PRAKTEK POLIGAMI DI MALAYSIA
(Studi Undang-Undang Poligami Di Malaysia)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas
Dan Memenuhi Syarat-syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh
TENGKU MUHAMAD ROSFAI ATINOR
NPM 1321010076
Program Studi Akhwal al Syakhsiyyah
Pembimbing I : Dr. H. Muhammad Zaki, M.Ag.
Pembimbing II : Gandhi Liyorba Indra,S.Ag, M.Ag.
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
RADEN INTAN LAMPUNG
1439 H / 2017 M
PRAKTEK POLIGAMI DI MALAYSIA
(Studi Undang-Undang Poligami Di Malaysia)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas Dan Memenuhi Syarat-syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh
TENGKU MUHAMAD ROSFAI ATINOR
NPM 1321010076
Program Studi Akhwal Al Syakhsiyyah
Pembimbing I : Dr. H. Muhammad Zaki, M.Ag.
Pembimbing II : Gandhi Liyorba Indra, S.Ag.,M.Ag
ABSTRAK
Poligami adalah menikah lebih dari seorang wanita yaitu lawan dari
monogami yang membawa arti menikah dengan seorang wanita saja. Ia juga
ii
berlawanan dari poliandri yaitu bersuami lebih dari seorang dalam satu masa. Hal
ini sering diperdebatkan di kalangan khalayak. Ada yang menerimanya secara
positif, tetapi tidak kurang juga yang menentang habis-habisan akan syariat Allah
s.w.t. tersebut. Tentunya kelompok ini mempunyai alasan masing-masing untuk
mempertahankannya. Oleh sebab itu, isu poligami ini amat perlu untuk
diperjelaskan agar tidak ada pihak yang keliru, tertindas ataupun ingin mengambil
kesempatan dengan menanam niat yang lain. Di Malaysia poligami cukup banyak
terjadi karena disebabkan banyak wanita miskin, janda, dan juga disebabkan
undang-undang yang longgar sehingga menyebabkan banyak yang poligami.
Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah: (1) Bagaimana praktek
poligami pada masyarakat Malaysia? (2) Bagaimana undang-undang perkawinan
poligami di Malaysia? (3) Apa faktor penyebab terjadinya poligami di Malaysia?
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui praktek poligami
di Malaysia. (2) Untuk mengetahui undang-undang poligami di Malaysia, (3) Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya poligami di Malaysia?
Dilihat dari jenisnya penelitian ini tergolong penelitian kepustakaan
(library research), yang bersifat teoritis dan filosofis. Metode penelitiannya
mencakup sumber data, pengumpulan data, dan analisis data. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan. Metode analisis data
menggunakan metode berfikir deduktif yaitu mengambil kesimpulan dari suatu
masalah berdasarkan pada hal-hal atau kejadian-kejadian yang umum kepada
suatu kesimpulan yang khusus.
Hasil dari penelitian ini adalah, penulis menemukan pada umumnya
praktek yang didaftarkan dimahkamah syariah tidak tinggi, namun poligami di
luar kebenaran mahkamah adalah tinggi. Ini karena sikap masyarakat yang sukar
bertolak ansur dengan kasus kemudaratan dalam poligami.
Dalam undang-undang poligami di Malaysia bahwa di Kelantan,
Terengganu dan Perak hanyalah perlu mendapat kebenaran bertulis daripada Qadi
atau Hakim Syar‟ie, lebih longgar dan mudah bagi rakyat untuk mengambil
kesempatan dalam berpoligami. Pada negeri Perlis, Kedah, Pulau Pinang,
Selangor, Wilayah Persekutuan, Negeri Sembilan, Melaka, Johor, Pahang, Sabah
dan Sarawak, mempunyai peruntukan yang begitu terperinci yang memerlukan
kebenaran, pengesahan, bagaimana permohonan diproses, cara keputusan dicapai,
ruang untuk membuat rayuan dan penalti.
Secara garis besar, faktor dan penyebab terjadi poligami seperti istri
mandul, kerja berjauhan, menolong wanita miskin atau janda, desakan ibu,
perbanyak keturunan, rujuk isteri lama, telah terlanjur, jiwa tertekan dan isteri
sakit dalam tempoh yang lama sehingga terjadi poligami, dengan ini tidak semua
wanita yang dapat menerima poligami sehingga terjadinya cerai gugat yang
alasannya tidak kesefahaman dan tidak berlaku adil.
iii
iv
v
MOTTO
وإن خفتم ألا ت قسطوا ف اليتامى فانكحوا ما طاب لكم من النساء مث ن وثلث
ل أ انكم ت عدلواف واحدةأوماملكتلأ خفتم فإن ورباع ت عولوانىأ ألا
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-
wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut
tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak
yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya.”1
1 Surat An-Nisa': 4: 3.
vi
PERSEMBAHAN
Sembah sujudku kepada Allah SWT, dan Shalawat serta salam tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW. Semoga kita mendapat syafa‟atnya. Ucapan
terima kasihku kepada semua pihak yang sudah memberikan semangat dan
kemudahan dalam penyusunan skripsi ini.
Karya tulis ini dipersembahkan pada orang-orang yang selalu mendukung
penulis dalam menyelesaikan karya ini, di antaranya:
1. Kepada kedua orang tuaku tercinta, Bapak Tuan Mohd Faisool dan Ibu
Tengku Roslizam yang selalu memberikan motivasi yang sangat besar untuk
menggapai keberhasilanku dan dengan sabar melimpahi aku dengan do‟a dan
kasih sayang.
2. Kakak-kakakku tersayang Tengku Rosdin, Tengku Fairos Syakila,dan
Tengku Muhamad Rosfaizal yang selalu menantikan keberhasilanku.
3. Keluarga besarku yang senantiasa memberikan do‟a dan dukungan untukku.
4. Teruntuk teman-temanku AS angkatan 2013, yang selalu memberikan
keceriaan dan semangat untuk meraih kesuksesan.
5. Yang kubanggakan almamaterku tercinta UIN Raden Intan Lampung.
vii
RIWAYAT HIDUP
Tengku Muhamad Rosfai Atinor dilahirkan di Kelantan Malaysia, pada
tanggal 27 April 1995, anak bongsu dari empat saudara, dari pasangan Bapak
Tuan Mohd Faisool dan Ibu Tengku Roslizam. Adapun riwayat pendidikan
penulis, sebagai berikut:
1. TK Kem Sungai Ara Pulau Pinang Malaysia lulus pada tahun 2002.
2. Sekolah Dasar Negeri Kelantan Pasir Mas Mekasar (SKM), Malaysia lulus
pada tahun 2006.
3. Sekolah Menengah Ugama Arab (SMU(A)) Rahmaniah Paloh Tanah
Merah Kelantan Malaysia lulus pada tahun 2012.
Kemudian penulis melanjutkan studi ke Universitas Islam Negeri Raden
Intan Lampung di Fakultas Syari‟ah jurusan Ahwal Al-Syakhsiyah dari tahun
2013 hingga saat ini.
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadrat Allah SWT yang telah
melimpahkan karunia berupa ilmu pengetahuan, kesehatan, dan petunjuk,
sehingga skripsi yang berjudul “Praktek Poligami Di Malaysia”, dapat
diselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam disampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW., para sahabat, dan pengikutnya yang setia.
Skripsi ini merupakan bagian dari persyaratan untuk menyelesaikan studi
program strata satu (S-1), pada Fakultas Syari‟ah UIN Raden Intan Lampung,
guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) dalam bidang ilmu Syari‟ah. Atas
bantuan semua pihak dalam proses penyelesaian skripsi ini tak lupa dihaturkan
terima kasih sedalam-dalamnya kepada :
1. Prof. Dr. H. Moh. Mukri, M.Ag. selaku Rektor UIN Raden Intan Lampung;
2. Prof. Dr. Alamsyah, S.Ag., M. Ag., selaku Dekan Fakultas Syari‟ah serta para
Wakil Dekan di lingkungan Fakultas Syari‟ah UIN Raden Intan Lampung;
3. Marwin, S.H., M.H., selaku ketua Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyah Fakultas
Syari‟ah UIN Raden Intan Lampung;
4. Dr. H. Muhammad Zaki, M.Ag., selaku pembimbing I, dan Gandhi Liyorba Indra,
S.Ag.,M.Ag, selaku pembimbing II, yang telah menyediakan waktu dan
pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi tersusunnya skripsi ini;
5. Bapak dan Ibu Dosen serta para staf / karyawan Fakultas Syari‟ah UIN Raden
Intan Lampung yang telah membimbing dan membantu penulis selama mengikuti
perkuliahan;
ix
6. Bapak, Ibu, Kakak serta teman-teman dekat, yang senantiasa mendo‟akan,
membantu, serta memberikan dukungan dalam upaya menyelesaikan skripsi ini;
7. Sahabat-sahabat mahasiswa Fakultas Syari‟ah Angkatan 2013 khususnya
keluarga besar HIMPAS (Himpunan Mahasiswa Prodi Ahwal Al-
Syakhsiyah).
Penulis menyedari bahwa hasil penelitian dan tulisan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Hal itu, tidak lain disebabkan karena keterbatasan kemampuan
yang dimiliki. Untuk itu kepada para pembaca kiranya dapat memberikan
masukan dan saran-saran, guna memperbaiki tulisan ini.
Akhirnya, diharapkan betapa pun kecilnya karya tulis (hasil penelitian) ini
dapat menjadi sumbangan yang cukup berarti dalam pengembangan ilmu
pengetahuan.
Bandar Lampung, 05 November 2017
Penulis,
Tengku Mohamad Rosfai Atinor
NPM 1321010076
x
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ................................................................................................................ i
ABSTRAK .......................................................................................................... ii
PERSETUJUAN ................................................................................................. iii
PENGESAHAN .................................................................................................. iv
MOTTO .............................................................................................................. v
PERSEMBAHAN ............................................................................................... vi
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Penegasan Judu1 ..................................................................................... 1
B. Alasan Memilih Judul ............................................................................. 2
C. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 2
D. Rumusan Masalah ................................................................................... 6
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................................ 6
F. Metode Penelitian ................................................................................... 6
BAB II POLIGAMI MENURUT HUKUM ISLAM
A. Pengertian Poligami dalam Islam .......................................................... 10
B. Sejarah Permulaan Poligami .................................................................. 11
C. Permulaan Diperbolehkannya Poligami Dalam Islam ........................... 13
D. Hikmah Poligami ................................................................................... 19
E. Sebab-Sebab Berlakunya Poligami........................................................ 23
F. Syarat-Syarat Poligami .......................................................................... 26
BAB III PRAKTEK DAN UNDANG-UNDANG POLIGAMI DI
MALAYSIA
A. Praktek Poligami Di Malaysia ................................................................ 33
B. Undang-Undang Poligami Di Malaysia .................................................. 44
1. Kelantan - Enakmen 6 Tahun 2002 .................................................. 44
2. Terengganu - Enakmen 12 Tahun 1985 ........................................... 47
3. Perak - Enakmen 6 Tahun 2004 ....................................................... 48
4. Kuala Lumpur - Akta 303 (Wilayah-Wilayah Persekutuan) 1984
[Cetakan Semula 2005 ..................................................................... 51
xi
5. Selangor - Enakmen 2 Tahun 2003 .................................................. 54
6. Sarawak - Ordinan 43 Tahun 2001 ................................................... 57
7. Sabah - Enakmen 8 Tahun 2004 ....................................................... 60
C. Faktor Penyebab Terjadinya Poligami Di Malaysia ............................... 66
BAB IV ANALISIS DATA
A. Praktek Poligami Tanpa Kebenaran Mahkamah .................................... 70
B. Undang-Undang Poligami di Malaysia ................................................... 72
C. Faktor Penyebab Terjadinya Poligami Di Malaysia............................. .. 78
1. Faktor Poligami Tanpa Kebenaran Mahkamah .............................. 79
2. Kesan Poligami Tanpa Kebenaran Mahkamah .............................. 84
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 90
B. Saran ..................................................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul
Untuk menghindari kesalahfahaman dalam memahami judul skripsi ini, maka
perlu dijelaskan beberapa istilah yang terdapat dalam judul tersebut. Judul skripsi
ini adalah: “PRAKTEK POLIGAMI DI MALAYSIA” (Studi Undang-Undang
Poligami Di Malaysia). Adapun istilah-istilah yang perlu dijelaskan adalah
sebagai berikut:
1. Poligami ialah perkawinan di mana seorang lelaki itu berkawin dengan
beberapa orang perempuan sekaligus. Biasanya suami yang mempunyai
lebih daripada seorang isteri. Ia merupakan lawan monogami.2
2. Undang-undang merupakan satu sistem peraturan atau norma yang cuba
diikuti oleh ahli-ahli masyarakat. Biasanya ini adalah peraturan sesuatu
negara. Jika peraturan-peraturan ini dilanggar, orang yang melanggar
peraturan tersebut mungkin dihukum atau didenda oleh mahkamah.
Peraturan ini biasanya dibuat oleh pemerintah negara tersebut supaya
rakyatnya boleh hidup, bekerja dan bersosial antara satu sama lain.
Undang-undang yang akan dihuraikan adalah Undang-Undang Keluarga
Islam Bahagian Poligami di Malaysia.3
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan, bahwa berkenaan prosedur
poligami di Malaysia ini adalah bagaimana prosedur dan undang-undang poligami
yang terdapat di Malaysia.
2 Dr. H. IbnuMas‟ud& Dr. H. Zainal Abidin. 2000, Fiqih Mazhab Syafi‟i, Penerbit Pustaka
Setia: Bandung. 3 David, René, and John E. C. Brierley. Major Legal Systems in the World Today: An
Introduction to the Comparative Study of Law. 3d ed. London: Stevens, 1985.
2
B. Alasan Memilih Judul.
Adapun yang menjadi alasan untuk memilih judul tersebut ialah:
1. Secara obyektif
Tingkat poligami di Malaysia lebih tinggi dibanding Indonesia. Ini ada
kaitannya dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku di negara
Malaysia, namun untuk praktek dan peraturan di Malaysia menjadi satu
persoalan yang penting untuk mengetahui lebih jelas tentang praktek dan
peraturan mahkamah atau pengadilan tersebut.
2. Secara subyektif
Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini sesuai dengan disiplin ilmu
yang penulis tekuni di Fakultas Syariah jurusan Ahwal Al-Syakhsiyah, dan
tersedianya literatur yang ada untuk membahas penelitian dalam hal
tersebut.
C. Latar Belakang
Perkawinan adalah suatu perjanjian yang suci, kuat, kokoh untuk hidup
bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk
menbentuk rumah tangga yang kekal, santun menyantuni dan kasih mengasihi.4
Seperti yang dikatakan oleh M Zaki Saleh dalam karyanya, istilah poligami
berasal dari bahasa Latin polygamia (poly dan gamia) atau gabungan kata bahasa
Yunani poly dan gamy dari akar kata polus (banyak) dan gamos (kawin). Jadi
secara harfiyah poligami artinya kawin dalam jumlah banyak. Sedangkan secara
terminologi poligami adalah suatu praktek atau keadaan (perkawinan) lebih
daripada satu isteri, suami, pasangan, yang dilakukan pada satu waktu
4Sayuti Thalib, 1986, Hukum Kekeluargaan Indonesia, UI Press, Jakarta, hlm. 47
3
(bersamaan).5 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, poligami didefinisikan
sebagai sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini
beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang sama.
Dalam Hukum Islam poligami merupakan institusi problematik dalam Islam,
poligami diertikan sebagai perkawinan yang lebih dari satu, tetapi disertai dengan
sebuah batasan, yaitu diperbolehkan hanya sehingga empat orang wanita kerana
ada indikasi nash. Argumentasi yang sering dijadikan dasar kebolehan poligami
dalam Islam adalah firman Allah SWT:
وإن خفتم ألا ت قسطوا ف اليتامى فانكحوا ما طاب لكم من النساء مث ن وثلث
ل أ انكم ت عدلواف واحدةأوماملكتلأ خفتم فإن ورباع ت عولوانىأ ألاArtinya:“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-
wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut
tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak
yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya.”6AL-Nisa‟: 4: 3
Ketika Islam datang, kaum pria memiliki istri sampai sepuluh atau lebih,
tanpa batasan. Islam lalu memberitahu mereka, bahwa ada batasan yang tidak
boleh dilanggar, yakni empat. Karena poligami hanya boleh dilakukan sebagai
solusi dalam keadaan darurat. Poligami dalam islam sama sekali bukan sarana
untuk mengumbar hawa nafsu tanpa batas. Jika melihat kepada poligami yang
dilakukan Nabi Muhammad SAW, sesungguhnya perlu disedari, bahwasanya
5Saleh, Muhammad Zaki, Trend Kriminalisasi dalam Hukum Keluarga di Negara-negara
Muslim (2006). 6 Surat An-Nisa': 4: 3. H. M. OemarBakry, 1988, Tafsir Rahmat, Kuala Lumpur: Victory
Agencie, hlm. 70.
4
beliau baru berpoligami setelah pernikahan pertamanya berlalu sekian lama,
setelah wafatnya istri beliau Khadijah r.a. Pada saat itu Nabi SAW telah
bermonogami selama 25 tahun. Lalu tiga atau empat tahun setelah kematian
Khadijah r.a. barulah beliau menikah Aisyah r.a. Disusul setelah itu pernikahan
poligami beliau dengan Saudah Binti Zam‟ah janda tua yang suaminya meninggal
di perantauan, Hindun atau Ummu Salamah janda yang suami gugur di
peperangan, Ramlah janda yang dicerai suaminya karena suaminya murtad,
Huriyah binti Al haris yang seorang tawanan perang pasukan Islam, Hafsah
seorang janda putri dari Umar bin Khathab, Shafiyah binti Huyay salah seorang
tawanan perang yang dimerdekakan Rasul, Zainab binti Jahesy seorang janda
yang dulunya dinikahkan dengan seorang budak, dan yang terakhir Zainab binti
Khuzaimah yang suaminya gugur dalam peperangan uhud.
Istri-istri yang disebut di atas inilah yang sering kali di soroti oleh mereka
yang tidak mau tahu atau enggan memahami latar belakang pernikahan. Oleh
karena itu, tidak dapat dibenarkan bahwa poligami adalah sebuah anjuran, dengan
alasan bahwa perintah dalam Al-Qur‟an dimulai dengan bilangan dua, tiga, atau
empat, baru kemudian perintah monogami dilakukan kalau khawatir tidak dapat
berlaku adil.
Poligami bukanlah amalan yang dimulakan oleh syariat Islam yang dibawa
oleh Nabi Muhammad SAW. Sebenarnya ia telah bermula sebelum kedatangan
Muhammad SAW lagi tetapi Islam datang dengan mengatur cara poligami dengan
cara yang terbaik supaya ia tidak disalahguna dan tidak berlaku penganiyaan
terhadap wanita dan anak-anak, bahkan ketika Islam datang membawa hukum-
5
hukum tentang poligami masyarakat pada ketika itu telah biasa dan lumrah dalam
mengamalkan poligami tetapi tanpa batasan dan peraturan.
Berdasarkan undang-undang perkawinan di Malaysia tentang boleh atau
tidaknya seorang laki-laki melakukan poligami, ada tiga hal yang perlu di
bicarakan, yakni: syarat-syarat, alasan-alasan pertimbangan boleh tidaknya
poligami, dan prosedur. Dalam perundang-undangan Malaysia tidak ada
penegasan tentang prinsip perkawinan. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi;
pertama, poligami tanpa ijin dahulu dari pengadilan tidak boleh didaftar; kedua,
poligami tanpa ijin boleh didaftar dengan syarat lebih dahulu membayar denda
atau menjalani hukuman yang telah di tentukan.7
Di indonesia poligami dipandang sinis dan negatif oleh banyak kalangan.
Bahkan dari kalangan tertentu seperti pegawai (PNS) diatur secara ketat atas
undang-undangnya. Dengan adanya Pasal 3 ayat (2) ini maka undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974 manganut asas monogami terbuka, Dalam undang-undang
ini tidak tertutup kemungkinan dalam keadaan terpaksa suami melakukan
poligami yang sifatnya tertutup atau poligami yang tidak begitu saja dpat di buka
tanpa pengawasan hakim.8 Di Malaysia, yaitu negeri Kelantan berpoligami malah
dapat insenif dari pemerintah. Pemerintah disana menyarankan agar suami
berpoligami dengan janda karena di kelantan sekarang terdapat 25000 janda di
bawah umur 60 tahun.
7Khoirudin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara, Lieden –Jakarta, INIS, 2002, hlm
111-112. 8Hilman Hadikusuma, 2007, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum
Adat, Hukum Agama, Mandar Maju, Bandung, hlm.32
6
Oleh itu, dalam penelitian saya ini, saya akan mengkaji prosedur yang timbul
dalam undang-undang khususnya undang-undang perkawinan poligami di
wilayah-wilayah negara Malaysia.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diambil suatu rumusan
masalah yaitu:
1) Bagaimana praktek poligami di Malaysia ?
2) Bagaimana undang-undang poligami di Malaysia ?
3) Apa faktor penyebab terjadinya poligami di Malaysia ?
E. Tujuan Penelitian Dan Kegunaan
1. Tujuan
a) Untuk mengetahui praktek poligami di Malaysia.
b) Untuk mengetahui Undang-undang poligami di Malaysia.
c) Untuk mengetahui faktor penyebab poligami di Malaysia.
2. Kegunaan
a) Secara teoritis penelitian ini berguna untuk mengembangkan kajian
tentang perkawinan poligami dan undang-undang yang mengaturnya di
negara Malaysia.
b) Secara praktis, penelitian ini untuk memenuhi salah satu syarat
akademik guna mendapatkan gelar Sarjana Hukum.
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
a) Jenis Penelitian
7
Penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research) yaitu
penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data-data dan
informasi dengan bantuan berbagai buku yang berkaitan dengan masalah
yang akan dibahas dalam penelitian ini.
b) Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat normatif- analitis, yaitu penelitian yang dilakukan
terhadap hukum normatif. Hukum normatif yang dimaksudkan adalah
hukum positif tertulis yang bersumber dari kodifikasi atau undang-
undang.9
2. Jenis Data dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder
adalah sumber data yang mendukung sumber data primer yaitu diperoleh
dan bersumber dari Al-Qur‟an, hadits, kitab-kitab fiqh, buku-buku dan
literatur yang ada hubungannya dengan pokok pembahasan.
3. Metode Pengumpulan Data
Dengan cara mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan penelitian dan
mengambil dengan cermat. Data-data yang dibaca dan ditulis yang berkaitan
dengan perundang-undangan. al-Quran, hadis, dan buku-buku referensi yang
ada hubungan dengan pokok pembahasan oleh penulis. Suatu cara untuk
mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku,
agenda, surat kabar dan sebagainya.10
9Abdulkadir Muhammad, Hukum Dan Penelitian Hukum, Pt. Citra Aditya Bakti, Bandung,
2004, Hlm. 131. 10
Sutrisno Hadi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, edisi II, Rineka Cipta,
Jakarta, 1991, hlm. 202
8
4. Metode Pengolahan Data
a) Pemeriksaan Data (Editing)
Yaitu mengoreksi data yang terkumpul sudah cukup lengkap, sudah
benar, dan sesuai atau relevan dengan masalah yang dikaji. Tujuan
daripada editing adalah untuk mengurangi kesalahan atau kekurangan
yang ada di dalam daftar pertanyaan yang sudah diselasaikan sampai
sejauh mugkin.11
b) Penandaan Data (Coding)
Yaitu memberikan catatan atau tanda yang menyatakan jenis sumber
data (Buku-buku literatur, fiqh Islam, dan data lain yang berkenaan
dengan pembahasan).
c) Rekontruksi Data (Recontructing)
Yaitu menyusun ulang data secara teratur, berurutan, logis sehingga
mudah dipahami dan diinterpretasikan.
d) Sistematisasi Data (Sistematizing)
Yaitu menempatkan data menurut kerangka sistematika bahasan
berdasarkan urutan masalah.12
5. Metode Analisa Data
Pengolahan analisis data ini akan digunakan metode analisis sebagai berikut:
a) Metode berfikir deduktif yaitu mengambil kesimpulan dari suatu
masalah berdasarkan pada hal-hal atau kejadian-kejadian yang umum
11
Cholid Narbuko, Abu Achmadi, Metodelogi Penelitian, Cetakan Ketiga Belas, Bumi
Aksara, Jakarta, 2013. hlm. 153. 12
Abdulkadir Muhammad, loc.cit, hlm. 126.
9
kepada suatu kesimpulan yang khusus.13
Metode ini digunakan untuk
mengungkap data yang diperoleh dari jalan pemikiran yang umum
kepada pemikiran yang khusus, yang kemudian dapat memberikan jalan
pembuktian menuju suatu kebenaran yang ilmiah. Contohnya
mengambil kesimpulan dari suatu masalah seperti isu-isu perkawinan
poligami di kalangan masyarakat Malaysia dan menjadikan kepada suatu
kesimpulan yang khusus.
b) Metode Induktif yaitu berfikir dari fakta-fakta yang khusus dan peristiwa
yang kongkrit, kemudian ditarik generalisasi yang mempunyi sifat
umum. Metode ini merupakan kebalikan dari metode deduktif.
13
Ibid.hlm. 80.
BAB II
POLIGAMI MENURUT HUKUM ISLAM
A. Pengertian Poligami dalam Islam
Poligami dari sudut bahasa adalah mempunyai isteri lebih dari seorang
dalam satu masa. Menurut Kamus Bahasa, poligami berarti amalan beristeri
lebih daripada seorang pada masa yang sama. Dalam bahasa Arab, poligami
disebut Ta‟addad al-Zawjat ( تعدد الزوجات) . Asal perkataan Ta‟addad (تعدد)
berarti bilangan, manakala perkataan al-Zawjat (الزوجات) diambil dari
perkataan al-Zawjat (الزوجة) yang berarti istri. Dua perkataan tersebut apabila
digabungkan membawa arti istri yang banyak atau berbilang-bilang.14
Terdapat tiga bentuk poligami, yaitu poligini15
, poliandri16
, dan
pernikahan kelompo17
. Walaupun diperbolehkan dalam beberapa kebudayaan,
poligami ditentang oleh sebagian kalangan. Terutama kaum feminis
menentang poligini, karena mereka menganggap poligini sebagai bentuk
penindasan kepada kaum wanita. Agaknya poligami marak pada masa lalu
karena “nurani” dan rasa keadilan laki-laki maupun perempuan tidak terusik
olehnya. Kini “rasa keadilan” berkembang sedemikian rupa akibat maraknya
seruan HAM dan persamaan gender, sehingga mengantar kepada perubahan
pandangan terhadap banyak hal, termasuk poligami. Apalagi, ketergantungan
14
Abdullah Nasih Ilwan: PT Remaja Rosdakarya, 1984, Bandung. hlm. 11. 15
Sistem perkawinan yg membolehkan seorang pria memiliki beberapa wanita sbg istrinya
dl waktu yg bersamaan. 16
Sistem perkawinan yg membolehkan seorang wanita mempunyai suami lebih dari satu
orang dl waktu yg bersamaan. 17
Kombinasi poligini dan poliandri.
11
perempuam kepada laki-laki tidak lagi serupa dengan masa lalu akibat
pencerahan dan kemajuan yang diraih perempuan dalam berbagai bidang.
Maka poligami bolehlah dimaksudkan sebagai berkawin lebih daripada
seorang yaitu lawan kepada perkataan monogami yang membawa arti
berkawin dengan seorang wanita saja. Ia juga berlawanan dengan perkataan
poliandri yaitu bersuami lebih dari seorang dalam satu masa.18
B. Sejarah Permulaan Poligami
Wujud poligami sebelum Islam datang. Berkawin secara poligami ini
sebenarnya sudah meluas berlaku pada banyak bangsa sebelum Islam sendiri
datang. Diantara bangsa-bangsa yang menjalankan poligami, yaitu: Ibrani,
Arab Jahiliyah dan Cisilia, yang kemudian melahirkan sebagian besar
penduduk yang menghuni negara-negara: Rusia, Lithuania, Polandia,
Cekoslowakia dan Yugoslavia, sebagian orang-orang Jerman dan Saxon yang
melahirkan sebagian penduduk yang menghuni negara-negara : Jerman, Swiss,
Belgia, Belanda, Denmark, Swedia, Norwegia dan Inggris.19
Poligami bukan berasal dari Islam. Tidak benar, jika dikatakan bahwa
Islamlah yang mula-mula membawa sistem poligami. Sebenarnya sistem
poligami ini hingga dewasa ini masih tetap tersebar pada beberapa bangsa
yang tidak beragama Islam, seperti : Penduduk asli Afrika, Hindu, India, Cina
dan Jepang.
18
Zaini Nasohah, Poligami: Hak Keistimewaan Menurut Syariat Islam, Utusan Publications
& Distributors Sdn. Bhd.: Kuala Lumpur, 2000. hlm. 1 19
Azizah al-Hibri. 1992. A Study of Islamic History. Kuala Lumpur: Penerbit Fajar Bakti.
12
Poligini dan poliandri dilakukan oleh sekalangan masyarakat Hindu
pada zaman dulu. Namun, pada prakteknya dalam sejarah, hanya raja dan
kasta tertentu yang melakukan poligami. Poligami mungkin juga terjadi
karena terpaksa yang dilakukan karena berbagai alasan, misalnya karena tidak
mempunyai keturunan atau tujuan politik Raja-Raja Hindu.20
Dalam Agama Buddha pandangan terhadap Poligami adalah suatu
bentuk keserakahan (Lobha). Buddha Sidharta Gautama tidak menetapkan
hukum religius apapun berkaitan dengan kehidupan rumah tangga, melainkan
memberikan nasihat tentang bagaimana menjalani kehidupan rumah tangga
yang terpuji. Walaupun Buddha tidak menyebutkan apapun tentang jumlah
istri yang dapat dimiliki seorang pria, ia dengan tegas menyatakan bahwa
seorang pria yang telah menikah kemudian pergi ke wanita lainnya yang tidak
dalam ikatan perkawinan, hal tersebut dapat menjadi sebab keruntuhannya
sendiri. Ia akan menghadapi berbagai masalah dan rintangan lainnya.21
Walaupun kitab-kitab kuno agama Yahudi menandakan bahwa
poligami diijinkan, berbagai kalangan Yahudi kini melarang poligami. Gereja-
gereja Kristiani umum, seperti Kristen Protestan, Katolik, dan Ortodoks,
menentang praktek poligami. Namun, beberapa aliran Kristen
memperbolehkan poligami dengan merujuk pada kitab-kitab kuno Yahudi.
Gereja Katolik merevisi pandangannya sejak masa Paus Leo XIII pada tahun
1866 yakni dengan melarang poligami yang berlaku hingga sekarang. Rujukan
20
Afzalur Rahman. 1993. Ensiklopedia Sirah. Norhayati Mohd. Nor (terj.). Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka, hal. 56. 21
Ibid, hal. 57.
13
yang digunakan umat Kristiani mengenai poligami adalah Kitab Injil Markus
10:1-12.22
Penganut Mormonisme pimpinan Joseph Smith di Amerika Serikat
sejak tahun 1840-an hingga sekarang mempraktekkan, bahkan hampir
mewajibkan poligami. Tahun 1882 penganut Mormon memprotes keras
undang-undang anti-poligami yang dibuat pemerintah Amerika Serikat.
Namun praktek ini resmi dihapuskan ketika Utah memilih untuk bergabung
dengan Amerika Serikat. Sejumlah gerakan sempalan Mormon sampai kini
masih mempraktekkan poligami.23
C. Permulaan Diperbolehkannya Poligami Dalam Islam
Dasar hukum yang membolehkan berpoligami telah dijelaskan melalui ayat
Al-Quran. Bermula dari perintah Allah perihal "Memperlakukan anak yatim
dengan adil" seperti menjaga harta anak yatim:24
لوا البيث بالطايب ول تأكلوا أموالم إل أموالكم إناو كان وآتوا اليتامى أموالم ول ت تبدا
حوبا كبرياArtinya: “Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta
mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu
makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan
(menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.”25
22
Dusuki bin Haji Ahmad. 1978. Poligami dalam Islam. Kuala Lumpur: Yayasan Dakwah
Islamiah Malaysia. 23
https://id.wikipedia.org/wiki/Poligami+&cd=1&hl=en&ct=clnk 24
Daradjat dan Zakiah. 1995. Ilmu Fiqh. Jilid 2. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf. 25
Al-Quran, An-Nisa‟ 4: 2.
14
Disusul ayat berikutnya mengenai "Larangan menikahi anak yatim dengan
mahar yang rendah.26
Firman Allah s.w.t.:
وإن خفتم ألا ت قسطوا ف اليتامى فانكحوا ما طاب لكم من النساء مث ن وثلث
ل أ انكم ت عدلواف واحدةأوماملكتلأ خفتم فإن ورباع ت عولوانىأ ألاArtinya:“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak
akan dapat berlaku adil , maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang
kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya.”27
Imam Bukhari meriwayatkan dari 'Aisyah r.a. bahwasanya ada seorang laki-
laki yang memiliki tanggungan wanita yatim, lalu dinikahinya, sedangkan wanita
itu memiliki sebuah pohon kurma yang berbuah. Laki-laki ini menahannya (tidak
mau menceraikanya, dan tidak senang jika dinikahi orang lain), sedangkan wanita
itu tidak mendapatkan sesuatupun dari laki-laki itu. Maka turunlah ayat ini (An-
Nisa‟:3).
Berpandukan ayat di atas, Islam tidak mewajibkan berpoligami, tetapi
menjadikannya sebagai membolehkan. Namun membolehkan ini bukanlah secara
mutlak sebaliknya dikenakan syarat-syarat yang tertentu.
Imam Bukhari juga meriwayatkan dari 'Urwah bin az-Zubair bahwa ia
bertanya kepada 'Aisyah r.a. tentang firman Allah pada An-Nisa ayat 4 ini.
'Aisyah menjawab: "Wahai anak saudariku, anak yatim perempuan yang
26
Mohd. Saifulloh Al Aziz S. 2002. Fiqih Islam Lengkap pedoman hukum ibadah umat
islam dengan berbagai permasalahannya. Surabaya: Terbit Terang. 27
Al-Quran, An-Nisa‟ 4: 3.
15
dimaksud adalah wanita yatim yang berada pada pemeliharaan kafilnya (orang
yang ditunjuk mengurus dan merawatnya) yang bergabung atau menjadi sekutu
dalam hartanya, sedangkan si kafil menyukai harta dan kecantikannya, lalu ia
ingin mengawininya tanpa berbuat adil dalam maharnya, hingga memberikan
mahar yang sama dengan mahar yang diberikan oleh orang lain kepadanya (jika
orang lain itu menikahinya). Maka jika demikian, mereka dilarang untuk
menikahinya, kecuali mereka dapat berbuat adil kepada wanita-wanita tersebut
dan memberikan mahar yang terbaik untuk mereka. (Sebagai gantinya) mereka
diperintahkan untuk menikahi wanita-wanita lain yang mereka sukai (selain anak
yatim yang dalam pemeliharaannya itu)."28
Ayat tersebut diwahyukan pada akhir tahun kedelapan Hijrah untuk
menghapuskan peradaban lama yang masyhor di kalangan orang Jahiliyyah pada
masa itu. Pada masa tersebut, apabila terdapat perempuan yatim, wali yang
menjaga perempuan yatim tersebut tidak mahu mengawinkan perempuan tersebut
bagi mengelakkan kuasa menjaga harta perempuan yatim tadi terlepas ke tangan
orang lain. Sebaliknya mereka sendiri yang berkawin dengan perempuan yatim itu
untuk menjadikan hartanya sebagai milik mutlak mereka, sedangkan
kewajibannya sebagai seorang suami yang bertanggungjawab tidak dipenuhi dan
dilaksanakan.29
Maka dengan turunnya ayat ini, telah menghapuskan amalan tersebut dengan
mengharuskan seseorang laki-laki itu mengawini perempuan-perempuan yatim
dan menjalankan tanggungjawab mereka secara adil seperti yang dikehendaki oleh
28
Mustofa al-Khin, Mustofa al-Bugho & Ali as-Syarbaji. 2005. Kitab Fikah Mazhab
Syafie. Kuala Lumpur: Prospecta Printers SDN. BHD, hal. 130. 29
Ibid, hal. 132.
16
Islam. Ayat tersebut juga menjelaskan supaya seseorang yang berkawin lebih dari
satu hendaklah berlaku adil terhadap isteri-isterinya dengan melaksanakan
tanggungjawab yang diamanahkan sepenuhnya. Sebaliknya jika mereka tidak
mampu berlaku adil terhadap isteri-isteri tadi maka hendaklah mereka berkawin
satu saja.
Dalam pensyariatan poligami, Sunnah juga mengatakan tentang
pengharusannya. Antaranya ialah diceritakan dalam suatu riwayat, Ali bin Abu
Thalib bermaksud hendak memadu Fatimah, putri Rasulullah saw. Tetapi Fatimah
menolak keras dan mengancam akan minta cerai. Kemudian Ali menemui
Rasulullah saw. (mertuanya) hendak meminta ijin untuk menikah lagi tersebut.
Abdullah bin Abi Mulaikah meriwayatkan bahwa Musawwir bin Mahramah
bercerita kepadanya yang ia pernah mendengar Rasulullah saw. berkhotbah di atas
mimbar: "Sesungguhnya Bani Hisyam bin Mughirah meminta izin kepadaku
untuk mengawinkan anak perempuannya dengan Ali bin Abi Thalib, tetapi aku
tidak mau mengizinkan. Kemudian aku tidak mau mengizinkan dan tidak akan
mengizinkan, kecuali kalau Ali bin Abi Thalib lebih dulu menceraikan anak
perempuanku, lalu kawin dengan anak perempuan mereka. Sebab anak
perempuanku adalah darah dagingku. Kalau ia dibuat tidak senang berarti aku pun
dibuat tidak senang, dan kalau ia disakiti berarti menyakiti aku."30
Dalam riwayat lain dikatakan: "Sesungguhnya Fatimah adalah darah
dagingku, dan aku menghawatirkan dia akan terganggu agamanya." Kemudian
beliau menyebutkan salah seorang menantunya dari bani Abdi Syams, dengan
memuji perkawinannya dengan anaknya dan dinilainya baik, lalu sabdanya:
30
Mahmud Syaltut. 1985. Al-Islam, Aqidah wa Syariah. Beirut: Dar al-Syuruq.
17
"Menantu saya kalau omong dengan saya jujur, kalau janji dengan saya dipenuhi.
Dan sesungguhnya saya tidaklah mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram. Tetapi, demi Allah, puteri Rasulullah tidaklah boleh berkumpul sama
sekali dengan puteri musuh Allah pada satu tempat."31
Kesimpulan dari hadits di atas. Jika poligami itu dasar hukumnya wajib atau
sunnah, sudah tentu Rasul akan mengijinkan Ali menikah lagi, bukankah
Rasulullah pelaku dan penganjur sunnah? Perkataan Rasulullah "Fatimah adalah
darah dagingku" bukan berarti khusus untuk kasus Ali-Fatimah saja, tetapi
Rasulullah mewakili perasaan semua orang tua yang akan merasakan sakit hati
jika anaknya disakiti suaminya.
Ada yang berpendapat bahwa sebelum pernikahan telah terjadi suatu
perjanjian bahwa Ali tidak akan menyakiti dan membuat Fatimah tidak senang.
Atas dasar itu, sebagian ulama berpendapat bahwa hukum dasar poligami adalah
mubah (boleh), dan bisa menjadi wajib, sunnah, makruh bahkan haram tergantung
dari situasi dan kondisi.32
Manakala peristiwa lainnya pula mengenai seorang sahabat bernama Ghailan
al-Damsyiqi yang mempunyai sepuluh orang isteri ketika beliau memeluk agama
Islam. Rasulullah s.a.w. telah mengarahkannya agar memilih empat orang saja
31
Ibn Rushd. 1983. Bidayat al- Mujtahid wa Nihayat al-Muqtasid. Jakarta: Dar Kutub
Islamiyyah. 32
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah (terjemahan: Mahyuddin Syaf),Cetakan Kedua, P.T. Al-
Ma‟arif: Bandung, 1993.
18
dari isteri-isterinya dan menceraikan yang lain-lain apabila beliau memeluk agama
Islam. Sabda Rasulullah s.a.w.:33
خذ من هنا (ص)أسلم غيلن بن سل ة وتتو وش ة ف قا لو الناب : وون ابن و ا
(رواه ابن ماجو).أرب عا
Artinya: “Dari Ibnu Umar telah berkata: Telah masuk Islam, Ghailan bin
Damsyiqi dan di sampingnya ada sepuluh orang isteri, maka Rasulullah s.a.w.
bersabda kepadanya: Ambillah dari kalangan mereka itu empat orang saja.”
Begitu juga dengan peristiwa Qais bin al-Harith, sebelum beliau memeluk
agama Islam, beliau telah mempunyai delapan orang isteri. Kemudiannya apabila
beliau memeluk agama Islam, Rasulullah s.a.w. telah memerintahkan Qais agar
memilih empat orang saja dari isteri-isterinya dan menceraikan yang lainnya.
Rasulullah s.a.w. bersabda:34
فذك ت لو (ص)أسل ت ووندى ثان نسوة فأت يت الناب : ون ي بن ا ارث ا
(أبو او ) ل ف قا اخت من هنا أرب عا
Artinya: “Daripada Qais bin al-Harith beliau berkata: Ketika aku masuk Islam,
aku mempunyai delapan orang isteri kemudian datang Rasulullah s.a.w.
menyuruh aku memilih dari kalangan mereka empat orang.”
33
Imam Ibnu Hajar al-Asqalany. 2008. Bulughul Maram. Jakarta: Pustaka Al-Hidayah.
Hadits riwayat Ibnu Majah, no. 1953, kitab an-Nikaah. 34
Ibid, Hadits riwayat Abu Dawud, no. 1914, kitab at-Thalaaq.
19
Baginda Rasulullah s.a.w. sendiri telah mengamalkan poligami dan
kemudiannya diikuti oleh para sahabat dan tabi‟in. mereka memandang amalan
poligami itu sebagai suatu yang baik dan tidak pernah ditentangi oleh seorang
Islam yang taat. Sementara itu, imam-imam Mujtahid di seluruh negara Islam
turut memperakui pensyariatannya. Tidak ada yang pernah membantah syariat
tersebut hingga ke hari ini.35
D. Hikmah Poligami
Setiap pensyariatan hukum Allah s.w.t. pastinya mempunyai hikmah-
hikmahnya yang tertentu sama ada yang boleh dilihat dengan mata kasar mahupun
hikmah yang bersifat tersembunyi. Begitu juga dengan poligami, ia membawa
hikmah tersendiri. Antaranya ialah:36
a) Karunia Allah s.w.t. kepada manusia.
b) Menperbanyakkan penduduk Islam.
c) Menjaga kebajikan golongan wanita belum bersuami yang ramai di
sesetengah kawasan / bilangan wanita yang melebihi kaum laki-laki.
d) Mengelakkan suami daripada memeilih jalan yang menuju ke lembah
kehinaan.
e) Memperbanyakkan keturunan.
35
Musfir al-Jahrani. 1999. Mengapa Rasulullah SAW Beristeri Ramai. Kuala Lumpur:
Penerbitan Darul Iman. 36
Zaini Nasohah, 2000. Poligami Hak Keistimewaan Menurut Syariat Islam,Kuala Lumpur.
hlm. 9.
20
a) Karunia Allah s.w.t. Kepada Manusia
Pengharusan poligami dengan pembatasan bilangan yang tidak melebihi dari
empat dalam satu-satu masa merupakan rahmat dan karunia Allah s.w.t. kepada
manusia khususnya umat Islam.37
Bagi kaum laki-laki, mereka boleh berkawin
lebih dari satu dengan syarat mereka sanggup berlaku adil terhadap isteri-isterinya
dalam semua perkara sama ada melibatkan material ataupun lainnya. Namun jika
mereka bimbang sekiranya dengan poligami itu mereka gagal menjalankan
tanggungjawabnya dengan sempurna dan adil, maka pada waktu itu adalah haram
bagi mereka untuk berpoligami. Oleh itu, di sini tidak ada paksaan mahupun
larangan sama sekali. Semuanya adalah bergantung kepada kemampuan dan
beberapa faktor lain yang mesti diambil kira.38
b) Memperbanyakkan Penduduk Islam
Islam adalah agama kemanusiaan yang sentiasa menggesa umatnya
melaksanakan pembangunan dan menyampaikannya kepada seluruh manusia.
Tugas pembangunan tersebut sudah tentu perlu kepada sebuah negara yang kuat
dan lengkap dalam serba-serbi meliputi bidang teknikal, ketenteraan, pertanian
dan lain-lain. Hanya dengan unsur-unsur tersebut negara boleh maju dan
dihormati oleh kawan dan lawan.
Ciri-ciri yang disebutkan tadi tidak akan tercapai tanpa rakyat yang ramai
dan kuat bekerja. Pengaruh jumlah rakyat yang ramai amat besar kepada
pembangunan negara. Oleh yang demikian, poligami merupakan salah satu jalan
37
Mustafa haji Daud. 1992. Institusi Kekeluargaan Islam.Cet. Kedua. Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka. 38
Zaini Nasohah, 2000, Poligami Hak Keistimewaan Menurut Syariat Islam,Kuala
Lumpur. hlm. 9.
21
penyelesaian terbaik bagi meramaikan penduduk melalui anak-anak yang
dilahirkan dari perkawinan-perkawinan tersebut.
c) Menjaga kebajikan golongan wanita belum bersuami yang ramai di
sesetengah kawasan / bilangan wanita yang melebihi kaum laki-laki.
Pada masa ini, banyak bancian yang dibuat menunjukkan jumlah wanita
semakin ramai dari laki-laki. Keadaan ini berlaku sama ada memang telah
semulajadi ramai ataupun disebabkan ramai laki-laki terkorban syahid dalam
mempertahankan agama dan negara seperti yang berlaku di negara-negara Balkan
sekarang seperti Bosnia, Kosovo dan lain-lain.39
Bagi mengatasi masalah lebih ramai wanita, dengan matlamat memberi
perlindungan dan kebajikan mereka, maka poligami merupakan suatu jalan
penyelesaiannya.
Bagi negara-negara yang dilanda peperangan, poligami akan dapat
memberi jaminan kehidupan baru kepada balu-balu syuhada. Selain dari itu,
dengan cara ini jugalah keturunan dapat dibiakkan bagi menggantikan jiwa-jiwa
yang telah terkorban akibat peperangan tersebut.
d) Mengelakkan suami daripada memilih jalan yang menuju ke lembah
kehinaan.
Adakalanya terdapat suami yang tidak cukup dengan seorang isteri
disebabkan perkara-perkara berikut:
1) Keuzuran semulajadi wanita.
39
Mustaffa Suhaimi. 1992. Hikmah Poligami. Selangor: Progressive Products Supply.
22
2) Kehendak nafsu yang tidak terbatas dan isteri yang tidak mampu.
3) Nafsu laki-laki yang lebih berterusan walaupun usia semakin meningkat.
Sebagai jalan alternatif bagi mengelakkan sebarang kemungkinan terjebak
ke lembah maksiat, maka Islam membenarkan suami berpoligami. Namun
demikian perlu ditegaskan bahwa ia bukanlah satu-satunya jalan keluar yang ada.
Bagi yang lebih kukuh imannya mungkin mereka boleh memperbanyakkan ibadat
puasa sunat untuk menundukkan kehendak syahwat.
e) Memperbanyakkan keturunan
Antara tujuan perkawinan dalam Islam adalah untuk membiakkan
keturunan dan zuriat.40
Bagi pasangan yang gagal mendapat anak walaupun telah
mendirikan rumah tangga dalam tempoh yang lama, adalah suatu yang amat
mengecewakan. Rentetan daripada itu, tidak mustahil rumah tangga tidak ceria
lagi. Sekiranya telah dapat disahkan bahwa punca kegagalan mendapat anak
adalah daripada pihak isteri disebabkan pelbagai masalah, sudah tentu pihak yang
satu lagi, yaitu suami akan terhalang kemahuannya untuk mendapatkan zuriat
sendiri. Islam sendiri telah menjelaskan bahwa dalam memilih calon isteri
hendaklah diutamakan yang boleh melahirkan ramai anak, berbanding keturunan
yang mandul meskipun yang mandul itu mempunyai ciri-ciri fizikal yang lebih
menarik, lebih cantik dan sebagainya.41
40
Pahrol Mohamad Juoi. 2012. Misteri Poligami Antara Keadilan dan Keseronokan.
Majalah Solusi. Mei:16-20. 41
Pahrol Mohamad Juoi. 2012. Masih Adakah Yang Sudi. Majalah Solusi. Mei: 11-23.
23
Walaubagaimanapun, tidak dinafikan bahwa pihak suami juga kadang-
kadang menjadi punca kesukaran mendapat zuriat. Oleh itu, suami hendaklah
saling faham-memahami dan sama-sama mendapatkan rawatan untuk memastikan
di mana silapnya. Pada masa kini terdapat banyak kaedah perubatan untuk
mengesan masalah kemandulan ini. Doktor boleh memeriksa pasangan suami
isteri yang bermasalah dan memastikan siapa sebenarnya mandul.
Di samping itu juga, Rasulullah s.a.w. menggesa umatnya supaya berusaha
membanyakkan keturuanan karena dengan banyaknya keturunan umat Islam, akan
menjadi satu kebanggaan kepada baginda sendiri pada hari akhirat kelak. Sabda
Rasulullah s.a.w.:
ج وا الو و الول و فاا مك اث بك م اام م و القي امة )أبو او (ت ـوا
Artinya: “Berkawinlah dengan wanita yang penyayang dan dari keturunan
yang banyak anak, karena aku suka dengan jumlah umatku yang banyak
pada hari kiamat.”42
E. Sebab-sebab berlakunya poligami
Setiap ayat di dalam Al-Quran yang menetapkan sesuatu hukum tidak hanya
terikat dengan sesuatu hukum atau peristiwa saja. Sebaliknya ia mempunyai
linkungan yang lebih luas dan mengandungi pelbagai hikmah dan rahasia-rahasia
yang boleh diketahui kemudiannya melalui penjelasan Sunnah Rasulullah s.a.w.
Begitu juga dengan keharusan berpoligami. Terdapat beberapa faktor yang
42
Imam Ibnu Hajar al-Asqalany. 2008. Bulughul Maram. Jakarta: Pustaka Al-Hidayah.
Riwayat al-Nasa‟i, no. 995, kitab Nikah
24
membolehkan keadaan ini berlaku. Berdasarkan keterangan daripada hadis, ahli-
ahli tafsir telah merumuskan secara terperinci tentang sebab-sebab yang
membolehkan berlakunya poligami.43
a) Tidak mempunyai anak.
Apabila seseorang isteri yang didapati mandul dan telah menjalani pelbagai
usaha untuk mendapatkan zuriat namun tidak berjaya, tentulah suaminya
akan merasa putus harapan untuk mendapatkan keturunan. Dalam keadaan
ini Islam membolehkan suami untuk melaksanakan poligami karena dengan
jalan inilah suami terbabit boleh mendapatkan zuriat dari isteri lain yang
dikawininya secara sah.44
b) Isteri sedia ada menderita sakit yang berpanjangan.
Bukanlah suatu yang mustahil jika terdapat isteri atau seseorang individu
menghidap suatu penyakit yang berpanjangan dan sukar untuk diubati
sekalipun telah menjalani pelbagai bentuk usaha untuk memulihkannya.45
Apabila ini berlaku pastinya istri tersebut tidak dapat menjalani kehidupan
dan hubungan suami isteri seperti biasa. Malah isteri yang dalam keadaan
ini juga tidak mampu untuk melaksanakan tanggungjawabnya sebagai
seorang ibu dalam mendidik dan mengasuh anak-anak serta menguruskan
rumah tangga.46
43
Zaini Nasohah, 2000, Poligami Hak Keistimewaan Menurut Syariat Islam,Kuala
Lumpur. hlm. 14. 44
Said Abdul Aziz al-Jandul. 1994. Wanita Di Bawah Naungan Islam. Selangor: Thinker‟s
Library Sdn. Bhd. 45
Zaini Nasohah, 2000, Poligami Hak Keistimewaan Menurut Syariat Islam,Kuala Lumpur.
hlm. 16. 46
Pahrol Mohamad Juoi, 2012,Majalah Solusi, hlm. 34.
25
c) Tabiat kemanusiaan suami memerlukan istri lebih daripada seorang.
Sudah menjadi tabiat bagi seorang laki-laki memerlukan isteri lebih dari
seorang.47
Jika cara poligami ini tidak wujud, kemungkinan besar para laki-
laki yang tidak dapat mengawal diri dan nafsunya tadi mencari jalan yang
tidak sah untuk memenuhi tabiat kemanusiaannya itu. Jalan yang tidak sah
ini adalah zina dan bukan sahaja mengakibatkan laki-laki tadi berdosa dan
rusak akhlaknya, bahkan dia turut sama merusakkan orang lain dan
masyarakat.48
d) Jumlah kaum wanita lebih ramai dari kaum laki-laki.
Akibat dari perkembangan penduduk dari hari ke hari dan peperangan yang
sering berlaku telah melahirkan ramai janda dan anak gadis yang kehilangan
tunang atau sebagainya. Jika dilihat dari sudut kemanusiaan, nasib wanita-
wanita janda ini adalah suatu keadaan sosial yang perlu dibela dan
diperhatikan. Salah satu cara pembelaan yang paling mententeramkan hati
ialah apabila janda-janda itu merasa ada tempat untuk mereka berlindung.
Dengan adanya peraturan poligami maka laki-laki yang mempunyai
kemampuan dan kesanggupan bolehlah mengawini wanita-wanita janda atau
gadis-gadis lain disebabkan kurangnya jumlah laki-laki setelah gugur di
medan perang.
e) Isteri sukar dididik.
Terdapat juga wanita yang sukar dibentuk dan dididik sikapnya supaya
menjadi lebih baik dan positif. Sikapnya yang sering menimbulkan
47
Anne sofie Roald. 2001. Women in Islam. London: Routledge. 48
Azizah Kassim. 1985.Wanita dan masyarakat. Utusan Publications & Distributors.
26
kemarahan suami dan sukar untuk dibentuk tidak mampu diubah walaupun
pelbagai usaha telah dijalankan. Talak pertama dan kedua pula gagal
menginsafkannya.49
Jika keadaan ini berlaku, seseorang suami itu boleh
memilih sama ada untuk menceraikan saja isterinya itu dan berkawin
dengan wanita lain atau meneruskan hubungan suami istri antara mereka
dan pada masa yang sama mengawini wanita lain untuk menenteramkan
hatinya dan mendapatkan layanan yang lebih baik.
f) Suami selalu bermusafir.
Terdapat juga seorang laki-laki yang tugasnya memerlukan dia sering
bermusafir dalam tempoh yang lama. Tetapi dia tidak sanggup untuk
membawa anak isterinya berpindah-randah ke sana-sini karena ia akan
menyusahkan lagi kehidupan mereka sekeluarga terutamanya terhadap
anak-anak. Sedangkan pada masa yang sama laki-laki tadi tidak mampu lagi
untuk menjalani kehidupannya secara bersendirian. Maka dalam hal ini laki-
laki tadi dibenarkan berpoligami bagi mengelakkan pelbagai perbuatan
buruk yang lain daripada berlaku.50
F. Syarat-Syarat Poligami
Penetapan berlakunya poligami oleh Islam berserta dengan batasan-batasan
tertentu dengan cara menetapkan poligami itu dengan syarat-syaratnya sendiri,
sebenarnya mempunyai tujuan jangka panjang yaitu untuk meratakan
kesejahteraan keluarga dan untuk menjaga ketinggian nilai di kalangan
49
Ahilemah Joned. 1988. Keupayaan dan hak Wanita Islam untuk berkahwin. Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. 50
Anon. 2007. As-Sunnah Poligami. Kuala Lumpur: Yayasan Lajnah Istiqomah.
27
masyarakat Islam seterusnya meningkatkan budi pekerti kaum muslimim. Berikut
adalah syarat-syarat berpoligami yang telah digariskan oleh syarak, yaitu:51
a) Pembatasan jumlah isteri.
Allah s.w.t. telah membataskan jumlah maksimum untuk berpoligami
adalah empat orang saja. Tidak kira sama ada seseorang itu memilih untuk
berpoligami seramai dua, tiga atau empat. Penambahan jumlah yang
melebihi dari empat adalah dilarang sama sekali oleh Islam. Hal ini telah
diperjelaskan di dalam al-Quran al-Karim melalui perkataan-perkataan
mathna yang berarti dua, perkataan thulatha yang bererti tiga dan perkataan
ruba‟yaitu empat. Firman Allah s.w.t.:
ا د للاو فاط السا اوات واارض جاول ال لئكة رسل أول أجنحة مث ن
وثلث ورباع
Artinya: “Segala puji tertentu bagi Allah s.w.t. yang menciptakan langit
dan bumi, yang menjadikan malaikat utusan-utusan yang bersayap; dua,
tiga dan empat...”52
Secara logiknya, akal yang waras sendiri menerima penentuan
bilangan maksimum untuk berpoligami yang wajar adalah empat. Ini karena
akal itu sendiri boleh menghukumkan bahwa bilangan empat adalah
bilangan yang paling banyak dan termampu oleh seseorang laki-laki untuk
memberi keadilan dari pelbagai segi. Mustahil bagi seseorang laki-laki
51
Ibid, hlm. 16. 52
Al-Quran, Al-Faathir: 35: 1.
28
untuk berlaku adil jika mereka mengumpulkan isteri yang bilangannya
melebihi dari jumlah itu dalam satu-satu masa.53
b) Wanita yang dikumpulkan dalam satu masa itu bukan bersaudara.
Islam telah menetapkan bahwa poligami itu adalah untuk memelihara
keluarga muslim dan memelihara kaum wanita. Oleh itu, Islam melarang
sama sekali untuk seseorang laki-laki yang berpoligami itu mengumpulkan
kakak dengan adik, ibu dengan anak perempuannya atau seorang wanita
dengan saudara ayahnya atau saudara ibunya dalam satu-satu masa.54
Firman Allah s.w.t.:
إناو كان فاحشة ومقتا ول ت نكحوا ما نكح آباؤكم من النساء إلا ما د سلف
وساء سبيل Artinya: “Dan janganlah kamu berkawin (dengan perempuan-perempuan)
Yang telah diperisterikan oleh bapa kamu kecuali apa Yang telah berlaku
pada masa Yang lalu. Sesungguhnya perbuatan itu adalah satu perkara
Yang keji, dan dibenci (oleh Allah), serta menjadi seburuk-buruk jalan
(yang dilalui Dalam perkawinan).”55
Sabda Rasulullah s.a.w.:
.ل ج ع ب ي امل أة وو ات ها ول ب ي امل أة وخ ال ت ها
53
Abd. Latif Muda & Rosmawati Ali @ Mat Zin. 1997. Pengantar Fiqh. Kuala Lumpur:
Pustaka Salam SDN. BHD. 54
Abidin, Slamet, dan Aminuddin. 1999.Fiqih Munakahat 1. Bandung: Pustaka Setia, hlm.
158. 55
Al-Quran, An-Nisa‟ 4: 22.
29
Artinya: “Tidak boleh dikumpul antara wanita dengan saudara dari
ayahnya dan tidak boleh dikumpul antara wanita dengan saudara dari
ibunya.”56
Larangan ini adalah bertujuan untuk memelihara ikatan dan jalinan
kasih sayang dalam keluarga yang sedia ada dengan mengelakkan timbulnya
perasaan cemburu, ingin berlumba-lumba dan iri hati sesama sendiri. Ini
karena perasaan tersebut boleh menjadi alat memutuskan silaturrahim antara
sesama anggota keluarga yang dekat mahupun yang agak jauh.57
c) Bersikap adil.
Adil merupakan syarat utama yang membolehkan seseorang laki-laki
itu mengamalkan poligami. Syarak amat menitikberatkan keadilan dalam
amalan tersebut. Adil yang dimaksudkan ini merangkumi pelbagai segi
lahiriah, yaitu dari segi pembahagian nafkah, makan minum, pakaian,
tempat tinggal dan pembahagian waktu untuk bersama setiap isteri serta
perkara-perkara lain yang berbentuk kebendaan.58
Manakala keadilan dalam bentuk cinta dan kasih sayang pula tidaklah
menjadi satu syarat utama karena ia termasuk dalam kekuasaan Allah s.w.t.
sekalipun manusia sendiri merupakan faktor utama dalam mewujudkan
kasih sayang tersebut. Seandainya keadilan dari segi cinta dan kasih sayang
merupakan satu syarat yang wajib, maka mustahil bagi seorang hamba dapat
56
Imam Ibnu Hajar al-Asqalany. 2008. Bulughul Maram. Jakarta: Pustaka Al-Hidayah.
Hadis An-Nasa‟i, no. 1018, kitab Nikah. 57
Abidin, Slamet, dan Aminuddin. 1999, Fiqih Munakahat, hlm. 158. 58
Abd. Jalil bin Mohd Hassan. 1993. Perkahwinan Dalam Islam Berdasarkan Kepada
Dalil, Hukum, Hikmat dan Panduan Kebahagian. Kuala Lumpur: A.S. Nordeen.
30
berbuat demikian. Ini jelas melalui sejarah yang berlaku ke atas Rasulullah
s.a.w. sendiri.
Rasulullah s.a.w. sendiri gagal mengasihi kesemua isteri baginda
dalam tahap yang sama. Sebaliknya baginda lebih mengasihi Saidatina
Aisyah berbanding isteri-isteri yang lain. Ketetapan ini menunjukkan bahwa
Islam tidak membebankan umatnya dengan sesuatu yang diluar kemampuan
manusia. Namun begitu, perasaan lebih mengasihi seseorang isteri melebihi
isteri-isteri yang lain ini tidak boleh ditunjukkan kepada isteri-isteri yang
ada karena dikhuatiri ia akan menimbulkan fitnah. Keadaan ini terpulang
kepada suami untuk mengawalnya.59
d) Giliran.
Seseorang suami yang mengamalkan poligami wajib untuk
menyediakan giliran yang sama dan adil terhadap isteri-isterinya. Sekiranya
suami mempunyai dua orang isteri dan salah seorang isterinya itu adalah
merdeka dan seorang lagi hamba, maka giliran bagi isteri yang merdeka itu
adalah dua malam dan bagi yang hamba pula ialah satu malam.
Apabila suami berkawin lagi dan isteri barunya itu masih seorang
gadis, maka gadis tersebut berhak mendapat giliran selama tujuh malam
berturut-turut bermula dari hari perkawinan mereka. Sekiranya wanita yang
baru dikawini itu merupakan seorang janda, maka dia berhak untuk
mendapat giliran selama tiga malam berturut-turut dari tarikh perkawinan.60
59
Ahmad Muhammad al-Hufi. 1984. Kenapa Nabi Muhammad SAW Berpoligami. Ibrahim
Awang (terj.). Kuala Lumpur: Pustaka Ilmu Raya Sdn. Bhd, hlm. 135. 60
Ibid, hlm. 136.
31
Namun begitu giliran mereka akan kembali seperti biasa dan sama
dengan isteri-isteri yang lain selepas dari tempoh tujuh dan tiga hari tersebut
karena tempoh yang diberi tadi adalah sebagai satu cara meraikan
perkawinan mereka yang baru berlangsung. Ketetapan ini bersesuaian
dengan hadis Rasulullah s.a.w.:
)رواه ابن ماجه. (للب ك س بع وللث يب ث لث
Artinya: “Tujuh malam bagi dara dan tiga malam bagi janda.”61
Pembahagian giliran di antara para isteri ini adalah bergantung
keadaan suami itu sendiri. Jika suami bekerja pada siang hari, dia mestilah
membuat giliran untuk sebelah malam dan begitu juga sebaliknya kecuali
para isteri mengijinkan suaminya untuk mengubah giliran pada masa-masa
tertentu.62
e) Berkuasa menanggung nafkah.
Apa yang dimaksudkan dengan nafkah di sini ialah nafkah zahir. Para
ulama bersetuju dan sependapat bahwa apa yang dikatakan berkuasa
menanggung nafkah ialah sanggup menyediakan makanan, tempat tinggal,
pakaian dan perkara-perkara lain yang berbentuk kebendaan dan
diperlukan oleh isteri.
Ringkasnya nafkah zahir yang dimaksudkan itu ialah segala keperluan
berbentuk kebendaan yang menjadi keperluan asasi setiap orang. Cuma
nilainya saja yang berbeda-beda berdasarkan nilaian semasa dan
61
Imam Ibnu Hajar al-Asqalany. 2008. Bulughul Maram. Jakarta: Pustaka Al-Hidayah.
Hadits Riwayat Bukhari, no. 1086, kitab Nikah. 62
Amran bin Kasimin. 1990. Salah Guna Poligami: Wanita Menjadi Mangsa. Kuala
Lumpur: Pustaka al-Mizan.
32
kemampuan suami.63
Jika suami merupakan seorang yang agak susah maka
tingkat nafkah yang perlu diberikan kepada para isterinya adalah mengikut
tingkat nafkah yang biasa diberikan oleh orang yang susah kepada isteri
mereka walaupun isteri tadi berasal dari golongan berada.
Sekiranya suami itu adalah dari golongan kaya dan mewah, maka
nafkah yang perlu diberikan kepada setiap isterinya adalah seperti nafkah
yang diberikan mengikut kebiasaan orang kaya tidak kira sama ada isterinya
itu dari golongan kaya atau miskin.64
63
Abdul Nasir Taufiq Al-„Athar. 1976. Poligami Di Tinjau Dari Segi Agama, Sosial dan
Perundang Undangan. Chadidjah Nasution (terj.) Jakarta: Bulan Bintang, hlm. 76. 64
Ibid, hlm. 76.
BAB III
PRAKTEK DAN UNDANG-UNDANG POLIGAMI DI MALAYSIA
A. Praktek Poligami Di Malaysia
Poligami adalah bentuk perkawinan yang tersebar luas dalam masyarakat
pra-industri. Dalam masyarakat ini, poligami dilakukan dengan meluasnya bagi
memenuhi fungsi-fungsi ekonomi, politik dan sosio-budaya. Ini dapat dilihat
apabila perkawinan poligami dapat mempertingkatkan kedudukan ekonomi
sesebuah keluarga apabila isteri-isteri dalam perkawinan poligami digunakan
sebagai sumber tenaga kerja. Ini bermakna semakin ramai pekerja maka semakin
kayalah keluarga tersebut. Masyarakat seperti ini berkawin tidak berasaskan
kepada perasaan dan cinta. Oleh itu antara suami dan isteri tidak terikat secara
emosi dan dengan itu perasaan cemburu tidak timbul. Bukan setakat itu saja
perkawinan poligami berkait rapat dengan soal taraf kedudukan terutamanya
apabila perkawinan itu berlaku dikalangan pernimpin-pemimpin puak.
Penambahan bilangan isteri adalah lambang kekayaan seseorang laki-laki.65
Bagaimanapun poligami masih lagi disahkan dalam masyarakat industri
terutamanya ia masih diamalkan secara berterusan dikalangan masyarakat Islam.
Bagi Masyarakat Melayu Islam di Malaysia, poligami bukanlah lagi suatu
perkataan yang asing. Ini adalah karena poligami juga adalah salah satu dari
bentuk dan corak perkawinan dan kekeluargaan masyarakat Melayu yang berAdat
Perpatih dan juga yang berAdat Temenggung.66
Pengiktirafan masyarakat Melayu
65
Azizah Kassim, Wanita dan Masyarakat, UP & D: K.L, 1985, m.s.187-189. 66
Yaacob Harun, 'Keluarga Melayu: Bentuk, Organisasi dan Fungsi' dalam Mohd
Taib Osman (peny), Masyarakat Meiayu, Struktur, Organisasi dan Manifestasi, DBP: K. L.
1989, m.s.7 & 11.
34
terhadap amalan poligami ini adalah selaras dengan bentuk perkawinan di dalam
kekeluargaan Islam. Karena itu sekiranya terdapat pertentangan terhadap praktek
poligami, maka mereka ini akan dituduh sebagai cuba untuk menentang undang-
undang yang diturunkan Allah S.W.T. Ada yang beranggapan bahwa penolakan
Mahkamah Syariah terhadap permohonannya untuk berpoligami adalah tidak
wajar karena poligami itu dibenarkan oleh Islam. Bukan setakat itu, kajian yang
dibuat oleh Shu Le Cho keatas beberapa orang responden di Kelantan mendapati
bahwa poligami itu adalah hak seorang laki-laki. Sebarang usaha untuk campur
tangan dalam urusan poligami akan dianggap sebagai mencabuli hak yang telah
ditetapkan oleh Islam.67
Walaupun poligami dibenarkan oleh Islam dan diiktiraf amalannya
dalam masyarakat namun poligami bukanlah suatu bentuk perkawinan yang lazim
jika dibandingkan dengan monogami. Ini disebabkan antaranya ialah faktor
ekonomi yang terhad untuk menanggung isteri kedua dan anak-anaknya serta
menyediakan kemudahan-kemudahan secara saksama yang mana tidak semua
orang mampu untuk berbuat demikian. Di samping itu juga, keengganan dan
keberatan isteri untuk menerima poligami, kehidupan keluarga yang sering
begaduh, salah faham, cemburu membuat suami mengekalkan perkawinan yang
lazim tersebut.68
Bukan setakat itu saja cemuhan dan kritikan akan dilemparkan
oleh orang sekeliling terhadap suami yang berhasrat untuk berpoligami.
Umpamanya ungkapan-ungkapan seperti „dia tak sedar umur‟, „nak cuba pakai
yang muda pula‟, „yang lama jadi barang kondem dah‟, „mempunyai nafsu
67
Shu Le Cho, Poligami di kalangan Orang-orang Melayu di Kelantan, Latihan
Ilmiah, Jabatan Antropologi dan Sosiologi, Urn, 1990/91. 68
G.W. Jones, Marriage and Divorce in Islamic SouthEast Asia, Oxford University Press:
New York, 1994, m.s.268.
35
anjing‟, „hilang tabiat‟ dan „perempuan jahat‟ akan dilemparkan kepada suami dan
isteri kedua. Bagaimanapun perangkaan menunjukkan bahwa poligami disekitar
tahun-tahun 60an dan 70an mendapati bahwa perkawinan poligami adalah
disekitar 3% - 11%. Tingkat poligami ini dianggap tinggi jika dibandingkan
dengan tingkat poligami untuk pertengahan tahun 80an sehingga tahun 9Oan.
Penurunan tingkat ini berkait rapat dengan tahap pendidikan dan kefahaman
wanita dan laki-laki mengenai konsep poligami dan keadilan antara isteri-isteri
semakin meningkat, tanggapan dahulu bahwa mana-mana suami yang berpoligami
sebagai seorang yang kaya telah meleset dan juga karena penggubalan Undang-
undang Keluarga Islam di sekitar tahun-tahun 1980an.69
Tabel I menunjukkan
tingkat peratusan poligami dalam masyarakat Melayu pada pertengahan tahun
1980an sehingga awal tahun 90.
Tabel : I
Tabel I: Semenanjung Malaysia: Perkawinan Poligami berdasarkan Tingkat
Perkawinan 1984-1991
Negeri
Tahun
Peratusan
Johor 1984-90 1.9
Kedah 1987-90 1.3
Kelantan 1984-91 3.9
Melaka 1985-90 1.4
Negeri Sembilan 1989-90 0.6
Penang 1984-90 1.1
Perak 1989-91 0.9
Perlis 1989-91 2.1
Selangor 1984-90 1.6
Terengganu 1987-90 1.5
Wilayah Persekutuan 1987-90 1.5
Jumlah Purata
1984-91
2.8
Sumber: Jones, m.s.27.
69
Ibid, hlm. 274-280.
36
Kalau mengikut perangkaan tersebut ternyata bahwa tingkat poligami
sudah menurun. Manakala bagi tahun 1996 (Jan-Sept), hanya 20 kasus poligami
dari jumlah keseluruhan perkawinan sebanyak 2544 yaitu 0.7% saja yang
dilaporkan membuat permohonan poligami di Mahkamah Syariah Wilayah
Persekutuan. Daripada 0.7% ini, tidak semua permohonan poligami diluluskan
oleh Mahkamah Syariah. Tabel II menunjukkan bilangan kasus poligami yang
ditolak oleh Mahkamah Syariah untuk Tahun 1996.
Tabel: II
Tabel II: Bilangan kasus poligami yang ditolak oleh Mahkamah
Syariah Wilayah Persekutuan
Tahun / Jenis Kes 1996 (Sept)
Diluluskan 7
Ditolak 2
Dibatalkan 2
Pemohon tarik balik 1
Tiada Keputusan 8
Jumlah Pendaftaran 20
Sumber: Wan Makalsum Wan Dollah.
Walaupun terdapat permohonan yang gagal, namun peratusannya adalah
rendah jika dibandingkan dengan tingkat permohonan yang diluluskan. Ini
bermakna peluang permohonan poligami ditolak adalah tipis jika dapat memenuhi
syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Undang-undang Keluarga Islam.
Mahkamah biasanya menerima satu-satu permohonan poligami apabila
Mahkamah berpuas hati dari sudut kemampuan suami untuk menanggung
37
keluarga yang sedia ada dan juga keluarga yang akan dibentuknya.70
Kemampuan
yang dimaksudkan di sini ialah kemampuan dari sudut latar belakang pendapatan
suami. Bagaimanapun kalau dilihat dari trend pendapatan suami sebagaimana
yang dilaporkan oleh Mahkamah Syariah Wilayah Persekutuan, tidak semua
permohonan poligami dan yang diluluskan datang dari pendapatan yang tinggi. Ini
adalah karena ada permohonan yang dibuat oleh seorang pemandu teksi, askar,
kerani, penyelia kilang, ketua keselamatan, peniaga persendirian, pengurus
syarikat.
Melihat kepada latar belakang pemohon poligami menunjukkan bahwa
mereka yang berpendapatan kurang dari RM1000 sebulan adalah lebih ramai yang
memohon untuk berpoligami. Ini bermakna terdapat juga pemohon yang membuat
permohonan poligami bukan atas dasar berkemampuan tetapi atas sebab-sebab
yang lain. Kajian yang dibuat oleh Amran Kasimin bahwa sebab-sebab
berpoligami boleh disenaraikan seperti berikut yaitu isteri uzur, isteri mandul,
mahu menambah anak, menolong isteri baru (dari agama lain dan miskin), suami
lebih bertenaga, tanpa sebab yang munasabah, telah mengandung (zina),
berjauhan (bekerja), rujuk isteri lama dan lain-lain sebab (desakan ibu).71
Daripada fail-fail kasus yang dikaji pada tahun 1995, sebab-sebab pemohon
membuat permohonan poligami sebagaimana yang dinyatakan di dalam borang
permohonan poligami adalah seperti berikut yaitu ingin menikah satu lagi (cinta,
berkenalan lama, jiwa tertekan dan kosong, berjanji dengan bakal isteri,isteri
suruh), menambah zuriat (laki-laki dan perempuan), berpendapatan lebih, nafsu
70
Mohd Syarifuddin Sajimon. 2006. Poligami Menurut Perundangan. Majalah MAIS
keluaran bulan Februari. Shah Alam: MAIS. 71
Amran Kasimin, Konflik Poligami di Malaysia, Karya Publishing House: Petaling laya,
1978, m.s. 119.
38
terlalu kuat, mengelak dari melakukan perkara-perkara mungkar, kasihan,
khalwat, alasan agama yaitu Islam membenarkan, isteri mandul dan keuzuran
jasmani serta untuk memantapkan rumahtangga. Walau apa pun alasan pemohon,
Mahkamah tidak akan meluluskan permohonan tersebut semata-mata berdasarkan
kepada alasan pemohon.
Daripada fail-fail kasus yang dikaji, kesemuanya memohon poligami
untuk isteri kedua. Ini diakui sendiri oleh beberapa orang pegawai mahkamah
bahwa masyarakat di Wilayah Persekutuan ini berkawin hanya dua orang isteri
tidak tiga dan tidak empat. Dari segi hubungan antara poligami dan perceraian
maka tidak ada satu statistik yang tepat untuk dikemukakan. Bagaimanapun
maklumat yang diperoehi daripada Unit Perundingan Keluarga Jabatan Agama
Islam, Wilayah Persekutuan, mendapati bahwa kebanyakan aduan yang dibuat
oleh isteri untuk bercerai adalah disebabkan oleh suami tidak membayar nafkah,
tidak memberi nafkah batin untuk suatu tempoh yang lama serta tidak ada rasa
persefahaman dalam rumahtangga. Apabila disiasat banyak kasus-kasus aduan ini
adalah akibat dari suami yang berpoligami. Inilah seperti kata Amran Kasimin,
wanita dan anak-anak akan menjadi mangsa akibat dari poligami yang
disalahgunakan.72
Bahkan melalui fail-fail kaunselor tersebut ternyata kebanyakan poligami
adalah diluar kebenaran Mahkamah. Ini dapat diketahui apabila aduan tersebut
dibuat oleh isteri sedangkan isteri tidak mengetahui bahwa suaminya telah
berpoligami. Mengikut Undang-undang poligami di Wilayah Persekutuan S.23(4)
yang memperuntukkan "Mahkamah hendaklah memanggil pemohon dan isteri
72
Ibid, hlm. 4.
39
atau isteri-isterinya yang sedia ada supaya hadir apabila permohonan itu
didengar... ". Peruntukkan jelas menunjukkan bahwa seorang isteri akan
mengetahui keinginan suaminya untuk berkawin apabila permohonan itu dibuat
melalui mahkamah. Mahkamah akan mengeluarkan surat saman kepada isteri
untuk hadir di mahkamah mendengar perbicaraan tentang permohonan poligarni
suaminya. karena itulah sekiranya aduan terima daripada pihak isteri bahwa
suarninya berpoligami, maka aduan tersebut akan disiasat dan jika sabit suaminya
telah melanggar Seksyen 123 Akta 1984 yaitu berpoligami di luar kebenaran
mahkamah, maka suaminya akan dikenakan denda sebagaimana yang
diperuntukkan. Penalti yang ditetapkan oleh Mahkamah atas kesalahan melanggar
S.123 Akta 1984 ini adalah tertakluk kepada latar belakang suami tersebut.
Umpamanya dalam kasus bil. 421/96, seorang suami pemandu teksi telah
berpoligami di Thailand dikenakan penalti sebanyak RM200. Manakala dalam
kasus bil. 402/96, seorang pengurus perkhidmatan di salah sebuah syarikat di ibu
kota yang berpendapatan RM2,500, berkawin juga di Thailand telah dikenakan
denda sebanyak RM700. Bagaimanapun mereka ini setelah membayar denda yang
telah ditetapkan oleh undang-undang boleh mendaftar perkawinan poligaminya.73
Di sini menampakkan kepada kita bahwa mereka yang inginkan poligami
tetapi tidak mahu memberitahu kepada isterinya atau merasakan bahwa
mahkamah boleh menolak permohonannya akan perkawinan di tempat yang lain.
Seperti kata Jones, ' ... to shop around and find another state where his
application will succeed'.74
Bagaimanapun untuk jalan lebih mudah mereka ini
73
Noor Aziah Mohd Awal. 2008. Pengenalan kepada sistem perundangan di Malaysia.
Selangor Darul Ehsan: International Law Book Services. 74
Op. Cit. Jones, m.s.280-281.
40
akan berkawin poligami di Thailand. Yang pastinya sama ada mereka berkawin di
mana-mana negeri atau di Thailand sekalipun, maka sekiranya perkawinan itu sah
di sisi Hukum Syarak maka mereka boleh mendaftarkan perkawinan poligami
itu.75
Bagaimanapun persoalan pendaftaran bagi perkawinan diluar mahkamah ini
adalah tidak seragam antara beberapa negeri. Wilayah Persekutuan umpamanya
meminda Seksyen 23 tersebut setelah melihat bahwa peruntukan lama yang tidak
membenarkan sebarang bentuk pendaftaran bagi mereka yang melanggar Seksyen
123 Akta 1984 memberi masalah kepada isteri kedua dan anak-anaknya. Terutama
apabila berlaku kematian dan perceraian sedangkan mereka tidak membuat
pendaftaran perkawinan.76
Sementara itu, Undang-undang Kekeluargaan Islam juga memberi hak
kepada seorang isteri untuk menuntut fasakh perkawinannya sekiranya terbukti
suaminya tidak memberi keadilan antara isteri-isterinya.77
Bukan hanya sekadar
itu, ketidakadilan antara isteri-isteri adalah suatu kesalahan di bawah Undang-
undang Keluarga Islam.78
Suami boleh dikenakan penalti mengikut sebagaimana
yang diperuntukkan. Tetapi mengikut maklumat dari Mahkamah Syariah Wilayah
Persekutuan, tidak ada kasus langsung di bawah Seksyen ini. Pihak Mahkamah
berpendapat bahwa ada kemungkinan isteri tidak mahu mengadu karena tidak
mahu berlaku perceraian manakala yang lainnya ada kemungkinan tidak tahu akan
Seksyen ini.79
75
Lihat Seksyen 23(1) Akta 1984. 76
Mohd. Sanusi bin Haji Mahmood. 1980. Undang-Undang Keluarga Dalam Islam. Kota
Bharu: Syarikat Dian Sdn. Bhd. 77
Seksyen 53(h)(vi), Akta 1984. 78
Seksyen 128, Akta 1984. 79
Ibn Hasyim. 1992. Personaliti Perkahwinan. Kuala Lumpur: G.G. Edar.
41
Oleh sebab itu, sekiranya isteri dalam rumahtangga poligami sama ada
isteri pertama atau yang berikutnya, merasakan perlu untuk keluar dari
perkawinan tersebut, maka mereka perlu untuk membuktikan ketidakadilan suami
terhadapnya. Bagaimanapun pembubaran perkawinan melalui fasakh adalah agak
rumit prosesnya karena istri perlu membuktikan dakwaannya.80
Dari statistik yang
diperolehi pembubaran perkawinan rnelalui taalik adalah lebih mudah dan banyak
dipohon oleh istri. Bagi tahun 1996, sebanyak 804 permohonan cerai taalik di
Mahkarnah Syariah Wilayah Persekutuan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 147
kasus telah selesai manakala 657 lagi belum diselesaikan. Manakala dalam kasus
fasakh pula untuk tahun yang sama sebanyak 195 kasus dipohon dan 26 kasus
selesai sementara 169 lagi belum diselesaikan. Begitu juga bagi tahun 1995, 248
permohonan taalik, 35 kasus selesai dan 213 belurn selesai. Manakala fasakh pula
dari 49 kasus yang dipohon 9 kasus selesai dan 40 kasus belum. Ini menarnpakkan
bahwa pembubaran melalui perceraian taalik adalah lebih mudah sekiranya sabit
kesalahan tersebut. Oleh itu cadangan yang cuba dikemukakan dalam
Memorendurn Reformasi Undang-undang Keluarga Islam 1996 tentang poligami
supaya memasukkan dalam lafaz taalik hak istri untuk menceraikan suaminya
sekiranya suami berpoligami. Mereka cuba untuk mengambil peruntukan ini
sebagaimana yang terdapat di Undang-undang Keluarga Islam Negeri Moroko.81
Bagaimanapun lafaz taalik seperti ini adalah tidak wajar. Harus diingat
bahwa poligami itu bukan sesuatu yang mudarat tetapi berlaku ketidakadilan
dalam poligami merupakan perkara yang mendatangkan kemudaratan. Kalau
80
Fatimah Syarha Mohd Noordin. 2011. Sebarkan Cinta-Mu. Kuala Lumpur: PTS Millenia
Sdn Bhd. 81
Abdul Aziz. 1992. Kursus dan Bimbingan Perkahwinan. Kuala Lumpur: Darul Nu‟man.
42
dilihat dalam lafaz taaliq yang telah diselaraskan untuk semua negeri di Malaysia
bahwa terdapat dua perkara yaitu suami tidak membayar nafkah untuk tempoh
selama 4 bulan berturut-turut dan juga suami melakukan darar syarie ke terhadap
isterinya dan jika isteri tersebut membuat aduan dan sabit kesalahan, maka
tertalaqlah ia, maka kedua-dua perkara ini adalah sesuatu yang tidak dibenarkan
oleh al-Quran. Oleh itu lafaz taalik berhubung dengan poligami perlulah dibuat
dalam bentuk „sekiranya suami berlaku tidak adil dalam berpoligami.‟.82
Ketidakadilan suami dalam berpoligami bukanlah tuntutan Islam
sebagaimana penderaan dan juga tidak membayar nafkah. Bahkan ketiga-tiga
perkara tadi juga ada dinyatakan di dalam peruntukan fasakh, yaitu hak isteri
untuk fasakh atas alasan tidak membayar nafkah, penganiyaan dan juga tidak adil
antara isteri-isteri. Dengan adanya lafaz sedemikian maka suami tetap dibenarkan
berpoligami dan isteri pula diberi hak untuk membubarkan perkawinannya
sekiranya sabit kesalahan tersebut.83
Tidak dinafikan bahwa poligami di kalangan masyarakat Melayu Islam
banyak yang stabil. Paparan realiti dalam kertas ini bukan bertujuan untuk
memburukkan poligami tetapi untuk mencari puncak berlaku konflik dalam
poligami. Masih ramai di kalangan masyarakat yang belum benar-benar
memahami konsep poligami dan keadilannya. Ini adalah karena Al-Quran hanya
menyebut 2 ayat yang menpunyai hubungkait rapat dengan isu poligami yaitu
Surah al-Nisa ayat 3 dan 129. Tuntutan supaya berlaku adil di antara isteri-isteri
tidak difahami dengan baiknya atau masyarakat tidak merasa itu suatu tuntutan
82
Asiah Ali. 1993. Muslimat Pencorak Masyarakat. Kuala Lumpur: Dewan Pustaka Fajar. 83
Mohd Rushdi Yusof. 1993. Perkahwinan dan Kekeluargaan Menurut Perspektif Islam.
Sumatera: Penerbitan Insan Digjaya.
43
dari Allah S.W.T. lni adalah karena arahan itu hanyalah berbentuk moral yaitu
aspek dosa dan pahala saja yang mengawal tingkah laku sosial mereka. Pahala dan
dosa ini tidak ditakuti oleh masyarakat sebagaimana sekiranya amaran dari
Rasulullah s.a.w. bahwa mereka yang tidak berlaku adil antara isteri-isteri akan
tempang sebelah kakinya diakhirat benar-benar terjadi di dunia ini.84
Melihat kepada latar belakang masyarakat yang berpoligami ini, undang-
undang juga perlu untuk mengawal supaya orang yang poligami tidak menyalah
gunakan dan mengambil kesempatan atas keharusan Islam. Undang-undang yang
ada bukan bertujuan untuk menidakkan keperluan pihak-pihak tertentu dan tidak
pula tidak memperdulikan kepentingan yang satu lagi. Sebaliknya seperti kata A.
Fyzee "Legislation is not a bida'ah (sinful) but righteousaction to give justice
where it is due. For cogent reason reform by legislation seems tobe the best
remedy ...”.85
Di samping itu, Kursus Pra Perkawinan perlu untuk menjelaskan dengan
lebih detail tentang konsep poligami serta bagaimana undang-undang dan
prosedur sebenarnya tentang poligami. Ini adalah karena dalam sukatan Kursus
Perkawinan di Wilayah Persekutuan terdapat sedikit saja yang disentuh tentang
poligami sebaliknya apa yang dibincangkan adalah mengenai keharusan Islam
dalam berpoligami. Penulis percaya bahwa poligami di Malaysia tidak akan
diharamkan. Penekanan perlu diberikan terhadap keadilan antara ister-isteri.
Nampaknya dalam modul terbaru Kursus Perkawinan yang cuba diselaraskan
untuk semua negeri juga tidak memasukkan sukatan tentang poligami. Oleh itu
84
Muhamad al-Mansur. 1998. Hukum Hakam Perkahwinan. Johor Bharu: Perniagaan
Jahabersa. 85
Arora K.K., 'Polygamy - A negation of Quran' dalam Social Policy, law and Protection
of Weaker Sections in Society, Lucknow, 1986, m.s.386.
44
selagi poligami banyak menirnbulkan rnasalah kepada masyarakat karena mereka
yang berpoligami diluar kebenaran Mahkamah adalah tinggi, maka selagi itulah
isu poligami belum selesai. Ini adalah karena terdapat mereka yang berpendapat
bahwa isu poligarni di Malaysia adalah isu remeh-temeh dan tidak penting.86
Apakah sekiranya masih berlaku penyelewengan dan kezaliman dalam Institusi
Kekeluargaan masih dianggap sebagai isu remeh-temeh? Yang pastinya persoalan
yang selesai adalah konsep poligami dalarn Islam tetapi yang belum selesai ialah
penghayatan amalan tersebut. Sistem poligami dalam Islam bagi meratai keadilan
dalam masyarakat. Ketidakadilan bukan disebabkan oleh sistem tersebut tetapi
masyarakat yang gagal untuk memahami sistem tersebut dengan sebaiknya.
B. Undang-Undang Poligami di Malaysia
1. KELANTAN - ENAKMEN 6 TAHUN 2002
Seksyen 23. Poligami.
1. Tiada seorang pun laki-laki semasa wujudnya suatu perkawinan boleh, kecuali
dengan mendapat kebenaran terlebih dahulu secara bertulis daripada
Mahkamah, membuat akad nikah perkawinan yang lain dengan perempuan
lain.
2. Tiada perkawinan yang diakadnikahkan tanpa kebenaran di bawah subseksyen
(1) boleh didaftarkan di bawah Enakmen ini melainkan jika mahkamah
berpuas hati bahwa perkawinan sedemikian adalah sah mengikut Hukum
Syarak dan Mahkamah telah memerintah supaya perkawinan itu didaftarkan
tertakluk kepada seksyen 124.
86
Pahrol Mohamad Juoi. 2012. Masih Adakah Yang Sudi. Majalah Solusi. Mei: 11-23.
45
3. Subseksyen (1) terpakai bagi perkawinan dalam negeri ini seseorang laki-laki
yang bermastautin dalam atau di luar negeri ini dan perkawinan di luar negeri
ini seseorang laki-laki yang bermastautin dalam negeri ini.
4. Permohonan untuk kebenaran hendaklah dikemukakan kepada mahkamah
mengikut cara yang ditetapkan dan hendaklah disertai dengan suatu iqrar
menyatakan alasan-alasan mengapa perkawinan yang dicadangkan itu
dikatakan patut atau perlu, pendapatan pemohon pada masa itu, butir-butir
komitmennya dan kewajipan tanggungan kewangannya yang patut ditentukan,
hitungan orang tanggungannya, termasuk orang yang akan menjadi orang
tanggungannya berikutan dengan perkawinan yang dicadangkan itu, dan sama
ada ijin atau pandangan isteri atau isteri-isterinya yang sedia ada telah
diperolehi atau tidak terhadap perkawinannya yang dicadangkan itu.
5. Apabila menerima permohonan itu, mahkamah hendaklah memanggil
pemohon, isteri atau isteri-isterinya yang sedia ada, bakal isteri, wali kepada
bakal isteri, dan mana-mana orang lain yang difikirkan oleh mahkamah boleh
memberi keterangan mengenai perkawinan yang dicadangkan itu supaya hadir
apabila permohonan itu didengar, yang hendaklah dilakukan dalam mahkamah
tertutup, dan mahkamah boleh memberi kebenaran yang dipohon itu jika
berpuas hati.
a) Bahwa perkawinan yang dicadangkan itu adalah patut atau perlu,
memandang kepada, antara lain, hal-hal keadaan yang berikut, yaitu,
kemandulan, keuzuran jasmani, tidak layak dari segi jasmani untuk
persetubuhan, sengaja ingkar mematuhi perintah untuk pemulihan hak-
46
hak persetubuhan, atau gila di pihak isteri atau isteri-isteri yang sedia
ada;
b) Bahwa pemohon mempunyai kemampuan yang membolehkan dia
menanggung, sebagaimana dikehendaki oleh Hukum Syarak, semua isteri
dan orang tanggungannya, termasuk orang yang akan menjadi orang-
orang tanggungannya berikutan dengan perkawinan yang dicadangkan
itu;
c) Bahwa pemohon akan berupaya memberi layanan adil kepada semua
isterinya mengikut kehendak Hukum Syarak;
d) Bahwa perkawinan yang dicadangkan tidak akan menyebabkan darar
syarie kepada isteri atau isteri-isteri yang sedia ada.
6. Satu salinan permohonan di bawah subseksyen (4) dan iqrar yang dikehendaki
oleh subseksyen itu hendaklah disampaikan bersama dengan surat panggilan
ke atas setiap isteri yang sedia ada.
7. Mana-mana pihak yang terkilan atau tidak puas hati dengan apa-apa keputusan
Mahkamah boleh merayu terhadap keputusan itu mengikut cara yang
diperuntukkan di bawah Enakmen Tata cara Mal 2002.
8. Mana-mana orang yang membuat akad nikah bersalahan dengan subsekyen (1)
hendaklah membayar dengan serta merta semua jumlah mas kawin dan
pemberian yang kena dibayar kepada isteri atau isteri-isteri yang sedia ada,
dan jika jumlah itu tidak dibayar sedemikian, boleh dituntut sebagai hutang.
9. Acara bagi akad nikah dan pendaftaran sesuatu perkawinan di bawah seksyen
ini adalah serupa dalam serba perkara dengan yang dipakai bagi perkawinan-
47
perkawinan lain yang diakadnikahkan dan didaftarkan dalam Negeri ini di
bawah Enakmen ini.
10. Setiap Mahkamah yang memberi kebenaran atau memerintahkan supaya
perkawinan itu didaftarkan di bawah seksyen ini, hendaklah mempunyai kuasa
atas permohonan mana-mana pihak kepada perkawinan.
a) untuk menghendaki seseorang untuk membuat pembayaran nafkah kepada
isteri atau isteri-isteri yang sedia ada;
b) untuk memerintahkan supaya apa-apa aset yang telah diperolehi oleh
pihak-pihak itu dalam masa perkawinan dengan usaha bersama mereka
dibahagi antara mereka atau supaya mana-mana aset itu dijual dan hasil
jualan itu dibahagikan.
BAHAGIAN IX - PENALTI
Seksyen 124. Poligami tanpa kebenaran Mahkamah.
Jika seseorang laki-laki berkawin lagi di mana-mana jua pun dalam masa
perkawinannya yang sedia ada masih berterusan tanpa mendapat kebenaran secara
bertulis terlebih dahulu daripada mahkamah maka dia adalah melakukan suatu
kesalahan dan hendaklah dihukum denda tidak melebihi satu ribu ringgit atau
penjara tidak melebihi enam bulan atau kedua-duanya denda dan penjara itu.
11. TERENGGANU - ENAKMEN 12 TAHUN 1985
Seksyen 21. Poligami.
“Tiada seseorang laki-laki boleh berkawin dengan seseorang perempuan lain di
mana-mana tempat dalam masa dia masih beristerikan isterinya yang sedia ada
48
kecuali dengan terlebih dahulu mendapat kebenaran secara bertulis dari Hakim
Syar'i.”
Seksyen 120. Poligami tanpa kebenaran Hakim Syar'i.
“Jika seseorang laki-laki berkawin dengan seorang perempuan lain di mana-mana
tempat dalam masa dia masih beristerikan isterinya yang sedia ada tanpa
mendapat kebenaran secara bertulis terlebih dahulu dari Hakim Syar'i, maka dia
adalah melakukan suatu kesalahan dan hendaklah dihukum denda tidak melebihi
satu ribu ringgit atau penjara tidak melebihi enam bulan atau kedua-duanya.”
3. PERAK - ENAKMEN 6 TAHUN 2004
Seksyen 23. Poligami
1. Tiada seorang laki-laki pun semasa berterusannya suatu perkawinan boleh,
kecuali dengan mendapat kebenaran terlebih dahulu secara bertulis daripada
mahkamah, membuat akad nikah perkahwinan yang lain dengan perempuan
lain.
2. Tiada perkawinan yang diakadnikahkan tanpa kebenaran di bawah subseksyen
(1) boleh didaftarkan di bawah Enakmen ini melainkan jika mahkamah
berpuas hati bahwa perkawinan sedemikian adalah sah mengikut Hukum
Syarak dan Mahkamah telah memerintahkan supaya perkawinan itu
didaftarkan tertakluk kepada seksyen 124.(3) Subseksyen (1) terpakai bagi
perkawinan dalam Negeri Perak Darul Ridzuan seseorang laki-laki yang
bermastautin dalam atau di luar Negeri Perak Darul Ridzuan dan perkawinan
49
di luar Negeri Perak Darul Ridzuan seseorang laki-laki yang bermastautin
dalam Negeri Perak Darul Ridzuan.
3. Permohonan untuk kebenaran hendaklah dikemukakan kepada mahkamah
mengikut cara yang ditetapkan dan hendaklah disertai dengan suatu iqrar
menyatakan alasan-alasan mengapa perkawinan yang dicadangkan itu
dikatakan patut atau perlu, pendapatan pemohon pada masa itu, butir-butir
komitmennnya dan kewajiban dan tanggungan kewangannya yang patut
ditentukan, bilangan orang tanggungannya, termasuk orang yang akan menjadi
orang tanggungannya berikutan dengan perkawinan yang dicadangkan itu, dan
sama ada ijin atau pandangan isteri atau isteri-isterinya yang sedia ada telah
diperoleh atau tidak terhadap perkawinannya yang dicadangkan itu.
4. Apabila menerima permohonan itu, mahkamah hendaklah memanggil
pemohon, isteri atau isteri-isterinya yang sedia ada, bakal isteri, wali kepada
bakal isteri, jika ada, dan mana-mana orang lain yang difikirkan oleh
mahkamah boleh memberi keterangan mengenai perkawinan yang
dicadangkan itu supaya hadir apabila permohonan itu didengar, yang
hendaklah dilakukan dalam mahkamah tertutup, dan mahkamah boleh
memberi kebenaran yang dipohon itu jika berpuas hati:-
a) Bahwa perkawinan yang dicadangkan itu adalah patut atau perlu,
memandang kepada, antara lain, hal-hal keadaan yang berikut, yaitu,
kemandulan, keuzuran jasmani, tidak layak dari segi jasmani untuk
persetubuhan, sengaja ingkar mematuhi perintah untuk pemulihan hak-hak
persetubuhan, atau gila di pihak isteri atau isteri-isteri yang sedia ada;
50
b) Bahwa pemohon mempunyai kemampuan yang membolehkan dia
menanggung, sebagaimana yang dikehendaki oleh Hukum Syarak, semua
isteri dan orang tanggungannya, termasuk orang yang akan menjadi
tanggungannya berikutan dengan perkawinan yang dicadangkan itu;
c) Bahwa pemohon akan berupaya memberi layanan adil kepada semua
isterinya mengikut kehendak Hukum Syarak;
d) Bahwa perkawinan yang dicadangkan tidak akan menyebabkan darar
syari'e kepada isteri atau isteri-isteri yang sedia ada.
6. Suatu salinan permohonan di bawah subseksyen (4) dan iqrar yang dikehendaki
oleh subseksyen itu hendaklah disampaikan bersama dengan surat panggilan
ke atas setiap isteri yang sedia ada.
7. Mana-mana pihak yang terkilan atau tidak berpuas hati dengan apa-apa
keputusan mahkamah boleh merayu terhadap keputusan itu mengikut cara
yang diperuntukkan di bawah Enakmen Tatacara Mal (Perak) 2004 [Enakmen
Bil. 7 Tahun 2004].
8. Mana-mana orang yang membuat akad nikah berlawanan dengan subseksyen
(1) hendaklah membayar dengan serta-merta semua jumlah mas kawin dan
pemberian yang kena dibayar kepada isteri atau isteri-isteri yang sedia ada,
dan jika jumlah itu tidak dibayar sedemikian, hendaklah dituntut sebagai
hutang.
9. Tatacara bagi akad nikah dan pendaftaran sesuatu perkawinan di bawah
seksyen ini hendaklah serupa dalam segala perkara dengan yang terpakai bagi
51
perkawinan-perkawinan lain yang diakadnikahkan dan didaftarkan dalam
Negeri Perak Darul Ridzuan di bawah Enakmen ini.
10. Tiap-tiap Mahkamah yang memberi kebenaran atau memerintahkan supaya
perkawinan itu didaftarkan di bawah seksyen ini hendaklah mempunyai kuasa
atas permohonan mana-mana pihak kepada perkawinan itu:-
a) untuk menghendaki seseorang untuk membuat pembayaran nafkah kepada
isteri atau isteri-isterinya yang sedia ada;
b) untuk memerintahkan supaya apa-apa aset yang telah diperoleh oleh
mereka dalam waktu perkawinan dengan usaha bersama mereka dibahagi
antara mereka atau supaya mana-mana aset itu dijual dan hasil jualan itu
dibahagikan.
4. KUALA LUMPUR - AKTA 303 (WILAYAH-WILAYAH
PERSEKUTUAN) 1984 [CETAKAN SEMULA 2005]
Seksyen 23. Poligami
1. Tiada seorang pun laki-laki, semasa wujudnya sesuatu perkawinan, boleh,
kecuali dengan mendapat kebenaran terlebih dahulu secara bertulis daripada
mahkamah, membuat kontrak perkawinan yang lain dengan perempuan lain
atau perkawinan yang dikontrakkan tanpa kebenaran sedemikian boleh
didaftarkan di bawah Akta ini:
Dengan syarat Mahkamah boleh jika ia ditunjukkan bahwa perkawinan
sedemikian adalah sah mengikut Hukum Syarak, memerintahkan perkawinan
itu didaftarkan tertakluk kepada seksyen 123. ..................................................
[Gan. Akta A902:s.9]
52
2. Subseksyen (1) terpakai bagi perkawinan dalam Wilayah Persekutuan
seseorang laki-laki yang bermastautin dalam atau di luar Wilayah Persekutuan
dan perkawinan di luar Wilayah Persekutuan seseorang laki-laki yang
bermastautin dalam Wilayah Persekutuan.
3. Permohonan untuk kebenaran hendaklah dikemukakan kepada Mahkamah
mengikut cara yang ditetapkan dan hendaklah disertai dengan suatu akuan
menyatakan alasan mengapa perkawinan yang dicadangkan itu dikatakan patut
dan perlu, pendapatan pemohon pada masa itu, butir-butir komitmennya dan
kewajipan dan tanggungan kewangannya yang patut ditentukan, bilangan
orang tanggungannya, termasuk orang yang akan menjadi orang
tanggungannya berikutan dengan perkawinan yang dicadangkan itu, dan sama
ada keizinan atau pandangan isteri atau isteri-isterinya yang sedia ada telah
diperolehi atau tidak terhadap perkawinan yang dicadangkan itu.
[Pin. Akta A902:s.9]
4. Apabila menerima permohonan itu, Mahkamah hendaklah memanggil
pemohon dan isteri atau isteri-isterinya yang sedia ada supaya hadir apabila
permohonan itu didengar, yang hendaklah dilakukan dalam mahkamah
tertutup, dan Mahkamah boleh memberi kebenaran yang dipohon itu jika
berpuas hati:-
a) Bahwa perkawinan yang dicadangkan itu adalah patut dan perlu,
memandang kepada, antara lain, hal keadaan yang berikut, yaitu,
kemandulan, keuzuran jasmani, tidak layak dari segi jasmani untuk
persetubuhan, sengaja ingkar mematuhi perintah untuk pemulihan hak
persetubuhan, atau gila di pihak isteri atau isteri-isteri yang sedia ada;
53
b) Bahwa pemohon mempunyai kemampuan yang membolehkan dia
menanggung, sebagaimana dikehendaki oleh Hukum Syarak, semua isteri
dan orang tanggungannya, termasuk orang yang akan menjadi orang
tanggungannya berikutan dengan perkawinan yang dicadangkan itu;
c) Bahwa pemohon akan berupaya memberi layanan sama rata kepada semua
isterinya mengikut kehendak Hukum Syarak;
[Pin. Akta A902:s.9]
d) Bahwa perkawinan yang dicadangkan itu tidak akan menyebabkan darar
syarie kepada isteri atau isteri-isteri yang sedia ada;
[Pin. Akta A902:s.9]
e) [Dipotong oleh Akta A902:s.9].
5. Suatu salinan permohonan di bawah subseksyen (3) dan akuan yang
dikehendaki oleh subseksyen itu hendaklah disampaikan bersama-sama
dengan surat panggilan ke atas tiap-tiap istri yang sedia ada.
6. Mana-mana pihak yang terkilan atau tidak puas hati dengan apa-apa keputusan
mahkamah boleh merayu terhadap keputusan itu mengikut cara yang
diperuntukkan dalam Enakmen Pentadbiran bagi rayuan dalam perkara sivil.
7. Mana-mana orang yang berkawin melanggar subseksyen (1) hendaklah
membayar dengan serta-merta semua jumlah mas kawin dan pemberian yang
kena dibayar kepada isteri atau isteri-isteri yang sedia ada, dan jumlah itu, jika
tidak dibayar sedemikian, boleh dituntut sebagai hutang.
54
8. Tatacara bagi akad nikah dan pendaftaran sesuatu perkawinan di bawah
seksyen ini adalah serupa dalam semua hal yang berkenaan dipakai bagi
perkawinan lain yang diakadnikahkan dan didaftarkan dalam Wilayah
Persekutuan di bawah Akta ini.
5. SELANGOR - ENAKMEN 2 TAHUN 2003
Seksyen 23. Poligami
1. Tiada seorang pun laki-laki semasa wujudnya suatu perkawinan boleh, kecuali
dengan mendapat kebenaran terlebih dahulu secara bertulis daripada
mahkamah, membuat akad nikah perkawinan yang lain dengan perempuan
lain.
2. Tiada perkawinan yang diakadnikahkan tanpa kebenaran di bawah subseksyen
(1) boleh didaftarkan di bawah Enakmen ini melainkan jika mahkamah
berpuas hati bahwa perkawinan sedemikian adalah sah mengikut Hukum
Syarak dan Mahkamah telah memerintah supaya perkawinan itu didaftarkan
tertakluk kepada seksyen 124.
3. Subseksyen (1) terpakai bagi perkawinan dalam Negeri Selangor seseorang
laki-laki yang bermastautin dalam atau di luar Negeri Selangor dan
perkawinan di luar Negeri Selangor seseorang laki-laki yang bermastautin
dalam Negeri Selangor.
4. Permohonan untuk kebenaran hendaklah dikemukakan kepada mahkamah
mengikut cara yang ditetapkan dan hendaklah disertai dengan suatu iqrar
menyatakan alasan-alasan mengapa perkawinan yang dicadangkan itu
dikatakan patut atau perlu, pendapatan pemohon pada masa itu, butir-butir
55
komitmennya dan kewajiban tanggungan kewangannya yang patut ditentukan,
hitungan orang tanggungannya, termasuk orang yang akan menjadi orang
tanggungannya berikutan dengan perkawinan yang dicadangkan itu, dan sama
ada ijin atau pandangan isteri atau isteri-isterinya yang sedia ada telah
diperolehi atau tidak terhadap perkawinannya yang dicadangkan itu.
5. Apabila menerima permohonan itu, Mahkamah hendaklah memanggil
pemohon, isteri atau isteri-isterinya yang sedia ada, bakal isteri, wali kepada
bakal isteri, dan mana-mana orang lain yang difikirkan oleh mahkamah boleh
memberi keterangan mengenai perkawinan yang dicadangkan itu supaya hadir
apabila permohonan itu didengar, yang hendaklah dilakukan dalam
Mahkamah tertutup, dan Mahkamah boleh memberi kebenaran yang dipohon
itu jika berpuas hati:-
a) Bahwa perkawinan yang dicadangkan itu adalah patut atau perlu,
memandang kepada, antara lain, hal-hal keadaan yang berikut, yaitu,
kemandulan, keuzuran jasmani, tidak layak dari segi jasmani untuk
persetubuhan, sengaja ingkar mematuhi perintah untuk pemulihan hak-hak
persetubuhan, atau gila di pihak isteri atau isteri-isteri yang sedia ada;
b) Bahwa pemohon mempunyai kemampuan yang membolehkan dia
menanggung, sebagaimana dikehendaki oleh Hukum Syarak, semua isteri
dan orang tanggungannya, termasuk orang yang akan menjadi orang-orang
tanggungannya berikutan dengan perkawinan yang dicadangkan itu;
c) Bahwa pemohon akan berupaya memberi layanan adil kepada semua
isterinya mengikut kehendak Hukum Syarak;
56
d) Bahwa perkawinan yang dicadangkan tidak akan menyebabkan darar
syari‟e kepada isteri atau isteri-isteri yang sedia ada.
6. Satu salinan permohonan di bawah subseksyen (4) dan iqrar yang dikehendaki
oleh subseksyen itu hendaklah disampaikan bersama dengan surat panggilan ke
atas setiap isteri yang sedia ada.
7. Mana-mana pihak yang terkilan atau tidak puas hati dengan apa-apa keputusan
Mahkamah boleh merayu terhadap keputusan itu mengikut cara yang
diperuntukkan di bawah Enakmen Tata cara Mal (Negeri Selangor) [Enakmen
4/2003] 2003.
8. Mana-mana orang yang membuat akad nikah bersalahan dengan subsekyen (1)
hendaklah membayar dengan serta merta semua jumlah mas kawin dan
pemberian yang kena dibayar kepada istri atau isteri-isteri yang sedia ada, dan
jika jumlah itu tidak dibayar sedemikian, boleh dituntut sebagai hutang.
9. Acara bagi akad nikah dan pendaftaran sesuatu perkawinan di bawah seksyen
ini adalah serupa dalam serba perkara dengan yang dipakai bagi perkawinan-
perkawinan lain yang diakadnikahkan dan didaftarkan dalam Negeri Selangor
di bawah Enakmen ini.
10. Tiap-tiap Mahkamah yang memberi kebenaran atau memerintahkan supaya
perkawinan itu didaftarkan di bawah seksyen ini, hendaklah mempunyai kuasa
atas permohonan mana-mana pihak kepada perkawinan:-
a) untuk menghendaki seseorang untuk membuat pembayaran nafkah kepada
isteri atau isteri-isteri yang sedia ada;
57
b) untuk memerintahkan supaya apa-apa aset yang telah diperolehi oleh pihak-
pihak itu dalam masa perkawinan dengan usaha bersama mereka dibahagi
antara mereka atau supaya mana-mana aset itu dijual dan hasil jualan itu
dibahagikan.
6. SARAWAK - ORDINAN 43 TAHUN 2001
Seksyen 21. Poligami.
1. Tiada laki-laki semasa kewujudan sesuatu perkawinan boleh, kecuali dengan
mendapat kebenaran terlebih dahulu secara bertulis daripada Mahkamah,
membuat akadnikah perkawinan yang lain dengan perempuan lain.
2. Tiada perkawinan yang diakadnikahkan tanpa kebenaran di bawah subseksyen
(1) boleh didaftarkan di bawah Ordinan ini melainkan jika mahkamah berpuas
hati bahwa perkawinan sedemikian adalah sah mengikut Undang-Undang Islam
dan Mahkamah telah memerintahkan supaya perkawinan itu didaftarkan
tertakluk kepada seksyen 127.
3. Subseksyen (1) terpakai bagi perkawinan dalam Negeri akan seseorang laki-
laki yang bermastautin dalam atau di luar Negeri dan perkawinan di luar Negeri
akan seseorang laki-laki yang bermastautin dalam Negeri.
4. Permohonan untuk kebenaran hendaklah dikemukakan kepada Mahkamah
mengikut cara yang ditetapkan dan hendaklah disertai dengan suatu 'iqrar
menyatakan alasan-alasan mengapa perkawinan yang dicadangkan itu
dikatakan patut atau perIu, pendapatan pemohon pada masa ini, butir-butir
komitmennya dan kewajiban dan tanggungan kewangannya yang patut
ditentukan, bilangan orang tanggungannya, termasuk orang-orang yang akan
58
menjadi orang tanggungannya berikutan dengan perkawinan yang dicadangkan
itu, dan sama ada ijin atau pandangan isteri atau isteri-isterinya yang sedia ada
telah diperolehi atau tidak terhadap perkawinannya yang dicadangkan itu.
5. Apabila menerima permohonan itu, Mahkamah hendaklah memanggil
pemohon, isteri atau isteri-isterinya yang sedia ada, bakal isteri, wali kepada
bakal isteri, jika ada, dan mana-mana orang lain yang pada pendapat
Mahkamah boleh memberi maklumat berhubungan dengan perkawinan yang
dicadangkan itu supaya hadir apabila permohonan itu didengar, yang hendaklah
dilakukan dalam Mahkamah tertutup, dan Mahkamah boleh memberi
kebenaran yang dipohon itu jika berpuas hati-
a) Bahwa perkawinan yang dicadangkan itu adalah patut atau perlu,
memandang kepada, antara lain, hal-hal keadaan yang berikut, yaitu,
kemandulan, keuzuran jasmani, tidak layak dari segi jasmani untuk
persetubuhan, sengaja ingkar mematuhi perintah untuk pemulihan hak-hak
persetubuhan, atau gila di pihak isteri atau isteri-isteri yang sedia ada;
b) Bahwa pemohon mempunyai kemampuan yang membolehkan dia
menanggung, sebagaimana yang dikehendaki oleh Undang-Undang Islam,
semua isteri dan orang tanggungannya, termasuk orang-orang yang akan
menjadi orang tanggungannya berikutan dengan perkawinan yang
dicadangkan itu;
c) Bahwa pemohon akan berupaya memberikan layanan sama rata kepada
semua isterinya sebagaimana yang dikehendaki oleh Undang-Undang
Islam;
59
d) Bahwa perkawinan yang dicadangkan itu tidak akan menyebabkan darar
syarie kepada isteri atau isteri-isteri yang sedia ada.
6. Satu salinan permohonan di bawah subseksyen (4) dan 'iqrar yang dikehendaki
oleh subseksyen itu hendaklah disampaikan bersama dengan surat panggilan ke
atas setiap isteri yang sedia ada dan bakal isteri.
7. Mana-mana pihak yang terkilan atau tidak berpuas hati dengan apa-apa
keputusan Mahkamah boleh merayu terhadap keputusan itu mengikut cara
yang diperuntukkan dalam Ordinan Tatacara Mal Syariah, 2001 [Bab 44];
8. Mana-mana orang yang membuat akad nikah perkawinan bersalahan dengan
subseksyen (1) dan (2) hendaklah membayar dengan serta-merta semua jumlah
mas kawin dan pemberian yang kena dibayar kepada isteri atau isteri-isteri
yang sedia ada, dan jumlah itu, jika tidak dibayar sedemikian, boleh dituntut
sebagai hutang.
9. Tatacara bagi akadnikah dan pendaftaran sesuatu perkawinan di bawah seksyen
ini adalah serupa dalam serba perkara dengan yang dipakai bagi perkawinan-
perkawinan lain yang diakadnikahkan dan didaftarkan di dalam Negeri di
bawah Ordinan ini.
10. Setiap mahkamah yang memberi kebenaran atau memerintahkan supaya
perkawinan itu didaftarkan di bawah seksyen ini boleh, atas kehendaknya
sendiri atau atas permohonan oleh mana-mana pihak kepada perkawinan,
menghendaki orang laki-laki supaya membayar nafkah kepada isteri atau isteri-
isteri dan orang tanggungannya yang sedia ada.
60
7. SABAH - ENAKMEN 8 TAHUN 2004
Seksyen 23. Poligami
1. Tiada seorang pun laki-laki semasa wujudnya suatu perkawinan boleh, kecuali
dengan mendapat kebenaran terlebih dahulu secara bertulis daripada
Mahkamah, membuat akad nikah perkawinan yang lain dengan perempuan
lain.
2. Tiada perkawinan yang diakadnikahkan tanpa kebenaran bawah subseksyen
(1) boleh didaftarkan di bawah Enakmen ini melainkan jika Mahkamah
berpuas hati bahwa perkawinan sedemikian adalah sah mengikut Hukum
Syarak dan Mahkamah telah memerintah supaya perkawinan itu didaftarkan
tertakluk kepada seksyen 124.
3. Subseksyen (1) terpakai bagi perkawinan dalam Negeri Sabah seseorang laki-
laki yang bermastautin dalam atau di luar Negeri Sabah dan perkawinan di
luar Negeri Sabah seseorang laki-laki yang bermastautin dalam Negeri Sabah.
4. Permohonan untuk kebenaran hendaklah dikemukakan kepada Mahkamah
mengikut cara yang ditetapkan dan hendaklah disertai dengan suatu iqrar
menyatakan alasan-alasan mengapa perkawinan yang dicadangkan itu
dikatakan patut atau perlu, pendapatan pemohon pada masa itu, butir-butir
komitmennya dan kewajiban tanggungan kewangannya yang patut ditentukan,
bilangan orang tanggungannya, termasuk orang yang akan menjadi orang
tanggungannya berikutan dengan perkawinan yang dicadangkan itu, dan sama
ada ijin atau pandangan isteri atau isteri-isterinya yang sedia ada telah
diperolehi atau tidak terhadap perkawinannya yang dicadangkan itu.
61
5. Apabila menerima permohonan itu, Mahkamah hendaklah memanggil
pemohon, isteri atau isteri-isterinya yang sedia ada, bakal isteri, wali kepada
bakal isteri, dan mana-mana orang lain yang difikirkan oleh Mahkamah boleh
memberi keterangan mengenai perkawinan yang dicadangkan itu supaya hadir
apabila permohonan itu didengar, yang hendaklah dilakukan dalam
Mahkamah tertutup, dan Mahkamah boleh memberi kebenaran yang dipohon
itu jika berpuas hati-
a) Bahwa perkawinan yang dicadangkan itu adalah patut atau perlu,
memandang kepada, antara lain, hal-hal keadaan yang berikut, yaitu,
kemandulan, keuzuran jasmani, tidak layak dari segi jasmani untuk
persetubuhan, sengaja ingkar mematuhi perintah untuk pemulihan hak-hak
persetubuhan, atau gila di pihak isteri atau isteri-isteri yang sedia ada;
b) Bahwa pemohon mempunyai kemampuan yang membolehkan dia
menanggung, sebagaimana dikehendaki oleh Hukum Syarak, semua isteri
dan orang tanggungannya, termasuk orang yang akan menjadi orang-orang
tanggungannya berikutan dengan perkawinan yang dicadangkan itu;
c) Bahwa pemohon akan berupaya memberi layanan adil kepada semua
isterinya mengikut kehendak Hukum Syarak;
d) Bahwa perkawinan yang dicadangkan tidak akan menyebabkan darar
syar'ie kepada isteri atau isteri-isteri yang sedia ada.
6. Satu salinan permohonan di bawah subseksyen (4) dan iqrar yang dikehendaki
oleh subseksyen itu hendaklah disampaikan bersama dengan surat panggilan
ke atas setiap isteri yang sedia ada.
62
7. Mana-mana pihak yang terkilan atau tidak puas hati dengan apa-apa keputusan
Mahkamah boleh merayu terhadap keputusan itu mengikut cara yang
diperuntukkan di bawah Enakmen Tatacara Mal 2004.
8. Mana-mana orang yang membuat akad nikah bersalahan dengan subseksyen
(1) hendaklah membayar dengan serta-merta semua jumlah mas kawin dan
pemberian yang kena dibayar kepada isteri atau isteri-isteri yang sedia ada,
dan jika jumlah itu tidak dibayar sedemikian, boleh dituntut sebagai hutang.
9. Acara bagi akad nikah dan pendaftaran sesuatu perkawinan di bawah seksyen
ini adalah serupa dalam serba perkara dengan yang dipakai bagi perkawinan-
perkawinan lain yang diakadnikahkan dan didaftarkan dalam Negeri Sabah di
bawah Enakmen ini.
10. Tiap-tiap Mahkamah yang memberi kebenaran atau memerintahkan supaya
perkawinan itu didaftarkan di bawah seksyen ini, hendaklah mempunyai kuasa
atas permohonan mana-mana pihak kepada perkawinan-
a) untuk menghendaki seseorang untuk membuat pembayaran nafkah kepada
isteri atau isteri-isteri yang sedia ada;
b) untuk memerintahkan supaya apa-apa aset yang telah diperolehi oleh pihak-
pihak itu dalam masa perkawinan dengan usaha bersama mereka dibahagi
antara mereka atau supaya mana-mana aset itu dijual dan hasil jualan itu
dibahagikan.
1. Prosedur Poligami Di Mahkamah Syariah
Apabila Mahkamah Syariah menerima permohonan dari seseorang untuk
berpoligami, maka Mahkamah akan mengeluarkan surat saman kepada isteri
63
untuk hadir ke Mahkamah mendengar permohonan tersebut.87
Ini diperuntukkan
dalam Seksyen 23(4) Akta 1984:
“Apabila menerima permohonan itu, Mahkamah hendaklah, memanggil
pemohon dan isteri atau isteri-isterinya yang sedia ada supaya hadir
apabila permohonan itu didengar, yang hendaklah dilakukan dalam
Mahkamah tertutup....”
Ini bermakna sesiapa saja yang membuat permohonan poligami melalui
mahkamah dinegeri-negeri tersebut, dengan sendirinya isteri atau isteri-isteri yang
sedia ada akan mengetahuinya apabila mahkamah mengeluarkan surat saman
tersebut sekalipun tidak diberitahu hasrat suami itu terlebih dahulu. Surat saman
ini dikeluarkan oleh Mahkamah Syariah kepada isteri sebagai langkah untuk
memaklumkan bahwa suaminya ingin berpoligami. Soal untuk mendapat
tandatangan isteri untuk berpoligami tidak disebut di dalam borang permohonan
poligami dan juga tidak diperuntukkan di dalam Undang-undang Keluarga Islam.
Sebaliknya apa yang perlu ialah pengakuan dari suami dibuat dengan menyatakan
sama ada isterinya bersetuju ataupun tidak dengan permohonan tersebut. Apabila
segala-galanya telah lengkap dan isteri telah datang pada hari perbicaraan di
dalam Mahkamah tertutup, maka mahkamah akan meluluskan permohonan
sekiranya pemohon dapat memenuhi syarat sebagaimana yang terdapat dalam
Akta 303 Tahun 1948 (Kuala Lumpur), Sekyen 23 (4) (a) (b) (c) (d) (e).88
Oleh karena itu sekiranya mahkamah berpuas hati bahwa seseorang
pemohon itu telah memenuhi syarat-syarat di dalam Seksyen 23 (4), maka
87
Mohd. Sanusi bin Haji Mahmood. 1980. Undang-Undang Keluarga Dalam Islam. Kota
Bharu: Syarikat Dian Sdn. Bhd. 88
Mahmood Zuhdi Haji Abdul Majid dan Raihanah Haji Azahari. 1993. Kursus
Perkahwinan dan Undang-Undang Keluarga Islam. Kuala Lumpur: Dasar Padu (M) Sdn. Bhd.
64
mahkamah akan meluluskan permohonannya sekalipun isterinya tidak bersetuju
permohonan poligami suaminya itu. Sebaliknya mahkamah juga akan tetap
menolak permohonan poligami sekiranya syarat-syarat dalam Seksyen 23 (4)
tidak dapat dipenuhi sekalipun isterinya bersetuju dengan rela hati. lni
menunjukkan bahwa kebenaran dan keengganan isteri untuk membenarkan
poligami suaminya adalah tidak mengikat Mahkamah Syariah. Sebaliknya
maklumat yang diberi oleh isteri adalah sebagai keterangan yang boleh digunakan
oleh mahkamah untuk membantu mahkamah membuat keputusan meluluskan atau
menolak satu-satu permohonan poligami. Dalam kasus Aishah bt Abdul Rauf lwn
Wan Mohd Yusof bin Wan Othman, Jawatan kuasa Rayuan, Mahkamah Syariah,
Selangor, telah membenarkan rayuan pemohon dan membatalkan perintah
memberi kebenaran poligami oleh YAHakim, Mahkamah Rendah Syariah.
Jawatan kuasa Rayuan telah memutuskan bahwa, keempat-empat syarat yang
diperuntukkan dalam Seksyen 23 (4), Enakmen Undang-undang Keluarga Islam
Selangor No.4/84), itu adalah sama pentingnya dan mestilah dibuktikan secara
berasingan. Ini adalah karena YAHakim hanya rnengambil perhatian terhadap
syarat (b) tetapi mengabaikan syarat-syarat (a), (c) dan (d). Bagi Jawatan Kuasa
Rayuan, pemohon telah gagal untuk rnembuktikan apakah perkawinan
poligaminya itu sesuatu yang patut dan perlu sebagaimana dalam syarat (a).
Pengakuan juga dibuat oleh pemohon dengan mengatakan bahwa isterinya yang
sedia ada rnernpunyai sebarang kecacatan fizikal yang boleh menghalang dari
perhubungan kelamin serta tidak pemah ingkar terhadap keperluan batin suami
isteri.89
Karena itu pemohon tidak mempunyai suatu alasan yang munasabah
89
Nik Noraini Nik Badli Shah, 1998, Perkahwinan Dan Perceraian Di Bawah Undang-
65
mengapa harus berpoligami. Bukan setakat itu saja, Jawatan kuasa Rayuan tidak
berpuas hati dengan hanya pengakuan yang dibuat oleh pemohon terhadap syarat-
syarat (c) dan (d). Pembuktian terhadap syarat-syarat (c) dan (d) perlu kepada
saksi-saksi yang akan memberi keterangan terhadap ketakwaan pemohon kepada
Allah dan sesama manusia. Syarat-syarat yang diperuntukkan dalam Seksyen 23
(4) ini pada pendapat Jawatan kuasa Rayuan adalah bertujuan untuk memastikan
keadilan di antara isteri-isteri yang dituntut sebagai wajib oleh Al-Quran. Tambah
Jawatan Kuasa tersebut, Seksyen 23 (4) bukanlah bertujuan untuk menghapuskan
poligarni tetapi mernperuntukkan syarat-syarat yang membina dengan harapan
keadilan bagi keluarga Islam dapat tercapai dengan lebih berkesan lagi.90
Bagaimanapun terdapat beberapa buah negeri yaitu Wilayah Persekutuan,
Selangor dan Pulau Pinang yang telah membatalkan Sekyen 23 (4) (e), karena
dirasakan Seksyen 23 (4) (e) ini didapati bertentangan dengan Syarak. Manakala
bagi negeri-negeri yang lain syarat (e) ini masih tetap dikekalkan. Di samping itu,
bagi negeri-negeri seperti Kelantan, Terengganu dan Perak peraturan poligaminya
adalah berbeda dengan negeri-negeri yang lain. Urnpamanya Kelantan dan
Terengganu langsung tidak memperuntukkan sebarang syarat-syarat yang perlu
dipenuhi oleh seseorang pemohon poligami. Manakala bagi negeri Perak pula
pemohon hanya perlu membuat pengakuan saja bahwa mereka akan berlaku adil
terhadap isteri-isterinya. Ini bermakna kelulusan dan penolakan mahkamah
terhadap permohonan poligami adalah terletak kepada budi bicara mahkamah.
Undang Islam, Kuala Lumpur: International Law Book Services, hlm. 45
90Ibid, hlm. 46.
66
Bahkan mahkamah tidak mempunyai panduan secara statut untuk meluluskan
sebarang permohonan poligami.91
C. Faktor Penyebab Terjadinya Poligami Di Malaysia
Daripada fail kasus yang dikaji bagi tahun 2011 hingga 2016, sebab-sebab
pemohon membuat permohonan poligami sebagaimana yang dinyatakan di dalam
borang permohonan poligami adalah seperti berikut yaitu isteri uzur, isteri
mandul, mahu menambah anak, menolong isteri baru (dari agama lain dan
miskin), suami lebih bertenaga, tanpa sebab yang munasabah, telah mengandung
(zina), berjauhan (bekerja), rujuk isterilama, desakan ibu, ingin menikah satu lagi
(cinta, berkenalan lama, jiwa tertekan dan kosong, berjanji dengan bakal isteri,
isteri suruh), menambah zuriat (laki-laki dan perempuan), berpendapatan lebih,
nafsu terlalu kuat, mengelak dari melakukan perkara-perkara mungkar, kasihan,
khalwat dan alasan agama yaitu Islam membenarkan serta untuk memantapkan
rumahtangga.92
Walau apa pun alasan pemohon, mahkamah tidak akan meluluskan
permohonan tersebut semata-mata berdasarkan kepada alasan pemohon.
Berdasarkan fail kasus yang dikaji, kesemuanya memohon poligami untuk isteri
kedua. Ini diakui sendiri oleh beberapa orang pegawai mahkamah bahwa
masyarakat di Negeri Kelantan ini berkawin hanya dua orang isteri tidak tiga dan
tidak empat.
91
Mohd Rushdi Yusof. 1993. Perkahwinan dan Kekeluargaan Menurut Perspektif Islam.
Sumatera: Penerbitan Insan Digjaya. 92
Amran Kasimin, Konflik Poligami di Malaysia, Karya Publishing House: Petaling laya,
1978, hlm. 59.
67
Dari segi hubungan antara poligami dan perceraian maka tidak ada satu
statistik yang tepat untuk dikemukakan. Bagaimanapun maklumat yang diperoehi
daripada Unit Perundingan Keluarga Jabatan Agama Islam, Negeri Kelantan,
mendapati bahwa kebanyakan aduan yang dibuat oleh isteri untuk bercerai adalah
disebabkan oleh suami tidak membayar nafkah, tidak memberi nafkah batin untuk
suatu tempoh yang lama serta tidak ada rasa persefahaman dalam rumahtangga.
Apabila disiasat banyak kasus-kasus aduan ini adalah akibat dari suami yang
berpoligami. Inilah seperti kata Amran Kasimin, wanita dan anak-anak akan
menjadi mangsa akibat dari poligami yang disalahgunakan.93
Bahkan melalui fail-fail kaunselor tersebut ternyata kebanyakan poligami
adalah diluar kebenaran mahkamah. Ini dapat diketahui apabila aduan tersebut
dibuat oleh isteri sedangkan isteri tidak mengetahui bahwa suaminya telah
berpoligami. Mengikut Undang-undang poligami di Negeri Kelantan S.23(5) yang
memperuntukkan “Mahkamah hendaklah memanggil pemohon, isteri atau isteri-
isterinya yang sedia ada, bakal isteri, wali kepada bakal isteri, dan mana-mana
orang lain yang difikirkan oleh mahkamah boleh memberi keterangan mengenai
perkawinan yang dicadangkan itu supaya hadir apabila permohonan itu
didengar...” Peruntukkan jelas menunjukkan bahwa seorang isteri akan
mengetahui keinginan suaminya untuk berkawin apabila permohonan itu dibuat
melalui mahkamah.
Mahkamah akan mengeluarkan surat saman kepada isteri untuk hadir di
mahkamah mendengar perbicaraan tentang permohonan poligami suaminya.
Karena itulah sekiranya aduan terima daripada pihak isteri bahwa suarninya
93
Ibid, hlm. 62.
68
berpoligami, maka aduan tersebutakan disiasat dan jika sabit suaminya telah
melanggar Seksyen 124 Akta 2002 yaitu berpoligami di luar kebenaran
Mahkamah, maka suaminya akan dikenakan denda sebagaimana yang
diperuntukkan. Penalti yang ditetapkan oleh mahkamah atas kesalahan melanggar
S.124 Akta 2002 ini adalah tertakluk kepada latar belakang suami tersebut.94
Umpamanya dalam kasus bil. 421/96, seorang suami pemandu teksi telah
berpoligami di Thailand dikenakan penalti sebanyak RM200. Manakala dalam
kasus bil. 402/96, seorang pengurus perkhidmatan di salah sebuah syarikat di ibu
kota yang berpendapatan RM2,500,berkawin juga di Thailand telah dikenakan
denda sebanyak RM700. Bagaimanapun mereka ini setelah membayar denda yang
telah ditetapkan oleh Undang-undang boleh mendaftar perkawinan poligaminya.
Di sini menampakkan kepada kita bahwa mereka yang inginkan poligami tetapi
tidak mahu memberitahu kepada isterinya atau merasakan bahwa Mahkamah
boleh menolak permohonannya akan berkawinan di tempat yang lain.
94
Saleh, Muhammad Zaki, Trend Kriminalisasi dalam Hukum Keluarga di Negara-negara
Muslim (2006), hlm. 87.
BAB IV
ANALISIS DATA
A. Praktek Poligami Dan Tanpa Kebenaran Mahkamah
Praktek poligami dalam masyarakat Malaysia dianggap
mempertingkatkan kedudukan ekonomi, apabila isteri-isteri dijadikan sebagai
tenaga kerja. Ini bermakna semakin ramai pekerja semakin kayalah keluarga
tersebut. Taraf kedudukan juga dijadikan praktek dalam masyarakat karena
seseorang yang berpoligami akan di anggap berpendapatan tinggi atau seseorang
yang kaya dan mampu menanggung istri kedua atau ketiga dan keempat. Selain
itu, adat keturunan dijadikan sebagai alasan poligami yang mengatakan dari turun
temurun kakek mereka, sekiranya tidak poligami dianggap melanggar adat.
Walaubagaimanapun, praktek yang berlaku tidak kesemua alasannya
yang pantas untuk berpoligami seperti menjadikan istri sebagai budak untuk
tenaga kerja, adat keturunan juga sering dijadikan alasan poligami. Disini jelas
bahwa suami mengambil kesempatan pada istri-istrinya agar bisa poligami. Secara
garis besar, undang-undang haruslah menitik beratkan tentang keberlakuan suami
terhadap istri-istri mereka.
Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam bagi setiap negeri di
Malaysia telah memperuntukan peraturan yang mesti dipatuhi bagi setiap suami
yang ingin berpoligami. Peruntukan ini diwujudkan bagi menghindari agar
kemudahan berpoligami yang diharuskan oleh Islam tidak disalahgunakan dan
agar tujuan, syarat dan tanggungjawab poligami dipenuhi.
Walaupun begitu, masih terdapat kaum laki-laki Islam di Malaysia ini
melanggar peruntukan yang sedia ada walaupun sedia maklum akan peruntukan
70
yang ada ini dengan berpoligami tanpa mendapatkan kebenaran mahkamah.
Poligami tanpa kebenaran mahkamah ini bermaksud adalah seorang laki-laki yang
telah mempunyai isteri telah berkawin dengan perempuan lain tanpa mendapatkan
keijinan secara bertulis dari mahkamah bagi membenarkan dia berkawin seorang
lagi.95
Berdasarkan Sekyen 23 (2) Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam
Selangor telah menyatakan bahwa poligami yang dilakukan tanpa kebenaran
mahkamah tidak boleh didaftarkan melainkan mahkamah berpuas hati bahwa
perkawinan sedemikian sah mengikut Hukum Syarak dan pendaftaran perkawinan
tertakluk di bawah Seksyen 124. Seksyen 124 Enakmen Undang-Undang
Keluarga Islam Selangor telah menyatakan bahwa:
“Jika seseorang laki-laki berkawin lagi di mana-mana jua pun dalam masa
perkawinannya yang sedia ada masih berterusan tanpa kebenaran secara bertulis
terlebih dahulu daripada Mahkamah maka dia adalah melakukan suatu
kesalahan dan hendaklah dihukum denda tidak melebihi satu ribu ringgit atau
penjara tidak melebihi enam bulan atau kedua-duanya denda dan penjara itu.”
Berdasarkan peruntukan di atas menunjukkan poligami tanpa kebenaran
mahkamah adalah merupakan satu kesalahan dan mematuhi peraturan-peraturan
untuk permohonan kebenaran poligami adalah satu perkara yang penting bagi
menjamin keadilan dapat dilaksanakan serta kebajikan semua isteri akan
terpelihara.96
95
Siti Zulaikha Mohd Nor. 1992. Kaunseling Perkahwinan Menurut Perspektif Islam.
Kuala Lumpur: ABIM & Budaya Ilmu Sdn.Bhd, hlm. 77. 96
Nik Noraini Nik Badli Shah. 1998.Perkawinan Dan Penceraian Dibawah Undang-
Undang Islam. Hlm. 74.
71
B. Undang-Undang Poligami di Malaysia
Negeri-negeri di Malaysia mempunyai peruntukan khusus tentang amalan
poligami dalam Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam masing-masing.
Sebelum penyeragaman Akta dan Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam
negeri-negeri dilaksanakan, prosedur permohonan poligami di beberapa buah
negeri didapati tidak seragam.97
Ketidakseragaman Akta atau Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam
mengenai poligami di negeri-negeri telah disalahgunakan oleh golongan-golongan
tertentu. Peruntukan mengenai ijin atau tidak daripada isteri ada terkandung dalam
Seksyen 23 Akta 303, Pulau Pinang 1985, Johor 1990, Negeri Sembilan 1984,
Seksyen 17 dalam Undang-Undang Keluarga Islam Kedah 1979, Pahang,
Selangor dan Melaka. Namun begitu, bagi Enakmen Keluarga Islam Negeri
Kelantan, Terengganu dan Perak tidak memperuntukan bahwa pandangan isteri
diperlukan untuk menentukan layak atau tidak seseorang suami itu berpoligami.98
Syarat utama untuk berpoligami di dalam Enakmen Undang-Undang
Keluarga di negeri Kelantan, Terengganu dan Perak hanyalah perlu mendapat
kebenaran bertulis daripada Qadi atau Hakim Syar‟ie dan keputusan terletak pada
kebijaksanaan Hakim sepenuhnya. Manakala syarat-syarat lain seperti
kemampuan suami dari segi kewangan, keijinan atau pandangan isteri pertama
sama ada patut atau perlu tentang perkawinan yang dicadangkan dan suami boleh
97
Muhamad al-Mansur. 1998. Hukum Hakam Perkahwinan. Johor Bharu: Perniagaan
Jahabersa. 98
Mahmood Zuhdi Haji Abdul Majid dan Raihanah Haji Azahari. 1993. Kursus
Perkahwinan dan Undang-Undang Keluarga Islam. Kuala Lumpur: Dasar Padu (M) Sdn. Bhd.
Hlm. 67.
72
berlaku adil terhadap semua isteri adalah tidak diperuntukan dalam prosedur
poligami di tiga buah negeri ini.99
Penyeragaman Akta dan Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam
negeri-negeri berdasarkan Akta Undang-Undang Keluarga Islam Wilayah
Persekutuan yang dipersetujui oleh Majlis Raja-Raja pada bulan Mac 2001 telah
membawa kepada beberapa pindaan penting dalam peruntukan undang-undang
tentang poligami di kebanyakkan negeri di negara ini. Secara keseluruhannya,
pindaan yang dibuat tertumpu pada penambahbaikan dari sudut prosedur
permohonan poligami dan memberikan lebih perlindungan kepada isteri-isteri
yang sedia ada. Pindaan ini dilihat sebagai usaha memperkemas undang-undang
poligami sedia ada dan menjaga kebajikan semua pihak terutama kepada isteri-
isteri dan anak-anak dari teraniaya.
Seterusnya bagi mengelakkan penganiayaan terhadap wanita, AUKI 1984
juga memperuntukkan penalti bagi laki-laki yang tidak memperolehi kebenaran
mahkamah tetapi tetap juga berkawin lagi secara poligami. Seksyen 123 menyebut
bahwa laki-laki yang berpoligami tanpa mendapat kebenaran bertulis terlebih
dahulu dari mahkamah adalah melakukan kesalahan dan hendaklah dihukum
denda tidak melebihi satu ribu ringgit atau penjara tidak melebihi enam bulan atau
kedua-duanya sekali.100
Bagi menjaga dan memelihara hak isteri daripada menjadi mangsa
ketidakadilan oleh suami, undang-undang juga menerusi Seksyen 128 AUKI 1984
memperuntukkan bahwa seorang suami yang tidak memberi keadilan yang
99
Mohd. Sanusi bin Haji Mahmood. 1980. Undang-Undang Keluarga Dalam Islam. Kota
Bharu: Syarikat Dian Sdn. Bhd. 100
Mahmood Zuhdi Haji Abdul Majid dan Raihanah Haji Azahari.Undang-undang
Keluarga Islam,1993. hlm. 68.
73
sewajamya kepada isteri telah melakukan satu kesalahan dan boleh didenda tidak
lebih daripada satu ribu ringgit atau penjara tidak lebih daripada 6 bulan atau
kedua-duanya sekali. Peruntukan ini selaras dengan ajaran Islam yang
menekankan pentingnya kaum wanita itu dilindungi dari penyalahgunaan
poligami yang sememangnya dihalalkan ini. Penekanan juga perlu dibuat supaya
suami yang berpoligami memberikan keadilan yang sempurna dan secukupnya
kepada para isteri.101
Walaupun terdapat perbedaan bagi peruntukan berpoligami di setiap
negeri-negeri Malaysia tetapi pada umumnya peruntukan tersebut sebenarnya
mempunyai persamaan bagi sesetengah negeri. Bagi negeri Perlis, Kedah, Pulau
Pinang, Selangor, Wilayah Persekutuan, Negeri Sembilan, Melaka, Johor, Pahang,
Sabah dan Sarawak, mempunyai peruntukan yang begitu terperinci yang
memerlukan kebenaran, akuan, bagaimana permohonan diproses, cara keputusan
dicapai, ruang untuk membuat rayuan dan penalti.
Bagi negeri Kelantan dan Terengganu pula, peruntukan poligaminya tidak
begitu terperinci. Peruntukan yang ada hanyalah menyentuh tentang perlunya
kebenaran dan penalti yang dikenakan sekiranya poligami dilakukan tanpa
kebenaran. Enakmen Undang-undang di kedua-dua negeri ini tidak menyebut
tentang perlunya akuan, cara diproses, bagaimana keputusan dicapai mahupun
tentang ruang untuk merayu. Namun demikian, kebenaran bertulis masih lagi
diperlukan oleh mahkamah atau Kadi atau Hakim Syarie untuk berpoligami.102
101
Said Abdul Aziz al-Jandul. 1994. Wanita Di Bawah Naungan Islam. Selangor: Thinker‟s
Library Sdn. Bhd. 102
Ruzman Md. Noor. 2007. Kesaksian Dalam Konteks Undang-Undang Keterangan
Mahkamah Syariah Di Malaysia: Analisis Dari Perspektif Mazhab Syafi„e. Kertas kerja Seminar
Jabatan Fiqh. Anjuran Universiti Malaya. Kuala Lumpur. 22-23 Ogos.
74
Satu-satunya negeri yang mempunyai peruntukan poligami lain dari yang
lain ialah negeri Perak. Peruntukan poligami negeri ini hanya menyentuh tentang
perlunya pemohon mendapatkan pengesahan dari Kadi dan penalti akan
dikenakan jika ia gagal berbuat demikian. Pemohon mestilah mendapatkan
pengesahan secara bertulis dari Kadi bahwa dia telah membuat pengesahan di
hadapan Kadi yang dia akan berlaku adil terhadap isteri-isterinya.103
Masyarakat Islam di Malaysia masih gemar perkawinan poligami
dijalankan tanpa mendapat kebenaran mahkamah. Oleh sebab yang demikian
peruntukan penalti telah disediakan dalam setiap Enakmen Undang-Undang
Keluarga Islam di setiap negeri bagi menjamin hak isteri.
Berikut disenaraikan hukuman atau penalti bagi kesalahan poligami tanpa
ijin mahkamah yang diperuntukkan oleh akta dan Enakmen Undang-undang
Keluarga Islam bagi beberapa buah negeri di Malaysia.
Di Selangor, seseorang laki-laki yang berpoligami tanpa mendapat
kebenaran bertulis daripada mahkamah boleh dihukum denda tidak lebih dari
RM1000 atau hukuman penjara tidak melebihi tempoh 6 bulan atau kedua-duanya
sekali. Selain itu, perkawinan tersebut tidak boleh didaftarkan. Laki-laki itu juga
akan dikehendaki membayar dengan serta-merta jumlah mas kawin dan
pemberian yang kena dibayar kepada isteri atau isteri-isterinya.104
Di Johor pula poligami tanpa kebenaran bertulis dari mahkamah adalah
suatu kesalahan dan jika disabitkan, boleh dihukum denda tidak melebihi
RM1000 atau hukuman penjara tidak lebih 6 bulan atau kedua-duanya sekali.
103
Raihanah Abdullah. 1997. Poligami di Malaysia (Polygamy in Malaysia). Shariah
Journal 5(2): 167- 186. Kuala Lumpur: Academy of Islamic Studies, University of Malaya. Hlm.
86. 104
Amran Kasimin, Konflik Poligami di Malaysia, Karya Publishing House: Petaling laya,
1978, hlm. 80.
75
Seseorang laki-laki yang berkawin lebih dari seorang tanpa kebenaran bertulis
dari mahkamah juga tidak boleh didatarkan dan laki-laki ilu dikehendaki
membayar dengan serta-merta semua jumlah mas kawin dan pemberian yang kena
dibayar kepada isteri atau isteri-isterinya yang sedia ada. Sekiranya tidak dibayar,
ia boleh dituntut sebagai hutang.105
Manakala di Negeri Sembilan poligami yang dilakukan tanpa kebenaran
daripada Mahkamah Syariah jika disabitkan boleh dikenakan hukuman denda
dengan jumlah tidak melebihi RM1000 atau 6 bulan penjara atau kedua-duanya
sekali.
Di Perak enakmen undang-undangnya menyatakan bahwa seseorang laki-
laki yang berpoligami tanpa izin daripada Mahkamah Syariah boleh dikenakan
denda tidak melebihi RM1000 ataupun penjara tidak melebihi 6 bulan atau kedua-
duanya.106
Di Wilayah Persekutuan seseorang laki-laki yang berpoligami dengan
tidak menerima kebenaran bertulis daripada mahkamah terlebih dahulu boleh
dikenakan hukuman denda tidak lebih RM1000 atau penjara tidak melebihi 6
bulan atau kedua-duanya.
Di Terengganu jika seseorang laki-laki berkawin dengan seorang
perempuan lain di mana-mana tempat dalam masa dia masih beristerikan isterinya
yang sedia ada tanpa kebenaran bertulis daripada Hakim Syarie, boleh dihukum
denda tidak melebihi RM1000 atau penjara tidak melebihi tempoh 6 bulan.
105
Ibid, hlm. 80. 106
Zaleha Kamaruddin. 1977. Isu-Isu Kekeluargaan Dan Undang-Undang. Kuala Lumpur:
Angkatan Belia Islam Malaysia. Hlm. 49.
76
Di Kelantan seseorang laki-laki yang berpoligami tanpa terlebih dahulu
mendapatkan kebenaran bertulis daripada Mahkamah Kadi, perkawinan itu boleh
didaftarkan tertakluk kepada denda tidak melebihi RM300 atau penjara tidak lebih
dari 1 bulan atau kedua-duanya.107
Di Kedah poligami yang dibuat tanpa ijin mahkamah boleh dihukum
denda tidak melebihi RM500. Mahkamah juga boleh memerintahkan agar pesalah
membayar pampasan atau apa-apa bayaran yang masih terhutang oleh pesalah
kepada isteri atau isteri-isterinya.
Di Perlis seseorang laki-laki yang melakukan poligami tanpa kebenaran
bertulis daripada mahkamah boleh dihukum dengan hukuman denda tidak
melebihi RM1000 atau penjara tidak lebih 3 tahun atau kedua-duanya sekali.
Di Pulau Pinang pula seseorang laki-laki yang didapati melakukan
poligami dengan tidak mendapat keijinan terlebih dahulu daripada mahkamah
boleh dihukum dengan hukuman denda sejumlah tidak melebihi RM1000 atau
penjara tidak melebihi tempoh 6 bulan atau kedua-duanya sekali.
Di Sarawak poligami yang dilakukan tanpa kebenaran Hakim Syarie, tidak
boleh didaftarkan. Pihak suami boleh dihukum denda tidak lebih RM500 atau
hukuman penjara tidak lebih 3 bulan. Suami juga mesti membayar dengan serta-
merta semua jumlah mas kawin dan pemberian yang kena dibayar kepada isteri
atau isteri-isterinya yang sedia ada. Sekiranya tidak dibayar maka ia boleh dituntut
sebagai hutang.
107
Shu Le Cho, Poligami di kalangan Orang-orang Melayu di Kelantan, LatihanIlmiah,
Jabatan Antropologi dan Sosiologi, Urn, 1990/91.
77
Akhir sekali bagi negeri Pahang dan Melaka tiada peruntukan penalti
untuk poligami tanpa kebenaran mahkamah.108
Jika diteliti, kesemua negeri-negeri
yang telah dinyatakan menetapkan hukuman denda atau penjara yang tidak
seragam. Namun demikian terdapat juga beberapa buah negeri yang mempunyai
peruntukan penalti yang sama seperti negeri Selangor, Terengganu dan Negeri
Sembilan. Secara keseluruhannya, setiap negeri mempunyai peruntukan penalti
poligami tanpa kebenaran mahkamah sama ada hukumannya lebih berat atau
ringan tetapi terdapat juga negeri yang masih tidak mempunyai peruntukan
tersebut.109
C. Faktor Penyebab Terjadinya Poligami Di Malaysia
Terjadinya poligami di dalam masyarakat Malaysia disebabkan faktor istri
mandul yaitu tidak boleh menghasilkan zuriat, bila mana mereka menginginkan
anak. Istri sakit pada tempoh yang lama sehingga suami tidak mendapat hak batin,
namun suami tidak sanggup untuk menceraikan istrinya lalu terjadilah poligami
antara mereka. Kerja yang berjauhan yang menyebabkan jarang bertemu dan
sehingga suami berpoligami serta berpendapatan lebih yang membuatkan
seseorang suami ingin menanggung istri baru atau poligami.
Selain itu, ingin menolong perempuan yang susah atau miskin dan
perempuan janda yang memerlukan suami yang sanggup berpoligami. Dalam kata
lain, faktor penyebab lainnya adalah rujuk istri lama, stres dengan istri, desakan
ibu, perbanyak keturunan, telah terlanjur, suami masih bertenaga, menolong istri
108
Ibid. hlm. 50. 109
Saleh, Muhammad Zaki, Trend Kriminalisasi dalam Hukum Keluarga di Negara-negara
Muslim (2006).
78
baru, kasihan, nafsu terlalu kuat, istri uzur dan alasan agama yaitu islam
membenarkan serta memantapkan rumah tangga.
Walaupun dengan alasan-alasan yang diberikan mahkamah masih tetap
tidak menluluskan hanya dengan alasan yang dikemukakan. Namun begitu, syarat
peraturan untuk poligami berbeda-beda mengikut negeri-negeri tertentu. Di
Kelantan, Perak dan Terenganu munkin hanya ingin syarat bertulis daripada Qadi
atau Hakim Syarie tetapi di kelantan hanya menikah dua orang istri saja,
sedangkan di negeri inilah paling tinggi tingkat poligami. Ini juga karena tingkat
janda amat tinggi pada negeri tersebut menyebabkan banyaknya janda yang tidak
mendapat nafkah untuk menjaga anak-anak mereka hingga jatuh miskin. .
Ditinjau dari faktor-faktor yang dikemukakan, pasti kesemua penyebab
untuk poligami mempunyai alasan yang tinggi dan bukan hanya untuk mengambil
kesempatan terhadap wanita saja, seperti mereka poligami karena ingin menolong
perempuan yang susah dan hal ini pantas diberi tunjangan oleh setiap kerajaan
negeri-negeri tertentu.
Dengan adanya alasan seperti ini munkin boleh menurunkan tingkat janda
atau wanita miskin pada sesebuah negeri. Selain itu, dapat mengelakkan
berlakunya zina disebabkan istri enggan untuk bergaul maka mereka disarankan
untuk berpoligami. Hal ini haruslah di titik beratkan oleh mahkamah syariah agar
tidak memberi putusan dengan sewenangnya dan harus menselidiki alasan-alasan
poligami yang sebenarnya.
1. Faktor Poligami Tanpa Kebenaran Mahkamah
Peruntukan-peruntukan yang terdapat dalam Enakmen Undang-Undang
Keluarga Islam negeri-negeri berkaitan dengan permohonan poligami adalah
79
merupakan prosedur yang perlu diikuti oleh sesiapa saja yang ingin berkawin
lebih dari satu.110
Peruntukan ini bertujuan untuk memastikan bahwa poligami
tidak dilakukan dengan sewenang-wenangnya, namun peruntukan ini belum
berjaya mencapai matlamat sepenuhnya karena masih ada golongan suami yang
melanggar peruntukan yang ada ini dengan berpoligami tanpa ijin mahkamah.
Antara faktor berlakunya perkawinan poligami tanpa kebenaran ialah:
a) Prosedur permohonan poligami yang ketat
Peraturan yang terdapat dalam Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam
negeri-negeri sering kali dilihat sebagai sesuatu yang rumit dan membebankan
bagi sesetengah suami. Ini kerana, mereka menganggap proses poligami akan
memakan masa dan amat merumitkan. Dengan sebab ini, mereka mengambil jalan
mudah dengan bernikah di negara lain tanpa kebenaran Mahkamah Syariah.111
Sesungguhnya undang-undang yang ada ini bukanlah untuk menyusahkan
mana-mana pihak tetapi undang-undang yang ada ini adalah merupakan undang-
undang pentadbiran yang bertujuan untuk mentadbir proses poligami agar teratur,
licin dan menepati tujuan dan syarat berpoligami. Orang yang diberikan amanah
untuk memberi kata putus di dalam perkara ini adalah Hakim yang memang
merupakan orang yang berwibawa di dalam perkara ini. Bagi pihak yang tidak
110
Ruzman Md. Noor. 2007. Kesaksian Dalam Konteks Undang-Undang Keterangan
Mahkamah Syariah Di Malaysia: Analisis Dari Perspektif Mazhab Syafi„e. Kertas kerja Seminar
Jabatan Fiqh. Anjuran Universiti Malaya. Kuala Lumpur. 22-23 Ogos. 111
Zaleha Kamaruddin. 1977. Isu-Isu Kekeluargaan Dan Undang-Undang. Kuala Lumpur:
Angkatan Belia Islam Malaysia, hlm. 170.
80
berpuas hati terhadap keputusan Hakim masih berpeluang membuat rayuan ke
mahkamah yang lebih tinggi.112
Proses ini sebenarnya bertujuan memastikan yang keputusan mahkamah
walaupun di dalam perkara poligami ini adalah merupakan keputusan yang adil
dan matang serta jauh dari dorongan perasaan atau keinginan nafsu karena adanya
sistem rayuan terhadap keputusan mahkamah.
b) Dakwaan bahwa peruntukan yang ada bertentangan dengan Hukum
Syarak
Terdapat juga sesetengah pihak berpendapat bahwa peruntukan yang ada
ini bertentangan dengan Hukum Syarak yang menghalalkan poligami. Undang-
undang yang ada menyekat suami dari berkawin lebih dari satu sedangkan ia telah
dihalalkan oleh Islam. Ini menyebabkan pihak suami menganggap bahwa mereka
boleh melakukan poligami tanpa keijinan dari pihak mahkamah.
Pendapat ini kurang tepat kerana tujuan undang-undang tadi diwujudkan
adalah bukan untuk menyekat dan mengharamkan poligami, tetapi ianya bertujuan
untuk memastikan yang ianya tidak disalahgunakan yang akhirnya mendatangkan
kezaliman kepada isteri-isteri dan anak-anak, memudaratkan hidup mereka dan
merosakkan pendidikan dan psikologi anak-anak mereka.113
Peruntukan yang ada ini juga adalah bagi memastikan keadilan kepada
isteri sebagaimana yang telah dinyatakan dalam Surah al-Nisa‟ ayat 3 yang
menyatakan dengan jelas jika suami tidak dapat berlaku adil dan memudaratkan
isteri maka mereka diarahkan beristeri hanya seorang saja. Maka peruntukan yang
112
Ibid, hlm. 173. 113
Amran Kasimin, Konflik Poligami di Malaysia, Karya Publishing House: Petaling laya,
1978.
81
terdapat dalam enakmen negeri-negeri ini tidak bertentangan dengan Hukum
Syarak karena peruntukan yang ada ini adalah bagi memastikan keadilan bagi
pihak isteri.114
c) Tidak mendapat kebenaran isteri
Antara faktor yang menyebabkan pihak suami berpoligami tanpa izin
mahkamah adalah karena tidak mendapat keijinan isteri atau isteri-isteri sedia
ada.115
Berdasarkan Seksyen 24 (4) Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam
Selangor ada menyatakan mengenai keijinan dan pandangan daripada isteri-isteri
yang sedia ada terhadap perkawinan yang dicadangkan itu.116
Persoalan keijinan isteri pertama ini telah menjadi isu hangat pada suatu
ketika dahulu terutamanya apabila negeri Perlis melonggarkan syarat berpoligami
di negeri itu termasuklah membenarkan poligami tanpa perlu merujuk kepada
pandangan isteri pertama. Kelonggaran ini telah mendapat bantahan pihak NGO
wanita karena langkah itu menghina kaum wanita. Menurut Mufti Perlis, tujuan
utama kelonggaran syarat berpoligami itu adalah untuk menghentikan amalan
rakyat Malaysia lari berkawin di negeri lain terutamanya di Selatan Thailand.117
Menurut Hukum Syarak, syarat yang memerlukan ijin isteri yang pertama
untuk berpoligami adalah tidak mutlak. Walaupun begitu, masalah ini telah
diselesaikan dengan adanya peruntukan lain dalam Akta dan Enakmen Undang-
undang Keluarga negeri-negeri yang menghendaki mahkamah memanggil
pemohon dan isteri atau isteri-isteri sedia ada hadir ke mahkamah untuk
114
Azizah Kassim. 1985.Wanita dan masyarakat. Utusan Publications & Distributors. 115
Anne sofie Roald. 2001. Women in Islam. London: Routledge. 116
Ahilemah Joned. 1988. Keupayaan dan hak Wanita Islam untuk berkahwin. Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. 117
Mohd Riduwan Wan. 2010. Poligami Dalam Undang-Undang Keluarga Islam Di
Malaysia. Tarikh: 9 Jun 2010. Majalah Keluarga.
82
memberikan keterangan secara tertutup tentang perkawinan yang dicadangkan
apabila permohonan berpoligami diterima oleh mahkamah. secara tidak langsung,
permohonan pihak suami masih tertakluk pada pandangan isteri dalam
menentukan sama ada pemohon layak berpoligami atau sebaliknya. Di sini
menunjukkan kepentingan dan keperluan pihak isteri untuk hadir ke mahkamah
dalam menentukan suami benar-benar layak atau tidak untuk berpoligami.118
Walaupun suami mendapat keijinan isteri yang sedia ada untuk
berpoligami namun mahkamah tetap mengambil kira faktor kelayakan suami
untuk berkawin lagi. Ini kerana terdapat kasus yang mana mahkamah menolak
permohonan poligami walaupun telah mendapat keijinan isteri pertama karena
suami gagal membuktikan bahwa dia berkemampuan untuk beristeri lebih dari
seorang. Sesungguhnya keijinan dari pihak isteri bukanlah terus membolehkan
pihak suami berpoligami tetapi ianya sebagai syarat untuk mendapatkan
keterangan isteri dan membantu mahkamah dalam memutuskan pihak suami layak
atau tidak berpoligami.
d. Permohonan poligami ditolak
Faktor berlakunya poligami tanpa ijin mahkamah juga ialah disebabkan
permohonan untuk mendapatkan kebenaran bertulis dari mahkamah untuk
berpoligami telah ditolak karena mahkamah dapati bahwa pemohon tidak layak
dan tidak mampu untuk beristeri seorang lagi. Ini menyebabkan mereka
118
Rozi Bainon. 1999. Wanita: Penghapusan Diskriminasi Dari Perspektif Islam dan
Undang-Undang Malaysia. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Hlm. 84.
83
mengambil jalan mudah dengan berkawin di negara lain tanpa kebenaran
Mahkamah Syariah.119
2. Akibat Poligami Tanpa Kebenaran Mahkamah
Poligami tanpa kebenaran mahkamah akan mengakibatkan beberapa bekas
antaranya ialah:120
a. Akibat dari sudut undang-undang
Mengikut peruntukan Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam Selangor
di bawah Seksyen 124 menyatakan dengan jelas bahwa suami yang berpoligami
tanpa mendapat kebenaran bertulis dari mahkamah maka dianggap telah
melakukan kesalahan dan boleh dikenakan penalti yaitu denda tidak melebihi satu
ribu ringgit atau penjara tidak melebihi enam bulan atau kedua-duanya denda dan
penjara.121
Suami yang berpoligami tanpa kebenaran mahkamah juga mestilah
memulangkan dengan serta-merta semua jumlah mas kawin dan pemberian
kepada isteri yang sedia ada sekiranya masih belum dijelaskan semasa akad nikah
dan jika suami gagal berbuat demikian, jumlah tersebut boleh dituntut sebagai
hutang oleh isteri sedia ada. Mungkin pada masa ini jarang berlaku mas kawin dan
pemberian yang tidak dijelaskan semasa majlis akad nikah. Walau bagaimanapun,
sekiranya berlaku ia tetap dianggap hutang terutama mas kawin karena mengikut
Hukum Syarak, wajib bagi seorang suami untuk membayarnya dan merupakan
hak eksklusif seorang isteri yang tidak boleh diambil oleh suami.
119
Ibid, hlm. 86. 120
Shu Le Cho, Poligami di kalangan Orang-orang Melayu di Kelantan, LatihanIlmiah,
Jabatan Antropologi dan Sosiologi, Urn, 1990/91. Hlm. 42. 121
Nik Noraini Nik Badli Shah. 1998. Perkahwinan Dan Perceraian Di Bawah Undang-
Undang Islam. Kuala Lumpur: International Law Book Services.
84
b. Akibat kepada institusi keluarga
Poligami tanpa kebenaran mahkamah ini biasanya dilakukan tanpa
pengetahuan isteri sedia ada atau anak-anak. Oleh itu, tanggungjawab dan hak
yang sepatutnya dilaksanakan tidak dapat disempurnakan sebaik mungkin karena
suami dan isteri kedua terpaksa hidup dalam buruan. Pasangan ini tidak dapat
untuk memupuk kasih sayang dalam keadaan biasa kerana takut perkawinan
mereka diketahui oleh isteri pertama
Akibat berpoligami secara rahsia ini juga boleh menyumbang kepada
tingkat perceraian karena isteri rasa ditipu dan dikhianati oleh suami sendiri. Ini
mungkin juga disebabkan oleh sikap suami yang mula mengabaikan
tanggungjawabnya selepas beristeri baru.122
c. Akibat kepada pasangan
Poligami yang dilakukan tanpa kebenaran mahkamah biasanya akan
mendatangkan bekas yang rumit terutamanya jika berlakunya perceraian karena
perkawinan ini tidak memenuhi peruntukan Akta dan Enakmen Undang-Undang
Keluarga Islam negeri-negeri.
Perkawinan tanpa kebenaran ini tidak semestinya tidak sah karena ia
mungkin telah memenuhi kehendak rukun dan syarat-syarat Hukum Syarak.
Walau bagaimanapun sekiranya perkawinan itu didapati tidak sah, maka pasangan
akan difaraqkan (dipisahkan) dan akan dikenakan penalti. Selain itu, isteri juga
tidak dapat menuntut sebarang hak dalam perkawinan seperti tuntutan nafkah
isteri dan anak-anak, hak penjagaan, tuntutan harta pusaka sekiranya suami
meninggal dunia dan sebagainya. Pihak perempuan juga tidak boleh memohon
122
Pahrol Mohamad Juoi. 2012. Misteri Poligami Antara Keadilan dan Keseronokan.
Majalah Solusi. Mei:16-20, hlm. 73.
85
pembubaran perkawinan karena perkawinan memang tidak wujud dari awal
lagi.123
d. Bekas kepada anak-anak
Sah atau tidak perkawinan poligami tanpa kebenaran mahkamah perlu
ditentukan terlebih dahulu sebelum perkawinan itu boleh didaftarkan di bawah
Akta atau Enakmen yang berkuatkuasa. Penentuan kesahan perkawinan ini akan
menimbulkan isu berkenaan kedudukan anak-anak yang lahir hasil daripada
perhubungan itu. Jika perkawinan poligami tanpa kebenaran ini diputuskan oleh
mahkamah sebagai tidak sah, anak-anak yang dilahirkan adalah dianggap anak
luar nikah yang mana status hubungannya dengan “bapa” tidak wujud sama
sekali. Akibatnya, anak-anak ini akan menghadapi pelbagai masalah di masa
hadapan.124
3. Contoh Kasus Poligami Tanpa Kebenaran Mahkamah Di Mahkamah
Tinggi Syariah 125
Kasus Pertama: Satari bin Amat dan Khatijah binti Jumari lwn Rohana binti
Bohari
Fakta Kasus: Pemohon 1 dan 2 telah memohon kepada Mahkamah Tinggi
Syariah Shah Alam untuk mendapatkan perintah pengesahan daftar nikah
poligami. Mereka telah bernikah pada 14 Januari 2002 di Gopeng Perak Darul
Ridzuan. Hasil perkawinan itu mereka telah dikaruniakan dua orang anak
perempuan yaitu Nur Aleya Natasha dan Nur Aleya Syawalina.
123
Ibid, hlm. 74. 124
Ibid, hlm. 74. 125
Mohd Riduwan Wan. 2010. Poligami Dalam Undang-Undang Keluarga Islam Di
Malaysia. Tarikh: 9 Jun 2010. Majalah Keluarga. Hlm. 35.
86
Pada 19 November 2007, Pemohon 1 telah membuat laporan berkaitan
pernikahan tersebut di Pejabat Agama Islam, Klang Selangor dan hasil siasatan
mendapati pernikahan tersebut sah mengikut Hukum Syara. Satu salinan laporan
dari Pejabat Agama Islam Selangor Daerah Klang dilampirkan sebagai ekshibit
dalam permohonan.
Isu yang dipertikaikan dalam kasus ini ialah adakah status pernikahan
Pemohon 1 dan 2 di Gopeng adalah sah mengikut Hukum Syarak? Sighah Ijab
dan Qabul adalah sebagaimana yang dinyatakan oleh Pemohon 1 dan 2 dengan
mas kawin RM 5000.00 serta dua orang saksi laki-laki yang tidak dikenali.
Namun wujud masalah berkaitan wali, ini karena di dalam afidavit Pemohon 2
menyatakan wali adalah bapanya tetapi ketika memberi keterangan wali adalah
abangnya yaitu Razali bin Jumari. Pemohon 2 menyatakan bahwa semasa
pernikahan bapanya tidak hadir dan mewakilkan kepada abangnya. Tetapi semasa
pernikahan abangnya juga tidak hadir dan jurunikah yaitu Tuan Haji Mustapha bin
Jaafar bercakap dengan abangnya melalui telefon. Jurunikah telah menikahkan
Pemohon 1 dan 2 melalui kuasa wakil atau ijin yang diberi oleh bapa Pemohon 2
kepada abang kandung pemohon 2. Di sini wujud juga isu di mana jurunikah telah
tamat tempoh Qadi dan tiada bidangkuasa.126
Keputusan: Kasus dibicara dan diputuskan bahwa pernikahan antara
Pemohon 1 dan Pemohon 2 di Gopeng adalah tidak sah dan batal kerana Wali
Hakim menikahkan tidak ada tauliah sebagai Jurunikah dan tidak mendapat kuasa
untuk menikahkan daripada wali bapa Pemohon 2.
Kasus kedua: Mohd Johar bin Rashid dan Sutih binti Hasanuddin lwn Subiah binti
Mat Noor
126
Ibid
87
Fakta kasus: Pemohon 1 dan 2 telah berkawin pada 12 Julai 2007 di rumah Imam
Jurunikah di Kecamatan Medan Selayang, Kabupaten Medan, Sumatera Utara,
Indonesia. Pernikahan tersebut telah diwalikan oleh wali nasab yaitu bapa
kandung Pemohon 2 yaitu Hasanuddin dan disaksikan oleh Zulfakar dan Yandi
Zulkal.127
Pemohon 2 adalah warganegara Indonesia dan mengakui bahwa dia
seorang janda yang telah bercerai dengan suami terdahulu yaitu Mohd Nur bin
Abdul Talib pada 27 September 2005. Satu salinan surat Pengesahan Cerai telah
dikeluarkan oleh Panitera Pengadilan Agama Kisaran, Indonesia. Pemohon 2 telah
mendapatkan kesahihan surat pengesahan dari Department Agama Kantor Urusan
Agama Kecamatan Medan Selayang Indonesia yaitu tempat di mana urusan
pernikahan beliau dengan Pemohon 1 dijalankan.
Pada 24 Julai 2007 Pemohon 1 telah membuat laporan pernikahan di PAIS
Klang dan hasil siasatan pernikahan tersebut adalah sah mengikut Hukum Syarak.
Pemohon 1 telah disabitkan kesalahan di bawah Seksyen 124 karena semasa
perkawinan kedua itu dilangsungkan Pemohon 1 adalah suami kepada Responden
yaitu Subiah binti Mat Noor. Hasil perkawinan Pemohon 1 dan Responden
dikaruniakan 4 orang anak manakala hasil perkawinan Pemohon 1 dan 2
dikaruniakan seorang anak.
Keputusan: Mahkamah memutuskan bahwa pernikahan yang
dilangsungkan oleh Pemohon 1 dan Pemohon 2 pada 12 Julai 2007 adalah sah dan
menepati Hukum Syarak. Mahkamah memerintahkan bahwa pernikahan tersebut
didaftarkan di Pejabat Agama Islam Selangor di Shah Alam.
127
Nik Noraini Nik Badli Shah. 1998. Perkahwinan Dan Perceraian Di Bawah Undang-
Undang Islam. Kuala Lumpur: International Law Book Services.
88
Berdasarkan kedua-dua kasus yang dinyatakan ini dapat disimpulkan
bahwa perkawinan poligami tanpa kebenaran ini akan melalui proses penyiasatan
yang terperinci di Mahkamah Syariah bagi memastikan bahwa perkawinan yang
berlaku itu sah mengikut Hukum Syarak seterusnya barulah perkawinan itu boleh
didaftarkan di pejabat agama. Kasus pertama menunjukkan implikasi yang amat
besar sehingga perkawinan yang telah berlangsung dalam tempoh lima tahun itu
terpaksa difaraqkan kerana mahkamah memutuskan perkawinan itu tidak sah dan
terbatal. Ini menunjukkan bertapa pentingnya untuk mendapatkan kebenaran dari
mahkamah untuk berpoligami karena untuk menghindari dari berlakunya
perkawinan yang tidak sah. Akibat yang paling besar apabila perkawinan itu
difaraqkan adalah kepada status anak yang dilahirkan dari perkawinan itu yang
boleh dipersoalkan.128
128
Raihanah Abdullah. 1997. Poligami di Malaysia (Polygamy in Malaysia). Shariah
Journal 5(2): 167- 186. Kuala Lumpur: Academy of Islamic Studies, University of Malaya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Praktek Poligami di Malaysia
Dalam masyarakat ini, poligami dilakukan dengan meluasnya bagi
memenuhi fungsi-fungsi ekonomi, politik dan sosio-budaya. Mereka berkawin
tidak berasaskan kepada perasaan dan cinta. Apabila perkawinan itu berlaku
dikalangan pernimpin-pemimpin puak, penambahan hitungan isteri adalah
lambang kekayaan seseorang laki-laki. Terdapat juga masyarakat yang
bertentangan terhadap amalan poligami itu sendiri. Ada juga yang mengatakan
bahwa poligami itu adalah hak seorang laki-laki. Ada juga yang merasa kurang
puas dengan pasangannya. Baik kurang puas secara mental, maupun kurang
puas secara seksual. Serta ada istri yang terlalu taat pada suami dan pada
agama. Istri yang terlalu taat pada suami biasanya rela berkorban apapun asal
tidak kehilangan suaminya.
2. Undang-Undang Poligami di Malaysia
Mengikut data mahkamah, permohonan poligami banyak yang dari
kalangan yang berpendapatan tidak tinggi. Ini menunjukkan bahawa undang-
undang di Malaysia begitu longgar dan mudah untuk masyarakat mengambil
kesempatan. Dalam Enakmen Undang-Undang Poligami di negeri Kelantan,
Terengganu dan Perak hanyalah perlu mendapat kebenaran bertulis daripada
Qadi atau Hakim Syar‟ie dan keputusan terletak pada kebijaksanaan Hakim
sepenuhnya. Bagi negeri Perlis, Kedah, Pulau Pinang, Selangor, Wilayah
90
Persekutuan, Negeri Sembilan, Melaka, Johor, Pahang, Sabah dan Sarawak,
mempunyai peruntukan yang begitu terperinci yang memerlukan kebenaran,
pengesahan, bagaimana permohonan diproses, cara keputusan dicapai, ruang
untuk membuat rayuan dan penalti.
Mengenai penalti atau denda pula, di Selangor, Johor, Negeri Sembilan,
Perak, Kuala Lumpur, Pulau Pinang dan Terengganu mengenakan denda tidak
melebihi RM1000 atau penjara tidak lebih 6 bulan. Tetapi di Perlis, sama saja
nilai dendanya, cuma tempoh penjara yang berbeda yaitu tidak lebih 3 tahun.
Manakala di Kelantan, denda tidak lebih dari RM300 atau penjara tidak lebih
dari 1 bulan. Di Kedah dan Sarawak pula kenakan denda tidak lebih RM500,
tetapi hanya Kedah tidak ada penjara, Sarawak dikenakan penjara tidak lebih 3
bulan. Ada juga negeri yang tidak ada denda yaitu negeri Pahang dan Melaka.
3. Faktor Poligami di Malaysia
Faktor berlakunya Poligami di Malaysia ialah karena alasannya isteri
uzur, isteri mandul, mahu menambah anak, menolong isteri baru (dari agama
lain dan miskin), suami lebih bertenaga, tanpa sebab yang munasabah, telah
mengandung (zina), berjauhan (bekerja), rujuk isteri lama, desakan ibu, ingin
menikah satu lagi (cinta, berkenalan lama, jiwa tertekan dan kosong, berjanji
dengan bakal isteri, isteri suruh), menambah zuriat (laki-laki dan perempuan),
berpendapatan lebih, nafsu terlalu kuat, mengelak dari melakukan perkara-
perkara mungkar, kasihan, khalwat dan alasan agama yaitu Islam
membenarkan serta untuk memantapkan rumahtangga. Kadang-kadang, isteri
pertama hanya menjadi mangsa dan ada yang diugut serta dipaksa untuk
menerima poligami.
91
Walaupun keijinan isteri adalah faktor yang perlu dipertimbangkan oleh
Mahkamah Syariah dalam memberi kebenaran berpoligami, ia sebenarnya
bukan keperluan wajib. Dalam realiti, isteri hanya diminta menandatangani
borang permohonan saja.
B. Saran
Walaupun peratusan poligami sebagaimana yang didaftarkan di
Mahkamah-mahkamah Syariah, adalah tidak tinggi, namun pengamal poligarni di
luar kebenaran mahkamah adalah tinggi. Sikap rnasyarakat yang agak sukar untuk
bertolak ansur denganisu poligarni adalah karena terlalu banyak kemudaratan
yang di bawa akibat dari poligarni.129
Sekalipun poligami bukanlah punca
keretakan rumahtangga, tetapi ramai yang bercerai kerana berpoligami.
Walau apa pun bentuk perkawinan monogami mahupun poligami, maka
seseorang yang bergelar ketua keluarga mestilah memastikan agar
rumahtangganya dipenuhi dengan unsur-unsur yang dianjurkan oleh al-Quran
dalam Surah al-Rum ayat 3, al-Nisa ayat 19, al-Baqarah ayat 237 dan juga al-Nur
ayat 32. Nescaya perkawinan monogami mahupun poligami tidak akan berlaku
kezaliman dan ketidakadilan.
129
Said Abdul Aziz al-Jandul. 1994. Wanita Di Bawah Naungan Islam. Selangor: Thinker‟s
Library Sdn. Bhd.
91
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran Al-Karim
Abidin, Slamet, dan Aminuddin. 1999. Fiqih Munakahat 1. Bandung: Pustaka
Setia.
Abdulkadir Muhammad, Hukum Dan Penelitian Hukum, Pt. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2004.
Abdullah Nasih Ilwan, 1984, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Abd. Latif Muda & Rosmawati Ali @ Mat Zin. 1997. Pengantar Fiqh. Kuala Lumpur: Pustaka Salam SDN. BHD.
Amran Kasimin, Konflik Poligami di Malaysia, Karya Publishing House: Petaling
laya, 1978.
Anon. 2007. As-Sunnah Poligami. Kuala Lumpur: Yayasan Lajnah Istiqomah.
Anne sofie Roald. 2001. Women in Islam. London: Routledge.
Arora K.K., 'Polygamy - A negation of Quran' dalam Social Policy, law and
Protection of Weaker Sections in Society, Lucknow, 1986.
Azizah al-Hibri. 1992. A Study of Islamic History. Kuala Lumpur: Penerbit Fajar
Bakti.
Azizah Kassim. 1985.Wanita dan masyarakat. Utusan Publications &
Distributors.
Ahilemah Joned. 1988. Keupayaan dan hak Wanita Islam untuk berkahwin. Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Azizah Kassim, Wanita dan Masyarakat, UP & D: K.L, 1985.
Abd. Jalil bin Mohd Hassan. 1993. Perkahwinan Dalam Islam Berdasarkan
Kepada Dalil, Hukum, Hikmat dan Panduan Kebahagian. Kuala Lumpur:
A.S. Nordeen.
Abdul Aziz. 1992. Kursus dan Bimbingan Perkahwinan. Kuala Lumpur: Darul
Nu‟man.
92
Abdul Nasir Taufiq Al-„Athar. 1976. Poligami Di Tinjau Dari Segi Agama, Sosial
dan Perundang Undangan. Chadidjah Nasution (terj.) Jakarta: Bulan
Bintang.
Afzalur Rahman. 1993. Ensiklopedia Sirah. Norhayati Mohd. Nor (terj.). Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Ahmad Muhammad al-Hufi. 1984. Kenapa Nabi Muhammad SAW Berpoligami.
Ibrahim Awang (terj.). Kuala Lumpur: Pustaka Ilmu Raya Sdn. Bhd.
Amran bin Kasimin. 1990. Salah Guna Poligami: Wanita Menjadi Mangsa. Kuala
Lumpur: Pustaka al-Mizan.
Asiah Ali. 1993. Muslimat Pencorak Masyarakat. Kuala Lumpur: Dewan Pustaka Fajar.
Cholid Narbuko, Abu Achmadi, Metodelogi Penelitian, Cetakan Ketiga Belas,
Bumi Aksara, Jakarta, 2013.
David, René, and John E. C. Brierley. Major Legal Systems in the World Today:
An Introduction to the Comparative Study of Law. 3d ed. London:
Stevens, 1985.
Dr. H. Ibnu Mas‟ud & Dr. H. Zainal Abidin. 2000. Fiqih Mazhab Syafi‟i. Penerbit
Pustaka Setia: Bandung.
Dusuki bin Haji Ahmad. 1978. Poligami dalam Islam. Kuala Lumpur: Yayasan
Dakwah Islamiah Malaysia.
Daradjat dan Zakiah. 1995. Ilmu Fiqh. Jilid 2.Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf.
Fatimah Syarha Mohd Noordin. 2011. Sebarkan Cinta-Mu. Kuala Lumpur: PTS
Millenia Sdn Bhd.
G.W. Jones, Marriage and Divorce in Islamic South East Asia, Oxford University
Press: New York, 1994.
Ibn Rushd. 1983. Bidayat al- Mujtahid wa Nihayat al-Muqtasid. Jakarta: Dar
Kutub Islamiyyah.
Ibn Hasyim. 1992. Personaliti Perkahwinan. Kuala Lumpur: G.G. Edar.
Imam Ibnu Hajar al-Asqalany. 2008. Bulughul Maram. Jakarta: Pustaka Al-
Hidayah.
Kamus Dewan. 1993. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
93
Mohd Syarifuddin Sajimon. 2006. Poligami Menurut Perundangan. Majalah
MAIS keluaran bulan Februari. Shah Alam: MAIS.
Mohd. Saifulloh Al Aziz S. 2002. Fiqih Islam Lengkap pedoman hukum ibadah
umat islam dengan berbagai permasalahannya. Surabaya: Terbit Terang.
Mustofa al-Khin, Mustofa al-Bugho & Ali as-Syarbaji. 2005. Kitab Fikah Mazhab
Syafie. Kuala Lumpur: Prospecta Printers SDN. BHD.
Mahmud Syaltut. 1985. Al-Islam, Aqidah wa Syariah. Beirut: Dar al-Syuruq.
Mahmood Zuhdi Haji Abdul Majid dan Raihanah Haji Azahari. 1993. Kursus
Perkahwinan dan Undang-Undang Keluarga Islam. Kuala Lumpur: Dasar Padu (M) Sdn. Bhd.
Mohd Rushdi Yusof. 1993. Perkahwinan dan Kekeluargaan Menurut Perspektif
Islam. Sumatera: Penerbitan Insan Digjaya.
Mohd. Sanusi bin Haji Mahmood. 1980. Undang-Undang Keluarga Dalam Islam.
Kota Bharu: Syarikat Dian Sdn. Bhd.
Muhamad al-Mansur. 1998. Hukum Hakam Perkahwinan. Johor Bharu:
Perniagaan Jahabersa.
Musfir al-Jahrani. 1999. Mengapa Rasulullah SAW Beristeri Ramai. Kuala
Lumpur: Penerbitan Darul Iman.
Mustafa haji Daud. 1992. Institusi Kekeluargaan Islam.Cet. Kedua. Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Mustaffa Suhaimi. 1992. Hikmah Poligami. Selangor: Progressive Products
Supply.
Mohd Riduwan Wan. 2010. Poligami Dalam Undang-Undang Keluarga Islam Di
Malaysia. Tarikh: 9 Jun 2010. Majalah Keluarga.
Nik Noraini Nik Badli Shah. 1998. Perkahwinan Dan Perceraian Di Bawah
Undang-Undang Islam. Kuala Lumpur: International Law Book Services.
Noor Aziah Mohd Awal. 2008. Pengenalan kepada sistem perundangan di
Malaysia. Selangor Darul Ehsan: International Law Book Services.
Pahrol Mohamad Juoi. 2012. Misteri Poligami Antara Keadilan dan Keseronokan.
Majalah Solusi. Mei:16-20.
Pahrol Mohamad Juoi. 2012. Masih Adakah Yang Sudi. Majalah Solusi. Mei: 11-
23.
94
Raihanah Abdullah. 1997. Poligami di Malaysia (Polygamy in Malaysia). Shariah
Journal 5(2): 167- 186. Kuala Lumpur: Academy of Islamic Studies,
University of Malaya.
Rozi Bainon. 1999. Wanita:Penghapusan Diskriminasi Dari Perspektif Islam dan
Undang-Undang Malaysia. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Ruzman Md. Noor. 2007. Kesaksian Dalam Konteks Undang-Undang
Keterangan Mahkamah Syariah Di Malaysia: Analisis Dari Perspektif
Mazhab Syafi„I. Kertas kerja Seminar Jabatan Fiqh. Anjuran Universiti
Malaya. Kuala Lumpur. 22-23 Ogos.
Said Abdul Aziz al-Jandul. 1994. Wanita Di Bawah Naungan Islam. Selangor: Thinker‟s Library Sdn. Bhd.
Saleh, Muhammad Zaki, Trend Kriminalisasi dalam Hukum Keluarga di Negara-
negara Muslim (2006).
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah (terjemahan: Mahyuddin Syaf),Cetakan Kedua, P.T.
Al-Ma‟arif: Bandung, 1993.
Siti Zulaikha Mohd Nor. 1992. Kaunseling Perkahwinan Menurut Perspektif
Islam. Kuala Lumpur: ABIM & Budaya Ilmu Sdn.Bhd.
Shu Le Cho, Poligami di kalangan Orang-orang Melayu di Kelantan,
LatihanIlmiah, Jabatan Antropologi dan Sosiologi, Urn, 1990/91.
Sutrisno Hadi, Prosidur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, edisi II, Rineka
Cipta, Jakarta, 1991.
Sudirman Tebba, Sosiologi Hukum Islam, UII Press, Yogyakarta, 2003.
Yaacob Harun, 'Keluarga Melayu: Bentuk, Organisasi dan Fungsi' dalam Mohd
Taib Osman (peny), Masyarakat Meiayu, Struktur, Organisasi dan
Manifestasi, DBP: K. L. 1989.
Zaini Nasohah, Poligami: Hak Keistimewaan Menurut Syariat Islam, Utusan
Publications & Distributors Sdn. Bhd.: Kuala Lumpur, 2000.
Zaleha Kamaruddin. 1977. Isu-Isu Kekeluargaan Dan Undang-Undang. Kuala
Lumpur: Angkatan Belia Islam Malaysia.
Zaleha Muhamat. 2002. Analisis Poligami Menurut Perspektif Islam. Kuala
Lumpur: Utusan Publications & Distributors Sdn. Bhd.
http://www2.esyariah.gov.my/esyariah/mal/portalv1/enakmen/undang.nsf/listssbh
http://id.wikipedia.org/wiki/Poligami+&cd=1&hl=en&ct=clnk
95
http://www.jais.gov.my/index.php?option=com_content&task=view&id=167
https://kbbi.web.id/praktik
http://www.wikiwand.com/ms/Hubungan_Malaysia_-_Indonesia
96
LAMPIRAN