PENGARUH MEDIA QUENCHING TERHADAP KEKERASAN DAN
STRUKTUR MIKRO GRINDING BALL DARI NICKEL PIG IRON (NPI)
SEBELUM DAN SETELAH DI TEMPERING
(Skripsi)
Oleh
NURAINI ARMA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
i
ABSTRAK
PENGARUH MEDIA QUENCHING TERHADAP KEKERASAN DAN
STRUKTUR MIKRO GRINDING BALL DARI NICKEL PIG IRON (NPI)
SEBELUM DAN SETELAH DI TEMPERING
Oleh
NURAINI ARMA
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh media quenching terhadap nilai
kekerasan dan struktur mikro pada Nickel Pig Iron (NPI). Pengambilan data
berupa uji komposisi kimia, kekerasan dan struktur mikro. Sampel NPI dilakukan
proses perlakuan panas pada temperatur 850℃ selama 5 jam. Setelah itu
didinginkan secara cepat (quenching) dengan media pendinginan berupa udara
paksa, air dan oli. Selanjutnya dilakukan kembali perlakuan tempering pada
temperatur 250℃ selama 2 jam. Hasil uji komposisi kimia dengan menggunakan
Optical Emission Spectroscopy (OES), menunjukkan NPI yang digunakan
merupakan besi tuang putih (2,28% C, 0,222% Si dan 2,75% Ni). Pengujian
kekerasan dengan menggunakan Rockwell Hardness Tester dan uji struktur mikro
menggunakan mikroskop optik. Hasil nilai kekerasan dengan menggunakan
media quenching air dan oli yaitu sebesar 55 HRC (570 BHN) dan menggunakan
media quenching udara paksa sebesar 41,7 HRC (390 BHN). Hasil struktur mikro
terdiri dari martensit, karbida, karbida skunder, dan austenit sisa. Dari media
quenching yang digunakan air dan oli memenuhi syarat kekerasan standar SNI-
1069 untuk pembuatan grinding ball.
Kata kunci : Grinding ball, Kekerasan, Nickel Pig Iron (NPI), Struktur Mikro
ii
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF QUENCHING MEDIA ON THE HARDNESS AND
MICROSTRUCTURE GRINDING BALL OF NICKEL PIG IRON (NPI)
BEFORE DAN AFTER ON TEMPERING
By
NURAINI ARMA
The research has been carried out to investigate the influence of quenching media
on the hardness value and microstructure of Nickel Pig Iron (NPI). The
expereimental data include chemical composition, hardness, and data retrieval
include chemical composition, hardness and microstructure. NPI was heated at
temperature 850℃ for 5 hours. Furthermore, the NPI was quenched with three
kinds of cooling medium, i.e. forced air, water, and oil. Chemical composition of
the test result with using Optical Emission Spectroscopy (OES), showed that the
NPI was white cast iron (2,28% C, 0,222% Si and 2,75% Ni). Hardness test used
Rockwell hardness tester and microstructure testing with using microscope optic.
The hardness of the NPI obtained by quenched using water and oil as quench
media, i.e. 55 HRC (570 BHN) and using quenching media forced air 41.7 HRC
(390 BHN). Microstructure result also showed the formation of martensite,
carbide, secondary carbide and retained austenite. Of the quenching media using
water and oil qualification standard SNI 1069 for the production grinding ball.
Keywords : Grinding ball, Hardness, Nickel Pig Iron (NPI), Microstructure
PENGARUH MEDIA QUENCHING TERHADAP KEKERASAN DAN
STRUKTUR MIKRO GRINDING BALL DARI NICKEL PIG IRON (NPI)
SEBELUM DAN SETELAH DI TEMPERING
Oleh
NURAINI ARMA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 10 Februari 1994. Anak dari
pasangan Bapak Arly dan Ibu Masyuna yang merupakan putri ke 1 dari 3
bersaudara. Pendidikan di SDN 2 Sumur Batu pada tahun 2006, SMPN 16 Bandar
Lampung pada tahun 2009, dan SMK SMTI Tanjung Karang Bandar Lampung
pada tahun 2012.
Selanjutnya pada tahun 2012 penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam melalui jalur SNMPTN.
Selama menjadi mahasiswa, penulis mengikuti Himpunan Mahasiswa Fisika
sebagai Anggota Sosial Masyarakat (SOSMAS) dari tahun 2012-2013. Penulis
juga pernah menjadi asisten praktikum Sains Dasar Fisika selama dua periode
(2013-2014 dan 2014-2015) dan asisten Fisika Dasar periode 2014-2015.
Praktik Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan di UPT. BPML LIPI Tanjung
Bintang, Lampung pada tahun 2015 dengan judul “Pengaruh Heat Treatment
Terhadap Kekerasan Dan Struktur Mikro Material Ni-Hard Tipe II”.
Kemudian penulis melakukan penelitian “Pengaruh Media Quenching terhadap
Kekerasan dan Struktur Mikro Grinding Ball dari Nickel Pig Iron (NPI)
Sebelum dan Setelah di Tempering” sebagai tugas akhir di Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
viii
MOTTO
“Berdoa dan Berusaha”
Jangan ada kata nanti dalam usaha
ix
Bismillahirrohmanirrohim
Kuniatkan karya kecilku ini karena :
Allah SWT
Aku persembahkan karya ini untuk:
Kedua orang tuaku, adikku, serta keluargku yang selalu
mendo’akanku, mengasihiku, menyemangatiku, dan sebagai
motivator terbesar dalam hidupku
Dosenku dan guruku, yang mengajarkan banyak ilmu dan
membimbingku.
Teman Seperjuanganku
Almamater Tercinta :
Universitas Lampung.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan kesehatan dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pengaruh Media Quenching terhadap Kekerasan dan
Struktur Mikro Grinding Ball dari Nickel Pig Iron (NPI) Sebelum dan
Setelah di Tempering”. Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu
persyaratan untuk mendapatkan gelar S1 dan melatih mahasiswa untuk berpikir
cerdas dan kreatif dalam menulis karya ilmiah.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua.
Bandar Lampung, Januari 2017
Penulis,
Nuraini Arma
xi
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas kuasa-Nya penulis masih diberikan
kesempatan untuk mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian penelitian dan skripsi ini, terutama kepada:
1. Kedua orang tuaku, Bapak Arly dan Ibu Masyuna serta keluargaku yang tiada
henti memberiku semangat dan doa.
2. Bapak Prof. Simon Sembiring, Ph.D. sebagai pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan serta nasehat dalam menyelesaikan tugas akhir.
3. Bapak Fajar Nurjaman, M.T. sebagai pembimbing II yang senantiasa
memberikan bimbingan dan masukan serta nasehat dalam menyelesaikan
tugas akhir.
4. Bapak Drs. Ediman Ginting Suka, M.Si. sebagai penguji yang telah
mengoreksi kekurangan, memberi kritik dan saran selama penulisan skripsi.
5. UPT Balai Penelitian Mineral Lampung LIPI yang telah membiayai dan
mengizinkan untuk melakukan penelitian serta peneliti, staf, dan karyawan
yang membantu dalam melakukan penelitian untuk menyelsaikan tugas akhir.
6. Bapak Prof. Posman Manurung, Ph.D. sebagai pembimbing akademik, yang
telah memberikan bimbingan serta nasehat dari awal perkuliahan sampai
menyelesaikan tugas akhir.
xii
7. Bapak Arif Surtono, M.Si., M.Eng. selaku ketua Jurusan Fisika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
8. Bapak Gurum Ahmad Pauzi, S.Si., M.T. selaku sekretaris Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
9. Para dosen serta karyawan di Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
10. Adikku tersayang Yoda dan Nabila terimakasih atas bantuan dan semangat
yang kalian berikan.
11. Seseorang yang terkasih terimakasih atas dukungan, doa, serta semangatnya.
12. Renita Maharani dan Nengah Okta Yuliani yang selalu menjadi teman
terdekat dalam segala hal suka maupun duka.
13. Imaniar Romaeni teman satu timku yang telah membantu serta menjadi teman
diskusi yang baik.
14. Teman–teman fisika 2012 serta kakak dan adik tingkat yang membantu dan
memberikan semangat dalam proses menyelesaikan tugas akhir.
Akhir kata, atas segala bantuannya mendapat balasan dari Allah SWT dan
dilimpahkan karunianya kepada kita semua.
Bandar Lampung, Januari 2017
Penulis,
Nuraini Arma
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK…………………………………………………………………… i
ABSTRACT………………………………………………………………….. ii
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………. iii
LEMBAR PERSETUJUAN………………………………………………….. iv
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………. v
PERNYATAAN……………………………………………………………… vi
RIWAYAT HIDUP…………………………………………………………… vii
MOTTO………………………………………………………………………. viii
PEERSEMBAHAN…………………………………………………………… ix
KATA PENGANTAR……………………………………………………….... x
SANWANCANA……………………………………………………………... xi
DAFTAR ISI……………………………………………………………........ xiii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………........... xvi
DAFTAR TABEL………………………………………………………........ xviii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………...... 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………. 4
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………………. 5
D. Batasan Masalah …………………………………………………...... 5
E. Manfaat Penelitian............................................................................. . 6
F. Sistematika Penulisan…………………………….............................. 6
xiv
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Grinding Ball……………………………………………………….... 8
1. Metode Pembuatan Grinding Ball pada Material Besi................ . 9
2. Aplikasi Grinding Ball………………………………................... 10
3. Karakteristik Grinding Ball……………………………………… 10
B. Material Logam Besi……………………………………………….... 13
1. Logam Besi………………………………………………………. 13
2. Pembuatan Logam Besi………………………………………...... 13
3. Logam Besi Tuang (Cast Iron) dan Paduannya…………………. 15
4. Besi Tuang Putih (White Cast Iron)……………………………… 17
5. Struktur Mikro dari Logam Besi Tuang Putih (White Cast Iron) 18
6. Grinding Ball dari Nickel Pig Iron (NPI)………………………... 20
C. Proses Perlakuan Panas (Heat Treatment)………………………….... 21
1. Subcritical………………………………………………………... 21
2. Peningkatan Kekerasan (Hardening)…………………………..... 22
3. Waktu Tahan (Holding Time)……………………………………. 23
4. Pendinginan Cepat (Quenching)………………………………… 23
5. Tempering.……………………………………………………..... 25
D. Macam-Macam Pengujian Logam………………………………….. 26
1. Uji Komposisi…………………………………………………… 26
2. Uji Kekerasan (Hardness)………………………………………. 27
3. Uji Struktur Mikro (Metalography)…………………………….. 29
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian………………………… 31
B. Alat dan Bahan………………………………………………………. 31
1. Alat Penelitian…………………………………………………… 31
2. Bahan Penelitian………………………………………………… 32
C. Preparasi Sampel……………………………………………………. 32
D. Perlakuan Quenching……………………………………………….. 33
E. Perlakuan Tempering……………………………………………….. 35
F. Siklus Perlakuan Quenching dan Tempering.................................. .. 35
G. Pengujian Sampel…………………………………………………… 36
1. Uji Komposisi…………………………………………………… 36
2. Uji Kekerasan………………………………………………........ 37
3. Uji Metalografi………………………………………………….. 39
H. Diagram Alir………………………………………………………… 41
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Material NPI Tanpa Pelakuan Panas (As-Cast)
1. Komposisi Kimia……………………………………………….... 42
2. Nilai Kekerasan dan Struktur Mikro…………………………….. 45
B. Pengaruh Media Quench pada Quenching terhadap Nilai Kekerasan
dan Struktur Mikro…………………………………………………... 47
C. Pengaruh Tempering terhadap Nilai Kekerasan dan Struktur Mikro.. 52
D. Kesesuaian Sampel NPI untuk Aplikasi Grinding Ball…………….. 56
xv
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan………………………………………………….............. 59
B. Saran…………………………………………………………………. 60
DAFTAR PUSTAKA
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Grinding ball………………………………………………………….. 9
2. Skema proses pembuatan grinding ball………………………………. 9
3. Struktur mikro ball impor yang digunakan oleh pabrik semen di
Indonesia pada PT Semen Gresik……………………………………... 11
4. Skema proses pembuatan pig iron dengan blast furnace……………... 14
5. Klasifikasi logam berdasarkan komposisi karbon dan silikon………... 16
6. Struktur mikro white cast iron perbesaran 400x……………………… 19
7. Struktur besi tuang putih martensitik ASTM A-532 (a) tanpa proses
perlakuan panas dan (b) proses perlakuan panas pada temperatur 850℃
selama 120 menit, kemudian di quenching dengan SAE 50 selama 120
menit…………………………………………………………………... 19
8. Diagram Fase Besi – Karbon…………………………………………. 22
9. Diagram marquenching dalam proses quenching…………………….. 25
10. Skema Quenching……………………………………………………... 25
11. Skema Tempering…………………………………………………….. 26
12. Spectrometer tipe OES………………………………………………... 27
13. Sistematik dari mesin uji Rockwell…………………………………… 29
14. Skema pengamatan struktur mikro dengan mikroskop………………. 30
15. Siklus perlakuan quenching dan tempering ………………………….. 36
16. Alat uji komposisi (spectrometer tipe OES)………………………….. 37
xvii
17. Alat uji kekerasan (Analog hardness tester)………………………... 38
18. Alat uji metalografi (Mikroskop Nikon tipe MA-100)……………… 39
19. Diagram alir penelitian yang dilakukan…………………………….. 41
20. Hasil struktur mikro as-cast (a) perbesaran 100x dan (b) perbesaran
500x, etsa nital 3%.............................................................................. 45
21. Hasil struktur mikro Ni-Hard I (4,05% Ni)………………………… 46
22. Hasil struktur mikro as-quench udara paksa (a) perbesaran 100x; (b)
perbesaran 500x; as-quench air (c) perbesaran 100x; (d) perbesaran
500x; as-quench oli (e) perbesaran 100x; (f) perbesaran 500x; etsa
nital3%................................................................................................ 49
23. Hasil struktur mikro as-quench media udara paksa yang di-tempering
(a)perbesaran 100x; (b)perbesaran 500x; as-quench media air yang di
tempering (c) perbesaran 100x; (d)perbesaran 500x; as-quench media
oli yang di tempering (e)perbesaran 100x; (f)perbesaran 500x, etsa
nital3%................................................................................................ 53
24. Grafik Nilai kekerasan dari sampel NPI setelah proses perlakuan
panas …….…………….. .................................................................. 57
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Komposisi kimia grinding ball impor asal India dan Cina………….. 11
2. Klasifikasi komposisi material grinding ball………………………… 12
3. Klasifikasi kekerasan material grinding ball menurut SII-0789-83
(SNI-1069)…………………………………………………………… 12
4. Komposisi unsur kimia pig iron……………………………………... 14
5. Komposisi kimia dari cast iron………………………………………. 16
6. Karakteristik sifat mekanik dari besi tuang putih……………………. 18
7. Skala dan indentor untuk uji kekerasan……………………………… 28
8. Persiapan jumlah sampel uji………………………………………... 33
9. Pemberian kode sampel uji………………………………………… 33
10. Hasil Uji Komposisi kimia grinding ball dari bahan baku NPI…….. 42
11. Nilai kekerasan sampel as-quench…………………………………… 47
12. Nilai kekerasan sampel as-quench yang di tempering………………. 52
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Logam besi digunakan untuk memenuhi kebutuhan bahan-bahan konstruksi
pemesinan (Suherman, 1988). Salah satu jenis logam besi adalah cast iron (besi
tuang). Komposisi kimia dari besi tuang bervariasi tergantung besi kasar (pig
iron) yang digunakan pada pembuatannya. Besi tuang pada umumnya
mengandung karbon sebesar 2 - 4%. Bentuk dan konsentrasi kandungan karbon
pada besi tuang dikendalikan untuk menghasilkan berbagai jenis besi tuang
dengan sifat mekanik dan mampu las sesuai dengan yang diinginkan (Singh,
2009).
Besi tuang merupakan salah satu material yang dapat digunakan sebagai bahan
pembuatan grinding ball. Salah satu diantaranya adalah Besi tuang putih paduan
nikel (Ni-Hard). Ni-Hard harus memiliki kekerasan yang tinggi dan ketahanan aus
yang baik. Sifat mekanis sangat ditentukan oleh komposisi kimia dan paduan dari
material besi atau baja. Karakteristik Ni-Hard dapat dilihat melalui proses
pengujian, diantaranya adalah uji kekerasan dan struktur mikro. Kedua pengujian
tersebut merupakan dasar yang harus dilakukan sebelum melakukan proses
perlakuan panas (heat treatment). Tujuan dilakukannya pengujian adalah sebagai
2
pembanding perubahan struktur dan sifat besi tuang sebelum dan setelah heat
treatment (Hermawandi dan Hidayat, 2005).
Struktur yang terbentuk pada material Ni-Hard terdiri dari martensit dan karbida
yang mempnyai kekerasan minimum 600BHN (Farge dkk, 1982). Material Ni-
Hard yang digunakan sebagai grinding ball harus memenuhi persyaratan
komposisi dan kekerasan menurut Standar Industri Indonesia (SII), yaitu SII-
0789-83 (SNI-1069) (SII,1983).
Grinding ball merupakan salah satu komponen dalam proses penggerusan. Bijih-
bijih mineral logam yang di gerus umumnya berukuran 15mm dan direduksi
hingga 10µm-300µm. Gaya-gaya yang bekerja untuk memecahkan bijih mineral
logam tersebut merupakan gabungan dari gaya impak, gaya tarik dan gaya abrasi
(Wahjudi dan Amelia, 2000).
Dalam penelitian ini akan dipelajari kesesuaian material NPI (Nickel Pig Iron)
untuk aplikasi produk grinding ball. NPI adalah besi paduan nikel yang
mengandung nikel sebesar 4–12% Ni, sedangkan ferro nikel (FeNi) pada
umumnya mengandung 20–40% Ni. Untuk membuat NPI menjadi lebih
ekonomis, maka prinsip utama yang perlu diperhatikan adalah perbandingan
antara besi (Fe) dengan nikel (Ni). Semakin rendah perbandingan antara Fe
dengan Ni maka semakin murah biaya untuk memproses menjadi NPI (Prasetyo
dan Prasetiyo, 2011).
NPI dihasilkan dari peleburan bijih nikel limonit dengan teknologi blast furnace
dengan kandungan nikel sekitar 3-4%. Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM
3
No.7 tahun 2012 produk ini belum dapat diekspor karena kandungan nikel dalam
NPI untuk pengolahan bijih nikel limonit lebih kecil dari 6%. Dilakukan
penurunan level minimum kandungan nikel dalam produk NPI menjadi 4%
(ESDM No.8 tahun 2015) sehingga bijih nikel limonit yang hingga saat ini belum
diolah di Indonesia dapat dimanfaatkan (Zulhan dkk, 2012).
Telah dilakukkan penelitian sebelumnnya oleh Riansyah tentang material grinding
ball yaitu pengaruh temperatur destabilisasi 850℃, 950℃, dan 1050℃ dengan
perlakuan sub-zero terhadap kekuatan mekanik besi tuang putih paduan krom
tinggi untuk aplikasi grinding ball. Berdasarkan nilai kekerasan yang dihasilkan
pada material besi tuang putih paduan krom tinggi (2,18C-13,3Cr-1,38Mo)
memberikan nilai kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan material besi tuang
putih paduan krom tinggi (2,18C-13,3Cr-0,66Mo). Proses perlakuan panas
terhadap material tersebut memberikan nilai kekerasan optimum pada temperatur
950℃ selama 5 jam yang dilanjutkan proses perlakuan sub-zero (Riansyah, 2012).
Penelitian terkait lainnya yaitu proses perlakuan panas terhadap material grinding
ball juga telah dilakukan. Proses thermal hardening-temper (peningkatan
kekerasan dan penemperan) pada besi tuang putih paduan krom tinggi (ASTM
A532 Tipe IIA) dengan media quench oli adalah 732 BHN pada temperatur
tempering 300℃ dan media quench udara paksa 642 BHN pada temperatur
tempering 250℃ (Shofi dkk, 2013). Proses quenching dengan oli SAE 5W dan air
garam pada grinding ball 40 mm di PT. Semen Indonesia didapatkan kekerasan
sebesar 957 BHN dan 997 BHN dengan struktur mikto yang terdiri dari karbida
krom (Cr23C6) dan martensit (Nurfanani, 2013).
4
Proses perlakuan panas berupa pengerasan (thermal hardening) pada besi tuang
bertujuan untuk meningkatkan sifat-sifat mekanik dari material, diantaranya
adalah nilai kekerasan dan ketahanan aus (Rajan et al.,1997). Thermal Hardening
dilakukan melalui pemanasan material menuju temperatur austenisasi dan
dilanjutkan dengan proses quenching. Nilai kekerasan yang tinggi didapatkan dari
hasil proses hardening yang mengubah struktur mikro ferit atau austenit yang
lunak menjadi struktur martensit yang keras. Dalam penelitian ini akan dilakukan
pengaruh perlakuan panas beupa subcritical, hardening (austenisasi dan
quenching), serta tempering pada material NPI untuk aplikasi grinding ball.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini sebagai berikut :
a. Bagaimana komposisi kimia, kekerasan dan struktur mikro grinding ball dari
NPI tanpa perlakuan panas.
b. Bagaimana pengaruh media quenching terhadap kekerasan dan struktur mikro
grinding ball dari NPI.
c. Bagaimana pengaruh suhu tempering 250℃ terhadap kekerasan dan struktur
mikro grinding ball dari NPI.
5
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, penelitian ini memiliki tujuan
sebagai berikut:
a. Mengetahui komposisi kimia, nilai kekerasan dan struktur mikro grinding ball
dari NPI tanpa perlakuan panas.
b. Mengetahui pengaruh media quenching terhadap nilai kekerasan dan struktur
mikro grinding ball dari NPI.
c. Mengetahui pengaruh suhu tempering 250℃ terhadap kekerasan dan struktur
mikro grinding ball dari NPI.
D. Batasan Masalah
Agar pembahasannya tidak terlalu luas dan menyimpang dari permasalahan maka
lingkup penelitian ini dibatasi, sebagai berikut :
a. Material yang digunakan adalah NPI dengan komposisi nikel 2-4%.
b. Pada grinding ball dari NPI tanpa perlakuan panas dilakukan uji komposisi
kimia, kekerasan dan struktur mikro.
c. Perlakuan panas berupa austenisasi menggunakan suhu 850℃ selama 5 jam
yang di quenching menggunakan media berupa udara paksa, air dan oli.
d. Perlakuan panas berupa tempering pada suhu 250℃ selama 2 jam.
e. Pengujian dilakukan pada grinding ball sebelum dan setelah tempering yang
berupa uji kekerasan dan struktur mikro.
6
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat berupa:
a. Mengetahui kelayakan dari material NPI yang telah dilakukan perlakuan panas
untuk pembuatan grinding ball.
b. Membangkitkan minat mahasiswa untuk melanjutkan penelitian tentang
pembuatan grinding ball dalam ilmu logam dan aplikasinya. Salah satunya
adalah penggunaaan NPI sebagai material grinding ball.
c. Memberi informasi mengenai referensi data uji grinding ball dari NPI untuk
mewujudkan kebutuhan grinding ball sebagai salah satu komponen penting
dalam proses produksi semen.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada penelitian ini yaitu:
BAB I PENDAHULUAN
Menjelaskan tentang latar belakang rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan
masalah, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Memaparkan informasi ilmiah mengenai grinding ball, logam besi, proses
perlakuan panas serta pengujian grinding ball dari NPI.
BAB III METODE PENELITIAN
Menjelaskan waktu dan tempat penelitian, alat dan bahan yang digunakan,
prosedur penelitian serta diagram alir penelitian.
7
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Menjelaskan tentang analisis dan pembahasan hasil pengujian material NPI tanpa
perlakuan panas serta pengaruh media quenching sebelum dan setelah di
tempering pada suhu 250℃ terhadap nilai kekerasan dan struktur mikro.
BAB V KESIMPULAN
Menjelaskan tentang kesimpulan dan saran yang diperoleh berdasarkan hasil dari
seluruh tahapan penelitian yang telah dilakukan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Grinding Ball
Grinding ball merupakan bola gerus yang digunakan dalam proses pembuatan
semen. Komponen ini disyaratkan mempunyai karakteristik keras dan tangguh
serta tahan terhadap korosi (Nugroho, 2010). Penggunaan grinding ball dalam
proses crusher dan cement mill. Crusher digunakan untuk menghancurkan dan
menggiling bahan baku semen seperti kapur, silikat, alumina, dan besi oksida
yang masih berbentuk bongkahan batu berukuran besar sedangkan cement mill
digunakan pada proses finishing pembuatan semen (Kartikasari dkk, 2007).
Grinding ball imporberdiameter 30 mm dan 40 mm ditunjukkan pada Gambar 1.
Bahan yang sesuai dan memenuhi persyaratan grinding ball diantaranya adalah
logam yang mengandung unsur ferrous (Fe) yaitu besi atau baja. Besi atau baja
mempunyai sifat yang sangat lunak hingga sangat keras serta memiliki sifat
mampu bentuk yang baik dalam proses pengecoran (Habibi, 2010).
9
Gambar 1. Grinding ball (Habibi,2010).
1. Metode Pembuatan Grinding Ball pada Material Besi
Umumnya metode pembuatan grinding ball dari material besi dilakukan dengan
metode pengecoran logam. Pengecoran logam merupakan suatu proses
manufaktur dimana di dalamnya terdapat proses peleburan (transformasi
perubahan fasa dari solid menjadi liquid). Dilanjutkan dengan proses solidifikasi
(transformasi perubahan fasa dari liquid menjadi solid) dalam sebuah cetakan
dengan pola tertentu. Digunakan pola cetakan sand mold yang memberikan biaya
(pola dan cetakan, peralatan serta tenaga kerja) yang murah jika kapasitas
produksi kurang dari 20 buah/jam. Gambar 2 merupakan skema dari salah satu
teknik pembuatan grinding ball dengan metode cetakan pasir (sand mold). Pola
cetakan yang digunakan terbuat dari polystyrene (styrofoam) (Kalpakjian, 2006).
Gambar 2. Skema proses pembuatan grinding ball.
Logam Cair
Cetakan Pasir (Pasir Silika,
Bentonit dan air )
Grinding Ball
10
2. Aplikasi Grinding Ball
Salah satu aplikasi utama grinding ball adalah pada proses penggerusan untuk
menghasilkan ukuran dimensi sesuai kebutuhan. Proses penggerusan secara
mekanik dilakukan untuk menghasilkan permukaan yang lebih halus dengan
waktu yang efektif, jika dibandingkan melakukan penggerusan batuan mineral
secara manual (Dieter, 1988).
Grinding ball umumnya digunakan sebagai bola penggerus pada alat ball mill
(Kartikasari dkk, 2007). Selain digunakan dalam proses penggerusan semen,
grinding ball juga diaplikasikan untuk pemurnian kimia, diantaranya untuk
mengurangi kandungan kalsium oksalat (Mawarni dan Widjanarko, 2015) dan
hidrasi tepung porang (Nandiwilasitio dan Widjanarko, 2014). Aplikasi lain dari
grinding ball yaitu pembuatan serbuk logam dengan metode mekanik (crushing
dan milling). Alat ini digunakan untuk menghancurkan bahan logam menjadi
serbuk yang sangat halus (Septiyan, 2010).
3. Karakteristik Grinding Ball
Hampir sebagian besar grinding ball yang digunakan pada pabrik semen di
Indonesia berasal India dan Cina. Grinding ball asal India termasuk ke dalam
kategori high chromium white cast iron dengan nilai kekerasan rata-rata 616 BHN
dan nilai kekerasan grinding ball asal Cina yaitu 442 BHN yang termasuk dalam
kategori low alloy high carbon steel (Nurjaman dkk, 2012). Komposisi dari
grinding ball ditunjukkan pada Tabel 1.
11
Tabel 1. Komposisi kimia grinding ball impor asal India dan Cina (Nurjaman
dkk, 2012).
Unsur Kadar (%)
Asal India Asal Cina
C 2,23 0,839
Si 0,314 0,331
S 0,07 0,42
P 0,134 0,035
Mn 0,431 0,522
Ni 0,132 0,073
Cr 14,1 0,678
Mo 0,078 0,012
Cu 0,043 0,249
Fe Bal. Bal.
Karakteristik grinding ball impor yang digunakan oleh pabrik semen di Indonesia
pada PT. Semen Gresik Tbk dari dua merk berbeda, yaitu merk A (diameter 30
mm) dan merk B (diameter 40 mm). Hasil uji komposisi kimia menunjukkan
bahwa ball mill impordiameter 30 mm mengandung 2,934%C-11,231%Cr-
0,117%Mo sedangkan diameter 40 mm mengandung 2,693%C-12,313%Cr-
1,103Mo termasuk dalam kelompok Besi tuang putih martensitASTM A532 Tipe
II A. Hasil pengamatan foto struktur mikro menunjukkan bahwa struktur terdiri
dari perlit, karbida, dan martensit yang ditunjukkan pada Gambar 3 (Kartikasari
dkk, 2007).
Gambar 3. Struktur mikro ball impor yang digunakan oleh pabrik semen di
Indonesia pada PT Semen Gresik (Kartikasari dkk, 2007).
Perlit
Karbida
Martensit
10µm
12
Menurut Standar Industri Indonesia (SII), yaitu SII-0789-83 (SNI-1069)
menyatakan bahwa persyaratan untuk kekerasan grinding ball berupa logam
terdiri dari besi dan baja. Ni-Hard merupakan salah satu material untuk
pembuatan grinding ball dengan kekersan minimal 53 HRC (500 BHN). Berikut
di bawah ini adalah Tabel 2 dan 3 yang memuat komposisi serta persyaratan
kekerasan minimal untuk masing-masing material tersebut (SNI, 1983).
Tabel 2. Klasifikasi komposisi material grinding ball (SNI, 1983).
Klasifikasi Komposisi
C Si Mn Cr Ni Mo Cu
Besi
Cor
Cil <3.74 <1,8 <0.5 <1.71 - - -
Tempa 2.38 -
2.65
- - 0.25-
2.53
- - -
Khrom
Tinggi 2.2-3.2 0.4-1.0 0.4-1.0
14.0-
20.0
- 0.05
-
Ni-
Hard 2.8-3.2 0.3-0.7 0.4-0.6 1.8-2.0 - - -
Baja Baja
Paduan
0.30-
0.85
0.15-
0.35
0.15-
1.0 - 2.4 0.37 0.15
Baja
Karbon
0.5-
0.85
0.15-
0.3 0.2 -0.9 - - - -
Tabel 3. Klasifikasi kekerasan material grinding ball menurut SII-0789-83 (SNI-
1069).
Klasifikasi BHN (min) HRC (min)
Cil 415 43
Tempa 506 52
Khrom Tinggi 600 59
Ni-Hard 500 53
Baja Paduan 400 47
Baja Karbon 262 25
13
B. Material Logam Besi
1. Logam Besi
Bijih besi merupakan bahan baku untuk pembuatan besi kasar. Jenis-jenis bijih
besi terdiri dari batu besi coklat (2𝐹𝑒2𝑂3 + 3H2𝑂) dengan kadar besi 40%, batu
besi merah(𝐹𝑒2𝑂3) dengan kadar besi 50%, batu besi maknit (𝐹𝑒3𝑂4) dengan
kadar besi 60% dan batu besi kalsit (𝐹𝑒𝐶𝑂3) dengan kadar 40%. Bijih besi terdiri
dari pasir, tanah lempung, serta batu-batuan yang harus dilakukan pemisahan
sebelum proses peleburan (Beumer, 1994).
Besi (Fe) adalah bukan sebuah logam dengan kemurnian tinggi tetapi
mengandung unsur-unsur kimia lainnya atau unsur paduan. Unsur paduan ini
dapat mempengaruhi sifat fisik dan mekanik material tersebut. Jumlah dan
distribusi unsur itu tergantung pada metode pembuatan (Paxton,1991).
2. Pembuatan Logam Besi
Besi yang diproduksi dari hasil proses tanur tinggi disebut juga besi kasar (pig
iron). Pig iron ini merupakan bahan dasar untuk membuat besi tuang. Proses
pembuatan pig iron dengan menggunakan tanur tinggi (blast furnace) ditunjukkan
pada Gambar 4. Bahan bakar yang digunakan adalah batu bara yang telah
dikarbonisasi (kokas). Ditambahkan juga batu kapur yang berfungsi untuk
membentuk terak (slag) dan dapat mengikat kotoran-kotoran yang ada dalam
logam cair.
14
Gambar 4. Skema proses pembuatan pig iron dengan blast furnace (Daryus,
2008).
Komposisi kimia unsur-unsur paduan dalam pig iron yang ditunjukkan pada
Tabel 4. Karena kadar karbonnya tinggi, maka pig iron mempunyai sifat yang
sangat rapuh dengan kekuatan rendah serta memiliki struktur mikro yang terdiri
dari grafit.
Tabel 4. Komposisi unsur kimia pig iron (Daryus, 2008).
Unsur Kimia Kadar (%)
Karbon (C) 3-4
Sulfur (S) 0,06-0,10
Posfor (P) 0,10-0,50
Silikon (Si) 1-3
Peleburan besi tuang biasanya dilakukan dalam tungku yang sering disebut
kupola. Bahan baku yang dilebur terdiri dari pig iron yang dihasilkan dari proses
blast furnace, ditambah dengan skrap besi tuang (return scrap). Bahan bakar yang
digunakan adalah kokas yang dimasukkan ke dalam kupola secara bergantian
dengan logam. Proses pembakaran terjadi dengan meniupkan udara ke dalam
kupola dengan menggunakan blower. Lalu ditambahkan juga sejumlah batu
15
kapur. Bahan ini dapat membantu pembentukan slag yang dapat mengikat
kotoran-kotoran sehingga memisahkannya dari besi cair (Daryus, 2008).
Produksi pertama NPI dimulai dengan blast furnace menggunakan bijih laterit
kadar rendah oleh cina pada tahun 2005. Bijih di impor dari Indonesia, Filipina,
dan New Caledonia. Proses ini hampir sama seperti produksi dari pig iron.
Perbedaannya adalah bijih besi mengandung nikel lebih banyak serta jumlah terak
yang dihasilkan juga akan meningkat. Produk blast furnace mengandung 2-10%
nikel. NPI diperoleh dengan dua proses yaitu menggunakan mini blast furnace
dan menggunakan tanur listrik (Astuti dkk, 2012).
3. Logam Besi Tuang (Cast Iron) dan Paduannya
Besi tuang paduan terdiri dari besi (Fe), karbon (C), dan silikon (Si) serta unsur
logam lainnya dimana kelarutan karbon dalam logam besi lebih besar
dibandingkan material baja. Keadaan besi tuang tanpa paduan juga ditunjukkan
pada Gambar 5. Berdasarkan kadar C dan Si dapat membedakan jenis-jenis
logam. Karbon yang melebihi batas kelarutan (ditunjukkan dengan garis putus-
putus) membentuk presipitat baik sebagai karbon grapit atau besi karbida. Kadar
kelarutan karbon dalam besi tuang yaitu sebesar 2,0-4,3% (ASM, 1991).
16
Gambar 5. Klasifikasi logam berdasarkan komposisi karbon dan silikon (ASM,
1991).
Terdapat empat jenis cast iron dengan masing-masing komposisi seperti pada
tampak pada Tabel 5. Berdasarkan komposisi kimia terdapat empat jenis besi
tuang adalah besi tuang kelabu (gray iron), besi tuang putih (white cast
iron/malleable iron), besi tuang kelabu dengan kekuatan tinggi (high-strength
gray iron), dan besi tuang nodular (nodular iron) (Heine et al., 1896).
Tabel 5. Komposisi kimia dari cast iron (Heine et al., 1896).
Unsur Gray iron
(%)
White iron
(malleable
iron) (%)
High-
strength
gray iron
(%)
Nodular
Iron (%)
Karbon 2,5 - 4,0 1,8 – 3,6 2,8 -3,3 3,0 – 4,0
Silikon 1,0 - 3,0 0,5 – 1,9 1,4 – 2,0 1,8 -2,8
Mangan 0,4 – 1,0 0,25 – 0,8 0,5 – 0,8 0,15 – 0,9
Sulfur 0,05 – 0,25 0,06 – 0,2 0,12 max 0,03 max
Posfor 0,05 – 1,0 0,06 – 0,18 0,15 max 0,1 max
Unsur-usur lain dalam besi tuang yaitu terdiri dari Tembaga (Cu), Timah (Sn),
Timbal (Pb), Seng (Zn), Antimon (Sb), Perak (Ag), Kadmium (K), Aluminium
17
(Al), Magnesium (Mg), Nikel (Ni), Kromium (Cr), Wolfram (W), Silikon (Si),
dan Mangan (Mn) (Beumer,1994).
Unsur–unsur diatas mempunyai fungsi dan pengaruh tersendiri terhadap besi
secara keseluruhan. Unsur paduan seperti Mn, Si, Ni, Cr, dan Mo akan
membentuk ikatan dengan unsur C dan Fe membentuk karbida komplek. Unsur
Fe dan C juga membentuk ikatan kovalen yang melahirkan fasa perlit. Matrik
perlit mempunyai ketahanan abrasif yang rendah tetapi memiliki ketangguhan
yang baik. Dalam setiap proses pendiginan lambat dalam cetakan, perlit akan
selalu terbentuk. Perlit akan mempengaruhi nilai kekerasan, yaitu dapat
menghasilkan kekerasan yang rendah (Elfendri, 2009).
4. BesiTuang Putih (White Cast Iron)
Besi tuang putih adalah besi tuang yang keras dan rapuh dan tidak dapat
dikerjakan mesin dengan baik. Besi jenis ini merupakan satu-satunya jenis besi
tuang dengan unsur karbon yang membentuk karbida (Singh, 2009). Besi tuang
dengan kandungan paduan tinggi bertujuan untuk memperbaiki ketahanan
terhadap korosi, panas, dan untuk pemakaian alat permesinan. Besi jenis ini juga
memiliki kandungan unsur paduan total yang biasanya tidak melebihi sekitar 3%
atau 4% (Rosenbreg, 1968). Karakteristik sifat mekanik dari besi tuang putih
ditunjukkan pada Tabel 6.
18
Tabel 6. Karakteristik sifat mekanik dari besi tuang putih (Rajan et al., 1997).
Sifa tmekanik Besaran
Kekerasan (BHN) 375-600
Kekuatan Tarik (MPa) 140-490
Kekuatan Tekan(MPa) 1400-1750
Besi tuang putih dimanfaatkan sebagai bahan baku besi tuang putih dapat tempa
(white-hearth malleable iron). Pada material tersebut dilakukan pemanasan besi
tuang dalam lingkungan oksidasi. Sebagai contoh memanaskan bijih besi pada
900oC selama 3-5 hari) (Smallman dan Bishop, 1995).
5. Struktur Mikro dari Logam Besi Tuang Putih (White Cast Iron)
Dalam besi tuang putih kandungan karbon merupakan gabungan dari karbida
yang terbebas dari grapit. Di bawah keadaan normal karbon cendrung bergabung
dengan besi membentuk karbida (Rajan et al., 1997). Pendinginan yang semakin
cepat akan meningkatkan jumlah karbida di dalam material besi tuang putih.
Sehingga jenis besi tuang ini akan menghasilkan nilai kekerasan yang tinggi.
Semakin lambat proses pendinginan akan meningkatkan persentase perlit dalam
bahan. Karena saat proses pendinginan berlangsung ikatan karbida akan terputus
sehingga berubah menjadi unsur tunggal atau bereaksi membentuk perlit
(Elfendri, 2009).
Struktur mikro besi tuang putih ditunjukkan pada Gambar 6. Dengan
menggunakan mikroskop optik pada perbesaran 400x terlihat struktur mikro yang
terbentuk terdiri dari karbida berwana putih dan perlit berwarna hitam.
19
Gambar 6. Struktur mikro besi tuang putih perbesaran 500x (Smallman dan
Bishop, 1995).
Martensitic white cast iron ASTM A-532 tanpa proses perlakuan panas
mempunyai stuktur terdiri dari martensit, perlit, dan karbida krom. Kandungan
perlit dan karbida krom hampir merata. Pada material yang mengalami proses
perlakuan panas pada temperatur 850℃ dengan waktu tahan selama 120 menit
kemudian di quenching dengan media oli SAE 50 dengan waktu tahan 120 menit.
Struktur yang dominan terdiri dari martensit, perlit kecil-kecil lebih halus, dan
karbida krom. Struktur mikro dari besi tuang putih martensitik ASTM A-532
ditunjukkan pada Gambar 7 (Subardi, 2011).
(a) (b)
Gambar 7. Struktur besi tuang putih martensitik ASTM A-532 (a) tanpa proses
perlakuan panas dan (b) proses perlakuan panas pada temperatur
850℃ selama 120 menit, kemudian di quenching dengan SAE 50
selama 120 menit (Subardi, 2011).
10µm
20
6. Grinding Ball dari Nickel Pig Iron (NPI)
Salah satu cara untuk meningkatkan besi tuang dengan cara penambahan nikel
dibuat oleh Hickling pada tahun 1799. Penggunaan 2,5-25% nikel dalam
membuat kapal dari besi tuang (Rosenbreg, 1968). Komposisi utama dari batuan
mineral mengandung nikel yang didominasi oleh nikel (Ni) dan silikon (Si)
dengan sedikit kandungan besi (Fe). Kekerasan batuan nikel mencapai 124-139
BHN. Dengan komposisi dan kekerasan ini maka batuan nikel memiliki potensi
untuk diolah lebih jauh sebagai sumber nikel dengan pengolahan standar industri
(Sujiono dkk, 2014).
Ferronikel dengan kadar Ni 1,5-8% dapat dihasilkan menggunakan blast furnace
dan biasa disebut dengan NPI. Blast furnace dengan arang kayu sebagai bahan
bakar dan reduktor dalam ukuran sedang dan kecil telah dioperasikan di Brazil.
Umpan yang dimasukkan dalam blast furnace adalah bijih besi (aglomerat), arang
kayu (kokas), dan bahan imbuh. Udara dipanaskan dalam stove sampai temperatur
700℃.
Energi yang dibutuhkan dari karbon saat proses juga dikonsumsi dalam reaksi
reduksi hampir sempurna. Sehingga FeO dalam terak tinggal sedikit atau bahkan
tidak ada. Dua batasan utama yang dapat terjadi yaitu kemungkinan untuk
meningkatkan rasio Ni/Fe dalam paduan dan rendahnya kandungan FeO dalam
terak. Sebagian besar terak mengandung silika (SiO2) dan magnesia (MnO2) yang
menyebabkan temperatur leleh terak menjadi tinggi. Ditambahkan batu kapur
sebagai bahan imbuh untuk mrenurunkan temperatur terak. (Astuti dkk, 2012).
21
C. Proses Perlakuan Panas (Heat Treatment)
Heat treatment didefinisikan sebagai proses pemanasan dan pendinginan yang
dilakukan pada logam dan paduan dalam bentuk padat sehingga memperoleh sifat
mekanik yang diinginkan (Rajan et al., 1997). Perubahan sifat mekanik yang
dapat diperoleh seperti kekerasan, kekuatan, keuletan, ketangguhan, dan lainnya
(Subardi, 2011).
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perlakuan panas yaitu temperatur
pemanasan, waktu yang diperlukan pada suhu pemanasan, dan laju pendinginan
(Rajan et al., 1997). Perlakuan panas yang umum digunakan sebagai berikut:
1. Subcritical
Subcritical merupakan proses pemanasan yang dilakukan sebelum proses
hardening. Proses ini bertujuan untuk mengubah struktur austenit jenuh karbon
yang terbentuk akibat proses solidifikasi menjadi struktur perlit. Transformasi ini
diperlukan sebelum dilakukan proses hardening. Jika struktur austenit jenuh pada
kondisi tanpa perlakuan panas diberi perlakuan hardening, maka akan terbentuk
austenit sisa yang jauh lebih stabil dari sebelumnya. Austenit terbentuk ini tidak
akan dengan mudah untuk bertransformasi menjadi martensit saat dilakukan
proses quenching dan tempering (Albertin dan Sinatora, 2001).
22
2. Peningkatan Kekerasan (Hardening)
Hardening umumnya digunakan untuk menghasilkan struktur martensit dari hasil
quenching setelah perlakuan panas austenisasi yang menghasilkan struktur
austenit. Proses hardening berfungsi untuk meningkatkan nilai kekerasan,
memperbaiki kekuatan, dan ketangguhan pada suatu logam. Perlakuan hardening
terdiri dari temperatur pemanasan, waktu tahan, dan laju pendinginan yang
dilakukan. Faktor yang mempengaruhi kekerasan logam yaitu ukuran butir
austenit, komposisi karbon, dan unsur paduan (Rajan et al., 1997). Pemanasan
pada temperatur austenisasi dilakukan untuk membentuk struktur mikro berupa
austenit. Suhu austenisasi yang digunakan sesuai dengan diagram fase besi yang
ditunjukkan pada Gambar 8.
Gambar 8. Diagram Fase Besi – Karbon (Rajan dkk, 1997).
23
3. Waktu Tahan (Holding Time)
Proses perlakuan panas yang dilakukan untuk mendapatkan kekerasan maksimum
dari suatu logam pada proses hardening. Dengan menahan pada temperatur
pengerasan untuk memperoleh pemanasan yang homogen. Sehingga didapatkan
struktur austenit yang homogen atau terjadi kelarutan karbida ke dalam austenit
serta difusi karbon dan unsur paduannya. Holding Time yang terlalu lama akan
terjadi pertumbuhan butiran yang menyebabkan turunnya kekerasan (Dalil dkk,
1999). Perlakuan holding time juga dapat mempengaruhi karbon yang terdifusi ke
permukaan grinding ball, sehingga mempengaruhi nilai kekerasan pada
permukaan grinding ball (Darma, 2014).
4. Pendinginan Cepat (Quenching)
Quenching adalah proses pendinginan secara cepat pada suatu logam dari
temperatur austenisasi di atas suhu kritis. Quenching menghasilkan transformasi
austenit menjadi martensit. Keefektifan transformasi yang dihasilkan sebagian
besar tergantung pada sifat quenching (ASM, 1991; Rajan et al., 1997).
Ada beberapa media quenching terdiri dari air, oli, larutan garam, dan udara.
Penambahan media seperti larutan polimer, larutan logam, dan gas juga
digunakan tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit.
a. Air
Air adalah media quenching yang paling populer karena harganya murah,
tersedia melimpah dan penanganannya mudah. Tidak ada masalah polusi
dengan penggunaan udara dan dapat mudah diatur. Air mempunyai nilai
24
maksimum pendinginan umumnya diantara semua quenching kecuali larutan
aquades. Pendinginan cepat yang diperoleh dari quenching media air sebagian
besar merugikan. Hal ini disebabkan saat quenching air dilakukan permukaan
logam tertutupi uap air yang sangat stabil untuk waktu lama.
b. Oli
Sebagian besar oli yang digunakan untuk mediaquenching adalah oli mineral.
Quenching oli menghasilkan pendinginan lambat dibandingkan quenching air.
Pendinginan lambat dihasilkan selama quenching oli kemungkinan
menurunkan cacat hardening pada benda kerja. Penggunaan oli menghasilkan
distorsi dan patahan yang lemah. Oli untuk media quenching grinding ball PT.
Semen Indonesia dapat meningkat kekerasan dari 781 BHN menjadi 963 BHN
(Nurfanani, 2013).
c. Udara
Banyak logamyang mampu dikeraskan dengan pendinginan udara atau
hembusan udara. Seperti pada baja hardening udara. Baja jenis ini hampir
bebas dari masalah distorsi (Rajan et al., 1997). Menggunakan udara paksa
untuk proses quenching pada besi tuang putih paduan krom tinggi telah
dilakukan (Shofi dkk, 2013).
Marquenching (martempering) adalah proses dimana benda kerja dilakukan
pendinginan cepat dari austenisasi mendekati temperatur Martensit star (Ms).
Ketika temperatur mencapai equilibrium tetapi sebelum memulai tranformasi. Oli
berhasil digunakan untuk marquenching. Marquenching tidak dapat
menghilangkan kebutuhan tempering. Struktur dari logam pada dasarnya sama
25
seperti saat quenching langsung terbentuk. Diagram proses marquenching
ditunjukkan pada Gambar 9.
Gambar 9. Diagram marquenching dalam proses quenching (ASM, 1991).
Proses quenching ditunjukkan pada Gambar 10 proses A-B (proses pemanasan
awal hingga suhu austenit), B-C (waktu tahan padasuhu isotermal), dan C-D
( proses quenching).
Gambar 10. Skema Quenching.
5. Tempering
Proses ini didefinisikan sebagai proses pemanasan logam setelah dikeraskan
melalui proses quenching. Temperin gadalah sebuah proses pemanasan di bawah
suhu kritis yang dilanjutkan dengan proses pendinginan secara perlahan. Proses
pemanasan ini dapat menurunkan kekerasan, kekuatan, dan tahan aus dari
26
material. Namun menghilangkan tekanan dalam, memperbaiki keuletan,
ketangguhan dan transformasi austenit sisa (ASM, 1991; Rajan et al., 1997).
Proses tempering ditunjukkan pada Gambar 11 dengan simbol A-B-C-D (proses
quenching), D-E (proses pemanasan awal hinggasuhu di bawah kritis), E-F
( waktu tahan pada suhu isotermal), danF-G (proses pendinginan pada
temperatur ruang).
Gambar 11. Skema Tempering.
D. Macam-Macam Pengujian Logam
Beberapa metode pengujian yang umumnya dilakukan untuk mengetahui
kakrakteristik dari material besi tuang. Metode pengujian yang dilakukanberupa
uji komposisi, uji kekerasan,dan struktur mikro.
1. Uji Komposisi
Pengujian komposisi kimia adalah suatu pengujian untuk mengetahui kandungan
unsur kimia yang terdapat pada logam dari suatu benda uji. Komposisi kimia dari
logam sangat penting untuk menghasilkan sifat logam yang baik. Spectrometer
adalah alat yang mampu mengalisis unsur logam dan paduan yang terdapat dalam
27
material tersebut. Gambar 12 merupakan Spektrometer dengan mudah, cepat, dan
akurat.
Gambar 12. Spectrometer tipe OES (Sumber: LIPI Lampung).
Prinsip dasar dari kandungan unsur dan komposisinya yang diketahui pada alat ini
adalah apabila suatu logam dikenakan energi listrik atau panas maka kondisi
atom-atomnya akan menjadi tidak stabil. Sehingga dapat terdeteksi komposisi
serta jumlah dari logam tersebut (Yogantoro, 2010).
2. Uji Kekerasan (Hardness)
Uji kekerasan adalah kemampuan suatu benda untuk menahan beban identasi atau
penekanan. Uji ini bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam
bentuk daya tahan material terhadap indentor yang ditekan pada permukaan
material tersebut (Dieter, 1988). Misalkan menggunakan Rockwell tipe C intan
sebagai indentor dangan beban 1471 N. Macam-macam indentor dan aplikasi
untuk uji kekerasan terdapat pada Tabel 7.
28
Tabel 7. Skala dan indentor untuk uji kekerasan (ASM, 1991).
Skala Indentor Tekanan (N) Aplikasi
A
Intan 120⁰ radius vertex
0,2mm
588,4
Logam keras, karbida, permukaan
baja yang di quenching, dan baja
carburizing.
D 980,7 Lapisan tipis baja dan permukaan baja
yang di quenching.
C 1471,0
permukaan baja yang di quenching,
baja yang di tempering dan besi tuang
dengan kekerasan tinggi.
F
Bola (d
1,5875 mm)
588,4
Besi tuang, aluminium paduan,
magnesium paduan, copper paduan,
dan baja karbon rendah.
B 980,7
Baja karbon rendah, aluminium
paduan, copper paduan, besi tuang
malleable, dan baja paduan
G 1471,0 Besi posfor, berilium bronze, dan besi
tuang malleable.
H Bola (d
3,175mm)
588,4 Aluminium, zinc dan timah.
E 980,7 Timah, plastik keras dan material
lunak lainnya.
Prinsip uji Rockwell dengan indentor bola baja dan beban lainnya sama seperti
prinsip indentor dengan indentor intan. Metode yang dilakukan untuk fungsi dari
uji Rockwell yang dikembangkan dari permesinan. Umumnya mesin digunakan
untuk standar Rockwell dan uji permukaan Rockwell. Namun tersedia gabungan
dari dua mesin yang dapat melakukan kedua tipe pengujian. Sistematik dari mesin
uji Rockwell ditunjukkan pada Gambar 13.
29
Gmabar 13. Sistematik dari mesin uji Rockwell (ASM, 1991).
3. Uji Struktur Mikro (Metalography)
Metalografi atau mikro struktur adalah suatu bentuk susunan struktur yang
terbentuk pada material logam dengan ukuran yang sangat kecil dan tidak
beraturan. Bentuk material berbeda-beda tergantung pada unsur dan proses
pencetakan (ASM, 2004).
Mikroskop adalah alat yang penting dalam teknik metalurgi. Gambar 14
menunjukkan tipe mikroskop metalurgi dan prinsip kerja dasar mikroskop.
Mikroskop terdiri dari dua bagian yaitu komponen mikroskop dan sistem listrik.
Sinar dari sumber cahaya masuk ke dalam celah dari mikroskop. Cahaya jatuh
pada permukaan prisma kanan dan terjadi pemantulan. Pemantulan cahaya
melewati fase lensa objektif dari mikroskop dan jatuh ke permukaan material
30
logam. Pantulan permukaan kembali melewati cahaya dan lensa objektif yang
terlihat dengan mata. Lensa objek memecahkan struktur logam sedangkan
perbesaran bagian mata membentuk gambar dari lensa objektif.
Gambar 14. Skema pengamatan struktur mikro dengan mikroskop (ASM, 1991).
Tujuan dari analisis metalurgi adalah untuk mengetahui ukuran butir, bentuk dan
distribusi serta persentasi jenis dari unsur pokok dalam struktur material.
Pengamatan ini juga bertujuan untuk mencocokkan kesesuaian material dengan
spesifikasi mutu maupun persyaratan operasional yang diinginkan. Selain dapat
memperlihatkan bentuk struktur mikro uji metalografi juga dapat menyatakan
benar tidaknya bentuk mikro struktur logam sebelum mengalami proses-proses
perlakuan panas seperti normalisasi atau pendinginan cepat (Rajan et al., 1997).
31
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada November hingga Desember 2016 di
Laboratorium Pengecoran Logam dan Laboratorium Uji Kimia Balai Penelitian
Teknologi Mineral - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang bertempat
di Jl. Ir. Sutami km 15 Tanjung Bintang, Lampung Selatan.
B. Alat dan Bahan
1. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: Cutting Tool merk
Precise, Furnace merk Br Bamstead Thermolyne, Spectrometer tipe OES (Optical
Emission Spectrometry) model Spectromax tipe Benchtop, Neraca Ohaus,
Mikroskop Optik merk Nikon tipe MA-100, Rockwell-Analog Hardness Tester
merk Starret 3814, Mounting Press XQ-28, Polishing Machine merk Uni Pol
1210, Kipas Angin merk Regency 18” FL 45 Deluxe 1086204, hairdryer, penjepit
besi, batang pengaduk, gelas ukur, dan gelas kimia dengan merk pyrex iwaki.
32
2. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Logam Nickel Pig Iron (NPI),
bakelite, amplas (#120, #400, #600, #800, #1000, dan #1200), kain buludru,
larutan TiO2, larutan Nital 3%, alcohol, aquades, tisu, air, dan Oli SAE 40.
C. Preparasi Sampel
Peleburan sampel Nickel Pig Iron (NPI) sama sperti peleburan sampel Besi tuang
putih paduan krom tinggi. Material dilebur pada tungku induksi dengan kapasitas
500 kg/heat. Setelah mencair dan mencapai temperatur 1450℃. Selanjutnya
dituang ke dalam cetakan berbentuk batang yang berukuran diameter 20 mm dan
panjang 50mm (Riansyah, 2012). Sampel NPI dilakukan preparasi untuk proses
perlakuan panas dan pengujian sampel. Preparasi dilakukan untuk dengan
menyiapkan 8 buah sampel NPI berbentuk batang logam. Memotong 8 buah
sampel dengan cutting tool ukuran diameter 20 mm tinggi 10mm. Sampel yang
terdiri dari 1 sampel untuk uji komposisi dan 7 sampel untuk uji kekerasan. Serta
menyiapkan sampel untuk uji struktur mikro 7 buah berukuran 10mm x10mm dan
tinngi 5mm. Pada Tabel 8 menunjukkan persiapan jumlah sampel yang digunakan
untuk proses pengujian.
33
Tabel 8. Persiapan jumlah sampel uji.
Jenis Pengujian
Jumlah Sampel
As-cast As-quench As-temper
Udara Air Oli Udara Air Oli
Komposisi
Kimia 1 - - - - - -
Struktur Mikro 1 1 1 1 1 1 1
Kekerasan 1 1 1 1 1 1 1
Jumlah Sampel
masing-masing 3 2 2 2 2 2 2
Jumlah seluruh
sampel 15
Setelah didapatkan sampel untuk pengujian member kode pada sampel. Kode
pada sampel ditunjjukkan pada Tabel 9.
Tabel 9. Pemberian kode sampel uji.
Proses Perlakuan Kode sampel
Udara Air Oli
Quenching U1 A1 O1
Tempering U2 A2 O2
D. Perlakuan Quenching
Perlakuan quenching dilakukan setelah proses perlakuan panas austenisasi pada
suhu 850℃ selama 5 jam. Proses quenching pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan tiga macam media berupa udara paksa, air, dan oli. Sebelum
dilakukan austenisasi dilakukan terlebih dahulu perlakuan panas subcritical 700℃
selama 2 jam. Sampel yang telah siap dilakukan proses perlakuan panas
mrenggunakan furnace dengan kenaikan suhu 4 oC/menit.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses subcritical ini sebagai berikut:
a. Menyiapkan sampel dan memasukkan sampel ke dalam furnace.
34
b. Menghubungkan aliran listrik dengan furnace.
c. Menghidupkan furnace dengan menekan skalar pada posisi “ON”.
d. Mengatur suhu yang diinginkan yaitu 700oCdengan waktu taham selama 2
jam.
e. Mengeluarkan sampel dari furnace dan meletakkan pada bata api pada
suhu ruang.
f. Mematikan furnace setelah proses selesai.
Selanjutnya langkah-langkah untuk proses austenisasi sebagai berikut:
a. Menyiapkan sampel dan memasukkan sampel ke dalam furnace.
b. Menghubungkan aliran listrik dengan furnace.
c. Menghidupkan furnace dengan menekan skalar pada posisi “ON”.
d. Mengatur suhu yang diinginkan yaitu 850oC dengan kenaikan suhu
4oC/menit dan waktu tahan selama 5 jam.
e. Mengeluarkan sampel dari furnace dan melakukan proses quenching.
f. Mematikan furnace setelah proses selesai.
Setelah itu langkah-langkah untuk proses quenching sebagai berikut:
a. Menyiapkan 3 macam media quenching yaitu udara paksa, air dan oli.
b. Mengeluarkan sampel kode U dari furnace lalu meletakkan di depan kipas
angin yang telah hidup.
c. Mengeluarkan sampel kode A dari furnace lalu mencelupkan kedalam air.
d. Mengeluarkan sampel kode O dari furnace lalu mencelupkan kedalam oli.
e. Setelah semua sampel dingin menggambil dan mengangkat sampel dari
proses quenching.
35
E. Perlakuan Tempering
Sampel yang telah melalui proses quenching dilakukkan proses tempering.
Perlakuan ini sama seperti pada perlakuan subcritical dan austenisasi. Sampel
dilakukan proses perlakuan panas dengan menggunakan furnace. Temperatur
suhu yang digunakan pada proses ini adalah 250 oC dengan kenaikan suhu
4oC/menit serta waktu tahan selama 2 jam. Langkah-langkah selanjutnya untuk
proses tempering sebagai berikut:
a. Menyiapkan sampel dan memasukkan sampel ke dalam furnace.
b. Menghubungkan aliran listrik dengan furnace.
c. Menghidupkan furnace dengan menekan skalar pada posisi “ON”.
d. Mengatur suhu yang diinginkan yaitu 250oC dengan waktu tahan selama 2
jam.
e. Mengeluarkan sampel dari furnace dan dan meletakkan pada bata api pada
suhu ruang.
f. Mematikan furnace setelah proses selesai.
F. Siklus Perakuan Quenching dan Tempering
Siklus perlakuan panas quenching dan tempering merupakan proses perlakuan
panas mulai dari fase awal atau subcritical hingga proses tempering. Pada
penelitian ini pemanasan dimulai dengan memanaskan sampel pada suhu 700℃
selama 2 jam dan didiniginkan pada suhu ruang. Selanjutnya dilanjutkan
pemamanasan kembali pada suhu 850℃ selama 5 jam dan didinginkan secara
cepat (quenching). Sampel yang telah didinginkan secara quenching kemudian
36
diberikan perlakuan panas lanjutan berupa tempering pada suhu 250℃ selama 2
jam. Siklus perlakuan quenching dan tempering ditunjukkan pada Gambar 15.
Gambar 15. Siklus perlakuan quenching dan tempering.
G. Pengujian Sampel
Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji komposisi kimia, uji
kekerasan dan analisis struktur mikro yang terbentuk pada sampel.
1. Uji Komposisi
Pengujian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia atau
kandungan unsur dalam sampel NPI. Pengujian ini dilakukan dengan
menggunakan spectrometer tipe OES (Optical Emission Spectrometry), model
Spectromax tipe Benchtop yang ditunjukkan pada Gambar 16.
Temperatur (℃)
Subcitical
2 jam
5 jam
250
700
850
Austenisasi
Tempering
2 jam
Quenching
37
Gambar 16. Alat uji komposisi (spectrometer tipe OES).
Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pengujian ini sebagai berikut:
a. Memotong sampel dengan diameter 20mm dan tinggi 20mm.
b. Membersihkan permukaan sampel yang kotor dan terkorosi dengan
pengkikir amplas.
c. Menghubungkan aliran listrik dengan Spektometer.
d. Menghidupkan spektometer dengan menekan skalar pada posisi “ON”.
e. Meletakkan sampel yang telah bersih pada dudukan Spektometer.
f. Melakukan pengambilan data.
g. Mengangkat sampel dari dudukan dan mencetak data komposisi kimia
yang didapatkan.
h. Mematikan Spektometer setelah selesai.
2. Uji Kekerasan
Pengujian kekerasan ini bertujuan untuk mengetahui nilai kekerasan dari masing-
masing sampel. Pengujian ini menggunakan alat Analog hardness tester dengan
38
merk Rockwell Starret ditunjukkan pada Gambar 17. Digunakan Rockwell tipe C
dan intan sebagai indentor dengan beban 1471N.
Gambar 17. Alat uji kekerasan (Analog hardness tester).
Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pengujian ini sebagai berikut:
a. Menyiapkan sampel yang akan dilakukan pengujian.
b. Sebelum melakukan pengujian permukaan sampel dibuat menjadi rata
menggunakan amplas 120.
c. Meletakkan sampel pada dudukan rockwell.
d. Memutar dudukan Rockwell hingga panah pada dial gauge menunjukkan
pada titik merah.
e. Setelah itu memutar tuas unloading ke arah loading dan menunggu panah
yang berputar hingga berhenti. Lalu kemabali memutar tuas ke arah
unloading.
f. Melihat hasil pembacaan yang ditunjukkan oleh panah pada dial gauge.
g. Melakukan pengulangan masing-masing tiga kali penjejakan dengan
daerah yang berbeda-beda.
39
3. Uji Metalografi
Pengujian metalografi ini bertujuan untuk mengetahui struktur mikro dari masing-
masing sampel uji. Pengujian ini menggunakan inverted metallurgical microscope
dengan merk Nikon tipe MA-100 ditunjukkan pada Gambar 18. Sebelum
dilakukan uji metalografi, masing-masing material yang telah dilakukan proses
polishing dan pengetsaan agar struktur mikronya dapat teramati dengan jelas pada
mikroskop optik.
Gambar 18. Alat uji metalografi (Mikroskop Nikon tipe MA-100).
Langkah–langkah yang dilakukan sebelum melakukan pengamatan struktur mikro
adalah :
a. Sampel di-monting dengan menggunakan alat mounting press.
b. Dilakukan grinding dan polishing yang bertujuan menghaluskan
permukaan sampel untuk mengetahui struktur mikro sampel grinding ball
pada mikroskop optik. Penghalusan sampel menggunakan grinding dan
polishing machine dengan amplas masing-masing ukuran yaitu 120, 400,
600, 800, 1000, dan 1200, serta kain bludru dengan larutan TiO2..
c. Pengetsaan menggunakan larutan Nital 3% yang bertujuan untuk merusak
permukaan sampel saat diamati pada mikroskop optik. Dilakukan
40
pengetsaan dengan cara mencelupkan permukaan sampel kedalam larutan
nital selama 5 detik dan dibilas alkohol. Kemudian membersihkan
permukaan dengan air mengalir mengeringkan permukaan sampel hingga
kering untuk dilakukan pengamatan menggunakan mikroskop optik.
Setelah langkah–langkah di atas telah selesai dilakukan maka dilanjutkan proses
pengamatan. Langkah–langkah yang dilakukan pengamatan struktur mikro
sebagai berikut :
a. Meletakkan sampel pada meja mikroskop.
b. Menghubungkan aliran listrik dengan mikroskop optik.
c. Menghidupkan mikroskop optik dengan menekan skalar pada posisi
“ON”.
d. Setelah mikroskop hidup mengatur pencahayaan pada cermin mikroskop.
e. Lalu memutar tombol fokus untuk memfokuskan gambar.
f. Setelah mendapatkan gambar, memfoto gambar tersebut dan menyimpan,
g. Melakukan perngulangan langkah e dan f dengan perbesaran yang
berbeda-beda. Perbesaran yang digunakan yaitu 100x, 200x, dan 500x.
h. Mengangkat sampel dari meja mikroskop dan dan menyimpan foto
struktur mikro yang didapatkan.
i. Mematikan mikroskop optik setelah proses selesai.
41
H. Diagram Alir
Proses penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada diagram alir Gambar 19.
Gambar 19. Diagram alir penelitian yang dilakukan.
Uji Komposisi
Uji Kekerasan
Uji Struktur Mikro
Uji Kekerasan
Uji Struktur Mikro
Preparasi Sampel
Nickel Pig Iron (NPI)
Tempering 250℃
selama 2 jam
(As-Cast)
Austenisasi 850℃
selama 5 jam
Subcritical 700℃
selama 2 jam
Quenching
Udara, Air, dan Oli
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan
sebagai berikut :
1. Dari hasil pengujian sampel NPI didapatkan nilai kekerasan sebesar 47,5 HRC
(456 BHN) dengan sktuktur mikro terdiri dari karbida, ferit, dan perlit.
2. Sampel NPI yang telah dilakukan perlakuan panas yang di-quenching media
udara paksa sebesar 44 HRC (418 BHN). Sehingga tidak dapat meningkatkan
nilai kekerasan, hal ini terlihat dari struktur martensit dan karbida serta masih
banyak terbentuknya austenit sisa.
3. Sampel NPI dengan dengan kandungan 2,28% C dan 0,222% Si serta unsur
paduan berupa 2,75% Ni memiliki sifat hardenability yang lebih rendah jika
dibandingkan High Chromium White Cast Iron.
4. Sampel NPI yang telah dilakukan perlakuan panas yang di-quenching media
air dan oli dapat meningkatkan nilai kekerasan yaitu masing-masing sebesar
61,3 HRC (672,7 HBN) dan 61,7 HRC (679,7 BHN). Nilai kekerasan
60
meningkat disebabkan gabungan antara matrik martensit dan kabida serta
karbida sekunder halus yang tersebar merata pada permukaan logam.
5. Setelah dilakukan termpering nilai kekerasan sampel as-quench media udara
paksa sebesar 41,7 (390 BHN), quenching media air dan oli sebesar 55 HRC
(570 BHN). Pada sampel as-quench media udara paksa yang di-tempering
tidak dapat meningkatkan nilai kekerasan, hal ini disebabkan hanya
sedikitnya austenit sisa yang berubah menjadi martensit. Sedangkan as-quench
media air dan oli terdiri struktur martensit dan karbida sekunder yang
menghasilkan nilai kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan as-quench
media udara paksa.
6. Dari ketiga sampel NPI yang telah dilakukan perlakuan panas sampel as-
quench media air dan oli yang di tempering memenuhi syarat pembuatan
grinding ball menurut SNI-1069.
B. Saran
Dari penelitian dan kesimpulan yang didapatkan maka disarankan untuk
melakukan uji impak dan uji ketahanan aus. Pengujian tersebut berfungsi untuk
mengetahui kualitas NPI sebagai produk grinding ball.
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal, Dhirendra dan Bandal, Ashok K. 2015. Effect of Heat Treatment on
Corrosion Resistance of a Fe-3C-10Mn-6Cr Alloy White Cast Iron.
International Journal of Emerging Technology and Advanced Engineering.
ISSN 2250-2459. Vol 5. Lord Krishna College of Engineering (An ISO
9001:2008 Certified Institute) Ghaziabad, Uttar Pradesh, India. Hal 71-75.
Albertin, E dan Sinatora, A. 2001. Effect of Carbide Fraction and Matrix
Microstructure on the Wear of Cast Iro Balls Tested in a Laboratory Ball
Mill. Elsevier Science B.V. All rights reserved. Wear 250. Hal 492-501.
ASM Handbook. 1991. Heat Treating. Vol 04. ASM International. The Material
Information Company.
ASM Handbook. 1991. Properties and Selection: Irons, Steels, and High
Performance Alloys. Vol 1. ASM International. The Material Information
Company.
ASM Handbook. 2004. Metallography and Microstructures. Vol 09. ASM
International. The Material Information Company.
Astuti, Widi., Zulhan, Zulfiadi., Shofi, Achmad., Isnugroho, Kusno., Nurjaman
Fajar., dan Praetyo, Erik. 2012. Pembuatan Nickel Pig Iron (NPI) Dari
Bijih Nikel Laterit Indonesia Menggunakan Mini Blast Furnace. Prosiding
InSINas. 0404. Hal 66-71.
Beumer, B.J.M. 1994. Ilmu Bahan Logam, Jilid I Terjemahan B.S. Anwir,
Bhratara Karya Aksara, Jakarta. Hal 49-123.
Bravo, Sergio V., Yamamoto, Kaoru., Miyahara, Hirofumi., dan Ogi, Keisaku.
2007. Control of Carbides and Graphite in Ni-Hard Type Cast Iron for
Hot Strip Mills. Material Science Forum Vols 561-565 Trans Tech
Publications, Switzerland. Hal 1023-1026.
Col, Mustafa., Koc, Funda G., Oktem, Hasan., dan Kir Durmus. 2016. The Role of
Boron in High Alloy White Cast Iron (Ni-Hard 4) on Microstructure,
Mechanical Properties and Wear Resistance. Elsevier Science B.V. All
rights reserved. Wear 348-349. Hal 158-165.
Coronado, JJ., Gomes, A., dan Sinatora, A. 2009. Tempering Temperature Effects
on Abrasive Wear of Mottled Cast Iron. Elsevier Science B.V. All rights
reserved. Wear 267. Hal 2070-2076.
Dalil, Adhy P dan Ismet I. 1999. Pengaruh Perbedaan Waktu Penahanan Suhu
Stabil (Holding Time) Terhadap Kekerasan Logam. Jurnal Natur Indonesia
II.
Darma, Sistya G. 2014. Pengaruh Temperatur dan Holding Time Terhadap
Ketahanan Aus Grinding Ball Pada Proses Pack Carburizing Di PT.
Semen Indonesia (Skripsi). Fakultas Teknik. Universitas Brawijaya.
Malang. Hal 48.
Daryus, Asyari. 2008. Proses Produksi. Fakultas Teknik. Universitas Darma
Persada. Jakarta. Hal 11-14.
Dieter, George E. 1988. Mechanical Metalurgy SI Metric Edition. McGraw-Hill
Series in Materials Science and Engineering. Singapor. Hal 332-699.
Dogan, O.N., Hawk, J.A., dan Rice, J. 2004. Comparison of Three Ni-Hard I
Alloy. DOE/ARC-070. Hal 70-74.
Elfendri. 2009. Pengaruh Media Pendingin Terhadap Kekerasan Makro Dan
Mikro Ni– Hard IV. Jurnal Aptek Vol. 1 No. 1. Hal 18-23.
Fan, X.H., He, L., dan Zhou, D.Q. 1990. A Study of High Chromium Cast Iron on
Abrasion Resistance and Impact Fatigue Resistance. Paper presented at
the International Conference on Wear of Materials, USA. Elsevier
Sequola. Wear 138. Hal 47-60.
Farge, Jean C., Fortin, Robert., dan Joli, Mont. 1982. Low Alloy White Cast Iron.
United StatesPatent.4,338,128. Noranda Mines Limited. Toronto. Canada
Hal 1-4.
Habibi, Firdaus. 2010. Karakterisasi Sifat Fisis Dan Mekanis Grinding Ball Impor
Diameter 40 mm yang digunakan di PT. Indocement Tunggal Prakarsa
Tbk (Skripsi). Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Hal 22.
Heine, Richard W., Loper, Carl R., dan Rosenthal, Philip C. 1896. Principles of
Metal Casting second edition. Mc Graw-Hill Book Company. New York.
Hal 492-497.
Hermawandi dan Hidayat, Asrul. 2005. Analisa Perubahan Struktur Akibat Heat
Treatment pada Logam ST, FC dan Ni-Hard 4. Jurnal Teknik Vol 7.
Jurusan Teknik Perancangan Mekanik. Politeknik Manufaktur Timah. Hal
57-62.
Izciler, M dan Celik, H. 2000. Two and Three Body Abrasive Wear Behavior of
different Heat-Treated Boron Alloyed High Chromium Cast Iron Grinding
Balls. Journal of Materials Processing Technology 105. Elsevier Science
B.V. Hal 237-245.
Jeshvaghani, R. Arabi., Harati, E., dan Shamanian, M. 2011. Effect of Surface
Alloying on Microstructure and Wear Bahavior of Ductile Iron Surface-
Modified with a Nickel-based Alloy using Shielded Metal arc Welding.
Materials and Design 32. Elsevier Science B.V. All rights reserved. Hal
1531-1536.
Kadhim, Mohammad J., Abood, Adnan N., dan Yaseen, Rabiha S. 2011. The Role
of Manganese on Microstructure of High Chromium White Cast Iron.
Modern Applied Science Vol 5. ISSN 1913-1844. E-ISSN 1913-1852. Hal
179-185.
Kalpakjian, S. 2006. Manufacturing, Engineering, and Technology. Pearson
Education.
Kartikasari, Ratna. Soekrisno, R dan Ilman, M Noer. 2007. Karakterisasi Ball
Mill Import pada Industri Semen di Indonesia. Jurnal Teknik Mesin Vol.
9, No 1. Hal 18-24.
Liu, Jinzhu Man, Yongfa. 1993. Development of Abrasion-resistant Ni-Hard 4
Cast Iron. Institute of Metal Research, Academia Sinica, Shenyang
110015 (China) Waer 162-164. Hal 833-836.
Liu, Wenyan., Qu, Jingxin., dan Lin, Fuyan. 1997. A Study of Bainitic Nodular
Cast Iron for Grinding Balls. Elsevier Science B.V. All rights reserved.
Wear 205. Hal 97-100.
Maraveas, C., Wang, Y.C,. Swailes, T., dan Sotiriadis, G. 2015. An Experimental
Investigation of Mechanical Properties or Strutural Cast Iron at Ekevated
Termperatures and After Cooling Down. Fire Safety Journal 71. Elsevier
Ltd. All rights reserved. Hal 340-352.
Mawarni, Tika R dan Widjanarko, Bambang S. 2015. Penggilingan Metode Ball
Mill Dengan Pemurnian Kimia Terhadap Penurunan Oksalat Tepung
Porang. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2. Hal 571-581.
Mohammadnezhad, M., Javaheri, V., Shamanian. M., Naseri, M., dan Bahrami,
M. 2013. Effects of Vanadium Addition on Microstructure, Mechanical
Properties and Wear Resistance of Ni-Hard 4 White Cast Iron. Materials
and Design 49. Elsevier Science B.V. All rights reserved. Hal 888-893.
Nandiwilastio, Novan dan Widjanarko, Bambang S. 2014. Pengaruh Rasio Chips
Dengan Bola Penumbuk Ball Mill Terhadap Rendemen Dan Kemampuan
Hidrasi Tepung Porang. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.1 Hal
106-11.
Nugroho, Petrus S. 2010. Karakterisasi Grinding Ball Import Diameter 30 mm
yang di pakai PT. Semen Gresik (Persero) Tbk (Skripsi). Universitas
Sebelas Maret. Surakarta. Hal 5-15.
Nurfanani, Ach. 2013. Perbandingan Media Pendingin Oli Sae 5w Dan Air
Garam Pada Proses Quenching Grinding Ball 40 mm terhadap Kekerasan
dan Ketahanan Aus di PT. Semen Indonesia(Persero) Tbk (Skripsi).
Jurusan Teknik Mesin. Universitas Jember. Hal 37-41, 45.
Nurjaman, Fajar., Suharno, Bambang., Astuti, Widi., dan Aryati, Myrna. 2012.
Karakteristik Grinding Ball Impor Asal India dan Cina. Prosiding Seminar
Nasional Material dan Metalugi (SENAMM V). Hal 78-84.
Paxton, Harold W. 1991. Materials of Engineering. United States Steel Professor
Emeritus, Carnegie Mellon University. Hal 13.
Prasetyo, Budi A dan Prasetiyo, Puguh. 2011. Peningkatan Kadar Nikel (Ni) dan
Besi (Fe) dari Bijih Nikel Laterit Kadar Rendah Jenis Saprolit untuk
Bahan Baku Nickel Containing Pig Iron (NCPI/NPI). Majalah Metalurgi,
Vol 26. No ISSN 0126-3188. Hal 123-129.
Rajan, T.V., Sharma. C.P., dan Sharma, Ashok. 1997. Heat Treatment Principles
and Techniques. Revised Edition. Prentice Hall of India Private Limited.
New Delhi-110001. Hal 40-301.
Riansyah Z, Wali. 2012. Pengaruh Temperatur Destabilisasi 850℃, 950℃ dan
1050℃ dengan Perlakuan Sub-Zero terhadap Kekuatan Mekanik Besi
Tuang Putih untuk Aplikasi Grinding Ball (Skripsi). Jurusan Teknik
Matalurgi dan Material. Universitas Indonesia. Depok. Hal 40-41.
Romaeni, Imaniar. 2016. Pembuatan Bola Gerus dari Besi Tuang Putih paduan
Krom Tinggi (Skripsi). Jurusan Fisika. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hal 40-52.
Rosenbreg, Samuel J. 1968. Nickel and Its Alloys. Institute for Materials Research
National Bureau of Standards. Washington, D.C. 20234. Hal 110.
Septianto, Bayu A. dan Setiyorini, Yuli. 2013. Pengaruh Media Pendingin pada
Heat Treatment terhadap Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Friction
Wedge AISI 1340. Jurnal Teknik Pomits Vol 2 No. 2 ISSN 2337-3539. Hal
342-347.
Septiyan, Irfan. 2010. Pengaruh Milling Terhadap Peningkatan Kualitas Pasir
Besi Sebagai Bahan Baku Industri Logam (Skripsi). Fakultas Sains Dan
Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Shofi, Achmad., Astuti, Widi., dan Nurjaman, Fajar. 2013. Karakteristik Struktur
Mikro dan Sifat Mekanik Besi Tuang Putih Paduan Krom Tinggi Hasil
Thermal Hardening untuk Aplikasi Grinding Ball. Majalah Metalurgi
Vol.28. ISSN 0216-3188 Hal 177-184.
Singh, Ramesh. 2009. Materials Selectiom and Design. Gulf Interstate
Engineering. Houston, Texas. Hal 58.
Smallman, R.E. dan Bishop, R.J. 1995. Modern Physical Metallurgy and
Materials Engineering. Science, process, applications. Sixth Edition.
Butterworth-Heinemann. Oxford Auckland Boston Johannesburg
Melbourne New Delhi. Hal 304.
Standar Industri Indonesia (SII). 1983. Bola Pelumat Logam Ferro. SII-0789-83
(SNI-1069).
Subardi. 2011. Pengaruh Viskositas Media Celup Terhadap Kekerasan dan
Struktur Mikro Besi Tuang ASTM A532. Jurusan Teknik Mesin STTNAS
Yogyakarta. Vol. 11. No 1. Hal 1-10.
Suherman, Wahid. 1988. Ilmu Logam 1. ITS. Surabaya. Hal 145.
Sujiono, E.H., Diantoro, M., dan Samnur. 2014. Karakteristik Sifat Fisis Batuan
Nikel di Sorowako Sulawesi Selatan. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia
Vol. 10 No 2. Hal 163-167.
Sun, Yufu., Hu, Sumeng., Xiao, Zhiyun., You, Sansan., Zhao, Jingyu., dan Lv,
Yezhe. 2012. Effect of Nickel on Low-Temperature Impact Toughness and
Corrosion Resistance of High-Ductility Ductile Iron. Materials and Design
41. Elsevier Science B.V. All rights reserved. Hal 37-42.
Wahjudi, Didik dan Amelia. 2000. Penelitian Optimasi Temperatur yang
Mempengaruhi Kekerasan pada Pembuatan Grinding Ball dengan Cara
Hot Rolling. Jurnal Teknik Mesin Vol 2. No 2. Hal 91-96.
Yogantoro, Anom. 2010. Penelitian Pengaruh Variasi Temperatur Pemanasan Low
Tempering, Medium Tempering dan High Tempering pada Medium Carbon Steel
Produksi Pengecoran Batur-Klaten terhadap Struktur Mikro, Kekerasan
Dan Ketangguhan (Skripsi). Universitas Mahammadiyah. Surakarta. Hal
49-50.
Zulhan, Zulfiadi., Yusuf., Sata, Andi. Y., Solichin., Astuti, Widi., Sibarani,
David., Ralang, M Dye N., dan Bagoes R A, Indra. 2012. Permodelan
Proses Pembuatan Nickel Pig Iron (NPI) dengan Blast Furnace untuk
Menentukan Kebutuhan Kokas, Komposisi Produk dan Terak serta
Kapasitas Pabrik sebagai Fungsi dari Kandungan Nikel Di Bijih dan
Volume Blast Furnace. The third Indonesian Process Metallurgy
Conference (IPM III). Hal 1-10.