44
BAB VII
PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PADA IPAL
INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BTIK – LIK
MAGETAN
7.1. Sumber Limbah
Di BTIK-LIK Magetan terdapat kurang lebih 43 unit usaha
penyamak kulit, dan saat ini ada 37 pengusaha yang kegiatannya
/prosesnya menempel di 43 pengusaha di dalam BTIK tersebut.
Produksi kulit finish yang dihasilkan sebanyak kurang lebih
8.200.000 feet/tahun, dengan menyerap tenaga kerja ± 800 orang.
Dari masing-masing kegiatan proses tersebut semua menghasilkan
limbah cair, yang total keseluruhannya dapat mencapai 600 m3/hari.
Untuk menghindari terjadinya pencemaran lingkungan akibat
buangan limbah ini, maka di BTIK telah dilengkapi dengan sarana
IPAL dengan kapasitas sebesar 600 m3/hari. Semua limbah yang
bersumber dari setiap unit usaha yang ada disalurkan melalui
saluran limbah menuju IPAL yang tersedia untuk diolah terlebih
dahulu sebelum dibuang ke saluran umum. Gambar berikut
menunjukkan sistem penyaluran limbah dari sumber menuju IPAL
yang tersedia.
45
Gambar 7.1. Sistem Penyaluran Limbah Dari Industri Menuju IPAL
46
Gambar 7.2. Arah Aliran Saluran Air Limbah dari Lokasi
Pengusaha ke IPAL
47
Gambar 7.3. IPAL Industri Kulit BTIK-LIK Magetan
7.2. Proses Pengolahan Limbah
Teknologi proses pengolahan limbah industri kulit di BTIK-
LIK Magetan menggunakan proses fisika-kimia dan biologi. Tahap
pertama pengolahan dengan menggunakan proses fisika untuk
menyaring kotoran yang berukuran besar, kemudian dilakukan
dengan penyaringan untuk kotoran yang berukuran kecil, kemudian
di lakukan penstabilan konsentrasi di bak equalisasi. Setelah proses
fisika dilanjutkan dengan proses kimia-fisika (netrasilasi, koagulasi-
flokulasi, sedimentasi), kemudian dilanjutkan dengan proses biologi
dengan sistem lumpur aktif. Secara detail layout pengolahan
tersebut adalah seperti terlihat pada gambar berikut ini.
48
Gambar 7.4. Lay Out IPAL di BTIK-LIK Magetaan
49
7.2.1. Penyaringan / Screening
Pada umumnya setiap sistem pengolahan limbah cair
mempunyai unit alat penyaring awal/pendahuluan. Proses
penyaringan awal ini disebut screening dan tujuannya adalah untuk
menyaring atau menghilangkan sampah/benda padat yang besar
agar proses berikutnya dapat lebih mudah lagi menanganinya.
Dengan hilangnya sampah-sampah padat besar maka transportasi
limbah cair pasti tidak akan terganggu, misalnya bila proses
transportasi limbah cair diakomodasikan dalam sebuah saluran
terbuka atau pun tertutup yang mengalir secara gravitasi, maka tidak
akan dijumpai penyumbatan di sepanjang jaringan saluran.
Disamping itu, bila limbah cair perlu dipindahkan dengan
menggunakan pompa, maka proses screening sungguh berfungsi
menghilangkan bahan atau benda-benda yang dapat
membahayakan atau merusak pompa limbah cair tersebut. Jadi
proses screening melindungi pompa dan peralatan lainnya.
Perangkat pemroses penyaringan kasar yang biasa digunakan
dikenal pula dengan sebutan bar screen atau bar racks. Alat ini
biasanya diletakkan pada intake bak penampung limbah cair untuk
mencegah masuknya material besar seperti kayu atau daun-daunan.
Umumnya jarak antara bar yang tersusun pada rack
bervariasi antara 20 mm hingga 75 mm, bergantung pada tingkat
kapasitas dan performance unit pompa yang dipakai. Pada keadaan
tertentu biasa digunakan pula microstrainer dengan ukuran 15
hingga 64 micrometer dengan tujuan untuk menyaring organisme
50
plankton. Microstrainer biasa digunakan untuk limbah cair dari
reservoir pertama (awal). Microstrainer terdiri dari bingkai berbentuk
silinder yang ditutup dengan jala terbuat dari kawat tahan karat.
Pada saat silinder berputar partikel tersuspensi menempel pada
bagian dalam dari permukaan silinder yang kemudian dibersihkan
dengan semburan jet air.
Gambar 7.5. Drum screen di IPAL BTIK Magetan
7.2.2. Bak Equalisasi
Baik ini berfungsi untuk menstabilkan aliran limbah yang
akan diproses secara fisika – kimia dan dilanjutkan dengan proses
biologi. Hal ini untuk menjaga agar kondisi IPAL tetap stabil dan
tidak terjadi over loading yang dapat mengganggu proses kimia
maupun proses biologi yang ada.
51
Gambar 7.6. Bak Equalisasi di IPAL BTIK Magetan
7.2.3. Proses Netralisasi, Koagulasi - Flokulasi
Koagulasi adalah proses destabilisasi partikel koloid dengan
cara penambahan senyawa kimia yang disebut koagulan. Koloid
mempunyai ukuran tertentu sehingga gaya tarik menarik antara
partikel lebih kecil dari pada gaya tolak menolak akibat muatan
listrik. Pada kondisi stabil ini penggumpalan partikel tidak terjadi dan
gerakan Brown menyebabkan partikel tetap berada sebagai
suspensi. Melalui proses koagulasi terjadi destabilisasi, sehingga
partikel-partikel koloid bersatu dan menjadi besar. Dengan demikian
partikel-partikel koloid yang pada awalnya sukar dipisahkan dari air,
setelah proses koagulasi akan menjadi kumpulan partikel yang lebih
besar sehingga mudah dipisahkan dengan cara sedimentasi, filtrasi
atau proses pemisahan lainnya yang lebih mudah.
52
Koagulasi adalah proses destabilisasi koloid dengan
penambahan senyawa kimia yang disebut zat koagulan. Flokulasi
adalah proses penggumpalan (agglomeration) dari koloid yang tidak
stabil menjadi gumpalan partikel halus (mikro-flok), dan selanjutnya
menjadi gumpalan patikel yang lebih besar dan dapat diendapkan
dengan cepat. Senyawa kimia lain yang diberikan agar pembentukan
flok menjadi lebih cepat atau lebih stabil dinamakan flokulan atau zat
pembantu flokulasi (flocculant aid).
Di dalam sistem pengolahan air limbah dengan penambahan
bahan kimia proses koagulasi sangat diperlukan untuk proses awal.
Partikel-partikel yang sangat halus maupun partikel koloid yang
terdapat dalam air limbah sulit sekali mengendap. Oleh karena itu
perlu proses koagulasi yaitu penambahan bahan kimia agar partikel-
partikel yang sukar mengendap tadi menggumpal menjadi besar dan
berat sehingga kecepatan pengendapannya lebih besar.
7.2.4. Bahan Koagulan
Bahan kimia yang sering digunakan untuk proses koagulasi
umumnya dikalsifikasikan menjadi tiga golongan, yakni Zat
Koagulan, Zat Alkali dan Zat Pembantu Koagulan. Zat koagulan
digunakan untuk menggumpalkan partikel-partikel padat tersuspensi,
zat warna, koloid dan lain-lain agar membentuk gumpalan partikel
yang besar (flok). Sedangkan zat alkali dan zat pembantu koagulan
berfungsi untuk mengatur pH agar kondisi air baku dapat menunjang
proses flokulasi, serta membantu agar pembentukan flok dapat
berjalan dengan lebih cepat dan baik.
53
Gambar 7.7. Fasilitas Netralisasi, Koagulasi-Flokulasi di
IPAL BTIK Magetan
7.2.5. Sedimentasi atau Pengendapan
Sedimentasi adalah suatu unit operasi untuk menghilangkan
materi tersuspensi atau flok kimia secara gravitasi. Proses
sedimentasi pada pengolahan air limbah umumnya untuk
menghilangkan padatan tersuspensi sebelum dilakukan proses
pengolahan selanjutnya. Gumpalan padatan yang terbentuk pada
proses koagulasi masih berukuran kecil. Gumpalan-gumpalan kecil
ini akan terus saling bergabung menjadi gumpalan yang lebih besar
dalam proses flokulasi. Dengan terbentuknya gumpalan-gumpalan
besar, maka beratnya akan bertambah, sehingga karena gaya
beratnya gumpalan-gumpalan tersebut akan bergerak ke bawah dan
mengendap pada bagian dasar tangki sedimentasi.
54
Bak sedimentasi dapat berbentuk segi empat atau lingkaran.
Pada bak ini aliran air limbah sangat tenang untuk memberi
kesempatan padatan/suspensi untuk mengendap. Kriteria-kriteria
yang diperlukan untuk menentukan ukuran bak sedimentasi adalah :
surface loading (beban permukaan), kedalaman bak dan waktu
tinggal. Waktu tinggal mempunyai satuan jam, cara perhitungannya
adalah volume tangki dibagi dengan laju alir per hari. Beban
permukaan sama dengan laju alir (debit volume) rata-rata per hari
dibagi luas permukaan bak, satuannya m3 per meter persegi per
hari.
Vo = Q Vo = laju limpahan/beban permukaan (m3/m2 hari)
A Q = aliran rata-rata harian, m3 per hari
A = total luas permukaan (m2)
Gambar 7.8. Tangki pengendapan
55
7.2.6. Pengolahan Air Limbah Secara Biologi Dengan Proses
Lumpur Aktif
Pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif secara
umum terdiri dari bak pengendap dan bak aerasi. Secara umum
proses pengolahannya adalah sebagai berikut. Air limbah yang
berasal dari tangki pengendapan /sedimentasi (setelah proses kimia)
ditampung ke dalam bak penampung air limbah. Bak penampung ini
berfungsi sebagai bak pengatur debit air limbah yang akan diproses
secara biologi. Kemudian, air limbah dari bak penampung di pompa
ke bak bak aerasi lumpur aktif.
Di dalam bak aerasi ini air limbah dihembus dengan udara
sehingga mikro organisme yang ada akan menguraikan zat organik
yang ada dalam air limbah. Energi yang didapatkan dari hasil
penguraian zat organik tersebut digunakan oleh mikrorganisme
untuk proses pertumbuhannya. Dengan demikian didalam bak aerasi
tersebut akan tumbuh dan berkembang biomasa dalam jumlah yang
besar. Biomasa atau mikroorganisme inilah yang akan menguraikan
senyawa polutan yang ada di dalam air limbah.
Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Di
dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa mikro-
organisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak
aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Air limpasan (over flow) dari
bak pengendap akhir ini merupakan hasil olahannya. Skema proses
pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif standar atau
konvesional dapat dilihat pada gambar berikut :
56
Gambar 7.9. Diagram Proses Lumpur Aktif
Gambar 7.10. Foto Tangki Lumpur Aktif
Surplus lumpur dari bak pengendap awal maupun akhir
ditampung ke dalam bak pengering lumpur, sedangkan air
resapannya ditampung kembali di bak penampung air limbah.
Keunggulan proses lumpur aktif ini adalah dapat mengolah air
57
limbah dengan beban BOD yang besar, sehingga tidak memerlukan
tempat yang besar. Proses ini cocok digunakan untuk mengolah air
limbah dalam jumlah yang besar.
7.2.7. Pengeringan / Pengolahan Lumpur
Lumpur yang dihasilkan dari proses sedimentasi diolah lebih
lanjut untuk mengurangi sebanyak mungkin air yang masih
terkandung didalamnya. Proses pengolahan lumpur yang bertujuan
mengurangi kadar air tersebut sering disebut dengan pengeringan
lumpur. Ada empat cara proses pengurangan kadar air, yaitu secara
alamiah, dengan tekanan (pengepresan), dengan gaya sentrifugal
dan dengan pemanasan.
Pengeringan secara alamiah dilakukan dengan mengalirkan
atau memompa lumpur endapan ke sebuah kolam pengering (drying
bed) yang mempunyai luas permukaan yang besar dengan
kedalaman sekitar 1 atau 2 meter. Proses pengeringan berjalan
dengan alamiah, yaitu dengan panas matahari dan angin yang
bergerak di atas kolam pengering lumpur tersebut. Cara
pengeringan seperti ini tentu saja sangat bergantung dari cuaca dan
akan bermasalah bila terjadi hujan. Bila lumpur tidak mengandung
bahan yang berbahaya, maka kolam pengering lumpur dapat hanya
berupa galian tanah biasa, sehingga sebagian air akan meresap ke
dalam tanah dibawahnya. Contoh pengeringan lumpur antara lain
pengeringan lumpur dengan cara tekanan (pengepresan) dan proses
pengeringan lumpur dengan gaya centrifugal (centrifuge).
58
Gambar 7.11. Diagram proses pengering lumpur
Gambar 7.12. Foto Bak Pengering Lumpur
7.3. Hasil Pengolahan Limbah di IPAL BTIK-LIK
Kualitas hasil olahan limbah IPAL BTIK selalu dikontrol
dengan melalui analisa laboratorium. Berdasarkan hasil analisa
laboratorium Politeknik Kesehatan Surabaya, Departeman
Pvc 4”
Lapisan pasir Lapisan kerikil
kecil Lapisan kerikil besar
59
Kesehatan RI pada tanggal 25 Pebruari 2009 memberikan hasil
analisa dari IPAL I & IPAL II sebagai berikut :
Tabel 7.1. Hasil Analisa Kualitas Limbah Buangan IPAL I
No
Parameter
Satuan Hasil Pemeriksaan Baku
Mutu
Metode
Pemeriksaan Outlet
IPAL I
Sedimen
IPAL I
1 pH - 8,0 8,5 6 – 9 Colometri
2 BOD mg/l 97,5 116,9 100 Tetrimetri
3 COD mg/l 202,9 298,1 250 Tetrimetri
4 TSS mg/l 22 68 100 Gravimetri
5 Sulfida mg/l 0,571 0,976 0,8 Spektro
fotometri
6 Ammonia mg/l 2,280 9,065 10 Spektro
fotometri
7 Chrom mg/l 0,381 0,592 0,5 Spektro
fotometri
Sumber : Hasil analisa limbah tanggal 25 Pebruari 2009
60
Tabel 7.2. Hasil Analisa Kualitas Limbah Buangan IPAL II
No
Parameter
Satuan Hasil Pemeriksaan Baku
Mutu
Metode
Pemeriksaan Outlet
IPAL I
Sedimen
IPAL II
1 pH - 8,0 5,5 6 – 9 Colometri
2 BOD mg/l 99,4 118,9 100 Tetrimetri
3 COD mg/l 201,7 291,9 250 Tetrimetri
4 TSS mg/l 26 80 100 Gravimetri
5 Sulfida mg/l 0,422 1,015 0,8 Spektrofotometri
6 Ammonia mg/l 5,640 8,430 10 Spektrofotometri
7 Chrom mg/l 0,404 0,596 0,5 Spektrofotometri
Sumber : Hasil analisa limbah tanggal 25 Pebruari 2009
61
Tabel 7.3. Hasil Analisa Bulanan Kualitas Air Hasil
Olahan IPAL BTIK-LIK
No. Tanggal pH BOD COD TSS Sulfida Ammonia Chrome Calsium Lokasi
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l Sampling
1 24/03/2009 7,5 97,5 208,4 20 0,404 2,012 0,416 - Outlet IPAL I
2 24/03/2009 8 99,1 209,8 24 0,418 3,974 0,425 - Outlet IPAL II
3 25/02/2009 8 97,5 202,9 22 0,571 2,28 0,381 - Outlet IPAL I
4 25/02/2009 8,5 116,9 298,1 68 0,976 9,065 0,0592 - Sedimentasi I IPAL II
5 25/02/2009 8 99,4 201,7 26 0,422 5,64 0,404 - Outlet IPAL I
6 25/02/2009 8,5 118,9 291,5 80 1,015 8,43 0,596 - Sedimentasi I IPAL II
7 22/10/2008 8,5 117,9 272,6 35 1,004 8,116 0,507 - Outlet IPAL I
8 22/10/2008 8,5 124,1 283 38 1,082 8,924 0,602 - Outlet IPAL II
9 15/08/2008 8 101,2 224,3 32 0,607 4,91 0,401 - Outlet IPAL I
10 15/08/2008 7,5 96,5 217,1 28 0,502 3,06 0,298 - Outlet IPAL II
11 16/07/2008 13 460,4 584,8 165 14,805 29,19 44.967,50 15.346,80 A
12 16/07/2008 13 378,3 517,5 134 10,275 20,92 6.901,20 18.163,10 B
13 18/07/2008 7,5 96,2 211,5 26 0,492 3,46 0,304 - Outlet IPAL I
14 18/07/2008 7,5 100,9 215,6 30 0,614 4,534 0,219 - Outlet IPAL II
15 24/06/2008 7,5 97,3 207,3 40 0,584 2,086 0,388 - A
16 24/06/2008 7,5 99,1 234,8 42 0,692 2,017 0,496 - B
17 11/04/2008 7,5 97,3 207,3 40 0,584 2,086 0,388 - A
18 11/04/2008 7,5 99,1 234,8 42 0,692 2,017 0,496 - B
19 14/03/2008 7,5 96,7 229,2 50 0,612 2,104 0,493 - A
20 14/03/2008 7,5 100,5 238,1 55 0,744 2,482 0,516 - B
21 20/02/2008 7,5 113 261,4 92 0,908 3,091 0,601 - A
22 20/02/2008 7,5 110,6 253,9 86 0,893 3,182 0,596 - B
62
Tabel 7.4. Hasil Analisa Kualitas Limbah Buangan IPAL
No Parameter Satuan Standar
Maksimal*
Hasil Metode
Analisa
Keterangan
1 pH** 6 – 9 8,2
2 BOD mg/l 100 177,7
3 COD mg/l 250 425,23
4 Zat padat
tersuspensi
(TSS)
mg/l 100 58
5 Amonia total
(NH3-N)
mg/l 10 1,714
6 Minyak &
lemak
mg/l 5 6,25
7 Sulfida (H2S) mg/l 0,5 0,333
8 Krom total
(Cr)
mg/l 0,5 Ttd
9 Kesadahan
total
mg/l - 229
10 Magnesium mg/l - 49,2
11 Kalsium (Ca) mg/l - 25,02
12 Kadar garam mg/l - 49
Sumber : Hasil analisa limbah tanggal 26 Juni 2009