Download - sekularisasi bukan sekularisme
1 | P a g e
Meninjau Ulang Gagasan Sekularisasi Nurcholis Madjid:
Desakralisasi dan Rasionalitas1
Oleh Dian Kukuh Purnandi2
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
I. Pendahuluan
Firman Allah diatas dapat ditafsirkan bahwa barangsiapa yang mampu dan
berhasil melepaskan diri dari belenggu kekuatan-kekuatan tirani, yang datangsama juga
dari dalam dirinya sendiri atau dari luar, kemudian dia berhasil pula berpegang kepada
kebenaran yang sejati, maka sungguh ia telah menempuh hidup aman sentosa, tidak
akan gagal dan tidak akan kecewa.
1 Disampaikan dalam Intermediate Training HMI Cabang Malang, 16 - 20 Juni 2010
2 Penulis adalah utusan HMI Cabang Surakarta
2 | P a g e
Tirani ditolak dalam sistem tauhid, karena ia bertentangan dengan prinsip bahwa
yang secara hakiki berada diatas manusia hanyalah Allah, seru sekalian alam. Sebab
manusia sendiri adalah ciptaaan tert inggioleh Tuhan, yang bahkan oleh Tuhan
sendirimemuliakannya. Karena itu, akan melawan harkat dan martabat manusia sendiri
jika ia mengangkat sesuatu selain Tuhan keatas dirinya sendiri3.
Agama adalah sebuah kepercayaan yang telah dipilih oleh seseorang. Tak dapat
dipungkiri manusia membutuhkan kepercayaan yang untuk selanjutnya melahirkan
nilai-nilai untuk dijadikan pegangan hidup. Manusia lah yang memilih kepercayaan,
atau lebih tepatnya mencari kepercayaan. Namun jika kita lihat dan rasakan, dalam
konteks pencarian kepercayaan terjadi kontradiksi peradaban dimana kepercayaan yang
kita temukan adalah kepercayaan yang telah melembaga dalam tradisi yang diwariskan
turun temurun dan bersifat mengikat pengikutnya. Ikatan tradisi ini sering kali
menghambat perkembangan peradaban dan kemajuan manusia.
Apabila kita hubungkan dengan Agama yang kita anut sekarang ini, maka apakah
memang dalam mengucapkan kalimat syahadat untuk pertama kalinya dahulu
merupakan warisan dari orang yang lebih tua dari kita. Bila iya tentunya tidak dapat
dikatakan bahwa kita telah mengucapkan kalimat syahadat tanpa intervensi dari pihak
manapun. Hal ini dikarenakan kita tidak mencari apa yang kita ucapkan itu, namun
mengulang ucapan orang lain tanpa menguji apakah ucapan itu benar dan , baik secara
makna lahiriah maupun makna batiniah.
Perumusan kalimat persaksian (Syahadat) Islam mengandung gabungan antara
peniadaan dan pengecualian. Alurnya adalah peniadaan terhadap seluruh kepercayaan,
dan memperkecualikan satu kepercayaan kepada kebenaran. Sehingga nantinya
dimaksudkan manusia hanya tunduk pada ukuran kebenaran dalam menetapkan dan
memilih kepercayaan. Dari sini kita dapat melihat bahwa konsep Tauhid dalam Islam
adatalah tegas, tak kenal kompromi4.
3 Tebba, Sudirman. 2004. ”Orientasi Sufistik Cak Nur”. Jakarta : Penerbit Paramadina. Hal 28
4 Ibid, hal 29
3 | P a g e
Dalam konteks pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia, Nurcholish Madjid
melontarkan gagasan tentang sekularisasi. Istilah ini digunakan dalam konsep tauhid.
Konsep tersebut bukan dimaksudkan sebagai penerapan sekularisme, sebab sekularisme
adalah sebuah ideologi. Karenanya, sekularisasi di sini bukan dimaksudkan untuk
mengubah kaum Muslim menjadi sekular, tetapi untuk menduniawikan nilai-nilai yang
semestinya bersifat duniawi dan melepaskan umat Islam dari syirik dan tahayul. Dengan
demikian sekularisasi dimaksudkan untuk memantapkan dan memutlakkan Tuhan
semata-mata (tauhid)5.
Pernyataan penolakan terhadap sekularisme disampaikan Nurcholish Madjid
disampaikan dengan penegasan bahwa dia membuat pembedaan yang sangat prinsipil
antara sekularisme dan sekularisasi. Sekularisme adalah suatu paham yang tertutup,
suatu sistem ideologi tersendiri dan terlepas dari agama6.
Inti sekularisme adalah penolakan adanya kehidupan lain di luar kehidupan
duniawi. Dari perspektif Islam, sekulirisme adalah perwujudan dari paham dahriyyah,
seperti isyaratkan dalam Al-Qur’an:
“Mereka berkata, Tiada sesuatu kecuali hidup duniawi kita saja – kita mati dan
kita hidup – dan tidak ada yang membinasakan kita kecuali masa. Tapi mereka
sebenarnya tidak mempunyai pengetahuan yang pasti tentang hal itu. Mereka
hanyalah menduga-duga saja.” (Q.S. al-Jatsiyah: 24)
Dari ayat Al-Qur’an tersebut, telah menjelaskan secara tegas bahwa sekularisme tidak
sejalan dengan agama, khususnya agama Islam.
5 Tebba, Sudirman. 2004. ”Orientasi Sufistik Cak Nur”. Jakarta : Penerbit Paramadina, hal 29
6 Madjid, Nurcholis. 1995. ”Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan”. Cet.ke-8. Bandung : Penerbit Mizan, hal 218
4 | P a g e
Pembedaan antara sekularisasi dan sekularisme itu dapat menjadi semakin jelas
kalau kita bandingkan dan analogikan dengan pembedaan antara rasionalisasidan
rasionalisme. Setiap oran Islam mengetahui, bahwa dia harus bersikap rasional. Sebab
dalam Al-Qur’an banyak sekali ajaran mengenai hal tersebut. Dan bila suatu umat Islam
dalam keadaan tidak rasional, maka proses pengembaliannya ke rasionalitas
menimbulkan proses rasionalisasi7.
Namun satu hal yang tidak boleh dilakukan oleh umat Islam adalah menjadi
rasionalis, yaitupendukung rasionalisme. Sebab rasionalisme adalah suatu paham yang
bertentangan dengan Islam. Rasionalisme mengingkari keberadaan Wahyu sebagai
media untuk mengetahui kebenaran, dan hanya mengakui rasio. Disini pun sama dengan
sekularisasi dan sekularisme, bahwa perbedaannya antara keduanya adalah
permasalahan yang sangat prinsipil, yaitu tentang proses dan paham8.
II. Landasan Sekularisasi Nurcholis Madjid
A. Landasan Agama
Sekularisasi sebagai sebuah sistem ideologi pada dasarnya dimulai dari
kalimat syahadat. Apabila dicermati, kalimat syahadat mengandung 2 pengertian
yang saling berhubungan. Selain itu. bila kita lihat lebih dalam, kalimat syahadat
sesungguhnya ingin menegaskan garis pemisah antara siapa mukmin dan siapa
kafir. Dalam kalimat syahadat ini, pengertian pertama yang dapat ditangkap
adalah tentang penidaan Tuhan. Perkataan La Illah adalah Peniadaan Tuhan.
Dalam Kalimat syahadat itu, negasi tersebut segera disusul dengan pengecualian
bahwa tidak semua Tuhan itu tidak ada, kecuali satu,yaitu Tuhan itu sendiri (Allah
S.W.T.)9.
7 Madjid, Nurcholis. 1995. ”Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan”. Cet.ke-8. Bandung : Penerbit Mizan, hal 219
8 Ibid, hal 219
9 Ibid, hal 223
5 | P a g e
Jadi negasi ketuhanan dalam kalimat syahdat adalah negasi yang terbatas,
tidak mutlak. Negasi itu dimaksudkan untuk membebaskan manusia dari berbagai
jenis kepercayaan kepada Tuhan-Tuhan yang selama ini dianut, kemudian
mengukuhkan kepercayaan kepada Tuhan yang sebenarnya (mutlak)10.
Nurcholis juga melanjutkan argumentasinya dengan kalimatbasmallah.
Kalimat basmallah (atas nama Allah) menunjukan bahwa manusia adalah khalifah
Allah di bumi, kalimat al-Rahman menunjukan sifat kasih tuhan di dunia,
sedangkan kalimat al-Rahhimmenunjukan sifat kasih Allah di akhirat. Dengan
argumentasinya ini, sebenarnya Nurcholis ingin menyatakan bahwa penghayatan
nilai spiritual keagamaan bukanlah hasil kegiatan yang serba rasional, begitupun
dengan masalah-masalah duniawi tidak dapat didekati oleh masalah-masalah
spiritual. Pemikiran Nurcholis madjid ini merujuk pada hakikat ijtihad, yakni
berjalannya proses berpikir dengan bersandar kepada dalil naqli (berdasarkan
kebenaran wahyu).
Sekularisasi juga digunakan dalam arti sosiologis, artinya sekularisasi
memperoleh makna yang kongkrit sebagai desakralisasi. Dengan begitu, istilah
sekularisasi ini tidak berarti penghapusan nilai-nilai agama, tetapi menumbuhkan
semangat keagamaan.
B. Landasan Historis
Menurut para ahli sejarah, bangsa Indonesia mula-mula menganut
kepercayaan Animisme atau Dinamisme. Kemudia datang agama Hindu dan
Budha, yang relatif lebih sempurna daripada keprcayaan asli tersebut. Tetapi
agama Hindu dan Budha sangat mentolerir Animisme tersebut, bahkan
menyerapnya menjadi bagian dari dirinya sendiri. Hal ini mengakibatkan sisa-sisa
Animisme itu masih tampak jelas dalam praktek-praktek agama Hindu dan Budha
di Indonesia11.
10 Madjid, Nurcholis. 1995. ”Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan”. Cet.ke-8. Bandung : Penerbit Mizan, hal 223
11 Ibid, hal 224
6 | P a g e
Ketika Islam datang ke Indonesia, agama baru ini menghadapi keadaan yang
tidak jauh berbeda dengan keasliannya dulu di bidang kepercayaan. Dan Islam
mampu menyanggah Animisme tersebut melalui ajaran kalimat Syahadat yang
merupakan pangkal tolak Tauhid.
Islam yang datang dengan tauhidnya yang tak kenal kompromi. Dengan
tauhid ini, seorang Animis diajari untuk melihat benda-benda sebagaimana
adanya. Bagaiman dia mendekati benda itu, sangat bergantung pada
kecerdasannya bukan tergantung kepada ketekunannya melakukan upacara-
upacara keagamaan. Maka dengan tauhid ini, terjadi proses sekularisasi besar-
besaran pada diri seorang Animis.
Apabila kita melihat permasalahan tauhid ini secara lebih luas, dapat
digambarkan mulai dari manusia pertama (Adam dan Hawa). Adam dan Hawa
sebagai manusia pertama telah diajari tentang kepercayaan yang benar. Pasti
ajaran itu mula-mula adalah sederhana, sesuai dengan kemapuan manusia.
Kemudian disempurnakan secara bertahap dengan diutusnya rasul-rasul yang
berdatangan sesudahnya. Rasul-rasul itu, selain bertugas membawa ajaran tentang
kepercayaan, atau agama yang lebih lengkap, juga meluruskan kembali umat
manusia yang sudah mulai menyimpang dari ajaran sebelumnya. Sampai akhirnya
tiba kerasulan Nabi Muhammad. Beliau merupakan utusan terakhir Tuhan, dengan
tugas final dan universal.
Dengan demikian, menurut Cak Nur orang Islam sangat memerlukan
kesadaran historis, tanpa mengalami historisis (dalam arti sikap memutlakkan apa
yang ada dalam sejarah), tetapi melihatnya sebagai contoh kemungkinan
perwujudan pelaksanaan nyata suatu nilai dalam tuntutan zaman dan tempat.
7 | P a g e
Dalam sejarah dan peradaban itulah “tali hubungan dengan Allah”
diterjemahkan secara nyata menjadi “tali hubungan dengan sesama manusia”.
Sebab bagi Cak Nur, peradaban islam adalah peradaban kaum muslim yang ,
yaitu peradaban yang mengasumsikan adanya titik tolak penciptaannya oleh
orang-orang yang mempunyai komitmen kepada nilai-nilai Islam yang berintikan
taqwa kepada Allah dan usaha mencapai ridla-Nya. Sekaligus bahwa peradaban
itu sendiri juga mengasumsikan daya cipta manusia dan usahanya dalam lingkung
hidup dengan sesamanya12.
III. Gagasan Sekularisasi
A. Inti Gagasan Sekularisasi Nurcholis Madjid
Argumen Nurcholis Madjid mengenai Sekularisasi berangkat dari pandangan
Parsons dan Bellah tentang pengertian sekularisasi. Nurcholis Madjid menyatakan
bahwa sekularisasi adalah konsekuensi logis dari tauhid. Tauhid sendiri
menghendaki pengarahan setiap kegiatan hidup untuk Tuhan, untuk mencari ridha
Tuhan. Dalam hal ini, Tauhid bukan berarti bentuk sakralisasi kegiatan manusia,
karena yang sakral hanyalah Tuhan. Pada masyarakat muslim dewasa ini, telah
terjadi pengalihan sakralisasi dari yang seharusnya hanya Tuhan menjadi seluruh
kegiatan manusia.
Sekularisasi Nurcholis Madjid secara lebih jelasnya dapat dinyatakan bahwa
Yang Maha Suci hanyalah Tuhan (Subhanallah). Karena hanya Tuhan yang
sakral, maka seluruh kegiatan, untuk mendapatkan maknanya yang hakiki, harus
hanya ditujukan kepadanya, dengan implikasi orientasi kegiatan demi kebenaran,
secara tulus dan ikhlas.
12 Madjid, Nurcholis. 1995. ”Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan”. Cet.ke-8. Bandung : Penerbit Mizan, hal 224
8 | P a g e
B. Definisi Sekularisasi
Kata Sekular berasal dari bahasa latin yaitu kata saeculum yang artinya
zaman sekarang ini. Kata saeculum adalah salah satu dari kata latin yang berarti
dunia, kata lainnya adalah mundus yang artinya dunia yang menunjukkan ruang
atau tempat. Saeculum menunjuk untuk dunia waktu, sedangkan mundus
menunjuk dunia ruan dan tempat. Sedangkan secara etimologi, sekular berarti
menunjuk sifat dunia atau keduniaan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Istilah sekular diartikan sebagai
bersifat duniawi atau kebndaan, bukan bersifat keagamaan atau kerohaniaan,
sehingga sekularisasi berarti membawa ke arah kecintaan kepada kehidupan
dunia. Norma-norma tidak perlu didasarkan pada ajaran agama.
Dalam ensiklopedi Indonesia, kata sekularisasi diartikan suatu proses yang
berlaku sedemikian rupa sehingga orang atau masyarakat yang bersangkutan
semakin berhalauan dunia, dalam arti terlepas dari nilai-nilai atau norma-norma
yang dianggap kekal.
Sedangkan dalam bahasa indonesia, apabila menerima serapan dari bahasa
asing, akhiran “sasi” berarti menunjukkan sebuah proses. Sedangkan akhiran
“isme” berarti paham atau ideologi.
Agaknya sudah menjadi konsep manusia dari dulu, bahwa alam ini terdiri atas
dua hakikat, yaitu alam yang menjadi tempat hidup kita sekarang dan alam
sesudah kita meninggal. Umat Islam tentu mengetahui adanya paralelisme konsep
itu dengan apa yang diajarkan dalam Al-Qur’an, yaitu konsep tentang adanya
dunia dan akhirat13.
13 Madjid, Nurcholis. 1995. ”Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan”. Cet.ke-8. Bandung : Penerbit Mizan, hal 216
9 | P a g e
C. Pengertian Sosilogis Sekularisasi
Pengertian pertama tentang sekularisasi ialah bahwa ia adalah proses, lebih
tepatnya proses penduniawian. Dalam proses itu pemberian perhatian yang lebih
besar daripada sebelumnya kepada kehidupan duniawi ini. Pengetahuan mutlak
diperlukan untuk memperoleh ketepatan-ketepatan setingi-tingginya dalam
memcahkan masalah duniawi.
Secara ringkar, pengertian pokok tentang sekularisasi adalah pengakuan
wewenang ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam membina kehidupan
duniawi. Dan ilmu pengetahuan itu sendiri terus berproses dan berkembang
menuju kesempurnaannya.
Sekularisasi sering kali diidentikkan dengan wacana ‘kematian’ agama dalam
dialektika kehidupan masyarakat. Istilah ini pertama kali dipakai setelah terjadi
peperangan agama (revolusi Prancis), untuk menyebut pengalihan wilayah atau
harta milik dari pengawasan para pejabat gereja. Dalam hukum romawi, istilah
yang sama dipakai untuk menyebut kembalinya ke ‘dunia’ orang yang
sebelumnya adalah anggota ordo (keagamaan)14.
Secara Filosofis, sekularisasi memang dapat diartikan sebagai sebuah proses
sosial politik menuju sekularisme. Implikasi paling kuat dari proses ini adalah ide
pemisahan total agama dari negara. Namun bila kita melihat sekularisasi dari
sudut pandang sosilogis, sebagaimana telah diungkap oleh Talcoot Parsoons dan
Robert N. Bellah, sekularisasi mempunyai pengertian lain15.
Parsons mengatakan bahwa sekularisasi adalah sebuah bentuk proses
sosilogis yang lebih banyak mengisyaratkan kepada pengertian pembebasan
masyarakat dari belenggu takhayul dalam beberapa aspek kehidupannya. Dalam
hal ini tidak berarti penghapusan orientasi keagamaan dalam norma-norma dan
nilai kemasyarakatan itu sendiri. Bahkan proses pembebasan dari takhayul ini bisa
14 Wahyuni Navis, Muhammad. 2005. “Kesaksian Intelektual: Mengiringi Kepergian sang Guru
Bangsa”. Jakarta : Paramadina. Hal 7
15 Ibid, hal 8
10 | P a g e
semata-mata terjadi karena dorongan, atau merupakan kelanjutan logis dari bentuk
suatu orientasi keagamaan, khususnya monotoisme.
Pandangan dari Parsons tersebut juga sejalan dengan pernyataan dari Robert
N. Bellah. Menurut Bellah, masyarakat Islam Klasik (Zaman Nabi Muhammad
dan al-Khulafa ar-Rasyidun) identik dengan masyarakat modern. Bellah
menyebutkan beberapa unsur Islam Klasik yang relevan dengan argumen-nya,
yaitu monoteisme yang kuat, tanggung jawab pribadi di hadapan Allah, devaluasi
radikal, atau sekularisasi pranata kesukuan Arab jahilliyah, dan akhirnya, sistem
politik demokratis. Devaluasi Radikal yang dimaksudkan oleh Bellah adalah
pemisahan antara hubungan atas semua struktur sosial yang ada (hubungan
horizontal)dengan hubungan antara Allah dan manusia (hubungan vertikal).
Dengan kata lain, dapat dinyatakan bahwa yang suci hanyalah Tuhan16.
Berdasarkan pandangan devaluasi radikal dari Bellah inilah sekularisasi
mengambil posisi. Jadi, penggunaan kata sekularisasi dalam sosiologi
mengandung arti pembebasan. Pembebasan yang dimaksud disini adalah
pembebasan dari sikap penyucian yang tidak pada tempatnya, atau sering juga
disebut sebagai desakralisasi.
Dari sini kita dapat melihat perbedaan prisipil antara Sekularisasi denga
Sekularisme. Sekularisme adalah paham yang menolak kehidupan lain di luar
kehidupan di dunia ini. Sedangkan sekularisasi adalah pembebasan dari sikap
penyucian yang tidak pada tempatnya. Disini terjadi apa yang dimaknai sebagai
desakralisasi, yaitu pencopotan ketabuan dan kesakralan dari objek yang
semestinya tidak tabu dan dan tidak sakral.
Pengertian sekularisasi seperti itu merupakan konskuensi iman. Iman yang
diwujudkan dengan pernyataan la ilaha illa ‘llah (Tiada tuhan selainTuhan itu
sendiri) mempertegas perbedaan antara manusia dengan tuhan, dunia dengan
akhirat, yang relatif dan absolut, yang profan dengan yang sakral, dan sebagainya.
16 Madjid, Nurcholis. 1995. ”Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan”. Cet.ke-8. Bandung : Penerbit Mizan, hal 224
11 | P a g e
Percaya kepada tuhan yang tertentu itu apapun namanya biasanya disebut
monotoisme murni, dan iblis pun menganut paham ini, yang ditunjukkan dengan
penolakannya untuk sujud kepada adam, sebab dia hanya tunduk kepada Tuhan.
Apabila dibawa pada konteks masyarakat modern saat ini, maka sekularisasi
akan mengambil bentuk sebagai pemberantas bid’ah, khurafat dan praktek syirik
lainnya, yang kesemuanya itu itu berlangsung dibawah semboyan kembali pada
Kitab dan Sunnah dalam usah memurnikan Agama17.
D. Kontroversi Gagasan Sekularisasi
Kontroversi mengenai gagasan sekularisasi Nurcholisasi Madjid terus
bermunculan. Meskipun pengertian sosiologis sekularisasi itu sudah cukup
banyak digunakan para ahli ilmu sosial, namun harus diakui bahwa masih terdapat
pro dan kontra di sekitar istilah itu.
Kesulitan timbul dari kenyataan historis bahwa masa Enlightenment di Eropa
telah melahirkan filsafat sekularisme sebagai suatu ideologi yang secara khusus
mempunyai arti arti anti agama.
Kontroversi yang muncul dengan sangat populer telah menimbulkan polemik
besar yang cukup berkepanjangan dikalangan intelektual Muslim di belahan dunia
Islam. Akibat polemik tersebut muncul dua kelompok dikotomis dengan sederet
tokoh intelektual pendukungnya.kelompok pertama disebut kelompok konservatif,
suatu kelompok yang yang menentang keras sekularisasi yang dianggap identik
dengan sekularisme. Kelompok kedua disebut kelompok reformis, suatu
kelompok yang menolak sekularisasi sebagai suatu paham tertutup yang anti
agama,.menurut kelompok reformis ini, sekularisasi diartikan sebagai upaya
pembebasan masyarakat dari kehidupan magis dan takhayul dengan melakukan
desakralisasi alam.
17 Tebba, Sudirman. 2004. ”Orientasi Sufistik Cak Nur”. Jakarta : Penerbit Paramadina
12 | P a g e
Polemik sekularisasi dalam dunia Islam juga tidak luput melanda Indonesia
yang notabene merupakan Negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia.
Dengan sederetan intelektual muslim, baik yang pro terhadap sekularisasi,
maupun yang menolak sekularisasi, satu-sama lain berbeda pandangan dalam
mendifinisikan sekularisasi. Nurcholis Madjid misalnya, melihat sekularisasi
tidaklah dimaksudkan sebagai penerapan sekularisme (ideologi), tetapi bentuk
perkembangan yang membebaskan (liberating develofment). Proses
perkembangan ini diperlukan umat Islam karena akibat perjalanan agamanya,
mereka tidak sanggup lagi membedakan nilai-nilai Islam, yakni mana yang
transendental dan mana yang temporal. Oleh karena itu sekularisasi menjadi
keharusan bagi umat Islam.
Sementara itu, cendekiawan Muslim lainnya seperti HM. Rasyidi misalnya,
Secara umum pandangan HM. Rasyidi tentang sekularisasi merupakan tanggapan
bahkan kecaman yang paling ekstrem kepada pemikiran sekulaisasi Nurcholish
Madjid. Menurut Rasyidi, belum ada dalam sejarah bahwa istilah sekularisme atau
sekularisasi tidak mengandung prinsip pemisahan antara persoalan dunia dengan
agama18.
IV. Kandungan Gagasan Sekularisasi
A. Desakralisasi
Sekularisasi dimaksudkan untuk menduniawikan nilai-nilai yang sudah
semestinya bersifat duniawi dan melepaskan umat Islam dari kecenderungan
untuk “mengukhrowikan” nya. Dengan demikian, kesediaan mental untuk selalu
menguji dan menguji kembali kebenaran suatu nilai di hadapan kenyataan-
kenyataan material, moral maupun historis, menjadi sifat kaum muslimin.
18 Madjid, Nurcholis. 1995. ”Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan”. Cet.ke-8. Bandung : Penerbit Mizan, hal 260
13 | P a g e
Lebih lanjut, sekularisasi dimaksudkan untuk lebih memamantapkan tugas
duniawi manusia sebagai “Khalifah Allah di muka bumi” Fungsi sebagai khalifah
ini memberikan ruang bagi adanya kebebasan manusia untuk menetapkan dan
memilih sendiri cara dan tindakan-tindakan dalam rangka perbaikan-perbaikan
hidupnya diatas bumi ini. Dan sekaligus memberikan pembenaran bagi adanya
tanggung jawab manusia atas perbuatan-perbuatan itu dihadapan Tuhan.
Dalam kaitannya dengan ajaran Islam, istilah Sekualrisasi dapat dimaknai
sebagai pemutlakan transendensi semata-mata kepada Tuhan, dengan konsekuensi
melahirkan desakralisasi pandangan terhadap selain Tuhan, yaitu dunia dan
masalah serta nilai-nilai yang bersangkutan dengannya.
B. Rasionalitas
Rasionalitas adalah sutu metode guna memperoleh pengertian dan penilaian
yang tepat tentang suatu masalahdan pemecahannya. Rasionalisasi adalah proses
penggunaan metode tersebut.
Seseorang yang telah menerima persaksian bahwa tidak ada tuhan selain
Tuhan sendiri, maka pendekatannya terhadap benda-benda di dunia ini seharusnya
ialah menurut apa adanya benda tersebut, baik bekenaan dengan hakikat-
hakikatnya maupun hukum-hukum yang menguasainya. Pendekatan itu tidak ada
hubungan dengan masalah ritual atau ibadah. Maka sektualitasukses seseorang
dalam pendekatan kepada sesuatu yang bersifat duniawi itu, tidak tergantung pada
ketekunannnya beribadat atau melakukan kegiatankegiatan religius, namun
kepada sampai dimana dia mengerahkan kemampuan intelektualnya.
Kecerdasan akal dan pikiran ataupun rasionalitas, sebagai suatu jenis
kemampuan yang yang secara khusus hanya dipunyai oleh makhluk manusia,
menurut ajaran agama Islam, adalah suatu “Amanat Tuhan”. Di dalam kitab suci
dilukiskan bahwa amanat akal pikiran itu dulunya telah ditawarkan Tuhan kepada
alam semesta(langit, Bumi, Gunung), tetapi kesemuanya menolak, dan merasa
keberatan. Kemudian amanat itu akhirnya diterima oleh manusia.
14 | P a g e
Berkaitan dengan ajaran tauhid, rasionalitas dapat dilihat sebagai salah satu
konsekuensi yang paling logis.Konsekuensi dari manusia dengan menerima
Amnat Tuhan itu adalah bahwa lantas manusia menjadi makhluk berpikir yang
mungkin salah dan mungkin benar. Bila ia berpikir, dan ternyata benar, maka ia
akan meneremia buah nya yang berguna.
Oleh karena itu, ilmu pengetahuan akan selalu mempunayi dampak positif
terhadap iman seorang muslim, jika memang imannya itu benar, Tapi jika
imannya keliru, maka seperti yang banyak terjadi sekarang ini, orang muslim akan
bernasib sama dengan orang non-muslim yang ajarannya penuh dengan mitologi19.
Dengan kecerdasan, manusia banyak sekali dapat memecahkan dan mengatasi
masalah-masalah hidupnya didunia ini. Namun masih ada sesuatu yang tidak
mungkin dipecahkan oleh kecerdasan, yaitu bagaimana mengetahui hal-hal yang
berhubungan dengan ruhani, spiritual, ataupun kehidupan sesudah mati21. Untuk
itulah maka dikenal Wahyu, yaitu bentuk pengajaran langsung dari Tuhan kepada
umat manusia. Dan wahyu inilah kelengkapan terakhir bagi kehidupan manusia.
V. Kesimpulan
Kontroversi sekularisasi dalam islam sebenarnya berpijak dari konsep atau
gagasan yang telah dikemukakan oleh oleh para pemikir yang beraneka ragam, terutama
di warnai oleh bidang ilmu atau sudut pandang masing-masing. Konsep sekularisasi
yang di kemukakan oleh tidak bertentangan dengan konsep pembaruan pemikiran dalam
islam. Hanya saja mungkin terminologi yang digunakan Nurcholis Madjid tersebut
dinilai terlalu vulgar dan menimbulkan konotasi radikal, meskipun maknanya
berlawanan dengan aslinya. Istilah tersebut, kemudian menjadi titik kritis (critical point)
dalam berbagai tanggapan yang diberikan terhadap gagasan yang dianggap baru itu. Jadi
sebenarnya, akar kontroversi tersebut hanya berkisar pada masalah semantik (arti
sekularisasi itu sendiri). Akibatnya, reaksi yang muncul justru melupakan substansi
pemikiran yang dianggap baru dan semangat empiris yang dikandung di dalamnya. Hal
ini karena, dalam kosa kata bahasa Indonesia, sekularisasi terlanjur berkonotasi negatif,
19 Madjid, Nurcholis. 2009. ”Kaki Langit Peradaban Islam”. Cet.ke-2. Jakarta : Dian Rakyat, hal 166
15 | P a g e
terutama setelah istilah ini terekam dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia maupun
dalam Ensiklopedi Indonesia.
Memang perubahan kata sekularisasi yang tadinya mengandung makna peyoratip
(makna buruk) menjadi mempunyai makna ameliorasi telah dikumandangkan
sebelumnya oleh Harvey Cox dan Robert N. Bellah, namun ameliorasi yang di tawarkan
oleh Nurcholis pasti berbeda dengan mereka karena latar belakang sejarah antara Timur
dan Barat. Perbedaan konsep antara Harvey Cox dan Nurcholis menurut penulis adalah
masa gagasan itu muncul, Harvey Cox menggagas sekularisasi ketika faham
sekularisme lebih dahulu menjangkit Eropa, sedangkan Nurcholis menggagas
sekularisasi sebelum terjadi konflik yang signifikan antara institusi agama dengan
masyarakatnya.
Sekularisasi yang ditawarkan oleh Nurcholis hemat saya adalah suatu upaya
managemen konflik yang sangat cerdas, berpijak pada ungkapan “bahwa tiada
keabadian di dunia ini, adapun keabadian itu adalah perubahan.” Masih banyak Pemikir
Timur di zaman sekarang ini yang tidak bisa membedakan mana yang bersifat dunia dan
mana yang bersifat ukhrowi, mana yang islami dan mana yang tradisi, kita jangan
menganggap bahwa semua tradisi itu baik, jika semua tradisi itu baik, bagaimana
dengan tradisi Kolonial. Dengan ide sekularisasinya, Nurcholis mencoba untuk
menghindari sejarah umat islam, seperti fase sejarah abad pertengahan yang telah di
alami oleh bangsa-bangsa Eropa, di mana konflik antra gereja dan sains tidak terelakan,
hal itu membuat eksistensi agama hilang. Sejarah itu bukan begitu saja terjadi tapi
sejarah itu dibuat. Menurut saya pilihan mengapa Nurcholis lebih memilih kata
sekularisasi yang bukan merupakan simbol islam untuk membungkus ide briliannya,
karena dengan kontroversilah idenya itu bisa sampai.
Maka, untuk menempatkan persoalan secara proporsional, yang harus
diperhatikan adalah aspek sentral dari sekularisasi yaitu suatu proses dan ini harus
dibedakan dengan sekularisme yang sudah merupakan sebuah ideologi. Karena itu,
sekularisasi mempunyai makna yang beraneka ragam, bahkan berlawanan, tergantung
sudut pandang yang dipergunakan.
16 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Agama RI. 2006. AL-Hikmah: Al Qur’an dan terjemahannya.
Bandung : CV Penerbit Diponegoro.
2. Madjid, Nurcholis. 1995. ”Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan”. Cet.ke-8.
Bandung : Penerbit Mizan
3. Madjid, Nurcholis. 2009. ”Kaki Langit Peradaban Islam”. Cet.ke-2. Jakarta :
Dian Rakyat
4. Tebba, Sudirman. 2004. ”Orientasi Sufistik Cak Nur”. Jakarta : Penerbit
Paramadina
5. Wahyuni Navis, Muhammad. 2005. “Kesaksian Intelektual: Mengiringi
Kepergian sang Guru Bangsa”. Jakarta : Paramadina.
6. Effendi, Johan. 2003. “Pergolakan pemikiran Islam: Catatan Harian Ahmad
Wahib”. Jakarta:Penerbit Pustaka LP3ES Indonesia.
7. dan lain-lain.