Download - REFRAT blok 12.docx
Anatomi Respirasi2
Secara anatomi sistem respirasi terbagi dua, yaitu :
1. Tractus respirasi superior, terdiri dari mulai nasal, cavum nasal, sinus
paranasalis, pharynx, struktur lain yang berikatan.
2. Tractus respirasi inferior, terdiri dari Larynx, trachea, bronchus (primer,
sekunder, tersier), bronchiolus, hingga alveolus.
Secara fungsional, sistem respirasi terbagi dua, yaitu :
1. Sistem Konduksi (Penghantar), Jalur transportasi pernapasan yang terdiri dari:
Nasal – cavum nasi – pharynx – larynx – trachea – bronkus (primer,sekunder,
tersier) – bronkiolus terminal.
2. Sistem Respirasi , Tempat pertukaran gas dengan darah yang terdiri dari:
Bronkiolus respirasi - ductus alveolar - saccus alveolar - alveolus.
Fisiologi paru1,5
Volume Paru
1. Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi setiap kali
bernapas normal; besarnya kira-kira 500 mililiter pada laki-laki dewasa.
2. Volume cadangan inspirasi adalah volume udara ekstra yang dapat diinspirasi
setelah dan diatas volume tidal normal bila dilakukan inspirasi kuat; biasanya
mencapai 3000 mililiter.
1
3. Volume cadangan ekspirasi adalah volume udara ekstra maksimal yang dapat
diekspirasi melalui ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi tidal normal; jumlah
normalnya adalah sekitar 1100 mililiter.
4. Volume residu yaitu volume udara yang masih tetap berada di dalam paru
setelah ekspirasi paling kuat, volume ini besarnya kira-kira 1200 milililter.
Kapasitas paru4
2
Penyakit Paru Restriktif5
Terdapat sejumlah penyakit yang menimbulkan gangguan restriktif paru melalui
berbagai mekanisme. penyakit-penyakit tersebut dibagi dalam 2 golongan : gangguan
ekstrapulmonal, termasuk gangguan neurologic, neuromuscular, dan gangguan pada rangka
thorax, dan penyakit-prnyakit yang menyerang pleura dan parenkim paru.
Penyakit ekstrapulmonal5
Gangguan neurologic dan neuromuscular
Sehubungan dengan gangguan ekstrapulmonal, istilah ekstrapulmonal menyatakan
bahwa jaringan paru itu sendiri mungkin normal. Gangguan patofisiologis yang sering terjadi
pada keadaan-keadaan ini adalah hipoventilasi alveolar, meskipun ini tak sepenuhnya benar
pada kasus kifoskoliosis
Sejumlah gangguan yang langsung mempengaruhi pusat pernafasan medulla spinalis
dapat menyebabkan hipoventilasi alveolar. Retensi karbondioksida (CO2) akibat berbagai
sebab dapat menekan dan bukan merangsang pernafasan bila tekanan parsial CO2 arteri, atau
tegangan (PaCO2) melebihi 70mmHg. Sejumlah obat-obatan dapat menekan pusat
pernafasan dan dengan demikian mengakibatkan hipoventilasi alveolar. Misalnya, kelebihan
dosis narkotika atau barbiurat seringkali menimbulkan akibat depresi dan kegagalan
pernafasan. Kelebihan dosis ethanol secara akut juga dapat menyebabkan kematian akibat
depresi pernafasan. Kerusakan anatomis pada pusat pernafasan akibat trauma di kepala, atau
lesi di otak akibat kerusakan serebrovaskular (CVA, stroke) juga dapat mengakibatkan
depresi pusat pernafasan dan hipoventilasi alveolar. Kelainan syaraf neuromuscular ke otot-
otot peernafasan dapat mengakibatkan paresis atau paralisis dan hipoventilasi alveolar.
Sklerosis amiotropik lateral, poliomyelitis, sindrom guallain-barre, dan myasthenia gravis
semuanya tergolong gangguan neurologic yang dapat mengakibatkan insufisiensi ventilasi.
Otot sendiri juga terserang pada distrofi otot progresif. Beratnya keterlibatan paru pada
penyakit-penyakit di atas bergantung pada luas anatomis yang terserang; kapasitas vital (VC)
akan menurun sebanding dengan derajat paresis otot-otot pernafasan. Meskipun penyakit
parenkim paru ini tidak primer, tetapi sering terjadi infeksi sekunder karena batuk yang tidak
efektif serta pembatasan pernafasan.
3
Gangguan-gangguan ekstrapulmonal yang menyebabkan hipoventilasi alveolar5
System atau struktur Penyakit atau perubahan
keadaan
Mekanisme yang berubah
Neurologic (system saraf
pusat, SSP)
PaCO2>70mmHg
Narkotika dan barbiturate
Trauma kepala, lesi SSP.
Poliomyelitis
Skleorsis amiotropik lateral
Depresi pusat pernafasan
Kerusakan anatomis
langsung pada otot
pernafasan
Gangguan transmisi syaraf ke
otot pernafasan karena lesi
pada neuron motorik bawah.
Gangguan transmisi saraf ke
otot pernafasan karena lesi
pada neuron motorik atas.
Neurologic (system saraf
perifer)
Sindrom gullian barre
Myasthenia gravis
Gangguan transmisi syaraf
ke otot pernafasan akibat
peradangan sel-sel ganglion
dan saraf perifer.
Gangguan transmisi syaraf
ke otot pernafasan akibat
penyakit yang mengenai
perbatasan neuromuscular
Muscular Distrofi otot progresif Paresis otot-otot pernafasan
akibat penyakit difus pada
otot rangka.
Rangka dada Kifoskoliosis
Trauma dinding dada tertutup
Deformitas rangka dada yang
menyebabkan letak serta
fungsi otot-otot pernafasan
tidak normal, dan tekanan
pada isi rangka dada.
Restriktif ventilasi alveolar
karena nyeri atau gerakan
4
Sindrom pickwickan
(obesitas yang berat)
paradox dinding dada dan isi
thorax pada cedera flail
chest.
Pembatasan gerak thorax
karena penimbunan lemak
tubuh.
DEFENISI5
Penyakit Paru restriktif merupakan penyakit yang dikarakteristikkan berdasarkan
penurunan volume paru, bisa disebabkan oleh kerusakan parenkim paru atau karena penyakit
pleura, dinding thoraks, atau gangguan neuromuscular. Secara fisiologis, Penyakit paru
restriktif dikarakteristikkan oleh penurunan kapasitas paru total, kapasitas vital, atau volume
residu paru. Karekteristik diatas diikuti dengan aliran dan resistensi udara, yang diukur dengn
kapasitas fungsional residual (FRC). Jika disebabkan penyakit paru parenkim, gangguan paru
restriktif diikuti dengan penurunan udara yang ditandai secara klinis oleh desaturasi setelah
olahraga. Proses dimulai sebagai peradangan interstisial yang terutama mengenai septa-septa
(alveolitis interstisial), ditandai dengan kekacauan paru-paru, atau keduanya akibat
menurunnya compliance (daya kembang) dan semua volume paru-paru termasuk kapasitas
vital.
ETIOLOGI6
Gangguan-gangguan lain yang menyebabkan penurunan atau restriksi atau volume paru dapat
dibagi dalam 2 kelompok dasar atas struktur anatominya
1. Penyakit paru intrinsic atau penyakit pada parenkim paru. Penyakit yang
menyebabkan proses inflamasi atau scar pada jaringan paru atau menghasilkan
pengisian ruangan udara dengan eksudat dan debris (pneumonitis). Penyakit ini dapat
dikarakteristikkan berdasarkan faktor etiologi. Diantaranya termasuk penyakit
idiopatik fibrosis, penyakit jaringan ikat, penyakit paru yang diinduksi obat, dan
penyakit primer paru-paru. Penyebab ainnya:
Pajanan debu organic yang akan mengakibatkan pneumonitis
hipersensitivitas
Pajanan debu inorganic termasuk asbestosis, pneumoconiocosis
5
Penyakit vascular kolagen termasuk scleroderma ,SLE
2. Penyakit paru ekstrinsik, yaitu gangguan ekstraparenkimal. Dinding dada, pleura, dan
otot respirasi adalah komponen pernafasan, dan komponen ini harus berfungsi secara
normal untuk ventilasi yang efektif. Penyakit-penyakit dari komponen ini
menyebabkan restriksi paru, ketidakseimbangan ventilasi yang efektif, dan gagal
nafas.
Penyakit dinding paru: kyphosis berat dan scoliosis
Penyakit pleura : efusi masiv dan tension pneumotorax
Neuromuscular disorder : myasthenia gravis dan guillain barre
EPIDEMIOLOGI6
Di Amerika Serikat , didapatkan bahwa 3-6 kasus per 100.000 penduduk, dengan
prevalensi fibrosis pulmoner idiopatik 27-29 kasus per 100.000 orang. Prevalensi orang
dewasa 35-44 tahun adalah 2,7 kasus per 100.000 orang. Prevalensi meningkat 175 kasus per
100.000 orang dengan pasien lebih dari 75 tahun. Pajanan terhadap debu, metal, butiran
organic, dan buruh tani juga berhubungan dengan peningkatan resiko.
Di Amerika Selatan, prevalensi sarcoidosis adalah 10-40 kasus per 100.000 orang.
Insidensi dari penyakit paru interstial kronis pada orang dengan penyakit collagen
vascular bermacam-macam, namun meningkatkan kebanyakan penyakit
Kyphoscoliosis adalah gangguan extrinsic pada umumnya. Ini berhubungan dengan
insidensi deformitas pada 1 kasus dari 100 orang
Gangguan nonmuscular lain dan gangguan neuromuscular lain sangat jarang, namun
insidensinya tidak diketahui.
6
KLASIFIKASI3
Klasifikasi berdasarkan tempat terjadinya
PATOFISIOLOGI3
Gangguan restriktif ditandai dengan peningkatan kekakuan paru/compliance paru,
thorax atau pada kedua paru, akibat penurunan keregangan dan penurunan semua volume
paru, termasuk kapasitas vital. Kerja pernafasan meningkat untuk mengatasi daya elastic alat
pernafasan, sehingga nafas menjadi cepat dan dangkal. Akibat fisiologis ventilasi yang
terbatas ini adalah hipoventilasi alveolar dan ketidakmampuan mempertahankan tekanan gas
darah normal.
Pasien dengan gangguan neuromuscular biasanya memiliki kontrol respirasi di central
yang normal . walaupun, pasien dengan peningkatan hypercapnia nocturnal mengalami
7
penurunan di pusat dan respon ventilasi pada siang hari yang menurun, mungkin diakibatkan
pleh akumulasi progresiv dari CO2 pada cairan serebrospinal (CSF) meningkatkan pH dari
CSF dan berhubungan dengan tekanan parsial CSF.
Keabnormalan pada respirasi sentral mungkin memainkan peran utama dalam pathogenesis
disfungsi respirasi pada sentral dalam gangguan neurologis seperti multiple sclerosis dan
Parkinson. Pasien dengan multiple sclerosis dapat berkembang volunter atau respirasi
autonom, paralisis diafragma, hyperventilasi paroxysmal, pernafasan apneu (ditandai dengan
pause setelah inspirasi) dan edema neurogenik. Tergantung pada lokasi pada lesi di otak.
ALUR DIAGNOSIS6
----Anamnesis----
Evaluasi awal pada pasien yaitu hasil anamnesis yang lengkap, termasuk kondisi sistemik dan
keadaan-keadaan lain.
1. Durasi penyakit, gangguan akut beberapa hari sampai berminggu-minggu dan
termasuk pneumonitis interstitial akut, pneumonia eosinophilia, dan perdarahan difus
alveolar
- Hipersensitivitas pneumonitis dan bronchiolitis obliterans-organizing pneumonia
(BOOP) dapat bermanifestasi sebagai akut, subakut, atau penyakit kronik.
- Gangguan subakut berminggu-minggu sampai berbulan-bulan termasuk sarcoidosis
drug-induced interstitial lung disease, syndrome perdarahan alveolar, BOOP, and
connective-tissue diseases
2. Riwayat merokok
3. Riwayat pengobatan
4. Riwayat keluarga
5. Pajanan lingkungan
6. Gejala penyakit intrinsic
- Dyspnea, batuk kering, hemopthysis,wheezing, nyeri dada
7. Gejala gangguan extrinsic
- Penyakit nonmuscular dari dinding dada yaitu pasien dengan kyphoscoliosis
- Penyebab gagal nafas adalah multifaktorial dan sekundernya ialah deformitas spinal,
kelemahan otot, control gangguan ventilasi, gangguan nafas saat tidur, dan gangguan
airway
8
- Gangguan neuromuscular terjadi ketika otot-otot respirasi melemah. Pasien akan
mengalami dyspnea ketika beraktivitas, dan saat istirahat, dan kondisi ini
menyebabkan gagal nafas
- Pasien dengan gangguan neuromuscular berkembang signifikan melemahkan otot-otot
respirasi dan kelelahan , dyspnea, sekresi yang tidak terkontrol, dan infeksi berulang
dari traktus pernafasan
------Pemeriksaan Fisik---------
1) Gangguan intrinsic
tampakan fisik pada pasien dengan gangguan paru intrinsic ditemukan obesitas
dan keabnormalan rongga thorax , Velcro crackles, inspirasi terlambat, inspirasi
dengan suara tinggi dan ronkhi sering terdengar pada pasien dengan bronkiolitis,
sedangkan sianosis merupakan gambaran tidak umum pada orang dengan penyakit
paru interstitial, dan ini biasanya merupakan manifestasi terlambat dari penyakit
yang progresifitasnya meningkat. Digital clubbing merupakan tanda umum pada
idiopatik pulmonary fibrosis
1.1 Clubbing digital biasa ditemukan pada pasien dengan asbestosis6
2) Temuan ekstra pulmoner , termasuk erythema nodusum, cor pulmonale
3) Gangguan ekstrinsik, dari tampilannya yaitu obesitas mudah sekali untuk dikenali,
gangguan pleura berhubungan dengan penurunan taktil fremitus, perkusi pekak,
dan penurunan intensitas suara pernafasan. Pada kasus penyakit neuromuscular ,
pemeriksaan fisik ditemukan bahwa indikasi penggunaan otot-otot aksesoris ,
pernafasan cepat dan dalam, dan melibatkan sitemik lainnya.
----Pemeriksaan penunjang----
a. Laboratorium
- Penyakit paru intrinsic :evaluasi hasil tes laboratorium rutin seringkali gagal
dalam menemukan hasil yang positif. Walaupun anemia dapat menandakan
vaskulitis, polycythemia menandakan hypoxemiapada penyakit kronis, dan
leukocytosis dapat menunjukkan pneumonitis hypersensitivitas.
9
- Antinucler antibody dan Rheumatoid Factor juga bisa dilakukan untuk gangguan
vascular kolagen, creatinin kinase untuk polymyositis, antineutrophilic sitoplasma
antibody untuk vaskulitis
- Gangguan ekstrinsik: kenaikan creatinin kinase menandakan myositis, yang mana
menyebabkan kelemahan otot dan pernafasan restriktif pada paru.
b. Radiologi
Diagnosis dari gangguan interstitial paru biasanya menghasilkan temuan yang
abnormal pada gambaran radiologis, yang bisa normal pada 10% pasien. Penyebab
utamanya adalah reticular. Nodular, reticulonodular, atau campuran, seperti
pengisian alveolar dan peningkatan interstitial tidak pada biasanya.Pengisian udara
opak menunjukkan perdarahan pulmoner, pneumonia eosinophilia, dan BOOP. Pada
bagian atas dominan pada pasien dengan sarcoidosis, histoisit, pneumonitis
hypersensitivity. Pada bagian bawah dapat terlihat pada pasien dengan idiopatik
pulmoner fibrosis, asbestosis, atau gangguan vascular kolagen. Temuan honeycomb
berhubungan dengan perkembangan fibrosis dan mengindikasikan prognosis yang
buruk.
1.2 gambaran radiologis pria usia 67 tahun didiagnosa dengan IPF, reticulonodular bilateral opak ditemukan pada lobus
inferior6
c.Tes fungsi paru4
Merupakan tes fungsi paru secara lengkap termasuk spirometri, volume paru, kapasitas
difusi, dan pengukuran analisa gas darah. Semua gangguan yang berhubungan dengan
gangguan restriktiv memiliki penurunan volume total paru (TLC), FRC dan RV. Ketika
penurunan pada volume ekspirasi paksa pada detik pertama (FEV1) dan kapasitas vital
paksa (FVC) dengan normal atau kenaikan dari FEV1 berbanding dengan FVC
menunjukkan restriktiv
10
1.3. Gambaran kapasitansi restrictive pulmonary disease4
1.4 tes fungsi pulomoner pada penyakit neurogis yang menunjukkan gambaran restriktif3
TREATMENT3,6
Tergantung dari diagnosis yang spesifik, berdasarkan temuan klinis, evaluasi
pencitraan , biopsy paru. Kortikosteroid, agen immunosupresive, dan agen cytotoxic
merupakan terapi untuk penyakit paru interstitial.
11
1. Kortikosteroid
Merupakan terapi lini pertama mengakibatkan peningkatan pada FVC, TLC. Durasi
optimal terapi belum diketahui, tetapi treatment 1-2 tahun dianjurkan
2. Terapi sitotoksik
Cytotoxix immunosupresive berhubungan dengan pasien yang tidak respon terhadap
steroid, atau memiliki kontraindikasi terhadap steroid
3. Terapi antifibrotik
Termasuk kolkisin, diberikan pada kerusakan fibrotic termasuk IPF
4. Terapi untuk ekstrinsik disorder
Pemberian oksigen secara terbatas, yaitu pada pasien dengan tanpa gangguan muscular
dinding thorax dan neuromuscular mungkin mengalami gangguan dengan ventilasi dan
pertukaran udara saat tidur, dapat diberi pengobatn dengan noninvasive positive-tekanan
ventilasi melalui nasal atau masker oronasal. Perlu diperhatikan bahwa untuk mencegah
hyperkapnia.
5. Theophylline, meningkatkan kontraksi diafragma sehingga meningkatkan tekanan saat
inspirasi dan kapasitas vital setelah melalui tahanan restriktif
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton,C. Arthur dan Hall,E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke –
11. Jakarta : EGC
2. McKinley, Michael dan Valerie Dean O’Loughlin. 2012. Human Anatomy. New York : The McGraw-Hill Inc
3. Aboussouan, Loutfi S. 2005.Respiratory disorder in neurologic diseases. Department of Pulmonary , Allergy and Critical Care Medicine.
4. Purba, Bernhard Aprianto. Fisiologi Respirasi. Jambi: -. 2011.
5. Price Sylvia, Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC.
6. Kanaparthi K Lalit. 2011. Restrictive Lung Diseases. Diunduh dari Medscape
tanggal 25 Juni 2013 pukul 15.34
13