Download - rihinitis atrofi merza
-
8/6/2019 rihinitis atrofi merza
1/16
1
PENDAHULUAN
Rinitis atrofi adalah penyakit hidung kronik yang ditandai dengan atrofi
progresif dari mukosa dan tulang konka disertai adanya sekret kental yang cepat
mongering dan pembentukan krusta yang berbau busuk.1,2,3,4,5,7
Penyakit ini lebih sering mengenai wanita terutama pada usia pubertas.
Sering ditemukan di negara-negara berkembang dengan tingkat sosial ekonomi
yang rendah dan lingkungan yang buruk.1,2,5,6
Etiologi dan pathogenesis rinitis atrofi sampai sekarang belum dapat
diterangkan dengan memuaskan.5,6
Penyakit dikelompokkan menjadi 2 bentuk
yaitu Rinitis Atrofi Primer dan Rinitis Atrofi Sekunder.4
Pengobatan rinitis atrofi ditujukan untuk menghilangkan faktor penyebab
dan gejala. Pengobatan dapat diberikan secara konservatif dan pembedahan.4,5,7,8
ANATOMI
Hidung Luar
Bentuk hidung luar seperti piramid. Bagian puncak hidung disebut apeks.
Agak ke atas dan belakang dari apeks disebut batang hidung (dorsum nasi), yang
berlanjut sampai ke belakang ke pangkal hidung dan menyatu ke dahi. Yang
disebut kolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu di posterior bagian tengah
pinggir dan terletak sebelah distal dari kartilago septum. Titik pertemuan
kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung. Disini bagian bibir atas
membentuk cekungan dangkal memanjang dari atas ke bawah, disebutfiltrum.
Sebelah kanan dan kiri kolumela adalah nares anterior atau nostril kanan dan kiri,
sebelah laterosuperior dibatasi oleh ala nasi dan di sebelah inferior oleh dasar
hidung. Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untu melebarkan
atau menyempitkan lubang hidung.9
-
8/6/2019 rihinitis atrofi merza
2/16
2
Gambar 1 : anatomi hidung luar10
Kerangka tulang terdiri dari :9,10
1. Sepasang os nasalis2. Prosesus frontalis os maksila3. Prosesus nasalis os frontal
Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari :9,10
1. Sepasang kartilago nasalis lateral superior2. Sepasang kartilago nasalis lateral inferior3. Beberapa pasang kartilago ala minor4. Kartilago septum
Gambar 2 : kerangka tulang dan kartilago hidung. A) tampak lateral, B) tampak basal10
-
8/6/2019 rihinitis atrofi merza
3/16
3
Kerangka tulang dan kartilago dari hidung ditutupi oleh otot-otot yang dapat
menggerakkan ala nasi, otot-otot tersebut antara lain:10
1. M. proserus2. M. dilator nares3. M. levator labii superior4. M. nasalis5. M. depresor septi
Hidung dalam
Hidung dalam dibagi menjadi kavum nasi kanan dan kiri oleh septum nasi.
Setiap kavum nasi tersebut dihubungkan dengan dunia luar melalui nares anterior
dan dihubungkan dengan nasofaring melalui nares posterior (koana).9,10
Hidung bagian dalam terdiri dari :9
a. VestibulumTerletak tepat di belakang nares anterior, dilapisi oleh kulit yang
mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut yang disebut
vibrissae.
b. Septum nasi dibentuk oleh tulang dan tulang rawan, yang membagi kavumnasi menjadi kavum nasi kanan dan kiri.
Bagian tulang terdiri dari:
- Lamina perpendikularis os etmoid- Os vomer- Krista nasalis os. Maksila- Krista nasalis os. PalatineBagian tulang rawan terdiri dari:
- Kartilago septum (lamina kuadraangularis)- kolumela
-
8/6/2019 rihinitis atrofi merza
4/16
4
Gambar 3: Anatomi Septum Nasi11
c. Kavum Nasi91. Dasar hidung
Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatina os. Maksila dan
prosesus horizontal os. Palatum
2. Atap hidungTerdiri dari kartilago lateralis superior dan inverior, os nasal
prosesus nasalis os. Maksila, korpus os. Etmoid dan korpus os.
Sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina
kribrosa yang didahului oleh filament-filamen n. olfaktorius yang
berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju
bagian teratas septum nasi dan permukaan cranial konka superior.
3. Dinding lateralDinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis
os. Maksila, os. Lakrimalis, konka superior, konka media, konka
inferior, lamina perpendikularis os. Palatum dan lamina
pterigodeus medial.
4. KonkaPada dinding lateral hidung terdapat 4 buah konka. Dari bawah ke
atas yaitu konka inferior, konka media, konka superior dan konka
suprema. Konka suprema ini biasanya rudimenter. Konka inferior
-
8/6/2019 rihinitis atrofi merza
5/16
5
merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os. Maksila dan
labirin etmoid, sedangkan konka media dan superior merupakan
bagian dari labirin etmoid
5. Meatus nasiDiantara konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit
yang disebut meatus. Meatus inferior terletak di antara konka
inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung,
dimana pada meatus ini terdapat muara duktus nasolakrimalis.
Meatus media terletak di antara konka media dan dinding lateral
rongga hidung, di meatus ini terdapat muara sinus maksila, sinus
frontal dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior yang
merupakan ruang antara konka superior dan konka media terdapat
muara sinus etmoid posterior dan sinus sphenoid.
6. Dinding medialDinding medial hidung adalah septum nasi.
Gambar 4 : Struktur dinding lateral hidung10
Perdarahan Hidung 12
Septum Nasi
1. Sistem karotis internaa. Arteri etmoidalis anterior
b. Arteri etmoidalis posterior
-
8/6/2019 rihinitis atrofi merza
6/16
6
Kedua arteri ini adalah cabang dari arteri ophtalmika
2. Sistem karotis eksternaa. Arteri spenopalatina (cabang arteri maksilaris).
b. Arteri palatina mayor cabang septum (cabang dari arterimaksilaris).
c. Arteri labialis superior cabang septum (cabang dari arteri fasialis).Dinding Lateral
1. Sistem karotis internaa. Arteri etmoidalis anterior
b. Arteri etmoidalis posteriorKedua arteri ini adalah cabang dari arteri ophtalmika
2. Sistem karotis eksternaa. Arteri spenopalatina
b. Arteri palatina mayor dari arteri maksilarisc. Arteri maksilaris cabang infraorbitald. Cabang arteri fasialis
Gambar 5 : Perdarahan Septum Nasi12
-
8/6/2019 rihinitis atrofi merza
7/16
7
Gambar 6: Perdarahan Dinding Lateral Hidung12
Pada bagian bawah depan dari septum terdapat anastomosis dari empat
jenis arteri yaitu arteri etmoidalis anterior, arteri laibialis superior, arteri
sfenopalatina, arteri palatina mayor, yang membentukplexus Kiesselbach (Littles
Area). Area ini mudah berdarah oleh trauma dan merupakan lokasi biasa
terjadinya epistaksis pada anak-anak dan dewasa muda.9
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan
berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung
bermuara ke vena ophtalmika superior yang berhubungan dengan sinus
kavernosus.9
Persarafan hidung9
1. Saraf motorikUntuk gerakan otot-otot pernafasan pada hidung luar mendapat persarafan
dari cabang nervus fasialis.
2. Saraf sensorisBagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari
nervus etmoidalis anterior, merupakan cabang dari nervus nasosiliaris,
yang berasal dari nervus ophtalmika (N. V-I). rongga hidung lainnya
sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari nervus maksila melalui
ganglion sfenopalatina.
-
8/6/2019 rihinitis atrofi merza
8/16
8
3. Saraf otonomGanglion sfenopalatinum, selain memberikan persarafan sensoris, juga
memberikan persarafan vasomotor atau otonom mukosa hidung. Ganglion
ini menerima serabut parasimpatis dari nervus petrosus profundus.
Ganglion sfenopalatinum terletak di belakang dan sedikit di atas ujung
posterior konka media.
4. Nervus olfaktorius (penciuman) Nervus olfaktorius turun melalui lamina kribriformis dari permukaan
bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor
penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.
Gambar 7: Pensarafan Hidung10
Mukosa Hidung
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologis dan fungsional
dibagi atas mukosa pernafasan (mukosa respiratori) dan mukosa penghidu
(mukosa olfaktorius).5
Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan
permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu (pseudostratified columnar
epithelium) yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel-sel goblet. Dalam
keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi
oleh palut lendir pada permukaannya.5
-
8/6/2019 rihinitis atrofi merza
9/16
9
Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang
penting. Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan
didorong kearah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk
membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang
masuk kedalam rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan
banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat.5
Dibawah epitel terdapat tunika propria yang banyak mengandung
pembuluh darah, kelenjar mukosa dan jaringan limfoid.5
DEFENISI
Rinitis atrofi adalah penyakit hidung kronik yang ditandai dengan atrofi
progresif dari mukosa dan tulang konka disertai adanya sekret kental yang cepat
mongering dan pembentukan krusta yang berbau busuk.1,2,3,4,5,6,7
ETIOLOGI
Etiologi penyakit ini belum diketahui secara pasti. Dahulu diduga penyakit
ini disebabkan oleh infeksi organisme tertentu diantaranya
Coccobacillus(Loewenberg, 1894), Bacillus mucosus(Abel 1895), Coccobacillus
foetidus azaena, Diphtheroid bacilli dan Kleibseilla ozaena(Henriksen dan
Gundersen,1959).6
Rinitis Atrofi di klasifikasikan menjadi 2 tipe :1,2,4
1. Rinitiis Atrofi primer : penyebabnya belum diketahui dengan pasti, adabeberapa teori yang menjelaskan tentang penyebab rinitis atrofi primer :
a. Faktor herediter : penyakit ini diketahui berkaitan denganhubungan keluarga yang berdekatan. Penelitian oleh Amreliwala
tahun 1993 ditemukan 27,4 % kasus bersifat diturunkan secara
autosomal dominan dan 67 % diturunkan secara resesif. Penelitian
oleh Singh tahun 1992, 20 % kasus ditemukan adanya riwayat satu
atau lebih anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang
serupa.2,4
-
8/6/2019 rihinitis atrofi merza
10/16
10
b. Infeksi : beberapa organisme telah ditemukan pada hidung pasien penderita rinitis atrofi, sepertiKlebsiella ozaenae, Coccobacillus
foetidus ozaena (Coccobacillus of Perez), Coccobacillus of
Loewenberg, Bacillus mucosus (Abels bacillus), diphteroids,
Bacillus pertusis, Haemophilus influenza, Pseudomonas
aeruginosa danProteus species, tetapi semua bakteri tersebut tidak
dapat dibuktikan sebagai penyebab rinitis atrofi.2,4
c. Defisiensi nutrisi : nutrisi yang buruk disebutkan sebagai faktor penting pada perkembangan rinitis atrofi. Beberapa penulis
menyebutkan pemyakit ini berhubungan dengan defisiensi Fe.
Defisiensi vitamin larut lemak (terutama vitamin A) juga
dipertimbangkan sebagai salah satu faktor penyebab.2,4
d. Teori developmental : pneumatisasi yang buruk dari sinus maksila,memegang peranan penting terjadinya rinitis atrofi.2
e. Defisiensi phospolipid : analisis biokimia dari aspirasi hidung padakasus rinitis atrofi ditemukan adanya penurunan phospolipid total
yang signifikan dibandingkan pada hidung normal.13
f. Teori Ketidakseimbangan endokrin : beberapa penulismenyimpulkan defisiensi oestrogen sebagai faktor penyebab rinitis
atrofi. Insidensi penyakit ini pada perempuan pubertas, gejala yang
memberat pada saat menstruasi dan kehamilan, dan berkurangnya
gejala pada beberapa kasus setelah pemberian estrogen, merupakan
pendukung teori tersebut.2,4
g. Autoimun : beberapa faktor seperti infeksi virus, malnutrisi,penurunan daya tahan tubuh sebagai faktor pemicu destruksi proses
autoimun dengan melepaskan antigen mukosa hidung ke
sirkulasi.2,4
2. Rinitis Atrofi Sekunder : Pada keadaan ini umumnya rinitis atrofidisebabkan oleh infeksi hidung kronik seperti sinusitis kronis,
tuberkulosis, sifilis, dan lepra. Penyebab lainnya yaitu kerusakan jaringan
-
8/6/2019 rihinitis atrofi merza
11/16
11
yang luas oleh karena operasi hidung dan trauma serta efek samping dari
radiasi.1,2,4,8
EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini sering mengenai perempuan usia muda hingga pertengahan,
dengan perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 1:5,6. Penyakit ini sering
ditemukan dikalangan masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi rendah dan
lingkungan yang buruk.
PATOLOGI
Perubahan histologis rinitis atrofi pada stadium awal berupa proses
peradangan kronis dan pada stadium lanjut berupa atrofi dan fibrosis mukosa
hidung. Mula-mula sel epitel toraks dan silianya akan hilang. Epitel dapat
mengalami stratifikasi awal dan bermetaplasia menjadi epitel gepeng. Pada
stadium lanjut, sebagian besar epitel telah menjadi gepeng. Dibawah epitel,
terdapat jaringan fibrosis yang padat.8
Akibat dari kehilangan epitel yang bersilia, menyebabkan penumpukan
sekresi kental dari hidung dan menyebabkan infeksi sekunder dan pembentukan
krusta. Bau dan kehilangan sensasi dari mukosa menarik lalat untuk bertelur
dimana telur tersebut dapat menetas menjadi larva dan pupa yang disebut magot.8
Secara patologi rinitis atrofi dapat dibagi dua yaitu:
Rinitis atrofi tipe IMerupakan tipe paling sering (50-80%) dari semua kasus. Dikarakteristikkan
dengan adanya endarteritis dan periarteritis pada arteriol terminal akibat infeksi
kronis dan membaik dengan efek vasodilator dari terapi estrogen.2,6,7
Rinitis atrofi tipe IITipe ini terdapat pada 20-50% kasus dimana terdapat vasodilatasi dari kapiler. Sel
endotel dari kapiler yang berdilatasi mempunyai sitoplasma yang lebih dari
normal dimana menunjukkan reaksi alkalin fosfatase yang positif pada proses
resorbsi tulang. Pada tipe ini tidak dapat diterapi dengan estrogen.2,6,7
-
8/6/2019 rihinitis atrofi merza
12/16
12
Gambar 8 : Mukosa Hidung Normal14
Gambar 9 : Mukosa Hidung pada penderita rinitis atrofi14
GEJALA KLINIS
Adapun gejala dari rinitis atrofi ini adalah hidung tersumbat, epistaksis,
sakit kepala atau nyeri pada wajah, hiposmia atau anosmia, pasien tidak mencium
bau busuk tetapi orang lain dapat merasakannya (merciful anosmia) dan adanya
sekret hijau kental serta krusta berwarna kuning kehijauan atau kadang-kadang
dapat berwarna hitam.2,4,7,8,14,15,16
-
8/6/2019 rihinitis atrofi merza
13/16
13
Secara klinis, Sutomo dan Samsudin membagi rinitis atrofi dalam tiga
tingkatan yaitu:
A. Tingkat I: atrofi mukosa hidung, mukosa tampak kemerahan danberlendir, krusta sedikit.
B. Tingkat II: atrofi mukosa hidung semakin jelas, mukosa makin kering,warna makin pudar, krusta banyak, keluhan anosmia belum jelas.
C. Tingkat III: atrofi berat mukosa dan tulang sehingga konka tampaksebagai garis, rongga hidung tampak lebar sekali, dapat ditemukan
krusta di nasofaring, terdapat anosmia yang jelas.15
DIAGNOSIS
Diagnosis rinitis atrofi dapat ditegakkan berdasarkan:
AnamnesisPada anamnesis pasien mengeluhkan hidung tersumbat, hidung berdarah, sakit
kepala atau nyeri pada wajah, pasien tidak mencium bau busuk tetapi orang lain
dapat merasakannya dan adanya sekret hijau kental serta keropeng berwarna
hijau.7,15,16
Pemeriksaan klinisPada pemeriksaan rinoskopi anterior didapati krusta berwarna kuning kehijau-
hijauan atau kadang-kadang krusta dapat berwarna hitam terutama pada dinding
lateral kavum nasi yang berbau busuk.Setelah krusta diangkat, biasanya akan
terjadi perdarahan. Tampak rongga hidung yang sangat lapang dan konka yang
atrofi, mukosa hidung yang tipis dan kering. Bisa juga ditemui ulat/larva (karena
bau busuk yang timbul).4,7,15
Nasofaring bagian belakang dan bagian atas palatum molle jelas terlihat tanpa
hambatan.4
Pemeriksaan penunjangPemeriksaan darah rutin dan Fe serum, kultur dan uji sensitifitas sekret hidung, uji
serologis (VDRL) untuk menyingkirkan sifilis, uji mantoux dan foto toraks PA
apabila rinitis atrofi diduga berhubungan dengan tuberkulosis, foto rontgen dan
CT scan sinus paranasal dan pemeriksaan biopsi hidung.2,6,15
-
8/6/2019 rihinitis atrofi merza
14/16
14
Pada foto rontgen sinus paranasal terdapat osteoporosis konka dan rongga
hidung yang lapang.7,14
Pada CT scan sinus paranasal terdapat gambaran penebalan dari mukosa
sinus paranasal, hilangnya kompleks osteo meatal akibat destruksi bulla etmoid
dan prosesus unsinatus, hipoplasia dari sinus maksilaris, pembesaran dari rongga
hidung dengan destruksi dari dinding lateral hidung dan destruksi tulang konka
inferior dan konka media.7,14
Gambar 10 : Gambaran CT Scan Hidung dan Sinus Paranasal Potongan Koronal
Pada Penderita Rinitis Atrofi14
DIAGNOSIS BANDING15
Rinitis tuberkulosisTuberkulosis pada hidung berbentuk noduler atau ulkus, terutama
mengenai tulang rawan septum dan dapat mengakibatkan perforasi. Pada
pemeriksaan klinis terdapat sekret mukopurulen dan krusta sehingga
menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Diagnosis ditegakkan dengan
ditemukannya basil tahan asam (BTA) pada sekret hidung.5
Rinitis sifilisPenyebab rinitis sifilis ialah kuman Treponema pallidum. Pada rinitis
sifilis yang primer dan sekunder gejalanya hanya adanya bercak pada mukosa.
Pada rinitis sifilis tersier dapat ditemukan guma atau ulkus yang terutama
-
8/6/2019 rihinitis atrofi merza
15/16
15
mengenai septum nasi dan dapat mengakibatkan perforasi septum. Pada
pemeriksaan klinis didapati sekret mukopurulen yang berbau dan krusta.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan mikrobiologik dan biopsi.5
Rinitis lepraPenyebab rinitis lepra adalah Mikobakterium leprae. Lesi pada hidung
sering terlihat pada penyakit ini. Pasien mengeluhkan hidung tersumbat oleh
karena pembentukan krusta serta adanya bercak darah. Mukosa hidung terlihat
pucat. Apabila infeksi berlanjut dapat menyebabkan perforasi septum.5
Rinitis sikaPada rinitis sika ditemukan mukosa yang kering, terutama pada bagian
depan septum dan ujung depan konka inferior. Krusta biasanya sedikit atau tidak
ada. Pasien biasanya mengeluh rasa iritasi atau rasa kering yang kadang-kadang
disertai dengan epistaksis. Penyakit ini biasa ditemukan pada orang tua dan pada
orang yang bekerja di lingkungan yang berdebu, panas dan kering.5
KOMPLIKASI
Perforasi septum dan hidung pelana.Pada kasus yang parah dan tidak diterapi, dapat menyebabkan komplikasi
berupa destruksi dari tulang dan tulang rawan hidung yang mengakibatkan
perforasi septum dan hidung pelana.2
Faringitis atrofi.Hal ini biasanya terjadi bersamaan dengan rinitis atrofi dimana terdapat
mukosa faring yang kering. Krusta yang lepas dapat menyebabkan episoda batuk
seperti tercekik.2
Miasis nasi.Merupakan komplikasi yang jarang ditemui, terutama pada pasien dengan
sosio ekonomi yang rendah dimana bau busuk tersebut menarik lalat dari genus
Chrysomia (C. Bezianna vilteneauve). Lalat ini meletakkan telurnya yang
kemudian menetas menjadi magot. Puluhan sampai ratusan magot dapat
memenuhi rongga hidung dimana mereka makan dari mukosa sampai tulang
hidung. Mereka membuat terowongan di jaringan lunak hidung, sinus paranasal,
-
8/6/2019 rihinitis atrofi merza
16/16
16
nasofaring, dinding faring jaringan orbita, lakrimal, sampai dasar tengkorak yang
dapat menyebabkan meningitis dan kematian.2