Download - Pengamtan PPI Kronjo
KONDISI PERAIRAN DKR
SEKOLAH TIN
DI SEKITAR PANGKALAN PENDARATARONJO TANGERANG BANTEN
PENELITIAN TERAPAN
OLEH:
- Ir. Hj. Fitri Ariyani M.M
- DR Rauf Achmad SuE
- Vera
- Margono
- Willyarta
- Novi
NGGI PERIKANAN JA
2009
AN IKAN (PPI)
AKARTA
1
KONDISI PERAIRAN DI SEKITAR PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI)KRONJO TANGERANG BANTEN
Oleh : Ir. Hj. Fitri Ariyani M.M dan DR Rauf Achmad SuE
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kegiatan perikanan secara garis besar terbagi menjadi dua kegiatan utama yaitu
kegiatan penangkapan dan kegiatan budidaya. Sebagai daerah pesisir maka kegiatan di
lingkungan pangkalan pendaratan ikan Kronjo memiliki fungsi yang hampir sama dengan
fungsi dan peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)
adalah pelabuhan perikanan Kelas D yang skala pelayanannya sekurang-kurangnya
mencakup kegiatan usaha perikanan di wilayah perairan pedalaman dan perairan kepulauan
(Kep.10 / MEN / 2004). Berdasarkan peraturan menteri kelautan dan perikanan nomor
PER.06/MEN/2007 tentang organisasi dan tata kerja pelabuhan perikanan, pelabuhan
perikanan mempunyai tugas melaksanakan fasilitas produksi dan pemasaran hasil perikanan
di wilayahnya, pengawasan pemanfaatan sumberdaya ikan untuk pelestariannya dan
kelancaran kegiatan kapal perikanan, serta pelayanan kesyahbandaran di pelabuhan
perikanan.
Dalam rangka melaksanakan tugasnya Pelabuhan Perikanan menyelenggarakan fungsi
diantaranya perencanaan, pembangunan, pengembangan, pemeliharaan, pengawasan dan
pengendalian serta pendayagunaan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan; pelayanan
teknis kapall perikanan dan kesyahbandaran di pelabuhan perikanan; pelayanan jasa dan
fasilitasi usaha perikanan; pelaksanaan fasilitasi dan koordinasi di wilayahnya untuk
peningkatan produksi, distribusi dan pemasaran hasil perikanan; pelaksanaan fasilitasi
pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari; pelaksanaan pengawasan penangkapan
sumber daya ikan dan penanganan, pengolahan, pemasaran serta pengendalian mutu hasil
perikanan; pelaksanaan pengumpulan pengolahan dan penyajian data perikanan serta
pengelolaan sistem informasi; pelaksanaan urusan keamanan, ketertibann dan kebersihan di
kawasan pelabuhan perikanan.
Dengan memperhatikan uraian di atas maka padatnya aktifitas disekitar pelabuhan
akan berdampak pada limbah yang dihasilkan baik dari kegiatan pendaratan, pelelangan
maupun kegiatan lain yang tidak jauh dari lingkungan pelabuhan misalnya adalah kegiatan
pengolahan hasil perikanan oleh masyarakat sekitar. Apabila dilihat dari intensitas dan
jumlah kapal yang merapat di pelabuhan ini tergolong cukup padat namun fasilitas yang
2
dimiliki belum memenuhi kriteria sebagai pelabuhan perikanan yang ditetapkan oleh Ditjen
Perikanan. Intensitas kegiatan di lingkungan pelabuhan tersebut sudah dapat dipastikan
menghasilkan limbah yang seharusnya mendapat perhatian dari pengelola pelabuhan.
Limbah yang dihasilkan akibat kegiatan pendaratan dan pelelangan ikan umumnya
adalah limbah organik, sedangkan limbah yang mengandung logam berat diduga berasal dari
kapal-kapal perikanan dan limbah yang berasal dari sampah pemukiman (limbah domestik).
Limbah adalah hasil sisa dari suatu proses produksi (SuE, 2003). Sedangkan menurut
Soemarwoto (1993), limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat terutama
terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir 0,1 % kandungannya berupa benda-
benda padat yang terdiri dari zat organik dan zat anorganik. Pentingnya untuk melihat
tingkat pencemaran dengan memantau keberadaan limbah disebabkan karena bahaya yang
ditimbulkan pada akhirnya akan dirasakan menusia secara tidak langsung. Umumnya logam
berat bersifat racun, namun demikian ada beberapa logam yang dalam jumlah kecil
dibutuhkan tubuh seperti Cu, Zn dan Fe dimana sifat racunnya akan timbul dalam kadar yang
relatif tinggi. Kesehatan manusia sangat tergantung dari toksisitas dan kandungan logam
berat yang masuk ke dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena jumlah logam berat yang
masuk ke tubuh manusia tergantung pada banyaknya biota yang dikonsumsi.
Peningkatan logam berat di perairan pantai lebih banyak disebabkan oleh kegiatan
menusia di darat dan sekitarnya dan biasanya berasal dari limbah industri (Bapedal, 2001).
Logam-logam berat yang terbuang ke badan air, sungai, pantai atau sekitar pelabuhan dapat
mengkontaminasi ikan, organisme air termasuk ganggang dan tanaman air, ikan-ikan, kerang-
karangan dan organisme air yang kemudian dikonsumsi oleh manusia. Logam-logam tersebut
diketahui dapat mengumpul dalam tubuh dalam jangka waktu lama sebagai racun yang
terakumulasi.
Pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup merupakan upaya untuk
memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai dengan daya dukungnya. Upaya
menjaga fungsi lingkungan hidup dapat dilakukan melalui kegiiatan pencegahan,
penanggulangan dan pemulihan dan ini mengandung arti bahwa setiap usaha wajib mentaati
ketentuan perundangan yang berlaku. Limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri maupun
domestik yang masuk kedalam lingkungan harus diolah terlebih dahulu. Untuk mencegah
penurunan kualitas lingkungan perlu diupayakan program kerja yang dapat mensinergikan
kegiatan yang dimiliki oleh masing-masing sektor terkait di pusat dan daerah.
Secara umum pengamatan parameter kualitas air dapat dibagi menjadi parameter
fisika, kimia serta biologi. Parameter fisika kimia merupakan komponen ekosistem abiotik
3
yang merupakan wadah atau media bagi hidupnya suatu organisme. Beberapa faktor fisik
yang terdapat di dalam suatu ekosistem perairan umumnya dapat diamati secara visual, antara
lain : suhu, salinitas, daya tembus sinar matahari, komposisi substrat tanah, kekeruhan,
gerakan massa air (arus), sedimentasi dan sebagainya. Faktor kimia perairan yang berperan
dalam ekosistem merupakan proses atau kandungan unsure kimia yang terdapat di dalam
perairan. Beberapa parameter kimia air yang sering diukur antara lain : pH air, oksigen
terlarut, Nitrat (NO3), fosfat (PO4), CO2, Sulfat (SO4), amoniak (NH3), dan lain sebagainya.
Parameter biologi merupakan biota perairan yang menyusun kehidupan di dalam perairan.
Lingkup biota perairan yang akan dibahas antara lain, plankton, benthos, tanaman air dan
mangrove (bakau).
Berdasarkan alasan diatas maka penulis bermaksud untuk meneliti “Kondisi Perairan
Di Sekitar Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Kronjo Tangerang Banten”. Adapun manfaat
yang diharapkan adalah bagi pengelola kawasan tersebut dapat mengupayakan pengelolaan
limbah seoptimal mungkin baik dari pihak Pemerintah Daerah maupun masyarakat setempat.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan diadakannya kegiatan penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui tingkat pencemaran pada lingkungan di sekitar pelabuhan di
Sungai Cipasiliang.
b. Untuk mengetahui kegiatan perikananyang menjadi sumber pencemaran antara lain
pendaratan kapal, pengolahan serta budidaya.
c. Mengetahui sumber limbah yang masuk ke dalam perairan Sungai Cipasiriang.
d. Mengetahui cara pengolahan limbah.
1.3. Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini adalah :
a. Lokasi Pengamatan hanya disekitar tempat pelelangan dan pendaratan ikan baik pada
perairan (laut dan saluran) maupun di daratan di area pemukiman dimana masyarakat
melakukan pengolahan hasil perikanan
b. Pengamatan dilakukan pada kegiatan pendaratan ikan, pelelangan ikan dan
pengolahan hasil perikanan.
c. Jenis dan volume limbah sumber pencemar yang diakibatkan oleh kegiatan perikanan
secara keseluruhan.
4
2. MANFAAT
Dengan mengetahui kondisi perairan di sekitar Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)
Kronjo maka diketahui tingkat pencemaran yang terjadi dalam perairan tersebut. Sehingga
kita dapat mengusulkan kepada instansi terkait tentang cara pengolahan limbah dengan
menggunakan peralatan yang ada. Bagi masyarakat sekitar manfaat yang dapat diperoleh
adalah informasi tentang dampak limbah tersebut. Bagi penulis manfaat yang diperoleh yaitu
dapat melakukan penelitian lebih lanjut tentang pengolahan limbah secara sederhana,
bermanfaat dan berkesinambungan.
3. TINJAUAN PUSTAKA
Pencemaran laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energy,
dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga
kualitasnya menurun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan linkungan laut tidak
sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya (DKP RI, 2002).
Masalah pencemaran ini disebabkan karena aktivitas manusia seperti pembukaan
lahan untuk pertanian, pengembangan kota dan industri, penebangan kayu dan penambangan
di Daerah Aliran Sungai (DAS). Pembukaan lahan atas sebagai bagian dari kegiatan
pertanian telah meningkatkan limbah pertanian baik padat maupun cair yang masuk ke
perairan pesisir dan laut melalui aliran sungai.
Potensi sumber daya perikanan laut di Indonesia terdiri dari sumber daya perikanan
pelagis besar (451.830 ton/tahun) dan pelagis kecil (2.423.000 ton/tahun), sumber daya
perikanan demersal 3.163.630 ton/tahun, udang (100.720 ton/tahun), ikan karang (80.082
ton/tahun) dan cumi-cumi 328.960 ton/tahun. Dengan demikian secara nasional potensi
lestari perikanan laut sebesar 6,7 juta ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan potensilaut baru
mencapai 48 % (Dirjen Perikanan, 1995). Data pada tahun 1998 menunjukkan bahwa
produksi ikan laut adalah 3.616.140 ton dan hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan
potensi laut baru mencapai 57,0 % (Ditjen Perikanan 1999 dalam Susilo, 2001).
Di lingkungan perairan pelabuhan, pencemaran dapat berasal dari limbah buangan di
daratan (land-based pollution) dan kegiatan di laut (sea-based pollution). Kegiatan di darat
dapat berupa limbah industri di kawasan pelabuhan serta limbah padat dan cair domestic
yang terbawa aliran sungai bermuara di sekitar pelabuhan. Sedangkan kegiatan di laut yang
berpotensi mencemari lingkungan pesisir dan laut adalah perkapalan (shipping), dumping di
laut (ocean dumping), pertambahan (mining), eksplorasi dan eksploitasi minyak (oil
exploration and exploitation), budidaya laut (marine culture) dan perikanan (fishing). Skema
5
hubungan sebab-akibat pencemaran lingkungan dan cara pengelolaannya dapat dilihat pada
Gambar 1.
Tata Kelola Lingkungan yang Baik (Good Enviromental Governance)
Pengelolaan (sumber) limbah (reduksi, reuse,
recycling, pengolahan, pembuangan)
Pengelolaan lingkungan (rehabilitasi,
penghijauan, pemanfaatan, dll)
Limbah limbah limbahDomestik industry kecil industry besar
Limbah dari Limbah dariNelayan/ tempat pelelanganPelabuhan Ikan ikan
Lingkungan(fungsi sosial, ekologi, dan ekonomi)
Gambar 1. Skema hubungan sebab-akibat pencemaran lingkungan dan cara pengelolaannya
(Sumber : KLH dan IPB, 2007).
Rump dan Krist (1992), mengklasifikasikan tingkat pencemaran dari limbah domestik
berdasarkan beberapa parameter kualitas air yang diakibatkan oleh buangan limbah industri
dan limbah domestik yang berdampak terhadap kerusakan ekosistem perairan sungai. Hal ini
sesuai dengan pendapat Effendi (2003) dan SuE (2008), yang mengatakan bahwa polutan
antrogenik adalah polutan yang masuk ke badan air akibat aktivitas manusia misalnya
kegiatan domestik (rumah tangga), kegiatan urban (perkotaan) maupun kegiatan industri.
Pengukuran BOD dan COD adalah jenis pengukuran yang paling umum dan mudah
digunakan sebagai tolak ukur tingkat pencemaran yang berasal dari bahan organik (Mason,
1996 dalam SuE, 2008). Menurut Effendi, 2003 semua limbah yang dioksidasi terutama
limbah domestik termasuk dalam kategori limbah penyebab penurunan kadar oksigen
terlarut. Kadar oksigen terlarut minimum 4 mg/l diperlukan baik kelangsungan hidup biota
perairan. Menurut Moore (1991), kadar nitrit yang lebih dari 0,05 mg/l dapat bersifat toksik
(racun) bagi organisme perairan yang bersifat sensitif sedangkan perairan alami biasanya
memiliki kadar fluorida dibawah 0,2 mg/l (Mc Neely, 1979). Menurut SuE (2008), Chlorida
dalam air dihasilkan dalam rembesan Chlorida yang ada dalam batuan dan tanah serta bila di
daerah pantai dari rembesan air laut, hasil yang terbesar adalah kotoran manusia yang
biasanya dihasilkan 6 gram Chlorida setiap orang per hari.
Indeks keragaman digunakan untuk mengukur tingkat stress terhadap lingkungan
(Mason, 1996). Menurut Wilhm dan Dorris (1968), kisaran tingkat pencemaran perairan
berkaitan dengan nilai indeks keragaman dimana apabila lebih besar dari tiga maka perairan
tersebut dinyatakan bersih (bebas polusi) sedangkan bila indeks keragaman antara satu
6
sampai tiga termasuk perairan yang sudah tercemar sedang dan bila indeks keragaman lebih
kecil dari satu menunjukkan perairan sudah tercemar berat. Menurut SuE (2008), apabila
tidak ditemukan jenis maupun jumlah benthos hal ini menggambarkan bahwa kondisi
perairan telah tercemar.
Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 gr/cm3,
terletak disudut kanan bawah sistem periodik mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur
S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari periode 4 sampai 7. Logam berat seperti
timbal (Pb), Kadmium (Cd) dan Merkuri (Hg) merupakan zat pencemar yang berbahaya.
unsur logam berat ditemukan secara luas di alam seperti tanah, batuan, air dan atmosfir.
Umumnya logam-logam tersebut tidak dalam bentuk tunggal tapi dalam bentuk
persenyawaan dengan unsur lain (Nainggolan dkk, 2002).
Logam-logam berat yang terbuang ke badan air, sungai, pantai atau sekitar pelabuhan
dapat mengkontaminasi ikan, organisme air termasuk ganggang dan tanaman air, ikan-ikan,
kerang-kerangan dan organisme air yang dikonsumsi oleh manusia. Logam-logam tersebut
diketahui dapat mengumpul dalam tubuh dalam jangka waktu lama sebagai racun yang
terakumulasi (Connel dan Miller, 1995).
4. METODE
Penelitian dilakukan dengan metode survey dan pengamatan langsung didukung
dengan data sekunder dari instansi terkait.
4.1. Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di Lingkungan Pangkalan Pendaratan Ikan Kronjo Kab.
Tangerang Prov. Banten pada bulan
4.2. Metode Pengumpulan dan Analisa Data
4.2.1. Pengumpulan Data
Pada prinsipnya data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder.
Data primer merupakan data yang diperoleh melalui pengambilan contoh pada daerah yang
diperkirakan akan terkena dampak. Adapun data sekunder merupakan data yang diperoleh
dari hasil pengukuran atau pengamatan yang pernah dilakukan sebelumnya oleh berbagai
instansi yang terkait serta pustaka dari berbagai sumber.
Untuk melakukan analisis terhadap data yang dikumpulkan digunakan metode analisis
yang direkomendasikan oleh disiplin ilmu masing-masing. Berikut diuraikan metode yang
akan digunakan untuk pengumpulan dan analisis data.
7
1. Parameter Biologi
Plankton
Jenis alat yang paling umum dan sederhana digunakan untuk mengambil plankton
dari perairan adalah jaring plankton (plankton net). Pengambilan contoh plankton
dilakukan dengan menyaring air sebanyak 100 liter. Air diambil dengan
menggunakan ember yang dituangkan ke dalam mulut jarring plankton. Hasil
saringan plankton dituangkan ke dalam wadah plankton dan diawetkan dengan larutan
formalin 4 %. Prosedur selanjutnya adalah dengan melakukan analisa identifikasi dan
penghitungan jumlah plankton di bawah mikroskop.
Benthos
Apabila dasar perairan sangat dangkal (<1 m) dapat digunakan pipa paralon dengan
diameter 10 cm atau 15 cm sebagai alat pengambil benthos. Penggunaan pipa ini
adalah dengan menekankan salah satu mulutnya ke dalam substrat, kemudian dengan
menutup mulut pipa yang lain, pipa di tarik ke atas dan dengan sendirinya sejumlah
substrat dasar perairan akan terbawa serta. Contoh benthos bersama sejumlah substrat
dasar, selanjutnya disaring dengan menggunakan saringan bertingkat guna
memisahkan benthos dari substrat dasar perairan. Kemudian contoh benthos
diidentifikasi dan dihitung jumlahnya.
Tanaman air
Alat yang digunakan dalam penghitungan contoh tanaman air adalah bingkai kuadrat
berukuran 1 x 1 m2 atau 0,5 x 0,5 m2. Tanaman air yang berada di dalam lingkaran
bingkai tersebut dihitung dan dicatat serta diidentifikasi jenis, kerapatan, proses
penutupan, baik oleh batang maupun daunnya.
Mangrove (bakau)
Pengamatan mangrove dilakukan dengan menggunakan bingkai kuadrat (transek).
Transek dapat dibuat dengan merentangkan tali yang membentuk suatu bujur sangkar.
Ukuran transek 50 x 50 m. di dalam transek tersebut dilakukan identifikasi,
perhitungan kerapatan (tegakan), presentase penutupan oleh ranting dan daun. Di
dalam transek besar ini kemudian dibuat lagi transek-transek kecil berukuran 1 x 1 m
sebanyak 3 sampai 5 buah untuk mengamati anakan pohon bakau.
8
2. Parameter Fisika dan Kimia dan Alat yang digunakan
Parameter Satuan Alat / Metoda
FISIKA
Suhu º C Termometer
Kecerahan m Piring Seichi
Kekeruhan NTU Turbidimeter
Warna Visual
Salinitas Permil Salinometer
Arus Cm/detik Current Meter
KIMIA
pH air pH meter
Oksigen terlarut ppm DO meter / Winkler
Nitrat ppm Spektrofotometer
Fosfat ppm Spektrofotometer
Amoniak ppm Spektrofotometer
b. Cara Kerja
Prosedur penentuan Oksigen Terlarut
1. Pindahkan air sampel ke dalam botol BOD sampai meluap. (jangan sampai terjadi
gelembung udara). Tutup kembali.
2. Tambahkan 1 ml Sulfamic Acid dengan pipet di bawah permukaan, tutup dan aduk
dengan membolak-balik botol.
3. Tambahkan 2 ml Mangan Sulfat (MnSO4) dan 2 ml NaOH + KI. Penambahan reagen-
reagen ini juga dengan menggunakan pipet di bawah permukaan air dalam botol.
Tutup dengan hati-hati dan aduk dengan membolak-balik botol ± 20 kali. Biarkan
beberapa saat hingga endapan cokelat terbentuk dengan sempurna.
4. Tambahkan 2 ml H2SO4 pekat dengan hati-hati aduk dengan cara yang sama hingga
semua endapan larut.
5. Ambil 100 ml air dari botol BOD tersebut dengan menggunakan pipet atau gelas ukur,
masukkan ke dalam Erlenmeyer, usahakan jangan sampai terjadi aerasi.
6. Titrasi dengan Na-Thiosulfat hingga terjadi perubahan warna dari kuning tua ke
kuning muda. Tambahkan 5-8 tetes indicator amylum hingga terbentuk warna biru.
Lanjutkan titrasi dengan Na-Thiosulfat hingga tepat tidak berwarna (bening).
9
Prosedur penentuan CO2 bebas
1. Pengambilan air contoh harus diusahakan sedemikian rupa sehingga terhindar dari
kontak antara air contoh dengan udara.
2. Pipet 25 ml air sampel dan masukkan ke dalam Erlenmeyer dengan hati-hati.
3. Tambahkan 3-4 tetes indicator PP. Jika tidak berwarna berarti ada CO2.
4. Titrasi segera dengan Natrium Karbonat (Na2CO3) 0,0454 N sampai warna pink
stabil.
5. Catat titran yang digunakan.
3.2.2. Analisa Data
Penilaian kualitas air dilakukan dengan membandingkan nilai parameter hasil
pengukuran dengan nilai baku mutu kualitas air yang ada. Begitu pula untuk komponen
biologi yang diambil berdasarkan titik sampel yang telah ditentukan. Sedangkan pengamatan
terhadap masyarakat setempat yang bekerja dan bermata pencaharian di bidang perikanan
baik nelayan, petambak maupun pengolah hasil perikanan dilakukan melalui wawancara.
Semua data akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pelabuhan perikanan Kronjo dijadikan sebagai tempat pengambilan sampel air karena
berbagai pertimbangan, yaitu daerah ini dijadikan sebagai pusat kegiatan perikanan baik itu
kegiatan penangkapan ikan, budidaya dan pengilahan hasil perikanan. Selain itu, jumlah
kapal penangkap ikan di sini bervariasi dari yang berukuran 15 GT sampai dengan kapal yang
besar yaitu berukuran 70 GT. Dan juga terdapat berbagai sumber pencemar lain yaitu adanya
pemukiman penduduk di sepanjang bantaran sungai sampai dengan muara di sekitar
pelabuhan Kronjo.
Pelabuhan perikanan Kronjo dijadikan sebagai tempat pengambilan sampel air karena
berbagai pertimbangan, yaitu daerah ini dijadikan sebagai pusat kegiatan perikanan baik itu
kegiatan penangkapan ikan, budidaya dan pengilahan hasil perikanan. Selain itu, jumlah
kapal penangkap ikan di sini bervariasi dari yang berukuran 15 GT sampai dengan kapal yang
besar yaitu berukuran 70 GT. Dan juga terdapat berbagai sumber pencemar lain yaitu adanya
pemukiman penduduk di sepanjang bantaran sungai sampai dengan muara di sekitar
pelabuhan Kronjo.
Pengambilan sampel ini dilakukan di sapanjang aliran sungai di sekitar pelabuhan
pendaratan ikan Kronjo dengan jumlah lokasi pengamatan 3 titik. Yang mana setiap titik nya
diambil masing-masing tiga sampel beradasarkan jaraknya terhadap pinggir sungai, yaitu
10
dengan istilah barat-tengah-timur. Lokasi pengamatan lebih jelasnya digambarkan dalam
table terlampir. Pengambilan sampel air ini dailakukan selama satu hari (insidentil) yaitu
pada hari sabtu, tanggal 12 Desember 2009 pada saat kondisi pasang dan kondisi matahari
terik. Parameter kualitas air yang diamati adalah parameter DO, kadar amoniak, Nitrit, Fe,
alkalinitas, pH, Salinitas,dan kecerahan.
Adapun gambaran mengenai masing-masing lokasi pengamatan afalah sebagai
berikut:
No Nama Lokasi Gambaran lokasi
1 Stasiun I A
Berada di dekat kantor pelabuhan perikanan, di pinggiran
sungainya terdapat kegiatan pengemasan kapur dan ada SPBU
yang sudah lama tidak beroperasi. Berjarak sekitar 200 meter
dari pusat pendaratan ikan. Terletak di sebelah barat bantaran
sungai.
2 Stasiun I BTerletak di antara Stasiun I A dan C, merupakan jalur keluar
masuknya kapal penangkap ikan.
3 Stasiun I CBerdekatan dengan tambak yang tidak beroperasi, terdapat
tanaman api-api. Terletak di sebelah timur bantaran sungai.
4 Stasiun II A
Terletrak di depan Tempat Pelelangan Ikan, pusat pendaratan
ikan. Di sekitar titik ini ada SPBU yang masih beroperasi dan
pemukimann penduduk yang memiliki pembuangan MCK
kearah badan air. Tempat bersandarnya kapal-kapal besar
berukuran 70 GT
5 Stasiun II BMerupakan jalur keluar masuknya kapal penangkap ikan,
terletak di antara Sasiun II A dan C
6 Stasiun II C Berdekatan dengan tambak budidaya bandeng tradisional.
7 Stasiun III A
Terletak di bawah jembatan penyebrangan jalan raya menuju
Balaraja. Di skitarnya terdapat pemukiman warga yang
memiliki fasilitas MCK yang membuang limbah ke badan air
8 Stasiun III B Merupakan jalur lalu lintas kapal dari arah hulu ke hilir
9 Stasiun III CBerada di seberang Stasiun III A. Terdapat perusahaan
pengumpul kayu. MCK warga mengarah ke badan air.
11
Lokasi keseluruhan tempat pengambilan sampel
1. Kondisi titik-titik pengambilan sampel air
Berdasarkan pengamatan langsung secara fisik lingkungan tempat mengambil sampel
air itu masing masing dapat di lihat dari gambar-gambar berikut:
a. Stasiun I
Gambar 1. peta lokasi Kronjo
Gambar 2. Lokasi Stasiun I
12
Pada stasiun I ini terdapat tanaman api-api tepatnya di sebelah timur. Di tepi sebelah
tomur stasiun ini berbatasan langsung dengan tambak yang tidak aktif atau tidak ditanami
ikan. Di sini juga terdapat SPBU yang sudah tidak beroperasi lagi sejak lama.
b. Stasiun II
Di stasiun II sebelah timur berbatasan pula dengan tambak budidaya bandeng secara
tradisional. Merupakan wilayah atau area pendaratan ikan sehingga terdapat banyak kapal-
kapal berukuran 70 GT bersandar di sini.
Gambar 3. Lokasi Stasiun II
Gambar 4. Kondisi Peerairan di Sekitar Pelabuhan Pendaratan Ikan
13
c. Stasiun III
Di stasiun III ini terletak di dekat jembatan penyeberangan jalan raya. Di sepanjang
bantaran sungai terdapat pemukiman penduduk yang memiliki MCK yang mengarah ke
badan air. Juga terdapat perusahaan pengumpul kayu, papan dan lain-lain.
2. Sumber-sumber pencemar di daerah lokasi pengamatan
Cukup banyak sumber pencemar di lokasi ini. Antara lain pencemaran dari sisa-sisa
pengolahan ikan asin, proses pendaratan ikan, kegiatan nelayan dalam kapal, aktivitas sehari-
hari di pemukiman penduduk, pencemaran kimia oleh pencucian kapal dengan air laut.
Pada proses pengolahan ikan asin, tentunya memerlukan air untuk proses perendaman.
Air yang telah digunakan itu dibuang lagi ke dalam air tanpa melalui proses pengolahan
limbah terlebih dahulu
Gambar 5. Lokasi Stasiun III
14
Kemudian pada proses pendaratan ikan, dilaksanakan dengan cara yang kurang
higienis. Ikan yang baru turun dari kapal langsung dibawa menuju tempat pelelangan,
kemudian dicuci dan ada yang sebagian dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil. Dalam
melaksanakan proses ini, limbah yang dihasilkan itu lansung mengalir kembali ke dalam
badan air tanpa melalui pengolahan limbah terlebih dahulu.
Kegiatan nelayan dalam kapal juga memiliki andil dalam pencemaran di wilayah ini.
Kegiatan memasak, mencuci kapal, MCK dalam kapal tentunya akan menghasilkan limbah
atau bahan sisa yang akhirnya akan dibuang ke dalam badan air.
Gambar 6. Kegiatan Pengolahan Ikan Asin
Gambar 7. Kegiatan Pendaratan Ikan
Gambar 8. Kegiatan Nelayan di Dalam Kapal yang Sedang Bersandar
15
Pemukiman penduduk juga memebrikan dampak pencemaran bagi perairan ini.
Karena kebanyakan MCK penduduk mengarah ke badan air. Bahkan yang berada di seberang
jalan pun membuang limbah domestiknya ke badan air karena tidak ada penampung atau
tempat pengumpul dan pengolah limbah.
3. Hasil Pengamatan Parameter Kualitas Air
ParameterKualitas Air
Titik Pengambilan SampelStasiun I Stasiun II Stasiun III
A B C A B C A B C1. KIMIADO 4,0 4,2 4,4 0,5 0,9 2 2,9 2,6 2,2Amoniak 0,1 0,1 0,1 0,3 0,3 0,2 0,4 0,4 0,4Nitrit - 0,05 - - 0,1 0,2 0,2 0,2 0,2Fe 0,5 - 1 1 1 4 0,1 1 0,8Alkalinitas 183 237 300 165 255 300 159 141 153pH 7,5 7,5 7,5 7 7 8 6 7 72. FISIKAKecerahan 43,5 43,5 43,5 42,5 42,5 42,5 33,5 33,5 33,5Suhu 31 31 31 30 30 30 31 31 31Salinitas 22 22 22 12 12 12 3 3 3
PenampakanFisik
Warna: Hijau muda;Tidak berbau
Warna: Hijau tuapekat;Berabu amis danberbau lumpur
Warna: kuningKecoklatan;Berbau selokan
Dari data di atas, dapat diketahui bahwa pencemaran lingkungan perairan paling parah
terjadi di stasiun II yaitu di depan pusat pendaratan ikan. Kadar DO yang sangat rendah ini
disebabkan oleh karena pencemaran limbah bahan organic dari aktivitas pendaratan ikan.
Seperti mencuci ikan, membuang sampah organic ke perairan, dan juga sisa-sisa makanan
yang dihasilkan dari kegiatan warga atau orang yang melakukan kegiatan di lokasi tersebut.
Gambar 9. Kegiatan pembuangan Limbah di Area Pemukiman Penduduk
16
Sedangkan amoniak tertinggi terdapat pada stasiun III karena di daerah ini merupakan
derah pemukiman penduduk yang hamper 90% melaksanakan kegiatan MCK di bantaran
sungai. Sehingga limbah organic yang kaya Nitrogen masuk ke dalam perairan ini yang
menyebabkan terjadinya reaksi kimia yang menghasilkan NH3.
pH di sepanjang perairan tempat pengambilan sampel cenderung bersifat basa karena
ini disebabkan oleh kandungan logam alkali tanah yang tinggi seperti Ca, dan juga
kandungan Na yang cukup tinggi sehingga logam-logam ini berikatan dengan air dan
menghasilkan senyawa yang bersifat basa. Kandungan kalsium dikatakan tinggi berdasarkan
data hasil analisis kualitas kimia air pada table di atas.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah kami lakukan dapat ditarik kesimpulan yaitu:
1. Kondisi perairan di stasiun I berkategori tidak tercemar
2. Kondisi perairan di stasiun II dikategorikan tercemar
3. Kondisi perairan di stasiun III dikategorikan tecemar
4. Kegiatan perikanan (penangkapan, pengolahan, dan budidaya) memberikan dampak
yang cukup besar terhadap pencemaran di perairan sekitarnya
5. Kondisi pelabuhan pendaratan perikanan ditinjau dari segi sanitasi adalah sangat
memprihatinkan
5.2 Saran
Untuk menjaga dan meningkatkan kondisi lingkungan pelabuhan agar tetap bersih,
indah, dan nyaman, maka saran yang kami ajukan adalah:
1. Pengadaan sarana pengolahan limbah domestic di pelabuhan
2. Merancang suatu system MCK yang tidak langsung membuang limbah ke badan air
3. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat setempat mengenai pentingnya menjaga
sanitasi