Transcript
Page 1: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

i

Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI BIODEKOMPOSER LIMBAH KULIT BUAH KAKAO SERTA

PENGARUHNYA DALAM MENEKAN Phytophthora palmivora Butl

OLEH :

A. NURHIDAYAH BAHRI

G111 14 525

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

Page 2: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

ii

Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI BIODEKOMPOSER LIMBAH KULIT BUAH KAKAO SERTA

PENGARUHNYA DALAM MENEKAN Phytophthora palmivora Butl

Oleh :

A. NURHIDAYAH BAHRI

G111 14 525

Laporan Praktik Lapang dalam Mata Ajaran Minat Utama

Hama Tumbuhan

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian

Pada

Fakultas Pertanian

Universitas Hasanuddin

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2018

Page 3: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

iii

Page 4: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

iv

ABSTRAK

A.Nurhidayah Bahri (G111 14 525) “Potensi penggunaan Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus sebagai biodekomposer limbah kulit buah kakao pada tumpukan terbuka dan tertutup serta pengaruhnya dalam menekan perkembangan (Phytophthora palmivora)” (di bawah bimbingan TUTIK KUSWINANTI dan A.NASRUDDIN)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi perlakuan cendawan dan metode pengomposan yang terbaik dalam proses pengomposan limbah kulit kakao serta mengetahui perlakuan terbaik yang mampu menekan perkembangan Phytophthora palmivora pada kompos limbah kulit kakao. Pembuatan kompos dilaksanakan di Botong, desa Bontomanai, kecamatan Bungayya, kabupaten Gowa. Uji kualitas kompos dan pengamatan jumlah spora Phytophthora palmivora pada kompos kulit buah kakao dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin dari bulan Februari hingga April 2018. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap pelaksanaan, yaitu pembuatan kompos, uji kualitas dan kematangan kompos, serta pengamatan jumlah spora Phytophthora palmivora dari kompos kulit buah kakao. Aplikasi Bioakivaor pada limbah kulit kakao menggunakan 8 kombinasi perlakuan, yaitu P0 : Penguraian tanpa Bioaktifator (Kontrol terbuka ), P1 : Penguraian + Trichoderma harzianum + Tumpukan terbuka, P2 : Penguraian + Pleurotus ostreatus + Tumpukan terbuka, P3 : Penguraian + Trichoderma harzianum + Pleurotus ostreatus + Tumpukan terbuka, P4 : Penguraian tanpa Bioaktifator (Kontrol tertutup), P5 : Penguraian + Trichoderma harzianum + Tumpukan tertutup , P6 : Penguraian + Pleurotus ostreatus + Tumpukan tertutup , P7 : Penguraian + Trichoderma harzianum + Pleurotus ostreatus Tumpukan tertutup. . Berdasarkan uji kematangan kompos dan analisis kandungan nutrisi limbah kakao dapat dilihat bahwa perlakuan yang paling efektif dalam pengomposan kulit buah kakao yaitu perlakuan Trichoderma harzianum + Pleurotus ostreatus tumpukan terbuka dimana pada perlakuan ini memiliki tingkat kematangan yang paling baik dilihat berdasarkan warna, aroma dan tekstrurnya, sedangkan pada kandungan nutrisi memiliki tingkat C/N paling rendah, P2o5, dan K2o yang paling tinggi. Proses pengomposan juga terbukti dapat menekan keberadaan Phytophthora palmivora pada limbah kakao. Tidak diperoleh koloni Phytopthora palmivora pada semua perlakuan pengomposan.

Page 5: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

v

Kata Kunci : limbah kakao, Phytophthora palmivora, Trichoderma harzianum, Pleurotus ostreatus

ABSTRACT

A.NURHIDAYAH BAHRI (G111 14 525) “Trichoderma harzianum and Pleurotus ostreatus as biodecomposers of cocoa pod husles waste in open and closed piles and their effects in suppressing Phytophthora palmivora.

” (supervised by TUTIK KUSWINANTI dan A.NASRUDDIN).

This study aims to determine the combination of fungus treatment and composting method in the process of composting the cocoa skin waste and to know the best treatment that can suppress the development of Phytophthora palmivora on cocoa leaf waste compost. Composting was conducted in Botong, Bontomanai village, Bungayya sub-district, Gowa district. Compost quality test and observation of Phytophthora palmivora spores on cocoa compost was conducted at Plant Disease Laboratory, Department of Plant Pests and Diseases, Faculty of Agriculture, Hasanuddin University from February to April 2018. This research consists of three stages implementation, including composting, quality test and compost maturity, as well as observation of the number of Phytophthora palmivora spores from cocoa compost. Application of Bioakivator on cocoa pod husles waste using 8 treatment combinations including P0: Decomposition without Bio-activator (Open Control), P1: Decomposition + Trichoderma harzianum + Open Pile, P2: Decomposition + Pleurotus ostreatus + Open pile, P3: Decomposition + Trichoderma harzianum + Pleurotus ostreatus + Open stack, P4: Decomposition without Bioactivator (Closed control), P5: Decomposition + Trichoderma harzianum + Closed pile, P6: Decomposition + Pleurotus ostreatus + Closed pile, P7: Decomposition + Trichoderma harzianum + Pleurotus ostreatus Closed pile. . Based on the compost maturity test and nutrient waste nutrient analysis, it can be seen that the most effective treatment in cocoa leaf composting is the Trichoderma harzianum + Pleurotus ostreatus stack treatment which has the best maturity level based on the color, aroma and texture, while on nutrient content has the lowest C / N, P2o5, and K2o levels highest. The composting process is also proven to suppress the presence of Phytophthora palmivora in cocoa waste. Phytopthora palmivora colony was not obtained on all composting treatments.

Page 6: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

vi

Keywords: waste cocoa, Phytophthora palmivora, Trichoderma harzianum, Pleurotus ostreatus

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT atas Berkah, Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Tak lupa pula penulis

kirimkan shalawat dan salam kepada suri tauladan kita Nabi Muhammad SAW

semoga senantiasa tercurah Amin.

Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan moril maupun

material serta kerjasama dari berbagai pihak, oleh karena itu dari lubuk hati yang

paling dalam penulis menyampaikan terima kasih yang tiada terhingga dan

penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

• Kedua Orang Tua tercinta, Ayahanda Bahri Andi Bohang S.Sos dan

Ibunda Sulaeha A.K dan juga Kakanda Muthmainnah bahri ,

Hikmawati Bahri, Nurainun Bahri serta adinda A.Muhammad Raihan

bahri dan Naura Najwa yang telah memberikan doa, pengorbanan, cinta,

dan kasih sayang yang sepenuhnya kepada penulis yang tak ternilai

harganya, sehingga penulis tetap semangat mewujudkan harapan yang

telah dititipkan. Semoga ketulusan hati dalam mendidik mendapat balasan

pahala dan limpahan rahmat Allah SWT.

• Ibunda Prof. Dr. Ir. Tutik Kuswinanti M.Sc selaku Pembimbing I dan

Bapak Dr. Ir. A.Nasruddin M.Sc selaku Pembimbing II terima kasih atas

segala keikhlasan, kesabaran dan ketulusannya mengarahkan, memberikan

bimbingan, bantuan, motivasi, dan saran kepada penulis mulai dari

penyusunan rencana penelitian hingga penyusunan skripsi ini.

Page 7: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

vii

• Bapak Prof. Dr. Ir. Baharuddin, Dipl. Ing Agr ibunda Dr.Ir. Vien

Sartika Dewi, MS selaku penguji bersama Bapak Asman SP, MP., terima

kasih atas saran dan masukannya serta seluruh Bapak dan Ibu Dosen

Pengajar yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada

penulis.

• Para Pegawai dan Staf Laboratorium Jurusan Hama dan Penyakit

Tumbuhan, Ibu Rahmatiah, SH., Ibu Nirwana Rahman, SE., Bapak

Kamaruddin, Bapak Ardan, yang telah banyak membantu penulis

sehingga bisa menyelesaikan penelitian ini.

• Kepada bapak Yusuf yang telah berkenan meminjamkan penulis lahan

agar dapat digunakan sebagai lahan percobaan.

• Sahabat sekaligus grup sepenelitian Sri Wahyuni, yang paling banyak

membantu selama penelitian dilapangan, dan dilaboratorium sampai

penulisan skripsi ini mengorbankan tenaga, memberikan dukangan yang

sangat luar biasa kepada penulis. Iwe Cahyati dan Nurul Istiqomah

terima kasih atas segala saran dan dukungan yang telah diberikan kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

• Sahabatku Sri Wahyuni, Andi Nurmala Indah Sari, A.Syarifa

Nurfahmi, Nurafiyah Ruslan, Alya Widyawati Andi Sri Febrianti

RSA, Evi Alviana, Nurafni Latip, Ainul Hidayah yang selalu memberi

semangat motivasi, membantu penulis keluar dari masalah, paling

semangat menemani penulis saat pengurusan berkas sampai penulisan

skripsi ini, paling rajin temani penulis selama penelitian di Laboratorium

sampai pengurusan berkas dan penyelesaian skripsi ini. paling sabar selalu

menasehati penulis selama penulisan skripsi ini, selalu menghibur, selalu

menyemangati, dan memberikan motivasi kepada penulis, untuk itu

semoga mereka juga termotivasi cepat selesai. Nurhikmah Mutmainna

Sari, Upi Laila Hanum, Putri Sabrina Nursaid, Rahayu Putri Ahmad,

Rusmin Rombe, Nurmala S, Sarah Sawitri, Umi Mutmainnah dan

A.Nastain juga selalu memberikan semangat kepada penulis selama

Page 8: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

viii

penelitian sampai penulisan skripsi ini. Kalian sahabat-sahabat yang sangat

luar biasa hebatnya yang selalu memberikan keceriaan, doa, senyuman,

dan kekuatan untuk penulis.

• Sahabatku Sri Andrianti dan Syarifa Maulidya, Fitriani, Ilmi Amelia

Yasin, Nurangreni dan Yuni Wulandari yang selalu menampung

curhatan dan tidak pernah bosan mendengar keluhan penulis dalam segala

hal apapun, selalu membantu penulis keluar dari masalah-masalah yang

penulis hadapi, menasehati dan selalu membangkitkan semangat penulis

selama penyusunan skripsi ini, sangat membantu penulis saat pembuatan

tabel hasil sampai penyempurnaan skripsi ini. Makasih danesya.

• Temanku Ukhti Rosdiana S.si dan Mirdayanti, Wayan Yasman,

Amrah, Iqro, Mario dan Amsal merupakan teman seposko yang selalu

memberi semangat dukungan kepada penulis saat penelitian dilapangan.

Terima kasih kepada Amelia Asdar yang telah membantu penulis

memberikan masukan dan saran-saran yang sangat membantu saat penulis

melaksanakan ujian seminar proposal. Tidak lupa Andi Muhammad

Nazar Mahatir terima kasih atas doanya selama ini, menyemangati

penulis dalam meyelesaikan skripsi ini.

• Terimaksih Untuk Demisioner BPT FMA FAPERTA UH periode

2015/2016, Demisioner BPH HMPT UH periode 2017/2018 serta teman-

teman AGROTEKNOLOGI 2014 dan EKSOSKELETON 2014 yang

telah memberikan penulis banyak pengalaman, pelajaran selama menjadi

mahasiswa.

• Dan penghargaan setinggi-tingginya kepada seluruh keluarga, saudara,

teman, kakak, adik yang tidak sempat penulis cantumkan satu persatu.

Terima kasih atas segala doa yang mengalir tanpa sepengetahuan penulis.

Banyak kendala yang dihadapi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir

ini, tetapi semua merupakan suatu proses pembelajaran yang sangat berguna

sebagai modal di masa yang akan datang. Akhirnya dengan segala kerendahan

Page 9: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

ix

hati penulis sekali lagi mengucapkan terima kasih semoga apa yang penulis

sajikan dapat memberikan manfaat bagi pembaca, Aamiin

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, Juli 2018

Penulis

Page 10: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………. i

HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………….. iii

ABSTRAK ................................................................................................ iv

ABSTRACT …………………………………………………………….. v

KATA PENGANTAR .............................................................................. vi

DAFTAR ISI ............................................................................................... x

DAFTAR TABEL .................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xiii

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Tujuan Penelitian .................................................................................. 4

1.3 Manfaat Penelitian ................................................................................ 4

1.4 Hipotetis ............................................................................................... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kakao ( Theobroma cacao L ) 6

2.2 Limbah Kulit Kakao …………………... 6

2.3 Busuk Buah (Phytophthora palmivora) 7

Page 11: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

xi

2.4 Dekomposisi Limbah Organik oleh Mikroorganisme 12

2.4.1 Trichoderma sp 12

2.4.2 Jamur Tiram ( Pleurotus ostreatus ) 15

2.5 Potensi Limbah Kulit Kakao sebagai bahan baku pupuk organik

17

2.6 Kompos 18

2.7 Metode pengomposan 19

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu. ........................................................................ 21

3.2 Metode Penelitian .......................................................................... 21

3.2.1 Persiapan bahan baku ........................................................... 21

3.2.2 Aplikasi bioaktivator pada limbah kulit kakao .................... 23

3.2.3Pengamatan keberadaan inokulum phytophthora

palmivora pada kompos kulit kakao ................................... 24

3.2.4 Analisis kandungan nutrisi pada limbah kakao hasil

dekomposisi ......................................................................... 25

3.2.5 Uji Kematangan kompos...................................................... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil . 27

4.1.1 Pengamatan tingkat kematangan kompos 27

4.1.2 Analisis Kandungan nutrisi kompos 28

4.1.3Pengamatan keberadaan inokulum phytophthora palmivora, Trichoderma

harzianum, Pleurotus ostreatus dan Bakteri pada kompos 29

4.2 Pembahasan . 33

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan . .................................................................................. 37

5.2 Saran . ............................................................................................ 37

Page 12: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

xii

DAFTAR PUSTAKA . .............................................................................. 38

LAMPIRAN . ............................................................................................. 40

Page 13: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

xiii

DAFTAR TABEL

No. Halaman Teks

1. Warna, tekstur, dan bau Kompos sesuai standar SNI 26

2. Tingat Kematangan kompos pada kulit buah kakao 27

3. Rata-rata analisis kandungan nutrisi 28

4. Pengamatan jumlah koloni P.palmivora pada media PDA 29

5. Pengamatan jumlah koloni P.palmivora pada media V8 30

Lampiran

1. Gambar pembuatan formulasi,survei lokasi dan pengambilan

sampel,pencacahan kulit 32

2. Hasil analisis kandungan nutrisi kompos 33

Page 14: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

xiv

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman Teks

1. Penyakit busuk kakao yang disebabkan oleh Phytophthora

palmivora..................................................... 10

2. Macam-macam metode dalam

pengomposan....................................................... 20

3. Proses sterilisasi dari bahan pembawa yang terdiri dari biji jagung dan

beras.................................................... 22

4. Proses perbanyakan bahan aktif bioaktivator.......................................... 22

5. Proses menginokulasi bahan aktif............................................................ 22

6. Proses pembuatan formulasi bubuk dan pengemasan...............................23

7. Koloni bakteri dan cendawan pada media PDA.......................................31

8. Kenampakan cendawan pada media PDA................................................31

Koloni bakteri dan cendawan pada media V8...........................................32

Kenampakan cendawan pada media V8...................................................32

9. Koloni cendawan Phytophthora palmivora dan kenampakan setelah di

identifikasi..................................................................................................3

Page 15: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan

yang sedang digalakkan di Indonesia, kakao sangat berperan penting bagi

perekonomian nasional, khusunya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber

pendapatan dan devisa Negara.

Sulawesi Sulawesi Selatan merupakan penyumbang kakao terbesar di

Indonesia yaitu sekitar 20,70% dari total produksi nasional, menyusul Sulawesi

Tengah 17,70%, Sulawesi Tenggara 11,60%, Sulawesi Barat 11,20%, S umatera

Utara 6,40%, Kalimantan Timur 2,90%, Aceh 1,90%, Maluku 1,40%, dan daerah–

daerah lainnya sekitar 21,90%. Namun demikian produksi tanaman kakao di

Sulawesi Selatan hanya berkisar antara 0,6 ton sampai 0,7 ton/ha/thn, sedangkan

produksi optimalnya bisa mencapai 2,5 ton/ha/thn. Belum optimalnya

produktivitas kakao yang ada dipengaruhi oleh penerapan teknologi produksi di

tingkat petani masih sangat rendah serta produktivitas agribisnis kakao Indonesia

masih terkendala akibat serangan patogen P. palmivora yang menyebabkan

penyakit busuk buah kakao (PBBK). Hal ini menjadi suatu tantangan sekaligus

peluang bagi para investor untuk mengembangkan usaha dan meraih nilai tambah

yang lebih besar dari agribisnis kakao (Anonim, 2009).

Perkembangan kakao di Indonesia juga diikuti oleh beberapa permasalahan,

yaitu meningkatnya limbah kakao (Sunanto, 1994). Menurut Haryati dan

Hardjosuwito (1984), Kakao mengandung 74% kulit buah, 2,0% plasenta, dan

24,2% biji. Mengingat besarnya kandungan kulit buah kakao, maka perlu

Page 16: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

2

diusahakan pemanfaatannya. Kulit buah kakao merupakan salah satu hasil

samping kakao yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Kulit kakao umumnya

langsung dibuang sebagai limbah, padahal kulit kakao dapat diolah menjadi

produk yang lebih bermanfaat (Kuswinanti dkk.,2012). Limbah kakao yang tidak

dikelola dengan baik akan menjadi inang untuk berkembangnya hama dan

penyakit tanaman, terjadinya pencemaran (polusi) udara berupa gas Metan (CH4),

CO2 dan N2O.

Tanaman kakao akan menghasilkan biomassa dari daun dan ranting yang

mencapai 6,85 ton/ha/thn untuk tanaman kakao tanpa naungan dan mencapai

11,88 ton/ha/thn dengan naungan. Selain itu, dari panen 1 kg biji kakao akan

menyisakan 10 kg limbah kulit buah, pulp, dan plasenta (Fitrianti, 2016).

Kandungan hara minimal kulit buah kakao cukup tinggi, khususnya hara

Kalium dan Nitrogen. Dilaporkan bahwa 61 % dari total nutrient buah kakao

disimpan di dalam kulit buah. Penelitian yang dilakukan oleh Goenadi et.al (2000)

menentukan bahwa kandungan hara kompos yang dibuat dari kulit buah kakao

adalah 1,81% N, 26,61 C-Organik, 0,31 % P2O5, 6,08 % K2O, 1,22 % CaO3, 1,37

% MgO dan 44,85 cmol/kg KTK.

Salah satu teknik pengolahan limbah kakao adalah secara biologis dengan

memanfaatkan organisme yang mampu menghasilkan enzim pendegradasi dinding

sel seperti selulase, hemiselulase, dan enzim pemecah lignin. Beberapa kelompok

organisme yang dilaporkan mampu mendegradasi senyawa lignin, selulosa, dan

hemiselulosa adalah jamur. Jamur Tiram dan Trichoderma sp memiliki

kemampuan mendegradasi lignin yang tinggi dengan sedikit mengakibatkan

Page 17: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

3

kehilangan selulosa (Jamilah, 2012). Biakan jamur Trichoderma dalam media

aplikatif seperti dedak dapat diberikan ke areal pertanaman dan berlaku sebagai

biodekomposer, mendekomposisi limbah organik (rontokan dedaunan dan ranting

tua) menjadi kompos yang bermutu. Serta dapat berlaku sebagai biofungisida

(Kuswinanti, 2006).

Ada beberapa metode yang dapat di gunakan dalam melakukan

pengomposan, (i) indore pit method adalah metode pengomposan dengan

memasukkan bahan yang dikomposkan ke dalam lubang galian. Metode ini biasa

digunakan jika pengomposan dilakukan didaerah yang memiliki curah hujan

tinggi dengan lokasi pembuatan kompos dilakukan di tempat yang agak tinggi

sehingga terbebas kemungkinan tergenang selama proses pengomposan

berlangsung, (ii) indore heap method adalah metode pengomposan dengan

menumpuk bahan yang dikomposkan di atas tanah biasanya untuk melindungi

timbunan kompos dari tiupan angin maka di sekitar timbunan diberi peneduh atau

pelindung, (iii) Metode jepang adalah metode pengomposan yang biasanya di

lakukan di wilayah permukiman padat sebagai pengganti lubang galian digunakan

bak penampung yang terbuat dari anyaman kawat atau bambu, serta ban mobil

bekas yang disusun bertingkat ( Tambunan, 2009).

Selama ini sebagian besar masyarakat yang ada di Dusun Botong, desa

Bontomanai, kecamatan Bungayya, kabupaten gowa masih memandang limbah

kakao tersebut sebagai limbah yang tidak berguna dan tidak dapat didaur ulang,

bukan sebagai sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan. Untuk menanggulangi

Page 18: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

4

permasalahan mengenai limbah kakao tersebut, maka limbah-limbah kakao yang

dihasilkan harus dikelola secara baik dengan menggunakan teknologi yang tepat.

Penerapan bioteknologi dengan memanfaatkan proses biologi menggunakan

cendawan mendegradasi lignin dalam proses dekomposisi limbah, merupakan

salah satu alternatif dan terobosan besar yang perlu dikaji. Beberapa spesies

pleurotioid adalah jamur pelapuk kayu yang dapat mendegradasi substrat yang

kaya lignin dan selulosa menjadi bahan – bahan organik sederhana melalui proses

hidrolisis enzimatis, sehingga dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme lain

termasuk tumbuh tumbuhan sebagai pupuk untuk memacu pertumbuhan.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka penting dilakukan penelitian untuk

menguji isolat jamur yang berkemampuan tinggi dalam mendegradasi bahan

organik sehingga mampu mengoptimasi pemanfaatan limbah kakao sebagai pupuk

organik dan juga mempunyai kemampuan sebagai agen hayati dalam

perlindungan tanaman.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui kombinasi perla kuan cendawan dan metode pengomposan yang

terbaik dalam proses pengomposan limbah kulit kakao

2. Mengetahui perlakuan terbaik yang mampu menekan perkembangan

Phytophthora palmivora pada kompos limbah kulit kakao

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini yaitu sebagai sumber informasi bagi pembaca

mengenai potensi penggunaan Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus

Page 19: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

5

dalam pengomposan kulit kakao pada tumpukan terbuka dan tertutup serta

pengaruhnya dalam menekan perkembangan Phytophthora palmivora pada

kompos limbah kulit buah kakao.

1.4 Hipotesis Penelitian

1. Terdapat perlakuan yang terbaik dalam proses pengomposan limbah kulit

kakao

2. Terdapat perlakuan yang mampu menekan pertumbuhan Phytophthora

palmivora pada pengomposan limbah kulit kakao

Page 20: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kakao (Theobroma cacao L.)

Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu jenis tanaman

perkebunan yang terus mendapat perhatian untuk dikembangkan. Upaya

pengembangan tanaman kakao disamping masih diarahkan pada peningkatan

populasi (luas lahan) juga telah banyak diarahkan pada peningkatan jumlah

produksi dan mutu hasil. Adapun aspek yang paling diperhatikan dalam usaha

peningkatan jumlah produksi dan mutu hasil adalah penggunaan jenis-jenis kakao

unggul dalam pembudidayaan tanaman kakao. Saat ini terdapat sejumlah jenis

kakao unggul yang sering digunakan dalam budidaya kakao, antara lain jenis

(klon) Sulawesi 1 dan Sulawesi 2 (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009).

2.2 Limbah Kulit Kakao

Limbah pertanian merupakan bahan yang terbuang di sektor pertanian. Pada

pertanian konvensional atau modern pada umumnya tidak terdapat pengelolaan

limbah, sebab dalam pertanian konvensional semua inputnya seperti pupuk

menggunakan bahan kimia. Limbah dianggap suatu bahan yang tidak penting dan

tidak bernilai ekonomi. Padahal jika kaji dan didilola, limbah pertanian dapat

diolah menjadi beberapa produk baru yang bernilai ekonoomi tinggi.

Semakin meningkatnya produksi kakao baik karena pertambahan luas areal

pertanaman maupun yang disebabkan oleh peningkatan produksi persatuan luas,

akan meningkatkan jumlah limbah buah kakao. Komponen limbah buah kakao

yang terbesar berasal dari kulit buahny a atau biasa disebut pod kakao, yaitu

sebesar 75 % dari total buah (Ashadi, 1988). Jika dilihat dari data produksi buah

Page 21: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

7

kakao yang mencapai 779,5 ribu ton, maka limbah pod kakao yang dihasilkan

sebesar 584,6 ribu ton/tahun. Apabila limbah pod kakao ini tidak ditangani secara

serius maka akan menimbulkan masalah lingkungan.

Pada industri pertanian kakao, untuk mengatasi masalah ini, maka salah satu

cara yang dapat dilaksanakan adalah melaksanakan pengolahan limbah pertanian

kakao. Limbah tersebut meliputi limpah pra-panen dan limbah pasca-panen.

Tujuan dari pengolahan limbah sendiri adalah untuk menjaga kstabilan ekologi

pertanian kakao. Tanaman kakao banyak menghasilkan limbah. Limbah tersebut

antara lain adalah pulp, kulit buah, dan daging buah. Selain itu, terdapat limbah

pra-panen merupakan daun dan seresah pohon (Kristanto, 2004).

Pengolahan limbah kakao sangat perlu dilakukan dikarenakan tanaman

kakao merupakan tanaman yang secara umum dimanfaatkan bagian bijinya saja.

Bagian buah lain tidak digunakan menjadi bahan utama. Pemanfaatan limbah

buah kakao maupun pemanfaatan limbah pra-panen pada tanaman kakao

(Kristanto, 2004).

2.3 Busuk Buah (Phytophthora palmivora)

Penyakit busuk buah kakao yang disebabkan oleh Phytophthora palmivora

Butl. merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman kakao di Indonesia dan

beberapa negara penghasil kakao lainnya di dunia. Penyakit ini dapat

menyebabkan terjadinya penurunan produksi kakao secara drastis dengan

kerugian berkisar antara 32,6 sampai 99%. Serangan penyakit busuk buah kakao

ini telah menyebar luas di hampir semua sentra produksi kakao di Indonesia

(Anonim, 2004) dan dapat menyebabkan penurunan produksi secara langsung

Page 22: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

8

(Clay, 2004). Kerugian yang disebabkan oleh penyakit busuk buah di Indonesia

dapat berkisar antara 25 % sampai 50 % per musim panen (Drenth dan Guest,

2004). Lebih lanjut dijelaskan oleh Guest (2006) bahwa adanya keragaman

patogenik dari Phytopthora sp, dapat menjadi ancaman terhadap penurunan

produksi kakao. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk mengendalikan

serangan penyebab penyakit busuk buah ini di pertanaman kakao.

Gejala serangan awal berupa bercak coklat pada permukaan buah, umumnya

pada ujung atau pangkal buah yang lembab dan basah. Selanjutnya bercak

membesar hingga menutupi semua bagian kulit buah. Saat kondisi cuaca lembab,

pada permukaan bercak tersebut akan tampak miselium dan spora jamur berwarna

putih. Miselium dan spora inilah yang akan menjadi alat reproduksi P. palmivora

untuk melakukan penyebaran dan penularan penyakit busuk buah ke buah-buah

kakao yang masih sehat.

Penyakit busuk buah kakao hampir menjangkiti semua areal penanaman

kakao di Indonesia. Bahkan penyebarannya diketahui telah merambah ke negara-

negara penghasil kakao lainnya seperti Ghana, Pantai Gading, Malaysia, dan

Srilanka. Penyebaran penyakit busuk buah kakao memang sangat cepat. Dengan

bantuan angin spora cendawan P. palmivora dapat terbang,hinggap, dan

menginfeksi buah-buah sehat yang berada jauh dari tanaman inangnya yang awal.

Selain dengan bantuan angin, penyebaran dan penularan penyakit busuk buah

kakao juga dapat terjadi karena bantuan semut hitam, tupai, bekicot, dan hewan-

hewan lain yang sering hidup di sekitar batang dan cabang kakao. Penularan pun

Page 23: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

9

dapat terjadikarena adanya sentuhan langsung antara buah yang sehat dan buah

yang sakit.

Penyebaran dan penularan penyakit busuk buah kakao akan terjadi lebih cepat

bila kondisi kebun mendukung pertumbuhan cendawan P. palmivora. Kebun-

kebun yang kondisinya lembab karena jarang dipangkas atau karena curah hujan

sedang tinggi biasanya lebih sering terkena penyakit ini.

Salah satu upaya pengendalian terhadap serangan P. palmivora yang saat ini

mulai dikembangkan adalah memanfaatkan mikroorganisme yang bersifat

antagonis terhadap patogen penyebab penyakit dan menguntungkan bagi tanaman

serta aman terhadap lingkungan (Doss dan Welthy, 1995 dalam Semangun, 2000).

Introduksi kandidat mikroba antagonis yang terseleksi (Pseudomonas fluorescens)

menunjukkan rendahnya kejadian penyakit secara signifikan dibanding kontrol

(Drenth dan Guest, 2004). Beberapa mikroba antagonis dilaporkan dapat

menekan genus Phytophthora, misalnya Bacillus subtilis menunjukkan

kemampuan menekan serangan P. capsici pada cabe dan beberapa genus

Fusarium (Soesanto, 2006).

Penelitian lainnya yang mengggunakan cendawan antagonis dan bersifat

endofit menunjukkan adanya kelimpahan cendawan endofit yang sangat tinggi

pada tanaman berkayu (Arnold dkk., 2003). Lebih lanjut dijelaskan bahwa

cendawan endofit bersifat kompetisi langsung dengan patogen di dalam jaringan

tanaman dan dapat bersifat mikoparasitasi secara langsung terhadap patogen

tanaman seperti P. palmivora. Cendawan endofit juga memproduksi metabolit

yang dapat menghambat perkembangan patogen penyebab penyakit.

Page 24: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

10

Penyakit busuk buah merupakan penyakit utama pada tanaman kakao di

seluruh dunia, dan di Indonesia merupakan penyakit paling penting karena

penyakit ini terdapat hampir di seluruh areal pertanaman kakao. P. palmivora

merupakan pathogen (penyebab penyakit) pada banyak jenis tumbuhan di daerah

beriklim tropis dan sedang. Pada tanaman kakao, patogen ini menyerang daun,

batang, pucuk, bantalan bunga, dan buah pada berbagai tingkatan umur (Chee

1974 dalam Sukamto & Pujiastuti 2004). Meskipun demikian buah-buah yang

belum matang adalah paling peka terhadap serangan pathogen (Deberdt dkk.

2008). Kerusakan paling besar dari infeksi selama 2 bulan sebelum buah matang.

Buah-buah yang terinfeksi pada fase ini dapat menyebabkan kerugian total karena

pathogen dapat dengan mudah masuk dari kulit buah ke lapisan bakal biji pada

buah hijau yang sedang berkembang.

Gambar 1. Penyakit busuk buah kakao yang disebabkan oleh Phytophthora palmivora bult.

P. palmivora dapat menyerang semua organ atau bagian tanaman, seperti

akar, daun, batang, ranting, bantalan bunga, dan buah pada semua tingkatan umur.

Tetapi serangan pada buah paling merugikan (Opeke and Gorenz, 1974), terutama

Page 25: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

11

serangan buah yang belum matang. P. palmivora dapat menginfeksi seluruh

permukaan buah, namun bagian paling rentan adalah pangkal buah.

Penyebaran penyakit P. palmivora dapat melalui air, semut, tikus, tupai,

bekicot yang dijumpai di perkebunan kakao. Selama daur hidupnya, P. palmivora

menghasilkan beberapa inokulum yang berperan dalam perkembangan penyakit

pada kakao, yaitu miselium, sporangium, oospora, dan klamidospora. Sporangium

berkecambah secara langsung dengan membentuk pembuluh kecambah, dan tidak

langsung dengan membentuk zoospora (Semangun, 2000). Menurut Erwin dan

dan di dalam air dapat menghasilkan zoosporangia. Oospora seksual terbentuk

secara tunggal dalam oogonium setelah pembuahan oleh inti dari antheridium

tersebut. Morfologi P. palmivora yaitu sporangium ovoid dan ellipsoid

mempunyai papila yang jelas (Drenth dan Sendall, 2001).

Sebagian besar bakteri dan jamur dapat menghasilkan zat yang bersifat

racun sehingga dapat digunakan untuk mengontrol pertumbuhan dan

perkembangan organisme pengganggu. Selain sebagai dekomposer, kelompok

bakteri dan jamur tersebut juga dapat menurunkan resiko penyebaran penyakit

busuk buah yang disebabkan oleh patogen Phytopthora palmivora. Penyakit busuk

buah ini merupakan penyakit utama tanaman kakao dunia termasuk di Indonesia

dengan dampak kerugian terhadapap penurunan produksi kakao akibat serangan

P. palmivora berkisar 32,60%- 52,99%, dengan tingkat serangan berbeda-beda

pada setiap daerah (Umrah, 2009). P. Palmivora merupakan patogen primer yang

mampu menginfeksi tanaman melalui 4 macam tipe spora yaitu sporangia,

zoospore, klamidiospora dan oospora.

Page 26: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

12

2.4 Dekomposisi Limbah Organik oleh Mikroorganisme

2.4.1 Trichoderma sp.

Trichoderma sp. adalah jamur saprofit tanah yang secara alami merupakan

parasit yang menyerang banyak jenis jamur penyebab penyakit tanaman

(spektrum pengendalian luas). Jamur Trichoderma sp. dapat menjadi hiperparasit

pada beberapa jenis jamur penyebab penyakit tanaman, pertumbuhannya sangat

cepat dan tidak menjadi penyakit untuk tanaman tingkat tinggi. Mekanisme

antagonis yang dilakukan adalah berupa persaingan hidup, parasitisme, antibiosis

dan lisis (Harman et al., 2004).

Populasi Trichoderma sp. dapat tumbuh baik pada kisaran suhu rata-rata

170C-340C kemampuan pengendalian hayati dari cendawan ini akan semakin

berkurang seiring dengan naiknya suhu tanah (Eland,et.al., 1997 dalam efri,1994).

Cendawan Trichoderma sp. menghendaki kelembaban yang tinggi serta

tersedianya bahan makanan dasar yang sesuai dengan pertumbuhan

Trichoderma sp. (Chet dan Baker 1981 dalam Talanca 1998). Menurut Djatmiko

dan Rohadi ( 1997 ) cendawan Trichoderma sp. dapat tumbuh baik pada pH yang

rendah. Cendawan ini akan terhambat pertumbuhannya pada kondisi tanah pada

pH diatas sekitar diatas 5,4 ( Baker dan Cook,1997 ), lebih lanjut dikemukakan

bahwa cendawan ini lebih berhasil kemampuannya dalam menekan cendawan

patogen pada kondisi tanah yang masam dari pada tanah alkalis.

Pengendalian biologi (hayati) menunjukkan alternatif pengedalian yang dapat

dilakukan tanpa harus memberikan pengaruh negatif terhadap lingkungan dan

sekitarnya, salah satunya adalah dengan pemanfaatan agens hayati seperti virus,

Page 27: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

13

jamur atau cendawan, bakteri atau aktiomisetes. Jamur Trichoderma sp. bersifat

antagonistik, terhadap jamur lain dalam mengendalikan penyakit tanaman yang

mampu menghambat perkembangan patogen melalui proses mikroparasitisme,

antibiosis, dan kompetisi (Chet, 1987).

Trichoderma sp. diklasifikasikan dalam Kingdom Plantae, Devisio

Amastigomycota, Class Deutromycetes, Ordo Moniliales, Famili Moniliaceae,

Genus Trichoderma, Spesies Trichoderma sp. Cendawan Trichoderma terdapat

lima jenis yang mempuyai kemampuan untuk mengendalikan beberapa patogen

yaitu Trichorderma harzianum, Trichorderma koningii, Trichorderma viride,

Trichoderma hamatum dan Trichoderma polysporum. Jenis yang banyak

dikembangkan di Indonesia antara lain Trichorderma harzianum, Trichorderma

koningii, Trichoderma viride (Baharia. S., 2000).

Bentuk sempurna dari fungi ini secara umum dikenal sebagai Hipocreales

atau kadang-kadang Eurotiales, Clacipitales dan Spheriales. Spesies dalam satu

kelompok yang sama dari Trichoderma dapat menunjukkan spesies yang berbeda

pada Hypocrea sebagai anamorf. Hal ini dimungkinkan karena terdapat banyak

perbedaan bentuk seksual dari Trichoderma (Chet, 1987).

Trichoderma sp. memiliki konidiofor bercabang cabang teratur, tidak

membentuk berkas, konidium jorong, bersel satu, dalam kelompok-kelompok

kecil terminal, kelompok konidium berwarna hijau biru. Trichoderma sp. juga

berbentuk oval, dan memiliki sterigma atau phialid tunggal dan berkelompok

(Nurhaedah,2002).

Page 28: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

14

Koloni jamur Trichoderma sp. pada media biakan PDA tumbuh dengan

cepat pada suhu 250C-300C. Jamur ini awalnya terlihat berwarna putih selanjutnya

miselium akan berubah menjadi kehijau-hijauan lalu terlihat sebagian besar

berwarna hijau ada ditengah koloni dikelilingi miselium yang masih berwarna

putih dan pada akhirnya seluruh medium akan berwarna hijau sedangkan bagian

bawahnya tidak berwarna (Nurhayati, 2001).

Mekanisme Antagonis Trichoderma sp. yang telah banyak diuji coba untuk

mengendalikan penyakit tanaman Sifat antagonis Cendawan Trichoderma sp.

telah diteliti sejak lama. Inokulasi Trichoderma sp. ke dalam tanah dapat menekan

serangan penyakit layu yang menyerang di persemaian, hal ini disebabkan oleh

adanya pengaruh toksin yang dihasilkan cendawan ini. Selain itu Trichoderma sp.

mempunyai kemampuan berkompetisi dengan patogen tanah terutama dalam

mendapatkan Nitrogen dan Karbon (Lilik,et.al., 2010).

Pengendalian patogen tanaman yang bersifat tular tanah dengan

menggunakan cendawan Trichoderma sp. dapat terjadi melalui mikoparasit

(memarasit miselium cendawan lain dengan menembus dinding sel dan masuk

kedalam sel untuk mengambil zat makanan dari dalam sel sehingga cendawan

akan mati). Trichoderma sp. menghasilkan antibiotik seperti alametichin,

paracelsin, trichotoxin yang dapat menghancurkan sel cendawan melalui

pengrusakan terhadap permeabilitas membran sel, dan enzim chitinase,

laminarinase yang dapat menyebabkan lisis dinding sel. Mempunyai kemampuan

berkompetisi memperebutkan tempat hidup dan sumber makanan. Mempunyai

kemampuan melakukan interfensi hifa. Hifa Trichoderma sp. akan mengakibatkan

Page 29: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

15

perubahan permeabilitas dinding sel. Trichoderma sp. adalah jenis cendawan yang

tersebar luas di tanah, dan mempunyai sifat mikoparasitik (Gultom, 2008).

Mikoparasitik adalah kemampuan untuk menjadi parasit cendawan lain.

Sifat inilah yang dimanfaatkan sebagai biokontrol terhadap jenis-jenis cendawan

fitopatogen. Beberapa cendawan fitopatogen penting yang dapat dikendalikan

oleh Trichoderma sp. antara lain: Rhizoctonia solani, Fusarium spp, Lentinus

lepidus, Phytium spp, Botrytiscinerea, Gloeosporium gloeosporoides, Rigidoporus

lignosus dan Sclerotiumroflsii yang menyerang tanaman jagung, kedelai, kentang,

tomat, dan kacang buncis, kubis, cucumber, kapas, kacang tanah, pohon buah-

buahan, semak dan tanaman hias (Tandion, 2008).

2.4.2 Jamur Tiram (Pleurotus ostreatus)

Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur kayu.Jamur tiram biasa

disebut jamur kayu karena banyak tumbuh pada media kayu yang sudah lapuk.

Jamur kayu ada bermacam-macam jenis antara lain jamur kuping, jamur tiram,

dan jamur shitake. Pleurotus spp. disebut jamur tiram karena bentuk tudungnya

agak membulat, lonjong, dan melengkung seperti cangkang tiram.Batang atau

tangkai tanaman ini tidak tepat berada pada tengah tudung, tetapi agak ke pinggir.

Jamur tiram adalah salah satu jamur yang sangat enak dimakan serta

mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi dibanding dengan jamur lain. Jenis

jamur tiram yang sudah banyak dibudidayakan antara lain : (1) jamur tiram putih,

yang dikenal pula dengan nama shimeji white (P. ostreatus var. florida); (2) jamur

tiram abu-abu, yang dikenal pula dengan nama shimeji grey (P. sajor caju); (3)

jamur tiram coklat, yang dikenal pula dengan nama jamur abalon (P. abalonus)

Page 30: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

16

dan (4) jamur tiram merah, yang dikenal pula dengan nama jamur shakura (P.

flabellatus) (Yuniasmara et al., 2004).

Jamur yang menyebabkan kerusakan atau pelapukan kayu dapat

dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu : soft rot fungi, brown rot fungi, dan

white rot fungi. Soft rot fungi atau jamur pelapuk lunak termasuk golongan

Ascomycetes atau Deuteromycetes, yang mampu melapukkan kayu hanya terbatas

pada selulosa dan pentosan. Brown rot fungi atau jamur pelapuk coklat dari

golongan Basidiomycetes yang memiliki kemampuan enzimatis melapukkan kayu

dengan cara menyerang holoselulosa (selulosa dan hemiselulosa). White rot fungi

atau jamur pelapuk putih juga termasuk golongan Basidiomycetes tetapi

berkemampuan mendegradasi lignin dan polisakarida (selulosa dan hemiselulosa)

(Eaton dan Hale, 1993). Kemampuan jamur dalam mendegradasi lignin

disebabkan adanya enzim ekstrseluler yang disekresikan oleh hifa jamur (Fengel

dan Wegener, 1995). Eaton dan Hale (1993) menyebutkan berbagai enzim yang

berperan dalam proses degradasi lignin yang disekresikan oleh jamur pelapuk

putih meliputi lignin peroksidase (LiP), mangan peroksidase (MnP), lakase,

demetoksilase, H2O2 generating enzyme, dan enzim pendegradasi monomer

seperti selobiosa dehidrogenase, asam vanilat hidrolase, dan trihidroksi

benzendioksigenase. Namun enzim ligninolitik utama yang dihasilkan jamur

adalah lignin peroksidase (LiP), mangan peroksidase (MnP), dan Lakase.

Beberapa kelompok jamur white rot dilaporkan mampu mendegradasi

senyawa lignin, secara umum jamur white rot dibagi menjadi tiga kelompok

(Zandrazil, 1984 dalam Murni, 2008) yaitu : 1) kelompok yang menguraikan

Page 31: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

17

selulosa dan hemiselulosa lebih dahulu kemudian lignin, 2) kelompok lebih

banyak memetabolisme lignin lebih dahulu kemudian selulosa dan hemiselulosa

dan 3) kelompok yang mampu mendegradasi semua polimer dinding sel secara

simultan. Berdasarkan pertimbangan bahwa jamur white rot merupakan

pendegradasi lignin yang paling aktif, maka penting dilakukan isolasi sebagai

upaya untuk memperoleh isolat jamur yang berkemampuan tinggi dalam

mendegradasi lignin dan rendah tingkat degradasinya terhadap selulosa dan

hemiselulosa sehingga mampu mengoptimasi pemanfaatan limbah pertanian.

2.5 Potensi Limbah Kulit Kakao Sebagai Bahan Baku Pupuk Organik

Pada dasarnya, kulit buah kakao dapat dimanfaatkan sebagai sumber unsur

hara tanaman dalam bentuk kompos. Sebagai bahan organik, kulit buah kakao

mempunyai komposisi hara dan senyawa yang sangat potensial sebagai medium

tumbuh tanaman. Kadar air dan bahan organik pada kakao lindak sekitar 86%,

pH 5,4, N total 1,30%, C organik 33,71%, P2O5 0,186%, K2O 5,5%, CaO 0,23%,

dan MgO 0,59% (Soedarsono, dkk. (1997); Didiek dan Yufnal (2004)). Namun

demikian, kulit buah kakao sampai saat ini belum banyak mendapat perhatian

masyarakat atau perusahaan untuk dijadikan pupuk organik. Umumnya, pupuk

organik yang digunakan berasal dari kotoran hewan, seperti sapi dan domba. Jenis

pupuk organik lain yang dewasa ini memiliki perhatian dalam bidang penelitian

dan manfaatnya cukup tinggi adalah kotoran cacing tanah (bekas cacing =

kascing). Ghabbour (1966) dikutip dalam Anas (1990) mengemukakan bahwa

kascing mengandung lebih banyak mikroorganisme, bahan organik, dan juga

bahan anorganik dalam bentuk yang tersedia bagi tanaman dibandingkan dengan

Page 32: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

18

tanah itu sendiri. Selain itu, kascing mengandung enzim protease, amilase, lipase,

selulase, dan chitinase, yang secara terus menerus mempengaruhi perombakan

bahan organik sekalipun telah dikeluarkan dari tubuh cacing Kascing juga

mengandung hormon perangsang tumbuhan seperti giberelin 2,75%, sitokinin

1,05% dan auksin 3,80% (Mulat, 2003).

Pemanfaatan limbah kulit kakao sebagai sumber unsur hara tanaman dalam

bentuk kompos. Sebagai bahan organik, kulit buah kakao mempunyai komposisi

hara dan senyawa yang sangat potensial sebagai medium tumbuh tanaman.

Pemanfaatan kulit buah kakao sebagai kompos akan meningkatkan ketersediaan

pupuk organik yang akan sangat membantu kebutuhan pupuk petani sehingga

ketergantungan terhadap pupuk kimia dapat dikurangi karena sulit diperoleh

(Tequaia dkk., 2004). Beberapa penelitian tentang pemanfaatkan kulit buah kakao

antara lain sebagai pakan ternak (Supadiyo, 1980), pembuatan tepung

(Supriyanto, 1989 dalam Muttaqin, 1996), dan pembuatan ekstrak pektin (Endah,

1990). Selain itu, kulit buah kakao yang kaya akan nutrisi dan dapat digunakan

sebagai media tumbuh tanaman sehingga dapat dimanfaatkan sebagai kompos.

Sebagai bahan organik, kulit buah kakao mempunyai komposisi hara dan senyawa

yang sangat potensial sebagai medium tumbuh tanaman.

2.6 Kompos

Proses pengomposan merupakan proses fermentasi. Suatu proses fermentasi

yang terkendali, suhu akan meningkat secara bertahap mulai dari suhu mesofilik

atau suhu awal yaitu < 40oC kemudian meningkat sampai suhu thermofilik (40-

70oC) dan kemudian turun kembali menjadi <40oC. Peningkatan suhu tersebut

Page 33: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

19

menyebabkan proses fermentasi mampu membunuh bakteri dan patogen. (Rusdi

dan Kurnani, 1994).

Kompos kulit buah kakao mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh

tanaman kakao karena selama pertumbuhannya menyerap unsur hara dari dalam

tanah, tetapi kandungan unsur haranya masih sedikit dan memiliki pH yang

rendah, sedangkan kascing selain mengandung unsur hara makro dan mikro, dapat

meningkatkan pH, juga menghasilkan zat pengatur tumbuh untuk merangsang

pertumbuhan bibit kakao. Limbah kulit kakao yang banyak dibiarkan begitu saja

berserakan di sekitar pertanaman oleh petani sangat berpotensi sebagai penyebar

penyakit busuk buah. Oleh karena itu, kulit kakao tersebut sangat bagus

dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik sehingga hasilnya

selain dapat membersihkan pertanaman kakao juga dapat digunakan sebagai

pupuk bagi tanaman kakao itu sendiri.

2.7 Metode pengomposan

Metode yang dapat di gunakan dalam melakukan pengomposan

diantaranya adalah (i) indore pit method adalah metode pengomposan dengan

memasukkan bahan yang dikomposkan ke dalam lubang galian. Metode ini biasa

digunakan jika pengomposan dilakukan didaerah yang memiliki curah hujan

tinggi dengan lokasi pembuatan kompos dilakukan di tempat yang agak tinggi

sehingga terbebas kemungkinan tergenang selama proses pengomposan

berlangsung, (ii) indore heap method adalah metode pengomposan dengan

menumpuk bahan yang dikomposkan di atas tanah biasanya untuk melindungi

timbunan kompos dari tiupan angin maka di sekitar timbunan diberi peneduh atau

Page 34: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

20

pelindung, (iii) Metode jepang adalah metode pengomposan yang biasanya di

lakukan di wilayah permukiman padat sebagai pengganti lubang galian digunakan

bak penampung yang terbuat dari anyaman kawat atau bambu, serta ban mobil

bekas yang disusun bertingkat.

( Tambunan, 2009).

Gambar 2. Macam-macam metode dalam pengomposan

Wind Row sistem adalah proses pembuatan kompos yang palimg

sederhana dan paling murah. Bahan baku kompos ditumpuk memanjang, tinggi

tumpukan 0.6 sampai 1 meter. Sementara itu panjangnya dapat mencapai 40-50

meter. Umtuk mengatur temperatur kelembaban dan oksigen, pada wimdrow

sistem ini, maka dilakukan proses pembalikan secara periodik inilah secara prinsip

yang membedakannya dari sistem pembuatan kompos yang lain.

Page 35: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

21

III. METODE PENELITIA N

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap pelaksanaan, yaitu: 1) pembuatan

kompos, 2) uji kualitas dan kematangan kompos, dan 3) Pengamatan jumlah spora

Phytophthora palmivora dari kompos kulit buah kakao. Pembuatan kompos

dilaksanakan di Botong, desa Bontomanai, kecamatan Bungayya, kabupaten

Gowa. Sementara itu, uji kualitas kompos dan pengamatan jumlah spora

Phytophthora palmivora pada kompos kulit buah kakao dilaksanakan di

Laboratorium Penyakit Tanaman, Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman,

3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Persiapan Bahan Baku

Bioaktivator yang digunakan untuk percobaan terdiri dari formula

Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus. Formulasi dilakukan di

Laboratorium Penyakit Tanaman. Secara umum, proses formulasi bioaktivator ini

terdiri atas 4 tahap yaitu :

1. Sterilisasi bahan pembawa yang terdiri dari biji jagung dan beras.

2. Perbanyakan bahan aktif bioaktifator berupa Trichoderma harzianum dan

Pleurotus ostreatus didalam medium spesifik.

3. Menginokulasi bahan aktif (Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus)

didalam medium (jagung dan beras).

4. Pembuatan formulasi bubuk dan pengemasan pada kantong almunium foil.

Page 36: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

22

Gambar 3. Proses Sterilisasi dari bahan pembawa yang terdiri dari biji jagung dan beras.

Gambar 4. Proses Perbanyakan bahan aktif bioaktifator berupa Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus di dalam medium spesifik.

Gambar 5. Proses Menginokulasi bahan aktif (Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus) di dalam medium ( jagung dan beras ).

Page 37: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

23

Gambar 6. Proses pembuatan formulasi bubuk dan pengemasan pada kantong almunium foil.

Tahap persiapan meliputi pencarian bahan baku (buah kakao). Kulit buah

kakao yang dibutuhkan untuk keperluan pengomposan sekitar 120 kg. Kulit buah

kakao diperoleh dari lahan-lahan kakao yang baru saja dipanen dan dikelupas,

sehingga kulit limbah kakao yang tidak terpakai bisa digunakan kembali menjadi

sebuah kompos.

3.2.2 Aplikasi Bioaktivator pada Limbah Kulit Kakao

Dalam pembuatan kompos, lahan kosong di desa Bontomanai, kecamatan

Bungayya, kabupaten Gowa digunakan sebagai tempat pengomposan dengan cara

di tumpuk, ada 9 perlakuan dengan 2 ulangan. Setiap ulangan masing-masing

digunakan 40 gram/2lt fomula Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus.

Page 38: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

24

Masing-masing perlakuan diisi dengan 10 kg kulit buah kakao dan 3,5 Kg sekam

padi. kemudian ditutupi dengan terpal diatas campuran bahan tersebut. Parameter

yang digunakan untuk memperkirakan kematangan kompos meliputi warna, suhu

dan bau (aroma). Pengamatan ini dilaksanakan setiap minggunya. Analisis unsur

hara N, P, K, C-Organik dan ratio C/N nya serta spora Phytophthora palmivora

akan dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah dan Laboratorium Ilmu hama dan

Penyakit tanaman, Fakultas Pertanian. Penelitian ini menggunakan metode

Rancangan Acak Kelompok dengan 8 perlakuan dan 2 ulangan.

P0 : Penguraian tanpa Bioaktifator ( Kontrol Terbuka )

P1 : Penguraian + Trichoderma harzianum + Tumpukan Terbuka

P2 : Penguraian + Pleurotus ostreatus + Tumpukan Terbuka

P3 : Penguraian + Trichoderma harzianum + Pleurotus ostreatus Tumpukan

Terbuka

P4 : Penguraian tanpa Bioaktifator ( Kontrol Tertutup )

P5 : Penguraian + Trichoderma harzianum + Tumpukan Tertutup

P6 : Penguraian + Pleurotus ostreatus + Tumpukan Tertutup

P7 : Penguraian + Trichoderma harzianum + Pleurotus ostreatus Tumpukan

Tertutup

3.2.3 Pengamatan Keberadaan Inokulum Phytophthora palmivora pada Kompos Kulit Kakao

Reisolasi untuk mengetahui ada tidaknya koloni Phytopthora palmivora

akan dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman . Teknik

yang dilakukan adalah pengenceran dan akan ditumbuhkan di media PDA. Media

Page 39: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

25

PDA terbuat dari campuran kentang 100 gram, Agar-agar 8,5 gram, Gula 10 gram

dan Cloromfenicol 1 kapsul serta 1000 ml Aquades. Pengenceran juga dilakukan

pada media V-8 Juice. Pembuatan media terdiri dari difco bacto agar 15 gram, 50

ml clarified V8 concentrate, chlorampenicol 250 mg, dan 950 ml akuades untuk

pembuatan 1 liter media. Clarified V8 concentrate mereupakan V8 yang sudah di

jernihkan (diganti dengan V8 jus modifikasi) yaitu 50 ml V8 jus yang

ditambahkan CaCO3 0,5 gram kemudian disentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm

selama 20 menit dan disaring (Jeffer, 2000), cairan hasil penyaringan digunaakan

sebagai bahan pembuatan media. Selanjutnya media diautoclave dan dituang pada

cawan petri untuk keperluan Isolasi.

Proses kerja isolasi kulit buah kakao yang sudah dikomposkan yaitu

dengan mengambil kulit buah kakao yang sudah dikomposkan sebanyak 1 gram

dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer/wadah kecil. Memasukkan aquades

sebanyak 9 ml dan dihomogenkan selama 3 menit. Mengambil 1 ml larutan

tersebut menggunakan pipet effendorf dan dimasukkan kedalam tabung reaksi

yang berisi 9 ml aquades steril, kemudian dihomogenkan dan lakukan hal yang

sama hingga 10-3. Mengambil larutan pada tabung reaksi 10-3 sebanyak 0,1 ml dan

dimasukkan ke dalam media V8 juice yang sudah di tuang sebelumnya di cawan

petridish, kemudian diratakan menggunakan spatula. Setelah dilakukan isolasi,

ditunggu hingga 7-14 hari kemudian dihitung jumlah koloni yang tumbuh.

3.2.4 Analisis Kandungan Nutrisi pada Limbah Kakao Hasil Dekomposisi.

Kandungan nutrisi dari limbah kakao yang ingin dianalisis adalah N, P, K,

C-Organik dan Ratio C/N. Untuk pengamatan kandungan nutrisi pada limbah

Page 40: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

26

kakao hasil dekomposisi akan dilakukan di laboratorium Ilmu Tanah Fakultas

Pertanian.

3.2.5 Uji Kematangan Kompos

Untuk mengetahui kematangan kompos maka dilakukan pengujian secara

organoleptik dengan perent test. Asngad dan Suparti (2005) merumuskan kriteria

organoleptik kompos meliputi warna (coklat hingga kehitaman), aroma (harum

atau tidak) dan tekstur hasil kompos.

Tabel 1 Warna, Tekstur, dan Bau Kompos sesuai Standar SNI 19-7030-2004

Parameter

Katerangan

Pupuk Kompos Pupuk Kompos SNI

Warna Kehitaman Kehitaman

Tekstur Halus Halus

Bau Berbau Tanah Berbau Tanah

Page 41: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Pengamatan Tingkat Kematangan Kompos

Pengamatan Tingkat Kematangan kompos dilakukan dengan pengujian secara

organoleptik. Asngad dan Suparti (2005) merumuskan kriteria organoleptik

kompos meliputi warna (coklat hingga kehitaman), aroma (berbau atau tidak) dan

tekstur kompos.

Tabel 2. Tingkat Kematangan Kompos pada Kulit Buah Kakao

Perlakuan

30 hari Setelah Aplikasi Warna Aroma Tekstur

Kontrol Terbuka Kehitaman Berbau seperti tanah X

T. harzianum Tumpukan Terbuka Kehitaman Berbau seperti

tanah XX

P. ostreatus Tumpukan Terbuka Kehitaman Berbau seperti

tanah XX

T. harzianum + P. ostreatus Tumpukan

Terbuka Kehitaman Berbau seperti

tanah XXXX

Kontrol Tertutup Kehitaman Berbau seperti tanah X

T. harzianum Tumpukan Tertutup Kehitaman Berbau seperti

tanah XX

P. ostreatus Tumpukan Tertutup Kehitaman Berbau seperti

tanah XX

T. harzianum + P. ostreatus Tumpukan

Tertutup Kehitaman Berbau seperti

tanah XXXX

Keterangan: X = Keras XX = Tekstur Lunak 1%-35% XXX = Tekstur Lunak 36%-70% XXXX = Tekstur Lunak 71%-100% Sumber Fitri, 2013

Page 42: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

28

4.1.2 Analisis Kandungan Nutrisi Kompos

Pengamatan Analisis Kandungan Nutrisi Kompos yang dilakukan di

Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin dilakukan

untuk mengetahui ratio N, kandungan C-Organik, C/N, P2O5 dan K2O. Hasil

analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata sehingga

dilakukan Uji BNT. Rerata kandungan N kompos berkisar antara 0,80% - 2,01%,

dengan nilai BNT = 0,21, kandungan C-Organik kompos berkisar antara 19,06% -

34,76% dengan nilai BNT = 3,59, kandungan C/N kompos berkisar antara 13,50%

- 24.50% dengan nilai BNT = 3,89, kandungan P2O5 kompos berkisar antara

1,42% - 2,37% dengan nilai BNT = 0,64 dan K2O kompos berkisar antara 0,50% -

2,00% dengan nilai BNT = 0,68 Rerata Analisis Kandungan Nutrisi dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-Rata Analisis Kandungan Nutrisi

Page 43: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

29

4.1.3 Pengamatan Keberadaan Inokulum Phytopthora palmivora, Trichoderma, P. Ostreatus dan bakteri pada Kompos

Pengamatan koloni mikroba yang muncul dari isolasi hasil kompos pada

media PDA dan V-8 dikelompokkan berdasarkan kesamaan bentuk koloninya.

Dari keseluruhan perlakuan, secara makroskopis yang diamati terdapat 2 jenis

mikroorganisme yaitu cendawan dan bakteri sedagkan koloni P.palmivora tidak

ditemukan, untuk mengetahui jenis dari cendawan tersebut maka dilakukan

identifikasi secara lanjut sedangkan bakteri tidak dilakukan uji secara lanjut.

Jumlah koloni pada setiap perlakuan dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Pengamatan Jumlah Koloni P. palmivora pada media PDA

Kode Rata-Rata Jumlah Koloni pada Pengamatan ke-

30 Hari Setelah Aplikasi

Kode Rata-Rata

N (%) C (%) C/N (%)

P2O5 (%) K20(%)

Kontrol Terbuka 0.80e 19.06e 24.00c 2.07a 1.40a

T. harzianum Tumpukan Terbuka 0.92e 22.13e 19.00ab 1.42b 0.70b

P. ostreatus Tumpukan Terbuka 1.35d 28.83d 21.50cb 2.13a 0.70b

T. harzianum + 1.98ab 26.69cd 13.50a 2.37a 2.00a P. ostreatus Tumpukan

Terbuka

Kontrol Tertutup 1.58c 29.87cd 24.50cb 1.94ab 0.71b

T. harzianum Tumpukan Tertutup 2.01a 30.42bc 15.50a 2.18a 0.50b

P. ostreatus Tumpukan Tertutup 1.79b 33.91ab 19.00ab 2.11a 0.58b

T. harzianum + P. ostreatus Tumpukan Tertutup 2.00a 34.76a 17.50ab 2.24a 0.50b

NPp BNT0.05 0.21 3.59 3.89 0.64 0.68

Page 44: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

30

Bakteri

Cendawan

P. palmivora

Kontrol ( Limbah Kako ) 1000 0 0

Kontrol Terbuka 0 23000

(Aspergillus sp ) 0

T. harzianum Tumpukan Terbuka 2000 4500

(T. harzianum) 0

P. ostreatus Tumpukan Terbuka 0 6000

(Aspergillus sp, P. ostreatus) 0

T. harzianum + P. ostreatus Tumpukan Terbuka 0

8500 (T. harzianum, P. ostreatus)

0

Kontrol Tertutup 0 39500

(Aspergillus sp) 0

T. harzianum Tumpukan Tertutup 1000 31500

(T. harzianum) 0

P. ostreatus Tumpukan Tertutup 0 9000

(P. ostreatus) 0

T. harzianum + P. ostreatus Tumpukan Tertutup 1000

6500 (T. harzianum, P. ostreatus)

0

Tabel 5. Pengamatan Jumlah Koloni P. palmivora pada media V8

Kode

Rata-Rata Jumlah Koloni pada Pengamatan ke- 30 Hari Setelah Aplikasi

Bakteri

Cendawan

P. palmivora

Kontrol (Limbah kakao) 0 0 3500

Kontrol Terbuka 6000 2500

(Aspergillus sp) 0

T. harzianum Tumpukan Terbuka 2000 14000

(T. harzianum) 0

P. ostreatus Tumpukan Terbuka 1000 11000

(P. ostreatus) 0

T. harzianum + P. ostreatus Tumpukan Terbuka 1000

29500 (T. harzianum, P. ostreatus)

0

Kontrol Tertutup 2500 7000 0

Page 45: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

31

(Aspergillus sp, T. harzianum)

T. harzianum Tumpukan Tertutup 0 15000

(T. harzianum) 0

P. ostreatus Tumpukan Tertutup 0 14500

(Aspergillus sp, P. ostreatus) 0

T. harzianum + P. ostreatus Tumpukan Tertutup 0

18500 (T. harzianum, P. ostreatus)

0

Jumlah koloni pada media PDA yang sudah di Isolasi dapat dilihat pada

gambar 7. Pada gambar terlihat bahwa jenis cendawan yang ditemukan adalah

cendawan dari Aspergillus sp., Pleurotus ostreatus dan Trichoderma harzianum

sedangkan untuk kelompok bakteri tidak dilakukan identifikasi lebih lanjut.

Gambar 7. Koloni bakteri dan cendawan pada media PDA Juice selama 2 minggu penanaman : (a) cendawan (b) bakteri

a

b a

b

a a

Page 46: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

32

Gambar 8. Kenampakan cendawan setelah di identifikasi (a) Aspergillus sp. (b)

Trichoderma harzianum dan (c) Pleurotus ostreatus

Jumlah koloni pada media V8 juice yang sudah di Isolasi dapat dilihat

pada gambar 8. Pada gambar terlihat bahwa jenis cendawan yang ditemukan

adalah cendawan dari Aspergillus sp., Pleurotus ostreatus dan Trichoderma

harzianum sedangkan untuk kelompok bakteri tidak dilakukan identifikasi lebih

lanjut.

Gambar 9 . Koloni bakteri dan cendawan pada media V-8 Juice selama 2 minggu penanaman : (a) cendawan (b) bakteri

a b c

a

a

b

a b c

Page 47: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

33

Gambar 10. Kenampakan cendawan setelah di identifikasi (a) Aspergillus sp. (b) Trichoderma harzianum dan (c) Pleurotus ostreatus

Jumlah koloni pada Perlakuan Kontrol (diambil dari bahan baku limbah

kakao yang tidak dikomposkan) dilakukan Isolasi dapat dilihat pada gambar 11.

Pada gambar terlihat bahwa jenis cendawan yang ditemukan adalah cendawan

Phytophthora palmivora.

(a) (b)

Sporagiophore Oospore

Page 48: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

34

Gambar 11. (a) Koloni cendawan Phytophthora palmivora pada perlakuan Kontrol ( tidak dikomposkan ) pada media V-8 Juice selama 5 hari, (b) kenampakan cendawan setelah di identifikasi.

4.2 Pembahasan

Pada Tabel 2, dari dua formulasi mikroba yang diuji, masing-masing

memperlihatkan kematangan kompos yang berbeda pada setiap perlakuan.

Parameter kematangan kompos pada kulit limbah kakao dimulai dari pengamatan

warna, aroma hingga tekstur, diamati 30 hari setelah aplikasi. Menurut Fitri

(2013) bahwa aroma harum pada kompos kulit buah kakao yang dihasilkan

menunjukkan keberhasilan dari proses pengomposan. Warna kehitaman juga

menunjukkan tingkat keberhasilan dari proses pengomposan karena warna hitam

menunjukkan seberapa banyak bahan organik yang terkandung di dalam kompos.

Sedangkan dari tekstur dilihat seberapa lunak kompos dari limbah kulit kakao.

Menurut Yuniasmara (2004) kelompok jamur dapat tumbuh optimal pada

media yang banyak mengandung selulosa yang tinggi, ada pula yang tumbuh

optimal pada media yang mengandung komponen lignin. Kulit limbah kakao

mengandung lignin yang tinggi sehingga sulit untuk terurai dan membututuhkan

waktu yang sangat lama agar terdekomposisi. Oleh karena itu formulasi

P.ostreatus dan T. harzianum digunakan dalam penelitian ini, karena berdasarkan

hasil skrining dari beberapa koleksi isolat jamur pelapuk yang ada di laboratorium

Bioteknologi Pusat Kegiatan Penelitian (PKP) Universitas Hasanuddin isolat

jamur tiram (P.ostreatus), Trichoderma merupakan isolat jamur pelapuk yang

memiliki kemampuan menguraikan kadungan lignoselulotik. Faktor yang paling

penting untuk memilih jenis jamur yang akan digunakan untuk mendegradasi

Page 49: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

35

lignin adalah kemampuannya menghasilkan enzim pendegradasi lignin (Lignin

Peroksidase, Manganese Peroksidase dan Lakase) yang merupakan hasil

metabolisme sekunder dari jamur pelapuk putih pada kondisi tertentu (Van der

Merwe, 2002).

Kematangan kompos limbah kulit kakao tumbuh terbaik pada perlakuan

empat dan delapan yaitu T. harzianum + P.ostreatus tumpukan tebuka dan T.

harzianum + P.ostreatus tumpukan tertutup yang menunjukkan warna yang

hitam, aroma seperti tanah dan tekstur lunak yang berkisar antara 71%-100%

dilihat dari mudahnya kulit kakao dihancurkan bahkan menggunakan jari.

Tabel 3. menunjukkan bahwa kandungan C-Organik terbesar berasal dari

perlakuan delapan yaitu T. harzianum + P.ostreatus tumpukan tertutup.

Sedangkan kandungan N terbesar pada perlakuan enam yaitu T. harzianum

tumpukan tertutup. Perbedaan kandungan C-Organik dan Nitrogen pada bahan

akan menyebabkan perbedaan rasio C/N. Menurut Djaja, dkk (2006), setiap bahan

organik memiliki rasio C/N yang berbeda. Menurut Rynk (1992), rasio C/N sesuai

dengan persyaratan karakteristik bahan baku yang layak untuk proses

pengomposan yaitu rasio C/N berkisar antara 20% - 40%. Menurut Farius dkk

(2011) bahwa proses pengomposan dilakukan bertujuan menurunkan C-Organik

yang terdapat dibahan baku kompos dengan cara mendekomposisinya menjadi

CH4 dan CO2 sehingga dapat terlepas pada lingkungan. Penurunan C-Organik

akan menyebabkan peningkatan kandungan nitrogen sehingga menyebabkan rasio

C/N menurun yaitu <20%.

Page 50: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

36

Pengamatan terhadap C/N merupakan salah satu parameter yang sering

digunakan untuk mengetahui kematangan kompos. Setelah matang ke 30 hari,

kemudian dilakukan uji laboratorium akhir untuk mengetahui karakteristik

kompos matang. Hasil analisis terhadap kandungan C/N kompos kulit kakao dapat

dilihat pada tabel 3. Kandungan C/N terendah terdapat pada perlakuan T.

harzianum + P.ostreatus tumpukan tebuka . Apabila kandungan C/N lebih tinggi

maka kompos belum cukup matang dan perlu waktu dekomposisi lebih lama lagi

(Tambunan, 2009). Kompos matang bila rasio C/N < 20 (Mathur dan Owen,

1993). Salah satu indikator yang menandakan berjalannya proses dekomposisi

dalam pengomposan adalah penguraian C/N substrat oleh mikroorganisme

maupun agen dekomposer lainnya. Perubahan rasio C/N terjadi selama

pengomposan diakibatkan adanya penggunaan karbon sebagai sumber energi dan

hilang dalam bentuk CO2 sehingga kandungan karbon semakin lama berkurang

(Graves dkk., 2000).

Pada tabel 4, berdasarkan pengamatan koloni mikroba yang muncul dari

isolasi hasil kompos pada media PDA dan V-8 dikelompokkan berdasarkan

kesamaan bentuk koloninya. Dari keseluruhan perlakuan yang diamati terdapat 4

bentuk koloni mikroba yang berbeda, setelah dilakukan identifikasi secara

mikroskopis terdapat cendawan Aspergillus sp., Trichoderma harzianum,

Pleurotus ostreatus dan bakteri. Namun tidak ada yang menyerupai ciri-ciri

Phytopthora palmivora pada berbagai jenis perlakuan untuk dekomposer limbah

kulit kakao. Phytopthora palmivora merupakan cendawan heterotalik, tidak

menghasilkan stadium seksual dalam medium buatan. Miselium tidak bersepta

Page 51: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

37

dan mengandung banyak inti diploid. Hifa tidak berwarna, mempunyai cabang

yang banyak, agak keras, sinosis, kadang-kadang bersepta, berdiameter antara 5 –

8 µ. Pada jaringan tanaman, pertumbuhan hifa biasanya intraseluler dan

membentuk haustrorium di dalam sel inang (Alexopoulos dan Mims, 1979),

mikroba yang berkembang dalam bahan kompos diduga mikroba yang terbawa

dari limbah kulit kakao. Hasil pengelompokkan jamur berdasarkan ciri-ciri

mikroba yang berkembang pada media PDA dan V8 tidak menunjukkan adanya

ciri-ciri yang menyerupai Phytopthora palmivora yang terdapat di dalam kompos

pada kulit kakao, ini menunjukkan bahwa menggunakan formulasi Pleurotus

ostreatus dan Trichoderma harzianum dapat mengendaikan perkembangan dari

penyebab penyakit busuk buah kakao.

Page 52: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

38

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Beradasarkan Uji kematangan kompos dan Analisis kandungan nutrisi

limbah kakao dapat dilihat bahwa perlakuan yang paling efektif dalam

pengomposan kulit buah kakao yaitu perlakuan Trichoderma harzianum +

Pleurotus ostreatus tumpukan terbuka dimana pada perlakuan ini memiliki

tingkat kematangan yang paling baik dilihat berdasarkan Warna, aroma

dan tekstrurnya. Sedangkan pada kandungan nutrisi memiliki tingkat C/N

paling rendah, P2o5, dan K2o yang paling tinggi.

2. Tidak diperoleh koloni Phytopthora palmivora pada semua perlakuan

pengomposan.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian Potensi penggunaan Trichoderma harzianum dan

Pleurotus ostreatus sebagai biodekomposer limbah kulit buah kakao pada tumpukan

terbuka dan tertutup serta pengaruhnya dalam menekan perkembangan (Phytophthora

palmivora Butl) disarankan sebaiknya dilakukan pengukuran suhu pada kompos.

Page 53: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

39

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2004. Panduan lengkap budidaya kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Agromedia Pustaka, Jakarta, hal. 222-245

Anonim. 2009. Silase Kulit Buah Kakao Sebagai Pakan Kambing. Pada situs : http://www. [email protected]. Tanggal 9 Desember 2017.

E.R. Tambunan, 2009. Respon Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cocoa L) pada Media Tumbuh sub soil dengan Aplikasi Kompos Limbah Pertanian dan Pupuk Anorganik. Tesis. Program Studi Agronomi. Universitas Sumatra Utara. Medan.

Epstein, Eliot. 1997. The Science of Composting. Technomic Publishing CoInc. USA. Fitrianti Dzulfikar, 2016. Efektifitas Isolat Jamur Pelapuk dan Mikroorganisme

Lokal dalam Mengurai limbah kulit kakao.

Goenadi, D.H.,T.Y. Suswant, M.Romli. 2000. Kajian aspek tekno-ekonomi produksi kompos bioaktif tandan kosong kelapa sawit di PKS Kertajaya- PT Perkebunan Nusantara VIII. Warta Penelitian Bioteknologi Perkebunan. (1) : 29-31.

Haryati,T dan Hardjosuwito. 1984. Pemanfaatan Limbah Hasil Perkebunan Coklat sebagai Dasar Pembuatan Pektin. Balai Penelitian Perkebunan, Bogor.

Kuswinanti Tutik, 2006. Efektivitas Trichoderma harzianum dan Gliocladium virens Dalam Menekan Pertumbuhan Sclerotium rolfsii , Penyebab Penyakit Busuk Pangkal Batang Pada Tanaman Kacang Tanah.

Kuswinanti, Langga, I. F., M. Restu. 2012. Optimalisasi Suhu dan Lama Inkubasi dalam Ekstraksi DNA Tanaman Bitti (Vitex cofassus Reinw) serta Analisis Keragaman Genetik dengan Teknik RAPD-PCR. J. Sains & Teknologi. Vol.12 (3) : 265 – 276.

Semangun, H. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan Penting di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 529-535.

Sunanto H., 1994. Cokelat Pengelolaan Hasil dan Aspek Ekonominya. Kanisius. Yogyakarta.

Soesanto, F. X. 2006. Tanaman Kakao Budidaya dan Pengolahan Hasil. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Page 54: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

40

Swandana, M 1999. “ Pendidikan dan Pelatihan budidaya jamur Edibel”, Dalam Soenanto Hardi, Jamur tiram budi daya dan peluang usaha, Semarang : Aneka Ilmu.

Tambunan, E.R. 2009. Respon Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma cocoa L.) pada Media Tumbuh Sub Soil dengan Aplikasi Kompos Limbah Pertanian dan Pupuk Anorganik. Tesis. Program Studi Agronomi. Universitas Sumatera Utara. Medan. http://repository.usu.ac.id (diakses 9 Oktober 2017)

Tillman,A.D, Hari H., Soedomo P., dan Sukato, L., 1989. Ilmu Makanan ternak dasar. UGM-Press, Yogjakarta.

Elna Karmawati, dkk. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kakao. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.

Firdausil AB, Nasriati, A. Yani. 2008. Teknologi Budidaya Kakao. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan TeknologiPertanian.

Hatta Sunanto. 1994. Cokelat, Pengolahan Hasil dan Aspek Ekonominya. Kanisius.

Rijadi Subiantoro. 2009. Penyakit Penting pada Tanaman Kakao. Politeknik Negeri Lampung.

Page 55: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

41

LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 3. Pembuatan Formulasi Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus

Page 56: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

42

Page 57: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

43

Page 58: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

44

Page 59: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

45

Lampiran

Tabel lampiran 1. Hasil Analisis Kandungan Nutrisi Kompos

Kode H202 C N

C/N P2O5

(%) (%) (%) K2O

(%) P1U1 7.01 19.36 0.75 26 1.63 1.82

P1U2 7.04 18.75 0.85 22 2.51 0.98 P2U1 6.85 22.41 0.86 26 1.85 0.56 P2U2 6.97 21.85 0.97 23 0.98 0.84 P3U1 6.97 28.97 1.45 20 2.14 0.74 P3U2 6.98 28.68 1.24 23 2.11 0.66 P4U1 6.52 26.53 2.13 12 2.41 1.48 P4U2 6.54 26.85 1.83 15 2.32 2.51 P5U1 6.75 29.67 1.59 19 1.98 0.74 P5U2 6.58 30.06 1.57 19 1.89 0.68 P6U1 6.72 31.15 1.99 16 2.21 0.51 P6U2 6.62 29.68 2.02 15 2.14 0.48 P7U1 6.93 30.47 1.83 17 1.96 0.52 P7U2 7 37.35 1.75 21 2.25 0.63 P8U1 7.01 35.37 1.93 18 2.14 0.47 P8U2 6.99 34.15 2.06 17 2.33 0.52

Tabel Lampiran 2a. Kandungan H2O2

Perlakuan Ulangan Total Rata-rata 1 2

g1 7.01 7.04 14.05 7.0 g2 6.85 6.97 13.82 6.9 g3 6.97 6.98 13.95 7.0 g4 6.52 6.54 13.06 6.5 g5 6.75 6.58 13.33 6.7 g6 6.72 6.62 13.34 6.7 g7 6.93 7 13.93 7.0 g8 7.01 6.99 14 7.0

Total 54.76 54.72 109.48 6.8425

Page 60: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

46

Tabel lampiran 2b. Sidik ragam Kandungan H2O2

sk dB JK KT F hit F tabel 0.05 0.01

Genotipe 7 0.5083 0.072614 24.20476 2.614299 5.200121 galat 10 0.03 0.003

Total 17 0.5383 kk 1% Tabel lampiran 3a. kandungan N

Perlakuan ulangan Total Rata-rata 1 2

g1 0.75 0.85 1.6 0.8 g2 0.86 0.97 1.83 0.9 g3 1.45 1.24 2.69 1.3 g4 2.13 1.83 3.96 2.0 g5 1.59 1.57 3.16 1.6 g6 1.99 2.02 4.01 2.0 g7 1.83 1.75 3.58 1.8 g8 1.93 2.06 3.99 2.0

Total 12.53 12.29 24.82 1.55125

Tabel Lampiran 3b. Sidik ragam kandungan N

sk dB JK KT F hit F tabel 0.05 0.01

Genotipe 7 3.312375 0.473196 52.34474 2.614299 5.200121 galat 10 0.0904 0.00904

Total 17 3.402775 kk 6%

Page 61: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

47

Tabel Lampiran 4a. Kandungan C

Perlakuan ulangan Total Rata-rata 1 2

g1 19.36 18.75 38.11 19.1 g2 22.41 21.85 44.26 22.1 g3 28.97 28.68 57.65 28.8 g4 26.53 26.85 53.38 26.7 g5 29.67 30.06 59.73 29.9 g6 31.15 29.68 60.83 30.4 g7 30.47 37.35 67.82 33.9 g8 35.37 34.15 69.52 34.8

Total 223.93 227.37 451.3 28.20625

Tabel Lampiran 4b. Sidik ragam kandungan C

sk dB JK KT F hit F tabel 0.05 0.01

Genotipe 7 412.924975 58.98928 22.6847 2.614299 5.200121 galat 10 26.004 2.6004

Total 17 438.928975 kk 6%

Tabel Lampiran 5a. Kandungan C/N

Perlakuan ulangan Total Rata-rata 1 2

g1 26 22 48 24.0 g2 26 23 49 24.5 g3 20 23 43 21.5 g4 12 15 27 13.5 g5 19 19 38 19.0 g6 16 15 31 15.5 g7 17 21 38 19.0

Page 62: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

48

g8 18 17 35 17.5 Total 154 155 309 19.3125

Tabel Lampiran 5b. Sidik ragam kandungan C/N

sk dB JK KT F hit F tabel 0.05 0.01

Genotipe 7 210.9375 30.13393 9.879977 2.614299 5.200121 galat 10 30.5 3.05

Total 17 241.4375 kk 9%

Tabel lampiran 6a. Kandungan P2O5

Perlakuan ulangan Total Rata-rata 1 2

g1 1.63 2.51 4.14 2.1 g2 1.85 0.98 2.83 1.4 g3 2.14 2.11 4.25 2.1 g4 2.41 2.32 4.73 2.4 g5 1.98 1.89 3.87 1.9 g6 2.21 2.14 4.35 2.2 g7 1.96 2.25 4.21 2.1 g8 2.14 2.33 4.47 2.2

Total 16.32 16.53 32.85 2.053125

Tabel Lampiran 6b. Sidik Ragam kandungan P2O5

sk dB JK KT F hit F tabel 0.05 0.01

Genotipe 7 1.14899375 0.164142 1.961661 2.614299 5.200121 galat 10 0.83675 0.083675

Total 17 1.98574375 kk 14%

Page 63: Trichoderma harzianum dan Pleurotus ostreatus SEBAGAI

49

Tabel lampiran 7a. Kandungan K2O

Perlakuan ulangan Total Rata-rata 1 2

g1 1.42 1.38 2.8 1.4 g2 0.56 0.84 1.4 0.7 g3 0.74 0.66 1.4 0.7 g4 1.48 2.51 3.99 2.0 g5 0.74 0.68 1.42 0.7 g6 0.51 0.48 0.99 0.5 g7 0.52 0.63 1.15 0.6 g8 0.47 0.52 0.99 0.5

Total 6.44 7.7 14.14 0.88375

Tabel Lampiran 7b. Sidik ragam kandungan K2O

sk dB JK KT F hit F tabel 0.05 0.01

Genotipe 7 3.993375 0.570482 9.78193 2.614299 5.200121 galat 10 0.5832 0.05832

Total 17 4.576575 kk 27%


Top Related