Download - Peritonitis Referat
BAB I
PENDAHULUAN
Sejarah apendisitis dimulai pada tahun 1827 oleh Melier yang pertama kali
menyebutkan proses inflamasi di sekum dengan typhlitis atau perityphlitis. Sebelumnya pada
tahun 1735, Claudius Amyant melakukan apendektomi pertama kali pada saat operasi hernia
inguinal. Kemudian Reginald H dan Fitz adalah orang pertama yang memeriksa apendiks
secara histopatologi dari hasil operasi. Sejarah modern apendisitis dimulai dari tulisan klasik
Charles McBurney tahun 1889, yang dipublikasikan dalam New York Surgical Society on
Nov 13,1889. Istilah apendisitis pertamakali digunakan oleh Reginal Fitz, 1886, seorang
profesor patologi anatomi dari Harvard, untuk menyebut proses peradangan yang biasanya
disertai ulserasi dan perforasi pada apendiks. Tiga tahun kemudian (1889), Charles Mc
Burney seorang profesor bedah dari universitas Columbia menemukan titik nyeri tekan
maksimal dengan melakukan penekanan pada satu jari yaitu tepat di 1,5-2 inchi dari spina
iliaca anterior superior (SIAS) yang ditarik garis lurus dari SIAS tersebut ke umbilikus. Titik
tersebut kemudian dikenal sebagai titik Mc Burney
Appendisitis akut setelah 48 jam dapat menjadi sembuh jika daya tahan tubuh pasien baik,
kronik jika gejala menetap lebih dari dua minggu, perforasi akibat penanganan yang
terlambat, dan infiltrat / abses jika mikroperforasi diselimuti oleh omentum dan visera.
1
BAB II
APPENDICITIS
1. DEFINISI APPENDICITIS
Appendicitis adalah peradangan dari appendiks vermivormis dan merupakan
kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering ditemukan. Dapat terjadi pada semua
umur, hanya jarang dilaporkan pada anak berusia kurang dari 1 tahun. Insiden tertinggi pada
usia 20-30 tahun terjadi pada laki-laki dan perempuan sama banyak.
2. ANATOMI DAN FISIOLOGI APPENDIKS
Sistem digestif yang secara embriologi berasal dari midgut meliputi duodenum distal muara
duktus koledukus, usus halus, sekum dan apendiks, kolon asendens, dan ½ sampai ¾ bagian
oral kolon transversum. Premordium sekum dan apendiks Vermiformis (cecal diverticulum)
mulai tumbuh pada umur 6 minggu kehamilan, yaitu penonjolan dari tepi antimesenterium
lengkung midgut bagian kaudal. Selama perkembangan antenatal dan postnatal, kecepatan
pertumbuhan sekum melebihi kecepatan pertumbuhan apendiks, sehingga menggeser
apendiks ke arah medial di depan katup ileosekal. Apendiks mengalami pertumbuhan
memanjang dari distal sekum selama kehamilan. Selama masa pertumbuhan bayi, terjadi juga
2
pertumbuhan bagian kanan-depan sekum, akibatnya apendiks mengalami rotasi kearah
postero-medial dan menetap pada posisi tersebut yaitu 2,5 cm dibawah katup ileosekal,
sehingga pangkal apendiks di sisi medial. Organ ini merupakan organ yang tidak mempunyai
kedudukan yang menetap didalam rongga abdomen. Hubungan pangkal apendiks ke sekum
relatif konstan, sedangkan ujung dari apendiks bisa ditemukan pada posisi retrosekal,
pelvikal, subsekal, preileal atau parakolika kanan. Posisi apendiks retrosekal paling banyak
ditemukan yaitu 64% kasus.
Secara histologi, struktur apendiks sama dengan usus besar. Kelenjar submukosa dan mukosa
dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan pembuluh darah dan kelenjar limfe.
Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh lamina serosa yang berjalan pembuluh darah besar
yang berlanjut ke dalam mesoapendiks. Bila letak apendiks retrosekal maka tidak tertutup
oleh peritoneum viscerale (Soybel, 2001). Menurut Wakeley (1997) lokasi apendiks adalah
sebagai berikut: retrosekal (65,28%), pelvikal (31,01%), subsekal (2,26%), preileal (1%) dan
postileal serta parakolika kanan (0,4%) (Schwartz, 1990).
Pada 65% kasus apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan apendiks memungkinkan
bergerak dalam ruang geraknya tergantung pada panjangnya mesoapendiks. Pada kasus
selebihnya apendiks terletak retroperitoneal yaitu di belakang sekum, dibelakang kolon
askenden atau tepi lateral kolon askenden. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak dari
apendiks. Pada posisi retrosekal, kadang-kadang appendiks menjulang kekranial ke arah ren
dekster, sehingga keluhan penderita adalah nyeri di regio flank kanan. Dan kadang diperlukan
palpasi yang agak dalam pada keadaan tertentu karena appendiks yang mengalami inflamasi
ini secara kebetulan terlindungi oleh sekum yang biasanya mengalami sedikit dilatasi Letak
appendik mungkin juga bisa di regio kiri bawah hal ini dipakai untuk penanda kemungkinan
adanya dekstrokardia. Kadang pula panjang appendiks sampai melintasi linea mediana
3
abdomen, sehingga bila organ ini meradang mengakibatkan nyeri perut kiri bawah. Juga pada
kasus-kasus malrotasi usus kadang appendiks bisa sampai diregio epigastrum, berdekatan
dengan gaster atau hepar lobus kanan.
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya bervariasi berkisar antara 2-22 cm.
Letak basis apendiks berada pada posteromedial sekum pada pertemuan ketiga taenia koli,
kira-kira 1-2 cm di bawah ileum. Dari ketiga taenia tersebut terutama taenia anterior yang
digunakan sebagai penanda untuk mencari basis apendiks. Basis apendiks terletak di fossa
iliaka kanan, bila diproyeksikan ke dinding abdomen terletak di kuadran kanan bawah yang
disebut dengan titik Mc Burney. Kira-kira 5% penderita mempunyai apendiks yang
melingkar ke belakang sekum dan naik (ke arah kranial) pada posisi retroperitoneal di
belakang kolon askenden. Apabila sekum gagal mengalami rotasi normal mungkin apendiks
bisa terletak di mana saja di dalam kavum abdomen. Pada anak-anak apendiks lebih panjang
dan lebih tipis daripada dewasa oleh karena itu pada peradangan akan lebih mudah
mengalami perforasi. Sampai umur kurang lebih 10 tahun, omentum mayus masih tipis,
pendek dan lembut serta belum mampu membentuk pertahanan atau pendindingan (walling
off) pada perforasi, sehingga peritonitis umum karena apendisitis akut lebih umum terjadi
pada anak-anak daripada dewasa (Raffensperger. Apendiks kekurangan sakulasi dan
mempunyai lapisan otot longitudinal, mukosanya diinfiltrasi jaringan limfoid. Pada bayi
apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujung. Keadaan
ini memungkinkan menjadi sebab rendahnya kasus apendisitis pada umur tersebut , 1990).
Apendiks mempunyai lumen yang sempit, bentuknya seperti cacing, dan apeksnya menempel
pada sekum. Apendiks pada bayi berbentuk konikal. Panjang apendiks bervariasi dari 2 – 20
cm dengan panjang rata-rata 6 – 9 cm. Diameter masuk lumen apendiks antara 0,5 – 15 mm.
Lapisan epitel lumen apendiks seperti pada epitel kolon tetapi kelenjar intestinalnya lebih
4
kecil daripada kolon. Apendiks mempunyai lapisan muskulus dua lapis. Lapisan dalam
berbentuk sirkuler yang merupakan kelanjutan dari lapisan muskulus sekum, sedangkan
lapisan luar berbentuk muskulus longitudinal yang dibentuk oleh fusi dari 3 tenia koli
diperbatasan antara sekum dan apendiks. Pada masa bayi folikel kelenjar limfe submukosa
masih ada. Folikel ini jumlahnya terus meningkat sampai puncaknya berjumlah sekitar 200
pada usia 12 – 20 tahun.
Setelah usia 30 tahun ada pengurangan jumlah folikel sampai setengahnya, dan berangsur
menghilang pada usia 60 tahun. Mesoapendiks terletak dibelakang ileum terminal yang
bergabung dengan mesenterium intestinal.
Vaskularisasi appendiks mendapatkan darah dari cabang a. ileokolika berupa appendiksularis
yang merupakan satu-satunya feeding arteri untuk appendiks, sehingga apabila terjadi
trombus pada appendiksitis akuta akan berakibat berbentuk gangren, dan bahkan perforasi
dari appendiks tersebut. Arteri apendikuler adalah cabang terminal dari arteri ileokolika dan
berjalan pada ujung bebas mesoapendiks. Kadang-kadang pada mesenterium yang inkomplet,
arteri ini terletak panda dinding sekum. Pada mesoapendiks yang pendek dapat berakibat
apendiks yang terfiksir (immobile). Kadang-kadang arteri apendikularis berjumlah dua. .
Namun demikian pangkal appendik ternyata mendapatkan vaskularisasi tambahan dari
cabang-cabang kecil arteri sekalis anterior dan posterior .
Vena appendiks bermuara di vena ileokalika yang melanjutkan diri ke vena mesenterika
superior. Sedangkan sistim limfatiknya mengalir ke lymfonodi ileosekal Pembuluh limfe
mengalirkan cairan limfe ke satu atau dua noduli limfatisi yang terletak pada mesoapendiks.
Dari sini cairan limfe berjalan melalui sejumlah noduli limfatisi mesenterika untuk mencapai
noduli limfatisi mesenterika superior. Syaraf apendiks berasal dari saraf simpatis dan
parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesenterika superior. Serabut syaraf aferen yang
5
menghantarkan rasa nyeri visceral dari apendiks berjalan bersama saraf simpatis dan masuk
ke medulla spinalis setinggi segmen torakal X karena itu nyeri visceral pada apendiks
bermula disekitar umbilikus.
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam
lumen dan selanjutnya dicurahkan ke sekum
3. EPIDEMIOLOGI APPENDICITIS
Di Amerika Serikat ada penurunan jumlah kasus dari 100 kasus menjadi 52 kasus setiap 100
ribu penduduk dari tahun 1975 – 1991. Terdapat 15 – 30 persen (30 – 45 persen pada wanita)
gambaran histopatologi yang normal pada hasil apendektomi. Keadaan ini menambah
komplikasi pascaoperasi, seperti adhesi, konsekuensi beban sosial-ekonomi, kehilangan
jumlah hari kerja, dan produktivitas.
Apendisitis akut dapat terjadi pada semua umur. Pada anak sering terjadi sekitar umur 6-10
tahun. Diagnosis apendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan hanya berdasarkan
gambaran klinis, hal ini disebabkan sulitnya komunikasi antara anak, orang tua dan dokter.
Sebagian besar anak belum mampu untuk mendiskripsikan keluhan yang dialami, suatu hal
yang relatif lebih mudah pada umur dewasa. Keadaan ini menghasilkan angka apendektomi
negatif sebesar 20% dan angka perforasi sebesar 20-30%.
Angka mortalitas yang tinggi dari apendisitis akut mengalami penurunan dalam beberapa
dekade. Hawk et al, membandingkan kasus apendisitis akut pada periode 1933 – 1937 dengan
1943 – 1948. Angka mortalitas pasien apendisitis akut dengan peritonitis local menurun dari
5% menjadi 0%. Angka mortalitas pasien apendisitis akut dengan peritonitis umum menurun
dari 40,6% menjadi 7,5%. Pada tahun 1930, 15 kasus meninggal karena apendisitis dari 100
ribu populasi, sedangkan 30 tahun kemudian hanya 1 kasus meninggal dari 100 ribu
6
polpulasi. Pada tahun 1977, mortalitas pasien dengan apendisitis akut tanpa perforasi 0,1% –
0,6% dan dengan perforasi 5%
4. ETIOLOGI APPENDICITIS
Beberapa penelitian tentang faktor yang berperan dalam etiologi terjadinya apendisitis akut
diantaranya: obstruksi lumen apendiks, Obstruksi bagian distal kolon, erosi mukosa,
konstipasi dan diet rendah serat Percobaan pada binatang dan manusia menunjukkan bahwa
total obstruksi pada pangkal lumen apendiks dapat menyebabkan apendisitis. Beberapa
keadaan yang mengikuti setelah terjadi obstruksi yaitu: akumulasi cairan intraluminal,
peningkatan tekanan intraluminal, obstruksi sirkulasi vena, stasis sirkulasi dan kongesti
dinding apendiks, efusi, obstruksi arteri dan hipoksia, serta terjadinya infeksi anaerob. Pada
keadaan klinis, faktor obstruksi ditemukan dalam 60 – 70 persen kasus. Enam puluh persen
obstruksi disebabkan oleh hiperplasi kelenjar limfe submukosa, 35% disebabkan oleh fekalit,
dan 5% disebabkan oleh faktor obstruksi yang lain. Keadaan obstruksi berakibat terjadinya
proses inflamasi Obstruksi pada bagian distal kolon akan meningkatkan tekanan intralumen
sekum, sehingga sekresi lumen apendiks akan terhambat keluar. Arnbjornsson melaporkan
prevalensi kanker kolorektal pada usia lebih dari 40 tahun, ditemukan setelah 30 bulan
sebelumnya dilakukan apendektomi, lebih besar dibandingkan jumlah kasus pada usia yang
7
sama. Dia percaya bahwa kanker kolorektal ini sudah ada sebelum dilakukan apendektomi
dan menduga kanker inilah yang meningkatkan tekanan intrasekal yang menyebabkan
apendisitis
Beberapa penelitian klinis berpendapat bahwa Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan
Enterobius vermikularis dapat menyebabkan erosi membrane mukosa apendiks dan
perdarahan. Pada kasus infiltrasi bakteri, dapat menyebabkan apendisitis akut dan abses Pada
awalnya Entamoeba histolytica berkembang di kripte glandula intestinal. Selama infasi pada
lapisan mukosa, parasit ini memproduksi ensim yang dapat menyebabkan nekrosis mukosa
sebagai pencetus terjadinya ulkus. Keadaan berikutnya adalah bakteri yang menginvasi dan
berkembang pada ulkus, dan memprovokasi proses inflamasi yang dimulai dengan infiltrasi
sel radang akut
Konstipasi dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal sekum, yang dapat diikuti
oleh obstruksi fungsional apendiks dan berkembangbiaknya bakteri. Penyebab utama
konstipasi adalah diet rendah serat. Diet rendah serat dapat menyebabkan feses menjadi
memadat , lebih lengket dan berbentuk makin membesar, sehingga membutuhkan proses
transit dalam kolon yang lama Diet tinggi serat tidak hanya memperpendek waktu transit
feses dalam kolon, tetapi dapat juga mengubah kandungan bakteri. Hill et al menyimpulkan
bahwa bakteri yang terdapat dalam feses orang Amerika dan Inggris (yang mengkonsumsi
rendah serat) lebih tinggi dibandingkan feses orang Uganda, India, dan Jepang.
5. GEJALA KLINIS APPENDICITIS
Gejala utama apendisitis akut adalah nyeri abdominal. Secara klinis nyeri dimulai difus
terpusat di daerah epigatrium bawah atau umbilical , dengan tingkatan sedang dan menetap,
kadang-kadang disertai dengan kram intermiten. Nyeri akan beralih setelah periode yang
8
bervariasi dari 1 hingga 12 jam, biasanya 4 – 6 jam , nyeri terletak di kuadran kanan bawah.
Anoreksia hampir selalu menyertai apendisitis.
Hal ini begitu konstan sehingga pada pemeriksaan perlu ditanyakan pada pasien. Vomitus
terjadi pada 75% kasus, umumnya hanya satu dua kali. Umumnya ada riwayat obstipasi
sebelum onset nyeri abdominal. Diare terjadi pada beberapa pasien. Urutan kejadian
symptoms mempunyai kemaknaan diagnosis banding yang besar, lebih dari 95% apendisitis
akut, anoreksia merupakan gejala pertama, diikuti oleh nyeri abdominal dan baru diikuti oleh
vomitus, bila terjadi.
6. PEMERIKSAAN FISIK
Tanda vital tidak berubah banyak. Peninggian temperature jarang lebih dari 1°C, frekuensi
nadi normal atau sedikit meninggi. Adanya perubahan atau peninggian yang besar berarti
telah terjadi komplikasi atau diagnosis lain perlu diperhatikan. Pasien biasanya lebih
menyukai posisi supine dengan paha kanan ditarik ke atas, karena suatu gerakan akan
meningkatkan nyeri. Nyeri kuadran kanan bawah secara klasik ada bila apendiks yang
meradang terletak di anterior. Nyeri tekan sering maksimal pada atau dekat titik yang oleh
McBurney dinyatakan sebagai terletak secara pasti antara 1,5 – 2 inchi dari spina iliaca
anterior pada garis lurus yang ditarik dari spina ini ke umbilicus. Adanya iritasi peritoneal
ditunjukkan oleh adanya nyeri lepas tekan dan Rovsing’s sign. Adanya hiperestesi pada
daerah yang diinervasi oleh n. spinalis T10, T11, T12 , meskipun bukan penyerta yang
konstan adalah sering pada apendisitis akut. Tahan muskuler terhadap palpasi abdomen
sejajar dengan derajat proses peradangan, yang pada awalnya terjadi secara volunteer seiring
dengan peningkatan iritasi peritoneal terjadi peningkatan spamus otot, sehingga kemudian
terjadi secara involunter. Iritasi muskuler ditunjukkan oleh adanya psoas sign dan obturator
sign.
9
7. APPENDICITIS PERFORASI
Perforasi terjadi pada 20% penderita terutama usia lanjut. Rasa nyeri bertambah dasyat dan
mulai dirasa menyebar, demam tinggi (rata-rata 38,3 der. C). Jumlah lekosit yang meninggi
merupakan tanda khas kemungkinan sudah terjadi perforasi.
Appendisitis akut setelah 48 jam dapat menjadi :
1. Sembuh
2. Kronik
3. Perforasi
4. Infiltrat / abses
Peritonitis lokal merupakan akibat dari mikroperforasi dari appendicitis yang telah
mengalami gangrene. Sedangkan peritonitis umum adalah merupakan tindak lanjut daripada
peritonitis lokal tersebut. Bertambahnya rasa nyeri, defans musculer yang meluas, distensi
abdomen, bahkan ileus paralitik, merupakan gejala-gejala peritonitis umum. Bila demam
makin tinggi dan timbul gejala-gejala sepsis, menunjukkan peritonitis yang makin berat.
Keadaan ini akan menyebabkan udem bertambah berat, terjadi iskemi, dan invasi bakteri
semakin berat sehingga terjadi pernanahan pada dinding apendiks, terjadilah keadaan yang
disebut apendisitis akuta supuratif. Pada keadaan yang lebih lanjut tekanan intraluminer akan
semakin tinggi, udem menjadi lebih hebat, terjadi gangguan sirkulasi arterial. Pada saat
appendix mengalami obstruksi, terjadi penumpukan sekresi mucus, yang akan mengakibatkan
proliferasi bakteri, sehingga terjadi penekanan pada moukosa appendix, dikuti dengan
masuknya bakteri ke dalam jaringan yang lebih dalam lagi. Sehingga timbulah proses
inflamasi dinding appendix, yang diikuti dengan proses trombosis pembuluh darah setempat.
Karena arteri appendix merupakan end arteri sehingga menyebabkan daerah distal
10
kekurangan darah, terbentuklah gangrene yang segera diikuti dengan proses nekrosis dinding
appendix.
Dikesempatan lain bakteri mengadakan multiplikasi dan invesi melalui erosi mukosa, karena
tekanan isi lumen, yang berakibat perforasi dinding, sehingga timbul peritonitis. Proses
obstruksi appendix ini merupakan kasus terbanyak untuk appendicitis. Dua per tiga kasus
gangrene appendix, fecalith selalu didapatkan. Bila kondisi penderita baik, maka perforasi
tersebut akan dikompensir dengan proses pembentukan dinding oleh karingan sekitar, misal
omentum dan jaringan viscera lain, terjadilah infiltrat atau (mass), atau proses pultulasi yang
mengakibatkan abses periappendix .
Hal ini menyebabkan terjadinya gangren pada dinding apendiks terutama pada daerah
antemesenterial yang relatif miskin vaskularisasi. Gangren biasanya di tengah-tengah
apendiks dan berbentuk ellipsoid. Keadaan ini disebut apendisitis gangrenosa. Apabila
tekanan intraluminer semakin meningkat, akan terjadi perforasi pada daerah yang gangrene
tersebut. Material intraluminer yang infeksius akan tercurah ke dalam rongga peritoneum dan
terjadilah peritonitis lokal maupun general tergantung keadaan umum penderita dan fungsi
pertahanan omentum.
11
BAB III
PERITONITIS
1. DEFINISI PERITONITIS
Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga
perut (peritoneum). Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut
dan dinding perut sebelah dalam. Peritonitis adalah peradangan yang biasanya disebabkan
oleh infeksi pada selaput rongga perut (peritoneum) lapisan membran serosa rongga abdomen
dan dinding perut sebelah dalam. Peradangan ini merupakan komplikasi berbahaya yang
sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya, apendisitis,
salpingitis), rupture saluran cerna atau dari luka tembus abdomen. Dalam istilah peritonitis
meliputi kumpulan tanda dan gejala, di antaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi,
defans muskular, dan tanda-tanda umum inflamasi. Pasien dengan peritonitis dapat
mengalami gejala akut, penyakit ringan dan terbatas, atau penyakit berat dan sistemik dengan
syok sepsis. Peritoneum bereaksi terhadap stimulus patologik dengan respon inflamasi
bervariasi, tergantung penyakit yang mendasarinya.
12
2. ETIOLOGI PERITONITIS
Bila ditinjau dari penyebabnya, infeksi peritonitis terbagi atas penyebab primer (peritonitis
spontan), sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ viseral), atau penyebab
tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang adekuat). Secara umum,
infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi peritonitis infektif (umum) dan abses
abdomen (lokal). Infeksi peritonitis relatif sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari
penyakit yang mendasarinya. Penyebab utama peritonitis ialah spontaneous bacterial
peritonitis (SBP) akibat penyakit hati yang kronik.
Penyebab lain yang menyebabkan peritonitis sekunder ialah perforasi apendisitis, perforasi
ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat divertikulitis, volvulus, atau kanker,
dan strangulasi kolon asendens.
Peritonitis sekunder, bentuk peritonitis yang paling sering terjadi, disebabkan oleh perforasi
atau nekrosis (infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga
peritoneal. Spektrum patogen infeksius tergantung penyebab asalnya. Berbeda dengan SBP,
peritonitis sekunder lebih banyak disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran
cerna bagian atas. Pada pasien dengan supresi asam lambung dalam waktu panjang, dapat
pula terjadi infeksi gram negatif. Kontaminasi kolon, terutama dari bagian distal, dapat
melepaskan ratusan bakteri dan jamur. Umumnya peritonitis akan mengandung polimikroba,
mengandung gabungan bakteri aerob dan anaerob yang didominasi organisme gram negatif.
Peritonitis biasanya disebabkan oleh : a. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi. Yang sering menyebabkan
peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung empedu atau usus buntu.
Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap infeksi. Jika pemaparan tidak
13
berlangsung terus menerus, tidak akan terjadi peritonitis, dan peritoneum cenderung
mengalami penyembuhan bila diobati.
b. Penyakit radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual
c. Infeksi dari rahim dan saluran telur, yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis
kuman (termasuk yang menyebabkan gonore dan infeksi chlamidia)
d. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa berkumpul di perut (asites) dan
mengalami infeksi
e. Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan. Cedera pada kandung empedu,
ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan dapat memindahkan bakteri ke
dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan untuk
menyambungkan bagian usus.
f. Dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal) sering mengakibatkan peritonitis.
Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam
perut.
g. Iritasi tanpa infeksi. Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk
bedak pada sarung tangan dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa
infeksi.
3. PATOFISIOLOGI PERITONITIS
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa, yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Bila
bahan-bahan infeksi tersebar luas pada pemukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar,
dapat timbul peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik;
14
usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen
usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguri. Peritonitis
menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intraabdomen (meningkatkan aktivitas inhibitor
aktivator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin dengan adanya pembentukan jejaring pengikat.
Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme terpenting dari sistem pertahanan tubuh,
dengan cara ini akan terikat bakteri dalam jumlah yang sangat banyak di antara matriks
fibrin. Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuh
menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah kuman yang sangat banyak,
tubuh sudah tidak mampu mengeliminasi kuman dan berusaha mengendalikan penyebaran
kuman dengan membentuk kompartemenkompartemen yang kita kenal sebagai abses.
Masuknya bakteri dalam jumlah besar ini bisa berasal dari berbagai sumber. Yang paling
sering ialah kontaminasi bakteri transien akibat penyakit viseral atau intervensi bedah yang
merusak keadaan abdomen. Selain jumlah bakteri transien yang terlalu banyak di dalam
rongga abdomen, peritonitis terjadi juga memang karena virulensi kuman yang tinggi hingga
mengganggu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri dengan neutrofil. Keadaan makin
buruk jika infeksinya dibarengi dengan pertumbuhan bakteri lain atau jamur, misalnya pada
peritonitis akibat koinfeksi Bacteroides fragilis dan bakteri gram negatif, terutama E. coli.
Isolasi peritoneum pada pasien peritonitis menunjukkan jumlah Candida albicans yang relatif
tinggi, sehingga dengan menggunakan skor APACHE II (acute physiology and cronic health
evaluation) diperoleh mortalitas tinggi, 52%, akibat kandidosis tersebut. Saat ini peritonitis
juga diteliti lebih lanjut karena melibatkan mediasi respon imun tubuh hingga mengaktifkan
systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan multiple organ failure (MOF).
4. GEJALA PERITONITIS
Gejala peritonitis tergantung pada jenis dan penyebaran infeksinya.
Biasanya penderita muntah, demam tinggi dan merasakan nyeri tumpul di perutnya. Bisa
15
terbentuk satu atau beberapa abses. Infeksi dapat meninggalkan jaringan parut dalam bentuk
pita jaringan (perlengketan, adhesi) yang akhirnya bisa menyumbat usus.
Bila peritonitis tidak diobati dengan seksama, komplikasi bisa berkembang dengan cepat.
Gerakan peristaltik usus akan menghilang dan cairan tertahan di usus halus dan usus besar.
Cairan juga akan merembes dari peredaran darah ke dalam rongga peritoneum. Terjadi
dehidrasi berat dan darah kehilangan elektrolit. Selanjutnya bisa terjadi komplikasi utama,
seperti kegagalan paru-paru, ginjal atau hati dan bekuan darah yang menyebar.
5. DIAGNOSIS PERITONITIS
Diagnosis peritonitis biasanya ditegakkan secara klinis dengan adanya nyeri abdomen (akut
abdomen) dengan nyeri yang tumpul dan tidak terlalu jelas lokasinya (peritoneum viseral)
kemudian lama kelamaan menjadi jelas lokasinya (peritoneum parietal). Pada keadaan
peritonitis akibat penyakit tertentu, misalnya perforasi lambung, duodenum, pankreatitis akut
yang berat, atau iskemia usus, nyeri abdomennya berlangsung luas di berbagai lokasi. Tanda-
tanda peritonitis relatif sama dengan infeksi berat lainnya, yakni demam tinggi, atau pasien
yang sepsis bisa menjadi hipotermia, takikardi, dehidrasi, hingga menjadi hipotensi. Nyeri
abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum di tempat tertentu sebagai
sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang, biasanya karena mekanisme antisipasi
penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasi yang menyakitkan, atau bisa juga
memang tegang karena iritasi peritoneum. Nyeri ini kadang samar dengan nyeri akibat
apendisitis yang biasanya di bagian kanan perut, atau kadang samar juga dengan nyeri akibat
abses yang terlokalisasi dengan baik. Pada penderita wanita diperlukan pemeriksaan vagina
bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatory disease, namun pemeriksaan
ini jarang dilakukan pada keadaan peritonitis yang akut. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini
16
bisa saja jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi, (misalnya diabetes
berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan
kesadaran (misalnya trauma kranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan
analgesik), penderita dengan paraplegia, dan penderita geriatri. Penderita tersebut sering
merasakan nyeri yang hebat di perut meskipun tidak terdapat infeksi di perutnya.
Foto rontgen diambil dalam posisi berbaring dan berdiri. Gas bebas yang terdapat dalam
perut dapat terlihat pada foto rontgen dan merupakan petunjuk adanya perforasi.
17
Kadang-kadang sebuah jarum digunakan untuk mengeluarkan cairan dari rongga perut, yang
akan diperiksa di laboratorium, untuk mengidentifikasi kuman penyebab infeksi dan
memeriksa kepekaannya terhadap berbagai antibiotika. Pembedahan eksplorasi merupakan
teknik diagnostik yang paling dapat dipercaya.
6. PENATALAKSANAAN
Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah fokus utama dari penatalaksanaan medis.
Beberapa liter larutan isotonik diberikan. Hipovolemi terjadi karena sejumlah besar cairan
dan elektrolit bergerak dari lumen usus ke dalam rongga peritoneal dan menurunkan caran ke
dalam ruang vaskuler. Analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri. Antiemetik dapat
diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Intubasi usus dan pengisapan membantu
dalam menghilangkan distensi abdomen dan meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam rongga
abdomen dapat menyebabkan tekanan yang membatasi ekspansi paru dan menyebabkan
distress pernapasan. Terapi oksigen dengan kanula nasal ataumasker akan meningkatkan
oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan bantuan ventilasi
diperlukan. Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki
penyebab. Tindakan pembedahan diarahkan kepada eksisi terutama bila terdapat apendisitis,
reseksi dengan atau tanpa anastomosis (usus), memperbaiki pada ulkus peptikum yang
mengalami perforasi atau divertikulitis dan drainase pada abses. Pada peradangan pankreas
(pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya
tidak dilakukan. Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik
diberikan bersamaan. Akhir-akhir ini drainase dengan panduan CT-scan dan USG merupakan
pilihan tindakan nonoperatif yang mulai gencar dilakukan karena tidak terlalu invasif, namun
terapi ini lebih bersifat komplementer, bukan kompetitif dibanding laparoskopi, karena
seringkali letak luka atau abses tidak terlalu jelas sehingga hasilnya tidak optimal.
18
Sebaliknya, pembedahan memungkinkan lokalisasi peradangan yang jelas, kemudian
dilakukan eliminasi kuman dan inokulum peradangan tersebut, hingga rongga perut benar-
benar bersih dari kuman.
7. PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada proses penyakit dan lamanya terjadi perforasi, biasanya berhasil
diperbaiki dengan pembedahan
19
BAB IV
KESIMPULAN
Appendicitis adalah peradangan dari appendiks vermivormis dan merupakan
kegawatdaruratan bedah abdomen yang paling sering ditemukan. Appendisitis akut setelah 48
jam dapat menjadi sembuh, kronik, perforasi, atau abses dan infiltrat. Perforasi terjadi pada
20% penderita terutama usia lanjut. Rasa nyeri bertambah dasyat dan mulai dirasa menyebar,
demam tinggi (rata-rata 38,3 der. C). Jumlah lekosit yang meninggi merupakan tanda khas
kemungkinan sudah terjadi perforasi. Bertambahnya rasa nyeri, defans musculer yang
meluas, distensi abdomen, bahkan ileus paralitik, merupakan gejala-gejala peritonitis umum.
Dengan adanya komplikasi appendicitis perforasi ini, maka sebaiknya dilakukan
appendictomy dalam waktu kurang dari 48 jam.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Doherty, M.Gerard. Current Surgical Diagnosis and Treatment, Ed 12, USA : The
Mc.Graw-Hill Companies Inc.2006. hlm 615-618
2. Grace P, Borley N. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga.Jakarta : Erlangga.2006.
3. Samsuhidajat R, De Jong W. Buku ajar Ilmu bedah Edisi 2. Jakarta : EGC.2004. hlm 639-
645.
4. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6. Jakarta :
EGC.2000. hlm 437-441
5. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah bagian 2. Jakarta: EGC 1994. Hlm 1-9
6. www.bedahum.com
7. www.emedicinehealth.com
8. www.medicastore.com
9. www.wikipedia.com
21