PENGARUH KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN, DEBT DEFAULT,
DAN OPINI AUDIT GOING CONCERN TAHUN SEBELUMNYA
TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN DI
INDONESIA
ABSTRAK
Oleh:
RIVAN APRIYAN
NPM : 0811031049
Tlpn : 08976179312
Email : [email protected]
Pembimbing I : Dr. Susi Sarumpaet, S.E., M.B.A., Akt.
Pembimbing II : Basuki Wibowo, S.E., Akt.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kondisi keuangan
perusahaan, debt default, dan opini audit going concern tahun sebelumnya
terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern. Sesuai teori
keagenan bahwa pemisahan kepemilikan dengan pengendalian perusahaan akan
menimbulkan konflik keagenan. Dalam meredakan konflik tersebut dibutuhkan
pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan antara prinsipal
dan agen. Auditor adalah pihak yang dianggap mampu menjembatani kepentingan
pihak prinsipal (shareholders) dengan pihak agen (manajer) dalam mengelola
keuangan perusahaan.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2009 hingga tahun 2011 yaitu
sebanyak 137 perusahaan per tahunnya dan memiliki laporan auditor independen
yang dipublikasi bersamaan dengan perioda pengamatan, baik opini yang diterima
adalah opini going concern maupun opini non going concern.Jenis data yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Data penelitian yang
meliputi laporan keuangan yang telah dipublikasi yang diambil dari data base
Bursa Efek Indonesia selama tahun 2009 sampai 2011 yang meliputi laporan
auditor independen dan laporan keuangan perusahaan.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa variabel kondisi keuangan
perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going
concern. Dengan demikian hipotesis 1 yang menyatakan bahwa perusahaan
dengan kondisi keuangan yang buruk berpengaruh negatif terhadap penerimaan
opini going concern ditolak.Sedangkan hipotesis 2 dan 3 yang menyatakan bahwa
debt default dan opini audit going concern tahun sebelumnya berpengaruh positif
terhadap penerimaan opini audit going concern diterima.
Kata kunci: Going Concern, Kondisi Keuangan Perusahaan, Debt Default, Opini
Audit Going Concern Tahun Sebelumnya.
THE EFFECT OF CORPORATE FINANCIAL CONDITION, DEBT
DEFAULT, AND PREVIOUS YEAR GOING CONCERN AUDIT
OPIONION TOWARDS ACCEPTANCE OF GOING CONCERN AUDIT
OPIONION IN INDONESIA
ABSTRACT
By:
RIVAN APRIYAN
NPM : 0811031049
Tlpn : 08976179312
Email : [email protected]
Pembimbing I : Dr. Susi Sarumpaet, S.E., M.B.A., Akt.
Pembimbing II : Basuki Wibowo, S.E., Akt.
This research aims to determine the effect of financial condition, debt
default, and previous year going concern audit opionion towards acceptance of
audit opionion going concern. Agency theory as sets there separation in
ownership and controlling company will create an agency conflict. In solving this
conflict, independent third party is necessary to mediate the principal and agent.
Auditors will be able to harmonize the principal’s (shareholders) interest and
agent’s (manager) interest in manage corporate finance.
Sample used in this research is all manufacturing companies listed in
Indonesia Stock Exchange 2009-2011 period (137 companies each year) and
having published independent report. This research use secondary data taken from
Indonesia Stock Exchange (2009-2011) consist of independent auditor report and
financial report.
The results shows financial condition variable is not significantly affect
the acceptance of audit opinion going concern. This means hypothesis 1 which
saying bad corporate financial condition negatively affect the acceptance of audit
opinion going concern were rejected. While, hypothesis 2 and 3 which saying debt
default and previous year going concern audit opinion positively affect the
acceptance of audit opinion going concern were accepted.
Keywords : Going Concern, Corporate Financial Condition, Debt Default,
Pervious Year Going Concern Audit Opinion.
1. PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Going concern (kelangsungan hidup) adalah kelangsungan hidup suatu
badan usaha dan merupakan asumsi dalam pelaporan keuangan suatu entitas
sehingga jika suatu entitas mengalami kondisi yang sebaliknya, entitas tersebut
menjadi bermasalah. Asumsi going concern berarti suatu badan usaha dianggap
akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu panjang dan
tidak akan dilikuidasi dalam waktu jangka pendek. Opini audit going concern
merupakan opini yang dikeluarkan auditor untuk memastikan apakah perusahaan
dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (SPAP, 2001). Para pemakai
laporan keuangan merasa bahwa pengeluaran opini audit going concern ini sebagai
prediksi kebangkrutan suatu perusahaan.
Hal ini membuat auditor mempunyai tanggung jawab yang besar untuk
mengeluarkan opini audit going concern yang konsisten dengan keadaan
sesungguhnya. Kajian atas opini audit going concern dapat dilakukan dengan
melihat kondisi internal perusahaan, seperti kondisi keuangan perusahaan, status
debt default, dan opini audit going concern tahun sebelumnya.
Kondisi keuangan perusahaan merupakan tingkat kesehatan perusahaan
sesungguhnya. Pada perusahaan yang sakit banyak ditemukan masalah going
concern (Ramadhany, 2004). Menurut Mckeo wn et. al. (1991) menyatakan
bahwa semakin kondisi perusahaan terganggu atau memburuk maka akan semakin
besar kemungkinan perusahaan menerima opini audit going concern. Sebaliknya
pada perusahaan yang tidak pernah mengalami kesulitan keuangan auditor tidak
pernah mengeluarkan opini audit going concern. Kesangsian terhadap
kelangsungan hidup perusahaan merupakan indikasi terjadinya kebangkrutan.
Altman dan McGough (1974) dalam Fanny dan Saputra (2005) menemukan
bahwa tingkat prediksi kebangkrutan dengan menggunakan suatu model prediksi
mencapai tingkat keakuratan 82% dan menyarankan penggunaan model prediksi
kebangkrutan sebagai alat bantu auditor untuk memutuskan kemampuan
perusahaan mempertahankan kelangsungan hidupnya. Beberapa penelitian
sebelumnya menyimpulkan bahwa model prediksi kebangkrutan menggunakan
rasio-rasio keuangan lebih akurat dibandingkan pendapat auditor dalam
mengelompokkan perusahaan bangkrut dan tidak bangkrut (Altman dan
McGough, 1974; Koh dan Killough, 1990; Koh, 1991) dalam Fanny dan Saputra,
2005. Carcello dan Neal (2000) dalam Setyarno,dkk., (2009) menyatakan bahwa
semakin buruk kondisi keuangan perusahaan maka semakin besar kemungkinan
perusahaan menerima opini going concern.
Dalam Pernyataan Standar Auditing (PSA) 30, indikator going concern
yang banyak digunakan auditor dalam memberikan keputusan audit adalah
kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya (default). Debt default
didefinisikan sebagai kegagalan debitor (perusahaaan) dalam membayar utang
pokok dan atau bunganya pada waktu jatuh tempo (Chen dan Church, 1992 dalam
Praptitorini, 2009). Jika perusahaan dalam kondisi seperti ini maka kemungkinan
mengalami kebangkrutan sangat besar.
Pemberian opini going concern oleh auditor tidak terlepas dari opini audit
yang diberikan tahun sebelumnya, karena kegiatan usaha pada suatu perusahaan
untuk tahun tertentu tidak terlepas dari keadaan yang terjadi pada tahun
sebelumnya. Setyarno et. al. (2009) menyatakan bahwa auditor dalam
menerbitkan opini audit going concern akan mempertimbangkan opini audit going
concern yang telah diterima oleh auditee pada tahun sebelumnya. Penelitian
tersebut memberikan bukti empiris bahwa opini audit going concern tahun
sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going
concern.
Uraian latar belakang masalah di atas mendorong peneliti melakukan
penelitian tentang pengaruh kondisi keuangan perusahaan, debt default, dan opini
audit going concern tahun sebelumnya pada penerimaan opini audit going
concern. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama perioda 2009 - 2011.
Judul penelitian ini adalah “Pengaruh Kondisi Keuangan Perusahaan, Debt
Default, dan Opini Audit Going Concern Tahun Sebelumnya terhadap
Penerimaan Opini Audit Going concern pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”
1.2 Rumusan dan Batasan Masalah Penelitian
1.2.1 Perumusan Masalah
Apakah kondisi keuangan perusahaan berpengaruh terhadap kemungkinan
penerimaan opini audit going concern?
Apakah status debt default berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan
opini audit going concern?
Apakah opini audit going concern tahun sebelumnya berpengaruh terhadap
kemungkinan penerimaan opini audit going concern?
1.2.2 Batasan Masalah
Peneliti membatasi penelitian pada variable-variabel yang diduga
berpengaruh terhadap kemungkinan penerimaan Opini Audit Going Concern
yaitu Kondisi Keuangan Perusahaan, Debt Default, dan Opini Audit Going
Concern Tahun Sebelumnya. Sampel penelitian adalah perusahaan manufaktur
yang terdaftar di BEI selama periode 2009 sampai 2011.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah
menganalisis pengaruh kondisi keuangan perusahaan, debt default, dan opini audit
going concern tahun sebelumnya terhadap penerimaan opini audit going concern
pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai
berikut:
1. Dapat menjadi bukti empiris serta memberikan kontribusi tambahan
terhadap penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya.
2. Bagi pengembangan teori dan pengetahuan di bidang ilmu akuntansi,
terutama berkaitan dengan pengauditan, khususnya dalam bidang keputusan
pemberian opini audit.
3. Bagi pemberi pinjaman (kreditur) mengenai informasi kebangkrutan bisa
bermanfaat untuk mengambil keputusan perusahaan mana saja yang akan
diberi pinjaman dan kemudian bermanfaat untuk kebijakan memonitor
pinjaman yang telah diberikan.
4. Bagi praktisi akuntan publik terutama bagi auditor dalam memberikan
penilaian keputusan opini audit yang mengacu pada kelangsungan hidup
(going concern) perusahaan dimasa yang akan datang. Hal ini dengan
memperhatikan kondisi keuangan pada perusahaan.
5. Bagi investor, saham dan obligasi yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan
tentunya akan sangat berkepentingan melihat adanya kemungkinan bangkrut
atau tidaknya perusahaan yang menjual surat berharga tersebut.
2. LANDASAN TEORI, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Teori Agensi
Jensen dan Meckling (1976) dalam Mirna dan Indira (2009)
menggambarkan hubungan agensi sebagai suatu kontrak di bawah satu atau lebih
prinsipal yang melibatkan agent untuk melaksanakan beberapa layanan bagi
mereka dengan melakukan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan pada
agent. Dalam kaitannya dengan penerimaan opini audit going concern, agent
(manajemen) bertanggung jawab secara moral terhadap kelangsungan hidup
perusahaan yang dipimpinnya. Agent mungkin akan takut mengungkapkan
informasi yang tidak diharapkan oleh pemilik, sehingga terdapat kecenderungan
untuk memanipulasi laporan keuangan tersebut. Hal ini dapat memicu terjadinya
konflik keagenan. Untuk itu dibutuhkan pihak ketiga yang independen sebagai
mediator pada hubungan antara prisipal dan agent.
Auditor adalah pihak yang dianggap mampu menjebatani kepentingan
pihak prinsipal (shareholders) dengan pihak agent (manajer) dalam mengelola
keuangan perusahaan (Setiawan, 2009) dalam Mirna dan Indira (2009). Auditor
sebagai pihak yang independen dibutuhkan untuk melakukan pengawasan
terhadap kinerja manajemen apakah telah bertindak sesuai dengan kepentingan
prinsipal melalui laporan keuangan. Prinsipal mengharapkan auditor memberikan
peringatan awal mengenai kondisi keuangan perusahaan.
2.2 Opini Audit
Tugas umum dari auditor adalah memberikan opini atas laporan keuangan
perusahaan. Opini yang diberikan auditor merupakan pernyataan kewajaran dalam
semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha dan arus kas sesuai
dengan prinsip akuntansi berterima umum (SPAP, 1994, alenia 1). Pendapat atau
opini audit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan audit. Laporan
audit penting sekali dalam suatu audit atau proses atestasi lainnya karena laporan
tersebut menginformasikan pemakai informasi tentang apa yang dilakukan auditor
dan kesimpulan yang diperolehnya. Laporan keuangan merupakan sarana bagi
auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan mengharuskan,
untuk tidak menyatakan pendapat.
Terdapat lima jenis pendapat auditor menurut Mulyadi (2002), yaitu:
1. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)
2. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelas (Unqualified
Opinion With Explanatory Language)
3. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualifield Opinion)
4. Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion)
5. Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion)
2.3 Opini Audit Going concern
Going concern adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha. Ketika
suatu entitas dinyatakan going concern, artinya entitas tersebut dianggap akan
mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu panjang, tidak
akan mengalami likuidasi dalam jangka waktu pendek (Setyarno,dkk., 2009).
Opini audit going concern merupakan opini yang dikeluarkan auditor untuk
memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya
(SPAP, 2004).
2.4 Kondisi Keuangan Perusahaan
Kondisi keuangan perusahaan adalah suatu tampilan atau keadaan secara
utuh atas keuangan perusahaan selama periode atau kurun waktu tertentu. Kondisi
keuangan perusahaan menggambarkan tingkat kesehatan perusahaan
sesungguhnya. Menurut Mc Keown (1991) dalam Ramadhany (2004) semakin
memburuk atau terganggu kondisi perusahaan maka akan semakin besar
kemungkinan peusahaan menerima opini audit going concern.
Sampai dengan saat ini, Z Score model masih lebih banyak digunakan oleh
para peneliti, praktisi, serta para akademis di bidang akuntansi dibandingkan
model prediksi kebangkrutan lainnya untuk mengukur kondisi keuangan suatu
persahaan (Altman, 1993) dalam Fanny dan Saputra (2005). Model yang telah
dikembangkan oleh Altman ini telah mengalami suatu revisi pada tahun 1993.
Revisi yang dilakukan oleh Altman merupakan penyesuaian yang dilakukan agar
model prediksi kebangkrutan ini tidak hanya untuk perusahaan-perusahaan
manufaktur yang go publik melainkan juga dapat diaplikasikan untuk perusahaan-
perusahaan di sektor swasta. Model yang lama mengalami perubahan pada salah
satu variabel yang digunakan menjadi:
Z’ = 0.717Z1 + 0.874Z2 + 3.107Z3 + 0.420Z4 + 0.998Z5
Dimana:
Z1 = working capital / total asset
Z2 = retained earnings / total asset
Z3 = earnings before interest and taxes/ total asset
Z4 = book value of equity / book value of debt
Z5 = sales / total asset.
Untuk menghitung Z Score dapat dilakukan dengan menghitung angka -
angka kelima rasio yang diambil dari laporan keuangan. Dengan cara mengalikan
angka-angka tersebut dengan koefisien yang diturunkan Altman, kemudian
hasilnya dijumlahkan. Penelitian yang dilakukan Altman untuk perusahaan yang
bangkrut dan tidak bangkrut menunjukkan nilai tertentu. Kriteria yang digunakan
untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan dengan model diskriminan adalah
dengan melihat zone of ignorance yaitu daerah nilai Z, dimana dikategorikan
sebagai berikut:
TABEL 2.1
Kriteria titik cut off Model Z Score
Kriteria Nilai Z Score
Tidak bangkrut/ sehat jika Z lebih dari (>) 2,99
Bangkrut jika Z kurang dari (<) 1,20
Daerah rawan bangkrut (grey area) 1,20-2,99
2.5 Debt Default
Debt default didefinisikan sebagai kegagalan debitor (perusahaan) untuk
membayar utang pokok dan bunganya pada waktu jatuh tempo (Chen dan
Church, 1992) dalam Praptitorini dan Januarti (2007). Pada SAS 59 menyatakan
bahwa default utang dan retrukturisasi utang sebagai indikator potensial dalam
hubungannya dengan dikeluarkannya opini going concern. Dalam PSAK 30,
indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam memberikan
keputusan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya
(default).
Hasil penelitian Chen dan Church (1992) dalam Praptitorini dan Januarti
(2007) memberikan bukti bahwa adanya suatu hubungan yang kuat antara obligasi
yang gagal bayar dengan penerimaan opini audit going concern oleh perusahaan
penerbit obligasi tersebut. Jika perusahaan mengalami status default, maka
semakin besar kemungkinan menerima opini going concern. Hal ini dibuktikan
pada penelitian Carcello dan Neal (2000) dalam Setyarno,dkk., (2009),
Ramadhany (2004), serta Praptitorini dan Januarti (2007) yang menunjukkan
bahwa status debt default berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit
going concern.
2.6 Opini Audit Going Concern Tahun Sebelumnya
Auditee yang menerima opini audit going concern pada tahun sebelumnya
akan dianggap memiliki masalah kelangsungan hidupnya, sehingga semakin besar
kemungkinan bagi auditor untuk mengeluarkan opini audit going concern pada
tahun berjalan. Mutchler (1984) dalam Ramadhany (2004) melakukan wawancara
dengan praktisi auditor yang menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini
audit going concern pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima
opini yang sama pada tahun berjalan. Mutchler menguji pengaruh ketersediaan
informasi publik terhadap prediksi opini audit going concern, yaitu tipe opini
audit yang telah diterima perusahaan.
Hasilnya menunjukkan bahwa model analisis diskriminan yang
memasukkan tipe opini audit going concern tahun sebelumnya mempunyai
akurasi prediksi keseluruhan yang paling tinggi sebesar 89,9 persen dibandingkan
model yang lain. Penelitian yang dilakukan oleh Mutchler (1984), Carcello dan
Neal (2000), Lennox (2002), Ramadhany (2004), Setyarno dkk. (2009),
Praptitorini dan Januarti (2007), serta Januarti (2009) menemukan hubungan
positif antara opini audit going concern tahun sebelumnya dengan opini tahun
berjalan. Apabila pada tahun sebelumnya perusahaan menerima opini audit going
concern, maka pada tahun berjalan akan semakin besar kemungkinan perusahaan
untuk menerima kembali opini audit going concern.
2.7 Kerangka Pemikiran Teoritis
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ada tidaknya
hubungan antara variabel dependen berupa opini audit going concern dengan
variabel independen berupa kondisi keuangan perusahaan, debt default, dan
opiniaudit going concern tahun sebelumnya. Kerangka pikir yang diajukan adalah
sebagai berikut:
Kondisi
Keuangan
Perusahaan
Penerimaan
Opini Audit
Going Concern
Debt Default
Opini Audit
Going Concern
Tahun
Sebelumnya
2.8 Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh kondisi keuangan perusahaan terhadap penerimaan opini
going concern
Kondisi keuangan perusahaan menggambarkan keadaan perusahaan yang
sebenarnya (Ramadhany, 2004). Menurut Mc Keown (1991) dalam Ramadhany
(2004), semakin memburuk atau terganggu kondisi perusahaan maka akan
semakin besar kemungkinan peusahaan menerima opini audit going concern.
Kebangkrutan biasanya dihubungkan dengan kesulitan keuangan, yaitu dimana
kondisi keuangan perusahaan tidak sehat, yang diukur dengan Z Score. Analisis
diskriminan Z Score selain berguna untuk memprediksi kebangkrutan, dapat juga
digunakan sebagai ukuran dari keseluruhan kinerja keuangan perusahaan.
Dengan menggunakan model prediksi Revised Z Score Altman, sebagai
proksi kondisi keuangan perusahaan, hasil penelitian Fanny dan Saputra (2005)
selaras dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Dari hasil-hasil penelitian
tersebut, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1 : Kondisi keuangan perusahaan berpengaruh negatif terhadap
penerimaan opini going concern.
2. Pengaruh Debt Default terhadap Penerimaan Opini Audit Going
concern
Indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam
memberikan keputusan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban
utangnya / default (Ramadhany, 2004). Salah satu ciri yang berlawanan dengan
asumsi going concern adalah ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban pada saat jatuh tempo. Pada SAS 59 menyatakan bahwa default utang
dan retrukturisasi utang sebagai indikator potensial dalam hubungannya dengan
dikeluarkannya opini going concern. Chen dan Church (1992)dalam Praptitorini
dan Januarti (2007) menunjukkan bahwa status debt default berpengaruh positif
terhadap penerimaan opini audit going concern. Hal ini menunjukkan bahwa
dengan adanya status debt default, semakin besar kemungkinan perusahaan
menerima opini audit going concern. Maka hipotesis selanjutnya adalah sebagai
berikut:
H2 : Debt Default berpengaruh positif terhadap penerimaan opini audit
going concern.
3. Pengaruh Opini Audit Going Concern Tahun Sebelumnya terhadap
Penerimaan Opini Audit Going concern
Opini audit diterima suatu perusahaan di tahun sebelumnya menjadi salah
satu pertimbangan auditor dalam memberikan opini audit perusahaan. Mutcler
(1984) dalam Ramadhany (2004) melakukan penelitian dengan mewawancarai
praktisi auditor yang menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini audit
going concern pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini
yang sama pada tahun berjalan. Penelitian Carcello (2000) dan Ramadhany (2004)
memperkuat bukti mengenai opini audit going concern yang diterima sebelumnya
dengan opini audit tahun berjalan. Jika tahun sebelumnya perusahaan menerima
opini audit going concern, maka kemungkinan besar auditor akan menerbitkan
kembali opini audit going concern di tahun berikutnya. Dari hasil-hasil penelitian
tersebut, maka hipotesis selanjutnya adalah sebagai berikut:
H3 : Opini Audit Going Concern Tahun Sebelumnya berpengaruh positif
terhadap penerimaan opini audit going concern.
3. METODA PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder.
Data penelitian yang meliputi laporan keuangan yang telah dipublikasi yang
diambil dari database Bursa Efek Indonesia selama tahun 2009 sampai 2011 yang
meliputi laporan auditor independen dan laporan keuangan perusahaan.
3.2 Metoda Pengumpulan Data
Metoda pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini antara lain
adalah dengan melakukan dokumentasi penulis mencari data langsung dari
catatan-catatan atau laporan keuangan yang ada pada BEI. Data sekunder yang
diambil dari BEI ini terdiri dari laporan auditor independen dan laporan keuangan
perusahaan setiap perusahaan manufaktur yang terdaftar dan sesuai dengan
kriteria pemilihan sampel. Selain itu juga dengan melakukan studi pustaka yaitu
pengumpulan data sebagai landasan teori serta penelitian terdahulu didapat dari
dokumen- dokumen, buku, internet serta sumber data tertulis lainnya yang
berhubungan dengan informasi yang dibutuhkan.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia selama periode 2009 sampai 2011. Sedangkan untuk sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI pada tahun 2009 hingga tahun 2011 yaitu sebanyak 137
perusahaan per tahunnya dan memiliki laporan auditor independen yang
dipublikasi bersamaan dengan perioda pengamatan, baik opini yang diterima
adalah opini going concern maupun opini non going concern.
Tabel 3.1 Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria
No Kriteria Akumulasi
1
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2009-
2011
137 perusahaan x 3 tahun
411
2 Data laporan keuangan yang tidak tersedia dan tidak
lengkap -54
3 Data laporan keuangan yang dicatat menggunakan USD -24
Jumlah sampel total selama perioda penelitian 333
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
3.4.1 Variabel Dependen
Variabel dependen pada penelitian ini adalah opini audit going concern.
Opini audit going concern diukur dengan menggunakan variabel dummy, bernilai
1 untuk opini going concern dan bernilai 0 untuk opini non going concern.
3.4.2 Variabel Independen
Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel independen yang akan diuji
tehadap opini audit going concern yang diterima perusahaan dari auditor
independen. Variabel independen tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kondisi Keuangan Perusahaan
Kondisi keuangan perusahaan diukur dengan menggunakan model
prediksi kebangkrutan Revised Altman, yang terkenal dengan istilah Z Score.
Formulanya adalah:
Z’ = 0.717Z1 +0.874Z2 + 3.107Z3 + 0.420Z4+ 0.998Z5
Dalam hal ini:
Z1 = net working capital/ total assets
Z2 = retained earnings/ total assets
Z3 = earnings before interest and taxes/ total assets
Z4 = book value of equity/ book value of debt
Z5 = sales/ total assets
Nilai Z diperoleh dengan menghitung kelima rasio tersebut berdasarkan data pada
neraca dan laporan laba/rugi dikalikan dengan koefisien masing-masing rasio
kemudian dijumlahkan dengan hasilnya.
2. Debt Default
Debt Default didefinisikan sebagai Kelalaian atau kegagalan perusahaan
untuk membayar utang pokok maupun bunganya pada saat jatuh tempo atau
kegagalan perusahaan memenuhi perjanjian hutang.
Variabel Dummy digunakan (1 untuk status Debt Default dan 0 untuk
tidak Debt Default) untuk menunjukkan apakah perusahaan dalam keadaan
default atau tidak sebelum pengeluaran opini audit. Pada laporan keuangan, status
debt default dapat dilihat dalam laporan auditor independennya.
3. Opini audit Going Concern Tahun Sebelumnya
Opini audit yang yang diterima oleh auditor pada tahun sebelumnya.
Variabel ini menggunakan Variabel Dummy, yaitu 1 untuk Opini Audit Going
concern dan 0 untuk Opini Audit Non Going concern Tahun Sebelumnya.
3.5 Teknik Analisis Data
3.5.1 Alat Analisis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis
multivariate dengan menggunakan regresi logistik (logistic regretion), yang
variabel terikatnya merupakan non parametrik (nominal) dan variabel bebasnya
merupakan parametrik (rasio). Model regresi logistik yang digunakan untuk
menguji hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:
Ln 𝐺𝐶
1−𝐺𝐶 = α + β1 BANKRUPT + β2 DD + β3 PO +
Keterangan:
GC = Opini going concern (variabel dummy, 1 jika opini going
concern, 0 jika opini non going concern)
BANKRUPT = Prediksi kebangkrutan menggunakan persamaan revised Altman
DD = Debt Default (variabel dummy, 1 jika perusahaan keadaan
default 0 jika perusahaan tidak default)
PO = Opini audit going concern tahun sebelumnya (variabel dummy,
1 jika opini going concern, 0 jika non going concern)
α = konstanta
= kesalahan residual
3.5.2 Analisis Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran umum
mengenai variabel-variabel dalam penelitian yang diukur pada sampel. Analisis
statistik deskriptif meliputi jumlah sampel, nilai minimum, nilai maksimum, nilai
rata-rata (mean) dan standar deviasi.
3.5.3 Pengujian Hipotesis
Pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut:
a. Uji Kelayakan Model Regresi
Kelayakan model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and
Lemeshow’s Goodness of Fit Test. Model ini untuk menguji hipotesis nol bahwa
data empiris cocok atau sesuai dengan model (tidak ada perbedaan antara model
dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Adapun hasilnya jika ( Ghozali,
2009):
1. Jika nilai statistik Homer dan Lemeshow’s Goodness of Fit Test sama dengan
atau kurang dari 0,05 maka hipotesis nol ditolak. Hal ini berarti ada
perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga
Goodness of fit model tidak baik karena model tidak dapat memprediksi
nilai observasinya
2. Jika nilai statistik Hosmer dan Lemeshow’s Goodness of Fit Test lebih besar
dari 0,05 , maka hipotesis nol diterima dan berarti model mampu
memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan bahwa model dapat
diterima karena sesuai dengan data observasinya.
b. Uji Model Fit
Uji model fit digunakan untuk menilai model yang telah dihipotesiskan
telah fit atau tidak terhadap data. Hipotesis untuk menilai model fit adalah:
Ho : Model yang dihipotesiskan fit dengan data
Ha : Model yang dihipotesiskan tidak fit dengan data
Dari hipotesis ini, agar model fit dengan data maka Ho harus diterima atau
Ha harus ditolak (Ghozali, 2009). Statistik yang digunakan berdasarkan metode
maximum likelihood. Metode maximum likelihood adalah mencari koefisien
regresi sehingga probabilitas kejadian dari variabel dependen bisa setinggi
mungkin atau semaksimal mungkin. Besarnya probabilitas yang memaximumkan
kejadian ini disebut log of Likelihood (LL). Untuk menguji hipotesis nol dan
alternatif, -2 dikalikan dengan LL sehingga menjadi -2LL.
Semakin kecil nilai -2LL, yang memiliki nilai minimum 0, maka semakin
baik model dan sebaliknya semakin besar nilai -2LL semakin kurang baik model.
c. Estimasi Parameter dan Interpretasinya
Estimasi parameter dapat dinilai melalui koefisien regresi dari masing-
masing variabel yang diuji apakah menunjukkan bentuk suatu hubungan antar
variabel dilakukan dengan cara membandingkan antara nilai probabilitas (sign)
untuk melakukan pengujian hipotesis. Apabila terlihat angka signifikan lebih kecil
dari 0,05 maka koefisien regresi adalah signifikan pada tingkat 5% maka Ho
ditolak dan Ha diterima, yang berarti bahwa variabel independen berpengaruh
secara signifikan terhadap terjadinya variabel dependen. Begitu pula sebaliknya,
jika angka signifikansi lebih besar dari 0,05 maka berarti Ho diterima dan Ha
ditolak, yang berarti bahwa variabel independen tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap terjadinya variabel dependen.
4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Statistik Deskriptif
Tabel 4.1 Hasil Uji Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Opini Audit Going Concern t 333 0 1 0.15 0.36
Z Score 333 -1637.2 29.71 -2.51 89.89
Debt Default 333 0 1 0.11 0.31
Opini AuditGoing Concern t-1 333 0 1 0.17 0.37
Keterangan :
t = Tahun ini
t – 1 = Tahun Sebelumnya
Sumber: Hasil Pengolahan Data
Hasil pengujian menunjukkan jumlah sampel (N) penelitian sebanyak 333
yang merupakan laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur yang listing di
BEI selama periode 2009-2011 dan memenuhi kriteria yang ditetapkan.
(1) Nilai rata-rata opini audit going concern sebesar 0,15 yang menunjukkan
bahwa 15% dari 333 laporan keuangan perusahaan sampel yang diteliti menerima
opini audit going concern. Dan dari nilai minimum dan maximum dapat
diketahui bahwa interval variabel dummy yang digunakan adalah 0 dan 1.
(2) Z Score minimum adalah (-1637.2) dimiliki oleh PT Hanson International,
Tbk pata tahun 2009. Sedangkan untuk nilai Z Score maximum dimiliki oleh PT
Sugi Sama Persada, Tbk pada tahun 2009 dengan nilai sebesar 29,71. Rata-rata
nilai Z Score adalah -2,51 menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan yang
dalam berada sampel berada dalam kondisi kebangkrutan. Standar deviasi yaitu
sebesar 89.894, artinya jarak antara nilai minimum dan nilai maksimum dari nilai
rata-rata (mean) adalah 89.894.
(3) Nilai rata-rata variabel debt default sebesar 0,11 yang menunjukkan bahwa
11% dari 333 laporan keuangan perusahaan sampel yang diteliti menerima status
debt default. Dan dari nilai minimum dan maximum dapat diketahui bahwa
interval variabel dummy yang digunakan adalah 0 dan 1.
(4) Variabel opini audit going concern tahun sebelumnya memiliki nilai rata-
rata sebesar 0,17 yang menunjukkan bahwa 17% dari 333 laporan keuangan
perusahaan sampel yang diteliti pada tahun sebelumnya menerima opini audit
going concern. Dan dari nilai minimum dan maximum dapat diketahui bahwa
interval variabel dummy yang digunakan adalah 0 dan 1.
4.2 Pengujian Hipotesis
Tabel 4.7 Hasil Uji Koefisien Regresi Logistik
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a Default 4.364 1.805 5.844 1 .016 78.602
Opini Tahun
Sebelumnya
6.626 1.138 33.89
8
1 .000 754.31
7
Z Score .000 .016 .003 1 .958 .999
Constant -
5.823
1.061 30.11
8
1 .000 .003
a. Variable(s) entered on step 1: Default, Opini Tahun Sebelumnya,
Kondisi Keuangan.
Sumber : Hasil Pengolahan Data
Dari hasil perhitungan berdasarkan tabel 4.7 secara statistik maka
disimpulkan bahwa variabel debt default dan opini audit going concern tahun
sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap opini audit going concern karena
memiliki hasil koefisien masing-masing sebesar 4.364 dan 6.626 dengan tingkat
signifikasi masing-masing sebesar 0.016 dan 0.000. Sedangkan untuk variabel
kondisi keuangan perusahaan memiliki koefisien 0.000 dengan tingkat
signifikansi 0.958 (p> 0,05). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan kondisi
keuangan perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini
audit going concern. Dengan demikian hipotesis 2 dan 3 yang menyatakan bahwa
debt default dan opini audit going concern tahun sebelumnya berpengaruh positif
terhadap penerimaan opini audit going concern diterima. Sedangkan hipotesis 1
yang menyatakan bahwa perusahaan dengan kondisi keuangan yang buruk
berpengaruh negatif terhadap penerimaan opini going concern ditolak.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Pengaruh kondisi keuangan perusahaan terhadap penerimaan opini
audit going concern
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa kondisi keuangan
perusahaan tidak berpengaruh pada opini audit going concern. Hasil tersebut tidak
mendukung hipotesis pertama dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini tidak
konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyarno, dkk (2006) yang
menunjukkan bahwa kondisi keuangan perusahaan berpengaruh negatif pada
penerimaan opini audit going concern. Namun hasil penelitian ini sejalan dengan
temuan penelitian Indira Januarti (2009) yang menemukan bahwa kondisi
keuangan perusahaan tidak berpengaruh signifikan pada penerimaan opini audit
going concern.
Dalam penelitiannya, Indira menyebutkan bahwa fenomena perusahaan
yang memiliki kondisi keuangan yang buruk tidak mendapatkan opini audit going
concern bisa terjadi karena terlalu lamanya auditor menerima suatu penugasan
yang akan mengurangi independensinya ( ada yang mengaudit selama 10 tahun
pengamatan dan tidak terjadi pergantian auditor). Atau bisa jadi auditor
takut untuk mengeluarkan opini going concern karena justru akan menambah
buruk keadaan perusahaan karena para investor akan menarik dananya, ini sesuai
dengan hipotesis self fulfilling prophecy.
Dengan demikian, berdasarkan hasil pengujian terhadap variabel yang
diproksikan dengan model prediksi kebangkrutan Revised Altman pada tabel 4.7
secara statistik menunjukkan nilai koefisien regresi positif sebesar 0.000 dengan
tingkat signifikansi sebesar 0.958 yang artinya hasil pengujian tersebut dapat
disimpulkan bahwa variabel kondisi keuangan perusahaan tidak signifikan pada
tingkat signifikan 0,000 (<0,05) yang menunjukkan bahwa hipotesis ini ditolak.
4.3.2 Pengaruh debt default terhadap penerimaan opini audit going concern
Debt default menunjukkan nilai koefisien regresi positif sebesar 4.364
dengan tingkat signifikansi sebesar 0.016 yang berarti signifikan, dengan
demikian perusahaan yang mengalami default akan menerima opini audit going
concern. Tanda koefisien variabel debt default yang positif menunjukkan
hubungan yang searah, yang berarti semakin tinggi ketidakmampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban, semakin besar pula kemungkinan perusahaan
menerima opini audit going concern. Dapat dikatakan bahwa status hutang
perusahaan merupakan faktor pertama yang akan diperiksa oleh auditor SIAE
(system informasi, auditing, etika profesi) untuk mengukur kesehatan keuangan
perusahaan. Ketika jumlah hutang perusahaan sudah sangat besar, maka aliran kas
perusahaan tentunya banyak dialokasikan untuk menutupi hutangnya, sehingga
akan mengganggu kelangsungan operasi perusahaan. Apabila hutang ini tidak
mampu dilunasi, maka kreditor akan memberikan status default. Auditor dalam
memberikan opini audit going concern akan mempertimbangkan status default
seperti yang tercantum dalam PSA 30. Jadi, perusahaan yang mendapat status debt
default kemungkinan besar menerima opini audit going concern.
4.3.3 Pengaruh opini audit going concern tahun sebelumnya terhadap
penerimaan opini audit going concern
Dari hasil pengujian statistik mengindikasikan bahwa perusahaan yang
tahun sebelumnya menerima opini going concern kemungkinan besar akan
menerima opini yang sama pada tahun berikutnya, mengingat untuk memperbaiki
kinerja perusahaan dibutuhkan waktu yang relative lama. Hasil ini konsisten
dengan penelitian dari Mutchler (1985), Lennox (2004), Ramadhany (2004),
Indira dan Ella (2008), Eko dkk (2007), Mirna dan Indira (2007).
Hasil temuan empiris ini menunjukkan bahwa auditor sangat
memperhatikan opini going concern yang diterima perusahaan pada tahun
sebelumnya. Walaupun penerbitan kembali opini audit going concern tidak
semata-mata didasarkan pada opini audit going concern yang diterima pada tahun
sebelumnya, namun penerimaan opini audit going concern pada tahun
sebelumnya akan mengakibatkan hilangnya kepercayaan publik akan kemampuan
perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan usahanya sehingga hal ini akan
semakin mempersulit perusahaan untuk bangkit dari kesulitan yang dialami.
4. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan analisis dan pembahasan mengenai pengaruh kondisi
keuangan perusahaan, debt default, dan opini audit going concern tahun
sebelumnya yang dapat mempengaruhi auditor dalam pemberian opini audit going
concern, maka dapat ditarik kesimpulan:
a. Kondisi keuangan perusahaan yang diproksikan dengan model prediksi
kebangkrutan Revised Altman Z Score secara statistik tidak berpengaruh
signifikan dengan penerimaan opini audit going concern dengan nilai
koefisien positif sebesar 0.000 dengan signifikansi 0.958 (>0,05). Jadi dapat
disimpulkan bahwa kondisi keuangan perusahaan tidak berpengaruh
signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern dan hipotesis
penelitian ditolak.
b. Hasil debt default secara statistik berpengaruh signifikan terhadap penerimaan
opini audit going concern dengan nilai kosfiesiensi positif sebesar 4.364
dengan signifikansi 0,016 (<0,05). Hal ini dapat disimpulkan bahwa debt
default berpengaruh signifikan dalam pemberian opini audit going concern
pada perioda berjalan.
c. Hasil Opini audit going concern tahun sebelumnya secara statistik
berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern dengan
nilai kosfiesiensi positif 6.626 dengan signifikansi 0,000 (<0,05). Hal ini dapat
disimpulkan bahwa opini audit going concern tahun sebelumnya berpengaruh
signifikan dalam pemberian opini audit going concern pada perioda berjalan.
5.2 Keterbatasan Penelitian
Berikut ini beberapa keterbatasan penelitian yang dapat dijadikan bahan
pertimbangan untuk melakukan penelitian selanjutnya :
1. Perusahaan yang dijadikan sampel penelitian terbatas pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, sehingga tidak dapat
mencakup semua hasil temuan untuk seluruh perusahaan publik
2. Perioda penelitian hanya tiga tahun tahun yaitu tahun 2009-2011, sehingga
belum dapat melihat kecenderungan tren penerbitan opini audit going concern
dalam jangka panjang.
3. Variabel yang digunakan dalam penelitian hanya tiga variabel saja, yaitu
kondisi keuangan perusahaan, debt default, dan opini audit going concern
tahun sebelumnya. Sedangkan masih banyak faktor-faktor lainnya yang dapat
mempengaruhi auditor dalam memberikan opini audit going concern.
5.3 Saran
Berdasarkan simpulan dan keterbatasan di atas, saran yang dapat diberikan
peneliti adalah sebagai berikut :
1. Penelitian selanjutnya dapat memperluas sampel penelitian dengan
memasukkan seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan tidak
mengelompokkan sampel hanya sebatas perusahaan yang mengalami rugi
bersih setelah pajak secara berturut-turut. Hal ini disebabkan agar kita juga
dapat melihat apakah perusahaan yang mendapatkan laba bersih setelah pajak
juga bisa menerima opini audit going concern. Terlebih dalam mengujur
variabel kondisi keuangan perusahaan, karena belum tentu perusahaan yang
mendapatkan laba memiliki kondisi keuangan yang baik.
2. Penelitian selanjutnya juga dapat menambah rentan waktu penelitian sehingga
dapat melihat kecenderungan trend penerbitan opini audit going concern oleh
auditor dalam jangka panjang dengan tetap membedakan antara perioda
kondisi krisis ekonomi global dan ekonomi normal.
3. Kepada manajemen perusahaan hendaknya mengenali lebih dini tanda-tanda
kebangkrutan usaha dengan melakukan analisis terhadap laporan keuangannya
sehingga dapat mengambil kebijakan sesegera mungkin guna menghindari
masalah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukrisno. 2004. Auditing (Pemeriksaan Akuntan) Oleh Kantor Akuntan
Publik. Jakarta: Lembaga Penerbitan FEUI.
Arens, Alvin, Loebbecke. 1995. Auditing An Integrated Approach Eight Edition.
New Jersey: Prentice Hall International, Inc.
Chen, Kevin C. W., and Bryan K. Church. 1992. Default on Debt Obligations and
the Issuance of Opini Going-Concern Opinions. Auditing: A Journal of
Practice & Theory. Vol. 11, No. 2: 30-49.
Fanny, Margaretta dan Saputra, S. 2005. Opini Audit Going Concern : Kajian
Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan, Dan
Reputasi Kantor Akuntan Publik (Studi Pada Emiten Bursa Efek Jakarta).
Simposium Nasional Akuntansi VIII. 966-978.
Ghozali, Imam. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi
Keempat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Hofer, CW. 1980. Strategic Management: A case book in policy and planning.
Minesota: West Publishing
Ikatan Akuntan Indonesia. 1994. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta:
Salemba Empat.
_______________________. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta:
Salemba Empat.
_____________________. 2004. Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta:
Salemba Empat
Januarti, Indira. 2009. Analisis Pengaruh Faktor Perusahaan, Kualitas Auditor,
Kepemilikan Perusahaan terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern
(Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Simposium
Nasional Akuntansi XII (6): 1-26.
Jensen, M. and Meckling, W. 1976.Theory of the Firm: Managerial Behavior
Agency Cost, and Ownership Structure. Journal of Finance Economics 3. pp.
305-360.
Koh, H dan Killough, L. 1990. The Use of Multiple Discriminant Analysis in the
Assesment of the Going-concern Status of an Audit Client. Journal of
Business, Finance and Accounting. Spring. 179-192.
McKeown, J, Mutchler, J dan Hopwood. W. 1991. Towards an Explanation of
Auditor Failure to Modify the Audit Opinions of Bankrupt Companies.
Auditing: A Journal Practice & Theory. Supplement. 1-13.
Mulyadi. 2002. Auditing, Buku Dua, Edisi Ke Enam. Jakarta: Salemba Empat
Mutchler, J. 1985. A Multivariate Analysis of the Auditor's Going Concern
Opinion Decision. Journal of Accouning Research. Autumn. 668 - 68.
Petronela, Thio. 2004. Perkembangan Going Concern Perusahaan Dalam
Pemberian Opini Audit. Jurnal Balance. 47-55.
Praptitorini, M. D. dan I. Januarti. 2007. Analisis Pengaruh Kualitas Audit, Debt
Default, dan Opinion Shopping terhadap Penerimaan Opini Going Concern.
Paper disajikan pada Simposium Nasional Akuntansi X, Universitas
Hasanuddin, Makassar, 26-28 Juli 2007.
Putri, Ayu. 2011. Opini Audit Going Concern dan Faktor-Faktor Yang
Memengaruhi : Studi Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
Available at: http://www.pps.unud.ac.id/thesis/detail-79-opini-audit-going-
concern-dan-faktorfaktor-yang-memengaruhi-studi-pada-perusahaan-
manufaktur-di-bursa-efek-indonesia.html. (accessed 15 Januari 2013).
Ramadhany, Alexander. 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Penerimaan Opini Audit Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur Yang
Mengalami Financial Distress Di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Maksi, Vo. 4,
Hlm. 146-160.
Santosa, Arga Fajar dan Linda K. Wedari. 2007.”Analisis Faktor Yang
Mempengaruhi Kecenderungan Penerimaan Opini Audit Going
concern.” JAAI, Vol.11, NO.2, Desember 2007: 141-158.
Setyarno, Eko B., I. Januarti, dan Faisal. 2006. Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi
Keuangan Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan
Perusahaan terhadap Opini Going Concern. Paper disajikan pada Simposium
Nasional Akuntansi IX, Padang, 23-26 Agustus 2006.
Siahaan, Martha. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan
Opini Audit Going Concern pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Available at: http://eprints.undip.ac.id/22568/.
(accessed 15 Januari 2013).
Zubaidah, Siti. 2012. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Opini Audit
Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI.
Available at: http://eprints.unisbank.ac.id/92/. (accessed 15 Januari 2013).