Download - Skenario B Blok 19
Skenario B
Laki-laki, 25 tahun, dibawa oleh tukang ojeg ke RSUD dengan luka di kepala sebelah kanan dan
tidak dapat menggerakkan lengan kanannya.
1 jam sebelum masuk RS, pada saat mengendarai sepeda motor , tanpa helm, penderita ditabrak
mobil dari sisi kanan. Pada saat kejadian penderita tidak sadar selama 5 menit, tetapi saat perjalanan ke
RS penderita sadar kembali.
Pada saat tiba di RS penderita muntah-muntah dan mengeluh nyeri kepala yang hebat, keluar
darah dari hidung sebelah kanan. Penderita kemudian dirawat di RSUD. Setelah 4 jam masuk RS,
penderita mulai gelisah dan akhirnya tidak sadarkan diri kembali.
Pada saat pemeriksaan pertama didapatkan:
• Pasien sadar
• Tanda Vital:
• Respirasi 24 x/menit
• Nadi 98 x/menit
• TD 130/90 mmHg
• GCS 15
Data tambahan:
Kepala
• Luka terbuka ukuran 4x9 cm, tepi luka tidak rata pada pelipis kanan dengan dasar tulang.
• Terdapat hematom pada rim orbita mata sebelah kanan
• Deformitas pada hidung disertai perdarahan dari hidung sebelah kanan
Antebrachii
• Inspeksi: deformitas (+), udem (+), hematoma (+)
• Palpasi: krepitasi (+), nyeri tekan (+)
• Range Of Motion (ROM): pergerakan pasif dan aktif terhambat
Pada pemeriksaan kedua didapatkan :
• Pasien tidak sadar (GCS: E2M4V4)
• TD: 150/90 mmHg
• Nadi: 60 x/menit
• Respirasi: 32 x/menit (stridor (+))
• Pupil anisokor; kanan midriasis, kiri miosis
I. Klarifikasi Istilah1
1. Luka di kepala : kerusakan struktur jaringan
2. Tidak sadar : ggn. neurologis yang menyebabkan keadaan tidak respon thdp lingkungan
3. Muntah : pengeluaran isi lambung lewat mulut
4. Nyeri Kepala Hebat : sensasi tidak menyenangkan sebagai respon terhadap kerusakan jaringan
kepala
5. Epistaksis : keluar darah dari hidung
6. Gelisah : keadaan / kondisi di mana seseorang tidak tenang; gundah
7. Hematoma : akumulasi darah pd jaringan interstitial akibat pecahnya pemb. Darah
8. Rim orbita mata : jaringan ikat longgar disekitar mata
9. Antebrachii : alat gerak ekstremitas atas tubuh antara pergelangan tangan dan siku
10. Krepitasi : suara seperti garam dilempar ke api, ditimbulkan oleh gesekan kedua
ujung tulang yang patah
11. Pupil anisokor : ukuran / diameter pupil yang tidak sama
12. Midriasis : melebar
13. Miosis : mengecil
14. Deformitas : kelainan bentuk
15. Stridor : ngorok, adanya obstruksi pada saluran napas atas
16. Tidak dapat menggerakkan lengan : Gangguan pergerakan akibat trauma / non trauma.
II. Identifikasi Masalah
1. Laki-laki 25 thn mengalami luka di kepala sebelah kanan dan tidak dapat menggerakkan lengan
kanannya karena 1 jam yang lalu ia ditabrak oleh sebuah mobil dari arah kanan saat mengendarai
motor tanpa helm.
2. Sesaat setelah kejadian, korban langsung tidak sadar selama 5 menit tapi saat diperjalanan ke
RSUD ia sadar.
3. Sesampainya di RSUD, korban muntah-muntah dan mengeluh nyeri kepala hebat dan keluar darah
dari hidung sebelah kanan.
4. Setelah 4 jam masuk RSUD, korban mulai gelisah dan akhirnya tidak sadarkan diri kembali.
5. Pada pemeriksaan fisik pertama didapatkan : RR 24x/menit, nadi 98x/menit, TD 130/90 mmHg,
GCS 15, pasien sadar
6. Pemeriksaan tambahan : luka terbuka 4 x 9 cm, tepi luka tidak rata, luka pada pelipis kanan dan
dasar luka yaitu dasar tulang cranium, hematom pada rim orbita kanan, hematom ante brachii
dextra, deformitas dan edema, krepitasi dan nyeri tekan pada ante brachii, pergerakan aktif dan
pasif terhambat, deformitas pada hidung dan perdarahan pada hidung sebelah kanan.
7. Pemeriksaan fisik kedua didapatkan : GCS 8, TD 150/90 mmHg, RR 32x/menit, stridor (+), nadi
60x/menit, pupil anisokor, kanan midriasis, kiri miosis.
2
III. Hipotesis
Laki-laki 25 tahun mengalami trauma kepala sedang disertai lucid interval, fraktur tertutup
lengan kanan, deformitas hidung dan trauma mata.
KERANGKA TEORI
3
Síntesis
4
ANATOMI
Kulit Kepala
o Terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP (Skin,Cconnective tissue, Aponeuresis. Loose
areolar tissue, Perikranium)
o Memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi perdarahan akan menyebabkan banyak
kehilangan darah
Tulang Tengkorak
o Tersdiri dari dari kubah (kalvaria) dan basis cranii
o Calvaria (os frontalis, parietalis, occipitalis, dan temporalis)
o Kalvaria khususnya di regio temporal adalah tipis, namun dilapisi oleh otot temporalis
o Basis cranii (os petrosus, ethmoidalis, sphenoidalis, mastoideus, dan atap orbita)
o Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak
akibat proses akselerasi dan deselerasi.
o Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa:
Anterior : lobus frontalis
Media : lobus temporalis
Posterior : ruang bagian bawah batang otak dan serebelum
Meningen
o 3 lapisan: duramater, arakhnoid, dan piamater
o Duramater selaput yang keras, terdiri dari jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada
permukaan dalam dari kranium
o Ruang subdura ruang potensial yang terletak di antara duramater dan arakhnoid, di mana
sering dijumpai perdarahan subdural
o Ruang epidural terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium. Terdapat
arteri-arteri meningea yang dapat menyebabkan perdarahan epidural. Biasanya karena
mengalami cedera pada fosa temporalis (media)
o Arakhnoid lapisan tipis dan tembus pandang
o Piamater melekat erat dengan korteks serebri
Otak
o Otak → 100 milyar neuron & 1 trilyun neuroglia.
o Berat ± 1400 gram atau 2% BB manusia, dikelilingi LCS → mengisi ruang Subaraknoid.
o Komponen otak : cerebrum, cerebellum dan batang otak.
o Pasokan darah otak dari : a. Carotis interna dan a. Vertebralis
Cairan Serebrospinalis
5
o Dihasilkan oleh pleksus khoroideus dan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui
granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior.
o Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga menganggu
penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan tekanan intrakranial
Tentorium
o Membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan
fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior)
o Nervus okulomotorius (N. III) berjalan di sepanjang tepi tentorium. Serabut-serabut
parasimpatik yang berfungsi melakukan konstriksi pupil mata berjalan pada sepanjang
permukaan N.III. Paralisis serabut-serabut ini yang disebabkan oleh penekanan N.III akan
mengakibatkan dilatasi pupil oleh karena tidak adanya hambatan aktivitas serabut simpatik
FISIOLOGI
Tekanan Intrakranial (TIK)
o TIK normal pada keadaan istirahat sebesar 10 mmHg
o Berbagai proses patologis yang mengenai otak dapat menyebabkan kenaikan TIK
o Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau memperberat iskemia
Doktrin Monro-Kellie
o Merupakan konsep dinamika TIK
o Volume TIK harus selalu konstan. Hal ini karena rongga kranium pada dasarnya merupakan
rongga yang rigid, tidak mungkin mekar.
o Segera setelah trauma, massa seperti gumpalan darah dapat terus bertambah sementara TIK
masih dalam batas normal saat pengaliran CSS dan darah intravaskular mencapai titik
dekompensasi, TIK secara cepat akan meningkat
Aliran Darah ke Otak (ADO)
o Normal pada orang dewasa antara 50-55 ml/100gr jaringan otak per menit
o Cedera otak berat sampai koma dapat menurunkan 50% dalam 6-12 jam pertama sejak trauma
o ADO biasanya akan meningkat dalam 2-3 hari berikutnya, tetapi pada penderita yang koma
tetap di bawah normal sampai beberapa hari atau minggu setelah trauma
o Terdapat bukti bahwa ADO yang rendah tidak dapat mencukupi kebutuhan metabolisme otak
segera setelah trauma, sehingga akan mengakibatkan iskemi otak fokal ataupun menyeluruh.
ANTE BRACHII
Anatomi
Antebrachii terdiri atas dua buah tulang parallel yang berbeda panjang bentuknya ; os radius
dan os ulna. Disebelah proksimal membentuk tiga persendian sedangkan sebelah distal dua 6
persendian. Tulang radius, lebih pendek daripada ulna, bentuk lebih melengkung dan bersendi
dengan os ulna pada bagian proksimal dan distal “radio-ulnar joint” yang bersifat rotator.
Antara kedua tulang ini juga dihubungkan oleh membran interroseus, suatu jaringan fibrous
yang berjalan abliq dari ulna ke radius. Membran ini berfungsi merotasikan tulang radius
terhadap os ulna, yang menghasilkan gerakan pada lengan bawah
Muskuli antebrachii dapat dikelompokan, muskuli kompartemen antrior dan posterior.
Kompartemen anterior di isi oleh muskuli fleksor sedangkan kompartemen posterior di isi oleh
muskuli ekstensor. Aliran darah regio antebrachii merupakan lanjutan dari a brachialis, yang
bercabang menjadi a radialis dan a ulnaris setinggi caput os radii. Sedangkan persyarafan
antebrachii berasal dari tiga nervus, n radialis, n ulnaris, n medianus.
HIDUNG
A. Hidung Luar.
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah :
1. Pangkal hidung ( bridge )
2. Dorsum nasi
3. Puncak hidung ( apeks )
4. Ala nasi
5. Kolumela
6. Lubang hidung ( nares anterior )
Hidung luar dibentuk oleh tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa
otot yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung.Kerangka tulang terdiri dari :
1. Sepasang os nasalis ( tulang hidung )
2. Prosesus frontalis os maksila
3. Prosesus nasalis os frontalis
Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawanyang terletak dibagian bawah
hidung, yaitu :
1. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior
2. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior ( kartilago alar mayor )
3. Beberapa pasang kartilago alar minor
4. Tepi anterior kartilago septum nasi
Otot-otot nasi terdiri dari dua kelompok yaitu
1. Kelompok dilator :
7
- m. dilator nares ( anterior dan posterior )
- m. proserus
- kaput angulare m. kuadratus labii superior
2. Kelompok konstriktor :
- m. nasalis
- m. depresor septi
B. Hidung dalam
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum
nasi dibagian tengahnya. Kavum nasi bagian anterior disebut nares anterior dan bagian posterior disebut
nares posterior ( koana ) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring
a. Vestibulum
Terletak tepat dibelakang nares anterior, dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan
rambut-rambut panjang yang disebut vibrisae
b. Septum nasi
Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan.Bagian tulang terdiri dari :
- lamina perpendikularis os etmoid
- vomer
- krista nasalis os maksila
- krista nasalis os palatina
Bagian tulang rawan terdiri dari :
- kartilago septum ( lamina kuadrangularis )
- kolumela
c. Kavum nasi
Dasar hidung
Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus horisontal os palatum.
Atap hidung
Terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus frontalis os maksila, korpus os
etmoid dan korpus os sfenoid. Sebagian besar ataphidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui
filamen-filamen n. olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju
bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial konka superior. 8,9
Dinding lateral
8
Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os maksila, os lakrimalis, konka
superior, konka media, konka inferior, lamina perpendikularis os palatum dan lamina pterigoideus medial
Konka
Pada dinding lateral hidung terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka
inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media dan konka superior, sedangkan yang terkecil
disebut konka suprema. Konka suprema ini biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang
tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan
suprema merupakan bagian dari labirin etmoid
Meatus nasi
Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Meatus
inferior terletak diantara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada
meatus inferior terdapat muara duktus nasolakrimalis. Meatus media terletak diantara konka media dan
dinding lateral rongga hidung. Disini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid
anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media terdapat
muara sinus etmoid posterior dan sinus sphenoid
Pendarahan Hidung
Pendarahan untuk hidung bagian dalam berasal dari 3 sumber utama:
1. a. etmoidalis anterior, yang mendarahi septum bagian superior anterior dan dinding lateral hidung.
2. a. etmoidalis posterior ( cabang dari a. oftalmika ), mendarahi septum bagian superior posterior.
3. a. sfenopalatina, terbagi menjadi a. nasales posterolateral yang menuju ke dinding lateral hidung dan a.
septi posterior yang menyebar pada septum nasi.
Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris interna, diantaranya ialah
ujung a. palatina mayor dan a. sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n.
sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media. Bagian depan
hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a. fasialis. Pada bagian depan septum terdapat
anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina, a. etmoid anterior, a. labialis superior dan a. palatina
mayor, yang disebut pleksus Kiesselbach ( Little’s area ) yang letaknya superfisial dan mudah cedera oleh
trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis.Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan
berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena
oftalmika superior yang berhubungan dengan sinus kavernosus.
4. Olfaktorius ( penciuman )
9
Nervus olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian
berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius didaerah sepertiga atas hidung
Biomekanik Trauma yang berhubungan dengan kendaraan roda dua
Trauma pada pengendara motor maupun penumpangnya dapat mengalami kompresi, aselerasi atau
deselerasi dan trauma tipe robekan (shears) karena pengendara tidak dilindungi oleh perlengkapan
pengaman sebagaimana halnya pengendara mobil. Mereka hanya dilindungi oleh pakaian dan
perlengkapan pengaman yang dipakai langsung pada badannya, helm, sepatu, atau pakaian pelindung.
Hanya helm yang memiliki kemampuan untuk meredistribusi transmisi energi dan mengurangi intensitas
benturan, inipun sangat terbatas. Jelas bahwa semakin sedikit alat pelindung semakin besar resiko
terjadinya trauma benturan, inipun sangat terbatas.
Mekanisme trauma yang mungkin terjadi dalam tabrakan motor atau sepeda meliputi benturan
frontal, lateral, terlempar,dan “laying the bike down”. Disamping itu, pengendara mungkin mengalami
trauma karena terjatuh dari sepeda atau motor atau terperangkap oleh komponen-komponen mekanik.
1. Benturan frontal – ejeksi (terlempar)
Sumbu kendaran terutama ialah sumbu depan dan titik berat kendaraan adalah di atas titik
ini dekat dengan kursi.
Bila roda depan bertabrakan dengan suatu obyek dan berhenti makan kendaraan akan
berputar ke depan dengan momentum mengarah ke sumbu depan. Momentum ke depan
akan tetap, sampai pengendara dan kendaraannya dihentikan oleh tanah atau benda lain.
Pada saat gerakan ke depan ini kepala, dada atau perut pengendara mungkin membentur
stang kemudi. Bila pengendara terlempar ke atas melewati stang kemudi, maka tungkainya
dapat terbentur dengan stang kemudi, dan dapat terjadi fraktur femur bilateral.
2. Benturan Lateral/Ejeksi
Pada benturan sampaing, mungkin akan terjadi fraktur terbuka atau tertutup tungkai
bawah. Crush injury pada tungkai bawah sering dijumpai.
Kalau pengendara sepeda/motor ditabrak oleh kendaraan bergerak, maka pengendara akan
rawan untuk mengalami tipe trauma yang sama dengan pemakain mobil yang mengalami
tabrakan samping. Pengendara menerima energi benturan secara penuh.
Sebagaimana halnya dalam benturan frontal, trauma tabrakan yang dialami selama
benturan sekunder yaitu benturan dengan tanah atau obyek-obyek statis lainnya.
3. “Laying the bike down”
10
Untuk menghindari terjepit antara kendaraan dan obyek yang akan ditabraknya,
pengendara mungkin akan menjatuhkan kendaraannya ke samping, membiarkan
kendaraannya bergeser, dan ia sendiri bergeser dibelakangnya. Strategi ini dimaksudkan
untuk memperlambat pengendara dan memisahkan pengendara dari sepeda/motor.
Bila jatuh dengan cara ini akan terjadi trauma jaringan lunak yang parah.
Penggunaan Helm
Helm di desain untuk mengurangi kekuatan yang mengenai kepala dengan cara mengubah energi
kinetik benturan melalui kerja deformasi dari bantalannya dan diikuti dengan mendistribusikan
(menyebarkan) kekuatan yang menimpa tersebut melalui area yang seluas-luasnya. Secara nyata helm
mampu mengurangi energi transfer dengan cara translasi. Secara umum dianggap bahwa yang sangat
sering menyebabkan trauma otak adalah aselerasi angular atau rotasional. Helm akan mengurangi gaya
rotasional pada benturan.
Pada kasus :
Pasien mengendarai sepeda motor tanpa helm ditabrak mobil dari sisi kanan Pengendara sepeda motor
tidak memiliki struktur kompartemen yang dapat mengurangi pemindahan energi kinetik benturan, selain
itu pengendara tidak menggunakan helm sehingga tidak dapat juga mengurangi kekuatan yang mengenai
kepala dengan cara mengubah energi kinetik benturan melalui kerja deformasi dari bantalan helm dan
mendistribusikan kekuatan tersebut pengendara menerima energi benturan secara penuh
pengendara akan terlempar membentur objek tertentu, misalnya aspal trauma pada kepala, hidung,
dan lengan.
Mekanisme Pasien tidak sadar sesaat setelah kejadiaan selama 5 menit sadar setelah 4 jam di
rumah sakit pasien gelisah dan tidak sadar kembali.
Keadaan ini disebut : Lucid interval (mula-mula tidak sadar lalu sadar dan kemudian tidak sadar.
Pasien mengalami kecelakaan tanpa helm trauma tumpul langsung ke kepala fraktur tulang
tengkorak temporal atau temporoparietal (luka pada pelipis kanan yang tidak rata dengan dasar tulang
kranium) merusak pembuluh darah disekitar tulang kranium gangguan perfusi oksigen ke jaringan-
jaringan diotak pasien tidak sadar sesaat setelah kejadian.
Fraktur tulang tengkorak temporal atau temporoparietal (luka pada pelipis kanan yang tidak rata dengan
dasar tulang kranium) merobek arteri meningea media akumulasi darah diruangan antara durameter
dengan permukaan dalam dari kranium hematom epidural kompensasi berupa bergesernya CSF dan
darah vena keluar dari ruang intrakranial dengan volume yang sama sehingga TIK akan tetap normal
pasien kembali sadar.
11
Namun jika massa berupa hematom semakin membesar menimbulkan desakan durameter yang akan
menjauhkan duramater dari tulang tengkorak Perluasan hematom ini akan menekan lobus temporal ke
dalam dan kebawah Tekanan ini menyebabkan isi otak mengalami herniasi mengakibatkan
penekanan saraf yang ada dibawahnya seperti penekanan pada medulla oblongata hilangnya
kesadaran.
Pada bagian ini juga terdapat nervus okulomotor yang mana penekanan pada saraf ini meyebabkan
dilatasi pupil dan ptosis. Perluasan atau membesarnya hematom akan mengakibatkan seluruh isi otak
terdorong ke arah yang berlawanan yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial
(TIK) sehingga terjadi penekanan saraf-saraf yang ada diotak.
PERTOLONGAN PERTAMA PENDERITA CEDERA PRA RUMAH SAKIT
Tindakan :
1. AIR WAY (Menjaga kelancaran jalan nafas)
Tanda obyektif dapat diketahui dengan tiga pengamatan look, listen and feel. Look berarti melihat
adanya gerakan pengembangan dada dan listen adalah mendengarkan suara pernafasan. Seringkali
suara mengorok dan bunyi gurgling (bunyi cairan) menandakan adanya hambatan jalan nafas.
Sedangkan feel adalah merasakan adanya hembusan udara saat klien melakukan ekspirasi yang
bisa kita rasakan pasa pipi maupun punggung tangan penolong. Jikas ketiga tanda ini dapat kita
temukan artinya pernafasan klien masih ada.
Untuk memperlancar jalan nafas, lakukan upaya dengan dua metode yaitu Haed till dan Chin lift,
yaitu tindakan mendorong kepala agak kebelakang dan menganggakt dagu ke atas. Dengfan
manuver ini maka jalan nafas akan terbuka sehingga aliran udara bisa lancar sampai di paru. Bila
korban dicurigai adanya trauma cervical yang biasanya ditandai dari adanya jejas pada dada, leher,
dan muka/wajah, maka dua manuver tadi harus dihindari agar tidak menambah cedera leher yang
terjadi tetapi lakukan Jaw Thrust Manoever
2. BREATHING (Menjaga/membantu bernafas)
Perubahan pernafasan dapat kita lihat dari pengamatan frekwensi pernafasan normalnya pada
orang dewasa frekwensi pernafasan per menit adalah 12 – 20 kali permenit sedangkan anak 15 –
30 kali per menit. Sehingga pada orang dewasa dikatakan abnormal bila pernafasan lebih dari 30
atau kurang dari 10 setiap menit. Pada pasien yang didapati mengalami henti nafas, maka tindakan
yang dilakukan adalah melakukan pernafasan buatan. Tindakan ini dapat dilakukan melalui mouth
12
to mouth. Tindakan pemberian fasas buatan secara langsung dari mulut ke mulut sudah tidak
dianjurkan karena beresio terjadinya infeksi atau penularan penyakit, karena itu penolong harus
menggunakan barrier device (alat poerantara).
3. CIRCULATIONS (Memertahankan sirkuilasi dan kontrol perdarahan).
Tanda-tanda adanya kehilangan cairan (darah) dapat di ketahui dari pemeriksaan sederhana seperti
nadi, tekanan darah dan respirasi. Pada perdarahan ringan kurang dari 750 ml biasanya ditemukan
tekanan darah masih normal dan nadi lebih dari 100 kali per menit dan pernafasan meningkat 20 –
30 kali per menit. Pada perdarahan sedang dan berat Tekanan darah akan menurun disertai
peningkatan nadi dan respirasi lebih dari perdarahan ringan.
Perdarahan dapat dikontrol dengan melakukan bebat tekan pada daerah luka. Dengan bebet tekan
ini diharapkan pembuluh darah yang rusak akan dapat di tutup sehingga perdarahan akan dapat di
kurangi. Penggunanna teknik ikatan (torniquet) tidak dianjurkan karena tindakan ini beresiko
mengakibatkan terhentinya vaskularisasi ke ujung ekstremitas yang dapat mengakibatkan
kematian jaringan.
4. EVAKUASI DAN STABILISASI (pemindahan dan mempertahankan posisi)
Beberapa hal yang harus diperhatikan oelh penolong saat melakukan pemindahan adalah :
a. Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita, jika tidak mampu jangan paksakan
b. Kedua kaki berjarak sebahu kita, satu kaki sedikit di depan kaki sebelahnya.
c. Berjongkok jangan membungkuk saat mengangkat.
d. Tubuh sedekat mungkin dengan beban yang harus diangkat.
Pada pasien dengan trauma cervikal dan tulang belakang pemindahan penderita harus dilakukan
dengan hati hati dan tidak dapat dilakukan sendirian. Tiga penolong dengan masing-masing
menyangga bagian atas tengah dan bawah akan mengurangi kemungkinan cedera menjadi lebih
parah. Dalam memiringkan juga perlu dilakukan secara bersama yang disebut dengan teknik log
roll. Untuk menghindari cedera sekunder gunakan bidai, long spine board dan neck colar untuk
mensabilkan posisi penderita.
5. TRANSPOTRASI. (pengangkutan menuju Rumah Sakit)
Pemilihan sarana transportasi yang salah juga bisa menimbulkan cedera yang lebih parah pada
pasien. Idealnya transportasi pasien cedera kepala adalah menggunakan ambulan dengan peralatan
trauma. Pilih mobil yang bisa membawa pasien dengan tidur terlentang tanpa memanipulasi
pergerakan tulang belakang, penolong leluasa bergerak untuk memberikan pertolongan bila
selama perjalanan terjadi sesuatu.
13
Interpretasi dari pemeriksaan Vital Sign & Pemeriksaan Tambahan :
Hasil pemeriksaan Interpretasi Nilai normalKU : sadar Kompos mentis Kompos mentisRR 24 x permenit Normal 18-24 x permenitNadi 98 x permenit Normal 60-100 x permenitTekanan Darah 130/90 mmHg
Normal 120/90 mmHg
GCS 15 Cidera otak ringan GCS = 15 ( E 4, M 6, V 5 )
Kepala Luka terbuka
ukuran 4x9 cm Tepi tidak rata,
dengan dasar tulang pada pelipis kanan
Deformitas pada hidung & perdarahan hidung sebelah kanan
Hematom di rima orbita mata kanan
Luka robek cukup besar
Trauma tumpul yang cukup kuat→curiga fraktur cranium dibagian temporal
Fraktur tulang nasal & Epistaksis hidung sebelah kanan akibat pecahnya pembuluh darah pada nasal
Akumulasi darah di jaringan ikat longgar disekitar mata
Tidak ada
Antebrachii dextra I:
deformitas,udem,hematom
P: krepitasi, nyeri tekan
ROM: pergerakan aktif & pasif melambat
Fraktur tulang antebrachii (lengan ) kanan disertai perdarahan & edema
Suara gemeretak →tanda adanya fraktur→ merusak jaringan sekitarnya
Gangguan fungsi akibat trauma / fraktur yang dialami
Tidak ada
Luka Terbuka Kepala 4x9 cm
Luka ini kemungkinan terbesar terbentuk akibat laserasi benda tumpul (pinggiran tidak rata)
pada pelipis kanan dengan energi yang sangat besar sehingga menyebabkan sclap dan otot
pada pelipis terlepas
Tidak Sadarkan Diri
Benturan keras pada kepala menyebabkan penurunan aliran darah secara mendadak ke otak,
khususnya formatio retikularis sehingga menyebabkan hilangnya kesadaran sesaat.
4 jam stlh sadar pasien kembali tidak sadar
14
Perdarahan epi-sub dural yang terus terjadi pada akhirnya menimbulkan dekompensasi otak
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (sesuai doktrin Monro-Kellie).
Peningkatan TIK yang terjadi terus-menerus menyebabkan pendorongan otak yang akan
mengurangi pasokan perfusi darah ke otak, khususnya pada area formasio retikularis.
Hal ini berjalan gradual dan continuous sehingga penurunan kesadaran yang terjadi pun bersifat
gradual (fenomena lucid interval).
Nyeri Kepala Hebat
Adanya perdarahan epi-sub dural akan menyebabkan peregangan selaput meningen serta
peningkatan TIK sehingga dapat terjadi nyeri kepala yang hebat pada kasus ini.
Muntah
Gangguan pada sistem vestibular.
Penekanan pada pusat muntah di medulla oblongata.
Iritatif substansial inflamasi otak
Deformitas Hidung & Epistaksis
Pada kasus terjadi direct injury pada hidung yang menyebabkan deviasi atau bahkan fraktur pada
tulang hidung,
deviasi atau fraktur tersebut akan merobek pembuluh darah hidung di pleksus Kiesellbach.
Perdarahan posterior yang mungkin terjadi apabila fraktur basis cranii telah terjadi dan merobek
arteri sfenopalatina cabang nasal lateral.
Namun pada kasus ini, fraktur basis cranii tampaknya belum atau tidak terjadi sehingga epistaksis
pada kasus diduga adalah epistaksis anterior
Hematom Rim Orbita
Hal ini dapat terjadi oleh karena :
Trauma pada arteri atau vena yang berdekatan dengan rim orbita, meliputi
Arteri & vena supratrochlearis
Arteri & vena supraorbitalis
Arteri & vena lacrimalis
Arteri & vena zycomaticofascialis
Darah yang bocor dari pembuluh darah ini kemudian merembes ke jaringan longgar
sekitar orbita
Trauma langsung pada mata juga dapat menyebabkan hematoma rim orbita manakala
terjadi rupture vena ophtamlica
Interpretasi Pem.Fisik ke-2
15
Pasien tidak sadar
GCS 10
E 2 : Rangsangan nyeri
M 4 : Menghindar
V 4 : Jawaban kacau
Cedera Kepala Sedang (CKS):
Skor GCS 9-12
Ada pingsan lebih dari 10 menit
Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad
Pemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan saraf dan anggota gerak.
TD : 150/90 mmHg (hipertensi)
Terjadi kenaikan tekanan darah.
Peningkatan tekanan intracranial menyebabkan tubuh berkompensasi dengan
meningkatkan tekanan sistol untuk mencukupi kebutuhan nutrisi otak.
Nadi : 60x/menit (normal)
RR : 32x/menit (tachipnea)
Kompensasi tubuh untuk memenuhi kebutuhan O2 tubuh, terutama otak. (otak
membutuhkan 20% konsumsi O2 tubuh)
Stridor
Karena darah dari hidung masuk ke jalan nafas à iritasi mukosa faring dan laring à edema
atau
lidah jatuh kebelakang saat kondisi pasien koma
Trauma servikal yang mencderai saluran napas atas à pasti mengakibatkan pusat2
pernapasan dll
PENEGAKKAN DIAGNOSIS
1. ANAMNESIS
Auto dan Aloanamnesis tentang gejala dan tanda, riwayat mekanisme trauma
- Kecepatan kendaraan
- Jenis tabrakan (depan dg depan, tabrakan samping, terserempet, tabrakan dr belakang ataupun
terguling)
- Posisi saat jatuh
- Jenis pengaman yg digunakan
- Posisi pasien dlm kendaraan dan /status penumpang lainnya
- Gejala dan tanda yg dirasakan penderita
2. PEMERIKSAAN FISIK
16
Periksa ABCDE
Airway
Look benda2 asing di jalan nafas, fraktur tulang wajah, fraktur laring, fraktur trakea
Listen Dapat berbicara, ngorok, kumur2, stridor
Breathing
Look pergerakan dinding dada, warna kulit, memar
Listen Vesikular paru, suara jantung tambahan
Feel Krepitasi, nyeri
Circulation
Tingkat kesadaran, warna kulit, tanda-tanda laserasi, perlukaan eksternal
Disability
Tingkat kesadaran, respon pupil, tanda-tanda lateralisasi, tingkat cidera spinal
Exposure
Pada KASUS :
Pemeriksaan pertama
Pasien sadar
Tanda vital:
- RR 24x/min normal (16-24)
- Nadi 98x/min normal (80-100)
- TD 130-9 normal
- GCS 15 normal ( Skor GCS 14-15 cedera kepala ringan )
Kepala
- Luka terbuka ukuran 4x9 cm, tepi luka tdk rata pd pelipis kanan dg dasar tulang menandakan
suatu trauma tumpul pada kepala, kemungkinan mengenai area temporalis bisa jg trauma
robekan pd frontotemporal
- Trdpt hematom pd rim orbita mata sebelah kanan
- Trauma langsung pada mata rupture PD darah merembes ke jaringan longgar sekitar
orbita
- Deformitas pd hidung disertai perdarahan dr hidung sebelah kananterjadi trauma pada hidung
yang mengakibatkan robeknya PD epistaksis
Antebrachii
Inspeksi
a. Deformitas
traumanya yg secara langsung kerusakan / fraktur di antebrachiinya
perubahan bentuk atau malformasi
b. Udem
17
obstruksi yg terjadi akibat fraktur antebrachii pengumpulan cairan di ruang
interseluler tubuhedema
c. Hematoma
fraktur atau trauma pecahnya pembuluh darah penggumpalan darah yg
terlokalisasihematoma
Palpasi:
a. Krepitasi
fraktur suara yg tercetus dari gesekan kedua ujung tulang yg
patah
b. Nyeri Tekan (+)
fraktur mengenai saraf-saraf nyeri di tangan
c. Range Of Motion (ROM):
fraktur pergerakan pasif dan aktif terhambat + nyeri pergerakan jadi
terhambat
Pemeriksaan Kedua
• Pasien tdk sadar (GCS: E2M4V4)
trauma kepala sedang
• TD: 150/90 mmHg
↑ TD terjadi karena vasokontriksi arteri untuk mengurangi volume isi darah ke otak
• Nadi: 60 x/menit normal rendah
• RR: 32 x/menit (stridor (+))
tachipnea : akibat kompensasi keadaan kekurangan O2 di otak
stridor : pd pasien tak sadar biasanya terjadi obstruksi saluran nafas parsial karena lidah yang
jatuh ke belakang
• Pupil anisokor (kanan midriasis, kiri miosis)
terjadi lateralisasi, berarti gangguan di otak hanya pada satu sisi, karena yang midriasis sebelah
kanan berarti yang rusak mata sebelah kananotak yang rusak bagian kiri (penekanan pada saraf
okulomotorius karena peningkatan tek.intrakranial).
TIK ↑ signifikan Otak dpt mengalami herniasiTranstentorial herniation terjadi manakala
aspek medial lobus temporalis (uncus) berpindah melewati celah kosong tentorium Perpindahan
ini menyebabkan penekanan pd n. occulomotorius mengganggu input parasimpatis ke pupil mata
dilatasi pupil pada sisi ipsilateral.
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
CT Scan
18
tanpa/dengan kontras mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,
pergeseran jaringan otak.
Gambaran CT Scan pada epidural hematoma : gambaran hiperdans homogen bebentuk
bikonveks ( seperti lensa cembung ) diantara tabula interna & durameter.
oCT scan awal dilakukan untuk menilai :
- Fraktur cranium
- Contusio cerebri
- Perdarahan intracranial
- Fraktur basis cranii (dengan teknik Bone Window)
oCT ulang dilakukan bila terjadi perubahan status klinis pasien dan secara rutin 12 – 24 jam stl
trauma bila dijumpai contusio atau hematoma pada CT scan awal
X-Ray
mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan /
edema), fragmen tulang.
Head CT Scan & Ro Kepala yang menggambarkan fraktur yang merupakan daerah coop
Angiografi serebral
menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema,
perdarahan, trauma.
Analisa Gas Darah
medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan
intrakranial.
- Menilai kadar PCO2 dan PO2 yang penting dlm patofisiologi perdarahan otak
- PCO2 yang tinggi menyebabkan vasodilatasi vaskular otak yang memperparah perdarahan.
Elektrolit
untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.
Rinoskopi atau nasoendoskopi bila tersedia
Pemeriksaan trauma hidung dan sumber perdarahan
Ophthalmoscopy
Menilai adanya perdarahan intraocular, edema, foreign body, retinal detachment, edema papil
nervus II atau tidak.
Untuk Fraktur antebrachii X-ray lengan bawah anterior-posterior dan lateral
DIAGNOSIS KERJA
19
Laki-laki (25 tahun), mengalami trauma kepala sedang yang menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial yang disertai adanya lucid interval, trauma hidung dan mata, serta fraktur tertutup pada
antebrachiidextra.
Klasifikasi trauma kapitis secara klinik
berdasarkan gangguan kesadarannya (berdasarkan Glasgow Coma Scale/GCS) dikelompokkkan menjadi :
1) Cedera kepala ringan (Head Injury Grade I)
GCS : 13-15 bisa disertai disorientasi, amnesia, sakit kepala, mual, muntah.
2) Cedera kepala sedang (Head Injury Grade II)
GCS : 9-12 atau lebih dari 12 tetapi disertai kelainan neurologis fokal. Disini pasien masih
bisa mengikuti/menuruti perintah sederhana.
3) Cedera kepala berat (Head Injury Grade III)
GCS : 8 atau kurang (penderita koma), dengan atau tanpa disertai gangguan fungsi batang
otak.
Klasifikasi trauma kapitis secara umum
1) Simple Head Injury
Ada riwayat trauma kapitis
Tidak pingsan
Gejala sakit kepala dan pusing
Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat simptomatik dan cukup
istirahat.
2) Commotio Cerebri
Commotio cerebri (gegar otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari 10
menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak.
Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat.
Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya pusat-
pusat dalam batang otak.
Pada commotio cerebri mungkin pula terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya
ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya kecelakaan.
Terapi simptomatis, perawatan selama 3-5 hari untuk observasi kemungkinan terjadinya
komplikasi dan mobilisasi bertahap.
3) Contusio Cerebri
20
Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam jaringan otak
tanpa adanya robekan jaringan yang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami
kerusakan atau terputus.
Timbulnya lesi contusio di daerah “coup”, “contrecoup”, dan “intermediate” menimbulkan
gejala deficit neurologik yang bisa berupa refleks babinsky yang positif dan kelumpuhan
UMN.
Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat dan lemah.
Juga karena pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan bisa
timbul.
Terapi dengan antiserebral edem, simptomatik, neurotropik dan perawatan 7-10 hari.
4) Laceratio Cerebri
Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai dengan robekan piamater.
Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan subaraknoid traumatika, subdural
akut, dan intercerebral. Laceratio dapat dibedakan atas laceratio langsung dan tidak
langsung. Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh
benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka.
Sedangkan laceratio tidak langsung disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat akibat
kekuatan mekanis.
5) Fracture Basis Cranii
Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media, dan fossa posterior. Gejala
yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena.
Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:
Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding
Epistaksis
Rhinorrhoe
Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:
Hematom retroaurikuler, ottorhoe
Perdarahan dari telinga
Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencegah infeksi. Tindakan operatif bila adanya
liquorrhoe yang berlangsung lebih dari 6 hari.
6) Hematom Epidural
Letak : antara tulang tengkorak dan duramater
Etiologi : pecahnya a. Meningea media atau cabang-cabangnya
Gejala : setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri kepala sebentar
kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa jam kemudian timbul gejala-
gejala yang memperberat progresif seperti nyeri kepala, pusing, kesadaran menurun,
21
nadi melambat, tekanan darah meninggi, pupil pada sisi perdarahan mula-mula sempit,
lalu menjadi lebar, dan akhirnya tidak bereaksi terhadap refleks cahaya. Ini adalah
tanda-tanda bahwa sudah terjadi herniasi tentorial.
Akut (minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam)
Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati hematoma
subkutan
Pemeriksaan neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil melebar. Pada sisi
kontralateral dari hematom, dapat dijumpai tanda-tanda kerusakan traktus piramidalis,
misalnya : hemiparesis, refleks tendon meninggi, dan refleks patologik positif.
Penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi darah (dekompresi) dan pengikatan
pembuluh darah.
7) Hematom subdural
Letak : di bawah duramater
Etiologi : pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins dan laserasi
piamater serta arachnoid dari kortex cerebri
Gejala subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama
Kronis : 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma
Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam otak
(dekompresi) dengan melakukan evakuasi hematom. Penanganan subdural hematom
akut terdiri dari trepanasi-dekompresi.
Penatalaksanaan
1. Survei primer
a. ABCDE *
b. Imobilisasi dan stabilisasi servikal
c. Melakukan pemeriksaan neurologis singkat
- Respon pupil
- Menentukan nilai GCS
- Menilai apakah ada lateralisasi
2. Survey sekunder dan penatalaksanaan
a. Inspeksi keseluruhan kepala, termasuk wajah
- Laserasi
- Adanya LCS dari lubang hidung dan telinga
b. Palpasi keseluruhan kepala, termasuk wajah
- Fraktur
- Laserasi dengan fraktur di bawahnya
c. Inspeksi semua laserasi kulit kepala
22
- Jaringan otak
- Fraktur depresi tulang tengkorak
- Debris
- Kebocoran LCS
d. Menentukan nilai GCS dan respon pupil
- Respon buka mata
- Respon motorik terbaik anggota gerak
- Respon verbal
- Respon pupil
e. Pemeriksaan vertebra servikal
- Palpasi untuk mencari adanya rasa nyeri dan pakaikan kolar servikal semirigid bila perlu
- Pemeriksaan foto rontgen vertebra servikalis proyeksi cross-table lateral bila perlu.
f. Penilaian beratnya cedera
g. Pemeriksaan ulang secara kontinyu-observasi tanda-tanda perburukan
- Frekuensi
- Parameter yang dinilai
- Pemeriksaan ulang ABCDE
3. Evaluasi CT scan
Pemeriksaan CT scan lanjutan dalam 12-24 jam direkomendasikan bila hasil pemeriksaan CT scan
awal ditemukan keabnormalan atau status neurologis penderita menurun.
* Initial Treatment
• Pemeriksaan Airway dan Breathing
• Immobilisasi cervical (degan neck collar)
• Pemberian O2 secukupnya
- PCO2 dipertahankan 35 mmHg
• Circulation dengan :
- Pemberian cairan IV (RL) secukupnya
- Hentikan perdarahan dari hidung, kepala, dll jika mungkin
• Monitoring
Bila ABC telah stabil, lakukan
• Pemeriksaan neurologis :
- Refleks pupil
- Refleks motorik
• Pengambilan sampel darah, untuk :
- Cross match gol. Darah
- Pemeriksaan ABG
23
• Pemeriksaan CT scan
• Penurunan TIK (Manitol & furosemid)
- Manitol dosis 1 g/kgBB diberikan scr bolus IV
- Furosemid dosis 0,3-0,5 mg/kgBB IV
• Secondary survey (head to toe)
• Observasi & reevaluasi
• Rujuk ke ahli bedah saraf sesegera mungkin
Penatalaksanaan Tambahan (Kepala, hidung, lengan)
1. Fraktur antebrachii :
• Terapi fraktur diperlukan prinsip ”4 R” yaitu :
1. Rekognisi atau pengenalan
dgn melakukan berbagai diagnosa yg benar shg membantu dlm penanganan fraktur karena
perencanaan terapinya dapat dipersiapkan lebih sempurna.
2. Reduksi atau reposisi
Tindakan mengembalikan fragmen fraktur semirip mungkin dgn keadaan atau kedudukan
semula atau keadaan letak normal.
3. Retensi atau fiksasi
Imobilisasi adlh tindakan mempertahankan atau menahan fragmen fraktur tersebut slm
penyembuhan.
4. Rehabilitasi
Tindakan dgn maksud agar bagian yg menderita fraktur tersebut dpt kembali normal.
2. Epistaksis
• Sebelum melakukan penatalaksaan harus dilakukan pembersihan darah hidung dengan pompa
suction untuk kemudian menentukan sumber perdarahannya dengan rinoskopi
• Jika perdarahan anterior
Jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas, dilakukan tampon sementara
kapas adrenalin 1/10.000 + lidokain/pantokain 2% atau dengan elektrokauter.
Pemasangan tampon hidung harus mendapat supervisi dari ahli THT dengan
pertimbangan adanya trauma dan deformitas hidung
• Jika perdarahan posterior, akibat fraktur basis cranii,
Observasi dan transfusi darah bila perlu (tatalaksana fractur basis cranii dilakukan oleh
dokter spesialis bedah saraf )
3. Luka terbuka kepala
24
• Pada kasus ini tindakan penjahitan nampaknya tidak mungkin dilakukan karena
terjadi luka robek yg besar dan terlepas, sehingga penatalaksaannya :
Pembersihan dan debridement yg adekuat
Jika ada pendarahan masif,
tindakan yg paling mungkin dilakukan adalah kauterisasi atau ligasi pembuluh
darah besar, karena penekanan sumber perlukaan dapat memperparah kemungkinan fraktur
tengkorak
Konsul ke ahli bedah saraf bila terdapat fraktur tengkorak terbuka atau depresi.
4. Hematoma Rim Orbita :
Melakukan penekanan lembut pd orbita dg menggunakan kompres dingin dg harapan
menghentikan perdarahan dg vasokonstriksi vaskular sekitar orbita
PROGNOSIS
yang dialami oleh laki-laki itu :
Cedera kepala sedang - Epidural hematom
Fraktur nasi – Epistaksis
Fraktur antebrachii dextra
Berdasarkan di atas maka kami simpulkan prognosis nya dubia.
KOMPLIKASI
Cedera kepala :
- Herniasi otak lanjutan
- Penekanan pusat vegetatif
- Edema cerebri
- Deficit neurologis
- Koma
- Kematian
Fraktur antebrachii :
- ↓ kemampuan utk pronasi dan supinasi
- Kerusakan nervus radialis
- Pseudoartrosis
- Compartment syndrome (bengkak, sangat nyeri pd pergelangan tangan, nadi tdk dpt diraba)
Luka kepala :
- Infeksi
- Perdarahan
Farktur hidung-Epistaksis :
25
- Syok dan anemia
- Tekanan darah yang turun mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufisiensi koroner dan
infark miokard dan akhirnya kematian.
- Aspirasi
26