SEJARAH PERKEMBANGAN GEREJA PROTESTAN DI
INDONESIA BAGIAN BARAT (GPIB) JEMAAT BETHESDA
MARAU (IMPLIKASINYA TERHADAP KEHIDUPAN
MASYARAKAT) 1970-2012
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh :
SISKA PRILINGGA
NIM : 091314036
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
SEJARAH PERKEMBANGAN GEREJA PROTESTAN DI
INDONESIA BAGIAN BARAT (GPIB) JEMAAT BETHESDA
MARAU (IMPLIKASINYA TERHADAP KEHIDUPAN
MASYARAKAT) 1970-2012
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh :
SISKA PRILINGGA
NIM : 091314036
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya kepada
saya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini,
2. Kedua orang tuaku terkasih, Bapak Soter Christianto dan Ibu Sonya Plorensia,
yang telah membesarkanku dengan penuh kasih sayang, membimbingku
dengan penuh kesabaran, dan selalu memotivasiku untuk terus belajar,
3. Kedua adikku terkasih, Feni Febriani Priska dan Triska Prigia, yang telah
menjadi motivasiku untuk segera menyelesaikan skripsi ini,
4. Jemaat GPIB Bethesda Marau yang telah memberikan ijin kepada saya untuk
menulis Sejarah Gereja GPIB Bethesda Marau.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
Aku mau membuka mulut mengatakan amsal, aku mau mengucapkan teka teki
dari zaman purbakala, yang telah kami dengar dan kami ketahui, dan yang
diceritakan kepada kami oleh nenek moyang kami.
(Mazmur 78:2-3)
“Jas Merah” Jangan sekali-kali melupakan sejarah, tapi jangan juga sekali-
kali meratapi sejarah, karena yang seharusnya kita lakukan adalah belajar dari
sejarah.
(Soekarno – Dian Pradana – Siska Prilingga)
Tak ada kesulitan yang tak terkalahkan. Bahkan kesulitan yang bersifat khayalan
pun bisa diatasi dengan berfikir yang benar.
(Norman Vincent Peale)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
SEJARAH PERKEMBANGAN GEREJA PROTESTAN DI INDONESIA
BAGIAN BARAT (GPIB) JEMAAT BETHESDA MARAU
(IMPLIKASINYA TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT) 1970-2012
Siska Prilingga
Universitas Sanata Dharma
2015
Tujuan skripsi ini adalah untuk mendeskripsikan tiga permasalahan pokok,
yaitu : 1) Konteks sosio-historis masyarakat di wilayah pelayanan GPIB Jemaat
Bethesda Marau; 2) Tahap-tahap perkembangan GPIB Jemaat Bethesda Marau; 3)
Implikasi dari kehadiran GPIB Jemaat Bethesda Marau terhadap kehidupan
masyarakat.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian historis, dengan
menggunakan pendekatan sosial budaya. Metode penulisan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif-analitis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : 1) Suku Dayak Kendawangan
tinggal di wilayah Kecamatan Marau. Kehidupan sosial-budaya masih mengikuti
adat istiadat nenek moyang, dan secara ekonomi mengandalkan hasil hutan. 2)
Tahap-tahap perkembangan GPIB Jemaat Bethesda Marau : periode masuknya
injil di wilayah Kecamatan Marau (1970-1985), masa persiapan pelembagaan
(1986-1990), masa pelembagaan (1991), dan masa Gereja Dewasa (1991-2012).
3) Implikasi hadirnya GPIB Jemaat Bethesda Marau : dibangunnya sekolah SMP
Kristen Siloam Marau, upacara adat perkawinan dilakukan setelah adanya
pemberkatan perkawinan di Gereja, dan terlaksananya program kerja GPIB :
pengobatan gratis dan terbentuknya kelompok-kelompok usaha tani kelapa sawit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
A HISTORY OF DEVELOPMENT OF THE BETHESDA PROTESTANT
CHURCH IN WESTERN PART OF INDONESIA (GPIB BETHESDA) IN
MARAU (IMPLICATION FOR THE LIFE OF COMMUNITY) 1970-2012
SiskaPrilingga
Sanata Dharma University
2015
The purpose of this undergraduate thesis is to describe three main problems
in the ministry of the Bethesda Protestant Church in Western Part of Indonesia
(Bethesda Church) in Marau, West Borneo: 1) Socio-historical context of society
in the service area of Bethesda Church; 2) Developmental stages of Bethesda
Church; 3) Implication of the presence of Bethesda Church in the life of
community in Marau.
This study uses the method of historical research with socio-cultural
approach. Moreover, the method of writing in this research is descriptive-
analytical.
The results of this study are: 1) Dayak Kendawangan tribe lives in Marau.
The socio-cultural life of Dayak people still follows the tradition of the elders, and
economically rely on forest products. 2) Stages of development in Bethesda
Church: the period of the entry of the gospel in Marau (1970-1985), the
preparation period of institutionalization (1986-1990), the period of
institutionalization (1991), and the period of full-fledged Church (1991-2012). 3)
The implication of the presence of Bethesda Church in Marau include the
establishment of the Siloam Christian Junior High School in Marau, traditional
wedding ceremony performed after the blessing of the marriage in the Church and
the implementation of the programs of Bethesda Church such as free treatment
and the formation of groups of palm plantation farmers.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkat dan rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Sejarah Perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat
(GPIB) Jemaat Bethesda Marau (Implikasinya terhadap Kehidupan Masyarakat)
1970-2012”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan meraih gelar
Sarjana Pendidikan di Universitas Sanata Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Program Studi Pendidikan Sejarah.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak mungkin dapat
diselesaikan jika tanpa bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini,
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Johanes Eka Priyatma, M.Sc, Ph.D., selaku Rektor Universitas Sanata
Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan
mengembangkan kepribadian penulis.
2. Bapak Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Bapak Indra Darmawan, S.E, M.Si, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma.
4. Ibu Dra. Theresia Sumini, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Sejarah Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Drs. B. Musidi, M.Pd, selaku dosen pembimbing yang telah dengan
sabar membimbing, memberikan banyak pengarahan dan masukkan, serta
saran selama proses penulisan dan penyusunan skripsi ini.
6. Seluruh dosen dan pihak sekretariat Program Studi Pendidikan Sejarah, yang
telah memberikan dukungan dan bantuan selama penulis menyelesaikan studi
di Universitas Sanata Dharma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ............................................................................................ v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................ vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................... vii
ABSTRAK .......................................................................................................... viii
ABSTRACT .......................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ............................................................................................ x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 8
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 9
D. Manfaat Penulisan ...................................................................................... 9
E. Tinjauan Pustaka ....................................................................................... 10
F. Landasan Teori.......................................................................................... 13
G. Metodologi Penelitian .............................................................................. 18
H. Sistematika Penulisan ............................................................................... 26
BAB II KONTEKS SOSIO-HISTORIS MASYARAKAT DI
WILAYAH PELAYANAN GPIB JEMAAT BETHESDA
MARAU ................................................................................................... 28
A. Letak Geografis Kecamatan Marau.......................................................... 28
B. Asal-Usul Masyarakat di Wilayah Kecamatan Marau............ ................. 29
C. Agama dan Kepercayaan Asli Masyarakat di Wilayah Pelayanan
GPIB Jemaat Bethesda Marau. ................................................................. 31
D. Kehidupan Sosial-Budaya Masyarakat di Wilayah Pelayanan
GPIB Jemaat Bethesda Marau ................................................................. 34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
E. Mata Pencaharian Masyarakat di wilayah Pelayanan GPIB
Jemaat Bethesda Marau ............................................................................ 36
BAB III TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN GPIB JEMAAT
BETHESDA MARAU ........................................................................... 38
A. Masuknya Injil di Wilayah Kecamatan Marau (1970-1985) ................... 38
1. Periode Datangnya Para Penginjil dan Berdirinya Sekolah ............... 38
2. Gereja Protestan Marau menjadi bagian dari Gereja Protestan
di Indonesia bagian Barat .................................................................. 45
B. Masa Persiapan Pelembagaan (1986-1990).............................................. 47
1. Pra Pelembagaan ................................................................................. 47
2. Kegiatan Pendewasaan ....................................................................... 48
C. Masa Pelembagaan (1991) ...................................................................... 52
D. Masa Gereja Dewasa (1991-2012) .......................................................... 54
BAB IV IMPLIKASI KEHADIRAN GPIB JEMAAT BETHESDA
MARAU TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT .................. 58
A. Bidang Pendidikan ................................................................................... 59
B. Bidang Sosial ........................................................................................... 61
C. Bidang Budaya ........................................................................................ 62
D. Bidang Kesehatan .................................................................................... 64
E. Bidang Ekonomi ...................................................................................... 65
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 67
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 70
LAMPIRAN ......................................................................................................... 75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Silabus .................................................................................................................... 75
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ...................................................................... 80
Arsip-arsip Gereja ................................................................................................ 105
Nama-nama dan foto Ketua Majelis Jemaat GPIB Bethesda Marau ................... 118
Daftar nama responden dan foto .......................................................................... 119
Daftar Gambar ...................................................................................................... 121
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) merupakan salah satu
Gereja perintis Pekabaran Injil di pedalaman Kalimantan Barat, khususnya di
wilayah Kecamatan Marau, Kabupaten Ketapang. Berdasarkan sejarahnya, GPIB
lahir dari latar belakang Gereja Belanda. Semula, sebelum menjadi Gereja
Mandiri, GPIB adalah bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) yang dulunya
bernama “Indische Kerk”1 sebagaimana telah disetujui dan diputuskan melalui
Surat Keputusan Wakil Tinggi Kerajaan di Indonesia tertanggal 1 Desember 1948
No 2.2 Itulah sebabnya GPIB selaku cabang dari GPI tidak memiliki latar
belakang historis yang berpangkal pada kegiatan Zending secara langsung,3
melainkan terbentuknya GPIB ini sebagai hasil usaha dari GPI untuk manyatukan
jemaat-jemaatnya yang ada di Indonesia bagian Barat, yang tidak terjangkau oleh
Gereja-Gereja yang ada di Indonsia bagian Timur seperti Gereja Masehi Injili
Minahasa (GMIM), Gereja Protestan Maluku (GPM), dan Gereja Masehi Injili
Timor (GMIT).
GPIB sebagai Gereja yang berdiri sendiri dalam lingkungan GPI, diresmikan
pada tanggal 31 Oktober 1948, yang pada waktu itu bernama “De Protestantsche
1 Sopater Sularso, dkk, Gereja dan Kontekstualisasi, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1998, hlm.
15. 2 Situs resmi GPIB, http://id.m.wikipedia.org/wiki/Gereja_Protestan_di _Indonesia_bagian_Barat,
diakses tanggal 14 April 2014. 3 http://immanueldepok.info/info-tentang-pembinaan-katekisasi-gpib/konteks-gereja/299-materi-
32-mengenal-gpib-secara-singkat-dan-jelas, diakses tanggal 14 April 2014.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Kerk in Westelijk Indonesie”.4 Teologi Gereja ini didasarkan pada ajaran
Reformasi dari Yohanes Calvin, seorang Reformator Perancis. Pengaruh Calvin
ini terlihat jelas pada sistem pemerintahan yang dianut oleh GPIB, yaitu sistem
“Presbiterial-Sinodal”.
Ketika pertama kali terbentuk pada tahun 1948, GPIB mempunyai 7 buah
Klasis (kini disebut Mupel atau Musyawarah Pelayanan) dengan 53 Jemaat, yaitu:
1. Klasis Jabar (Jawa Barat), meliputi 9 Jemaat : Jakarta, Tanjung Priok,
Jatinegara, Depok, Bogor,Cimahi, Bandung, Cirebon, dan Sukabumi.
2. Klasis Jateng (Jawa Tengah), meliputi 6 Jemaat : Semarang, Magelang,
Yogyakarta, Cilacap, Nusakambangan, dan Surakarta.
3. Klasis Jatim (Jawa Timur), meliputi 12 Jemaat : Madiun, Kediri,
Madura, Surabaya, Mojokerto, Malang, Jember, Bondowoso,
Banyuwangi, Singaraja, Denpasar, dan Mataram.
4. Klasis Sumatra, meliputi 7 Jemaat : Sabang, Kotaraja, Medan, Pematang
Siantar, Padang, Telukbayur, dan Palembang.
5. Klasis Bangka dan Riau, meliputi 4 Jemaat : Tanjung Pinang, Pangkal
Pinang, Muntok, dan Tanjungpandan.
6. Klasis Kalimantan, meliputi 8 Jemaat : Singkawang, Pontianak,
Banjarmasin, Samarinda, Balikpapan, Tarakan, Sanga-sanga, dan
Kotabaru.
7. Klasis Sulawesi, meliputi 7 Jemaat : Makassar, Pare-pare, Watansopeng,
Raha, Palopo, Bone, dan Malino.5
Dengan jumlah warga Jemaat GPIB pada saat itu sekitar 10% dari jumlah anggota
GPI yang pada tahun 1973 berjumlah 720.000 warga GPI.
Dalam sejarah perkembangannya, GPIB sebagai salah satu Gereja Mandiri
dari lingkungan Gereja Protestan Indonesia (GPI), memiliki tantangan untuk
mengubah tradisi yang telah tertanam di dalam kehidupan GPIB, yang mana
Gereja dianggap sebagai Gereja Pejabat atau Gereja Pendeta, sehingga
memunculkan persepsi bahwa yang boleh melayani di Gereja dan Jemaatnya
4 Thomas van den End, Sejarah Gereja di Indonesia 2 1860-sekarang : Ragi Cerita, Jakarta, BPK
Gunung Mulia, 1987, hlm. 54. 5 Situs Resmi GPIB, http://www.gpib.org/tentang-gpib, diakses tanggal 14 April 2014.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
hanyalah Pendeta atau para Pejabat. Hal inilah yang membuat GPIB pada masa-
masa awal kemandiriannya mengalami kesulitan di dalam menggerakkan warga
jemaatnya untuk ikut serta di dalam pelayanan. Maka, untuk mengatasi persoalan
yang sedang dihadapi Gerejanya, GPIB merancang suatu program baru yang
diharapkan dapat membuka wawasan berpikir warga jemaat serta pejabat-
pejabatnya. Maka pada tahun 1960, melalui Sidang Sinode VI di Gadog, Jawa
Barat, dibahaslah mengenai “pemahaman ekklesiologis GPIB dan kehadiran yang
Missioner”. Melalui pembahasan ini, ditekankan bahwa Gereja itu ada karena
panggilanNya dan oleh karenanya Gereja harus hidup sedemikian rupa sehingga
Injil diberitakan dan diterjemahkan dalam berbagai bentuk untuk membaharui
masyarakat, baik secara struktural maupun secara fungsional. Maksud GPIB
dalam hal ini adalah supaya Gereja dan warga masyarakat bersama-sama
membangun masa depannya. Maka, melalui Sidang Sinode ke VI ini,
diproklamirkan bahwa GPIB adalah Gereja yang Missioner dan seluruh wilayah
pelayanan GPIB adalah sasaran Pekabaran Injil. Pada perkembangan selanjutnya,
konsep Jemaat Missioner6 inilah yang menjadi kunci penting dalam upaya
konsolidasi pelayanan dan organisasi GPIB, serta memberikan arah baru bagi Tata
Gereja GPIB, tanpa meninggalkan sistem “Presbiterial-Sinodal”.7
Pemahaman tentang Jemaat Missioner, dilaksanakan GPIB melalui berbagai
bentuk kegiatan seperti : pembinaan jemaat dan para pejabat, serta melaksanakan
berbagai proyek Pekabaran Injil di desa-desa. Usaha Pekabaran Injil ini
6 Situs Resmi GPIB, GPIB Menuju Jemaat Yang Missioner, http://www.gpib.org/artikel/gpib-
menuju-jemaat-yang-misioner, diakses tanggal 12 Februari 2014. 7 Ongirwalu, H, Sejarah Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) 1948-1990, hlm. 6-7.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
dilaksanakan oleh GPIB di beberapa daerah seperti di Banten Selatan, Subang,
Comal, Kerinci, Lampung, Riau, Bangka, Kalimantan Barat, Timur dan Selatan,
serta Banyuwangi. Dalam usaha pelaksanaan Pekabaran Injil tersebut, GPIB
mengadakan kerja sama dengan badan-badan pelayanan Pekabaran Injil seperti
OMF tahun 1963, YPPII Batu Malang tahun 1964, dan ZNHK tahun 1968.8
Di Kalimantan Barat, khususnya di wilayah pedalaman Kalimantan Barat,
GPIB hadir dengan menggandeng Yayasan Pelayanan Pekabaran Injil Indonesia
(YPPII) Batu Malang, Jawa Timur. YPPII Batu Malang ini dijadikan sebagai
wadah dari pelayanan Pekabaran Injil yang akan dilaksanakan oleh mahasiswa-
mahasiswa praktikan dari Institut Injil Indonesia Batu Malang. Ada 2 alasan
mengapa wilayah Kalimantan Barat dijadikan sebagai salah satu tempat
dilaksanakannya Pekabaran Injil. Alasan pertama adalah karena secara historis,
sejak semula Kalimantan Barat itu merupakan wilayah pelayanan dari Gereja
Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB). Alasan kedua merupakan alasan
teologis yang berkaitan dengan konsep “Jemaat Missioner”, di mana Misi Gereja
adalah untuk memberitakan firman, yang dilaksanakan dalam bentuk Pemberitaan
Injil ke berbagai wilayah, dan salah satu wilayah yang dijadikan sebagai pusat
Pekabaran Injil adalah wilayah Kalimantan Barat.
Semula, sebelum kegiatan penginjilan dilaksanakan di pedalaman
Kalimantan Barat, pada tahun 1968 Rektor Institut Injil Indonesia bersama YPPII
Batu Malang Jawa Timur mengadakan kunjungan ke Jemaat GPIB “Siloam”
8 Ibid., hlm. 8.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Pontianak9, Kalimantan Barat. Maksud dari dilaksanakannya kunjungan tersebut
adalah untuk mencari informasi mengenai wilayah pedalaman Kalimantan Barat,
sekaligus mengajak Jemaat GPIB “Siloam” Pontianak untuk bersama-sama
melaksanakan kegiatan penginjilan di pedalaman Kalimantan Barat. Maksud
tersebut mendapat respon yang cukup baik, sehingga tak lama setelah itu, kegiatan
penginjilan di pedalaman Kalimantan Barat pun mulai dilaksanakan.10
Pada tahun 1970, para penginjil tersebut memulai perjalanan mereka. Para
penginjil yang dikirim oleh Institut Injil Indonesia Batu Malang Jawa Timur ini
berada di bawah pimpinan Bapak SA. Kelly yang pada saat itu merupakan salah
satu mahasiswa senior Institut Injil Indonesia Batu Malang. Para penginjil ini
mulai memasuki pedalaman Kalimantan Barat melalui kota Pontianak, untuk
kemudian melanjutkan perjalanan mereka ke Kabupaten Ketapang. Setibanya di
Kabupaten Ketapang, mereka bertemu dengan Jemaat GPIB “Ebenhezer”
Ketapang (dulu disebut Gereja Ketapang karena merupakan satu-satunya Gereja
Kristen Protestan yang ada di Ketapang namun belum memiliki nama).11
Jemaat
GPIB “Ebenhezer” Ketapang pada saat itu juga menerima pelayanan dari para
penginjil utusan dari Institut Injil Indonesia Batu Malang, dan dari Jemaat GPIB
“Ebenhezer” Ketapang jugalah para penginjil ini mendapatkan informasi
mengenai Marau (Kecamatan Marau). Para penginjil memasuki daerah Marau
melalui jalur Pesaguan–Pengancing–Tumbang Titi, baru kemudian tiba di Marau
9 Jemaat GPIB “Siloam” Pontianak merupakan salah satu dari 53 Jemaat GPIB pada saat pertama
kali terbentuk tahun 1948. 10
Wawancara dengan Pendeta Urbanus Latudasan, tokoh Penginjil tahun 1970-an, 1 Oktober
2013. 11
Majelis Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang, Sejarah Gereja GPIB EBENHEZER Ketapang,
Ketapang, Majelis Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang, 2009, hlm. 25-26.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
(Kecamatan Marau).12
Setibanya di Marau, para penginjil pun mulai membuka
pos-pos pelayanan. Mereka mulai mengajarkan tentang agama Protestan kepada
masyarakat sekitar, dan ternyata hal tersebut bisa diterima dengan cukup baik oleh
masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah Kecamatan Marau tersebut,
terutama masyarakat yang ada di Dusun Tempayak Desa Sukakarya, tempat di
mana pos pelayanan pertama kali dibuka di wilayah Kecamatan Marau.13
Adanya
penerimaan yang baik dari masyarakat setempat membuat agama Protestan terus
mengalami perkembangan yang signifikan.
Perkembangan agama Protestan di wilayah Kecamatan Marau pun semakin
pesat, terlebih setelah dibangunnya Sekolah Menengah Pertama (SMP Kristen
Siloam Marau) pada tahun 1972. Selain sekolah, dibangun pula Asrama Propeka
yang diperuntukkan bagi anak-anak sekolah, di mana pada awal dibukannya,
Asrama Propeka ini berhasil menampung kurang lebih sekitar 70 anak-anak
sekolah yang bersekolah di SMP Kristen Siloam Marau.14
Sedangkan gedung
gerejanya sendiri sudah dibangun sejak tahun 1971,15
tak lama setelah para
penginjil tiba di Marau (Kecamatan Marau).
GPIB “Bethesda” Marau yang semula bernama GPIB “Siloam” Marau ini
pertama kali dibangun pada tahun 1971. Gedung gereja pertama dibangun dengan
bentuk yang masih sangat sederhana. Luas bangunan gedung gerejanya kurang
12
Idem. 13
Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu
Malang Jawa Timur, Pendeta Urbanus Latudasan, 1Oktober 2013. 14
Majelis Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang, op. cit., hlm. 59. 15
Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu
Malang Jawa Timur, Pendeta Urbanus Latudasan, 1 Oktober 2013.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
lebih sekitar 4 x 6 meter.16
Gedung gereja ini merupakan gedung gereja pertama
yang dibangun di wilayah Kecamatan Marau. Letak gedung gereja ini berada di
Dusun Tempayak Desa Sukakarya. GPIB “Bethesda” Marau yang berhasil
didewasakan pada tanggal 25 Agustus 199117
ini adalah Gereja induk bagi Gereja-
Gereja Protestan yang berada di wilayah Kecamatan Marau dan sekitarnya.
Sebagai Gereja Dewasa dan Mandiri, GPIB “Bethesda” Marau mempunyai daerah
pelayanan yang berada di 3 Kecamatan, yakni Kecamatan Marau, Kecamatan
Manis Mata, dan Kecamatan Jelai Hulu, yang terdiri dari 23 Pos Pelkes
(Pelayanan dan Kesaksian), dengan jumlah kepala keluarga 925 KK, serta jumlah
jiwa sebanyak 2.972 Jiwa.18
Peneliti memilih judul “Sejarah Perkembangan Gereja Protestan di
Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau (Implikasinya
terhadap kehidupan masyarakat) 1970-2012” sebagai obyek penelitiannya,
alasannya adalah selain untuk menceritakan kembali melalui media tulisan
tentang sejarah perkembangan GPIB Jemaat “Bethesda” Marau yang ternyata
selama ini belum banyak diketahui oleh warga jemaat GPIB “Bethesda” Marau
secara khusus dan umat GPIB secara umum, juga untuk melihat makna dari
hadirnya GPIB Jemaat Bethesda Marau di tengah-tengah kehidupan masyarakat di
wilayah Kecamatan Marau.
16
Wawancara dengan Majelis Jemaat GPIB Bethesda Marau, Penatua Soter, 25 Juli 2013. 17
Arsip Jemaat GPIB Bethesda Marau, Laporan keadaan pos-pos Pelkes GPIB Bethesda Marau,
1991. 18
Arsip Jemaat GPIB Bethesda Marau, Rekapitulasi data Jemaat GPIB Bethesda Marau, 2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penulisan yang telah dikemukakan di atas, maka
penulis mengajukan beberapa pokok permasalahan, sebagai berikut :
1. Bagaimanakah konteks sosio-historis masyarakat di wilayah pelayanan GPIB
Jemaat Bethesda Marau?
2. Bagaimanakah tahap-tahap perkembangan GPIB Jemaat Bethesda Marau?
3. Bagaimanakah implikasi dari kehadiran GPIB Jemaat Bethesda Marau
terhadap kehidupan masyarakat sekitar?
Persoalan pertama, membahas letak geografis Kecamatan Marau, asal-usul
masyarakat, agama dan kepercayaan asli masyarakat, kehidupan sosial-budaya
masyarakat, serta mata pencaharian masyarakat di wilayah pelayanan GPIB
Jemaat Bethesda Marau.
Persoalan kedua, membahas tahap-tahap perkembangan GPIB Jemaat
Bethesda Marau, yaitu periode masuknya Injil di wilayah Kecamatan Marau
(1970-1985), masa persiapan pelembagaan (1986-1990), masa pelembagaan
(1991), dan masa Gereja dewasa (1991-2012).
Persoalan ketiga, membahas pengaruh kehadiran GPIB Jemaat Bethesda
Marau terhadap kehidupan masyarakat sekitar dalam berbagai bidang kehidupan,
yaitu dalam bidang pendidikan, sosial, budaya, kesehatan, dan ekonomi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari diadakannya penulisan Sejarah Gereja ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk memaparkan latar belakang kehidupan sosial masyarakat di wilayah
pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau.
2. Untuk menguraikan tahap-tahap perkembangan GPIB Jemaat Bethesda
Marau.
3. Untuk memaparkan implikasi dari kehadiran GPIB Jemaat Bethesda Marau
terhadap kehidupan masyarakat sekitar.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari diadakannya penulisan Sejarah Gereja ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Penulisan sejarah Gereja ini diharapkan mampu memberikan sumbangan
ilmu pengetahuan mengenai sejarah Gereja Protestan di Indonesia bagian
Barat, serta mampu melihat lebih mendalam mengenai pengaruh kehadiran
Gereja di tengah kehidupan masyarakat.
2. Bagi Gereja-Gereja di Indonesia
Gereja dapat berefleksi dan mengevaluasi kehadirannya di tengah-tengah
masyarakat, untuk selanjutnya menentukan langkah-langkah strategis dalam
mewujudkan aksi nyata demi mewujudkan masyarakat yang lebih berdaya
guna dan berhasil guna.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
3. Bagi GPIB Jemaat Bethesda Marau
Penulisan sejarah Gereja ini dapat menjadi sarana bagi jemaat GPIB
untuk memperoleh gambaran yang cukup mendalam tentang perkembangan
GPIB Jemaat Bethesda Marau, serta menjadi dokumen historis tertulis
pertama yang akan menjadi sumbangsih bagi penulisan Sejarah GPIB Jemaat
Bethesda Marau pada khususnya dan data Jemaat GPIB pada umumnya.
4. Bagi Pengembangan Diri
Penelitian dan penulisan sejarah Gereja ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan penulis mengenai sejarah Gereja Protestan di Indonesia bagian
Barat secara umum, serta sejarah GPIB Jemaat Bethesda Marau secara khusus.
Selain itu, melalui penulisan sejarah ini, penulis dapat belajar menulis sejarah
dan menganalisis setiap permasalahan yang terjadi, agar kelak bisa menjadi
guru serta menjadi penulis sejarah yang bisa dibanggakan.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan Sejarah Gereja dengan judul “Sejarah Perkembangan
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau
(Implikasinya Terhadap Kehidupan Masyarakat) 1970-2012” ini, peneliti
menggunakan beberapa buku sebagai acuan untuk menganalisis berbagai
permasalahan yang akan dipecahkan. Beberapa diantaranya adalah :
Sejarah Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) 1948-1990,
ditulis oleh Pdt. H. Ongirwalu, M. Th. Buku ini berisi tentang kisah perjalanan
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) sejak bedirinya tahun 1948
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
sampai tahun 1990. Selain itu, dijelaskan pula mengenai perjuangan GPIB untuk
keluar dari keadaan yang lama yang berhubungan dengan warisan-warisan Gereja
Protestan Indonesia (GPI), dan memasuki keadaan yang baru, yaitu untuk
menemukan diri sebagai satu Gereja Mandiri di tengah pergumulan masyarakat.
Menurut buku ini, periodisasi sejarah GPIB dibagi ke dalam 3 periode : periode
pertama (1948-1970) disebut sebagai Konsolidasi, periode kedua (1970-1982)
disebut Masa Pembangunan (konsep Jemaat Missioner), periode ketiga (1982-
1990) adalah Masa Kemandirian GPIB, dalam arti bahwa GPIB bukan hanya
mandiri dalam daya dan dana, tetapi juga merumuskan visi dan misinya mengenai
hakekat hidup dan pelayanannya sebagai Gereja.
Sejarah Gereja di Indonesia, ditulis oleh Dr. Th. Muller Kruger, diterbitkan
di Jakarta tahun 1966 oleh BPK Gunung Mulia. Buku ini berisi tentang
penanaman dan perkembangan Gereja di Indonesia sejak zaman Portugis hingga
kemunduran VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie). Di dalamnya termuat
permulaan Gereja pada zaman Portugis, penyebaran Gereja di Indonesia pada
zaman VOC, Gereja Protestan Indonesia (GPI) “Indische Kerk” sebagai
pengganti Gereja VOC, dan persebaran Gereja di berbagai wilayah, termasuk
wilayah Kalimantan Barat. Menurut buku ini, penginjilan di Kalimantan Barat
telah dimulai sekitar tahun 1839, di mana “American Board of Commissioner for
Foreign Missions” memulai usaha Pekabaran Injil di Pontianak dan sekitarnya,
namun karena kesulitan bahasa mengakibatkan usaha tersebut dihentikan (1850).
Baru pada tahun 1906, Pekabaran Injil Methodis dimulai kembali di Pontianak, di
mana masih ada beberapa orang Kristen Tionghoa tamatan pendidikan Methodis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
di Singapura yang berhasil dalam proses penginjilan, sehingga jumlah orang-
orang Kristen mulai berlipat ganda. Tempat pekerjaannya ialah di Singkawang,
Pontianak, dan Pemangkat.
Sejarah Gereja di Indonesia 2 1860-sekarang (Ragi Cerita), ditulis oleh Dr.
Thomas van den End, diterbitkan di Jakarta tahun 1987 oleh BPK Gunung Mulia.
Buku ini menjelaskan tentang sejarah Gereja Protestan di Indonesia, Gereja
Protestan di Indonesia bagian Barat, Pekabaran Injil dan persebaran Gereja di
banyak pulau di Indonesia, termasuk di pulau Kalimantan, dan pengaruh Gereja
bagi kehidupan masyarakat. Menurut buku ini, antara tahun 1839-1850 sudah
terdapat tenaga zending dari Amerika di daerah Kalimantan Barat, tetapi usaha
mereka tidak membawa hasil yang nyata, sehingga dihentikan. Pada tahun 1906,
“Board of Foreign Missions of the Methodist Episcopal Church” di Amerika,
yang telah bekerja di Serawak, menangani Pekabaran Injil di kalangan orang Cina
di Pontianak dan sekitarnya. Karya ini meluas dengan cepat, sehingga pada tahun
1922, karya Pekabaran Injil tersebut telah mencakup orang Dayak di daerah
tersebut. Tetapi pada tahun 1928, Zending Methodist menarik diri dari
Kalimantan (dan Jawa). Usaha Pekabaran Injil di Kalimantan Barat diserahkan
kepada Gereja Protestan Indonesia (GPI), yang meneruskannya dalam kerjasama
Basler Mission.
Sejarah Perkembangan Iman Dari Awal Sampai Dengan Masa Kini dan
Sejarah Perkembangan Iman di Indonesia, ditulis oleh Christ Verhaak, tahun
1987 di Yogyakarta, penerbit Pradnyawidya. Buku ini berisi tentang sejarah
perkembangan iman di Indonesia pada masa kuno, masa penjajahan, masa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
kemerdekaan, hingga masa Konsili Vatikan II dan sesudahnya. Di dalam buku ini,
Verhaak menjelaskan bahwa tonggak sejarah perkembangan iman di Indonesia
sudah dimulai pada saat VOC dibubarkan pada tahun 1799. Kebebasan beragama
mulai diberikan oleh pemerintah penjajah dalam hal ini Negara Belanda yang
pada saat itu menggantikan kedudukan VOC di Indonesia. Dari sinilah, Gereja-
Gereja di Indonesia terus mengusahakan perkembangan dengan melakukan
berbagai macam hal mulai dari membuat suatu persepakatan resmi mengenai
pemisahan Gereja dengan Negara, hingga melaksanakan pewartaan dan
penghayatan iman di seluruh wilayah Nusantara yang menghasilkan berbagai
macam karya kehidupan baik dalam bidang pengajaran agama, pendidikan di
sekolah-sekolah, kesehatan, maupun pelayanan kepada masyarakat. Walaupun
mengalami banyak kesulitan, namun Gereja di Indonesia tidak pernah menyerah
dan terus berkembang untuk menjadi Gereja yang dewasa dan mandiri.
F. Landasan Teori
1. Sejarah
Kata “sejarah” berasal dari bahasa Arab, yaitu syajara yang berarti terjadi,
syajarah yang berarti pohon, syajarah an-nasab berarti pohon silsilah.19
Menurut
bahasa Arab, sejarah sama artinya dengan sebuah pohon yang terus berkembang
dari tingkat sederhana, ke tingkat yang lebih maju.
Dalam bahasa Inggris, kata “sejarah” (history)20
berarti masa lampau umat
19
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta, PT Bentang Pustaka, 1995, hlm. 1. 20
Idem.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
manusia. Sedangkan dalam bahasa Jerman, kata “sejarah” (geschichte) berarti
sesuatu yang telah terjadi.21
Dengan demikian, sejarah tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia dan bahkan berkembang sesuai dengan perkembangan
kehidupan manusia dari tingkat yang sederhana ke tingkat yang lebih modern.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang ditulis oleh W.J.S
Poerwadarminta, sejarah mengandung tiga pengertian : Pertama, sejarah berarti
silsilah atau asal usul. Kedua, sejarah berarti kejadian dan peristiwa yang benar-
benar terjadi pada masa lampau. Ketiga, sejarah berarti ilmu pengetahuan atau
uraian tentang kejadian atau peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa
lampau.22
2. Perkembangan
Menurut Kamus Terbaru Bahasa Indonesia, perkembangan adalah perihal
berkembang.23
Berkembang berarti mekar terbuka atau membentang, menjadi
besar, luas, dan banyak, serta menjadi bertambah sempurna dalam hal
kepribadian, pikiran, pengetahuan, dan sebagainya.
Dalam “Dictionary of Psychology (1971) dan The Penguin Dictionary of
Prychology (1988)”, Perkembangan diartikan sebagai tahapan-tahapan perubahan
yang progresif yang terjadi dalam rentang kehidupan manusia dan organisme
21
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, Jakarta, Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, 1975,
hlm. 27. 22
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1966, hlm.
208-209. 23
Tim Reality, Kamus Terbaru Bahasa Indonesia, Surabaya, Reality Publisher, 2008, hlm. 356.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
lainnya tanpa membedakan aspek-aspek yang terdapat dalam diri organisme
tersebut.
Neil. J. Salkind dalam bukunya “Teori-teori perkembangan Manusia”
menyatakan bahwa “Perkembangan (development) adalah serangkaian perubahan
yang bergerak maju dalam pola yang terukur sebagai hasil interaksi antara faktor
biologis dan lingkungan”.24
Selain itu, Elizabeth B. Hurlock dalam bukunya “Psikologi Perkembangan”
juga menyatakan bahwa istilah perkembangan berarti serangkaian perubahan
progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman.25
Maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan adalah serangkaian
perubahan yang terjadi secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, yang
terjadi dalam diri individu sebagai hasil dari interaksi.
3. Gereja
Istilah gereja berasal dari bahasa Portugis yaitu igreja, yang berarti kawanan
domba yang dikumpulkan oleh gembala. Dalam pemakaiannya saat ini, kata
igreja merupakan bentuk terjemahan dari bahasa Yunani yaitu kyriake, yang
berarti sebutan bagi orang-orang yang menjadi milik Tuhan. Artinya, mereka yang
percaya dalam iman yang sungguh kepada Yesus Kristus sebagai Juru Selamat.
Dalam bahasa Yunani, ada suatu kata lain yang berarti “gereja” yaitu “ekklesia”
yang berarti mereka yang dipanggil.
24
Neil J. Salkind, Teori-teori perkembangan manusia : Sejarah Kemunculan, Konsepsi Dasar,
Analisis Komparatif dan Aplikasi, Bandung, Nusamed, 2009, hlm. 4. 25
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi perkembangan : suatu pendekatan sepanjang rentang
kehidupan. edisi kelima, Jakarta, Erlangga, 1980, hlm 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Thomas van den End dalam bukunya yang berjudul “Harta Dalam Bejana”
mendefinisikan Gereja sebagai persekutuan orang yang dipersatukan dalam
Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam ziarah mereka menuju Kerajaan Bapa,
dan yang telah menerima warta keselamatan untuk disampaikan kesemua orang.26
Dalam Kamus Terbaru Bahasa Indonesia, Gereja diartikan sebagai tempat
ibadah orang Kristen.27
Gereja dengan huruf awal “g” dan bukan “G” dapat
dimengerti sebagai suatu gedung (rumah) tempat berdoa dan melakukan upacara
agama (Kristen).28
Dalam lingkup GPIB, Gereja diartikan sebagai persekutuan orang percaya,
sebagai umat yang terpanggil dan dihimpun oleh Allah Bapa, keluar dari
kegelapan menuju kepada Yesus Kristus yang adalah terang dunia.29
4. Jemaat
Kata “Jemaat” adalah kata serapan dari bahasa Arab. Menurut Kamus
Terbaru Bahasa Indonesia, Jemaat adalah himpunan umat.30
Maka dapat
disimpulkan bahwa kata Jemaat yang dimaksudkan dalam judul skripsi ini adalah
himpunan umat yang dipanggil keluar untuk menjadi murid Kristus.
5. Implikasi
Implikasi dapat kita temukan artinya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
26
Thomas van den End, Harta Dalam Bejana, Jakarta, BPK Gunung Mulia, hlm. 7. 27
Tim Reality, op. cit., hlm. 260. 28
W.J.S. Poerwadarminta, op. cit., hlm. 318. 29
Majelis Sinode GPIB, Pokok-pokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja
(PKUPPG) Buku II, Jakarta, Majelis Sinode GPIB, 2010, hlm. 6. 30
Tim Reality, op. cit., hlm. 318.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
yang bermakna keterlibatan atau keadaan terlibat, yang termasuk atau tersimpul
yang disugestikan, tetapi tidak dinyatakan.31
Arti luasnya ialah mempunyai
hubungan keterlibatan, kepentingan umum / kepentingan pribadi sebagai anggota
masyarakat.
Jadi, penulis mengambil kesimpulan bahwa yang dimaksud implikasi dalam
judul skripsi ini adalah mengenai pengaruh yang dimunculkan dari hadirnya
agama Protestan, khususnya Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)
Bethesda Marau terhadap kehidupan masyarakat di lingkungan sekitar tempat di
mana Gereja tumbuh dan berkembang.
6. Masyarakat
Dalam bahasa Inggris, masyarakat disebut society, asal katanya socius yang
berarti kawan. Istilah “masyarakat” berasal dari bahasa Arab, yaitu syirk, artinya
bergaul. Para ahli seperti Maclver, J.L.Gillin dan J.P.Gillin berpendapat bahwa
masyarakat merupakan suatu kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut
suatu sistem adat-istiadat tertentu, yang bersifat berkelanjutan dan terikat oleh
suatu rasa identitas bersama.32
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, masyarakat diartikan sebagai
sehimpunan manusia yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan-
ikatan aturan tertentu.33
31
Suharso, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Semarang, Widya Karya, 2011, hlm. 178. 32
Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar : Teori dan Konsep Ilmu Sosial, Bandung, PT Eresco,
1986, hlm. 26. 33
Suharso, op. cit., hlm. 312.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
G. Metodologi Penelitian
Metodologi didefinisikan sebagai ilmu atau kajian tentang metode.34
Metode adalah cara atau prosedur untuk mendapatkan objek. Metode juga
dikatakan sebagai cara untuk berbuat atau mengerjakan sesuatu dalam suatu
sistem yang terencana dan teratur. Jadi, metode selalu erat hubungannya dengan
prosedur, proses, atau teknik yang sistematis untuk melakukan penelitian disiplin
tertentu. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan objek penelitian.35
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan Sejarah Gereja dengan
judul “Sejarah Perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)
Jemaat Bethesda Marau (Implikasinya terhadap kehidupan masyarakat) 1970-
2012”, mencakup lima tahapan penelitian, yaitu ; pemilihan topik, heuristik
(pengumpulan sumber), verifikasi (kritik sejarah atau keabsahan sumber),
interpretasi (analisis dan sintesis), dan historiografi (penulisan).36
1) Pemilihan Topik
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan topik, yaitu ;
kedekatan emosional, kedekatan intelektual, dan rencana penelitian.37
Dalam
melaksanakan penelitian, peneliti dapat menggunakan beberapa acuan pertanyaan
seperti ; a) where, menunjuk pada daerah mana yang menjadi objek penelitian, b)
when, menunjuk pada batasan waktu yang dipilih, c) who, menunjuk pada siapa
saja yang terlibat didalamnya, d) what, menunjuk pada apa yang dilakukan oleh
34
Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2010, hlm. 11. 35
Idem. 36
Kuntowijoyo, op. cit., hlm. 90. 37
Ibid., hlm. 91.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
pelaku, e) why, menunjuk pada pertanyaan mengapa pelaku melakukan perbuatan
itu, dan f) how, menunjuk pada pertanyaan bagaimana terjadinya peristiwa itu.38
Penulisan Sejarah Gereja ini dilakukan oleh peneliti karena adanya
kedekatan emosional dan intelektual antara peneliti dengan topik penelitian yang
berjudul “Sejarah Perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat
(GPIB) Jemaat Bethesda Marau (Implikasinya terhadap kehidupan masyarakat)
1970-2012”. Dalam hal ini, kedekatan emosional peneliti dapat diketahui dari
ketertarikan peneliti terhadap topik penelitian, yang mana objek penelitiannya
berada di lingkungan di mana peneliti tumbuh dan besar di sana. Selain itu, orang
tua peneliti yang juga merupakan pejabat Gereja, memberikan kemudahan kepada
peneliti untuk memperoleh data. Sedangkan kedekatan intelektual peneliti dapat
dilihat melalui ketertarikan peneliti terhadap buku-buku bacaan yang berkaitan
dengan objek penelitian, seperti Sejarah Gereja Protestan di Indonesia bagian
Barat (GPIB) 1948-1990, yang ditulis oleh Pendeta H. Ongirwalu, M. Th.
2) Heuristik (Pengumpulan Sumber)
Sumber (sumber sejarah disebut juga data sejarah; bahasa inggris datum
bentuk tunggal, data bentuk jamak; bahasa inggris datum berarti pemberian) yang
dikumpulkan harus sesuai dengan jenis sejarah yang akan ditulis. Sumber menurut
bahannya, dibagi menjadi dua, yaitu tertulis dan tidak tertulis, atau dokumen dan
artifact. Sedangkan menurut urutan penyampaiannya, sumber sejarah dibagi
38
Yoel Febriantoro, “Sejarah Gereja Kristen Injili Indonesia di Bengko, Rejang Lebong, Bengkulu
1983-2008 : Mengembala di Tengah Lebatnya Rimba Sumatra”, Skripsi Sarjana Pendidikan,
Perpustakaan USD, Yogyakarta, 2013, hlm. 23.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
kedalam sumber primer dan sumber sekunder. Sumber sejarah disebut primer bila
disampaikan oleh pelaku sejarah atau saksi mata, misalnya catatan rapat, daftar
anggota organisasi, dan arsip-arsip laporan seseorang. Sedangkan sumber
sekunder menurut ilmu sejarah ialah yang disampaikan oleh bukan saksi mata.39
Sumber sekunder ini merupakan sumber pendukung dari sumber utama (sumber
primer).
Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data-data penelitian melalui :
a) Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan dilakukan oleh penulis untuk menjaring data primer
dan data sekunder melalui perpustakaan-perpustakaan, media massa, dan
arsip-arsip dari instansi-instansi yang berkaitan dengan permasalahan. Dalam
hal ini, peneliti mengumpulkan data-data dari dokumen arsip milik kantor
Gereja Protestan yang beralamat di Dusun Tempayak, Desa Sukakarya,
Kecamatan Marau, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. Arsip-
arsip Gereja ini meliputi Laporan Keadaan Pos-Pos Pelkes GPIB “Bethesda”
Marau tahun 1991, Surat Keputusan Majelis Sinode GPIB tentang
Pelembagaan Jemaat GPIB “Bethesda” Marau – Kalimantan Barat tahun
1991, dan Surat Keputusan Majelis Sinode GPIB tentang Pengangkatan
Penatua dan Diaken selaku anggota-anggota Majelis Jemaat GPIB
“Bethesda” Marau masa tugas 1988-1992.
Selain itu, penulis juga menggunakan buku-buku yang relevan dengan
topik yang diajukan, seperti buku Sejarah Gereja GPIB “Ebenhezer”
39
Kuntowijoyo, op. cit,. hlm. 97.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Ketapang dan buku Sejarah Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat
(GPIB) 1948-1990 yang ditulis oleh Pendeta H. Ongirwalu, M. Th.
b) Wawancara
Wawancara merupakan proses pengumpulan data secara lisan, dengan
cara melakukan tanya jawab dengan orang-orang yang terkait dengan topik
penelitian. Dalam hal ini, wawancara dilakukan terhadap informan yang terdiri
dari para penginjil, para pendeta, pejabat-pejabat Gereja (Penatua/Diaken),
serta masyarakat setempat yang berada di wilayah obyek penelitian. Pelaku
penginjilan yang berhasil diwawancarai oleh penulis terdiri dari dua orang,
yaitu Pendeta Urabanus Latudasan (69 tahun), Bapak Yonatan A. Kabu (65
tahun). Kedua orang ini merupakan para penginjil yang berasal dari Institut
Injil Indonesia Batu Malang, Jawa Timur. Selain kedua orang penginjil ini,
penulis juga berhasil mewawancarai masyarakat setempat yang menerima
penginjilan dan juga pernah menjabat pejabat Gereja GPIB “Bethesda” Marau,
yaitu Bapak Kimtia (72 tahun) dan Bapak Kristianto Persen (72 tahun).
c) Observasi
Observasi dilakukan dengan jalan mengadakan pengamatan secara
langsung terhadap obyek penelitian sejarah40
, yaitu gedung gereja GPIB
“Bethesda” Marau. Dari hasil observasi ini, diketahui bahwa terdapat dua
bangunan gedung gereja. Bangunan gedung gereja pertama berukuran 5 x 10
meter, dibangun pada tahun 1976. Bangunan gedung gereja pertama ini
40
Wariso RAM, dkk, Pemukiman Sebagai Kesatuan Ekosistem Daerah Kalimantan Barat,
Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1986, hlm. 3.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
sekarang berfungsi sebagai gedung serba guna. Bangunan gedung gereja
kedua berukuran 10 x 22 meter, berfungsi sebagai tempat ibadah. Gedung
gereja ini terdiri dari ruang konsistori (Kantor Gereja) dan ruang ibadah.
Selain itu, dibelakang bangunan gedung gereja juga terdapat bangunan gedung
SMP Kristen Siloam Marau yang dibangun pada tahun 1972. SMP ini juga
merupakan hasil dari kegiatan penginjilan.
3) Verifikasi (Kritik Sumber atau Keabsahan Sumber)
Setelah sumber-sumber yang diperlukan dalam penelitian berhasil
dikumpulkan, langkah berikutnya adalah melakukan kritik sumber. Tujuan dari
kritik sumber ini adalah untuk mengetahui kebenaran informasi atau untuk
menguji otentisitas dan kredibilitasnya. Kritik sumber terdiri dari dua macam,
yaitu kritik ekstern (autentisitas / keaslian sumber) dan kritik intern (kredibilitas /
kebiasaan dipercayai).41
Kritik ekstern, dilakukan dengan cara meneliti data dalam
dokumen yang akan digunakan, melalui pemakaian bahasa, corak penulisannya,
dan lain sebagainya. Kritik intern, dilakukan dengan cara membandingkan
berbagai sumber untuk mendapatkan data yang jelas dan lengkap.
Dalam penelitian ini, sumber primer yang digunakan oleh penulis adalah
dokumen arsip, hasil wawancara, dan hasil observasi. Dokumen arsip yang
merupakan Surat Keputusan dari Majelis Sinode GPIB yang beralamat di Jl.
Merdeka Timur No. 10 Jakarta Pusat ini dibuat pada tahun 1991, dan bentuk
tulisannya pun terlihat masih kaku, yaitu masih menggunakan mesin ketik lama.
41
Kuntowijoyo, op. cit., hlm. 100.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Sedangkan dari hasil wawancara yang dilakukan, apa yang disampaikan oleh para
informan dengan yang ada di dalam buku, memiliki banyak kesamaan, seperti
data tentang kedatangan para penginjil, proses pelembagaan dan tanggal
pelembagaan. Jadi, bisa dibuktikan bahwa sumber yang digunakan oleh penulis
ini adalah asli dan dapat dipercaya. Selain itu, dari hasil observasi yang penulis
lakukan, dengan melihat bentuk bangunan-bangunan, baik itu gedung gereja,
sekolah, maupun pastori (rumah tempat tinggal pendeta), terlihat jelas perbedaan
antara bangunan lama dan bangunan baru, seperti dari segi bahan bangunan,
bentuk, dan ukuran bangunan tersebut.
4) Interpretasi (Anlisis dan Sintesis)
Interpretasi merupakan suatu langkah yang ditempuh oleh peneliti dalam
menafsirkan fakta-fakta yang telah diuji dan menganalisis sumber-sumber supaya
dapat menghasilkan suatu fakta yang kebenarannya dapat dipercaya. Dalam
interpretasi terdapat dua kegiatan pokok yang harus dilalui, yaitu analisis yang
berarti menguraikan, dan sintesis yang berarti menyatukan data atau fakta-fakta
yang telah dikumpulkan.42
Dalam interpretasi ini, analisis dilakukan karena kadang-kadang sebuah
sumber bisa mengandung beberapa kemungkinan. Oleh karenanya data-data yang
telah berhasil dikumpulkan seperti dokumen arsip, hasil wawancara, dan hasil
observasi, setelah melalui kritik sumber, kemudian dianalisis untuk bisa
menemukan fakta-fakta sejarah. Demikian juga ketika penulis melakukan analisis
42
Ibid., hlm. 102-103.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
terhadap sumber-sumber yang berkaitan dengan Sejarah Perkembangan GPIB
Jemaat “Bethesda” Marau, ditemukan fakta-fakta sejarah yang membuktikan
bahwa GPIB Jemaat “Bethesda” Marau ini mengalami perkembangan dan
berhasil dilembagakan menjadi Gereja Dewasa dan Mandiri pada 25 Agustus
1991.
Setelah melalui proses analisis dan menemukan fakta-fakta bahwa telah
terjadi perkembangan, maka proses selanjutnya adalah menyatukan data-data atau
fakta-fakta yang telah dikumpulkan, untuk kemudian menjadi sebuah bentuk
generalisasi konseptual.
5) Pendekatan dan Penulisan Sejarah (Historiografi)
Dalam penulisan sejarah, sebuah pendekatan menjadi satu hal yang sangat
penting, karena hasil penulisan sejarah yang baik sangat ditentukan oleh jenis
pendekatan yang dipakai. Pengertian pendekatan dalam penelitian sejarah adalah
pola pikir atau cara pandang dari penulis terhadap suatu kejadian atau peristiwa
sejarah dari sudut tertentu. Pendekatan diperlukan sebagai cara pandang penulis
atau sejarawan untuk memandang suatu peristiwa atau kejadian. Pendekatan akan
membantu sejarawan dalam menentukan berbagai ilmu sosial mana yang perlu
digunakan dan dimensi-dimensi yang tepat diungkapkan dalam penulisan.
Pada penelitian kali ini, pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah
pendekatan sosial dan budaya. Dalam penulisan sejarah, aspek kronologi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
sangatlah penting,43
maka secara kronologi penulis akan menguraikan tahap-tahap
perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat
Bethesda Marau. Melalui pendekatan sosial, penulis menganalisa hubungan sosial
Gereja, baik di dalam maupun di luar lingkungan Gereja. Sedangkan melalui
pendekatan budaya, penulis berusaha mendapatkan gambaran yang tepat
mengenai pengaruh Gereja terhadap budaya daerah.
Historiografi sendiri adalah proses penyusunan fakta-fakta sejarah dan
berbagai sumber yang telah diseleksi dalam sebuah bentuk penulisan sejarah.
Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan penulis dalam proses penulisan
hasil penelitian sejarah, yaitu :
(1) Mengumpulkan data hasil penelitian
(2) Membuat laporan sementara secara bertahap
(3) Membuat garis besar laporan hasil penelitian
(4) Menyusun hasil penelitian
(5) Editing
Penyajian penelitian dalam bentuk tulisan terdiri dari tiga bagian, yaitu :
a) Pengantar
Dalam pengantar, harus dikemukakan permasalahan, latar belakang,
historiografi dan pendapat-pendapat kita tentang tulisan orang lain,
pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian, teori dan konsep
yang dipakai, dan sumber-sumber sejarah.
43
Ibid., hlm. 105.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
b) Hasil Penelitian
Profesionalisme penulis tampak dalam pertanggungjawaban. Tanggung
jawab terletak dalam catatan dan lampiran. Setiap fakta yang ditulis harus
disertai data yang mendukung.
c) Simpulan
Dalam simpulan, dikemukakan generalization dari yang telah diuraikan
dalam bab-bab sebelumnya, dan social significance penelitian yang peneliti
lakukan.44
H. Sistematika Penulisan
Skripsi yang berjudul “Sejarah Perkembangan Gereja Protestan di
Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau (Implikasinya
terhadap Kehidupan Masyarakat) 1970-2012” ini menggunakan sistematika
penulisan sebagai berikut :
Bab I merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, tinjauan
pustaka, landasan teori, metodologi penelitian, dan sistematika
penulisan.
Bab II menguraikan tentang letak geografis Kecamatan Marau, asal-usul
masyarakat, agama dan kepercayaan asli masyarakat, kehidupan
sosial-budaya masyarakat, serta mata pencaharian masyarakat di
wilayah pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau.
44
Ibid., hlm. 105-106.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Bab III memaparkan tentang tahap-tahap perkembangan GPIB Jemaat
Bethesda Marau, yaitu periode masuknya Injil di wilayah
Kecamatan Marau (1970-1985), masa persiapan pelembagaan
(1986-1990), masa pelembagaan (1991), dan masa gereja dewasa
(1991-2012).
Bab IV menguraikan tentang pengaruh kehadiran GPIB Jemaat Bethesda
Marau terhadap kehidupan masyarakat sekitar dalam berbagai
bidang kehidupan, yaitu dalam bidang pendidikan, sosial, budaya,
kesehatan, dan ekonomi.
Bab V merupakan bab penutup yang memuat kesimpulan dari bab II, III,
dan IV.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
BAB II
KONTEKS SOSIO-HISTORIS MASYARAKAT DI WILAYAH
PELAYANAN GPIB JEMAAT BETHESDA MARAU
A. Letak Geografis Kecamatan Marau
Marau merupakan sebuah kecamatan yang terletak di wilayah Kabupaten
Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat.44
Kecamatan Marau ini memiliki batas-
batas wilayah, di sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tumbang Titi, di
sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Air Upas, di sebelah Barat
berbatasan dengan Kecamatan Kendawangan, dan di sebelah Timur berbatasan
dengan Kecamatan Jelai Hulu. Luas wilayah Kecamatan Marau kurang lebih
sekitar . Berdasarkan data tahun 2011, jumlah penduduk di
Kecamatan Marau sebanyak 12.297 jiwa.45
Kecamatan Marau memiliki 10 desa,
yaitu Desa Karya Baru, Desa Runjai Jaya, Desa Sukakarya, Desa Belaban, Desa
Randai, Desa Riam Batu Gading, Desa Batu Payung Dua, Desa Batan Sari, Desa
Pelanjau Jaya, dan Desa Rangkung.46
Masing-masing desa ini terdiri dari
beberapa dusun yang jumlah keseluruhannya sebanyak 32 dusun.47
Desa
Sukakarya terdiri dari 3 dusun, yaitu Dusun Awatan, Dusun Tempayak, dan
Dusun Batu Menang.48
Di Dusun Tempayak inilah agama Protestan pertama kali
44
http://id.wikipedia.org/wiki/Marau,_Ketapang, diakses tanggal 11 November 2013. 45
Pemerintah Daerah Kabupaten Ketapang, Kecamatan Marau dalam angka 2012, Ketapang,
Badan Pusat Statistika dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Ketapang, 2012,
hlm. 119. 46
Ibid., hlm. 4. 47
Ibid., hlm. 23. 48
Pemerintah Kabupaten Ketapang Kecamatan Marau Desa Sukakarya, Peraturan Desa
Sukakarya Kecamatan Marau Kabupaten Ketapang Tentang Rencana Pembangunan jangka
Menengah Desa 2011-2015, Ketapang, 2011, hlm. 10.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
diperkenalkan kepada masyarakat yang ada di wilayah Kecamatan Marau.
Sebelum terjadinya pemekaran di wilayah Kecamatan Marau, Dusun Tempayak
ini belum memiliki nama, namun karena lokasinya dekat dengan Desa Marau
(sekarang Kecamatan Marau), maka penduduk yang ada di Dusun Tempayak ini
terhitung sebagai bagian dari penduduk Desa Marau. Masyarakat yang saat ini
tinggal di wilayah Kecamatan Marau terdiri dari berbagai suku, yaitu suku Dayak,
Melayu, Batak, Toraja, Flores, Timor, Tionghoa, Jawa, Bugis dan Madura.49
B. Asal-Usul Masyarakat di Wilayah Kecamatan Marau
Berbicara mengenai asal-usul masyarakat di wilayah Kecamatan Marau,
tentunya tidak dapat dilepaskan dari proses terbentuknya Kecamatan Marau.
Marau dibentuk menjadi sebuah kecamatan pada tahun 1987.50
Tidak dapat
dijelaskan secara rinci bagaimana proses pembentukannya, hal ini dikarenakan
minimnya data-data mengenai wilayah Kecamatan Marau. Namun, berdasarkan
hasil wawancara dengan masyarakat yang ada di wilayah Kecamatan Marau,
didapatlah informasi mengenai Kecamatan Marau bahwa pada awal terbentuknya,
Kecamatan Marau ini hanya terdiri dari beberapa desa, seperti Desa Marau, Desa
Penyiuran, Desa Riam Kusik, Desa Batu Perak, dan Desa Carik.51
Secara umum,
masyarakat yang mendiami desa-desa di wilayah Kecamatan Marau ini adalah
masyarakat yang berasal dari suku bangsa Dayak dan suku bangsa Melayu. Untuk
menjelaskan suku bangsa mana yang pertama kali mendiami wilayah Kecamatan
49
Ibid., hlm. 11. 50
Wawancara dengan masyarakat di wilayah Kecamatan Marau, Bapak Kristianto Parsin, 7 Juli
2013. 51
Idem.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Marau, penulis menggunakan konsep masuknya penduduk asli di wilayah
Kalimantan Barat berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa
sejarahwan asli Indonesia, yang mana hasil penelitian tersebut mereka tulis dalam
sebuah buku yang berjudul “Sistem Gotong Royong dalam Masyarakat Pedesaan
Daerah Kalimantan Barat”.
Secara kronologis, jika dilihat dari asal-usul suku-suku bangsa di
Kalimantan Barat, suku bangsa pertama yang mendiami wilayah ini adalah suku
bangsa Dayak, baru kemudian muncul suku bangsa Melayu. Semula, nama suku
bangsa Dayak ini belum dikenal sebagai suku bangsa Dayak seperti sekarang,
nama ini baru muncul setelah mereka (suku bangsa Dayak) terdesak ke daerah
pedalaman oleh pendatang baru (suku bangsa Melayu). Di daerah Kalimantan
Barat sendiri, mula-mula mereka mendiami daerah pantai dan tepian sungai
Kapuas. Kemudian karena terdesak oleh kaum pendatang, mereka terpaksa
menyingkir ke daerah pedalaman dan hulu sungai. Oleh karena itulah mereka
dikenal sebagai orang hulu yang menurut istilah setempat adalah orang Dayak
(dayak artinya hulu atau darat) dan terciptalah nama suku Dayak. Suku bangsa
yang mendesak mereka ke daerah hulu atau ke daerah pedalaman tersebut ialah
suku bangsa Melayu yang sekarang mendiami daerah pantai baik pantai laut
maupun tepian sungai-sungai besar (Sungai Kapuas).52
Dari apa yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa masyarakat pertama yang mendiami wilayah Kecamatan Marau adalah
masyarakat yang berasal dari suku bangsa Dayak. Masyarakat suku Dayak yang
52
Pandil Sastrowardoyo, dkk, Sistem Gotong Royong dalam Masyarakat Pedesaan Daerah
Kalimantan Barat, Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan
Kebudayaan Daerah, 1983, hlm. 19.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
mendiami wilayah Kecamatan Marau menamai diri mereka sebagai masyarakat
suku Dayak Kendawangan. Nama suku ini diambil dari nama sebuah sungai yang
ada di daerah tempat tinggal mereka, yaitu Sungai Kendawangan. Jadi orang
Dayak Kendawangan adalah orang Dayak yang berdomisili di hulu Sungai
Kendawangan. Masyarakat Dayak Kendawangan inilah yang pada perkembangan
selanjutnya menerima pengajaran mengenai agama Protestan di wilayah
Kecamatan Marau.
C. Agama dan Kepercayaan Asli Masyarakat di Wilayah Pelayanan GPIB
Jemaat Bethesda Marau
Masyarakat di wilayah Kecamatan Marau sekarang menganut tiga agama,
yaitu agama Islam, agama Katolik, dan agama Protestan. Menurut penuturan para
narasumber yang berhasil diwawancarai, dari ketiga agama tersebut, agama
Protestan adalah agama terakhir yang diperkenalkan di wilayah Kecamatan
Marau. Pada saat penginjilan masuk ke wilayah Kecamatan Marau, sebagian
masyarakat yang ada di beberapa desa di wilayah Kecamatan Marau telah
mengenal dua agama, yaitu agama Islam dan agama Katolik. Agama Islam
sebagian besar dianut oleh masyarakat yang berasal dari suku bangsa Melayu,
sedangkan agama Katolik dianut oleh masyarakat yang berasal dari suku bangsa
Dayak. Tidak diketahui dengan pasti alasan mengapa masyarakat di sekitar
Kecamatan Marau tidak dengan cepat mendapatkan pengaruh dari kedua agama
yang telah dulu hadir di wilayah tersebut, padahal jarak antara desa yang satu
dengan desa yang lainnya cukup berdekatan, sehingga sangat dimungkinkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
kehadiran kedua agama ini bisa memberi pengaruh besar bagi kepercayaan
masyarakat sekitar. Namun, hal ini mungkin saja terjadi karena disebabkan oleh
beberapa faktor : Pertama, berasal dari dalam masyarakat itu sendiri, yaitu sistem
kepercayaan atau adat lokal masyarakat setempat yang masih sangat kuat bisa saja
menjadi kendala masuknya agama Islam dan Katolik di daerah tersebut. Kedua,
berasal dari luar masyarakat itu sendiri, seperti tidak adanya para pelaku utama
penyebaran agama yang sudah dikenalkan di daerah tersebut. Hal ini
dimungkinkan terjadi karena jarak dari kota Kabupaten ke wilayah Kecamatan
Marau sangat jauh (jika menggunakan kendaraan bermotor, maka waktu yang
diperlukan kurang lebih 6-7 jam). Selain itu belum tersedianya alat transportasi
darat dan keadaan alam yang masih berupa hutan rimba, juga bisa menjadi
kendala-kendala utama terhambatnya pelaksanaan kegiatan-kegiatan Misi Katolik
dan Mubalig-Mubalig Islam.
Di wilayah Kecamatan Marau, agama Protestan diperkenalkan oleh para
penginjil yang berasal dari Institut Injil Indonesia Batu Malang, Jawa Timur.
Agama ini diperkenalkan pada masyarakat suka Dayak di wilayah Kecamatan
Marau yang belum mengenal agama. Semula, sebelum mengenal agama
Protestan, masyarakat suku Dayak ini adalah masyarakat Animis. Animisme
merupakan suatu faham yang memandang bahwa semua benda-benda yang ada di
alam semesta ini, baik itu gunung, hutan, lautan, sungai, maupun pohon-pohon
besar, semuanya itu dipercaya mempunyai roh yang dapat mempengaruhi
kehidupan manusia. Pada umumnya, roh-roh itu mempunyai sifat jahat yang
sewaktu-waktu dapat mencelakakan manusia, karena itu manusia harus mentaati
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
kemauannya dan memujanya. Misalnya “roh padi”, masyarakat Dayak yang
berada di wilayah Kecamatan Marau ini sangat menghormati roh padi. Mereka
percaya bahwa padi harus disimpan secara baik di tempat yang terhormat. Jika
tidak, rohnya akan pergi dan tidak akan datang lagi, dan ini berarti bahwa pada
tahun-tahun mendatang, tanaman padi tidak akan berhasil ditanam.53
Oleh karena
itu, untuk menghormati roh padi tersebut, masyarakat suku Dayak yang berada di
wilayah Kecamatan Marau ini membuat Jurung54
sebagai tempat menyimpan
padi.
Selain roh padi, roh nenek moyang juga sangat dihormati oleh masyarakat
setempat. Roh nenek moyang yang baik dianggap sebagai dewata yang menjadi
pesuruh dari Jubata atau Tuhan. Roh-roh ini dapat dipanggil dan diminta tolong
untuk menyampaikan permohonan kepada Jubata. Mereka percaya bahwa roh
yang terlantar karena tidak dimuliakan, seperti tidak diberi makan, tidak pernah
diundang ke pesta dan sebagainya akan menjadi roh yang jahat dan akan
mengacau kehidupan manusia.55
Oleh karenanya, masyarakat suku Dayak yang
ada di wilayah Kecamatan Marau yang pada saat itu belum mengenal agama,
sering sekali mengadakan upacara-upacara adat demi untuk menghormati roh-roh
nenek moyang. Selain itu, masyarakat suku Dayak juga telah mengenal agama
suku, yaitu agama Kaharingan.56
Ini merupakan kepercayaan asli suku bangsa
Dayak. Kaharingan berasal dari kata haring yang artinya hidup. Kaharingan ini
53
Kasim Taha, dkk, Upacara Tradisional Daerah Kalimantan Barat, Jakarta, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Kebudayaan Daerah, 1985, hlm. 17. 54
Jurung adalah tempat menyimpan padi bagi masyarakat suku Dayak. 55
Kasim Taha, dkk., op. cit., hlm. 17. 56
Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu
Malang Jawa Timur, Pendeta Urbanus Latudasan, 1 Oktober 2013.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
telah ada sejak awal penciptaan, yaitu sejak awal Ranying57
Hatalla58
menciptakan manusia. Sejak adanya kehidupan, Ranying Hatalla telah mengatur
segala sesuatunya untuk menuju jalan kehidupan ke arah kesempurnaan yang
kekal dan abadi.59
Dalam Kaharingan, diyakini bahwa setiap orang dalam
kehidupannya mempunyai tugas dan misi tertentu. Misi utama Kaharingan ialah
mengajak manusia menuju jalan yang benar dengan berbakti dan mengagung-
agungkan Ranying Hatalla dalam setiap sikap dan perbuatan.60
Namun,
masyarakat di Kecamatan Marau tidak terlalu tahu tentang agama Kaharingan,
pemahaman mereka tentang agama tersebut hanya sampai pada tahap pengenalan
bahwa agama Kaharingan adalah agama asli masyarakat suku Dayak. Hal ini
mungkin terjadi karena tidak adanya usaha pewarisan agama suku dari para tua-
tua kepada anak-anaknya, sehingga agama Kaharingan pun perlahan tapi pasti
mulai menghilang dari kehidupan masyarakat suku Dayak. Sampai pada
masuknya agama-agama seperti agama Islam, Katolik dan Protestan, agama
Kaharingan benar-benar menjadi asing di antara masyarakat suku Dayak yang
berada di wilayah Kecamatan Marau, hingga akhirnya agama ini tidak lagi dikenal
bahkan lenyap dari kehidupan masyarakat di wilayah tersebut.
D. Kehidupan Sosial-Budaya Masyarakat di Wilayah Pelayanan GPIB
Jemaat Bethesda Marau
57
Ranying artinya Maha Tunggal, maha Agung, Maha Mulia, Maha Jujur, Maha Lurus, Maha
Kuasa, Maha Tahu, Maha Suci, Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Adil, Maha Kekal Abadi,
Maha Mendengar. 58
Hatalla artinya Maha Pencipta. 59
Tjilik Riwut, Maneser Panatau Tatu Hiang Menyelami kekayaan Leluhur, Palangka Raya,
Pusakalima, 2003, hlm. 478. 60
Ibid., hlm. 480.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa penduduk asli yang mendiami wilayah
Kecamatan Marau adalah masyarakat yang berasal dari suku bangsa Dayak dan
suku bangsa Melayu. Kedua kelompok masyarakat yang memiliki latar belakang
suku dan budaya yang berbeda ini hidup terpisah bersama kelompoknya masing-
masing. Pemisahan ini terlihat nyata dari tata desanya, di mana masyarakat suku
Melayu menempati wilayah bagian Selatan, sedangkan suku Dayak menempati
wilayah bagian Utara. Pemisahan tempat tinggal ini tidak dilakukan dengan
sengaja, melainkan terjadi secara begitu saja. Namun jika dilihat dari keadaan
masyarakat pada saat itu, pemisahan ini dimungkinkan terjadi karena masyarakat
berusaha memenuhi kebutuhan ekonominya, di mana masyarakat pada waktu itu
hidup dengan hanya mengandalkan hasil alam.61
Selain itu, keadaan wilayah yang
juga masih sangat luas dikarenakan belum banyaknya penduduk yang mendiami
daerah tersebut merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya pemisahan
wilayah tempat tinggal masyarakat suku Melayu dan suku Dayak di wilayah
Kecamatan Marau.
Dalam bidang pendidikan, sekitar tahun 1970-an masyarakat di wilayah
Kecamatan Marau ini masih tergolong masyarakat buta huruf. Memang pada saat
itu sudah terdapat satu sekolah dasar, namun sekolah itu sebenarnya dikhususkan
untuk memberikan pendidikan kepada anak-anak, sedangkan para orang tua yang
masih buta huruf tidak mendapatkan pendidikan khusus sebagai usaha
pemberantasan buta huruf. Selain itu, jarak yang jauh dari satu desa ke desa yang
lain, serta belum tersedianya alat transportasi darat merupakan faktor-faktor
61
Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu
Malang Jawa Timur, Pendeta Urbanus Latudasan dan Bapak Yonathan A. Kabu, 1 Agustus dan 1
Oktober 2013.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
penyebab terhambatnya proses pemerataan pendidikan di wilayah Kecamatan
Marau.
Dalam bidang budaya, kehidupan masyarakatnya didominasi oleh adat
masyarakat setempat. Animisme masih sangat kuat melekat dalam kehidupan
masyarakat di wilayah Kecamatan Marau. Upacara-upacara penghormatan
terhadap roh-roh nenek moyang masih sering dilakukan, sedangkan agama belum
benar-benar berpengaruh di dalam kehidupan masyarakat.
E. Mata Pencaharian Masyarakat di Wilayah Pelayanan GPIB Jemaat
Bethesda Marau
Masyarakat yang tinggal di wilayah Kecamatan Marau, semula hidup
dengan hanya mengandalkan hasil alam.62
Mereka memenuhi kebutuhan hidupnya
dengan bertani, berkebun, menyadap karet, dan berburu. Sebagian besar penduduk
yang berada di wilayah Kecamatan Marau ini bekerja di bidang pertanian, yaitu
dengan menggunakan sistem perladangan berpindah-pindah. Perladangan
berpindah-pindah ini merupakan sistem usaha tani padi yang dilakukan oleh para
petani dengan cara mencari lahan yang memiliki tingkat kesuburan tanah yang
tinggi. Bila lahan itu telah menjadi tandus, petani akan meninggalkannya begitu
saja dan mencari lahan baru yang lebih subur. Sistem perladangan ini dilakukan
tanpa harus mengolah tanah seperti yang biasa dilakukan oleh petani-petani
sawah. Dalam perladangan berpindah-pindah, sistem perladangan dilakukan
dengan cara menebang pohon dan menebas hutan, kemudian membakar hasil
62
Idem.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
tebangan tersebut, setelah itu menanami lahan tersebut dengan padi, yaitu dengan
cara menugal lahan yang sudah siap untuk dijadikan ladang. Menugal artinya
membuat lubang-lubang di tanah dengan tugal (kayu yang runcing), untuk
kemudian lubang-lubang tersebut diisi dengan benih atau biji-biji padi.63
Usaha tani lain yang dilakukan oleh masyarakat setempat untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya ialah berkebun. Tanaman perkebunan yang biasa mereka
tanam ialah karet, kopi, dan kelapa sawit. Hampir seluruh masyarakat di
Kecamatan Marau ini menjadi petani karet, baik di kebunnya sendiri maupun
yang melakukan bagi hasil. Selain itu, ada juga kebun kopi, namun usaha tani
kopi ini hanya dijadikan sebagai usaha sampingan (dilakukan sebagai pengisi
waktu luang), jadi hanya diusahakan secara kecil-kecilan. Sedangkan perkebunan
kelapa sawit baru mulai didayagunakan akhir-akhir ini dan hampir semua
masyarakat di Kecamatan Marau memiliki kebun kelapa sawit.
Selain berladang dan berkebun, masyarakat di wilayah Kecamatan Marau ini
juga ahli dalam menangkap ikan. Masyarakat setempat menangkap ikan dengan
menggunakan alat-alat tradisional seperti pancing64
, bubu65
, dan pukat66
. Hasil
tangkapan inilah yang kemudian menjadi lauk-pauk saat mereka makan.
63
Kasim Taha, dkk., op. cit., hlm. 11-12. 64
Pancing adalah kail untuk menangkap ikan dengan umpan. 65
Bubu adalah alat penangkap ikan yang terbuat dari bambu, berbentuk lonjong. 66
Pukat adalah Jaring besar dan panjang yang digunakan untuk menangkap ikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
BAB III
TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN GPIB
JEMAAT BETHESDA MARAU
A. Masuknya Injil di Wilayah Kecamatan Marau (1970-1985)
1. Periode Datangnya Para Penginjil dan Berdirinya Sekolah
Masuknya Injil di wilayah Kecamatan Marau, diawali dengan datangnya
rombongan penginjil dari Batu Malang, Jawa Timur. Permulaan dilaksanakannya
kegiatan penginjilan di wilayah pedalaman Kalimantan Barat ini berawal dari
diadakannya kunjungan oleh Rektor Institut Injil Indonesia bersama Yayasan
Pelayanan Pekabaran Injil Indonesia (YPPII) Batu Malang Jawa Timur ke Jemaat
GPIB “Siloam” Pontianak67
, yang berada di wilayah Kalimantan Barat. Maksud
dari dilaksanakannya kunjungan tersebut adalah untuk mencari informasi
mengenai wilayah pedalaman Kalimantan Barat, sekaligus mengajak Jemaat
GPIB “Siloam” Pontianak untuk bersama-sama melaksanakan kegiatan
penginjilan di pedalaman Kalimantan Barat. Maksud tersebut tampaknya
mendapat respon yang cukup baik, sehingga tak lama setelah itu, kegiatan
penginjilan di pedalaman Kalimantan Barat yang digagas berdasarkan konsep
“Jemaat Missioner”68
ini pun mulai dilaksanakan.69
67
Jemaat GPIB “Siloam” Pontianak merupakan salah satu dari 53 Jemaat GPIB pada saat pertama
kali terbentuk tahun 1948. 68
Jemaat Misioner merupakan jemaat yang menjalankan tugas panggilan dan pengutusan, bukan
saja dalam arti terbatas melaksanakan Amanat Agung (Matius 28:19-20), tetapi menjalankan
seluruh aspek kehidupannya, dengan berpedoman pada ajaran Kristus Raja Gereja yang terdapat
dalam Kitab Suci Kristen Perjanjian Baru. 69
Wawancara dengan Pendeta Urbanus Latudasan, tokoh Penginjil tahun 1970-an, 1 Oktober
2013.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Proses penginjilan di pedalaman Kalimantan Barat ini dimulai dari wilayah
Ketapang (Kabupaten Ketapang). Menurut beberapa narasumber yang berhasil
diwawancarai, kedatangan para penginjil ini terbagi kedalam beberapa tahap.
Tahap pertama pada tahun 1970, terdiri dari :
1. Urbanus Latudasan
2. Iwan Gunawan
3. Rusdi Johan
4. Adni Wahai70
5. Pdt. Wem Fanggidae
6. Swedi Nabin71
Tahap kedua, para penginjil ini datang secara silih berganti, yaitu antara
tahun 1971-1973, terdiri dari :
1. Pdt. SA. Kelly
2. Simson Lala
3. Musa Saefatu
4. Nimrod
5. Yonathan A. Kabu
6. Fince Saudale
7. Urbanus Latudasan72
8. Mica
9. Swedi Nabin
10. Masri
11. Ibrahim
12. Wahidin
13. Alfonso One73
14. Budri
15. Erika
16. Lusi Coa
17. Oktaf
18. Jurkasi
19. Dwiyono74
70
Idem. 71
Majelis Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang, op. cit., hlm. 58. 72
Idem. 73
Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu
Malang Jawa Timur, Pendeta Urbanus Latudasan, 1 Oktober 2013. 74
Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu
Malang Jawa Timur, Bapak Yonathan. A. Kabu, 1 Agustus 2013.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Tahap ketiga, merupakan periode datangnya para penginjil beserta guru-
guru yang datang sekitar tahun 1973-1975, terdiri dari :
1. Didimus Bole
2. Dorta Ota
3. Suan
4. Sudomo
5. Herry L
6. Markus Pingar
7. Yance Raung
8. Andri Lumik
9. Samuel Ranuparesa75
10. Budi Lembong
11. Petrus Londong
12. Taat Aryoko76
13. Exlopas F. Neno77
Para penginjil ini datang dari Batu Malang Jawa Timur melewati kota
Pontianak, kemudian melanjutkan perjalanan ke Kabupaten Ketapang.78
Pada saat
itu, di Ketapang sudah terdapat Gereja Kristen Protestan (sebut saja Gereja
Ketapang karena merupakan satu-satunya Gereja Kristen Protestan yang ada di
Ketapang, namun belum memiliki nama atau lembaga untuk tempat mereka
bernaung). Gereja Ketapang tersebut kedatangan tamu yaitu rombongan penginjil
dari Institut Injil Indonesia Batu Malang, Jawa Timur. Rombongan penginjil ini
berada di bawah pimpinan Bapak S.A. Kelly (seorang mahasiswa senior dari
Institut Injil Indonesia Batu Malang).79
Sebenarnya, tempat yang dituju oleh
rombongan penginjil ini adalah pedalaman Kalimantan Barat. Maka, setelah
75
Majelis Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang, op. cit., hlm 59. 76
Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu
Malang Jawa Timur, Bapak Yonathan. A. Kabu, 1 Agustus 2013. 77
Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu
Malang Jawa Timur, Pendeta Urbanus Latudasan, 1 Oktober 2013. 78
Idem. 79
Majelis Jemaat GPIB Ebenhezer, op. cit., hlm. 26.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
sampai di Ketapang dan bertemu dengan warga jemaat Gereja Ketapang, para
penginjil ini pun mencari informasi mengenai wilayah pedalaman Kalimantan
Barat, dan didapatlah informasi mengenai keberadaan daerah Marau (Kecamatan
Marau)80
yang berdasarkan informasinya, masyarakat yang tinggal di daerah
tersebut belum memiliki suatu kepercayaan, maka rombongan penginjil ini pun
memutuskan untuk mendatangi daerah Marau tersebut. Rombongan penginjil ini
mulai masuk ke daerah Marau melalui jalur Pesaguan, kemudian melewati daerah
Tumbang Titi, untuk selanjutnya melanjutkan perjalanan mereka ke wilayah
Marau81
, tepatnya di Dusun Tempayak, Desa Sukakarya, Kecamatan Marau.
Pada saat rombongan penginjil ini masuk ke wilayah Kecamatan Marau,
masyarakat pertama yang menerima penginjilan tersebut adalah masyarakat yang
tinggal di Dusun Tempayak. Pada saat itu, baru ada lima keluarga yang mendiami
dusun tersebut, yaitu keluarga Bapak Kristianto Parsin, keluarga Bapak Kimtia,
keluarga Ibu Oning, keluarga Bapak Kusum, dan keluarga Bapak Tingal.82
Karena
kelima keluarga ini belum memiliki suatu kepercayaan, maka para penginjil ini
pun mengenalkan mereka pada agama Protestan dan mulai membuka Pos-pos
Pekabaran Injil di wilayah Kecamatan Marau dan sekitarnya. Dusun Tempayak
merupakan tempat pertama dibukanya Pos Pekabaran Injil di wilayah Kecamatan
Marau. Penginjil pertama yang pada saat itu ditempatkan di Dusun Tempayak
adalah Saudara Urbanus Latudasan dan Saudara Iwan Gunawan. Mereka
mengajak masyarakat yang ada di tempat itu beribadah, membaca alkitab, belajar 80
Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu
Malang Jawa Timur, Pendeta Urbanus Latudasan, 1 Oktober 2013. 81
Majelis Jemaat GPIB Ebenhaezer Ketapang, op. cit., hlm. 26. 82
Wawancara dengan masyarakat di wilayah Kecamatan Marau, Bapak Kristianto Parsin, 25 Juli
2013.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
bernyanyi lagu-lagu Gereja dan belajar berdoa. Proses penginjilan yang dilakukan
oleh para penginjil ini tampaknya mengalami keberhasilan. Hal ini terbukti
dengan sudah mulai dilaksanakannya baptisan kudus bagi mereka yang mengaku
percaya dan mau dibaptis. Baptisan kudus ini dilakukan oleh Pendeta SA. Kelly
dengan dibantu oleh beberapa penginjil seperti Saudara Urbanus, Saudara Oktaf,
dan Saudara Jurkasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan Pendeta Urbanus
Latudasan, ada sekitar 3.500 orang yang mengaku percaya dan bersedia dibaptis.
Karena merasa mendapat respon yang baik dari masyarakat setempat, kegiatan
pengenalan agama Protestan ini pun terus dilakukan. Sekitar tahun 1971, di Dusun
Tempayak sudah mulai dibangun gedung gereja pertama walaupun masih dengan
bahan bangunan seadanya83
, yaitu berlantaikan tanah, berdindingkan papan, dan
beratapkan sirap.
Selain melaksanakan kewajibannya untuk mengenalkan agama Protestan
kepada masyarakat, para penginjil ini juga membagikan pengetahuan-pengetahuan
mereka kepada masyarakat setempat dengan cara memberikan pengajaran kepada
mereka yang masih buta huruf bagaimana caranya menulis dan membaca. Selain
itu, mereka juga memberikan pendidikan kepada anak-anak. Hal ini terbukti
dengan berhasil dibangunnya Sekolah Dasar (SD) Kristen, meskipun dengan
kondisi darurat. Salah seorang penginjil yang ditugaskan untuk mengepalai SD
Kristen yang baru dibangun itu adalah Saudara Simson Lala. Selain sekolah,
dibangun pula Asrama Propeka yang diperuntukkan bagi anak-anak yang
bersekolah di SD Kristen tersebut. Pembangunan Asrama Propeka ini, selain
83
Idem.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
bertujuan untuk menampung anak-anak yang memiliki tempat tinggal yang sangat
jauh dari lingkungan sekolah tempat mereka belajar, juga bertujuan untuk
membantu anak-anak tersebut dalam hal bantuan makanan, akomodasi, dan biaya
sekolah. Salah seorang penginjil, yaitu Saudara Musa Saefatu dipercaya untuk
menjadi ketua Asrama Propeka tersebut. 84
Dalam buku yang berjudul “Sejarah
Gereja GPIB Ebenhezer Ketapang”, dijelaskan bahwa pada awal dibukanya,
Asrama Propeka yang dibangun oleh para penginjil beserta masyarakat ini
berhasil menampung kurang lebih sekitar 70 anak-anak sekolah.85
Maka, dapat
dikatakan bahwa usaha pemerataan pendidikan bagi masyarakat dan
pembangunan gedung yang dilakukan oleh para penginjil ini terbukti memberikan
hasil yang cukup baik.
Kemudian, pada tahun 1972 mulai dibangun pula gedung Sekolah
Menengah Pertama (SMP) Kristen Marau (sekarang disebut SMP Kristen Siloam
Marau). SMP Kristen ini diresmikan penggunaannya pada tanggal 4 Maret 1973.
Kepala Sekolah SMP Kristen tersebut juga dipercayakan kepada salah satu
penginjil yaitu Saudara Herry L, dan dibantu oleh Saudara Peter Limbung
bersama Ev. Sudomo. SMP Kristen Siloam Marau ini merupakan SMP pertama
yang ada di wilayah Kecamatan Marau, dan sekolah ini masih ada sampai
sekarang.
Selama periode 1970-1980, masyarakat di wilayah Kecamatan Marau,
terkhusus di Dusun Tempayak terus mengalami perkembangan yang signifikan
baik dalam hal iman maupun dalam pendidikan dan kehidupan sosialnya. Hal ini
84
Majelis Jemaat GPIB Ebenhaezer Ketapang, op. cit., hlm. 59. 85
Idem.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
tentu bisa terwujud berkat kerjasama yang baik antara para penginjil dan
masyarakat setempat. Banyak hal positif yang masyarakat dapatkan dari para
penginjil, demikian juga sebaliknya, banyak pelajaran berharga yang para
penginjil dapatkan dari kesediaannya membimbing masyarakat yang ada di
wilayah Kecamatan Marau.
Dari sekian banyak penginjil yang datang, Saudara Urbanus Latudasan
adalah salah seorang penginjil yang bertahan selama kurang lebih 10 tahun untuk
melaksanakan penginjilan di Dusun Tempayak dan di sekitar wilayah Kecamatan
Marau. Kepindahan Saudara Urbanus Latudasan ketempat tugas yang baru,
sempat membuat kegiatan penginjilan di Dusun Tempayak dan sekitarnya
mengalami kemunduran, karena terjadinya kekosongan pelayan di wilayah yang
terbilang masih baru dan masih sangat memerlukan pelayanan yang berkelanjutan
ini. Namun, hal tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat
setempat. Masyarakat setempat beserta para guru yang mengajar di SMP Kristen
Siloam Marau ini, terus mengusahakan perkembangan baik dalam hal
kepercayaan maupun pendidikan yang sudah dimulai oleh para penginjil ini.
Untuk selanjutnya, pelayanan di Dusun Tempayak dan sekitarnya ini diserahkan
kepada Jemaat GPIB “Siloam” Pontianak. Hal ini terus berlangsung hingga
pertengahan tahun 1986, dan pada tanggal 18 Mei 1986, yaitu bertepatan dengan
dilembagakannya GPIB “Ebenhezer” Ketapang menjadi Gereja Dewasa dan
Mandiri, Gereja Marau yang semula merupakan Pos Pelayanan dari GPIB
“Siloam” Pontianak, beralih menjadi Pos Pelayanan dari GPIB “Ebenhezer”
Ketapang dengan nama GPIB “Siloam” Marau.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
2. Gereja Protestan Marau menjadi bagian dari Gereja Protestan di
Indonesia bagian Barat
Gereja Protestan yang ada di Dusun Tempayak (sebut saja Gereja Marau)
merupakan Gereja Protestan pertama yang dibangun dalam lingkup wilayah
Kecamatan Marau. Gereja ini sudah dibangun sejak tahun 1971.86
Seperti yang
sudah disinggung pada pembahasan sebelumnya, Gereja Protestan pertama yang
ada di wilayah Kecamatan Marau ini dibangun dengan bentuk yang masih sangat
sederhana, yaitu dengan hanya berlantaikan tanah, berdinding papan, dan
beratapkan sirap. Luas bangunan gedung gereja pertamanya pun kurang lebih
sekitar 4 x 6 meter. Hal ini sangat dimungkinkan terjadi karena melihat kehidupan
perekonomian masyarakat setempat yang pada saat itu masih sangat sederhana.
Namun, tak lama kemudian, yaitu sekitar tahun 197687
, masyarakat setempat yang
pada perkembangan selanjutnya sudah mengalami kemajuan perekonomian,
bersama-sama dengan para penginjil yang ada, mulai membangun gedung gereja
yang kedua. Gedung gereja kedua ini dibangun dengan menggunakan bahan-
bahan bangunan yang cukup baik, di mana semua elemen yang ada pada
bangunan gedung gereja tersebut berbahan dasar kayu. Luas bangunan gedung
gereja yang kedua ini kurang lebih sekitar 5 x 10 meter.88
Semula, Gereja Marau ini belum memiliki nama dan status Gereja, karena
pada saat penginjilan masuk ke wilayah tersebut, Gereja Marau masih termasuk
dalam Pos Pekabaran Injil yang berpusat di kota Pontianak (GPIB “Siloam” 86
Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu
Malang Jawa Timur, Pendeta Urbanus Latudasan, 1 Oktober 2013. 87
Idem. 88
Arsip Jemaat GPIB Bethesda Marau, Laporan keadaan pos-pos Pelkes GPIB Bethesda Marau,
1991.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Pontianak). Walaupun belum diketahui status Gerejanya, satu hal yang pasti
adalah semua kegiatan penginjilan yang dilakukan di wilayah Kalimantan Barat
ini berada di bawah naungan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB).
Alasan mengapa semua kegiatan penginjilan yang dilaksanakan pada saat itu
berada di bawah naungan GPIB adalah selain karena Gereja yang sudah ada pada
saat itu adalah Gereja GPIB yang letaknya berada di kota Pontianak (GPIB
“Siloam” Pontianak), juga karena sejak semula kegiatan penginjilan yang
dilaksanakan oleh YPPII ini adalah gagasan dari GPIB yang ingin menjadikan diri
sebagai Jemaat yang Missioner. Oleh karenanya, semua jiwa yang telah
dimenangkan oleh mahasiswa-mahasiswa praktek yang dikenal dengan sebutan
para penginjil ini, diserahkan kepada GPIB yang kebetulan sudah ada pada waktu
itu. Oleh sebab itu, pusat pelayanannya tidak lagi berpusat di Batu Malang Jawa
Timur, tetapi berada di kota Pontianak, tepatnya di GPIB “Siloam” Pontianak.89
Oleh sebab itu jugalah, Gereja Ketapang yang juga sempat menerima pelayanan
dari Para Penginjil utusan dari Institut Injil Indonesia Batu Malang ini pun sepakat
bergabung dan menyatakan diri sebagai Gereja Protestan di Indonesia bagian
Barat. Hal ini bermula pada tahun 1971, bertepatan dengan datangnya salah
seorang perwakilan dari Sinode GPIB Jakarta yaitu Ibu Maitimu yang sedang
melakukan kunjungan ke Ketapang. Setelah disahkan oleh Majelis Sinode GPIB
Jakarta, pada tahun 1972 Gereja Ketapang pun dimasukkan dalam wilayah
pelayanan GPIB “Siloam” Pontianak, dan Gereja Ketapang dikenal dengan nama
GPIB “Ebenhezer” Ketapang.
89
Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an dan alumni Institut Injil Indonesia Batu
Malang Jawa Timur, Bapak Yonathan. A. Kabu, 1 Agustus 2013.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Pada saat GPIB “Ebenhezer” Ketapang resmi menjadi Pos Pelayanan dari
GPIB Siloam Pontianak, status Gereja Marau masih merupakan Pos Pekabaran
Injil. Baru kemudian, setelah melihat kondisi Gereja Marau yang terus mengalami
perkembangan dan jumlah jemaat yang semakin bertambah banyak, maka Gereja
Marau juga dimasukkan dalam wilayah Pelayanan GPIB “Siloam” Pontianak.
Oleh karena sudah memiliki status Gereja yang jelas, maka Gereja Marau pun
berganti nama menjadi GPIB “Siloam” Marau.
B. Masa Persiapan Pelembagaan (1986-1990)
1. Pra Pelembagaan
Pada tahun 1986, tepatnya pada tanggal 15 Mei 1986, Majelis Sinode GPIB
dengan Surat Keputusan Nomor : 1796/86/MS. XIII/Kpts, melembagakan Jemaat
bagian GPIB “Ebenhezer” Ketapang dari Jemaat GPIB “Siloam” Pontianak
menjadi Jemaat GPIB “Ebenhezer” Ketapang.90
Dengan dilembagakannya GPIB
“Ebenhezer” Ketapang menjadi Gereja yang Dewasa dan Mandiri, maka secara
administratif GPIB “Siloam” Marau menjadi Pos Pelayanan dari GPIB
“Ebenhezer” Ketapang, sehingga segala bentuk tanggungjawab pelayanan baik
dalam hal pendanaan maupun dalam hal pengadaan Pelayan Firman baik itu
Vikaris atau Pendeta, yang sebelumnya kesemuanya itu adalah tanggungjawab
dari Jemaat GPIB “Siloam” Pontianak, berubah menjadi tanggungjawab dari
Jemaat GPIB “Ebenhezer” Ketapang.
90
Arsip Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang, Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)
Majelis Sinode, 1991.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Sejak menjadi Pos Pelayanan dari Jemaat GPIB “Ebenhezer” Ketapang,
GPIB ”Siloam” Marau terus mengalami perkembangan, karena jemaat yang ada di
Pos Pelayanan ini terus mengusahakan diri untuk berkembang dan menjadi lebih
baik. Perkembangan yang terjadi dalam kehidupan berjemaat di GPIB “Siloam”
Marau ini pun tampak dari adanya pertambahan jumlah jemaat dan terlaksananya
pembangunan gedung-gedung, baik gedung gereja, sekolah, maupun pastori.91
Melihat perkembangan yang dialami oleh pos pelayanannya, maka Jemaat Induk
yakni GPIB “Ebenhezer” Ketapang, merekomendasikan GPIB “Siloam” Marau
untuk bisa dilembagakan.
2. Kegiatan Pendewasaan
Dalam lingkup GPIB, sistem pemerintahan tertinggi GPIB adalah
“Presbiterial Sinodal”, dengan titik tolaknya ialah Jemaat (Gereja) setempat.
Pimpinan Gereja dipercayakan pada Presbiter yang beranggotakan pejabat-pejabat
Gerejawi, yang bersama-sama memikirkan, merencanakan, menerapkan, dan
mempertanggungjawabkan seluruh kegiatan pelayanan dan pengutusan Gereja.
Dengan sistem pemerintahan yang demikian, di dalam menjalankan visi dan
misinya, GPIB berpeluang untuk lebih fleksibel, kreatif, dan independen, untuk
merespon dan beradaptasi dengan kebutuhan dan dinamika masyarakat sekitarnya.
Visi GPIB dalam hal ini adalah “GPIB menjadi Gereja yang mewujudkan damai
sejahtera bagi seluruh ciptaanNya”, dan Misinya adalah “Mewujudkan kehadiran
GPIB yang membawa damai sejahtera Allah agar menjadi berkat ditengah-
91
Pastori adalah fasilitas rumah dari milik Gereja/Jemaat yang diperuntukkan bagi tempat tinggal
Pendeta dan keluarganya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
tengah masyarakat dan dunia”.92
Oleh kerena itu, demi terlaksananya visi dan
misi GPIB, serta terwujudnya cita-cita GPIB, maka dibuatlah peraturan-peraturan
Gereja yang bertumpu pada Tata-Dasar yang di dalamnya tertampung semua
Gagasan Dasar Perlengkapan GPIB. Maka, berdasarkan asas “Presbiterial
Sinodal” yang tertuang dalam Tata Dasar Gereja GPIB yang terdiri dari tiga
komponen, yaitu Jemaat, Persidangan Sinode, dan Majelis Sinode93
, yang untuk
selanjutnya, ketiga komponen inilah yang menjadi pedoman utama bagi Gereja
GPIB untuk bertumbuh serta melaksanakan tugas panggilan dan pengutusan yang
sebenarnya.
GPIB “Siloam” Marau dalam usahanya untuk memposisikan diri sebagai
Gereja yang Dewasa dan Mandiri melalui proses pelembagaan yang dilakukan
oleh Majelis Sinode GPIB, terus berupaya memperlengkapi diri dengan berbagai
hal yang telah menjadi syarat baku di dalam pemerintahan GPIB. Syarat-syarat
tersebut tercantum dalam Tata Dasar Gereja GPIB yang menjadi pedoman utama
bagi Gereja GPIB untuk terus bertumbuh dalam usahanya untuk melaksanakan
panggilan dan pengutusan Gereja.
Berikut adalah syarat-syarat pendewasaan dan pelembagaan jemaat yang
harus dipenuhi oleh GPIB “Siloam” Marau sebagai Bajem (Bakal Jemaat), yang
tercantum dalam buku Tata Gereja GPIB, peraturan nomor 8 pasal 1 dan 2 :
92
http://www.gpib.org/artikel/gpib-menuju-jemaat-yang-misioner, diakses tanggal 12 Februari
2014.
93 Majelis Sinode GPIB, Tata Gereja GPIB Buku III, Jakarta, Majelis Sinode GPIB, 2010, hlm. 12-
13.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Pasal 1 mengenai syarat-syarat Pendewasaan Jemaat94
:
a. Adanya pertumbuhan yang terukur jelas dan memenuhi semua ketentuan
yang dipersyaratkan sebagai suatu Jemaat Dewasa.
b. Direkomendasikan oleh Jemaat Induk setelah mendengar aspirasi warga
jemaat dari “Sektor” atau “Pos Pelayanan” yang bersangkutan, dengan
mempertimbangkan sumber daya yang ada, baik sumber daya manusia
maupun sumber daya lainnya.95
Pasal 2 mengenai syarat-syarat Pelembagaan Jemaat96
:
a. Jumlah warga Jemaat dalam Bajem tersebut sudah mencapai sekurang-
kurangnya 75 Kepala Keluarga.
b. Pengembangan persekutuan, pelayanan dan kesaksian dalam Bajem yang
akan dilembagakan menunjukan hasil pertumbuhan yang baik /
signifikan.
c. Tersedianya presbiter yang bertanggung jawab atas persekutuan,
pelayanan dan kesaksian serta pembinaan warga jemaat serta
pengelolaan perbendaharaan jemaat.
d. Adanya wilayah pelayanan di mana terdapat prospek terjadinya
konsentrasi warga jemaat bermukim.
e. Dirokemendasikan oleh Jemaat Induk.
f. Memiliki tempat ibadah tetap termasuk fasilitas pastori.97
GPIB “Siloam” Marau, berdasarkan rekomendasi dari Jemaat Induk, dengan
berpedoman pada syarat-syarat di atas, maka dibentuklah Panitia Persiapan
Pelembagaan berdasarkan “Surat Keputusan Majelis Sinode GPIB Nomor
178/91/MS.XV/Kpts tanggal 6 Februari 1991 tentang Pembentukan Panitia
Persiapan Pelembagaan bagian Jemaat “Ebenhezer” Ketapang di wilayah
pelayanan “Siloam” Marau.”98
Panitia Persiapan Pelembagaan ini dibentuk
94
Pendewasaan Jemaat adalah proses penyiapan suatu persekutuan warga GPIB yang sebelumnya
telah diwadahi dalam suatu bentuk persekutuan seperti “sektor” dari suatu jemaat yang sudah
melembaga atau “pos pelayanan”, yang karena pertumbuhannya menunjukkan prospek yang baik,
sehingga perlu segera ditingkatkan statusnya menjadi “Bakal Jemaat” disingkat “Bajem”. 95
Majelis Sinode GPIB, op. cit., hlm. 144. 96
Pelembagaan Jemaat adalah proses penyiapan suatu Bajem untuk ditetapkan secara hukum
menjadi satu jemaat mandiri. 97
Majelis Sinode GPIB, op. cit., hlm. 145. 98
Arsip Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang, Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)
Majelis Sinode, 1991.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
oleh Majelis Jemaat Induk, dalam hal ini adalah Jemaat GPIB “Ebenhezer”
Ketapang, dengan mengikutsertakan Presbiter dan warga jemaat dari Bajem yang
akan dilembagakan dan ditetapkan oleh Majelis Sinode. Berikut adalah tugas-
tugas Panitia Persiapan Pelembagaan yang juga tercantum dalam Tata Gereja
GPIB :
a. Melakukan penelitian yang lebih medalam tentang wilayah pelayanan
serta jumlah warga jemaat yang bermukim di wilayah tersebut.
b. Melakukan penelitian tentang pengembangan kemajuan ekonomi warga
jemaat untuk memenuhi biaya rutin jemaat setiap bulan
c. Melakukan penelitian terhadap perkembangan masyarakat di wilayah
tersebut khususnya tentang tingkat kerukunan agama.
d. Melakukan penelitian tentang kemungkinan pengadaan Gedung Gereja,
Pastori, Kantor dan lain-lain di wilayah pelayanan tersebut.99
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Panitia Persiapan
Pelembagaan, maka didapatlah hasil penelitian sebagai berikut :
GPIB “Siloam” Marau yang terletak di Pusat Kecamatan (Kecamatan
Marau), yang semula pada periode datangnya para penginjil sekitar tahun 1970-an
hanya terdiri dari 5 Kepala Keluarga. Namun, sekitar tahun 1980-1990’an
meningkat menjadi 30 Kepala Keluarga. Selain itu, di GPIB “Siloam” Marau juga
sudah terdapat beberapa Presbiter yang bertanggung jawab atas Persekutuan,
Pelayanan dan Kesaksian di GPIB “Siloam” Marau. Presbiter yang ada di GPIB
“Siloam” Marau pada saat itu terdiri dari 5 orang yaitu Bapak Kristanto Persen,
Bapak Exlopas F. Neno, Bapak Kurniawan Kusum, Bapak Sudin Situmorang,
Bapak Petrus P.L. Londong.100
Selain itu, GPIB “Siloam” Marau juga sudah
memiliki gedung gereja sebagai tempat ibadah dan Pastori sebagai tempat tinggal
99
Majelis Sinode GPIB, op. cit., hlm. 145-146. 100
Arsip Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang, Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)
Majelis Sinode, 1991.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
vikaris atau pendeta yang bertugas di wilayah Kecamatan Marau. Kehidupan
jemaatnya juga sudah mengalami perkembangan, yang semula hidup dengan
hanya mengandalkan hasil hutan, namun sekitar tahun 1980-1990’an, beberapa
jemaat sudah ada yang memiliki pekerjaan tetap yaitu sebagai Guru, Pegawai
Pemerintahan, dan Wiraswasta. Setelah melihat berbagai aspek yang ada, terlihat
bahwa GPIB “Siloam” Marau siap untuk dilembagakan dan menjadi Gereja
Dewasa.
C. Masa Pelembagaan (1991)
Terhitung mulai tanggal 25 Agustus 1991101
, Jemaat GPIB “Siloam” Marau
yang terletak di Dusun Tempayak, Desa Sukakarya, Kecamatan Marau berhasil
didewasakan. GPIB “Siloam” Marau berhasil dilembagakan dengan nama GPIB
“Bethesda” Marau. Hal ini dapat diketahui dari Surat Gereja tanggal 2 Oktober
1991 yang ditandatangani oleh Penatua S.N. Pasaribu dan Pendeta Jacob Daan
Engel (Ketua Majelis Jemaat GPIB “Ebenhezer” Ketapang), yang ditujukan
kepada Majelis Sinode GPIB, yang isinya melaporkan bahwa Panitia Persiapan
Pelembagaan GPIB “Bethesda” Marau yang dibentuk sesuai Surat Keputusan
Majelis Sinode GPIB Nomor ; 178/91/MS.XV/Kpts, tanggal 6 Februari 1991,
telah melaksanakan tugas Pelembagaan dan Pendewasaan GPIB “Bethesda”
Marau, dan sekaligus melaporkan keuangan dalam pelaksanaan tersebut.102
101
Arsip Jemaat GPIB Bethesda Marau, Laporan keadaan pos-pos Pelkes GPIB Bethesda Marau,
dan Arsip Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang, Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)
Majelis Sinode, 1991. 102
Majelis Jemaat GPIB Ebenhaezer Ketapang, op. cit., hlm. 60-61.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Sebagaimana Laporan Keuangan yang ditandatangani oleh Bendahara
Majelis GPIB “Ebenhezer” Ketapang yakni Diaken Soediro, bahwa untuk
melaksanakan pelembagaan dan pendewasaan GPIB “Bethesda” Marau, anggaran
yang diperlukan adalah sebesar Rp. 2. 154.600,00, dengan penerimaan sebesar
Rp. 2.360.300,00, dan saldo sejumlah Rp. 205.700,00, diserahkan oleh Bapak
A.Y. Manurung (salah satu anggota Panitia Persiapan Pelembagaan) kepada
Penatua A. Simarmata yang mewakil Majelis GPIB “Ebenhezer” Ketapang.
Penyerahan saldo tersebut bertempat di Rumah kediaman Bapak A.Y. Manurung,
jalan RM. Sudiono pada hari sabtu tanggal 28 September 1991.103
Sejak dilembagakan pada tanggal 25 Agustus 1991, GPIB “Bethesda”
Marau mempunyai daerah Pelayanan yang berada di 3 Kecamatan, yakni
Kecamatan Marau, Kecamatan Manis Mata, dan Kecamatan Jelai Hulu, yang
terdiri dari 20 Pos Pelkes (Pelayanan dan Kesaksian), dengan jumlah kepala
keluarga 469 KK, serta jumlah jiwa 1.128 Jiwa. Berikut ini adalah nama-nama
tempat yang menjadi Pos Pelayanan dari Jemaat GPIB “Bethesda” Marau:
1. Pos Pelayanan Tempayak
2. Pos Pelayanan Penyiuran
3. Pos Pelayanan Riam Kusik
4. Pos Pelayanan Jemayas
5. Pos Pelayanan Putaran
6. Pos Pelayanan Carik
7. Pos Pelayanan Sengkuan
8. Pos Pelayanan Batu Payung
9. Pos Pelayanan Sekakai
10. Pos Pelayanan Batu Keling
11. Pos Pelayanan Perendaman
12. Pos Pelayanan Singkup
13. Pos Pelayanan Perimping
14. Pos Pelayanan SP V
103
Ibid., hlm. 61.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
15. Pos Pelayanan Air Durian
16. Pos Pelayanan Lipat Gunting
17. Pos Pelayanan Batu Leman
18. Pos Pelayanan Kuala Asam
19. Pos Pelayanan Suak Burung
20. Pos Pelayanan Sungkai104
D. Masa Gereja Dewasa (1991-2012)
Setelah resmi dilembagakan pada tanggal 25 Agustus 1991, Jemaat GPIB
“Bethesda” Marau adalah Jemaat yang Dewasa dan Mandiri dalam lingkungan
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB). Pendeta pertama yang
ditempatkan sebagai Ketua Majelis Jemaat (KMJ) di Jemaat GPIB “Bethesda”
Marau adalah Pdt. Simorangkir Mahlin. S.Th.
Berikut adalah nama-nama pendeta yang pernah menjadi Ketua Majelis
Jemaat (KMJ) GPIB “Bethesda” Marau :
1. Pdt. Simorangkir Mahlin. S. Th. (1991-1993)
2. Pdt. Marhten Leiwakabessy. S.Th. (1994-1997)
3. Pdt. Oeke Vally Hattu. S. Th. (1997-2003)105
4. Pdt. Simson Nelson Salouw. S. Th. (2004-2008)
5. Pdt. Radius Aditia Jonar. S. Th. (2009-2012)
Tahun 2001, GPIB “Bethesda” Marau kembali membangun gedung gereja
yang ketiga. Hal ini dikarenakan gedung gereja yang lama sudah tidak cukup
untuk menampung Jemaat yang selalu mengalami pertambahan dalam hal jumlah.
Selain itu, perekonomian jemaat yang juga sudah mengalami peningkatan,
104
Arsip Jemaat GPIB Bethesda Marau, Laporan keadaan pos-pos Pelkes GPIB Bethesda Marau,
1991. 105
http://www.gpib.org/pendeta/, diakses tanggal 12 Februari 2014.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
memungkinkan Jemaat GPIB “Bethesda” Marau untuk membangun tempat ibadah
mereka yang baru. Gedung gereja yang ketiga ini sudah mulai dirancang
pembangunannya sejak Pendeta Marthen Leiwakabessy S.Th menjadi Ketua
Majelis Jemaat GPIB Jemaat “Bethesda” Marau. Peletakan batu pertama
dilaksanakan oleh Pendeta Oeke Vally Hattu S.Th. Gedung Gereja yang ketiga ini
berukuran 10 x 22 meter, dibangun dengan menggunakan bahan-bahan baku
bangunan seperti papan, semen, genteng, dan bahan-bahan lain yang sudah cukup
modern pada saat itu.
Sebagai Gereja Dewasa dan Mandiri, Jemaat GPIB “Bethesda” Marau
berkewajiban melaksanakan tugas Panggilan dan Pengutusan-Nya melalui “Tri
Dharma Gereja”, yaitu Persekutuan, Pelayanan, dan Kesaksian, yang dituangkan
dalam Pokok-Pokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja
(PKUPPG). Pada Program Jangka Panjang Pertama GPIB (1986-2006), PKUPPG
ini semula dikenal dengan nama Garis-garis Besar Kebijakan Umum Pelayanan
Gereja (GBKUPG), perubahan terjadi karena GPIB selalu diarahkan untuk
mengalami pembaharuan demi keberhasilan dalam pencapaian Misi dengan terang
Visi GPIB.106
Sekarang, GPIB sudah memasuki Program Jangka Panjang Kedua (2006-
2026). Melalui PKUPPG Jangka Panjang tahap kedua ini, GPIB diharapkan dapat
melakukan tugas Misinya : “Memantapkan spiritualitas umat untuk membangun
dan mengembangkan GPIB sebagai Gereja Misioner yang membawa damai
sejahtera Yesus Kristus di tengah-tengah masyarakat dan dunia”. Maka, tugas
106
Majelis Sinode GPIB, Pokok-pokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja
(PKUPPG), Jakarta, Majelis Sinode GPIB, 2010, hlm. 8.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Panggilan dan Pengutusan Gereja ini pun dilaksanakan melalui “Tri Dharma
Gereja”, yaitu Persekutuan, Pelayanan, dan Kesaksian, yang dijabarkan kedalam
sepuluh bidang pelayanan107
sebagai berikut :
PERSEKUTUAN PELAYANAN KESAKSIAN
1. IAI (Iman Ajaran
Ibadah)
2. PELKES (Pelayanan
dan Kesaksian)
3. GERMAS (Gereja
dan Masyarakat)
4. PENDIDIKAN 5. PPSDI (Pembinaan
Pengembangan
Sumber Daya Insani)
6. BPK (Bidang
Pelayanan Kategorial)
7. ORKOM (Organisasi
dan Komunikasi)
9. DADA (Daya dan
Dana)
10. Umum
8. LITBANG
(Pendidikan,
Penelitian dan
Pengembangan).
Kemudian ke-10 bidang/program ini, masing-masing dikelompokkan lagi
sesuai fungsinya108
:
MISIONER INSTITUSIONAL PENUNJANG
IAI Orkom Daya dan Dana
Germas Litbang Umum
Pelkes
PPSDI
Pendidikan
BPK
Melalui ke sepuluh bidang pelayanan inilah GPIB “Bethesda” Marau selalu
berusaha mewujudkan Visi dan Misi GPIB, serta melaksanakan tugas Panggilan
dan Pengutusannya di dalam kehidupan berjemaat di GPIB “Bethesda” Marau.
107
Ibid., hlm. 19. 108
Ibid., hlm. 23.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Sekarang dalam perkembangannya, Jemaat GPIB “Bethesda” Marau
memiliki wilayah pelayanan yang terdiri dari 23 Pos Pelkes (Pelayanan dan
Kesaksian), dengan jumlah kepala keluarga 925 KK, serta jumlah jiwa 2946 jiwa.
Ke-23 Pos Pelkes tersebut berada di daerah Tempayak, Carik, Penyiuran,
Cilingan, Riam Kusik, Putaran/Langsat, Jemayas, Batu Payung, SP 1 Singkup, SP
8 Selimatan, Batang Belian, Sengkuang, Perendaman, Perimping, Batu Keling,
Air Durian, Gajah, Kebanteng, Air Mengaris, Kuala Asam, Lipat Gunting, Batu
Leman, dan Km 12/Maya.109
109
Arsip Jemaat GPIB Bethesda Marau, Rekapitulasi data Jemaat GPIB Bethesda Marau, 2012.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
BAB IV
IMPLIKASI KEHADIRAN GPIB JEMAAT BETHESDA MARAU
TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT
GPIB “Bethesda” Marau yang dilembagakan pada tanggal 25 Agustus
1991110
ini dalam perkembangannya telah memberikan sumbangan dan pengaruh
yang cukup besar bagi kehidupan masyarakat yang berada di sekitar wilayah
pelayanan GPIB Jemaat “Bethesda” Marau. Hal ini sangat mungkin terjadi karena
sebagai Gereja Dewasa dan Mandiri, GPIB “Bethesda” Marau memiliki
kewajiban untuk melaksanakan tugas Panggilan dan Pengutusan-Nya melalui “Tri
Dharma Gereja”, yaitu Persekutuan, Pelayanan, dan Kesaksian111
yang
diwujudnyatakan GPIB ke dalam sepuluh bidang pelayanan seperti : IAI (Iman
Ajaran Ibadah), PELKES (Pelayanan dan Kesaksian), GERMASA (Gereja dan
Masyarakat), PENDIDIKAN, PPSDI (Pembinaan Pengembangan Sumber Daya
Insani), BPK (Bidang Pelayanan Kategorial), ORKOM (Organisasi dan
Komunikasi), LITBANG (Pendidikan, Penelitian dan Pengembangan), DADA
(Daya dan Dana), dan Umum112
. Hal ini sangat sesuai dengan Misi GPIB dalam
Pokok-pokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja (PKUPPG),
yaitu “Memantapkan spiritualitas umat untuk membangun dan mengembangkan
GPIB sebagai Gereja Misioner yang membawa damai sejahtera Yesus Kristus di
110
Arsip Jemaat GPIB Bethesda Marau, Laporan keadaan pos-pos Pelkes GPIB Bethesda Marau,
dan Arsip Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang, Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)
Majelis Sinode, tahun 1991. 111
Majelis Sinode GPIB, op. cit., hlm. 24. 112
Ibid., hlm. 19.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
tengah-tengah masyarakat dan dunia”.113
Oleh karena itulah, ruang lingkup
pelayanan GPIB juga tidak hanya terbatas pada memberikan pelayanan kepada
masyarakat yang menjadi warga jemaatnya saja, tetapi juga bagi masyarakat luar,
baik yang berada di sekitar wilayah pelayanan GPIB sendiri, maupun masyarakat
yang berada di daerah lain yang mampu dijangkau oleh GPIB. Maka, untuk
melaksanakan tugas Panggilan dan Pegutusan-Nya, serta mewujudkan Misinya
untuk membawa damai sejahtera Yesus Kristus di tengah-tengah masyarakat dan
dunia inilah, GPIB “Bethesda” Marau berusaha mewujudnyatakan pelayanannya
tersebut ke dalam berbagai bidang kehidupan yang ternyata memberikan pengaruh
yang cukup besar bagi kehidupan masyarakat yang ada di sekitar wilayah
pelayanannya. Hal ini terlihat di dalam berbagai bidang kehidupan berikut :
A. Bidang Pendidikan
GPIB Bethesda Marau, dalam perjalanan sejarahnya di wilayah Kecamatan
Marau, memiliki andil yang cukup besar dalam bidang pendidikan di wilayah
tersebut. Hal ini terbukti dengan dibangunnya SMP Kristen Siloam Marau. SMP
Kristen Siloam Marau ini berada di bawah naungan YAPENDIK (Yayasan
Pendidikan) GPIB. Sebagai salah satu unit Missioner, Yapendik GPIB juga
mengemban tugas Panggilan dan Pengutusan Gereja untuk memberitakan Injil
Yesus Kristus melalui pelayanan dalam bidang pendidikan. Selain itu, Yapendik
juga ikut serta dalam upaya untuk membangun kualitas sumber daya insani
melalui lembaga pendidikan.114
113
Ibid., hlm. 17. 114
www.gpib.org.com, diakses tanggal 2 September 2014.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Dibangunnya SMP Kristen Siloam Marau ini adalah sebagai usaha dari
Gereja, khususnya GPIB Bethesda Marau untuk memberikan pendidikan kepada
masyarakat di sekitar wilayah pelayanannya. Letak bangunan SMP Kristen
Siloam Marau ini sekarang tepat berada di belakang bangunan gedung Gereja
GPIB Bethesda Marau. Pembangunan gedung SMP Kristen Siloam Marau ini
sudah dimulai sejak tahun 1972, dan diresmikan penggunaanya pada tanggal 4
Maret 1973. SMP Kristen Siloam Marau ini bisa dikatakan sebagai salah satu
sekolah perintis di wilayah Kecamatan Marau, karena SMP Kristen Siloam Marau
merupakan SMP pertama yang dibangun di wilayah tersebut. Setelah diresmikan
penggunaannya, angkatan pertama yang bersekolah di SMP Kristen Siloam Marau
ini berjumlah 10 orang, yang terdiri dari 2 siswa perempuan dan 8 siswa laki-laki.
Siswa-siswi ini merupakan lulusan dari SDN 01 Marau.115
Diketahui bahwa dari
10 orang siswa, 7 orang siswa beragama Islam dan 3 orang siswa beragama
Protestan.116
Dalam perkembangan selanjutnya, kehadiran SMP Kristen Siloam Marau ini
ternyata memberikan pengaruh yang sangat positif terhadap perkembangan
kehidupan masyarakat yang ada di wilayah Kecamatan Marau. Di mana sebelum
dibangunnya SMP Kristen Siloam Marau, siswa-siswi lulusan dari SDN 01
Marau, jika mereka ingin melanjutkan pendidikan, mereka harus pergi ke Kota
Kabupaten yang jaraknya sangat jauh. Selain jaraknya yang sangat jauh, belum
tersedianya trasportasi darat seperti motor dan mobil, serta kehidupan
115
SDN 01 Marau merupakan Sekolah Dasar Negeri yang pertama kali dibangun di Kecamatan
Marau. 116
Wawancara dengan tokoh penginjil tahun 1970-an yang juga pernah menjadi guru di SMP
Kriten Siloam Marau, Pendeta Urbanus Latudasan, 1 Agustus 2013.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
perekonomian mereka yang masih sangat sederhana, juga menjadi kendala bagi
para siswa ini untuk melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi.
Maka, dengan dibangunnya SMP Kristen Siloam Marau ini, secara tidak langsung
akan mempermudah para siswa lulusan SDN 01 Marau ini untuk melanjutkan
pendidikan mereka. Dampak tidak langsung lainnya adalah bertambahnya Sumber
Daya Manusia (SDM) yang berpendidikan, yang kemudian juga berpengaruh pada
bertambah luasnya wawasan masyarakat setempat yang telah mendapatkan
pendidikan tersebut. Selain itu juga diketahui bahwa banyak lulusan dari SMP
Kristen Siloam Marau ini menjadi orang yang berhasil di kemudian hari, seperti
ada yang menjadi Majelis Jemaat GPIB Bethesda Marau, guru, pegawai
pemerintahan, bahkan ada yang merantau keluar daerah dan menjadi wakil rakyat.
B. Bidang Sosial
Pengaruh kehadiran GPIB Jemaat Bethesda Marau dalam bidang sosial ini
lebih terasa pengaruhnya bagi Jemaat GPIB sendiri, di mana Gereja melalui para
pengkhotbahnya (baik itu para Penginjil, Vikaris, Pendeta, dan Para Majelis)
memberikan pemahaman-pemahaman baru untuk mengembangkan pola hidup dan
pola pikir masyarakatnya melalui khotbah-khotbahnya yang didasarkan pada
Firman Tuhan, baik di Gereja maupun di rumah-rumah jemaat, tentang kehidupan
berpancasila, yang mana kita sebagai masyarakat memiliki kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, harus saling menghargai antar pemeluk agama yang satu
dengan pemeluk agama yang lainnya, dan harus saling tolong menolong antara
manusia satu dengan manusia lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
C. Bidang Budaya
Dalam bidang budaya, pengaruh yang di dapat oleh masyarakat yang ada di
wilayah pelayanan GPIB Bethesda Marau ini adalah berubahnya pola pikir
masyarakat, terutama dalam hal upacara-upacara adat yang sangat identik dengan
pemujaan kepada roh nenek moyang. Hal ini terlihat jelas dalam beberapa hal
seperti dalam upacara perkawinan, upacara kematian, dan upacara sapat tahun117
yang biasa dilaksanakan oleh masyarakat suku Dayak Kendawangan.
Dalam upacara perkawinan, sebelum agama Protestan di perkenalkan dalam
kehidupan masyarakat suku Dayak Kendawangan, dengan hanya melaksanakan
upacara perkawinan adat saja, seorang laki-laki dan seorang perempuan
berdasarkan adat istiadat suku Dayak Kendawangn, sudah dianggap sah menjadi
suami dan istri oleh masyarakat setempat. Namun, setelah masyarakatnya
memeluk agama Protestan, upacara perkawinan ini pun diperbaharui dan
disesuaikan aturannya dengan hukum perkawinan Gereja. Sekarang, setelah
mengalami pembaharuan dari Gereja, untuk bisa menjadi suami-istri dan dianggap
sah oleh Negara, seorang laki-laki dan seorang perempuan harus menikah di
Gereja terlebih dahulu yang dipimpin oleh pendeta, baru kemudian jika ingin
dilanjutkan dengan nikah adat, maka upacara adat perkawinan yang dipimpin oleh
ketua adat ini baru boleh dilaksanakan setelah terlaksananya pemberkatan nikah di
Gereja. Demikian pula halnya dengan upacara kematian, masyarakat yang sudah
mengenal agama Protestan tidak lagi melaksanakan upacara kematian tersebut
117
Upacara Sapat Tahun adalah upacara yang dilakukan oleh masyarakat Suku Dayak untuk
meminta atau memohon perlindungan kepada makhluk-makhluk halus dan roh nenek moyang,
dengan cara memberikan sesajian sebagai upah dan imbalan kepada roh-roh halus, agar seluruh
warga masyarakat terhindar dari berbagai bala bencana seperti kekeringan, kebanjiran, wabah
penyakit, dan hama tanaman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
dengan tradisi lama, karena dianggap bertentangan dengan ajaran Yesus Kristus.
Untuk pelaksanaan upacara kematian, Sinode GPIB sudah menetapkan liturgi
upacara pemakaman yang meliputi upacara di rumah dan di kuburan, yang berisi
doa disertai nyanyian, yang dipimpin oleh seorang pendeta. Setelah itu
dilaksanakan juga ibadah penghiburan di rumah keluarga yang berduka dengan
tujuan untuk memberikan penghiburan kepada keluarga yang ditinggalkan.
Sedangkan dalam upacara sapat tahun, yang semula pelaksanaan upacara ini
dimaksudkan untuk memberi ucapan syukur kepada Duatak (Tuhannya orang
Dayak), yang dilakukan dengan cara begendang dan minum arak tuak, serta
beigal118
, sekarang setelah masyarakat yang ada di wilayah Kecamatan Marau ini
mengenal agama Protestan, pola pikir mereka pun mulai terbuka dengan
pembaharuan yang lebih masuk akal, yang dilakukan oleh Gereja GPIB. Pengaruh
agama Protestan ini sangat terlihat jelas pada saat pelaksanaan upacara adat sapat
tahun, yang mana sebelum dimulainya upacara tersebut, masyarakat suku Dayak
Kendawangan harus terlebih dahulu mengucap syukur kepada Tuhan, dengan cara
mengangkat puji-pujian, berdoa, dan mendengarakan Firman-Nya. Setelah itu
baru bisa dilanjutkan dengan pelaksanaan upacara adat masyarakat suku Dayak
Kendawangan.
Dalam hal ini, Gereja tidak berusaha meninggalkan ataupun menghilangkan
adat istiadat lama, Gereja hanya melakukan transformasi budaya dengan cara
memperbaharui nilai-nilai budaya di masyarakat yang dianggap menyimpang dari
ajaran Gereja, serta memberikan pemaknaan baru terhadap budaya itu sendiri.
118
Elisabeth Lilies, 2008, Pengetahuan Adat dan Tradisi Dayak Jalai, Pontianak : Institut
Dayakologi, hlm. 39.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
D. Bidang Kesehatan
Kehadiran GPIB Jemaat Bethesda Marau juga membawa pengaruh positif
dalam bidang kesehatan. GPIB yang bekerjasama dengan Departemen Pelayanan
dan Kesaksian (Pelkes) memberikan pelayanan pengobatan gratis kepada
masyarakat yang kurang mampu. Dalam hal ini, GPIB bekerjasama dengan
pegawai-pegawai gereja yang berprofesi sebagai dokter. Orang-orang dari
Departemen Pelkes ini setiap beberapa tahun sekali selalu melakukan kunjungan
ke berbagai daerah pedalaman, seperti di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.119
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan bantuan kepada masyarakat sekitar yang
berada di wilayah pelayanan GPIB. Bantuan tersebut berupa bantuan makanan
dan obat-obatan. Selain itu, mereka juga memberikan pembinaan-pembinaan
seperti pembinaan mengenai pengembangan infrastruktur pos pelkes dan
penyuluhan kesehatan.120
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang Majelis Jemaat GPIB
Bethesda Marau, diketahui bahwa orang-orang dari Departemen Pelkes ini sudah
beberapa kali hadir di wilayah pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau.
Kunjungan pertama Pelkes di wilayah Pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau
ini dilaksanakan pada tahun 2000. Dilaksanakannya kunjungan oleh orang-
orang dari Departemen Pelkes ini adalah dalam rangka penempatan pendeta-
pendeta di pos-pos Pelkes yang merupakan Jemaat dari GPIB Bethesda Marau.
Kunjungan kedua, dilaksanakan pada tahun 2002. Agendanya adalah
pengobatan gratis di wilayah pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau, terutama
119
Arsip Video GPIB Bethesda Marau, Pelkes GPIB-film Pelaksanaan Pelkes 2010-2015. 120
Idem.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
di Desa Penyiuran dan Air Durian.
Kunjungan ketiga ini dilaksanakan pada tahun 2007. Agendanya adalah
pelaksanaan pengobatan gratis di wilayah pelayanan GPIB Jemaat Bethesda
Marau, terutama di Kecamatan Manis Mata yang letaknya berada di sebelah
selatan Gereja Induk.
Kunjungan keempat, dilaksanakan pada tahun 2009. Kunjungan orang-orang
dari Departemen Pelkes kali ini adalah dalam rangka pembinaan tahap 1
pemberian materi pelembagaan kepada Jemaat GPIB Bethesda Marau yang
bertempat di Desa Sengkuang.
Kunjungan kelima, dilaksanakan pada tahun 2010. Kunjungan orang-orang dari
Departemen Pelkes ini adalah dalam rangka Pentahbisan Gereja-Gereja pos
Pelkes sekaligus dilaksanakan juga pengobatan gratis di pos-pos Pelkes Jemaat
GPIB Bethesda Marau.121
Kehadiran orang-orang dari Departemen Pelkes di wilayah pelayanan GPIB
Jemaat Bethesda Marau ini memberikan pengaruh yang sangat positif bagi
kehidupan masyarakat, terutama bagi masyarakat yang berada di sekitar wilayah
pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau.
E. Bidang Ekonomi
Pengaruh yang ditimbulkan dari hadirnya GPIB Bethesda Marau terhadap
kehidupan masyarakat dalam bidang ekonomi dapat dilihat melalui kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang dari Departemen Pelkes. Pelkes GPIB
121
Wawancara Majelis Jemaat GPIB Bethesda Marau, Penatua Soter Christianto, 2 September
2014.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
yang hadir sebagai bentuk keterlibatan Gereja untuk mewujudkan tanda-tanda
kerajaan Allah di tengah-tengah dunia ini, melaksanakan tugasnya melalui
beberapa jenis kegiatan, salah satunya yaitu dengan dilaksanakannya kegiatan
Pengembangan Usaha Pedesaan (PUP) yang dilakukan melalui Unit Pembinaan
dan Pemberdayaan Masyarakat (UP2M) yang berkedudukan di Bogor.122
UP2M
ini meliputi : Pengembangan Infrastruktur di Pos Pelkes, Program Les, Pelayanan
dan Penyuluhan Kesehatan, serta Pembentukan kelompok Usaha Tani123
Di wilayah pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau sendiri, program kerja
dari UP2M ini cukup terlaksana dengan baik. Hal ini terbukti dengan berhasil
dibentuknya kelompok-kelompok usaha tani seperti kelompok usaha tani
perikanan air tawar, dan kelompok usaha tani kelapa sawit. Khusus di Jemaat
Induk yang ada di Dusun Tempayak Desa Sukakarya Kecamatan Marau, salah
satu kelompok usaha tani yang sekarang mengalami perkembangan yang sangat
baik adalah kelompok usaha tani kelapa sawit. Setiap bulannya, Jemaat GPIB
Bethesda Marau yang termasuk didalam kelompok usaha tani kelapa sawit ini
selalu mendapatkan tambahan penghasilan yang cukup membantu perekonomian
mereka. Berapa banyaknya rupiah yang mereka dapat setiap bulannya ini sangat
tergantung dari hasil panen kelapa sawit mereka, jika hasil panennya baik, maka
rupiahnya pun akan baik, dan tentunya hal ini akan berpengaruh terhadap
perekonomian masyarakat setempat.
122
Arsip Video GPIB Bethesda Marau, Pelkes GPIB-film Pelaksanaan Pelkes 2010-2015. 123
Idem.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan dari bab II sampai bab IV, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
Marau merupakan sebuah kecamatan yang terletak di wilayah Kabupaten
Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. Marau dibentuk menjadi sebuah kecamatan
pada tahun 1987. Masyarakat yang tinggal di daerah tersebut adalah masyarakat
suku Dayak dan Melayu. Suku Dayak merupakan suku pertama yang menerima
penginjilan di wilayah Kecamatan Marau. Semula, sebelum mengenal agama
Protestan, masyarakat suku Dayak Kendawangan ini masih merupakan
masyarakat animis yang memandang bahwa benda-benda yang ada di alam
semesta ini, baik gunung, hutan, lautan, sungai, maupun pohon-pohon besar,
semuanya itu dipercaya mempunyai roh yang dapat mempengaruhi kehidupan
manusia. Selain itu, mereka juga telah mengenal agama suku, yaitu agama
Kaharingan yang merupakan kepercayaan asli masyarakat suku bangsa Dayak.
Kehidupan sosial-budaya masyarakat yang tinggal di wilayah Kecamatan Marau
ini tergolong masih sangat sederhana, hal ini terlihat dalam beberapa bidang
kehidupan seperti : (1) Dalam bidang pendidikan, sekitar tahun 1970-an,
masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah Kecamatan Marau ini masih
merupakan masyarakat buta huruf, karena belum adanya lembaga pendidikan di
wilayah tersebut. (2) Dalam bidang budaya, kehidupan masyarakatnya masih
didominasi oleh adat masyarakat setempat. Hal ini terbukti dengan masih sering
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
dilaksanakannya upacara-upacara penghormatan terhadap roh-roh nenek moyang.
(3) Dalam bidang ekonomi, masyarakat yang tinggal di wilayah Kecamatan
Marau ini, memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan masih mengandalkan hasil
hutan, yaitu dengan cara bertani, berkebun, menyadap karet, dan berburu.
GPIB “Bethesda” Marau sebelum manjadi Gereja Dewasa dan Mandiri,
pada awal masuknya Injil di wilayah Kecamatan Marau pada tahun 1970, masih
merupakan pos Pekabaran Injil dari GPIB Siloam Pontianak. Namun, setelah
melihat kondisi Gerejanya yang terus mengalami perkembangan dalam hal
pertambahan jumlah jemaat dan kondisi fisik gedung gereja yang semakin
membaik, maka GPIB “Bethesda” Marau pun dijadikan sebagai Pos Pelayanan
dari Jemaat GPIB Siloam Pontianak, dengan nama GPIB “Siloam” Marau. Baru
kemudian, setelah GPIB Ebenhezer Ketapang dilembagakan pada 15 Mei 1986,
GPIB ”Siloam” Marau secara otomatis menjadi Pos Pelayanan dari Jemaat GPIB
Ebenhezer Ketapang, karena berada dalam wilayah administratif GPIB Ebenhezer
Ketapang. GPIB “Siloam” Marau sendiri berhasil dilembagakan dengan nama
GPIB “Bethesda” Marau. Sejak dilembagakan pada tanggal 25 Agustus 1991,
GPIB “Bethesda” Marau menjadi Gereja Induk dari 20 Pos Pelkes (Pelayanan dan
Kesaksian). Setelah menjadi Gereja yang Dewasa dan Mandiri, GPIB Bethesda
Marau terus mengusahakan perkembangan dengan melaksanakan tugas Panggilan
dan Pengutusannya melalui “Tri Dharma Gereja” demi terwujudnya Visi dan Misi
GPIB “…membawa damai sejahtera Yesus Kristus di tengah-tengah masyarakat
dan dunia”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Kehadiran GPIB Bethesda Marau di tengah-tengah kehidupan masyarakat
di wilayah Kecamatan Marau ini ternyata memberikan pengaruh yang cukup baik
bagi masyarakatnya. Pengaruhnya ini terlihat dalam beberapa hal, seperti : (1)
Dalam bidang pendidikkan, GPIB Bethesda Marau yang bekerjasama dengan
YAPENDIK (Yayasan Pendidikan) berhasil membangun sebuah Sekolah
Menengah Pertama (SMP Kristen Siloam Marau). Seperti yang sudah diketahui,
SMP ini merupakan SMP pertama yang dibangun di wilayah Kecamatan Marau.
SMP ini telah banyak menghasilkan lulusan-lulusan yang berdaya guna dan
berhasil guna di kemudian hari. (2) Dalam bidang sosial, GPIB Bethesda Marau
melalui para pengkhotbah dan jemaatnya memberikan pemahaman-pemahaman
baru untuk mengembangkan pola hidup dan pola pikir masyarakatnya. (3) Dalam
bidang budaya, kehadiran GPIB Bethesda Marau ini sangat berpengaruh di dalam
proses pembaharuan nilai-nilai budaya di masyarakat yang dianggap menyimpang
dari ajaran Gereja. Dalam hal ini, Gereja melakukan transformasi budaya. (4)
Dalam bidang kesehatan, GPIB Bethesda Marau yang bekerjasama dengan
Departemen Pelkes (Pelayanan dan Kesaksian) memberikan pelayanan
pengobatan gratis kepada jemaat GPIB dan juga kepada masyarakat yang kurang
mampu. (5) Dalam bidang ekonomi, GPIB Bethesda Marau dalam usahanya
meningkatkan perekonomian masyarakatnya, melaksanakan pembentukkan
kelompok-kelompok usaha tani, salah satunya adalah pembentukkan kelompok
usaha tani kelapa sawit. Hasil yang didapat dari usaha tani kelapa sawit ini cukup
mampu meningkatkan taraf hidup masyarakatnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
End, Thomas van den. Harta Dalam Bejana : Sejarah Gereja Ringkas. Jakarta :
BPK Gunung Mulia.
_________________ . (1993). Ragi Cerita : Sejarah Gereja di Indonesia 2, 1860
an - sekarang. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Gottschalk, Louis. (1975). Mengerti Sejarah. Jakarta : Yayasan Penerbit
Universitas Indonesia.
Hurlock, Elisabeth B. (1991). Psikologi Perkembangan : Suatu pendekatan
sepanjang rentang kehidupan (edisi 5). Jakarta : Erlangga.
Kasim Taha, dkk. (1985). Upacara Tradisional Daerah Kalimantan Barat.
Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi
dan Kebudayaan Daerah.
Kruger, Theodor Muller. (1966). Sejarah Gereja di Indonesia. Jakarta : BPK
Gunung Mulia.
Kuntowijoyo. (1995). Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta : PT Bentang Pustaka.
Lilies, Elisabeth. (2008). Pengetahuan Adat dan Tradisi Dayak Jalai. Pontianak :
Institut Dayakologi.
Locher, Gerrit P H. (1997). Tata Gereja - Gereja Protestan di Indonesia. Jakarta :
BPK Gunung Mulia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Majelis Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang. (2009). Sejarah Gereja GPIB
EBENHEZER Ketapang. Ketapang : Majelis Jemaat GPIB Ebenhezer
Ketapang.
Majelis Sinode GPIB. (2010). Pokok-pokok Kebijakan Umum Panggilan dan
Pengutusan Gereja (PKUPPG) Buku II. Jakarta : Majelis Sinode GPIB.
__________________ . (2010). Tata Gereja GPIB Buku III. Jakarta : Majelis
Sinode GPIB.
Manandar Soelaeman. (1986). Ilmu Sosial Dasar (Teori dan Konsep Ilmu Sosial).
Bandung : PT Eresco.
Mardalis. (1990). Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta : Bumi
Aksara.
Nasution, S. dan Thomas, M. (2005). Buku Penuntun Membuat Tesis, Skripsi,
Disertasi, Makalah. Jakarta : Bumi Aksara.
Ongirwalu, H. Sejarah Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) 1948-
1990.
Pandil Sastrowardoyo, dkk. (1983). Sistem Gotong Royong dalam Masyarakat
Pedesaan Daerah Kalimantan Barat. Jakarta : Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Kebudayaan Daerah.
Pemerintah Daerah Kabupaten Ketapang. (2012). Kecamatan Marau Dalam
Angka 2012. Ketapang : Badan Pusat Statistika dan Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kabupaten Ketapang.
Pemerintah Kabupaten Ketapang Kecamatan Marau Desa Sukakarya. (2011).
Peraturan Desa Sukakarya Kecamatan Marau Kabupaten Ketapang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
(Tentang Rencana Pembangunan jangka Menengah Desa 2011-2015).
Ketapang.
Poerwadarminta, W.J.S. (1966). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka.
Pranoto, Suhartono. W. (2010). Teori dan Metodologi Sejarah. Yogyakarta : Balai
Pustaka.
Riwut, Tjilik. (2003). Maneser Panatau Tatu Hiang : Menyelami Kekayaan
Leluhur. Palangkaraya : Pusakalima.
Salkind, Neil J. (2009). Teori-teori Perkembangan Manusia : Sejarah
Kemunculan, Konsep Dasar, Analisis Komparatif dan Aplikasi.
Yogyakarta : Nusa Media.
Sopater Sularso, dkk. (1998). Gereja dan Kontekstualisasi. Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan.
Suharso. (2011). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang : Widya Karya.
Tim Reality. (2008). Kamus Terbaru Bahasa Indonesia. Surabaya : Reality
Publisher.
Verhaak, Christ. (1987). Sejarah Perkembangan Iman Dari Awal Sampai Dengan
Masa Kini dan Sejarah Perkembangan Iman di Indonesia. Yogyakarta :
Sekolah Tinggi Filsafat Kateketik “PRADNYAWIDYA”.
Wariso RAM, dkk. (1986). Pemukiman Sebagai Kesatuan Ekosistem Daerah
Kalimantan Barat. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Arsip :
Arsip Jemaat GPIB Bethesda Marau. Laporan keadaan pos-pos Pelkes GPIB
Bethesda Marau. 1991.
Arsip Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang. Gereja Protestan di Indonesia bagian
Barat (GPIB) Majelis Sinode. 1991.
Arsip Jemaat GPIB Bethesda Marau. Rekapitulasi data Jemaat GPIB Jemaat
Bethesda Marau. 2012.
Arsip Video GPIB Bethesda Marau. Pelkes GPIB-film Pelaksanaan Pelkes 2010-
2015.
Sumber Wawancara :
Wawancara dengan salah seorang masyarakat di wilayah Kecamatan Marau,
Bapak Kimtia. Marau, 4 Juli 2013.
Wawancara dengan salah seorang masyarakat di wilayah Kecamatan Marau, yang
juga pernah menjabat sebagai Majelis Jemaat GPIB Bethesda Marau,
Bapak Kristianto Parsin. Marau, 7 Juli 2013.
Wawancara dengan Majelis Jemaat GPIB Bethesda Marau, Penatua Soter
Christianto. Marau, 25 Juli 2013.
Wawancara dengan tokoh Penginjil tahun 1970-an sekaligus alumni Institut Injil
Indonesia Batu Malang, Bapak Yonatan A. Kabu. Sengkuang, 1 Agustus
2013.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Wawancara via handphone dengan Pdt. Urbanus Latudasan (Tokoh Penginjil
tahun 1970-an, sekaligus alumni Institut Injil Indonesia Batu Malang).
Yogyakarta, 1 Oktober 2013.
Internet :
http://id.wikipedia.org/wiki/Marau,_Ketapang. Diakses tanggal 11 November
2013.
http://www.gpib.org/artikel/gpib-menuju-jemaat-yang-misioner. Diakses tanggal
12 Februari 2014.
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Gereja_Protestan_di _Indonesia_bagian_Barat.
Diakses tanggal 14 April 2014.
http://immanueldepok.info/info-tentang-pembinaan-katekisasi-gpib/konteks-
gereja/299-materi-32-mengenal-gpib-secara-singkat-dan-jelas. Diakses
tanggal 14 April 2014.
http://www.gpib.org/tentang-gpib. Diakses tanggal 14 April 2014.
www.gpib.org.com. Diakses tanggal 2 September 2014.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
SILABUS
Nama Sekolah : SMA Negeri 11 Yogyakarta
Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia
Kelas : XI
Kompetensi Inti :
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai),
santun, responsif, dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi
secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang
ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan
peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai
dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di
sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Alokasi
Waktu
Sumber
Belajar
3.5 Mengidentifikasi
dampak politik, sosial,
budaya, sosial-
ekonomi dan
pendidikan pada masa
penjajahan Barat
dalam kehidupan
bangsa Indonesia masa
kini.
Sejarah Perkembangan
Gereja Protestan di
Indonesia bagian Barat
(GPIB) Jemaat
Bethesda Marau
(Implikasinya terhadap
Kehidupan
Masyarakat) 1970-2012
Konteks sosio-
historis masyarakat
di wilayah pelayanan
GPIB Jemaat
Bethesda Marau
Tahap-tahap
perkembangan GPIB
Mengamati
Siswa mengamati
sebuah gambar yang
berkaitan dengan sejarah
perkembangan Gereja
Protestan di Indonesia
bagian Barat (GPIB)
Jemaat Bethesda Marau
Observasi : Mengamati
kegiatan peserta didik
dalam diskusi dan
presentasi
Tes Tertulis : Menilai
kemampuan peserta
didik dalam memahami
2 x 45
menit
Sistem
Gotong
Royong
dalam
Masyarakat
Pedesaan
Daerah
Kalimantan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Jemaat Bethesda
Marau
Implikasi dari
kehadiran GPIB
Jemaat Bethesda
Marau terhadap
kehidupan
masyarakat
Menanya
Siswa bertanya dan
menyampaikan pendapat
tentang sejarah
perkembangan Gereja
Protestan di Indonesia
bagian Barat (GPIB)
Jemaat Bethesda Marau
Mengumpulkan Informasi
Siswa mengumpulkan
informasi tentang
konteks sosio-historis
masyarakat di wilayah
pelayanan GPIB Jemaat
Bethesda Marau, tahap-
tahap perkembangannya,
dan implikasi dari
hadirnya GPIB Jemaat
Bethesda Marau dalam
materi tentang sejarah
perkembangan Gereja
Protestan di Indonesia
bagian Barat (GPIB)
Jemaat Bethesda Marau
Tugas Terstruktur :
Membuat makalah
tentang pengaruh
hadirnya GPIB Bethesda
Marau terhadap
kehidupan masyarakat
Barat
Upacara
Tradisional
daerah
Kalimantan
Barat
Maneser
Panatau Tatu
Hiang
Menyelami
kekayaan
Leluhur
Sejarah
Gereja
GPIB
Ebenhezer
Ketapang
Internet
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
kehidupan masyarakat
sekitar melalui buku-
buku bacaan, internet,
dan sumber-sumber
lainnya
Mengasosiasi
Menganalisis informasi
dan data yang didapat
dari buku-buku bacaan
maupun sumber-sumber
terkait lainnya, yang
dilanjutkan dengan
diskusi kelompok, untuk
mendapatkan
kesimpulan tentang
konteks sosio-historis
masyarakat di wilayah
pelayanan GPIB Jemaat
Bethesda Marau, tahap-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
tahap perkembangan
GPIB Bethesda Marau,
dan implikasi dari
kehadiran GPIB Jemaat
Bethesda Marau
terhadap kehidupan
masyarakat sekitar,
kemudian hasilnya
dicatat pada kertas
Mengkomunikasikan
Hasil diskusi kelompok
tersebut dipresentasikan,
kemudian dilakukan sesi
tanya jawab, setelah itu
dilaporkan dalam bentuk
tulisan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Satuan Pendidikan : SMA Negeri 11 Yogyakarta
Kelas/Semester : XI/Gasal
Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia
Materi Pokok : Sejarah Perkembangan Gereja Protestan di Indonesia
bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau (Implikasinya
terhadap Kehidupan Masyarakat) 1970-2012
Pertemuan ke : 1 (Satu)
A. Kompetensi Inti :
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab,
peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif, dan
pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai
permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial
dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam
pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena
dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang
kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan
masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
B. Kompetensi Dasar
3.5 Mengidentifikasi dampak politik, sosial, budaya, sosial-ekonomi dan
pendidikan pada masa penjajahan Barat dalam kehidupan bangsa Indonesia
masa kini.
C. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Menunjukkan sikap syukur kepada Tuhan atas perkembangan Gereja
Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau dan
implikasinya terhadap kehidupan masyarakat sekitar.
2. Menunjukkan sikap tanggung jawab dan disiplin dalam mengerjakan
tugas-tugas pembelajaran sejarah, terkait dengan materi pelajaran tentang
sejarah perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)
Jemaat Bethesda Marau dan implikasinya terhadap kehidupan masyarakat
sekitar.
3. Menunjukkan sikap tanggung jawab, peduli terhadap sejarah
perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat
Bethesda Marau dan implikasinya terhadap kehidupan masyarakat sekitar.
4. Menunjukkan sikap responsif dan pro-aktif dalam setiap kegiatan
pembelajaran di kelas.
5. Mendeskripsikan sejarah kehidupan sosial masyarakat di wilayah
pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau.
6. Mendeskripsikan tahap-tahap perkembangan GPIB Jemaat Bethesda
Marau.
7. Menganalisis implikasi dari kehadiran GPIB Jemaat Bethesda Marau
terhadap kehidupan masyarakat.
8. Menyajikan laporan lisan dalam bentuk presentasi mengenai sejarah
kehidupan sosial masyarakat di wilayah pelayanan GPIB Jemaat Bethesda
Marau.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
9. Mengolah informasi dalam bentuk artikel mengenai sejarah perkembangan
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda
Marau dan implikasinya terhadap kehidupan masyarakat sekitar.
D. Tujuan Pembelajaran
Melalui diskusi, mengamati dan membaca referensi siswa dapat :
1. Menunjukkan sikap syukur kepada Tuhan atas perkembangan Gereja
Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau dan
implikasinya terhadap kehidupan masyarakat sekitar.
2. Menunjukkan sikap tanggung jawab dan disiplin dalam mengerjakan
tugas-tugas pembelajaran sejarah, terkait dengan materi pelajaran tentang
sejarah perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)
Jemaat Bethesda Marau dan implikasinya terhadap kehidupan masyarakat
sekitar.
3. Menunjukkan sikap tanggung jawab, peduli terhadap sejarah
perkembangan Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat
Bethesda Marau dan implikasinya terhadap kehidupan masyarakat sekitar.
4. Menunjukkan sikap responsif dan pro-aktif dalam setiap kegiatan
pembelajaran di kelas.
5. Mendeskripsikan sejarah kehidupan sosial masyarakat di wilayah
pelayanan GPIB Jemaat Bethesda Marau.
6. Mendeskripsikan tahap-tahap perkembangan GPIB Jemaat Bethesda
Marau.
7. Menganalisis implikasi dari kehadiran GPIB Jemaat Bethesda Marau
terhadap kehidupan masyarakat.
8. Menyajikan laporan lisan dalam bentuk presentasi mengenai sejarah
kehidupan sosial masyarakat di wilayah pelayanan GPIB Jemaat Bethesda
Marau.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
9. Mengolah informasi dalam bentuk artikel mengenai sejarah perkembangan
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda
Marau dan implikasinya terhadap kehidupan masyarakat sekitar.
E. Materi Ajar
1. Konteks sosio-historis masyarakat di wilayah pelayanan GPIB Jemaat
Bethesda Marau.
2. Tahap-tahap perkembangan GPIB Jemaat Bethesda Marau.
3. Implikasi dari kehadiran GPIB Jemaat Bethesda Marau terhadap
kehidupan masyarakat.
F. Alokasi Waktu
2 x 45 menit
G. Pendekatan, Model dan Metode Pembelajaran
Pendekatan : Scientifik
Model : Discovery Learning
Metode : Ceramah, diskusi, observasi, presentasi, dan tanya jawab.
H. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan Deskripsi Alokasi
Waktu
Pendahuluan a. Guru mempersilahkan salah satu siswa
memimpin doa.
b. Guru memberikan salam.
c. Guru menanyakan kepada siswa kesiapan dan
kenyamanan untuk belajar.
d. Guru menanyakan kehadiran siswa.
e. Guru mengajukan beberapa pertanyaan
mengenai materi pembelajaran yang akan
10 menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
dipelajari.
f. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
g. Guru menyampaikan rencana kegiatan
pembelajaran
Inti Mengamati
Siswa mengamati sebuah gambar yang
berkaitan dengan sejarah perkembangan Gereja
Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)
Jemaat Bethesda Marau dan implikasinya
terhadap kehidupan masyarakat sekitar.
Menanya
Guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk bertanya dan mengomentari gambar
tersebut.
Siswa bertanya dan menyampaikan
pendapatnya.
Guru memfasilitasi peserta didik untuk
menyampaikan jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan.
Mengeksplorasikan / Menalar
Peserta didik diminta untuk mengumpulkan
data-data yang berhubungan dengan sejarah
perkembangan Gereja Protestan di Indonesia
bagian Barat (GPIB) Jemaat Bethesda Marau
dan implikasinya terhadap kehidupan
masyarakat sekitar, melalui buku-buku bacaan,
internet, dan sumber-sumber lainnya.
Mengasosiasi
Peserta didik menganalisis informasi dan data-
data yang didapat, baik dari buku-buku bacaan,
60 menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
maupun sumber terkait lainnya.
Mengkomunikasikan
Peserta didik berdiskusi dalam sebuah
kelompok untuk mendapatkan kesimpulan
mengenai sejarah perkembangan Gereja
Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)
Jemaat Bethesda Marau dan implikasinya
terhadap kehidupan masyarakat sekitar.
Masing-masing kelompok diberi kesempatan
untuk mempresentasikan hasil diskusinya.
Masing-masing kelompok diskusi diminta
untuk memberikan laporan akhir berupa
kesimpulan dari materi sejarah perkembangan
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat
(GPIB) Jemaat Bethesda Marau dan
implikasinya terhadap kehidupan masyarakat
sekitar.
Penutup a. Kesimpulan
Guru dan siswa bersama-sama
menyimpulkan materi pelajaran tentang
sejarah perkembangan Gereja Protestan di
Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat
Bethesda Marau dan implikasinya terhadap
kehidupan masyarakat sekitar.
b. Refleksi
Masing-masing peserta didik
menyampaikan nilai-nilai apa saja yang
diperoleh dari pelajaran hari ini.
c. Tugas Lanjutan
Siswa membuat makalah tentang sejarah
20 menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
perkembangan Gereja Protestan di
Indonesia bagian Barat (GPIB) Jemaat
Bethesda Marau dan implikasinya terhadap
kehidupan masyarakat sekitar.
d. Mengucapkan Salam
Guru memberikan salam.
I. Penilaian Hasil Belajar
a. Test : Uraian (terlampir)
b. Non Test :
1. Lembar pengamatan sikap (terlampir)
2. Lembar pengamatan diskusi kelompok (terlampir)
3. Lembar penilaian presentasi (terlampir)
4. Membuat makalah tentang pengaruh hadirnya GPIB Bethesda Marau
terhadap kehidupan masyarakat sekitar (kriteria penilaian terlampir).
Format penulisan makalah :
BAB I Pendahuluan
BAB II Isi
BAB III Penutup
a. Kesimpulan
b. Saran
Catatan :
Makalah diketik dengan menggunakan huruf Timer New Roman, ukuran
huruf 12, spasi 1,5, print-out kertas A4.
J. Sumber dan Media Belajar
1. Pustaka
a. Sumber buku :
Ongirwalu, H. Sejarah Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat
(GPIB) 1948-1990.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Majelis Jemaat GPIB Ebenhezer Ketapang. (2009). Sejarah Gereja
GPIB EBENHEZER Ketapang. Ketapang : Majelis Jemaat GPIB
Ebenhezer Ketapang.
Pandil Sastrowardoyo, dkk. (1983). Sistem Gotong Royong dalam
Masyarakat Pedesaan Daerah Kalimantan Barat. Jakarta :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi
dan Kebudayaan Daerah.
Riwut Tjilik. (2003). Maneser Panatau Tatu Hiang Menyelami
Kekayaan Leluhur. Palangka Raya : Pusakalima.
End, Thomas van den. (1987). Sejarah Gereja di Indonesia 2 1860-
sekarang (Ragi Cerita). Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Kasim Taha, dkk. (1985). Upacara Tradisional Daerah Kalimantan
Barat. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek
Inventarisasi dan Kebudayaan Daerah.
b. Internet
c. Gambar-gambar
2. Media
a. White board / black board
b. LCD
c. Power point
Mengetahui, Yogyakarta, 6 Juni 2014
Kepala Sekolah, Guru Mapel
Dra. Baniyah Siska Prilingga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Lampiran 1 : Ringkasan Materi
A. KONTEKS SOSIO-HISTORIS MASYARAKAT DI WILAYAH
PELAYANAN GPIB JEMAAT BETHESDA MARAU
1. Letak Geografis Kecamatan Marau
Marau merupakan sebuah kecamatan yang terletak di wilayah Kabupaten
Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. Kecamatan Marau ini memiliki batas-batas
wilayah, di sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tumbang Titi, di sebelah
Selatan berbatasan dengan Kecamatan Air Upas, di sebelah Barat berbatasan
dengan Kecamatan Kendawangan, dan di sebelah Timur berbatasan dengan
Kecamatan Jelai Hulu. Luas wilayah Kecamatan Marau kurang lebih sekitar
. Berdasarkan data tahun 2011, jumlah penduduk di Kecamatan
Marau sebanyak 12.297 jiwa. Masyarakat yang saat ini tinggal di wilayah
Kecamatan Marau terdiri dari berbagai suku, yaitu suku Dayak, Melayu, Batak,
Toraja, Flores, Timor, Tionghoa, Jawa, Bugis dan Madura.
2. Asal-Usul Masyarakat di Wilayah Kecamatan Marau
Secara umum, masyarakat yang mendiami desa-desa di wilayah Kecamatan
Marau ini adalah masyarakat yang berasal dari suku bangsa Dayak dan suku
bangsa Melayu. Secara kronologis, jika dilihat dari asal-usul suku-suku bangsa di
Kalimantan Barat, suku bangsa pertama yang mendiami wilayah ini adalah suku
bangsa Dayak, baru kemudian muncul suku bangsa Melayu.
3. Agama dan Kepercayaan Asli Masyarakat di Wilayah Pelayanan GPIB
Jemaat Bethesda Marau
Di wilayah Kecamatan Marau, agama Protestan diperkenalkan oleh para
penginjil yang berasal dari Institut Injil Indonesia Batu Malang, Jawa Timur.
Agama ini diperkenalkan pada masyarakat suka Dayak di wilayah Kecamatan
Marau yang belum mengenal agama. Semula, sebelum mengenal agama
Protestan, masyarakat suku Dayak ini adalah masyarakat Animis. Animisme
merupakan suatu faham yang memandang bahwa semua benda-benda yang ada di
alam semesta ini, baik itu gunung, hutan, lautan, sungai, maupun pohon-pohon
besar, semuanya itu dipercaya mempunyai roh yang dapat mempengaruhi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
kehidupan manusia. Selain itu, masyarakat suku Dayak juga telah mengenal
agama suku, yaitu agama Kaharingan. Ini merupakan kepercayaan asli suku
bangsa Dayak. Kaharingan berasal dari kata haring yang artinya hidup.
4. Kehidupan Sosial-Budaya Masyarakat di Wilayah Pelayanan GPIB
Jemaat Bethesda Marau
Penduduk asli yang mendiami wilayah Kecamatan Marau adalah masyarakat
yang berasal dari suku bangsa Dayak dan suku bangsa Melayu. Kedua kelompok
masyarakat yang memiliki latar belakang suku dan budaya yang berbeda ini hidup
terpisah bersama kelompoknya masing-masing. Pemisahan ini terlihat nyata dari
tata desanya, di mana masyarakat suku Melayu menempati wilayah bagian
Selatan, sedangkan suku Dayak menempati wilayah bagian Utara.
Dalam bidang pendidikan, sekitar tahun 1970-an masyarakat di wilayah
Kecamatan Marau ini masih tergolong masyarakat buta huruf. Sedangkan dalam
bidang budaya, kehidupan masyarakatnya didominasi oleh adat masyarakat
setempat. Animisme masih sangat kuat melekat dalam kehidupan masyarakat di
wilayah Kecamatan Marau. Upacara-upacara penghormatan terhadap roh-roh
nenek moyang masih sering dilakukan, sedangkan agama belum benar-benar
berpengaruh di dalam kehidupan masyarakat.
5. Mata Pencaharian Masyarakat di Wilayah Pelayanan GPIB Jemaat
Bethesda Marau
Masyarakat yang tinggal di wilayah Kecamatan Marau, semula hidup dengan
hanya mengandalkan hasil alam. Mereka memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
bertani, berkebun, menyadap karet, dan berburu. Sebagian besar penduduk yang
berada di wilayah Kecamatan Marau ini bekerja di bidang pertanian, yaitu dengan
menggunakan sistem perladangan berpindah-pindah.
B. TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN GPIB JEMAAT BETHESDA
MARAU
1. Masuknya Injil di Wilayah Kecamatan Marau (1970-1985)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
a. Periode Datangnya Para Penginjil
Masuknya Injil di wilayah Kecamatan Marau, diawali dengan datangnya
rombongan penginjil dari Batu Malang, Jawa Timur. Rombongan penginjil ini
datang dari Batu Malang Jawa Timur melewati kota Pontianak, kemudian
melanjutkan perjalanan ke Kabupaten Ketapang. Rombongan penginjil ini
berada di bawah pimpinan Bapak S.A. Kelly (seorang mahasiswa senior dari
Institut Injil Indonesia Batu Malang). Setelah sampai di Ketapang dan bertemu
dengan warga jemaat Gereja Ketapang, para penginjil ini pun mendapat
informasi mengenai keberadaan daerah Marau (Kecamatan Marau) yang
berdasarkan informasinya, masyarakat yang tinggal di daerah tersebut belum
memiliki suatu kepercayaan, maka rombongan penginjil ini pun memutuskan
untuk mendatangi daerah Marau tersebut. Rombongan penginjil ini mulai
masuk ke daerah Marau melalui jalur Pesaguan-Tumbang Titi-Kecamatan
Marau, tepatnya di Dusun Tempayak, Desa Sukakarya, Kecamatan Marau.
b. Gereja Protestan Marau menjadi bagian dari Gereja Protestan di
Indonesia Bagian Barat
Gereja Protestan yang ada di Dusun Tempayak (sebut saja Gereja
Marau) merupakan Gereja Protestan pertama yang dibangun dalam lingkup
wilayah Kecamatan Marau. Gereja ini sudah dibangun sejak tahun 1971.
Semula, Gereja Marau ini belum memiliki nama dan status Gereja, karena
pada saat penginjilan masuk ke wilayah tersebut, Gereja Marau masih
termasuk dalam Pos Pekabaran Injil yang berpusat di kota Pontianak (GPIB
“Siloam” Pontianak). Baru kemudian, setelah melihat kondisi Gereja Marau
yang terus mengalami perkembangan dan jumlah jemaat yang semakin
bertambah banyak, maka Gereja Marau juga dimasukkan dalam wilayah
Pelayanan GPIB “Siloam” Pontianak. Oleh karena sudah memiliki status
Gereja yang jelas, maka Gereja Marau pun berganti nama menjadi GPIB
“Siloam” Marau.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
2. Masa Persiapan Pelembagaan (1986-1990)
1) Pra Pelembagaan
Pada tahun 1986, tepatnya pada tanggal 15 Mei 1986, Majelis Sinode
GPIB dengan Surat Keputusan Nomor : 1796/86/MS. XIII/Kpts,
melembagakan Jemaat bagian GPIB “Ebenhezer” Ketapang dari Jemaat GPIB
“Siloam” Pontianak menjadi Jemaat GPIB “Ebenhezer” Ketapang. Dengan
dilembagakannya GPIB “Ebenhezer” Ketapang menjadi Gereja yang Dewasa
dan Mandiri, maka secara administratif GPIB “Siloam” Marau menjadi Pos
Pelayanan dari GPIB “Ebenhezer” Ketapang, sehingga segala bentuk
tanggungjawab pelayanan baik dalam hal pendanaan maupun dalam hal
pengadaan Pelayan Firman baik itu Vikaris atau Pendeta, yang sebelumnya
kesemuanya itu adalah tanggungjawab dari Jemaat GPIB “Siloam” Pontianak,
berubah menjadi tanggungjawab dari Jemaat GPIB “Ebenhezer” Ketapang.
Perkembangan yang terjadi dalam kehidupan berjemaat di GPIB
“Siloam” Marau ini pun tampak dari adanya pertambahan jumlah jemaat dan
terlaksananya pembangunan gedung-gedung, baik gedung gereja, sekolah,
maupun pastori. Melihat perkembangan yang dialami oleh pos pelayanannya,
maka Jemaat Induk yakni GPIB “Ebenhezer” Ketapang, merekomendasikan
GPIB “Siloam” Marau untuk bisa dilembagakan.
2) Kegiatan Pendewasaan
GPIB “Siloam” Marau, berdasarkan rekomendasi dari Jemaat Induk,
dengan berpedoman pada syarat-syarat di atas, maka dibentuklah Panitia
Persiapan Pelembagaan berdasarkan “Surat Keputusan Majelis Sinode
GPIB Nomor 178/91/MS.XV/Kpts tanggal 6 Februari 1991 tentang
Pembentukan Panitia Persiapan Pelembagaan bagian Jemaat
“Ebenhezer” Ketapang di wilayah pelayanan “Siloam” Marau.” Panitia
Persiapan Pelembagaan ini dibentuk oleh Majelis Jemaat Induk, dalam hal ini
adalah Jemaat GPIB “Ebenhezer” Ketapang, dengan mengikutsertakan
Presbiter dan warga jemaat dari Bajem yang akan dilembagakan dan
ditetapkan oleh Majelis Sinode.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
3. Masa Pelembagaan (1991)
Terhitung mulai tanggal 25 Agustus 1991, Jemaat GPIB “Siloam” Marau
yang terletak di Dusun Tempayak, Desa Sukakarya, Kecamatan Marau berhasil
didewasakan. GPIB “Siloam” Marau berhasil dilembagakan dengan nama GPIB
“Bethesda” Marau. Hal ini dapat diketahui dari Surat Gereja tanggal 2 Oktober
1991 yang ditandatangani oleh Penatua S.N. Pasaribu dan Pendeta Jacob Daan
Engel (Ketua Majelis Jemaat GPIB “Ebenhezer” Ketapang), yang ditujukan
kepada Majelis Sinode GPIB, yang isinya melaporkan bahwa Panitia Persiapan
Pelembagaan GPIB “Bethesda” Marau yang dibentuk sesuai Surat Keputusan
Majelis Sinode GPIB Nomor ; 178/91/MS.XV/Kpts, tanggal 6 Februari 1991,
telah melaksanakan tugas Pelembagaan dan Pendewasaan GPIB “Bethesda”
Marau, dan sekaligus melaporkan keuangan dalam pelaksanaan tersebut.
4. Masa Gereja Dewasa (1991-2012)
Sebagai Gereja Dewasa dan Mandiri, Jemaat GPIB “Bethesda” Marau
berkewajiban melaksanakan tugas Panggilan dan Pengutusan-Nya melalui “Tri
Dharma Gereja”, yaitu Persekutuan, Pelayanan, dan Kesaksian, yang dituangkan
dalam Pokok-Pokok Kebijakan Umum Panggilan dan Pengutusan Gereja
(PKUPPG). Pada Program Jangka Panjang Pertama GPIB (1986-2006), PKUPPG
ini semula dikenal dengan nama Garis-garis Besar Kebijakan Umum Pelayanan
Gereja (GBKUPG), perubahan terjadi karena GPIB selalu diarahkan untuk
mengalami pembaharuan demi keberhasilan dalam pencapaian Misi dengan terang
Visi GPIB.
C. IMPLIKASI KEHADIRAN GPIB JEMAAT BETHESDA MARAU
TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT
1. Bidang Pendidikan
GPIB Bethesda Marau, dalam perjalanan sejarahnya di wilayah Kecamatan
Marau, memiliki andil yang cukup besar dalam bidang pendidikan di wilayah
tersebut. Hal ini terbukti dengan dibangunnya SMP Kristen Siloam Marau. Dalam
perkembangan selanjutnya, kehadiran SMP Kristen Siloam Marau ini ternyata
memberikan pengaruh yang sangat positif terhadap perkembangan kehidupan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
masyarakat yang ada di wilayah Kecamatan Marau. Di mana sebelum
dibangunnya SMP Kristen Siloam Marau, siswa-siswi lulusan dari SDN 01
Marau, jika mereka ingin melanjutkan pendidikan, mereka harus pergi ke Kota
Kabupaten yang jaraknya sangat jauh. Selain jaraknya yang sangat jauh, belum
tersedianya trasportasi darat seperti motor dan mobil, serta kehidupan
perekonomian mereka yang masih sangat sederhana, juga menjadi kendala bagi
para siswa ini untuk melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi.
Maka, dengan dibangunnya SMP Kristen Siloam Marau ini, secara tidak langsung
akan mempermudah para siswa lulusan SDN 01 Marau ini untuk melanjutkan
pendidikan mereka. Dampak tidak langsung lainnya adalah bertambahnya Sumber
Daya Manusia (SDM) yang berpendidikan, yang kemudian juga berpengaruh pada
bertambah luasnya wawasan masyarakat setempat yang telah mendapatkan
pendidikan tersebut. Selain itu juga diketahui bahwa banyak lulusan dari SMP
Kristen Siloam Marau ini menjadi orang yang berhasil di kemudian hari, seperti
ada yang menjadi Majelis Jemaat GPIB Bethesda Marau, guru, pegawai
pemerintahan, bahkan ada yang merantau keluar daerah dan menjadi wakil rakyat.
2. Bidang Sosial
Pengaruh kehadiran GPIB Jemaat Bethesda Marau dalam bidang sosial ini
lebih terasa pengaruhnya bagi Jemaat GPIB sendiri, di mana Gereja melalui para
pengkhotbahnya (baik itu para Penginjil, Vikaris, Pendeta, dan Para Majelis)
memberikan pemahaman-pemahaman baru untuk mengembangkan pola hidup dan
pola pikir masyarakatnya melalui khotbah-khotbahnya yang didasarkan pada
Firman Tuhan, baik di Gereja maupun di rumah-rumah jemaat, tentang kehidupan
berpancasila, yang mana kita sebagai masyarakat memiliki kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, harus saling menghargai antar pemeluk agama yang satu
dengan pemeluk agama yang lainnya, dan harus saling tolong menolong antara
manusia satu dengan manusia lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
3. Bidang Budaya
Dalam bidang budaya, pengaruh yang di dapat oleh masyarakat yang ada di
wilayah pelayanan GPIB Bethesda Marau ini adalah berubahnya pola pikir
masyarakat, terutama dalam hal upacara-upacara adat yang sangat identik dengan
pemujaan kepada roh nenek moyang. Hal ini terlihat jelas dalam beberapa hal
seperti dalam upacara perkawinan, upacara kematian, dan upacara sapat tahun
yang biasa dilaksanakan oleh masyarakat suku Dayak Kendawangan.
4. Bidang Kesehatan
Kehadiran GPIB Jemaat Bethesda Marau juga membawa pengaruh positif
dalam bidang kesehatan. GPIB yang bekerjasama dengan Departemen Pelayanan
dan Kesaksian (Pelkes) memberikan pelayanan pengobatan gratis kepada
masyarakat yang kurang mampu. Dalam hal ini, GPIB bekerjasama dengan
pegawai-pegawai gereja yang berprofesi sebagai dokter. Orang-orang dari
Departemen Pelkes ini setiap beberapa tahun sekali selalu melakukan kunjungan
ke berbagai daerah pedalaman, seperti di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi.
Hal ini dimaksudkan untuk memberikan bantuan kepada masyarakat sekitar yang
berada di wilayah pelayanan GPIB. Bantuan tersebut berupa bantuan makanan
dan obat-obatan. Selain itu, mereka juga memberikan pembinaan-pembinaan
seperti pembinaan mengenai pengembangan infrastruktur pos pelkes dan
penyuluhan kesehatan.
5. Bidang Ekonomi
Pengaruh yang ditimbulkan dari hadirnya GPIB Bethesda Marau terhadap
kehidupan masyarakat dalam bidang ekonomi dapat dilihat melalui kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh orang-orang dari Departemen Pelkes. Pelkes GPIB
yang hadir sebagai bentuk keterlibatan Gereja untuk mewujudkan tanda-tanda
kerajaan Allah di tengah-tengah dunia ini, melaksanakan tugasnya melalui
beberapa jenis kegiatan, salah satunya yaitu dengan dilaksanakannya kegiatan
Pengembangan Usaha Pedesaan (PUP) yang dilakukan melalui Unit Pembinaan
dan Pemberdayaan Masyarakat (UP2M) yang berkedudukan di Bogor. UP2M ini
meliputi : Pengembangan Infrastruktur di Pos Pelkes, Program Les, Pelayanan dan
Penyuluhan Kesehatan, serta Pembentukan kelompok Usaha Tani.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Lampiran 2 : Soal Tes
Soal Uraian :
1. Jelaskan secara singkat agama dan kepercayaan asli masyarakat suku Dayak
Kendawangan !
2. Bagaimana kehidupan sosial ekonomi masyarakat suku Dayak Kendawangan
sebelum masuknya agama protestan ?
3. Jelaskan mengapa GPIB berkembang di Kalimantan Barat !
4. Jelaskan secara singkat tahap-tahap perkembangan GPIB Jemaat Bethesda
Marau !
5. Apa saja pengaruh dari hadirnya GPIB Jemaat Bethesda Marau bagi
kehidupan masyarakat ?
Kunci Jawaban :
1. Agama dan Kepercayaan asli masyarakat suku Dayak Kendawangan :
Agama
Agama asli masyarakat suku Dayak adalah agama Kaharingan. Ini
merupakan kepercayaan asli suku bangsa Dayak. Kaharingan berasal dari kata
haring yang artinya hidup. Kaharingan ini telah ada sejak awal penciptaan,
yaitu sejak awal Ranying Hatalla (maha kuasa) menciptakan manusia. Sejak
adanya kehidupan, Ranying Hatalla telah mengatur segala sesuatunya untuk
menuju jalan kehidupan ke arah kesempurnaan yang kekal dan abadi. Dalam
Kaharingan, diyakini bahwa setiap orang dalam kehidupannya mempunyai
tugas dan misi tertentu. Misi utama Kaharingan ialah mengajak manusia
menuju jalan yang benar dengan berbakti dan mengagung-agungkan Ranying
Hatalla dalam setiap sikap dan perbuatan.
Kepercayaan
Sebelum masuknya agama Protestan, masyarakat suku Dayak ini masih
merupakan masyarakat Animis. Animisme merupakan suatu faham yang
memandang bahwa semua benda-benda yang ada di alam semesta ini, baik itu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
gunung, hutan, lautan, sungai, maupun pohon-pohon besar, semuanya itu
dipercaya mempunyai roh yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia.
2. Kehidupan sosial ekonomi masyarakat suku Dayak Kendawangan sebelum
masuknya agama Protestan :
Sosial
Dalam bidang sosial, masyarakat suku Dayak Kendawangan pada saat itu
masih merupakan masyarakat buta huruf karena belum tersedianya lembaga
pendidikan yang cukup memadai. Selain itu, kehidupan sosial mereka juga
masih sangat dipengaruhi oleh adat masyarakat setempat. Hal ini terbukti
dengan masih sering dilaksanakannya upacara-upacara penghormatan kepada
roh nenek moyang.
Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, masyarakat yang tinggal di wilayah Kecamatan
Marau, hidup dengan hanya mengandalkan hasil alam. Mereka memenuhi
kebutuhan hidupnya dengan bertani, berkebun, menyadap karet, dan berburu.
3. GPIB berkembang di Kalimantan Barat
Ada dua alasan mengapa GPIB Berkembang di Kalimantan Barat :
Secara historis, GPIB lahir dan berkembang di Indonesia bagian Barat,
karena itulah secara tidak langsung Kalimantan Barat juga menjadi salah
satu wilayah pelayanan dari GPIB karena letaknya yang berada di
Indonesia bagian Barat.
Alasan keduanya merupakan alasan teologis yang berkaitan dengan
konsep “Jemaat Missioner”, di mana Misi GPIB adalah untuk
memberitakan firman, yang dilaksanakan dalam bentuk Pemberitaan Injil
ke berbagai wilayah, dan salah satu wilayah yang dijadikan sebagai pusat
Pekabaran Injil adalah wilayah Kalimantan Barat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
4. Tahap-tahap perkembangan GPIB Bethesda Marau :
1) Masuknya Injil di wilayah Kecamatan Marau
Di wilayah Kecamatan Marau, Pekabaran Injil dilaksanakan oleh para
penginjil yang berasal dari Institut Injil Indonesia Batu Malang, Jawa Timur.
Para penginjil ini memasuki wilayah Kecamatan Marau melewati kota
Pontianak-Kabupaten Ketapang-Pesaguan-Kecamatan Tumbang Titi, baru
kemudian tiba di Kecamatan Marau.
2) Pembangunan gedung Gereja
Di Dusun Tempayak, Desa Sukakarya, Kecamatan Marau, gedung Gereja
pertama dibangun pada tahun 1971, dengan bentuk yang masih sangat
sederhana. Kemudian, pada tahun 1976, seiring dengan bertambahnya jumlah
jemaat dan meningkatnya perekonomian masyarakat setempat, maka
dibangunlah gedung Gereja baru dengan bahan-bahan bangunan yang cukup
baik.
3) GPIB Bethesda Marau menjadi Pos Pelayanan dari Gereja-gereja Induk
Semula, sebelum menjadi Gereja Dewasa dan Mandiri, GPIB “Bethesda”
Marau ini masih merupakan pos Pekabaran Injil dari GPIB Siloam Pontianak.
Namun, setelah melihat kondisi Gerejanya yang terus mengalami
perkembangan dalam hal pertambahan jumlah jemaat dan kondisi fisik gedung
Gereja yang semakin membaik, maka GPIB “Bethesda” Marau pun dijadikan
sebagai Pos Pelayanan dari GPIB Jemaat Siloam Pontianak, dengan nama
GPIB “Siloam” Marau. Baru kemudian, setelah GPIB Ebenhezer Ketapang
dilembagakan, GPIB ”Siloam” Marau secara otomatis menjadi Pos Pelayanan
dari GPIB Jemaat Ebenhezer Ketapang, karena berada dalam wilayah
administratif GPIB Ebenhezer Ketapang.
4) GPIB Bethesda Marau dilembagakan
GPIB “Siloam” Marau dilembagakan dengan nama GPIB “Bethesda”
Marau. Sejak dilembagakan pada tanggal 25 Agustus 1991, GPIB “Bethesda”
Marau menjadi Gereja Induk dari 20 Pos Pelkes (Pelayanan dan Kesaksian).
5) GPIB Bethesda Marau sebagai Gereja Dewasa dan Mandiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Setelah menjadi Gereja yang Dewasa dan Mandiri, GPIB Bethesda Marau
terus mengusahakan perkembangan dengan melaksanakan tugas Panggilan
dan Pengutusannya melalui “Tri Dharma Gereja” demi terwujudnya Visi dan
Misi GPIB “…membawa damai sejahtera Yesus Kristus di tengah-tengah
masyarakat dan dunia”.
5. Pengaruh dari hadirnya GPIB Jemaat Bethesda Marau bagi Kehidupan
Masyarakat :
(1) Dalam bidang Pendidikkan :
GPIB Bethesda Marau yang bekerjasama dengan YAPENDIK (Yayasan
Pendidikan) berhasil membangun sebuah Sekolah Menengah Pertama (SMP
Kristen Siloam Marau). Seperti yang sudah diketahui, SMP ini merupakan
SMP pertama yang di bangun di wilayah Kecamatan Marau. SMP ini telah
banyak menghasilkan lulusan-lulusan yang berdaya guna dan berhasil guna di
kemudian hari.
(2) Dalam bidang Sosial :
GPIB Bethesda Marau melalui para pengkhotbah dan jemaatnya
memberikan pemahaman-pemahaman baru untuk mengembangkan pola hidup
dan pola pikir masyarakatnya.
(3) Dalam bidang Budaya :
Kehadiran GPIB Bethesda Marau ini sangat berpengaruh di dalam proses
pembaharuan nilai-nilai budaya di masyarakat yang di anggap menyimpang
dari ajaran Gereja. Dalam hal ini, Gereja melakukan transformasi budaya.
(4) Dalam bidang Kesehatan :
GPIB Bethesda Marau yang bekerjasama dengan Departemen Pelkes
(Pelayanan dan Kesaksian) memberikan pelayanan pengobatan gratis kepada
jemaat GPIB dan juga kepada masyarakat yang kurang mampu.
(5) Dalam bidang Ekonomi :
GPIB Bethesda Marau dalam usahanya meningkatkan perekonomian
masyarakatnya, melaksanakan pembentukkan kelompok-kelompok usaha tani,
salah satunya adalah pembentukkan kelompok usaha tani kelapa sawit. Hasil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
yang di dapat dari usaha tani kelapa sawit ini cukup mampu meningkatkan
taraf hidup masyarakatnya.
Kriteria Penilaian :
a. Soal 1 skornya 20
b. Soal 2 skornya 20
c. Soal 3 skornya 20
d. Soal 4 skornya 20
e. Soal 5 skornya 20
Pedoman penilaian produk :
No Skor Nilai
1 86-100 Baik Sekali
2 71-75 Baik
3 56-70 Cukup
4 < 55 Kurang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Lampiran 3 : Lembar Pengamatan Sikap
No Nama Religiusitas Tanggung
Jawab Disiplin Peduli Responsif
Pro-
aktif Jmlh
Skor Maksimal = 30
Kriterian penilaian untuk masing-masing aspek :
5 Sangat Baik
4 Baik
3 Cukup
2 Kurang Baik
1 Tidak Baik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Lampiran 4 : Lembar Pengamatan Diskusi Kelompok
No Nama
Aspek Pengamatan
Jmlh
Skor Nilai Ket Kerja
sama
Mengkomuni
kasikan
Pendapat
Toleransi Keaktifan
Menghargai
Pendapat
Teman
Keterangan Skor :
Masing-masing kolom diisi dengan kriteria
4 Baik Sekali
3 Baik
2 Cukup
1 Kurang
x 100
Kriteria Nilai
A 80-100 Baik Sekali
B 70-79 Baik
C 60-69 Cukup
D < 60 Kurang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Lampiran 5 : Lembar Penilaian Presentasi
No Nama
Aspek Penilaian Jmlh
Skor Nilai Ket Komuni
kasi
Sistematika
Penyampaian
Wawa
san
Kebe
ranian
Antu
sias
Gesture &
Penampilan
Keterangan Skor :
Masing-masing kolom diisi dengan kriteria
4 Baik Sekali
3 Baik
2 Cukup
1 Kurang
Kriteria Nilai
A 80-100 Baik Sekali
B 70-79 Baik
C 60-69 Cukup
D < 60 Kurang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Lampiran 6 : Format Penilaian Makalah
Struktur Makalah Indikator Nilai
Pendahuluan Menunjukkan dengan tepat isi :
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penulisan
Isi Ketepatan pemilihan gambar
Orisinalitas makalah
Mendeskripsikan tentang pengaruh
hadirnya GPIB Bethesda Marau terhadap
kehidupan masyarakat
Struktur penulisan disusun dengan jelas
sesuai metode yang dipakai
Bahasa yang digunakan sesuai EYD dan
komunikatif
Daftar pustaka yang dapat
dipertanggungjawabkan (ilmiah)
Menghindari sumber (akun) yang belum
dikaji secara ilmiah
Penutup Kesimpulan sesuai dengan rumusan
masalah
Saran relevan dengan kajian, dan berisi
pesan untuk peningkatan kepedulian
terhadap hasil peninggalan sejarah GPIB
Jumlah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
Kriteria Penilaian untuk masing-masing indikator :
Sangat sesuai 4
Sesuai 3
Cukup 2
Kurang 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
REKAPITULASI DATA JEMAAT GPIB BETHESDA MARAU
KABUPATEN KETAPANG – KALIMANTAN BARAT
NO POS PELAYANAN dan
KESAKSIAN
JUMLAH
KK JIWA SIDI
1 Tempayak 48 172 125
2 Carik 34 105 76
3 Penyiuran 157 477 264
4 Cilingan 50 186 102
5 Riam Kusik 37 128 37
6 Putaran/Langsat 66 225 126
7 Jemayas 53 187 102
8 Batu Payung 38 93 80
9 SP 1 Singkup 21 68 33
10 SP 8 Selimatan 19 85 43
11 Batang Belian 24 80 31
12 Sengkuang 49 180 42
13 Perendaman 29 83 39
14 Perimping 24 66 40
15 Batu Keling 74 241 112
16 Air Durian 53 165 89
17 Gajah 11 40 15
18 Kebanteng 13 44 20
19 Air Mengaris 19 60 30
20 Kuala Asam 30 82 38
21 Lipat Gunting 43 122 32
22 Batu Leman 16 45 32
23 Km 12 / Maya 16 38 26
TOTAL 925 2972 1534
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Nama-nama Ketua Majelis Jemaat GPIB Bethesda Marau
1. Pdt Simorangkir Mahlin, S. Th.
(1991-1993)
2. Pdt. Leiwakabessy Marthen, S.
Th.
(1994-1997)
3. Pdt. Oeke Vally Hattu, S. Th.
(1997-2003 )
4. Pdt. Simson Nelson Salouw. S.
Th. (2004-2008)
5. Pdt. Radius Aditia Jonar. S. Th.
(2009-2012)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
Daftar Nama Responden dan Foto
1. Pendeta Urbanus Latudasan
2. Bapak Yonathan A. Kabu
3. Bapak Kristianto Persen
Nama : Urbanus Dasan Laiskodat
T.T.L : Kupang, 15 Oktober 1945
Pekerjaan : Pendeta GPIB Jemaat
Kharisma Tanggerang
Alamat : Kota Tanggerang
Nama : Yonathan A. Kabu
T.T.L : SOE, 25 Juli 1949
Pekerjaan : Penginjil
Alamat : Sengkuang, Desa Harapan
Baru, Kec. Air Upas, Kab.
Ketapang, Kalimantan Barat
Nama : Kristianto Persen
T.T.L : Penyiuran, 1 April 1942
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Jl. Daeng Utih No. 34, RT
002, RW 001, Dusun
Tempayak, Desa Sukakarya,
Kec. Marau, Kab. Ketapang,
Kalimantan Barat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
4. Bapak Toni Kimtia
5. Bapak Penatua Soter Christianto
Nama : Toni Kimtia
T.T.L : Rangkung, 28 Agustus 1940
Pekerjaan : Petani
Alamat : Dusun Tempayak, Desa
Sukakarya, Kec. Marau, Kab.
Ketapang, Kalimantan Barat.
Nama : Soter Christianto
T.T.L : Marau, 7 Juli 1966
Pekerjaan : PNS
Alamat : Dusun Tempayak, Desa
Sukakarya, Kec. Marau, Kab.
Ketapang, Kalimantan Barat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
Daftar Gambar
Gambar 1 : Peta Kabupaten Ketapang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
Gambar 2 : Gereja-Gereja Warisan Belanda
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
Gambar 3 : GPIB Bethesda Marau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
Gambar 4 : Jemaat GPIB Bethesda
Marau Pos Carik
Gambar 6 : Jemaat Bethesda Marau
Pos SP 1 Singkup
Gambar 5 : Jemaat GPIB Bethesda
Marau Pos SP 8 Selimatan
Gambar 7 : Jemaat GPIB Bethesda
Marau Pos Kuala Asam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
Gambar 8 : Jemaat GPIB Bethesda
Marau Pos Penyiuran
Gambar 10 : Jemaat GPIB Bethesda
Marau Pos Riam Kusik
Gambar 12 : Jemaat GPIB Bethesda
Marau Pos Putaran
Gambar 14 : Jemaat GPIB Bethesda
Marau Pos Jemayas
Gambar 9 : Jemaat GPIB Bethesda
Marau Pos Batu Payung
Gambar 11 : Jemaat GPIB Bethesda
Marau Pos Batang Belian
Gambar 13 : Jemaat GPIB Bethesda
Marau Pos Sengkuang
Gambar 15 : Jemaat GPIB Bethesda
Marau Pos Perendaman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
Gambar 16 : Jemaat GPIB Bethesda
Marau Pos Perimping
Gambar 18 : Jemaat GPIB Bethesda
Marau Pos Batu Keling
Gambar 20 : Jemaat GPIB Bethesda
Marau Pos Air Durian
Gambar 17 : Jemaat GPIB Bethesda
Marau Pos Lipat Gunting
Gambar 19 : Jemaat GPIB Bethesda
Marau Pos Batu Leman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI