data sebagai informasi alamiah yang sesuai dengan
pengalaman partisipoan tersebut. Sebelum mengakhiri wawancara, peneliti akan
menyimpulkan hasil wawancara yang bertujuan untuk mengklarifikasi segera
hasil wawancara. Selain itu, peneliti akan memberikan kesempatan kepada
partisipan untuk menyampaikan hal-hal yang sekiranya ingin disampaikan oleh
partisipan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Peneliti melakukan observasi pada waktu yang tidak ditentukan dan tidak
diketahui oleh partisipan, sehingga peneliti dapat mengobservasi perilaku
partisipan (Ners) yang menunjukkan caring di ruang perawatan kritis. Hasil dari
observasi ini akan digunakan sebagai data pelengkap untuk hasil wawancara.
4.5. Variabel dan Definisi Operasional
Pengalaman Ners tentang caring adalah suatu peristiwa atau kejadian yang
telah dilihat, dirasakan, dan dilakukan dalammemberikan asuhan keperawatan
pada pasien yang mengalami perawatan kritis dengan menerapkan perilaku caring
di Intensive Care Unit (ICU).
Pengalaman keluarga pasien terhadap anggota keluarga yang mengalami
perawatan kritis adalah suatu peristiwa atau kejadian yang telah dilihat, dirasakan,
baik itu yang menyenangkan ataupun sebaliknya selama mendapatkan perawatan
kritis pada anggota keluarganya di ruang Intensive Care Unit (ICU).
4.6. Metode Analisis Data
Metode analisa data yang akan digunakan dengan mengembangkan dari
prinsip-prinsip fenomenologis dan hermeneutik dan dari pedoman dalam literatur
tentang sistematis, yang merupakan suatu cara dalam menafsirkan data penelitian.
Tujuan dari analisis data fenomenologis adalah untuk "mengubah pengalaman
hidup menjadi ekspresi tekstual esensinya sedemikian rupa bahwa efek teks
sekaligus ulang hidup refleksif dan perampasan mencerminkan sesuatu yang
bermakna" (van Manen, 1997). Ada enam tahapan dalam menganalisa yaitu 1.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tahap Pertama: Immersion, 2. Tahap dua: Memahami - Mengidentifikasi urutan
kontruksi pertama, 3. Tahap tiga: Abstraksi - Mengidentifikasi urutan kedua
konstruksi dan pengelompokan untuk membuat tema dan sub-tema, 4. Tahap
empat: Sintesis dan pengembangan tema, 5. Tahap lima: Illuminating dan
menggambarkan fenomena, dan 6. Tahap enam: Integrasi - Pengujian dan
menyempurnakan tema
7. Tahap Pertama: Immersion
Teks dibuat untuk masing-masing partisipan dari transkrip wawancara. Teks
tersebut disusun menjadi tiga sub kelompok disiplin. Membaca ulang kembali
teks tertulis (transkrip wawancara dan catatan lapangan) untuk setiap partisipan
untuk menjadi sangat akrab dengan susunan teks. Lalu mendengarkan hasil
rekaman audio wawancara berulang kali, proses ini sering disebut sebagai
pendalaman (van Manen, 1997) dan melibatkan beberapa arti teks, di mana
tujuannya untuk mendapatkan "rasa" atau interpretasi awal dari teks, yang
kemudian memfasilitasi coding. Catatan lapangan yang ditulis selama observasi
dan interaksi dengan peserta digunakan untuk memfasilitasi rekreasi dari konteks
di mana penalaran dan komunikasi yang terjadi, yang merupakan bagian penting
dari penafsiran teks.
8. Tahap dua: Memahami - Mengidentifikasi urutan kontruksi pertama
Pertama rangka konstruksi mengacu pada ide-ide partisipan dinyatakan
dalam kata-kata mereka sendiri atau frase, yang menangkap detail yang tepat dari
apa yang dikatakan orang (Titchen & McIntyre, 1993). Pemahaman peneliti
dimulai dari kontruksi partisipan pertama dengan pertanyaan menyelidik selama
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
wawancara. Melakukan pengecekan selama wawancara memberikan pemahaman
yang semakin kaya dan lebih mendalam dari pengalaman partisipan dan
merupakan aspek utama menghasilkan temuan dari interaksi antara peneliti dan
partisipanselama penelitian berlangsung.
9. Tahap tiga: Abstraksi - Mengidentifikasi urutan kedua konstruksi dan
pengelompokan untuk membuat tema dan sub-tema
Urutan kedua konstruksi kemudian dihasilkan dengan menggunakan
pengetahuan teoritis dan pribadi para peneliti merupakan abstraksi dari urutan
pertama konstruksi. Sebuah file komputer diciptakan untuk masing-masing
membangun urutan kedua dan semua ekstrak yang relevan dari transkrip, latihan
menulis, dan komentar dari log analisis disalin ke dalam file yang menggunakan
urutan pertama membangun sebagai label. Jika membuat urutan kedua sangat
mirip dengan yang sudah ada, maka semua data yang disalin ke dalam file yang
sama. Interpretasi setiap transkrip wawancara digunakan untuk membentuk
gambaran data yang partisipan secara keseluruhan, yang kemudian memberitahu
pemahaman masing-masing transkrip sehingga lebih kaya, pemahaman yang lebih
dalam tentang fenomena yang berkembang. Dengan cara yang sama, komposit
data set untuk setiap sub-kelompok dirumuskan yang digunakan untuk memahami
data masing-masing peserta dan mencarikesamaan antara sub-kelompok. Dengan
demikian, pada akhir tahap ketiga semua materi teks yang relevan dikelompokkan
di bawah setiap konstruk yang relevan untuk setiap sub-kelompok, untuk
menjawab pertanyaan penelitian utama dan sub-pertanyaan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10. Tahap empat: Sintesis dan pengembangan tema
Tema dikembangkan dari hasil tahap 1-3 dari analisis. Urutan kedua
membangun file dikelompokkan bersama ke dalam sejumlah kecil tema luas baik
di dalam dan tiga subkelompok. Pada tahap ini, tema dan sub-tema yang
dijabarkan lebih lanjut dan hubungan mereka diklarifikasi dengan membaca dan
membaca ulang-semua data. Tahap ini melibatkan terus bergerak maju dan
mundur antara sastra, teks penelitian dan analisis sebelumnya, bergerak dari
bagian untuk keseluruhan mengikuti proses diinformasikan oleh lingkaran
hermeneutik.
11. Illuminating dan menggambarkan fenomena
Dalam tahap ini yang dilakukan adalah memeriksa literatur untuk
dihubungkan ke tema dan sub-tema yang telah diidentifikasi dari seluruh
data.Setelah itu mencari hubungan antara tema-tema utama untuk mendukung
pengembangan teori lebih lanjut.
12. Tahap enam: Integrasi - Pengujian dan menyempurnakan tema
Tahap akhir dari analisis data ini yaitu mendapatkan kriti atau tema oleh
para peneliti dan orang luar, dan hasil akhir dari penelitian ini adalah pelaporan
interpretasi akhir dari temuan selama penelitian.
Proses analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara content analysis
segera setelah selesai setiap proses wawancara, yaitu bersamaan dengan dibuatnya
transkrip data. Dalam melakukan content analysis, peneliti melakukan secara
manual. Program ini memungkinkan seluruh data dimasukkan kedalam komputer,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
setiap bagian dari data akan diberi kode. Kemudian teks lain yang sesuai dengan
kode tersebut dikelompokkan kemudian dianalisa.
3.7 Tingkat Keabsahan Data
Lincoln dan Guba (1985) menyatakan bahwa penelitian kualitatif termasuk
fenomenologi yang perlu ditingkatkan kualitas dan integritas dalam proses
penelitian melalui tingkat keabsahan data (trusthworthinness). Lincoln dan Guba
(1985) menjelaskan empat kriteria tingkat keabsahan data dalam penelitian
kualitatif yaitu kepercayaan (credibility), ketergantungan (dependability),
pengalihan (transferability), dan kepastian (confimability).
Credibility merupakan kebenaran data yang diperoleh dan mencari
kecocokan antara konsep peneliti dengan konsep responden melalui prolonged
engagement dan member checking. Prolonged engagement pada penelitian ini
akan dilakukan pertemuan dengan partisipan selama 2 jam setiap pertemuan.
Peneliti bertemu dengan partisipan 2 kali dalam seminggu selama 1 minggu
sebelum pengumpulan data. Hal ini bertujuan agar terjalin hubungan saling
percaya antara peneliti dengan partisipan, sehingga partisipan dapat dengan aman
dan nyaman memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti. Member checking
akan dilakukan sebagai proses memvalidasi baik hasil wawancara maupun hasil
tematik yang telah dilakukan.
Dependability untuk memastikan bahwa jika penelitian diulang dengan
konteks yang sama, metode yang sama dan partisipan yang sama maka hasil hasil
penelitian yang diperoleh juga sama. Sehingga untuk memenuhi kriteria
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dependability akan dilakukan audit trail dengan melaporkan secara detail proses
penelitian kepada pembimbing untuk menilai proses dan hasil yang diperoleh
sudah sesuai atau belum sesuai.
Transferability akan dilakukan dengan menyediakan laporan penelitian
sebagai thick description. Thick description merupakan proses dalam menyimpan
semua arsip atau dokumen yang berhubungan dengan penelitian dalam satu map
folder. Sehingga pengguna yang lain dapat mengaplikasikan ke dalam konteks
yang berbeda.
Confirmabiliy yang akan dilakukan selama proses penelitian berlangsung,
dengan mempertahankan pendokumentasian yang baik seperti jika terdapat hal-
hal yang kurang jelas, peneliti melakukan konfirmasi kepada partisipan. Selain itu
hasil temuan tema diperlihatkan kepada partisipan dan dilakukan validasi oleh
partisipan.
3.8 Pertimbangan Etik
Pengambilan data akan dilakukan setelah mendapatkan ethical clearance
dari Komisi Etik Fakultas Keperawatan Univeristas Sumatera Utara. Setelah
mendapatkan izin, peneliti akan memulai pengumpulan data dan menjelaskan
tujuan dari penelitian. Apabila calon responden bersedia untuk diteliti maka
peneliti akan memberikan lembaran persetujuan (informed consent) kepada calon
responden untuk ditandatangan sebagai bukti. Jika calon responden menolak
untuk diteliti, maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-
haknuya tanpa ada tekanan fisik maupun psikologis. Menjaga kerahasiaan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
responden, peneliti tidak mencantumkan nama lengkap, tetapi mencantumkan
inisial nama responden pada masing-masing lembar kuesioner (anonymity).
Kerahasiaan informasi yang diberikan responden dijamin oleh peneliti
(confidentiality).
Proses pengumpulan data yang akan dilakukan dengan melalui metode
wawancara. Selama proses ini berlangsung, diusahakan untuk menciptakan
kenyamanan. Ada beberapa ketidaknyamanan yang mungkinkan terjadi selama
proses wawancara seperti kelelahan, bosan, diantisipasi peneliti dengan
memberitahukan hak partisipan terkait dengan kebebasan memilih waktu dan
tempat, bebas untuk berhenti sewaktu-waktu apabila ada urusan, untuk kemudian
dilanjutkan lagi wawancara sesuai kesepakatan.
Setelah dilakukan proses wawancara, akan dilakukan debriefing yang
bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada partisipan untuk menanyakan
atau memberikan complaint terhadap hasil data yang diperoleh. Apabila penelitian
selesai dilakukan maka partisipan akan mendapatkan tanda terima kasih (reward)
atas partisipasi mereka.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Pengumpulan data telah dilaksanakan selama dua bulan dari April-Juni di
Ruang ICU RSUD Raden Mataher Jambi. Bab hasil penelitan ini menguraikan
tentang hasil penelitian yang telah dilaksanakan, yaitu menjelaskan pengalaman
Ners dan keluarga pasien tentang caring pada pasien yang mengalami perawatan
kritis di RSUD Raden Mattaher Jambi sebagai suatu studi fenomenologi. Uraian
yang dijelaskan pada bab ini terdiri dari deskripsi lokasi penelitian, karakteristik
demografi partisipan, hasil observasi, tema ners tentang caring pada keluarga
pasien yang mengalami perawatan kritis dan tema keluarga pasien tentang caring
pada anggota keluarganya yang mengalami perawatan kritis.
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi adalah rumah sakit milik
Pemerintah Provinsi Jambi terletak dikota Jambi, berdiri pada tahun 1948 dengan
tipe C dan bergabung dengan Dinas Kesehatan Tentara (DKT). Pada tanggal 10
November 1972 dipindahkan ke Jl. Letjen Suprapto No.31 Telanaipura Jambi.
Rumah Sakit ini dibangun di atas tanah seluas ±75.000 m2 dengan luas bangunan
±21.163 m2. RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi semula namanya Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi Jambi, dan kemudian pada bulan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
November 1999, rumah sakit ini diberi nama seorang Pahlawan Jambi yaitu
Raden Mattaher.
Pada tahun 2009, RSUD Raden Mattaher Jambi menjadi rumah sakit
pendidikan Tipe B sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Dirjen Bina
Pelayana Medik No. YM 01.10/III.47671/09. RSUD Raden Mattaher Jambi
merupakan tempat pendidikan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Jambi serta institusi pendidikan kesehatan lainnya baik
negeri dan swasta. Rumah sakit ini juga merupakan pusat rujukan dan Pembina
Rumah Sakit Kabupaten/Kota se-Provinsi Jambi
Berdasarkan UU No. 1 tahun 2004 tentang Pembedaharaan Negara (PBN)
dan PP No.23 tahun 2005 tentang Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum (PPKBLU), dan Permendagri No.61 tahun 2005 tentang Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum, RSUD Raden Mattaher Jambi telah menjadi
Rumah Sakit Pemerintah pengguna PPK-BLUD. Penerapan peraturan ini
mengakibatkan pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa
keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek, bisnis-bisnis yang sehat untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat khususnya dibidang kesehatan dalam
rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berdasarkan keputusan Gubernur Jambi No: 80 Tahun 2010, RSUD Raden
Mattaher Jambi ditetapkan sebagai Badan Pelayanan Umum Daerah (BLUD) dan
diberi fleksibilitas dalam Tata Kelola Keuangan sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Namun, demikian RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi masih terus
melengkapi aturan dan peraturan yang mendukung pola pengelolaan pengguna
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PPK-BLUD. Berdasarkan Peraturan Gubernur No.6 Tahun 2011, RSUD Raden
Mattaher Provinsi Jambi, mempunyai tugas pokok yaitu menyelenggarakan
pelayanan kesehatan dengan upaya penyembuhan, pemulihan, peningkatan,
pencegahan, pelayanan, rujukan dan penyelenggarakaan pendidikan dan
pelatihan, penelitian dan pemgembangan pengabdian masyarakat.
Struktur organisasi Fasilitas RSUD Raden Mattaher Jambi terdiri dari
Direktur Utama, Direktur Pelayanan, Direktur Pengembangan SDM dan Sarana
Prasarana, Direktur umum dan Keuangan. Masing-masing dari direktorat tersebut
membawahi beberapa bidang. Direktur Pelayanan terdiri dari bidang pelayanan
medis, bidang pelayanan keperawatan, dan bidang rekam medik dan akreditasi.
Direktur Pengembangan SDM dan Sarana Prasarana terdiri dari bagian diklat dan
pelatihan, bagian sumber daya manusia, dan bagian sarana prasarana medik dan
non medik. Direktur umum dan Keuangan terdiri dari bagian keuangan, bagian
umum dan humas, dan bagian perencanaan.
RSUD Raden Mattaher Jambi mempunyai 9 fungsi pelayanan yaitu : (1)
Penyelenggaraan usaha pelayanan kesehatan, peningkatan pencegahan dan
pemulihan, (2) Penyelenggaraan usaha pelayanan kesehatan, penyembuhan., (3)
Pelayanan Medik, (4) Penyelenggaraan Medik dan Non Medik, (5)
Penyelenggaraan Sosial dan Rujukan, (6) Penyelenggaraan pengembangan
Sumber Daya Manusia, (7) Penyelenggaraan Administrasi Umum dan Keuangan,
(8) Pelaksanaan pelayanan asuhan kepegawaian dan asuhan kebidanan dan (9)
Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan Gubernur.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sarana dan prasarana yang tersedia dari RSUD Raden Mattaher Jambi
adalah instalasi gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, bedah sentral, rehabilitasi
medis dan jantung, radiologi, general check up, ICU, ICCU, HCU, PICU, NICU,
laboratorium, patologi anatomi, laudry, diklat dan aula, RT dan CSSD, kamar
jenazah, administrasi rumah sakit, administrasi kedokteran kehakiman, apotek
pelengkap, gudang medis dan non medis, kantin, oksigen sentral, intalasi gizi,
farmasi, ambulance dan gedung isolasi.
Disamping sarana dan prasana di atas, RSUD Raden Mattaher Jambi juga
mempunyai alat-alat kesehatan kedokteran yan merupakan kekuatan dalam
menunjang pelaksanaan terutama pelayanan spesialistik. Peralatan canggih
tersebut antara lain CT scan, echocardiography, holter, stress test system,
endoscopy, broncoscopy, laparoscopy, ultrasonography, hemodialisa,
perlengkapan ICU (ventilator, defribilator, ECG multi chanel, infuse pump,
syringe pump, dsb), sentral air oksigen dan suction, peralatan patologi anatomi,
peralatan patologi klinik, phacomultification, laser dermatologi, mesin anestesi,
dan elektro echephalo graphy.
Lokasi penelitian dilakukan di ruang ICU RSUD Raden Mattaher Jambi.
Ruang ICU dikepalai oleh seorang kepala instalasi yaitu seorang dokter dan
seorang kepala ruangan dengan pendidikan terakhir Ners. Kepala ruangan
memiliki pengalaman kerja di ruang ICU selama 20 tahun. Jumlah perawat di ICU
sebanyak 28 orang, namun hanya 22 orang yang aktif bekerja. Perawat yang tidak
aktif bekerja disebabkan oleh cuti melahirkan 1 orang, mengalami kecelakaan
dan sedang perawatan di ICU 1 orang, melanjutkan pendidikan Ners 3 orang dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pendidikan S2 Keperawatan 1 orang. Ruang ICU ini memiliki 10 tempat tidur
yang selalu terisi penuh pada setiap bulannya.
4.2 Karakteristik Demografi Partisipan
Karakteristik partisipan dalam penelitian ini ada 2 jenis partisipan, yaitu
partisipan Ners dan partisipan keluarga pasien. Masing-masing partisipan yang
memenuhi kriteria penelitian terdiri dari 10 Ners dan 10 keluarga pasien.
Sehingga total keseluruhan partisipan adalah 20 orang.
Tabel 4.1
Karakteristik Partisipan Ners
(n=10)
No Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
1 Usia
27-31 tahun 5 50
32-36 tahun 2 20
37-41 tahun 2 20
>42 1 10
2 Jenis kelamin
Perempuan 7 70
Laki-laki 3 30
3 Lama Bekerja
<5 tahun 5 30
5-10 2 20
11-15 2 20
>15 1 10
4 Agama
Islam 9 90
Kristen Protestan 1 10
5 Suku
Jawa 3 30
Minang 1 10
Jambi 5 50
Palembang 1 10
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Karakteristik partisipan Ners, meliputi usia, jenis kelamin, lama bekerja
agama dan suku. Mayoritas dari kesepuluh partisipan adalah berusia antara 27-31
tahun (n=5, 50%), jenis kelamin perempuan (n=7, 70%), lama bekerja 5-10 (n-5,
50%), beragama Islam (n=9, 90%), dan berasal dari suku Jambi (n=5, 50%).
Tabel 4.2
Karakteristik Partisipan Keluarga Pasien
(n=10)
No Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
1 Usia
< 30 tahun 2 20
30-35 tahun 5 50
36-40 tahun 1 10
>40 tahun 2 20
2 Jenis kelamin
Perempuan 8 80
Laki-laki 2 20
3 Agama
Islam 9 90
Kristen Protestan 1 10
4 Suku
Jawa 2 20
Palembang 1 20
Jambi 7 70
5 Pendidikan
SMP 2 20
SMA 5 50
PT 3 30
6 Lama hari rawatan
pasien
3-4 hari 6 60
5-6 hari 4 40
7 Hubungan dengan
pasien
Istri 2 20
Suami 1 10
Anak 1 10
Abang 1 10
Ibu 3 30
Ayah 2 20
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Data yang diperoleh dari tabel 4.2 yang di atas menunjukkan mayoritas
partisipan keluarga pasien berusia 30-35 tahun (n=5, 50%), berjenis kelamin
perempuan (n=8, 80%), agama Islam (n=9, 90%), suku jambi (n=7, 70%),
pendidikan SMA (n=5, 50%), lama hari rawat pasien (n=4, 40%), hubungan
dengan pasien sebagai ibu (n=3, 30%) dan pekerjaan PNS (n=5, 50%).
4.3 Pengalaman Ners tentang Caring pada Pasien yang Mengalami
Perawatan Kritis di Ruang ICU RSUD Raden Mattaher Jambi
Berdasarkan hasil analisis pada penelitian ini ditemukan tema yaitu (1)
Menunjukkan rasa empati terhadap pasien serta keluarga yang mendampingi
selama perawatan kritis, (2) Tetap berinteraksi dengan pasien tidak sadar (3)
Menunjukkan sikap ramah dalam berinteraksi dengan pasien tidak sadar, (4)
Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien kritis, (5) Memberikan
kenyamanan kepada keluarga pasien yang mendampingi selama perawatan kritis.
(6) Dampak caring ners dalam perawatan kritis, dan (7) Hambatan Ners dalam
menerapkan caring pada pasien pasien serta keluarga yang mendampingi selama
perawatan kritis. Tema-tema ini akan dibahas secara terperinci untuk memaknai
pengalaman Ners tentang Caring pada Pasien yang Mengalami Perawatan Kritis
di Ruang ICU RSUD Raden Mattaher Jambi.
4.3.1. Menunjukkan rasa empati terhadap pasien dan keluarga pasien selama
menjalani perawatan kritis.
Berdasarkan analisa data didapatkan partisipan menunjukkan rasa empati
yaitu kepedulian, dan perhatian. Kepedulian yang ditunjukkan oleh Ners kepada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pasien yaitu menunjukkan sikap peduli terhadap pasien yang dirawat, hal ini
sesuai dengan ungkapan dari beberapa partisipan di bawah ini:
“Merawat pasien dalam kondisi kritis ini mengharuskan kita
memiliki rasa peduli tinggi yang mencakup kasih sayang, empati
dan cara kita berkomunikasi. Dan rata-rata pasien kita tidak sadar
dan kita akan banyak membutuhkan kerjasama dari keluarga
pasien tersebut.”
(Ners 1)
“Caring itu adalah suatu sikap seseorang yang peduli, dan ramah
kepada seseorang.”
(Ners 3)
Kepedulian memberikan perawatan kepada pasien dengan
cekatan.”
(Ners 6)
“Caring itu adalah suatu sikap seseorang yang peduli, dan ramah
kepada seseorang.”
(Ners 10)
Selain dari peduli terhadap pasien, Ners juga memberikan motivasi
kepada pasien berupa memberikan penguatan pada pasien untuk tidak putus asa.
Pernyataan ini sesuai dengan ungkapan di bawah ini:
“Saya selalu menguatkan pasien untuk tidak putus asa, karena
penguatan yang kita berikan merupakan dukungan yang bisa
mempengaruhi proses penyembuhan pasien dari segi psikologis.”
(Ners 1)
“Ada pasien sadar…dan mengatakan saya merasa merepotkan
keluarga selama di rawat, saya memberikan penguatan bahwa dia
tidak merepotkan keluarganya karena dia cepat sadar karena
dukungan keluargany yang sangat besar.”
(Ners 2)
Ners juga mengatakan bahwa mereka bertanggung jawab dalam
memenuhi kebutuhan pasien dan keluarga pasien. Sesuai dengan pernyataan yang
di bawah ini:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Seluruh kebutuhnnya pasien dan keluarga pasien adalah
tanggung jawab seorang perawat di ruang ICU.”
(Ners 1)
Ada juga Ners mengungkapkan bahwa peduli terhadap kebutuhan pasien
dan keluarga pasien selama perawatan yaitu dengan memenuhi kebutuhan tersebut
selama di ICU. Hal ini diungkapkan partisipan dalam pernyataan:
“Kepedulian itu harus dimiliki oleh perawat di ruangan ICU,
karena perawat 24 jam bersama pasien dalam memenuhi
kebutuhan baik pasien dan keluarga pasien.”
(Ners 2)
“Peduli dalam memenuhi kebutuhan keluarga pasien selama
menunggu pasien, misalnya informasi, jaminan pelayanan dan
pengen dekat dengan pasien.”
(Ners 3)
Caring....yaaa....kepedulian kita itu...apa yaaa.....memenuhi
kebutuhan ya....kebutuhan manusia ya...dalam keadaan kritis yaa
tau tidak stabil yaa.
(Ners 6)
“Kepedulian untuk memberikan pelayanan berupa tindakan
karena yang kita layani bukan pasien saja tapi keluarganya juga,
dimana keluarganya itu emosinya sangat labil dan banyak harapan
yang digantungkan kepada kita.”
(Ners 10)
Perhatian adalah memperhatikan keluarga pasien yang mendampingi
pasien selama perawatan, yaitu ditunjukkan dengan membina hubungan yang baik
terhadap keluarga pasien. Ungkapan Ners tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
Kepedulian kita yaitu berusaha untuk membina hubungan yang
baik dan keluarga pasien.
(Ners 1)
Kepedulian kita yaa dimulai dari membina hubungan yang baik
dengan keluarga yang mendampingi pasien selama perawatan di
ICU
(Ners 8)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Selain itu Ners juga mengatakan bahwa mereka memperhatikan pasien dan
keluarga pasien dengan memberikan perhatian, dan pernyataannya sebagai
berikut:
“Hmmm…..caring yaa….kalo menurut aku ya…caring itu
perhatian. Yaa memberikan perhatian kepada pasien dan
keluarganya.”
(Ners 2)
“Caring kalau bagi saya itu perhatian, perhatian kita dalam
memberikan pelayanan kepada pasien yang kita rawat selama
mereka dirawat apa yang harus kita perhatikan kepada pasien.”
(Ners 5)
Cara kita memberikan perhatian atau pelayanan kesehatan kepada
pasien yang kita rawat sebenernya,
(Ners 9)
Ada juga Ners megungkapkan bahwa perhatian dengan menanyakan
kondisi pasien yang dirawat. Hal ni sesuai dengan pernyataan sebagai berikut:
“Nah kalau pasien sadar, yaaa sayaaa…tanya kabarnya gimana,
lalu bagaimana tidurnya semalam. yaaa…..iini kan termasuk
perhatian.”
(Ners 2)
“Saya malah sebelum mulai bekerja akan menanyakan kabar
pasien yaa walaupun pasien yang ditanyain itu tidak sadar.”
(Ners 6)
Ners juga meluangkan waktunya untu menemani pasien yang jarang
dikunjungi keluarganya, hal ini sesuai dengan ungkapan Ners di bawah ini:
“Ada pasien yang jarang dikunjungi keluarga dak, sebisa mungkin
mengajak pasien ngobrol santai. Biasanya kalo dinas sore yang
bisa kayak gitu..”
(Ners 5)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ada juga Ners yang merasakan apa yang dirasain oleh pasien, seperti
merasa sedih melihat pasien yang terpasang banyak alat ditubuhnya. Ungkapan
Ners tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
Sedih melihat pasien yang belum sadar juga, apalagi terpasang
alat ditubuhnya.
(Ners 2)
“Yaa…..terkadang ibu membayangkan bagaimana rasanya
memposisikan bahwa yang sakit itu adalah keluarga ibu dan
membayangkan betapa mereka membutuhkan sebuah dukungan.”
(Ners 8)
Hal yang penting dalam memberikan apapun harus ikhlas, termasuk Ners
dalam melakukan tindakan keperatan tanpa paksaan. Hal ini sesuai dengan
ungkapan Ners sebagai berikut:
“Jadi….ya bekerja harus ikhlas dan bukan karena terpaksa”
(Ners 1)
“Balik lagi ke ikhlas, kita melakukan semua tindakan kita gk ada
tekanan dan kita memahami tindakan kita.”
(Ners 7)
4.3.2. Tetap berinteraksi dengan pasien tidak sadar
Ners dalam memberikan tindakan beserta pelayanan kepada pasien dan
keluarga selama perawatan kritis dengan sikap yang ramah, berdasarkan analisa
data Ners yang menunjukkan bahwa mereka berinteraksi dengan pasien tidak
sadar. Salah satu contohnya Ners mengatakan bahwa dia senyum ke pasien
sebelum memberikan tindakan kepada pasien tersebut. Hal ini sesuai dengan
pernyataan di bawah ini:
“Saya senyum dengan pasien sebelum memberikan tindakan ke
mereka”
(Ners 9)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Beberapa Ners mengungkapkan bahwa mereka sebelum melakukan
tindakan akan menyentuh pasien terlebih dahulu untuk sebagai tanda memberitahu
kepada pasien tersebut akan disuntik ataupun yang lainnya, sentuhan dapat
dilakukan di punggung tangan dan pundak pasien. Hal ini sesuai dengan
pernyataan di bawah ini:
“Pemberian obat suntik pada pasien tidak sadar, saya akan
menyentuh tangan pasien dan memberitahukan kalau dia akan
disuntik.”
(Ners 2)
“Sentuhan.....sentuhan iyaaa kita sering memberikannya, misalnya
pada pasien koma, kita bilang maaf ya pak yaa sambil menyentuh
pundaknya pasien, kita bersihkan dulu tempat tidurnya.:
(Ners 4)
Sentuhan merupakan salah satu cara untuk berinteraksi dengan pasien
baik sadar maupun tidak sadar. Hal ini sesuai dengan ungkapan partisipan di
bawah ini :
“Memberi memberi sentuhan, sudah merupakan interaksi kita
sama pasien.”
(Ners 2)
“Ada juga waktu itu pasien yang tidak sadar ya menitikan air
mata, saya usap tangannya pasien cara kita berinteraksi dengan
pasien untuk memberikan penguatan.”
(Ners 9)
4.3.3. Menunjukkan sikap ramah dalam berinteraksi dengan pasien tidak
sadar
Beberapa Ners melakukan interaksi verbal terhadap pasien dengan cara
mengungkapkan bahwa mereka menyapa pasien yang tidak sadar dengan
memanggil nama pasien tersebut walaupun mereka tidak dalam memberikan
tindakan keperawatan. Hal ini sesuai dengan ungkapan sebagai berikut:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Selain sentuhan saya juga terbiasa dengan menyapa pasien yang
tidak sadar dengan memanggil namanya.”
(Ners1)
“Ingat walaupun mereka tidak sadar, mereka masih dapat
merasakan dan mendengar, oleh sebab itu selalu menyapa mereka
dengan memangil namanya walaupun tidak memberikan
perawatan.”
(Ners 3)
Sikap ramah yang lain dilakukan adalah dengan menyapa pasien dan
mengucapkan salam, pada pasien yang dirawat walaupun pasien tersebut tidak
sadar. Hal ini diungkapkan Ners sebagai berikut:
“Setiap saya akan memulai perawatan saya menyapa pasien saya
walaupun dalam keadaan tidak sadar….yaaa setidaknya
mengucapkan selamat pagi ibu.”
(Ners 2)
“Yaaa…kalau pasien saya muslim dengan mengucapkan
assalamualaikum, yang penting kita menyapa pasien tidak sadar.”
(Ners 2)
Setiap akan melakukan tindakan kepada pasien, Ners selalu
menyempatkan diri untuk mengajak pasien tersebut berbicara walaupun pasien
dalam kondisi tidak sadar. Hal ini sesuai dengan beberapa ungkapan dari
partisipan sebagai berikut :
"Bapaak....maaf yaa kita lap dulu badannya...ayook bapak kita
miringkan badannya....." tetap kita ajak bicara pasien tersebut nah
disitulah perilaku caring kita.”
(Ners 1)
Nah cuma untuk memperkenalkan diri itu belum. Misalnya seperti
ini...pak saya suster R....saya mandiin bapak hari ini dan saya
merawat bapak sampai siang..
(Ners 6)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Ya pertama walaupun pasien tidak sadar komunikasi tetap jalan
dalam melakukan hal apapun walaupun sekecil apapun walaupun
kita mau mobilisasi memberikan injeksi tetap komunikasi kita tetep
jalan.”
(Ners 7)
saat kita memenuhi kebutuhan pasien yaaa misalnya mandi yaa,
kita ajak bicara “Pagi ini kita bersihkan dulu ya pak, biar
badannya bapak segar “ walaupun pasien tidak merespon tetapi
mereka dapat mendengarkan dan merasakan.
(Ners 8)
Beberapa Ners mengungkapkan bahwa mereka selalu mendekati dan
mengajak pasien tidak sadar berbicara. Hal ini sesuai dengan ungkapan di bawah
ini:
“Iyaa walaupun tidak sadar.....saya tetap mengajak pasiennya
ngobrol, apalagi setiap tindakan ataupun apapun tetap kita
komunikasikan.”
(Ners 7)
“Yaa…kalau ibu tidak terlalu sibuk, ibu mendekati pasien tersebut
dan mengajak bicara….”
(Ners 8)
Ners melakukan interaksi non verbal dengan keluarga pasien adalah
merupakan cara mereka untuk menunjukkan sikap ramahnya. Ners
mengungkapkan bahwa setiap mereka ketemu dengan keluarga pasien di jalan
atau pada saat mengunjungi pasien, mereka akan tersenyum dan menyapannya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan di bawah ini:
memberikan mereka senyuman yang tulus dan menyapanya saja
sudah sebagai penghilang rasa capek mereka selama menemani
pasien di rawat di sini kan.
(Ners 2)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ners juga mengatakan selalu tersenyum saat memulai komunikasi
dengan keluarga pasien dalam memberikan pelayanan. Pernyataan ini sesuai
dengan di bawah ini:
“Dengan senyuman kita bisa memulai untuk komunikasi yang baik
dengan keluarga pasien dan menumbuhkan rasa percaya terhadap
perawat.”
(Ners 8)
Hal yang lain dilakukan adalah Ners dalam berbicara kepada keluarga
pasien dengan menggunakan tutur kata yang lembut. Hal ini sesuai dengan
ungkapan dari partisipan sebagai berikut:
“bapak.....istri bapak dalam keadaan cukup kritis, kami mohon
bapak menyaksikan apa yang kami lakukan, nanti kalau bapak
tidak bersedia dengan apa yang akan kami lakukan. Bapak bisa
tanda tangan, karena kami tidak akan melakukan tindakan tanpa
persetujuan bapak dan keluarga. Nah pada saat momen seperti itu,
kita menggunakan tutur kata yang lembut.”
(Ners 1)
Ners juga mengatakan bahwa keramahan merekan dapat dilihat dari cara
bicara yang sopan, santun, dan senyum dengan keluarga pasien. Ungkapan ini
sesuai dengan pernyataan di bawah ini:
“Ramah itu dapat dapat dilihat dari cara bicara yang sopan
santun, senyum sehingga kita bisa lebih dekat dengan pasien dan
keluarga pasien.”
(Ners 8)
Beberapa Ners mengungkapkan bahwa mereka berusaha menciptakan
keakraban dengan keluarga pasien, dengan bersikap ramah untuk mendekatkan
diri dengan keluarga pasien dan mengajak berbicara. Hal ini sesuai dengan
pernyataan di bawah ini:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Misalnya saat kita akan memberitahukan perkembangan kondisi
dengan memanggil nama keluarga pasien, tanda kita menghargai
mereka.”
(Ners 4)
“Mengajak ngobrol keluarga pasien saat mereka mengunjungi
pasien, sehingga kita bisa menjalin komunikasi yang baik dengan
keluarga pasien”
(Ners 4)
“Kadang kalo misalnya jam-jam besuk, keluarga datang, nah
mendekatkan diri lah ke mereka, nah disitu biasanya kita tanya-
tanya, apo yang dibutuhkan keluargo....”
(Ners 4)
“Jika kita bisa ramah dengan keluarga pasien, maka mereka akan
merasa akrab dan dekat dengan kita sehingga memunculkan rasa
saling percaya.”
(Ners 8)
4.3.4. Melaksanakan tindakan keperawatan selama pasien menjalani
perawatan kritis.
Berdasarkan analisa data partisipan yang melaksanakan tindakan
keperawatan selama pasien dirawat yaitu intervensi keperawatan yang dilakukan
oleh ners kepada pasien selama perawatan kritis dapat dilihat dari tindakan Ners
dalam memonitoring kondisi pasien setelah diberikan terapi obat. Beberapa Ners
mengungkapkan mereka selalu memeriksa hasil skin test sebelum memberikan
antibiotik dan memonitor kondisi pasien akibat perubahan terapi obat yang
diberikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan di bawah ini:
“Yaa..misalnya nih yaa saya kasih contoh..Tanggung jawab dalam
memeriksa hasil skin test sebelum memberikan antibiotic.”
(Ners1)
“Kita disini memonitor keadaan pasien yang bisa saja terjadi
karena perubahan keadaan akibat dari pengobatan yang kita
berikan.”
(Ners 3)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Sebelum memberikan antibiotic kepada pasien yang tidak sadar,
harus dilakukan skin test terlebih dahulu, yaa saya harus
memonitoring kondisi pasien setelah dilakukan skin test tersebut
karena pasien tidak bisa mengungkapkan kalo terjadi reaksiny.”
(Ners 6)
Tindakan yang lainnya adalah memonitoring peralatan yang terpasang
pada pasien, kondisi pasien yang terhubung dengan peralatan tersebut, dan
mencegah terjadinya komplikasi setelah pemasangan alat. Hal ini diungkapkan
oleh beberapa Nerssebagai berikut:
“Yaa…yang dilakukan adalah monitoring peralatan yang
terpasang pada pasien, karena rata-rata disini kan pasiennya
terhubung dengan ventilator dan infus pump.”
(Ners 7)
“Perawatan kritis berhubungan dengan penggunaan peralatan kan
yaa jadi….ya saya selalu memonitor secara ketat keadaan pasien
saya untuk mencegah terjadinya komplikasi.”
(Ners 8)
“Pasien disini sangat membutuhkan monitoring dan mendapatkan
intervensi yang lebih yaa…misalnya saja pasien dengan kegagalan
salah satu system organnya.”
(Ners 9)
Ners juga mengungkapakan bahwa mereka memantau kestabilan tanda-
tanda vital pasien baik yang sadar maupun tidak sadar. Hal ini sesuai dengan
pernyataan di bawah ini:
“Memantau kestabilan tanda-tanda vital pasien setiap 1 jam
sekali.”
(Ners 10)
Selain itu, Ners tetap memberikan penjelasan tindakan yang akan
dilakukan kepada pasien walaupun dalam kondisi tidak sadar. Banyak hal yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
harus dijelaskan Ners kepada pasien saat melakukan intervensi keperawataan,
walaupun pasien tersebut tidak sadar sebagai perawat tetap diberi penjelasan,
misalnya memberitahukan kepada pasien pemasangan kateter, memberitahukan
kepada pasien yang tidak sadar akan dimandikan, memberitahukan untuk makan,
menyuntikkan obat, dan memberikan terapi musik. Semua hal ini sesuai dengan
yang diungkapkan dari beberapa pasrtisipan berikut ini:
“Sebelum memberikan tindakan pemasangan kateter, ngga
langsung dimasukan tetapi dikasih tau dulu kepada pasien
walaupun tidak sadar.”
(Ners 1)
“saat kita memenuhi kebutuhan pasien yaaa misalnya mandi yaa,
kita ajak bicara “Pagi ini kita bersihkan dulu ya pak, biar
badannya bapak segar “ walaupun pasien tidak merespon tetapi
mereka dapat mendengarkan dan merasakan.”
(Ners 3)
“Apalagi pasien yang tidak sadar ya…makannya kan dengan NGT
yaa…jadi kita beritahu si pasien “ Pak…kita makan siang dulu
yaa…”
(Ners 4)
“Mengajak bicara yaa….misalnya paak...kita mau suntik dulu yaa,
meskipun pasien tersebut tidak sadar.”
(Ners 4)
Ners juga memberikan intervensi keperawatan yang salah satunya adalah
memberikan terapi music untuk membantu dalam proses penyembuhan pasien
tidak sadar. Hal ini sesuai dengan ungkapan Ners di bawah ini:
“Ada satu pasien masih remaja yang sampai sekarang belum
sadar, saya mencoba memberikan terapi music untuk merangsang
kesadaran pasien tersebut.”
(Ners 7)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Selain itu, Ners juga berkolaborasi dengan dokter dalam memberikan
terapi obat yang merupakan salah satu intervensi keperawatan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan di bawah ini:
“Pasien tersebut dengan albumin yang sangat rendah sekali,
sehingga luka operasinya selalu terbuka, disitu selain terapi obat
yang diberikan dokter dan perawatan yang kita berikan.”
(Ners 1)
Kolaborasi yang lain adalah melibatkan keluarga pasien dalam merawat
dan memenuhi kebutuhan pasien. Hal ini sesuai dengan pernyataan di bawah ini:
“Keluarga merupakan partisipan yang aktif dalam perawatan
kritis. Yaa dari keluarga lah kita mengetahui bagaimana kondisi
pasien sebelum masuk ICU ka.”
(Ners 2)
“.Kita kolaborasi dengan bagian gizi, terus akhirnya dianjurkan
untuk memberikan ekstra jus ikan gabus, nah kita libatkan
keluarga, misalnya kalau di gizi tidak dapat menyediakan.”
(Ners 6)
“….tapi keluarga pasien mengatakan saya tidak mampu bayarnya
sejuta lebih,baru kita kasih bukan alternatif yah, kita tetap
konsultasi ke dokter, kita juga katakan “pak kalau itu mahal, boleh
tidak seandainya di ekstrakan ini” kolaborasi nanti dokter setuju,
kita ke gizi lagi.”
(Ners 6)
Kategori yang lain adalah Memenuhi semua kebutuhan pasien selama
perawatan, yaitu dengan memberikan susu melalui NGT. Hal ini sesuai dengan
ungkapan Ners sebagai berikut:
Membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan nutrisnya,
contohnya memberikan susu melalui NGT
(Ners 1)
Ners yang lain mengatakan bahwa mereka membantu pasien dalam
memenuhi kebutuhan fisiologis pasien, ini sesuai dengan pernyataan di bawah ini:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Secara fisiologi pasti kita penuhi kebutuhan dasar mereka, ya kita
lihat dulu, sesak ga nafasnya, dia perlu bantuan pernafasan.”
(Ners 3)
Beberapa Ners mengungkapkan bahwa mereka membantu pasiennya
dalam membersihkan dan merapikan pasien setiap hari, membersihkan selang
kateter dan mengganti pamper. Hal ini sesuai dengan pernyataan di bawah ini:
“Kita harus caring ya...Dalam arti kata kita harus menerapkan
caring, yaitu kita harus membersihkan dan merapikan pasien
setiap hari.”
(Ners 8)
“Membersihkan selang kateter pasien, atau menggantikan pampers
pasien. Yaaa…..kita memfasilitasi kebutuhannya laah.”
(Ners 10)
“Membersihkan pasien dari ujung kepala sampai ujung kaki.”
(Ners 10)
Penanganan pasien yang cepat dan tanggap dilakukan oleh ners kepada
pasien selama perawatan krtis tergambar dari kategori pertama yaitu Ners
mengungkapkan bahwa mereka harus memiliki respon time yang cepat dalam
menangani kegawatan pasien kritis dan merespon kondisi pasien yang dirawat.
Hal ini sesuai dengan pernyataan di bawah ini:
“Merawat pasien yang kritis itu kita harus bisa memberikan
respon time yang cepat dalam menangani kegawatan yang bisa
saja terjadi kapan pun kan ya.”
(Ners 4)
“Apapun yang terjadi pada pasien kita, kita harus cepat dalam
merespon kondisi pasien kita karena bisa saja mengancam
jiwanya.”
(Ners 5)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ada juga Ners mengungkapkan bahwa mereka dalam bertindak harus
memberikan penanganan segera dalam memberikan bantuan hidup dasar pada
pasien kritis sesuai dengan prosedur. Hal ini sesuai dengan pernyataan sebagai
berikut:
“Disaat pasien semakin kritis…kita segera memberikan bantuan
hidup dasar pada pasien tersebut sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan.”
(Ners 6)
Selain memberikan penangan yang cepat terhadap kondisi pasien. Ners
juga selalu siap siaga untuk melaksanakan tindakan resusitasi jantung paru, ini
sesuai dengan pernyataan sebagai berikut:
“Disini sering banget dapat pasien gangguan pernafasan yang
berpontensi mengali kegawatan pernafasan dan berujung henti
jantung. Sehingga perawat selalu siap siaga untuk melaksanakan
tindakan resusitasi jantung paru.”
(Ners 7)
Beberapa Ners mengungkapan bahwa tindakan mereka harus selalu siap
siaga memantau perkembangan kesehatan penyakit pasien dan mampu mengatasi
pasien dalam keadaan gawat secara cepat. Hal ini sesuai dengan pernyataan di
bawah ini:
“Yaa….kita sebagai perawat harus selalu siap siaga untuk
memantau perkembangan kesehatan penyakit pasien.”
(Ners 2)
“Waah kalo dulu saya lelet banget lah…tapi selama disini saya
semakin mampu mengatasi pasien dalam keadaan gawat secara
cepat.”
(Ners 8)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.3.5. Memberikan kenyamanan kepada keluarga pasien yang mendampingi
selama perawatan kritis.
Berdasarkan analisa data, partisipan yang memberikan kenyamanan
kepada keluarga pasien yang mendampingi selama perawatan yaitu dengan
menggunakan tata cara dalam memberikan penjelasan kepada keluarga pasien.
Cara menjelaskan kondisi pasien kepada keluarga pasien yang dilakukan Ners
tergambar dari kategori menjelaskan kondisi pasien dengan bahasa yang mudah
dipahami keluarga pasien, beberapa Ners mengatakan cara mereka dalam
menjelaskan kondisi pasien dengan bahasa yang mudah dipahami keluarga pasien.
Hal ini sesuai dengan pernyataan di bawah ini:
“Ketika kita menyampaikan perubahan kondisi pasien yang tidak
stabil kepada keluarga pasien, kita harus bisa menggunakan
bahasa yang mudah dipahami oleh mereka.”
(Ners 1)
“Lalu menjelaskan bagaimana kondisi pasien bahasa yang mudah
dipahami. Yaa….menggunakan bahasa daerah juga , agar dapat
dipahami oleh keluarga pasien. “
(Ners 2)
“Ada kemajuan atau gk, jadi mereka paham jadi sebelum dan
sesudah tindakan kita kasih dulu pengertian kepada keluarga
pasien supaya mereka lebih mengerti.”
(Ners 5)
“Maka kita harus lebih menjelaskanya itu lebih hati – hati jadi
mereka bisa menerima apa yang kita jelaskan bisa dicerna sama
mereka seperti itu.”
(Ners 7)
“Mana lagi, keluarga pasien pakai bahasa dusun, yaa kita harus
ekstra sabar menjelaskan dan mencoba memakai bahasa mereka.”
(Ners 8)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Ada kemajuan atau gk, jadi mereka paham jadi sebelum dan
sesudah tindakan kita kasih dulu pengertian kepada keluarga
pasien supaya mereka lebih mengerti.”
(Ners 9)
Selain itu Ners juga mengungkapkan bahnwa mereka dalam memberikan
penjelasan dengan tenang dan tidak tergesa-gesa, ini sesuai dengan pernyataan
sebagai berikut:
“Kita memberikan penjelasan dengan tenang, tidak tergesa-gesa.”
(Ners 1)
“Ya….dalam arti kata, kita tahu kalo anggota keluarga
mendapatkan perawatan kritis, mereka akan memikirkan biaya
yang besar untuk itu. Jadi ketika kita menyampaikan ke keluarga
pasien maka kita harus menjelaskan dengan baik-baik dan tidak
terburu-buru.”
(Ners 1)
Dalam memberikan informasi kepada keluarga pasien, Ners memberikan
penjelasan tentang peraturan selama perawatan kritis. Ners mengatakan bahwa
mereka meberikan penjelasan mengenai peraturan kepada keluarga pasien. Hal
ini sesuai dengan pernyataan di bawah ini :
“Kita panggil keluarga inti dari pasien dengan menjelaskan
peraturan-peraturan yang harus diikuti keluarga pasien.”
(Ners 1)
“Contohnya, ketika pasien baru masuk ruang ICU, bagaimana
cara kita menerima pasien dan keluarga pasien, cukup dengan
menjelaskan kepada keluarga pasien "Bapak dan ibu sekarang
berada di ruangan ICU untuk sementara ini keluarga silahkan
menunggu di ruang tunggu bawah, kami akan merawat anggota
keluarga bapak dan ibu dengan memberikan kami kepercayaan
sepenuhnya. seperti itu, itu waktu kita menerima yang pertama.”
(Ners 1)
“Kita akan Memberikan penjelasan bahwasanya keluarga pasien
harus mengetahui aturan-aturan selama mendapatkan perawatan
kritis.”
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(Ners 6)
“Tentang tata tertib peraturan kita kasih tau, masalah jam
kunjungnya, berapa orang yang harus masuk.”
(Ners 8)
Ada beberapa hal yang harus dijelaskan Ners kepada keluarga pasien
yaitu memberikan penjelasan kepada keluarga pasien mengenai jam kunjungan
sesuai peraturan di RS, ini sesuai dengan ungkapan dri beberapa partisipan
sebagai berikut
“Misalnya jam kunjungan, karena tingkat stress yang tinggi
sehinga keluarga pasien ingin selalu berada dekat pasien. Maka
kita memberikan penjelasan mengenai jam kunjungan dan cara
kunjungannya sesuai peraturan dari rumah sakit.”
(Ners 6)
“Pokoknya apa yang harus diterima keluarga pasien kita berikan
penjelasan saat pasien masuk, nah nanti itu diinformasikan ke
keluarga lainnya bu, mungkin jam besuknya jam sekian jadi kalau
diluar jam sekian harap dimengerti karena ini memang
peraturan.” (Ners 8)
Ners mengungkapkan bahwa mereka selalu menjelaskan kepada keluarga
pasien tentang kondisi dan tujuan dari tindakan yang akan dilakukan kepada
pasien dan memberikan penjelasan perkembangan pasien. Hal ini sesuai dengan
pernyataan di bawah ini:
“Menjelaskan bahwa "kondisi suami ibu tidak stabil, tetapi kita
harus melakukan tindakan,dengan menjelaskan kondisinya seperti
ini....seperti ini....... nah kalau seandainya ibu bersedia....kami
akan melakukan tindakan" dan jangan sampai lupa untuk
menjelaskan tujuan dari tindakan tersebut.”
(Ners 1)
“Keluarga pasien rasa ingin tahunya besar ya…jadiii…..yaaaa
kita jekaskan ke mereka mengenai informasi tentang tindakan
yang akan diberikan.”
(Ners 2)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“kita memberikan penjelasan mengenai perkembangan pasien,
yaaa…..setidaknya 1 kali sehari.”
(Ners 2)
“Misalnya apapun tindakan yang sederhana seprti pemasangan
NGT yah tetap keluarga kita kasih tau, bahwa ibu tidak bisa makan
seperti kita karena kesadaran menurun, tidak ada efek menelan
jadi kita pasang selang nanti dari hidung bu nanti masuk ke
lambung.”
(Ners 6)
Ada beberapa penjelasan yang harus diberikan Ners kepada keluarga
pasien yaitu menjelaskan kondisi psikis pasien, perubahan kondisi pasien, dan
perkembangan pasien. Hal ini sesuai dengan ungkapan dari beberapa partisipan
sebagai berikut:
“Bahasa pun dengan bahasa daerah sinilah, misalnyo dak kito
bilang ke keluarga pasien ‘ lah behenti jantung nyo nih pak’ atau ‘
nafasnyo tu lah dak katek lagi pak.”
(Ners 4)
“Kondisinya menurun, tensinya sudah mulai turun, nafasnya sudah
terventilasi, maka kita panggil keluarganya kita panggil dokter
jaga, kita info keluarga, kita dekatkan keluarga dengan pasien.”
(Ners 7)
“Keluarga pasien ingin mengetahui bagaimana kestabilan tanda
vital pasien, mengetahui perkembangan penyakit pasien.”
(Ners 8)
“Karena kito yang sering melihat pasien, sehingga ada perubahan
psikis pasien maka kita segera menjelaskan kepada keluarga
pasien tentang kondisi psikis pasien tersebut.”
(Ners 8)
Ners mengatakan bahwa dia memberikan penjelasan tentang pengobatan
yang akan diberikan, sehingga keluarga memahami pengobatan yang diberikan
kepada pasien. ini sesuai dengan pernyatan di bawah ini:
“ Mmmm…penjelasan yang diberikan tentang rencana pengobatan
dan mengetahui alasan diberikan pengobatan tersebut.”
(Ners 8)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Selain itu Ners juga mengatakan bahwa mereka memberikan penjelasan
mengenai informasi tentang penyakit pasien. Hal ini sesuai dengan pernyataan di
bawah ini:
“Yaa paling dicemaskan oleh keluarga itu satu mungkin kondisi
penyakit pasien sehingga mereka membutuhkan penjelasan
mengenai hal tersebut.”
(Ners 6)
“Memberikan informasi yang jelas, dengan keluarga pasien
tentang penyakit pasien.”
(Ners 7)
Beberapa Ners mengatakan yang mereka berikan kepada keluarga pasien,
yaitu memberikan penjelasan nutrisi, proses penyakitnya, tindakan yang akan
diberikan untuk proses penyembuhan pasien, pola hidup setelah pulang dari
rumah sakit, dan memberikan pendkes sesuai yang dibutuhkan oleh keluarga
pasien. Hal ini sesuia dengan pernyataan di bawah ini:
“Kita memberikan pendidikan kesehatan saja, misalnya tujuan dari
tindakan yang akan dilakukan, pola hidup setelah pulang dari
rumah sakit.
(Ners 4)
“Memberikan ...pendkes ya, kemudian apa yang ditanyakan sama
keluarga pasien, apa yang mereka tanyakan tentang keluhan, apa
penyakit pasien.”
(Ners 5)
“Yaa paling dicemaskan oleh keluarga itu satu mungkin kondisi
penyakit pasien sehingga mereka membutuhkan penjelasan
mengenai hal tersebut”
(Ners 7)
“Keluarga bertanya pasien sudah dikasih obat atau belum mereka
kita jelasin sudah dikasih, kalau makan masalah makan biasanya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kan kalau makan kita melalui ..... keluarganya kita kasih tau,
sebelum tindakan yang jelas kita infokan kepada keluarga.”
(Ners 5)
Informasi lain yang diberikan Ners kepada keluarga pasien untuk rencana
perawatan selanjutnya yaitu: memberikan informasi tentang perencanaan kedepan
pasien selama perawatan dan memberikan penjelasan apa yang dibutuhkan dengan
keluarga dan pasien yang dirawat di ICU. Hal ini sesuai dengan yang diungkapan
dari beberapa partisipan yaitu:
“Kalau menurut saya kebutuhanya informasi ,kejelasan,
perencanaan kedepan dari pasien tersebut, resikonya di harus tau,
dan terkadang kita banyak disini pasien dengan jaminan kesehatan
terkadang ada beberapa hal yang tidak di tanggung karena biaya
biaya disini tidak murah.
(Ners 7)
“Apalagi perawatan apa yang mereka berikan selama ini.
Sehingga kita tahu sejauh mana nanti akan menjelaskan informasi
selanjutnya tentang perawatan pasien di ICU kepada mereka.”
(Ners 8)
“Kita memberikan penjelasan akan apa saja yang dibutuhkan oleh
keluarga pasien dari kita perawat ICU mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan pasien yang mengalami perawatan kritis di
ICU.
(Ners 10)
Ners mengungkapkan bahwa mereka memberikan jawaban yang tepat
akan pertanyaan keluarga pasien sehingga keluarga pasien mendapatkan jawaban
yang jujur. Hal ini sesuai dengan pernyataan di bawah ini:
“Setelah itu ya kita berikan lah penjelasan mengenai kondisi
pasien saat ini masih kurang stabil, tekanan darahnya sering naik
turun. Jadi kita selalu memantau perkembangan pasien setiap
jam.”
(Ners 5)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Salah satunya kebutuhan untuk mendapatkan jawaban yang jujur
atas pertanyaan mereka, misalnya kondisi yang sebenarnya…kalo
tidak stabil kasih tau tidak stabil jangan ditutupin.”
(Ners 9)
Beberapa Ners mengungkapkan bahwa mereka tetap menghubungi
keluarga pasien via handphone untuk memberitahukan perubahan kondisi pasien
jika keluarga tidak datang ketika dipanggil ke ruang tunggu atau menghubungi
keluarga pasien yang di rumah untuk menyampaikan kondisi pasien. Hal ini
sesuai dengan pernyataan berikut ini:
“Kito membutuhkan keluarga pasien, misalnya ambil obat di
apotik, kito tinggal panggil dengan menggunakan mikrophone yang
terhubung ke ruangan tunggu keluarga pasien. “
(Ners 4)
“Kita memberitahukan ke rumah apabila terjadi perubahan
kondisi pasien dengan via handphone yaa, keluarga dapat
berkonsultasi dengan perawat setiap hari, dapat menjeguk pasien
secara teratur dan yaa…..lingkungan aman dan nyaman bagi
keluarga lah…..”
(Ners 8)
Ners memiliki tugas untuk memfasilitasi keluarga pasien dalam
memenuhi kebutuhan pasien akan kehadiran keluarga pasien, memberikan
kesempatan kepada keluarga pasien untuk mengunjungi dan mendampingi pasien.
Hal ini sesuai dengan ungkapan dari beberapa partisipan sebagai berikut:
“Karena mereka berpendapat bahwa pasien sangat membutuhkan
kehadiran mereka. Nah di situ lah, kita harus pandai membaca
situasi dan kondisinya.”
(Ners 2)
“Kalau tiba-tiba kondisi pasien semakin kritis, memberikan
kesempatan kepada keluarga pasien untuk mendampingi pasien
tersebut
(Ners 4)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Terkadang ya dek…..keluarga pasien merasakan rasa nyaman
ketika kita memberikan kesempatan jam berkunjung tersebut
sehingga pasien yang dirawat dapat merasakan bahwa
keluarganya selalu ada disamping mereka.”
(Ners 5)
“Keluarga pasien suka gini, “bu saya mu ngasih ini air zam zam
ke orang tua saya atau keluarganya gitu” yah sebisa mungkin kita
bantu…”
(Ners 6)
“….keluarga pasien sangat ingin berada dekat pasien, apalagi
dalam kondisi kritis kan yaa…disinilah kita memberikan
kesempatan keluarga dengan memberikan jam besuk 2 kali.”
(Ners 10)
Menfasilitasi keluarga pasien untuk konsultasi dengan perawat yang
merawat pasien. Ners mengungkapkan bahwa memfasilitasi keluarga pasien
untuk berkonsultasi dengan mereka. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut ini:
“Kita juga ngasih kesempatan ke keluarga pasien, silahkan apa
yang mau ditanyakan tentang penyakitnya tentang penjelasanya.”
(Ners 3)
“Keluarga Ingin dapat berkonsultasi ataupun komunikasi dengan
perawat yang menemani pasien selama 24 jam.”
(Ners 9)
Beberapa Ners mengatakan bahwa mereka memfasilitasi keluarga pasien
untuk konsultasi dengan dokter setelah visite sehingga mereka mendapatkan
penjelasan perkembangan pasien. Hal ini terlihat dari pernyataan di bawah ini:
“Walaupun nggak langsung dengan dokter spesialis kan
maksudnya visitnya kan ada waktu – waktunya kalau dokter
spesialis visit pas waktu jam besuk biasanya sudah selesei visit di
ruangan keluarga dipanggil.”
(Ners 5)
“Misalnya keadaan kritis, dokter kita panggil keluarga kita
panggil kita temukan di tempat paling itu, tidak mungkin kita yang
menjelaskan kita Cuma memfasilitasi. Dan kadang pun ada kabar
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
perkembangan terbaru dari pasien, tetap keluarga kita kasih tau,
untuk penjelasan langsung.”
(Ners 7)
“Ketika dokter visit, ada keluarga pasien ingin berkonsultasi,
tetapi kita selesaikan dulu dokter visit barulah setelah itu kita
mendampingi keluarga untuk berkonsultasi dengan dokter.”
(Ners 8)
Ners juga mengungkapkan bahwa mereka memfasilitasi keluarga pasien
dengan bagian gizi untuk pemberian makanan. Hal ini sesuai dengan pernyataan
di bawah ini:
“Soal makanan bisa kita konsultasikan dengan gizi, karena
keluarga yang tau apa saja makanan yg alergi sama pasien, jadi
kita fasilitasi keluarga pasien untuk menjelaskan ke bagian gizi.”
(Ners 4)
Ners memberikan dukungan terhadap keluarga pasien, ini merupakan
kategori yang ketiga. Dukungan yang diberikan ada dua yaitu dukungan moriil
dan dukungan spiritual. Ners mengatakan bahwa mereka mendampingi keluarga
pasien disaat kondisi pasien memburuk. hal ini sesuai dengan pernyataan di
bawah ini :
“yaaa sebenarnya perawat itu ya mendampingi pasien dan
keluarga pasien secara terus menerus. Yaaa oleh sebab itu lah
terjalin sih rasa percaya itu”
(Ners 8)
“Ibu mendampingi keluarga pasien saat kondisi pasien mulai
memburuk.”
(Ners 8)
Selain itu Ners juga mengingatkan keluarga untuk menjaga kesehatan
dan tetap sabar dalam mendampingi pasien. Beberapa Ners mengungkapkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bahwa mereka selalu mengingatkan keluarga pasien untuk menjaga kesehatan
agar bisa mendampingi pasien dan memberikan penguatan untuk sabar kepada
keluarga pasien. Hal ini terlihat dari pernyataan sebagai berikut:
“Sebenernya kita memberikan motivasi kepada keluarga pasien
dengan mengingatkan untuk menjaga kesehatan mereka agar
mereka bisa mendampingi pasien selama mendapatkan perawatan.
( Ners 5)
“kek dukungan moril kepada keluarga pasien“yang kuat, yang
sabar yah bu” kalau itu paling banyak”
(Ners 7)
Ners meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluhan mereka dan
pertanyaan dari keluarga pasien mengenai pasien yang dirawat. Hal ini
diungkapkan oleh beberapa partisipan sebagai berikut:
“Terkadang yo keluarga pasien ini setelah selesai nengok pasien,
mampir bentar ke meja kita...waktu itu kadang kita meluangkan
waktu untuk mendengarkan keluhan mereka.”
(Ners 4)
“Waktu itu….pas kita selesai dinas, ketemu mereka di ruang
tunggu bawah, ada keluarga pasien memanggil kita, dan
menanyakan bagaimana perkembangan kondisi pasien.”
(Ners 5)
“Begitu pula dengan keluarga pasien, kita menyediakan waktu
untuk mendengarkan keluhannya.”
(Ners 8)
Dukungan spiritual kepada keluarga pasien yang diberikan Ners adalah
mengingatkan keluarga pasien selalu berdoa untuk kesembuhan pasien. Hal ini
sesuai dengan ungkapan dari beberapa partisipan sebagai berikut:
“Oleh karena itu kita harus menyampaikan bahwa tindakan ini
memerlukan segera dan kami berusaha sebagai manusia
bapaak....supaya istri bapak tertolong namun kalau hasil akhir itu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang punya yang diatas. Nah disinilah kita memberikan kekuatan
kepada keluarga pasien, bapak tolong bantu dengan doa.”
(Ners 2)
“Terus ibu bilang sama keluarga “harus didukung dengan doa
Bu”.”
(Ners 8)
“Yaa kalau secara spiritual sih mengingatkan untuk tetap berdoa
sih, karena kesembuhan itu berasal dari Tuhan.”
(Ners 9)
Selain pengalaman tersebut, penelitian ini juga mengungkapkan dampak
caring dalam perawatan kritis dan hambatan Ners dalam menerapkan caring pada
pasien dan keluarga pasien.
4.3.6. Dampak caring dalam perawatan kritis
Dampak caring yang didapatkan yaitu kesembuhan pasien, dan
Kepuasan. Kesembuhan pasien merupakan dampak dari caring yang ditemukan
pada hasil penelitian, yang menunjukkan dapat merangsang kesadaran pasien
yang dirawat. Partisipan mengatakan bahwa dia melakukan tindakan keperawatan
yang dilandaskan dengan mengajak ngobrol dan memberikan sentuhan akan
menstimulus agar pasien yang kita rawat cepat sadar, atau pulih. Hal ini sesuai
dengan pernyataan sebagai berikut:
“ saya…..terkadang memberikan tepukan dan elusan kepada
pasien saya, yaa kalo saya tidak terlalu sibuk saya berikan terapi
dengerin dzikir dengan menggunakan earphone. Setidaknya bisa
mempercepat pasien sadar”.
(Ners 4)
Kepuasan setelah memberikan perawatan kepada pasien, Ners
mengatakan merasa puas setelah memberikan perawatan sehingga terasa puas
dengan apa yang telah dikerjakan. Pernyataan sebagai berikut:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Kepuasan tersendiri ya dek, karena keikhlasan dan rasa yang
tulus ataupun tanpa pamrih itu yang saya tanamkan ke diri saya,
sehingga saya tidak merasa terbebani dengan pekerjaan saya,
apalagi rata-rata pasien kita di sini tidak sadar, yaa ladang pahala
bagi saya dek”.
(Ners 1)
“Apalagi kalau melihat pasien yang telah kita rawat lepas dari
masa kritis dan melihat senyuman dari wajah keluarga pasien.
Yaaa senang nian lah.”
( Ners 2)
“…..membuat keluarga pasien merasa aman dan nyaman, karena
rasa percaya dengan kita untuk merawat anggota keluarganya di
ICU ini, sudah memberikan ketenanga di jiwa saya mbaa….benar-
benar puas rasanya mba….”
(Ners 4)
Beberapa Ners mengatakan setelah mereka merapkan caring dapat
menjadi penilaian positif bagi seorang perawat. Hal ini sesuai dengan pernyataan
dibawah ini :
“…jika kita ramah, murah senyum, dan pandai mengatur emosi
kita. Mungkin akan berkurang sebutan perawat ICU suka emosian,
hahahaha….”.
(Ners 2)
“…..di ICU sangat diperlukan perawat yang caring, karena bukan
hanya fisik saja melainkan psikis juga, yaaa……kita harus
memilikinya, sehingga tidak ada lagi yang bilang perawat itu
judes, cerewet dan sebagainya”.
(Ners 9)
Ners mengatakan bahwa setelah mereka menerapkan caring dengan cara
berkomunikasi yang baik kepada keluarga pasien maka dapat merubah pandangan
masyarakat selama ini pada perawat. Hal ini sesuai dengan pernyataan di bawah
ini:
Selama ini keluarga pasien selalu menganggap perawat itu
mulutnya kasar, setelah saya berkomunikasi yang baik dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mereka. Akhinya mereka mengatakan bahwa perawat yang
sekarang di ICU lebih baik tutur katanya dan sangat peduli baik ke
pasien maupun ke keluarga. (Ners 10)
4.3.7 Hambatan ners dalam menerapkan caring pada pasien serta keluarga
selama menjalani perawatan kritis.
Hasil penelitian menemukan kendala dalam menerapkan caring yang
terjadi memberikan perawatan kritis, banyak pengalaman dari partisipan dalam
menghadapi kondisi pasien kritis, sehingga harus bertindak cepat dan perubahan
emosional yang akhirnya tanpa disadari menimbulkan interaksi yang non caring,
dan sering terjadi pada keluarga pasien yang mendampingi selama perawatan
kritis di ICU. Hal ini tergambar dari sub tema yaitu emosional, hubungan perawat
dengan pasien dan keluarga pasien tidak kooperatif.
Emosional terjadi karena perubahan perilaku yang dialami oleh
partisipan karena stress dengan pekerjaan dan kurang tidur, mengakibatkan
partisipan mudah marah berbicara kasar, nada yang tinggi, dan tidak ada senyum.
Perawat mengalami perubahan emosional, beberapa, Ners mengatakan bahwa
dirinya pernah tidak tidur selama dinas malam dalam menghadapi pasien.
Partisipan tidak dapat tidur karena cemas dengan kondisi pasiennya yang mulai
tidak stabil. Hal ini terlihat pada pernyataan di bawah ini:
“…..ketika kondisi pasien tidak stabil, keluarga pasien lebih sering
menyalahkan kan kita, seolah-olah kita tidak memberikan
perawatan yang baik, stress saya jadinya, makin susah saya untuk
melanjutkan penjelasan bagaimana kondisi pasien.
(Ners 3)
“ Sangking aku stressnyo dek, pas ado keluargo pasien pagi tu
cuma nak nanyo boleh dak nak ketemu sebentar dengan pasien,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
aku jawabnyo ketus nian waktu itu “ Yoo dak bisalah buk! Lah
jelas bukan waktunyo…”.
(Ners 4)
“ Saya semakin stress apabila menghadapi keluarga pasien yang
susah diajak berdikusi, malahan mengamuk dan membentak saya,
yaa…..alhasil saya semakin jengkel dan kesal lah mbaa….”
(Ners 8)
Pemahaman keluarga pasien yang kurang sehingga dapat menjadi
hambatan yang terjadi dalam menerapkan caring ketika menghadapi keluarga
pasien yang berkali-kali diberikan penjelasan, namun tidak mengerti dan didukung
dengan kondisi pasiennya yang sering tidak stabil. Ada juga ners sering
terpancing emosinya karena kondisi keluarga pasien yang tidak mengerti dengan
penjelasan yang telah diberikan. Hal dapat terlihat dari beberapa partisipan
sebagai berikut:
“……..apalagi ada keluarga pasien yang banyak bertanya dari
tentang kondisi anggota keluargamya yang dirawat, padahal sudah
dijelaskan serinci-rincinya, tapi ngga ngerti juga. Bikin saya emosi
dan bad mood. Sehingga saya malas untuk terlalu sering ketemu
keluarga pasien, pusing kepala saya mba…”
(Ners 2)
“ Aku pernah jugo mbaa, bertengkar samo keluargo pasien karena
banyak nian yang dio tanyo, padahal sebelumnya aku lah
ngejelasin seelok mungkin, pake bahaso dusun pula, tapi dak
ngerti-ngerti jugo……jadi kesal be bawaannyo….mano aku dak
tidok waktu tu…”
(Ners 6)
“ ……saya sudah berusaha menjelaskan dengan bahasa yang
mudah dipahami, tetapi keluarga pasien tidak mengerti juga,
eeeh…..saya malah di bentak-bentak bahkan dimaki
huuuuufft……semenjak itu saya memang jadi kurang peduli, yaaa
cuek lah dengan keluarga pasien, yaaaa…..saya sempat sih dicap
kurang ramah sama keluarga pasien, tapi kan….yang penting saya
peduli sama pasien saya mbaa hahahaha…..”.
(Ners 7)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Hubungan perawat dengan pasien dan keluarga pasien tidak kooperatif
karena komunikasi yang tidak baik sering ditemukan yang disebabkan oleh
perawat yang sibuk dengan pekerjaan yang lain sehingga sering mengabaikan
untuk berkomunikasi dengan pasien dan keluarga pasien. Hal ini sesuai dengan
pernyataan di bawah ini:
“Merawat pasien di ICU harus penuh kasih sayang dan
membutuhkan perhatian lebih, terkadang karena kita terlalu sibuk
dan stress maka kita sering tidak memperhatikan cara kita
berinteraksi dengan pasien, apalagi dengan keluarga pasien.
(Ners 9)
4.4 Pengalaman Keluarga Pasien tentang Caring pada Pasien yang
Mengalami Perawatan Kritis di Ruang ICU RSUD Raden Mattaher Jambi
Berdasarkan hasil analisis pada penelitian ini ditemukan 5 tema yaitu: (1)
Perawat menunjukan kepedulian terhadap keluarga yang mendampingi pasien
yang menjalani perawatan kritis, (2) Perawat memberikan tindakan terhadap
pasien yang yang menjalani perawatan kritis, (3) Perawat memberikan informasi
tentang kondisi dan treatment pada pasien yang menjalani perawatan kritis, (4)
Perawat menunjukan komunikasi yang baik dengan pasien serta keluarga yang
mendampingi, dan (5) Perawat menunjukkan empati yang tinggi terhadap pasien
serta keluarganya.
Tema-tema ini akan dibahas secara terperinci untuk memaknai
pengalaman Keluarga Pasien tentang Caring pada Pasien yang Mengalami
Perawatan Kritis di Ruang ICU RSUD Raden Mattaher Jambi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.4.1 Perawat menunjukan kepedulian terhadap keluarga yang
mendampingi pasien yang menjalani perawatan kritis.
Berdasarkan analisa data, beberapa partisipan mengatakan bahwa Ners
menunjukkan kepedulian yang tinggi terhadap mereka selama mendampingi di
ruangan ICU, yaitu dengan tidak membedakan pasien, ramah, dan ketulusan.
Beberapa keluarga pasien mengatakan bahwa Ners tidak membeda-
bedakan suku, ras, agama dalam merawat pasien dan memberikan perawatan
sesuai dengan kondisi pasien tersebut. Hal ini diungkapkan keluarga pasien
sebagai berikut:
“Perawat disini tidak pernah membeda-bedakan dalam memberikan
perawatan. Ada waktu itu sebelum ibu masuk ICU di rawat di
bangsal. Nampak nian lah dibedakan karena perawat satu suku
sama pasien yang disebelah ibu saya.”
(Keluarga pasien 1)
“Susternyo idak pernah membeda-bedakan suku, ras, maupun
agama.”
(Keluarga pasien 3)
“Yang ibu liat dak katek tuh, susternyo membedain pasien-
pasiennyo, diberikan perawatan sesuai dengan kondisinyo pasien
masing-masing lah.”
(Keluarga pasien 4)
Perilaku caring yang didapatkan oleh keluarga pasien adalah ramah, yaitu
Ners menunjukkan perilaku caring dengan baik dalam merawat pasien, penuh
kesabaran, dan bisa terlihat dari wajah mereka. Hal ini diungkapkan dari beberapa
keluarga pasien sebagai berikut:
“Bapak liat perawat yang merawat ibu ramah-ramah, baik-baik
perawat disini ya, sabar juga perawatnya.”
(Keluarga pasien 1)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Mereka itu orangnya baik banget nak… benar-benar merawat
dengan baik.”
(Keluarga pasien 6)
“Perawatnya baik nak, keliatan di wajah mereka dan cara mereka
merawat pasien dan melayani kita sebagai keluarga pasien.”
(Keluarga pasien 7)
Beberapa keluarga pasien mengatakan bahwa perawat di ruang ICU
sering menyapa dan memberikan salam. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan di
bawah ini:
“Saat bapak masuk ruangan, susternya menyapa dan memberikan
salam…. Ramah susternya nak.”
(Keluarga pasien 1)
“Perawatnya suka menyapa dan memberikan salam kalau kita
masuk saat jam kunjungan.”
(Keluarga pasien 2)
“Susternya mau menyapa kita saat berkunjung melihat ibu.”
(Keluarga pasien 7)
Perilaku caring lainnya yang ditunjukan oleh perawat adalah tersenyum
pada keluarga pasien saat mengunjungi pasien ataupun ketemu di luar ruangan.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan dari beberapa keluarga pasien sebagai
berikut:
“Pas kita masuk ruangan…susternya tersenyum dan
mempersilahkan untuk melihat ibu saya didalam.”
(Keluarga pasien 2)
“Susternyo murah senyum dalam melayani pasien dan keluarga
pasien.”
(Keluarga pasien 4)
“Kalau berpas-pasan gitu, susternya tersenyum sama kita kak,
walaupun wajahnya udah capek banget.”
(Keluarga pasien 5)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Keluarga pasien mengungkapkan bahwa perawat memberikan pelayanan
dengan rasa yang tulus, hal ini sesuai dengan ungkapan sebagai berikut:
“Suster-suster disini…ngerawat ibu nyo ayuk tuh dengan ikhlas.”
(Keluarga pasien 3)
“Bagaimana sikap dan tingkah laku perawat ke pasien itu yaaa
harus lah memberikan pelayanan yang sangat tulus sekali.”
(Keluarga pasien 6)
4.4.2 Perawat memberikan tindakan terhadap pasien yang yang
menjalani perawatan kritis
Keluarga pasien melihat perawat dalam memberikan tindakan terhadap
pasien yang dirawat, tergambar dari sub tema yaitu perawatan fisik pasien,
perawatan spiritual pasien, dan perawatan psikosial pasien. Selama pasien
mendapatkan perawatan kritis, perawat bertanggung jawab dalam memberikan
dan membantu perawatan diri kepada pasien tersebut, yaitu Ners selalu membantu
dalam memandikan pasien 2x sehari, memberikan obat tepat waktu, dan
mengganti pakaian pasien apabila kotor. Hal ini diungkapkan dari beberapa
keluarga pasien antara lain:
“Bapak lihat selama disini susternya memberikan perawatan yang
baik pada pasien dalam bentuk memandikan pasien tepat waktu .”
(Keluarga pasien 1)
“Selama mba yang ngejagain ibu, mba selalu memperhatikan
kondisi badan ibu. Ternyata suster nya selalu memandikan ibunya
mba 2x sehari, wangi dan pakaiannya pun bersih.”
(Keluarga pasien 2)
“Ibu nyo mba selama dirawat sini, bersih nian. Susternyo mandiin
ibu idak asal-asalan. Pokoknyo kalo jenguk ibu ya, ngga pernah
kecium bau gitu nah.”
(Keluarga pasien 8)
“Perawatnya memandikan istri saya bersih sekali…walaupun tidak
sadar istri saya bersih.”
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(Keluarga pasien 9)
Perawatan diri yang diberikan Ners kepada pasien adalah menjaga
kebersihan mulut pasien. Hal ini harus dilakukan karena pasien di ICU dalam
kondisi tidak sadar, oleh karena itu membersihkan mulut pasien dan menyikat gigi
pasien setiap pagi. Pernyataan di atas sesuai dengan ungkapan dari beberapa
keluarga pasien berikut ini:
“Biasonyo kalo pasien dak sadar tuh bauk nafasnyo tapi suster
yang jilbab itu selalu membersihkan mulut ibu ayuk, jadi nafasnyo
ibu idak bauk.”
(Keluarga pasien 3)
“Pasien disini selalu disikat giginyo tiap pagi samo suster-suster
yang dinas malam.”
(Keluarga pasien 4)
Ners juga memperhatikan kebersihan kuku pasien oleh karena itu
perawat membantu memotong dan membersihkan kuku pasien tersebut. Hal ini
sesuai dengan yang diungkapkan keluarga pasien sebagai berikut:
Kemarin sore waktu liat abang, kuku tangannya panjang loh kak.
Eh pas tadi jenguk abang, liat kukunya udah dipotongin dan
bersih. Perawatnya membantu kita banget kak, memahami lah kak.
(Keluarga Pasien 5)
Pasien yang dirawat di ICU rata dalam kondisi tidak sadar, ada beberapa
Ners yang membantu pasien dalam memiringkan posisi badan pasien. Perubahan
posisi dilakukan agar kulit pasien yang tertekan tidak mengalami lecet dan melatih
agar otot pasien tidak kaku. Hal ini sesuai dengan ungkapan dari beberapa
keluarga pasien sebagai berikut:
“Mereka selalu merubah posisi pasien, termasuk ayahnya mba.
Salah satu perawatnya bilang kalo perubahan posisi harus
dilakukan, agar ototnya ayahnya mba tidak kaku dan mengurangi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
terjadi luka di punggung atau didaerah yang selalu terimpit.”
(Keluarga pasien 8)
“Ayahnya ibu kan agak gendut jadi agak susah untuk memiringkan
posisinya, jadi perawat yang tinggi membantu ibu untuk memiring
badan ayah.”
(Keluarga pasien 10)
Tiga keluarga pasien yang lain melihat perawat melakukan suction untuk
mengisap dahak pasien yang menumpuk di jalan nafas pasien dan perawat
membantu dalam membersihkan alat yang terpasang ditenggorokan. Hal ini sesuai
dengan ungkapan keluarga pasien sebagai berikut:
“Abang kan dipasang alat yang ditenggorokan kak, jadi waktu itu
saya pernah lihat perawatnya membersihkan dahak yang keluar
dari alat itu.”
(Keluarga pasien 5)
“Susternya selalu melakukan pengisapan dahak pada istri saya
setiap sejam sekali. “
(Keluarga pasien 9)
“Iyah dek….dahak ayah saya banyak banget, jadi perawat sudah
menjadwalkan untuk melakukan pengisapan, karna kalo ngga
dikeluarin ayah susah nafasnyaPerawatan spiritual pasien.
(Keluarga pasien 10)
Keluarga pasien mengatakan selama mendampingi pasien di rawat,
kebutuhan spiritual pasien dan keluarga pasien dipenuhi oleh perawat yaitu
mengingatkan untuk berdoa. Selama mendampingi pasien, dua partisipan pernah
diingatkan oleh perawat untuk berdoa agar proses penyembuhan pasien cepat dan
mengajak untuk berdoa bersama. Hal ini sesuai dengan ungkapan dari keluarga
pasien tersebut:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Ada perawat yang satu agama dengan saya, dan mengajak saya
untuk berdoa demi kesembuhan suami saya, yaa saya berharap
tuhan mendengarkan doa saya agar suami saya cepat sadar.”
(Keluarga pasien 6)
“Ibu selalu diingatkan perawat untuk selalu mendoakan ibunya ibu
agar proses penyembuhan cepat.”
(Keluarga pasien 7)
Keluarga pasien yang lain mengatakan bahwa perawat juga membantu
keluarga pasien untuk memasangkan alat ditelinga pasien, agar pasien tersebut
dapat mendengarkan rekaman dari ayat suci Al-Quran dan Dzikir. Hal ini sesuai
dengan pernyataan berikut:
“Waktu itu yo ayuk minta izin samo susternyo untuk mendengarkan
lantunan ayat suci dengan hp ke telingo ibu ayuk. Pasiennyo
mengizinkan tapi biar dio yang ngasih karena keluarga belum
boleh masu. Ayuk biso memastikannyo diberikan kareno biso diliat
dari jendela.”
(Keluarga pasien 3)
“Waktu saya besuk ibu, saya minta izin sama perawat untuk
memakaikan earphone ke telinga ibu saya, supaya ibu bisa
mendengarkan dzikir.”
(Keluarga pasien 7)
“Kemarin perawatnya meminta izin kepada bapak untuk
memberikan terapi kepada ibu dengan mendengarkan dzikir dan
lantunan ayat suci alquran.”
(Keluarga pasien 9)
Dalam perawatan ini perawat memahami keinginan keluarga pasien
untuk dekat dengan pasien. Ada keluarga pasien menyatakan bahwa mereka
diberikan kesempatan untuk disamping istrinya dan membacakan buku diluar jam
kunjungan. Pernyataan tersebut sesuai dengan ungkapan keluarga pasien sebagai
berikut:
“Bapak diberikan kesempatan oleh suster untuk berada disamping
istri bapak, karena kita sangat dekat dan tidak pernah terpisah.”
(Keluarga pasien 1)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Jika mba tidak sempat membacakan buku untuk ibu mba di saat
jam kunjungan karena belum kerja, ada salah satu perawat yang
mengizinkan mba untuk membacakan buku untuk dilur jam
kunjungan.”
(Keluarga pasien 2)
4.4.3 Perawat memberikan informasi tentang kondisi dan treatment
pada pasien yang menjalani perawatan kritis.
Keluarga pasien mendapat informasi sesuai dengan sub tema sebagai
berikut: menjelaskan perubahan kondisi pasien, dan penjelasan tentang tindakan
yang akan dilakukan. Ners menjelaskan perubahan kondisi pasien dengan
memberikan informasi kepada keluarga pasien. Beberapa Keluarga pasien
mendapatkan informasi dari Ners akan perubahan kondisi pasien selama dirawat.
Informasi yang partisipan dapatkan, misalnya kondisi pasien yang kurang baik ,sel
darah merahnya menurun sehingga pasien semakin pucat atau perubahan suhu
pasien. Hal ini sesuai dengan ungkapan dari beberapa keluarga pasien sebagai
berikut:
“Kemarin sore perawatnya bilang “Mbaa…kondisi ibu kurang
baik ya, sel darah merah ibu menurun, sehingga ibu keliatan pucat.
“
(Keluarga pasien 2)
“Alhamdulillah suhunya sudah turun, jadi adek ngga perlu
khawatir lagi yaa…” gitu tadi perawat bilang ke saya kak.”
(Keluarga pasien 5)
“Ibu juga pernah nanya kondisi bapak ke perawatnya, perawat
menjelaskan dengan rinci nian. Jadi ibu tau kayak mano kondisi
bapak saat ini”
(Keluarga pasien 7)
“Perawat memberikan penjelasan mengenai perubahan kondisi
istri saya setelah mendapatkan tindakan laparathomy, yaaa
maklum lah saya kan kurang paham ya nak.”
(Keluarga pasien 9)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Selama mendampingi keluarga pasien di rawat, partisipan selalu
mendapatkan penjelasan tentang tindakan yang akan di berikan. Keluarga pasien
mendapatkan penjelasan alasan pasien membutuhkan donor darah, alasan pasien
dilakukan penghisapan lender, pemasangan selang untuk makan, dan Ners selalu
mengatakan kepada partisipan bahwa tindakan yang diberikan ini untuk proses
penyembuhan pasien. Menjelaskan kondisi pasien yang membutuhkan donor
darah, dalam hal ini partisipan mendapatkan penjelasan dari penyebab pasien
membututuhkan donor darah dan perawat memastikan kepada partisipan darah
siapa yang cocok dengan pasien. Hal ini sesuai dari ungkapan dua keluarga pasien
sebagai berikut:
“Naah…karena kondisi tersebut kita akan memberikan tambah
darah. Kira-kira darah siapa yang cocok dengan darah ibu ya
mba?” kayak gitu loh dek perawat itu menjelaskan.”
(Keluarga pasien 2)
“Ibu dikasih penjelasan kalo kondisi ayah ibu menurun dan harus
mendapatkan donor darah.”
(Keluarga pasien 10)
Menjelaskan kondisi pasien harus dilakukan suction, dalam hal ini
keluarga pasien mendapatkan penjelasan dari perawat tentang penyebab pasien
tidak bisa mengeluarkan dahak sehingga harus dilakukan pengisapan supaya tidak
menganggu pernafasan. Hal ini sesuai dengan ungkapan keluarga pasien tersebut:
“Susternya memberikan penjelasan kalau abang saya tidak bisa
mengeluarkan dahaknya jadi akan dilakukan tindakan pengisapan
dahaknya, supaya tidak mengganggu pernafasan.”
(Keluarga pasien 5)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Keluarga pasien menceritakan bahwa perawat yang merawat saudaranya
menjelaskan tujuan dari pemasangan selang di hidung. Hal ini sesuai dengan
ungkapan keluarga pasien tersebut:
“Karena ayah tidak sadar juga, ayah dimasukin selang ke
hidungnya, sebelum dipasang perawat menjelaskan pemasangan
selang untuk memasukan makanan dalam bentuk cairan”
(Keluarga pasien 5)
Ners menjelaskan terapi obat yang akan diberikan kepada keluarga
pasien sehingga mengetahui apa saja terapi obat yang didapatkan pasien. Hal ini
sesuai dengan ungkapan keluarga pasien tersebut:
“Ada juga ya kak, waktu itu saya mengantarkan obat abang saya,
perawatnya memberikan penjelasan tentang fungsi obat yang
dibeli itu.”
(Keluarga pasien5 )
Ada juga keluarga partisipan mengatakan bahwa perawat memberikan
penjelasn semua tindakan yang diberikan kepada pasien untuk proses
penyembuhan pasien. Hal ini sesuai dengan ungkapan keluarga pasien tersebut:
“Mereka menjelaskan tentang pemasangan selang ditenggorokan
yang akan dilakukan sama ayah saya, dan menyarankan tindakan
tersebut dilakukan, karena ini merupakan pengobatan yang terbaik
buat ayah saya.”
(Keluarga pasien 8)
4.4.4 Perawat menunjukkan komunikasi yang baik terhadap pasien
dan keluarga pasien.
Sejauh ini perawat mulai menunjukkan komunikasi yang baik terhadap
pasien dan keluarga pasien. tema ini tergambar dari sub tema, yaitu cara
komunikasi yang baik, berkomunikasi yang baik dengan pasien, dan
berkomunikasi yang baik dengan keluarga pasien.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Beberapa keluarga pasien mengatakan perawatnya menjelaskan dengan
bahasa yang mudah dipahami mereka, dengan tutur kata yang lembut dan sopan.
Hal ini menciptakan hubungan yang baik karena dilandasi dengan cara
komunikasi yang baik pula. Menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami,
dalam hal ini partisipan mendapatkan penjelasan kondisi suaminya dengan bahasa
yang mudah dipahami keluarga pasien dari perawat. Hal ini sesuai dengan
ungkapan keluarga pasien sebagai berikut:
“Sewaktu kita bertanya tentang kondisinya ibu, suster memberikan
penjelasan perubahan kondisi ibu yang mulai membaik, dan selalu
menggunakan bahasa yang mudah kita pahami, maklum lah kan
bukan orang kesehatan.”
(Keluarga pasien 6)
Menjelaskan dengan lembut, keluarga pasien yang lain menceritakan cara
bicara Ners pelan, dan tidak ketus. Ini sesuai dengan ungkapan dari dua keluarga
pasien tersebut:
“Pernah sih nak, perawat disini kalo menjelaskan dengan lembut
sama ibu, ya mungkin karena ibu sudah tua kali ya.”
(Keluarga pasien 6)
“Perawatnya menjawab semua pertanyaan saya dengan pelan
sampai saya mengerti…ya maklum lah saya kan bukan orang
kesehatan ya mbaa.”
(Keluarga pasien 7)
Hal yang lain diungkpakan oleh keluarga pasien adalah perawat
memberitahukan dengan sopan, yaitu memberitahukan kepada partisipan
mengenai jam kunjungan sudah habis. Mereka memberi tahu dengan tutur kata
yang lembut dan sangat sopan. Hal ini sesuai dengan ungkapan dari dua keluarga
pasien sebagai berikut:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Mohon maaf ya pak…jam kunjungannya sudah habis, sekarang
waktunya pasien untuk istirahat dulu.”
(Keluarga pasien 1)
“…nanti sore bisa disambung lagi kunjungannya bu, susternya
sambal menyentuh pundak ibu, lemah lebut sekali perawat
itu….sopan lagi tutur katanya dek.”
(Keluarga pasien 7)
Keluarga pasien yang lain mengatakan bahwa perawat setiap akan
melakukan tindakan, menyentuh pasien, sebagai tanda memberi tahu akan
dilakukan tindakan. Biasanya perawat melakukan pada pasien yang tidak sadar.
Hal ini sesuai dengan pernyataan keluarga pasien di bawah ini:
“nanti sore bisa disambung lagi kunjungannya bu, susternya
sambal menyentuh pundak ibu, lemah lebut sekali perawat
itu….sopan lagi tutur katanya dek.”
(Keluarga pasien 7)
“Saya melihat susternyo menyentuh tangan istri saya sebelum
memberikan obat suntik.”
(Keluarga pasien 9)
, Saya melihat susternyo menyentuh tangan istri saya sebelum
memasangkan infus yang baru.
(Keluarga pasien 10 )
Perawat menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, yaitu mengajak
bicara pasien tidak sadar. Keluarga pasien menceritakan bahwa suaminya yang
tidak sadar diajak berbicara oleh perawat. Perawat menjalin komunikasi yang
baik walaupun pasien tidak sadar. Hal ini sesuai dengan ungkapan sebagai
berikut:
“Ibu melihat dari kaca waktu suami diajak ngobrol samo
susternyo …padahal suami saya dalam keadaan tidak sadar.”
(Keluarga Pasien 6)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Keluarga pasien mengatakan selama dia mendampingi ibunya dirawat,
selalu melihat perawat menemani dan mengajak berbicara pasien yang jarang
dikunjungi oleh keluarganya. Hal ini sesuai dengan pernyataan keluarga pasien
sebagai berikut:
“Ayuk pernah lah liat….pasien yang diujung sana, jarang nian
dikunjungi sama keluarganyo. Makanyo begantian perawat
mengajak ngobrol pasien tu, padahal pasien tu dak sadar dak.
(Keluarga Pasien 3)
Keluarga pasien melihat Ners bukan hanya menjalin komunikasi dengan
pasien saja tetapu termasuk mereka yang mendampingi pasien tersebut. Semua
informasi tentang pasien didapatkan dari keluarga pasien sehingga perawat harus
menjalin komunikasi yang baik dengan mereka. Mengajak keluarga pasien untuk
mengobrol dengan pasien tidak sadar, yaitu keluarga pasien mengatakan bahwa
perawat pernah mengajaknya untuk berbicara dengan ibunya yang dalam kondisi
tidak sadar. Hal ini sesuai dengan ungkapan dari keluarga pasien sebagai berikut:
“Ibu diajaknyo ngomong, seolah-olah ibu sayo sadar. Waktu sayo
didekat ibu, suster bilang ke sayo “ Yuk…ajak ngomong yo ibu
nyo, ibu nyo ayuk walaupun dak sadar, tapi masih bisa dengaar
apo kato ayuk”
(Keluarga pasien 3)
“Istri saya dilakukan pemeriksaan gula darah, bukan saya saja
yang diajak ngobrol tetapi istri saya juga. “Ibu, saya ambil
darahnya yaa..untuk cek gula darahnya ibu”, suster ini selalu
mengajak bicara pasiennya yang tidak sadar.”
(Keluarga pasien 9)
Tidak memotong pembicaraan dan mendengarkan dengan baik, hal ini
tampak oleh keluarga pasien selama mereka berkomunikasi dengan Ners, tidak
ada Ners yang pernah memotong pembicaraan dan mereka mendengarkan dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
baik apa yang dikeluhkan oleh partisipan, sehingga partisipan merasa nyaman
menceritakan apa yang dirasakannya selama mendampingi pasien. Hal ini sesuai
dengan ungkapan keluarga pasien sebagai berikut:
“Perawatnyo indak pernah memotong pembicaraan waktu ibu
ungkapin semua keluhan, perawatnyo mendengarkan lah dengan
baik dan dak ado , nunjuk in wajah bosan.”
(Keluarga pasien 4)
“Eeee…..perawatnya berkomunikasi tidak menyinggung, sehingga
saya nyaman menceritakan apa yang saya rasakan selama
mendampingi abang saya di rawat.”
(Keluarga pasien 8)
Keluarga pasien yang lain mengatakan perawat menjalin komunikasi
yang baik dengan memberikan perhatian pada kondisi partisipan saat
mengunjungi pasien dan apabila keluarga pasien meminta tolong kepada Ners dan
langsung diberikan bantuan. Ners sangat memahami kondisi keluarga pasien. Hal
ini sesuai dengan ungkapan keluarga pasien sebagai berikut:
“Pas itu yaa…saya rasa pampers abang saya basah, saya panggil
lah perawat untuk minta tolong, soalnya saya ngga kuat untuk
menggatinya. Perawatnya langsung nolongin saya, ngga pake
ditunda-tunda. Benar-benar bertanggung jawab.”
(Keluarga pasien 4)
“Saat saya membesuk ayah saya dalam kondisi kurang sehat. Tiba-
tiba susternya menghampiri saya “ Maaf…sepertinya ibu kurang
enak badan? Mari saya check dulu tekanan darahnya. Ibu harus
sehat ya nanti siapa yang nemenin bapak”
(Keluarga pasien 8)
4.4.5 Perawat menunjukkan empati yang tinggi terhadap pasien dan
keluarga
Dalam hal ini keluarga pasien melihat Ners menunjukkan empati yang
tinggi terhadap pasien dan keluarga terlihat dari sub tema yang didapatkan, yaitu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
cepat memahami kondisi pasien yang dirawat, dan memberikan dukungan kepada
keluarga pasien.
Keluarga pasien memandang perawat di ruangan ICU adalah Ners yang
cepat memahami kondisi pasiennya. Beberapa keluarga pasien mengungkapkan
perawat memberikan perawatan tanpa ditunda-tunda dan mengetahui apa yang
dirasakan oleh pasiennya. Hal ini sesuai dengan ungkapan dari beberapa keluarga
pasien sebagai berikut:
“Alhamdulillah lah nak…pas bapak masuk ke ICU susternya
langsung memberikan tindakan, pasang alat inilah…alat itulah…”
(Keluarga pasien 1)
“Selamo ini ketemu perawat yang baik lah dalam ngerawat ibu.
Kayak tau bae apo yang dirasakan oleh ibu ayuk.”
(Keluarga pasien 3)
Ada ya waktu itu, ayuk samo adek lagi liat ibu. Eeeh dak taunyo
ibu berak.. Perawatnyo langsung lah cepat mengganti pampersnyo
ibu, padahal pas kito manggil perawat tu yo. Dio lagi makan
hehehe…..
(Keluarga pasien 3)
“Waktu itu yo kak, abang nih gelisah…. Sampe-sampe ndak tau lah
kayak mano yo, selang untuk pipis lepas. Jadi dak kito lah panik
waktu itu. Perawat-perawatnyo nyo cepat datang, langsung lah
meminta kami keluar dulu, karena mau memasang ulang
selangnya.
(Keluarga pasien 5)
“Ada pasien baru datang, perawatnyo langsung ngerjain tu pasien,
perawat yang sikok lagi menghubungi dokternyo. Jadi emang cepat
tanggap lah perawat ni.
(Keluarga pasien 5)
“Susternya cepat tanggap kalau ada pasien baru, langsung
dilakukan pemeriksaan dan pemasangan alat sesuai dengan
kondisi pasien itu lah.
(Keluarga pasien 8)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Perawatnya memberikan pelayanannya di ruangan ini ya
langsung, tidak ada ditunda-tunda dalam memberikan pelayanan.”
(Keluarga pasien 10)
Tiga keluarga pasien mengatakan perawat memberikan tindakan yang
tepat dengan kondisi pasien, memberi obat pasien tepat waktu dan perawatan
sesuai kebutuhan pasien. Hal ini dapat terlihat dari ungkapan ketiga keluarga
pasien tersebut:
“Istri bapak dilayani perawat dengan baik dan tindakan yang
diberikan sesuai dengan prosedur yang diperlukan sama kondisi
ibu.”
(Keluarga pasien 1)
“Susternyo ngasih perawatan yo tepatlah dengan kebutuhannyo.”
(Keluarga pasien 3)
“Memberikan obatpun mereka tepat waktu lah kak. Makanya
kadang kalo mereka ngga bisa hubungi kita, mereka pakai stok
ruangan, nanti pas kita datang baru dikasih tau.
(Keluarga pasien 5)
Memperhatikan semua kebutuhan pasien untuk proses penyembuhan
pasien. Beberapa keluarga pasien mengatakan bahwa perawat sangat
memperhatikan semua kebutuhan pasien, ini terlihat dari pernyataan di bawah ini:
“Susternyo baik nian lah, diperhatikannyo segala kebutuhan ibu
sayo.”
(Keluarga pasien 4)
“Suster itu yaa dek, harus memperhatikan pasien dengan sebaik-
baiknya, apalagi dalam kondisi tidak sadar contoh lah sodara saya
yang dirawat saat ini.”
(Keluarga pasien 6)
“Suster itu harus bisa lah memahami apa yang diperlukan oleh
pasien tidak sadar, kan pasiennya ndak bisa ngomong. Yooo suster
harus memperhatikan lah.”
(Keluarga pasien 7)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
“Perawat ni harus memperhatikan semua kebutuhan pasien untuk
kesembuhannya, berat banget kerjaan perawat hehehe….”
(Keluarga pasien 8)
Ners memberikan dukungan kepada keluarga pasien, ini terlihat dari
beberapa keluarga pasien yang menceritakan bahwa mereka pernah diingatkan
sama perawat menjaga kesehatan selama mendampingi pasien, ada juga Ners yang
meluangkan waktunya untuk melihat pasien dan keluarga saat kunjungan,
memberikan kesempatan untuk konsultasi dengan dokter, memberikan motivasi
kepada keluarga pasien, dan selalu mengingatkan partisipan untuk berinteraksi
dengan memberikan sentuhan pada pasien saat dikunjungi partisipan. Hal ini
dapat dilihat dari ungkapan beberapa keluarga pasien berikut ini:
“Mereka juga menyemangati kita untuk menjaga kesehatan, karena
kalo kita sakit siapa yang mau mendampingi ibu yang dirawat.”
(Keluarga pasien 2)
“Ada perawat yang kalo tidak terlalu sibuk, dia akan menyamperin
kita saat mengunjungi ibu didalam. “
(Keluarga pasien 6)
“Suster memberikan kesempatan kepada kami untuk berkonsultasi
dengan dokternya.”
(Keluarga pasien 6)
“Susternya selalu bilang “Ibu, yang sabar pasti ini ada
hikmahnya, jadi kita harus tabah”
(Keluarga pasien 7)
“Bapak selalu diingatkan susternya, “kalau disamping ibu, jangan
lupa kasih belaian ya pak, karena ibu bisa merasakan kehadiran
bapak”
(Keluarga pasien 9)
“Yaa disini peraturanya diberikan jam kunjugan 2 kali nak, yaa itu
sudah senang nak. Ibu bisa menemani bapak, walaupun ngga
seperti dirumah ya.”
(Keluarga pasien 10)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Beberapa keluarga pasien mengatakan selama menemani pasien ada
sebagian Ners mendampingi dan mengingatkan mereka untuk berdoa, atau
mengingatkan untuk membacakan Al-Quran saat mengunjungi pasien, Hal ini
sesuai ungkapan dari beberapa keluarga pasien sebagai berikut:
“Waktu kondisi ibu sempat ngedrop yaa…perawatnya
mendampingi dan mengingatkan saya, “ bapak tolong bantu
dengan doa karena kami melakukan tindakan dengan baik.”
(Keluarga pasien 1)
“Ketika saya disana, perawatnya mengingatkan untuk banyak-
banyak bedoa, biar ibu saya cepat sadar.”
(Keluarga pasien 7)
“Perawat memanggil saya dan memberitahukan, kalo nanti
mengunjungi ayah ke ruangan, coba bacakan ayat-ayat alquran.
Gitu lah mba, perawat mengingatkannya”
(Keluarga pasien 8)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
69
Tabel 4.3
Matrik Tema
Pengalaman Ners tentang Caring pada pasien yang mengalami perawatan kritis
di ruang ICU RSUD Raden Mattaher Jambi
NO PERNYATAAN SIGNIFIKAN KODING SUBTEMA TEMA
1 Caring bisa juga diartikan kepedulian,
karena ketika pasien dirawat di ruang ICU
ini, mereka adalah orang-orang yang tidak
berdaya.
Kepedulian karena merawat
pasien yang tidak berdaya di
ICU
Kepedulian Menunjukkan rasa empati
terhadap pasien serta keluarga
yang mendampingi selama
perawatan kritis
Pasien kita banyak yang tidak sadar,
kepedulian kita ya bagaimana cara kita lah
dalam memahami dan merespon apa yang
mereka rasakan
Peduli terhadap apa yang
dirasakan pasien tidak sadar
Merawat pasien dalam kondisi kritis ini
mengharuskan kita memiliki rasa peduli
tinggi yang mencakup kasih sayang, empati
dan cara kita berkomunikasi. Dan rata-rata
pasien kita tidak sadar dan kita akan banyak
membutuhkan kerjasama dari keluarga
pasien tersebut.
Rasa peduli yang tinggi
dalam merawat pasien
dalam kondisi kritis
Nah kalau pasien sadar, yaaa sayaaa…tanya
kabarnya gimana, lalu bagaimana tidurnya
semalam. yaaa…..iini kan termasuk
perhatian.
Menanyakan kabar dan
kondisi pasien
Memperhatikan
Ada pasien yang jarang dikunjungi keluarga
dak, sebisa mungkin mengajak pasien
Mengajak pasien yang
jarang dikunjungi keluarga
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ngobrol santai. Biasanya kalo dinas sore
yang bisa kayak gitu..
untuk ngobrol santai
2 Saya senyum dengan pasien sebelum
memberikan tindakan ke mereka
senyuman ke pasien
sebelum memberikan
tindakan
Interaksi dengan pasien
tidak sadar
Tetap berinteraksi dengan pasien
tidak sadar
pemberian obat suntik pada pasien tidak
sadar, saya akan menyentuh tangan pasien
dan memberitahukan kalau dia akan
disuntik.
menyentuh tangan pasien
dan memberitahukan akan
disuntik
Sentuhan.....sentuhan iyaaa kita sering
memberikannya, misalnya pada pasien
koma, kita bilang maaf ya pak yaa sambil
menyentuh pundaknya pasien, kita
bersihkan dulu tempat tidurnya
sentuhan pada pasien koma
dengan menyentuh pundak
pasien
3 Ya pertama walaupun pasien tidak sadar
komunikasi tetap jalan dalam melakukan hal
apapun walaupun sekecil apapun walaupun
kita mau mobilisasi memberikan injeksi
tetap komunikasi kita tetep jalan
Berkomunikasi dalam
melakukan injeksi,
mobilisasi pada pasien tidak
sadar
Berkomunikasi dengan
pasien tidak sadar
Menunjukkan sikap ramah dalam
berinteraksi dengan pasien tidak
sadar
saat kita memenuhi kebutuhan pasien yaaa
misalnya mandi yaa, kita ajak bicara “Pagi
ini kita bersihkan dulu ya pak, biar badannya
bapak segar “ walaupun pasien tidak
merespon tetapi mereka dapat
mendengarkan dan merasakan.
Mengajak bicara pasien
tidak sadar saat
memandikannya
Yaa…kalau ibu tidak terlalu sibuk, ibu
mendekati pasien tersebut dan mengajak
Mendekati dan mengajak
pasien berbicara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bicara….
4 Yaa..misalnya nih yaa saya kasih
contoh..Tanggung jawab dalam memeriksa
hasil skin test sebelum memberikan
antibiotik
Memeriksa hasil skin test
sebelum memberikan
antibiotik
Intervensi keperawatan Melaksanakan tindakan
keperawatan selama pasien
menjalani perawatan kritis
Yaa…yang dilakukan adalah monitoring
peralatan yang terpasang pada pasien,
karena rata-rata disini kan pasiennya
terhubung dengan ventilator dan infus pump
Memonitoring peralatan
yang terpasang pada pasien.
Perawatan kritis berhubungan dengan
penggunaan peralatan kan yaa jadi….ya
saya selalu memonitor secara ketat keadaan
pasien saya untuk mencegah terjadinya
komplikasi
Memonitor keadaan kondisi
pasien yang terhubung
dengan peralatan untuk
mencegah terjadiny
komplikasi
Merawat pasien yang kritis itu kita harus
bisa memberikan respon time yang cepat
dalam menangani kegawatan yang bisa saja
terjadi kapan pun kan ya
Respon time yang cepat
dalam menangani
kegawatan pasien kritis
Penanganan pasien yang
cepat dan tanggap
Apapun yang terjadi pada pasien kita, kita
harus cepat dalam merespon kondisi pasien
kita karena bisa saja mengancam jiwanya
Cepat dalam merespon
kondisi pasien
Disini sering banget dapat pasien gangguan
pernafasan yang berpontensi mengali
kegawatan pernafasan dan berujung henti
jantung. Sehingga perawat selalu siap siaga
untuk melaksanakan tindakan resusitasi
jantung paru
Selalu siap siaga untuk
melaksanakan tindakan
resusitasi jantung paru
Keluarga merupakan partisipan yang aktif Mengetahui kondisi pasien Bekerjasama dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dalam perawatan kritis. Yaa dari keluarga
lah kita mengetahui bagaimana kondisi
pasien sebelum masuk ICU kan
sebelumnya dari keluarga
pasien
keluarga pasien
kita kolaborasi dengan bagian gizi, terus
akhirnya dianjurkan untuk memberikan
ekstra jus ikan gabus, nah kita libatkan
keluarga, misalnya kalau di gizi tidak dapat
menyediakan
Melibatkan keluarga dalam
memberikan terapi jus extra
ikan gabus
tapi keluarga pasien
mengatakan saya tidak mampu bayarnya
sejuta lebih,baru kita kasih bukan alternatif
yah, kita tetap konsultasi ke dokter, kita juga
katakan “pak kalau itu mahal, boleh tidak
seandainya di ekstrakan ini” kolaborasi nanti
dokter setuju, kita ke gizi lagi.
membantu keluarga pasien
untuk mencari alternatif lain
dalam memberikan therapi
5 ketika kita menyampaikan perubahan
kondisi pasien yang tidak stabil kepada
keluarga pasien, kita harus bisa
menggunakan bahasa yang mudah dipahami
oleh mereka
Menyampaikan perubahan
kondisi pasien yang tidak
stabil dengan menggunakan
bahasa yang mudah
dipahami
Cara menjelaskan kondisi
pasien kepada keluarga
pasien
Memberikan kenyamanan kepada
keluarga pasien yang
mendampingi selama perawatan
kritis
Lalu menjelaskan bagaimana kondisi pasien
bahasa yang mudah dipahami.
Yaa….menggunakan bahasa daerah juga ,
agar dapat dipahami oleh keluarga pasien
Menjelaskan kondisi pasien
dengan bahasa yang mudah
dipahami keluarga pasien
ada kemajuan atau gk, jadi mereka paham
jadi sebelum dan sesudah tindakan kita kasih
dulu pengertian kepada keluarga pasien
supaya mereka lebih mengerti.
memberikan penjelasan
dengan bahasa yang mudah
dimengerti oleh keluarga
pasien
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yaaa…..seperti saat kita baru masuk ruangan
untuk memulai dinas, berpasan dengan
keluarga pasien yang mengantarkan obat
pasien, saya tersenyum dan menyapanya
Tersenyum dan menyapa
keluarga pasien saat
berpasan di ruangan
Senyum dan menyapa
keluarga pasien
memberikan mereka senyuman yang tulus
dan menyapanya saja sudah sebagai
penghilang rasa capek mereka selama
menemani pasien di rawat di sini kan.
Memberikan senyum yang
tulus pada keluarga pasien
yang menemani pasien.
“bapak.....istri bapak dalam keadaan cukup
kritis, kami mohon bapak menyaksikan apa
yang kami lakukan, nanti kalau bapak tidak
bersedia dengan apa yang akan kami
lakukan. Bapak bisa tanda tangan, karena
kami tidak akan melakukan tindakan tanpa
persetujuan bapak dan keluarga. Nah pada
saat momen seperti itu, kita menggunakan
tutur kata yang lembut
Menggunakan tutur kata
yang lembut ketika
berbicara dengan keluarga
pasien
misalnya saat kita akan memberitahukan
perkembangan kondisi dengan memanggil
nama keluarga pasien, tanda
kita menghargai mereka
Memanggil keluarga pasien
dengan namanya
Interaksi dengan keluarga
pasien
Mengajak ngobrol keluarga pasien saat
mereka mengunjungi pasien, sehingga kita
bisa menjalin komunikasi yang baik dengan
keluarga pasien
Mengajak ngobrol keluarga
pasien saat mengunjungi
pasien
Kadang kalo misalnya jam-
jam besuk, keluarga datang, nah
mendekatkan diri lah ke mereka, nah disitu
Mendekatkan diri ke
keluarga pasien saat
mengunjungi pasien
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
biasanya kita tanya-tanya, apo yang
dibutuhkan keluargo....
kita akan Memberikan penjelasan
bahwasanya keluarga pasien harus
mengetahui aturan-aturan selama
mendapatkan perawatan kritis
Memberikan penjelasan
kepada keluarga pasien
tentang aturan selama
mendapatkan perawatan
kritis
Informasi yang diberikan
kepada keluarga pasien
menjelaskan bahwa "kondisi suami ibu tidak
stabil, tetapi kita harus melakukan
tindakan,dengan menjelaskan kondisinya
seperti ini....seperti ini....... nah kalau
seandainya ibu bersedia....kami akan
melakukan tindakan" dan jangan sampai
lupa untuk menjelaskan tujuan dari tindakan
tersebut
Menjelaskan kepada
keluarga pasien tentang
kondisi dan tujuan dari
tindakan yang akan
dilakukan kepada pasien
Kondisinya menurun, tensinya sudah mulai
turun, nafasnya sudah terventilasi, maka kita
panggil keluarganya kita panggil dokter
jaga, kita info keluarga, kita dekatkan
keluarga dengan pasien,
Memberikan penjelasan
perubahan kondisi pasien ke
keluarga
Karena mereka berpendapat bahwa pasien
sangat membutuhkan kehadiran mereka.
Nah di situ lah, kita harus pandai membaca
situasi dan kondisinya.
Pasien membutuhkan
kehadiran keluarga pasien
Memfasilitasi keluarga
dekat dengan pasien yang
di rawat
Kalau tiba-tiba kondisi pasien semakin
kritis, memberikan kesempatan kepada
keluarga pasien untuk mendampingi pasien
tersebut
Memberikan kesempatan
kepada keluarga pasien
untuk mendampingi pasien
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Terkadang ya dek…..keluarga pasien
merasakan rasa nyaman ketika kita
memberikan kesempatan jam berkunjung
tersebut sehingga pasien yang dirawat dapat
merasakan bahwa keluarganya selalu ada
disamping mereka
Memberikan kesempatan
kepada keluarga pasien
untuk mengunjungi pasien
keluarga pasien suka gini, “bu saya mu
ngasih ini air zam zam ke orang tua saya
atau keluarganya gitu” yah sebisa mungkin
kita bantu…
memfasilitasi keluarga
pasien untuk dekat dengan
pasien
disini pertam kali dokter visit kita selalu
mempertemukan, kita juga ngasih
kesempatan ke keluarga pasien, silahkan apa
yang mau ditanyakan tentang penyakitnya
tentang penjelasanya,
memfasilitasi keluarga
pasien untuk berkonsultasi
dengan perawat
Konsultasi dengan tenaga
kesehatan
misalnya keadaan kritis, dokter kita panggil
keluarga kita panggil kita temukan di tempat
paling itu, tidak mungkin kita yang
menjelaskan kita Cuma memfasilitasi. Dan
kadang pun ada kabar perkembangan terbaru
dari pasien, tetap keluarga kita kasih tau,
untuk penjelasan langsung.
Memfasilitasi keluarga
pasien dengan dokter untuk
mendapatkan penjelasan
perkembangan pasien
Soal makanan bisa kita konsultasikan
dengan gizi, karena keluarga yang tau apa
saja makanan yg alergi sama pasien, jadi
kita fasilitasi keluarga pasien untuk
menjelaskan ke bagian gizi.
Memfasilitasi keluarga
pasien dengan bagian gizi
untuk pemberian makanan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kek dukungan moril kepada keluarga
pasien“yang kuat, yang sabar yah bu” kalau
itu paling banyak
Memberikan penguatan
untuk sabar kepada keluarga
pasien
Dukungan moriil kepada
keluarga pasien
Terkadang yo keluarga pasien ini setelah
selesai nengok pasien, mampir bentar ke
meja kita...waktu itu kadang kita
meluangkan waktu untuk mendengarkan
keluhan mereka
Meluangkan waktu untuk
mendengarkan keluhan
mereka
Waktu itu….pas kita selesai dinas, ketemu
mereka di ruang tunggu bawah, ada keluarga
pasien memanggil kita, dan menanyakan
bagaimana perkembangan kondisi pasien
Meluangkan waktu untuk
mendengarkan pertanyaan
dari keluarga pasien
Oleh karena itu kita harus menyampaikan
bahwa tindakan ini memerlukan segera dan
kami berusaha sebagai manusia
bapaak....supaya istri bapak tertolong namun
kalau hasil akhir itu yang punya yang diatas.
Nah disinilah kita memberikan kekuatan
kepada keluarga pasien, bapak tolong bantu
dengan doa
Memberi kekuatan kepada
keluarga pasien dengan
menyuruh keluarga berdoa
Dukungan spiritual
kepada keluarga pasien
terus ibu bilang sama keluarga “harus
didukung dengan doa Bu”
Mengingatkan keluarga
pasien untuk berdoa
Yaa kalau secara spiritual sih mengingatkan
untuk tetap berdoa sih, karena kesembuhan
itu berasal dari Tuhan
Mengingatkan keluarga
untuk tetap berdoa demi
kesembuhan pasien
intinya menciptakan suasanaya supaya
emosi keluarga tidak
bertambah dengan kondisi keluarganya yang
Menciptakan suasana yang
yang tidak memancing
emosi keluarga pasien
Rasa aman bagi keluarga
pasien
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sakit,meminimalkan setidaknya, jadi dengan
dia yang lagi stress keluarganya sakit,
Kepedulian kita yaa dimulai dari membina
hubungan yang baik dengan keluarga yang
mendampingi pasien selama perawatan di
ICU
membina hubungan yang
baik dengan keluarga pasien
Kenyamanan keluarga pasien dengan
fasilitas dari sini seperti tersedianya
intercom langsung ke ruang tunggu dan
tersedia kamar mandi yang layak dan bersih
dek. Sehingga kita bisa mudah menghubungi
keluarga pasien saat dibutuhkan
lingkungan yang nyaman
untuk keluarga pasien yang
menunggu sehingga mereka
mudah dihubungi
6 saya…..terkadang memberikan tepukan dan
elusan kepada pasien saya, yaa kalo saya
tidak terlalu sibuk saya berikan terapi
dengerin dzikir dengan menggunakan
earphone. Setidaknya bisa mempercepat
pasien sadar.
Memberikan terapi dzikir
bisa mempercepat pasien
sadar
Kesembuhan pasien Dampak caring dalam perawatan
kritis
Kepuasan tersendiri ya dek, karena
keikhlasan dan rasa yang tulus ataupun
tanpa pamrih itu yang saya tanamkan
ke diri saya, sehingga saya tidak
merasa terbebani dengan pekerjaan
saya, apalagi rata-rata pasien kita di
sini tidak sadar, yaa ladang pahala
bagi saya dek
Kepuasan dan tidak merasa
tidak terbebani dengan
pekerjaan
Kepuasaan Ners
Apalagi kalau melihat pasien yang telah kita
rawat lepas dari masa kritis dan melihat
Melihat pasien lepas dari
masa kritis dan senyuman
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
senyuman dari wajah keluarga pasien. Yaaa
senang nian lah.”
dari keluarga pasien
…..membuat keluarga pasien merasa aman
dan nyaman, karena rasa percaya dengan
kita untuk merawat anggota keluarganya di
ICU ini, sudah memberikan ketenanga di
jiwa saya mbaa….benar-benar puas rasanya
mba….
Mendapatkan kepercayaan
dari keluarga untuk merawat
pasien di ICU
jika kita ramah, murah senyum, dan pandai
mengatur emosi kita. Mungkin akan
berkurang sebutan perawat ICU suka
emosian, hahahaha
Mengatur emosi dapat
mengurangi sebutan perawat
ICU suka emosian
Penilaian positif terhadap
perawat ICU
di ICU sangat diperlukan perawat yang
caring, karena bukan hanya fisik saja
melainkan psikis juga, yaaa……kita harus
memilikinya, sehingga tidak ada lagi yang
bilang perawat itu judes, cerewet dan
sebagainya.
Memiliki perilaku caring
sehingga tidak ada lagi
perawat judes
7
ketika kondisi pasien tidak stabil, keluarga
pasien lebih sering menyalahkan kan kita,
seolah-olah kita tidak memberikan
perawatan yang baik, stress saya jadinya,
makin susah saya untuk melanjutkan
penjelasan bagaimana kondisi pasien.
Stress dengan kondisi
pasien tidak stabil keluarga
pasien menyalahkan
perawat dan susah untuk
memberikan penjelasan
selanjutnya
Perubahan emosi Hambatan ners dalam
menerapkan caring pada pasien
serta keluargaselama menjalani
perawatan kritis.
Saya semakin stress apabila menghadapi
keluarga pasien yang susah diajak berdikusi,
malahan mengamuk dan membentak saya,
yaa…..alhasil saya semakin jengkel dan kesal
Stress menghadapi keluarga
pasien yang susah diajak
berdiskusi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
lah mbaa….
apalagi ada keluarga pasien yang banyak
bertanya dari tentang kondisi anggota
keluargamya yang dirawat, padahal sudah
dijelaskan serinci-rincinya, tapi ngga ngerti
juga. Bikin saya emosi dan bad mood.
Sehingga saya malas untuk terlalu sering
ketemu keluarga pasien, pusing kepala saya
mba…”
Keluarga pasien yang
banyak bertanya dan
membuat emosi dan bad
mood
saya sudah berusaha menjelaskan dengan
bahasa yang mudah dipahami, tetapi
keluarga pasien tidak mengerti juga,
eeeh…..saya malah di bentak-bentak
bahkan dimaki huuuuufft……semenjak itu
saya memang jadi kurang peduli, yaaa cuek
lah dengan keluarga pasien, yaaaa…..saya
sempat sih dicap kurang ramah sama
keluarga pasien, tapi kan….yang penting
saya peduli sama pasien saya mbaa
hahahaha.
Menjelaskan dengan bahasa
yang mudah dipahami tetapi
keluarga pasien tidak
mengerti juga
Pemahaman keluarga
pasien yang kurang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 4.4
Matrik Tema
Pengalaman Keluarga Pasien tentang Caring pada Pasien yang Mengalami Perawatan Kritis
di Ruang ICU RSUD Raden Mattaher Jambi
NO PERNYATAAN SIGNIFIKAN KODING SUBTEMA TEMA
1 Perawat disini tidak pernah membeda-bedakan
dalam memberikan perawatan. Ada waktu itu
sebelum ibu masuk ICU di rawat di bangsal,
Nampak nian lah dibedakan karena perawat
satu suku sama pasien yang disebelah ibu saya
Perawat tidak membeda-
bedakan pasien yang dirawat
Tidak
membandingkan
pasien
Perawat menunjukkan
kepedulian terhadap
keluarga yang
mendampingi pasien
menjalani perawatan
kritis Susternyo idak pernah membeda-bedakan
suku, ras, maupun agama
Suster tidak membeda-bedakan
suku,ras, agama pasien
Yang ibu liat dak katek tuh, susternyo
membedain pasien-pasiennyo, diberikan
perawatan sesuai dengan kondisinyo pasien
masing-masing lah
Suster tidak membedakan-
bedakan dan memberikan
perawatan sesuai dengan
kondisinya pasien
Saat bapak masuk ruangan, susternya menyapa
dan memberikan salam…. Ramah susternya
nak
Menyapa dan memberikan
salam
Ramah
Perawatnya suka menyapa dan memberikan
salam kalau kita masuk saat jam kunjungan
Perawat menyapa dan
memberikan salam
Susternya mau menyapa kita saat berkunjung
melihat ibu.
Suster menyapa keluarga
pasien
Suster-suster disini…ngerawat ibu nyo ayuk
tuh dengan ikhlas, ….
Perawat merawat pasien
dengan ikhlas
Ketulusan
Bagaimana sikap dan tingkah laku perawat ke
pasien itu yaaa harus lah memberikan
Perawat memberikan
pelayanan dengan rasa yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pelayanan yang sangat tulus sekali tulus
2 Bapak lihat selama disini susternya
memberikan perawatan yang baik pada pasien
dalam bentuk memandikan pasien tepat waktu
Memandikan pasien dan
memberikan obat tepat waktu
Perawatan fisik
pasien
Memberikan tindakan
keperawatan selama
perawatan kritis
Biasonyo kalo pasien dak sadar tuh bauk
nafasnyo tapi suster yang jilbab itu selalu
membersihkan mulut ibu ayuk, jadi nafasnyo
ibu idak bauk.
Membersihkan mulut pasien
Kemarin sore waktu liat abang, kuku tangannya
panjang loh kak. Eh pas tadi jenguk abang, liat
kukunya udah dipotongin dan bersih.
Perawatnya membantu kita banget kak,
memahami lah kak.
Perawat memotong dan
membersihkan kuku pasien
Mereka selalu merubah posisi pasien, termasuk
ayahnya mba. Salah satu perawatnya bilang
kalo perubahan posisi harus dilakukan, agar
ototnya ayahnya mba tidak kaku dan
mengurangi terjadi luka di punggung atau
didaerah yang selalu terimpit.
Merubah posisi pasien agar
ototnya tidak kaki dan
mengurangi terjadinya luka
didaerah yang sering terhimpit
Ada perawat yang satu agama dengan saya, dan
mengajak saya untuk berdoa demi kesembuhan
suami saya, yaa saya berharap tuhan
mendengarkan doa saya agar suami saya cepat
sadar.
Mengajak untuk berdoa
bersama
Perawatan spiritual
pasien
Ibu selalu diingatkan perawat untuk selalu
mendoakan ibunya ibu agar proses
penyembuhan cepat,.
Dingatkan berdoa agar proses
penyembuhan pasien cepat
Waktu itu yo ayuk minta izin samo susternyo Suster membantu dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
untuk mendengarkan lantunan ayat suci dengan
hp ke telingo ibu ayuk. Pasiennyo mengizinkan
tapi biar dio yang ngasih karena keluarga
belum boleh masu. Ayuk biso memastikannyo
diberikan kareno biso diliat dari jendela.
memberikan terapi (ayat suci
alquran) kepada pasien
Bapak diberikan kesempatan oleh suster untuk
berada disamping istri bapak, karena kita
sangat dekat dan tidak pernah terpisah.
Keluarga diberikan kesempatan
untuk disamping istrinya
Perawatan
psikosial pasien
Jika mba tidak sempat membacakan buku
untuk ibu mba di saat jam kunjungan karena
belum kerja, ada salah satu perawat yang
mengizinkan mba untuk membacakan buku
untuk dilur jam kunjungan
Diizinkan untuk membacakan
buku pada pasien di luar jam
kunjungan
3 Kemarin sore perawatnya bilang
“Mbaa…kondisi ibu kurang baik ya, sel darah
merah ibu menurun, sehingga ibu keliatan
pucat.
Kondisi pasien kurang baik, sel
darah merahnya menurun,
sehingga pucat
Penjelasan akan
perubahan kondisi
pasien
Informasi yang diberikan
kepada keluarga pasien
selama pasien dirawat
Alhamdulillah suhunya sudah turun, jadi adek
ngga perlu khawatir lagi yaa…” gitu tadi
perawat bilang ke saya kak.
Peawat menjelaskan suhu
pasien sudah turun
Perawat memberikan penjelasan mengenai
perubahan kondisi istri saya setelah
mendapatkan tindakan laparathomy, yaaa
maklum lah saya kan kurang paham ya nak.
Perawat memberikan
penjelasan mengenai
perubahan kondisi pasien
Pernah nak….waktu itu bapak lagi di rumah,
tiba-tiba dapat telp dari perawat ICU kalau
kondisi ibu menurun, dan bapak disuruh ke rs.
Perawat menghubungi keluarga
pasien saat kondisi pasien
menurun
Naah…karena kondisi tersebut kita akan Kondisi pasien perlu tambah Penjelasan tentang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
memberikan tambah darah. Kira-kira darah
siapa yang cocok dengan darah ibu ya mba?”
kayak gitu loh dek perawat itu menjelaskan
darah, menentukan darah yang
cocok sama pasien
tindakan yang akan
dilakukan
Ibu dikasih penjelasan kalo kondisi ayah ibu
menurun dan harus mendapatkan donor darah.
Kondisi pasien menurun dan
harus mendapatkan donor
darah
Susternya memberikan penjelasan kalau abang
saya tidak bisa mengeluarkan dahaknya jadi
akan dilakukan tindakan pengisapan dahaknya,
supaya tidak mengganggu pernafasan
Pasien tidak bisa mengeluarkan
dahak sehingga harus
dilakukan pengisapan supaya
tidak menganggu pernafasan
4 Sewaktu kita bertanya tentang kondisinya ibu,
suster memberikan penjelasan perubahan
kondisi ibu yang mulai membaik, dan selalu
menggunakan bahasa yang mudah kita pahami,
maklum lah kan bukan orang kesehatan
Suster memberikan penjelasan
kondisi pasien dengan bahasa
yang mudah dipahami keluarga
pasien
Cara komunikasi
yang baik
Menunjukkan
komunikasi yang baik
terhadap pasien dan
keluarga pasien
Pernah sih nak, perawat disini kalo
menjelaskan dengan lembut sama ibu, ya
mungkin karena ibu sudah tua kali ya
Perawat menjelaskan dengan
lembut
“Mohon maaf ya pak…jam kunjungannya
sudah habis, sekarang waktunya pasien untuk
istirahat dulu
Perawat memberitahukan
dengan sopan bahwa jam
kunjungan sudah selesai.
,nanti sore bisa disambung lagi kunjungannya
bu, susternya sambal menyentuh pundak ibu,
lemah lebut sekali perawat itu….sopan lagi
tutur katanya dek.
Perawat menyentuh pundak,
lemah lembut dan sopan
Saya melihat susternyo menyentuh tangan istri
saya sebelum memberikan obat suntik
Suster memberikan sentuhan
sebelum memberikan obat
Ibu melihat dari kaca waktu suami diajak Pasien tidak sadar diajak Berkomunikasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ngobrol samo susternyo …padahal suami saya
dalam keadaan tidak sadar.
ngobrol sama pasien yang baik dengan
pasien
Ayuk pernah lah liat….pasien yang diujung
sana, jarang nian dikunjungi sama keluarganyo.
Makanyo begantian perawat mengajak ngobrol
pasien tu, padahal pasien tu dak sadar dak
Perawat menemani dan
mengajak ngobrol pasien tidak
sadar
Ibu diajaknyo ngomong, seolah-olah ibu sayo
sadar. Waktu sayo didekat ibu, suster bilang ke
sayo “ Yuk…ajak ngomong yo ibu nyo, ibu
nyo ayuk walaupun dak sadar, tapi masih bisa
dengaar apo kato ayuk”
Suster mengajak keluarga
pasien untuk ngobrol dengan
pasien tidak sadar
Berkomunikasi
yang baik dengan
keluarga pasien
Istri saya dilakukan pemeriksaan gula darah,
perawatnya ngajakin ibu ngobrol “Ibu, saya
ambil darahnya yaa..untuk cek gula darahnya
ibu”, suster ini selalu mengajak bicara
pasiennya yang tidak sadar
Selalu mengajak pasien tidak
sadar bicara sebelum
melakukan pemeriksaan gula
darah
Perawatnyo indak pernah memotong
pembicaraan waktu ibu ungkapin semua
keluhan, perawatnyo mendengarkan lah dengan
baik dan dak ado , nunjuk in wajah bosan.
Perawat tidak pernah
memotong pembicaraan dan
mendengarkan dengan baik
5 Alhamdulillah lah nak…pas bapak masuk ke
ICU susternya langsung memberikan tindakan,
pasang alat inilah…alat itulah…
Perawat langsung memberikan
tindakan
Cepat memahami
kondisi pasien yang
dirawat
Menunjukkan rasa
kepedulian yang tinggi
terhadap pasien dan
keluarga Selamo ini ketemu perawat yang baik lah
dalam ngerawat ibu. Kayak tau bae apo yang
dirasakan oleh ibu ayuk.
Perawat mengetahui apa yang
dirasakan oleh pasien
Ada ya waktu itu, ayuk samo adek lagi liat ibu.
Eeeh dak taunyo ibu berak.. Perawatnyo
Perawat cepat mengganti
pampers pasien
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
langsung lah cepat mengganti pampersnyo ibu,
padahal pas kito manggil perawat tu yo. Dio
lagi makan hehehe…..
Ada pasien baru datang, perawatnyo langsung
ngerjain tu pasien, perawat yang sikok lagi
menghubungi dokternyo. Jadi emang cepat
tanggap lah perawat ni
Perawat langsung memberikan
tindakan dan menghubungi
dokter
Susternya cepat tanggap kalau ada pasien baru,
langsung dilakukan pemeriksaan dan
pemasangan alat sesuai dengan kondisi pasien
itu lah
Perawat langsung melakukan
pemeriksaan dan pemasangan
alat sesuai kondisi pasien
Mereka juga menyemangati kita untuk menjaga
kesehatan, karena kalo kita sakit siapa yang
mau mendampingi ibu yang dirawat
Perawat mengingatkan
keluarga pasien untuk menjaga
kesehatan
Memberikan
dukungan kepada
keluarga pasien
Ada perawat yang kalo tidak terlalu sibuk, dia
akan menyamperin kita saat mengunjungi ibu
didalam.
Perawat meluangkan waktu
melihat pasien dan keluarga
saat kunjungan
Suster memberikan kesempatan kepada kami
untuk berkonsultasi dengan dokternya
Suster memberikan
kesempatan untuk konsultasi
dengan dokter
Susternya selalu bilang “Ibu, yang sabar pasti
ini ada hikmahnya, jadi kita harus tabah”
Suster memberikan motivasi
kepada keluarga pasien
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i
4.5 Hasil Observasi Caring Ners
Observasi yang dilakukan pada waktu partisipan Ners dan tidak diketahui
oleh partisipan, sehingga peneliti dapat mengobservasi perilaku partisipan Ners
yang menunjukkan caring pada pasien yang mengalami perawatan kritis di ICU.
Observasi ini menggunakan lembar observasi yang berisi 20 item tindakan Ners,
dari hasil observasi yang telah dilakukan pada Ners tentang caring pada keluarga
pasien yang mengalami perawatan kritis lumayan baik (65.5%)
Tabel 4.15
Caring pada pasien yang mengalami perawatan kritis
No
Tindakan Ners Caring
Dimension
Inventory
Dilakukan
Ya
f (%)
Tidak
f (%)
1 Membantu pasien dalam ADL CDI 1 7 (70) 3 (30)
2 Menjelaskan prosedur yang akan
diberikan kepada pasien dan keluarga CDI 5 8 (80) 2 (20)
3 Memberikan dukungan kepada keluarga
pasien CDI 7 5 (50) 5 (50)
4 Memberikan sentuhan kepada pasien,
CDI 11
6 (60) 4 (40)
5 Memberikan sentuhan kepada keluarga
yang menemani pasien 6 (60) 4 (40)
6 Memperlihatkan sensitifitas 6 (60) 4 (40)
7 Memperlihatkan rasa hormat kepada
pasien dengan memanggil namanya 6 (60) 4 (40)
8 Memperlihatkan rasa hormat kepada
keluarga pasien 5 (50) 5 (50)
9 Mengucapkan salam 7 (70) 3 (30)
10 Kontak mata positif 6 (60) 4 (40)
11 Mempunyai kesabaran 7 (70) 3 (30)
12 Mendengarkan dengan penuh perhatian
keluhan dari keluarga pasien CDI 13 7 (70) 3 (30)
13 Empati 7 (70) 3 (30)
14 Memberikan akses kepada keluarga pasien
dengan tim kesehatan lainnya CDI 14 6 (60) 4 (40)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
15
Menyediakan informasi sehingga keluarga
pasien dapat menentukan keputusan
berdasarkan informasi yang diperoleh,
CDI 17 8 (80) 2 (20)
16
Menggunakan bahasa yang mudah
dimengerti atau bukan bahasa medis saat
berkomunikasi
CDI 20 6 (60) 4 (40)
17 Melibatkan keluarga dalam memberikan
perawatan pada pasien CDI 21 8 (80) 2 (20)
18 Memberikan jaminan mengenai tindakan
yang dilakukan CDI 22 5 (50) 5 (50)
19 Memberikan lingkungan yang aman bagi
pasien dan keluarga pasien CDI 23 7 (70) 3 (30)
20 Mengobservasi efek medikasi kepaada
pasien CDI25 8 (80) 2 (20)
Total Rata 6.55 (65.5) 3,55 (35.5)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 5
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini bertujuan untuk menjelaskan dan membahas hasil
penelitian serta membandingkan dengan teori-teori atau konsep- serta hasil
penelitian sebelumnya yang pernah ada. Interpretasi hasil ini dilakukan sesuai
dengan tujuan penelitian yaitu memeproleh pemahaman yang mendalam tentang
pengalaman ners dan keluarga pasien tentang caring pada pasien yang mengalami
perawatan kritis di ruang ICU RSUD Raden Mattaher Jambi. Selain itu, pada bab
ini juga membahas keterbatasan penelitian dengan membandingkan dengan proses
penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti dengan kondisi ideal yang
seharusnya dicapai.
5.1. Interpretasi Hasil Penelitian
Penelitian ini berfokus pada pengalaman ners dan keluarga pasien
tentang caring pada pasien yang mengalami perawatan kritis di ruang ICU RSUD
Raden Mattaher Jambi. Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menjelaskan 2
pengalaman, yaitu: (1) Pengalaman Ners tentang caring pada pasien yang
mengalami perawatan kritis di ruang ICU RSUD Raden Mattaher Jambi, dan (2)
Pengalaman keluarga pasien caring pada pasien yang mengalami perawatan kritis
di ruang ICU RSUD Raden Mattaher Jambi. Masing-masing hasil penelitian akan
dijelaskan sebagai berikut:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5.1.1. Pengalaman Ners tentang caring pada Pasien yang Mengalami
Perawatan Kritis di Ruang ICU RSUD Raden Mattaher Jambi.
Bagian ini akan membahas tema yang didapatkan dari pengalaman Ners
tentang caring pada pasien yang mengalami perawatan kritis di Ruang ICU RSUD
Raden Mattaher Jambi, tema-tema tersebut yaitu: (1) Menunjukkan rasa empati
terhadap pasien dan keluarga pasien, (2) Menunjukkan keramahan pada pasien
dan keluarga pasien, (3) Melaksanakan tindakan keperawatan selama pasien
dirawat, (4) Memberikan kenyaman kepada keluarga pasien yang mendampingi
selama perawatan, (5) Dampak caring ners dalam perawatan kritis, dan (6)
Hambatan Ners dalam menerapkan caring pada pasien dan keluarga pasien.
Selanjutnya peneliti akan membahas secara rinci masing-masing tema yang
teridentifikasi.
(1) Menunjukkan rasa empati terhadap pasien dan keluarga pasien.
Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan, peneliti menemukan
bahwa menciptakan rasa empati terhadap pasien dan keluarga pasien dalam
menerapkan caring dijelaskan partisipan sebagai berikut yaitu kepedulian,
perhatian, kepekaan, prihatin, dan ketulusan. Masing-masing sub tema dijelaskan
sebaga berikut:
(a) Kepedulian
Salah satu bentuk penerapan caring adalah kepedulian yang diberikan
kepada pasien dan keluarga yang mendampingi pasien selama dirawat, dari hasil
penelitian ini partisipan menerapkan sikap kepeduliannya yang tergambar dari
lima kategori tematik yaitu peduli terhadap pasien, memberikan motivasi kepada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pasien, bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan pasien dan keluarga
pasien, peduli terhadap kebutuhan pasien dan keluarga pasien selama perawatan,
dan peduli terhadap keluarga pasien yang mendampingi pasien selama perawatan.
Hasil dari wawancara yang diatas sesuai dengan observasi yang dilakukan ada
tujuh orang perawat yang peduli dengan pasien dan keluarga pasien, yang telihat
dari Ners mendengarkan keluhan dari keluarga pasien sedangkan untuk
memberikan dukungan kepada keluarga pasien hanya lima Ners yang melakukan
selama observasi
Ini sesuai dengan pendapat Dwidiyanti (2007) yang menyebutkan bahwa
perilaku caring merupakan suatu sikap, rasa peduli, hormat dan menghargai orang
lain dalam arti memberikan perhatian yang lebih kepada seseorang dan bagaimana
seseorang itu bertindak. Potter&Perry (2005) yang mengatakan caring sebagai
suatu kemampuan untuk berdedikasi bagi orang lain, pengawasan dengan
waspada, menunjukkan perhatian, perasaan empati pada orang lain dan perasaan
cinta atau menyayangi yang merupakan kehendak keperawatan. Serta Sobel
(1989, dalam Dahlia, 2008) mendefinisikan caring sebagai suatu rasa peduli,
hormat dan menghargai orang lain. Artinya memberi perhatian dan mempelajari
kesukaan-kesukaan seseorang dan bagaimana seseorang berpikir, bertindak dan
berperasaan. Perilaku caring merupakan bentuk tanggung jawab perawat dalam
melaksanakan tugasnya, inti rasa tanggung jawab itu ialah kepekaan perawat
terhadap penderitaan pasien dan keluarga serta peduli dengan situasi dan kondisi
lingkungan dimana pasien dirawat (Gaghiwu, Ismanto & Babakal, 2013).
(b) Perhatian
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Hasil penelitian menunjukkan partisipan perhatian, yang tergambar dari
tiga kategori tematik, yaitu perhatian dalam memberikan pelayanan kepada pasien
dan keluarga, menanyakan kondisi pasien yang dirawat, dan menemani pasien
yang jarang dikunjungi keluarga. Ini sesuai dengan pendapat Kamaruzzaman
(2009) menyatakan bahwa perhatian yang diberikan perawat dapat dilakukan
dengan memperlihatkan sikap caring terhadap pasien dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien dengan menemani pasien dan selalu berada disamping
pasien saat dibutuhkan sehingga pasien merasa puas terhadap perhatian yang
diberikan perawat. Hal ini juga didukung oleh Linberg (1990) yang menyatakan
bahwa caring tidak hanya sekedar memberikan tindakan keperawatan, namun
sebenarnya merawat orang lain dibutuhkan suatu perasaan yang mendalam untuk
menumbuhkan aktualisasi dirinya. Perawat bukanlah bekerja dengan robot atau
mesin yang tak bernyawa melainkan manusia yang memiliki banyak kebutuhan
dan keinginan berbeda, maka pentinglah bagi seorang perawat bekerja dengan
berempati saat berhubungan dengan pasien dan keluarga pasien.
(c) Kepekaan
Kepekaan merupakan perasaan "pemahaman" dan "penerimaan" perawat
terhadap perasaan yang dialami klien dan kemampuan merasakan "dunia pribadi
pasien". Partisipan menunjukkan kepekaannya dengan merasakan apa yang
dirasakan pasien, ini sesuai dengan pendapat McShane & Glinow (2003 dalam
Ardiana, Sahar dan Gayatri, 2010) yang menyatakan bahwa individu yang mampu
memahami dan mendukung emosi orang lain akan lebih mampu memahami
perasaan, pikiran dan situasi yang dirasakan oleh orang lain. Peka terhadap pasien
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
akan membuat perawat lebih mampu dalam menunjukkan kasih sayang terhadap
pasien dalam setiap keputusan dan tindakannya yang merupakan aspek penting
dalam memberikan pelayanan keperawatan.
Perawat harus berusaha keras untuk mengetahui secara pasti apa yang
sedang dipikirkan dan dialami klien. Saat kondisi seperti ini, empati dapat di-
ekspresikan melalui berbagai cara yang dapat dipakai ketika dibutuhkan,
mengatakan sesuatu tentang apa yang perawat pikirkan tentang klien, dan
memperlihatkan kesadaran tentang apa yang saat ini sedang dialami pasien.
Empati membolehkan perawat untuk berpartisipasi sejenak terhadap sesuatu yang
terkait dengan emosi klien. Perawat yang berempati dengan orang lain dapat
menghindarkan penilaian berdasarkan kata hati (impulsive judgement) tentang
seseorang dan pada umumnya dengan empati dia akan menjadi lebih sensitif.
(d) Ketulusan
Ketulusan seorang dapat dilihat dari cara perawat dalam memberikan
pelayanan keperawatan. Partisipan mengatakan melakukan pekerjaannya denga
rasa ikhlas. Ketulusan sangat penting dalam memberikan pelayanan atau
perawatan baik terhadap orang sakit maupun terhadap orang sehat. Perawatan
bukan saja merupakan keahlian untuk sekedar mencari nafkah, akan tetapi
mengingat tujuannya juga merupakan pekerjaan yang suci. Amal jasmani dan
rohani yang diberikan dengan penuh ketulusan oleh perawat kepada penderita,
merupakan faktor penting untuk kesembuhan penderita tersebut.
(2) Tetap Berinteraksi dengan pasien tidak sadar
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ners dalam memberikan tindakan beserta pelayanan kepada pasien dan
keluarga selama perawatan kritis dengan sikap yang ramah, berdasarkan analisa
data Ners yang menunjukkan bahwa mereka berinteraksi dengan pasien tidak
sadar. Salah satu contohnya Ners mengatakan bahwa dia senyum ke pasien
sebelum memberikan tindakan kepada pasien tersebut. Ramah merupakan kondisi
psikologis yang positif dengan ditunjukkan dengan perilaku dan eksperesi muka
yang selalu murah senyum, perhatian dan suka menyapa. Ramah merupakan salah
satu sifat yang harus dimiliki perawat. Perawat yang ramah tentunya akan disukai
pasien, dan secara tidak langsung dapat membatu kesembuhan pasien. Hasil
peneitian menunjukkan partisipan keramahan pada pasien dan keluarga pasien
dalam menerapkan caring.
Ners berinteraksi dengan melakukan interaksi non verbal dengan pasien
tidak sadar, yaitu tersenyum kepada pasien sebelum melakukan tindakan,
menyentuh pundak pasien sebelum melakukan tindakan , dan mengusap tangan
pasien tidak sadar dalam menyampaikan penguatan. Sedangkan interaksi verbal
dengan pasien tidak sadar, yaitu menyapa pasien tidak sadar dengan memanggil
nama pasien tersebut, menyapa pasien tidak sadar dengan salam, mengajak bicara
pasien tidak sadar sebelum melakukan tindakan, meluangkan waktu untuk
berbicara dengan pasien tidak sadar. Hasil dari observasi yang dilakukan untuk
memberikan sentuhan, ditemukan enam Ners yang menerapkannya, oleh karena
itu hal ini harus selalu diingatkan agar tindakan ini diterapkan pada pasien yang
mengalamai perawatan kritis terutama pasien yang dalam kondisi yang tidak
sadar.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Hal ini sesuai dengan beberapa pendapat yang mengatakan bahwa
sentuhan merupakan bentuk dari komunikasi awal terjadinya hubungan antara
perawat dan pasien (Potter & Perry, 2009), dan Fredikkson (1999 dalam Potter &
Perry, 2009) juga menambahkan bahwa sentuhan terdiri atas sentuhan langsung
dan sentuhan tak langsung.
(3) Menunjukkan sikap ramah dalam berinteraksi dengan keluarga pasien
Ners melakukan interaksi non verbal dengan keluarga pasien adalah
merupakan cara mereka untuk menunjukkan sikap ramahnya. Ners
mengungkapkan bahwa setiap mereka ketemu dengan keluarga pasien di jalan
atau pada saat mengunjungi pasien, mereka akan tersenyum dan menyapannya.
Hal ini sesuai dengan hasil observasi yang menunjukkan tujuh Ners yang
memberikan salam ataupun menyapa dengan keluarga pasien.
Keramahan yang lain terlihat dari senyuman merupakan sikap yang
mudah, ceria, ringan dan sederhana untuk dilakukan, yang mana senyuman
memiliki sebuah kekuatan untuk memancarkan sikap mental yang positif dan akan
memancarkan kehangatan dari orang yang memberikan senyuman tersebut
sehingga menunjukkan keterbukaan dengan orang lain. Hal ini sejalan dengan
pendapat Dedi, Setyowati, dan Afiyanti, (2008) ramah terlihat dari tersenyum
yang merupakan salah satu indikator penting seorang perawat bersikap ramah,
hangat, bergembira dan sabar terhadap pasien dan keluarga. Begitu pula dengan
Watson (2007) mengatakan bahwa perawat dengan perilaku caring selalu gembira
dengan pasien.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(4) Melaksanakan tindakan keperawatan selama pasien dirawat.
Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan, peneliti menemukan
bahwa partisipan melaksanakan tindakan keperawatan selama pasien dirawat yang
terlihat dari tiga sub tema, yaitu intervensi keperawatan, penanganan pasien yang
cepat dan tanggap, dan bekerjasama dengan keluarga pasien.
(a) Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan yang dilakukan oleh partisipan kepada pasien
selama perawatan kritis tergambar dari empat kategori yaitu melakukan observasi
setelah memberikan tindakan keperawatan, ini dapat dilihat dari memonitoring
kondisi pasien setelah diberikan terapi obat, memonitoring peralatan yang
terpasang pada pasien dan Memonitoring kestabilan TTV pasien. Kategori yang
kedua yaitu tetap memberikan penjelasan tindakan yang akan dilakukan kepada
pasien walaupun dalam kondisi tidak sadar dengan cara memberitahukan kepada
pasien pemasangan kateter, memberitahukan kepada pasien yang tidak sadar akan
dimandikan, memberitahukan untuk makan, memberitahukan akan diberikan obat
melalui suntikan, dan memberikan terapi musik pada pasien tidak sadar. Kategori
yang ketiga, kolaborasi dengan dokter dan keluarga pasien, dengan memberikan
terapi albumin sesuai anjuran dokter dan melibatkan keluarga pasien dalam
merawat pasien. Dan kategori keempat, yaitu memenuhi semua kebutuhan pasien
selama perawatan dapat dilihat dari cara Ners membantu dalam memenuhi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kebutuhan nutrisi pasien, membantu dalam memenuhi kebutuhan fisiologis
pasien, dan membantu dalam memenuhi kebutuhan eliminasi pasien
Hal ini sejalan dengan pendapat Gordon (1994) yang menyatakan bahwa
intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk membantu klien
dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat yang diinginkan dalam
hasil yang diharapkan. Begitu pula dengan pendapat McCloskey dan Bulechek
(1994) mengungkapkan bahwa intervensi keperawatan adalah semua tindakan
asuhan yang perawat lakukan atas nama klien. Tindakan ini termasuk intervensi
yang diprakarsai oleh perawat, dokter, atau intervensi kolaboratif. Perawat
membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan aktivitas hidup sehari-hari
(Activity Daily Living) merupakan perilaku caring yang harus dikembangkan oleh
perawat (Watson, 2007)
(b) Penanganan pasien yang cepat dan tanggap
Penanganan pasien yang cepat dan tanggap dilakukan oleh partisipan
kepada pasien selama perawatan krtis tergambar dari dua kategori yaitu kategori
pertama cepat dalam menangani perubahan kondisi pasien kritis, yang mana
partisipan harus memiliki respon time yang cepat dalam menangani kegawatan
pasien kritis dan merespon kondisi pasien yang dirawat. Kategori kedua, siap
siaga dalam melaksanakan tindakan resusitasi, partisipan selalu siap siaga untuk
melaksanakan tindakan resusitasi jantung paru, yang mana pasien perawatan
kritis sering mengalami gangguan pernafasan dan berpontensi kegawatan
pernafasan. Ners juga siap siaga memantau perkembangan kesehatan pasien,
beberapa partisipan mengungkapan bahwa tindakan mereka harus selalu siap
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
siaga memantau perkembangan kesehatan penyakit pasien dan mampu mengatasi
pasien dalam keadaan gawat secara cepat, karena kondisi pasien di sini sering
tidak stabil. Dan kategori keempat, segera memberikan bantuan hidup dasar pada
pasien kritis dengan bertindak harus memberikan penanganan segera dalam
memberikan bantuan hidup dasar pada pasien kritis sesuai dengan prosedur.
Semua partisipan berusaha memberikan penanganan yang cepat dan tanggap akan
kebutuhan pasien.
Penjelasan di atas sejalan dengan pendapat Wilde (2009 dalam Sabriyati,
dkk 2012) menyatakan pentingnya waktu tanggap (response time) dalam
menanggapi kondisi pasien dan pada saat memberikan tindakan dengan segera.
Perawat perawatan kritis berhubungan dengan manusia secara khusus, tanggapan
terhadap masalah-masalah yang mengancam nyawa. Pengambilan keputusan
yang cepat ditunjang data yang merupakan hasil observasi dan monitoring yang
kontinu oleh perawat, sehingga harus mampu melakukan tindakan keperawatan
yang cepat dan tanggap untuk menyelamatkan pasien (Widodo, 2010)
Berdasarkan hasil penelitian, beberapa partisipan mengtakan bahwa
mereka melibatkan keluarga pasien dalam memberikan tindakan keperawatan
untuk kesembuhan pasien, dengan menggali informasi mengenai kondisi pasien
sebelumnya dari keluarga pasien untuk menentukan pemberian tindakan
selanjutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Mundakir, (2006) yang menyatakan
keberhasilan pelayanan keperawatan bagi pasien tidak dapat dilepaskan dari peran
keluarga. Pengaruh keluarga dalam keikutsertaannya menentukan kebijakan dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
keputusan dalam penggunaan layanan keperawatan membuat hubungan dengan
keluarga menjadi penting.
(5) Memberikan kenyamanan kepada keluarga pasien yang mendampingi
selama perawatan.
Berdasarkan hasil penelitian, partisipan yang memberikan kenyamanan
kepada keluarga pasien yang mendampingi selama perawatan terlihat dari Tata
cara dalam memberikan penjelasan kepada keluarga pasien dan memenuhi
kebutuhan keluarga pasien selama mendampingi pasien
Cara menjelaskan kondisi pasien kepada keluarga pasien yang dilakukan
partisipan terlihat dari dua kategori yaitu menjelaskan kondisi pasien dengan
bahasa yang mudah dipahami keluarga pasien, memberikan penjelasan kepada
keluarga pasien dengan tenang. Perawat harus bisa menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti oleh pasien dan keluarga pasien, dimana dalam menerangkan
tindakan komunikasi adalah menjawab pertanyaan “siapa yang menyampaikan,
apa yang disampaikan, melalui saluran apa, kepada siapa, dan apa pengaruhnya”
(Canggara, 2004)
Informasi yang diberikan partisipan kepada keluarga pasien, terlihat dari
beberapa kategori yaitu memberikan penjelasan tentang peraturan selama
perawatan kritis, memberikan penjelasan tentang jam kunjungan pasien selama
perawatan kepada keluarga, memberikan penjelasan tentang tindakan yang akan
dilakukan kepada keluarga pasien, memberikan penjelasan tentang kondisi pasien
kepada keluarga pasien, memberikan penjelasan tentang pengobatan yang akan
diberikan kepada keluarga pasien, memberikan penjelasan tentang penyakit pasien
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kepada keluarga pasien, memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga pasien,
dan memberikan penjelasan untuk rencana perawatan selanjutnya yang akan
diberikan. Hasil observasi menunjukkan delapan dari sepuluh partisipan
menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh keluarga pasien sehingga mereka
dapat menentukan keputusan berdasarkan informasi yang diperoleh dari Ners.
Menurut Kvale, (2005) informasi yang diberikan kepada keluarga berupa
fakta tentang prognosa pasien, hasil suatu prosedur yang telah dilakukan sesegera
mungkin, mengenai status pasien, komplikasi yang mungkin terjadi, kebutuhan
untuk mendapat penjelasan. Pasien sangat membutuhkan banyak dukungan dan
bantuan dari diri orang lain yang ada disekitarnya, dukungan informasi sangat
diperlukan bagi pasien untuk mendapatkan petunjuk dan informasi yang
dibutuhkan (Smet, 1994 dalam Hardhiyani 2013).
Hasil peneltian yang lain partisipan mengungkapkan tetap berkomunikasi
dengan keluarga pasien tergambar dua kategori yaitu kategori pertama adalah
ketepatan jawaban dari pertanyaan keluarga pasien, hal ini sesuai dengan
pendapat pane (2015) yang mengatakan salah satu menjaga komunikasi pada
keluarga pasien dengan mendapat jawaban yang tepat dari staf ICU. Kategori
yang kedua adalah partisipan menghubungi keluarga pasien apabila mereka tidak
di rumah sakit. Memberitahukan perubahan kondisi pasien ke rumah apabila
keluarga pasien tidak tampak mendampingi pasien yang mengalami perawatan
kritis (Pane, 2015). Dalam sebuah studi tentang kebutuhan keluarga pasien yang
menunggu keluarganya dengan perawatan kritis di ICU ada beberapa hal penting
yang dibutuhkan yaitu kebutuhan untuk dihubungi ke rumah bila terjadi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
perubahan pada kondisi pasien, kebutuhan untuk mengetahui prognosa penyakit,
kebutuhan untuk mendapat jawaban yang jujur atas pertanyaan keluarga,
kebutuhan untuk menerima informasi tentang pasien sekali sehari, kebutuhan
untuk mendapat penjelasan terhadap sesuatu yang tidak dimengerti, dan
kebutuhan untuk mendapat jaminan bahwa pasien mendapatkan kenyamanan
(Campbell, 2009)
Selanjutnya partisipan memfasilitasi keluarga pasien dalam memenuhi
kebutuhan pasien akan kehadiran keluarga pasien, memberikan kesempatan
kepada keluarga pasien untuk mengunjungi dan mendampingi pasien. Kedekatan
dengan pasien adalah secara fisik keluarga berada di samping pasien yang sedang
dalam perawatan kritis sehingga bisa menyentuh dan berkomunikasi dengan
pasien. Kedekatan dengan pasien diperoleh keluarga bila keluarga pasien tersebut
dapat melihat/menjenguk pasien di ruang ICU secara teratur, waktu kunjungan
yang lebih fleksibel, dapat berkomunikasi/konsultasi tentang kondisi pasien
dengan perawat yang sama setiap hari, dapat membantu merawat fisik pasien serta
dapat membantu memberi dukungan mental kepada pasien yang mengalami
perawatan kritis di ruang ICU.
Hal ini sesuai dengan pendapat Motter & Leske (1996 dalam Nursalam
2003) kebutuhan untuk berada di dekat pasien yaitu berada di dekat orang yang
mereka cintai yang sedang sakit. Mereka tidak hanya ingin memberikan dukungan
dengan berada dekat dengan pasien, tetapi juga kehadiran fisik memungkinkan
mereka untuk menyaksikan bagaimana anggota keluarga mereka sedang di rawat,
oleh karena itu dengan memberikan waktu kunjungan yang fleksibel tidak hanya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
memungkinkan pasien dan keluarganya bersama namun juga memfasilitasi
keluarga.
Beberapa partisipan yang lain mengatakan bahwa memberikan
kenyamanan kepada keluarga pasien yaitu memberi kesempatan mereka untuk
berkonsultasi dengan tenaga kesehatan. Konsultasi tersebut bisa dengan dokter
setelah dokter melakukan visite dengan pasien, sehingga mengetahui tentang
penyakit pasien ataupun pengobatannya , dan bisa juga konsultasi dengan perawat
yang merawat pasien sehingga mereka mengetahui mengenai kondisi pasien setiap
hari. Pada hasil observasi menunjukkan enam Ners memberikan akses kepada
keluarga pasien dengan tim kesehatan lainnya untuk konsultasi mengenai
perkembangan kondisi pasien. Hal ini sesuai dengan pendapat Pane (2015)
dukungan yang didapatkan keluarga pasien berupa jawaban yang tepat,
kesempatan berkonsultasi tentang kondisi pasien setiap hari perhatian staf ICU
terhadap keluarga pasien.
Dukungan moriil yang diberikan Ners kepada keluarga pasien tergambar
dari tiga kategori yaitu mendampingi keluarga pasien disaat kondisi pasien
memburuk, mengingatkan keluarga untuk menjaga kesehatan dan tetap sabar
dalam mendampingi pasien,dan mendengarkan keluhan keluarga pasien selama
mendampingi pasien. Mendampingi dalam menentukan kebijakan dan keputusan
dalam penggunaan layanan keperawatan membuat hubungan dengan keluarga
menjadi penting. Keluarga sangatlah berperan dalam proses penyembuhan dan
pemulihan. Apabila dukungan keluarga tidak diterima pasien, maka keberhasilan
penyembuhan dan proses pemulihan sangat berkurang (Mundakir, 2006).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Hal ini sesuai dengan Mitchell (2009) yang mengungkapkan memberikan
motivasi keluarga untuk selalu sabar dalam mendampingi pasien selama
mendapatkan perawatan, karena dukungan keluarga tersebut diperlukan untuk
semua jenis usia dan menjadi bagian dalam susunan asuhan keperawatan. Banyak
penelitianyang telah dilakukan pada kebutuhan keluarga yang memiliki pasien
kritis. Keluarga tersebut membutuhkan informasi, ketenangan dan kedekatan
dengan pasien. Kedekatan tersebut memberikan ketenangan kepada anggota
keluarga pasien.
Spiritualitas merupakan aspek kepribadian manusia yang memberi
kekuatan dan mempengaruhi individu dalam menjalani hidupnya. Spiritualitas
merupakan hakikat dari siapa dan bagaimana manusia hidup di dunia. Spiritualitas
amat penting bagi keberadaan manusia. Spiritualitas mencakup aspek non fisik
dari keberadaan seorang manusia (Young & Koopsen, 2005). Spiritualitas
merupakan kekuatan yang menyatukan, memberi makna pada kehidupan dan
nilai-nilai individu, persepsi, kepercayaan dan keterikatan di antara individu.
Spiritualitas merupakan kebutuhan dasar yang terdiri dari kebutuhan akan makna,
tujuan, cinta, keterikatan, dan pengampunan (Kozier, et al, 1995).
Keluarga memiliki peran yang penting dalam memenuhi kebutuhan
sipitualitas karena keluarga memiliki ikatan emosional yang kuat dan selalu
berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dengan individu (Hidayat, 2006; Taylor,
et al, 1997). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yaitu mengingatkan keluarga
pasien selalu berdoa untuk kesembuhan pasien, yang mana pasien yang
mengalami perawatan kritis memiliki kebutuhan spiritualitas berupa doa dari
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
keluarga, teman, dan sahabat, serta didukung juga oleh O’ Brien (1999) bahwa
kebutuhan spiritualitas pasien yang dirawat di ruang ICU yaitu menginginkan
adanya dukungan dari keluarga, ketenangan dari gangguan suara di ruangan,
berinteraksi dengan orang-orang yang dibutuhkannya, dan dapat melaksanakan
praktik keagamaan seperti beribadah dan berdoa.
(6) Dampak caring ners dalam perawatan kritis.
Berdasarkan hasil penelitian dampak caring pada perawatan kritis terliht
dari empat sub tema yaitu kesembuhan pasien, kepuasan, menentramkan jiwa,
dan menumbuhkan nilai positif bagi perawat.
Dampak dari caring adalah dapat merangsang kesadaran pasien yang
dirawat tergambar dari kategori yaitu merangsang proses penyembuhan pasien.
Partisipan mengatakan bahwa dia melakukan tindakan keperawatan yang
dilandaskan dengan mengajak ngobrol dan memberikan sentuhan akan
menstimulus agar pasien yang kita rawat cepat sadar, atau pulih. Perawat yang
terampil akan memberikan dampak yang bagus dalam proses merawat, bila
seorang merasakan bahwa perawat dalam merawatnya terampil maka akan
mendukung penyembuhan pasien itu sendiri, dengan sendirinya pasien akan
tersugesti oleh tindakan perawat yang membuatnya yakin sembuh (Nurbiyati,
2013).
Potter & Perry (2009) bahwa caring adalah perhatian perawat dengan
sepenuh hati terhadap pasien, hal ini akan menyebabkan pasien akan merasa
seperti dirawat oleh keluarga sendiri, pasien juga akan merasa bahwa perilaku
caring yang diberikan akan mempercepat proses penyembuhannya. Swanson
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2006) mengatakan penampilan perilaku perawat yang dapat berdampak pada
kesembuhan pasien adalah perawat yang memiliki jiwa caring yang senantiasa
dipelihara secara terus menerus sehingga dapat memperbaiki softskill dari perawat
yang positif. Seorang yang memiliki caring berarti perawat tersebut mempunyai
jiwa empati yang sangat baik, memiliki kepedulian terhadap orang lain, mampu
menghadirkan rasa nyaman bagi orang yang berada disampingnya. Begitu juga
dengan hasil penelitian Yuliawati (2012) yang menyatakan bahwa keterampilan
dan perilaku yang ditampilkan oleh seorang perawat dapat menimbulkan
kepercayaan pada pasien untuk menerima pelayanan keperawatan.Keterbukaan
dan perhatian yang diberikan oleh perawat dapat meningkatkan kepercayaan diri
pasien untuk menjalin hubungan yang baik dalam rangka meningkatkan
kesembuhannya.
Kepuasan yang dimaksud partisipan dapat dilihat dari Puas setelah
memberikan perawatan kepada pasien sampai sembuh. Kepuasan adalah perasaan
senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara
kinerja (hasil) yang diharapkan, jika kinerja berada dibawah harapan pasien,
pasien tidak puas, jika memenuhi harapan pasien akan puas (Kloter, 2005). Hal ini
sesuai dengan pendapat Potter dan Perry (2009) juga menjelaskan kepuasan kerja
perawat dapat dicapai dengan keberhasilan membangun hubungan yang baik
dengan pasien dan membantu pasien dalam melewati masa sakitnya. Kemampuan
perawat dalam menampilkan perilaku caring menimbulkan rasa cinta terhadap
keperawatan sehingga perawat akan meningkatkan pengetahuannya, menghargai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kehidupan dan kematian, menghargai integritas, keutuhan dan harga diri serta
perasaan puas dapat membantu pasien mencapai kesehatan dan kesejahteraan.
Beberapa partisipan mengatakan setelah mereka merapkan caring dapat
menjadi penilaian positif bagi seorang perawat, dan sebagian partisipan
mengatakan bahwa setelah mereka menerapkan caring dengan cara berkomunikasi
yang baik kepada keluarga pasien maka dapat merubah pandangan masyarakat
selama ini pada perawat. Caring mempuyai manfaat yang begitu besar dalam
keperawatan dan seharusnya tercermin dalam setiap interaksi perawat dengan
pasien, bukan dianggap sebagai sesuatu yang sulit diwujudkan dengan alasan
beban kerja yang tinggi, atau pengaturan manajemen asuhan keperawatan ruangan
yang kurang baik. Pelaksanaan caring akan meningkatkan mutu asuhan
keperawatan, memperbaiki image perawat di masyarakat dan membuat profesi
keperawatan memiliki tempat khusus di mata para pengguna jasa pelayanan
kesehatan (Sartika, 2011).
(7) Hambatan Ners dalam menerapkan caring pada pasien dan keluarga
pasien.
Hasil penelitian menemukan kendala dalam menerapkan caring yang terjadi
memberikan perawatan kritis, banyak pengalaman dari partisipan dalam
menghadapi kondisi pasien kritis, sehingga harus bertindak cepat dan perubahan
emosional yang akhirnya tanpa disadari menimbulkan interaksi yang non caring,
dan sering terjadi pada keluarga pasien yang mendampingi selama perawatan
kritis di ICU. Hal ini tergambar dari sub tema yaitu: (1) Emosional, (2) Hubungan
perawat dengan pasien dan keluarga pasien tidak kooperatif.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Emosional terjadi karena perubahan perilaku yang dialami oleh
partisipan karena stress dengan pekerjaan dan kurang tidur, mengakibatkan
partisipan mudah marah berbicara kasar, nada yang tinggi, dan tidak ada senyum.
Keluarga pasien yang tidak paham dengan perawatan kritis. Hambatan yang
terjadi dalam menerapkan caring ketika menghadapi keluarga pasien yang
berkali-kali diberikan penjelasan, namun tidak mengerti dan didukung dengan
kondisi pasiennya yang sering tidak stabil. Ada juga partisipan sering terpancing
emosinya karena kondisi keluarga pasien yang tidak mengerti dengan penjelasan
yang telah diberikan. Beberapa partisipan mengatakan bahwa dirinya pernah tidak
tidur selama dinas malam dalam menghadapi pasien. Partisipan tidak dapat tidur
karena cemas dengan kondisi pasiennya yang mulai tidak stabil.
Frustasi dapat terjadi bila perawat kurang mampu dalam bekerja sama
dalam tim untuk mencapai tujuan terhadap pasien, perawat tidak mampu
berkomunikasi secara efektif dengan keluarga atau karena adanya hambatan
dalam proses caring. Perawatan kritikal merupakan bentuk pelayanan dimana
perilaku Caring perawat kepada klien lebih mengutamakan kemampuan
pengetahuan perawat. Seorang perawat harus memiliki kompetensi terhadap
penggunaan teknologi dan diaplikasikan sebagai salah satu wujud Caring kepada
klien (Wilkin & Slavin 2004).
Menurut Setiyana (2013) mengatakan bahwa banyak ditemukan
fenomena di rumah sakit adanya perawat yang tidak sabar, suka marah, berbicara
ketus dengan pasien dan keluarga pasien, bahkan terjadi kelalaian dalam bekerja
seperti kesalahan dalam pemberian obat, dan keterlambatan dalam melakukan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
injeksi. Hal ini tentu sangat berlawanan dengan tugas dan kewajiban sebagai
seorang perawat yang harus memberikan pelayanan prima pada pasien.
Hubungan perawat dengan pasien dan keluarga pasien tidak kooperatif
karena komunikasi yang tidak baik sering ditemukan yang disebabkan oleh
perawat yang sibuk dengan pekerjaan yang lain sehingga sering mengabaikan
untuk berkomunikasi dengan pasien dan keluarga pasien. Komunikasi yang
kurang baik dari perawat akan berdampak buruk bagi pasien maupun keluarga
pasien diantaranya yaitu bisa menimbulkan kesalahpahaman antara perawat
dengan pasien maupun keluarga pasien.
Perawat harus bisa menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh
pasien dan keluarga pasien, dimana dalam menerangkan tindakan komunikasi
adalah 3 menjawab pertanyaan “siapa yang menyampaikan, apa yang
disampaikan, melalui saluran apa, kepada siapa, dan apa pengaruhnya” (Canggara,
2004). Hasil dari observasi didapatkan empat Ners yang masih menggunakan
bahasa medis saat memberikan informasi sehingga masih ada keluarga pasien
kurang memahami apa yang dijelaskan oleh perawat. Oleh karena itu, pada pasien
yang mengalami perawatan memerlukan dampingan, bantuan, dan motivasi dari
keluarga sehingga keluarga juga harus mengetahui keadaan pasien setiap waktu.
Hal itu diperlukan komunikasi perawat untuk menyampaikan suatu keadaan
pasien dengan bahasa yang dapat dipahami oleh keluarga. Supaya keluarga tetap
tenang, dan tidak cemas ketika pasien dirawat diunit perawatan kritis .
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5.1.2. Pengalaman keluarga pasien caring pada pasien yang mengalami
perawatan kritis di ruang ICU RSUD Raden Mattaher Jambi.
Berdasarkan hasil analisis pada penelitian ini ditemukan 4 tema yaitu: (1)
Perawat menunjukan perilaku caring, (2) Perawat memberikan tindakan terhadap
pasien yang dirawat, (3) Perawat memberikan informasi tentang kondisi dan
treatment pada pasien, (4) Perawat menunjukkan komunikasi yang baik terhadap
pasien dan keluarga pasien, dan (5) Perawat menunjukkan empati yang tinggi
terhadap pasien dan keluarga caring ners dalam perawatan kritis.
(1) Perawat menunjukan perilaku caring
Berdasarkan analisa data didapatkan partisipan menunjukkan perilaku
caring yang terlihat dari tiga sub tema yaitu tidak membedakan pasien, ramah, dan
ketulusan. Beberapa partisipan mengatakan bahwa mereka tidak membeda-
bedakan suku,ras, agama dalam merawat pasien dan memberikan perawatan
sesuai dengan kondisi pasien tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Asmadi
(2008) yang menyatakan salah satu bentuk kiat keperawatan tersebut adalah
perawat berperan dalam memberikan asuhan keperawatan, mempunyai sifat
peduli terhadap keluhan pasien, tidak membeda-bedakan pasien dan pelayanan
yang segera dan tepat. Begitu pula dengan Kozier (2007), perawat tidak
membedakan pasiennya, ramah dan tulus dalam melakukan caring. Kegiatan
perawat harus ekspresif dan merupakan cerminan aktivitas yang menciptakan
hubungan dengan klien. Sifat-sifat aktivitas ini menimbulkan keterlibatan
hubungan saling percaya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Perilaku caring yang ditunjukkan partisipan adalah ramah yang
tergambar pada kategori yang terlihat dari cara perawat merawat pasien dengan
baik , perawat menyapa dan memberikan salam, dan tersenyum. Beberapa
partisipan mengatakan perawat menunjukkan perilaku caring dengan baik dalam
merawat pasien, penuh kesabaran, dan bisa terlihat dari wajah perawat tersebut.
Hal ini sesuai dengan pendapat Muninjaya (2004), kesabaran yang diberikan
perawat dalam memberikan asuhan fisik dan dapat memperhatikan emosi sambil
meningkatkan rasa aman serta dapat menunjang psikologis pasien untuk menjalani
perawatan kritis.
Beberapa partisipan mengatakan bahwa perawat di ruang ICU sering
menyapa dan memberikan salam, hal ini sesuai dengan observasi yang dilakukan
dengan Ners dan ditemukan tujuh Ners yang mengucapkan salam dan menyapa
kepada pasien dan keluarga pasien. Menyapa pasien yang dilakukan perawat
untuk membentuk suasana keterbukaan dan saling mengerti, serta perlakuan yang
ramah dan cekatan atau lugas ketika melaksanakan prosedur keperawatan akan
memberikan rasa aman pada pasien (Potter & Perry, 2009).
Kategori yang ketiga partisipan menyatakan perilaku yang ditunjukan
oleh perawat adalah tersenyum pada keluarga pasien saat mengunjungi pasien
ataupun ketemu di luar ruangan. Tersenyum merupakan salah satu indikator
penting seorang perawat bersikap ramah, hangat, bergembira dan sabar terhadap
pasien dan keluarga (Dedi, Setyowati, & Afiyanti, 2008).
Partisipan mengungkapkan bahwa perawat memberikan pelayanan
dengan rasa yang tulus dalam memberikan perhatian dengan sepenuh hati, tulus
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan ikhlas kepada pasien sehingga dapat memotivasi pasien dalam proses
penyembuhannya. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Darmawati (2013) yang
menjelaskan caring sebagai tindakan di sengaja membawa rasa aman baik fisik
dan emosi serta keterikatan yang tulus dengan orang lain atau sekelompok orang.
Caring merupakan memberikan perhatian kepada pasien dengan sepenuh hati.
Perilaku caring yang dilakukan dengan tulus dapat memberikan kepuasan bagi
pasien dimana pasien selalu merasa nyaman dengan tindakan yang diberikan
perawat (Potte & Perry, 2009). Perawat memberikan tindakan terhadap pasien
yang dirawat
(2) Perawat memberikan informasi tentang kondisi dan treatment pada
pasien.
Keluarga pasien melihat perawat dalam memberikan tindakan terhadap
pasien yang dirawat, tergambar dari sub tema yaitu perawatan fisik pasien,
perawatan spiritual pasien, dan perawatan psikosial pasien. Perawatan fisik
pasien yaitu perawat selalu membantu dalam memandikan pasien 2x sehari,
memberikan obat tepat waktu, dan mengganti pakaian pasien apabila kotor.
Perawatan yang diberikan perawat kepada pasien adalah menjaga kebersihan
mulut pasien. Hal ini harus dilakukan karena pasien di ICU dalam kondisi tidak
sadar sehingga perawat embersihkan mulut pasien dan menyikat gigi pasien setiap
pagi. Perawat juga memperhatikan kebersihan kuku pasien oleh karena itu
perawat membantu memotong dan membersihkan kuku pasien tersebut. Pasien
yang dirawat di ICU rata dalam kondisi tidak sadar, ada beberapa perawat yang
membantuk pasien dalam memiringkan posisi badan pasien. Perubahan posisi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dilakukan agar kulit pasien yang tertekan tidak mengalami lecet dan melatih agar
otot pasien tidak kaku.
Tiga partisipan yang lain melihat perawat melakukan suction untuk
mengisap dahak pasien yang menumpuk di jalan nafas pasien dan perawat
membantu dalam membersihkan alat yang terpasang ditenggorokan. Salah satu
fungsi perawat adalah mampu melihat pasien secara kompleks, yang artinya
perawat harus dapat memenuhi kebutuhan pasien secara menyeluruh termasuk
kebutuhan akan proses kesembuhan pasien baik kebutuhan fisik maupun
kebutuhan yang lainnya. Hal ini sesuai dengan teori Swanson (1991), dimensi
caring yaitu doing for, yang memiliki makna dapat melakukan tindakan kepada
pasien dengan mengantisipasi semua kebutuhan, kenyamanan, menjaga privasi
dan martabat pasien.
Perawatan spiritual pasien, partisipan mengatakan selama mendampingi
pasien di rawat, kebutuhan spiritual pasien dan keluarga pasien dipenuhi oleh
perawat ini tergambar dari kategori yaitu : (a) Mengingatkan untuk bedoa dan (b)
Memberikan terapi spiritual.
Kategori yang pertama, yaitu mengingatkan untuk bedoa Selama
mendampingi pasien, dua partisipan pernah diingatkan oleh perawat untuk berdoa
agar proses penyembuhan pasien cepat dan mengajak untuk berdoa bersama.
Pada pasien yang dirawat di ruang ICU memiliki kebutuhan spiritualitas berupa
doa dari keluarga, teman, dan sahabat. Selain itu, pasien membutuhkan kehadiran
orang yang dicintai dan kehadiran orang-orang yang merawat pasien. Menurut
Zerwekh, (1997 dalam Young & Koopsen, 2005) kehadiran orang tersebut dapat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
memberikan dukungan, merasakan apa yang dirasakan, selalu berada disamping
pasien, dan merawat pasien dengan tulus.
Pendapat di atas, juga didukung oleh O’ Brien (1999) bahwa kebutuhan
spiritualitas pasien yang dirawat di ruang ICU yaitu menginginkan adanya
dukungan dari keluarga, ketenangan dari gangguan suara di ruangan, berinteraksi
dengan orang-orang yang dibutuhkannya, dan dapat melaksanakan praktik
keagamaan seperti beribadah dan berdoa. Davis (2007) menyatakan bahwa
keluarga beperan dalam perawatan pasien kritiss khususnya pemenuhan
kebutuhan spiritualitas pada pasien yang mempengaruhi penyembuhan pasien.
Keluarga dapat memberikan dukungan spiritual pada anggota keluarganya yang
sakit dengan bantuan doa, ritual agama, menghiburnya, merasakan penderitaan
yang dialami oleh anggota keluarga yang sakit.
Kategori yang kedua adalah memberikan terapi spiritual, yaitu partisipan
yang lain mengatakan bahwa perawat juga membantu keluarga pasien untuk
memasangkan alat ditelinga pasien, agar pasien tersebut dapat mendengarkan
rekaman dari ayat suci Al-Quran dan Dzikir. Hal ini sesuai dengan pendapat
Potter dan Perry (2005), perawat dapat memberikan pemenuhan kebutuhan
spiritualitas kepada pasien yaitu dengan memberikan dukungan emosional,
membantu dan mengajarkan doa, memotivasi dan mengingatkan waktu ibadah
sholat, mengajarkan relaksasi dengan berzikir ketika sedang kesakitan, berdiri di
dekat klien, memberikan sentuhan selama perawatan .
Dalam perawatan ini perawat memahami keinginan keluarga pasien
untuk dekat dengan pasien. Ada 2 partisipan menyatakan bahwa mereka diberikan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kesempatan untuk disamping istrinya dan membacakan buku diluar jam
kunjungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Hudak dan Gallo (1997), memberikan
kehangatan, rasa cinta, perhatian dan komunikasi adalah hal yang bermakna dan
penting dalam memenuhi kebutuhan psikososial pasien. Bahkan pada pasien tuli,
tidak mampu berbicara, atau tidak mampu memahami bahasa, atau tidak mungkin
berkomunikasi verbal karena intubasi atau sakit fisik lainnya juga memerlukan
dukungan keluarga untuk memberikan kehangatan, rasa cinta, perhatian dan
komunikasi yang mungkin dilakukan dengan menggunakan sentuhan.
(3) Perawat memberikan informasi tentang kondisi dan treatment pada
pasien
Partisipan mendapatkan informasi dari perawat akan perubahan kondisi
pasien selama dirawat. Informasi yang partisipan dapatkan, misalnya kondisi
pasien yang kurang baik ,sel darah merahnya menurun sehingga pasien semakin
pucat atau perubahan suhu pasien. Hal ini sesuai dengan pendapat Pane (2015)
informasi perkembangan penyakit pasien dan perubahan kondisi pasien setelah
dilakukan tindakan.
Selama mendampingi partisipan di rawat, partisipan selalu mendapatkan
penjelasan tentang tindakan yang akan di berikan. Partisipan mendapatkan
penjelasan alasan pasien membutuhkan donor darah, alasan pasien dilakukan
penghisapan lender, pemasangan selang untuk makan, dan perawat selalu
mengatakan kepada partisipan bahwa tindakan yang diberikan ini untuk proses
penyembuhan pasien. Semua ini tergambar dari kategori sebagai yaitu
menjelaskan kondisi pasien yang membutuhkan donor darah, menjelaskan kondisi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pasien harus dilakukan suction, menjelaskan pemasangan NGT, menjelaskan
terapi obat yang akan diberikan, dan penjelasan tentang tindakan yang dilakukan
untuk pengobatan pasien.
Perawat bukan saja bertugas memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien tetapi juga memberikan penjelasan ataupun informasi tentang pemberian
tindakan dan menjelaskan tujuan dari tindakan tersebut kepada keluarga pasien
kondisi pasien kepada keluarga pasien. Keluarga pasien berhak untuk
mendapatkan informasi seputar kondisi kesehatan pasien tersebut. (Pane 2015).
(4) Perawat menunjukkan komunikasi yang baik terhadap pasien dan
keluarga pasien
Partisipan mengatakan perawatnya menjelaskan dengan bahasa yang
mudah dipahami mereka, dengan tutur kata yang lembut dan sopan. hal ini
menciptakan hubungan yang baik karena dilandasi dengan cara komunikasi yang
baik pula. hal ini tergambar dari kategori, yaitu : menjelaskan dengan bahasa yang
mudah dipahami, menjelaskan dengan lembut, memberitahukan dengan sopan,
dan memberikan sentuhan. Menurut Watik (1998, dalam Sholilah, 2011) seorang
perawat ketika memberikan pelayanan kepada pasiennya disamping melalui
diagnosa obat yang disarankan oleh dokter, perawat juga melakukan pendekatan-
pendekatan yang mendukung proses kesembuhan penyakit pasien secara pribadi
dengan melakukan komunikasi secara pribadi baik secara verbal maupun non
verbal.
Komunikasi merupakan alat penghubung dalam bersosial. Sehingga ilmu
komunikasi sekarang sangat berkembang pesat. Salah satu kajian ilmu komunikasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ialah komunikasi kesehatan, yang dimana selalu dilakukan saat berhubungan
dengan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Kemampuan komunikasi
dari perawat telah didapatkan pada saat pendidikan keperawatan maupun suatu
pelatihan - pelatihan dalam bidang keperawatan, akan tetapi masih ada perawat
yang komunikasinya kurang begitu baik (Setianti, 2007).
Berkomunikasi yang baik dengan pasien dapat dilihat dari kategori
mengajak bicara pasien tidak sadar, partisipan mengatakan selama dia
mendampingi ibunya dirawat, selalu melihat perawat menemani dan mengajak
berbicara pasien yang jarang dikunjungi oleh keluarganya. Partisipan
menceritakan bahwa suaminya yang tidak sadar diajak berbicara oleh perawat
Partisipan melihat perawat bukan hanya menjalin komunikasi dengan
pasien saja tetapu termasuk keluarga pasien yang mendampingi pasien tersebut.
Semua informasi tentang pasien didapatkan dari keluarga pasien sehingga perawat
harus menjalin komunikasi yang baik dengan mereka. Hal ini tergambar dari
kategori yang ditemukan, yaitu mengajak keluarga pasien untuk mengobrol
dengan pasien tidak sadar, tidak memotong pembicaraan dan mendengarkan
dengan baik, dan mudah memahami kondisi keluarga pasien
Pane (2015) mengatakan pasien yang mengalami perawatan memerlukan
dampingan, bantuan, dan motivasi dari keluaraga sehingga keluarga juga harus
mengetahui keadaan pasien setiap waktu. Hal itu diperlukan komunikasi perawat
untuk menyampaikan suatu keadaan pasien dengan bahasa yankg dapat dipahami
oleh keluaraga. Supaya keluarga tetap tenang, dan tidak cemas ketika pasien
dirawat diunit perawatan kritis. Di rumah Sakit yang saya lihat, jika pasien masuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dalam unit perawatan kritis. Oleh karena itu komunikasi perawat dengan keluarga
harus baik
(5) Perawat menunjukkan empati yang tinggi terhadap pasien dan keluarga
caring ners dalam perawatan kritis.
Dalam hal ini partisipan melihat perawat menunjukkan empati yang tinggi
terhadap pasien dan keluarga terlihat dari sub tema yang didapatkan, Cepat
memahami kondisi pasien yang dirawat, dan (2) Memberikan dukungan kepada
keluarga pasien. Masing-masing sub tema dijelaskan sebagai berikut:
Partisipan memandang perawat di ruangan ICU adalah perawat yang cepat
memahami kondisi pasiennya, ini tegambar dari kategori berikut ini, yaitu cepat
memahami kondisi pasien, memberikan terapi yang tepat, dan memperhatikan
semua kebutuhan pasien untuk proses penyembuhan pasien.
Hasil penelitian juga menjelaskan bahwa perawat ICU menunjukkan rasa
peduli yang tinggi terhadap pasien dan keluarga, yang mana mereka memandang
perawat di ruangan ICU adalah perawat yang cepat memahami kondisi pasiennya.
Hal ini sejalan dengan penelitian Sabriyati, perawat cepat memahami kondisi
pasien dengan segera untuk dilakukan tindakan sehingga peluang kesembuhan
pasien lebih besar, memberikan rasa tenang bagi pasien dan keluarga pasien dan
dapat mengurangi beban biaya perawatan pasien di rumah sakit.
Memberikan terapi yang tepat, tiga partisipan mengatakan perawat
memberikan tindakan yang tepat dengan kondisi pasien, memberi obat pasien
tepat waktu dan perawatan sesuai kebutuhan pasien. Perawat juga seharusnya
mampu memfasilitasi kebutuhan pasien sehari-hari, menyebutkan bahwa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
membantu klien dalam memenuhi kebutuhan aktivitas hidup sehari-hari (Activity
Daily Living) merupakan perilaku caring yang harus dikembangkan oleh perawat.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dimana partisipan berusaha untuk
memfasilitasi kebutuhan pasien yang mereka rawat.
Beberapa partisipan menceritakan bahwa mereka pernah diingatak sama
perawat menjaga kesehatan selama mendampingi pasien, ada juga perawat yang
meluangkan waktunya untuk melihat pasien dan keluarga saat kunjungan,
memberikan kesempatan untuk konsultasi dengan dokter, memberikan motivasi
kepada keluarga pasien, dan selalu mengingatkan partisipan untuk berinteraksi
dengan memberikan sentuhan pada pasien saat dikunjungi partisipan.
Perawat memberikan motivasi keluarga untuk selalu sabar dalam
mendampingi pasien selama mendapatkan perawatan, karena dukungan keluarga
tersebut diperlukan untuk semua jenis usia dan menjadi bagian dalam susunan
asuhan keperawatan. Banyak penelitiany ang telah dilakukan pada kebutuhan
keluarga yang memiliki pasien kritis. Keluarga tersebut membutuhkan informasi,
ketenangan dan kedekatan dengan pasien. Kedekatan tersebut memberikan
ketenangan kepada anggota keluarga pasien (Mitchell, 2009)
Partisipan mengatakan perawat mendampingi dan mengingatkan partisipan
untuk berdoa, atau mengingatkan untuk membacakan Al-Quran saat mengunjungi
pasien Spiritualitas merupakan aspek kepribadian manusia yang memberi
kekuatan dan mempengaruhi individu dalam menjalani hidupnya. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian yaitu mengingatkan keluarga pasien selalu berdoa untuk
kesembuhan pasien, yang mana pasien yang mengalami perawatan kritis memiliki
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kebutuhan spiritualitas berupa doa dari keluarga, teman, dan sahabat, serta
didukung juga oleh O’ Brien (1999) bahwa kebutuhan spiritualitas pasien yang
dirawat di ruang ICU yaitu menginginkan adanya dukungan dari keluarga,
ketenangan dari gangguan suara di ruangan, berinteraksi dengan orang-orang yang
dibutuhkannya, dan dapat melaksanakan praktik keagamaan seperti beribadah dan
berdoa.
5.2.Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian selama melakukan penelitian terhadap partisipan
Ners , yaitu Pertama, agak sulit dalam mengatur waktu untuk wawancara dengan
partisipan Ners karena mereka memilik beban kerja yang lebih tinggi
dibandingkan denga unit perawatan yang lain. Kedua, tempat untuk wawancara
partisipan kurang kondusif, karena sebagian ruangan ICU sedang diperbaiki
sehingga ada saja gangguan saat wawancara seperti perawat yang lain keluar
masuk ruangan, partisipan yang dipanggil oleh perawat lain. Ketiga, adanya
perubahan jadwal dinas partisipan yang mendadak sehingga mempengaruhi
kontrak waktu untuk melakukan wawancara, dan keempat, melakukan observasi
perilaku caring Ners yang sering tidak sesuai dengan jadwal dinas
Keterbatasan penelitian selama melakukan penelitian terhadap partisipan
keluarga pasien, yaitu Pertama, membuat kontrak waktu untuk wawancara dengan
keluarga pasien agak sulit. Kedua, ada sebagian partisipan yang mempunyai
waktu kosong untuk wawancara pada jam malam karena partisipan tidak ingin
diganggu jam kunjungannya untuk digunakan wawancara.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Keterbatasan pada diri peneliti sendiri, dikarenakan peneliti pemula
dalam melakukan riset kualitatif. dalam mengatur waktu untuk wawancara dengan
partisipan Ners karena mereka memilik beban kerja yang lebih tinggi
dibandingkan denga unit perawatan yang lain. Kedua, tempat untuk wawancara
partisipan kurang kondusif, karena sebagian ruangan ICU sedang diperbaiki
sehingga ada saja gangguan saat wawancara seperti perawat yang lain keluar
masuk ruangan, partisipan yang dipanggil oleh perawat lain.
5.3 Implikasi Hasil Penelitian
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa caring merupakan inti dari
keperawatan dan harus dimiliki perawat dalam merawat pasien dan keluarga yang
mendampingi pasien selama dirawat. Penelitian ini memberikan gambaran
penerapan caring pada pasien yang mengalami perawatan kritis beserta keluarga
yang mendampinginya. Hasil penelitian ini dapat menggambarkan sejauh mana
penerapan caring Ners pada pasien yang mengalami perawatan kritis di ruang
ICU Raden Mattaher Jambi. Sehingga nanti dapat memberikan penyegaran
tentang caring pada perawat, meningkatkan pengawasan serta memberikan
motivasi kepada perawat agar berperilaku caring di ruang ICU Raden Mattaher
Jambi, serta contoh bagi unit perawatan lainnya.
Implikasi yang lainnya untuk meningkatkan penerapan caring bukan
hanya ke pasien saja tetapi juga kepada keluarga yang mendampingi pasien
selama mendapatkan perawatan. Oleh karena itu perlu ditambahkan mata kuliah
yang membahas tentang caring, yang mana inti dari seorang perawat haruslah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
memiliki caring sehingga para pendidik dapat menanamkan sejak dini
pengetahuan tentang caring kepada mahasiswanya dan nantinya mahasiswa
tersebut dapat bersikap caring kepada masyarakat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan dijelaskan tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan
merupakan ringkasan pembahasan hasil penelitian yang telah dibandingkan
dengan teori dan penelitian yang terkait. Saran merupakan tindak lanjut dari
penelitian
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada pengalaman Ners
tentang caring pada pasien yang mengalami perawatan kritis di ICU RSUD Raden
Mattaher Jambi disimpulkan terdapat 6 tema dan 69 kategori sedangkan untuk
pengalaman keluarga pasien tentang caring pada pasien yang mengalami
perawatan kritis di ICU RSUD Raden Mattaher Jambi disimpulkan 5 tema dan 34
kategori.
Hasil analisis pada pada pengalaman Ners tentang caring pada pasien yang
mengalami perawatan kritis di ICU RSUD Raden Mattaher Jambi disimpulkan
terdapat 7 tema yaitu: yaitu (1) Menunjukkan rasa empati terhadap pasien serta
keluarga yang mendampingi selama perawatan kritis, (2) Tetap berinteraksi
dengan pasien tidak sadar (3) Menunjukkan sikap ramah dalam berinteraksi
dengan pasien tidak sadar, (4) Melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien
kritis, (5) Memberikan kenyamanan kepada keluarga pasien yang mendampingi
selama perawatan kritis. (6) Dampak caring ners dalam perawatan kritis, dan (7)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Hambatan Ners dalam menerapkan caring pada pasien pasien serta keluarga yang
mendampingi selama perawatan kritis.
Hasil analisis pada pada pengalaman keluarga pasien tentang caring pada pasien
yang mengalami perawatan kritis di ICU RSUD Raden Mattaher Jambi
disimpulkan terdapat 5 tema yaitu: : (1) Perawat menunjukan kepedulian terhadap
keluarga yang mendampingi pasien yang menjalani perawatan kritis, (2) Perawat
memberikan tindakan terhadap pasien yang yang menjalani perawatan kritis, (3)
Perawat memberikan informasi tentang kondisi dan treatment pada pasien yang
menjalani perawatan kritis, (4) Perawat menunjukan komunikasi yang baik
dengan pasien serta keluarga yang mendampingi, dan (5) Perawat menunjukkan
empati yang tinggi terhadap pasien serta keluarganya.
5.2 Saran
Pelayanan keperawatan diharapkan melakukan evaluasi secara berkala
terhadap penerapan caring baik pada pasien dan keluarga pasien, respon atau
tanggapan pasien dan keluarga pasien terhadap caring yang diberikan Ners selama
memberikan perawatan kritis, yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas
pelayanan pada pasien yang mengalami perawatan kritis di ruang ICU dengan
berlandaskan caring. Hasil dari penelitian ini bisa dijadikan panduan bagi Kepala
Bidang Keperawatan dan Ners yang bekerja di bagian perawatan kritis dalam
mengambil kebijakan untuk lebih menerapkan caring bukan hanya ke pasien saja
tetapi juga keluarga pasien. Selanjutnya dapat meningkatkan kesadaran Ners
tentang bagaimana caring yang dirasakan oleh keluarga pasien dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
memungkinkan Ners untuk menentukan dalam memenuhi harapan keluarga
pasien yang mengalami perawatan kritis. Serta dapat dijadikan referensi untuk
perkembangan penerapan caring perawat terhadap pasien dan keluarga yang
mendampingi selama mendapatkan perawatan.
Pada institusi pendidikan diharapkan dapat memberikan bimbingan dalam
menerapkan caring, memahami pentingnya caring dalam mengembangkan
kurikulum pendidikan keperawatan berdasarkan holistic nursing pada semua mata
kuliah termasuk mata ajar keperawatan medikal bedah, sehingga perawat mampu
memberi asuhan keperawatan secara keseluruhan mulai dari masalah fisik,
psikologis, lingkungan dan spiritual. Sehingga nanti hendaknya setiap institusi
pendidikan keperawatan menghasilkan perawat yang memiliki caring yang tinggi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, et al. (2007). Perception of caring: Patients, nurses, physicians, and ad-
ministrators. International Journal for Human Caring, 11, 4. 111-118.
doi:10.4103/2230-8229.114772.
Ajjawi, R. & Higgs, J. (2007). Using hermeneutic phenomenology to investigate
howexperienced practitioners learn to communicate clinical reasoning. The
Qualitative Report, 12, 612-638. Diunduh dari
http://www.nova.edu/ssss/QR/QR12-4/ajjawi.pdf
Alexis, O. (2009). Overseas trained nurses’ perception of UK nurses caring
attitudes: A qualitative study. International of Nursing Practice; 15: 265-
270. doi: 10.4103/0973-1075.100824.
Ardiana, A., Junaiti, S., & Gayatri, D. (2010). Dimensi Kecerdasan Emosional:
Memahami dan Mendukung Emosi Orang Lain Terhadap Perilaku Caring
Perawat Pelaksana Menurut Persepsi Klien. Jurnal Keperawatan Indonesia.
13 (3): 133-138
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.
Backer, K., Blazovich, L., Schug, V., Daniels, J., Neal, D., Pearson, G., Preston,
S., Ridgeway, S., Simones, J., Swiggum, P., Wenkel, L & Smith (2008).
Nursing student caring behavior during blood pressure measurement.
Journal of Nursing Education, 47, 3, 98 – 104. doi: 10.1007/S11136-006-
9143-7.
Baning, M. & Gumlai V. A. (2012). Clinical nurses’ expressions of the emotions
related to caring and coping with cancer patients in Pakistan : A qualitative
studi. Europe Journal of Cancer Care, 21, 800-808
Beeby, J. (2010). Intensive care nurses’ experiences of caring. Intens Critical
Care Nurs, 16, 30, 151-163.
Bolderston, A., Lewis, D., & Chai, M. J. (2010). The concept of caring:
perception of radiation therapists. The Society and College of
Radiolographers, 16,198-208.
Brunton, B. & Beaman, M. (2000). Nurse practitioners’ perceptions of their caring
behaviors. Journal of the American academy of nurse practitioners,12,11,
123-129.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Brysiewics, P. & Bhengu, B. R. (2010). The experiences of nurses in providing
psychosocial support to families of critically ill trauma patients in
intensive care units. Intensive and Critical Care Nursing, 26, 200-207.
Buckley, P. & Andrew, T. (2011). Intensive care nurses’ knowledge of critical
care family needs. Intensive and Critical Care Nursing, 27, 263-272.
Burston, P.L., & Stichler, J. F. (2010). Nursing work environment and nurse
caring: Relationship among motivational factor. Journal of Advanced
Nursing, 66, 8, 1819–1831.
Chen, S. Y., Yen W. J., Lin, Y. J., Lee, C. H., & Lu, Y. C. (2012). A chinese
version of the caring assessment report evaluation q-sort scale for
measuring patients’ perceptions on nurses’ caring behaviours: Reliability
and validity assessment. International Journal of Nursing Practice, 18,
388-395.
Cox, H., James, J., & Hunt, J. (2006). The experiences of trained nurses caring for
critically ill patients within a general ward setting. Intensive and critical
care nursing, 22, 283-293.
Cypress, B. S. (2011). The lived ICU experiences of nurses, a ptients and family
members: A phenomenological study with merleau-pontian perspective.
Intensive and Critical Care Nursing, 27, 273-280.
Dahlia, S. (2008). Persepsi keluarga pasien di ICU RSUD Raden Mataher Jambi.
Skripsi. StiKes Baiturahim Jambi.
Dedi, B., Setyowati, & Afiyanti, Y. (2008). Perilaku Caring Perawat Pelaksana
di Sebuah Rumah sakit di Bandung: Studi Grounded Theory. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 12(1): 40-46
Dwidiyanti, M. (2007). Caring. Semarang : Hapsari
Engstrom, A., & Soderberg, S. ( 2004). The experiences of partners of critically ill
persons in an intensive care unit. Intensive and Critical Care Nursing, 20,
299-308.
Fridh, I., Forsberg, A. &Bergbom, I. (2009). Close relatives’ experiences of caring
and of the physical environtment when a loved ones dies in an ICU.
Intensive and Critical Care Nursing, 25, 111-119.
Gaghiwu, L., Ismanto, A.Y., & Babakal, A. (2013). Hubungan Perilaku Caring
Perawat dengan Stres Hospitalisasi pada Anak Usia Toddler di Irina E
BLU RSUP Prof. Dr . R. Kandou Manado. ejournal Keperawatan (e-Kp).
1(1): 1-7
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Giorgi, A. (1989b). Some theoretical and practical issues regarding the
psychological phenomenological method. Saybrook Review, 7(2), 71-85.
Giorgi, A. (1995). Saybrook Institute Course Guide: Introduction to the theory
andpractice of the descriptive phenomenological method. San Francisco:
Saybrook Institute.
Giorgi, A. (1999). A phenomenological perspective on some phenomenographic
results on learning. Phenomenological Psychology, 30(2), 68-94.
Giorgi, A. (2005). The phenomenological movement and research in the human
sciences. Nursing Science Quarterly, 18(1), 75-82.
Glembocki, M. M. & Dunn K. S. (2010). Building an organizational culture of
caring: caring perceptions enhanced with education. The Journal of
Continuing Education in Nursing. 41, 12, 345-352.
Green, A. (2004). caring behaviors as perceived by nurse practitioners. Journal of
the American academy of Nurse Practitioners, 16, 7, 223-231.
Hardicra, J. (2003). Meeting the needs of families of patients in intensive care
units. Critical Care Nurse, 99, 26-31.
Henneman, E. A., & Cardin, S. (2002). Family-centred critical care: A practical
approach to making it happen. Intensive Critical Care Nurse, 22,12-19.
Hupcey, J. E. (2001). The meaning of social support for the critically ill patient.
Intensive Critical Care Nurs, 17, 206-212.
Johnson, S. K., Craft, M. T.,Titler, M., Halm, M., Kleiber, C., Montgomery, LA.,
et al. (2002). Perceived changes in adult family members’ roles and
responsibilities. .Nurs Scholars, 27, 238-243
Kamaruzzaman. (2009). Pengaruh Pelayanan Asuhan Keperawatan terhadap
Kepuasan Pasien di Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum
Daerah Sigli Tahun 2008. Medan: USU Press
Karaoz, S. (2005). Turkish Nursing Students’ Perception of Caring. Nurse
Education Today. 25: 31–40
Keeling, A. W. dan Ramos, M. C. (1995). Nurs Health Care: Perspectives on
Community. The role of nursing history in preparing nursing for the future,
16-30.
Kirchhoff, K. T., Pugh, E., Calame, R.M., & Reynolds, N. (1993). Nurses’ beliefs
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
and attitude towards visiting in adult critical care setting. American
Journal of Critical Care, 2(3), 238-245.
Kongsuwan, W. & Locsin, R. C. (2010). Thai nurses’ expeience of caring for
Persons with life-sustaining technologies in intensive care setting; A
phenomenological study. Intensive and Critical Care Nursing,27, 102-110.
Kozier, B., Erb, G., Blais, K., & Wilkinson, J.M. (1995). Fundamentals of
nursing: Concept, process, and practice (5th ed). California:
AddisonWesley Nursing.
Kozier, B., Erb, G., & Blais, K. (1997).Professional nursing practice: conceptand
perspectives (3rd ed). California: Addison Wesley Longman.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A. J., & Snyder. (2004). Fundamentals of Nursing:
Concepts,Process, and Practice. 7th Ed. New Jersey: Pearson Education,
Inc.
Kozier, B. (2007). Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice.
New Jersey: Pearson Education Inc
Kutash, M, & Northrop L.(2007). Family members’ experiences of the intensive
care unit waiting room. J Adv Nurs, 60, 384-348.
Kvale, P. (2005). Family-centered approach improves communication and care in
Intensive Care Unit. Diambil tanggal 16 Maret 2011 dari
www.themedicalnews.com
Lincoln, Y. S. & Guba, E, E. G. (1985). Naturalistic inquiry. CA: Sage
Publications
Lindseth A, Norberg A. (2004) A phenomenological hermeneutical method for
researching lived experience. Scandinavian Journal of Caring Science,
18, 2, 145–53.
Liu, J. E., Mok, E., Wong, T. (2006). Caring in nursing : investigating the
meaning of caring from the perspective of cancer patients in Beijing,
China. Journal of Clinical Nursing. 15 (2), 186-196.
Nurachmah, E. (2001). Persepsi klien tentang asuhan keperawatan bermutu dan
Tingkat kepuasan. Skripsi. Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia.
Jakarta
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Nursalam. (2014). Caring sebagai dasar peningkatan mutu pelayanan keperawatan
dan keselamatan pasien. Pidato. Fakultas Keperawatan Universitas
Airlangga. Surabaya.
Mizuno, M., Ozawa, M., Evans, D., Okada, A., & Takeo, K. (2005). Caring
behaviours perceived by nurses in a Japanese hospital. Journal of Nursing
Studies, 4, 1, 13-19.
Mulyaningsih (2011). Hubungan Berfikir Kritis dengan Perilaku Caring Perawat
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Jakarta: UI Press
Mulyatina. (2012). Pengaruh Kondisi Kerja Terhadap Asuhan Keperawatan
Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Ibu Dan Anak
Pemerintah Aceh. Medan: USU Press
Monks, J. & Flynn, M. (2014). Care, compassion and competence in crtical care:
A qualitative exploration of nurses’experience of family witnessed
resuscitation. Intensive and Critical Care Nursing, 20, 19-23.
Mundakir, (2006). Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan, Edisi 1.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Nurbiyati, T. (2013). Persepsi Pasien Tentang Perilaku Caring Perawat dalam
Pelayanan Keperawatan. Prosiding Konferensi Nasional PPNI Jawa
Tengah 2013: 256-261
Nurhidayah, R.E. (2011). Pendidikan Keperawatan. Medan: USU Press
Nursalam, E.F. (2008). Pendidikan dalam Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta
O’Connell, E. & Landers, M. (2008). The importance of critical care nurses’
caring behaviours as perceived by nurses and relatives. Intensive and
critical care nursing, 24, 349-358.
Oskouie, F., Rafii, F., & Nikravesh M. (2006). Major determinants of caring
behavior. Harvard health policy review, 7, 1, 345-350.
Olsen, K.D., Dysvik, E., Hansen, B. S. (2009). The meaning of family
members’presence during intensive care stay: a qualitative study. Intensive
Critical Care Nurs, 25, 190-198.
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2007). Basic Nursing: Essentials for practice (6th
ed). Missouri: Elsevier Mosby.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Palese, A., Tomietto, M., Suhonen, R., Efstathiou, G., Tsangari, H., et al. (2011).
Surgical patient satisfaction as an outcome of nurses’ caring behavior.
Journal of Nursing Scholarship, 43,4, 341 – 350.
Polit, D. F., & Beck, C. T. (2012). Nursing research: Generating and assesing
evidence for nursing practice 8th ed. Philadelphia: Lippincott Company.
Priambodo, G. (2014). Caring Dalam Asuhan Keperawatan Kategori Caring
Berdasarkan Budaya. Yogyakarta: UMY Press
Prompahakul, C., Nilmanat, K., Kongsuwan, W. (2011). nurses’ caring behavior
for dying patients in Southern Thailand. Nurse Media Jounal of nursing, 1,
2, 147-158.
Pryzby, B. J. (2004). Effects of nurse caring behaviours on family stress responses
in critical care. Intensive and Critical Care Nursing, 21, 16-23.
Rab, T. 2007. Agenda GawatDaruratPasienKritis (Vol.1). Bandung : ALUMNI.
Rafii, F. (2007).Nurse caring in Iran and its relationship with patient
satisfaction.AustralianJournal of Advanced Nursing, 26, 2, 75-84.
Roach, M. S. (2002).Caring the human mode of being: A blueprint for the health
professionals (2nd ed.). Canada: CH Press.
Salimi, S., & Azimpour A. Determinants of nurses’ caring behaviors (DNCB):
Preliminary Validation of a scale. Journal of Caring sciences, 2, 4, 269-278.
Sartika & Nanda.(2011). Konsep Caring. Diambil di
http://www.pedoman.news.com. Diakses pada 11 November 2014 pukul
16.30 pm.
Sefrita, A. M. (2010). Caring pada keluarga yang menunggu di ICU RSUD Raden
Mataher. Skripsi. StiKes Harapan Ibu Jambi.
Setiawan. (2010). Development of a professional caring model for enhancing the
quality of nursing care for critically ill patients in indonesia. Dissertation.
Prince of Songkla University.
Setiawan., Hatthakit, U., Boonyoung, N., & Engebretson, J.C. (2010). Creating a
Caring Atmosphere in an Intensive Stroke Care Unit in Indonesia: An
Action Research Approach. Malaysian of Nursing Journal: 1-10
Sobirin, C. (2006). Hubungan Beban Kerja dan Motivasi dengan Penerapan
Perilaku Caring Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RS Islam
Samarinda. Jakarta: UI Press
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sossong, A., & Poirier P. (2013). Patients and nurses perceptionsof caring in
Rural
United States. International Journal for Human Caring, 27, 2, 78-88.
Suliman, W. A., Welmann E., Omer T., Thomas. (2009). Applying watson’s
nursin
theory to assess perceptions of being cared for in a multicultural
environment, Journal of nursing research, 17, 4, 130-138.
Streubert, H. J & Carpenter, D. R. (1995). Qualitative research in nursing:
Advancing the humanistic imperative. J. B. Lippincott Company.
Philadelphia.
Tomey, A.M., & Alligood, M.R. (2006). Nursing Theorists and Their Work. Six
edition. Missouri: Mosby Elsevier
Von Essen, L. & Sjoden, P.O. (1991).The importance of nurse caringbehaviors as
perceived by Swedish hospital patients and nursing staff. International
Journal Nursing Studies, 28, 267–281.
Van Manen, M. (1990). Phenomenology of practice. Phenomenology& Practice,
1, 1, 11-30.
Van Manen, M. (2007). Phenomenology of practice. Phenomenology& Practice,
1, 1, 11-30.
Wolf, Z.R., Miller, P.A. & Devine, M. (2003). Relationship betweennurse caring
and
patient satisfaction in patients undergoing invasive cardiac procedures.
Medsurg Nursing: Official Journal of the Academy of Medical-Surgical
Nurse, 12, 391–396.
Wolf, Z., Giardino, E., Osborne, P. & Ambrose M. (1994). Dimensions of
nurse caring. Journal of Nursing Scholarship, 26, 2, 107-111.
Wu, Y., Larrabee, J. H., & Putman, H. P. (2006). Caring behaviors inventory: A
reduction of the 42-iteminstrument. Nursing Research, 55, 1, 18–25.
Watson, J. (2005). Assesing and measuring caring in nursing and health sciences:
FA Davis Company.
Watson, J. (1979). The Philosophy and Science of Caring. Boston: Little, Brown.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
William, CMA. (2005). The identification of family members’ contribution to
patients’ care in the intensive care unit: A naturalistic enquiry. Nurs Critical
Care,10, 6-14.
Wilkin, K., & Slevin, E. (2004). The meaning of caring to nurses: an investigation
into the nature of caring work in intensive care unit. Clinical Nurs, 13, 50-59.
Wong, P., Liamputtong, P., Koch, S., & Rawson, H. (2014) Family experiences of
theirInteracttions with staff in Australia intensive care unit (ICU) : A
qualitative study. Intensive and Critical Care Nursing, 31, 51-63.
Wright, F., Cohen, S., &Caroselli, C. (1997). How culture affects ethical decision
making. Crtical Care Nursing Clinics of North America, 9, 1, 63-69.
Yuliawati, A.D. (2012). Gambaran Perilaku Caring Perawat terhadap Pasien di
Ruang Rawat Inap Umum RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Jakarta: UI
Press
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN 1
INSTRUMEN PENELITIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN 2
BIODATA EXPERT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BIODATA EXPERT CONTENT VALIDITY
PANDUAN WAWANCARA
Daftar nama expert yang melakukan content validity index (CVI)
1. Nunung F. Sitepu, S.Kep, Ns, MNs
Staf Dosen Departemen Dasar dan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
2. Wardiah Daulay, S.Kep, Ns, M.Kep
Staf Dosen Departemen Jiwa dan Komunitas Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
3. Sabarina Sitepu, S.Kep, Ns, M.Kep
Kapokja Cardiovascular Care Unit RSUP H. Adam Malik Medan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LAMPIRAN 3
IZIN PENELITIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA