1
Tiga Kunci Sukses Menjadi Orang Bertakwa
Di Bulan Ramadhan
Khutbah Pertama:
.
:
.
Ibâdallâh,
Allah ‘Azza wa Jalla telah mewajibkan ibadah puasa bulan
Ramadhan atas umat Islam, sebagaimana Allah ‘Azza wa Jalla juga telah
mewajibkannya atas umat-umat sebelumnya.
Fakta ini membuktikan betapa ibadah puasa sangat penting bagi kehidupan beragama setiap umat. Karena itu, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
2
“Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan ibadah puasa atas kamu sebagaimana telah diwajibkan atas umat-umat sebelum kamu, agar kamu menjadi
orang-orang yang bertakwa.” (QS Al Baqarah/2:183).
Telah sekian kali kita berpuasa Ramadhan, walau demikian hingga kini nilai-nilai takwa dalam diri kita seakan tidak pernah bertambah. Padahal pada ayat di atas, Allah ‘Azza wa Jalla telah menegaskan bahwa dengan
berpuasa idealnya kita menjadi orang-orang yang bertakwa. Mungkinkah ayat di atas tidak lagi relevan dengan kondisi kehidupan umat manusia di
zaman ini? Tentu sebagai seorang Muslim, kita meyakini bahwa ayat-ayat Alquran senantiasa relevan dengan berbagai perkembangan zaman hingga
Hari Kiamat.
Hanya ada satu kemungkinan atau jawaban atas kondisi yang sedang terjadi pada diri kita saat ini. Adanya kekurangan dan khilaf dalam
menjalankan ibadah puasa, sehingga nilai-nilai takwa kurang kita rasakan walaupun kita telah berpuasa untuk sekian lamanya.
Fenomena yang ada pada diri kita ini sudah sepantasnya cepat-
cepat kita benahi, agar segera terjadi perubahan ke arah yang positif. Harapannya, puasa bulan Ramadhan yang akan datang, semoga kita masih berkesempatan mendapatkannya- kondisi kita telah berubah.
Sebatas renungan saya yang terbatas ini, ada tiga pelajaran penting yang dapat kita petik dari ibadah puasa agar nilai-nilai takwa segera terwujud dalam diri kita:
Pertama: Puasa Adalah Media Training Center Bagi Pola Pikir Dan
Perilaku Umat Islam.
Dalam kondisi haus dan lapar di siang hari selama bulan Ramadhan, seakan semua makanan dan minuman terasa lezat dan segar.
Tak ayal lagi, bayangan menikmati lezat dan segarnya berbagai makanan mendorong kita untuk membuatnya dan membelinya. Bahkan sering kali
kita hanyut dalam badai ambisi untuk menguasai semuanya seorang diri. Akibat dari sikap hanyut dalam badai ambisi ini, sering kali kita lupa
daratan, sehingga membuat makanan melebihi dari kebutuhan.
Namun ketika matahari telah terbenam, hanya sedikit yang kita konsumsi dan bahkan banyak dari makanan yang terlanjur dibuat atau dibeli
tidak tersentuh sama sekali.
Bahkan lebih parah dari itu, sebagian kita walaupun tetap bernafsu untuk makan, hingga seluruh rongga perutnya penuh, namun tetap saja masih tersisa hidangan yang melebihi apa yang telah ia konsumsi.
3
Perilaku semacam inilah salah satu faktor yang menjauhkan nilai-nilai takwa dari diri kita. Andai selama bulan puasa kita meluangkan waktu
sedikit saja untuk memikirkan sikap yang benar dalam hal makan dan minum, niscaya kita terhindar dari kondisi-kondisi semacam yang
diungkapkan di atas.
Untuk urusan makan dan minum, sejatinya yang benar-benar kita butuhkan jauh dari yang selama ini kita makan. Dan tentunya jauh dari apa
yang selama ini kita olah atau kita beli. Buktinya, setiap hari kita membuang atau paling kurang terpaksa menyingkirkan banyak makanan hingga
akhirnya rusak atau basi.
Andai kita semua mengindahkan teladan Nabi shallallâhu ‘alaihi wa
sallam dalam urusan makan dan minum, niscaya kita semua menjadi orang-
orang yang bertakwa. Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidaklah anak Adam memenuhi tempat yang lebih buruk daripada perutnya,
ukuran bagi (perut) anak Adam adalah beberapa suapan yang hanya dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika jiwanya menguasai dirinya, maka sepertiga
untuk makanan, sepertiga untuk minum dan sepertiga untuk bernafas.” (HR Ibnu
Majah dari Al-Miqdam bin Ma’di Kariba, Sunan ibn Mâjah, juz IV, hal. 448,
hadits no. 3349).
Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengajarkan bahwa dalam urusan
makan, kita dihadapkan kepada tiga hal:
1. Ambisi. 2. Kemampuan memakan atau memiliki.
3. Kebutuhan yang sejati.
Hadits ini mengajarkan kepada kita agar dalam urusan makan dan minum kita mengikuti standar kebutuhan dan tidak menuruti kemampuan apalagi ambisi.
Untuk urusan kemampuan memakan, masing-masing perut kita memiliki daya tampung yang berbeda-beda, dan masing-masing kita mampu untuk memenuhi seluruh ruang perut kita. Namun, Anda juga sadar bahwa
penuhnya ruang perut Anda pastilah mendatangkan masalah, bahkan menjadi ancaman tersendiri bagi kesehatan kita.
4
Demikan juga bila kita berbicara tentang ambisi, maka setiap dari kita memiliki ambisi masing-masing. Dan saya yakin Anda sendiri juga tidak
memiliki batasan yang jelas apalagi menghentikan ambisi Anda terhadap makanan lezat dan minuman enak.
Kalaupun Anda telah menikmati makanan dan minuman yang
paling lezat, namun tetap saja ambisi Anda terus melaju. Selama hayat masih di kandung badan, Anda pasti masih berselera dan berambisi untuk
menikmati makanan dan minuman yang lezat. Hanya ada satu hal yang dapat menghentikan ambisi kita, yaitu ajal alias kematian.
Kondisi serupa juga terjadi pada ambisi kita pada ambisi kita
terhadap berbagai kenikmatan dunia lainnya. Karena itu Rasulullah
shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Andai manusia telah memiliki dua lembah emas, niscaya ia masih berambisi untuk memiliki lembah ketiga. Dan tiada yang daat memenuhi mulut (menghentikan ambisi) manusia selain tanah kuburannya. Sedangkan Allah senantiasa menerima
taubat setiap orang yang sadar dan kembali kepada-Nya.” (HR al-Bukhari dari
Abdullah bin Abbas, Shahîh al-Bukhâriy, juz VIII, hal. 115, hadits no. 6436
dan Muslim dari Anas bin Malik, Shahîh Muslim, juz III, hal. 999, hadits no.
2462 at-Tirmidzi dari Anas bin Malik, Sunan at-Tirmidzi, juz IV, hal. 569,
hadits no. 2337).
Setiap sore hari, selama bulan puasa, Anda senantiasa berhadapan
dengan ketiga hal di atas. Dan akhirnya sering kali Anda terpaksa berhenti pada batas kebutuhan Anda. Betapa tidak, setelah Anda meneguk segelas air
sekejap, ambisi Anda dan kemampuan Anda seakan sirna. Ternyata segelas minuman mampu menjadikan Anda berpikir dengan jernih tentang makanan dan minuman. Sejatinya, makanan yang Anda butuhkan jauh lebih sedikit
dari yang mampu Anda sajikan, apalagi dari yang Anda bayangkan.
Andai pelajaran penting ini benar-benar Anda hayati dan terapkan dalam hidup Anda, niscaya Anda menjadi orang yang bertakwa. Dengan
semangat puasa ini, Anda mampu membedakan antara kemampuan dan kebenaran. Ternyata dalam hidup di dunia ini, kita semua dituntut untuk
membedakan antara kebenaran dengan kemampuan apalagi ambisi. Tidak semua yang kuasa kita lakukan kemudian kita lakukan. Sebagai orang yang
bertakwa, kita berpikir jernih dalam setiap kondisi sehingga senantiasa bersikap dengan benar dan berguna dalam setiap kondisi.
5
Pendek kata, dengan semangat puasa kita senantiasa sanggup mengontrol ucapan dan perbuatan kita. Anda senantiasa menimbang ucapan
dan perbuatan Anda, walaupun dalam kondisi sulit, semisal ketika emosi Anda dipancing atau harga diri Anda dinodai orang lain.
Dahulu Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam memberikan arahan
kepada umatnya melalui hadits qudsi berikut:
“Ibadah puasa adalah sebuah perisai, sehingga bila engkau sedang berpuasa hendaknya engkau menghindari perbuatan keji, dan berteriak-teriak. Bila ada seseorang yang mencelamu, atau memusuhimu, hendaknya engkau (menahan diri
dan) berkata kepadanya, “Sesungguhnya aku orang yang sedang berpuasa”. (HR al-
Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, juz III, hal. 34, hadits no. 1904 dan Muslim,
Shahîh Muslim, juz III, hal. 157, hadits no. 2762 dari Abu Hurairah).
Andai pengalaman-pengalaman yang terulang setiap kali berbuka
puasa ini Anda terapkan pada setiap aspek kebutuhan Anda di dunia ini, niscaya Anda menjadi orang yang benar-benar bertakwa. Namun, apa boleh
dikata bila ternyata selama ini pelajaran berharga ini selalu berlalu begitu saja, dan bahkan sering kali Anda keluhkan untuk kemudian Anda lupakan. Wallahul Musta’an.
Kedua: Berpuasa Hanya Di Siang Hari.
Seluruh umat Islam di berbagai belahan bumi sepakat bahwa puasa
dalam Islam hanya dijalankan pada siang hari. Sedangkan pada malam hari, umat Islam masih tetap bebas untuk makan dan minum. Hal ini selaras
dengan firman Allah ‘Azza wa Jalla berikut:
“Maka, sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang
6
hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.”
(QS Al-Baqarah/2: 187).
Ketentuan berpuasa pada siang hari sepanjang sejarah Islam tidak
pernah ada yang menggugatnya. Padahal zaman telah berkembang, dan tuntutan perkembangan zaman semakin kompleks. Walau demikian, tetap
saja umat Islam sepakat bahwa puasa dalam Islam hanya bisa dijalankan pada siang hari, sedangkan pada malam hari semuanya berhenti dari berpuasa. Semua umat Islam dalam urusan ini menerima dan patuh
sepenuhnya dengan ketentuan yang diajarkan dalam al- Qur`an dan Sunnah, tanpa ada rasa keberatan sedikit pun. Sebagaimana puasa wajib hanya
dijalankan di bulan Ramadhan, dan pada hari pertama bulan Syawal seluruh umat Islam merayakan Idul Fitri dengan menikmati makanan dan minuman
alias berhenti dari berpuasa.
Maha Besar Allah ‘Azza wa Jalla yang telah menjadikan berhenti
dari makan dan minum di bulan Ramadhan sebagai ibadah dan sebaliknya
menjadikan makan dan minum sebagai ibadah pada hari raya. Adanya perbedaan hukum makan dan minum ini menjadi bukti dan pelajaran penting bagi umat Islam agar dalam hidup terlebih dalam urusan ibadah
sepenuhnya berserah diri dan patuh kepada tuntunan syariat Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam .
Karena itu salah satu indikator ibadah puasa yang baik adalah
dengan menyegerakan berbuka puasa dan mengakhirkan sahur. Salah satu hikmah dari ketentuan ini ialah untuk semakin mengukuhkan arti kepatuhan
kepada perintah Allah ‘Azza wa Jalla dan Rasul-Nya n . Ketika fajar telah
terbit seketika itu pula Anda berhenti dari makan dan minum, walaupun
Anda masih berselera untuk makan atau minum. Sebaliknya, ketika matahari terbenam, saat itu pula Anda berhenti puasa, walau Anda masih
kuat dan mungkin merasa lebih mantap atau hebat bila meneruskan puasa hingga malam. Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Umat Islam akan senantiasa berjaya selama mereka menyegerakan buka puasa
mereka.” (HR al-Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, juz III, hal. 47, 1957 dan
Muslim, Shahîh Muslim, juz III, hal. 131, hadits no. 2608 dari dari Sahl bin
Sa’d).
Ibadah puasa Ramadhan seyogyanya menumbuhkan kesadaran untuk patuh sepenuhnya dengan syariat Allah dalam segala aspek kehidupan
kita. Hanya dengan cara inilah nilai-nilai takwa yang sejati dapat terwujud dalam diri Anda. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
7
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) diantara mereka
ialah ucapan.” “Kami mendengar dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS An-Nûr/24: 51).
Ketiga: Berpuasa Hanya Karena Allah ‘Azza wa Jalla.
Ibadah puasa dengan menahan lapar dan haus semakin membuktikan betapa besar karunia Allah ‘Azza wa Jalla kepada umat
manusia yang telah memberikan rezki makanan dan minuman. Nikmat Allah ‘Azza wa Jalla berupa makanan dan minuman semakin terasa nikmat di
bulan Ramadhan, sehingga wajar bila bisnis kuliner di bulan Ramadhan laris manis.
Namun senikmat apapun makanan yang Anda miliki dan sesegar
apapun minuman yang ada di hadapan anda, semuanya Anda tinggalkan sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.
Anda melakukan itu semua bukan karena sedang sakit, atau tidak
mampu membelinya atau telah bosan mengkonsumsinya. Semua itu Anda lakukan hanya keran mengharapkan pahala dari Allah ‘Azza wa Jalla . Inilah
satu-satunya semangat dan motivasi Anda dalam menjalankan ibadah puasa, sebagaimana ditegaskan dalam hadits qudsi berikut:
“Allah Ta’âla telah berfirman: "Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali
shaum, sesungguhnya shaum itu untuk Aku dan Aku sendiri yang akan memberi balasannya. Dan shaum itu adalah benteng, maka apabila suatu hari seorang dari
8
kalian sedang melaksanakan shaum, maka janganlah dia berkata rafats dan bertengkar sambil berteriak. Jika ada orang lain yang menghinanya atau mengajaknya berkelahi maka hendaklah dia mengatakan 'Aku orang yang sedang
shaum. Dan demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tanganNya, sungguh bau
mulut orang yang sedang shaum lebih harum di sisi Allah Ta'âla dari pada harumnya minyak misik. Dan untuk orang yang shaum akan mendapatkan dua
kegembiraan yang dia akan bergembira dengan keduanya, yaitu apabila berbuka dia bergembira dan apabila berjumpa dengan Rabnya dia bergembira disebabkan 'ibadah
shaumnya itu.” (HR al-Bukhari, Shahîh al-Bukhâriy, juz III, hal. 34, hadits no.
1904 dan Muslim, Shahîh Muslim, juz III, hal. 157, hal. 2762, dari Abu
Hurairah).
Demikianlah seharusnya kita bersikap selama hidup di dunia. Semua aktivitas kita, baik ucapan atau perbuatan ditujukan hanya untuk
Allah ‘Azza wa Jalla:
“Katakanlah: Sesungguhnya salat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada
Allah).” (QS Al-An’âm/6: 162-163).
.
Khutbah Kedua:
9
.
:
.
Ibâdallâh,
Anda menyadari bahwa segala bentuk keuntungan dunia hanyalah semu dan sesaat lagi pastilah Anda tinggalkan. Sebagaimana Anda juga
beriman bahwa segala manfaat dan mudharat ada di Tangan Allah ‘Azza wa
Jalla . Kesadaran ini menjadikan Anda pupus pamrih dari selain Allah ‘Azza
wa Jalla.
“Maha Suci Allah yang telah menurunkan al-Furqan (Alquran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam, yang kepunyaan-Nya-lah
kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan (Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan
Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (QS Al-Furqân/25:
1-2).
Pada saat yang sama, Anda juga beriman sepenuhnya bahwa keberadaan Anda di dunia ini untuk mengabdikan diri kepada Allah ‘Azza wa
Jalla. Hanya dengan pengabdian kepada Allah ‘Azza wa Jalla inilah hidup
Anda menjadi berarti.
10
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku
tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan.” (Adz-Dzâriyât/51: 56-
57)
Andai ketiga hal di atas benar-benar Anda aplikasikan dalam hidup anda, niscaya Anda menjadi orang yang bertakwa kepada Allah ‘Azza wa
Jalla. Semoga Allah ‘Azza wa Jalla membenahi kondisi kita, dan memberikan
kesempatan untuk menikmati indahnya puasa bulan Ramadhan di masa-
masa yang akan datang.
Āmîn. Wallâhu Ta’âla A’lam..
.
]
)) .
11
.
.
.
12
.
.
{
(Disampaikan dalam Khutbah Jumat, di Masjid Ash-Shiddiq, Kadipaten
Kidul, Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Kraton, Yogyakarta, oleh: Muhsin
Hariyanto. Diadaptasi dari majalah As-Sunnah, Edisi 02/Tahun
XVIII/1435H/2014)