Download - Rehabilitasi pasien kanker
RESPONSI HEMATOLOGI
REHABILITASI PADA PASIEN DENGAN
KANKER
Oleh:
MAKHYAN JIBRIL A 0810710073
NICO PANGESTU H 0810714048
RICHA OKTA 0810710097
SERAVINA ADILA 0810713037
Pembimbing:
dr. Budi Darmawan Machsoos Sp.PD-KHOM, FINASIM
Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Univarsitas Brawijaya
Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar
Malang
2013
REHABILITASI PADA PASIEN DENGAN KANKER
Patricia A Ganz, Julienne E Bower
Ringkasan
Kebutuhan Rehabilitasi pada Pasien dengan Kanker
Kebutuhan rehabilitasi bervariasi tergantung dari fase dari penyakit,
dimana kebutuhan fisik tertinggi pada kanker tingkat lanjut
Lokasi rehabilitasi kanker memiliki kebutuhan khusus untuk memahami
kebutuhan fisik dan psikososial dari terapi. Hal tersebut sangat penting
dalam pencegahan masalah lebih lanjut dan intervensi rehabilitasi
Gangguan pada Kesehatan reproduksi merupakan keluhan yang cukup
umum dijumpai pada semua jenis kanker pada semua usia, meskipun
beberapa jenis kanker harus lebih diperhatikan mengenai fertilitas,
sterilitas dan menopause
Meningkatnya jumlah survivor dari kanker akan berbanding lurus dengan
meningkatnya perhatian khusus untuk efek terapi kanker dan
konsekuensi psikososial yang akan dihadapi kedepannya
Isu Psikososial
Gangguan distress psikologi merupakan gejala yang paling sering ditemui
setelah gejala kanker telah ditegakkan, edukasi dan support dari tim
onkologist merupakan hal yang penting untung menghilangkan rasa
ketakutan dan mampu beradaptasi dengan baik
Meskipun sejumlah besar pasien akan beradaptasi dengan baik,
beberapa pasien akan memiliki gejala kecemasan yang signifikan dan
gejala depresi yang akan mengganggu aktivitas keseharian dan
membutuhkan terapi lebih lanjut
Semua pasien kanker membutuhkan proses screening lebih lanjut untuk
proses distress emosional sebagai perawatan rutin sekaligus dengan
evaluasi gejala dan penyebab gangguan tubuh lainnya
Intervensi psikologis yang terstruktur akan sangat efektif untuk
mengurangi terjadinya stress dan mampu meningkatkan kualitas hidup
dari pasien , terapi fisiofarmakologis juga berpotensi untuk
menghilangkan depresi dan kecemasan lebih lanjut
2
Kesehatan dan Fungsi Seksual
Problem seksual merupakan masalah yang sering ditemui pada populasi
dan bisa semakin parah apabila seseorang tersebut didiagnosis kanker
Beberapa jenis terapi kanker seperti pembedahan pelvis, penekanan
kadar androgen mampu secara langsung mengurangi fungsi seksual,
efek lain dari terapi mungkin mengurangi secara tidak langsung (seperti
nyeri dan kelelahan)
Tim onkologi perlu untuk selalu memperhatikan efek perubahan fungsi
seksual dari berbagai jenis terapi kanker dan mampu mengevaluasinya
supaya pasien dapat lebih merasa nyaman
Penggunaan PLISSIT model akan berguna dalam menstruktur evaluasi
dan intervensi yang berkaitan dengan masalah seksual yang ada
Pendahuluan
Tiga decade yang lalu, hasil dari penelitian yang dilakukan National
Cancer Act menunjukkan bahwa kemampuan survival dari penderita kanker
selama 5 tahun telah meningkat dari 25% menjadi 30%. Dengan beberapa jenis
kanker telah mencapai 50%. Sampai sejauh ini, kanker masih distigmakan
sebagai penyakit yang harus ditutupi sehingga sangat sedikit orang yang
bercerita tentang diagnosis dan terapi kanker pada dirinya. Berbagai macam
perdebatan muncul mengenai bagaimana cara yang paling tepat untuk
memberitahukan diagnosis kanker pada pasien, namun dengan berkembangnya
gerakan sosial dan politik dengan adanya otonomi personal dan informed
consent, dokter semakin mudah untuk bisa memberitahukan diagnosis kanker
pada pasiennya sekaligus berdiskusi untuk keputusan terapi yang akan dijalani
oleh pasien. Terapi kanker sampai sejauh ini menjadi semakin kompleks dengan
pendekatan multimodal, bukan hanya sekedar pembedahan sehingga program
dari National Cancer Institute’s Clinical Trial juga akan terus berkembang.
Kondisi saat ini sangat berbanding jauh dengan masa lalu untuk tingkat
survival dari kanker, maupun penyakit lainnya.1,2 Pasien dan survivor mulai
memperhatikan berbagai aspek yang penting dalam perawatan penyakitnya
masing-masing. Dengan adanya representative dari pasien yang bekerja sebagai
advisor pada kumpulan ilmiah, organisasi professional dan agensi pemerintah.
Marketing secara langsung dari produk onkologi lebih mudah menyebar luas.
Pasien dengan kanker akan memiliki ekspektasi yang lebih pada tim onkologis
3
yang menanganinya dan rela untuk menjalani terapi yang toksik sekalipun demi
sedikit perbaikan yang akan dirasakan.3 meningkatnya survival rate diikuti
dengan meningkatnya jenis regimen terapi yang diberikan bukanlah sesuatu
yang bisa didapatkan secara cuma-cuma. Sehingga pada bab ini akan dibahas
lebih focus kepada kebutuhan rehabilitasi pada pasien penderita kanker pada
awal abad 21 ini. Pada bab ini juga akan direvieew epidemiologi klinis dari
rehabilitasi pasien dengan kanker. Dalam review ini akan didiskusikan juga
mengenai distress fisiologis, depresi dan kecemasan pada kondisi kanker, disini
juga dipaparkan infromasi mengenai intervensi klinik yang berhubungan dengan
perubahan emosi dan kesehatan fungsi seksual. Meningkatnya isu terkait hal
tersebut mulai diintegrasikan dalam perawatan rutin pada pasien dengan kanker.
Diharapkan dalam paparan ini akan mampu memfasilitasi pemahaman lebih
pada isu tersebut dan ditemukan strategi intervensi yang tepat dalam
menanganinya.
Kebutuhan Rehabilitasi pada Pasien dengan Kanker
Kanker mampu terjadi pada lebih dari 100 macam jaringan dalam tubuh
kita dan memiliki manifestasi yang heterogen antara satu dengan lainnya, respon
terhadap terapi yang berbeda beda, dan waktu perkembangan menjadi tahap
lanjut, Meskipun demikian, masih dimungkinkan untuk mendefinisikan fase dari
penyakit, perasaan dan ketidaknyamanann yang dialami oleh pasien dan pada
akhirnya mampu mengarahkan pada kebutuhan spesifik untuk rehabilitasinya.
Dengan rehabilitasi, yakni dengan penggunaan intervensi preventif untuk
evaluasi dan intervensi kondisi fisik, psikologis dan social yang diakibatkan
karena diagnosis dan terapi dari kanker. Seperti yang diakatakan dari petuah
“Mencegah lebih baik dari mengobati”, idealnya dilakukan seperti demikian.
Sayangnya pada kondisi kanker, masih cukup sulit untuk menemukan
kesempatan intervensi rehabilitative yang bersifat preventif. Pada bagian ini,
akan dibahas kebutuhan rehabilitasi berdasarkan fase dari kanker dan terapi dari
kanker. Pengetahuan mengenai pola dari rehabilitasi pada pasien dengan kanekr
dibutuhkan para tim onkologis untuk keputusan intervensi yang optimal (seperti
pada tabel 1). Faktor faktor lain seperti efek pada reproduksi seksual dan efek
toksik dari terapi akan dibahas kemudian.
4
Fase Diagnostik
Distress psikologis: shock, ketidakpercayaan dan depresi
Gejala dan limitasi aktivitas fisik dari penyakit
Fase Terapi Awal
Efek toksik terapi: mual, muntah, rambut rontok, lemah badan
Distress psikologis: kecemasan apakah terapi dapat bekerja dengan baik atau
tidak
Gangguan pada pekerjaan dan aktivitas social
Transisi untuk menjadi Survivor Kanker
Masa Recovery dari efek toksik dari terapi
Ketakutan untuk kekambuhan
Kemampuan untuk bisa kembali dalam aktivitas sehari-hari, social dan
kemampuan rekreasional
Survivor Jangka Panjang
Efek jangka panjang dari terapi, termasuk efek toksik pada organ
Malignansi baru
Gangguan fertilitas dan sterilitas, disfungsi seksual
Diskriminasi dari fihak asuransi maupun rekan kerja
Rekurensi Kanker atau Metastase Jauh dari Kanker
Gejala fisik dari progress perkembangan penyakit
Gangguan psikologis dan depresi
Persiapan untuk kematian
Tabel 1. Perhatian Khusus pada Berbagai fase dari Kanker
Isu-Isu terkait Pada Diagnosis Kanker
Saat kanker telah di diagnosis, rehabilitasi yang diperlukan dari pasien
bisa mulai dari tidak membutuhkan sama sekali hingga membutuhkan berbagai
macam pendekatan rehabilitasi, hal ini akan bergantung dari metode diagnosis
daeri kanker (seperti hasil tes papanicolaou, polip pada kolonoskopi dan
abnormalitas dari mammogram) atau hal yang disebabkan karena proses
metastasis jauh. Gejala dan hambatan fisik pada kanker dapat berkorelasi
dengan langsung dengan progress dari kanker pada saat diagnosis.
Berkesebalikan dengan gangguan psikologis, hal ini akan dirasakan secara
5
langsung secara universal oleh seluruh penderita saat diagnosis dalam derajat
apapun. Seringkali pasien yang telah didiagnosis melalui proses screening akan
lebih mengalami stress dibandingkan dengan pasien yang telah mengalami
gejala dan penyakit yang lebih parah pada beberapa bulan. Terjadinya kondisi
shock, ketidak percayaan dan ketidaksiapan dalam menjalani berbagai macam
jenis terapi yang masih tidak jelas merupakan hal yang sering terjadi pada
penderita kanker yang baru di diagnosis. Selain itu informasi akan juga
berpengaruh juga pada anggota keluarga lainnya.
Saat dilakukannya terapi primer pada kanker, pasien yang asimptomatis
akan mengalami efek toksik dari terapi (seperti pada terapi ajuvan pada kanker
dada dan kolorektal) dan perhatian psikososial mereka akan tetap tinggi akibat
proses stress yang muncul saat terapi. Dengan pasien metastasis jauh, terapi
juga akan mampu untuk menurunkan gejala yang berkorelasi dengan
perkembangan penyakit namun tetap menghasilkan efek toksik pada pasien.
Pasien dengan proses metastasis lanjut seringkali akan mengungkapkan
tekanan psikologis yang mereka hadapi dalam proses terapi yang dilakukan
secara terus menerus, dimana pasien dengan terapi yang terbatas justru akan
lebih focus untuk selesainya terapi.Untuk pasien dengan kanker stadium awal,
menghentikan terapi akan menghentikan efek toksik yang diakibatkannnya,
namun masih dibutuhkan beberapa bulan untuk mengembalikan energy yang
hilang dan rambut yang rontok.4
Sebagai tambahan, efek distress psikologis yang berasosiasi dengan
dihentikannya terapi seringkali diremehkan. Banyak pasien yang khawatir
dengan adanya rasa sakit baru sebagai tanda rekurensi dan dengan semakin
jarangnya mereka untuk mengunjungi dokter dapat berarti asuransi dan support
yang mereka dapatkan dalam proses terapi semakin hilang.
Lebih jauh lagi, ketika keluarga pasien menganggap kondisi masih baik
baik saja meski pasien dalam kondisi sedang berjuang berat untuk bisa kembali
pada dunianya, memanajemen rasa takutnya dan ketidakjelasan yang akan dia
hadapi di masa depan kelak. Padahal, sampai sejauh ini, riset yang difokuskan
untuk fase recovery pada survivor kanker.5
Mengetahui hal tersebut, maka riset dan perkembangan klinis untuk
survivor jangka panjang terus dikembangkan.6,7 pada anak anak yang menderita
kanker, tingkat survivalnya tergolong sangat tinggi. Sampai sejauh ini, terdapat
peningkatan perhatian terhadap efek jangka panjang dari terapi kanker seperti
6
postur tubuh yang pendek, disfungsi kognitif, osteoporosis, disfungsi jantung,
gangguan fertilitas dan munculnya malignansi yang lain.8-19 selain itu, terjadinya
peningkatan survivor kanker dewasa (lebih dari 8,9 juta) yakni dari penderita
kanker payudara, prostat, kolorektal dan ginekologi.20 lebih jauh lagi,
meningkatnya survivor kanker yang berusia diatas 65 tahun meningkatkan
perhatian khusus pada efek aditif dari terapi kanker di masa lalu dan korelasinya
dengan komorbiditas dengan proses penuaan.21, 22 Sebelumnya beberapa
penelitian telah menggali lebih lanjut efek dari terapi rehabilitasi dan
kebutuhannya dalam jangka pendek dan jangka panjang serta korelasinya
dengan kualitas hidup dari survivor kanker tersebut.6,7,23-34 Kebanyakan dari
penelitian tersebut menunjukkan bahwa kebanyakan dari survivor tersebut
memiliki perubahan fisik dan emosional dimana mungkin adanya gejala yang
mengingatkan mereka pada penyakitnya (seperti perubahan bentuk badan,
disfungsi seksual, kelemahan dan masalah pada urinasi dan buang air besar).
Rekurensi kanker merupakan hal yang juga menjadi konsern dalam
rehabilitasi fisik dan psikososial kanker.3 gejala mungkin berbeda berda
tergantung lokasi terjadinya rekurensi, seringkali gejala yang muncul yakni rasa
nyeri. Hal ini pada akhirnya akan mengakibatkan kelelahan, penurunan berat
badan, penurunan nafsu makan dan gejala depresif jika nyeri tidak dimanajemen
dengan baik. Selain itu juga terdapat stress psikologis yang berasosiasi dengan
proses rekurensi; dimana pasien, keluarga dan tenaga kesehatan akan merasa
terjadinya kegagalan terapi dan membutuhkan untuk berkumpul kembali untuk
menentukan strategi terapi. Adanya efek sitotoksik dari obat dan radiasi
mengakibatkan adanya pengalaman tidak menyenangkan bagi pasien saat
rekurensi.
Rehabilitasi Spesifik dari Lokasi Terjadinya Kanker
Kanker yang terjadi pada beberapa bagian tertentu dari tubuh akan
mengakibatkan masalah rehabilitasi yang akan berbeda beda, dan oleh karena
itu, diperlukannya adanya rehabilitasi yang terspesialisasi pada saat sebelum
dan sesudah proses pembedahan akan sangat membantu pasien. Pasien
dengan kanker pada bagian leher dan kepala akan memiliki beberapa gejala
yang sama meski terdapat jenis yang berbagai macam kanker pada lokasi
tersebut. Pembedahan dan radioterapi merupakan salah satu terapi utama,
meskipun demikian pemeberian kemoterapi menjadi lebih sering digunakan pada
7
setting neoajuvan.36, 37 Kebanyakan kanker yang teradi pada kepala dan leher
akan sering berasosiasi dengan penyalahgunaan alcohol dan rokok oleh
pasien.38 Penggunaan alkohol dan rokok yang berlebihan juga akan
mengakibatkan problem psikososial yang justru akan mempersulit proses
rehabilitasi.
Evaluasi dan pre terapi sangat penting pada pasien dengan radioterapi
kepala dan leher sangat penting karena pada xerostomia mampu
mengakselarasi terjadinya karies pada gigi. Osteoradionekrosis merupakan salah
satu komplikasi yang juga dapat terjadi pada prsoes radiasi yang diperparah
dengan trauma. Oleh karena itu, diperlukan adanya ekstraksi dental sebelum
inisiasi dari terapi radiasi dan perawatan kebersihan gigi harus diperhatikan
sebagai salah satu strategi preventif pada pasien tersebut.
Nutrisi pada pasien dengan kanker kepala dan leher juga merupakan hal
yang penting untuk dipertahankan karena hal tersebut bisa berkorelasi langsung
dengan proses tumor maupun terapi yang diberikan. Nutrisi cair berperan penting
dalam rehabilitasi pasien terebut, dan nutrisi enteral juga diperlukan apabila
intake oral tidak memenuhi. Konsultasi dengan ahli gizi seringkali sangat
bermanfaat. Lebih jauh lagi, masalah dengan kemampuan berbicara, gangguan
menelan dan terjadinya aspirasi merupakan masalah yang perlu diperhatikan
pada kanker kepala dan leher.39 lokasi dan ukuran tumor, selain dari strategi
terapi juga akan sangat berperan pada keparahan permasalahan pasien.
Konseling dan pretreatment sangat penting supaya pasien pada kondisi post
treatment dapat dipersiapkan dengan baik oleh para professional. Setelah terapi,
pasien juga perlu untuk dievaluasi oleh ahli patologi bicara untuk mengetahui
perubahan yang terjadi dalam proses berbicara dan menelan. Evaluasi dari
kemampuan menelan haruslah menggunakan pemeriksaan videofluoroskopi dari
struktur yang ada pada mulut dan faring. Terapi kemampuan bicara harus segera
diinisiasi sedini mungkin karena beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
terapi lebih baik untuk dilakukan pada 3 bulan setelah terapi berakhir 39
Nervus aksesoris merupakan salah satu korban yang bisa terjadi akibat
terapi diseksi radikal pada leher sehingga mengakibatkan proses denervasi dari
otot trapezius. Hal ini akan mengakibatkan gangguan serius pada disfungsi bahu
yang mengakibatkan keterbatasan fisik dan kosmetik.40,41Otot trapezius berperan
penting dalam proses rotasi dari lengan pada proses abduksi dan fleksi, terlebih
lagi, otot tersbut berperan penting dalam menstabilkan scapula. Hilangnya
8
kemampuan otot akan mengakibatkan terjadinya malalignansi dari bahu dan
disfungsi dari kemampuan motoris, sehingga mengakibatkan terjadinya
ketidakmampuan untuk mendorong, mengangkat benda berat. Pembatasan pada
ROM dari leher dan bahu dapar sangat terasa nyeri. Intervensi terapi fisik pada
pasien tersebut menjadi proses integral yang penting dalam proses rehabilitasi.42
Jika disfungsi motorik diakibatkan karena diseksi radikal dari leher, terapi
ROM dari dokter rehabilitasi medik akan sangat berguna dalam proses recovery.
Perkembangan terakhir dalam pembedahan dengan metode sparing syaraf
memiliki asosiasi yang baik dengan kemampuan fungsional dan kualitas hidup
yang baik.43
Kemampuan untuk mengembalikan fungsi kosmetik dari proses
pembedahan dari wajah maupun orofaring (hidung, orbita, maksila dan
mandibula) merupakan masalah yang juga penting pada pasien dengan kanker
pada kepala dan leher. Prodostonsis maksilofasial merupakan spesialis yang
mempu mendesain alat prostodonstis yang spesifik dan personal pada pasien
tersebut. Prosthese tersebut digunakan untuk kepentingan kosmetik dan
fungsional. Tanpa adanya rehabilitasi kosmetik, pasien akan mengalami distress
psikologis yang berkesinambungan dan semakin parah. Persiapan untuk
pembuatan prosthese maksilofasial merupakan proses bertahap yang
membutuhkan evaluasi pre treatment dan beberapa kali evaluasi post
treatment .hasil akhir persiapan dari prosthese tidak akan terjadi hingga
penyembuhan secara menyeluruh dari jaringan yang bisa mencapai beberapa
bulan dari diagnosis, pembedahan dan radiasi. Dalam masa tersebut,
penggunaan prosthese sementara seringkali dilakukan. Pasien juga
dipertimbangkan untuk memperoleh support psikologis pada proses adaptasi
pada hilangnya anggota tubuh khususnya sebelum selesainya proses
rekonstruksi pembedahan dan restorasi prosthesis.
Pengembalian kemampuan berbicara merupakan faktor adaptasi yang
juga perlu diperhatikan pada pasien dengan kanker leher dan kepala. Tumor
pada hidung, mulut, faring dan laring akan mengakibatkan deficit fungsi bicara.
Pada kondisi ekstrim, pasien dengan larigektomi perlu diberikan latihan berbicara
dengan esophagus atau menggunakan elektrolaring atau alat lain yang mampu
membantu untuk pasien berbicara. Pasien yang telah mendapatkan tindakan
total glossektomi juga akan memerlukan terapi biacara dan alat prosthetic untuk
proses rehabilitasi dalam berbicara. Konsekuensi fisiologi dari hilangnya
9
kemampuan berbicara harus dijelaskan dengan detail sebelum pasien menjalani
proses pembedahan, begitu pula saat setelah dilakukan operasi. Proses laring-
sparing juga diduga mampu menghasilkan efek peningkatan kualitas hidup yang
lebih baik (dengan penurunan nyeri dan depresi), namun tidak segera langsung
berkorelasi dengan kemampuan untuk berbicara 44
Pendukung grup Laringektomi dapat ditemukan dalam banyak komunitas
dan bisa memberikan sumber yang bermanfaat untuk pasien dan keluarga
mereka. Pasien dengan kanker payudara adalah kumpulan populasi khusus
denga kebutuhan rehabilitas yang unik. Karena kanker payudara adalah yang
paling terbanyak kasus pada wanita, kanker payudara telah dievaluasi ekstensif
pada kedua pembahasan tentang rehabilitasi dan psikososial.24,45-55 Terapi utama
pda kanker payudara adalah berhubungan dengan tingginya kedua masalah
tentang fisik dan psikososial.54,55 Mastektomi radikal (bedah ekstensif yang
membuang termasuk bagian otot pektoralis) telah digantikan dengan mastektomi
radikal modifikasi ( dengan atau tanpa rekonstruksi) dan bedah konservatif
payudara. Diseksi axilla node adalah penyebab yang terutama pada disfungsi
lengan pada wanita yang didapatkan pada terapi pembedahan dan hal ini bisa
menjadikan untuk digantikan dengan diseksi node sentinel, yang dievaluasi
secara tepat pada percobaan skala besar fase ke 3.56-58 Fokus utama pada
wanita berhubungan untuk manajemen axilla merupakan resiko edema limfe.
Walaupun dengan keterbatasan metode bedah payudara, pasien masih
menemui masalah psikososial dan rehabilitasi estetika/kosmetik.53,61,62
Kurangnya sosialisasi bedah konservatif payudara atau mastektomi,
masalah fisik setelah pengobatan pertama adalah secara umum sama untuk 2
kelompok besar pada pasien.24,54,55 Masalah yang ditimbulkan seperti lemas,
terbatasnya pergerakan ekstremitas atas, kesulitan untuk mengangkat suatu
benda, kelemahan lengan, kesulitan untuk melakukan pekerjaan rumah tangga,
mati rasa pada lengan. Salah satu sumber berpendapat bahwa ada sedikit
perbedaan dalam meningkatkan kualitas hidup pasien, masalah psikososial atau
status yang ditunjukkan antara pasien dengan melakukan mastektomi dan
pasien yang memiliki bedah konservatif payudara.53,63-65 Bagaimanapun, pasien
yang menerima bedah konservatif secara umum pengalaman masalah yang
sedikit secara signifikan dengan penampilan pakaian dan tubuhnya. Hal itu
mungkin terjadi pada diagnosis awal dengan tumor yang berukuran kecil dengan
menggunakan teknik mammografi, sama baiknya penggunaan biopsi node limph
10
yang merubah observasi. Data yang dihasilkan dari kelompok penelitian kami
menunjukkan secra signifikan perbedaan fungsi tubuh wanita yang diobati
dengan lumpektomi dan biopsi node limph, debandingkan dengan wanita yang
diobati dengan mastektomi, diketahui bahwa ukuran tumor sangat kecil dan
keuntungan dari pembedahan adalah mengurangi perbandingan dengan
pengobatan historik.
Dengan tipe pembedahan dari kanker payudara, diseksi axilla
meningkatkan potensial resiko dari limphedema. Radioterapi dalam kombinasi
dengan diseksi axilla, juga dapat beresiko untuk limphedema. Sayangnya, disini
tidak sumber yang menyatakan strategi untuk mencegah atau mengobati
limphedema,59 dan hal ini sangat penting untuk investigasi ke depannya. Ini
sangat direkomendasikan bahwa pasien diingatkan tentang pencegahan trauma
atau infeksi pada ekstremitas dengan diseksi axilla, pencegahan terbaik dengan
pengukuran tekanan darah dan pulsasi nadi pada tangan. Bagaimanapun juga
tidak ada data yang mendukung tentang mengurangi resiko terjadinya
limphedema yang tersedia untuk direkomendasikan nanti. Mereka memberikan
pernyataan sesuai akal sehat. Pengenalan terhadap infeksi yang terjadi dan
pengobatan antibiotik untuk respon terhadap edema.
Saat ini, bedah kanker payudara sering diselesaikan dengan pengaturan
rawat jalan dan jika wanita tersebut di rawat inap untuk pembedahan, mereka
memiliki waktu yang singkat. Hasil yang didapatkan, kita menemukan wanita
tidak rutin untuk diedukasikan tentang kemungkinan terjadinya limphedema dan
umumnya direkomendasikan untuk perlindungan diri. Sayangnya, muncul
terjadinya limphedema, hal tersebut sulit diobati. Manajemen konservatif untuk
edema tingkat sedang dengan elevasi pada ekstremitas, mengurangi garam,
menggunakan diuretik, dan program exercise. Untuk kasus yang lebih berat,
kompresi pneumatik secara intermitten ini berguna untuk menyebarkan cairan
pada ekstremitas. Ini juga bisa mempertahankan dengan menggunakan garmen
pada lengan. Untuk lmphedema yang masif berhubungan dengan onset
terjadinya beberapa tahun setelah pembedahan primer, rekurensi dari tumor
pada area axilla seharusnya diperhatikan pada komputer tomografi atau MRI.
Pemulihan pada fisik sangat penting terutama pada wanita dengan
mastektomi. Dinding dada biasanya sedikit lebih tipis pada masa postoperatif dan
permanen prosthesis payudara harus dipertahankan untuk beberapa minggu.
Prosthesis temporer terbuat dari material yang lembut dan ringan (contoh : katun,
11
bulu domba, atau nylon) bisa di tenun menjadi sebuah bra sebelum prosthesis
dilakukan. American Cancer Society mendapatkan sukarelawan untuk prosthesis
ketika mereka mendatangi pasien. Dalam peningkatannya, karelawan akan
sering menambahkan catatan penting pada toko yang tersedia pada komunitas
lokal untuk mencoba terlebih dahulu dan mendapatkan permanen prosthesis
yang tepat. Permanen prosthesis payudara tersedia dalan berbagai ukuran,
berat, dam material dan juga memiliki harga yang variatif. Pasien seharusnya
mengenali dan memilah jenis-jenis brand sebelum membelinya. Banyak toko-
toko khusus yang menjual spesial garmen (baju mandi, baju malam hari) untuk
digunakan wanita dengan mastektomi.
Rekonstruksi pembedahan pada payudara harus lebih diperhatikan lagi
untuk semua wanita yang akan dilakukan total mastektomi. Spesifik rekonstruksi
prosedur akan berdasar pada tipe pembedahan primer yang dilakukan dan
kondisi penyembuhan jaringan. Perkembangan jaringan dengan rekonstruksi
payudara dengan wanita yang overlying dinding dada relatif kencang.
Rekonstruksi dapat diselesaikan segera pada satu waktu pada inisial mastektomi
dengan menggunakan jaringan expander, implantasi, flapping jaringan.
Rekonstruksi jaringan sering digunakan pada salah satu prosedur pembedahan ,
termasuk mengurangi mammoplasti untuk mengembalikan payudara dan tidak
semua wanita memilih untuk melakukan pembedahan. Pilihan untuk rekonstruksi
seharusnya didiskusikan dengan pasien yang merupakan bagian dari program
rehabilitasi.
Masalah pada penampilan dan seksualitas sangat sering menjadi fokus
utama setelah pembedahan kanker payudara.23,54,66 Hal ini menjadi penting untuk
pasangan pasien yang melihat bekas luka dari mastektomi pada awal dari masa
postoperatif, terutama saat waktu pasien yang melihat bekas luka pada
tubuhnya. Pada jalur ini, pasangan tersebut harus berdiskusi atas hilangnya dan
proses penyembuhan secara bersamaan. Ada kerusakan pada penampilan
denga pembedahan konservatif payudara, tidak pada wanita yang melakukan
proses tersebut yang merasa tidak nyaman dan munculnya perubahan pada
penampilan mereka.53 Pengobatan kemoterapi lebih sering menimbulkan
penurunan gairah seksual dan berkurangan pelumas pada vagina dengan
berkurangnya frekuensi untuk berhubungan seksual. Masalah ini akan dibahas
lebih lanjut pada bagian ini.
12
Kanker prostat adalah kanker yang paling banyak dialami oleh pria,
disebabkan oleh luasnya penggunaan prostatik spesifik antigen (PSA) test,
banyak pria yang telah terdiagnosis ketika mereka tanpa gejala. Hal ini
menimbulkan stress patologis, terutama berhubungan dengan keputusan untuk
menjalani terapi primer. Untuk penyakit yang terlokalisasi, pilihan terapi adalah
terapi radiasi, prostatektomi radikal, watchful waiting. Dikarenakan efek toksin
pada pilihan terapi yang dipilih harus dipertimbangkan.27,67,68 Pasien lebih sering
konsultasi kepada orang tertentu dengan pengalaman pada waktu yang lama
dan mendapatkan informasi sebelum mereka memustuskan untuk terapi yang
akan dilakukan. Masalah utama yang berhubungan dengan ppembedahan
termasuk inkontinensia urin dan impotensi dan masalah rektum dan impotesi
disebabkan karena radiasi.67 walaupun pada pria telah diberitahukan atas
masalah tersebut, banyak pria yang akan menjadi tress setelah masalah tersebut
muncul. Ketika hormon androgen dihasilkan adalah penambahan dari terapi
kanker prostat, penambahan masalah muncul seperti osteoporosis, hilangnya
dari libido, berkuranganya masa otot.69,70 Masalah yang berhubungan dengan
disfungsi seksualitas akan dibahas pada bagian ini nanti.
Pasien dengan ostomy merupakan bagian dari terapi kanker juga memiliki
khusus kebutuhan rehabilitasi.71 Ini termasuk pasien dengan rektum atau kanker
kolon sigmoid dan pasien dengan variasi tumor pelvis ( kandung kemih, cervix,
uterus) untuk siapa yang pengalihan urin. Terapi enterostomal seharusnya
melihat pasien dahulu sebelum dilakukan pembedahan untuk meniingkatkan
informasi dan keamanan tentang ostomy mengenai fungsinya dan
perawatannya. Para terapis dapat identifikasi area pembedahan dengan baik
untuk stoma yang dapat dengan mudah diobati pada pasien dan hal itu menjadi
fokus utama yang mendukung secara kuat dan jauh dari batas dan lekuk tubuh
vital.
Masa postoperatif secara cepat, terapis enterostomal seharusnya
memulai langsung pembelajaran kepada pasien untuk merawat stoma dan
menggunakan aplikasi yang tersedia. Jika pasien terdapat kesulitan pada stoma,
respon emosional yang dapat mempernaiki proses pembelajaran. Pasien harus
diperlihatkan untuk melihat sisi stoma dan meraba jika terjadi perkembangan
ukuran dan kepercayaan diri dalam melakukan perawatan. Masa home care
visits pada terapis enterostomal setelah pasien keluar dari rumah sakit akan
13
difasilitasi proses penyembuhandan keprcayaan diri untuk merawat dirinya.
Perawatan kulit yang cermat hasrus diperhatikan.
Selama masa postoperatif pasien dan anggota keluarganya bisa
mendapatkan keuntungan dari dukungan yang didapatkan dari United Ostomy
Association. Sukarelawan yang datang dengan ostomy bisa meningkatkan
keamanan hidup seperti contohnya pada individu yang secara sukses
beradaptasi dengan kehidupan dengan stoma. Banyak bagian yang terlokalisasi
pada organisasi yang memiliki kelompok pendukung dan penolong secara
periodik. Selama berbula-bulan setelah operasi, pasien seharusnya dapan
diperkenalkan untuk kembali beraktivitas dan bekerja termasuk aktivitas seksual.
Rehabilitasi seksual pada pasien dengan ostomy harus durujuk pada seseorang
yang telah kehilangan organ pelvisnya, kehadiran dari sebuah stoma dan
dampak dari psikologisnya dengan perubahan dari penampilan dan fungsi dari
tubuh seseorang. Pembahasan sebelum operasi tentang dampak dari
seksualitas atas pengobatan adalah sangat penting bagi sekelompok pasien.
Amputasi pada tulang dan jaringan kanker dapat memberikan masalah
rehabilitasi yang luas pada pasien yang mendapatkan terapi ini. Kegagalan
fungsi yang berhubungan pada lokasi dan penyebaran tumor primer. Tidak
seperti amputasi pada kasus yang jinak, amputasi untuk kanker lebih sering
radikal dan termasuk prosedur yang hampir sama dengan hemipelvektomi atau
seperempat bagian yang mengalami amputasi. Terapi sebelum pembedahan
seharusnya dipersiapkan dengan baik terlebih dahulu untuk prosthesis dan
orientasi pada pasien yang menjalani program rehabilitasi sebelum operasi. Alat
bantu berjalan bisa dipergunakan pada saat ini ketika keseimbangan lebih baik
dan tidak terdapa nyeri. Rangsang getaran direkomendasikan pada masa
sebelum operasi untuk mengurangi nyeri dan berpotensi pada sensasi dari
ekstremitas. Program terapi fisik seharusnya diberikan selama masa setelah
operasi untuk mempertahankan kekuatan dan mencegah kontraktur. Prosthesis
tidak bisa digunakan sampai proses penyembuhan sempurna dan pada saat itu,
pasien akan membutuhkan penyanggah untuk melatih berjalan dan asisten untuk
membantu.
Keuntungan dari terapi pembedahan pada tahun 1970 dan 1980 dibuat
untuk pembedahan ekstremitas manajemen pada tumor tulang ekstremitas
bawah. Para pembaca menuju pada artikel pendahuluan yang membahas
tentang indikasi untuk dilakukan amputasi dan pembedahan limb salvage.72
14
Pertimbangan lain pada pasien ini berhubungan dengan banyaknya
penggunaan radiasi dan kemoterapi, membuat semua terapi lebih rumit.
Walaupan keselamatan pada amputasi dan pembedahan limb salvge sama,
komplikasi yang muncul lebih sering pada prosedur pembedahan limb salvage.
Status fungsional dan kesehatan keuntungan yang didapatkan telah diatur pada
sebelum dan setelah pembedahan radioterapi untuk ekstremitas jaringan
sarcoma dengan varietas yang luas dengan pengukuran standart.73-75 Waktu
saat terapi radiasi memberikan minimal efek samping pada fungsional pasien.
Bagaimanapun, karateristik dari tumor (ekstremitas bawah, reseksi besar) dan
komplikasi bekas luka memiliki efek fungsional setelah terapi.75
Tulang dan jaringan lunak pada kanker adalah tumor primer pada anak,
remaja, dan dewasa muda. Pasien pada stadium ini bisa secara khusus
memberikan masalah psikologis yang berhubungan dengan diagnosis dan terapi.
Sekolah biasanya terganggu, terutama jika pasien menggunakan terapi adjuvan
kemoterapi. Aktivitas rekreasi dan sosial harus dimodifikasi. Konseling
seharusnya dilakukan pada apsien dan keluarga untuk membantu mereka
dengan kerusakan yang disebabkan oleh terapi kanker dan maslah fisik jangka
panjang dan rehabilitasi khusus.
Fokus Kesehatan Reproduktif : Fertilitas, Strerilitas Dan Menopause
Infertil merupakan konsekuensi dari terapi kanker dimana masalah yang
sangat penting karena banyak pasien dengan kanker menginginkan kehidupan
dan pengobatan. Berhubungan dengan sedikit informasi yang tersedia tentang
disfungsi gonad dan bagaimana itu dapat dicegah. Beberapa obat kemoterapi
(ankylating agents primer) dan terapi radiasi secara langsung toksin untuk
menormalkan jaringan gonad dan sering sedikit bisa diselesaikan untuk
mengeliminasi penggunaan terapi ini jika tujuan terapi telah tercapai. Potensi
infertil seharusnya bisa dbahas dengan pasien sebelum inisiasi terapi. Pada
sebuah pembedahan 121 laki-laki yang telah menjalani terapi kuratif untuk
kanker testikular nonseminomatus, Schover dan von Eschenbach 76 menemukan
bahwa 59,6% dilaporkan bahwa mereka tidak menghasilkan semen dan lebih
dari 20% memiliki tingkat kecemasan terhadap infertilitas dan kegagalan
memproduksi semen. Infertilitas juga fokus pada penderita penyakit Hodgkin.
Fobair dan Colleagues29 menemukan bahwa 19% dari 165 pasien yang
15
menginginkan untuk memiliki anak setelah terapi penyakit Hodgkin dimana
infertil.
Rencana terapi untuk seseorang seperti yang telah terobati dari kanker
harus memulai untuk menggunakan yang ditemukan pada ketentuan. Untuk pria,
hal ini mungkin untuk membuat bank sperma, walaupun banyak pria yang baru
terdiagnosa kanker yang mungkin terdapat azoosprema yang disebabkan oleh
penyakit akut. Bagaimanapun, tersedianya bank sperma dapat terlihat dapat
digunakan oleh pasien.77,78 Untuk para wanita yang menerima terapi radiasi pada
penyakit Hodgkin , oophoropexy telah direkomendasikan untuk mengurangi dosis
radiasi pada ovarium, walaupun hal itu kurang berguna saat ini karena
pengurangan dalam penggunaan dari stadium laparotomy, sebaik dengan lebih
membatasi terapi radiasi yang digunakan. Pencegahan dari regimen kemoterapi
termasuk alkilating agen bisa juga mengurangi terjadinya permanen amenorrhea.
Pada wanita dengan kanker payudara, amenorrhea dari kemoterapi adjuvan
lebih dekat berhubungan pada usia saat terapi dilakukan dengan peningkatan
rata-rata secara cepat pada usia diatas 40 tahun.79
Menopause dini pada pasien wanita dengan kanker menyebabkan
masalah tersendiri yang mengarahkan pada gejala vasomotor, keringnya vagina,
dan disfungsi seksual, penurunan berat badan dan osteoporosis. Suplemen
estrogen paling efektif untuk meringankan gejala dari menopause dan ketika
tidak menjadi kontraindikasi seharusnya diberikan untuk jangka wakktu yang
pendek sebisa mungkin karena dalam jangka waktu lama akan ada efek
samping pada terapi tersebut. Alternatif non estrogen bisa fektif untuk digunakan
dalam mengatur gejala yang ditimbulkan.86,87 Disini juga terdapat penyebaran
beranekaragam pengobatan yang bisa digunakan untuk mencegah osteoporosis
dan mengurangi jumlah lemak, jika adanya fokus resiko dari sistem
kardiovaskuler.
Efek Toxin Dari Pengobatan
Penderita kanker berada pada resiko untuk mendapatkan efek samping
dari pembedahan, kemoterapi sistemik, dan terapi radiasi. Di sini sering
mengenai organ spesifik ( bleomycin dan toksin pada pulmonologi, doxorubicin
an toksin pada jantung, nitrosourea dan toksin pada renal), dan frekuensi
sebenarnya pada efek toksin yang belum diketahui, memberikan data terbatas
pada efek pada penderita.88 Sejauh ini bahwa populasi pasien akan bertambah
16
dan ahli onkologi tidak lama lagi lebih ketat mengawasi pasien pada 5 tahun
pertama dari terapi, kemungkinan untuk membuat pasien lebih berhati-hati atas
kebutuhan untuk mengevaluasi dalam jangka waktu yang lama dan potensi dari
efek toksin pada terapi yang berbeda-beda. Sebagai contoh, pasien dewasa
muda yang kanker payudara. Pengawasan untuk efek yang ditimbulkan harus
menjadi bagian rehabilitasi pencegahan pada pasien lebih diperhatikan.
Psikologi Distress, Depresi, Dan Kecemasan
Psikologis distress adalah paling sering ditemukan setelah terdiagnosis
kanker. Proses kanker yang secara signifikan harus diobati adalah fisik,
emosional, sosial, keuangan, eksistensi pembawaan diri. Dalam menanggapi
untuk mengobati hal ini, pasien harus memiliki pengalaman dalam variasi reaksi
emosional termasuk syok, kemarahan, ketidakpercayaan, kecemasan dan
kesedihan. Hal ini merupakan reaksi yang normal terjadi pada paling banyak
pasien yang akan terselesaikan berjalannya waktu dengan edukasi yang tepat
dan dukungan. Bagaimanapu, beberapa pasien akan mencari pengalaman yang
lebih banyak dan distress dalam jangka waktu yang lama bahwa dapat
mengganggu dengan aspek penting dari kehidupan mereka dan berpotensi
pada kepedulian terhadap kesehatan. Tingkat distress yang tidak normal atau
berlebihan pada pasien dengan kanker dan membutuhkan bidang ahli khusus
dan pengobatan. Respon dari emosional menjelaskan bahwa dalam mengikuti
bagian dan termasuk reaksi yang normal, gangguan penyesuaian diri, depresi
bera, gangguan kecemasan. Psikologis dan farmakologis intervensi digunakan
untuk mengobati masalah yang telah dijelaskan tersebut.
Respon Normal
Menerima diagnosis kanker adalah menimbulkan stress tinggi dan
ketakutan pada semua orang. Banyak yang percaya bahwa kanker adalah
kematian dan proses yang harus segera diobati untuk meningkatkan kualitas
hidup mereka.89,90 Kanker juga menjadi tantangan dasar anggapan tentang dunia
dan diri sendiri, termasuk perasaan seseorang, mengontrol memberikan
keuntungan yang lebih dan perasaan atas pentingnya dan tujuan dari sebuah
kehidupan. Massie dan Holland menjelaskan urutan respon emosional yang
tipikal saat terdiagnosis kanker. Pada awalnya, pasien dapat menimbulkan gejala
seperti syok, ketidakpercayaan, penolakan,keputusasaan menjadi kekuatan
17
mereka untuk menerima dan menyatukan kenyataan akan diagnosis. Inilah awal
mula yang dapat diikuti dalam periode yang kacau dan sulit, dicirikan
dengan gejala gelisah, kesedihan, pikiran berlebihan, mudah marah, dan
kesulitan tidur, makan, dan berkonsentrasi. Gejala-gejala tersebut secara khas
akan stabil ketika pasien mendapatkan informasi yang baru, membuat keputusan
tentang terapinya, dan memulai kembali aktivitas normal mereka.
Bagaimanapun, peningkatan gejala mungkin muncul ada titik transisi atau krisis
lainnya, termasuk saat permulaan terapi, akhir terapi, dan rekurensi. Sekali lagi,
gejala-gejala tersebut secara khas akan menghilang saat pasien berada pada
situasi yang baru.
Pasien juga akan mengalami bermacam-macam ketakutan normal
selama perjalanan terapi, meliputi ketakutan terhadap kecacatan, kehilangan
peran, ketergantungan atau hilangnya kontrol, hilangnya kesenangan,
ketertinggalan, dan kematian. Kesedihan merupakan respon normal lainnya yang
mungkin hilang dan timbul selama pasien mengalami kehilangan yang
berhubungan dengan diagnosis dan terapi mereka.92 Gejala-gejala tersebut
secara khas tidak menetap dan tidak menyebabkan gangguan yang serius pada
fungsional pasien.
Secara keseluruhan, kebanyakan pasien akan mengatasi dengan sukses
diagnosis dan terapi kanker mereka dan menjalani dengan penyesuaian
psikologis jangka panjang yang bagus. Dalam 1-2 tahun paska diagnosis, pasien
yang telah menyelesaikan terapi dan bebas dari penyakit tampak sama dengan
subjek kontrol yang sehat dalam hal pengukuran emosional dan kualitas hidup
keseluruhan.23,26 Penggunaan mekanisme koping yang aktif dan berfokus pada
masalah, dukungan sosial yang positif dari keluarga dan teman, dan memiliki
perasaan umum yang optimis sangat penting dalam proses penyesuaian. Banyak
pasien mengalami perubahan positif dalam kehidupan mereka tekait dengan
diagnosis mereka, termasuk perubahan positif dalam persepsi diri, hubungan
interpersonal, prioritas, dan tujuan.93,94 Mereka merasa lebih kuat, memiliki
kemampuan yang lebih baik untuk mengatasi kesulitan dalam hidup, dan
semakin dekat dengan keluarga dan teman, dengan peningkatan perasaan
kerapuhan dan berharganya hidup. Bagi individu tersebut, kanker mungkin
berperan sebagai panggilan “bangun” dan menyebabkan mereka untuk berpikir
secara serius tentang makna dan arah kehidupan mereka.
18
Penyesuaian Gangguan
Meskipun kebanyakan pasien mampu mengatasi dengan baik diagnosis
kanker, sejumlah signifikan pasien mengalami masalah yang lebih menetap dan
membosankan. Studi menunjukkan bahwa sekitar 20-35% pasien dengan kanker
secara klinis mengalami gejala depresi atau kecemasan yang signifikan.95
Banyak pasien tersebut memenuhi kriteria penyesuaian gangguan dengan mood
cemas atau depresi.96 Gambaran yang penting penyesuaian gejala adalah
terjadinya gejala emosional atau perilaku yang signifikan secara klinis sebagai
respon terhadap stressor psikososial yang dapat diidentifikasi.97 Signifikansi klinis
diindikasikan baik melalui distress yang berlebihan dari yang diharapkan atau
melalui gangguan fungsi sosial dan okupasional yang signifikan. Onset gejalanya
terjadi dalam 3 bulan setelah onset stress dan membaik dalam 6 bulan setelah
berhentinya stressor. Di antara pasien dengan kanker, gangguan penyesuaian
secara khas melibatkan eksaserbasi respon “normal” yang dideskripsikan di
awal. Pasien yang mengalami kesulitan penyesuaian mungkin menunjukkan
penurunan tampilan dalam pekerjaan dan tugas lainnya dan perubahan
sementara dalam hubungan sosial. Gangguan tersebut sebaiknya ditangani
secara serius karena mengganggu kualitas hidup pasien dan mempengaruhi
kepatuhan terapi.
Faktor risiko demografis dan fisik untuk penyesuaian yang buruk meliputi
usia yang lebih muda, gangguan fisik yang lebih besar, distress gejala, dan
nyeri.98 Faktor risiko psikologis meliputi riwayat masalah psikologis, coping
menghindar, dukungan sosial yang buruk, pesimisme, dan komunikasi yang
buruk dengan tim kesehatan.99-101 Pasien yang secara pasif menerima diagnosis
kanker, yang menyangkal atau bersikap fatalistic terhadap diagnosisnya, atau
yang merasa tidak dapat ditolong dan lepas kontrol juga berada pada risiko
masalah penyesuaian.98 Pasien-pasien tersebut mungkin juga memiliki riwayat
keluarga dengan kanker atau peristiwa dalam hidup yang memenuhi sumber
koping mereka dan menyebabkan respon emosional yang berlebihan.91
Pertanyaan screening dapat digunakan untuk mengidentifikasi pasien dalam
distress atau berada dalam risiko mengalami masalah psikososial. Sebagai
contoh, “apaakah anda memiliki relasi untuk berbicara tentang apa yang anda
rasakan?” dan “apakah anda akan menceritakan bahwa anda mengalami banyak
kejadian yang menyebabkan stress atau mengecewakan selama tahun
kemarin?”.102 Mereka yang melaporkan distress tingkat tinggi atau yang
19
mengalami banyak faktor risiko sebaiknya dirujuk untuk menjalani evaluasi
psikologis dan terapi yang memungkinkan.
Depresi
Depresi secara klinis adalah kelainan yang serius yang mungkin tidak
dikenali pada pasien kanker. Dokter mungkin tidak familier dengan gejala
depresi, mungkin salah mengenali gejala tersebut sebagai gejala dari suatu
penyakit atau sebagai efek terapi, atau mungkin mempercayai bahwa depresi
merupakan reaksi yang normal terhadap diagnosis kanker.92 Meskipun gejala
depresi yang ringan dan sementara (seperti perasaan sedih, mudah marah, dan
perubahan tidur, nafsu makan, dan konsentrasi) umum terjadi setelah diagnosis
kanker, gejala yang lebih berkepanjangan dan parah yang menggangu fungsinal
pasien memerlukan perhatian segera. Pentingnya dengan benar mendiagnosis
dan menterapi depresi ditekankan oleh penelitian yang menunjukkan bahwa
depresi berhubungan dengan penurunan kepatuhan terapi medis, perpanjangan
masa rawat inap, dan tingginya angka mortalitas pada pasien dengan kondisi
medis kronis.103,104
Perkiraan prevalensi depresi pada pasien dengan kanker sangat
bervariasi, dari 1,5-50%, tergantung pada metode penilaian dan pertimbangan
populasi pasien.102,105 Secara keseluruhan, perkiraan rata-rata adalah 15%
hingga 25%106,108 dibanding dengan angka populasi umum sekitar 6%. Angka
depresi yang lebih tinggi terjadi pada pasien yang rawat inap dengan tingkat
yang signifikan gangguan fisik. Selain itu, pasien dengan tumor pankreas, paru,
otak, dan kepala leher mengalami depresi yang lebih banyak.95
Epidose depresi mayor dicirikan dengan mood depresif atau penurunan
minat yang nyata atau kesenangan pada aktivitas normal, atau keduanya,
sepanjang hari, hampir setiap hari selama periode 2 minggu.97 Gejala lain
meliputi penurunan atau pengingkatan berat badan yang signifikan, insomnia
atau hipersomnia, kegelisahan psikomotor atau retardasi psikomotor, kelelahan,
perasaan tidak berharga atau berlebihan atau tidak sesuai, penurunan
kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau ketidaktegasan, dan
perasaan berulang akan kematian atau ide bunuh diri. Untuk memenuhi kriteria
diagnosis, pasien harus mengalami sekurangnya 4 dari gejala-gejala tersebut
selama hampir setiap hari sekurangnya dalam 2 minggu. Selain itu, gejala harus
menyebabkan distress atau gangguan yang signifikan secara klinis pada fungsi
sosial, okupasional, atau area fungsional lainnya.
20
Deteksi episode depresif sangat rumit pada pasien kanker karena gejala
somatis depresi (seperti perubahan tidur, energi, dan selera makan) mungkin
saling tumpang tindih dengan gejala kelainan medis. Gejala psikologis mungkin
merupakan indikator yang lebih sensitif depresi pada populasi ini, meliputi
perasaan tanpa harapan, tidak tertolong, perasaan bersalah yang berlebihan,
tidak berharga, perasaan bahwa hidup itu tidak bernilai, dan pikiran yang
berlebihan tentang kematian.92 Reaksi sedih, kehilangan, juga dapat bertumpang
tindih dengan gejala depresi. Gejala yang mungkin membantu untuk
membedakan depresi dari perasaan kehilangan meliputi perasaan tidak
berharga, retardasi psikomotor yang nyata, dan gangguan yang berkepanjangan,
kesemuanya lebih berhubungan dengan depresi dibanding perasaan
kesedihan.105 Akhirnya, delirium dan demensia juga sering terjadi pada pasien
dengan penyakit yang lebih lanjut dan dapat disalahartikan dengan depresi.109
Pasien harus di-screening tentang depresinya selama kunjungan medis
reguler. Meskipun wawancara klinis diperlukan untuk diagnosis formal, screening
juga dapat dilengkap dengan mewawancara pasien beberapa pertanyaan
sederhana. Chochinov92 melaporkan bahwa pertanyaan screening item tunggal
–“apakah anda mengalami depresi sepanjang waktu?”– memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggi untuk mendeteksi depresi pada pasien kanker. Dokter
sebaiknya juga perhatian pada gejala depresi (tabel 36-3), yang meliputi riwayat
depresi, riwayat penyalahgunaan obat atau alkohol, pengontrolan nyeri yang
buruk, dan penyakit tahap lanjut dengan disabilitas fisik.92,110 Faktor risiko
psikologis lain meliputi isolasi sosial, kehilangan, pesimisme, pola koping yang
tidak sesuai atau pasif, dan kurangnya kontrol persepsi.105 Pasien dengan faktor
risiko tersebut sebaiknya dengan hati-hati dilihat tentang gejala depresinya
sepanjang penjalanan terapi mereka.
Depresi pada pasien kanker mungkin berhubungan dengan penyebab
organik, termasuk efek langsung penyakit atau terapi pada abnormalitas sistem
saraf pusat dan metabolik atau endokrin yang terjadi sebagai akibat penyakit
atau terapi, seperti hipokalsemia dan hipotiroidisme. Selain itu, terdapat
beberapa eviden bahwa abnormalitas imun terjadi pada pasien kanker dengan
depresi, khusunya peningkatan sitokin proinflamasi.111 Sitokin tersebut diketahui
dapat menyebabkan gejala seperti depresi pada model hewan112 dan juga
mungkin berperan pada depresi yang tampak pada pasien kanker. Akhirnya,
banyak pengobatan yang digunakan oleh pasien kanker yang mungkin
21
menyebabkan gejala depresif. Obat-obat tersebut meliputi steroid, interferon,
interleukin-2, methyldopa, reserpine, barbiturat, propanolol, procarbazine,
asparaginase, vinblastine, vincristine, dan cyproterone.92 Penting untuk secara
akurat menentukan penyebab gejala yang menyerupai depresi, jika mungkin.
Khususnya, penyebab depresi organik dan yang berhubungan dengan
penggunaan obat dan nyeri yang harus diterapi dengan sesuai.
Kecemasan
Gejala kecemasan sangat umum terjadi pada pasien dengan kanker.
Salah satu kunci gejala kesemasan adalah perasaan subjektif akan ketakutan
terhadap hasil masa depan yang tidak jelas, memang merupakan rekasi yang
normal terhadap diagnosis kanker. Kecemasan juga dicirikan dengan gejala
fisiologis, termasuk peningkatan denyut jantung dan pernafasan terkait dengan
aktivasi sistem saraf simpatis. Gejala perilaku kecemasan meliputi penolakan
atau penarikan dari situasi dan aktivitas yang menakutkan. Kecemasan dapat
dipicu oleh aspek psikologis dari pengalaman kanker atau melalui penyebab fisik,
biologis, dan medikasi, seperti nyeri yang sulit dikontrol, kondisi metabolik
abnormal, atau obat yang menyebabkan kecemasan. Reaksi kecemasan
mungkin juga berhubungan dengan gangguan kecemasan sebelumnya, meliputi
fobia, gangguan panik, dan gangguan kecemasan menyeluruh (dicirikan dengan
kekhawatiran yang menetap dan berlebihan).113
Pasien dengan kanker mungkin juga mengalami gangguan stress akut
atau gangguan stress paska trauma (PTSD) sebagai respon terhadap diagnosis
kanker dan terapinya. PTSD adalah gangguan kecemasan yang muncul setelah
kejadian atau trauma yang sangat stress, termasuk diagnosis penyakit yang
sangat mengancam nyawa seperti kanker, yang memicu perasaan ketakutan
yang sangat, perasaan tidak tertolong, atau horor. Studi yang dilaksanakan pada
pasien kanker menunjukkan bahwa antara 10-15% pasien memenuhi kriteria
PTSD dalam 5 tahun paska diagnosis.114,115 Faktor risikonya meliputi dukungan
sosial yang buruk dan munculnya kejadian negatif sebelum diagnosis kanker.115-
117 Selain itu, kesehatan fisik yang buruk, sumber finansial yang kurang, dan usia
yang lebih muda berhubungan dengan gejala PTSD.118,119
Gejala khas PTSD antara lain pengalaman berulang dari kejadian,
penyangkalan persisten dari stimulus yang berhubungan dengan kejadian,
hilangnya respon umum, dan gejala persisten peningkatan gairah.97 Gejala PTSD
22
biasanya mulai dalam 3 bulan paska trauma dan harus terjadi selama lebih dari 1
bulan dan menyebabkan gangguan yang signifikan secara fungsional. Pada
gangguan stress akut, gejala terjadi dalam 1 bulan paska trauma dan membaik
dalam 4 minggu. Terdapat beberapa kejadian bahwa gejala PTSD menghilang
sepanjang waktu, bagaimanapun, gangguan ini berhubungan dengan penurunan
yang signifikan pada kualitas hidup118 dan patut mendapat perhatian dan terapi
pada pasien kanker.
Intervensi Untuk Mengurangi Distress Dan Meningkatan Kesejahteraaan
Menerima diagnosa dengan kanker menyebabkan banyak tuntutan pada
pasien. Mereka harus belajar tentang aspek medis atas diagnosa penyakit
mereka, membuat keputusan untuk pengobatan, dan mengatasi dampak
penyakitnya terhadap keluarga mereka, pekerjaan , tujuan jangka panjang dan
kesejahteraan. Semua pasien akan mendapatkan manfaat dari pembelajaran
serta dukungan untuk membantu mereka mengatasi periode yang kritis. Dokter
dapat mengambil peran utama dalam memfasilitasi pengaturan emosi pasien
dengan memberikan penjelasan, memberikan informasi yang dapat dimengerti
oleh pasien secara peduli dan rasa empati. Pasien dengan kanker yang dilihat
oleh dokter yang telah dilatih untuk berkomunikasi lebih jelas dengan
menggunakan teknik seperti penyederhanaan, pengulangan dan pemberian
dukungan emosi dengan menyampaikan secara hangat,mau mendengarkan dan
memberikan umpan balik dilaporkan memberikan gejala depresi yang rendah
dengan level kontrol dan kepuasan yang lebih tinggi.120 Memberikan pasien-
pasien tur singkat serta orientasi mengenai ilmu kedokteran onkologi,
menyediakan meteri tertulis mengenai prosedur dan jam-jam berobat, dan
menjawab pertanyaan- pertanyaan pasien dihubungkan dengan penurunan
distress/ penderitaan pasien.121 Temuan ini menggarisbawahi betapa pentingnya
memberikan penjelasan dan informasi menyeluruh kepada pasien dengan
lingkungan yang mendukung.
Intervensi psikososial juga bermanfaat dalam memfasilitasi penyesuaian
terhadap kanker (Tabel 36-4). Tujuan umum dari intervensi adalah untuk
menyediakan informasi, mengurangi stres dan penderitaan, mengajari
mekanisme coping yang efektif, memberikan dukungan. Review kuantitatif dan
naratif mendemonstrasikan bahwa intervensi psokologis dihubungkan dengan
reduksi klinis yang bermakna pada gejala-gejala tekanan emosional diantara
23
pasien-pasien dengan kanker , khususnya gejala kecemasan.122-126 Efek-efek
yang menguntungkan pada aspek fisik atas kualitas hidup termasuk energi, nyeri
dan fungsi fisik juga telah diobservasi.127 Terdapat beberapa bukti bahwa
intervensi psikososial mungkin dihubungkan dengan perubahan positif pada
sistem fisiologis, termasuk sistem endokrin128 dan sistem imun,129 dan pada
outcome kesehatan fisik termasuk penurunan kunjungan medis untuk masalah
yang beruhubungan dengan kanker.131,132 Bagaimanapun juga, hasil-hasil ini tidak
secara konsisten diobservasi.133
Perubahan positif tampak pada metode intervensi psikososial yang
berbeda, termasuk edukasi, terapi kognitif perilaku, dan terapi suportif ekspresif.
Secara keseluruhan, terapi terstruktur yang dilakukan oleh terapis yang sangat
berpengalaman dan terlatih berhubungan dengan keluaran psikososial yang
lebih baik.125 Intervensi yang tidak terstruktur tanpa terapis yang terlatih, seperti
yang dilakukan oleh dukungan kelompok dan diskusi, tidak tampak efektif.127
Intervensi kelompok sama efektifnya dengan terapi individual, bagaimanapun,
beberapa pasien tidak merasa nyaman pada setting kelompok dan sebaiknya
menjalani terapi individual.125 Intervensi perilaku tampaknya efektif untuk
menurunkan efek samping kemoterapi dan terapi akut nyeri, khususnya metode
seperti hipnosis, relaksasi otot progresif, dan perumpamaan yang diarahkan.122,134
Bermacam terapi yang berbeda juga direkomendasikan untuk pasien
dengan stadium penyakit yang berbeda. Pasien yang baru didiagnosis, yang
mendapatkan terapi stadium awal, dan pasien dengan yang berfokus dalam
memberikan informasi tentang penyakit dan terapi dan menatalaksana stress
terkait penyakit.122 Intervensi tersebut membantu pasien dalam mengatasi
kankernya dan mungkin meningkatkan keluaran positif, seperti peningkatan
mood positif127 dan menemukan manfaat positif dalam pengalaman menderita
kanker.135 Sebaliknya, pasien dengan penyakit stadium lanjut mungkin
mendapatkan manfaat yang lebih dari intervensi jangka panjang yang ditekankan
pada ekspresi dan dukungan emosional, seperti terapi kelompok suportif-
ekspresif.136 Intervensi tersebut dilakukan oleh terapis yang terlatih dengan fokus
pada koping harian, manajemen nyeri, dan isu eksistensial terkait dengan masa
hidup yang semakin pendek.
Tabel 36-3
24
Faktor yang mempengaruhi depresi pada pasien kanker
Faktor risiko Riwayat depresi
Riwayat penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan
Nyeri yang terkontrol dengan buruk
Penyakit stadium lanjut
Isolasi sosial, perasaan kehilangan atau stressor baru,
pesimisme, koping yang tidak sesuai, pasif, dan
penyangkalan, kontrol persepsi yang rendah.
Keterlibatan
biologis
Efek langsung dari penyakit/terapi pada CNS
Abnormalitas metabolik, endokrin, atau imun sekunder
terhadap penyakit atau terapi
Medikasi
Kortikosteroid
Obat antikanker lainnya
Screening dan terapi distress psikologis dan depresi
Screening/evaluasi
Menanyakan distress emosional pada setiap kunjungan pasien, juga
mengevaluasi faktor risiko distress/depresi
Mengevaluasi durasi dan intensitas gejala dan gangguan fungsional normal
Gejala depresi
Mood depresif dan/atau anhedonia
Perubahan berat badan, tidur, energi, dan konsentrasi
Perasaan tidak berharga, perasaan bersalah, dan tidak memiliki harapan
Pikiran yang berlebihan tentang kematian
Intervensi
Membekali pasien dengan edukasi dan dukungan, termasuk informasi tentang
fasilitas kesehatan mental
Membekali pasien tentang rujukan pasien dengan distress/depresi kepada
kelompok intervensi terstruktur atau intervensi psikososial lainnya
Menterapi depresi dengan psikoterapi dan/atau farmakoterapi (seperti selective
serotonin reuptake inhibitors, benzodiazepin aksi singkat
Tabel 36-4
Intervensi psikososial untuk menurunkan distress dan mendukung
25
kesejahteraan
Informasi dan hiburan dari tim kesehatan
Intervensi spesifik
Konseling individual
Kelompok dukungan psikoedukasional
Latihan menulis jurnal
Terapi suportif-ekspresif
Relaksasi otot progresif
Hipnosis
Pasien yang stress,125,126 memiliki dukungan sosial yang buruk atau
kepribadian yang kurang,137 dan yang sakit.133 Klinisi harus harus lebih bijaksana
dalam merujuk pasien yang mengalami masalah emosi dan fisik untuk dilakukan
evaluasi psikososial dan terapi. Tetapi semua pasein harus diberikan informasi
tentang kesehatan mental, termasuk kedua grup intervensi dan terapi individu
yang berpengalaman dengan keunikan medis dan psikologis pada pasien
kanker.
Pasien yang mengalami depresi dan kecemasan memerlukan terapi yang
lebih intensif. Untuk pasien depresi, kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi
menjadi pilihan yang paling efektif.92 Kedua interpersonal dan psikoterapi perilaku
kognitif menunjukan terapi yang efektif pada pasien.138 Golongan antidepresan
yang baru teramsuk serotonin reuptake inhibitor telah menjadi kelas pilihan untuk
antidepresan dalam menangani pasien dengan depresi akibat kanker karena
keuntungan dari efek samping dan toksisitas. Terapi ini efektif meskipun depresi
berasal dari terapi kanker seperti interferon dan interleukin 2.139 Terapi
farmakologis juga penting untuk intervensi perilaku pada pasien dengan
kecemasan yang terkait dengan diagnosis kanker dan pengobatannya.
Benzodiazepine jangka pendek berguna untuk kasus seperti ini. Untuk pasien
dengan PTSD, terapi perilaku yang spesifik seperti pelatihan mengendalikan
stress dan terapi pemaparan menjadi paling efektif.
Fungsi dan kesehatan seksual
26
Latar belakang dan pertimbangan umum
Diantara aspek tentang penyakit dan kesehatan, masalah kesehatan
seksual ini jarang dibicarakan oleh pasien dan dokter kecuali ada gejala yang
berhubungan atau kegagalaan fungsi yang berat yang disebabkan oleh penyakit
fisik maupun psikologis. Seksualitas dianggap sebagai hal pribadi dan tidak
dibicarakan oleh dokter. Karena hal ini pengalaman para dokter dalam
membicarakan kesehatan seksual sedikit dan mereka tidak siap untuk
menangani keluhan seksual yang di dikeluhankan.
Kesehatan seksual dan fungsi menjadi penting untuk pasien dengan
kanker. Pengobatan kanker sering kali mempengaruhi fisik dan psikologis dan
mengancam tubuh. Banyak prosedur bedah yang mempengaruhi secara
langsung kepada organ seks. Ketika berjuang untuk melawan kanker mereka,
banyak pasien yang melupakan hubungan seksual karena kelelahan yang berat
dan gejala yang menurunkan keinginan seks mereka, tetapi dalam proses
penyembuhan kembalinya aktivitas seks yang teratur adalah sinyal kembalinya
kesehatan pasien. Dalam berjalannya pengobatan kanker, pasien boleh mencari
nasihat dan konseling pada dokter berhubungan isu kesehatan seksual dan
fungsinya.
Pengaruh terapi kanker terhadap fungsi dan kesehatan seksual
Respon seksual manusia yang normal merupakan hal yang kompleks dan
perubahan fisik dan psikologis minor dapat mengganggunya. Perubahan
keinginan dan aktivitas seksual umumnya juga disebabkan oleh factor usia.
Factor ini juga sering melatarbelakangi diagnosis kanker. Kanker dan
pengobatannya sering menyebabkan perubahan fisiologis, psikologis,
kepribadian dan hubungan personal yang mempengaruhi perilaku seksual. Ini
merupakan empat kategori mayor tentang disfungsi seksual – keinginan-
rangsangan- orgasme- nyeri-dan perubahan pola dari disfungsi ini berhubungan
dengan perubahan terapi. Beberapa hal yang sering terjadi sebagai berikut :
Kemoterapi dapat menyebabkan keringnya vagina dan dyspareunia.
Kegagalan ovarium disebabkan kemoterapi mengarah ke menopause,
dimana mengurangi jumlah lubrikasi dari vagina.
Semua pengobatan melelahkan hasil dari anemia dan efek toksik. Mual
dan kelelahan yang sedang sampai berat dilaporkan oleh 90% pasien
yang menjalani kemoterapi. Apabila tidak enak badan kebanyakan orang
akan hilang keinginan seksual.
27
Nyeri badan merupakan masalah utama, terutama pada kanker yang
sudah lanjut. Nyeri yang tidak terkendali menyebabkan stress psikologis
dan depresi, yang mempengaruhi keninginan seksual. Narkotika opioid
mempunyai efek sekunder dalam fungsi seksual.
Perubahan bentuk tubuh dan luka akibat pembedahan dapat menurunkan
perasaan ketertarikan seksual yang akan mengganggu keintiman suatu
hubungan. Pasangan yang tidak mau menyakiti pasangannya akan
mundur dari berhubungan seksual dan kontak fisik. Pasien akan berpikir
pasangan tersebut hilang keinginan karena perubahan fisik yang dialami
pasien dan akan merasa ditolak. Masalah ini biasanya diselesaikan
dengan saling berbicara tentang perasaan masing-masing.
Radiasi pada region pelvis dapat menyebabkan kerusakan jaringan,
iritasi, dan keringanya vagina, nyeri, mual, nyeri lambung, dan kelelahan
yang berat. Tetapi beberapa kondisi ini dapat diatasi. Pada laki-laki,
radiasi pelvis dapat menyebabkan kerusakan vaskuler yang
menyebabkan disfungsi ereksi.
Pembedahan di area pelvis dapat menyebabkan diseksi pada saraf yang
berperan untuk rangsangan seksual laki-laki
Perubahan tubuh lainnya- stoma, penurunan dan peningkatan berat
badan, rambut rontok, dapat mempengaruhi daya tarik seksual yang
nantinya mempengaruhi fungsi seksual.
Pengobatan kanker dapat menyebabkan perubahan sensitifitas dari organ
seksual. Jika sensitifitas naik pasien akan merasakan nyeri dan
rangsangan akan berubah dan mempengaruhi pada hubungan seksual.
Efek dari terapi hormone dalam pengobatan kanker bervariasi tergantung
pada pengobatan spesifik yang digunakan. Tamoxifen contohnya sering
kali tidak ada efek pada fungsi seksual Karen untuk beberapa wanita
berfungsi sebagai estrogen pada jaringan vagina. Tetapi pada deprivasi
androgen untuk terapi kanker prostat mempunyai efek pada libido laki-
laki.
Seksualitas pria dan wanita dengan kanker pada usia mempunyai anak
dapat dipengaruhi oleh kehilangan kesuburan dan pertimbangan untuk
mempunyai anak.
Efek Perbedaan Jenis Kanker Terhadap Fungsi Seksual
28
Pengobatan kanker payudara sering menyebabkan kelelahan, hilangnya
lubrikasi vagina, mual dan perubahan bentuk tubuh termasuk hilangnya
payudara akibat mastektomi. Menopause dini sering terjadi.79 Penggunaan terapi
pengganti hormone masih kontroversi karena pertimbangan ia akan
mengstimulasi pertumbuhan tumor. Tamoxifen dapat meningkatkan cairan
vagina pada beberapa wanita tapi tidak mempengaruhi fungsi seksual.140,141 Pada
survey crossectional di amerika utara, fungsi seksual wanita dengan kanker
payudara mirip dengan kelompok wanita yang tidak memiliki kanker
payudara.23,142 Tetapi penderita kanker payudara yang menerima kemoterapi
adjuvant memiliki fungsi seksual yang lebih buruk dari yang tidak
menggunakan.23,80,143 Bentuk tubuh lebih baik pada wanita dengan lumpektomi
daripada mastektomi tetapi tipe pembedahan tidak mempengaruhi fungsi
seksual.61,143
Temuan dari studi tentang seksualitas pada pasien dengan dengan kanker
testis adalah bervariasi. Mungkin disebabkan sampel oleh pasien dengan tiper
tumor dan pengobatan yang berbeda. Metaanalisis yang terbaru dari 36 studi
telah selesai antara tahun 1975 dan 2000 menunjukan ejakulasi retrograde
merupakan konsekuensi fisik akibat pengobatan tetapi masuh tidak jelas apakah
gangguan seksual lainnya merupakan akibat hubungan penyakit dan terapi.144
Kebanyakan masalah seksual yang dilaporkan hasil dari studi retrospektif
daripada propektif. Rata- rata dari penurunan seksual adalah rendah untuk
semua modalitas terapi dan akan meningkat sesuai waktu. Masalah ereksi
sementara lebih sering daripada disfungsi permanen, terutama pada pasien yang
menerima terapi radiasi. Masalah pada orgasme, umumnya masalah pada
intensitas dari orgasme dan fungsi ejakulasi merupakan masalah yang paling
sering dilaporkan. Masalah fungsi seksual umumnya dijelaskan dengan adanya
disfungsi ejakulasi yang lebih sering pada pasien yang menerima terapi radiasi
atau diseksi kelenjar limfe retroperitoneal sebagai pengganti orchiectomy.
Meskipun terjadi gangguan pada fungsi seksual, kebanyakan pria mencapai
kepuasan seksual dan menurunnya laporan tentang aktivitas seksual.
Pada evaluasi cross sectional terhadap pria yang menjalani orchiektomi
diikuti radiasi infradiafragma untuk seminoma stadium 1 dan 2, bentuk tubuh dan
fungsi seksual di periksa.145 Dalam studi ini keinginan pria pada aktivitas seksual,
disfungsi ereksi, dan kepuasan seksual tidak menunjukan perbedaan pada
kecocokan umur subyek kontrol. Tetapi 20% dari laki-laki mengekspresikan
29
kepedulian terhadap kesuburan dan 52% melaporkan perubahan bentuk tubuh. 145 Pada studi lainnya dimana pasien dengan kanker testis dibandingkan dengan
pria penyakit Hodgkin, mirip dengan angka disfungi ereksi dan kepedulian
tentang kesuburan diobservasi. 28 Kebalikan pada pasien dengan seminoma,
pasien tanpa seminoma diterapi dengan kemoterapi dengan atau tanpa diseksi
retroperitoneal dilaporkan mengalami kesulitan dengan dungsi seksual terutama
berhubungan dengan aspek fisiologis dan psikologis.146 Studi terbaru dalam
penggunaan bank sperma mengusulkan agar tidak digunakan dan ini merupakan
pertimbangan mayor untuk pasien.77,78
Fungsi ereksi merupakan aspek fungsi yang paling terganggu pada pria
setelah operasi pelvis, radiasi pelvis, atau prostatectomy dan mayoritas dari
pasien melaporkan penurunan fungsi ereksi.27,67,147 Gangguan orgasme dan
kemampuan seksual secara sedang sampai berat dapat terjadi. Karena kanker
prostat meningkat dengan screening yang dilakukan sehingga pria akan
mengalami efek samping dari pengobatan lebih dari keuntungan dari deteksi dini.
Studi prospektif belakangan ini tentang pria setahun setelah pengobatan
menunjukan perbedaan antara hasil radiasi dan pembedahan walaupun terdapat
perbedaan umur dan factor comorbid lainnya dalam dua kelompok ini.149
Disfungsi seksual dapat terjadi sebelum pengobatan ini.150 Sildenafil telah
berhasil digunakan pada pria yang mengalami disfungsi ereksi karena
pengobatan kanker prostat.151-153 Alat vakum ereksi, injeksi papaverine
intracorporal, atau implant dapat dijadikan pertimbangan pada pria yang tidak
berespon pada terapi oral. Terapi deprivasi androgen dulu hanya digunakan
pada penyakit lanjut sekarang sering digunakan untuk menerapi kanker prostat
atau pria dengan peningkatan PSA dan penyakit yang tak terukur.70,156
Pasien yang menjalani cystectomy mengalami masalah pada fungsi
seksual setelah pengobatan. Beberapa pria mengatakan mengalami penurunan
keinginan seksual, disfugnsi ereksi dan disfungsi berat. Jumlah disfungsi ereksi
menurun pada procedur nerve – sparing. Bagi wanita terdapat perubahan
dengan menurunnya lubrikasi vagina apabila mereka mengalami defisiensi
estrogen, 157 dan hal yang sama terjadi pada pria dan wanita jika terjadi stoma.
Mansson dan kolega158 memasukan instumen kualitas hidup kepada pasien yang
menjalani cystectomy dan membandingkan hasil untuk mereka yang diversi
kutaneus ileocecal dengan yang mengalami diversi coundit. Pasien pada dua
30
kelompok tersebut mengalami penurunan dalam kualitas hidup yang berkaitan
dengan masalah seksual, gangguan hubungan, dan disfungsi emosional. 158
Kebanyakan pasien dengan kanker paru sudah mengalami penyakit berat
ketika diagnosis ditegakan dan sering mempunyai gejala fisik yang berat. Sesak,
lelah, dan nyeri menjadi masalah penting yang dapat membatasi aktivitas
seksual pada pasien. 159 Diantara orang yang selamat, disfungsi fisik dan
comorbid dapat mempengaruhi fungsi dan keinginan seksual. 6,159,160
Pada pasien dengan kanker colorectal, pengobatan dapat meningkatkan
tingkat kelelahan dan kebiasaan buang air pasien dapat berubah. Jika mereka
menjalani pembedahan yang mengarah pada ostomy, perasaan mereka
terhadap bentuk tubuh dapat menjadi negative. Beberapa prosedur bedah untuk
kanker colorectal dapat melukai nervus pelvis yang akan menyebabkan disfungsi
ereksi pada pria. Pasien yang menjalani abdomino perineal reseksi dilaporkan
mengalami hasil penurunan seksual yang buruk daripada pasien yang menjalani
reseksi anterior bawah. 161 Hasil seksual yang buruk dapat berkaitan dengan
disfungsi ereksi, disfungsi buang air, dan adanya stoma. 162
Diantara pasien dengan kanker ginekologi, pembedahan dan radiasi dapat
menyebabkan perubahan pada pelvis dan organ seksual. 163-165 Vagina
mengalami penurunan elastisitas dan memendek. Perubahan sensasi, bentuk
dan lubrikasi vagina juga sering terjadi. Kemoterapi dan pembedahan dapat
menyebabkan menopause dinidan beberapa pasien tidak dapat menerima terapi
pengganti hormone karena berpotensi menstimulasi pertumbuhan kanker.
Pengobatan untuk leukemia dan lymphoma sering menyebabkan toksik
dan membuat lelah serta efek samping lainnya.28-31 Walaupun beberapa dari
penyakit ini dapat disembuhkan, kemoterapi dan radiasi dapat meracuni organ
yang lain yang akan menyebabkan lelah. Pengobatan sering merangsang
menopause dini dan mengarah pada perlunya terapi hormone. 84
Penilaian dan intervensi
Penilaian yang komperhensif untuk gangguan seksual memerlukan
pendekatan interdisiplin dan berbagai segi yang melebihi jangkauan kelompok
oncologi, tetapi kebanyakan masalah seksual dapat dinilai dengan pelayanan
biasa. Beberapa rumah sakit dan universitas mempunyai ahli di bidang disfungsi
seksual dimana pasien dapat dirujuk dan dapat menanganin kasus yang susah.
Pada settingan tersebut penilaian kompleks tentang hormonal, fisiologis,
31
anatomi, psikologis, kognitif, perilaku, relasi, dan factor budaya akan
dipertimbangkan oleh klinisi yang ahli dalam bidang ini. Ini mungkin tidak selalu
diberikan pada pasien kanker tetapi berguna untuk mengidentifikasi sumber
dalam kasus yang susah. Beberapa referensi tersedia untuk pembaca yang ingin
mempelajari tetang prevalensi dari gangguan dan penilaian prosedur.163,166-172
Walaupun penilaian komperhensif tidak realistic dalam lingkup onkologi,
pengetahuan tentang gangguan seksual adalah penting untuk mencapai
pelayanan yang optimal unttuk pasien kanker. Pasien melaporkan bahwa mereka
ingin mendiskusikan masalah seksual dengan para klinisi tetapi merasa sungkan
untuk melakukan. 173, 174 Maka tergantung dari kelompok medis untuk membuka
isu ini dan menjalin komunikasi. Kadang hanya bertanya “bagaimana kehidupan
seks anda?” dan kemudian lanjut pada keperluan tergantung pada respon
pasien. Jika pasien mengatakan semua baik-baik saja maka tidak diperlukan
pertanyaan lebih lanjut. Tetapi pasien yang memerlukan peluang untuk
membicarakan hal ini akan merasa terbuka dengan pertanyaan tersebut.
Lanjutan pertanyaan kepada pasien terbagi kepada empat kategori disfungsi
seksual yaitu keinginan, rangsangan, orgasme, dan nyeri dan pertanyaan
seputar aktivitas seksual dan kepuasan akan melengkapi informasi untuk
menentukan keperluan rujukan atau uji coba lanjutan. Satu orang dari kelompok
onkologi dapat menjadi sumber primer dalam memastikan setiap pasien
mendapat nilai pertimbangan seksual.
Kounseling dan Rujukan
Setelah anggota onkologi telah mengungkit isu tentang seksualitas dan
menilai masalah yang diungkapkan, keputusan harus dibuat karena perbedaan
tahap dan jenis intervensi yang diperlukan. Pada beberapa kasus pertimbangan
spesifik dapt terungkap oleh anggota kelompok yang ahli di bidang seksual dan
kanker. Dengan mengungkapkan masalah seksual pasien dengan kanker
beserta pasangannya, tahap intervensi harus cocok dengan intensitas masalah.
Terdapat empat tahap strategi yang disimpulkan Annon175 menggunakan akronim
PLISSIT. Menurut model PLISSIT, jenjang intervensi meliputi memberi ijin,
menyediakan informasi yang terbatas, memberi masukan yang spesifik dan
menyelenggarakan terapi intensif. Komponen model ini dapat dibuat menjadi
penilaian dan intervensi untuk menolong pasien dan pasangannya menghadapi
masalah seksual. Dalam artian memberi ijin, salah satu yang terpenting yang
32
dapat dilakukan oleh klinisi adalah untuk meningkatkan isu tentang seksualitas
dengan pasien dan menyediakan kesempatan untk berdiskusi hal –hal yang
terkait. Klinisi harus berhati-hati dengan pembicaraan ini dengan
mempertimbangkan sensitifitas budaya yang luas tentang definisi seksual yang
tidak terbatas pada hubungan penis-vagina. Mereka juga harus berhati-hati
dalam membuat asumsi tentang kehidupan seks pasien. Selain dari memperluas
pembicaraan tentang seks, kelompok onkologi juga dapat membantu pasien
dengan memperlancar komunikasi antara pasien dan pasangannya tentang
kanker dan seksualitas.
Menyediakan pasien dan bila sesuai infomasi yang terbatas ke pasangan
mereka tentang fungsi seksual, penuaan, dan masalah seksual yang
berhubungan dengan pengalaman kanker yang dapat mengurangi kekhawatiran
untuk sebagian pasien. Pasien juga diuntungkan dengan menerima materi
berupa tulisan seperti yang yang tersedia dari Institusi Kanker Nasional dan
America Cancer Society atau ahli lainnya.176 Mereka juga dapat belajar tentang
pasien dengan kanker atau yang selamat dari kanker.
Untuk masalah yang terbatas, usul spesifik atau konseling seksual yang
singkat mungkin diperlukan. Sebagai contoh, untuk wanita dengan kering pada
vagina, rekomendasi lubrikasi atau pelembab vagina atau resep untuk estrogen
vagina dapat sangan efektif. Seperti halnya resep untuk obat atau alat bantu
ereksi sangat membantu pria dengan disfungsi ereksi.
Ketika infomasi dan usul langsung tidak cukup, klinisi harus membuat
rujukan untuk terapi intensif. Sangat membantu untuk memiliki rujukan yang
tersedia untuk pria dan wanita yang telah ahli dalam bidang seks dan psikologis
onkologi. Ahli kesehatan mental dengan pelatihan khusus akan dapat membuat
penilaian dan menentukan apakah terapi seks, terapi pasangan atau terapi
individu diperlukan. Ahli onkologi sering berperan untuk memastikan
keberhasilan terapi walaupun terapi disediakan oleh klinisi yang lain. Penting
untuk menormalkan keperluan intervensi dengan menjelaskan madlah seksual
dalam konteks rehabilitasi dari kanker. Schover dan kolega177 menemukan
bahwa 63,5% pasien dengan kanker yang menerima konseling seksual singkat
mengalami perbaikan. Tetapi pasien yang depresi atau dalam konflik rumah
tangga tidak dapat diuntungkan dari konseling dan memungkinkan untuk
mendapat perhatian lanjut untuk masalah yang mendasari.
Kesimpulan dan Pengarahan Ke Depan
33
Terapi dalam bidang kanker merupakan terapi multimodalitas dan
melibatkan banyak ahli kesehatan sebagai bagian dari kelompok terapi.
Peningkatan kompleksitas dari terapi kanker memiliki keuntungan dan risiko.
Keuntungan meliputi peluang untuk selamat, sembuh, dan keutuhan organ, dan
peningkatan kualitas hidup. Risiko berupa peningkatan stress psikologis yang
berkaitan dengan terapi, jadwal pengobatan yang susah, dan gangguan rutinitas
sehari-hari. Efek berikutnya dapat berupa toksisitas organ, keganasan sekunder,
infertilitas, menopause dini, dan disfungsi seksual. Meskipun ahli onkologi
biasanya mahir dalam aspek medis dan teknis, isu rehabilitasi medis perlu
diperhatikan. Dengan meningkatnya angka selamat pada kanker dewasa dan
anak-anak, diperlukan perhatian tambahan kepadan rehabilitasi untuk pasien
kanker.
Kita beruntung sekarang telah ada pertumbuhan dari literature dan
penelitian dalam efek jangka panjang dari terapi kanker. Kebanyakan penelitian
telah dibuat dengan sampel yang cocok dan cohort obsevasional. Kita
menharapkan dalam decade depan peluang untuk studi propektif akan
meningkat, terutama percobaan klinis di di National Cancer Institute untuk
penjelasan tentang rehabilitasi medic yang berkaitan dengan terapi spesifik.
Sebagai contoh, berapa banyak wanita dengan kanker payudara mengalami
amenorrhea pada pengobatan kemoterapi atau mengalami disfungsi kognitif
pada pengobatan yang sama? Dapatkan gagal jantung kongestif pada anak
dengan leukemia dapat dicegah dengan agen cardioprotektif? Dapatkah kita
mencegah kanker payudara pada remaja yang menerima radiasi mantle pada
terapi penyakit hodgin’s? Seperti yang ditanyakan, kita perlu memikirkan tentang
prevensi untuk masalah rehabilitasi yang dialami pasien kanker.
Kelompok onkologi mempunyai peran yang kritis untuk usaha ini dan tidak
ada waktu selain dari sekarang untuk fokus memahami pertimbangan rehabilitasi
pasien kanker.
DAFTAR PUSTAKA
1. Jemal A. Murray T.WanJ K.Thun Ml Cancer statistics, 2003 CA Cancer J Clin 2003:53:5-26
2. Simmond MA: Cancer statistics, 2003: Further decrease in mortality rate, increase in person living with cancer CA Cancer J Clin 2003:53,4
3. Simmes RJ. Coates AS: Patient preferences for adjuvant chemotherapy of early breast cancer: how much benefit is needed. J Natl Cancer Inst Monogr 2001:30: 146-152
34
4. Ahles TA, SIlberfarb PM, Herndon J et al., Physicologic and neurophyschologic functioning of patients with limited small cell lung cancer treated with chemotherapy and radiation therapy with or without warfarin : J CLin Oncol 1998:16:1954-1960
5. Mullan F. Seasons of survival : Reflections of a physycian with cancer N Eng J Med 1985:313270-273.
6 Scrag CA&GaAZ PA. Wing DS. Sim MS. LeeJJ: Quality of life In adult colon and prostate cancer. Qual Life Res 1994:127-11.
7. Gotay CC, Mutaoka MY: Quality of life In long-term survivors of onset cancers. J Natl Cancer Inst 1998: 90 656-667
8. Devner RB, Sdar CA, Nrabit ME. et al Serial thyroid function measurements In children with hodgin disease. J Pediatr 1984;105:223-227
9. Robison LL, Nesbii ME, Sather HN, Meadows AT, Ortega JA, Hammond GD: Height of children successfully treated for acute lymphoblastic lcukemia:A report from the Late Effects Study Committee of Children's Cancer Study Group. Med Pediatr Oncol 1985;13:14-21.
10 Hamrt MR, Robison LL, Nesbit ME, et al: Effects of radiation on ovarian function in long-term survivors of childhood acute lymphoblastic leukemia:A report from the Children's Cancer Study Group.J Clin Oncol 1987;5:1759-1765.
11. Bushhouse S, Ramsay NK, Pescovitz OH, Kim T, Robison LL: Growth in children following irradiation for bone marrow transplantation. Am J Pediatr Hematol Oncol 1989;11:134-140.
12. Katsanis E, Shapiro RS, Robison LL, et al:Thyroid dysfunction following bone marrow transplantation: Long-term follow-up of 80 pediatric patients. Bone Marrow Transplant 1990;5:335-340.
13 Tucker MA.Jones PH. Boice JD, et aLTherapeutic radiation at a young age is linked to secondary thyroid cancer.The Late Effects Study Group. Cancer Res 1991;51:2885-2888.
14. Robison LL Survivors of childhood cancer and risk of a second tumor.J Nad Cancer Inst 1993;85:1102-1103-
15. Bhatia S, Ramsay NK, Bantle JR Mertens A, Robison LL:Thyroid abnormalities after therapy for Hodgkin's disease in childhood. Oncologist 1996;1:62-67.
16. Bhatia S, Ramsay NK, Weisdorf D, Griffiths H, Robison LL: Bone mineral density in patients undergoing bone marrow transplantation for myeloid malignancies. Bone Marrow Transplant 1998;22:87-90.
17. Bhatia S, Meadows AT, Robison LL: Second cancers after pediatric Hodgkin's disease. J Clin Oncol 1998;16:2570-2572.
18. Green DM, Hyland A, Chung CS, Zevon MA, Hall BC Cancer and cardiac mortality among 15-year survivors of cancer diagnosed during childhood or adolescence. J Clin Oncol 1999;17:3207-3215.
19. Green DM, Grigoriev YA, Nan B, et aJ: Congestive heart failure after treatment for Wilms' tumor A report from the National Wilms'Tumor Study Group.J Clm Oncol 2001;19:1926-1934.
20. Estimated US Cancer Prevalence Counts: Who are our cancer survivors in the US? National Cancer Institute, Office of Cancer Survivorship Website. (Retrieved February 1,2003, from hap://ww^^dccps.nd.nih.gov/ocs/prevalence/index.htrnl).
21. Yancik R, Ganz PA, Varricchio CG, Conley B: Perspectives on comorbidity and cancer in older patients: Approaches to expand the knowledge base.J Clin Oncol 2001;19:114-1151.
22. Yancik R, Wesley MN, Ries LA, Haviik RJ, Edwards BK, Yates JW: Effect of age and comorbidity in postmenopausal breast cancer patients aged 55 years
35
and older. JAMA 2001;285:885-892.23. Ganz PA, Rowland JH, Desmond K, Meyerowitz BE.Wyatt GE: Life after
breast cancer Understanding women's health-related quality of life and sexual functioning.J Clin Oncol 1998;16:501-514.
24. Ganz PA, Coscareili A, Fred C, Kahn 0, Polinsky ML, Petersen L; Breast cancer survivors: Psychosocial concerns and quality of life. Breast Cancer Res Treat 1996;38:183-199-
25. Ganz PA. Rowland JH, Meyerowitz BE, Desmond KA: Impact of different adjuvant therapy strategies on quality of life in breast cancer survivors. Recent Results Cancer Res 1998; 152:396-411.
26. Ganz PA, Desmond KA, Leedham B, Rowland JH, Meyerowitz BE, Belin TR: Quality of life in long-term, disease-free survivors of breast cancer A follow-up study.J Natl Cancer Inst 2002;94:39-49-
27. Litwin MS, Hays RD, Fink A, et al: Quality-of-life outcomes in men treated for localized prostate cancer.JAMA 1995;273:129-135.
28. Bloom JR, Fobair P. Gritz E, et al; Psychosocial outcomes of cancer: A comparative analysis of Hodgkin's disease and testicular cancer J Clin Oncol 1993; 11:979-988.
29. Fobair P, Hoppc RT, Bloom J, Cox R, Varghese A, Spiegel D: Psychosocial problems among survivors of Hodgkin's disease. J Clin Oncol 1986;4:805-814.
30. Kornblith AB.Anderson J, Cella DF, et al: Comparison of psychosocial adaptation and sexual function of survivors of advanced Hodgkin disease treated by MOPP, ABVD, or MOPP alternating with ABVD. Cancer 1992;70:2508-2516.
31. Kornblith AB, Herndon JE, Zuckcrman E.et al: Comparison of psychosocial adaptation of advanced stage Hodgkin's disease and acute leukemia survivors. Cancer and Leukemia Group B.Ann Oncol 1998;9:297-306.
32. Kornblith AB.Anderson J, Cella DF et al: Hodgkin disease survivor at increased risk for problems in psychosocial adaptation Th Cancer and Leukemia Group B. Cancer 1992;70:22l4-2
33. Gritz ER, Weilisch DK,Wang HJ, Siau J, Landsverk JA, Cosgrov t Mrv Long-term effects of testicular cancer on sexual functionino
married couples. Cancer 1989;64:1560-1567. Gritz ER, Carmack CL, de Moor C, et al: First year after head neck cancer
Quality of life. J Clin Oncol 1999; 17:352-^60 Frost MH, Suman VJ, RummansTA, et al: Physical, psychological and social well-being of women with breast cancer.The influent of disease phase.
Psychooncology 2000;9:221-231. 36. Ds Dimery FW. Hong WK: Overview of combined modality theran for head and
neck cancer. J Natl Cancer Inst 1993,85:95-u j37. Papadimitrakopoulou VA, Dimery IW, Lee JJ, Perez C, Hong WK, Lippman SM:
Cisplatin, fluorouracil, and L-leucovorin induction chemotherapy for locally advanced head and neck cancer The M.D.Anderson Cancer Center experience. Cancer J Sci Am 1997;3:92-99.
38. Gritz ER: Smoking and smoking cessation in cancer patients Br I Addict 1991;86:549-554.
39. Logemann JA, Pauloski BR, Rademaker AW, Colangelo LA: Speech and swallowing rehabilitation for head and neck cancer patients Oncology (Huntingt) 1997;! 1:651-656,659.
40. Cheng PT, Hao SP, Lin YH.Yeh AR: Objective comparison of shoulder dysfunction after three neck dissection techniques. Ann Otol Rhinol Laryngol 2000;109:761-766.
36
41. H Ghani F, Van Den Brekel MW, De Goede CJ. Kuik J, Leemans CR, Smeele LE: Shoulder function and patient well-being after various types of neck dissections. Clin Otolaryngol 2002;27:403-408.
42. Dietz JH: Rehabilitation oncology. Somerset, NJ, John Wiley & Sons, 1981.43 Terrell JE, Welsh DE. Bradford CR. et al: Pain, qualiry of life, and spinal
accessory nerve status after neck dissection. Laryngoscope 2000;; 10:620-626.
44. Terrell JE, Fisher SG, Wolf GT: Long-term qualiry of life after treatment of laryngeal cancer.The Veterans Affairs Laryngeal Cancer Study Group. Arch Otolaryngol Head Neck Surg 1998;124:964-971.
45. Meyerowitz BE: Psychosocial correlates of breast cancer and its treatments. Psychol Bull 1980:87:108-131
46. Meyerowitz BE, Sparks FC. Spears IK: Adjuvant chemotherapy for breast carcinoma: Psychosocial implications. Cancer 1979;43:1613-1618.
47. Meyerowitz BE, Watkins IK, Sparks FC: Psychosocial implications of adjuvant chemotherapy.A two-year follow-up. Cancer 1983;52:1541-1545.
48. Kemeny MM.WelUsch DK. Schain WS: Psychosocial outcome in a randomized surgical trial for treatment of primary breast cancer. Cancer 1988;62:1231-1237.
49. Schain WS, Fetting JH: Modified radical mastectomy versus breast conservation: Psychosocial considerations. Semin Oncol 1992;19: 239-243.
50. Lewis FM, Bloom JR: Psychosocial adjustment to breast cancer: A review of selected literature. Int J Psychiatry Med 1978;9:1-17-
51. Spiegel D, Bloom JR: Pain in metastatic breast cancer. Cancer 1983;52:341-345-
52. Ganz PA, Hirji K, Sim MS, Schag CA. Fred C, Polinsky ML: Predicting psychosocial risk in patients with breast cancer. Med Care 1993;31:419-431.
53 Ganz PA, Schag AC, Lee JJ, Polinsky ML,Tan SJ: Breast conservation versus mastectomy. Is there a difference in psychological adjustment or quality of life in the year after surgery? Cancer 1992;69:1729-1738.
54. Schag CA, Ganz PA, Polinsky ML, Fred C. Hirji K. Petersen L Characteristics of women at risk for psychosocial distress in in year after breast cancer. J Clin Oncol 1993; 11:783-793
55. Shimozuma K, Ganz PA, Petersen L. Hirji K: Quality of life in first year after breast cancer surgery: Rehabilitation needs and patterns of recovery. Breast Cancer Res Treat 1999;56:45-5
56. Whitworth R McMasters KM.Tafra L. Edwards MJ: State-of-the-afi lymph node staging for breast cancer in the year 2000. Am J 2000;180:262-267.
57. Temple LKF, Baron R. Cody HS III, et al: Sensory morbidity altersentinel lymph node biopsy and axillary dissection: A prospective study of 233 women. Ann Surg Oncol 2002;9:654-662.
58. Crag D:Why perform randomized clinical trials for sentinel node surgery for breast cancer? Am J Surg 2001;182:411-413.
59. Erickson VS, Pearson ML, Ganz PA, Adams J, Kahn KL: Arm edema in breast cancer patients. J Natl Cancer Inst 2001;93:96-111.
60. Ganz PA:The quality of life after breast cancer solving the problem of lymphedema. N Engl J Med 1999;340:383-385
61. Rowland JH, Desmond KA, Meyerowitz BE, Belin TR, Wyatt GE, Ganz PA: Role of breast reconstructive surgery in physical and emotional outcomes among breast cancer survivors.J Natl Cancer Inst 2000;92:1422-1429.
62. Fallow field L: Offering choice of surgical treatment to women with breast cancer. Patient Educ Couns 1997;30:209-214.
37
63. Kiebert GM, de Hacs JC, van de Velde CJ:The impact of breast-conserving treatment and mastectomy on the quality of life of early-stage breast cancer patients: A review. J Clin Oncol 1991;9:1059-1070.
64. MoyerA: Psychosocial outcomes of breast-conserving surgery versus mastectomy:A meta-analytic review [published erratum appears in Health Psychol 1997 :442J. Health Psychol 1997;16:284-298.
65. Maunsell E, Bhsson J, Deschenes L: Psychological distress after initial treatment of breast cancer. Assessment of potential risk factors. Cancer 1992;70:120-125.
66. Walberg WH, Romsaas EP, Tanner MA, Maiec JF: Psychosexual adaptation to breast cancer surgery. Cancer 1989;63:1645-1655.
67. Talcott JA, Rieker P, Clark JA, et al: Patient-reported symptoms after primary therapy for early prostate cancer Results of a prospective cohort study.J Clin Oncol 1998;16:275-283-
68. Potosky AL, Legler J,Albertsen PC, et al: Health outcomes after prostatectomy or radiotherapy for prostate cancer Results from the Prostate Cancer Outcomes Study J Natl Cancer Inst 2000;92:1582-1592.
69. Potosky AL, Reeve BB, Clegg LX, et al: Quality of life 'oUowing localized prostate cancer treated initially with androgen deprivation therapy or no therapy J Natl Cancer Inst 2002;94:430-437.
70. Fowler FJ Jr, McNaughton CM.Walker CE, Elliott DB, Barry MJ: The impact of androgen deprivation on quality of life after radical prostatectomy for prostate carcinoma. Cancer 2002;95:287-295.
71. Hurny C, Holland J: Psychosocial sequelae of ostomies in cancer patients. CA Cancer J din 1985;35:170-183. Nagarajan R, Neglia JP, Clohisy DR, Robison LL: Limb salvage and amputation in survivors of pediatric lower-extremity bone tumors: What are the long-term implications? J Clin Oncol 2002;20:4493-4501.
72. Davis AM, Bell RS, Badley EM, Yoshida K, Williams JI: Evaluating functional outcome in patients with lower extremity sarcoma. Clin Orthop 1999;358:90-100.
73. Davis AM, Sennik S, Griffin AM, et al: Predictors of functional outcomes following limb salvage surgery for lower-extremity soft tissue sarcoma. J Surg Oncol 2000;73:206-211.
74. Davis AM, O'Sullivan B, Bell RS, et al: Function and health status outcomes in a randomized trial comparing preoperative and postoperative radiotherapy in extremity soft tissue sarcoma. J Clin Oncol 2002;20:4472-4477.
75. Schover LR. von Eschenbach AC: Sexual and marital relationships after treatment for nonseminomatous testicular cancer. Urology 1985;25:251-255.
76. Schover LR, Brey K, Lichtin A, Lipshultz LI, Jeha S: Knowledge and experience regarding cancer, infertility, and sperm banking in younger male survivors.J Clin Oncol 2002;20:1880-1889-
77. Schover LR, Brey K, Lichtin A, Lipshultz U, Jeha S: Oncologists' attitudes and practices regarding banking sperm before cancer treatment.J Clin Oncol 2002;20:1890-1897.
78. Goodwin PJ, Ennis M, Pritchard KI.Trudeau M, Hood N: Risk of menopause during the first year after breast cancer diagnosis. J Clin Oncol 1999;17:2365-2370.
79. Greendale GA, Petersen L, Zibecchi L, Ganz PA: Factors related to sexual function in postmenopausal women with a history of breast cancer. Menopause 2001;8:111-119.
80. Ganz PA:The role of hormones in breast carcinogenesis: Issues of relevance to female childhood cancer survivors. Med Pediatr Oncol 2001;36:514-518.
81. Ganz PA: Menopause and breast cancer. Symptoms, late effects, and their
38
management. Semin Oncol 2001;28:74-283.82. Ganz PA, Greendale GA: Menopause and breast cancer Addressing the
secondary health effects of adjuvant chemotherapy. J Clin Oncol 2001;19:3303-3305-
83. Syrjala KL, Roth-Roemer SL, Abrams JR, et al: Prevalence and predictors of sexual dysfunction in long-term survivors of marrow transplantation. J Clin Oncol 1998;16:3148-3157.
84. Risks and benefits of estrogen plus progestin in healthy postmenopausal women: Principal results from the Women's Health Initiative randomized controlled trial. JAMA 2002;288:321-333.
85. Ganz PA, Greendale GA, Petersen L, Zibecchi L, Kahn B, Belin TR: Managing menopausal symptoms in breast cancer survivors: Results of a randomized controlled trial. J Natl Cancer Inst 2000;92:1054-1064.
86. Loprinzi CL, Kugler JW, Sloan JA, et al: Venlafaxinc in management of hot flashes in survivors of breast cancer: A randomised controlled trial. Lancet 2000;356:2059-2063.
87. Ganz PA: Late effects of cancer and its treatment. Semin Oncol Nurs 2001;17:241-248.
88. 89- Janoff-Bulman R. Shattered assumptions:Towards a new psychology of trauma. New York, Free Press. 1992.
89. Taylor SE:Adjustment to threatening events:A theory of cognitive adaptation.Am Psychol 1983;38:1161-1173-
90. Massie MJ, Holland JC: Overview of normal reactions and the prevalence of psychiatric disorders. In Holland JC, Rowland JH (eds): Handbook of psychooncology. New York, Oxford University Press, 1989, pp 273-282.
91. Chochinov HM: Depression in cancer patients. Lancet Oncol 2001;2:499-505.92. Cordova MJ, Cunningham LL, Carlson CR, Andrykowski MA: Posttraumatic
growth following breast cancer A controlled comparison study. Health Psychol 2001 ;20:176-185.
93. Tedeschi RG, Calhoun LG:Trauma and transformation: Growing in the aftermath of suffering.Thousand Oaks, Calif., Sage. 1995.
94. Zabora J, BrintzenhofeSzoc K, Curbow B, Hooker C, Piantadosi S: The prevalence of psychological distress by cancer site. Psychooncology 2001;10:19-28.
95. Derogatis LR, Morrow GR, Fetting J, et al:The prevalence of psychiatric disorders among cancer patients. JAMA 1983;249:751-757.
96. American Psychiatric Association: Diagnostic and statistical manual of mental disorders, 4th ed. Washington, DCAmerican Psychiatric Association, 1994.
97. van't SpijkerA,Trijsburg RW, Duivenvoorden HJ: Psychological sequelae of cancer diagnosis: A meta-anaiytical review of 58 studies after 1980. Psychosom Med 1997;59:280-293.
98. Epping-Jordan JE, Compas BE, Osowiecki DM, et al: Psychological adjustment in breast cancer: Processes of emotional distress. Health Psychol 1999;18:315-326.
99. Lepore SJ, Helgeson VS: Social constraints, intrusive thoughts, and mental health after prostate cancer. J Soc Clin Psychol 1998;17:89-106.
100. Stanton AL: Cancer Behavioral and psychosocial aspects. In Blechman EA, Brownell KD (eds): Behavioral medicine and women. New York,The Guilford Press, 1998. pp 588-594.
101. Seliick SM, Crooks DL: Depression and cancerAn appraisal of the literature for prevalence, detection, and practice guideline development for psychological interventions. Psychooncology 1999;8:315-333-
102. Stoudemire A.Thompson TL Medication noncompliance:
39
103. Systematic approaches to evaluation and intervention. Gen Hosp Psychiatry 1983;5:233-239.
104. Koenig HG, Shelp F, Goli V, Cohen HJ, Blazer DG: Survival and health care utilization in elderly medical inpatients with major depression.JAmGeriatrSoc 1989:37:599-606.
105. Newport DJ, Nemeroff CB: Assessment and treatment of depression in the cancer patient. J Psychosom Res 1998;45:215-237.
106. Massie MJ: Depressive disorders. In Holland JC, Rowland JH (eds): Handbook of Psychooncology. New York. Oxford University Press. 1989, pp 518-540.
107. McDaniel JS, Musselman DL, Porter MR. Reed DA. Nemeroff CH: Depression in patients with cancer. Diagnosis, biology, and treatment.Arch Gen Psychiatry 1995;52:89-99-
108. BrcitbartW: Identifying patients at risk for, and treatment of major psychiatric complications of cancer. Support Care Cancer 1995;3:45-60.
109. Schwartz L, Lander M, Chochinov HM: Current management of depression in cancer patients. Oncology (Hunting!) 2002;I6: 1102-1110.
110. Massie MJ. Depression. In Holland JC, Rowland JH (eds): Handbook of psychooncology. New York, Oxford University Press, 1989, pp 283-290.
111. Musselman DL, Miller AH. Porter MR, et al: Higher than normal plasma interleukin-6 concentrations in cancer patients with depression: Preliminary findings. Am J Psychiatry 2001;158:1252-1257.
112. Dantzer R, Bluthc RM, Kent S, Goodall G: Behavioral effects of cytokines: An insight into mechanisms of sickness behavior. Methods Neurosci 1993;17:130-150.
113. Massie MJ: Anxiety, panic and phobias. In Holland JC, Rowland JH (eds) Handbook of psychooncology. New York, Oxford University Press, 1989, pp 300-309-
114. Alter CL, Pelcovitz D,Axelrod A, et al: Identification of PTSD in cancer survivors. Psychosomatics 1996;37:137~143.
115. Andrykowski MA, Cordova tyj, Studts JL, MillerTW: Posttraumatic stress disorder after treatment for breast cancer: Prevalence of diagnosis and use of the PTSD Checklist-Civilian Version (PCL-O as a screening instrument.J Consult Clin Psychol 1998;66:586-590.
116. DuHamel KN, Smith MY; Johnson Vickberg SM, et al:Trauma symptoms in bone marrow transplant survivors:The role of nonmedical life events. J Trauma Stress 2001;14:95-113-
117. Butler LD, Koopman C, Classen C, Spiegel D.Tiaumatic stress, life events, and emotional support in women with metastatic breast cancer. Cancer-related traumatic stress symptoms associated with past and current stressors. Health Psychol 1999;*8:555-'560.
118. Cordova MJ.Andrykowski MA, Kenady DE, McGrath PC, Sloan DA, Redd WH: Frequency and correlates of posttraumatic-stress-disorder-likc symptoms after treatment for breast cancer. J Consult Clin Psychol 1995;63:981-986.
119. Tjemsland L, Soreide JA, Malt UF: Posttraumatic distress symptoms in operable breast cancer III: Status one year after surgery. Breast Cancer Res Treat 1998;47:141-151.
120. Rutter DR, Iconomou G, Quine L: Doctor-patient communication and outcome in cancer patients:An intervention. Psychol Health 1996;12:57-71-
40
121. McQuellon RP,Wells M, Hoffman S, et al: Reducing distress in cancer patients with an orientation program. Psychooncology 1998;7:207-217.
122. Fawzy FI, Fawzy NW, Arndt LA, Pasnau RO: Critical review of psychosocial interventions in cancer care.Arch Gen Psychiatry 1995;52:100-113.
123. Andersen BL: Psychological interventions for cancer patients to enhance the quality of life. J Consult Clin Psychol 1992;60:552-568.
124. Andersen BL* Biobchavioral outcomes following psychological interventions for cancer patients. J Consult Clin Psychol 2002:70:590-610.
125. SheardT, Maguire P:The effect of psychological interventions on anxiety and depression in cancer patients: Results of two metaanalyses. Br J Cancer 1999;80:1770-1780.
126. MeyerTJ, Mark MM: Effects of psychosocial interventions with adult cancer patients: A meta-analysis of randomized experiments. Hearth Psychol 1995;14:101-108.
127. Helgeson VS. Cohen S, Schulz R.Yasko J: Education and peer discussion group interventions and adjustment to breast cancer. Arch Gen Psychiatry 1999;56:340-347.
128. Cruess DG,Antoni MH, McGregor BA, et al: Cognitive-behavioral stress management reduces serum Cortisol by enhancing benefit finding among women being treated far early stage breast cancer Psychosom Med 2000;62:304-308.
129. Fawzy FI, Kemeny ME, Fawzy NW, et al;A structured psychiatric intervention for cancer patients. II. Changes over time in immunological measures.Arch Gen Psychiatry 1990;47:729-735.
130. Stanton AL, Danoff-Burg S. Sworowski L\. et al: Randomized controlled trial of written emotional expression and benefit finding in breast cancer patients.! Clin Oncol 2002;20:4160-4168.Fawzy FI, Fawzy NW, Hyun CS. et al: Malignant melanoma. Eff of an early structured psychiatric intervention, coping, ^A affective state on recurrence and survival 6 years later.Arch Psychiatry 1993;50:681-689.Spiegel D, Bloom JR, Kraemer HC, Gottheil E: Effect of psychosocial treatment on survival of patients with metastatic breast cancer |see comments]. Lancet 1989;2:888-891.
133. Goodwin PJ, Leszcz M, Ennis M, et al:The effect of group psychosocial support on survival in metastatic breast cancer N Engl J Med 2001;345:1719-1726.
134. Redd WH, Montgomery GH. DuHamel KN: Behavioral intervention for cancer treatment side effects. J Natl Cancer Inst 2001;93:810-823.
135. Antoni MH, Lehman JM, KiJbourn KM, et al: Cognitive-behavioral stress management intervention decreases the prevalence of depression and enhances benefit finding among women under treatment for early-stage breast cancer. Health Psychol 2001;20:20-32.
136. Spiegel D, Classen C: Group therapy for cancer patients:A research-based handbook of psychosocial care. New York, Basic Books, 2000.
137. Helgeson VS, Cohen S, Schulz R. Yasko J: Group support interventions for women with breast cancer Who benefits from what? Health Psychol 2000;19:107-114.
138. Elkin I, Shea MT, Watkins JT, et al: National Institute of Menial Health
41
131
132.
Treatment of Depression Collaborative Research Program General effectiveness of treatments. Arch Gen Psychiatry 1989;46:971-982.
139. Musselman DL, Lawson DH. Gumnick JF, et al: Paroxetine for the prevention of depression induced by high-dose interferon alia. N Eng! J Med 2001;344:961-966.
140. Day R, Ganz PA, Costantino JH Cronin WM, Wickerham DL, Fisher B: Health-related quality of life and tamoxifen in breast cancer preventions report from the National Surgical Adjuvant Breast and Bowel Project PI Study. J Clin Oncol 1999;I7: 2659-2669-
141. Fallowfield L, Fleissig A, Edwards R.et al:Tamoxifen for the prevention of breast cancer: Psychosocial impact on women participating in two randomized controlled trials. J Clin Oncol 2001;19:1885-1892.
142. Meyemwitz BE, Desmond KA. Rowland JH.Wyatt GE, Ganz PA ' Sexuality following breast cancer. J Sex Marital Ther 1999;25:237-250.
143- Ganz PA, Desmond KA, Belin TR. Meyerowitz BE, Rowland JH: Predictors of sexual health in women after a breast cancer diagnosis.J Chn Oncol 1999;17:2371-2380.
144. Jonker-Pool G, van de Wiel HB, Hoekstra HJ, et al: Sexual functioning after treatment for testicular cancer—review and meta-analysis of 36 empirical studies between l975-2000.Arch Sex Behav 2001;30:55-74.
145. Incrocci L,HopWCJ,WijnmaaIen A,SlobAK:Treatment outcome.body image, and sexual functioning after orchiectomy and radiotherapy for stage MI testicular seminoma. Int J Radiat OnaH Biol Phys 2002;53:1165-1173.
146. Jonker-Pool G, van Basten JP. Hoekstra HI et al: Sexual functioning after treatment for testicular cancer: Comparison of treatment modalities. Cancer 1997;80:454-464.
147. Schover LR, Fouladi RT, Warnekc CL, et al: Defining sexual outcomes after treatment for localized prostate carcinoma. Cancer 2002;95:1773-1785.
148. Ganz PA, Utwin MS: Prostate cancer The price of early detectionJ Clin Oncol 2001; 19:1587-1588.
149. Madalinska JB, Essink-Bot ML. de Koning HJ, Kirkels WJ, van dcr Maas PJ, Schroder FH: Health-related quality of life in patients *n screen-detected versus clinically diagnosed prostate cancer preceding primary treatment. Prostate 2001;46:87-97.
150. Incrocci L, Madalinska JB. Essink-Bot ML. Van Putten WL Kooer PC, Schroder FH: Sexual functioning in patients with localized prostate cancer awaiting treatment. J Sex Marital Ther 2001;27:353-363
42