i
i
i
s
POLITIK MAJELIS ZIKIR
ii
UNDANG-UNDANG HAK CIPTA NO. 19 TAHUN 2002
Pasal 2
(1). Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta dan Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 72
(1). Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan seba-gaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).
(2). Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagai-mana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
iii iv
POLITIK MAJELIS ZIKIR
Studi Kasus Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jawa Tengah pada Pilleg 2009
Penulis: Ahmad Musyafiq, M.Ag
Editor: Drs. Darmuin, M.Ag
Layout dan Desain Sampul: hilya_ar
Penerbit: AKFI media Jl. Taman Beringin Mulia 35 Ngaliyan Semarang 50185 Telp. [024] 703-55117 http://akfi-media.blogspot.com e-mail:[email protected]
ISBN 978-602-8572-07-1 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Cetakan Pertama, Desember 2009
Sumber Pengambilan Gambar: http://al-khidmah.org
http://alkhidmahsda.blogspot.com
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Ahmad Musyafiq
Politik Majelis Zikir: Studi Kasus Perilaku Politik Majelis Zikir al-
Khidmah Wilayah Jawa Tengah pada Pilleg 2009 / Ahmad Musyafiq,
editor: Darmuin / Cet. 1, -- Semarang: Akfi Media, 2009.
xvi + 128 hlm.; 21 cm.
ISBN 978-602-8572-07-1
v
PENGANTAR PENULIS
��������� �� ��� �� � ������� � ���������.
Segala puji bagi Allah swt., yang telah memberikan per-
tolongan-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan penulisan buku ini.
Hambatan-hambatan yang ada relatif dapat teratasi. Shalawat dan
salam semoga tercurah ke pangkuan Nabi Muhammad saw. yang
warisannya tidak pernah usai dan usang untuk diteliti, termasuk
warisan spiritualnya. Mudah-mudahan melalui penelitian yang se-
rius dan berkelanjutan, kesalahpahaman terhadap warisan beliau,
yang akhir-akhir ini sering dijumpai, semakin dapat diminimalisir.
Buku yang ada di tangan pembaca ini mulanya merupakan
sebuah hasil penelitian yang mendapatkan bantuan biaya dari DIPA
Balitbang Agama Semarang tahun 2009. Penelitian ini bermula dari
adanya kegelisahan tentang masih rendahnya kesadaran politik di
kalangan masyarakat, termasuk masyarakat Jawa Tengah, terutama
kelas menengah ke bawah. Indikasinya antara lain masih banyak
konflik di tingkat akar rumput yang disebabkan oleh perbedaan
pilihan politik. Karena itu dibutuhkan pendidikan politik yang ber-
vi
kesinambungan dan dilakukan oleh semua pihak. Salah satu lem-
baga yang cukup efektif untuk berpartisipasi dalam menyemaikan
pendidikan politik di kalangan masyarakat kelas menengah ke
bawah adalah majelis-majelis zikir ”tradisional”, sekadar untuk
membedakannya dari majelis-majelis zikir yang lahir di kota-kota
besar dengan jamaah yang hampir semuanya kelas menengah ke
atas. Karena di samping para jamaahnya memang banyak berasal
dari kalangan menengah ke bawah, tingkat kepatuhan jamaah
terhadap pimpinan jamaah masih sangat kuat. Dalam konteks ini,
Majelis Zikir atau Jamaah al-Khidmah bisa menjadi salah satunya.
Penelitian ini difokuskan pada perilaku politik Jamaah al-
Khidmah Wilayah Jawa Tengah pada pemilu legislatif 2009. Istilah
”Jamaah al-Khidmah”, meminjam ungkapan Magniz Suseno,
adalah istilah konstruksi, bukan deskripsi. Sebab Jamaah al-Khid-
mah yang sebenarnya tentu jauh dari yang dikemukakan di dalam
penelitian ini. Jamaah al-Khidmah mengacu kepada keluaraga besar
al-Khidmah yang terdiri dari dewan penasehat, pengurus dan
jamaah.
Penelitian ini merupakan upaya awal untuk mengenal lebih
jauh tentang majelis zikir yang telah menjadi unsur penting di Jawa
Tengah ini. Sebab di samping jumlah jamaahnya yang semakin
besar, majelis zikir ini juga memiliki fleksibilitas dan inklusifitas
yang cukup tinggi. Sehingga majelis zikir semacam ini berpotensi
besar untuk menjadi bagian penting dari upaya bersama mem-
bangun Jawa Tengah khususnya dan Indonesia umumnya agar
menjadi lebih baik lagi. Apalagi bila dikaitkan dengan kenyataan
akhir-akhir ini, bahwa Jawa Tengah ternyata menjadi tempat yang
subur bagi berkembangnya sel-sel terorisme.
Jamaah al-Khidmah berpotensi besar untuk tidak sekedar
menjadi majelis zikir dalam pengertian terminologisnya, melainkan
zikir dalam pengertian yang lebih luas, yakni menyemaikan ke-
sadaran ketuhanan di muka bumi ini. Hal ini tentu saja menjadi
vii
salah satu upaya meneruskan perjuangan besar yang selama ini
sebenarnya telah diemban oleh tarekat-tarekat terdahulu, dimana
al-Khidmah ini merupakan salah satu penyangga tarekat, yakni
Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah Usmaniyyah yang ber-
pusat di al-Fithrah Kedinding Surabaya.
Selanjunya, penelitian ini tidak mungkin terlaksana tanpa ban-
tuan dari semua pihak. Untuk itu, saya ingin menyampaikan terima
kasih yang tak terhingga kepada Prof. Dr. Muslich Shabir, M.A.
selaku kepala Balitbang Agama Semarang yang telah memberikan
kesempatan kepada saya untuk mendapatkan bantuan penelitian
kompetitif ini, para Dewan Penasehat, para Pengurus dan sejumlah
jamaah al-Khidmah Jawa Tengah yang telah memberikan informasi
berharga bagi penelitian ini, terutama Ustadz H. Ali Musyafak,
salah seorang imam khushushi, yang berkenan rawuh tiap bulan di
tempat saya untuk memimpin zikir bersama jamaah ibu-ibu
“Uswatun Hasanah”. Melalui beliau, saya mendapatkan informasi
yang sangat berharga dan melalui beliau pula saya dipertemukan
dengan pihak-pihak yang sangat memahami al-Khidmah Jawa
Tengah ini. Juga kepada semua pihak yang tidak sempat saya sebut-
kan satu per satu. Atas semua jasa mereka itu, saya hanya bisa
berdoa semoga menjadi amal saleh yang akan mengiringi langkah
sampai ke akhirat kelak, bersama para orang tua, para guru, para
nabi dan terutama Baginda Rasulullah saw. Amin, amin, amin,
Allahumma amin.
Hasil penelitian ini telah saya seminarkan di dalam forum
Seminar Hasil Penelitian Kompetitif Individual: “Peran Agama
dalam Peningkatan Kualitas Perpolitikan di Indonesia” yang di-
selenggarakan oleh Balai Litbang Agama Semarang, pada hari Sabtu
8 Agustus 2009 bertepatan dengan penyergapan seorang teroris
yang diduga kuat sebagai Noordin Mohd. Top di Desa Beji Kedu
Temanggung Jawa Tengah. Sejumlah masukan telah diberikan oleh
viii
pembahas, audiens dan nara sumber, dan semaksimal mungkin
hasil penelitian ini telah saya adakan perbaikan, sesuai dengan
masukan-masukan itu. Namun demikian, tanggung jawab substan-
sial dari hasil penelitian ini tetap ada pada saya.
Pada tanggal 18 Agustus 2009, Hadhratusy Syeikh Romo Kyai
Ahmad Asrori al-Ishaqi wafat dalam usia 58 tahun, karena beliau di-
perkirakan lahir pada tanggal 17 Agustus 1951. Untuk itu, saya ber-
harap agar buku ini menjadi salah satu bentuk ta‘zhim saya kepada
beliau. Mudah-mudahan apa yang telah beliau tinggalkan tetap
berjalan dan semakin berkembang.
Akhirnya, saya sadari bahwa masih banyak sekali kekurangan
dalam penelitian ini di setiap tahapannya. Untuk itu, saran dan
kritik konstruktif masih tetap saya harapkan demi perbaikan pe-
nelitian ini dan penelitian-penelitian saya selanjutnya. Atas semua
saran dan kritik konstruktif itu saya sampaikan banyak terima kash.
��������� �� ��� �� � ������� � ���������.
Semarang, Desember 2009
Penulis
ix
ABSTRAK
Mulai dekade 90-an, ada sejumlah pergeseran pada majelis-majelis zikir, mulai dari segi pengelolaan sampai heterogenitas jamaahnya. Salah satunya adalah Majelis Zikir al-Khidmah atau yang lebih dikenal Jamaah al-Khidmah. Majelis zikir ini tidak bisa dilepaskan dari sebuah varian baru dari Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah (TQN), yaitu Tarekat Qadiriyyah wa Naqsya-bandiyyah Usmaniyyah (TQN-U). Meski cikal bakalnya sudah ada bersamaan dengan majelis tarekat di Sawahpulo pada tahun 1980-an yang diasuh oleh Romo Kyai Ahmad Asrori al-Ishaqi, dan di era 1990-an sudah dibentuk kepengurusan secara relatif modern, namun secara formal keorganisasian, Majelis Zikir al-Khidmah ini baru diresmikan pada tanggal 25 Desember 2005 di Pesantren al-Fithrah Meteseh Semarang Jawa Tengah.
Di Jawa Tengah jamaah al-Khidmah ini mencapai ratusan ribu. Maka menarik untuk mengkaji, bagaimana perilaku politik mereka pada pemilu legislatif tanggal 9 April 2009 lalu, karena beberapa alasan. Pertama, secara individual masing-masing jamaah adalah warga yang memiliki hak politik dan sekaligus menjadi bagian dari organisasi kerohanian, dimana hubungan hierarkis dengan para guru atau mursyid sangat kuat. Kedua, dalam skala regional, perilaku politik jamaah majelis ini akan sangat menentukan iklim politik di Jawa Tengah. Ketiga, secara kelembagaan majelis zikir ini memiliki jamaah yang cukup besar, sehingga sangat berpotensi untuk mengambil peran strategis bagi keberlangsungan proses demokrasi yang lebih baik. Keempat, heterogenitas jamaah dilihat dari berbagai segi, termasuk latar belakang keagamaan.
x
Ada tiga masalah pokok dalam penelitian ini, yaitu: Pertama, bagaimana pandangan Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jawa Tengah tentang pemilu legislatif tahun 2009? Masalah ini akan dirinci menjadi tiga, yaitu tentang bagaimana hukum memilih dan tidak memilih (golput), tentang fungsi pilleg untuk menghasilkan anggota dewan yang aspiratif dan tentang kriteria memilih caleg. Kedua, bagaimana perilaku politik Majelis Zikir al-Khidmah Wila-yah Jawa Tengah dalam pemilu legislatif tahun 2009? Masalah ini juga akan dirinci menjadi tiga, yaitu tentang perilaku memilih jamaah al-Khidmah, tentang perilaku para caleg dalam meng-kampanyekan diri, dan tentang relasi antara caleg dengan Majelis Zikir ini. Ketiga, bagaimana implikasi dari pandangan dan perilaku politik Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jawa Tengah? Masalah ini akan dirinci menjadi dua, yaitu implikasi internal yakni implikasi pandangan dan perilaku politik para dewan penasehat terhadap para pengurus, implikasi pandangan dan perilaku politik para dewan penasehat dan para pengurus terhadap jamaah dan terhadap Majelis Zikir ini secara kelembagaan; dan implikasi eksternal yakni implikasi pandangan dan perilaku politik Majelis Zikir al-Khidmah terhadap masyarakat dan pemerintah.
Data dikumpulkan dengan metode wawancara mendalam (depth interview), observasi dan dokumentasi. Selanjutnya data dianalsis secara kualitatif, yakni proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Setelah itu dilakukan interpretasi, yakni menjelaskan pola uraian dan menjelaskan hubungan-hubungan di antara dimensi uraian. Metode interpretasi yang digunakan adalah metode hermeneutik, dengan mengambil paradigma kritis sebagai metode utamanya. Hermeneutika kritis berprinsip bahwa untuk menafsir-kan sebuah teks, tidak cukup hanya didasarkan pada apa yang ter-kait dengan kebahasaan (intralinguistic), melainkan juga harus
merambah ke faktor-faktor di luar teks (extralinguistic).
Penelitian ini menemukan beberapa hal, yaitu pertama, pan-dangan Majelis Zikir al-Khidmah Jawa Tengah tentang pemilu
xi
legislatif 2009 dapat dikategorikan sebagai pandangan yang mo-derat. Sebab, terkait dengan hukum memilih pada pilleg 2009 tersebut, tidak ada yang mengatakan wajib mutlak atau haram mutlak. Namun demikian, sebagian besar menyatakan bahwa kecil sekali peranan pilleg dalam menciptakan masyarakat adil dan makmur. Kedua, perilaku politik Majelis Zikir al-Khidmah Jawa Tengah pada pilleg 2009 dapat dikategorikan sebagai perilaku po-litik yang akomodatif. Indikasinya adalah kemampuan Jamaah al-Khidmah untuk berkompromi dengan partai-partai politik, namun tetap berjarak. Perilaku seperti ini juga mempengaruhi perilaku para caleg dalam mengkampanyekan diri di dalam Jamaah al-Khidmah ini. Hanya cara-cara yang sangat halus yang mereka gunakan dalam mengkampanyekan diri. Selanjutnya, dari sejumlah kemungkinan bentuk relasi yang terbangun antara seorang caleg dengan al-Khidmah, sampai saat ini barulah satu bentuk, yakni seorang caleg yang berstatus sebagai jamaah, tidak ada yang menjadi pengurus ataupun dewan penasehat. Ketiga, pandangan dan perilaku politik Majelis Zikir al-Khidmah ini membawa implikasi positif, baik secara internal maupun eksternal. Secara internal, al-Khidmah tetap konsisten dengan sikap netral yang sejak awal memang telah dipilih. Yakni al-Khidmah bukan sebagai partai atau cikal bakal partai, melainkan sebagai majelis zikir. Sedang secara eksternal, banyak lembaga pemerintah maupun non-pemerintah yang menjadikan al-Khidmah sebagai partner yang baik. Di samping itu, keinginan untuk memasuki jamaah ini juga sangat tinggi, tanpa ada kekhawatiran perbedaan baju politik.
Kata-kata Kunci: perilaku politik, Jamaah al-Khidmah, muridin-
muridat, muhibbin-muhibbat dan mu`taqidin-mu`taqidat.
xii
xiii
DAFTAR ISI
PENGANTAR PENULIS—v ABSTRAK—ix DAFTAR ISI—xiii
BAB I: PENDAHULUAN—1
A. Latar Belakang—1
B. Rumusan Masalah—8
C. Tujuan dan Manfaat—9
D. Tinjauan Pustaka—9
E. Metodologi—13
1. Jenis Data—13
2. Sumber Data—13
3. Metode Pengumpulan Data—14
4. Metode Analisis dan Interpretasi Data—15
F. Sistematika Laporan—16
BAB II: GAMBARAN UMUM MAJELIS ZIKIR AL-KHIDMAH
WILAYAH JATENG—17
A. Sejarah Singkat—17
B. Kondisi Sosio Politik Jamaah al-Khidmah Wilayah
Jateng—26
C. Jaringan Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng—34
xiv
1. Jaringan Internal al-Thariqah dan al-Khidmah—37
2. Jaringan Eksternal al-Thariqah dan al-Khidmah—43
3. Jaringan Internal dan Eksternal al-Khidmah Jawa
Tengah—47
D. Kegiatan Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng—49
1. Kegiatan-kegiatan Baku—49
2. Standard Operating Procedure (SOP)—54
3. Kegiatan-kegiatan Tambahan—61
BAB III: PERILAKU POLITIK MAJELIS ZIKIR AL-KHIDMAH
WILAYAH JATENG PADA PILLEG 2009—63
A. Latar Belakang Politik Berdirinya al-Khidmah—65
B. Pandangan Politik Majelis Zikir al-Khidmah
Wilayah Jateng—73
1. Pilleg dalam Perspektif Hukum Islam—74
2. Pilleg sebagai Sarana Menciptakan Masyarakat
Adil Makmur—78
3. Kriteria Memilih Caleg—82
C. Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah Jateng—82
1. Pilihan Politik Jamaah al-Khidmah Jateng—83
2. Perilaku Kampanye Para Caleg—91
D. Relasi Para Caleg dengan Majelis Zikir al-Khidmah
Wilayah Jateng—94
BAB IV: IMPLIKASI PERILAKU POLITIK MAJELIS ZIKIR AL-KHIDMAH WILAYAH JATENG PADA PILLEG
2009—101
A. Pergeseran Wibawa Kyai—101
B. Implikasi Internal—105
1. Pengaruh Dewan Penasehat terhadap Pengurus—105
2. Pengaruh Dewan Penasehat dan Pengurus terhadap
Jamaah—107
xv
3. Pengaruh Dewan Penasehat dan Pengurus terhadap
Lembaga—111
C. Implikasi Eksternal—113
1. Pengaruh terhadap Lembaga dan Masyarakat di luar
al-Khidmah—113
2. Pengaruh terhadap Pemerintah—114
BAB V: PENUTUP—117
A. Kesimpulan—117
B. Rekomendasi—119
C. Kata Penutup—119
Daftar Pustaka—121
Tentang Penulis—125
Pengalaman Penelitian—127
xvi
Pendahuluan ║ 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mulai dekade 1990-an, ada beberapa pergeseran yang cukup
signifikan dari sejumlah majelis zikir “tradisional”1. Antara lain, per-
tama, dari segi pengelolaan, majelis-majelis zikir itu mulai dikelola
dengan mengakomodasi konsep manajemen modern, lengkap de-
ngan pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi. Ini jelas
berbeda dengan majelis-majelis zikir yang sebelumnya dikelola se-
cara konvensional dan cenderung menghindari, untuk tidak me-
ngatakan melarang menggunakan, teknologi modern. Kedua, me-
ningkatnya heterogenitas para jamaah, yakni tidak hanya terdiri dari
masyarakat pedesaan, tetapi juga mulai merambah ke masyarakat
perkotaan; tidak hanya masyarakat kelas menengah ke bawah,
______________
1 Istilah tradisional di sini digunakan sekadar untuk membedakan dari
majelis zikir modern, yang memang sejak berdirinya sudah dikekola secara
modern, bahkan mirip seperti lembaga bisnis.
2 ║Politik Majelis Zikir
tetapi juga mulai merambah ke masyarakat kelas menengah ke atas;
tidak hanya dari kalangan pengusaha, tetapi juga birokrat dan
pejabat.
Salah satu majelis zikir yang mengalami pergeseran seperti itu
adalah Majelis Zikir al-Khidmah. Majelis zikir ini tidak bisa di-
lepaskan dari sebuah varian baru dari Tarekat Qadiriyyah wa
Naqsyabandiyyah (TQN), yaitu Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyaban-
diyyah Usmaniyyah (TQN-U). Nama Usmaniyyah diambil dari
nama salah seorang murid Kyai Musta‘in Romli, yaitu Hadhratus
Syeikh Romo Kyai Usman al-Ishaqi. Kyai Usman ini termasuk
seorang murid yang mengambil sikap netral dalam konflik antara
mereka yang pro dan yang kontra dengan perilaku politik Kyai
Musta‘in Romli masuk ke dalam partai Golkar ketika itu. Pada
tahun 1984 Kyai Usman al-Ishaqi wafat. Namun sebelum wafat,
beliau sudah menunjuk salah seorang putranya, Kyai Ahmad Asrori
al-Ishaqi, sebagai penggantinya dalam tarekat. Gus Asrori bukan
anak sulung, tetapi di mata ayahnya dialah yang paling pantas
mengajar fiqih dan tasawuf. Tiga putra lainnya diberikan tugas
masing-masing di bidang lain. Kyai Asrori sebetulnya sudah di-
lantik sebagai khalifah oleh ayahnya pada tahun 1978. Namun Kyai
Asrori saat itu masih muda, sehingga tidak semua murid ayahnya
menerimanya sebagai guru. Ada yang berpindah kepada Kyai
Maksoem Djafar di Porong, dan ada yang berhenti sama sekali.
Tetapi tampaknya jumlah murid tarekat Kyai Asrori tetap cukup
banyak. Pengajian tarekatnya, sebulan sekali di pesantren Sawah-
pulo dihadiri ribuan orang.2 Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiy-
yah yang dipimpin oleh Kyai Asrori inilah yang kemudian diberi
tambahan nama Usmaniyyah.
______________
2 Martin van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Mizan,
Bandung, 1992, hlm. 178-182
Pendahuluan ║ 3
Meski tidak bisa dipisahkan, namun Majelis Zikir al-Khidmah
ini berbeda dengan TQN-U tersebut. Mereka yang menjadi jamaah
TQN-U adalah mereka yang sudah berbaiat secara khusus (al-bai‘ah
al-khashshah)3 untuk mengamalkan zikir-zikir dengan segenap me-
tode dan ketentuan yang ada. Sehingga secara spesifik mereka men-
dapat sebutan sebagai muridin-muridat. Sedang mereka yang belum
mampu berbaiat secara khushush itu, tetapi ingin mengikuti dan
bahkan mungkin juga menyukai sejumlah istighatsah dan zikir yang
tidak mengikat cukup menjadi anggota Majelis Zikir al-Khidmah.
Mereka ini biasanya disebut sebagai muhibbin-muhibbat (para sim-
patisan). Dalam prakteknya, tidak sedikit di antara jamaah kategori
ini yang kemudian mengikuti bai‘at khusus dan menjadi murid
tarekat. Itulah sebabnya, Majelis Zikir al-Khidmah ini bisa di-
katakan sebagai wadah untuk menjaring mereka yang menyukai
zikir-zikir model tarekat, tetapi belum berani mengikatkan diri
terhadap tarekat. Di luar itu, ada satu kategori lagi, yakni mu‘taqidin-
mu‘taqidat, yaitu mereka yang meyakini bahwa kegiatan Majelis
Zikir al-Khidmah itu baik, bahkan ada yang sudah memberikan du-
kungan moril dan materiil, namun mereka belum bergabung.4
______________
3 Secara teknis dalam tarekat ini, bai‘at khusus seperti itu dikenal
dengan sebutan bai‘at Tarbiyah. Selain jenis bai‘at ini, ada dua jenis bai‘at
lain, yaitu bai‘at Tasyabuh dan bai‘at Tabarruk. Yang pertama adalah bai‘at
karena sikap husnuzh-zhan kepada Romo Yai atau terhadap tarekat ini.
Dasarnya adalah “man tasyabbaha bi qaumin fa huwa minhum.” Sedang yang
kedua adalah bai‘at karena ingin mendapatkan berkah, biasanya oleh mereka
yang sudah memiliki amalan tarekat di luar tarekat ini. Penjelasan Ustadz H.
Musyafak seusai memimpin zikir di Pengajian al-Barzanji Uswatun Hasanah
Jatisari Asri Mijen, Senin, 21 Januari 2009. 4 Penjelasan Ustadz H. Musyafak seusai memimpin Majelis Khushushi di
Masjid Agung Boja, Jumat 30 Januari 2009. Majelis Khushushi atau disebut
juga Majelis Tawajjuhan adalah zikir rutin mingguan yang harus diikuti oleh
mereka yang sudah menjadi murid tarekat. Namun demikian, mereka yang
belum menjadi murid pun diperbolehkan mengikuti majelis ini.
4 ║Politik Majelis Zikir
Meski Majelis Zikir al-Khidmah ini cikal bakalnya sudah ada
bersamaan dengan majelis tarekat di Sawahpulo pada tahun 1980-
an yang diasuh oleh Romo Kyai Ahmad Asrori al-Ishaqi, dan di era
1990-an sudah dibentuk kepengurusan secara relatif modern,
namun secara formal keorganisasian, Majelis Zikir al-Khidmah ini
baru diresmikan pada tanggal 25 Desember 2005 di Pesantren al-
Fithrah Meteseh Semarang Jawa Tengah. Peresmian Majelis Zikir
ini dihadiri oleh masyarakat dengan beragam latar belakang orga-
nisasi keagamaan, termasuk Muhammadiyyah, dan oleh sejumlah
pejabat, termasuk Menkominfo, yaitu Dr. M. Nuh. Latar belakang-
nya adalah sulitnya mencetak generasi saleh yang dapat me-
nyenangkan kedua orang tua, sahabat, tetangga, guru-guru sampai
Baginda Rasulullah saw.5
Sejak itulah, struktur kepengurusan al-Khidmah disempurna-
kan, mulai dari pengurus tingkat pusat, tingkat provinsi, tingkat
kabupaten/kota, tingkat kecamatan dan tingkat desa/kelurahan.6
Di Jawa Tengah, di semua kabupaten/kota telah terbentuk ke-
pengurusannya. Jumlah jamaahnya mencapai ratusan ribu.7 Maka
menarik untuk mengkaji, bagaimana perilaku politik mereka pada
pemilu legislatif tanggal 9 April 2009 lalu, karena beberapa alasan.
Pertama, secara individual, di satu sisi masing-masing jamaah ini
adalah sebagai warga negara Indonesia yang memiliki hak politik,
baik untuk memilih maupun dipilih. Di sisi lain mereka menjadi
bagian dari sebuah organisasi keagamaan, lebih tepatnya organisasi
kerohanian, dimana hubungan hierarkis dengan para guru atau
______________
5 Penjelasan Drs. H. Hasanuddin pada acara Haul Akbar Kabupaten Ken-
dal di Desa Nawangsari Weleri Kendal pada Senin, 26 Januari 2009. Menurut-
nya, jamaah al-Khidmah saat ini telah merambah ke sejumlah negara lain,
seperti Malaysia, Singapura, Philipina, bahkan Arab Saudi. 6 Hasil Sarasehan al-Khidmah Indonesia, 2005 di Meteseh Semarang Jawa
Tengah. 7 Haul Akbar di alun-alun Masjid Agung Demak di akhir tahun 2008 lalu
dihadiri tidak kurang dari dua ratus ribu jamaah.
Pendahuluan ║ 5
mursyid sangat kuat. Kedua, dalam skala regional, perilaku politik
jamaah majelis ini akan sangat menentukan iklim politik di Jawa
Tengah. Sebagaimana diketahui, Jawa Tengah merupakan salah
satu provinsi yang memiliki tingkat kondusivitas paling tinggi
dalam menghadapi proses-proses demokrasi. Tentu iklim ini tidak
bisa dilepaskan dari jamaah majelis ini sebagai bagian dari warga
Jawa Tengah. Ketiga, secara kelembagaan Majelis zikir ini memiliki
jamaah yang cukup besar, sehingga sangat berpotensi untuk dijadi-
kan sebagai sarana politik, khususnya oleh para caleg, baik yang
berasal dari dalam maupun dari luar majelis zikir ini. Besarnya
jumlah jamaah dari majelis zikir ini juga sangat signifikan untuk
mengambil peran strategis bagi keberlangsungan proses demokrasi
yang baik. Di samping itu, selama ini Majelis Zikir al-Khidmah ini
sudah sering melakukan kegiatan-kegiatan yang difasilitasi oleh
para pejabat sesuai dengan tingkat kepengurusannya. Misalnya, ke-
pengurusan al-Khidmah di tingkat kecamatan kegiatannya sering
difasilitasi oleh para pejabat di tingkat kecamatan. Begitu seterus-
nya. Keempat, heterogenitas jamaah dilihat dari segi latar belakang,
termasuk latar belakang ormas keagamaan. Sehingga peluang mun-
culnya keragaman arah suara jamaah sangat besar. Ini berbeda de-
ngan majelis zikir yang secara spesifik berafiliasi kepada ormas ke-
agamaan atau partai politik tertentu, yang memudahkan mempre-
diksi suara mereka.8
Bukti awal dari adanya pandangan dan perilaku politik yang
signifikan dari majelis zikir ini bisa ditelusuri dari rekam jejak dari
kegiatan-kegiatan besar yang diselenggarakan dan sejumlah per-
nyataan yang muncul dari para sesepuh serta sikap sejumlah caleg
baik internal maupun eksternal. Antara lain, pertama pada saat Haul
______________
8 Sebagai contoh Majelis Zikir SBY. Tentu saja sangat mudah untuk mem-
baca kemana arah suara para jamaah. Meski dalam prakteknya pasti tidak
semua yang bergabung ke dalam majelis zikir tersebut memiliki suara yang
sama, karena keragaman motif mereka.
6 ║Politik Majelis Zikir
Akbar tahunan di Pesantren Kedinding Surabaya, menjelang bulan
Ramadhan tahun 2008 lalu, panitia secara sengaja mengundang
para pasangan cagub-cawagub yang akan berlaga pada pilkada
Jatim,9 meskipun tidak ada pasangan yang sempat hadir. Kedua, saat
Haul Akbar Kabupaten Kendal yang bertempat di Desa Nawangsari
Kecamatan Weleri pada tanggal 26 Januari 2009, beberapa caleg
tingkat kabupaten turut hadir, para sesepuh dan pejabat juga turut
mengingatkan perlunya menyikapi pemilu secara bijaksana. Ketiga,
dalam skala nasional, momentum hadirnya SBY pada saat Mu-
baya‘ah Kubra di Pesantren al-Fithrah Kedinding Surabaya juga me-
rupakan peristiwa politik yang sangat penting. Tak pelak, peristiwa
ini menimbulkan reaksi dari sejumlah jamaah, baik pro maupun
kontra. Keempat, di Kota Semarang, sebagai pusat kepengurusan
tingkat wilayah Jawa Tengah juga dilaksanakan sejumlah kegiatan,
yang difasilitasi oleh sejumlah caleg eksternal, seperti yang ber-
langsung di Pesantren Unggulan Nurul Islami, Mijen Semarang
pada tanggal 29 Maret 2009. Ada sejumlah reaksi yang dapat dijadi-
kan sebagai salah satu contoh, bagaimana seorang caleg eksternal
berinteraksi dengan majelis zikir ini.
Masih banyak lagi kegiatan-kegiatan yang tidak bisa dilepas-
kan sama sekali dari konteks pemilu legislatif tahun 2009. Namun
demikian, sejauh ini belum ada penelitian yang serius berkenaan
dengan bagaimana sebenarnya pandangan Majelis Zikir al-Khidmah
Jawa Tengah ini terhadap pemilu legislatif tahun 2009, bagaimana
perilaku politik mereka dan bagaimana implikasinya. Inilah yang
menjadi fokus penelitian ini. Pemilihan wilayah Jawa Tengah di-
dasarkan pada sejumlah pertimbangan teoretis maupun praktis.
Secara teoretis, pandangan dan perilaku politik Majelis Zikir di
______________
9 Berdasarkan laporan panitia yang disampaikan pada saat memberikan
sambutan, jamaah yang hadir mencapai sekitar 300.000-an jamaah, yang
datang dari berbagai provinsi, bahkan jamaah dari sejumlah negara lain, se-
perti Malaysia, Singapura dan Philipina.
Pendahuluan ║ 7
tingkat wilayah dapat dijadikan sebagai indikator bagi pandangan
dan perilaku politik Majelis Zikir secara nasional. Sebab para dewan
penasehat dan para pengurus ini banyak berinteraksi dengan para
dewan penasehat dan para pengurus dari wilayah-wilayah lain di
tingkat nasional. Mereka jugalah yang lebih banyak menjadi juru
bicara dari pandangan dan sikap yang berasal dari pengurus pusat di
Kedinding. Sedang secara praktis, didasarkan pada kemungkinan
penelitian ini untuk dilakukan. Pertimbangan praktis juga diguna-
kan untuk memilih pilleg ini sebagai obyek penelitian. Di samping
itu, pilleg tahun 2009 ini relatif unik bila dibandingkan dengan
pemilu-pemilu yang lain, baik dalam hal banyaknya partai politik
yang menjadi kontestan maupun dari segi sistemnya.
Majelis Zikir al-Khidmah wilayah Jawa Tengah atau yang lebih
dikenal dengan sebutan Jamaah al-Khidmah (dengan J huruf besar)
ini direpresentasikan oleh tiga unsur, yaitu Dewan Penasehat, Pe-
ngurus dan jamaah. Yang dimaksud dewan penasehat adalah para
imam khushushi, para kyai, para ustadz dan para sesepuh yang di-
sepakati oleh para murid atau para jamaah dan disampaikan kepada
Guru Thariqah.10 Yang dimaksud pengurus adalah orang-orang
yang telah dipilih dan ditetapkan oleh rapat al-Khidmah, untuk
menfasilitasi terselenggaranya kegiatan dan amaliyah yang telah di-
tetapkan dan diamalkan oleh Guru Thariqah atau para ulama as-
Salaf ash-Shalih, Pinisepuh pendahulu kita.11 Sedangkan jamaah dalam
prakteknya dikategorikan menjadi tiga, yaitu muridin-muridat,
muhibbin muhibbat dan mu‘taqidin mu‘taqidat. Sebagaimana telah di-
singgung di muka, yang pertama adalah orang-orang yang telah
menjadi murid tarekat. Yang kedua adalah orang-orang yang mem-
punyai i‘tiqad yang kuat dan mantap, yang mencintai dan bersama-
sama berkumpul dan mengikuti amaliyah serta akhlak atau peri-
______________
10 Pedoman Kepemimpinan dan Kepengurusan dalam Kegiatan dan
Amaliah ath-Thariqah dan al-Khidmah, 2006, hlm. 5 11 Ibid., hlm. 6
8 ║Politik Majelis Zikir
laku para Guru Thariqah atau para ulama as-Salaf ash-Shalih dan Pini-
sepuh pendahulu kita.12 Sedang yang ketiga adalah mereka yang
telah memiliki i‘tiqad yang mantap dan kuat, tetapi belum bisa
bergabung dalam berbagai kegiatan al-Khidmah. Baik dewan pe-
nasehat, pengurus maupun jamaah yang dimaksud dalam peneliti-
an ini adalah yang mereka yang berada di wilayah Jawa Tengah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
ada tiga masalah pokok yang akan diangkat di dalam penelitian ini
dan masing-masing akan diurai untuk menghindari kekaburan pe-
mahaman. Ketiga masalah pokok itu adalah:
Pertama, bagaimana pandangan Majelis Zikir al-Khidmah
Wilayah Jawa Tengah tentang pemilu legislatif tahun 2009? Masa-
lah ini akan dirinci menjadi tiga, yaitu tentang bagaimana hukum
memilih dan tidak memilih (golput), tentang fungsi pilleg untuk
menghasilkan anggota dewan yang aspiratif dan tentang kriteria
memilih caleg.
Kedua, bagaimana perilaku politik Majelis Zikir al-Khidmah
Wilayah Jawa Tengah dalam pemilu legislatif tahun 2009? Masalah
ini juga akan dirinci menjadi tiga, yaitu tentang perilaku memilih
jamaah al-Khidmah, tentang perilaku para caleg dalam mengkam-
panyekan diri, dan tentang relasi antara caleg dengan Majelis Zikir
ini.
Ketiga, bagaimana implikasi dari pandangan dan perilaku
politik Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jawa Tengah? Masalah ini
akan dirinci menjadi dua, yaitu implikasi internal yakni implikasi
perilaku politik para dewan penasehat terhadap para pengurus,
implikasi perilaku politik para dewan penasehat dan para pengurus
______________
12 Ibid., hlm. 1-2
Pendahuluan ║ 9
terhadap jamaah dan terhadap Majelis Zikir ini secara kelembagaan;
dan implikasi eksternal yakni implikasi pandangan dan perilaku
politik Majelis Zikir al-Khidmah terhadap masyarakat dan peme-
rintah.
C. Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan:
a. Untuk mengetahui pandangan Majelis Zikir al-Khidmah
Wilayah Jawa Tengah terhadap Pilleg 2009.
b. Untuk mengetahui perilaku politik Majelis Zikir al-Khid-
mah Wilayah Jawa Tengah dalam Pilleg 2009.
c. Untuk mengetahui implikasi pandangan dan perilaku po-
litik Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jawa Tengah da-
lam Pilleg 2009.
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
a. Secara teoretis, penelitian ini akan memberikan sum-
bangan teoretik berkenaan dengan hubungan antara Ma-
jelis Zikir dengan politik dan menambahkan khazanah
baru bagi pola-pola hubungan antara keduanya.
b. Secara praktis, dengan mengetahui secara baik pan-
dangan dan perilaku politik Majelis Zikir ini, maka pihak-
pihak yang berkepentingan untuk turut serta mem-
bangun bangsa ini melalui sebuah proses demokrasi yang
baik, akan bisa mengambil sikap dengan baik terhadap
Majelis Zikir ini.
D. Tinjauan Pustaka
Untuk memperjelas ruang lingkup dan arah dari penelitian ini,
maka akan diuraikan terlebih dahulu tentang pengertian dari be-
berapa istilah teknis dan sejumlah teori terkait, serta sejumlah pe-
nelitian yang pernah dilakukan sebelumnya.
10 ║Politik Majelis Zikir
Pertama, tentang perilaku politik. Menurut terminologi politik,
perilaku politik diartikan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan
proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Kegiatan
politik ada yang dilakukan oleh pemerintah berkaitan dengan fungsi
pemerintah dan ada kegiatan politik yang dilakukan oleh masya-
rakat berkaitan dengan fungsi politik.13 Perilaku politik keluarga
besar Majelis Zikir al-Khidmah, baik dalam kapasitas sebagai pri-
badi maupun kelompok memiliki arti subyektif, memiliki tujuan
tertentu dan bukan merupakan perilaku yang muncul secara ke-
betulan. Tindakan-tindakan mereka memiliki rasionalitas yang be-
ragam. Menurut Johnson, rasionalitas tindakan-tindakan itu dapat
digolongkan menjadi empat, yaitu rasionalitas instrumental, rasio-
nalitas nilai, rasionalitas tradisional dan rasionalitas afektif.14
Dalam penelitian ini, perilaku politik diartikan sebagai ke-
giatan yang dilakukan oleh keluarga besar Majelis Zikir al-Khidmah,
mulai dari dewan penasehat, para pengurus sampai para jamaah
yang berkaitan dengan politik. Kegiatan-kegiatan itu merupakan
wujud partisipasi mereka sebagai warga negara dan dapat terjadi
dalam berbagai bentuk. Dalam penelitian ini, perilaku itu dikate-
gorikan ke dalam dua perilaku utama, yaitu perilaku memilih dan
dipilih.
Menurut Budihardjo, perilaku memilih bagi kyai pesantren
akan terkait dengan empat faktor, yaitu kekuasaan, kepentingan,
kebijaksanaan dan budaya politik.15 Pertama, faktor kekuasaan me-
liputi cara untuk mencapai hal yang diinginkan melalui sumber-
sumber kelompok yang ada di masyarakat. Kekuasaan ini merupa-
kan dorongan manusia dalam berperilaku politik termasuk perilaku
______________
13 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1992,
hlm. 131 14 Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi, Jilid I, Gramedia, Jakarta, 1986,
hlm. 219-222 15 Miriam Budihardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1998,
hlm. 49
Pendahuluan ║ 11
memilih. Kedua, faktor kepentingan merupakan tujuan yang dikejar
oleh pelaku-pelaku atau kelompok politik. Dalam hal ini, Laswell
menyatakan bahwa pada dasarnya dalam mengejar kepentingan
tersebut, manusia membutuhkan nilai-nilai: kekuasaan, pendidik-
an, kekayaan, kesehatan, ketrampilan, kasih sayang, keadilan dan
kejujuran. Ketiga, faktor kebijakan sebagai hasil dari interaksi antara
kekuasaan dan kepentingan yang biasanya berbentuk perundang-
undangan. Kebijakan akan memiliki implikasi penting dalam peri-
laku politik. Keempat, budaya politik, yaitu orientasi subyektif indi-
vidu terhadap sistem politik. Kebudayaan politik sebagai orientasi
nilai dan keyakinan politik yang melekat dalam diri individu dapat
dianalisis dalam beberapa orientasi, yaitu orientasi kognitif, afektif
dan evaluatif yang mendasari perilaku politik.16 Keempat faktor ini
tentu saja dapat digunakan sebagai pisau analisis untuk melihat
bagaimana perilaku memilih dari para dewan penasehat, para pe-
ngurus dan para jamaah Majelis Zikir ini.
Sebagaimana telah disinggung di atas, perilaku politik Majelis
Zikir ini tentu tidak terlepas dari sikap dan pandangan mereka ter-
hadap pilleg. Menurut Thaba, ada empat sikap politik umat Islam,
yaitu: Pertama, kelompok yang berpandangan pragmatis dan cen-
derung mengintegrasikan diri dengan kekuasaan serta meninggal-
kan label ideologinya. Kedua, kelompok akomodatif, yakni ke-
lompok yang sikap dan pemikiran politiknya reseptif dan kom-
promis, namun tidak selalu berintegrasi. Ketiga, kelompok trans-
formatif, yakni kelompok yang memiliki komitmen perubahan yang
mendasar, tetapi menolak cara-cara yang radikal. Dan keempat, ke-
lompok prinsipalis, yakni kelompok yang menghendaki ditegakkan-
nya prinsip-prinsip dasar Islam.17
______________
16 Khoiro Ummah, Perilaku Politik Kyai, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
2002, hlm. 32-33 17 Abdul Aziz Thaba, Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru, Gema
Insani Press, Jakarta, 1996, hlm. 334
12 ║Politik Majelis Zikir
Kedua, sudah banyak penelitian yang dilakukan berkenaan
dengan perilaku politik para kyai. Tetapi selama ini, kyai yang
dimaksud lebih merupakan kyai pesantren secara umum atau kyai
dalam pengertian struktural dan kultural Nahdlatul Ulama’, bukan
kyai dalam pengertian sebagai pemimpin Majelis Zikir. Misalnya,
penelitian yang dilakukan oleh Khoiru Ummatin, yang berjudul
“Perilaku Politik Kyai”. Padahal ada kekhasan pada diri kyai yang
menjadi pemimpin atau mursyid sebuah Majelis Zikir, apalagi yang
berafiliasi kepada suatu tarekat. Tentang tarekat Qadiriyyah wa
Naqsyabandiyyah dan politik, ada sejumlah penelitian yang telah
dilakukan. Antara lain, pertama “Politik Tarekat Qadiriyyah wa
Naqsyabandiyyah” yang dilakukan oleh Mahmud Suyuthi.18 Pe-
nelitian ini mengambil fokus pada perilaku politik Kyai Musta‘in
Romli masuk Golkar menjelang pemilu 1977. Menarik untuk di-
catat, bahwa Majelis Zikir al-Khidmah ini juga memiliki hubungan
keguruan dengan Kyai Musta‘in Romli ini. Kedua, Gerakan Politik
Kaum Tarekat, oleh Ajid Thohir.19 Penelitian terakhir ini masih ber-
sifat umum berkenaan dengan peristiwa-peristiwa politik yang me-
libatkan tarekat tersebut.
Ketiga, sejauh yang peneliti ketahui, setidaknya ada dua pe-
nelitian yang sudah dilakukan terhadap Majelis Zikir al-Khidmah
ini. Pertama, penelitian Ahmad Hanbali yang berjudul “Konsep
Spiritual Haflah Zikir Maulidurrasul saw.: Studi Pelaksanaan Istigha-
tsah Jamaah al-Khidmah Jawa Tengah.” Penelitian ini baru meng-
angkat dimensi spiritualnya, belum menyentuh sama sekali
dimensi non-spiritualnya, termasuk perilaku politiknya. Di samping
itu, penelitian ini juga mengangkat salah satu jenis kegiatan al-
Khidmah saja, yakni Maulidurrasul saw., padahal masih banyak
______________
18 Mahmud Suyuthi, Politik Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah,
Galang Press, Yogyakarta, 2001 19 Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat, Pustaka Hidayah, Ban-
dung, 2002
Pendahuluan ║ 13
jenis kegiatan lainnya yang juga sangat signifikan dan melibatkan
jamaah dalam jumlah yang sangat besar. Kedua, penelitian Mokh.
Sya‘rani yang berjudul “Pemikiran Tasawuf KH. Ahmad Asrori al-
Ishaqi: Kajian teradap Pengajian Tasawuf Program Mutiara Hikmah
Radio Rasika FM Semarang”. Penelitian ini memang tidak secara
spesifik mengambil lokus Jawa Tengah. Namun karena lokus dari
Radio Rasika FM ini mencakup Jawa Tengah, maka penelitian ini
bisa dianggap sebagai representasi al-Khidmah Jawa Tengah. Di
samping itu, hampir menjadi kesepakatan umum, bahwa Radio
Rasika FM ini menjadi sarana komunikasi dan informasi berkenaan
dengan al-Khidmah yang ditujukan kepada para jamaah di tingkat
Jawa Tengah ini. Namun demikian, penelitian ini baru menying-
gung pemikiran tasawuf Guru Besar dari thariqah ini, yakni KH.
Ahmad Asrori al-Ishaqi.
E. Metodologi
1. Jenis Data
Jenis data yang akan dikumpulkan bersifat kualitif dan terdiri
dari tiga jenis, sesuai dengan pokok masalah yang diangkat dalam
penelitian ini. Yaitu tentang pandangan terhadap Pilleg 2009, peri-
laku politik dan implikasinya.
2. Sumber Data
Tentang pandangan Majelis Zikir al-Khidmah Jawa Tengah,
data akan diambil dari para dewan penasehat, para pengurus dan
para jamaah. Yang dimaksud dewan penasehat adalah para se-
sepuh, para kyai, para ustadz dan para imam khushushi. Sedang yang
dimaksud jamaah adalah para mu‘taqidin-mu‘taqidat, muhibbin-
muhibbat dan muridin-muridat.
Tentang perilaku para caleg, data akan diambil dari para caleg
internal, khususnya yang telah lama aktif di Majelis Zikir ini. Juga
14 ║Politik Majelis Zikir
dari para caleg ekternal, yakni yang baru berinteraksi dengan
Majelis Zikir ini pada masa kampanye.
Tentang implikasinya, data akan diambil juga dari keluarga
besar Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jawa Tengah. Yang di-
maksud keluarga besar di sini adalah para dewan penasehat, pe-
ngurus dan jamaah.
Semua data yang telah dikumpulkan itu lebih bersifat primer.
Sebagai pendukung, data sekunder juga akan digunakan, dan di-
ambil dari mereka yang berada di luar Majelis Zikir serta dari data-
data tertulis yang terkait.
Patut pula dikemukakan di sini, bahwa agar penelitian ini me-
menuhi kualifikasi regionalnya, yakni Jawa Tengah, maka di samping
sumber data diambil dari para pengurus di tingkat wilayah, juga akan
diambil dari sejumlah pengurus di tingkat kabupaten/kota. Setidak-
tidaknya satu kabupaten atau kota di setiap Dapil (daerah pe-
milihan) yang ada di Jawa Tengah ini. Sebagaimana diketahui,
bahwa di Jawa Tengah ini terdapat sepuluh Dapil.
3. Metode Pengumpulan Data
Pertama, wawancara mendalam (depth interview).20 Metode ini
digunakan terutama berkenaan dengan data-data mengenai pan-
dangan politik keluarga besar Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah
Jawa Tengah.
Kedua, observasi.21 Metode ini digunakan berkenaan dengan
implikasi pandangan dan perilaku politik Majelis Zikir al-Khidmah
Jawa Tengah. Sebab sampai penelitian ini dilakukan, implikasi itu
______________
20 Mengenai metode ini secara rinci, dan yang akan dijadikan sebagai
pedoman utama dalam penelitian ini, antara lain lihat Sanapiah Faisal,
Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi, YA3, Malang, 1990, hlm. 61-77 21 Mengenai metode ini secara rinci dan yang akan dijadikan sebagai
pedoman utama dalam penelitian ini, lihat Ibid., 77-81
Pendahuluan ║ 15
masih berlangsung dan akan terus berlangsung, setidak-tidaknya
sampai pilpres selesai.
Ketiga, dokumentasi. Metode ini digunakan untuk menelaah
data-data tertulis, data audio, dan data audio visual berkaitan de-
ngan berbagai kegiatan yang telah dilakukan oleh al-Khidmah Jawa
Tengah yang memiliki signifikansi politik berkenaan dengan pilleg
2009 lalu.
4. Metode Analisis dan Interpretasi Data
Metode analisis dalam penelitian ini dibedakan dari metode
interpretasi data. Yang pertama dimaksudkan sebagai proses meng-
atur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kate-
gori dan satuan uraian dasar. Sedang yang kedua dimaksudkan se-
bagai upaya memberi arti terhadap analisis, menjelaskan pola
uraian dan menjelaskan hubungan-hubungan di antara dimensi
uraian.22 Analisis ini dilakukan terhadap masalah pokok, yaitu peri-
laku politik Majelis Zikir al-Khidmah Jawa Tengah, dimana perilaku
ini tidak bisa dilepaskan dari pandangan dan tentu saja memiliki
implikasi. Ketiga masalah ini kemudian akan diurai ke dalam kate-
gori dan satuan uraian dasar tertentu, sebagaimana telah dikemuka-
kan pada sub masalah pokok di atas.
Untuk menginterpretasikan data, akan digunakan metode
hermeneutik, dengan mengambil paradigma kritis sebagai metode
utamanya. Hermeneutika kritis berprinsip bahwa untuk menafsirkan
sebuah teks, tidak cukup hanya didasarkan pada apa yang terkait
dengan kebahasaan (intralinguistic), melainkan juga harus merambah
ke faktor-faktor di luar teks (extralinguistic).23 Metode penafsiran ini
______________
22 Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Rosda Karya,
Bandung, 1999, hlm. 103 23 Richard E. Palmer, Hermeneutika: Teori Baru Mengenai Interpretasi,
terjemahan Musnur Hery dan Damanhuri Muhammad, Pustaka Pelajar, Yogya-
16 ║Politik Majelis Zikir
dipilih, agar masalah utama dari penelitian ini dapat dijawab dengan
baik, tidak hanya didasarkan pada pernyataan-pernyataan dan
perilaku para responden, melainkan juga dengan melibatkan faktor di
luar teks tersebut, misalnya latar belakang keagamaan, latar belakang
pendidikan, latar belakang politik dan lain-lain.
F. Sistematika Laporan
Hasil dari penelitian ini dilaporkan dengan sistematika sebagai
berikut:
Bab I, Pendahuluan, meliputi Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat, Kerangka Teori, Telaah
Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Laporan
Bab II, Gambaran Umum Majelis Zikir Al-Khidmah Wilayah
Jateng, meliputi Sejarah Singkat, Kondisi Sosio Politik Jamaah,
Jaringan Majelis Zikir al-Khidmah Jateng dan Kegiatan Majelis Zikir
al-Khidmah
Bab III, Perilaku Politik Majelis Zikir Al-Khidmah Jateng pada
Pilleg 2009, meliputi Latar Belakang Politik Berdirinya al-Khidmah,
Pandangan Politik al-Khidmah Jateng yang terdiri dari Pilleg dalam
Perspektif Hukum Islam dan Pilleg sebagai Sarana Menciptakan
Masyarakat Adil Makmur, Pilihan Politik dan Relasi Para Caleg
dengan al-Khidmah Jateng.
Bab IV, Implikasi Perilaku Politik Majelis Zikir Al-Khidmah
Jateng Pada Pilleg 2009, meliputi Implikasi Internal dan Implikasi
Eksternal.
Bab V, Penutup, meliputi Kesimpulan, Rekomendasi dan Kata
Penutup.[]
_______________
karta, 2005, hlm. 190. Lihat pula Ilham B. Sainong, Hermeneutika Pem-
bebasan, Teraju, Jakarta, 2002, hlm. 42-45
Gambaran Umum Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng ║ 17
BAB II
GAMBARAN UMUM MAJELIS ZIKIR
AL-KHIDMAH WILAYAH JATENG
A. Sejarah Singkat
Selama ini ada sejumlah kesalahpahaman terhadap tarekat.
Antara lain, bahwa tarekat hanya layak dimasuki oleh mereka yang
telah berusia senja, tarekat akan membuat seseorang menderita
gangguan kejiwaan, tarekat tidak Islami, dan lain-lain. Dalam se-
buah ceramah di Masjid Baiturrahman Semarang, Romo Kyai
Ahmad Asrori al-Ishaqi secara khusus memberikan tanggapan ter-
hadap kesalahpahaman-kesalahpahaman tersebut. Ceramah beliau
itu kemudian didokumentasi dalam rekaman audio dalam dua
buah kaset dengan judul “Mendudukkan Tarekat.”1 Namun de-
______________
1 Kedua kaset ini menjadi bagian dari kaset-kaset yang diputar secara
berseri dan berulang di Radio Rasika Semarang setiap pukul 20.00 sampai
pukul 21.00 Wib.
18 ║Politik Majelis Zikir
mikian, penjelasan atau tanggapan teoretis terhadap kesalah-
pamahan tersebut tentu masih jauh dari cukup. Setidak-tidaknya,
ketakutan orang untuk memasuki tarekat masih cukup tinggi. Ada
beberapa alasan yang sering dikemukakan berkenaan dengan ke-
takutan memasuki tarekat. Antara lain, pertama, amalan-amalan
tarekat sangat ketat dan berat, sehingga diperlukan waktu yang
cukup untuk mengamalkannya. Padahal, diyakini apabila seseorang
sudah berbaiat, kemudian tidak bisa melaksanakan amalan-amalan
tersebut, maka dia akan mendapatkan balasan-balasan tertentu,
termasuk yang paling ditakutkan adalah gangguan kejiwaan (gen-
deng). Kedua, untuk memasuki tarekat, seseorang haruslah memiliki
tingkat kesucian lahiriah dan batiniah tertentu, sehingga hanya
sedikit orang yang bisa memasukinya.
Ketakutan dan kesalahpahaman seperti itu tentu saja juga
melanda tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah Usmaniyyah. Di
sisi lain, ada sejumlah alasan agar tarekat lebih memasyarakat, da-
lam arti diterima secara proporsional oleh lebih banyak masyarakat
tanpa kekhawatiran dan ketakutan yang tidak berdasar. Antara lain,
sebagaimana dikemukakan oleh Romo Kyai Ahmad Asrori sendiri:
Pertama, makin susah dan beratnya memegang teguh aqidah,
keyakinan dan perjalanan agama yang benar, tegak dan lurus, se-
perti menggenggam bara api dalam telapak tangan.
Kedua, makin berkurangnya menyayangi dan menghargai diri,
dengan berkurang atau tiadanya rasa malu.
Ketiga, makin banyaknya mencampuri urusan-urusan dan hak-
hak orang lain, sehingga selalu timbul dan bangkit kesalahpahaman
dan salah pengertian, sampai ke perpecahan dan permusuhan.
Keempat, ahlul amanah dikhianati, sebaliknya ahlul khianah di-
percaya, menjadikan yang dekat jauh, sebaliknya yang jauh menjadi
dekat.
Gambaran Umum Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng ║ 19
Kelima, makin terselubung, kabur dan suramnya untuk mem-
bedakan antara yang haq dan yang batil, dengan beraninya selalu
membawa-bawa nama: “Demi Allah swt., demi Rasulullah saw.,
demi agama dan demi kebenaran yang mutlak serta demi bangsa
dan negara.”
Keenam, makin terbaliknya pemikiran-pemikiran dan sudut
pandang, yang baik dikatakan munkar, sebaliknya yang munkar
dikatakan baik. Persoalan ijtihadiyah, khilafiyah dan furu‘iyah yang
seharusnya untuk saling mengerti, menyayangi dan menghargai,
memuliakan dan menaungi serta melindungi sesama umat, lebih-
lebih umat Islam, disejajarkan dengan persoalan munkar dan di-
tuduh sebagai perkara bid‘ah yang sesat dan menyesatkan, yang me-
nyebabkan makin jauhnya persatuan dan kesatuan umat, lebih-
lebih ukhuwwah Islamiyyah.
Ketujuh, makin terjerat hanya oleh kekuatan daya pikiran dan
wawasan, dan tersekap hanya oleh kemampuan ilmu pengetahuan,
tanpa disadari hampa dan kosongnya rahasia dan cahaya dari Allah
swt., yang mengiringi, menuntun dan membimbing ke satu titik
“shidq al- tawajjuh” (kebenaran, ketepatan, kemantapan dan kesung-
guhan dalam mengabdi dan berkhidmah kepada Allah swt.).
Kedelapan, makin berani dalam menangani persoalan, men-
duduki kedudukan dan dalam menguasai segala kekuasaan, lebih-
lebih yang berkaitan dengan persoalan agama, di luar ilmu, keahlian
dan kemampuannya.
Kesembilan, makin banyak yang membanggakan dan yang
mengagungkan pikiran, wawasan dan pendapatnya sendiri, seakan-
akan yang paling benar secara mutlak.
Kesepuluh, makin banyak yang menuhankan dan menganggap
hawa nafsu dan kepentingan pribadi, kelompok dan golongan di
atas segala-galanya.
20 ║Politik Majelis Zikir
Kesebelas, makin sedikit dan berkurangnya para tokoh agama,
tokoh masyarakat dan para pemimpin yang saleh, yang bisa men-
jadi suri tauladan dan panutan yang baik secara lahir dan batin.
Kedua belas, makin banyak kelompok, golongan yang sesat dan
menyesatkan dengan terang-terangan menampakkan dirinya de-
ngan segala aneka warna yang mengaburkan dan menyilaukan, dan
dengan segala macam raut muka yang berbeda-beda.2
Atas dasar alasan-alasan tersebut, maka terbentuklah Jamaah al-
Khidmah. Secara ringkas, alasan-alasan tersebut dapat dikemukakan
menjadi beberapa butir, yaitu:
Pertama, merosotnya penghayatan keagamaan, yang ditandai
oleh makin meningkatkan semangat sektarianisme dan formalisme.
Kedua, melemahnya dimensi spiritualisme yang ditandai oleh
pendewaan terhahadap rasionalisme, positivisme dan ilmu penge-
tahuan.
Ketiga, melemahnya kesalehan sosial yang ditandai oleh me-
lemahnya semangat saling menghargai, saling menyayangi dan
saling menolong antar sesama manusia.
Bila dibandingkan dengan alasan-alasan yang dikemukakan
oleh para cendekiawan berkenaan dengan urgensi spiritualitas pada
umumnya dan sufisme serta tarekat pada khususnya, maka tampak
sekali ada kesamaan. Ahmad Najib Burhani, misalnya, menge-
mukakan bahwa di samping memberi kemudahan bagi manusia,
manusia juga terasing dari dimensi spiritualitasnya. Ketika manusia
melepaskan diri dari koneksi spiritualitas, maka ia akan seperti
layang-layang yang putus dari benangnya, tidak menyangkut ke
langit dan tidak pula ke bumi.3 Karena itu wajar bila kehidupan
______________
2 Achmad Asrory Oesman al-Ishaqy, Tuntunan dan Bimbingan, al-Khid-
mah, Semarang, 2006, hlm. d-f 3 Ahmad Najib Burhani, Sufisme Kota: Berfikir Jernih Menemukan
Spiritualitas Positif, Serambi, Jakarta, 2001, hlm. 166
Gambaran Umum Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng ║ 21
modern sekarang ini tampil dengan wajah antagonistik. Di satu
pihak modernisme telah mendatangkan kemajuan spektakuler da-
lam bidang material. Tetapi di lain pihak modernisme menghasil-
kan wajah kemanusiaan yang buram, seperti terlihat pada akibat-
akibat kemanusiaan yang ditimbulkannya. Beberapa akibat tersebut
antara lain, manusia modern semakin tidak mengenal dan terasing
dari dirinya sendiri dan Tuhannya setelah mengalami kehidupan
yang sedemikian mekanistik; munculnya kegelisahan dan ke-
gersangan batiniah dan krisis tentang makna dan tujuan hidup.
Dengan demikian, mendesak bagi tiap individu untuk mene-
mukan dirinya secara utuh, mulai dari dimensi fisik, mental dan
spiritual. Namun demikian, mereka tidak memiliki keberanian yang
cukup untuk memasuki tarekat, karena sejumlah alasan yang telah
disebutkan di atas. Maka berdirinya Jamaah al-Khidmah ini bisa
menjadi salah satu jawabannya. Secara umum, jamaah ini bertujuan
untuk mewadahi mereka yang belum siap secara mental dan spi-
ritual untuk masuk ke dalam tarekat, tetapi sangat membutuhkan
zikir-zikir dengan bimbingan orang-orang yang memiliki genealogi
spiritual yang jelas.
Baik alasan-alasan yang dikemukakan oleh Romo Kyai Asrori
maupun para cendekiawan pada umumnya berkenaan dengan
urgensi sufisme dan tarekat di era modern ini, sama-sama ber-
tumpu pada sisi negatif kemanusiaan. Dengan kata lain, sufisme
dan tarekat dibutuhkan pada saat manusia kehilangan salah satu di-
mensi kemanusiaannya. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa ketika
manusia mampu menemukan dirinya secara utuh, maka sufisme
dan tarekat tidak dibutuhkan. Kesimpulan ini ada benarnya. Se-
hingga beberapa orang menganggap bahwa sufisme dan apalagi
tarekat tidak diperlukan. Namun demikian, akan lebih tepat kiranya
bila dinyatakan bahwa sufisme dan tarekat diperlukan dalam kon-
disi apapun, baik dalam kondisi senang maupun susah, dalam kon-
22 ║Politik Majelis Zikir
disi utuh maupun tidak utuh. Sebab sufisme dan tarekat, dalam arti
spiritualismenya, merupakan bagian tak terpisahkan dari keber-
adaan manusia.
Majelis Zikir al-Khidmah juga sering dikenal dengan sebutan
Jamaah4 al-Khidmah. Ada dua istilah yang perlu mendapat per-
hatian di sini, yaitu istilah “Jamaah” dan istilah “al-Khidmah”. Isti-
lah Jamaah yang secara harfiah berarti perkumpulan biasanya di-
bedakan dari istilah “jam‘iyyah” yang secara harfiah berarti orga-
nisasi. Yang kedua biasanya ditandai dengan tertib administrasi dan
pengelolaan yang lebih baik dibanding dengan yang pertama.
Agaknya hal ini berlaku pada kasus Jamaah al-Khidmah ini di masa-
masa awal pembentukannya. Tetapi di kemudian hari, tepatnya
sejak tahun 2005, istilah Jamaah dalam kasus al-Khidmah ini
identik dengan istilah Jam‘iyyah. Sebab al-Khidmah telah diupaya-
kan untuk dikelola secara profesional, seperti dikatakan oleh Kyai
Asrori: “Maka kita perlu pengaturan dan penanganan yang khusus
secara profesional...”5 Atau lebih tepatnya, istilah Jamaah di sini
merujuk kepada seluruh keluarga, sedang istilah yang merujuk
pada aspek keorganisasiannya tidak ditampakkan. Seakan-akan
istilah lengkapnya berbunyi Jamaah Jam‘iyyah al-Khidmah.
Sementara istilah al-Khidmah mengacu kepada pelayanan
yang memang sangat ditekankan di dalam jamaah ini. Baik pelayan-
an dalam pengertian rohaniah, maupun pelayanan dalam bentuk
material. Dalam berbagai kegiatan yang memerlukan dana besar,
biasanya khidmah dari para jamaah sangat ditekankan, dalam pe-
______________
4 Term Jamaah, yang ditulis dengan ”J” (huruf besar) menunjuk kepada
organisasi atau keluarga besar yang meliputi dewan penasehat, pengurus dan
jamaah (dengan j huruf kecil). Sedang jamaah dengan ”j” (huruf kecil) me-
nunjuk pada anggota al-Khidmah, yang dikategorikan menjadi muridin-
muridat, muhibbin-muhibbat dan mu‘taqidn-mu‘taqidat. 5 Achmad Asrory Oesman al-Ishaqi, op. cit., hlm. j
Gambaran Umum Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng ║ 23
ngertian pemberian bantuan material. Pemberian bantuan material
ini diyakini juga akan dapat meningkatkan kualitas spiritual
pemberinya.
Lebih lanjut, makna Jamaah al-Khidmah ini dapat dilihat dari
arti, lambang dan maknanya yang dikemukakan sendiri oleh Romo
Kyai Ahmad Asrori al-Ishaqi. Menurut beliau, “al-Fithrah”6 dan “al-
Khidmah” mengandung arti dan makna: 1) menjunjung tinggi ke-
Fithrah-an; 2) mengabdi ke haribaan Allah swt.; 3) mensuri-
tauladani Rasulullah saw.; 4) menegakkan dan meneruskan amali-
yah Ulama’ Aslafuna al-Shalihun; 5) berbakti kepada Nusa dan Bangsa;
dan 6) dalam naungan dan lindungan Ahlis Sunnah wal Jamaah.
Adapun lambang “al-Fithrah” dan “al-Khidmah” terdiri dari gam-
bar: 1) pena, alat untuk menulis; 2) arah pena yang menunjuk ke
arah bawah; 3) kitab, empat buah; 4) bintang, tiga buah; 5) tasbih;
6) pentolan tasbih, yang mengarah ke dalam lingkaran; dan 7) pen-
tolan tasbih yang panjang yang berada di bawah mengarah ke atas.
Adapun arti simbolik dari lambang tersebut adalah: 1) pena, sebagai
lambang mencari ilmu; 2) arah pena ke bawah melambangkan
menuntut dan menambah ilmu sejak lahir hingga kembali ke liang
lahat; 3) empat buah kitab melambangkan landasan al-Qur’an, al-
Hadis, al-ijma dan al-qiyas; 4) tiga buah bintang melambangkan,
memantapkan dan menyempurnakan al-Islam, al-Iman dan al-
Ihsan; 5) tasbih melambangkan, mengikuti ketetapan dan amaliyah
Ulama’ Aslafuna al-Shalihun; 6) pentolan tasbih yang mengarah ke
dalam melambangkan kesungguhan dan keikhlasan dalam meng-
abdi dan berkhidmah kepada Allah swt.; dan 7) pentolan tasbih
yang panjang yang berada di bawah dan mengarah ke atas me-
______________
6 Al-Fithrah ini adalah nama pesantren tempat tarekat dan jamaah al-
Khidmah mengembangkan diri. Pusatnya terletak di Kedinding Lor Surabaya. Di
Jawa Tengah, pesantren Al-Fithrah terletak di Meteseh Semarang, dan
menjadi pusat kegiatan bagi jamaah yang ada di wilayah Jawa Tengah dan
Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya tiap tanggal sebelas bulan qamariyah,
yang lebih dikenal dengan istilah “Sewelasan”.
24 ║Politik Majelis Zikir
lambangkan, berkperibadian dan berperilaku rendah hati, mawas
diri dan toleransi serta arif bijaksana demi meraih rahmat dan ridha
serta keutamaan dan kemuliaan di sisi Allah swt.7
Meski Majelis Zikir al-Khidmah ini cikal bakalnya sudah ada
bersamaan dengan majelis tarekat di Sawahpulo pada tahun 1980-
an yang diasuh oleh Romo Kyai Ahmad Asrori al-Ishaqi, dan di era
1990-an sudah dibentuk kepengurusan secara relatif modern,
namun secara formal keorganisasian, Majelis Zikir al-Khidmah ini
baru diresmikan pada tanggal 25 Desember 2005 di Pesantren al-
Fithrah Meteseh Semarang Jawa Tengah. Peresmian Majelis Zikir
ini dihadiri oleh masyarakat dengan beragam latar belakang orga-
nisasi keagamaan, termasuk Muhammadiyyah, dan oleh sejumlah
pejabat, termasuk Menkominfo, yaitu Dr. M. Nuh. Latar belakang-
nya adalah sulitnya mencetak generasi saleh yang dapat me-
nyenangkan kedua orang tua, sahabat, tetangga, guru-guru sampai
Baginda Rasulullah saw.8 Ini adalah kepengurusan al-Khidmah
tingkat pusat. Demikian pula pembentukan kepengurusan al-
Khidmah wilayah Jawa Tengah dan DIY. Di tingkat wilayah ini,
para sesepuh yang terlibat antara lain KH. Masduri, KH. Munir
Abdullah dan Habib Thahir.9
Struktur organisasi al-Khidmah minimal terdiri dari ketua, se-
kretaris, bendahara, koordinator dan seksi-seksi sesuai kebutuhan.
Ketua al-Khidmah memiliki tugas: 1) bertanggung jawab kepada
Dewan Penasehat dan Pengurus Thariqah; 2) melaksanakan segala
keputusan yang telah ditetapkan oleh Pengurus al-Thariqah ber-
______________
7 Achmad Asrory Oesman al-Ishaqy, op. cit., hlm. g-h. 8 Penjelasan Drs. H. Hasanuddin pada acara Haul Akbar Kabupaten Ken-
dal di Desa Nawangsari Weleri Kendal pada Senin, 26 Januari 2009. Menurut-
nya, jamaah al-Khidmah saat ini telah merambah ke sejumlah negara lain,
seperti Malaysia, Singapura, Philipina, bahkan Arab Saudi. 9 Wawancara dengan Ustadz Musyafak, Senin 29 Juni 2009.
Gambaran Umum Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng ║ 25
sama Pengurus al-Khidmah; 3) mengadakan kegiatan lain yang
tidak bertentangan dengan ketentuan hukum syariat; dan 4) meng-
arahkan sesama pengurus untuk menyukseskan kegiatan sesuai de-
ngan bidang dan tanggung jawab masing-masing. Sekretaris me-
miliki tugas: 1) bertanggung jawab kepada ketua al-Khidmah; 2)
melaksanakan segala keputusan yang telah ditetapkan oleh Pe-
ngurus al-Thariqah dan Pengurus al-Khidmah; 3) mengadminis-
trasikan segala kegiatan Pengurus al-Khidmah; dan 4) mengadakan
koordinasi dengan sesama pengurus dalam rangka menyukseskan
kegiatan yang telah ditetapkan. Sedang bendahara memiliki tugas:
1) bertanggung jawab kepada ketua al-Khidmah; 2) merencanakan
biaya dan pendapatan setiap kegiatan yang telah ditetapkan; 3)
mencatat setiap pendapatan dan pengeluaran; dan 4) melaporkan
hasil kerja kepada Dewan Penasehat, Pengurus al-Thariqah dan
Pengurus al-Khidmah.10
Dengan demikian, kepengurusan al-Khidmah tidak bisa di-
lepaskan dari kepengurusan al-Thaqirah, meskipun bisa dibedakan.
Di samping kepengurusan thariqah yang lebih tinggi kedudukan-
nya, juga ada Dewan Penasehat yang kedudukannya di atas pe-
ngurus al-Khidmah dan al-Thariqah. Dengan kata lain, kunci al-
Khidmah dan al-Thariqah sebenarnya terletak pada Dewan Pe-
nasehat ini. Namun demikian, Dewan Penasehat juga harus mem-
berikan kebebasan kepada para pengurus al-Khidmah maupun al-
Thariqah untuk membuat keputusan sepanjang masih berada di
jalur organisasi. Yang dimaksud Dewan Penasehat adalah imam
khushushi, kyai, ustadz dan sesepuh yang tinggal di satu kawasan
atau wilayah atau kota atau kabupaten. Dewan Penasehat bersifat
______________
10 Achmad Asrory Oesman al-Ishaqy, Pedoman Kepemimpinan dan Ke-
pengurusan dalam Kegiatan dan Amaliah al-Thariqah dan al-Khidmah, al-
Khidmah, Semarang, 2006, hlm. 13-15
26 ║Politik Majelis Zikir
kolektif, bukan individual. Namun demikian, dalam prakteknya,
yang paling dihormati adalah yang telah disepakati sebagai para
sesepuh inti di setiap tingkatannya.
B. Kondisi Sosio Politik Jamaah al-Khidmah Wilayah Jateng
Secara garis besar, jamaah (dengan j huruf kecil) al-Khidmah
bisa dibedakan ke dalam sejumlah kategori. Yang pertama adalah
muridin-muridat, yaitu jamaah pria dan wanita yang telah melakukan
bai‘at untuk mengamalkan secara konsisten zikir-zikir dalam
Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah Usmaniyyah. Dengan kata
lain, muridin-muridat adalah mereka yang telah memasuki tarekat.
Untuk menjadi murid dengan kategori ini, seseorang harus me-
lakukan bai‘at khushush (al-bai‘ah al-khashshah) yang disebut dengan
Bai‘at Tarbiyah. Selain jenis bai‘at ini, ada dua jenis bai‘at lain, yaitu
Bai‘at tasyabbuh dan Bai‘at Tabarruk. Yang pertama adalah bai‘at
karena sikap husnuzh-zhan kepada Romo Yai atau terhadap tarekat
ini. Dasarnya adalah “man tasyabbaha bi qaumin fa huwa minhum.”
(siapa yang meniru suatu masyarakat, maka ia termasuk ke dalam
golongan mereka). Sedang yang kedua adalah bai‘at karena ingin
mendapatkan berkah, biasanya oleh mereka yang sudah memiliki
amalan tarekat di luar tarekat ini.11
Yang kedua adalah kategori muhibbin-muhibbat, yaitu mereka
yang memiliki rasa cinta terhadap tarekat ini, tetapi belum memiliki
kesiapan mental dan spiritual untuk memasukinya. Mereka ini
biasanya menjadi anggota dari jamaah al-Khidmah. Mereka juga
sudah mulai terlibat secara aktif dan intensif di dalam berbagai
kegiatan al-Khidmah, terutama kegiatan-kegiatan yang bersifat
______________
11 Penjelasan Ustadz H. Musyafak seusai memimpin zikir di Pengajian al-
Barzanji Uswatun Hasanah Jatisari Asri Mijen, Senin, 21 Januari 2009
Gambaran Umum Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng ║ 27
massif. Bila dibandingkan dengan jamaah kategori muridin-muridat,
di samping belum memasuki tarekat, jamaah ini juga memiliki ting-
kat fanatisme yang lebih rendah. Hal ini disebabkan, jargon yang
berbunyi “seorang murid di hadapan seorang syaikh haruslah
seperti mayat di tangan orang yang memandikannya”12 belum ber-
laku bagi mereka. Bila dikaitkan dengan jenis bai‘at, maka umum-
nya jamaah dengan kategori ini melakukan bai‘at tasyabuh. Itulah
sebabnya, jamaah ini juga mulai menyukai berbagai atribut yang
menjadi ciri khas dari al-Khidmah, seperti baju koko, peci warna
putih, tasbih, foto-foto Romo Kyai Asrori, dan berbagai pernak-
pernik yang mengandung logo al-Khidmah.
Dan yang ketiga adalah kategori mu‘taqidin-mu‘taqidat, yaitu
mereka yang memiliki keyakinan bahwa tarekat dan zikir-zikir yang
diajarkan oleh Romo Kyai sangat baik. Tetapi karena satu dan lain
hal, mereka tidak menjadi anggota al-Khidmah apalagi anggota
tarekat. Salah satu alasannya adalah karena mereka sudah memiliki
keterikatan dengan tarekat tertentu di luar Tarekat Qadiriyyah wa
Naqsyabandiyyah Usmaniyyah. Alasan lainnya adalah bahwa
mereka hanya menyukai jenis-jenis zikir yang tidak mengikat. Se-
hingga ketika ada kegiatan al-Khidmah yang bersifat massif dan
lokasinya mudah dijangkau, maka mereka akan mengikutinya.
Dilihat dari segi fanatismenya, jamaah dengan kategori ini relatif
tidak memiliki fanatisme. Terhadap berbagai atribut yang berkaitan
dengan al-Khidmah mereka juga tidak terlalu memiliki kegairahan
untuk memilikinya.
______________
12 Ungkapan ini mula-mula dikemukakan oleh al-Ghazali. Ungkapan ini
sering disalahpahami sebagai pangkal dari kemandegan umat Islam dalam hal
ilmu pengetahuan. Iihat misalnya Amin Abdullah, Studi Agama: Normativitas
atau Historisitas?, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996, hlm. 46. Namun
demikian, hal ini telah diklarifikasi oleh Zurkani Jahya, bahwa ungkapan itu
konteksnya adalah dalam masalah spiritual. Lihat Zurkani Jahya, Teologi al-
Ghazali, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996, hlm. 150
28 ║Politik Majelis Zikir
Tabel 1:
Karakteristik Jamaah al-Khidmah Jateng
Kategori Bai‘at Partisipasi Loyal Prosentase
Muridin/at
(1)
Tarbiyah Seluruh aktivitas
tarekat dan al-
Khidmah
Total 25 %
Muhibbin/at
(2)
Tasyabbuh Seluruh aktivitas
al-Khidmah
Besar 50 %
Mu‘taqidin/at
(3)
Tabarruk Sebagian aktivitas
al-Khidmah
Kecil 25 %
Apabila ketiga kategori jamaah tersebut dibandingkan dari segi
jumlah, maka yang paling besar adalah jamaah dengan kategori
muhibbin-muhibbat. Sedang jamaah dengan kategori muridin-muridat
dan mu‘taqidin-mu‘taqidat jumlahnya relatif sama. Maka dalam se-
buah majelis zikir yang bersifat massif, yang diselenggarakan oleh
al-Khidmah, pengikut terbesar adalah jamaah dengan kategori
muhibbin-muhibbat. Jamaah ini, bersama dengan jamaah dengan
kategori muridin-muridat rela mengikuti kegiatan al-Khidmah meski
di tempat yang sangat jauh dan harus mengeluarkan biaya.13 Bila
dibuat prosentasi, maka kurang lebih dalam sebuah acara Haul
Akbar misalnya, lima puluh persen pesertanya adalah jamaah de-
ngan kategori muhibbin-muhibbat. Sedangkan lima puluh persen sisa-
nya adalah jamaah dengan kategori muridin-muridat dan mu‘taqidin-
______________
13 Hal ini antara lain karena di dalam setiap Majelis Khushushi selalu di-
tekankan betapa pentingnya mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggara-
kan oleh al-Khidmah, apalagi bila kegiatan tersebut dihadiri langsung oleh
Romo Kyai Ahmad Asrori al-Ishaqy. Ditekankan bahwa melihat wajah beliau
akan dapat mendatangkan sinar spiritual dalam diri seseorang. Hasil notulasi
dari beberapa kali Majelis Khushushi di Masjid Agung Boja, tiap malam Sabtu
ba‘da Isya‘.
Gambaran Umum Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng ║ 29
mu‘taqidat. Selengkapnya mengenai ketika kategori jamaah dan
karakteristiknya masing-masing dapat dilihat pada tabel 1.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan jamaah al-Khidmah
sebenarnya adalah mereka yang berstatus sebagai muridin-muridat
dan muhibbin-muhibbat. Atau dalam sebuah kegiatan massif, jumlah
mereka adalah sekitar tujuh puluh lima persen. Jamaah ini relatif
mengenal tradisi yang berlaku di dalam jamaah, termasuk berbagai
jenis zikir, bahkan hampir bisa mengidentifikasi para sesepuhnya.
Tabel 2:
Ragam Mata Pencaharian Jamaah al-Khidmah Jateng
No. Mata Pencaharian Prosentasi
1 Pengusaha 35 %
2 Buruh 25 %
3 Pegawai 20 %
4 Petani 15 %
5 Lain-lain 5 %
Selanjutnya, para jamaah al-Khidmah itu bila dilihat dari segi
latar belakang ekonominya, sangat beragam. Dari seratus respon-
den yang diambil, yang terbesar, meski bukan sebagian besar ada-
lah pengusaha, yakni sekitar 35 persen. Sisanya adalah buruh sekitar
25 persen, pegawai sekitar 20 persen, petani sekitar 15 persen dan
lain-lain 5 persen. Selengkapnya bisa dilihat pada tabel 2.
Pengusaha yang dimaksud tentu saja tidak semuanya pengu-
saha besar. Hanya sebagian kecil saja yang berstatus pengusaha
besar. Sebagian besarnya adalah para pedagang biasa. Namun demi-
kian, keberadaan penguasa besar dan para pejabat cukup mewarnai
jamaah al-Khidmah ini. Sehingga ada kritik yang mengatakan
bahwa jamaah al-Khidmah ini lebih memperhatikan kalangan
menengah ke atas. Tentu saja kritik ini tidak memiliki alasan, bila
30 ║Politik Majelis Zikir
dikaitkan dengan tabel di atas. Hanya saja, karena peran mereka
cukup besar dan menonjol, maka sepintas tampak bahwa jamaah
al-Khidmah ini didominasi oleh kalangan menengah ke atas. Paling
tidak bila dibandingkan dengan jamaah-jamaah sejenis, jamaah al-
Khidmah ini memang relatif lebih banyak pengikutnya yang berasal
dari kalangan dengan ekonomi menengah ke atas. Mereka yang
berasal dari kelas menengah ke atas secara keseluruhan sebenarnya
tidak lebih dari lima puluh persen dari keseluruhan jamaah, tetapi
karena keterlibatan mereka cukup menonjol dan dominan, maka
kesan di atas tidak bisa dihindari. Selengkapnya bisa dilihat pada
tabel 3.
Tabel 3:
Status Sosial Jamaah al-Khidmah Jateng
Status Jamaah Prosentase Bentuk Partisipasi
Kelas Atas 20 % Menjadi dewan penasehat/
pengurus al-Khidmah
Kelas Menengah 30 % Menjadi pengurus al-Thariqah/al-
Khidmah
Kelas Bawah 50 % Menjadi pengurus al-Khidmah/
jamaah
Dalam penelitian lebih lanjut, mereka yang memiliki latar
belakang ekonomi menengah ke atas tersebut sebagian besarnya
masuk ke dalam jamaah dengan kategori muhibbin-muhibbat. Arti-
nya, sebagian besar mereka belum memasuki tarekat, tetapi telah
menjadi pengikut setia Romo Kyai melalui sayap al-Khidmahnya.
Mereka ini kemudian direkrut untuk menjadi pengurus al-Khidmah
di semua lininya. Mulai dari yang berada di tingkat pusat, tingkat
wilayah, tingkat kabupaten atau kota dan tingkat kecamatan.
Bila dilihat dari segi latar belakang ideologi keagamaan, tepat-
nya organisasi keagamaan, maka sebagian besar di antara mereka
adalah para penganut paham keagamaan Nahdlatul Ulama’, meski
Gambaran Umum Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng ║ 31
dalam pengertiannya yang sangat umum. Yakni mereka yang secara
historis lahir dan besar di lingkungan Nahdlatul Ulama’, atau me-
nurut istilah yang sering digunakan adalah NU kultural dan awwam.
Hanya sebagian kecil yang merupakan Nahdliyyin struktural dan
khawwash. Barangkali inilah sebabnya, sempat terjadi polemik
antara pengurus al-Khidmah dengan pengurus Nahdlatul Ulama’.
Sejumlah petinggi NU struktutal pernah melontarkan pernyataan
bahwa al-Khidmah tidak lagi mengikuti paham keagamaan NU.
Pernyataan ini kemudian ditanggapi secara serius oleh Romo Kyai
sendiri dalam sebuah ceramah rutinnya di Kedinding. Selengkapnya
bisa dilihat pada tabel 4.
Tabel 4:
Latar Belakang Sosial Keagamaan Jamaah al-Khidmah Jateng
Ormas Keagamaan Prosentase Relasi Kategori
Nahdlatul Ulama’ 70 % Kultural,
awwam 1, 2. 3
Muhammadiyyah 10 % Awwam 3
Nasionalis 20 % - 3, 2, 1
Ada banyak faktor yang melatarbelakangi polemik tersebut.
Antara lain, bahwa pihak NU struktural merasa cemburu karena
massa NU masuk ke dalam jamaah ini dan mengikuti berbagai
kegiatannya, tetapi al-Khidmah dan tarekat ini tidak mau masuk ke
dalam wadah organisasi tarekat yang telah dibentuk oleh NU
struktural (Jam‘iyyah Ahl ath-Thariqah al-Mu‘tabarah al-Nadliyyah). Di
sisi lain, al-Khidmah beralasan bahwa jamaah ini tidak hanya
melayani kaum Nahdliyyin, tetapi siapa saja yang ingin berzikir.
Dalam kenyataannya, ada jamaah yang berasal dari luar NU, seperti
warga Muhammadiyah, meski jumlahnya sangat sedikit, dan juga
mereka yang bukan NU dan bukan Muhammadiyah.
32 ║Politik Majelis Zikir
Polemik ini ternyata masih berimbas sampai ke level bawah,
sesuai dengan jenjangnya. Misalnya, muncul keinginan dari NU di
tingkat Cabang (kabupaten atau kota) agar al-Khidmah di tingkat
kabupaten atau kota menjadi bagian dari NU secara struktural, se-
perti yang diutarakan oleh Ketua NU Cabang Kabupaten Kendal
pada akhir tahun 2008. Tampaknya jalan tengah telah diambil untuk
menyelesaikan polemik ini, setidaknya di wilayah Jawa Tengah.
Yakni dengan merekrut para pengurus al-Khidmah secara per-
seorangan ke dalam NU struktural. Di Jawa Tengah misalnya, H.
Hasanuddin dan H. Ali Musyafak direkrut untuk menjadi ketua dan
anggota Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama Wilayah Jawa Tengah.
H. Hasanuddin adalah pemilik Radio Rasika yang sekaligus me-
rupakan Ketua al-Khidmah Pusat. Sedang Ustadz Musyafak adalah
salah seorang imam khushushi yang sudah sering terlibat di dalam
kegiatan bertaraf Jawa Tengah.
Karena itu agak disayangkan, bahwa dalam sejumlah kegiatan,
pembawa acara secara spesifik menyebut para peserta kegiatan al-
Khidmah dengan sebutan nahdliyyin-nahdliyyat, padahal acara tersebut
jelas-jelas tidak difasilitasi oleh lembaga NU. Misalnya pada kegiatan
Haul Akbar di Perumahan Permata Puri, pada tanggal 31 Mei 2009.
Sebab penyebutan seperti itu hanya akan mempersempit ruang
lingkup al-Khidmah. Meskipun dalam kenyataannya, sebagian besar
jamaahnya adalah berlatar berlakang Nahdlatul Ulama’.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara umum
jamaah al-Khidmah ini memiliki pilihan politik yang tidak terlalu
jauh dengan warga NU pada umumnya. Variasi kecil terjadi ber-
kenaan dengan jamaah yang berasal dari luar NU, baik yang berasal
dari warga Muhammadiyah atau kaum nasionalis. Sebagaimana
warga NU yang sudah tidak lagi mengikuti suara dari para kyai,14
______________
14 Bukti sederhana dari hal ini antara lain, bahwa menjelang pemilu
legislative, Kyai Haji Haris Sodaqoh, yang memiliki ribuan jamaah pada
pengajian tafsirnya tiap Ahad pagi, mengumpulkan para kyai di sekitar
Gambaran Umum Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng ║ 33
jamaah al-Khidmah juga relatif memiliki pilihan sendiri dengan
logikanya sendiri, khususnya para jamaah dengan kategori muhibbin-
muhibbat. Sedang para jamaah dengan kategori muridin-muridat relatif
cenderung mendengar pilihan dari para sesepuhnya. Meskipun
demikian, dalam konteks pemilu legislatif, para sesepuh relatif tidak
mengemukakan pilihan politiknya. Berbeda dengan pemilu pre-
siden, dimana para sesepuh bersepakat untuk mendukung JK-WIN.
Bahkan dukungan itu disertai dengan semacam gerakan, yakni
dengan mensosialisasikan dukungan itu kepada semua lapisan
jamaah. Namun, sekali lagi, terbukti bahwa suara dari para sesepuh
itu tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap jamaah.15
Selanjutnya, corak sosio politik jamaah al-Khidmah itu juga
tidak bisa dilepaskan dari corak sosio ekonomi jamaah. Meski tidak
mayoritas, jamaah al-Khidmah ini sangat diwarnai, untuk tidak me-
ngatakan sangat didominasi, oleh kalangan menengah ke atas. Ada
pergeseran yang cukup signifikan berkenaan dengan corak sosio
ekonomi jamaah al-Khidmah umumnya dan jamaah TQNU
khususnya bila dibandingkan dengan jamaah TQN sebelumnya.
Menurut Martin, ciri khas TQN ini dibanding kedua cabang Tarekat
Naqsyabandiyyah lainnya, yakni Khalidiyyah dan Mazhariyyah, ada-
lah pada jamaahnya yang lebih banyak menjangkau kelas me-
_______________
wilayahnya dan memberikan wejangan agar memilih caleg-caleg yang berlatar
belakang NU. Meski memerlukan kajian lebih lanjut, tetapi menurut peng-
amatan sepintas, tampak bahwa wejangan tersebut tidak terlalu efektif.
Bahkan salah seorang peserta ada yang berkomentar: ”Berarti Kyai Haris
belum bisa rahmatan lil alamin.” Wawancara dengan H. Mabrur, tetangga Kyai
Haris Sodaqoh, pada tanggal 14 Juli 2009. 15 Pada hari Sabtu tanggal 4 Juli 2009, sewaktu berangkat menuju Ke-
dinding untuk mengikuti pengajian rutin, para sesepuh mensosialisasikan
dukungan itu kepada semua imam khushushi agar diteruskan kepada jamaah.
Alasannya adalah bahwa SBY akan memberikan peluang cukup besar kepada
PKS dan kepada radio MTA (Majelis Tafsir Al-Qur’an). Wawancara dengan
Ustadz Musyafak pada tanggal 4 Juli 2009 pukul 09.00 WIB.
34 ║Politik Majelis Zikir
nengah ke bawah.16 Namun dalam konteks TQNU dan al-Khidmah
ini, jamaahnya sudah bergeser ke jamaah yang berasal dari kelas
menengah ke atas. Pergeseran ini tentu saja membawa implikasi
yang cukup beragam, antara lain pada corak pilihan politiknya.
Romo Kyai Achmad Asrori sendiri mengakui, bahwa al-Khidmah
telah diikuti oleh jamaah dari semua kalangan, mulai dari kalangan
bawah, menengah sampai atas.17
C. Jaringan Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng
Ada sejumlah argumen mengenai pentingnya pembentukan
jaringan, antara lain, pertama, argumen teologis dan normatif, yakni
ajaran silaturrahmi. Dalam berbagai kesempatan, baik secara lisan
maupun tulisan, Romo Kyai Achmad Asrori selalu menekankan
pentingnya mengembangkan silaturrahmi. Memang harus diteliti
lebih lanjut, sebenarnya apa yang beliau maksud dengan silatur-
rahmi tersebut, apakah sebatas dalam pengertiannya yang seder-
hana atau sudah mengarah pada pengertiannya yang lebih luas yang
mendekati arti istilah jaringan. Tetapi dengan mengamati apa yang
dilakukan oleh beliau melalui pesantren, tarekat dan al-Khidmah,
tampak jelas bahwa silaturrahmi yang beliau maksud tidak terbatas
dalam pengertiannya yang sederhana.
Kedua, argumen sosiologis, dalam arti mendesaknya ke-
butuhan untuk melibatkan semakin banyak pihak agar jamaah al-
Khidmah khususnya dapat dikelola dengan lebih baik lagi. Me-
ngenai hal ini, beliau juga sering memberikan penekanan. Misalnya,
beliau mengatakan:
______________
16 Martin van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Mizan,
Bandung, 1992, hlm. 30 17 Achmad Asrory Oesman al-Ishaqy, Tuntunan, op. cit., hlm i
Gambaran Umum Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng ║ 35
Maka, gugah, dorong dan bangkitkan hati para jamaah, para pencinta serta para simpatisan dan masyarakat, lebih-lebih para penerus generasi muda kita, untuk merasa saling memiliki, menyayangi, menaungi dan melindungi “Jamaah al-Khidmah” ini dengan cara didik, ajar, tuntun dan bimbing dengan penuh kasih sayang, kearifan, kebijakan, kesabaran dan ketekunan yang mendalam, diiringi dengan: ajak bersama-sama dan posisikan serta dudukkan pada posisi dan ke-dudukan yang sesuai dengan ilmu, tenaga, keahlian dan kemampuan mereka, secara lahir dan batin.18
Kedua argumen itulah yang kemudian tertanam kuat dalam
benak semua komponan pengurus al-Thariqah dan al-Kidmah,
sehingga mereka semua tergerak untuk meluaskan jaringan. Tentu
saja semakin luas jaringan itu, semakin luas pula daya dakwah dan
nilai kemanfaatan dari al-Khidmah. Sehingga jaringan yang di-
bentuk bukan dalam konteks membesarkan kelompok secara
internal, tetapi lebih kepada dorongan tanggung jawab dakwah dan
sosial yang lebih luas. Itulah sebabnya, dalam berbagai kegiatan
yang diselenggarakan oleh al-Khidmah, mulai dari tingkat yang
paling kecil sampai yang paling besar, tingkat partisipasi jamaah
sedemikian besar. Sebab motivasi mereka sudah sangat kuat dan
utuh.
Berbicara tentang jaringan, maka dalam konteks jaringan
ulama di Indonesia, tidak bisa dilepaskan dari penelitian yang telah
dilakukan oleh Azyumardi Azra, yakni tentang Jaringan Ulama
Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII.19
Dalam penelitian itu, Azyumardi berusaha menunjukkan bahwa
pembaruan Islam tidak bisa dilepaskan dari adanya jaringan ulama
Nusntara dan Timur Tengah. Jaringan itu sedemikian rumit dan
kompleks. Tetapi yang sering luput dari perhatian, menurutnya,
adalah jaringan keilmuan yang sedemikian intensif. Di antara unsur
______________
18 Ibid., hlm. j 19 Edisi revisi dari buku ini diterbitkan oleh Kencana, Jakarta, cet II,
2005
36 ║Politik Majelis Zikir
yang terlibat aktif dalam jaringan itu adalah kelompok sufi umum-
nya dan tarekat khususnya. Ada dua unsur pokok dalam tarekat
yang menguatkan jaringan itu. Pertama, konsep silsilah yang dikem-
bangkan dari konsep isnad dalam ilmu hadis. Seperti diketahui,
salah satu indikasi mu’tabarah dan tidaknya suatu tarekat adalah
pada adanya jalur yang tidak terputus sampai kepada Nabi Mu-
hammad saw. Kedua, dimensi keorganisasian dari tarekat. Se-
bagaimana diketahui, bahwa tarekat merupakan pelembagaan dari
tasawuf. Dengan kata lain, tarekat merupakan wadah dimana
ajaran-ajaran tasawuf dapat dilaksanakan secara kolektif dan ber-
kesinambungan. Atas dasar argumen ini, maka perlu dipertanyakan
kembali adanya ungkapan “tasawuf tanpa tarekat”.20 Sebab ber-
dasarkan argumen ini, ajaran-ajaran tasawuf tidak mungkin bisa
dilaksanakan tanpa tarekat, tentu saja tarekat dalam pengertiannya
yang lebih genuine.
Kembali pada persoalan jaringan al-Khidmah, maka berdasar-
kan uraian singkat tersebut, dapat ditambahkan adanya argumen
ketiga, yaitu argumen teknis. Maksudnya, jaringan merupakan
suatu keniscayaan teknis agar ajaran-ajaran tasawuf dapat di-
laksanakan dengan baik, berkesinambungan dan di bawah bim-
bingan seseorang yang mumpuni. Tarekat dalam hal ini bisa di-
ibaratkan sebagai sebuah sekolah tasawuf. Memang bisa saja sese-
orang belajar tanpa memasuki sebuah sekolah formal, tetapi dalam
belajar dia tetaplah menggunakan sebuah metode, betapapun
sederhananya. Tentu saja hasilnya akan lebih baik apabila yang ber-
sangkutan mau belajar dengan perangkat teknis yang lebih me-
madai.
Sebelum membicarakan jaringan Majelis Zikir al-Khidmah
Wilayah Jateng, terlebih dahulu akan dibicarakan mengenai jaring-
an majelis ini dan tarekat yang didukungnya, yakni Qadiriyyah wa
______________
20 Misalnya yang dikemukakan oleh Amin Syukur, Guru Besar Tasawuf
Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo, dalam berbagai ceramah dan tulisannya.
Gambaran Umum Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng ║ 37
Naqsyabandiyyah Usmaniyyah secara umum. Untuk memudahkan
pembahasan, maka jaringan yang dimaksud akan dikategorikan ke
dalam dua jenis jaringan, yaitu jaringan internal dan jaringan
eksternal.
1. Jaringan Internal al-Thariqah dan al-Khidmah
Yang dimaksud al-Thariqah di sini adalah Tarekat Qadiriyyah
wa Naqsyabandiyyah Usmaniyyah. Nama Usmaniyyah diambil dari
nama salah seorang murid Kyai Musta‘in Romli, yaitu Hadhratus
Syeikh Romo Kyai Usman al-Ishaqi. Kyai Usman ini termasuk
seorang murid yang mengambil sikap netral dalam konflik antara
mereka yang pro dan yang kontra dengan perilaku politik Kyai
Musta‘in Romli masuk ke dalam partai Golkar ketika itu. Pada
tahun 1984 Kyai Usman al-Ishaqi wafat. Namun sebelum wafat,
beliau sudah menunjuk salah seorang putranya, Kyai Ahmad Asrori
al-Ishaqi, sebagai penggantinya dalam tarekat. Gus Asrori bukan
anak sulung, tetapi di mata ayahnya dialah yang paling pantas
mengajar fiqih dan tasawuf. Tiga putra lainnya diberikan tugas
masing-masing di bidang lain. Kyai Asrori sebetulnya sudah di-
lantik sebagai khalifah oleh ayahnya pada tahun 1978. Namun Kyai
Asrori saat itu masih muda, sehingga tidak semua murid ayahnya
menerimanya sebagai guru. Ada yang berpindah kepada Kyai
Maksoem Djafar di Porong, dan ada yang berhenti sama sekali.
Tetapi tampaknya jumlah murid tarekat Kyai Asrori tetap cukup
banyak. Pengajian tarekatnya, sebulan sekali di pesantren Sawah-
pulo dihadiri ribuan orang.21 Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandi-
yyah yang dipimpin oleh Kyai Asrori inilah yang kemudian diberi
tambahan nama Usmaniyyah.
Sedang yang dimaksud jaringan internal adalah jaringan yang
terbentuk di antara komponen-komponen dalam al-Thariqah mau-
______________
21 Martin, op. cit., hlm. 178-182
38 ║Politik Majelis Zikir
pun al-Khidmah sendiri. Sejauh yang dapat ditemukan melalui pe-
nelitian ini, ada beberapa hal yang dilakukan, baik oleh Romo Kyai
secara individu maupun bersama-sama dengan para pengurus al-
Thariqah dan al-Khidmah untuk mengembangkan jaringan. Hal-hal
yang dimaksud adalah:
Pertama, pembenahan kelembagaan
Sebagaimana telah disebutkan, Tarekat Qadiriyyah wa Naq-
syabandiyyah (Usmaniyyah) sudah dirintis sejak tahun 1980-an.
Bersamaan dengan itu, terbentuk pula jamaah al-Khidmah. Namun
demikian, kelembagaan keduanya masih sangat sederhana. Antara
lain, karena ketika itu perhatian harus diberikan secara lebih ekstra
untuk melakukan konsolidasi internal akibat adanya pihak-pihak
yang tidak setuju dengan pengangkatan Romo Kyai Asrori sebagai
mursyid tarekat ini. Meskipun jumlah jamaah cukup besar untuk
ukuran waktu itu, tetapi pembenahan kelembagaan belum di-
lakukan. Baru pada dekade 90-an, pembenahan mulai dilakukan.
Mulai dibentuk kepengurusan, baik untuk al-Thariqah maupun al-
Khidmah. Pembenahan kelembagaan ini dilakukan seiring dengan
masuknya orang-orang terdidik ke dalam tarekat maupun al-
Khidmah.
Puncak dari pembenahan kelembagaan itu adalah dibentuknya
kepengurusan secara formal dari tingkat pusat sampai desa, baik
untuk al-Thariqah maupun al-Khidmah di Pesantren al-Fithrah
Meteseh Tembalang Jawa Tengah pada bulan Desember 2005. Kyai
Asrori menyebut upaya ini sebagai suatu pengelolaan secara pro-
fesional, mengingat semakin besarnya jumlah jamaah, yang
mencapai puluhan ribu dan bahkan ratusan ribu peserta pada even-
even besar. Secara khusus Romo Kyai juga memberikan tuntunan
dan bimbingan secara tertulis serta pedoman kepemimpinan dan
kepengurusan dalam kegiatan al-Thariqah dan al-Khidmah. Terpilih
sebagai ketua umum pengurus pusat al-Khidmah adalah H.
Gambaran Umum Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng ║ 39
Hasanuddin dari Semarang. Sosok kelahiran Weleri Kendal ini
sejak dulu telah nyantri di Jombang dan tahu betul polemik politik
yang terjadi berkenaan dengan masuknya Kyai Musta‘in ke Golkar,
dan kemudian memutuskan untuk menjadi pengikut setia Kyai
Asrori.
Kedua, pemanfaatan media
Di Kedinding Surabaya, tepatnya di Pesantren al-Fithrah, ada
kegiatan zikir, maulid dan manaqib serta ta‘lim yang dilakukan setiap
ahad kedua bulan qamariah. Kegiatan ini diikuti oleh puluhan ribu,
bahkan ratusan ribu jamaah. Mereka berasal dari berbagai dearah di
Jawa Timur, bahkan dari luar Jawa Timur. Al-Khidmah Jawa
Tengah selalu mengadakan rombongan, yang jumlahnya mencapai
puluhan bus. Mulai dekade 90-an, ta‘lim yang diberikan oleh Romo
Kyai Ahmad Asrori direkam secara audio, yang di kemudian hari
juga secara audio visual. Rekaman itu kemudian diputar ulang di
sejumlah radio, yang dimiliki oleh mereka yang telah bergabung
dengan majelis ini, di antaranya Radio Rasika FM Ungaran, Rasika
Wafa Semarang, Citra FM Kendal, Amarta FM Pekalongan dan
Suara Tegal AM Tegal.22 Melalui radio-radio inilah, al-Khidmah
berkembang semakin pesat, yang akan dibahas kemudian.23
Ketiga, penerbitan karya-karya
Hal lain yang ditempuh untuk mengembangkan jaringan al-
Thariqah dan al-Khidmah secara internal adalah penerbitan karya-
karya, mulai dari karya-karya yang berisi tuntunan zikir dan wirid
______________
22 Ahmad Amir Aziz “Sufisme dan Tarekat Kota: Signifikansi dan Ke-
kuatannya di Era Kontemporer” dalam, Teologia, Vol 20 No 1, Fakultas Ushu-
luddin, Semarang, Januari 2009, hlm. 178 23 Kajian terhadap pengajian di Radio Rasika telah dilakukan oleh Mokh
Sya‘rani, “Pemikiran Tasawuf KH. Ahmad Asrori al-Ishaqi: Kajain terhadap
Pengajian Tasawuf Program Mutiara Hikmah Radio Rasika FM Semarang”,
thesis Pasca Sarjana IAIN Walisongo, Semarang, 2003
40 ║Politik Majelis Zikir
sampai karya ilmiah. Yang paling monumental adalah karya Romo
Kyai Ahmad Asrori dalam bahasa Arab yang berjudul “al-Munta-
khabat fi Rabithah al-Qalbiyyah wa Shilah al-Ruhiyyah”.24 Karya ini terbit
dalam dua jilid tebal, dan mendapat apresiasi cukup tinggi dari se-
jumlah kalangan, dan dianggap sebagai salah satu karya yang me-
nempatkan beliau sebagai salah seorang ulama’ terkemuka era ini.25
Tidak berlebihan memang apresiasi tersebut. Sebab jarang mursyid
thariqah yang memiliki karya tulis, dan sebaliknya jarang penulis-
penulis tasawuf yang menjadi mursyid thariqah. Beliau merupakan
satu di antara sedikit tokoh yang memiliki karya tulis sekaligus
menjadi mursyid thariqah. Memperhatikan karya tersebut, terlihat
betapa luas bacaan dan betapa dalam pengetahuan beliau tentang
ilmu-ilmu keislaman, khususnya tasawuf.26 Bisa dikatakan, bahwa
TQNU ini adalah satu di antara sedikit tarekat yang menerbitkan
tuntunan zikir dan wiridnya. Hal ini tentu saja memudahkan ke-
pada jamaah untuk mengamalkannya, di samping membantu se-
makin tersebar luasnya tarekat ini. Sampai saat ini, karya-karya ter-
bitan yang berisi tuntunan zikir sudah mencapai lebih dari sepuluh
buah karya.
Keempat, pembentukan unit usaha
Bermula dari penerbitan buku-buku tuntunan zikir tarekat
dan al-Khidmah, berkembang pula model pengembangan jaringan
internal melalui pembentukan unit-unit usaha. Dalam tuntunan
dan bimbingannya secara tertulis, beliau memang menegaskan
betapa pentingnya pembentukan unit usaha ini sebagai upaya
untuk menguatkan jamaah. Dalam hal ini, beliau mengatakan:
______________
24 Ahmad Asrori ibn Muhammad Usman al-Ishaqi, al-Muntakhabat fi
Rabithah al-Qalbiyyah wa Shilah al-Ruhiyyah, al-Khidmah, Surabaya, 2007,
dua jilid 25 Lihat sejumlah kata pengantar dari kitab tersebut. 26 Perhatikan gaya bahasanya dan kekayaan referensinya.
Gambaran Umum Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng ║ 41
Dalam kita meniti dan melangkah menjalani hidup dan ke-hidupan ini, tentu tidak bisa lepas dari tuntutan untuk me-menuhi segala perangkat kebutuhan hidup, dan begitu pula dalam kita menjalankan roda perjuangan dan segala kegiatan Jamaah al-Khidmah ini. Tentu diperlukan kesiapan dan dana yang banyak dan besar untuk meraih kesuksesan yang prima, lebih-lebih yang sempurna.
Maka di sini ibarat seekor burung yang ingin terbang tinggi, kita kembangkan dan gerakkan kedua sayap ini, satu sayap untuk kesejahteraan dan kemakmuran keluarga dan lingkung-an sekitarnya, dan sayap yang satu lagi untuk mengabdi dan berkhidmah kepada Allah swt., dengan memenuhi zakat, ber-infaq, bersedekah dan memberi bantuan dan pertolongan.
Alangkah baik dan mulianya bila kedua sayap ini bisa dikem-bangkan dan digerakkan bersama-sama antara jama‘atina Jama-ah al-Khidmah dan para mu’taqidin wal muhibbin, lebih-lebih bila bisa terbentuk dalam satu wadah dan sarana, seperti koperasi “al-Khidmah” atau “al-Wafa” dan sebagainya.27
Sampai saat ini, sudah ada sejumlah unit usaha yang dikelola
oleh al-Khidmah, antara lain, pertama, penerbit al-Khidmah dan al-
Wafa,28 untuk menerbitkan buku-buku pedoman zikir baik bagi
mereka yang sudah masuk ke dalam tarekat maupun mereka yang
baru memasuki al-Khidmah. Jumlah terbitannya sangat besar,
karena memenuhi kebutuhan seluruh jamaah dengan berbagai
kategorinya. Kedua, pabrik air minum dalam kemasan dengan merk
al-’Ajwa. Di samping telah didistribusikan ke sejumlah daerah,
permintaan terhadap air minum ini juga sangat tinggi pada waktu
ada acara-acara besar di Kedinding. Sebagaimana diketahui, bahwa
ada keyakinan dari para jamaah untuk mendapatkan berkah dari
zikir-zikir yang berlangsung, terutama di pesantren ini. Caranya de-
______________
27 Achmad Asrory al-Ishaqy, Tuntunan…, op. cit., hlm. m-n 28 Ada dua nama penerbit yang menerbitkan buku-buku karya Kyai Asrori,
yaitu al-Khidmah dan al-Wafa. Maksudnya, ada buku yang diterbitkan oleh
Penerbit al-Khidmah dan ada yang diterbitkan oleh al-Wafa.
42 ║Politik Majelis Zikir
ngan menyediakan air minum dalam kemasan yang dibuka tutup-
nya, seakan-akan sedang menangkap berkah dari zikir-zikir yang
sedang dibaca. Usai zikir, air tersebut kembali ditutup dan dibawa
pulang untuk diminum di rumah atau dicampurkan dengan air-air
lain yang ada di rumah. Sekali lagi, hal ini didasarkan pada ke-
yakinan yang kuat terhadap konsep tabarrukan. Jauh sebelum
munculnya, dan bahkan sangat sedikit di antara mereka yang telah
mengetahui, konsep “The True Power of Water” yang dikemukakan
oleh Masaru Emoto.29 Ketiga, mini market, terletak di kompleks
Pesantren al-Fithrah Kedinding Surabaya, menyediakan berbagai
macam barang sebagaimana layaknya mini market. Serbuan
pembeli terutama terjadi ketika ada kegiatan-kegiatan massif di
pesantren ini, seperti kegiatan bulanan dan Haul Akbar yang di-
laksanakan menjelang Ramadhan.30 Para pembelinya tidak sekadar
membeli untuk memenuhi kebutuhan, tetapi ada dorongan
spiritual, yakni “ngalap berkah” dari Romo Kyai. Apalagi di majelis-
majelis khushushi juga ditekankan agar ketika datang ke Kedinding
sebisa mungkin membeli sesuatu, meski sekadar stiker. Maksudnya
tidak lain adalah “tabarrukan” dan berkhidmah kepada pesantren.
Keempat, rumah produksi atau dapur rekaman. Kegiatannya adalah
merekam ceramah-ceramah Romo Kyai khususnya dan kegiatan al-
Khidmah pada umumnya. Hasilnya adalah rekaman audio dan
audio visual yang siap diserbu pula oleh para jamaah. Masih banyak
lagi unit usaha lainnya yang dikelola oleh al-Khidmah. Di luar itu,
banyak sekali manfaat yang diambil oleh para pedagang eceran,
yang menjajakan produk-produk al-Khidmah tersebut.
______________
29 Masaru Emoto, The True Power of Water: Hikmah Air dalam Olah
Jiwa, terjemahan Azam Translator, MQ Publishing, Bandung, 2006 30 Tahun ini, Haul Akbar dilaksanakan pada hari Sabtu dan Ahad, 25-26
Juli 2009.
Gambaran Umum Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng ║ 43
Kelima, penanaman kesadaran ukhuwwah melalui majelis-majelis khushushi
Dalam setiap majelis khushushi selalu disediakan waktu untuk
menyampaikan sejumlah hal, seperti pengumuman-pengumuman
kegiatan al-Khidmah dan yang lebih penting lagi adalah taushiyah
untuk menguatkan hati para jamaah. Salah satu materi yang hampir
selalu diulang adalah pentingnya untuk mengikuti kegiatan-
kegiatan yang diadakan oleh al-Khidmah. Bahkan keaktifan
seseorang dalam mengikuti kegiatan-kegiatan al-Khidmah juga
menjadi salah satu indikator lahiriah tingginya pencapai spiritual
seseorang.31 Seperti telah dikemuakakan di atas, tampak bahwa
kegiatan-kegiatan itu membentuk sebuah sistem jaringan yang
sangat kuat sejak dari tingkat yang terendah sampai yang tertinggi.
Keenam, pembentukan titik-titik khanaqah
Misalnya, di Semarang telah didirikan Pesantren al-Fithrah di
Meteseh Tembalang, yang dijadikan sebagai pusat kegiatan bulanan
bagi semua jamaah al-Khidmah dan al-Thariqah yang berada di
wilayah Jawa Tengah dan DIY. Mengikuti kegiatan di tempat ini
juga sangat ditekankan pentingnya bagi setiap jamaah. Di tempat
ini, masing-masing jamaah baik secara individu maupun ke-
lembagaan dari setiap daerah dapat saling berbaur dan saling
bertukar pengalaman, khususnya mengenai penanganan al-
Khidmah.
2. Jaringan Eksternal al-Thariqah dan al-Khidmah
Selain jaringan internal, al-Khidmah juga menciptakan jaring-
an eksternal. Landasannya sudah dibuat secara jelas oleh Romo
______________
31 Salah satu buktinya adalah salah satu syarat yang harus dimiliki oleh
calon imam khushushi. Lihat Ahmad Asrori al-Ishaqiy, Pedoman…, op. cit.,
hlm. 20
44 ║Politik Majelis Zikir
Kyai Ahmad Asrori sendiri. Yakni bahwa al-Khidmah ini adalah
sebuah organisasi yang terbuka, harus bekerjasama dengan pihak-
pihak lain secara proporsional. Dalam hal ini, beliau menekankan:
“Maka itu, sayangi, hargai dan naungi serta lindungi Jamaah al-
Khidmah ini, jangan dibawa kemana-mana, tetapi selalu berada
dimana-mana.”32 Jaringan ini dibentuk antara lain, pertama, dengan
tarekat-tarekat lain. Sebagaimana diketahui bahwa di Jawa Timur
khususnya dan di Indonesia umumnya, jumlah tarekat sangat
banyak sekali, baik yang muktabarah maupun yang tidak. Yang pa-
ling menonjol antara lain Qadiriyyah, Syadziliyah, Naqsyabandiy-
yah, Khalwatiyah, Syattariyah, Sammaniyah, Tijaniyah dan Qadiriy-
yah wa Naqsyabandiyyah.33 Juga terdapat organisasi antar tarekat,
yang sebenarnya berusaha menaungi tarekat-tarekat yang muk-
tabarah. Pada waktu Kyai Musta‘in Romli masuk ke partai Golkar,
kemudian terjadi perpecahan,34 muncul dua organisasi yang ber-
beda. Yang pertama adalah Jam‘iyyah Ahlit Tariqah al-Muktabarah
Indonesia (JATMI) yang diidentifikasi sebagai kelanjutan dari
organisasi yang dipimpin oleh Kyai Musta‘in, dan Jamiyyah Ahlit
Tariqah al-Muktabarah al-Nahdliyyah (JATMA) yang diidentifikasi
telah keluar dari kepemimpinan Kyai Musat‘in dan secara lebih
tegas merapat ke NU. Yang kedua ini berdiri pada waktu Muk-
tamar NU tahun 1979 di Magelang, yang pimpinan utamanya ada-
______________
32 Achmad Asrory al-Ishaqy, Tuntunan.., op. cit., hlm. p 33 Gambaran umum tentang kedelapan tarekat tersebut bisa dilihat
misalnya Sri Mulyati (et.al), Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia, Ken-
cana, Jakarta, 2006 34 Dalam kasus Kyai Musta‘in itu, tarekat Rejoso Jombang kemudian
terpisah menjadi tiga, yaitu tarekat Rejoso yang berkompromi dengan Golkar,
tarekat Cukir yang berkompromi dengan PPP, dan tarekat Kedinding Lor yang
bersikap netral. Tarekat Kedinding Lor inilah yang dipimpin oleh Kyi Usman al-
Ishaqi. Lihat uraian lengkapnya pada Mahmud Suyuti, Politik Tarekat Qadiriyah
wa Naqsyabandiyah Jombang, Galang Press, Yogyakarta, 2001
Gambaran Umum Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng ║ 45
lah Kyai Adlan Ali. Terhadap kedua organisasi ini, TQN-U dan al-
Khidmah juga menjalin komunikasi, tetapi tanpa masuk menjadi
anggota keduanya atau salah satunya. Itulah sebabnya, pernah ter-
jadi polemik antara TQN-U dengan sejumlah petinggi NU.
Kedua, dengan ormas-ormas keagamaan dan parpol, terutama
yang memiliki paham keagamaan berdekatan, seperti Nahdlatul
Ulama’ dan Muhammadiyah. Namun demikian, hubungan itu te-
tap dilakukan dengan model kesetaraan, tidak dengan mensub-
ordinasikan diri. Dalam hal ini, model komunikasi dilakukan de-
ngan cara masuknya jamaah al-Khidmah secara personal ke dalam
lembaga-lembaga tersebut. Tampaknya model seperti inilah yang
terbaik. Sebab, TQNU tentu pernah belajar dari kasus yang terjadi
pada Kyai Musta‘in. Bahkan Kyai Usman, sebagai tokoh utama
tarekat ini, telah memberikan contoh dengan cara bersikap netral.
Di samping itu, tarekat ini juga berkeinginan agar bisa menampung
siapa saja yang ingin berzikir dengan baik di bawah bimbingan
seorang guru. Dekat tetapi tetap mengambil jarak, inilah barangkali
ungkapan yang menggambarkan pola jaringan ini.
Ketiga, dengan lembaga-lembaga pemerintahan. Yang terakhir
ini biasanya dilakukan secara sejajar sesuai dengan tingkat ke-
pengurusannya. Al-Thariqah dan al-Khidmah di tingkat wilayah
akan bekerjasama dengan pemerintahan provinsi, al-Thariqah dan
al-Khidmah di tingkat kabupaten/kota akan bekerjasama dengan
pemerintahan kabupaten/kota, begitu seterusnya. Kerjasama se-
perti ini telah berjalan cukup lama dan cukup harmonis, mem-
bentuk hubungan yang mutualis. Bagi al-Thariqah dan al-Khidmah,
hubungan itu memungkinkan para ulama memberikan advis ke-
pada pemerintah dengan cara yang bijaksana. Bagi pemerintah,
mereka dapat memberikan himbauan kepada masyarakat yang
hadir dalam jumlah besar, terutama terkait dengan upaya menjaga
keamanan dan ketentraman serta menanamkan wawasan ke-
bangsaan.
46 ║Politik Majelis Zikir
Banyak pola yang ditempuh oleh al-Thariqah dan al-Khidmah
untuk membuka jaringan eksternal ini. Yang paling menonjol
adalah pertama, mengadakan acara zikir bersama. Misalnya pada
saat pemerintahan tertentu memperingati hari ulang tahun, atau
ada suatu lembaga yang mengadakan even tertentu, dan lain-lain.
Kedua, mengundang tokoh-tokoh penting untuk memberikan kata
sambutan mewakili lembaga yang dipimpinnya, atau jamaahnya.
Menarik untuk dicatat di sini, bahwa panggung kegiatan al-
Khidmah dibuat sedemikian rupa, dan bahkan telah distandarkan.
Salah satu fungsinya adalah untuk mengajak duduk di depan orang-
orang yang dianggap sesepuh, baik formal maupun non-formal.
Tidak sedikit tokoh-tokoh yang kemudian berkenan untuk diajak
menjadi bagian dari al-Khidmah, yakni melalui unsur Dewan
Penasehat. Ketiga, mengadakan acara sosial bersama, misalnya pem-
bentukan lembaga yang bergerak di bidang pengembangan pen-
didikan. Selengkapnya bisa dilihat pada tabel 5.
Baik internal maupun eksternal, pembentukan jaringan itu
tentu saja mengalami hambatan-hambatan. Secara internal, sering
terjadi kompetisi yang “kurang sehat” di antara sesama jamaah.
Secara eksternal, tidak sedikit pimpinan dari organisasi-organisasi
atau jamaah-jamaah yang sudah lebih dulu mapan di suatu tempat,
merasakan “kecemburuan” karena banyak jamaahnya yang ke-
mudian beralih ke dalam jamaah al-Khidmah. Bahkan tidak sedikit
orang-orang yang tadinya sudah memiliki tarekat, beralih masuk ke
dalam tarekat ini, meski tentu saja tetap melalui prosedur yang
baku. Bagi al-Khidmah sendiri, ada ungkapan untuk mereka yang
memiliki keyakinan terhadap tarekat ini, tetapi tidak memasukinya,
yakni ungkapan mu‘taqidin-mu‘taqidat. Ungkapan ini sudah menjadi
bagian dari solusi yang cukup. Umumnya, bila terjadi konflik,
solusinya akan ditempuh secara alamiah. Masing-masing pihak
akan berusaha untuk menuju pada titik perdamaian. Tidak ada
mediator khusus atau model khusus resolusi konflik.
Gambaran Umum Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng ║ 47
Tabel 5:
Jaringan Jamaah al-Khidmah Jateng
Jaringan Unsur Pola Pengembangan
Internal Silsilah, kelembagaan
tarekat, kelembagaan
al-Khidmah
Pembenahan kelembagaan,
pemanfaatan media, pe-
nerbitan karya, pembentukan
unit usaha, pembentukan
majelis khushushi
Eksternal Tarekat-tarekat (bukan
anggota JATMI/JATMA),
ormas keagamaan dan
parpol, pemerintah
Mengadakan acara zikir ber-
sama, mengundang untuk
mengisi acara, membuat
kegiatan soaial bersama
Saat ini, Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah Usmaniyyah
dan al-Khidmah telah tersebar luas, memiliki jamaah ratusan ribu.
Menurut H. Hasanuddin,35 jamaah al-Khidmah saat ini telah me-
rambah ke sejumlah negara lain, seperti Malaysia, Singapura,
Philipina, bahkan Arab Saudi. Jamaah yang berada di luar negeri ini
biasanya menyempatkan diri untuk bisa datang ke Kedinding
minimal satu tahun sekali, yakni pada Haul Akbar yang diadakan
menjelang Ramadhan.
3. Jaringan Internal dan Eksternal al-Khidmah Jawa Tengah
Selanjutnya, berkenaan dengan jaringan internal dan eksternal
al-Khidmah Jawa Tengah ini, akan dijelaskan pola-pola pembentuk-
an jaringan. Pola-pola pembentukan jaringan yang ditempuh oleh
______________
35 Penjelasan disampaikan pada acara Haul Akbar Kabupaten Kendal di
Desa Nawangsari Weleri Kendal pada Senin, 26 Januari 2009. Di tahun 2001,
Romo Kyai Achmad Asrori menyebutkan bahwa al-Thariqah dan al-Khidmah
telah diterima di Pula Jawa, luar Jawa, Makkah al-Mukarramah, Malaysia dan
Singapura. Jadi waktu itu belum ada Philipina. Lihat Ahmad Asrori al-Ishaqiy,
al-Faidh al-Rahmani li Man Yadhillu tahta al-Saqfi al-Utsmani fi al-Irthibath bi
al-Ghauts al-Jilani, al-Khidmah, Surabaya, cet.V, 2006
48 ║Politik Majelis Zikir
al-Khidmah Jawa Tengah, pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan
yang ditempuh oleh al-Khidmah pusat. Sebab pola-pola itu telah
menjadi semacam pola baku. Namun demikian, tidak semua pola
bisa ditempuh oleh al-Khidmah Jawa Tengah. Berikut ini akan di-
kemukakan sebagian pola yang telah berhasil ditempuh.36
Pertama, pembenahan kelembagaan. Sampai saat ini, di semua
kabupaten/kota di Jawa Tengah telah ada kepengurusan al-Khid-
mah. Secara internal, mereka ini bertemu setiap tanggal sebelas
bulan qamariyah di Pesantren al-Fithrah Meteseh, bersama dengan
para pengurus dan jamaah dari DIY. Di samping penguatan ke-
pengurusan, proses pembentukan pengurus baru masih terus ber-
langsung untuk tingkat di bawahnya, seperti di tingkat kecamatan
dan desa. Kedua, pemanfaatan media. Dibanding dengan wilayah
lain, barangkali baru Jawa Tengah yang memiliki radio yang me-
nyiarkan banyak sekali hal terkait dengan al-Khidmah, mulai dari
jurnal al-Khidmah, zikir dan ceramah yang disebut dengan acara
Mutiara Hikmah. Ketiga, pembentukan unit usaha. Dalam hal ini,
unit usahanya baru sebatas menyediakan stand-stand untuk men-
jual produk-produk al-Khidmah pusat, seperti CD, VCD, air mi-
num, baju koko, stiker dan lain-lain. Keempat, penanaman ke-
sadaran ukhuwah melalui majelis-majelis khushushi. Di Jawa Tengah
terdapat sekitar seratusan titik majelis khushushi. Semuanya me-
miliki pola yang hampir sama. Sebab sudah ada panduan bagi ke-
giatan khushushi tersebut.
Sedangkan secara eksternal, al-Khidmah Jawa Tengah telah
menjalin kerja sama dengan sejumlah lembaga, antara pertama,
dengan Nahdlatul Ulama’ Wilayah Jawa Tengah. Kerjasama ini ke-
mudian diikuti oleh lembaga di tingkat bawahnya. Meski terkadang
sering terjadi hambatan, khususnya berkenaan dengan masih
______________
36 Uraian mengenai hal ini didasarkan pada wawancara dengan Ustadz
Musyafak dan H. Joko, Ketua Umum al-Khidmah Jawa Tengah dalam sejumlah
kesempatan.
Gambaran Umum Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng ║ 49
adanya keinginan untuk memasukkan al-Khidmah menjadi sub
organisasi NU. Kedua, dengan pemerintah provinsi, yang juga
diikuti oleh tingkat di bawahnya. Ketiga, dengan sejumlah perguru-
an tinggi, seperti Unissula, IAIN Walisongo dan lain-lain. Umum-
nya kerjasama itu dalam bentuk menghadirkan al-Khidmah ber-
sama seluruh jamaahnya untuk berzikir di tempat yang meng-
undang berkenaan dengan even-even penting tertentu.
D. Kegiatan Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng
Jamaah al-Khidmah memiliki dua jenis kegiatan, yaitu
kegiatan-kegiatan baku dan kegiatan-kegiatan tambahan. Yang di-
maksud kegiatan baku adalah kegiatan yang formatnya sudah
ditetapkan berdasarkan pedoman yang telah disepakati. Sedangkan
kegiatan tambahan adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk me-
lengkapi upaya jamaah ini untuk berkiprah di tengah-tengah ma-
syarakat, meski formatnya juga distandarkan, tetapi dalam praktek-
nya lebih banyak diserahkan kepada rapat. Berikut ini akan di-
kemukakan kegiatan-kegiatan baku berdasarkan buku pedoman
yang telah dikeluarkan oleh jamaah al-Khidmah disertai dengan
Standard Operating Procedure (SOP)-nya.37
1. Kegiatan-kegiatan Baku
a. Majelis Mubaya‘ah
Majelis Mubaya‘ah adalah majelis yang dilaksanakan oleh Guru
Thariqah kepada calon murid pada waktu dan tempat yang telah
diputuskan bersama oleh para Dewan Pengurus Thariqah dan
disampaikan atau dihaturkan kepada Guru Thariqah.38
______________
37 Rujukan utama sub bab ini adalah Pedoman Kepemimpinan dan Ke-
pengurusan dalam Kegiatan dan Amaliah al-Thariqah dan al-Khidmah. Catatan-
catatan tambahan akan diberikan di sela-sela uraian disertai dengan rujukan-
nya. 38 Guru Thariqah yang dimaksud di dalam sub bab ini, sekarang ini, ada-
lah Romo Kyai Ahmad Asrori al-Ishaqiy.
50 ║Politik Majelis Zikir
b. Majelis Khushushi
Majelis Khushushi adalah majelis zikir, bertawajjuh, bersimpuh,
bermunajat dan berdoa ke hadirat Allah swt., bagi para murid yang
telah berbaiat secara khusus kepada Guru Thariqah, yang dilakukan
secara bersama-sama setiap satu minggu sekali, pada waktu dan
tempat yang telah diputuskan bersama dan disampaikan atau
dihaturkan kepada Guru Thariqah.39
c. Majelis Khushushi Kubra
Majelis Khushushi Kubra adalah majelis khushushi gabungan,
yang dilakukan bersama-sama antar kelompok khushushi di suatu
kawasan tertentu pada waktu dan tempat yang telah disepakati para
pengurus Thariqah.
d. Majelis Dzikir, Maulid dan Manaqib serta Ta‘lim
Majelis zikir, maulid dan manaqib serta ta‘lim adalah majelis
yang mengamalkan bacaan al-Fatihah, istighatsah, maulid Nabi
Besar Muhammad saw. dan manaqib al-Syaikh Abdul Qadir al-Jilani
r.a. Majelis ini dipimpin oleh seorang Imam Majelis Zikir, Maulid
dan Manaqib serta Ta‘lim.
e. Majelis Zikir, Maulid dan Manaqib Kubra serta Ta‘lim
Majelis zikir, maulid dan manaqib kubra serta ta‘lim adalah
kegiatan gabungan dari majelis yang sama dari beberapa tempat
dan daerah atau wilayah pada waktu dan tempat yang telah di-
putuskan bersama dengan para pengurus Thariqah dan para pe-
ngurus al-Khidmah.
______________
39 Dalam prakteknya, Majelis Khushushi ini tidak hanya diikuti oleh
muridin-muridat, tetapi juga oleh muhibbin-muhibbat atau jamaah al-
Khidmah.
Gambaran Umum Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng ║ 51
f. Majelis Haul
Majelis haul adalah majelis zikir, maulidur Rasul saw. dan
kirim doa kepada para guru-guru, ‘ibadillahish-shalihin, serta untuk
mengirim doa kepada kedua orang tua, pinisepuh, juga kepada
arwahul muslimin wal muslimat, wal mu’minin wal mu’minat. Majelis ini
dilaksanakan dalam kawasan wilayah terbatas pada waktu dan
tempat yang telah diputuskan oleh para Dewan Penasehat, Pe-
ngurus Thariqah dan Pengurus al-Khidmah.
g. Majelis Haul Akbar
Majelis haul akbar adalah majelis haul yang melibatkan jama-
ah dari berbagai wilayah kota atau kabupaten pada waktu dan
tempat yang telah diputuskan bersama oleh para Dewan Penasehat,
Pengurus Thariqah dan Pengurus al-Khidmah dan disampaikan
atau dihaturkan kepada Guru Thariqah.
Di samping itu, ada kegiatan yang sangat penting bagi setiap
jamaah, yakni kegiatan bulanan setiap ahad kedua bulan qamariyah
di Pesantren al-Fithrah Kedinding Surabaya. Dalam berbagai ke-
sempatan majelis khushushi, selalu ditekankan pentingnya meng-
ikuti kegiatan ini. Sebab kegiatan ini dipimpin langsung oleh Romo
Kyai Ahmad Asrori. Ditekankan, bahwa melihat beliau dapat me-
ningkatkan kualitas spiritual seseorang, terutama bagi mereka yang
sudah menjadi murid. Biasanya jamaah al-Khidmah Jawa Tengah
mengadakan rombongan untuk pergi ke sana dengan mengguna-
kan sejumlah bus. Puncak dari kegiatan ini adalah kegiatan bulanan
sebelum Ramadhan. Biasanya kegiatan ini diikuti oleh hampir
semua jamaah, termasuk yang berasal dari luar negeri, seperti
Malaysia, Singapura dan Philipina.
2. Standard Operating Procedure (SOP)
Berikut ini akan diuraikan lebih lanjut prosedur operasional
baku bagi kegiatan-kegiatan di atas.
52 ║Politik Majelis Zikir
a. Penetapan Imam Khushushi
1) Penjaringan Imam Khushushi dilakukan melalui be-
berapa cara, antara lain:
a) Memilih kyai atau ustadz atau sesepuh se-tempat
b) Calon tersebut adalah orang yang istiqamah menjalankan kewajiban amaliyah sebagai mu-rid dan istiqamah menjalankan khushushi.40
c) Calon tersebut istiqamah mendatangi majelis-majelis yang diadakan atau dianjurkan oleh Guru Thariqah.
d) Berperilaku tawadhu‘ (rendah hati) dan tasamuh (toleran) terhadap para kyai, ustadz, sesepuh dan sesama hamba Allah swt.
e) Mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap sesama murid atau jamaah maupun seluruh kegiatan yang diadakan atau dianjurkan oleh Guru Thariqah.
2) Setelah pengurus thariqah memilih 2-3 orang calon imam khushushi, selanjutnya pengurus thariqah dapat membawa para calon imam khushushi tersebut ke hadapan majelis dimana Guru Thariqah dapat bertemu dengan para calon tersebut.
3) Calon imam khushushi yang disampaikan atau di-haturkan kepada Guru Thariqah, kemudian ditetap-kan dan diumumkan kepada para murid atau jamaah khushushi.41
______________
40 Dalam sebuah majelis khushushi di Masjid Agung Boja Kendal, Ustadz
Musyafak menjelaskan bahwa seorang imam khushushi harus istiqamah me-
mimpin majelis khushushi dalam kondisi apapaun dan bagaimanapun. Bahkan
ketika sakit pun, selama masih bisa ditandu untuk datang ke majelis khu-
shushi, ia tetap harus datang. 41 Di sini tidak dinyatakan dengan tegas, apakah para calon imam
khushushi itu diangkat semua sebagai imam khushushi oleh Guru Thariqah atau
Gambaran Umum Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng ║ 53
b. Majelis Mubaya‘ah
1) Imam khushushi mendata para ikhwan dan akhawat
yang akan berbaiat. 2) Hasilnya dilaporkan kepada Pengurus Thariqah ting-
kat desa, kecamatan, kota/kabupaten atau provinsi. 3) Atas laporan tersebut, Pengurus Thariqah tersebut
melaporkan kepada Pengurus Pusat untuk men-dapatkan jadwal pelaksanaan mubaya‘ah di wilayah-nya.
4) Jika sudah mendapat jawaban tertulis dari pengurus pusat, maka akan segera dibentuk kepanitiaan khu-sus untuk kegiatan majelis mubaya‘ah.
5) Publikasi kegiatan majelis mubaya‘ah dilaksanakan pada H-15 ke seluruh koordinator desa, kecamatan sampai kota atau kabupaten.
6) Biaya pelaksanaan kegiatan majelis mubaya‘ah menjadi tanggung jawab bersama dari jamaah Thariqah dan al-Khidmah di seluruh kawasan tersebut serta me-nerima sumbangsih dan tali asih dari para dermawan, perorangan atau lembaga yang tidak mengikat.
c. Penetapan Tempat Majelis Khushushi
1) Pengurus thariqah mengajukan penetapan tempat kepada Guru Thariqah melalui pengurus pusat.
2) Tempat majelis khushushi harus segera ditempati setelah disampaikan atau dihaturkan kepada Guru Thariqah.
_______________
hanya satu di antaranya. Namun dalam prakteknya, tiap majelis khushushi
terdapat hanya satu imam khushushi. Menurut Ustadz Musyafak, hal ini
berbeda dengan kebijakan Romo Kyai Usman, dimana dalam tiap majelis
khushushi terdapat lebih dari satu imam khushushi. Kebijakan hanya satu
imam khushushi ini diambil oleh Romo Kyai Asrori dengan pertimbangan agar
seorang imam khushushi tidak dengan mudah berdalih mewakilkan tugasnya
kepada imam khushushi yang lain.
54 ║Politik Majelis Zikir
3) Pengurus al-Khidmah bertanggung jawab untuk mencari beberapa alternatif calon tempat majelis khushushi dengan memperhatikan beberapa per-timbangan sebagai berikut: a) Mendapat restu dari pinisepuh, kepala desa, dan
masyarakat setempat, dan apabila di masjid atau mushalla maka harus mendapat restu dari takmir atau nadhir.42
b) Luas tempatnya dapat menampung seluruh calon jamaah majelis khushushi.
c) Mudah dijangkau dari berbagai jurusan atau arah dan tempat.
d) Tidak bersamaan atau terganggu dengan acara atau kegiatan lain.
e) Jarak dengan tempat majelis khushushi lainnya minimal tiga km.
d. Pelaksanaan Majelis Khushushi
1) Setelah tempat dan waktu khushushi disampaikan atau dihaturkan kepada Guru Thariqah dan beliau menerima penetapannya, maka para murid atau ja-maah di desa dan daerah yang terdekat harus segera melaksanakan majelis khushushi.
2) Pada putaran 1-5, yang menjadi imam khushushi ada-
lah imam khushushi yang ditunjuk oleh Guru Tha-
riqah atau imam khushushi dari daerah terdekat de-
ngan sepengetahuan dan persetujuan pengurus
Thariqah wilayahnya.
______________
42 Menurut Ustadz Musyafak, Romo Kyai Asrori pernah berpesan agar
sebisa mungkin majelis khushushi diadakan di Masjid atau bahkan di Masjid
Agung, agar masyarakat tahu bahwa kegiatan majelis khushushi itu bukan
sesuatu yang dilarang atau rahasia.
Gambaran Umum Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng ║ 55
3) Selanjutnya pengurus thariqah memilih 2-3 orang
calon imam khushushi setempat, lalu disampaikan
atau dihaturkan kepada Guru Thariqah.
e. Majelis Khushushi Kubra
1) Tujuan Majelis Khushushi Kubra
a) Untuk mempererat dan memperkuat tali ikat-an silaturrahmi dan rohani antar para murid atau jamaah sehingga makin tumbuh rasa per-saudaraan dan kebersamaannya.
b) Untuk menimbulkan rasa saling memiliki ter-hadap keberadaan majelis thariqah dengan se-gala kegiatan dan amaliyahnya.
c) Agar mendapatkan tuntunan dan bimbingan yang merata dari para Dewan Penasehat, imam khushushi, kyai dan ustadz serta pinisepuh.
2) Penetapan Wilayah Majelis Khushushi Kubra.
Penetapan wilayah majelis khushushi kubra dilaksana-
kan berdasarkan rapat yang dilaksanakan oleh de-
wan penasehat, para pengurus thariqah dan para
pengurus al-Khidmah.
3) Penetapan Waktu Majelis Khushushi Kubra.
Penetapan waktu majelis khushushi kubra dilaksana-
kan berdasarkan rapat yang dilaksanakan oleh de-
wan penasehat, para pengurus thariqah dan para
pengurus al-Khidmah.
4) Kewajiban Para Murid/Jamaah Khushushi Kubra a) Seluruh murid/jamaah yang ber-khushushi di
wilayah tersebut wajib mengikuti majelis khu-shushi kubra.
b) Pada minggu tersebut seluruh kegiatan majelis khushushi di wilayah tersebut diliburkan.
56 ║Politik Majelis Zikir
5) Urutan Acara Majelis Khushushi Tujuh Harian (Shu-
ghra):
a) Al-Fatihah; b) Pengajian Tauhid, Fiqih atau Tasawuf; c) Doa; dan d) Khushushi
6) Yang Berperan dalam Majelis Khushushi Tujuh
Harian (Shughra):
a) Al-Fatihah dan pengajian oleh para imam khushushi atau kyai atau ustadz atau pinisepuh;
b) Khushushi oleh imam khushushi setempat; dan c) Bagi desa yang berdekatan yang majelis
khushushi-nya bergiliran, pengajiannya oleh imam khushushi atau kyai atau ustadz atau pinisepuh dari desa lain, sedang imam khushushi-nya adalah imam khushushi desa yang ke-tempatan.
7) Urutan Acara Majelis Khushushi Kubra:
a) Al-Fatihah; b) Istighatsah; c) Tahlil (menggunakan panduan Iklil); d) Maulidur Rasul saw. (fi hubbi); e) Pengajian; dan f) Khushushi
8) Yang Berperan dalam Majelis Khushushi Kubra
a) Para imam khushushi atau kyai atau ustadz atau sesepuh, sedang yang menjadi tuan rumah tidak boleh mengambil peran apapun dalam kegiatan majelis khushushi kubra tersebut.
b) Para imam khushushi atau kyai atau ustadz atau sesepuh dari tempat majelis khushushi lain mengambil peran secukupnya secara berganti-an atau bergilir, yakni: al-Fatihah dan istighatsah 1 orang; Surat Yasin dan doa 1 orang; tahlil dan
Gambaran Umum Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng ║ 57
doa 1 orang; maulid dan doa maulid 1 orang; pengajian 1 orang dan khushushi 1 orang.
c) Materi pengajain diambil dari kitab-kitab yang kuat dan masyhur baik mengenai tauhid, fiqih maupun tasawuf.
d) Topik pengajian harus jelas dan dibawakan oleh imam khushushi atau kyai atau ustadz atau sesepuh yang sesuai dengan bidang keahlian-nya.
e) Waktu pengajian tidak boleh lebih dari 60 menit atau satu jam.
9) Biaya Majelis Khushushi Kubra a) Seluruh biaya khushushi kubra harus dihitung
secara detail oleh pengurus al-Khidmah di wi-layah tersebut.
b) Seluruh biaya khushushi kubra ditanggung oleh semua murid dan jamaah al-Khidmah yang berada di wilayah tersebut.
c) Menerima sumbangsih dan taliasih dari para dermawan, perorangan atau lembaga yang tidak mengikat.
f. Majelis Zikir, Maulid dan Manaqib serta Ta‘lim
1) Setiap majelis khushushi wajib menyelenggarakan majelis zikir, maulid dan manaqib serta ta‘lim mini-mal sebulan sekali.
2) Di setiap desa boleh diadakan secara istiqamah dan s-ecara bergiliran, antar tempat per tempat atau rumah per rumah.
3) Majelis zikir, maulid dan manaqib serta ta‘lim dipim-pin oleh seseorang yang telah dipilih dan ditetapkan oleh jamaah dari imam khushushi atau kyai atau ustadz atau pinisepuh secara bergantian atau bergilir dalam berperan.
58 ║Politik Majelis Zikir
4) Diutamakan dan diharapkan yang memberi mau’i-zhah hasanah dan doa Surat Yasin, doa tahlil dan doa maulid serta doa penutup adalah kyai, ustadz atau pinisepuh yang diundang dari luar murid thariqah dan selain jamaah al-Khidmah.
5) Majelis tersebut terbuka untuk umum dan meng-undang para kyai, ustadz, pinisepuh dan tokoh ma-syarakat setempat.
6) Urutan acaranya adalah: a) Al-Fatihah; b) Istighatsah; c) Surat Yasin; d) Doa Yasin; e) Manaqib; f) Doa Manaqib; g) Tahlil; h) Doa Tahlil; i) Mau’izhah Hasanah (bisa atau tidak diadakan);
dan j) Doa.
7) Yang berperan dalam acara tersebut adalah:
a) Al-Fatihah dan Istighatsah 1 orang; b) Surat Yasin 1 orang; c) Manaqib oleh tim; d) Doa Manaqib 1 orang; e) Tahlil dan doanya 1 orang; f) Mau’izhah Hasanah 1 orang; dan g) Doa 1 orang.
g. Majelis Zikir, Maulid dan Manaqib Kubra serta Ta‘lim
1) Majelis zikir, maulid dan manaqib kubra serta ta‘lim
adalah gabungan dari beberapa majelis yang sama
dari beberapa daerah atau wilayah.
Gambaran Umum Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng ║ 59
2) Penetapan cakupan wilayah gabungan, waktu dan
tempat penyelenggaraan ditetapkan oleh rapat yang
dihadiri oleh para penasehat dan para pengurus
thariqah serta pengurus al-Khidmah di wilayah ter-
sebut.
3) Tempat pelaksanaan berpindah-pindah sesuai ke-
sepakatan rapat bersama.
4) Kegiatan majelis ini dilaksanakan minimal setiap
tiga bulan sekali atau melihat kadar kebutuhan dan
manfaat serta hikmahnya.
5) Majelis ini terbuka untuk umum dan mengundang
para kyai, ustadz, pinisepuh, para pejabat pemerintah-
an, kumpulan-kumpulan dan lembaga-lembaga serta
organisasi-organisasi dari dalam dan luar wilayahnya.
6) Urutan acaranya adalah: a) Al-Fatihah; b) Istighatsah; c) Surat Yasin; d) Doa Yasin; e) Manaqib; f) Doa Manaqib; g) Tahlil; h) Doa Tahlil; i) Maulidur Rasul saw. (fi hubb atau asyraqal); j) Sambutan Sahibul Bait atau Pinisepuh; k) Sambutan mewakili Pejabat; l) Mau’izhah Hasanah; dan m) Doa Maulidur Rasul saw.
7) Yang berperan dalam acara tersebut adalah:
a) Al-Fatihah dan Istighatsah 1 orang; b) Surat Yasin dan doa 1 orang; c) Manaqib oleh tim; d) Doa Manaqib 1 orang;
60 ║Politik Majelis Zikir
e) Tahlil dan doa 1 orang; f) Maulidur Rasul saw. oleh tim; g) Sambutan sahibul bait atau pinisepuh 1 orang; h) Sambutan mewakili pejabat 1 orang; i) Mau’izhah Hasanah 1 orang; dan j) Doa maulidur Rasul saw. 1 orang.
8) Pedoman sambutan tuan rumah atau pinisepuh
adalah: a) Ucapan syukur; b) Memohon maaf atas segala kekurangsem-
purnaan dalam berkhidmah; dan c) Memohon doa agar majelis zikir, maulid dan
manaqib serta ta‘lim dapat berjalan dengan tertib, istiqamah dan thuma‘ninah dan manfaat serta maq-bul dan diridhai oleh Allah swt. di dunia dan akhirat.
9) Pedoman sambutan mewakili pejabat adalah: a) Ucapan syukur; b) Mohon doa dari para jamaah dan masyarakat
agar dalam menjalankan amanat dan tugas ke-wajibannya mendapatkan pertolongan, naung-an dan lindungan serta petunjuk dari Allah swt.; dan
c) Mendorong agar majelis ini makin bertambah syiar dan memperoleh pertolongan, naungan dan lindungan serta maqbul dan diridhai oleh Allah swt. di dunia dan akhirat.
10) Pedoman Mau’izhah Hasanah majelis ini adalah:
a) Menguatkan dan mengokohkan serta meman-tapkan iman dan i‘tiqad serta membesarkan hati para jamaah yang hadir dan masyarakat umum;
b) Tidak menyinggung soal politik; dan
Gambaran Umum Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng ║ 61
c) Tidak menyinggung dan menyakiti perasaan dan hak serta menjelek-jelekkan orang dan kelompok lain.
h. Majelis Haul/Haul Akbar:
1) Majelis haul/haul akbar ditetapkan dalam rapat ber-
sama antara Dewan Penasehat, pengurus thariqah
dan pengurus al-Khidmah.
2) Waktu dan tempat ditetapkan secara musyawarah.
3) Disampaikan atau dihaturkan kepada Guru Thari-
qah.
4) Waktu penyelenggaraan haul/haul akbar ditetapkan
satu tahun sekali.
5) Biaya penyelenggaraan haul akbar ditanggung ber-
sama oleh seluruh murid dan jamaah al-Khidmah
serta menerima sumbangsih dan taliasih dari para
dermawan, perorangan atau lembaga yang tidak
mengikat, dan
6) Tata cara dan hal-hal lain yang berkaitan dengan
penyelenggaraan dan amaliyah, mengacu kepada pe-
laksanaan majelis zikir, maulid dan manaqib kubra
serta ta‘lim di atas.
3. Kegiatan-kegiatan Tambahan
Selain kegiatan-kegiatan tersebut di atas, terdapat sejumlah
kegiatan yang bersifat tambahan, yakni menjadi bagian dari upaya
jamaah al-Khidmah untuk dapat berkiprah lebih banyak di tengah-
tengah masyarakat. Namun demikian, kegiatan-kegiatan tambahan
ini tetap mendapatkan perhatian berkenaan dengan teknis dan
pelaksanaan standarnya. Kegiatan-kegiatan yang dimaksud adalah:
a. Majelis Khatmil Qur’an;
b. Shalat malam;
62 ║Politik Majelis Zikir
c. Majelis Asyura (sepuluh Muharram);
d. Majelis Nishfu Sya‘ban;
e. Majelis Tahlil;
f. Majelis Lamaran;
g. Majelis Akad Nikah;
h. Majelis Walimatul Arus;
i. Majelis Walimatul hamli (tujuh bulan masa kehamilan);
j. Majelis walimatut tasmiyah (pemberian nama); dan
k. Kegiatan al-Khidmah atas undangan pribadi atau lem-
baga lain.[]
Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah .... ║ 63
BAB III
PERILAKU POLITIK MAJELIS ZIKIR
AL-KHIDMAH WILAYAH JATENG PADA
PILLEG 2009
Menurut terminologi politik, perilaku politik diartikan sebagai
kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksana-
an keputusan politik. Kegiatan politik ada yang dilakukan oleh
pemerintah berkaitan dengan fungsi pemerintah dan ada kegiatan
politik yang dilakukan oleh masyarakat berkaitan dengan fungsi
politik.1 Perilaku politik keluarga besar Majelis Zikir al-Khidmah,
baik dalam kapasitas sebagai pribadi maupun kelompok memiliki
arti subyektif, memiliki tujuan tertentu dan bukan merupakan
perilaku yang muncul secara kebetulan. Tindakan-tindakan mereka
______________
1 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1992,
hlm. 131
64 ║Politik Majelis Zikir
memiliki rasionalitas yang beragam. Menurut Johnson, rasionalitas
tindakan-tindakan itu dapat digolongkan menjadi empat, yaitu
rasionalitas instrumental, rasionalitas nilai, rasionalitas tradisional
dan rasionalitas afektif.2
Dalam penelitian ini, perilaku politik diartikan sebagai ke-
giatan yang dilakukan oleh keluarga besar Majelis Zikir al-Khidmah,
mulai dari dewan penasehat, para pengurus sampai para jamaah
yang berkaitan dengan politik. Kegiatan-kegiatan itu merupakan
wujud partisipasi mereka sebagai warga negara dan dapat terjadi
dalam berbagai bentuk. Dalam penelitian ini, perilaku itu dikate-
gorikan ke dalam dua perilaku utama, yaitu perilaku memilih dan
dipilih.
Menurut Budihardjo, perilaku memilih bagi kyai pesantren
akan terkait dengan empat faktor, yaitu kekuasaan, kepentingan,
kebijakan dan budaya politik.3 Pertama, faktor kekuasaan meliputi
cara untuk mencapai hal yang diinginkan melalui sumber-sumber
kelompok yang ada di masyarakat. Kekuasaan ini merupakan do-
rongan manusia dalam berperilaku politik termasuk perilaku me-
milih. Kedua, faktor kepentingan merupakan tujuan yang dikejar
oleh pelaku-pelaku atau kelompok politik. Dalam hal ini, Laswell
menyatakan bahwa pada dasarnya dalam mengejar kepentingan
tersebut, manusia membutuhkan nilai-nilai: kekuasaan, pendidik-
an, kekayaan, kesehatan, ketrampilan, kasih sayang, keadilan dan
kejujuran. Ketiga, faktor kebijakan sebagai hasil dari interaksi antara
kekuasaan dan kepentingan yang biasanya berbentuk perundang-
undangan. Kebijakan akan memiliki implikasi penting dalam
perilaku politik. Keempat, budaya politik, yaitu orientasi subyektif
______________
2 Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Jilid I, Gramedia Jakarta, 1986,
hlm. 219-222 3 Miriam Budihardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1998,
hlm. 49
Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah .... ║ 65
individu terhadap sistem politik. Kebudayaan politik sebagai orien-
tasi nilai dan keyakinan politik yang melekat dalam diri individu
dapat dianalisis dalam beberapa orientasi, yaitu orientasi kognitif,
afektif dan evaluatif yang mendasari perilaku politik.4 Keempat
faktor ini tentu saja dapat digunakan sebagai pisau analisis untuk
melihat bagaimana perilaku memilih dari para dewan penasehat,
para pengurus dan para jamaah Majelis Zikir ini.
Sebagaimana telah disinggung di atas, perilaku politik Majelis
Zikir ini tentu tidak terlepas dari sikap dan pandangan mereka ter-
hadap pilleg. Menurut Thaba, ada empat sikap politik umat Islam,
yaitu: Pertama, kelompok yang berpandangan pragmatis dan cen-
derung mengintegrasikan diri dengan kekuasaan serta meninggal-
kan label ideologinya. Kedua, kelompok akomodatif, yakni kelom-
pok yang sikap dan pemikiran politiknya reseptif dan kompromis,
namun tidak selalu berintegrasi. Ketiga, kelompok transformatif,
yakni kelompok yang memiliki komitmen perubahan yang men-
dasar, tetapi menolak cara-cara yang radikal. Dan keempat, ke-
lompok prinsipalis, yakni kelompok yang menghendaki ditegak-
kannya prinsip-prinsip dasar Islam.5
Sebelum mengemukakan perilaku politik al-Khidmah, terlebih
dahulu akan diulas bagaimana latar belakang politik berdirinya
majelis zikir ini.
A. Latar Belakang Politik Berdirinya al-Khidmah
Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah tidak bisa dilepaskan
dari Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah di Pesantren Darul
Ulum Rejoso Jombang Surabaya. Kyai Romli bin Tamim (w. 1957 ______________
4 Khoiro Ummatin, Perilaku Politik Kyai, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
2002, hlm. 32-33 5 Abdul Aziz Thaba, Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru, Gema
Insani Press, Jakarta, 1996, hlm. 334
66 ║Politik Majelis Zikir
M) merupakan tokoh yang paling kharismatik dari rangkaian guru
tarekat yang disebut terakhir ini. Ketika Kyai Romli wafat, terjadi
krisis kepemimpinan dalam tarekat ini. Kepemimpinan pesantren
telah diserahkan kepada putranya, Kyai Musta‘in sejak satu tahun
sebelumnya dan sebelum wafat Kyai Romli juga sempat mewasiat-
kan tarekat ini kepada Kyai Musta‘in melalui ijazah bai‘at. Namun
sampai saat itu, Kyai Musta‘in belum berminat betul pada tarekat.
Selama beberapa waktu, ia dibina oleh khalifah utama ayahnya,
yaitu Kyai Usman al-Ishaqi di Sawahpulo, Surabaya. Setelah diajari
semua muraqabah di bawah bimbingan Kyai Usman, Kyai Musta‘in
mulai bertugas sebagai mursyid. Kyai Musta‘in berhasil meng-
konsolidasikan hampir semua badal ayahnya dan membangun lebih
lanjut jaringan tarekatnya. Sedikit demi sedikit ia muncul sebagai
tokoh penting pada tingkat provinsi, bahkan nasional. Ia pandai
menjalin hubungan dengan pemerintah dan sempat menjadi tokoh
utama dalam Jam‘iyyah Ahlit Tariqah al-Muktabarah, yang berdiri
tahun 1957 dan berafiliasi ke NU. Organisasi ini mendaftar 44
tarekat yang muktabarah, tetapi yang paling dominan hanya
Naqsyabandiyyah dan Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah.6
Pada awal dasawarsa 1960-an, Kyai Musta‘in mulai memain-
kan peranan menonjol dan mencapai puncak pengaruhnya pada
pertengahan 1970-an. Pada muktamar kelima Jamiyah Ahlit
Thariqah al-Muktabarah di Madiun tahun 1975, Kyai Musta‘in ter-
pilih sebagai ketua umum. Menjelang 1977, Kyai Musta‘in memper-
taruhkan popularitasnya dengan ikut serta dalam kampanye Golkar
setelah sebelumnya mendapat sejumlah bantuan. Hal ini dianggap
sebagai pengkhianatan, dan kemudian ia dicopot dari posisi ketua
umum. Untuk tindakan-tindakan selanjutnya, prakarsanya lebih
______________
6 Martin van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Mizan,
Bandung, 1992, hlm. 178-179
Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah .... ║ 67
banyak datang dari Pesantren Tebuireng di Jombang. Sebab sejak
dulu Tebuireng memang bersikap ambivalen terhadap tarekat.
Pada saat konflik itu, orang di sekitar Kyai Adlan Ali di Pe-
santren Cukir, yang semula adalah salah satu badal Kyai Musta‘in,
mendorongnya untuk keluar dari Kyai Musta‘in dan mengganti-
kannya sebagai mursyid di Jombang. Karena ia hanya badal dan be-
lum mendapatkan ijazah bai‘at, maka ia diberi pelajaran terlebih
dahulu oleh syeikh tarekat senior di Mranggen, yaitu Kyai Muslih.
Setelah Kyai Adlan menerima ijazah bai‘at, sebagian besar badal
Kyai Musta‘in, terutama mereka yang pernah di Tebuireng,
berpindah ke Kyai Adlan. Sebagian lain berpindah ke Kyai Usman
al-Ishaqi di Surabaya. Kyai Usman sendiri tidak ikut berperan
dalam konflik tadi dan, menurut Martin, mengambil jarak dari ke-
dua belah pihak.7 Sementara menurut Mahmud Suyuthi, dalam
kasus Kyai Musta‘in itu, tarekat Rejoso Jombang kemudian terpisah
menjadi tiga. Pertama, tarekat Rejoso yang berkompromi dengan
Golkar di bawah pimpinan Kyai Musta‘in, tarekat Cukir yang ber-
kompromi dengan PPP di bawah pimpinan Kyai Adlan Ali, dan
tarekat Kedinding Lor Surabaya yang bersikap netral di bawah
pimpinan Kyi Usman al-Ishaqi.8
Memang bisa dibenarkan menyebut sikap Kyai Usman itu se-
bagai sikap netral, karena memang tidak memihak kepada salah
satunya, yakni Kyai Adlan maupun Kyai Musta‘in. Sikap netral ini
mengandung konsekuensi bahwa beliau tetap setuju kepada ke-
duanya. Tetapi akan lebih tepat bila dinyatakan bahwa Kyai Usman
dalam konflik itu “mengambil jarak” dari keduanya. Dengan kata
lain, secara halus beliau ingin mengatakan tidak setuju kepada
______________
7 Ibid., hlm. 180 8 Lihat uraian lengkapnya pada Mahmud Suyuti, Politik Tarekat Qadiri-
yah wa Naqsyabandiyah Jombang, Galang Press, Yogykarta, 2001
68 ║Politik Majelis Zikir
keduanya. Itulah sebabnya, beliau juga menerima sejumlah badal
yang semula adalah badal dari Kyai Musta‘in. Datangnya sejumlah
badal itu sangat wajar, mengingat jauh sebelum Kyai Musta‘in
mampu menjadi mursyid, beliaulah yang mengajarinya, dan sudah
banyak yang mengakui Kyai Usman sebagai pengganti Kyai Romli.
Tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah pimpinan Kyai
Usman ini terus berkembang pesat. Dan di akhir hayat beliau,
situasi suksesi yang terjadi dari Kyai Usman ke Kyai Asrori rupanya
sama-sama mengalami kendala sebagaimana yang terjadi pada
suksesi dari Kyai Romli ke Kyai Musta‘in. Bedanya, pada kasus Kyai
Musta‘in, Kyai Musta‘in masih muda dan belum cukup mampu
untuk menjadi mursyid, sehingga sejumlah murid Kyai Romli me-
ragukannya. Sedang pada kasus Kyai Asrori, Kyai Asrori masih
muda dan ada saudaranya yang merasa tidak setuju dengan ke-
pemimpinannya dalam tarekat. Sehingga baik Kyai Musta‘in mau-
pun Kyai Asrori sama-sama harus melakukan usaha keras untuk
mengkonsolidasikan tarekatnya masing-masing. Dan keduanya
sama-sama sukses.
Tampaknya, Kyai Asrori juga mengambil pelajaran dari apa
yang terjadi pada Kyai Musta‘in, sehingga ada beberapa karak-
teristik penting yang beliau tekankan dalam tarekat dan al-Khidmah
yang beliau pimpin. Pertama, tidak masuk ke dalam organisasi
tarekat yang berafiliasi kepada NU, yang bernama Jamiyah Ahlit
Thariqah al-Muktabarah al-Nahdliyyah (JATMA). Sebab masuk ke
dalam organisasi ini akan mempersempit ruang gerak al-Khidmah,
yakni hanya akan menjadi wadah bagi kaum Nahdliyyin semata.
Padahal tujuan semula dari terbentuknya al-Khidmah adalah untuk
menampung siapa saja yang ingin berzikir, tanpa melihat latar
belakang organisasi keagamaannya. Di samping itu, menjadi ang-
gota organisasi ini sama dengan memihak kepada mereka yang
nota bene membelot dari kepemimpinan Kyai Musta‘in. Padahal,
Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah .... ║ 69
apapun yang terjadi, Kyai Musta‘in adalah putra dari seorang
mursyid yang menjadi salah satu mata rantai dalam tarekat ini.9 Di
sisi lain, tarekat dan al-Khidmah ini juga tidak masuk ke dalam
organisasi Jam‘iyyah Ahlit Thariqah al-Muktabarah Indonesia
(JATMI), yang merupakan kelanjutan dari organisasi yang dipimpin
oleh Kyai Musta‘in. Sebab masuk ke dalam organisasi ini sama
dengan mendukung sikap Kyai Musta‘in dan tidak sejalan dengan
sikap yang dulu diambil oleh Kyai Usman.
Efek dari sikap netral ini sebenarnya tidak selamanya positif.
Ada kemungkinan untuk “dimusuhi” oleh kedua belah pihak,
bukan “dibaiki” oleh keduanya seperti yang diinginkan. Dalam
politik ada ungkapan: “Menjadi teman dari semua orang adalah
sama dengan menjadi tidak punya teman.” Dalam kenyataannya,
tarekat ini dan al-Khidmah ini pernah mendapatkan reaksi negatif
dari NU struktural, sebagaimana telah disebutkan. Namun de-
mikian, sikap ini tentu telah disadari dan telah menjadi pilihan
sadar. Dengan penjelasan dan sikap yang santun, apa yang diingin-
kan dari sikap netral itu akhirnya dapat diwujudkan.
Kedua, tidak mendukung parpol tertentu, tetapi tetap menjaga
hubungan baik dengan pemerintah. Sikap ini juga merupakan ke-
lanjutan dari sikap yang diambil oleh Kyai Usman, yang tidak
mengikuti tarekat Cukir yang secara politik berafiliasi ke PPP dan
tidak pula mengikuti tarekat Rejoso yang secara politik berafiliasi ke
Golkar. Setelah NU mendeklarasikan PKB, tarekat ini dan al-
Khidmah melalui Kyai Asrori tidak mengambil sikap mendukung
______________
9 Sedemikian tingginya status Kyai Romli dalam tarekat ini, sehingga
tarekat ini memiliki sebuah bacaan salawat yang disebut dengan Salawat
Romliyyah. Salawat ini merupakan semacam silsilah singkat, yang di dalamnya
memuat nama Kyai Romli, Kyai Usman dan juga Kyai Ahmad Asrori. Salawat ini
dibaca pada setiap akhir majelis khushushi. Lihat Achmad Asrori al-Ishaqy, al-
Anwar al-Khushushiyyah al-Khatmiyyah, al-Wafa, Surabaya, cet. V, 2007, hlm.
78-87
70 ║Politik Majelis Zikir
atau menolak. Meskipun beliau tentu paham bahwa sebagian besar
jamaahnya adalah warga NU. Secara tegas beliau memberikan ke-
bebasan kepada jamaah untuk memilih partai manapun sepanjang
membawa kemaslahatan. Namun ada fenomena menarik, yang
akan dikaji kemudian, yaitu bahwa dalam sejumlah ceramahnya
Kyai Asrori sering melakukan kritik yang dapat dimaknai diarahkan
kepada Gus Dur, sewaktu Gus Dur menjadi presiden.
Salah satu ciri yang menonjol dari tarekat ini adalah ke-
dekatannya dengan pemerintah. Namun demikian, kedekatan ini
tidak sampai membawa dampak-dampak yang “negatif”. Sebab
masing-masing telah sama-sama mendapatkan manfaat dari
hubungan baik itu. Di satu sisi, al-Thariqah dan al-Khidmah dapat
memberikan nasehatnya secara bijak kepada pemerintah, dan di sisi
lain pemerintah dapat memberikan himbauan kepada jamaah yang
jumlahnya sangat besar untuk turut serta menyukseskan program-
program pemerintah. Dengan kata lain, hubungan baik itu tetap
dalam batas saling setara. Tidak ada pihak yang merasa berhutang
budi dengan pihak lain.
Ketiga, mulai merangkul dan menerima jamaah dari kalangan
menengah ke atas. Ini berbeda dengan jamaah TQN sebelumnya.
Sebagaimana telah dikemukakan, Tarekat Qadiriyyah wa Naqsya-
bandiyyah merupakan salah satu varian dari Tarekat Naqsya-
bandiyyah. Dua cabang lainnya adalah Mazhariyah dan Khalidiyah.
Berbeda dengan dua varian ini yang lebih banyak memiliki jamaah
dari kalangan menengah ke atas, tarekat Qadiriyyah wa Naqsya-
bandiyyah lebih banyak memiliki jamaah dari kalangan menengah
ke bawah. Itulah sebabnya, di masa-masa awal berdirinya, para pe-
mimpin tarekat ini lebih banyak berhadapan dengan para penguasa.
Mereka lebih banyak menjadi pembela kaum lemah secara
konfrontatif. Dan memang, sepanjang sejarah Islam, kaum sufi
lebih banyak menjadi oposisi terhadap kaum penguasa yang lebih
Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah .... ║ 71
banyak didukung oleh kaum fuqaha’. Sebab bagi kaum fuqaha’, ada
jabatan formal di dalam pemerintahan, yakni menjadi qadhi. Dengan
kata lain, advokasi yang dilakukan oleh kaum sufi atau para mursyid
tarekat Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah sejak awal lebih banyak
bersifat konfrontatif. Yakni dengan cara mengambil jarak, bahkan
sering berhadapan dengan para penguasa. Namun pada tarekat
Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah Usmaniyyah ini, ada semacam
pergeseran. Jamaahnya mulai merambah ke kelas menengah ke
atas. Atau menurut istilah Kyai Asrori sendiri, bahwa sekarang ini,
jamaah al-Khidmah terdiri dari semua kalangan, mulai dari kelas
bawah, kelas menengah dan kelas atas.10
Ada sejumlah faktor mengenai banyaknya jamaah dari kelas
menangah ke atas ini. Pertama, sebagai dampak dari modernitas,
dimana mereka yang telah mendapatkan kesuksesan secara
material mulai merasakan kehilangan dimensi kemanusiaannya
yang paling dalam, yakni spiritualitas. Dengan bahasa yang se-
derhana, mereka masuk ke dalam tarekat adalah untuk membuat
kekayaannya berkah. Ini berbeda dengan kalangan bawah, dimana
mereka masuk ke dalam tarekat antara lain disebabkan oleh
berbagai kesulitan hidup akibat kalah berkompetisi di dunia mo-
dern yang serba cepat ini. Dengan kata lain, kelompok yang disebut
terakhir ini masuk ke dalam tarekat agar mendapatkan kemudahan
di dalam usahanya. Tentu perbedaan ini bila dilihat dari sudut
kebutuhan duniawiyah. Sementara dari sudut kebutuhan ukhra-
wiyyah, kedua kelompok itu sama-sama membutuhkannya. Sebab,
kebutuhan ukhrawiyyah tidak disebabkan oleh faktor kekayaan atau
kemiskinan, kesuksesan ataupun kegagalan secara duniawiyah.
Kedua, adanya perubahan pengelolaan dari al-Thariqah ini, yang
______________
10 Achmad Asrori al-Ishaqy, Tuntuan dan Bimbingan, al-Khidmah,
Semarang, 2006, hlm. i
72 ║Politik Majelis Zikir
memungkinkan kalangan menengah ke atas merasa lebih nyaman
untuk masuk ke dalam tarekat ini. Sebab, diakui atau tidak, ke-
suksesaan secara material umumnya telah merubah pola hidup se-
seorang, termasuk dalam hal-hal teknis, dan tanpa disadari juga
sering mengambil jarak dengan kaum marginal. Tarekat ini
tampaknya bisa memahami semua kalangan, sehingga semuanya
merasa nyaman dengan tarekat ini. Ketiga, sebagian besar kelas
menengah yang masuk ke dalam tarekat ini sebagian besar berasal
dari kalangan menengah ke bawah. Dengan kata lain, kalangan me-
nengah ke atas ini adalah mereka yang telah mengalami mobilitas
ke atas (social climbing).11
Masuknya kalangan menangah ke atas dalam al-Thriqah dan
al-Khidmah ini juga membawa dampak positif, mulai dari segi
pengelolaan, tampilan dan lain-lain. Dan yang lebih penting dari
pergeseran yang bersifat teknis pengelolaan adalah adanya per-
ubahan sikap yang diambil, dari yang semula konfrontatif, sebagai-
mana yang ditempuh oleh tarekat Cukir di bawah Kyai Adlan Ali
menuju sikap akomodatif, namun tetap setara, tidak pragmatis dan
subordinatif sebagaimana yang ditempuh oleh tarekat Rejoso.
Dalam sitausi dan kondisi seperti itulah al-Khidmah lahir.
Yakni untuk mengkonsolidasikan tarekat secara internal dan eks-
ternal, serta untuk menegaskan sikap dan karakter politiknya. Sikap
dan karakter politik inilah yang secara normatif menjadi pegangan
bagi seluruh komponen al-Thariqah dan al-Khidmah. Dan berikut
ini akan dilihat bagaimana historisitas dan impelementasinya di
______________
11 Mereka yang telah mengalami mobilitas ke atas juga berasal dari kaum
santri tradisional. Sehingga mereka tidak terlalu asing dengan pola hidup yang
ada dalam tarekat, seperti duduk lesehan sewaktu berzikir, mendapatkan
tempat di pinggir-pinggir jalan sewaktu jamaah sudah penuh karena datang
terlambat, dan lain-lain. Tentang teori mibilitas sosial ini, lihat misalnya
Soerjono Soekanto, Sosilogi: Suatu Pengantar, Rajawali Pers, Jakarta, 1991,
hlm. 276
Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah .... ║ 73
masa-masa selanjutnya, khususnya berkaitan dengan al-Khidmah
Wilayah Jateng.
B. Pandangan Politik Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng
Sebagaimana dikemukakan di bagian awal, bahwa jamaah al-
Khidmah Jateng direpresentasikan oleh tiga komponen, yaitu
Dewan Penasehat, Pengurus dan Jamaah. Termasuk ke dalam kom-
ponen Dewan Penasehat adalah Sang Guru Thariqah, yakni Romo
Kyai Asrori sebagai tokoh sentralnya. Tetapi tokoh yang terakhir ini
sudah dibahas sebelumnya dan hanya akan dilihat sebagai rujukan
sentral dari semua komponen al-Khidmah Jawa Tengah lainnya.
Dewan Penasehat dalam hal ini akan diwakili oleh para sesepuh
yang terlibat dalam proses pendirian al-Khidmah Jawa Tengah. Se-
dang pengurus akan diambilkan dari ketua umumnya. Sementara
unsur jamaah akan diambilkan dari beberapa responden kunci, baik
yang termasuk muridin-muridat, muhibbin-muhibbat maupun mu‘taqidin-
mu‘taqidat.
Ada banyak faktor yang melatarbelakangi pandangan al-
Khidmah, namun dalam konteks ini yang menonjol ada dua hal
inti. Pertama, faktor latar belakang keagamaan. Yang dimaksud latar
belakang keagamaan di sini adalah latar belakang organisasi ke-
agamaan. Sebagaimana telah dikemukakan, jamaah al-Khidmah
umumnya berlatar belakang organisasi keagamaan Nahdlatul
Ulama’. Dari tiga sesepuh yang ada di al-Khidmah Jateng ini,
semuanya adalah kaum Nahdliyyin. Hanya saja, mereka itu adalah
Nahdliyyin kultural, bukan struktural. Sedang pengurusnya, juga
berlatar belakang NU, meskipun dalam kategori awwam. Selanjut-
nya, sebagian besar jamaahnya juga berlatar belakang NU. Hanya
sebagian kecil yang berlatar belakang Muhammadiyyah, yang juga
berkategori awwam. Sebagian kecil lainnya adalah kaum nasionalis,
dalam pengertian tidak berlatar belakang NU maupun Muham-
74 ║Politik Majelis Zikir
madiyah. Yang terakhir ini tidak memiliki emosi terhadap kedua
organisasi keagamaan tersebut. Faktor pertama ini sesungguhnya
juga melibatkan latar belakang pendidikan para jamaah. Bagi kaum
Nahdliyyin, latar belakang pendidikan mereka tidak akan jauh dari
dunia pesantren dan madrasah, dengan sejumlah pemahaman
politik yang tidak jauh dari literatur pesantren pula. Dan kedua,
faktor latar belakang ekonomi. Latar belakang ekonomi inilah yang
saat ini menjadi indikator utama untuk memasukkan seorang jama-
ah ke dalam kategori kelas bawah, menengah atau atas. Di dalam
al-Khidmah, perbedaan kategori jamaah ini ternyata juga menjadi
variabel penting yang akan mempengaruhi pandangan politiknya.
Berikut ini akan dikemukakan bagaimana pandangan jamaah
al-Khidmah tentang dua sub masalah penelitian ini, yakni tentang
pilleg dalam perspektif hukum Islam dan mengenai keberadaan
pilleg sebagai salah satu sarana menciptakan masyarakat yang adil
dan makmur.
1. Pilleg dalam Perspektif Hukum Islam
Masalah utama yang diajukan adalah bagaimana hukumnya
nyontreng, yang sekaligus juga berarti menanyakan bagaimana
hukumnya golput. Pertanyaan ini menjadi semakin terasa penting
setelah Gus Dur beberapa kali memerintahkan agar para pen-
dukungnya golput pada Pilleg 2009 ini, setelah kalah bertarung
dengan keponakan dan kadernya sendiri, Muhaimin Iskandar.
Walaupun di kemudian hari, Gus Dur juga mau menyertai kam-
panye salah seorang kader penting PDI-P Jateng, yaitu Murdoko.
Bahkan terpublikasi pula dengan jelas, bahwa Gus Dur mempersila-
kan para pengikutnya untuk memiliki para caleg dari partai ini.
Kembali kepada pertanyaan, bagaimana hukumnya nyontreng,
ada dua kategori jawaban yang ditemukan. Pertama, menyatakan
bahwa nyontreng hukumnya wajib apabila tidak ada hal-hal yang
menyebabkannya keluar dari hukum wajib. Alasannya, karena
Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah .... ║ 75
betapapun kondisinya, pemerintahan ini haruslah ada pemimpin-
nya. Masyarakat harus mendapatkan wakil untuk menyuarakan
aspirasinya. Setelah dikejar lebih jauh tentang hal-hal yang
menyebabkan hukum nyontreng tidak lagi wajib, ditemukan bahwa
bila diketahui dengan jelas caleg yang bersangkutan tidak amanah.
Maka dalam kasus ini, lebih baik tidak nyontreng. Alasan yang
terakhir ini sebenarnya agak aneh bila dikaitkan dengan pandangan
politik kaum santri, yakni bila ada pilihan caleg yang sama-sama
tidak amanah, maka harus tetap dipilih caleg yang paling sedikit
madharatnya.12 Bagi kelompok ini, berarti hukum golput adalah
haram, bila tidak ada hal-hal yang menyebabkannya keluar dari
hukum haram.
Kedua, menyatakan bahwa hukum nyontreng adalah mubah
saja, yakni tidak terkenai hukum tertentu. Nyontreng terkait
dengan hak seseorang. Karena itu, dia akan menggunakan haknya
atau tidak, kembali kepada yang bersangkutan. Setelah dikejar, apa
yang menjadi alasan seseorang untuk merasa perlu nyontreng,
ditemukan jawaban bahwa hal itu terkait dengan kondisi calegnya.
Dengan demikian, jawaban ini sama dengan jawaban sebelumnya,
dalam hal pentingnya melihat kualitas caleg. Bedanya, yang
pertama terkait lebih erat dengan hukum, sedang yang kedua lebih
longgar. Atau dengan bahasa yang lebih tegas, yang pertama men-
jadikan nyontreng sebagai tindakan sakral, terkait dengan masalah
ukhrawi, sedang yang kedua menjadikannya sebagai tindakan pro-
______________
12 Pandangan ini agaknya bersumber dari seorang tokoh yang sebenarnya
secara pribadi dimusuhi oleh kaum pesantren, yaitu Ibnu Taimiyyah. Ung-
kapannya yang sangat terkenal: ”Enam puluh tahun di bawah sultan yang zalim
lebih baik dari satu malam tanpa sultan.”, meski dianggap sangat ekstrim,
tetapi dianggap lebih membawa kemaslahatan dalam konteks perlunya ada
pemimpin dalam kondisi apapun. Lihat misalnya, Munawir Syadzali, Islam dan
Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, UI Press, Jakarta, 1993, hlm. 89
76 ║Politik Majelis Zikir
fan, terkait dengan masalah duniawi. Kedua pandangan ini tentu
akan membawa efek berbeda pada tindakan politik yang akan
mereka ambil.
Bila dilakukan pemilahan, maka jawaban pertama dikemuka-
kan oleh sebagian besar dewan penasehat, pengurus dan sebagian
kecil jamaah yang berkategori muridin-muridat. Sedang jawaban
kedua dikemukakan oleh sebagian besar jamaah, terutama yang
berkategori muhibbin-muhibbat dan mu‘taqidin-mu‘taqidat. Hal ini bisa
dimaklumi, bila dikaitkan dengan latar belakang pendidikan ke-
agamaan mereka, terutama pendidikan keagamaan di pesantren
dan madrasah. Di samping itu, keduanya juga berbeda dalam hal
memandang tindakan nyontreng, di satu sisi ada yang memandang-
nya sakral dan di sisi lain ada yang memandangnya profan. Se-
lengkapnya bisa dilihat pada tabel 6.
Tabel 6:
Pandangan Jamaah al-Khidmah Jateng Tentang
Hukum Nyontreng
Hukum
Nyontreng Argumen Sifat Sumber
Wajib Bersyarat
(muqayyad)
Bila tidak ada hal
yang memaling-
kan dari hukum
wajib, harus ada
pemimpin (wakil)
Sakral + dewan
penasehat, +
pengurus dan
– muridin/at
Mubah Merupakan hak,
akan digunakan
atau tidak ter-
serah kepada
masing-masing
Profan + jamaah dan
– pengurus
Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah .... ║ 77
Ada beberapa hal menarik dari kedua jawaban di atas. Pertama,
bahwa al-Khidmah ini tidak terlalu terpengaruh dengan sejumlah
fatwa yang mewajibkan nyontreng, misalnya dari sejumlah ulama’
penting. Hal ini bisa menjadi bukti bahwa apa yang digariskan oleh
Kyai Asrori masih sangat kuat tertanam dalam benak jamaah al-
Khidmah. Kedua, ada semacam rendahnya emosi terhadap pilleg
kali ini. Ini jelas agak ironis, bila dikaitkan dengan keberadaan
jamaah al-Khidmah yang sebagian besar adalah kaum Nahdliyyin
yang tentu memiliki kaitan emosional kuat dengan partai-partai
yang berbasis Islam, terutama PKB dan PPP. Hal ini, tampaknya,
terkait dengan dorongan utama mereka untuk tidak banyak mem-
bicarakan masalah politik di dalam jamaah ini. Dengan demikian,
ini menjadi bukti lain, bahwa jamaah al-Khidmah sangat paham
bahwa di dalam majelis ini, soal nyontreng atau tidak nyontreng
tidak perlu dibicarakan. Hal ini juga terkait dengan motivasi utama
mereka masuk ke dalam jamaah ini, yakni untuk berzikir dan
berkirim doa.
Bila dikaitkan dengan ajakan Gus Dur untuk golput, tampak-
nya jamaah al-Khidmah juga tidak terpengaruh, setidaknya di
dalam majelis ini. Ada banyak faktor mengenai hal ini. Antara lain
pertama, jamaah al-Khidmah sudah jenuh dengan sepak terjang
politik Gus Dur. Meskipun mereka adalah kaum Nahdliyyin, tetapi
karena sebagian besar mereka adalah Nahdliyyin awwam, maka
mereka tidak lagi terlalu mempedulikan apa yang dilakukan atau di-
katakan oleh Gus Dur. Kedua, ada kaitannya dengan memori jama-
ah dimana di masa Gus Dur menjadi presiden, Kyai Asrori sering
melakukan kritik tajam kepada pemerintah atau kepada sosok yang
bisa ditafsirkan diarahkan kepada Gus Dur.13 Kritik Kyai Asrori
kepada Gus Dur memang bisa dimengerti, terutama bila dikaitkan
______________
13 Ceramah-ceramah ini bisa ditemukan di dalam rekaman audio, yang
masih diputar di Radio Rasika FM Semarang, dan juga rekaman audio-visual.
78 ║Politik Majelis Zikir
dengan latar belakang sejarah polemik antara Pesntren Tebuireng
dengan Pesantren Darul Ulum Jombang. Di satu sisi, Pesantren
Tebuireng agak anti terhadap tarekat, dan pernah terlibat dalam
ontran-ontran pelengseran Kyai Musta‘in dari kepemimpinan di
Jam‘iyyah Ahlit Thariqah al-Muktabarah, dan di sisi lain Pesantren
Darul Ulum merupakan pesantren yang menjadi jalur geneologis
tarekat yang sekarang ini dipimpin oleh Kyai Asrori. Juga terkait
dengan referensi tasawuf dan tarekat yang memang lebih banyak
berisi kritikan kepada para penguasa. Jadi, kritik Kyai Asrori itu
juga bisa dimaknai sebagai sebuah masukan bagi pemerintah.
2. Pilleg sebagai Sarana Menciptakan Masyarakat Adil Makmur
Selanjutnya, berkenaan dengan pertanyaan apakah pilleg kali
ini bisa menjadi sarana menciptakan masyarakat yang adil dan
makmur, terdapat sejumlah kategori jawaban dengan variasi alasan
masing-masing.
Pertama, sebagian menjawab bisa, dengan alasan caleg se-
karang ini telah menjalin komunikasi dengan mereka sejak awal,
terutama dikaitkan dengan para caleg yang sejak awal telah aktif,
atau setidaknya pernah mengikuti even-even al-Khidmah. Bahkan
sebagian caleg melakukan kontrak, meskipun tidak tertulis, dengan
sejumlah pengurus al-Khidmah di daerah. Di samping itu, keber-
adaan sistem daerah pemilihan juga berpengaruh pada kemudahan
komunikasi antara caleg dengan al-Khidmah. Bagi jamaah ini,
komunikasi awal yang baik itu menjadi indikasi baiknya komuni-
kasi ketika kelak para caleg itu sudah jadi, dan ketika mereka ingin
menyampaikan aspirasi (baca: mengajukan proposal).
Jawaban seperti ini tampaknya muncul dari sebagian besar
kaum muda. Mereka ini, di samping memiliki idealisme juga tidak
banyak terkait secara psikologis dengan masa lalu pemilu-pemilu
terdahulu. Sebagaimana telah dikemukakan di awal, bahwa salah
Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah .... ║ 79
satu kesuksesan tarekat dan al-Khidmah ini adalah mulai meluas-
nya keyakinan bahwa untuk masuk tarekat tidak harus menunggu
sampai berusia senja. Bahkan akan lebih baik kalau masuk tarekat
dimulai sejak dini. Yang dibutuhkan hanyalah niat yang kuat. Ke-
beradaan kaum muda ini juga terkait dengan keberadaan para pe-
tugas pembacaan zikir tertentu, seperti pembacaan Yasin, Manaqib
dan maulid. Sebab untuk bacaan-bacaan ini, ada standar dari al-
Khidmah. Yakni harus dibaca dengan lagu tertentu dan dengan
nada tertentu. Inilah aspek musikal dari majelis zikir al-Khidmah
ini. Ada nada-nada tertentu yang bisa membuat jamaah merasa
ketagihan.14
Aspek musikal dan instrumental ini ternyata memang telah
disiapkan sedemikian rupa. Seleksinya relatif agak ketat. Setidak-
tidaknya ada tiga syarat utama yang harus dimiliki oleh seseorang
untuk dapat menjadi anggota tim pembaca. Pertama, memiliki
kemampuan baca yang fasih, yang mampu melafalkan huruf demi
huruf dengan baik. Kedua, memiliki vokal yang baik, dalam arti
lantang dan merdu. Sebab suara ini akan sangat berpengaruh pada
para jamaah.15 Ketiga, harus memiliki akhlak yang baik. Yakni
memiliki tingkat istiqamah yang tinggi dalam berbagai amalan dan
kegiatan al-Khidmah ini. Bahkan di Jawa Tengah ini, sudah be-
berapa kali dilaksanakan pelatihan pembacaan zikir di Pesantren al-______________
14 Bacaan dan nada yang terasa mengena di hati jamaah memang
berbeda-beda. Mahfudz Ali, Wakil Wali Kota Semarang, ketika memberikan
sambutan pada haflah Zikir dan Maulidurrasul di Permata Puri, tanggal 31 Mei
2009, menyatakan bahwa ia sangat terkesan dan merasa ketagihan ketika
secara bersama-sama dibaca kalimah tahlil di akhir acara manaqiban. 15 Dalam studi Sufi Healing, terdapat salah satu jenis penyembuhan yang
dikenal dengan ”music healing”, yakni penyembuhan melalui suara-suara
tertentu. Teori ini disadur dari teori penyembuhan dengan musik klasik. Dalam
tasawuf, musik klasik itu kemudian diganti dengan bacaan-bacaan zikir.
Agaknya, apa yang dipraktekkan dalam al-Khidmah ini terkait dengan konsep
music healing tersebut. Di samping itu, dalam tasawuf juga dikenal konsep
sama‘, yang sebenarnya identik dengan music healing tersebut.
80 ║Politik Majelis Zikir
Fithrah Meteseh. Pesertanya adalah para remaja dari sejumlah
daerah. Mereka dikirim dan dibiayai oleh para pengurus tingkat da-
erah di Jawa Tengah. Tujuannya tidak lain adalah untuk melahirkan
tim-tim pembaca yang baik.
Kedua, sebagian lain menjawab tidak bisa. Bagi mereka ini,
perilaku para caleg itu sudah bisa diperkirakan, yakni hanya baik ke-
tika ada maunya. Mereka ini lebih lanjut membandingkan dengan
apa yang terjadi selama ini. Bahwa pemerintah sering merangkul
dan mendekat pada ulama dan majelis-majelis zikir ketika ada mau-
nya, sementara ketika kemauan mereka sudah terwujud, mereka
lupa dan bahkan jauh kembali. Habis manis sepah dibuang, begitu
ungkapan mereka terhadap sikap para caleg.
Jawaban ini sebagian besar muncul dari kaum tua. Jumlah
kaum tua ini paling besar di dalam al-Khidmah. Sebab memang
majelis-majelis zikir seperti ini menjadi tujuan penting bagi mereka.
Mereka ini tentu memiliki pengalaman psikologis yang tidak terlalu
positif terhadap pemilu. Banyak di antara mereka yang bahkan me-
miliki pengalaman buruk tentang pemilu, terutama di masa Orde
Baru, ketika mereka masih berada di salah satu partai yang berbasis
Islam. Berkampanye saat itu tak ubahnya seperti sedang keluar
untuk berperang. Sebab di tengah jalan tidak jarang mereka harus
mengalami bentrokan luar biasa. Beberapa kali pemilu pada era re-
formasi tampaknya belum bisa menghilangkan memori itu. Bahkan
sebagian mereka merasa asing dengan sistem yang baru dalam
pemilu. Banyaknya partai dan perubahan cara memilih menjadi
faktor kebingungan tersendiri bagi mereka ini. Karena itu wajar bila
jawaban mereka terkesan agak sinis seperti itu.
Ketiga, sebagian lain lagi mengatakan, biasa saja. Keberadaan
seorang caleg tidak akan membawa pengaruh positif maupun ne-
gatif. Bagi mereka, kemakmuran dan keadilan hanya akan terwujud
berkat kerja keras dan doa masing-masing individu, tidak terkait
dengan keberadaan anggota legislatif. Bagi mereka ini, memilih
Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah .... ║ 81
hanyalah sekedar partisipasi biasa, yang tidak dikaitkan dengan
harapan-harapan tertentu. Pilleg merupakan kegiatan rutin yang
tidak membawa dampak apa-apa.
Bila dikaitkan dengan para jamaah, tampaknya jawaban ini
sebagian besar dikemukakan oleh mereka yang memiliki tingkat
kesuksesan tertentu. Atau dalam kategorisasi jamaah ini, mereka
termasuk kelas menengah ke atas. Sebagaimana telah disebutkan di
awal, bahwa majelis ini tidak hanya diikuti oleh kelas menengah ke
bawah, tetapi juga kelas menengah ke atas. Ada semacam keunikan
dan kekhasan dari kelas menengah ke atas di dalam al-Khidmah ini.
Yaitu bahwa mereka umumnya berasal dari kalangan tradisional
yang telah mengalami mobilitas ke atas. Karena itu, wajar bila
kemakmuran dan keadilan, menurut mereka, lebih banyak terkait
dengan kerja keras dan doa masing-masing individu. Selengkapnya
bisa dilihat pada tabel 7.
Tabel 7:
Pandangan Jamaah al-Khidmah Jateng tentang Fungsi Pilleg
Pilleg sebagai
sarana mencipta-
kan masyarakat
adil dan makmur?
Argumen Sumber
Bisa Ada komunikasi yang baik,
dampak sistem Dapil, se-
bagian membuat kontrak
Jamaah Remaja
Tidak bisa Baik hanya karena ada
maunya, pengalaman
sejarah, habis manis sepah
dibuang
Jamaah Tua
Biasa Keadilan dan kemakmuran
tergantung etos masing-
masing
Kelas
menengah ke
atas
82 ║Politik Majelis Zikir
3. Kriteria Memilih Caleg
Selanjutnya, berkenaan dengan pertanyaan, apa saja kriteria
dalam memilih seorang caleg, ditemukan jawaban yang relatif
seragam. Yaitu bahwa caleg yang akan dipilih haruslah caleg yang
baik. Tentu ukuran baik sangat relatif. Tetapi mereka bisa menilai
kebaikan seorang caleg melalui pengenalan mereka sebelumnya.
Misalnya yang pernah mengikuti even-even al-Khidmah, atau
bahkan yang sudah agak aktif terlibat di dalamnya. Karena itu agak
menjadi persoalan ketika caleg yang bersangkutan tidak mereka
kenal sama sekali sebelumnya. Terutama terkait dengan caleg-caleg
yang berasal jauh dari luar dapil mereka, misalnya caleg pusat.
Karena itu, ada ukuran sederhana bagi mereka untuk menilai
seorang caleg layak dipilih atau tidak, yaitu dengan mengaitkan
keikutsertaan mereka dalam kegiatan-kegiatan al-Khidmah. Alasan-
nya sederhana, ketika seseorang mau bergabung dalam kegaiatan
majelis zikir, maka ada besar kemungkinan orang itu baik,
setidaknya punya niat baik.
Ada sebagian yang mula-mula akan mengaitkan seorang caleg
dengan partai yang telah dipilih. Bagi mereka ini, asal partai seorang
caleg sangat penting. Tetapi ada juga yang tidak mengaitkan
seorang caleg dengan asal partai yang mereka pilih. Sebab bagi
mereka, yang terpenting mereka mengenal seorang caleg dan caleg
yang bersangkutan di mata mereka adalah orang yang baik.
C. Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah Jateng
Perilaku politik di sini akan difokuskan kepada dua hal.
Pertama, perilaku memilih partai yang dilakukan oleh jamaah al-
Khidmah ini. Yang kedua, perilaku dipilih, yakni bagaimana para
caleg mengkampanyekan diri dalam jamaah al-Khidmah ini. Berikut
ini akan dikemukakan hasil dari penelitian terhadap kedua hal
tersebut.
Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah .... ║ 83
1. Pilihan Politik Jamaah al-Khidmah Jateng
Sebagaimana telah disebutkan di bagian awal, menurut Budi-
hardjo, perilaku memilih bagi kyai pesantren akan terkait dengan
empat faktor, yaitu kekuasaan, kepentingan, kebijakan dan budaya
politik. Keempat faktor ini tampaknya bisa juga digunakan untuk
menjelaskan faktor yang mempengaruhi perilaku memilih dari
jamaah al-Khidmah ini, bukan sebatas para kyai. Pertama, faktor ke-
kuasaan. Jamaah al-Khidmah, sebagaimana ditekankan oleh Romo
Kyai Asrori sendiri bukanlah partai politik atau cikal bakal menuju
terbentuknya partai politik. Sehingga siapa pun yang terlibat dalam
jamaah ini tidak bisa menjadikan organisasi ini sebagai kendaraan
untuk mendapatkan kekuasaan. Namun demikian, secara individu
para jamaah diberi kebebasan untuk menyalurkan aspirasinya.
Maka di sinilah sebenarnya keunikan majelis zikir dalam meng-
antarkan para jamaahnya untuk meraih kekuasaan. Tentu bukan
kekuasaan dalam pengertiannya yang sempit dan terbatas, melain-
kan akses untuk menuju pusat-pusat kekuasaan. Faktor pertama ini
terutama akan tampak jelas terutama bagi para dewan penasehat
dan pengurus. Sebab salah satu watak dari jamaah ini adalah
menjalin kerjasama yang baik dan saling menguntungkan dengan
pemangku kekuasaan, dalam hal ini pemerintah. Dan sekali lagi,
kekuasaan yang dimaksud bukan untuk kepentingan jangka pendek
atau kepentingan kelompok, melainkan untuk kemaslahatan yang
lebih luas, bukan hanya bagi jamaah, tetapi bagi masyarakat luas.
Kedua, faktor kepentingan, yakni tujuan yang hendak dicapai.
Dalam hal ini, di samping kekuasaan, sebagaimana disebutkan
dalam faktor pertama, ada hal-hal lain yang dibutuhkan, yakni
pendidikan, kekayaan, kesehatan, ketrampilan, kasih sayang, ke-
adilan dan kejujuran. Mengenai pendidikan, di pusatnya, yakni di
Pesantren al-Fithrah Kedinding Surabaya, telah dikembangkan
pendidikan formal, bahkan sampai perguruan tinggi, yaitu STIU
(Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin) al-Fithrah. Mengenai kekayaan,
84 ║Politik Majelis Zikir
tidak diragukan bahwa jamaah al-Khidmah ini secara kelembagaan
telah memiliki sumber-sumber kekayaan yang cukup melimpah.
Banyak sekali unit usaha yang telah dikembangkan, dan produk-
produknya sekaligus dapat dipasarkan kepada jamaah secara
internal. Sehingga nyaris tidak ada persoalan berkenaan dengan
pemasaran. Mengenai kasih sayang, keadilan dan kejujuran, tentu
hal-hal ini adalah hal-hal prinsip yang telah diajarkan di pesantren,
baik secara teoretis maupun praktis. Tetapi sekali lagi, al-Khidmah
tidak dimaksudkan sebagai benih partai politik. Untuk itu, semua
hal tersebut lebih berkaitan dengan kemasalahatan umum. Atau
dengan kata lain, lebih terkait dengan politik dalam pengertian luas,
bukan politik praktis.
Ketiga, faktor kebijakan sebagai hasil dari interaksi antara ke-
kuasaan dan kepentingan yang biasanya berbentuk perundang-
undangan. Kebijakan akan memiliki implikasi penting dalam peri-
laku politik. Kebijakan al-Khidmah terangkum di dalam Tuntunan
dan Bimbingan, yang ditulis sendiri oleh Romo Kyai Asrori. Di situ
digariskan, bagaimana setiap individu hendaknya mengambil peran
dalam kehidupan sosial politik, tetapi jangan sampai membawa al-
Khidmah ini secara langsung. Dalam ungkapan yang sederhana,
beliau menuliskan: “Jangan dibawa ke mana-mana, tetapi selalu
berada dimana-mana.”16 Apa yang digariskan dalam Tuntunan dan
Bimbingan inilah yang harus dan akan menjadi pedoman bagi se-
luruh komponen al-Thariqah dan al-Khidmah.
Keempat, budaya politik, yaitu orientasi subyektif individu ter-
hadap sistem politik. Kebudayaan politik sebagai orientasi nilai dan
keyakinan politik yang melekat dalam diri individu dapat dianalisis
dalam beberapa orientasi, yaitu orientasi kognitif, afektif dan evaluatif
yang mendasari perilaku politik. Tampaknya faktor keempat inilah
______________
16 Achmad Asrori Oesman al-Ishaqi, op. cit., hlm. p
Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah .... ║ 85
yang paling dominan yang mendasari perilaku memilih dari jamaah
al-Khidmah ini. Bahkan dalam konteks yang lebih luas, perilaku
memilih bangsa Indonesia juga lebih merupakan ekspresi budaya,
sebagaimana dikemukakan oleh Fachry Ali.17 Karena lebih me-
rupakan ekspresi budaya, maka pilihan-pilihan jamaah al-Khidmah
ini pasti akan terkait dengan nilai-nilai yang telah lama mereka
pegangi secara teguh.
Berikut ini akan dikemukakan pilihan politik jamaah al-
Khidmah. Dari seratus responden18 yang menggunakan hak pilih-
nya pada pilleg 9 April 2009 lalu, ditemukan bahwa mereka
tersebar ke banyak sekali partai, tidak hanya yang berlatar belakang
keislaman, tetapi juga nasionalis. Dari sepuluh besar, yang paling
besar adalah memilih PPP, yakni sebanyak 25 persen, disusul PKB
sebesar 15 persen, Demokrat 15 persen, PKS 8 persen, Golkar 7
persen, PDI-P 5 persen, PAN 3 persen, Gerindra 3 persen, Hanura 2
persen, PKNU 2 persen dan sisanya lain-lain, yakni partai-partai
yang hanya mendapat 1 persen. Untuk selengkapnya bisa dilihat
pada tabel 8.
Tabel 8:
Pilihan Politik Jamaah al-Khidmah Jateng pada Pilleg 2009
No. Partai Politik Prosentasi
1 PPP 25
2 PKB 15
______________
17 Suara Merdeka, 10 Juli 2009, Tajuk Rencana. 18 Pemilihan responden sebisa mungkin melibatkan semua unsur yang ada
di dalam jamaah al-Khidmah Jateng, yakni unsur umur, jenis kelamin, jabatan
di dalam al-Khidmah dan kategori jamaah dan yang telah nyata-nyata meng-
gunakan hak pilihnya. Namun demikian, keseratus responden ini tentu tidak
bisa benar-benar mencerminkan keseluruhan jamaah al-Khidmah Jateng. Pem-
batasan seratus responden ini di samping didasarkan pada pertimbangan prak-
tis juga dikaitkan dengan jumlah anggota legislatif di Jawa Tengah ini.
86 ║Politik Majelis Zikir
3 Demokrat 15
4 PKS 8
5 Golkar 7
6 PDI-P 5
7 PAN 3
8 Gerindra 3
9 Hanura 2
10 PKNU 2
11 Lain-lain 15
Jumlah 100
Mengamati tabel tersebut, ada sejumlah fenomena yang me-
narik untuk dikaji lebih lanjut. Pertama, fenomena tingginya para
pemilih PPP. Mengenai hal ini, dapat dijelaskan bahwa boleh jadi
mereka adalah para warga NU yang memang sejak awal sangat
konsisten dengan partai ini, ditambah mereka yang kecewa dengan
PKB pasca keluarnya Gus Dur dari kubu Muhaimin dan sejumlah
warga Muhammadiyah. Dilihat dari segi usia, para pemilih PPP ini
adalah dari generasi tua di dalam jamaah ini. Sebagaimana telah
disebutkan, jumlah mereka adalah terbesar bila dibandingkan de-
ngan kategori jamaah usia lainnya. Karena mereka masih memiliki
ikatan yang sangat kuat dengan partai ini. Secara geografis, mereka
kemungkinan besar berasal dari daerah-daerah yang menjadi
kantung-kantung pemilih partai ini, seperti Pekalongan, Jepara dan
lain-lain.
Kedua, keberadaan para pemilih PKS. Partai ini memang per-
nah menjadi partai fenomenal di tahun 2004, dan di tahun 2009 ini
juga masih tergolong fenomenal, meski kalah dengan Demokrat. Di
dalam al-Khidmah perolehan PKS cukup tinggi, padahal di
kalangan petinggi jamaah al-Khidmah, ada semacam gerakan anti
Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah .... ║ 87
PKS dengan berbagai alasan. Yang paling penting adalah bahwa
PKS diyakini telah dan akan mengusung model keislaman yang
berbeda dengan mainstream kaum Nahdliyyin khususnya dan jama-
ah al-Khidmah umumnya. Namun ternyata gerakan anti PKS ini
tidak menjalar sampai ke akar rumput jamaah. Boleh jadi, para pe-
milih PKS ini adalah jamaah dalam kategori muhibbin-muhibbat dan
berasal dari kaum Nahdliyyin awwam. Sebagaimana dimaklumi,
gerakan PKS untuk merekrut konstituen cukup efektif, termasuk di
kantung-kantung kaum Nahdliyyin. Bagi kaum Nahdliyyin, tidak
dikenal adanya Islam garis keras atau garis lunak. Yang mereka
tahu, para kader PKS datang dengan santun kepada mereka,
bahkan membuat kegiatan-kegiatan yang sangat berguna bagi
mereka, seperti pasar murah, pengobatan gratis dan lain-lain. Di sisi
lain mereka jarang, untuk tidak mengatakan tidak pernah, men-
dapatkan perlakuan dan sentuhan yang sama dari orang-orang NU
sendiri.
Ketiga, keberadaan para pemilih demokrat. Hal ini barangkali
terkait dengan para jamaah yang secara ideologis tidak terkait erat
dengan NU maupun Muhammadiyah. Meski dalam konteks yang
lebih luas para pemilih Demokrat juga banyak yang berasal dari
kalangan NU dan Muhammadiyah, tetapi dalam konteks jamaah
ini, tampaknya lebih tepat apa yang baru saja dikemukakan. Di
samping itu, ada faktor unik dalam diri partai ini, yakni keberadaan
SBY di satu sisi dan keberhasilan pemerintah yang diidentifikasikan
kepada SBY dan Demokrat. Menurut Maswadi Rauf dari Univer-
sitas Indonesia, SBY memberikan kontribusi pencitraan yang cukup
besar terhadap partai. Bahkan, lanjutnya, keberadaan Hadi Utomo
hanyalah sebagai pekerja partai. Sementara menurut Muhammad
Asfar dari Universitas Erlangga, fenomena Demokrat sebenarnya
lebih disebabkan oleh faktor keberhasilan pemerintah yang, sekali
lagi, lebih dikaitkan kepada SBY dan partainya.19 Lebih lanjut ten-______________
19 Radio BBC, Minggu, 26 Juli 2009, pukul 05.45
88 ║Politik Majelis Zikir
tang perolehan kursi legislatif pada pilleg 2009 dan perbandingan-
nya dengan pilleg 2004 bisa dilihat pada tabel 9.
Tabel 9:
Perbandingan Perolehan Anggota Legislatif Jateng
Pada Pilleg 2004 dan Pilleg 2009
No. Partai DPRD 2004 DPRD 2009 Ket.
1 PDI-P 31 23 Turun
2 DEMOKRAT 10 16 Naik
3 GOLKAR 17 11 Turun
4 PKS 7 10 Naik
5 PAN 10 10 Tetap
6 GERINDRA 9 Hebat
7 PKB 15 9 Turun
8 PPP 10 7 Turun
9 HANURA 4 Hebat
10 PKNU 1 Istimewa
Jumlah 100 100
Bila dikaitkan dengan perolehan suara tiap-tiap partai di
tingkat Jateng, tabel di atas memang tidak terlalu sinkron. Hal ini
bisa dijelaskan, bahwa jamaah al-Khidmah memang tidak bisa di-
anggap sebagai miniatur konstituen Jateng. Jamaah al-Khidmah
adalah bagian dari konstituen Jateng dengan karakteristik se-
bagaimana telah dikemukakan. Yang agak mendekati sinkron ada-
lah Demokrat dan PKS. Hal ini bisa dijelaskan, bahwa kedua
Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah .... ║ 89
rasionalitas pilihan kepada kedua partai tersebut tidak terkait
dengan ideologi yang dominan di jamaah ini, melainkan lebih
karena faktor pragmatis pada kasus PKS, yakni karena para pe-
milihan merasakan manfaat langsung, dan pencitraan positif pada
kasus Demokrat. Selengkapnya perbandingan tersebut dapat dilihat
pada tabel 10.
Tabel 10:
Perbandingan Perolehan Suara Partai
di Tingkat Jateng dan di al-Khidmah Jateng pada Pilleg 2009
No. Partai DPRD 2009 Al-Khidmah (%)
1 PDI-P 23 5
2 DEMOKRAT 16 15
3 GOLKAR 11 7
4 PKS 10 8
5 PAN 10 3
6 GERINDRA 9 3
7 PKB 9 15
8 PPP 7 25
9 HANURA 4 2
10 PKNU 1 2
11 LAIN-LAIN 15
Jumlah 100 100
Analisis lain yang bisa dikemukakan berkenaan dengan tabel
di atas adalah bahwa logika memilih dalam pemilu legislatif ini
lebih terkait dengan kedekatan para jamaah dengan para caleg
tertentu. Di sejumlah daerah, ada semacam pragmatisme yang
dipraktekkan oleh para jamaah al-Khidmah. Yakni, siapa pun caleg
yang mau mendekati jamaah dengan memberikan kontribusi nyata
bagi jamaah, maka akan mendapatkan dukungan suara. Hal ini
90 ║Politik Majelis Zikir
dilakukan dengan semacam adanya kontrak politik. Misalnya yang
dilakukan oleh jamaah al-Khidmah di Desa Ngadirgo Kecamatan
Mijen. Para jamaah al-Khidmah di daerah ini melakukan kontrak
politik dengan seorang caleg dari Partai Bulan Bintang. Meski pada
akhirnya caleg ini pun tidak jadi, tetapi setidaknya kontrak politik
sudah dilakukan.20 Terbukti bahwa para jamaah di wilayah ini
memang suaranya diarahkan kepada caleg yang bersangkutan. Ada
banyak faktor yang menyebabkan caleg ini tidak jadi. Pertama, suara
dari jamaah ini tidak cukup untuk memenuhi suara yang di-
butuhkannya di dapil ini. Kedua, menjelang pemilu legislatif, ada
caleg lain yang membuat acara dengan al-Kidmah di tingkat yang
lebih tinggi dan dengan jumlah massa hadir yang jauh lebih besar.21
Dengan demikian, ada dua model pragmatisme politik di
dalam jamaah al-Khidmah ini. Pertama, pragmatisme individual,
yakni perilaku memilih partai tertentu yang didasarkan pada adanya
keuntungan yang dirasakan oleh jamaah secara individual. Prag-
matisme individual di sini tentu saja tidak berkonotasi negatif,
sebab tidak ada individu yang sengaja membawa jamaah ini untuk
kepentingan pribadinya. Yang terjadi hanyalah, seseorang memilih
partai tertentu bukan karena alasan ideologis, misalnya, melainkan
karena adanya manfaat yang didapat. Dengan kata lain, asas man-
faatlah yang menjadi rasionalitas pilihannya. Kedua, pragmatisme
______________
20 Menarik untuk dikemukakan di sini, bahwa salah satu argumen yang
digunakan dalam kontrak politik itu adalah bahwa caleg dipersilakan
memberikan sumbangan dalam bentuk peralatan yang dibutuhkan untuk mem-
perlancar kegiatan jamaah, dengan janji para jamaah akan dikerahkan untuk
memilih caleg yang bersangkutan. Dan bila ternyata caleg yang bersangkutan
tetap tidak jadi, maka caleg yang bersangkutan dianjurkan merelakan pem-
beriannya sebagai salah satu bentuk amal jariyahnya. Penjelasan Saifullah,
salah seorang pengurus al-Khidmah Ngadirgo Mijen tanggal 13 April 2009. 21 Acara yang dimaksud adalah Haul Akbar di Pesantren Nurul Islami
Wonolopo Mijen Semarang, pada tanggal 5 April 2009, yang dihadiri oleh Kyai
Haji Munir Abdullah dari Ngroto, salah seorang sesepuh yang sangat disegani di
Jawa Tengah, sekaligus merupakan ipar Kyai Asrori.
Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah .... ║ 91
kolektif, yakni perilaku memilih partai yang dilakukan oleh se-
jumlah orang dalam suatu komunitas di dalam jamaah karena
adanya manfaat yang didapat oleh komunitas tersebut. Sebagai-
mana yang pertama, pragmatisme jenis kedua ini juga tidak
mengandung pengertian negatif, karena tidak ada unsur membawa
al-Khidmah secara kelembagaan.
2. Perilaku Kampanye Para Caleg
Dalam penelitian ini, ada dua kategori caleg dikaitkan dengan
jamaah al-Khidmah Jateng, yaitu caleg internal dan caleg eksternal.
Yang dimaksud caleg internal adalah caleg-caleg yang telah dikenal
aktif di jamaah ini jauh sebelum pilleg. Sedang yang dimaksud caleg
eksternal adalah mereka yang belum pernah aktif di dalam jamaah
ini, atau baru berinteraksi sesaat sebelum pilleg. Berikut ini akan
dikemukakan bagaimana perilaku masing-masing dalam meng-
kampanyekan diri dan kemungkinan efektifitasnya, dan bagaimana
kode etik yang dipegangi oleh para jamaah terkait dengan kam-
panye seseorang.
Pertama, berkaitan dengan perilaku para caleg internal dalam
mengkampanyekan diri, ditemukan beberapa hal. Pertama, me-
lakukan pendekatan dengan pengurus-pengurus yang ada di daerah
pemilihannya. Pendekatan ini mulanya dilakukan melalui Majelis
Sewelasan yang bertempat di al-Fithrah Meteseh. Sebab di majelis
inilah semua pengurus al-Khidmah yang ada di Jateng dan DIY ber-
kumpul. Meskipun tidak mengadakan pendekatan secara langsung,
aktif dan lebih banyak bersilaturrahmi dengan para pengurus
daerah al-Khidmah sudah merupakan suatu bentuk pendekatan
dan merupakan cara halus dalam berkampanye. Kedua, meminta
restu kepada para sesepuh al-Khidmah. Para sesepuh yang di-
maksud adalah para kyai, para ustadz, para imam khushushi yang
berada di daerah pemilihannya.
92 ║Politik Majelis Zikir
Sejauh yang ditemukan oleh penelitian ini, hanya ada dua
caleg yang masuk kategori caleg internal ini dan dua-duanya tidak
jadi. Ada banyak faktor yang menyebabkan mereka tidak jadi.
Tetapi yang jelas, jamaah al-Khidmah Jateng ini bagi kedua caleg
tersebut kurang efektif untuk mendulang suara. Sebab memang
kedua caleg tersebut kalah oleh caleg yang memang berasal dari
dapil yang bersangkutan. Di samping itu, keduanya berasal dari
partai yang memang tidak memiliki kedekatan emosional dengan
jamaah di dapil yang bersangkutan. Namun demikian, kasus ini
tidak serta merta bisa mendukung kesimpulan, bahwa jamaah al-
Khidmah tidak efektif untuk berkampanye. Sebab dibutuhkan
banyak faktor agar al-Khidmah ini membawa berkah bagi seorang
caleg.
Kedua, berkenaan dengan perilaku para caleg eksternal dalam
mengkampanyekan diri, ditemukan beberapa hal. Pertama, melaku-
kan pendekatan kepada para pengurus al-Khidmah yang masuk ke
dalam dapilnya. Berbeda dengan para caleg internal, pendekatan
yang dilakukan oleh para caleg eksternal ini bersifat langsung dan
terang-terangan. Dalam arti mereka menyatakan dirinya adalah
seorang caleg dan ingin memohon dukungan. Kedua, mengundang
jamaah al-Khidmah untuk mengadakan even besar. Cara ini lebih
halus dari cara yang pertama. Cara ini akan efektif apabila yang
bersangkutan justru tidak mengatakan secara langsung permintaan
dukungannya. Sebab, bila yang bersangkutan salah menggunakan
bahasa, maka justru akan menjadi bumerang. Sebab jamaah justru
akan mencibir, karena selama ini belum pernah aktif dalam
kegiatan-kegiatan al-Khidmah. Ketiga, mengadakan kontrak politik,
lisan maupun tertulis. Berbeda dengan caleg internal, ada seorang
caleg eksternal yang jadi. Bahkan caleg ini sudah berencana untuk
mengundang jamaah al-Khidmah. Padahal oleh sebagian jamaah al-
Khidmah, caleg ini sebelumnya dikenal “sangat abangan”.22 Tentu ______________
22 Wawancara dengan Ustadz Musyafak, Selasa, 28 Juli 2009
Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah .... ║ 93
tidak bisa disimpulkan bahwa jadinya caleg tersebut karena faktor
al-Khidmah. Tetapi rencananya untuk mengundang jamah al-
Khidmah itu, ia merasa bahwa jamaah al-Khidmah ini memiliki
andil bagi jadinya dirinya sebagai anggota legislatif. Setidaknya ia
merasa mendapatkan dukungan moril dari jamaah al-Khidmah ini.
Dengan demikian, faktor etika dalam melakukan kampanye di
dalam jamah ini sangat menentukan bagaimana respon jamaah al-
Khidmah, terlepas apakah seorang caleg jadi atau tidak. Ke-
berhasilan berkampanye di dalam jamaah ini ternyata tidak hanya
diukur dari jadi tidaknya seorang caleg, tetapi juga dari positif atau
negatifnya respon jamaah. Sebagai contoh, ada seorang caleg yang
selama ini tidak pernah aktif di dalam kegaiatan al-Khidmah, dan
kebetulan profesinya adalah seorang muballigh, tetapi beberapa kali
meminta kepada pengurus al-Khidmah agar diberi kesempatan
untuk memberikan mauizhah pada Majelis Sewelasan di al-Fithrah
Meteseh. Selengkapnya bisa dilihat pada tabel 11.
Tabel 11:
Perilaku Kampanye Para Caleg di dalam al-Khidmah
Kategori
Caleg Indikasi Pola Kampanye Efektivitas
Internal Sudah aktif
jauh se-
belum masa
kampanye
Melakukan pendekatan
tidak langsung dengan
pengurus di dapilnya
dan meminta restu ke-
pada dewan penasehat
Tidak ada
yang jadi
Eksternal Baru aktif
sewaktu
masa
kampanye
Melakukan pendekat-
an langsung dengan
pengurus di dapilnya,
mengundang al-
Khidmah pada even
besar dan mengada-
kan kontrak politik
Ada yang
jadi
94 ║Politik Majelis Zikir
Tampaknya etika ini sangat terkait dengan koordinat-
koordinat etika Jawa, yang masih melekat kuat dalam diri jamaah
al-Khidmah, khususnya kaum tuanya. Koordinat-koordinat yang
dimaksud adalah sikap batin yang tepat, tindakan yang tepat dalam
dunia, tempat yang tepat dan pengertian yang tepat, yang te-
rangkum dalam semboyan “sepi ing pamrih, rame ing gawe, memayu
hayuning bawono” yang dapat diterjemahkan sebagai “menjadi bebas
dari kepentingan sendiri, melakukan kewajiban-kewajibannya,
memperindah dunia”.23
D. Relasi Para Caleg dengan Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jateng
Relasi ini difokuskan pada caleg internal, karena adanya relasi
yang relatif signifikan dan berkesinambungan. Sedang caleg eks-
ternal hanya berhubungan dengan jamaah ini secara temporal.
Secara konseptual, ada beberapa pola relasi24 yang mungkin ada di
dalam majelis zikir seperti al-Khidmah ini, yaitu relasi keanggotaan,
relasi kepengurusan dan relasi keguruan. Relasi keanggotaan di-
tandai dengan masuknya seorang caleg menjadi anggota jamaah al-
Khidmah. Keanggotaan yang dimaksud bisa berkategori mu‘taqidin-
mu‘taqidat maupun muhibbin-muhibbat. Relasi kepengurusan ditandai
dengan keberadaan seseorang sebagai pengurus, yang mencakup
pula dewan penasehat. Sedang relasi keguruan ditandai dengan
keberadaan seseorang sebagai murid tarekat. Dengan demikian,
kategorinya adalah muridin-muridat. Dilihat dari urutan formal, maka
pola yang pertama adalah yang terendah, sedang dua pola berikut-
______________
23 Lebih lanjut mengenai koordinat-koordinat tersebut dapat dilihat pada
Franz Magnis Suseno, Etika Jawa: Sebuah Analisis Falsafi tentang Kebijaksana-
an Hidup Jawa, Gramedia, Jakarta, 2003, hlm. 138-167 24 Bentuk-bentuk relasi ini dikembangkan dari Khoiro Ummatin, op. cit.,
hlm. 93-114
Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah .... ║ 95
nya adalah sejajar. Namun secara substantif, yang terendah adalah
keanggotaan, sedang yang tertinggi adalah keguruan.
Apabila para caleg dihubungkan dengan ketiga bentuk ter-
sebut berdasarkan urutan formalnya, maka akan ditemukan se-
jumlah bentuk relasi beserta masing-masing variasinya antara caleg
dan jamaah al-Khidmah sebagai berikut. Pertama, seorang caleg
yang hanya menjadi anggota, tidak menjadi pengurus dan belum
menjadi murid tarekat. Bentuk pertama ini memiliki dua variasi,
yaitu anggota yang baru berstatus mu‘taqidin-mu‘taqidat dan yang
berstatus muhibbin-muhibbat. Bedanya, variasi pertama baru sebatas
memiliki keyakinan bahwa apa yang dilakukan di dalam jamaah al-
Khidmah itu baik, dan ia mengikuti kegiatan al-Khidmah baru
beberapa kali saja, itupun ketika kegiatan tersebut dilaksanakan di
tempat yang mudah dijangkaunya. Sedang variasi kedua telah
mengikuti berbagai kegiatan al-Khidmah, termasuk yang sulit di-
jangkau karena tempatnya yang jauh, misalnya. Bila diurutkan,
maka variasi kedua tentu lebih tinggi dari yang pertama.
Kedua, seorang caleg yang menjadi anggota dan sedang atau
pernah menjadi pengurus. Tentu saja kategori keanggotaannya
adalah muhibbin-muhibbat, sebab anggota dengan kategori mu‘taqidin-
mu‘taqidat tidak bisa menjadi pengurus. Di samping status ke-
anggotaannya yang telah masuk ke dalam kategori muhibbin-
muhibbat, ada sejumlah syarat yang harus dimiliki agar seseorang
bisa menjadi pengurus, yaitu: 1) sudah baligh; 2) sehat wal afiat,
jasmani dan rohani; 3) mempunyai keahlian dan kemampuan di
bidangnya; 4) mempunyai waktu yang cukup untuk berkhidmah;
dan 5) bersungguh-sungguh dalam menjalankan amanah, tugas dan
kewajibannya.25 Variasi dari bentuk relasi kedua ini terkait dengan
______________
25 Achmad Asrori Oesman al-Ishaqiy, Pedoman Kepemimpinan dan
Kepengurusan dalam Kegiatan dan Amaliah ath-Thariqah dan al-Khidmah, al-
Khidmah, Semarang, 2006, hlm. 9-10
96 ║Politik Majelis Zikir
status di dalam kepengurusan yang bersangkutan, karena masing-
masing memiliki tanggung jawab yang berbeda.
Ketiga, seorang caleg yang menjadi anggota, tetapi tidak
menjadi pengurus, namun ia telah menjadi murid tarekat. Jadi
kategorinya dalam jamaah adalah kategori muridin-muridat. Yang
dimaksud murid menurut pedoman al-Khidmah adalah orang yang
telah berbaiat secara khusus kepada seorang guru thariqah.26 Bai‘at
khusus yang dimaksud itu adalah bai‘at tarbiyah. Bai‘at ini berbeda
dengan bai‘at umum, yaitu bai‘at tabarruk dan bai‘at tasyabbuh. Bai’at
tabarruk adalah bai‘at yang dimaksudkan untuk mendapatkan
berkah dari guru thariqah. Sedang bai‘at tasyabbuh adalah bai‘at yang
dimaksudkan untuk menyerupakan diri dengan guru thariqah.
Berbeda dengan kedua jenis bai‘at yang disebut terakhir ini, bai‘at
tarbiyah membawa konsekuensi keharusan mengikuti semua aturan
yang telah ditetapkan di dalam tarekat dan bahkan oleh sang guru
thariqah. Dalam konteks ini, berlaku ungkapan: “Seorang murid di
hadapan seorang guru tak ubahnya seperti mayat di tangan orang
yang memandikannya.” Oleh karena itu, untuk menjadi seorang
murid tidaklah mudah. Variasi dari bentuk relasi ketiga ini juga
terkait dengan tingkatan yang dimiliki oleh seorang murid, dan hal
ini sangat samar, dan diyakini hanya sang guru tarekatlah yang
mengetahui tingkatan masing-masing muridnya.27
Keempat, seorang caleg yang menjadi anggota, telah atau
pernah menjadi pengurus dan telah menjadi murid tarekat. Perlu
ditegaskan keterangan “telah atau pernah”, karena kepengurusan
waktunya terbatas. Terkait dengan batasan waktu kepengurusan
ini, disebutkan bahwa: 1) setiap tiga tahun sekali diadakan pe-
milihan dan pembentukan kepengurusan baru; 2) setiap pengurus
______________
26 Ibid., hlm. 1 27 Dalam kaitan ini, kisah sufistik tentang seorang guru yang menguji
sejumlah muridnya untuk menyembelih seekor binatang di tempat yang tidak
diketahui oleh siapapun, dapat dijadikan sebagai salah satu bukti.
Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah .... ║ 97
hanya dapat dipilih dan duduk di kepengurusan selama dua
periode; dan 3) setelah dua periode, seorang pengurus bisa dipilih
lagi pada kedudukan yang berbeda.28 Variasi bentuk relasi ini juga
terkait dengan seberapa lama seorang murid telah menjadi pe-
ngurus serta terkait pula dengan tingkat kepengurusan yang
didudukinya.
Tabel 12:
Bentuk Relasi Caleg dengan al-Khidmah
Keanggotaan Kepengurusan Keguruan Keterangan
Caleg
1 Ya Tidak Tidak Ada
Caleg
2 Ya Ya Tidak Tidak ada
Caleg
3 Ya Tidak Ya Tidak ada
Caleg
4 Ya Ya Ya Tidak ada
Selain keempat bentuk tersebut, sebenarnya masih ada lagi,
yakni bila kriteria dewan penasehat juga dimasukkan. Bentuk ini
pastilah paling tinggi dibanding keempat bentuk tersebut. Tetapi
karena syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang yang duduk
dalam dewan penasehat sedemikian ketat, maka sengaja bentuk ini
tidak dimasukkan. Sebab bentuk ini hanya terjadi secara hipotetis
dan teoretis semata. Berbeda dengan keempat bentuk di atas, yang
meski baru sebatas teoretis, tetapi secara praktis besar ke-
mungkinannya untuk terwujud. Selengkapnya mengenai keempat
bentuk relasi tersebut dapat dilihat pada tabel 12.
______________
28 Achmad Asrori, Pedoman, op. cit., hlm. 7-8
98 ║Politik Majelis Zikir
Bila keempat bentuk relasi tersebut dilihat dari tinggi rendah-
nya loyalitas, maka ditemukan bahwa bentuk pertama memiliki
tingkat loyalitas paling rendah, sedang bentuk keempat memiliki
tingkat loyalitas paling tinggi. Hal ini bisa dijelaskan sebagai
berikut. Pertama, baik caleg yang berstatus sebagai mu‘taqidin-
mu‘taqidat maupun muhibbin-muhibbat sama-sama memiliki tingkat
loyalitas paling rendah. Di antara keduanya, yang lebih rendah
loyalitasnya adalah yang masuk ke dalam kategori mu‘taqidin-
mu‘taqidat. Sebab kategori ini baru sebatas memiliki keyakinan yang
baik atau husnuzh-zhan, dan belum mempraktekkan keyakinannya
itu dengan menjadi anggota aktif, yakni muhibbin-muhibbat. Kedua,
tingkat loyalitasnya lebih tinggi dibanding yang pertama, di
samping kategorinya telah masuk ke dalam muhibbin-muhibbat, ia
juga dituntut meluangkan waktunya untuk melaksanakan tugas
dan kewajibannya. Tanpa loyalitas yang tinggi, tentu ia tidak akan
mampu menjadi pengurus, apalagi bila melihat syarat-syarat
sebagaimana yang telah disebutkan. Ketiga, loyalitasnya lebih tinggi
lagi, karena ikrarnya sudah langsung kepada sang guru. Di samping
itu, yang dikejar sudah memasuki wilayah spiritualitas. Berbagai
amaliyah dan kegiatan yang harus diikutinya memerlukan loyalitas
yang sangat tinggi, meski ia tidak menjadi pengurus. Keempat,
loyalitasnya paling tinggi, karena sudah melibatkan kualitas
kepengurusan dan spiritualitas sekaligus.
Perbedaan tingkat loyalitas tersebut tentu saja akan memiliki
implikasi terkait dengan keuntungan dan manfaat yang diperoleh
oleh masing-masing pihak, baik caleg maupun jamaah al-Khidmah.
Semakin tinggi tingkat loyalitas seorang caleg, maka semakin baik
sikap dan perilakunya terhadap jamaah al-Khidmah. Sebaliknya,
semakin tinggi pula keuntungan dan manfaat yang akan ia dapat
dari jamaah. bentuk relasi seperti inilah yang kemudian melahirkan
model hubungan yang saling menguntungkan (mutualisme).
Benar-benar saling menguntungkan dalam arti yang sebenarnya.
Karena keduanya tetap sejajar, tidak ada yang subordinat. Inilah
Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah .... ║ 99
yang menjadi salah satu ciri khas dari majelis zikir al-Khidmah ini.
Sehingga sampai saat ini, jamaah al-Khidmah ini telah diterima oleh
semua kalangan, mulai dari kalangan bawah, kalangan menengah
sampai kalangan atas, seperti dinyatakan sendiri oleh Romo Kyai
Asrori.29
Tentu saja keuntungan dan manfaat yang dimaksud tidak
selamanya berbentuk atau diukur dengan perolehan materi. Bagi
seorang caleg, dikenal dan diterima di lingkungan jamaah al-
Khidmah merupakan suatu keuntungan dan manfaat tersendiri. Di
sisi lain, bisa diundang dan berzikir secara bersama-sama oleh caleg
yang bersangkutan juga menjadi keuntungan dan manfaat
tersendiri bagi jamaah al-Khidmah. Sebab melalui kegiatan seperti
itu, al-Khidmah bisa melakukan syiar zikir, yang menjadi salah satu
tujuan utama terbentuknya jamaah tersebut. Di samping sejumlah
tujuan dan latar belakang berdirinya al-Khidmah yang telah ditulis
sendiri oleh Kyai Asrori dan telah dikemukakan pada bab sebelum-
nya, menarik juga untuk dikemukakan di sini perihal filosofi al-
Khidmah yang dikemukakan oleh Kyai Munir Abdullah, salah
seorang sesepuh al-Khidmah Jawa Tengah. Dalam suatu kesempat-
an,30 beliau menyatakan bahwa sekarang ini, “noriqoh” sangat sulit.
Kalau sekedar masuk tarekat mudah saja. Ada empat syarat yang
harus dimiliki, yaitu: 1) qalil al-tha‘am, sedikit makan. Yakni banyak
tirakat. Orang dulu kalau memberi pesan kepada anaknya yang
mau mondok, adalah supaya makan yang enak dan tidur yang nye-
nyak. Maksudnya, jangan makan sebelum benar-benar lapar; 2) qalil
al-manam, sedikit tidur; 3) i’tizal al-anam, menjauhkan diri dari
manusia, hatta la ya’rifunahu wa la ya’rifuhum (topo broto). Syeikh
Abdul Qadir melaksanakannya selama dua puluh tahun. 4) Shuhbah
______________
29 Achmad Asrory Oesman al-Ishaqy, Tuntunan, op. cit., hlm. i 30 Tepatnya pada acara Haul Akbar di Nawangsari Kecamatan Weleri
Kabupaten Kendal, pada tanggal 26 Januari 2009
100 ║Politik Majelis Zikir
al-rijal wa ahlil kamal wa ibadillah al-shalihin, berkumpul dengan orang-
orang saleh. Dan dari keempat hal tersebut, yang paling mungkin
untuk kita lakukan adalah yang keempat. Inilah filosofi majelis zikir
al-Khidmah.
Menutup sub bab sekaligus bab ini, perlu dikemukakan bahwa
secara praktis barulah bentuk pertama yang sampai penelitian ini
selesai dilakukan, ditemukan di dalam jamaah al-Khidmah. Sedang
bentuk-bentuk yang lain masih sebatas teoretis semata, tetapi tidak
ditutup kemungkinan bahwa di masa-masa yang akan datang
bentuk-bentuk lain itu akan bisa ditemukan di dalam jamaah ini.[]
Implikasi Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah .... ║ 101
BAB IV
IMPLIKASI PERILAKU POLITIK
MAJELIS ZIKIR AL-KHIDMAH WILAYAH
JATENG PADA PILLEG 2009
A. Pergeseran Wibawa Kyai
Sebelum memaparkan implikasi perilaku politik jamaah al-
Khidmah, baik secara internal maupun eksternal, terlebih dahulu
akan diulas secara singkat adanya fenomena pergeseran, atau lebih
tepatnya memudarnya wibawa dan kharisma kyai. Sudah dimak-
lumi, bahwa kyai memiliki kedudukan yang tinggi di tengah ma-
syarakat, khususnya masyarakat santri.1 Sebagian besar peneliti
mengatakan bahwa hal ini terkait dengan budaya paternalistik yang
______________
1 Pada masyarakat santri, ilmu dan akhlak menjadi ukuran untuk me-
nentukan kelas seseorang. Dalam hal ini, kyai mendapatkan posisi tertinggi
karena ukuran tersebut. Tentang ukuran-ukuran kelas sosial ini, lihat misalnya
Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar, Rajawali Press, Jakarta, 1991,
hlm. 263
102 ║Politik Majelis Zikir
tumbuh subur di dalam masyarakat. Namun dewasa ini, wibawa
itu mulai dan bahkan semakin memudar. Dalam konteks politik,
sejumlah kasus menunjukkan bahwa suara, bahkan fatwa seorang
kyai untuk memilih calon tertentu ternyata tidak cukup efektif
mempengaruhi masyarakat. Hal inipun memunculkan sejumlah
analisis di kalangan para pengkaji. Sebagian besar berpendapat
bahwa faktor utamanya adalah modernitas, yang menyebabkan
masyarakat semakin rasional dan pragmatis.
Tampaknya di luar pendapat mayoritas tersebut, ada faktor yang
sebenarnya lebih tepat. Yaitu bahwa kuatnya wibawa kyai pada
masa-masa dahulu diakibatkan karena kyai menjadi tempat “ber-
sandar” masyarakat dalam memenuhi hampir semua kebutuhannya,
mulai kebutuhan fisik, mental sampai spiritual. Ketika tidak memiliki
pekerjaan, maka seseorang datang kepada kyai, dan kyai memberinya
pekerjaan, entah di ladangnya atau memberinya tempat usaha.
Ketika sakit, seseorang datang kepada kyai untuk meminta peng-
obatan, dan kyai pun memberinya jampi-jampi tanpa dikenakan
biaya tertentu. Begitu seterusnya. Karena itu wajar, bila masyarakat
memiliki kepatuhan dan ketaatan total kepada kyai. Bila analisis ini
digunakan, maka sebenarnya ketaatan itu pun sebenarnya rasional
dan pragmatis semata. Dengan alasan rasional dan pragmatis pula,
fenomena memudarnya wibawa kyai akhir-akhir ini dapat dipahami
dengan baik. Yaitu bahwa kyai sudah tidak lagi menjadi tempat
bersandar masyarakat dalam memenuhi hampir semua kebutuhan
mereka. Dalam memenuhi kebutuhan spiritual masyarakat masih
sangat bergantung kepada kyai. Tetapi dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan yang lain, praktis sudah banyak institusi lain.
Misalnya dalam memenuhi kebutuhan kesehatan, masyarakat tidak
lagi datang kepada kyai untuk memohon “pengobatan”, tetapi
datang kepada dokter. Sebagian kyai yang memiliki kemampuan
pengobatan alternatif pun sudah menerapkan model transaksi
Implikasi Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah .... ║ 103
seperti lembaga pengobatan modern.2 Begitu pula dengan
kebutuhan-kebutuhan yang lain.
Dalam banyak kasus, terbukti bahwa wibawa dan kharisma
kyai mulai tercabut dari aspek-aspek di luar agama dan spiritualitas.
Bila kesimpulan ini benar, maka rasionalitas dan pragmatisme yang
terjadi di masyarakat terhadap kyai, sebagaimana yang telah di-
sebutkan di atas ada benarnya. Dalam soal-soal yang terkait dengan
agama dan spiritualitas, kyai masih menjadi rujukan sentral bagi
masyarakat. Tetapi menyangkut masalah-masalah di luar itu,
mereka mempunyai logika tersendiri. Sebab perolehan dan pen-
capaian mereka terhadap hal-hal tersebut tidak banyak berkaitan
dengan kyai. Itulah sebabnya, ketika seorang kyai yang disegani
sekalipun, memerintahkan agar memilih seseorang dalam suatu
pilkada, misalnya, ternyata tidak banyak mendapat tanggapan
positif dari masyarakat.3 Namun hal itu tidak berarti masyarakat
anti terhadap kyai tersebut, melainkan hanya dalam aspek tertentu
mereka menghormatinya.
Di dalam al-Khidmah ini, garis koordinasinya juga sangat di-
tentukan oleh wibawa dan kharisma kyai. Manajemen al-Khidmah
juga menempatkan kyai pada posisi yang sangat sentral, yakni
menjadi bagian dari dewan penasehat. Yang paling sentral tentu
saja Sang Guru Thariqah, yakni Romo Kyai Ahmad Asrori Oesman
al-Ishaqi, karena di samping forum rapat, hampir semua keputusan
______________
2 Bahkan ada kecenderungan, bahwa mereka yang menekuni profesi
pengobatan dengan doa-doa, cenderung tidak diposisikan sebagai kyai oleh
masyarakat, apalagi bila prosedurnya sama dengan pengobatan modern, se-
perti tarif dan lain-lain. 3 Kasus Pilkada Jawa Timur tahun 2008 lalu barangkali bisa menjadi
contoh terbaik, dimana Khafifah yang oleh para kyai khash diperintahkan
untuk tidak dipilih, ternyata masih mendapatkan suara yang sangat tinggi,
bahkan disinyalir seandainya tidak ada “upaya sistematis”, dialah yang
menang.
104 ║Politik Majelis Zikir
penting harus dihaturkan kepada beliau. Banyak unsur yang me-
nopang wibawa dan kharisma tokoh ini, antara lain, pertama, garis
keturunan. Beliau adalah keturunan salah seorang khalifah utama
Kyai Romli yang sangat disegani, yang sejak awal oleh sebagian
muridnya diyakini memiliki kedudukan spiritual yang lebih tinggi
dibanding Kyai Romli sendiri.4 Nenek dari jalur ayah beliau adalah
keturunan Maulana Muhammad Ainul Yaqin al-Mulaqqab bi
Sunan Giri bin Maula Ishaq al-Husaini. Sedang kakek dari jalur
ayahnya adalah keturunan Sunan Gunung Jati, juga keturunan al-
Husaini.5 Bahkan berdasarkan salah satu brosur yang ditulis sendiri
oleh Kyai Asrori, garis keturunan itu dapat diketahui secara lengkap
sampai kepada Nabi Muhammad saw. Dalam brosur itu, Kyai
Usman adalah keturunan Nabi Muhammad saw. yang ketiga puluh
enam.6 Kedua, akhlak dan spiritualitas. Oleh para jamaah, di sam-
ping memiliki akhlak yang sangat mulia, beliau juga diyakini telah
mencapai derajat kewalian. Beliau sangat istiqamah dalam me-
mimpin zikir dan pengajian. Ketiga, kualitas keilmuan. Di samping
istiqamah dalam menyampaikan pengajian-pengajian, beliau juga
menulis banyak sekali karya, dimulai dari menulis tuntutan-
tuntunan zikir sampai karya ilmiah. Di buku-buku tuntunan zikir
yang beliau tulis juga terdapat kata pengantar yang sangat men-
dalam isinya berkenaan dengan tasawuf dan tarekat.
______________
4 Martin van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Mizan,
Bandung, 1992, hlm. 179 5 Mokh Sya‘roni, “Pemikiran Tasawuf KH. Ahmad Asrori al-Ishaqi: Kajian
terhadap Pengajian Tasawuf Program Mutiara Hikmah Radio Rasika FM
Semarang”, thesis Pasca Sarjana IAIN Walisongo, Semarang, 2003, hlm. 47,
tidak diterbitkan. 6 Brosur itu dicetak dalam jumlah besar dan dapat dibeli seperi membeli
foto-foto Kyai Asrori.
Implikasi Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah .... ║ 105
Berikut ini akan dikemukakan implikasi perilaku politik
jamaah al-Khidmah ini, baik secara internal maupun eksternal. Di
sela-sela pemaparan ini akan terlihat pula sejauhmana pergeseran
wibawa kyai terjadi di dalam jamaah al-Khidmah ini.
B. Implikasi Internal
Yang dimaksud implikasi internal adalah pengaruh perilaku
politik dewan penasehat terhadap para pengurus, pengaruh peri-
laku politik dewan penasehat dan pengurus terhadap jamaah dan
pengaruh perilaku politik dewan penasehat dan pengurus terhadap
lembaga.
1. Pengaruh Dewan Penasehat terhadap Pengurus
Yang dimaksud dewan penasehat adalah para imam khushushi,
para kyai, para ustadz dan para sesepuh yang disepakati oleh para
murid atau jamaah dan disampaikan kepada Guru Thariqah.7
Secara normatif kelembagaan, posisi dewan penasehat ini sangat
tinggi, berada di atas pengurus al-Thariqah dan al-Khidmah. Secara
rinci status dewan penasehat dapat dilihat dari uraian tugas mereka
sebagai berikut:
a. Dewan penasehat terdiri dari imam khushushi, kyai,
ustadz dan sesepuh yang tinggal di kawasan tempat ke-
pengurusan berada.
b. Tugas rutin dewan penasehat adalah: memimpin khu-
shushi, memimpin zikir, memimpin maulid, memimpin
manaqib, memimpin pengajian dan lain-lain yang ber-
kaitan dengan amaliyah murid atau jamaah.
______________
7 Achmad Asrori Oesman al-Ishaqi, Pedoman Kepemimpinan dan
Kepengurusan dalam Kegiatan dan Amaliah ath-Thariqah dan al-Khidmah, al-
Khidmah, Semarang, 2006, hlm. 5
106 ║Politik Majelis Zikir
c. Dewan penasehat bertugas melaksanakan kontrol dan
mengistiqamahkan serta men-thuma‘ninah-kan pelaksana-
an amaliyah para murid atau jamaah, khususnya tentang:
1) amaliyah wajib, yaitu harian dan mingguan; dan 2)
amaliyah sunnah, yaitu harian, mingguan, bulanan dan
tahunan.
d. Menerima laporan dari pengurus al-Thariqah dan pe-
ngurus al-Khidmah.
e. Mendukung segala keputusan pengurus al-Thariqah atau
al-Khidmah yang sesuai dengan petunjuk pengurus
pusat.
f. Jika timbul hal-hal yang dirasa menyimpang, maka
dewan penasehat dapat memanggil pengurus al-Thariqah
dan pengurus al-Khidmah untuk mendapatkan pen-
jelasan secara detail dalam forum rapat dewan penasehat
dengan pengurus al-Thariqah atau pengurus al-Khidmah
atau bersama-sama.
g. Keputusan dewan penasehat harus bersifat kolektif, tidak
bersifat pribadi atau perorangan.
h. Dewan penasehat, baik secara kolektif maupun personal
tidak boleh menginterfensi keputusan-keputusan pe-
ngurus al-Thariqah atau al-Khidmah.8
Berdasarkan uraian tersebut, maka status dewan penasehat
memang tinggi, tetapi terbatas. Sebab mereka tidak bisa meng-
interfensi keputusan-keputusan yang diambil oleh pengurus al-
Thariqah maupun al-Khidmah. Uraian tersebut juga menunjukkan
bahwa wewenang tertinggi selain Sang Guru thariqah bersifat
kolektif keorganisasian. Ini menjadi bukti bahwa, kelembagaan al-
Khidmah dan al-Thariqah ini relatif modern, karena tidak ada
______________
8 Ibid., hlm. 10-12
Implikasi Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah .... ║ 107
sentralitas kewenangan secara personal, melainkan secara ke-
lembagaan yang didasarkan pada hasil rapat.
Dapat disimpulkan bahwa dewan penasehat tidak memiliki
pengaruh kuat terhadap para pengurus, baik pengurus al-Thariqah
maupun al-Khidmah. Satu-satunya kewenangan yang paling kuat
adalah berkenaan dengan amaliyah murid atau jamaah, baik amali-
yah harian, mingguan, bulanan maupun tahunan. Karena itu, di
dalam masalah politik, secara normatif kelembagaan, perilaku
dewan penasehat tidak memiliki implikasi yang signifkan terhadap
pengurus. Hal ini sekaligus menjadi bukti, bahwa secara normatif
kelembagaan, jamaah al-Khidmah ini memang disiapkan sedemi-
kian rupa agar tidak masuk terlalu jauh secara kelembagaan ke
dalam wilayah di luar wilayah spiritual. Wilayah-wilayah non-
spiritual itu hanya boleh dimasuki dalam kapasitas sebagai pribadi.
Dapat disimpulkan pula, bahwa pedoman kelembagaan ini benar-
benar sesuai dan sejalan dengan tuntunan yang diberikan oleh
Romo Kyai Asrori.
Dalam prakteknya, perilaku politik dewan penasehat juga
tidak memiliki implikasi terhadap perilaku politik pengurus. Kalau
pun ada implikasi, sifatnya hanya informal dan biasanya sudah ada
hubungan jauh sebelum mereka masuk ke dalam al-Khidmah.
Misalnya karena mereka memiliki latar belakang sosio-politik yang
sama. Namun demikian, hubungan dan komunikasi politik di
antara sesama jamaah yang memiliki latar belakang sosio politik
yang sama tidak sampai membentuk kelompok-kelompok baru di
dalam jamaah al-Khidmah ini. sehingga warna-warni perilaku
politik di kalangan dewan penasehat dan pengurus tidak membawa
dampak negatif terhadap lembaga.
2. Pengaruh Dewan Penasehat dan Pengurus terhadap Jamaah
Yang dimaksud pengurus di sini mencakup pengurus al-
Thariqah dan pengurus al-Khidmah. Pengurus al-Thariqah adalah
108 ║Politik Majelis Zikir
murid-murid yang telah dipilih dan ditetapkan oleh rapat para
murid dan disampaikan atau dihaturkan kepada Guru Thariqah,
untuk mengurusi kagiatan dan amaliyah thariqah. Sedang pengurus
al-Khidmah adalah orang-orang yang telah dipilih dan ditetapkan
oleh rapat al-Khidmah untuk memfasilitasi terselenggaranya ke-
giatan dan amaliyah yang telah ditetapkan dan diamalkan oleh
Guru Thariqah atau para ulama’ salaf al-shalih. Baik pengurus al-
Thariqah maupun al-Khidmah memiliki sejumlah syarat yang
sama, sebagaimana telah disebutkan, yaitu: 1) sudah baligh; 2) sehat
wal afiat, jasmani dan rohani; 3)mempunyai keahlian dan ke-
mampuan di bidangnya; 4) mempunyai kemauan yang tinggi untuk
berkhidmah; 5) mempunyai waktu yang cukup untuk berkhidmah;
dan 6) bersungguh-sungguh dalam menjalankan amanat, tugas dan
kewajibannya.9 Bedanya, untuk menjadi pengurus al-Thariqah
haruslah sudah menjadi murid tarekat, sedang untuk menjadi
pengurus al-Khidmah tidak harus sudah menjadi murid tarekat.
Selanjutnya hubungan antara pengurus al-Thariqah dan pe-
ngurus al-Khidmah adalah 1) pengurus al-Thariqah berhak meng-
awasi pengurus al-Khidmah dalam jabatan yang sama (ketua al-
Thariqah mengawasi ketua al-Khidmah, sekretaris al-Thariqah
mengawasi sekretaris al-Khidmah, begitu seterusnya); dan 2) pe-
ngurus al-Thariqah tidak boleh mengintervensi kegiatan pengurus
al-Khidmah.10 Dengan demikian, pengurus al-Thariqah memiliki
kedudukan yang lebih tinggi dibanding pengurus al-Khidmah. Hal
ini boleh jadi disebabkan karena para pengurus tarekat telah me-
lampaui jenjang spiritual yang lebih berat dan lebih tinggi dibanding
para pengurus al-Khidmah. Namun demikian, pengurus al-Thariqah
tetap tidak boleh mengintervensi pengurus al-Khidmah. Pengawasan
______________
9 Ibid., hlm. 9-10 10 Ibid., hlm. 9
Implikasi Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah .... ║ 109
dilakukan hanyalah untuk melihat apakah kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh pengurus yang sejajar jabatannya itu sejalan dengan
apa yang telah digariskan atau tidak. Seandainya terjadi sesuatu yang
menurut pengurus al-Thariqah tidak sesuai, maka keputusannya
haruslah diambil secara kolektif. Oleh karena itu, pengaruh
pengurus al-Thariqah terhadap pengurus al-Khidmah sangat kecil.
Bahkan dapat disimpulkan bahwa keduanya memiliki kedudukan
yang sejajar secara kolektif kepengurusan.
Persoalannya kemudian, bagaimana pengaruh perilaku politik
dewan penasehat dan pengurus-pengurus tersebut terhadap
jamaah? Sebagaimana telah dikemukakan, ada tiga kategori jamaah
di dalam majelis zikir ini, yaitu mu‘taqidin-mu‘taqidat, muhibbin-
muhibbat dan muridin-muridat. Terhadap semua kategori jamaah itu,
perilaku politik dewan penasehat dan para pengurus tidak ber-
pengaruh signifikan secara formal kelembagaan. Sebab, di satu sisi
para dewan penasehat dan para pengurus itu memahami betul
rambu-rambu perilaku politik yang telah digariskan oleh Guru
Thariqah. Dalam hal ini, pengaruh Guru Thariqat terhadap mereka
jauh lebih kuat. Sedang di sisi lain, para jamaah juga memiliki
rasionalitas tersendiri. Pada kasus pilleg 2009 lalu, para jamaah me-
miliki rasionalitas tersendiri, yang tidak terkait dengan rasionalitas
para pengurus dan dewan penasehat. Jangankan para dewan pe-
nasehat, bahkan Sang Guru Thariqah sendiri pun dalam masalah
pilihan politik tidak berpengaruh signifikan terhadap jamaah. Se-
bagai contoh, ketika SBY hadir di Pesantren al-Fithrah pada acara
Mubaya‘ah Kubra, sejumlah jamaah memilih tidak hadir, karena
secara politik tidak setuju dengan partai Demokrat, dimana SBY
merupakan simbolnya. Memang ada beberapa penafsiran terhadap
sikap politik Kyai Asrori dalam kasus hadirnya SBY tersebut. Bagi
yang menolak hadir, diterimanya SBY dalam acara itu sudah me-
nyiratkan dukungan yang jelas dari Kyai Asrori terhadap SBY.
Tetapi bagi yang tetap hadir, meski tidak setuju dengan SBY, feno-
110 ║Politik Majelis Zikir
mena itu justru dimaknai betapa terbukanya Kyai dengan semua
pihak. Karena posisi beliau adalah yang didatangi, bukan yang
mendatangi. Apalagi bila dikaitkan dengan munculnya fenomena
menjelang pilpres, yakni penolakan sejumlah dewan penasehat
terhadap SBY yang disinyalir mendapat restu dari Sang Guru
Thariqah. Sehingga menerima kehadiran seseorang tidak otomatis
mengandung pengertian dukungan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perilaku dewan
penasehat yang di dalamnya terdapat para kyai dan para pengurus
tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap jamaah. Kalau pun
ada pengaruh, pastilah sudah dimulai jauh sebelum mereka masuk
ke dalam al-Khidmah. Misalnya karena mereka memiliki latar
belakang sosio politik yang sama. Di samping itu, besar kecilnya pe-
ngaruh tersebut juga terkait dengan kategori jamaah. semakin ting-
gi jenjang jamaah, samakin tinggi pula potensi pengaruh itu. Sekali
lagi, hal ini juga mengandung makna bahwa dalam urusan-urusan
di luar keagamaan dan spiritualitas, jamaah al-Khidmah memiliki
rasionalitas dan logika tersendiri yang terkadang berbeda dengan
rasionalitas dan logika para kyai.
Kesimpulan ini semakin kuat bila dikaitkan dengan rasio-
nalitas dan logika politik jamaah al-Khidmah pada pemilu berikut-
nya, yaitu pilpres, meskipun sebenarnya antara pilleg dan pilpres
memiliki perbedaan signifikan. Tetapi pilpres 2009 dapat dijadikan
sebagai bukti tambahan atas kesimpulan tersebut. Menjelang
pilpres, ada instruksi dari sejumlah kyai agar menjatuhkan pilihan
kepada JK-WIN, dengan argumen bahwa JK-WIN lah yang lebih
membawa kemaslahatan bagi jamaah dan umat Islam pada umum-
nya. Di samping itu, ada informasi bahwa SBY akan memberikan
dukungan terhadap PKS dan MTA (Majelis Tafsir Al-Qur’an) de-
ngan mengembangkan radio yang telah dimilikinya.11 Bahkan se-
______________
11 Pada hari Sabtu tanggal 4 Juli 2009, sewaktu berangkat menuju Ke-
dinding untuk mengikuti pengajian rutin, para sesepuh mensosialisasikan
Implikasi Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah .... ║ 111
jumlah petinggi al-Khidmah di Jawa Tengah ini juga sempat ber-
koordinasi dengan salah satu organisasi Islam untuk menyiapkan
langkah-langkah strategis bagi sikap politik tersebut. Tetapi semua
itu ternyata tidak mempengaruhi jamaah al-Khidmah. Justru
perolehan suara JK-WIN jauh dari yang diperkirakan. Tentu saja
banyak analisis yang bisa dikemukakan, tetapi dalam konteks ini,
tidak terlalu jauh kiranya bila dimaknai sebagai tidak adanya
pengaruh signifikan antara perilaku politik dewan penasehat dan
pengurus terhadap jamaah.
3. Pengaruh Dewan Penasehat dan Pengurus terhadap Lembaga
Selanjutnya, berkenaan dengan pengaruh perilaku politik de-
wan penasehat dan pengurus terhadap al-Khidmah secara ke-
lembagaan, dapat dikemukakan beberapa hal. Pertama, berkenaan
dengan karakter lembaga. Perilaku politik dari dewan penasehat
dan pengurus itu memberikan dampak positif bagi semakin jelas-
nya karakter lembaga. Yakni bahwa lembaga ini benar-benar fokus
kepada masalah spiritual. Sedang masalah-masalah lain diserahkan
sepenuhnya kepada masing-masing individu jamaah. Dengan
demikian, perilaku mereka itu dapat memperkuat apa yang telah
digariskan oleh Hadhratus Syaikh sendiri.
Ada pendapat yang umum berkembang, bahwa kelemahan
sebuah organisasi keagamaan atau majelis zikir yang pokok ada
dua. Pertama, bila sudah terjun ke dalam kancah politik praktis.
Berapa banyak tokoh dan organisasi keagamaan yang tadinya men-
_______________
dukungan itu kepada semua imam khushushi agar diteruskan kepada jamaah.
Alasannya adalah bahwa SBY akan memberikan peluang cukup besar kepada
PKS dan kepada radio MTA (Majelis Tafsir Al-Qur’an). Wawancara dengan
Ustadz Musyafak pada tanggal 4 Juli 2009 pukul 09.00 WIB. Menarik pula untuk
disebutkan di sini, bahwa ketua umum pengurus pusat al-Khidmah adalah
seorang pengusaha radio swasta yang sangat intensif menyiarkan jurnal dan
kegiatan al-Khidmah.
112 ║Politik Majelis Zikir
jadi serbuan masyarakat, tetapi tiba-tiba meredup karena terjun ke
dalam politik praktis. Dalam konteks tarekat, kasus yang dialami
oleh tarekat Rejoso Jombang di bawah kepemimpinan Kyai
Musta‘in Romli menjadi contoh yang sangat nyata. Kedua, apabila
pemimpinnya melakukan poligami. Dalam hal ini, Darut Tauhid
menjadi contoh yang paling nyata. Hanya saja, mengenai hal kedua
ini, tampaknya ada perbedaan yang cukup mendasar, antara lem-
baga semisal Darut Tauhid dan Jamaah al-Khidmah ini. Agaknya,
seandainya pemimpin dari lembaga yang disebut terakhir ini ber-
poligami, maka tidak akan terlalu membawa pengaruh. Karena di
samping lembaga semacam ini tumbuh dari bawah, penolakan
jamaah terhadap konsep poligami tidak seekstrim massa Darut
Tauhid.
Kedua, berkenaan dengan soliditas lembaga. Sebagaimana
telah dikemukakan, jamaah ini memiliki latar belakang yang sangat
beragam secara ideologi dan politik. Maka apabila perilaku politik
dari para dewan penasehat dan pengurus tidak dibawa ke level
kelembagaan, tetapi tetap pada wilayah individual, maka siapapun
jamaahnya akan merasa nyaman. Hal ini pada gilirannya akan
berdampak pada soliditas jamaah. Di samping itu, kondisi semacam
ini juga bisa menjadi contoh yang baik bagi pendidikan politik di
tanah air. Sebab, salah satu agenda penting bangsa ini berkenaan
dengan pendidikan politik adalah bagaimana menumbuhkan ke-
sadaran dan kedewasaan berpolitik. Berapa banyak kasus konflik
dan pertikaian yang berpangkal pada masalah perbedaan politik. Di
kalangan warga NU misalnya, munculnya sejumlah partai yang
memiliki basis massa yang sama sering menyebabkan timbulnya
konflik, bahkan bentrokan fisik. Yang paling keras adalah konflik
antara massa PKB dengan massa PPP, seperti yang terjadi di
Pekalongan dan Jepara pada pemilu di awal reformasi. Jamaah al-
Khidmah dalam hal ini, sedikit banyak memberikan sumbangan
Implikasi Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah .... ║ 113
terhadap kedewasaan politik di wilayah ini. Pilihan politik boleh
berbeda, tetapi hubungan baik harus tetap terjalin.
C. Implikasi Eksternal
Tak diragukan lagi, bahwa jamaah al-Khidmah ini sudah men-
jadi salah satu komponen penting di tanah air,12 termasuk di
Wilayah Jawa Tengah ini. Karena itu, apa yang dilakukan oleh
keluarga besar jamaah al-Khidmah ini pasti membawa implikasi
eksternal pula. Yang dimaksud implikasi eksternal di sini adalah
pengaruh perilaku politik al-Khidmah Jawa Tengah terhadap lem-
baga dan masyarakat di luar al-Khidmah serta terhadap pemerintah.
1. Pengaruh terhadap Lembaga dan Masyarakat di Luar
al-Khidmah
Penelitian ini menemukan bahwa ada pengaruh yang positif
dari jamaah al-Khidmah terhadap lembaga-lembaga di luar al-
Khidmah dan masyarakat pada umumnya di wilayah Jawa Tengah
ini. Hal-hal positif yang bisa dicatat antara lain, pertama, semakin
banyak lembaga yang mengundang jamah al-Khidmah ini pada
even-even penting mereka. Undangan-undangan seperti itu tentu
mengandung makna bahwa mereka memiliki respon positif ter-
hadap jamaah al-Khidmah ini. Bahkan undangan juga mulai
muncul dari perseorangan.
Kedua, apresiasi yang cukup tinggi terhadap lembaga ini, yang
terbukti melalui dukungan mereka, baik moril maupun materiil
terhadap kegiatan-kegiatan besar yang dilaksanakan oleh lembaga
ini. Di luar kegiatan-kegiatan besar jamaah al-Khidmah yang di-
______________
12 Pada tahun 2003 saja, Mokh. Sya‘roni mencatat bahwa al-Khidmah
sudah berkembang di sejumlah kota besar, seperti di Jawa Timur sebagai pu-
sat perkembangannya, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, DKI Jakarta,
NTT, Kalimantan Barat, Ujung Pandang, Lampung, Palembang dan Medan.
Mokh Sya‘roni, op. cit., hlm. 49
114 ║Politik Majelis Zikir
selenggarakan atas undangan dari instansi tertentu, jamah al-
Khidmah juga memiliki agenda untuk mengadakan kegiatan-ke-
giatan dalam skala besar, sebagaimana telah dikemukakan di bab
sebelumnya. Tentu saja kegiatan-kegiatan seperti ini membutuhkan
biaya yang tidak sedikit. Di sinilah, terlihat berapa antusias ma-
syarakat untuk memberikan dukungan.
Ketiga, semakin tumbuh kesadaran tentang pentingnya ber-
zikir, bahkan terhadap tarekat. Tumbuhnya kesadaran ini bukan
saja karena adanya sejumlah dampak modernitas yang dianggap
mengesampingkan dimensi terdalam manusia, melainkan karena
zikir memang perlu untuk memberikan makanan bagi rohani, apa-
pun kondisinya dan seperti apapun situasinya. Dalam kaitan ini,
agaknya lebih tepat menyatakan bahwa zikir pada umumnya, serta
tasawuf dan tarekat pada khususya menemukan urgensinya bukan
hanya di era modern ini, tetapi di era manapun. Meminjam ke-
terangan Kyai Asrori, keadaan manusia itu ada empat macam, yaitu
sehat atau sakit, dan taat atau durhaka. Dalam semua keadaan itu,
zikir tetap diperlukan. Bagi yang sehat, spiritualitas berfungsi men-
dayagunakan kesehatan itu untuk hal-hal yang positif. Bagi yang
sakit, spiritualitas itu berfungsi menumbuhkan kesabaran. Bagi
yang taat, spiritualitas berfungsi menjaga agar ketaatan itu tidak
ternodai oleh penyakit hati. Sedang bagi yang durhaka, spiritualitas
menumbuhkan optimisme untuk memperbaiki diri.
2. Pengaruh terhadap Pemerintah
Setidaknya ada dua hal penting yang ditemukan berkenaan de-
ngan implikasi perilaku politik jamaah al-Khidmah terhadap pe-
merintah. Antara lain, pertama, pemerintah merasakan tidak ada ke-
khawatiran untuk menjadikan jamaah al-Khidmah ini sebagai
partner dalam mensosialisasikan program-program pemerintah
kepada masyarakat luas, dan meningkatkan partisipasi masyarakat.
Implikasi Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah .... ║ 115
Hal ini biasanya dilakukan oleh pemerintah dengan cara meng-
adakan acara zikir bersama, sesuai dengan wilayah pemerintahan
yang bersangkutan. Pemerintah merasakan tidak ada kekhawatiran
kalau dianggap membawa massa jamaah al-Khidmah ke dalam
partai politik tertentu. Ini berbeda dengan majelis-majelis di masa-
masa dahulu, dimana ketika diajak berzikir dengan pemerintah,
maka semacam ada kesan sedang diajak untuk mendukung partai
tertentu. Berbeda pula dengan majelis-majelis zikir yang memang
secara eksplisit berafiliasi kepada partai tertentu.
Kedua, semakin berkurangnya phobi sebagian pejabat pe-
merintah terhadap organisasi-organisasi Islam. Di zaman Orde
Baru pernah muncul phobi terhadap Islam akibat bisikan-bisikan
yang diberikan kepada tokoh sentral rezim Orde Baru. Dikhawatir-
kan bahwa Islam akan menjadi ancaman besar bagi kelangsungan
kekuasaannya. Namun phobi itu di masa-masa akhir kekuasaannya
sudah sangat berkurang. Bahkan di masa-masa akhir rezim tersebut
muncul program “penghijauan”, semakin banyaknya umat Islam
yang duduk di pemerintahan dan semakin dekatnya pemerintahan
kepada Islam. Sementara di era reformasi sekarang ini juga muncul
phobi yang baru terhadap Islam, termasuk pesantren. Karena di satu
sisi, muncul organisasi-organisasi Islam yang ditengarai sebagai
Islam garis keras, seperti Front Pembela Islam (FPI), Majelis
Mujahidin Indonesia (MMI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)13 dan
lain-lain. Di sisi lain, banyak teror bom yang dilakukan oleh mereka
______________
13 Dibandingkan dengan organisasi Islam garis keras yang lain, HTI me-
miliki identitas tersendiri. Sekeras apapun sikap HTI, kecil kemungkinannya
untuk menggunakan cara-cara kekerasan. Sebab yang menjadi senjata utama
mereka adalah pemikiran. Uraian lengkap mengenai HTI ini antara lain bisa
dilihat pada Ahmad Musyafiq, Spiritualitas Kaum Fundamental: Studi Kasus
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Jawa Tengah, IAIN Walisongo, Semarang, 2008,
laporan penelitian, tidak diterbitkan.
116 ║Politik Majelis Zikir
yang mengatasnamakan Islam. Tentu saja hal ini terlepas dari
adanya analisis bahwa munculnya sejumlah organisasi Islam garis
keras adalah karena adanya desain dari pihak-pihak tertentu, dan
analisis bahwa sejumlah teror bom itu tidak terlepas dari adanya
desain besar dari pihak di luar Islam.[]
Penutup ║ 117
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan:
Pertama, pandangan Majelis Zikir al-Khidmah Jawa Tengah ten-
tang pemilu legislatif 2009 dapat dikategorikan sebagai pandangan
yang moderat. Sebab, terkait dengan hukum memilih pada pilleg
2009 tersebut, tidak ada yang menyatakan bahwa memilih hukum-
nya adalah wajib mutlak atau haram mutlak. Selanjutnya, terkait de-
ngan fungsi pilleg sebagai salah satu sarana untuk menciptakan
masyarakat yang adil dan makmur, sebagian besar menyatakan
bahwa kecil sekali peranan pilleg dalam menciptakan masyarakat adil
dan makmur. Bagi mereka, keadilan dan kemakmuran lebih terkait
dengan etos kerja masing-masing individu. Hal ini menunjukkan
bahwa kepercayaan jamaah al-Khidmah terhadap legislatif dan
118 ║Politik Majelis Zikir
eksekutif dalam menciptakan masyarakat adil dan makmur masih
rendah. Sedang berkenaan dengan kriteria caleg yang layak dipilih,
semuanya menyatakan bahwa caleg yang berakhlak-lah yang layak
dipilih. Tentu saja, syarat itu bagi mereka hanyalah dalam wilayah
idealitas. Sedang dalam kenyataannya, mereka menyadari bahwa
caleg yang terbaik dari yang terburuklah yang mereka pilih.
Kedua, perilaku politik Majelis Zikir al-Khidmah Jawa Tengah
pada pilleg 2009 dapat dikategorikan sebagai perilaku politik yang
akomodatif. Indikasinya adalah kemampuan Jamaah al-Khidmah
untuk berkompromi dengan partai politik tertentu, namun tetap
tidak mengintegrasikan diri. Dengan kata lain, mereka dekat, tetapi
tetap berjarak. Perilaku politik seperti ini antara lain dipengaruhi
oleh faktor sejarah, di mana di satu sisi ada majelis zikir yang ber-
sikap integratif dan di sisi lain ada yang bersikap konfrontatif. Peri-
laku Jamaah al-Khidmah yang seperti ini pada gilirannya juga mem-
pengaruhi perilaku para caleg dalam mengkampanyekan diri di
dalam Jamaah al-Khidmah ini. Hanya cara-cara yang sangat halus
yang mereka gunakan dalam mengkampanyekan diri. Selanjutnya,
dari sejumlah kemungkinan bentuk relasi yang terbangun antara
seorang caleg dengan al-Khidmah, sampai saat ini barulah satu
bentuk. Itu pun pada tahap yang paling sederhana, yakni seorang
caleg yang berstatus sebagai jamaah, tidak ada yang menjadi pe-
ngurus ataupun dewan penasehat.
Ketiga, pandangan dan perilaku politik Majelis Zikir al-
Khidmah ini membawa implikasi positif, baik secara internal mau-
pun eksternal. Secara internal, al-Khidmah tetap konsisten dengan
sikap netral yang sejak awal memang telah dipilih. Yakni al-
Khidmah bukan sebagai partai atau cikal bakal partai, melainkan
sebagai majelis zikir. Secara eksternal, banyak lembaga pemerintah
maupun non-pemerintah yang menjadikan al-Khidmah sebagai
partner yang baik. Di samping itu, keinginan untuk memasuki
Penutup ║ 119
jamaah ini juga sangat tinggi, tanpa ada kekhawatiran mengenai
perbedaan baju politik.
B. Rekomendasi
Berdasarkan temuan dan kesimpulan di atas, ada sejumlah
rekomendasi yang bisa dikemukakan, yaitu:
Pertama, secara internal, keberadaan Majelis Zikir al-Khidmah
sebagai wadah bagi semua orang yang ingin berzikir harus tetap
dijaga. Jangan sampai diidentikkan dengan ormas Islam tertentu.
Penting untuk dihindari atribut dan ungkapan yang hanya merujuk
kepada ormas Islam tertentu. Bila identitas ini tetap dijaga, maka al-
Khidmah akan semakin diterima luas oleh masyarakat.
Kedua, secara eksternal, perilaku politik yang ditempuh oleh al-
Khidmah ini hendaknya menjadi contoh yang baik bagi majelis-
majelis serupa yang ingin menjadi bagian dari upaya bersama untuk
menciptakan masyarakat adil dan makmur melalui pembangunan
spiritual. Masyarakat sangat membutuhkan bimbingan spiritual
yang tidak terkontaminasi oleh kepentingan sesaat.
Ketiga, khusus bagi pemerintah, Majelis Zikir al-Khidmah ini
sangat potensial untuk dijadikan sebagai sarana menyemaikan Islam
yang toleran dan damai. Karena itu, sejumlah pendekatan yang se-
lama ini sudah ditempuh, bisa ditingkatkan ke bentuk-bentuk yang
lebih konkret. Misalnya dengan mengadakan “Workshop Islam
Inklusif” dengan para dewan penasehat dan para pengurus. Sebab
dalam masalah agama dan spiritual, pengaruh dewan penasehat dan
pengurus terhadap jamaah masih sangat efektif.
C. Kata Penutup
Penelitian ini merupakan langkah awal dari upaya untuk
menggali lebih dalam karakteristik Majelis Zikir al-Khidmah
120 ║Politik Majelis Zikir
Wilayah Jawa Tengah ini. Masih banyak aspek-aspek lain yang bisa
diteliti, misalnya aspek transformasi spiritual, aspek paham ke-
agamaan, dan lain-lain. Pemahaman yang utuh terhadap majelis
zikir ini sangat penting, terutama bagi upaya bersama untuk men-
ciptakan Jawa Tengah yang lebih baik. Apalagi bila dikaitkan
dengan situasi dan kondisi akhir-akhir ini, yakni bahwa Jawa Ten-
gah justru menjadi lahan yang subur bagi sejumlah orang yang
diindikasikan sebagai penganut pemahaman Islam garis keras.[]
Daftar Pustaka ║ 121
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz Thaba, Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru, Gema
Insani Press, Jakarta, 1996
Achmad Asrory Oesman al-Ishaqy, Tuntunan dan Bimbingan, al-
Khidmah, Semarang, 2006
__________, Pedoman Kepemimpinan dan Kepengurusan dalam Kegiatan
dan Amaliah al-Thariqah dan al-Khidmah, al-Khidmah, Semaran,
2006
__________, al-Iklil fi al-Istighatsat wa al-Azkar wa al-Da‘awat fi al-Tahlil,
al-Wafa, Surabaya, cet. V, 2005
__________, Hadzihi al-Fathah al-Nuriyyah fi al-Aurad wa al-Azkar wa al-
Da‘awat wa al-Istighatsat al-Yaumiyyah wa al-Lailiyyah, al-Khid-
mah, Surabaya, cet. II, 2005
__________, al-Muntakhabat fi Rabithah al-Qalbiyyah wa Shilah al-
Ruhiyyah, jilid I dan II, al-Khidmah, Surabaya, 2007,
__________, al-Faidh al-Rahmani li Man Yazhillu tahta al-Saqfi al-Utsmani
fi al-Irthibath bi al-Ghauts al-Jilani, al-Khidmah, Surabaya, cet.V,
2006
122 ║Politik Majelis Zikir
Ahmad Najib Burhani, Sufisme Kota: Berfikir Jernih Menemukan
Spiritualitas Positif, Serambi, Jakarta, 2001
Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat, Pustaka Hidayah, Ban-
dung, 2002
Amin Abdullah, Studi Agama: Normativitas atau Historisitas? Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 1996
Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi, Jilid I, Gramedia Jakarta, 1986
Franz Magnis Suseno, Etika Jawa: Sebuah Analisis Falsafi tentang
Kebijakan Hidup Jawa, Gramedia, Jakarta, 2003
Ilham B. Sainong, Hermeneutika Pembebasan, Teraju, Jakarta, 2002
Khoiro Ummatin, Perilaku Politik Kyai, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
2002
Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Rosda Karya, Ban-
dung, 1999
Mahmud al-Khalidi, Bai‘at dalam Perspektif Pemikiran Politik Islam,
terjemaha Muhamamd Bajuri, al-Izzah, Bangil, 2002
Mahmud Suyuthi, Politik Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah,
Galang Press, Yogyakarta, 2001
Martin van Bruinessen, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Mizan,
Bandung, 1992
Masaru Emoto, The True Power of Water: Hikmah Air dalam Olah Jiwa,
terjemahan Azam Translator, MQ Publishing, Bandung, 2006
Miriam Budihardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1998
Mokh. Sya‘rani, “Pemikiran Tasawuf KH. Ahmad Asrori al-Ishaqi:
Kajain terhadap Pengajian Tasawuf Program Mutiara Hikmah
Radio Rasika FM Semarang”, thesis Pasca Sarjana IAIN
Walisongo, Semarang, 2003
Munawir Syadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pe-
mikiran, UI Press, Jakarta, 1993
Daftar Pustaka ║ 123
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1992
Richard E. Palmer, Hermeneutika: Teori Baru Mengenai Interpretasi, ter-
jemahan Musnur Hery dan Damanhuri Muhammad, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta, 2005
Ronald H. Chilote, Teori Perbandingan Politik: Penelusuran Paradigma,
terjemahan Haris Munandar dan Dudy Priatna, Rajawali Pers,
Jakarta, 2003
Sanapiah Faisal, Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi, YA3,
Malang, 1990
Soerjono Soekanto, Sosilogi: Suatu Pengantar, Rajawali Pers, Jakarta,
1991
Sri Mulyati (et.al), Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia, Kencana,
Jakarta, 2006
Sudijono Sastroatmojo, Perilaku Politik, IKIP Semarang Press,
Semarang, 1995
Zurkani Jahya, Teologi al-Ghazali, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996
124 ║Politik Majelis Zikir
Tentang Penulis ║ 125
TENTANG PENULIS
AHMAD MUSYAFIQ, lahir di Demak 9 Juli 1972. Pendidikan
S-1 diselesaikan di Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir Hadits, IAIN
Walisongo Semarang (1996). Pendidikan S-2 ditempuh di alma-
mater yang sama dengan mengambil Konsentrasi Pemikiran Etika
Islam dan Tasawuf (2001). Kini tengah menempuh pendidikan S-3
di almamater yang sama pula.
Penulis saat ini aktif sebagai pengajar di IAIN Walisongo,
dengan Gol./Pangkat IVa/Pembina dan Jabatan Fungsional Aka-
demik sebagai Lektor Kepala. Penulis tinggal di Bukit Jatisari
Asri, Blok B-6 No. 3-A Mijen Semarang. Telp. (024) 76672237
e-mail: [email protected]
126 ║Politik Majelis Zikir
Pengalaman Penelitian ║ 127
PENGALAMAN PENELITIAN
Tahun Judul Penelitian Jabatan Sumber
Dana
2009 Perilaku Politik Majelis Zikir al-Khidmah Wilayah Jawa Tengah pada Pilleg 2009
Peneliti Individual
Balitbang Depag Semarang
2008 Studi Kitab Minhajul 'Abidin di Pondok Pesantren Maslakul Huda Pati Jateng
Anggota Balitbang Depag Semarang
2008 Spiritualitas Kaum Fundamentalis: Studi Kasus HTI Jateng
Peneliti Individual
DIPA IAIN Walisongo
2007 Dimensi Non-Teologis dalam Anarkisme Agama: Studi Kasus Pengrusakan Tempat Ibadah di Tegowanu Grobogan
Anggota DIPA IAIN Walisongo
2007 Agama dan Rekonstruksi Pasca Bencana: Studi Kasus di Desa Ngandong Kecamat-an Gantiwarno Kabupaten Klaten Jawa Tengah
Anggota Balitbang Depag Semarang
2007 Dimensi Spiritual dalam Pelatihan Salat Khusyu‘ Abu Sangkan
Peneliti Individual
DIPA IAIN Walisongo
2006 Pemberdayaan Mutu Ma-drasah Tsanawiyah di Daerah Penyangga Kota
Anggota Ditpertais Depag
2006 Studi Kritis Hadis-Hadis Ruqyah
Peneliti Individual
DIPA IAIN Walisongo
2004 Persepsi Masyarakat ter-hadap Fakultas Ushuluddin
Peneliti Individual
DIK-S IAIN Walisongo
2003 Pendekatan Sejarah Sosial dalam Studi Kritik Hadis
Peneliti Individual
PPTA IAIN Walisongo
2001 Pemikiran Tasawuf Imam al-Syafi‘i: Tasawuf dalam Perspektif Fuqaha’
Peneliti Individual
PPTA IAIN Walisongo
2000 Urgensi Ilmu Gharib al-Hadis dalam Pemahaman Hadis
Peneliti Individual
PPTA IAIN Walisongo
128 ║Politik Majelis Zikir