SKRIPSI
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS DI RSUP DR WAHIDIN SUDIROHUSODO DAN RS
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR TAHUN 2017
MUSYAYADAH RAMADHAN K111 10 366
Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
DEPARTEMEN EPIDEMIOLOGI FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2017
RINGKASAN
Universitas Hasanuddin Fakultas kesehatan Masyarakat
Epidemiologi Musyayadah Ramadhan “Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diabetes Mellitus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan Rumah Sakit Unhas” (xiii + 96 Halaman + 16 Tabel + 2 Gambar + 3 Lampiran)
Diabetes mellitus (DM) kini menjadi salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang paling umum di seluruh dunia. DM juga termasuk penyebab utama kematian di sebagian besar negara maju dan negara berkembang. Komplikasi dari DM, seperti arteri koroner dan penyakit pembuluh darah perifer, stroke, neuropati diabetes, amputasi, gagal ginjal, dan kebutaan yang mengakibatkan peningkatan kecacatan, harapan hidup berkurang dan biaya kesehatan yang sangat besar untuk semua lapisan masyarakat. DM telah menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang paling banyak berpengaruh pada abad ke-21. Prevalensi DM tahun 2013 sebesar 1,5 juta jiwa untuk total populasi di Indonesia. Prevalensi penderita DM di Indonesia diperkirakan pada tahun 2030 mencapai 21,3 juta jiwa. Salah satu upaya untuk menekan angka prevalensi tersebut yaitu dengan mencari tahu faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian DM tersebut agar dapat dicegah dan dideteksi lebih awal. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan dan aktivitas fisik dengan kejadian diabetes mellitus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan Rumah Sakit Unhas. Jenis penelitian ini adalah observasional dengan rancangan cross sectional study menggunakan data sekunder. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien yang terdiagnosis DM di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan Rumah Sakit Unhas yang berjumlah 1500 pasien. Sampel penelitian sejumlah 306 pasien yang dipilih dari populasi secara purposive sampling. Data dianalisis menggunakan uji statistik chi square dan uji phi dengan tingkat kemaknaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 306 pasien terdapat 187 (61,1%) yang terkena diabetes mellitus. Berdasarkan hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan antara jenis kelamin (p-value=0,027), tingkat pendidikan (p-value=0,003), dan aktivitas fisik (p-value=0,000) dengan kejadian diabetes mellitus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan Rumah Sakit Unhas.
Diharapkan pihak pemerintah yang terkait semakin gencar melakukan upaya promosi dan edukasi kepada masyarakat mengenai deteksi dan tindak lanjut dini faktor risiko DM. Tidak ketinggalan juga perlu adanya penyediaan lahan terbuka hijau bagi masyarakat perkotaan. Tidak hanya pemerintah, masyarakat juga bertanggung jawab atas usaha mengendalikan laju DM yang semakin meningkat tiap tahunnya. Masyarakat harus mempunyai kesadaran untuk selalu melakukan aktivitas yang cukup dalam keseharian. Kata Kunci : Kejadian DM, pendidikan, aktivitas fisik
Daftar Pustaka: 36 (1998-2017)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diabetes Mellitus di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo dan Rumah Sakit Unhas Tahun 2017”. Skripsi ini
merupakan salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM) pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Kupersembahkan skripsi ini terkhusus untuk kedua orang tua tercinta
ayahanda Ramadhan Ilyas Anto dan ibunda Taty Hafsah. Terima kasih atas
pengorbanan, kesabaran, dukungan, semangat dan doa restu hingga penulis dapat
menyelesaikan studi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin,
kepada saudaraku tercinta Miftahullah Ramadhan yang selalu memberikan
dukungan dan semangat kepada penulis, serta segala doa dan bantuan dari
keluarga besar alm. kakek Muhammad Alie dan alm. kakek Ismail Abu.
Tidak lupa penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
kepada Prof.Dr. Ridwan A, SKM., M.Kes., M.Sc.PH selaku pembimbing I dan
Ibu Jumriani Ansar, SKM., M.Kes selaku pembimbing II yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, serta petunjuk yang sangat
berguna sehingga tersusunlah skripsi ini. Terima kasih pula kepada tim penguji
Pak Indra Dwinata, SKM, MPH, Pak Muhammad Rachmat, SKM, M.Kes, ibu dr.
Devintha Virani, M.Kes, Sp.GK dan Pak Andi Imam Arundhana S.Gz., MPH
yang telah banyak memberikan masukan serta arahan guna penyempurnaan
penulisan skripsi ini. Melalui kesempatan ini pula penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. drg. A. Zulkifli Abdullah, M.Kes selaku Dekan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
2. Bapak Ansariadi SKM, MSc.PH, Ph.D selaku Ketua Departemen
Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
3. Segenap dosen dan staf Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin yang telah banyak mencurahkan
tenaga dan pikirannya semasa perkuliahan hingga penyelesaian tugas
akhir ini.
4. Bapak Dr. Muhammad Awal, SKM., M.Kes yang telah memberikan
sumbangsih besar terhadap penyelesaian tugas akhir ini.
5. Seluruh sahabat karib Eka Fatmawati, Lisdawanti Adwan, Maya J C
Moka, Anita Ulandari, Astriana, Uswatul Hasanah, Reski Nur
Wahyuningsih dan Nurani Wulandari atas segala doa, bantuan,
dorongan, motivasi serta saran-saran yang diberikan kepada penulis.
6. Seluruh sahabat Magfirah Amir, Dewisnawati Jukir, Mardhatillah dan
kak Andi Anita Rahman yang selalu menyemangati dan membantu
hingga akhir.
7. Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan khususnya Ijha, mbak Awal,
Stesia, Umma, Fiqah, Ririn, Inha, Panca, Intan, Ali, Ela, Mario, Muly,
Kamal, Karmiah, Rara dan Agus.
8. Teman-teman PBL “Rappokalling”, KKN Tematik Pulau Miangas,
serta Magang Dinkes Prov. Sulawesi Tengah yang selalu memberikan
dukungan dan semangat kepada penulis.
9. Keluarga besar KSR PMI UNHAS yang telah menjadi keluarga kedua
yang selalu mendoakan penulis.
10. Dan semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun
materil hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Terima kasih banyak.
Penulis menyadari bahwa apa yang penulis paparkan dalam skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu besar harapan penulis kepada
pembaca atas kontribusinya baik berupa saran maupun kritik yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis hanya bisa
berharap, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Makassar, Agustus 2017
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
PERNYATAAN PERSETUJUAN ................................................................. ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI..................................................................... iii
RINGKASAN ................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah Penelitian................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Diabetes Mellitus ........................................... 11
B. Tinjauan Umum Tentang Umur .............................................................. 56
C. Tinjauan Umum Tentang Jenis Kelamin ................................................. 57
D. Tinjauan Umum Tentang Pendidikan ...................................................... 58
E. Tinjauan Umum Tentang Pekerjaan ........................................................ 60
F. Tinjauan Umum Tentang Aktivitas Fisik ................................................ 61
G. Kerangka Teori ........................................................................................ 65
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti................................................... 66
B. Pola Pikir Variabel yang Diteliti ............................................................. 69
C. Defini Operasional dan Kriteria Objektif ................................................ 70
D. Hipotesis Penelitian ................................................................................. 72
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ........................................................................................ 75
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................... 75
C. Populasi dan Sampel ................................................................................ 75
D. Jenis dan Metode Pengumpulan Data ...................................................... 77
E. Pengolahan Data ...................................................................................... 77
F. Analisis Data............................................................................................ 79
G. Penyajian Data ......................................................................................... 81
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ....................................................................................... 82
B. Pembahasan ............................................................................................ 89
C. Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 95
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................. 100
B. Saran ....................................................................................................... 101
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2. 1 Perbedaan DM Tipe 1 dan DM Tipe 2 25
Tabel 2. 2 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Kadar Glukosa Darah Puasa 33
Tabel 2. 3 Perbedaan Gejala Diabetes Mellitus Tipe 1 dan 2 44 Umur
Tabel 4. 1 Tabel Kontingensi 77
Tabel 5. 1 Distribusi Pasien Berdasarkan Kejadian DM di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo dan RS Unhas Tahun 2017 79
Tabel 5.2 Distribusi Pasien Berdasarkan Kelompok Umur di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Tahun 2017 80
Tabel 5. 3 Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo dan RS Unhas Tahun 2017 80
Tabel 5. 4 Distribusi Pasien Berdasarkan Tingkat Pendidikan di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Tahun 2017 81
Tabel 5. 5 Distribusi Pasien Berdasarkan Status Bekerja di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Tahun 2017 82
Tabel 5. 6 Distribusi Pasien Berdasarkan Pekerjaan di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo dan RS Unhas Tahun 2017 82
Tabel 5. 7 Distribusi Pasien Berdasarkan Aktivitas Fisik di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Tahun 2017 83
Tabel 5. 8 Hubungan Kelompok Umur dengan Kejadian DM di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Tahun 2017 84
Tabel 5. 9 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian DM di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Tahun 2017 85
Tabel 5. 10 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian DM di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Tahun 2017 86
Tabel 5. 11 Hubungan Status Bekerja dengan Kejadian DM di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Tahun 2017 87
Tabel 5. 12 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian DM di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Tahun 2017 88
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Teori 64
Gambar 3.1 Skema Pola Pikir Penelitian 67
DAFTAR LAMPIRAN
1. Master Tabel 2. Hasil Analisis Data 3. Daftar Riwayat Hidup
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) atau di Indonesia lebih dikenal dengan
kencing manis telah menjadi masalah kesehatan yang cukup serius dan
merupakan penyakit endokrin yang paling banyak dijumpai. Diabetes
mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya. Penyakit ini merupakan penyakit
menahun yang akan disandang seumur hidup. Berbagai penelitian
epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka
insiden dan prevalensi DM di berbagai penjuru dunia, saat ini DM menjadi
epidemik global. Diabetes mellitus sendiri menduduki peringkat ke-2 di
dunia dengan penderita terbanyak. Estimasi terakhir International
Diabetes Federation (IDF), terdapat 382 juta orang yang hidup dengan
diabetes di dunia pada tahun 2013. Pada tahun 2035 jumlah tersebut
diperkirakan akan meningkat menjadi 592 orang. Diperkirakan dari 382
juta orang tersebut, 175 juta diantaranya belum terdiagnosis, sehingga
terancam berkembang progresif menjadi komplikasi tanpa disadari dan
tanpa pencegahan (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan,
2014).
International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan bahwa
sebanyak 183 juta orang tidak menyadari bahwa mereka mengidap DM.
sekitar 80% orang dengan DM tinggal di negara berpenghasilan rendah
dan menengah. Pada tahun 2011, terdapat lebih dari 50 juta orang yang
menderita DM di Asia Tenggara, jumlah penderita DM terbesar berusia
antara 40-59 tahun (International Diabetes Federation, 2011).
Berdasarkan data IDF (International Diabetes Federation) (2014),
saat ini diperkirakan 9,1 juta orang penduduk didiagnosis sebagai
penyandang DM. dengan angka tersebut Indonesia menempati peringkat
ke-5 di dunia, atau naik dua peringkat dibandingkan data IDF tahun 2013
yang menempati peringkat ke-7 di dunia dengan 7,6 juta orang
penyandang DM.
Menurut American Diabetes Association (ADA) (2014) prevalensi
penderita DM di Amerika adalah sebesar 9,3% meningkat dari tahun 2010
yaitu sebanyak 25,8 juta jiwa, dimana 8,1 juta orang penderita tersebut
tidak terdiagnosa. Insidens DM pada tahun 2012 adalah sebanyak 1,7 juta
jiwa. Penyakit ini menduduki peringkat ke tujuh penyebab utama
kematian di Amerika pada tahun 2010.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007
diperoleh proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-
54 tahun di daerah perkotaan menduduki rangking ke-2 yaitu 14,7% dan
untuk di daerah perdesaan menduduki rangking ke-6 yaitu 5,8%. Data
Riskesdas terbaru tahun 2013 menunjukkan prevalensi DM sebesar 1,5
juta jiwa untuk total populasi di seluruh Indonesia. Prevalensi penderita
DM di Indonesia diperkirakan pada tahun 2030 mencapai 21,3 juta jiwa
(Riskesdas, 2013).
Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh
Departemen Kesehatan, menunjukkan bahwa rata-rata prevalensi DM di
daerah urban untuk usia di atas 15 tahun sebesar 5,7%. Prevalensi terkecil
terdapat di Provinsi Papua sebesar 1,7% dan terbesar di Provinsi Maluku
Utara dan Kalimantan Barat yang mencapai 11,1%. Sedangkan prevalensi
toleransi glukosa terganggu (TGT) berkisar antara 4,0% di Propinsi Jambi
sampai 21,8% di Propinsi Papua Barat dengan rerata sebesar 10,2%. Data-
data diatas menunjukkan bahwa jumlah penyandang DM di Indonesia
sangat besar. Dengan kemungkinan terjadi peningkatan jumlah
penyandang DM di masa mendatang akan menjadi beban yang sangat
berat untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter spesialis/subspesialis atau
bahkan oleh semua tenaga kesehatan yang ada.
Data Riskesdas 2013, diolah oleh Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan dapat diketahui bahwa di Sulawesi Selatan ada
91.823 jiwa yang pernah didiagnosis menderita kencing manis oleh dokter
dan 103.301 jiwa yang belum pernah didiagnosis menderita kencing manis
oleh dokter tetapi dalam 1 bulan terakhir mengalami gejala sering lapar,
sering haus, sering buang air kecil dengan jumlah banyak dan berat badan
turun.
Jumlah penderita diabetes mellitus di Sulawesi Selatan lima tahun
terakhir mengalami peningkatan. Jumlah penderita diabetes mellitus
berbasis puskesmas tahun 2010 sebesar 9,61%, 2011 sebesar 9,32%,
meningkat pada tahun 2012 sebesar 12,6%. Jumlah penderita diabetes
mellitus berbasis rumah sakit lima tahun terakhir mengalami peningkatan,
tahun 2010 sebesar 14,24%, 2011 sebesar 29,38%, tahun 2012 sebesar
27,64%. Seiring dengan meningkatnya penderita diabetes mellitus, jumlah
kematian akibat diabetes mellitus juga mengalami peningkatan. Jumlah
kematian diabetes mellitus di puskesmas tahun 2010 sebesar 10,30%,
tahun 2011 sebesar 11,26%, tahun 2012 sebanyak 232 kasus (Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, 2013).
Diabetes mellitus juga termasuk dalam 20 penyakit terbanyak di
LIAD RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo periode Juli – September 2012
dengan persentase 15% (Sudirohusodo, 2012). Suatu jumlah yang sangat
besar dan merupakan beban yang sangat berat untuk dapat ditangani
sendiri oleh dokter spesialis / subspesialis bahkan oleh semua tenaga
kesehatan yang ada (PDSPDI, 2006).
Perkiraan biaya kesehatan DM di seluruh dunia menunjukkan
bahwa setidaknya dibutuhkan dana sebesar US $129 miliar sampai US
$241 miliar, atau 2,5% - 15,0% dari total anggaran kesehatan tahunan.
Diperkirakan juga bahwa akan terjadi peningkatan pembiayaan kesehatan
sebesar 50% yang berhubungan dengan penyakit DM dari US $286 miliar
pada tahun 2003 menjadi US $396 miliar pada tahun 2025. Mahalnya
biaya pengobatan DM tipe 2 dan meningkatnya prevalensi akan
mengakibatkan beban ekonomi yang berat, dan tantangan utama bagi
pembuat kebijakan kesehatan di negara berkembang dalam mengelola
penyakit kronis ini (Ibrahim, 2010). DM dan komplikasi yang terkait
menimbulkan beban ekonomi yang signifikan pada anggaran kesehatan di
Kanada, yang diperkirakan 1,6 miliar pada tahun 1998 (Canada, 1998).
Besarnya biaya perawatan yang ditanggung oleh pasien DM rawat inap di
satu rumah sakit (RS) di Makassar pada tahun 2013 yaitu rata-rata sebesar
Rp. 9.800.000/pasien, dan pasien rawat jalan rata-rata sebesar Rp.
300.000/pasien. Komponen biaya langsung yang dikeluarkan oleh pasien
DM untuk pengobatan DM, yakni biaya dokter dan rumah sakit, biaya
obat-obatan, biaya laboratorium dan pemantauan gula darah, serta biaya
perawatan jangka panjang. Selain itu, terdapat biaya tidak langsung yang
dikeluarkan oleh pasien DM, yakni hilangnya produktivitas karena
morbiditas jangka pendek, hilangnya produktivitas karena
ketidakmampuan yang permanen (cacat) bahkan kematian, serta
menurunnya kualitas hidup (Media, 2012).
Hasil penelitian Bohari (2014) menunjukkan bahwa pada 22 tahun
yang akan datang (2013 – 2035) diestimasikan jumlah kejadian DM pada
penduduk usia 45 tahun di Sulawesi Selatan meningkat sebesar 10,2x lipat
dari 692 orang (5,47) pada tahun 2013 meningkat menjadi 7056 orang
(14,93%) pada tahun 2035 dengan rata-rata peningkatan tiap tahun sebesar
0.46x lipat apabila tidak ada kontrol terhadap variabel/faktor yang
mempengaruhi kejadian DM.
Prevalensi DM meningkat seiring bertambahnya usia. Penelitian
yang dilakukan Ratnaningsih (2009) di Kota Yogyakarta bahwa responden
dengan usia 40-59 tahun adalah responden terbanyak yang ditemui, yaitu
52,4% disusul responden dewasa akhir sebesar 43,5%, data yang
didapatkan meunjukkan bahwa diabetes mellitus lebih banyak dialami oleh
orang yang berusia dewasa tengah dan dewasa akhir (40 tahun ke atas)
(Ratnaningsih, 2009). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Rahman (2013) didapatkan kelompok umur yang paling banyak menderita
DM berada pada kelompok umur 55-59 tahun sebanyak 27,67% (Rahman,
2013).
Penelitian yang dilakukan Rahman (2013) di Kabupaten Wajo juga
menunjukkan bahwa responden perempuan merupakan penderita diabetes
mellitus terbanyak yaitu 56,33% dan berdasarkan tingkat pendidikan,
SLTA yang paling banyak menderita DM yaitu 32,33% dan paling sedikit
responden tidak pernah sekolah yaitu sebanyak 2,00%. Distribusi
berdasarkan pekerjaan responden yang paling banyak ibu rumah tangga
sebesar 36,67% dan paling sedikit pada responden yang memiliki
pekerjaan sebagai buruh 1,67%.
Penelitian yang dilakukan Mona et al (2012) di RS Tugurejo
Semarang menunjukkan bahwa sebagian besar (73,5%) penderita diabetes
mellitus berjenis kelamin perempuan. Umur responden menunjukkan
sebagian besar (44,1%) pada kisaran 50-59 tahun, sebagian besar (38,2%)
responden berpendidikan lulusan SMA/SMK dan kebanyakan (70,6%)
pekerjaan responden adalah ibu rumah tangga.
Prevalensi DM juga lebih tinggi pada individu yang mempunyai
berat badan lebih dan obesitas, pada kelompok hipertensi dan pada
kelompok yang mempunyai aktifitas kurang (Direktorat P2PTM, 2008).
Kasus DM di Indonesia semakin meningkat sesuai dengan pola hidup yang
cenderung mengadopsi pola hidup negara barat yaitu mengkonsumsi
makanan cepat saji yang tinggi akan kandungan karbohidrat dan lemak
namun rendah serat. DM juga dikenal sebagai penyakit yang berhubungan
dengan asupan makanan, baik sebagai faktor penyebab maupun
pengobatan. Asupan makanan yang berlebihan merupakan faktor risiko
pertama yang diketahui menyebabkan DM. Asupan makanan tersebut
yaitu asupan karbohidrat, protein, lemak dan energi (Yustini, 2013).
Diabetes mellitus dapat disebut juga dengan the silent killer sebab
penyakit ini dapat menyerang beberapa organ tubuh dan mengakibatkan
berbagai macam keluhan. Diabetes mellitus tidak dapat disembuhkan
tetapi glukosa darah dapat dikendalikan melalui empat pilar
penatalaksanaan DM seperti edukasi, diet, olah raga dan obat-obatan.
Penyakit DM sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya
manusia dan berdampak pada peningkatan biaya kesehatan yang cukup
besar. Oleh karenanya, semua pihak baik masyarakat maupun pemerintah,
seharusnya ikut serta secara aktif dalam usaha penanggulangan kejadian
DM, khususnya dalam upaya pencegahan.
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 di Sulawesi Selatan terjadi
peningkatan diabetes mellitus, hipertensi dan perilaku merokok dari tahun
2007 hingga tahun 2013. Untuk mendapatkan representasi kasus
berdasarkan profil kesehatan provinsi Sulawesi Selatan maka dipilih
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dan Rumah Sakit Unhas.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah ada hubungan antara umur dengan kejadian diabetes mellitus
di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Makassar?
2. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian diabetes
mellitus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Makassar?
3. Apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian
diabetes mellitus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas
Makassar?
4. Apakah ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian diabetes
mellitus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Makassar?
5. Apakah ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian diabetes
mellitus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Makassar?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan penelitian diatas, maka tujuan penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan faktor risiko kejadian diabetes
mellitus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas
Makassar
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan faktor risiko umur terhadap
kejadian diabetes mellitus di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo dan RSP Unhas Makassar
b. Untuk mengetahui hubungan faktor risiko jenis kelamin
terhadap kejadian diabetes mellitus di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo dan RS Unhas Makassar
c. Untuk mengetahui hubungan faktor risiko tingkat
pendidikan terhadap kejadian diabetes mellitus di RSUP
Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Makassar
d. Untuk mengetahui hubungan faktor risiko pekerjaan
terhadap kejadian diabetes mellitus di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo dan RS Unhas Makassar
e. Untuk mengetahui hubungan faktor risiko aktivitas fisik
yang rendah terhadap kejadian diabetes mellitus di RSUP
Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Unhas Makassar
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang nanti akan diperoleh diharapkan dapat
bermanfaat untuk :
1. Manfaat Ilmiah
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu dan
dapat memberikan sumbangsih kepada para peneliti selanjutnya yang
berhubungan dengan kejadian diabetes mellitus.
2. Manfaat bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber
informasi bagi instansi pendidikan, kesehatan dan institusi terkait dalam
menentukan kebijakan.
3. Manfaat bagi Peneliti
Merupakan suatu pengalaman berharga bagi peneliti dalam
memperluas wawasan keilmuan, khususnya tentang faktor risiko
kejadian diabetes mellitus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Diabetes Mellitus
1. Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus (DM) (dari kata Yunani diabainein,
“’tembus’ atau “pancuran air”, dan kata Latin mellitus, “rasa manis”
yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang
ditandai dengan hiperglisemia (peningkatan kadar gula darah) yang
terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Sumber lain
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan diabetes mellitus adalah
keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik
akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi pada
membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
Semua jenis diabetes mellitus memiliki gejala yang mirip dan
komplikasi pada tingkat lanjut. Hiperglisemia sendiri dapat
menyebabkan dehidrasi dan ketoasidosis. Komplikasi jangka lama
termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis
ginjal (penyebab utama dialysis), kerusakan retina yang dapat
menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf yang dapat
menyebabkan impotensi dan gangrene dengan risiko amputasi.
Komplikasi yang lebih serius lebih umum bila kontrol gula darah
buruk.
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kelainan
metabolism yang disebabkan kurangnya hormone insulin. Hormon
insulin dihasilkan oleh sekelompok sel beta di kelenjar pankreas dan
sangat berperan dalam metabolism glukosa dalam sel tubuh. Kadar
glukosa yang tinggi dalam tubuh tidak bisa diserap semua dan tidak
mengalami metabolism dalam sel. Akibatnya, seseorang akan
kekurangan energy sehingga mudah lelah dan berat badan terus turun.
Kadar glukosa yang berlebih tersebut dikeluarkan melalui ginjal dan
dikeluarkan bersama urine. Gula memiliki sifat menarik air sehingga
menyebabkan seseorang banyak mengeluarkan urine dan selalu merasa
haus.
Diabetes mellitus diartikan pula sebagai penyakit metabolism
yang termasuk dalam kelompok gula darah yang melebihi batas
normal atau hiperglikemia (lebih dari 120mg/dl atau 120mg%). Karena
itu DM sering disebut juga dengan penyakit gula. Sekarang, penyakit
gula tidak hanya dianggap sebagai gangguan metabolism karbohidrat,
tetapi juga menyangkut metabolism protein dan lemak. Akibatnya DM
sering menimbulkan komplikasi yang bersifat menahun (kronis),
terutama pada struktur dan fungsi pembuluh darah. Jika hal ini
dibiarkan begitu saja, akan timbul komplikasi lain yang cukup fatal,
seperti penyakit jantung, ginjal, kebutaan, aterosklerosis, bahkan
sebagian tubuh bisa diamputasi.
Diabetes mellitus adalah suatu kondisi di mana kadar gula di
dalam darah lebih tinggi dari biasa/normal (Normal: 60 mg/dl sampai
dengan 145 mg/dl), karena tubuh tidak dapat melepaskan atau
menggunakan hormon insulin secara cukup. Perlu diketahui bahwa
hormon insulin dihasilkan oleh pankreas dalam tubuh kita untuk
mempertahankan kadar gula agar tetap normal. Hal ini disebabkan
tidak dapatnya gula memasuki sel-sel yang terjadi karena tidak
terdapat atau kekurangan atau resisten terhadap insulin.
Diabetes adalah suatu penyakit di mana kadar glukosa (gula
sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan
atau menggunakan insulin secara cukup. Sedangkan insulin sendiri
adalah hormon yang dilepaskan oleh pancreas, yang bertanggung
jawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang normal. Insulin
memasukkan gula ke dalam sel sehingga bisa menghasilkan energi
atau disimpan sebagai cadangan energi. Karena itu, jumlah glukosa
pada tubuh sebaiknnya sejak dini harus selalu dikontrol dengan cermat.
Tubuh biasanya mendapatkan glukosa dari makanan yang dikonsumsi
baik secara langsung dari makanan yana manis atau karbohidrat,
maupun secara tidak langsung dari jenis makanan lain. Glukosa
diserap ke dalam aliran darah dan bergerak dari aliran darah ke seluruh
sel-sel dalam tubuh di mana ia dapat digunakan sebagai energi. Bila
jumlah glukosa dalam darah terlalu banyak dan tidak segera
dibutuhkan untuk membentuk energi, maka ia dapat diubah dan
kemudian disimpan dengan dua cara, yaitu sebagai tepung dalam hati
dan sebagai lemak. Untuk mengubah glukosa menjadi energi atau
menyimpan glukosa, tubuh memerlukan insulin. Insulin dihasilkan
oleh sekelompok sel pada pancreas yang dinamakan pulau-pulau
Langerhans.
Pada orang yang sehat, karbohidrat dalam makanan yang
dimakan akan diubah menjadi glukosa yang akan didistribusikan ke
seluruh sel tubuh untuk dijadikan energi dengan bantuan insulin. Pada
orang menderita diabetes, glukosa sulit masuk ke dalam sel karena
sedikit atau tidak adanya zat insulin dalam tubuh. Akibatnya, kadar
glukosa dalam darah menjadi tinggi yang nantinya dapat memberikan
efek samping yang bersifat negatif atau merugikan.
Secara normal, glukosa masuk ke dalam sel-sel dan
kelebihannya dibersihkan dari darah dalam waktu dua jam. Jika tubuh
tidak memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau insulin yang
tersedia tidak bekerja sebagaimana mestinya, maka sel-sel tidak dapat
terbuka, dan ini akan menyebabkan glukosa terkumpul dalam darah
sehingga terjadilah diabetes mellitus. Penyakit diabetes mellitus jika
tidak segera diobati akan meningkatkan risiko serangan jantung,
stroke, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer, dapat juga
sebagai penyebab utama dari kebutaan pada orang dewasa.
Kadar gula yang tinggi akan dibuang melalui air seni. Dengan
demikian air seni penderita diabetes akan mengandung gula sehingga
sering dilebung atau dikerubuti semut. Selanjutnya orang tersebut akan
kekurangan energi/tenaga, mudah lelah, lemas, mudah haus dan lapar,
sering kesemutan, sering buang air kecil, gatal-gatal dan sebagainya.
Kandungan atau kadar gula penderita diabetes saat puasa adalah lebih
dari 126 mg/dl dan saat tidak puasa atau normal lebih dari 200 mg/dl.
Penyakit yang akan ditimbulkan oleh penyakit gula darah ini
adalah gangguan penglihatan mata, katarak, penyakit jantung, sakit
ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh dan membusuk/gangrene,
infeksi paru-paru, gangguan pembuluh darah, stroke dan sebagainya.
Tidak jarang bagi penderita yang parah bisa amputasi anggota tubuh
karena pembusukan. Oleh sebab itu, sangat dianjurkan melakukan
perawatan yang serius bagi penderita serta melaksanakan/menjalani
gaya hidup yang sehat dan baik bagi yang masih sehat maupun yang
sudah sakit.
Diabetes mellitus sering disebut dengan the great imitator,
yaitu penyakit yang dapat menyerang semua organ tubuh dan
menimbulkan berbagai keluhan. Penyakit ini timbul secara perlahan-
lahan, sehingga seseorang tidak menyadari adanya berbagai perubahan
dalam dirinya. Perubahan seperti minum menjadi lebih banyak, buang
air kecil menjadi lebih sering, dan berat badan yang terus menurun,
berlangsung cukup lama dan biasanya cenderung tidak diperhatikan,
hingga seseorang pergi ke dokter dan memeriksa kadar glukosa
darahnya.
Diabetes adalah suatu kondisi yang berjalan lama, yang
disebabkan oleh kadar gula yang tinggi dalam darah. Diabetes dapat
dikontrol. Kadar gula dalam darah akan kembali seperti biasa atau
normal dengan mengubah beberapa kebiasaan hidup seseorang.
Kebiasaan tersebut adalah:
a. Mengikuti suatu susunan makanan yang sehat dan makan
secara teratur.
b. Mengawasi/menjaga berat badan.
c. Memakan obat resep dokter
d. Olahraga secara teratur.
Banyak orang yang masih menganggap penyakit diabetes
merupakan penyakit orang tua atau penyakit yang hanya timbul karena
faktor keturunan. Padahal, setiap orang dapat mengidap diabetes, baik
tua maupun muda. Diabetes memang pembunuh yang jahat. Dia tak
punya cukup nyali untuk membunuh dengan sendirian. Dia akan
meminta bantuan teman-teman lainnya. Berdasarkan penelitian Murray
tahun 2000, disebutkan :
a. Tiap 19 menit ada satu orang di dunia yang terkena stroke
akibat komplikasi diabetes.
b. Tiap 90 menit ada satu orang di dunia yang buta akibat
komplikasi diabetes.
c. Tiap 12 menit ada satu orang di dunia yang terkena
serangan jantung akibat komplikasi diabetes.
d. Tiap 90 menit ada satu orang di dunia yang harus cuci
darah akibat komplikasi diabetes.
e. Tiap 19 menit ada satu orang di dunia yang diamputasi
akibat komplikasi diabetes.
Kejadian serangan jantung dialami 20%-24% penderita
diabetes di Indonesia. Jika disertai kebiasaan merokok, maka
kemungkinan meninggal akibat serangan jantung naik hingga 3 kali
lipat. Satu lagi komplikasi yang kerap diidap diabetes adalah
peripheral vascular atau penyumbatan di nadi kaki yang dapat
berpindah ke paru-paru sehingga berisiko kematian.
Diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia pada
tahun 2006 meningkat tajam menjadi 14 juta orang, di mana baru 50%
yang sadar mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30% yang
datang berobat teratur.
Sangat disayangkan bahwa banyak penderidisebabkan faktor
keturunan. Tetapi, faktor keturunan saja tidak cukup untuk
menyebabkan seseorang terkena diabetes, karena risikonya hanya
sebesar 5%. Ternyata, diabetes tipe 2 lebih sering terjadi pada orang
yang mengalami obesitas alias kegemukan akibat gaya hidup yang
dijalaninya.
Menurut kriteria diagnostik Perkeni (Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia), seseorang dikatakan menderita diabetes jika
memiliki kadar gula darah puasa >126 mg/dL. Kadar gula darah
sepanjang hari bervariasi di mana akan meningkat setelah makan dan
kembali normal dalam waktu 2 jam. Kadar gula darah yang normal
pada pagi hari setelah malam sebelumnya berpuasa (atau belum
makan) adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya kurang
dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang
mengandung gula maupun karbohidrat lainnya. Kadar gula darah yang
normal cenderung meningkat secara ringan, tetapi progresif (bertahap)
setelah usia 50 tahun, terutama pada orang-orang yang tidak aktif
bergerak.
Peningkatan kadar gula darah setelah makan atau minum
merangsang pankreas untuk menghasilkan insulin sehingga mencegah
kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar
gula darah menurun secara perlahan. Ada cara lain untuk menurunkan
kadar gula darah, yaitu dengan melakukan aktivitas fisik seperti
berolahraga, karena otot menggunakan glukosa dalam darah untuk
dijadikan energi.
2. Epidemiologi Diabetes di Indonesia
Menurut survei yang dilakukan oleh WHO (World Health
Organization), Indonesia menempati urutan ke-4 dengan jumlah
penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika
Serikat. Dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk, diperkirakan
pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap diabetes dan pada tahun
2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4 juta penderita. Sedangkan
dari data Departemen Kesehatan, jumlah pasien rawat inap maupun
rawat jalan di rumah sakit menempati urutan pertama dari seluruh
penyakit endokrin.
Menurut Menteri Kesehatan, secara global WHO memperkirakan
PTM (Penyakit Tidak Menular) telah menyebabkan sekitar 60%
kematian dan 43% kesakitan di seluruh dunia. Pada tahun 1992, lebih
dari 100 juta penduduk dunia menderita diabetes dan pada tahun 2000
jumlahnya meningkat menjadi 150 juta yang merupakan 6% dari
populasi dewasa. Sedangkan di Amerika Serikat jumlah penderita
diabetes pada tahun 1980 mencapai 5,8 juta orang dan pada tahun 2003
meningkat menjadi 13,8 juta orang.
Apabila masalah ini tidak di intervensi secara serius, permasalahan
diabetes akan bertambah besar sehingga akan sulit untuk
menanggulanginya. Upaya pencegahan dan penanggulangan tidak
dapat dilakukan oleh pemerintah saja tetapi harus oleh semua pihak
termasuk organisasi profesi (PERKENI) dan organisasi
kemasyarakatan (PERSADIA dan PEDI). PERKENI bertujuan untuk
mengurangi risiko kematian dan mengurangi biaya pengobatan
diabetes mellitus, diperlukan tindakan pencegahan yang dapat
dilakukan secara primer maupun sekunder.
Pencegahan primer adalah pencegahan terjadinya diabetes mellitus
pada individu yang berisiko melalui modofikasi gaya hidup (pola
makan sesuai, aktivitas fisik, penurunan berat badan) dengan didukung
program edukasi yang berkelanjutan. Kendati program ini tidak
mudah, tetapi sangat menghemat biaya. Oleh karena itu dianjurkan
untuk dilakukan di negara-negara dengan sumber daya terbatas.
Sedangkan pencegahan sekunder, merupakan tindakan pencegahan
terjadinya komplikasi akut maupun jangka panjang. Programnya
meliputi pemeriksaan dan pengobatan tekanan darah, perawatan kaki
diabetes, pemeriksaan mata secara rutin, pemeriksaan protein dalam
urine program menurunkan atau menghentikan kebiasaan merokok.
Program pencegahan primer telah dilaksanakan di Indonesia oleh
PT.Merck Indonesia Tbk bekerja sama dengan DEPKES RI dan
organisasi profesi (PERKENI) dan organisasi kemasyarakatan
(PERSADIA dan PENI). Program yang bertajuk Pandu Diabetes
dengan simbol Titik Oranye, melakukan kegiatan-kegiatan antara lain
memberikan informasi dan edukasi mengenai diabetes mellitus dan
pemeriksaan kadar gula darah secara gratis bagi sejuta orang yang
telah diluncurkan oleh Menkes pada 15 Maret 2003.
Program ini dipandang luar biasa karena membri layanan
pemeriksaan kadar gula secara gratis bagi sejuta orang yang tersebar di
seluruh tanah air selama 2 tahun (2003-2005). Hasil pemeriksaan kadar
gula darah tersebut menunjukkan sebanyak 81.696 orang (8,29%)
memiliki kadar glukosa darah sewaktu melebihi 200 mg/dl sudah dapat
didiagnosis sebagai diabetes mellitus. Sebanyak 260.361 orang
(26,42%) memiliki glukosa darah rendah (<110 mg/dl), 489.385 orang
(49,66%) memiliki kadar glukosa darah normal (110-139%), dan
154.029 orang (15,63%) memiliki kadar glukosa darah borderline
(140-199 mg/dl). Banyaknya orang yang memiliki kadar gula darah
terganggu ini memerlukan perhatian khusus dari pihak-pihak terkait
karena kelompok ini berpeluang untuk menjadi diabetes di masa yang
akan datang.
Sesuai dengan konsensus pengelolaan DM di Indonesia, DM di
tetapkan pada pemeriksaan kadar gula sewaktu mencapai 200 mg/dl
atau lebih pada pemeriksaan sewaktu atau kadar glukosa darah puasa
mencapai 126 mg/dl.
Terdapat dua jenis penyakit diabetes mellitus, yaitu diabetes
mellitus tipe 1 (insulin-dependent diabetes mellitus) yaitu kondisi
defisiensi produksi insulin oleh pankreas. Kondisi ini hanya bisa
diobati dengan pemberian insulin. Diabetes mellitus tipe 2 (non
insulin-dependent diabetes mellitus) yang terjadi akibat
ketidakmampuan tubuh untuk berespons dengan wajar terhadap
aktivitas insulin yang dihasilkan pancreas (resistensi insulin), sehingga
tidak tercapai kadar glukosa yang normal dalam darah. Diabetes
mellitus tipe 2 ini lebih banyak ditemukan dan diperkirakan meliputi
90% dari semua kasus diabetes di seluruh dunia.
Berkaitan dengan hasil pemeriksaan kadar gula darah tersebut,
ditegaskan agar kelompok dengan kadar glukosa darah terganggu
segera diintervensi. Intervensi yang disarankan PERKENI adalah
menjalankan gaya hidup sehat (olah raga, diet yang baik dan tidak
merokok dan apabila diperlukan dapat diberikan obat yang sesuai).
3. Macam-Macam Diabetes
Diabetes sendiri terdiri dari dua jenis yang masing-masing dapat
diobati dengan cara tersendiri, yaitu:
a. Diabetes Mellitus yang tergantung pada insulin (IDDM atau
Diabetes Tipe 1)
Diabetes mellitus tipe 1 atau diabetes anak-anak dicirikan
dengan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau
Langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada
tubuh. Diabetes tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun
orang dewasa.
Sampai saat ini, diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet
dan olahraga tidak bisa menyembuhkan ataupun mencegah
diabetes tipe 1. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki
kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai
dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respon tubuh terhadap
insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama
pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes
tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan
sel beta pancreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh
adanya infeksi pada tubuh.
Saat ini diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan
menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap
tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah.
Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap palinh awal
sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan
diabetic betoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa
mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada
penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari
pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian
insulin melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian
masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah
ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (a bolus) dari
insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta memungkinkan
juga untuk pemberian masukan insulin melalui “inhaled powder”.
Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanju terus. Perawatan
tidak akan mempengaruhi aktivitas-aktivitas normal apabila
kesadaran cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam
pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat glukosa fata-rata
untuk pasien diabetes tipe 1 harus sedekat mungkin ke angka
normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l). beberapa dokter menyarankan
sampai ke 140-150 mg/dl (7-7,5 mmol/l) untuk mereka yang
bermasalah dengan angka yang lebih rendah, seperti “frequent
hypoglycemic events”. Angka di atas 200 mg/dl (10 mm0l/l)
seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil
yang terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi. Angka di atas
300mg/dl (15 mmol/l) biasanya membutuhkan perawatan
secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis. Tingkat glukosa
darah yang rendah, yang disebut hipoglikemia dapat menyebabkan
kejang atau seringnya kehilangan kesadaran.
b. Diabetes Mellitus yang tidak tergantung pada insulin (NIDDM atau
Diabetes Tipe 2)
Diabetes mellitus tipe 2 terjadi karena kombinasi dari
“kecacatan dalam produksi insulin” dan “resistensi terhadap
insulin” atau berkurangnya sensitifitas tehadap insulin” (adanya
defekasi respon jaringan terhadap insulin) yang melibatkan
reseptor insulin di membrane sel. Pada tahap awal abnormalitas
yang paling utama adalah berkurangnya sensitivitas terhadap
insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam
darah. Pada tahap ini, hiperglikemia dapat diatasi dengan berbagai
cara dan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas
terhadap insulin atau mengurangi produksi gula dari hepar, namun
semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang,
dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan.
Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan
mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral
diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap
insulin, mungkin dalam kaitan dengan pengeluran dari adipokines
(suatu kelompok hormon)-nya itu merusak toleransi glukosa.
Kegemukan yang ditemukan kira-kira 90% dari pasien dunia
didiagnosis mengembangkan diabetes tipe 2 ini. Faktor lainnya
bisa jadi karena faktor sejarah keluarga dan kehamilan, walaupun
pada dekade terakhirnya hal itu terus meningkat dan mulai
memengaruhi remaja dan anak-anak.
Diabetes tipe 2 ini disebabkan oleh kurang sensitifnya
jaringan tubuh terhadap insulin. Pankreas tetap menghasilkan
insulin, kadang kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh
membentuk kekebalan terhadap efeknya, sehingga terjadi
kekurangan insulin relative. Biasanya terdapat pada orang yang
berusia >40 tahun, gemuk, dan tidak aktif. Gejala pada tipe kedua
ini terjadi secara perlahan-lahan. Dengan pola hidup sehat, yaitu
mengonsumsi makanan bergizi seimbang dan olahraga secara
teratur biasanya penderita berangsur pulih. Penderita juga harus
dapat mempertahankan berat badan normal. Namun, bagi penderita
stadium akhir, kemungkinan akan diberikan suntikan insulin.
Tabel 2.1
Perbedaan DM Tipe 1 dan DM Tipe 2
Diabetes Mellitus Tipe 1 Diabetes Mellitus Tipe 2
Penderita menghasilkan sedikit insulin
atau sama sekali tidak menghasilkan
insulin
Pankreas tetap menghasilkan insulin,
kadang kadarnya lebih tinggi dari
normal. Tetapi tubuh membentuk
kekebalan terhadap efeknya, sehingga
terjadi kekurangan insulin relatif
Umumnya terjadi sebelum usia 30 tahun,
yaitu anak-anak dan remaja
Bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa,
tetapi biasanya terjadi setelah usia 30
tahun
Para ilmuwan percaya bahwa faktor
lingkungan (berupa infeksi virus atau
faktor gizi pada masa kanak-kanak atau
dewasa awal) menyebabkan ssstem
kekebalan menghancurkan sel penghasil
insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal
ini, diperlukan kecenderungan genetik.
Faktor risiko untuk diabetes tipe 2
adalah obesitas di mana sekitar 80-90%
penderita mengalami obesitas
90% sel penghasil insulin (sel beta)
mengalami kerusakan permanen. Terjadi
kekurangan insulin yang berat dan
penderita harus mendapatkan suntikan
Diabetes Mellitus tipe 2 juga cenderung
diturunkan secara genetik dalam
keluarga
insulin secara teratur
Sumber : Maulana Mirza, 2012
Selain dua diabetes di atas, ada juga diabetes tipe 3 yang memang
baru ditemukan. Para ahli di Amerika Serikat percaya bahwa mereka telah
menemukan tipe baru diabetes setelah menemukan bahwa insulin juga
diproduksi di otak dan dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit
Alzheimers. Penelitian yang dilakukan oleh Suzanne de la Monde bersama
rekannya yang seorang professor di bidang patologi di Brown Medical
Schoolini menemukan hubungan antara penyakit diabetes dan Alzheimer.
Suzanne mengemukakan bahwa insulin yang diproduksi dalam otak,
dibutuhkan tubuh untuk kelangsungan hidup sel-sel otak. Bila jumlahnya
kurang, maka sel-sel otak pun akan mengalami degenerasi dan akhirnya
memicu timbulnya penyakit Alzheimer. Hasil penelitian ini diperkuat lagi
dengan dilakukannya penelitian pada jaringan otak dari mayat yang
sebelumnya telah didiagnosa menderita penyakit Alzheimer. Hasilnya
jumlah insulin dan IGF I berkurang di daerah korteks, hippocampus dan
hipotalamus.
Ada juga jenis diabetes lain yang disebut diabetes mellitus
gestasional. Diabetes mellitus gestasional (gestational Diabetes Mellitus)
juga melibatkan suatu kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran
hormon insulin yang tidak cukup, yang meniru diabetes tipe 2. Jenis
diabetes ini terjadi selama kehamilan dan bisa juga meningkat atau lenyap.
Meskipun kejadiannya sementara, namun diabetes jenis ini bisa jadi
merusak kesehatan janin dan ibu, dan sekitar 20%-40% wanita yang
mengidap diabetes tipe 2 yang kemudian menjalani kehamilan.
Gestational Diabetes Mellitus (GDM) terjadi di sekitar 2%-5% dari
semua kehamilan. Diabetes ini sifatnya sementara dan harus ditangani
dengan baik, karena jika tidak bisa menyebabkan masalah dalam
kehamilan seperti makrosomia, cacat janin, penyakit jantung sejak lahir,
gangguan pada system saraf pusat, dan juga cacat otot. Bahkan ada dugaan
bahwa hiperbilirubinemia juha diakibatkan oleh binasanya sel darah merah
akibat dari meningkatnya gula dalam darah. Bahkan dalam kasus yang
parah, hal ini bisa mengakibatkan kematian. Karena itulah, hal ini harus
mendapatkan pengawasan medis yang seksama selama kehamilan.
Selain jenis diabetes di atas, ada juga varian lain, yaitu diabetes
insipidus dan diabetes insipidus nefrogenik.
c. Diabetes Insipidus
Diabetes Insipidus adalah suatu kelainan di mana terdapat
kekurangan hormon antidiuretik yang menyebabkan rasa haus yang
berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar air bersih
yang sangat encer (poliuri).
Diabetes insipidus terjadi akibat penurunan pembentukan
hormon antidiuretik (vasopresin), yaitu hormon yang secara alami
mencegah pembentukan air kemih yang terlalu banyak. Hormon ini
unik, karena dibuat di hipotalamus lalu disimpan dan dilepaskan ke
dalam aliran darah oleh hipofisa posterior.
Diabetes insipidus juga bisa terjadi jika kadar hormon
antidiuretik normal tetapi ginjal tidak memberikan respon yang
normal terhadap hormon ini (keadaan ini disebut diabetes insipidus
nefrogenik).
Penyebab terjadinya diabetes insipidus ini adalah:
1. Hipotalamus mengalami kelainan fungsi dan menghasilkan
terlalu sedikit hormon antidiuretik
2. Kelenjar hipofisa gagal melepaskan hormon antidiuretik ke
dalam aliran darah
3. Kerusakan hipotalamus atau kelenjar hipofisa akibat
pembedahan
4. Cedera otak (terutama patah tulang didasar tengkorak)
5. Tumor
6. Sarkoidosis atau tuberculosis
7. Aneurisma atau penyumbatan arteri yang menuju ke otak
8. Beberapa bentuk ensefalitis atau meningitis
9. Histiositosis X (penyakit Hand-Schuller-Chirstian).
Sedangkan diabetes insipidus ini bisa timbul secara perlahan
maupun secara tiba-tiba pada segala usia. Sering kali satu-satunya gejala
dalah rasa haus dan pengeluaran air kemih uang berlebihan.
Sebagai kompensasi hilangnya cairan melalui air kemih, penderita
bisa minum sejumlah besar cairan (3,8-38 L/hari). Jika kompensasi ini
tidak terpenuhi, maka dengan segera akan terjadi dehidrasi yang
menyebabkan tekanan darah rendah dan syok. Penderita terus berkemih
dalam jumlah yang sangat banyak terutama di malam hari.
Sedangkan diagnosanya dilakukan berdasarkan gejalanya. Untuk
menyingkirkan diabetes mellitus (kencing manis) dilakukan pemeriksaan
gula pada air kemih. Pemeriksaan darah menunjukkan kadar berbagai
elektrolit yang abnormal.
Pemeriksaan yang paling sederhana dan paling dapat dipercaya
untuk diabetes insipidus adalah water deprivation test. Selama menjalani
pemeriksaan ini penderita tidak boleh minum dan bisa terjadi dehidrasi
berat. Oleh karena itu pemeriksaan ini harus dilakukan di rumah sakit atau
tempat praktek dokter. Pembentukan air kemih, kadar elektrolit darah
(natrium) dan berat badan di ukur secara rutin selama beberapa jam.
Segera setelah tekanan darah turun atau denyut jantung meningkat atau
terjadi penurunan berat badan lebih dari 5% maka tes ini dihentikan dan
diberikan suntikan hormon antidiuretik.
Diagnosis diabetes insipidus semakin kuat jika sebagai respon
terhadap hormone antidiuretik :
1. Pembuangan air kemih yang berlebihan berhenti
2. Tekanan darah naik
3. Denyut jantug kembali normal
Diabetes insipidus bisa diobati dengan mengatasi penyebabnya.
Vasopresin atau desmopresin asetat (dimodifikasi dari hormone
antidiuretik) bisa diberikan sebagai obat semprot hidung beberapa kali
sehari untuk mempertahankan pengeluaran air kemih yang normal. Terlalu
banyak mengkonsumsi obat ini bisa menyebabkan penimbunan cairan,
pembengkakan dan gangguan lainnya.
Suntikan hormon antidiuretik diberikan kepada penderita yang
akan menjalani pembedahan atau penderita yang tidak sadarkan diri.
Kadang diabetes insipidus bisa dikendalikan oleh obat-obatan yang
merangsang pembentukan hormon antidiuretik, seperti karbamazepin,
klofibrat dan berbagai diuretik.
d. Diabetes Insipidus Nefrogenik
Diabetes Insipidus Nefrogenik adalah suatu kelainan di
mana ginjal menghasilkan sejumlah besar air kemih yang encer
karena ginjal gagal memberikan respons terhadap hormon
antidiuretik dan tidak mampu memekatkan air kemih.
Terdapat 2 jenis diabetes insipidus. Pada diabetes insipidus
nefrogenik, ginjal tidak memberikan respon terhadap hormon
antidiuretik sehingga ginjal terus menerus mengeluarkan sejumlah
besar air kemih yang encer. Pada diabetes insipidus lainnya,
kelenjar hipofisa gagal menghasilkan hormon antidiuretrik.
Diabetes insipidus bisa merupakan penyakit keturunan. Gen
yng menyebabkan penyakit ini bersifat resesif dan dibawa oleh
kromosom X, karena itu hanya pria yang terserang penyakit ini.
Wanita yang membawa gen ini bisa mewariskan penyakit ini
kepada anak laki-lakinya.
Penyebab lain dari diabetes insipidus nefrogenik adalah obat-obat
tertentu yang bisa menyebabkan kerusakan pada ginjal:
1. Antibiotik aminoglikosid
2. Demeklosiklin dan antibiotik lainnya
3. Lithium (untuk mengobati penyakit manik-depresif)
Gejala dari diabetes jenis insipidus nefrogenik ini bisa dilihat dari
berikut ini : Jika merupakan penyakit keturunan, maka gejala biasanya
mulai timbul segera setekah lahir, gejalanya berupa rasa haus yang
berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar air kemih yang
encer (poliuri). Bayi tidak dapat menyatakan rasa hausnya, sehingga
mereka bisa mengalami dehidrasi. Bayi bisa mengalami demam tinggi
yang disertai dengan muntah dan kejang-kejang
Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati, bisa terjadi kerusakan
otak, sehingga bayi mengalami keterbelakangan mental. Dehidrasi yang
sering berulang juga akan menghambat perkembangan fisik. Sedangkan
diagnosis bisa dilakukan dengan berdasarkan pada gejala-gejalanya.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar natrium yang tinggi
dalam darah dan air kemih yang sangat encer. Fungsi ginjal lainnya
tampak normal. Untuk memperkuat diagnosis , dilakukan penilaian dari
respon ginjal terhadap hormon antidiuretik melalui tes deprivasi air.
Untuk mencegah dehidrasi, penderita harus selalu minum cairan
dalam jumlah yang cukup ketika mereka merasa haus. Penderita bayi dan
anak-anak harus sering diberi minum. Jika asupan cairan mencukupi,
jarang terjadi dehidrasi.
Obat-obatan tertentu dapat membantu, seperti diuretik tiazid
(misalnya hidrochlorothiazid/HCT) dan obat-obat anti peradangan non-
steroid (misalnya indomethacin atau tolmetin).
4. Penyebab Diabetes
Pembentukan diabetes yang penting adalah dikarenakan kurangnya
produksi insulin (diabetes mellitus tipe 1, yang pertama dikenal), atau
kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (diabetes mellitus
tipe 2, bentuk yang lebih umum). Selain itu, terdapat jenis DM yang
juga disebabkan oleh resistensi insulin yang tejadi pada wanita hamil.
Tipe 1 membutuhkan penyuntikan insulin, sedangkan tipe 2 diatasi
dengan pengobatan oral dan hanya membutuhkan insulin bila obatnya
tidak efektif. DM pada kehamilan pada umumnya sembuh dengan
sendirinya setelah persalinan.
Pemahaman dan partisipasi pasien sangat penting, karena tingkat
glukosa darah berubah terus, karena kesuksesan menjaga gula darah
dalam batasan normal dapat mencegah terjadinya komplikasi diabetes.
Faktor lainnya yang dapat mengurangi komplikasi adalah : berhenti
merokok, mengoptimalkan kadar kolestrol, menjaga berat tubuh yang
stabil, mengontrol tekanan darah tinggi, dan melakukan olahraga
teratur.
Tabel 2.2
Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Kadar Glukosa Darah
Puasa
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa darah
sewaktu:
Plasma vena <110 110 - 199 >200
Darah kapiler <90 90 - 199 >200
Kadar glukosa darah
puasa :
Plasma vena <110 110 - 125 >126
Darah kapiler <90 90 - 109 >110
Sumber : Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe-2, 2006
Diabetes mellitus disebabkan karena berkurangnya produksi dan
ketersediaan insulin dalam tubuh atau terjadinya gangguan fungsi
insulin yang sebenarnya berjumlah cukup. Kekurangan insulin
disebabkan adanya kerusakan sebagian kecil atau sebagian besar sel-sel
beta pulau Langerhans dalam kelenjar pancreas yang berfungsi
menghasilkan insulin. Namun, jika dirunut lebih lanjut, beberapa faktor
yang menyebabkan DM sebagai berikut :
a. Genetik atau Faktor Keturunan. Diabetes mellitus cenderung
diturunkan atau diwariskan, bukan ditularkan. Anggota
keluarga penderita DM (diabetisi) memiliki kemungkinan lebih
besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota
keluarga yang tidak menderita DM. Para ahli kesehatan juga
menyebutkan DM merupakan penyakit yang terpaut kromosom
seks atau kelamin. Biasanya kaum laki-laki menjadi penderita
sesungguhnya, sedangkan kaum perempuan sebagai pihak yang
membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya.
b. Virus dan bakteri. Virus penyebab DM adalah rubella, mumps,
dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi
sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi atau
perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi
otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel
beta. Diabetes mellitus akibat bakteri masih belumbisa
dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri cukup
berperan menyebabkan DM.
c. Bahan Toksik atau Beracun. Bahan beracun yang mampu
merusak sel beta secara langsungadalah alloxan, pyrinuron
(rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur).
Bahan lain adalah sianida yang berasal dari singkong.
d. Nutrisi. Nutrisi yang berlebihan (overnutrition) merupakan
faktor risiko pertama yang diketahui menyebabkan DM.
semakin berat badan berlebih atau obesitas akibat nutrisi yang
berlebihan, semakin besar kemungkinan seseorang terjangkit
DM.
e. Kadar kortikosteroid yang tinggi.
f. Kehamilan diabetes gestasional, yang akan hilang setelah
melahirkan.
g. Obat-obatan yang dapat merusak pankreas.
h. Racun yang memengaruhi pembentukan atau efek dari insulin.
Jika tak terkontrol dengan baik, diabetes dapat menyebabkan
masalah-masalah dalam beberapa bagian anggota badan. Dengan
kata lain, diabetes merupakan penyakit yang memiliki komplikasi
(menyebabkan terjadinya penyakit lain) yang paling banyak. Hal
ini berkaitan dengan kadar gula darah yang tinggi terus-menerus,
sehingga berakibat rusaknya pembuluh darah, saraf, dan struktur
internal lainnya.
Zat kompleks yang terdiri dari gula di dalam dinding pembuluh
darah menyebabkan pembuluh darah menebal dan mengalami
kebocoran. Akibat penebalan ini, aliran darah akan berkurang,
terutama yang menuju ke kulit dan saraf. Kadar gula darah yang
tidak terkontrol juga cenderung menyebabkan kadar zat berlemak
dalam darah meningkat, sehingga mempercepat terjadinya
aterosklerosis (penimbunan plak lemak di dalam pembuluh darah).
Aterosklerosis ini 2-6 kali lebih sering terjadi pada penderita
diabetes.
Sirkulasi darah yang buruk ini melalui pembuluh darah besar
(makro) besa melukai otak, jantung dan pembuluh darah kaki
(makroangiopati), sedangkan pembuluh darah kecil (mikro) bisa
melukai mata, ginjal, saraf dan kulit serta memperlambat
penyembuhan luka.
Penderita diabetes bisa mengalami berbagai komplikasi jangka
panjang jika diabetesnya tidak dikelola dengan baik. Komplikasi
yang lebih sering terjadi dan mematikan adalah serangan jantung
dan stroke. Kerusakan pada pembuluh darah mata bisa
menyebabkan gangguan penglihatan akibat kerusakan pada retina
mata (retinopati diabetikum). Kelainan fungsi ginjal bisa
menyebabkan gagal ginjal sehingga penderita harus menjalani cuci
darah (dialisa).
Gangguan pada saraf dapat bermanifestasi dalam beberapa
bentuk. Jika satu saraf mengalami kelainan fungsi
(mononeuropati), maka sebuah lengan atau tungkai biasa secara
tiba-tiba menjadi lemah. Jika saraf yang menuju ke tangan, tungkai
dan kaki mengalami kerusakan (polineuropati diabetikum), maka
pada lengan dan tungkai bisa dirasakan kesemutan atau nyeri
seperti terbakar dan kelemahan.
Kerusakan pada saraf menyebabkan kulit lebih sering
mengalami cedera, karena penderita tidak dapat meredakan
perubahan tekanan maupun suhu. Berkurangnya aliran darah ke
kulit juga bisa menyebabkan ulkus (borok) dan semua
penyembuhan luka berjalan lambat. Ulkus di kaki bisa sangat
dalam dan mengalami infeksi serta masa penyembuhannya lama
sehingga sebagian tungkai harus diamputasi.
Bila disimpulkan, tingginya kadar glukosa darah secara terus-
menerus atau berkepanjangan dapat menyebabkan komplikasi
diabetes sebagai berikut :
a. Penyakit jantung
b. Serangan otak, biasanya diikuti dengan kelumpuhan atau stroke
c. Kerusakan pembuluh-pembuluh darah peripheral (biasanya
memengaruhi bagian badan sebelah bawah dan kaki)
d. Penyakit mata (retinopati); ini dapat menyebabkan buta ayam
atau buta total
e. Kerusakan ginjal (neporpati)
f. Kerusakan saraf (neuropati). Kerusakan saraf dapat terjadi pada
beberapa bagian dari tubuh kita, termasuk jantung, kaki, dan
dapat menyebabkan impoten dan kelumpuhan (paralisis) dari
perut
g. Terjadinya borok akibat berkurangnya aliran darah ke kulit
sehingga penyembuhan luka tersebut terhambat. Dan inilah yang
kemudian bisa menyebabkan amputasi pada bagian tersebut.
Tekanan darah tinggi, kadar kolestrol yang tinggi, kurang olahraga,
dan merokok memperbesar kemungkinan cepat timbulnya komplikasi-
komplikasi, terutama dengan berkurangnya dan terhambatnya persediaan
darah.
Untuk mencegah atau memperlambat timbulnya komplikasi ini,
sangatlah penting melakukan perawatan non-farmakologis berikut ini :
a. Menjaga agar kadar glukosa (gula) dalam darah tetap normal.
b. Tidak merokok
c. Memakan makanan yang seimbang, kadar lemak yang rendah, dan
kadar garam yang rendah dan kadar serat yang tinggi (komplek
karbohidrat)
d. Agar tekanan darah dan kadar kolestrol, maka harus diperiksa secara
teratur oleh dokter.
e. Berolahraga secara teratur, yang merupakan salah satu bagian
terpenting dalam pengelolaan (manajemen) diabetes. Ini akan
membantu dalam usaha untuk : menurunkan kadar glukosa dalam
darah dengan terpakainya energi (olahraga mungkin akan
merendahkan kadar glukosa dalam darah selama 12-24 jam kemudian);
menurunkan tekanan darah dan kadar kolestrol dalam darah, jika
sekiranya tinggi; memperbaiki peredaran darah dalam tubuh;
mengurangi stress; dan mengontrol berat badan.
Olahraga ringan hendaknya dilakukan sekurang-kurangnya
tiga sampai empat kali seminggu. Jenis olahraga yang dipilih
tergantung pada umur, minat dan kemampuan masing-masing.
Beberapa olahraga yang disarankan adalah: jalan kaki gerak cepat,
berenang, bersepeda, atau menari.
5. Gejala-Gejala Diabetes
Tiga serangkai klasik mengenai gejala kencing manis adalah
poliuri (urinasi yang sering), polidipsi (banyak minum akibat
meningkatnya tingkat kehausan), dan polifagi (meningkatnya hasrat
untuk makan). Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari
kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-
180 mg/dl, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih
tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan
sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air
kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih
dalam jumlah yang banyak (poliuri).
Pada dasarnya gejala awal diabetes ini berhubungan dengan efek
langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai
di atas 160-180 mg/dl, maka glukosa akan dikeluarkan melalui air kemih.
Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk
mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal
menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita
sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri). Akibatnya, penderita
merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi).
Poliuri atau sering kencing terjadi karena pada orang dengan DM
akan terjadi penumpukan cairan dalam tubuhnya akibat gangguan
osmolaritas darah yang mana cairan tersebut harus dibuang melalui
kencing. Karena banyak cairan yang keluar maka orang dengan DM akan
merasa kehausan sehingga mereka jadi ingin sering minum. Akibat dari
menurunnya kemampuan insulin mengelola kadar gula dalam darah maka
sering terjadi walau kadar gulanya sedang dalam keadaan normal namun
tubuh merespon lain sehingga tubuh dipaksa untuk makan untuk
mencukupi kadar gula darah yang bisa direspon oleh insulin. Apabila kita
terlambat makan maka tubuh akan memecah cadangan energi lain dalam
tubuh seperti lemak sehingga badan menjadi tambah kurus.
Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, sehingga
penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan
hal ini, penderita sering kali merasakan lapar yang luar biasa sehingga
banyak makan (polifagi).
Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan
berkurangnya ketahanan tubuh selama melakukan olahraga. Penderita
diabetes yang gula darahnya kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi.
Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani
pengobatan penderita diabetes tipe 1 hampir selalu mengalami penurunan
berat badan. Namun, sebagian besar penderita diabetes tipe 2 tidak
mengalami penurunan berat badan.
Penderita diabetes tipe 1, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa
berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan
ketoasidosis. Kadar gula di dalam darah tinggi, tetapi karena sebagian
besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini
mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan
menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa
menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari
ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan,
mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan
menjadi dalam dan cepat, karena tubuh berusaha untuk memperbaiki
keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa
pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma,
kadang dalam hanya waktu beberapa jam. Bahkan setelah menjalani terapi
insulin, penderita diabetes tipe 1 bisa mengalami ketoasidosis jika mereka
melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stress akibat
infeksi, kecelakaan, atau penyakit serius.
Penderita diabetes tipe 2 bisa tidak menunjukkan gejala-gejala
selama beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, timbullah
gejala yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi
ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000
mh/dl, biasanya terjadi akibat stress misalnya infeksi atau obat-obatan),
maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan
kebingungan mental, pusing,kejang, dan suatu keadaan yang disebut koma
hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik. Lebih jelasnya, tanda-tanda
seseorang terkena atau mengidap diabetes adalah sebagai berikut : Gejala
diabetes tipe 1 muncul secara tiba-tiba pada saat usia anak-anak sebagai
akibat dari kelainan genetika, sehingga tubuh tidak memproduksi insulin
dengan baik. Gejala-gejalanya antara lain adalah :
a. Sering buang air kecil
b. Terus-menerus lapar dan haus
c. Berat badan menurun
d. Kelelahan
e. Penglihatan kabur
f. Infeksi pada kulit yang berulang
g. Meningkatnya kadar gula dalam darah dan air seni
h. Cenderung terjadi pada mereka yang berusia di bawah 20 tahun
Sedangkan gejala diabetes tipe 2 muncul secara perlahan-lahan sampai
menjadi gangguan yang jelas, dan pada tahap permulaannya seperti gejala
diabetes tipe 1, yaitu :
a. Cepat lelah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit
b. Sering buang air kecil
c. Terus menerus lapar dan haus
d. Kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya
e. Mudah sakit yang berkepanjangan
f. Biasanya terjadi pada mereka yang berusia di atas 40 tahun, tetapi
prevalensinya kini semakin tinggi pada golongan anak-anak dan
remaja
Gejala-gejala tersebut sering terabaikan karena dianggap sebagai
keletihan akibat kerja. Jika glukosa darah sudah tumpah ke saluran urin
dan urin tersebut tidak disiram, maka akan dikerubuti oleh semut yang
merupakan tanda adanya gula.
Gejala lain yang biasanya muncul adalah :
a. Penglihatan kabur
b. Luka yang lama sembuh
c. Kaki kerasa kebas, geli, atau merasa terbakar
d. Infeksi jamur pada saluran reproduksi wanita
e. Impotensi pada pria
Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada mereka yang berusia diatas 40
tahun, tetapi prevalensinya makin tinggi pada golongan anak-anak dan
remaja. Riset juga menemukan bahwa yang mengalami gejala pre-diabetes
yaitu suatu kondisi yang merupakan pendahuluan dari munculnya diabetes
tipe 2, tidak menyadari bahwa ia sedang diincar oleh diabetes yang
berbahaya. Walaupun gejalanya tidak muncul, tetapi dari pemeriksaan
gula darah menunjukkan bahwa kadar gula darah puasa berada di atas
normal, meskipun belum cukup tinggi untuk di kategorikan sebagai kasus
diabetes. Tetapi kasus pre-diabetes itu sendiri dapat meningkatkan risiko
penyakit kardiovaskular sampai 50%. Dibawah ini adalah perbedaan
gejala diabetes mellitus tipe 1 dan gejala diabetes mellitus tipe 2.
Tabel 2.3
Perbedaan Gejala Diabetes Mellitus Tipe 1 dan 2
Diabetes Mellitus Tipe 1 Diabetes Mellitus Tipe 2
Timbul tiba-tiba Tidak ada gejala selama
beberapa tahun. Jika insulin
berkurang semakin parah maka
sering berkemih dan sering
merasa haus.
Berkembang dengan cepat ke
dalam suatu keadaan yang
disebut dengan ketoasidosis
Jarang terjadi ketoasidosis.
diabetikum.
Sumber : Maulana Mirza, 2012
6. Patofisiologi Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelainan yang heterogenik
dengan karakter utama hiperglikemia kronis. Meskipun pola pewarisannya belum
jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peran yang kuat dalam munculnya DM
ini. Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktor lingkungan seperti gaya
hidup, diet, rendahnya aktivitas fisik, obesitas dan tingginya kadar asam lemak
bebas. Pada DM terjadi defek sekresi insulin, resistensi insulin di perifer dan
gangguan regulasi produksi glukosa oleh hepar (Dinamika, 2012).
7. Faktor Risiko Terjadinya Diabetes Mellitus
Faktor risiko diabetes mellitus umumnya di bagi menjadi 2 golongan
besar yaitu :
a. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
1) Umur
Menurut Goldberg (2006) menyatakan bahwa umur sangat erat
kaitannya dengan kenaikan kadar glukosa darah. Diabetes mellitus
tipe 2 biasanya terjadi setelah usia di atas 30 tahun dan semakin
sering terjadi setelah usia di atas 30 tahun dan semakin terjadi
setelah usia 40 tahun serta akan terus meningkat pada usia lanjut.
Hal ini dikarenakan proses menua yang mengakibatkan perubahan
anatomis, fisiologis dan biokimia. WHO menyebutkan bahwa
setelah usia 30 tahun, kadar glukosa darah akan meningkat 1-2
mg/dl/tahun pada saat puasa dan naik 5, 6-13 mg/dl/tahun pada 2
jam setelah makan.
2) Jenis Kelamin
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Santoso et al.
(2006) tentang Gambaran pola penyakit diabetes mellitus di bagian
rawat inap RSUD Jakarta tahun 2000-2004 menyatakan bahwa
perempuan lebih banyak menderita diabetes mellitus dibandingkan
dengan laki-laki dengan kadar glukosa darah saat masuk rata-rata
201-500 mg/dl. Hal ini dikarenakan adanya persentase timbunan
lemak badan pada wanita yang lebih besar sehingga dapat
menurunkan sensitifitas terhadap kerja insulin pada otot dan hati.
3) Faktor Keturunan
Diabetes mellitus tipe 2 bukan penyakit menular tetapi
diturunkan. Namun bukan berarti anak dari kedua orang tua yang
diabetes pasti akan mengidap diabetes juga, sepanjang bisa
menjaga dan menghindari faktor risiko yang lain. Sebagai faktor
risiko secara genetik yang periu di perhatikan apabila kedua atau
salah seorang dari orang tua, saudara kandung, anggota keluarga
dekat mengidap diabetes. Pola genetik yang kuat pada diabetes
mellitus tipe 2 seseorang yang memiliki saudara kandung
mengidap diabetes tipe 2 memiliki risiko yang jauh lebih tinggi
menjadi pengidap diabetes (Suiraoka, 2012).
4) Riwayat menderita diabetes gestasional
Diabetes gestasional dapat terjadi sekitar 2-5% pada ibu
hamil. Biasanya diabetes akan hilang setelah anak lahir. Namun,
dapat pula terjadi diabetes di kemudian hari. Ibu hamil yang
menderita diabetes akan melahirkan bayi besar dengan berat badan
lebih dari 4000 gram. Apabila hal ini terjadi, maka kemungkinan
besar si ibu akan mengidap diabetes tipe 2 kelak (Perkeni,2006).
5) Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir lebih dari
4000gram (Perkeni,2006).
6) Riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
(<2500gram) bayi yang lahir dengan BBLR mempunyai risiko
yang lebih tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan BB normal
(Perkeni,2006).
b. Faktor yang dapat dimodifikasi
1) Obesitas
Berdasarkan beberapa teori menyebutkan bahwa obesitas
merupakan faktor predisposisi terjadinya resistensi insulin.
Semakin banyak jaringan lemak pada tubuh, maka tubuh semakin
resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh atau
kelebihan berat badan terkumpul di daerah sentral atau perut
(central obesity). Lemak dapat memblokir kerja insulin sehingga
glukosa tidak dapat diangkut kedalam sel dan menumpuk dalam
pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan kadar glukosa darah.
Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya diabetes mellitus tipe 2
dimana sekitar 80-90% penderita mengalami obesitas (Suiraoka,
2012).
2) Aktivitas fisik yang kurang
Berdasarkan penelitian bahwa aktivitas fisik yang
dilakukan secara teratur dapat menambah sensitifitas insulin.
Prevalensi diabetes mellitus mencapai 2-4 kali lipat terjadi pada
individu yang kurang aktif dibandingkan dengan individu yang
aktif. Semakin kurang aktivitas fisik, maka semakin mudah
seseorang terkena diabetes. Olahraga atau aktivitas fisik dapat
membantu mengontrol berat badan. Glukosa dalam darah akan
dibakar menjadi energi, sehingga sel-sel tubuh menjadi lebih
sensitif terhadap insulin. Selain itu, aktivitas fisik yang teratur juga
dapat melancarkan peredaran darah, dan menurunkan faktor risiko
terjadinya diabetes mellitus (Suiraoka, 2012).
3) Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah
sistol 140 mmHg atau tekanan darah diastole 90 mmHg. Hipertensi
dapat menimbulkan berbagai penyakit yaitu stroke, penyakit
jantung koroner, gangguan fungsi ginjal, gangguan penglihatan.
Namun, hipertensi juga dapat menimbulkan resistensi insulin dan
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes mellitus.
Akan tetapi, mekanisme yang menghubungkan hipertensi dengan
resistensi insulin masih belum jelas, meskipun sudah jelas bahwa
resistensi insulin merupakan penyebab utama peningkatan kadar
glukosa darah (Perkeni, 2006).
4) Stress
Reaksi setiap orang ketika stress berbeda-beda. Beberapa
orang mungkin kehilangan nafsu makan sedangkan orang lainnya
cenderung makan lebih banyak. Stress mengarah pada kenaikan
berat badan terutama karena kartisol, hormone stress yang utama
kartisol yang tinggi menyebabkan peningkatan pemecahan protein
tubuh, peningkatan trigliserida daran dan penurunan penggunaan
gula tubuh, manifestasinya meningkatkan trigliserida dan gula
darah atau dikenal dengan istilah hiperglikemia (Suiraoka, 2012).
5) Pola makan
Pola makan yang salah dapat mengakibatkan kurang gizi
atau kelebihan berat badan. Kedua hal tesebut dapat meningkatkan
risiko terkena diabetes. Kurang gizi (malnutrisi) dapat mengganggu
fungui pankreas dan mengakibatkan gangguan sekresi insulin.
Sedangkan kelebihan berat badan dapat mengakibatkan gangguan
kerja insulin (Suiraoka, 2012).
6) Alkohol
Alkohol dapat menyebabkan terjadinya inflamasi kronis pada
pankreas yang dikenal dengan istilah pankreatitis. Penyakit
tersebut dapat menimbulkan gangguan produksi insulin dan
akhirnya dapat menyebabkan diabetes mellitus (Suiraoka, 2012).
Faktor risiko terjadinya DM tipe 2 adalah sebagai berikut :
a) Faktor genetik akan menentukan individu yang susceptible atau rentan
terkena DM mempunyai orang tua atau keluarga dengan DM tipe 2.
b) Faktor lingkungan berkaitan dengan dua faktor utama yaitu kegemukan
(obesitas sentral) dan kurng aktivitas fisik.
c) Pengalaman dengan diabetik intrauterin.
d) Riwayat minum susu formula (cow milk) sewaktu bayi.
e) Low Birth Weight (LBW).
Dalam masyarakat, mereka yang kelompok risiko tinggi (high risk
group) DM tipe 2 adalah berikut :
a) Usia >45 tahun
b) Berat badan lebih (BBR >110% atau IMT >25kg/m).
c) Hipertensi (>140/90 mmHg).
d) Ibu dengan riwayat melahirkan bayi > 4000 gram.
e) Pernah diabetes sewaktu hamil.
f) Riwayat keturunan DM.
g) Kolestrol HDL < 35 mg/dl atau trigliserida > 250 mg/dl.
h) Kurang aktivitas fisik.
8. Pencegahan Diabetes
Menurut Bustan (2007) pencegahan penyakit DM adalah sebagai berikut :
a) Pencegahan primordial kepada masyarakat yang sehat untuk berperilaku
positif mendukung kesehatan umum dan upaya menghindarkan diri dari
risiko DM. misalnya, berperilaku hidup sehat, tidak merokok, makan
makanan yang bergizi dan seimbang, ataupun biasa diet, membatasi diri
terhadap makanan tertentu atau kegiatan jasmani yang memadai.
b) Promosi kesehatan, ditujukan kepada kelompok berisiko, untuk
mengurangi atau menghilangkan risiko yang ada. Dapat dilakukan
penyuluhan dan penambahan ilmu terhadap masyarakat.
c) Pencegahan khusus, ditujukan kepada mereka yang mempunyai risiko
tinggi untuk melakukan pemeriksaan atau upaya sehingga tidak jatuh ke
DM. upaya ini dapat dibentuk konsultasi gizi/diet etik.
d) Diagnosa awal, dapat dilakukan dengan penyaringan (screening) yakni
pemeriksaan kadar gula darah kelompok berisiko. Pada dasarnya DM
mudah didiagnosis, dengan bantuan pemeriksaan sederhana, terlebih
dengan teknologi canggih. Hanya saja keinginan masyarakat untuk
memeriksa diri dan aksebilitas yang rendah (pelayanan yang tersedia
masih kurang dan belum mudah didapatkan oleh masyarakat).
e) Pengobtan yang tepat, dikenal berbagai macam upaya dan pendekatan
pengobatan terhadap penderita untuk tidak jatuh ke DM yang lebih berat
atau komplikasi.
f) Disability limitation, pembatasan kecacatan yang ditujukan kepada upaya
maksimal mengatasi dampak komplikasi DM sehingga tidak menjadi lebih
berat.
g) Rehabillitasi, sosial maupun medis. Memperbaiki keadaan yang terjadi
akibat komplikasi atau kecacatan yang terjadi karena DM, upaya
rehabilitasi fisik berkaitan dengan akibat lanjut DM yang telah
menyebabkan adanya amputasi.
9. Pengobatan Diabetes Mellitus
Perencanaan makan, olahraga serta usaha menurunkan berat badan
adalah dasar dari bagaimana penderita diabetes mellitus menghadapi
penyakitnya. Tanpa perencanaan makan dan kedisiplinan menjalani
misalnya, mustahil kiranya penderita dapat mengatasi penyakitnya.
Bahkan diabetes mellitus yang masih dalam tahap ringan dapat
ditanggulangi/disembuhkan hanya dengan pola makan saja. Bila seluruh
usaha di atas telah dijalankan dengan baik tetapi kadar gula darah masih
belum berada pada batas normal, barulah penderita memerlukan obat.
Obat untuk penderita diabetes mellitus dikenal sebagai obat
hipoglikemik atau obat penurun kadar glukosa dalam darah. Walaupun
efektif dan mudah dipakai, penggunaan obat ini harus sesuai dosis atau
berdasarkan petunjuk dokter. Bila dosis terlalu rendah komplikasi kronis
akan muncul lebih dini. Sedang dosis yang berlebih atau cara pemakaian
yang salah dapat menimbulkan hipoglikemia. Pengobatan dapat dilakukan
dengan cara pengobatan medis yaitu pengobatan dengan disiplin
kedokteran. Obat medis dapat dibagi dalam beberapa golongan :
a) Sulfonilurea
Golongan ini dapat menurunkan kadar glukosa darah yang
tinggi dengan cara merangsang keluarnya insulin dari sel b
pankreas. Dengan demikian bila pankreas sudah rusak dan tidak
dapat memproduksi insulin lagi maka obat ini tidak dapat
digunakan. Karena itu obat ini tidak berguna bagi penderita
diabetes militus tipe 1. Namun, akan berkhasiat bila diberikan pada
pasien diabetes militus tipe 2 yang mempunyai berat badan normal.
Penggunaan obat golongan sulfonylurea pada yang gemuk dan
obesitas harus hati-hati. Karena mungkin kadar insulin dalam darah
sudah tinggi (hiperinsulinemia). Hanya saja insulin yang ada tidak
dapat bekerja secara efektif. Pada penderita diabetes mellitus
dengan obesitas, pemberian obat golongan ini akan memacu
pancreas mengeluarkan insulin lebih banyak lagi. Akibatnya
keadaan hiperinsulinemia menjadi lebih tinggi. Ini berbahaya
karena dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.
b) Biguanid
Obat golongan biguanid bekerja dengan cara meningkatkan
kepekaan tubuh terhadap insulin yang diproduksi oleh tubuh
sendiri. Obat ini tidak merangsang peningkatan produksi insulin
sehingga pemakaian tunggal tidak menyebabkan hipoglikemia.
Obat golongan biguanid dianjurkan sebagai obat tunggal pada
penderita diabetes mellitus dengan obesitas (BBR>120%). Untuk
penderita diabetes mellitus yang gemuk (BBR >110%)
pemakaiannya dapat dikombinasikan dengan obat golongan
sullfonilunea. Efek samping yang sering terjadi dari pemakaian
obat golongan biguanid adalah gangguan saluran cerna pada hari-
hari pertama pengobatan. Untuk menghindarinya, disarankan
dengan dosis rendah dan diminum saat makan atau sesaat sebelum
makan. Wanita hamil dan menyusui tidak dianjurkan memakai
obat golongan ini.
c) Acarbose
Acarbose bekerja dengan cara memperlambat proses
pencernaan karbohidrat menjadi glukosa. Dengan demikian kadar
glukosa darah setelah makan tidak meningkat tajam. Sisa
karbohidrat yang tidak tercernakan dimanfaatkan oleh bakteri di
usus besar, dan ini menyebabkan perut menjadi kembung, sering
buang angin, diare, dan sakit perut.
Pemakaian obat ini bisa dikombinasi dengan golongan
silfonilurea atau insulin, tetapi bila terjadi efek hipoglikemia hanya
dapat diatasi dengan gula murni yaitu glukosa atau dextrose. Gula
pasir tidak bermanfaat. Acarbose hanya mempengaruhi kadar gula
darah sewaltu makan dan tidak mempengaruhi setelah itu. Obat ini
tidak diberikan pada penderita dengan usia kurang dari 18 tahun,
gangguan pencernaan kronis, maupun wanita hamil dan menyusui.
Acarbose efektif pada pasien yang banyak makan karbohidrat dan
kadar gula puasa dari 180 mg/dl.
d) Insulin
Insulin diinjeksikan sebagai obat untuk menutupi kekurangan
insulin tubuh (endogen) karena kelenjar sel b pancreas tidak dapat
mencukupi kebutuhan yang ada. Pengobatan dengan insulin
berdasarkan kondisi masing-masing penderita dan hanya dokter
yang berkompeten memilih jenis serta dosisnya. Untuk itu insulin
digunakan pada pasien diabetes mellitus tipe 1. Penderita golongan
ini harus mampu menyuntik insulin sendiri. Untuk sebagian
penderita diabetes mellitus tipe 2, juga membutuhkan pemakaian
insulin. Indikasi berikut menunjukkan bahwa penderita perlu
menggunakan insulin.
1) Kencing manis dengan komplikasi akut seperti misalnya
ganggren. Ketoasidosis dan koma lain pada penderita.
2) Kencing manis pada kehamilan yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan.
3) Berat badan penderita menurun cepat.
4) Penyakit diabetes mellitus yang tidak berhasil dikelola dengan
tablet hipoglemik dosis maksimal.
5) Penyakit disertai gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat.
Ada berbagai jenis insuli, yaitu:
a) Insulin Kerja Cepat (Short acting insulin)
b) Insulin Kerja Sedang (Intermediate acting insuline)
c) Insulin Premiks (Premixing insuline) yang merupakan
campuran Shortacting insuline dan intermediate acting
insuline.
d) Insulin yang memiliki daya kerja 24 jam (Long acting
insulline) (Natur Indonesia, 2014)
B. Tinjauan Umum Tentang Umur
Hampir setengah dari semua orang dewasa yang menderita DM
tipe 2 berusia 40-59 tahun. Lebih dari 80% dari 184 juta orang yang
menderita diabetes di usia tersebut berada di negara berpendapatan sedang
dan rendah (IDF, 2013) DM tipe 2 terjadi lebih umum pada usia > 30
tahun, dan obesitas (Smeltzer & Bare, 2008). Kelompok umur terbanyak
yang mengalami DM tipe 2 adalah lansia awal yaitu pada rentang umur
46-55 tahun (Tamara, 2014). Terdapat hubungan antara umur dengan
kejadian DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Mataram dimana sebagian
besar responden memiliki umur ≥ 40 tahun (Jelantik dan Haryati, 2014).
Disampaikan oleh Sustrani, Alam & Hadibroto (2010) salah satu faktor
risiko DM adalah faktor usia. Umumnya manusia mengalami perubahan
fisiologis yang menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. DM tipe 2
sering muncul setelah usia lanjut terutama setelah berusia 45 tahun pada
mereka yang berat badannya berlebih, sehingga tubuh tidak peka terhadap
insulin. Berdasarkan data tahun 2011-2013 yang diperoleh dari rekam
medik RSUD Labuang Baji pasien DM paling banyak berusia 45-64
tahun.
C. Tinjauan Umum Tentang Jenis Kelamin
Menurut Hungu (2007, dalam Simanjuntak 2009) jenis kelamin
(seks) adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis
sejak seseorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan
perempuan, di mana laki-laki memproduksi sperma, sementara perempuan
menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil
dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan
perempuan tidak dapat dipertukarkan di antara keduanya, dan fungsinya
tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di muka
bumi.
Jumlah penderita DM secara global berdasarkan jenis kelamin
untuk tahun 2013, yaitu 198 juta pria yang menderita DM dan 184 juta
wanita menderita DM (IDF, 2013). Berdasarkan data tahun 2011-2013
yang diperoleh dari rekam medik RSUD Labuang Baji pasien DM paling
banyak berjenis kelamin perempuan. Padda dan Jiron (1999) mengatakan
bahwa laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dalam peran serta
akses dan terhadap berbagai sumber sehingga kebutuhan/hal-hal yang
penting bagi laki-laki dan perempuan juga akan berbeda. Ryff & Singer
mengatakan bahwa secara umum, kesejahteraan laki-laki dan perempuan
tidak jauh beda, namun perempuan lebih banyak terkait dengan aspek
hubungan yang bersifat positif sedangkan kesejahteraan tinggi pada pria
lebih terkait dengan aspek pendidikan yang lebih baik. Wanita mempunyai
kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan penderita laki-laki
secara bermakna (Gutam, 2009).
D. Tinjauan Umum Tentang Pendidikan
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2000) disebutkan,
pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan. Menurut Soekidjo (2003), pendidikan adalah
upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku
positif yang meningkat, pendidikan akan memberikan pengetahuan
sehingga terjadi perubahan perilaku dan tingkat pengetahuan lebih
meningkat.
Pendidikan merupakan landasan bagi upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan, kemajuan dan kemakmuran, karena dengan pendidikan
seseorang dapat menangkap dan menyampaikan informasi yang
diperlukan guna melangsungkan kehidupan. Pendidikan merupakan salah
satu tolak ukur yang paling bermanfaat untuk menentukan sosial ekonomi
dan mempunyai tingkat ketepatan yang cukup baik. Variabel ini bisa
ditentukan dalam kategori luas, yaitu tidak berpendidikan, SD, SMP,
SMU, Perguruan Tinggi.
Jenjang pendidikan formal menurut Depdikbud (2000) yaitu;
1. Sekolah dasar (SD/MI) dan pendidikan yang sederajat
2. Sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP/MTs) dan pendidikan
yang sederajat
3. Sekolah Menengah Umum (SMU/MA) dan pendidikan yang
sederajat
4. Perguruan tinggi; yaitu Diploma (D1, D2, D3), Sarjana (S1),
Magister (S2), Spesialisasi (S3)
Pendidikan merupakan sebuah sistem yang memastikan hampir
seluruh anak bisa masuk ke dalamnya. Sehingga dapat digunakan sebagai
media untuk menyebarkan informasi yang komprehensif tentang bahaya
dan pencegahan penyakit diabetes mellitus. Pendidikan itu bisa menjadi
vaksin baik untuk daya fisik maupun sosial. Tingkat pendidikan pada
umunya akan berpengaruh terhadap kemampuan dalam mengolah
informasi. Menurut Stipanovic (2002), pendidikan merupakan faktor yang
pada pasien DM untuk dapat memahami dan mengatur dirinya sendiri.
Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang baik akan lebih matang
dalam proses perubahan dirinya sehingga akan lebih mudah menerima
pengaruh dari luar yang positif, objektif dan terbuka terhadap berbagai
informasi terkait kesehatan tentunya akan memudahkan pasien DM tipe 2
dalam melaksanakan manajemen perawatan DM tipe 2 yang akan
meningkatkan kualitas hidupnya (Tamara, 2014).
E. Tinjauan Umum Tentang Pekerjaan
Pekerjaan adalah tugas atau rutinitas yang dilakukan setiap hari di
mana tugas yang dilakukan juga dijadikan sebagai penghidupan dan
dilakukan untuk mendapatkan nafkah. Jenis lapangan pekerjaan
mempunyai hubungan erat dengan status ekonomi individu, keluarga dan
masyarakat. (Notoatmodjo, 2003).
Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi manusia
antara lain adalah upah yang sama dan adil disebutkan dalam Hak Atas
Kesejahteraan Pasal 38 (3): Setiap orang, baik pria maupun wanita yang
melakukan pekerjaan yang sama sebanding, setara atau serupa, berhak atas
upah serta syarat-syarat perjanjian kerja yang sama, dan pasal 38 (4):
setiap orang, baik pria maupun wanita, dalam melakukan pekerjaan yang
sepadan dengan martabat kemanusiaannya berhak atas upah yang adil
sesuai dengan prestasinya dan dapat menjamin kelangsungan kehidupan
keluarganya.
Menurut Suyono (2005) bahwa DM banyak terjadi pada wanita
terutama kelompok ibu rumah tangga karena sedikit memerlukan tenaga
dan sedikit melakukan aktivitas fisik sehingga dapat menimbulkan
penimbunan lemak dalam tubuh yang dapat mengakibatkan resistensi
insulin dan terjadi peningkatan kadar gula darah penderita DM tipe 2. Hal
ini sejalan dengan penelitian Adnan di RS Tugurejo Semarang tentang
penderita DM tipe 2 menunjukkan bahwa sebagian besar sampel adalah
sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 22 orang (59,5%).
F. Tinjauan Umum Tentang Aktivitas Fisik
Terdapat beberapa pengertian dari beberapa ahli mengenai aktivitas
fisik diantaranya menurut Almatsier (2003) aktivitas fisik ialah gerakan
fisik yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Aktivitas
fisik adalah gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang
memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya
aktivitas fisik) merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis,
dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global
(WHO, 2010). Aktivitas fisik merupakan kerja fisik yang menyangkut
sistem lokomotor tubuh yang ditujukan dalam menjalankan aktifitas hidup
sehari-harinya, jika suatu aktifitas fisik memiliki tujuan tertentu dan
dilakukan dengan aturan-aturan tertentu secara sistematis seperti adanya
aturan waktu, target denyut nadi, jumlah pengulangan gerakan dan lain-
lain disebut latihan. Sedangkan yang dimaksud dengan olahraga adalah
latihan yang dilakukan dengan mengandung unsur rekreasi (Lesmana,
2002).
Dalam pengelolaan DM yang meliputi 4 pilar, aktivitas fisik
merupakan salah satu dari keempat pilr tersebut. Aktivitas minimal otot
skeletal lebih dari sekedar yang diperlukan untuk ventilasi basal paru,
dibutuhkan oleh semua orang termasuk diabetes sebagai kegiatan sehari-
hari, seperti bangun tidur, memasak, berpakaian, mencuci, makan bahkan
tersenyum. Berangkat kerja, bekerja, berbicara, berfikir, tertawa,
merencanakan kegiatan esok, kemudian tidur. Semua kegiatan tadi tanpa
disadari oleh diabetisi, telah sekaligus menjalankan pengelolaan terhadap
DM sehari-hari. Aktivitas fisik dapat memperbaiki kendali glukosa pada
DM tipe 2 secara menyeluruh, terbukti dengan penurunan konsentrasi
HbA1c yang cukup menjadi pedoman untuk penurunan risiko komplikasi
diabetes dan kematian. Selain mengurangi risiko, aktivitas fisik akan
memberikan pengaruh yang baik pada lemak tubuh, tekanan darah arteri,
sensitivitas barorefleks, vasodilatasi pembuluh yang
endotheliumdependent, aliran darah pada kulit, hasil perbandingan antara
denyut jantung dan tekanan darah (baik saat istirahat maupun aktif),
hipertrigliseridemi dan fibrinolisis. Angka kesakitan dan kematian pada
diabetis yang aktif, 50% lebih rendah dibanding mereka yang santai (Raka
Novadlu, 2016).
Penelitian Madsen dan rekan tahun 2015 yang dilakukan selama 8
minggu menunjukkan bahwa pasien DM tipe 2 dengan melakukan high
intensity interval training memberikan manfaat yang baik dalam
menurunkan kadar glikemik dan peningkatan fungsi sel beta pankreas
dalam pengambilan insulin perifer serta mengurangi massa lemak perut.
Pada 1 tahun sebelumnya juga dilakukan penelitian oleh Tabari dan rekan
yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh latihan fisik dalam
menurunkan kadar glukosa darah pada pasien DM tipe 2 dengan cara
melakukan peregangan dan latihan fleksibilitas selama 10 menit, lalu
berjalan kaki selama 30 menit dengan kenaikan intensitas maksimum
denyut jantung 60%, kemudian peregangan dalam posisi duduk selama 10
menit, yang semua itu dilakukan 3 kali seminggu selama 8 minggu.
Penelitian Iaindi Indonesia yang dilakukan oleh Larasati pada tahun 2013
didapatkan hasil adanya hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik
dengan kadar HbA1c. Kesimpulan hasil penelitian tersebut menyatakan
bahwa aktivitas fisik yang dilakukan bila ingin mendapatkan hasil yang
baik harus memenuhi syarat yaitu dilaksanakan minimal 3 sampai 4 kali
dalam seminggu serta dalam kurun waktu minimal 30 menit dalam sekali
beraktivitas. Aktivitas fisik tidak harus aktivitas berat, cukup dengan
berjalan kaki di pagi hari sambil menikmati pemandangan selama 30 menit
atau lebih sudah termasuk dalam kriteria aktivitas yang baik. Namun,
apabila setelah melakukan aktivitas fisik dilanjutkan dengan beristirahat
dalam jangka waktu yang cukup lama maka aktivitas fisik yang dilakukan
tidak akan banyak mempengaruhi kadar HbA1c-nya karena pasien
diabetes tidak dianjurkan untuk banyak beristirahat.
G. Kerangka Teori
Produksi insulin tidak adekuat
Gangguan metabolisme: hiperglikemi
Reseptor insulin tidak berespon terhadap insulin
Faktor risiko:
Faktor usia, genetik, obesitas, kurang aktivitas, pola makan
dan kurang gizi Pemeriksaan glukosa darah:
Gula darah puasa >126mg/dl, glukosa plasma sewaktu >200mg/dl & TGOT >200 mg/dl
Polidipsi, polifagi,
poliuri, penurunan BB,
kelemahan, penglihatan
kabur gangguan kulit
DIABETES MELLITUS Komplikasi :
1. Komplikasi akut (ketoasidosis diabetik & hipoglikemi) Kepatuhan :
Pencegahan primer