REVISI RENCANA BIAYA PENELITIAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas tercantum cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia. Tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi serta keadilan sosial.
Amanat tersebut mengandung makna bahwa negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang publik, jasa publik, dan pelayanan administratif. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik pasal (5), dinyatakan bahwa ruang lingkup pelayanan publik mencakup pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yang meliputi pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata dan sektor strategis lainnya.
Dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik - termasuk dalam bidang pelayanan perizinan – masih dihadapkan pada kondisi yang belum sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh kekurangsiapan untuk menanggapi terjadinya transformasi nilai yang berdimensi luas serta dampak berbagai masalah pembangunan yang kompleks. Sementara itu tatanan baru masyarakat Indonesia dihadapkan pada harapan dan tantangan global yang dipicu oleh kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, informasi, komunikasi, transportasi, investasi, dan perdagangan.
Pelayanan publik oleh aparatur Pemerintah dan Pemerintah Daerah sampai saat ini masih dijumpai kelemahan-kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Hal ini ditandai dengan masih adanya berbagai keluhan masyarakat yang disampaikan melalui media massa (baik media cetak maupun media elektronik), melalui media jejaring sosial online/internet dan sebagainya sehingga dapat menimbulkan citra yang kurang baik terhadap aparatur Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Mengingat fungsi utama Pemerintah dan Pemerintah Daerah adalah melayani masyarakat, maka Pemerintah dan Pemerintah Daerah perlu terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan yang diselenggarakan.
Kebijakan pendayagunaan aparatur negara dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik harus dilaksanakan secara konsisten dengan memperhatikan kebutuhan dan harapan masyarakat, sehingga pelayanan Pemerintah kepada masyarakat dapat selalu diberikan secara cepat, tepat, murah, terbuka, sederhana dan mudah dilaksanakan serta tidak diskriminatif. Oleh karena itu, upaya peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat merupakan kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus dan berkelanjutan oleh semua jajaran aparatur negara pada semua tingkatan.
Pada dasarnya, kepuasan masyarakat atas pelayanan publik merupakan persepsi masyarakat atas jasa/pelayanan publik yang telah memenuhi harapannya. Karena itu, masyarakat tidak puas apabila masyarakat mempunyai persepsi bahwa harapannya belum terpenuhi. Masyarakat akan merasa puas bila persepsinya sama atau lebih dari yang diharapkan. Menyadari pentingnya hal tersebut, maka Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagai salah satu elemen penyelenggara pelayanan publik, perlu memiliki kebiasaan untuk mendengarkan suara masyarakat. Salah satu bentuk konkrit pemuasan masyarakat atas pelayanan publik adalah dengan melakukan pengukuran/survei kepuasan masyarakat.
Pengukuran kepuasan masyarakat mutlak diperlukan untuk 2 (dua) hal. Pertama, penyelenggaraan pelayanan publik tanpa pengukuran kualitas layanan tidak akan mampu untuk menentukan prioritas perbaikan kualitas pelayanan yang diharapkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Kedua, agar penyelenggara pelayanan dapat menggalang komitmen dari semua lapisan pegawainya untuk terlibat dalam proses peningkatan kepuasan masyarakat. Hal ini karena tanpa keterlibatan penuh dari para pegawai sebagai ujung tombak pelayanan publik, mustahil kepuasan masyarakat dapat tercipta.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik sebagaimana diamanatkan dalam Undang‑Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik, adalah perlu dilakukan Survei Kepuasan Masyarakat (SKM) sebagai salah satu tolok ukur untuk menilai tingkat kualitas pelayanan. Di samping itu data SKM dapat menjadi bahan penilaian terhadap unsur pelayanan yang masih perlu perbaikan dan menjadi pendorong unit penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanannya.
Pengukuran kepuasan masyarakat dilakukan secara sistematis dengan melakukan survei/penelitian. Dari proses identifikasi dan pengukuran tingkat kepuasan masyarakat tersebut, akan dapat diketahui karakteristik atau atribut apa dari pelayanan publik serta faktor-faktor yang membuat masyarakat puas dan tidak puas. Selain itu dengan dilakukannya SKM, pada akhirnya dari penelitian tersebut dapat direkomendasikan pula tindakan perbaikan bagi penyelenggara pelayanan terhadap faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan masyarakat menuju terwujudnya pelayanan publik yang prima.
B. Tujuan
Adapun tujuan pelaksanaan kegiatan SKM ini adalah untuk:
1. Mengetahui tingkat kinerja unit pelayanan publik yang dilaksanakan Pemerintah Kota Surakarta kepada masyarakat secara berkala sebagai bahan untuk menetapkan kebijakan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik selanjutnya.
2. Mendapatkan informasi mengenai kualitas pelayanan (quality service) dan jaminan kualitas (quality assurance) pelayanan publik, untuk tujuan menentukan prioritas perbaikan pelayanan oleh Pemerintah Kota Surakarta.
3. Mengevaluasi program perbaikan kualitas pelayanan publik yang telah dilakukan serta untuk menentukan strategi dan rencana perbaikan ke depan.
C. Manfaat
Sementara itu manfaat dari diadakannya kegiatan SKM ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi masyarakat, nilai/skor hasil SKM dapat digunakan untuk mengetahui gambaran atas kinerja pelayanan yang dicapai oleh unit pelayanan publik.
2. Berdasar nilai/skor hasil SKM yang diperoleh dari kegiatan SKM pada tahun 2017 ini, akan dapat menjadi pembanding atas hasil SKM tahun-tahun sebelumnya maupun tahun-tahun yang akan datang.
3. Besaran hasil SKM menjadi salah satu acuan bagi penyelenggara pelayanan publik (unit pelayanan) untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan.
4. Dengan tersedianya data hasil SKM secara periodik, dapat diketahui kelemahan atau kekurangan dari masing‑masing unsur dalam penyelenggaraan pelayanan publik, dapat diketahui kinerja penyelenggaraan pelayanan publik yang telah dilaksanakan oleh unit pelayanan publik secara periodik, sebagai bahan penetapan kebijakan yang perlu diambil dan upaya yang perlu dilakukan, dapat diketahui SKM secara menyeluruh terhadap hasil pelaksanaan pelayanan publik di Lingkungan Pemerintah Kota Surakarta, serta dapat memacu persaingan positif antar unit penyelenggara pelayanan publik di Lingkungan Pemerintah Kota Surakarta dalam upaya peningkatan kinerja pelayanan publik.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Perkembangan Teori tentang Publik
Pemahaman makna publik dalam pelayanan publik perlu dipahami, baik dalam perkembangan historis atau latar belakang munculnya dan aplikasinya dalam manajemen publik. Dalam perkembangan ilmu administrasi publik, konsep “publik” bermakna luas daripada hanya “government” (pemerintah), seperti keluarga, rukun tetangga, organisasi non pemerintah, asosiasi, pers, dan bahkan organisasi sektor swasta. Sebagai akibatnya konsep publik yang luas ini, nilai-nilai keadilan, kewarganegaraan (citizenship), etika, patriotisme, dan responsiveness menjadi kajian penting disamping nilai-nilai efisiensi dan efektivitas.
Lebih mendalam lagi Frederickson (1997) membedakan berbagai perspektif dalam mendefinisikan publik, yaitu:
a. Publik sebagai kelompok kepentingan (perspektif pluralis).
b. Publik sebagai pemilih rasional (perspektif pilihan publik).
c. Publik sebagai pihak yang diwakili (perspektif perwakilan).
d. Publik sebagai pelanggan (perspektif penerima pelayanan publik).
e. Publik sebagai warganegara.
Dalam perspektif pluralis, publik dipahami sebagai kelompok kepentingan sebagaimana yang dikembangkan oleh ilmuwan politik. Kepentingan (interest) publik disalurkan sedemikian rupa oleh kelompok kepentingan, baik dalam bentuk artikulasi kepentingan maupun agregasi kepentingan. Dalam demokrasi majemuk, sebuah atau beberapa kelompok kepentingan melakukan aliansi dengan partai politik untuk mengartikulasi kepentingannya.
B. Barang Publik dan Jasa Publik
Dalam masyarakat yang semakin kompleks yang terbagi dalam spesialisasi pekerjaan, kebutuhan akan barang dan jasa publik sangat tidak terbatas. Pemerintah/Pemerintah Daerah harus menyediakan pemadam kebakaran, membersihkan jalan-jalan, pelayanan perbankan, jaminan keamanan bagi usia lanjut, transportasi dan komunikasi, air bersih, pemeliharaan kesehatan, dan sebagainya.
Barang publik mempunyai dua karateristik yakni penggunaan yang tidak bersaing (non-rivalry) dan tidak dapat diterapkan prinsip pengecualian (non-excludability). Keikutsertaan seseorang untuk mendapatkan manfaat tidak akan mengurangi manfaat yang tersedia bagi lainnya, sehingga menimbulkan keengganan konsumen untuk membayar (free rider). Kondisi ini menyebabkan penentuan harga sulit dilakukan. Sementara itu, sifat non-excludability barang publik menyebabkan penggunaan barang secara bersama-sama tanpa mengurangi hak orang lain. Dengan kata lain konsumsi terhadap barang tidak bisa bersifat khusus atau eksklusif, sehingga semua orang dapat menggunakan dan memperoleh manfaat dari barang tersebut tanpa kecuali tak ada jual beli atau pasar. Sifat ini secara potensial menimbulkan tragedi kebersamaan (tragedy of the commons) penggunaan secara berlebih-lebihan, atau tidak menimbulkan rasa tanggungjawab untuk merawat, sehingga cepat rusak. Sebagai contoh, kita sering melihat kerusakan fasilitas umum, seperti selokan, taman umum, toilet, lapangan olahraga, dan sebagainya.
Sebaliknya barang privat atau barang swasta merupakan barang yang memiliki excludability dan daya saing tinggi. Konsumen atau orang yang memanfaatkan jelas, sehingga mudah dikenakan biaya (masalah ‘penumpang gratis’ mudah dihindari). Peruntukannya dibatasi hanya kepada konsumen yang dapat diidentifikasi. Produksi dan konsumsi barang swasta bersifat kompetitif, sehingga harga pasar mudah ditentukan oleh produsen dan konsumen. Adanya mekanisme pasar dalam penyediaan barang privat menyebabkan persediaan secara efisien dapat dilakukan oleh pasar. Namun demikian harus disadari bahwa mekanisme pasar yang dimaksud adalah mekanisme pasar kompetitif dan bukan monopoli atau oligopoli. Peran pemerintah dalam menegakkan mekanisme pasar adalah membuat peraturan tentang persaingan bebas dan melakukan monitoring secara kontinyu mekanisme pasar yang ada. Pada saat ini di Indonesia, lembaga pengawas persaingan usaha adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Dari aspek pemanfaatan atau penggunaan barang, barang publik atau barang privat memiliki perbedaan. Pemanfaatan barang publik oleh konsumen dapat dinilai secara berbeda, tergantung pada kondisi pasar dan teknologi. Sebagai contoh, pelayanan kesehatan oleh Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dapat dipersepsikan sebagai pelayanan yang baik, bilamana tingkat persaingan pelayanan kesehatan di suatu daerah tidak kompetitif. Artinya pelayanan kesehatan oleh pihak swasta tidak ada. Masyarakat sangat tergantung kepada pelayanan kesehatan yang disediakan oleh Pemerintah, karena tidak memiliki alternatif lain. Sebaliknya bilamana terdapat banyak pelayanan kesehatan swasta seperti rumah sakit atau klinik, maka masyarakat memiliki pilihan yang luas dan beragam. Pasar pelayanan kesehatan yang kompetitif akan menimbulkan persaingan pelayanan antar lembaga kesehatan, baik antar rumah sakit Pemerintah dengan swasta atau antar rumah sakit swasta. Persaingan tersebut akan menjangkau aspek penyediaan tenaga medis, fasilitas kesehatan, manajemen pelayanan, keamanan pelayanan dan lain sebagainya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1
Kategori Barang dan Alternatif Pembiayaan
Keterangan
Excludability Rendah
Excludability Tinggi
Rivalry Rendah
Barang publik (biaya sektor publik)
Contoh: pertahanan keamanan, prasarana fisik
Barang publik (campuran biaya publik dan swasta)
Contoh: jalan tol, taman wisata dengan retribusi
Rivalry Tinggi
Common pool goods (biaya sektor publik )
Contoh: beras Bulog, kontrasepsi oleh BKKBN
Barang swasta (biaya swasta)
Contoh: makanan, pakaian, mobil
Salah satu aspek penting dari mekanisme pasar dalam penyediaan barang dan jasa privat adalah eskternalitas. Eksternalitas adalah nilai (manfaat atau ongkos) yang diterima masyarakat yang tidak diperhitungkan dalam transaksi barang privat. Terdapat dua jenis eksternalitas, yaitu eksternalitas positif dan eksternalitas negatif. Eksternalitas positif adalah manfaat yang diterima masyarakat (social benefit) yang tidak diperhitungkan dalam transaksi barang privat, seperti pendidikan dan kesehatan. Eksternalitas positif adalah ongkos yang ditanggung masyarakat (social cost) yang tidak diperhitungkan dalam transaksi barang privat, seperti pembuangan limbah oleh pabrik, produksi dan konsumsi rokok.
Eksternalitas dari barang publik bersifat inklusif, yang menunjukkan bahwa semua orang menikmati eksternalitas positif atau menderita dari adanya eksternalitas negatif. Eksternalitas positif dari barang publik menyebabkan tidak adanya kemampuan membayar atau willingness to pay eksternalitas positif, dan sebaliknya tidak ada orang yang mau menanggung biaya dari adanya eksternalitas negatif. Hal yang disadari memang eksternalitas merupakan milik bersama atau dialami bersama oleh masyarakat. Dalam kondisi ini, maka ada kebutuhan bagi negara untuk melakukan internalisasi eksternalitas. Internalisasi terhadap eksternalitas dapat dilakukan melalui sejumlah alternatif prosedur, negosiasi, dan kesepakatan antar pihak yang berkepentingan, atau intervensi Pemerintah melalui penarikan pajak dan pemberian subsidi. Sebagai contoh eksternalitas negatif yang muncul dari adanya pabrik mendorong Pemerintah untuk membuat regulasi tentang pengolahan limbah, dengan menjatuhkan sanksi kepada perusahaan yang membuang limbahnya ke sungai tanpa diolah terlebih dahulu.
Negara yang diwakili oleh Pemerintah mengembangkan mandat publik untuk memenuhi kebutuhan publik, termasuk menciptakan barang publik. Pemerintah memiliki kekuatan pemaksa yang sah (otoritas) untuk mempengaruhi perilaku dan pembuatan keputusan oleh individu di masyarakat. Pemerintah juga menguasai sumberdaya untuk memproduksi barang publik pada skala yang mencukupi kebutuhan masyarakat. Pemerintah memiliki mekanisme akuntabilitas untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan barang publik. Namun demikian otoritas yang dimiliki oleh Pemerintah acap kali menciptakan barang publik dalam iklim monopolis sehingga tidak ada tekanan untuk mongoptimalkan mutu barang.
Mekanisme akuntabilitas acapkali tidak berjalan karena praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dan lemahnya responsibilitas aparat. Birokrasi publik yang mekanis dan kaku memiliki responsibilitas yang rendah untuk merespon tuntutan publik. Sebaliknya sektor swasta memiliki fleksibilitas lebih besar dalam mengelola sumberdaya, sehingga mampu menanggapi dengan cepat perubahan permintaan pasar. Persaingan antar penyedia pelayanan mendorong peningkatan efisiensi dan mutu pelayanan dengan harga lebih murah.
C. Perkembangan Teori Pelayanan Publik
Pelayanan publik sering disebut sebagai pelayanan konstitusional. Pernyataan ini disebabkan oleh klausul-klausul konstitusi semua negara yang menyebutkan bahwa negara harus memberikan berbagai fasilitas kepada warga negara. Dari konstitusi 165 negara yang ada di dunia ditemukan bahwa 116 konstitusi mengatur hak warga negara untuk memperoleh pendidikan, 73 konstitusi diantaranya mengatur hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan, 95 konstitusi mengatur hak warga negara untuk memperoleh pendidikan gratis dan 29 konstitusi yang mengatur hak warga negara untuk pelayanan kesehatan gratis (World Bank Report, 2004). Sedangkan dalam konstitusi Indonesia atau Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, ditentukan antara lain sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2
Pelayanan Publik yang Wajib Diberikan kepada Warga Negara
No
Pasal
Jenis Pelayanan
Bidang
1.
27
Kedudukan hukum
Hukum
2.
27
Pekerjaan dan penghidupan yang baik
Lapangan kerja
3.
28
Kebebasan berserikat
Politik
4.
28a
Keamanan
Keamanan
5.
28b
Pernikahan
Agama
6.
28b
Perlindungan anak
Sosial
7.
28c
Pendidikan
Pendidikan
8.
28d
Pelayanan hukum
Hukum
9.
28d
Perlindungan kerja
Pekerjaan
10.
28d
Kewarganegaraan
Administrasi
11.
28e
Hak untuk memilih tempat tinggal
Perumahan
12.
28f
Pelayanan informasi
Komunikasi
13.
28g
Keamanan
Keamanan
14.
28h
Pemukiman
Perumahan
15.
28h
Perlindungan risiko
Asuransi jiwa, kesehatan
16.
28i
Perlindungan hukum, keamanan dan hak asasi manusia
Perlindungan hak asasi manusia
17.
29
Kehidupan beragama
Agama
18.
30
Keamanan dan ketertiban
Keamanan
19.
31
Pendidikan (minimal 20% dari APBN/D)
Pendidikan
20.
32
Kebudayaan
Kebudayaan
21.
33
Perekonomian
Ekonomi
22.
34
Fakir miskin, anak-anak terlantar, jaminan sosial dan pelayanan kesehatan
Sosial dan kesehatan
Pada UUD 1945 ini secara mendasar melakukan perubahan besar terhadap kewajiban negara didalam memberikan pelayanan publik kepada warga negara yang mencangkup bidang yang luas, mulai dari bidang keamanan sampai dengan bidang sosial dan budaya. Kewajiban negara ini akan membawa konsekuensi politik yang besar kepada rezim politik yang sedang memerintah untuk mematuhi kewajiban konstitusional ini. Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009, batasan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Dalam konteks negara yang sedang berkembang, kriteria-kriteria kualitas pelayanan publik selain bersifat mikro, juga bersifat kontekstual (makro). Yang bersifat mikro adalah parameter-parameter yang dikembangkan dari perspektif individu yang menerima pelayanan: bagaimana persepsi penerima pada pelayanan dan bagaimana tingkat kepuasannya. Sedangkan yang bersifat makro lebih mengacu kepada keadilan alokasi pelayanan publik, distribusi pelayanan, hubungan yang kompleks antara organisasi pelayanan dengan lingkungannya. Yang disebutkan terakhir ini adalah berkaitan dengan ”ecology of governance” (Wescott, 1999). Sebagai contoh DPRD; pertama, kinerja pelayanan publiknya dilihat dari hubungannya dengan masyarakat, yang mana DPRD harus memberikan ruang kepada warga negara untuk berpartisipasi di dalam proses pembuatan keputusan; kedua, hubungannya dengan lembaga-lembaga lain dalam rangka transparansi kinerja; dan ketiga, hubungan DPRD dalam hubungan transnasional dalam arti luas.
Peneliti-peneliti lain menggunakan kriteria-kriteria yang hampir sama dan saling menggantikan satu sama lain (interchangeable). Secara garis besar parameter yang digunakan untuk mengukur kinerja pelayanan publik dibagi menjadi dua pendekatan, yaitu pendekatan yang melihat kinerja pelayanan dari perspektif pemberi jasa dan pendekatan yang melihat kinerja pelayanan dari perspektif pengguna jasa. Kriteria efisiensi merupakan kriteria dari perspektif pemberi jasa, sedangkan kriteria responsiveness sebagaimana yang digunakan oleh McKewiit di atas dapat dilihat sebagai perspektif pengguna jasa.
Sementara itu Kumorotomo (1996) menggunakan kriteria sebagai berikut:
1. Efisiensi
Efisiensi menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis. Apabila diterapkan secara objektif, kriteria seperti likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas merupakan kriteria efisiensi yang sangat relevan.
2. Efektivitas
Apakah tujuan didirikannya organisasi pelayanan publik itu tercapai? Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi serta fungsi sebagai agen pembangunan.
3. Keadilan
Keadilan mempertanyakan distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan. Pelayanan kepada semua kelompok masyarakat merupakan isu pokok dari kriteria ini.
4. Daya Tanggap
Daya tanggap yang dimaksud adalah daya tangkap terhadap kebutuhan masyarakat.
Salim dan Woodward (1992) menggunakan kriteria yang hampir sama, yaitu aspek ekonomi, efisiensi, efektifitas, dan persamaan pelayanan. Aspek ekonomi diartikan dengan penggunaan sumber daya ekonomi seminimal mungkin dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Efisiensi adalah perbandingan antara input dan output pelayanan. Efektifitas adalah tercapainya tujuan pelayanan yang telah ditentukan. Persamaan adalah keadilan didalam memberikan pelayanan kepada semua kelompok masyarakat.
Wescott (1999) mengusulkan kriteria dari perspektif lain, yaitu input, output, outcomes (termasuk impacts) dan process. Input adalah sumberdaya yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan publik, seperti peralatan, uang, dan sumberdaya manusia. Output adalah perbandingan antara sumberdaya atau input dengan output yang dinilai dengan unit cost. Outcome adalah tujuan atau akibat langsung dari dicapainya output, seperti penurunan angka kemiskinan. Akhirnya proses adalah menunjukkan cara input diproses, output dihasilkan dan outcome dicapai. Untuk input, proses yang baik terdiri dari ketaatan pada peraturan-peraturan dan integritas. Indikator proses untuk pelayanan rumah sakit seperti: pemenuhan prosedur standar pelayanan pasien dan dalam formulasi kebijakan yang ditunjukkan dengan adanya peraturan publik.
Parameter outcome sebenarnya tidak berbeda dengan parameter persamaan dan keadilan yang dikemukakan oleh penulis lain. Hanya saja, Wescott mengusulkan kriteria lain yaitu proses, yang menunjukkan sejauh mana penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan prosedur-prosedur standar. Selain itu dipahami bahwa parameter-parameter yang diajukan oleh Wescott ini lebih mengacu kepada indikator-indikator keberhasilan sebuah program. Skelcher (1992) secara lebih luas menggunakan konsep need dan demand, equality dan diskriminasi, ekonomi, efisiensi dan efektivitas dan rationing. Konsep needs (kebutuhan) dibedakan olehnya menjadi empat jenis, yaitu expressed need, felt need, normative needs, dan comparative needs, sebagaimana disajikan pada Tabel 2.3 berikut:
Tabel 2.3
Definisi Kebutuhan (Need)
Kriteria
Karakteristik
Kekuatan
Kelemahan
Model Analisis
Expressed
Sikap dan perilaku yang tampak
Mudah diidentifikasi
Partial Service harus ada
Survei
Felt
Keinginan dan harapan personal
Keterwakilan mungkin tersembunyi oleh expressed need
Mungkin tidak not take cost into account
Konsultasi Interview
Normatif
Didefinisikan oleh otoritas
Eksplisit diaplikasikan secara uniform
Bukan berbentuk preferensi individu mungkin bervariasi
Birokratis, politis dan keputusan profesi
Komparatif
Dengan preferensi provider dan pelanggan lain
Untuk mengidentifika-si perlu investigasi
Hubungan kausal mungkin tenous faktor organisasi memengaruhi kebutuhan
Statistik perbandingan
Sumber: Skelcher (1992), diadaptasi dari Clayton (1983)
Kebutuhan yang diekspresikan (expressed need) merupakan indikator dari identifikasi seseorang terhadap kebutuhannya pada pelayanan. Kebutuhan yang dirasakan (felt need) merupakan situasi, persepsi dan preferensi seseorang terhadap pelayanan. Kebutuhan normatif lebih merupakan kriteria standar yang dibuat oleh Pemerintah terhadap kelas masyarakat tertentu, misalnya: jumlah kelas per SLTA atau jumlah kursi per kelas. Kebutuhan normatif ini sedang diidentifikasi di Indonesia dengan penetapan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Sedangkan kebutuhan komparatif merupakan kebutuhan yang disusun berdasarkan kriteria objektif dengan membandingkan daerah satu dengan yang lain yang distandarisasi sesuai dengan struktur demografis, profil ekonomi dan variabel-variabel relevan yang lain.
Konsep demand dibedakan atas dua jenis, efektif dan laten. Demand efektif mengacu kepada situasi dimana seseorang mempunyai sumberdaya untuk membeli pelayanan, seperti pelayanan rekreasi. Sedangkan seseorang yang tidak mempunyai kemampuan untuk membeli pelayanan publik dinamakan demand latent. Sedangkan bagi Skelcher (1992) pengertian kualitas dan persamaan sebenarnya dua indikator yang sama. Definisi kualitas pelayanan publik sebenarnya mencakup pula indikator persamaan (equality). Lembaga Manajemen Pemerintah Daerah Inggris (1991; dalam Skelcher, 1992) mengidentifikasi beberapa asumsi yang salah pada pemerintah daerah, yaitu:
a) Asumsi bahwa pelayanan diberikan memenuhi kebutuhan semua kelompok pelanggan sebagai akibat gagal mengidentifikasi dan memdiferensiasi kelompok-kelompok yang berbeda.
b) Asumsi bahwa kebutuhan dan keanggotaan kelompok-kelompok tertentu adalah unifrom dan diskrit sebagai akibatnya mengabaikan fakta bahwa pelanggan tidak masuk dalam kelompok yang ekslusif.
c) Asumsi bahwa pelayanan tidak diskriminasi dengan menjaga prinsip bahwa setiap orang menerima hak yang sama tanpa mengumpulkan dan memonitor datanya.
d) Asumsi bahwa metode yang seragam dapat menemukan pandangan pelanggan dengan tidak mendesain survei atau konsultasi dengan kebutuhan dari pelanggan yang beragam.
e) Asumsi bahwa cukup pemberian informasi yang seragam untuk semua pelanggan mengabaikan kemampuan bahasa dan fisik dari berbagai kelompok pelanggan.
f) Asumsi bahwa organisasi berada dalam satu lingkungan dimana semua pandangan dan informasi didengar dan diperhitungkan dengan gagal mengakui bahwa Pemerintah Daerah sesungguhnya memilih siapa yang didengar dan diprioritaskan.
g) Asumsi bahwa komposisi pegawai daerah tidak mempunyai pengaruh pada kualitas pelayanan gagal melihat bahwa nilai dari berbagai kelompok kerja untuk memahami masyarakat dan kemampuan memberikan pelayan publik secara responsif dan sensitif.
h) Asumsi bahwa pelayanan dapat dikelola dan dievaluasi tanpa melibatkan mereka yang menerima pelayanan dan keyakinan bahwa pelanggan hanya mempunyai pilihan yang sedikit.
Sedangkan indikator equality (persamaan) dapat diukur dalam berbagai cara, yaitu:
a) Persamaan dalam belanja publik. Belanja untuk pelayanan tertentu harus dialokasikan secara adil antara berbagai kelompok masyarakat.
b) Persamaan akses, artinya semua orang mempunyai tingkat akses yang sama pada pelayanan dan fasilitas. Semua anggota masyarakat mempunyai hak untuk menggunakan sarana transportasi dalam jarak dan waktu tertentu.
c) Persamaan perlakuan, artinya aturan dan prosedur yang diterapkan pada situasi tertentu dan pegawai Pemerintah tidak berhak untuk mendiskriminasi kelompok tertentu dengan merugikan yang lain.
d) Persamaan penggunaan (equality of use) adalah semua kelompok mempunyai peluang yang sama untuk memanfaatkan pelayanan publik. Seorang anak dari kelompok ekonomi lemah mempunyai kesempatan pendidikan dasar yang sama dibandingkan dengan anak dari orang tua yang kaya.
e) Persamaan outcome (equality of outcome) artinya semua individu menerima proses pelayanan publik yang sama sesuai dengan standar.
Indikator 3Es yang dikemukakan oleh Skelcher (1992) tidak berbeda dengan penulis lain. Namun yang menarik ia menambahkan indikator rationing (merasiokan). Indikator ini dikembangkan karena keterbatasan sumberdaya Pemerintah Daerah dalam memberikan pelayanan publik. Rationing ini dikembangkan atas dasar:
a) Siapa yang memperoleh akses pada pelayanan publik.
b) Peraturan pelayanan dalam menerima pelayanan.
c) Waktu yang diperlukan antara permintaan dan pelayanan.
d) Jarak yang ditempuh pelanggan untuk memperoleh pelayanan.
e) Kuantitas dan kualitas yang diperoleh pelanggan.
Uraian Skelcher (1992) memasukkan indikator akses di dalam bagian dalam indikator equality dan rationing. Sedangkan kriteria-kriteria dalam perspektif pelanggan yang digunakan olehnya lebih lengkap dan mencakup dimensi-dimensi yang diuraikan oleh penulis lain. Shelcher (1992) membagi atas karakteristik pelayanan publik, hubungan personal, setting pelayanan dan kekuasaan pelanggan (customer’s power). Hal ini sebagaimana dijelaskan pada Tabel 2.4 berikut:
Tabel 2.4
Kriteria Penilaian Kualitas Pelayanan Publik di Pemerintah Daerah
Aspek
Keterangan
KARAKTERISTIK PELAYANAN:
Availabilitas (ketersediaan)
Standar
Waktu (timelines)
Reliabilitas
Informasi
Equabilitas
Kinerja (performance)
Apakah instansi menyediakan pelayanan yang diinginkan masyarakat?
Apakah pelayanan memenuhi standar?
Apakah pelayanan tepat waktu?
Apakah pelayanan konsisten dan akurat?
Apakah instansi memberikan informasi tentang pelayanan dengan cara yang benar?
Apakah semua masyarakat menerima pelayanan yang sama?
Adakah pelayanan disediakan sesuai dengan seharusnya tanpa efek negatif?
HUBUNGAN PERSONAL:
Courtesy
Responsiveness
Kompetensi
Komunikasi
Keamanan
Kredibilitas
Apakah pegawai ramah?
Apakah pegawai memberikan tanggapan positif pada kebutuhan masyarakat?
Apakah pegawai mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk menjelaskan tugasnya?
Apakah pegawai mendengar dan memberikan informasi?
Apakah pegawai menjamin keamanan masyarakat dari bahaya dan risiko?
Apakah pegawai jujur dan dapat dipercaya?
SETTING PELAYANAN:
Penampakan (Appearance)
Akses
Fungsi
Apakah kantor, pegawai dan peralatan cukup?
Dapatkah pelanggan menjangkau secara fisik pelayanan yang disediakan?
Apakah perlengkapan fisik difungsikan sebagaimana fungsinya?
KEKUASAAN PELANGGAN:
Hak
Voice
Pilihan
Redres
Apakah masyarakat mempunyai dokumen yang menyatakan haknya dan disetujui setelah konsultasi dengannya?
Apakah masyarakat mempunyai hak dan kesempatan untuk memengaruhi kebijakan pelayanan?
Apakah masyarakat mempunyai pilihan terhadap substansi, standar dan sumber pelayanan?
Adakah saluran atau lembaga perwakilan pelanggan untuk menyampaikan kepada pemerintah bilamana pelayanan publik yang mereka terima tidak layak dan memenuhi standar?
Sumber: Skelcher (1992)
Perspektif karakteristik pelayanan lebih mengarah kepada variabel-variabel kelembagaan. Perspektif kedua lebih mengacu kepada variabel-variabel individual, yang banyak digunakan di sektor swasta, sebagaimana yang digunakan oleh Zeithaml dan Parasuraman (1990) dengan istilah SERVQUAL. Sedangkan perspektif ketiga lebih mengacu kepada variabel lingkungan pelayanan publik. Pada perspektif ini lebih mengarah kepada dimensi politik pelayanan publik. Yang disebut terakhir ini berusaha mengadopsi aliran konsumerisme dalam sektor swasta yang menjunjung tinggi hak-hak konsumen untuk diintrodusir ke sektor publik. Warga negara dianggap sebagai konsumen dari partai politik yang dipilihnya melalui pemilihan umum, yang artinya melakukan transaksi politik. Partai politik yang dipilihnya berjanji untuk memberikan pelayanan publik yang dibutuhkan oleh warga negara setelah mereka memerintah. Dalam aspek lain, warga negara berhak memperoleh pelayanan publik yang dibiayai oleh pajak yang dipungut darinya.
BAB III
PENDEKATAN DAN METODOLOGI STUDI
A. Pendekatan
Secara umum dalam Survei Kepuasan Masyarakat (SKM) di Lingkungan Pemerintah Kota Surakarta menggunakan pendekatan siklus/lingkaran pelayanan (The Cycles of Services). Sesuai pendekatan tersebut, maka penilaian kualitas layanan dilakukan terhadap serangkaian momen kritis pelayanan yang dialami oleh pengguna layanan ketika pengguna layanan memanfaatkan jasa layanan (Albrecht dan Bradford, 1990). Bagi pengguna layanan, hampir setiap detik adalah merupakan momen kritis pelayanan yang mungkin tidak disadari oleh organisasi penyedia layanan dan orang-orang yang ada di dalamnya. Konsep siklus pelayanan ini akan membantu mengidentifikasi momen-momen kritis pelayanan yang harus dikelola secara profesional.
B. Ruang Lingkup, Sampling dan Metode Kontak
Pelaksanaan SKM di Lingkungan Pemerintah Kota Surakarta secara khusus dilakukan kepada masyarakat yang secara langsung menerima pelayanan publik dari Unit Pelayanan Publik Pemerintah Kota Surakarta. Ruang lingkup pelaksanaan survei adalah mencakup seluruh aspek pelayanan publik yang diselenggarakan. Survei dilakukan dengan cara melakukan wawancara, observasi, serta dengan menggunakan instrumen kuesioner secara langsung ke responden yang menerima pelayanan publik oleh Unit Pelayanan Publik Pemerintah Kota Surakarta. Target sasaran populasi dari survei adalah masyarakat yang telah selesai menerima pelayanan publik dari Pemerintah Kota Surakarta. Target sasaran survei yaitu responden yang secara usia dan dari sisi kesehatan relatif mampu untuk diwawancarai.
Ukuran sampel pada survei ini berkisar antara 30 – 200 orang responden dari perwakilan masyarakat yang menerima pelayanan Publik oleh Pemerintah Kota Surakarta. Ukuran sampel sebanyak itu telah memenuhi ketentuan sampel besar, sehingga data yang diperoleh dapat diasumsikan berdistribusi normal menurut kaidah statistik dan selanjutnya dapat dilakukan proses inferensi dan generalisasi. Survei dilakukan dengan mengambil sampel di seluruh wilayah Kota Surakarta.
Metode sampling pada survei ini menggunakan teknik Purposive Random Sampling yaitu sampel diambil secara acak pada lokasi pelaksanaan survei. Adapun metode kontak adalah dengan wawancara secara langsung (Face to Face Interview) dengan menggunakan instrumen kuesioner.
C. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pelaksanaan SKM, digunakan kuesioner sebagai instrumen pengumpulan data kepuasan masyarakat. Kuesioner disusun berdasarkan tujuan survei terhadap tingkat kepuasan masyarakat. Pada dasarnya kuesioner mengacu pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik, mengingat sampai saat ini regulasi terbaru yang mengatur tentang SKM adalah peraturan tersebut. Namun demikian, survei juga dilakukan dengan beberapa modifikasi, penyempurnaan dan penambahan item pertanyaan. Kuesioner secara umum terdiri atas 5 (lima) bagian yaitu:
Bagian I
:
Identitas responden; meliputi: nama, alamat, umur, jenis kelamin, pekerjaan, serta pendidikan terakhir responden yang berguna untuk menganalisis profil responden dalam penilaiannya terhadap unit pelayanan.
Bagian II
:
Identitas pencacah; berisi data Pencacah/Surveyor (diisi oleh Pencacah/Surveyor).
Bagian III
:
Persepsi terhadap tingkat kepentingan aspek pelayanan; adalah pendapat penerima pelayanan (masyarakat) atas kepentingan aspek pelayanan yang memuat penilaian atau pendapat responden terhadap kepentingan unsur‑unsur pelayanan yang dinilai.
Bagian IV
Bagian V
:
:
Persepsi terhadap kualitas aspek pelayanan; adalah pendapat penerima pelayanan (masyarakat) atas pelayanan yang memuat penilaian atau pendapat responden terhadap kepuasan atas unsur‑unsur pelayanan yang dinilai.
Data/informasi lain yang perlu digali dari responden yang akan mendukung analisis, khususnya analisis secara kualitatif.
Adapun unsur Survei Kepuasan Masyarakat menurut prinsip pelayanan sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik, yaitu mencakup 9 (sembilan) unsur, sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar Survei Kepuasan Masyarakat.
Kesembilan unsur tersebut adalah sebagai berikut:
1. Persyaratan
Persyaratan adalah syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif.
2. Prosedur
Prosedur adalah tata cara pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan, termasuk pengaduan.
3. Waktu pelayanan
Waktu pelayanan adalah jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.
4. Biaya/Tarif
Biaya/Tarif adalah ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan masyarakat.
5. Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan
Produk spesifikasi jenis pelayanan adalah hasil pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Produk pelayanan ini merupakan hasil dari setiap spesifikasi jenis pelayanan.
6. Kompetensi Pelaksana
Kompetensi Pelaksana adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh pelaksana meliputi pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan pengalaman.
7. Perilaku Pelaksana
Perilaku Pelaksana adalah sikap petugas dalam memberikan pelayanan.
8. Maklumat Pelayanan
Maklumat Pelayanan adalah merupakan pernyataan kesanggupan dan kewajiban penyelenggara untuk melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan.
9. Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan
Penanganan pengaduan, saran dan masukan, adalah tata cara pelaksanaan penanganan pengaduan dan tindak lanjut.
D. Teknik Analisis Data
Nilai SKM dihitung dengan menggunakan "nilai rata‑rata tertimbang" masing‑masing unsur pelayanan. Dalam penghitungan indeks kepuasan masyarakat terhadap seluruh unsur pelayanan yang dikaji, setiap unsur pelayanan memiliki penimbang yang sama. Untuk memperoleh nilai SKM unit pelayanan digunakan pendekatan nilai rata‑rata tertimbang dengan rumus sebagai berikut:
SKM =
Total dari Nilai Persepsi Per Unsur
x Nilai penimbang
Total unsur yang terisi
Untuk memudahkan interpretasi terhadap penilaian SKM yaitu antara 25-100, maka hasil penilaian tersebut di atas dikonversikan dengan nilai dasar 25, dengan rumus sebagai berikut:
SKM Unit Pelayanan x 25
Selanjutnya Nilai Persepsi, Interval SKM, Interval Konversi SKM, Mutu Pelayanan dan Kinerja Unit Pelayanan dapat diintepretasikan sebagaimana tersaji pada Tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1
Pedoman Konversi Skor SKM
Nilai
Persepsi
Nilai Interval
Skor SKM
Nilai Interval Konversi SKM
Mutu
Pelayanan
Kinerja Unit Pelayanan
1
1,00 – 1,80
25,00 – 40,00
E
Sangat Buruk
2
1,81 – 2,60
40,01 – 55,00
D
Buruk
3
2,61 – 3,40
55,01 – 70,00
C
Cukup
4
3,41 – 4,20
70,01 – 85,00
B
Baik
5
4,21 – 5,00
85,01 – 100,00
A
Sangat Baik
Secara teknis tabulasi dan pengolahan data akan dilakukan dengan komputer menggunakan software Microsoft Excel, dengan urutan tahapan sebagai berikut:
1) Data isian kuesioner dari setiap responden dimasukkan ke dalam formulir mulai dari unsur pertama sampai dengan unsur terakhir.
2) Langkah selanjutnya untuk mendapatkan nilai rata‑rata per unsur pelayanan dan nilai indeks unit pelayanan adalah sebagai berikut:
a. Nilai rata‑rata per unsur pelayanan
Nilai masing‑masing unsur pelayanan dijumlahkan (ke bawah) sesuai dengan jumlah kuesioner yang diisi oleh responden, kemudian untuk mendapatkan nilai rata‑rata per unsur pelayanan, jumlah nilai masing‑masing unsur pelayanan dibagi dengan jumlah responden yang mengisi. Untuk mendapatkan nilai rata‑rata tertimbang per unsur pelayanan, jumlah nilai rata‑rata per unsur pelayanan dikalikan nilai bobot rata‑rata tertimbang.
b. Nilai indeks pelayanan
Untuk mendapatkan nilai indeks unit pelayanan, dengan cara menjumlahkan seluruh unsur dari nilai rata‑rata tertimbang.
Data pendapat masyarakat yang dimasukkan ke dalam sheet tabulasi data dari masing‑masing kuesioner, disusun dengan mengkompilasikan data responden yang dihimpun berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, pekerjaan dan tingkat pendidikan. Informasi ini dapat digunakan untuk mengetahui profil responden dan kecenderungan jawaban yang diberikan, sebagai bahan analisis objektivitas.
Laporan hasil pelaksanaan kegiatan SKM yang memuat hasil akhir kegiatan SKM dari unit pelayanan, disusun dengan materi utama sebagai berikut:
1. Indeks per unsur pelayanan dan indeks komposit
Berdasarkan hasil penghitungan indeks kepuasan masyarakat, jumlah nilai dari unit pelayanan diperoleh dari jumlah nilai rata‑rata setiap unsur pelayanan. Sedangkan nilai indeks komposit (gabungan) untuk unit pelayanan, merupakan jumlah nilai rata‑rata dari setiap unsur pelayanan dikalikan dengan penimbang yang sama.
2. Prioritas peningkatan kualitas pelayanan.
Dalam peningkatan kualitas pelayanan, diprioritaskan pada unsur yang mempunyai nilai paling rendah, sedangkan unsur yang mempunyai nilai cukup tinggi harus tetap dipertahankan.
BAB IV
HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA
A. Tahapan Pengolahan Data
Pada proses pelaksanaan survei telah dilakukan pengumpulan data melalui proses survei lapangan dengan menggunakan instrumen kuesioner, pra pengolahan data mentah hasil survei lapangan melalui proses tabulasi, serta telah dilakukan proses persiapan, pengolahan, dan analisis data. Adapun tahapan tabulasi data, pengolahan data dan analisis data yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pada tahap pertama dilakukan pemilahan/pengelompokan kuesioner terisi yang diperoleh responden. Hal ini untuk memastikan kuesioner terisi yang telah terkumpul telah sesuai dengan desain yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Pada tahap kedua dilakukan pemeriksaan/pengecekan secara manual terhadap seluruh kuesioner terisi yang telah terkumpul dari Surveyor. Pengecekan dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa:
a. Pengumpulan data lapangan dalam rangka untuk menggali data primer dari responden telah dilaksanakan berdasarkan instrumen/ kuesioner yang dijadikan sebagai panduan survei oleh Surveyor.
b. Semua item pertanyaan/pernyataan yang terdapat dalam kuesioner/ instrumen survei seluruhnya telah dijawab oleh responden (diisi oleh Surveyor berdasarkan jawaban responden) serta tidak ada satu pun butir pertanyaan/pernyataan yang terlewati/kosong karena tidak dijawab oleh responden atau tidak diisi oleh Surveyor berdasarkan jawaban responden.
3. Pada tahap ketiga dilakukan proses tabulasi data yang terdapat pada setiap kuesioner terisi dengan format yang telah ditetapkan dalam program Microsoft
4. Pada tahap keempat dilakukan proses pengolahan data dan penghitungan SKM.
Hasil pengolahan data selanjutnya akan dianalisis, dilakukan pembahasan dan disimpulkan dalam rangka untuk menjawab tujuan survei, serta dirumuskan rekomendasi kepada Unit Pelayanan Publik Pemerintah Kota Surakarta dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.
B. Hasil Pengolahan Data
Hasil pengolahan data atas pelaksanaan Survey Kepuasan Masyarakat di Unit Pelayanan Publik Pemerintah Kota Surakarta dijelaskan sebagai berikut :
1. Sekretariat Daerah (Setda)
Setda adalah merupakan unsur pembantu pimpinan Pemerintah Kota yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota. Setda bertugas membantu Walikota dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan, administrasi, organisasi dan tata laksana serta memberikan pelayanan administrasi kepada seluruh Perangkat Daerah Kota. Setda Kota Surakarta sesuai Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kota Surakarta, terdiri atas 3 Asisten dengan 10 bagian. Setda Kota Surakarta telah melaksanakan Survey Kepuasan Masyarakat sejak Tahun 2014 yang dilaksanakan oleh Pihak Ketiga. Tahun 2017 ini, SKM dilaksanakan oleh Pihak Ketiga dengan responden sejumlah 150 stakeholder. Metode survey yang dilaksanakan menggunakan metode angket yang diisi oleh stakeholder Setda. Ruang lingkup survey adalah seluruh pelayanan yang diselenggarakan oleh Setda. Adapun unsur Survei Kepuasan Masyarakat yang diterapkan di Setda sesuai dengan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat, yaitu mencakup 9 (sembilan) unsur yang terdiri dari Persyaaratan, Prosedur, Waktu pelayanan, Biaya/tarif, Produk spesifikasi jenis pelayanan, Kompotensi pelaksana, Perilaku pelaksana, Maklumat pelayanan, Penanganan pengaduaan saran dan masukan. Berdasarkan pengolahan data, diperoleh hasil survey kepuasan masyarakat Setda Kota Surakarta mencapai kinerja pelayanan “Baik” dengan nilai sebesar 77,42. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelayanan publik yang dilaksanakan oleh Setda Kota Surakarta bermutu baik. Namun dari hasil tersebut masih ada saran dan rekomendasi antara lain Respon SKPD terkait dalam hal koordinasi terhadap kegiatan yang dilaksanakan tidak tepat waktu, Sarana prasarana pendukung terkadang terjadi trouble, Terbatasnya jumlah SDM pelaksana untuk mencapai target waktu SOP.
2. Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Daerah (BKPPD)
BKPPD telah melaksanakan penilaian SKM yang dilaksanakan oleh Pihak Ketiga dengan responden sejumlah 85 stakeholder. Metode survey yang dilaksanakan menggunakan metode angket yang diisi oleh pengelola kepegawaian. Ruang lingkup survey adalah seluruh layanan kepegawaian yang diselenggarakan oleh BKPPD. Adapun unsur Survei Kepuasan Masyarakat yang diterapkan di BKPPD yaitu Kesesuaian persyaratan, Kemudahan Prosedur, Kesesuaian biaya pelayanan, Hasil pelayanan, Kemampuan/kompetensi petugas, Kesopanan dan keramahan petugas, Kejelasan maklumat pelayanan, Penanganan pengaduan, saran dan masukan pelayanan. Berdasarkan pengolahan data, diperoleh hasil survey kepuasan masyarakat BKPPD Kota Surakarta mencapai kinerja pelayanan “Baik” dengan nilai sebesar 78,34. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelayanan publik yang dilaksanakan oleh BKPPD Kota Surakarta bermutu baik. Namun dari hasil tersebut masih ada saran dan rekomendasi antara lain Unsur pelayanan yang masih perlu ditingkatkan adalah kemudahan prosedur pelayanan. Hal ini disebabkan belum adanya petunjuk mengenai alur pelayanan. Tindak lanjut yang akan dilaksanakan adalah membuat papan/banner tentang alur pelayanan pada tahun 2017, disesuaikan dengan anggaran yang ada.
3. Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD)
BPPKAD telah melaksanakan penilaian SKM yang dilaksanakan oleh Pihak Ketiga dengan responden sejumlah 200 pelanggan PBB. Metode survey yang dilaksanakan menggunakan questioner dan wawancara. Ruang lingkup survey adalah seluruh aspek pelayanan PBB yang diselenggarakan oleh BPPKAD. Adapun unsur Survei Kepuasan Masyarakat yang diterapkan di BPPKAD yaitu Persyaratan, Prosedur, Waktu pelayanan, Biaya/tarif, Produk spesifikasi jenis pelayanan, Kompotensi pelaksana, Perilaku pelaksana, Maklumat pelayanan, Penanganan pengaduan saran dan masukan. Berdasarkan pengolahan data, diperoleh hasil survey kepuasan masyarakat BPPKAD Kota Surakarta mencapai kinerja pelayanan “Baik” dengan nilai sebesar 75,58.
Berdasar rekomendasi di atas, selanjutnya dapat dirumuskan rencana aksi (action plan) selama 5 (lima) tahun ke depan (tahun 2017-2021) sebagai tindak lanjut atas Survey Kepuasan Masyarakat pada BPPKAD Kota Surakarta sebagai berikut:
Tabel 4.1
Rencana Aksi Tindak Lanjut SKM BPPKAD
No
Kegiatan
Tahun
Perkiraan Dana
(Rp)
1
2
3
4
5
1.
Peningkatan jumlah SDM program “Safari PBB”
Menyesuaikan
2.
Peningkatan jumlah SDM yang secara khusus melayani PBB di DPPKA
Menyesuaikan
3.
Pengadaan sarana prasarana pelayanan pengaduan (call centre, SMS centre, email)
Menyesuaikan
4.
Peningkatan kuantitas dan kualitas peralatan pendukung
Menyesuaikan
5.
Survey Kepuasan Masyarakat secara mandiri
25 juta per tahun
6.
Survey Kepuasan Masyarakat oleh lembaga independen
50 juta per tahun
4. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil telah melaksanakan penilaian SKM yang dilaksanakan oleh Pihak Ketiga dengan responden sejumlah 160 stakeholder. Metode survey yang dilaksanakan menggunakan metode Questioner, observasi, wawancara dan study kepustakaan. Ruang lingkup survey adalah Seluruh pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Adapun unsur Survei Kepuasan Masyarakat yang diterapkan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil yaitu Persyaratan Pelayanan, Prosedur Pelayanan, Waktu Pelayanan, Produk Spesifikasi Pelayanan, Kompetensi Pelaksaana, Perilaku Pelaksana, Maklumat Pelayanan, Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan. Berdasarkan pengolahan data, diperoleh hasil survey kepuasan masyarakat Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta mencapai kinerja pelayanan “Baik” dengan nilai sebesar 78,82. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelayanan publik yang dilaksanakan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta bermutu baik. Namun dari hasil tersebut masih ada saran dan rekomendasi antara lain Penanganan pengaduaan, saran dan masukan masih rendah, Empathy masih rendah, Pengembangan dengan digital, Fasilitas untuk kenyamanan pelayanan perlu ditingkatkan, Training Komunikasi dan perilaku yang profesional dalam pelayanan.
5. Dinas Penanaman Modal dan PTSP
Dinas Penanaman Modal dan PTSP telah melaksanakan penilaian SKM yang dilaksanakan oleh Pihak Ketiga dengan responden sejumlah 200 stakeholder. Metode survey yang dilaksanakan menggunakan metode Quesioner (Random Sampling). Ruang lingkup survey adalah Seluruh Pelayanan Perizinan yang didelegasikan ke DPMPTSP Kota Surakarta (56 Jenis Izin). Adapun unsur Survei Kepuasan Masyarakat yang diterapkan di Dinas Penanaman Modal dan PTSP yaitu Persyaratan, Prosedur, Waktu Pelayanan, Biaya/Tarif, Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan, Kompetensi Pelaksana, Perilaku Pelaksana, Maklumat Layanan dan Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan. Berdasarkan pengolahan data, diperoleh hasil survey kepuasan masyarakat Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Surakarta mencapai kinerja pelayanan “Sangat Baik” dengan nilai sebesar 81,27. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelayanan publik yang dilaksanakan oleh Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Surakarta bermutu baik. Namun dari hasil tersebut masih ada saran dan rekomendasi antara lain Maklumat Layanan mempunyai nilai rata-rata paling kecil (2,72 atau 68) dibanding dengan variabel Unsur SKM lainnya, hal ini dikarenakan Maklumat Layanan masih belum diketahui oleh Pengguna Layanan Perizinan Tindakan Perbaikan : publikasi Maklumat Layanan dengan menggunakan Media Banner dan Wall TV.
6. Dinas Kearsipan dan Perpustakaan
Dinas Kearsipan dan Perpustakaan telah melaksanakan penilaian SKM yang dilaksanakan secara mandiri dengan responden sejumlah 150 orang pemustaka. Metode survey yang dilaksanakan menggunakan metode Quesioner. Ruang lingkup survey adalah Pelayanan Perpustakaan. Adapun unsur Survei Kepuasan Masyarakat yang diterapkan di Dinas Kearsipan dan Perpustakaan yaitu Kesesuaian persyaratan, Kemudahan prosedur pelayanan, Ketetapan pelaksanaan, Kesesuaian biaya pelayanan, Hasil pelayanan, Kemampuan/ kompetensi petugas, Kesopanan dan keramahan petugas, Kejelasan maklumat pelayanan, Penanganan pengaduan, sarana dan masukan pelayanan. Berdasarkan pengolahan data, diperoleh hasil survey kepuasan masyarakat Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Surakarta mencapai kinerja pelayanan “Baik” dengan nilai sebesar 76,99. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelayanan publik yang dilaksanakan oleh Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kota Surakarta bermutu baik. Namun dari hasil tersebut masih ada saran dan rekomendasi antara lain Unsur pelayanan yang masih perlu ditingkatkan adalah penanganan pengaduan, sarana dan masukan pelayanan dan hal di sebabkan karena belum di tetapkan mekanisme penanganan pengaduan, Menetapkan SOP Pengaduan Keluhan Pelanggan, memasang mekanisme penanganan pengaduan dan menambah sarana pengaduan.
7. Dinas Perhubungan
Dinas Perhubungan telah melaksanakan penilaian SKM yang dilaksanakan oleh Pihak Ketiga pada tahun 2015 dengan responden sejumlah 35 orang. Metode survey yang dilaksanakan menggunakan metode Quesioner. Ruang lingkup survey adalah Pelayanan Uji Kendaraan. Adapun unsur dan hasil Survei Kepuasan Masyarakat yang diterapkan di Dinas Perhubungan yaitu :
Tabel 4.2
Hasil SKM Dinas Perhubungan
UNSUR
NILAI
Prosedur pelayanan
Persyaratan pelayanan
Kejelasan petugas pelayanan
Kedisiplinan petugas pelayanan
Tanggung jawab petugas pelayanan
Kemampuan petugas pelayanan
Kecepatan pelayanan
Keadilan mendapatkan pelayanan
Kesopanan dan keramahan petugas
Kewajaran biaya pelayanan
Kepastian biaya pelayanan
Kepastian jadwal pelayanan
Kenyamanan lingkungan
Kenyamanan pelayanan
3,03
3,03
3,03
3,07
3,10
3,17
3,00
3,07
3,23
3,10
3,03
3,07
3,07
3,03
Berdasarkan pengolahan data, diperoleh hasil survey kepuasan masyarakat Dinas Perhubungan Kota Surakarta mencapai kinerja pelayanan “Baik”. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelayanan publik yang dilaksanakan oleh Dinas Perhubungan Kota Surakarta bermutu baik.
8. Kecamatan Serengan
Kecamatan Serengan telah melaksanakan penilaian SKM yang dilaksanakan oleh Pihak Ketiga dengan responden sejumlah 75 orang. Metode survey yang dilaksanakan menggunakan metode Quesioner. Ruang lingkup survey adalah warga masyarakat Lingkungan Kecamatan Serengan. Adapun unsur Survei Kepuasan Masyarakat yang diterapkan di Kecamatan Serengan yaitu Kenyamanan, Prosedur mutu, Etika pelayan, Biaya, Waktu layanan, Hasil kerja. Berdasarkan pengolahan data, diperoleh hasil survey kepuasan masyarakat Kecamatan Serengan Kota Surakarta mencapai kinerja pelayanan “Baik” dengan nilai sebesar 83,00. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelayanan publik yang dilaksanakan oleh Kecamatan Serengan Kota Surakarta bermutu baik. Namun dari hasil tersebut masih ada saran dan rekomendasi antara lain Peningkatan layanan yang lebih baik.
9. Kecamatan Laweyan
Kecamatan Laweyan telah melaksanakan penilaian SKM yang dilaksanakan secara mandiri dengan responden sejumlah 100 orang. Metode survey yang dilaksanakan menggunakan metode Random Sampling. Ruang lingkup survey adalah Pelayanan Umum/Legalisasi, Pelayanan SKCK, Pelayanan NTCR, Pelayanan IMB/HO. Adapun unsur Survei Kepuasan Masyarakat yang diterapkan di Kecamatan Laweyan yaitu Persyaratan, Prosedur, Waktu pelayanan, Biaya/tarif, Produk spesifikasi jenis pelayanan, Kompetensi pelasksana, Perilaku pelaksana, Maklumat pelayanan, Penanganan pengaduan, saran dan masukan. Berdasarkan pengolahan data, diperoleh hasil survey kepuasan masyarakat Kecamatan Laweyan Kota Surakarta mencapai kinerja pelayanan “Baik” dengan nilai sebesar 82,40. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelayanan publik yang dilaksanakan oleh Kecamatan Laweyan Kota Surakarta bermutu baik. Namun dari hasil tersebut masih ada saran dan rekomendasi antara lain Penambahan petugas/personil di front pelayanan sesuai dengan kompetensinya.
10. Kecamatan Jebres
Kecamatan Jebres telah melaksanakan penilaian SKM yang dilaksanakan secara mandiri dengan responden sejumlah 50 orang. Metode survey yang dilaksanakan menggunakan metode Questioner. Ruang lingkup survey adalah seluruh pelayanan publik di Kecamatan Jebres. Adapun unsur Survei Kepuasan Masyarakat yang diterapkan di Kecamatan Jebres yaitu Etika dan sikap dalam memberikan pelayanan, Keteraturan penataan alur proses layanan, Tanggung jawab staf dalam pemberian layanan, Kelancaran dalam proses pelayanan, Penanganan dalam keluhan/complain/ketidaksesuaian proses, Kecepatan dalam memberikan pelayanan, Kecukupan informasi/prosedur dan persyaratan, Penjelasan ketidaksesuaian/belum terpenuhinya standar pelayanan, Kejelasan prosedur terkait layanan, Ketetapan waktu pelayanan sesuai standar, Ketrampilan pelaksana/staf pelayanan, Ketersediaan formulir atau barang yang dibutuhkan, Kebersihan ruangan kerja/ruang pelayanan, Penataan atau tata ruang kerja dan atau pelayanan, Ketersediaan peralatan/sarana yang sesuai kebutuhan, Kerapian atau keterawataan berkas/sarana dalam ruangan. Berdasarkan pengolahan data, diperoleh hasil survey kepuasan masyarakat Kecamatan Jebres Kota Surakarta mencapai kinerja pelayanan “Baik” dengan nilai sebesar 80,93. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelayanan publik yang dilaksanakan oleh Kecamatan Jebres Kota Surakarta bermutu baik. Namun dari hasil tersebut masih ada saran dan rekomendasi antara lain mohon ditingkatkan lagi kinerjanya lebih meningkat lagi, informasi kepada masyarakat bawah kurang tersampai.
11. Kecamatan Pasarkliwon
Kecamatan Pasarkliwon telah melaksanakan penilaian SKM yang dilaksanakan secara mandiri dengan responden sejumlah 70 orang. Metode survey yang dilaksanakan menggunakan metode Questioner. Ruang lingkup survey adalah Pelayanan KK, Pelayanan KTP, Pindah masuk, Pindah keluar, KIA, Legalisasi umum, Nikah – cerai, Subsidi listrik, perijinan. Adapun unsur Survei Kepuasan Masyarakat yang diterapkan di Kecamatan Pasarkliwon yaitu Persyaratan, Prosedur, Waktu pelayanan, Biaya/tarif, Produk spesifikasi jenis pelayanan, Kompotensi pelaksana, Perilaku pelaksana, Maklumat pelayanan, Penanganan pengaduaan saran dan masukan. Berdasarkan pengolahan data, diperoleh hasil survey kepuasan masyarakat Kecamatan Pasarkliwon Kota Surakarta mencapai kinerja pelayanan “Baik” dengan nilai sebesar 87,00. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelayanan publik yang dilaksanakan oleh Kecamatan Pasarkliwon Kota Surakarta bermutu baik.
12. Puskesmas
Seluruh Puskesmas di Kota Surakarta telah melaksanakan penilaian SKM yang dilaksanakan pada saat dilaksanakannya ISO Puskesmas. Metode survey yang dilaksanakan menggunakan metode Questioner, observasi dan wawancara. Ruang lingkup survey adalah seluruh pelayanan di Puskesmas. Adapun unsur Survei Kepuasan Masyarakat yang diterapkan di Puskesmas yaitu 9 unsur sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat Terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
Berdasarkan pengolahan data, diperoleh hasil survey kepuasan masyarakat Kecamatan Pasarkliwon Kota Surakarta mencapai kinerja pelayanan “Baik” dengan nilai sebagai berikut :
Tabel 4.3
Hasil SKM Puskesmas
No
Nama Puskesmas
Nilai
Predikat
1
Puskesmas Pajang
98,44
Sangat Baik
2
Puskesmas Penumping
80,00
Baik
3
Puskesmas Purwosari
77,25
Baik
4
Puskesmas Jayengan
92,9
Sangat Baik
5
Puskesmas Kratonan
80,5
Baik
6
Puskesmas Gajahan
78,00
Baik
7
Puskesmas Sangkrah
75,5
Baik
8
Puskesmas Purwodiningratan
82,25
Baik
9
Puskesmas Ngoresan
93,00
Sangat Baik
10
Puskesmas Sibela
75,56
Baik
11
Puskesmas Pucangsawit
83,85
Baik
12
Puskesmas Nusukan
75,05
Baik
13
Puskesmas Manahan
98,3
Sangat Baik
14
Puskesmas Gilingan
78,42
Baik
15
Puskesmas Banyuanyar
84,74
Baik
16
Puskesmas Setabelan
83,67
Baik
17
Puskesmas Gambirsari
76,24
Baik
C. Overall
Persepsi responden secara keseluruhan terhadap pentingnya pelayanan pulbik yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta. Berdasarkan data yang diperoleh tidak ada responden yang menyatakan bahwa pelayanan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta sangat tidak penting. Berdasar perhitungan tingkat kesesuaian, masyarakat belum sepenuhnya puas karena nilai tingkat kesesuaian rata-rata secara keseluruhan Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Kota Surakarta yang menyelenggarakan pelayanan publik masih di bawah 100 persen yaitu sebesar 76,24 persen.
D. Survey Kepuasan Masyarakat
Pengukuran Survey Kepuasan Masyarakat (SKM) sangat diperlukan oleh Pemerintah Kota Surakarta karena hasil dari pengukuran tersebut menunjukkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta selama ini, khususnya dalam pelayanan publik. Perhitungan skor SKM selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.4. Berdasar perhitungan skor SKM yang diperoleh adalah sebesar 76,24. Nilai tersebut berada pada rentang skala 70,01-85,00 sehingga dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan masyarakat menilai “Baik” terhadap kinerja pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Surakarta (mutu pelayanan kategori “B”). Oleh karena itu Pemerintah Kota Surakarta pada masa mendatang perlu terus mempertahankan kinerja yang telah dicapai khususnya dalam pelayanan publik dan selalu berupaya untuk terus meningkatkan kinerjanya agar nilai SKM dapat semakin meningkat menuju angka 100.
Tabel 4.4
Rekapitulasi Hasil Survey Kepuasan Masyarakat
Perangkat Daerah Pemerintah Kota Surakarta
NO
PERANGKAT DAERAH
SCORE
PREDIKAT
1
Sekretariat Daerah
77,42
Baik
2
BKPPD
78,34
Baik
3
BPPKAD
75,58
Baik
4
DPM PTSP
81,27
Sangat Baik
5
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
78,82
Baik
6
Dinas Perhubungan
76,38
Baik
7
Dinas Kearsipan dan Perpustakaan
76,99
Baik
8
Kecamatan Jebres
80,93
Baik
9
Kecamatan Laweyan
82,40
Baik
10
Kecamatan Banjarsari
11
Kecamatan Serengan
83,00
Baik
12
Kecamatan Pasarkliwon
87,00
Baik
13
Puskesmas Pajang
98,44
Sangat Baik
14
Puskesmas Penumping
80,00
Baik
15
Puskesmas Purwosari
77,25
Baik
16
Puskesmas Jayengan
92,90
Sangat Baik
17
Puskesmas Kratonan
80,50
Baik
18
Puskesmas Gajahan
78,00
Baik
19
Puskesmas Sangkrah
75,50
Baik
20
Puskesmas Purwodiningratan
82,25
Baik
21
Puskesmas Ngoresan
93,00
Sangat Baik
22
Puskesmas Sibela
75,56
Baik
23
Puskesmas Pucangsawit
83,85
Baik
24
Puskesmas Nusukan
75,05
Baik
25
Puskesmas Manahan
98,30
Sangat Baik
26
Puskesmas Gilingan
78,42
Baik
27
Puskesmas Banyuanyar
84,74
Baik
28
Puskesmas Setabelan
83,67
Baik
29
Puskesmas Gambirsari
76,24
Baik
J U M L A H
2210,87
RATA – RATA
76,24
Baik
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasar hasil Survei Kepuasan Masyarakat (SKM) yang telah dilakukan pada pelayanan publik di Lingkungan Pemerintah Kota Surakarta dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1. Dilihat secara individual per aspek maupun secara keseluruhan terhadap pentingnya pelayanan publik yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta, sebagian besar masyarakat menyatakan pentingnya (penting dan sangat penting) pelayanan yang dilakukan oleh Publik Kota Surakarta. Untuk pengukuran tingkat kinerja/kepuasan, mayoritas responden menilai puas dan sangat puas terhadap pelayanan publik pada Pemerintah Kota Surakarta.
2. Berdasar perhitungan skor SKM, diperoleh skor SKM sebesar 76,24. Nilai tersebut berada pada rentang skala 70,01-85,00 sehingga dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan masyarakat/pengguna jasa merasa “Puas” atau menilai “Baik” (skor SKM kategori “B”) terhadap kinerja pelayanan publik yang diberikan oleh Pemerintah Kota Surakarta.
B. Rekomendasi
Bertitik totak dari hasil analisis yang telah dilakukan, maka selanjutnya dapat dirumuskan beberapa rekomendasi sebagai berikut:
1. Pemerintah Kota Surakarta perlu terus mempertahankan dan meningkatkan kinerja pelayanan yang sudah dilakukan selama ini. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi perubahan harapan dan kepuasan masyarakat di waktu yang akan datang. Atribut SKM yang perlu tetap dipertahankan adalah yang dipandang penting oleh masyarakat dan kinerja/kepuasan pada aspek-aspek tersebut saat ini dinilai tinggi oleh masyarakat. Aspek tersebut meliputi: kesopanan dan keramahan petugas pelayanan, kerapian dan kebersihan peralatan pelayanan, kemutakhiran peralatan pelayanan, ketersediaan peralatan pelayanan dalam jumlah yang memadai, kelengkapan peralatan pelayanan, sistem antrian, keadilan untuk mendapatkan pelayanan (pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani), serta kenyamanan tempat pelayanan.
2. Atribut SKM yang perlu menjadi prioritas utama peningkatan kualitas layanan adalah yang dipandang penting oleh masyarakat, namun kinerja pada aspek-aspek tersebut saat ini masih relatif rendah dan belum dapat memenuhi harapan masyarakat, yaitu: kemudahan prosedur pelayanan, kesesuaian antara hasil pelayanan yang diberikan dan diterima dengan standar pelayanan, serta kemampuan (pengetahuan, keahlian, ketrampilan, dan pengalaman) petugas dalam memberikan pelayanan.
3. Salah satu orientasi mutu pelayanan adalah merupakan kesesuaian antara ekspektasi konsumen dengan yang secara riil dirasakan. Oleh karena itu dalam upaya untuk meningkatkan skor SKM, maka perlu diperhatikan beberapa harapan masyarakat yang cukup logis untuk direalisasikan. Dalam konteks ini sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang secara signifikan memainkan peran dalam upaya peningkatan mutu pelayanan yang tercermin dari skor SKM. Untuk itu upaya peningkatan mutu pelayanan perlu disertai dengan upaya sistematis, terencana dan kontinyu untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), misalnya melalui pelatihan, workshop, bimbingan teknis, dan sejenisnya sehingga dapat menjadi SDM yang berwawasan dan memiliki budaya mutu. Selain itu perlu juga dilakukan peningkatan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana penunjang pelayanan seperti peralatan yang memadai dalam hal spesifikasi teknis, jumlah maupun kualitasnya, tempat pelayanan beserta fasilitas pendukung (tempat parkir, toilet, ruang tunggu) yang nyaman dan bersih, tersedianya media informasi/ komunikasi kepada masyarakat yang informatif, sarana prasarana penyampaian pengaduan (kotak saran, layanan SMS, telepon/call center, email untuk pengaduan), serta didukung oleh perbaikan sistem dan prosedur operasional yang lebih baik.
4. Hasil Survei Kepuasan Masyarakat pada Tahun Anggaran 2017 ini, perlu ditindaklanjuti dengan langkah riil berupa penyusunan dan implementasi program peningkatan kualitas pelayanan publik yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta kepada masyarakat, dengan bertitik tolak pada hasil analisis yang telah dilakukan. Sesuai siklus perencanaan dan penganggaran, maka program-program peningkatan kualitas pelayanan tersebut perlu dilakukan untuk Tahun Anggaran 2018, dan untuk selanjutnya pada Tahun Anggaran 2019 kembali dilakukan SKM untuk mengevaluasi pencapaian pelaksanaan program-program tersebut. SKM selanjutnya perlu lebih menggali masalah ketepatan waktu dan ketidaktepatan waktu pelayanan publik berikut alasannya. Melalui upaya yang kontinyu, terencana dan sistematis tersebut, diharapkan kualitas pelayanan publik yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta terhadap masyarakat dapat semakin meningkat pada masa mendatang menuju terwujudnya pelayanan publik yang prima.
LAPORAN HASIL PELAKSANAAN SURVEY / INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT (SKM / IKM)
PEMERINTAH KOTA SURAKARTA
No
Perangkat Daerah dan/atau UPT
Jumlah Responden/ Sampling
Ruang Lingkup Survey
Metode Survey
Unsur SKM
Nilai SKM
Predikat
Saran / Rekomendasi Perbaikan
1
2
4
5
6
7
8
9
10
1
SETDA
150
Seluruh pelayanan yang diselenggarakan oleh Sekretariat Daerah
Metode angket yang diisi oleh stakeholder Sekretariat Daerah
Persyaratan
Prosedur
Waktu pelayanan
Biaya/tarif
Produk spesifikasi jenis pelayanan
Kompotensi pelaksana
Perilaku pelaksana
Maklumat pelayanan
Penanganan pengaduaan saran dan masukan
77,42
Baik
1. Respon SKPD terkait dalam hal koordinasi terhadap kegiatan yang dilaksanakan tidak tepat waktu;
2. Sarana prasarana pendukung terkadang terjadi trouble ;
3. Terbatasnya jumlah SDM pelaksana untuk mencapai target waktu SOP.
2
BKPPD
85
Layanan di bidang Kepegawaian
Metode angket yang diisi oleh pengelola kepegawaian
Kesesuaian persyaratan
Kemudahan Prosedur
Kesesuaian biaya pelayanan
Hasil pelayanan
Kemampuan/kompetensi petugas
Kesopanan dan keramahan petugas
Kejelasan maklumat pelayanan
Penanganan pengaduan, saran dan masukan pelayanan
78,34
Baik
1. Unsur pelayanan yang masih perlu ditingkatkan adalah kemudahan prosedur pelayanan. Hal ini disebabkan belum adanya petunjuk mengenai alur pelayanan
2. Tindak lanjut yang akan dilaksanakan adalah membuat papan/banner tentang alur pelayanan pada tahun 2017, disesuaikan dengan anggaran yang ada.
4
BPPKAD
200
Seluruh aspek pelayanan IMB
Questioner
1.
3.
Dinas Kependudukan dan Capil
160
Seluruh pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Dispendukcapil
Questioner, observasi, wawancara dan study kepustakaan
Persyaratan Pelayanan
Prosedur Pelayanan
Waktu Pelayanan
Produk Spesifikasi Pelayanan
Kompetensi Pelaksaana
Perilaku Pelaksana
Maklumat Pelayanan
Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan
78,82
Baik
2. Penanganan pengaduaan, saran dan masukan masih rendah
3. Empathy masih rendah
4. Pengembangan dengan digital
5. Fasilitas untuk kenyamanan pelayanan perlu ditingkatkan
6. Training Komunikasi dan perilaku yang profesional dalam pelayanan
4
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
200
Seluruh Pelayanan Perizinan yang didelegasikan ke DPMPTSP Kota Surakarta (56 Jenis Izin)
Quesioner (Random Sampling)
Persyaratan, Prosedur
Waktu Pelayanan
Biaya/Tarif
Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan
Kompetensi Pelaksana
Perilaku Pelaksana
Maklumat Layanan dan Penanganan Pengaduan
Saran dan Masukan
81,27
Sangat Baik
1. Maklumat Layanan mempunyai nilai rata-rata paling kecil (2,72 atau 68) dibanding dengan variabel Unsur SKM lainnya, hal ini dikarenakan Maklumat Layanan masih belum diketahui oleh Pengguna Layanan Perizinan Tindakan Perbaikan : publikasi Maklumat Laayanan dengan menggunakann Media Banner dan Wall TV
5
Dinas Kearsipan dan Perpustakaan
150 orang pemustaka
Pelayanan Perpustakaan
Questioner
Kesesuaian persyaratan
Kemudahan prosedur pelayanan
Ketetapan pelaksanaan
Kesesuaian biaya pelayanan
Hasil pelayanan
Kemampuan/ kompetensi petugas
Kesopanan dan keramahan petugas
Kejelasan maklumat pelayanan
Penanganan pengaduan, sarana dan masukan pelayanan
76,99
Baik
1. Unsur pelayanan yang masih perlu ditingkatkan adalah penanganan pengaduan, sarana dan masukan pelayanan dan hal di sebabkan karena belum di tetapkan mekanisme penanganan pengaduan
2. Menetapkan SOP Pengaduan Keluhan Pelanggan, memasang mekanisme penanganan pengaduan dan menambah sarana pengaduan
6
Dinas Perhubungan
30 Orang
Pelayanan Uji Kendaraan
Quesioner
Prosedur pelayanan
Persyaratan pelayanan
Kejelasan petugas pelayanan
Kedisiplinan petugas pelayanan
Tanggung jawab petugas pelayanan
Kemampuan petugas pelayanan
Kecepatan pelayanan
Keadilan mendapatkan pelayanan
Kesopanan dan keramahan petugas
Kewaajaran biaya pelayanan
Kepastian biaya pelayanan
Kepastian jadwal pelayanan
Kenyamanan lingkungan
Kenyamanan pelayanan
3,03
3,03
3,03
3,07
3,10
3,17
3,0
3,07
3,23
3,10
3,03
3,07
3,07
3,03
Baik
7
Kecamatan Serengan
75
Warga masyarakat Lingkungan Kecamatan Serengan
Quesioner
Kenyamanan
Prosedur mutu
Etika pelayan
Biayaa
Waktu layanan
Hasil kerja
83,00
Baik
Peningkatan layanan yang lebih baik
8
Kecamatan Laweyan
100 orang
1. Pelayanan Umum/Legalisasi
2. Pelayanan SKCK
3. Pelayanan NTCR
4. Pelayanan IMB/HO
Random sampling
Persyaratan
Prosedur
Waktu pelayanan
Biaya/tarif
Produk spesifikasi jenis pelayanan
Kompetensi pelasksana
Perilaku pelaksana
Maklumat pelayanan
Penanganan pengaduan, saran dan masukan
82,4
Baik
Penambahan petugas/personil di front pelayaanan sesuai dengan kompetensinya
9
Kecamatan Jebres
50
Seluruh pelayanan publik
Quesioner
Etika dan sikap dalam memberikan pelayanan
Keteraturaan penataan alur proses layanan
Tanggung jawab staf dalam pemberian layanan
Kelancaran dalam proses pelayanan
Penanganan dalam keluhan/complain/ketidaksesuaiann proses
Kecepatan dalam memberikan pelayanan
Kecukupan informasi/prosedur dan persyaratan
Penjelasan ketidaksesuaian/belum terpenuhinya standar pelayanan
Kejelasan prosedur terkait layanan
Ketetapan waktu pelayanan sesuai standar
Ketrampilan pelaksanaa/staf pelayanan
Ketersediaan formulir atau barang yang dibutuhkan
Kebersihan ruangan kerja/ruang pelayanan
Penataan atau tata ruang kerja dan atau pelayanan
Ketersediaan peralatan/sarana yang sesuai kebutuhan
Kerapian atau keterawataan berkass/saaraana dalam ruangan
80,93
Baik
Mohon ditingkatkan lagi kinerjanya lebih meningkat lagi, informasikaan masyarakat bawah kurang tersampai
10
Kecamatan Pasar Kliwon
70
1. Pelayanan KK
2. Pelayanan KTP
3. Pindah masuk
4. Pindah keluar
5. KIA
6. Legalisasi umum
7. Nikah – cerai
8. Subsidi listrik
9. perijinan
Quesioner
Persyaaratan
Prosedur
Waktu pelayanan
Biaya/tarif
Produk spesifikasi jenis pelayanan
Kompotensi pelaksana
Perilaku pelaksana
Maklumat pelayanan
Penanganan pengaduaan saran dan masukan
87,00
Baik
11
Dinas Pendidikan
12
Bagian Administrasi Pembangunan
13
Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana
14
Dinas Perdagangan
15
BPPKAD
16
Dinas Kesehatan
17
Dinas Tenaga Kerja Dan Perindustrian
18
Inspektorat
PAGE
Laporan SKM Kota Surakarta Tahun 2017 1