PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE
(TPS) TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI KARANG
JAYA TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Nurjannah Sn1 Ahmad Amin
2 Endang Lovisia
3
Alumni S1 STKIP-PGRI Lubuklinggau
Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul ”Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS)
terhadap Hasil Belajar fisika siswa Kelas X SMA Negeri Karang Jaya”. Masalah penelitian adalah
Apakah ada pengaruh yang signifikan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share terhadap hasil belajar fisika kelas X SMA Negeri Karang Jaya?. Metode penelitian yang
digunakan adalah eksperimen. Populasinya adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri Karang Jaya
berjumlah 175 orang dan sebagai sampel diambil 2 kelas secara acak, yaitu kelas X5 dan X6.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik tes berbentuk esay. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hasil nilai Post-test thitung = 3,55 > ttabel = 2,002 sehingga dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar fisika siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Think Pair Share (TPS) secara signifikan tuntas dari pada hasil belajar siswa yang
menggunakan model pembelajaran konvensional. Rata-rata hasil belajar siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan model kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) sebesar 79,40 dan rata-rata
hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional sebesar 59,77.
Kata kunci : Think Pair Share (TPS), hasil belajar.
ABSTRACT
This thesis entitled "The Influence of Cooperative Learning Model of Think Pair Share (TPS) to
Physics Learning Outcomes of Class X Students of Karang Jaya State Senior High School". The
research problem is Is there a significant influence of the use of cooperative learning model of
Think Pair Share type toward the study of physics class X SMA Karang Jaya ?. The research
method used is experiment. The population is all students of class X State Senior High School
Karang Jaya amounted to 175 people and as a sample taken 2 classes at random, the class X5 and
X6. Technique of data collecting done by esay test technique. The result of the research shows that
the result of Post-test value t = 3.55> ttable = 2,002 so that it can be concluded that the result of
student physics learning using cooperative learning model Think Pair Share type (TPS) is
significantly complete from the learning result of students using learning model conventional.
Average learning outcomes of students who followed the learning model with cooperative type
Think Pair Share (TPS) of 79.40 and average student learning outcomes following the
conventional learning of 59.77.
Keywords: Think Pair Share (TPS), learning outcomes.
A. Pendahuluan
Pendidikan memiliki peranan yang sangat
penting dalam kehidupan baik untuk kehidupan
pribadi, bermasyarakat, bahkan berbangsa.
Kemajuan suatu bangsa berasal dari pribadi-
pribadi yang cerdas dan berkarakter sebagai
penyokongnya, dan pribadi-pribadi yang cerdas
dan berkarakter ini hanya bisa didapat melalui
pendidikan yang bermutu, semakin baik mutu
pendidikan suatu bangsa maka semakin baik
pula keadaan bangsa tersebut. Berpijak pada
kesadaran akan pentingnya pendidikan inipun
pemerintah terus berupaya untuk membenahi
sistem dan pelaksanaan program pendidikan
yang ada, agar tujuan pendidikan seperti yang
tertera dalam UUD 1945 yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa dapat terwujud sepenuhnya.
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional No. 20 pasal 3 tahun 2003, yaitu:
“Pendidikan nasional bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman, bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab”. Untuk mewujudkan
tujuan dan cita-cita pendidikan tersebut diatas
tidaklah semudah membalikkan telapak tangan,
ada kendala-kendala atau masalah yang menjadi
penghambat terwujudnya tujuan dan citi-cita
pendidikan tersebut. Dari beberapa kendala
yang saat ini menjadi hambatan dalam dunia
pendidikan formal dewasa ini adalah masih
rendahnya daya serap siswa (Trianto, 2009:5)
sehingga berdampak pada rendahnya hasil
belajar pada siswa.
Rendahnya hasil belajar siswa ini diantaranya
terdapat pada pelajaran fisika, pelajaran fisika
dianggap sebagai pelajaran yang cukup sulit di
kalangan siswa. Sementara pelajaran fisika
merupakan pelajaran yang dinilai memiliki
peran penting untuk pola pikir siswa dalam
membentuk menjadi siswa yang berkualitas,
maupun aplikasi ilmu pelajaran tersebut dalam
kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan peneliti pada tanggal 27 Agustus
2016, informasi yang diperoleh dari ibu Vera
Dwi Putri. S.Pd., selaku salah satu guru fisika
di kelas X SMA Negeri Karang Jaya nilai KKM
di tetapkan sebesar 75. Keterlibatan siswa
dalam kegiatan pembelajaran masih kurang.
Siswa tidak seluruhnya aktif hanya beberapa
siswa yang pintar saja aktivitas belajarnya baik.
Kurangnya aktivitas belajar terlihat pada hasil
belajar siswa relatif rendah sehingga tidak
mencapai ketuntasan yang ditentukan tersebut.
Sebagai gambaran, hasil belajar siswa yang
diambil dari hasil nilai ulangan harian mata
pelajaran fisika pada kelas X yang berjumlah
175 siswa terdapat 131 siswa belum mampu
mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
jika dipersentasikan sebesar 74,86% sedangkan
siswa yang sudah mencapai KKM sebanyak 44
siswa jika dipersentasikan sebesar 25,14%.
Rendahnya hasil belajar siswa disebabkan
karena antusias siswa dalam belajar fisika
masih kurang, siswa kurang berani untuk
terlibat aktif dalam proses belajar-mengajar,
dan model pembelajaran yang digunakan guru
masih biasa atau pembelajaran masih
didominasi oleh guru yang menyebabkan siswa
1
tidak termotivasi untuk ikut berperan aktif
dalam proses belajar yang pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap rendahnya hasil belajar
siswa.
Pada dasarnya mata pelajaran fisika ini
bersifat abstrak, maka diperlukan suatu cara
dalam mengatasi agar pelajaran tersebut
mendapat respon yang tinggi dari siswa
dan mampu bertahan lama di dalam
memori siswa, agar siswa dapat mencapai
hasil belajar yang baik. Salah satu model
pembelajaran yang diharapkan dapat
meningkatkan hasil belajar fisika siswa adalah
model pembelajaran kooperatif. Model
pembelajaran tersebut merupakan strategi
pembelajaran kelompok. Pembelajaran
kelompok memiliki banyak keunggulan,
diantaranya dapat meningkatkan aktivitas
belajar siswa karena siswa bekerjasama dalam
memecahkan masalah dengan teman lainnya.
Pembelajaran kooperatif merupakan aktivitas
pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh
suatu prinsip bahwa pembelajaran harus
didasarkan pada perubahan informasi secara
sosial diantara kelompok-kelompok pembelajar
yang didalamnya setiap pembelajar
bertanggung jawab atas pembelajarannya
sendiri dan didorong untuk meningkatkan
pembelajaran anggota-anggota yang lain (Huda,
2013:29).
Ada beberapa variasi jenis model dalam
pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah
model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share, model pembelajaran kooperatif tipe
Think Pair Share adalah salah satu model
pembelajaran yang dapat mendorong siswa
untuk ikut aktif dalam proses pembelajaran.
Melalui variasi tersebut diharapkan siswa tidak
merasa bosan dalam belajar.
Pada pembelajaran ini aktivitas belajar
banyak berpusat pada siswa dan guru hanya
bertindak sebagai fasilitator, dan pembimbing,
pada proses pembelajaran. Siswa diajak untuk
belajar dengan cara berdiskusi dan berbagi
dengan teman satu bangku atau didekat tempat
duduknya, kemudian mempresentasikan atau
mengemukakan hasil jawabannya didepan kelas
untuk disampaikan dengan teman-teman satu
kelasnya. Oleh sebab itu maka penulis sangat
tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan
judul ”Pengaruh Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS)
terhadap Hasil Belajar fisika siswa Kelas X
SMA Negeri Karang Jaya Tahun Pelajaran
2016/2017.
B. Landasan Teori
1. Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Think-Pair-Share
a. Pengertian Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Think-Pair-Share
Ngalimun (2013:169)
menjelaskan bahwa model
pembelajaran ini tergolong tipe
kooperatife dengan sintaks: Guru
menyajikan materi klasikal, berikan
persoalan kepada siswa dan siswa
bekerja kelompok dengan cara
berpasangan sebangku-sebangku
(think-pairs), presentasi kelompok
(share), kuis individual, buat skor
perkembangan tiap siswa, umumkan
hasil kuis dan berikan reward.
Suprijono (2011:91) menyatakan
bahwa seperti namanya
“Thinking”
berarti pelajaran diawali dengan guru
memberikan pertanyaan atau isu yang terkait
dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh
siswa, kemudian “Pairing” yaitu guru
meminta siswa berpasang-pasangan dan
diberi kesempatan pada pasangan tersebut
untuk berdiskusi memperdalam makna dari
jawaban yang ada didalam pikiran siswa
masing-masing melalui intersubjektif
dengan pasangannya, kemudian “Sharing”
bermakna hasil diskusi dengan pasangan
dibicarakan didepan dengan pasangan
lainnya. Menurut beberapa pengertian
diatas Think Pair Share adalah model
pembelajaran kooperatif yang berorientasi
pada keaktifan siswa dalam berdiskusi
dengan teman satu bangku atau didekatnya
dalam mendiskusikan soal yang diberikan
guru. Kemudian hasil jawaban dari hasil
diskusi teman sebangku atau didekatnya di
bicarakan didepan kelas agar terjadi proses
tanya jawab antar kelompok teman sebangku
sehingga memperdalam hasil jawaban yang
diperoleh siswa.
Model pembelajaran ini diharapkan
dapat melatih kerjasama siswa dalam
menyelesaikan masalah dengan
pembentukan kelompok kecil (teman
sebangku atau yang berada didekat
bangkunya). selain itu siswa di tuntut
menerapkan pengalaman sehingga dapat
membantu menyelesaikan masalah tersebut.
b). Penerapan Model Pembelajaran Inside
Outside Circle (IOC).
Trianto (2009:133) menyatakan bahwa
langkah-langkah dalam model pembelajaran
kooperatife tipe Think Pair Share adalah:
1) Berfikir
Guru mengajukan suatu pertanyaan atau
masalah yang dikaitkan dengan pelajaran,
dan meminta siswa menggunakan waktu
beberapa menit untuk berfikir sendiri
jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan
penjelasan bahwa berbicara atau
mengerjakan bukan bagian berfikir.
2) Berpasangan
Selanjutnya guru meminta siswa
untuk berpasangan dan
mendiskusikan apa yang telah mereka
peroleh. Interaksi selama waktu yang
disediakan dapat menyatukan jawaban
jika suatu pertanyaan yang diajukan atau
menyatukan gagasan apabila suatu
masalah khusus yang diindentifikasi.
Secara normal guru memberi waktu tidak
lebih dari 4 atau 5 menit untuk
berpasangan.
3) Berbagi
Pada langkah akhir, guru meminta
pasangan-pasangan untuk berbagi
dengan keseluruhan kelas yang
telah mereka bicarakan. Hal ini
efektif untuk berkeliling ruangan
dari pasangan kepasangan dan
melanjutkan sampai sekitar
sebagian pasangan mendapat
kesempatan untuk melaporkan.
Dari pendapat-pendapat para ahli di
atas maka peneliti mengambil kesimpulan
bahwa langkah-langkah pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share adalah:
1) Pembukaan
2) Guru menyampaikan inti materi dan
kompetensi yang ingin dicapai
3) Peserta didik diminta untuk berfikir
sejenak tentang materi dan permasalahan
yang disampaikan guru
4) Peserta didik membuat pasangan dengan
teman sebelahnya atau di dekatnya
mengutarakan hasil pemikiran masing-
masing
5) Peserta didik mempresentasikan hasil
diskusi pasangan kelompoknya didepan
kelas
6) Siswa dari kelompok lain dipersilahkan
untuk bertanya tentang materi yang telah
disampaikan temannya
7) Berawal dari kegiatan tersebut, guru
mengarahkan pembicaraan pada pokok
permasalahan dan menambah serta
menjelaskan materi yang belum
diungkapkan oleh siswa.
8) Guru mengarahkan siswa kepada
kesimpulan materi.
9) Penutup
Menurut Spencer (dalam Aisyah,
2014:14-15) kekurangan dan kelebihan
model pembelajaran kooperatif tipe Think
Pair Share:
a. Kelebihan
1) Dengan kegiatan berfikir, berpasangan
dan berbagi, siswa secara individu
dapat mengembangkan pemikirannya
masing-masing karena adanya waktu
berfikir, sehingga dapat meningkatkan
daya pemikiran yang dapat
meningkatkan kualitas jawaban.
2) Pengetahuan dan keberanian dalam
menyampaikan inspirasi berkembang,
karena siswa harus saling melaporkan
hasil pemikiran masing-masing dan
berbagi serta berdiskusi dengan
pasangannya, kemudian pasangan-
pasangan tersebut harus berbagi dengan
seluruh kelompok dikelas.
3) Jumlah anggota kelompok kecil akan
mendorong setiap anggota untuk ikut
terlibat secara aktif, paling tidak mulai
berani memberikan ide, inspirasi atau
jawaban kepada kelompoknya.
b. Kekurangan
1) Waktu yang cukup lama untuk
menumbuhkan motivesi dalam
kegiatan belajar siswa
2) Kesulitanmengidentifikasi keterampilan
siswa.
Diantara kekurangan model
pembelajaran kooperatif tipe Student Teams
Achievement Division (STAD) menurut
Setiogohadi (2014:3) adalah :
a) Waktu untuk berdiskusi banyak
terbuang ketika siswa berpindah tempat
untuk bergabung dengan kelompoknya
b) Siswa yang sudah mengerti pada
materi yang sudah dibahas belum
sepenuh hati mau menjelaskan kepada
teman kelompoknya yang belum
mengerti pada materi tersebut
c) Kelompok belum semuanya mau untuk
persentasi di depan kelas.
2. Hasil Belajar
Menurut Bloom (dalam Suprijono,
2011:6) hasil belajar mencakup dari
kemampuan kognitif, afektif dan
psikomotorik. Domain kognitif adalah
pengetahuan, pemahaman, penerapan
menguraikan, mengorganisasikan, dan
menilai. Domain afektif adalah sikap
menerima, memberikan respons, nilai,
organisasi, karakteristik. Domain
psikomotorik juga mencakup keterampilan
produktif, teknik, fisik sosial, manajerial
dan intelektual.
Sedangkan menurut Dimyati dan
Mudjiono (2006:3) hasil belajar
merupakan hasil dari suatu interaksi
tindakan belajar dan mengajar. Dari sisi
guru, tindak mengajar di akhiri dengan
proses evaluasi hasil belajar dari sisi siswa,
hasil belajar merupakan berakhirnya
penggal dan puncak proses belajar.
Slameto (2003:51) mengemukakan
bahwa, hasil belajar merupakan salah satu
yang digunakan untuk melaporkan tentang
hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
Lebih lanjut Slameto (2003:54)
mengemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar dapat
dibedakan menjadi dua faktor tersebut
terdiri dari :
1) Faktor Intern, yang terdiri dari:
(a) Faktor jasmaniah, seperti faktor
kesehatan dan cacat tubuh.
(b) Faktor psikologis, seperti
intelegensi, perhatian, minat,
6
bakat, motif, kematangan,
kesiapan.
(c) Faktor kelelahan jasmani dan
rohani
2) Faktor Ekstern, yang terdiri dari:
(a) Faktor keluarga, seperti cara orang tua
mendidik, relasi antara anggota
keluarga, suasana rumah, keadaan
ekonomi keluarga, pengertian orang
tua, latar belakang kebudayaan
(b) Faktor sekolah, seperti metode
mengajar, kurikulum, relasi guru
dengan siswa, relasi siswa dengan
siswa, disiplin sekolah, media atau alat
pembelajaran.
(c) Faktor masyarakat, seperti kegiatan
siswa dalam masyarakat, media,
teman bergaul, bentuk kehidupan
masyarakat.
C. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara yang
digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data penelitiannya
(Arikunto, 2010:192). Rancangan
penelitian merupakan strategi yang
menggambarkan latar penelitian agar
peneliti memperoleh data yang valid dan
reliabel sehingga mampu menjawab
permasalahan penelitian (Sugiyono,
2009:30). Pada bagian ini peneliti peneliti
perlu memilih metode yang sesuai.
Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode eksperimen
yang mempunyai ciri khas adalah
menggunakan kelompok kontrol sebagai
garis dasar membandingkan dengan
kelompok yang diberikan perlakuan
eksperimen. Untuk menunjukkan kerangka
konseptual yang dilakukan dalam
penelitian ini, maka penulis menggunakan
pretest-posttest control group design, yaitu
adanya kelompok pembanding. Menurut
Arikunto (2010:125) dapat dilihat pada
Tabel 3.1 sebagai berikut:
Tabel 3.1.
Pretest-Posttest Control Group
Design
Group Pretest Treatment Posttest
Eksperimen O1 X O2
Kontrol O1 - O2
Keterangan:
O1 = Pretest
O2 = Posttest
X = Model Koperatif Tipe Think Pair
Share
- = Pembelajaran Konvensional
Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Hasil Penelitian
a. Data Observasi
Observasi dilaksanakan di kelas
eksperimen untuk melihat hasil belajar
siswa selama proses pembelajaran. Data
hasil observasi hanya digunakan sebagai
data pelengkap dan untuk memperkuat hasil
penelitian. Observasi diamati secara
individu yang terdiri dari 5 indikator dan 2
deskriptor. Indikator dan deskriptor yang
akan diobservasi pada siswa meliputi (1)
Tanggung jawab individu terdiri dari
memahami materi dan menyelesaikan tugas
individu dengan baik (2) Keaktifan siswa
terdiri dari berani bertanya dan berani
mengemukakan pendapat (3) Kemampuan
bekerja sama terdiri dari mendengarkan
penyampaian materi dari satu kelompok
dan melakukan tanya jawab.mendengarkan
penyampaian materi dari pasangan (4)
Tanggung jawab kelompok terdiri dari
menyelesaikan tugas dengan benar dan
menyelesaikan tugas kelompok tepat waktu
(5) Kemampuan berkomunikasi terdiri dari
mampu menjawab pertanyaan dan mampu
memberi tanggapan.
b. Data Tes
Penelitian ini dilakukan dari tanggal 25
Juli s.d 25 Agustus 2016, dilakukan langsung
oleh peneliti dan dilaksanakan sesuai dengan
jadwal yang berlaku disekolah. Sebelum
pelaksanaan penelitian dimulai terlebih dahulu
dilakukan uji coba instrumen tes yang bertujuan
untuk mengetahui kualitas soal yang
dilaksanakan. Uji coba instrument dilakukan
dikelas XI IPA 3 SMA Negeri Karang Jaya
dengan jumlah siswa 30 orang pada materi
pengukuran dan angka penting.
Model pembelajaran yang digunakan
adalah model pembelajaran kooperatif tipe
Think Pair Share (TPS), dilaksanakan dikelas
X.5 SMA Negeri Karang Jaya pada semester
ganjil tahun pelajaran 2016/2017, terhadap
jumlah seluruh kelas X yang berjumlah 175
orang siswa. Dari seluruh kelas X di ambil
secara acak sehingga seluruh kelas memiliki
kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai
sampel penelitian dan dijadikan sebagai kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Setelah diacak
didapatkan dua kelas yaitu kelas X.5 berjumlah
30 siswa yang merupakan kelas eksperimen dan
kelas X.6 berjumlah 30 sebagai kelas kontrol
dengan materi pengukuran. Pelaksanaan
pembelajaran akan dilaksanakan secara terpisah
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol pada
hari yang berbeda pada pelaksanaannya.
Dalam pelaksanaannya, peneliti melakukan
lima kali pertemuan yaitu dengan rincian satu
kali mengadakan tes kemampuan awal (pre-
test), tiga kali mengadakan pembelajaran atau
pemberian perlakuan dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share (TPS), dan dilanjutkan satu kali
mengadakan tes kemampuan akhir (post-test )
pada akhir pembelajaran.
Kemampuan awal yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah pengetahuan awal yang
dimiliki siswa sebelum diberi pembelajaran
materi pengukuran. Kemampuan awal diperoleh
melalui tes essay sebanyak 6 soal, baik itu kelas
eksperimen dengan memberikan pembelajaran
kepada siswa dengan pembelajaran kooperatif
tipe Think Pair Share (TPS) yang berjumlah 30
orang siswa yang dilaksanakan pre-test pada
tanggal 30 Juli 2016 maupun kelas kontrol
dengan menggunakan pembelajaran
konvensional berjumlah 30 orang siswa yang
dilaksanakan pre-test pada tanggal 01 Agustus
2016.
Kemampuan akhir siswa dalam
penguasaan materi sistem persamaan linear dan
34
kuadrat dua variabel merupakan hasil belajar
siswa setelah mengikuti proses pembelajaran.
Kemampuan akhir diperoleh melalui tes akhir
(post-test) berupa tes essay sebanyak enam soal.
Pelaksanaan post-test kelas eksperimen
dilakukan pada tanggal 18 Agustus 2016 dan
kontrol pada tanggal 2 Oktober 2016.
Pelaksanaan post-test untuk mengetahui hasil
belajar siswa setelah diberikan model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share
(TPS) pada kelas eksperimen dan pembelajaran
konvensional pada kelas kontrol.
Setelah pre-test, maka kelas
eksperimen mendapat perlakuan. Perlakuan
ini diberikan sebanyak tiga kali pertemuan.
Kemampuan akhir siswa dalam penguasaan
materi kalor merupakan hasil belajar siswa
setelah mengikuti proses pembelajaran.
Berdasarkan hasil perhitungan data post-test
siswa diperoleh nilai rata-rata yang
diperoleh siswa adalah 79,40 dan nilai rata-
rata kelas kontrol adalah 59,77.
Jika dibandingkan dengan
kemampuan awal (pre-test) maka terdapat
peningkatan hasil belajar setelah diberikan
pembelajaran. Setelah perhitungan nilai
rata-rata dan simpangan baku dari pre-test
dan post-test, selanjutnya diadakan uji
normalitas untuk mengetahui apakah data
hasil tes siswa berdistribusi normal atau
tidak. Hasil perhitungan uji normalitas pre-
test dan post-test untuk kedua kelompok
dapat dilihat pada tabel 1 berikut.
Tabel 1.
Hasil Uji Normalitas Pre-test dan Post-
test No Kelas
hitungx2
tabelx2
Kesimpu
lan
1
2
Eksperi
men
Pre-test
Post-test
5,3418
3,2098
11,07
0
11,07
0
Normal
Normal
1
2
Kontrol
Pre-test
Post-test
7,4746
6,1878
11,07
0
11,07
0
Normal
Normal
Tes 2 hitung
dk
2
tabel
Ket
Aw
al
Akh
ir
10,6
1,80
5
5
11,07
0
11,07
0
Normal
Normal
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan
bahwa nilai 2 hitung data pre-test maupun
post-test untuk kelas eksperimen lebih kecil
daripada 2 tabel. Berdasarkan ketentuan
pengujian normalitas dengan menggunakan
uji kecocokan 2 (chi-kuadrat) dapat
disimpulkan bahwa masing-masing kelas
untuk data pre-test maupun post-test pada
kelas eksperimen berdistribusi normal.
Setelah diketahui bahwa data berdistribusi
normal.
aH : Rata-rata hasil belajar kelas
eksperimen dengan menggunakan
model pembelajaran Think Pair
Share (TPS) lebih dari rata-rata hasil
belajar kelas kontrol ( 21 ).
0H
: Rata-rata hasil belajar kelas
eksperimen dengan menggunakan
model pembelajaran Think Pair
Share (TPS) kurang dari atau sama
dengan rata-rata hasil belajar kelas
kontrol ( 21 ).
Berdasarkan hasil perhitungan uji-t
mengenai kemampuan akhir siswa kelas
eksperimen diperoleh nilai thitung = 3,55 dan ttabel
= 2,002 pada taraf kepercayaan α = 0,05, karena
thitung ≥ ttabel (3,55 ≥ 2,002). Hal ini berarti Ho
ditolak, dengan demikian hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini diterima
kebenarannya. Hal ini berarti hasil belajar fisika
siswa yang pembelajarannya menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share (TPS) secara signifikan tuntas dari pada
penggunaan model pembelajaran konvensional.
Pembahasan
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri
Karang Jaya, dimana penelitian ini dilakukan
didua kelas, kelas X5 sebagai kelas eksperimen
dan kelas X6 sebagai kelas kontrol, langkah
yang pertama dilakukan saat penelitian adalah
peneliti melakukan pre-test di kelas kontrol
dan eksperimen, setelah pre-test di kelas
kontrol dan eksperimen dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share (TPS) dan memberikan perlakuan di
kelas eksperimen dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share
(TPS), dan memberikan perlakuan
menggunakan pembelajaran konvensional pada
kelas kontrol sebanyak 3 kali pertemuan, pada
pertemuan pertama di kelas eksperimen peneliti
mulai menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) namun
pada pertemuan kedua ini siswa belum aktif,
karena siswa terbiasa dengan pembelajaran
konvensional, dimana siswa hanya
mengandalkan guru yang menjelaskan pelajaran
yang sedang berlangsung dan siswa hanya
sebagai penerima informasi tertentu saja.
Selanjutnya pada pertemuan kedua di
kelas eksperimen siswa mulai merespon
kegiatan pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share (TPS) yang diterapkan, dengan
menunjukkan keaktifan mereka di kelas dalam
menyelesaikan masalah-masalah dan soal yang
sudah diberikan oleh peneliti, selanjutnya
pertemuan ketiga di kelas eksperimen terlihat
sekali peningkatan hasil belajar dan aktivitas
siswa, dan setelah dibandingkan dengan kelas
kontrol setiap pertemuan awal hingga
pertemuan akhir dengan menggunakan
pembelajaran konvensional, siswa terlihat
sekali hanya sebagai penerima informasi,
karena siswa jarang sekali bertanya dan
menjawab pertanyaan. Siswa dituntut untuk
berfikir dan bertukar pikiran dengan teman
sebangkunya sehingga akan terbentuk suatu
pola kerja sama yang aktif. Selain melatih kerja
sama yang baik, model pembelajaran kooperatif
tipe Think Pair Share (TPS) juga melatih
keberanian siswa untuk tampil di muka umum
atau dalam hal ini untuk tampil di depan kelas
untuk menjelaskan hasil kerja sama dengan
teman satu bangkunya.
Adapun kendala yang ditemukan
selama proses antara lain dari segi siswa yaitu
siswa-siswa yang pasif. Pada tahap Pair
(berpasangan) siswa yang seharusnya
membahas masalah yang telah mereka kerjakan
tetapi siswa memanfaatkan waktunya untuk
berbicara di luar materi pelajaran dan kurang
aktif dalam mencari penyelesaian masalah atau
soal. Mengatasi kendala dalam penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share (TPS), guru akan berkeliling kelas dan
mengingatkan kembali tahap-tahap yang harus
dilalui oleh siswa. Hal ini dilakukan agar tahap-
tahap dalam proses pembelajaran ini dapat
berjalan tertib dan dapat berhasil.
Untuk mendukung pembahasan di atas
maka menurut Trianto (2009:61), Think Pair
Share merupakan suatu cara yang efektif untuk
membuat variasi suasana pola diskusi kelas.
Dengan asumsi bahwa semua diskusi
membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan
kelas secara keseluruhan dan prosedur yang
digunakan dalam pembelajaran Kooperatif Tipe
Think Pair Share dapat memberikan siswa
banyak waktu berpikir merespon dan saling
membantu. Siswa dituntut untuk berfikir dan
bertukar pikiran dengan teman sebangkunya
sehingga akan terbentuk suatu polakerja sama
yang aktif.Selain melatih kerja sama yang baik,
model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share (TPS) juga melatih keberanian siswa
untuk tampil di muka umum atau dalam hal ini
untuk tampil di depan kelas untuk menjelaskan
hasil kerja sama dengan teman satu bangkunya.
Kesuksesan pembelajaran fisika dengan
menggunakan model pembelajaraan kooperatife
tipe Think Pair Share terlihat dari keberhasilan
siswa dalam menjawab soal-soal yang diberikan
pada saat lembar post-test siswa kelas
eksperimen, dan kesuksesan pembelajaran
fisika dengan menggunakan model
pembelajaraan kooperatife tipe Think Pair
Share terlihat juga dari kemampuan tiap-tiap
kelompok dalam merumuskan soal, terdapat 15
kelompok dalam satu kelas eksperimen dan
dalam kelompok terdiri dari 2 sampai 3 orang
siswa. Tiap kelompok mampu merumuskan soal
soal yang mereka selesaikan sendiri dengan
benar.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di
SMA Negeri Karang Jaya dari tanggal 25 Juli
s.d 25 Agustus 2016, bahwa penggunaan
model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair
Share (TPS) dapat dijadikan alternatif sebagai
model pembelajaran yang dapat digunakan oleh
guru dalam proses belajar mengajar di kelas,
sehingga dapat mengetahui pengaruh hasil
belajar siswa terhadap model tersebut. Pada
penelitian ini, peneliti mengajar pada dua kelas
yaitu kelas X.5 sebagai kelas eksperimen
dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) yang
berjumlah 30 siswa dan kelas X.6 sebagai kelas
kontrol dengan menggunakan model
pembelajaran konvensional yang berjumlah 30
siswa.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa
tidak ada perbedaan yang signifikan nilai rata-
rata kemampuan awal siswa kedua kelas yaitu
kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum
diberikan perlakuan yang berbeda kemampuan
awal siswa kedua kelas relatif sama. Hal ini
menunjukkan dari nilai rata-rata Pre-test siswa
kelas eksperimen sebesar 33,83 dan pada kelas
kontrol sebesar 35,93. Tidak adanya perbedaan
kemampuan awal siswa (Pre-test) kedua kelas
tersebut dibuktikan dari hasil pengujian
hipotesis yang mana nilai hitungt < tabelt (
1,28 < 2,002 ).
Setelah melakukan pembelajaran
dilakukan tes akhir yang dilaksanakan pada
tanggal 3 Oktober 2016 untuk melihat hasil
belajar siswa. Berdasarkan hasil Post-test pada
kelas eksperimen diperoleh nilai rata-rata siswa
adalah 79,40 sedangkan hasil Post-test
pada kelas kontrol diperoleh nilai rata-rata
siswa adalah 59,77. Berdasarkan hasil nilai
rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol ternyata nilai rata-rata kelas eksperimen
lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol. Hal ini
disebabkan karena kelas eksperimen
menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Think Pair Share (TPS) sedangkan pada
kelas kontrol menggunakan pembelajaran
konvensional.
Setelah dilakukan uji hipotesis dengan
uji-t menghasilkan bahwa
dengan nilai 3,55 > 2,002 ini membuktikan
bahwa hipotesis dalam penelitian ini diterima
yaitu rata-rata hasil belajar fisika yang
menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Think Pair Share (TPS) lebih dari rata-rata
hasil belajar fisika siswa yang menggunakan
model pembelajaran konvensional.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
penggunaan model pembelajaran model Think
Pair Share (TPS) dapat meningkatkan hasil
belajar fisika siswa, karena melalui model
pembelajaran Think Pair Share (TPS),
diharapkan siswa mampu menguasai materi
pelajaran dengan lebih baik. Siswa dapat
menambah pengetahuan mereka tentang materi
yang dipelajari dengan diberikannya
kesempatan bagi siswa untuk saling
membagikan ide-ide dan mempertimbangkan
jawaban yang paling tepat. Model pembelajaran
Think Pair Share (TPS) juga mendorong siswa
untuk meningkatkan semangat kerjasama
mereka. Hal ini sejalan dengan pendapat Lie,
(2008:59) menyatakan bahwa model kooperatif
tipe ”Think Pair Share (TPS) adalah
memberikan kesempatan kepada siswa untuk
saling membagi ide dan mempertimbangkan
jawaban yang paling tepat”. Sedangkan
menurut Slavin (2009:256), menyatakan bahwa
“Think Pair Share (TPS) adalah sebuah varian
dari group discussion, kelompok yang
sebelumnya tidak diberitahu siapa yang akan
menjadi wakil kelompok tersebut”.
Adapun keunggulan dari model
pembelajaran Think Pair Share (TPS) ini adalah
: setiap siswa menjadi siap semua, siswa dapat
melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh
dan siswa yang pandai dapat mengajari siswa
yang kurang pandai.
Terbuktinya hipotesis dalam penelitian ini
diperkuat dengan penelitian terdahulu hasil
penelitian ini menunjukkan juga ditunjang oleh
menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Think Pair Share (TPS) terlibat aktif dalam
pembelajaran. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa penggunaan model pembelajaran model
Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan
hasil belajar Fisika siswa, karena melalui model
pembelajaran Think Pair Share (TPS),
diharapkan siswa mampu menguasai materi
pelajaran dengan lebih baik. Siswa dapat
menambah pengetahuan mereka tentang materi
yang dipelajari dengan diberikannya
kesempatan bagi siswa untuk saling
membagikan ide-ide dan mempertimbangkan
jawaban yang paling tepat. Model pembelajaran
Think Pair Share (TPS) juga mendorong siswa
untuk meningkatkan semangat kerjasama
mereka. Hasil penelitian ini sejalan dengan
pendapat Arman yang hasil penelitiannya yaitu
Think Pair Share dapat menumbuhkan
semangat siswa dan meningkatkan hasil belajar
siswa.
DAFTAR PUSTAKA.
Aisyah. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran
Think Pair Share Terhadap Hasil
Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2
Wonosobo. Skripsi. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2010.
Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional No. 20 Tahun 2003. Jakarta:
Balai Pustaka
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Giancolli. 2001. Fisika Universitas. Jakarta:
Grasindo
Huda, Miftahul. 2013. Cooperative Learning.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Lie, Anita. 2010. Cooperative Learning
Mempraktikkan Cooperative Learning
di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta:
Grasindo.
Ngalimun, Sutanto. 2013. Ilmu Pendidikan dan
Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta
Purwanto, Ngalim. 2010. Ilmu Pendidikan
Teoritis dan Praktis. Bandung:
Rosdakarya
Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran
Mengembangkan Profesional Guru.
Jakarta: Raja Grafindo Perkasa.
---------- 2012. Model-Model Pembelajaran.
Jakarta: Raja Grafindo Perkasa.
Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajarn
Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Bandung: Kencana.
Saputra, Hairul. 2015. Pengaruh Model
Pembelajaran Kooperatif tipe Think
Pair Share (TPS) terhadap Hasil
Belajar Matematika Siswa Kelas X
Sekolah Menengah Atas Negeri 1
Muara Beliti Kabupaten Musi Rawas
Tahun Pelajaran 2014/2015. Skripsi.
Tidak diterbitkan. Pendidikan Fisika
Lubuklinggau: STKIP-PGRI
Lubuklinggau
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka
Cipta.
Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning
Teori, Riset, dan Praktik. Bandung:
Penerbit Nusa Indah.
Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung:
Tarsito.
Suherman dan Sukjaya. 1990. Evaluasi
Pembelajaran, Jakarta: UI Press
Sugianto. 2010. Model-Model Pembelajaran
Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2011. Statiska Non Parametis.
Bandung: Alfabeta.
Suprijono, Agus. 2011. Cooperatif Learning
Teori dan Aplikasi Paikem.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Sutikno. 2010. Ilmu dan Teori Pendidikan.
Jakarta: Erlangga
Trianto. 2009. Model Pembelajaran Terpadu.
Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran
Inovatif Progresif: Konsep, Landasan,
dan Implementasinya pada Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Ulfah, Fitria. 2015. Pengaruh Model
Pembelajaran Kooperatif tipe Think
Pair Share terhadap Hasil Belajar
Fisika Siswa Kelas X Sekolah
Menengah Atas Negeri 1 Muara Beliti.
Skripsi. Tidak diterbitkan. Pendidikan
Fisika Lubuklinggau: STKIP-PGRI
Lubuklinggau
41
40