Download - reaksi nuklir

Transcript
Page 1: reaksi nuklir

REAKSI NUKLIR (I)

A. Pendahuluan

Sejak awal peradaban, orang-orang di berbagai belahan dunia memiliki keinginan yang

kuat untuk mengetahui apakah logam dasar seperti besi, tembaga dll bisa diubah menjadi

logam mulia seperti emas atau perak. Ada banyak yang mengira bahwa transformasi semacam

itu mungkin terjadi. Di abad pertengahan, pseudo sains yang dikenal sebagai alchemy, telah

berkembang di Eropa. Para Alchemy mengklaim bahwa mereka bisa mengubah logam dasar

menjadi logam mulia, meskipun klaim tersebut dasar keilmiahannya sangat lemah.

Kenyataannya banyak dari mereka harus membayar mahal untuk kegiatan penipuan mereka

tersebut.

Penemuan radioaktivitas pada awal abad ini merealisasikan bahwa unsur-unsur

radioaktif secara spontan berubah menjadi unsur lainnya. Setelah penemuan ini, mimpi kuno

kaum Alchemy bangkit lagi di benak para ilmuwan yaitu mengenai kemungkinan mengubah

satu unsur menjadi unsur lain.

Berdasarkan pengetahuan kita tentang struktur inti atom, dapat diketahui jelas bahwa

jika kita dapat mengubah jumlah proton atau neutron atau keduanya di dalam inti, maka akan

ada kemungkinan untuk membawa transformasi inti. Jika jumlah proton Z berubah, maka

akan memungkinkan untuk mengubah satu unsur menjadi unsur lain. Di sisi lain, jika jumlah

neutron N berubah, maka salah satu isotop unsur akan ditransformasikan menjadi isotop lain

dari unsur yang sama.

Transformasi inti secara buatan lebih sulit dilakukan dibandingkan dengan transformasi

nukleon di dalam inti. Untuk menghapus nukleon dari inti, kita harus memasok kuantitas

energi setidaknya sama dengan energi yang mengikat di dalam inti, yang biasanya dinyatakan

dengan beberapa MeV. Energi ini dapat diberikan dengan memperkenalkan partikel nuklir

(misalnya, proton, neutron, deuteron atau partikel α) ke dalam inti dari luar. Kecuali neutron,

semua partikel yang bermuatan positif akan ditolak oleh muatan positif dalam inti. Jadi

mereka harus lebih energik untuk bisa masuk ke inti untuk membawa transformasi nuklir.

B. Pembahasan

10.1 Penemuan transmutasi unsur buatan, percobaan Rutherford

Sejak awal peradaban, orang-orang di berbagai belahan dunia memiliki keinginan yang

kuat untuk mengetahui apakah logam dasar seperti besi, tembaga dll. Bisa ditransformasikan

menjadi logam mulia seperti emas atau perak. Ada banyak yang mengira bahwa transformasi

Page 2: reaksi nuklir

2

semacam itu mungkin saja terjadi. Di abad pertengahan, pseudo-science yang dikenal sebagai

alchemy, telah berkembang di Eropa. Para Alchemy mengklaim bahwa mereka bisa

mentransformasikan logam dasar menjadi logam mulia, meskipun klaim tersebut dasar

keilmiahannya sangat lemah. Kenyataannya banyak dari mereka harus membayar mahal

untuk kegiatan penipuan mereka tersebut.

Penemuan radioaktivitas pada awal abad ini merealisasikan bahwa unsur-unsur

radioaktif secara spontan berubah menjadi unsur lainnya. Setelah penemuan ini, mimpi kuno

kaum Alchemy bangkit lagi di benak para ilmuwan yaitu mengenai kemungkinan mengubah

satu unsur menjadi unsur lain.

Berdasarkan pengetahuan kita tentang struktur inti atom, dapat diketahui jelas bahwa

jika kita dapat mengubah jumlah proton atau neutron atau keduanya di dalam inti, maka akan

ada kemungkinan untuk membawa transformasi inti. Jika jumlah proton Z berubah, maka

akan memungkinkan untuk mengubah satu unsur menjadi unsur lain. Di sisi lain, jika jumlah

neutron N berubah, maka salah satu isotop unsur akan ditransformasikan menjadi isotop lain

dari unsur yang sama.

Kesulitan utama dalam memproduksi transformasi inti buatan ini adalah mengikat

kuatnya dari nukleon dalam nukleus. Untuk melepas nukleon dari inti, kita harus

menyediakan sebuah jumlah energi setidaknya sama dengan energi ikatan di dalam nukleus,

yang biasanya beberapa MeV. Energi ini dapat disediakan dengan menembakkan sebuah

partikel nuklir (misalnya, proton, neutron, deuteron atau partikel-) ke dalam inti dari luar.

Kecuali neutron, semuanya bermuatan positif dan oleh karenanya sangat ditolak oleh muatan

positif dalam inti. Jadi mereka harus sangat energik untuk bisa masuk ke inti untuk membawa

transformasi nuklir.

Lord Rutherford adalah orang yang pertama kali menciptakan transformasi buatan

(transmutasi) inti atom pada tahun 1919, dengan memakai energi partikel α yang sangat tinggi

yang berasal dari zat radioaktif alami seperti radium sebagai proyektil.

Aparat yang digunakan oleh Rutherford ditunjukkan pada Gambar. 10.1

Page 3: reaksi nuklir

3

Pada ruang A sebuah pipa kaca yang hampa udara yang dapat dievakuasi dengan

bantuan pompa vakum dan kemudian diisi dengan beberapa gas yang sesuai, berisi D sampel

kecil dari zat radioaktif alami.

Partikel α dari sumber D berjalan melalui gas di dalam pipa menuju jendela tipis yang

menutupi saluran di ujung yang lain pada dinding pipa. Di luar jendela, layar neon F yang

berkilau diproduksi oleh partikel bermuatan energik jatuh di atasnya. Foil tipis S penyerap

logam bisa diletakkan diantara jendela dan F. Kilau cahaya dapat diamati dengan bantuan

mikroskop M.

Jarak dari D ke jendela lebih besar dari jangkauan partikel α dari sumber dalam gas

dalam ruangan. Kilau dapat diamati ketika ruangan itu dipenuhi dengan CO2 atau oksigen.

Namun, ketika ruangan diisi dengan nitrogen udara kering, kilau bisa diamati, bahkan ketika

jarak antara sumber dan layar F adalah 40 cm atau lebih.

Rutherford mengidentifikasi produksi partikel scintillations sebagai proton dengan

membelokkannya mereka terhadap medan magnet. Jangkauan mereka lebih jauh

dibandingkan dengan yang diharapkan untuk proton elastis tersebar dari gas hidrogen (28 cm)

dikecualikan kemungkinan asal mereka dari gas hidrogen yang mungkin dicampur dengan

nitrogen sebagai pengotor.

Rutherford menjelaskan pengamatannya dengan cara berikut. Ketika kecepatan partikel-

yang sangat tinggi dibuat bertabrakan dengan inti nitrogen 14

N beberapa dari mereka

Gambar 10.1 Percobaan Rutherford untuk memproduksi intiyang

terintegrasi secara buatan

Page 4: reaksi nuklir

4

terakhir ditangkap. Sistem komposit, yang terbentuk sebagai hasil penangkapan tersebut (

dalam waktu 10-15

s) hancur oleh emisi proton yang sangat tinggi kecepatannya. Proses ini

adalah proses transmutasi nuklir yang membawa muatan dengan bantuan sebuah partikel-

dari zat radio aktif, meninggalkan inti sisa dari isotop oksigen 17

O. Persamaan untuk reaksi

kimianya sebagai berikut:

4 14 18 * 17 1

2 7 9 8 1He N F O H ............................................................... (10.1-1)

Langkah tengah yaitu 18

F dikenal sebagai inti campuran. Dalam menulis persamaan

reaksi nuklir, kita sering mengabaikan langkah kedua ini dan hanya menuliskan langkah awal

dan akhir dalam proses tersebut.

Sebuah reaksi nuklir mengacu pada proses yang terjadi ketika partikel nuklir (misalnya,

nukleon, inti atau partikel dasar) yang saling berdekatan antara satu dengan lainnya selama

pertukaran energi dan momentum berlangsung. Produk akhir dari reaksi ini adalah

terbentuknya lagi beberapa partikel nuklir atau partikel-partikel yang meninggalkan titik

kontak (tempat reaksi) dalam arah yang berbeda. Muatan yang dihasilkan dalam reaksi nuklir

biasanya membutuhkan gaya nuklir yang kuat. Efek murni elektromagnetik (misalnya,

Coulomb hamburan) atau proses yang melibatkan interaksi lemah (misalnya, peluruhan-β)

biasanya tidak dikategorikan sebagai reaksi nuklir. Akan tetapi, muatan nuklir yang

dipengaruhi oleh interaksi elektromagnetik akan disertakan.

Secara umum, reaksi nuklir dapat diwakili oleh persamaan sebagai berikut:

'

'

A A

Z ZX x Y y ................................................................................... (10.1-2)

atau lebih ringkasnya dinyatakan dengan AX(x,y)

A’Y.

Dimana X adalah inti target yang dibombardir dengan proyektil x. Inti senyawa yang

dihasilkan segera pecah dan menghasilkan partikel-y dengan meninggalkan inti sisa Y.

Simbol kimia dari Z menunjukkan nomor atom mereka, ini adalah sering diabaikan dalam

penulisan persamaan reaksi nuklir. Proyektil x proyektil dan neutron (n), deuteron (d),

partikel-α (α), sinar gamma (γ) dll, simbol-simbol ini umumnya digunakan dalam persamaan

reaksi nuklir.

10.2 Jenis-jenis reaksi nuklir

Transmutasi buatan dari inti atom yang dihasilkan dalam percobaan awal dari

Rutherford adalah jenis reaksi nuklir. Berbagai jenis reaksi nuklir sedang diproduksi. Untuk

lebih mudah memahaminya, reaaksi nuklir diklasifikasikan sebagai berikut:

(a) Hamburan Elastis

Page 5: reaksi nuklir

5

Dalam hal ini partikel yang dihasilkan y adalah sama dengan partikel yang ditembakkan x. Ia

keluar dengan energi yang sama dan momentum sudut sebagai x, sehingga inti hasil reaksi inti

Y adalah sama sebagai target X. Proses dapat ditulis sebagai: X(x, x) X

(b) Hamburan tidak Elastis

Dalam hal ini y adalah sama dengan x. Tetapi memiliki energi dan momentum sudut yang

berbeda, sehingga inti yang tertinggal Y (= X) yang tersisa dalam keadaan tereksitasi. Proses

dapat ditulis sebagai X(x,y)X*, di mana tanda bintang pada X menunjukkan keadaan

tereksitasi dari X.

(c) Penangkapan Radioaktif

Dalam hal ini x proyektil diserap oleh inti sasaran X untuk membentuk inti senyawa (C*)

dalam keadaan tereksitasi yang kemudian turun ke keadaan dasar oleh emisi satu atau lebih

sinar-γ. Kita bisa menulis proses tersebut sebagai X(x, y) Y*, (Y=C).

(d) Proses Disintegrasi

Kita dapat menyatakan proses ini sebagai X(x,y)Y di mana X, x, Y dan y keduanya

mempunyai Z atau A yang berbeda. Transmutasi nuklir yang pertama kali diamati oleh

Rutherford adalah contoh dari proses: 14

N (α, p)17

O

(e) Reaksi Benda Banyak

Ketika energi kinetik dari masing-masing partikel tinggi, dua atau lebih partikel dapat keluar

dari inti senyawa. Jika y1, y2, y3, dalam hal ini merupakan partikel-partikel yang berbeda, kita

dapat menulis persamaan reaksi sebagai X(x, y1, y2, y3, ....)Y. Contohnya adalah 16

O(p,2p)15

N,

16O(p,pn)

15O,

16O(p,3p)

14C dll. Ketika energi x sangat tinggi, maka sebagian besar hasi reaksi

biasanya menghasilkan (3 sampai 20 untuk contoh). Reaksi tersebut dikenal sebagai reaksi

spallasi.

(f) Foto disintegrasi

Dalam hal ini inti target ditembaki dengan sinar γ dengan energi yang sangat tinggi, sehingga

dinaikkan sampai keadaan tereksitasi oleh penyerapan kedua. Inti senyawa C*=X*. Reaksi

dapat ditulis sebagai X(γ, y)Y.

(g) fisi Nuklir

Bila X adalah inti berat, y dan Y mempunyai perbandingan massa maka reaksi ini dikenal

dengan nama fisi nuklir. Contohnya adalah 238

U(n, f).

(h) reaksi partikel Dasar

Hasil reaksi ini melibatkan partikel dasar selain nukleon atau inti sebagai hasil reaksi atau

menggunakan mereka berdua sebagai proyektil. Contohnya adalah:

Page 6: reaksi nuklir

6

*

0

0 0 0

;

;

p p p n

p n

p K etc

Reaksi-reaksi ini biasanya diproduksi pada energi yang sangat tinggi yaitu sekitar beberapa

ratus MeV atau lebih

(i) reaksi ion berat

Dalam reaksi inti target ditembaki oleh proyektil yang lebih berat dari partikel α. Berbagai

jenis produk dapatdihasilkan. Reaksi biasanya berlangsung cukup pada energi tinggi

(beberapa ratus MeV) dari sebuah proyektil, contohnya adalah:

10 16 4 22

14 14 15 13

, ,

,

B O He Na

N N N N etc

10.3 Hukum-hukum kekekalan dalam reaksi nuklir

Terjadinya reaksi nuklir biasanya diatur oleh hukum-hukum kekekalan sebagai berikut:

(a) Hukum Kekekalan nomor massa

Dalam sebuah reaksi nuklir, Jumlah neutron dan proton dalam inti sebelum dan setelah reaksi

adalah tetap. Jadi dalam reaksi X(x, y)Y seperti yang ditunjukkan oleh persamaan 1.2, jumlah

nomor massa X dan x harus sama dengan jumlah nomor massa Y dan y:

' 'A a A a ................................................................................................. (10.3-1)

Secara umum, kasus reaksi yang melibatkan hukum partikel dasar dapat dinyatakan dengan

ketentuan jumlah total partikel berat (baryon) yang tetap atau tidak berubah dalam sebuah

reaksi.

(b) Hukum Kekekalan Nomor Atom

Jumlah proton dari inti dalam reaksi nuklir tetap tidak berubah setelah reaksi. Ini berarti

bahwa jumlah nomor atom X dan x adalah sama dengan jumlah nomor atom dari Y dan y:

' 'Z z Z z ................................................................................................ (10.3-2)

Menurut hukum konservasi (a) dan (b) di atas diketahui bahwa nomor massa dan nomor

atom dari inti yang dihasilkan dalam percobaan Rutherford (Persamaan 1.1) seharusnya

adalah A'=A+a-a'=14+4-1=17 dan Z'=Z+z-z' = 7+2-1 = 8, sehingga inti yang dihasilkan

sesuai dengan isotop oksigen yaitu 17

O.

Page 7: reaksi nuklir

7

Selanjutnya, sesuai dengan penjelasan pada sub bab (a) dan (b) maka jumlah neutron N

akan tetap atau tidak berubah selama reaksi.

(c) Hukum Kekekalan energi

Dalam rangka menerapkan hukum kekekalan energi dalam reaksi nuklir, perlu diperhitungkan

adanya kesetaraan massa dan energi sebagaimana yang dipelajari dalam teori relativitas

khusus. Konservasi energi mempunyai ketentuan bahwa energi total dan energi kinetik,

termasuk energi massa sisa dari semua inti yang ada dalam reaksi, harus sama dengan jumlah

massa sisa energi dan energi kinetik dari produk.

Dengan menuliskan MX, Mx, Mγ dan sebagai My sebagai massa sisa atom yang berbeda

seperti yang dituliskan dalam (1.2), sedangkan energi massa diamnya masing-masing adalah

MXc2, Mxc

2, Mγc

2 dan Myc

2, dengan menganggap energi kinetik sebagai E maka kita dapatkan

persamaan:

2 2 2 2

X x X x Y y Y yM c M c E E M c M c E E

Selama reaksi nuklir, inti sasaran biasanya dalam kondisi diam atau istirahat, sehingga

EX = 0. Maka persamaan di atas kemudian menjadi:

2 2 2 2

X x X x Y y Y yM c M c E E M c M c E E

2 2 2 2

X x x Y y Y yM c M c E M c M c E E ................................... (10.3-3)

Persamaan keseimbangan energi di atas sering ditulis tanpa faktor c2 dalam massa-

energi istilah, hal ini berarti bahwa massa yang dinyatakan adalah dalam satuan energi.

Dapat dicatat bahwa meskipun massa nuklir terlibat dalam reaksi nuklir, hal ini

memungkinkan untuk menulis persamaan keseimbangan energi dalam sebuah massa atom,

karena massa elektronik membatalkan keluar pada kedua sisi persamaan dan mengikat

elektronik energi dapat diabaikan.

Dapat dicatat bahwa pada energi yang relatif lebih rendah, energi kinetik diberikan oleh

persamaan non-relativistik 2

2

MvE . Ketika energi dari partikel yang terlibat dalam reaksi

tersebut sangat tinggi, seperti dalam kasus reaksi partikel dasar, maka persamaan relativistik

untuk energi kinetik adalah 2 2 2 4 2

0 0E p c M c M c . Berikut M0 adalah massa sisa partikel

dan 0

21

M vp

p

adalah momentum linier nya.

Page 8: reaksi nuklir

8

(d) Hukum Konservasi momentum linier

Jika pX, px, py dan py merupakan vektor momentum dari inti yang berbeda termasuk

bagian dalam reaksi, maka hukum kekekalan momentum liniernya adalah:

X x Y yp p p p .............................................................................................(10.3-4)

Persamaan. (10.3-4) berlaku dalam kerangka acuan yang sudah ditentukan. Dalam kerangka

acuan laboratorium (sistem L) di mana inti target dalam keadaan istirahat maka persamaan di

atas menjadi:

x Y yp p p .....................................................................................................(10.3-5)

Dalam kerangka acuan di mana pusat massa dari dua partikel sebelum tabrakan dalam

kondisi istirahat (sistem C), kita harus menulis 0X xp p , dimana 0Y yp p .

Pusat

massa partikel yang dihasilkan dalam sistem ini juga dalam kondisi istirahat.

(e) Hukum Konservasi momentum sudut

Dalam reaksi nuklir jenis X x Y y , momentum sudut total dari inti dalam reaksi

tetap sama sebelum dan sesudah reaksi.

Jika IX, Ix, IY, Iy menunjukkan spin nuklir (momentum sudut total) dari inti yang secara

berturut-turut adalah X, x, Y, and y. Dengan menganggap lx sebagai momentum sudut orbital

relatif dari X dan x (yaitu dalam keadaan awal). Begitu juga ly menunjukkan momentum

sudut orbital relatif dari Y dan y (yaitu dalam keadaan akhir). Kemudian sesuai dengan

hukum kekekalan momentum sudut, maka kita dapatkan persamaan:

X x X Y y YI I l I I l

Aplikasi dari hukum kekekalan momentum sudut ini sering digunakan untuk memecahkan

berbagai masalah dan besaran dalam mekanika kuantum dengan ketentuan yang sudah dipilih.

(f) Hukum Kekekalan paritas

Karena reaksi nuklir yang dibahas dalam bab ini terjadi karena interaksi yang kuat di

mana paritas adalah kekal, maka paritas sebelum reaksi i harus sama dengan paritas setelah

reaksi f

Paritas intrinsik dari inti yang terdapat pada reaksi seperti X , x , Y dan y kita

dapatkan dari awal dan akhir dari reaksi:

( 1) xl

i X x

Page 9: reaksi nuklir

9

( 1) yl

f Y y

Konservasi paritas mensyaratkan bahwa:

( 1) ( 1) yxll

X x Y y

Kecuali dalam kasus reaksi partikel dasar, paritas intrinsik tidak perlu diperhitungkan.

Oleh karena itu kita mendapatkan:

( 1) ( 1) yxll

Hasil kekekalan paritas dalam aturan pemilihan tertentu yang membatasi reaksi nuklir yang

mungkin terjadi mulai dari keadaan awal yang diberikan adalah i. Sebagai contoh, dalam

kasus l hamburan elastis dapat berubah hanya oleh bahkan integer.

(g) Kekekalan spin isotop

Yang menunjukkan vektor spin isotop untuk keadaan awal dan akhir adalah Ti dan Tf

kita dapatkan dari hukum kekekalan spin isotop yang berlaku dalam interaksi kuat yaitu

i fT T

Maka untuk reaksi , i X xX x Y y T T T dan f Y yT T T kita dapatkan

X x Y yT T T T

Spin isotopik merupakan karakteristik dari tingkat nuklir. Oleh karena itu hukum

konservasi di atas dapat digunakan untuk mengidentifikasi tingkat inti dihasilkan dalam

reaksi. Khususnya jika Tx = Ty = 0 (seperti untuk deuteron atau partikel α), kita harus

memiliki TX = TY.

Aturan ini harus dipatuhi dalam reaksi dari jenis (d, α) (d, d) (α, d), (α, α) dll. Aturan

telah diverifikasi untuk inti 16

Li 10

B dan 14

N untuk T = 0 dalam keadaan dasar.

10.4 Tumbukan antara partikel subatomik

Ketika terjadi reaksi nuklir (reaksi inti) berlaku hukum kekekalan tertentu seperti

hukum kekekalan momentum dan hukum kekekalan energi. Tanpa memakai mekanisme

reaksi, energi dan momentum dari partikel yang dihasilkan dalam reaksi memungkinkan

untuk menggunakan pertimbangan kinematika sederhana.

Pada saat sebuah partikel ditembakkan pada inti target, maka akan terjadi tumbukan

elastik atau mungkin terjadi reaksi yang menghasilkan partikel-partikel baru. Dalam

tumbukan elastis tidak ada perubahan-perubahan. Oleh karena itu hanya berlaku hukum

Page 10: reaksi nuklir

10

kekekalan momentum dan hukum kekekalan energi kinetik. Sedangkan untuk tumbukan tidak

elastis terjadi perubahan internal sehingga perlu memperhatikan hukum kekekalan energi.

Dalam pengaturan eksperimental, seberkas partikel mono-energik, yang disebut

proyektil, diperbolehkan untuk jatuh pada target yang mengandung inti diam.

Tabrakan antara proyektil dan inti target dapat dianalisis dari sudut pandang pengamat

di laboratorium dalam keadaan diam. Hal ini dikenal sebagai kerangka acuan laboratorium

atau sistem L. Atau tumbukan tersebut dapat dianalisis dari sudut pandang suatu partikel,

yang dikenal sebagai sistem C.

Tumbukan Elastis di Sistem L (non-relativistik):

Memperhatikan tumbukan elastis antara partikel massa M1 dan kecepatan v1 (dalam

sistem L) dan terletak pada satu garis lurus dengan massa M2 ( v2 = 0 ). Setelah tumbukan,

kedua partikel terbang terpisah dari titik tabrakan secara berturut-turut dengan kecepatan v1

dan v2 pada sudut 1 dan 2.

Mengacu pada Gambar. 10.2, kita memperoleh hukum kekekalan momentum searah

dan tegak lurus terhadap arah datang:

1 1 1 2 2'cos 'cosp p p ..................................................................................(10.4-1)

1 1 2 20 'sin 'sinp p ....................................................................................(10.4-2)

Dengan mengkuadratkan dan menambahkan dua persamaan di atas kita mendapatkan

2 2 2

2 1 1 1 1 1' ' 2 'cosp p p p p ..........................................................................(10.4-3)

Langkah selanjutnya adalah menerapkan hukum kekekalan energi. Dengan menyatakan

energi kinetik E yang kita miliki sebagai:

1 1 2' 'E E E ....................................................................................................(10.4-4)

Dalam momentum tersebut, kita mendapatkan

M1, v1 M2 v2 = 0

M2, v2’

M1, v1’

θ1

θ2

Gambar 10.2. Tabrakan Elastis dalam kerangka acuan laboratorium (L-frame)

Page 11: reaksi nuklir

11

2 2 2

1 1 2

1 1 2

' '

2 2 2

p p p

M M M ...........................................................................................(10.4-5)

Dengan mensubstitusikan p2'2 dari Persamaan (4.3) kita dapatkan:

2 2 2 2

1 1 2 1 1 11

1 1 2 2 2

' ' ' 2 'cos

2 2 2 2 2

p p p p p p

M M M M M

atau

2 22 21 1 1 1 1

1 1

' 1 2 'cos 1 0M M

p p p pM M

................................................(10.4-6)

Jika kita menganggap bahwa 2

1

Mr

M , maka persamaan di atas menjadi

2 2

1 1 1 1 1' 1 2 'cos 1 0p r p p p r ..........................................................(10.4-7)

Dalam hal energi yang kita dapatkan adalah:

1 1 1 1 1' 1 2 ' cos 1 0E r E E E r

atau

1 11

1 1

' '1 2 cos 1 0

E Er r

E E ...............................................................(10.4-8)

Persamaan (10.4-8) adalah kuadrat dari 1E

Solusi dari persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut:

2 2

1 11

1

cos cos 1'

1

rE

E r

....................................................................(10.4-9)

Jika partikel sasaran lebih berat maka r> 1. Karena 1 1

1 1

' 'E p

E p , maka kita harus

memilih tanda dalam Pers. (4.9) sehingga p'1 / p1> 0. Selanjutnya kita ambil tanda (+) sebelum

simbol akar kuadrat. Dari pengkuadratan tersebut kita mendapatkan:

2 2 2 2 2

1 1 11

2

1

2cos 1 2cos 1 cos 1'

1

r r rE

E r

Jadi rasio energi yang diterima oleh partikel (M2): energi partikel insiden menjadi

2 2 2

1 1 11 1

2

1

2 1 cos 2cos cos 1'

1

r rE E

E r

................................. (10.4-10)

Page 12: reaksi nuklir

12

Energi maksimum yang diterima untuk θ1 = π. Kita dapatkan dalam hal ini untuk r >> 1

(yakni, M2 >> M1) adalah:

1 1 1

2

1 2

' 44 4

1

E E Mr

E r Mr

........................................................................ (10.4-11)

Pada kenyataannya semua nilai θ1 mungkin dalam kasus ini. Jenis hamburan yang

diamati ketika partikel β yang tersebar oleh inti yaitu ketika mereka melewati suatu materi.

Besar energi yang diterima oleh inti dalam tumbukan tersebut kecil sehingga diabaikan

1nuc

e

Mr

m

.

Ketika r <1 (seperti pada tumbukan partikel nuklir dengan sebuah elektron) maka solusi

yang diberikan oleh Persamaan. (10,4-9) dapat menjadi nyata hanya jika

2 2

1cos 1 r ................................................................................................ (10.4-12)

Persamaan (10,4-9) bisa bernilai positif taupun negatif. Hal ini dikarenakan 1sin r 1

2

,

jika r<1.

Untuk 11, 0r . Berat proyektil tersebar oleh sasaran yang sangat ringan, seperti

halnya elektron, yang hampir tidak bisa diperhitungkan.

Energi yang diberikan kepada inti target untuk θ = 0 adalah (lihat eq.10.4-9)

2

1 1

2 2

1

' 2 2 40

1 1

E E r r ror

E r r

(10.4.13)

2 11 1 1 1

1

4' 4

M EE E rE E

M ...................................................................... (10.4-14)

Dengan demikian kehilangan energi oleh kejadian partikel yang bertabrakan dibandingkan

dengan energi insiden.

Dua tanda plus minus sebelum akar kuadrat dalam Pers. (10,4-9) menunjukkan bahwa untuk

setiap θ1 ada dua nilai yang mungkin dari E’1 kecuali 1sin r . Dalam kasus ini 2 2

1cos 1 r , sehingga nilai dibawah akar adalah nol.

Tumbukan Elastis dalam sistem C (non-relativistik)

Kita sekarang membayangkan tumbukan antara dua partikel dari sudut pandang

pengamat saat istirahat relatif terhadap pusat massa C partikel (Gambar 10.3). Kita akan

menotasikan kecepatan dan momentum dalam sistem C dengan huruf kapital (V dan P),

sedangkan dalam sistem L oleh huruf kecil (v dan p). Energi dengan ε dan dalam sistem L.

Page 13: reaksi nuklir

13

Partikel M2 dalam keadaan diam dalam sistem L sebelum tumbukan (v2 = 0).

Kecepatan pusat massa dalam sistem adalah:

1 1 2 2 1 1

1 2 1 2

c

M v M v M vv

M M M M

........................................................................ (10.4-15)

Dalam hal ini kecepatan dari M1 and M2 dalam sistem C sebelum tumbukannya masing-

masing

2 1

1 1

1 2

c

M vV v v

M M

.................................................................................... (10.4-16)

1 12 2

1 2

c

M vV v v

M M

................................................................................ (10.4-17)

Besar masing—masing momentum adalah

1 2 11 1 1 1

1 2

M M vP M V v

M M

............................................................................ (10.4-18)

2 2 12 2 2 2

1 2

M M vP M V v

M M

..................................................................... (10.4-19)

Dimana

1 2

1 2

M M

M M

adalah massa yang tereduksi. Dengan demikian dua partikel

memiliki momentum yang sama dan berlawanan sebelum tabrakan, sehingga momentum total

P1 + P2 = 0. Sesuai dengan hukum Kekekalan momentum bahwa momentum total dua

partikel setelah tumbukan juga nol:

1 2 1 2' ' 0P P P P

kita telah memeberikan tanda untuk besaran momentum setelah tumbukan yaitu dengan

memberikan tanda koma atas ('). Maka jumlah energi kinetik sebelum dan setelah tumbukan

adalah

2 2 2

1 21 2

1 22 2 2

p p pE E

M M ........................................................................... (10.4-20)

2 2 2

1 21 2

1 2

' ' '' '

2 2 2

p p pE E

M M ........................................................................ (10.4-21)

where 1 2P P P and 1 2' ' 'P P P

jika besarnya energi adalah

1 2 1 2' 'E E E E

kita dapatkan momen magnet dari partikel sebelum dan setelah tumbukan adalah sama

1 2 1 2' 'P P P P ......................................................................................... (10.4-22)

Page 14: reaksi nuklir

14

Diagram momentum partikel tersebut ditunjukkan pada Gambar 10.3. Kedua partikel

bertabrakan pada titik tumbukan dengan besar momentum yang sama dan berlawanan seperti

yang ditunjukkan sehingga 1 2 .

Besarnya energi kinetik pusat massa adalah

2 11 2 1

1 2

1

2c c

ME M M v

M M

................................................................ (10.4-23)

di mana 2

1 1 1

1

2M v

adalah energi kinetik dari partikel yang datang dalam sistem L. Energi

Ec diberikan pada persamaan (10.4-23) bukan disediakan untuk hasil reaksi tidak elastis.

Jumlah energi yang tersedia untuk tujuan ini adalah :

21 21 1 1 1 1

1 2 1 2

1

2c

M ME v

M M M M

............................................. (10.4-24)

Dari uraian di atas, jelas bahwa tidak ada perubahan dalam energi kinetik dan momentum dari

partikel setelah tumbukan dalam sistem C.

Kita dapat mengetahui hubungan antara sudut hamburan dalam dua sistem. Dalam Gambar

10.4 ditampilkan diagram kecepatan dan momentum dari gambar 10.3 di atas. Karena

momentumnya tetap dan tidak berubah oleh peristiwa tumbukan elastis dalam sistem C, maka

besaran kecepatan juga tetap tidak berubah. Oleh karena itu V1'= V1, V2' = V2 seperti

ditunjukkan pada Gambar 10.4 berikut.

M1, v1 P1

M2, v2 P2

C θ1

θ2

M1, v1’ P1’

M2, v2’ P2’

Gambar 10.3 Diagram Momentum untuk tumbukan antara dua partikel di pusat sistem massa

v1’

V2’

C θ1

θ2

V2

v2’ φ2

φ1

B A

V1 VC v2 = 0

Vc

v1

V1’

Page 15: reaksi nuklir

15

Kecepatan setelah tumbukan yaitu v1’ dan v2’ dari kedua partikel bisa dengan mudah

diperoleh dengan cara penambahan vektor pusat massa dan kecepatan vc (yang tetap tidak

berubah setelah tumbukan) masing-masing dengan v1’ dan v2’ yaitu

𝑣1′ = 𝑉1

′ + 𝑣𝑐 ; 𝑣2′ = 𝑉2

′ + 𝑣𝑐

Hal ini ditunjukkan oleh garis lurus yang masing-masing adalah CB dan CF pada Gambar

10.4

Mengacu pada segitiga CAB, maka kita dapat tuliskan persamaan:

1 1

1 1 1 1

'

sin sin sin

cv V V

Pernyataan tersebut diatas merupakan sudut hamburan dalam sistem L

1 11 1 1

2

sin sinM

M

.............................................................................. (10.4-25)

For 1 2 1 2, 2M M

hubungan serupa dapat diperoleh antara θ2 dan υ2. Mengingat bahwa segitiga CDF, maka kita

peroleh persamaan

2

2 2 2

'

sin sin

cvV

atau kita dapatkan

2 22 ......................................................................................................... (10.4-26)

selanjutnya 1 1

1 2 1 2 1

2

2 sin sinM

M

sehingga 11 2 1

2

sin 2 sinM

M .......................................................................... (10.4-27)

Kecepatan dari partikel dalam sistem L adalah

1 12 2 2

1 2

2' 2 cos cosc

M vv v

M M

.................................................................... (10.4-28)

Gambar 10.4 Diagram kecepatan untuk membuktikan hubungan antara sudut hamburan θ dan φ masing-masing di sistem C dan L

Page 16: reaksi nuklir

16

kasus khusus

(i) Dengan membuat M1 = M2 seperti dalam kasus hamburan neutron-proton. Maka

persamaan. (10.4-25) menghasilkan 1 12 dan Maka persamaan. (10.4-27) menghasilkan

1 2 12

atau

1 22

.................................................................................................... (10.4-29)

Jadi dalam sistem L, sudut antara jalur dari dua partikel yang sama massa setelah

tumbukan adalah selalu 900.

(ii) Dengan menganggap M2 >> M1. Kasus ini merupakan hamburan dari partikel

cahaya seperti elektron dari partikel yang sangat berat (inti). Maka kita dapatkan persamaan

1 22

dimana 12

2 2

Begitu juga dengan persamaan (11.4-28) jika v2'<< v1', maka partikel mendapatkan

energi sangat sedikit.

(iii) M2 << M1. Hal ini berhubungan dengan hamburan partikel sangat berat (inti) oleh

partikel yang sangat ringan seperti elektron. Maka persamaan. (11.4-27) menjadi

21 1 2

1

sin sin 2 0M

M

Dimana θ1 = 0

Partikel yang datang berlangsung hampir tidak terhitung setelah tumbukan. Perhatikan

bahwa ini adalah salah satu dari asumsi yang dibuat untuk menurunkan rumus untuk

kehilangan energi oleh partikel bermuatan berat di melewati materi

Tumbukan tidak elastis

Reaksi nuklir dari hamburan tidak elastik (misalnya pp', nn') selama tipe hamburan ini,

partikel-partikel yang dihasilkan biasanya berbeda dari sebelum tumbukan. Jika M3 dan M4

adalah massa dua partikel yang dihasilkan oleh reaksi dan energi kinetiknya adalah E3 dan E4,

maka dapat kita tulis :

Page 17: reaksi nuklir

17

1 2 1 2 3 4 3 4M M E E M M E E ......................................................... (10.4-30)

Disini massa-massa dinyatakan dalam satuan-satuan energi, yang ditulis sebagai:

1 2 3 4Q M M M M

Kemudian jika didapatkan E2 = 0, maka

1 3 4Q E E E ............................................................................................. (10.4-31)

Persamaan. (10.4-31) merupaka persamaan kekekalan momentum yang digunakan

untuk menentukan besarnya energi yang dihasilkan dari reaksi. Hal ini akan dibahas secara

lebih rinci dalam sub bab § 10.5.

10.5 energi reaksi nuklir

Dalam reaksi nuklir, energi dapat dilepaskan atau diserap. Reaksi di mana energi

dilepaskan dikenal sebagai reaksi pelepasan energi atau exoergic reactions sedangkan reaksi

yang membutuhkan energi disebut reaksi penyerapan energi atau endoergic reactions. Jumlah

total energi yang dilepaskan atau diserap selama reaksi nuklir disebut Q. Jadi menurut

definisinya kita dapat menuliskan sebagai berikut:

Y y X x Y y xQ E E E E E E E ............................................................ (10.5-1)

jika inti target X dalam keadaan diam.

Q bisa bernilai sama dengan jumlah total (atau defisit) dari energi dari hasil reaksi terhadap

energi yang disediakan (Ex).

Jika massa atom dinyatakan dalam satuan energi, maka persamaan (10.3-3) dapat ditulis

kembali sebagai

X x x Y y Y yM M E M M E E

Kemudian melalui persamaan (10.5-1) kita dapatkan

X x Y yQ M M M M ............................................................................. (10.5-2)

Untuk kasus energi ikat inti yang berbeda, kita juga dapat menulis

Y y X xQ B B B B .................................................................................... (10.5-3)

Berdasarkan definisinya maka Q > 0 berlaku untuk reaksi pelepasan, sedangkan Q <0

berlaku untuk reaksi penyerapan. Karena energi mengalami defisit dalam kasus terakhir maka

beberapa energi harus diberikan agar reaksi tersebut bisa berlangsung kembali. Hal ini

biasanya didapat dari energi kinetik proyektil Ex.

Page 18: reaksi nuklir

18

Persamaan (10.5-2) menunjukkan bahwa untuk reaksi pelepasan atau eksoergik MX +

Mx lebih besar dari MY + My sedangkan untuk reaksi penyerapan atau endoergik MX + Mx

kurang dari MY + My.

Energi ambang reaksi endoergik:

Persamaan (10.5-1) menunjukkan bahwa nilai Q dari sebuah reaksi dapat dinyatakan

sebagai energi kinetik dari suatu penembakan atau proyektil dan inti hasil reaksi EY dan Ey.

Dalam pandangan hukum kekekalan energi, hukum kekekalan momentum, EY dapat

dinyatakan dalam bentuk Ex dan Ey. Berdasarkan Gambar 10.5 kita dapatkan hukum

kekekalan momentum tegak lurus terhadap arah gerak proyektil 2p ME

2 2 cos 2 cosx x y y y yM E M E M E ................................................... (10.5-4)

0 2 sin 2 siny y y yM E M E ................................................................ (10.5-5)

Dari persamaan 10.5-1, hukum kekekalan energi diperoleh:

Y y xQ E E E

Bila persamaan 10.5-4 di kuadratkan diperoleh:

2 2 2 4 cosY Y x x y y x y x yM E M E M E M M E E

atau

2cos

yxY x y x y x y

Y Y Y

MME E E M M E E

M M M ............................................. (10.5-6)

Kemudian dari persamaan 10.5-1 dan 10.5-6 diperoleh:

21 1 cos

y xy x x y x y

Y Y Y

M MQ E E M M E E

M M M

.............................. (10.5-7)

x

(a)

PY, EY

φ

θ

y

Y

X

Py, Ey Px, Ex

(b)

φ

θ

PY

Py

PX

Gambar 10.5 (a) Gerak proyektil (x) dan partikel hasil (y dan Y) dalam reaksi nuklir. (b) Diagram momentum

Page 19: reaksi nuklir

19

Dengan mengganti yz E

dan menguadratkan pada persamaan (10.5-7) kita peroleh

2 0az bz c .............................................................................................. (10.5-8)

dimana 2

1 , cosy

x y x

Y Y

Ma b M M E

M M

dan 1 xx

Y

Mc E Q

M

Persamaan (10.5-8) mempunyai penyelesaian 2 4

2

b b acz

a

.......................... (10.5-9)

Kita peroleh berikutnya:

11

2221cos cosy x y x x y x Y y Y x Y y

Y y

E M M E M M E M M QM E M MM M

(10.5-10)

Jika kita tulis Q’ = - Q untuk reaksi penyerapan energy, Q’> 0 karena Q < 0. Dalam kasus ini

jika Ex = 0, maka kita dapatkan

𝑏 = 0 𝑑𝑎𝑛 𝑐 = −𝑄 = 𝑄′ > 0

Dan solusi untuk z dalam kasus ini menjadi:

4

2y

ac Qz E

a a

Jika a dan Q' keduanya bernilai positif maka yz E bernilai imajiner. Ini berarti

bahwa reaksi tidak mungkin dilaksanakan jika Ex = 0. Energi minimum Ex = Emin akan

diperlukan untuk memulai reaksi endoergik. Dalam hal ini nilai yang di dalam tanda akar

kuadrat dalam Pers. (10.5-9) harus bernilai nol barulah kita mendapatkan

2 4 0b ac

Dengan mengganti nilai a, b dan c kita dapatkan

2

min min2

4cos 4 1 1

y xx y

Y Y Y

M MM M E Q E

M M M

sehingga

min

2sin

y Y

x y

y Y x

Y

M M QE

M MM M M

M

..................................................... (10.5-11)

jika Q < 0, Emin > 0.

Berdasarkan persamaan (10.5-2) kita dapatkan

Page 20: reaksi nuklir

20

min

2sin

y Y

x y

x

Y

M M QE

M MM Q

M

................................................................... (10.5-12)

Emin tergantung pada sudut di mana partikel y dipancarkan. Ketika θ = 0, yaitu y dipancarkan

dalam arah maju, Emin memiliki nilai terendah dan dikenal sebagai energi ambang atau

threshold energy untuk reaksi endoergik dan biasanya ditulis sebagai Eth. Dari Persamaan

(10.5-12) kita dapatkan

y Y

th

x

M M QE

M Q

.................................................................................... (10.5-13)

Jika Q << Mx, kita dapat mengabaikan bagian penyebut dari persamaan (10.5-13). Selain itu

kita juga dapat mengganti My + Mγ dalam pembilang dengan Mx + MX. Jadi kita akhirnya

mendapatkan persamaan sebagai berikut:

1x X xth

X X

M M ME Q Q

M M

............................................................... (10.5-14)

Jadi dengan mengukur energi minimum Eth dalam sebuah reaksi exoergik akan dapat

memungkinkan untuk menentukan nilai Q reaksi.

Pernyataan dalam persamaan (10.5-10) menunjukkan bahwa dalam keadaan tertentu Ey

akan bernilai fungsi ganda dari energi proyektil Ex yaitu untuk Ex tertentu mungkin ada dua

nilai Ey, energi dari partikel yang dipancarkan. Hal ini terjadi hanya untuk reaksi endoergik.

Sifat nilai ganda dari Ey dinyatakan pada Gambar 10.6 dimana untuk reaksi endoergik 3H(p,n)

3He memiliki nilai Q = -0,7638 MeV. Persamaan (10.5-10) juga menunjukkan Ey dihargai

tunggal jika kondisi berikut dipenuhi:

0Y x Y xQM E M M

atau

Yx

Y x

QME

M M

Page 21: reaksi nuklir

21

Jadi energi terkecil dari proyektil atau penembak dimana energi partikel yang dipancarkan

akan memiliki nilai tunggal.

Hal ini diberikan:

' Yx

Y x

QME

M M

.......................................................................................... (10.5-15)

Untuk kasus diatas, E'x = 1,145 MeV berlaku jika energi proyektil lebih besar dari E'x,

partikel hasil y dapat dipancarkan pada semua sudut antara 00 dan sudut maksimum θmax, yang

dapat ditemukan dengan bantuan persamaan (10.5-10).

Reaksi Exoergik

Dalam hal ini, reaksi dapat terjadi untuk semua nilai Ex termasuk Ex = 0. Untuk Ex = 0,

momentum insiden adalah nol dan karenanya jumlah momentum dari partikel produk harus

nol: pY + py = 0. Ini berarti bahwa Y dan y melanjutkan dalam arah berlawanan, sehingga +

= . Juga dalam hal ini Q = Ey + Eγ.

Secara umum persamaan (10.5-7) diberikan hanya satu nilai untuk nilai Q > 0 yaitu Ey,

energi dari partikel yang dipancarkan, untuk Ex tertentu dan pada sudut emisi θ. Semua nilai θ

yang mungkin. Oleh karena itu ada distribusi energi partikel yang dipancarkan yaitu antara

energi maksimum pada θ = 0 dan energi minimum pada θ = π. Dalam penyelesaian persamaan

Gambar 10.6 Grafik hubungan antara En dengan Ep dalam reaksi 3H(p,n)3He. Dimana sifat ganda energi neutron harus diperhatikan.

Page 22: reaksi nuklir

22

(10.5-7) akan dislesaiakn dengan Persamaan (10.5-9) dimana tanda plus akan diperoleh jika

nilai positif dari momentum py diketahui.

Sebagaimana akan kita lihat dalam § 13.4 bahwasanya eksploitasi dari korelasi tegak

antara Ey dan teta adalah satu-satunya cara untuk memperoleh neutronbeams yang

monoenergetic pada energi yang berbeda.

10.6 Eksperimen penentuan Q

Nilai Q dari reaksi dapat ditentukan dengan bantuan persamaan (10.5-1) dengan cara

mengukur besar energi Ey Ex, dan EY secara akurat. Hal ini juga dapat diperkirakan dari massa

atom dari inti dalam sebuah reaksi, menggunakan Persamaan (10.5-2). Jika salah satu dari inti

produk (Y) adalah partikel yang berat, maka sulit untuk mengukur energi kinetik (EY) secara

akurat. Akan tetapi, hal tersebut dapat ditentukan dengan bantuan persamaan (10.5-6) dari

massa serta dengan mengukur energi Ex dan Ey. Dalam hal ini nilai-nilai massa yang tepat

tidak perlu digunakan. Akan tetapi cukup dengan nomor massa yang sesuai.

Jika partikel yang dipancarkan y adalah partikel bermuatan, maka orang dapat

menggunakan kilau meja, sebuah proporsional counter (gas penuh), sebuah counter padat atau

spektrograf magnetik untuk menentukan energi.

Spektrometer sintilasi dapat digunakan ketika daya penyelesaian yang dibutuhkan tidak

terlalu tinggi. Karena partikel-partikel zat padat bermuatan memiliki rentang yang sangat

kecil, detektor sintilasi dapat digunakan untuk mempelajari reaksi energi rendah. Sintilator ini

dapat diletakkan dekat dengan target untuk meningkatkan ketepatan sudut sehingga

membantu meningkatkan statistik penghitungan. Daya pengurai biasanya rendah, antara 20

sampai 30.

Dengan spektrometer padat, kekuatan penguraian jauh lebih baik, dari ~200 sampai 300.

Karena detektor padat dengan lapisan aktif yang cukup tebal yang tersedia sekarang untuk

beberapa hari, orang dapat menghasilkan energi yang cukup tinggi.

Spektrometer magnetik adalah instrumen yang jauh lebih baik dan paling cocok untuk

pekerjaan resolusi tinggi. Dengan menggunakan daya lebih dari 1000 dapat memakai instruen

tersebut. Dua buah instrumen fokus tunggal dan fokus ganda telah dikembangkan. Instrumen

jenis pertama, partikel muncul dari sebuah titik pada bidang median difokuskan di sepanjang

garis tegak lurus ke bidang tersebut, sementara pada instrumen jenis kedua, titik-objek

menghasilkan titik-gambar. Fokus ganda dapat dicapai dengan cara yang berbeda. Salah

satunya, medan magnet homogen yang digunakan mirip dengan spektrometer sinar β yaitu

spektrometer Svartholm-Seigbahn.

Page 23: reaksi nuklir

23

Sebuah spektrograf magnetik multigap yang sangat serbaguna dengan pelat emulsi

nuklir sebagai detektor telah digunakan oleh H.A. Enge, dan W.W. Buechner di Institute

Teknologi Massachusetts (MIT) Amerika Serikat. Alat ini sebenarnya merupakan kumpulan

dari dua puluh empat instrumen dalam satu ruang vakum yang besar. Kedua energi dan sudut

penyebaran dari partikel yang direkam secara bersamaan. Sehingga energi distribusi pada

sudut yang berbeda θ pada interval 7.50 akan diperoleh.

Setelah proses pemaparan, pelat tersebut dikembangkan dan di scan di bawah

mikroskop. Jumlah jaur dari partikel yang memiliki panjang dan arah yang benar akan

dihitung. Pada pengamatan eksposur berlangsung selama 1 - 10 jam jumlah titik data yang

diperoleh adalah 36000.

Gambar. 10.7 menunjukkan spektrum yang khas yang diperoleh dengan instrumen ini

untuk reaksi 45Sc (d, p) 46Sc menggunakan balok deuteron dipercepat dalam generator Van

de Graaff 8 MeV. Puncak yang berbeda menunjukkan kedudukan yang berbeda dari sisa inti

46Sc.

Gambar 10.7 Energi spektrum proton dari from 45Sc(d,p)46Sc reaksi pada θ = 37.5o dalam spektrograf magnetik multigap (dari J. Rapoport, A. Sperdut & WW Buechner).

Page 24: reaksi nuklir

24

Pada bagian perkalian turunan d

d

untuk puncak energi yang berbeda merupakan

fungsi dari sudut emisi juga ditentukan. Hal ini akan dibahas secara mendetail pada bagian

selanjutnya.

Posisi maksimal tersebut telah ditetapkan oleh momentum sudut orbital dari

kedudukan di mana neutron ditangkap dalam reaksi (d, p).

10.7 percobaan Cockroft dan Walton pada transmutasi nuklir dengan proyektil buatan

dipercepat

Pada tahun-tahun awal setelah penemuan Rutherford transmutasi buatan inti, reaksi

nuklir diproduksi dengan menggunakan energi tinggi partikel- dari zat-zat radioaktif alami.

Namun karena keterbatasan energi dan intensitas, kebutuhan sumber lain proyektil itu sangat

dirasakan. Keterbatasan lain adalah bahwa sebuah partikel bermuatan ganda sangat kuat

ditolak oleh muatan positif inti dan karenanya tidak bisa menembus inti yang lebih berat

untuk menghasilkan reaksi nuklir. J. D. Cockroft dan E.T.S. Walton, dua rekan Rutherford

pada tahun 1932 mengembangkan sebuah pemercepat partikel bermuatan dengan bantuan

seberkas proton bisa dipercepat hingga mencapai energi tinggi. Dengan bantuan ini berkas

proton energi tinggi, mereka mampu menghasilkan disintegrasi dari inti 7Li dan mempelajari

reaksi berikut:

7 1 4 4

3 1 2 2Li H He He

Pemercepat partikel dikembangkan oleh Cockroft dan Walton dikenal sebagai

pengganda tegangan atau hanya sebagai generator Cockroft Walton (lihat Bab XII). Dalam

percobaan awal, mereka bisa menghasilkan sekitar 700.000 volt. Proton yang dipercepat

melalui tegangan ini memperoleh energi kinetik 0,7 MeV. Kenyataannya, reaksi nuklir di atas

bisa diproduksi oleh proton pada nuklir, meskipun potensial penghalang pada permukaan

nuklir 7Li sekitar 1,5 MeV untuk proton tinggi (Vc = Ze2/40R).

Hal ini dimungkinkan karena ada probabilitas terbatas dari proton penetrasi melalui

potensial penghalang sebagaimana ditentukan oleh teori Gamow (lihat Bab IV).

Intensitas berkas proton dipercepat jauh daripada yang tersedia dari sumber- yang

alami. Sebagai contoh, 1 g dari 226

Ra memancarkan sekitar 3.7xl010

partikel per detik ke

semua arah (sudut 4π). Sehingga sejumlah partikel jatuh pada foil logam seluas 1 cm2 pada

jarak 1 cm dari sumber berorder 109 per detik. Di sisi lain, sangat mudah untuk mendapatkan

arus proton 1 A dari pemercepat, yang setara dengan 6,25x1012

per detik jatuh pada sasaran.

Page 25: reaksi nuklir

25

Percobaan Cockroft dan Walton ditunjukkan pada Gambar 10.8. T adalah target dari inti

lithium darimana-partikel- yang ditemukan dipancarkan, ketika target dibombardir oleh

berkas proton. Partikel- yang terdeteksi diamati dengan scintillations yang diproduksi oleh

mereka di layar ZnS dengan bantuan mikroskop M. Jangkauan partikel alfa dapat diukur

dengan bantuan penyerap foil A.

Kemudian P.I Dee. dan E.T.S. Walton menghasilkan reaksi dalam kamar awan dengan

bantuan balok proton 0,25 MeV dan memperoleh foto dari dua sebuah-partikel yang

dihasilkan dalam reaksi. Seperti yang bisa dilihat dari foto kamar awan mereka (Gambar

10.9). Kedua partikel- yang dikeluarkan dalam arah yang berlawanan dari sasaran.

Pengukuran tersebut diketahui bahwa kedua partikel tersebut memiliki energi masing-masing

sebesar 8,6 MeV. Dari energi ini nilai-nilai Q reaksi ditemukan 16,95 MeV.

Pengukuran berikutnya lebih akurat yaitu Q = 17,33 MeV. Dimana nilai ini

menunjukkan nilai yang diperoleh dari massa atom dari inti yang berbeda.

Gambar 10.8 Percobaan Cockroft dan Walton’s pada disintegrasi 7Li dengan proton

Gambar 10.9 Disintegrasi inti 7Li oleh penembakan proton diamati dalam foto ruang awan Dee dan Walton.

Page 26: reaksi nuklir

26

Kedua partikel α dalam percobaan Cockroft dan Walton dipancarkan dalam arah yang

berlawanan sehingga dapat dipahami berdasarkan hukum kekekalan momentum. Sebuah

partikel α mempunyai energi 8,6 MeV memiliki momentum sebagai berikut:

127 13 2

20 1

2 2 4 1.66 10 8.6 1.6 10

13.5 10

p M E

kgms

Pada kasus yang lain, besarnya momentum proton dengan energi sebesar 0,25 MeV

adalah

1

27 13 2

20 1

2 2 4 1.66 10 0.25 1.6 10

1.15 10

p p pP M p

kgms

Jadi ketika partikel α dipancarkan, dia memiliki momentum yang jauh lebih tinggi

daripada proton insiden. Kekekalan momentum mungkin terjadi dalam peristiwa ini jika

kedua partikel α menuju arah yang berlawanan (lihat Gambar 10.10).

Dapat dicatat bahwa percobaan Cockroft dan Walton memberikan verifikasi langsung

yang mengarah pada prinsip kesetaraan massa-energi yang pertama kali dilakukan oleh

Einstein.

Mesin pengganda tegangan yang dikembangkan oleh Cockroft dan Walton bisa menghasilkan

tegangan maksimum sampai dengan sekitar 106 volt yang dapat mempercepat proton sekitar 1

MeV dan partikel α naik menjadi sekitar 2 MeV. Partikel-partikel ini dapat menghancurkan

inti ringan. Untuk disintegrasi inti berat dengan balok partikel bermuatan, akan memerlukan

energi yang jauh lebih tinggi. Selain itu juga untuk memproduksi reaksi endoergik, proyektil

7Li

PP

α1

α2

P Pα1

Pα2

Gambar 10.10 Kekekalan Momentum dalam percobaan Cockroft-Walton.

Page 27: reaksi nuklir

27

dengan energi yang lebih tinggi akan diperlukan. Untuk mendapatkan hasil akhir, berbagai

akselerator partikel bermuatan telah dikembangkan untuk dapat mempercepat gerak partikel

yang berenergi sangat tinggi. Untuk reaksi nuklir dengan energi hingga beberapa ratus MeV.

Akan tetapi, untuk eksperimen partikel elementer, sinar partikel yang bermuatan dipercepat

dibutuhkan hingga ribuan MeV (109 eV).

10.8 Penampang Lintang Dari reaksi nuklir

Adanya kemungkinan atau peluang terjadinya reaksi nuklir dapat diukur dengan reaksi

penampang lintang atau reaction cross section. Hal ini biasanya disimbulkan simbol .

Penampang lintang reaksi nuklir X(x,y)Y dapat ditulis sebagai (x, y). Jika berkas projektil N

diberikan secara paralel dalam selang waktu tertentu pada foil target T, jika tebalnya x dan

luas permukaannya secara normal adalah S, maka jumlah inti di T mengalami transformasi

dalam akibat reaksi dari sinar insiden proyektil dan jumlah inti target yang hadir dalam foil

(lihat Gambar 10.11a). Intensitas insiden partikel adalah (N/S) dan jumlah inti yang sampai di

foil adalah (n S x). Jadi jumlah inti yang mengalami transformasi adalah:

N

N nS xS

atau 1N Nn x Nn ...................................................................................... (10.8-1)

Page 28: reaksi nuklir

28

Berikut n1=nΔx adalah jumlah inti target per satuan luas foil, n adalah jumlah inti per satuan

volume. Persamaan (8-1) menunjukkan bahwa ΔN dan N keduanya merupakan angka murni

dan n1=nΔx memiliki arah yang berkebalikan, sedangkan σ memiliki dimensi searah. Oleh

karena itu disebut penampang lintang atau cross section dan mengukur peluang terjadinya

reaksi ketika sebuah partikel tunggal (N = 1) jatuh pada inti sasaran tunggal hadir per satuan

luas (n1 = 1). Karena jari-jari nuklir berkisar dari 10-14

sampai 10-15

m, penampang lintang

nuklir adalah berjarak 10-28

m2. Satuan umum yang digunakan dalam reaksi penampang

lintang nuklir adalah barn, dimana:

1 barn = 10-28

m2

Penampang lintang untuk beberapa reaksi nuklir adalah lebih atau bahkan kurang dari

beberapa barn, untuk beberapa jenis reaksi khusus bernilai sangat tinggi (beberapa ribu barn),

seperti contoh reaksi (n,γ) yang disebabkan oleh suhu neutron atau pengaruh yang

ditimbulkan dari reaksi induksi neutron.

Makna geometris penampang reaksi dapat dipahami dengan cara berikut. Mengacu pada

Gambar 10.11b kita melihat bahwa jika R adalah radius efektif inti target untuk reaksi yang

diberikan, maka proyeksi luas permukaan pada bidang tegak lurus terhadap arah gerak

proyektil, yang diarsir pada gambar adalah π R2. Sehingga jumlah proyektil menghadapi

setiap inti target adalah π R2

s dimana Ns=N/S adalah jumlah proyektil yang diasumsikan

sebagai massa pointiest. Karena terdapat inti n1 per satuan luas dari target, jumlah proyektil

yang terhalang oleh foil inti target adalah

2 2

1 1sn S R N R Nn ................................................................................... (10.8-2)

Dimana N=Ns+S adalah jumlah total proyektil datang pada target. Oleh karena itu peluang

pertemuan antara proyektil tunggal (N = 1) dengan satu inti per satuan luas (n1 = 1) dalam foil

target adalah

22 21

1

R NnR N R

n

................................................................................. (10.8-3)

Sebenarnya probabilitas antara proyektil tunggal dan target inti tunggal per satuan

luas tidak ditentukan oleh R2 saja. Kemungkinan ini tergantung pada sifat interaksi antara

proyektil dan inti target, faktor energi proyektil, dan lainnya. Selain itu, partikel insiden

bukan termassuk titik massa seperti yang diasumsikan di atas. Jadi besarnya penampang

Gambar 10.11 (a) Penembakan foil target (T) oleh sinar partikel.

(b) Letak geometris signifikansi pada reaksi penampang lintang

Page 29: reaksi nuklir

29

silang suatu reaksi juga tergantung pada ukuran semula. Untuk energi proyektil yang sangat

rendah, panjang gelombang de Broglie λ=h/p lebih panjang dari ekstensi geometri mereka,

sehingga daerah tempat mereka berinteraksi jauh lebih besar dari penampang geometrinya.

Hal ini ini adalah sebuah alasan untuk penampang lintang dari reaksi (n,γ) dengan suhu

neutron biasanya menjadi sangat besar seperti yang dinyatakan di atas.

Dalam kasus partikel bermuatan, penampang lintang jauh berkurang karena adanya

tolakan elektrostatik yang kuat dari inti target.

Dalam pembahasan di atas, telah diasumsikan bahwa luas total proyeksi semua inti dalam foil

yang berukuran (πR2n1 S) adalah lebih kecil dibandingkan dengan foil S. Pernyataan ini benar

hanya jika kertasnya berukuran tipis.

10.9 Penampang Lintang Partial

Ketika sebuah proyektil nuklir x diserap oleh inti target A

Z X , secara singkat inti

senyawa dapat terbentuk (Lihat 10.1), dapat memancarkan partikel nuklir (y), meninggalkan

inti sisa yang berbeda (Y) dalam kasus lain lihat (11.4). Dengan demikian, reaksi yang

mungkin adalah tipe X(x, y)Y, X(x,y')Y', X(x,y")Y" dan lain-lain. Selain itu, mungkin terjadi

hamburan elastis dan nonelastis. Masing-masing reaksi berbeda yang disebabkan oleh

proyektil x yang sama dalam inti target X memiliki penampang lintang yang berbeda,

misalnya, (x,y), (x,y'), (x,y") dan lain-lain, ditambahkan ke (x,x) dan (x,x'). Total dari

penampang lintang untuk interaksi x dengan X, memberikan energi Ex dari x dan dapat ditulis

sebagai

, , ' , , ' , " ........t x sc rx x x x x y x y x y ......... (10.9-1)

Penampang lintang untuk setiap jenis reaksi yang dikenal sebagai penampang lintang

parsial. r merupakan jumlah dari penampang parsial untuk semua proses non-elastis

termasuk hamburan nonelastik dimana penampang lintang parsiaal adalah (x,x’).

, ' , , , ' , " ........r x x x x y x y x y ....................... (10.9-2)

Pernyataan ini biasanya disebut reaksi penampang lintang atau reaction cross section

untuk membedakan dari hamburan elastis penampang intang σsc = σcl.

Reaksi penampang lintang ini sering dinyatakan dalam saluran reaksi, yang ditetapkan

dalam bentuk energy, momentum sudut dan jari-jari. Sebuah reaksi nuklir dapat ditulis

sebagai.

Page 30: reaksi nuklir

30

X x C Y y

Untuk harga Ex tertentu, l.h.s. ini yaitu persamaan viz X+x, dikenal sebagai saluran

masuk atau entrance channel. (Di sini telah diasumsikan bahwa inti target X dalam keadaan

diam). Sisi kanan bagian reaksi adalah produk akhir yang dikenal sebagai saluran keluar atau

exit channel. Untuk hamburan elastis, saluran keluar identik dengan saluran masuk.

Definisi yang tepat dari saluran atau channel adalah sepasang inti dari hasil reaksi,

dimana masing-masing dari pasangan tersebut dalam keadaan kuantum yang pasti.

Meskipun reaksi (10.1-2) bukanlah reaksi yang umum (yang melibatkan proses partikel

emisi banyak), namun hal itu cukup umum mencakup sebagian besar dari reaksi nuklir yang

diketahui pada energi rendah. Ada satu pengecualian, yaitu viz, sebuah proses penangkapan

radioaktif i,e,σ(x,y) di mana X dan x tetap bersama-sama untuk membentuk inti C* dengan

pancaran dari sinar γ* karena proses deeksitasi senyawa inti C*.

Penampang lintang Total σt = σr + σel digunakan untuk menentukan koefisien serapan

untuk partikel insiden pada foil target. Menggunakan Persamaan (8-1), kita dapat menulis

persamaan untuk foil target yang memiliki n inti per satuan volume untuk ketebalan sangat

kecil dx di mana intensitas sinar partikel Ns = N/S tegak lurus dengan

s t sdn n ndx .............................................................................................. (10.9-3)

Dimana tanda minus pada r.h.s. berarti menandakan adanya penurunan intensitas sinar yang

keluar dari foil. Integrasi yang diberikan untuk foil x dengan ketebalan tertentu adalah

exps son n s .......................................................................................... (10.9-4)

dimana tn ...................................................................................................... (10.9-5)

Adalah koefisien total penyerapan. Dalam hal ini nso adalah intensitas sinar datang di foil dan

ns adalah intensitas yang muncul. Dengan mengukur besarnya ns maka kita dapat menghitung

besar total penampang lintang σt dengan bantuan persamaan (10.9-4) dan (10.9-5) jika nso

diketahui.

10.10 Hasil Reaksi

Jumlah inti produk Y yang dihasilkan dari reaksi X(x, y)Y memberikan hasil reaksi.

Jika Y adalah stabil, maka jumlahnya terus meningkat secara linear dengan waktu. Jumlah inti

Y diproduksi dalam waktu dt adalah sama dengan jumlah inti X yang ditransmutasikan

sebagai akibat dari reaksi di atas. Jika σ (x, y) dilambangkan sebuah penampang lintang, kita

dapat menulis

Page 31: reaksi nuklir

31

0,Y sdN x y N n dt .................................................................................... (10.10-1)

Dimana ns adalah jumlah proyektil pada foil target per satuan luas per detik dan N0 adalah

jumlah total inti target dalam foil. Kemudian pada waktu t, jumlah inti Y yang dihasilkan

adalah

0,Y sN x y N n t ........................................................................................ (10.10-2)

Jika inti produk Y bersifat radioaktif dengan disintegrasi λ konstan, maka laju

perubahan jumlah inti Y adalah sama dengan perbedaan antara tingkat produksi σ (x, y) N0 n

dan laju disintegrasi λ. Jadi Nγ kita dapat tulis dengan

0,Ys Y

dNx y N n N

dt ............................................................................ (10.10-3)

atau,

0,

Y

sY

dNdt

nN x y N

setelah diintegralkan, diperoleh, 0, expsY

nN x y N A t

A adalah konstanta integrasi, jika If Nγ= 0 at t= 0, maka kita dapatkan

0, sx y N nA

Sehingga kita dapatkan persamaan akhir atau hasil sebagai berikut

0,1 exp

s

Y

x y N nN t t

............................................................ (10.10-4)

Persamaan (10-4) menunjukkan bahwa NY (t) akan meningkat secara eksponensial

sampai mencapai nilai kejenuhan setelah waktu yang lama t dari awal pemboman:

0, sx y N n

N

....................................................................................... (10.10-5)

Dalam prakteknya Nγ mempunyai nilai yang hampir sama dengan nilai saturasi setelah

sepuluh atau dua belas waktu paruh. N menjadi besar untuk nilai σ (x, y) yang besar. Karena

σ(x,y) besar untuk neutron lambat (lihat nanti), hasil inti produk jenuh dapat ditingkatkan

dengan menggunakan neutron lambat seperti proyektil. Selanjutnya nilai N menjadi besar

dari λ,, untuk inti produk yang tertinggal. Akhirnya N dapat ditingkatkan dengan

meningkatkan intensitas sinar insiden proyektil (Ns = N / S). Hasil kejenuhan pendek separuh

umur isotop (τ beberapa detik untuk beberapa hari) oleh penembakan neutron termal dalam

reaktor nuklir biasanya dari urutan 1012

-1017

inti (10-4

sampai 10 μg). Untuk isotop dengan

Page 32: reaksi nuklir

32

umur panjang (misalnya 239

Pu) dengan waktu paruh 104y, hasil yang dicapai mungkin dalam

beberapa kilogram.

Pengukuran dari inti hasil Y memberikan nilai penampang reaksi (x,y).

Jumlah atom Y yang tersisa dalam sampel setelah waktu t dari akhir penembakan foil

diberikan oleh:

' exp 'Y YN t N t t

0,

1 exp exp 'sx y N n

t t

........................................... (10.10-6)

0' , exp exp ''

YY s

dNN t x y N n t t

dt ................................ (10.10-7)

Jika pemboman berlangsung untuk waktu yang sangat lama (t = ), sehingga nomor atom Y

mencapai nilai saturasi, kita mendapatkan pada saat t’ setelah penghentian penembakan :

0,' exp '

s

Y

x y N nN t t

.................................................................. (10.10-8)

Dan 0, exp'

Ys

dNx y N n t

dt ....................................................................... (10.10-9)

10.11 Reaksi Induksi oleh Partikel α

Ketika nuklir dalam keadaan terinduksi oleh partikel α, inti majemuk dapat memecah

emisi proton, neutron, sebuah γ-ray foton dll

Reaksi (α,p): Dalam § 10.1 kita telah membahas tentang transmutasi nuklir yang

pertama diproduksi oleh Rutherford dengan cara menembaki inti nitrogen dengan partikel α

dari zat radioaktif alami (Persamaan 10.10-1). Jenis reaksi ini disebut reaksi (α,p). Secara

umum reaksi seperti ini dapat dinyatakan melalui persamaan berikut.

4 4 * 3 1

2 2 1 1

A A A

Z Z ZX He C Y H

Menggunakan persamaan (10.5-3) maka nilai Q dari reaksi ini dapat dituliskan menjadi:

3 4

Y X

BY BX B

Q B B B

A f Af f

Dimana fB menunjukkan fraksi ikat. Sebagaimana telah kita lihat fB konstan untuk inti berat,

dari sedaang menjadi 8 MeV per nukleon.

Sehingga kita dapatkan, BY BXf f

Page 33: reaksi nuklir

33

, 3 8 28 4Q p MeV

Ini menunjukkan bahwa reaksi (α,p) adalah endoergik untuk inti tersebut. Untuk

beberapa inti ringan, reaksi (α,p) mungkin termasuk exoergik. Contoh beberapa reaksi (α,p)

adalah:

10 4 14 * 13 1

5 2 7 6 1

14 4 18 * 17 1

7 2 9 8 1

20 4 24 * 23 1

10 2 12 11 1

26 4 30 * 29 1

12 2 14 13 1

64 4 68 * 67 1

30 2 32 31 1

( 4.06 )

( 1.2 )

( 2.38 )

( 2.86 )

( 4 )

B He N C H Q MeV

N He F O H Q MeV

Ne He Mg Na H Q MeV

Mg He Si Al H Q MeV

Zn He Ge Ga H Q MeV

Yang pertama dari reaksi di atas exoergik sementara sisanya adalah endoergik. Inti

produk dalam tiga kasus pertama adalah stabil sementara dalam dua kasus lainnya bersifat

radioaktif.

Reaksi (α,n): Dalam beberapa kasus, seperti untuk inti berilium, boron dll, sebuah

neutron dipancarkan untuk memecah inti senyawa. Reaksi tersebut dikenal sebagai reaksi

(α,n). secara umum persamaannya adalah

4 4 * 3 1

2 2 2 0

A A A

Z Z ZX He C Y n

Seperti dalam kasus reaksi (α,p), reaksi (α,n) juga termasuk endoergik untuk kasus inti

berat menengah. Sedangkan beberapa inti lainnya, mungkin termasuk exoergik.

Contohnya adalah:

7 4 11 * 10 1

3 2 5 5 0

9 4 13 * 12 1

4 2 6 6 0

11 4 15 * 14 1

5 2 7 7 0

( 2.79 )

( 5.7 )

( 0.15 )

Li He B B n Q MeV

Be He C C n Q MeV

B He N N n Q MeV

18 4 22 * 21 1

8 2 10 10 0

27 4 31 * 30 1

13 2 15 15 0

65 4 69 * 68 1

29 2 31 31 0

( 0.7 )

( 2.65 )

( 5.84 )

O He Ne Ne n Q MeV

Al He P P n Q MeV

Cu He Ga Ga n Q MeV

Inti produk dalam empat kasus pertama adalah stabil, sedangkan dalam dua kasus

lainnya bersifat radioaktif. Reaksi kelima dari beberapa reaksi di atas menyebabkan

penemuan radioaktivitas buatan yang dilakukan oleh Irene Curie-Joliot dan Frederic Joliot

pada tahun 1934 (lihat 10.12).

reaksi (α, n) biasanya digunakan dalam penyusunan sumber neutron.

Page 34: reaksi nuklir

34

Terlepas dari unsur radio alami, energi tinggi dari berkas partikel α dapat diproduksi

dengan cara mempercepat ion helium dalam akselerator partikel. Seperti berkas sinar partikel

α secara umum digunakan dalam studi induksi α dari reaksi nuklir.

Reaksi (α, γ): Jenis reaksi ini juga dikenal sebagai penangkapan radioaktif dari partikel

α yang sudah pernah diamati dalam beberapa kasus, misalnya 7Li (α, γ)

11B. Secara umum

dapat dirumuskan menjadi:

4 4 * 4

2 2 2

A A A

Z Z ZX He C C

Reaksi-reaksi ini biasanya disebut reaksi exoergik.

Lebih daripada pancaran sebuah partikel: Untuk energi α tinggi, lebih dari satu partikel dapat

dipancarkan dari inti senyawa, sehingga menghasilkan reaksi seperti (α,2n), (α,pn), (α,2p),

(α,3n) dll

10.12 Penemuan Induksi Radioaktivitas

Pada tahun 1933, Irene Joliot Curie dan suaminya Frederic Joliot di Paris menemukan

induksi radioaktivitas. Mereka menembaki aluminium foil dengan partikel α dari zat

radioaktif alami (polonium) dan melakukan pengamatan mengenai proses pancaran dari

neutron. Mereka juga menemukan bahwa positron yang dipancarkan pada saat yang sama dan

emisi positron berlanjut untuk beberapa waktu bahkan setelah penghentian penembakan foil

dengan partikel α. Intensitas positron telah ditemukan seiring dengan berkurangnya waktu

secara eksponensial.

Untuk menginterpretasikan hasil mereka, Joliots mengasumsikan bahwa peristiwa

penembakan aluminium dengan partikel α akan menyebabkan pembentukan reaksi isotop 30

P

oleh 27

Al (α, n). Mereka selanjutnya mengasumsikan bahwa sisa inti 30

P yang dihasilkan

dalam reaksi itu menjadi radioaktif dan membusuk oleh peristiwa emisi positron adalah:

30 30

15 14P Si

Untuk membuktikan kesimpulan mereka, mereka memverifikasi adanya sifat kimia dari

produk radioaktif baru dengan cara memisahkannya dari target dengan metode radiokimia

standar dan menunjukkan bahwa emisi positron berlangsung dari fosfor dipisahkan.

Fenomena ini dikenal sebagai induksi atau radioaktivitas buatan. Waktu paruh dari 30

P adalah

2.25 min.

Fenomena serupa diamati oleh Joliots dengan boron dan magnesium. Dalam setiap kasus sifat

dari produk radioaktif dibentuk dari adanya peristiwa pemisahan kimia.

Page 35: reaksi nuklir

35

Penemuan induksi radioaktivitas ini sangat penting sehingga Joliots dianugerahi Hadiah

Nobel pada tahun 1935. Sebagian besar produk transmutasi buatan dari unsur radioaktif.

Mereka meluruh menjadi emisi β- atau β

+ atau melalui penangkapan orbital elektron. Dalam

kasus beberapa unsur berat mereka ditemukan meluruh oleh pancaran sinar α atau fisi

spontan. Unsur-unsur radio buatan secara luas digunakan untuk penelitian di fisika, kimia,

ilmu pertanian, fisiologi dan ilmu kedokteran.

10.13 Reaksi Induksi Proton

Berkas sinar proton dengan energi tinggi tersedia dari akselerator partikel dengan cara

mempercepat ion hidrogen.

Ketika proton energi tinggi jatuh pada inti target, inti senyawa yang terbentuk dapat

hancur oleh emisi dari berbagai jenis partikel nuklir, misalnya, proton, neutron, deuteron,

partikel α, sinar γ dll. Dalam kasus ini, kita mendapatkan hamburan elastis atau inelastis

sedangkan pada kasus lain kita mendapatkan transmutasi nuklir.

Reaksi (p, α):

Dari sini, kita telah membahas tentang reaksi (p,α) pada 7Li pertama yang diproduksi

oleh Cockroft dan Walton (lihat 10.7). Dari Persamaan (10.5-3) dapat dilihat bahwa reaksi

(p,α) biasanya disebut exoergik. Menulis rumus umum untuk reaksi (p,α) sebagai berikut

1 1 * 3 4

1 1 1 2

A A A

Z Z ZX H C Y He

Kita dapatkan

, 3 4

28 3 4

BY B BX

BY

Q p A f f Af

f MeV

dengan asumsi untuk inti berat menengah. Untuk inti target dengan nilai yang lebih rendah

dari A, Q mungkin jauh lebih tinggi.

Beberapa contoh reaksi (p,α) diberikan di bawah ini:

7 1 7 * 3 4

3 1 4 2 2

7 1 8 * 2 4

3 1 4 2 2

11 1 12 * 8 4

5 1 6 4 2

19 1 20 * 16 4

9 1 10 8 2

23 1 24 * 20 4

11 1 12 10 2

63 1 64 *

29 1 30

( 4 )

( 17.35 )

( 8.59 )

( 8.12 )

( 2.38 )

Li H Be He He Q MeV

Li H Be He He Q MeV

B H C Be He Q MeV

F H Ne O He Q MeV

Na H Mg Ne He Q MeV

Cu H Zn

60 4

28 2 ( 3.76 )Ni He Q MeV

Page 36: reaksi nuklir

36

Dari sini, inti sisa 8Be dibentuk dalam reaksi yang ketiga sangat tidak stabil. Hal ini

akan segera memecah setelah hasilnya menjadi dua partikel α (8Be

4He +

4He). Dengan

demikian produk akhir dari reaksi ini adalah tiga partikel α.

Reaksi (p,n):

Rumus umum untuk reaksi seperti ini adalah

1 1 * 1

1 1 1 0

A A A

Z Z ZX H C Y n

Dalam hal ini inti residu Y isobarik (sama A) dengan inti sasaran dengan nomor atom

satu unit lebih tinggi. Jika dua isobar mempunyai nilai Z berbeda maka keduanya tidak bisa

stabil, inti sisa1

A

Z Y menjadi β aktif, inti target yang selalu stabil. Karena sifatnya Z lebih

tinggi, hal itu akan meluruh dari pancaran sinar β+ (atau dengan menangkap elektron) menjadi

A

Z X :

1 .

A A

Z ZE CY X

Beberapa contoh untuk reaksi (p,n) adalah

11 1 12 * 11 1

5 1 6 6 0

23 1 24 * 23 1

11 1 12 12 0

54 1 55 * 54 1

24 1 25 25 0

63 1 64 * 63 1

29 1 30 30 0

( 1.763 )

( 4.84 )

( 2.16 )

( 4.15 )

B H C C n Q MeV

Na H Mg Mg n Q MeV

Cr H Mn Mn n Q MeV

Cu H Zn Zn n Q MeV

Inti produk pada masing-asing reaksi diatas adalah radioaktif:

11 11

6 5

23 23

12 11

.54 54

25 24

63 63

30 29.

2.5min

12.3

310

38.5min

E C

E C

C B

Mg Na s

Mn Cr d

Zn Cu

Nilai Q pada reaksi (p,n) dapat dituliskan menjadi

Q(p,n) = Mx + MH – MY - Mn

Karena Y adalah pemancar β+, kita dapatkan

2Y X eQ M M m

, 2 e n HQ p n Q m M M

Ketika M > HH, Q(p,n) < 0. Untuk inti target yang stabil, reaksi (p,n) selalu endoergik.

Reaksi (p, γ):

Page 37: reaksi nuklir

37

Dalam beberapa kasus, inti senyawa yang tereksitasi dibentuk dari penyerapan proton

oleh inti target yang tidak bisa hancur oleh emisi partikel nuklir, namun turun ke keadaan

dasar oleh emisi satu atau lebih foton sinar γ.

Ini adalah kasus penangkapan radioaktif dari proton atau Reaksi (p, γ):

1 1 * 1

1 1 1

A A A

Z Z ZX H C C

Contoh:

7 1 8 * 8

3 1 4 4

14 1 15 * 15

7 1 8 8

24 1 25 * 25

12 1 13 13

Li H Be Be

N H O O

Mg H Al Al

Sinar γ yang dipancarkan dalam reaksi (p,γ) mungkin memiliki energi yang sangat

tinggi dalam beberapa kasus. Pada bagian pertama dari reaksi di atas E γ = 17,2 MeV.

Reaksi (p,d):

Rumus secara umum adalah

1 1 2

1 1

A A

Z ZX H Y H

Contoh: 7Li(p,d)

6Li and

9Be(p,d)

8Be. Ini adalah contoh dari puncak jenis reaksi

langsung. Tidak ada inti senyawa yang terbentuk, karena mekanisme reaksinya berbeda.

Lebih dari satu partikel emisi: Jika berkas datang dari proton memiliki energi yang

sangat tinggi (Ep> 20 MeV), lebih dari satu partikel dapat dipancarkan dari inti senyawa untuk

menghasilkan reaksi seperti (p, 2n), (p, pn), (p, 2p), (p, 3n) dll.

10.14 Reaksi Induksi Deuteron

Deuteron adalah inti hidrogen berat atau atom deuterium. Ini adalah isotop dari

hidrogen untuk nomor massa 2 yang dibentuk dalam hidrogen alami dengan kelimpahan

relatif pada 0,015%. Deuterium diperoleh dengan elektrolisis air secara berulang. Air biasa

(H2O) selalu dicampur dengan air berat dengan proporsi kecil (D2O) dalam semua sumber

alami air. Selama elektrolisis, air ringan (H2O) mengalami elektrolisis lebih cepat daripada air

berat. Akibatnya, jika elektrolisis dilakukan untuk waktu yang sangat lama, proporsi air berat

dalam residu yang tersisa menjadi lebih tinggi. Elektrolisis ini diulang dan menghasilkan air

berat yang hampir murni. Sejumlah besar energi listrik yang diperlukan untuk pemisahan

seperti D2O dari air biasa. Untuk mendapatkan 10-3

kg (1 g) murni air berat, sekitar 30.000

ampere-jam energi listrik diperlukan.

Page 38: reaksi nuklir

38

Air berat memiliki sifat kimia yang sama seperti air biasa. Tapi mempunyai sifat fisik

yang sangat berbeda. Gravitasi spesifik adalah 1.108.

Elektrolisis air berat murni menghasilkan atom hidrogen berat yang ketika terionisasi

memberikan inti hidrogen berat atau deuteron (d) di mana proton dan neutron terikat bersama-

sama dengan energi ikat sebesar 2,226 MeV. Deuteron dapat dipercepat hingga energi tinggi

dengan akselerator partikel seperti proton dan dapat digunakan sebagai proyektil untuk

menginduksi berbagai jenis reaksi nuklir. Selama reaksi tersebut, proton, neutron, partikel-α

dll dapat dipancarkan.

Reaksi (d, α):

Jenis reaksi ini dapat diwakili oleh rumus umum:

2 2 * 2 4

1 1 1 2

A A A

Z Z ZX H C C He

Reaksi ini biasanya exoergik dan dapat dilihat dengan mudah. Untuk inti berat

menengah.

, 2 28 2.2

25.8 2 25.8 16 9.8

Y X d BY BX

B

Q d B B B B A f Af

f MeV

Jika Q(d,α) > 0. Beberapa contoh untuk reaksi (d,α) adalah seperti dibawah ini:

6 2 8 * 4 4

3 1 4 2 2

14 2 16 * 12 4

7 1 8 6 2

23 2 25 * 21 4

11 1 12 10 2

24 2 26 22 4

12 1 13 11 2

27 2 29 25 4

13 1 14 12 2

( 22.4 )

( 13.57 )

( 6.9 )

( 1.96 )

( 6.7 )

Li H Be He He Q MeV

N H O C He Q MeV

Na H Mg Ne He Q MeV

Mg H Al Na He Q MeV

Al H Si Mg He Q MeV

Karena potensial hambatan tinggi untuk dilintasi oleh partikel α yang keluar dari inti

senyawa, maka reaksi (d,α) yang diamati pada energi deuteron cukup tinggi dan untuk inti

sasaran Z rendah.

Reaksi (d,p):

Rumus umum untuk reaksi ini adalah:

2 2 * 1 1

1 1 1

A A A

Z Z ZX H C Y H

Inti produk merupakan isotop dari inti target dengan nomor massa A satu unit lebih

tinggi. reaksi (d,p) biasanya exoergik, persamaan (5.3) diberikan untuk inti berat menengah.

Page 39: reaksi nuklir

39

,

1 2.2

2.2 8 2.2 5.8

Y X d

BY BX

B

Q d p B B B

A f Af

f MeV

Jadi Q> 0. Untuk beberapa inti ringan namun Q mungkin negatif (endoergik). Beberapa

contoh reaksi (d,p) adalah:

7 2 9 * 7 1

3 1 4 3 1

12 2 14 * 13 1

6 1 7 6 1

23 2 25 * 24 1

11 1 12 11 1

31 2 33 * 32 1

15 1 16 15 1

109 2 111 * 110 1

47 1 48 47 1

( 0.193 )

( 2.72 )

( 4.74 )

( 5.71 )

( 4.6 )

Li H Be Li H Q MeV

C H N C H Q MeV

Na H Mg Na H Q MeV

P H S P H Q MeV

Ag H Cd Ag H Q MeV

Produk-produk dari reaksi (d,p) adalah sama dengan reaksi (n,γ) dan biasanya

radioaktif. Pada contoh kedua di atas, produk dinyatakan stabil.

Reaksi (d,n):

Rumus umumnya adalah

2 2 * 1 1

1 1 1 0

A A A

Z Z ZX H C Y n

Produk Y merupakan isotop dari inti senyawa, reaksi (d,n) ini biasanya exoergik. Ada

beberapa pengecualian. Beberapa contoh reaksi (d, n) adalah

7 2 9 * 8 1

3 1 4 4 0

9 2 11 * 10 1

4 1 5 5 0

12 2 14 * 13 1

6 1 7 7 0

16 2 18 * 17 1

8 1 9 9 0

35 2 37 * 36 1

17 1 18 18 0

( 15.024 )

( 4.36 )

( 0.283 )

( 1.625 )

( 6.28 )

Li H Be Be n Q MeV

Be H B B n Q MeV

C H N N n Q MeV

O H F F n Q MeV

Cl H Ar Ar n Q MeV

Dapat dicatat bahwa reaksi (d, p) dan (d, n) keduanya dapat terjadi melalui mekanisme

alternatif bukan oleh pembentukan inti senyawa. Mekanisme alternatif ini dikenal sebagai

proses pengupasan. Ini dikenal sebagai reaksi langsung.

Kedua reaksi (d,p) dan (d,n) telah diamati dalam tumbukan deutron-deutron.

2 2 4 * 3 1

1 1 2 1 1

2 2 4 * 3 1

1 1 2 1 0

( 4.03 )

( 3.26 )

H H H H H Q MeV

H H H He n Q MeV

Atom produk 3

1H dalam kasus yang pertama dikenal sebagai tritium dan merupakan

isotop hidrogen dengan nomor massa 3. Inti Ini disebut triton. Ini adalah β- aktif dengan

energi akhir sebesar 0,019 MeV.

'3 3

1 1 ( 12.4 )H He y

Page 40: reaksi nuklir

40

Produk 3

2 He dalam kedua reaksi di atas adalah stabil. Reaksi tersebut merupakan isotop

helium dengan nomor massa 3. Hal ini ditunjukkan dalam helium alam dengan kelimpahan

relatif sebesar 10-4

x 1,4%.

Jika jumlah tritium dihasilkan oleh reaksi nuklir diatas atau lainnya, maka tritium yang

dapat ditembaki dengan deuteron akan menghasilkan reaksi (d, n) sebagai berikut:

3 2 5 * 4 1

1 1 2 1 0 ( 17.6 )H H He He n Q MeV

Reaksi (d,t):

Rumus umum untuk tipe reaksi ini adalah:

2 2 * 1 3

1 1 1

A A A

Z Z ZX H X Y H

Inti Produk Y adalah isotop dari target X dengan nomor massa satu unit yang lebih

rendah. Penampang lintang dari reaksi jenis ini agak kecil. Berikut ini adalah beberapa

contohnya:

7 2 9 * 6 3

3 1 4 3 1

9 2 11 * 8 3

4 1 5 4 1

0.996

4.59

Li H Be Li H Q MeV

Be H B Be H Q MeV

Lebih dari satu pancaran partikel:

Pada energi yang lebih tinggi dari deuteron (Ed > 20 MeV), reaksi (d,2n), (d,2p), (d,3p) dll di

mana dua atau lebih partikel yang dipancarkan dari penguatan inti senyawa penting.

10.15 Reaksi Induksi Neutron

Sejak ditemukannya neutron oleh Sir James Chadwick (lihat 13.1) maka neutron itu

telah digunakan secara luas untuk memproduksi reaksi nuklir.

Neutron adalah muatan listrik yang netral. Oleh karena itu menggunakan mereka

sebagai proyektil guna menginduksi transmutasi nuklir adalah keuntungan khusus karena

mereka tidak ditolak oleh muatan listrik dari inti sasaran. Jadi bahkan energi neutron nol dapat

masuk ke dalam inti, akan tetapi dengan nomor atom tinggi hal ini mungkin. energi nol

neutron dapat menghasilkan reaksi exoergik. Untuk reaksi endoergik, neutron datang harus

memiliki energi kinetik lebih besar pada reaksi ambang.

Untuk menghasilkan reaksi nuklir dengan neutron-neutron, maka perlu memiliki sumber

neutron intensitas tinggi. Neutron-neutron diproduksi dalam reaksi nuklir. Reaksi tersebut

merupakan penampang lintang yang tinggi, secara khusus cocok untuk digunakan sebagai

sumber neutron.

Page 41: reaksi nuklir

41

Reaksi nuklir yang disebabkan oleh neutron yang terkait dengan emisi partikel α,

proton, sinar-γ, deuteron dll.

Reaksi (n,α):

Rumus umumnya adalah:

1 1 * 3 4

0 2 2

A A A

Z Z ZX n C Y He

Beberapa contohnya adalah:

6 1 7 * 3 4

3 0 3 1 2

10 1 11 * 7 4

5 0 5 3 2

35 1 36 * 32 4

17 0 17 15 2

4.785

2.79

0.935

Li n Li H He Q MeV

R n B Li He Q MeV

Cl n Cl P He Q MeV

Dari sini, dua reaksi yang pertama memiliki penampang lintang cukup besar. Sehingga

mereka digunakan dalam pembangunan detektor neutron.

Reaksi (n,α) biasanya exoergik, khusus untuk inti berat menengah.

Reaksi (n,p):

Rumus umum dari reaksi jenis ini adalah

1 1 * 1

0 1 1

A A A

Z Z ZX n C Y H

Produk inti Y adalah isobar dalam inti target X dengan nomor atom satu unit yang lebih

rendah. Oleh karena itu sinar β-, meluruh ke inti target:

1

A A

Z ZY X

Selama Y XQ M M , nilai Q pada reaksi (n,p) adalah

,

0.782

Y X X n Y H

n H

Q n p B B M M M M

M M Q

Q MeV

Jadi jika Q (β-) < 0.782 MeV reaksi termasuk exoergik. Untuk Q (β

-) > 0.782 MeV,

reaksi termasuk endoergik. Contoh beberapa reaksi (n, p) yang diberikan di bawah ini:

3 1 4 * 3 1

2 0 2 1 1

14 1 15 * 14 1

7 0 7 6 1

27 1 28 * 27 1

13 0 13 12 1

0.764

0.627

1.83

He n He H H Q MeV

N n N C H Q MeV

Al n Al Mg H Q MeV

metode Libby memperkirakan usia sampel arkeologi dan antropologi:

Page 42: reaksi nuklir

42

Dari beberapa reaksi di atas, reaksi yang kedua adalah sangat penting. Inti produk aktif

14C β

- mempunyai waktu paruh τ = 5568 y. Energi maksimumnya adalah 0,155 MeV. Isotop

14C isotop terus diproduksi oleh reaksi (n, p) di atmosfer karena penyerapan neutron sinar

kosmik oleh inti di udara 14

N. Para fisikawan Amerika W.F. Libby dan rekan kerja telah

mengembangkan metode untuk mengukur usia sampel antropologi dan arkeologi dengan

memperkirakan jumlah yang hadir 14

C di dalamnya.

Semua sistem kehidupan, termasuk tanaman dan pohon, (14C) oleh proses pertukaran

dan konsentrasinya dalam sistem hidup mencapai nilai ekuilibrium. Setelah kematian sistem,

pertukaran berhenti dan jumlah radio-karbon berkurang karena peluruhan sinar β- dengan

paruh yang diberikan di atas. Libby dan rekan kerjanya telah mengembangkan penghitung

khusus, berdasarkan anti-kebetulan teknik menghitung, untuk mendeteksi sangat lemah

aktivitas β dalam sampel arkeologi tua (atau antropologi). Membandingkan ini dengan sampel

baru saja diakuisisi sama (hidup atau hanya mati), adalah mungkin untuk memperkirakan

umur sampel tua. Dengan metode ini adalah mungkin untuk mengukur usia sampel beberapa

ribu tahun.

Reaksi (n,d) and (n.t):

Reaksi-reaksi ini dikenal sebagai puncak reaksi yang hanya merupakan kebalikan dari

reaksi pengupasan yang disebutkan sebelumnya dan termasuk dalam kategori reaksi langsung.

Mekanisme reaksi ini berbeda dari proses nuklir kompleks. Sebuah contoh dari jenis (n, t) dari

puncak reaksi adalah

14 1 12 3

7 0 6 1N n C H

Dapat percaya bahwa jejak tritium (3H) ditemukan di alam dalam 3H2O dicampur

dengan air biasa sekamanya karena peluruhan di atmosfer oleh interaksi antara neutron sinar

kosmik dan inti atom nitrogen di udara atmosfer untuk menghasilkan reaksi atas .

Reaksi (n,γ):

Hal penting dari Reaksi induksi neutron adalah reaksi (n, γ), yang dikenal sebagai

penangkapan radiasi neutron. Rumus umum untuk reaksi tersebut adalah

1 1 * 1

0

A A A

Z Z ZX n C Y

Reaksi (n,d) and (n.t):

Page 43: reaksi nuklir

43

Dalam reaksi ini inti produk sama dengan inti senyawa dalam keadaan dasar (Y C ). Reaksi

(N, γ) selalu exoergik (Q> 0) dan dapat diinduksi oleh neutron dengan energi nol. Q dari

reaksi ini adalah

, X n YQ n M M M

Kecuali untuk beberapa inti ringan Q (n, γ) ~ 8 MeV. Jadi dalam reaksi (n, γ) diinduksi

dengan neutron dengan energi nol, sinar γ dengan energi sampai sekitar 8 MeV akan

dipancarkan.

Pada tahun 1934 sekelompok ilmuwan seperti E. Fermi, E. Amaldi, O. D'Agostino, F.

Rasetti dan E. Serge membuat penemuan yang sangat penting di Universitas Roma yaitu

tentenag peluang terjadinya reaksi (n, γ) sangat meningkat jika reaksi diinduksi oleh neutron

sangat lambat. Mereka menempatkan sumber neutron Ra-Be dalam tangki besar yang penuh

dengan air atau di dalam blok parafin. Neutron cepat yang keluar dari sumber mengalami

tabrakan berulang dengan proton di dalam atom hidrogen dalam media (air atau parafin).

Karena massa mereka yang sama, neutron kehilangan sebagian besar energi mereka pada

setiap dampak elastis dengan proton. Energi mereka direduksi dengan energi kinetik dari

gerakan termal acak (3/2) KT sebuah inti dalam media setelah beberapa tabrakan. Neutron

tersebut dikenal sebagai neutron termal. Pada suhu kamar biasa (T ~ 300K), energinya adalah

(~ 0,026 MeV).

Fermi dan rekan-rekannya menggunakan sejumlah besar unsur dalam tabel periodik

untuk neutron termal ini dan mengamati bahwa dalam banyak kasus memunculkan pembuatan

inti produk radioaktif. Dengan membandingkannya dengan radioaktivitas terinduksi dalam

unsur-unsur yang sama dengan neutron yang keluar bergerak cepat dari sumber, mereka

menyimpulkan bahwa pembentukan reaksi (n, γ) bisa ditingkatkan dengan menggunakan

neutron termal. Dalam beberapa kasus, peningkatan itu dilakukan sampai dengan 1000 kali

atau lebih. Penemuan mereka mengawali dalam perkembangan metode produksi skala besar

zat radioaktif buatan.

Beberapa contoh reaksi (n,γ) adalah:

1 1 2 * 2

1 0 1 1

2 1 3 * 3

1 0 1 1

23 1 24 * 24

11 0 11 11

63 1 64 * 64

29 0 29 29

103 1 104 * 104

45 0 45 45

H n H H

H n H H

Na n Na Na

Cu n Cu Cu

Rh n Rh Rh

Page 44: reaksi nuklir

44

107 1 108 * 108

47 0 47 47

115 1 116 * 116

49 0 49 49

197 1 198 * 198

79 0 79 79

Ag n Ag Ag

In n In In

Au n Au Au

Pengecualian untuk persamaan pertama, inti produk dari semua reaksi di atas adalah

radioaktif. Penangkapan neutron oleh inti sasaran akan meningkatkan perbandingan neutron-

proton dan karenanya akan menggeser inti sebelah kiri di atas garis stabilitas. Oleh karena itu

inti produk biasanya menjadi aktif β-, jika jumlah neutron sebanding dengan jumlah proton

maka hal ini akan membuatnya stabil. Namun dalam kasus beberapa inti produk aneh-aneh

(misalnya, 64

Cu dan 108

Ag) baik β-dan β

+ (atau penangkapan elektron) kedua aktivitas tersebut

bisadiamati. Skema peluruhan radioaktif dalam tiga kasus di atas diberikan:

64 64

29 30

64

28

108 108

47 48

108

46

12.8

2.3min

EC

EC

Cu Zn h

Ni

Ag Cd

Pd

Dalam beberapa kasus, penangkapan radiasi neutron menunjukkan peluang yang sangat

tinggi pada neutron dengan energi kinetik tertentu. Hal ini dikenal sebagai penangkapan

reasonance neutron. Dengan demikian reaksi 115

In (n, γ) 116

In menunjukkan puncak dari

penampang lintang pada En = 1.44 MeV di mana penampang adalah 3 x 104 barn.

Lebih dari satu pancaran partikel:

Pada energi neutron yang tinggi (En > 8 MeV), lebih dari satu partikel dapat

dipancarkan dari inti senyawa yang terbentuk oleh penangkapan neutron. Reaksi yang sesuai

adalah (n, 2n), (n, 3n), (n, pn), (n, 2p) dll. Untuk emisi proton dengan satu atau dua neutron,

energi eksitasi dari inti senyawa harus cukup tinggi agar proton mampu melintasi penghalang

potensial.

10.16 Radiasi Induksi Sinar Gamma

Reaksi-reaksi ini dikenal sebagai reaksi foto-nuklir, terjadi jika energi foton cukup

tinggi masuk ke dalam inti. Energi dari sinar γ harus lebih besar dari energi ikat partikel nuklir

(pemisahan energi Sy) misalnya, neutron, proton, sebuah partikel-α dll. Untuk partikel yang

akan dipancarkan dari inti akan menghasilkan reaksi jenis (γ, n), (γ, p), (γ, α) dll. Reaksi ini

disebut endoergik.

Contoh reaksi (γ,n) adalah

Page 45: reaksi nuklir

45

2 1 1

1 1 0H H n

Hal ini dikenal sebagai disintegrasi foto dari deuteron. Energi dari sinar γ yang dapat

menyebabkan reaksi ini harus lebih besar dari energi ikat (2,226 MeV) dari deuteron. Bahkan

reaksi ini telah digunakan dalam pengukuran energi ikat deuteron secara akurat. Dalam

pengukuran sinar γ dari isotop radioaktif alami ThC " Eγ = 2.62 MeV dan isotop ini berasal

dari radioaktif buatan 24

Na (Eγ = 2,76 MeV). Hukum kekekalan energi dan momentum

digunakan untuk menentukan Bd.

Contoh reaksi (γ,n) adalah

9 9 * 8 1

4 4 4 0Be Be Be n

Ambang reaksi ini adalah 1,66 MeV. Reaksi ini digunakan untuk pembuatan sumber

foto-neutron.sinar γ dari 24

Na atau lebih dikenal dengan isotop 124

Sb antimon (Z = 51)

digunakan untuk tujuan ini karena relatif lebih lama waktu paruhnya (τ = 60 d). Energi γ

maksimum dari sumber ini adalah Eγ = 2.04 MeV. Beberapa contoh dari berbagai jenis foto-

reaksi nuklir adalah:

9 8 25 24 10 8 12 8, ; , ; , ; ,Be p Li Mg p Na B d Be C Be

Pada energi γ tinggi pancaran multipartikel dari inti yang tereksitasi X * mungkin saja

terjadi. Reaksi dari jenis (γ, 2n), (γ, pn), (γ, 2p) dll telah diamati.

Dapat dicatat bahwa deuteron dan 9BE adalah satu-satunya inti yang mengalami

disintegrasi foto oleh sinar γ dari zat radioaktif alami. Untuk semua inti lainnya, sinar γ dari

reaksi nuklir (terutama induksi proton) dari energi yang tinggi (Eγ> 2,62 MeV) harus

digunakan untuk menghasilkan foto-reaksi nuklir. Beberapa di antaranya adalah:

7 8 11 12

19 16 * 16 * 16

, 17.2 ; , 11.7 ;

, , 6.13

yLi p Be E MeV B p C E MeV

F p O O O E MeV

10.17 Reaksi Nuklir Jenis Khusus

Terlepas dari reaksi yang sudah dibahas di atas, sebagian besar terjadi melalui

pembentukan senyawa inti, adapun jenis khusus reaksi nuklir dengan mekanisme reaksi yang

berbeda adalah termasuk reaksi langsung yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu reaksi foto-

nuklir, reaksi ion-berat, fisi nuklir, eksitasi coulomb dll

C. Kesimpulan

Page 46: reaksi nuklir

46

Penemuan radioaktivitas pada awal abad ini menyebabkan kesadaran bahwa unsur-

unsur radioaktif secara spontan berubah menjadi unsur lainnya. Dari pengetahuan kita tentang

struktur inti atom jelas bahwa jika kita dapat mengubah jumlah proton atau neutron atau

keduanya di dalam inti atom, maka akan mungkin untuk membawa transformasi inti. Jika

jumlah proton Z berubah, maka dimungkinkan untuk mengubah satu unsur menjadi unsur

lain. Di sisi lain, jika jumlah neutron berubah, maka salah satu isotop elemen akan berubah

menjadi isotop yang lain dari unsur yang sama.

Secara umum reaksi inti digambarkan sebagai berikut :

zXA + x z’Y

A’ + y

atau:

AX (x,y)

A’Y

dimana partikel yang ditembakkan dan partikel yang dipancarkan dapat berupa :

proton (p), neutron (n), deuteron (d), partikel alfa (), sinar gamma () dan lain-lain.

Macam-macam reaksi nuklir antara lain: hamburan elastis, hamburan tidak elastis,

penangkapan radiasi, proses desintegrasi, reaksi benda banyak, foto desintegrasi, fisi nuklir,

reaksi partikel dasar, reaksi ion berat.

Hukum-hukum yang berlaku dalam reaksi inti yaitu hukum kekekalan nomor massa,

hukum kekekalan nomor atom, hukum kekekalan energi, hukum kekekalan momentum linier,

hukum kekekalan momentum anguler. Dalam suatu reaksi inti dapat berbentuk reaksi yang

melepaskan energi ( Q = + ) atau reaksi yang membutuhkan energi ( Q = - )

Beberapa macam reaksi induksi :

1. Reaksi induksi oleh partikel alfa :

a) Reaksi ( , p )

b) Reaksi ( , n )

c) Reaksi ( , )

2. Reaksi induksi oleh partikel proton:

a) Reaksi ( p , )

b) Reaksi ( p , n )

Page 47: reaksi nuklir

47

c) Reaksi ( p , )

d) Reaksi ( p , d )

3. Reaksi induksi oleh partikel deutron :

a) Reaksi (d , )

b) Reaksi (d , p)

c) Reaksi (d , n)

d) Reaksi (d , t)

4. Reaksi induksi oleh partikel neutron:

a) Reaksi (n ,)

b) Reaksi (n ,p)

c) Reaksi (n ,t)

5. Reaksi induksi oleh sinar gamma:

a) Reaksi ( ,n)

b) Contoh Reaksi ( ,n) yang lain : 9Be ( , p )

8 Li

25Mg ( ,p )

24Na

10B ( , d )

8Be

12C ( , )

8Be

Page 48: reaksi nuklir

48

DAFTAR PUSTAKA

Ghosal, S.N. 2002. Nuclear Physics. New Delhi. Chand & Company Ltd.

Page 49: reaksi nuklir

49

CHAPTER REPORT

BAB 10

REAKSI NUKLIR I

Dosen Pengampu Mata Kuliah:

Prof. Dr. H. Prabowo, M.Pd

oleh:

EVI NURIAH

(117795002)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

PROGRAM PASCASARJANA

PENDIDIKAN SAINS

2012

Page 50: reaksi nuklir

50

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..........................................................................................................................

i

A. Pendahuluan .....................................................................................................................

1

B. Pembahasan .....................................................................................................................

1

10.1 Penemuan transmutasi unsur buatan, percobaan Rutherford ..................................

1

10.2 Jenis-jenis reaksi nuklir ..........................................................................................

4

10.3 Hukum-hukum kekekalan dalam reaksi nuklir .......................................................

5

10.4 Tumbukan antara partikel subatomik .....................................................................

8

10.5 Energi reaksi nuklir ................................................................................................

15

10.6 Eksperimen penentuan Q .......................................................................................

19

10.7 Percobaan Cockroft dan Walton pada transmutasi nuklir dengan proyektil buatan

dipercepat ...............................................................................................................

21

10.8 Penampang lintang dari reaksi nuklir ....................................................................

24

10.9 Penampang lintang parsial .....................................................................................

25

10.10 Hasil reaksi ............................................................................................................

27

Page 51: reaksi nuklir

51

10.11 Reaksi induksi oleh partikel α ...............................................................................

28

10.12 Penemuan induksi radioaktif .................................................................................

30

10.13 Reaksi induksi proton .............................................................................................

31

10.14 Reaksi induksi deuteron ..........................................................................................

33

10.15 Reaksi induksi neutron ...........................................................................................

36

10.16 Reaksi induksi sinar gamma ...................................................................................

39

10.17 Reaksi nuklir jeni khusus .......................................................................................

40

C. Kesimpulan ......................................................................................................................

40

DAFTAR PUTAKA

i


Top Related