Transcript
Page 1: Twin to Twin Transfusion Syndrome

LAPORAN KASUS

TWIN TO TWIN TRANSFUSION

SYNDROME

OLEH :

Laili Khairai

H1A 007 033

PEMBIMBING :

dr. Agus Thoriq, Sp.OG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI LAB/SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/RSUP NTB

2012

1

Page 2: Twin to Twin Transfusion Syndrome

KATA PENGANTAR

Puji sukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan

karuniaNyalah sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan.

Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan kelulusan dari Lab/

SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Fakultas Kedokteran Universitas Mataram/

RSUP NTB. Dalam penyusunan laporan yang berjudul “Twin to twin transfusion syndrome” ini

penulis memperoleh bimbingan, petunjuk serta bantuan moral dari berbagai pihak.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan kepada penulis:

1. dr. Agus Thoriq, SpOG selaku dosen pembimbing laporan kasus ini.

2. dr. A. Rusdhy H. Hamid, SpOG selaku kepala SMF Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSU

Mataram.

3. dr. H. Doddy Ario K., SpOG(K) selaku supervisor.

4. dr. I Made Putra Juliawan, SpOG selaku supervisor.

5. dr. Edi Prasetyo W., SpOG selaku supervisor.

6. dr. Made Punarbawa, SpOG, selaku supervisor.

7. dr. I Made W. Mahayasa, SpOG selaku supervisor.

8. Rekan-rekan dokter muda.

9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan

masukan, bantuan dan informasi dalam pengumpulan bahan tinjauan pustaka.

Menyadari masih terdapat banyak kekurangan, penulis mengharapkan kritik dan saran

yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan laporan kasus ini. Semoga laporan kasus

ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada

pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari sebagai dokter.

Mataram, Oktober 2012

Penulis

2

Page 3: Twin to Twin Transfusion Syndrome

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan kembar atau kehamilan multipel adalah suatu kehamilan dengan dua janin

atau lebih. Kehamilan multipel dapat berupa kehamilan ganda/gemeli (2 janin), triplet ( 3 janin ),

kuadruplet ( 4 janin ), Quintiplet ( 5 janin ) dan seterusnya dengan frekuensi kejadian yang

semakin jarang. Hukum Hellin menyatakan bahwa perbandingan antara kehamilan ganda dan

tunggal adalah 1: 89, untuk triplet 1 : 89, untuk kuadruplet 1 : 89, dan seterusnya. Kehamilan

kembar dapat didefinisikan sebagai kehamilan dimana 2 atau lebih embrio terbentuk secara

simultan. Kehamilan kembar terjadi 1% dari seluruh kehamilan. “Two for the price of one” atau

“Instant family” kedengarannya suatu hal yang baik hingga dapat disadari bahwa pada

kehamilan kembar dapat terjadi peningkatan seluruh komplikasi obstetrik kecuali post maturitas.

Hiperemesis, keguguran, premature partum bleeding, pertumbuhan fetus yang terganggu,

kematian fetus, presentasi abnormal, malformasi dan perdarahan post partum seluruhnya dapat

meningkat. Pada bayi kembar mortalitas perinatal 3-6 kali lebih besar dan resiko terjadinya

cerebral palsy 6 kali lebih besar.1

Kehamilan kembar ini penting untuk dibicarakan karena beberapa sebab :

1. Tingginya angka mortalitas dan morbiditas sebagian besar dihubungkan dengan prematuritas,

pertumbuhan janin terhambat, malformasi janin dan sindroma twin-twin transfusi. Penelitian

Scotland menyatakan bahwa angka kejadian mortalitas pada hamil kembar 6x lebih sering

dibandingkan hamil tunggal.

2. Faktor resiko dari semua komplikasi kehamilan pada hamil kembar lebih besar dibandingkan

hamil tunggal.

3. Peningkatan jumlah kembar akhir-akhir ini disebabkan meningkatnya penggunaan obat-

obatan pemicu ovulasi.

Twin to twin transfusion syndrome (TTTS) merupakan suatu keadaan dimana terjadi

transfuse darah intrauterine dari janin ke janin yang lain pada kehamilan kembar monochorionik

3

Page 4: Twin to Twin Transfusion Syndrome

dimana dari gambaran sonografi terlihat ditemukan polihidroamnionik pada satu kantong dan

oligohidroamnion pada kantong yang lainnya pada suatu kehamilan ganda monochorionik-

diamniotik.

Angka terjadinya TTTS beriksar antara 4% sampai 35% dari seluruh kehamilan kembar

monochorionik dan menyebabkan kematian pada lebih dari 17% dari seluruh kehamilan kembar.

Bila tidak diberikan penanganan adekuat, > 80% janin dari kehamilan tersebut akan mati

intrauterin atau mati selama masa neonatus. Kematian dari satu janin intrauterine akan membawa

konsekuensi terjadinya disseminated intravascular coagulation (DIC). Kehamilan kembar

monochorion menunjukkan adanya peningkatan resiko gangguan perkembangan substansi alba

dari jaringan otak pada periode antenatal.

4

Page 5: Twin to Twin Transfusion Syndrome

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Kehamilan Kembar

2. 1. 1. Definisi

Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kembar

dizigotik memiliki dua amnion (diamniotik) dan dua plasenta (dikorionik). Pada kembar

monozigot dapat terbentuk satu plasenta (monokorionik), satu amnion (monoamniotik) atau

bahkan satu organ fetal (kembar siam).1

2. 1. 2. Epidemiologi

Kembar terjadi pada 1% dari semua kehamilan dengan dua pertiga (70%) adalah dizigot dan

sepertiga (30%) adalah monozigot. Insiden dari kembar bervariasi menurut :

Kelompok etnik (1:50 kehamilan ras Afrika, 1 : 80 kehamilan pada ras Caucasia, 1:50

kehamilan pada ras Asia dan paling sedikit pada ras Mongoloid)

Usia maternal (2% setelah 35 tahun). Paling tinggi pada wanita yang berusia 37 tahun,

dimana terjadi stimulasi hormonal yang maksimal

Paritas (2% setelah kehamilan keempat)

Metode konsepsi (20% dengan induksi ovulasi)

Riwayat keluarga

Insidensi kembar monozigot sama pada semua kelompok etnis dan tidak berbeda oleh usia maternal,

paritas maupun metode konsepsi yaitu 3,4/1000 kelahiran. Insidensi untuk kehamilan kembar

menurut Hukum Hellin adalah 1 dalam 80n-1 kehamilan, misalnya gemelli 1: 80 kehamilan, triplet

1:802, kuadriplet 1 : 803, dan seterusnya.1

2. 1. 3. Etiologi

Janin yang kembar lebih sering terjadi akibat fertilisasi dua buah ovum yang terpisah (ovum-

ganda, kembar dizigot atau kembar “fraternal”). Sekitar sepertiga di antara kehamilan kembar

5

Page 6: Twin to Twin Transfusion Syndrome

berasal dari ovum tunggal yang dibuahi, dan selanjutnya membagi diri menjadi dua buah struktur

yang serupa, masing – masing dengan kemampuan untuk berkembang menjadi ovum tunggal

tersendiri (kehamilan monozigot ataukembar identik). Salah satu atau kedua proses dapat terlibat

dalam pembentukan fetus dengan jumlah yang lebih besar. Sebagai contoh, kembar empat atau

kuadruplet dapat timbul dari satu, dua, tiga, atau empat buah ovum.

2. 1. 4. Klasifikasi

Kehamilan kembar dapat dibagi atas beberapa tipe :

1. Kembar dizigotik (Binovular-fraternal twins) (66%): yaitu

Fertilisasi dari 2 ovum oleh 2 sperma

Dikorionik, korion yang terpisah, memiliki 2 plasenta.

Diamniotik, amnion yang terpisah (kantung amnion)

2. Kembar monozigotik (Mono ovular-identical twins) (33%) yaitu :

Pembelahan dari 1 ovum, fertilisasi oleh 1 sperma

Jika pembelahan terjadi sebelum terbentuknya inner cell mass (morula), dalam 3 hari (72

jam pertama) dari fertilisasi, yang terjadi pada 1/3 dari kembar monozigotik maka setiap

fetus akan memiliki kantong amnion dan plasenta masing-masing (kembar dikorionik

diamniotik) sekitar 96%.

Jika pembelahan embrio terjadi setelah 3 hari fertilisasi (antara 4-8 hari), dimana morulla

sudah terbentuk, maka akan terjadi komunikasi antara sirkulasi plasenta sehingga terjadi

kembar diamniotik monokorionik sekitar 4%.

Pembelahan ovum pada hari 8-13 setelah fertilisasi, dimana lapisan amnion sudah

terbentuk akan menjadi kembar monokorionik, monoamniotik

Pembelahan ovum > 13 hari setelah fertilisasi, dimana segmentasi terhambat dan setelah

primitive streak terbentuk maka akan terjadi kembar dempet (kembar siam). Dapat dibagi

sesuai lokasi anatomis dempetnya.

6

Page 7: Twin to Twin Transfusion Syndrome

3. Fetus papyraceous

Salah satu fetus yang kembar tidak berkembang

Tak berbentuk, mengkerut, dan rata.1,3

7

Page 8: Twin to Twin Transfusion Syndrome

2.1.5. Faktor Resiko

Faktor – faktor yang menyebabkan matangnya 2 atau lebih folikel de Graaf atau terbentuknya 2

ovum atau lebih dalam satu folikel :

1. Ras

Ras Afrika – Amerika memiliki kecenderungan untuk kehamilan kembar paling besar

dibandingkan ras lain. Myrianthopoulus (1970) mendapatkan bahwa pada wanita kulit putih

terdapat 1 kehamilan kembar dari 100 kehamilan, dan 1 banding 80 pada wanita kulit hitam.

Kehamilan kembar di Asia lebih sedikit. Di Jepang angka kejadian angka kejadian hanya 1 dari

155 kehamilan.

8

Page 9: Twin to Twin Transfusion Syndrome

2. Usia

Kejadian kehamilan kembar mulai dari pubertas di mana aktivitas ovarium minimal, dan

mencapai puncaknya pada usia 37 tahun. Dari penelitian – penelitian disimpulkan bahwa wanita

berusia lebih dari 30 tahun mempunyai kesempatan lebih besar mendapatkan hasil konsepsi

ganda. Setelah usia 40 tahun frekuensi kehamilan kembar menurun kembali.

3. Paritas

Wanita yang telah hamil satu kali atau lebih sebelumnya, terutama kehamilan kembar

meningkatkan risiko hamil kembar.

4. Hereditas

Riwayat kehamilan kembar pada keluarga meningkatkan kemungkinan untuk kehamilan

kembar, genotip ibu jauh lebih penting daripada ayah dan pada umumnya terbatas pada

kehamilan dizigotik.

5. Faktor – faktor lain

Induksi ovulasi dengan menggunakan preparat gonadotropin (FSH + chorionic

gonadotropin) atau klomifen, akan meningkatkan secara nyata kemungkinan ovulasi ovum yang

jumlahnya lebih dari satu, yang jika dibuahi akan menghasilkan janin kembar. Obat klomid dan

hormone gonadotropin yang dipergunakan untuk menimbulkan ovulasi dilaporkan menyebabkan

kehamilan dizigotik. Tekhnologi reproduksi yang berkembang, seperti in vitro fertilization (IVF)

dan tekhnik – tekhnik lain menghasilkan telur multipel yang kemudian dibuahi dan dikembalikan

ke dalam uterus memiliki kemungkinan kehamilan kembar yang tinggi. 2,4,5

2. 1. 6. Patofisiologi

Pada kehamilan kembar distensi uterus berlebihan, sehingga melewati batas toleransi dan

seringkali terjadi partus prematurus. Lama kehamilan kembar dua rata-rata 260 hari, triplet 246

hari dan kuadruplet 235 hari. Berat lahir rata-rata kehamilan kembar ± 2500 gram, triplet

1800gram, kuadriplet 1400 gram. Penentuan zigositas janin dapat ditentukan dengan melihat

plasenta dan selaput ketuban pada saat melahirkan. Bila terdapat satu amnion yang tidak

dipisahkan dengan korion maka bayi tesebut adalah monozigotik.

9

Page 10: Twin to Twin Transfusion Syndrome

Secara umum, derajat dari perubahan fisiologis maternal lebih besar pada kehamilan

kembar dibanding dengan kehamilan tunggal. Pada trimester 1 sering mengalami nausea dan

muntah yang melebihi yang dikarateristikan kehamilankehamilan tunggal. Perluasan volume

darah maternal normal adalah 500 ml lebih besar pada kehamilan kembar, dan rata-rata

kehilangan darah dengan persalinan vagina adalah 935 ml, atau hampir 500 ml lebih banyak

disbanding dengan persalinan dari janin tunggal. Massa sel darah merah meningkat juga, namun

secara proporsional lebih sedikit pada kehamilan-kehamilan kembar dua dibanding pada

kehamilan tunggal, yang menimbulkan” anemia fisiologis” yang lebih nyata. Kadar

haemoglobin. kehamilan kembar dua rata-rata sebesar 10 g/dl dari 20 minggu ke depan.

Sebagaimana diperbandingkan dengan kehamilan tunggal, cardiac output meningkat

sebagai akibat dari peningkatan denyut jantung serta peningkatan stroke volume. Ukuran uterus

yang lebih besar dengan janin banyak meningkatkan perubahan anatomis yang terjadi selama

kehamilan. Uterus dan isinya dapat mencapai volume 10 L atau lebih dan berat lebih dari 20 pon.

Khusus dengan kembar dua monozygot, dapat terjadi akumulasi yang cepat dari jumlah cairan

amnionik yang nyata sekali berlebihan, yaitu hidramnion akut. Dalam keadaan ini mudah terjadi

kompresi yang cukup besar serta pemindahan banyak visera abdominal selain juga paru dengan

peninggian diaphragma. Ukuran dan berat dari uterus yang sangat besar dapat menghalangi

keberadaan wanita untuk lebih sekedar duduk.

Pada kehamilan kembar yang dengan komplikasi hidramnion, fungsi ginjal maternal

dapat mengalami komplikasi yang serius, besar kemungkinannya sebagai akibat dari uropati

obstruktif. Kadar kreatinin plasma serta urin output maternal dengan segera kembali ke normal

setelah persalinan. Dalam kasus hidramnion berat, amniosintesis terapeutik dapat dilakukan

untuk memberikan perbaikan bagi ibu dan diharapkan untuk memungkinkan kehamilan Berbagai

macam stress kehamilan serta kemungkinan-kemungkinan dari komplikasi-komplikasi maternal

yang serius hampir tanpa kecuali akan lebih besar pada kehamilan kembar.

2. 1. 7. Diagnosis

Gejala dan Tanda

Gangguan yang biasanya muncul pada kehamilan akan meningkat pada kehmilan

kembar. Efek dari kehamilan kembar pada pasien antar lain: tekanan pada pelvis yang lebih berat

dan lebih awal, nausea, sakit punggung, varises, konstipasi, hemoroid, distensi abdominal dan

kesulitan bernafas. Aktivitas fetus lebih banyak dan persisten pada kehamilan kembar.

10

Page 11: Twin to Twin Transfusion Syndrome

Diagnosis kehamilan kembar 75% didapatkan dari penemuan fisik, tanda-tanda yang

harus diperhatikan pada kehamilan kembar adalah:

1. Uterus lebih besar (>4 cm) dibandingkan usia kehamilannya.

2. Penambahan berat badan ibu yang mencolok yang tidak disebabkan oleh edema atau

obesitas

3. Polihidramnion

4. Ballotement lebih dari satu fetus

5. Banyak bagian kecil yang teraba

6. Uterus terdiri dari tiga bagian besar janin

7. Terdengarnya denyut jantung janin yang letaknya berjauhan dengan perbedaan kecepatan

paling tidak 8 dpm

8. Palpasi satu atau lebih fetus pada fundus setelah melahirkan satu bayi.

Laboratorium

Nilai hematokrit dan hemoglobin dan jumlah sel darah merah menurun, berhubungan

dengan peningkatan volume darah. Anemia mikrositik hipokrom seringkali muncul pada

kehamilan kembar. Kebutuhan fetus terhadap besi (Fe) melebihi kemampuan maternal untuk

mensuplai Fe didapatkan pada trimester kedua. Pada tes toleransi glukosa didapatkan gestasional

DM dan gestasional hipoglikemi sering ditemukan pada kehamilan kembar. Pada kehmilan

kembar chorionic gonadotropin pada urin, estriol dan pregnanendiol meningkat. Kehamilan

kembar juga dapat didiagnosis dengan pemeriksaan peningkatan serum alfa fetoprotein ibu

walaupun pemeriksaan ini tidak dapat berdiri sendiri. Tidak ada tes biokimia yang dapat

membedakan kehamilan tunggal atau kembar.2,6,7

Ultrasonografi

Dengan pemeriksaan USG yang teliti, kantung gestasional yang terpisah dapat

diidentifikasi pada awal kehamilan kembar. Identifikasi masing – masing kepala fetus harus bisa

dilakukan dalam bidang tegak lurus sehingga tidak tertukar dengan potongan lintang badan janin

dengan kepala janin yang kedua.6

Pada kehamilan kembar dikhorionik: jenis kelamin berbeda, plasenta terpisah dengan

dinding pemisah yang tebal (> 2mm) atau “twin peak sign” dimana membran melekat pada dua

11

Page 12: Twin to Twin Transfusion Syndrome

buah plasenta yang menjadi satu.6 Pada kehamilan monokhorionik, mempunyai membran

pemisah yang sangat tipis sehingga tidak terlihat sampai trimester kedua. Tebal membran <

2mm.6

2. 1. 8. Tatalaksana

Penatalaksanaan dalam kehamilan

Untuk kepentingan ibu dan janin, perlu diadakan pencegahan terhadap pre-eklampsia dan

eklampsia, partus prematurus, dan anemia. Agar tujuan tersebut dapat tercapai, perlu dibuat

diagnosis dini kehamilan kembar. Pemeriksaan antenatal perlu diadakan lebih sering. Mulai

kehamilan 24 minggu pemeriksaan dilakukan tiap 2 minggu, sesudah kehamilan 36 minggu tiap

minggu, sehingga tanda – tanda pre-eklampsia dapat diketahui dini dan penanganan dapat

12

Page 13: Twin to Twin Transfusion Syndrome

dikerjakan dengan segera. Istirahat – baring dianjurkan lebih banyak karena hal itu dapat

menyebabkan aliran darah ke plasenta meningkat, sehingga pertumbuhan janin lebih baik.2

Setelah kehamilan mencapai 30 minggu, perjalanan jauh dan koitus sebaiknya dilarang

karena dapat merupakan faktor predisposisi partus prematurus. Oleh beberapa penulis dianjurkan

untuk merawat wanita dengan kehamilan kembar setelah kehamilan mencapai 30 minggu untuk

menghindarkan partus prematurus, tetapi berapa jauh pengaruhnya tidak diketahui dengan pasti.2

Anemia hipokrom tidak jarang terjadi pada kehamilan kembar karena kebutuhan besi dua

bayi dan penambahan volume darah ibu sangat meningkat. Pemberian sulfas ferrosus sebanyak 3

x 100 mg secara rutin perlu dilakukan. Selain besi, dianjurkan pula untuk memberikan asam folat

sebagai tambahan.2

Pemakaian korset sering meringankan beban pembesaran perut. Makanan dianjurkan

mengandung banyak protein dan makan dilaksanakan lebih sering dalam jumlah lebih sedikit.2

Penatalaksanaan dalam persalinan

Mengingat banyaknya komplikasi kehamilan dan persalinan kembar, maka diperlukan perhatian

khusus. Rekomendasi untuk penatalaksanaan intrapartum meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Tersedia tenaga professional yang senantiasa mendampingi proses persalinan dan

memonitor keadaan janin.

2. Tersedia produk darah untuk transfuse

3. Terpasang akses intravena

4. Pemberian ampisilin 2 gram tiap 6 jam bila terdapat persalinan prematur untuk mencegah

infeksi neonatus.

5. Tersedia obstetrisian yang mampu mengidentifikasi bagian janin intrauterin dan

melakukan manipulasi intrauterin.

6. Jika memungkinkan tersedia mesin ultrasonografi

7. Ada dokter anestesi yang dapat segera dipanggil jika diperlukan

8. Ada tenaga terlatih untuk melakukan resusitasi neonatus

9. Tempat persalinan cukup luas agar memungkinkan anggota tim bekerja secara efektif.

2. 1. 9. Prognosis

13

Page 14: Twin to Twin Transfusion Syndrome

Bahaya bagi ibu pada kehamilan kembar lebih besar daripada kehamilan tunggal karena

lebih seringnya terjadi anemia, pre-eklampsia dan eklampsia, operasi obstetrik, dan perdarahan

postpartum.

Kematian perinatal anak kembar lebih tinggi daripada anak kehamilan tunggal.

Prematuritas merupakan sebab utama. Selain itu, juga lebih sering terjadi pre-eklampsia dan

eklampsia, hidramnion, kelainan letak, prolapsus funikuli dan operasi perdarahan serebral dan

kemungkinan adanya kelainan bawaan pada bayi.

Kematian anak kedua lebih tinggi daripada yang pertama karena lebih sering terjadi

gangguan sirkulasi plasenta setelah anak pertama lahir, lebih banyaknya terjadi prolapsus

funikuli, solusio plasenta, serta kelainan letak pada janin kedua.

Kematian anak pada kehamilan monozigotik lebih besar daripada kehamilan dizigotik

karena pada yang pertama dapat terjadi lilitan tali pusat antara janin pertama dan kedua.

2. 2. Twin to Twin Transfusion Syndrome

2. 2. 1. Definisi

Twin to twin transfusion syndrome adalah suatu keadaan dimana terjadi transfuse darah

intrauterine dari janin satu ke janin yang lainnya pada kehamilan kembar. TTTS merupakan

komplikasi dari kehamilan kembar monochorionik dimana dari gambaran sonografi terlihat

ditemukan polihidroamnion pada satu kantong dan oligohidroamnion pada kantong lainnya pada

suatu kehamilan ganda monochorionik-diamniotik.8

Darah ditransfusikan dari kembar donor ke kembarannya sebagai resipien sedemikian

rupa sehingga donor menjadi anemic dan pertumbuhannya terganggu, sementara resipien

menjadi polisitemik dan mungkin mengalami kelebihan beban sirkulasi yang bermanifestasi

sebagai hidrops.6

2. 2. 2. Epidemiologi

Angka kejadian TTTS berkisar antara 4% sampai 35% dari seluruh kehamilan kembar

monochorionic dan menyebabkan kematian pada lebih dari 17% dari seluruh kehamilan kembar.

Bila tidak diberikan penanganan adekuat, > 80% janin dari kehamilan tersebut akan mati

14

Page 15: Twin to Twin Transfusion Syndrome

intrauterine atau mati selama masa neonatus. Kematian dari satu janin intrauterine akan

membawa konsekuensi disseminated intravascular coagulation (DIC).8

2. 2. 3. Klasifikasi

Twin to twin transfusion syndrome (TTTS) berdasarkan berat ringannya penyakit dibagi atas:

1. TTTS tipe berat, biasanya terjadi pada awal trimester ke II, umur kehamilan 16-18

minggu. Perbedaan ukuran besar janin lebih dari 1,5 minggu kehamilan. Ukuran tali

pusat juga berbeda. Konsentrasi Hb biasanya sama pada kedua janin. Polihidroamnion

terjadi pada kembar resipien karena adanya volume overload dan peningkatan jumlah

urin janin. Oligohidroamnion terjadi pada kembar donor oleh karena hipovolemia dan

penurunan jumlah urin janin. Oligohidroamnion yang berat bisa menyebabkan terjadinya

fenomena stuck-twin dimana janin terfiksir pada dinding uterus.

2. TTTS tipe sedang, terjadi pada akhir trimester ke II, umur kehamilan 24-30 minggu.

Walaupun terdapat perbedaan ukuran besar janin lebih dari 1,5 minggu kehamilan,

polihidroamnion dan oligohidroamnion tidak terjadi. Kembar donor menjadi anemia,

hipovolemia dan pertumbuhan terhambat. Sedangkan kembar resipien mengalami

plethoric, hipovolemia, dan makrosomia. Kedua janin bisa berkembang menjadi hidrops.

3. TTTS tipe ringan, terjadi secara perlahan pada trimester III. Polihidramnion dan

oligohdroamnion biasanya tidak terjadi. Konsentrasi Hb berbeda lebih dari 5 gr%.

Ukuran besar janin berbeda lebih drai 20%.8

Twin to twin transfusion syndrome juga dapat diklasifikasikan menjadi akut dan kronik.

Patofisiologi yang mendasar penyakit ini, gambaran klinis, morbiditas dan mortalitas pada kedua

tipe ini sangat berbeda. Angka kematian perinatal yang tinggi pada twin to twin transfusion

syndrome terutama disebabkan oleh tipe yang kronik.

a. Tipe akut jika terjadi transfuse darah secara akut/tiba-tiba dari satu janin ke janin yang

lain, biasanya pada trimester ke tiga atau selama persalinan dari kehamilan monokorionik

yang tidak berkomplikasi, menyebabkan hipovolemia pada kembar donor dan

hipervolemia pada kembar resipien, dengan berat badan lahir yang sama. Transfuse dari

kembar pertama ke kembar kedua saat kelahiran kembar pertama. Namun demikian, bila

15

Page 16: Twin to Twin Transfusion Syndrome

tali pusat kembar pertama terlambat dijepit, darah dari kembar yang belum dilahirkan

dapat ditransfusikan ke kembar pertama. Diagnosis biasa dibuat pada saat postnatal.

b. Tipe Kronik biasanya terjadi pada kehamilan dini (umur kehamilan 12-26 minggu).

Kasus tipe ini merupakan yang paling bermasalah karena bayinya masih imatur dan tidak

dapat dilahirkan, sehingga dalam pertumbuhannya di uterus, bisa mengalami kelainan

akibat dari twin-to-twin transfusion syndrome seperti hydrops. Tanpa terapi, sebagian

besar bayi tidak dapat bertahan hidup atau bila survival, akan timbul kecacatan.

Walaupun arah transfuse darah menuju kembar resipien, tetapi thrombus dapat secara

bebas berpindah arah melalui anstomosis pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan

infark atau kematian pada kedua janin.8

2. 2. 4. Patofisiologi

Ada beberapa factor yang mempengaruhi patofisiologi terjadinya TTTS menurut Bajoria,

Rekha(1998), yakni:

1. Tipe dan jumlah dari anstomosis yang ada ( Machin et all, 1996), juga dipengaruhi letak

yang sangat bergantung pada ukuran zona plasenta dan insersi tali pusat (sentral,

eksentrik, marginal, velamentosa)

2. Tekanan yang abnormal pada insersi dari umbilical cord ( Fries et al,1993)

3. Insufisiensi aliran uteroplasenta ( Saunders et al, 1992 )

Teori yang banyak difahami adalah bahwa transfusi darah dari donor kepada penerima

kembar terjadi melalui anastomosis vaskular plasenta. Dimana koneksi vaskuler antar janin

kembar terdiri dari 2 tipe, yaitu: Pertama tipe superficial dan kedua tipe profunda. Masing-

masing tipe mempunyai karakteristik aliran, pola resistensi tersendiri yang mempengaruhi

pertumbuhan janin kembar monokorionik. Koneksi tipe superficial seperti arterioarteriosa

(a↔a); venovenosa (v↔v). Gambaran ini terlihat jelas pertemuannya di atas lempeng korion,

dimana hubungan ini jarang menimbulkan antenatal TTS. Justru hubungan ini akan melindungi

supaya tidak berkembang menjadi TTS. Koneksi arterioarteriosa lebih sering dibanding koneksi

venavenosa. Dalam Shandra Rajene, 1999 Koneksi arterioarteriosa dan venavenosa memberikan

pembagian darah yang seimbang pada kedua janin dan tidak ada anastomosis arteriovenosa.

16

Page 17: Twin to Twin Transfusion Syndrome

Koneksi tipe profunda atau sirkulasi ketiga bersifat arteriovenosa (a-v) dimana salah satu janin

bersifat sebagai donor dan janin yang lain sebagai resipien. Anastomosis ini tidak tampak pada

lempeng korionik dikarenakan adanya perbedaan tekanan (gradien) yang terjadi pada sirkulasi

tersebut. Anastomosis ini jarang terjadi, kebanyakan jika terjadi anastomosis arteriovenosa

diikuti dengan anastomosis arterioarteriosa yang melindungi terjadinya sirkulasi ketiga. Karena

sirkulasi menghasilkan keseimbangan dinamis dimana disamping terjadinya penurunan tekanan

donor juga terjadi peningkatan resipien.

2. 2. 5. Diagnosis

Diagnosis prenatal TTTS dibuat dengan menggunakan ultrasonografi. Dengan berbagai variasi,

para ahli memberikan criteria untuk diagnosis TTTS antenatal sebagai berikut:

17

Page 18: Twin to Twin Transfusion Syndrome

Table 1.

Keadaan pada trimester I untuk diagnosis twin to twin transfusion syndrome:

Kehamilan monokorionik

Ukuran nuchal translucency > 3 mm pada umur kehamilan 10-14 minggu

Ukuran crown-rump length yang kurang pada satu janin

Membrane pemisah pada umur kehamilan 10-13 minggu

Criteria diagnostic trimester kedua dan awal trimester ketiga termasuk, kehamilan

monochorionik, kembar dengan jenis kelamin sama, kombinasi polihidroamnion pada satu

kantong dan oligohidroamnion pada kantong yang lainnya, dan kecil atau tidak terlihatnya

kandung kemih pada donor sementara pada resipien memiliki kandung kemih yang besar. (Tabel.

2)

Table 2.

Criteria diagnostic twin to twin transfusion syndrome pada trimester kedua atau awal trimester ketiga

(Kriteria diagnostic Ultrasonografi)

Kehamilan monokorionik

Jenis kelamin yang sama

Satu massa plasenta

Membrane pemisah yang tipis

Kelainan volume cairan amnion

Satu kantong amnion oligohidroamnion, ukuran vertical 2,0 cm

Satu kantong amnion polihidroamnion, ukuran vertical 8,0 cm

Kantung kencing yang persisten

Kantung kencing yang kecil atau tidak tampak pada kembar oligohdroamnion

Tampak kantung kencing yang besar pada kembar polihidroamnion

Tambahan untuk membantu diagnosis

18

Page 19: Twin to Twin Transfusion Syndrome

Perkiraan perbedaan berat janin (20% lebih berat kembar besar)

Adanya stuck twin

Hindrops fetalis (adanya satu atau lebih gejala: edema kulit [tebal 5 mm], efusi

pericardial, efusi pleura, dan ascites)

Membrane pembungkus pada umur kehamilan 14-17 minggu

*criteria diagnosis TTTS ini diterapkan pada trimester kedua atau awal trimester ketiga

kehamilan. Ultrasonografi serial sangat dianjurkan.

19

Page 20: Twin to Twin Transfusion Syndrome

Diagnosis postnatal TTTS dapat ditegakkan dengan :

a) Adanya perbedaan berat badan kedua janin yang > 500 g, atau perbedaan>20 % pada

janin pretemi (untuk TTTS yang kronis).

b) Terdapat perbedaan kadar Hemoglobin dan Hematokrit dari kedua janin, janin donor

dapat mencapai 8 g% atau kurang, dan janin resipien bisa mencapai 27%.

c) Perbedaan ukuran pada organ-organ jantung, ginjal, hepar dan thymus.8

2. 2. 6. Tatalaksana

Beberapa jenis teknik terapi telah dilakukan dalam usaha memperbaiki hasil luaran kehamilan

kasus twin-to-twin transfusion syndrome. Pendekatan ini meliputi terapi amniosentesis,

septostomi, ablasi laser terhadap anastomosis pembuluh darah, selektif feticide, dan terapi ibu

dengan memakai digoksin.

Table 3

Pilihan Terapi

Pemeriksaan antenatal dengan ultrasonografi, analisa aliran darah dengan Doppler,

echokardiografi fetus dan kardiotokografi fetus atau non stress test , pemberian tokolisis

untuk mencegah partus prematurus.

Pengurangan volume cairan amnion secara serial (amnioreduksi)

Oklusi fetoskopik dengan penggunaan laser pada Pembuluh darah plasenta

Septostomi

Terminasi selektif

Histerotomi dengan mengangkat salah satu janin

Ligasi tali pusat secara endoskopi atau percutaneus

Terapi amniosentesis dilakukan dengan mengurangi cairan amnion yaug berlebihan pada

kantung amnion kembar resipien. Terapi ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu: memberi

ruang yang lebih pada kembar yang lebih kecil (stuck twin), menstabilkan kembar yang besar,

mengurangi ketidaknyamanan ibu akibat jumlah cairan amnion yang banyak, dan kehamilan

dapat berlanjut lebih aman dengan berkurangnya risiko persalinan prematur. Komplikasi terapi

20

Page 21: Twin to Twin Transfusion Syndrome

ini (sekitar 8%) meliputi korioamnionitis, persalinan prematur, ketuban pecah dini, dan solusio

plasenta. Secara keseluruhan. keberhasilan terapi amniosintesis cukup baik. Dengan sekitar 44%

kehamilan kedua janin hidup. dan 66% satu janin hidup, survival rate 30%-83%, namun kelainan

neurologi masih tinggi 5%-32%.6

Septostomi (diperkenalkan oleh Dr. George Saade dkk dari Amerika) dilakukan dengan

cara membuat lubang kecil pada membran pemisah, yang akan berfungsi sebagai tempat

lewatnya cairan amnion dari satu kantung amnion ke kantung amnion yang lain sehingga terjadi

keseimbangan cairan amnion. Komplikasi terapi ini meliputi pecahnya selaput pemisah, terjadi

pertautan tali pusat kedua janin dan kematian janin.

Terapi laser (dipelopori Dr. Julian De Lia dkk dari Amerika Serikat) dilakukan dengan

memasang endoskopi melalui perut ibu ke kantung amnion kembar resipien. Fetoskop dan laser

dilewatkan melalui endoskop. Dengan bantuan USG dan petunjuk pada video realtime . laser

digunakan untuk mengkoagulasi atau merusak anastomosis pembuluh darah secara selektif.

Selektif feticide dilakukan pada kronik twin-to-twin transfusion syndrome sebelum umur

kehamilan 25 minggu. Cara yang dipergunakan berupa ligasi tali pusat dengan bantuan USG dan

injeksi larutan NaCl kedalam kaviun pericardial sehingga terjadi tamponade jantung. Pemakaian

digoksin bertujuan mengatasi gagal jantung kembar resipien, namun sering tidak berhasil oleh

karena digoksin tidak dapat melewati plasenta dalam jumlah yang cukup untuk terapi tersebut.

Pilihan penanganan kasus dengan kematian satu janin adalah persalinan preterm elektif

terhadap janin yang hidup (dengan steroid untuk mematangkan paru) dengan segala risiko

prematuritas atau konservatif yang juga berisiko kematian janin dalam uterus dan kelainan

neurologis.6,7,8

2. 2. 7. Prognosis

Hasil tergantung pada usia kehamilan pada saat kelahiran dan apakah iskemia otak janin

intrauterin terjadi. Semakin rendah saat lahir usia kehamilan semakin besar risiko lama sequele

neurologis atau paru-paru.

BAB III

21

Page 22: Twin to Twin Transfusion Syndrome

STATUS OBSTETRI

I. IDENTITAS

Nama : Ny. F

Usia : 19 tahun

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

Suku : Sasak

Alamat : Dusun Tereng, Tanak Beak, Narmada

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : nyeri pinggang menjalar sampai perut

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien rujukan dari Segerongan dengan G1P0A0H0 A/G/H-H/ intra uterin letkep-letsu

keadaan umum ibu dan janin baik, serta membawa hasil USG dengan bayi kembar. Pasien

mengeluhkan keluar air sejak pertengahan bulan juli. Dan pada saat itu pasien diberikan obat

penguat kehamilan oleh Sp.OG. Pasien mengeluhkan nyeri pinggang yang menjalar ke perut

sejak pukul 22.00 (22/08//2012) dan keluar air dari jalan lahirnya sejak pukul 18.30

(15/07/2012) sebulan yang lalu. Bloody slim (+), FM (+).

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, ataupun asma disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat keluarga memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, maupun penyakit

berat lainnya disangkal. Pasien memiliki keturunan kembar dari suaminya.

Riwayat Alergi :

Alergi terhadap obat-obatan dan makanan disangkal.

Riwayat Obstetri :

22

Page 23: Twin to Twin Transfusion Syndrome

Pasien memiliki riwayat kehamilan sebagai berikut :

1. Ini

HPHT : lupa

Taksiran Persalinan : -

Riwayat ANC : > 4 kali di Puskesmas & Sp.OG

ANC Terakhir : 23 Juli 2012

Riwayat USG : 2 kali

Terakhir USG : 23/08/2012

Hasil : Gamelli, presentasi kepala/ Presentasi bokong, Usia kehamilan :

39 minggu, TBJ 1). 3000 gr, 2). 3000 gr.

Riwayat KB : (-)

Rencana KB : IUD

Kronologis di Puskesmas Segerongan :

S : Pasien hamil 9 bulan datang ke Puskesmas dengan membawa USG yang hasilnya adalah Gemelli.

O :

Keadaan Umum : Baik

TD : 110/70 mmHg

N : 84 bpm

RR : 24 bpm

T : 36,5oC

L1 : bokong & kepala

L2 : punggung sebelah kiri – punggung sebelah kanan

L3 : kepala

L4 : 4/5

TFU : 40 cm

23

Page 24: Twin to Twin Transfusion Syndrome

DJJ I : 11-11-12 (136 bpm)

DJJ II : 12-12-12 (144 bpm)

A : G1P0A0L0 A/G/H-H/IU Presentasi kepala – presentasi bokong, dengan keadaan ibu dan janin baik

P : Rujuk ke RSUP NTB

III. STATUS GENERALIS

Keadaan umum : baik

Kesadaran : E4V5M6

Tanda Vital

- Tekanan darah : 120/60 mmHg

- Frekuensi nadi : 80 x/menit

- Frekuensi napas : 20 x/menit

- Suhu : 36,6oC

Pemeriksaan Fisik Umum

- Mata : anemis -/-, ikterus -/-

- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

- Paru : vesikuler +/+, ronki (-), wheezing (-)

- Abdomen : bekas luka operasi (-), striae gravidarum (+)

- Ekstremitas : edema - - akral teraba hangat + +

- - + +

IV. STATUS OBSTETRI

L1 : kepala, bokong

L2 : punggung di sebelah kanan, punggung sebelah kiri

L3 : bokong, kepala

L4 : 4/5

TFU : 40 cm

HIS : 1 x 10’ ~ 15”

24

Page 25: Twin to Twin Transfusion Syndrome

DJJ : kiri: 12-12-12 (144 x/menit)

Kanan : 13-12-12 (148 x/menit)

VT : Ø 2cm, eff 25%, ketuban (-), teraba kepala ↓ H1, tak teraba bagian kecil

janin/tali pusat.

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

- HGB : 10,4 g/dl

- RBC : 4,13 x 106/µL

- WBC : 6,9 x 103/µL

- PLT : 215 x 103/µL

- HCT : 35,0 %

- HBsAg : (-)

VI. DIAGNOSIS

G1P0A0H0 A/G/H-H/IU, Letkep – Letsu, dengan KPD > 12 jam.

VII. TINDAKAN

Observasi kesra ibu dan janin

Cek darah lengkap, HbSAg.

DM konsul ke Supervisor: pro terminasi kehamilan perabdominal (SC). Supervisor

advice :

- Acc SC

- Preop

- Injeksi Ampisilin 2 gr IV

- Pasang dower catheter

VIII. BAYI LAHIR

Jenis persalinan : SCTP + IUD

Indikasi : Gemelli dengan KPD

Lahir tanggal, jam : Bayi 1: 24/08/2012, pukul 16.05 WITA

25

Page 26: Twin to Twin Transfusion Syndrome

Bayi 2 : 24/08/2012, pukul 16.10 WITA

Jenis kelamin : Bayi 1 : Laki-laki

Bayi 2 : Laki-laki

APGAR Score : Bayi 1 : 7-9

Bayi 2 : 7-9

Lahir : Bayi 1 : Hidup

Bayi 2 : Hidup

Berat : Bayi 1 : 3000 gr

Bayi 2 : 2000 gr

Panjang : Bayi 1 : 49 cm

Bayi 2 : 47 cm

Kelainan kongenital : Bayi 1 : (-)

Bayi 2 : (-)

Anus : Bayi 1 : (+)

Bayi 2 : (+)

Follow Up

26

Page 27: Twin to Twin Transfusion Syndrome

Jam Subjektif Objektif Assessment Planning

24/08/201210.30

Pasien rujukan dari Segerongan dengan G1P0A0H0 A/G/H-H/ intra uterin letkep-letsu keadaan umum ibu dan janin baik, serta membawa hasil USG dengan bayi kembar. Pasien mengeluhkan keluar air sejak pertengahan bulan juli. Dan pada saat itu pasien diberikan obat penguat kehamilan oleh Sp.OG. Pasien mengeluhkan nyeri pinggang yang menjalar ke perut sejak pukul 22.00 (22/08//2012) dan keluar air dari jalan lahirnya sejak pukul 18.30 (15/07/2012) sebulan yang lalu. Bloody slim (+), FM (+).Riwayat menderita DM, HT, asma, disangkal oleh pasien.

HPHT : LupaEDD : - Riwayat ANC : >4x di PosyanduANC Terakhir : 23/08/2012Hasil : gamelli Riwayat USG : 2x di dokterTerakhir USG : 23/08/2012Hasil : Gamelli, presentasi kepala/ Presentasi bokong, Usia

General Status

GC : E4V5M6Kesadaran : CM TD : 120/60 mmHgN : 88 bpmRR : 20 bpm T : 36,6 oC

Mata : an (-/-), ikt (-/-)Thorak: Cor : S1S2 tunggal reguler, M (-), G (-)Pulmo : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-).Abdomen : scar (-), striae (+), linea nigra (+). Ekstremitas atas : edema (-/-), akral hangat (+/+)Ekstremitas bawah : edema (-/-), akral hangat (+/+)Obstetrical Status

L1 : kepala - bokong L2 : Punggung kanan – punggung

kiri L3 : kepalaL4 : 4/5 TFU : 40 cm His : 1x/10’~15” DJJ I : 12-12-12 (144 bpm) DJJ II : 13-12-12 (148 bpm)

G1P0A0L0 A/ G/H-H/IU

presentasi kepala – presentasi

bokong dengan KPD > 12 jam

• Observasi kesra ibu dan janin

• DM coo SPV : -

27

Page 28: Twin to Twin Transfusion Syndrome

kehamilan : 39 minggu

Riwayat KB sebelumnya: (-)Rencana KB : IUD

Riwayat Obstetri:I. Ini

VT : Ø 2 cm, eff 25%, amnion (-), teraba kepala ↓H I, denominator belum jelas, tak teraba bagian kecil janin atau tali pusat.

Kronologis di Puskesmas Segerongan : S : Pasien hamil 9 bulan datang ke Puskesmas dengan membawa USG yang hasilnya adalah Gemelli. O : Keadaan Umum : BaikTD : 110/70 mmHgN : 84 bpm RR : 24 bpm T : 36,5oC

L1 : bokong & kepala L2 : punggung sebelah kiri – punggung sebelah kananL3 : kepalaL4 : 4/5TFU : 40 cm DJJ I : 11-11-12 (136 bpm) DJJ II : 12-12-12 (144 bpm) A : G1P0A0L0 A/G/H-H/IU Presentasi kepala – presentasi bokong, dengan keadaan ibu dan janin baik

Evaluasi Pelvis :

Spina ischiadica not prominent

Os coccigeous mobile

Pubic arch > 900

Lab Evaluation

HB : 10,4 g/dl

RBC : 4,13 M/dl

HCT : 35,0 %

WBC : 6,9 K/dl

PLT : 215 K/dl

HbSAg : (-)

28

Page 29: Twin to Twin Transfusion Syndrome

P :• Rujuk ke RSUP NTB

14.00 Keadaan umum: well

Kesadaran: CM

TD : 120/70 mmHg

N : 84 x/menit

RR : 20 x/menit

T : 36,7 oC

His : 1x/10’~20”

DJJ I : 11-11-11 (132 bpm)

DJJ II : 12-11-11 (136 bpm)

• DM co SPV pro SC, advice : Acc CS

• Skin test & inj. Ampi 2 g/IV

• Memasang DC

16.00

16.05

16.10

SC dimulai• Bayi lahir. • Laki-laki, 3000

gram, A-S 7-9, BL: 49 cm, anus (+), Kelainan kongenital (-)

• Laki-laki, 2000 gram, A-S 7-9, BL: 47 cm, anus (+), Kelainan kongenital(-)

• Air ketuban: clear

• Plasenta dilahirkan, manual, komplete.

29

Page 30: Twin to Twin Transfusion Syndrome

Perdarahan 300cc 18.00 Ibu mengeluhkan nyeri pada

bekas operasiKeadaan Umum : Baik

Kesadaran : CM

TD : 130/70 mmHg

N : 96 x/menit

RR : 24 x/menit

T : 36,7oC

UC : (+) well

TFU : 1 jari dibawah umbilicus Perdarahan aktif : (-)

Urin tampung : 200 cc

2 jam post SC • Observasi keadaan umum ibu dan bayi

• Observasi vital sign dan perdarahan

25/08/201207.00

Ibu mengeluhkan nyeri pada bekas operasinya

Keadaan Umum : well

TD : 120/60 mmHg

N : 88 x/menit

RR : 20 x/menit

T : 36,40C

TFU : 3 finger below umbilicus

Kontraksi uters : (+) well

Lochea rubra : (+)

Bayi di NICU:

Bayi 1

HR :160 bpm

RR : 52 bpm

T : 37,20C

1 hari post SC • Observasi keadaan umum ibu dan bayi

• Menyarankan ibu untuk mobilisation, makan, minum dan minum obat teratur.

30

Page 31: Twin to Twin Transfusion Syndrome

Bayi 2

HR : 154 bpm

RR : 56 bpm

T : 36,7 0C

26/08/2012 - Keadaan Umum : well

TD : 110/60 mmHg

N : 82 x/menit

RR : 20 x/menit

T : 35,40C

TFU : 3 finger below umbilicus

Bayi 1 : Rawat Bersama dengan ibu

HR: 144 x/menit

RR: 46 x/menit

T : 36,8 ⁰C

Bayi 2 : di NICU

HR: 156 x/menitRR: 50 x/menitT: 36,4⁰C

2 hari post SC • Observasi keadaan umum ibu dan bayi

• Menyarankan ibu untuk mobilisation, makan, minum dan minum obat teratur.

Bayi 1:Diberikan ASI

Bayi 2:Observasi keadaan umun dan Vital SignBerikan PASI 10 cc / 8 jam

27/09/2012 - Keadaan Umum : well

TD : 120/70 mmHg

3 hari post SC • Observasi keadaan umum ibu dan bayi

31

Page 32: Twin to Twin Transfusion Syndrome

N : 78 x/menit

RR : 18 x/menit

T : 36,00C

Bayi 1 : Rawat Bersama dengan ibu

HR: 140 x/menit

RR: 42 x/menit

T : 36,0⁰C

Bayi 2 : di NICU

HR: 138 x/menitRR: 40 x/menitT: 36,4⁰C

• Menyarankan ibu untuk mobilisation, makan, minum dan minum obat teratur.

Bayi 1:Diberikan ASI

Bayi 2:Observasi keadaan umun dan Vital Sign• Berikan PASI

10 cc / 8 jam

28/09/2012 Keadaan Umum : well

TD : 120/80 mmHg

N : 80 x/menit

RR : 19 x/menit

T : 35,80C

Bayi 1 : Rawat Bersama dengan ibu

HR: 138 x/menit

RR: 40 x.menit

4 hari post SC • Observasi keadaan umum ibu dan bayi

• Menyarankan ibu untuk mobilisation, makan, minum dan minum obat teratur.

Bayi 1 & 2Diberikan ASI

32

Page 33: Twin to Twin Transfusion Syndrome

T: 36,5⁰C

Bayi 2 : di NICU

HR: 124 x.menitRR: 54 x/menitT: 36,0 ⁰C

GDS : 96

29/08/2012 - Keadaan Umum : well

TD : 120/60 mmHg

N : 87 x/menit

RR : 22 x/menit

T : 36,20C

Bayi 1 : Rawat Bersama dengan ibu

HR: 140 x/menit

RR: 38 x.menit

T : 36,6 ⁰C

Bayi 2 : di NICU

HR: 148 x/menitRR: 44 x/menitT: 36,3 ⁰C

5 hari post SC • Observasi keadaan umum ibu dan bayi

• Menyarankan ibu untuk mobilisation, makan, minum dan minum obat teratur.

Bayi 1 & 2:Diberikan ASI

33

Page 34: Twin to Twin Transfusion Syndrome

34

Page 35: Twin to Twin Transfusion Syndrome

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pasien ini di rujuk dan membawa hasil USG-nya dengan G1P0A0L0 A/G/H-H/IU

presentasi kepala – presentasi bokong dengan keadaan ibu dan janin baik. Dari anamnesis

didapatkan pasien memiliki riwayat kembar dari suaminya. Dan berdasarkan teori didapatkan

bahwa salah satu resiko terjadinya kehamilan kembar yaitu herediter.

Pada kehamilan kembar didapatkan berbagai macam komplikasi yang dapat mengancam

ibu ataupun bayinya. Salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada kehamilan kembar yaitu twin

to twin transfusion syndrome dimana bayi kembar yang satu mentransfusikan darahnya ke bayi

kembar yang lainnya, sehingga bayi yang mendapatkan transfuse akan menjadi lebih besar

dibandingkan bayi yang memberikan transfuse. Salah satu penandanya yaitu pada post partum

didapatkan berbedaan berat badan > 5% atau > 500 gram dari kedua bayi tersebut. Pada pasien

ini didapatkan perbedaan berat badan yang signifikan yaitu pada bayi pendonor didapatkan berat

badan lahir 2.000 gram dan bayi yang mendapatkan donor berat badannya 3.000 gram.

Berdasarkan berat badan bayi yang berbeda secara signifikan, didapatkan pada kedua

bayi tersebut mengalami TTTS tipe sedang, yang pada bayi satu mengalami pertumbuhan

terhambat sedangkan bayi satunya berkembang baik.

Pada pasien ini terdeteksi mengalami twin to twin transfusion syndrome setelah pasien

post partum, dan dari USG tidak dapat mendiagnosis keadaan tersebut.

35

Page 36: Twin to Twin Transfusion Syndrome

Daftar Pustaka

1. Lubis, Muara. Dr. Sp.OG. 2010. “KEHAMILAN KEMBAR (GEMELLI)”. Departemen

Obstetri Ginekologi. USU.

2. Winknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kebidanan Edisi ketiga. Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2007

3. Kalaichandran S. Twin Pregnancy Double Trouble or Twice The Joy. Lecturere

University of Ottawa Obstetric and Gynaecology,

http://www.twinspregnancy/obstetric.html

4. Kliegman RM. Kehamilan multiple. Dalam: Wahab AS, editor bahasa Indonesia. Ilmu

kesehatan anak. Volume 1 edisi 15. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC, 2000.

5. Mochtar, Rustam. Sinopsis Obstetri Jilid I. Obstetri fisiologi. Jakarta: EGC. 1998

6. Cunningham, Mc Donald, Gant. Multifetal Gestation. William Obstetrik, 22st

USA.Prentice Hall International,1 2005. Confirmed Twin Pregnancy. Available from:

www.nice.org.uk/nice/medialive.

7. Rusda, Muhammad, et all. 2005. “TWIN TO TWIN TRANSFUSION SYNDROME”.

Departemen Obstetri Ginekologi. USU

8. Bebbington, Michael. 2010. “Twin-to-twin transfusion syndrome: current understanding

of pathophysiology, in-utero therapy and impact for future development”.

www.elsevier.com/locate/siny

36


Top Related