Media • •
Tanggol • •
Hlm/klm •
SASTRA DAN PESANTREN
Banyak sastrawan tumbuh di pesanll ell?
Tidak ada kurikulum sastra di pesantren, tetapi ada atmosfer
di pesantren. Di pengajian juga ada Sastra tidak diajarkan sebagai pengajaran sastra, tapi agama Ada beberapa kitab yang sebenamya syair. Akhirnya santri bisa menjadi akrab dengan keindahan bahasa Atmosfer itulah yang membuat saya seming menllJis. BeJakangan, tahun 1990-an muncul komunitas-komunitas di
•
pesantren, misalnya Komunitas Malaikat di Darul Arqom, Rajapolah Tasikmalaya, dan Garut.
Di komunitas sastra pesantren, santri hanya sebagai latar saja. Bahwa dia pemah di pesantren. Kreativitas bisa lebih luas tidak terkungkung oleh tema-tema tertentu.
Bagaimana persepsi orang tentang pesantren?
Orang datang ke pesantren tidak semata-mata belajar ilmu.
Melatih sikap hidup. Nilai pesantren bukan dari intelektualnya tapi bagaimana santri bisa hidup dengan kesederhanaan, toleransi antarteman, dan istiqomah. Tanpa terasa itu dikondisikan. Ada juga unsur barokah.
Tapi, ada juga yang anggap pesantren sebagai laberatorium buat anak nakal. Sebenamya, yang siap dalam hal ini hanya Suryillaya. Kalau semua pesantren diisi dengan yang seperti ini akan cepat rusak kualitasnya.
Dari lingkungan pesantren bagaimana Anda ke sastra dan seni rupa?
Selalu ada istilah, dari anak-anak kiai, pasti ada salah satu yang aneh atau "nakal". Ini "kelainan" yang oleh masyarakat sudah dimaklurni. 'Sej1jk awal ada sikap memberontak dalam diri saya. Saya selalu bicara terus terang dan lugas. Kebetulan ibu saya senang sastra dan berlangganan majalah kebudayaan. Jadi
• Nama: Acep Zamzam Noor • Tempat/Tangal Lahir:
Tasikmalaya, 28 Februari 1960 • Keluarga:
Istri: Hajah Euis Nurhayati Anak: Rebana Adawiyah (18)
Imana Tahira (13) Diwan Masnawi (10) Abraham Kindi (5)
• Pendidikan: - Pondok Pesantren Cipasung
saya terkondisikan membaca karya-karya sastra
Saya ketemu pllisi-puisi di situ. Akhimya saya mulai menulis puisi dan ini menjadi aktualisasi diri sambil terus melukis. Saya tidak dil.arang berkecimpung dalam sastra. Masih ada satu pesan yang masih saya ingat, yaitu asal bermanfaat untuk masyarakat. .
Sebagai anak kiai Anda juga dipanggil dengan sebutan tertentu seperti anak kiai di Jawa Timur yang dipanggil Gus?
Jawa Barat agak berbeda dengan Jawa Timur. Posisi anak kiai di Jawa Barat memang Jain di mata masyarakat, tapi masih proporsional. Di Jawa Timur sudah agak berlebihan di mata masyarakat.
Ada beban sebagai anak kiai? Ada beban psikologis yang be
rat sebagai anak kiai. Itulah mungkin pemberontakan saya. Ada kaitannya dengan beban itu.
(XARIDMU/ADH)
- Pondok Pesantren As-5yaifi'iyah, Jakarta - 5-1 Jurusan 5eni Lukis Fakultas 5eni Rupa
dan Desain ITB (1980-1987)
• Kumpulan Puisi: - Di Luar Kata, 1996
•
- Di Atas Umbria, 1999 - Dongeng dari Negeri 5embako, 2001 - Jalan Menuju Rumahmu, 2004
. • Antologl: •
- The Poets Chant, 1995 - Aseano, 1995 - In Words In Colours, 1995 - A Bonsai's Morning (Bali, 1996) Asia Uterary Review (Hongkong, 2006). - Menjadl Penyair Lagi, 2007 .
• Pameran: . - Fourt ASEAN Youth Painting Workshop and Exhibition di Manila,
Filiplna, 1986 -10th AsIan
Pameran -'QIuI •
•
Art ExhIbition, Slngapura, 1995. Atelier Utrecht, BeIanda.l996.
membacakan puisi-puisinya
proyek yang bisa dimainkan. . ~akah para kiai masih men
jadz obyek tarik-menarik kepentingan politik?
Kalau mau kalah, minta saja dukun~an dari PKB. Mulai dari Jawa ~unur sampai Jawa Tengah mayontas calon yang diusung P!<.B kalah. Bahkan, di Tasik sendin yang NU-nya sangat kuat.
Mengapa? S.ebabnya, setelah partai me
~eruna uang mereka tidur dan tldak berjuang karena uang tadi hanya dianggap sumbangan. Di Jawa ~arat juga, ini terbukti . .
. ~erilaku seperti ini bukan tradlSl di NU, tapi setelah refonnasi. Banyak ulama didekati oleh broker politik, diiming-imingi uang Akhirnya jadi kebiasaan. Ketik~ ~ama yang berpengaruh sudah tidak ada, akhirnya ul.ama yang seperti itu yang ada. Ketika kiai jadi juru kampanye, masyarakat sudah tidak respek lagi. Kerusakan akan lebih cepat karena pilkada banyak sekali.
Bagaimana Anda melihat fenomena hasil pilkada di Jawa Barat?
Media
Tanggal
Hlm/klm
Dari kemenangan pasangan Hade (Ahmad Heryawan-Dede Yusuf), saya lihat ada kejenuhan masyarakat. Mereka jenuh dengan sosok yang itu-itu juga yang sudah terbayangkan ke depan. Kemudian ada sosok banl, yang sebelumnya tidak terbayangkan. Kejenuhan itu juga yang menyebabkan angka golput tinggi. Fenomena ini juga bisa diartikan sebagai bentuk perlawanan dari masyarakat.
Anda pernah mengampanyekan golput. Mengapa?
Mengampayekan golput bukan berarti antipemilu. Ini merupakan bagian dari pendidikan politik bagi masyarakat. Ketika kandidat tidak bisa dipercaya, ya, tidak perJu memaksakan diri untuk memilih. Lebih bail< tidur di rumah. Karena tidur yang paling enak ialah ketika hari pencoblosan, ha-ha-ha ....
Anda juga menggelaT' kampanye golput kejalan-jalan?
Saya juga biasa mengadakan karnaval mengampanyekan golput pada masa tenang pemilu. Pesertanya dari komunitas seniman dan belakangan ada masyarakat yang ikul Karnaval ini juga sekaligus memberi contoh pada partai bagaimana membuat arak-arakan yang menghibur.
ADHITYA RAMADHAN FRANS SARTONO
DEDI MUHTADI
Komunitas Azan bagian dari infrostruktur itu? .
lni komunitas permanen yang terbentuk sepu1ang saya dari ltali tahun 1996. lni gerakan apresiasi seni. Anggotanya seniman dan sastl'awan di Tasik. Di antaranya ada Saeful Badar dan Nazaruddin Azhar.
lni merupakan gerakan apresiasi. Ada Sastra Tasik yang membina para penulis muda, ada Partai Nurul Sembako dengan gerakan spanduknya. Para komunitas Azan juga
yang mengajar kesenian di sekolah dan madrasah di Tasik.
Ini bukan komunitas anti "rezim sastra" itu, ya?
Bukan. lni bukan sebagai bentuk perlawanan ke pusat kebudayaan besar. lni bukan merupakan gerakan politis untuk menentang pusat karena gerakan politis seperti itu akan mati sendiri karena tidak didukung oleh karya
Kami melihat apresiasi ke masyarakat itu penting. Kami di sini
., . s semua Jems seru,
teater, musik, hingga tari, behkan seni tradisional dan kontemporer juga menjadi bahan
Saya hanya ingin kegembiraan dengan ma
Bahwa masyarakat juga menikmati karya seni. Bi
aMi" aetelab pementasan ada diIkusi larut malam de
seputar pemen-
Acep mendirikan Partai NuruJ Sembako cPNS) tahun 1999. lni merupakan res pons Acep pada bermuncuJannya partai pada awal era refonnasi. Partai NuruJ Sembako yang memiliki moto "Melayani Kebutuhan Sehari-hari" menjadi gerakan perlawanan atau respons sekaligus kritik ter- . hadap praktik politik para politisi.
Partai NuruJ Sembako ini un'tuk meledek partai Gerakan spanduk ini terbukti efektif sebagai bentuk counter culture. Perlawanan terhadap fenomena yang keras pun menjadi cair karenanya.
Tak kalah dengan parpol, Acep dan kawan-kawan pun ikut-ikutan memasang spanduk. Belakangan spanduk menjadi gerakan khas PNS. Inilah bunyi spanduk yang pernah terpasang di seantero Tasikmalaya
Say a amati memang banyak pOlitisi yang tak punya integritas. Merek~ juga tidak
pernah tampil dengan dirinya sendiri.
•
"Anda lngin Jadi PNS? Siapkan Uang Rp 30 Juta dan Silahkan Hubungi Nomor Telp 0265 311478 dan 0265 330805", "Selamatkan Tasik dari Borjuisme dan Kapitalisme", "Tasik Kota Santri = Kota Non fitnah. Tunjukkan Logikanya dan Buktikan Secara Empirik, Bukan Lewat Tafsir Gelagat", "Dibuka Pendaftaran Imunisasi Dewan Kota dari Wabah Kadeudeuh dan BPR", "Dengan Semangat 45, Maju Terus Pantang Malu", "Dijual Segera Kota Tasikrualaya Hubungi Telp 0265 311478 dan 0265 330805", "Tasikrualaya Kota Puisi", "Tasikrualaya Kota Dangdut" "Pilkada Buat Rakyat Penting-penting Amat".
clan besar Acep tak banya
Pondok Ci-pasung, tapi juga pen-didikan dari sekolah menengah
Media
Tanggal •
Hlm/klm ;
hingga perguruan tinggi di Tasik. Acep tumbuh dalam tradisi pesantren yang dikelola keluarga, termasuk oleh ayahnya, KHM 11-yas Ruhiat, kiai berwibawa yang menjadi Rois Aam Pengurus Besar NahdlatuJ Ulama Acep adalah anak pertarna dari tiga anak pasangan dari 'KHM Ilyas Ruhiat dengan Hajah Dedeh Faridah.
Sebagai anak dari tokoh NahdlatuJ Ulama (NU) Acep cukup dekat dengan peristiwa politik di sekitar NU. Asal tahu saja, Pondok Pesantren Cipasung pada tahun 1994 pemah menjadi tuan rumah penyelenggaraan Muktamar Ke-29 NU yang dibuka Presiden Soeharto.
Tak tertarik masuk ke politik? Untuk saat ini saya tidak ter
tarik terj un ke politik praktis. Sejak Orde Baru banyak teman yang ideal is mau masuk struktur dengan alasan mau mengadakan perubahan dari dalam. Saya tidak pernah percaya itu karena yang hanya akan berubah itu bukan sistemnya, tapi cuma dirinya sendiri.
Saya amati memang banyak politisi yang tak punya integritas. Mereka juga tidak pemah tampil dengan dirinya sendiri. Biasanya mereka menggantungkan diri kepada kiai besar.
Apakah kini ada perbedaan dalam sikap berpolitik?
DuJu ada pengaderan yang berjenjang dalam menempatkan kader ke dalam struktur. Yang berkualitaslah yang tampil. Para anggota pun akhirnya saling mendorong. Sekarang tidak. Yang ada malah saling berebut. Sekarang, semata-mata Jebih ke pragrnatis saja Anggota dewan, misalnya, yang dalam waktu singkat menjadi sangat sejahtera. Mereka biasanya memelihara akarnya untuk politik praktis. Jadi kalau kader NU dirontgen cita-citanya sama, yaitu menjadi anggota DPR, ha-ha-ha!
Padahal, politik bagi NU sebenarnya bukan politik praktis. Sikap politik sangat terkait dengan respons terhadap situasi dan keadaan kebangsaan saat itu. Pesantren bukan menjadi bagian dari kekuasaan. Memang ada orang NU yang di kekuasaan, tetapi tetap ada jarak antara pesantren dan kekuasaan.
Kebanyakan orang po-litik saat ini beuhain po-litik bukan Yang jadi nuuan uang. Masuk DPR bukan karena mau membela rakyat, tapi karena di