1
PENGARUH PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME TERHADAP HASIL
BELAJAR FISIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI MEGANG SAKTI
TAHUN PELAJARAN 2015/2016.
MONICA AGUSTINA
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
PROGRAM STUDI FISIKA
STKIP-PGRI LUBUKLINGGAU
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Pengaruh Pendekatan Konstruktivisme terhadap Hasil
Belajar Fisika Siswa Kelas X SMA Negeri Megang Sakti Tahun Pelajaran
2015/2016”. Masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh
pendekatan konstruktivisme terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMAN
Megang Sakti Tahun Pelajaran 2015/2016?. Penelitian ini menggunakan desain
berbentuk Pretest-Postest Control Group Design atau desain kelompok kontrol
eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA
Negeri Megang Sakti yang berjumlah 270 orang. Sampelnya siswa kelas 𝑋8 dan
𝑋6 yang berjumlah 60 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan soal berbentuk
essay sebanyak 8 soal. Rata-rata hasil belajar pada kelompok eksperimen adalah
81,07 dan standar deviasi 14,71, dan rata-rata hasil belajar pada kelompok kontrol
adalah 61 dan standar deviasi 17,79. Berdasarkan uji-t pada taraf signifikan α =
0,05 terhadap data pre-test dan post-test diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 yaitu 5,12 >
1,67. Serta berdasarkan hasil observasi yang dilakukan observer setelah dilakukan
pembelajaran sebanyak dua kali pertemuan diperoleh hasil skor rata-rata 71 %
dengan kategori baik. Jadi berdasarkan perhitungan tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar fisika
siswa kelas X SMA Negeri Megang Sakti tahun pelajaran 2015/2016.
Kata Kunci : Pendekatan Konstruktivisme, Pengukuran, Hasil Belajar.
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu aspek kehidupan yang sangat mendasar
bagi pembangunan suatu Negara. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, agar menjadi manusia
Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi
pekerti luhur, mandiri, bertanggung jawab, maju, cerdas, terampil, kreatif,
produktif, sehat jasmani dan rohani. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan
yang sangat penting sehingga hampir semua aspek kehidupan memerlukan
pendidikan (Agus Taufiq, 2010:13).
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006,
Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Mengacu pada cita-cita dan tujuan pendidikan, maka inovasi dalam
proses pembelajaran yang sangat diperlukan agar dapat meningkatkan prestasi
kearah yang optimal. Model mengajar merupakan salah satu cara yang
dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan siswa pada saat berlangsungnya
3
proses belajar mengajar. Dengan menggunakan model-model pembelajaran
diharapkan akan mampu menciptakan interaksi edukatif. Proses interaksi ini akan
berjalan dengan baik jika siswa lebih aktif dibandingkan dengan pendidiknya.
Menurut Buchori (dalam Trianto, 2007:1), bahwa: “Pendidikan yang baik adalah
pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan siswanya untuk sesuatu profesi atau
jabatan, tetapi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya dalam
kehidupan sehari-hari”.
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh tenaga pendidik saat ini
cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, serta lebih mementingkan
pada penghapalan materi bukan pada pemahaman konsep. Berdasarkan hasil
observasi proses pembelajaran fisika di SMAN Megang Sakti, diperoleh
gambaran mengenai kegiatan pembelajaran fisika di SMAN Megang Sakti. Dari
kegiatan pembelajaran tersebut, muncul beberapa kendala dalam pelaksanaan
pembelajaran fisika yaitu pembelajaran selalu di dominasi oleh guru, dan guru
menyampaikan informasi secara detail pada siswa. Guru cenderung tidak
memvariasi model atau metode yang ada pada saat proses belajar mengajar
berlangsung, sehingga pembelajaran yang terjadi terkesan tekstual yang tidak
banyak melibatkan siswa untuk mengekplorasi alam sekitar mereka, namun lebih
banyak membaca buku.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti
pada tanggal 16 Maret 2015 dengan salah satu guru mata pelajaran fisika yang
mengajar fisika kelas X SMAN Megang Sakti. Beliau mengatakan bahwa rata-rata
hasil belajar siswa kelas X tahun pelajaran 2014/2015 masih tergolong rendah.
Sebagai gambaran, hasil belajar pada mata pelajaran fisika dalam satu kelas (𝑋1)
4
yang berjumlah 38 orang terdapat 20 orang yang belum mencapai kriteria
ketuntasan minimum (KKM), jika dipersentasekan hanya 47,37% yang tuntas dan
52,63% belum tuntas sehingga siswa tersebut harus mengikuti remedial.
Hal ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran fisika yang diterapkan
selama ini kurang bervariasi, dan pembelajaran konvensional yang diterapkan
selama ini membuat siswa kurang aktif di kelas. Kekurangaktifan siswa ini
disebabkan karena siswa hanya menerima saja apa yang disampaikan oleh guru
tanpa bertanya ketika mereka tidak mengerti atau mengalami kesulitan dalam
belajar. Sehingga membuat siswa kurang menyukai mata pelajaran fisika dan
menganggap mata pelajaran fisika merupakan mata pelajaran yang sangat sulit.
Hasil belajar siswa pada pelajaran fisika juga belum sesuai dengan apa yang
diharapkan. Serta jarangnya guru mengajak siswa melakukan eksperimen
(percobaan), padahal tidak jarang siswa salah paham atau salah mengerti ketika
menyimak penjelasan dari guru pada saat mengikuti proses pembelajaran. Oleh
karena itu, proses pembelajaran akan berlangsung lebih efektif jika siswa
berhubungan langsung dengan objek yang sedang dipelajari dan ada dilingkungan
sekitar.
Untuk mengatasi masalah tersebut, guru harus bisa membuat kondisi
belajar yang menarik. Kondisi belajar yang menarik ini dapat dilakukan dengan
cara menciptakan kondisi belajar yang memberikan kesempatan siswa untuk
berperan lebih aktif sehingga dengan kondisi tersebut siswa dapat membangun
pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman sendiri.
Berdasarkan permasalahan tersebut, menurut peneliti pendekatan
konstruktivisme cocok untuk diterapkan dalam proses pembelajaran yang ingin
5
melibatkan keaktifan siswa, karena pendekatan konstruktivisme menekankan pada
keterlibatan siswa dalam belajar aktif. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan oleh Risti Ayu Desliani (2014:37) tentang pengaruh pendekatan
konstruktivisme terhadap hasil belajar siswa menyatakan bahwa ada pengaruh
yang signifikan pendekatan konstruktivisme terhadap hasil belajar fisika.
Hal inilah yang kemudian memotivasi peneliti untuk melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Pendekatan Konstruktivisme terhadap Hasil
Belajar Fisika Siswa Kelas X SMAN Megang Sakti Tahun Pelajaran 2015/2016”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah ada pengaruh pendekatan konstruktivisme terhadap hasil belajar fisika
siswa kelas X SMAN Megang Sakti Tahun Pelajaran 2015/2016?
2. Bagaimana aktivitas belajar siswa kelas X SMAN Megang Sakti pada
pembelajaran fisika selama menggunakan pendekatan konstruktivisme?
C. Ruang Lingkup Penelitian
Mengingat keterbatasan peneliti dalam melakukan penelitian serta untuk
membuat penelitian ini lebih terarah, maka masalah yang akan dikaji dibatasi pada
hal-hal berikut:
1. Hasil belajar dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa setelah
diterapkannya pendekatan konstruktivisme. Dalam penelitian ini hasil belajar
yang akan dianalisis hanya pada ranah kognitif C1, C2, dan C3.
2. Aktivitas belajar yang diamati adalah aktivitas belajar siswa dikelas
eksperimen.
6
3. Materi pada penelitian ini adalah pengukuran.
4. Kelas kontrol diajarkan dengan metode pembelajaran konvensional (ceramah
dan demonstrasi)
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh pendekatan konstruktivisme terhadap hasil
belajar fisika siswa kelas X SMAN Megang Sakti tahun pelajaran 2015/2016.
2. Untuk mengetahui aktivitas belajar siswa kelas X SMAN Megang Sakti pada
pembelajaran fisika selama menggunakan pendekatan konstruktivisme.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagi Siswa
Siswa dapat lebih mudah dalam memahami materi yang diajarkan karena
siswa dituntut untuk lebih aktif.
2. Bagi Guru
Dengan diterapkannya pendekatan konstruktivisme dalam penelitian ini dapat
menjadi masukan bagi guru sebagai salah satu alternatif model pembelajaran
yang dapat digunakan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa,
sekaligus meningkatkan prestasi belajar siswa.
3. Bagi Sekolah
Penelitian ini dapat membantu sekolah berupa perbaikan proses pembelajaran
yang bisa meningkatkan kualitas lulusan dan citra sekolah.
7
4. Bagi Peneliti
Menambah pengalaman dan memberi sumbangan pemikiran serta informasi
bagi peneliti yang ingin meneliti masalah ini lebih lanjut.
5. Definisi Operasional
Menghindari salah penafsiran dari istilah-istilah yang digunakan dalam
penelitian ini, maka perlu dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengaruh yang dimaksud adalah akibat yang ditimbulkan atau yang akan
terjadi setelah diberikan treatment dengan pendekatan konstruktivisme
terhadap hasil belajar siswa.
2. Pendekatan Konstruktivisme yaitu pendekatan pembelajaran yang berpusat
pada kegiatan siswa dan menekankan pentingnya proses pembentukan
pengetahuan oleh siswa itu sendiri berdasarkan pengetahuan yang telah
dimiliki sebelumnya.
3. Hasil belajar adalah kemampuan kognitif atau penguasaan siswa terhadap
materi pelajaran yang diukur dengan nilai hasil tes yang diperoleh setelah
pembelajaran berlangsung.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teoritik
1. Tinjauan Tentang Belajar
Proses belajar mengajar merupakan inti dari kegiatan pendidikan
disekolah. Bila proses mengajar terjadi maka bersama itu pula terjadi proses
belajar. Dalam proses pembelajaran, belajar mengajar adalah suatu kegiatan
yang bernilai edukatif. Nilai edukatif ini akan mewarnai antara anak didik
dengan guru. Belajar bukanlah tujuan pendidikan namun merupakan suatu
proses dan prosedur yang harus ditempuh agar tercapai tujuan pendidikan.
Menurut Slameto dalam Syaiful Bahri Djamarah (2008:13) “Belajar
adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Sedangkan menurut Syaiful Bahri Djamarah sendiri “Belajar adalah
serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik”. Serta
Skinner (dalam Dimyati dan Mudjiono 2006:9) juga mengemukakan: “Belajar
merupakan hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi
dalam lingkungannya yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah
laku”.
Dari beberapa teori yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa
9
belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang tidak hanya
berkaitan dengan penambahan ilmu tetapi berbentuk kecakapan, keterampilan,
sikap, minat, serta penyesuaian diri dari ketidaktahuan menjadi tahu. Dengan
kata lain perubahan-perubahan yang dihasilkan dapat menuju kearah yang
lebih baik, sehingga dapat berinteraksi dengan lingkungannya sebagai suatu
proses pengalaman serta dapat membuktikan pengetahuan tentang fakta-fakta
sehingga dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dapat dilakukan.
2. Tinjauan Tentang Aktivitas Belajar
Pada proses pembelajaran akan terjadi berbagai kegiatan yang
dilakukan siswa. Kegiatan itulah yang disebut sebagai aktivitas belajar.
Aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan siswa saat proses pembelajaran
berlangsung yang dapat meningkatkan hasil belajar.
Syaiful Bahri Djamarah (2008:38) mengemukakan bahwa belajar
bukanlah berproses dalam kehampaan, tidak pula pernah sepi dari berbagai
aktivitas. Tidak pernah terlihat orang yang belajar tanpa melibatkan
aktivitasnya raganya. Dalam belajar, seseorang tidak akan dapat
menghindarkan diri dari situasi. Situasi akan menentukan aktivitas apa yang
akan dilakukan dalam rangka belajar. Bahkan situasi itulah yang akan
mempengaruhi dan menentukan aktivitas belajar yang akan dilakukan. Setiap
situasi dimana dan kapanpun memberikan kesempatan belajar kepada
seseorang.
Dierich dalam Nanang Hanafiah (2009:24) menyatakan, aktivitas
belajar dibagi menjadi delapan kelompok, yaitu sebagai berikut:
10
1) Kegiatan visual, yaitu membaca, melihat gambar-gambar, mengamati
eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja.
2) Kegiatan lisan, yaitu mengemukan suatu fakta atau prinsip,
menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, member saran,
mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi dan interupsi.
3) Kegiatan mendengarkan, yaitu mendengarkan penyajian bahan,
mendengarkan, yaitu mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan
percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, atau
mendengar radio.
4) Kegiatan menulis, yaitu menulis cerita, menulis laporan, memeriksa
karangan, bahan-bahan copy, membuat outline atau rangkuman, dan
mengerjakan tes, serta mengisi angket.
5) Kegiatan menggambar, yaitu menggambar, membuat grafik, chart,
diagram, peta, dan pola.
6) Kegiatan metrik, yaitu melakukan percobaan, memilih alat-alat,
melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan,
serta menari dan berkebun.
7) Kegiatan mental, yaitu merenungkan, mengingat, memecahkan masalah,
menganalisa faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat
keputusan.
8) Kegiatan emosional, yaitu minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-
lain.
Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan maka dapat
disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan siswa saat
proses pembelajaran berlangsung dan aktif dalam pembelajaran dikelas
sehingga kelas diwarnai oleh student centered bukan teaching centered. Pada
penelitian ini aktivitas belajar yang peneliti amati adalah aktifitas saat
percobaan berlangsung, menggunakan semua alat sesuai dengan percobaan
yang ada di petunjuk di lembar kerja siswa (LKS), diskusi dengan teman
kelompok , dan membuat suatu kesimpulan berdasarkan percobaan yang telah
11
disusun sesuai dengan tujuan yang ada di dalam LKS.
3. Tinjauan tentang Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang
membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Hasil menunjukkan pada suatu
perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas/proses yang mengakibatkan
input secara fungsional. Misalkan hasil produksi, perolehan yang didapatkan
karena adanya proses mengubah bahan menjadi barang jadi. Begitu juga
dengan proses belajar mengajar, setelah mengalami proses belajar perilaku
siswa berubah dibandingkan sebelumnya yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Perubahan inilah yang menjadi hasil belajar.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:3), hasil belajar merupakan
hasil dari suatu tindak belajar dan tindak mengajar. Hal ini berarti bahwa hasil
belajar tidak hanya dipengaruhi oleh faktor belajar yang merupakan kegiatan
siswa dalam memperoleh pengetahuan umum namun juga dipengaruhi oleh
faktor mengajar oleh guru. Apabila kedua proses tersebut dapat berjalan
dengan lancer maka diharapkan hasil belajar yang diperoleh oleh siswa akan
lebih baik, sedangkan menurut winkel (dalam Purwanto. 2011:45) mengatakan
bahwa,”hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah
dalam sikap dan tingkah lakunya yang mengacu pada taksonomi pengajaran
mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik”.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan atau hasil yang dimiliki
siswa setelah melakukan proses belajar, yang meliputi beberapa aspek yakni
12
aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimana perubahan yang terjadi
tersebut dipengaruhi oleh kegiatan belajar siswa dan kegiatan mengajar oleh
guru.
b. Hasil Belajar pada Ranah Kognitif
Menurut Jihat dan Haris (2009:16) hasil belajar pada aspek kognitif
berawal dari tingkat pengetahuan hafalan, pemahaman, penerapan, analisa,
sintesa dan yang terakhir adalah evaluasi. Adapun penjelasannya adalah
sebagai berikut:
1) Pengetahuan (C1)
Jenjang yang paling rendah dalam kemampuan kognitif meliputi
pengingatan tentang hal-hal yang bersifat khusus atau universal,
mengetahui metode dan proses, pengingatan terhadap suatu pola, struktur
atau seting. Dalam hal ini tekanan utama pada pengenalan kembali fakta,
prinsip. Kata-kata yang dipakai: definisikan, ulang, laporkan, ingat, garis
bawahi, sebutkan.
2) Pemahaman (C2)
Jenjang setingkat diatas pengetahuan ini akan meliputi penerimaan dalam
komunikasi secara akurat, menempatkan hasil komunikasi dalam bentuk
penyajian yang berbeda, mengorganisasikannya secara setingkat tanpa
merubah pengertian dan dapat mengeksplorasikan. Kata-kata yang dapat
dipakai: menterjemah, nyatakan kembali, diskusikan, gambarkan,
reorganisasikan, jelaskan, identifikasi, tempatkan, review, ceritakan,
paparkan.
3) Aplikasi atau penerapan (C3)
Penggunaan prinsip atau metode pada situasi yang baru. Kata-kata yang
dapat dipakai antara lain: interprestasikan, terapkan, hitunglah, gunakan,
demonstrasikan, praktekan, ilustrasikan, operasikan, jadwalkan, sketsa,
kerjakan.
4) Analisa (C4)
Jenjang yang keempat ini akan menyangkut terutama kemampuan anak
dalam memisah-misah terhadap suatu materi menjadi bagian-bagian yang
membentuknya, mendeteksi hubungan diantara bagian-bagian dan cara
materi itu diorganisir. Kata-kata yang digunakan: pisahkan, analisa,
bedakan, hitung, cobakan, tes bandingkan, kritik, teliti, debatkan, pecah
kan, inventarisasikan, hubungkan, kategorikan.
13
5) Sintesa (C5)
Jenjang yang sudah satu tingkat lebih sulit dari analisa ini adalah meliputi
anak untuk menaruhkan atau menempatkan bagian-bagian atau elemen
satu sehingga membentuk satu keseluruhan yang koheren. Kata-kata
yang dipakai: komposisi, desain, formulasi, atur, rakit, kumpulkan,
ciptakan, susun, organisasikan, siapkan, rancang, sederhanakan.
6) Evaluasi (C6)
Jenjang ini adalah yang paling atas atau yang dianggap paling sulit dalam
kemampuan pengetahuan anak didik. Disini akan meliputi kemampuan
anak didik dalam pengambilan keputusan, atau dalam menyatakan
pendapat tentang nilai sesuatu tujuan, ide, pekerjaan, pemecahan
masalah, metode, materi dan lain-lain. Kata-kata yang dapat dipakai:
putuskan, hargai, nilai, skala, bandingkan, revisi, skor, perkiraan.
c. Hasil Belajar pada Ranah Afektif
Menurut Jihat dan Haris (2009:17) hasil belajar pada aspek afektif
berawal dari tingkat menerima atau memperhatikan, merespon, penghargaan,
mengorganisasikan, dan terakhir mempribadi (mewatak). Adapun
penjelasannya adalah sebagai berikut:
1) Menerima atau memperhatikan.
Jenjang pertama ini akan meliputi sifat sensitif terhadap adanya
eksistensi suatu fenomena tertentu atau suatu stimulus dan kesadaran
yang merupakan perilaku kognitif. Termasuk didalamnya juga
keinginan untuk menerima atau memperhatikan. Kata-kata yang
dipakai: dengar, lihat, raba, rasa, pandang, pilih, kontrol, waspada,
hindari, suka, perhatian.
2) Merespon.
Dalam jenjang ini anak didik dilibatkan secara puas dalam suatu subjek
tertentu, fenomena atau suatu kegiatan sehingga ia akan mencari-cari
dan menambah kepuasan dari bekerja dengannya atau terlibat
didalamnya. Kata-kata yang dapat dipakai: persetujuan, minat, reaksi,
membantu, menolong, partisipasi, melibatkan diri, menyenangi,
menyukai, gemar, cinta, puas, menikmati.
3) Penghargaan.
Pada level ini perilaku anak didik adalah konsisten dan stabil, tidak
hanya dalam persetujuan terhadap suatu nilai tetapi juga pemilihan
terhadapnya dan keterikatannya pada suatu pandangan atau ide tertentu.
Kata-kata yang dapat dipakai: mengakui dengan tulus, mengidentifikasi
diri, mempercayai, menyatukan diri, menginginkan, mengkehendaki,
beritikad, mencitakan ambisi, disiplin, dedikasi diri, rela berkorban,
tanggung jawab, yakin, pasrah.
14
4) Mengorganisasikan.
Dalam jenjang ini anak didik membentuk suatu sistem nilai yang dapat
menuntun perilaku. Ini meliputi konseptualisasi dan
mengorganisasikan. Kata-kata yang dapat dipakai: menimbang-
nimbang, menjalin, mengkristalisasikan, mengidentifikasikan,
menyusum sistem, menyelaraskan, mengimbangkan membentuk filsafat
hidup.
5) Mempribadi (mewatak).
Pada tingkat terakhir sudah ada internalisasi, nilai-nilai telah
mendapatkan tempat pada diri individu, diorganisir kedalam suatu
sistem yang bersifat internal, memliki kontrol perilaku. Kata-kata yang
dapat dipakai: bersifat obyektif, bijaksana, adil, teguh dalam pendirian,
percaya diri, berkepribadian.
d. Hasil Belajar pada Ranah Psikomotorik
Menurut Jihat dan Haris (2009:18) hasil belajar pada aspek
psikomotorik berawal dari tingkat menirukan, memanifulasi, keseksamaan,
artikulasi, dan terakhir naturalisasi. Adapun penjelasannya adalah sebagai
berikut:
1) Menirukan.
Apabila ditunjukkan kepada anak didik suatu action yang dapat diamati
maka ia akan mulai membuat suatu tiruan terhadap action itu sampai
pada tingkat sistem otot-ototnya dan dituntun oleh dorongan kata hari
untuk menirukan. Kata-kata yang dapat dipakai: menirukan,
pengulangan, coba lakukan, berketetapan hati, mau, minat.
2) Memanipulasi.
Pada tingkat ini anak didik dapat menampilkan suatu action seperti yang
diajarkan dan juga tidak hanya seperti yang diamati, dia mulai dapat
membedakan antara satu set action dengan yang lain, menjadi mampu
memilih action yang diperlukan dan mulai memiliki keterampilan dalam
memanipulasi. Kata-kata yang dapat dipakai: ikuti petunjuk, tetapkan
mencoba-coba, mengutakatik, perbaikan tindakan.
3) Keseksamaan.
Ini meliputi kemampuan anak didik dalam penampilan yang telah
sampai pada tingkat perbaikan yang lebih tinggi dalam mereproduksi
suatu kegiatan tertentu. Kata-kata yang pakai dipakai: lakukan kembali,
kerjakan kembali, hasilkan, teliti
4) Artikulasi.
Yang utama disini anak didik telah dapat mengkoordinasikan serentetan
action dengan menetapkan urutan secara tepat diantara action yang
berbeda-beda. Kata-kata yang dapat dipakai: lakukakan secara harmonis,
lakukan secara unit.
15
5) Naturalisasi.
Tingkat terakhir dalam kemampuan psikomotorik adalah apabila anak
telah dapat melakukan secara alami satu action atau sejumlah action
yang urut. Keterampilan penampilan ini telah sampai pada kemampuan
yang paling tinggi dan action tersebut ditampilkan dengan pengeluaran
energi yang minimum.
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
Dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, terdapat banyak faktor
yang dapat mempengaruhi siswa dalam mencapai hasil belajar. Menurut
Slameto (2010:54) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat
digolongkan menjadi dua yaitu:
a. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu.
Faktor internal terdiri dari:
a) Faktor jasmani, seperti kesehatan dan cacat tubuh
b) Faktor psikolog, seperti intellegensi, perhatian, minat, bakat, motivasi,
kematangan, dan kesiapan.
c) Faktor kelelahan jasmani dan rohani.
b. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar individu. Faktor
eksternal terdiri dari:
a) Faktor keluarga, seperti cara orang tua mendidik, relasi antar anggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang
tua, latar belakang kebudayaan.
b) Faktor sekolah, seperi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan
siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran.
c) Faktor masyarakat, seperti kegiatan siswa dalam masyarakat, media,
teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.
4. Tinjauan Tentang Pendekatan Konstruktivisme dan Metode Eksperimen
a. Pendekatan Konstruktivisme
Salah satu prinsip pendidikan yaitu guru tidak begitu saja memberikan
pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa yang harus aktif membangun
pengetahuan dalam diri mereka sendiri. Konstruktivisme berasal dari kata “to
construct” yang artinya “membentuk”. Menurut Benny (2009:157)
konstruktivisme adalah salah satu aliran filsafat yang mempunyai pandangan
16
bahwa pengetahuan yang kita miliki adalah hasil konstruksi atau bentukan diri
kita sendiri. Dengan kata lain, kita akan memiliki pengetahuan apabila terlibat
aktif dalam proses penemuan pengetahuan dan pembentukannya dalam diri
kita. Konstruktivisme berpandangan bahwa pengetahuan merupakan perolehan
individu melalui keterlibatan aktif dalam menempuh proses belajar.
Konstruktivisme adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang
diterapkan untuk ilmu-ilmu eksak seperti matematika, fisika, kimia, dan lain-
lain. Pendekatan pembelajaran konstruktivisme yaitu pendekatan pembelajaran
yang berpusat pada kegiatan peserta didik dan menekankan pentingnya proses
pembentukan pengetahuan oleh peserta didik itu sendiri beerdasarkan
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
Menurut Budiningsih (2005:59-60) pendekatan konstruktivisme
menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktivitas
siswa dalam mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu
seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan
untuk membantu pembentukan tersebut. Siswa diberi kebebasan untuk
mengungkapkan pendapat dan pemikirannya tentang sesuatu yang dihadapinya.
Dengan cara demikian, siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berpikir sendiri,
memecahkan masalah yang dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif, dan mampu
mempertanggung jawabkan pemikirannya secara rasional.
Menurut teori konstruktivis, pengetahuan tidak dapat dipindahkan
begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Satu prinsip yang paling penting
dalam psikologi pendidikan yaitu guru tidak hanya sekedar memberikan
pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan
17
dialam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini,
dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan
secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Nur (dalam
Trianto 2007:13-14) mengemukakan bahwa guru dapat memberi siswa anak
tangga yang membawa siswa kepemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan
siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut.
Saekhan Muchith (2008:71-72) mengemukan bahwa belajar bukanlah
proses teknologisasi (robot) bagi siswa, melainkan proses untuk membangun
penghayatan terhadap suatu materi yang disampaikan. Sehingga proses
pembelajaran tidak hanya menyampaikan materi yang bersifat normatif
(tekstual) tetapi harus juga menyampaikan materi yang bersifat kontekstual,
contoh ketika guru menyampaikan/mengajar materi sholat, tidak cukup hanya
menjelaskan materi norma-norma tentang sholat semacam syarat dan rukun
sholat, tetapi juga harus menjelaskan dan membangun penghayatan makna
sholat dalam kehidupan. Sehingga akhirnya siswa dan masyarakat benar-benar
mampu memberikan jawaban secara akademik tentang bunyi ayat: inna shalata
tanha ‘anil fakhsa’ wal mungkar (shalat dapat mencegah perbuatan yang keji
dan mungkar).
Gagnon dan Collay (dalam Benny: 163-165) mengemukakan sebuah
desain sistem pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivistik.
Ada beberapa desain yang dikemukan, yaitu:
1) Situasi
Komponen ini menggambarkan secara komprehensif tentang maksud
atau tujuan dilaksanakannya aktivitas pembelajaran. Selain itu, dalam
18
komponen situasi juga tergambar tugas-tugas yang perlu diselesaikan
oleh siswa agar memiliki makna dari pengalaman belajar.
2) Pengelompokan
Komponen pengelompokan dalam aktivitas pembelajaran berbasis
pendekatan konstruktivis memberi kesempatan kepada siswa untuk
melakukan interaksi dengan sejawat.
3) Pengaitan
Komponen pengaitan dilakukan untuk menghubungkan pengetahuan
yang telah dimiliki oleh siswa dengan pengetahuan yang baru.
4) Pertanyaan
Pengajuan pertanyaan merupakan hal penting dalam aktivitas
pembelajaran. Pertanyaan akan memunculkan gagasan asli yang
merupakan inti dari pendekatan pembelajaran konstruktivisme.
Dengan munculnya gagasan-gagasan yang bersifat orisinil, siswa bisa
membangun pengetahuan dalam dirinya.
5) Eksibisi
Komponen eksibisi dalam pembelajaran yang menggunakan
pendekatan konstruktivis memberi kesempatan kepada siswa untuk
dapat menunjukkan hasil belajar setelah mengikuti suatu pengalaman
belajar.
6) Refleksi
Komponen ini pada dasarnya memberi kesempatan kepada guru dan
siswa untuk berpikir kritis tentang pengalaman belajar yang telah
mereka tempuh baik personal maupun kolektif.
Adapun ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme adalah sebagai berikut :
a. Pembelajaran berpusat pada siswa
b. Pengetahuan dibangun oleh peserta didik sendiri, baik secara personal
maupun sosial.
c. Guru sebagai fasilitator.
d. Bahan pengajaran dirancang sedemikian rupa sehingga memberi peluang
kepada murid membina pengetahuan baru
e. Pendidik atau pembelajar sekedar membantu menyediakan sarana dan
situasi agar proses konstruksi peserta didik dapat terlaksana.
19
b. Metode Eksperimen
Metode merupakan kerangka konseptual yang digunakan sebagai
pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Metode eksperimen adalah
pemberian kesempatan kepada siswa perorangan atau kelompok untuk dilatih
melakukan suatu proses atau percobaan. Penggunakan metode eksperimen ini
bertujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri berbagai
jawaban atay persoalan-persoalan yang dihadapinya dengan mengadakan
percobaan serta siswa juga dapat terlatih dalam cara berpikir ilmiah. Langkah-
langkah pembelajaran yang menggunakan metode eksperimen (Sumiati,
2009:102), yaitu:
1. Merumuskan tujuan yang jelas tentang kemampuan apa yang akan
dicapai siswa.
2. Mempersiapkan semua peralatan yang dibutuhkan.
3. Memeriksa apakah semua peralatan itu dalam keadaan berfungsi
atau tidak.
4. Menetapkan langkah dan alokasi waktu pelaksanaan agar efisien.
5. Memberikan penjelasan secukupnya tentang apa yang harus
dilakukan dalam eksperimen.
6. Membicarakan dengan siswa tentang langkah yang ditempuh,
materi pembelajaran yang diperlukan, variabel yang perlu diamati
dan hal yang perlu dicatat.
7. Menentukan langkah-langkah pokok dalam membantu siswa
selama eksperimen.
8. Menetapkan apa follow-up (tindak lanjut) eksperimen.
Adapun langkah-langkah pembelajaran yang menggunakan metode
eksperimen menurut Ramyulis (2005:250) sebagai berikut:
1. Memberikan penjelasan secukupnya tentang apa yang harus
dilakukan dalam eksperimen.
2. Menentukan langkah-langkah pokok dalam membantu siswa pada
saat eksperimen.
3. Sebelum eksperimen dilaksanakan terlebih dahulu guru harus
menetapkan:
a. Alat-alat yang diperlukan.
b. Langkah-langkah yang harus ditempuh.
20
c. Hal-hal yang harus dicatat.
d. Variabel-variabel mana yang harus dikontrol.
4. Setelah eksperimen dilakukan, guru harus menentukan apakah
tindak lanjut dari eksperimen tersebut, contohnya:
a. Mengumpul laporan mengenai eksperimen yang telah
dilakukan.
b. Mengadakan Tanya jawab tentang proses.
c. Melaksanakan teks untuk menguji kepahaman siswa.
Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan maka dapat
disimpulkan bahwa langkah-langkah pembelajaran yang menggunakan metode
eksperimen adalah:
1. Merumuskan tujuan yang akan dicapai dari percobaan.
2. Memberikan penjelasan secukupnya tentang apa yang harus dilakukan
dalam percobaan.
3. Mempersiapkan alat-alat yang diperlukan untuk percobaan.
4. Menentukan langkah-langkah yang harus ditempuh siswa saat
percobaan, hal-hal yang harus dicatat dalam percobaan, dan variabel
yang harus diamati dalam percobaan.
5. Menetapkan tindak lanjut (follow-up) eksperimen.
Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan maka dapat
disimpulkan bahwa langkah-langkah pembelajaran pendekatan konstruktivisme
dengan metode eksperimen, sebagai berikut:
a. Guru memberikan penjelasan secukupnya tentang materi yang akan
dipelajari dan hal-hal yang harus dilakukan dalam percobaan.
b. Siswa dibagi menjadi kelompok belajar. Kemudian setiap siswa
dipersilakan berkumpul dengan kelompoknya masing-masing. Lalu setiap
kelompok dibagikan LKS dan alat/bahan praktikum oleh guru.
c. Guru memberikan pertanyaan dan menghubungkan pembelajaran yang
akan dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Misalnya
mengapa orang mengukur panjang pintu menggunakan meteran?
Mengapa tidak menggunakan jangka sorong atau micrometer sekrup?
21
d. Siswa melakukan praktikum. Dari hasil pengukuran praktikum, siswa
menganalisis dan menghitung data yang diperoleh dengan teman
sekelompok.
e. Diskusi dan refleksi. Pada tahap ini siswa mengkomunikasikan hasil
pengukuran dan penjelasannya. Kemudian siswa membuat kesimpulan
melalui bimbingan guru. Dengan diterapkannya pembelajaran dengan
pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran fisika, diharapkan dapat
membantu siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran dan lebih
memahami konsep sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
5. Tinjauan Tentang Materi Pengukuran
Pengukuran merupakan kegiatan membandingkan suatu besaran yang
diukur dengan alat yang digunakan sebagai satuan (Giancoli, 2001:07).
1) Alat Ukur
Alat ukur adalah sesuatu yang digunakan untuk mengukur suatu besaran
(Giancoli, 2001:07). Berbagai alat ukur memiliki tingkat ketelitian
tertentu. Hal ini bergantung pada skala terkecil alat ukur tersebut.
Semakin kecil skala yang tertera pada alat ukur maka semakin tinggi
ketelitian alat ukur tersebut. Beberapa contoh alat ukur sesuai dengan
besarannya, yaitu:
a) Alat ukur panjang
a. Mistar (penggaris)
Mistar adalah alat yang digunakan untuk mengukur benda yang
berukuran sedang dan berukuran besar. Mistar mempunyai
ketelitian sampai 0,1 cm atau 1 mm, seperti pada gambar 2.1.
22
Gambar 2.1 Mistar
Sumber: Gurumuda.net (14 Agustus 2015)
b. Jangka sorong
Jangka sorong dipakai untuk mengukur suatu benda dengan
panjang yang kurang dari 1 mm. skala terkecil atau tingkat
ketelitian pengukurannya sampai dengan 0,01 cm atau 0,1 mm.
umumnya, jangka sorong digunakan untuk mengukur panjang
suatu benda, diameter bola, tebal uang logam, dan diameter
bagian dalam tabung. Jangka sorong memiliki dua skala
pembacaan, yaitu:
a) Skala utama/tetap, yang terdapat pada rahang tetap jangka
sorong.
b) Skala Nonius, yaitu skala yang terdapat pada rahang sorong
yang dapat bergeser/digerakkan.
Gambar 2.2 Jangka sorong
Sumber: Gurumuda.net (14 Agustus 2015)
c. Mikrometer sekrup
Mikrometer sekrup merupakan alat ukur panjang dengan tingkat
ketelitian terkecil yaitu 0,01 mm atau 0,001 cm. skala terkecil
23
(skala nonius) pada mikrometer sekrup terdapat pada rahang
geser, sedangkan skala utama terdapat pada rahang tetap.
Mikrometer sekrup digunakan untuk mengukur diameter benda
bundar dan plat yang sangat tipis, seperti pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Mikrometer sekrup
Sumber: Gurumuda.net (14 Agustus 2015)
b) Alat ukur massa
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur massa suatu benda
adalah neraca. Salah satu neraca yang digunakan untuk mengukur
massa benda adalah neraca/timbangan, seperti pada gambar 2.4.
Gambar 2.4 Neraca/timbangan
Sumber: Gurumuda.net (24 Juni 2015)
24
c) Alat ukur waktu
Satuan internasional untuk waktu adalah sekon atau detik. Alat yang
digunakan untuk mengukur waktu, antara lain jam matahari, jam
dinding, arloji (dengan ketelitian 1 sekon), dan stopwatch (dengan
ketelitian 0,1 sekon), seperti pada gambar 2.5.
Gambar 2.5 Stopwatch
Sumber: Gurumuda.net (14 Agustus 2015)
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang berkaitan dengan pendekatan konstruktivisme terhadap
hasil belajar telah dilakukan oleh beberapa orang terdahulu sebelumnya.
Diantara peneliti tersebut yakni:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Palupi Purnamawati (2010) yang berjudul
“Pengaruh Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Kimia
terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa”. Dengan hasil penelitian
yang berdasarkan hasil analisis nilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 sebesar 7,92 dan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
sebesar 2,00 pada taraf signifikan α = 0,05. Jadi 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (7,92 >
2,00) yang berarti bahwa ada pengaruh pendekatan konstruktivisme dalam
pembelajaran kimia terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa.
25
2. Penelitian yang dilakukan oleh Risti Ayu Desliani (2014) dengan judul
“Pengaruh Pendekatan Konstruktivisme terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas
X SMA Negeri 2 Muara Beliti Tahun Pelajaran 2013/2014”. Dengan hasil
penelitian yang berdasarkan hasil analisis post-test kelas eksperimen dan
kelas kontrol, maka diperoleh n ilai 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 sebesar 4,95 dan 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 sebesar
1,68 pada taraf signifikan α = 0,05. Jadi 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (4,95 > 1,68)
yang berarti bahwa ada pengaruh yang signifikan pendekatan
konstruktivisme dengan metode eksperimen terhadap hasil belajar fisika
pada materi listrik dinamis siswa kelas X SMA Negeri 2 Muara Beliti tahun
pelajaran 2013/2014.
C. Kerangka Berpikir
Menurut Sugiyono (2011:60-61), kerangka berpikir merupakan sintesa
tentang hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah
dideskripsikan. Kerangka berpikir merupakan gambaran secara umum tentang
pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan sesuai dengan variabel penelitian
yang diteliti.
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti bahwa hasil belajar
siswa kelas X SMA Negeri Megang Sakti masih tergolong rendah. Hal ini
dapat dilihat dari ketuntasan siswa yang sebagai gambaran kelas 𝑋1 berjumlah
38 orang terdapat 20 orang yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimum
(KKM), jika dipersentasekan hanya 47,37 % yang tuntas dan 52,63 % yang
belum tuntas sehingga siswa tersebut harus mengikuti remedial. Dan jarangnya
guru mengajak siswa untuk melakukan eksperimen padahal tidak jarang siswa
salah paham atau salah mengerti ketika menyimak penjelasan guru saat
26
mengikuti proses pembelajaran. Untuk mengatasi masalah tersebut, peneliti
menerapkan pendekatan konstruktivisme dengan metode eksperimen.
Pendekatan pembelajaran merupakan salah satu komponen dalam
proses belajar mengajar agar siswa tertarik untuk belajar fisika. Oleh karena itu
guru harus tepat dalam memilih pendekatan pembelajaran yang dapat
memberikan kesempatan siswa lebih aktif dan kreatif serta siswa dapat
membangun pengetahuan dan pemahamannya sendiri dari lingkungan
belajarnya. Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan pada
pembelajaran fisika adalah pendekatan konstruktivisme dengan metode
eksperimen (praktikum).
Pendekatan konstruktivisme adalah salah satu pendekatan yang
mengutamakan aktivitas siswa. Siswa diharapkan mampu membangun
pengetahuannya sendiri melalui keterlibatan langsung dalam pembelajaran.
Siswa dibagi menjadi kelompok belajar. Pembelajaran dengan pendekatan
konstruktivisme dengan metode eksperimen dilakukan dilaboratorium sehingga
siswa mampu membangun pengetahuaanya, menemukan konsep, bekerja sama
dengan teman sekelompok dan mampu berkomunikasi dengan baik.
Dalam penelitian ini terdapat beberapa tahapan yaitu sebelum penelitian
dilaksanakan terlebih dahulu peneliti melakukan uji instrumen soal yang diuji
kepada kelas XI. Ada 8 soal yang akan diuji dan kelas yang terpilih untuk
melakukan uji instrument yaitu kelas XI IPA 1. Setelah uji instrumen
dilaksanakan data-data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji validitas, uji
reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda. Setelah data tersbut
dianalisis diperoleh hasil yang menyatakan bahwa 8 soal yang diuji semuanya
27
layak digunakan untuk mengumpulkan data pre-test dan post-test. Selanjutnya
menentukan sampel penelitian, dalam penelitian ini sampel diambil dengan
teknik simple random sampling yaitu dengan cara pengundian lalu terpilih
kelas 𝑋8 sebagai kelas eksperimen dan kelas 𝑋6 sebagai kelas kontrol. Setelah
itu siswa diberikan pre-test untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum
treatment pembelajaran menggunakan pendekatan konstruktivisme dan metode
pembelajaran konvensional, adapun materi yang diberikan adalah pengukuran.
Selanjutnya pada akhir pembelajaran diberikan post-test untuk mengetahui
sejauh mana tingkat penyerapan dan keberhasilan siswa setelah diberikan
treatment menggunakan pendekatan konstruktivisme dan metode pembelajaran
konvensional.
Melalui pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran diharapkan
dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa selama proses
pembelajaran berlangsung. Setelah hasil post-test dianalisis dan data juga
berdistribusi normal serta uji hipotesis yang dilakukan diperoleh data barulah
penarikan kesimpulan.
D. Hipotesis Penelitian
Menurut Arikunto (2010:110) hipotesis adalah suatu jawaban yang
bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui
data yang terkumpul. Hipotesis penelitian ini adalah: “Ada pengaruh yang
signifikan pendekatan konstruktivisme terhadap hasil belajar siswa pada materi
pengukuran di kelas X SMAN Megang Sakti tahun pelajaran 2015/2016”.
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data penelitiannya (Arikunto, 2010:192). Sedangkan menurut
Sugiyono (2013:6), metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah
untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan,
dikembangkan, dan dibuktikannya suatu pengetahuan tertentu sehingga pada
gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan
mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan. Dari pendapat para ahli
dapat disimpulkan bahawa metode penelitian adalah suatu cara yang
digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan data penelitian yang valid
sehingga dapat digunakan untuk memecahakan suatu permasalahan.
Pada bagian ini peneliti perlu memilih metode yang sesuai. Dalam
penelitian ini diharapkan dapat mengetahui pengaruh hasil belajar yang diajar
menggunakan pendekatan konstruktivisme. Namun, sebelum mengetahui
pengaruh hasil belajar siswa dengan menggunakan pendekatan pembelajaran,
maka pendekatan pembelajaran tersebut harus dieksperimenkan terlebih
dahulu kepada siswa. Dalam hal ini ini kelas yang digunakan untuk
eksperimen menggunakan pendekatan konstruktivisme sedangkan kelas
lainnya menggunakan metode konvensional sebagai kelas kontrol. Hal ini
dilakukan untuk melihat bagaimana pengaruh hasil belajar siswa setelah
diajar dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme dan hasil belajar
siswa setelah diajar dengan metode konvensional.
29
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan
metode penelitian eksperimen. Menurut Arikunto (2010:19), penelitian
eksperimen merupakan penelitian untuk mengetahui akibat atau dampak
sesuatu kejadian atau variabel yang dihadirkan oleh peneliti. Dalam penelitian
ini terdapat dua variabel yang digunakan yaitu variabel bebas dan variabel
terikat. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan
konstruktivisme, sedangkan variabel terikatnya adalah aktivitas belajar dan
hasil belajar siswa.
Pada penelitian ini menggunakan desain berbentuk Pretest-Postest
Control Group Design atau desain kelompok kontrol eksperimen. Dalam hal
ini peneliti akan membagi kelompok menjadi dua yakni kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Dimana kelompok eksperimen akan
menggunakan pendekatan konstruktivisme, sedangkan kelompok kontrol
akan mengunakan metode konvensional. Desain penelitian dapat ditunjukkan
pada tabel 3.1 dibawah ini:
Tabel 3.1
Pretest-Posttest Control Group Design
Group Pretest Treatment Posttest
Eksperimen 𝑂1 X 𝑂2
Kontrol 𝑂3 - 𝑂4
Sumber : Arikunto (2010:125)
dengan 𝑂1 merupakan tes awal (pretest) pada kelas eksperimen, 𝑂2 adalah
tes akhir (posttest) pada kelas eksperimen, 𝑂3 adalah tes awal (pretest) pada
kelas kontrol, 𝑂4 adalah tes akhir (posttest) pada kelas kontrol, X adalah
perlakuan pendekatan konstruktivisme, dan - adalah perlakuan metode
konvensional.
30
B. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Arikunto, 2010:173).
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa
kelas X SMAN Megang Sakti tahun pelajaran 2015/2016 yang terdiri dari 9
kelas. Secara rinci populasi penelitian dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2
Populasi Penelitian
No Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
𝑋1
𝑋2
𝑋3
𝑋4
𝑋5
𝑋6
𝑋7
𝑋8
𝑋9
10
12
10
12
10
11
10
10
13
20
18
20
18
20
19
20
20
17
30
30
30
30
30
30
31
30
30
Jumlah 98 172 270
Sumber: Tata Usaha SMAN Megang Sakti
C. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti
(Arikunto, 2010:174). Dalam penelitian ini sampel yang diambil secara acak
dengan teknik simple random sampling. Peneliti menganggap subjek-subjek
dalam populasi sama, dengan demikian maka peneliti memberi hak yang
sama kepada setiap subjek untuk memperoleh kesempatan dipilih menjadi
sampel. Oleh karena hak setiap subjek sama maka peneliti terlepas dari
perasaan ingin mengistimewakan satu atau beberapa subjek untuk dijadikan
sampel. Sampel diambil dengan cara guru membuat gulungan kertas dengan
nomor masing- masing kelas X1 sampai X9, kemudian diambillah dua
31
gulungan kertas tersebut sebagai sampel penelitian. Satu gulungan kertas
sebagai kelas kontrol dan satu gulungan kertas sebagai kelas eksperimen.
Tabel 3.3
Sampel Penelitian
No Kelas Treatment Jumlah Siswa
1 𝑋8 Eksperimen 30
2 𝑋6 Kontrol 30
Jumlah 60
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini
digunakanlah teknik pengumpulan data berupa:
1. Tes
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat
yang dimiliki individu atau kelompok (Arikunto, 2010:193). Materi tes yang
digunakan adalah materi tentang pengukuran. Tes yang digunakan dalam
penelitian ini berbentuk soal essay.
Tes bentuk essay adalah semua bentuk tes yang pertanyaannya
membutuhkan jawaban dalam bentuk uraian dan menuntut kemampuan siswa
untuk mengorganisasi dan merumuskan jawabannya dengan kata-kata sendiri
(Djamarah, 2010:256). Instrumen tes dalam penelitian ini sebanyak 8
(delapan) soal tes yang sebelumnya telah menjalani uji coba terlebih dahulu
di kelas XI IPA 1 SMAN Megang Sakti tahun 2015/2016.
2. Observasi
Arikunto (2010:199), Observasi adalah pengamatan yang meliputi
kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan
32
seluruh alat indera. Pengumpulan data melalui observasi dilakukan pada kelas
eksperimen untuk memperoleh data aktivitas siswa selama kegiatan
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme berlangsung menggunakan
lembar observasi. Teknik ini digunakan sebagai pelengkap dan untuk
memperkuat data hasil penelitian.
Observasi digunakan untuk memperoleh data tentang aktivitas siswa
selama pembelajaran berlangsung, lembar observasi sebagai pendukung data
hasil belajar. Pengumpulan data melalui observasi ini dilakukan sendiri oleh
peneliti dan oleh teman peneliti yakni Pintaria pada kelas eksperimen untuk
mendapat gambaran secara langsung penerapan pendekatan konstruktivisme
di kelas.
Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini telah divalidasi
oleh dosen ahli. Indikator yang digunakan pada lembar observasi siswa untuk
pendekatan konstruktivisme adalah sebagai berikut:
a. Aktifitas saat percobaan berlangsung
b. Menggunakan semua alat sesuai dengan percobaan yang ada di petunjuk
di lembar kerja siswa (LKS)
c. Diskusi dengan teman satu kelompok
d. Membuat suatu kesimpulan berdasarkan percobaan yang telah disusun
sesuai dengan tujuan yang ada di dalam LKS
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis data observasi terhadap aktivitas siswa dan tes terhadap hasil
belajar.
33
1. Analisis data tes
Data yang telah terkumpul setelah melakukan penelitian, baik dari
kelas eksperimen maupun kelas kontrol akan dianalisis dengan mencari
nilai rata-rata dan varians dari masing-masing kelompok data, kemudian
melakukan uji normalitas, uji homogenitas dan uji hipotesis. Adapun
teknik analisis data hasil tes dalam penelitian ini adalah:
a. Nilai Rata-rata dan Simpangan Baku
Mencari nilai rata-rata dan varians dari masing-masing kelompok data
dengan menggunakan rumus:
�̅� = ∑ 𝑓𝑖𝑥𝑖
𝑓𝑖 (Sugiyono, 2011:49)
s =√∑𝒇𝒊( 𝑥𝑖 − �̅�)2
𝑛−1 (Sugiyono, 2011:57)
dengan �̅� adalah nilai rata-rata sampel, 𝑥𝑖 adalah titik tengah nilai tes, s
adalah simpangan baku, dan n adalah banyaknya siswa dalam sampel.
b. Uji Normalitas untuk Masing-masing Kelompok Data.
Uji normalitas ini digunakan untuk mengetahui kenormalan data.
Rumus yang digunakan dalam uji normalitas adalah uji kecocokan chi
kuadrat (χ²) yaitu:
χ² = ∑ (𝑓0−𝑓ℎ)2
𝑓ℎ (Sugiyono, 2010:82)
dengan χ² adalah harga Chi-kuadrat yang dicari, 𝑓0 adalah frekuensi dari
hasil observasi, dan 𝑓ℎ adalah frekuensi yang diharapkan. Dan kriteria
pengujian sebagai berikut: Jika χ²ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
dibandingkan dengan χ²𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
dengan derajat kebebasan (dk = k-1), dimana k adalah banyaknya kelas
34
interval, dan χ²ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
˂ χ²𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
, maka dapat dinyatakan bahwa data tersebut
berdistribusi normal. Jika χ²ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
≥ χ²𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
, maka dapat dinyatakan bahwa
data tersebut tidak berdistribusi normal.
c. Uji Homogenitas
Uji homogenitas varians antar kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol dimaksudkan untuk mengetahui keadaan varians kedua kelompok
homogen atau berbeda. Uji homogenitas bertujuan untuk melihat kedua
kelompok data mempunyai varians yang homogen atau tidak. Dalam hal
ini uji statistik menggunakan uji varians (F), dengan rumus:
𝐹 = 𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟
𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙 (Sudjana, 2005:250)
Bila harga 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 lebih kecil atau sama dengan 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙),
maka varians homogen (Sugiyono, 2010:141).
d. Uji Hipotesis
Dalam penelitian ini peneliti mengambil hipotesis yaitu “ada pengaruh
yang signifikan pendekatan konstruktivisme terhadap hasil belajar fisika
siswa kelas X SMA Negeri Megang Sakti”. Adapun hipotesis statistiknya
adalah:
H0 : (µ1 ≤ µ2). Rata-rata nilai fisika kelas eksperimen lebih kecil atau sama
dengan rata-rata nilai fisika kelas kontrol.
Ha :(µ1 > µ2). Rata-rata hasil belajar fisika kelas eksperimen lebih besar
daripada rata-rata hasil belajar fisika kelas kontrol.
Untuk menguji hipotesis penelitian digunakan uji kesamaan dua rata-rata,
jika kedua kelompok data berdistribusi normal dan bervarians homogen.
35
maka digunakan uji statistic t (Sudjana, 2005:239) dengan rumus sebagai
berikut:
𝑡 =�̅�1−�̅�2
𝑠√ 1
𝑛1 +
1
𝑛2
dengan 𝑠2 =(𝑛1− 1)𝑠1
2+ (𝑛2−1)𝑠22
𝑛1+ 𝑛2− 2
dengan �̅�1 adalah rata-rata kelompok eksperimen, �̅�2 adalah rata-rata
kelompok kontrol, 𝑛1 adalah jumlah siswa kelompok eksperimen, 𝑛2
adalah jumlah siswa kelompok kontrol, 𝑠1 adalah simpangan baku
kelompok eksperimen, 𝑠2 adalah simpangan baku kelompok kontrol, 𝑠12
adalah varians kelompok eksperimen, 𝑠22 adalah varians kelompok
kontrol, s2 adalah varians gabungan. Kriteria pengujian, jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 >
𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka 𝐻𝑜 ditolak atau Ha diterima. Jika data tersebut berdistribusi
normal tetapi tidak homogen maka uji statistik yang digunakan adalah uji-
t’ semu (t’), yaitu:
𝑡 ′ =�̅�1−�̅�2
√𝑠1
2
𝑛1 +
𝑠22
𝑛2
(Sudjana, 2005:241)
Kriteria pengujiannya adalah hipotesis 𝐻𝑜 diterima jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 <
𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 dimana 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 didapat dari daftar distribusi t dengan (α = 0,05),
dk= 𝑛1 + 𝑛2 – 2, yakni sebagai berikut:
− 𝑤1 𝑡1 + 𝑤2 𝑡2
𝑤1 + 𝑤2 < 𝑡′ <
𝑤1 𝑡1 + 𝑤2 𝑡2
𝑤1 + 𝑤2
Dengan:
𝑤1 = 𝑠1
2
𝑛1 ; 𝑤2 =
𝑠22
𝑛2
𝑡1 = 𝑡 (1 − 0,5𝛼), (𝑛1 − 1)
36
𝑡1 = 𝑡 (1 − 0,5𝛼), (𝑛2 − 1)
2. Analisis data observasi
Untuk mendapatkan data yang objektif mengenai aktivitas belajar
siswa, dilakukan pengamatan dengan mencatat data aktivitas belajar siswa
kedalam lembar observasi. Observasi dilakukan selama proses
pembelajaran berlangsung. Lembar observasi diukur dengan skala Likert
yang mempunyai derajat penilaian yang tersusun bertingkat, mulai dari
sangat baik, baik, kurang baik, dan tidak baik. Dengan memberi skor
sesuai dengan hasil aktivitas yang dilakukan siswa pada setiap indikator.
Setelah memperoleh data observasi, maka data tersebut dianalisis dengan
rumus:
𝑁𝑃 =𝑅
𝑆𝑀 𝑥 100 (Purwanto, 2010:102)
dengan NP adalah nilai persen yang diharapkan, R adalah skor aktivitas
yang diperoleh siswa, dan SM adalah skor maksimum.
Menurut Purwanto (2010:103), kriteria penilaian aktivitas siswa
seperti pada tabel 3.4 dibawah ini:
Tabel 3.4
Kriteria tingkat aktivitas siswa
F. Pertanggungjawaban penelitian
Suatu alat penilaian atau instrumen dikatakan mempunyai kualitas yang
No Presentase Bobot Kategori Penilaian Observasi
1 86-100 % 4 Sangat Baik
2 76-85 % 3 Baik
3 60-75 % 2 Cukup
4 55-59 % 1 Kurang
5 ≤ 54 % 0 Kurang Sekali
37
baik apabila memiliki atau memenuhi persyaratan tes diantaranya:
1. Uji validitas instrumen
Menurut Arikunto (2010:211) validitas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument.
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang di
inginkan. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas
tinggi. Sebaliknya validitas yang kurang valid berarti memilik validitas
rendah. Validitas butir soal dihitung dengan rumus korelasi Product
Moment, yaitu:
𝑟𝑥𝑦 =𝑁 (∑𝑋𝑌)− (∑𝑋)(∑𝑌)
√{𝑁(∑𝑋2) –(∑𝑋)2}{N(∑Y2)−(∑Y)2} (Arikunto, 2010:213)
dengan 𝑟𝑥𝑦 adalah koefisien korelasi, 𝑁 adalah banyaknya subjek, 𝑋
adalah skor butir soal, dan Y adalah skor total. Interpretasi yang lebih rinci
mengenai nilai 𝑟𝑥𝑦 tersebut dibagi kedalam kategori sebagai berikut:
Tabel 3.5
Besar Nilai Validitas
Koefisien Korelasi Kriteria Validitas
0,00 - 0,20 Validitas sangat rendah
0,20 - 0,40 Validitas rendah
0,40 - 0,60 Validitas sedang
0,60 - 0,80 Validitas tinggi
0,80 - 1,00 Validitas sangat tinggi
Sumber: Arikunto (2010:319)
Untuk menentukan keberartian dari koefisien validitas, digunakan uji t
seperti yang dikemukan Sudjana (2002:380) dengan rumus:
38
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 𝑟𝑥𝑦√𝑛 − 2
1 − (𝑟𝑥𝑦)2
dengan n adalah banyak data, 𝑟𝑥𝑦 adalah korelasi Product Moment, dan t
adalah distribusi student.
Distribusi (Tabel t) untuk taraf nyata α = 0,05, jika
𝑡(1−½𝛼)(𝑛−2)<t<𝑡(1−½𝛼)(𝑛−2) dan derajat kebebasan (dk = n-2). Kaidah
keputusan, jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔>𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 berarti valid sebaliknya 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔<𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
berarti tidak valid. Hasil analisis validitas butir soal (lampiran C) dapat
dilihat pada tabel 3.6:
Tabel 3.6
Hasil Analisis Validitas Butir Soal
Nomor
Soal
Nilai Validitas
(𝒓𝒙𝒚)
𝒕𝒉𝒊𝒕𝒖𝒏𝒈 𝒕𝒕𝒂𝒃𝒆𝒍 Keterangan
1 0,52 2,58 1,74 Validitas Sedang
2 0,70 4,15 1,74 Validitas Tinggi
3 0,87 7,48 1,74 Validitas Sangat Tinggi
4 0,92 9,95 1,74 Validitas Sangat Tinggi
5 0,90 8,75 1,74 Validitas Sangat Tinggi
6 0,75 4,81 1,74 Validitas Tinggi
7 0,62 3,34 1,74 Validitas Tinggi
8 0,84 6,56 1,74 Validitas Sangat Tinggi
Taraf kesalahan (α) 5% = 0,05
𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 𝑡(1−½𝛼)(𝑛−2)
𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 𝑡(1−½ 0,05)(20−2)
𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 𝑡(1−0,025)(18)
𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 𝑡(0,975)(18)
𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 1,74
2. Tingkat kesukaran
Menurut Daryanto (2005:180), indeks kesukaran adalah bilangan yang
39
menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal. Untuk menghitung taraf
kesukaran digunakan rumus sebagai berikut:
𝑇𝐾 =𝑆𝐴+𝑆𝐵
2IA
(Jihad dan Haris, 2008:182)
dengan TK adalah Tingkat Kesukaran, SA adalah jumlah skor kelompok
atas, SB adalah Jumlah skor kelompok bawah dan dan IA adalah jumlah
skor ideal kelompok atas.
Tabel 3.7
Klasifikasi interpretasi Indeks Kesukaran
Sumber : (Daryanto,2005:182)
Hasil analisis tingkat kesukaran butir soal (lampiran C) dapat dilihat pada
tabel 3.8:
Tabel 3.8
Hasil Analisis Tingkat Kesukaran
No.
Soal
Jumlah
Skor Kel.
Atas
Jumlah
Skor Kel.
Bawah
Jumlah
Skor Ideal
Kel. Atas
Jumlah
Skor Ideal
Kel. Bawah
Tingkat
Kesukaran
Ket
1 30 15 30 30 0,75 Mudah
2 71 39 110 110 0,50 Sedang
3 52 6 60 60 0,56 Sedang
4 63 10 90 90 0,40 Sedang
4 63 10 90 90 0,40 Sedang
5 40 1 90 90 0,22 Sukar
6 35 10 90 90 0,25 Sukar
7 11 3 90 90 0,07 Sukar
8 57 5 90 90 0,34 Sedang
3. Daya Pembeda
Menurut Jihad dan Haris (2009:181), daya pembeda dari sebuah butir
soal menyatakan seberapa jauh kemampuan sebuah butir soal tersebut
Interpretasi Tingkat Kesukaran Kategori
0,00 – 0,30
0,30 – 0,70
0,70 – 1,00
Soal sukar
Soal sedang
Soal mudah
40
untuk membedakan setiap butir soal. Untuk menghitung daya pembeda
setiap butir soal digunakan rumus sebagai berikut:
DP =SA−SB
IA (Jihad dan Haris, 2009:181)
dengan DP adalah indeks daya pembeda, SA adalah jumlah skor kelompok
atas, SB adalah Jumlah skor kelompok bawah, dan IA adalah jumlah skor
ideal kelompok atas.
Tabel 3.9
Kriteria Interpretasi Daya Pembeda
Interpretasi Daya Pembeda Kategori
0,00 - 0,20 Jelek
0,20 -0,40 Cukup
0,40 - 0,70 Baik
0,70 - 1,00 Sangat baik
Sumber: Daryanto (2005:190)
Hasil analisis daya pembeda butir soal (lampiran B) dapat dilihat
pada tabel 3.10
Tabel 3.10
Hasil Analisis Daya Pembeda
No.
Soal
Jumlah
Skor Kel.
Atas
Jumlah
Skor Kel.
Bawah
Jumlah
Skor Ideal
Kel. Atas
Jumlah
Skor Ideal
Kel. Bawah
Daya
Pembeda
Ket
1 30 15 30 30 0,50 Baik
2 71 39 110 110 0,29 Cukup
3 52 6 60 60 0,76 Sangat Baik
4 63 10 90 90 0,58 Baik
5 40 1 90 90 0,43 Baik
6 35 10 90 90 0,28 Cukup
7 11 3 90 90 0,08 Jelek
8 57 5 90 90 0,58 Baik
4. Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu
instrumen cukup dapat dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat
41
pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto,
2010:221). Untuk mengetahui reliabilitas tes pada soal essay
menggunakan rumus alpha, yaitu:
𝑟11 = (𝑘
𝑘−1) (1 −
∑ 𝜎𝑏2
𝜎𝑡2
) (Arikunto, 2010:239)
dengan 𝑟11 adalah reliabilitas instrumen, k adalah banyaknya butir
pertanyaan pertanyaan atau banyaknya soal, ∑ 𝜎𝑏2 adalah jumlah varians
butir, dan 𝜎𝑡2 adalah varians total.
Tabel 3.11
Interpretasi nilai 𝒓𝟏𝟏 menurut Guilford
Sumber: Jihad dan Haris (2008:181)
Setelah hasil uji coba dianalisis dengan menggunakan rumus diatas,
diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,90 . hal ini berarti soal tes
tersebut mempunyai derajat reliabilitas tinggi, sehingga dapat dipercaya
sebagai alat ukur. Rekapitulasi hasil analisis keseluruhan data uji
instrumen dapat dilihat secara rinci pada tabel 3.12. Perhitungan seluruh
butir soal uji instrumen secara rinci dapat dilihat pada lampiran C.
Interpretasi nilai r11 Kategori
r11 ≤ 0,20 Reliabilitas sangat rendah
0,20 < r11 ≤ 0,40 Reliabilitas rendah
0,40 < r11 ≤ 0,60 Reliabilitas sedang
0,60 < r11 ≤ 0,80 Reliabilitas tinggi
0,80 < r11 ≤ 1,00 Reliabilitas sangat tinggi
42
Tabel 3.12
Rekapitulasi Hasil Analisis Uji Instrumen
No
soal
Validitas Daya
Pembeda
Tingkat
Kesukaran
Keterangan
1 Validitas Sedang Baik Mudah Dipakai
2 Validitas Tinggi Cukup Sedang Dipakai
3 Validitas Sangat Tinggi Sangat Baik Sedang Dipakai
4 Validitas Sangat Tinggi Baik Sedang Dipakai
5 Validitas Sangat Tinggi Baik Sukar Dipakai
6 Validitas Tinggi Cukup Sukar Dipakai
7 Validitas Tinggi Jelek Sukar Dipakai
8 Validitas Sangat Tinggi Baik Sedang Dipakai
Berdasarkan rekapitulasi pada tabel 3.12, maka semua (delapan) soal
digunakan karena memenuhi syarat validitas, daya pembeda dan tingkat
kesukaran.
43
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 30 Juli sampai 30 Agustus 2015 di
kelas X SMA Negeri Megang Sakti tahun pelajaran 2015/2016. Pada pelaksanaan
pembelajaran peneliti bertindak sebagai pengajar yang memberikan pengajaran
dengan menggunakan metode eksperimen. Metode eksperimen ini memiliki cirri
khas dengan menggunakan kelompok kontrol sebagai garis dasar untuk
membandingkan dengan kelompok yang dikenai perlakuan eksperimen. Dimana
dalam proses pembelajaran peneliti menggunakan pendekatan kontruktivisme
pada kelas eksperimen dan metode pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.
Setelah diadakan pemilihan sampel secara acak, terpilih kelas 𝑋8 dengan jumlah
siswa 30 orang sebagai kelas eksperimen dan kelas 𝑋6 dengan jumlah 30 orang
sebagai kelas kontrol.
Sebelum penelitian ini mulai dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan uji
coba instrumen pada tanggal 1 Agustus 2015 selama dua jam pelajaran. Uji coba
instrumen dilaksanakan di kelas XI IPA 1 SMA Negeri Megang Sakti dan diikuti
oleh 25 siswa. Soal uji coba sebanyak 8 soal dan soal berbentuk essay. Setelah
dilakukan uji coba instrumen, kemudian soal tersebut dianalisis. Dari hasil analisis
diperoleh hasil bahwa 8 soal tersebut memenuhi syarat validitas, reliabilitas, daya
pembeda dan tingkat kesukaran sehingga soal tersebut dapat digunakan sebagai
alat tes, baik tes kemampuan awal (pre-test) maupun tes kemampuan akhir (post-
test).
44
Pelaksanaan penelitian dimulai dengan memberikan soal pre-test untuk
mengetahui kemampuan awal siswa pada materi pengukuran. Pemberian pre-test
dilakukan pada tanggal 8 Agustus 2015 dikelas eksperimen dan kelas kontrol.
Setelah pre-test dilaksanakan siswa diberikan perlakuan (treatment), pada kelas
eksperimen diberikan treatment pendekatan konstruktivisme dengan metode
eksperimen dan pada kelas kontrol diberikan treatment metode pembelajaran
konvensional. Treatment diberikan sebanyak dua kali, baik di kelas eksperimen
maupun dikelas kontrol. Pertemuan pertama pada tanggal 15 Agustus 2015 dan
pertemuan kedua pada tanggal 22 Agustus 2015. Penelitian ini diakhiri dengan
dilaksanakannya post-test pada tanggal 29 Agustus 2015 untuk mengetahui
kemampuan akhir siswa setelah diberikan treatment.
1. Deskripsi dan Analisis Data Kemampuan Awal Siswa (Pre-test)
a. Rata-rata dan Simpangan Baku Pre-test
Data mengenai kemampuan awal diperoleh melalui pre-test baik pada
kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Kemampuan awal yang dimaksud
adalah kemampuan awal yang dimiliki siswa sebelum diberi perlakuan. Dari
hasil perhitungan pada (lampiran D), dapat dikemukakan rata-rata dan
simpangan dari hasil tes awal pada kelas eksperimen dan kelas kontrol pada
tabel 4.1.
Tabel 4.1
Skor Rata-rata dan Simpangan Baku Hasil Pre-test
N �̅� S 𝑋𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑋𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ
Kelas Eksperimen 30 11,23 5,34 23 2
Kelas Kontrol 30 11,1 4,20 18 3
45
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dikemukakan bahwa skor rata-rata (�̅�)
kelas eksperimen 11,23 dan simpangan baku (s) 5,34 sedangkan skor rata-rata
(�̅�) kelas kontrol 11,1 dan simpangan baku (s) 4,20. Data ini menunjukkan
bahwa kemampuan awal antara kelas eksperimen dan kelas kontrol relatif
sama, karena kelas eksperimen dan kelas kontrol belum diberikan perlakuan
pembelajaran. Tahap selanjutnya yaitu kelas eksperimen diberi perlakuan
dengan menggunakan metode eksperimen dan kelas kontrol menggunakan
metode pembelajaran konvensional.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas ini dilakukan untuk melihat apakah data tes awal
kedua kelas sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak. Hasil
perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran D. Uji homogenitas
varians tes awal pada taraf signifikan α = 0,05 dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2
Hasil Uji Homogenitas Skor Pre-test
Kelas Test 𝑭𝑯𝒊𝒕𝒖𝒏𝒈 Dk 𝑭𝑻𝒂𝒃𝒆𝒍 Keterangan
Eksperimen
Kontrol
Pre-test
1,61
(30 : 29 )
1,85
Homogen
Berdasarkan tebel 4.2, maka dapat disimpulkan varians kedua kelompok data
skor pre-test kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah homogen, karena
𝐹𝐻𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝐹𝑇𝑎𝑏𝑒𝑙 pada taraf signifikan α = 0,05.
c. Uji Normalitas Pre-test
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah data hasil tes siswa
berdistribusi normal atau tidak. Untuk mengetahui kenormalan data
46
digunakan normalitas dengan uji kecocokan χ²ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 (chi Kuadrat). Lebih
jelas uji normalitas ini dapat dilihat dari lampiran D. Berdasarkan ketentuan
perhitungan statistik mengenai uji normalitas data dengan taraf signifikan α =
0,05, χ²ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < χ²𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka data berdistribusi normal. Hasil uji normalitas
data tes awal untuk kedua kelompok dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3
Hasil Uji Normalitas Pre-test
Pre-test χ²ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 Dk χ²𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Kesimpulan
Kelas Eksperimen 9,4411 5 11,07 Normal
Kelas Kontrol 2,9992 5 11,07 Normal
Berdasarkan 4.3 menunjukkan bahwa nilai χ²ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < χ²𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, hal ini dapat
disimpulkan bahwa data Pre-test berdistribusi normal dengan dk = 5 dan taraf
signifikan α = 0,05.
d. Uji Kesamaan Dua Rata-rata
Berdasarkan hasil uji normalitas dan homogenitas, maka kedua
kelompok data tes awal dan tes akhir adalah normal dan homogen. Dengan
demikian uji kesamaan dua rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas
kontrol untuk data tes awal dan tes akhir menggunakan uji-t. Hasil uji-t untuk
data tes akhir dan tes awal dapat dilihat pada lampiran D.
Hipotesis statistik yang diuji dalam perhitungan uji-t adalah Ho sebagai
hipotesis pembanding dan Ha sebagai hipotesis kerja.
H0 : (µ1=µ2). Rata-rata hasil belajar fisika kelas eksperimen lebih kecil atau
sama dengan kelas kontrol.
47
Ha :(µ1≠µ2). Rata-rata hasil belajar fisika kelas eksperimen lebih besar
daripada rata-rata hasil belajar fisika kelas kontrol.
Untuk mengetahui perbandingan uji kesamaan dua rata-rata Pre-test
dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4
Uji Kesamaan Dua Rata-rata Pre-test
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 Dk 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Keterangan
Tes Awal 0,11 60 2,00 Tolak Ha, Ho diterima
Berdasarkan hasil perhitungan uji t mengenai kemampuan awal
(terlampir D) menunjukkan bahwa hitungt < tabelt (0,11 > 2,00) dengan
signifikan α = 0,05 maka 0H diterima. Hal ini berarti bahwa rata-rata hasil
belajar kelas eksperimen sama dengan rata-rata hasil belajar kelas kontrol.
2. Deskripsi dan Analisis Data Kemampuan Akhir Siswa (Post-test)
a. Rata-rata dan Simpangan Baku
Pos-test dilakukan untuk mengetahui kemampuan akhir siswa setelah
mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
konstruktivisme dan metode pembelajaran konvensional. Hasil perhitungan
data Pos-test dapat dilihat pada lampiran D, menunjukan nilai rata-rata dan
simpangan baku dari hasil Pos-test yang selanjutnya disajikan pada tabel 4.5.
Tabel 4.5
Skor Rata-rata dan Simpangan Baku hasil Post-test
N �̅� S 𝑋𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑋𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ
Kelas Eksperimen 30 81,07 14,71 100 35
Kelas Kontrol 30 61 17,79 94 6
48
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dikemukakan bahwa rata-rata skor
posttest (�̅�) kelas eksperimen 81,07 dan simpangan baku (s) 14,71 sedangkan
kelas kontrol skor rata-rata (�̅�) 61 dan simpangan baku 17.79. Setelah diberi
perlakuan pembelajaran, hasil belajar siswa kelas eksperimen lebih meningkat
daripada kelas kontrol.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas ini dilakukan untuk melihat apakah data Pos-test
pada kedua kelas sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak. Hasil
perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran D. Uji homogenitas
varians tes akhir pada taraf signifikan α = 0,05 dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6
Hasil Uji Homogenitas Pos-test
Kelas Test 𝑭𝑯𝒊𝒕𝒖𝒏𝒈 Dk 𝑭𝑻𝒂𝒃𝒆𝒍 Keterangan
Eksperimen
Kontrol
Pos-test
1,46
(30 : 29 )
1,85
Homogen
Berdasarkan tebel 4.6, maka dapat disimpulkan varians kedua
kelompok data skor post-test kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah
homogen, karena 𝐹𝐻𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝐹𝑇𝑎𝑏𝑒𝑙.
c. Uji Normalitas Pos-test
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah data hasil tes siswa
berdistribusi normal atau tidak. Untuk mengetahui kenormalan data
digunakan normalitas dengan uji kecocokan χ²ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 (chi Kuadrat). Lebih
jelas uji normalitas ini dapat dilihat dari lampiran D. Berdasarkan ketentuan
perhitungan statistik mengenai uji normalitas data dengan taraf signifikan α =
49
0,05, χ²ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < χ²𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka data berdistribusi normal. Hasil uji normalitas
data tes awal dan tes akhir untuk kedua kelompok dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7
Hasil Uji Normalitas Pos-test
Pos-test χ²ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 Dk χ²𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Kesimpulan
Kelas Eksperimen 7,0635 5 11,070 Normal
Kelas Kontrol 2,4006 5 11,070 Normal
Berdasarkan 4.7 menunjukkan bahwa nilai χ²ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < χ²𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, hal ini dapat
disimpulkan bahwa data Pre-test berdistribusi normal dengan dk = 5.
d. Uji Kesamaan Dua Rata-rata
Berdasarkan hasil uji normalitas dan homogenitas, maka kedua
kelompok data tes akhir adalah normal dan homogen. Dengan demikian uji
kesamaan dua rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk data
tes akhir menggunakan uji-t. Hasil uji-t untuk data tes akhir dapat dilihat pada
lampiran D.
Hipotesis statistik yang diuji dalam perhitungan uji-t adalah Ho
sebagai hipotesis pembanding dan Ha sebagai hipotesis kerja.
H0 : (µ1 ≤ µ2). Rata-rata hasil belajar fisika kelas eksperimen lebih kecil
atau sama dengan kelas kontrol.
Ha :(µ1> µ2). Rata-rata hasil belajar fisika kelas eksperimen lebih besar
daripada rata-rata hasil belajar fisika kelas kontrol.
Untuk mengetahui perbandingan uji kesamaan dua rata-rata tes awal
dapat dilihat pada tabel 4.8.
50
Tabel 4.8
Uji Kesamaan Dua Rata-rata
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 Dk 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Keterangan
Tes Akhir 5,12 60 1,67 Tolak Ho, Ha diterima
Berdasarkan hasil perhitungan uji t mengenai kemampuan akhir
(terlampir D) menunjukkan bahwa hitungt > tabelt (5,12 > 2,00) dengan taraf
signifikan 0,05 maka 𝐻𝑎 diterima. Hal ini berarti skor rata-rata kelas
eksprimen tidak sama dengan skor rata-rata kelas kontrol. Dengan demikian
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima kebenarannya. Jadi
“Ada pengaruh yang signifikan pendekatan konstruktivisme terhadap hasil
belajar siswa pada materi pengukuran di kelas X SMAN Megang Sakti tahun
pelajaran 2015/2016”.
3. Deskripsi dan Analisis Data Observasi
Observasi dilakukan pada 2 (dua) kali pertemuan pembelajaran fisika di
kelas eksperimen yakni kelas 𝑋8 dengan menggunakan pendekatan
konstruktivisme. Lembar observasi dilakukan untuk mengetahui gambaran
aktivitas siswa selama proses pembelajaran fisika dengan menggunakan
pendekatan konstruktivisme. Dalam pembelajaran yang menggunakan
pendekatan konstruktivisme dan dibantu oleh observer, diperoleh persentase
rata-rata tiap pertemuan dapat dilihat pada tabel 4.9.
51
Tabel 4.9
Rekapitulasi aktivitas belajar
Pertemuan Nilai indikator aktivitas belajar Rata-rata Kategori
A B C D
I 50 % 80 % 50 % 85 % 66 % Baik
II 65 % 85 % 75 % 75 % 75 % Baik
Jumlah 71 % Baik
Gambar 4.1 Diagram Batang Hasil Aktivitas Belajar Siswa
Keterangan:
A : Aktifitas saat percobaan berlangsung.
B : Menggunakan semua alat sesuai dengan percobaan yang ada di
petunjuk di lembar kerja siswa (LKS).
C : Diskusi dengan teman satu kelompok.
D : Membuat suatu kesimpulan berdasarkan percobaan yang telah
disusun sesuai dengan tujuan yang ada di dalam LKS.
Pada tabel 4.9 dikemukakan pada pertemuan pertama adalah 66 %
dengan kategori baik dan pada pertemuan kedua 75 % dengan kategori baik.
B. Pembahasan
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah Apakah ada
pengaruh pendekatan konstruktivisme terhadap hasil belajar fisika siswa kelas
60%
62%
64%
66%
68%
70%
72%
74%
76%
Pertemuan 1
Pertemuan 2
52
X SMAN Megang Sakti Tahun Pelajaran 2015/2016?. Untuk hasil belajar
fisika siswa pada pokok bahasan pengukuran, dalam penelitian ini hanya
meneliti dari segi kognitifnya yaitu dalam bentuk tes essay yang berjumlah 8
butir soal pertanyaan untuk mengukur kemampuan pengetahuan yang dimiliki
oleh siswa, seperti yang dikemukakan oleh Bloom yang menyatakan bahwa
perubahan kognitif siswa terdiri dari enam bagian yaitu pemahaman,
pengetahuan, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi.
Pada penelitian ini melalui beberapa tahap, tahap pertama dalam
penelitian ini ialah melakukan uji instrumen di kelas XI IPA 1 dengan
menggunakan soal yang berjumlah 8 soal. Selanjutnya data hasil uji
instrumen dianalisis menggunakan uji validitas, uji reliabilitas, daya
pembeda, dan tingkat kesukaran. Setelah data tersebut dianalisis didapatlah
hasil bahwa 8 soal tesebut layak digunakan untuk Pre-test dan Pos-test.
Tahap kedua dalam penelitian ini ialah pelaksanaan pre-test. Data hasil pre-
test dianalisis menggunakan uji homogenitas, uji normalitas, dan uji hipotesis
(uji t). Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa kelas
eksperimen dan kelas kontrol bervarians homogen, data yang diperoleh
berdistribusi normal dengan nilai rata-rata (�̅�) 11,23 simpangan baku (s) 5,34
untuk kelas eksperimen dan nilai rata-rata (�̅�) 11,1 simpangan baku 4,20
untuk kelas kontrol, dan 𝐻𝑜 diterima yang artinya rata-rata hasil belajar siswa
kelas eksperimen dan kelas kontrol sama.
Tahap ketiga, Setelah dilakukan pre-test maka kedua kelas maka
kedua kelas mendapatkan perlakuan (treatment), pada kelas eksperimen diajar
menggunakan pendekatan konstruktivisme, sedangkan kelas kontrol diajar
53
menggunakan metode pembelajaran konvensional. Adapun materi yang
diajarkan yaitu materi pengukuran dan pelaksanaan pembelajaran sebanyak
dua kali pertemuan.
Pada pertemuan pertama dikelas eksperimen peneliti mulai
menerapkan pendekatan konstruktivisme namun pada pertemuan pertama ini
siswa belum terlalu aktif, karena siswa masih terbiasa dengan pembelajaran
konvensional, yang dimana siswa hanya mengandalkan guru yang
menjelaskan pelajaran yang sedang berlangsung dan siswa hanya menerima
informasi saja.
Pada pertemuan kedua siswa mulai merespon kegiatan pembelajaran
dengan pendekatan konstruktivisme yang diterapkan sehingga mulai terlihat
peningkatan aktivitas belajar siswa. Siswa mulai lebih aktif untuk bertanya
dan siswa dapat menyelesaikan masalah-masalah yang diberikan. Jika
dibandingkan dengan kelas kontrol pada pertemuan awal hingga pertemuan
akhir yang menggunakan metode pembelajaran konvensional, siswa terlihat
sekali hanya sebagai penerima informasi, karena siswa jarang sekali bertanya
dan menjawab pertanyaan yang peneliti berikan, siswa pada kelas kontrol
cenderung lebih pasif dibandingkan dengan kelas eksperimen. Pembelajaran
dengan metode konvensional pada awalnya memang membuat siswa lebih
tenang karena guru yang mengendalikan siswa.
Pembelajaran dikelas eksperimen menggunakan pendekatan
konstruktivisme yang dilakukan di laboratorium fisika. Pada kegiatan
eksperimen siswa dibagi kedalam kelompok, siswa berjumlah 30 orang dan
dibagi menjadi 5 kelompok. Setiap kelompok dibagi LKS, kemudian hasil
54
kerja siswa tersebut dianalisis sehingga dapatlah hasil pada pertemuan
pertama nilai rata-rata lembar kerja siswa (LKS) adalah 86 dan pada
pertemuan kedua nilai rata-rata lembar kerja siswa (LKS) adalah 87 dengan
demikian ada pengaruh pendekatan konstruktivisme terhadap hasil belajar
siswa, untuk lebih rinci dapat dilihat pada lampiran D. Pendekatan
Konstruktivisme menekankan pada peranan utama dalam kegiatan belajar
adalah aktivitas belajar dalam mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri.
Siswa diharapkan mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri melalui
keterlibatan langsung dalam pembelajaran. Pada saat siswa melakukan
percobaan, observer yang merupakan teman peneliti yang bertugas untuk
mengamati aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Pada
pertemuan pertama aktivitas siswa tergolong baik dengan persentase 66% dan
pada pertemuan kedua mengalami peningkatan yaitu 75% tergolong baik.
Pembelajaran pada kelas kontrol menggunakan metode konvensional.
Dalam pembelajaran ini guru menjadi pusat perhatian karena guru yang akan
memaparkan secara detail materi yang akan diajarkan. Siswa hanya
memperhatikan dan mencatat penjelasan guru. Hal semacam ini justru
mengakibatkan guru kurang memahami pengetahuan siswa karena siswa
sudah mengerti atau belum hanya diam, malu bahkan tidak berani bertanya.
Akibatnya, pada saat evaluasi banyak siswa mengalami kesulitan menjawab
soal.
Tahap keempat, Setelah dilakukan pembelajaran dengan
menggunakan treatment yang berbeda maka dilakukan post-test untuk
mengetahui hasil belajar siswa. Berdasarkan hasil analisis data post-test yang
55
dilakukan terhadap kedua sampel maka diperoleh data yang berdistribusi
normal dengan χ²ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < χ²𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 yaitu 7,0635 < 11,070 untuk kelas
eksperimen dan 2,4006 < 11,070 untuk kelas kontrol. Kemudian dilakukan
uji homogenitas dengan hasil 𝐹𝐻𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝐹𝑇𝑎𝑏𝑒𝑙 yaitu 1,46 < 1,85, hal ini
menunjukkan kedua data tersebut memiliki varians yang homogen (sama).
Sedangkan berdasarkan kemampuan akhir siswa dari kedua kelas yang
berbeda yakni kelas kelas eksperimen dan kelas kontrol didapat menggunakan
uji-t dimana 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (5,12 > 1,67), yang berarti bahwa pendekatan
konstruktivisme pada kelas eksperimen lebih berpengaruh terhadap hasil
belajar siswa dibandingkan dengan kelas kontrol (𝐻𝑎 diterima dan 𝐻𝑜
ditolak). Hal ini terjadi karena pendekatan konstruktivisme menekankan
siswa yang harus lebih aktif untuk membangun pengetahuannya, pengetahuan
akan lebih mudah dibangun jika siswa (pembelajar) berhubungan langsung
dengan apa yang sedang dipelajari (Pribadi, 2009 : 158). Serta menurut
Taufiq (2010:68) manusia dapat mengetahui sesuatu melalui inderanya.
Dengan berinteraksi terhadap objek dan lingkungannya melalui proses
melihat, mendengar, menjamah, membau, dan merasakan, orang akan
mengetahui sesuatu.
Adapun kendala yang ditemukan selama proses pembelajaran yaitu
siswa-siswa yang pasif. Pada saat melakukan percobaan siswa yang
seharusnya melakukan atau membantu (mengamati) teman kelompoknya
yang sedang melakukan percobaan tetapi ada siswa lainnya yang berbicara
diluar materi pelajaran. Untuk mengatasi kendala itu guru lebih mengawasi
percobaan dan berkeliling dari kelompok satu ke kelompok lainnya. Hal ini
56
dilakukan agar proses pembelajaran dapat berhasil dan siswa paham akan
percobaan yang telah dilakukan.
C. Keterbatasan Penelitian
Setiap manusia pasti mempunyai kelemahan dan keterbatasan, begitu
juga dengan penelitian ini. Ada banyak hal yang menjadi keterbatasan dari
dalam penelitian ini, antara lain:
1. Kurangnya fasilitas penunjang baik dari sekolah maupun dari peneliti.
2. Peneliti menghadapi kesulitan dalam pengolahan data, karena
penelitian ini merupakan pertama kali bagi peneliti.
57
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
D. Simpulan
Dari analisis data dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan pendekatan konstruktivisme
terhadap hasil belajar fisika siswa pada materi pengukuran di kelas X SMA
Negeri Megang Sakti Tahun Pelajaran 2015/2016. Hal ini dapat ditunjukkan
berdasarkan uji-t pada taraf kepercayaan α = 0,05 diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙
yaitu 5,12 > 1,67, serta hasil observasi diperoleh rata-rata skor keaktifan siswa
kelas eksperimen adalah 71 % dengan kategori baik.
E. Saran
Sehubungan dengan penelitian yang telah dilaksanakan dan hasil yang
dicapai pada penelitian ini, beberapa hal yang penulis sarankan adalah sebagai
berikut:
1. Pendekatan Konstruktivisme dapat menjadi salah satu alternatif bagi guru
dalam pembelajaran fisika, karena dapat meningkatkan hasil belajar dalam
kegiatan belajar mengajar dikelas.
2. Bagi sekolah hendaknya senantiasa melakukan inovasi dalam dunia
pendidikan terutama mengembangkan dan menerapkan model pembelajaran
yang sesuai dengan situasi dan kondisi.
3. Dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme siswa dapat membentuk
sendiri pengetahuaannya sehingga siswa lebih ingat dan paham akan konsep
dari pembelajaran yang telah dilakukan.
58
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi
Revisi 2010). Jakarta: Rineka Cipta.
Bahri Djamarah, Syaiful.2008. Psikologi Belajar Edisi II. Jakarta: Rineka Cipta.
Benny. 2009. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: PT. Dian Rakyat.
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Daryanto. 2005. Evaluasi Pendidikan. Jakarta:Rineka Cipta
Dimyati. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Giancoli. 2001. Fisika jilid I. Jakarta: Erlangga.
Jihad. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo.
Kanginan, Marthen. 2002. Fisika untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Muchith, Saekhan. 2008. Pembelajaran Kontekstual. Semarang: RaSAIL Media
Group.
Nanang. 2009. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama.
Palupi. 2010. Pengaruh Pendekatan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Kimia
terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa. Skripsi tidak diterbitkan.
Jakarta: Fakultas Pendidikan kimia Uin Syarif Hidayatullah Jakarta.
Purwanto, Ngalim. 2005. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Ramyulis. 2005. Langkah-langkah Metode Eksperimen. [online].
http://komangwidarmika.blogspot.com//2012/10/langkah-langkah-metode-
eksperimen.html. (30 April 2015).
Risti, 2014. Pengaruh Pendekatan Konstruktivisme terhadap Hasil Belajar Siswa
Kelas X SMA Negeri 2 Muara Beliti Tahun Pelajarann 2014/2015. Skripsi
tidak diterbitkan. Lubuklinggau: Program Studi Fisika STKIP PGRI
Lubuklinggau.
Slameto, 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
59
Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. 2010. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sumiati. 2009. Metode Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.
Taufiq, Agus. 2010. Pendidikan Anak di SD. Jakarta: Universitas Terbuka
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka.