1
PERBEDAAN EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
PROBLEM BASED LEARNING DAN DISCOVERY LEARNING DITINJAU
DARI HASIL BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN IPA PADA
SISWA KELAS IV SD N 01 SEMAYA DAN SD N 02 SEMAYA
KABUPATEN PEMALANG TAHUN PELAJARAN 2015/2016
ARTIKEL SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
pada Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
oleh
Didik Darwanto
292012017
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
2
3
4
5
6
PERBEDAAN EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
PROBLEM BASED LEARNING DAN DISCOVERY LEARNING DITINJAU
DARI HASIL BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN IPA PADA
SISWA KELAS IV SD N 01 SEMAYA DAN SD N 02 SEMAYA
KABUPATEN PEMALANG TAHUN PELAJARAN 2015/2016
Didik Darwanto
Slameto
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan
Universitas Kristen Satya Wacana
ABSTRAK
Penelitian ini di latar belakangi oleh rendahnya hasil belajar siswa pada mata
pelajaran IPA pada siswa kelas IV SD N 01 Semaya dan SD N 02 Semaya Kabupaten
Pemalang. Penelitian ini bertujuan untuk membedakan efektivitas model pembelajaran
kooperatif tipe Problem Based Learning (PBL) dan Discovery Learning dari hasil belajar IPA
siswa kelas IV SD N 01 Semaya dan SD N 02 Semaya Kabupaten Pemalang tahun pelajaran
2015/2016. Desain eksperimen ini adalah Quasi Experiment Design dengan strategi bentuk
desain Nonequivalent Control Group Design. Sampel penelitian sebanyak 29 siswa.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen model tes dengan soal
berbentuk obyektif tertulis berupa pilihan ganda. Berdasarkan hasil deskripsi data, dapat
diketahui bahwa rata-rata posttest pada kelas eksperimen 1 sebesar 87,50 dengan standar
deviasi 7,71146 dan kelas eksperimen 2 sebesar 81,69 dengan standar deviasi 4,88850. Data
yang diperoleh dianalisis menggunakan teknik statistik parametris yakni uji-t dengan
menggunakan program SPSS for windows. Hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan hasil belajar siswa yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan menggunakan
model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan siswa yang dibelajarkan dengan
menggunakan metode Discovery Learning. Berdasarkan analisis uji t dengan Independent
Samples Test diketahui pada t-test for Equality of Means nilai signifikansi 0,026 < α = 0,05.
Artinya Terdapat perbedaan efektivitas pada hasil belajar IPA pada siswa kelas IV SD N 01
Semaya dan SD N 02 Semaya Kabupaten Pemalang. Diantara kelas eksperimen 1 dan
eksperimen 2, dengan kata lain kelas eksperimen 1 lebih baik daripada kelas eksperimen 2.
Kata kunci: Problem Based Learning, Discovery Learning, hasil belajar, Ilmu Pengetahuan
Alam
7
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Kurikulum tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan, kurikulum sebagai rancangan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang di inginkan. Tujuan yang diinginkan
yaitu berupa keberhasilan dalam suatu proses pembelajaran. Dalam mencapai tujuan yang
diinginkan guru memerlukan model/metode pembelajaran dalam melakukan kegiatan proses
belajar mengajar. T. Raka Joni (Abimanyu Soli, 2010) mengartikan metode sebagai “cara
kerja yang bersifat relatif umum yang sesuai untuk mencapai tujuan tertentu”. Dengan
demikian metode dapat diartikan sebagai cara melaksanakan suatu kegiatan untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.
Hakikat dari pembelajaran IPA adalah scientific inquiry, yaitu pemberian pengalaman
belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan ketrampilan proses dan sikap
ilmiah. IPA bukan hanya merupakan penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-
fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan
(Sri Sulistyorini, 2007). Dengan demikian dalam proses pembelajaran IPA di SD siswa
dengan dibimbing oleh guru dapat menemukan pengetahuannya sendiri. Menurut
Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, pendidikan IPA diharapkan dapat
menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta
prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan hal tersebut maka dalam pembelajaran IPA diharapkan peran serta siswa secara
aktif, yang akhirnya dapat mendorong siswa untuk menemukan pengetahuannya sendiri dan
menerapkan apa yang didapatnya di sekolah dalam kehidupannya sehari-hari.
Pelajaran IPA identik dengan melakukan suatu percobaan atau praktik pada setiap
berlangsungnya proses pembelajaran. Padahal tidak semua materi di mata pelajaran IPA
dapat melakukan percobaan atau praktik tersebut. Dalam menyampaikan pelajaran
dibutuhkan model/metode yang tepat agar tersampainya materi pelajaran kepada siswa dan
mendapatkan hasil belajar yang baik. Namun terkadang guru masih saja ada yang hanya
menggunakan model/metode konvensional, seperti ceramah saja. Hal tersebut dapat
mempengaruhi suasana pembelajaran didalam kelas karena siswa hanya mendengar
penjelasan dari guru saja, misalnya siswa menjadi bosan lalu tidak memperhatikan, siswa asik
bermain sendiri. Kurang tepatnya pemilihan model/metode pembelajaran yang menarik minat
siswa membuat hasil belajar tidak maksimal, dan proses pembelajaran didalam kelas kurang
efektif.
8
Kondisi tersebut juga ditemukan di SD N 01 Semaya dan SD N 02 Semaya Kabupaten
Pemalang, pada proses pembelajaran IPA materi perubahan kenampakan bumi dan benda
langit guru juga masih mengandalkan metode ceramah. Hal tersebut menjadikan siswa bosan,
dan kurang antusias selama mengikuti proses pembelajaran berlangsung. Akibatnya hasil
belajar siswa pada materi tersebut menunjukkan tingkat penguasaan materi kurang, hal
tersebut dibuktikan bahwa nilai rata-rata siswa 65,2 dengan nilai terendah 55 dan tertinggi 80.
Adapun dari 16 orang siswa 11 orang anak (79,16%) memperoleh nilai dibawah KKM yang
telah ditetapkan (75), sementara hanya 5 orang siswa (20,83%) saja yang dapat dikategorikan
masuk dalam kriteria tuntas belajar (Dokumentasi Guru IPA, 2016).
Oleh karena itu diperlukan model pembelajaran yang variatif. Model pembelajaran
yang kali ini akan digunakan dalam pembelajaran IPA, yaitu model pembelajaran kooperatif
tipe Problem Based Learning (PBL) dan Discovery Learning. Kedua model pembelajaran
tersebut membuat siswa menjadi berpikir lebih kritis dalam proses belajar. Berdasarkan latar
belakang tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul Perbedaan Efektivitas
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Learning Dan Discovery Learning
Ditinjau Dari Hasil Prestasi Belajar Dalam Pembelajaran IPA Pada Siswa Kelas IV SD N 01
Semaya dan SD N 02 Semaya Kabupaten Pemalang Tahun Pelajaran 2015/2016.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah yaitu: “Apakah
terdapat perbedaan efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning
(PBL) dan Discovery Learning dari hasil belajar IPA siswa kelas IV SD N 01 Semaya dan SD
N 02 Semaya Kabupaten Pemalang tahun pelajaran 2015/2016?”.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membedakan efektivitas model pembelajaran
kooperatif tipe Problem Based Learning (PBL) dan Discovery Learning dari hasil belajar IPA
siswa kelas IV SD N 01 Semaya dan SD N 02 Semaya Kabupaten Pemalang tahun pelajaran
2015/2016.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat khususnya di dalam dunia
pendidikan. Berikut adalah manfaat yang peneliti harapkan, meliputi:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang baik bagi pendidik,
khususnya mengenai perbedaan efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based
Learning (PBL) dan Discovery Learning dari hasil belajar IPA.
9
2. Manfaat Praktis
1. Bagi guru
a. Membantu guru untuk menemukan strategi pembelajaran yang tepat untuk diterapkan
pada kelas IV dalam tahap meningkatkan keaktifan siswa.
b. Membantu guru untuk meningkatkan hasil pembelajaran sehingga nilai siswa dapat
melebihi KKM.
2. Bagi siswa
a. Melatih siswa untuk berani mengungkapkan pendepat mereka dengan baik yang
berhubungan dengan materi yang sedang disampaikan oleh guru.
b. Melatih siswa dalam fokus terhadap materi dan mampu mengaitkan pengetahuan yang
mereka dapat dikelas dan pengetahuan yang mereka punya.
c. Melatih siswa supaya lebih mandiri dalam mengungkapakn pendapat.
3. Bagi sekolah
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning (PBL) dan
Discovery Learning dapat sebagai masukan menambah inovasi dalam proses
pembelajaran.
KAJIAN PUSTAKA
Efektivitas
Trianto (2010) mengatakan bahwa keefektifan pembelajaran merupakan hasil guna
yang diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar. Menurut Tim Pembina Mata
Kuliah Didaktik Metodik Kurikulum IKIP Surabaya dalam Trianto (2010), keefektifan
mengajar dalam proses interaksi belajar yang baik adalah segala daya upaya guru untuk
membantu para siswa agar biasa belajar dengan baik. Keefektifan lebih mengarah pada
besarnya prosentase penguasaan yang dicapai siswa setelah melalui proses pembelajaran
dalam limit waktu tertentu. Dalam hal ini, efektivitas bertujuan pada hasil belajar siswa
dengan strategi yang berkolaborasi dengan model pembelajaran yang lain.
Dari uraian diatas dapat dijelaskan kembali bahwa efektivitas merupakan keterkaitan
antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukan derajat kesesuaian antara tujuan
yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai. Efektivitas yang dimaksudkan dalam penelitian
ini adalah hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri 01 Semaya dan SD Negeri 02 Semaya
tahun pelajaran 2015/2016 dengan menggunakan skor posttes setelah diterapkannya model
pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning (PBL) dan Discovery Learning.
10
Hasil Belajar
Menurut Suprijono (2012), hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh
individu setelah proses belajar berlangsung, yang dapat memberikan perubahan tingkah laku
baik pengetahuan, pemahaman, sikap dan keterampilan siswa sehingga menjadi lebih baik
dari sebelumnya. Berdasarkan definisi hasil belajar tersebut, maka dapat dikemukakan,
bahwa hasil belajar merupakan hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap
kebarhasilan rencana dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Dengan kata lain, hasil
belajar adalah hasil yang diraih seseorang setelah melaksanakan kegitan belajar atau tingkat
penguasaan yang dicapai oleh siswa yang diwujudkan melalui perubahan pada diri siswa
yang dapat diukur dengan alat ukur tertentu, seperti halnya nilai tes.
Ilmu Pengetahuan Alam
IPA merupakan bagian dari ilmu pengetahuan atau sains yang semula berasal dari
bahasa Inggris „Science‟. Kata „Science’ sendiri berasal dari Social Sciences (Ilmu
Pengetahuan Sosial) dan Natural Science (Ilmu Pengetahuan Alam). Namun dalam
perkembangannya Science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) saja. Trianto (2010) mengatakan, bahwa IPA mempelajari alam semesta, benda-
benda yang ada dipermukaan bumi, di dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat
diamati indera maupun yang tidak dapat diamati dengan indera. Oleh karena itu, perlu
pemahaman tentang definisi IPA terlebih dahulu. IPA atau ilmu kealaman adalah tentang
dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati yang diamati.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa IPA adalah suatu kumpulan
teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Lahir dan
berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi, penerapannya serta menuntut sikap
ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu,
terbuka, jujur, dan sebagainya.
Model Pembelajaran Tipe Problem Based Learning (PBL)
Pembelajaran berbasis masalah atau problem based learning (PBL) menurut Sanjaya
(2014), dapat diartikan sebagai rancangan aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada
proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Adapun pembelajaran berbasis
masalah menurut Oon Seng Tan (2003), merupakan penggunaan berbagai kecerdasan yang
diperlukan untuk melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk
menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada. Berdasarkan definisi
tersebut, secara singkat model pembelajaran problem based learning dapat didefinisikan
sebagai proses pembelajaran yang titik awal pembelajaran dimulai berdasarkan masalah
11
dalam kehidupan nyata, siswa dirangsang untuk memepelajari masalah berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman telah mereka miliki sebelumnya untuk membentuk
pengetahuan dan pengalaman baru
Tabel 1 Tahapan-tahapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Tahap Aktivitas Guru
Tahap 1
Mengorientasikan peserta
didik terhadap masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan sarana atau logistik
yang dibutuhkan. Guru memotivasi peserta didik untuk terlibat
dalam aktivitas pemecahan masalah nyata yang dipilih atau
ditentukan. Tahap 2
Mengorientasikan peserta
didik untuk belajar
Guru membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisai
tugas belajar yang berhubungan dengan masalah yang sudah
diorientasikan pada tahapan sebelumnya. Tahap 3
Membimbing observasi
secara individual maupun
kelompok
Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi
yang sesuai dan melaksanakan observasi untuk mendapatkan data
yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah.
Tahap 4
Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
Guru membantu peserta didik untuk berbagi tugas untuk
memecahkan atau menyiapkan karya ilmiah yang memuat hasil
pemecahan masalah dalam bentuk laporan, video, atau model.
Tahap 5
Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Guru membantu peserta didik melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap proses pemecahan masalah yang dilakukan.
Keunggulan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Sanjaya (2007) mengemukakan keunggulan model pembelajaran problem based
learning (PBL), yaitu:
a. Menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan
pengetahuan baru bagi siswa.
b. Meningkatkan motivasi dan aktivitas pembelajaran siswa.
c. Membantu siswa dalam mentransfer pengetahuan siswa untuk memahami masalah dunia
nyata.
d. Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab
dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu, PBM dapat mendorong siswa
untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.
e. Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan
kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
f. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka
miliki dalam dunia nyata.
g. Mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada
pendidikan formal telah berakhir.
12
h. Memudahkan siswa dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari guna memecahkan
masalah dunia nyata.
Kelemahan model pembelajaran ini menurut Sanjaya (2014) adalah:
a. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah
yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba;
b. Keberhasilan problem based learning (PBL) membutuhkan cukup waktu untuk
mempersiapkan; dan
c. Tanpa pemahaman mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari,
maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Discovery Learning
Definisi model pembelajaran discovery learning menurut Komalasari (2010) adalah
suatu pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia
jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Suryobroto (2002), metode discovery diartikan
sebagai metode dimana dalam proses belajar siswa diperkenankan menemukan sendiri
informasinya. Pendekatan mengajar dengan menemukan sendiri, maka hasil yang diperoleh
akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak mudah dilupakan anak, maka keaktifan siswa
sangat penting.
Tahapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Discovery Learning
Kementerian pendidikan dan kebudayaan (2013) mengemukakan, terdapat enam
prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar untuk mengaplikasikan discovery
learning, yaitu:
a. Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan
kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul
keinginan untuk menyelidiki sendiri. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan
kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam
mengeksplorasi bahan.
13
b. Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah)
Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan
dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk
hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah 2004), sedangkan menurut
permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau
hipotesis, yakni pernyataan (statement) sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang
diajukan. Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis
permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa
agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.
c. Data Collection (Pengumpulan Data)
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis (Syah, 2004). Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau
membuktikan benar tidaknya hipotesis. Dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk
mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati
objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang
berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja
siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
d. Data Processing (Pengolahan Data)
Menurut Syah (2004) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi
yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu
ditafsirkan. Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya
diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu
serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002). Data processing disebut
juga dengan pengkodean coding/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep
dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru
tentang alternatif jawaban/penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
e. Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan
hasil data processing (Syah, 2004).
14
f. Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang
dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama,
dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004: 244).
Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe discovery learning menurut Roestiyah
(2012), yaitu:
a. Membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta penguasaan
keterampilan dalam proses kognitif atau pengenalan siswa.
b. Membantu siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi atau individual
sehingga dapat kokoh atau mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.
c. Membangkitkan kegairahan belajar siswa.
d. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan
kemampuannya masing-masing.
e. Mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar
lebih giat.
f. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah
g. kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.
h. Membuat pembelajaran berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman
belajar saja, membantu bila diperlukan.
Roestiyah (2012) juga menjelaskan bahwa terdapat pula kelemahan yang perlu
diperhatikan dari discovery learning, yakni;
a. Siswa harus ada kesiapan mental untuk cara belajar ini.
b. Bila kelas terlalu besar penggunaan teknik ini akan kurang berhasil.
c. Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran tradisional
mungkin akan sangat kecewa bila diganti dengan teknik penemuan.
d. Kurang memberikan kesempatan bagi siswa untuk berfikir kreatif.
Penelitian Yang Relevan
Penelitian Puspita Indah Rahayu (2015) dengan judul “Perbandingan Hasil Belajar
Siswa Antara Pembelajaran Menggunakan PBL dan Discovery Learning”, menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan hasil belajar siswa antara kelas eksperimen yang menerapkan PBL
dan kelas kontrol yang menerapkan discovery learning. Kemudian penelitian Siti Fatimah
(2015) dengan judul “Eksperimentasi Model Pembelajaran Discovery Learning (DL) dan
Problem Based Learning (PBL) Berbasis Assessment for Learning (AfL) Terhadap Prestasi
Belajar Matematika Ditinjau dari Tingkat Motivasi Siswa“, menunjukkan, bahwa terdapat
15
perbedaan pengaruh model pembelajaran Discovery Learning dan Problem Based Learning
terhadap prestasi belajar matematika.
Penelitian Lenti Agustin (2015) dengan judul “Perbedaan Hasil Belajar Matematika
Antara Pendekatan Saintifik Model Discovery Learning dan Problem Based Learning Pada
Siswa Kelas XI IIS SMAN 1 Boyolangu”, menunjukkan, bahwa: 1) Tidak ada pebedaan hasil
belajar matematika pada aspek keterampilan, 2) Ada perbedaan hasil belajar matematika pada
aspek pengetahuan, 3) Tidak ada pebedaan hasil belajar matematika pada aspek sikap antara
pendekatan saintifik model Discovery Learning dan Problem Based Learning pada siswa
kelas XI IIS SMAN 1 Boyolangu.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis tindakan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: “Terdapat perbedaan
efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning (PBL) dan
Discovery Learning terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SD N 01 Semaya dan SD N 02
Semaya Kabupaten Pemalang tahun pelajaran 2015/2016”.
METODE PENELITIAN
Jenis dari penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi eksperimental research).
Penelitian semu ini menggunakan desain Nonequivalent Control Group Design. Bagannya
adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Nonequivalent Control Group Design
Terdapat empat kelompok data dalam desain penelitian ini yaitu data pretest kelas
eksperimen 1 (O1) dan kelas eksperimen 2 (O3), data posttest kelas eksperimen 1(O2) dan
kelas eksperimen 2 (O4).
Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Problem
Based Learning (PBL) dan model pembelajaran kooperatif tipe Discovery Learning.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil prestasi belajar Ilmu Pengetahuan Alam
pada siswa kelas IV SD N 01 Semaya dan SD N 02 Semaya Kabupaten Pemalang. Yang di
maksud prestasi belajar di sini hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap keberhasilan
rencana dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
O1 X O2
O3 O4
16
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai
kualias dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti. populasi penelitian ini adalah
seluruh siswa kelas IV SD N 01 Semaya dan SD N 02 Semaya Kabupaten Pemalang yang
terdiri dari dua kelas.
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Dalam penelitian ini untuk menentukan sampel pelitian, baik kelas eksperimen 1
dan kelas eksperimen 2 tidak dipilih secara random tetapi mengunakan kelas yang sudah
tersedia yaitu kelas IV SD N 01 Semaya dan SD N 02 Semaya Kabupaten Pemalang.
Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini alat pengumpul data yang digunakan adalah butir-butir soal tes
hasil prestasi belajar IPA dan instrumen tes dengan soal berbentuk obyektif tertulis berupa
pilihan ganda.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data terdiri atas Uji Prasyarat dan Uji Hipotesis. Uji Prasyarat terdiri
atas uji normalitas untuk menentukan apakah data yang diperoleh berdistribusi normal atau
tidak dan uji homogenitas untuk mengetahui tingkat kesetaraan subjek yang akan diteliti.
Setelah dilakukan uji prasyarat kemudian dilakukan uji t-test, yaitu untuk mengetahui
terdapat atau tidak terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar kelas eksperimen 1
dengan menggunaan model pembelajaraan kooperatif tipe problem based learning dan kelas
eksperimen 2 dengan menggunakan model pembelajaraan kooperatif tipe discovery learning.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian yang dilakukan di SD N 01 Semaya dan SD N 02 Semaya Kabupaten
Pemalang Kelas IV pada pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, terdiri dari kelas eksperimen 1
dan kelas eksperimen 2. Kedua kelas kelompok telah diuji kesamaan varian dan
menunjukkan bahwa kedua kelompok tersebut homogen. Artinya data berdistribusi normal
dan memiliki varian yang tidak berbeda secara signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa
sebelum diberi perlakuan keduanya memiliki kemampuan awal yang sama.
Tabel 2 Pelaksanaan Penelitian
Tanggal
Kelas Pretest
Kegiatan
Pembelajaran Postest
Eksperimen 1 25/04/2016 27/04/2016 09/05/2016
Eksperimen 2 25/04/2016 28/04/2016 10/05/2016
17
Deskriptif Data Variabel Penelitian
Distribusi frekuensi skor pretes kelas eksperimen 2 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Skor Pretest Kelas Eksperimen 2
Skor Frekuensi Persentase
64,00 2 15,4
72,00 1 7,7
76,00 3 23,1
80,00 4 30,8
84,00 3 23,1
Total 13 100
Data pada tabel 3 diperoleh melalui statistik deskriptif dengan bantuan program SPSS 21 for
windows versión, hasil pretest menunjukkan bahwa skor tertinggi 84, skor terendah 64, dan
skor rata-rata 76,92.
Distribusi frekuensi skor pretest kelompok eksperimen 1 dapat dilihat pada tabel 4 sebagai
berikut.
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Skor Pretest Kelas Eksperimen 1
Skor Frekuensi Persentase
68,00 1 6,3
72,00 2 12,5
76,00 3 18,8
80,00 4 25,0
84,00 3 18,8
88,00 3 18,8
Total 16 100
Data pada tabel 4 diperoleh melalui statistik deskriptif dengan bantuan program SPSS. Hasil
pretes menunjukkan bahwa skor tertinggi 88, skor terendah 68, dan skor rata-rata 79,75.
Distribusi frekuensi skor postest kelas eksperimen 2 dapat dilihat pada tabel 5 sebagai
berikut.
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Skor Postest Kelas Eksperimen 2
Data pada tabel 5 diperoleh melalui statistik deskriptif dengan bantuan program SPSS. Hasil
postest menunjukan bahwa skor tertinggi 86 sebanyak satu siswa dan terendah 72 sebanyak
satu siswa, dan skor rata-rata 81,69.
Skor Frekuensi Persentase
72,00 1 7,7
76,00 2 15,4
80,00 3 23,1
84,00 4 30,8
86,00 1 7,7
Total 13 100
18
Distribusi frekuensi skor postes kelompok eksperimen 1 dapat dilihat pada tabel 6 sebagai
berikut.
Tabel 6 Distribusi Frekuensi Skor Postest Kelas Eksperimen 1
Skor Frekuensi Persentase
76,00 3 18,8
80,00 1 6,3
84,00 2 12,5
88,00 3 18,8
92,00 5 31,3
100,00 2 12,5
Total 16 100
Data pada tabel 6 diperoleh melalui statistik deskriptif dengan bantuan program SPSS. Hasil
postest menunjukan bahwa skor tertinggi 100 sebanyak dua siswa dan terendah 76 sebanyak
tiga siswa, dan skor rata-rata 87,50. Semua siswa yang sudah memenuhi KKM.
Berdasarkan hasil deskripsi data, dapat diketahui bahwa rata-rata setelah perlakuan
pada kelas eksperimen 2 yaitu 81,69 dan kelas eksperimen 1 yaitu 87,50. Jadi rata-rata hasil
belajar diantara kelas eksperimen 1 dan eksperimen 2 berbeda setelah memperoleh perlakuan
sehingga dapat disimpulkan memiliki rata-rata yang berbeda. Dari data hasil postest tidak
terdapat perbedaan yang cukup berarti, keduanya hanya memiliki selisih 5,81 berarti terdapat
perbedaan yang signifikan, dengan tingkat ketuntasan Ilmu Pengetahuan Alam adalah 75.
Terlihat dikelas eksperimen 2 terdapat lima siswa yang belum tuntas, sedangkan dikelas
eksperimen 1 terdapat semua siswa yang sudah tuntas. Untuk standar deviasi nilai postest
pada kelas eksperimen 2 sebesar 4,889 dan kelas eksperimen 1 sebesar 7,711. Jadi keduanya
memiliki perbedaan yang cukup berarti. Dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan hasil
belajar antara kelas eksperimen 2 dan kelas eksperimen 1 dalam menyampaikan pokok
bahasan Perubahan kenampakan bumi dan benda langit pada SD N 01 Semaya dan SD N 02
Semaya Kabupaten Pemalang Kelas IV.
Dari hasil perhitungan SPSS diperoleh nilai Kolmogorov-Smirnov signifikansi 0,200
untuk kelompok eksperimen pre tes dengan nilai di atas α = 0,05. maka data berdistribusi
normal seperti pada Tabel 7 berikut:
Tabel 7 Hasil Uji Normalitas Pretest Kelas Eksperimen 1
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Pre Tes Eksperimen 1 ,141 16 ,200* ,940 16 ,347
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
19
Dari tabel dapat disimpulkan bahwa kelas eksperimen 1 berdistribusi normal.
Uji Normalitas Kelas Eksperimen 2
Dari hasil perhitungan SPSS diperoleh nilai Kolmogorov-Smirnov signifikansi 0,103
untuk kelas eksperimen 2 pre tes dengan nilai di atas α = 0,05. maka data berdistribusi normal
seperti pada Tabel 8 berikut:
Tabel 8 Hasil Uji Normalitas Pretest Kelas Eksperimen 2
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
PreTes Eksperimen 2 ,215 13 ,103 ,850 13 ,028
a. Lilliefors Significance Correction
Dari tabel dapat disimpulkan bahwa kelas eksperimen 2 berdistribusi normal.
Uji Homogenitas
Tabel 9 Uji Homogenitas Pretest
Kelas Eksperimen 1 dan Kelas Eksperimen 2
Test of Homogeneity of Variances
Pre Tes
Levene Statistic df1 df2 Sig.
4,692 4 8 ,060
Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai signifikansi 0,060 > α = 0,05 yang artinya bahwa dari
kedua kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 memiliki data varians yang sama dengan
kata lain homogen.
Uji Normalitas Kelas Eksperimen 1
Dari hasil perhitungan SPSS diperoleh nilai Kolmogorov-Smirnov signifikansi 0,200
untuk kelas eksperimen 1 post tes dengan nilai di atas α = 0,05. maka data berdistribusi
normal seperti pada Tabel 10 berikut:
Tabel 10 Hasil Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen 1
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Post Tes Eksperimen 1 ,158 16 ,200* ,917 16 ,148
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Dari tabel dapat disimpulkan bahwa kelas eksperimen 1 berdistribusi normal.
20
Uji Normalitas Kelas Eksperimen 2
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai Kolmogorov-Smirnov signifikansi 0,085 untuk
kelas eksperimen 2 posttes dengan nilai di atas α = 0,05. maka data berdistribusi normal
seperti pada Tabel 11 berikut:
Tabel 11 Hasil Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen 2
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
PostTes Eksperimen 2 ,220 13 ,085 ,928 13 ,321
a. Lilliefors Significance Correction
Dari tabel dapat disimpulkan bahwa kelas eksperimen 2 berdistribusi normal.
Uji Homogenitas
Untuk mengetahui data memiliki varians yang sama atau tidak maka dapat dilihat pada
tabel 12 berikut:
Tabel 12 Uji Homogenitas Posttest
Test of Homogeneity of Variances
Hasil Belajar
Levene Statistic df1 df2 Sig.
3,492 4 7 ,072
Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai signifikansi 0,072 > α = 0,05 yang artinya bahwa dari
kedua kelompok eksperimen dan kontrol memiliki data varians yang sama dengan kata lain
homogen.
Uji Perbedaan Rata-rata
Pada kelas eksperimen 1 nilai rata-rata 87,50 sedangkan kelas eksperimen 2 nilai rata-
rata 81,69. Dalam hal ini kelas eksperimen 1 lebih baik dari pada kelas eksperimen 2.
Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 13 berikut:
Tabel 13 Deskripsi Statistik Uji Perbedaan Rata-rata
Group Statistics
Perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Hasil Belajar Post Tes Eksperimen 2 13 81,6923 4,88850 1,35583
Post Test Eksperimen 1 16 87,5000 7,71146 1,92787
Adapun untuk mengetahui perbedaan tersebut apakah hasilnya siginifikan atau tidak
maka dapat dijelaskan pada tabel sebagai berikut:
21
Tabel 14 Hasil Uji Perbedaan Rata-rata
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality
of Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
Hasil
Belajar
Equal
variances
assumed
2,323 ,139 -2,354 27 ,026 -5,80769 2,46717 -10,86992 -,74547
Equal
variances not
assumed
-2,464 25,661 ,021 -5,80769 2,35689 -10,65547 -,95992
Dari tabel di atas terlihat bahwa dengan α = 5%
Berdasarkan pada tabel di atas dapat diketahui bahwa uji t dengan Independent
Samples Test diketahui pada t-test for Equality of Means nilai signifikansi 0,026 < α = 0,05.
Artinya terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar diantara kelas eksperimen 1 dan
kelas eksperimen 2, dengan kata lain kelas eksperimen 1 lebih baik dengan kelas eksperimen
2.
Uji Hipotesis
Pada penelitian hasil belajar diketahui bahwa pada kelas eksperimen 2 jumlah siswa yang
tuntas sebanyak 13 siswa dan pada kelas eksperimen 1 sebanyak 16 siswa. Untuk
memperkutanya peneliti menggunakan rumus Independent Samples Test. Didapat rata-rata
hasil kelas eksperimen 2 adalah 81,69 dengan standar deviasi 4,889. Sedangkan rata-rata
kelas eksperimen 1 adalah 87,50 dengan standar deviasi 7,711. Berdasarkan perhitungan yang
diperoleh, nilai signifikansi 0,026 dengan α = 5%. Karena nilai signifikansi 0,026 < α = 0,05.,
maka Ha diterima. Jadi dapat disimpulkan Ha diterima dan Ho ditolak, dan ada Perbedaan
Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Based Learning Dan Discovery
Learning Ditinjau Dari Hasil Prestasi Belajar Dalam Pembelajaran IPA Pada Siswa Kelas IV
SD N 01 Semaya dan SD N 02 Semaya Kabupaten Pemalang Tahun Pelajaran 2015/2016.
Pembahasan
Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dengan memanfaatkan Perubahan
Kenampakan Bumi dan Benda Langit digunakan dalam penelitian ini dengan tujuan untuk
melihat apakah dapat berpengaruh dalam hasil belajar pelajaran IPA siswa kelas IV SD N
01 Semaya Kabupaten Pemalang. Hasil belajar adalah hasil evaluasi yang dilakukan oleh
guru terhadap keberhasilan rencana dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, yang diraih
seseorang setelah melaksanakan kegiatan belajar. Hal tersebut dapat dilihat dari 2 indikator
hasil belajar yakni: Mengidentifikasi perubahan daratan, yang disebabkan oleh air, dan udara,
22
misalnya: perubahan akibat pasang-surut air laut, badai, erosi, dan kebakaran. Menjelaskan
pengaruh air laut pasang dan surut bagi nelayan dan dermaga yang dangkal, pengaruh erosi
kebakaran hutan bagi mahluk hidup dan lingkungannya.
Dalam pelaksanaan penelitian, pokok bahasan yang disampaikan pada kelas
eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 sama yaitu perubahan kenampakan bumi dan benda
langit. Jadi perlakuan yang berbeda hanya terletak pada model pembelajaran yang
digunakan. Setelah itu pada kedua kelas diberi perlakuan yang berbeda, yaitu pada kelas
eksperimen 1 menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning
(PBL) sedangkan untuk kelas eksperimen 2 menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe Discovery Learning. Berdasarkan uji hipotesis penelitian diperoleh adanya perbedaan
pengaruh signifikan antara model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning
(PBL) dan model pembelajaran kooperatif tipe Discovery Learning terhadap hasil belajar
IPA siswa kelas IV SD N 01 Semaya dan SD N 02 Semaya Kabupaten Pemalang Tahun
Pelajaran 2015/2016.
Berdasarkan hasil uji statistik terhadap pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe
Problem Based Learning (PBL) dan model pembelajaran kooperatif tipe Discovery Learning
dengan T test diperoleh nilai p-value 0,026 < α (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaan yang signifikan antara model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based
Learning (PBL) dan model pembelajaran kooperatif tipe Discovery Learning. Hal ini terbukti
bahwa Ho ditolak dan Ha diterima dan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang
menggukanan model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning (PBL) dapat
diterima, artinya hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam siswa Kelas IV siswa model
pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning (PBL) lebih baik daripada
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Discovery Learning.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan
bahwa ada perbedaan efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based
Learning (PBL) dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Discovery
Learning terhadap hasil prestasi belajar dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam pada
siswa Kelas IV SD N 01 Semaya dan SD N 02 Semaya Kabupaten Pemalang. Terdapat
perbedaan yang signifikan hasil belajar antara model pembelajaran kooperatif tipe Problem
Based Learning (PBL) dan model pembelajaran kooperatif tipe Discovery Learning dengan
uji Independent T test diperoleh nilai p-value 0,026 < α (0,05).
23
Hal ini dibuktikan dengan hasil belajar kelas eksperimen 1 lebih tinggi daripada kelas
eksperimen 2 yaitu rata-rata hasil belajar kelas eksperimen 1 sebesar 87,50 dan rata-rata kelas
eksperimen 2 sebesar 81,69. Sehingga pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning (PBL) lebih efektif dibandingkan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Discovery Learning.
Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan hasilnya yang membuktikan bahwa
model pembelajaran kooperatif tipe Problem Based Learning lebih efektif dalam
meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas IV SD maka peneliti memberikan saran
kepada beberapa pihak antara lain:
1. Bagi guru
Guru diharapkan dapat mencoba menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Problem Based Learning (PBL). Tujuannya supaya siswa dapat belajar dengan
menggunakan media yang sesuai dengan materi secara langsung meskipun hanya berupa
gambar baik gambar dari internet maupun koran. Melatih siswa untuk berfikir kritis
sehingga dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Lebih bisa mempersiapkan segala
sesuatu yang dibutuhkan secara maksimal dan lebih bisa mengontrol serta membimbing
siswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran sehingga dapat mencapai hasil belajar
yang maksimal.
2. Bagi siswa
Siswa diharapkan lebih aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran dengan
diterapkannya macam-macam model dan metode pembelajaran.
3. Bagi sekolah
Bagi kepala sekolah sebagai masukan dalam rangka mengefektifkan pembelajaran yang
lebih bermakna dalam pelaksanaan pembelajaran dengan mengembangkan berbagai
model–model pembelajaran yang inovatif dan model pembelajaran kooperatif tipe
problem based learning serta model pembelajaran kooperatif tipe discovery learning
lebih dikembangkan lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu, Soli dkk. 2010. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Dirjenpermendiknas.
Agustin, Lenti, 2015. Perbedaan Hasil Belajar Matematika Antara Pendekatan Saintifik
Model Discovery Learning dan Problem Based Learning Pada Siswa Kelas XI IIS
SMAN 1 Boyolangu. Fakultas Tarbiayah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam
Negeri (IAIN), Tulungagung.
24
Fatimah, Siti, 2015. Eksperimentasi Model Pembelajaran Discovery Learning (DL) dan
Problem Based Learning (PBL) Berbasis Assesment For Learning (AFL) Terhadap
Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Tingkat Motivasi Siswa. Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013. Model Pembelajaran Discovery Learning
(Model Pembelajaran Penemuan) diakses tanggal 18 Maret 2016 dari
file:///C:/Documents%20and%20Settings/Owner/My%20Documents/Downloads/MOD
EL_PEMBELAJARAN_PENEMUAN.pdf
Rahayu, Puspita Indah, 2015. Perbandingan Hasil Belajar Menggunakan PBL dan Discovery
Learning. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung, Bandar
Lampung. Diakses tanggal 18 Maret 2016 dari
http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/JPF/article/viewFile/9953/6704
Sulistyorini, Sri. 2007. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. UMS.
Suprijono, A. (2012). Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suryosubroto, 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Trianto, 2010. Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan
Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta:
Kencana.