STUDI KARAKTERISTIK EKOLOGI Halobates sp DI PERAIRAN UTARA PAPUA
Annuridya Rosydta Pratiwi Octasylva C64104040
SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: STUDI KARAKTERISTIK EKOLOGI Halobates sp DI PERAIRAN UTARA PAPUA adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2008 Annuridya Rosydta Pratiwi Octasylva C 64104040
ii
iii
RINGKASAN
Annuridya Rosydta Pratiwi Octasylva. STUDI KARAKTERISTIK EKOLOGI Halobates sp DI PERAIRAN UTARA PAPUA. Dibimbing oleh DEDI SOEDHARMA dan MUJIZAT KAWAROE. Serangga laut merupakan hewan yang dominan dan dapat memberikan pengaruh bagi alam. Minimnya ilmu pengetahuan mengenai serangga khususnya serangga laut, yakni Halobates sp, membuka kesempatan bagi peneliti untuk menelitinya. Penelitian menggunakan data sekunder dari BPPT (Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi) dan JAMSTEC (Japan Agency for Marine-Earth Science and technology). Penelitian ini mengenai serangga laut (Halobates sp). Penelitian yang dilakukan meliputi studi karakteristik ekologi dan kepadatan Halobates sp serta kondisi lingkungan perairan meliputi parameter fisika, kimia, dan biologinya. Penelitian ini bertujuan memberikan informasi mengenai kepadatan Halobates sp dan mendeskripsikan karakteristik lingkungan yang mempengaruhi keberadaan Halobates sp. Perolehan data berasal dari BPPT maupun JAMSTEC. Analisis data Halobates sp yang dilakukan adalah perhitungan nilai kepadatan, indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi Hasil pengukuran arus menunjukan suhu pada keenam stasiun pengamatan berkisar antara 0.01-0.60 cm/s, nilai suhu berkisar antara 28,80-30,20 °C, sedangkan nilai salinitasnya berkisar antara 33,96 – 34,38 psu, nilai kandungan oksigen terlarut berkisar antara 5,73 -5,88 mg/l, nilai nitrat berkisar antara 0,10 -3,22 μmol/l, nilai kandungan fosfat berkisar antara 0,23-0,37 μmol/l, nilai kandungan silikat berkisar antara 3,80-5,30 μmol/l, dengan nilai klorofil antara 0,32-1,38 mg/m3. Kisaran indeks kepadatan Halobates sp yaitu 2-288 ind/m2. Nilai indeks keanekaragaman berkisar antara 0,09 - 0,90, nilai indeks keseragaman berkisar antara 0,06 - 0,65 serta nilai indeks dominansi berkisar antara 0,46-0,97. Hasil analisa melalui pendekatan kuantitatif menunjukan bahwa arus berpengaruh terhadap keberadaan Halobates sp. Stasiun dengan kepadatan Halobates sp besar merupakan tempat pertemuan arus. Kepadatan Halobates sp yang besar di temukan pada stasiun 1 dan 2 dimana suhu perairan tinggi yaitu diatas 30°C, hal ini menunjukan Halobates sp memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap suhu.
STUDI KARAKTERISTIK EKOLOGI Halobates sp DI PERAIRAN UTARA PAPUA
Annuridya Rosydta Pratiwi Octasylva C64104040
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul : STUDI KARAKTERISTIK EKOLOGI Halobates sp DI PERAIRAN UTARA PAPUA Nama : Annuridya Rosydta Pratiwi Octasylva NRP : C64104040
Disetujui :
Pembimbing I Pembimbing II Prof.Dr.Ir.Dedi Soedharma,DEA Ir. Mujizat Kawaroe, M. Si NIP.130367093 NIP.132090871
Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr. Ir. Indra Jaya,M.Sc NIP. 131 578 849
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya untuk Allah SWT, atas berkah, rahmat dan izin-Nya penulis
dapat menyelesaikan skripsi penelitian dengan judul ” STUDI
KARAKTERISTIK EKOLOGI HALOBATES DI PERAIRAN UTARA
PAPUA. ” Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr.Ir. Dedi
Soedharma, DEA dan Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si selaku komisi pembimbing yang
telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini, Dr.Ir Fadli
Syamsudin yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengembangkan
hasil penelitian dari BPPT dan JAMSTEC, Mr.Yuji Kasinoy (Peneliti
IORGC/JAMSTEC) yang sangat banyak membantu saya dalam memberikan data
pendukung, Mrs. Ayako Fuji (Peneliti Tokyo Institute of Technology ) yang
memberikan izin untuk menggunakan data penelitiannya, serta Ayahanda,
Ibunda, Kedua Mertua dan Suami beserta seluruh keluarga tercinta atas doa dan
dorongan semangatnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman ITK beserta
seluruh WARGA ITK khususnya ITK 41 yang telah memberikan dorongan dan
semangat dalam setiap langkah perjuangan dan pengorbanan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh
karena itu diharapkan segala kritik dan saran diberikan kepada penulis sehingga
untuk kedepannya dapat dipertimbangkan untuk diperbaiki.
Bogor, September 2008
ANNURIDYA R.P.O
vi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi
1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1 . Latar belakang .................................................................................. 1 1.2 . Tujuan penelitian .............................................................................. 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3 2.1 . Kondisi umum daerah penelitian ...................................................... 3 2.2 . Pengertian umum insekta laut ............................................................... 4
2.2.1 Insekta laut, keberadaan dan permasalahannya ................. 4 2.3 Kekhususan Jenis ............................................................................. 7 2.4 Distribusi Halobates sp .................................................................... 13 2.5 . Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan Halobates sp .......... 15
2.5.1. Suhu ...................................................................................... 15 2.5.2. Salinitas ................................................................................. 16 2.5.3. Arus ....................................................................................... 17 2.5.4. Kadar oksigen terlarut ........................................................... 18 2.5.5. Unsur hara .............................................................................. 19 2.5.6. Produktivitas primer .............................................................. 20
3. BAHAN DAN METODE .......................................................................... 22 3.1 . Waktu dan lokasi penelitian .............................................................. 22 3.2 . Alat ................................................................................................... 24 3.3 . Analisis data ...................................................................................... 24
3.3.1. Kepadatan Halobates sp ....................................................... 24 3.3.2. Indeks keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi ........ 25
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 27 4.1. Kondisi lokasi penelitian ................................................................... 27 4.1.1 Arus permukaan ..................................................................... 27 4.1.2 Salinitas permukaan ............................................................... 29 4.1.3 Suhu permukaan ..................................................................... 30 4.1.4 Oksigen terlarut ...................................................................... 32 4.1.5 Unsur hara .............................................................................. 33 4.1.6 Produktivitas primer ............................................................... 34 4.2. Distribusi Halobates sp .................................................................... 36 4.3. Kepadatan Halobates sp .................................................................... 37 4.4. Indek keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi ..................... 39
vii
4.5. Hubungan kondisi perairan dengan kepadatan Halobates sp ........... 41
5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 45 5.1. Kesimpulan ....................................................................................... 45 5.2. Saran .................................................................................................. 45
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 47
LAMPIRAN .................................................................................................... 49
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ 54
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Perbedaan morfologi pada Halobates germanus, H.sericeus,H.splendens dan H.micans .............................................................................................. 11 2. Posisi geografis dan waktu pengembilan data berdasarkan stasiun ........... 22
3. Alat yang digunakan dalam proses pengolahan data ................................. 24 4. Hasil perolehan parameter Fisika, Kimia, dan Biologi berdasarkan stasiun 27 5. Beberapa parameter nutrien pada 6 stasiun penelitian di Perairan Utara Papua ................................................................................................ 34 6. Distribusi Halobates sp pada 6 stasiun penelitian di Perairan Utara Papua ................................................................................................ 36
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Pembagiaan ordo pada kelas insekta .......................................................... 5
2. Pola distribusi global insekta laut .............................................................. 6
3. Jaring makanan Halobates sp .................................................................... 8
4. Morfologi Halobates sp ........................................................................ 9
5. Bagian dorsal dan ventral pada H germanus, H sericeus, H.splendens dan H. Micans ........................................................................................... 10
6. Morfologi Halobates sp (a). tampak atas; (b). tampak samping ............... 12
7. Bagian kepala Halobates sp tampak dorsal dan ventral............................ 12
8. Pola distribusi global wilayah habitat Halobates sp .................................. 13
9. Pola distribusi global Halobates micans .................................................... 14
10. Pola distribusi global Halobates sericeus .................................................. 14
11. Peta lokasi stasiun penelitian di Perairan Utara Papua .............................. 23
12. Nilai arus (cm/s) permukaan pada 6 stasiun penelitian .............................. 28
13. Nilai salinitas (psu) pada 6 stasiun penelitian ............................................ 30
14. Nilai suhu (°C) pada 6 stasiun penelitian ................................................... 31
15. Nilai oksigen terlarut (mg/l) pada 6 stasiun penelitian .............................. 32
16. Nilai Klorofil (mg/m3) pada 6 stasiun penelitian ....................................... 35
17. Nilai produktivitas primer (Mg C/m2/hari) pada 6 stasiun penelitian ........ 36
18. Kepadatan Halobates sp pada 6 stasiun penelitian .................................... 38
19. Nilai indeks keanekaragaman (H), keseragaman (E), dan dominansi (C) Halobates sp .............................................................................................. 39
x
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Sebaran arus permukaan rata-rata pada 6 stasiun penelitian ...................... 49
2. Sebaran arus permukaan berdasarkan track Kapal Mirai ........................... 50
3. Sebaran salinitas permukaan rata-rata pada 6 stasiun penelitian ............... 51
4. Sebaran suhu permukaan rata-rata pada 6 stasiun penelitian ..................... 52
5. Alat yang digunakan dalam penelitian ....................................................... 53
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Serangga merupakan golongan hewan yang dominan di bumi sekarang ini.
Dengan jumlah mereka melebihi semua hewan melata daratan lainnya dan praktis
mereka terdapat di mana-mana. Banyak serangga yang memiliki sifat-sifat
struktur yang tidak biasa, fisiologi, atau sejarah hidup, tetapi barangkali yang
paling menarik tentang serangga yakni apa yang mereka lakukan. Dalam banyak
contoh tingkah laku seekor serangga rupanya melebihi kecerdikan manusia.
Beberapa serangga menunjukan kemampuan meramal yang mengagumkan,
terutama mengenai perteluran dengan maksud disesuaikan dengan keperluan
serangga muda pada waktu yang akan datang. Keunikan serangga seperti itulah
yang menjadikan banyak peneliti ingin menggali lebih banyak informasi
mengenai serangga (Borror, 2005).
Serangga hidup di berbagai wilayah, baik wilayah daratan maupun lautan.
Serangga laut inilah yang masih jarang dibahas oleh para peneliti. Terdapat satu
genus insekta yang hidup di laut, yaitu dari famili Heteroptera (Gerridae). Hewan
tersebut adalah Halobates sp ini merupakan salah satu spesies endemik. Lima di
antaranya hanya hidup di perairan terbuka. Spesies tersebut adalah Halobates
micans; H. Sericeus; H. Germanus; H. splendens dan H. sobrinus.
Meski keberadaannya sangat jelas berada di permukaan perairan, namun
hingga saat ini masih belum banyak dilakukan penelitian mengenai Halobates sp.
Salah satu peneliti yang telah menekuni tentang Halobates sp adalah Prof. Tetsuo
Harada dari Jepang.
1
2
Beliau mengamati distribusi Halobates sp di Perairan Pasifik Barat. Dalam
penelitian ini, yang masih menjadi suatu misteri bagi para peneliti adalah
kehadirannya Halobates sp di suatu perairan yang berperan sebagai insekta
tunggal, yang berarti bila di perairan tersebut terdapat Halobates sp, maka
diperairan tersebut tidak terdapat insekta lain. Sehingga masih terbuka lebar
kesempatan untuk melakukan penelitian dan pengkajian untuk mendapatkan
informasi mengenai keberadaan dan karakteristik Halobates sp.
Data Halobates sp diambil dari Utara Papua oleh kapal riset MIRAI milik
Jepang, kerjasama antara JAMSTEC (Japan Agency for Marine-Earth Science
and Technology) dan BPPT (Balai Penelitian dan Penerapan Teknologi) untuk
dapat diolah lebih lanjut. Pengambilan data dilaksanakan dari tanggal 28
Desember 2006 hingga 8 Januari 2007 pada Musim Barat.
1.2 Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu :
1. Mengkaji tentang kepadatan Halobates sp di Perairan Utara Papua.
2. Mendeskripsikan karakteristik lingkungan hidup Halobates sp di Perairan
Utara Papua pada Musim Barat.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kondisi umum daerah penelitian
Perairan Utara Papua dipengaruhi oleh sistem musim yang menyebabkan
pergantian arah angin yang bertiup di seluruh wilayah perairan tersebut.
Penelitian dilakukan pada tanggal 28 Desember 2006 hingga 8 Januari 2007,
diketahui merupakan waktu dari Musim Barat di Perairan Utara Papua. Pada
Musim Barat, terjadi pergeseran tekanan tinggi di Benua Asia yang
mengakibatkan terbentuknya udara yang hangat dan kering di atas Samudera
Pasifik Utara sedangkan pada Musim Timur terjadi sebaliknya.
Angin musim ini berpengaruh besar terhadap sirkulasi air laut di Perairan
Indonesia dan merupakan ciri khas Perairan Indonesia dan sekitarnya. Selain itu,
angin musim berpengaruh pula terhadap curah hujan. Untuk daerah di selatan
khatulistiwa, Musim Barat biasanya mempunyai curah hujan yang tinggi tetapi
saat Musim Timur curah hujan rendah. Curah hujan ini mempengaruhi kadar
salinitas dan juga kelimpahan Plankton (Ariandi O dan Sutomo, 1997).
Wyrtki (1961) menyatakan bahwa massa air Pasifik memiliki beberapa tipe
massa air yaitu: massa air dengan ciri salinitas maksimum (S-maks), massa air
dengan ciri salinitas minimum (S-min), dan massa air dengan ciri oksigen terlarut
minimum (O2-min).
3
4
2.2 Pengertian umum insekta laut
Serangga merupakan hewan yang hampir menguasai seluruh permukaan bumi
(Borror, 2005) dengan jumlah mencapai 75% (2 juta jenis) dan diantaranya adalah
serangga yang hidup hampir di semua daerah teresterial (daratan), kecuali daerah
ekstrim seperti Kutub Utara, Antartika, dan puncak gunung tertinggi (Hoback).
Pada umumnya serangga memiliki suatu eksokeleton, dan 3 pembagian ruas
tubuh, yaitu kepala, toraks, dan abdomen, dengan 3 pasang kaki. Serangga dapat
berubah bentuk dari larva hingga dewasa, yang dalam daur hidupnya berbeda
bentuk dari larva hingga dewasa biasa disebut metamorfosis sempurna, contohnya
kupu-kupu. Bila bentuk tubuh kecil hingga dewasa hampir sama disebut
metamorfosis tidak sempurna. Mekanisme respirasi pada serangga dapat berupa
pernafasan pasif yaitu sistem penyebaran udara dalam tubuh melalui saluran
trakea, maupun pernafasan dalam air dengan cara penyebaran oksigen dalam
tubuh dengan alat pernafasan insang.
Insekta yang terdapat di bumi ini mencapai 2 juta jenis dengan persebaran
yang sangat luas meliputi lautan dan daratan (seperti diuraikan pada Gambar1).
Namun, hanya 3% di antaranya atau sekitar 30.000 yang memiliki minimal 1
stage di perairan, dan hanya sekiar 250 hingga 300 spesies yang hidup secara
konstan hidup air laut (Hoback).
2.2.1. Insekta laut, keberadaan dan permasalahannya
Insekta merupakan salah satu kelas yang termasuk dalam filum Artropoda.
Mereka dapat beradaptasi, karena memiliki trakea dan habitatnya di perairan laut.
Dari jumlah tersebut hanya 15% diantaranya merupakan kelompok Hemiptera.
Salah satu contoh insekta laut adalah Halobates sp. Halobates sp ini terdiri dari
5
empat puluh enam jenis dengan H. robustus merupakan spesies endemik di
kepulauan Galapagos, Spesies lautan H. sobrinus, splendens (Samudra Pasifik
Timur), dan H. micans di Samudra Atlantic, Laut Caribbean dan Samudra Pasifik
Timur) (Cheng, 1985) dengan wilayah penyebaran dari 30oLU hingga 30oLS dan
menyebar di sekitar garis katulistiwa. Sistem pembagian Ordo pada Kelas insekta
di lihat pada Gambar 1.
Sumber : Hoback Gambar 1.Pembagiaan ordo pada kelas insekta
Habitat insekta laut tersebar luas (Gambar 2) pada perairan. Genus Halobates
sp merupakan subfamily dari Halobatinae. Genus lain adalah dari Halobatini
(Gerridae) adalah Metrocorini tersebar di Afrika tropis, Asia kontinental dan
Kepulauan Melayu Indo, sedangkan jenis terbatas pada Asia Selatan dan Timur.
6
Dan yang terakhir adalah Austrobates yang merupakan spesies endemik Australia
bagian tropis (Andersen, 1994).
Gambar 2.Pola distribusi global insekta laut
Keterangan : Sumber : Andersen (1982)
Halobates Asclepios Austrobates Metrocirini
Permasalahan yang dihadapi oleh serangga laut adalah kemampuan adaptasi
terhadap kondisi perairan yang kurang mendukung terhadap penyediaan makanan,
pemenuhan kebutuhan oksigen dan toleransi terhadap salinitas yang tinggi.
Minimnya jumlah jenis serangga yang hidup di samudra atau air laut,
contohnya Halobates sp dibatasi oleh berbagai faktor lingkungan, sebagai berikut:
1. Samudra mengandung kadar garam pada air (salinitas) yang terlalu tinggi;
2. Samudra merupakan perairan laut yang sangat dalam;
7
3. Samudra memiliki kandungan oksigen yang terlalu sedikit untuk berbagai
organisme hidup;
4. Tanaman berbunga (Angiospermae) di Samudra terlalu sedikit sehingga
suplay makanan maupun tempat berteduh minim;
5. Unsur hara yang tersedia di samudra sangat terbatas;
6. Samudra memiliki kompetitor hewan non serangga sangat banyak.
Keenam uraian fakor lingkungan ini dapat dijadikan faktor pembatas dari
penyebaran dan keberadaan serangga khususnya Halobates sp di perairan terbuka.
Dalam pembahasan ini tidak akan membicarakan serangga secara keseluruhan,
tetapi hanya untuk 1 genus, yaitu Halobates sp yang dapat menyesuaikan dan
mengatasi permasalahan kondisi perairan laut yang kurang mendukung di atas
(Hoback).
Berikut ini adalah klasifikasi Halobates sp (Borror, 2005) :
Kingdom: Animalia
Phylum: Arthropoda
Class: Insecta (Hexapoda)
Order: Hemiptera
Suborder: Heteroptera
Family: Gerridae
Genus: Halobates
2.3 Kekhususan jenis
Genus Halobates terdiri dari 46 jenis spesies, dan 5 diantaranya hidup di
perairan terbuka, yaitu Halobates micans, H. sericeus, H. germanus, H. splendens
dan H. sobrinus, dengan 3 spesies yang khusus hidup di perairan tropis, yaitu H.
8
sericeus, H. micans, dan H. germanus mampu bertahan pada temperatur Samudra
Pasifik yang di dalamnya dialiri arus Kurosuhio dan laut timur Cina (Cheng,
1989). Jenis Halobates germanus hidup di samudra Pasifik Barat dan India, H.
sericeus hidup di Samudra Pasifik, H. sobrinus hidup di Samudra Pasifik Timur
Tropis, H. micans hidup di Samudra Pasifik, Hindia dan Atlantik, sedangkan H.
splendens hidup di Samudra Pasifik Tropis bagian Selatan.
Peranan Halobates sp dalam perairan antara lain sebagai bioindikator logam
berat Cadmium (Schulz and Baldes, 1989), sedangkan kedudukannya pada rantai
makanan yaitu sebagai konsumen (Gambar 3). Halobates sp dapat memakan
plankton lain, bangkai ubur-ubur, telur dan larva ikan yang mengapung di
permukaan laut. Selain sebagai pemangsa, Halobates sp juga berperan sebagai
mangsa, dengan burung laut dan ikan pelagik yang berperan sebagai predator.
Sumber : Andersen (1976)
Gambar 3. Jaring makanan Halobates sp.
9
Mengetahui karakteristik dan pembeda pada masing-masing spesies dari
Halobates sp dengan melihat morfologi dari bagian akhir abdomen (Gambar 4),
hal ini dikarenakan bagian tersebut mampu memberikan diagnosa yang baik
(khususnya pada jantan). Karakteristik umum Halobates sp yaitu memiliki
permukaan tubuh bagian dorsal yang gelap, dan warna pucat hanya terbatas dari
kepala hingga protonum. Pada jantan lebar di bagian segment 8 lebih panjang
daripada styliform process, di mana styliform process ramping, panjang dan
bercabang, yang hidupnya tersebar luas pada berbagai lautan.
Sumber : Andersen (2002)
Gambar 4. Morfologi Halobates sp
Bagian depan tarsal pada bagian kepala panjangnya kurang lebih 0,3 x dari
bagian abdomen. Bagian tengah tulang paha pada umumnya 1,1 kali lebih
panjang di banding femur bagian depan (Tabel 2). Spesies ini berwarna coklat
gelap hingga hitam dengan penuh selaput dada berwarna gelap dan kaki belakang
berwarna kuning. Penanda Halobates sp yang habitatnya di lautan adalah,
10
memiliki tanda pada permukaan bagian belakang kepala berwarna kuning dan
lebar interocular dari kepala lebih lebar 3,6 kali daripada matanya. Warna tubuh
yaitu thoracic dan abdominal venter, berwarna hitam (Andersen, 2002).
Sumber : Andersen (2002)
Gambar 5. Bagian dorsal dan ventral pada H germanus, H sericeus, H.splendens dan H. micans..
Halobates germanus dan H.sericeus merupakan spesies yang lebih kecil di
banding dengan kelompok H. micans (H. splendens dan H.micans). Pembeda
antara Halobates germanus dengan H.sericeus adalah bagian tarsal depan pada H
germanus lebih panjang di banding pada H.sericeus (Gambar 5).
Femur yang pendek dan berukuran 0,8x dari femur tengah merupakan ciri dari
H. splendens dan H. micans memiliki. Proctiger jantan meluas sepanjang
tubuhnya. Pada Gambar 5 terlihat bahwa H. splendens memiliki segmen 1 tarsal
hampir sama atau lebih panjang sedikit daripada segmen 2. Styliform kiri sedikit
berbelok ke arah kanan, sedangkan H micans memiliki segmen 1 tarsal lebih
pendek sedikit daripada segmen 2 Styliform kiri berbelok ke arah kiri dengan
sudut yang lebih besar di bandingkan dengan H. splendens (Andersen, 2002).
Perbedaan morfologi pada keempat jenis Halobates dapat dilihat pada Tabel 1.
11
Tabel 1. Perbedaan morfologi pada Halobates germanus, H.sericeus, H.splendens dan H.micans
H.germanus H. sericeus H. splendens H. micans Ukuran Jantan :> 4
mm Betina : >3,8 mm
Jantan :> 4 mm Betina : >3,8 mm
Jantan :≥ 4,4 mm Betina : :≥ 4 mm
Jantan :≥ 4,4 mm Betina : :≥ 4 mm
Styliform Kedua styliform tampak saling berhadapan
Kedua styliform tampak saling bertolak
Styliform kiri sedikit berbelok kearah kiri
Styliform kiri berbelok kea rah kiri hampir sempurna
Protiger Terdapat sisik yang cukup banyak
Terdapat sedikit sisik pada bagian tengah
Tidak terdapat sisik, namun bentuknya lebar
Tidak terdapat sisik, namun bentuknya lonjong
Habitat Samudra Hindia dan Pasifik
Samudra Pasifik
Samudra Pasifik Timur
Semua jenis lautan
Sumber : Andersen (2002)
Ukuran tubuh Halobates sp berkisar antara 1 mm – 5 mm. Plankton lautan
memiliki asam lemak yang tinggi, yaitu 20 karbon asam lemak tak jenuh dan 18
rantai karbon lemak yang pendek, sedangkan Halobates sp memiliki 20 karbon
asam lemak tak jenuh yang panjang dan 18 rantai karbon lemak (Hoback).
Daur hidupnya terdiri dari 3 tahap, yaitu larva, 5 nymphal instar (5 tahapan
perkembangan insekta muda) dan dewasa. Alat reproduksi yang dimiliki
Halobates sp betina memiliki ukuran yang lebih besar dari ukuran alat reproduksi
Halobates sp jantan. Telur Halobates yang dihasilkan oleh induk dalam mencapai
ukuran (1mm x 0,2mm) yang d tempatkan pada objek mengapung, seperti
potongan kayu, plastik, atau cangkang kerang yang sudah rusak. Setiap
periodenya induk Halobates sp dapat menghasilkan telur antara 10 hingga 20 butir
(Hoback).
12
Menurut Harada (2005) in BPPT (2007), Halobates sericeus telah ditemukan
di laut Cina bagian timur (27o10’LU hingga 33o24’LU dan 124o57’BT hingga
129o30’BT). Sedangkan untuk H. micans dan H. germanus di temukan di selatan
laut timur Cina dengan koordinat 24o 47’LU dengan suhu perairan rata-rata 25oC.
(a) (b)
Sumber : (a.)Hoback (b.) Andersen, 1976
Gambar 6. Morfologi Halobates sp (a.) tampak atas; (b.) tampak samping
Sumber : Andersen, 1976
Gambar 7. Bagian kepala Halobates sp tampak dorsal dan ventral
Bentuk Halobates sp sekilas mirip dengan Copepoda (insekta air tawar) yang
secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu kepala, thorax, dan
abdomen (Gambar 6). Pada bagian kepalanya terdapat sepasang antena, maxila,
mata, dan mulut. Bagian thorax atau dada dengan masing-masing terdapat
sepasang kaki, namun tidak memiliki sayap. Sedangkan segmentasi pada
13
Halobates sp di bagian abdomen sangat jelas. Dari Gambar 7 dapat di lihat bahwa
secara umum Halobates sp memiliki sepasang antena, lapisan rambut pada tubuh
mereka, 2 pasang kaki, sepasang mata yang besar dan bulat.
2.4 Distribusi Halobates sp
Mayoritas spesies dari genus Halobates sp tersebar di daerah tropis (Gambar
8) yang mencakup wilayah Indo-Pasifik Barat dengan batasan 40ºLU hingga
40ºLS (Hoback). Dengan sebaran H.Robustus (Endemik Pulau Galapos), H.
Sorbinus & H. Spelendes (laut Pasifik Timur), dan H. Micans (Laut Atlantik, Laut
Carribean, dan laut Pasifik Timur).
Keterangan : Warna kuning menunjukan penyebaran Halobates sp Sumber : Hoback
Gambar 8. Pola distribusi global wilayah habitat Halobates sp
Gambar 9 menunjukan bahwa penyebaran Halobates micans di perairan
menyebar hampir merata pada seluruh perairan dengan kisaran antara 40o00’LU
hingga 40o00’LS, dengan kepadatan Halobates micans tertinggi di daerah tropis
(katulistiwa) antara 20o00’LU hingga 20o00’LS.
14
Keterangan : Halobates micans Sumber : Cheng, 1989
U
Gambar 9.Pola distribusi global Halobates micans
Keterangan : Halobates sericeus Sumber : Cheng, 1989
U
Gambar 10. Pola distribusi global Halobates sericeus
Bila di bandingkan dengan penyebaran Halobates sericeus (Gambar 10),
Halobates micans penyebarannya lebih luas. Hal ini dikarenakan habitat atau
penyebaran Halobates sericeus terpusat di Perairan Pasifik dan pada wilayah
tropis (katulistiwa) antara 10o00’LU hingga 10o00’LS hanya di temukan sedikit
sekali Halobates sericeus. Hal ini menunjukan bahwa Halobates micans mampu
beradaptasi hampir pada berbagai kondisi perairan.
15
2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan Halobates sp
Keadaan lingkungan hidup mempengaruhi keanekaragaman bentuk-bentuk
hayati dan banyaknya jenis makhluk hidup (Tarumingkeng, 1992). Penentuan
faktor lingkungan yang mempengaruhi kepadatan Halobates sp di bagi menjadi 6
yaitu arus, suhu, salinitas, oksigen terlarut, unsur hara, dan produktivitas primer.
2.5.1 Suhu
Suhu alami air laut berkisar antara dibawah 0°C hingga 33°C. Di permukaan
laut, air laut membeku pada suhu -1,9°C. Perubahan suhu dapat memberi
pengaruh besar kepada sifat-sifat air laut lainnya dan kepada biota laut
(Romimohtarto dan Juwana, 2001).
Sebaran mendatar suhu di permukaaan laut wilayah tropis secara umum tidak
menunjukan perubahan yang cukup signifikan. Menurut Romimohtarto dan Tayib
(1987) pada Musim Barat (Desember-Mei) suhu di daerah Samudra Pasifik (Utara
Papua) berkisar antar 29-30oC. Perbedaan suhu permukaan ini di pengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu : variasi radiasi matahari sepanjang tahun , massa air yang
berasal dari daerah tinggi, dan pengaruh musim.
Di perairan tropis perbedaan/variasi suhu air laut sepanjang tahun tidak besar;
suhu permukaan laut Nusantara berkisar antara 27° - 32°C. Kisaran suhu ini
adalah normal untuk kehidupan biota laut di Perairan Indonesia. Suhu alami
tertinggi di perairan tropis berada dekat ambang atas penyebab kematian biota
laut. Oleh karena itu peningkatan suhu yang kecil saja dari alami dapat
menimbulkan kematian atau paling tidak gangguan fisiologis biota laut
(Romimohartato, 2007)
Umumnya Halobates sp (termasuk H. micans) dapat berkembang baik pada
16
suhu 24-28°C di Perairan Timur Pasifik (Andersen, 1999). Suhu air laut secara
langsung berpengaruh pada proses metabolisme dan respirasi fitoplankton,
sedangkan pengaruh suhu secara tidak langsung terjadi pada daya larut O2 yang
digunakan untuk respirasi hewan laut.
2.5.2 Salinitas
Keanekaragaman salinitas dalam air laut akan mempengaruhi jasad-jasad
hidup akuatik melalui pengendalian berat jenis dan keragaman tekanan osmotik.
Jenis-jenis biota perenang ditakdirkan untuk mempunyai hampir semua jaringan-
jaringan lunak yang berat jenisnya mendekati berat jenis air laut biasa, sedangkan
jenis-jenis lainnya seperti bentos mempunyai berat jenis yang lebih tinggi
daripada air laut di atasnya (Romimohartato, 2007)
Berlainan dengan suhu, nilai salinitas dapat menunjukan nilai yang sangat
bervariasi. Dengan berubahnya sirkulasi air laut sesuai monsun, massa air denga
salinitas tinggi dan rendah akan salinitas bertukar. Interaksi antara berbagai faktor
seperti struktur geografi, aliran sungai curah hujan, penguapan dan sirkulasi massa
air menghasilkan sebaran salinitas yang kompleks (Romimohtarto dan Tayib,
1987) Nilai salinitas secara umum di laut terbuka bervariasi antara 30 – 35‰
dengan nilai lebih dari 34‰ untuk wilayah laut Banda,Laut Arafura dan
Saamudra Pasifik.
Salinitas menimbulkan tekanan-tekanan osmotik. Pada umumnya kandungan
garam dalam sel-sel biota laut cenderung mendekati kandungan garam dalam
kebanyakan air laut. Kalau sel-sel itu berada di lingkungan dengan salinitas lain
maka suatu mekanisme osmoregulasi diperlukan untuk menjaga keseimbangan
kepekatan antara sel dan lingkungannya. Pada kebanyakan binatang estuari
17
penurunan salinitas permukaan biasanya diiringi dengan penurunan salinitas
dalam sel, suatu mekanisme osmoregulasi baru terjadi setelah ada penurunan
salinitas yang nyata. Cara-cara osmoregulasi meliputi perlindungan luar dari
perairan sekitarnya, perlindungan membran sel, mekanisme ekskresi untuk
membuang kelebihan air tawar dan sel dari badan. Kemampuan untuk
menghadapi fluktuasi yang berasal dari salinitas terdapat pada kelompok-
kelompok binatang beraneka ragam dari protozoa sampai ikan (Romimohartato,
2007).
2.5.3 Arus
Menurut Romimohtarto dan Tayib (1987), arus permukaan banyak
dipengaruhi oleh angin muson, sehingga pola sirkulasi arus sejalan dengan pola
angin. Pada Musim Barat arus permukaan bergerak dengan arah angin utama dari
barat ke timur, dan pada mosun timur sebaliknya.
Secara umum, sirkulasi arus permukaan terkuat di Perairan Utara Papua
adalah arus Katulistiwa Utara yang mengalir ke arah Filipina sepanjang tahun.
Pada bulan Desember hingga Februari, pada musim dingin di belahan bumi
bagian Utara, arus katulistiwa utara berkembang lebih kuat, sedangkan pada bulan
April hingga Mei lebih lemah dari normal (Romimohtarto dan Tayib, 1987).
Arus mempunyai pengaruh positif maupun negatif terhadap kehidupan biota
perairan. Arus dapat mengakibatkan ausnya jaringan-jaringan jasad hidup yang
tumbuh di daerah itu dan partikel-partikel dalam suspensi dapat menghasilkan
pengikisan. Di perairan dengan dasar lumpur, arus dapat mengaduk endapan
lumpur-lumpuran sehingga mengakibatkan kekeruhan air dan mematikan
binatang. Juga kekeruhan yang diakibatkan bisa mengurangi penetrasi sinar
18
matahari, dan karenanya mengurangi aktivitas fotosintesa. Manfaat dari arus bagi
banyak biota adalah menyangkut penambahan makanan bagi biota-biota tersebut
dan pembuangan kotoran-kotorannya. Untuk algae kekurangan zat-zat kimia dan
CO2 dapat dipenuhi. Sedangkan bagi binatang CO2 dan produk-produk sisa dapat
disingkirkan dan O2 tetap tersedia. Arus juga memainkan peranan penting bagi
penyebaran plankton, baik haloplankton maupun meroplankton. Terutama bagi
golongan terakhir yang terdiri dari telur-telur dan burayak-burayak avertebrata
dasar dan ikan-ikan (Romimohartato, 2007).
Menurut Borror (2005), bagi Halobates sp yang merupakan genus dari
famili Geridae, arus memiliki pengaruh pada pergerakannya. Hal ini di karenakan
daya renang Halobates sp sangatlah kecil, sehingga distribusinya di pengaruhi
oleh distribusi arus permukaan.
2.5.4 Kadar oksigen terlarut
Kandungan kadar O2 terlarut di laut bervariasi antara 0-8,5 mg/l. Di
permukaan Perairan Indonesia nilai oksigen tidak menunjukan perbedaan musim
yang berarti (Romimohtarto dan Tayib, 1987). Di Perairan Indonesia bagian
timur nilai oksigen berkisar 4,5 mg/l.
O2 terlarut diperlukan oleh hampir semua bentuk kehidupan akuatik untuk
proses pembakaran dalam tubuh. Beberapa bakteria maupun beberapa binatang
dapat hidup tanpa O2 (anaerobik) sama sekali; lainnya dapat hidup dalam keadaan
anaerobik hanya sebentar tetapi memerlukan penyediaan O2 yang berlimpah setiap
kali. Kebanyakan dapat hidup dalam keadaan kandungan O2 yang rendah sekali
tapi tak dapat hidup tanpa O2 sama sekali. Sumber O2 terlarut dari perairan adalah
udara di atasnya, proses fotosintesa dan glikogen dari binatang itu sendiri. Air
19
yang tak ber - O2 selalu jarang terdapat disamudera. O2 dihasilkan oleh proses
fotosintesa dari binatang dan tumbuh-tumbuhan dan diperlukan bagi pernafasan.
(Romimohartato, 2007). Menurunnya kadar O2 terlarut dapat mengurangi efisiensi
pengambilan O2 oleh biota laut, sehingga dapat menurunkan kemampuan biota
tersebut untuk hidup normal dalam lingkungannya.
2.5.5 Unsur hara
Unsur hara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan suatu organisme,
baik di laut maupun darat. Menurut Romimohtarto dan Tayib (1987), ada wilayah
permukaan perairan miskin akan zat hara dengan kandungan fosfat kurang dari
0,2µg/l. Sebaran fosfat di Perairan Indonesia (tropis) menunjukan bahwa
umumnya pada mosim timur kandungan fosfat lebih tinggi daripada Musim
Barat, hal ini juga berlaku untuk kandungan silikat dan nitrat.
Fosfat dan nitrat dalam kepekatan bagaimanapun selalu dalam rasio yang
tetap. 15 at. N : 1 at P. Rasio ini cenderung tetap dalam fito dan zooplankton.
Hanya dalam keadaan tertentu rasio dalam air berubah. PO4 : P bisa berada dalam
bentuk senyawa organik maupun anorganik. Keduanya dalam bentuk butiran dan
larutan. Dalam jaringan hidup terutama dalam bentuk senyawa organik dan
dilepaskan kembali ke air sebagai kotoran maupun bangkai dalam bentuk butiran
atau larutan. Umumnya kekurangan fosfat dalam laut mempengaruhi fotosintesa
dan pertumbuhan sama besarnya. NO3 : Samudera mendapatkan dari udara bukan
saja N tetapi juga NO3. Seperti halnya PO4, pertumbuhan dan fotosintesa dari
tumbuh-tumbuhan laut (fitoplankton dan alga bentik) dibatasi oleh kepekatan
NO3 dalam air.Selain unsur-unsur hara tersebut, diatom mengambil sejumlah
20
besar Si dari laut dan kekurangan kandungan Si dapat menjadi faktor pembatas di
perairan tertentu.
2.5.6 Produktivitas Primer
Perairan Indonesia yang dipengaruhi oleh sistem pola angin muson memiliki
pola sirkulasi massa air yang berbeda dan bervariasi antara musim, disamping itu
pula juga dipengaruhi oleh massa air Lautan Pasifik yang melintasi Perairan
Indonesia menuju Lautan Hindia melalui sistem arus lintas Indonesia (Arlindo).
Sirkulasi massa air Perairan Indonesia berbeda antara Musim Barat dan Musim
Timur. Dimana pada Musim Barat, massa air umumnya mengalir ke arah timur
Perairan Indonesia, dan sebaliknya ketika Musim Timur berkembang dengan
sempurna suplai massa air yang berasal dari daerah upwelling di Laut Arafura dan
Laut Banda akan mengalir menunju Perairan lndonesia bagian barat (Wyrtki,
1961). Perbedaan suplai massa air tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan
terhadap kondisi perairan yang akhirnya mempengaruhi tinggi rendahnya
produktivitas perairan. Produktivitas primer ini menunjukan laju produksi
senyawa organik dari senyawa anorganik melalui proses fotosintesis. Menurut
Romimohtarto dan Tayib (1987), kandungan klorofil dapat digunakan sebagai
ukuran banyaknya fitoplankton pada suatu perairan tertentu dan dapat digunakan
sebagai petunjuk produktivitas perairan. Berdasarkan penelitian Nontji (1974) in
Romimohtarto dan Tayib (1987), nilai rata-rata kandungan klorofil di Perairan
Indonesia sebesar 0,19 mg/m3, nilai rata-rata pada saat berlangsung Musim Timur
(0,24 mg/m3) menunjukkan nilai yang lebih besar daripada Musim Tarat (0,16
mg/m3). Daerah-daerah dengan nilai klorofil tinggi mempunyai hubungan erat
dengan adanya proses penaikan massa air / up-welling (Laut Banda, Arafura, Selat
21
Bali dan selatan Jawa), proses pengadukan dan pengaruh sungai (Laut Jawa, Selat
Malaka dan Laut Cina Selatan).
3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan lokasi penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder hasil kegiatan riset yang
terlaksanan atas kerjasama antara JAMSTEC (Japan Agency for Marine-Earth
Science and Technology) dan BPPT (Balai Penelitian dan Penerapan Teknologi)
dengan judul penelitian Tropical Ocean Climate Study sejak tanggal 28 Desember
2006 hingga 8 Januari 2007 di perairan Utara Papua dengan titik pengambilan
contoh 6 stasiun penelitian. Lokasi penelitian ini terletak antara 0º 00’ - 8º 00’ LU
dan 130º 00’ - 138º 00’ BT, sesuai dengan track kapal MIRAI untuk memperoleh
gambaran mengenai distribusi insekta laut (Halobates sp) di perairan tropis.
Letak stasiun dan waktu penelitian dapat dilihat pada Tabel 2, sedangkan peta
lokasi stasiun dapat di lihat pada Gambar 11.
Tabel 2. Posisi geografis dan waktu pengembilan data berdasarkan stasiun
Stasiun LU BT Waktu Tanggal 1 06°00' 130°00' 5:07 28 Des 2006 2 02°00' 130°00' 19:07 29 Des 2006 3 00°00' 138°00' 19:06 02 Jan 2007 4 02°00' 138°00' 19:05 04 Jan 2007 5 05°00' 137°00' 19.05 06 Jan 2007 6 08°00' 138°00' 19:04 08 Jan 2007
22
23
129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139-1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0KM 111.2KM 222.4KM
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 4
Stasiun 5
Stasiun 6L
inta
ng
Bujur
Insert
PAPUA
P. Waigeo
Gambar 11. Peta lokasi stasiun penelitian di Perairan Utara Papua
24
3.2 Alat
Data yang di peroleh dalam penelitian ini merupakan data sekunder hasil
kerja sama antara JAMSTEC (Japan Agency for Marine-Earth Science and
Technology) dan BPPT (Balai Penelitian dan Penerapan Teknologi) dengan judul
penelitian Tropical Ocean Climate Study. Alat dan bahan yang digunakan dalam
proses pengolahan data dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Alat yang digunakan pada proses pengolahan data.
No Alat/Bahan Spesifikasi Merk Kegunaan 1 Note book Intel celeron HP Compaq Analisis 2 Syrfer 8 Pembuatan
Peta 3 Microsoft Exel Perhitungan
analisis 4 Data sheet
3.3 Analisa data
3.3.1 Kepadatan Halobates sp
Kepadatan Halobates sp adalah luas sapuan (ORI Net / jaring) per satuan
individu. Kepadatan tersebut dihitung secara satu persatu dan rumus perhitungan
kepadatan Halobates sp adalah sebagai berikut :
An N =
Keterangan : N : kepadatan Halobates sp (m2/individu)
n : jumlah individu (s)
A : luas sapuan jaring (m2)
25
3.3.2 Indek keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi
Melihat keanekaragaman Halobates sp digunakan indek keanekaragaman
Shannon - Wiener dalam Odum (1993) sebagai berikut :
∑=
−=n
iii ppH
1
ln'
Keterangan : H’ : indek keanekaragaman Shanon-Wiener
Pi : Ni ( N : jumlah total individu) N Ni : jumlah individu jenis ke-i
i : 1, 2, 3,...,n
n : jumlah spesies
Nilai H’ = 0 berarti kontinitas hanya terdiri dari satu genus dan nilai H’ akan
semakin besar apabila semakin banyak genus yang terdapat dalam contoh. Nilai
H’ akan mendekati maksimum apabila semua genus terdistribusi secara merata
dalam komunitas (Legendre dan Legendre, 1983).
Keseragaman jenis menunjukan seberapa besar nilai kesamaan jumlah
individu antar jenis pada suatu komunitas. Nilai indek keseragaman juga dihitung
dengan formula dari Shannon - Wiener in Odum (1993), yaitu :
maxH'HE =
Keterangan : E : indek keseragaman (0,0 – 1,0)
H’ : indek keanekaragaman
H’ max : nilai keseragaman maksimum = ln s
s : jumlah taksa
Nilai E berkisar antara 0,0 – 1,0. Semakin kecil nilai E menunjukkan semakin
kecil pula keseragaman populasi Halobates sp, artinya penyebaran jumlah
individu tiap genus tidak sama dan ada kecenderungan bahwa suatu genus
26
mendominasi populasi tersebut. Sebaliknya, semakin besar nilai E maka populasi
menunjukkan keseragaman, yaitu bahwa jumlah individu setiap genus dapat
dikatakan sama atau tidak jauh berbeda (Odum, 1993).
Melihat adanya dominansi, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut (Odum, 1993) :
2
)(∑= Nn
C i
Keterangan : C : Indek dominansi Simpson (0,0 – 1,0)
ni : jumlah individu ke i
N : jumlah total individu
Nilai C berkisar antara 0,0 – 1,0. Apabila nilai C mendekati 0,0 berarti hampir
tidak ada individu yang mendominasi dan biasanya diikuti dengan nilai E yang
besar (mendekati 1), sedangkan apabila nilai C mendekati 1 berarti terjadi
dominansi jenis tertentu dan dicirikan dengan nilai E yang lebih kecil atau
mendekati 0 (Odum, 1993).
27
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi lokasi penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh JAMSTEC dan BPPT di Perairan Utara Papua
meliputi parameter arus,suhu,salinitas,oksigen terlarut, dan nutrient. Parameter
lingkungan tersebut baik secara langsung maupun tidak akan memberikan dampak
bagi keberadaan Halobates sp. Kondisi lingkungan lokasi penelitian dapat di lihat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Parameter Fisika, Kimia, dan Biologi pada 6 stasiun penelitian Stasiun 1 2 3 4 5 6
Posisi Lintang 6 2 0 2 5 8 Bujur 130 130 138 138 137 138
Parameter Arus cm/s 0,26 0,14 0,01 0,28 0,60 0,51
Salinitas ‰ 33,96 34,36 34,25 34,38 34,16 33,99 Suhu °C 29,70 30,20 29,20 29,10 28,90 28,80 DO mg/l 5,78 5,58 5,88 5,73 5,75 5,75
Klorofil mg/m3 - 0,41 0,42 1,38 0,59 0,52 Nitrat μmol/l - 3,07 3,05 3,22 0,08 0,10 Fosfat μmol/l - 0,26 0,23 0,28 0,37 0,33 Silikat μmol/l - 4,70 5,30 4,90 4,10 3,80
P.Primer mg C/m2/hari - 2,49 2,51 4,46 2,99 2,80 Kepadatan ind/10.000m2 215 268 23 2 288 49
4.1.1 Arus permukaan
Penelitian ini bertepatan dengan Musim Barat, dengan musim dingin pada
belahan bumi bagian utara dan musim panas di bagian selatan. Pusat tekanan
udara tinggi terdapat di atas daratan Asia dan yang rendah di daratan Australia
sehingga mengkibatkan angin berhembus dari Asia menuju Australia. Nilai arus
permukaan pada 6 stasiun penelitian dapat dilihat pada Gambar 12.
28
0,25
0,14
0,01
0,28
0,60
0,51
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
1 2 3 4 5 6
Stasiun Penelitian
Kec
.Aru
s (cm
/s)
Gambar 12. Nilai arus permukaan(cm/s) pada 6 stasiun penelitian
Pada daerah penelitian, yaitu Utara Papua terdapat pulau di bagian Barat dan
selatan. Di bagian barat terdapat kepulauan Filipina, sedangkan pada bagian
selatan merupakan pulau Papua. Kedua pulau ini mempengaruhi besar arus
permukaan. Kuat arus terbesar terdapat pada Stasiun 6 yaitu 0,51 cm/s dengan
arah arus menuju barat, sedangkan nilai arus terkecil terdapat di Stasiun 3 yaitu
0,01 cm/s ke arah timur( Lampiran 1).
Stasiun 1 dan 2 merupakan stasiun dengan garis bujur yang sama yaitu 130°
bergerak ke arah timur. Pada kedua stasiun ini terdapat pengaruh dari arus North
Equatorial Counter Current (NECC) yaitu perputaran dari arus yang bergerak
dari timur ke barat dengan luasan arus antara 10°-20° LU dan NGCC New Guinea
Counter Current (NGCC) yaitu arus yang berputar balik dari arus yang bergerak
dari timur ke barat dan berasal dari New Guenia dengan Halmahera Eddy terdapat
pada stasiun 2 (Lampiran 2). Halmahera Eddy adalah putaran / sirkulasi sistem
antara arus yang berasal dari selatan ekuatorial dan arus yang berasal dari utara
ekuatorial dengan arah pusaran searah jarum jam. Stasiun 3,4,5 dan 6 merupakan
stasiun dengan posisi Bujur Timur di 138°. Pada Stasiun 5 merupakan gabungan
29
dari perputaran balik pertemuan arus NECC dan NGCC hal ini menjadikan nilai
arus pada Stasiun 5 paling kuat bila dibandingkan dengan arus pada bujur yang
sama dengan arah arus menuju timur. Stasiun 3 dan 4 mendapatkan pengaruh dari
NGCC (New Guinea Counter Current) namun sangat kecil. Pengaruh inilah yang
mengakibatkan arah arus pada Stasiun 3 dan 4 bergerak ke barat. Hal ini sesuai
dengan arah angin di mana pada musim barat (November-April) angin bergerak
dari arah barat menuju timur , karena sebagaimana telah di ketahui arah angin
merupakan faktor utama pembentuk arus permukaan.
4.1.2 Salinitas permukaan
Nilai salinitas permukaan yang di peroleh pada pengambilan contoh berkisar
antara 33,96 – 34,38 psu, hal ini sesuai dengan pernyataan Romimohtarto (1987)
bahwa rata-rata suhu permukaan di samudra adalah 34 psu. Kisaran sebaran
salinitas yang relatif sama ini menunjukkan bahwa pada lautan terbuka umumnya
memiliki sifat fisik dan kimia air yang sama. Salinitas perairan tertinggi terdapat
di Stasiun 4 adalah 34,38 psu, sedangkan salinitas perairan terendah terdapat di
Stasiun 1 yaitu 33,96 psu. Bila ditinjau dari perbedaan antara Posisi Bujur dapat
dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian barat (Stasiun 1 dan 2) dan bagian timur
(Stasiun 3,4,5, dan 6). Stasiun bagian barat memiliki nilai salinitas yang relatif
kecil dibandingkan dengan stasiun bagian timur (lampiran 3). Hal ini dapat
disebabkan oleh penyinaran matahari yang terbit dari Timur dan tenggelam di
Barat, dimana penyinaran matahari yang tinggi dapat mengakibatkan suhu
permukaan laut menjadi lebih panas dan kadar garam lebih tinggi, selain
terdapatnya pertemuan arus antara arus yang bersalinitas tinggi dan bersalinitas
rendah. Nilai salinitas pada keenam stasiun dapat dilihat pada Gambar 13.
30
33,96
34,36
34,25
34,38
34,16
33,99
33,7
33,8
33,9
34
34,1
34,2
34,3
34,4
34,5
1 2 3 4 5 6
Stasiun
Salin
itas (
psu)
Gambar 13. Nilai salinitas (psu) pada 6 stasiun penelitian
Stasiun dekat ekuator (Stasiun 2,3 dan 4) merupakan stasiun dengan nilai
salinitas terbesar, hal ini disebabkan stasiun tersebut merupakan stasiun dengan
posisi mendekati ekuator, di mana penyinaran cahaya di daerah sekitar ekuator
memiliki penyinaran matahari yang relatif tinggi, sedangkan pada pengambilan
contoh di Stasiun 1,5, dan 6 dilakukan di daerah yang lebih jauh dari ekuator,
yaitu antara 05°00’00’’ - 08°00’00’’ LU, sehingga penyinaran matahari relatif
lebih rendah.
4.1.3 Suhu permukaan
Gambar 14 menunjukkan kisaran nilai suhu permukaan air laut di Perairan
Utara Papua pada pengambilan contoh berkisar antara 28,80-30,20°C di mana hal
ini sesuai dengan suhu permukaan perairan tropis pada umumnya berkisar antara
29 – 30°C (Romimohtarto,1987). Suhu perairan tertinggi terdapat di Stasiun 2
yaitu sebesar 30,20°C dengan posisi 02°00’00’’ LU dan 130°00’00’’ BT,
sedangkan suhu perairan terendah terdapat di Stasiun 6 yaitu 28,80°C (Lampiran
4).
31
Stasiun 1 dan 2 merupakan stasiun dengan posisi Bujur Timur yang sama,
yaitu 130°00’, memiliki nilai suhu terbesar di banding dengan stasiun lain yang
terletak di posisi 137°00’- 138°00’ BT. Hal ini dikarenakan penyinaran matahari
dimana daerah Timur (Stasiun 3,4,5 dan 6) merupakan daerah yang terlebih
dahulu terkena penyinaran matahari (matahari terbit dari timur) sehingga waktu
matahari tenggelam juga lebih dahulu, mengakibatkan pada daerah timur memiliki
suhu permukaan laut yang lebih rendah dibandingkan dengan daerah barat
(Stasiun 1 & 2). Nilai data suhu permukaan pada keenam stasiun dapat dilihat
pada Gambar 14.
29,70
30,20
29,20 29,1028,90 28,80
28,00
28,50
29,00
29,50
30,00
30,50
1 2 3 4 5 6
Stasiun
Suhu
(o C)
Gambar 14. Nilai suhu (°C) pada 6 lokasi stasiun penelitian
Terdapat perbedaan nilai suhu pada setiap stasiun menunjukkan bahwa nilai
suhu dapat dipengaruhi oleh penyinaran matahari ataupun sistem musim dan arus.
Dimana pada musim barat mengakibatkan arus bergerak dari timur menuju barat
dan pada titik tertentu, terjadi pembelokan arus sehingga terjadi pertemuan arus
yang memiliki suhu tinggi dan arus yang memiliki suhu rendah. Selain
penyinaran matahari (posisi lintang), variasi nilai suhu juga dipengaruhi oleh
curah hujan, pertukaran massa air, penguapan dan angin.
32
4.1.4 Oksigen terlarut
Nilai oksigen terlarut pada 6 stasiun dapat dilihat pada gambar 15.
5,78
5,85
5,88
5,735,75 5,75
5,65
5,7
5,75
5,8
5,85
5,9
1 2 3 4 5 6
Stasiun
Oks
igen
Ter
laru
t (m
g/l)
Gambar 15. Nilai oksigen terlarut (mg/l) pada 6 stasiun penelitian
Gambar 15 dapat diketahui bahwa nilai oksigen terlarut tertinggi terdapat pada
Stasiun 3 dengan nilai oksigen terlarut 5,88 mg/l, sedangkan nilai oksigen terlarut
terendah terdapat pada stasiun 4 yaitu 5,73 mg/l. Nilai kandungan oksigen terlarut
pada stasiun 5 dan stasiun 6 bernilai sama, yaitu 5,75 mg/l.
Pada daerah dengan 130°00’00’’BT, yaitu Stasiun 1 dan 2 diketahui nilai
kandungan oksigen terlarut relatif besar dibandingkan daerah timur (Stasiun 3,4,5,
dan 6). Hal ini menunjukkan bahwa pada daerah barat terdapat aktivitas biologi
maupun kondisi oseanografi pada stasiun tersebut meningkatkan kandungan
oksigen di stasiun tersebut. Kondisi oseanografi tersebut antara lain adalah arus,
dimana pada beberapa stasiun penelitian diketahui merupakan titik pertemuan
arus, sehingga kandungan oksigen yan terdapat pada stasiun tersebut diketehui
merupakan kandungan oksigen dari pertemuan arus. Bila ditinjau dari posisi
lintang, Stasiun 3 terletak pada garis ekuator memiliki nilai oksigen terlarut yang
tertinggi dibandingkan dengan stasiun lain yang letaknya menjauhi garis ekuator.
Tingginya pengaruh penyinaran matahari pada garis ekuator menjadikan
33
parameter oseanografi (suhu, salinitas, oksigen, dan nutrien) pada garis ekuator
memiliki nilai yang berbeda.
Secara umum nilai variasi oksigen terlarut di 6 stasiun penelitian tidak
memiliki perbedaan yang signifikan, hal ini dikarenakan pada laut terbuka
kualitas perairannya relatif sama. Nilai kandungan oksigen terlarut pada keenam
stasiun penelitian ini cukup tinggi, hal ini dapat disebabkan nilai suhu dan
salinitas, aktifitas biologi (fotosintesa oleh fitoplankton dan kegiatan bakteri )
serta percampuran yang disebabkan oleh arus dan gelombang.
4.1.5 Unsur hara
Kandungan zat hara lapisan permukaan di perairan Indonesia, seperti juga
perairan tropis lain, umumnya berkonsentrasi rendah (Romimohtarto dan Tayib,
1987). Hal ini juga berlaku pada keenam stasiun penelitian dimana posisinya
berada di sekitar daerah ekuator. Rendahnya konsentrasi ini disebabkan
tingginnya suhu yang terdapat pada keenam stasiun penelitian, tingginya suhu
tersebut mengakibatkan metabolisme biota berlangsung dengan cepat, dengan
demikian penimbunan nutrisi seperti yang sering terjadi di perairan dengan iklim
sedang (temperate zone) tidak terlaksana. Nilai perolehan data nutrien dapat di
lihat pada Tabel 5.
Pada Stasiun 4 di peroleh nilai Nitrat tertinggi, yaitu 3,22 μmol/l, sedangkan
nilai fosfat tertinggi terdapat pada stasiun 5 nilai 0,37 μmol/l dan Silikat tertinggi
terdapat pada stasiun 3 dengan nilai 5,3 μmol/l.
34
Table 5. Beberapa parameter nutrien pada 6 stasiun penelitian di Perairan Utara Papua
Stasiun Nitrat
(μmol/l) Fosfat
(μmol/l) Silikat
(μmol/l) 1 - - - 2 3,07 0,26 4,70 3 3,05 0,23 5,30 4 3,22 0,28 4,90 5 0,08 0,37 4,10 6 0.10 0,33 3,80
Nilai Nitrat terendah terdapat pada stasiun 5 yaitu 0,08 μmol/l. Nilai Fosfat
terendah terdapat pada stasiun 3 sebesar 0,23 μmol/l dan Silikat terendah terdapat
pada stasiun 6 dengan nilai 3,80 μmol/l. Nilai kisaran Nitrat yaitu 0,08-3,22
μmol/l dan Fosfat antara 0,23-0,37 μmol/l menunjukkan bahwa kondisi perairan
tersebut subur (Kep.Men LH No 51).
Stasiun 1 pada Tabel 5 tidak di temukan data nutrien, hal ini di sebabkan pada
stasiun tersebut tidak dilakukan pengambilan contoh air oleh JAMSTEC dan
BPPT.
4.1.6 Produktivitas primer
Nilai produktivitas primer dapat di peroleh dari nilai klorofil yang di temukan
pada kelima stasiun penelitian, dengan nilai produktivitas berbanding lurus
dengan nilai klorofil. Nilai kisaran klorofil pada 5 stasiun penelitian adalah 0,41
mg/m3 - 1,38 mg/m3 yang menunjukkan bahwa sesungguhnya perairan ini cukup
subur (Romimohtarto dan Tayib,1987). Gambar 16 di peroleh bahwa kandungan
klorofil tertinggi terdapat pada stasiun 4 dengan nilai 1,38 mg/m3, sedangkan
kandungan klorofil terendah terdapat pada stasiun 2 sebesar 0,41 mg/m3. Pada
35
stasiun 1 tidak diketahui nilai klorofil dikarenakan pada stasiun tersebut tidak
dilakukan pengambilan contoh air oleh JAMSTEC dan BPPT.
0,41 0,420,59 0,52
-
1,38
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1 2 3 4 5 6
Stasiun
klor
ofil
(mg/
m3 )
Ket: Stasiun 1 tidak dilakukan pengambilan data
Gambar 16. Nilai Klorofil (mg/m3) pada 6 stasiun penelitian
Kisaran nilai produktivitas primer pada stasiun penelitian berkisar antara 2,80
– 4,46 Mg C/m2/hari. Menurut Romimohtarto (1987), nilai Produktivitas primer
ini dapat diperoleh dari perhitungan klorofil, dimana klorofil juga dipengaruhi
oleh nutrien. Nilai produktifitas primer pada keenam stasiun penelitian dapat di
lihat pada Gambar 17.
Nilai produktivitas primer tertinggi, yaitu sebesar 4,46 Mg C/m2/hari terdapat
pada stasiun 4 dengan nilai klorofil tertinggi sebesar 1,383 mg/m3 (Gambar 16 dan
Gambar 17), hal ini disebabkan pada stasiun 4 memiliki nilai nitrat yang tertinggi
pula . Sedangkan pada Stasiun 2 memiliki nilai Klorofil terendah yaitu 0,41
mg/m3 diperoleh perhitungan bahwa memiliki nilai produktivitas primer yang
terendah pula, yaitu 2,49 Mg C/m2/hari.
36
2,49 2,51
4,46
2,99 2,80
0,000,501,001,502,002,503,003,504,004,505,00
1 2 3 4 5 6
Stasiun
Nila
i Pro
dukt
ifita
s Pri
mer
(mg
C/m
2/ha
ri)
Ket: Stasiun 1 tidak dilakukan pengambilan data
Gambar 17. Nilai produktivitas primer (Mg C/m2/hari) pada 6 stasiun penelitian
4.2 Distribusi Halobates sp
Data yang diperoleh dari 6 stasiun penelitian ditemukan 4 spesies Halobates,
yaitu Halobates micans (H.m), Halobates germanus (H.g), Halobates
sericeus(H.s) dan Halobates sobrinus(H.sp). Nilai perolehan Halobates sp pada 6
stasiun dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Distribusi Halobates sp 6 stasiun penelitian di Perairan Utara Papua
Stasiun H.m H.g H.s H.sp Total 1 515 545 49 0 1.1082 12 1066 1 166 1.2453 3 74 4 2 83 4 1 5 0 2 8 5 1.010 48 153 7 1.2186 136 0 1 1 138
Total 1.677 1.738 208 178 3.801
Tabel 6 di ketahui bahwa pada Stasiun 1 di peroleh 515 individu Halobates
micans; 545 Halobates germanus dan 49Halobates sericeus. Namun pada stasiun
1 tidak di temukan Halobates sobrinus. Secara kuantitatif, stasiun 2 di peroleh
37
Halobates sp dengan nilai tertinggi, yaitu 1245 individu dengan perincian 12
individu Halobates micans, 1066 individu Halobates germanus,1 insekta
Halobates sericeus dan Halobates sobrinus sebanyak 166 individu. Stasiun 3 juga
di temukan 4 jenis Halobates sp seperti halnya di stasiun 2, yaitu Halobates
micans (3 individu), Halobates germanus (74 individu), Halobates sericeus (4
individu), dan Halobates sobrinus (2 individu). Pada stasiun 4 tidak di peroleh
contoh dengan jenis Halobates sericeus, stasiun 5 dengan perolehan individu total
mencapai 1218 dan di stasiun terakhir, yaitu stasiun 6 tidak di temukan jenis
Halobates germanus.
Deskripsi di atas, dapat di ketahui bahwa pola penyebaran Halobates sp,
cenderung tidak merata dengan temuan Halobates micans pada setiap stasiun.
Perolehan keempat jenis Halobates sp pada keenam stasiun penelitian sesuai
dengan pernyataan Andersen (1994) bahwa penyebaran Halobates micans (Lautan
atlantik, India, dan Laut Tropis), Halobates germanus (Laut Tropis bagian barat
dan India), Halobates sericeus (Laut Tropis) dan Halobates sobrinus (Laut Tropis
timur).
4.3 Kepadatan Halobates sp
Secara umum nilai kepadatan Halobates sp pada keenam stasiun penelitian
diperoleh nilai yang beranekaragam. Nilai kepadatan tertinggi ditemukan pada
pengambilan contoh di Stasiun 5 yaitu sebesar 288 ind/10.000m2 dan kepadatan
Halobates terendah adalah di Stasiun 4, yaitu 2 ind/10.000m2 yang menunjukkan
bahwa setiap individu Halobates sp akan ditemukan pada luasan area sebesar
5500 m2 . Kepadatan total Halobates sp pada pengambilan contoh di 6 stasiun
pengamatan dapat dilihat pada Gambar 18.
38
215
268
232
288
49
0
50
100
150
200
250
300
350
1 2 3 4 5 6
Stasiun
Kep
adat
an (e
kor/
10.0
00 m2 )
Gambar 18. Kepadatan Halobates sp pada 6 stasiun penelitian
Letak posisi Stasiun 5 memiliki suhu permukaan perairan 28,9°C dengan nilai
salinitas pada Stasiun 5 sebesar 34,16 psu dengan nilai oksigen terlarut sebesar
5,75 mg/l dan Nitrat, Fosfat dan Silikat secara berurutan, yaitu 0,08 ; 0,37dan 4,1
μmol/l.
Pada Stasiun 4 yang di ketahui memiliki nilai salinitas, nutrien, klorofil, dan
produktivitas tertinggi dan diiringi dengan nilai kepadatan yang terendah yaitu 2
ind/10.000m2 . Selain hal tersebut stasiun 4 juga merupakan stasiun dengan
kecepatan arus yang relatif kecil. Halobates sp yang pergerakannya kecil dan
dipengaruhi arus mengkibatkan kepadatan Halobates sp di stasiun 4 kecil.
Stasiun 1 dan 2 merupakan stasiun yang terletak di barat bila dibandingkan
dengan stasiun lainnya. Pada stasiun tersebut secara umum relatif memiliki nilai
kepadatan Halobates sp yang besar dibandingkan dengan stasiun timur (kecuali
Stasiun 5). Hal ini sesuai dengan pernyataan Andersen (1994) bahwa penyebaran
di daerah barat dan ekuator memiliki penyebaran (keberadaan Halobates micans
dan H.sericeus) yang cenderung menyebar tidak merata. Bila di tinjau dari posisi
lintang daerah yang terletak di sekitar ekuator (kecuali Stasiun 2) memiliki
39
kepadatan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan stasiun yang letaknya
menjauhi ekuator.
4.4 Indek keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi
Nilai indek keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi Halobates sp
menunjukkan banyaknya jenis suatu spesies dan jenis speaies apakah yang
mendominasi pada suatu lingkungan. Nilai indek keanekaragaman, keseragaman,
dan dominasi Halobates sp pada pengambilan contoh di 6 stasiun pengamatan
dapat dilihat pada Gambar 19.
0,84
0,45
0,46
0,9
0,5 7
0,09
0,33
0,33 0,
41
0,06
0,46
0,75 0,
8
0,47
0,7
0,9 7
0,61 0,65
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1 2 3 4 5 6
Stasiun
Inde
ks
HEC
Gambar 19. Nilai indek keanekaragaman (H), keseragaman (E), dan
dominansi (C) Halobates sp
Nilai indek keanekaragaman pada pengambilan contoh di setiap stasiun
penelitian pengamatan berkisar antara 0,09 - 0,90. Indek keanekaragaman
tertinggi terdapat pada Stasiun 4 yaitu sebesar 0,90. Hal ini menunjukkan adanya
keseimbangan di dalam ekosistem perairan tersebut dimana jumlah genus yang
ditemukan di Stasiun 4 dengan posisi 02°00’00’’ LU dan 138°00’00’’ BT cukup
beragam dibandingkan dengan stasiun lain yaitu sebesar tiga genus. Nilai indek
40
keanekaragaman terendah terdapat pada Stasiun 6 yaitu sebesar 0,09. Hal ini
disebabkan karena pada Stasiun 6 genus yang ditemukan tidak beragam. Jumlah
genus dan variasinya yang relatif kecil menunjukkan adanya ketidakseimbangan
didalam ekosistem perairan yang disebabkan gangguan dan tekanan ekologis dari
lingkungan disekitarnya.
Nilai indek keseragaman pada pengambilan contoh di setiap stasiun penelitian
berkisar antara 0,06 - 0,65. Indek keseragaman tertinggi terdapat pada Stasiun 4,
sama seperti pada indek keanekaragaman yaitu sebesar 0,65, sedangkan
keseragaman terendah terdapat pada Stasiun 6 yaitu sebesar 0,06. Nilai indek
keseragaman yang bernilai 0,06 (mendekati 0) pada Stasiun 6 menunjukkan
minimnya keseragaman populasi Halobates sp, artinya penyebaran jumlah
individu tiap genus tidak sama dan ada kecenderungan bahwa suatu genus
mendominasi populasi tersebut. Pada stasiun 4 ditemukan nilai indek
keseragaman yang paling tinggi pula, hal ini menunjukkan populasi jumlah
individu setiap genus dapat dikatakan sama atau tidak jauh berbeda. Berdasarkan
nilai indek keseragaman yang didapat pada setiap stasiun maka dapat diketahui
bahwa penyebaran jumlah individu setiap genus di setiap stasiun dapat dikatakan
berbeda.
Nilai indek dominansi pada pengambilan contoh di setiap stasiun penelitian
berkisar antara 0,46-0,97. Indek dominansi tertinggi terdapat pada Stasiun 6 yaitu
sebesar 0,97. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat dominasi yang sangat besar
(mendekati maksimum) pada stasiun tersebut, artinya terdapat 1 jenis spesies yang
sangat mendominasi di di antara jenis lain yang di temukan di stasiun 6. Individu
yang dominan di stasiun 6 adalah Halobates micans. Indek dominansi terendah
41
terdapat pada Stasiun 1 yaitu sebesar 0,46 hal ini menunjukkan bahwa dominasi
yang dimiliki 1 jenis Halobates rendah. Secara umum, nilai indek dominansi ini
cenderung tinggi karena ada genus yang mendominasi dibandingkan genus
lainnya yaitu Haloates micans yang di temukan di setiap stasiun.
4.5 Hubungan kondisi perairan dengan kepadatan Halobates sp
Secara umum kepadatan Halobates sp pada wilayah barat (Stasiun 1 dan 2)
memiliki kepadatan yang relatif besar di banding dengan stasiun wilayah Timur.
Hal ini dicirikan dengan kisaran salinitas yang kecil, nilai arus yang besar dan
suhu di atas 29°C, sedangkan pada Stasiun timur (kecuali Stasiun 5) memiliki
kepadatan yang kecil. Hal ini di sebabkan oleh arus pada Stasiun timur jauh lebih
kecil daripada Stasiun barat. Bila ditinjau dari posisi lintang, stasiun yang terletak
dekat garis ekuator memiliki nilai kepadatan yang rendah dibandingkan dengan
stasiun yang letaknya jauh dari ekuator. Hal ini dikarenakan pada garis ekuator,
kondisi oseanografi cenderung berbeda.
Ukuran tubuh Halobates sp yang sangat kecil dan mengapung di permukaan
air dengan gerakan tubuhnya merupakan pergerakan pasif, yaitu pergerakan yang
dipengaruhi oleh arus permukaan. Sehingga penyebaran dan keberadaanya sangat
di pengaruhi oleh arus. Hubungan antara kepadatan Halobates sp dengan arus
mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya arus. Pada stasiun 1, dan 5
diketahui merupakan stasiun dengan posisi dimana terjadi pertemuan arus
(konfergen), dan stasiun 2 merupakan tempat dimana terdapat Halmahera Eddy.
Sedangkan pada stasiun 3,4,dan 6 yang merupakan stasiun kepadatan kecil,
memiliki nilai arus yang kecil tanpa adanya pertemuan arus.
42
Hubungan antara kepadatan Halobates sp dengan suhu yang mengalami
peningkatan seiring dengan meningkatnya suhu dengan nilai kepadatan
maksimum pada Stasiun 5 mencapai 34,71 m2 /ind dan nilai suhu 28,9 °C. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Andersen (1994), bahwa Halobates sp dapat
berkembang dengan baik pada suhu 24-28 °C. Sedangkan pada suhu di luar
batasan itu kepadatan Halobates sp cenderung lebih kecil.
Stasiun 1 merupakan stasiun yang memiliki nilai kepadatan besar, yaitu 215
ind/ 10.000 m2 memiliki suhu yang paling tinggi pula dengan nilai 29,7°C. Hal
ini menunjukkan Halobates sp memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi
terhadap lingkungan terutama terhadap suhu permukaan air laut.
Besaran nilai salinitas pada 6 stasiun penelitian cenderung merata dengan
kisaran antara 33,96 – 34,38 psu, dengan kisaran kepadatan Halobates yang sangat
besar, yakni 2-288 ind/ 10.000 m2 .Minimnya pengaruh salinitas terhadap
kepadatan Halobates sp dikarenakan Halobates sp merupakan salah satu genus
yang dapat mengadaptasi kondisi lingkungan hiper-osmotik seperti pada lautan
terbuka.
Besaran nilai oksigen terlarut pada 6 stasiun penelitian cenderung merata
dengan kisaran antara 5,73 – 5,88 mg/l, dengan kisaran kepadatan Halobates sp
yang sangat besar, yakni 2-288 ind/ 10.000 m2. Dari kisaran di atas diketahui
bahwa oksigen memberi pengaruh positif terhadap keberadaan Halobates sp, hal
ini dikarenakan setiap makhluk hidup termasuk Halobates sp membutuhkan
oksigen unuk bernafas dan bertahan hidup.
Nilai Nitrat pada 6 stasiun penelitian memiliki kisaran yang besar yaitu antara
0,08-3,22 µmol/liter. Nilai Silikat pada 6 stasiun penelitian memiliki kisaran yang
43
besar yaitu antara 3,8-5,3 µmol/liter dan nilai Fosfat pada 6 stasiun penelitian
memiliki kisaran yang besar yaitu antara 0,23-0,37 µmol/liter. Nilai Klorofil pada
6 stasiun penelitian berkisar antara 0,41-1,38 mg/m3. Pada Stasiun 1 tidak terdapat
data penelitian, hal ini dikarenakan pada penelitian yang dilakukan oleh BPPT dan
JAMSTEC tidak dilakukan pengambilan contoh pada posisi tersebut. Sedangkan
kisaran kepadatan Halobates sp, yaitu 2-288 ind/ 10.000 m2. Dari kisaran di atas
diketahui bahwa Nitrat dan Silikat memberi pengaruh negatif dan Klorofil serta
Fosfat memberi pengaruh positif, namun ketiganya memiliki pengaruh yang
sangat kecil terhadap keberadaan Halobates sp. Hal ini menunjukkan kadar
Nitrat, Fosfat, Silikat, dan Klorofil hampir tidak memiliki pengaruh terhadap
keberadaan Halobates sp, karena sumber makanan langsung Halobates sp
bukanlah berasal dari Nutrien di perairan melainkan Plankton.
Nilai produktivitas primer berbanding lurus dengan nilai Klorofil pada 6
stasiun penelitian berkisar antara 0,41-1,38 mg/m3. Nilai produktivitas primer
yang diperoleh pada 6 stasiun penelitian yaitu 2,49-4,46 Mg C/m2/hari. Seperti
pada parameter Nitrat, Fosfat, Silikat dan Klorofil, nilai produktivitas primer pada
stasiun 1 tidak dapat di peroleh dikarenakan pada penelitian yang dilakukan oleh
BPPT dan JAMSTEC tidak dilakukan pengambilan contoh pada posisi tersebut.
Kisaran kepadatan Halobates sp yang sangat besar, yakni 2-288 ind/ 10.000 m2.
Bila di tinjau dari dua bagian, yaitu stasiun dengan kepadatan besar (Stasiun 1,2
dan 5) dan stasiun kepadatan kecil (Stasiun 3,4, dan 6) dapat dilihat bahwa pada
stasiun dengan kepadatan tinggi memiliki nilai produktivitas primer yang rendah
bila di bandingkan dengan keseluruhan nilai produktivitas primer dan pada stasiun
44
dengan kepadatan kecil memiliki nilai produktivitas primer tinggi (Stasiun 6) dan
nilai produktivitas primer besar pada Stasiun 3 dan 4.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Penyebaran dan keberadaan Halobates sp di seluruh perairan bumi menyebar
hampir merata di sekitar garis katulistiwa. Pada keenam stasiun penelitian di
perairan Utara Papua di temukan 4 jenis Halobates sp, yaitu Halobates micans,
Halobates germanus, Halobates sericeus dan Halobates sobrinus. Nilai
kelimpahan Halobates sp pada keenam stasiun penelitian berkisar antara 2-288
ind/ 10.000 m2 dengan penyebaran yang tidak merata. Kisaran nilai Indek
Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominasi jenis Halobates sp pada keempat
stasiun tidak merata, dan terdapat 2 jenis Halobates yang mendominasi pada
hampir disetiap stasiun yaitu Halobates micans dan Halobates germanus.
Hasil analisa melalui pendekatan kualitatif menunjukkan bahwa arus
berpengaruh terhadap keberadaan Halobates sp bila dibandingkan dengan
parameter yang lain. Pada stasiun dengan kepadatan Halobates sp besar
merupakan tempat pertemuan arus. Kepadatan Halobates sp yang besar di
temukan pada Stasiun 1 dan 2 dimana suhu perairan tinggi yaitu diatas 30°C, hal
ini menunjukkan Halobates sp memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi
terhadap suhu dibandingkan dengan wilayah sub tropis.
5.2. Saran
Penelitian mengenai insekta laut, khususnya Halobates sp masih jarang di
Perairan Indonesia. Sehingga disarankan untuk penelitian selanjutnya dilakukan di
Perairan Indonesia dengan stasiun yang lebih banyak untuk mengetahui
distribusinya dengan pengamatan parameter lingkungan yang lebih lengkap dan
45
45
pada musim yang berbeda, mengingat Halobates sp merupakan spesies yang
dipengaruhi banyak faktor lingkungan.
46
pada musim yang berbeda, mengingat Halobates sp merupakan spesies yang
dipengaruhi banyak faktor lingkungan
47
DAFTAR PUSTAKA
Andersen,N.1976. Biologogy and Biology http://www.zmuc.dk/entoweb/Halobates/HALOBAT3.HTM (21Mei 2008) Andersen,N.1992. Distribution of Sea Skaters http://www.zmuc.dk/entoweb/Halobates/HALOBAT4.HTM (21Mei 2008) Andersen,N.1994. Distribution of Sea Skaters http://www.zmuc.dk/entoweb/Halobates/HALOBAT4.HTM (21Mei 2008) Andersen,N.1999. Distribution of Sea Skaters http://www.zmuc.dk/entoweb/Halobates/HALOBAT4.HTM (21Mei 2008) Andersen,N.2002. Illustrated key to the sea skaters, Halobates, and allied genera http://www.zmuc.dk/entoweb/Halobates/HALOKEY1.HTM (21Mei 2008) Arinardi.O.H, dan A. Sutomo. Kisaran Kelimpahan dan Komposisi Plankton
Predominan di Perairan Kawasan Timur Indonesia. LIPI. Jakarta. 61 p. Balai Penelitian dan Penerapan Teknologi. 2007.Mirai Cruise Report MR 06-05
Leg 3. Indonesia Borror, J,D and S.Delong.2005. Introduction to the Study of Insects.7th.
Thompson Press. Australia. Cheng,L. 1985.Distribution of Sea Skaters http://www.zmuc.dk/entoweb/Halobates/HALOBAT4.HTM (21Mei 2008) Cheng,L. 1989. Phylogeography of Ocean Striders http://www.zmuc.dk/entoweb/Halobates/HALOPHYL.HTM(21Mei 2008) Hoback,W. Halobates life http://cgi.unk.edu/hoback/marineinsects /halobateslife.htm (16 juli 2008) Hoback,W. Halobates map http://cgi.unk.edu/hoback/marineinsects/halobatmap.htm (16 juli 2008) Hoback,W. Marine Insect Home Page. http://cgi.unk.edu/hoback/marineinsects/marineinsects.htm (16 Juli 2008) Hoback,W. Nutrition http://cgi.unk.edu/hoback /marineinsects /nutrition. htm (16 Juli 2008) Kementrian Lingkungan Hidup. 2004. KepMen LH no 51
48
Legendre, L dan P. Legendre. 1983. Numerical Ecology. Elseiver Scientifis Publishing Company,Amsterdam. 419 p.
Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi : Alih Bahasa Tjahjono Samingan .Edisi
Ketiga Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Romimohtarto,K dan S.Tayib.1987. Kondisi Lingkungan Pesisir dan Laut di
Indonesia. LIPI.Jakarta. Romimohtarto, K dan S Juwana. 2001. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan tentang
Biota Laut. Djambatan.Jakarta. Romimohartato,K. 2007. KUALITAS AIR DALAM BUDIDAYA LAUT http://masantos.wordpress.com/2007/02/28/kualitas-air-dalam-budidaya-
laut (8Juni 2008) Schulz.M, and Baldes.1989. The sea-scater Halobates micans : an open oean
bioindicator for cadmium distribution in Atlantic surface waters. Marine Biology. 102 :211-215.
Tarumingkeng,R.C. 1992. Dinamika Pertumbuhan Populasi Serangga. IPB Press,
Bogor. Wyrtki, K. 1961. Physical Oceanography of The Southeast Asian Waters. Naga
Report. Volume 2. The University of California. La Jolla, California.
49
Lampiran 1. Sebaran arus permukaan rata-rata pada 6 stasiun penelitian.
129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139-1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0km 111.2km 222.4km
Kecepatan Arus Permukaan
3.3787384851701E-010143.1234981715
PETA PROFIL ARUS PERMUKAAN PADA 7 STASIUN PENELITIAN
Insert
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 4
Stasiun 5
Stasiun 6
51
Lampiran 3. Sebaran salinitas permukaan pada 6 stasiun penelitian
129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139-1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
33.9433.9633.983434.0234.0434.0634.0834.134.1234.1434.1634.1834.234.2234.2434.2634.2834.334.3234.34
0KM 111.2KM 222.4KM
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 4
Stasiun 5
Stasiun 6
.
52
Lampiran 4. Sebaran suhu permukaan pada 6 stasiun penelitian
129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139-1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0KM 111.2KM 222.4KM
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 4
Stasiun 5
Stasiun 6
28.7
28.8
28.9
29
29.1
29.2
29.3
29.4
29.5
29.6
29.7
29.8
29.9
30
53
Lampiran 5. Alat yang digunakan dalam penelitian
Perhitungan Halobates sp Ruang inkubasi Halobates sp
ORI NET Laboratorium
Proses pengambilan Halobates sp CTD SBE 911 Plus