PENGEMBANGAN MODEL SISTEM DINAMIK UNTUK MENGKAJI
PENGARUH PERUBAHAN JUMLAH TANGKAP IKAN LEMURU TERHADAP
INDUSTRI COLD STORAGE DI PELABUHAN MUNCAR
Ester Kerisnati Ginting, Ahmad Rusdiansyah, Niniet Indah Arvitrida Jurusan Teknik Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111
Email: [email protected] ; [email protected]; [email protected]
Abstrak Penelitian ini membahas mengenai fenomena yang terjadi di Pelabuhan Muncar. Pelabuhan
Muncar merupakan salah satu pelabuhan perikanan terbasar di Indonesia yang hasil produksi
perikanannya didominasi oleh ikan lemuru. Hasil produksi lemuru di Muncar berfluktuasi setiap
tahunnya dan tidak dapat diprediksi. Pada akhir tahun 2010 terjadi penurunan hasil tangkap
lemuru secara drastis yang diduga disebabkan oleh pengaruh perubahan iklim global. Fenomena
ini berdampak pada seluruh stakeholder perikanan di Muncar, dari nelayan hingga pelaku
industri pengolahan ikan. Industri yang sangat merasakan dampak dari kelangkaan lemuru ini
adalah industri cold storage yang banyak ditutup akibat menderita kerugian yang cukup besar.
Penelitian ini melakukan kajian terhadap akibat dari perubahan jumlah tangkap lemuru terhadap
industri cold storage di pelabuhan Muncar menggunakan pendekatan sistem dinamis. Penelitian
ini merupakan pengembangan model terdahulu yang ditambahkan dengan model dinamik pada
industri cold storage. Model sistem dinamis yang dibuat disimulasikan untuk mengkaji 2 skenario.
Skenario pertama ditujukan untuk mencari jumlah cold storage yang optimum untuk menghasilkan
keuntungan terbesar. Sedangkan skenario kedua ditujukan untuk mengetahui pengaruh
kelangkaan yang terjadi. Selain itu juga dilakukan simulasi untuk mencari kebijakan pengelolaan
perikanan untuk menjaga stabilitas stok lemuru di Selat Bali.
Kata kunci:
Sistem Dinamik, Perubahan Iklim, Lemuru, Cold Storage, Perikanan
ABSTRACT
This research discusses the phenomenon that happened in Port Muncar. Port Muncar is one of the
biggest fishery port in Indonesia which results fishery product dominated by lemuru fish. The
result of lemuru production in Muncar has different fluctuation each year and cannot be predicted.
By the end of 2010, degradation of lemuru production happened drastically because of the of
global climate change effects. This phenomenon affected entire fishery stakeholders in Muncar,
from fisherman to the fish processing industries. The industries that very feel this impact is cold
storage industries. Many of them were closed because they did not get profit. This research
conducted a study to assess the effects of total catch of lemuru fish to cold storage industries in
port Muncar used approach of dynamic systems. This research developed the previous model by
enhanced the dinamic model of cold storage industries. The dynamic systems model simulated to
study 2 scenarios. First scenario is aimed to know the amount of optimum cold strage to yield the
biggest profit. Second scenario is aimed to know the impact from lemuru scarcity. The simulation
also conducted to find policy of fisheries management according to take care the stock of lemuru
in Bali strait.
Keywords: Dynamic Systems, Global Climate Change, Lemuru, Cold Storage, Fisheries
2
1. Pendahuluan
Potensi perikanan Indonesia yang sangat besar
telah diakui oleh dunia. FAO (2009)
menyatakan bahwa Indonesia termasuk dalam
sepuluh negara penghasil perikanan tertinggi di
dunia. Produksi perikanan tangkap nasional
tahun 2007 mencapai 5,04 juta ton atau senilai
48,4 trilyun, 93,8% berasal dari penangkapan di
laut dan 6% dari perairan umum. Provinsi Jawa
Timur termasuk penghasil produksi perikanan
terbesar dari penangkapan laut di Indonesia.
Muncar termasuk salah satu pelabuhan
perikanan penghasil produksi perikanan terbesar
di Jawa Timur.
Hasil tangkap ikan di Muncar didominasi oleh
ikan lemuru (Sardinella lemuru) yang berasal
dari perairan Selat Bali. Joesidawati, et al
(2004) menyatakan bahwa sumber daya
perikanan lemuru merupakan sumberdaya
perikanan yang paling dominan dan bernilai
ekonomis di Selat Bali. Muncar merupakan
daerah pelabuhan perikanan paling penting
untuk lemuru (Buchary, 2010). Dominasi
lemuru terhadap hasil tangkap di Muncar
mencapai lebih dari 80% total hasil tangkap
yang ada.
Tidak hanya sebagai daerah penangkapan ikan,
Muncar juga dijadikan lokasi produksi dari
sejumlah usaha pengolahan ikan. Jenis-jenis
industri pengolahan yang memanfaatkan lemuru
dan terdapat di Muncar meliputi industri
pengalengan, cold storage, pemindangan,
pengasinan, penepungan, dan industri
pengolahan lainnya.
Salah satu industri pengolahan ikan yang paling
banyak ditemui di kawasan Muncar adalah
industri cold storage. Cold storage merupakan
industri pengolahan ikan dengan membekukan
ikan yang selanjutnya dijual ke industri
perikanan lain yang membutuhkan. Hasil cold
storage biasanya digunakan sebagai bahan baku
industri olahan ikan lainnya seperti pengalengan
(sarden), penepungan, minyak ikan, atau
diekspor sebagai pakan ikan tuna. Menurut
BPPPI (2010), cold storage bertambah pesat
sejak tahun 2006. Hingga 2010, cold storage di
Muncar berjumlah 30 unit.
Pada tahun 2006, hasil tangkap ikan melimpah
sehingga peluang usaha di bidang cold storage
terbuka lebar. Hal tersebut disebabkan industri
olahan ikan seperti pengalengan, penepungan,
dan minyak ikan memiliki keterbatasan
kapasitas produksi. Sedangkan industri cold
storage dapat menyimpan ikan dengan
mempertahankan bentuk ikan dengan baik
dalam jangka waktu yang sangat lama. Akan
tetapi, produksi ikan yang terus-menerus
meningkat mengakibatkan banyak ikan yang
telah ditangkap dibuang kembali ke laut. Hal
tersebut terjadi disebabkan harga jual ikan turun
dan sudah tidak dapat ditampung oleh cold
storage maupun industri lainnya.
Sejak awal tahun 2010, kondisi produksi lemuru
di Muncar mengalami penurunan. Penurunan
produksi lemuru ini terus berlangsung hingga
menyebabkan terjadinya kelangkaan lemuru
yang masih dialami hingga tahun 2011. Dinas
terkait menduga bahwa kelangkaan yang terjadi
ini disebabkan oleh perubahan iklim global yang
berakibat terhadap temperatur perairan. Akibat
dari kelangkaan ini dirasakan oleh seluruh
kalangan, mulai dari nelayan hingga investor
sejumlah industri pengolahan ikan. Kerugian
sering sekali dialami oleh nelayan yang melaut
karena hasil penangkapan ikan yang diperoleh
tidak sebanding dengan modal yang
dikeluarkan. Sedangkan pihak industri
pengolahan terus memerlukan ikan sebagai
material produksinya.
Kelangkaan yang terjadi hingga kini juga
menyebabkan sejumlah cold storage tidak lagi
beroperasi. Hal ini disebabkan karena jumlah
cold storage yang sangat banyak tidak lagi
sebanding dengan hasil tangkap ikan yang
diperoleh. Kerugian yang cukup besar dialami
oleh sejumlah cold storage karena harus tetap
membayar biaya beban listrik, karyawan, dan
bunga pinjaman di bank walaupun cold storage
sudah tidak beroperasi lagi. Bahkan sejumlah
usaha cold storage terpaksa mengimpor ikan
dari sejumlah negara lain, seperti Cina dan India
agar tetap dapat beroperasi dan memenuhi
permintaan industri pengalengan atau sarden.
Sejumlah penelitian dengan objek perikanan,
khususnya tentang lemuru di selat Bali telah
dilakukan. Dalam penelitian Merta, et al (2000)
dinyatakan bahwa perilaku lemuru hingga kini
belum dapat dipahami. Salah satu penyebab
fluktuasi yang diamati adalah akibat terjadinya
El Nino di alam. Buchary (2010) menyatakan
ketidakpastian yang disebabkan El Nino
semakin tidak menentu akibat adanya perubahan
iklim global. Hartata (2010) telah membuat
pengembangan model klaster industri perikanan
berkelanjutan. Hidayat (2010) telah membuat
model dinamika pendapatan nelayan pada
industri perikanan tangkap.
3
Penelitian ini merupakan kelanjutan dari
penelitian sebelumnya. Dalam penelitian ini
akan dibuat suatu instrumen pemodelan dinamis
yang bertujuan untuk mengetahui pemodelan
sistem penangkapan hingga industri cold
storage di Muncar saat ini, pengaruh perubahan
iklim global terhadap jumlah tangkap lemuru
dan industri cold storage di Pelabuhan Muncar,
jumlah cold storage yang menghasilkan
keuntungan secara maksimal, serta kebijakan
pada sistem penangkapan dan industri cold
storage yang baik. Model dikembangkan
berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah
dilakukan oleh Hidayat (2010), yakni model
dinamika pendapatan nelayan pada industri
perikanan tangkap. Pengembangan model yang
dilakukan adalah dengan menambahkan sub
model cold storage dan menambahkan variabel
penurunan hasil tangkap yang diperoleh
berdasarkan data hasil tangkap 2010. Hal
tersebut dilakukan karena belum diketahui
secara pasti bagaimana menerjemahkan sistem
dinamis perubahan iklim global terkait dengan
sistem perikanan. Variabel tersebut memberikan
gambaran pengaruh perubahan iklim global
terhadap hasil tangkap di Muncar.
2. Metodologi Penelitian
2. 1 Sumber dan Cara Pengumpulan Data
Penelitian ini mencakup pemodelan sistem
penangkapan lemuru hingga industri cold
storage di pelabuhan Muncar, Banyuwangi.
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini
diperoleh dari literatur (penelitian yang telah
sebelumnya), data dari instansi pemerintah
terkait, dan wawancara dengan pelaku industri
cold storage serta instansi pemerintah terkait.
2. 2 Kerangka Pendekatan Studi
2. 2. 1 Pengembangan Model
Model dinamik yang dikembangkan berasal dari
penelitian Hidayat (2010). Model tersebut
mencakup pendugaan stok lemuru di Selat Bali
hingga perhitungan pendapatan nelayan di
Muncar. Model tersebut terdiri dari beberapa
sub sistem, yakni sub sistem stok ikan,
penduduk, penangkapan, dan ekonomi.
Pada sub sistem stok ikan, teknik pendugaan
stok lemuru yang digunakan adalah teknik
pendugaan stok surplus yang dikembangkan
oleh Schaefer. Inti konsep ini adalah bahwa
setiap spesies ikan memiliki kemampuan untuk
berproduksi yang melebihi kapasitas produksi
(surplus), sehingga apabila surplus ini dipanen
(tidak lebih dan tidak kurang), maka stok ikan
akan mampu bertahan secara
berkesinambungan.
Pada sub sistem penangkapan dilakukan
standarisasi alat tangkap. Hal ini disebabkan
karena alat tangkap di Muncar bersifat multi
gear (Hidayat, 2010). Standarisasi alat tangkap
dilakukan dengan menjadikan purse seine
sebagai alat tangkap standar karena jumlah alat
dan hasil tangkapan purse seine tersebut adalah
yang terbanyak di Muncar dibandingkan dengan
alat tangkap lainnya.
2. 2. 2 Pendekatan Sistem Dinamik
Pengembangan model dilakukan dengan
menggunakan pendekatan sistem dinamik.
Metode sistem dinamik dapat meningkatkan
pembelajaran pada sistem yang kompleks
(Sterman, 2000). Untuk memodelkan
permasalahan sistem dinamik diperlukan tools
seperti Vensim, Stella, Powersim, dan perangkat
lunak simulasi lainnya. Untuk itu, perangkat
lunak Stella 9.1.3 digunakan dalam penelitian
ini.
Pengembangan model dimulai dari
konseptualisasi sistem yang dilakukan melalui
pembuatan model konseptual yang digambarkan
melalui causal loop diagram. Konseptualisasi
sistem digunakan untuk menggambarkan secara
umum mengenai simulasi sistem dinamis yang
akan dilakukan. Selanjutnya model konseptual
diterjemahkan menjadi model sistem dinamik
melalui stock and flow maps. Formulasi pada
model dilakukan dengan cara memahami dan
menguji konsistensi model apakah sudah sesuai
dengan tujuan dan batasan yang dibuat. Setelah
model dibuat, selanjutnya dilakukan tahap
verifikasi. Pada tahap verifikasi dilakukan
pengecekan terhadap model yang dibuat, apakah
model sudah sesuai dengan yang diinginkan,
masuk akal, dan formulasi maupun satuannya
sudah konsisten. Selanjutnya model sistem
disimulasikan. Kemudian, validasi hasil
simulasi model dilakukan untuk memastikan
bahwa model yang dibuat benar-benar dapat
merepresenta-sikan kondisi riil sistem.
3. Kondisi Umum Muncar
Selain menjadi daerah penangkapan ikan,
Muncar juga dijadikan lokasi produksi dari
sejumlah usaha pengolahan ikan. Jenis-jenis
industri pengolahan yang memanfaatkan lemuru
dan terdapat di Muncar meliputi industri
pengalengan, cold storage, pemindangan,
4
pengasinan, penepungan, dan industri
pengolahan lainnya.
3. 1 Alat Tangkap Ikan
Alat tangkap di Muncar bersifat multi gear
(Hidayat, 2010). Beberapa alat tangkap yang
digunakan di Muncar adalah sebagai berikut:
a. Purse seine (pukat cincin)
Purse seine berbentuk jaring dengan ukuran
panjang antara 210-500 m, kedalaman 60-
70 m, dan ukuran mata jaring 1 inchi.
Untuk pengoperasiannya, purse seine
menggunakan dua buah kapal yang disebut
slerek dan dibutuhkan tenaga anak buah
kapal (ABK) 40 – 50 orang.
b. Gill net (jaring insang)
Gill net merupakan jaring yang berbentuk
persegi panjang, bagian bawah dilengkapi
dengan pemberat sedangkan bagian atas
dilengkapi dengan pelampung. Untuk
pengoperasiannya dibutuhkan tenaga kerja
5-6 ABK.
c. Payang
Konstruksi payang dari sayap, badan, dan
ekor dengan lebar mata jaring berturut-turut
20, 10, 5, dan 0.6 cm. Kapal yang
digunakan adalah kapal bermotor dan
dibutuhkan 6-7 ABK untuk beroperasi.
d. Bagan
Alat tangkap bagan di Muncar terdapat dua
jenis, yaitu bagan tancap dan bagan
terapung. Bagan tancap terdiri dari jaring
bagan, gulungan, rumah bagan, serok, dan
lampu dengan ukuran mata jaring kurang
dari 0,5 cm. Dalam pengoperasiaannya unit
penangkapan bagan membutuhkan 1-2
ABK.
e. Hook and lines
Alat tangkap ini terdiri dari berbagai jenis
pancing, seperti pancing ladung, pancing
prawo, dan pancing elot. Ketiga jenis
pancing tersebut memiliki cara beroperasi
yang berbeda sesuai tujuan penangkapan
dan biasannya menggunakan perahu yang
dipergunakan yaitu tipe jukung dan sekoci.
f. Unit penangkapan lainnya
Jenis alat penangkap ikan lainnya seperti
sero yang merupakan trap (perangkap).
Alat tangkap ini dapat bekerja saat air
pasang dan operasi penangkapannya
dilakukan pada waktu surut.
3. 2 Hasil Tangkapan dan Proses Penjualan
Sebagian besar ikan hasil tangkapan adalah jenis
ikan pelagis yang terdapat pada area dangkal di
sekitar Selat Bali. Hasil tangkapan di Muncar
didominasi oleh ikan lemuru. Alat-alat tangkap
yang paling banyak digunakan untuk
menangkap lemuru adalah purse seine (alat
tangkap utama lemuru), payang, bagan, dan
jaring insang hanyut. Sedangkan jenis ikan yang
tertangkap di Muncar meliputi ikan lemuru,
kembung, tembang, teri, manyun, layur, petek,
cumi-cumi, cucut, pari, rebon, bambangan,
rajungan, kerapu, udang, tengiri, dan rencek.
Hasil tangkapan ikan yang diperoleh nelayan
seharusnya dibawa ke tempat pendaratan ikan
(TPI) untuk dijual dalam pelelangan ikan. Akan
tetapi, kenyataannya banyak nelayan yang tidak
melaporkan hasil tangkapannya ke TPI. Nelayan
biasanya langsung menjual hasil tangkapannya
ke industri pengolahan ikan. Hal ini disebabkan
karena adanya nelayan yang memperoleh
pinjaman modal dari industri pengolahan ikan
sehingga hasil tangkapannya harus djual ke
pihak yang meminjamkan modal tersebut.
Selain itu, nelayan sengaja menghindari pajak
pendaratan ikan yang dibebankan di TPI.
Banyaknya peristiwa tersebut membuat
pendataan hasil tangkap di TPI tidak
merepresentasikan kegiatan penangkapan riil.
Beberapa literatur menyatakanbahwa terdapat
unreported fish, Buchary (2010) menyatakan
hanya sekitar 45% ikan hasil tangkapan di Selat
Bali yang dilaporkan.
3. 3 Produksi Lemuru di Muncar
Menurut BPPPI (2011) terdapat lebih dari 32
jenis ikan dan sumber daya laut selain lemuru
yang dapat diproduksi. Pada Gambar 1.
ditunjukkan hasil olahan data perbandingan
hasil tangkapan (produksi) ikan lemuru dan non
lemuru di Muncar. Dari grafik tersebut tampak
bahwa hasil tangkapan lemuru selalu
mendominasi jumlah produksi ikan di Muncar.
Walaupun hasil tangkapan tidak sama setiap
tahunnya, penangkapan lemuru memiliki pola
musim tangkapan. Dari pengolahan data pada
Tabel 1. seperti yang pernah dilakukan oleh
Merta, et al (2000), diperoleh bahwa musim
penangkapan lemuru terjadi antara bulan
Oktober hingga Januari dan Maret.
5
Sumber: BPPPI, 2011
Gambar 1. Perbandingan jenis hasil tangkapan
Muncar
Tabel 1. Data produksi bulanan lemuru di Muncar,
2006-2010
Sumber: BPPPI, 2011
Dari Tabel 1. tampak bahwa terdapat
peningkatan hasil tangkap yang sangat tinggi
pada bulan Nopember 2006 hingga Februari
2007. Menurut dinas terkait, peristiwa tersebut
dipicu akibat peristiwa El nino. Peristiwa El
nino tidak memiliki pola tahunan yang pasti.
Buchary (2010) menyatakan bahwa peristiwa El
nino terjadi 3 hingga 7 tahun sekali. Sedangkan
penurunan jumlah tangkap yang terjadi pada
bulan Juni hingga Desember 2010 terjadi akibat
dari perubahan iklim secara global.
Pada Tabel 2. berikut ini ditampilkan data
produksi dan harga lemuru pada tahun 2006
hingga 2010. Dari data tersebut tampak bahwa
terdapat hubungan antara jumlah tangkapan
dengan harga jual lemuru. Harga lemuru
dipengaruhi oleh banyaknya jumlah hasil
tangkapan lemuru. Semakin banyak rata-rata
hasil tangkapan per bulan maka harga lemuru
semakin murah.
Tabel 2. Data produksi dan harga rata-rata lemuru,
2006-2010
Sumber: BPPPI, 2011
3. 4 Industri Cold Storage
Terdapat beberapa jenis industri pengolahan
lemuru di Muncar. Industri pengolahan tersebut
meliputi pengalengan ikan, pemindangan,
pengasinan, penepungan, petis, terasi, cold
storage, dan es-esan. Cold storage merupakan
industri terbanyak yang terdapat di Muncar.
Cold storage menyediakan jasa pembekuaan
dan penyimpanan ikan. Skema proses bisnis
yang dilakukan oleh industri cold storage
digambarkan pada Gambar 2. Inti dari proses
bisnis cold storage adalah proses pembekuan
(freezing) yang dilakukan dalam mesin ABF (±
12 jam) dan proses penyimpanan dalam cold
room. Menurut pelaku industri cold storage
kondisi fisik ikan yang dibekukan akan tampak
tetap baik walaupun ikan disimpan dalam
jangka waktu yang sangat lama. Akan tetapi,
kualitas rasa dari ikan itu sendiri yang
berkurang.
Berdasarkan Kantor Lingkungan Hidup
Banyuwangi (2010), jumlah industri cold
storage mencapai 40 perusahaan. Industri cold
storage di Muncar memiliki asosiasi yang
berperan sebagai wadah komunikasi antar
pengusaha cold storage yang diberi nama ACMI
(Asosiasi Cold Storage Muncar Indonesia).
Ketua ACMI menyatakan bahwa pada mulanya
industri cold storage sangat menguntungkan.
Biaya investasi cold storage berkisar antara 3
hingga 5 milyar rupiah. Sedangkan keuntungan
yang diperoleh dapat mencapai 1 milyar rupiah
per tahun. Akan tetapi, sejak akhir tahun 2010
hingga 2011 ini terjadi kelangkaan lemuru yang
merupakan bahan baku utama industri ini.
Menurut ketua ACMI, dari sekian banyak cold
storage yang ada di Muncar, hanya ada sekitar 7
perusahaan yang masih beroperasi. Hal tersebut
dikarenakan jumlah tangkapan ikan berkurang
secara drastis dan tidak lagi berimbang dengan
jumlah cold storage yang ada. Sedangkan
Tahun
Bulan
243 10.236 2.341 1.938 3.860 *2.095 9%
360 27.731 543 2.681 3.128 1.678 7%
311 8.471 1.169 1.597 8.354 *3.980 16%
564 715 2.229 1.546 954 1.202 5%
684 892 2.479 3.257 1.357 1.734 7%
437 530 998 2.251 10 1.054 4%
673 481 790 675 10 655 3%
898 186 1.264 501 11 712 3%
863 216 2.955 685 11 1.180 5%
1.271 387 3.942 5.079 10 *2.670 11%
20.315 3.321 4.708 4.843 7 *4.291 18%
24.719 924 4.417 3.393 5 *2.911 12%
51.337 54.089 27.833 28.446 17.718 24.162
4.278 4.507 2.319 2.371 1.476
1.966 Rata-Rata Total
Prosentase Rata-Rata
Rata-Rata
2008 2009 2010
Januari
Februari
2006 2007
Maret
April
Mei
Nopember
Desember
Total
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
6
sejumlah biaya, seperti biaya listrik, pinjaman di
bank, dan gaji karyawan tetap harus dibayar.
Gambar 2. Skema proses bisnis cold storage
4. Pengembangan Model
Pengembangan model terdiri dari beberapa
tahap, yakni penyusunan causal loop diagram,
penyusunan stock and flow maps, verifikasi,
simulasi, dan validasi model.
4.1 Penyusunan Causal Loop Diagram
Causal loop diagram menggambarkan
hubungan sebab akibat (causal relationship)
antar variabel yang berinteraksi dalam sistem.
Causal loop diagram disusun berdasarkan
causal loop diagram penelitian Hidayat (2010)
yang telah menggambarkan hubungan sebab
akibat antar variabel dari stok lemuru di Selat
Bali hingga penghasilan nelayan Muncar.
Selanjutnya causal loop diagram dikembangkan
dengan menambahkan hubungan sebab akibat
antara variabel-variabel yang dimiliki industri
cold storage dengan variabel yang telah ada
(Gambar 3). Pada penelitian sebelumnya,
interaksi variabel harga diabaikan. Akan tetapi
pada pemodelan ini ditambahkan pengaruh
harga terhadap variabel lain yang memiliki
interaksi. Sebagai contoh, peningkatan pada
variabel produksi lemuru mengakibatkan
penurunan terhadap variabel harga lemuru.
Sehingga pada causal loop diagram
digambarkan interaksi antara variabel produksi
lemuru dengan harga lemuru dengan simbol
panah dan tanda positif.
Gambar 3. Causal loop diagram
4.2 Penyusunan Stock and Flow Maps
Stock and flow maps dibuat berdasarkan causal
loop diagram yang telah dibuat. Stock and flow
maps model penelitian ini dibagi menjadi enam
sub model. Dalam penyusunan model ini juga
dilakukan formulasi matematis. Formulasi
matematis ini menunjukkan keterkaitan antara
setiap variabel yang saling berinteraksi.
4. 2. 1 Sub Model Stok Lemuru Selat Bali
Sub model stok lemuru pada Gambar 4.
menggambarkan bagaimana memperoleh stok
lemuru di Selat Bali. Inflow stok lemuru, yaitu
pertumbuhan lemuru diperoleh dari penelitian
sebelumnya. r merupakan pertumbuhan intrinsik
lemuru yang mewakili pertumbuhan lemuru,
baik secara fisik maupun populasi. Sedangkan k
mewakili faktor daya dukung lingkungan.
Formulasi matematis pertumbuhan lemuru
adalah sebagai berikut:
dx/dt = F (x) = rx (1 – x/K) ........................... (1)
Sedangkan outflow stok lemuru Selat Bali
dipengaruhi oleh produksi atau hasil tangkap
lemuru di Selat Bali.
7
Gambar 4. Sub model stok lemuru Selat Bali
4. 2. 2 Sub Model Penangkapan
Sub model penangkapan pada Gambar 5.
menggambarkan bagaimana pengaruh aktivitas
penangkapan yang terjadi di Selat Bali.
Produksi lemuru di Selat Bali dipengaruhi oleh
CPUE (Catch Per Unit Effort) lemuru Selat Bali
dan effort (jumlah trip melaut) standar alat
tangkap purse seine di Selat Bali. Effort alat
standar purse seine di Selat Bali berasal dari tiga
effort, yaitu effort dari Selat Bali, Muncar, dan
non Muncar. Effort non Muncar berasal dari
upaya penangkapan yang dilakukan nelayan
yang tidak berasal dari Bali maupun Muncar.
Standarisasi alat tangkap di Selat Bali dilakukan
dengan menstandarisasi alat tangkap selain
purse seine hingga proporsional dengan purse
seine. Hasil kali jumlah CPUE dengan effort
standar purse seine di Selat Bali menghasilkan
produksi lemuru di Selat Bali.
Gambar 5. Sub model penangkapan
Pada pembuatan model ini, perhitungan yang
lebih detil dilakukan untuk menjabarkan
bagaimana memperoleh effort standar purse
seine di Muncar. Hal tersebut dilakukan untuk
memperoleh perhitungan yang lebih detil
terhadap pendapatan nelayan, baik nelayan
juragan yang memiliki kapal maupun nelayan
sebagai ABK.
4. 2. 3 Sub Model Penduduk Muncar
Sub model penduduk Muncar pada Gambar 6.
menggambarkan bagaimana dinamika
kependudukan di kecamatan Muncar. Sub
model ini dibuat untuk melihat bagaima
dinamika total nelayan terhadap jumlah
penduduk Muncar yang bermata pencaharian
sebagai nelayan.
Gambar 6. Sub model penduduk Muncar
4. 2. 4 Sub Model Ekonomi Nelayan
Sub model ekonomi nelayan di Muncar pada
Gambar 7. menunjukkan bagaimana hubungan
antara pengeluaran dan pendapatan dari setiap
effort yang dilakukan. Pendapatan dari upaya
melaut tidak hanya bergantung pada jumlah
hasil tangkapan yang diperoleh, tetapi juga
terhadap fluktuasi harga penjualan lemuru.
Setelah diperoleh pendapatan bersih baik alat
tangap purse seine maupun non purse seine,
selanjutnya dilakukan pembagian hasil antara
juragan dan ABK dengan proporsi 50:50.
Setengah dari pendapatan bersih yang diterima
oleh ABK dibagi sesuai dengan jumlah ABK
yang ada. Kemudian dari sub model ini juga
diperoleh nilai pendapatan per kapita baik
juragan maupu ABK alat tangkap purse seine
dan non purse seine.
8
Gambar 7. Sub model ekonomi nelayan
4. 2. 5 Sub Model Hasil Tangkap
Sub model hasil tangkap di Muncar pada
Gambar 8. menunjukkan pendistribusian hasil
penangkapan lemuru di Muncar. Pada sub
model ini diberikan asumsi bahwa industri
olahan pengalengan adalah industri yang paling
diutamakan untuk memperoleh lemuru
dibandingkan industri lainnya. Hal ini
disebabkan pada kondisi riil, industri
pengalengan menginginkan lemuru dengan
kondisi terbaik dan masih segar. Prioritas
distribusi lemuru selanjutnya adalah industri
cold storage. Kemampuan konsumsi industri
cold storage dibatasi oleh kapasitas ABF yang
dimiliki oleh industri cold storage. Dengan
demikian apabila cold storage tidak mampu
menampung hasil produksi lemuru, maka sisa
lemuru akan dikonsumsi oleh industri
pengolahan lemuru lainnya.
4. 2. 6 Sub Model Cold Storage
Sub model cold storage yang ditunjukkan pada
Gambar 9. menunjukkan model ekonomi dari
industri cold storage. Sub model tersebut
menggambarkan bagaimana utilitas dari cold
room, pendapatan, serta perhitungan laba rugi
yang dimiliki oleh cold storage. Pada inflow dan
outflow storage yang dimiliki cold storage
menggambarkan aliran massa lemuru yang
masuk dan keluar cold room. Jumlah massa
masukan dan pengeluaran lemuru di cold
storage tidak sama. Hal ini disebabkan karena
massa lemuru setelah mengalami proses
pembekuan ternyata mengalami peningkatan
hingga 10% dari total berat sebelum dibekukan.
Hal tersebut memberi keuntungan tambahan
bagi pengusaha cold storage.
Gambar 8. Sub model hasil tangkap Muncar
Gambar 9. Sub model cold storage
4. 3 Verifikasi Model
Tahap verifikasi merupakan tahap pengecekan
terhadap model simulasi apakah model
berfungsi sesuai logika pada objek sistem,
dalam hal ini sesuai dengan model konseptual
yang dibuat. Proses pengecekan tersebut
dilakukan dengan cara check units dan verifikasi
pada software STELLA. Check units ini
dilakukan untuk memastikan konsistensi satuan
sesuai dengan formulasi yang dibuat. Sedangkan
verifikasi dilakukan untuk mengecek kesesuaian
formulasi dalam model dan eror yang mungkin
terdapat pada model yang dibuat.
4. 4 Validasi Model
9
Tahap validasi merupakan tahap untuk
memastikan apakah model yang dibuat benar-
benar merepresentasikan kondisi objek amatan
sebenarnya. Proses validasi model dapat
dilakukan dengan cara diskusi dengan pihak ahli
untuk memastikan bahwa model yang telah
dibuat benar dan sesuai dengan sistem riil.
Selain itu, validasi juga dilakukan dengan cara
pengujian hasil simulasi dengan data riil. Tahap
validasi yang digunakan yaitu, uji statistik 2
sample t. Apabila nilai P-value > alpha = 0.05,
maka kesimpulan yang dapat diambil yaitu tidak
terdapat perbedaan pada kedua data.
Berdasarkan hasil uji statistik yang dilakukan,
didapatkan P value = 0,734 dengan derajat
kepercayaan sebesar 95%. Nilai P value >
alpha, maka kesimpulannya tidak terdapat
perbedaan pada kedua data, sehingga model
dapat dinyatakan valid.
4. 5 Simulasi Perlakuan Model
Sesuai dengan tujuan dari penelitian, maka
model yang telah dibuat diberi beberapa
perlakuan. Berikut merupakan skenario
perubahan perlakuan model yang dilakukan:
1. Pada variabel jumlah unit cold storage
tidak memiliki fraksi pertambahan variabel.
Kemudian jumlah unit cold storage diubah
untuk memperoleh laba cold storage yang
maksimum. Simulasi dilakukan dengan
membandingkan keuntungan atau kerugian
yang ditanggung 1 hingga 5 cold storage
serta simulasi sistem awal dengan jumlah
cold storage sebanyak 40 unit.
2. Pada sub model penangkapan ditambahkan
variabel pengaruh iklim global terhadap
jumlah produksi lemuru Muncar. Variabel
tersebut diasumsikan berasal dari data hasil
penangkapan 2010. Hal tersebut
dkarenakan masih terbatasnya penelitian
mengenai perubahan iklim global di bidang
perikanan.
3. Simulasi untuk mencari kebijakan pada
sistem penangkapan dan industri cold
storage yang baik. Simulasi dilakukan
untuk memperoleh kebijakan hingga
didapatkan stabilitas stok lemuru di Selat
Bali. Ukuran keberhasilan simulasi ini
adalah kondisi inisial stok lemuru di Selat
Bali.
5. Analisis Hasil Simulasi
5. 1 Analisis Hasil Simulasi Kondisi Awal
Simulasi dilakukan selama tahun 2000-2020.
Gambar 10. menunjukkan kondisi stok atau
biomassa lemuru, pertumbuhan alami stok, dan
produksi lemuru Selat Bali. Pada tahun 2005,
terjadi puncak produksi lemuru Selat Bali. Stok
lemuru ikut menurun secara drastis karena
produksi lemuru Selat Bali telah melampaui
kemampuan pertumbuhan alami stok.
Selanjutnya produksi lemuru Selat Bali juga ikut
menurun karena sumber tangkapannya, yaitu
Stok lemuru mengalami penurunan kuantitas.
Dengan demikian, produksi sangat bergantung
pada jumlah stok lemuru yang ada. Sedangkan
setelah tahun 2010, jumlah pertumbuhan alami
stok hampir sama dengan produksi lemuru Selat
Bali. Kondisi tersebut dapat mempertahankan
stok lemuru pada kondisi yang stabil.
Gambar 10. Hasil simulasi sub model stok lemuru
Selat Bali (model awal)
Pada Gambar 11. ditampilkan bagaimana
hubungan stok lemuru, produksi lemuru
Muncar, effort standar purse seine Muncar, dan
jumlah purse seine di Muncar. Simulasi tahun
2005 yang merupakan puncak penangkapan
lemuru di Muncar. Setelah peristiwa tersebut,
tampak bahwa meskipun effort standar purse
seine terus ditingkatkan dan jumlah alat tangkap
purseine meningkat, hasil produksi lemuru
Muncar tetap tidak dapat meningkat. Hal ini
disebabkan karena stok lemuru di Selat Bali
mengalami penurunan. Sehingga seberapapun
banyaknya effort dan jumlah alat tangkap
ditingkatkan tidak dapat meningkatkan hasil
produksi lemuru Muncar.
10:36 07 Jul 2011
Untitled
Page 1
2000,00 2005,00 2010,00 2015,00 2020,00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
55000
110000
165000
35000
45000
55000
30000
65000
100000
1: Stok lemuru 2: Pertumbuhan alami stok 3: Produksi lemuru Selat Bali
1
1
1
1
2
2
2
2
3 33
3
10
Gambar 11. Hasil simulasi sub model penangkapan
(model awal)
Pada Gambar 12. ditunjukkan perbandingan
antara perubahan harga jual ikan, pendapatan
per juragan purse seine, effort purse seine, biaya
effort purse seine, dan produksi lemuru purse
seine. Pada tahun 2005, jumlah produksi paling
banyak. Akan tetapi harga jual sangat rendah.
Hal tersebut menyebabkan pendapatan juragan
purse seine sangat rendah, bahkan mengalami
kerugian. Kerugian ini disebabkan karena
pendapatan hasil penjualan tidak cukup
membayar biaya effort purse seine.
Gambar 12. Hasil simulasi sub model ekonomi
nelayan (model awal)
Gambar 13. menunjukkan hasil simulasi sub
model distribusi hasil tangkapan Muncar yang
membandingkan hasil produksi lemuru Muncar,
konsumsi pengalengan, konsumsi cold storage,
dan jumlah unit cold storage. Banyaknya
konsumsi cold storage mengikuti mengikuti
fluktuasi hasil tangkapan lemuru Muncar. Hal
tersebut dikarenakan hasil tangkapan lemuru
yang dapat dikonsumsi oleh cold storage, yang
seharusnya dibatasi oleh kapasitas ABF lebih
sedikit dibandingkan kapasitas ABF yang
tersedia.
Gambar 13. Hasil simulasi sub model distribusi hasil
tangkapan Muncar (model awal)
Gambar 14. menunjukkan hasil simulasi sub
model cold storage. Pada grafik tersebut,
variabel yang dibandingkan adalah utilitas cold
room, laju pemasukan, dan unit cold storage.
Tampak pada grafik tersebut bahwa peningkatan
jumlah unit cold storage yang
mereprasentasikan jumlah industri cold storage ternyata tidak sebanding dengan laju pemasukan
lemuru ke cold room yang dimiliki cold storage. Hal
tersebut menyebabkan utilitas cold room sangat
rendah.
Gambar 14. Perbandingan utilitas cold room, laju
pemasukan, dan unit cold storage (simulasi model
awal)
Sedangkan pada Gambar 15. ditunjukkan bahwa
pada tahun 2005, cold storage masih merasakan
keuntungan. Hal tersebut disebabkab karena
setelah tahun 2005 produksi lemuru berkurang,
sedangkan cold storage yang masih menyimpan
11:50 07 Jul 2011
Untitled
Page 1
2000,00 2005,00 2010,00 2015,00 2020,00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
4:
4:
4:
10000
35000
60000
0
15000
30000
190
210
230
55000
110000
165000
1: Produks…muru Muncar 2: ef f ort s…ar PS Muncar 3: Jumlah purse seine 4: Stok lemuru
1
1
1
1
2
2
22
3
3
3
3
4
4
4 4
12:05 07 Jul 2011
Untitled
Page 1
2000,00 2005,00 2010,00 2015,00 2020,00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
4:
4:
4:
5:
5:
5:
1000000
2500000
4000000
-100000000
0
100000000
0
15000
30000
3500000
3650000
3800000
5000
30000
55000
1: Harga 2: Pend…uragan PS 3: Ef f ort PS 4: Biay a… ef f ort PS 5: Produ…lemuru PS
1
1
1
1
2
2
2 2
3
3
33
4
4 4 45
5
5 5
15:17 18 Jul 2011
Untitled
Page 1
2000,00 2005,00 2010,00 2015,00 2020,00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
4:
4:
4:
5:
5:
5:
0
30000
60000
-500
4000
8500
0
30000
60000
10
25
40
100
300
500
1: Hasil…uru Muncar 2: Kons…ngalengan 3: Konsu…ld storage 4: Unit CS 5: Kapasitas ABF
1
1
1
1
2
2
2
2
3
3
3
3
4
4 4 4
5
5 5 5
15:21 18 Jul 2011
Untitled
Page 1
2000,00 2005,00 2010,00 2015,00 2020,00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
0
35
70
0
30000
60000
10
25
40
1: Utilitas cold room 2: Laju pemasukan 3: Unit CS
1
1
1
1
2
2
2 2
3
3 3 3
11
lemuru masih dapat menjualnya ke industri-
industri pengolahan yang membutuhkan. Akan
tetapi karena jumlah cold storage yang sangat
banyak sedangkan hasil produksi lemuru yang
tidak mengalami peningkatan menyebabkan
cold storage terus mengalami kerugian.
Gambar 15. Perbandingan laju pemasukan, harga,
pendapatan cold storage, laba rugi, dan laju
pemasukan (simulasi model awal)
Dari uraian analisis hasil simulasi model awal
tersebut, terdapat dua periode dimana kondisi
perikanan dan industri cold storage di Muncar
menjadi tidak stabil. Periode pertama adalah
pada tahun 2005, dimana hasil produksi lemuru
mencapai puncak tangkapan. Akan tetapi effort
penangkapan tidak dikurangi, sehingga jumlah
stok lemuru tidak dapat pulih. Sedangkan pada
periode kedua, yaitu menjelang periode 2010
industri cold storage terlalu banyak. Sedangkan
produksi lemuru di Muncar tidak mengalami
peningkatan yang signifikan. Kondisi tersebut
menyebabkan cold storage terus menerus
mengalami kerugian.
5. 2 Analisis Hasil Simulasi Skenario I
Simulasi skenario I adalah simulasi dengan
variabel jumlah unit cold storage tidak memiliki
fraksi pertambahan variabel. Kemudian jumlah
unit cold storage diubah untuk memperoleh laba
cold storage yang maksimum. Simulasi
dilakukan dengan mengubah jumlah unit cold
storage dari satu hingga lima unit. Selanjutnya
hasil laba-rugi cold storage masing-masing
jumlah unit cold storage dibandingkan. Hasil
perbandingan laba rugi tersebut dapat dilihat
pada Gambar 16.
Gambar 16. Hasil simulasi skenario I
Dari hasil simulasi tersebut menyatakan bahwa
sebenarnya dengan 1 perusahaan cold storage
saja keuntungan yang dicapai lebih tinggi
dibandingkan dengan terdapat banyak industri
cold storage. Akan tetapi efek dari sedikitnya
industri cold storage adalah jumlah ikan yang
tidak tertampung pada industri cold storage
menjadi sangat banyak. Hal tersebut dapat
terjadi apabila kapasitas produksi industri
pengolahan lainnya lebih kecil dibandingkan
jumlah lemuru yang tidak dapat ditampung pada
cold storage. Apabila hasil penangkapan
kembali melimpah dan setiap industri
pengolahan memiliki kapasitas yang terbatas,
maka akan banyak ikan yang terbuang sia-sia.
Model yang dikembangkan ini belum dapat
mengakomodasi perkiraan peristiwa tersebut.
Karena model ini memiliki keterbatasan, yakni
model yang dikembangkan hanya memodelkan
distribusi lemuru mulai dari pendugaan stok
hingga industri cold storage. Sehingga tidak
dapat diketahui jumlah lemuru yang tidak dapat
ditampung oleh industri pengolahan lainnya.
5. 3 Analisis Hasil Simulasi Skenario II
Skenario II adalah simulasi model awal dengan
perubahan pada sub model penangkapan
ditambahkan variabel pengaruh iklim global
terhadap jumlah produksi lemuru Muncar.
Variabel tersebut berupa konstanta hasil tangkap
lemuru di Muncar yang diperoleh dari data hasil
produksi Muncar tahun 2010. Pada simulasi ini,
hasil tangkap pada tahun 2011-2020
diasumsikan relatif sama, yakni 5 hingga 10 ton
per bulan. Pada Gambar 17. berikut ini adalah
hasil simulasi skenario II.
15:24 18 Jul 2011
Untitled
Page 1
2000,00 2005,00 2010,00 2015,00 2020,00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
4:
4:
4:
5:
5:
5:
1000000
2500000
4000000
0
1e+011
2e+011
-2,5e+011
-1e+011
5e+010
0
1e+011
2e+011
1: Harga 2: Pendapatan CS 3: Laba rugi 4: Pengeluaran 5: Pemasukan
1
1
1
1
2
2
2 2
33
3
34
4
44
5
5
55
12
Gambar 17. Hasil simulasi skenario II
Pada Gambar 17. tersebut tampak bahwa
produksi lemuru Muncar mengalami penurunan
yang sangat signifikan pada tahun 2011. Harga
lemuru yang meningkat secara drastis tetap
belum dapat memberikan keuntungan terhadap
industri cold storage karena jumlah produksi
lemuru Muncar sangat sedikit. Industri cold
storage mengalami krugian yang sangat besar
karena biaya operasional tetap harus
ditanggung.
5. 4 Analisis Hasil Simulasi Skenario Kebijakan
Perubahan iklim global yang terjadi saat ini
belum pernah terjadi sebelumnya. Untuk itu,
belum diketahui secara pasti bagaimana cara
penanggulangannya. Skenario kebijakan ini
dilakukan pada model awal dimana tidak ada
pengaruh terhadap iklim global, akan tetapi
jumlah tangkap yang dihasilkan sedikit. Untuk
itu, skenario kebijakan dilakukan untuk
mengupayakan kembalinya jumlah stok lemuru
di Selat Bali, dengan fokus kebijakan untuk
sistem penangkapan lemuru di Muncar. Dalam
penelitian ini dilakukan simulasi dengan
menutup daerah penangkapan sementara, yakni
pada tahun 2011-2012. Hasilnya, stok lemuru
tidak dapat kembali seperti kondisi inisial pada
tahun 2000. Stok lemuru mengalami kenaikan
hingga tahun 2013. Akan tetapi, selanjutnya
kembali mengalami penurunan. Hal ini
disebabkan karena jumlah purse seine sebagai
alat tangkap utama maupun effort purse seine
tidak dibatasi, tetap seperti pada tahun 2008,
maka akan terjadi penyusutan stok ikan kembali
(Gambar 18).
Gambar 18. Hasil simulasi kebijakan penutupan
daerah penangkapan tahun 2011-2012, effort tetap
Untuk itu diperlukan upaya untuk menjaga stok
lemuru tetap tinggi. Dengan mempertimbangkan
jumlah purse seine tidak dapat langsung
dikurangi karena akan mengurangi lapangan
pekerjaan bagi nelayan, maka simulasi
dilakukan dengan mencari jumlah effort purse
seine yang sebaiknya dilakukan dalam setahun.
Dari hasil simulasi, sebaiknya sejak tahun 2013
effort purse seine dibatasi hingga 10 trip. Tabel
3. berikut ini merupakan hasil simulasi setelah
effort purse seine dibatasi hingga 10 trip. Dari
hasil simulasi tersebut, diketahui bahwa pada
tahun 2020 stok lemuru di Selat Bali dapat
kembali pada kondisi inisial.
Tabel 3. Hasil simulasi effort purse seine dibatasi
hingga 10 trip
6. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat
diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Telah dilakukan pengembangan model
simulasi sistem dinamik untuk mengkaji
pengaruh jumlah tangkap ikan lemuru
terhadap industri cold storage di pelabuhan
Muncar.
14:47 07 Jul 2011
Untitled
Page 1
2000,00 2005,00 2010,00 2015,00 2020,00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
0
30000
60000
0
10000000
20000000
-2e+011
-5e+010
1e+011
1: Produksi lemuru Muncar 2: Harga 3: Laba rugi
1
1
1
1
22
2 2
33
3
3
15:41 18 Jul 2011
Untitled
Page 1
2000,00 2005,00 2010,00 2015,00 2020,00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
55000
110000
165000
20000
60000
100000
35000
45000
55000
1: Stok lemuru 2: Produksi lemuru Selat Bali 3: Pertumbuhan alami stok
1
1
1
1
2
2
2
2
3
3
3
3
13
2. Kondisi perikanan tangkap Muncar
berdasarkan simulasi model adalah sebagai
berikut:
Terdapat dua periode dimana kondisi
perikanan dan industri cold storage di
Muncar menjadi tidak stabil. Periode
pertama adalah pada tahun 2005,
dimana hasil produksi lemuru mencapai
puncak tangkapan. Akan tetapi effort
penangkapan tidak dikurangi, sehingga
jumlah stok lemuru tidak dapat pulih.
Sedangkan pada periode kedua, yaitu
menjelang periode 2010 industri cold
storage terlalu banyak. Sedangkan
produksi lemuru di Muncar tidak
mengalami peningkatan yang
signifikan. Kondisi tersebut
menyebabkan cold storage terus
menerus mengalami kerugian.
Dengan 1 perusahaan cold storage saja
keuntungan yang dicapai lebih tinggi
dibandingkan dengan terdapat banyak
industri cold storage.
Akibat perubahan iklim global, harga
lemuru meningkat secara drastis tetap
belum dapat memberikan keuntungan
terhadap industri cold storage karena
jumlah produksi lemuru Muncar sangat
sedikit.
3. Dari hasil simulasi, ntuk meningkatkan dan
menjaga jumlah stok lemuru tetap tinggi,
sebaiknya daerah penangkapan ditutup
pada tahun 2011-2012. Selain itu effort
purse seine dibatasi hingga 10 trip atau
kurang dari itu.
7. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dari hasil
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebaiknya pengelola pelabuhan Muncar
dapat bekerjasama dan menghimbau
nelayan dalam melakukan kegiatan
tangkap. Hal tersebut perlu dilakukan
karena nelayan seringkali tidak
mempertimbangkan keberadaan lemuru di
alam. Sehingga apabila nelayan
memperoleh hasil tangkap banyak, mereka
semakin memperbanyak effort tangkapan
maupun jumlah alat tangkap yang
digunakan.
2. Dalam membuat kebijakan perikanan,
khususnya sistem penangkapan sebaiknya
mempertimbangkan kebutuhan lemuru
untuk produksi industri pengolahan ikan
yang ada.
3. Sebaiknya model dikembangkan dengan
menambah pemodelan industri pengolahan
lainnya.
7. Daftar Pustaka
BPPPI 2010, Laporan BPPPI Muncar 2009,
BPPPI, Banyuwangi.
BPPPI 2011, Laporan BPPPI Muncar 2010,
BPPPI, Banyuwangi.
Buchary, E 2010, ‘In Search of Viable Policy
Options for Reponsible Use of Sardine
Resources in the Bali Strait’, disertasi PhD,
The University of British Columbia.
DKP 2007, Statistik Perikanan Tangkap
Indonesia 2005, Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap, Jakarta.
FAO 2009, The state of World Fisheries and
Aquaculture 2008, FAO, Rome.
Hartata, CP 2010, ‘Pengembangan Model
Klaster Industri Perikanan Berkelanjutan
untuk Simulasi Kebijakan Studi Kasus:
Klaster Industri Perikanan Muncar, Kab.
Banyuwangi’, skripsi S1, Universitas
Diponegoro.
Hidayat, F 2010, ‘Model Dinamika Pendapatan
Nelayan pada Industri Perikanan Tangkap
untuk simulasi Kebijakan (Studi Kasus: di
Kawasan Pelabuhan Perikanan Pantai
(PPP) Muncar Banyuwangi’, skripsi S1,
Universitas Diponegoro.
Joesidawati, MI, Purwanto, & Hidayat 2004,
Alternatif Pengelolaan Perikanan Lemuru
di Selat Bali (The Alternative Management
for The Bali Strait Sardine (Lemuru)
Fishery).
Kantor Lingkungan Hidup, 2010, Inventarisasi
Data Industri Perikanan, Pemerintah
Kabupaten Banyuwangi, Banyuwangi.
Merta, IGS, Widana, K, Yunizal, & Basuki, R
2000, ‘Status of the Lemuru Fishery in Bali
Strait’, Papers Presented at the Workshop
on the Fishery and Management of Bali
Sardinella (Sardinella Lemuru) in Bali
Strait, hal. 2.
Sterman, JD 2000, Business Dynamics Systems
Thinking and Modeling for a Complex
World, The McGraw-Hill Companies, New
York.