i
PENINGKATAN DAYA SAING KOMODITAS SINGKONG BERBASIS SPASIAL DI KABUPATEN WONOGIRI
SKRIPSI Untuk memperoleh gelar Sarjana Geografi
Oleh:
Dewi Kartika Maharani Praswida
NIM 3211413047
JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2017
ii
iii
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar hasil karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain baik sebagian atau seluruhnya.
Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat didalam skripsi ini dikutip dan
dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, 09 Agustus 2017
Dewi Kartika Maharani P.
NIM.3211413047
v
MOTTO dan PERSEMBAHAN
MOTTO
Rumangsa melu handarbeni, Wajib melu hanggondeli, Mulad sarira
hangrasa wani (KGPAA.Mangukenagara I)
Anirua kang becik, Nuruta kang bener
Nggugua kang nyata, Miliha kang piguna
(KGPAA Manguknegara IV)
Nglurug tanpa bala, Menang tanpa ngasorake, Sugih tanpa bandha
(R.M Sosrokartono)
PERSEMBAHAN Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Ayahku, Edhi Widodo semoga
gelar sarjana yang kuperoleh
melalui skripsi ini dapat
menambah pundi-pundi
bahagiamu di SurgaNya
2. Ibuku Sri Prastiti dan Kakek Sri
Moeladi serta Nenek Sri
Moempoeni
3. Kakak dan Adik
4. Teman-teman Geografi 2013
vi
PRAKATA
Dalam pengakuan serta rengkuhan kasihNya, peneliti menghaturkan rasa
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas RidhoNya skripsi ini dapat
terselesaikan.
Sebagai rasa hormat, pada kesempatan ini peneliti sampaikan rasa terima
kasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini
baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu ucapan terima kasih
peneliti haturkan kepada:
1. Drs. Moh Solehatul Mustofa, M.A. Dekan Fakultas Ilmu Sosial,
Universitas Negeri Semarang.
2. Dr. Tjaturahono Budi Sanjoto, M.Si. ketua jurusan Geografi beserta
seluruh jajaran Ketua Program Studi dan Sekertaris Jurusan Geografi.
3. Yang terhormat, Ibu Dr. Eva Banowati, M.Si dan Ibu Ariyani Indrayati,
M.Sc, yang dengan tulus dan penuh kesabaran telah berkenan memberi
bimbingan dan dorongan moril, perhatian serta memberi masukan yang
sangat membangun dalam penulisan skripsi ini.
4. Yang terhormat, Bapak Sriyanto, S.Pd, M.Pd, penguji skripsi yang dengan
tulus juga turut memberikan dukungan moril dan semangat dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Yang terhormat Ibu, Kakek dan Nenek yang senantiasa memberikan
dukungan baik moril maupun materil kepada peneliti.
vii
6. Yang terkasih, Kakak-kakak dan Adekku, kalian adalah pendorong
semangat terkuat dalam hidup ini.
7. Rezy Pratama dan Fajar Handoko yang dengan sabar membantu peneliti
dalam melakukan penelitian di Kabupaten Wonogiri.
8. Mas Brilliant Cahya Kusuma, S.Geo yang selalu membantu saya dari awal
perkuliahan hingga akhir perkuliahan.
9. Yang terkasih, saudaraku seangkatan geografi 2013.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa tiada manusia yang sempurna, begitu pula
dengan skripsi ini yang jauh dari sempurna. Untuk itu, sumbang saran dari semua
pihak sangat penulis harapkan.
Semarang, 09 Agustus 2017
Dewi Kartika Maharani Praswida
viii
SARI
Praswida, Dewi Kartika Maharani. 2017, Peningkatan Daya Saing Komoditas Singkong Berbasis Spasial di Kabupaten Wonogiri. Jurusan Geografi Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Dr. Eva Banowati,
M.SidanAriyaniIndrayati, S.Si.,M.Sc, 1 halaman.
Kata kunci :Keunggulan Komparatif, Keunggulan Kompetitif, Distribusi Spasial dan Arahan Pengembangan
Menurunnya nilai ekonomis komoditas singkong sebagai bahan pangan
dan mata pencaharian utama penduduk Wonogiri menjadi masalah yang tidak
sederhana sehingga perlu adanya peningkatan daya saing agar komoditas
singkong mengalami kenaikan nilai jual. Identifikasi keunggulan komparatif dan
kompetitif adalah langkah awal untuk merumuskan arahan pengembangan
komoditas singkong. Pemetaan sebaran tingkat produksi komoditas singkong
menggunakan ArcGis 10.1 juga menjadi dasar dalam menentukan peningkatan
daya saing.
Matriks tipologi klassen digunakan sebagai acuan dalam menentukan
arahan. Obyek penelitian meliputi komoditas singkong dan penduduk petani
singkong di Wonogiri yang diambil secara snowball sampling. Data dikumpulkan
baik dokumentasi, observasi dan studi pustaka. Teknik analisis data dalam
penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga kategori keunggulan
komparatif komoditas singkong di Kabupaten Wonogiri yaitu: (a) Sektor basis,
Terspesialisasi dan Ekspor, (b) Sektor non basis, Tidak Terspesialisasi dan Non
Ekspor, dan (c) Sektor Seimbang dan Terspesialisasi dengan Wilayah Acuan dan
Non Ekspor. Keunggulan kompetitif berdasarkan analisis shift share dikelompokkan dalam kategori pertumbuhan lambat dan kategori pertumbuhan
cepat. Keunggulan kompetitif berdasarkan analisa biaya dikelompokkan dalam (a)
arahan alternatif I, (b) arahan alternatif II, (c) arahan alternatif III, dan (d) arahan
altenatif IV. Pola sebaran produksi komoditas singkong di Kabupaten Wonogiri
adalah mengelompok.
Arahan pengembangan komoditas singkong dibagi menjadi tiga macam
arahan yaitu: (a) sentra produsen, (b) sentra pengolah, dan (c) sentra produsen dan
pengolah. Berdasarkan pada lokasi wilayah, lokasi pemasaran diarahkan di dua
wilayah yaitu wilayah utara di Kecamatan Ngadirojo yang merupakan pusat
perdagangan lintas kabupaten dengan Kabupaten Karanganyar dan wilayah
selatan Kecamatan Pracimantoro yang merupakan pusat perdagangan lintas
provinsi yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iii
PERNYATAAN .......................................................................................... iv
MOTTO dan PERSEMBAHAN ................................................................. v
PRAKATA .................................................................................................. vi
SARI ............................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 6
1.5 Batasan Istilah .................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
2.1 Deskripsi Teoretis
2.1.1 Daya Saing Wilayah .............................................................. 9
2.1.2 Indikator Utama Daya Saing .................................................... 13
2.1.3 Faktor Penentu Daya Saing ...................................................... 13
2.1.4 Komoditas Singkong ................................................................ 14
2.1.5 Masa Panen dan Pasca Panen Singkong .................................. 15
2.1.6 Pengolahan Pasca Panen Singkong .......................................... 15
2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan ...................................... 16
2.3 Kerangka Berpikir ............................................................................. 20
x
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian ............................................................................... 22
3.2 Variabel Penelitian............................................................................. 22
3.3 Alat dan Teknik Pengumpulan Data .................................................. 22
3.4 Teknik Analisis Data
3.4.1 Analisis keunggulan kompetitif .................................................. 24
3.4.2 Analisis keunggulan kompetitif .................................................. 24
3.4.3 Analisis Distribusi Spasial Lahan Singkong .............................. 25
3.4.4 Analisis Arahan Pengembangan Komoditas Singkong .............. 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ................................................... 27
4.1.1 Lokasi Penelitian ........................................................................ 30
4.1.2 Penggunaan Lahan ...................................................................... 31
4.1.3 Kondisi Demografis .................................................................... 31
4.1.4 Komoditas Singkong di Kabupaten Wonogiri............................ 32
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Perhitungan Location Quotient ................................................... 34
4.2.2 Keunggulan Kompetitif
4.2.2.1 Pay Back Period dan Break Even Point .......................... 37
4.2.2.2 Shift Share ...................................................................... 38
4.2.3 Tingkat Produksi Singkong ........................................................ 41
4.2.4 Analisis Tipologi Klassen ........................................................... 47
4.3 Pembahasan
4.3.1 Keunggulan Komparatif ............................................................. 48
4.3.2 Keunggulan Kompetitif
4.3.1 Analisis Periode Biaya Kembali .......................................... 51
4.3.2 Analisis Tingkat Pertumbuhan ............................................ 54
4.3.3 Sebaran Tingkat Produksi Komoditas Singkong ................. 58
4.3.4 Arahan Pengembangan Komoditas ..................................... 59
xi
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan ........................................................................................ 62
5.2 Saran .............................................................................................. 64
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 65
LAMPIRAN ................................................................................................ 67
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian yang relevan ............................................................... 18
Tabel 3.1 Variabel dan Metode Penelitian .................................................. 23
Tabel 3.2 PosisiRelatif Shift Share ............................................................. 25
Tabel 3.3 Matriks Arahan Pengembangan .................................................. 26
Tabel 4.1 Keunggulan Komparatif .............................................................. 35
Tabel 4.2 Pay Back Period dan Break Even Point ...................................... 37
Tabel 4.3 Shift Share Komoditas Singkong ................................................ 39
Tabel 4.4 Posisi Relatif Komoditas Singkong ............................................ 41
Tabel 4.5 Perhitungan Indeks Mooran Tahap I ........................................... 43
Tabel 4.6 Tipologi Klassen Komoditas Singkong ...................................... 47
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ................................................................... 21
Gambar 4.1 Lokasi Penelitian ..................................................................... 28
Gambar 4.2 Peta Area Joint Komoditas Singkong ..................................... 42
Gambar 4.2 Peta Tingkat Produktivitas Singkong ...................................... 45
Gambar 4.3 Peta Arahan Pengembangan Komoditas Singkong ................. 49
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan LQ dan DLQ....................................................... 66
Lampiran 2. Perhitungan PBP dan BEP ...................................................... 79
Lampiran 3 Perhitungan Indeks Mooran II ................................................. 83
Lampiran 4. Instrumen Wawancara ............................................................ 87
Lampiran 5. Dokumentasi Lapangan .......................................................... 89
Lampiran 6. Surat Terkait Penelitian .......................................................... 90
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia dikenal sebagai negara agraris dimana sebagian besar lahannya
digunakan untuk lahan pertanian begitu pula penduduknya yang sebagian besar
menggantungkan hidupnya pada bidang pertanian. Kemajuan teknologi tidak
menjadikan sektor pertanian semakin mengalami penurunan strata namun
menjadikan terciptanya ragam teknologi untuk meningkatkan produksi maupun
produktivitas pertanian. Kemajuan teknologi dalam upaya mendukung
peningkatan produksi maupun produktivitas sebaiknya diimbangi dengan
penguasaan ilmu dan keterampilan terhadap teknologi tersebut oleh sumberdaya
manusia sehingga dalam prosesnya akan didapat hasil yang maksimal terhadap
pengolahan sumberdaya alam.
Kabupaten Wonogiri meruapakan wilayah Propinsi Jawa Tengah dengan
komoditasnya yang terkenal adalah singkong sehingga wilayah tersebut dijuluki
Kota Gaplek. Kondisi topografi wilayah dengan sebagian tanahnya berupa
perbukitan, dengan ±20% bagian wilayah merupakan perbukitan kapur, terutama
yang berada di wilayah selatan Wonogiri. Sebagian besar topografi tidak rata
dengan kemiringan rata-rata 300sehingga terdapat perbedaan antara kawasan yang
satu dengan kawasan lainnya yang membuat kondisi sumberdaya alam yang
saling berbeda. Hanya sebagian kecil wilayah yang memiliki kesuburan dan
potensial untuk pertanian. Topografi daerah yang tidak rata, perbedaan antara satu
kawasan dengan kawasan lain membuat kondisi sumber daya alam juga saling
2
berbeda. Di wilayah ini hampir sebagian besar tanahnya tidak terlalu subur untuk
pertanian, berbatuan dan kering membuat penduduknya lebih banyak
merantau(boro). Kabupaten Wonogiri mempunyai Waduk buatan yaitu Gajah
Mungkur yang selain menjadi sumber mata pencaharian petani nelayan dan
sumber irigasi persawahan.
Kabupaten Wonogiri mempunyai dua musim yaitu penghujan dan
kemarau dengan curah hujan rata-rata 1,845 mm/tahun dengan tingkat evaporasi
sebesar 10% maka jumlah air hujan efektif pertahun rata-rata sebesar
3.268.537.937 m3 dengan penyebaran daerah hujan yang tidak merata.Kondisi
alam yang tidak mudah untuk dikembangkan dalam hal pertanian khususnya
pertanian lahan basah sebagai tempat produksi beras yang merupakan makanan
pokok serta tingkat pendidikan penduduk yang tergolong masih rendah
menjadikan Wonogiri lebih banyak dikembangkan untuk pertanian tegalan yaitu
penggunaan tanah untuk produksi tanaman palawija.
Berdasarkan data yang dimiliki oleh Badan Pusat Statistik penyumbang
terbesar pada Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB) adalah pertanian
dimana sebesar 48,7% sektor pertanian tersebut adalah pertanian tegalan dan
70,08% sektor tegalan tersebut adalah tanaman singkong. Popularitas tanaman
singkong di Kabupaten Wonogiri tidak hanya karena singkong mudah ditanam
tanpa perlu perlakuan khusus namun tanaman tersebut menjadi makanan pokok
kedua setelah beras di Kabupaten Wonogiri. Menurut Bappeda, tahun 2016
mencapai produksi singkong terbesar urutan pertama di Provinsi Jawa Tengah
dengan jumlah produksi sebesar 1,1 juta ton per tahun. Mengingat besarnya
3
kontribusi singkong terhadap PDRB Kabupaten Wonogiri pencapaian produksi
tersebut seharusnya menjadi representasi bahwa kesejahteraan petani juga
meningkat, tetapi pencapaian tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan nilai
ekonomis komoditas singkong, tingginya produksi singkong justru diimbangi
dengan penurunan nilai ekonomis komoditas tersebut.
Rendahnya nilai jual singkong yang hanya mencapai angka Rp.460 – Rp.
500 per kilogramnya menurut penduduk disebabkan oleh sistem tata niaga di
Wonogiri serta tidak ada tindakan dari pemerintah daerah maupun Badan Usaha
Milik Petani (BUMP). Meskipun terdapat pabrik pengolahan singkong namun
penduduk tidak diperbolehkan untuk menjual ke pabrik tetapi mereka menjual ke
tengkulak.Pendapat masyarakat tersebut sedikit berbeda dengan apa yang
dikatakan oleh Sutino (2007), ia mengatakan bahwa rendahnya nilai jual singkong
disebabkan oleh rendahnya pengetahuan petani tentang tata cara tanam singkong
modern karena selama ini penduduk wonogiri masih menanam dan mengolah
singkong dengan apa adanya, meskipun harga jual rendah tetapi petani tetap
enggan untuk meninggalkan singkong, hal ini sejalan dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Banowati dan Sucihatiningsih (2017) bahwa meskipun harga
jual komoditas singkong rendah petani tidak menghiraukan arahan untuk tidak
menanam singkong karena pembeliaan bibit yang murah dan mudah, petani tidak
berani mencoba menanam tanaman lain, kekhawatiran gagal panen karena biaya
pembelian pupuk dan pestisida selama proses penanaman dan kesulitan dalam
penjualan pada komoditas atau produk baru. Petani juga percaya bahwa
4
pemasaran singkong lebih mudah dengan banyaknya industri pengolahan
singkong yang ada.
Rendahnya pengetahuan penduduk petani di Kabupaten Wonogiri
berdasarkan data statistik pendidikan disebabkan oleh rendahnya tingkat
pendidikan penduduk yang hanya 15,20% jumlah penduduk yang menamatkan
pendidikannya sampai ke jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) dan hanya
4,63% yang menamatkan pendidikan sampai ke Perguruan Tinggi (PT). Meskipun
pendidikan bukan faktor utama dalam pengentasan kemiskinan, namun kenyataan
di lapangan menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang rendah mengakibatkan
pengetahuan penduduk dalam mengelola sumberdaya alam yang unggul menjadi
kurang maksimal sehingga menurunkan nilai jual sumberdaya alam tersebut.
Rendahnya nilai jual komoditas unggulan tentunya akan berdampak
terhadap pendapatan penduduk yang kemudian akan mempengaruhi terhadap
tingkat pemenuhan kebutuhan hidup yang ketika kebutuhan hidup tidak dapat
terpenuhi semua maka akan menuju permasalahan kemiskinan. Singkong sebagai
primadona pertanian Kabupaten Wonogiri memiliki potensi yang sangat
menjanjikan apabila dikembangkan secara maksimal sehingga permasalahan
pendapatan penduduk dapat diatasi. Untuk meningkatkan penguasaan terhadap
potensi tersebut maka perlu adanya peningkatan daya sainguntuk menambah nilai
ekonomi komoditas tersebut tetapi sebelum dilakukan peningkatan daya saing
perlu adanya evaluasi terhadap potensi tersebut dari semua potensi pertanian
tegalan. Sehingga dalam penelitian ini penulis akan melakukan analisis terhadap
posisi potensi unggulan pertanian tegalan dan distribusi spasial produktivitas
5
komoditas singkong sehingga nantinya akan diperoleh langkah tepat peningkatan
daya saing sumberdaya alam unggulan untuk meningkatkan kembali nilai jual dan
pendapatan penduduk.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian sebelumnya mengenai potensi komoditas singkong yang
unggul namun nilai ekonomisnya rendah maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah bagaimana upaya peningkatan daya saing potensi komoditas singkong
serta menggambarkan sebaran spasial komoditas singkong di Kabupaten
Wonogiri.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah, tujuan dalam penelitian ini adalah
a. Mengetahui keunggulan komparatif komoditas singkong di Kabupaten
Wonogiri
b. Mengetahui keunggulan kompetitif potensi komoditas singkong di Kabupaten
Wonogiri.
c. Membuat peta distribusi spasial area lahan singkong di Kabupaten Wonogiri
d. Memberikan arahan pengembangan komoditas singkong di Kabupaten
Wonogiri.
6
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat:
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pustaka ilmiah yang
dapat menambah wawasan mengenai daya saing komoditas singkong di
Kabupaten Wonogiri.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi update data tentang
pengembangan komoditas singkong.
1.5 Batasan Istilah
1. Daya Saing Wilayah
Daya saing daerah menjadi salah satu isu utama dalam pembangunan
daerah. Konsep daya saing umumnya dikaitkan dengan kemampuan suatu
perusahaan, kota, daerah, wilayah atau Negara dalam mempertahankan atau
meningkatkan keunggulan kompetitif secara berkelanjutan (Porter, 2000). Salah
satu pendekatan yang digunakan untuk menjelaskan konsep daya saing daerah
adalah definisi European Commision (1999), yang mendefinisikan sebagai
berikut: Kemampuan untuk memproduksi barang dan jasa yang sesuai dengan
kebutuhan pasar internasional, diiringi oleh kemampuan mempertahankan
pendapatan yang tinggi dan berkelanjutan, lebih umumnya adalah kemampuan
wilayah untuk menciptakan pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif tinggi
7
yang terlihat pada daya saing eksternal (European Commision, 1999 dalam
Gardiner, 2003).
Berdasarkan pengertian diatas, dalam penelitian ini pengertian daya saing adalah
kemampuan Kabupaten Wonogiri dalam meningkatkan produksi dan olahan
komoditas singkong sebagai sektor unggulan daerah tersebut.
2 Keunggulan Komparatif
Anonym (2016) menyatakan bahwa keunggulan komparatif adalah
komoditas daerah yang ditinjau secara perbandingan memiliki nilai produksi lebih
tinggi dan lebih memberi keuntungan daripada komoditas yang lain
Dalam penelitian ini, keunggulan komparatif adalah komoditas singkong yang
unggul apabila dibandingkan dengan komoditas intra region maupun inter region.
3 Keunggulan Kompetitif
Tarigan (2005) mengatakan bahwa keunggulan kompetitif menganalisis
kepada kemampuan daerah untuk memasarkan produknya di luar daerah atau
pasar global.
Dalam penelitian ini, keunggulan kompetitif berarti kemampuan daerah
Kabupaten Wonogiri untuk meningkatkan daya saing komoditas singkong dari
segi kualitas.
4 Tanaman Palawija
Menurut Najiyati (2005) Tanaman Palawija merupakan kelompok tanaman
baik karena dapat ditanam dilahan yang tidak tergenang air yaitu lahan tegalan.
Menurut Badan Pusat Statistik Tanaman Palawija adalah tanaman yang terdiri dari
jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar.
8
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut pada penelitian ini tanaman palawija
adalah tanaman singkong yang ditanam di lahan tegalan.
5 Komoditas singkong
Widaningsih (2015). Mengatakan bahwa singkong merupakan salah satu
bahan pangan pengganti beras yang berperan dalam menopang ketahanan pangan
suatu wilayah.
Anonim (2012) mengatakan bahwa singkong adalah komoditas pertanian
jenis umbi-umbian yang cukup penting di Indonesia baik sebagai sumber pangan
maupun sumber pakan.
Kartika (2016) menyatakan bahwa komoditas singkong adalah hasil dari
pertanian tanaman semusim yang nyata, mudah diolah dan diperjualbelikan dalam
upaya peningkatan nilai ekonomi.
Berdasarkan beberapa pengertian dalam penelitian ini komoditas singkong
adalah komoditas pertanian jenis umbi-umbian yang merupakan sumber pangan
penduduk, mudah diolah dan diperjual belikan dalam upaya memenuhi kebutuhan
hidup.
6 Peta Distribusi Spasial
Distribusi adalah sebaran.Persebaran merupakan posisi lokasi yang terletak
di suatu area/tempat dalam keadaan tertentu (Subkhan, 2007 dalam Rokhayati,
2013). Sedangkan spasial adalah segala hal yang menyangkut lokasi atau atau
tempat (Rustiadi, dkk 2009 dalam Rokhayati, 2013).Dalam penelitian ini sebaran
atau distribusi spasial obyek yang diteliti adalah pola sebaran lahan singkong di
Kabupaten Wonogiri.
9
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
2.1 Deskripsi Teoretis
2.1.1 Daya Saing Wilayah
Widayanto, Yudi (2003) mendeskripsikan bahwa teori daya saing bermula
dari adanya teori perdagangan yang perlahan-lahan berkembang menjadi teori
bersaing dengan perkembangan sebagai berikut.
Teori pertama diawali dengan teori merkantilisme oleh Thomas Mun. Pada
prinsipnya teori ini menganggap bahwa penimbunan uang atau logam mulia yang
akan ditimbun menjadi emas ataupun perak haruslah dijadikan tujuan utama
pembangunan nasional. Dalam bukunya yang berjudul England Treasure by
Foreign Trade, Mun berpendapat bahwa untuk meningkatkan kekayaan negara
cara yang biasa dilakukan adalah melalui perdagangan oleh karena itu suatu
negara harus mengusahakan nilai ekspor lebih besar daripada impor serta kegiatan
ekspor impor harusnya dijadikan sebagai lokomotif utama yang dipicu melalui
peningkatan industri.
Pada tahun 1776 seorang tokoh bernama Adam Smith dalam bukunya
yang berjudul An Inquiry Into Nature and Causes of The Wealth of
Naturemengatakan bahwa kekayaan suatu negara akan bertambah searah dengan
peningkatan keterampilan dan efisiensi para tenaga kerja serta sejalan dengan
presentase penduduk yang terlibat dalam proses produksi. Kesejahteraan ekonomi
suatu individu tergantung pada perbandingan antara produksi total dengan jumlah
penduduk. Smith juga menganjurkan adanya spesialisasi kerja dan penggunaan
10
mesin-mesin sebagai sarana utama untuk peningkatan produksi. Ia juga
memperkenalkan konsep invisible handdimana setiap orang yang melakukan
kegiatan perekonomian dituntun oleh sebuah tangan sehingga ia dengan mengejar
kepentingannya sendiri justru kerap memajukan kepentingan masyarakat.
Pada tahun 1819, David Richardo mengemukakan pendapatnya tentang teori
keunggulan komparatif yang menekankan bahwa perdagangan internasional dapat
saling menguntungkan jika salah satu negara tidak usah memiliki keunggulan
absolut seperti yang dikemukakan Smith, namun cukup memiliki keunggulan
komparatif dimana harga untuk suatu komoditi di suatu negara dengan negara
lainnya relatif berbeda. Teori tersebut oleh Porter (1990) dibantah karena
dianggap kurang relevan untuk perumusan pembangunan ekonomi.
Perkembangan teori daya saing selanjutnya muncul pada tahun 1919 dan
1933 yaitu teori Hekscher-Ohlin yang mengemukakan bahwa faktor produksi
yang umumnya dikategorikan sebagai tanah, tenaga kerja dan modal terlalu umum
untuk dapat menunjukkan keunggulan daya saing dalam strategi berbeda. Faktor-
faktor produksi dapat dikategorikan dalam beberapa kelompok besar seperti
sumberdaya manusia, fisik, ilmu pengetahuan, modal dan infrastruktur.
Keunggulan daya saing dari faktor-faktor tergantung pada bagaimana efisiensi dan
efektifitas faktor-faktor tersebut menyebar. Hal ini digambarkan oleh perusahaan
tentang bagaimana perpindahan faktor sesuai dengan teknologi yang
digunakannya. Dengan kata lain, teori ini menekankan bahwa faktor sumberdaya
melimpah yang berbeda menjelaskan mengapa antar wilayah memiliki
keunggulan pada komoditas yang berbeda.
11
Pada tahun 1953 muncul teori baru yaitu Leontief-Paradox yang membahas
tentang kontradiksi daya saingdi Amerika Serikat. Sebelum lahir teori Potter lahir
teori spesifikasi barang oleh Linder pada tahun 1961 yang menekankan pada
perbedaan perdagangan pada masing-masing jenis barang. Untuk komoditas dan
barang perdagangan ditentukan oleh biaya relatif dari produksi dan sumberdaya.
Untuk barang manufaktur perdagangan ditentukan oleh persamaan permintaan
produk, karena segmen pasar dirinci oleh tingkat pengalaman produk dan tingkat
pendapatan.
Teori Poter (1990) lebih menekankan daya saing melalui keunggulan
komparatifnya yang dapat ditemukan baik pada tingkat nasional maupun
perusahaan. Empat atribut dalam membangun keunggulan dari suatu negara
digambarkan melalui suatu skema berlian yang meliputi kondisi faktor, kondisi
permintaan dan tuntutan mutu untuk industri tertentu, eksistensi industri dan
strategi, struktur serta persaingan wilayah.
Dikaitkan dengan batasan istilah mengenai daya saing dalam penelitian ini
maka daya saing daerah menjadi salah satu isu utama dalam pembangunan daerah.
Konsep daya saing umumnya dikaitkan dengan kemampuan suatu perusahaan,
kota, daerah, wilayah atau Negara dalam mempertahankan atau meningkatkan
keunggulan kompetitif secara berkelanjutan (Porter, 2000). Salah satu pendekatan
yang digunakan untuk menjelaskan konsep daya saing daerah adalah definisi
menurut European Commision (1999), yang mendefinisikan sebagai berikut:
”Kemampuan untuk memproduksi barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan
pasar internasional, diiringi oleh kemampuan mempertahankan pendapatan yang
12
tinggi dan berkelanjutan, lebih umumnya adalah kemampuan wilayah untuk
menciptakan pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif tinggi yang terlihat
pada daya saing eksternal” (European Commision, 1999 dalam Gardiner, 2003).
Dalam mendefinisikan daya saing perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1) Daya saing mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produktivitas atau
efisiensi pada level mikro. Hal ini memungkinkan kita lebihmemilih
mendefinisikan daya saing sebagai “kemampuan suatu perekonomian”
daripada “kemampuan sektor swasta atau perusahaan”.
2) Pelaku ekonomi (economic agent) bukan hanya perusahaan, akan tetapi juga
rumah tangga, pemerintah, dan lain-lain. Semuanya terpadu dalam satu sistem
ekonomi yang sinergis.Tanpa memungkiri peran besar sektor swasta
perusahaan dalam perekonomian, fokus perhatian tidak hanya pada itu
saja.Hal itu diupayakan dalam rangka menjaga luasnya cakupan konsep daya
saing.
3) Tujuan dan hasil akhir dari meningkatkan daya saing suatu perekonomian tak
lain adalah meningkatnya tingkat kesejahteraan penduduk didalam
perekonomian tersebut. Kesejahteraan (level of living) adalah konsep yang
maha luas pasti tidak hanya tergambarkan dalam sebuah besaran variabel
seperti pertumbuhan ekonomi.Pertumbuhan ekonomi hanya satu aspek dari
pembangunan ekonomi dalam rangka peningkatan standar kehidupan
masyarakat.
4) Kata kunci dari konsep daya saing adalah “kompetisi”. Disinilah peran
keterbukaan terhadap kompetisi dengan para kompetitor menjadi relevan.
13
2.1.2 Indikator Utama Daya Saing
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Abdullah (2002), indikator penentu
daya saing daerah adalah perekonomian daerah, keterbukaan, sistem keuangan,
infrastruktur dan sumberdaya alam, ilmu pengetahuan alam dan teknologi,
sumberdaya manusia, kelembagaan, governance dan kebijakan pemerintah, dan
manajemen dan ekonomi makro. Indikator makro daya saing merupakan jaringan
antar indikator dan sub-sub indikator yang saling intercorect, saling hubungan
secara terikat dan terkait antar dan lintas indikator dan sub indikator yang pada
implementasinya memerlukan pengelolaan yang terintegratif, terencana dan
konsisten serta berkesinambungan diantara Sembilan indikator penentu daya
saing.
Berdasarkan Sembilan indikator utama daya saing, dalam penelitian ini
menggunakan indikator sumberdaya alam yaitu komoditas ubi kayu atau singkong
sebagai komoditas unggulan untuk meningkatkan daya saing wilayah.
2.1.3 Faktor Penentu Daya Saing
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Pitter (2002) indikator penentu
daya saing daerah adalah Perekonomian daerah, keterbukaan, sistem keuangan,
infrastruktur dan sumberdaya alam, ilmu pengetahuan dan teknologi, sumberdaya
manusia, kelembagaan, pemerintahan dan manajemen ekonomi makro dan mikro.
Dari beberapa indikator daya saing diatas dalam penelitian ini akan lebih
menekankan daya saing daerah dari indikator sumberdaya alam yaitu komoditas
singkong.
14
2.1.4 Komoditas Singkong
Tanaman singkong merupakan salah satu hasil komoditi pertanian di
Indonesia yang biasanya dipakai sebagai bahan makanan. Seiring dengan
perkembangan teknologi, maka singkong ini bukan hanya dipakai sebagai bahan
makanan saja tetapi juga dipakai sebagai bahan baku industri.
Dalam sistematika tanaman, singkong termasuk kelas dicotyledonae, singkong
masuk dalam family euphorbiaceae yang mempunyai 7.200 spesies, beberapa di
antaranya mempunyai nilai komersial, seperti karet (Hevea Brasiliensis), jarak
(Ricinus comunis dan Jatropha curcas).
Tanaman singkong tumbuh di daerah antara 300 lintang selatan dan 300
lintang utara, yakni daerah dengan suhu rata-rata lebih dari 180C dengan curah
hujan di atas 500 mm/tahun. Namun demikian tanaman singkong dapat tumbuh
pada ketinggian 2000 meter dpl atau di daerah sub tropika dengan suhu rata-rata
160C. di ketinggian tempat sampai 300 m dpl tanaman singkong dapat
menghasilkan umbi dengan baik, tetapi tidak dapat berbunga. Namun, di
ketinggian tempat 800 m dpl tanaman singkong dapat menghasilkan bunga dan
biji.singkong mampu berproduksi baik pada lingkungan sub-optimal dan
mempunyai pertumbuhan yang relatif lebih baik pada lingkungan sub-optimal
dibandingkan dengan tanaman lain. Namun, agar dapat berproduksi optimal ubi
kayu membutuhkan curah hujan 150-200 mm/bulan saat umur 1-3 bulan, 250-300
mm/bulan saat umur 4-7 bulan, dan 100-150 mm/bulan pada fase menjelang dan
saat panen (Prihandana, 2007).
15
2.1.5 Masa Panen dan Pasca Panen Singkong
Singkong biasanya dipanen setelah tanamannya berumur antara 9-12
bulan, bahkan ada yang sampai 18 bulan. Apabila terlalu lama tentunya akan
banyak berserat dan berkayu (become fibrous and woody). Pemanenan dilakukan
dengan mencabut tanaman, cara pencabutan pada tanah yang gembur tentu akan
mudah, sedang pada tanah yang agak berat sampai berat pencabutan harus dibantu
dengan peralatan, cangkul, potongan bambu atau linggis, tetapi yang penting
dalam pencabutan-pencabutan ini hendaknya diperhatikan agar umbi tidak terluka
atau terpotong, kelukaan akan cepat menimbulkan kerusakan biologis, fisiologis
dan mikroba (Kartasapoetra, 1994).
2.1.6 Pengolahan Pasca Panen Singkong
Dalam bidang pertanian istilah pasca panen diartikan sebagai tindakan atau
perlakuan yang diberikan pada hasil pertanian setelah panen sampai komoditas
berada di tangan konsumen.Istilah tersebut secara keilmuan lebih tepat disebut
pasca produksi (postproduction) yang dapat dibagi dalam dua bagian atau
tahapan, yaitu pasca panen (postharvest) dan pengolahan
(processing).Penanganan pasca panen (postharvest) sering disebut juga sebagai
pengolahan primer (primary processing) merupakan istilah yang digunakan untuk
semua perlakuan dari mulai panen sampai komoditas dapat dikonsumsi “segar”
atau untuk persiapan pengolahan berikutnya.Umumnya perlakuan tersebut tidak
mengubah bentuk penampilan atau penampakan, kedalamnya termasuk berbagai
aspek dari pemasaran dan distribusi. Pengolahan (secondary processing)
merupakan tindakan yang mengubah hasil tanaman ke kondisi lain atau bentuk
16
lain dengan tujuan dapat tahan lebih lama (pengawetan), mencegah perubahan
yang tidak dikehendaki atau untuk penggunaan lain, di dalamnya termasuk
pengolahan pangan dan pengolahan industri.
2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian mengenai upaya pengembangan atau diversifikasi guna menaikkan
kualitas maupun kuantitas komoditas singkong sudah dilakukan oleh beberapa
peneliti. Penelitian ini merujuk kepada beberapa penelitian terdahulu agar didapat
kombinasi yang lebih konkrit dalam upaya peningkatan daya saing komoditas
singkong. Terdapat 5 penelitian terdahulu tentang komoditas singkong yang
digunakan sebagai rujukan dalam penelitian ini.
Yuna Panji Surya dalam thesisnya pada tahun 2016 melakukan penelitian
tentang Strategi Pengembangan Agroindustri Berbasis Ubi Kayu di Kabupaten
Wonogiri dengan metode analisis internal-eksternal yang menghasilkan tiga
tahapan pengembangan yaitu penetrasi pasar, pengembangan pasar dan
pengembangan produk. Dalam penelitian ini terdapat persamaan yaitu pada
pengembangan produk tetapi perbedaanya penelitian ini mempertimbangkan juga
pada nilai ekonomi.
Dalam seminar pengabdian masyarakat tahun 2011, Sri Sunarsi
memaparkan hasil penelitiannya yang diberi judul Memanfaatkan Singkong
Menjadi Tepung Mocaf untuk Pemberdayaan Masyarakat Sumberejo dengan
metode pelatihan langsung kepada penduduk setempat. Hasil yang diperoleh
adalah produk olahan berbahan dasar tepung terigu, beras, jagung dan lainnya
dapat diganti dengan tepung mocaf baik sebagian atau seluruhnya sehingga dalam
17
penelitian tersebut daya saing komoditas singkong meningkat karena dapat
menggantikan posisi komoditas lainnya. Perbedaan dengan penelitian ini adalah
peneliti melakukan upaya peningkatan daya saing komoditas singkong secara
umum sedangkan penelitian tersebut secara khusus pada olahan Mocaf.
Penelitian dengan judul Analisa Pengembangan Potensi Desa Kandri
Sebagai Pusat Kuliner Singkong di Semarang yang dilakukan oleh Eva Banowati
pada tahun 2012 menggunakan metode kualitatif rasionalistik. Hasil dari
penelitian tersebut adalah pengembangan Desa Kandri sebagai pusat kuliner tape
serta upaya pemasarannya. Perbedaan dengan penelitian ini adalah peneliti tidak
melakukan analisis untuk upaya pemasaran.
Pada tahun 2008, Karyanto Tabri juga melakukan penelitian terkait
komoditas singkong yang ada di Wonogiri dengan judul Analisis Potensi Ubi
Kayu dalam Rangka Ketahanan Pangan di Kabupaten Wonogiri. Dalam
penelitiannya, Karyanto juga menghitung keunggulan komparatif singkong tetapi
hasil akhirnya lebih menekankan pada bagaimana singkong dapat turun berperan
dalam peningkatan ketahanan pangan di Kabupaten Wonogiri.
Penelitian yang terakhir dilakukan oleh Indah Sari pada tahun 2013 dalam
skripsinya yang berjudul Pengembangan Komoditas Ketela Pohon Sebagai Upaya
Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal di
Kabupaten Wonogiri. Secara sepintas penelitian ini hampir sama dengan
penelitian tersebut. Formula yang digunakan oleh peneliti sebelumnya jauh lebih
banyak karena turut menyertakan skalogram tetapi tidak mempertimbangkan
aspek keruangan yaitu belum menggambarkan bagaimana sebaran komoditas
18
singkong di Kabupaten Wonogiri. Selain itu, data yang digunakan dalam
penelitian ini juga berbeda. Berikut penelitian-penelitian yang relevan disajikan
dalam tabel 2.1
Tabel 2.1 Penelitian yang relevan
No Peneliti/Tahun Judul
Penelitian Metode
Penelitian Hasil Penelitian
1.
Sari, Indah. 2013.
Skripsi. Universitas
Negeri Semarang.
Pengembangan
Komoditas
Ketela Pohon
Sebagai Upaya
Percepatan
Penganekaraga
man Konsumsi
Pangan
Berbasis
Sumber Daya
Lokal di
Kabupaten
Wonogiri
Location
Quotient,
Shift Share,
Tipologi
Klassen,
Shift Share,
Overlay
Rencana
Wilayah
Pengembangan
Komoditas
Singkong
2.
Surya, Yuna Panji.
2016
Thesis. Universitas
Sebelas Maret
Surakarta
Strategi
Pengembangan
Agroindustri
Berbasis Ubi
Kayu di
Kabupaten
Wonogiri.
Analisis
Internal-
Eksternal
Strukturisasi
sistem yang
mendukung
pengembangan
agroindustri
berbasis ubi
kayu, rumusan
strategi
berdasarkan
elemen
pengembangan
program.
3.
Sunarsi, sri. Et al.
2011
Seminar hasil
penelitian dan
pengabdian kepada
Memanfaatkan
Singkong
Menjadi
Tepung Mocaf
untuk
Metode
sosialisasi
dan
pelatihan
terhadap
Produk pangan
bahan baku
terigu atau beras
dapat diproduksi
dengan tepung
19
masyarakat
Universitas Veteran
Bangun Nusantara
Sukoharjo.
Pemberdayaan
Masyarakat
Sumberejo
penduduk
desa
sumberejo
mocaf dengan
sistem substitusi
5 – 75% dan ada
produk pangan
olahan berbahan
terigu seluruhnya
dapat diganti
dengan mocaf
4.
Karyanto, Tabri. Et
al. 2008
Jurnal Buana Sains
Vol.8, No.1
Universitas
Tribhuwana
Tunggadewi
Analisis
Potensi Ubi
Kayu dalam
Rangka
Ketahanan
Pangan di
Kabupaten
Wonogiri
Deskriptif
kuantitatif
dengan
teknik
analisis
metode
Location
Quotient,
Net Prevent
Value dan
SWOT.
Efisiensi usaha
pertanian pada
kecamatan
penghasil
singkong, titik
impas usaha tani
ubi kayu, aspek
budidaya ubi
kayu.
5.
Banowati, Eva, et
al. 2012. Jurnal
Teknik Sipil dan
Perencanaan
Nomor 1, Volume
14 Universitas
Negeri Semarang.
Analisa
Pengembangan
Potensi Desa
Kandri Sebagai
Pusat Kuliner
Singkong di
Semarang
Kualitatif
Rasionalisti
k
Pengembangan
Kandri sebagai
pusat kuliner
tape dan
olahannya,
Sistem
pemasaran
produk tape dan
olahannya.
Beberapa penelitian diatas lebih banyak menekankan kepada komoditas
singkongnya saja dan penelitian ini menekan singkong tidak sekedar untuk
meningkatkan daya saingnya tetapi juga untuk meningkatkan daya saing
wilayahnya. Penelitian ini sifatnya sebagai pembaruan data pada penelitian Sari
pada tahun 2013 sekaligus pelengkap karena dalam penelitian ini keunggulan
kompetitif tidak sebatas pada analisis komoditasnya tetapi bagaimana ketika
20
komoditas singkong diolah menjadi produk dengan bentuk berbeda. Analisis
ekonomi dalam keunggulan kompetitif itulah yang semakin menjelaskan mau
diarahkan kemana komoditas singkong yang menjadi sektor basis pertanian
tanaman pangan di Kabupaten Wonogiri.
2.3 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir dalam penelitian ini menggambarkan variabel-variabel
yang akan diteliti. Variabel keunggulan komparatif dan kompetitif dihitung untuk
mengetahui daya saing komoditas singkong sebagai komoditas unggulan di
Wonogiri. Keunggulan komparatif dihitung dari data produksi komoditas
singkong dan tanaman pangan. Keunggulan kompetitif dihitung berdasarkan pada
nilai ekonomi produk olahan komoditas singkong. Komoditas yang unggul secara
komparatif belum tentu unggul apabila dibandingkan dengan tingkat keunggulan
secara kompetitif sehingga perlu adanya analisis gabungan untuk menentukan
arahan pengembangan. Analisis kedua variabel tersebut selanjutnya dianalisis lagi
menggunakan pendekatan geografi untuk selanjutnya dapat dirumuskan sebagai
arahan pengembangan komoditas singkong di Kabupaten Wonogiri. Kerangka
berpikir disajikan dalam gambar 2.1.
Untuk merumuskan arahan pengembangan komoditas singkong tidak hanya
data sekunder berupa data produksi saja yang dilakukan tetapi juga dibutuhkan
analisis lapangan bagaimana peran penduduk khususnya petani singkong dari
masa tanam hingga pasca panen. Jenis dan nilai ekonomi industri pengolahan
komoditas singkong menjadi salah satu indikator untuk menentukan arahan
pengembangan. Acuan arahan pengembangan berdasarkan pada hasil keunggulan
21
komparatif dan kompetitif yang dianalisis dengan Tipologi Klassen. Dalam
kerangka berpikir dibawah ini arahan pengembangan berperan sebagai pemecahan
terhadap masalah rendahnya nilai jual komoditas singkong.
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
62
62
BAB V
PENUTUP
5.3 Simpulan
Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
bahwa:
a. Keunggulan Komparatif
Lebih dari separuh wilayah di Wonogiri memiliki nilai LQ lebih dari satu maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga kategori keunggulan komparatif
komoditas singkong di Kabupaten Wonogiri yaitu: (a) Sektor basis,
Terspesialisasi dan Ekspor adalah wilayah dengan nilai LQ lebih dari satu, (b)
Sektor non basis, Tidak Terspesialisasi dan Non Ekspor adalah wilayah dengan
nilai LQ kurang dari satu, dan (c) Sektor Seimbang dan Terspesialisasi dengan
Wilayah Acuan dan Non Ekspor dengan nilai LQ sama dengan satu.
b. Keunggulan Kompetitif
berdasarkan analisis shift share dikelompokkan dalam kategori pertumbuhan
lambat yang berarti pertumbuhannya dibawah dari wilayah diatasnya dan kategori
pertumbuhan cepat yang berarti pertumbuhannya minimal dapat mengimbangi
wilayah diatasnya. Keunggulan kompetitif berdasarkan analisa biaya
dikelompokkan dalam (a) arahan alternatif I, (b) arahan alternatif II, (c) arahan
alternatif III, dan (d) arahan altenatif IV yang didasarkan pada perhitungan
periode waktu kembalinya modal sehingga semakin sedikit modal dengan periode
waktu kembali yang cepat maka akan menjadi arahan utama atau alternatif I
dalam pengembangan komoditas singkong.
63
c. Distribusi Spasial Komoditas Singkong
Pola sebaran produksi komoditas singkong adalah mengelompok sesuai dengan
tingkat pertumbuhannya yaitu rendah mengelompok di bagian barat dan timur,
sedang mengelompok di seluruh wilayah Wonogiri dan tinggi mengelompok di
wilayah selatan.
d. Arahan Pengembangan Komoditas Singkong
Arahan pengembangan komoditas singkong dibagi menjadi tiga macam arahan
yaitu: (a) sentra produsen yang hanya memproduksi singkong tanpa mengolahnya
kedalam bentuk lain, (b) sentra pengolah yang memproduksi komoditas singkong
menjadi produk lain , dan (c) sentra produsen dan pengolah yang dapat melakukan
kedua proses diatas. Berdasarkan pada lokasi wilayah lokasi pemasaran diarahkan
di dua wilayah yaitu wilayah utara di Kecamatan Ngadirojo karena berbatasan
langsung dengan Kabupaten Karanganyar serta menjadi pusat perdagangan
Kabupaten Magetan Provinsi Jawa Timur, Karanganyar, Sukoharjo dan wilayah
Wonogiri bagian utara dan wilayah selatan adalah Kecamatan Pracimantoro yang
merupakan pusat perdagangan tiga Provinsi yaitu Kabupaten Pacitan Jawa Timur,
Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah dan Kabupaten Gunungkidul Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Kedua pusat perdagangan tersebut diarahkan karena dengan
kedekatannya dengan wilayah lain akan dapat mempermudah dalam memperluas
jaringan pemasaran.
64
64
5.4 Saran
Berdasarkan hasil simpulan diatas, maka perlu adanya penelitian lanjutan
untuk menentukan lokasi pemasaran komoditas singkong yang lebih akurat
dengan indikator-indikator yang terperinci. Penelitian lanjutan dengan tema yang
serupa disarankan untuk lebih mendetail pada akses keterjangkauan dan
aksesbilitas sehingga dapat dikombinasikan dengan penelitian ini agar arahan
pengembangan tidak hanya terbatas pada faktor daya saing komoditas saja.
Industri tapioka sebagai salah satu industri pengolahan komoditas singkong
terbesar baiknya dapat menggunakan bahan baku hasil produksi masyarakat
Wonogiri agar tidak hanya pendapatan pabrik saja yang meningkat tetapi
masyarakat juga dapat meningkatkan perekonomiannya.
65
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2016. Kabupaten Wonogiri Dalam Angka. Wonogiri: BPS
Badan Pusat Statistik. 2013. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Wonogiri. Wonogiri:
BPS.
Banowati, Eva dan Sucihatiningsih. 2017. ‘Developing The Under Stand
Cropping System (PLDT) for Sustainable Livelihood’. Management of Environtmental Quality: An International Journal. Vol.28 Issue. 5.
Banowati, Eva. 2012. ‘Analisis Pengembangan Potensi Desa Kandri Sebagai
Pusat Kuliner Singkong di Semarang’. Jurnal Teknik Sipil dan Perencanaan. Vol.4 No.1.
Karyanto, Tabri. 2008. ‘Analisis Potensi Ubi dalam Rangka Ketahanan Pangan di
Kabupaten Wonogiri’. Jurnal Buana Sains. Vol.8 No.5.
Muta’ali, Lutfi.2015. Teknik Analisis Regional:Untuk Perencanaan Wilayah, Tata Ruang dan Lingkungan. Yogyakarta: BPFG Universitas Gajah Mada.
Pemerintah Kabupaten Wonogiri. 2015. Rencana Pembangunan Jangka
Menengah 2011-2015. Wonogiri: PemKab Wonogiri.
Rokhmah, Riva Hidayatur. 2013. Distribusi Spasial dan Kontribusi Obyek Wisata
Pada Pendapatan Rumah Tangga di Kecamatan Ungaran Barat
Kabupaten Semarang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Surya, Yuna Panji. 2016. Strategi Pengembangan Agroindustri Berbasis Ubi Kayu
di Kabupaten Wonogiri. Thesis. Universitas Sebelas Maret.
Tarigan, Robinson.2005. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Jakarta. Bumi
Aksara.
Tika, Pabundu. 2005. Metode Penelitian Geografi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Rontini, Arthur. 2015. Potensi Wilayah Berdasarkan Basis Ekonomi Sektor
Pertanian di Kabupaten Jaya Wijaya Papua. Tugas Kuliah. Universitas
Brawijaya.
Sari, Indah. 2013. Pengembangan Komoditas Ketela Pohon Sebagai Upaya
Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber
Daya Lokal di Kabupaten Wonogiri. Skripsi. Universitas Negeri
Semarang.
Widaningsih, Roch. 2015. Outlook Komoditas Pertanian subsektor Tanaman Pangan Ubi Kayu. Kementerian Pertanian: Pusat Data dan Sistem
Informasi Pertanian.
Widayanto, Yudi, dkk. 2003. Daya Saing Wilayah Dalam Perspektif Teknologi. Pusat Pengkajian Teknologi Pengembangan Wilayah
66
Widodo, Tri. 2006. Perencanaan Pembangunan:Aplikasi Komputer.Yogyakarta:
UPP STIM YKPN YOGYAKARTA.
Sumber Lain:
Porter, 1990 dalam
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/50293/Chapter%20II.pdf;jsessionid=D416B66463828B0EA922A11F7F4CA4A0?sequence=3 (20 Maret 2017)
http://www.budidayapetani.com/2016/06/makalah-budidaya-tanaman-singkong.html (4 Agustus 2017)
Perhitungan BEP dalam http://caraharian.com/rumus-menghitung-bep.html (4Agustus 2017)
Perhitungan Pay Back Period dalam
http://saranghaeqoutes.blogspot.co.id/2016/06/pay-back-period-penjelasan-dan-contoh.html (5 Agustus 2017)
https://3id01.wordpress.com/2010/11/19/perencanaan-pembuatan-pabrik-tepung-kanji/(4 Agustus 2017