i
PERSEPSI KELUARGA PRIORITAS 3 (HIJAU) TENTANG
RESPON TIME TRIASE DI IGD RSUD KABUPATEN
KARANGANYAR
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
oleh :
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
Muhammad Noor Fauzie
ST142042
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang puji
syukur kita haturkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karuniaNya,
penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “Persepsi Keluarga Pasien
Prioritas 3 ( Hijau ) Tentang Respon Time Triase Di IGD RSUD Kabupaten
Karanganyar” sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana keperawatan
di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung. Ucapan terima kasih dan
penghargaan yang tulus penulis haturkan kepada :
1. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua STIKes Kusuma
Husada Surakarta.
2. Atiek Murharyati S.Kep, Ns, M.Kep selaku Ketua Progam Studi S-1
Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Ika Subekti Wulandari, S.Kep, Ns, M.Kep selaku pembimbing I yang
telah banyak meluangkan waktu dan begitu bijaksana dalam memberikan
arahan, bimbingan serta motivasi dalam penyusunan penelitian ini.
4. Alfyana Nadya Rachmawati, S.Kep, Ns, M.Kep selaku pembimbing II
yang telah banyak meluangkan waktu dan begitu bijaksana dalam
memberikan arahan, bimbingan serta motivasi dalam penyusunan proposal
penelitian ini.
v
5. Meri Oktariani S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pembimbing II yang telah
banyak meluangkan waktu dan begitu bijaksana dalam memberikan
arahan, bimbingan serta motivasi dalam penyusunan penelitian ini.
6. Isnaini Rahmawati, Ns, MAN selaku peguji yang telah menguji dan
meloloskan penelitian ini.
7. Seluruh Dosen, Staf pengajar dan karyawan STIKes Kusuma Husada yang
telah banyak memberikan wawasan dan segala bentuk bantuan kepada
penulis.
8. Direktur RSUD Kabupaten Karanganyar yang telah bersedia memberikan
ijin sebagai tempat penelitian.
9. Teman-teman S-1 Keperawatan yang telah memberikan motivasi dalam
penyusunanpenelitian ini.
10. Para informan yang telah memberikan waktunya dan telah menyampaikan
informasinya sehingga penyusunan penelitian ini dapat lancar.
11. Segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyelesaian penelitian ini.
Surakarta, 31 Agustus 2016
Penulis
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2016
Muhammad Noor Fauzie
PERSEPSI KELUARGA PRIORITAS 3 (HIJAU) TENTANG RESPON
TIME TRIASE DI IGD RSUD KABUPATEN KARANGANYAR
ABSTRAK
Prioritas 3 (hijau) pada sistem triase adalah kondisi dimana pasien dengan
cedera minor dan tingkat penyakit yang tidak membutuhkan pertolongan segera
serta tidak mengancam nyawa dan tidak menimbulkan kecacatan. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui persepsi keluarga prioritas 3 (hijau) tentang
respon time di IGD RSUD Kabupaten Karanganyar.
Metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan menggunakan
pendekatan diskriptif fenomenology, tehnik analisa yang digunakan pada
penelitian ini adalah menggunakan metode collaizi. Tehnik pengambilan sampel
dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, dengan kriteria
informan keluarga pasien dengan kriteria prioritas 3 (hijau), bersedia menjadi
informan. Sampel dihentikan setelah data tersaturasi dengan jumlah 3 informan.
Kesimpulan berdasarkan analisis data tematik dihasilkan tema prioritas
kegawatdaruratan pasien di IGD. Respon negatif terhadap sistem triase di IGD.
Harapan keluarga prioritas 3 terhadap pelayanan pasien di IGD.
Kesimpulan dari penelitian ini persepsi keluarga prioritas 3 (hijau) tentang
respon time triase di IGD RSUD Kabupaten Karanganyar adalah perlu adanya
penjelasan atau informasi dari petugas IGD yang bisa membuat masyarakat bisa
memahami pentingnya sistem triase dalam pelayanan terhadap pasien yang datang
ke IGD.
Kata kunci : Pelayanan, Informasi, Harapan
Daftar pustaka : 25 (2006 – 2015)
STUDY PROGRAM OF NURSING
vii
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2016
PERCEPTION OF PRIORITY 3 (GREEN) ABOUT TIME TRIASE
RESPOND IN EMERGENCY UNIT AT RSUD KARANGANYAR
Muhammad Noor Fauzie
Abstract
Priority 3 in the triase system is a condition in which patient with minor
injury and disease that do not need quick aid, threat their life and cause physical
defect. The aim of this research was to know perception of priority 3 families
(green) about time triase respond in emergency unit on RSUD Karanganyar.
Research method used was qualitative with descriptive phenomenology
approach. Analysis technique employed was Collaizi. Sampling technique used
was purposive sampling method with informant criteria should be families of
priority 3 criteria (green) and ready to be informant. Sample was stopped after
the data saturated with 3 informants.
Conclusion based on thematic analysis showed theme priority of patient
emergency in emergency unit (IGD). There was negative respond toward triase
system in emergency unit and expectation of priority 3 families toward patients’
service in IGD.
Conclusion from this research showed that perception of priority 3
families (green) about time triase respond in emergency unit on government
hospital of Karanganyar regency was negative. It needed further explanation
and information from IGD staffs which could make people understand about the
important of triase system in emergency service to the patient in IGD.
Key words : service, information, expectation
Bibliography : 21 (2005 – 2015)
1
A. PENDAHULUHAN
Pelayanan kesehatan
kegawatdaruratan merupakan hak
asasi sekaligus kewajiban yang harus
diberikan oleh setiap orang.
Pemerintah dan segenap masyarakat
bertanggung jawab dalam
pemeliharaan dan peningkatan
kualitas pelayanan kesehatan
kegawatdaruratan sebagai bagian
utama dari pembangunan kesehatan
sehingga pelaksanaannya tidak
sporadik dan memiliki sistem
pelayanan yang terstruktur
(Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2009).
Salah satu bagian di rumah
sakit yang memberikan pelayanan
adalah Instalasi Gawat Darurat, yang
merupakan gerbang utama jalan
masuknya penderita gawat darurat.
IGD adalah suatu instalasi bagian
rumah sakit yang melakukan
tindakan berdasarkan triase terhadap
pasien (Musliha, 2010). Kasus yang
paling sering ditemukan di IGD
seperti trauma, stroke, jantung, anak
dan korban masal, menuntut petugas
IGD harus mampu menanggulangi
semua kasus gawat darurat. Keadaan
gawat darurat merupakan suatu
keadaan klinis dimana pasien
membutuhkan tindakan medis guna
menyelamatkan nyawa dan
kecacatan lebih lanjut. Petugas IGD
sedapat mungkin berupaya
menyelamatkan pasien sebanyak-
banyaknya dalam waktu sesingkat-
singkatnya. Kecepatan dan ketepatan
pertolongan yang diberikan pada
pasien yang datang di IGD
memerlukan standar sesuai dengan
kompetensi dan kemampuannya
untuk penatalaksanaan pasien baru
yang datang di IGD, dimana untuk
setiap pasien yang datang di IGD
akan dilakukan pemeriksaan primer
(mencari keadaan yang mengancam
nyawa), sekunder ( pemeriksaan dari
kepala sampai kaki) dan tersier
(pemeriksaan ulang untuk evaluasi
keadaan pasien). (Direktorat Bina
Pelayanan dan Keteknisian Medik
Direktorat Jenderal Bina Upaya
Kesehatan Kementrian RI, 2011).
Kemampuan suatu fasilitas
kesehatan secara keseluruhan dalam
kualitas dan kesiapan peranya
sebagai pusat rujukan penderita dari
pra rumah sakit tercermin dari
kemampuan Instalasi Gawat Darurat
(Hardianti, 2008). Rumah sakit
khususnya IGD mempunyai tujuan
agar tercapainya pelayanan
kesehatan yang optimal pada pasien
secara cepat dan tepat serta terpadu
dalam penanganan tingkat
kegawatdaruratan sehingga mampu
mencegah resiko kecacatan dan
kematian (to save life and limb)
dengan respon time selama 5 menit
dan waktu definitif 2 jam (Basoeki
dkk, 2008). Dalam hal ini diperlukan
sistem atau proses khusus memilah
dan memilih pasien berdasarkan
beratnya penyakit menentukan
prioritas perawatan gawat medik
serta prioritas transportasi. Artinya
memilih berdasarkan prioritas dan
penyebab ancaman hidup.
Triase merupakan cara
pemilihan penderita berdasarkan
kebutuhan terapi dan sumber daya
yang tersedia. Terapi didasarkan
pada ABC( Airway dengan cervical
spine control, Breathing dan
Circulation dengan control
perdarahan ) (Musliha, 2010). Triase
adalah suatu proses yang mana
pasien digolongkan menurut tipe
1
Tipe Traffic Director or Non Nurse
(dilakukan oleh petugas yang tidak
berijasah), Tipe Cek Triase Cepat
(pengkajian cepat dengan melihat),
Tipe Comprehensive Triase
(dilakukan oleh perawat dengan
pendidikan yang sesuai dengan
pengalaman). (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia,
2007). Australasian Triage Scale
(ATS) merupakan panduan triase
yang didesain di ruang emergency
rumah sakit di New Zeealand
Australia pada tahun 1993. Katagori
dalam ATS didasarkan pada lamanya
waktu pasien menerima tindakan.
Dimana skalanya dibagi menjadi 5
yaitu ATS 1 harus segera ditangani
(prosentase prioritas 100%). ATS 2
maksimal waktu tunggu 10 menit
(prosentase prioritas 80%). ATS 3
maksimal waktu tunggu 30 menit
(prosentase prioritas 75%). ATS 4
maksimal waktu tunggu 60 menit
(prosentase prioritas 70%). ATS 5
maksimal waktu tunggu 120 menit
(prosentase prioritas 70%). Waktu
tunggu yang melebihi 2 jam
menunjukan terjadinya kegagalan
akses dan kualitas pelayanan. Tata
ruang dan peralatan dalan ATS harus
memenuhi standar precaution
(tempat cuci tangan dan sarung
tangan), pengukur waktu, alat
komunikasi yang memadai seperti
telepon atau intercom dan fasilitas
pendokumentasian triase
(Australaian College for Emergency
Medicine, 2002).
Klasifikasi dalam triase
didasarkan pada hasil data
pengkajian dan situasi yang
berlangsung. Penilaian dan
penggolongan triase dibagi menjadi 4
yaitu : Prioritas merah pada penderita
Cedera berat dan memerlukan
penilaian cepat dan tindakan medik
atau transport segera untuk
menyelamatkan hidupnya. Misalnya
penderita gagal nafas, henti jantung,
luka bakar berat, pendarahan parah
dan cedera kepala berat, pasien
memiliki waktu tunggu 0 menit (nol).
Prioritas kuning pada pasien yang
memerlukan bantuan, namun dengan
cedera yang kurang berat dan
dipastikan tidak akan mengalami
ancaman jiwa dalam waktu dekat,
misalnya cedera abdomen tanpa
shok, luka bakar ringan, fraktur atau
patah tulang tanpa syok dan jenis-
jenis penyakit lain, pasien memiliki
waktu tunggu 30 menit. Prioritas
hijau pada pasien dengan cedera
minor dan tingkat penyakit yang
tidak membutuhkan pertolongan
segera serta tidak mengancam nyawa
dan tidak menimbulkan kecacatan.
Prioritas hitam pada pasien
meninggal atau cedera parah yang
jelas tidak mungkin untuk
diselamatkan, pengelompokan label
triase kode internasional Hitam
(Mosby, 2008). Menurut Brooker
(2008) dalam prinsip triase
diberlakukan sistem prioritas yaitu
penentu atau penyeleksi mana yang
harus didahulukan mengenai
penanganan yang mengacu pada
tingkat ancaman jiwa yang timbul.
Prioritas didasarkan pada
ancaman jiwa yang dapat mematikan
dalam hitungan menit, dapat
mematikan dalam hitungan jam,
trauma ringan dan sudah meninggal.
Keberhasilan waktu tanggap atau
respon time sangat tergantung pada
kecepatan yang tersedia serta kualitas
pemberian pertolongan untuk
menyelamatkan nyawa atau
2
3
mencegah cacat di tempat kejadian,
dalam perjalanan hingga pertolongan
rumah sakit (Haryatun dan
Sudaryanto, 2008). Respon time
merupakan waktu antara dari pasien
datang sampai mendapat penanganan
dengan kata lain dapat disebut waktu
tanggap. Waktu tanggap yang baik
bagi pasien yaitu kurang dari atau
sama dengan 5 menit (Menteri
Kesehatan RI, 2009). Waktu tanggap
dikatakan tepat waktu atau tidak
terlambat apabila waktu yang
diperlukan tidak melebihi waktu rata
– rata standar yang ada (Haryatun
dan Sudaryanto, 2008). Waktu
tanggap pelayanan dapat dihitung
dengan hitungan menit dan sangat
dipengaruhi oleh berbagai hal baik
mengenai jumlah tenaga maupun
komponen-komponen lain yang
mendukung seperti pelayanan
laboratorium, radiologi, farmasi,
dan administrasi.
Dari beberapa penelitian
sehubungan dengan respon time
penangan gawat darurat di IGD di
beberapa rumah sakit didapatkan
respon time di IGD RS. Cipto
Mangunkusumo ≤ 8 memit, di IGD
RSUD Bantul didapatkan ≤ 10 menit.
Pada prioritas 3 waktu tanggap yang
diperlukan bisa lebih dari 60 menit,
tentunya ini akan timbul masalah
pada keluarga pasien yang belum
tahu tentang pelayanan sistem triase
di IGD, misal kurang puas terhadap
pelayanan, marah dan mungkin
memutuskan untuk pindah ke rumah
sakit lainnya. Prioritas hijau terdapat
pada pasien dengan cedera minor dan
tingkat penyakit yang tidak
membutuhkan pertolongan segera
serta tidak mengancam nyawa dan
tidak menimbulkan kecacatan.
Studi pendahuluhan
dilakukan peneliti di IGD RSUD
Kabupaten Karanganyar dengan
metode wawancara langsung ke
pasien dan keluarga pasien prioritas
3 pada tanggal 30 Januari 2016.
Hasil wawancara dengan 10 orang
yang datang di triase IGD RSUD
Kabupaten Karanganyar, terdapat 3
keluarga pasien menyatakan kurang
puas karena waktu dalam
memberikan pelayanan seperti
pelayanan tertunda karena ada
korban kecelakaan yang datang, 3
keluarga pasien menyatakan kurang
puas terhadap pelayanan dimana
mereka menginginkan yang sakit
untuk opname tetapi dari IGD
menyarankan untuk rawat jalan, 4
keluarga pasien menyatakan puas
dari interaksi atau perhatian antara
perawat dengan pasien. Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka peneliti
tertarik untuk meneliti tentang
presepsi keluarga pasien prioritas 3
terhadap respon time di IGD.
B. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini
menggunakan metode penelitian
kualitatif dengan pendekatan
fenomenologis (Saryono M, 2013).
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di IGD
RSUD Kabupaten Karanganyar
Waktu penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan
April 2016 di IGD RSUD Kabupaten
Karanganyar.
3
Populasi dan Sampel
Populasi pada penelitian ini
adalah pasien kriteria prioritas 3
yang berobat di IGD RSUD
Kabupaten Karanganyar. Peneliti
mendapatkan data pasien prioritas 3
(hijau) yang berobat di IGD RSUD
Kabupaten Karanganyar sebanyak
347 pasien pada bulan maret 2016.
Tehnik pengambilan sampel
digunakan dalam penelitian ini
adalah purposive sampling. Adapun
kriteria sampel antara lain :
1) Kriteria inklusi
a) Keluarga atau penanggung
jawab pasien yang sakit
ringan tidak mengancam jiwa
(Prioritas 3) dan dapat
berkomunkasi dengan baik.
b) Mereka yang bersedia
mengikuti proses penelitian
dari awal sampai selesai.
c) Keluarga atau penanggung
jawab pasien yang tidak
punya hubungan sosial
dengan peneliti.
2) Kriteria eksklusi
Keluarga pasien dengan prioritas
merah, kuning dan hitam
Instrumen dan Prosedur
Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data dapat
diambil dari peneliti itu sendiri dan
adapun instrumen atau alat yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah alat tulis, pedoman
wawancara atau semi stuktur
interview dan dokumentasi atau
status pasien. Tehnik wawancara
yang digunakan dalam penelitian ini
adalah wawancara mendalam (in
dept interview). Wawancara dapat
dilakukan secara semi terstuktur
maupun tak terstuktur, Dalam hal ini
peneliti menggunakan wawancara
semi terstuktur dan melalui tatap
muka (face to face) (Sugiono, 2015)..
Dalam pengumpulan data peneliti
melakukan wawancara dengan
keluarga pasien prioritas 3 selama
kurang lebih 20 menit
Keabsahan data pada penelitian
kualitatif meliputi kredibility,
tranferability, dependebility dan
confirmability.
Etika Penelitian
Setelah mendapatkan ijin terlebih
dahulu dari RSUD Kabupaten
Karanganyar kemudian membuat
lembar persetujuan yang diberikan
dan dijelaskan kepada informan
maksud dan tujuan serta manfaat dari
penelitian. (inform consent). Untuk
menjaga kerahasiaan nama informan
tidak dicantumkan., (anonimity dan
confidentiatlity).
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Persepsi keluarga prioritas 3
tentang pelayanan
Hasil penelitian untuk mengetahui
persepsi keluarga prioritas 3 tentang
respon time didapatkan 1 tema yaitu
prioritas kegawatdaruratan di IGD
dengan katagori pelayanan cepat,
dapat ditemukan dalam ungkapan
informan:
“….sudah ditangani
dan sudah diobati nggih
pun…..”(I01)
4
5
Informan 1 mengungkapkan
bahwa pasien yang datang untuk
periksa di IGD telah mendapatkan
pelayanan sesuai dengan harapannya.
“…pelayanan di
rumah sakit itu yang baik cepat dan
mau menjelaskan ….”(I02)
Informan 2 mengungkapkan
bahwa pelayanan di rumah sakit
harus cepat dan mau memberikan
penjelasan tentang penyakit yang
diderita pasien kepada pihak
keluarga.
“.. kita maunya itu
dilayani paling utama ..”.(I03)
Informan 3 mengungkapkan
bahwa keluarga pasien meminta
anggota keluarganya yang sakit
untuk dijadikan prioritas yang
pertama tidak memandang sakitnya
apa.
Hasil wawancara dari
informan 1 mengungkapkan bahwa
pasien yang datang untuk periksa di
IGD telah mendapatkan pelayanan
sesuai dengan harapannya. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Djemari
(2011) bahwa kegiatan pertama yang
menjadi tanggung jawab Instalasi
Gawat Darurat (IGD) adalah
menyelenggarakan pelayanan gawat
darurat. Pelayanan gawat darurat
sebenarnya bertujuan untuk
menyelamatkan kehidupan penderita
(life saving) sering dimanfatkan
hanya untuk memperoleh pelayanan
pertolongan pertama (first aid) dan
bahkan pelayanan rawat jalan
(ambulatory care).
Hasil wawancara dengan
informan 2 mengungkapkan bahwa
pelayanan di rumah sakit harus cepat
dan mau memberikan penjelasan
tentang penyakit yang diderita pasien
kepada pihak keluarga. Hal ini sesuai
dengan Djemari (2011) bahwa
kegiatan kedua yang menjadi
tangung jawab Instalasi Gawat
Darurat (IGD) adalah
menyelenggarakan pelayanan
penyaringan untuk kasus-kasus yang
membutuhkan pelayanan intensif.
Hasil wawancara dengan
informan 3 keluarga pasien meminta
anggota keluarganya yang sakit
untuk dijadikan prioritas yang
pertama tidak memandang sakitnya
apa. Hal ini tidak sesuai dengan
standar II pelayanan keperawatan
gawat darurat di rumah sakit menurut
Direktorat Bina Pelayanan dan
Keteknisian Medik Direktorat
Jenderal Bina Upaya Kesehatan
Kementrian RI tahun 2011 yaitu
Pengorganisasian Pelayanan
Keperawatan Gawat Darurat dan
juga tidak sesuai dengan penyataan
Brooker (2008) dalam prinsip triase
diberlakukan sistem prioritas yaitu
penentu atau penyeleksi mana yang
harus didahulukan mengenai
penanganan yang mengacu pada
tingkat ancaman jiwa yang timbul
dengan pasien berdasarkan :
Ancaman jiwa yang dapat
mematikan dalam hitungan menit,
dapat mematikan dalam hitungan
jam, trauma ringan dan sudah
meninggal.
Dalam hal ini peneliti
berpendapat bahwa pelayanan
terhadap pasien yang datang ke IGD
memang harus dilayani apapun
penyakitnya, tetapi harus sesuai
dengan sistem triase yang berlaku
sesuai dengan peraturan
KEMENKES RI,(2011) Standar III
5
Pelaksanaan Pelayanan
Keperawatan Gawat Darurat yang
mengatakan bantuan yang diberikan
pada pasien gawat darurat bertujuan
untuk penyelamatan nyawa dan
mencegah kecacatan menggunakan
pendekatan proses keperawatan di
IGD rumah sakit. Menurut Brooker
(2008) dalam prinsip triase
diberlakukan sistem prioritas yaitu
penentu atau penyeleksi mana yang
harus didahulukan mengenai
penanganan yang mengacu pada
tingkat ancaman jiwa yang timbul
dengan pasien berdasarkan :
Ancaman jiwa yang dapat
mematikan dalam hitungan menit,
dapat mematikan dalam hitungan
jam, trauma ringan dan sudah
meninggal. Triase adalah suatu
proses yang mana pasien
digolongkan menurut tipe dan tingkat
kegawatan kondisinya. (Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, 2011)
penilaian dan penggolongan triase
adalah sebagai berikut:
1) Prioritas I(warna merah)
Penderita Cedera berat dan
memerlukan penilaian cepat dan
tindakan medik atau transport
segera untuk menyelamatkan
hidupnya. Misalnya penderita
gagal nafas, henti jantung, luka
bakar berat, pendarahan parah dan
cedera kepala berat.
2) Prioritas II (warna kuning)
Pasien memerlukan bantuan,
namun dengan cedera dan tingkat
yang kurang berat dan dipastikan
tidak akan mengalami ancaman
jiwa dalam waktu dekat. misalnya
cedera abdomen tanpa shok, luka
bakar ringan, fraktur atau patah
tulang tanpa shok dan jenis-jenis
penyakit lain.
3) Prioritas III (warna hijau)
Pasien dengan cedera minor dan
tingkat penyakit yang tidak
membutuhkan pertolongan segera
serta tidak mengancam nyawa dan
tidak menimbulkan kecacatan.
4) Prioritas IV (warna hitam)
Pasien meninggal atau cedera
parah yang jelas tidak mungkin
untuk diselamatkan.
pengelompokan label triase kode
internasional hitam
2. Respon psikologi
Hasil penelitian untuk mengetahui
persepsi keluarga prioritas 3 tentang
respon psikologis keluarga prioritas 3
didapatkan 1 tema yaitu respon
negatif terhadap sistem triase di IGD
dengan katagori kecemasan keluarga,
dapat ditemukan dalam ungkapan
informan:
‘’…saya juga ndak seneng
mungkin juga akan marah bila
keluarga saya yang sakit parah trus
di tinggal …”(I01)
Informan 1 mengungkapkan
bahwa keluarga merasa tidak senang
dan mungkin juga akan marah
apabila ada anggota keluarganya
yang sakit parah kemudian dari
petugas IGD meninggalkannya untuk
menangani pasien lain.
“…saya betul-betul khawatir
dengan kondisi anak saya…”(I02)
Informan 2 mengungkapkan
bahwa keluarga benar-benar
khawatir akan kondisi kesehatan
anaknya dan ingin anaknya dirawat
di rumah sakit tetapi dari petugas
IGD mengatakan bahwa kondisi si
6
7
anak masih stabil dan dianjurkan
untuk rawat jalan.
Saya takutnya nanti di rumah
kambuh lagi …”(I03)
Informan 3 mengungkapkan
bahwa keluarga takut apabila nanti
setelah sampai di rumah pasien
kambuh sakitnya dan kembali lagi ke
rumah sakit, mereka tidak mau
bolak-balik ke rumah sakit dan ingin
si penderita langsung dirawat di
rumah sakit.
Hasil wawancara dari informan 1
mengungkapkan bahwa keluarga
merasa tidak senang dan mungkin
juga akan marah apabila ada anggota
keluarganya yang sakit parah
kemudian dari petugas IGD
meninggalkannya untuk menangani
pasien lain. Hal ini sesuai dengan
Soetrisno (2013) yang menyatakan
pelayanan pasien gawat darurat
adalah pelayanan yang memerlukan
pelayanan segera yaitu cepat, tepat
dan cermat untuk mencegah
kematian dan kecacatan.
Hasil wawancara dari
informan 2 mengungkapkan bahwa
keluarga benar-benar khawatir akan
kondisi kesehatan anaknya dan ingin
anaknya dirawat di rumah sakit tetapi
dari petugas IGD mengatakan bahwa
kondisi si anak masih stabil dan
dianjurkan untuk rawat jalan dan
informan 3 mengungkapkan bahwa
keluarga takut apabila nanti setelah
sampai di rumah pasien kambuh
sakitnya dan kembali lagi ke rumah
sakit, mereka tidak mau bolak-balik
ke rumah sakit dan ingin si penderita
langsung dirawat di rumah sakit . Hal
ini berkaitan dengan pernyataan
Djemari (2011) bahwa kegiatan
ketiga yang menjadi tanggung jawab
Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah
menyelenggarakan informasi medis
darurat dalam bentuk menampung
serta menjawab semua pertanyaan
anggota masyarakat yang ada
hubungannya dengan keadaan medis
darurat (emergency medical
questions).
Dalam hal ini peneliti
berpendapat bahwa pelayanan
terhadap pasien di IGD harus ada
penjelasan yang detail sehingga
pasien dan keluarga pasien
khususnya keluarga prioritas 3 dapat
mengerti dan memahami akan
kondisi penyakit keluarganya yang
tergolong dalam katagori prioritas 3
(hijau). Rasa khawatir, takut, marah
dan ragu akan hilang setelah ada
penjelasan yang mendetail dari
petugas IGD baik penjelasan akan
penyakit si pasien maupun
penjelasan akan sistem triase yang
berlaku di rumah sakit. Seperti pada
studi pendahuluan yang peneliti
lakukan di IGD RSUD Kabupaten
Karanganyar pada bulan Januari
2016 ditemukan data ketidakpuasan
akan pelayanan yang tertunda karena
melayani atau mendahulukan pasien
yang lebih gawat dan tidak puas
karena menginginkan penderita
untuk dirawat di rumah sakit tapi
dianjurkan untuk rawat jalan.
Menurut Djemari (2011) menyatakan
bahwa Kegiatan ketiga yang menjadi
tanggung jawab Instalasi Gawat
Darurat (IGD) adalah
menyelenggarakan informasi medis
darurat dalam bentuk menampung
serta menjawab semua pertanyaan
anggota masyarakat yang ada
hubungannya dengan keadaan medis
7
darurat (emergency medical
questions).
3. Mekanisme koping keluarga
pasien prioritas 3
Hasil penelitian untuk
mengetahui persepsi keluarga
prioritas 3 tentang mekanisme
koping keluarga pasien prioritas 3
tentang respon time pelayanan di
IGD, didapatkan 1 tema yaitu
harapan keluarga prioritas 3 terhadap
pelayanan pasien di IGD dengan 3
yaitu katagori 1) Kebutuhan
informasi 2) Sarana dan prasarana
3) Peningkatan SDM, dapat
ditemukan dalam ungkapan
informan:
1) Kebutuhan informasi
“...di depan itu di kasih papan
informasi...”(I01)
Informan 1 mengungkapkan bahwa
sebaiknya didepan pintu masuk IGD
diberi papan informasi yang
menyatakan pelayanan terhadap
pasien berdasakan sistem triase,
seperti yang pernah dilihatnya di
salah satu rumah sakit swasta di
Jakarta.
“...kalau tidak dijelaskan seperti ini
kan saya tidak tahu....”(I02)
Informan 2 mengungkapakan bahwa
perlunya penjelasan yang detail
untuk sistem layanan triase di IGD,
sehingga dapat mengerti dan
memahami.
“...pihak keluarga minta mondok apa
ndak boleh to mas, kita juga
bayar....”(I03)
Informan 3 mengungkapkan bahwa
apakah pihak keluarga tidak boleh
meminta anggota keluarganya yang
sakit untuk dirawat di rumah sakit
karena mereka merasa bisa untuk
memunuhi kewajiban membayar
biaya di rumah sakit.
Hasil wawancara dengan informan 1
mengungkapkan bahwa sebaiknya
didepan pintu masuk IGD diberi
papan informasi yang menyatakan
pelayanan terhadap pasien
berdasakan sistem triase, seperti
yang pernah dilihatnya di salah satu
rumah sakit swasta di Jakarta dan
informan 2 yang mengungkapkan
bahwa perlunya penjelasan yang
detail untuk sistem layanan triase di
IGD, sehingga dapat mengerti dan
memahami dan juga informan 3 yang
mengungkapkan bahwa apakah pihak
keluarga tidak boleh meminta
anggota keluarganya yang sakit
untuk dirawat di rumah sakit karena
mereka merasa bisa untuk memunuhi
kewajiban membayar biaya di rumah
sakit. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Djemari (2011) bahwa
kegiatan ketiga yang menjadi
tanggung jawab Instalasi Gawat
Darurat (IGD) adalah
menyelenggarakan informasi medis
darurat dalam bentuk menampung
serta menjawab semua pertanyaan
anggota masyarakat yang ada
hubungannya dengan keadaan medis
darurat (emergency medical
questions).
Peneliti berpendapat bahwa
memang sebaiknya di depan pintu
masuk IGD ada papan informasi
yang menyatakan pelayanan pasien
berdasarkan sistem triase sehingga
masyarakat bisa memahami akan
perlunya penanganan mana yang
didahulukan dan mana yang masuk
dalam kriteria dirawat di rumah sakit
8
9
apalagi pada saat ini untuk peserta
BPJS memang ada peraturan yang
membatasi untuk pelayanan di IGD
rumah sakit. Menurut BPJS tidak
semua penyakit dapat dilayani di
IGD, ada yang bisa dilayani pada
PPK 1 dan apabila pihak PPK 1 tidak
dapat menangani baru dirujuk ke
rumah sakit, tetapi sampai saat ini
masih banyak masyarakat yang
beranggapan bahwa dengan menjadi
peserta BPJS itu bisa berobat kemana
saja. Di RSUD Kabupaten
Karanganyar sedang pada tahap
pengembangan dan pembangunan
sarana dan prasarana yang
menunjang pelayanan terhadap
pasien baik yang di IGD maupun
yang sudah dirawat di bangsal rumah
sakit.
2) Sarana dan prasarana
“...pemeriksaan laboratnya kok
tempatnya terlalu jauh mbok ya kalo
bisa dekat kan enak....”(I01)
“...pelayanan yang seperti tadi,
....pelayanan apotik juga dekat ndak
antri banyak, ndak kesana
kesini....”(I03)
Informan 1 dan 3 mengungkapkan
bahwa untuk pelayanan di IGD
sebaiknya semua yang menunjang
pemeriksaan jadi satu di IGD. Tidak
terlalu jauh letaknya sehingga
pelayanan bisa jadi lebih cepat.
“...apa ditambah bangsalnya supaya
siapa saja yang sakit bisa
mondok...”(I02)
Informan 2 mengungkapkan bahwa
perlunya ditambah lagi kapasitas
ruangan atau bangsal perawatan
sehingga dapat menampung semua
yang sakit walaupun tidak ada
kriteria dirawat di rumah sakit.
Hasil wawancara dengan informan 1
dan 3 mengungkapkan bahwa untuk
pelayanan di IGD sebaiknya semua
yang menunjang pemeriksaan jadi
satu di IGD. Tidak terlalu jauh
letaknya sehingga pelayanan bisa
jadi lebih cepat. Hal ini sesuai
dengan standar pelayanan
keperawatan gawat darurat di rumah
sakit menurut Direktorat Bina
Pelayanan dan Keteknisian Medik
Direktorat Jenderal Bina Upaya
Kesehatan Kementrian RI tahun
(2011) yaitu Standar I : Perencanaan
Pelayanan Keperawatan Gawat
Darurat di Rumah Sakit tentang
Sarana, Prasarana dan Peralatan IGD
di Rumah Sakit yang menyatakan
sarana, prasarana dan peralatan
merupakan bagian yang akan
memfasilitasi dan mendukung semua
kegiatan pelayanan keperawatan
gawat darurat di rumah sakit
sehingga dapat menjamin
terlaksananya kegiatan dengan lancar
dan terstandar. Sedangkan
pengelolaan sarana, prasarana,
peralatan kesehatan dan logistik yang
tepat dan cepat, mendukung
terwujudnya pelayanan keperawatan
gawat darurat di rumah sakit yang
berkualitas.
Hasil wawancara dengan
informan 2 mengungkapkan bahwa
perlunya ditambah lagi kapasitas
ruangan atau bangsal perawatan
sehingga dapat menampung semua
yang sakit walaupun tidak ada
kriteria dirawat di rumah sakit. Hal
ini juga sesuai dengan standar
pelayanan keperawatan gawat
darurat di rumah sakit menurut
Direktorat Bina Pelayanan dan
9
Keteknisian Medik Direktorat
Jenderal Bina Upaya Kesehatan
Kementrian RI tahun (2011) yaitu
Standar I : Perencanaan Pelayanan
Keperawatan Gawat Darurat di
Rumah Sakit tentang Sarana,
Prasarana dan Peralatan IGD di
Rumah Sakit yang menyatakan
sarana, prasarana dan peralatan
merupakan bagian yang akan
memfasilitasi dan mendukung semua
kegiatan pelayanan keperawatan
gawat darurat di rumah sakit
sehingga dapat menjamin
terlaksananya kegiatan dengan lancar
dan terstandar. Sedangkan
pengelolaan sarana, prasarana,
peralatan kesehatan dan logistik yang
tepat dan cepat, mendukung
terwujudnya pelayanan keperawatan
gawat darurat di rumah sakit yang
berkualitas.
Peneliti berpendapat bahwa
dalam pelayanan pasien di IGD
seharusnya seluruh fasilitas yang
menunjang baik apotik, radiologi,
laboratorium dan penunjang lainnya
tidak terlalu jauh letaknya dari IGD,
sehingga pelayanan dapat dilakukan
dengan cepat. Di RSUD Kabupaten
Karanganyar memang baru dalam
tahap pembangunan sehingga ada
kendala untuk ruang laboratoriumnya
masih ada di tengah atau jauh dari
IGD. Dan juga untuk bangsal
perawatan masih dalam tahap
pembangunan penambahan ruangan
untuk rawat inapnya.
3) Peningkatan SDM
“...dipisahkan perawat yang nangani
yang gawat dan ada perawat yang
nangani yang ndak gawat...”(I01)
Informan 1 mengungkapkan bahwa
perlunya pembagian antara perawat
di IGD untuk pangangan pasien
gawat darurat dan pasien yang tidak
gawat darurat, agar semua pelayanan
terhadap pasien tidak lagi tertunda
baik untuk yang gawat maupun yang
tidak gawat.
“..semoga pelayanan di rumah sakit
ini bisa lebih baik....”(I02)
Informan 2 mengungkapkan bahwa
harapan dari masyarakat untuk
pelayanan di IGD bisa lebih baik
lagi. Tidak lagi ada pasien yang
tertunda pelayanannya.
“...kita berharap tenaga yang ada itu
di tambah lagi saja...”(I03)
Informan 3 mengungkapkan bahwa
perlunya penambahan personil IGD
dengan harapan semua pasien yang
berobat di IGD dapat terlayani semua
tanpa membedakan status
kegawatanya.
Hasil wawancara dengan informan 1
mengungkapkan bahwa perlunya
pembagian antara perawat di IGD
untuk pangangan pasien gawat
darurat dan pasien yang tidak gawat
darurat, agar semua pelayanan
terhadap pasien tidak lagi tertunda
baik untuk yang gawat maupun yang
tidak gawat dan informan 3
mengungkapkan bahwa perlunya
penambahan personil IGD dengan
harapan semua pasien yang berobat
di IGD dapat terlayani semua tanpa
membedakan status kegawatanya.
Hal ini berkaitan dengan standar
pelayanan keperawatan gawat
darurat di rumah sakit menurut
Direktorat Bina Pelayanan dan
Keteknisian Medik Direktorat
Jenderal Bina Upaya Kesehatan
10
11
Kementrian RI tahun (2011) yaitu
Standar I : Perencanaan Pelayanan
Keperawatan Gawat Darurat di
Rumah Sakit tentang ketenagaan
yang menyatakan perencanaan
ketenagaan perawat gawat darurat
mencakup kebutuhan tenaga, peran
dan fungsi tenaga perawat gawat
darurat serta kualifikasi tenaga
perawat berdasarkan kompetensi
yang telah ditentukan.
Hasil wawancara dengan
informan 2 mengungkapkan bahwa
mengungkapkan bahwa harapan dari
masyarakat untuk pelayanan di IGD
bisa lebih baik lagi. Tidak lagi ada
pasien yang tertunda pelayanannya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan
Djemari (2011) yang menyatakan
kegiatan yang menjadi tanggung
jawab Instalasi Gawat Darurat (IGD)
banyak macamnya antara lain
menyelenggarakan pelayanan gawat
darurat, menyelenggarakan
pelayanan penyaringan untuk kasus-
kasus yang membutuhkan pelayanan
rawat inap intensif dan
menyelenggarakan pelayanan
informasi medis darurat.
Peneliti berpendapat bahwa
untuk peningkatan sumber daya
manusia harus ditingkatkan lagi
dengan pelatihan terencana,
simposium, seminar dan sebagainya
khususnya bagi tenaga yang di IGD
dan umumnya bagi tenaga yang ada
di rumah sakit. Dengan demikian
para petugas IGD akan mampu
memberikan pelayanan yang optimal
terhadap pasien. Tentang
penambahan petugas di IGD telah
ada standarnya menurut
KEMENKES RI,(2011) Standar I :
Perencanaan Pelayanan Keperawatan
Gawat Darurat di Rumah Sakit
tentang ketenagaan yang menyatakan
perencanaan ketenagaan perawat
gawat darurat mencakup kebutuhan
tenaga, peran dan fungsi tenaga
perawat gawat darurat serta
kualifikasi tenaga perawat
berdasarkan kompetensi yang telah
ditentukan.
D. Kesimpulan
1. Persepsi keluarga mendapatkan
tema prioritas kegawatdaruratan
pasien di IGD dengan pelayanan
yang cepat.
2. Respon psikologis keluarga pasien
mendapatkan tema respon negatif
terhadap sistem triase di IGD
dengan kecemasan keluarga.
3. Mekanisme koping mendapatkan
tema harapan keluarga prioritas 3
terhadap pelayanan pasien di IGD
dengan yaitu kebutuhan
informasi, sarana dan prasarana
dan peningkatan SDM.
Kesimpulan dari penelitian ini respon
keluarga prioritas 3 (hijau) tentang
respon time triase di IGD RSUD
Kabupaten Karanganyar yaitu perlu
adanya penjelasan atau informasi
dari petugas IGD yang bisa membuat
masyarakat bisa memahami
pentingnya sistem triase dalam
pelayanan terhadap pasien yang
datang ke IGD.
11
E. Saran
Masyarakat pada umumnya dan
khususnya keluarga pasien dapat
memahami bahwa mendapatkan
pelayanan kesehatan itu hak semua
orang tetapi dengan prioritas gawat
darurat. Dan dapat memberikan
respon positif terhadap pelayanan
kesehatan dengan sistem triase.Dapat
memberikan pelayanan kesehatan
yang cepat dan tepat terhadap semua
pasien yang masuk berobat di IGD
sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
pasien.
Dari penelitian ini diharapkan
dapat menjadi masukan sebagai
landasan atau bahan pertimbangan
dan memberikan gambaran tentang
mutu pelayanan kesehatan yang
sesuai dengan harapan masyarakat.
Untuk menjadi acuan dalam
melakukan penelitian yang berkaitan
dengan persepsi keluarga prioritas 3
(hijau) tentang respon time di IGD,
sehingga didapatkan respon positif
dari pihak keluarga pasien.
Untuk mengembangkan wawasan
dan menambah ilmu pengetahuan
sehingga dalam memberikan
pelayanan kesehatan terhadap pasien
bisa lebih baik sesuai dengan standar
SOP yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyani. (2008). PMK No 129
Tahun 2008 Tentang SPM RS
Lengkap
Australasian Colleg for
Emergency Medecine: The
Australian Triage Scale.
http//www.acom.org.au/open/docume
nt/triage.htm diunduh 04 Maret 2016
Basoeki, dkk. (2008).
Penanggulangan penderita gawat
darurat anestesiologi & reanimasi.
Surabaya: FK. Unair.
Brooker. C (Editor). (2008).
Ensiklopedia Keperawatan
(Churchill Living Stone’s)
Departemen Kesehatan RI.
(2006). Sistem Penanggulangan
Gawat Darurat Terpadu (SPGDT).
Jakarta : Departemen Kesehatan
Djemari. (2011). Pelayanan
Gawat Darurat (Emergency Care )
UGD
Haryatun, N & Sudaryanto, A.
(2008). Perbedaan waktu tanggap
tindakan keperawatan pasien cidera
kepala katagori I –V di IGD RSUD
Dr. Moewardi. Berita Ilmu
Keperawatan, ISSN 1979 -2697, vol.
1 No 2, Juni 2008 Hal. 69 – 74
Jakarta Medical Service 119.
(2014). Basic Trauma Cardiac Life
Support. Jakarta
Kemenkes RI No 856. (2009).
Standar IGD Rumah Sakit. Jakarta,
Menteri Kesehatan
Kemenkes RI. (2011). Standar
Pelayanan Keperawatan Gawat
Darurat Di Rumah Sakit
Levina. (2009). Saredimensi Mutu
Pelayanan pada Unit Rawat Inap
Rumah Sakit Umum Daerah Karel
Sadsuitubun Langgur Kabupaten
Maluku Tenggara tahun 2013.
Moleong, Lexy J. (2007).
Metologi Penelitian Kualitatif,
12
13
Penerbit PT Remaja Rosdakarya
offset, Bandung.
Musliha. (2010). Keperawatan
Gawat Darurat. Yogyakarta :Nuha
Medika
Oman, Chathleen Jane, Kozial M
& Linda JS. (2008). Panduan
Belajar Keperawatan Emergensi.
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Saryono. M (2013). Metodologi
Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif,
Yogyakarta: Nuha Medika
Siahaan. (2013). Setiap Unit
Gawat Darurat Rumah Sakit Harus
Memiliki “Respon Time” yang Cepat
dan Tepat. Diakses 10 Maret 2016,
dari
http://kesehatan.kompasiana.com/me
dis/2013/02/11/setiap-unit-gawat-
darurat-rumah-sakit-harus-memiliki-
respon-time-yang-cepat-dan-tepat-
527515.html
Sugihartono dkk. (2007).
Psikologi Pendidikan.
Yogyakarta:UNY PRESS
Sugiyono. (2010). Metodologi
Penelitian Pendekatan: Pendekatan
Kuantitatif , Pendekatan Kualitatif
dan RND. Bandung Alfabeta
Sutrisno , Edy. (2010).
Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta
Wijaya. (2010). Konsep Dasar
Keperawatan Gawat Darurat.
Denpasar:PSIK FK UNPAD
Wilde, E.T. (2009). Do
Emergency Medical Sistem Respon
Time Matter fo Healthoutcomes ?
columbian University : New York
13