Download - riHe_Toksisitas limbah tahu.docx
LAPORAN PRAKTIKUM
TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN
UJI TOKSISITAS JENIS BAHAN PENCEMAR LIMBAH TAHU
TERHADAP SUATU SPESIES HEWAN AIR TAWAR (IKAN)
NAMA : RIANY ANDITA PUTRI K.
NIM : J1C108005
KELOMPOK : 1
ASISTEN : SYAHIDIYATI
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tahu merupakan bahan makanan yang terbuat dari kedelai
yang mempunyai
nilai gizi yang tinggi. Menurut Soedarmo dan Sediaoetama dalam
Dhahiyat (1990), didalam 100 gram kedelai yang merupakan
bahan tahu, mengandung 35 gram protein, 18 gram lemak dan
10 gram karbohidrat, sedangkan dalam 100 gram tahu terdapat
7,8 gram protein, 4,6 gram lemak dan 1,6 gram karbohidrat.
Selain kandungan gizi yang tinggi, tahu juga mudah diperoleh
dengan harga yang terjangkau sehingga banyak diminati oleh
masyarakat baik kalangan atas maupun menengah ke bawah.
Hal tersebut memacu pesatnya perkembangan industri tahu.
Industri tahu saat ini telah menjadi salah satu industri rumah
tangga yang tersebar luas baik di kota-kota besar maupun kecil.
Dalam proses produksinya, industri tahu menghasilkan limbah
cair dan padat. Limbah padat berupa ampas tahu umumnya
telah dapat ditanggulangi dengan memanfaatkannya sebagai
bahan pembuatan oncom dan bahan makanan ternak.
Banyaknya jumlah industri tahu akan berpengaruh terhadap
jumlah limbah cair yang dihasilkan. Jumlah limbah cair tahu yang
melimpah jika tidak ditangani secara tepat maka dikhawatirkan
akan menyebabkan terganggunya kualitas lingkungan perairan
di sekitar industri tahu. Limbah cair industri tahu dapat
menimbulkan pencemaran yang cukup berat karena
mengandung polutan organik yang cukup tinggi. Beberapa hasil
penelitian, konsentrasi COD (Chemical Oxygen Demand) di
dalam air limbah industri tahu cukup tinggi yakni berkisar antara
7.000 - 10.000 mg/L, serta mempunyai keasaman yang rendah
yakni pH 4-5. Jika ditinjau dari Kep-03/MENKLH/11/1991 tentang
baku mutu limbah cair, maka industri tahu memerlukan
pengolahan limbah.
Sebagian besar industri tahu mengalirkan langsung air
limbahnya ke saluran-saluran pembuangan, sungai ataupun
badan air penerima lainnya tanpa diolah terlebih dahulu,
sehingga limbah cair yang dikeluarkan seringkali menjadi
masalah bagi lingkungan sekitarnya (Rossiana, 2006).
Pencemaran terjadi apabila terdapat gangguan dalam daur materi yaitu
apabila laju produksi suatu zat melebihi laju pembuangan atau penggunaan zat
tersebut. Pencemaran merupakan penambahan bermacam-macam bahan sebagai
aktivitas manusia ke dalam lingkungan yang biasanya memberikan pengaruh
berbahaya terhadap lingkungan (Setiawan, 2001).
Pemantauan pencemaran di air dapat dilakukan secara biologi analisis
dengan hewan air dapat dilakukan dengan uji hayati atau dengan bioassay,
metabolism individu, dinamika populasi dan struktur populasi. Uji hayati adalah
menguji suatu senyawa beracun dengan menggunakan organisme hidup. Tujuan
dari uji hayati adalah untuk menentukan respon organisme terhadap besarnya
konsentrasi senyawa beracun (Mark, 1981).
1.2 Tujuan
Umum :
Memberikan bekal keterampilan ilmiah para mahasiswa FMIPA
Biologi-Kimia UNLAM dalam salah satu cara monitoring suatu jenis
pencemaran lingkungan.
Khusus :
Memberikan bekal keterampilan dalam menentukan toksisitas bahan
kimia atau pencemar terhadap suatu spesies hewan dan dalam memonitoring
efek bahan kimia pencemar tersebut terhadap kualitas lingkungan yang
bersangkutan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Limbah adalah bahan yang tidak diinginkan atau sisa dari suatu proses
produksi, atau dibuang dari pemukiman penduduk atau komunitas hewan. Limbah
juga merupakan sesuatu benda yang mengandung zat yang bersifat
membahayakan bagi kehidupan manusia, hewan,serta lingkungan, dan umumnya
muncul karena hasil perbuatan manusia, termasuk industrialisasi (UU RI No.23
tahun 1997 pasal 1). Secara umum limbah dibagi 2 yaitu:
a) Limbah ekonomis, yaitu limbah yang dapat dijadikaan produk sekunder untuk
produk yang lain dan atau dapat mengurangi pembelian bahan baku.
b) Limbah non ekonomis, yaitu limbah yang dapat merugikan dan membahayakan
serta menimbulkan pencemaraan lingkungan.
Berdasar bentuknya limbah dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
a) Limbah cair
b) Limbah gas
c) Limbah padat
Bila zat toksik ini masuk ke dalam tubuh, dan menimbulkan efek, maka
hal ini yang dikatakan sebagai keracunan atau dengan kata lain adalah keadaan
tidak normal akibat efek racun karena kecelakaan, bunuh diri, tindak kriminal,
jabatan. Efek keracunan yang terjadi dapat bersifat akut, sub-akut, kronis, delayed.
Hal ini ditentukan oleh waktu, lokasi organ (lokal/sistemik). Kemampuan racun
untuk menimbulkan kerusakan apabila masuk kedalam tubuh dan lokasi organ
yang rentan disebut toksisitas.
Uji toksisitas merupakan uji hayati yang berguna untuk menentukan
tingkat toksisitas dari suatu zat atau bahan pencemar dan digunakan juga untuk
pemantauan rutin suatu limbah. Yang dimaksud dengan LC-50 (Median
Lethal Concentration) yaitu konsentrasi yang menyebabkan kematian
sebanyak 50% dari organisme uji yang dapat diestimasi dengan grafik dan
perhitungan, pada suatu waktu pengamatan tertentu, misalnya LC-50-48 jam, LC
50-96 jam (Dhahiyat dan Djuangsih, 1997) sampai waktu hidup hewan uji.
Suatu variasi dari LD50 adalah LC50 yaitu konsentrasi bahan yang
menyebabkan kematian 50% organisme yang terpapar. Parameter ini sering
digunakan jika suatu organisme dipaparkan terhadap konsentrasi bahan tertentu
dalam air atau udara yang dosisnya tidak diketahui. Dalam hal ini waktu
pemaparan dan konsentrasi harus dinyatakan dengan jelas.
Pelaksanaan uji toksisitas suatu bahan uji dapat dilakukan menggunakan
salah satu dari empat cara berikut (Tandjung,1995):
a. Teknik statik ; larutan atau media uji ditempatkan pada satu bejana uji dan
digunakan selama waktu uji tanpa diganti.
b. Teknik resirkulasi ; larutan atau media uji tidak diganti selama waktu uji namun
diresirkulasi dari satu bejana uji ke bejana lain kembali ke bejana uji dengan
maksud memberikan aerasi, filtrasi dan atau sterilisasi.
c. Teknik diperbaharui ; setiap 24 jam hewan uji dipindahkan ke larutan uji yang
baru dan sama serta tetap konsentrasinya dengan larutan sebelumnya.
d. Teknik mengalir ; larutan uji dialirkan masuk maupun keluar ke dan dari bejana
uji selama masa uji.
Untuk meneliti berbagai efek yang berhubungan dengan masa pajanan
penelitian toksikologi menurut Frank C. Lu (1995) dibagi dalam :
1. Uji toksisitas akut, dilakukan dengan memberikan zat toksik yang sedang diuji
sebanyak satu kali, atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam.
2. Uji toksisitas jangka pendek (penelitian sub akut atau sub kronik), dilakukan
dengan memberikan bahan toksik berulang-ulang biasanya setiap hari atau lima
kali seminggu, selama jangka waktu kurang lebih 10 % dari masa hidup hewan.
3. Uji toksisitas jangka panjang, dilakukan dengan memberikan zat kimia
berulang-ulang selama masa hidup hewan coba atau sekurang-kurangnya
sebagian dari masa hidupnya.
Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya
perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi :
1. Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat
kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya perubahan
warna, bau dan rasa
2. Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat
kimia yang terlarut, perubahan pH
3. Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan
mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri pathogen.
Penyelidikan tentang hubungan antara dosis (atau konsentrasi) dan kerja
suatu obat dapat dilakukan dengan 2 cara : Menguji frekuensi efek yang timbul
pada satu kelompok objek percobaan dengan mengubah-ubah dosis (Hubungan
dosis-reaksi, “doseresponse relation”) atau dengan mengubah-ubah dosis,
mengukur intensitas kerja pada satu objek percobaan (Hubungan dosis-kerja,
“dose effect relation”). Dalam hal pertama, jumlah objek percobaan yang
menunjukkan efek tertentu akan bertambah sampai maksimum, dalam hal kedua,
intensitas efek yang bertambah.
Hubungan dosis dan respon dituangkan dalam bentuk kurva dimana
kurvanya sudah tipikal sigmoid. Semakin banyak jumlah hewan uji dan rentang
dosisnya, kurva sigmoid akan lebih teramati. Dosis yang terendah menyebabkan
kematian hewan uji sebesar 1%. Kurva sigmoid distribusi normal seperti ini
menunjukkan respon 0% pada dosis yang rendah dan respon sebesar 100% pada
dosis yang meningkat tetapi respon tersebut tidak akan melebihi rentang 0– 100
%.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada Jum’at, 22-29 Oktober 2010 pukul 16.00-
18.00 WITA bertempat di Laboratorium Basah Fakultas Perikanan UNLAM.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang diperlukan dalam praktikum kali ini yaitu bak
penampungan untuk aklimatisasi hewan uji, bejana untuk penelitian dari gelas,
alat-alat yang diperlukan dalam pengukuran kualitas air, dan alat-alat untuk
pengumpul data.
Bahan-bahan yang diperlukan dalam praktikum kali ini yaitu air uji,
limbah tahu 12 L dengan konsentrasi 5%, 10% dan 20%, dan hewan uji yaitu
Oreochromis nilotica.
3.3 Prosedur Kerja
1. Hewan uji yang akan digunakan dalam praktikum terlebih dahulu dipelihara
dalam kondisi laboratorik selama 2-3 hari.
2. Diisi masing-masing 4 buah akuarium dengan air uji sebanyak 30 liter air.
3. Dimasukkan hewan uji masing-masing 10 ekor ke dalam 4 akuarium dan
diaklimatisasi beberapa menit.
4. Diukur pH, temperature, warna, dan bau air sebelum dimasukkan limbah
tahu.
5. Dimasukkan limbah tahu dengan konsentasi sebagai berikut :
a. Akuarium I : 0% (kontrol)
b. Akuarium II : 5% (1,5 L limbah tahu)
c. Akuarium III : 10% (3 L limbah tahu)
d. Akuarium IV : 20% (6 L limbah tahu)
6. Diukur pH, temperature, warna, dan bau air setelah dimasukkan limbah
tahu.
7. Diamati efek sublethal yang meliputi :
a. Pola pergerakan ikan dan dibandingkan dengan control
b. Perubahan struktur chromatophora dan guanophora pada squama
c. Perubahan morfologis lain yang terlihat seteliti mungkin
d. Kandungan hematologis
8. Diamati mortalitas hewan uji dan dianalisis dengan analisis regresi linier
pada waktu-waktu 0, 24, 48, 72, dan 96 jam atau lebih setelah perlakuan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Parameter lingkungan & aktivitas ikan sebelum dan sesudah
dimasukkan limbah tahu
Parameter Dosis0% 5% 10% 20%
Sebelum Warna Jernih Jernih Jernih JernihSuhu 28oC 27oC 27oC 27oCpH 8,5 8,5 8,5 8,5Bau Tidak
berbauTidak berbau
Tidak berbau
Tidak berbau
Pergerakan Ikan
Tenang Tenang Tenang Tenang
Sesudah Warna Jernih Keruh Lebih keruh
Sangat Keruh
Suhu 26oC 26oC 26,5oC 26,5oCpH 8,5 6 5,5 5Bau Tidak
berbauAgak asam Asam Sangat Asam
Pergerakan Ikan
Tenang Tenang Aktif Sangat Aktif (ikan meloncat-
loncat kepermukaan)
Tabel 2. Perhitungan LD-70
Dosis
(g/100
mL)
n Jumlah
mati
Hidup a b a+b Ratio
kematian
(a/a+b)
%
Kematian
0% 10 2 8 2 14 16 0,125 12,5
5% 10 4 6 6 6 12 0,5 50
10% 10 10 0 16 0 16 1 100
20% 10 10 0 26 0 26 1 100
Jarak proporsional : 70 %−(% ) terdekat yg lebih rendah
(% ) yg lebih tinggi terdekat−(% ) terdekat lebih rendah
:70−50
100−50 =
2050
= 0,4
Dosis : log (0,10/0,05) = log 2 = 0,301
Dosis di atas 70% : 0,4 x 0,301 = 0,1204
Dosis di bawah 70% : log 0,05 = -1,301
-1,1806
LD 70 : antilog (-1,1806) = 0,0659 g/100 mL atau 0,066 g/100 mL
Grafik perbandingan antara konsentrasi senyawa dengan % kematian
4.2 Pembahasan
Pada praktiukum ini ikan yang digunakan adalah ikan Nila (Oreochromis
nilotica), yang mempunyai daya tahan rendah. Ikan-ikan yang digunakan dalam
uji biologi harus dipelihara di dalam laboratorium atau tempat uji sebelum
digunakan untuk bioassay, proses ini dinamakan aklimatisasi untuk penyesuaian
dengan lingkungan. Adapun klasifikasi dari ikan nila adalah sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Pisces
Subclass : Acanthopterigii
Ordo : Perciformes
Family : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Species : Oreochromis nilotica
Ikan nila yang digunakan pada praktikum ini adalah ikan nila
anakan yang berukuran 3 sampai 5 cm. Sebelum ikan di gunakan
+
0 5 10 15 20 250
20
40
60
80
100
120
% konsentrasi senyawa
% k
emat
ian
sebagai hewan percobaan dalam akuarium uji, dilakukan proses
aklimatisasi. Ikan nila dari kolam budidaya yang masih berada di
dalam plastik oksigen diletakkan di dalam bak aklimatisasi,
proses ini bertujuan untuk menyamakan suhu air dalam plastik
dengan suhu air di dalam bak, setelah terbentuk uap dalam
plastik, ikat plastik dibuka secara perlahan kemudian dibiarkan
hingga ikan keluar dengan sendirinya ke dalam bak aklimatisasi,
tujuannya agar ikan dapat lebih mudah beradaptasi dengan
lingkungan laboratorium sebelum digunakan sebagai hewan uji.
Akuarium yang akan digunakan sebagai tempat untuk
menguji toksisitas limbah masing-masing diisi dengan 30 liter air,
kemudian ke dalamnya dimasukkan 10 ekor ikan nila, kembali
dilakukan aklimatisasi ikan dalam akuarium selama 10 menit
baru kemudian ditambahkan limbah tahu dengan konsentrasi
yang berbeda. Akuarium 1 berfungsi sebagai kontrol, akuarium 2
ditambah limbah tahu dengan konsentrasi 5% yaitu sebanyak 1,5
Lt, akuarium 3 ditambah limbah tahu dengan konsentrasi 10%
yaitu sebanyak 3 Lt, sedangkan akuarium 4 diberi limbah tahu
dengan konsentrasi 20% yaitu sebanyak 6 Lt.
Tahu diperoleh melalui proses penggumpalan
(pengendapan) protein susu kedelai. Menurut Nuraida (1985),
bahan penggumpal yang lazim digunakan ialah batu tahu atau
cioko (CaSO4), asam cuka (CH3COOH), dan MgSO4. Menurut
PPRI No.82 tahun 2001, di dalam limbah cair tahu terdapat
komponen sebagai berikut (Tabel 1).
Pembuatan tahu pada prinsipnya dibuat dengan
mengekstrak protein, kemudian mengumpulkannya, sehingga
terbentuk padatan protein. Pada pengolahan tahu diperlukan air
yang banyak, karena hampir semua tahap pada pembuatan tahu
memerlukan air. Hasil sampingan dari proses pembuatan tahu
yaitu “Whey”, berupa cairan dan ampas tahu berupa padatan.
Pengamatan pertama dilakukan sebelum limbah tahu
dimasukkan dalam akuarium, dengan megukur parameter-
parameter fisik seperti suhu, bau, kekeruhan dan pH, serta
pengukuran biologi berupa pergerakan ikan. Suhu diukur dengan
menggunakan termometer, hasil pengukuran untuk tiap
akuarium secara berurutan adalah 28˚C, 27˚C, 27˚C, dan 27˚C.
Untuk pengukuran kekeruhan, menunjukkan hasil yang sama
yaitu jernih, pada pengukuran bau hasilnya untuk akuarium I, II,
III dan IV adalah tidak berbau. Sedangkan untuk pengukuran pH
didapat hasil secara berturut-turut untuk akuarium I-IV adalah
sama yaitu 8,5. Pengukuran biologi berupa pergerakan ikan
dalam air menunjukkan hasil ikan bergerak dengan tenang.
Pengamatan fisik dan biologi selanjutnya dilakukan 30
menit setelah limbah tahu dimasukkan dalam akuarium, dari
hasil pengukuran suhu di dapat hasil secara berturut-turut untuk
akuarium Idan II adalah 26˚C, sedang akuarium III dan IV adalah
26,5˚C. Hasil untuk pengukuran kekeruhan adalah akuarium I
jernih, akuarium II keruh, akuarium III lebih keruh dari akuarium
II, sedang akuarium IV sangat keruh. Kemudian hasil
pengamatan bau di dapat akuarium I tidak berbau, akuarium II
berbau agak asam, akuarium III asam, dan akuarium IV sangat
asam. Hasil pengukuran pH untuk akuarium I-IV secara berturut-
turut adalah 8,5; 6; 5,5; dan 5. Sedangkan untuk pengukuran
parameter biologi berupa pergerakan ikan dalam air didapat
hasil akuarium I tenang, akuarium II tenang, akuarium III aktif,
dan akuarium IV sangat aktif (ikan melompat-lompat ke
permukaan air).
Organisme yang hidup di lingkungan yang tercemar bisa bertahan, tetapi
mengalami berbagai tingkat kerusakan alat atau sistem organ. Tingkat kerusakan
alat atau sistem organ pada organisme menjadi semakin parah pada konsentrasi
pencemar yang semakin tinggi, oleh karena itulah organisme yang dapat
memberikan petunjuk keadaan kualitas lingkungan dijadikan bioindikator atau
indikator biologi. Tetapi biasanya tidak semua organisme yang berada di
lingkungan yang tercemar dapat bertahan hidup atau dengan kata lain ada
sebagian yang mati. Dalam percobaan ini ikan Nila sebagai bioindikator,
sedangkan uji toksisitas yang dilakukan adalah toksisitas akut karena uji
dilakukan dengan lama waktu uji hanya sampai empat hari dihitung dengan jam
selama 96 jam, tidak sampai mencapai satu generasi organisme.
Ditentukan berapa persen dari suatu populasi (misalnya, pada sekelompok
hewan percobaan) memberikan reaksi efek tertentu terhadap dosis tertentu dari
satu zat. Banyaknya individu yang menunjukkan efek ini dengan demikian
merupakan fungsi dosis. % individu yang memberi reaksi digambarkan secara
linear terhadap dosis. Pada kurva demikian, dosis yang menyebabkan 50%
individu memberikan reaksi, digunakan sebagai besaran bagi aktivitas (ED50) atau
letalitas (kematian) (LD50) dari senyawa yang diperiksa. Kurva dosis-reaksi,
artinya hubungan antara % individu yang diperiksa, yang memberikan suatu efek
pada dosis tertentu, dan dosis (digambarkan secra linear).
Pengamatan dilakukan selama 4 hari (96 jam), hasil pengamatan terakhir
didapat hasil jumlah ikan yang mati pada akuarium I berjumlah 2 ekor, akuarium
II 4 ekor, akuarium III 10 ekor dan akuarium IV 10 ekor. Dari hasil tersebut dapat
ditentukan Lethal Dose 70 (LD70), dengan menentukan % kematian ikan per
dosis yang diberikan. Pada uji toksisitas limbah tahu di dapat LD70 berada
diantara dosis 5% dan 10% yaitu 0,066 g/100 mL yang artinya pemberian dosis
tersebut dapat mematikan 70% organisme di lingkungan tersebut. Hal yang sama
juga terjadi pada pemberian limbah detergent, dimana LD70 juga berada antara
dosis 5% dan 10%. Hal ini menunjukkan bahwa limbah industri dan limbah
rumah tangga yang tidak dikelola dengan bijak dapat merusak ekosistem di
sekitarnya.
Air limbah dan bahan buangan industri akan mengubah pH air yang
akhirnya akan mengganggu kehidupan biota akuatik. Sebagian besar biota akuatik
sensitif terhadap perubahab pH dan menyukai pH antara 7 – 8,5. Nilai pH sangat
mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan
berakhir pada pH yang rendah.
Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri
tahu pada umumnya sangat tinggi. Semakin lama jumlah bahan organik ini
semakin banyak, dalam hal ini akan menyulitkan pengelolaan limbah, karena
beberapa zat sulit diuraikan oleh mikroorganisme di dalam air limbah tahu
tersebut. Banyaknya limbah cair yang dihasilkan dikhawatirkan
akan mencemari lingkungan perairan di sekitar industri tahu
sehingga terjadi penurunan kualitas air di perairan tersebut. Oleh
karena itu menurut hasil penelitian Dhahiyat (1990), diperlukan
suatu upaya untuk menanggulangi permasalahan limbah cair
tahu agar kualitas perairan pun dapat terjaga dengan cara
mengencerkan limbah tersebut. Sebelum dibuang ke perairan
umum terlebih dahulu limbah dimasukkan ke kolam yang
ditanami eceng gondok yang memanfaatkan tingginya
kandungan hara limbah tersebut.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan dapat dismpulkan bahwa:
1. Dari data yang didapat LD70 limbah tahu berada pada konsentrasi 5%-
10%, yaitu 0,066 g/100 mL yang artinya pemberian dosis tersebut dapat
mematikan 70% organisme di lingkungan tersebut.
2. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya
proses nitrifikasi akan berakhir pada pH yang rendah. Sedangkan limbah
tahu yang bersifat asam akan menambah jumlah nitrogen perairan
sehingga dapat membahayakan ekosistem perairan.
3. Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri
tahu pada umumnya sangat tinggi. Semakin lama jumlah bahan
organik ini semakin banyak, dalam hal ini akan menyulitkan
pengelolaan limbah, karena beberapa zat sulit diuraikan oleh
mikroorganisme di dalam air limbah tahu tersebut.
4. Diperlukan suatu upaya untuk menanggulangi
permasalahan limbah cair tahu agar kualitas perairan pun
dapat terjaga dengan cara mengencerkan limbah
tersebut.
5.2 Saran
Sebaiknya asisten lebih teliti dalam prosedur percobaan, sehingga tidak
didapatkan kekeliruan, yang nantinya akan berpengaruh terhadap data yang
didapatkan.
DAFTAR PUSTAKA
Dhahiyat, Y dan Djuangsih. 1997. Uji Hayati (Bioassay); LC 50 (Acute Tixicity Tests) Menggunakan Daphnia dan Ikan. PPSDAL LP UNPAD. Bandung
Lu, Frank. C.1995. Toksikologi Dasar, Asas, Organ, Sasaran, dan Penilaian Resiko. Universitas Indonesia Press : Jakarta
Mark, Jr.H.B. 1981. Water Quality Measurement The Modern Analytical Techniques. Departments of Chemistry of Cincinate. Ohio
Rossiana, Nia. 2006. UJI TOKSISITAS LIMBAH CAIR TAHU SUMEDANG TERHADAP REPRODUKSI Daphnia carinata KINGhttp :// pustaka.unpad.ac.idwpcontentuploads200904uji_toksisitas_limbah_cair_tahu_sumedang.pdf uji_toksisitas_limbah_cair_tahu_sumedangDiakses tanggal 4 November 2010
Setiawan, Hendra. 2001. Pengertian Pencemaran Air Dari Perspektif Hukumhttp://www.menlh.go.id/airnet/Artikel01.htmDiakses tanggal 4 November 2010
Tandjung, HSD. 1995. Toksikologi Lingkungan. Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta