Transcript

LEMBAR TUGAS MANDIRI QBD 7CHIKA ASTASARI HADI

1306366514

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGIMODUL PENGELOLAAN BENCANA

1. Jelakan langkah bantuan hidup dasar (resusitasi jantung paru)Bantuan Hidup Dasar

Bantuan Hidup Dasar (BHD) dibutuhkan pada berbagai keadaan darurat. Bantuan hidup dasar merupakan upaya oksigenasi darurat meliputi:

Penilaian lokasi

Pemeriksaan kesan umum

Pemeriksaan kesadaran: Awas, Suara, Nyeri, dan Tanpa Respon (ASNT)

Pengaktifan Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT)

Circulation support

Airway control and cervical control

Breathing support

Resusitasi Jantung Paru (RJP)Resusitasi jantung paru merupakan teknik yang bisa dilakukan sebagai pertolongan pertama jika seseorang terkena serangan jantung atau berhentinya jantung dikarenakan suatu hal. Teknik ini berfungsi untuk menormalkan detak jantung yang jika terkena serangan akan bergeraknya abnormal dengan mengembalikan fungsi sistem sirkulasi dan pernafasan untuk menjamin tercukupinya oksigenasi sel-sel terutama sel-sel otak dan jantung, ketika fungsi sistem sirkulasi dan pernafasan berhenti mendadak. Dengan ditekan, maka detak jantung dengan sendirinya akan kembali normal.

RJP dilakukan bila terjadi:

Henti napas: korban tidak bernafas, ditandai dengan tidak adanya pergerakan dada dan aliran udara nafas.

Henti jantung: jantung berhenti berdenyut dan memompakan darah, ditandai dengan tiak terabanya denyut nadi pada arteri-arteri besar.

Resusitasi Jantung Paru terdiri dari 2 tahap, yaitu :

Survei Primer (Primary Surgery), yang dapat dilakukan oleh setiap orang.

Survei Sekunder (Secondary Survey), yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis dan paramedis terlatih dan merupakan lanjutan dari survei primer.

SURVEI PRIMER

Dalam survei primer difokuskan pada bantuan napas dan bantuan sirkulasi serta defibrilasi. Untuk dapat mengingatkan dengan mudah tindakan survei primer dirumuskan dengan abjad A, B, C, dan D, yaitu :

Airway (jalan napas)

Breathing (bantuan napas)

Circulation (bantuan sirkulasi)

Defibrilation (terapi listrik)Sebelum melakukan tahapan A(airway), harus terlebih dahulu dilakukan prosedur awal pada korban / pasien, yaitu :

1. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong.

2. Memastikan kesadaran dari korban / pasien.

Untuk memastikan korban dalam keadaan sadar atau tidak, penolong harus melakukan upaya agar dapat memastikan kesadaran korban / pasien, dapat dengan cara menyentuh atau menggoyangkan bahu korban / pasien dengan lembut dan mantap untuk mencegah pergerakan yang berlebihan, sambil memanggil namanya atau Pak !!! / Bu !!! / Mas !!! / Mbak !!!3. Meminta pertolongan

Jika ternyata korban / pasien tidak memberikan respon terhadap panggilan, segera minta bantuan dengan cara berteriak Tolong !!! untuk mengaktifkan sistem pelayanan medis yang lebih lanjut.

4. Memperbaiki posisi korban / pasien

Untuk melakukan tindakan BHD yang efektif, korban / pasien harus dalam posisi terlentang dan berada pada permukaan yang rata dan keras. Jika korban ditemukan dalam posisi miring atau tengkurap, ubahlah posisi korban ke posisi terlentang. Ingat ! penolong harus membalikkan korban sebagai satu kesatuan antara kepala, leher dan bahu digerakkan secara bersama-sama. Jika posisi sudah terlentang, korban harus dipertahankan pada posisi horisontal dengan alas tidur yang keras dan kedua tangan diletakkan di samping tubuh.

5. Mengatur posisi penolong

Segera berlutut sejajar dengan bahu korban agar saat memberikan bantuan napas dan sirkulasi, penolong tidak perlu mengubah posisi atau menggerakan lutut.

A (AIRWAY) Jalan Napas

Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan melakukan tindakan:1. Pemeriksaan jalan napas

Tindakan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan jalan napas oleh benda asing. Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan. Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk pada mulut korban.

2. Membuka jalan napas

Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak sadar tonus otototot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan cara tengadah kepala topang dagu (Head tilt chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula. Teknik membuka jalan napas yang direkomendasikan untuk orang awam dan petugas kesehatan adalah tengadah kepala topang dagu, namun demikian petugas kesehatan harus dapat melakukan manuver lainnya.

B ( BREATHING ) Bantuan napas

Terdiri dari 2 tahap :

1. Memastikan korban / pasien tidak bernapas.

Dengan cara melihat pergerakan naik turunnya dada, mendengar bunyi napas dan merasakan hembusan napas korban / pasien. Untuk itu penolong harus mendekatkan telinga di atas mulut dan hidung korban / pasien, sambil tetap mempertahankan jalan napas tetap terbuka. Prosedur ini dilakukan tidak boleh melebihi 10 detik.

2. Memberikan bantuan napas.

Jika korban / pasien tidak bernapas, bantuan napas dapat dilakukan melalui mulut ke mulut, mulut ke hidung atau mulut ke stoma (lubang yang dibuat pada tenggorokan) dengan cara memberikan hembusan napas sebanyak 2 kali hembusan, waktu yang dibutuhkan untuk tiap kali hembusan adalah 1,52 detik dan volume udara yang dihembuskan adalah 400 -500 ml (10 ml/kg) atau sampai dada korban / pasien terlihat mengembang. Penolong harus menarik napas dalam pada saat akan menghembuskan napas agar tercapai volume udara yang cukup. Konsentrasi oksigen yang dapat diberikan hanya 1617%. Penolong juga harus memperhatikan respon dari korban / pasien setelah diberikan bantuan napas.

Cara memberikan bantuan pernapasan :

Mulut ke mulut

Bantuan pernapasan dengan menggunakan cara ini merupakan cara yang cepat dan efektif untuk memberikan udara ke paruparu korban / pasien. Pada saat dilakukan hembusan napas dari mulut ke mulut, penolong harus mengambil napas dalam terlebih dahulu dan mulut penolong harus dapat menutup seluruhnya mulut korban dengan baik agar tidak terjadi kebocoran saat menghembuskan napas dan juga penolong harus menutup lubang hidung korban / pasien dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk mencegah udara keluar kembali dari hidung. Volume udara yang diberikan pada kebanyakan orang dewasa adalah 400 - 500 ml (10 ml/kg).Volume udara yang berlebihan dan laju inspirasi yang terlalu cepat dapat menyebabkan udara memasuki lambung, sehingga terjadi distensi lambung.

Mulut ke hidung

Teknik ini direkomendasikan jika usaha ventilasi dari mulut korban tidak memungkinkan, misalnya pada Trismus atau dimana mulut korban mengalami luka yang berat, dan sebaliknya jika melalui mulut ke hidung, penolong harus menutup mulut korban / pasien.

Mulut ke Stoma

Pasien yang mengalami laringotomi mempunyai lubang (stoma) yang menghubungkan trakhea langsung ke kulit. Bila pasien mengalami kesulitan pernapasan maka harus dilakukan ventilasi dari mulut ke stoma.C (CIRCULATION) Bantuan sirkulasi

Terdiri dari 2 tahapan :

1. Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban / pasien.

Ada tidaknya denyut jantung korban / pasien dapat ditentukan dengan meraba arteri karotis didaerah leher korban / pasien, dengan dua atau tifa jari tangan (jari telunjuk dan tengah) penolong dapat meraba pertengahan leher sehingga teraba trakhea, kemudian kedua jari digeser ke bagian sisi kanan atau kiri kirakira 12 cm, raba dengan lembut selama 510 detik.

Jika teraba denyutan nadi, penolong harus kembali memeriksa pernapasan korban dengan melakukan manuver tengadah kepala topang dagu untuk menilai pernapasan korban / pasien. Jika tidak bernapas lakukan bantuan pernapasan, dan jika bernapas pertahankan jalan napas.2. Melakukan bantuan sirkulasi

Jika telah dipastikan tidak ada denyut jantung, selanjutnya dapat diberikan bantuan sirkulasi atau yang disebut dengan kompresi jantung luar, dilakukan dengan teknik sebagai berikut :

Dengan jari telunjuk dan jari tengah penolong menelusuri tulang iga kanan atau kiri sehingga bertemu dengan tulang dada (sternum). Dari pertemuan tulang iga (tulang sternum) diukur kurang lebih 2 atau 3 jari ke atas. Daerah tersebut merupakan tempat untuk meletakkan tangan penolong dalam memberikan bantuan sirkulasi. Letakkan kedua tangan pada posisi tadi dengan cara menumpuk satu telapak tangan diatas telapak tangan yang lainnya, hindari jarijari tangan menyentuh dinding dada korban / pasien, jarijari tangan dapat diluruskan atau menyilang. Dengan posisi badan tegak lurus, penolong menekan dinding dada korban dengan tenaga dari berat badannya secara teratur sebanyak 30 kali dengan kedalaman penekanan berkisar antara 1,52 inci (3,85 cm). Tekanan pada dada harus dilepaskan keseluruhannya dan dada dibiarkan mengembang kembali ke posisi semula setiap kali melakukan kompresi dada. Selang waktu yang dipergunakan untuk melepaskan kompresi harus sama dengan pada saat melakukan kompresi. (50% Duty Cycle). Tangan tidak boleh lepas dari permukaan dada dan atau merubah posisi tangan pada saat melepaskan kompresi. Rasio bantuan sirkulasi dan pemberian napas adalah 30 : 2 dilakukan baik oleh 1 atau 2 penolong jika korban / pasien tidak terintubasi dan kecepatan kompresi adalah 100 kali permenit (dilakukan 4 siklus permenit), untuk kemudian dinilai apakah perlu dilakukan siklus berikutnya atau tidak.

Dari tindakan kompresi yang benar hanya akan mencapai tekanan sistolik 6080 mmHg, dan diastolik yang sangat rendah, sedangkan curah jantung (cardiac output) hanya 25% dari curah jantung normal. Selang waktu mulai dari menemukan pasien dan dilakukan prosedur dasar sampai dilakukannya tindakan bantuan sirkulasi (kompresi dada) tidak boleh melebihi 30 detik.

D (DEFRIBILATION)Defibrilation atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan istilah defibrilasi adalah suatu terapi dengan memberikan energi listrik. Hal ini dilakukan jika penyebab henti jantung (cardiac arrest) adalah kelainan irama jantung yang disebut dengan Fibrilasi Ventrikel. Dimasa sekarang ini sudah tersedia alat untuk defibrilasi (defibrilator) yang dapat digunakan oleh orang awam yang disebut Automatic External Defibrilation, dimana alat tersebut dapat mengetahui korban henti jantung ini harus dilakukan defibrilasi atau tidak, jika perlu dilakukan defibrilasi alat tersebut dapat memberikan tanda kepada penolong untuk melakukan defibrilasi atau melanjutkan bantuan napas dan bantuan sirkulasi saja.2. Bagaimana cara mengangkat dan memindahkan korban yang membutuhkan bantuan hidup dasar

Dalam melakukan evakuasi atau memindahkan korban ada beberapa cara dalam melakukan emergency drag, diantaranya adalah:

a) Tied-hands crawling

Cara ini sangat berguna apabila korban harus merangkak di bawah kerangka bangunan yang rendah, namun sangat tidak dianjurkan karena kepala korban yang tidak ditopang.

a. Posisikan kepala korban menghadap ke atas, kemudian silangkan pergelangan tangan korban

b. Penolong berlutut dan tempatkan pergelangan tangan korban yang telah disilangkan di bagian belakang leher

c. Ketika penolong merangkak ke depan, tinggikan bahu sehingga kepala korban tidak akan terbentur b) Piggyback Carry

Dilakukan bila korban tidak dapat berjalan tapi dapat menggantungkan tangan pada penyelamat c) One person Pack-strap Carry Dilakukan pada lokasi yang jauh untuk menopang korban dengan selamat

a. Lingkarkan kedua tangan korban pada bahu anda b. Tarik tangan korban mendekati dada penolong

c. Berjongkok sedikit dan kemudian gendong korban dan jaga keseimbangan d) One person Arm CarryDilakukan bila korban hanya mengalami cedera pada ekstremitas atas namun tetap sadar dan bisa berjalane) Fire fighters carryCara ini biasa dilakukan oleh para petugas kebakaran. Pertama yang dilakukan adalah mengikat pergelangan tangan korban dengan benda yang dapat digunakan untuk mengikat. Setelah diikat berlututdan taruh tangan kita diantara korban. Lalu tangan korban yang sudah diikat taruh di atas leher kita, luruskan tangan dan seret korban dengan cara merangkak dengan lutut dan tangan. Hal ini dilakukan untuk melindungi korban dan penolong dari asap atau reruntuhan bangunan saat terjadi kebakaran. f) Two persons carry (by arm and legs)

g) Chair carryMerupakan cara membawa korban naik dan turun tangga atau melalui daerah yang sempit atau tidak mulus

h) Ankle pullMerupakan cara tercepat untuk memindahkan korban jarak pendek di atas permukaan yang halus. Namun, hal ini bukan cara yang tepat untuk memindahkan korban.i) Shoulder pullDigunakan bila akan menarik korban dalam jarak yang cukup jauh dan memerlukan pegangan yang kuat terhadap korban. Masukkan tangan ke ketiak korban lalu tarik korbanj) Blanket dragBisa menggunakan jaket atau bahan lain, tidak harus selimut. Bagian selimut yang ditarik adalah bagian bawah kepala agar kepala tetap terjaga

k) Two handed seatTeknik ini digunakan untuk memindahkan korban dengan jarak jauh. Biasanya digunakan untuk korban yang tidak sadarkan diri

l) Four handed seatTeknik ini digunakan untuk memindahkan korban yang masih sadar dengan jarah yang sedang. Korban harus mampu menahan diri tegak selama perpindahan

3. Bagaimana cara melakukan imobilisasi pada pasien yang dicurigai terkena patah tulang

Fraktur harus dimobilisasi untuk mencegah memburuknya cedera. Pembalutan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk imobilisasi fraktur. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam memakaikan perban pada korban fraktur.

1. Ukur material splint yang dibutuhkan2. Gunting bahan splint yang telah diukur3. Putuskan ketebalan splint yang dibutuhkan.4. Masukan splint yang masih kering ke dalam air dingin5. Angkat splint dari air dingin lalu tekan-tekan agar splint tidak terlalu basah.6. Haluskan permukaan splint agar permukaannya rata atau tidak kusut7. Letakkan splint di area yang mengalami luka8. Balut area yang mengalami luka dengan menggunakan splint tersebut9. Pergunakan 1 atau lebih perban untuk melapisi splint agar splint aman10. Gerakan anggota tubuh yang telah dibalut splint menuju posisi yang diinginkan.11. Biarkan splint menjadi kencang12. Beri perekat putih untuk mengencangkan splint13. Tambahkan sling jika diperlukan4. Jelaskan prinsip dari menghentikan perdarahanPada dasarnya, terdapat 2 tipe perdarahan, yaitu Internal bleeding dan External Bleeding. Internal Bleeding merupakan Perdarahan yang terjadi di dalam rongga tubuh sedangkan External Bleeding merupakan perdarahan yang terjadi pada permukaan luar tubuh.a) Internal BleedingMerupakan perdarahan yang terjadi di dalam rongga tubuh sehingga darah tidak terlihat keluar. Terkadang, perdarahan internal tidak terlihat parah namun bisa menimbulkan syok pada korban.

Berikut merupakan gejala-gejala dari perdarahan internal, yaitu:

Sakit perut dan membengkak

Sakit pada dada

Perdarahan external:

Darah pada feses (Hitam, Maroon, atau Merah Terang)

Darah pada urine (Merah, Pink, atau warna Teh)

Darah pada muntahan (Merah terang, cokelat seperti kopi)

Perdarahan vagina (Lebih pekat dari biasanya atau setelah menopause)

Warna kulit berubah beberapa hari setelah cedera. Kulit berubah warna bisa menjadi hitam, biru, ungu, atau hijau kekuningan)Untuk penanganan darurat kepada korban yang mengalami perdarahan internal, penolong dapat melakukan langkah-langkah berikut:

Pertahankan tetap terbukanya jalan napas dan berikan O2 sesuai protokol setempat (4 Liter/menit, kanul)

Korban berbaring terlentang, kaki ditinggikan 20-30 cm dan ditopang

Jaga korban tetap hangat dengan memberikan selimut secukupnya

Awasi tanda-tanda syok dan tanda vital

Evakuasi korban secepat mungkin

b) External Bleeding

Pada kondisi-kondisi darurat seperti saat terjadi bencana atau kejadian darurat lainnya tidak jarang ditemui korban dengan luka terbuka dan mengeluarkan darah. Jenis-jenis perdahan external sendiri ada 3, yaitu:

Perdarahan Arteri Darah berwarna Merah Terang karena memiliki kandungan O2 tinggi

Darah menyemprot atau memancar dari luka

Pancaran darah yang keluar, bersamaan dengan denyut nadi penderita atau kontraksi jantung

Perdarahan ini lebih sulit terkontrol karena terjadi perdarahan yang berlebihan sehingga dapat menyebabkan syok dan hingga akhirnya meninggal

Dibutuhkan direct pressure untuk menghentikan perdarahan ini

Perdarahan Vena Darah berwarna Merah Gelap/Maroon karena kandungan O2 lebih sedikit Mengalir tenang dari luka. Hal ini dikarenakan oleh tekanan vena lebih rendah dari arteri Lebih mudah diatasi Kesulitan utamanya ketika perdarahan vena terjadi di leher, karena biasanya darah mengambil banyak O2 dan menyebabkan komplikasi lebih lanjut

Perdarahan Kapiler Darah dapat berwarna Merah Gelap atau Merah Terang, tergantung dari banyaknya O2 yang dibawa.

Darah mengalir lambat dari luka karena ukuran pembuluh kapiler yang kecil serta tekanan yang rendah

Perdarahan akan berhenti spontan

Permasalahan utamanya yang muncul pada perdarahan kapiler adalah infeksi karena kontaminan menjadi tertanam di kulit pasienLangkah-langkah penanganan External Bleeding, yaitu:

1. Penolong melakukan kontrol infeksi seperti menggunakan Glove, masker, dll

2. Memeriksa dan Mengelola Airway dan Breathing3. Lakukan Direct Pressure pada area yang mengalami perdarahan dengan kain kasa steril. Jika darah muncrat atau rembes ke kain kasa, tambah lagi balutan kain kasa tapi jangan melepas kain kasa yang sudah ada.

4. Jika perdarahan terjadi terus menerus hingga parah, bagian tubuh harus ditinggikan (Elevation) sehingga lebih tinggi dari jantung. Hal ini memperlambat aliran darah yang keluar dan membantu pembekuan

5. Jika direct pressure, elevation, dan pressure bandage gagal untuk menghentikan perdarahan, berikan tekanan pada pressure point dari luka yang mengarah ke arah ekstrimitas. Hal ini akan membantu mengurangi aliran darah ke situs cedera

6. Tourniquet merupakan pilihan terakhir dari menghentikan perdarahan. Dengan pemakaian tourniquet dapat memicu hilangnya fungsi anggota tubuh tersebut

6 Titik pembuluh parah yang dapat ditekan dengan jari:

Arteri temporalis superficialis

Arteri carotis comunis

Arteri brachialis

Arteri radialis

Arteri femoralis

Arteri dorsalis pedisHal-hal yang perlu diperhatikan:

Jika luka kecil, gunakan tekanan langsung tepat diatas perdarahan dengan menggunakan ujung jari

Jika luka besar, balut dengan kassa steril dan gunakan tekanan langsung

Jika dicurigai adanya patah tulang atau cidera pada sendi, jangan meninggikan anggota gerak

Jika luka terus mengeluarkan darah setelah dibalut, gunakan balutan lain diatasnya lalu lakukan penekanan ulang secara langsung

Gunakan tekanan pada nadi.

Jika perdarahan terjadi pada anggota gerak, gunakan tekanan langsung pada arteri untuk mengurangi darah yang keluar

Lakukan penekanan dengan jari tangan

Dengan menekan pembuluh darah antara jari tangan dan tulang maka perdarahan akan berkurang

Prosedur penanganan:1. Tenangkan dan posisikan pasien

2. Jika hanya luka superficial, cuci luka dengan sabut dan air hangat kemudian keringkan

3. Baringkan pasien untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pingsan akibat aliran darah yang menuju otak. Jika memungkinkan tinggikan anggota tubuh yang mengalami perdarahan

4. Bersihkan kotoran yang terlihat pada luka

5. JANGAN melepas pisau, panah, yang melekat pada tubuh karena jika dilepaskan akan menambah perdarahan dan kerusakan kemudian letakkan kasa di sekitar area luka

6. Lakukan direct pressure dengan kain kasa. Pertahankan tekanan hingga perdarahan berhenti.

7. Ketika perdarahan berhenti, balut luka dengan kuat

8. Jika perdarahan terus berlanjut, tambahkan balutan kasa

Penggunaan Tourniquet/Turniket untuk mengatasi perdarahan digunakan sebagai alternatif terakhir untuk mengontrol perdarahan ketika semua cara gagal. Turniket menyebabkan kerusakan yang menetap pada saraf, otot serta permbuluh darah sehingga dapat menghilangkan fungsi anggota tubuh yang mengalami perdarahan. Berikut ini langkah-langkat penggunaan turniket:1. Pilih perban yg lebarnya 6 cm dan buatlah 6-8 lapis2. Lilitkan di sekeliling anggota gerak, di proksimal (sebelum ) luka3. Talikan simpul pada perban, kmd tempatkan sebuat batang kecil atau pensil diatasnya. Talikan lagi batang kecil pada perban4. Putar batang kecil sampai perdarahan berhenti, kmd kunci batang kecil pada posisinya5. Catat waktu pemasangan5. Sebutkan alat proteksi diri yang dibutuhkan tenaga kesehatan saat menolong korban

Ketika seseorang menolong korban kecelakan atau korban bencana apapun, penolong tersebut juga harus menjaga keselamatan dirinya dan melindungi dirinya dari sesuatu yang dapat menginfeksi dirinya. Oleh karena itu perlu menggunakan alat proteksi diri bagi para penolong.Alat- alat proteksi diri bagi tenaga kesehatan saat menolong korban

1. Gloves, tujuannya untuk perawatan pasien, mencegah Infeksi melalui sentuhan, proteksi tangan 2. Grown/apron, tujuannya sebagai proteksi tubuh

3. Ptoteksi wajah/kacamata pelindung, tujuannya sebagai tambahan proteksi wajah, hidung, mulut, dan mata4. Masker

5. Doctor/Nurse Cap

6. Sepatu Boot6. Jelaskan perbedaan pertolongan pertama pada korban saat kehidupan sehari-hari dan pada saat terjadinya bencana

Pertolongan Pertama Pada Korban :

Panggil pertolongan medis

Perhatikan obat yang menyebabkan penipisan pembuluh darah dan penyakit gangguan darah

Penanganan steril (sarung tangan dan cuci tangan)

Kompresi es pada memar

Shock Panggil pertolongan medis

Bila organ dalam terlihat, jangan didorong kembali

Tutup luka dengan perban

Aplikasikan tekanan secara tepat untuk menghentikan perdarahan

Gejala

Memar

Shock

Pusing

Tekanan darah rendah

Kulit terasa dingin

Pucat

Bernapas pendek

Lemah

Internal

Sakit dibagian perut

Perubahan warna kulit

Bengkak

Darah yang keluar dari area yang terbuka

Muntah

Urine

Feses

Vaginal

Prosedur Pertolongan Pertama :

Tenangkan korban

Posisikan korban dalam keadaan kepalanya lebih rendah dari kaki dan posisikan luka hingga luka berada di atas jantung

Bersihkan kotoran ataupun debu pada area yang mengalami perdarahan

Apabila perdarahan disebabkan oleh benda tajam, biarkan saja sampai dipastikan ada pertolongan lebih lanjut.

Untuk directly pressure, letakan perban atau bahan kain tepat di area yang mengalami perdarahan.

Apabila perdarahan telah berhenti, perban luka secara steril

Apabila perdarahan tetap terjadi, tambahkan lapisan kain untuk membalutnya

Apabila perdarahan yang terjadi semakin parah, hubungi petugas medis terdekat dan pastikan korban tetap dalam kondisi aman.

Peringatan

Jangan membuka perban atau kain sebelum perdarahan berhenti

Untuk luka yang parah atau besar, sebaiknya tidak perlu dibersihkan agar tidak terjadi komplikasi

Pergunakan tourniquet sebagai pilihan terakhir dalam penanganan pemberhentian perdarahan

Perbedan Pertolongan Pertama Sehari-hari Dan Saat Terjadi Bencana

Sehari-hari :

Korban pada umumnya perorangan

Tenaga medis yang menangani sudah mencukupi (RS/unit kesehatan suatu instansi)

Umumnya dapat ditangani dengan menggunakan P3K

Saat terjadi bencana :

Membutuhkan tenaga kesehatan yang banyak dan cepat tanggap

Terdapat zona pertolongan

Terdapat sistem triase

Butuh koordinasi

7. Jelaskan mengenai triase pada bencanaTriase ditemukan oleh Dominique Jean Larrey, seorang ahli bedah, sejak tahun 1797-1815. Triase adalah proses pemilahan pasien berdasarkan tingkat keparahan cedera untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat. Triase biasa dilakukan di ruang gawat darurat, daerah bencana, atau medan perang, di mana petugas kesehatan dalam jumlah yang terbatas dibandingkan dengan jumlah pasien yang sangat banyak.

Sistem triase yang paling umum dilaksanakan adalah START (simple triage and rapid treatment). START biasanya menggunakan parameter fisiologi sehingga tenaga kesehatan mampu mengidentifikasi kebutuhan medis pasien secara cepat. Kategori triase dibagi berdasarkan tiga observasi, yaitu: respirasi, perfusi, dan tingkat kesadaran.

Hal yang dilakukan dalam START sistem:

Membawa pasien ke tempat yang aman.

Pasien dianamnesis oleh tenaga kesehatan.

Pasien dibedakan menurut tingkat keparahannya dengan menggunakan kode warna:

Red immediate (prioritas 1)( respirasi >30 kali/menit, tidak ada denyut nadi ketika dilakukan palpasi.

Yellow delayed (prioritas 2)( pasien tidak berada dalam kategori red immediate ataupun black deceased.

Green minor (prioritas 3)( pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan untuk mencari pertolongan.

Black deceased (prioritas 4)( pasien mengalam cedera mematikan dan akan meninggal meski mendapat pertolongan.

Sistem triase yang ada selain START:

Homebush triage system( dikembangkan di Australia pada tahun 1999. sistem ini dibuat berdasarkan START dan SAVE (secondary assessment of victim endpoint) sistem triase.

Triade sieve( banyak digunakan di United Kingdom, sebagian dari benua Eropa, dan sebagian dari benua Australia, sistem ini diterima oleh NATO.

Careflight triage( hampir sama seperti START, akan tetapi tingkat respirasi tidak dievaluasi. REFERENSI

Anwar Buchari, (2010). Keterampilan Cardiopulmonary Resuscitation (CPR). [cited 2015 Feb 14]. Available from :http://www.raddien.com/2010/05/teknik-pernafasan-buatan.html

Bleeding | University of Maryland Medical Center [Internet]. [cited 2015 Feb 14]. Available from: http://umm.edu/health/medical/ency/articles/bleedingCheng C. Lifts and Carrys (2006). [cited 2015 Feb 15]. Available on: http://erclass.webs.com/class1ch6liftcarry.htmCornwell EE. Initial approach to trauma. In: Tintinalli JE, Kelen GD, Stapczynski JS, Ma OJ, Cline DM, eds.Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide. 6th ed. New York, NY: McGraw-Hill; 2004: chap 251.Departemen Kesehatan Republik Indonesi. (2006). Tanggap darurat Bencana ( Safe Community Modul 4 ). Jakarta.

Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medis Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Seri Penanggulangan Penderita gawat Darurat/ General Emergency Life Support : Sistem Penanganan Darurat Terpadu. Cetakan Ketiga. Jakarta.Lammers, RL. Principles of Wound Management. In: Roberts JR, Hedges JR eds.Roberts: Clinical Procedures in Emergency Medicine. 5th ed.Philadelphia, Pa. Saunders Elsevier; 2009: chap 39.Robert A. Berg, et al. Part 5: Adult Basic Life Support: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation2010;122;S685-S705.

Thygerson, A. L. (2006). First Aid, CPR, and AED, Standard. United State: Jones & Bartlett Publishers.

Victoria Department of Human Service. (2001). Guidelines for Triage Education and Practice. Victoria.

One Person

Arm Carry

One person Pack-strap Carry

Piggyback Carry

Tie-Hand Crawling

Shoulder Pull

Four handed seat

Two handed seat

Blanket Drag

Two Persons Carry

Chairs Carry

Ankle Pull

Firefighters Carry

Balut dan kompres es

Direct Pressure


Top Related