Download - Tugas Forensik
1. Pendahuluan
Pada kasus kematian tidak wajar, dokter atas permintaan penyidik
menentukan apakah korban masih hidup ataukah sudah mati, pada pasien yang
sudah mati perlu ditentukan saat kematiannya. Disini pengetahuan tentang tanda-
tanda kematian mutlak diperlukan (Apuranto, 2007).
Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian)
dan logos (ilmu). Tanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang
mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kematian yaitu definisi atau batasan
mati, perubahan yang terjadi pada tubuh setelah terjadi kematian dan faktor-faktor
yang mempengaruhi perubahan tersebut (Idries, 1997). Pengetahuan ini berguna
untuk:
a. Menentukan apakah seseorang benar-benar telah meninggal atau belum
b. Menentukan berapa lama seseorang telah meninggal
c. Membedakan perubahan-perubahan post mortal dengan kelainan-kelainan
yang terjadi pada waktu korban masih hidup.
Mati memiliki dua stadium yaitu somatic death atau clinical death dan cellular
death atau molecular death. Dalam stadium somatic death fungsi pernafasan dan
peredaran darah telah berhenti, sehingga terjadi anoxia yang lengkap dan
menyeluruh dalam jarinan, akibatnya proses aerobic sel berhenti, sedangkan
proses anaerobic masih berlangsung. Tanda-tanda kematian yang dapat diperiksa
dalam stadium somatic death yang sering disebut tanda kematian tidak pasti
adalah:
a. Hilangnya pergerakan dan sensibilitas
b. Berhentinya pernafasan
c. Berhentinya denyut jantung dan peredaran darah
Molecular death adalah suatu kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul
beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ
atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ
tidak bersamaan. Dalam keadaan ragu-ragu apakah seseorang sudah meninggal
atau belum, maka dokter harus menganggap korban itu masih hidup, dan harus
diberi pertolongan sampai menunjukkan tanda-tanda hidup atau sampai timbul
tanda-tanda kematian yang pasti, diantaranya:
a. Penurunan suhu jenasah (Argor Mortis)
b. Lebam mayat (Livor Mortis)
c. Kaku mayat (Rigor Mortis)
d. Perubahan pada mata
2. Pembahasan
a. Penurunan Suhu Jenasah (Algor Mortis)
Setelah seseorang meninggal, metabolisme yang memproduksi panas
terhenti, sedangkan pengeluaran panas berlangsung terus sehingga suhu tubuh
akan turun menuju suhu udara atau medium disekitarnya.
Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat dengan
bentuk sigmoid. Hal ini disebabkan ada dua faktor, yaitu masih adanya sisa
metabolisme dalam tubuh mayat dan perbedaan koefisien hantar suhu tubuh
dengan lingkungan, tetapi beberapa saat kemudian suhu tubuh menurun
dengan cepat. Setelah mendekati suhu lingkungan penurunan suhu tubuh
lambat lagi hingga suhu tubuh sama dengan suhu lingkungan. Penurunan suhu
tubuh ini terjadi selama kurang lebih 18-20 jam (Goff, 2009). Penurunan suhu
jenasah dapat dipakai untuk memperkirakan saat kematian seseorang, yaitu
dengan menggunakan rumus “rule of thumb”(Fisher, 2007):
PMI (jam) = (98,6 oF - suhu rektal jenasah oF) x 1,5 jam
Penggunaan rumus tersebut harus dibatasi pada jenasah yang meninggal
dengan kemungkinan waktu 18 jam atau kurang. Kecepatan penurunan suhu
jenasah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (Goff, 2009):
1. Suhu udara
Besarnya perbedaan suhu tubuh mayat dengan udara disekitarnya
dapat mempengaruhi penurunan suhu, semakin besar perbedaan suhu
maka penurunan suhu jenasah makin cepat.
2. Aliran udara dan kelembaban
Aliran udara mempercepat penurunan suhu jenasah. Sedangkan udara
lembab merupakan konduktor yang baik, sehingga penurunan suhu
lebih cepat
4. Kondisi tubuh
Pada orang gemuk yang pada tubuhnya banyak mengandung lemak,
penurunan suhu relative lebih lambat.
5. Aktivitas sebelum meninggal
Apabila sebelum meninggal korban melakukan aktifitas fisik berat,
suhu tubuh dapat meningkat sesuai berat aktifitas fisik.
6. Sebab kematian
Bila korban meninggal karena asfiksia dan septikemia, maka suhu
tubuh saat meninggal tinggi.
7. Pakaian
Tebal pakaian dapat mempengaruhi penurunan suhu tubuh mayat.
8. Posisi tubuh dihubungkan dengan luas permukaan tubuh yang
terpapar.
b. Lebam Mayat (Livor Mortis)
Lebam mayat adalah perubahan warna kulit berupa warna biru kemerahan
akibat peredaran darah terhenti pada saat seseorang meninggal, sehingga darah
terkumpul di dalam pembuluh kapiler, hal tersebut dipengaruhi oleh gravitasi
sehingga darah mencari bagian tubuh terendah. Lebam mayat terbentuk bila
terjadi kegagalan sirkulasi dalam mempertahankan tekanan hidrostatik yang
menyebabkan darah mencapai capillary bed dimana pembuluh-pembuluh
darah kecil afferen dan efferen salung berhubungan. Maka secara bertahap
darah yang mengalami stagnansi di dalam pembuluh vena besar dan cabang-
cabangnya akan dipengaruhi gravitasi dan mengalir ke bawah, ketempat-
tempat terendah yang dapat dicapai.
Pada umumnya lebam mayat sudah dapat diobservasi 15-20 menit setelah
seseorang meninggal, dan dapat terlihat jelas 2-4 jam setelah seseorang
meninggal. Lebam mayat masih dapat hilang dengan penekanan apabila
rentang waktu kematian kurang dari 9 jam, dan apabila waktu kematian lebih
dari 9-12 jam, lebam mayat akan menetap dan tidak hilang dengan penekanan
(Goff, 2009). Lebam mayat secara fisik mirip dengan luka memar, oleh karena
itu lebam mayat harus dibedakan dengan luka memar (Apuranto, 2007).
Lebam Mayat Luka Memar
Lokalisasi Bagian tubuh terendah Sembaran tempat
Ditekan Biasanya hilang Tiak hilang
Pembengkakan Tidak ada Sering ada
Insisi Bintik-bintik darah
intravaskular
Bintik-bintik darah
ekstravaskular
Tanda Intra Vital Tidak ada Ada
Tabel 1. Perbedaan Lebam Mayat dan Kaku Mayat (Apuranto, 2009)
Lokalisasi lebam mayat pada bagian tubuh yang rendah. Lebam pada
mayat dengan posisi mayat terlentang dapat kita lihat pada belakang kepala,
ekstensor lengan, fleksor tungkai, punggung, pantat, ujung jari dibawah kuku,
dan terkadang di samping leher akibat pengosongan yang kurang sempurna
dari vena superfisialis (Apuranto, 2007). Lebam pada mayat dengan posisi
mayat tengkurap, dapat kita lihat pada dahi, pipi, dagu, dada, perut, dan
ekstensor tungkai. Lebam pada mayat dengan posisi tergantung, dapat kita
lihat pada ujung ekstremitas dan genitalia eksterna (Apuranto, 2007).
Gambar 1. Livor Mortis (Goff, 2009)
Disamping ditemukan pada kulit, lebam mayat juga dapat ditemukan pada
organ dalam, lebam pada organ dalam mayat dengan posisi terlentang dapat
kita temukan pada posterior otak besar, posterior otak kecil, dorsal paru-paru,
dorsal hepar, dorsal ginjal, posterior dinding lambung, dan usus yang dibawah
(dalam rongga panggul) (Apuranto, 2007).
Pembentukan lebam mayat dipengaruhi oleh volume darah yang beredar,
makin besar volume darah makin cepat terbentuk leam mayat, begitu
sebaliknya. Selain itu lebam mayat pengaruhi oleh tingkat koagulasi darah,
apabila terdapat gangguan koagulasi dan darah dalam keadaan tetap cair,
lebam mayat cepat terbentuk (Aprianto, 2007). Lebam mayat umumnya
berwarna merah kebiruan. Pada korban yang meninggal akibat keracunan gas
CO dan keracunan HCN, lebam mayat berwarna cherry red. Pada korban yang
meninggal karena keracunan Nitro Benzena atau Potassium Chlorat maka
lebam mayatnya berwarna chocolate brown. Pada korban yang meninggal
akibat asfiksia lebam mayat mendekati kebiruan, dan pada jenasah yang
disimpan dalam lemari pendingin, lebam mayat berwarna merah terang atau
pink (Goff, 2009).
c. Kaku Mayat (Rigor Mortis)
Rigor mortis adalah tanda kematian yang dapat dikenali berupa kekakuan
otot yang irreversible yang terjadi pada mayat. Kelenturan otot dapat terjadi
selama masih terdapat ATP yang menyebabkan serabut aktin dan miosin tetap
lentur. Bila cadangan glikogen dalam otot habis, maka energi tidak terbentuk
lagi, aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi kaku (Dalal, 2006).
Rigor Mortis (Goff, 2009)
Perubahan yang terjadi pada otot-otot orang meninggal adalah sebagai berikut
(Apuranto, 2007):
1. Primary Flacidity
Pada fase ini otot masih lemas dan dapat dirangsang secara mekanink maupun
elektrik, fase ini terjadi pada stadium somatic death. Primary flaccidity
berlangsung selama 2-3 jam.
2. Rigor Mortis
Pada fase ini otot tidak dapat berkontraksi meskipun dirangsang secara
mekanik maupun elektrik, terjadi dalam stadium cellular death, fase ini
terbagi dalam 3 bagian, yaitu (Apuranto, 2007):
Grafik terjadinya kaku mayat
a. Kaku mayat belum lengkap
Pada awalnya kaku mayat terlihat pada Mm. Orbicularis Occuli, kemudian
otot rahang bawah, otot leher, ekstrimitas atas, thoraks, abdomen, dan
ekstrimitas bawah. Fase ini berlangsung selama 3 jam.
b. Kaku mayat lengkap
Fase kaku mayat penuh dan dipertahankan selama 12 jam.
c. Kaku mayat mulai menghilang
Urutan hilangnya kaku mayat sama seperti urutan timbulnya kaku mayat,
kecuali otot rahang bawah yang terakhir melemas, fase ini berlangsung
selama 6 jam.
3. Secondary flaccidity
Terdapat beberapa factor yang dapat mempengaruhi terbentuknya kaku
mayat, diantaranya:
1. Suhu sekitar
Kaku
May
at
Belu
mLe
ngka
p
Kaku Mayat Lengkap
Kaku Mayat M
ulai
Menghilang
2-3 6 18 24
Bila suhu sekitar tinggi, rigor motris akan lebih cepat terbentuk dan
hilang, begitu juga sebaliknya. Pada suhu dibawah 10 oC tidak akan
terbentuk rigor mortis.
2. Keadaan otot saat meninggal
Apabila otot dalam keadaan konvulsi atau lelah maka rigor mortis akan
cepat terbentul, namun apabila korban meninggal secara mendadak atau
dalam keadaan rileks, timbunya rigor mortis lebih lambat.
3. Umur dan gizi
Pada anak-anak timbulnya rigor mortis relatf lebih cepat daripada orang
dewasa. Bila keadaan gizi kurang, timbul rigor mortis lebih cepat.
d. Perubahan Pada Mata
Terdapat tanda kematian pasti yang dapat dilihat dari perubahan pada mata,
diantaranya (Apuranto, 2007):
1. Refleks kornea dan cahaya menghilang
2. Kornea menjadi keruh atau terbentuk “tache noir” akibat tertutup oleh
lapisan tipis secret mata yang mongering, keadaan ini diperlambat bila
kelompok mata tertutup
Tache Noir pada mata (Goff, 2009)
3. Bulbus oculi melunak dan mengkerut karena penurunan tekanan
intraokuler
4. Pupil dapat berbentuk bulat, lonjong, atau regular sebagai akibat
melemasnya otot iris
5. Perubahan pada pembuluh darah retina akibat aliran darah dalam
pembuluh darah retina berhenti dan mengalami segmentasi