Download - Penggunaan misoprostol dalam kehamilan.docx
BAGIAN KEPANITERAAN OBGYN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
PENGGUNAAN MISOPROSTOL DALAM BIDANG OBSTETRI
OLEH :
MARCELINA WIDIASTUTI
C111 04 229
PEMBIMBING :
dr. NIGELIA RENALDI AHFRIANI
SUPERVISOR :
dr. NASRUDIN, A.M, Sp.OG
DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK
PADA BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
0
PENGGUNAAN MISOPROSTOL DALAM
KEHAMILAN
I. Deskripsi
Misoprostol merupakan analog prostaglandin E1 sintetik yang
diakui oleh FDA (food and drug adminstration) untuk pencegahan dan
penanganan ulkus gaster akibat dari penggunaan NSAID juga telah
menjadi obat yang penting dalam bidang obstetri dan ginekologi karena
memiliki mekanisme kerja uterotonika dan pematangan serviks serta dapat
digunakan untuk aborsi medisinalis dan pencegahan perdarahan
pospartum. Misoprostol dipasarkan dalam dua bentuk sediaan yaitu tablet
100 μg dan 200 μg. Nama kimianya adalah Methyl 7-{3-hydroxy-2-[(E)-4-
hydroxy-4-methyloct-1-enyl]-5-oxocyclopentyl} heptanoate, Misoprostol
bersifat stabil dan larut dalam air.1,2
Membran lipid merupakan subtrak untuk sintesis dari eicosanoids
dan platelet activating factor (PAF). Berikutnya akan terbentuk
prostaglandin, prostasiklin, tromboxan A2, leukotrien, lipoxin dan
hepoxilin merupakan produk dari pemecahan asam arakidonat. Pemecahan
ini menggunakan enzim endoperoxide G/H sintesis yang dikenal dengan
cyclooxygenase (Cox). Terdapat dua isoform yang berbeda yaitu cox-1
dan cox-2 . Di mana jalur cox-1 digunakan secara fisiologi secara terus
menerus pada hampir semua sel di dalam tubuh (housekeeping)
sedangkan jalur cox-2 dipengaruhi oleh sitokin, keadaan inflamasi dan
kanker. Adapun skema pemecahan dan hasil dari metabolisme asam
arakidonat melalui jalur siklooksigenase dapat dilihat pada gambar 1.3,4
1
Gambar 1. Jalur siklooksigenase pemecahan asam arakidonat3
Misoprostol disebut juga dengan alprostadil dan rumus kimianya
adalah C22H38o5 di mana stabil dalam suhu ruangan, tahan lama dan
harganya murah yang menyebabkan menjadi fokus penelitian pada bidang
obgyn selama 25 tahun. Struktur kimia dari misoprostol dapat dilihat pada
gambar 2.5
Obat-obat anti inflamasi non-steroid menghambat produksi
prostglandin pada kedua sistem siklooksigenase sehingga juga
menghambat produksi prostaglandin yang berfungsi untuk sekresi mukus
dan bikarbonat mukosa dinding lambung sehingga pengembangan awal
misoprsotol awalnya digunakan untuk pencegahan dan pengobatan ulkus
peptikum yang berkaitan dengan penggunaan obat-obat anti inflamasi non-
steroid.3,4,5
2
Gambar 2. Struktur kimia dari misoprostol
II. Farmakonidamik misoprostol
Pada otot polos vaskuler prostaglandin menyebabkan relaksasi
pada otot polos vaskuler sehingga menyebabkan terjadinya vasodilatasi.
Pada traktus gastrointestinal akan terjadi kontraksi pada otot longitudinal
dan otot sirkuler sehingga dapat terjadi keram kolik pada otot pencernaan,
menurunkan kadar pepsin dalam keadaan basal tetapi tidak pada saat
rangsangan histamin. Pada dosis 50-200 mcg, menghambat sekresi basal
dan nokturnal dari asam lambung dan juga sekersi asam lambung sebagai
respon terhadap berbagai rangsangan (makanan, histamin ,pentagastrin dan
kopi). Pada otot polos pernapasan terjadi kontraksi pada otot polos jalan
napas perifer dan beberapa kali lebih kuat dibanding histamin, juga
merangsang sekresi mukus bronkus dan menyebabkan edem mukosa
sehingga misoprostol di kontraindikasikan pada pasien asma. Pada ginjal,
prostaglandin menyebabkan peningkatan laju filtrasi glomerulus melalui
efek vasodilatasi pada aliran darah ginjal. Pada sistem saraf pusat,
prostaglandin meningkatkan temperatur tubuh, merangsang kantuk dan
menghambat pengeluaran norepinefrin pada ujung saraf postganglion
simpatik. Pada mata prostaglandin menurunkan tekanan intraokuler
melalui peningkatan eksresi aqueous humor pada bilik mata depan melaui
jalur uveoscleral. Efek pada uterus yaitu merangsang kontraksi uterus.
3
Sensitivitas uterus meningkat dengan bertambahnya usia kehamilan. Pada
serviks, misoprostol menyebabkan peningkatan aktivitas kolagenase dan
mengubah komposisi proteoglikan sehingga menyebabkan pelembutan dan
penipisan serviks. Di bidang obstetri-ginekologi, efek ini dimanfaatkan
untuk aborsi elektif, induksi persalinan, dan untuk evakuasi uterus dalam
kasus kematian janin intrauterin. Efek kontraksi uterus juga bermanfaat
untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum. Efek samping yang
sering terjadi setelah pemakaian misoprostol antara lain mual, muntah,
diare, kramp perut, demam, menggigil.3,4,5
III. Farmakokinetik misoprostol
Misoprostol dapat diberikan secara oral, sublingual, vaginal
maupun rektal. Misoprostol sangat mudah diserap, dan menjalani de-
esterifikasi cepat menjadi asam bebas, yang berperan dalam aktivitas
kliniknya dan tidak seperti senyawa asalnya, metabolit aktifnya ini dapat
dideteksi di dalam plasma. 3,4,5,6
Setelah pemberian per oral, asam misoprostol mencapai kadar
puncak (Tmaks) setelah 12±3 menit dengan waktu paruh 20-40 menit.
Misoprostol terutama mengalami metabolisme di hati tetapi tidak
menginduksi sistem enzim sitokrom hepatik P-450 sehingga interaksinya
dengan obat-obat lain dapat diabaikan. Pada semua rute pemberian,
absorbsi terjadi sangat cepat, tetapi yang paling cepat bila misoprostol
diberikan secara oral (mencapai konsentrasi puncak setelah 12 menit,
waktu paruh 20-30 menit). Misoprostol yang diberikan melalui vagina atau
sublingual membutuhkan waktu lebih lama untuk bekerja, memiliki nilai
puncak lebih rendah (konsentrasi puncak setelah 60 menit), tetapi efeknya
lebih menetap. Jika misoprostol diberikan pervaginam, maka efek pada
saluran reproduksi akan meningkat sedangkan di saluran cerna akan
menurun. Jika tablet misoprostol diletakkan di forniks posterior vagina,
konsentrasi asam misoprostol di dalam plasma mencapai puncak setelah
dua jam dan menurun dengan perlahan. Pemberian misoprostol lewat
4
vagina menimbulkan konsentrasi asam misoprostol dalam plasma secara
perlahan meningkat dan nilai puncaknya juga lebih rendah bila
dibandingkan pemberian secara oral, tetapi secara keseluruhan pengaruh
obat lebih tinggi (gambar 4)5,6
Gambar 3. Kadar plasma misoprostol pada rute oral dan vagina
Misoprostol dapat diberikan secara oral, sublingual, per vaginam
maupun per rektal dan telah diketahui bioavalibiltas-nya berbeda-beda.
Kondisi ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai kondisi klinis yang
berbeda. Berikut ini adalah tabel yang membandingkan berbagai rute
pemberian misoprostol dilihat dari onset dan lamanya reaksi5,7
Tabel 1. Rute pemberian misoprostol7
Rute Onset kerja Durasi kerja
Oral 8 menit ± 2 jam
Sublingual 11 menit ± 3 jam
Vaginal 20 menit ± 4 jam
5
Rektal 100 menit ± 4 jam
IV. PENGGUNAAN MISOPROSTOL DALAM KEHAMILAN
Pada kemasan obat terbaru terdapat peringatan bahwa misoprostol
dikontraindikasikan pada kehamilan karena memiliki efek abortus. Namun
demikian FDA mengetahui bahwa pada beberapa keadaan, penggunaan
misoprostol untuk terapi medis yang tepat, rasional dan diterima. Peresepan
obat untuk indikasi yang belum disahkan ini sering dilakukan untuk terapi
pada wanita hamil dan tidak dianggap sebagai percobaan karena telah
didasarkan pada bukti-bukti ilmiah yang ada. Misoprostol merupakan
stimulator kontraksi uterus pada kehamilan lanjut yang sangat kuat dan
dapat menyebabkan kematian janin serta ruptur uterus jika digunakan dalam
dosis yang tinggi. Oleh karena itu, pemakaiannya harus mengikuti dosis
yang dianjurkan dan tidak melebihi dosis tersebut. Misoprostol dapat
diberikan secara oral, dibawah lidah (sublingual), vaginal atau rektal.
Bioavalibilitas untuk masing-masing cara pemberian berbeda sehingga dosis
yang tepat harus dengan cara pemberian yang tepat. 5,8,9
6
Gambar 4. Dosis maksimal pemberian misoprostol dalam sehari
berdasarkan usia kehamilan.8
Keterangan :
Misoprostol vaginal dosis tunggal aman diberikan untuk
menyebabkan kontraksi uterus di berbagai usia kehamilan. Untuk
kehamilan trimester I : dosis 800 μg selama 24 jam dapat dengan aman
digunakan. Untuk kehamilan trimester II : dosis 200 μg selama 12 jam
umum digunakan, sementara untuk usia kehamilan diatas 24 minggu
dosisnya biasanya adalah 25 μg setiap 6 jam. Jika menggunakan dosis yang
lebih tinggi dari dosis diatas, akan terjadi rangsangan uterus yang
berlebihan sehingga dapat menyebabkan terjadinya ruptur uteri atau gawat
janin5,8,10
Secara umum pemberian dosis misoprostol pada kehamilan trimester
pertama, kedua, ketiga serta pada penanganan perdarahan pasca persalinan
yang direkomendasikan oleh Weeks A dalam Int J Gynaecology Obstetrics
(2007) dapat dilihat pembagiannya pada tabel 2. 8,10
7
Tabel 2. Pedoman dosis penggunaan misoprostol dalam kehamilan10
Pemakaian misoprostol di bidang obstetri dan ginekologi pada
umumnya direkomendasikan pada daerah di mana uterotonika tidak
tersedia atau terlalu mahal. Pada daerah dengan sumber daya terbatas (low-
resource settings), keamanan pemakaian misoprostol hendaknya
diperbandingkan dengan metode aborsi yang tidak aman seperti ramuan
herbal, insersi benda asing atau trauma yang disengaja. 8,10
Efek teratogenik misoprostol pada manusia umumnya terjadi pada
percobaan aborsi yang gagal. Diduga kontraksi uterus akibat pemakaian
misoprostol menyebabkan perdarahan pada janin dan pada plasenta
sehingga mengurangi suplai darah dan mengakibatkan hipoksia dan
hipoperfusi plasenta, yang berakhir pada kelainan bawaan. Laporan efek
teratogenik terbanyak berasal dari Brazil yang tingkat pemakaian
misoprostol oleh pasien sendiri sangat tinggi. Dari 69 laporan kasus
kelainan kongenital berkaitan dengan pemakaian misoprostol, hampir
semua berasal dari Brazil (97%). Berbagai kelainan dapat terjadi, yang
amat terkenal adalah Sindroma Mobius berupa paralisis nervus fasialis
bilateral dan keterlibatan nervi kranialis lain (nervus V, VI, dan XII, dan
jarang-jarang nervus III dan IV).5,8,10
Kelainan ekstremitas yang paling sering adalah berupa ekuinovarus,
dan hilangnya jari-jari yang terjadi pada sekitar 40% kasus, 25% lainnya
berupa kelainan ekstremitas atas. Dua per lima dari kasus (40,6%)
melibatkan kelainan genitalia, mata, dan palatum. Sebuah laporan kasus
dari Pakistan (2006) menyebutkan terjadinya anomali multipel pada
seorang bayi yang terpapar misoprostol saat usia kehamilan 8 minggu.
Terdapat anomali multipel berupa defek tulang frontonasal, protrusio
8
duramater, jaringan kulit kepala, mikrosefali dan ekuinovarus. Penelitian
pada hewan memberi efek yang bervariasi. Sebagian studi melaporkan
bahwa misoprostol tidak menunjukkan efek teratogenik pada tikus dan
kelinci sampai pemberian 600 kali dosis maksimal pada manusia. Namun
studi lain melaporkan adanya kelainan berupa spina bifida, defek vertebra
bagian kaudal, hernia umbilikalis, dan gastroskizis.5,8,10
Penggunaan Misoprostol pada kehamilan trimester I 5,8,10
1. Pematangan serviks sebelum aborsi dengan kuretase
Misoprostol yang diberikan peroral sama efektifnya dengan pemberian
pervaginam. Misoprostol 400 μg dosis tunggal yang diberikan 3 jam
sebelum dilakukan kuretase lebih efektif daripada dosis 200 μg. Efek
samping lebih sering timbul pada kelompok misoprostol.
2. Aborsi Medis
Dosis misoprostol yang dianjurkan untuk terminasi kehamilan pada
trimester pertama adalah 800 μg pervaginam dan dapat diulang hingga 3
kali dengan interval 24 sampai 48 jam. Sekitar 85 – 94% mengalami
abortus komplit. Dosis misoprostol oral yang digunakan antara 200-400μg,
misoprostol intravaginal 200-600 μg dan sublingual 200-400 μg dengan
interval pengulangan 3-6 jam. Didapatkan bahwa misoprostol vaginal
lebih efektif daripada oral dalam hal interval waktu inisiasi-aborsi. Kedua
rute tersebut dikatakan memiliki efektivitas yang sama dalam hal durasi
prosedur, insidens komplikasi postoperatif, durasi perdarahan postoperatif,
dan interval pada periode menstruasi pertama. Misoprostol oral dan
sublingual memiliki efektivitas yang sama dalam hal peningkatan
kontraktilitas uterus dan interval waktu inisiasi-abortus. Efek samping
yang umumnya ditemukan adalah mual, muntah, diare, nyeri perut, sakit
kepala. Demam dan menggigil lebih sering ditemukan pada pemberian
sublingual dan pemberian peroral lebih sering menimbulkan kontraksi
uterus yang irregular.
3. Abortus inkomplit
9
Terapi kegagalan kehamilan trimester pertama dengan 800 μg intravaginal
aman dan dapat diterima dengan tingkat kesuksesan sebesar 84%. Dapat
disimpulkan bahwa abortus dengan menggunakan misoprostol adalah
alternatif dari prosedur kuretase.
4. Abortus tertunda
Misoprostol 800 μg intravagina (400 μg setiap 4 jam sampai dengan 3
dosis, jika dibutuhkan) menawarkan alternatif terapi yang efektivitasnya
baik dan aman dibandingkan kuretase.
Penggunaan Misoprostol pada kehamilan trimester II 5,8,10
1. Pengakhiran kehamilan pada janin hidup
Regimen misoprostol yang digunakan adalah misoprostol 400-600
μg, dengan interval pengulangan 3-12 jam. Dari penelitian-penelitian
tersebut didapatkan bahwa misoprostol efektif dalam menyebabkan
abortus dengan efektivitas 80% dan interval inisiasi hingga abortus
berkisar 12 jam. Pada usia kehamilan >18 minggu, misoprostol 600μg
yang diberikan dengan interval 6 jam lebih efektif daripada interval 12
jam. Efek samping yang paling sering dijumpai adalah demam, nyeri,
diare, transfusi darah dan peningkatan suhu ≥ 38ºC, mual, muntah dan
nyeri pelvis. Kombinasi misoprostol per oral (400 μg) dan pervaginam
(400 μg) tidak menurunkan lama tindakan aborsi pada trimester kedua
kehamilan. Dosis 400 μg per vaginam tiap 3 jam sampai dengan maksimal
pemberian 5 kali membutuhkan waktu yang lebih singkat dalam aborsi
pada trimester kedua kehamilan. Tingkat keberhasilan pada terminasi
kehamilan trimester kedua lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat
keberhasilan pada terminasi kehamilan trimester pertama, meski dengan
dosis yang lebih rendah. Induksi dengan misoprostol dan mifepriston
merupakan pilihan terminasi yang dapat efektif dan saat ini dapat diterima.
10
Walaupun, misoprostol atau mifepriston kurang efektif dibandingkan
dengan dilatasi dan kuretase untuk melakukan tindakan aborsi pada
trimester kedua. Tindakan dilatasi dan kuretase dapat mengurangi efek
samping seperti nyeri dibandingkan dengan pemberian misoprostol.
2. Pengakhiran kehamilan pada janin mati dan janin hidup dengan
malformasi kongenital
Penggunaan misoprostol 200 μg intravaginal setiap 4 jam pada
kehamilan trimester II (15–23 minggu) menunjukkan tingkat abortus yang
lebih tinggi pada kehamilan dengan janin mati (92.1%) daripada janin
hidup malformasi (68.8%) dengan tingkat kemaknaan 0.05. Tidak terdapat
komplikasi mayor dan perbedaan yang bermakna pada insidens efek
samping.
Penggunaan Misoprostol pada kehamilan trimester III 5,8,9,10
1. Pematangan serviks dan induksi persalinan
Misoprostol yang diberikan peroral maupun pervaginam lebih
efektif dibandingkan plasebo dalam hal mencapai persalinan pervaginam
dalam 24 jam dengan namun hiperstimulasi uterus tanpa perubahan denyut
jantung janin sering didapatkan. Regimen dosis yang digunakan berkisar
antara 12.5 μg per 6 jam hingga 50 μg per 6 jam yang diberikan peroral
atau pervaginam. Misoprostol yang diberikan pervaginam lebih efektif
daripada yang diberikan peroral. Penelitian yang membandingkan
misoprostol dan dinoproston memberikan hasil bervariasi. Beberapa
penelitian menyebutkan tidak ada perbedaan bermakna antara keduanya,
namun penelitian lain menyebutkan misoprostol lebih efektif. Bila
dibandingkan dengan oksitosin, maka misoprostol membutuhkan waktu
lebih singkat untuk menimbulkan kontraksi sampai bayi lahir. Efek
11
samping yang ditimbulkan adalah hiperstimulasi uterus, peningkatan
jumlah neonatus yang dirawat di ruang perawatan intensif (13.5%),
takisistol dan peningkatan denyut jantung janin.
Penggunaan Misoprostol pada perdarahan pasca persalinan 5,8,9,10
Penyebab terbanyak perdarahan pasca persalinan ialah atonia uteri,
sehingga misoprostol selain bermanfaat untuk pencegahan perdarahan
post-partum juga dapat dipakai untuk pengelolaan perdarahan post-partum.
Dalam suatu penelitian deskriptif didapatkan bahwa misoprostol dapat
menghentikan perdarahan post-partum yang tidak responsif dengan
pemberian oksitosin dan metilergometrin. Penelitian tersebut melibatkan
14 wanita yang mendapat 1000 g misoprostol per rektal setelah pemberian
okstosin dan metilergometrin, dan pada semua kasus perdarahan berhenti
dalam waktu 3 menit setelah pemberian misoprostol. Dalam statement
bersama yang dikeluarkan oleh International Confederation of Midwives
(ICM) dan International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO)
menyampaikan bahwa misoprostol mungkin merupakan satu-satunya
teknologi yang tersedia untuk pengelolaan perdarahan post-partum pada
kondisi sarana terbatas
A. Pencegahan perdarahan pasca persalinan
Manajemen Aktif Kala III meliputi :
1. Pemberian uterotonika segera setelah bahu bayi lahir.
Pemberian oksitosin dapat menurunkan kejadian perdarahan pasca
persalinan sampai dengan 40%. Oksitosin merupakan obat pilihan
untuk pencegahan perdarahan pasca persalinan karena mempunyai
effektivitas yang sama dengan ergot alkaloid dan prostaglandin
tetapi dengan effek samping yang lebih rendah. Misoprostol juga
dapat berperan pada pencegahan pasca persalinan bila oksitosin
12
tidak tersedia, meskipun misoprostol mempunyai efek samping
lebih besar tetapi murah, stabil terhadap panas dan cahaya dan
tidak memerlukan alat suntik.
2. Penarikan tali pusat terkendali.
Penarikan tali pusat terkendali terbukti dapat menurunkan kejadian
perdarahan pasca persalinan sampai dengan 68% dibandingkan
dengan tindakan membiarkan plasenta terlepas spontan.
3. Penjepitan dan pemotongan tali pusat segera.
Penjepitan dan pemotongan tali pusat segera setelah bayi lahir saat
ini mulai banyak ditinggalkan. Penundaan penjepitan dan
pemotongan tali pusat selama 60 detik dapat meningkatkan
cadangan besi dan mengurangi anemia pada bayi, terutama penting
pada bayi preterm dan daerah-daerah miskin. Sebagai gantinya saat
ini ditambahkan tindakan masase uterus setelah plasenta lahir
sebagai bagian dari manajemen aktif kala III.
Misoprostol efektif digunakan untuk menurunkan insidens
perdarahan pascapersalinan dan menurunkan jumlah perdarahan.
Dosis misoprostol yang digunakan berkisar antara 200 μg, 400 μg,
dan 600 μg yang diberikan sublingual, peroral, dan per-rektal.
Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara misoprostol
dengan oksitosin maupun misoprostol dengan metilergometrin.
Misoprostol menimbulkan efek samping berupa kram abdominal,
menggigil dan hiperpireksia pada ibu yang lebih besar.
B. Pengelolaan perdarahan pasca persalinan
Regimen misoprostol 1000 μg perrektal dapat menangani
perdarahan pasca persalinan setelah diberikan oksitosin dan
metilergometrin. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut dan data
tambahan untuk menggunakan misoprostol sebagai lini pertama
penanganan perdarahan postpartum maupun sebagai adjuvant
oksitosin dan ergometrin.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Goldberg AB, Greenberg MB, Darney PD. Misoprostol and pregnancy. N
Engl J Med 2001, 344:38-47.
2. Food and Drugs Administration. Cytotec® (misoprostol) [pamphlet]. Food
and Drugs Administration; 2006.
3. Katzung BG, Masters SB,Trevor AJ. The Eicosanoids: Prostaglandins,
Thromboxanes, Leukotrienes, and Related compounds. In Basic and
Clinical Pharmacology 11th Edition. China:McGraw-Hill Companies.
Chapter 18.
4. Brunton L, Parker K, Blumenthal D, Buxton Iain. Lipid-Derived
Autacoids: Eicosanoids and Platelet-Activating Factor. In Goodman and
Gilmans’s Manual of Pharmacology and Therapeutics. USA:McGraw-Hill
Companies. P.416-427
5. Bellad MB, Goudar S. Misoprostol : Theory and Practice. Available at :
http://www.sapienspublishing.com/pph_pdf/PPH-Chap-12.pdf
6. Doggrell SA. Misoprostol for the Treatment of Early Pregnancy Failure.
Current Clinical Pharmacology. 2007 February : 1-9
7. Weeks A, Faundes A. Misoprostol in obstetrics and gynecology. Int J
Gynaecol Obstet 2007 99: S156-167
8. Fiala D, Weeks A. Misoprostol dosage guidelines for obstetrics and
gynecology [Online]. Oktober 2005. Diunduh dari: http://
www.misoprostol.org/
9. Cunningham, Leveno, Bloom et al. Williams Obstetrics 23rd edition. USA :
McGraw-Hills Companies. Chapter 22 and Chapter 35
10. Depkes RI. Penggunaan Misoprostol di Bidang Obstetri dan Ginekologi.
Jakarta. Depkes RI. 2008: Hal 64-75
14