1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perbankan merupakan industri yang sangat kompetitif dan menjadi
indikator pertumbuhan perekonomian suatu negara. Fungsi utama lembaga
perbankan adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kembali kepada kegiatan ekonomi produktif dan kepada
masyarakat dalam bentuk kredit, pembiayaan dan bentuk jasa lainnya
(Rohaenidan Ermawan 2010). Aktivitas perekonomian yang merupakan kegiatan
ekonomi produktif baik di sektor barang dan jasa merupakan kegiatan yang
banyak tergantung pada sektor perbankan.
Perjalanan bisnis perbankan juga berpijak dari fungsi utama tersebut
berupa strategi bersaing dalam penghimpunan dana pihak ketiga dan pengucuran
kredit. Tingkat persaingan dalam industri perbankan semakin meningkat terutama
sejak Bank Indonesia menetapkan Arsitektur Perbankan Indonesia (API),
sehingga dituntut kreatifitas dan inovasi dari manajemen perbankan untuk dapat
memenangkan persaingan (Widyastuti dan Armanto 2013).
Dunia perbankan di Indonesia dewasa ini mengalami persaingan antar
bank yang semakin tajam. Hal ini merupakan sebuah tantangan yang dihadapi
oleh industri perbankan di Indonesia. Tantangan dalam persaingan dunia
perbankan ini bukan hanya berasal dari nasional tetapi juga berasal dari regional
bahkan global. Agar industri perbankan dapat bersaing diperlukan peningkatan
efisiensi dan profesionalisme secara lebih konsepsional dan mendasar. Selain itu,
dengan perkembangan teknologi yang telah menciptakan tantangan baru bagi
industri perbankan maka bank dituntut untuk dapat menciptakan peluang
pertumbuhan yang inovatif (Perry 1992). Suatu bank yang ingin berkembang atau
paling tidak tetap bertahan dalam industri perbankan harus dapat memberikan
kepuasan layanan kepada nasabahnya, produk jasa yang diberikan juga harus
dapat melayani seluruh nasabahnya serta memiliki nilai mutu yang lebih baik dari
pesaingnya (Prihatiningtyas 2013).
Memperoleh laba merupakan tujuan utama dari suatu lembaga keuangan,
karena laba yang diperoleh digunkan untuk membiayai operasionalnya (Hidayat
dan Fadillah 2011). Sebagai bank terbesar dan terkemuka di Indonesia, PT Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dituntut untuk memenangkan persaingan dalam
industri perbankan yang sangat ketat saat ini. Salah satu hal yang menjadi tolak
ukur dalam persaingan ini adalah jumlah laba yang dapat diperoleh oleh masing-
masing bank tersebut. Saat ini banyak industri perbankan yang berupaya
memenangkan persaingan dengan meningkatkan pendapatan yang berasal dari
bunga, non bunga (Fee Base Income) ataupun dari Dana Pihak Ketiga (DPK)
yang semakin ketat.
Bank BRI dalam menghimpun DPK berupaya menjaga agar dana murah
(giro dan tabungan) lebih dominan dibandingkan dana mahal (deposito).
Diversifikasi sumber dana juga dilakukan dengan menjajaki alternatif sumber
pendanaan melalui penerbitan Negotiable Certificate of Deposit (NCD),
penerbitan surat berharga dan hutang luar negeri. Sumber-sumber pendanaan ini
akan digunakan untuk menjalankan fungsi intermediasi dalam penyediaan kredit
2
secara selektif dan berkesinambungan sehingga Bank BRI dapat mengelola
likuiditas, maturity profile, risiko suku bunga dan mengurangi beban dengan baik.
Upaya untuk meningkatkan CASA pada level yang lebih dominan
terhadap total dana DPK, diharapkan dapat memberikan peningkatan pada nilai
Net Interest Margin (NIM) ditengah ketatnya likuiditas perbakan saat ini. Selain
itu, industri perbankan juga dituntut untuk dapat melakukan efisiensi dan
kemampuan perbankan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya sehingga
diharapkan dapat menjaga rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO) dibawah 70%. Salah satu upaya menjaga rasio BOPO
dibawah 70% adalah dengan meningkatkan CASA.
Bank BRI pada tahun 2014 menempati posisi kedua dalam perolehan DPK
di bawah Bank Mandiri, namun Bank BRI mampu menempati posisi pertama
dalam perolehan DPK di tahun 2015 dan 2016. Hal ini menunjukan bahwa
perolehan DPK Bank BRI terus mengalami pertumbuhan setiap tahunnya
mengungguli bank besar lainnya, seperti Bank Mandiri, Bank BCA dan Bank
BNI. Pesaing terdekat Bank BRI adalah Bank Mandiri dan Bank BCA dalam
penghimpunan DPK, khususnya mengenai jaringan melalui kantor cabang dan
ATM, jumlah dana dan rekening tabungan. Mempertahankan posisi pertama
sebagai pemimpin pasar perbankan nasional dalam perolehan total DPK, tentunya
Bank BRI perlu merumusakan strategi bersaing yang tepat dan disesuaikan
dengan kapabilitas, serta target pasar yang dituju. Lebih jelasnya perolehan total
DPK empat bank terbesar di Indonesia Periode tahun 2014 – 2016, dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1 Perolehan total Dana Pihak Ketiga periode 2014-2016
Uraian DPK (Miliar Rupiah)
2014 2015 2016
Bank Rakyat Indonesia (BRI) 622.322 668.995 723.800
Bank Mandiri 636.382 654.900 691.400
Bank Central Asia (BCA) 447.906 473.666 527.843
Bank Negara Indonesia (BNI) 313.893 370.420 433.550
Jumlah DPK 2.020.503 2.167.981 2.376.593 Sumber : Statistik Perbankan Indonesia Tahun (2016), diolah
Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia Tahun 2016 terlihat bahwa
market share DPK terbesar didominasi oleh Bank BRI sebesar 30,46%. Market
share DPK Bank Mandiri yang berada pada posisi kedua hanya sebesar 29,09%.
Bank BCA yang berada pada posisi ketiga memiliki market share DPK sebesar
22,21%. Market share Bank BNI lebih kecil dibandingkan dengan tiga bank besar
lainnya, yaitu sebesar 18,24%. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.
3
TABUNGAN41%
GIRO18%
DEPOSITO41%
DPK BRI
TABUNGAN GIRO DEPOSITO
TABUNGAN9%
GIRO35%DEPOSITO
57%
DPK KANWIL 1
TABUNGAN GIRO DEPOSITO
Gambar 1Market share DPK tahun 2016
Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia tahun 2016, Bank BRI
berhasil meningkatkan DPK sebesar 7,6% dari Rp 688.995 triliun di Tahun 2015
menjadi sebesar Rp 723,8 triliun di Tahun 2016. Upaya peningkatan dana murah
berupa tabungan BritAma dan Simpedes berpengaruh pada komposisi DPK Bank
BRI pada akhir Tahun 2016.
Kondisi yang sama terjadi pada Kantor Wilayah Jakarta 1 yang
berdasarkan demografi wilayah, seharusnya menunjukkan kinerja DPK yang lebih
baik dari Kantor Wilayah lain. Hal ini dikarenakan pangsa pasar Kantor Wilayah
Jakarta 1 merupakan kawasan ekonomi yang mayoritas berkembang di dunia
bisnis. Contohnya seperti wilayah Sudirman, Thamrin, Kelapa Gading, Jatinegara,
Tanjung Priok, Cut Mutia dan Veteran. Berikut adalah komposisi DPK Bank BRI
dan DPK di Kantor Wilayah Jakarta 1 sebagai berikut:
Sumber : Annual Report (2016), hal 22
Gambar 2 Komposisi DPK BRI dan Kantor Wilayah Jakarta 1 periode 2014-2016
Jika dibandingkan komposisi DPK BRI dan Kantor Wilayah Jakarta 1
sebagai berikut: Giro Rp 113,0 triliun (17,6%), Tabungan Rp 267,6 triliun (41,6%)
dan Deposito Berjangka Rp 262,2 triliun (40,8%). Berdasarkan komposisi DPK
yang seperti itu, Bank BRI berhasil menurunkan Cost of Fund (COF)-nya dari
yang sebelumnya 4,20% di tahun 2015 menjadi 3,98% di tahun 2016. Penurunan
COF ini diikuti dengan meningkatnya CASA Bank BRI yaitu 59,2% di tahun
2015 menjadi 61,6% di tahun 2016. Jika melihat komposisi DPK Bank BRI
tersebut berbanding terbalik dengan komposisi DPK di Kantor Wilayah Jakarta 1,
dimana DPK masih di dominasi oleh jenis simpanan deposito (56,54%) dan giro
(34,52%) dan untuk produk simpanan tabungan masih sangat kecil yaitu 8,95%.
Bank Rakyat
Indonesia (BRI)
30.46%
Bank Mandiri
29.09%
Bank Central
Asia (BCA)
22.21%
Bank Negara
Indonesia (BNI)
18.24%
Market Share DPK
4
Hal ini berpengaruh terhadap kinerja Bank BRI karena semakin besar
komposisi dana murah (CASA) dalam perbankan maka semakin besar pula
potensial laba yang dapat diperoleh dari penyaluran kredit. Kenaikan CASA
berpotensi menurunkan biaya dana (Cost of Fund) sehingga dapat menjaga
stabilitas Net Interest Margin (NIM). Porsi CASA yang tinggi akan mengurangi
biaya yang harus dikeluarkan bank untuk membayar bunga simpanan sehingga
bank dapat memberikan bunga kredit rendah kepada nasabah. Oleh karena itu BRI
berupaya meminimalisir dampaknya salah satunya dengan mempertahankan
komposisi DPK dengan komposisi CASA dijaga pada level yang lebih dominan
dari total dana DPK yang dihimpun. Kondisi perbankan saat ini adalah sulitnya
meningkatkan CASA karena belum semua masyarakat Indonesia memanfaatkan
produk tabungan. Masyarakat yang memiliki dana besar tentu saja tidak
menginginkan produk tabungan atau giro, praktis mereka lebih memilih deposito
untuk mendapatkan bunga simpanan yang jauh lebih baik. Sedangkan
penyumbang CASA bank utama adalah masyarakat yang memanfaatkan bank
sebagai sarana penunjang kegiatan sehari-hari.
Hal diatas merupakan alasan kenapa penelitian ini dilakukan adalah untuk
mencari strategi pengembangan produk tabungan khususnya untuk meningkatkan
dana tabungan di Kantor Wilayah Jakarta 1. Berikut adalah overview kinerja dana
Kantor Wilayah Jakarta 1 dan total DPK periode 2014-2016 yang disajikan dalam
Tabel 2.
Tabel 2 Kinerja dana Kantor Wilayah Jakarta 1 periode 2014-2016 (Rp Juta)
Keterangan Des’2014 Des’2015 Des’2016
Total Giro 32.379.122 30.346.276 46.046.919
Total Tabungan 8.762.441 10.686.668 11.932.627
Total Deposito 98.814.691 87.059.492 75.419.061
Total DPK 139.956.254 128.092.437 133.398.607
Komposisi CASA 29,40% 32,03% 43,46%
Komposisi Non-CASA 70,60% 67,97% 56,54% Sumber : Internal BRI
Pada Tabel 2 dapat terlihat bahwa perkembangan tabungan lebih konstan
dalam mengalami peningkatan dibandingkan dengan giro. Karena giro memiliki
pertumbuhan yang cenderung berfluktuatif. Hal ini dikarenakan tujuan dari giro
tersendiri adalah untuk perusahaan, jadi beberapa komponen di dalam giro
tersebut dapat berupa perjanjian dengan bank. Hal yang berbeda dengan produk
deposito yang mengalami penurunan dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2016,
yang disebabkan penurunan suku bunga dana simpanan berjangka dan membuat
nasabah yang sensitif terhadap perubahan suku bunga dana simpanan berjangka
mencari alternatif lain yang lebih kompetitif. Giro dan tabungan merupakan
CASA yang mempunyai nilai Cost of Fund yang lebih murah dibandingkan
dengan deposito atau simpanan dana berjangka, sehingga peningkatan tabungan
akan meningkatkan pertumbuhan penyaluran kredit kepada masyarakat (Mukhlis
2011).
Penyaluran kredit yang dilakukan oleh bank juga memiliki risiko yaitu
risiko kredit (Novitayanti dan Baskara 2012). Semakin besarnya jumlah kredit
yang diberikan maka akan membawa konsekuensi semakin besarnya risiko yang
5
harus ditanggung oleh bank tersebut. Pertumbuhan kredit juga akan memberikan
dampak, salah satunya yaitu peningkatan aset dan penurunan terhadap nilai NPL
(Non Performing Loans). Rasio NPL mencerminkan risiko kredit, semakin tinggi
tingkat NPL maka semakin besar pula risiko kredit yang di tanggung oleh pihak
bank (Setiyaningsihet al. 2015). Berdasarkan Rencana Kerja Anggaran (RKA)
Kantor Wilayah Jakarta 1, nilai NPL Kantor Wilayah Jakarta 1 mengalami
penurunan dari 1,33% di tahun 2014 menjadi 0,91% di tahun 2015, dan sedikit
meningkat sebesar 1,02% di tahun 2016. Namun nilai tersebut masih berada di
bawah ketentuan yang disyaratkan oleh Otoritas Jasa Keuangan, yaitu maksimal
5%.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah komposisi ideal CASA dan Non-
CASA yaitu sebesar 60% : 40% untuk industri perbankan, Kantor Wilayah Jakarta
1 perlu meningkatkan komposisi CASA yang saat ini 43,46% menjadi kurang
lebih 60%. Upaya meningkatkan porsi dana murah di Kantor Wilayah Jakarta 1
memang harus dilakukan dan mencermati perkembangan tiga tahun terakhir
bahwa para pesaing BRI mulai agresif untuk memasuki pangsa pasar yang sama,
bila tidak diantisipasi dengan baik maka cepat atau lambat pangsa pasar BRI
khususnya Kantor Wilayah Jakarta 1 dapat terus diambil alih oleh pesaing. Di
dalam kondisi lingkungan persaingan yang semakin ketat dan tingginya pesaing
maka Kantor Wilayah Jakarta 1 perlu melakukan evaluasi terhadap strategi yang
dilakukan sebelumnya serta membuat strategi baru yang sesuai dengan kebutuhan
nasabah. Pada masa kini kebutuhan nasabah bukan lagi pada pendekatan produk
(product centric) tetapi telah berubah paradigma menjadi pendekatan nasabah
(customer centric). Hal tersebut yang mendasari agar Kantor Wilayah Jakarta 1
harus membangun strategi tepat sehingga menjadi strategi terbaik yang dapat
meningkatkan CASA khususnya tabungan.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana strategi pengembangan tabungan yang telah dilakukan oleh Kantor
Wilayah Jakarta 1 untuk menjaga agar komposisi CASA Ratio tetap ideal yaitu
60% : 40%?
2. Faktor-faktor apa saja yang berperan dalam penyusunan strategi
pengembangan tabungan dengan melakukan analisis faktor-faktor internal dan
eksternal?
3. Bagaimana strategi alternatif pengembangan produk tabungan yang tepat untuk
meningkatkan tabungan Kantor Wilayah Jakarta 1?
Tujuan Penelitian
1. Mengkaji strategi pengembangan produk Tabungan yang telah dilakukan oleh
Bank BRI Kantor Wilayah Jakarta 1.
2. Menganalisis faktor internal dan eksternal pengembangan produk Tabungan
Bank BRI Kantor Wilayah Jakarta 1.
3. Memberikan strategi alternatif pengembangan produk Tabungan yang dapat
diterapkan dalam rangka meningkatkan tabungan Kantor Wilayah Jakarta 1.
6
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini dapat diambil manfaatnya sebagai berikut:
1. Bagi Perusahaan, diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan kepada
pihak manajemen Bank BRI khususnya Kantor Wilayah Jakarta 1 dalam
rangka melaksanakan strategi pengembangan produk tabungan Bank BRI.
2. Bagi Penulis, sebagai sarana untuk mengaplikasikan teori yang didapat selama
perkuliahan dan menambah wawasan mengenai manajemen strategi perbankan.
3. Sebagai data dasar (benchmark data) bagi penelitian selanjutnya yang terkait
dan secara umum untuk pengembangan IPTEK dan secara khusus di bidang
perbankan.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada strategi peningkatan CASA dalam rangka
meningkatkan tabungan di Kantor Wilayah Jakarta 1 yang akan dilakukan di
divisi yang membidangi yaitu Divisi Dana dan Jasa. Perumusan strategi ini
mengambil sampel responden pakar/ahli dibidangnya yang berasal dari divisi
tersebut. Analisis yang digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah dengan
melakukan analisis deskriptif bersumber dari data primer yang langsung diambil
dari responden melalui kuisioner, yang bertujuan untuk mengetahui apa yang
sebenarnya diharapkan oleh nasabah terhadap produk tabungan BRI dan pada
penelitian ini hanya pada tahap memberikan rekomendasi strategi, sedangkan
untuk implementasinya diserahkan sepenuhmya kepada manajemen Bank BRI.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Strategi dan Manajemen Strategi
Menurut Supriyono (1998) strategi adalah satu kesatuan rencana
perusahaan yang komperhensif dan terpadu yang digunakan untuk mencapai
tujuan perusahaan. Strategi mengantisipasi tantangan-tantangan dan kesempatan-
kesempatan masa depan pada kondisi lingkungan perusahaan yang berubah
dengan cepat. James dan Wankel (1986) mempertegas bahwa strategi dapat
disoroti sekurang-kurangnya dari dua perspektif yang berbeda, yaitu pertama dari
perspektif mengenai apa yang hendak dilakukan oleh sebuah perusahaan dan
kedua, dari apa yang sesungguhnya dilakukan oleh sebuah organisasi. Strategi
menurut Rangkuti (2001) merupakan alat untuk mencapai tujuan. Strategi itu
sendiri diberi batasan sebagai program yang luas untuk menentukan dan mencapai
tujuan perusahaan dalam melaksanakan misinya. Strategi juga tercermin dari pola
tanggapan organisasi terhadap lingkungannya. Strategi perusahaan membentuk
suatu kombinasi pergerakan kompetitif untuk dapat memuaskan konsumen,
bersaing dengan sukses dan mencapai tujuan perusahaan (James1988).
Manajemen strategi adalah serangkaian keputusan dan tindakan manajerial
untuk menentukan kinerja perusahaan dalam jangka panjang (Hunger dan
Wheelen 2004). Menurut David (2004) manajemen strategi adalah seni dan
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan SB-IPB