Download - Presentasi Laporan Kasus Kel 1
0
PRESENTASI LAPORAN
PEMBIMBING
dr. H. Nano Sukarno, Sp. An
dr. Teguh Santoso Efendi, Sp. An-KIC,. M.Kes
dr. Andika Chandra Putri, Sp. An
Oleh :
Faizal Akbar F.M.
09310093
Risa Meisalia
09310108
1
PRESENTASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : By.Akbar R
Usia : 10 Hari
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Tanggal Masuk RS : 05 Agustus 2014
No. CM : 13961533
Dokter Anestesi : dr. Teguh Santoso E., Sp. AN-KIC., M. Kes
Dokter Bedah : dr. Yarie, Sp. B
B. PERSIAPAN PRE-OPERASI
1. Anamnesa
a. A (Alergy)
Tidak ada riwayat alergi
b. M (Medication)
Tidak sedang menjalani pengobatan penyakit tertentu
c. P (Past Medical History)
Tidak ditemukan sakit yang sama dan riwayat operasi (-)
d. L (Last Meal)
Pasien terakhir makan 4 jam pre-operasi
e. E (Elicit History)
Pasien datang ke RSUD Kota Tasikmalaya pada tanggal 05 Agustus 2014,
pukul
2. Pemeriksaan Fisik
Tanggal Periksa :
Waktu pemeriksaan :
Dirawat di : Ruang 3A kamar/bed 3
2
Vital sign
a. KU : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Kompos mentis
c. Nadi : 130 X/ menit
d. Respirasi : 40 X/ menit
e. Suhu : 37,80 C
Status Genealisata
Berat badan : 2,9 Kg
Kepala
o Mata
Palpebra : Tidak bengkak dan cekung
Konjungtiva : anemis ( - ) / ( - )
Sklera : ikterik ( - ) / ( - )
Pupil : refleks cahaya ( + ) / ( + ), pupil
Isokor dextra = sinistra
o Hidung
Pernapasa cuping hidung : ( - )
Sekret ` : ( - )
Mukosa hiperemis : ( - )
o Telinga
Nyeri tekan ragus : ( - ) / ( - )
Auricula : tidak tampak kelainan
Meatus akustikus eksternus : ( DBN ) / ( DBN )
o Mulut
Bibir : mukosa bibir tenang, sianosis ( - )
Tonsil : T1 / T1
o Leher
3
KGB : pembesaran ( - ) / ( - )
o Thoraks
Inspeksi : Bentuk gerak simetris dextra = sinistra,
rektraksi supraclavicula ( - ) / ( - ), retraksi
intercostalis ( - ) / ( - ), retraksi subcostalis
( - ) / ( - ) dan retraksi epigastrium ( - )
Palpasi : iktus kordis teraba, tapi tidak terlihat
Massa (-)
Perkusi : sonor
Auskultasi : Vesiculer breathing sound (+) / (+),
Weezhing (-) / (-), Ronki (-) / (-), Bunyi
Jantung I, II regular, Gallop (-), Mur-Mur (-)
Abdomen
Inspeksi : distensi (+)
Auskulasi : Bising usus ( + ) normal
Palpasi : defans muscular (-)
Perkusi : Timpani
Hepar dan Lien
Palpasi : Tidak teraba
Ekstremitas
Edema : Ekstremitas atas dan bawah ( - )
Warna : Kemerahan tidak ada pada ekstremitas
Jari-jari : Normal, akral sianosis ( - )
Capilari Refill Time : < 2 detik
Akral hangat pada semua ekstremitas
Mallampati Score:
Graduasi 2 (uvula dan palatum mole terlihat)
3. Pemeriksaan Penunjang
4
- Hasil pemeriksaan Laboratorium tanggal Agustus 2014
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan Metode
Hematologi
C28 Waktu Perdarahan (BT) 1-3 Menit Duke
C27 Waktu Pembekuan (CT) 1-7 Menit Slide Test
G28 Golongan Darah O Slide Test
G29 Rhesus + Slide Test
H01 Hemoglobin 14,0 P: 12-16; L: 14-18 g/dl Auto Analyzer
H14 Hematokrit 42 P: 35-45; L: 40-50 % Auto Analyzer
H15 Jml Leukosit 18000 5.000-10.000 /mm3 Auto Analyzer
H22 Jml Trombosit 131000 150.000-350.000 /mm3 Auto Analyzer
E48 Laju Endap Darah P= < 20; L= <15 mm/jam Ves Matic
KARBOHIDRAT
K01 Glukosa Sewaktu 76-110 mg/dl GOD – POD
FAAL GINJAL
K04 Ureum 15-45 mg/dl Urease Klinetik UV
K05 Keratini P: 0.5-0.9; L: 0.7-1.12 mg/dl Kinetic Jaffe
FAAL HATI/JANTUNG
K11 SGOT (ASAT) P: 10-31; L: 10-38 U/L/37^ Klinek UV-IFCC
K12 SGPT (ALAT) P: 9-32; L: 9-40 U/L/37^ Klinek UV-IFCC
ELEKTROLIT
K27 Natrium 147 135-145 mmol/L ISE
K28 Kalium 3,0 3.5-5.0 mmol/L ISE
K29 Kalsium 1,13 0.80-1.10 mmol/L ISE
- Hasil Radiologi
Pemeriksaan BNO tampak kesan distensi dan dilatasi usus di abdomen
Kesimpulan : Hisprung disease
4. Diagnosa Klinis
HISPRUNG DISEASE
5. Kesimpulan
5
Status ASA (III)
C. LAPORAN ANESTESI (DURANTE OPERATIF)
- Diagnosis pra-bedah : Hisprung Disease
Jenis Pembedahan : Colostomi
Jenis Anestesi : Anestesi umum
Premedikasi : -
Medikasi Induksi : Fentanyl 5 mcg
Atracurium 0,4 mg
Inhalasi Sevofluran 2Vol%
Maitenance : Sulfas Atrofin 0,05 mg
Dexa 2,5 mg
O2 (3 L/menit)
N2O (3 L/menit)
Sevofluran mAc 2%
Teknik Intubasi : ETT
Respirasi : Kontrol
Posisi : Supine
Cairan Perioperatif
Maintenance Cairan = 4 : 2 : 1
Kebutuhan Basal (4x2,9)
Total= 11,6 cc
Defisit Cairan Puasa = Puasa jam x maintenance cairan
= 4 x 11,6
= 46,4 cc
Insensible Water Loss= Jenis Operasi x Berat Badan
= 6 x 2,9
= 17,4 cc
6
Kebutuhan cairan 1 jam pertama
= (½ x puasa) + IWL + maintenance
= (½ x 46,4)+17,4+11,6
= 52,2 cc
Perdarahan = Suction + Kasa (kecil 3)
= 10 + (5x10)
= 60 cc
EBV = BB x Konstanta Bayi
= 2,9 x 85
= 246,5 cc
ΔBL = ΔHT x 3% x EBV
= ( Ht target-Ht awal) x 3% x EBV
= (45-42)x 3% x 246,5
= 22,185 cc
- Tindakan Anestesi Umum Dengan Intubasi
Pasien diposisikan pada posisi supine
Memasang sensor finger pada tangan kanan pasien untuk
monitoring SpO2 dan SPO2 Rate.
Obat berikut diberikan secara intravena:
Fentanyl 5 mg
Atracurium 0,4 mg
Pemberian gas anestesi dengan O2 dan N2O perbandingan : (O2
3L/menit dan N2O 3L/menit) serta volatile Sevoflurane 2 Vol%.
Dipastikan airway pasien paten dan terkontrol
Dipastikan pasien sudah dalam kondisi tidak sadar dan stabil
untuk dilakukan intubasi ETT dengan nomor 2,5.
Pemasangan ETT dibantu dengan Laringoskop
7
Setelah intubasi ETT cek suara nafas pada apek paru kanan dan
paru kiri, basis paru kanan dan paru kiri serta lambung dengan
stetoskop, pastikan suara nafas dan dada mengembang simetris
Fiksasi ETT dan sambungkan ke conector Jackson-Rees
Maintenance dengan inhalasi O2 3liter/menit, N2O 3liter/menit,
Volatil Sevoflurane 2 vol%
Monitor tanda – tanda vital pasien (nadi), saturasi oksigen,
tanda–tanda komplikasi (perdarahan, alergi obat, obstruksi jalan
nafas, nyeri)
Cek Vital Sign Setiap 15 menit
TIME SATURASI HEART RATE
10.30 98 130
10.45 97 145
11.00 88 152
11.15 87 138
11.30 89 140
Pada saat operasi dipasang selimut penghangat dan blood warmer untuk
mengjaga suhu tubuh pasien agar tidak hipotermi. Setelah operasi selesai gas
anestesi yang di pakai hanya Oksigen sebanyak 4 liter/menit. Selanjutnya
dilakukan ekstubasi tidur/bangun (deep/awake extubation), sebelumnya
dilakukan suction untuk membersihkan jalan napas. Oksigenisasi setelah
ekstubasi dengan cara di cuff sampai pasien memberikan respon gerak tangan
sebagai tanda bahwa pasien telah bangun dan jalan napas pasien telah aman.
Pasien diperbolehkan pindah ruang (keluar dari ruangan operasi) bila Aldrete
Score ≥ 8
8
D. POST-OPERASI
Setelah pasien dinilai dengan Aldrete Score dan didapatkan nilai Aldrete
Score ≤ 6, maka pasien dipindah ke HCU.
Infuse : Asering 20 gtt/menit
Antibiotik : sesuai TS bedah
Oksigenasi : 1-2 liter/menit
Puasa : 4 jam Post OP
Monitoring Post-operasi :
Nadi : 140 x/menit
9
E. FOLLOW UP PASCA OPERASI
1. Hari Pertama Beberapa Jam Post-Operasi (23 Desember 2013)
Pasien dirawat di ruang 3B kamar/bed 3
Pasien masih dipuasakan 4-6 jam/BU +
Pasien diberikan cairan infus asering 20 gtt/menit
Analgetik ketorolac 60 mg dan tramadol 100 mg diberikan perinfus dengan
cara didrip
Pasien diberikan antibiotik cefotaxim 1 gr (1x1) yang sebelumnya dilakukan
tes alergi dengan hasil (-)
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : TD = 170/83 mmHg
N = 86 x/menit
S = 36,3o C
R = 18 x/menit
F. PEMBAHASAN
1. Pre-Operatif
a. Anamnesa
b. Pemeriksaan Fisik
Berat badan : 47 kg
Nadi : 88 x/menit
Nafas : 16 x/menit
Suhu : 35,50 C
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kepala : DBN
Leher : DBN
10
Thoraks : DBN
Abdomen : DBN
Ekstremitas : DBN
Mallampati Score : gradasi II
Malampati score adalah suatu klasifikasi untuk menilai tampakan faring
pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan maksimal
Gradasi Pilar Faring Uvula Palatum Molle
1 terlihat terlihat terlihat
2 Tidak terlihat terlihat terlihat
3 Tidak terlihat Tidak terlihat terlihat
4 Tidak terlihat Tidak terlihat Tidak terlihat
c. Pemeriksaan Penunjang
Data tanggal 12 Desember 2013
- BT, CT : 2.00/4.00
- HB : 12,4 gr%
- HT, Trombosit, Leukosit : 30, 338.000, 7800
- Gula darah sewaktu : 114 mg/dl
- Ureum, kreatinin : 33/0,67
- SGOT, SGPT : 17 dan 10
- Na, K, Ca : 142, 49, 1,13
Kesimpulan : DBN
2. Anestesi : Ternilai ASA III
11
ASA (American Society of Anesthesiologists) merupakan suatu klasifikasi
untuk menilai kebugaran fisik seseorang.
3. Rencana Anestesi : Anestesi umum
Premedikasi dengan midazolam, ondansetron, dexametason
Loading cairan dengan asering untuk mengganti cairan puasa 6
jam pre-operasi, agar komposisi cairan pasien yang berkurang saat puasa
terpenuhi.
2. Durante Operatif
Teknik Anestesi : Anestesi umum
Obat Anestesi : Propofol, rokuronium, pethidin
Maitenance : Isoflurane, N2O, O2
Kebutuhan Cairan : 1 jam pertama : 623 cc
1 jam kedua : 449 cc
1 jam ketiga : 449 cc
Pada kasus ini pemilihan teknik anestesi yang dipilih adalah anestesi
umum yang dikarenakan pasien tegang dan merasa takut. Selain itu
pembedahan yang akan dilakukan di area kepala. Pada anestesi umum trias
anestesi dilakukan untuk menginduksi pasien dengan obat hipnotik sedasi,
analgetik dan pelemas otot. Disini pada obat hipnotik sedasi menggunakan
propofol.
Tinjauan Pustaka
ANESTESI UMUM
A. Definisi
12
Kata anestesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang
menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat
dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Anestesi berasal dari bahasa
Yunani an- "tidak, tanpa" dan aesthetos, "persepsi, kemampuan untuk merasa", secara
umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. (1,7). Anastesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). (2)
B. Keuntungan Anestesi Umum
Membuat pasien lebih tenang
Untuk operasi yang lama
Dilakukan pada kasus-kasus yang memiliki alergi terhadap agen anestesia
lokal
Dapat dilakukan tanpa memindahkan pasien dari posisi supine
(terlentang)
Dapat dilakukan prosedur penanganan (pertolongan) dengan cepat dan mudah
pada waktu-waktu yang tidak terprediksi
C. Kerugian Anestesi Umum
Membutuhkan pemantauan ekstra selama anestesi berlangsung
Membutuhkan mesin-mesin yang lengkap
Dapat menimbulkan komplikasi yang berat, seperti : kematian,
infark myokard, dan stroke
Dapat menimbulkan komplikasi ringan seperti : mual, muntah, sakit
tenggorokkan, sakit kepala. Resiko terjadinya komplikasi pada pasien dengan
anestesi umum adalah kecil, bergantung beratnya kormobit penyakit
pasiennya.
D. Indikasi Anestesi Umum
13
1. Infant & anak usia muda
2. Dewasa yang memilih anestesi ummum
3. Pembedahannya luas / eskstensif
4. Penderita sakit mental
5. Pembedahan lama
6. Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan
7. Riwayat penderita tksik / alergi obat anestesi local
8. Penderita dengan pengobatan antikoagulantia
E. Komplikasi Anestesi
1. Kerusakan Fisik
Kerusakan fisik yang dapat terjadi sebagai komplikasi anestesi antara lain:
pembuluh darah, dan intubasi
a. Pembuluh Darah
Benzodiazepin dan kanulasi vena yang lama lebih mungkin menyebabkan
tromboflebitis dan infeksi.
b. Intubasi
Kerusakan pada bibir, gusi, dan gigi geligi dapat terjadi pada intubasi trachea.
2. Pernapasan
Yang paling ditakuti adalah obstruksi saluran pernapasan akut selama atau
segera setelah induksi anestesi. Spasme Larynx dan penahanan napas dapat sulit
dibedakan serta dapat timbul sebagai respon terhadap anestesi yang ringan,
terutama jika saluran pernapasan dirangsang oleh uap anestesi iritan atau materi
asing yang mencakup sekresi dan kandungan asam lambung.
3. Kardiovaskuler
Komplikasi kardiovaskuler yang dapat terjadi antara lain hipotensi, hipertensi,
aritmia jantung, dan payah jantung. Hipotensi didefinisikan sebagai tekanan darah
14
systole kurang dari 70 mmHg atau turun lebih dari 25% dari nilai sebelumnya.
Hipotensi dapat disebabkan oleh hipovolemia yang diakibatkan oleh perdarahan,
overdosis obat anestetika, penyakit kardiovaskuler seperti infark miokard, aritmia,
hipertensi, dan reaksihipersensivitas obat induksi, obat pelumpuh otot, dan reaksi
transfusi.
Hipertensi dapat meningkat pada periode induksi dan pemulihan anestesi.
Komplikasi hipertensi disebabkan oleh analgesia dan hipnosis yang tidak adekuat,
batuk, penyakit hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi yang tidak adekuat.
Sementara faktor-faktor yang mencetuskan aritmia adalah hipoksia, hiperkapnia,
tindakan intubasi, gangguan elektrolit, dan pengaruh beberapa obat tertentu.
4. Hati
Penyebab hepatitis pasca bedah dapat disebabkan oleh halotan. Zat anestesi
mengurangi susunan kekebalan tubuh dan membuat pasien lebih mudah terkena
infeksi yang mencakup hepatitis virus. Anestesi Halotan berulang dalam interval
6 minggu mungkin harus dihalangi.
5. Suhu tubuh
Akibat venodilatasi perifer yang tetap ditimbulkan anestesi menyebabkan
penurunan suhu inti tubuh. Selama pembedahan yang lama, bisa timbul hipotermi
yang parah, yang menyebabkan pengembalian kesadaran tertunda, pernapasan
dan perfusi perifer tidak adekuat.
F. Komponen Anestesia
Komponen anestesia yang ideal (trias anestesi) terdiri dari : (1,2)
(1) Hipnotik, Hipnotik didapat dari sedatif, anestesi inhalasi (halotan, enfluran,
isofluran, sevofluran).
(2) Analgesia, Analgesia didapat dari N2O, analgetika narkotik, NSAID tertentu
15
(3) Relaksasi otot, Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus
otot sehingga akan mempermudah tindakan pembedahan.
G. Stadium Anestesia
Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter kedalam 4 stadium yaitu:
a) Stadium I (analgesi) dimuai dari saat pemberian zat anestetik sampai
hilangnya kesadaran pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah
dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan
seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar dapat dilakukan pada stadium ini.
b) Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran
dan refleksi bulu mata sampai pernapasan kembali teratur pada stadium ini
terlihat adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pasien
tertawa, berteriak, menangis, pernapasan tidak teratur, kadang-kadang apne
dan hiperpnu, tonus otot rangka meningkat, inkontinensia urin dan alvi dan
muntah. Stadium ini harus cepat dilewati karena dapat menyebabkan
kematian.
c) Stadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernapasan sampai
pernapasan spontan hilang. Stadium III dibagi menjadi 4 plana yaitu:
Plana I : pernapasan teratur dan spontan, dada dan perut seimbang, terjadi
gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil miosis, refleks cahaya
ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada dan belum
tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna.
Plana 2 : pernapasan teratur dan spontan, perut dan volume dada tidak
menurun, frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak terfiksasi ditengah,
pupil midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang dan
refleks laring hilang sehingga dapat dikerjakan intubasi.
16
Plana 3 : pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis,
lakrimasi tidak ada, pupil midriassis dan sentral, refleks laring dan peritoneum
tidak ada, relaksaai otot lurik hampir sempurna (tonus otot semakin menurun).
Plana 4 : pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis
total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sfingterani dan
kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot sangat
menurun).
d) Stadium IV (paralisis medulla oblongata) dimulai dengan melemahnya
pernapasan perut dibanding stadium III plana 4. Pada stadium ini tekanan
darah tidak dapat diukur, denyut jantung berhenti dan akhirnya terjadi
kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini tidak dapat diatasi
dengan pernapasan buatan.
H. Persiapan Pre-anestesia :
I. Persiapan mental dan fisik pasien
1. Anamnesis
- Identitas pasien, misalnya : nama, umur, alamat dan pekerjaan
- Riwayat penyakit yang sedang atau pernah diderita yang mungkin dapat
menjadi penyulit dalam anestesia seperti penyakit alergi, diabetes mellitus,
penyakit paru kronik, penyakit jantung dan hipertensi, penyakit hati dan
penyakit ginjal.
- Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin dapat
menimbulkan interaksi dengan obat-obat anestesi.
- Riwayat operasi dan anestesia yang pernah dialami, berapa kali dan selang
waktunya, serta apakah pasien mengalami komplikasi saat itu.
- Kebiasaan buruk sehari-hari yang dapat mempengaruhi jalannya anestesi
misalnya merokok, alkohool, obat-obat penenang atau narkotik.
2. Pemeriksaan fisik
17
- Tinggi dan berat badan untuk mmemperkirakan dosis obat, terapi cairan
yang diperlukan dan jumlah urin selama dan pasca bedah.
- Kesadaran umum, kesadaran, tanda-tanda anemia, tekanan darah, frekuensi
nadi, pola dan frekuensi pernafasan.
- Pemeriksaan saluran pernafasan; batuk-batuk, sputum, sesak nafas, tanda-
tanda sumbatan jalan nafas, pemakaian gigi palsu, trismus, persendian
temporo mandibula.
- Tanda-tanda penyakit jantung dan kardiovaskuler; dispnu atau ortopnu,
sianosis, hipertensi
- Abdomen untuk melihat adanya distensi, massa, asites yang dapat membuat
tekanan intra abdominal meningkat sehingga dapat menyebabkan regurgitasi.
3. Pemeriksaan laboratorium
- Darah : Hb, leukosit, golongan darah, hematokrit, masa pembekuan, masa
perdarahan, hitung jenis leukosit
- Urine : protein, reduksi, sedimen
- Foto thoraks
- EKG : terutama pada pasien diatas 40 tahun karena ditakutkan adanya
iskemia miokard
- Spirometri dan bronkospirometri pada pasien tumor paru
- Fungsi hati pada pasien ikterus
- Fungsi ginjal pada pasien hipertensi
- Analisa gas darah, elektrolit pada ileus obstruktif
II. Perencanaan anastesia
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar
pasien dalam keadaan bugar, sedangkan pada operasi cito penundaan yang tidak perlu
harus dihindari.
III. Merencanakan prognosis
18
Klasifikasi yang digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang berasal dari
The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi sebagai berikut :
ASA 1 : pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia
ASA 2 : pasien dengan penyakit sistemik ringan dan sedang
ASA 3 : pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas
ASA 4 : pasien dengan penyakit sistemik berat yang tak dapat melakukan aktivitas
rutin dan penyakit merupakan ancaman kehidupannya setiap saat
ASA 5 : pasien sekarat yang diperkirakan dangan atau tanpa pembedahan hidupnya
tidak akan lebih dari 24 jam
Pada bedah cito atau emergency biasanya dicantumkan huruf E.
IV. Persiapan pada hari operasi
Secara umum, persiapan pembedahan antara lain :
1. Pengosongan lambung : dengan cara puasa, memasang NGT. Lama
puasa pada orang dewasa kira-kira 6-8 jam, anak-anak 4-6 jam, bayi 2 jam
(stop ASI). Pada operasi darurat, pasien tidak puasa, maka dilakukan
pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.
2. Pengosongan kandung kemih
3. Informed consent ( Surat izin operasi dan anestesi).
4. Pemeriksaan fisik ulang
5. Pelepasan kosmetik, gigi palsu, lensa kontak dan asesori lainnya.
6. Premedikasi secara intramuskular ½ - 1 jam menjelang operasi atau
secaraintravena jika diberikan beberapa menit sebelum operasi
I. Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan
tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya :
Meredakan kecemasan dan ketakutan, misalnya diazepam
Memperlancar induksi anestesia, misalnya pethidin
19
Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus, misalnya sulfas atropindan
hiosin
Meminimalkan jumlah obat anestetik, misalnya pethidin
Mengurangi mual-muntah pasca bedah, misalnya ondansetron
Menciptakan amnesia, misalnya diazepam,midazolam
Mengurangi isi lambung
Mengurangi reflex yang membahayakan, misalnya tracurium, sulfas atropine
Obat-obat premedikasi dapat digolongkan seperti di bawah ini : (3)
1. Narkotik analgesic, misalnya morfin pethidin
2. Transqualizer yaitu dari golongan benzodiazepine, misalnya diazepam dan
midazolam. Diazepam dapat dberikan peroral 10-15 mg beberapa jam
sebelum induksi anesthesia
3. Barbiturat, misal pentobarbital, penobarbital, sekobarbital
4. Antikolinergik, misal atropine dan hiosin
5. Antihistamin, misal prometazine
6. Antasida, misal gelusil
7. H2 reseptor antagonis misalnya cimetidine dan ranitidine. Ranitidine
diberikan 150 mg 1-2 jam sebelum operasi
J. Persiapan Induksi Anestesi
Untuk persiapan induksi anestesi sebaiknya kita mempersiapkan STATICS :
S : Scope (stetoskop, laringoskop),
- Stetoskop : untuk mendengarkan suara paru dan jantung.
- Laringoskop : untuk membuka mulut dan membuat area mulut lebih luas
serta melihat daerah faring dan laring, mengidentifikasi epiglotis, pita
suara dan trakea.
Ada dua jenis laringoskop, yaitu:
20
a. Blade lengkung (Miller, Magill). Biasa digunakan pada laringoskopi
dewasa.
b. Blade lurus.
T : Tube (pipa endotraceal, LMA),
- Pipa Endotrakeal
Endotracheal tube mengantarkan gas anastetik langsung ke dalam trakea.
Endotracheal tube dikerjakan pada pasien yang memiliki kemungkinan
kontaminasi pada jalan nafas, posisi pembedahan yang sulit, pembedahan
di mulut atau muka dan pembedahan yang lama. (6)
- Laringeal mask airway (LMA)
Indikasi pemasangan LMA ialah sebagai alternatif dari ventilasi face mask
atau intubasi ET. Kontraindikasi pemasangan LMA pada pasien-pasien
dengan resiko aspirasi isi lambung dan pasien-pasien yang membutuhkan
dukungan ventilasi mekanik jangka waktu lama.
LMA terdiri dari 2 macam : :
1. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas.
2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan
lainnya pipa tambahanyang ujung distalnya berhubungan dengan
esofagus
A : Airway device (sarana aliran udara, misal sungkup muka, pipa oropharing),
- Alat bantu jalan napas orofaring (oropharyngeal airway)
21
Alat bantu jalan napas orofaring menahan pangkal lidah dari dinding
belakang faring. Alat ini berguna pada pasien yang masih bernapas
spontan, alat ini juga membantu saat dilakukan pengisapan lendir dan
mencegah pasien mengigit pipa endotrakheal (ETT) (7)
- Alat bantu napas nasofaring (nasopharyngeal airway)
Digunakan pada pasien yang menolak menggunakan alat bantu jalan napas
orofaring atau apabila secara tehnis tidak mungkin memasang alat bantu
jalan napas orofaring (misalnya trismus, rahang mengatup kuat dan cedera
berat daerah mulut).
- Sungkup muka (face mask) berguna untuk mengantarkan udara/gas
anastesi dari alat resusitasi atau system anestesi ke jalan nafas pasien.
T : Tape (plaster), Plester untuk memfiksasi pipa trakea setelah tindakan intubasi
I : Inducer (stilet/ forceps Magill),
Stilet (mandren) digunakah untuk mengatur kelengkungan pipa endotrakeal
sebagai alat bantu saat insersi pipa. Forseps intubasi (Mc gill) digunakan
untuk memanipulasi pipa endotrakeal nasal atau pipa nasogastrik melalui
orofaring.
C : Connection. Connection ialah hubungan antara mesin respirasi/anestesi
dengan sungkup muka, serta penghubung-penghubung yang lain,
S : Suction
Digunakan untuk membersihkan jalan napas dengan cara menyedot lendir,
ludah, dan lain-lainnya.
K. Induksi Anestesi
Induksi anestesi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya
stadium pembedahan yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan
anestesi untuk mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi.
Cara pemberian anestesi umum:
22
a. Parenteral (intramuscular/intravena). Digunakan untuk tindakan yang singkat atau
induksi anestesi. Untuk tindakan yang lama anestesi parenteral dikombinasikan
dengan cara lain.
- Anestesi intravena (4,5)
1. Propofol
Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak dengan jepekatan 1 % (1ml = 10
mg). suntikan intravena sering menyebabkan nyeri sehingga sebelumnya dapat
diberikan lidokain 1-2 mg/kg IV. Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis
rumatan 4-2 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif
0,2mg/kg.Propofol dapat menurunkan tekanan darah selama induksi anestesi
karena menurunnya resistensi arteri perifer dan venodilatasi.
2. Ketamin
Ketamin mempunyai sifat analgesic dan anestetik. Ketamin sering
menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersaliva, nyeri kepala, dan mual muntah.
Dosis bolus iuntuk induksi intravena ialah 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular 3 –
10 mg.
3. Tiopental
Tiopental hanya dapat digunakan secara intravena dengan dosis 3-7 mg/kg.
Larutan ini sangat berifat alkalis sehinga dapat menyebabkan nekrosis jaringan
bila keluar dari vena.
4. Opioid (morfin, fentanil, petidin, sufentanil)
Opioid tidak mengganggu kardiovaskuler, sehingga digunakan untuk induksi
pasien dengan kelainan jantung. Untuk anestesi digunakan fentanil dosis induksi
20-50 mg/kg dilanjutkan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/ menit
- Anestesi intramuscular
23
Hanya ketamin yang dapat diberikan secara intramuscular.
b. Per rektal
Dapat dipakai pada anak untuk induksi anestesi atau tindakan singkat. Yang
termasuk induksi per rektal adalah tiopental atau midazolam. Midazolam
memiliki kontraindikasi dengan glaukoma sudut sempit akut, miastenia gravis,
syok atau koma, intoksikasi alkohol akut dengan depresi tanda- tanda vital, bayi
prematur. Efek samping dapat menyebabkan kejadian- kejadian kardiorespirasi,
fluktuasi pada tanda- tanda vital.
c. Anestesi inhalasi yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi
yang mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetik melalui udara
pernafasan. Zat anestetik yang digunakan berupa campuran gas (dengan O2) dan
konsentrasi zat anestetik tersebut tergantung dari tekanan parsialnya. Tekanan
parsial dalam jaringan otak akan menentuka kekuatan daya anestesi. Zat anestetik
disebut kuat bila dengan tekanan parsial yang rendah sudah dapat member
anestesi yang adekuat.
- N2O (nitrous oksida) gas ini bersifat anestetik lemah,. Pemberian anestesi
dengan N2O harus disertai O2 minimal 25 % untuk menghindari hipoksia
difusi.
- Halotan, halotan sering dikombinasikan dengan N2O. pada nafas spontan
rumatan anestesi sekitar 1-2 vol % dan pada afas kendali sekitar 0,5 – 1 vol %.
Kontraindikasi pemakaian halotan adalah penderita gangguan hepar, pernah
dapat halotan dalam waktu kurang 3 bulan atau pasien yang terlalu gemuk.
- Enfluran, pada EEG dapat menimbulkan tanda-tanda epileptic. Enfluran lebih
iritatik dibanding halotan.
- Isofluran, isofluran dapat meninggikan aliran darah otak dan tekanan
intracranial, serta efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal.
24
- Sevofluran, sevofluran memiliki efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil
dan jarang menyebabkan aritmia. Setelah pemberian dihhentikan sevofluran
cepat dikeluarkan oleh tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR . Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009; 2 : 29-96.
2. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, Anestesiologi. Jakarta: Bagian
Anestesiologi dan terapi Intensif FKUI
3. Wirdjoatmodjo, K. Anestesiologi dan Reaminasi Modul Dasar untuk Pendidikan
S1 Kedokteran. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. 2000.
4. Handoko, Tony. Anestetik Umun. Dalam : Farmakalogi dan Terapi FKUI. Edisi
4. Jakarta : Gaya Baru. 1995.
5. Mansjoer A, Suprohaita, dkk. Ilmu Anestesi. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran
FKUI. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius. 2002.
6. Desai, A. General Considerations.
http://emedicine.medscape.com/article/1271543-overview#showall. Accesed in
June 24, 2012
7. Edward Morgan et al. Clinical Anesthesiology. Fourth Edition. McGraw-
HillCompanies. 2006