117 Jurnal Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018
PERSEPSI MASYARAKAT PEZIARAH TERHADAP MAKAM KERAMAT DI KABUPATEN LUWU
UTARA (Perception of PPilgrim Toward Sacred Tomb in North Luwu)
Ansaar
Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan Jalan Sultan Alauddin / Tala Salapang Km. 7 Makassar, 90221 e-mail: [email protected]
INFO ARTIKEL
Keywords Perception, Sacred tomb, Pilgrim community Kata Kunci Persepsi, Makam keramat, Masyarakat peziarah
ABSTRACT
The tradition of pilgrimage to old sacred tombs is a phenomenon that lives in the community that has been carried out for generations. Mystical beliefs based on traditions and beliefs that are based on rational thoughts, show the various kinds of beliefs of tomb pilgrims. Supernatural powers on tombs that are considered sacred can affect their perspective or perception of the unseen world which is considered to change their destiny and life. This study, in addition to aiming at giving an idea of the purpose and motivation of pilgrims visiting old sacred tombs, is also to find out the perception of the pilgrims to the sacred tombs. This research is descriptive qualitative with field data collection techniques. The results of the discussion showed that the purpose and motivation of pilgrims came to the sacred tombs, because there was a belief from them that visiting sacred tombs would get a blessing in accordance with their intended intentions and goals. Pilgrims who come to the tomb, each other also have different perceptions or views, depending on their goals and needs coming to the tomb.
ABSTRAK
Tradisi ziarah ke makam-makam tua yang dikeramatkan merupakan fenomena yang hidup di kalangan masyarakat yang telah dilakukan secara turun temurun. Kepercayaan mistis yang berbasis pada tradisi dan kepercayaan yang berdasar pada pemikiran-pemikiran rasional, menunjukkan berbagai macam kepercayaan para peziarah makam. Kekuatan supranatural pada makam-makam yang dianggap keramat dapat mempengaruhi cara pandang atau persepsi mereka terhadap dunia gaib yang dianggap dapat merubah nasib dan kehidupannya. Penelitian ini, di samping bertujuan memberi gambaran tentang tujuan dan motivasi peziarah mengunjungi makam-makam tua yang dikeramatkan, juga untuk mengetahui persepsi masyarakat peziarah terhadap makam-makam yang dikeramatkan itu. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data lapangan. Hasil pembahasan menunjukkan, bahwa tujuan dan motivasi peziarah mendatangi makam-makam keramat itu, karena ada keyakinan dari mereka bahwa mendatangi makam-makam keramat akan memperoleh berkah sesuai dengan niat dan tujuan yang dikehendaki. Peziarah yang datang ke makam itu, satu sama lain juga punya persepsi atau pandangan yang berbeda, tergantung dari tujuan dan kebutuhan mereka datang ke makam itu.
PENDAHULUAN
Setiap manusia sadar bahwa selain
dunia fana ini, ada suatu alam yang tak
tampak olehnya dan berada diluar batas
akalnya. Dunia itu adalah dunia supra-
natural. atau alam gaib. Berbagai
kebudayaan menganut kepercayaan, bahwa
dunia gaib dihuni oleh berbagai makhluk dan
Persepsi Masyarkat Peziarah terhadap Makam Kemarat di Kabupaten Luwu Utara, Ansaar
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 75-100 118
kekuatan yang tak dapat dikuasai oleh
manusia dengan cara-cara biasa, dan karena
itu dunia gaib pada dasarnya ditakuti oleh
manusia. Makhluk dan kekuatan yang
menghuni dunia alam gaib adalah:1) dewa-
dewa yang baik dan buruk, 2).makhluk-
makhluk halus lainnya seperti roh para
leluhur, hantu dan lain-lainnya yang baik
maupun yang jahat, 3) Kekuatan sakti yang
dapat bermanfaat bagi manusia maupun yang
dapat membawa bencana (Koentjaraningrat,
1997;203)
Pola pemikiran semacam itulah yang
masih mewarnai masyarakat Indonesia dan
menganggap dunia sebagai satu kesatuan
mistis yang utuh. Ia harus menjalin relasi
yang baik dengan seluruh alam semesta.
Begitu pula dengan dunia lain yang dianggap
mampu untuk memberikan keselamatan dan
mewujudkan suatu keinginan tertentu. Untuk
mengekspresikan adanya getaran jiwa, suatu
emosi membutuhkan suatu objek tujuan
sebagai sarananya, yakni tempat-tempat
keramat yang dianggap suci untuk
mengespresikan emosi keagamaan.
Kepercayaan tentang kekeramatan
atau kekuatan supra-natural begitu kuat pada
kebanyakan masyarakat dengan melihat suatu
kelebihan atau mujizat terhadap orang-orang
tertentu yang semasa hidupnya menjadi
panutan baik dalam kegiatan keagaamaan
seperti tokoh ulama yang menyebarkan
agama Islam maupun raja-raja yang pernah
berkuasa. Ketika tokoh-tokoh ini meninggal
maka kuburannya dianggap keramat dan
banyak dikunjungi masyarakat untuk
berziarah dan melakukan ritual.
Makam-makam yang dianggap
keramat, banyak ditemukan di berbagai
daerah di Indonesia, termasuk di Kabupaten
Luwu Utara. Di daerah tersebut, makam-
makam tua yang dikeramatkaan dan dikenal
banyak orang, seperti makam Datuk
Patimang atau yang bergelar Waliyullah Al
Arif Billah Al Imam dan makam Raja Luwu
XV (Andi Patiware Opu Daeng Parabu Petta
Matinroe ri Patimang). Kedua makam yang
menjadi objek pembahasan dalam penelitian
ini, sampai sekarang masih ramai dikunjungi
peziarah, baik peziarah lokal maupun
peziarah dari daerah lain. Mereka melakukan
kunjungan terutama pada hari-hari tertentu,
seperti hari-hari besar Islam, hari menjelang
memasuki bulan suci Ramadhan maupun
setelah hari raya lebaran, baik Idul Fitri
maupun Idul Adha. Tradisi berziarah ini telah
dilakukan sejak dahulu hingga sekarang dan
berlangsung secara turun temurun.
Ziarah atau berkunjung ke makam
pada dasarnya merupakan salah satu
rangkaian kegiatan religius manusia. Orang
yang berziarah ke makam pada umumnya
dihubungkan dengan tokoh atau leluhur yang
dimakamkan di tempat itu. Berziarah
dianjurkan oleh Rasulullah, tetapi sebatas
untuk mengingatkan kepada kita bahwa
setiap makhluk hidup akan mengalami mati.
Karena itulah kita harus selalu
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 117-133
119 Jurnal Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018
mempersiapkan segalanya untuk bekal di
akherat nanti. Bagi yang sholeh dan beramal
baik, selalu dikenang dan dijadikan tauladan
sehingga tidak sedikit orang yang berkunjung
ke makam tersebut untuk mendoakan agar
arwah yang berada dalam kubur ditempatkan
di sisi-Nya.
Peziarah yang datang atau berkunjung
ke makam-makam keramat, umumnya
memiliki tujuan dan motivasi yakni untuk
melakukan doa atau memohon kepada Allah
swt atas berbagai keinginan atau niat seperti:
permohonan agar diberi kemudahan rezki,
keselamatan, nasib baik, ungkapan syukur,
kesembuhan dari penyakit yang diderita,
serta permohonan agar usaha yang dijalankan
tetap lancar. Selain itu, ada pula yang
berziarah sebagai pelaksanaan nazar atau
melepas nazar yang pernah diucapkan
sebelumnya. Peziarah seperti ini dari awal
sudah meniatkan untuk melakukan ziarah
atau kunjungan ke makam bilamana
harapannya telah berhasil.
Di samping adanya tujuan dan motivasi
melakukan kunjungan ke makam, masyarakat
peziarah juga punya persepsi atau pandangan
yang berbeda terkait dengan keberadaan
makam-makam keramat itu. Berbicara
tentang persepsi atau pandangan, beberapa
ahli telah memberikan pendapat. Menurut
Suseno (1993), persepsi atau pandangan
adalah merupakan keseluruhan semua
keyakinan, daripadanya manusia memberi
struktur yang bermakna kepada alam
pengalamannya. Dalam persepsi masyarakat,
realitas tidak dibagi dalam berbagai bidang
yang terpisah satu sama lain, melainkan
dilihat sebagai satu kesatuan menyeluruh.
Bagi mereka persepsi atau pandangan itu
bukan berarti pengertian yang abstrak,
melainkan berfungsi sebagai sarana dalam
usahanya untuk berhasil dalam menghadapi
malah-masalah kehidupan.
Sementara itu, Geertz (1992:51)
memberi arti pandangan sebagai gambaran
tentang kenyataan apa adanya, konsep
tentang alam, diri dan masyarakat.
Pandangan ini mengandung gagasan-gagasan
yang paling konprenhensif mengenai tatanan
dan secara emosional dibuat sedemikian rupa
sehingga dapat diterima dengan disajikan
sebagai sebuah gambaran tetang masalah-
masalah yang aktual.
Persepsi atau pandangan dibentuk oleh
suatu cara berpikir yang dapat merasakan
nilai-nilai kelakuan, peristiwa-peristiwa dan
segi-segi lain dari suatu pengalaman. Oleh
karena itu, pandangan merupakan sebuah
pengaturan mental dari pengalaman itu dan
pada gilirannya mengembangkan suatu sikap
hidup (Mulder, 1986:30). Persepsi atau
pandangan dapat memunculkan makna pada
“sesuatu” yang tersimpan dalam simbol-
simbol yang keabsahannya diakui oleh para
pendukungnya, terutama pada persepsi yang
berkenaan dengan kehidupan religius.
Persepsi yang berkenaan dengan
kehidupan religius itu terkadang diperkuat
Persepsi Masyarkat Peziarah terhadap Makam Kemarat di Kabupaten Luwu Utara, Ansaar
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 75-100 120
dengan mitos. Mitos itu sendiri merupakan
kebenaran religius yang biasanya
diungkapkan melalui cerita atau dongeng dan
merupakan bagian dari suatu kepercayaan
yang hidup di antara sejumlah bangsa. Mitos
menjadi suatu kebenaran yang pasti dan
menetapkan suatu kebenaran absolut yang
tidak bisa diganggu gugat. Mitos
menguatkan suatu tabir misteri, mewahyukan
peristiwa primordial yang masih selalu
diceritakan dan diulang kembali pada waktu
sekarang. Dalam hal ini mitos
mengungkapkan struktur aktual keilahian,
yang mengatasi semua atribut dan
mendamaikan semua pertentangan secara
lebih mendalam daripada yang bisa
diungkapkan oleh pengalaman rasional
(Susanto, 2005:90).
Tulisan mengenai persepsi masyarakat
peziarah terhadap makam keramat di daerah
lain telah pun banyak dibuat, jika kita
membuka internet maka akan banyak kita
jumpai tentang tulisan serupa tapi di daerah
lain. Namun lain lubuk lain belalang,
persepsi masyarakat dipengaruhi juga oleh
budaya setempat sehingga persepsi antara
satu daerah dengan daerah yang lain tidak
dapat di”general”kan. Persepsi masyarakat
peziarah terhadap makam di tempat lain
belum tentu sama dengan persepsi
masyarakat peziarah terhadap makam
keramat di Luwu Utara.
Berdasarkan latar belakang tersebut di
atas, maka masalah dalam tulisan ini akan
difokuskan pada: 1) apa tujuan dan motivasi
para peziarah berkunjung ke makam-makam
tua yang dianggap keramat, dan 2)
bagaimana persepsi masyarakat peziarah
terhadap makam-makam tua yang
dikeramatkan itu.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
deskripsi-analisis dengan pendekatan
kualitatif yang menggambarkan fenomena
apa adanya, perkembangan yang tengah
terjadi, dan pendapat yang muncul, baik
berhubungan dengan masa sebelumnya
maupun masa sekarang. Sumber data terbagi
atas data primer dan data sekunder. Data
primer yaitu para peziarah yang datang di
kedua makam tersebut. Selain itu, penjaga
makam dan pengurus makam serta aparat
pemerintah Desa Patimang. Data sekunder
diperoleh dari buku-buku yang menunjang
tulisan.
Teknik pengumpulan data lapangan
(field research) dilakukan dengan menempuh
cara-cara sebagai berikut:
1) observasi, melalui observasi penulis
belajar mengenai perilaku dan makna dari
perilaku para peziaah yang datang ke
kedua makam tersebut. Selama masa
penelitian, penulis melakukan
pengamatan setiap harinya pada
kedatangan para peziarah.
2) wawancara mendalam terhadap peziarah
terpilih, kepada pengurus dan penjaga
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 117-133
121 Jurnal Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018
makam serta kepada pemerintah Desa
Patimang dimana makam tersebut berada.
Mendapatkan informasi dari para
peziarah agak sulit dilakukan karena
kebanyakan dari mereka tertutup
mengenai motivasinya datang berziarah.
Kendala ini diatasi dengan menggunakan
pendekatan persuasif partisipatif.
3) studi pustaka dilakukan untuk membantu
penulis menemukan motivasi-motivasi
lain yang tak diungkapkan pada saat
wawancara. Selain itu, studi pustaka juga
berguna untuk mengetahui profil kedua
tokoh yang makamnya dikeramatkan ini.
Teknik pengumpulan data lapangan (field
research) dengan cara observasi dan
wawancara mendalam.
PEMBAHASAN
Datuk Patimang dan Raja Luwu XV,
Andi Patiware
Datuk Patimang yang bernama asli
Datuk Sulaeman dan bergelar Khatib Bungsu
adalah seorang ulama yang berasal dari Koto
Tangah, Minangkabau yang menyebarkan
agama Islam ke Kerajaan Luwu pada 1593
atau penghujung abad ke-16. Menurut
catatan sejarah, kedatangannya di Sulawesi
Selatan bersama dengan dua ulama lain yaitu
Datuk ri Bandang dan Datuk ri Tiro.
Ketiganya datang dengan misi menyebarkan
agama Islam.
Menurut Lontarak Luwu dan Wajo,
bahwa meskipun ketiga datuk ini pertama
kali tiba di Kerajaan Gowa dan Tallo, namun
upaya pengislaman pertama dilakukan
terhadap Kerajaan Luwu. Kerajaan Gowa
tempat ketiga Datuk ini tiba pertama kali
belum bersedia menerima Islam karena
masih memiliki hubungan yang baik dengan
Portugis (penganut kristiani) di masa itu.
Ketiga datuk tersebut lalu disarankan menuju
Kerajaan Luwu, dimana saat itu Kerajaan
Luwu diperintah oleh Raja Andi Patiware.
Raja Andi Patiware bukanlah orang lain bagi
Kerajaan Gowa karena Andi Patiware
merupakan kakak ipar Raja Gowa. Andi
Patiware menikahi Petta Matinroe ri Balla
Bugisi yang merupakan anak pertama dari
Raja Gowa I Manggorai (Lestari, 2014:30).
Berangkatlah ketiga datuk ini dengan
dibantu oleh orang-orang Melayu. Ketiga
Datuk ini memilih Kerajaan Luwu setelah
mengetahui bahwa walaupun kekuasaan ada
di Kerajaan Gowa namun kemuliaan terletak
di Kerajaan Luwu. Asal muasal semua arung
atau raja di Sulawesi Selatan berasal dari
Kerajaan ini. Sehingga dengan kata lain, jika
ingin menyebarkan agama Islam ke penjuru
Sulawesi Selatan, maka Raja Luwu lah yang
pertama harus diIslamkan. (Mahmud, 2012:
39 – 40).
Ketiga datuk ini pertama kali tiba di
Desa Lapandoso, Kecamatan Bua,
Kabupaten Luwu. Disana dia dikisahkan
bertemu dengan Tandipau (semacam kepala
Persepsi Masyarkat Peziarah terhadap Makam Kemarat di Kabupaten Luwu Utara, Ansaar Persepsi Masyarkat Peziarah terhadap Makam Kemarat di Kabupaten Luwu Utara, Ansaar
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 75-100 122
desa). Tandipau inilah yang pertama
memeluk Islam lalu disusul oleh masyarakat
Bua. Setelah masyarakat Bua menerina
Islam, dibangunlah masjid di Desa Tana
Rigella pada 1594 M. setelah itu, Datuk
Sulamain dan beberapa orang dari Bua lalu
melanjutkan perjalanan menuju Malangke.
Saat itu, pusat Kerajaan Luwu berada di
Malangke (Purnama, 2014: 62-63).
Datuk Patimang bersama dengan
Datuk ri Tiro dan Datuk ri Bandang berhasil
mengislamkan Raja Luwu yang berkuasa
ketika itu, Andi Patiware Daeng Parabbung
dengan mengucapkan syahadat pada 15
Ramadhan 1013 H (4 Februari 1603
(Mahmud, 2012 43). Andi Patiware lalu
mengganti nama menjadi Sultan Mahmud.
Secara perlahan tapi pasti, rakyat Kerajaan
Luwu menerima Islam selepas Raja Luwu,
Andi Patiware menerima Islam. Walaupun
demikian beberapa masyarakat Luwu yang
tinggal di pelosok kerajaan tetap memeluk
agama nenek moyangnya.
Islamisasi di Kerajaan Luwu melalui
proses yang lambat. Hal ini tidak terlepas
dari kebijakan Raja Luwu, Andi Patiware
yang tidak memperbolehkan adanya
tindakan pemaksaan. Setelah Kerajaan Luwu
menerima Islam, Datuk ri Tiro dan Datuk ri
Bandang kembali ke Kerajaan Gowa dan
Tallo dengan misi yang sama yaitu
menyebarkan agama Islam. Hal ini
dilakukan atas petunjuk dari Raja Luwu,
Andi Patiware bahwa Kerajaan Gowa lebih
tepat untuk menyebarkan agama Islam
secara menyeluruh di Sulawesi Selatan.
Dalam perjalanannya Datuk ri Bandang
fokus menyebarkan agama Islam di Kerajaan
Gowa dan Tallo sedang Datuk ri Tiro
menyebarkan agama Islam di Bulukumba
dan sekitarnya.
Datuk Patimang memilih menetap di
Malangke dan mengajarkan Islam kepada
rakyat dan pemerintahan Kerajaan Luwu.
hingga ajal menjemput dan dimakamkan di
Desa Patimang. Raja Luwu, Andi Patiware
wafat pada 1615 dan digantikan oleh Raja
Patipasaung (Purnama, 2014: 63, Mahmud,
2012: 44 - 48). Kedua makam tersebut
berada di lokasi yang sama.
Deskripsi Makam-Makam Tua yang
Dikeramatkan
1. Makam Datuk Patimang
Kompleks makam Datuk Patimang,
secara administratif terletak di Desa
Patimang, Kecamatan Malangke, Kabupaten
Luwu Utara. Jarak dari kota kabupaten
menuju kompleks makam, adalah kurang
lebih 40 km ke arah Timur dengan waktu
tempuh sekitar 1 jam. Sedangkan dari Kota
Makassar ditempuh dengan lama perjalanan
sekitar 9 jam. Di dalam kompleks makam ini,
selain terdapat makam Datuk Patimang, juga
terdapat makam Andi Patiware Opu Daeng
Parabu Petta Matinroe ri Patimang atau Raja
Luwu XV (Raja Luwu yang pertama kali
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 117-133
123 Jurnal Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018
memeluk Islam) serta makam kerabat
kerajaan.
Untuk masuk ke lokasi komplek
makam, maka pengunjung ziarah harus
melewati pintu gerbang yang terletak di
sebelah utara menghadap jalan raya. Di
depan pintu gerbang tersebut atau tepatnya di
tengah-tengah jalan desa juga berdiri dengan
kokohnya sebuah tuguh dimana pada bagian
atasnya terdapat sebuah payung besar dan
tombak. Payung dan tombak tersebut adalah
merupakan simbol Kerajaan Luwu (gambar
1)
Gambar. 1 Sebuah bangunan tugu dengan payung dan tombak di atasnya sebagai simbol
Kerajaan Luwu, berdiri kokoh di depan pintu gerbang Kompleks Makam. (Sumber: googleimage)
Kompleks makam yang terletak di atas
tanah datar ini, memiliki luas kurang lebih
700 m2 yang dibatasi oleh pagar keliling
yang terbuat dari bahan beton tumbuk. Jika
dilihat dari letak geografisnya, Kompleks
Makam Patimang ini dapat ditandai dengan
batas-batas: di sebelah Utara terdapat jalan
aspal arah hadap lokasi, rumah penduduk dan
kebun coklat; di sebelah Timur terdapat
kebun coklat dan kebun jeruk; di sebelah
Selatan terdapat kebun coklat dan hutan
lindung; dan di sebelah Barat terdapat kebun
coklat, kebun jeruk dan empang milik
masyarakat.
Makam Datuk Patimang dibuatkan
bangunan cungkup yang terbuat dari tembok
dan beratap. Makamnya sendiri sangat
sederhana karena pada bagian pinggiran
makam ditembok sekeliling dan ditancapkan
sebuah nisan dari batu cadas alam yang tidak
dibentuk.
Persepsi Masyarkat Peziarah terhadap Makam Kemarat di Kabupaten Luwu Utara, Ansaar
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 75-100 124
Gambar. 2 Tampak Makam Dato Sulaeman dalam sebuah bangunan cungkup
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Hingga saat ini kondisi makam tersebut dapat
dikatakan cukup terawat, hal mana dapat
dilihat pada sekililing bangunannya, terutama
pada bagian cungkup dan tembok pinggiran
makam yang semuanya tampak masih sangat
kokoh. Selain itu, di sekitarnya juga dapat
dilihat adanya bagunan baruga, musallah, dan
penataan akses jalan setapak yang semuanya
masih dalam kondisi cukup baik.
2. Makam Raja Luwu XV (Andi
Patiware)
Sebagaimana telah dijelaskan di
sebelumnya, bahwa makam Raja Luwu ke
XV ini berada satu kompleks dengan
makam Datuk Patimang, bahkan lokasi
atau tempat makam antar keduanya cukup
berdekatan. Namun demikian, bentuk atau
model makamnya berbeda. Makam Raja
Luwu XV (Andi Patiware) sebagai raja
yang pertama kali memeluk Islam atau
yang bergelar Petta Matinroe ri Patimang,
dibentuk dari susunan batu padas lalu
dibentuk menjadi batu kotak persegi (lihat
foto. 3).
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 117-133
125 Jurnal Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018
Gambar. 3 Tampak Makam Raja Luwu XV (Andi Patiware)
dalam Kompleks Makam di Desa Patimang.
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Dalam foto tersebut di atas, tampak
bahwa di sekeliling makam dibuatkan pagar
dari batu padas yang juga dibentuk menjadi
kotak batu persegi yang disusun setebal
sekitar 1 meter dan tinggi sekitar 1,5 meter
mengelilingi makam. Nisan paling besar
berbentuk mahkota yang diberi ukiran
dengan motif flora dan sulur, sedangkan
nisan paling kecil berbentuk mahkota
persegi. Andi Patiware memeluk agama
Islam pada tahun 1603 H yang disiarkan oleh
salah seorang mubalik besar bernama Datuk
Patimang (Nasir, dkk, 2009:52).
Tujuan dan Motivasi Peziarah
Berkunjung ke Makam-Makam Keramat
Ziarah atau berkunjung ke makam
pada dasarnya merupakan salah satu
rangkaian kegiatan religius manusia. Orang
yang berziarah ke makam-makam keramat
pada umumnya dihubungkan dengan tokoh
atau leluhur yang dimakamkan di tempat itu.
Berziarah dianjurkan oleh Rasulullah, tetapi
sebatas untuk mengingatkan kepada kita
bahwa setiap makhluk hidup akan mengalami
mati. Karena itulah kita harus selalu
mempersiapkan segalanya untuk bekal di
akherat nanti. Bagi yang sholeh dan beramal
baik, selalu dikenang dan dijadikan tauladan,
sehingga tidak sedikit orang yang berkunjung
ke makamnya untuk mendoakan agar arwah
yang berada dalam kubur ditempatkan di sisi-
Nya.
Ziarah makam menurut pemahaman
Islam juga dapat dikatakan amal ibadah
selama yang diziarahi itu kaum muslimin.
Persepsi Masyarkat Peziarah terhadap Makam Kemarat di Kabupaten Luwu Utara, Ansaar
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 75-100 126
Salah satu tujuan dari ziarah makam itu
adalah bertasawuf kepada seorang yang
dianggap mempunyai karamah agar memiliki
syafaat, keberkahan dan dikabulkan segala
apa yang diminta. Jika pada peziarah itu tidak
memiliki akidah yang kuat, ada
kekhawatiran bahkan cenderung berlebihan
dan menyimpang dari norma-norma ajaran
Islam (Salam, 2015:472).
Keberadaan makam-makam keramat
sebagaimana telah digambarkan di atas,
khususnya makam Datuk Patimang, hingga
kini masih ramai dikunjungi peziarah dengan
berbagai tujuan dan motivasi. Peziarah
datang dari berbagai pelosok di wilayah
Sulawesi Selatan, bahkan dari daerah-daerah
lainnya, seperti Sumatra, Kalimantan, Palu,
Jambi, Bima, dan Jawa. Menurut juru
pelihara makam, di antara peziarah-peziarah
yang datang dari luar daerah, peziarah asal
Sumatra merupakan yang terbanyak
jumlahnya, karena mereka menganggap
bahwa Datuk Patimang adalah leluhur
mereka juga dan merasa memiliki ikatan
batin yang kuat dengannya. Para peziarah itu
pada umumnya datang secara berombongan
dengan menggunakan kendaraan pribadi
ataupun kendaraan umum. Jumlah mereka
lebih ramai pada hari-hari libur, menjelang
memasuki bulan puasa dan setelah lebaran.
Umunya peziarah yang datang adalah
mereka yang sudah mempunyai agenda
khusus atau keterikatan dengan makam
tersebut. Karena itu, bilamana
permohonannya dikabulkan, maka mereka
akan bernazar untuk kembali berziarah ke
makam-makam tersebut.
Kebanyakan peziarah yakin bahwa
dengan mendatangi makam-makam keramat
akan memperoleh berkah sesuai dengan niat
dan tujuan yang dikehendaki. Mereka yang
mengunjungi makam pada umumnya telah
dilandasi dengan niat dan tujuan yang
didorong oleh kemampuan batin yang teguh.
Demikian, untuk mengetahui lebih jelas
tujuan dan motivasi peziarah berkunjung
pada kedua makam keramat itu dapat
diuraikan sebagai berikut
1. Makam Datuk Patimang
Makam ini tidak pernah sepi dari
peziarah, karena beliau adalah seorang ulama
besar yang hidup di zamannya menjadikan
pigur yang senantiasa disakralkan sebagai
suatu perantara dalam doa-doa yang
dipanjatkan. Bagi sebagian masyarakat
percaya, bahwa dibalik nama besar Datuk
Patimang ada sesuatu kekuatan yang
dianggap mampu menjembatani untuk
menggapai suatu tujuan. Untuk itulah mereka
menjadikan makam ini sebagai salah satu
perantara (washilah) untuk memohon doa
doa kepada yang Maha kuasa.
Di antara beberapa makam atau tempat
keramat yang ada di Kabupaten Luwu Utara,
makam Datuk Patimang dan makam Raja
Luwu XV paling banyak dikunjungi,
terutama menjelang memasuki bulan suci
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 117-133
127 Jurnal Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018
Ramadan atau sesudah lebaran. Dalam satu
hari ada saja peziarah yang datang ke makam
tersebut, baik perorangan maupu rombongan.
Menurut A. Tamrin yang sudah bertugas
beberapa tahun sebagai juru pelihara pada
makam Datuk Patimang dan Raja Luwu XV
mengatakan, peziarah yang datang bukan saja
masyarakat lokal, tetapi juga banyak yang
berasal dari daerah-daerah lain.
Tujuan dan motivasi peziarah
mengunjungi makam Datuk Patimang,
karena di tempat inilah mereka dapat
memanjatkan doa dan mengharapkan berkah
agar dalam kehidupan mereka senantiasa
mengalami kesuksesan dan kebahagian,
seperti kemudahan dalam rezeki, jabatan dan
kehormatan. Di samping itu banyak pula
pengunjung yang datang untuk memohon
pertolongan akan sesuatu kesulitan yang
dihadapi agar dapat keluar dari apa yang
dialaminya itu. Seperti yang dikemukakan
oleh seorang peziarah dari Kota Palopo
(Amir, 37 tahun). Menurut peziarah tersebut,
bahwa maksud dan tujuan berkunjung ke
makam Datuk Patimang adalah untuk
menenangkan batin atau pikiran, karena
banyaknya masalah yang dihadapi. Ia bekerja
atau berprofesi sebagai sopir angkutan
umum. Dalam kehidupan keluarga, menurut
dia ada permasalahan yang melilit, di
antaranya selain penghasilan yang didapatkan
dalam perhari menurun karena minimnya
penumpang, di sisi lain dia juga butuh biaya
untuk dua orang anaknya yang akan masuk
sekolah pada sekolah lanjutan pertama dan
sekolah lanjutan tingkat atas. Di makam ia
melaksanakan shalat kemudian berdzikir.
Setelah beberapa kali melakukan hal tersebut,
beliaupun merasakan sedikit demi sedikit ada
perubahan dalam kehidupannya. Jika pada
hari-hari sebelumnya, penghasilan yang
diperolehnya kurang mencukupi dalam
membiayai keluarganya, namun setelah
melakukan usaha seperti itu, penghasilan
yang diperolehnya sebagai seorang sopir
mulai mengalami peningkatan yang cukup
berarti.
Peziarah lain yang mengaku bernama
Muliati (42 tahun) dari Kabupaten Wajo
mengemukakan, bahwa ia datang berziarah
ke makam Datuk Patimang dengan maksud
dan harapan mudah-mudahan dapat
menemukan kecocokan dalam berdagang.
Menurutnya, dengan berziarah mudah-
mudahan menemukan jalan yang tepat
sehingga ada kemajuan dalam berdagang.
Motivasi ibu Muliati ini didorong karena
telah mengetahui dan menyaksikan temannya
yang mencoba berdagang berbagai jenis
barang, tapi belum mendapat kecocokan atau
hasil yang diharapkan. Namun setelah
berziarah dan mendapat kecocokan, ia pun
mencoba merubah usahanya dengan hanya
fokus ke satu jenis jualan saja, yakni jualan
pakaian wanita, ternyata jualannya ada
perubahan dan mengalami kemajuan pesat.
Lain lagi dengan apa yang
diungkapkan Jumriah (52 tahun), seorang
Persepsi Masyarkat Peziarah terhadap Makam Kemarat di Kabupaten Luwu Utara, Ansaar
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 75-100 128
peziarah yang berasal dari Luwu Timur.
Peziarah ini menuturkan bahwa tujuan
melakukan ziarah ke makam Datuk Patimang
adalah untuk memohon doa restu kepada
Allah swt agar diberi keselamatan selama
menunaikan ibadah haji di Tanah Suci
Mekah, begitupun keselamatan ketika
kembali ke tanah air. Dan ketika tiba dengan
selamat di kampung halaman, maka ia pun
akan kembali menyiarahi makam Datuk
Patimang sebagai tanda rasa syukur atas
keselamatan melaksanakan ibadah haji.
Masih banyak lagi motif-motif lainnya
yang turut mewarnai ziarah ke makam Datuk
Patimang, seperti meminta penyembuhan
dari penyakit yang tak kunjung sembuh,
meminta agar diberi jodoh bagi yang belum
menikah, bahkan ada di antara mereka datang
dengan berpakaian pengantin untuk melepas
nazar karena telah mendapatkan jodohnya
yang telah dipintanya dahulu dan lain
sebagainya.
Manakala permohonan atau hajat yang
disertai dengan nazarnya itu terkabul, maka
orang-orang tersebut akan kembali
berkunjung ke makam untuk melepas
nazarnya karena harapannya berhasil.
Sementara itu, bagi mereka yang datang
melakukan ziarah ke makam Datuk Patimang
karena menganggap bahwa makam tersebut
memiliki nilai historis dan merupakan salah
satu cara penghormatan bagi jasad Datuk
Patimang sebagai ulama besar, biasanya
hanya dilakukan oleh orang-orang tetentu
saja, seperti para pejabat, para alim ulama
dari berbagai daerah, termasuk peneliti dari
bidang ilmu sejarah maupun budaya.
Makam Datuk Patimang sarat dengan
berbagai mitos yang dipercayai oleh sebagian
masyarakat sebagai tempat yang dapat
merubah nasib seseorang menjadi lebih baik,
karena sosok beliau adalah seorang ulama
besar yang dianggap berjasa menyebarkan
agama Islam. Peziarah sangat ramai
menjelang bulan suci Ramadhan. Hari-hari
yang dianggap baik untuk berziarah ke
Makam Datuk yaitu Minggu, Senin dan
Kamis, akan tetapi menurut penuturan
penjaga makam (A.Tamrin), bahwa setiap
hari ada saja peziarah yang datang untuk
melakukan ritual maupun untuk melepas
nazar karena telah tercapai apa yang
diinginkan
2. Makam Raja Luwu XV (Andi
Patiware).
Makam ini sebenarnya berada satu
kompleks dengan makam Datuk Patimang,
karena itu jarak antara kedua makam tersebut
tidaklah berjauhan, yakni hanya kurang lebih
25 meter. Tujuan dan motivasi peziarah
mengunjungi makam tersebut juga
bermacam-macam, ada yang hanya untuk
melihat keberadaan makam seorang Raja
yang pertama kali memeluk agama Islam di
wilayahnya kemudian mendoakan arwahnya
agar diterima di sisi Tuhan, atau ingin
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 117-133
129 Jurnal Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018
mengetahui sejarah perjuangannya, namun
ada juga sebagian masyarakat yang
menganggap dan percaya bahwa di kompleks
pemakaman Datuk Patimang dimana juga
terdapat makam Raja Luwu XV tersebut,
adalah tempat keramat yang dapat
mengabulkan segala permintaan bagi yang
memujanya melakukan ritual kepada
penguasa tempat ini.
Salah seorang pengunjung atau
peziarah (Darmin, 49 tahun) yang kebetulan
ditemui di kompleks makam mengatakan,
bahwa tujuan dia berziarah ke tempat ini
adalah untuk memohon berkah kepada arwah
penghuni kompleks pemakaman, bahwa
sekiranya setelah berada di perantauan
(Malaysia), dapat memperoleh pekerjaan
yang layak dengan penghasilan yang
memadai. Ada pula peziarah yang
bermunajat pada arwah Raja Luwu itu untuk
menyempurnakan ilmu kekebalan yang
diperolehnya dengan memanjatkan doa di
makam itu. Namun demikian, menurut
penjaga makam, peziarah yang rutin
berkunjung ke makam ini, adalah mereka
yang masih mempunyai keturunan dengan
Raja Luwu ke XV sehingga mereka
berkewajiban untuk mengunjungi dan
meminta berkah di makam itu. Tujuan dan
motivasi mereka adalah agar mendapat
karomah dari arwah leluhurnya, seperti
kelancaran rezeki, jabatan, kekebalan dan
berbagai niat lainnya.
Persepsi Masyarakat Peziarah Terhadap
Makam-Makam Keramat
Persepsi atau pandangan masyarakat
peziarah terhadap makam-makam tua yang
dikeramatkan di Kabupaten Luwu Utara,
seperti makam Datuk Patimang maupun
makam Raja Luwu XV sangat beragam. Ada
yang mempersepsikan bahwa makam Datuk
Patimang adalah merupakan makam seorang
ulama atau mubaliq besar yang banyak
diziarahi atau dikunjungi orang. Di tempat itu
dimakamkan seorang tokoh yang sudah
mendapat pengakuan sebagai seorang yang
dikasihi Allah dan seorang yang termasuk
waliyullah. Tokoh ini diyakini telah berjasa
besar dalam menyebarkan agama Islam,
khususnya di tanah Luwu.
Begitupun terhadap makam Raja
Luwu ke XV yang lokasinya tidak berada
jauh dari makam Datuk Patimang, oleh para
peziarah telah menganggapnya sebagai
makam seorang tokoh (Raja) yang telah
banyak berjasa kepada rakyatnya, terutama
saat disiarkannya agama Islam di
wilayahnya. Dia adalah orang (Raja) yang
pertama kali menerima ajaran Islam di
wilayahnya dari seorang mubalig besar,
yakni Datuk Patimang lalu manganjurkannya
kepada seluruh rakyatnya agar juga
mengikuti jejaknya, yakni menerima ajaran
Islam sebagai agama yang dimuliakan Allah.
Di tempat atau lokasi dari kedua
makam itu, pada hari-hari atau waktu tertentu
ramai dikunjungi orang untuk berziarah,
Persepsi Masyarkat Peziarah terhadap Makam Kemarat di Kabupaten Luwu Utara, Ansaar
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 75-100 130
seperti hari menjelang memasuki bulan suci
Ramadhan, setelah melaksanakan hari raya
Idul Fitri atau Idul Adha dan pada saat bulan
Maulid. Pada hari-hari seperti ini, peziarah
yang datang jumlahnya lebih banyak bila
dibandingkan dengan hari-hari biasanya.
Mereka bukan hanya warga sekitar saja,
tetapi banyak pula yang datang dari luar
daerah, bahkan luar provinsi.
Setiap orang yang berziarah ke
makam Datuk Patimang ataupun makam
Raja Luwu XV, dalam dirinya diperkuat
dengan emosi keagamaan. Dengan emosi
keagamaan itu mereka berusaha memusatkan
dirinya pada alam sakral untuk memohon
kepada Allah di tempat yang diyakini sebagai
seorang kekasih Allah, sehingga dia berharap
ada barokah (berkah) yang kembali kepada
dirinya dan dapat terkabul segala hal yang
menjadi tujuannya datang berziarah ke
tempat itu.
Peziarah yang datang ke makam itu,
satu sama lain mempunyai persepsi atau
pandangan yang berbeda, tergantung dari
tujuan dan kebutuhan mereka datang ke
makam itu. Persepsi yang menyebutkan,
bahwa makam Datuk Patimang maupun
makam Raja Luwu XV merupakan tempat
yang dapat memberi “arti” bagi peziarah,
maksudnya adalah berkat keyakinannya,
seorang peziarah dapat menemukan
“sesuatu” yang diharapkannya. Peziarah
lainnya mempunyai persepsi, bahwa makam
Datuk Patimang merupakan tempat untuk
meminta sesuatu apa saja yang diinginkan.
Persepsi seperti ini telah dibuktikan salah
seorang peziarah Abd. Asis (39 tahun) yang
berasal dari Kabupaten Luwu Timur dan
bekerja sebagai karyawan swasta. Ia
menuturkan bahwa sejak telah menikah
sembilan tahun yang lalu, hingga kini belum
dikaruniai seorang anak. Berbagai upaya
telah dilakukannya, baik ke dokter maupun
ke pengobatan alternatif tetapi belum
membuahkan hasil. Karena ia penasaran, ia
pun tekun beribadah kemudian berziarah ke
makam Datuk Patimang dan berdoa kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa. Secara
berulangkali, ia berziarah sambil memohon
barokah kepada Yang Maha Kuasa.
Akhirnya, berkat kebesaran Yang Maha
Kuasa, isterinya pun akhirnya dikaruniai
anak. Menurut pengakuannya, sejak itulah
sering berkunjung atau berziarah ke makam
Datuk, baik untuk keperluan urusan keluarga
maupun untuk urusan lainnya.
Sementara itu banyak juga peziarah
yang mempunyai persepsi, bahwa makam
Datuk Patimang adalah tempat untuk mencari
dan bisa memberi harapan hidup yang lebih
baik dari sekarang. Persepsi seperti ini
diyakini oleh peziarah lainnya (Muh. Asrul
(42 tahun), peziarah dari Sidrap yang
berprofesi sebagai buruh tani dan Herman
(29 tahun) yang belum memiliki pekerjaan
tetap. Menurutnya, berziarah ke makam ini
niatnya untuk mencari keberkahan sehingga
ada perubahan pada nasibnya. Keduanya baru
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 117-133
131 Jurnal Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018
mengetahui bahwa makam Datuk Patimang
itu sebagai makam yang banyak dikunjungi
peziarah setelah diberitahu oleh kerabatnya
yang juga pernah melakukan kunjungan ke
makam yang sama. Namun karena terdorong
oleh niatnya yang tulus, akhirnya keduanya
pun mencoba melakukan ziarah sambil
berusaha mengubah nasibnya. Kedua
peziarah tersebut mengatakan, bahwa kami
datang ke makam ulama besar (Datuk
Patimang) tersebut dengan maksud berziarah,
semoga dengan perantaraan ziarah ini ada
perubahan pada nasib saya.
Bagi peziarah yang percaya dan
ternyata berhasil dalam menjalankan
usahanya, maka persepsi mengenai makam
Datuk Patimang maupun makam Raja Luwu
XV sebagaimana digambarkan di atas akan
semakin kuat. Namun demikian menurut juru
pelihara makam dan seorang tokoh
masyarakat setempat, persepsi bahwa
makam Datuk Patimang maupun makam
Raja Luwu merupakan tempat untuk
meminta rezeki, itu adalah keliru dan salah
besar. Kedua informan tersebut menegaskan,
bahwa kalau memang sekiranya terdapat
peziarah yang berhasil dalam usahanya
setelah memanjatkan doa dan
permohonannya di tempat makam itu adalah
kehendak Allah Yang Maha Kuasa, bukan
karena makam-makam tersebut.
Lokasi atau lingkungan makam Datuk
Patimang maupun makam Raja Luwu XV
merupakan tempat yang sejuk dan tenang
sehingga pengunjung atau peziarah yang
berada di tempat itu dapat berkonsentrasi
dengan baik dan khusuk dalam berdoa.
Dengan kondisi demikian akan memudahkan
hubungan dengan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Di samping adanya persepsi yang
menyatakan bahwa makam Datuk Patimang
maupun makam Raja Luwu dapat
memberikan keberuntungan, memberikan
harapan baru, tempat untuk meminta segala
macam keinginan dan harapan, dan lain
sebagainya yang lebih bersifat material,
terdapat pula peziarah yang mempunyai
persepsi atau pandangan yang lebih rasional,
bahwa makam Datuk Patimang dan makam
Raja Luwu itu merupakan tempat untuk
mendoakan arwah atau leluhur yang telah
meninggal agar selalu diberi tempat yang
layak di sisi Allah SWT. Persepsi atau
pandangan seperti ini, lebih menekankan
pada kebutuhan hidup spiritual. Para peziarah
tersebut menyatakan bahwa makam Datuk
Patimang merupakan tempat sakral dan suci.
Tujuan utama mereka hanyalah semata
berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah
SWT. Bagi mereka, mendoakan orang yang
sudah tiada (meninggal) merupakan
perbuatan yang baik. Demikian pula
mendoakan arwah Datuk Patimang dan Raja
Luwu XV. Dengan cara demikian semoga
Allah memberi berkah kepada yang didoakan
dan kepada yang mendoakannya. Atas
berkah-Nya, semoga apa yang dinginkan
Persepsi Masyarkat Peziarah terhadap Makam Kemarat di Kabupaten Luwu Utara, Ansaar
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 75-100 132
dalam kehidupannya dikabulkan dan diberi
kelancaran dalam berbagai hal.
PENUTUP
Berdasarkan uraian yang telah
dikemukakan di atas, maka pada bagian
penutup ini dapat disimpulkan, bahwa
kepercayaan masyarakat terhadap
kekeramatan makam-makam tua yang ada di
Kabupaten Luwu Utara, khususnya di Desa
Patimang Kecamatan Malangke, masih
dijadikan sebagai salah satu instrumen
pemujaan untuk memperoleh keberkahan dan
mujizat terhadap doa-doa yang dipanjatkan.
Para peziarah yang datang dari berbagai
profesi biasanya melakukan kunjungan
secara rutin pada makam-makam yang
dianggap telah memberi keberkahan,
sehingga mereka mengikatkan diri dengan
salah satu makam yang dikultuskan untuk
selalu melakukan ritual di makam tersebut.
Peziarah yang datang berkunjung ke
makam-makam tua yang dikeramatkan itu,
baik makam Datuk Patimang maupun makam
Raja Luwu XV, dilandasi dengan niat dan
tujuan yang didorong oleh kemauan batin
yang kuat. Adanya niat dan tujuan tersebut
membuat motivasi peziarah menjadi
beragam. Demikian, niat dan tujuan itu juga
dipengaruhi oleh informasi yang diperoleh.
Umumnya peziarah itu mendengar atau
diberitahu temannya, ataupun kerabatnya
tentang kharisma sebuah makam yang
dianggap dapat memberi harapan untuk
hidup lebih baik dari sekarang, memberi
keselamatan, ketenangan hidup dan
sebagainya. Niat mereka untuk ziarah itu
selain karena atas dorongan diri sendiri, ada
juga karena diajak atau dianjurkan oleh
teman atau kerabatnya, terutama oleh mereka
yang merasa berhasil mencapai keinginannya
setelah melakukan ziarah. Karena itulah cara
berkunjungnya juga bermacam-macam, ada
yang seorang diri, diajak teman atau keluarga
dan ada juga yang datang secara rombongan.
Persepsi atau pandangan masyarakat
peziarah terkait dengan kunjungan ke
makam-makam tua yang dikeramatkan itu
cukup beragam. Di antara persepsi itu, ada
yang menyebutkan, bahwa makam Datuk
Patimang maupun makam Raja Luwu XV
(Andi Patiware) merupakan tempat yang
dapat memberi arti bagi peziarah, maksudnya
adalah berkat keyakinannya, seorang
peziarah dapat menemukan sesuatu yang
diharapkannya. Di sisi lain, ada juga peziarah
yang mempersepsikan, bahwa makam Datuk
Patimang adalah tempat untuk mencari dan
bisa memberi harapan hidup yang lebih baik
dari sekarang. Bagi peziarah yang percaya
dan ternyata berhasil dalam menjalankan
usahanya, maka apa yang dipersepsikan
mengenai makam keramat itu akan semakin
kuat. Namun persepsi seperti itu ditentang
oleh tokoh-tokoh masyarakat setempat
karena menganggap tidak sesuai lagi dengan
kaidah-kaidah keislaman, dan jika sekiranya
terdapat peziarah yang berhasil dalam
Jurnal Arkeologi Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018 : 117-133
133 Jurnal Papua Vol. 10 No.2 / Nopember 2018
usahanya setelah memanjatkan doa dan
permohonannya di tempat makam itu, maka
itu adalah kehendak Allah Yang Maha
Kuasa, bukan karena makam dimana dia
berdoa dan bermohon.
DAFTAR PUSTAKA
Bogdan, Ribert dan Steven J Tylor. 1993. Kualitatif Dasar-Dasar Penelitian. Surabaya: Usaha Nasional.
Baal, Van J. 1987. Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya. Jakarta: PT. Gramedia.
Darmawan, Sigit, dkk. 2006. Laporan Pemetaan Kompleks Makam Patimang Kabupaten Luwu Utara Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar: Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar.
Geertz, Clifford. 1992. Kebudayaan dan Agama.Yogyakarta: Kanisius. Koentjaranigrat. 1997. Pengantar Antropolog (Pokok-Pokok Etnografi). Jakarta: PT. Rineka
Cipta. Koentjaranigrat. 2011. Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan. (Cetakan kesembilan
belas). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Lestari, Eka. 2014. Islamisasi di Kerajaan Luwu Abad XVII (Skripsi). Makassar: Fakultas
Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar. Mahmud, M. Irfan. 2012. Datuk ri Tiro: Penyiar Islam di Bulukumba. Yogyakarta: Penerbit
Ombak. Mulder, Niels. 1986. Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional. Yogyakarta: Gajah
Mada University Pres. Natsir, Moh, dkk. 2009. Kepurbakalaan Islam di Sulawesi Selatan. Makassar: Balai
Pelestarian Peninggalan Purbakala Makassar Nawir. 1997/1998. Sejarah Islam di Luwu. Laporan Hasil Penelitian. Makassar: BKSNT
Ujung Pandang. Purnama, H.L. 2014. Kerajaan Luwu: Menyimpan Banyak Misteri. Makassar: Arus Timur. Salam, Rahayu. 2015. Persepsi Masyarakat Terhadap Ziarah Makam Datok Ri Tiro Di
Kecamatan Bonto Tiro Kabupaten Bulukumba. Makassar: Jurnal Penelitian Vol. 6 no. 2.
Sugiono. 2007. Memahami Penelitian Kualiatif. Bandung: Alfabeta. Suteja. 2010. Pesiarah Kubur Makam Sunan Gunung Jati Cirebon. Proposal Penelitian
Mandiri. Hajisteja’s Blog. Posted on June 13 Saleh, Nur Alam, 2001. Persfektif Makam Syek Yusuf Sebagai Wisata Budaya Di Daerah
Kabupaten Gowa. Laporan Penelitian. Makassar: BPSNT Makassar.
Persepsi Masyarkat Peziarah terhadap Makam Kemarat di Kabupaten Luwu Utara, Ansaar