Download - TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN …
TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN
MASYARAKAT BETAWI
(Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
(S.Pd)
Oleh :
Lita Jamallia
1110015000053
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M/1435 H
i
ABSTRAK
Lita Jamallia (NIM: 1110015000053). Tradisi Buka Palang Pintu Pada
Pernikahan Masyarakat Betawi (Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta
Selatan)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tradisi buka palang pintu pada
pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta
Selatan. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni 2014 dan berakhir pada
bulan Oktober 2014.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan
teknik pengambilan sampel yaitu purposive sampling sebanyak 10 orang.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah wawancara, observasi dan
dokumentasi. Sedangkan teknik yang digunakan untuk pemeriksaan keabsahan
data yaitu menggunakan teknik trianggulasi metode dan trianggulasi sumber.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa adat pernikahan masyarakat
Betawi di Tanjung Barat sudah tidak mengikuti adat Betawi aslinya. Namun
tradisi buka palang pintu yang dilaksanakan sebelum akad pernikahan masih
digunakan oleh sebagian besar masyarakat Betawi di Tanjung Barat. Beberapa
masyarakat Betawi yang tidak menggunakan tradisi ini, dikarenakan dana yang
dikeluarkan cukup besar. Tradisi buka palang pintu yang berkembang saat ini
hanya digunakan sebagai simbol kesenian dalam acara adat pernikahan
masyarakat Betawi. Isi dalam tradisi buka palang pintu di Tanjung Barat meliputi
seni rebana, seni silat, seni pantun, dan pembacaan irama sikeh. Makna yang
penting dari tradisi buka palang pintu bagi masyarakat Betawi yaitu calon suami
harus mengerti agama, dapat melindungi istri dan keluarganya dari bahaya,
berguna bagi nusa dan bangsa serta sebagai penghormatan untuk calon mempelai
perempuan.
Kata Kunci: Tradisi, Buka Palang Pintu, Pernikahan, Masyarakat, Betawi.
ii
ABSTRACT
Lita Jamallia (NIM: 1110015000053). Betawi’s Marriage Tradition of ‘Buka
Palang Pintu’ (Case Study on Tanjung Barat area of South Jakarta)
The goal of this research is to understand better about Tradition of Buka
Palang Pintu during opening ceremony of Betawi’s Marriage especially at
Tanjung Barat, Jagakarsa, South Jakarta. The research is conducted on June until
October 2014.
Descriptive Cumulative method is taken during this research and using
purposive sampling with 10 persons. Interviewing, Observating and taking
documentation are used as the research instruments. And the validation of data
sampling is using triangulation method, souce triangulation.
The result of this research showed Betawi’s Marriage tradition at Tanjung
Barat is a little bit different from its origin. Some of them still perform Buka
Palang Pintu opening ceremony of main wedding and some are not due to the cost
is considered too expensive for them. Most of the time, performing the tradition of
Buka Palang Pintu is considered only as symbolic art act during Betawi’s
marriage ceremony. The composition of Buka Palang Pintu performance are
musical art of rebana, martial art of silat, art of pantun (poet battle) and singing
sikeh. The explicit meaning of the performance itself is a reminder for marriage
couple, especially for male bride (the future husband), to understand the value
and obligation of his religion, protecting his future wife and family from any
dangerous threat and serving to community and country, also to offer compliment
to female bride.
Keywords: Tradition, Performance of Palang Pintu , Marriage, People, Betawi.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
serta karunia-Nya yang tiada batas sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik. Solawat dan salam semoga selalu tercurahkan atas baginda besar
Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, yang telah memberikan
tauladan kepada seluruh umat muslim
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Dalam penulisan skripsi ini, tidak
sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis jumpai, namun syukur Alhamdulillah
berkat Rahmat dan Hidayah-Nya, kesungguhan, kerja keras dan kerja cerdas
disertai dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik yang langsung maupun
tidak langsung, segala kesulitan dapat teratasi dengan sebaik-baiknya yang pada
akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan.
Oleh sebab itu, sudah sepantasnya pada kesempatan kali ini penulisan
ingin mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada :
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Nurlena Rifa’i, MA. Ph.D.
2. Ketua Jurusan Pendidikan IPS Dr. Iwan Purwanto, M.Pd dan
Sekertaris jurusan, sekaligus dosen pembimbing Drs. H. Syaripulloh,
M.Si yang telah tulus dan ikhlas memberikan bimbingan, kemudahan,
bantuan serta motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.
3. Seluruh dosen IPS, Drs. H. Nurochim, M.M selaku pembimbing
akademik, Moch. Noviadi Nugroho, M.Pd, Dr. Muh. Arif, M.Pd, Dr.
Teuku Ramli Zakaria, MA, Dr. Ulfah Fajarini, M.Si, Cut Dhien
Nourwahida, MA dan semua dosen yang telah memberikan banyak
sekali ilmu serta motivasi di dalam dunia pendidikan.
4. Kedua orang tua tercinta, ibunda Siti Masitoh dan ayahanda
Jamaluddin yang telah mendukung dan memberikan seluruh perhatian
dan kasih sayang yang tidak terhingga, serta kepada adikku ( Dody Al-
Faiez) yang selalu memberikan semangat.
iv
5. Kepada masyarakat Betawi Tanjung Barat dan kepada pendiri palang
pintu bapak H. Zainuddin, Fauzan, dan Akmaluddin. Terimakasih atas
ilmu, dukungan dan motivasinya.
6. Teman-teman seperjuangan 2010. Keluarga Sosio-Antro, Ekonomi,
dan Geografi. Semoga persahabatan kita terus terjalin dan kelak kita
dapat berguna bagi nusa dan bangsa.
7. Kepada sahabat dan kerabat, Usniyah, Rima, Maya, Dine, Anita,
Febrianto, Ibnu, Ardi, Pupuy, Marini, Desti Ika, Ajeng, Wina, Nur,
Saza Kamilah, ka Maro, papa dan mama Ilham dan seluruh keluarga
CRMC, teman-teman HMJ IPS terimakasih do’a dan bantuannya,
semoga persahabatan kita dapat terus terjalin dengan baik dan tak
lekang oleh waktu.
8. Anak-anak remaja amanah, Muhammad Rohaefi, Arif, Yudha, Anggi,
Uci, Dian, Tira, Nurul, Syifa, Rika, ka Reza, Mira dan lainnya,
terimakasih atas support dan do’anya.
9. Ucapan terimakasih sedalam-dalamnya kepada Muhammad Ahsanul
umam, seseorang yang spesial yang selalu mensupport dan memotivasi
dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
terimakasih atas do’a dan bantuannya.
Mudah-mudahan amal baik dari semua pihak yang telah membimbing dan
membantu penulis mendapat balasan yang berlimpah ruah dari ALLAH SWT,
Amiin. Semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca
pada umumnya. Jazakumullah Khairon Katsiiron.
Jakarta, November 2014
Penulis
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI SIDANG
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
ABSTRAK ....................................................................................................... i
ABSTRACT ....................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 8
C. Pembatasan Masalah ...................................................................... 8
D. Perumusan Masalah ....................................................................... 9
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 9
BAB II KAJIAN TEORI
A. Masyarakat Betawi ......................................................................... 10
1. Definisi Masyarakat ................................................................. 10
2. Masyarakat sebagai tempat antar hubungan sosial .................. 12
a. Kelompok primer dan sekunder ......................................... 12
b. In Group dan Out Group .................................................... 12
c. Gemeinschaft dan Gesellschaft .......................................... 12
d. Formal Group dan Informal Group .................................... 12
e. Comunity ............................................................................ 13
f. Masyarakat desa dan Masyarakat Kota ............................. 13
vi
g. Kerumunan dan Publik ...................................................... 13
3. Masyarakat Betawi .................................................................. 14
B. Pernikahan ...................................................................................... 19
1. Pengertian Pernikahan ............................................................. 19
2. Dasar Hukum Perkawinan ...................................................... 23
3. Rukun Pernikahan ................................................................... 24
4. Manfaat Menikah .................................................................... 25
5. Pernikahan masyarakat Betawi ............................................... 25
C. Tradisi Buka Palang Pintu .............................................................. 30
1. Pengertian Tradisi .................................................................... 30
2. Buka Palang Pintu ................................................................... 31
D. Penelitian Relevan ......................................................................... 36
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 38
B. Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................... 39
C. Metode Penelitian ................................................................................. 39
D. Prosedur Pengumpulan Data ................................................................ 41
1. Data Primer ................................................................................... 41
2. Data Sekunder ............................................................................... 41
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 42
1. Observasi ....................................................................................... 42
2. Wawancara .................................................................................... 43
3. Dokumentasi ................................................................................. 44
F. Instrumen Penelitian ............................................................................. 44
G. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data ................................. 46
H. Teknik Pengolahan dan analisis Data ................................................... 48
1. Reduksi Data ................................................................................. 48
2. Penyajian Data ............................................................................... 48
3. Verifikasi ....................................................................................... 49
vii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data ...................................................................................... 50
1. Letak Geografis Wilayah dan Kependudukan ............................... 50
2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Tanjung Barat ..................... 52
a. Kesehatan ................................................................................ 52
b. Rumah Ibadah ......................................................................... 54
c. Pendidikan ................................................................................ 53
d. Tempat Olahraga ...................................................................... 56
3. Kebudayaan dan Agama Yang dianut Masyarakat Tanjung Barat 56
B. Pembahasan ......................................................................................... 57
1. Sejarah Awal Tradisi Buka Palang Pintu di Tanjung Barat ........... 57
2. Tahapan prosesi buka palang pintu pada acara pernikahan
masyarakat Betawi di Tanjung Barat ............................................. 59
3. Pandangan tentang tradisi buka palang pintu menurut
masyarakat Tanjung Barat ............................................................. 65
4. Nilai-Nilai edukatif yang dapat diambil dari buka palang pintu..........69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................................... 71
B. Saran ..................................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 73
LAMPIRAN - LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Instrumen Wawancara Tokoh dan Masyarakat
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Wawancara Pendiri Palang Pintu
ix
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Pedoman Observasi
LAMPIRAN 2 Pedoman Wawancara
LAMPIRAN 3 Hasil Observasi
LAMPIRAN 4 Hasil Transkip Wawancara
LAMPIRAN 5 Dokumentasi
LAMPIRAN 6 Surat Permohonan Izin Penelitian
LAMPRAN 7 Surat Izin Penelitian Dari Kelurahan Tanjung Barat
LAMPIRAN 8 Lembar Uji Referensi
LAMPIRAN 9 Biodata Penulis
x
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 4.1 Peta wilayah kelurahan Tanjung Barat.
GAMBAR 4.2 Pengiringan calon pengantin laki-laki dengan anggota
marawis di RT 04/01, kelurahan Tanjung Barat.
GAMBAR 4.3 Calon pengantin laki-laki diiringi jawara atau anggota
pencak silat di RT 04/01, kelurahan Tanjung Barat.
GAMBAR 4.4 Calon Pengantin Laki-laki diiringi oleh ondel-ondel dan
kembang kelapa di RT 03/06, kelurahan Tanjung Barat.
GAMBAR 4.5 Pembacaan salam dan dialog pantun.
GAMBAR 4.6 Menunjukkan jurus pukulan untuk membuka palang pintu.
GAMBAR 4.7 Menunjukkan alat yang digunakan toya dan golok.
GAMBAR 4.8 Pembacaan Sikeh.
GAMBAR 4.9 Menunjukkan pihak laki-laki dipersilahkan masuk oleh
pihak perempuan.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan satu negara kepulauan di Asia Tenggara yang
wilayahnya sangat luas, meliputi berbagai macam pulau-pulau dari Sabang
sampai Marauke, dengan penduduknya yang terdiri atas berbagai macam
suku bangsa (etnis) dengan bahasa, adat istiadat dan budaya yang berbeda-
beda. Adat istiadat serta budaya tersebut merupakan peninggalan nenek
moyang dan masih dilakukan sampai saat ini.
Indonesia memiliki beragam budaya sebagai hasil dari akulturasi
sejumlah kebudayaan, yang meliputi kurun waktu masa lalu, masa kini, dan
masa datang, tercermin fakta yang tidak dapat dipungkiri, yaitu Indonesia
adalah bangsa multi etnik dan multi budaya. Hal tersebut merupakan
keunggulan yang tidak dimiliki bangsa atau negara di dunia ini.
Jakarta adalah ibu kota negara Indonesia, dan menjadi pusat dari
sistem nasional Indonesia dengan segala pranata-pranata dan
pengorganisasiannya.1 Jakarta merupakan pusat pemerintahan negara
Indonesia dan juga merupakan pusat administrasi pemerintahan nasional
Indonesia, tempat bermukimnya perwakilan-perwakilan negara dan badan-
badan serta perusahaan-perusahaan asing. Sebagai ibu kota negara Indonesia,
Jakarta menjadi muara mengalirnya pendatang baru dari seluruh penjuru
Nusantara dan dunia.
Jakarta berkembang dari interaksi antar-berbagai ragam kebudayaan
etnis di kawasan Nusantara dengan hampir seluruh kebudayaan tinggi dunia,
yaitu India, Cina, Islam, dan Eropa.2 Sebagai jantung Negara Republik
Indonesia, Jakarta sekarang bukan hanya sebagai pusat kegiatan perdagangan
1 Parsudi Suparlan, Masyarakat & Kebudayaan Perkotaan Perspektif Antropologi
Perkotaan, (Jakarta: YPKIK, 2004), h. 160. 2 Tawalinuddin Haris, Kota dan Masyarakat Jakarta, (Jakarta: Wedatama Widya Sastra,
2007), h. 1.
2
interinsuler yang berarti jenis pertukaran barang dan jasa antar pulau, tetapi
merupakan bagian dari jaringan industri dan perdagangan internasional.
Jakarta kemudian dihuni oleh orang-orang Sunda, Jawa, Bali, Maluku,
Melayu, serta orang-orang Cina, Belanda, Arab, Portugis dan dari beberapa
daerah lainnya.3 Masyarakat kota Jakarta bukanlah masyarakat terasing atau
terpencil, tetapi sebuah masyarakat yang anggota-anggotanya adalah warga
asli dan pendatang dari seluruh penjuru tanah air serta dari berbagai penjuru
dunia. Warga Jakarta terdiri atas penduduk tetap, pendatang musiman, dan
para pengunjung yang datang untuk urusan bisnis atau dinas.
Jakarta yang merupakan perpaduan kelompok etnis dari seluruh
Nusantara, membawa adat-istiadat, gagasan-gagasan baik antar suku maupun
antar bangsa dan tradisi budaya, memberikan kota metropolitan ini
mempunyai aura tersendiri, penuh dengan kreativitas dan semangat di tengah
budaya modern. Berbagai macam masyarakat yang terdapat di Jakarta, terdiri
dari laki-laki dan perempuan yang tidak dapat dipungkiri secara alamiah
mengalami ketertarikan satu dengan lainnya.
Ketertarikan tersebut menimbulkan rasa cinta serta kasih sayang yang
terdapat di hati sanubari setiap insan dan keinginan hidup bersama adalah
tujuan yang utama. Hidup bersama di Indonesia harus melalui perkawinan
atau pernikahan. Acara perkawinan adalah hal yang paling menarik dan tak
pernah terlupakan di dalam kehidupan bagi pribadi seseorang.
Perkawinan adalah hal yang fitrah bagi manusia, sudah tertanam dan
terpatri dalam hati dan perasaan manusia baik laki-laki maupun wanita.
Keduanya saling membutuhkan guna saling menghiasi dan membagi perasaan
suka maupun duka. Hidup ini akan terasa kurang sempurna tanpa kehadiran
orang lain, menjalin kasih sayang bersama, membangun mahligai rumah
tangga yang bahagia dan lestari.4
3 Yahya Andi Saputra, Nurzain, Profile Seni Budaya Betawi (Jakarta: Dinas Pariwisata &
Kebudayaan Prov. DKI Jakarta, 2009), h. 3. 4 Musifin As’Ad, Perkawinan dan Masalahnya, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993), h.
18.
3
Dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1947 tentang perkawinan Bab 1
pasal 1 ditegaskan bahwa, perkawinan ialah “ikatan lahir bathin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”.5
Perkawinan merupakan perbuatan yang dilakukan sejak zaman Nabi
Adam AS dan dilakukan manusia secara turun temurun sampai saat ini. Hal
itu dikarenakan perkawinan merupakan salah satu pokok kebutuhan manusia
yang dituntut secara naluri. Selain itu perkawinan merupakan jalan mencari
kebutuhan dan ketentraman jiwa.
Allah menciptakan manusia terdiri atas laki-laki dan perempuan
secara alamiah mempunyai daya tarik antara satu sama lain untuk dapat hidup
bersama, bersatu-padu dengan saling berpasang-pasangan untuk membentuk
suatu ikatan lahir dan bathin dalam suatu perkawinan yang syah dengan
tujuan menciptakan suatu keluarga atau rumah tangga yang rukun, membina
kebahagiaan bersama, sejahtera dan abadi.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ar-rum ayat 21:
نكم لكم من أن فسكم أزواجا لت ومن آيته أن خلق ها وجعل ب ي مودة ورحة إن ف ذلك سكنوا إلي رو لآيت لقوم ي ت فك
Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kebesaran karunia-Nya (Allah)
dikaruniakannya bagimu dari jenismu sendiri pasangan hidup (istri /
suami) agar kamu merasa tentram dengannya...” (Q.S. Ar-Rum: 21).6
Dari ayat di atas dapat kita pahami bahwa perkawinan merupakan
sunatullah yang menyatukan dua insan manusia yang terdiri dari laki-laki dan
perempuan agar merasa tentram dan damai dalam menjalani kehidupan serta
5 Djoko Prakoso, Asas-Asas Hukum Perkawinan Di Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara
Jakarta, 1987), h. 3. 6 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid Warna, Terjemah Perkata, Terjemah Inggris,
(Bekasi: Cipta Bagus Sagara, 2012), h. 406.
4
bertujuan untuk mempunyai keturunan yang memang menjadi kebutuhan
hidup agar mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dalam peristiwa perkawinan selalu terjalin dengan harmonis
ketentuan-ketentuan menurut hukum, agama, dan adat istiadat sebagai
lembaga tak tertulis. Upacara adat dalam perkawinan sering dilaksanakan
oleh masyarakat meskipun dalam bentuk yang sangat sederhana sekali.
Pada perkawinan adat pengantin Jawa menurut Thomas Wiyasa,
“pemuda Jawa pada umumnya bebas untuk memilih jodoh, namun ada juga
yang dijodohkan atau dipilih oleh orang tua dengan yang masih ada hubungan
keluarga, dinamakan nuntumake balung pisah artinya menyatukan kembali
tulang-tulang yang sudah terpisah”.7 Maksudnya adalah menyatukan kembali
hubungan keluarga yang jauh.
Selanjutnya tata upacara perkawinan adat Sunda, pada waktu
persiapan perkawinan mempunyai keistimewaan dan keunikan. Tercermin
sifat positif, yaitu selalu mempergunakan cara bermusyawarah dalam setiap
pengambilan keputusan, serta sifat lemah lembut tutur bahasanya.
Perkawinan adat sunda merupakan perpaduan antara unsur sifat, karakter,
kepercayaan dan agama, yang saling menopang sehingga tercipta manusia
yang berbudi luhur.8
Sebagai suatu kelompok etnis, Orang Betawi memang memiliki
berbagai corak dan ragam budayanya yang meliputi berbagai sektor
kehidupan, salah satunya adalah upacara atau tata cara perkawinan. Peristiwa
perkawinan merupakan momentum yang dianggap penting dalam lingkungan
individu anggota masyarakatnya.
Oleh karena itu perkawinan Betawi menurut Muhasim adalah “salah
satu peristiwa sangat penting dalam kehidupan masyarakat, terutama pada
masyarakat Betawi. Itu dilihat dari persiapan mulai dari acara sebelum
7 Thomas Wiyasa, Upacara Perkawinan Adat Jawa, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan,
1995), h. 14. 8 Thomas Wiyasa, Upacara Perkawinan Adat Sunda, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan,
1994), h. 10.
5
perkawinan ataupun setelah perkawinan diatur sedemikian rupa”.9
Perkawinan menandai suatu saat peralihan dari usia remaja ketingkat hidup
yang lebih dewasa dan bertanggung jawab yaitu dengan membentuk keluarga.
Upacara perkawinan menempati posisi yang sakral dalam rangkaian
proses yang dijadikan falsafah bagi masyarakat Betawi. Dalam tatanan
masyarakat Betawi yang religius, proses kelahiran, perkawinan, dan kematian
merupakan satu rangkaian yang harus dilewati dan dilengkapi dengan
serangkaian upacara atau prosesi adat.
Suku Betawi adalah “salah satu suku bangsa Indonesia yang
berdiam di wilayah DKI Jakarta, dan wilayah sekitarnya yang
termasuk wilayah Propinsi Jawa Barat. Suku bangsa ini biasa disebut
Orang Betawi’, Melayu Betawi, atau Orang Jakarta (atau Jakarte
menurut logat setempat). Nama Betawi itu berasal dari kata Batavia,
nama yang diberikan oleh Belanda pada jaman penjajahan dulu”.10
Sumber lain menyebutkan bahwa, kata Betawi bukan berasal dari
Batavia, karena Batavia merupakan musuh dari leluhur orang Betawi
semenjak penjajahan Belanda. Orang Betawi bukanlah produk dari
pemerintahan kolonial. Ada golongan bangsawan, ada golongan alim ulama
dan intelektual abangan; dan ada juga golongan pedagang dan pekerja.11
Orang Betawi dibagi menjadi dua sebutan berdasarkan wilayah, yaitu Betawi
Kota dan Betawi Ora.
Orang Betawi Kota, merasa dirinya sebagai orang Jakarta asli.
Sedangkan orang Betawi yang terdesak ke daerah pinggiran sampai ke
perbatasan kota disebut Orang Betawi Ora. Sebenarnya justru Orang Betawi
Ora inilah yang dapat dikatakan orang Betawi Asli, karena mereka masih
menjalankan adat kebiasaan turun-temurun dengan ketat dan konsekuen.12
9 Muhasim, “Tradisi Kudangan Perkawinan Betawi Dalam Perspektif Hukum Islam,”
Skripsi pada Gelar Sarjana Hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2009, h. 3,
tidak dipublikasikan. 10
Rosyadi, Profil Budaya Betawi, (Bandung: Alqaprint Jatinangor, 2006), cet. Ke-1, h.
212. 11
Gita Widya Laksmini, Jakarta Batavia; esai sosio-kultural, (Jakarta: Banana, KITLV,
2007), h. 219. 12
Budiaman, Folklor Betawi, (Jakarta: Dinas Kebudayaan Propinsi. DKI Jakarta, 2000),
h. 18.
6
Orang Betawi merupakan kelompok sosial kultural baru dengan ciri-
ciri memegang adat-istiadat dengan teguh serta terikat kepada agama Islam
secara ketat dan sangat fanatik sikapnya terhadap agama yang dianutnya.
Hampir seluruh adat kebiasaan orang Betawi diwarnai oleh unsur agama
Islam, sehingga sulit untuk memisahkan antara tradisi yang menurut adat dan
yang berdasarkan agama.13
Menurut Suparlan, “Agama Islam sebagai pedoman utama dalam
kehidupan masyarakat Betawi, yang dapat dikatakan sebagai konfigurasi atau
wujud dari kebudayaan Betawi”.14
Akan tetapi tidak semua masyarakat
Betawi taat kepada perintah Allah yang telah diajarkan agama Islam,
dikarenakan masyarakat Betawi terbagi beberapa golongan seperti alim ulama
dan masyarakat abangan.
Kebudayaan masyarakat Betawi juga banyak dipengaruhi oleh
kebudayaan-kebudayaan asing yang datang ke Jakarta. Kesenian Betawi lahir
dari perpaduan berbagai unsur etnis dan suku bangsa yang ada di Betawi.
Seni Betawi tidak terhindar dari proses perpaduan pengaruh Eropa,
Tionghoa, Arab, Melayu, Sunda.15
Karena Jakarta menjadi muara
mengalirnya pendatang baru dari seluruh penjuru nusantara dan dunia.
Jakarta juga disebut panci pelebur melting pot di mana banyak
kebudayaan dan kesenian dari berbagai penjuru dunia dan nusantara bertemu,
saling mempengaruhi, melebur dan menjadi identitas baru, masyarakat
Betawi atau Orang Betawi.16
Proses melting pot tersebut terjadi karena peranan kebudayaan umum-
lokal yang menjembatani serta mengakomodasikan perbedaan-perbedaan
kebudayaan, dan membawa serta menggunakan hasil-hasil akulturasi yang
berlaku di tempat-tempat umum-lokal sehingga menjadi pedoman hidup yang
13
Ibid., h. 18 14
Suparlan, op. cit., h. 147. 15
Yahya Andi, op. cit., h. 5. 16
Ibid., h. 4.
7
berlaku dalam kehidupan suku bangsa atau etnik, yaitu dalam kehidupan
keluarga dan kekerabatan.17
Pada pernikahan masyarakat Betawi, sebelum akad pernikahan
dilakukan prosesi buka palang pintu yang merupakan serangkaian acara untuk
membuka penghalang yang dijaga oleh jawara. Buka palang pintu merupakan
tradisi yang diwariskan dari generasi sebelumnya kepada generasi penerus.
Awal tradisi buka palang pintu tidak tertulis, melainkan hanya cerita
turun-temurun dari generasi terdahulu. Pada saat ini buka palang pintu
menurut Zahrudin Ali Al Batawi adalah “salah satu bagian dari serangkaian
acara prosesi perkawinan adat Betawi yang lebih dikenal dengan istilah
palang pintu. Palang pintu menjadi ujung tombak budaya Betawi, palang
pintu merupakan campuran beberapa seni budaya seperti silat, pantun, dialek
logat betawi dan humoris.”18
Dalam bidang seni tradisi, dinamika perkembangan Kota Jakarta
menyebabkan berkurangnya kegiatan berkesenian, seperti seni lenong, seni
suara (cokek), samrah, gambang kromong, tanjidor, pantun Betawi, cerita
sahibul hikayat.
Seni Betawi saat ini sulit berkembang meskipun pelaku seni masih
hidup dan kurang berkreatifitas dalam berkesenian. Hasil observasi oleh
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) telah menghimpun data
kesenian Betawi, yang dilakukan pada tahun 2010 hingga 2012 menunjukkan
bahwa beberapa kesenian Betawi terancam punah, seperti rebana biang dan
blantek. Selain itu seniman Betawi sudah menua dan belum sempat
diwariskan kepada seniman generasi muda di bawahnya. Kondisi itu
dikhawatirkan akan menghilangnya kekayaan budaya Betawi tersapu oleh
perkembangan kehidupan metropolitan Jakarta.19
Percepatan perubahan Jakarta yang tidak pernah berhenti, jumlah
pendatang yang tidak pernah surut, budaya asing yang terus menggempur,
17
Suparlan, op. cit., h.162. 18
Zahrudin Ali Al Batawi, 1500 Pantun Betawi, (Jakarta: Nus Printing, 2012), h. 39. 19
Tim Peneliti Kebudayaan Betawi FIB UI, Ragam Seni Budaya Betawi, (Jakarta:
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 2012), h. 2.
8
telah membuat tradisi kebudayaan Betawi kian jarang terlihat. Akhirnya
sebagian generasi muda yang belum sempat diwariskan kurang mengetahui
tradisi kesenian Betawi, salah satunya tradisi buka palang pintu pada
perkawinan masyarakat Betawi.
Berdasarkan uraian di atas agar masyarakat mengenal kesenian
budaya Betawi, maka peneliti tertarik untuk mendalami salah satu tradisi
kebudayaan Betawi pada acara prosesi adat pernikahan masyarakat Betawi
yang ada di Indonesia dengan bentuk sebuah skripsi, yaitu dengan judul
“Tradisi Buka Palang Pintu Pada Pernikahan Masyarakat Betawi (studi
kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka
dapat diidentifikasi beberapa masalah, sebagai berikut:
1. Berkurangnya kegiatan berkesenian, seperti seni lenong, cokek, samrah,
gambang kromong, tanjidor, pantun, cerita sahibul hikayat.
2. Pelaku seni yang masih hidup sulit berkembang dan kurang berkreatifitas
dalam berkesenian.
3. Beberapa kesenian Betawi terancam punah, seperti rebana biang dan
blantek.
4. Seniman Betawi sudah menua dan belum sempat diwariskan kepada
seniman generasi muda.
5. Kekhawatiran akan menghilangnya kekayaan budaya Betawi yang belum
sempat diwariskan, salah satu contohnya adalah tradisi buka palang
pintu.
C. Pembatasan Masalah
Mengingat begitu luasnya masalah mengenai seni tradisi budaya
Betawi yang dikhawatirkan terancam hilang, serta begitu luasnya cakupan
kebudayaan Betawi maka dalam penulisan skripsi ini hanya dibatasi
9
mengenai tradisi pada prosesi adat pernikahan masyarakat Betawi yaitu buka
palang pintu yang masih dilakukan oleh masyarakat Betawi di Tanjung Barat.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas maka permasalahan yang
dirumuskan dalam kajian skripsi ini adalah:
Bagaimana tradisi buka palang pintu pada pernikahan masyarakat Betawi di
Tanjung Barat?.
E. Tujuan Penelitian
Dalam suatu penelitian, tujuan merupakan salah satu alat kontrol yang
dapat dijadikan sebagai petunjuk sehingga penelitian ini dapat berjalan sesuai
yang diinginkan. Tujuan dari penelitian dan penulisan skripsi ini adalah untuk
mengetahui tradisi buka palang pintu pada perayaan pernikahan masyarakat
Betawi di Tanjung Barat.
F. Manfaat Penelitian
1. Segi Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat sebagai salah satu rujukan
atau referensi tambahan dalam mempelajari dan mengamati tradisi adat
Betawi khususnya dalam perihal perkawinan bagi jurusan Sosiologi-
Antropologi, Ilmu Pendidikan Sosial di Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan
Keguruan.
2. Segi Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah
wawasan bagi para mahasiswa khususnya jurusan Sosiologi-Antropologi
dan jurusan lainnya. Serta menambah pengetahuan masyarakat tentang
seni budaya Betawi khususnya Tradisi Buka Palang Pintu pada acara
perkawinan masyarakat Betawi .
10
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Masyarakat Betawi
1. Definisi Masyarakat.
Definisi masyarakat dalam kamus bahasa Indonesia adalah
“sekumpulan orang yang hidup bersama pada suatu tempat atau wilayah
dengan ikatan aturan tertentu, segolongan orang-orang yang mempunyai
kesamaan tertentu”.1
Masyarakat dalam arti luas adalah “keseluruhan hubungan-hubungan
dalam hidup bersama dengan tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa atau
keseluruhan dari semua hubungan dalam hidup bermasyarakat”. Sedangkan
masyarakat dalam arti sempit adalah “sekelompok manusia yang dibatasi oleh
aspek-aspek tertentu seperti : teritorial, bangsa, dan golongan”.2
Dalam bahasa Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata
Latin socius, berarti kawan. Istilah masyarakat sendiri berasal dari kata Arab
syaraka yang berarti ikut serta, berpartisipasi. Masyarakat adalah sekumpulan
manusia yang saling bergaul atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi.3
Menurut J.L. Gillin dan J.P. Gillin merumuskan masyarakat bahwa :
“the largest grouping in which common costums, traditions, attitudes
and feelings of unity are operative”.4
Jelasnya masyarakat merupakan kelompok manusia dan mempunyai
kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan yang sama dengan motivasi kesatuan.
Menurut Drs. JBAF Mayor Polak menyebut “masyarakat adalah
wadah segenap antar hubungan sosial terdiri atas banyak sekali kolektifa-
1Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia,
(Jakarta:Pusat Bahasa, 2008), h. 924. 2Hartomo dan Arnicun Aziz, MKDU Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara,1993), h.
89. 3Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), h. 116.
4Ibid., h. 118.
11
kolektifa serta kelompok dan tiap-tiap kelompok terdiri atas kelompok-
kelompok lebih baik atau sub kelompok”.5
Pendapat Prof. M.M. Djojodiguno, “masyarakat adalah suatu
kebulatan dari pada segala perkembangan dalam hidup bersama antara
manusia dengan manusia”. Hasan Sadily berpendapat, “masyarakat adalah
suatu keadaan badan atau kumpulan manusia yang hidup bersama
mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain”.6
R. Linton seorang ahli antropologi mengemukakan bahwa
“masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup
dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan
berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas
tertentu”. 7
Seorang sosiologi dari bangsa Belanda S.R. Steinmetz, berpendapat
“masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar, yang meliputi
pengelompokan-pengelompokan manusia yang lebih kecil, yang mempunyai
hubungan yang erat dan teratur”.8
Setelah beberapa pendapat para tokoh tentang masyarakat, maka
dirumuskan definisi masyarakat yaitu kesatuan hidup manusia yang
mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, memiliki tatanan kehidupan, norma-
norma, mempunyai perasaan yang sama dan saling berinteraksi menurut suatu
sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan terikat oleh suatu rasa
identitas bersama yang ditaati dalam lingkungannya.
Berdasarkan definisi-definisi masyarakat di atas diambil kesimpulan
bahwa masyarakat harus mempunyai unsur yaitu:
a. Harus ada pengumpulan manusia yang banyak, bukan perkumpulan
hewan.
b. Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama dalam suatu daerah
tertentu.
5 Abu Ahmadi, op. cit., h. 96.
6 Ibid., h. 97.
7 Ibid., h. 106.
8 Ibid
12
c. Adanya aturan-aturan atau Undang-undang yang mengatur untuk menuju
kepada kepentingan dan tujuan bersama. 9
2. Masyarakat sebagai tempat antar hubungan sosial
Setiap masyarakat, jumlah kelompok dan kesatuan sosial tidak hanya
satu, di samping itu individu sebagai warga masyarakat dapat menjadi bagian
dari berbagai kelompok atau kesatuan sosial yang hidup dalam masyarakat
tersebut.
Dalam hubungannya dengan penggolongan-penggolongan maka
kelompok beraneka ragam bentuk dan kriterianya yaitu:
a. Kelompok primer dan sekunder
Kelompok primer adalah kelompok yang ditandai dengan ciri-ciri
saling kenal mengenal antara anggota-anggotanya serta bekerja sama dan
bersifat pribadi. Sedangkan kelompok sekunder dicirikan dalam
masyarakat modern yang terdapat amat banyak kelompok serta tidak
saling mengenal antar hubungan langsung.10
b. In Group dan Out Grup
In group atau kelompok dalam adalah setiap kelompok yang
dipergunakan oleh seseorang untuk mengidentifikasikan dirinya sendiri
biasanya memakai istilah kami dan Out Grup atau kelompok luar adalah
semua berada di luar kelopok dalam, dan juga diartikan sebagai lawan dari
kelompok dalam biasanya memakai istilah mereka.11
c. Gemeinschaft dan Gesellschaft
Gemeinschaft adalah bentuk kehidupan bersama dimana terdapat
unsur pengikat berupa hubungan batin yang murni yang bersifat alamiah
dan kekal. Gesellschaft dapat diartikan sebagai bentuk ikatan bersama
berupa ikatan lahir yang bersifat pokok dalam jangka waktu tertentu.12
d. Formal Group dan Informal Group
9 Hartomo dan Arnicun Aziz, op. cit., h. 90.
10 Ibid., h. 94
11 Ibid., h. 96.
12 Ibid., h. 97.
13
Formal Group adalah suatu kelompok sosial yang di dalamnya
terdapat tata aturan yang tegas yang sengaja dibuat dalam rangka untuk
mengatur antar hubungan para anggotanya. Sedangkan Informal Group
adalah kelompok sosial yang tidak mempunyai struktur dan organisasi
pasti atau permanen.13
e. Comunity
Comunity adalah kelompok yang memperhitungkan
keanggotaannya berdasarkan hubungan anggotanya dengan lingkungan
setempat (lokal). Comunity merupakan kelompok teritorial terkecil yang
dapat menampung semua aspek kehidupan sosial dan memiliki aspek
sosial yang lengkap.14
f. Masyarakat desa dan Masyarakat Kota
Perbedaan antara masyarakat desa dan kota adalah tidak tetap,
karena yang dimaksud dengan pedesaan itu tidak akan pernah memiliki
sifat pedesaan secara terus menerus.15
Suatu masyarakat, baik di dalam
sebuah negara, kota, ataupun desa memiliki empat ciri khusus, yaitu (1)
interaksi antar warga; (2) adat-istiadat, norma-norma, hukum serta aturan-
aturan yang mengatur semua pola tingkah laku warga; (3) kontinuitas
dalam waktu; (4) rasa identitas yang kuat yang mengikat semua warga.
Itulah sebabnya suatu negara, kota, atau desa dapat kita sebut masyarakat
(misalnya masyarakat Indonesia, masyarakat Filipina, Masyarakat kota
Jakarta, dan sebagainya).16
g. Kerumunan dan Publik
Kerumunan atau crowd yaitu kehadirannya bersifat fisik dan
ditentukan oleh waktu tertentu, sehingga kerumunan merupakan kelompok
sosial yang bersifat sementara. Sedangkan publik yaitu kelompok yang
13
Ibid., h. 98 14
Ibid. 15
Ibid. 16
Koentjaraningrat, op. cit., h.118.
14
tidak pernah berkumpul dan melakukan hubungan melalui media tidak
langsung.17
3. Masyarakat Betawi
Setelah dipaparkan pengertian masyarakat selanjutnya akan dibahas
mengenai masyarakat Betawi menurut beberapa sumber dan para tokoh, Suku
Betawi biasa disebut orang Betawi atau orang Jakarta atau Jakarte menurut
logat orang Jakarta. Jakarta sebagai satu tempat yang terletak di pinggir
pantai atau pesisir, dalam proses perjalanan waktu akhirnya menjadi sebuah
kota pelabuhan selama lebih dari 400 tahun yang lalu. Disebut orang Betawi
karena orang Betawi merupakan hasil dari pembauran budaya para pendatang
yang telah melahirkan suatu kebudayaan baru bagi penghuni kota Jakarta.18
Orang Betawi atau orang Betawi asli adalah penduduk pribumi daerah
Jakarta yang sudah tidak jelas lagi asal keturunannya. Merupakan perpaduan
atau hasil asimilasi antara penduduk pribumi yang sudah lama menghuni
daerah Jakarta dengan suku pendatang sebagai penghuni baru antara lain
orang Banten, orang Jawa, orang Bugis, orang Makasar dan kemudian terjadi
pula asimilasi antara penduduk pribumi dengan kaum pendatang yaitu bangsa
asing seperti orang Cina, orang Belanda, orang Portugis, orang India, dan
orang Arab.19
Betawi berasal dari Batavia sebagai nama kota Jakarta yang didirikan
oleh Gurbernur Jendral Jan Pieterszoon Coen. Batavia berasal dari nama suku
bangsa Belanda jaman purba. Pada awalnya kota ini bernama Sunda Kelapa,
selanjutnya menjadi Jayakarta, setelah itu bernama Batavia. Jayakarta
didirikan tanggal 22 Juni 1527. Pendiri Jayakarta adalah Fatahillah. Fatahillah
merupakan utusan dari kesultanan Demak dan diperintahkan menaklukkan
Sunda Kelapa.20
17
Hartomo dan Arnicun Aziz, op. cit., h. 100. 18
Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1988). 19
Budiaman, op. cit., h. 17. 20
Ridwan Saidi, Maman S. Mahyana, Ragam Budaya Betawi, (Jakarta : Dinas
Kebudayaan dan Permuseuman, 2002), h. 9.
15
Sejarah terbentuknya masyarakat Betawi di Jakarta berjalan sangat
panjang, sepanjang sejarah terbentuknya kota Jakarta. Pada umumnya orang
Betawi sendiri tidak mengetahui mite atau legenda yang menceritakan asal-
usul tentang masyarakat Betawi itu sendiri.21
Mengenai etnis atau orang Betawi banyak pendapat para pakar
diantaranya :
Menurut Van der Aa, “munculnya orang Betawi dari segi bahasa
pergaulan pada abad ke-18 adalah dialek Portugis, yang tidak lagi dikenal
pada abad ke-19, dan sebagai gantinya timbul bahasa semacam bahasa
Melayu Betawi, orang-orang yang menggunakan bahasa inilah yang
kemudian disebut orang Betawi”.22
Sedangkan menurut Lance Castel dan Milone memiliki titik tolak
yang sama dalam mencari asal-usul orang Betawi, orang Betawi terbentuk
dari beberapa kelompok etnik yang percampurannya dimulai sejak zaman
kerajaan Sunda, Pajajaran, dan pengaruh Jawa yang dimulai dengan ekspansi
Kerajaan Demak, pencampuran etnik tersebut dilanjutkan dengan pengaruh-
pengaruh yang masuk setelah abad ke-16, dimana VOC turut mempunyai
andil dalam proses terbentuknya identitas orang Betawi.23
Kemudian, Lance Castel sejarawan asal Australia juga berpendapat
bahwa masyarakat Betawi adalah “keturunan budak serta citra masyarakat
Betawi tidak terlalu tinggi sampai sekarang”, akan tetapi pendapatnya
dibantah oleh Ridwan Saidi yang berpendapat bahwa, “masyarakat Betawi
bukanlah keturunan budak, melainkan memiliki nenek moyang yang sejajar
dengan suku-suku lainnya di Indonesia. Masyarakat Betawi adalah suku asli
yang menempati di beberapa daerah, seperti Rawa Belong, Tanah Abang,
Menteng, bahkan Condet”.24
Kadar toleransi masyarakat Betawi yang tinggi
21
Ensiklopedi Jakarta Culture & Heritage (Budaya & Warisan Sejarah), (Jakarta : Dinas
Kebudayaan dan Permuseuman, 2005), h. iii. 22
Ibid., h. v. 23
Ibid. 24
Ridwan Saidi, Babad Tanah Betawi, ( Jakarta: PT Gria Media Prima, 2002), h. 153.
16
memungkinkan masalah yang demikian sensitif dapat disikapi secara ilmiah
dengan tertib sehingga nilai-nilai kebenaran pada akhirnya dapat ditemukan.
Sumber lain juga menyebutkan bahwa, kata Betawi bukan berasal dari
Batavia, karena Batavia merupakan musuh dari leluhur orang Betawi
semenjak penjajahan Belanda. Orang Betawi bukanlah produk dari
pemerintahan kolonial. Ada golongan bangsawan, ada golongan alim ulama
dan intelektual abangan; dan ada juga golongan pedagang dan pekerja.25
Betawi adalah penduduk pibumi sejak Jakarta bernama Batavia bahkan lama
sebelum itu, yang kemudian berkembang hingga sekarang sebagai penduduk
Jakarta dan sebagian terdesak ke daerah pinggiran. Betawi merupakan nama
suku bangsa di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, termasuk propinsi Jawa
Barat.
Menurut Ridwan Saidi, “masyarakat dan budaya Betawi sudah ada
dari semula jadi dari sononye”, etnis Betawi sudah ada sejak abad-abad
pertama tahun Masehi yaitu dari sebelum kedatangan orang-orang Cina,
Hindu, Islam, Eropa dan orang-orang Nusantara di luar daerah Jakarta, karena
Betawi itu sendiri sudah ada paling sedikit sejak 15 abad tahun yang lalu,
pendapat ini diperkuat oleh temuan-temuan arkaelogis, seperti gerabah-
gerabah dan alat-alat produksi di Kelapa Dua, Condet, dan Kali Ciliwung.26
Sedangkan Menurut Suryomihardjo “etnis Betawi muncul dari proses kawin-
mawin berbagai etnis di Jakarta”.27
Orang Betawi dalam gerakan kebangsaan telah mempunyai organisasi
yang didirikan pada tahun 1923 disebut Pemoeda Kaoem Betawi serta sudah
terlibat aktif dalam Sumpah Pemuda dan Kongres Pemuda II.28
Mengenai
asal-usul etnis Betawi, para pakar mengaitkan dengan pertumbuhan dan
perkembangan penduduk kota Batavia dan berdasarkan pada arsip
pemerintahan kolonial Belanda. Pendapat para pakar tidak akan dibantah,
25
Gita Widya Laksmini, loc. cit. 26
Ridwan Saidi, Warisan Budaya Betawi, (Jakarta: LSIP dan Pemda DKI Jakarta, 2000),
h. 13. 27
Abdul Chaer, Folklor Betawi Kebudayaan & Kehidupan Orang Betawi, (Jakarta :
Masup Jakarta, 2012), h. 8. 28
Ibid., h. 6.
17
dibenarkan atau dikomentari karena sejak abad-abad silam, selain terjadi
proses pembentukan satu etnik di wilayah Jakarta dan sekitarnya telah ada
satu etnik yang merasa dirinya adalah orang Melayu atau Orang Islam dan
kelak disebut orang Betawi, yang memiliki bahasa budaya, adat-istiadat dan
tradisi-tradisi tersendiri.29
Di Jakarta terdapat tiga (3) tipologi kampung yaitu :
1. Kampung kota : terletak dekat pusat-pusat kegiatan kota yang biasanya
kepadatan sangat tinggi.
2. Kampung pinggiran : berada di daerah pinggiran kota tetapi masih
termasuk ke dalam batas wilayah dan kegiatan kota, berkepadatan antara
rendah dan sedang tapi kadang-kadang ada yang tinggi.
3. Kampung pedesaan : kebanyakan berada di luar batas wilayah dan
kegiatan perkotaan, berkepadatan rendah dan kebanyakan bertumpu pada
kegiatan pertanian dan perkebunan.30
Wilayah budaya Betawi dibagi menjadi dua bagian yaitu Betawi
tengah atau Betawi kota dan Betawi pinggiran. Perbedaan antara wilayah
Betawi Kota dan pinggiran yaitu di wilayah Betawi tengah sejak abad ke-19
terdapat prasarana pendidikan formal seperti sekolah-sekolah dan pendidikan
keagamaan. Sedangkan di wilayah Betawi pinggiran hampir tidak terdapat
prasarana pendidikan formal.31
Masyarakat Betawi Tengah pada umumnya lebih maju dari pada
Masyarakat Betawi pinggiran. Masyarakat Betawi kota merupakan
pendukung kesenian yang bernafaskan Islam seperti berbagai macam rebana,
gambus, dan kasidahan. Sedang di daerah piggiran berkembang kesenian
tradisional seperti topeng, wayang, ajeng, tanjidor.32
Mata pencarian orang Betawi dapat dibedakan antara yang tinggal di
kota dan di pinggiran. Orang Betawi yang hidup di tengah kota biasanya
hidup sebagai pedagang, pegawai pemerintah, buruh, tukang, atau pegawai
29
Ibid., h. 5. 30
Ensiklopedi, Jakarta Culture & Heritage (Budaya & Warisan Sejarah), op. cit., h. viii. 31
Ibid., h. ix. 32
Ibid., h. x.
18
swasta. Sedangkan di daerah pinggiran sebagian besar adalah petani, yaitu
petani buah-buahan, petani sawah, dan memelihara ikan.
Menurut Ridwan Saidi, “Betawi merupakan mosaik kebudayaan yang
memiliki tekstur Islami tanpa kehilangan nuansa tradisionalnya. Selama
ratusan tahun orang Betawi mempunyai sifat toleransi yang sangat tinggi
sampai dengan tahun 1970 di Jakarta tidak pernah terjadi huru-hara rasial,
etnis atau bentrokan antara agama”.33
Ciri yang membedakan antara orang Betawi dengan kelompok lain,
orang Betawi mempunyai pengalaman historis yang sama, dengan ciri
kebudayaan yaitu bahasa, religi, dan kosmologi, upacara sepanjang lingkar
hidup serta kesenian.34
Faktor yang mengikat orang Betawi sebagai satu
kesatuan kelompok etnik yaitu adanya kesamaan dan keseragaman bahasa
dan Agama Islam. Hal itu mengikatkan rasa kesatuan lebih erat meskipun
berbeda berdasarkan wilayah-wilayah pemukimannya.
Islam merupakan agama yang dijadikan pedoman hidup bagi
masyarakat Betawi. Masyarakat Betawi dilihat dari segi keagamaan dapat
dibuat tipologinya menjadi dua golongan berdasarkan patuh dan tidak patuh
dalam menjalankan perintah agama yaitu rukun Islam dan rukun Iman.
Golongan pertama disebut mualim, dalam arti mereka menjalankan
prinsip-prinsip dasar agama dan rukun Islam dengan baik dan teratur, yang
mencakup syahadat, salat, zakat, puasa dan pergi menunaikan ibadah Haji
bagi yang mampu. Golongan kedua adalah “orang biasa yang tidak terlalu
taat menjalankan prinsip-prinsip agama Islam. Dalam beberapa hal orang
biasa yang tidak taat dapat disejajarkan dalam masyarakat abangan di
Jawa”.35
Menurut Saidi, “Sifat yang paling menonjol dari orang Betawi,
seleranya yang tinggi terhadap humor. Tidak ada orang Betawi baik muda
atau tua, baik perempuan maupun laki-laki yang tidak bisa melucu. Bias-bias
33
Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi Asal Muasal, Kebudayaan, Dan Adat Istiadatnya,
(Jakarta : PT. Gunara Kata, 2001), h. 219. 34
Ensiklopedi Jakarta Culture & Heritage (Budaya & Warisan Sejarah), op. cit., h. x. 35
Ibid., h. xv.
19
humor terasa dalam memberi nasihat yang mestinya serius dalam setiap
bentuk komunikasi orang Betawi”.36
Menurut Suparlan, “masyarakat Betawi
sering dinilai sebagai pribadi yang ramah, terbuka, baik hati, suka menolong
sesama, senang mengobrol, senang humor, dan berbagai ciri kemanusiaan
yang menyenangkan”.37
B. Pernikahan
1. Pengertian Pernikahan
Arti kawin dalam kamus bahasa Indonesia berarti “perjodohan laki-
laki dengan perempuan menjadi suami-istri; nikah; beristri atau bersuami”.38
Sedangkan nikah adalah “perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk
bersuami istri dengan resmi”.39
Arti nikah dalam Tesaurus Alfabetis Bahasa
Indonesia berarti “berbaur, beristri, berjodoh, berkawin, berkeluarga,
bersemenda, bersuami, berumah tangga, duduk, janji, kawin, menempuh
hidup baru, mengikat, naik ke pelaminan”.40
Dapat disimpulkan bahwa
pengertian perkawinan atau pernikahan mempunyai arti yang sama, hanya
penyebutan kata saja yang berbeda dalam masyarakat.
Menurut Duval dan Miller ahli antropologi mendefinisikan
perkawinan sebagai berikut :
“Marriage is a socially recognized relationship between a man and a
women that provides for sexual relation, legitimized childbearing and
establishing a division of labour between spouses”.41
Pernikahan adalah hubungan yang diakui secara sosial antara seorang
laki-laki dan seorang wanita yang memberikan hubungan seksual, keturunan,
dan membagi peran antara suami-istri.
36
Ridwan Saidi. loc. cit. 37
Tim Peneliti Kebudayaan Betawi, Langgam Budaya Betawi, (Depok: Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya UI, 2011), cet. Ke-1, h.185 38
Kamus Bahasa Indonesia, op. cit., h. 653. 39
Ibid., h. 1003. 40
Pusat Bahasa, Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia, (Bandung : PT Mizan Pustaka,
2009), h. 399. 41
Duvall dan Miller, Marriage and Family Development, (New York: Harper & Row
Publisher., 1985), p. 6.
20
Menurut Tahir Mahmood mendefinisikan pernikahan lebih lengkap
sebagai berikut :
“Marriage is a relationship of body and soul between a man and a
women as husband and wife for the purpose of establishing a happy and
lasting family founded on belief in God Almighty” .42
Pernikahan sebagai sebuah ikatan lahir dan batin antara seorang pria
dan wanita masing-masing menjadi suami dan istri dalam rangka memperoleh
kebahagiaan hidup dan membangun keluarga dalam sinaran Ilahi.
Pernikahan merupakan suatu cara untuk menempuh kehidupan
bersama antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang melibatkan
berbagai pihak demi melangsungkan ketentraman jiwa serta kebahagiaan
hidup. Pernikahan tidak hanya mengandalkan kekuatan cinta dari pemikiran
sederhana dan dominasi emosional akan tetapi dibutuhkan pemikiran yang
rasional dan dasar yang kokoh yang tercantun dalam Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 yang tertulis sebagai berikut:
“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seseorang pria dan
seseorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”.43
Perkawinan menurut pasal 1 Undang-Undang No 1 Tahun 1974, di
atas dapat diperinci dan diambil kesimpulan bahwa unsur-unsur perkawinan
sebagai berikut:
1. Dalam perkawinan ikatan lahir batin yang dimaksudkan ialah bahwa
perkawinan harus berjalan kedua-duanya sehingga akan terjalin ikatan
lahir dan ikatan batin yang merupakan pondasi yang kuat serta mempunyai
ikatan lahir dan batin yang sangat dalam. Antara suami dan istri harus
saling menjaga cinta-kasih dan kesetiannya.
2. Perkawinan dilakukan oleh dua jenis kelamin yang berbeda, artinya di
Indonesia tidak boleh perkawinan satu jenis seperti: laki-laki dengan laki-
42
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia,
(Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 42 43
Prakoso, loc. cit.
21
laki atau perempuan dengan perempuan. Hal tersebut dikenal dengan
istilah gay, homoseksual, atau lesbi.
3. Perkawinan di Indonesia bedasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dengan
kata lain merupakan perkawinan menurut ajaran agama-agama yang
dianut. Maka dari itu pernikahan yang dilangsungkan tidak boleh di luar
ajaran agama masing-masing pemeluknya.
4. Tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia, kekal dan sejahtera.44
Hal ini dimaksudkan perkawinan
mempunyai tujuan kebahagiaan untuk selama-lamanya dan tidak diakhiri
dengan perceraian, oleh karena itu hak dan kewajiban masing-masing
suami istri harus dipenuhi dan berjalan dengan mestinya.45
Kemudian dalam pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Perkawinan juga
disebutkan, hidup bersama tanpa diikat dalam tali perkawinan dan tidak
melalui tatacara perkawinan yang telah ditentukan Undang-Undang
Perkawinan itu tidak dibenarkan, yang istilah sekarang disebut dengan
kumpul kebo.46
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, disimpulkan bahwa
perkawinan sebagai ikatan yang bersifat kontrol sosial antara pria dan wanita
yang di dalamnya diatur mengenai hak dan kewajiban, kebutuhan afeksional,
kebersamaan emosional, juga aktivitas seksual, ekonomi dengan tujuan untuk
membentuk keluarga secara sah serta mendapatkan kebahagiaan dan kasih
sayang berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
Perkawinan menurut istilah ilmu fiqh adalah nikah. Nikah menurut
bahasa mempunyai arti sebenarnya haqiqat dan arti kiasan (majaaz). Arti
yang sebenarnya dari nikah ialah “dham, yang berarti menghimpit, menindih,
atau berkumpul. Sedangkan arti dari kiasannya adalah watha yang berarti
setubuh atau aqad yang berarti mengadakan perjanjian pernikahan”.47
44
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, op. cit., h. 51. 45
Prakoso, loc. cit. 46
Andjar Any, Upacara Adat Perkawinan Lengkap, (Surakarta: PT Pabelan Surakarta,
1986), h. 11. 47
Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: PT Bulan
Bintang, 1987), h. 1.
22
Dari segi ibadat, “perkawinan dalam agama Islam berarti telah
melaksanakan sebagian dari ibadat dan orang-orang yang telah sanggup
melaksanakan pernikahan telah menyempurnakan sebagian dari agama Islam
karena dengan menikah akan memelihara diri dari perbuatan-perbuatan yang
di larang Allah”.48
Dalam segi hukum, pernikahan merupakan “suatu perjanjian yang
kuat”. Perkawinan tidak dapat dilangsungkan tanpa adanya persetujuan dari
pihak-pihak yang berkepentingan. Pihak-pihak yang berkepentingan terikat
oleh hak-hak dan kewajiban, serta ketentuan-ketentuan dalam persetujuan
dapat diubah sesuai dengan persetujuan masing-masing pihak dan tidak
melanggar batas yang ditentukan oleh agama.49
Berdasarkan syariat, nikah berarti akad antara pihak laki-laki dan
wali perempuan yang karenanya hubungan badan menjadi halal. Akad nikah
merupakan “suatu perjanjian perikatan yang dilakukan pihak calon suami dan
pihak calon istri untuk mengikatkan diri mereka dengan tali perkawinan”.50
Secara sederhana akad atau perikatan terjadi jika dua orang calon mempelai
mempunyai kemauan atau kesanggupan yang dipadukan dalam satu ketentuan
dan dinyatakan dengan kata-kata yang menyangkut hubungan suami dan istri.
Akad nikah adalah ikatan yang kuat antara suami dan istri, sesuai
dengan firman Allah:
....
Artinya: “Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil perjanjian
yang kuat (ikatan pernikahan) dari kamu” (QS. An-Nisa: 21).51
Dengan perikatan tersebut, kedua pihak suami ataupun pihak istri
telah sepakat melangsungkan perkawinan serta bersedia mengikuti ketentuan-
48
Ibid., h. 5. 49
Ibid., h. 7. 50
Ibid., h. 76. 51
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Tajwid Warna, Terjemah Perkata, Terjemah
Inggris, (Bekasi: Cipta Bagus Sagara, 2012), h. 81.
23
ketentuan agama untuk melaksanakan janjinya yang berhubungan dengan
ketetapan suami istri.
Perkawinan dalam Islam, secara luas adalah:
1. Merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan emosi dan seksual yang sah
dan benar;
2. Suatu mekanisme untuk mengurangi ketegangan;
3. Cara untuk memperoleh keturunan yang sah;
4. Menduduki fungsi sosial;
5. Mendekatkan hubungan antara keluarga dan solidaritas kelompok;
6. Merupakan perbuatan menuju ketaqwaan;
7. Merupakan suatu bentuk ibadah, yaitu menjalankan perintah Allah
dengan mengikuti sunnah Rasulullah.52
2. Dasar Hukum Perkawinan
Hukum nikah terdiri dari wajib, sunnah, makruh, atau haram sesuai
dengan keadaan orang yang akan kawin.53
a. Wajib
Orang yang yang diwajibkan kawin adalah orang yang mempunyai
kesanggupan untuk kawin serta dikhawatirkan terhadap dirinya akan
melakukan perbutan yang dilarang Allah. Contoh : orang bujang yang
sudah mampu kawin dan takut dirinya dan agamanya menjadi rusak,
sedang tidak ada jalan untuk menyelamatkan diri kecuali dengan menikah.
b. Sunnah
Orang yang disunahkan kawin adalah orang yang mempunyai
kesanggupan untuk kawin dan sanggup memelihara diri dari kemungkinan
melakukan perbuatan terlarang. Contoh : bagi orang yang hendak dan
baginya mempunyai biaya sehingga dapat memberikan nafkah kepada
istrinya dan keperluan-keperluan lain yang mesti dipenuhi.
c. Makruh
52
Abdur Rahman, Perkawinan Dalam Syariat Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992), h.
6. 53
Kamal Muchtar, op. cit., h. 23.
24
Orang yang makruh untuk melangsungkan perkawinan adalah
orang yang tidak mempunyai kesanggupan untuk kawin. Pada hakekatnya
orang yang tidak mempunyai kesanggupan untuk kawin, dibolehkan untuk
melangsungkan perkawinan, akan tetapi dikhawatirkan tidak dapat
mencapai tujuan perkawinan serta dianjurkan sebaiknya untuk tidak
melakukan perkawinan. Contoh : bagi orang yang tidak mampu untuk
melaksanakan pernikahan karena tidak mampu memberikan belanja
kepada istrinya atau kemungkinan lemah syahwat.
d. Haram
Orang yang diharamkan untuk kawin adalah mereka yang
mempunyai kesanggupan untuk menikah, tetapi menimbulkan
kemudlaratan terhadap pihak lain. Contoh : bagi orang yang merasa
dirinya tidak mampu bertanggung jawab dan akan menelantarkan istri dan
anak.
3. Rukun Pernikahan
Menurut agama Islam, Rukun Nikah ada lima yaitu :
1. Calon Istri.
2. Calon Suami.
3. Wali.
4. Dua orang saksi.
5. Ijab – kabul.
Orang yang diperbolehkan menjadi wali adalah : ayah, kakek, saudara
lelaki seayah-seibu (kandung), saudara laki-laki seayah (lain ibu), anak laki-
lakinya saudara laki-laki kandung (keponakan), saudara laki-laki ayah
(paman) sekandung atau sebapak (lain ibu) dan anak laki-laki dari paman.
Selain itu syarat yang harus dipenuhi sebagai wali antara lain : laki-
laki, beragama, sudah dewasa (akil baliq), sehat jasmani dan rohani, adil dan
tidak pasik pada waktu akad, tidak ihram dan tidak dirampas hak wilayatnya
terhadap hartanya karena pemboros. Jika wali tidak ada karena meninggal,
25
berhalangan atau sebab-sebab lain, boleh memakai wali hakim seperti yang
sudah ditentukan Menteri Agama.54
4. Manfaat Menikah
Menikah mempunyai manfaat yang sangat besar diantaranya sebagai
berikut:
1. Tetap terjaganya keturunan manusia, memperbanyak jumlah kaum
muslimin dan menggetarkan orang kafir dengan adanya generasi yang
berjuang di jalan Allah.
2. Menjaganya kehormatan dan kemaluan dari berbuat zina yang
diharamkan yang merusak masyarakat.
3. Terlaksananya kepemimpinan suami atas istri dalam memberikan
nafkah dan penjagaan kepadanya.
4. Mendapatkan ketenangan dan kelembutan hati bagi suami dan istri
serta ketentraman jiwa.
5. Menjaga masyarakat dari akhlak yang keji seperti berzina yang
menghancurkan moral serta menghilangkan kehormatan.
6. Terjaganya nasab dan ikatan kekerabatan antara yang satu dengan yang
lainnya dan terbentuknya keluarga yang mulia yang penuh kasih
sayang, ikatan yang kuat dan tolong-menolong dalam kebenaran.
7. Mengangkat derajat manusia dari kehidupan seperti binatang menjadi
pribadi yang mulia.55
5. Pernikahan masyarakat Betawi
Bagi masyarakat Betawi, pernikahan merupakan hal yang penting bagi
kehidupan karena masyarakat Betawi tidak dapat dipisahkan dengan nilai-
nilai ke-Islaman dan mengikuti petunjuk Al-Qur‟an maupun sunnah Rasul
sebagai acuan dalam bertindak, khususnya dalam hal ini adalah perihal
perkawinan. Perkawinan antar suku bukan hal yang tabu bagi orang Betawi,
tetapi yang paling penting adalah apa agama calon menantu. Jika Islam tidak
54
Andjar Any, op. cit., h. 29. 55
Al-„Allamah Shalih Fauzan, “Bekal-Bekal Pernikahan Menurut Sunah Nabi”, Suvenir
Pernikahan Al-Akh Syafruddin dengan Al-Ukht Fany, Jakarta, 7 September 2007, h. 3.
26
masalah si calon menantu datang dari daerah manapun, atau bahkan
berkebangsaan apapun.
Pada masyarakat dan budaya Betawi, perkawinan mempunyai tujuan
mulia yang wajib dipenuhi oleh setiap warga masyarakat yang sudah dewasa
dan memenuhi syarat. Masyarakat Betawi mayoritas beragama Islam, jadi
pengertian perkawinan dalam masyarakat Betawi tidak jauh berbeda dengan
pengertian dalam agama Islam.
Perkawinan Betawi biasanya dilakukan dengan suatu upacara karena
melalui upacara akan nampak kesakralan suatu perkawinan. Upacara dalam
suatu perkawinan menunjukkan maksud dan tujuan dari kedua individu yang
akan menjadi suami istri dalam kehidupan sehari-hari
Adat dan upacara pada masyarakat Betawi diuraikan dengan berbagai
tahapan dan proses awal. Tahapan-tahapan diawali dengan “perjumpaan dan
pendekatan, lamaran sampai dengan aqad nikah serta pesta yang
melengkapinya”.56
Setelah akad nikah seorang pemuda dan seorang gadis
resmi menjadi suami dan istri.
Adapun tahap-tahap yang harus dilalui dalam rangka upacara
perkawinan masyarakat Betawi adalah sebagai berikut :
a. Melamar
Melamar adalah tingkat yang paling awal dari urutan upacara adat
perkawinan Betawi. Bagi orang Betawi istilah melamar adalah ngelamar yang
merupakan pernyataan dan permintaan resmi dari pihak keluarga laki-laki
kepada pihak keluarga wanita. Pada saat itu juga keluarga pihak laki-laki
mendapat jawaban persetujuan atau penolakan.57
Pada waktu melamar hal-hal yang dipersiapkan untuk dibawa adalah
pisang raja dua atau tiga sisir, roti tawar empat buah, hadiah pelengkap dan
buah-buahan dua sampai tiga macam yang semuanya ditempatkan di wadah
56
Cucu Sulaicha, Rachmat Ali, Ade Kosmaya, Pengantin Betawi, ( Jakarta: Dinas
Kebudayaan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, 2000), h. 12. 57
Yahya Andi Saputra, S.M. Ardan, Siklus Betawi : upacara dan adat istiadat, ( Jakarta:
LKB, 2000), h. 36.
27
terbuka serta para utusan dua wakil orang tua laki-laki dari bapak maupun
ibu.58
b. Masa bertunangan
Setelah lamaran diterima oleh pihak gadis tahap berikutnya adalah
pengesahan pertunangan. Tahap ini ditandai dengan adanya suatu acara
pengantar kue-kue dan buah-buahan dari pihak laki-laki kepada pihak
perempuan. Pada masa ini kedua belah pihak bebas bertemu akan tetapi
mempunyai batasan pada sopan santun dan norma susila.59
Masa bertunangan
ini berlangsung sampai saat perkawinan tiba.
c. Menentukan hari perkawinan
Setelah masa bertunangan, pihak laki-laki telah siap dengan biaya
untuk upacara perkawinannya, maka ditentukan hari perkawinan. Pada
umumnya ditentukan saat perkawinan dicari hari dan bulan yang baik.
Dibicarakan juga apa yang diminta oleh keluarga si gadis sebagai
persyaratannya, berapa jumlah uang mas kawin, dan peralatan yang
diperlukan.60
d. Mengantar Peralatan
Pihak laki-laki Mengantar peralatan yang sudah ditentukan pada
pembicaraan terdahulu, biasanya seperti peralatan rumah tangga, perhiasan
emas, pakaian lengkap, dan uang mas kawin. Tidak lupa mengantar uang
pelangkah jika si gadis mempunyai kakak yang belum menikah. Semua
peralatan dibawa dan diarak oleh pihak laki-laki dengan terbuka, sehingga
orang-orang dapat melihat barang apa saja yang dibawa.61
e. Menyerahkan uang sembah
Tiga hari sebelum hari perkawinan tiba, si pemuda dengan diantar
oleh seorang keluarganya pergi ke rumah calon mertua untuk menyerahkan
uang kepada si gadis sendiri, yang disebut uang sembah. Adapun maksudnya
58
Budiaman. op. cit., h.73. 59
Ibid., h. 74. 60
Ibid., h. 75. 61
Ibid.
28
adalah sebagai pembuka hubungan antara si pemuda dengan gadis yang akan
menjadi calon istrinya.62
f. Serahan
Serahan adalah suatu upacara mengantar bahan-bahan yang
diperlukan untuk keperluan pesta pada keesokan harinya oleh pihak pemuda.
Serahan ini merupakan kewajiban bagi pihak keluarga pengantin laki-laki
untuk membantu peralatan pesta yang akan berlangsung di rumah keluarga
pengantin wanita.63
g. Nikah
Pada hari pernikahan si pemuda diantar oleh beberapa orang
keluarganya dan berangkat menjemput menuju ke rumah si gadis untuk
bersama-sama pergi ke penghulu melakukan akad nikah. Akan tetapi
pengantin wanita tidak boleh terlihat oleh pengantin laki-laki. Sesampainya di
depan penghulu, akad nikah pun dilakukan dengan disaksikan oleh keluarga
dan kedua belah pihak.64
Ketika berlangsungnya ijab-kabul dilakukan dalam
suasana yang tenang karena pernikahan merupakan peristiwa yang penting
dan merupakan persetujuan serta perjanjian yang suci.
h. Ngarak pengantin
Dari rumah pengantin laki-laki diarak ke rumah pengantin wanita oleh
keluarga, kaum kerabat dan teman-teman. Di dahului oleh barisan rebana dan
nyanyian dengan berjalan kaki. Sesampai di depan pintu dilakukan prosesi
adat buka palang pintu. Setelah pintu itu dibuka, pengantin bertemu dan
duduk dipelaminan. 65
i. Main nganten-ngantenan
Sehari setelah upacara pernikahan maka pada sore harinya laki-laki
pergi ke rumah istrinya dengan membawa kiras, yaitu beras tiga liter dan
seekor ayam. Kewajiban istri untuk memasak menyediakan makanan tetap
62
Ibid. 63
Ibid., h. 76. 64
Ibid., h. 77. 65
Ibid.
29
dilakukan. Kejadian ini berlangsung sampai dua atau tiga hari tanpa si istri
mau menegur si suami.66
j. Main marah-marahan
Setelah saat-saat main nganten-ngantenan berlangsung, selama itu
pula si suami pulang pergi ke rumah istri tanpa menginap. Karena ceritanya si
istri masih tetap marah kepada suaminya. Bila malam itu istrinya belum juga
mau bicara maka suami kembali lagi kerumahnya.67
k. Menyerahkan uang penegor.
Suatu malam suami datang kembali untuk merajuk istrinya agar mau
bicara atau tertawa. Jika dengan cara ini masih tidak berhasil juga maka
suami akan memberikan uang kepada istrinya yang disebut uang penegor.
Jika uang penegor cukup dan membuat istri mau tersenyum atau bicara. Maka
resmilah menjadi suami istri dan suami menginap di rumah orang tua istri.68
l. Pesta penutup
Setelah empat atau lima hari pengantin baru tinggal di rumah orang
tua istrinya, maka dibuatlah rencana untuk keberangkatan ke rumah orang tua
suami. Maksud keberangkatan adalah untuk menyelenggarakan pesta penutup
atau yang umum dikenal dengan istilah “Ngunduh Mantu”.69
Pada pernikahan orang Betawi dewasa ini, upacara perkawinan sudah
jarang dilakukan secara lengkap dengan menampilkan semua bagian tahapan
pernikahannya karena kenyataanya saat ini, adat perkawinan Betawi sudah
tidak lagi mengikuti adat masyarakat Betawi asli dan sudah mengalami
perubahan-perubahan dari adat aslinya.
Hal-hal yang sudah sangat jarang dilakukan dalam upacara pernikahan
Betawi pada saat ini adalah main nganten-ngantenan, main marah-marahan,
menyerahkan uang penegor dan pesta penutup. Alasan ditiadakan karena
sudah tidak sesuai lagi dengan situasi dan kondisi sosial, ekonomi dan budaya
66
Ibid. 67
Ibid., h. 78. 68
Ibid., h. 79. 69
Ibid.
30
pada saat ini.70
Akan tetapi didalam upacara perkawinan selalu diusahakan
agar sebagian prosesi adat dapat dilaksanakan contohnya palang pintu.
C. Tradisi Buka Palang Pintu
1. Pengertian Tradisi
Secara definisi istilah tradisi menurut kamus umum bahasa Indonesia
dipahami sebagai segala sesuatu yang turun-temurun dari nenek moyang.71
Tradisi merupakan pewarisan norma-norma, kaidah-kaidah, dan kebiasaan-
kebiasaan. Tradisi tersebut bukanlah suatu yang tidak dapat diubah, tradisi
justru dipadukan dengan aneka ragam perbuatan manusia dan diangkat dalam
keseluruhannya. Kerena manusia yang membuat tradisi maka manusia juga
yang dapat menerimanya, menolaknya, dan mengubahnya.72
Tradisi dalam kamus Antropologi sama dengan adat istiadat yakni
kebiasaan yang bersifat magis religius dari kehidupan suatu penduduk asli
yang meliputi mengenai nilai-nilai budaya, norma-norma, hukum dan aturan-
aturan yang saling berkaitan, dan kemudian menjadi suatu sistem atau
peraturan yang sudah mantap serta mencakup segala konsepsi sistem budaya
dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan atau perbuatan manusia
dalam kehidupan sosial.73
Sedangkan dalam kamus sosiologi, diartikan
sebagai kepercayaan dengan cara turun-temurun yang dapat dipelihara.74
Sedikit menyinggung teori, tokoh sosiologi, Emile Durkheim The
Division of Labor in Society, mengemukakan bahwa “solidaritas organik
suatu masyarakat perkotaan dibentuk dan dipelihara oleh keberadaan suatu
sistem nilai kebersamaan yang secara historis dibangun melalui tradisi”.75
Secara tidak disadari, sistem nilai kebersamaan itu memadu perilaku warga
masyarakat pada suatu arah tertentu yang menyatukan warga masyarakat
70
Ibid., h. 73. 71
W. J. S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : PN Balai Pustaka, 1976), h. 1088. 72
Van Peursen, Strategi Kebudayaan, (Jakarta: Kanisius, 1976), h. 11. 73
Ariyono dan Aminuddin, Kamus Antropologi, (Jakarta : Akademika Pressindo, 1985),
h. 4. 74
Soekanto, Kamus Sosiologi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993), h. 459. 75
Ahmad Fedyani Saifuddin, Catatan Refleksi Antropologi Sosial Budaya, (Jakarta:
Institut Antropologi Indonesia, 2011), cet. ke-1, h. 29.
31
yang beraneka ragam. Kekuatan yang menyatukan itulah yang disebut
representasi kolektif. Representasi kolektif muncul dari interaksi sosial dan
hanya bisa dipelajari secara langsung .
Tradisi juga dapat dikatakan sebagai suatu kebiasaan yang turun-
temurun dalam sebuah masyarakat, Tradisi merupakan kesadàràn kolektif
sebuah masyarakat dengan sifatnya yang luas tradisi bisa meliputi segala
kompleks kehidupan, sehingga tidak mudah disisihkan dengan perincian yang
tepat dan pasti, terutama sulit diperlukan serupa atau mirip, karena tradisi
bukan obyek yang mati, melainkan alat yang hidup untuk melayani manusia
yang hidup.76
Seseorang individu dalam suatu masyarakat mengalami proses belajar
dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai budaya yang terdapat dalam
masyarakatnya. Nilai budaya yang menjadi pedoman tingkah laku bagi warga
masyarakat adalah warisan turun-temurun yang telah mengalami proses
penyerahan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Proses ini
menyebabkan nilai-nilai budaya tertentu menjadi tradisi yang biasanya terus
dipertahankan oleh masyarakat.
2. Buka Palang Pintu
Tradisi buka palang pintu adalah suatu kebiasaan turun-temurun yang
masih dipertahankan dalam masyarakat Betawi, biasanya tradisi ini dilakukan
diacara pernikahan, meskipun tidak semua masyarakat Betawi melakukan
tradisi buka palang pintu di acara pernikahannya.
Buka palang pintu adalah “salah satu bagian dari serangkaian acara
prosesi adat perkawinan Betawi, yang lebih dikenal dengan istilah Palang
Pintu”.77
Acara ini dilakukan ketika mempelai pria dengan rombongannya
datang kerumah mempelai wanita untuk duduk melaksanakan akad nikah.
Palang Pintu secara bahasa terdiri dari dua kata “palang dan pintu.
Palang dalam bahasa Betawi adalah Penghalang supaya orang lain atau
76
Rendra, Mempertimbangkan Tradisi, (Jakarta: PT Gramedia, 1984), h. 3. 77
Bachtiar, Buku Panduan Perosesi Adat Perkawinan Betawi Buke Palang Pintu,
(Jakarta: Sanggar Si Pitung Rawabelong, 2013), cet. Ke-1, h. 3.
32
sesuatu tidak bisa lewat, pintu adalah pintu”.78
Jadi dapat diartikan Palang
Pintu adalah Tradisi Betawi untuk membuka penghalang orang lain untuk
masuk ke daerah tertentu dimana suatu daerah mempunyai jawara (sebagai
penghalang/palang) dan biasa dipakai pada acara perkawinan atau bebesanan.
Petasan dipasang sebagai tanda calon pengantin pria mau bersiap
berangkat. Diawali dengan upacara pemberangkatan calon pengantin laki-laki
dengan iringan pembacaan do‟a dan Sholawat Dustur, kemudian calon
pengantin laki-laki mencium tangan kepada orang tua serta keluarga,
memohon do‟a restu dan keberkahannya. Ketika pengantin mulai berjalan
dari depan pintu rumah menuju ke rumah calon pengantin perempuan diiringi
dengan rebana khas betawi yaitu rebana ketimpring.79
Pada saat calon pengantin laki-laki dan para pengiringnya sudah
mendekati tempat kediaman calon pengantin perempuan maka disambut
dengan bunyi petasan serenceng. Setelah sampai di halaman rumah mempelai
wanita, pihak laki-laki ditahan oleh beberapa orang pihak tuan rumah yang
menutup pintu masuk.80
Pihak calon pengantin laki-laki dihadang oleh tuan rumah yang juga
telah menyiapkan jawara-jawaranya yang disebut palang pintu. Maka
terjadilah dialog dengan bahasa pantun serta sedikit disisipi dengan humor.81
Di dalam acara buka palang pintu ini ada berbalas pantun, adu jago silat, dan
baca sike atau yalil.82
Pertama-tama pihak rombongan laki-laki dan pihak perempuan
bebalas pantun yang pada intinya pihak rombongan laki-laki harus mampu
membuka palang pintu atau jagoan yang sudah disiapkan pihak perempuan.
Setelah berbalas pantun, sang jawara menunjukkan jurus pukulan yang orang
betawi menyebutnya maen pukul maknanya adalah perjaka Betawi yang ingin
78
Barong Minah, “Palang Pintu”, http://senisetu.wordpress.com/about/ . Di akses pada 12
Desember 2013. 79
Bachtiar. loc. cit. 80
Cucu Sulaicha, Rachmat Ali, op. cit., h. 21. 81
Bachtiar. loc. cit. 82
Yahya Andi Saputra, S.M. Ardan, op. cit., h. 51.
33
berumah tangga harus siap secara lahiriyah untuk melindungi istri dan
keluarganya semua halangan fisik.83
Setelah maen pukulan dan dimenangkan pihak laki-laki, pihak
perempuan meminta dikumandangkan sike artinya adalah solawat kepada
Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi sike yang dikumandangkan harus merdu.
Sebagai tanda bahwa calon suami tidak diragukan lagi kemampuan dan
pengetahuan agamanya atau orang Betawi menyebut bisa mengaji dan ibadah
simbol agamis bukan Islam KTP. Setelah sike dikumandangkan dan syarat-
syarat telah dipenuhi, maka rombongan calon pengantin laki-laki di
persilahkan masuk dengan diiringi rebana ketimpring.84
Adapun perlengkapan dari tradisi palang pintu antara lain berikut
penjelasannya:
a. Rebana ketimpring
Menurut H. Sueb, “Orang dulu tidak mau repot-repot. Mungkin
karena rebananya kecil, suaranya juga kecil, bunyinya pring-pring lalu di beri
nama ketimpring,”. Begitulah asal-muasal (proses) pembentukan nama
ketimpring yang mengiringi orkes rebana.85
Sebutan rebana ketimpring mungkin karena adanya tiga pasang
kerincingan, yakni semacam kecrek yang dipasang pada badannya. Badan
rebana terbuat dan kayu yang menurut istilah setempat biasa disebut
kelongkongan. Rebana ketimpring “biasanya terdiri dari tiga buah rebana
berukuran sama, dengan garis tengah kurang lebih antara 20-25 cm. Tiga
buah rebana itu ada yang disebut rebana tiga, rebana empat, dan rebana
lima”.86
Posisi Rebana Ketimpring ada di belakang pengantin, selain
mengarak pengantin, terkadang Rebana Ketimpring ikut juga berpartisipasi di
dalam pembacaan Maulid.87
b. Kembang kelape
83
Ibid., h. 57. 84
Ibid., h. 58. 85
Tim Peneliti Kebudayaan Betawi FIB UI, Ragam Seni Budaya Betawi, op. cit., h. 56. 86
Muhadjir, Peta Seni Budaya Betawi, (Jakarta: Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 1986),
h. 40. 87
Bachtiar, op. cit., h. 13.
34
Merupakan salah satu simbol benda yang banyak bermanfaat dan
serba guna. Pohon kelapa adalah salah satu pohon yang berguna dan tidak
terbuang percuma dari mulai daun, batang, hingga buahnya bisa bermanfaat
dan berguna. Sepasang kembang kelapa, “sebagai simbol dan harapan mudah-
mudahan calon pengantin seperti pohon kelapa, banyak manfaatnya berguna
bagi keluarga nusa dan bangsa. Sepasang kembang kelapa posisinya mengapit
pengantin berada di sebelah kiri dan kanan”.88
c. Petasan
Petasan bagian dari budaya Betawi yang hampir tidak bisa di
pisahkan. Petasan berfungsi sebagai alat informasi atau pengabaran kepada
tetangga. Petasan yang digunakan pada acara buka palang pintu berbentuk
renceng dengan panjang 2-4 meter serta memiliki beberapa petasan yang
berukuran seukuran gelas mug dan dinyalahkan ketika calon pengantin pria
hendak beranjak jalan dan sampai di rumah calon mempelai wanita.89
d. Sirih dare
Daun sirih sebanyak empat belas lembar (tujuh lembar di kiri dan
tujuh lembar di kanan) dilipat terbalik membentuk bungkusan kacang rebus,
ujung batangnya tidak dibuang, di tengah-tengah diberi sekuntum mawar
merah. Dimasukkan ke dalam karton berbentuk segi tiga yang dilapisi kertas
emas. Sirih dare ini diberikan sebagai persembahan penganten pria kepada
mempelai putri untuk mengajaknya duduk bersanding. Merupakan lambang
cinta kasih suami kepada istrinya. Sirih dare dibawa oleh calon pengantin
laki-laki ketika prosesi acara buka palang pintu, sirih dare dijepit oleh kedua
belah tangan si pengantin pria dengan posisi tangan seperti memberi
hormat.90
e. Pantun
Pantun digunakan di dalam acara adat perkawinan Betawi, ketika
terjadi dialog antara Juru bicara Palang Pintu tuan rumah dengan juru bicara
88
Ibid., h. 14. 89
Ibid., h. 15. 90
Ibid., h. 16.
35
dari calon pengantin pria.91
Saidi dalam bukunya bejudul Profil Orang
Betawi menyebutkan “sejumlah pola pantun Betawi. Umumnya, pola pantun
Betawi mengikuti pola umum yang ada, yakni 4 baris yang terdiri atas 2 baris
sampiran dan dua baris isi”.92
Pantun salah satu bagian dari kehidupan
masyarakat Betawi. Dialog pantun dikumandangkan dengan sangat meriah
dan mengundang tawa hadirin. Isi pantun biasanya tanya jawab seputar
maksud dan tujuan pihak pria.
e. Sikeh
Sikeh adalah “satu jenis lagu atau irama yang ada di dalam ilmu
membaca Al-qur‟an, sikeh bisa juga diartikan sebagai simbol bisa mengaji
dan taat pada agama bukan hanya KTPnya saja yang Islam”. 93
Dengan bisa
mengaji, Insyaallah bisa mengajarkan keluarganya menjadi keluarga Sakinah
Mawaddah Warohmah.
f. Silat Betawi
Silat Betawi atau yang lebih dikenal dengan maen pukulan Betawi
sangat akrab dengan kehidupan orang Betawi. Pelajaran silat lebih kepada
menjaga diri dan membela diri. Di dalam acara adat perkawinan betawi
“Buka Palang Pintu sebagai simbol keberanian serta tanggung jawab di dalam
melindungi keluarganya dari gangguan-gangguan yang tidak diinginkan juga
diharapkan dengan bisa silat juga dapat bermanfaat bagi orang banyak”.94
Silat atau maen pukulan Betawi yang hidup di masyarakat sekarang
ini juga dapat dibagi dalam dua kategori yang lebih besar, yaitu “maen
pukulan Betawi yang dipakai sebagai bela diri dan maen pukulan Betawi
yang diperuntukan bagi kesenian tradisional Betawi lainnya, seperti palang
pintu dan lenong”.95
91
Ibid., h. 17. 92
Tim Peneliti Kebudayaan Betawi FIB UI, Ragam Seni Budaya Betawi, op. cit., h. 13. 93
Bachtiar. loc. cit. 94
Bachtiar, op. cit., h. 19. 95
Tim Peneliti Kebudayaan Betawi FIB UI, Ragam Seni Budaya Betawi, op. cit., h. 104.
36
D. Penelitian Relevan
1. Dalam penelitiannya Chaerul Anwar. Tradisi Ziarah Kubur Masyarakat
Betawi Pada Makan Muallim KH. M. Syafi‟i Hadzami Kampung Dukuh
Jakarta Selatan. Skripsi. Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam,
Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 2007. Metode penelitian dilakukan dengan metode
deskriptif kualitatif. Tradisi Ziarah Kubur di fokuskan pada masyarakat
Betawi, Objek ziarah kubur pada makam Muallim KH. M. Syafi‟i
Hadzami, terletak di Kampung Dukuh Jakarta Selatan. Masyarakat Betawi
adalah masyarakat yang cenderung senang berzizrah kubur, cara berziarah
kubur dilakukan secara individu atau rombongan, hal yang di baca yaitu
surat Yasiin dan Tahlil.96
2. Dalam penelitiannya Sri Murni. Orang Betawi Kampung Bojong: Usaha
Mereka Mempertahankan Identitasnya Sebagai Kelompok Etnik. Skripsi.
Jurusan Antropologi. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik. Universitas
Indonesia. Kampung Bojong (RW 06), Kelurahan Pondok Kelapa,
Kecamatan Duren Sawit, yang termasuk dalam wilayah administratif
Jakarta Timur merupakan salah satu lokasi wilayah pengembangan Timur
Kota Jakarta. Tanah-tanah yang digunakan untuk pembangunan berasal
dari sawah-sawah dan tanah-tanah milik orang Betawi. Penyesuaian
menghadapi lingkungan yang sedang berubah ini terus berlangsung., suatu
kemajuan dalam pola pikir orang Betawi di Kampung Bojong ini adalah
pandangan mereka terhadap pendidikan tinggi bagi anak-anak mereka
kelak. Nilai-nilai budaya orang Betawi yang banyak dipengaruhi oleh
agama Islam tetap dipertahankan sebagai ciri orang Betawi selain Bahasa
Betawi. Agama Islam sekaligus pula menjadikan mereka terikat satu
dengan yang lainnya dalam sebuah keluarga besar yang bersaudara. Semua
96
Chaerul Anwar. Tradisi Ziarah Kubur Masyarakat Betawi Pada Makam Muallim KH.
M. Syafi’i Hadzami Kampung Dukuh Jakarta Selatan. Skripsi. Komunikasi dan Penyiaran Islam,
Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007,
tidak dipublikasikan.
37
ini adalah usaha Orang Betawi dalam mempertahankan indentitas mereka
sebagai kelompok etnik.97
97
Sri Murni. Orang Betawi Kampung Bojong: Usaha Mereka Mempertahankan
Identitasnya Sebagai Kelompok Etnik. Skripsi. Jurusan Antropologi. Fakultas Ilmu Sosial Dan
Ilmu Politik. Universitas Indonesia, Jakarta, h.v, tidak dipublikasikan.
38
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian
Adapun lokasi penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kelurahan
Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Kota Jakarta Selatan. Alasan
memilih lokasi ini karena mayoritas masyarakat yang ada di wilayah
Tanjung Barat adalah masyarakat Betawi yang masih menggunakan
palang pintu pada acara pernikahannya.
2. Waktu Penelitian
Proses penelitian ini dilakukan secara bertahap yaitu mulai dari
tahap perencanaan, persiapan penelitian yang dilanjutkan dengan
pengumpulan data lapangan sebagai kegiatan inti penelitian, dan diakhiri
dengan laporan penelitian. Proses penelitian ini dimulai sejak bulan Juni
2014 dan berakhir pada bulan Oktober 2014. Agar penelitian ini sesuai
dengan terget yang telah ditetapkan, maka peneliti membuat jadwal
sebagai berikut :
No Kegiatan BULAN
JUN JUL AGUS SEPT OKT NOV
1 Penyusunan
2 Observasi
3 Menentukan dan
Menyusun
Instrumen
Penelitian
4 Pengumpulan
Data
5 Analisis Data
dan Pengolahan
Data
6 Penyusunan
Laporan
7 Bimbingan
Akhir Skripsi
39
8 Sidang Skripsi
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Menurut Sugiono “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Sugiyono menambahkan bahwa, sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.”1
Berdasarkan karakteristik yang telah dijelaskan, populasi dalam
penelitian ini adalah masyarakat Betawi di Kelurahan Tanjung Barat, Jakarta
Selatan. Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling.
Sugiono juga menyebutkan bahwa, purposive sampling adalah “teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu”.2 Dalam penelitian ini
penentuan purposive sampling dilakukan kepada 3 orang pendiri buka palang
pintu di Tanjung Barat yang dipertimbangkan berkompeten karena sudah
lama menekuni profesi sebagai palang pintu, 1 tokoh masyarakat yaitu orang
yang dituakan sekaligus ketua rw 01 dan juga orang Betawi asli, 6 orang
masyarakat Betawi yang menggunakan palang pintu pada pernikahannya,
dipilih 6 orang masyarakat Betawi sudah melalui pertimbangan untuk
membantu menguatkan data mengenai perkembangan tradisi buka palang
pintu di wilayah Tanjung Barat, dan 1 kepala pemerintah daerah setempat
yaitu Lurah Tanjung Barat.
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode yang menggambarkan bagaimana
keadaan yang sebenarnya dari fenomena yang diteliti. Metode penelitian
berisi jenis penelitian yang digunakan untuk memecahkan masalah penelitian.
1 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D),
(Bandung : ALFABETA, 2009), cet.ke-7, h. 297. 2 Ibid., h. 300.
40
Menurut Lincon dan Guba, penelitian kualitatif disebut “Naturalistik
Inquiry dengan penggunaan pendekatan kualitatif dikarenakan cara
pengamatan dan pengumpulan data dilakukan dalam latar atau setting
alamiah, artinya tanpa memanipulasi subjek yang diteliti”.3
Melalui pendekatan kualitatif, berusaha mengamati orang dalam
lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan subjek penelitian, berusaha
memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang program tertentu serta
berusaha melihat fenomena di lingkungan penelitian, dan berusaha
memahami bahasa dan memberi makna terhadap rangkaian peristiwa yang
dilihat dan didengar.4
Penelitian kualitatif bertolak dari asumsi realitas sosial yang bersifat
unik, kompleks, dan ganda. Artinya penelitian kualitatif merupakan
pendekatan yang tepat untuk mengungkapkan fenomena di suatu lingkungan.
Penelitian kualitatif bermakna membicarakan metodologi penelitian yang di
dalamnya mencakup pandangan-pandangan filsafati mengenai relitas dan
objek yang dikaji. Di antara metode yang digunakan dalam penelitian
kualitatif ini adalah metode deskriptif.
Menurut Bugin, “Metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan,
meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas
sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penilaian, dan berupaya
menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri karakter, sifat, model,
tanda atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu”.5
Metode deskriptif tidak hanya menggambarkan kondisi objek
penelitian, tetapi juga menganalisis, mengkualifikasi serta
menginterpretasikan berdasarkan metode, teori, dan kemampuan.
Kemampuan dan pengalaman sangat berpengaruh terhadap hasil penelitian
yang menggunakan metode deskriptif.6
3Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (FITK), (Jakarta :
FITK, 2013), h. 61. 4 Ibid., h. 62.
5 Ibid.
6 Ibid., h. 63.
41
Unsur-unsur penelitian Kualitatif meliputi analisis yang terbuka
dengan fokus penelitian yang dapat berubah dan banyak perhatian terhadap
penggunaan wawancara mendalam. Sedangkan menurut Sanapiah Faishal
“Studi Kasus merupakan tipe pendekatan dalam penelitian yang
penelaahannya kepada satu kasus dilakukan secara intensif, mendalam,
mendetail dan komprehensif”.7
D. Prosedur Pengumpulan Data
Data merupakan sebuah hal yang sangat penting dan menjadi dasar
keabsahan atau kevalidan dan kekuatan dalam penelitian. Data merupakan
bahan yang belum diolah atau dapat disebut juga bahan mentah yang
berkaitan dengan fakta.
Sumber dan jenis-jenis data terbagi menjadi :
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari hasil
wawancara yang diperoleh dari narasumber atau informan yang dianggap
berpotensi dalam memberikan informasi yang relevan dan sebenarnya di
lapangan. Sumber informan berjumlah 11 orang, dalam penelitian ini
dilakukan kepada 3 orang pendiri buka palang pintu di Tanjung Barat yang
dipertimbangkan berkompeten karena sudah lama menekuni profesi
sebagai palang pintu, 1 tokoh masyarakat yaitu orang Betawi asli yang
dituakan sekaligus ketua rw 01, 6 orang masyarakat Betawi yang
menggunakan palang pintu pada pernikahannya, dipilih 6 orang
masyarakat Betawi sudah melalui pertimbangan untuk membantu
menguatkan data mengenai perkembangan tradisi buka palang pintu di
wilayah Tanjung Barat, dan 1 kepala pemerintah daerah setempat yaitu
Lurah Tanjung Barat.
2. Data sekunder
7 Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,
2007), h. 22.
42
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian, namun
berbeda dengan data primer, data sekunder adalah data yang diperoleh dari
data-data yang sudah ada dan sebagai data pendukung primer. Data
sekunder didapat dari berbagai sumber dan literatur seperti bahan bacaan,
bahan pustaka, dan laporan-laporan penelitian. Adapun data sekunder
dalam skripsi ini adalah buku monografi kelurahan Tanjung Barat untuk
mengetahui jumlah penduduk, majalah, prestasi penghargaan buka palang
pintu serta berbagai literatur yang relevan dengan objek kajian penelitian.
Kedua jenis data yang didapat yakni data primer dan data sekunder
dikumpulkan dengan teknik pengumpulan data yang terencana namun
hanya berbeda dalam sumber data saja. Pengumpulan data merupakan cara
yang digunakan untuk mendapatkan data yang diperlukan sesuai dengan
rumusan masalah. Dalam pengumpulan data sangat dibutuhkan teknik
yang tepat dan relevan dengan data yang dicari.
E. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Observasi
Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian deskripsi
kualitatif ini adalah observasi atau pengamatan, langkah ini digunakan
demi melengkapi data dengan cara terjun langsung ke masyarakat lalu
mengamati kondisi masyarakat, mengamati prosesi buka palang pintu pada
pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat. Observasi adalah “cara
pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat
standar lain untuk keperluan meneliti”.8 Maksud dari observasi ini adalah
mencari data yang valid yang hendak diteliti di lokasi penelitian dengan
mengamati langsung ke acara pernikahan masyarakat Betawi yang
menggunakan prosesi buka palang pintu dan orang-orang yang
berkecimpung dalam prosesi buka palang pintu.
8 Pedoman Skripsi, op. cit., h. 66.
43
Pengumpulan data dengan menggunakan observasi ini merupakan
langkah awal dari dua teknik pengumpulan data selanjutnya dalam
penelitian ini. Hubungan antara ketiganya diperlukan dalam proses
pemeriksaan atau pengecekan keabsahan data. Karena kevalidan dan
keajegan data yang didapatkan dari lapangan sangat ditentukan oleh ketiga
teknik pengumpulan data ini.
2. Interview atau wawancara
Setelah proses observasi selesai, maka langkah selanjutnya adalah
kegiatan wawancara. Wawancara ini diperuntukan untuk menggali lebih
jauh lagi informasi, wawancara dengan 6 orang warga Betawi yang
menggunakan prosesi buka palang pintu pada pernikahannya, kepala
pemerintahan Tanjung Barat, tokoh masyarakat serta orang yang
berkecimpung dalam palang pintu yang berada pada wilayah Kelurahan
Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Menurut Deddy
Mulyana wawancara adalah “bentuk komunikasi antara dua orang,
melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang
lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan
tertentu”.9
Pandangan lainnya yang sangat mendukung ialah pendapat dari M.
Nazir “yang dimaksud dengan wawancara adalah proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, dengan
bertatap muka antara penanya atau pewawancara dengan penjawab atau
responden dengan situasi dan fenomena yang terjadi, menggunakan alat
yang dinamakan interview guide (panduan wawancara)”.10
Hal ini
menandakan dengan wawancara, peneliti akan mengetahui hal-hal yang
lebih mendalam tentang narasumber dalam menginterpretasikan situasi
dan fenomena tradisi buka palang pintu yang terjadi di Tanjung Barat,
dalam hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi saja.
9 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2004), h. 180. 10
M. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988), cet-3, h. 234.
44
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan “sumber non manusia, sumber ini
adalah sumber yang cukup bermanfaat, sumber yang stabil dan akurat
sebagai cermin situasi atau kondisi yang sebenarnya serta dapat dianalisis
secara berulang-ulang dengan tidak mengalami perubahan”.11
Dokumen
merupakan “catatan peristiwa yang sudah berlalu bisa berbentuk tulisan,
gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang”.12
Dalam penelitian
ini, dokumentasi yang dilakukan berupa foto prosesi buka palang pintu di
acara pernikahan, foto rumah adat Betawi yang ada di Tanjung Barat,
buku monografi kelurahan, sertifikat juara palang pintu dan bahan bacaan
tentang palang pintu.
F. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi intrumen atau alat penelitian
adalah peneliti sendiri. Menurut Cholid Narbuko, “peneliti kualitatif sebagai
human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan
sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data,
analisis data, menafsirkan dan membuat kesimpulan temuannya.”13
Dalam hal
ini peneliti sebagai human instrument dalam penelitian kualitatif bertujuan
untuk mengetahui fenomena sosial namun dalam penelitian bukan hanya
mengetahui fenomena saja tetapi pada prinsipnya penelitian adalah
melakukan pengukuran dan alat ukur dalam penelitian tersebut dinamakan
instrumen penelitian.
Penggunaan instrumen penelitian bertujuan sebagai alat bantu yang
dipilih dan digunakan dalam kegiatannya mengumpulkan data atau informasi
agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah dalam
menganalisis data hasil wawancara tersebut. Instrumen penelitian ini
menggunakan pedoman observasi dan wawancara untuk mengetahui tradisi
buka palang pintu pada pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat.
11 Pedoman skripsi, op. cit., h. 67.
12 Sugiono, op. cit., h. 329.
13 Ibid., h. 306
45
Adapun kisi-kisi instrument penelitian ini yaitu :
1. Pedoman wawancara
Tabel 3.1
Kisi-kisi Instrumen Wawancara Kepada Tokoh dan Masyarakat Betawi
No Indikator Sub Indikator Nomor
Butir Soal Jumlah
1. Pengetahuan
Mengetahui makna buka palang
pintu
1
1
2. Ekspektasi
a. Memberikan pandangan
mengenai tahapan prosesi
buka palang pintu di
Tanjung Barat.
b. Memberikan pendapat
tentang perkembangan
tradisi buka palang pintu di
Tanjung Barat
2, 4, 5
3
3. Pelestarian
Memberikan pendapat tentang
kesadaran memakai prosesi adat
buka palang pintu pada
pernikahan
3
1
Jumlah 5
Tabel 3.2
Kisi-kisi Instrumen Wawancara Kepada Pendiri Palang Pintu
No Indikator Sub Indikator Nomor
Butir Soal Jumlah
1. Pengetahuan
a. Mengetahui makna buka
palang pintu
b. Sejarah buka palang pintu di
Tanjung Barat
c. Syarat untuk menjadi palang
pintu
d. Tahapan prosesi buka palang
pintu
e. Makna dari setiap tahapan
f. Alat dan perlengkapan yang
digunakan
1, 2, 5, 7, 8,
9
6
2. Ekspektasi
a. Cara mempertahankan
tradisi palang pintu
b. Pandangan perkembangan
tradisi palang pintu
c. Harga setiap penampilan
10, 11, 13,
14
4
46
No Indikator Sub Indikator Nomor
Butir Soal Jumlah
3. Pelestarian
a. Awal menekuni profesi
palang pintu dan alasannya
b. Pelatihan palang pintu
3, 4, 6, 12
4
Jumlah 14
2. Pedoman Observasi
a. Jumlah penduduk
b. Kondisi dari segi sosial dan ekonomi masyarakat setempat
c. Kebudayaan masyarakat Tanjung Barat
d. Pernikahan Masyarakat Betawi di Tanjung Barat.
e. Tradisi Buka Palang Pintu
f. Tahap-tahap buka palang pintu
g. Syarat perlengkapan buka palang pintu.
h. Makna buka palang pintu bagi masyarakat Betawi
i. Pandangan masyarakat terhadap Tradisi Buka Palang Pintu.
j. Pelaku palang pintu.
G. Pemeriksaan atau Pengecekan Keabsahan Data
Dalam penelitan kualitatif, pemeriksaan atau pengecekan keabsahan
data sangat berbeda dengan penelitian kuantitatif. Dalam penelitian deskriptif
kualitatif ini tidak mempunyai ukuran yang baku dalam ukuran pemeriksaan
atau pengecekan keabsahan data. Dalam penelitian kualitatif ini ada beberapa
kriteria yang digunakan untuk melakukan pengukuran itu.
Devania Anesya menguraikan bahwa, ada empat kriteria dalam
penelitian kualitatif yang digunakan untuk mengukur keabsahan data.
47
Keempat kriteria ini antara lain : “kriteria yang pertama yaitu kepercayaan
(credibility), kriteria kedua yaitu keteralihan (transferability), kriteria ke tiga
yaitu ketergantungan (dependability) dan kriteria yang terakhir yaitu
kepastian (confirmability)”.14
Credibility, dependability, dan confirmability menunjukan tingkat
kejelasan penelitian ini berdasarkan fenomena-fenomena yang ada dari
penelitian. Ide dasarnya adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami
dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari
berbagai sudut pandang. Memotret fenomena tunggal dari sudut pandang
yang berbeda-beda akan memungkinkan diperoleh tingkat kebenaran yang
handal. Oleh karena itu diperlukan metode Trianggulasi.15
Dalam hal ini peneliti menggunakan dua metode trianggulasi, yakni
pertama Trianggulasi metode, menggunakan teknik pengumpulan data yang
berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Sebagaimana
dikenal, dalam penelitian kualitatif menggunakan metode dokumentasi,
wawancara, dan observasi. Trianggulasi sumber berarti, untuk mendapatkan
data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama.16
Pengujian trianggulasi dengan strategi trianggulasi metode dan
triangulasi sumber dilakukan untuk mencapai keabsahan data dari penelitian
deskriptif kualitatif ini dengan credibility, transferability, confirmability.
Dalam hal ini, peneliti menggunakan ketiga teknik pengumpulan data diatas
yakni studi dokumentasi, wawancara, dan observasi sebagai penguji
trianggulasi metodenya. Dengan demikian, proses ini akan menghasilkan
penelitian yang bisa di pertanggung jawabkan validitasnya. Hal ini dilakukan
agar penelitian ini menunjukkan keajegan penelitian kualitatif pada
umumnya.
14
Devania Anesya, Teknik Analisis Data,
http://frenndw.wordpress.com/2011/03/15/teknik-analisis-data/ diakses pada tanggal 2 Oktober
2014. 15
http://mudjiaraharjo.com/materi-kuliah/20.html , diakses pada tanggal 2 Oktober 2014. 16
Sugiono, op. cit., h. 373.
48
H. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Setelah semua data yang diinginkan diperoleh, langkah selanjutnya
menggunakan data untuk penelitian. Data kemudian ditelaah dan dianalisis,
atau lebih dikenal dengan istilah analisis data. Analisis data adalah cara
mengolah data yang telah terkumpul untuk kemudian dapat memberikan
interpretasi dan pengelolaan. Data ini digunakan untuk menjawab masalah
yang telah dirumuskan.
Analisis data bertujuan untuk menyusun data dengan cara yang
bermakna sehingga dapat dipahami dan mudah ditafsirkan. Penganalisaan
data merupakan suatu proses yang dimulai sejak pengumpulan data di
lapangan, kemudian data yang terkumpul diperiksa kembali dan
diklasifikasikan sehingga dapat diolah untuk dapat dianalisis. Data yang
dianalisis berdasarkan analisis logika induktif yakni analisis yang bergerak
dari hal-hal yang khusus atau spesifik ke hal-hal yang lebih bersifat umum.
Adapun teknik analisis data yang peneliti gunakan adalah:
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal penting serta dicari tema dan polanya. Dengan
demikian, data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih
jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya jika diperlukan. Proses reduksi data dalam penelitian ini adalah
merangkum hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi sesuai dengan
rumusan masalah, fokus penelitian dan pertanyaan penelitian.17
Selama
proses tersebut berlangsung, peneliti menentukan hal pokok untuk
disajikan. Melalui proses reduksi, maka akan memperlihatkan sebuah data
yang jelas dan terperinci.
2. Data Display (penyajian data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah
mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data dapat
17
Sugiono, op. cit., h. 338.
49
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,
flowchart, matriks dan sejenisnya agar mudah dipahami. Bentuk yang
paling sering digunakan dalam penyajian data dalam penelitian kualitatif
adalah dengan teks yang bersifat naratif.18
Namun untuk teks naratif
tertentu ada yang dialihkan menjadi bentuk gambar, bagan, dan tabel.
Penggunaan gambar, bagan, dan tabel bisa memperkuat data deskriptif dan
mempermudah pembaca dalam memahami isi penelitian ini.19
3. Conclusion Drawing Atau Verification (Verifikasi)
Langkah ke tiga dalam penelitian kualitatif adalah penerikan
kesimpulan. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara
dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat untuk
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila
kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti
yang valid dan konsisten selama pengumpulan data maka kesimpulan yang
dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.20
18
Ibid., h. 341. 19
Pedoman skripsi, op. cit., h. 71. 20
Sugiono, op. cit., h. 345.
50
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
1. Letak Geografis Wilayah dan Kependudukan
Tanjung Barat merupakan sebuah kelurahan yang terletak di
Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Kelurahan ini memiliki kode
wilayah 31.74.09.1005 dan kode pos 12530. Sebelumnya Kelurahan
Tanjung Barat termasuk dalam wilayah Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta
Selatan. Akan tetapi ada perubahan pada tanggal 18 Desember 1990
Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 1990 yang
antara lain berisi pemekaran wilayah Kecamatan Pasar Minggu menjadi
dua yaitu Kecamatan Pasar Minggu dan Kecamatan Jagakarsa. Peraturan
Pemerintah ini dimuat dalam Lembaran Negara No. LN 1990/87.1
Letak wilayah Tanjung Barat sangatlah strategis untuk dijadikan
pemukiman karena akses jalan termasuk mudah dilalui jalan tol, jalur KRL
dan ujung timur flyover TB. Simatupang. Pada saat ini lurah Tanjung
Barat bernama Aryan Syafari yang terpilih lewat proses lelang jabatan
Lurah dan Camat yang diprakarsai Gubernur Joko Widodo dan Wakil
Gubernur Basuki Tjahaya Purnama.
Gambar 4.1 Peta wilayah kelurahan Tanjung Barat
1 http://id.wikipedia.org/wiki/Tanjung_Barat,_Jagakarsa,_Jakarta_Selatan diakses pada
tanggal 23 Oktober 2014 Pukul 14.30
51
Wilayah Tanjung Barat secara geografis memiliki luas wilayah
seluas 364,64 Ha dengan jumlah penduduk pada bulan September 2014
tercatat laki-laki sebanyak 20.637 jiwa dan perempuan sebanyak 20.836
jiwa. Total keseluruhan jumlah penduduk adalah sebanyak 41.473 jiwa.2
Selain itu daerah ini secara administrasi berbatasan dengan
beberapa wilayah lainnya, antara lain :
a. Utara Kelurahan Pejaten Timur, Kecamatan Pasar Minggu garis
batas terpanjangnya adalah di Jl. Poltangan mulai dari
Gereja HKBP Poltangan lurus ke arah timur hingga Kali
Ciliwung
b. Selatan Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta
Selatan. Garis batas terpanjangnya adalah Jl. Guru
c. Barat Kelurahan Kebagusan, Kecamatan Pasar Minggu, garis
batas terpanjangnya adalah kali Baru Barat, mulai dari
patung macan AMD (TB Simatupang) di utara hingga gang
Waru (Jl. Joe) di Selatan
d. Timur Kali Ciliwung. Sisi timur Kelurahan Tanjung Barat
sebenarnya berbatasan dengan 3 kelurahan yaitu Kampung
Gedong, Cijantung, Kampung Baru, 1 Kecamatan yaitu
Pasar Rebo dan 1 kota yaitu Jakarta Timur yang semuanya
berada di seberang timur kali Ciliwung
Kelurahan Tanjung Barat terdiri dari 6 RW dan 66 RT yang
meliputi cakupan wilayah sebagai berikut :
a. Utara: Poltangan, Beringin Besar, Remidi, Perikanan, Swadaya, Gunuk
Ciliwung, Kober, Nangka Utara, Lebak Sari.
b. Selatan: Rancho, TBI, Muara, Gintung, Buni, Bacang, Sonton, Kancil,
Gang Guru, Jayanti, Gang Seratus, Kampung Bulak/Jambu, Tanjung
Mas, Nangka Selatan.
2 Sumber: Dinas Kependudukan DKI Jakarta, Data statistik Kelurahan Tanjung Barat
bulan September 2014
52
c. Barat: Gang Waru, Gang Langgar, Stasiun Tanjung Barat, Baung,
AMD, Stoplas, Kolong (Jalan Baru).
2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Tanjung Barat
Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di Tanjung Barat semakin
meningkat dengan adanya sarana-sarana yang dimiliki seperti terdapat
sarana rumah ibadah, puskesmas, klinik, apotik, TK, SD/MI, PAUD, TPA,
Perguruan tinggi, pondok pesantren, mini market, area terbuka hijau,
sarana kebersihan serta adanya perumahan.
Berikut ini adalah beberapa paparan sarana yang dimiliki di
kelurahan Tanjung Barat antara lain :
a. Kesehatan
Dalam bidang kesehatan khususnya di Tanjung Barat terdapat
banyak praktek dokter serta bidan, pada umumnya dokter dan bidan
praktek pagi hingga malam hari, ada juga beberapa apotik dan klinik
yang melayani hingga 24 jam. Berikut ini adalah nama-nama
puskesmas, klinik dan apotik :
1. Puskesmas PGI Jl. Nangka Utara 18 RT 009/03 Telp. 021-7804115
(dekat LPMP)
2. Klinik Kirei Jl. Nangka Selatan No. 5 Telp. 021-97603103 (dekat
Gedung Telkomsel)
3. Klinik Avicenna Jl. Jalan Swadaya, Poltangan
4. Klinik & Apotik Permata Medika Jl. Tanjung Barat Lama Utara
No. 111 B, Perlintasan kereta Beringin Besar
5. Klinik Citra, Kompleks Tanjung Mas Raya Bl B-1/37 Telp. 021-
78838769
6. Klinik Gigi Agatha Jl. TB Simatupang (dekat MI Al Falah)
7. Klinik Gigi Jl. Nangka Utara (dekat LPMP)
8. Klinik & Apotik Zamzama, Jl. TB Simatupang No. 8, Putaran
Rancho, Telp. 021-7810840
9. Klinik Az Zahra Jl. Rancho Indah (dekat SD Negeri 03)
53
10. Apotik Tanjung Barat Jl. Rancho Indah, Telp. 021-7813148,
Putaran Rancho
11. Apotik & Klinik Gigi Naya Farma Jl. Nangka Selatan No. 2, depan
Masjid Al Murthado
12. Apotik Generik Jl. Sonton Tanjung Barat Selatan, utara Masjid Al
Munawaroh
13. Apotik Roxy Poltangan Jl. Raya Poltangan No.31 Telp. 021-
78848245 Fax. 021-78848246
14. Toko obat di Jl. Rancho Indah, Poltangan, Tanjung Barat Selatan
(gang 100).
b. Rumah Ibadah
Ada sarana rumah ibadah yang terdapat di beberapa lokasi di
Tanjung Barat diantaranya adalah, Masjid, Mushola, dan Gereja.
Berikut ini adalah nama-nama rumah ibadah antara lain :
1. Masjid Al Arraf, Gang Delima, Poltangan
2. Masjid Baiturrahman, Jl. Swadaya, Poltangan
3. Mushala An Nurriyah, Jl. Nangka Utara (Truba Jaya)
4. Masjid As Sa'adah, Jl. Poltangan Ujung
5. Masjid Al Barokah, Lebak Sari
6. Masjid An Nur, Gg. Jayadi, Tanjung Barat Lama Utara
7. Masjid Al Murthado, Jl. Al Murthado, Nangka Selatan
8. Masjid Al Kautsar, di kompleks perumahan Tanjung Barat Indah
(TBI)
9. Masjid Nurul Hidayatushalihin, Jl. Rancho Indah/Putaran Rancho
10. Masjid Al Khairiyah, Jl. Rancho Indah Dalam/Belakang kantor
Kelurahan
11. Masjid Al Hikmah, Jl. H. Nawi, Nangka Selatan
12. Masjid Al Barkah, Jl. Moh. Minul, Bacang
13. Masjid Asy Syuhada, Jl. Tanjung Barat Selatan (Gg. Seratus)
14. Mushala Al Ji'ronah, Jl. Tanjung Barat Selatan (Gg. Seratus)
54
15. Mushala Nurul Hidayah, Jl. H. Alwi, Tanjung Barat Selatan
(Kampung Bulak)
16. Masjid Al Munawaroh, Jl. Sonton, Tanjung Barat Selatan (Gg.
Seratus)
17. Masjid Nurul Huda, Jl. Masjid Nurul Huda, Nangka Selatan
18. Masjid Nurul Islam, Jl. Masjid Nurul Islam, Nangka Selatan
19. Masjid Nurul Huda, Muara (utara Tol)
20. Masjid Al Badriyah, Muara (selatan Tol)
21. Masjid Al Ikhsan, Muara (selatan Tol)
22. Masjid Aisyiah, Muara (selatan Tol)
23. Masjid Husnul Khatimah, Tanjung Mas Raya Estate
24. Masjid As Syariyah Jl. AMD VIII, Gang Baung
25. Masjid Nurul Badriyah Jl. Baung (depan)
26. Masjid Ar Rohman Jl. Raya Lenteng Agung, Gang Waru
27. Masjid Al Ajilin, Jl. Guru Muhyin
28. Mushala Al Furqon, Jl. Gintung
29. Mushala As Sufi, Jl. Gintung
30. Masjid Ibnu Sabil, Gintung Dalam
31. Gereja HKBP, Jl. Poltangan
32. Gereja Pasundan, Jl. Nangka Utara
33. Gereja Advent, Jl. Tanjung Barat Lama Utara, Remidi.
c. Pendidikan
Dalam bidang pendidikan masyarakat di Tanjung Barat dapat
dengan mudah bersekolah merasakan bangku pendidikan karena
terdapat semua tingkatan sekolah mulai dari TK hinga perguruan tinggi
swasta, antara lain :
1. Universitas Tama Jagakarsa, Jl. T.B. Simatupang No. 152, Remidi
2. Universitas Indraprasta (UNINDRA), Jl. Nangka Utara No.58C
Telp./Fax.: 7818718
55
3. STIA YAPPANN Jakarta, Jl. Tanjung Barat Raya No. 1 Telp.
7806049,
4. STIAMI Jakarta, Jl. TB Simatupang, putaran Rancho
5. Pondok Pesantren Al I'tishom, Sonton
6. Pondok Pesantren Ibnu Sabil Jl. Ranco Indah Dalam No.68A Rt.
009/02
7. Politeknik Bunda Kandung, Jl. Tanjung Barat Selatan (Gg. Seratus)
8. SMA Kharismawita II, Jl. Swadaya II No. 30
9. MA Nurussa’adah, Jl. Poltangan Raya No. 25 Telp. 021-90235154
10. SMK Taman Quraniyah, Jl. Melati No. 100
11. SMK Kharismawita II, Jl. Swadaya II No. 30
12. SMK Kahuripan, Jl. Nangka Utara No. 17
13. SMP Negeri 239, Jl. TB Simatupang, Nangka Utara
14. SMP Taman Quraniyah, Jl. Melati No. 100
15. MTs Nurussa’adah, Jl. Poltangan Raya No. 25
16. SD Negeri 01, Nangka Utara
17. SD Negeri 03, Rancho Indah Dalam
18. SD Negeri 04, Muara
19. SD Negeri 05, Rancho Indah
20. SD Negeri 07, Jl. Masjid Al Murthado, Nangka Selatan
21. SD Negeri 08, Jl. Masjid Al Murthado, Nangka Selatan
22. SD Negeri 09, Swadaya 2, SD Negeri 10, Swadaya 2
23. SDS Islam Nurussaadah, Jl. Poltangan Raya No. 25
24. SDS Islam Al Falah, Jl. Nangka Selatan No. 3
25. SDS Islam Al Fakhiriyah, Jl. Rancho Indah Dalam
26. SDS Islam Taman Quraniyah, Jl. Melati No. 100
27. SDS Islam Sa'adatun Rahim, Waru
28. SDS Advent, Remidi
29. SD Teladan, Jl. Raya Lenteng Agung, Waru
30. SDIT Al Biruni, Jl. Guru Muhyin
56
31. Bimbel Quin, Jl. TB Simatupang No. 47 Telp. 021-7818756,
putaran Rancho
32. Kumon, Ruko Tanjung Mas Raya B1-7 Telp. 021-78833485
33. Toko Buku Leksika, Jl. Raya Tanjung Barat No. 101 Telp. 021-
7806566 Fax. 021-7818486.
d. Tempat Olahraga/Area Terbuka Hijau
Masyarakat di Tanjung Barat dapat berolahraga yang letaknya
di Lapangan sepak bola Sukatani Jl. Nangka Utara (Poltangan Ujung),
Lapangan sepak bola di depan kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,
Fasum olahraga Tanjung Mas, Fasum olahraga Tanjung Barat Indah,
Lapangan futsal Tibi Jl. Raya Tanjung Barat Lama Utara No. 85
Beringin Besar, telp. 021-7806606, Area terbuka hijau di sekitar fasum
olahraga komplek Tanjung Mas, pemancingan Kober, pemancingan
jalan Buni, area parkir stasiun Tanjung Barat.3
Dengan seiring banyaknya sarana-sarana yang terdapat di
Tanjung Barat dapat terlihat perlahan kondisi sosial dan ekonomi
masyarakat di Tanjung Barat semakin meningkat dan terus
berkembang. Perekonomian masyarakat di Tanjung Barat relatif kelas
menengah hingga atas seperti karyawan swasta, akrtis, PNS, ABRI,
pengusaha, dan pensiunan. Namun ada juga beberapa kelas bawah
terlihat dari mata pencaharian seperti, buruh, dan pedagang.4
3. Kebudayaan dan Agama Yang di Anut Masyarakat Tanjung Barat
Budaya masyarakat di Tanjung Barat merupakan percampuran
budaya dari bebagai macam ras dan etnis yang memiliki ragam budaya
yang unik dan kaya, dikarenakan semakin banyaknya para pendatang di
wilayah Tanjung Barat. Ada berbagai macam suku-suku yang ada di
Tanjung Barat diantaranya adalah Suku Betawi, Jawa, Sunda, Minang,
3 http://id.wikipedia.org/wiki/Tanjung_Barat,_Jagakarsa,_Jakarta_Selatan diakses pada
tanggal 25 Oktober 2014 Pukul 15.30 4 Monografi Kelurahan Tanjung Barat Juli s/d Desember Tahun 2010, h. 4.
57
Batak, Aceh. Tetapi pada umumnya suku di Tanjung Barat lebih dominan
adalah orang Betawi.5
Budaya Betawi di Kelurahan Tanjung barat ini masih kental dan
atmosfer Betawi memang masih mudah dijumpai. Seperti dari sisi bahasa
yang dominan digunakan adalah bahasa pergaulan sehari-hari yaitu bahasa
Betawi. Serta pada acara-acara keagamaan khususnya agama Islam seperti
pengajian, akekah, khatam Qur’an, sunatan, nuju bulan, tahlilan, santunan
anak yatim, maulid, haul, ruwah, pembacaan riwayat Nabi (Barzanji) di
acara-acara keagamaan tertentu, terlihat juga dari makanan karena aneka
makanan khas Betawi banyak di temukan di wilayah Tanjung Barat.
Jika menelusuri jalan-jalan di Tanjung Barat juga akan mudah
ditemukan rumah tradisional atau rumah adat Betawi, seperti rumah
Bapang atau rumah Kebaya (dengan ciri khas dekorasi gigi balang pada
listplangnya) serta rumah Gudang. Selain itu pada acara pernikahan juga
sering ditampilkan upacara adat Betawi seperti upacara Buka Palang Pintu.
Agama yang dianut masyarakat kelurahan Tanjung Barat adalah
mayoritas beragama muslim. Selain itu beragama Kristen, Hindu, Budha.
Meskipun ada perbedaan, masyarakat di Tanjung Barat hidup
berdampingan dengan damai dan tentram serta saling menghargai dan
menghormati antar umat beragama.
B. Pembahasan
1. Sejarah Awal Tradisi Buka Palang Pintu di Tanjung Barat
Berbicara mengenai sejarah awal tradisi buka palang pintu di
Tanjung Barat pertama harus di ketahui bahwa tradisi adalah warisan turun
temurun yang masih dipertahankan oleh masyarakat, Buka Palang Pintu
atau orang Betawi Tanjung Barat sering menyebutnya dengan palang pintu
pada intinya sama dengan daerah Betawi lainnya. Menurut Zainuddin
pendiri palang pintu mengatakan bahwa :
5 Laporan Penduduk Pendatang Baru, Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa,
Jakarta Selatan Bulan September 2014.
58
“Palang pintu merupakan simbol tradisi khas Betawi turun temurun
pada acara pra akad nikah ataupun bebesanan. Prosesi tersebut
untuk membuka penghalang atau palang yang disebut jawara agar
dapat masuk ke rumah mempelai calon wanita untuk duduk
melaksanakan acara akad nikah. Makna buka palang pintu juga
sebagai penghormatan untuk calon mempelai perempuan, karena
seni budaya Betawi identik dengan agama Islam dan Rosulullah
mengajarkan kita mengangkat drajat kaum wanita, karena wanita
harus dihormati dan dihargai”.6
Sejarah awal tradisi buka palang pintu di Tanjung Barat yang
didapat hanya melalui cerita turun temurun dari sesepuh terdahulu.
Menurut Akmaluddin salah satu pendiri palang pintu yaitu, “Dahulu pada
awalnya engkong-engkong kite adalah jawara Betawi di Tanjung Barat
karena banyak yang belajar silat dan untuk menikah mereka melakukan
palang pintu secara nyata”.7 Hal ini serupa dengan pendapat Fauzan Aulia
yang mengatakan bahwa :
“Sejarahnya udah dari zaman dulu, zamannya engkong-engkong
saya bercerita, yang namanya mau nikah atau mau ngelamar harus
bisa ngalahin jawara-jawara lain pesaingnya karena di Tanjung
Barat banyak jawara-jawara yang jago silat, jika kita mau ke
tetangga sebelah atau sebrang untuk mendapatkan wanita atau
calon bininye kudu berantem dulu ngalahin pesaingnya, terus oleh
calon mertua ditanya lagi “bawa apaan kemari?, bisa apaan? nah
terus si engkong itu ngalahin lawan-lawannya yang demenin
perempuannya juga, dan juga bawa-bawaan, menunjukkan jika dia
punya duit dan bisa ngaji ke calon mertuanya”.8
Sejarah yang telah dipaparkan diatas adalah cerita yang didapat
dari generasi ke generasi bahwa masyarakat Betawi di Tanjung Barat harus
mempunyai keahlian yang pertama, harus bisa mengaji dan kedua harus
bisa bela diri (adu kekuatan ilmu silat), hal tersebut adalah persyaratan
yang harus dipenuhi untuk meminang perempuan dalam melakukan acara
pernikahan. Tradisi buka palang pintu terlihat sangat sederhana tetapi
6 Hasil wawancara dengan pendiri palang pintu, Zainuddin Pada Senin, 20 Oktober 2014
Pukul 18.30 WIB. 7 Hasil wawancara dengan pendiri palang pintu, Akmaluddin Pada Kamis, 16 Oktober
2014 Pukul 20.00 WIB. 8 Hasil wawancara dengan pendiri palang pintu, Fauzan Pada Senin, 17 Oktober 2014
Pukul 19.30 WIB.
59
mempunyai makna serta dampak yang besar bagi kehidupan masyarakat
Betawi.
Pada saat ini buka palang pintu di Tanjung Barat berbeda dengan
tradisi terdahulu, dahulu tradisi buka palang pintu dipandang menyulitkan
pihak pria dan sekarang hanya sebagai simbol saja, untuk pertunjukkan
seni tradisional Betawi khususnya di acara prosesi adat pernikahan,
sebagai bentuk warisan wawasan sekaligus menjadi sumber pengetahuan
guna mengenal lebih mendalam tentang keanekaragaman yang dimiliki
oleh masyarakat Betawi. Hal ini serupa dengan pendapat sesepuh dan juga
ketua RW 01, Muhammad Naseh, “dengan adanya palang pintu kita bisa
melihat dan mengenang kakek dan nenek kita dulu seperti itu ketika
berebut untuk menikahi gadis dengan cara berantem atau silat beneran
dengan menggunakan golok beneran”.9
2. Tahapan Prosesi Buka Palang Pintu Pada Acara Pernikahan
Masyarakat Betawi di Tanjung Barat
Pada acara pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat,
tahapan prosesi adat buka palang pintu juga sama dengan daerah Betawi
lainnya, seperti di Jakarta Utara, Timur, Barat, dan Pusat. Adapun
perlengkapan yang digunakan adalah rebana ketimpring, petasan, kembang
kelapa, sirih dare, seragam anggota, golok dan toya (tongkat panjang).
Akan tetapi ada beberapa perbedaan buka palang pintu yang ada di
Tanjung Barat dengan wilayah Jakarta lainnya dari sisi perlengkapan,
seperti dandang (menandakan merebut kekuasaan), sirih dare dan rebana
ketimpring sudah jarang digunakan di Tanjung Barat karena ada beberapa
alasan seperti untuk mempersingkat waktu, dan untuk iringan rebana
ketimpring sudah langka berganti menjadi marawis.
9 Hasil wawacara dengan ketua RW 01 Tanjung Barat, Muhammad Naseh Pada Rabu, 22
Oktober 2014 Pukul 20.00 WIB.
60
Ada beberapa syarat atau tahapan, yang harus dipenuhi pada acara
buka palang pintu. Pada tahapan pertama pengantin laki-laki dibacakan
solawat Dustur dan solawat Marhaban yang ditujukan kepada Nabi
Muhammad sebagai perantara ke Allah, dan solawat tersebut juga diiringi
dengan rebana ketimpring, tujuan dari solawat tersebut agar selamat, dan
diberikan kelancaran dalam acara pernikahan. Sebenarnya rebana yang
digunakan adalah rebana ketimpring (rebana kecil-kecil) yang paling sah
dan asli.10
Tetapi ada juga yang memakai marawis. Serta pemasangan
petasan bertujuan untuk memeriahkan dan memberitahu bahwa calon
pengantin laki-laki akan datang ke kediaman mempelai wanita.
Gambar 4.2 Pengiringan calon pengantin laki-laki dengan anggota
marawis Palang Pintu “Dia Katah”, foto diambil bertempat di Jalan
H. Alwi Rt 04/01, Kelurahan Tanjung Barat Jakarta Selatan.
10
Hasil wawancara dengan pendiri palang pintu, Zainuddin Pada Senin, 20 Oktober 2014
Pukul 18.30 WIB.
61
Gambar 4.3 Calon Pengantin laki-laki diiringi oleh jawara atau
anggota pencak silat “Dia Katah”, foto diambil bertempat di Jalan H.
Alwi Rt 04/01, Kelurahan Tanjung Barat Jakarta Selatan.
Gambar 4.4 Calon Pengantin laki-laki juga diiringi oleh ondel-
ondel dan kembang kelapa, foto diambil bertempat di Jalan Nangka
RT 03/06 Kelurahan Tanjung Barat oleh anggota Palang Pintu “Inti
Jaya”
62
Kembang kelapa tersebut merupakan simbol benda yang
mempunyai makna yaitu pohon kelapa adalah salah satu pohon yang kuat
berguna mulai dari daun, batang, hinga buahnya. Hal tersebut diharapkan
calon mempelai laki-laki berguna bagi keluarga, nusa dan bangsa.
Pada tahap kedua, sesampainya calon pengantin laki-laki ke tempat
mempelai wanita, ada perwakilan yang membuka awal pembicaraan
dengan mengucapkan salam Assalammualaikum yang bermakna
mendo’akan keselamatan dan kedamaian serta bermakna jika ingin ingin
bertamu harus permisi dengan tuan rumah dan salam tersebut juga dijawab
oleh perwakilan dari pihak mempelai wanita.
Gambar 4.5 Pembacaan salam dan dialog pantun
Setelah pembacaan salam, selanjutnya pada tahapan ketiga adalah
saling melempar pantun. Pantun yang digunakan adalah pantun jenaka
dengan bahasa yang sopan dan untuk mencairkan suasana ketegangan
mempelai laki-laki sebelum akad nikah. Pantun mempunyai makna
sebagai simbol bahwa masyarakat Betawi mempunyai selera humor yang
63
tinggi. Dialog Pantun yang digunakan berisi seputar maksud dan tujuan
kedatangan pihak laki-laki. Contohnya adalah :
“Sampang simping jambu mateng
Siapa disamping, itu tamu baru dateng?”
Lalu di jawab :
“Makan sekuteng di Pasar Jum’at
Pulangnya mampir ke Kramat Jati
Saya ame rombongan deteng dengan segala hormat
Mohon diterima dengan senang hati”.11
Setelah selesai dialog pantun, pada tahapan keempat adalah harus
dipenuhinya syarat membuka palang pintu dengan beradu ilmu silat
menunjukkan jurus pukulan. Silat bukan berarti untuk berkelahi melainkan
untuk bela diri. Orang Betawi di Tanjung Barat sering menyebutnya
dengan “main pukul” yang mempunyai makna agar dapat melindungi
keluarga dan anak-anaknya, membersihkan hati serta menjauhkan diri dari
kesombongan. Jurus silat yang digunakan beraneka macam karena silat
yang digunakan hanya sebagai simbol dan seni pertunjukkan saja.
Gambar 4.6 Menunjukkan jurus pukulan untuk membuka
palang pintu
11
Hasil wawancara dengan pendiri palang pintu, Zainuddin Pada Senin, 20 Oktober 2014
Pukul 18.30 WIB.
64
Gambar 4.7 Menunjukkan alat yang digunakan adalah Toya
(Tongkat panjang) dan golok.
Pada saat Main pukul atau adu silat, jawara dari pihak laki-laki
harus bisa mengalahkan jawara dari pihak perempuan, dan pada
pertunjukkan tradisi ini pada akhirnya dimenangkan oleh pihak laki-laki.
Simbol silat juga melambangkan keberanian dan juga bermanfaat bagi
banyak orang. Akan tetapi ada satu syarat lagi untuk masuk yaitu :
Gambar 4.8 Pembacaan Sikeh
65
Syarat atau tahapan kelima yaitu pembacaan sikeh, bahasa
Betawinya adalah pembacaan yalil tetapi untuk bahasa memperindah
bacaan Al-Qur’an disebut sikeh. Pembacaan sikeh mempunyai makna
bahwa orang Betawi selain harus bisa silat, sebagai umat Islam, umat Nabi
Muhammad harus bisa mengaji itu yang dianjurkan oleh Allah dan bukan
hanya Islam KTP saja. Setelah selesai pembacaan sikeh, pihak mempelai
laki-laki dan tamu rombongan dipersilahkan masuk untuk melakukan acara
akad nikah.
Gambar 4.9 Menunjukkan pihak laki-laki dipersilahkan
masuk oleh pihak perempuan.
3. Pandangan Tentang Tradisi Buka Palang Pintu Menurut
Masyarakat Tanjung Barat
Tradisi buka palang pintu pada acara adat pernikahan Betawi
adalah sebuah prosesi yang di dalamnya terdapat unsur kesenian dan
merupakan bentuk budaya pada masyarakat Betawi saat ini, sarat akan
kearifan lokal yang patut dilestarikan tidak hanya sebagai sarana hiburan
namun juga sebagai bahan perenungan sekaligus pendidikan, karena tradisi
buka palang pintu juga dijadikan sebagai siar agama Islam, semua yang
66
terkandung didalamnya bermanfaat dan perbuatan didalamnya sunnah
berlandaskan ajaran agama Islam. Tidak ada unsur kesyirikan atau
menduakan Allah didalamnya.
Pada saat ini tradisi buka palang pintu menunjukkan kemajuan
yang baik ditinjau dari apresiasi masyarakat di wilayah Tanjung Barat
dengan menggunakan palang pintu pada acara pernikahannya, bukan
hanya masyrakat Betawi saja, menurut Akmaluddin, “dari pihak kelurahan
juga sering memanggil palang pintu untuk menyambut kedatangan tamu
pejabat dan Gubernur yang hadir di Kelurahan Tanjung Barat dan pantun
yang digunakan dalam acara palang pintu diubah untuk acara
penyambutan pejabat”.12
Hal tersebut juga diperkuat dengan pendapat Lurah Tanjung Barat
yang juga mempunyai perhatian terhadap kesenian dan tradisi budaya
Betawi, buka palang pintu, “jika dari pimpinan tingkat kecamatan serta
pimpinan lainnya datang, kita akan menyuguhkan budaya Betawi yang ada
di Tanjung Barat”.13
Dengan dipanggilnya palang pintu dalam acara pernikahan ataupun
menyambut pejabat, hal ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi
masyarakat Betawi. Menjadi wadah untuk memperkenalkan kepada anak
serta cucu generasi penerus, lingkungan sekitar, dan orang yang menonton
pertunjukan seni tradisi Betawi ini. Serta dapat bertambah pengetahuannya
tentang tradisi Betawi, dan bertujuan untuk memeriahkan acara juga
mempertahankan eksistensi agar budaya tradisional Betawi di Tanjung
Barat tetap terjaga kelestariannya.
Setiap acara pernikahan sebagian besar masyarakat Betawi asli di
Tanjung Barat menggunakan prosesi adat buka palang pintu di
pernikahannya. Namun ada masyarakat pendatang yang juga memakai
tradisi palang pintu karena kekentalan tradisi Betawi yang masih kuat pada
12
Hasil wawancara dengan pendiri palang pintu, Akmaluddin Pada Senin, 16 Oktober
2014 Pukul 20.00 WIB. 13
Hasil wawancara dengan Lurah, Aryan Pada Kamis, 30 Oktober 2014 Pukul 10.00
WIB.
67
masyarakat Tanjung Barat dan beberapa masyarakat Betawi yang tidak
memakai dikarenakan berbagai macam faktor, dari segi biaya, ketidak
tahuan karena belum sempat diwariskan kepada generasi selanjutnya dan
mungkin juga pada zaman modern ini, masyarakat Betawi melupakan
tradisinya. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Fahdlan aditia
mengatakan bahwa:
“Beberapa Masyarakat Betawi di Tanjung Barat, masih
menggunakan kalau dia orang Betawi asli sini, tapi ada juga orang
luar suku Betawi yang menggunakan karena kekentalan adat
istiadat warga Betawi di Tanjung Barat menggunakan palang pintu.
Selain itu ada juga orang Betawi di Tanjung Barat yang tidak
memakai palang pintu karena pertama era modern, jasa palang
pintu sudah mempunyai jadwal di tempat lain, kedua ketidak
siapan halaman atau tempat untuk mengadakan palang pintu,
ketiga rata-rata faktor ekonomi”.14
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, faktor ekonomi
menjadi alasan utama bagi masyarakat Betawi di Tanjung Barat, karena
untuk memanggil pertunjukkan seni tradisi palang pintu memerlukan
biaya, dan biaya yang dikeluarkan lumayan besar. Menurut H. Diding,
pendiri palang pintu :
“Awalnya tidak mematok harga, akan tetapi, kita mempunyai
anggota yang banyak dan lumayan capek karena harus adu silat,
jatoh dan untuk menghargai pemain rebana, biasanya kita mematok
harga disetiap seni pertunjukkan 1 sampai 3 jutaan. Seni budaya
kita itu indah, seni itu mahal, kalo bukan kita masyarakat Betawi
yang menghargai budaya Betawi siapa lagi.”
Perkembangan tradisi buka palang pintu di Tanjung Barat masih
tetap ada dan masih terus berkembang karena masih terus digunakan oleh
masyarakat Betawi di Tanjung Barat. Pada awalnya, tradisi ini sudah
semakin redup, dan memunculkan kekhawatiran jika tradisi ini akan hilang
tergerus zaman modern. Maka dari itu timbulah inisiatif dan rasa
terpanggil dalam hati pendiri sanggar untuk melestarikan, dengan adanya
sanggar-sanggar yang didirikan oleh pendiri palang pintu di Tanjung
14
Hasil wawancara dengan warga Betawi Tanjung Barat, Fahdlan Aditia Pada Selasa, 21
Oktober 2014 Pukul 10.30 WIB.
68
Barat. Hal tersebut semakin diperkuat dengan antusias warga yang
melestarikan dengan cara memanggil palang pintu untuk acara di
pernikahannya.
Untuk melestarikan, masyarakat Betawi juga bisa mengikuti
kegiatan sanggar yang didirikan. Tidak ada persyaratan khusus untuk
menjadi anggota palang pintu. Hanya ada kemauan yang kuat sebagai
generasi penerus untuk bisa terus belajar. Anggota terbagi menjadi pemain
silat, pembaca pantun, pembaca solawat dan sikeh serta pemain rebana.
Dengan hal tersebut tradisi budaya Betawi ini akan tetap terus ada dan
terjaga.
Pada zaman dahulu tradisi buka palang pintu dianggap
menyulitkan pihak laki-laki karena harus mengalahkan pesaing yang
menyukai wanita yang akan menjadi calon istri dengan cara adu ilmu silat
dan dilakukan secara benar dan nyata. Tradisi palang pintu pada saat ini
sudah mengalami perubahan, hanya sebagai simbol tradisi pertunjukan
khas Betawi turun temurun pada acara pra akad nikah ataupun bebesanan.
Prosesi palang pintu pada pernikahan digunakan untuk membuka
penghalang atau palang yang disebut jawara yang sudah diatur sedemikian
rupa yang selalu dimenangkan oleh pihak laki-laki agar memudahkan
pihak laki-laki dapat masuk ke rumah mempelai calon wanita untuk duduk
melaksanakan acara akad nikah. Namun perkembangan saat ini palang
pintu di Tanjung Barat selain pada acara pernikahan juga digunakan
sebagai penyambutan pejabat maupun Gubernur yang datang di Kelurahan
Tanjung Barat.
Perubahan tradisi buka palang pintu pada zaman dahulu dengan
yang ada pada saat ini diperkuat oleh teori menurut Koentjaraningrat
bahwa budaya dapat berubah, perubahan budaya adalah “perubahan-
perubahan yang mencakup unsur-unsur kebudayaan, yakni mencakup
perubahan sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem mata pencaharian,
69
sistem teknologi, religi, bahasa dan kesenian”.15
Perubahan ini terjadi
akibat ketidak sesuaian diantara unsur-unsur kebudayaan yang saling
berbeda sehingga menghasilkan suatu keadaan yang harmonis bagi
kehidupan masyarakat, karena budaya Betawi di Tanjung Barat bersifat
adaptif. Tanpa adanya kemampuan berubah, kebudayaan tidak mampu
menyesuaikan diri dengan keadaan yang senantiasa berubah
Hal tersebut juga diperkuat dengan pendapat ahli Antropologi dan
Arkeologi Gordon Childe dalam sebuah teori universal yang mengatakan
bahwa :
“Keinginan manusia bersifat menyeluruh. Dalam rentang waktu
yang panjang, manusia berubah menuju sistem kebudayaan yang
lebih modern, bahkan hasrat mengubah pola hidup semakin cepat
berganti-ganti. Gordon Childe menyebutnya sebagai revolusi
kebudayaan”.16
Perubahan kebudayaan juga terjadi karena seseorang individu
dalam suatu masyarakat Betawi di Tanjung Barat mengalami proses
belajar dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan agama yang
terdapat di dalam masyarakat. Setiap orang sama-sama memiliki pikiran
atau akal sehat yang merupakan dasar dari semua aktivitas-aktivitas sosial.
Nilai budaya dan agama yang menjadi pedoman tingkah laku bagi
warga masyarakat adalah warisan turun-temurun yang telah mengalami
proses interaksi sosial dan penyerahan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Proses ini menyebabkan nilai-nilai budaya yang terdapat pada
palang pintu menjadi tradisi yang terus dipertahankan pada pernikahan
masyarakat Betawi di Tanjung Barat.
4. Nilai Edukatif Yang Dapat Diambil Dari Buka Palang Pintu
Nilai-nilai edukatif merupakan nilai-nilai yang bersifat mendidik
dan bermanfaat yang didalamnya mencakup sikap individu dalam
kehidupan pribadi, kehidupan sosial, dan kehidupan yang berhubungan
dengan Tuhan.
15
Koentjaraningrat, op. cit., h. 165. 16
Beni Ahmad Saebani, Pengantar Antropologi, (Bandung : CV PUSTAKA SETIA,
2012), cet.ke-1, h. 201.
70
Dalam acara prosesi buka palang pintu terdapat nilai-nilai edukatif
yang dijelaskan sebagai berikut :
Tradisi buka palang pintu mempunyai nilai edukatif yang pertama,
pendidikan kebudayaan, dengan adanya tradisi buka palang pintu
masyarakat dapat mengetahui, mempelajari serta menambah wawasan
tentang budaya yang ada di Jakarta khususnya pada masyarakat Betawi.
Kedua yaitu nilai pendidikan agama Islam. Nilai pendidikan agama
Islam terdapat di dalam pembacaan solawat Dustur atau solawat
Marhaban, pembacaan salam dan pembacaan sikeh. Nilai tersebut
bertujuan agar setiap individu mendekatkan diri kepada ALLAH,
diberikan keselamatan dan kelancaran dalam acara pernikahan. Selain itu,
nilai pendidikan agama juga di terapkan dalam mempelajari silat Betawi
pada palang pintu, dengan demikian setiap individu yang belajar ilmu silat
akan membentuk manusia yang berakhlak mulia, menjauhkan setiap
individu dari sifat kesombongan, memiliki etika, budi pekerti atau moral
yang baik, dan bertujuan untuk melindungi keluarga maupun masyarakat.
Nilai edukatif yang ketiga adalah pendidikan jasmani, karena di
dalam silat terdapat gerakan-gerakan yang indah dalam setiap jurusnya dan
silat termasuk cabang olah raga bela diri. Silat dapat meningkatkan sikap
individu sportif, disiplin, dan hidup sehat.
Keempat yaitu pendidikan bahasa yang terdapat di dalam pantun
pada acara prosesi buka palang pintu. Pantun bernilai bertutur kata baik
dan santun kepada semua orang, hal ini bertujuan agar setiap individu
bersikap sopan dan menghargai orang tua maupun orang lain dalam
kehidupan sosial bermasyarakat.
71
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan mendapatkan bukti empiris mengenai tradisi
buka palang pintu pada pernikahan masyarakat Betawi di kelurahan Tanjung
Barat, kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Berdasarkan uraian yang telah
dikemukakan dalam bab-bab sebelumnya dan dengan hasil pengumpulan data
yang dipadukan dengan tiga teknik untuk memperkuat validitas, maka dapat
diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Tradisi buka palang pintu yang dilaksanakan sebelum akad
pernikahan, masih dipertahankan sebagian besar masyarakat Betawi
khususnya di Tanjung Barat. Pada awalnya tradisi buka palang pintu
dianggap menyulitkan pihak laki-laki namun seiring perkembangan zaman
sudah mengalami pergeseran, dan pada saat ini hanya sebagai simbol
kesenian di dalam acara adat pernikahan.
Tradisi palang pintu masih dipertahankan oleh sebagian besar
masyarakat Betawi karena di dalamnya merupakan warisan budaya yang
diturunkan oleh generasi sebelumnya, tahapan isi dalam tradisi buka palang
pintu di Tanjung Barat meliputi, pembacaan solawat dustur kepada Nabi
Muhammad, SAW yang diiringi dengan rebana dan jawara. Selanjutnya
pembacaan salam, berdialog pantun yang berisi maksud dan tujuan
kedatangan, dilanjutkan adu jurus pukulan (silat) untuk membuka palang
pintu yang pada akhirnya dimenangkan oleh pihak laki-laki dan diakhiri
dengan pembacaan sikeh. Namun ada sebagian kecil masyarakat Betawi di
Tanjung Barat tidak menggunakan prosesi buka palang pintu pada
pernikahannya dikarenakan dana yang dikeluarkan cukup besar.
Dampak positif dari tradisi ini adalah sebagai penghibur tamu
undangan dan bertujuan untuk melestarikan seni tradisi kebudayaan Betawi.
Tradisi ini mempunyai makna disetiap pertunjukannya. Makna yang paling
penting dalam buka palang pintu adalah calon suami dapat melindungi istri
72
dan keluarganya dari bahaya, berguna bagi nusa dan bangsa serta sebagai
penghormatan untuk calon mempelai perempuan.
B. Saran
Dengan melihat dari pembahasan bab-bab di atas, maka diberikan saran
kepada masyarakat Betawi dan pendiri palang pintu antara lain:
1. Tradisi buka palang pintu haruslah dilestarikan, karena tradisi ini masih
terdapat pada masyarakat Betawi Tanjung Barat, demi menunjang tradisi
Betawi kepada seni kebudayaan nasional.
2. Dalam tradisi buka palang pintu hendaklah jangan berlebihan karena
dapat menghambat berjalannya proses akad disuatu perkawinan yang
akan dilangsungkan.
3. Kepada pendiri palang pintu dan masyarakat Betawi hendaklah
memberikan pemahaman kepada penerus generasi muda agar dalam
melaksanakan tradisi tidak menyimpang dari syari’at Islam.
73
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1991.
Anesya, Devania. Teknik Analisis Data,
http://frenndw.wordpress.com/2011/03/15/teknik-analisis-data/ diakses
pada tanggal 2 Oktober 2014.
Anwar, Chaerul. “Tradisi Ziarah Kubur Masyarakat Betawi Pada Makam Muallim
KH. M. Syafi‟i Hadzami Kampung Dukuh Jakarta Selatan”, Skripsi.
Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta: 2007. tidak
dipublikasikan.
Any, Andjar. Upacara Adat Perkawinan Lengkap. Surakarta: PT Pabelan
Surakarta, 1986.
Ariyono dan Aminuddin. Kamus Antropologi. Jakarta : Akademika Pressindo,
1985.
As‟Ad, Musifin. Perkawinan dan Masalahnya. Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 1993.
Bachtiar. Buku Panduan Perosesi Adat Perkawinan Betawi Buke Palang Pintu.
Jakarta: Sanggar Si Pitung Rawabelong, 2013.
Al Batawi, Zahrudin Ali. 1500 Pantun Betawi. Jakarta: Nus Printing, 2012.
Budiaman. Folklor Betawi. Jakarta: Dinas Kebudayaan Propinsi. DKI Jakarta,
2000.
Chaer, Abdul. Folklor Betawi Kebudayaan & Kehidupan Orang Betawi. Jakarta :
Masup Jakarta, 2012.
Duvall dan Miller. Marriage and Family Development. New York: Harper & Row
Publisher, 1985.
Ensiklopedi. Jakarta Culture & Heritage (Budaya & Warisan Sejarah). Jakarta :
Dinas Kebudayaan dan Permuseuman, 2005.
Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1988.
Faisal, Sanapiah. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2007.
74
Fauzan, Al-„Allamah Shalih. “Bekal-Bekal Pernikahan Menurut Sunah Nabi”.
Suvenir Pernikahan Al-Akh Syafruddin dengan Al-Ukht Fany. Jakarta, 7
September 2007.
Haris, Tawalinuddin. Kota dan Masyarakat Jakarta. Jakarta: Wedatama Widya
Sastra, 2007.
Hartomo dan Arnicun Aziz. MKDU Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Bumi Aksara,
1993.
Kementrian Agama RI. Al-Qur’an Tajwid Warna, Terjemah Perkata, Terjemah
Inggris. Bekasi: Cipta Bagus Sagara, 2012.
Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009.
Laksmini, Gita Widya. Jakarta Batavia; esai sosio-kultural. Jakarta: Banana,
KITLV, 2007.
Minah, Barong. “Palang Pintu”, http://senisetu.wordpress.com/about/ diakses
pada tanggal 12 Desember 2013.
Monografi Kelurahan Tanjung Barat. Juli s/d Desember Tahun 2010.
Muchtar, Kamal. Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan. Jakarta: PT Bulan
Bintang, 1987.
Mudjiaraharjo. http://mudjiaraharjo.com/materi-kuliah/20.html diakses pada
tanggal 2 Oktober 2014.
Muhadjir. Peta Seni Budaya Betawi. Jakarta: Dinas Kebudayaan DKI Jakarta,
1986.
Muhasim. “Tradisi Kudangan Perkawinan Betawi Dalam Perspektif Hukum
Islam”, Skripsi pada Gelar Sarjana Hukum Islam UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Jakarta : 2009. tidak dipublikasikan.
Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2004.
Murni, Sri. “Orang Betawi Kampung Bojong: Usaha Mereka Mempertahankan
Identitasnya Sebagai Kelompok Etnik”, Skripsi. Jurusan Antropologi.
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik. Universitas Indonesia, Jakarta.
Nazir, M. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988.
75
Nuruddin, Amiur dan Azhari Akmal Tarigan. Hukum Perdata Islam di Indonesia.
Jakarta: Prenada Media, 2004.
Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (FITK).
Jakarta : FITK, 2013.
Peursen, Van. Strategi Kebudayaan. Jakarta: Kanisius, 1976.
Poerwadarminta. W. J. S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : PN Balai
Pustaka, 1976.
Prakoso, Djoko. Asas-Asas Hukum Perkawinan Di Indonesia. Jakarta: Bina
Aksara Jakarta, 1987.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta
: Pusat Bahasa, 2008.
Pusat Bahasa. Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia. Bandung : PT Mizan
Pustaka, 2009.
Rahman, Abdur. Perkawinan Dalam Syariat Islam. Jakarta: PT Rineka Cipta,
1992.
Rendra. Mempertimbangkan Tradisi. Jakarta: PT Gramedia, 1984.
Rosyadi. Profil Budaya Betawi. Bandung: Alqaprint Jatinangor, 2006.
Saebani Ahmad Beni, Pengantar Antropologi. Bandung : CV PUSTAKA SETIA,
2012.
Saidi, Ridwan. Warisan Budaya Betawi. Jakarta: LSIP dan Pemda DKI Jakarta,
2000.
--------. Profil Orang Betawi Asal Muasal, Kebudayaan, Dan Adat Istiadatnya.
Jakarta : PT. Gunara Kata, 2001.
--------. Babad Tanah Betawi. Jakarta: PT Gria Media Prima, 2002.
--------. Ragam Budaya Betawi. Jakarta : Dinas Kebudayaan dan Permuseuman,
2002.
Saifuddin, Ahmad Fedyani. Catatan Refleksi Antropologi Sosial Budaya. Jakarta:
Institut Antropologi Indonesia, 2011.
Saputra, Yahya Andi., dan S.M. Ardan. Siklus Betawi : upacara dan adat istiadat.
Jakarta: LKB, 2000.
76
Saputra, Yahya Andi., dan Nurzain. Profile Seni Budaya Betawi. Jakarta: Dinas
Pariwisata & Kebudayaan Prov. DKI Jakarta, 2009.
Soekanto. Kamus Sosiologi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D). Bandung : ALFABETA, 2009.
Sulaicha, Cucu., dkk., Pengantin Betawi. Jakarta: Dinas Kebudayaan Daerah
Khusus Ibu Kota Jakarta, 2000.
Suparlan, Parsudi. Masyarakat & Kebudayaan Perkotaan Perspektif Antropologi
Perkotaan. Jakarta: YPKIK, 2004.
Tim Peneliti Kebudayaan Betawi. Langgam Budaya Betawi. Depok: Fakultas
Ilmu Pengetahuan Budaya UI, 2011.
Tim Peneliti Kebudayaan Betawi FIB UI. Ragam Seni Budaya Betawi. Jakarta:
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 2012.
Wikipedia.http://id.wikipedia.org/wiki/Tanjung_Barat,_Jagakarsa,_Jakarta_Selata
n diakses pada tanggal 23 Oktober 2014.
Wiyasa, Thomas. Upacara Perkawinan Adat Sunda. Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan, 1994.
----------. Upacara Perkawinan Adat Jawa. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995.
PEDOMAN OBSERVASI
TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT
BETAWI
(Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)
1. Jumlah penduduk.
2. Kondisi dari segi sosial dan ekonomi masyarakat Tanjung Barat.
3. Kebudayaan masyarakat Tanjung Barat.
4. Pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat.
5. Tradisi Buka Palang Pintu.
6. Tahap-tahap buka palang pintu.
7. Syarat perlengkapan buka palang pintu.
8. Makna buka palang pintu bagi masyarakat Betawi.
9. Pandangan masyarakat terhadap tradisi buka palang pintu.
10. Pelaku palang pintu.
PEDOMAN WAWANCARA
TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT
BETAWI
(Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)
Nama :
Jabatan :
Jenis Kelamin :
A. Pendiri Palang Pintu
1. Makna buka palang pintu.
2. Sejarah buka palang Pintu di Tanjung Barat.
3. Sejak kapan menekuni profesi sebagai palang pintu.
4. Alasan dan tujuan profesi.
5. Syarat untuk menjadi palang pintu.
6. Pelatihan buka palang pintu.
7. Tahapan prosesi buka palang pintu.
8. Makna dari setiap tahapan prosesi buka palang pintu.
9. Alat dan perlengkapan yang digunakan.
10. Cara mempertahankan tradisi buka palang pintu.
11. Panggilan untuk mengisi acara buka palang pintu khususnya pernikahan di
Tanjung Barat.
12. Perkembangan tradisi buka palang pintu di Tanjung Barat.
13. Harga setiap penampilan buka palang pintu.
B. Lurah:
1. Sejak kapan menjabat sebagai Lurah.
2. Pandangan Lurah terhadap tradisi buka palang pintu.
3. Perhatian kelurahan terhadap tradisi buka palang pintu.
C. Tokoh Masyarakat
1. Pandangan mengenai tradisi buka palang pintu pada pernikahan
masyarakat Betawi di Tanjung Barat
2. Kualitas dan harga penampilan buka palang pintu
3. Perhatian dari kelurahan setempat terhadap tradisi buka palang pintu
D. Masyarakat:
1. Makna buka palang pintu bagi masyarakat Betawi
2. Pandangan masyarakat mengenai prosesi buka palang pintu
3. Alasan memakai buka palang pintu dalam pernikahan
4. Perkembangan tradisi buka palang pintu di Tanjung Barat
HASIL OBSERVASI
TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT
BETAWI
(Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)
1. Jumlah penduduk
Jumlah penduduk Tanjung Barat ini sebanyak 41.473 jiwa, dengan
rincian jumlah laki-laki sebanyak 20.637 jiwa, jumlah perempuan sebanyak
20.836 jiwa. Data ini berdasarkan bulan September 2014. Kelurahan Tanjung
Barat terdiri dari 6 RW dan 66 RT yang meliputi cakupan wilayah, Utara:
Poltangan, Beringin Besar, Remidi, Perikanan, Swadaya, Gunuk Ciliwung,
Kober, Nangka Utara, Lebak Sari. Selatan: Rancho, TBI, Muara, Gintung,
Buni, Bacang, Sonton, Kancil, Gang Guru, Jayanti, Gang Seratus, Kampung
Bulak/Jambu, Tanjung Mas, Nangka Selatan. Barat: Gang Waru, Gang
Langgar, Stasiun Tanjung Barat, Baung, AMD, Stoplas, Kolong (Jalan Baru).
Letak wilayah Tanjung Barat sangatlah strategis untuk dijadikan pemukiman
karena akses jalan termasuk mudah dilalui jalan tol, jalur KRL dan ujung timur
flyover TB. Simatupang.
2. Kondisi dari segi sosial dan ekonomi masyarakat Tanjung Barat
Dari segi sosial dan ekonomi masyarakat Tanjung Barat terus meningkat
dan berkembang, dilihat dari adanya sarana dan prasarana seperti adanya
sekolah dari TK hingga perguruan tinggi, tempat ibadah, adanya klinik
pengobatan kesehatan, apotik, adanya area terbuka untuk olah raga. Untuk
perekonomian, masyarakat Betawi relatif baik dari kelas atas hingga bawah,
contoh masyarakat kelas atas mempunyai pekerjaan Jendral ABRI, PNS,
karyawan swasta, pengusaha, pensiunan dan aktris. Untuk masyarakat kalangan
bawah terlihat dari mata pencaharian seperti buruh, dan pedagang.
3. Kebudayaan masyarakat Tanjung Barat
Kebudayaan masyarakat Tanjung Barat sudah mengalami percampuran
dari berbagai macam ras dan etnis. Karena banyak para pendatang berbagai
macam suku seperti, suku Jawa, Sunda, Minang, Batak, Aceh. Namun
kebudayaan Betawi di wilayah Tanjung Barat masih dominan. Contohnya
bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Betawi, jika acara hajatan
disediakan makanan atau kue-kue tradisonal Betawi, rumah adat Betawi juga
masih mudah dijumpai sepanjang jalan kelurahan Tanjung Barat, pada acara
keagamaan khususnya agama Islam, masih kental dengan budaya Betawi
seperti pengajian, Akekah, khatam Qur’an, sunatan, nuju bulan, tahlilan,
santunan yatim, maulid, haul, ruwah, pembacaan Barzanji. Karena masyarakat
Tanjung Barat mayoritas beragama Islam.
4. Pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat
Pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat berdasarkan agama
Islam. Pernikahan masyarakat Betawi pada saat ini sudah tidak sepenuhnya
mengikuti adat Betawi aslinya, karena perubahan sosial ekonomi yang ada di
masyarakat. Namun ada beberapa tahapan yang masih dilakukan seperti
melamar, menentukan hari perkawinan, serahan, ngarak pengantin. Biasanya
sebelum acara akad nikah ada prosesi buka palang pintu yang masih digunakan
yang sudah menjadi tradisi masyarakat Betawi.
5. Tradisi Buka Palang Pintu
Tradisi buka palang pintu adalah prosesi adat sebelum acara akad
pernikahan dan bertujuan untuk membuka penghalang agar bisa masuk ke
tempat mempelai wanita. Tradisi ini sudah menjadi warisan turun-temurun
masyarakat Betawi di Tanjung Barat karena tradisi ini merupakan simbol
kesenian yang patut dilestarikan. Acara buka palang pintu biasanya dilakukan
pada perayaan pernikahan masyarakat Betawi Tanjung Barat. Namun saat ini
tradisi palang pintu juga digunakan untuk acara penyambutan pejabat di
Kelurahan Tanjung Barat.
6. Tahap-tahap buka palang pintu
Pertama calon laki-laki sebelum berangkat ke tempat wanita dibacakan solawat
dustur yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW dengan iringan rebana,
serta dampingi oleh jawara dan simbol kembang kelapa, sesampai di tempat
mempelai wanita mengucapkan salam dan membuka dialog pantun,
menunjukkan maksud kedatangan. Setelah itu buka jurus pukulan (silat) harus
bisa mengalahkan jawara dari pihak perempuan, biasanya dimenangkan oleh
pihak laki-laki, dan terakhir pembacaan sikeh.
7. Syarat perlengkapan buka palang pintu
Baju Betawi, peci, golok, toya, kembang kelapa, dan rebana.
8. Makna buka palang pintu bagi masyarakat Betawi
Buka palang pintu mempunyai makna yang sangat besar yaitu dalam
pembacaan salam dan solawat dapat menyiarkan agama Islam dan do’a untuk
keselamatan, dalam silat menggambarkan pihak calon laki-laki harus bisa
menjaga istri, anak dan keluarganya dari bahaya, pembacaan sikeh bermakna
harus bisa menjalankan perintah agama agar menjadi keluarga sakinah
mawaddah warohmah, dan berguna bagi nusa dan bangsa.
9. Pandangan masyarakat terhadap tradisi buka palang pintu
Masyarakat Tanjung Barat khususnya masyarakat Betawi sangat antusias,
dengan adanya palang pintu kesenian Betawi akan tetap ada. Tradisi ini masih
ada dan berkembang dengan pantun humor yang inovatif. Dan masyarakat
Betawi di Tanjung Barat sebagian besar menggunakan palang pintu pada acara
pernikahannya.
10. Pelaku palang pintu
Pendiri palang pintu yang di temui ada 3 orang yang pertama bapak Fauzan,
Akmaluddin, dan H. Zainuddin. Pendiri palang pintu membuat sanggar ini
bertujuan untuk melestarikan seni tradisi budaya Betawi dan mengajak serta
memperkenalkan masyarakat Betawi tentang palang pintu kepada generasi
selanjutnya.
TRANSKIP WAWANCARA
TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT
BETAWI
(Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)
Nama : Aryan Syafari, SE
Alamat : Perum cilengsi hijau Blok M2/18
Jabatan : Lurah Tanjung Barat
Jenis Kelamin : Laki-laki
1. P : Sejak kapan bapak menjadi Lurah di Tanjung Barat?
L : Sejak bulan Juni 2013, diperoleh secara lelang terbuka oleh bapak
Jokowi.
2. P : Bagaimana pandangan bapak mengenai tradisi buka palang
pintu?
L : Tradisi Palang pintu itu suatu kesenian daerah khususnya di Jakarta ini
dari turun temurun sudah ada. Mereka ini kan artinya mau menunjukkan
ke masyarakat bahwa seseorang kalau mau datang bertamu haru permisi
dan hormat kepada yg dikunjungi. Tradisi ini memang bagus dan patut kita
pertahankan mungkin sampai kedepan jangan sampai hilang karena dari
tradisi palang pintu ini kesenian-kesenian Betawi yang lain itu akan
muncul seperti pencak silatnya, dialog pantun dan ada rebananya. Tradisi
pembuka acara untuk kegiatan-kegiatan yang sifatnya mengundang
masyarakat banyak. Bukan hanya di acara pernikahan, hajatan sunatan,
festival, pameran suka ada yg saya liat.
3. P : Apakah masyarakat Tanjung Barat ini dominan orang Betawi?
L : Kalau sepengetahuan saya sejak 2013 menjabat di sini memang hampir
sekitar kurang lebih 70% lah masyarakat Tanjung Barat ini Betawi, ada
beberapa masyarakat pendatang yang ada di Kelurahan ini suku nya juga
Betawi tapi bukan Betawi sini karena ada beberapa tempat pindahan dari
senayan, kuningan.
4. P : Apakah tradisi buka palang pintu mendapatkan perhatian dari
Kelurahan Tanjung Barat?
L : Saya sangat atensi sekali kepada masyarakat yang mempunyai
kelompok untuk pengembangan kesenian daerah khususnya Betawi di
Tanjung Barat, dan perlu saya dukung karena apa, kita ini masyarakat
yang mayoritasnya masyarakat Betawi. Meskipun kita tau sudah banyak
pendatang. Kalo bukan kita aparat terkecil tingkat kelurahan siapa lagi?
Pasti kita suguhkan untuk kesenian Betawi.
Wawacara dengan Lurah dilakukan Kamis, 30 Oktober 2014 Pukul 10.00
WIB di Kelurahan Tanjung Barat
TRANSKRIP WAWANCARA
TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT
BETAWI
(Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)
Nama : H. Zainuddin
Alamat : Jl. Nangka, RT 03/06 No 31, Kelurahan Tanjung Barat,
Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan
Jabatan : Pendiri Sanggar SOS, Pendiri Sanggar Betawi Inti Jaya,
Ketua RW 06 Tanjung Barat.
Jenis Klelamin : Laki-laki
1. P : Menurut bapak apakah ada perbedaan makna dari palang pintu
dengan buka palang pintu? apa maknanya?
Z : Sebetulnya Buka Palang pintu atau Palang Pintu sama saja hanya
istilah-istilah penyebutan saja, merupakan salah satu budaya Betawi pada
acara pra akad nikah ataupun bebesanan, dan merupakan simbol palang
pintu yang didalamnya ada pesilat, karena orang Betawi dahulu zaman
nenek moyang kita harus bisa main pukul (silat), dan harus bisa mengaji.
Dan sekarang palang pintu hanya sebagai simbol.
2. P : Bagaimana sejarah buka palang pintu di Tanjung Barat?
Z : Dari zaman dahulu di Tanjung Barat sudah ada, Orang Betawi identik
dengan Silat dan mengaji, zaman orang tua kita bukan palang pintu
istilahnya, tapi ngarak penganten dan berebut dandang (kekuasaan) itu
dalam istilah Betawi Pinggir. Maksudnya adalah ngadu ilmu dan ngadu
kekuatan dari pihak laki-laki dengan pihak perempuan, dan masing-
masing daerah punya istilah tersendiri. Dan budaya Betawi itu identik
dengan agama yang kita anut adalah Islam karena Rosulullah mengajarkan
untuk mengangkat drajat kaum wanita. Wanita harus dihormati, jika kita
mau melamar atau menikahi seorang wanita itu harus hormati, jika kita
menyebrang kampung ada jawaranya kita harus beradaptasi ngadu ilmu
untuk menunjukkan ada kemampuan main pukul. Akan tetapi untuk
sekarang palang pintu hanya sebagai simbol.
3. P : Sejak kapan bapak menekuni profesi sebagai palang pintu?
Z : Pada tahun 1986 sekitar 28 tahun.
4. P : Mengapa bapak memilih untuk menekuni profesi palang pintu?
apa tujuannya?
Z : Karena awalnya orang tua terdahulu sudah tidak ada, dikhawatirkan
Seni Tradisi Betawi ini meredup jika kita tidak terjun langsung
didalamnya, maka saya terpanggil dan termotifasi dalam diri saya untuk
melestarikan seni Budaya Betawi. Dan juga sebagai siar agama Islam.
Karena pengantin laki-laki pada saat mau berangkat di bacakan solawat
dustur, di adzanin, serta dikomatin, karena orang Betawi identik dengan
ngaji dan silat.
5. P : Apakah ada syarat untuk menjadi anggota palang pintu?
Z : Syarat menjadi anggota palang pintu tidak terlalu penting, kalau kita
orang Betawi ada keinginan untuk melestarikan seni budaya kita sendiri
tanpa persyaratan. Adapun pertama ada kemauan dari dalam diri dengan
motifasi diri dengan tujuannya untuk melestarikan seni budaya kita,
dengan cara belajar silat buka jurus, belajar pantun, dan latihan rebana.
6. P : Apakah ada pelatihan untuk buka palang pintu? kapan dan
bagaimana pelatihannya?
Z : Pada awalnya latihan kosidah, dulu ada juga latihan khususnya rutin
setiap malam sabtu seperti latihan rebana, untuk latihan silat, anak yang
bermain silat punya perguruan masing-masing bisa digabungkan dan silat
yang digunakan bebas untuk buka jurus apa saja karena yang ditonjolkan
di palang pintu adalah seni tidak harus berantem, hanya sekedarnya
sebagai pemantes dan persyaratan saja tidak harus tuntas. Akan tetapi
untuk sekarang karena sudah punya jam terbang dimana-mana, sudah hafal
jadi tidak latihan lagi. Jika ada panggilan job untuk diminta palang pintu,
kita berkordinasi dan buat dialog pantun palang pintu.
7. P : Bagaimana Tahapan prosesi buka palang pintu?
Z : Pada saat pengantin laki-laki berangkat ke tempat kediaman
perempuan sebelumnya dibacakan solawat dustur, pembacaan solawat
marhaban yang diiringi rebana Betawi yaitu rebana ketimpring karena
yang paling sah dan asli adalah rebana ketimpring (rebana kecil-kecil).
Setelah diarak selanjutnya ada pedialog yang mewakili calon mempelai
laki-laki dengan membuka salam (assalamualaikum), dari pihak
perempuan membalas salam (sampang simping jambu mateng, siapa
disamping itu tamu baru dateng), karena masyarakat betawi ceria dan suka
humoris maka disisipkan dialog pantun jenaka, persyaratan selanjutnya
yaitu membuka palang pintu, dengan menunjukkan jurus pukulan, dan
yang terakhir adalah pembacaan sikeh. Bahasa Betawinya adalah
pembacaan yalil tetapi untuk bahasa memperindah bacaan Al-Qur’an
disebut sikeh. Setelah itu baru diluluskan masuk untuk akad nikah.
8. P : Apa makna dari setiap tahapan buka palang pintu?
Z : Makna dari pembacaan sikeh itu adalah sebagai contoh bahwa si calon
laki-laki (raja mude) harus bisa mengaji, silat didalamnya bermakna
sebagai kesiapan si calon laki-laki untuk melindungi calon istrinya dalam
gangguan rumah tangga, pantun dipalang pintu sebagai khasanah
kebudayaan seni pantun karena orang Betawi suka bercanda dan humoris.
9. P : Apakah ada syarat-syarat seperti alat atau perlengkapan untuk
buka palang pintu di pernikahan Betawi?
Z : Pertama adalah rebana ketimpring, golok, toya (tongkat panjang),
seragam untuk memperindah, lalu kembang kelapa (adalah sebagai simbol
seperti lidi, air dan daunnya semua bermanfaat), sirih dare akan tetapi di
kampung Tanjung Barat karena banyak alasan sudah jarang dipakai.
10. P : Menurut bapak, apakah masyarakat Betawi di Tanjung Barat
menggunakan adat buka palang pintu di pernikahannya?
Z : Tergantung masyarakat Betawinya, tidak semua pakai tapi masih
banyak. Akan tetapi ada masyarakat Betawi terpanggil ingin melestarikan
seni budayanya dengan cara menggunakan palang pintu dipernikahannya
dan memperkenalkan ke orang lain serta anak cucu bahwa Betawi punya
seni budaya, kedua ingin suasana lebih meriah, ada juga yang tidak pakai
karena tidak ada biaya, karena seni itu indah dan seni itu mahal.
11. P : Bagaimana bapak mempertahankan tradisi buka palang pintu ini
khususnya di Tanjung Barat?
Z : Kita terus memberikan sosialisai dan mengajak kepada masyarakat
Betawi untuk melestarikan budaya Betawi. Kita juga punya sanggar
Betawi Inti Jaya dan binaan sanggar SOS.
12. P : Sudah berapa kali bapak diminta untuk membuka palang pintu
khususnya di Tanjung Barat?
Z : Waduh sudah tidak terhitung.
13. P : Bagaimana pandangan bapak mengenai perkembangan tradisi
buka palang pintu di tanjung Barat?
Z : Untuk perkembangan tradisi palang pintu ini bagus, dan masyarakat
Betawi di Tanjung Barat antusias sekali dan masyarakat Betawi hampir
rata-rata jika ingin menikahkan anakknya menggunakan palang pintu
berarti terlihat terpanggil ingin juga melestarikan budayanya.
14. P : Apakah bapak mematok harga jika diminta menjadi palang pintu
di acara pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat?
Z : Awalnya tidak, akan tetapi anak-anak butuh dana karena seni itu indah
dan itu mahal. Kalo bukan kita yang hargain seni budaya Betawi siapa lagi
dan rata mematok harga 1 juta sampai 3 juta.
Wawacara dengan responden dilakukan Senin, 20 Oktober 2014 Pukul
18.30 WIB di kediaman Bapak Zainuddin.
TRANSKRIP WAWANCARA
TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT
BETAWI
(Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)
Nama : Akmaluddin Hamzah
Alamat : Jl. Raya Lenteng Agung Gg 100 RT 01/02, No 12,
Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta
Selatan
Jabatan : Pendiri Palang Pintu “Abasiah” di Tanjung Barat
Jenis Klelamin : Laki-laki
1. P : Menurut bapak apakah ada perbedaan makna dari palang pintu
dengan buka palang pintu? apa maknanya?
A : Palang Pintu adalah penghalang atau disebut juga dengan jawara
sedangkan buka palang pintu adalah sebuah prosesi dimana sebagian
jawara menetap di pihak perempuan dan sebagian jawara menetap dipihak
laki-laki dan untuk membukanya pihak lelaki melempar pantun dan
perkelahian serta pada akhirnya dimenangkan oleh pihak laki-laki itu
disebut buka palang pintu.
2. P : Bagaimana sejarah buka palang pintu di Tanjung Barat?
A : Dahulu pada awalnya engkong-engkong kite adalah jawara Betawi di
Tanjung Barat karena banyak yang belajar silat dan untuk menikah mereka
melakukan palang pintu secara nyata, akan tetapi untuk sekarang ini kita
sebagai penerus, palang pintu hanya dijadikan sebagai simbolis agar dapat
melestarikan budaya Betawi.
3. P : Sejak kapan bapak menekuni profesi sebagai palang pintu?
A : Kira-kira 15 Tahun yang lalu sekitar Tahun 1999.
4. P : Mengapa bapak memilih untuk menekuni palang pintu? apa
tujuannya?
A : Pertama untuk melestarikan budaya Betawi dan Kedua untuk
menambah penghasilan karena ada nilai ekonomi.
5. P : Apakah ada syarat untuk menjadi anggota buka palang pintu?
A : Ada syaratnya yang pertama mengerti budaya betawi, bisa mengaji,
setidaknya mengerti masalah agama, dan bisa bela diri.
6. P : Apakah ada pelatihan untuk buka palang pintu? kapan dan
bagaimana pelatihannya?
A : Ada, pelatihannya. Biasanya diadakan jika ada job atau dihari-hari
libur, kite lagi santai, ya kite latihan. Ada gurunya namanya bang Eka
pelatih silat bayangan Tanjung Barat, kalo pantun kita sama-sama belajar
untuk dilapangan.
7. P : Bagaimana Tahapan prosesi buka palang pintu?
A : Tahapan pertama kita mengiring pengantin laki-laki dengan rebana,
tahapan kedua kita saling mengucap salam ketika sampai di tempat pihak
perempuan, tahapan ketiga kita saling melempar pantun, tahapan keempat
kita adu silat dan dimenangkan oleh pihak laki-laki, dan terakhir
pembacaan sikeh atau solawat untuk mengiringi masuk ke dalam tempat
perempuan.
8. P : Apa makna dari setiap tahapan buka palang pintu?
A : Makna dari setiap tahapan seperti rebana yaitu ucapan-ucapan seperti
solawat, secara tidak langsung itu adalah do’a untuk mengiringi pengantin
agar sesuai rencana, mengucapkan salam untuk keselamatan, selanjutnya
pantun itu adalah bumbu agar terkesan lebih jenaka, dan untuk hiburan,
untuk bela diri pencak silatnya bermakna untuk menunjukkan dapat
melindungi calon istri, anak-anak serta keluarganya, membersihkan hati
serta menjauhkan kesombongan. Silat yang digunakan adalah Silat
Bayangan Tanjung Barat intinya adalah langkah tiga, langkah tauhid
kesempurnaan yang memiliki jantung hati yang dikupas rasa dan raga
menjadi energi yang dasyat seperti rasa Allah dan Al-Qur’an, dan terakhir
adalah pembacaan solawat atau sikeh bermakna kita sebagai umat Islam,
umat Nabi Muhammad bisa mengaji itu yang di anjurkan oleh Allah.
9. P : Apakah ada syarat-syarat seperti alat atau perlengkapan untuk
buka palang pintu di pernikahan Betawi?
A : Ada seperti kostum, golok, Toya (tongkat/kayu panjang), pengeras
suara dan rebana.
10. P : Menurut bapak, apakah masyarakat Betawi di Tanjung Barat
menggunakan adat buka palang pintu di pernikahannya?
A : Iya, itu adat masyarakat Betawi di Tanjung Barat. Karena yang saya
alami dari 15 Tahun saya mendirikan buka palang pintu, pada umumnya
masyarakat Betawi di Tanjung Barat menggunakan jasa palang pintu yang
saya dirikan, mereka senang dan bangga dengan budaya Betawi.
11. P : Bagaimana bapak mempertahankan tradisi buka palang pintu ini
khususnya di Tanjung Barat?
A : Salah satunya share di akun Facebook, kita menawarkan jasa kepada
orang yang punya acara nikahan, dan kita sering latihan, tempat kita
latihan dekat dengan jalan jadi orang yang lewat menjadi tau, semua kita
lakukan demi tradisi ini tetap berjalan.
12. P : Sudah berapa kali bapak diminta untuk membuka palang pintu
khususnya di Tanjung Barat?
A : Banyak sekali, jika diperkirakan sekitar 90 kali.
13. P : Bagaimana pandangan bapak mengenai perkembangan tradisi
buka palang pintu di tanjung Barat?
A : Masih bagus dan alhamdulillah di Tahun 2014 masih tetap eksis.
Acara palang pintu ini pada khususnya untuk pernikahan akan tetapi jika
ada tamu seperti pejabat penting atau gubernur yang hadir ke wilayah kita,
acara buka palang pintu digunakan dengan pantun yang kita ubah.
14. P : Apakah bapak mematok harga jika diminta menjadi palang pintu
di acara pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat?
A : Iya, karena anggota kita banyak sekitar 10 orang termasuk yang main
rebana, silat dan pantun.
Wawacara dengan responden dilakukan bertahap Senin, 31 Maret Pukul
19.30 dan Kamis, 16 Oktober 2014 Pukul 20.00 WIB di kediaman Bapak
Akmaluddin.
TRANSKRIP WAWANCARA
TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT
BETAWI
(Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)
Nama : Fauzan Aulia
Alamat : Jl. Hj. Alwi, RT 004/001 No 43, Kelurahan Tanjung Barat,
Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan
Jabatan : Pendiri Palang Pintu “Dia Katah” di Tanjung Barat
Jenis Klelamin : Laki-laki
1. P : Menurut bapak apakah ada perbedaan makna dari palang pintu
dengan buka palang pintu? apa maknanya?
F : Kalo bedanya gak ada, itu kan cuma kata-kata orang nyebut kalo disini
disebutnya palang pintu, tapi ada juga dari mana-mana nyebutnya buka
palang pintu. Maknanya adalah sebuah prosesi budaya Betawi, mempelai
laki-laki datengin perempuan itu nandain bahwa dia tuh udah bisa
segalanya, dia jago berantem, bawa-bawaan, terus bisa solawat, bisa ngaji,
bisa pantun kalo kata saya begitu.
2. P : Bagaimana sejarah buka palang pintu di Tanjung Barat?
F : Sejarahnya udah dari zaman dulu, zamannya engkong-engkong saya
bercerita, yang namanya mau nikah atau mau ngelamar harus bisa
ngalahin jawara-jawara lain pesaingnya karena di Tanjung Barat banyak
jawara-jawara yang jago silat, jika kita mau ke tetangga sebelah atau
sebrang untuk mendapatkan wanita atau bininye kudu berantem dulu
ngalahin pesaingnya, terus ditanya lagi “elu bawa apaan kemari?, elu bisa
apaan?” nah terus si engkong itu ngalahin lawan-lawannya yang demenin
perempuannya juga, dan juga bawa-bawaan, nunjukin kalo dia punya duit
dan bisa ngaji ke calon mertuanya. Dari situ orang-orang zaman sekarang
ngambil contoh dan sampai sekarang dipake tapi di setting dulu, buat
pantunnya, silatnya dan semuanya.
3. P : Sejak kapan bapak menekuni profesi sebagai palang pintu?
F : Wah ada kali 10 tahunan yang lalu.
4. P : Mengapa bapak memilih untuk menekuni palang pintu? apa
tujuannya?
F : Jadi begini, saya dari dulu kan sama orang tua saya udah turun temurun
di ajarin silat dan tidak ada paksaan untuk belajar silat dari kecil sampe
gede. Nah ampe gede kita bingung karena zaman sekarang bukan lagi
zaman berantem, kita pikirin gimana nih silat bisa dijadiin duit, terus
sekarang saya liat temen-temen kita, makin kesini bukannya demen sama
kebudayaan Betawi tapi malah demen kebudayaan luar. Orang Betawi
kaya ga mau ngaku orang Betawi, Nah akhirnya saya bikin sanggar untuk
melestarikan supaya orang pada tau kita punya budaya Betawi ini.
5. P : Apakah ada syarat untuk menjadi anggota palang pintu?
F : Oh ada, yang pertama harus ada kemauan, setelah itu latihan silat,
ajarin ngaji, baca solawat, pantun, dan main rebana dah.
6. P : Apakah ada pelatihan untuk buka palang pintu? kapan dan
bagaimana pelatihannya?
F : Ada, seminggu dua kali, latihan pantun, silat, latihan solawat, main
rebana ketimpring tapi sekarang pake marawis, setiap latihan itu kita
berbarengan, ada yang latihan solawat, ada yang main silat, ada juga
belajar pantun,.
7. P : Bagaimana tahapan prosesi buka palang pintu?
F : Awalnya gini, pengantin pria diiringi oleh rebana ketimpring tapi
karena sudah langka maka kita pake marawis, terus diiring oleh pemain
silat, pemain pantun, dan orang baca solawat jalan sampai ke mempelai
wanita, begitu nyampe pemain marawis berhenti dari pihak laki-laki
mengucap salam serta berbalas pantun, setelah itu ada syarat di tantangin
berantem adu silat, ternyata sudah bisa dikalahin oleh pihak laki-laki ada
syarat lagi yaitu disuruh baca solawat atau ngaji disebut pembacaan sikeh
atau yalil, dan akhirnya di persilahkan masuk.
8. P : Apa makna dari setiap tahapan buka palang pintu?
F : Makna dari kembang kelapa yaitu orang yang bermanfaat, rebana
untuk mengiringi dan dalam main rebana sambil dibacakan solawat,
karena rata-rata orang Betawi kebanyakan orang Islam dan kalo mau
kemana-mana diharusin baca solawat, makna dari pantun adalah lucu-
lucuan, selanjutnya makna dari silat itu bahwa pihak laki-laki hebat bisa
silat dan bisa melindungin calon istrinya dan keluarganya, makna dari
solawat/sikeh/yalil ngunjukin bahwa punya agama bisa mengaji.
9. P : Apakah ada syarat-syarat seperti alat atau perlengkapan untuk
buka palang pintu di pernikahan Betawi?
F : Pertama ada anggota kira-kira 20 orang yang terdiri dari 2 orang
pedialog pantun, 6 orang pemain silat, 1 orang pembaca solawat, 2 orang
yang membawa kembang kelapa, dan sisanya pemain marawis,
perlengkapannya pake seragam untuk silat dan marawis, golok, dan jas
untuk pemain pantun.
10. P : Menurut bapak, apakah masyarakat Betawi di Tanjung Barat
menggunakan adat buka palang pintu di pernikahannya?
F : Sebagian besar masih pake, tapi kadang-kadang ada juga yang tidak
pake, karena besannya kejauhan biar simpel jadi tidak pake.
11. P : Bagaimana bapak mempertahankan tradisi buka palang pintu ini
khususnya di Tanjung Barat?
F : Latihan silat dan diberitahu bukan sekedar bela diri tapi untuk
komersil, terus pas latihan suka di shoot dan di masukkan di youtube
sosial media dan diberikan alamatnya jika berminat memakai jasa kita.
12. P : Sudah berapa kali bapak diminta untuk membuka palang pintu
khususnya di Tanjung Barat?
F : Sudah tidak terhitung dah, ribet ngitungnya.
13. P : Bagaimana pandangan bapak mengenai perkembangan tradisi
buka palang pintu di tanjung Barat?
F : Makin lama makin banyak, sekitar 60% lah. Masih eksis.
14. P : Apakah bapak mematok harga jika diminta menjadi palang pintu
di acara pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat?
F : Oh iya, karena kita jatoh, terus seragam kita buat tidak cuma-cuma,
saya patok harga sekitar 3,5 juta sampai 5 juta. Tapi fleksibel kalo sama
teman kita ga patokin harga.
Wawacara dengan responden dilakukan Jum’at, 17 Oktober 2014 Pukul
18.30 WIB di kediaman Bapak Fauzan.
TRANSKIP WAWANCARA
TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT
BETAWI
(Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)
Nama : H. Muhammad Naseh
Alamat : Jl. Famili RT 05/01, No.41, Kelurahan Tanjung Barat,
Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Jabatan : Ketua RW 01 (Mantan Dewan Kelurahan), Tokoh
masyarakat, Betawi asli
Jenis Kelamin : Laki-laki
1. P : Sejak kapan bapak menjadi Ketua RW di Tanjung Barat?
N : Baru seminggu ini.
2. P : Bagaimana pandangan bapak mengenai tradisi buka palang pintu
pada acara pernikahan masyarakat Betawi di Tanjung Barat?
N : Sangat bagus membudayakan kesenian Betawi yang sudah jarang,
dengan adanya palang pintu kita bisa melihat dan mengenang kakek dan
nenek kita dulu seperti itu malah dulu ketika berebut buat nikahin gadis
berantem silat beneran dan bawa golok beneran.
3. P : Apakah masyarakat Betawi di Tanjung Barat masih
menggunakan tradisi buka palang pintu pada acara pernikahannya?
N : Masih banyak, ada juga di gedung-gedung.
4. P : Apakah kualitas palang pintu menentukan harga atas
penempilannya?
N : Iya, tapi sebenernya enggak mematok harga, cuma kita menghargai
mereka kan capek, jatoh jungkir balik main pencak silat.
5. P : Apakah tradisi buka palang pintu mendapatkan perhatian dari
Kelurahan Tanjung Barat?
N : iya dapet perhatian, kerena kalo ada acara-acara dikelurahan dan
lomba-lomba terus kalo kedatangan tamu atau pejabat dari pusat atau
provinsi itu di sambut pake palang pintu Betawi kita. Kesenian kita
dilestarikan sudah jadi kebanggaan kesenian Betawi di Tanjung Barat.
Wawacara dengan responden dilakukan Rabu, 22 Oktober 2014 Pukul
20.00 WIB di kediaman Bapak H. Muhammad Naseh
TRANSKRIP WAWANCARA
TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT
BETAWI
(Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)
Nama : Fahdlan Aditia
Alamat : Jl. H. Alwi Rt 004/001, No. 9, Kelurahan Tanjung Barat,
Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Jabatan : Warga Asli Betawi Tanjung Barat
Jenis Klelamin : Laki-laki
1. P : Apa makna buka palang pintu bagi anda?
F : Makna palang pintu adalah seni budaya betawi yang turun temurun
dilaksanakan dalam acara adat pernikahan dimana para jawara atau pesilat
melakukan atraksi silat palang pintu yang bermakna menghibur para tamu
undangan dan para hajat serta bermakna siar agama yang berisikan
shalawat serta salam.
2. P : Bagaimana pandangan anda mengenai prosesi buka palang pintu
di Tanjung Barat?
F : Pandangan saya tentang palang pintu yaitu mendapat respon positif
serta tanggapan dari masyarakat yang bagus dengan adanya berbagai
sanggar di setiap wilayah terutama Tanjung Barat membuat palang pintu
semakin diminati.
3. P : Apakah anda memakai buka palang pintu di acara pernikahan?
Mengapa anda memakai buka palang pintu pada acara pernikahan?
F : Iya saya pake, karena saya masih orang Tanjung Barat dan orang
Betawi, alasannya karena masih sebuah tradisi adat Betawi di Tanjung
Barat dan kota Jakarta lainnya karena untuk menghibur dan melestarikan
palang pintu.
4. P : Apakah masyarakat Betawi di Tanjung Barat memakai prosesi
buka palang pintu di pernikahannya?
F : Masih menggunakan kalo dia orang Betawi tapi ada juga orang luar
Betawi yang menggunakan karena kekentalan adat istiadatnya warga
Betawi di Tanjung Barat menggunakan palang pintu. Selain itu ada juga
orang Betawi di Tanjung Barat yang tidak memakai palang pintu karena
pertama jasa palang pintu sudah mempunyai jadwal di tempat lain, kedua
ketidaksiapan halaman atau tempat untuk mengadakan palang pintu, ketiga
bisa juga faktor ekonomi.
5. P : Menurut anda bagaimana perkembangan tradisi buka palang
pintu di Tanjung Barat?
F : Perkembangan palang pintu di Tanjung Barat masih terlihat eksis atau
ada disetiap acara pernikahan.
Wawacara dengan responden dilakukan Selasa, 21 Oktober 2014 Pukul
10.30 WIB di kediaman Ketua RT 004 Bapak Jamaluddin.
TRANSKRIP WAWANCARA
TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT
BETAWI
(Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)
Nama : Hairul Sakur
Alamat : Jl. H. Alwi Rt 004/001, No. 19, Kelurahan Tanjung Barat,
Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Jabatan : Warga Asli Betawi Tanjung Barat
Jenis Klelamin : Laki-laki
1. P : Apa makna buka palang pintu bagi anda?
H : Maknanya salah satu budaya Betawi, tujuannya memperkenalkan
budaya Betawi dalam acara pernikahan yaitu palang pintu agar masyarakat
mengenal inilah budaya Betawi.
2. P : Bagaimana pandangan anda mengenai prosesi buka palang pintu
di Tanjung Barat?
H : Biasanya ada sambut pantun diiringi marawis dan pencak silat.
3. P : Apakah anda memakai buka palang pintu di acara pernikahan?
Mengapa anda memakai buka palang pintu pada acara pernikahan?
H : Iya , salah satunya untuk memeriahkan dan memperkenalkan adat
Betawi.
4. P : Apakah masyarakat Betawi di Tanjung Barat memakai prosesi
buka palang pintu di pernikahannya?
H : Sebagian besar yang saya liat yang saya alami ada banyak yang pake
palang pintu di acara pernikahan, ada juga yang ga pake karena masalah
biaya terus juga ada yang belum tau.
5. P : Menurut anda bagaimana perkembangan tradisi buka palang
pintu di Tanjung Barat?
H : Saya rasa cukup bagus dan masih tetap ada.
Wawacara dengan responden dilakukan Kamis, Jum’at 21 Oktober 2014
Pukul 19.00 WIB di kediaman Bapak Hairul Sakur.
TRANSKRIP WAWANCARA
TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT
BETAWI
(Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)
Nama : Tri Mulyono
Alamat : Jl. H. Alwi Rt 004/001, No.17 C, Kelurahan Tanjung Barat,
Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Jabatan : Warga Pendatang asal Garut, menetap di Tanjung Barat
Jenis Klelamin : Laki-laki
1. P : Apa makna buka palang pintu bagi anda?
T : Setau saya palang pintu mungkin satu pengenalan tradisi dari nenek
moyang kita, memperkenalkan adat istiadat kepada lingkungan sekitar.
2. P : Bagaimana pandangan anda mengenai prosesi buka palang pintu
di Tanjung Barat?
T : Menurut saya bagus, tujuannya positif yaitu memperkenalkan tradisi
tradisi leluhur kita.
3. P : Apakah anda memakai buka palang pintu di acara pernikahan?
Mengapa anda memakai buka palang pintu pada acara pernikahan?
T : Iya saya pake karena istri saya orang Betawi asli Tanjung Barat.
Untuk mempersatukan perbedaan kita juga mesti menghargai satu sama
lain. Saya juga tinggal lama di Jakarta dan tidak menutup kemungkinan
anak-anak saya menggunakan tradisi ini.
4. P : Apakah masyarakat Betawi di Tanjung Barat memakai prosesi
buka palang pintu di pernikahannya?
T : Masih cukup banyak. Ada juga yang tidak memakai karena zaman
makin lama makin berubah maju dan tradisi ini mulai terkikis juga
membutuhkan dana.
5. P : Menurut anda bagaimana perkembangan tradisi buka palang
pintu di Tanjung Barat?
T : Untuk sementara ini belum signifikan perkembangannya cuma sedikit
demi sedikit ada kemajuannya dan masih eksis.
Wawacara dengan responden dilakukan Selasa, 21 Oktober 2014 Pukul
20.00 WIB di kediaman Bapak Tri Mulyono.
TRANSKRIP WAWANCARA
TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT
BETAWI
(Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)
Nama : Ubaydillah
Alamat : Jl. Jambu 2 Rt 003/001, No. 19, Kelurahan Tanjung Barat,
Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Jabatan : Warga Asli Betawi Tanjung Barat
Jenis Klelamin : Laki-laki
1. P : Apa makna buka palang pintu bagi anda?
U : Maknanya sebuah prosesi adat yang sudah ada, diantaranya bagaimana
kita diajarkan orang tua kita menjadi tamu dan menyambut tamu
melakukan permisi dengan mengucapkan salam dan itupun dengan muka
ceria dan kesenangan hati. Insyaallah menjadikan keberkahan untuk kita
semua.
2. P : Bagaimana pandangan anda mengenai prosesi buka palang pintu
di Tanjung Barat?
U : Didalamnya ada pantun-pantun yang nanti akhirnya dibacakan solawat
sehingga membuat gemetar hati bagi yang mendengarnya. Ada juga silat
bermain pukul didalamnya dan pasti pihak perempuan kalah.
3. P : Apakah anda memakai buka palang pintu di acara pernikahan?
Mengapa anda memakai buka palang pintu pada acara pernikahan?
U : Ya saya pakai palang pintu, saya ingin mencoba sedikit melestarikan
budaya Betawi memang tradisi Betawi dan juga banyak makna yang
diambil di palang pintu sehingga acara itu terlihat lebih siar ramai
sehingga menambah keakraban antara kedua belah pihak antara calon laki-
laki dan calon wanita.
4. P : Apakah masyarakat Betawi di Tanjung Barat memakai prosesi
buka palang pintu di pernikahannya?
U : ada yang pake ada yang tidak.
5. P : Menurut anda bagaimana perkembangan tradisi buka palang
pintu di Tanjung Barat?
U : Saya liat berkembang karena bulan lalu ada perlombaan di RW 03.
Masih eksis dan ada.
Wawacara dengan responden dilakukan Kamis, Selasa, 21 Oktober 2014
Pukul 19.00 WIB di kediaman Bapak Ubaydillah.
TRANSKRIP WAWANCARA
TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT
BETAWI
(Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)
Nama : Zakaria
Alamat : Jl. H. Alwi Rt 004/001, No.17 B, Kelurahan Tanjung Barat,
Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Jabatan : Warga asli Betawi di Tanjung Barat
Jenis Klelamin : Laki-laki
1. P : Apa makna buka palang pintu bagi anda?
Z : Maknanya mengenalkan tradisi kita pada orang yang belum tau.
Meneruskan tradisi turun temurun dan sebagai tontonan agar menghibur.
2. P : Bagaimana pandangan anda mengenai prosesi buka palang pintu
di Tanjung Barat?
Z : Menurut saya agak kurang kan hanya bagi orang yang mau aja
walaupun warga Betawi terkadang ada yang enggak pake palang pintu
juga, mungkin mereka sedikit melupakan tradisinya sendiri atau orang
tuanya tidak mengajarkan ke anaknya.
3. P : Apakah anda memakai buka palang pintu di acara pernikahan?
Mengapa anda memakai buka palang pintu pada acara pernikahan?
Z : iya memakai.
4. P : Apakah masyarakat Betawi di Tanjung Barat memakai prosesi
buka palang pintu di pernikahannya?
Z : ada, tapi ada beberapa yang tidak memakai.
5. P : Menurut anda bagaimana perkembangan tradisi buka palang
pintu di Tanjung Barat?
Z : Ada sedikit-sedikit mulai mengenal dan mulai dilestarikan.
Wawacara dengan responden dilakukan Selasa, 21 Oktober 2014 Pukul
21.10 WIB di kediaman Bapak Zakaria.
TRANSKRIP WAWANCARA
TRADISI BUKA PALANG PINTU PADA PERNIKAHAN MASYARAKAT
BETAWI
(Studi Kasus di Tanjung Barat Jakarta Selatan)
Nama : Zakiah
Alamat : Jl. H. Alwi Rt 004/001, No. 43, Kelurahan Tanjung Barat,
Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Jabatan : Warga Asli Betawi Tanjung Barat
Jenis Klelamin : Perempuan
1. P : Apa makna buka palang pintu bagi anda?
Z : Maknanya adalah sebuah tradisi Betawi didalam pernikahan disitu
pihak perempuan akan dikalahkan oleh pihak laki-laki, kalo pihak
perempuan sudah dikalahkan berati sudah diterima oleh pihak perempuan.
2. P : Bagaimana pandangan anda mengenai prosesi buka palang pintu
di Tanjung Barat?
Z : Cukup maju untuk saat ini, dengan jurus silatnya yang bermacam-
macam itu sudah mulai maju.
3. P : Apakah anda memakai buka palang pintu di acara pernikahan?
Mengapa anda memakai buka palang pintu pada acara pernikahan?
Z: Iya , satu alasannya karena tradisi dan kebetulan suami saya pendiri
palang pintu, kedua untuk melestartikan budaya Betawi, serta
memperkenalkan budaya Betawi ke orang lain karena tamu di acara
pernikahan saya tidak semua orang Betawi.
4. P : Apakah masyarakat Betawi di Tanjung Barat memakai prosesi
buka palang pintu di pernikahannya?
Z : Kebanyakan pake, kira-kira 75% lah dan berarti mencirikan besannya
orang Betawi.
5. P : Menurut anda bagaimana perkembangan tradisi buka palang
pintu di Tanjung Barat?
Z : Perkembangannya lumayan banyak, karena suka diadakan perlombaan
dan cukup maju.
Wawacara dengan responden dilakukan Kamis, Jum’at 17 Oktober 2014
Pukul 20.00 WIB di kediaman Ibu Zakiah.
LAMPIRAN DOKUMENTASI
Wawancara dengan Lurah Tanjung Barat
Wawancara dengan bapak H.
Muhamad Naseh (Tokoh
Masyarakat/ketua RW 01)
Wawancara dengan pendiri palang pintu
“Abasiah” Bapak Akmaluddin
Latihan marawis di kediaman bapak
Akmaluddin
Wawancara dengan pendiri palang pintu
“Inti Jaya” bapak Zainuddin
Wawancara dengan pendiri palang
pintu “dia katah” Bapak Fauzan
Wawancara dengan bapak Tri Mulyono
(warga RT 04)
Wawancara dengan bapak Fahdlan
Aditia (Warga RT 04)
Wawancara dengan bapak Zakaria (warga
RT 04)
Wawancara dengan bapak Hairul
Sakur (warga RT 04)
Wawancara dengan ibu Zakiah (warga RT
04)
Wawancara dengan bapak Ubaydillah
(warga RT 03)
DOKUMENTASI FOTO
Tanjung Barat masih kental dengan budaya Betawi