Download - preskes ruptur bulbi
Presentasi Kasus
RUPTUR BULBI
Oleh:
M. Arief Syaifuddin (G9911112090)
Gilar Rizki Aji Pradana (G9911112072)
Yohana Endrasari (G9911112146)
Agatha Dinar (G9911112006)
Pembimbing :
dr. Rita Hendrawati, Sp.M
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2012
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. W
Umur : 70 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pencari kayu
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 24 Oktober 2012
Tanggal Pemeriksaan : 28 Oktober 2012
II. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama
Mata nyeri karena terkena kayu
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh mata nyeri karena terkena kayu pada mata
kanannya. Kurang lebih 1 hari SMRS pasien terkena kayu pada mata
kanannya. Dari mata kanan keluar cairan bercampur darah, hanya
sebentar, dalam jumlah sedikit kemudian berhenti. Pasien merasakan nyeri
pada mata kanannya. Pasien juga merasa pandangannya kabur, pusing (-),
cekot-cekot (-), mata merah (+). Pasien merasa ada sesuatu yang
mengganjal dan menusuk pada mata kanannya.
Setelah terkena kayu, pasien dibawa ke Puskesmas, kemudian
diberi obat minum, kemudian dirujuk ke RSDM.
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
1. Riwayat hipertensi : (+) sejak 1 tahun yang lalu, tidak
terkontrol
2. Riwayat penyakit jantung : disangkal
3. Riwayat diabetes mellitus : disangkal
1
4. Riwayat mondok : disangkal
5. Riwayat asma : disangkal
6. Riwayat alergi : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat Asma : (-) Disangkal
2. Riwayat Alergi : (-) Disangkal
3. Riwayat OAT : (-) Disangkal
4. Riwayat Hipertensi : (-) Disangkal
5. Riwayat Jantung : (-) Disangkal
6. Riwayat DM : (-) Disangkal
E. Riwayat Sosial dan Ekonomi
Pasien adalah seorang perempuan berusia 70 tahun yang bekerja
sebagai pencari kayu. Pasien dirawat di RSDM dengan fasilitas
jamkesmas.
F. Kesimpulan Anamnesis
OD
Proses Trauma
Lokalisasi Kornea
Sebab Trauma
Perjalanan Akut
Komplikasi Belum ditemukan
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Derajat kesadaran : Kompos mentis
Status gizi : Gizi kesan kurang
2
B. Tanda Vital
Keadaan umum : Kompos mentis, sakit sedang, gizi kesan kurang
Status gizi : kesan gizi kurang
Tensi : 140/70 mmHg
Nadi : 96 x/menit, reguler, isi tegangan cukup, simetris
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,6oC (per axiler)
C. Pemeriksaan subyektif OD OS
Visus sentralis jauh 1/300 >3/60
Pinhole tidak dilakukan tidak dilakukan
Koreksi non koreksi non koreksi
Refraksi non refraksi non refraksi
Visus Perifer
Konfrontasi test tidak dilakukan tidak dilakukan
D. Pemeriksaan Obyektif
Sekitar mata
Tanda radang ada tidak ada
Luka tidak ada tidak ada
Parut tidak ada tidak ada
Kelainan warna Hiperemis tidak ada
Kelainan bentuk tidak ada tidak ada
Supercilium
Warna hitam hitam
Tumbuhnya normal normal
Kulit sawo matang sawo matang
Geraknya dalam batas normal dalam batas normal
Pasangan Bola Mata dalam Orbita
Heteroforia tidak ada tidak ada
Strabismus tidak ada tidak ada
3
Pseudostrabismus tidak ada tidak ada
Exophtalmus tidak ada tidak ada
Enophtalmus tidak ada tidak ada
Anopthalmus tidak ada tidak ada
Ukuran bola mata
Mikrophtalmus tidak ada tidak ada
Makrophtalmus tidak ada tidak ada
Ptisis bulbi tidak ada tidak ada
Atrofi bulbi tidak ada tidak ada
Buftalmus tidak ada tidak ada
Megalokornea tidak ada tidak ada
Gerakan Bola Mata
Temporal superior normal normal
Temporal inferior normal normal
Temporal normal normal
Nasal normal normal
Nasal superior normal normal
Nasal inferior normal normal
Kelopak Mata
Gerakannya dalam batas normal dalam batas normal
Lebar rima 10 mm 10 mm
Blefarokalasis tidak ada tidak ada
Tepi kelopak mata
Oedem tidak ada tidak ada
Margo intermarginalis tidak ada tidak ada
Hiperemis ada tidak ada
Entropion tidak ada tidak ada
Ekstropion tidak ada tidak ada
Sekitar saccus lakrimalis
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
4
Sekitar Glandula lakrimalis
Odem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Tekanan Intra Okuler
Palpasi menurun normal
Tonometer Schiotz tidak dilakukan tidak dilakukan
Konjungtiva
Konjungtiva palpebra
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis ada tidak ada
Sikatrik tidak ada tidak ada
Konjungtiva Fornix
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis ada tidak ada
Sikatrik tidak ada tidak ada
Konjungtiva Bulbi
Pterigium tidak ada tidak ada
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis ada tidak ada
Sikatrik tidak ada tidak ada
Injeksi siliar tidak ada tidak ada
Caruncula dan Plika Semilunaris
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis ada tidak ada
Sikatrik tidak ada tidak ada
Sklera
Warna merah putih
Penonjolan tidak ada tidak ada
Cornea
Ukuran 12 mm 12 mm
5
Limbus keruh keruh
Permukaan tampak korpal rata, mengkilap
tampak robekan 2/3 inferior
tidak rata,
mengkilap
Sensibilitas normal normal
Medium dalam batas normal dalam batas normal
Belakang dalam batas normal dalam batas normal
Keratoskop (Placido) tidak dilakukan tidak dilakukan
Fluoresin Test tidak dilakukan tidak dilakukan
Kamera Okuli Anterior
Isi jernih jernih
Kedalaman dangkal dalam
Iris
Warna sulit dievaluasi coklat
Gambaran sulit dievaluasi spongious
Bentuk sulit dievaluasi bulat
Sinekia Anterior sulit dievaluasi tidak ada
Sinekia Posterior sulit dievaluasi tidak ada
Pupil
Ukuran sulit dievaluasi 3 mm
Bentuk sulit dievaluasi bulat
Tempat sulit dievaluasi sentral
Reflek direct sulit dievaluasi (+)
Reflek indirect sulit dievaluasi (+)
Reflek konvergensi sulit dievaluasi (+)
Lensa
Ada/tidak sulit dievaluasi ada
Kejernihan sulit dievaluasi jernih
Letak sulit dievaluasi sentral
Shadow test sulit dievaluasi (-)
6
Corpus vitreum
Kejernihan tidak dilakukan tidak dilakukan
E. Kesimpulan Pemeriksaan
OD OS
Visus sentralis jauh 1/300 >3/60
Pinhole tidak dilakukan tidak dilakukan
Koreksi non-correction non-correction
Refraksi non-refraksi non-refraksi
Visus sentralis dekat tidak dilakukan tidak dilakukan
Sekitar mata Hiperemis dalam batas normal
Supercilium dalam batas normal dalam batas normal
Pasangan bola mata dalam batas normal dalam batas normal
dalam orbita
Ukuran bola mata dalam batas normal dalam batas normal
Gerakan bola mata dalam batas normal dalam batas normal
Kelopak mata hiperemis dalam batas normal
Sekitar saccus lakrimalis hiperemis dalam batas normal
Sekitar glandula lakrimalis hiperemis dalam batas normal
Tekanan Intra Okuler menurun dalam batas normal
Konjunctiva bulbi pterigium (-) pterigium(-)
Sklera hiperemis dalam batas normal
Kornea
Arcus senilis (+) (+)
Camera oculi anterior
Kedalaman dangkal dalam batas normal
Iris sulit dievaluasi dalam batas normal
Pupil sulit dievaluasi dalam batas normal
7
LensaKejernihan sulit dievaluasi jernih
Letak sulit dievaluasi sentral
Shadow test (-) (-)
Corpus vitreum tidak dilakukan tidak dilakukan
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium, tanggal 24 Oktober 2012
1. Hematologi
Hb
Hct
Leukosit
Eritrosit
Trombosit
Golongan darah ABO
2. Indeks Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
HDW
MPV
PDW
3. Hitung Jenis
Eosinofil
Basofil
Netrofil
Limfosit
11,6
34
7,2
4,59
214
A
73,9
25,3
34,2
15,5
2,8
6,6
46
2,60
0,20
77,60
14,70
12.0 – 15.6
33 – 45
4.5 – 11.0
4.10 – 5.10
150 – 450
80,0 - 96,0
28,0 – 33,0
33,0 – 36,0
11,6 – 14,6
2,2 – 3,2
7,2 – 11,1
25 - 65
0,00-4,00
0,00-2,00
55,00-80,00
22,00-44,00
8
Monosit
LUC/AMC
4. Hemostasis
PT
APTT
4,30
0,70
13,0
33,1
0,00-7,0
-
10,0-15,0
20,0-40,0
V. DIAGNOSIS KERJA
OD Ruptur Kornea
VI. PENATALAKSANAAN
1. IVFD RL 20 tpm
2. Injeksi cefotaxime 1 gr/12 jam
3. Injeksi dexamethasone 1 amp/8 jam
4. Cravit eye drops 8 gtt 1
VII. PLANNING
- Toilet luka dengan GA
- Konsul jantung
- Konsul anestesi
- Foto thorax
- EKG
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad sanam : dubia
Ad fungsionam : dubia
9
IX. GAMBAR
Follow Up 28 Oktober 2012
I. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Derajat kesadaran : Kompos mentis
Status gizi : Gizi kesan kurang
B. Tanda Vital
Keadaan umum : Kompos mentis, sakit sedang, gizi kesan kurang
Status gizi : kesan gizi kurang
C. Pemeriksaan subyektif OD OS
Visus sentralis jauh 1/300 >3/60
Pinhole tidak dilakukan tidak dilakukan
Koreksi non koreksi non koreksi
Refraksi non refraksi non refraksi
Visus Perifer
Konfrontasi test tidak dilakukan tidak dilakukan
D. Pemeriksaan Obyektif
Sekitar mata
10
Tanda radang tidak ada tidak ada
Luka tidak ada tidak ada
Parut tidak ada tidak ada
Kelainan warna tidak ada tidak ada
Kelainan bentuk tidak ada tidak ada
Supercilium
Warna hitam hitam
Tumbuhnya normal normal
Kulit sawo matang sawo matang
Geraknya dalam batas normal dalam batas normal
Pasangan Bola Mata dalam Orbita
Heteroforia tidak ada tidak ada
Strabismus tidak ada tidak ada
Pseudostrabismus tidak ada tidak ada
Exophtalmus tidak ada tidak ada
Enophtalmus tidak ada tidak ada
Anopthalmus tidak ada tidak ada
Ukuran bola mata
Mikrophtalmus tidak ada tidak ada
Makrophtalmus tidak ada tidak ada
Ptisis bulbi tidak ada tidak ada
Atrofi bulbi tidak ada tidak ada
Buftalmus tidak ada tidak ada
Megalokornea tidak ada tidak ada
Gerakan Bola Mata
Temporal superior normal normal
Temporal inferior normal normal
Temporal normal normal
Nasal normal normal
Nasal superior normal normal
Nasal inferior normal normal
11
Kelopak Mata
Gerakannya dalam batas normal dalam batas normal
Lebar rima 10 mm 10 mm
Blefarokalasis tidak ada tidak ada
Tepi kelopak mata
Oedem tidak ada tidak ada
Margo intermarginalis tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Entropion tidak ada tidak ada
Ekstropion tidak ada tidak ada
Sekitar saccus lakrimalis
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Sekitar Glandula lakrimalis
Odem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Tekanan Intra Okuler
Palpasi menurun normal
Tonometer Schiotz tidak dilakukan tidak dilakukan
Konjungtiva
Konjungtiva palpebra
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis ada tidak ada
Sikatrik tidak ada tidak ada
Konjungtiva Fornix
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis ada tidak ada
Sikatrik tidak ada tidak ada
Konjungtiva Bulbi
Pterigium tidak ada tidak ada
Oedem tidak ada tidak ada
12
Hiperemis ada tidak ada
Sikatrik tidak ada tidak ada
Injeksi siliar tidak ada tidak ada
Caruncula dan Plika Semilunaris
Oedem tidak ada tidak ada
Hiperemis tidak ada tidak ada
Sikatrik tidak ada tidak ada
Sklera
Warna merah putih
Penonjolan tidak ada tidak ada
Cornea
Ukuran 12 mm 12 mm
Limbus keruh keruh
Permukaan tampak jahitan rata, mengkilap
2/3 inferior
tidak rata,
mengkilap
Sensibilitas normal normal
Medium dalam batas normal dalam batas normal
Belakang dalam batas normal dalam batas normal
Keratoskop (Placido) tidak dilakukan tidak dilakukan
Fluoresin Test tidak dilakukan tidak dilakukan
Kamera Okuli Anterior
Isi jernih jernih
Kedalaman dangkal dalam
Iris
Warna sulit dievaluasi coklat
Gambaran sulit dievaluasi spongious
Bentuk sulit dievaluasi bulat
Sinekia Anterior sulit dievaluasi tidak ada
Sinekia Posterior sulit dievaluasi tidak ada
13
Pupil
Ukuran sulit dievaluasi 3 mm
Bentuk sulit dievaluasi bulat
Tempat sulit dievaluasi sentral
Reflek direct sulit dievaluasi (+)
Reflek indirect sulit dievaluasi (+)
Reflek konvergensi sulit dievaluasi (+)
Lensa
Ada/tidak sulit dievaluasi ada
Kejernihan sulit dievaluasi jernih
Letak sulit dievaluasi sentral
Shadow test sulit dievaluasi (-)
Corpus vitreum
Kejernihan tidak dilakukan tidak dilakukan
E. Kesimpulan Pemeriksaan
OD OS
Visus sentralis jauh 1/300 >3/60
Pinhole tidak dilakukan tidak dilakukan
Koreksi non-correction non-correction
Refraksi non-refraksi non-refraksi
Visus sentralis dekat tidak dilakukan tidak dilakukan
Sekitar mata dalam batas normal dalam batas normal
Supercilium dalam batas normal dalam batas normal
Pasangan bola mata dalam batas normal dalam batas normal
dalam orbita
Ukuran bola mata dalam batas normal dalam batas normal
Gerakan bola mata dalam batas normal dalam batas normal
14
Kelopak mata hiperemis dalam batas normal
Sekitar saccus lakrimalis hiperemis dalam batas normal
Sekitar glandula lakrimalis hiperemis dalam batas normal
Tekanan Intra Okuler menurun dalam batas normal
Konjunctiva bulbi pterigium (-) pterigium(-)
Sklera hiperemis dalam batas normal
Kornea
Arcus senilis (+) (+)
Camera oculi anterior
Kedalaman dangkal dalam batas normal
Iris sulit dievaluasi dalam batas normal
Pupil sulit dievaluasi dalam batas normal
LensaKejernihan sulit dievaluasi jernih
Letak sulit dievaluasi sentral
Shadow test (-) (-)
Corpus vitreum tidak dilakukan tidak dilakukan
II. DIAGNOSIS
OD Ruptur Bulbi
III. PENATALAKSANAAN
1. Injeksi cefotaxime 1 gr/12 jam
2. Injeksi dexamethasone 1 amp/8 jam
3. Cravit eyedrop 6 dd gtt 1
4. Gentamycin eyedrop 6 dd gtt 1
IV. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad sanam : dubia
15
Ad fungsionam : dubia
V. GAMBAR
16
TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi dan Fisiologi
A. Kornea
Kornea adalah selaput bening mata yang dapat tembus cahaya,
dan merupakan jaringan penutup bola mata sebelah depan yang terdiri
dari :
1. Epitel, terdiri dari 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih. Satu lapis sel basal, sel polygonal, dan sel gepeng.
2. Membrane Bowman, merupakan kolagen yang tersusun tidak
teratur seperti stroma. Membrane Bowman ini terletak di bawah
membrane basal epitel kornea.
3. Stroma, terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang
sejajar satu dengan yang lainnya.
4. Membrane descement, merupakan membrane aseluler, bersifat
sangat elastik.
5. Endotel, yang berasal dari mesotelium, berlapis satu, berbentuk
heksagonal.
Kornea disarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal
dari saraf siliar longus dan saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar
longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma kornea,
menembus membrane bowman melepaskan selubung schwannya.
Daya regenerasi saraf sesudah dipotong didaerah limbus terjadi dalam
waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan
mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga
dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Kornea merupakan
tempat pembiasan sinar terkuat, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri
pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.
Fisiologi Kornea
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang
dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya
17
disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgenes.
Deturgenes, atau keadaan dehidrasi relative jaringan kornea
dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh
fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel
dalam mekanisme dehidrasi dan cidera kimiawi atau fisik pada endotel
jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel
menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan.
Sebaliknya cedera pada epitel hanya menyebabkan edema lokal stroma
kornea sesaat yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu telah
beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea akan
mengkibatkan film air mata akan menjadi hipertonik; proses itu dan
penguapan langsung adalah faktor-faktor yang yang menarik air dari
stroma kornea superfisialis untuk mempertahankan keadaan
dehidrasi .
Penetrasi kornea utuh oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut
lemak dapat melalui epitel utuh, dan substansi larut air dapat melalui
stroma yang utuh. Karenanya agar dapat melalui kornea, obat harus
larut lemak dan larut air sekaligus
B. Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran yang tipis dan transparan yang
melapisi permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis)
dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Arteri
konjungtiva berasal dari arteri cilliaris anterior dan arteria palpebralis.
Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas, dan bersama banyak
vena konjungtiva membentuk jaring-jaring vaskular konjungtiva yang
sangat banyak. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan
oftalmik pertama nervus V. Saraf ini memiliki serabut nyeri yang
relatif sedikit. Berikut ini adalah gambar anatomi konjungtiva:
18
Fungsi dari konjungtiva adalah memproduksi air mata,
menyediakan kebutuhan oksigen ke kornea ketika mata sedang terbuka
dan melindungi mata dengan mekanisme pertahanan nonspesifik yang
berupa barier epitel, aktivitas lakrimasi, dan menyuplai darah. Selain
itu, terdapat pertahanan spesifik berupa mekanisme imunologis seperti
sel mast, leukosit, adanya jaringan limfoid pada mukosa tersebut dan
antibodi dalam bentuk IgA.
Pada konjungtiva terdapat beberapa jenis kelenjar yang dibagi
menjadi dua grup besar yaitu:
1. Penghasil musin
a. Sel goblet; terletak dibawah epitel dan paling banyak
ditemukan pada daerah inferonasal.
b. Crypts of Henle; terletak sepanjang sepertiga atas dari
konjungtiva tarsalis superior dan sepanjang sepertiga bawah
dari konjungtiva tarsalis inferior.
c. Kelenjar Manz; mengelilingi daerah limbus.
2. Kelenjar asesoris lakrimalis. Kelenjar asesoris ini termasuk
kelenjar Krause dan kelenjar Wolfring. Kedua kelenjar ini
terletak dalam dibawah substansi propria.
19
Pada sakus konjungtiva tidak pernah bebas dari
mikroorganisme namun karena suhunya yang cukup rendah, evaporasi
dari cairan lakrimal dan suplai darah yang rendah menyebabkan
bakteri kurang mampu berkembang biak. Selain itu, air mata bukan
merupakan medium yang baik.
C. Lensa Mata
Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris yang
terdiri dari zat tembus cahaya yang dapat menebal dan menipis pada
saat terjadi akomodasi. Lensa berbentuk cakram bikonveks dan terletak
di dalam bilik mata belakang. Pada keadaan normal, cahaya atau
gambar yang masuk akan diterima oleh lensa mata, kemudian akan
diteruskan ke retina, selanjutnya rangsangan cahaya atau gambar tadi
akan diubah menjadi sinyal / impuls yang akan diteruskan ke otak
melalui saraf penglihatan dan akhirnya akan diterjemahkan sehingga
dapat dipahami.
Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk
serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa membentuk serat lensa
secara terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya seat di
bagian sentral sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral
lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat
lensa yang paling tua. Di bagian luar nukleus terdapat serat yang lebih
muda disebut korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan
nukleus disebut korteks anterior, sedangkan yang di belakang nukleus
disebut korteks posterior. Nukleus memiliki konsistensi yang lebih
keras dibandingkan korteks. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat
Zonula Zinn yang menggantungkan lensa di seluruh equatornya pada
badan siliar.
Secara fisiologik, lensa memiliki sifat tertentu:
1. Kenyal atau lentur karena memegang peranan penting dalam
akomodasi untuk menjadi cembung
2. Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan
20
3. Terletak di tempatnya
Keadaan patologik lensa dapat berupa:
1. Kekenyalan berkurang pada orang tua sehingga mengakibatkan
presbiopi
2. Keruh atau disebut katarak
3. Tidak berada di tempatnya atau subluksasi atau luksasi
II. Trauma Kornea
Trauma kornea adalah segala bentuk perlukaan yang mengenai
kornea, yang menyebabkan kerusakan baik sebagian maupun keseluruhan
lapisan kornea. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau
menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata, mulai dari erosi kornea,
laserasi sampai perforasi kornea.
Erosi kornea
Erosi kornea merupakan keadaan terlepasnya epitel kornea yang
disebabkan trauma tumpul ataupun tajam pada kornea. Defek pada epitel
kornea memudahkan kuman menyerang kornea sehingga mengakibatkan
terjadinya infeksi sekunder. Erosi kornea sering kali diawali dengan
trauma pada mata. Segera sesudah trauma atau masuknya benda asing,
penderita akan merasa sakit sekali, akibat erosi merusak kornea yang
mempunyai serat sensibel yang banyak, mata menjadi berair, fotofobia dan
penglihatan akan terganggu oleh media yang keruh. Dapat pula disertai
dengan blefarospasme, yaitu kelopak mata menjadi kaku dan sulit dibuka.
Kornea memiliki sifat penyembuhan yang luar biasa. Epitel yang
berdekatan dapat mengembang untuk mengisi daerah yang luka, biasanya
dalam waktu 24-48 jam. Lesi yang murni pada epitel sering sembuh
dengan cepat dan tanpa jaringan parut, sementara lesi yang menembus
hingga lapisan Bowman lebih cenderung meninggalkan bekas luka
permanen.
Penegakkan diagnosis pada kasus erosi kornea dapat dilakukan
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik terutama pada mata, serta
21
pemeriksaan tambahan seperti tes fluoresein. Kertas tes fluoresein dapat
digunakan untuk mengetahui adanya kerusakan pada kornea.
Laserasi kornea
Laserasi kornea adalah luka pada keseluruhan tebal dinding konea
yang disebabkan oleh benda tajam. Bila sampai terjadi robekan kornea,
akan terjadi pengeluaran isi bola mata dimulai dari lapisan yang paling
depan. Keluarnya bagian bola mata di sebut dengan prolaps. Bila yang
keluar iris maka disebut prolaps iris. Robekan kornea bila sembuh akan
menimbulkan sikatrik yang disebut Lekoma cornea, apabila iris ikut
melekat kea rah cornea karena proses penyembuhan disebut lekoma
adheren. Synechia anterior yang terjadi dapat menyebabkan aliran aquos
terganggu, menyebabkan glaucoma sekunder. Kenaikan TIO yang terjadi
selama proses penyembuhan akan di teruskan ke seluruh penjuru, karena
bagian lekoma paling lemah, maka peningkatan TIO menimbulkan
penonjolan disebut stapyloma cornea.
Penatalaksanaan laserasi berdasarkan beratnya laserasi dan
komplikasi:
Laserasi kornea kecil
Tidak membutuhkan penjahitan karena bisa menyembuh sempurna
atau dengan bantuan lensa kontak yang seperti perban lembut.
Laserasi kornea ukuran medium
Biasanya membutuhkan jahitan terutama jika COA datar. COA yang
datar dapat kembali berubah semula secara spontan jika kornea telah
dijahit, jika tidak, harus dikembalikan dengan solusio garam
seimbang. Bandage contanct lens post operatif juga berguna selama
beberapa hari untuk meyakinkan bahwa COA tetap dalam.
Laserasi kornea dengan inkarserasi iris
Manajemen tergantung dari durasi dan luasnya inkarserasi.
Kebocoran kecil dari inkarserasi yang baru terjadi dapat digantikan
22
oleh konstriksi pupil dengan intrakamera Miochol. Inkarserasi iris
yang besar harus di absisi terutama jika iris terlihat non-viabel.
Laserasi tanpa prolaps jaringan1
Jika bola mata ditembus dari depan tanpa adanyabukti prolaps
intraocular dan jika lukanya bersih dan kelihatan bebas dari
kontaminasi,biasanya dapat diperbaiki dengan jahitan interrupted
menggunakan benang silk ataucatgut. Bekuan darah dapat dibersihkan
dengan mudah dari bilik depan dengan irigasikemudian bilik di
bentuk kembali setelah kornea diperbaiki dengan injeksi dari larutan
salin atau air. Midriatik sebaiknya diberikan dan larutan antibiotic
harus dimasukkan kedalam kantung konjungtiva lalu pinggir mata
diplester. Pasien harus tirah baring untuk beberapa hari dan antibiotik
sistemik diberikan untuk mengurangi infeksi intraocular.
Laserasi dengan prolaps1
Jika sebagian kecil dari iris prolaps melalui luka, maka harusdipegang
dengan forsep dan dipotong tepat pada batas luka. Jaringan uvea
dalam jumlah yang sedikit juga dapat dibuang dengan cara yang
sama.Luka harus ditutup dengan carayang sama seperti menutup luka
pada laserasi tanpa prolaps. Jika jaringan uveamengalami cedera,
maka ophtalmia simpatetik kemungkinan akan muncul.Jika lukanya
luas dan kehilangan isi intraocular berat sehingga prognosis fungsi
mataburuk, maka eviserasi dan enukleasi diindikasikan sebagai
prosedur pembedahan utama.
Laserasi kornea dengan kerusakan lensa
Diterapi dengan menjahit laserasi dan memindahkan lensa dengan
phacoemulsification atau dengan vitreus cutter jika vitreus terlibat.
Laserasi sklera anterior yang tidak melewati bagian posterior
terhadap insersi otot ekstraokular mempunyai prognosis yang lebih baik
dari pada lesi yang lebih posterior dan melibatkan retina. Luka pada sklera
anterior dapat berhubungan dengan komplikasi serius seperti prolaps uvea
dan inkarserasi vitreus. Inkarserasi vitreus meskipun dengan manajemen
23
yang tepat, dapat menimbulkan traksi vitreoretina dan ablasio retina.
Setiap usaha harus dikerjakan untuk reposit jaringan uvea viabel yang
terekspos dan memotong vitreus yang prolaps.
III. Ruptur Bulbi
A. Definisi
Ruptur bulbi didefinisikan sebagai putusnya integritas dari
membran luar mata; dalam kondisi akut, cedera yang mengenai seluruh
lapis kornea atau sklera juga termasuk dalam cedera bulbi terbuka
(Doyle, 2009).
B. Etiologi
1. Cedera tumpul pada kecelakan kendaraan bermotor, olahraga, atau
trauma lain.
2. Penetrasi atau perforasi bulbi, akibat luka tembak dan tusuk,
kecelakaan pada tempat kerja, dan kecelakaan lain yang melibatkan
proyektil atau benda tajam.
(Acerra, 2012)
C. Patofisiologi
Ruptur bulbi dapat terjadi ketika suatu benda tumpul
membentur orbita, menekan bulbi pada aksis anterior-posterior yang
menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler pada sebuah titik
dimana sclera dapat menjadi robek. Ruptur dari trauma tumpul sering
terjadi pada tempat dimana sclera mempunyai lapisan paling tipis,
pada insersi musculus ekstraokuler, pada limbus, dan pada tempat
dimana sebelumnya pernah dilakukan tindakan bedah intraokuler.
Benda tajam atau benda tertentu yang membentur bulbi dengan
kecepatan tinggi dapat langsung membuat perforasi bulbi. Benda asing
berukuran kecil dapat menembus bulbi, dan tertinggal didalam bulbi.
Kemungkinan ruptur bulbi perlu dipertimbangkan dan diperhatikan
selama pemeriksaan pada semua jenis trauma orbita tumpul dan
24
tembus, juga pada kasus yang melibatkan proyektil berkecepatan
tinggi yang kemungkinan menimbulkan penetrasi okuler (Acerra,
2012).
D. Diagnosis
Gejala Klinis
1. Nyeri mata yang hebat
2. Penurunan ketajaman penglihatan
3. Keluar cairan atau darah dari mata
4. Riwayat trauma, jatuh, atau adanya benda asing yang masuk
kedalam bulbi.
(Gerstenblith dan Rabinowitz, 2012; Schueler et al., 2011)
Gejala lainnya dari ruptur bulbi:
1. Nyeri wajah
2. Pembengkakan wajah, di sekitar mata
3. Mata yang memar
4. Penglihatan ganda, ketika melihat keatas
5. Pupil abnormal
6. Gejala hifema; perdarahan di dalam mata, darah menutup pupil
7. Mata merah; perdarahan menutup conjunctiva bulbi
(Schueler et al., 2011).
Pemeriksaan Fisik
1. Laserasi seluruh lapisan sklera atau kornea, subconjunctiva
hemoragik berat (terutama seluruh conjunctiva bulbi), COA yang
dalam atau dangkal jika dibandingkan dengan mata kontralateral,
pupil yang runcing atau ireguler, iris TIDs, material lensa maupun
vitreous di COA, benda asing atau katarak pada lensa, atau
keterbatasan gerakan ekstraokuler. Isi intraiokuler dapat berada di
luar bulbi.
2. Tekanan intraokuler yang rendah (walaupun dapat pula normal
atau meningkat, tapi jarang(, iridodyalisis, hifema, ekimosis
25
periorbital, vitreous hemoragik, dislokasi atau subluksasi lensa, dan
TON. Commotio retinae, ruptur koroid, dan putusnya retina dapat
dijumpai namun sering disamarkan oleh vitreous hemoragik
(Gerstenblith dan Rabinowitz, 2012)
Jika ruptur bagian anterior, dapat mudah dikenali dengan COA
yang dangkal atau mendatar dan pupil umumnya berpindah kearah
lokasi penetrasi. Pembengkakan dan kekeruhan lensa dapat timbul
(katarak traumatik), perdarahan pada COA (hifema) dan badan
vitreous (vitreous hemoragik) dapat timbul. Hipotonus dari bulbi akan
timbul pada ruptur bulbi. Pada ruptur bulbi posterior, hanya tanda tidak
langsung yang akan muncul, seperti tekanan intaokuler yang rendah,
dan asimetri kedalaman COA (John, 2011).
26
Pemeriksaan
Langkah pemeriksaan fisik:
1. Terkadang diagnosis ruptur bulbi jelas. Mata terlihat tidak
beraturan dengan jaringan uvea prolaps keluar kearah anterior dari
luka skleral atau korneal. Terkadang, benda asing masih dapat
ditemukan ketika pasien datang ke IGD.
27
2. Ruptur bulbi sering sulit dilihat hanya dengan mata. Lokasi tempat
ruptur sering terjadi tidak mudah dilihat, dan adanya cedera
superfisial lain dapat menghalangi pemeriksaan segmen posterior.
Benda asing yang sangat kecil dapat masuk ke dalam mata melalui
luka kecil yang sulit untuk divisualisasikan.
3. Pemeriksaan pada mata yang cedera sebaiknya dilakukan secara
sistematis dengan tujuan mengidentifikasi dan melindungi bulbi
yang ruptur.
4. Penting untuk menghindari tekanan pada bulbi yang ruptur untuk
menghindari adanya pengeluaran isi intraokuler dan menghindari
kerusakan lebih lanjut.
5. Pada anak yang sulit dilakukan pemeriksaan, dapat dilakukan
dengan sedasi.
Ketajaman Penglihatan dan Gerakan Mata
1. Visus sebaiknya diperiksa pada kedua mata, baik yang terkena
cedera maupun yang tidak. Dapat dipermudah dengan menghitung
jari atau hanya dapat mengenali persepsi cahaya.
2. Gerakan ekstraokuler sebaiknya diperiksa untuk mengetahui
apakah terdapat fraktur dasar orbita.
Orbit
1. Orbita sebaiknya diperiksa, untuk mencari adanya deformitas
tulang, benda asing, dan perpindahan bulbi.
- Fraktur tepi orbita dapat dipalpasi, dan memperkuat dugaan
adanya ruptur bulbi
- Krepitus orbita menandakan adanya subcutaneous emfisema
dari fraktur sinus yang berhubungan
- Benda asing dalam orbita yang menusuk atau melubangi bulbi
sebaiknya dibiarkan sampai dilakukan operasi.
- Ruptur bulbi dapat disertai dengan enoftalmos
28
- Retrobulbar hemoragik yang timbul juga dapat menyebabkan
eksoftalmos, bahkan ruptur sklera yang tidak terlihat.
(Acerra, 2012).
Palpebra
1. Cedera palpebra dan lakrimal sebaiknya diperiksa dengan tujuan
mengidentifikasi dan melindungi cedera bulbi dalam yang
mungkin terjadi.
2. Bahkan laserasi kecil pada palpebra dapat memunculkan perforasi
bulbi yang mengganggu penglihatan.
3. Repair palpebra sebaiknya tidak dilakukan hingga telah ditegakkan
ruptur bulbi.
Conjunctiva
1. Laserasi conjunctiva dapat menunjukkan cedera sklera lain yang
lebih serius.
2. Hemoragik conjunctiva berat dapat menandakan ruptur bulbi.
Kornea dan sklera
1. Laserasi pada semua lapis kornea atau sklera yang terdapat
perforasi bulbi terbuka, sebaiknya dilakukan di ruang operasi
2. Prolaps iris melalui laserasi semua lapis kornea dapat terlihat
sebagai warna yang berbeda pada lokasi cedera.
3. Sklera yang melipat merupakan tanda ruptur dengan ekstrusi isi
okuler.
4. Tekanan intraokuler biasanya rendah, tetapi pengukuran TIO
merupakan kontraindikasi, untuk menghindari tekanan pada bulbi.
5. Luka kornea yang halus mungkin memerlukan pewarna
flourescent. Pada laserasi semua lapisan, dengan aliran aquaeous
dari COA, aliran yang terpisah jelas dengan pewarna flourescent
warna kuning terlihat melalui iluminasi dengan lampu Wood
(Seidel test positif)
29
Pupil
1. Pupil sebaiknya diperiksa bentuk, ukuran, refleks cahaya, dan
defek pupil aferen.
2. Pupil yang berbentuk meruncing, bentuk air (teardrop) atau bentuk
ireguler dapat menandakan adanya ruptur bulbi.
COA
1. Pemeriksaan slitlamp dapat menunjukkan cedera yang berkaitan,
seperti defek transiluminasi iris (red reflex yang dapat dikaburkan
oleh vitreous hemoragik); laserasi kornea; prolaps iris; hifema dari
kerusakan badan silier, dan cedera lensa, termasuk dislokasi atau
subluksasi.
2. COA yang dangkal dapat menjadi satu-satunya tanda pada ruptur
bulbi yang tidak terlihat, yang dihubungkan dengan prognosis yang
buruk. Ruptur posterior dapat muncul dengan COA yang lebih
dalam karena ekstrusi vitreous humor dari segmen posterior.
Temuan lain
1. Vitreous hemoragik setelah trauma menandakan adanya robekan
retina atau koroid, nervus optik, atau benda asing.
2. Robekan, edema, ablasio dan hemoragik retina dapat menyertai
ruptur bulbi.
(Acerra, 2012).
E. Terapi
1. Pemberian antibiotik spektrum luas parenteral untuk mengurangi
risiko endoftalmitis.
2. Pemberian alat pelindung pada mata untuk menghindari trauma
dan tekanan lebih lanjut
3. Jika pasien belum menerima imunisasi tetanus dalam 5 tahun
terakhir, perlu diberi imunisasi tetanus.
30
4. Tindakan bedah, jika persepsi cahaya pasien nol (0) dan temuan
yang ada mengarah pada trauma okuler ekstrim (misalnya ruptur
korioretinal ekstensif, posterior, atau multipel dengan kelainan
yang mengancam integritas bulbi, enukleasi primer perlu
dipertimbangkan.
5. Pada kasus dengan benda asing yang masih terdapat dalam bulbi,
langkah yang umumnya dilakukan adalah penutupan primer dari
laserasi korneoskleral. Hal ini dilakukan dengan mengabaikan
adanya vitreous hemoragik berat, ablasio retina, atau disrupsi
kapsul lensa. Tindakan bedah termasuk penutupan bagian kornea
yang ruptur.
(Smiddy, 2002).
31
DAFTAR PUSTAKA
Acerra J.R. 2012. Globe Rupture. http://emedicine.medscape.com/article/798223-
overview#a0104
Acerra J.R. 2012. Globe Rupture Clinical Presentation.
http://emedicine.medscape.com/article/798223-clinical#a0217
Doyle J. 2009. Patient options after a ruptured globe in Journal of Ophthalmic
Medical Technology Vol 5 Number 2 August 2009.
Gerstenblith A.T dan Rabinowitz M.P. 2012. The Wills eye manual: office and
emergency room diagnosis and treatment of eye disease sixth edition.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Pp: 46-7
Ilyas, Sidarta. 2008. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Ilyas, S., Mailangkay, HHB., Taim, H., Saman, R., Simarwata, M., Widodo, PS.
(eds). 2010. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta: Sagung Seto.
John T. 2011. The Chicago Eye and Emergency Manual. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publisher. P: 371
Lindsey JL, Hamill MB. Scleral and Corneoscleral Injuries. In : Kuhn F,Pieramici
DJ (eds). Ocular Trauma. New York: Thieme Medical Publisher,Inc;2002
Schueler, S.J. Beckett J.H. Gettings D.S. 2011. Ruptured Globe Symptoms.
http://www.freemd.com/ruptured-globe/symptoms.htm
Smiddy W.E. 2002. Ruptured Globe in Singh K. Smiddy W.E. Lee A.G.
Ophthalmology Review: A Case-Study Approach. New York: Thieme
Medical Publishing. Pp: 223-6.
32