Transcript
  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    1/109

    KONFLIK SURIAH PADA SAAT ARAB SPRING 2010

    Skripsi

    Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

    Oleh :

    Raisa Rachmania

    1110033200004

    PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

    FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1436 H / 2015 M

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    2/109

     

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    3/109 

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    4/109

     

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    5/109

    I

    ABSTRAK

    Raisa Rachmania

    1110033200004

    Konflik Suriah Pada Saat Arab Spring 2010

    Skripsi ini menganalisa konflik yang terjadi di Suriah dalam kurun waktu

    terjadinya Arab Spring 2010 hingga pemilihan presiden Suriah pada tahun 2014 yang

    kembali dimenangkan oleh Bashar Al-Asad. Tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui alasan terjadinya konflik di negara yang sempat diprediksi sebagai salah

    satu negara dengan imunitas yang tinggi di Timur Tengah dan alasan dibalik

     bertahannya kekuasaan Bashar Al-Asad dalam konflik internal di Suriah.

    Penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka. Peneliti menemukan, bahwa

    Konflik Suriah merupakan luapan kekesalan rakyat atas rezim Al-Asad yang sudahmemerintah hampir 30 tahun namun dengan sikap repressive untuk mendapat

    kedaulatan dari rakyatnyadanpengaruh Arab Spring yang berawal di Tunisia dan

    Mesir membuat semangat para aktivis untuk menumbangkan rezim pemerintahan Al-Asad semakin besar. Argument ini dirumuskan melalui tahapan analisa, yaitu dengan

    melihat kebijakan awal masa pemerintahan Bashar Al-Asad, kemudian melihat

    dinamika konflik Suriah dan rentetan faktor pemicu terjadinya Suriah Spring dan

    selanjutnya dianalisa dengan menggunakan kerangka teori.Kerangka teori yang

    digunakan dalam skripsi ini adalah teori antagonisme politik dan teori elit politik.

    Hasil temuan dari penelitian ini diketahui bahwa permasalah mahzab menjadi

    faktor awal konflik ini yang dimulai sejak masa kependudukan Perancis atas Suriah

    yang kemudian disusul dengan kesenjangan sosial dan faktor ekonomi sehingga lahir

    konflik Suriah pada 2011.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    6/109

    II

    KATA PENGANTAR

    Penelitian ini bermula dari rentetan peristiwa dalam  Arab Spring  yang terjadi

    sejak tahun 2010 yang hingga saat ini masih belum terselesaikan di beberapa negara

    Timur Tengah dan Afrika Utara. Salah satu dampak dari peristiwa tersebut hingga

    saat ini adalah bergolaknya pemberontakan melawan rezim pemerintahan di negara

    Suriah, negara yang dianggap memiliki tingkat keamanan dan stabilitas politik yang

    lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara di Timur Tengah dan Afrika Utara

    lainnya. Tidak seperti Mesir, Tunisia, Libya, yang dapat menumpas pemberontakan

    hanya dalam hitungan bulan, Suriah hingga saat ini masih berkutat dengan

     perlawanan untuk menumbangkan rezim Al-Asad. Pemberontakan yang meningkat

    menjadi perang sipil yang telah memakan waktu hampir 5 tahun ini, telah

    memberikan perhatian lebih kepada penulis untuk melihat fenomena tersebut secara

    komprehensif. Suriah menjadi pilihan karena kekuatan rezim Al-Asad yang mampu

    mempertahankan  status quo  saat konflik berkepanjangan melanda negara Suriah,

    tanpa sedikitpun berpikir untuk menarik diri dari pemerintahan. Konflik Suriah

    merupakan buah dari berbagai masalah tak terselesaikan sejak munculnya negara

    Suriah. Penelitian ini membuktikan hal tersebut.

    Selama menyelesaikan penelitian untuk skripsi ini, dengan izin Allah SWT,

     banyak orang serta lembaga yang turut membantu penulis dalam mengerjakan tugas

    ini. Tanpa bantuan mereka, sangat sulit dibayangkan penulis dapat menyelesaikan

     penelitian ini. Dengan segala kerendahan hati, penulis memohon maaf karena tidak

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    7/109

    III

    dapat menyebutkan satu-persatu di bagian ini. Akan tetapi, penulis harus

    mengucapkan terima kasih kepada beberapa diantara mereka.

    Pertama dan utama, Ali Munhanif, Ph.D selaku Kepala Program Studi Ilmu

    Politik dan pembimbing penelitian skripsi ini sejak masih berada dalam konsep

    hingga penelitian ini selesai. Melalui diskusi intelektual dan berbagai referensi yang

     beliau berikan, penulis akhirnya dapat menyelesaikan penelitian ini. Penulis merasa

    sangat beruntung memiliki pengalaman dibimbing oleh dosen seperti beliau. Di

    tengah kesibukannya, beliau dengan rendah hati melakukan pengeditan keseluruhan

    draft penelitian penulis dan juga memotivasi penulis sehingga mendorong penulis

    untuk menyelesaikan penelitian ini. Tanpa bantuan beliau, mungkin hasil penelitian

    ini kurang memiliki nilai ilmiah. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Zaki

    Mubarak M.Si dan A. Alfajri MA yang telah bersedia menguji penelitian ini.

    Terima kasih pula penulis berikan kepada Dewan Penguji Proposal Skripsi,

    yaitu Iding Rosyidin, MA dan Suryani Sua’eb, M.Si yang bersedia menguji proposal

     penelitian penulis. Selain itu, penulis haturkan terima kasih atas dorongan dari

    Sekertaris Program Studi Ilmu Politik, Zaki Mubarak, M.Si dan dosen-dosen yang

    turut memberikan masukan dan referensi, yaitu Armen Daulay M.Si dan Dr. Bakir

    Ihsan, yang telah membantu penulis mengembangkan ide-ide dan teori untuk

     penelitian ini. Di samping itu, terima kasih pula penulis berikan kepada Prof. Bachtiar

    Effendy selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Islam Negeri

    Syarif Hidayatullah Jakarta. Berkat nuansa akademis yang ditularkannya sehingga

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    8/109

    IV

    memberikan semangat intelektual kepada penulis. Penelitian ini juga tidak akan

    selesai tanpa bantuan Yoselin, M.Psi yang telah memberikan kemudahan akses jurnal

    untuk menambah referensi penelitian ini.

    Kepada Perpustakaan Utama UIN Jakarta, Perpustakaan Pasca Sarjana UI,

    Perpustakaan Paramadina, Perpustakaan Al-Hidayah Kebayoran Lama, dan Lembaga

    Pusat Kajian DPR RI senantiasa memberikan kebutuhan penulis akan buku-buku dan

    artikel terkait dengan penelitian ini. Tanpa bantuan dari instansi tersebut, penulis

    tidak akan mampu menyelesaikan penelitian ini dengan baik.

    Terima kasih juga penulis berikan kepada teman-teman Program Studi Ilmu

    Politik UIN angkatan 2010; Imam Utomo, Ahmad Hidayah, Herman Afrianto, Umar,

    Aliya, Abudan, Abdau, dan semua yang tidak dapat saya tuliskan satu persatu, yang

    telah saling mendukung dan melakukan perjuangan bersama-sama untuk menggapai

    cita-cita dan harapan masing-masing. Terima kasih khusus penulis berikan kepada.

    Halil sahabat yang ada di kala susah maupun senang, yang telah bersedia memberi

    masukan dan arahan untuk penelitian ini, Eri, S.Sos dan Siswo Mulayartono, S.Sos,

    atas motivasi dan bantuannya dalam memberikan berbagai referensi terkait penelitian

    ini.

    Terakhir, terima kasih penulis berikan kepada seluruh keluarga besar yang

    selalu menerima penulis di setiap keadaan. Orangtua penulis, Pupu Abdul Gofur dan

    Afiati Gofur S.Pd, yang dengan kasih sayang selalu mendukung penulis untuk selalu

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    9/109

    V

    menyelesaikan tanggung jawab dan jalan yang telah dipilih penulis. Terima kasih

    kepada kakek tercinta, Sis Suseno Tjakradisurya, dan semua paman-bibi penulis,

    Endang Abdurrahman Manan, Aminah, Dra. Iis Rosyidah, Asti Taslimah, S.Hum,

    dan Iman Santosa, S.E atas doa dan dukungan baik moril maupun materil. Terima

    kasih kepada saudara penulis Nadhira Gofur dan (Alm) Ibrahim Ahmad, yang telah

     bersedia mendengarkan luapan ide-ide penulis dan juga bersedia mengajarkan penulis

    arti berbagi dan menyayangi. Samluck Mueeza dan Makki, kucing-kucing yang kini

    menjadi bagian dari keluarga dan hidup penulis, pun telah memberikan hiburan

    tersendiri di tengah kejenuhan yang melanda selama penelitian ini berlangsung.

    Terima kasih dan sanjungan juga penulis berikan kepada  partner of life, Doni

    Romdoni, atas kesabaran, ketabahan, kasih sayang, serta dukungan baik moril

    maupun materil yang tidak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan

     penelitian ini. Semoga semua yang telah membantu penulis mendapatkan balasan

    yang sesuai dari Allah SWT. Aamiin.

    Ciputat, Tangerang Selatan

    18 Juni 2015

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    10/109

    VI

    DAFTAR ISI

    ABSTRAK ...................................................................................................................................... I

    KATA PENGANTAR .................................................................................................................. II

    DAFTAR ISI................................................................................................................................ VI

    BAB I PENDAHULUAN

    A.  Pernyataan Masalah ...........................................................................................1

    B.  Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................................6

    C.  Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………………………  ..7

    D.  Tinjauan Pustaka ………………………….…………………………………. 7

    E.  Metodologi Penelitian ……………………………………………..………….8 

    F.  Sistematika Penulisan …………………………………………….…………10 

    BAB II KERANGKA TEORETIS

    A.  Teori Antagonisme Politik …………………..……………………………...12

     

    Tingkat Individual ………………………………….……………….13

      Tingkat Kolektif…….……………………………………………….24 

    B.  Teori Elit Politik .…………………………………………………………….33 

    BAB III SURIAH SPRING

    A.  Lahirnya Negara Suriah ……………………………………….……………39 

    B. 

    Transisi Kepemimpinan kepada Bashar al-Asad………….……………...…43 

    C. 

    Pemerintahan Bashar Al-Asad………………………………………………46

    D.  Suriah Spring ……………………………………………………………….61

    BAB IV ANALISA KONFLIK SURIAH

    A. 

    Dinamika Konflik Suriah ……………………………………….…………..71 

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    11/109

    VII

    B.  Faktor-faktor Pemicu Suriah Spring 2011 …………………………...……..74 

    1.  Kebijakan Militer Suriah ……………………………………………….74

    2.  Kesenjangan Ekonomi ………………………………………………….75

    3.  Damaskus Spring 2001 …………………………………………………78

    4.  Konflik Sunni –  Alawie di Suriah ……………………………………...81

      Turning Point Kelompok Alawie …………………....………….….85 

    BAB V PENUTUP

    A.  Kesimpulan …………………………………..……………………………..92

    B.  Saran ………………………………………………………………………..95

    DAFTAR PUSTAKA …………………..……………………………………………………. .96

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    12/109

    BAB I 

    PENDAHULUAN  

    A.  Pernyataan Masalah

    Kebangkitan dunia Arab atau Musim Semi Arab (The Arab Spring , secara

    harafiah berarti pemberontakan Arab) merupakan gelombang revolusi unjuk

    rasa dan protes yang terjadi di dunia Arab. Meski demikian, tidak semua pihak

    yang terlibat dalam protes merupakan bangsa Arab. 

    Rangkaian ini terjadi di sebagian besar negara-negara Timur Tengah juga

    Afrika Utara.  Sejak 18 Desember 2010, telah terjadi revolusi di Tunisia

    kemudian diikuti Mesir;  perang saudara di Libya;  pemberontakan sipil di

    Bahrain, Suriah, and Yaman; protes besar di Aljazair, Irak, Yordania, Maroko, 

    dan Oman,  dan protes kecil di Kuwait,  Lebanon,  Mauritania,  Arab Saudi, 

    Sudan, dan Sahara Barat. 

    Kerusuhan di  perbatasan Israel  bulan Mei 2011 juga terinspirasi oleh

    kebangkitan dunia Arab tersebut. Protes dilakukan dengan cara pemberontakan

    sipil,  demonstrasi, pawai, dan pemanfaatan media sosial,  seperti Facebook, 

    Twitter, YouTube, dan Skype. Upaya tersebut dilakukan dengan mengorganisir,

     berkomunikasi, dan meningkatkan kesadaran terhadap usaha-usaha penekanan

    dan penyensoran internet oleh pemerintah.

    Banyak unjuk rasa ditanggapi keras oleh pihak berwajib, serta milisi dan

     pengunjuk rasa pro-pemerintah. Pengunjuk rasa di dunia Arab itu

    menggunakan slogan  Ash-sha`b yurid isqat an-nizam  (Rakyat ingin

    http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gelombang_revolusi&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Unjuk_rasahttp://id.wikipedia.org/wiki/Unjuk_rasahttp://id.wikipedia.org/wiki/Proteshttp://id.wikipedia.org/wiki/Dunia_Arabhttp://id.wikipedia.org/wiki/Bangsa_Arabhttp://id.wikipedia.org/wiki/Timur_Tengahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Afrika_Utarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Mesir_2011http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_saudara_Libya_2011http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pemberontakan_Bahrain_2011&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pemberontakan_Suriah_2011&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pemberontakan_Yaman_2011&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Protes_Aljazair_2010%E2%80%932011&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Protes_Irak_2011&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Protes_Yordania_2011&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Protes_Maroko_2011&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Protes_Oman_2011&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Protes_Kuwait_2011&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=2011_Lebanese_protests&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Protes_Mauritania_2011&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Protes_Saudi_2011&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Protes_Sudan_2011&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Protes_Sahrawi_2011&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Demonstasi_perbatasan_Israel_2011&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pemberontakan_sipil&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pemberontakan_sipil&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Media_sosialhttp://id.wikipedia.org/wiki/Facebookhttp://id.wikipedia.org/wiki/Twitterhttp://id.wikipedia.org/wiki/YouTubehttp://id.wikipedia.org/wiki/Skypehttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Penyensoran_Internet&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ash-sha%60b_yurid_isqat_an-nizam&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ash-sha%60b_yurid_isqat_an-nizam&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ash-sha%60b_yurid_isqat_an-nizam&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Penyensoran_Internet&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Skypehttp://id.wikipedia.org/wiki/YouTubehttp://id.wikipedia.org/wiki/Twitterhttp://id.wikipedia.org/wiki/Facebookhttp://id.wikipedia.org/wiki/Media_sosialhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pemberontakan_sipil&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pemberontakan_sipil&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Demonstasi_perbatasan_Israel_2011&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Protes_Sahrawi_2011&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Protes_Sudan_2011&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Protes_Saudi_2011&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Protes_Mauritania_2011&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=2011_Lebanese_protests&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Protes_Kuwait_2011&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Protes_Oman_2011&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Protes_Maroko_2011&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Protes_Yordania_2011&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Protes_Irak_2011&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Protes_Aljazair_2010%E2%80%932011&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pemberontakan_Yaman_2011&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pemberontakan_Suriah_2011&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pemberontakan_Bahrain_2011&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_saudara_Libya_2011http://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Mesir_2011http://id.wikipedia.org/wiki/Afrika_Utarahttp://id.wikipedia.org/wiki/Timur_Tengahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Bangsa_Arabhttp://id.wikipedia.org/wiki/Dunia_Arabhttp://id.wikipedia.org/wiki/Proteshttp://id.wikipedia.org/wiki/Unjuk_rasahttp://id.wikipedia.org/wiki/Unjuk_rasahttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gelombang_revolusi&action=edit&redlink=1

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    13/109

    menumbangkan rezim ini).1 

    Rangkaian protes ini berawal dari peristiwa yang terjadi di Tunisia pada

    17 Desember 2010. Yakni peristiwa  pembakaran diri Mohamed Bouazizi2 

    sebagai protes atas korupsi dan kesewenangan sikap pemerintah Tunisia.3 

    Protes di Tunisia menuai kemudian menginspirasi gelombang kerusuhan

    yang menjalar ke Aljazair, Yordania, Mesir, dan Yaman, kemudian ke negara-

    negara lain. Umumnya, unjuk rasa terbesar dan terorganisir terjadi pada "hari

    kemarahan". Yakni, hari Jumat setelah shalat Jumat. Protes itu juga mendorong

    kerusuhan sejenis di luar kawasan Arab. 

    Pada Juli 2011, unjuk rasa ini telah mengakibatkan penggulingan dua

    kepala negara, yaitu Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali yang melarikan

    diri ke Arab Saudi pada 14 Januari setelah protes revolusi Tunisia. Di Mesir,

    Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri pada 11 Februari 2011, setelah 18

    hari protes massal yang mengakhiri masa kepemimpinannya selama 30 tahun.

    1“Arab Spring” artikel diakses pada 6 November 2013 dari

    http://www.wikipedia.com/ArabSpring. html 2Mohammed Bouazizi adalah seorang pemuda berusia 26 tahun yang berprofesi sebagai

     pedagang sayur dan buah-buahan di kota Sidi Bou Zid, 300 meter kilometer dari selatan Tunis,

    Tunisia. Jum‟at, 17 Desember 2010, ia melakukan pembakaran diri di depan gedung p emerintahan

    setempat, sebagai protes atas penguasa yang korup. Kejadian tersebut bermula ketika dirinya yang

    akan berjualan, dihentikan oleh seorang polisi wanita bernama Fetya Hamdi, karena Bouazizi

    dituduh tidak memiliki izin untuk berjualan. Kemudian polisi tersebut menampar dan mengobrak-abrik dagangannya. Tidak terima akan perlakuan tersebut, Bouazizi bermaksud untuk melaporkanhal tersebut kepada wali kota setempat. Namun, seorang resepsionis di kantor wali kota

    mengatakan bahwa wali kota sedang rapat sehingga Bouazizi tidak dapat menemuinya. Kemudian,

    Bouazizi pergi ke sebuah toko dan membeli bensin. Tanpa piker panjang lagi ia menuangkan

     bensin tersebut pada seluruh tubuhnya dan menyulut tubuhnya dengan korek api. Keesokan

    harinya, Menobia, ibu Bouazizi melaporkan kasus penganiayaan yang dilakukan oleh polisi wanitatersebut terhadap anaknya ke kantor wali kota. Namun, keluhannya tidak mendapat respon,

    sehingga ia melakukan protes sendirian di luar gedung. Sepupu Boazizi, Ali Bouazizi, merekam

     protes yang dilakukan oleh Menobia dan mengunggahnya ke Internet, dan pada hari yang sama

    awak jaringan televise Al Jazeera mengambil dan menayangkannya dalam televisi, sehingga

    seluruh dunia mengetahuinya dan membuat rakyat berani untuk melawan rezim yang sedang

     berkuasa, Presiden Zine Al-Abidine Ben Ali.3

    M. Agastya ABM,  Arab Spring : Badai Revolusi Timur Tengah (Jogjakarta : IRCiSoD,2013)., hal. 33.

    http://id.wikipedia.org/wiki/Tunisiahttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pembakaran_diri&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Mohamed_Bouazizihttp://id.wikipedia.org/wiki/Mohamed_Bouazizihttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gelombang_revolusi&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Aljazairhttp://id.wikipedia.org/wiki/Yordaniahttp://id.wikipedia.org/wiki/Mesirhttp://id.wikipedia.org/wiki/Yamanhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Dampak_kebangkitan_dunia_Arab&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Zine_El_Abidine_Ben_Alihttp://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Tunisiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Presiden_Mesirhttp://id.wikipedia.org/wiki/Hosni_Mubarakhttp://www.wikipedia.com/ArabSpring.htmlhttp://www.wikipedia.com/ArabSpring.htmlhttp://www.wikipedia.com/ArabSpring.htmlhttp://id.wikipedia.org/wiki/Hosni_Mubarakhttp://id.wikipedia.org/wiki/Presiden_Mesirhttp://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Tunisiahttp://id.wikipedia.org/wiki/Zine_El_Abidine_Ben_Alihttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Dampak_kebangkitan_dunia_Arab&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Yamanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Mesirhttp://id.wikipedia.org/wiki/Yordaniahttp://id.wikipedia.org/wiki/Aljazairhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gelombang_revolusi&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Mohamed_Bouazizihttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pembakaran_diri&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Tunisia

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    14/109

    Selama periode kerusuhan regional   tersebut, beberapa kepala

     pemerintahan mengumumkan keinginannya untuk tidak mencalonkan diri lagi

    setelah masa jabatannya berakhir. Misalnya, Presiden Sudan Omar al-Bashir

    mengumumkan ia tidak akan mencalonkan diri lagi pada 2015. Begitu pula

    Perdana Menteri Irak  Nouri al-Maliki,  yang masa jabatannya akan berakhir

    tahun 2014, meski pengunjuk rasa menuntut pengunduran dirinya sesegera

    mungkin. Di sisi lain, pemimpin Libya Muammar al-Khadafi menolak

    mengundurkan diri dan mengakibatkan perang saudara antara pihak loyalis dan

     pemberontak yang berbasis di Benghazi.4 

    Di Suriah juga terjadi hal yang serupa hingga saat ini masih berjalan.

    Pada awalnya, Suriah merupakan negara yang relative lebih stabil dibanding

    negara-negara Arab lainnya saat terjadi Arab Spring, namun pada 6 Maret 2011

    muncul sebuah perlawanan di kota Deraa yang dilakukan oleh para orang tua

    yang anak-anaknya ditahan oleh polisi setempat karena membuat grafiti di

    dinding sebuah bangunan dengan tulisan  As-Shaab Yoreed Eskaat el Nizam

    (Rakyat ingin menumbangkan razim).5  Lima belas orang anak sekolah yang

    dianggap melakukan pembuatan grafiti tersebut ditahan oleh kepolisian

    setempat.

    Anak-anak yang ditahan tersebut disiksa saat berada di dalam penjara.

    Hal tersebut membuat keluarga dan warga marah sehingga menyulut semangat

    demonstrasi anti rezim yang awalnya hanya ditujukan kepada Gubernur

    4M. Agastya ABM,  Arab Spring : Badai Revolusi Timur Tengah (Jogjakarta : IRCiSoD,

    2013)., hal. 107.5

    Trias Kuncahyono,  Musim Semi di Suriah : Anak-anak Penyulut Revolusi  (Jakarta:Penerbit Kompas, 2012), hal. 114

    http://id.wikipedia.org/wiki/Sudanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Omar_al-Bashirhttp://id.wikipedia.org/wiki/Irakhttp://id.wikipedia.org/wiki/Nouri_al-Malikihttp://id.wikipedia.org/wiki/Libyahttp://id.wikipedia.org/wiki/Muammar_al-Gaddafihttp://id.wikipedia.org/wiki/Perang_saudara_Libya_2011http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Libya_dalam_pemerintahan_Gaddafi&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pasukan_anti-Gaddafi&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Benghazihttp://id.wikipedia.org/wiki/Benghazihttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pasukan_anti-Gaddafi&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Libya_dalam_pemerintahan_Gaddafi&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_saudara_Libya_2011http://id.wikipedia.org/wiki/Muammar_al-Gaddafihttp://id.wikipedia.org/wiki/Libyahttp://id.wikipedia.org/wiki/Nouri_al-Malikihttp://id.wikipedia.org/wiki/Irakhttp://id.wikipedia.org/wiki/Omar_al-Bashirhttp://id.wikipedia.org/wiki/Sudan

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    15/109

    setempat.

    Perilaku membuat grafiti di dinding tersebut oleh anak-anak sekolah usia

    sekitar 10-15 tahun merupakan perbuatan yang mereka tiru dari televisi yang

    menyiarkan tentang perilaku serupa yang dilakukan oleh para demonstran di

    Tahrir Square, Mesir. Namun, aparat keamanan (mukhabarat ) setempat

    menganggap hal ini merupakan pembangkangan terhadap rezim, sehingga

    mereka merasa perlu menindak tegas aksi tersebut. Mereka menganggap,

     bahwa anak-anak tersebut adalah perpanjangan tangan para demostran dan

    termasuk ke dalam tindakan subversif. Tindakan kekerasan yang dilakukan

    aparat keamanan tersebut, mengakibatkan warga masyarakat beserta keluarga

    kota Deraa melakukan aksi protes yang ditujukan kepada Gubernur kota Deraa,

    Faisal Khaltoum. Namun, protes yang dilancarkan oleh para demostran malah

    disambut dengan pemukulan dan pembubaran paksa aksi yang dilakukan di

    depan kediaman gubernur tersebut. Aparat keamanan kemudian melanjutkan

    aksinya dengan menyemprotkan gas air mata, air, dan tembakan ke arah para

    demonstran hingga menelan korban.6 

    Aksi di atas membuat para demonstran semakin marah dan akhirnya

    merambah ke kota-kota lainnya di Suriah. Tuntutan yang diajukan para

    demonstran pun akhirnya beragam, yang pada awalnya hanya sebatas

     pembebasan kepada anak-anak yang ditahan hingga menjadi penurunan rezim

    yang berkuasa.

    Melihat begitu banyaknya demonstrasi di wilayah Suriah, pemerintah

    6

    Kuncahyono,  Musim Semi di Suriah : Anak-anak Penyulut Revolusi, 2012, hal. 115  –  116.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    16/109

     pusat tidak bisa tinggal diam. Pemerintah, melancarkan serangan kepada para

    demonstran secara masif. Gerakan para demonstran kemudian dijadikan

    kesempatan bagi para oposisi untuk membantu berjuang bersama

    menumbangkan rezim yang berkuasa, Bashar Al-Asad. Kemudian seiring

     berjalannya konflik, banyak  free rider 7   yang turut memperkeruh suasana di

    Suriah baik itu di pihak oposisi maupun loyalis pemerintah.

    Sudah hampir dua tahun konflik di Suriah dalam Arab Spring

     berlangsung, namun belum terlihat tanda-tanda akan berakhirnya konflik

    tersebut. Dalam periode Arab Spring kali ini, konflik yang terjadi di Suriah

    merupakan konflik terlama dibandingkan dengan negara-negara Arab lainnya

    sebagaimana yang terjadi di Tunisia, Mesir, dan sebagainya. Kedua belah pihak

     baik oposisi maupun loyalis sama-sama memiliki kekuatan yang seimbang,

    sehingga terjadi deadlock  yang menyebabkan konflik ini sulit diatasi. Konflik

    tersebut telah menelan banyak korban. Meskipun demikian tetap saja tidak

    menyulutkan semangat kedua belah pihak untuk menurunkan ego dan

    tuntutannya.

    Konflik tersebut tidak hanya menelan korban jiwa tapi juga materil yang

    tidak sedikit jumlahnya. Hal itu dapat dilihat dari lamanya konflik ini

     berlangsung mengingat Suriah bukan termasuk negara yang makmur malah

    cenderung sebagai negara yang memiliki tingkat inflasi dan pengangguran

    yang cukup tinggi, namun dapat menggelontorkan biaya yang besar untuk

     perang.

    7Free Rider merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kelompok atau

    individu yang memiliki kepentingan tersembunyi dengan mencari keuntungan atas suatu masalahyang sedang terjadi.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    17/109

    Kekuatan Bashar al-Asad sebagai presiden sekaligus panglima tertinggi

    angkatan bersenjata Suriah juga cukup mencengangkan karena tetap konsisten

    melawan oposisi, yang telah menelan banyak korban dari pihak sipil.

    Selain itu, banyaknya pihak asing yang ikut bermain dalam konflik ini

    membuat konflik ini semakin sulit diatasi. Ketersediaan sumber daya alam yang

    dimiliki Suriah, tidak seperti negara Arab lainnya, tentu hal ini pun melahirkan

     pertanyaan perihal kepentingan apa yang akan dituai dari para pihak asing yang

    ikut bermain dalam konflik tersebut. Oleh karena itu penulis mencoba melakukan

     penelitian untuk mengkaji konflik yang terjadi di Suriah pada pemerintahan

    Presiden Bashar al-Asad. Berdasarkan masalah tersebut, maka skripsi ini berjudul

    “Konflik Suriah pada saat Arab Spring 2010”.

    B.  Pembatasan dan Perumusan Masalah

    1. 

    Pembatasan Masalah

    Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam dan tidak

    melebar ke topik yang lain, maka penulis memfokuskan batasan masalah

    yang akan dibahas di skripsi ini yaitu dimulai tahun 2011 saat Suriah ikut

    terkena gejolak Arab Spring hingga Bashar Al-Asad kembali menjabat

    sebagai presiden Suriah untuk ketiga kalinya.

    2.  Perumusan Masalah

    Berdasarkan pernyataan masalah di atas, maka peneliti merumuskan

     pertanyaan penelitian sebagai berikut :

    1.  Bagaimana konflik di Suriah dapat terjadi?

    2.  Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi konflik di Suriah?

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    18/109

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian : 

    1. 

    Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana konflik di

    Suriah terjadi dan apa saja faktor yang mempengaruhi konflik di

    negara tersebut.

    2.  Manfaat Penelitian :

    a.  Manfaat Akademis :

    1.  Untuk memberikan kontribusi literatur keilmuan dan

    menjadikan skripsi 

    ini sebagai literatur di bidang ilmu politik.

    2.  Penelitian ini diharapkan menambah informasi bagi peneliti

    skripsi yang menulis masalah yang sama di masa yang

    akan datang.

    b. Manfaat Praktis :

      Mengembangkan ilmu politik khususnya analisa terhadap

    konflik yang terjadi di suatu negara, sehingga dapat dilihat

    tidak hanya dari satu sudut pandang saja.

    D.  Tinjauan Pustaka

    Tinjauan pustaka yang peneliti gunakan diantaranya buku dengan judul

    “Musim Semi di Suriah : Anak-anak Sekolah Penyulut Revolusi” oleh Trias

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    19/109

    Kuncahyono. Buku tersebut membahas keadaan Suriah sebelum terjadi

    revolusi hingga saat revolusi sedang berlangsung.

    Buku selanjutnya yang menjadi tinjauan pustaka adalah “Prahara Suriah :

    Membongkar Persekongkolan Multinasional” oleh Dina Y Sulaeman. Buku

    tersebut membahas propaganda yang dilakukan beberapa media massa

    maupun elektronik pro oposisi dan barat guna mendapatkan dukungan

    intervensi politik dan keamanan dari masyarakat dunia.

    Kemudian, kesamaan penelitian yang penulis lakukan dengan dua

     penelitian sebelumnya adalah terletak pada periode yang digunakan, yaitu

     pada saat Arab Spring berlangsung. Perbedaannya adalah penulis berusaha

    memaparkan faktor apa saja yang menjadi penyebab Suriah ikut terkena

    gelombang Arab Spring.

    E.  Metodologi Penelitian

    a.  Pendekatan Penelitian

    Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif.

    Penelitian kualitatif adalah melakukan pengamatan terhadap individu-

    individu dengan cara berdialog langsung, serta mengetahui bahasa dan

     pandangan mereka, yang berkaitan dengan lingkungannya.8 

    Peneliti mengggunakan pendekatan penelitian tersebut berdasarkan

     pertimbangan bahwa penelitian kualitatif menjelaskan suatu fenomena

    melalui pengumpulan data yang akan menghasilkan pemahaman yang

    8S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif (Bandung : Tarsito, 2003)., hal. 5.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    20/109

    lebih mendalam tentang pokok permasalahan yang akan diangkat dalam

     penelitian ini.

    b.  Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini akan dilakukan di Perpustakaan Utama Universitas Islam

     Negeri Syarif Hidayatullah, Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu

    Politik UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakaan Freedom Institute,

    Perpustakaan Utama Universitas Indonesia, Perpustakaan Pasca Sarjana

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah dan kedutaan besar Suriah

    yang mempunyai sumber terpercaya dari informasi atas kasus ini hingga

    skripsi selesai.

    c.  Teknik Pengumpulan Data

    Dalam mengumpulkan data saat penelitian, maka penulis

    menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara penelitian

    kepustakaan (library research). Maka, penelitian ini menggunakan buku,

     jurnal, serta artikel pada media massa dan internet sebagai data pokok, dan

    wawancara dengan pengamat Timur Tengah, para diplomat, dan Direktorat

    Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Republik

    Indonesia sebagai data penunjang.

    d.  Teknik Analisa Data

    Untuk menganalisa data, penulis akan menerapkan metode analisa

     penelitian secara deskriptif analitis. Deskriptif analitis adalah metode

    dengan menggambarkan hal-hal yang menjadi objek penelitian, sehingga

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    21/109

    diharapkan mampu menjawab berbagai permasalahan tersebut. Proses ini

    terbagi menjadi tiga bagian, yaitu reduksi data, penyajian data, dan

     penarikan kesimpulan.9  Proses tersebut diharapkan dapat memberikan

    ketepatan dalam mengelola data penelitian ini.

    F.  Sistematika Penulisan

    Dalam menjelaskan permasalahan tersebut dalam bagian lengkap, maka

     penulis memberikan sistematika penulisan dalam suatu kaidah garis-garis

     besar penulisan melalui beberapa bab, disertai dengan sub-bab dalam

    menjelaskan berbagai hal yang lebih terperinci dan membutuhkan kajian yang

    lebih mendalam. Adapun deskripsi dari sistematika penulisan sebagai berikut:

      Bab I : Pendahuluan, meliputi : pernyataan masalah, pembatasan dan

     perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,

    metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

      Bab II : Kerangka Teori

      Bab III : Pembahasan konflik di Suriah, mulai dari awal pembentukan

    Suriah, peristiwa Arab Spring hingga Suriah Spring, dan keadaannya

    hingga saat skripsi ini ditulis.

      Bab IV : Pembahasan mengenai analisa komparatif konflik dan faktor

    terjadinya konflik Suriah.

    9

    Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial : Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif(Jakarta : Erlangga, 2009)., hal. 148.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    22/109

      Bab V : Penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran atas penelitian

    ini.

      Daftar Pustaka.

      Lampiran.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    23/109

    BAB II

    Kerangka Teoretis

    Dalam bab ini, penulis akan memaparkan teori10 Antagonisme Politik dan

    teori Elit Politik. Kedua teori tersebut menggambarkan dan membahas fenomena-

    fenomena dan fakta-fakta politik dengan tidak mempersoalkan norma-norma atau

    nilai dan dinamakan non-valutional (value-free).11  Dengan menggambarkan

    kerangka teoritis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan jawaban awal

    dalam berbagai permasalahan terhadap konfik yang terjadi di Suriah pada masa

     pemerintahan Bashar Al-Assad.

     A.  Teori Antagonisme Politik

    Antagonisme adalah sebuah realitas yang menempatkan sesuatu menjadi

    lawan dari sesuatu, apakah hal tersebut untuk mempertahankan kedudukan,

    merebut kekuasaan, atau mempertahankan diri dari ancaman politik.12 Dalam

    teori sosiologi politik, Maurice Duverger melihat bahwa antagonisme politik

    lahir dari berbagai sebab yang digolongkan ke dalam dua kategori. Pertama,

    sebab individual , seperti kecerdasan pribadi dan faktor psikologis. Kedua,

    10Teori adalah generalisasi yang abstrak mengenai beberapa fenomena. Dalam menyusun

    generalisasi, teori selalu memakai konsep-konsep yang lahir dalam pikiran manusia, dan karena

    hal tersebut, onsep bersifat abstrak, sekalipun fakta-fakta dapat dipakai sebagai batu loncatan.

    Teori politik adalah bahasan dan generalisasi dari fenomena yang bersifat politik. Bahasan dalam

    fenomena yang bersifat politik seperti; tujuan dari kegiatan politik, cara-cara mencapai tujuan

    tersebut, kemungkinan dan kebutuhan yang ditimbulkan oleh situasi politik tertentu, kewajiban-kewajiban yang diakibatkan oleh tujuan politik tersebut. Sumber : Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar

     Ilmu Politik, cet. 4. (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2009)., hal. 43.

    11Miriam Budiardjo,  Dasar-Dasar Ilmu Politik, cet. 4. (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka

    Utama, 2009)., hal. 44.

    12

      Maurice Duverger , Sosiologi Politik. Penerjemah Daniel Dhakidae  (Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 156.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    24/109

    sebab kolektif , seperti faktor-faktor rasial, perbedaan dalam kelas-kelas sosial

    dan faktor sosiokultural.

    1.  Tingkat Individual

    Ada dua jenis sebab individual di dalam pergolakan politik. Pertama

    adalah, perbedaan bakat alami di kalangan manusia. Ada manusia yang lebih

     berbakat daripada yang lain dalam konteks untuk menjamin kekuasaannya. Di

     pihak lain, tergantung pada kecenderungan psikologis, individu-individu

    tertentu lebih cenderung daripada yang lain kepada dominasi atau kepatuhan:

    yang pertama berusaha untuk memerintah yang terakhir, dan yang terakhir

    lebih atau kurang menerima keadaan taklukannya.13 

    1.1 

    Bakat-bakat Individual

    Teori-teori yang menjelaskan tentang pergolakan-pergolakan

     politik dalam hubungannya dengan perbedaan di dalam bakat-bakat

     pribadi berasal dari konsep-konsep biologis Charles Darwin tentang

    Struggle of life. Menurutnya, setiap individu harus bertempur melawan

    yang lain untuk kelangsungan hidup, dan hanya yang paling mampu

    yang berhasil. Proses seperti ini (seleksi alam) menjamin

    terpeliharanya spesies maupun perbaikannya. Kemudian proses seperti

    ini menjelma menjadi perjuangan untuk memuaskan kebutuhan

    manusia. Di dalam arena politik, hal ini menjadi perjuangan untuk

     posisi utama dan hal ini berlaku sebagai landasan teori elite (dari

    13Duverger , Sosiologi Politik, hal.158.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    25/109

     persaingan merebut kekuasaan, munculah yang terbaik, yang paling

    mampu, dan mereka yang mampu memerintah).

    Di dalam doktrin-doktrin liberal tentang elite, persaingan seleksi

    alam didasarkan pada motif-motif ekonomi dan keinginan-keinginan

    diri sendiri. Sejak permulaan munculnya manusia hingga saat ini,

    kecenderungan untuk saling menguasai antara satu manusia dengan

    yang lain adalah alasan dari faktor kelangkaan ekonomi.

    14

      Dengan

    setiap orang mencoba untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan

     pribadinya, maka persaingan permanen muncul sebagai akibat dari

    konsumen yang terlalu banyak dan barang-barang konsumsi yang

     jumlahnya terbatas. Dalam kompetisi ini, mereka yang memegang

    kekuasaan memperoleh keuntungan yang penting. Dalam sejarahnya,

     baik individu, kelompok, maupun kelas sosial yang melaksanakan

    kekuasaan politik, semakin banyak kekuasaan politik dimiliki

    seseorang semakin besar bagian seseorang dalam kekayaan ekonomi;

    dan juga sebaliknya, semakin besar bagian seseorang dalam kekayaan

    ekonomi, maka semakin besar bagiannya dalam kekuasaan politik.

    Dalam perjuangan politik sebagaimana terdapat persaingan

    ekonomi, peserta yang terbaik yang menang, yaitu mereka yang paling

     bermutu dalam intelegensinya, keberaniannya, kekuatannya,

    kelicikannya, dan kemampuannya bekerja. Sebagaimana dalam motif

     politik, kepentingan pribadi juga merupakan motif utama dalam

    14Duverger , Sosiologi Politik, hal.161.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    26/109

     persaingan ekonomi. Kekuasaan dicari bagi keuntungan dirinya dan

     bukan karena dedikasinya bagi pelayanan umum. Persaingan ekonomi

    menempatkan wiraswasta yang terbaik menjadi kepala produksi

    sedang mereka yang kurang berbakat disingkirkan. Maka, dalam

     pandangan liberal, integrasi politik dihasilkan oleh perjuangan politik

    itu sendiri.

    Selanjutnya, di dalam teori konservatif tentang elite menganggap

     perbedaan dalam bakat sebagai faktor utama di dalam pergolakan

     politik. Kaum konservatif lebih percaya bahwa orang yang lebih

    mampu lebih dimotivasi oleh pertimbangan altruistic15  daripada

     pertimbangan ekonomi.16  Orang yang lebih mampu bukanlah orang

    yang paling kuat, inteligen, licik, atau pun berani, tapi mereka yang

     paling baik. Orang yang paling baik memiliki kualitas moral dan

    keputusan nilai yang lebih dari yang lain.

    Teori ini didasarkan kepada pemahaman bahwa manusia secara

    alami jahat, dimotivasikan oleh naluri dan impuls yang rendah, dan

    15Altruisme atau altruistic adalah perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa

    memperhatikan diri sendiri. Perilaku ini merupakan kebajikan yang ada dalam banyak   budaya dandianggap penting oleh beberapa agama.  Gagasan ini sering digambarkan sebagai aturan emas 

    etika. Beberapa aliran filsafat, seperti Objektivisme  berpendapat bahwa altruisme adalah suatu

    keburukan. Altruisme adalah lawan dari sifat egois yang mementingkan diri sendiri. Altruisme

    dapat dibedakan dengan perasaan loyalitas dan kewajiban. Altruisme memusatkan perhatian pada

    motivasi untuk membantu orang lain dan keinginan untuk melakukan kebaikan tanpa

    memperhatikan ganjaran, sementara kewajiban memusatkan perhatian pada tuntutan moral dari

    individu tertentu (seperti Tuhan, raja), organisasi khusus (seperti  pemerintah), atau konsep abstrak

    (seperti  patriotisme,  dsb). Beberapa orang dapat merasakan altruisme sekaligus kewajiban,

    sementara yang lainnya tidak. Altruisme murni memberi tanpa memperhatikan ganjaran atau

    keuntungan. Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Altruisme 

    16Duverger , Sosiologi Politik, hal.163.

    http://id.wikipedia.org/wiki/Budayahttp://id.wikipedia.org/wiki/Budayahttp://id.wikipedia.org/wiki/Budayahttp://id.wikipedia.org/wiki/Agamahttp://id.wikipedia.org/wiki/Agamahttp://id.wikipedia.org/wiki/Aturan_emashttp://id.wikipedia.org/wiki/Aturan_emashttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Objektivisme&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Objektivisme&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Tuhanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Tuhanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Tuhanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Rajahttp://id.wikipedia.org/wiki/Rajahttp://id.wikipedia.org/wiki/Rajahttp://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Patriotismehttp://id.wikipedia.org/wiki/Patriotismehttp://id.wikipedia.org/wiki/Altruismehttp://id.wikipedia.org/wiki/Altruismehttp://id.wikipedia.org/wiki/Altruismehttp://id.wikipedia.org/wiki/Altruismehttp://id.wikipedia.org/wiki/Patriotismehttp://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Rajahttp://id.wikipedia.org/wiki/Tuhanhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Objektivisme&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Aturan_emashttp://id.wikipedia.org/wiki/Agamahttp://id.wikipedia.org/wiki/Budaya

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    27/109

    senantiasa siap untuk kembali kepada keadaan kebuasan primitive.

    Hanya beberapa individu yang dikaruniai kekuatan moral yang besar,

     berhasil mengatasi kecenderungan instingtif tersebut. Peradaban

    dipertahankan terutama melalui penggunaan kekuatan, yang

    dilaksanakan oleh kekuasaan politik yang dipegang oleh elite. Tanpa

    kekerasan semacam ini, masyarakat akan jatuh ke dalam anarki dan

     berbalik kepada keadaan buas.

    Perjuangan politik kaum elite tidak tergerak terutama oleh

    kepentingan diri sendiri, akan tetapi lebih dimotivasi oleh rasa

    mengabdi (sense of service). Mereka percaya bahwa kepentingan diri

    sendiri adalah kasar dan tidak patut. Dalam doktrin ini bukan saja

     bakat yang dibawa sejak lahir yang menjadi dasar perbedaan antara

    kaum elite dan massa tapi juga latihan sosial yang mengembangkan

    naluri-naluri baik dan menekan naluri buruk. Namun pada prinsipnya,

     pergolakan antara kaum elite dan massa, atau antara orang yang sangat

     berbakat dengan orang yang kurang berbakat, adalah pergolakan

    individual.

    Teori konservatif cenderung mencampurbaurkan elite yang terdiri

    dari individu-individu yang superior dengan aristokrasi kasta turun-

    temurun. Secara normal, aristokrasi dan elite berada dalam satu jalur.

    Peradaban berpijak kepada pembentukan elite di dalam masyarakat

    dengan rasa kepentingan masyarakat, kehormatan, dan pelayanan,

    yang diwarisi turun temurun di tengah kehidupan massa yang hanya

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    28/109

    dimotivasi oleh keinginan dan naluri kepentingan diri sendiri.

    Dalam doktrin konservatif, seorang sosiolog Italia, Vilfredo Pareto,

    mengungkapkan tentang gerakan elite yang mengungkapkan konflik

     permanen antara permainan silang bakat individual dan kecenderungan

    untuk membentuk kelas-kelas sosial atau kasta turun-temurun.

    Menurutnya, elite adalah

    Individu-individu yang paling mampu dalam setiap cabang kegiatanmanusia. Mereka berjuang melawan kaum-kaum yang kurang berbakat,

    kurang mampu untuk mencapai posisi kekuasaan. Namun dalam usahaini, mereka diblokir oleh kecenderungan kaum elite yang berkuasa untukmembentuk oligarki-oligarki yang mengabdikan diri sendiri dan turun-temurun sehingga membatasi gerakan kaum elite untuk maju ke tanggaatas sosial dari mereka yang terbaik dan yang paling berbakat.17 

    Dalam teori Pareto, bila kelas-kelas sosial atau kasta sangat kaku

    dan tertutup rapat, maka individu-individu yang berbakat dari kasta atau

    kelas yang lebih rendah tidak memiliki kesempatan untuk bangkit ke posisi

    yang sesuai dengan kemampuannya. Maka konsekuensinya, mereka

     bergabung untuk melawam tatanan sosial yang ada, dengan tingkat

    kekerasan yang lebih besar untuk menjatuhkan tatanan sosial tersebut.

    Sebaliknya, jika kelas-kelas yang memerintah lebih terbuka dan mudah

    untuk didekati, maka individu-individu yang sangat berbakat dari kelas-

    kelas yang lebih rendah dapat diterima dan akan mengurangi ketegangan

    sosial.18 Kekakuan yang ada pada setiap kelas lebih mungkin merupakan

    reaksi dari sikap kelas yang memerintah (the ruling class).

    1.2 

    Sebab-sebab Psikologis

    17

    Duverger , Sosiologi Politik, hal.165.18Duverger , Sosiologi Politik, hal.166.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    29/109

    Dalam menganalisa faktor terjadinya antagonisme politik, kemampuan

    individual (bakat individu) dan tempramen psikologis merupakan dua

    alasan dari terjadinya antagonisme tersebut. Kemampuan individual (bakat

    individu) merupakan aspek eksternalnya, sedangkan analisa psikologis

    merumuskan hakikat dalamnya.19 

    Bagi psikoanalis, antagonisme politik merupakan akibat dari frustasi

     psikologis yang kurang atau lebih berhubungan dengan konflik dari masa

    kecilnya yang terkubur di dalam alam bawah sadar. Pengalaman dari masa

    kecil memiliki pengaruh yang menentukan terhadap perkembangan

     psikologis berikutnya di masa yang akan datang seorang individu. Dalam

    tahap pertama eksistensinya, seorang anak hidup di dalam suatu keadaan

    yang dikuasai oleh kesenangan atau kebebasan. Hidup seorang anak

    didominasikan oleh prinsip kesenangan. Selanjutnya, unuk dapat

     bergabung dengan masyarakat, dia harus mengganti prinsip kesenangan

    dengan prinsip kenyataan, yang berarti dia harus menekan kesenangan dan

    membatasi kesenangan tersebut. Dia diwajibkan untuk mengikuti dan

    mematuhi segala aturan yang berlaku di masyarakat. Namun, naluri

    kesenangan tersebut terlalu kuat untuk dihilangkan. Perdebatan batin

    dalam diri seseorang menyangkut naluri kesenangannya dengan aturan di

    masyarakat menghasilkan frustasi yang menjadi pondasi lahirnya

    antagonisme sosial.

    Peradaban industri, yang menjadikan alam semesta menjadi rasional,

    19Duverger , Sosiologi Politik, hal.174.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    30/109

    mekanis, modal, dan antiseptik, bertentangan secara diametris terhadap

    kecenderungan instingtif dan keinginan yang mendalam dari manusia.

    Kemajuan teknologi yang membangun suatu dunia dimana naluri

    manusiawi tidak mendapat tempat, cenderung menyebabkan

    meningkatnya sifat agresif, dalam keinginan untuk menguasai, dalam

    kekerasan, dan konsekuensinya di dalam intensifikasi antagonisme dan

    konflik.20 

    Faktor-faktor yang jelas di dalam antagonisme politik bisa juga

    menjadi produk dari fenomena kompensasi. Keinginan untuk menguasai

    dan sikap otoritarian bisa juga menjadi akibat dari keinginan untuk

     berkuasa dari seorang individu yang kuat dan penuh energi, atau dari

    kelemahan psikologis, kekacauan dari dalam bati, ketidakmampuan untuk

    memperoleh respek orang lain, yang tersembunyi di balik sikap yang

     persis sebaliknya.

    Seorang ilmuan asal Amerika, Theodora Adorno, pada tahun 1950

     pernah melakukan penelitian tentang kepribadian otoritarian. Kepribadian

    tersebut didefinisikan oleh konformitas yang sangat kuat, kepatuhan buta

    oleh penglihatan yang disederhanakan tentang alam sosial dan moral yang

    dibagi ke dalam kategori yang jelas (baik dan buruk, hitam dan putih).21 Di

    dalam otoritarian muncul paham di mana yang berkuasa harus memerintah

    karena mereka yang terbaik, yang lemah harus mendapatkan tempat di

     bawah karena dari segala segi mereka lebih rendah, dan nilai orang

    20

    Duverger , Sosiologi Politik, hal. 178.21Duverger , Sosiologi Politik, hal.179.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    31/109

    ditentukan hanya oleh kriteria luar, yang didasarkan pada kondisi sosial.

    Umumnya, kepribadian otoritarian adalah khas milik individu-individu

    yang tidak pasti akan dirinya sendiri, yang tidak pernah berhasil di dalam

    membangun kepribadiannya sendiri dan menstabilkannya, yang tidak

     percaya kepada dirinya sendiri dan meragukan identitasnya. Mereka

     berpegang teguh pada bentuk-bentuk luar karena mereka mempunyai

    sesuatu di dalam dirinya sendiri untuk berpegang. Stabilitas ketertiban

    sosial dengan demikian menjadi dasar stabilitas kepribadiannya sendiri,

    yang bisa menjadi disintegrasi tanpanya. Lalu, sejalan dengan semua itu,

     bilamana mereka mempertahankan ketertiban sosial, adalah diri mereka

    sendiri, dasar dari keberadaannya sendiri dan equilibrium psikologisnya

    sendiri yang mereka bela. Hal ini yang menjadi dasar bentuk

    keagresifannya dan kebenciannya terhadap mereka yang tidak setuju

    dengannya, terutama terhadap “orang lain”, orang-orang “yang berbeda”,

    yang jalan hidupnya dan sistem nilai-nilainya menantang ketertiban sosial

    yang ada, mereka yang mempertanyakan dasar-dasar dan prinsip-prinsip

    umumnya. Kepribadian otoritarian mendukung partai-partai konservatif

    dalam masa tenang ketika ketertiban sosial tidak terancam. Bila timbul

    ancaman, sikap keagresifannya dengan sendirinya timbul dan

    mendorongnya kearah gerakan-gerakan fasistis. Maka, orang-orang yang

     paling tidak stabil ke dalam mempengaruhi secara luar bisaa wajah

    stabilitas dari luar: partai-partai politik yang dibangun atas kekerasan

    adalah terutama terdiri dari individu-individu yang lemah.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    32/109

    Seringkali, otoritarianisme, dominasi, dan kekerasan merupakan

    kompensasi bagi kekecewaan dan kemunduran pribadi. Seorang

     psikoanalis pemberontak, Alred Adler, mencatat bahwa brutalitas dan

    despotisme seringkali menjadi overkompensasi bagi kesakitan yang

    dialami orang-orang kecil atau dengan cacat fisik. Ia menganggap

    kecenderungan otoritarianisme suatu unsur fundamental di dalam jiwa

    manusia. Baginya, naluri untuk menguasai adalah sumber perilaku

    manusia, yang menggantikan libido, naluri kesenangan.

    Dalam psikoanalisa mengenai antagonisme politik, ada penjelasan

     bahwa terjadi ambivalensi yaitu adanya konflik dan integrasi di dalam

    fenomena kekuasaan politik. Hal ini juga terkait akan perasaan seorang

    anak terhadap orang tuanya. Banyak ahli yang mengemukakan bahwa

    keluarga merupakan sel atau unit dasar dari semua masyarakat manusia,

    dan yakin bahwa yang terakhir dibentuk menurut pola keluarga. Simon

    Freud berpendapat bahwa otoritas orang tua berlaku sebagai model sampai

    tingkat tertentu, sebagai suatu proto tipe bagi bentuk-bentuk lain dari

    otoritas. Di dalam pengalaman pertama peralihan manusia dari prinsip

    kesenangan kepada prinsip kenyataan, orang tua memainkan peranan yang

    menentukan. Mereka merumuskan aturan-aturan, kewajiban-kewajiban,

    dan larangan-larangan yang harus diikuti oleh seorang anak. Peranan

    orang tua seperti ini menciptakan konflik di dalam hati seorang anak.

    Sampai dengan saat itu, anak dapat menerima apa adanya, semata-mata

    kegembiraan dan kesenangan. Kini mereka menjadi rintangan bagi

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    33/109

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    34/109

    didorong oleh kecenderungan-kecenderungan pribadinya kearah sikap-

    sikap politik tertentu, yang membawanya kepada konflik-konflik

    dengan tipe manusia lain yang kecenderungan pribadinya

    membawanya kepada sikap politik yang berlawanan. Konsep tersebut

     berada di dalam kerangka sebab-sebab individu bagi antagonisme

     politik.

    a. 

    Klasifikasi Umum Tempramen dan Sikap Politik

    Klasifikasi ini dipopulerkan di Perancis oleh Rene Le Senne dan

    Gaston Berger. Hal ini tergantung dari 3 kriteria dasar : emotivity,

    activity, dan reverberation, yaitu panjangnya jangka waktu suatu ide

    atau citra bertahan di dalam pikiran seseorang.

    Dalam hubungan dengan reverberation di wilayah politik, orang

    dengan tipe amorph (unemotive, inactive, primary) dan yang

     phlegmatics (unemotive, inactive, secondary) bisaanya indiferen

    terhadap perjuangan atau konflik, tidak berminat untuk memperoleh

    kekuasaan, menghormati kebebasan orang lain, dan dari sini moderat

    dan bersifat mendamaikan dalam antagonisme politik. Sebaliknya,

    individu yang passionate (emotive, active, secondary) dan yang

    choleric (emotive, active, primary) tertarik kepada pergolakan politik

    dan perjuangan untuk merebut kekuasaan; tipe yang pertama bisaanya

     para pemimpin yang otoritarian, dan tipe yang kedua bisaanya orang

    yang membentuk opini public, orator, dan wartawan yang pada

    akhirnya bisaanya tidak akan melaksanakan kekuasaan secara

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    35/109

    diktatoral. Orang dengan tipe lainnya yaitu nervous (emotive, inactive,

     primary) dan sentimental (emotive, inactive, secondary) bisaanya

    orang dengan tipe revolusioner, yang pertama agak anarkis, sedang

    yang kedua tidak selalu enggan untuk mempergunakan metode-metode

    otoritarian. Orang dengan tipe apathetic (unemotive, inactive,

    secondary) bisaanya konservatif, dan sanguine (unemotive, active,

     primary) cenderung menjadi oportunis.22 

     b.  Teori Eysenck tentang Tempramen Politik

    Seorang ahli psiko-sosiologi Inggris H.J. Eysenck membangun

    sebuah klasifikasi tempramen politik. Klasifikasinya didasarkan pada

    analisa secara matematis dari jawaban-jawaban kuesioner tentang

    sikap-sikap politik. Sumbangannya pada ilmu sosiologi politik adalah

     pada penggantian klasifikasi berdimensi satu dengan berdimensi

     banyak, yang memakai dua sumbu : sumbu pertama adalah radikal-

    konservatif, dan yang kedua adalah sumbu keras-lembut.23 

    2.  Tingkat Kolektif.

    Antagonisme yang bergerak pada Tingkat kolektif adalah konflik-konflik

     politik yang mencerminkan perjuangan-perjuangan antar ras, persaingan-

     persaingan antar bangsa, propinsi-propinsi dan komunitas territorial lainnya,

    kompetisi antara kelompok-kelompok yang diorganisir, dan pertempuran

    22

    Duverger , Sosiologi Politik, hal. 200-203.23Duverger , Sosiologi Politik, hal. 204.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    36/109

    antara kelompok ideologi atau agama.24 

    a. 

    Perjuangan Kelas

    Banyak orang percaya bahwa antagonisme politik disebabkan oleh

    ketidaksamaan antara kelompok-kelompok sosial atau pun kelas-kelas sosial.

    Para ahli sosiologi Amerika masa sekarang menganut paham bahwa perbedaan

    kelas didasarkan pada perbedaan kontras antara yang kaya dengan yang

    miskin, yang berpunya dengan yang tidak, dan kelompok yang berprivilese

    dengan kelompok yang dihisap, kedalam teori tentang strata sosial. Namun,

    Marxisme menempatkan perbedaan kelas sosial kepada peranan yang lebih

    rendah dan menolak hal tersebut. Mereka berpendapat bahwa apakah yang

    menyebabkan kekayaan dari beberapa orang dan kemiskinan orang-orang

    yang lain. Karena, bilamana kekayaan dan kemiskinan hanya tergantung dari

    kemampuan individual dari seseorang, pada inelegensi, kekuatan, dan

    kemampuan bekerja, maka seharusnya tidak ada kelas. Kemiskinan dan

     penghisapan adalah akibat dari kelahiran dan dengan demikian mempunyai

    sifat turun temurun. Konsep kelas didasarkan pada ide bahwa perbedaan

    dalam status sosial tidak tergantung hanya pada individu-individu, akan tetapi

    dipaksakan kepada mereka atas cara yang khusus.

    Dalam kaitannya dengan Antagonisme, hanya beberapa orang yang

    menyangkal bahwa antagonisme kelas adalah sumber konflik politik. Bagi

    kaum Marxis, antagonism kelas adalah refleksi dari perjuangan kelas, yang

     pada gilirannya ditentukan oleh system produksi dan system milik, yang

    24Duverger , Sosiologi Politik, hal. 188.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    37/109

    keduanya merupakan efek dari perkembangan teknologi.

     b. 

    Konflik-Konflik Rasial

    Anagonisme politik tertentu disebabkan juga oleh konflik antar ras. Dari

    segi zoologis, manusia merupakan species homo sapiens, tetapi dibagi lagi

    menjadi beberapa varietas yang memiliki sifat turun temurun tertentu.25 

    Teori rasis mengatakan bahwa ras manusia yang berbeda-beda mempunyai

     bakat-bakat sosial dan intelektual yang tidak sama dan tidak merata. Mereka

    menganggap beberapa ras secara biologis lebih rendah dari yang lain,

    misalnya tidak mampu mengorganisir dan mempertahankan masyarakat

    modern pada tingkat yang maju. Namun, ras-ras tersebut yang dianggap lebih

    rendah, tidak mau mengakui ketidakmampuannya. Maka, terjadilah

     pertentangan antar ras-ras yang dianggap lebih rendah dengan ras-ras yang

    dianggap lebih tinggi, untuk memperoleh dan melaksanakn kekuasaan politik.

    Karena itu, terjadilah perlawanan melawan ras-ras superior demi menghindari

     penguasaan ras tersebut.

    Teori-teori rasis sebenarnya tidak mempunyai nilai ilmiah. Pelariannya

    kepada ilmu pengetahuan adalah sebuah percobaan untuk mendapatkan

     pengesahan, suatu usaha yang kurang lebih secara tidak sadar untuk menutupi

    alasan-alasan yang secara sosial tidak dapat diterima.

    Kenyataan bahwa teori-teori ras adalah palsu tidaklah menghindari

    terjadinya konflik-konflik rasial. Namun, bukan konflik antara ras yang

    25Duverger , Sosiologi Politik, hal. 228.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    38/109

    rendah atau yang lebih tinggi, namun lebih kepada konflik antara ras-ras yang

     berbeda-beda. Secara mendasar, ada perbedaan konflik rasial, yaitu konflik

    rasial vertikal dan konflik rasial horizontal.

    Konflik rasial vertikal terjadi antara kelompok rasial yang dominan, yang

     bertempat tinggi di atas tangga sosial, dan kelompok rasial yang diperintah,

    yang bertempat di bawahnya. Contohnya konflik rasial antara orang-orang

    kulit putih dan orang-orang deng kulit hitam di tanah-tanah jajahan. Dalam

    konflik rasial horizontal, kedua ras yang bertentangan satu sama lain yang

    tidak berada dalam hubungan dominan bawahan. Contohnya adalah konflik

    antara suku-suku di beberapa negara Afrika saat ini.

    Jika dilihat dari para pelaku konflikya, sebenarnya konflik antar ras yang

    terjadi saat ini bukanlah soal tentang ras-ras yang benar dalam pengertian

     biologis, akan tetapi tentang pseudoras, yang adalah entitas kultural daripada

    kelompok-kelompok biologis yang berbeda.

    c. 

    Konflik Antara Kelompok-kelompok Horizontal

    Dalam konflik kelompok horizontal, setiap kelompok mencoba saling

    menguasai yang lain sebagai mana halnya di dalam konflik antara kelompok

    vertikal. Klasifikasi dari kelompok horizontal meliputi : kelompok-kelompok

    territorial (bangsa, propinsi, daerah-daerah, dan komuni), corporate group

    (profesi, asosiasi, serikat buruh),dan kelompok ideologis (partai politik,

    agama).26  Dalam kelompok-kelompok ini, antagonisme berkembang dengan

     berbagai corak, dan menjadi tameng bagi antagonisme dari jenis lain.

    26Duverger , Sosiologi Politik, hal. 247.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    39/109

    d. 

    Konflik Antara Kelompok Teritorial

    Kelompok-kelompok territorial didasarkan pada eksistensinya daripada

    melalui persamaan. Pada paruh abad kedua puluh, bangsa-bangsa masih

    merupakan entitas territorial yang mendasar. Di dalam masa-masa purba,

    kelompok-kelompok kesukuan dan kemudian di kota-kota meliputi

     pengelompokan-pengelompokan utama secara horizontal. Kadang, komunitas-

    komunitas yang besar berkembng, kemudian kita sebut sebagai imperium,

    seperti Mesir, Assiria, Persia, dan Roma.27 

    Konflik antara bangsa-bangsa cenderung diselesaikan baik dengan

    kekerasan (perang) atau semata-mata dengan prosedur kontraktual (perjanjian

    atau pun persetujuan diplomatic), bilamana tidak ada arbitrase kekuasaan

     politik. Kebanyakan kelompok-kelompok territorial berada di dalam bangsa-

     bangsa. Ada “masyarakat universal” yang lebih kecil meliputi subdivisi,

    seperti komune, daerah, dan provinsi. Lainnya adalah berupa subdivisi-

    subdivisi dari masyarakat khusus yang juga dibentuk di dalam bangsa, seperti

    cabang-cabang lokal dari asosiasi tertentu, perserikatan, dan masyarakat-

    masyarakat dari titik tilik yang terakhir, pembagian kelompok-kelompok

    territorial dan kelompok-kelompok korporatif gabungan satu dengan yang

    lain. Antagonisme dalam ranah ini berkembang tergantung dari tingkat

    integrasi nasional.

    Ada pula kelompok-kelompok territorial di luar pengelompokan nasional,

     beberapa diantaranya adalah subdivisi dari masyarakat internasional. Beberapa

    27Duverger , Sosiologi Politik, hal. 251.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    40/109

     bangsa bisa berorganisasi menjadi blok-blok yang kurang lebih koheren,

    seperti NATO, blok timur, masyarakat Eropa, dan Organisasi negara-negara

    Amerika. Politik internasional dengan demikian didasarkan bukan saja pada

    antagonisme antar bangsa akan tetapi juga antagonisme antar blok bangsa-

     bangsa. Beberapa kelompok teritorial tertentu berada pada titik yang sama

    dengan bantuan nasional, misalnya di dalam gereja Katolik Roma, kita

    mendapatkan gereja Katolik Perancis, gereja Katolik Spanyol, dan gereja

    Katolik Amerika Serikat.28 

    Berkembangnya antagonisme antar kelompok teritorial adalah akibat dari

    ketidaksamaan kepemilikan, seperti pemilikan alat produksi. Aspek material

    dari konflik antara kelompok-kelompok teritorial kadang-kadang tersembunyi

    di balik ideologi dan mitos-mitos, yang membuat kontroversi tersebut

    kelihatannya lebih idealistis, kurang materialistis, namun tetap ada unsur dari

    faktor material.

    Sejalan dengan unsur-unsur riil tersebut, antagonisme antara kelompok-

    kelompok teritorial seringkali menjadi tameng bagi konflik-konflik dari jenis

    lain, seperti antagonisme kelas. Nasionalisme adalah alat untuk menutupi

     permusuhan antara orang yang mempunyai privilege dan yang tertekan di

    dalam suatu negara dengan rasa solidaritas yang berasal dari menjadi anggota

    suatu komunitas teritorial yang sama.

    Dalam hubungan tertentu, solidaritas teritorial bersifak arkaik, yang

    didasarkan pada masa lalu yang ingin dipeliharanya, di mana solidaritas kelas

    28Duverger , Sosiologi Politik, hal. 254.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    41/109

    adalah fenomena yang lebih baru.29 

    e. 

    Konflik antara Kelompok-kelompok Korporatif

    Seperti kelompok teritorial, kelompok korporatif juga tergantung pada

     berbagai jenis solidaritas melalui kesamaan. Kelompok professional adalah

    kelas dari kelompok korporatif yang paling penting.

    Dalam arti yang sempit, kelompok korporatif mempersatukan orang yang

    terlibat di dalam kegiatan professional tertentu. Di dalam arti yang luas,

    kelompo ini dapat berarti mereka yang dididik atau dilatih di dalam sekolah

    yang sama, mereka yang menjadi anggota agen pemerintahan yang sama atau

    klasifikasi professional yang sama, maupun sosialisasi yang terdiri dari orang

    dengan kepentingan rekreasi yang sama (olahraga, atletik, dan asosiasi

    kultural).

    30

     

    f.  Konflik antara Kelompok-kelompok Korporatif

    Kelompok-kelompok professional adalah kelas dari kelompok korporatif

    yang paling penting. Anggota-anggota dari suatu profesi atau organisasi

    mempertahankan kemajuan korporat melawan anggota-anggota dari profesi

    atau organisasi yang lain. Maka, ada antagonisme alami antara berbagai

     profesi, dan pada saat yang sama, sebuah komunitas kepentingan di kalangan

    anggota dalam profesi yang sama.

    Secara umum, kepentingan kelas lebih kuat dari kepentingan korporat.

    Karena itu, antagonisme kelas lebih penting secara politik daripada

    29

    Duverger , Sosiologi Politik, hal. 256.30Duverger , Sosiologi Politik, hal. 261.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    42/109

    antagonisme korporat. Namun dalam beberapa wilayah tertentu, kepentingan

    korporat mengatasi kepentingan-kepentingan lain. Hal ini menjadi agak sering

    di dalam pertanian, terutama konflik antara sector pertanian dalam ekonomi

    dan sector industri dan sector komersial.31 

    Kaum Marxis beranggapan bahwa konflik korporat ini di dalam kelas

    sosial yang sama menjadi kontradiksi daripada antagonisme. Ini berarti bahwa

    konflik tersebut tidak terlalu fundamental.

    32

     

    Salah satu contoh tentang kelompok-kelompok korporat yang berperan

    sebagai kamuflase bagi antagonisme lain adalah doktrin korporati yang

     berkembang pada tahun 1930-an. Ide fundamentalnya adalah untuk

    mengorganisir bangsa-bangsa menurut profesi, di dalam kategori horizontal,

     pekerja dan manager diwakili bersama dan bekerjasama di dalam di setiap

    korporasi. Atas doktrin ini, negara-negara fasis membinasakan serikat pekerja

    dan tidak memungkinkan para pekerja menyampaikan tuntutannya.

    g. 

    Konflik di Antara Kelompok-kelompok Ideologis

    Kelompok-kelompok ideologis adalah kelompok dengan tubuh keyakinan

    ideologis yang sama. Gereja-gereja, sekte-sekte filosofis, masyarakat

    intelektual, dan dari partai-partai politik merupakan kelompok-kelompok

    ideologis. Sebuah doktin menjadi ideologi ketika suatu kelompok sosial

    menganutnya. Ketika ia berhenti menjadi sebagai hanya bangunan intelektual

    dari seorang pemiki dan menjadi suatu ekspressi dari aspirasi, keinginan dan

    31

    Duverger , Sosiologi Politik, hal. 264.32Duverger , Sosiologi Politik, hal. 265.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    43/109

    keyakinan suatu kelompok orang (kelas, bangsa, dll). Sampai ke tingkat

     bahwa kelompok ini berbeda dari kelompok lain, dan mempunyai organisasi

    dan lembaga, dia merupakan kelompok ideologis.33 

    Pada masa sekarang, partai-partai merupakan kelompok ideologis utama

    dari jenis politik. Kelompok-kelompok kepentingan tertentu yang

     berhubungan dengan politik tanpa secara langsung berurusan dengan mengejr

    kekuasaan, berada dalam kategori yang sama. Pada waktu lain, kelompok

    ideologis menerima bentuk-bentuk yang berbeda, seperti liga, asosiasi rahasia,

    dan organisasi-organisasi paramiliter.

    Ideologi-ideologi non-politik adalah yang tidak mempunyai hubunga-

    hubungan langsung dengan kekuasaan, seperti ideologi agama, filosofis, dan

    artistic.

    Setiap ideologi cenderung menjadi suatu system yang komplit untuk

    menjelaskan manusia dan dunia, di mana politik secara alami mendapatkan

    tempatnya, karena berbagai aspek kegiatan manusia tidak terlalu gampang

    dipisahkan satu dengan lainnya.

    Seperti ideologi-ideologi politik, ideologi non-politik cenderung berfungsi

    sebagai basis bagi kelompok-kelompok yang kurang lebih terorganisir.

    Dengan demikian, agama mengambil bentuk gereja-gereja, filosofi menjadi

    dasar dari berbagai sekte, dan kesenian melahirkan aliran-aliran dan gerakan-

    gerakan dari berbagai jenis.

    33Duverger , Sosiologi Politik, hal. 266.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    44/109

    Hakekat ideologi membuat antagonisme kelompok-kelompok ideologi

    non-politik lebih militant, dan semakin fundamental ideologinya. Inilah sebab

    mengapa keterlibatan organisasi-organisasi gereja dan agama di dalam konflik

     politik pada umumnya lebih kuat dan lebih menyerap daripada kelompok-

    kelompok lain.34 

    B.  Teori Elit Politik

    Teori elit politik merupakan sebuah teori yang lahir dari hasil diskusi para

    ilmuan sosial Amerika tahun 1950-an, yaitu Schumpeter (ekonom), Lasswell

    (ilmuan politik) dan sosiolog C. Wright Mills. Mereka tulisan dari para

     pemikir Eropa masa awal munculnya fasisme, diantaranya Vilfredo Pareto dan

    Gaetano Mosca (Italia), Roberto Michels (seorang Jerman keturunan Swiss)

    dan Jose Ortega Y. Gasset (Spanyol).35

     

    Teori elit mengemukakan bahwa di dalam kelompok penguasa (the

    ruling class) terdapat dua unsur; elit yang berkuasa (the ruling elite) dan

    elit tandingan (opposition) yang mampu meraih kekuasaan jika elit yang

     berkuasa kehilangan kemampuannya untuk memerintah. Elit tidak

    selamanya selalu digambarkan hanya terdiri dari satu kelompok, namun

     bisa juga berupa gabungan dari berbagai kelompok sosial. Kekuasaan

    merupakan alasan bagi elit atau kelompok elit untuk mengambil peranan

    aktif dalam politik.

    Seiring berkembangnya zaman, banyak ahli politik yang

    34

    Duverger , Sosiologi Politik, hal. 268.35S.P. Varma, Teori Politik Modern, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 201.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    45/109

    mengembangkan penafsirkan teori elit tersebut. Namun, mereka semua

    sepakat akan dasar dari teori tersebut bahwa ada sekelompok kecil di

    masyarakat yang memerintah masyarakat lainnya.

    Pareto berpendapat bahwa masyarakat terdiri dari dua kelas.  Pertama,

    kelas atas. Kelas atas adalah kelompok elit yang memerintah dan tidak

    memerintah.  Kedua, kelas bawah atau sering disebut non-elit. Ia

    memusatkan perhatiannya pada elit yang memerintah saja yang

    menurutnya berkuasa karena bisa menggabungkan kekuasaan dan

    kelicikan. Kekuasaan dalam masyarakat terdapat dua kelas. Pertama, kelas

    yang memerintah, terdiri dari sedikit orang, melaksanakan fungsi politik,

    memonopoli kekuasaan, dan menikmati keuntungan-keuntungan yang

    ditimbulkan dengan kekuasaan.  Kedua,  kelas yang diperintah, yang

     berjumlah lebih banyak, diarahkan dan dikendalikan oleh penguasa

    dengan cara-cara yang kurang lebih berdasarkan hukum dan paksaan.36 

    Dari penjelasan diatas, kelas pertama disebut kelompok elit politik.

    Lipset dan Solari berpendapat bahwa elit ialah posisi puncak dalam

    masyarakat pada struktur-struktur sosial yang terpenting, yaitu ekonomi,

     pemerintahan, aparat kemiliteran, politik, agama, pengajaran dan

     pekerjaan-pekerjaan bebas.37 

    36Abdul Munir Mulkan,  Perubahan Perilaku Politik dan polarisasi ummat islam 1965-

    1987 dalam perspektif Sosiologis, (Jakarta: CV Rajawali, 1989), h.56.37

    Saymour Martin Lipset dan A. Solari, “ Elites in Latin America” dalam J.W. Schoorl,

     Modernisasi: pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-Negara sedang Berkembang, penerjemah Soekadijo, (Jakarta: PT Gramedia, 1982), hal.128.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    46/109

    Soejono Soekanto, pakar Sosiologi Indonesia, menerangkan bahwa elit

    adalah :

    “Kelompok orang-orang yang dalam situasi sosial tertentu menduduki posisi

    tertinggi, dianggap mempunyai kekuasaan besar dan hak-hak istimewa, kadang-

    kadang diartikan sebagai golongan aristokrat yang berkuasa karena faktor

    keturunan. Sering kali juga diartikan sebagai posisi-posisi dalam struktur sosial

    yang relatif tinggi, sehingga mereka yang menduduki posisi-posisi tersebut juga

    mempunyai kedudukan yang tinggi.”38

     

    Istilah elit kemudian diartikan sebagai suatu minoritas pribadi yang

    diangkat untuk melayani suatu kolektivitas atau kelompok dengan cara

    yang bernilai sosial.39 

    Teori elit menjelaskan setiap masyarakat terbagi dalam dua kategori

    yaitu:40 

    1.  Sekelompok kecil manusia yang berkemampuan dan karenanya

    menduduki posisi untuk memerintah.

    2.  Sejumlah besar massa yang ditakdirkan untuk diperintah.

    Kelompok elit sebenarnya bersifat heterogen atau terdiri dari berbagai

    lapisan maupun kepentingan. Kelompok elit politik tersebut terbagi

    kedalam tiga tipe, yaitu:

    a.  Elit politik yang dalam segala tindakan berorientasi pada kepentingan

     pribadi atau golongan. Tipe ini cenderung bersifat tertutup atau

    menolak kehadiran golongan dan kelompok lain. Dalam hubungannya

    dengan sesama elit, tipe ini bekerjasama untuk mempertahankan

    keadaan yang ada. Mereka bersikap dan berperilaku yang cenderung

    38Soerjono Soekanto,  Kumpulan istilah-istilah Sosiologi, (Jakarta: UI Fakultas Ilmu-ilmu

    Sosial, 1977), h. 51 dalam M. Mansyur Amin, dkk.,  Kelompok Elit dan Hubungan Sosial di

     Pedesaan (Jakarta: PT Pustaka Grafika Kita, 1988), h.63.39

    Suzanne Keller,  Penguasa dan Kelompok Elit: Peranan Elit Penentu Dalam

     Masyarakat Modern, (Jakarta: CV Rajawali, 1984), hal.3.40S. P. Varma, Teori Politik Modern, hal.197.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    47/109

    memelihara dan mempertahankan struktur masyarakat secara jelas

    dapat menguntungkannya.

     b.  Elit politik liberal. Kelompok ini bersikap dan berperilaku yang

    membuka kesempatan seluas-luasnya bagi setiap warga masyarakat

    untuk meningkatkan status sosial mereka. Tipe ini cenderung terbuka

    terhadap golongan masyarakat yang bersangkutan agar mampu

     bersaing secara sehat untuk menjadi elit, dan menyesuaikan diri

    dengan lingkungan elit. Elit politik ini cenderung berorientasi pada

    kepentingan masyarakat umum sehingga mereka juga akan bersikap

    tanggap atas tuntutan masyarakat.

    c.  Pelawan elit. Pada tipe ini, para pemimpin berorientasi pada khalayak

    dengan cara menentang segala bentuk kemapanan maupun dengan cara

    menentang segala bentuk perubahan. Umumnya kelompok ini bersifat

    ekstrim, tidak toleran, anti intelektualisme, beridentitas superioritas

    rasial tertentu, dan menggunakan kekerasan dalam memperjuangkan

    aspirasinya.41 

    Perubahan pada proses politik terjadi oleh karena kaum elit politik

    mengubah sikap mereka terhadap proses tersebut. Perubahan tersebut juga

     bisa karena kelompok elit tersebut digantikan atau ditentang oleh satu elit

    yang lain karena mempunyai sikap yang berbeda terhadap proses politik.

    41Ramlan Surbekti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: PT Grasindo, 1992), hal.76.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    48/109

    Kaum elit yang tidak memegang kekuasaan akan lebih cenderung merasa

     berkepentingan dengan perluasan partisipasi politik untuk meraih kekuatan

    dan juga untuk mencapai tujuan-tujuan sosial, ekonomi dan politik.42 

    42

    Samuel Huntington dan Joan Nelson,  Partisipasi Politik di Negara Berkembang, penerjemah Sahat Simamora (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994), hal. 39-41.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    49/109

    BAB III

    SURIAH SPRING

    Suriah spring adalah gelombang demonstrasi di Suriah dengan tujuan

    menumbangkan rezim pemerintahan. Suriah spring merupakan efek domino

    dari peristiwa Arab spring. Arab spring mengacu kepada sebuah keadaaan

    saat pemerintah tidak lagi mendapatkan kedaulatan dari rakyatnya karena

    ketidakpuasan rakyat terhadap kinerja pemerintah akibat terjadinya korupsi,

    kesewenangan dalam menegakkan peraturan, dan tingginya kesenjangan

    sosial, sehingga mendorong rakyat untuk berusaha menggulingkan

     pemerintahan yang ada dan menggantinya dengan yang baru.

    Revolusi tersebut memanfaatkan pemberontakan sipil dalam kampanye

    dengan melibatkan serangan, demonstrasi, pawai, dan pemanfaatan media

    sosial seperti Facebook, Twitter, Youtube, dan Skype. Tujuannya ialah

    mengorganisir dan meningkatkan kesadaran khalayak terhadap usaha-usaha

     penekanan dan penyensoran internet oleh pemerintah.43 

    Motor penggerak revolusi tersebut adalah para pemuda berpendidikan

    di masing-masing negara Timur Tengah yang dilanda revolusi. Revolusi

    tersebut menekankan bahwa kekuasaan otoriter sudah tidak tepat diterapkan

    di negara Timur Tengah dan ingin mengubahnya menjadi demokrasi.

    Arab Spring yang dimulai pada tanggal 18 Desember 2010 di negara

    Tunisia kemudian menjalar ke negara-negara Arab lain diantaranya; Mesir,

    43Agastya, Arab Spring : Badai Revolusi Timur Tengah., hal. 12

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    50/109

    Libya, Bahrain, Oman, Aljazair, Irak, Yordania, Maroko, Kuwait, Lebanon,

    Sudan, dan perbatasan Israel.

    Dalam kekusutan revolusi di Timur Tengah, tidak sedikit campur tangan

     pihak asing yang turut memanfaatkan momentum tersebut seperti Cina,

    Rusia, Amerika Serikat.

    1.  Lahirnya Negara Suriah

    Suriah pada awalnya merupakan bagian dari negara Republik Arab.44 

     Nama Suriah atau Syria berasal dari bahasa Arab, al-Sham atau Levant  dalam

     bahasa Inggris. Daerah yang ditunjuk oleh kata ini telah berubah dari waktu ke

    waktu. Suriah terletak di ujung timur Mediterania, antara Mesir dan Saudi

    Arabia di selatan dan Kilikia di utara, Peregangan pedalaman untuk

    memasukkan Mesopotamia, dan memiliki batas pasti ke timur laut yang

    menggambarkan dari barat ke timur, Commagene, Sophene , dan Adiabene.

    Keadaan geografi merupakan faktor yang sangat menentukan dalam sejarah

    Suriah.45 Suriah memiliki bahasa resmi bahasa Arab dengan satuan mata uang

    Pound Syria.

    Sebagai sebuah negara dengan berbagai entitas46  di dalamnya, Suriah

    44H. Munawir Sjadzali, M.A,  Islam dan Tata Negara : Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran,

    5th

     ed. (Jakarta : UI-Press, 2008), hal. 224.45

    Suriah terletak di pantai Timur Laut Tengah; di utara berbatasan dengan Turki, di timur

     berbatasan dengan Irak, di barat berbatasan dengan Lebanon dan Laut Tengah, di selatan

     berbatasan Yordania dan Israel, beribu kotakan Damaskus Luasnya 185.180 km2, penduduknya

    12.254.000, kepadatan penduduk 66/km2. Sumber : Ensiklopedia Islam, PT Ichtiar Baru Van

    Hoeve 1999, hal 321, tetapi dalam Ensiklopedi Geografi, Intermassa, cetakan tahun 1990, hal 217,

     bahwa penduduk Syiria berjumlah 12.210.000, dan kepadatan penduduk 65/km2.46Entitas adalah sesuatu yang memiliki keberadaan yang unik dan berbeda, walaupun

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    51/109

    terdiri atas mayoritas komunitas Muslim Sunni 75%, yang secara historis tetap

    dominan, dan beberapa komunitas minoritas lainnya; Kristen 19%, dan

     beberapa sekte Islam heterodoks, Alawiy 11,5%, Druze 3%, dan Ismailiy

    1,5%, yang sebagian besar di pedesaan, khususnya kaum Alawiy.47 

    Keadaan geografi merupakan faktor yang sangat menentukan dalam

    sejarah Suriah, negeri yang sudah dihuni manusia sejak zaman batu. Bukti

    arkeologi menunjukkan bahwa Suriah pernah menjadi salah satu pusat

     peradaban tertua di dunia. Karena terletak di persilangan jalur perdagangan

    dan militer antara Laut Tengah, Mesopotamia, dan Mesir, maka Suriah

    menjadi sasaran penyerbuan dari negara-negara tetangganya.

    Suriah juga merupakan tempat sejarah Kekristenan yang paling

     berpengaruh; Saulus dari Tarsus telah melewati Jalan ke Damaskus, kemudian

    dikenal sebagai Rasul Paulus, dan muncul sebagai tokoh penting dalam Gereja

    Kristen terorganisir pertama di Antiokhia di Suriah kuno, yang mana ia

    meninggalkan jejak perjalanan misionaris.

    Pada 1920, Kerajaan Suriah didirikan oleh Faisal I dari keluarga

    Hashimiah, yang kemudian menjadi Raja Irak . Namun, pemerintahannya di

    Suriah berakhir setelah hanya beberapa bulan, setelah bentrokan antara

     pasukan Arab Suriah dan pasukan Perancis pada Pertempuran Maysalun.

    Pasukan Perancis menduduki Suriah setelah konferensi San Remo dan

    tidak harus dalam bentuk fisik.47Shireen T Hunter, Politik Kebangkitan Islam (Penerbit Tiara Wacana, 2001), hal. 59.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    52/109

    meminta kepada Liga Bangsa-Bangsa untuk menempatkan Suriah di bawah

    mandat Perancis.48

     

    Pada tahun 1925 Sultan Pasha al-Atrash memimpin pemberontakan di

    Druze dan menyebar ke seluruh bagian Suriah dan Lebanon. Hal ini dianggap

    sebagai salah satu revolusi yang paling penting terhadap mandat Perancis,

    karena pertempuran mencakup seluruh Suriah dan menyaksikan pertempuran

    sengit antara pemberontak dan pasukan Prancis. Pada 23 Agustus 1925 Sultan

    Pasha al-Atrash resmi menyatakan revolusi melawan Perancis, dan segera

    meletus pertempuran di Damaskus, Homs dan Hama. Al-Atrash

    memenangkan beberapa pertempuran melawan Prancis pada awal revolusi,

    terutama Pertempuran Al-Kabir pada tanggal 21 Juli 1925, Pertempuran al-

    Mazra pada tanggal 2 Agustus 1925, dan pertempuran di dataran Almsifarh

    dan Suwayda.

    Setelah mengalami kekalahan, kemudian Perancis mengirimkan ribuan

     pasukan ke Suriah dan Libanon dari Maroko dan Senegal yang dilengkapi

    dengan senjata modern. Hal ini secara dramatis mengubah hasil pertempuran

    dan mengizinkan Prancis untuk memperoleh kembali banyak kota, meskipun

     perlawanan berlangsung sampai musim semi 1927. Perancis menghukum mati

    Sultan al-Atrash, tapi ia melarikan diri dan kemudian para pemberontak

    akhirnya diampuni oleh Perancis. Ia kembali ke Suriah pada 1937 setelah

     penandatanganan Perjanjian Perancis –  Suriah.

    48

    Peter N Stearns, William Leonard Langer,  Ensiklopedi of World History “The Midle East”, Houghton Mifflin Books, London, hal 761.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    53/109

    Suriah dan Perancis merundingkan 7% perjanjian kemerdekaan pada bulan

    September 1936, dan Hashim al-Atassi, yang merupakan Perdana Menteri di

     bawah pemerintahan Raja Faisal, adalah presiden pertama yang dipilih di

     bawah konstitusi baru, yang juga merupakan titik awal pertama dari republik

    modern Suriah. Namun, perjanjian tersebut tidak pernah berlaku karena

    legislatif Perancis menolak untuk meratifikasinya. Dengan jatuhnya Perancis

     pada tahun 1940 selama Perang Dunia II, Suriah berada di bawah kontrol

    Pemerintah Vichy sampai Inggris dan Perancis Merdeka dan menduduki

    negara itu kembali pada bulan Juli 1941. Suriah memproklamirkan

    kemerdekaannya lagi tahun 1941, namun tidak sampai 1 Januari 1944 negara

    tersebut diakui sebagai republik merdeka. Pada bulan April 1946, Prancis

    mengundurkan tentara mereka karena mendapat tekanan dari kelompok-

    kelompok nasionalis Suriah dan Inggris, dan kemudian meninggalkan Suriah

    di tangan pemerintahan republik yang telah terbentuk selama mandat.49 

    Melihat ada cara untuk mempertahankan posisinya melalui manuver dalam

    negeri, pemerintah Suriah berbalik ke Mesir dan meminta bantuan kepada

    Presiden Gamal Abdul Nasser. Diskusi tentang persatuan antara Suriah dan

    Mesir telah dilaksanakan pada tahun 1956 tetapi sempat tergangu oleh krisis

    Terusan Suez. Kemudian opsi tentang persatuan Mesir dan Suriah kembali

    dibicarakan pada bulan Desember 1957, ketika Partai Ba‟ath mengumumkan

     bahwa telah terjadi perundingan untuk bersatu dengan Mesir.

    49

    Background : Syria “bureau of Near Eastren Affairs”, United States Dapartment ofState, May 2007.

  • 8/17/2019 Raisa Rachmania Fisip

    54/109

    Persatuan Suriah dan Mesir di Republik Persatuan Arab (RPA)

    diumumkan pada tanggal 1 Februari 1958, dan kemudian diratifikasi oleh

     plebisit50 di setiap negara. Namun, bentuk RPA bukan seperti apa yang telah

    disiapkan oleh para anggota partai Ba‟ath. Salah satu alasan Nasser untuk

    menyutujui bentuk serikat adalah bahwa kedua nega


Top Related