i
UJI PENGARUH TRAIT KEPRIBADIAN BIG FIVE,
PENYESUAIAN DIRI DAN GRATITUDE TERHADAP
SUBJECTIVE WELL BEING MAHASISWA PERANTAU
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana Fakultas Psikologi
(S.Psi) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Annaz Julian
11150700000083
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H / 2019 M
ii
UJI PENGARUH TRAIT KEPRIBADIAN BIG FIVE,
PENYESUAIAN DIRI DAN GRATITUDE TERHADAP
SUBJECTIVE WELL BEING MAHASISWA PERANTAU
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar sarjana psikologi (S.Psi)
Oleh :
Annaz Julian
11150700000083
Dibawah Bimbingan:
Pembimbing
Bahrul Hayat, Ph.D
NIP. 195904301986031016
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H / 2019 M
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul “UJI PENGARUH TRAIT KEPRIBADIAN BIG FIVE,
PENYESUAIAN DIRI DAN GRATITUDE TERHADAP SUBJECTIVE WELL
BEING MAHASISWA PERANTAU UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA” telah diajukan dalam sidang munaqosyah Fakultas Psikologi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 12 September 2019. Skripsi ini telah
diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi (S.Psi)
pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 12 September 2019
Sidang MunaqosyahDekan/
Ketua Merangkap Anggota
Wakil/
Sekretaris Merangkap anggota
Dr. Zahrotun Nihayah M.Si
NIP. 196207241989032001
Bambang Suryadi Ph.D
NIP. 197005292003121002
Anggota
Mulia Sari Dewi, M.Si ,Psi
NIP. 197805022008012026
Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si
NIP. 196806141997041001
Bahrul Hayat, Ph.D
NIP. 195904301986031016
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya bahwa
skripsi saya yang berjudul “UJI PENGARUH TRAIT KEPRIBADIAN BIG FIVE,
PENYESUAIAN DIRI DAN GRATITUDE TERHADAP SUBJECTIVE WELL
BEING MAHASISWA PERANTAU UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA” adalah karya asli saya dan belum pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun. Adapun bagian-bagian tertentu
dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan
sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah yang
berlaku. Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam skripsi ini,
saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta, 12 September 2019
Annaz Julian
NIM: 11150700000083
v
MOTTO
“Sesungguhnya bersama kesulitan, selalu ada
kemudahan. Apabila telah selesai (dari sesuatu
urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang
lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau
berharap. (QS : Al Insyirah 6-8)
Skripsi ini ku persembahkan untuk kedua orang tuaku yang tercinta, dan
juga untuk orang-orang yang penulis sayangi, semoga karya dari
penulis ini bisa menjadi langkah awal yang baik kedepannya untuk lebih
menghasilkan banyak karya yang bermanfaat untuk orang banyak.
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
B) 12 September 2019
C) Annaz Julian
D) Uji Pengaruh Trait Kepribadian Big Five, Penyesuaian Diri dan Gratitude
terhadap Subjective well being Mahasiswa Perantau UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
E) xv + 126 halaman + lampiran
F) Subjective well being adalah bentuk evaluasi atau penilaian individu terhadap
kehidupannya baik secara kognitif (kepuasan hidupnya) maupun secara afektif
(penilaian terhadap afek positif maupun negatif). Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh trait kepribadian big five(extraversion,
aggreableness, conscientiousness, neuroticism dan openness to experience),
penyesuaian diri (cognitive adjustment, affective adjustment dan
attitudinal/behavioural adjustment), gratitude, usia dan jenis kelamin terhadap
subjective well being mahasiswa perantau di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jumlah responden sebanyak 240 mahasiswa perantau UIN Jakarta.
Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan secara
bersama trait kepribadian big five, penyesuaian diri, gratitude, usia dan jenis
kelamin terhadap subjective well being mahasiswa perantau sebesar 67,6%.
Selanjutnya, dari hasil uji hipotesis minor diperoleh empat koefisien regresi
yang signifikan mempengaruhi SWB yaitu extraversion. affective
adjustment,attitudinal adjustment dan gratitude.
G) Bahan bacaan : 17 buku + 78 jurnal
vii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta
B) 12 September 2019
C) Annaz Julian
D) The Influence of Big Five Personality Trait, Self Adjustment and Gratitude on
Subjective well-being of Overseas Students of Syarif Hidayatullah Islamic
State University of Jakarta.
E) xv + 126 pages+ Attachments.
F) Subjective well being is a form evaluation or individual evaluation of his life
that contain cognitive (life satisfaction) and affective (assessment of positive
and negative affect). The purpose of this study is to know the influence of big
five personalities trait (extraversion, aggreableness, conscientiousness,
neuroticism and openness to experience), self-adjustment (cognitive
adjustment, affective adjustment and attitudinal / behavioral adjustment),
gratitude, age and gender towards subjective well-being of students at UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta. The number of respondent was 240 respondents
of UIN Jakarta immigrant students. The conclusion of this study is there is a
significant simultaneous influence of big five personalities trait, self-
adjustment, gratitude, age and gender on the subjective well being from
immigrant students amount 67.6 %. Furthermore, the results of the minor
hypothesis test obtained that four coefficient regression significantly affect the
SWB, those are extraversion, affective adjustment, attitudinal adjustment, and
gratitude.
G) 17 Books + 78 Journals.
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah wa syukurillah, segala puji dan syukur dipanjatkan kepada
Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis bisa
menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, beserta para sahabat, keluarga, para pengikutnya, dan
para pengikutnya hingga akhir zaman.
Salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta adalah penyusunan skripsi penulis ini. Dalam
penulisan skripsi ini tentu ada berbagai pihak yang turut dilibatkan sehingga
Alhamdulillah skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Dr. Zahrotun Nihayah, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya sekaligus juga sebagai dosen
pembimbing akademik yang telah memberikan banyak arahan, inspirasi,
bimbingan dan motivasinya yang sangat berharga bagi penulis sehingga
penelitian ini dapat diselesaikan dengan maksimal.
2. Ibu Dr. Rena Latifa, M.Psi selaku Ketua Program Studi Fakultas Psikologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya yang selalu memberikan arahan
kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini tepat pada waktunya
sehingga penulis terdorong mengerjakan skripsi ini dengan baik.
ix
3. Bapak Bahrul Hayat, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi yang sudah
memberikan arahan, masukan , serta motivasinya yang sangat bermanfaat bagi
penulis dan juga kesabarannya beliau yang sudah membimbing penulis hingga
dapat terselesaikan dengan baik skripsi ini.
4. Seluruh dosen dan staff Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani perkuliahan dan
menyelesaikan skripsi ini.
5. Kedua orang tua penulis bapak Hadi Suyatno dan Ibu Puji Astuti beserta Kaka
dan adik penulis, Danny Febrian dan Hanum Diah Septianjani. Terima kasih
atas semua doa, motivasi dan dukungan baik berupa moril maupun materiil
yang banyak memberikan semangatnya kepada penulis hingga bisa sampat
sejauh ini membantu perjuangan menggapai impian untuk sukses.
6. Sahabat-sahabat dan orang yang penulis sayangi, Reza Yudiansyah, Farahiyya
Dzakirah, Haidar Rasyid, Aditya Ahmad, Sumita Aryani dan Widad Maulana
dan masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan semuanya terima kasih
banyak kawan karena telah menjadi bagian penting dalam hidup penulis dan
memberi support selama kuliah dan penyelesaian skripsi ini.
7. Seluruh teman-teman Psikologi angkatan 2015 yang sudah memberikan kesan
yang menyenangkan bagi penulis, motivasi dan suka duka selama kuliah di
Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hingga bisa terselesaikan skripsi
x
penulis, semoga kita semua selalu diberikan kemudahan dan kasih sayang oleh
Allah SWT dalam menjalani proses kehidupan ini.
8. Seluruh partisipan yang bersedia meluangkan waktunya untuk membantu dan
memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih
banyak atas segala dukungan dan motivasinya yang telah diberikan dalam
membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari penuh bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna dan
banyak keterbatasan, maka penulis mohon maaf apabila ada kekurangan. Akhir
kata penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat.
Jakarta, 12 September 2019
Penulis
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................................. iii LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................... iv MOTTO................................................................................................................................... v ABSTRAK.............................................................................................................................. vi
ABSTRACT……………………………………………………………………..………….vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ viii DAFTAR ISI .......................................................................................................................... xi DAFTAR TABEL ............................................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................ xv
BAB 1. PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ............................................................................................................. 1
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah ......................................................................... 12
1.2.1. Pembatasan Masalah............................................................................................ 12 1.2.2. Perumusan Masalah ............................................................................................. 14
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................................................... 14
1.3.1. Tujuan Penelitian ................................................................................................. 14 1.3.2. Manfaat Penelitian ............................................................................................... 15
BAB 2. LANDASAN TEORI ............................................................................................... 17 2.1 Subjective Well Being .................................................................................................. 17
2.1.1 Definisi Subjective Well Being ............................................................................. 17 2.1.2 Dimensi Subjective Well Being ............................................................................ 19 2.1.3 Faktor yang mempengaruhi Subjective Well Being .............................................. 21 2.1.4 Pengukuran Subjective Well Being ....................................................................... 26
2.2. Trait Kepribadian Big Five ......................................................................................... 27
2.2.1. Definisi Trait Kepribadian Big Five .................................................................... 27 2.2.2. Dimensi Trait Kepribadian Big Five ................................................................... 30 2.2.3. Pengukuran Trait Kepribadian Big Five .............................................................. 33
2.3 Penyesuaian Diri ......................................................................................................... 35
2.3.1. Definisi Penyesuaian Diri .................................................................................... 35 2.3.2. Dimensi-Dimensi Penyesuaian Diri .................................................................... 37 2.3.3 Pengukuran Penyesuaian Diri .............................................................................. 38
2.4. Gratitude .................................................................................................................... 40
2.4.1. Definisi Gratitude................................................................................................ 40
xii
2.4.2. Dimensi Gratitude ............................................................................................... 42 2.4.3. Pengukuran Gratitude ......................................................................................... 44
2.5. Faktor Demografi ....................................................................................................... 46
2.5.1. Usia ...................................................................................................................... 46 2.5.2. Jenis Kelamin ...................................................................................................... 47
2.6. Kerangka Berpikir ...................................................................................................... 47
2.7. Hipotesis Penelitian .................................................................................................... 54
BAB 3. METODE PENELITIAN ....................................................................................... 56 3.1. Populasi dan Sampel .................................................................................................. 56
3.1.1. Populasi ............................................................................................................... 56 3.1.2. Sampel ................................................................................................................. 56
3.2. Variabel Penelitian ..................................................................................................... 57
3.3. Definisi Operasional Variabel .................................................................................... 57
3.4. Instrumen Pengumpulan Data .................................................................................... 59
3.5. Uji Validitas Konstruk ............................................................................................... 63
3.5.1. Uji Validitas Skala Subjective well being ............................................................ 67 3.5.2. Uji Validitas Skala Trait Kepribadian Big Five .................................................. 70 3.5.3. Uji Validitas Skala Penyesuaian Diri .................................................................. 76 3.5.4. Uji Validitas Skala Gratitude. ............................................................................. 80
3.6. Uji Hubungan Antar Variabel .................................................................................... 81
3.7. Prosedur Penelitian ..................................................................................................... 85
BAB 4. HASIL DAN ANALISIS DATA ............................................................................ 87 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian .......................................................................... 87
4.1.1. Deskripsi Statistik Variabel Penelitian ................................................................ 90 4.1.2. Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ................................................................. 91
4.2. Uji Hipotesis Penelitian .............................................................................................. 94
4.2.1. Analisis Regresi Variabel Penelitian ................................................................... 94 4.2.2. Pengujian Proporsi Varians Pada Setiap Variabel Independen ......................... 102
BAB 5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ........................................................... 106 5.1. Kesimpulan ............................................................................................................... 106
5.2. Diskusi ...................................................................................................................... 107
5.3. Saran ......................................................................................................................... 112
5.3.1. Saran Metodologis ............................................................................................. 113 5.3.2. Saran Praktis ...................................................................................................... 114
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 117
LAMPIRAN ........................................................................................................................ 126
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Skor Untuk Pernyataan Positif dan Negatif Skala Likert……...……60
Tabel 3.2 Blue Print Skala Subjective well being…………………….…….…......61
Tabel 3.3 Blueprint Skala Trait Kepribadian Big Five……………………………62
Tabel 3.4 Blueprint Skala Penyesuaian Diri…………………………..……………63
Tabel 3.5 Blueprint Skala Gratitude………………………………...………………64
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Skala Subjective well being………..…….………69
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Skala Extraversion………………..………………72
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Skala Aggreableness………………...……………73
Tabel 3.9 Muatan faktor Item Skala Conscientiousness……………….…………74
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Skala Neuroticism…………………..……………75
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Skala Openness to Experience…….……………77
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Skala Cognitive Adjustment………….….………78
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Skala Affective Adjustment…………...…….……79
Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Skala Attitudinal/Behavioural Adjustment….…80
Tabel 3.15 Muatan Faktor Item Skala Gratitude……………………………...……82
Tabel 4.1 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia…………………..……88
Tabel 4.2 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin…………....89
Tabel 4.3 Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan Asal Daerah……..…..……90
Tabel 4.4 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian-T Score………...……………91
Tabel 4.5 Uji Normalitas………………………....…………………………..……92
Tabel 4.6 Norma Skor Kategorisasi Distribusi Normal dan Tidak Normal……93
Tabel 4.7 Kategorisasi Skor Variabel penelitian…...…………….…….…………94
Tabel 4.8 R Square……………………………………………………………………96
Tabel 4.9 Anova pengaruh seluruh IV terhadap DV…………………...……...96
Tabel 4.10 Koefisien Regresi……………………….…………………….…….98
Tabel 4.11 Proporsi Varian…………………………………………….………104
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir………………………………………54
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian………………………………………………128
Lampiran 2 Syntax dan Output CFA beserta Path Diagram………………..133
Lampiran 3 Hasil Uji Regresi……………………………………..……………141
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mahasiswa merupakan salah satu populasi kunci bagi pertumbuhan ekonomi dan
keberhasilan dalam perkembangan suatu negara. Tetapi sedikit perhatian ditujukan
kepada kesehatan psikisnya para mahasiswa seperti salah satunya di negara maju
seperti Amerika Serikat (Blanco, Okuda, Wright, Hasin, Grant, Liu, & Olfson, 2008;
Cho, Llaneza, Adkins, Cooke, Kendler, Clark, & Dick, 2015; Kendler, Myers, & Dick,
2015). Pada masa mahasiswa ini dapat dikatakan merupakan periode puncak berbagai
gangguan psikologis seperti kecemasan, kondisi mood yang tidak stabil dan gangguan
psikologis lainnya. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), satu
dari tiga mahasiswa yang berasal dari 19 universitas dalam 8 negara menyebutkan
mahasiswa mengalami gangguan psikologis seperti kecemasan (anxiety) dan
gangguan mood atau suasana hati yang cukup menganggu aktivitas sehari-harinya
(Auerbach, Mortier, Bruffaerts, Alonso, Benjet, Cuijpers, & Kessler, 2018).
Salah satu konsen mengenai topik kesehatan mental yang berkembang dan
penting untuk diteliti oleh para pemerhati psikologi positif karena meningkatnya pula
masalah kesehatan mental dalam pendidikan tinggi khususnya pada mahasiswa adalah
tentang subjective well being (Beiter, Nash, McCrady, Rhoades, Linscomb, Clarahan,
& Sammut, 2015; Twenge, Joiner, Rogers, & Martin, 2018). Menurut Diener, Suh,
Lucas,& Smith (1999) subjective well-being adalah suatu bentuk penilaian atau
2
evaluasi dari individu itu sendiri terhadap kehidupannya, baik penilaiannya secara
kognitif terhadap kepuasan hidupnya serta penilaian afektif terhadap emosi. Seseorang
dikatakan memiliki subjective well being yang tinggi jika merasa puas dengan kondisi
hidup mereka, sering merasakan emosi positif dan jarang merasakan emosi negatif.
Subjective well-being dapat diketahui dari ada atau tidaknya perasaan bahagia (Diener
et al, 1999).
Kehidupan dan aktivitas mahasiswa yang penuh dinamika dan juga merupakan
masa peralihan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi ini tidak hanya dapat
berdampak pada tingkat stress yang cukup tinggi, tetapi juga dapat mengurangi
kesejahteraan subjektif atau subjective well being pada mahasiswa (Stewart-Brown,
Evans, Patterson, Petersen, Doll, Balding, & Regis, 2000). Seorang mahasiswa atau
individu ketika memiliki subjective well being yang rendah bisa berdampak buruk
pada kesehatan mentalnya, dan berkemungkinan juga mengalami depresi, putus kuliah,
bahkan bisa saja sampai berpikiran atau melakukan tindakan bunuh diri (Keyes,
Dhingra & Simoes, 2010; Keyes et.al., 2012; Renshaw & Bolognino, 2016).
Dalam proses pencapaian keberhasilan menempuh pendidikan di perguruan
tinggi, seringkali mahasiswa terutama yang merantau berasal dari daerah asal yang
jauh dari perguruan tinggi harus mampu beradaptasi dengan kebudayaan baru,
pendidikan yang baru dan lingkungan sosial yang baru (Lee, Koeske, Sales, 2004).
Mahasiswa yang merantau seringkali dihadapkan pada persoalan di berbagai aspek
kehidupan yang menuntut mereka untuk mampu menyesuaikan dirinya dengan baik di
3
lingkungan luar daerah asalnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lin dan Yi (1997)
menunjukkan bahwa masalah unik yang dialami mahasiswa perantau adalah masalah
psikososial diantaranya adalah kurang familiar dengan gaya dan norma sosial yang
baru. Dari hasil wawancara dan pengamatan pada beberapa mahasiswa di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta terutama yang merantau, mereka harus beradaptasi terhadap
tempat tinggalnya yang baru serta jauh dari orang tua dan keluarganya, dan juga harus
beradaptasi terhadap gaya berpikir dan gaya bicara teman-teman barunya di
lingkungan kampus.
Perubahan lainnya yang dialami mahasiswa adalah perubahan dalam gaya
hidup dan interaksi sosial, yaitu bagaimana interaksinya pada keluarga, teman dan
lingkungan sosialnya yang baru (Fisher & Hood, 1988). Mahasiswa juga dituntut
untuk mampu mengatur waktu pola belajarnya, hidup mandiri dan mengatur keuangan
bahkan mencari pekerjaan sampingan untuk menambah uang saku yang terkadang
sudah habis karena terbatas setiap bulannya dan mengatur waktu untuk berbagai
kegiatan dan tugas kuliah yang harus menjadi prioritasnya dalam mencapai impiannya
(Coninck, Matthijs & Luyten, 2019). Pada mahasiswa perantau ini khususnya sering
mengalami masalah keterbatasan keuangan sebelum akhir bulan. Mahasiswa yang
tinggal di rumah orang tua bisa langsung meminta pada orang tua. Tapi, ketika berada
di perantauan, ada rasa segan meminta uang pada orang tua karena mereka telah
mengirim uang tiap bulan (Halamandaris & Power, 1997)
4
Masalah lain yang sering dihadapi mahasiswa khususnya perantau yang tinggal
jauh dari keluarga adalah bertambahnya perasaan rindu kepada keluarga dan kampung
halaman (homesickness), dan tidak jarang juga merasa kesepian (loneliness) sehingga
terkadang muncul perasaan gelisah (insecurity) karena menahan rindu kepada sanak
keluarga (Fisher & Hood, 1988). Ditambah lagi yang memang ketika ada momen hari
raya mereka ada juga yang tidak bisa pulang untuk berkumpul dengan sanak keluarga
dikarenakan kondisi yang tidak memungkinkan mereka untuk pulang. Saat merasa
rindu dengan orang tua, mahasiswa perantau hanya bisa memandang wajah orang
tuanya dari foto, mendengar suara mereka mereka dari telepon, melihat mereka ketika
video call, namun tidak bisa memeluk mereka dan mencium tangan mereka secara
langsung seperti saat di kampung halaman atau rumah sendiri.
Kondisi-kondisi tersebut memungkinkan pentingnya seorang individu atau
mahasiswa memiliki kualitas subjective well being yang baik karena dapat mendorong
meningkatkan kesehatan khususnya kesehatan mental dan juga untuk pengembangan
karakter untuk menjalani hidup yang baik. Penelitian yang dilakukan oleh
Leontopoulou dan Trilivia (2012) dengan menggunakan 312 sampel dari mahasiswa
Universitas Greek menyimpulkan bahwa character strength dan kesehatan mental
berhubungan positif dengan subjective well being. Kesehatan mental bukan hanya
sekedar bebas dari gangguan tetapi lebih kepada perasaan sehat, sejahtera dan bahagia
(well being), ada keserasian antara pikiran, perasaan, perilaku, dapat merasakan
5
kebahagiaan dalam sebagian besar kehidupannya serta mampu mengatasi tantangan
hidup sehari-hari.
Sampai saat ini, sebagian besar penelitian tentang subjective well being telah
menggunakan pendekatan domain atau konteks secara umum untuk melihat hubungan
antara subjective well being dengan aspek psikologis lainnya yang berharga (Zhang &
Renshaw, 2019). Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa perasaan menyenangkan
atau afek yang positif merupakan aspek dari subjective well being secara signifikan
berpengaruh terhadap gejala kesehatan secara fisik (Pettit, Kline, Gencoz, Gencoz &
Joiner Jr, 2001). Sedangkan kepuasan hidup secara umum yang merupakan aspek dari
subjective well being berpengaruh terhadap tinggi rendahnya stress baik secara
fisiologis maupun psikologis (Smyth et.al, 2017).
Pada penelitian oleh Diener,et al (2005) menunjukkan orang yang memiliki
subjective well being yang tinggi adalah orang yang sukses di banyak bidang
kehidupan dan kesuksesannya sebagian disebabkan oleh kebahagiaannya. Orang yang
bahagia lebih berjiwa sosial, altruistik, aktif, lebih menyukai dirinya sendiri dan orang
lain, memiliki tubuh dan system imun yang kuat, dan memiliki kemampuan untuk
memecahkan masalah lebih baik. Selain itu, memiliki mood yang menyenangkan
sehingga dapat meningkatkan pemikiran kreatif.
Selain sukses pada kaitannya dalam hubungan sosial, individu yang memiliki
subjective well-being yang tinggi juga mampu mencapai prestasi akademik yang lebih
tinggi pula (Quinn & Duckworth, 2007). Russell (2008) menyimpulkan bahwa
6
subjective well being memiliki pengaruh yang positif terhadap kinerja yang baik (work
performance) dan kepuasan kerja. Artinya, semakin tinggi subjective well being, maka
semakin tinggi pula kinerja (work performance) dan kepuasan kerja. Penelitian yang
dilakukan oleh Soini, Aro & Niemivirta (2007) menyimpulkan bahwa subjective well-
being memiliki pengaruh positif dengan self-improvement (pengembangan diri) serta
achievement goal orientation. Artinya semakin tinggi subjective wel being, maka
semakin tinggi pula self-improvement (pengembangan diri) serta achievement goal
orientation.
Oleh karena itu peneliti tertarik meneliti tentang pentingnya subjective well
being dan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhinya tinggi atau rendahnya
subjective well being khusunya pada mahasiswa perantau yang seringkali berdasarkan
penelitian sebelumnya, subjective well being yang tinggi bisa berdampak pada
kelancaran kegiatan akademik dan interaksi sosial dengan lingkungan perantauannya.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi subjective well being (SWB) diantaranya
harga diri, tujuan hidup, kepribadian,hubungan sosial, kesehatan, demografi, sumber
pemenuhan kebutuhan, budaya, adaptasi, kognitif, dan religiusitas/spiritualitas
(Diener, Oishi & Lucas, 2003). Akan tetapi, dalam penelitian ini ingin meneliti
pengaruh kepribadian dalam hal ini trait kepribadian big five, penyesuaian diri dan
gratitude terhadap subjective well being.
Menurut Diener et.al (1999), salah satu faktor kuat dan paling berpengaruh
terhadap subjective well-being adalah kepribadian. Menurut Larsen & Buss (2008),
7
Kepribadian adalah kumpulan sifat psikologi dalam diri individu yang diorganisasikan,
relatif bertahan, mempengaruhi interaksi dan adaptasi individu dengan lingkungan,
meliputi : lingkungan intrafisik, fisik, dan sosial. Dijelaskan Goldberg (1990), model
kepribadian dikenal dengan nama Big Five Personality yang terdiri dari extraversion,
agreeableness, conscientiousness, emotional stability, dan intellect atau imagination.
Namun Costa dan McRae (1989) mengembangkan big five personality dari Goldberg
yang terdiri : neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan
conscientiousness.
Pada penelitian Lykken & Tellegen (1996), dijelaskan bahwa faktor
kepribadian mempunyai pengaruh jangka pendek sebesar 50% dan pengaruh jangka
panjang sebesar 80% terhadap subjective well-being. Hasil ini lebih besar dari hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Chan & Joseph (2000) yang memberikan
sumbangan 30%, Guttierrez, Jimenez, Hernandez, & Puente (2005) sebesar 18-20%,
serta Schmutte & Ryff (1997) sebesar 15-33%. Berdasarkan hasil penelitian ini,
peneliti bermaksud untuk mengangkat faktor trait kepribadian big five sebagai salah
satu faktor yang mempengaruhi subjective well being, karena faktor kepribadian
mempunyai konsistensi tinggi dalam mempengaruhi subjective well being.
Di dalam model kepribadian Big Five Personality, extraversion dan
neuroticism memiliki hubungan paling kuat dan konsisten dengan subjective well-
being. Neuroticism merupakan prediktor penting dari emosi negatif dan kepuasan
hidup, sementara extraversion dihubungkan dengan emosi positif dan kepuasan hidup
8
(DeNeve & Cooper, 1998). Brajša-Žganec, et.al (2011) dalam penelitiannya
melaporkan ciri-ciri kepribadian adalah prediktor kuat subjective well-being selama
periode 10 tahun. Ciri-ciri kepribadian, seperti: agreeableness dan conscientiousness
merangsang pengalaman positif selama interaksi sosial dan situasi-situasi pencapaian
keberhasilan (prestasi) yang berdampak pada peningkatan subjective well-being.
Ciri-ciri kepribadian lainnya yaitu openness to experience dalam hal
kecerdasan, memiliki hubungan yang sangat lemah dengan subjective well-being.
Dijelaskan Ryan & Deci (2001) bahwa agreeableness, conscientiousness dan intellect
lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan peranan budaya, sedangkan extraversion
dan neuroticism lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor genetis dalam menjelaskan
hubungan antara ciri-ciri kepribadian dengan subjective well-being.
Hubungan ciri-ciri kepribadian dengan subjective well-being dipengaruhi oleh
faktor genetik dan lingkungan (Ryan & Deci, 2001). Orang-orang yang mempunyai
subjective well-being tinggi cenderung mempunyai keterbukaan terhadap pengalaman
yang dicirikan oleh kepribadian openness to experience. Keterbukaan terhadap
pengalaman mempunyai pengaruh pada afek positif tinggi dan rendah pada afek
negatif. Subjective well-being tinggi juga dihubungkan dengan ciri kepribadian
extraversion, sebab orang-orang dengan ciri kepribadian extraversion cenderung lebih
banyak bergaul sehingga memiliki kesempatan lebih besar untuk menjalin hubungan
positif dengan orang lain. Orang-orang extraversion juga mempunyai kepekaan lebih
9
besar terhadap stimulus-stimulus positif dari lingkungan sehingga mempunyai reaksi
lebih kuat terhadap peristiwa-peristiwa menyenangkan.
Subjective well-being rendah dihubungkan dengan ciri kepribadian
neuroticism. Hal ini dikaitkan dengan perilaku neurotik yang berakibat pada
ketidakpuasan hidup, cenderung mempunyai emosi negatif tinggi dan emosi positif
menurun. Ciri kepribadian agreeableness dan conscientiousness berpengaruh terhadap
subjective well-being tinggi. Ciri-ciri kepribadian ini dalam mempengaruhi subjective
well-being dipengaruhi imbalan dan keberhasilan dari lingkungan atau masyarakat
(Diener, et.al, 1997; Brajša-Žganec, et.al, 2010).
Selain kepribadian, faktor lain yang mempengaruhi subjective well being pada
mahasiswa adalah adaptasi (Diener, Oishi & Lucas, 2003). Adaptasi juga digunakan
secara bergantian dengan istilah “penyesuaian” yang biasa digunakan untuk
menyimpulkan keberhasilan transisi ke perguruan tinggi khususnya pada mahasiswa.
Menurut Schlossberg (1981) adaptasi terjadi ketika seorang individu mampu
memadukan transisi atau perubahan ke dalam hidupnya.
Menurut Kartono (2008) individu dengan memiliki penyesuaian diri yang baik
akan dapat menampakan perilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat, dengan itu dapat memberikan kepuasan serta dapat memenuhi kebutuhan
dan mengatasi ketegangan dikarenakan didukung oleh keluarga dan lingkungan sosial
khususnya di lingkungan perguruan tinggi pada mahasiswa. Individu khususnya
mahasiswa dapat mencapai cita-cita dan tujuan hidupnya apabila perasaannya bahagia,
10
sejahtera, puas, serta positif terhadap kehidupannya. Individu yang memiliki perasaan
tersebut merupakan individu yang memiliki subjective well being yang baik. Rasa
bahagia, sejahtera, puas serta positif akan berdampak pada kondisi yang lebih baik
pada kesehatan, kinerja, hubungan sosial, dan perilaku etis (Kasebir & Diener, 2008).
Sebaliknya individu apabila kurang mampu menyesuaikan diri, maka individu akan
menampakan perilaku yang negatif. Perilaku negatif tersebut selain dapat merugikan
diri sendiri juga dapat merugikan lingkungan sekitarnya.
Faktor lain yang juga turut berpengaruh terhadap subjective well being adalah
gratitude (Emmons & McCullough, 2003; Watkins, Woodward, Stone, & Kolts, 2003;
Froh, Yurkewicz, & Kashdan, 2009; Ramzan & Ranna, 2014; Buragohain & Mandal,
2015). Syukur menjadi Salah satu hal yang dapat membuat seseorang dikatakan
sebagai manusia yang berakhlak mulia, bahkan gratitude dikatakan sebagai salah satu
konsep keimanan, dimana Jauziyah (2006) menyatakan bahwa iman itu dari dua hal,
yaitu sabar dan syukur.
Pada penelitian terdahulu, Overwalle (dalam Mukhlis & Koentjoro, 2015)
mengungkapkan orang dengan rasa gratitude yang tinggi mengalami kebahagiaan
yang lebih besar, harapan dan kebanggaan yang lebih besar dibandingkan orang yang
kurang pada gratitude-nya. Selain itu, penelitian yang dilakukan Mukhlis & Koentjoro
(2015) membuktikan adanya pengaruh pelatihan bersyukur terhadap kecemasan siswa
yang akan menghadapi ujian nasional. Oleh karena itu peneliti tertarik meneliti faktor
yang mempengaruhi berupa gratitude ini terhadap subjective well being yang pada
11
penelitian ini dengan meneliti mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah sebagai subjek
penelitian karena tentu dengan mahasiswa yang mayoritas beragama Islam diharapkan
memiliki gratitude sesuai yang diajarkan dalam agama Islam yang berpengaruh
terhadap subjective well being (SWB) pada mahasiswa.
Selain kepribadian, penyesuaian diri dan gratitude, faktor demografis seperti
usia dan jenis kelamin memiliki hubungan dengan subjective well being (Diener, Oishi
& Lucas, 2005). Individu yang masih muda cenderung merasakan emosi yang lebih
dalam daripada orang yang lebih tua, tetapi orang tua cenderung lebih puas dengan
hidupnya. Jenis kelamin juga turut mempengaruhi subjective well being, tetapi tidak
begitu besar pengaruhnya terhadap subjective well being. Berdasarkan penelitian
Diener dan Suh (1998) menunjukan perempuan memiliki tingkat subjective well being
yang relatif sama dengan laki-laki.
Berdasarkan pemaparan dan penjelasan diatas, peneliti ingin mengetahui
seberapa besar pengaruh dari variabel trait kepribadian big five, penyesuaian diri,
gratitude serta faktor demografi yaitu usia dan jenis kelamin terhadap subjective well
being pada mahasiswa perantau UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menjadi suatu
pembahasan yang menarik untuk ditelusuri lebih lanjut melalui tinjauan psikologi.
Oleh karena itu, peneliti ingin menguji penelitian mengenai “pengaruh trait
kepribadian big five, penyesuaian diri dan gratitude terhadap subjective well being
mahasiswa perantau UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”.
12
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1. Pembatasan Masalah
Pada penelitian ini, pembatasan masalah utama yang dikaji adalah mengetahui
pengaruh variabel trait kepribadian big five, penyesuaian diri dan gratitude terhadap
subjective well being mahasiswa perantau UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1. Kesejahteraan subjektif (subjective well-being).
Menurut Diener et al. (2005) subjective well being adalah evaluasi atau
penilaian secara kognitif maupun afektif dari individu terhadap kehidupannya,
yang mana evaluasi atau penilaiannya ini termasuk reaksi emosional terhadap
peristiwa serta penilaian kognitif terhadap kepuasan dan pemenuhan
kehidupan. Dengan demikian, subjective well being merupakan suatu konsep
umum yang mencakup mengalami emosi yang menyenangkan, rendahnya
tingkat suasana hati negatif, dan kepuasan hidup yang tinggi. Pengalaman
positif yang terkandung dalam kesejahteraan subjektif yang tinggi adalah
konsep inti dari psikologi positif karena mereka membuat hidup mereka
berharga khususnya dalam hal ini adalah pada mahasiswa.
2. Trait kepribadian big five
Peneliti menggunakan teori dari McCrae dan Costa (2006) yang
mendefinisikan trait kepribadian big five adalah suatu pendekatan
pengumpulan trait-trait kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan
13
analisis faktor ke dalam istilah lima dimensi dasar trait kepribadian yaitu
extraversion, neuroticism, agreeableness, openness, dan conscientiousness.
3. Penyesuaian Diri
Peneliti menggunakan teori dari Othman et.al (2014) yaitu penyesuaian diri
yang sudah disesuaikan pada subjek penelitian kali ini yaitu mahasiswa
perantau, yang dikonseptualisasikan menjadi tiga aspek penyesuaian diri pada
mahasiswa perantau yaitu cognitive adjustment, affective adjustment dan
attitudinal or behavioral adjustment.
4. Gratitude
McCullough, Tsang dan Emmons (2002) mendefinisikan gratitude sebagai
bentuk sikap batin individu berupa kecenderungan umum untuk menyadari dan
merespon dengan emosi, serta berterima kasih terhadap segala perbuatan baik
orang lain kepadanya, dan segala hasil-hasil yang telah diperoleh individu
tersebut. Gratitude dalam penelitian ini dijadikan satu dimensi saja dimana
gratitude ini merupakan satu kesatuan dari tiap dimensi di dalamnya yaitu
gratitude intensity, gratitude frequency, Gratitude span dan Gratitude density
yang tidak dapat dipisahkan.
5. Faktor demografi
Pada penelitian ini faktor demografi yang ingin diteliti adalah usia dan jenis
kelamin.Usia responden pada penelitian ini terdiri dari usia 18-25 tahun dan
jenis kelamin terdiri laki-laki dan perempuan.
14
6. Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa perantau pada UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
1.2.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti mengajukan pertanyaan penelitian sebagai
berikut :
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan trait kepribadian extraversion dengan
kesejahteraan subjektif (subjective well-being)?
2. Apakah ada pengaruh yang signifikan trait kepribadian aggreableness dengan
kesejahteraan subjektif (subjective well-being)?
3. Apakah ada pengaruh yang signifikan trait kepribadian conscientiousness
terhadap kesejahteraan subjektif (subjective well-being)?
4. Apakah ada pengaruh yang signifikan trait kepribadian neuroticism terhadap
kesejahteraan subjektif (subjective well being)?
5. Apakah ada pengaruh yang signifikan trait kepribadian openness to experience
terhadap kesejahteraan subjektif (subjective well being)?
6. Apakah ada pengaruh yang signifikan cognitive adjustment pada penyesuaian
diri terhadap kesejahteraan subjektif (subjective well being)
7. Apakah ada pengaruh yang signifikan affective adjustment pada penyesuaian
diri terhadap kesejahteraan subjektif (subjective well being)?
8. Apakah ada pengaruh yang signifikan attitudinal/behavioural adjustment pada
penyesuaian diri terhadap kesejahteraan subjektif (subjective well being)?
15
9. Apakah ada pengaruh yang signifikan gratitude terhadap kesejahteraan
subjektif (subjective well being)?
10. Apakah ada pengaruh yang signifikan usia pada variabel demografi tehadap
kesejahteraan subjektif (subjective well being)?
11. Apakah ada pengaruh yang signifikan jenis kelamin pada variabel demografi
terhadap kesejahteraan subjektif (subjective well being)?
12. Apakah ada pengaruh yang signifikan secara keseluruhan trait kepribadian big
five, penyesuaian diri, gratitude, usia dan jenis kelamin terhadap kesejahteraan
subjektif (subjective well being)?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui adanya pengaruh trait kepribadian big five , penyesuaian
diri, gratitude serta faktor demografi yaitu usia dan jenis kelamin terhadap
kesejahteraan subjektif (subjective well being) pada mahasiswa perantau.
2. Untuk mengetahui seberapa besar sumbangan pengaruh secara signifikan
pengaruh masing masing variabel terhadap dependent variabel.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, baik itu secara
teoritis maupun praktis yaitu sebagai berikut :
16
1.3.2.1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan
bagi masyarakat umum dan bermanfaat menambah dalam pengembangan teori-teori
psikologi khususnya, terutama mengenai hal yang berhubungan dengan subjective
well being yaitu kepribadian, penyesuaian diri, gratitude serta faktor demografi
seperti usia dan jenis kelamin pada mahasiswa perantau khususnya dan demikian
dapat dijadikan pijakan untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan
penelitian ini.
1.3.2.2. Manfaat Praktis
Peneliti berharap dalam penelitian ini bisa bermanfaat khususnya bagi mahasiswa
terutama mahasiswa perantau yang memang lebih mengalami banyak tekanan dan
rintangan dibanding yang tidak merantau karena jauh dari sanak keluarga dan saudara
dan memang agar tetap memperhatikan subjective well being (SWB) karena dengan
SWB yang baik dapat memberikan kepuasan dan kebahagiaan dalam menjalankan
aktivitas akademik khususnya serta kegiatan lainnya yang berhubungan sehingga
dengan itu dapat lebih mempermudah mahasiswa mencapai keinginan dan cita-cita
kedepannya.
17
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Subjective Well Being
2.1.1 Definisi Subjective Well Being
Konsep mengenai well being ini menurut Ryan & Deci (2001) mengacu pada
pengalaman dan fungsi psikologis yang optimal. Well being sendiri merupakan
konstruk psikologis yang multidimensi dan multitafsir. Terdapat dua penafsiran akan
makna dari well being yakni perspektif hedonic atau biasa disebut subjective well
being dan perspektif eudaimonik yang biasa disebut psychological well-being (Ryan
& Deci, 2001). Perspek+tif hedonic memandang well being sebagai pemenuhan-
pemenuhan kebutuhan individu dengan memaksimalkan afek positif dan mengurangi
atau menghindari afek negatif. Sedangkan dari perspektif lain, eudaimonik
memandang well-being sebagai kualitas pribadi individu yang mampu menghayati
makna hidup dan hidup sesuai dengan nilai-nilai kebenaran.
Berdasarkan definisi di atas, penulis ingin meneliti tentang konsep well being
dari perspektif hedonic atau yang biasa disebut subjective well being pada mahasiswa
khususnya pada mahasiswa perantau, dikarenakan individu yang memiliki subjective
well being yang tinggi, mempunyai kualitas hidup yang mengagumkan, sehingga lebih
mampu mengontrol emosi dan menghadapi berbagai peristiwa dalam hidup dengan
baik (Diener, 2000). Selain itu juga menurut Lin dan Yi (2018) juga tingkat subjective
18
well-being pada remaja khususnya pada mahasiswa ini dapat mempengaruhi
kesuksesan perkembangan individu dan kualitas hidup di masa selanjutnya.
Menurut Diener et al. (2005) subjective well-being adalah bentuk evaluasi baik
secara kognitif maupun afektif individu terhadap hidupnya, yang mana evaluasi ini
termasuk reaksi emosional terhadap peristiwa serta penilaian kognitif terhadap
kepuasan dan pemenuhan kehidupan. Dengan demikian, subjective well-being
merupakan suatu konsep umum yang mencakup mengalami emosi yang
menyenangkan, rendahnya tingkat suasana hati negatif, dan kepuasan hidup yang
tinggi. Pengalaman positif yang terkandung dalam kesejahteraan subjektif yang tinggi
adalah konsep inti dari psikologi positif karena mereka membuat hidup mereka
berharga.
Beberapa peneliti menulis kebahagiaan (happiness) sebagai sinonim dari
subjective well being. Diener, Lucas dan Oishi (2005) menyamakan kebahagiaan
(happiness) dengan subjective well-being serta sebagai gabungan dari perasaan positif
dan kepuasan hidup. Menurut Diener, et al (2005), kebahagiaan (happiness) adalah
evaluasi seseorang terhadap kehidupan yang mereka alami. Lebih spesifiknya
kebahagiaan meliputi pengalaman yang menyenangkan seseorang dan apresiasinya
terhadap kehidupan. Diener et.al (1985) juga menyatakan bahwa happiness dengan
subjective well-being keduanya merujuk pada perasaan positif, yaitu sebagai perasaan
bahagia atau ketenangan maupun keadaan positif seperti ikut serta dalam kegiatan
yang mengalir atau terlarut di dalamnya.
19
Meskipun istilah kebahagiaan (happiness) dan subjective well-being (SWB)
sering disamakan dan dipertukarkan, ada juga pendapat yang menyatakan bahwa
subjective well-being tidak bisa disebut sama dengan kebahagiaan (happiness)
dikarenakan cakupan subjective well-being lebih luas dari happiness (Hoorn, 2007).
Menurut Diener (1984), juga mengungkapkan bahwa kebahagiaan adalah bagian dari
subjective well-being, seperti halnya kepuasan hidup dan kebahagiaan (happiness)
adalah bagian dari subjective well being, sehingga penulis dalam penelitian kali ini
lebih menekankan pada subjective well-being, bukan kebahagiaan (happiness) ataupun
kepuasan hidup (satisfaction of life).
Adapun teori yang digunakan untuk variabel subjective well being yang
menjadi landasan penelitian ini yaitu teori yang digunakan oleh Diener et.al., (2005)
menyatakan bahwa subjective well being adalah evaluasi kognitif dan afektif individu
terhadap hidupnya, yang mana evaluasi ini termasuk reaksi emosional terhadap
peristiwa serta penilaian kognitif terhadap kepuasan dan pemenuhan kehidupan. Hal
ini dikaitkan dengan kepuasan dan pemenuhan kehidupan para remaja khususnya
remaja akhir agar menjadikan tugas perkembangan pada masa ini menjadi lebih
optimal.
2.1.2 Dimensi Subjective Well Being
Subjective well being mencakup beberapa aspek. Beberapa ilmuwan tentang aspek-
aspek subjective well being. Menurut Diener, et.al (2005) aspek tersebut dibagi
menjadi dua yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Aspek kognitif mencakup evaluasi
20
terhadap kepuasan hidup secara global dan evaluasi terhadap keberadaan afek positif
dan evaluasi terhadap keberadaan afek negatif. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Dimensi kognitif dari subjective well being adalah evaluasi terhadap kepuasan
hidup individu. Evaluasi tersebut dapat dikategorikan menjadi evaluasi umum
(global) dan evaluasi khusus (domain tertentu). Berikut ini penjelasan lebih
lanjut mengenai kedua penilaian tersebut.
a. Evaluasi terhadap kepuasan hidup secara global, yaitu evaluasi
individu terhadap kehidupannya secara menyeluruh. Penilaian umum
ini merupakan penilaian individu yang bersifat reflektif terhadap
kepuasan hidupnya (Diener et.al., 2005).
b. Evaluasi terhadap kepuasan domain tertentu, yaitu penilaian yang
dibuat individu dalam mengevaluasi domain atau aspek tertentu dalam
kehidupannya dalam hal ini lebih kepada hubungan sosialnya (Diener
et.al., 2005).
2. Dimensi afektif dari subjective well being merefleksikan pengalaman dasar
yang terjadi dalam hidup seseorang. Dimana aspek tersebut dikategorikan
menjadi evaluasi terhadap keberadaan afek-afek positif dan evaluasi terhadap
afek-afek negatif.
a. Evaluasi terhadap keberadaan afek positif. Afek-afek positif dianggap
bagian dari subjective well-being karena afek-afek tersebut
merefleksikan reaksi individu terhadap sejumlah peristiwa dalam hidup
21
yang menunjukan bahwa hidup berjalan sesuai dengan apa yang
diinginkan menurut Diener et.al. (2005).
b. Evaluasi terhadap keberadaan afek negatif. Afek negatif
merepresentasikan mood dan emosi yang tidak menyenangkan dan
merefleksikan respon negatif yang dialami individu sebagai reaksinya
tehadap kehidupan, kesehatan, keadaan, dan peristiwa yang mereka
alami (Diener et.al., 2005).
2.1.3 Faktor yang mempengaruhi Subjective Well Being
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi subjective well being (SWB) dari beberapa
literatur terdahulu, diantaranya: diantaranya harga diri, tujuan hidup,
kepribadian,hubungan sosial, kesehatan, demografi, sumber pemenuhan kebutuhan,
budaya, adaptasi, kognitif, dan religiusitas/spiritualitas (Diener et.al, 2003).
1. Harga diri (self esteem)
Di budaya barat, harga diri memiliki hubungan kuat secara positif dengan subjective
well being (Eddington & Shuman, 2008). Harga diri (self esteem) yang tinggi akan
membuat individu memiliki beberapa kelebihan, termasuk pemahaman mengenai arti
dan hidup (Ryan & Deci, 2001). Pengaruh yang kuat antara harga diri (self esteem)
terhadap subjective well being tidak secara konsisten pada beberapa negara, terutama
di negara-negara penganut sistem kolektif seperti di Cina. Di negara tersebut, otonomi
dan tuntutan pribadi dianggap tidak lebih penting daripada kesatuan keluarga dan
22
sosial sehingga harga diri (self esteem) tidak begitu kuat pengaruhnya terhadap
subjective well being (Eddington & Shuman, 2008).
2. Gratitude
Gratitude dianggap sebagai salah satu bentuk coping yang dapat meningkatkan
kebahagiaan dan subjective well being individu (Wood, Froh dan Geraghty, 2010).
Sebagai suatu nilai, gratitude memiliki fungsi moral yang mendorong individu
bertindak prososial. Gratitude juga menjadi fungsi psikologis yang positif untuk
meningkatkan kebahagiaan dan subjective well being (Liyan & Xiahua, 2010).
3. Kepribadian
Faktor kepribadian memiliki hubungan dengan subjective well being (Wilson, 1967).
Orang yang cenderung memiliki kepribadian ekstrovert lebih merasakan bahagia
karena cenderung optimis, memiliki self esteem yang tinggi, semangat kerja dan
memiliki cita-cita. Sedangkan Deneve dan Cooper (1998) mengidentifikasi 137 trait
kepribadian yang berhubungan dengan subjective well being adalah extraversion dan
neuroticism. Costa dan McCrae (1988) menemukan bahwa extraversion
memprediksikan afek yang menyenangkan dan neuroticism memprediksikan afek
tidak menyenangkan dalam periode sepuluh tahun. Sementara itu, trait lain dalam
model kepribadian “the big five trait factor”, yaitu aggreableness, conscientiousness,
dan openness to experience menunjukan hubungan yang lebih lemah dengan
subjective well being (Watson & Clark, 1992).
23
4. Adaptasi
Menurut Diener, Oishi dan Lucas (2003) salah satu faktor yang mempengaruhi
subjective well being adalah adaptasi atau sering disebut penyesuaian diri. Individu
dengan memiliki penyesuaian diri yang baik akan dapat menampakan perilaku yang
sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat, dengan itu dapat memberikan
kepuasan serta dapat memenuhi kebutuhan dan mengatasi ketegangan dikarenakan
didukung oleh keluarga dan lingkungan sosial khususnya di lingkungan perguruan
tinggi pada mahasiswa (Kartono, 2008).
5. Dukungan Sosial
Menurut Diener dan Selligman (2002) dukungan sosial berpengaruh positif terhadap
subjective well being. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial
memiliki hubungan dengan dukungan sosial (Savelkoul et.al, 2000; Taylor et.al, 2001).
Orang-orang yang memperoleh dukungan sosial yang memuaskan melaporkan bahwa
mereka lebih sering merasa bahagia dan lebih sedikit merasakan kesedihan. Hal ini
karena pemikiran bahwa individu memiliki tempat bersandar ketika mereka
membutuhkan akan membuat individu merasa nyaman dan hal ini akan berkontribusi
pada afek positif yang dirasakan individu. Tingginya afek positif yang dirasakan
individu menunjukkan tingginya subjective well being yang dimiliki individu tersebut.
24
6. Pengaruh masyarakat dan budaya
Tinggi rendahnya subjective well being, dapat dipengaruhi karena perbedaan kekayaan
negara (Diener, Oishi & Lucas, 2003). Negara yang kaya dinilai dapat membentuk
subjective well being yang tinggi pada penduduknya karena negara yang kaya
cenderung menghargai hak asasi manusia, memberikan angka harapan hidup yang
lebih panjang dan lebih demokratis.
Pengaruh budaya juga dapat berperan pada subjective well being. Diener, Suh,
Smith dan Shao (1995) menyatakan bahwa norma budaya lebih mempengaruhi afek
positif daripada afek negatif. Di dalam sebuah budaya yang menganggap ekspresi hal-
hal positif sebagai sesuatu yang tidak baik, individu cenderung melaporkan tingkat
afek positif yang lebih rendah daripada individu yang tumbuh di dalam budaya yang
mengganggap ekspresi hal-hal positif sebagai sesuatu yang wajar. Afek positif lebih
dipengaruhi oleh lingkungan karena lebih bersifat sosial.
7. Faktor demografis
Diener, Lucas dan Oishi (2005) menyatakan bahwa efek faktor demografis (misalnya
jenis kelamin, usia, dan pendapatan) terhadap subjective well being biasanya kecil.
Penjelasan mengenai faktor demografis yang mempengaruhi subjective well being
diantaranya.
a) Jenis kelamin
Diener, Lucas dan Oishi (2005) menyatakan bahwa jenis kelamin memiliki
hubungan dengan subjective well being, namun efek tersebut kecil. Pernyataan
25
tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Diener dan Suh (1998) yang
menunjukkan bahwa perempuan memiliki tingkat subjective well being yang
relatif sama dengan laki-laki.
b) Usia
Faktor demografi yang lain yaitu usia ini memiliki hubungan terhadap
subjective well being (Diener, Lucas dan Oishi (2005). Individu yang masih
muda cenderung merasakan emosi yang lebih dalam daripada orang yang lebih
tua, tetapi orang tua cenderung lebih puas dengan hidupnya. Meskipun usia
memiliki hubungan dengan subjective well being, namun pengaruhnya kecil
karena tergantung dari strategi sudut komponen subjective well being yang
akan diukur (Diener, Lucas & Oishi, 2005).
c) Pendapatan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan memiliki hubungan yang
konsisten dengan subjective well being dalam analisis pada skala negara. Hal
ini disebabkan negara yang lebih makmur memiliki demokrasi yang baik dan
lebih menghargai persamaan. Dalam analisis pada skala individu, perbedaan
pendapatan dalam selang waktu tertentu hanya memberikan pengaruh yang
kecil terhadap subjective well being (Diener, et.al, 2005). Alasan pendapatan
tidak terlalu kuat pengaruhnya terhadap subjective well being karena
kebanyakan orang yang memiliki pendapatan lebih tinggi harus menghabiskan
26
waktu lebih banyak untuk bekerja dan memiliki sedikitu waktu untuk
bersenang-senang dan berhubungan sosial (Diener & Diener, 2009).
Dari berbagai faktor yang mempengaruhi subjective well being tersebut,
peneliti memilih beberapa faktor yang mempengaruhi subjective well being tersebut
untuk diteliti pada mahasiswa perantau yaitu trait kepribadian big five, penyesuaian
diri, gratitude serta faktor demografis, yaitu usia dan jenis kelamin. Alasan peneliti
memilih variabel tersebut salah satunya untuk trait kepribadian big five merupakan
salah satu faktor kuat dan paling berpengaruh terhadap subjective well being (Diener
et.al, 1999). Peneliti juga memilih penyesuaian diri sebagai independent variable
terhadap subjective well being dikarenakan penyesuaian diri ini merupakan variabel
penentu dalam keberhasilan mahasiswa untuk menempuh pendidikan di perguruan
tinggi dengan demikian akan sangat berpengaruh terhadap subjective well being
(Diener, Oishi & Lucas, 2003).
Gratitude atau syukur turut pula diteliti pada penelitian ini dalam
mempengaruhi subjective well being karena kondisi responden yaitu mahasiswa
perantau yang serba sulit dan gratitude atau syukur ini diasumsikan oleh peneliti
berdasarkan penelitian sebelumnya menjadi prediktor penentu kepuasan hidup atau
subjective well being pada mahasiswa. Faktor yang terakhir yaitu faktor demografis
yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin karena peneliti
ingin meneliti apakah perbedaan usia dan jenis kelamin berpengaruh secara signifikan
atau tidak terhadap subjective well being.
27
2.1.4 Pengukuran Subjective Well Being
Salah satu alat ukur untuk mengukur subjective well-being adalah satisfaction with
life scale (SWLS) yang dikembangkan oleh Diener et.al (1984). Skala SWLS ini berisi
lima item dengan mengukur penilaian kognitif seseorang terhadap kepuasan
kehidupannya. Selain itu untuk mengukur subjective well being, dapat juga
menggunakan Flourishing Scale (FS). Skala tersebut dikembangkan oleh Diener et.al.,
(2010) yang terdiri dari delapan item yang dirancang untuk mengukur social-
psychological prosperity, untuk melengkapi keberadaan pada pengukuran subjective
well-being. Untuk mengukur komponen afektif seseorang terdapat beberapa jenis
skala yang dapat digunakan, salah satunya yaitu Positive Affect Negative Affect
Schedule (PANAS) dari Watson, Clark dan Tellegen (1988). PANAS scale mengukur
tingkat afek positif dan afek negative individu yang terdiri dari 20 item. Selain itu
terdapat Scale of Positive and Negative Experience (SPANE) untuk mengukur
perasaan positif dan negative terlepas dari asal mereka, tingkat gairah, atau sifat dalam
budaya barat di mana sebagian skala telah diciptakan yang terdiri dari 12 item (Diener
et al., 2010).
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan skala Fluorishing Scale (Fluorishing
Scale) yang dikembangkan oleh Diener et.al (2010) untuk aspek kognitif dan skala
Scale of Positive and Negative Experience (SPANE) untuk aspek afektif. Alasan
peneliti menggunakan instrumen tersebut karena lebih melengkapi aspek pengukuran
28
kesejahteraan subjektif (subjective well-being) yang ada daripada pengukuran
sebelumnya (Diener et.al, 2010).
2.2 Trait Kepribadian Big Five
2.2.1 Definisi Trait Kepribadian Big Five
Ketika membicarakan seseorang, seringkali menggunakan istilah personality trait-kata
yang menggambarkan tipe gaya seseorang ketika mengalami suatu peristiwa dan
tingkah lakunya. Misalnya, ketika diminta menuliskan deskripsi kepribadian seorang
teman, banyak murid mengeluarkan satu daftar penjabaran trait kepribadian, seperti
friendly, kind, happy, lazy, moody, dan shy (Pervin, Cervone & John, 2005).
Trait kepribadian mengarah pada bentuk konsisten pada cara seseorang
berperilaku, merasakan, dan berpikir. Trait dapat dijalankan melalui tiga fungsi utama.
Trait mungkin digunakan untuk menyimpulkan, maksudnya bagaimana seseorang
berbeda dengan orang lain. Trait “baik” pada seseorang menyimpulkan sejarah dari
banyaknya perilaku berbeda mengenai “kebaikan”. Trait juga membuat kita bisa
memprediksi tingkah laku seseorang yang akan datang, misalnya seorang mempelai
wanita mengharapkan pria yang baik hati untuk menjadi suami yang baik. Trait juga
mengusulkan penjelasan tentang tingkah laku seseorang akan ditemukan pada diri
individu itu sendiri, bukan pada situasinya, misalnya seorang yang baik akan
berperilaku dengan baik meskipun tidak ada situasi menekan atau imbalan dari luar
untuk melakukan hal tersebut, menganjurkan beberapa macam proses internal atau
mekanisme yang menghasilkan tingkah laku (Pervin, Cervone & John, 2005).
29
Cloninger (2009) mendefinisikan kepribadian sebagai penyebab yang terdapat
pada diri individu yang kemudian muncul dalam perilaku dan pengalaman individu.
Sifat (trait) adalah karakteristik yang berbeda dari individu dengan individu lain dan
menyebabkan individu berperilaku secara konsisten. Sifat (trait) menggambarkan
ruang lingkup yang lebih sempit dari perilaku.
Pervin, Cervrone dan John (2005) mendefinisikan kepribadian adalah
karakteristik individu yang menyebabkan munculnya konsistensi perasaan,pemikiran,
dan perilaku. Definisi yang luas ini memungkinkan untuk fokus pada banyak aspek
dari individu. Definisi tersebut mengisyaratkan bahwa membahas pola konsisten
perilaku dan kualitas dalam diri individu yang berbeda dengan misalnya, kualitas
lingkungan yang mempengaruhi kepribadian individu. Sifat (trait) merujuk kepada
konsistensi respon individu kepada berbagai situasi.
Feist dan Feist (2010) mendefinisikan kepribadian adalah pola sifat dan
karakteristik tertentu, yang relative menetap, dimana memberikan konsistensi maupun
individualitas pada perilaku individu. Sifat (trait) merupakan faktor penyebab adanya
perbedaan antar individu dalam berperilaku, konsisten perilaku dari waktu ke waktu
dan stabilitas perilaku dalam berbagai situasi. Sifat (trait) bisa saja unik, sama pada
beberapa kelompok manusia, atau dimiliki semua manusia, tetapi, pola sifat (trait)
pasti berbeda untuk setiap individu.
Selama bertahun-tahun, peneliti trait kepribadian termasuk Eysenck, Cattell,
dan lain-lain memperdebatkan mengenai jumlah dan dimensi dasar trait kepribadian.
30
Tahun 1980, terdapat perkembangan secara bertahap dalam kualitas dan metode, lebih
khususnya faktor analisis yang menghasilkan konsensus awal. Banyak peneliti
menyetujui bahwa perbedaan individual yang dapat dikategorikan dalam lima dimensi
faktor yang dikenal dengan “Big Five” (John & Srivastava; Mcrae & Costa, dalam
Pervin, Cevrone, & John, 2005).
Taksonomi dari trait kepribadian tersebut telah menerima perhatian dan
dukungan luar biasa dari para peneliti tentang kepribadian. Model Five factor berasal
dari kombinasi pendekatan leksikan dan statistik. Trait besar yang menyusun big five
antara lain: I. sugency atau extraversion, II. Agreeableness, III. Conscientiousness,
IV. Emotional stability vs neuroticism, dan V. openness to experience atau intellect
(Larsen & Buss, 2008).
Friedman & Schustack (2008) mendefinisikan The Big Five Personality Traits
merupakan suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat
kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima dimensi kepribadian yang
telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima dimensi kepribadian
tersebut, yaitu extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan
openness to experience.
begitu juga dengan kepribadian menurut McCrae dan Costa (2006) mendefinisikan big
five personality adalah salah satu taksonomi yang memadai dari ciri kepribadian yang
membantu membentuk kemunculan kehidupan yang juga mengumpulkan trait-trait
kepribadian ke dalam istilah lima dimensi dasar dengan menggunakan analisis faktor
31
yaitu extraversion, neuroticism, agreeableness, openness, dan conscientiousness.
Trait kepribadian big five ini benar-benar mewakili struktur trait dan dapat
diaplikasikan pada teori kepribadian.
Berdasarkan pada beberapa definisi yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
penulis menggunakan teori trait kepribadian big five dari McCrae dan Costa (2006)
yang mendefinisikan trait kepribadian big five adalah suatu pendekatan pengumpulan
trait-trait kepribadian ke dalam istilah lima dimensi dasar yaitu extraversion,
neuroticism, agreeableness, openness, dan conscientiousness.
2.2.2 Dimensi Trait Kepribadian Big Five
Lewis R. Goldberg telah melakukan penelitian yang paling sistematis dan menyeluruh
pada big five dengan menggunakan kata sifat. Menurut Goldberg (1990), penanda sifat
kunci dari big five adalah sebagai berikut:
1. Extraversion
Dimensi extraversion pada trait kepribadian big five ini merupakan dimensi yang
cukup penting dalam kepribadian. Extraversion ini lebih menekankan pada kuantitas
dan intensitas interaksi interpersonal, level aktivitasnya, kebutuhan untuk didukung,
kemampuan untuk berbahagia dan menikmati hidup (Costa & McCrae dalam Pervin
& John, 2001). Indivdu dengan skor ekstraversion yang tinggi cenderung penuh
perhatian, ceria, aktif berbicara, senang berkumpul, selalu bersemangat, bahagia,
menyenangkan dan penuh kasih sayang. Individu yang memiliki skor extraversion
32
rendah cenderung cuek, pendiam, penyendiri, serius, pasif dan tidak mempunyai
cukup kemampuan dalam mengekspresikan emosinya.
2. Agreeableness
Dimensi aggreableness ini menilai pada kualitas orientasi individu dengan kontinum
mulai dari lemah lembut sampai antagonis didalam berpikir, perasaan dan perilaku
(Costa & McCrae dalam Pervin & John, 2001). Individu dengan skor aggreableness
yang tinggi cenderung mudah percaya pada orang lain, murah hati, suka menolong,
mudah menerima dan baik hati. Individu yang memiliki skor aggreableness yang
rendah cenderung penuh curiga, pelit, tidak ramah,mudah kesal dan mudah mengkritik
orang lain.
3. Conscientiousness
Dimensi conscientiousness ini menilai kemampuan individu dalam hal
pengorganisasian, baik mengenai ketekunan dan motivasi dalam mencapai tujuan.
Sebagai lawannya conscientiousness menilai apakah individu tersebut tergantung,
malas dan tidak rapi (Costa & McCrae dalam Pervin dan John, 2001). Individu yang
memiliki karakteristik conscientiousness dengan skor yang tinggi biasanya orang yang
terorganisir dengan baik dan teratur dalam setiap pekerjaan, pekerja keras, disiplin,
bertanggung jawab, tekun, dan berambisi pada tujuannya, sebaliknya individu yang
memiliki skor conscientiousness yang rendah cenderung tidak memiliki tujuan yang
33
jelas, tidak teratur, kurang dapat dipercaya, teledor dalam bekerja, dan lebih mudah
menyerah saat menemui kesulitan dalam mengerjakan sesuatu.
4. Neuroticism
Dimensi neuroticism pada trait kepribadian big five ini menilai pada kestabilan dan
ketidakstabilan emosi, mengidentifikasi kecenderungan individu apakah mudah
mengalami stress, mempunyai ide-ide yang tidak realistis, mempunyai coping
response yang maladaptive (Costa & McCrae dalam Pervin & John, 2001). Individu
dengan skor neuroticism yang tinggi cenderung mudah menjadi cemas, temperamental,
mengasihani diri, sangat sadar akan dirinya sendiri, emosional, rapuh, rentan terhadap
gangguan yang berkaitan dengan stress, dan peka pada kritik. Individu yang memiliki
skor neuroticism yang rendah biasanya tenang, tidak emosional dan puas terhadap
dirinya.
5. Openness to experience
Dimensi openness to experience ini menilai bagaimana individu menggali sesuatu
yang baru dan tidak biasa, usaha secara proaktif mencari pengalaman baru dan
penghargaan individu terhadap pengalaman itu sendiri (Costa & McCrae dalam Pervin
& John, 2001). Individu yang secara konsisten mencari pengalaman yang berbeda dan
bervariasi akan memiliki skor yang tinggi pada keterbukaan terhadap pengalaman.
Sebagai contoh, mereka menikmati mencoba jenis makanan baru di sebuah restoran
atau mereka tertarik mencari restoran yang baru dan menarik. Sebaliknya, mereka
34
yang tidak terbuka kepada pengalaman hanya akan bertahan dengan hal-hal yang tidak
asing, yang mereka tahu akan mereka nikmati. Individu yang memiliki karakteristik
skor openness to experience yang tinggi cenderung kreatif, orisinil, imajinatif, penuh
rasa penasaran, terbuka, berpandangan luas dan individu yang memiliki minat yang
besar, sedangkan individu yang memiliki skor openness to experience rendah biasanya
konvensional, rendah hati, konservatif dan tidak terlalu penasaran terhadap sesuatu.
2.2.3 Pengukuran Trait Kepribadian Big Five
Pengukuran pada trait kepribadian big five ada beberapa alat ukur yang digunakan,
diantaranya :
1. NEO-PI-R
Alat ukur ini dikembangkan oleh Costa dan McCrae (1992). Alat ukur ini dirancang
untuk mengukur big five traits dengan cara menggunakan pernyataan yang terdiri dari
240 item. Pada setiap faktornya yang terdiri openness to experience, conscientiousness,
extraversion, agreeableness, dan neuroticism yang dikembangkan menggunakan
enam facet yang sifatnya lebih spesifik.
2. The Big Five Inventory (BFI)
Alat ukur ini dikembangkan oleh John dan Srivastava (1999). Alat ukur ini terdiri dari
44 item yang disajikan menggunakan pernyataan dengan skala likert satu sampai lima.
Setiap faktornya terdiri dari sepuluh item openness to experience, Sembilan item
35
conscientiousness, delapan item extraversion, Sembilan item aggreableness dan item
neuroticism.
3. International Personality Item Pool- Five Factor Inventory (IPIP-FFI)
Dikembangkan oleh Goldberg (2005). Alat ukur ini terdiri dari 50 item yang dimana
terdiri dari sepuluh item pada setiap faktornya, yaitu extraversion, agreeableness,
conscientiousness, neuroticism, dan openness to experience.
4. MINI – International Personality Item Pool (MINI-IPIP)
Alat ukur ini dikembangkan oleh Donnellan et al. (2006). Alat ukur ini merupakan alat
ukur IPIP-FFI yang diperkecil dari 50 item menjadi 20 item. Setiap faktornya terdiri
dari empat item, yaitu extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism,
dan openness to experience.
Dari beberapa alat ukur yang dipaparkan, peneliti akan menggunakan MINI –
International Personality Item Pooll (MINI – IPIP) yang dikembangkan oleh
Donnellan et al. (2006), yang merupakan bentuk singkat dari skala International
Personality Item Pool- Five Factor Inventory (IPIP-FFI) yang dibuat oleh Goldberg
(1999). Pembuatan skala oleh Goldberg ini sesuai dengan teori dari Mcrae dan Costa.
Mini-IPIP dapat diterima secara psikometri dan berguna untuk mengukur faktor
kepribadian big five seseorang (Donnellan et al., 2006). Skala ini terdiri dari lima
dimensi kepribadian, yaitu extraversion, agreeableness, conscientiousness,
neuroticism, dan openness to experience yang terdiri dari 20 item, dimana setiap
36
faktornya terdiri dari empat item yang merupakan sebuah pernyataan. Tugas peserta
adalah menceklis setiap pernyataan tersebut sesuai dengan dirinya. Tanggapannya
terdiri dari lima poin skala likert, mulai dari skala 1 (sangat tidak sesuai) sampai 5
(sangat sesuai), namun pada penelitian ini, penulis mengubah rentangan skala menjadi
empat poin dengan pertimbangan agar tidak ada jawaban pada skala ragu-ragu.
2.3 Penyesuaian Diri
2.3.1 Definisi Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri Menurut pengertian dari Katkovsky dan Gorlow (1976) adalah
kemampuan seseorang untuk menyeimbangkan kebutuhannya dengan lingkungannya.
Sedangkan Lazarus (1969) menyatakan bahwa penyesuaian diri terdiri dari suatu
proses psikologis dengan cara seseorang mengatur atau mengatasi berbagai tuntutan
atau tekanan. Haber dan Runyon (1984) mengatakan bahwa sesungguhnya
penyesuaian diri adalah suatu proses yang akan terus berlangsung seumur hidup.
Efektifitas penyesuaian diri dilihat dari bagaimana seseorang mengatasi situasi yang
terus berubah.
Menurut Haber dan Runyon (1984) menjelaskan mengenai individu yang
memiliki penyesuaian diri yang baik, akan memiliki persepsi terhadap realitas yang
akurat, memiliki gambaran diri yang positif, mampu mengatasi masalah atau
menangani stres dan kecemasan, memiliki hubungan interpersonal yang baik serta
memiliki kemampuan untuk mengekspresikan perasaan.
37
Scheneiders (1964) menjelaskan bahwa penyesuaian diri merupakan satu
proses yang mencakup respon-respon mental dan tingkah laku yang merupakan usaha
individu agar berhasil mengatasi kebutuhan, ketegangan, konflik dan frustasi yang
dialami di dalam dirinya. Usaha individu tersebut bertujuan untuk memperoleh
keselarasan dan keharmonisan antara tuntutan dalam diri dengan apa yang diharapkan
oleh lingkungan. Schneiders (1964) juga mengatakan bahwa orang yang dapat
menyesuaikan diri dengan baik adalah orang dengan keterbatasan yang ada pada
dirinya, belajar untuk beraksi terhadap dirinya, belajar untuk bereaksi pada dirinya dan
lingkungan dengan cara yang matang, bermanfaat,efisien, dan memuaskan, serta dapat
menyelesaikan konflik, frustasi, maupun kesulitan-kesulitan pribadi dan sosial tanpa
mengalami gangguan tingkah laku.
Sedangkan menurut Othman et.al (2014) penyesuaian diri
dikonseptualisasikan terdiri dari tiga aspek atau dimensi, yaitu penyesuaian kognitif
(cognitive adjustment), penyesuaian afektif (affective adjustment) dan penyesuaian
sikap atau perilaku (attitudinal or behavioral adjustments).
Berdasarkan pengertian di atas, peneliti menggunakan konsep penyesuaian diri
dari Othman et.al (2014), dimana penyesuaian diri dijelaskan secara lebih rinci.
2.3.2 Dimensi-Dimensi Penyesuaian Diri
Menurut Othman et.al (2014), menjelaskan aspek atau dimensi dari penyesuaian diri
pada mahasiswa khususnya mahasiswa perantau diantaranya yaitu.
38
1. Penyesuaian kognitif (cognitive adjustment).
Penyesuaian kognitif atau cognitive adjustment mengacu pada
kemampuan siswa untuk terlibat dalam penyesuaian pada mentalnya
sehingga individu dapat fokus pada tujuan utama berada di tempat
perantauan bagi mahasiswa perantau khususnya.
2. Penyesuaian afektif (affective adjustment).
penyesuaian afektif lebih memperhatikan pada kemampuan siswa
dalam mengatur keadaan emosi mereka sehingga mereka dapat tetap
tenang meskipun mereka berada di tempat perantauan yang jauh dari
tempat tinggal asalnya.
3. Penyesuaian sikap atau perilaku (attitude or behavioral adjustment).
Penyesuaian sikap atau perilaku menggambarkan kemampuan siswa
atau mahasiswa untuk bertindak secara tepat sesuai dengan ketentuan
bagaimana bertempat tinggal pada lingkungan sosial maupun budaya
di tempat perantauannya.
Dari penjelasan dimensi di atas, peneliti menggunakan dimensi penyesuaian
diri yang dikembangkan oleh Othman et.al (2014) untuk pengembangan alat ukur
penyesuaian diri pada mahasiswa perantau dan juga dalam bentuk blueprint.
39
2.3.3 Pengukuran Penyesuaian Diri
Berdasarkan jurnal yang peneliti dapatkan dari penelitian terdahulu, peneliti
menemukan dua alat untuk mengukur penyesuaian diri di perguruan tinggi, yaitu
sebagai berikut.
1. Adjustment Inventory For College Students (AICS) yang
dikembangkan oleh Sinha dan Singh pada tahun 1995. Alat ukur ini
dirancang untuk membedakan yang normal dari penyesuaian buruk
pada mahasiswa. Skala memiliki total 102 item yang mengukur
penyesuaian mahasiswa pada lima dimensi, yaitu rumah, kesehatan,
sosial, emosional, dan pendidikan. Reliabilitas alat ukur ini mencapai
koefisien alpha sebesar 0,94. Alat ukur ini pernah dipakai oleh Sharma
di India pada tahun 2012 (Sharma, 2012).
2. The Student Adaptation to College Questionnaire (SACQ) yang
dikembangkan oleh Baker dan Siryk pada tahun 1989. Alat ukur ini
memiliki 67 item kuesioner dan dirancang untuk mengukur efektivitas
dalam mengevaluasi dan menerapkan penyesuaian diri dari pelajar ke
perguruan tinggi. Alat ukur ini juga digunakan pada sampel mahasiswa
dalam tingkat perguruan tinggi yang berdasarkan empat dimensi, yaitu
academic adjustment, social adjustment, personal-emotional
adjustment dan goal commitment institutional attachment. Reliabilitas
alat ukur ini mencapai koefisien alpha mulai dari 0,92-0,95. Alat ukur
40
ini pernah dipakai oleh Fowler pada tahun 2010 dalam penelitian di
negara Afrika Selatan (Fowler, 2010).
3. Instrumen penyesuaian diri yang dikembangkan oleh Othman, et.al
(2014). Alat ukur ini terdiri dari 12 item kuesioner dan dikembangkan
untuk mengukur penyesuaian diri pada mahasiswa internasional yang
merantau untuk kuliah di universitas negeri yang ada di Malaysia. Alat
ukur ini ideal digunakan dalam sampel mahasiswa perantau
berdasarkan tiga dimensi, yaitu penyesuaian kognitif (cognitive
adjustment), penyesuaian afektif (affective adjustment) dan
penyesuaian sikap atau perilaku (attitude/behavioral adjustment).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur yang dikembangkan oleh
Othman et.al (2014) dalam mengukur tingkat penyesuaian diri pada mahasiswa
perantau. Peneliti memakai alat ukur tersebut dikarenakan pada definisi yang dijadikan
pada alat ukur ini pada penelitian Othman et.al (2014) lebih merepresentasikan
penyesuaian diri pada mahasiswa yang merantau dan juga dari item-item pada
instrument ini.
2.4 Gratitude
2.4.1 Definisi Gratitude
Menurut salah seorang ulama, Al-Kafwi mengatakan bahwa gratitude yang sering
diistilahkan dengan syukur adalah suatu perilaku yang memberikan balasan dengan
cara yang baik. Hal ini menunjukan syukur tidak cukup dengan merasakan ridha atau
41
kesenangan saja. Syukur juga memerlukan ekspresi dan tindakan positif atas nikmat
tersebut (Rusdi, 2016). Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan pendapat Raghib
(dalam Rusdi, 2016) yang mengatakan bahwa syukur adalah perilaku yang
menunjukkan atau menggambarkan suatu nikmat dan menampakkan. Lawan dari
syukur adalah kufur, yaitu melupakan nikmat dan menutupinya.
Peterson dan Seligman (2004) mendefinisikan gratitude sebagai suatu
perasaan terima kasih dan rasa senang atas respon penerimaan hadiah. Hadiah itu
memberikan manfaat bagi seseorang atau suatu kejadian, dan dapat memberikan
kedamaian.
Menurut Emmons dan McCullough (2003) gratitude merupakan rasa
berterima kasih dan penghargaan atas keuntungan yang diterima secara interpersonal
atau transpersonal dari Tuhan. Melalui gratitude, individu juga dapat mencoba untuk
melihat kondisi yang dialaminya dengan sudut pandang yang lebih positif sehingga
merasa tidak terbebani dengan situasi yang ada bahkan dapat termotivasi untuk
meningkatkan kinerjanya dengan rasa terima kasih atas anugerah berupa situasi yang
diterima (Fauziyah & Luzvinda, 2017).
Gratitude juga merupakan kecenderungan individu menunjukan respon
terhadap segala yang terjadi di sekitar dengan adanya rasa terima kasih terhadap
individu lain. Gratitude pada diri individu biasanya ditunjukan dengan sikap positif
terhadap lingkungan seperti memberi kenyamanan dengan perasaan cinta, serta
memberikan kasih sayang terhadap individu lain, juga dapat diwujudkan dalam
42
perilaku nyata seperti membantu individu lain, berbagi dan sebagainya (Fauziyah &
Luzvinda, 2017).
Serupa dengan McCullough, Tsang dan Emmons (2002) yang mendefinisikan
gratitude sebagai bentuk sikap batin individu berupa kecenderungan umum untuk
menyadari dan merespon dengan emosi, serta berterima kasih terhadap segala
perbuatan baik orang lain kepadanya, dan segala hasil-hasil yang telah diperoleh
individu tersebut.
Emmons (2004) memiliki dua tahap yang sangat membantu dalam memahami
gratitude. Tahap pertama gratitude adalah recognizing dan acknowledgement.
Individu yang biasa mengalami pengalaman gratitude dapat dikatakan memiliki
grateful disposition. Konsep gratitude merupakan pengaruh moral yang berfungsi
untuk memotivasi individu untuk terlibat dalam perilaku prososial dan bertindak
sebagai barometer moral yang menyediakan afeksi yang positif (Anderson et al, 2006)
Dari beberapa pengertian diatas, peneliti menggunakan definisi dari
McCullough, Tsang dan Emmons (2002) yang mendefinisikan gratitude sebagai
bentuk sikap batin individu berupa kecenderungan umum untuk menyadari dan
merespon dengan emosi, serta berterima kasih terhadap segala sesuatu perbuatan baik
orang lain kepadanya, dan segala hasil-hasil yang telah diperoleh individu tersebut.
43
2.4.2 Dimensi Gratitude
McCullough, Tsang, & Emmons (2002) mengusulkan empat aspek kecenderungan
berterima kasih (grateful disposition) yang menyebabkan pengalaman emosional yang
berbeda, yaitu:
1. Gratitude Intensity adalah perasaan berterimakasih ketika mengalami kejadian
yang positif.
2. Gratitude frequency adalah frekuensi rasa berterima kasih atas kebaikan dari
hal yang paling sederhana dan menunjukan rasa berterima kasih dalam
beberapa waktu perharinya.
3. Gratitude span adalah merasa berterimakasih atas sejumlah keadaan hidup
pada waktu tertentu, mengacu pada sejumlah keadaan hidup dimana seseorang
merasa berterimakasih pada waktu tertentu.
4. Gratitude density adalah mengacu pada sejumlah orang (pemberi kebaikan)
yang dihayati memberikan hal positif.
Adapun dimensi gratitude atau dalam Islam sering disebut dengan syukur yang
diajukan oleh beberapa ulama masih merupakan satu kesatuan. Masing-masing hanya
memberikan istilah yang berbeda namun memiliki makna yang sama. Adapun dua
dimensi yang diusulkan oleh beberapa ulama menurut Rusdi (2016), sebagai berikut :
1) Al-Shukr al-dakhiliah (internal)
Al-shukr al-dakhliah adalah syukur yang bersifat internal, merupakan proses
penerimaan nikmat, baik dengan ilmu maupun dengan hati ataupun keduanya.
44
Bentuk syukur yang bersifat internal, reseptif, menerima, dan rida, dinilai
hanya merupakan bagian dari proses awal bersyukur.
2) Al-shukr al-kharijiah (eksternal)
Syukur secara eksternal merupakan bentuk ekspresi dan perilaku respon atas
nikmat Allah yang dilakukan dengan lisan maupun perbuatan. Bentuk
ekspresi syukur secara eksternal tidak hanya dinilai positif tetapi juga negatif.
Ibn Taymiyah (dalam Rusdi, 2016) menjelaskan bahwa salah satu bentuk
syukur dengan menyedekahkan hartanya adalah sesuatu yang baik. Dikatakan
tidak baik apabila syukur bersifat maladaptif, yaitu jika responnya sambil
melaksanakan apa yang dibenci oleh Allah SWT.
Menurut Mujib (2017) dimensi syukur dari beberapa tokoh muslim dan Al-
Quran dapat disederhanakan menjadi tiga dimensi yaitu bersyukur dengan lisan,
bersyukur dengan hati, dan bersyukur dengan perbuatan. Bersyukur dalam konteks ini
lebih dikaitkan dengan hubungannya kepada Tuhan sehingga dengan itu dapat
teraplikasikan pengaruhnya secara positif pada sesama manusia dan lingkungannya.
Dari dimensi diatas, peneliti menggunakan konsep dimensi gratitude dari
McCullough, Tsang, & Emmons (2002) yang terdiri Gratitude Intensity, Gratitude
frequency, Gratitude span dan Gratitude density. Konsep dimensi itu dijadikan satu
dimensi dalam pengukuran dikarenakan dimensi gratitude ini adalah satu kesatuan
yang tak terpisahkan dari konsep gratitude itu sendiri yang akan menggambarkan
tingkat gratitude individu itu.
45
2.4.3 Pengukuran Gratitude
Banyaknya penelitian yang mengaitkan gratitude tentu membuat pengembangan alat
ukurnya semakin banyak pula. Berbagai alat ukur syukur atau gratitude telah banyak
dikembangkan oleh psikologi barat maupun timur. Beberapa alat ukur dikembangkan
dan telah teruji atau ditelaah oleh beberapa ahli sehingga menjadi semakin
berkembang dan menjadi lebih baik. Namun, berkembangnya alat ukur syukur atau
gratitude tentunya juga disertai dengan kekurangan dan permasalahannya (Rusdi,
2016).
Review dan pengujian ulang telah dilakukan kepada beberapa alat ukur
gratitude yaitu Gratitude Questionairre-6 (GQ6), Gratitude Adjective Checklist
(GAC), dan Gratitude Resentment and Appreciation Test (GRAT), hasilnya
memperlihatkan nilai konsistensi internal diatas 0,7. Namun, salah satu alat ukur, yaitu
GRAT menunjukkan kekurangan dengan korelasi yang rendah ketika digunakan untuk
orang usia 10-13 tahun (Froh, Fan, Emmons, Bono, Huebner, & Watkins, 2011).
Dalam penelitian lain, ada pula peneliti yang berfokus pada gratitude yang
religius (religious gratitude). Religious gratitude telah dibuat sebuah alat ukur yang
disebut Gratitude Toward God Questionairre yang pernah dikembangkan oleh Krause,
dan alat ukur ini memiliki konsistensi dengan GQ-6 (Rusdi, 2016).
Perkembangan alat ukur gratitude di Asia sudah dikembangkan oleh beberapa
ahli. Zhang Liyan dan Hou Xiaohua (2010) yang menjelaskan bahwa gratitude terbagi
dua aspek, yaitu state gratitude dan trait gratitude. state gratitude diartikan sebagai
46
emosi bersyukur yang sedang dirasakan. Adapun trait gratitude adalah kecenderungan
seseorang untuk mengalami perasaan gratitude. Dua tipe pengukuran tersebut telah
dikembangkan secara unidimensional dan multidimensional (Liyan & Xiaohua, 2010).
Rusdi (2016) dalam penelitiannya melakukan review dan menguji ulang
beberapa alat ukur gratitude. Alat ukur tersebut antara lain Gratitude Questionairre-6
(GQ6), Gratitude Adjective Checklist (GAC), dan Gratitude Resentment and
Appreciation Scale (AS) yang konstruknya memiliki aspek secara vertical (kepada
Tuhan) bukan horizontal (kepada manusia atau lingkungan).
Pada pengukuran gratitude ini, peneliti menggunakan skala yang diadaptasi
dari dimensi rasa syukur yang dikembangkan oleh McCullough, Emmons & Tsang
(2002) yang terdiri dari 6 item. Berdasarkan identifikasi dari dimensi ini, gratitude
dinyatakan sebagai satu kesatuan dimensi yang tidak terpisahkan (mengukur satu
aspek gratitude).
2.5 Faktor Demografi
Demografi berasal dua kata Yunani, Yaitu demos yang berarti rakyat atau penduduk
dan graphein yang berarti menggambar atau menulis. Oleh karena itu, variabel
demografi dapat diartikan sebagai tulisan atau gambaran tentang penduduk/sampel,
terutama tentang pendapatan, perkawinan, kematian dan migrasi. Demografi meliputi
studi ilmiah tentang jumlah, persebaran, geografis, komposisi penduduk, serta
bagaimana faktor-faktor ini berubah dari waktu ke waktu (Archille, 1855).
47
Demografi merupakan salah satu ilmu yang memberikan gambaran secara
statistic tentang suatu penduduk. Faktor-faktor demografi yang mempengaruhi tinggi
rendahnya statistik data penduduk, yaitu fertilitas, mortalitas dan migrasi (Hanum,
1997). Adapun faktor demografi yang diteliti pada penelitian ini adalah usia dan jenis
kelamin.
2.5.1 Usia
Usia adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun individu yang terhitung
mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Usia dapat menjadi salah satu faktor
yang mempengaruhi subjective well being mahasiswa secara langsung atau tidak
langsung bersama variabel lain. Menurut Diener, Oishi dan Lucas (2005) usia
memiliki hubungan pada subjective well being. Namun pengaruhnya bergantung
kepada strategi sudut komponen dari subjective well being yang akan diukur.
2.5.2 Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah pembedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis
sejak seseorang dilahirkan. Berdasarkan penelitian Diener dan Suh (1998)
menunjukan perempuan memiliki tingkat subjective well being yang relatif sama
dengan laki-laki. Tetapi ada beberapa penelitian menunjukan perempuan memiliki
perasaan tidak menyenangkan yang lebih tinggi dibanding laki-laki (Brody & Hall,
1993; Nolen-Hoeksema & Rusting, 1999). Hal itu bisa disebabkan karena perempuan
lebih sering peka terhadap perasaan dan mood seperti perasaan sedih, takut, malu dan
48
perasaan bersalah sehingga lebih rentan terhadap depresi dan kecemasan yang dialami
perempuan (Nolen-Hoeksema & Rusting, 1999).
2.6 Kerangka Berpikir
Setiap remaja yang melanjutkan ke Pendidikan Tinggi tentu mengalami masa transisi
dari sekolah menengah atas menuju perguruan tinggi (Irfan dan Suprapti, 2014). Masa
transisi atau peralihan pada remaja dari sekolah menuju perguruan tinggi ini tentu tidak
pernah lepas dari dampak negatifnya seperti karena masalah akademik, emosi dan
kondisi psikologisnya (Leontopoulou & Triliva, 2012). Hal itu tentu akan berdampak
pada kesejahteraan subjektif atau subjective well being (SWB) mahasiswa,khususnya
pada mahasiswa perantau.
Kehidupan mahasiswa yang penuh dinamika dan masalah yang kompleks serta juga
masa peralihan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi ini tidak hanya
berdampak pada kondisi psikologis yang tidak baik dan tingkat stress yang tinggi,
tetapi juga dapat mengurangi kesejahteraan subjektif atau subjective well being pada
mahasiswa (Stewart-Brown et al., 2000). Seorang mahasiswa atau individu ketika
memiliki subjective well being yang rendah bisa berdampak buruk pada kesehatan
mentalnya dan bisa berkemungkinan mengalami depresi, putus kuliah, bahkan bisa
saja sampai melakukan tindakan bunuh diri (Keyes, Dhingra & Simoes, 2010; Keyes
et.al., 2012; Renshaw & Bolognino, 2016). Subjective well-being pada mahasiswa
merupakan konsen bidang yang berkembang dalam psikologi positif dan penting
49
untuk diteliti karena meningkatnya pula masalah kesehatan mental dalam pendidikan
tinggi (Beiter et al., 2015; Twenge, Joiner, Rogers, & Martin, 2018).
Kesejahteraan subjektif atau Subjective well being (SWB) itu sendiri
merupakan bentuk evaluasi atau penilaian individu terhadap kehidupannya yang
meliputi penilaiannya secara kognitif maupun afektif. Individu yang dikatakan
memiliki subjective well being tinggi mengalami lebih banyak afeksi positif atau
perasaan yang menyenangkan dan memiliki kepuasan atas kehidupannya yang
dimiliki. Sebaliknya, orang yang memiliki subjective well being rendah akan
cenderung diliputi perasaan-perasaan negatif dalam dirinya (Ed Diener, Suh, Lucas,
& Smith, 1999).
Subjective well being (SWB) ini memiliki peranan penting dalam kehidupan
manusia. Myers (2000) mengungkapkan bahwa seseorang yang memiliki subjective
well being (SWB) yang tinggi diketahui memiliki kesehatan yang lebih baik dibanding
mereka yang memiliki subjective well being yang rendah. Subjective well being yang
tinggi juga dapat membuat seseorang memiliki ketahanan terhadap stress dan depresi,
memiliki lebih banyak alternatif penyelesaian masalah (Frisch, 2000), memiliki
motivasi untuk belajar yang tinggi, dan memiliki kepuasan terhadap institusi
pendidikan atau perguruan tinggi dalam hal ini pada mahasiswa (Eryilmaz, 2011).
Sebaliknya ketika subjective well being rendah pada mahasiswa maka dapat
memunculkan beberapa dampak yang buruk dalam kehidupan mereka. Dampak dari
subjective well being yang rendah pada diri antara lain munculnya kecemasan yang
50
kemudian membuat mereka memiliki koping permasalahan yang rendah serta motivasi
yang rendah (Mukhlis & Koentjoro, 2015). Dampak lainnya yang muncul adalah lebih
rentan terhadap depresi dan stress karena sejatinya subjective well being memiliki
hubungan yang negatif dengan permasalahan psikologis seperti stress dan depresi
(Park, 2004).
Diantara banyak faktor yang dapat yang mempengaruhi subjective well being
salah satunya adalah kepribadian. Ciri-ciri kepribadian dengan subjective well-being
dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Orang-orang yang mempunyai
subjective well-being tinggi ncenderung mempunyai keterbukaan terhadap
pengalaman yang dicirikan oleh kepribadian openness to experience. Keterbukaan
terhadap pengalaman mempunyai pengaruh pada afek positif tinggi dan rendah pada
afek negatif.
Subjective well-being tinggi juga dihubungkan dengan ciri kepribadian
extraversion, sebab orang-orang dengan ciri kepribadian extraversion cenderung lebih
banyak bergaul sehingga memiliki kesempatan lebih besar untuk menjalin hubungan
positif dengan orang lain. Orang-orang extraversion juga mempunyai kepekaan lebih
besar terhadap stimulus-stimulus positif dari lingkungan sehingga mempunyai reaksi
lebih kuat terhadap peristiwa-peristiwa menyenang-kan.
Subjective well-being rendah dihubungkan dengan ciri kepribadian
neuroticism. Hal ini dikaitkan dengan perilaku neurotik yang berakibat pada
ketidakpuasan hidup, cenderung mempunyai emosi negatif tinggi dan emosi positif
51
menurun. Ciri kepribadian agreeableness dan conscientiousness berpengaruh terhadap
subjective well-being tinggi. Ciri-ciri kepribadian ini dalam mempengaruhi subjective
well-being dipengaruhi imbalan dan keberhasilan dari lingkungan atau masyarakat
(Ryan & Deci, 2001).
Selain kepribadian, faktor lain yang juga mempengaruhi subjective well being
pada mahasiswa adalah adaptasi (diener,Oishi & Lucas, 2003). Adaptasi juga
digunakan secara bergantian dengan istilah “penyesuaian” yang biasa digunakan untuk
menyimpulkan keberhasilan transisi ke perguruan tinggi khususnya pada mahasiswa.
Menurut Schlossberg (1981) adaptasi terjadi ketika seorang individu mampu
memadukan transisi atau perubahan ke dalam hidupnya.
Menurut Kartono (2008) individu dengan memiliki penyesuaian diri yang baik
akan dapat menampakan perilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat,khususnya mahasiswa perantau ini. Oleh karena itu mahasiswa terutama
mahasiswa perantau dapat merasakan kepuasan serta dapat memenuhi kebutuhan dan
mengatasi ketegangan dikarenakan didukung oleh lingkungan sosial khususnya di
lingkungan perguruan tinggi pada mahasiswa. Individu khususnya mahasiswa dapat
mencapai cita-cita dan tujuan hidupnya apabila perasaannya bahagia, sejahtera, puas,
serta positif terhadap kehidupannya. Individu yang memiliki perasaan tersebut
merupakan individu yang memiliki subjective well being yang baik.
Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap subjective well being (SWB)
adalah gratitude (Emmons & McCullough, 2003; Watkins, Woodward, Stone, & Kolts,
52
2003; Froh, Yurkewicz & Kashdan, 2009; Ramzan & Ranna, 2014; Buragohain &
Mandal, 2015).
Pada penelitian terdahulu, Overwalle (Mukhlis & Koentjoro, 2015)
mengungkapkan orang dengan gratitude yang tinggi mengalami kebahagiaan yang
lebih besar, harapan dan kebanggaan yang lebih besar dibandingkan orang yang
memiliki tingkat gratitude rendah. Selain itu, penelitian yang dilakukan Mukhlis &
Koentjoro (2015) membuktikan adanya pengaruh pelatihan bersyukur atau gratitude
terhadap kecemasan siswa yang akan menghadapi ujian nasional.
Faktor terakhir yang mempengaruhi subjective well being dalam penelitian ini
adalah faktor demografi yang juga turut berpengaruh terhadap subjective well being
khususnya dalam penelitian ini adalah usia dan jenis kelamin. Usia dapat menjadi
salah satu faktor yang mempengaruhi subjective well being mahasiswa secara
langsung atau tidak langsung bersama variabel lain. Menurut Diener, Oishi dan Lucas
(2005) usia memiliki hubungan pada subjective well being. Namun pengaruhnya
bergantung kepada strategi sudut komponen dari subjective well being yang akan
diukur.
Jenis kelamin juga turut mempengaruhi subjective well being. Diener dan Suh
(1998) menunjukan perempuan memiliki tingkat subjective well being yang relatif
sama dengan laki-laki. Tetapi beberapa penelitian lain menunjukan perempuan
memiliki perasaan tidak menyenangkan yang lebih tinggi dibanding laki-laki (Brody
& Hall, 1993; Nolen-Hoeksema & Rusting, 1999). Hal itu bisa disebabkan karena
53
perempuan lebih sering peka terhadap perasaan dan mood seperti perasaan sedih, takut,
malu dan perasaan bersalah sehingga lebih rentan terhadap depresi dan kecemasan
yang dialami perempuan (Nolen-Hoeksema & Rusting, 1999).
Oleh karena itu berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya
mengenai subjective well-being dapat disusun suatu kerangka berpikir yang bertujuan
untuk melihat pengaruh trait kepribadian big five, penyesuaian diri, gratitude serta
faktor demografi yaitu usia dan jenis kelamin terhadap subjective well being
mahasiswa perantau di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk memperoleh
gambaran yang jelas, maka dalam penelitian ini dibuat kerangka pemikiran guna
mengetahui variabel-variabel yang berpengaruh serta hubungan dari masing-masing
variabel IV (Independent variable) terhadap subjective well-being. Di samping itu
dapat digunakan untuk mengetahui arah dari penelitian. Secara singkat kerangka
berpikir penelitian ini dapat diilustrasikan pada gambar berikut ini:
54
Trait Kepribadian Big
Five
Penyesuaian diri
Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir
attitudinal/
behavioral
adjustment
conscientiousness
agreeableness
extraversion
Cognitive adjustment
affective adjustment
openness to
experience
neuroticism
Faktor Demografi
Usia
Jenis Kelamin
Gratitude
Subjective well
being (SWB)
55
2.7 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka penelitian yang telah dijelaskan diatas, maka dirumuskan
hipotesis mayor dalam penelitian ini :
H1 : Ada pengaruh yang signifikan trait kepribadian big five (extraversion,
agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan openness to experience),
Penyesuaian diri (cognitive adjustment, affective adjustment,
attitudinal/behavioral adjusment), gratitude, usia dan jenis kelamin terhadap
subjective well-being (SWB).
Adapun mengenai hipotesis minor secara rinci dari masing-masing variabel
penelitian yang digunakan terhadap Dependent Variable (DV) adalah sebagai berikut :
H1 : Terdapat pengaruh yang signifikan trait kepribadian extraversion terhadap
subjective well being (SWB).
H2 : Terdapat pengaruh yang signifikan trait kepribadian agreeableness terhadap
subjective well being (SWB).
H3 : Terdapat pengaruh yang signifikan trait kepribadian conscientiousness terhadap
subjective well being (SWB).
H4 : Terdapat pengaruh yang signifikan trait kepribadian neuroticism terhadap
subjective well being (SWB).
56
H5 : Terdapat pengaruh yang signifikan trait kepribadian openness to experience
terhadap subjective well being (SWB).
H6 : Terdapat pengaruh yang signifikan cognitive adjustment pada penyesuaian diri
terhadap subjective well being (SWB).
H7 : Terdapat pengaruh yang signifikan affective adjustment pada penyesuaian diri
terhadap subjective well being (SWB).
H8 : Terdapat pengaruh yang signifikan attitudinal/behavioral adjustment pada
penyesuaian diri terhadap subjective well being (SWB).
H9 : Terdapat pengaruh yang signifikan gratitude terhadap subjective well being
(SWB).
H10 : Terdapat pengaruh yang signifikan usia terhadap subjective well being (SWB).
H11 :Terdapat pengaruh yang signifikan jenis kelamin terhadap subjective well being
(SWB).
57
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel
3.1.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa aktif dan tercatat sebagai mahasiswa
di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang merantau berdomisili asli dari luar
Jabodetabek berjumlah ±13.492 orang (Puskom UIN Jakarta, 2012). Responden
berusia sekitar 17-25 tahun. Alasan peneliti memilih responden ini dikarenakan
peneliti ingin mengetahui tingkat subjective well being pada mahasiswa yang merantau
di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dimana banyak sekali teman-teman
mahasiswa dari peneliti yang mengalami masalah terutama psikologis ketika merantau
selama kuliah seperti cemas dan hampir depresi menghadapi tuntutan kehidupan
perantauan sehingga berpengaruh pada subjective well being atau kepuasan hidupnya
selama kuliah dan juga berpengaruh pada pencapaian akademiknya yang seharusnya
menjadi kewajiban pada setiap mahasiswa termasuk mahasiswa yang merantau.
3.1.2 Sampel
Pada awal pengumpulan data diperoleh sampel mahasiswa sebanyak sebanyak 303
responden. Tetapi karena dalam penelitian ini menggunakan metode purposive
sampling dengan ketentuan mahasiswa aktif berdomisili asli dari non-Jabodetabek,
maka diperoleh sampel sebanyak 240 responden. Usia responden mahasiswa pada
58
penelitian ini berusia 17-25 tahun yang sedang aktif dan tercatat sebagai mahasiswa di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang merantau dan berdomisili dari luar Jabodetabek.
3.2 Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :
1. Dependen Variabel : Subjective well being (Y)
2. Independen Variabel
a) Trait Kepribadian Big Five yang terdiri dari lima dimensi yaitu,
Extraversion (X1), agreeableness (X2), conscientiousness(X3),
neuroticism (X4), openness to experience (X5)
b) Penyesuaian diri yang terdiri empat dimensi yaitu Cognitive
adjustment(X6), affective adjustment (X7), dan attitudinal/behavioural
adjustment (X8)
c) gratitude yang terdiri dari satu dimensi yaitu gratitude (X9).
d) Faktor demografi yang terdiri usia (X10) dan jenis kelamin (X11).
3.3 Definisi Operasional Variabel
Mengenai definisi operasional variabel dari setiap variabel dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Subjective well being adalah suatu bentuk evaluasi atau penilaian dari individu
berupa aspek kognitif dari subjective well being yang merupakan evaluasi
terhadap kepuasan hidup dan aspek afektif dari subjective well being yang
59
merefleksikan penilaian emosinya dan pengalaman dasar yang terjadi dalam
hidup khususnya pada mahasiswa perantau UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Trait kepribadian big five merupakan suatu pendekatan pengumpulan trait-trait
kepribadian ke dalam istilah lima dimensi dasar berdasarkan analisis faktor
yaitu extraversion, neuroticism, agreeableness, openness, dan
conscientiousness.
3. Penyesuaian diri didefinisikan sebagai penyesuaian mahasiswa yang
dikonsepkan oleh tiga jenis penyesuaian utama, yakni cognitive adjustment,
affective adjustment dan attitudinal/behavioural adjustment.
4. Gratitude didefinisikan sebagai bentuk sikap batin individu berupa
kecenderungan umum untuk senantiasa menyadari dan merespon dengan
emosi, selalu merasa berterima kasih terhadap segala perbuatan baik orang lain
kepadanya, dan segala hasil-hasil yang telah diperoleh individu tersebut.
Dimensi gratitude ini terdiri dari 4 dimensi, yaitu tetapi karena gratitude ini
adalah satu kesatuan dari seluruh dimensi yang ada didalamnya yang
menggambarkan tingkat gratitude itu sendiri dari diri individu.
5. Faktor demografi. Pada penelitian ini, faktor demografinya yang ingin diteliti
adalah usia dan jenis kelamin.
3.4 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data adalah berupa kuesioner.
Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini berbentuk skala model likert, yaitu
60
sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS). Subjek
diminta untuk memilih salah satu pilihan jawaban yang masing-masing-masing
jawaban menunjukan kesesuaian pernyataan yang diberikan dengan keadaan yang
dirasakan oleh subjek. Model skala likert ini terdiri dari pernyataan positif (Favorable)
dan pernyataan negative (unfavourable). Perhitungan skor tiap-tiap pilihan jawaban
adalah sebagai berikut.
Tabel 3.1
Skor untuk pernyataan positif dan negatif skala likert
Kategori Favorable Unfavorable
Sangat Setuju 4 1
Setuju 3 2
Tidak setuju 2 3
Sangat Tidak Setuju 1 4
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari 5 alat ukur, yaitu :
alat ukur subjective well being secara kognitif dan subjective well-being secara afektif,
trait kepribadian big five, penyesuaian diri dan rasa syukur.
1). Instrumen Subjective well being
Subjective well being didapatkan dari alat ukur yang disusun oleh Diener yaitu
instrumen Fluorishing Scale (FS) dan SPANE Scale dengan menerjemahkan dan
memodifikasi skala skala-skala tersebut. Subjective well-being yang diukur
berdasarkan aspek aspeknya, yakni mengacu pada komponen kognitif dan juga pada
komponen afektif. Adapun blue print skala subjective well-being pada penelitian ini
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
61
Tabel 3.2
Blue Print Skala Subjective Well-Being
No Dimensi Indikator Nomor item Jumlah
1. Kognitif Memberi penilaian positif
hubungannya dengan lingkungan
sosialnya
menilai secara positif makna dan
tujuan dalam kehidupan secara
keseluruhan
besarnya keinginan dalam
meningkatkan kompetensi dan
optimisme diri dalam aktivitas
2,4,8
1,6
3,5,7
3 item
2 item
3 item
2. Afektif Merasakan pengalaman dengan
perasaan positif
Merasakan pengalaman dengan
perasaan negatif
1,3,5,7,10.12
2,4,6,8,9,11
6 item
6 item
total item 20 item
2). Instrumen Trait Kepribadian Big Five
Trait kepribadian big five didapatkan dari alat ukur dengan menerjemahkan dan
memodifikasi alat ukur ke bahasa Indonesia yaitu MINI-International Personality Item
Pool (MINI-IPIP) yang dibuat oleh Donnellan et.al (2006) bentuk singkat instrumen
dari Goldberg yang terdiri dari lima dimensi yaitu extraversion, agreeableness,
conscientiousness, neuroticism, dan openness to experience.Adapun blue print alat
ukur ini dapat dilihat pada table 3.3
62
Tabel 3.3
Blue print skala Trait Kepribadian Big Five No Dimensi Indikator Nomor item Jumlah item
1 Extraversion Membangun hubungan dengan orang
lain.
Banyak bicara
Memiliki ketegasan
1,11
6
16
4 item
2 Agreeableness Memiliki rasa simpati
Penuh perhatian
Keinginan membantu
2,12
17
7
4 item
3 Conscientiousness Mengorganisir sesuatu
Teliti
3,13
8,18
5 item
4 Neuroticism Suasana hati tidak menentu
Ketegangan yang tinggi
Pemarah
sensitive
4
9
14
19
4 item
5 Openess to
experience
Memiliki imajinasi
Memiliki kreativitas dan inovasi
Menyukai pada hal-hal yang abstrak
5,20
15
10
4 item
Jumlah item 20 item
3). Instrumen Penyesuaian Diri
Pada pengukuran penyesuaian diri, peneliti menggunakan skala yang dikembangkan
oleh Othman et.al (2014) yang terdiri dari tiga dimensi, yaitu cognitive adjustment,
affective adjustment dan attitudinal/behavioral adjustment.
63
Tabel 3.4
Blueprint Skala Penyesuaian Diri
No Dimensi Indikator Fav Unfav Jumlah
1 Cognitive adjustment
Berpikir positif mengenai
hidup yang dijalani.
Dapat mengatasi hal yang
membuatnya tertekan.
5,7
6,8 4
2 Affective adjustment
Dapat merasakan kebebasan
dalam melakukan sesuatu
yang diinginkan.
Dapat menjalankan kegiatan
dengan baik di tempat dia
merantau.
9,11,12 10 4
3 Attitudinal/behavioral
adjustment
Merasa yakin dan mampu
berbaur dengan lingkungan
tempat merantau.
Dapat menjalankan seperti
biasa apa yang semestinya
dilakukan di tempat merantau
sekarang berada.
1,3 2,4 4
Total item 12
4). Instrumen Gratitude
Pada pengukuran gratitude, peneliti menggunakan skala yang dimodifikasi dari
instumen gratitude yang dikembangkan oleh McCullough, Emmons & Tsang (2002).
Berdasarkan identifikasi dari dimensi ini, gratitude dinyatakan sebagai satu kesatuan
dimensi yang tidak terpisahkan (mengukur satu aspek syukur).
64
Tabel 3.5
Blueprint Skala Gratitude. No Dimensi Indikator Fav Unfav Jumlah
1 Gratitude
intensity
Merasa berterima kasih ketika
mengalami kejadian yang positif.
1 1 item
Gratitude
frequency
Merasa berterima kasih atas
kebaikan dari hal yang paling
sederhana dan menunjukan rasa
berterima kasih dalam beberapa
waktu perharinya.
2 6 2 item
Gratitude
span
merasa berterimakasih atas
sejumlah keadaan hidup pada
waktu tertentu, mengacu pada
sejumlah keadaan hidup dimana
seseorang merasa berterimakasih
pada waktu tertentu
5 3 2 item
Gratitude
density
Merasakan penghayatan yang
positif pada kebaikan yang
diberikan dari sejumlah orang.
4 1 item
Total item 6
5). Instrumen Faktor Demografi
Dalam pengambilan data demografi yaitu usia dan jenis kelamin ini, peneliti
menyertakan dalam kuesioner pertanyaannya mengenai jumlah usia dan jenis kelamin.
Rentangan usia yang didapat antara 18-25 tahun berjumlah 240 responden. Jenis
kelamin yaitu perempuan sebanyak 180 responden, sedangkan laki-laki sebanyak 60
responden.
3.5 Uji Validitas Konstruk
Dalam pengujian validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti akan
menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA), dalam CFA peneliti harus
65
memiliki gambaran yang spesifik tentang (a) jumlah faktor, (b) variabel yang
mencerminkan jumlah faktor, (c) faktor-faktor yang saling berkorelasi.
Tahapan dalam CFA diawali dengan merumuskan hipotesis (model teoritis)
tentang pengukuran variabel laten, kemudian model tersebut diuji kebenarannya.
Dengan CFA dilakukan pengujian teori dengan langkah-langkah sebagai berikut ; (a)
mendefinisikan teori (model spesifikasi), (b) mengidentifikasi parameter (mengecek
apakah df positif), (c) mengestimasi parameter (misalnya dengan maximum likehood),
(d) melakukan prediksi dengan menggunakan parameter hasil estimasi (matriks
korelasi sigma), dan (e) menguji signifikan/tidak ada residual (S - ∑ = 0). Jika residual
tidak signifikan, model dikatakan fit dan parameter boleh digunakan. Instrumen-
instrumen yang digunakan akan diuji validitasnya dengan menggunakan CFA
(Confirmatory Factor Analysis). Adapun logika dari CFA (Umar, 2012):
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan
secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk
mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor, sedangkan pengukuran terhadap
faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas itemnya.
2. Diteorikan seluruh item hanya mengukur satu faktor saja. Artinya keseluruhan
tes bersifat unidimensional.
3. Dengan data yang tersedia dapat diprediksi matriks korelasi antar item yang
seharusnya diperoleh jika memang unidimensional. Matriks korelasi ini
disebut sigma (∑), kemudian dibandingkan dengan matriks dari data empiris,
66
yang disebut matriks S. Jika teori tersebut benar (unidimensional) maka
tentunya tidak ada perbedaan antara matriks ∑ dan matriks S, atau bisa juga
dinyatakan dengan ∑– S=0.
4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan Chi-
square. Jika hasil chi-square tidak signifikan (p>0.05), maka hipotesis nihil
tersebut “tidak ditolak”. Artinya teori unidimensionalitas tentang alat ukur
dapat diterima (hanya mengukur satu faktor saja). Tetapi jika Chi-square
signifikan (p<0.05), maka dapat dilakukan modifikasi model dengan cara
membebaskan parameter berupa korelasi antar kesalahan pengkuran (biasanya
terjadi ketika suatu item mengukur konstruk selain yang ingin
diukur/multidimensional).
5. Setelah diperoleh model fit dengan data, maka langkah selanjutnya diuji
apakah koefisien muatan faktor untuk setiap item signifikan atau tidak dalam
mengukur apa yang hendak di ukur. Ini dilakukan dengan menggunakan uji-t.
Pada penelitian ini, penulis menggunakan taraf kepercayaan 95% sehingga
item yang dikatakan signifikan adalah item yang memiliki nilai t lebih dari
1,96 (t > 1,96). Jika hasil uji-t tidak signifikan, maka item tersebut tidak
mengukur apa yang hendak diukur, bila perlu item yang demikian di drop.
6. Adapun kriteria untuk mengeliminasi atau mendrop item adalah sebagai
berikut:
67
a. Jika suatu item memiliki koefisien negatif, maka item tersebut akan
didrop karena mengukur hal yang berlawanan dari apa yang hendak
diukur. Namun, jika suatu item terdiri dari pernyataan yang bersifat
unfavourable maka tentu saja koefisien muatan faktornya pun akan
berarah negatif. Oleh karena itu, pada item yang seperti ini skornya
harus dibalik (reversed) terlebih dahulu sebelum analisis faktor dan
perhitungan skor faktor dilakukan sehingga diperoleh koefisien muatan
faktor yang positif. Apabila skor pada item sudah dibalik tetap
menghasilkan koefisien yang bernilai negatif, maka item tersebut
didrop.
b. Menguji apakah suatu item signifikan atau tidak dalam mengukur hal
yang hendak diukur, dengan menggunakan t-test. Dalam hal ini yang
dites adalah koefisien muatan faktor untuk setiap item. Jika nilai T
koefisien muatan faktor (t>1,96) maka item tersebut dinyatakan
signifikan dalam mengukur konstruk yang hendak diukur. Artinya item
tersebut tidak didrop. Sedangkan item yang nilai t tidak signifikan
(t>1,96) maka item akan didrop.
c. Apabila kesalahan pengukuran pada sebuah item terlalu banyak saling
berkorelasi, maka tersebut sebaiknya di drop. Sebab item yang
demikian, selain mengukur apa yang hendak diukur, juga mengukur
68
hal-hal (multidimensional). Maka item yang digunakan hanyalah item
yang valid saja.
7. Item yang digunakan untuk mendapatkan faktor skor (true score) hanya item
yang terbukti valid saja. Adapun analisis dengan metode CFA dilakukan
dengan bantuan software Lisrel 8.7.
3.5.1 Uji Validitas Skala Subjective well being
Peneliti menguji apakah 20 item dari skala subjective well being bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur subjective well being saja. Dari hasil
hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata itdak fit,
dengan Chi-Square = 1177.47 ,df=170, P-value =0.00000, RMSEA= 0.157 namun
setelah dilakukan 68 kali modifikasi terhadap model, di mana kesalahan pengukuran
pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model
fit dengan Chi-Square = 125.68, df=102, P-value=0.05587, RMSEA=0.031. Nilai Chi-
Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan
satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item yang ada hanya
mengukur satu faktor saja yaitu subjective well-being.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur,sekaligus menentukan item manakah yang perlu di drop
atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t> 1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
69
Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran subjective well being pada tabel 3.6
berikut.
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Skala Subjective Well-Being
No Item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
0.78
0.71
0.68
0.66
0.82
0.76
0.82
0.65
0.78
0.09
0.79
0.38
0.79
0.31
0.82
0.40
0.39
0.78
0.08
0.50
0.05
0.06
0.06
0.06
0.05
0.06
0.05
0.06
0.05
0.07
0.05
0.06
0.05
0.06
0.05
0.06
0.06
0.05
0.07
0.06
14.27
12.48
11.71
11.29
15.29
13.52
15.17
11.07
14.25
1.39
14.44
5.96
14.54
4.80
15.23
6.35
6.15
14.21
1.24
8.07
√
√
√
√
√
√
√
√
√
X
√
√
√
√
√
√
√
√
X
√
Keterangan: tanda √ = signifikan (t>1.96); X= tidak signifikan
Pada tabel di atas, pada kolom nilai t terdapat item yang memiliki t-value tidak
memenuhi syarat signifikan (t>1.96) yaitu nomor 10 dan 19. Dengan demikian item
nomor 10 dan 19 akan di drop yang artinya item tersebut tidak akan dianalisis dalam
perhitungan skor faktor.
70
Hal yang dilakukan terakhir yaitu dari item-item subjective well-being yang
tidak didrop dihitung faktor skornya. Faktor skor ini dihitung untuk menghindari
estimasi bias dari kesalahan pengukuran. Kemudian yang kedua, untuk menghindari
nilai minus pada faktor skor agar pembaca mudah memahami interpretasi hasil
penelitian.
Penghitungan faktor skor ini tidak menjumlahkan item-item variabel pada
umumnya, tetapi justru dihitung true score pada tiap item. Setelah didapatkan faktor
skor, peneliti mentransformasikan faktor skor menjadi true score. True score ini
diharapkan dapat meniadakan skor negative, sehingga lebih mudah dipahami dan
ditafsikan. Jika pada Z score memiliki mean = 0 dan standar deviasi = 1, maka true
score memiliki mean = 50 dan standar deviasi = 1, maka true score memiliki mean =
50 dan standar deviasi = 10. Adapun rumus true score yaitu true score = (faktor skor
x 10) + 50 (Umar,2012).
Setelah didapatkan faktor skor yang telah dirubah menjadi T skor, nilai baku
inilah yang akan dijadikan data dalam uji hipotesis regresi. perlu dicatat, bahwa hal
yang sama dilakukan pada semua variabel independen dan gambar model fit pada
variabel independen extraversion, aggreableness,consciousness, neuroticism
openness to experience, cognitive adjustment, affective adjustment,
behavioural/attitudinal adjustment dan syukur.
71
3.5.2 Uji Validitas Skala Trait Kepribadian Big Five
3.5.2.1 Uji Validitas Skala Extraversion
Peneliti menguji apakah 4 item pada salah satu dimensi dari trait kepribadian big five
yaitu extraversion ini bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur
extraversion saja. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu
faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-Square = 7.52, df = 2, P-value = 0.02332 dan
RMSEA = 0.0107. Namun, setelah dilakukan satu kali modifikasi terhadap model,
dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.08, df = 1, P-value=0.78121,
RMSEA= 0.000 (dengan P-value > 0.05 atau tidak signifikan). Artinya model dengan
satu faktor (unidimensional) dapat diterima.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu didrop
atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran extraversion disajikan pada tabel 3.7
berikut:
72
Tabel 3.7. Muatan Faktor Item Skala Extraversion
No item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
1
6
11
16
0.81
0.90
0.79
0.66
0.06
0.05
0.06
0.06
14.44
16.73
13.98
10.79
√
√
√
√
Keterangan: tanda √ = signifikan (t>1.96) ; X= tidak signifikan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan (t>1.96) dan
semua koefisien bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari item
sesuai dengan sifat item. Dengan demikian item-item tersebut tidak akan di drop.
3.5.2.2 Uji Validitas Skala Aggreableness
Peneliti menguji apakah 4 item pada salah satu dimensi dari trait kepribadian big five
yaitu agreeableness bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur
aggreableness saja. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu
faktor, ternyata tidak dengan Chi-Square = 7.52, df = 2, P-Value = 0.02332 dan
RMSEA = 0.107. Namun, setelah dilakukan satu kali modifikasi terhadap model, di
mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.08, df = 1, P-value = 0.78121,
RMSEA = 0.000 (dengan P-value > 0.05 atau tidak signifikan). Artinya model dengan
satu faktor (unidimensional) dapat diterima.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu di drop
atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien mmuatan
73
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Koefisien muatan fakto untuk item pengukuran aggreableness disajikan pada tabel 3.8
berikut.
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Skala Agreeableness
No item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
2
7
12
17
0.81
0.90
0.79
0.66
0.06
0.05
0.06
0.06
14.44
16.73
13.98
10.79
√
√
√
√
Keterangan: tanda √ = signifikan (t> 1.96) ; X= tidak signifikan.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan (t > 1,96) dan
semua koefisien bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari item
sesuai dengan sifat item. Dengan demikian item-item tersebut tidak akan di drop.
3.5.2.3 Uji Validitas Skala Conscientiousness
Peneliti menguji apakah 4 item pada salah satu dimensi dari skala trait kepribadian big
five, yaitu Conscientiousness bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur
Conscientiousness saja. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model
satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-Square = 7.52, df = 2, P-value = 0.02332,
RMSEA = 0.107. Namun setelah dilakukan satu kali modifikasi terhadap model, di
mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.08, df = 1, P-value = 0.78121,
74
dan RMSEA = 0.000 (dengan P-value >0.05 atau tidak signifikan). Artinya model
dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu didrop
atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran Conscientiousness digambarkan pada
tabel 3.9 berikut.
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Skala Conscientiousness
No Item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
3
8
13
18
0.81
0.90
0.79
0.66
0.06
0.05
0.06
0.06
14.44
16.73
13.98
10.79
√
√
√
√
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96 ; X= tidak signifikan
Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan (t>1.96) dan
semua koefisien bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari item
sesuai dengan sifat item. Dengan demikian item-item tersebut tidak akan di drop.
3.5.2.4 Uji Validitas Skala Neuroticism
Peneliti menguji apakah 4 item pada salah satu dimensi dari trait kepribadian big five
yaitu neuroticism bersifat unidimensional, yang artinya benar hanya mengukur
75
neuroticism saja. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model satu
faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 7.52, df = 2, P-value = 0.02332, RMSEA
= 0.107. Namun setelah dilakukan satu kali modifikasi terhadap model, dimana
kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya,
maka diperoleh model fit dengan Chi Square = 0.08, DF = 1, P-value = 0.78121,
RMSEA = 0.000. (dengan P-value > 0,05 atau tidak signifikan). Artinya model dengan
satu faktor (unidimensional) dapat diterima.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu di drop
atau tidak. Dalam hal ini yang diuji dalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan
sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran neuroticism digambarkan
pada tabel 3.10 berikut.
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Skala Neuroticism
No item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
4
9
14
19
0.81
0.90
0.79
0.66
0.06
0.05
0.06
0.06
14.44
16.73
13.98
10.79
√
√
√
√
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan.Dari tabel di atas
dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan (t >1.96) dan semua koefisien bermuatan
76
positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari item sesuai dengan sifat item.
Dengan demikian item-item tersebut tidak akan di drop.
3.5.2.5 Uji Validitas Skala Openness to Experience
Peneliti menguji apakah 4 item dari salah satu dimensi dari skala trait kepribadian big
five yaitu openness to experience itu bersifat unidimensional, artinya hanya mengukur
openness to experience saja. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 7.52, df= 2, P-value =
0.02332, RMSEA = 0.107. Namun, setelah dilakukan satu kali modifikasi terhadap
model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu
sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.08, df = 1, P-value =
0.78121, RMSEA = 0.000 (dengan P-value > 0.05 atau tidak signifikan). Artinya
model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu di drop
atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran openness to experience disajikan pada
tabel 3.11 berikut.
77
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Skala Openness to Experience.
No item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
5
10
15
20
0.81
0.90
0.79
0.66
0.06
0.05
0.06
0.06
14.44
16.73
13.98
10.79
√
√
√
√
Keterangan: tanda √ = signifikan (t> 1.96) ; X = tidak signifikan.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan (t > 1.96) dan
semua koefisien bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari item
sesuai dengan sifat item. Dengan demikian item-item tersebut tidak akan di drop.
3.5.3 Uji Validitas Skala Penyesuaian Diri
3.5.3.1 Uji Validitas Skala Cognitive Adjustment
Peneliti menguji apakah 4 item pada salah satu dimensi dari penyesuaian diri yaitu
cognitive adjustment ini bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur
cognitive adjustment saja. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model
satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 7.52, DF = 2, P-value = 0.02332,
RMSEA = 0.107. Namun, setelah dilakukan satu kali modifikasi terhadap model,
dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.08, df = 1, P-value = 0.78121,
RMSEA = 0.000. (dengan P-value > 0.05 atau tidak signifikan). Artinya model dengan
satu faktor (unidimensional) dapat diterima.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu di drop
78
atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran cognitive adjustment disajikan pada
tabel 3.12 berikut :
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Skala cognitive adjustment
No item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
5
6
7
8
0.81
0.90
0.79
0.66
0.06
0.05
0.06
0.06
14.44
16.73
13.98
10.79
√
√
√
√
Keterangan: tanda √ = signifikan (t>1.96) ; X = tidak signifikan
Dari tabel di atas dapat dilihat seluruh item signifikan (t>1,96) dan semua
koefisien bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari item sesuai
dengan sifat item. dengan demikian item-item tersebut tidak akan di drop.
3.5.3.2 Uji Validitas Skala Affective Adjustment
Peneliti menguji apakah 4 item pada salah satu dimensi dari penyesuaian diri yaitu
affective adjustment ini bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur
affective adjustment saja. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan dengan model
satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-Square = 7.52, df = 2, P-value = 0.02332,
RMSEA = 0.107. Namun,, setelah dilakukan satu kali modifikasi terhadap model di
mana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya,
maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.08, df = 1, P-value = 0.78121,
79
RMSEA = 0.000 (dengan P-value > 0,05 atau tidak signifikan). Artinya model dengan
satu faktor (unidimensional) dapat diterima.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur faktor
yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu di drop atau
tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor
dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Koefisien
muatan faktor untuk item pengukuran affective adjustment disajikan pada tabel 3.13
berikut:
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Skala Affective Adjustment
No item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
9
10
11
12
0.81
0.90
0.79
0.66
0.06
0.05
0.06
0.06
14.44
16.73
13.98
10.79
√
√
√
√
Keterangan: tanda √ = signifikan ((t>1.96) ; X= tidak signifikan
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan (t > 1,96) dan
semua koefisien bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari item
sesuai dengan sifat item. Dengan demikian item-item tersebut tidak akan di drop.
3.5.3.3 Uji Validitas Skala Behavioral/ Attitudinal Adjustment
Peneliti menguji apakah 4 item pada salah satu dimensi dari penyesuaian diri yaitu
behavioural/attitudinal adjustment ini bersifat unidimensional, artinya benar hanya
mengukur attitudinal adjustment saja. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan
80
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-Square = 7.52, df = 2, P-value
= = 0.02332, RMSEA = 0.107. Namun, setelah dilakukan satu kali modifikasi terhadap
model, Dimana kesalahan pengukuran pada item tersebut dibebaskan berkorelasi satu
sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.08 , df = 1, P-value =
0.78121, RMSEA = 0.000 (dengan P-value > 0.05 atau tidak signifikan). Artinya
model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu di drop
atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran attitudinal/behavioural adjustment
disajikan pada tabel berikut 3.14 berikut:
Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Skala Attitudinal/behavioural Adjustment
No item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
1
2
3
4
0.81
0.90
0.79
0.66
0.06
0.05
0.06
0.06
14.44
16.73
13.98
10.79
√
√
√
√
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
81
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan (t > 1,96) dan semua
koefisien bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari item sesuai
dengan sifat item. Dengan demikian item-item tersebut tidak akan di drop.
3.5.4 Uji Validitas Skala Gratitude.
Peneliti menguji apakah 6 item dari skala gratitude ini bersifat unidimensional, yang
artinya benar hanya mengukur gratitude saja. Dari hasil awal analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-Square =67.80, df
= 9, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.165. Namun setelah dilakukan 8 kali modifikasi
terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan
berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi Square = 0.91, df
= 1, P-value = 0.34048 dan RMSEA = 0.000 (dengan P-value > 0.05 atau tidak
signifikan). Artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu perlu di drop
atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan
faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien
muatan faktor, jika nilai > 1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran gratitude disajikan pada tabel 3.15
berikut.
82
Tabel 3.15 Muatan Faktor Item Skala Gratitude
No item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
1
2
3
4
5
6
0.90
0.85
0,72
0.84
0.75
0.69
0.06
0.07
0.06
0.06
0.06
0,06
14.75
12.02
11.99
13.14
11.77
11.30
√
√
√
√
√
√
Keterangan: tanda √ = signifikan (1 > 1,96) ; X = tidak signifikan
Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa seluruh item signifikan t > 1,96) dan
semua koeefisien bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari item
sesuai dengan sifat item. Dengan demikian item-item tersebut tidak akan di drop.
3.6 Uji Hubungan Antar Variabel
Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis regresi berganda (multiple
regression) untuk menguji hipotesis nihil penelitian dengan menggunakan software
SPSS 21. Penelitian ini memiliki variabel independen sebanyak 9 variabel, dan
memiliki satu variabel dependen. Langkah dalam multiple regression adalah pertama,
mengestimasi parameternya yang dalam hal ini merupakan koefisien b dan a. Jika
koefisien telah diperoleh maka dapat dibuat persamaan prediksi untuk dependen
variabel. Adapun susunan persamaannya, yaitu :
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 +b10X10 +
b11X11 + e
Penjelasan dari variabel-variabel penelitian ini adalah :
Y = subjective well being
X1 = extraversion
83
X2 = agreeableness
X3 = conscientiosness
X4 = neuroticism
X5 =openness to experience
X6 = cogntitive adjustment
X7 =affective adjustment
X8 =attitudinal/behavioural adjustment
X9= gratitude
X10=Usia
X11=Jenis kelamin
Koefisien b dan a dapat digunakan untuk menghitung jumlah kuadrat regresi
dan varian regresi. Jika telah ditemukan jumlah kuadrat regresi maka dapat dihitung
koefisien determinasi yang dikenal dengan istilah R2. R2 menunjukkan besarnya
proporsi varian dari dependen variabel karena regresi yaitu yang berkaitan dengan
pengaruh semua independen variabel secara keseluruhan. Untuk melihat presentase
varians maka R2 dikalikan dengan 100. Adapun rumus untuk menghitung R2 adalah :
R2=SSreg
SSy
Dimana :
SSreg = Jumlah kuadrat regresi yang dapat dihitung jika koefisien regresi telah
diperoleh
SSy = Jumlah kuadrat dari DV
84
Selanjutnya R2 dapat diuji signifikansinya dengan uji F (F test). Uji signifikan
dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah pengaruh independen variabel terhadap
dependen variabel secara keseluruhan signifikan atau tidak signifikan. Adapun rumus
uji F adalah sebagai berikut:
F = 𝑅2𝑘⁄
(1−𝑅2(𝑁−𝑘−1)⁄
Dimana k adalah banyaknya independent variable dan N adalah besarnya
sampel. Apabila nilai F itu signifikan (p<0,05), maka berarti seluruh independen
variabel secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap dependen
variabel.
Adapun langkah berikutnya adalah menguji signifikansi pengaruh masing-
masing independent varia ble terhadap dependent variable. Hal ini dilakukan melalui
uji t (t-test) terhadap setiap koefisien regresi. Jika nilai t > 1,96, maka berarti
independent variable yang bersangkutan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
dependent variable, dan sebaliknya. Adapun rumus t-test yang digunakan adalah
sebagai berikut:
ti = 𝑏𝑖
𝑆𝑏𝑖
Dimana :
Bi = Koefisien regresi untuk independent variable(i)
85
Sbi = Standar deviasi sampling dari bi
Sebagai langkah terakhir adalah uji signifikan terhadap proporsi varian yang
disumbangkan oleh masing-masing independen variabel dalam mempengaruhi
dependen variabel. Dalam hal ini penulis melakukannya melalui analisis regresi
berganda (multiple regression) yang bersifat berjenjang atau stepwise. Artinya
dilakukan analisis regresi berulang-ulang dimulai dengan hanya satu independen
variabel kemudian dengan dua independen variabel, dilanjutkan dengan tiga
independen variabel, dan seterusnya sampai independen variabel ke sebelas. Setiap
kali dilakukan analisis regresi akan diperoleh nilai R2. Setiap kali ditambahkan
independen variabel baru diharapkan diharapkan terjadi peningkatan R2 secara
signifikan.
Jika pertambahan R2 (R2 change) signifikan secara statistik, maka independen
variabel baru yang ditambahkan tersebut cukup penting secara statistik, maupun dalam
upaya memprediksi dependen variabel serta untuk menguji hipotesis apakah
independen variabel bersangkutan memiliki pengaruh signifikan. Setiap pertambahan
R2 ketika satu independen baru ditambahkan adalah menunjukan besarnya sumbangan
unik independen variabel tersebut terhadap bervariasinya dependent variable setelah
pengaruh dari beberapa independen variable terdahulu diperhitungkan dampaknya.
Oleh sebab itulah analisis regresi secara sequential seperti ini dikenal dengan sebutan
stepwise regression.
86
3.7 Prosedur Penelitian
Dalam proses pengumpulan data melalui beberapa tahapan dalam penelitian ini yaitu
sebagai berikut:
1. Sebelum peneliti terjun ke area penelitian, penulis merumuskan masalah yang
akan hendak diteliti kemudian menentukan variabel yang akan diteliti yaitu
subjective well being, trait kepribadian big five, penyesuaian diri dan rasa
syukur. Setelah itu mengadakan studi literatur untuk melihat dan mencari
masalah tersebut dari sudut pandang teoritis. Setelah mengumpulkan teori-
teori secara lengkap dan siap, kemudian penulis menyiapkan, membuat dan
menyusun alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu skala
subjective well being, trait kepribadian big five, penyesuaian diri dan rasa
syukur.
2. Menentukan Populasi penelitian, yaitu mahasiswa aktif yang merantau di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non
probability sampling yaitu setiap anggota dari populasi tidak memiliki
kesempatan dan peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel dan sistem
pengambilan sampel purposive sampling yang di mana setiap individu yang
sesuai dengan kriteria penelitian untuk dijadikan sampel. Adapun kriteria
penelitian yaitu : usia 17-25 tahun yang tercatat sebagai mahasiswa aktif UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
87
3. Peneliti menyebar angket penelitian melalui online atau melalui google form
kepada teman-teman mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis atau
peneliti meminta saran dan bimbingan dari dosen pembimbing mengenai item-
item penelitian yang digunakan dan juga kepada teman-teman mahasiswa
psikologi untuk mengetahui apakah item yang digunakan mampu dimengerti
atau tidak dan mengetahui juga kevaliditasan serta kereabilitasan item sebelum
diuji dalam penelitian yang sesungguhnya.
4. Setelah memperoleh data yang sesuai, penulis melakukan skoring terhadap
hasil instrumen yang terkumpul untuk berikutnya dilakukan pengolahan dan
pengujian dari hasil skala yang sudah didapatkan untuk dianalisis datanya
dengan menggunakan software Lisrel 8.70 dan SPSS 21.
88
BAB 4
HASIL DAN ANALISIS DATA
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian
Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 240 mahasiswa/i aktif perantau UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Kriteria subjek dalam penelitian ini yaitu mahasiswa/i aktif yang
secara demografis memiliki domisili asli dari luar Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, bekasi) yang dimana mahasiswa perantau ini tinggal dikosan/asrama dan
tidak pulang dalam waktu sebentar ke domisili aslinya dikarenakan jarak yang jauh
dan harus menjalani proses perkuliahannya. Berikut adalah gambaran subjek
penelitian dapat dilihat dalam tabel 4.1
Tabel 4.1
Distribusi Subjek Penelitian berdasarkan Usia
Usia Jumlah Persentase
18
19
20
21
22
23
24
25
9
40
65
54
51
15
3
3
3.8%
16.7%
27.1%
22.5%
21.3%
6.3%
1.3%
1.3%
Total 240 100%
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar sampel dalam
penelitian ini berada pada kategori remaja akhir dan dewasa awal yaitu usia 18-25
89
tahun. Selanjutnya, jumlah responden pada laki-laki memiliki persentase sebesar 25%
(60 orang), sedangkan pada responden perempuan dengan persentase sebesar 75%
(180 orang) oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian terbanyak
adalah subjek yang berjenis kelamin perempuan yang berjumlah 180 orang (75%).
Tabel 4.2
Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin N Persentase
Laki-Laki
Perempuan
Total
60
180
240
25%
75%
100%
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar sampel dalam
penelitian ini adalah berjenis kelamin perempuan dengan persentase sebesar 75% (180
orang), sedangkan pada responden laki-laki memiliki persentase sebesar 25% (60
orang).
90
Tabel 4.3
Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Asal Daerah
No Asal N Persentase
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Sumatera Selatan
Riau
Lampung
Bengkulu
Banten
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
Kalbar
Bali
NTB
Sulawesi Selatan
Bangka Belitung
Jambi
Maluku
Sulawesi Tenggara
Kalimantan Selatan
1
18
18
14
6
24
6
29
39
26
20
5
3
2
18
2
4
1
2
2
0.4%
7.5%
7.5%
5.8%
2.5%
10%
2.5%
12.1%
16.3%
10.8%
8.3%
2.1%
1.3%
0.8%
7.5%
0.8%
1.7%
0.4%
0.8%
0.8%
Total 240 100%
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui informasi jumlah responden berdasarkan
asal daerah adalah yang berasal dari Aceh sebanyak 1 orang (0,4%), Sumatera Utara
sebanyak 18 orang (7,5%), Sumatera Barat sebanyak 18 orang (7,5%), Sumatera
Selatan sebanyak 14 orang (5,8%), Riau sebanyak 6 orang (2,5%), Lampung sebanyak
24 orang (10%), Bengkulu sebanyak 6 orang (2,5%), Banten sebanyak 29 orang
(12,1%), Jawa Barat sebanyak 39 orang (16,3%), Jawa Tengah sebanyak 26 orang
91
(10,8%), Jawa Timur sebanyak 20 Orang (8,3%), Kalimantan Barat sebanyak 5 orang
(2,1%), Bali sebanyak 3 orang (1,3%), Nusa Tenggara Barat sebanyak 2 orang (0,8%),
Sulawesi Selatan sebanyak 18 orang (7,5%), Bangka Belitung sebanyak 2 orang
(0,8%), Jambi sebanyak 4 orang (1,7%), Maluku sebanyak 1 orang (0,4%), Sulawesi
Tenggara sebanyak 2 orang (0,8%) dan Kalimantan Selatan sebanyak 2 orang (0,8%).
4.1.1 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian
Sebelum dilakukan uji hipotesis, penulis melakukan analisis deskriptif. Analisis
deskriptif ini bertujuan untuk menganalisis sejumlah data yang dikumpulkan dalam
penelitian guna memperoleh gambaran mengenai suatu variabel.
Tabel 4.4
Deskripsi Statistik Variabel Penelitian-T Score
Norma N Minimum Maximum Mean SD Median
SWB
Extraversion
Aggreableness
Conscientiousness
Neuroticism
Openness
Cognitive adjustment
Affective adjustment
Attitude adjustment
Gratitude
240
240
240
240
240
240
240
240
240
240
11.99
24.54
37.25
32.80
21.89
26.19
26.14
22.89
23.70
7.81
65.12
62.42
77.06
70.48
63.88
63.38
61.84
63.37
62.85
56.09
50.00
50.00
50.00
50.00
50.00
50.00
50.00
50.00
50.00
50.00
9.67
9.99
8.40
7.61
9.99
9.99
9.44
8.08
7.03
9.58
51.18
49.79
50.51
49.91
49.88
50.98
49.40
48.43
49.34
55.14
92
4.1.2 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Setelah melakukan deskripsi statistik dari masing-masing variabel penelitian, maka
hal yang perlu dilakukan adalah pengkategorisasian terhadap data penelitian.
Pengkategorisasian ini dilakukan dengan mengetahui terlebih dahulu apakah
persebaran data variabelnya terdistribusi secara normal atau sebaliknya.
Pendistribusian data ini bisa dilihat pada tabel 4.5 mengenai uji normalitas.
Tabel 4.5 Uji Normalitas
Variabel
Kolmogor-Smirnov
Statistic df Sig.
Subjective well being
Extaversion
Aggreableness
Conscientiousness
Neuroticism
Opennessto experience
Cognitive adjustment
Affective Adjustment
Attitudinal Adjustment
Gratitude
.89
.262
.111
.041
.303
.255
.190
.101
.084
.263
240
240
240
240
240
240
240
240
240
240
.000
.000
.000
.200
.000
.000
.000
.000
.000
.000
Keterangan: Distribusi normal jika p/sig ≥ 0,05
Dari tabel di atas bisa dilihat bahwa pada tabel 4.5 mengenai uji normalitas,
variabel yang terdistribusi secara normal yaitu conscientiousness sedangkan variabel
lainnya dalam penelitian ini tidak terdistribusi secara normal. Oleh karena itu dalam
pengkategorisasian skor variabel penelitian dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu yang
berdistribusi normal dengan menggunakan standar deviasi dan mean dari t-score,
93
sedangkan yang berdistribusi tidak normal dilakukan dengan median dan kuartil (K1,
K2, K3) dari t-score. dalam hal ini ditetapkan norma pada tabel 4.4 untuk berdistribusi
normal dan tabel 4.6 untuk yang tidak berdistribusi tidak normal.
Tabel 4.6
Norma Skor Kategorisasi Distribusi Normal dan Tidak Normal
Kategori Distribusi Normal Distribusi Tidak Normal
Rendah
Tinggi
X < Mean
X > Mean
X < Median
X > Median
Setelah kategori tersebut didapatkan, maka akan diperoleh nilai persentase
kategori masing-masing variabel penelitian. Masing-masing variabel penelitian akan
dikategorikan sebagai rendah dan tinggi. .Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui
pengkategorisasian skor setiap variabel yang terdiri dari kategori rendah, dan kategori
tinggi. Mulai dari kategori pada variabel dependen yaitu subjective well being hingga
gratitude pada independen variabelnya yang ada dalam tabel 4.7 berikut ini.
94
Tabel 4.7
Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Variabel Kategori dan Presentase Skor
Rendah % Tinggi %
SWB 119 49,6 121 50,4 240 (100%)
EXT 114 47,5 126 52,5 240 (100%)
AGG 114 47,5 126 52,5 240 (100%)
CONS 121 50,4 119 49,6 240 (100%)
NEURO 64 26,7 176 73,3 240 (100%)
OPENS 112 46,7 128 53,3 240 (100%)
COG ADJ 120 50 120 50 240 (100%)
AFF ADJ 89 37,1 151 62,9 240 (100%)
ATT ADJ 119 49,6 121 50,4 240 (100%)
GRATITUDE 118 49,2 122 50,8 240 (100%)
Keterangan :
Berdasarkan tabel 4.7, dapat dijelaskan bahwa tingkat subjective well being
yang berada pada kategori rendah sebanyak 119 orang atau 49,6% dan kategori tinggi
sebanyak 121 orang atau 50,4%. Subjek penelitian yang memiliki extraversion lebih
banyak yang berada pada kategori tinggi yaitu sebanyak 126 orang atau 52,5%. Pada
subjek penelitian yang memiliki aggreableness lebih banyak berada pada kategori
tinggi yaitu 126 orang atau 52,5%. Subjek penelitian yang memiliki conscientiousness
lebih banyak berada pada kategori rendah yaitu sebanyak 121 orang atau 50,4%. Pada
subjek penelitian yang memiliki neuroticism lebih banyak yang berada pada kategori
tinggi yaitu sebanyak 176 orang atau 73,3%. Subjek penelitian yang memiliki
openness to experience lebih banyak berada pada kategori tinggi yaitu sebanyak 128
orang atau 53,3%.
95
Selanjutnya untuk variabel penyesuaian diri pada aspek cognitive adjustment,
subjek penelitian secara sama rata baik kategori tinggi maupun rendah yaitu sebanyak
120 orang atau 50%. Pada aspek affective adjustment, subjek penelitian lebih banyak
berada pada kategori tinggi yaitu sebanyak 151 orang atau 62,9%. Subjek penelitian
yang memiliki aspek attitudinal adjustment lebih banyak berada pada kategori tinggi
yaitu sebanyak 121 orang atau 50,4%. Aspek yang terakhir yaitu gratitude yang
dimiliki oleh subjek penelitian lebih banyak berada pada kategori tinggi yaitu 122
orang atau 50,8%.
4.2 Uji Hipotesis Penelitian
4.2.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian
Pada tahapan ini yaitu uji hipotesis penelitian, penulis menggunakan teknik analisis
regresi dengan software SPSS 21 seperti yang sudah dijelaskan di bab 3. Dalam regresi
ada tiga hal yang dilihat, yaitu pertama melihat R Square untuk mengetahui berapa
persen (%) varians dependent variable yang dijelaskan oleh independent variable yang
kedua apakah secara keseluruhan independent variable berpengaruh secara signifikan
terhadap dependent variable, kemudian terakhir melihat signifikan atau tidaknya
koefisien regresi dari masing-masing independent variable. Langkah pertama peneliti
melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%) varians dependent
variable yang dijelaskan oleh independent variable. Selanjutnya untuk R square, dapat
dilihat pada tabel 4.15 berikut.
96
Tabel 4.8
R square
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .822a .676 .661 5.63361
a. Predictors: (Constant), EXTRAVERSION, AGGREABLENESS, CONSCIENTIOUSNESS,
NEUROTICISM, OPENNESS, COGNITIVE, AFFECTIVE, ATTITUDINAL, GRATITUDE, USIA, JK.
Pada tabel 4.8 dapat dilihat bahwa R-Square sebesar 0.676 atau 67.6%. Artinya,
proporsi varians dari subjective well being yang dijelaskan oleh trait kepribadian big
five (extravesion, aggreableness, conscientiousness, neuroticism dan openness to
experience), penyesuaian diri (cognitive adjustment, affective adjustment dan
attitudinal adjustment), gratitude, usia dan jenis kelamin adalah sebesar 67.6%
sedangkan 32.4% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.
Langkah kedua peneliti menguji apakah seluruh independen memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap subjective well being. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel
4.9.
Tabel 4.9
Anova pengaruh seluruh IV terhadap DV
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 15122.441 11 1374.767 43.317 .000b
Residual 7236.169 228 31.738
Total 22358.610 239
a. Dependent Variable: SWB
b. Predictors: (Constant), JK, NEUROTICISM, OPENNESS, USIA, AGGREABLENESS,
EXTRAVERSION, CONSCIENTIOUSNESS, COGNITIVE, AFFECTIVE, SYUKUR,
ATTITUDINAL
97
Berdasarkan uji F pada tabel 4.9, dapat dilihat bahwa nilai p (Sig.) pada kolom
paling kanan adalah p=0.000 dengan nilai p<0.05. Jadi, dengan demikian H1 nihil yang
berbunyi “tidak ada pengaruh Trait Kepribadian Big Five (Extraversion,
Aggreableness, Conscientiousness, Neuroticism, dan Openness to Experience),
Penyesuaian diri (Cognitive Adjustment, Affective Adjustment dan Attitudinal
Adjustment), gratitude faktor demografi yaitu usia dan jenis kelamin terhadap
Subjective well being” ditolak. Artinya, ada pengaruh yang signifikan Trait
Kepribadian Big Five (Extraversion, Aggreableness, Conscientiousness, Neuroticism
dan Openness to Experience), Penyesuaian Diri (cognitive adjustment, affective
adjustment dan attitudinal adjustment), gratitude serta faktor demografi yaitu usia dan
jenis kelamin terhadap subjective well being.
Langkah selanjutnya, peneliti melihat koefisien regresi dari masing-masing IV.
Jika sig < 0,05 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti variabel
independen tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap subjective well being.
Adapun besarnya koefisien regresi dari masing-masing variabel independen terhadap
subjective well being dapat dilihat pada tabel 4.10.
98
Tabel 4.10
Koefisien Regresi
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) -2.204 8.067 -.273 .785
EXTRAVERSION .233 .043 .241 5.429 .000
AGGREABLENESS -.021 .050 -.019 -.429 .668
CONSCIENTIOUNESS -.104 .054 -.082 -1.932 .055
NEUROTICISM .039 .041 .040 .954 .341
OPENNESS -.030 .040 -.031 -.764 .445
COGNITIVE .030 .046 .029 .643 .521
AFFECTIVE .215 .057 .180 3.742 .000
ATTITUDINAL .207 .072 .150 2.859 .005
GRATITUDE .433 .050 .430 8.746 .000
USIA .118 .266 .017 .444 .657
JENIS KELAMIN -1.076 .855 -.048 -1.260 .209
a. Dependent Variable: SWB
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.10, maka persamaan regresinya
sebagai berikut: (*signifikan) Subjective well being = -2.204 + 0.233*extraversion –
0.021*aggreableness – 0.104* conscientiousness + 0.039*neuroticism – 0.030*
openness to experience + 0.030*cognitive adjustment + 0.215*affective adjustment
+ 0.207*attitudinal adjustment + 0.433*gratitude + 0.118*usia – 1.076*jenis
kelamin.
Dari persamaan regresi tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat empat
variabel yang nilai koefisien regresinya signifikan, yaitu (1) extraversion; (2) affective
99
adjustment ; (3) attitudinal adjustment ; (4) gratitude. Sementara tujuh variabel lain
tidak signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh masing-masing
independen variabel adalah sebagai berikut:
1. Extraversion
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar .233 dengan taraf signifkansi .000 (sig
< 0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada pengaruh
yang signifikan extraversion pada variabel trait kepribadian big five terhadap
subjective well being ditolak. Artinya ada pengaruh yang positif dan signifikan
extraversion pada variabel trait kepribadian big five terhadap subjective well
being. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi variabel extraversion, maka
subjective well being akan semakin positif.
2. Aggreableness
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -.021 dengan taraf signifikansi .668
(sig < 0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada
pengaruh yang signifikan aggreableness pada variabel trait kepribadian big
five terhadap subjective well being diterima. Artinya tidak ada pengaruh yang
signifikan aggreableness pada variabel trait kepribadian big five terhadap
subjective well being.
100
3. Conscientiousness
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -.104 dengan taraf signifikansi 0.055
(sig < 0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada
pengaruh yang signifikan conscientiousness pada variabel trait kepribadian big
five terhadap subjective well being diterima. Artinya tidak ada pengaruh yang
signifikan conscientiousness pada variabel trait kepribadian big five terhadap
subjective well being.
4. Neuroticism
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar .039 dengan taraf signifikansi 0.341
(sig < 0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada
pengaruh yang signifikan neuroticism pada variabel trait kepribadian big five
terhadap subjective well being diterima. Artinya tidak ada pengaruh yang
signifikan neuroticism pada variabel trait kepribadian big five terhadap
subjective well being.
5. Openness to Experience
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -.030 dengan taraf signifikansi 0.445
(sig < 0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada
pengaruh yang signifikan openness to experience pada variabel trait
kepribadian big five terhadap subjective well being diterima. Artinya tidak ada
pengaruh yang signifikan openness to experience pada variabel trait
kepribadian big five terhadap subjective well being.
101
6. Cognitive Adjustment
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar .030 dengan taraf signifikansi 0.521
(sig < 0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada
pengaruh yang signifikan cognitive adjustment pada variabel penyesuaian diri
terhadap subjective well being diterima. Artinya tidak ada pengaruh yang
signifikan cognitive adjustment pada variabel trait kepribadian big five
terhadap subjective well being.
7. Affective Adjustment
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar .215 dengan taraf signifikansi 0.000
(sig < 0.05). Dengan demikian hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada
pengaruh yang signifikan affective adjustment pada variabel penyesuaian diri
terhadap subjective well being ditolak. Artinya ada pengaruh yang positif dan
signifikan affective adjustment pada variabel penyesuaian diri terhadap
subjective well being. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi variabel
affective adjustment , maka subjective well being akan semakin positif.
8. Attitudinal Adjustment
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar .207 dengan taraf signifikansi 0.005
(sig < 0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada
pengaruh yang signifikan attitudinal adjustment pada variabel penyesuaian diri
terhadap subjective well being ditolak. Artinya ada pengaruh yang positif dan
signifikan attitudinal adjustment pada variabel penyesuaian diri terhadap
102
subjective well being. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi variabel
attitudinal adjustment, maka subjective well being akan semakin positif.
9. Gratitude
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar .433 dengan taraf signifikansi 0.000
(sig < 0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada
pengaruh yang signifikan variabel gratitude terhadap subjective well being
ditolak. Artinya ada pengaruh yang positif dan signifikan variabel gratitude
terhadap subjective well being. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi
variabel gratitude, maka subjective well being akan semakin positif.
10. Usia
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar .118 dengan taraf signifikansi 0.657
(sig < 0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada
pengaruh yang signifikan variabel usia terhadap subjective well being diterima.
Artinya tidak ada pengaruh yang signifikan variabel demografi yaitu usia ini
terhadap subjective well being.
11. Jenis Kelamin
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -1.076 dengan taraf signifikansi 0.209
(sig < 0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada
pengaruh yang signifikan variabel jenis kelamin terhadap subjective well being
diterima. Artinya tidak ada pengaruh yang signifikan variabel demografi yaitu
jenis kelamin terhadap subjective well being.
103
Berdasarkan tabel 4.10, dapat diketahui koefisien regresi mana yang lebih kuat.
Dalam hal ini, peneliti menggunakan koefisien regresi yang terstandarisasi
(standardized coefficient) atau beta (β) untuk melihat angka koefisien regresi mana
yang menunjukan pengaruh yang lebih kuat terhadap variabel dependen. Variabel
gratitude memiliki pengaruh yang paling kuat dengan nilai β = .430.
4.2.2 Pengujian Proporsi Varians Pada Setiap Variabel Independen
Selanjutnya peneliti ingin mengetahui bagaimana penambahan proporsi varian dari
tiap variabel independen terhadap subjective well being. Penambahan proporsi varians
pada setiap variabel independen bisa dilihat pada tabel 4.11 berikut.
104
Tabel 4.11
Proporsi Varian
Model Summary
Model R R
Square
Adjusted
R
Square
Std.
Error of
the
Estimate
Change Statistics
R
Square
Change
F Change df1 df2 Sig. F
Change
1 .561a .315 .312 8.02088 .315 109.537 1 238 .000
2 .604b .365 .360 7.73948 .050 18.621 1 237 .000
3 .630c .397 .389 7.55923 .032 12.437 1 236 .001
4 .657d .432 .422 7.35142 .035 14.532 1 235 .000
5 .661e .437 .425 7.33600 .005 1.989 1 234 .160
6 .672f .452 .438 7.25043 .015 6.556 1 233 .011
7 .732g .536 .522 6.68475 .084 42.102 1 232 .000
8 .751h .564 .549 6.49844 .027 14.493 1 231 .000
9 .821i .674 .661 5.62944 .110 77.823 1 230 .000
10 821j .674 .660 5.64082 .000 .072 1 229 .788
11 .822k .676 .661 5.63361 .002 1.586 1 228 .209
a. Predictors: (Constant), EXTRAVERSION
b. Predictors: (Constant), EXTRAVERSION, AGGREABLENESS
c. Predictors: (Constant), EXTRAVERSION, AGGREABLENESS, CONSCIENTIOUSNESS
d. Predictors: (Constant), EXTRAVERSION, AGGREABLENESS,
CONSCIENTIOUSNESS, NEUROTICISM
e. Predictors: (Constant), EXTRAVERSION, AGGREABLENESS,
CONSCIENTIOUSNESS, NEUROTICISM, OPENNESS
f. Predictors: (Constant), EXTRAVERSION, AGGREABLENESS, CONSCIENTIOUSNESS,
NEUROTICISM, OPENNESS, COGNITIVE
g. Predictors: (Constant), EXTRAVERSION, AGGREABLENESS,
CONSCIENTIOUSNESS, NEUROTICISM, OPENNESS, COGNITIVE, AFFECTIVE
h. Predictors: (Constant), EXTRAVERSION, AGGREABLENESS,
CONSCIENTIOUSNESS, NEUROTICISM, OPENNESS, COGNITIVE, AFFECTIVE,
ATTITUDINAL
i. Predictors: (Constant), EXTRAVERSION, AGGREABLENESS, CONSCIENTIOUSNESS,
NEUROTICISM, OPENNESS, COGNITIVE, AFFECTIVE, ATTITUDINAL, SYUKUR
j. Predictors: (Constant), EXTRAVERSION, AGGREABLENESS, CONSCIENTIOUSNESS,
NEUROTICISM, OPENNESS, COGNITIVE, AFFECTIVE, ATTITUDINAL, SYUKUR, USIA
k. Predictors: (Constant), EXTRAVERSION, AGGREABLENESS,
CONSCIENTIOUSNESS, NEUROTICISM, OPENNESS, COGNITIVE, AFFECTIVE,
ATTITUDINAL, SYUKUR, USIA,JK
105
Dari tabel di atas didapatkan informasi sebagai berikut:
1. Variabel extraversion memberikan sumbangan sebesar 0,315 atau 31.5%
dengan sig F change = 0.000. Sumbangan tersebut signifikan.
2. Variabel aggreableness memberikan sumbangan sebesar 0,050 atau 5%
dengan sig F Change = 0.000. Sumbangan tersebut signifikan.
3. Variabel conscientiousness memberikan sumbangan sebesar 0,032 atau 3,2%
dengan sig F Change = 0.001. Sumbangan tersebut signifikan.
4. Variabel neuroticism memberikan sumbangan sebesar 0,035 atau 3,5% dengan
sig F Change = 0.000. Sumbangan tersebut signifikan.
5. Variabel openness to experience memberikan sumbangan sebesar 0,005 atau
0,5% dengan sig F Change = 0.160. Sumbangan tersebut tidak signifikan.
6. Variabel cognitive adjustment memberikan sumbangan sebesar 0.015 atau 1,5%
dengan sig F Change = 0.011. Sumbangan tersebut signifikan.
7. Variabel affective adjustment memberikan sumbangan sebesar 0.084 atau 8,4%
dengan sig F Change = 0.000. Sumbangan tersebut signifikan.
8. Variabel attitudinal adjustment memberikan sumbangan sebesar 0.027 atau 2,7%
dengan sig F Change = 0.000. Sumbangan tersebut signifikan.
9. Variabel gratitude memberikan sumbangan sebesar 0.110 atau 11% dengan sig
F Change = 0.000. Sumbangan tersebut signifikan.
106
10. Variabel demografi yaitu usia memberikan sumbangan sebesar 0.000 atau 0%
dengan sig F Change = 0.788. Sumbangan tersebut tidak signifikan.
11. Variabel demografi yang terakhir yaitu jenis kelamin memberikan sumbangan
sebesar 0.002 atau 0.2% dengan sig F Change = 0.209. Sumbangan tersebut
tidak signifikan.
Dari hasil di atas mengenai sumbangan proporsi varian yang diberikan dilihat
dari pertambahan R2 yang dihasilkan setiap kali dilakukan penambahan variabel
terdapat delapan variabel independen, yaitu extraversion, aggreableness,
conscientiousness, neuroticism, cognitive adjustment, affective adjustment, attitudinal
adjustment dan gratitude yang signifikan sumbangannya terhadap subjective well
being.
107
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis, kesimpulan pertama yang diperoleh dari penelitian ini
adalah terdapat pengaruh yang signifikan trait kepribadian big five (extraversion,
aggreableness, conscientiousness, neuroticism, dan openness to experience),
penyesuaian diri (cognitive adjustment, affective adjustment dan attitudinal
adjustment/behavioural adjustment), gratitude dan faktor demografi (usia dan jenis
kelamin) terhadap subjective well being mahasiswa perantau di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Kemudian berdasarkan hasil uji hipotesis minor yang menguji
signifikansi masing-masing koefisien regresi terhadap subjective well being (SWB),
diperoleh ada empat koefisien regresi yang signifikan mempengaruhi subjective well
being yaitu extraversion, affective adjustment, attitudinal adjustment dan gratitude.
Variabel pada penelitian ini memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
subjective well being pada mahasiswa perantau UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sedangkan untuk variabel yang paling besar memberikan pengaruh adalah variabel
extraversion. Penulis menyimpulkan bahwa subjective well being dipengaruhi oleh
satu dimensi dari trait kepribadian big five yaitu extraversion, dua dimensi dari
penyesuaian diri yaitu affective adjustment dan attitudinal adjustment dan variabel
gratitude.
108
5.2. Diskusi
Berdasarkan hasil penelitian, dimensi extraversion ini pada variabel trait kepribadian
big five memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap subjective well being.
Artinya semakin tinggi extraversion, maka subjective well being seseorang akan
semakin tinggi pula. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh DeNeve &
Cooper (1998) yaitu seseorang yang cenderung extraversion berpengaruh positif
terhadap tingkat kepuasan dan emosi positifnya dikarenakan extraversion ini memiliki
semangat dan antusias untuk membangun hubungan dengan orang lain dan juga
energik meskipun berada pada lingkungan baru sehingga memiliki pengaruh yang
positif secara signifikan terhadap subjective well being.
Hasil penelitian selanjutnya mengenai dimensi trait kepribadian big five yang
lain yaitu aggreableness memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap subjective
well being. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dijelaskan oleh Ryan dan Deci (2001)
bahwa aggreableness ini memang memiliki hubungan yang sangat lemah dengan
subjective well being dikarenakan aggreableness ini lebih dipengaruhi oleh faktor
lingkungan dan peranan budayanya. Individu yang aggreableness ini memang
memiliki sikap yang baik, empati dan penuh perhatian terhadap orang lain, tetapi
kebahagiaannya atau subjective well beingnya masih tergantung bagaimana kondisi
lingkungan dan peranan budaya sekitarnya mendukung mempengaruhi kondisi
subjective well being seseorang tersebut.
109
Hasil penelitian berikutnya mengenai dimensi trait kepribadian big five yang
lain yaitu conscientiousness yang memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap
tinggi rendahnya tingkat subjective well being pada mahasiswa yang merantau ketika
kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal ini dijelaskan pada penelitian yang
dilakukan oleh Ryan & Deci (2001) bahwa kepribadian conscientiousness ini lebih
dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan peranan budayanya bagaimana dalam ikut
mempengaruhi subjective well being pada orang yang lebih cenderung pada
conscientiousness. Kepribadian conscientiousness dalam mempengaruhi subjective
well being ini juga dipengaruhi karena imbalan dan keberhasilan yang diperolehnya
dari lingkungannya atau masyarakatnya (Ryan & Deci, 2001).
Selanjutnya, pada dimensi trait kepribadian big five yang lain yaitu neuroticism
berdasarkan koefisien regresi menunjukan pengaruh yang tidak begitu signifikan
terhadap subjective well being. Menurut Pervin dan John (2001) neuroticism ini
ditandai dengan adanya kecemasan yang berlebih, sifat emosional dan perasaan tidak
aman yang berpengaruh pada proses sosialisasi dengan lingkungannya. Hal ini
tentunya akan menghambat aktivitasnya. Sebenarnya ketidakmampuan untuk
mengendalikan kekhawatiran dan kecemasan seseorang yang mempunyai ciri
kepribadian neuroticism dapat menjelaskan rendahnya subjective wel being, karena
adanya perasaan tidak aman ini orang yang lebih cenderung neuroticism akan
menganggap dirinya dalam keadaan baik saja sehingga subjective well being tidak
signifikan dipengaruhi oleh neuroiticism.
110
Dimensi pada trait kepribadian big five yang terakhir pada hasil penelitian ini
adalah openness to experience. Berdasarkan koefisien regresi menunjukan openness
to experience ini menunjukan pengaruh yang tidak signifikan terhadap tinggi atau
rendahnya subjective well being pada subjek penelitian kali ini. Seperti halnya
aggreableness, memang openness to experience ini dalam hal kecerdasan, memiliki
hubungan yang lemah terhadap subjective well being (Ryan & Deci ,2001). Openness
to experience atau bisa juga disebut intellect ini lebih dikarenakan pengaruh dari faktor
lingkungan dan peranan budaya. Keterbukaan terhadap pengalaman mempunyai
pengaruh pada afek positif yang tinggi dan rendah pada afek negatif. Sebagaimana
openness to experience adalah individu yang memiliki kreativitas, imajinatif, dan
dapat membangun pertumbuhan pribadi dalam dirinya dengan kreatif. Tetapi kembali
lagi openness to experience ini lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan peranan
budaya.
Pada variabel lainnya yang juga dibahas dan diuji pengaruhnya dalam
penelitian ini terhadap subjective well being mahasiswa perantau adalah penyesuaian
diri. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukan ada dua dimensi dari penyesuaian
diri yaitu affective adjustment dan attitudinal/behavioural adjustment yang signifikan
berpengaruh positif terhadap tinggi atau rendahnya subjective well being pada
mahasiswa perantau UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hal ini sesuai dengan yang
disampaikan oleh Kartono (2008) bahwa individu yang memiliki penyesuaian diri
yang baik akan dapat menampakan perilaku (behavioural adjustment) yang sesuai
111
dengan norma yang berlaku di masyarakat, dengan itu dapat memberikan kepuasan
serta dapat memenuhi kebutuhan dan mengatasi ketegangan dikarenakan didukung
oleh lingkungan sosial yang berhasil disesuaikannya.
Rasa bahagia, sejahtera, puas serta emosi positif (affective adjustment)
meskipun di tempat perantauan tersebut yang jauh dari tempat tinggal asalnya akan
berdampak pada pada kondisi yang lebih baik pada kesehatan, kinerja, hubungan
sosial dan perilaku etis (Kasebir & Diener, 2008). Apabila individu kurang mampu
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan, maka individu akan menampakan
perilaku yang negatif selain merugikan dirinya sendiri juga dapat merugikan
lingkungan sekitarnya.
Ada satu dimensi dari variabel penyesuaian diri berdasarkan hasil dari
perhitungan koefisien regresinya yang tidak signifikan berpengaruh terhadap tinggi
rendahnya subjective well being adalah cognitive adjustment. Meskipun individu itu
memiliki kemampuan secara kognitif dan memiliki pengetahuan terkait sebagai
mahasiswa merantau seperti apa yang harus dilakukan, tetapi tetap saja kehidupan
merantau yang jauh dari tempat tinggal asalnya dan berada di lingkungan baru yang
jauh dari orang tua akan memiliki kendala pada subjective well being jika tidak
menampakan perilaku yang sesuai dengan norma (attitudinal adjustment) kemampuan
untuk mengatasi ketenangan dan emosinya secara positif atau affective adjustment
(Kartono, 2008).
112
Variabel lain yang signifikan berpengaruh terhadap meningkatkan subjective
well being dilihat dari hasil penelitiannya yaitu koefisien regresi adalah gratitude. Hal
ini menunjukan bahwa apabila individu itu mengalami peningkatan dalam gratitude
tentu akan berpengaruh terhadap meningkatnya kepuasan dan kebahagiaan pada
kehidupannya atau subjective well being (Emmons & McCullough, 2003; Watkins,
Woodward, Stone, & Kolts, 2003; Froh, Yurkewicz, & Kashdan, 2009; Ramzan &
Ranna, 2014; Buragohain & Mandal, 2015). Individu yang senantiasa menerapkan
gratitude selalu melihat kondisi yang dialaminya dari sudut pandang yang positif
sehingga tidak merasa terbebani dengan kondisi yang ada seperti yang dialami
mahasiswa perantau ketika kuliah yang jauh dari tempat tinggal asalnya bahkan dapat
termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya dengan rasa terima kasih atas anugerah
berupa situasi yang diterimanya (Fauziyah & Luzvinda, 2017).
Variabel terakhir yang diteliti dalam penelitian ini dalam mempengaruhi
subjective well being adalah faktor demografi yang terdiri dari usia dan jenis kelamin.
Usia dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi subjective well being
mahasiswa secara langsung atau tidak langsung bersama variabel lain. Diener, Lucas
dan Oishi (2005) mengatakan usia memang memiliki pengaruh pada subjective well
being, tetapi kecil dan tidak signifikan. Individu yang masih muda cenderung
merasakan emosi yang lebih dalam daripada orang yang lebih tua, tetapi orang tua
cenderung lebih puas dengan hidupnya. Tetapi tidak berarti individu yang lebih muda
dikatakan lebih bahagia dibanding yang tua, tergantung dilihat dari komponen apa
113
yang diukur pada subjective well being, karena subjective well being ini memang
bukan variabel yang tunggal (Diener et.al, 1999).
Jenis kelamin juga turut mempengaruhi subjective well being, tetapi tidak
begitu besar pengaruhnya terhadap subjective well being. Berdasarkan penelitian
Diener dan Suh (1998) menunjukan perempuan memiliki tingkat subjective well being
yang relatif sama dengan laki-laki. Hal ini sesuai juga dengan penelitian Lucas dan
Gohm (2000) yang menyatakan kecil pengaruhnya jenis kelamin terhadap subjective
well being. Tetapi ada beberapa penelitian menunjukan perempuan memiliki perasaan
tidak menyenangkan atau afek negatif yang lebih tinggi dibanding laki-laki (Brody &
Hall, 1993; Nolen-Hoeksema & Rusting, 1999). Hal itu bisa disebabkan karena
perempuan lebih sering peka terhadap perasaan dan mood seperti perasaan sedih, takut,
malu dan perasaan bersalah sehingga lebih rentan terhadap depresi dan kecemasan
yang dialami perempuan (Nolen-Hoeksema & Rusting, 1999). Tetapi tidak bisa
disimpulkan laki-laki lebih bahagia dibanding perempuan karena bergantung kepada
komponen apa yang diukur pada subjective well being dan subjective well being ini
bukan komponen yang tunggal (Diener et.al, 1999)
5.3 Saran
Saran untuk penelitian ini, penulis membaginya menjadi dua, yaitu saran metodologis
dan saran praktis. Penulis memberikan saran secara metodologis sebagai bahan
pertimbangan untuk perkembangan penelitian selanjutnya. Selain itu, penulis juga
114
memberikan saran secara praktis sebagai bahan kesimpulan dan masukan bagi
pembaca sehingga dapat mengambil manfaat dari penelitian ini.
5.3.1 Saran Metodologis
1. Berdasarkan variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini yang
mempengaruhi tinggi rendahnya subjective well being yang telah penulis
uraikan, untuk penelitian selanjutnya penulis menyarankan dapat
menggunakan faktor lain yang mungkin dapat berpengaruh besar terhadap
subjective well being pada mahasiswa perantau, yaitu flow sebuah konsep
psikologis yang dikembangkan oleh Mihaly Csikzentmihalyi (Nakamura, J., &
Csikzentmihalyi, M.,dalam Arif, 2016). Konsep flow ini adalah ketika individu
pada suatu momen atau kondisi dihadapkan pada persoalan sulit dalam
pekerjaan atau hal yang dialaminya, yang kemudian menuntutnya
mengerahkan segala keterampilan, daya upaya dan sumber daya yang mereka
yang miliki, sampai ke batas-batasnya atau bahkan melampauinya, tetapi hal
itu semakin membuatnya memiliki sukacita yang besar dan kenikmatan yang
luar biasa dalam menghadapi kesulitan tersebut (Arif, 2016). Hal itu sangat
menarik untuk diteliti menurut saran penulis mengenai flow ini terhadap
subjective well being mahasiswa perantau yang memang seringkali dihadapkan
pada persoalan ketika merantau.
2. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti, variabel trait kepribadian
big five yang paling berpengaruh terhadap subjective well being adalah
115
extraversion. Sedangkan dimensi lain pada trait kepribadian big five seperti
aggreableness, openness to experience, neuroticism tidak signifikan
berpengaruh terhadap subjective well being. Berdasarkan hasil tersebut,
peneliti menyarankan untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan metode
analisis dengan menggunakan Structural Equation Modelling (SEM) karena
trait kepribadian big five ini mungkin saja beberapa dimensinya yang tidak
berpengaruh secara langsung terhadap subjective well being dapat memiliki
pengaruh jika dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan adanya mediator
yang mengantarkan pengaruhnya kepada subjective well being. Mediator yang
dimaksud bisa berupa variabel penyesuaian diri atau gratitude seperti pada
penelitian yang penulis lakukan kali ini.
5.3.2 Saran Praktis
1. Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa extraversion memiliki
pengaruh positif terhadap tingginya subjective well being. Individu yang
ekstraversion ini hendaklah sering berbaur dan menjalin silaturahmi dengan
orang lain dan berbagi dengan teman-teman karena pribadi yang ekstraversion
ini akan memiliki semangat dan mengembalikan emosi yang positif jika
bergaul dengan teman-teman dan orang lain di sekitarnya.
2. Sedangkan untuk dimensi lain pada trait kepribadian big five yang tidak
signifikan berpengaruh terhadap subjective well being adalah
conscientiousness, aggreableness, neuroticism dan openness to experience
116
memang disarankan untuk memperhatian dari faktor lingkungan dan peranan
budaya yang seringkali pada kecenderungan pribadi ini dapat berdampak
negatif terhadap subjective well being. Untuk pihak instansi terkait terutama
perguruan tinggi perlunya tes kepribadian untuk mengetahui individu seperti
apa pada kalangan mahasiswanya sehingga dapat diketahui metode konseling
yang tepat sesuai kepribadian mahasiswa untuk menanggulangi subjective well
being yang rendah di kalangan mahasiswa, baik itu akan dilakukan metode
konseling kelompok maupun konseling individual.
3. Dalam penelitian ini menemukan bahwa variabel penyesuaian diri
berpengaruh signifikan terhadap tinggi rendahnya subjective well being pada
mahasiswa perantau di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Memang penyesuaian
diri ini sangat dibutuhkan bagi setiap mahasiswa baik penyesuaian pada
cognitive adjustment, affective adjustment dan attitudinal adjustment dalam
peralihannya dari tempat tinggal asal menuju ke tempat merantau untuk kuliah
dan juga dari usia-usia peralihan dari remaja akhir menuju dewasa awal yang
memang rawan konflik dengan diri sendiri sehingga sangat mungkin
berdampak pada kondisi subjective well being. Bagi instansi khususnya
perguruan tinggi hendaknya memberi arahan (attitudinal adjustment) dan
pemahaman (cognitive adjustment) serta motivasi (affective adjustment)
kepada mahasiswa khususnya untuk mampu menyesuaikan diri di lingkungan
perguruan tinggi.
117
4. Hasil penelitian pada variabel yang terakhir yaitu gratitude. Untuk mahasiswa
yang merantau, tidak terkecuali kepada setiap individu, gratitude itu memang
penting untuk diterapkan dalam kehidupan karena memiliki manfaat yang
begitu besar dan berdampak pada kebahagiaan dan kepuasan individu itu
sendiri atau subjective well being. Perlunya mindset untuk selalu memiliki
gratitude pada diri bahwa Tuhan sudah begitu baik dan melimpah nikmatnya
yang telah diberikan kepada setiap hambaNya. Dengan mengubah mindset
positif untuk tetap bersyukur (gratitude) bagaimanapun kondisi kehidupan
yang sedang dijalani saat ini, akan membawa individu kepada kehidupan yang
lebih berbahagia dan memiliki subjective well being yang tinggi pula. Bagi
instansi khususnya perguruan tinggi hendaknya menanamkan budaya
bersyukur/ gratitude bagi seluruh civitas akademika dengan berbagai cara yang
kreatif dan inovatif disamping semangat membangun budaya akademik dalam
perguruan tinggi agar meningkatnya subjective well being dikalangan
mahasiswa khususnya.
118
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, L.M., Robert A., Giacalone C.L., Jurkiewicz. (2006). On the Relationship
of Hope and Gratitude to Corporate Social Responsibility. Journal of
Business Ethics, 70:401- 40
Arif, I.S. (2016). Psikologi Positif Pendekatan Saintifik Menuju Kebahagiaan.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Auerbach, R. P., Mortier, P., Bruffaerts, R., Alonso, J., Benjet, C., Cuijpers, P.,
Kessler, R. C. (2018). WHO world mental health surveys international college
student project: Prevalence and distribution of mental disorders. Journal of
Abnormal Psychology, 127(7), 623–638. https://doi.org/10.1037/abn0000362
Baker, R. W., & Siryk, B. (1989). Student Adaptation to College Questionnaire
manual. Los Angeles, CA: Western Psychological Services
Beiter, R., Nash, R., McCrady, M., Rhoades, D., Linscomb, M., Clarahan, M., &
Sammut, S. (2015). The prevalence and correlates of depression, anxiety, and
stress in a sample of college students. Journal of Affective Disorders, 173, 90–
96.
Blanco, C., Okuda, M., Wright, C., Hasin, D. S., Grant, B. F., Liu, S. M., & Olfson,
M. (2008). Mental health of college students and their non-college-attending
peers: Results from the National Epidemiologic Study on Alcohol and
Related Conditions. Archives of General Psychiatry, 65, 1429–1437.
http://dx.doi.org/10.1001/archpsyc.65.12.1429
Brajša-Žganec, A., M. Merkas & I. Sverko (2010). Quality of Life and Leisure
Activities How do Leisure Activities Contribute to Subjective well being.
Zagreb,Croatia: The Ivo Pilar Institute of Social Sciences
Brajša-Žganec, A., Ivanovic, D., dan Lipovcan, L.K., 2011. Personality Traits and
Social Desirability as Predictors of Subjective Well-Being. Psihologijske teme,
20(2):261-276. E-mail: [email protected].
Brody, L, R., and Hall, J. A. 1993. Gender and emotion. In M. Lewis and J.M.
Haviland, eds., Handbook of Emotions. New York: Guilford Press,pp. 447-60.
Buragohain, P., & Mandal, R (2015). Teaching of Gratitude among the Students of
Secondary School as a Means of Well Being. International Journal of
Humanities Social Science and Education. 2(2), 179-188
119
Chan, R., dan Joseph, S., 2000. Dimensions of personality, domains of aspiration, and
subjective well-being. Personality and Individual Differences, 28:347-354.
Cho, S. B., Llaneza, D. C., Adkins, A. E., Cooke, M., Kendler, K. S., Clark, S. L., &
Dick, D. M. (2015). Patterns of substance use across the first year of college
and associated risk factors. Frontiers in Psychiatry, 6, 152.
Cloninger, S.C. (2009). Theories of Personality: Understanding Persons. United State:
Pearson Prentice Hall
Costa, P. T., & McCrae, R. R. (1989). NEO PI/FFI manual supplement for use with
the NEO Personality Inventory and the NEO Five-Factor Inventory.
Psychological Assessment Resources.
Costa, P. T., & McCrae, R. R. (1992). Normal personality assessment in clinical
practice: The NEO Personality Inventory. Psychological Assessment, 4(1), 5-
13. http://dx.doi.org/10.1037/1040-3590.4.1.5
Costa, P.T., & McCrae,R.R. (1988). Personality in Adulthood: A six-year longitudinal
study of self reports and spouse ratings on the NEO Personality Inventory.
Journal of Personality Inventory. Journal of Personality and Social
Psychology, 54, 853-863
Coninck, D., Matthijs, K., & Luyten, P. (2019). Subjective well-being among first-
year university students: A two-wave prospective study in Flanders, Belgium.
Student Success, 10(1), 33-45. doi: 10.5204/ssj.v10i1.642
DeNeve K.M., dan Cooper,H., 1998. The happy personality: A meta-analysis of 137
personality Traits and Subjective Well-being. Psychological Bulletin, 124
(2) : 197-229
Diener, E. (1984). Subjective well being. Psychological Bulletin, 95, 542-575
Diener, E., Emmons, R.A., Larsen, R.J., & Griffin,S. (1985). The Satisfaction with
Life Scale. Journal of Personality Assesment. 49, 71-75
Diener, E, & Suh, E. M. (1998). Subjective well being and age: An international
analysis. In K.W. Schaie & M.P. Lawton (eds.), Annual review of gerontology
and geriatrics (Vol. 17, pp. 304-324). New York: Springer.
Diener, Ed, Lucas, Richard. E., & Oishi, S. (2005). Subjective well-being : The science
of Happiness and life satisfaction. dalam C.R. Snyder & SJ. Lopez (edtr.),
Handbook of Positive Psychology (hal 63-73). New York: Oxford University
Press
120
Diener, E., Oishi, S., & Lucas, R. E. (2003). Personality, culture, and subjective
well being: Emotional and cognitive evaluations of life. Annual Review of
Psychology, 54, 403- 425. doi: 10.1146/annurev.psych.54.101601. 145056
Diener, E., Suh, E.M., Lucas, R.E., dan Smith, H.L., (1999). Subjective Well-Being:
Three Decades of Progress. Psychological Bulletin, 125:276-302
Diener, E., (2000). Subjective Well-Being: The Science of Happiness and a Proposal
for a National Indeks. America Psychologist, 55(1): 34-43
Diener, E., D, Wirtz., W, Tov., & C,K, Prieto., (2010). New Well Being Measures:
Short Scales to Assess Flourishing and Positive and Negative Feelings.
Soc Indic Res, 97:143-156
Diener, E., Suh, E. M,, Smith, H., & Shao, L. (1995). National differences in reported
subjective well-being: Why do they occur? Social Indicators Research. 34. 7-
32. doi:10.l007/BF01078966
Donnellan , M.B., Oswald F.L., Baird, B.M.,& Lucas,R.E.(2006).The MINI-IPIP
scales : Tiny-yet-effective measures of the big five factors of personality.
Journal of Psychological Assesment, 18 (2), 192-203. DOI:
10.1037/10403590.18.2.192
Eddington, N., & Shuman, R. (2008). Subjective well-being (happiness).California:
Continuing Psychology Education Inc.
Emmons, R.A. (2004). An Introduction. In R.A. Emmons & M.E. McCullough
(Eds.), The Psychology of Gratitude. (pp. 3-16). New York, NY: Oxford
University Press
Emmons,R. A., & McCullough, M.E. (2003). Counting blessing Versus Burdens: An
Experimental Investigation of Gratitude and Subjective well being in Daily
Life. Journal of Personality and Social Psychology, 84(2). 377-389. doi:
10.103/0022-3514.84.2.377
Eryilmaz, A. (2011). Satisfaction of needs and determining of life goals: A model of
subjective well-being for adolescent in high school. Educational
Sciences,11(4), 1757- 1764
Fauziyah, A & Luzvinda, L (2017). Effect of Job Satisfaction and Gratitude On
Organizational Citizenship Behavior. Tazkiya Journal of Psychology, 22(1).
3-5
121
Feist, J. & Feist, G.J. (2010). Teori Kepribadian, Edisi 7. Jakarta: Humanika Friedman,
H. S. & Schustack, M.W. Personality: Classic Theories and Modern Research.
Fisher, S., & Hood, B. (1988). Vulnerability factors in the transition to university: Self-
reported mobility history and sex differences as factors in psychological
disturbance. British Journal of Psychology, 79(3), 309-320.
http://dx.doi.org/10.1111/j.2044- 8295.1988.tb02290.x
Fowler, G. (2010). Relationships Between Mental Health, Socioeconomic Status and
Subjective Social Status in First-Year Students at Four South African
Universities. A dissertation submitted in fulfillment of the requirements for
the award of the degree of Masters of Social Science (Psychology).
University of Cape Town: Departement of Psychology Faculty of the
Humanities
Friedman, H.S. & Schustack (2008). M.W. Personality : Classic Theories and Modern
Research. In Ikarini, F.D., Hany,M., & Prima, A.P, Kepribadian: Teori klasik
dan Riset Modern
Frisch, M. B. 2000. Improving mental and physical health care through quality of life
therapy and assessment. In Advances in quality of life: Theory and research
(pp. 207-41), edited by E. Diener and D. R. Rahtz. London: Kluwer
Froh, J., Fan, J., Emmons, R., Bono, G., Huebner, S., & Watkins, P. (2011). Measuring
Gratitude in Youth: Assesing The The Psychometric Properties of Adult
Gratitude Scales in Children and Adolescents. Psychological Assesment, 23(2),
311-324
Froh, J. J., Yurkewicz, C., & Kashdan, T. B. (2009). Gratitude and Subjective Well
Being in Early Adolescence: Examining Gender Differences. Journal of
Adolescence,32(2009), 633-650. Doi:10.1016/j.adolescence.2008.06.006
Goldberg, L. R. (1990). An alternative “description of personality”: The bigfive factor
structure. Journal of Personality and Social Psychology, 59, 1216–1229.
Goldberg, L. R., Johnson, J. A., Eber, H. W., Hogan, R., Ashton, M. C., Cloninger, C.
R., & Gough, H. G. (2005). The international personality item pool and the
future of public-domain persona-lity measures. Journal of Research in
Personality, 40(1), 84–96. doi: 10.1016/j.jrp.2005.08.007
Gutiérrez, J.L.G., Jiménez, B.M., Hernández, E.G., dan Puente, C.P., 2005.
Personality and subjective well-being: big five correlates and
122
demographic variables. Personality and Individual Differences, 7 (38):
1561- 1569.
Haber, A.,dan Runyon, R.P. (1984). Psychology of Adjustment. Illnois: The Dorsey
Press
Halamandaris, K. F., & Power, K. G. (1997). Individual differences, dysfunctional
attitudes, and social support: A study of the psychosocial adjustment to
university life of home students. Personality and Individual Differences, 22(1),
93–104. http://dx.doi.org/10.1016/S0191-8869(96)00175-4
Hanum, D. H. (1997). Perkawinan usia belia. Yogyakarta. Kerjasama Pusat Penelitian
Kependudukan Universitas Gadjah Mada dengan Ford Foundation Yogyakarta
Universitas Gajah Mada.
Hoorn, A. (2007). A Short introduction to subjective well-being: It’s measurement, correlates and policy uses. Diunduh pada 14 Januari 2019 ,dari http://web.undp.org/developmentstudies/docs/
Irfan, M., & Suprapti. (2014). Hubungan Self Efficcacy dengan penyesuaian Diri
terhadap Perguruan Tinggi pada Mahasiswa Baru Fakultas Psikologi
Universitas Airlangga. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan,
Volume 3, No.3, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga
Jauziyah, I.A (2006). Kemuliaan Sabar dan Keagungan Syukur. Yogyakarta: Mitra
Pustaka
John, O. P., & Srivastava, S. (1999). The Big Five Trait taxonomy: History,
measurement, and theoretical perspectives. In L. A. Pervin & O. P. John
(Eds.), Handbook of personality: Theory and research (pp. 102-138). New
York, NY, US: Guilford Press.
Kartono,K. (2008). Bimbingan Anak dan Remaja yang Bermasalah. Jakarta: Rajawali
Pers
Katkovsky, W. & Gorlow,L. (1976). The Psychology of Adjustment; Current Concept
and Aplication. McGraw-Hill Book Company: New York
Kasebir & Diener, E. (2008). Income inequality and happiness. Journal of
Psychological Science
123
Kendler, K. S., Myers, J., & Dick, D. (2015). The stability and predictors of peer
group deviance in university students. Social Psychiatry and Psychiatric
Epidemiology, 50, 1463–1470. http://dx.doi.org/10.1007/s00127-015-1031-4
Keyes, C. L., Dhingra, S. S., & Simoes, E. J. (2010). Change in level of positive mental
health as a predictor of future risk of mental illness. American Journal of
Public Health, 100(12), 2366–2371.
Keyes, C. L., Eisenberg, D., Perry, G. S., Dube, S. R., Kroenke, K., & Dhingra, S. S.
(2012). The relationship of level of positive mental health with current mental
disorders in predicting suicidal behavior and academic impairment in college
students. Journal of American College Health, 60(2), 126–133.
Larsen,R.J.& Buss, D.M. (2008). Personality psychology: domains of knowledge
about human nature 3rd. Boston: McGraw-Hill
Lazarus, Richard S. (1969). Pattern of Adjustment and Human Effectivenes. New York:
McGraw-Hill Book & Co.
Lee, J. S., Koeske, G.F., & Sales, E. (2004). Social Support Buffering of Acculturative
Stress: A study of mental health Symptoms among Korean International
Students. International Jorunal of Intercultural Relations,28(5), 399-414
Leontopoulou, S., & Triliva, S. (2012). Exploration of subjective wellbeing and
character strengths among a greek university student sample. International
Journal of Wellbeing,2(3), 251-270
Lin, J.-C. G., & Yi, J. K. (1997). Asian international students' adjustment: Issues and
program suggestions. College Student Journal, 31(4), 473-479
Lin, W. H., & Yi, C.C. (2018). Subjective Well-Being and Family Structure During
Early Adolescence: A Prospective Study. Journal of Early Adolescence Vol.
39 (3) 426-452 DOI:10.1177/0272431618770785
Liyan, Z., & Xiaohua, H. (2010). Gratitude: Concept, Measurement And Related
Studies. Advances in Psychological Science, 7(2).
http://en.cnki.com.cn/Article_en/CJFDTOTAL-XLKX201002037.htm
Lucas, R. E., & Gohm, C. (2000). Age and sex differences in subjective well-being
across cultures. In E. Diener & E. M. Suh (Eds.), Subjective well-being across
cultures. Cambridge, MA: MIT Press.
124
Lykken, D., & Tellegen, A (1996). Happiness is a Stochastic Phenomenon. American
Psychological Association. University of Minnesota. Vol.7. No.3
McCrae, R.R. & Costa,P.T. (2006). Personality in Adulthood: A Five-Factor Theory
Perspective-second edition. New York: The Guilford Press
McCullough, M. E., Emmons, R. A., & Tsang, J. A. (2002). The grateful disposition:
a conceptual and empirical topography. Journal of personality and social
psychology, 82(1), 112.
Mujib, Abdul (2017). Teori Kepribadian Perspektif Psikologi Islam. Edisi Kedua.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Mukhlis, H., & Koentjoro. (2015). Pelatihan kebersyukuran untuk menurunkan
kecemasan menghadapi ujian nasional pada siswa SMA. Gadjah Mada
Journal Of Professional Psychology, 1(3), 203-215
Myers, D. G. (2000). The funds, friends, and faith of happy people. American
Psychologist, 55(1), 56–67. http://dx.doi.org/10.1037/0003-066X.55.1.56
Nakamura, J., & Csikszentmihalyi, M. (2014). The Concept of flow. In Flow and the
Foundations of Positive Psychology (pp.239-263). Springer Netherlands
Nolen-Hoeksema, S., and Rusting, C. L. 1999. Gender differences in well-being In D.
Kahneman, E. Diener, and N. Schwarz, eds., Well-being: The Foundations of
Hedonic Psychology. New York: Russell Sage Foundation, pp. 330-52.
Othman,A.K., Y.M.Yusoff, M,I.Hamzah, M,Z.Abdullah (2014). The Influence of
Psychological Adjustment on Academic Performance of International Students:
The Moderating Role of Social Support. Aust. J. Basic & Appl. Sci., 8(2): 272-
283
Park, N. (2004). The role of subjective well-being in positive youth development. The
Annals Of The American Academy, 591(25). doi:10.1177/0002716203260078
Pervin, L.A.,, dan John, O.P., 2001. Personality,theory and research. 8nd. New York:
John Wiley & Sons, Inc
Pervin, L.A.,Cervone, D., & John, O.P. (2005). Personality: Theory and Research,
nineth edition. United State: John Willey & Sons, Inc
Peterson, C & Seligman, M. E. P. (2004). Character, Strenght, and Virtues: A
Handbook & Classification. New York: Oxford University Press
125
Pettit, J. W., Kline, J. P., Gencoz, T., Gencoz, F., & Joiner Jr, T. E. (2001). Are happy
people healthier? The specific role of positive affect in predicting self-reported
health symptoms. Journal of Research in Personality, 35(4), 521–536.
Quinn, P. D., & Duckworth, A. L. (2007). Happiness and Academic Achievement:
Evidence for Reciprocal Causality. Psychological Science, 13, 81-84
Ramzan, N., & Rana, S.A. (2014) Expression of Gratitude and Subjective well being
Among University Teachers. Middle – East Journal of Scientific Research
Renshaw, T. L., & Bolognino, S. J. (2016). The College Student Subjective Wellbeing
Questionnaire: A Brief, Multidimensional Measure of Undergraduate’s
Covitality. Journal of Happiness Studies, 17(2), 463–484.
https://doi.org/10.1007/s10902-014 9606-4
Rusdi, Ahmad. (2016). Syukur Dalam Psikologi Islam dan Konstruksi Alat Ukurnya.
Jurnal Ilmiah Penelitian Psikologi. kajian Empiris & Non-Empiris Vol. 2., No.
2., 2016. Hal. 37-54
Russell, J.E.A. (2008). Promoting subjective well being at work. Journal of Career
Assessment,16, 117 – 131. Doi: 10.1177/1069072707308142.
Ryan, R.M., dan Deci, E.L., (2001). On happiness and human potentials: A review of
research on hedonic and eudaimonic well-being. Annual Review of Psychology,
52,141-166.
Savelkoul. M., M.W.M. Post, L.P. de Witte, & H.B. van den Borne. (2000). Social
support, coping and subjective well being in patients with rheumatic diseases.
Patient Education and Counseling, 39. 205 – 218
Schlossberg, N., K. (1981). A model for analyzing human adaptation to transition. The
Counseling Psychologist, 9, 2-18
Schmutte, P. S., & Ryff, C. D. (1997). Personality and well-being: Reexamining
methods and meanings. Journal of Personality and Social Psychology, 73(3),
549-559. http://dx.doi.org/10.1037/0022-3514.73.3.549
Schneiders, A. (1964) Personal Adjustment and Mental Health. New York: Holt,
Rinehart, and Winston.
Sharma, B. (2012). Adjustment and Emotional Maturity Among First Year College
Students. Journal of Social and Clinical Psychology, 10 (2), 32-37
126
Smyth, J. M., Zawadzki, M. J., Juth, V., & Sciamanna, C. N. (2017). Global life
satisfaction predicts ambulatory affect, stress, and cortisol in daily life in
working adults. Journal of Behavioral Medicine, 40(2), 320–331.
Soini H. T., Katarina S. Aro, M. Niemivirta. (2007). Achievement goal orientations
and subjective well-being:A person-centred analysis. Elsevier Learning and
Instruction, 18, 251 – 266. Doi: 10.1016/j.learninstruc.2007.05.003.
Stewart-Brown, S., Evans, J., Patterson, J., Petersen, S., Doll, H., Balding, J., & Regis,
D. (2000). The health of students in institutes of higher education: An
important and neglected public health problem? Journal of Public Health,
22(4), 492-499. http://dx.doi.org/10.1093/pubmed/22.4.492
Twenge, J. M., Joiner, T. E., Rogers, M. L., & Martin, G. N. (2018). Increases in
depressive symptoms, suicide-related outcomes, and suicide rates among US
adolescents after 2010 and links to increased new media screen time. Clinical
Psychological Science, 6(1), 3–17.
Umar, Jahja. (2012). Confirmatory Factor Analysis: Bahan Ajar Perkuliahan. Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah
Watkins, P. C., Woodward, K., Stone, T., & Kolts, R.L (2003). Gratitude and
Happiness: Development of Measure of Gratitude, and Relationship with
Subjective Well Being. Social Behavior and Personality: an International
journal, 31(5), 431-451
Watson, D., L.A. Clark & A. Tellegen. (1988). Development and Validation of Brief
Meas ures of Positive and Negative Affect: The PANAS scale. Journal of
Personality and Social Psychology, Vol.54, No. 6, 1062 – 1070
Watson, D., & Clark, L. A. (1992). On traits and temperament: General and specific
factors of emotional experience and their relation to the emotional experience
and their relation to the five-factor model. Journal of personality, 60, 441-476.
Wilson, W. R. (1967). Correlates of avowed happiness. Psychological Bulletin, 67(4),
294-306. http://dx.doi.org/10.1037/h0024431
Wood, A. M., Froh, J.J., & Geraghty, A.W. (2010). Gratitude and well-being: A
review and theoretical integration. Clinical psychology review, 30(7), 890-905.
Zhang, Dong., Renshaw,T.L. (2019). Personality and college student subjective well
being: A domain specific approach. Journal of Happiness Studies, DOI:
10.1007/s10902-019-00116-8
127
LAMPIRAN
128
1. Lampiran 1 (Kuesioner Penelitian)
Assalamualaikum Wr. Wb.
Salam hormat,
Saya Annaz Julian, mahasiswa fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
semester VIII hendak mengadakan penelitian dalam menyusun skripsi mengenai
subjective well being pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Adapun subjective well being (SWB)itu sendiri adalah suatu evaluasi atau
penilaian secara kognitif maupun afektif dari individu terhadap kehidupan, yang mana
evaluasi atau penilaiannya ini termasuk reaksi emosional terhadap peristiwa serta
penilaian kognitif terhadap kepuasan dan pemenuhan terhadap kehidupan.
Berkaitan dengan ini, saya memohon bantuan dari anda untuk mengisi skala
yang tersedia. Jawaban yang jujur dan sesuai dengan apa yang benar terjadi pada anda
sangat membantu dalam penelitian ini. Semua jawaban yang anda berikan akan dijaga
kerahasiaannya. Atas partisipasi dan kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih.
Peneliti
Data responden
Nama/Inisial :
Jenis kelamin :
Usia :
Semester/Jurusan :
Daerah asal :
Petunjuk Pengisian
Baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan. Anda diminta untuk menjawab
pernyataan sesuai dengan diri anda dengan cara memberi tanda checklist (√ ) dalam
kotak pada salah satu pilihan jawaban yang tersedia di setiap pernyataannya.
SS : Sangat Setuju TS : Tidak Setuju
S : Setuju STS : Sangat Tidak Setuju
129
Contoh :
No Pernyataan STS TS S SS
1 Saya optimis tentang masa depan saya. √
Terima kasih, selamat mengerjakan!
Kuesioner Subjective well being
Di bawah ini ada pernyataan yang dapat anda setujui atau tidak setujui. Dengan skala
1-4 di bawah ini, tunjukan tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan anda terhadap
masing-masing pernyataan dengan menuliskan angka di samping pernyataan
tersebut.
No Statement Pernyataan
1 I lead a purposeful and meaningful
life
Saya menjalani hidup dengan terarah
dan bermakna.
2 My social relationships are
supportive and rewarding
Hubungan sosial saya mendukung
dan bermanfaat.
3 I am engaged and interested in my
daily activities
Saya terllibat dan tertarik pada
kegiatan sehari-hari.
4 I actively contribute to the happiness
and well being of others
Saya aktif berkontribusi pada
kebahagiaan dan kesejahteraan orang
lain.
5 I am competent and capable in the
activities that are important to me
Saya memiliki kompetensi dan
kemampuan dalam menjalani
kegiatan yang penting bagi saya.
6 I am a good person and live a good
life
Saya orang yang baik dan menjalani
kehidupan yang baik.
7 I am optimistic about my future Saya optimis tentang masa depan
saya.
8 People respect me Orang-orang menghormati saya.
9 Positive.(Positif) Saya selalu berpikiran positif
terhadap apapun yang terjadi pada
hidup saya.
10. Negative (negatif) Saya tidak jarang dipenuhi dengan
pikiran-pikiran negatif dalam
keseharian.
11 Good (baik) Saya merasa hal-hal yang baik selalu
terjadi pada hidup saya.
12 bad (buruk) Saya sering merasa hal buruk terjadi
pada hidup saya.
13 Pleasant (Nyaman) Saya merasa nyaman dengan hidup
saya saat ini.
130
14 Unpleasant (tidak nyaman) Selama sebulan terakhir, saya merasa
tidak nyaman dengan kehidupan saya.
15 Happy (senang) Saya menjalani hidup dengan
menyenangkan.
16 Sad (sedih) Kondisi kehidupan saya
menyedihkan.
17 Afraid (Takut) Saya merasa takut menghadapi masa
depan nanti.
18 Joyful (periang) Saya menjalani aktivitas keseharian
dengan riang.
19 Angry (pemarah) Saya sering mudah tersinggung pada
hal-hal yang sepele.
20 Contented (Puas) Saya merasa puas dengan kehidupan
saya saat ini.
Kuesioner Trait Kepribadian Big Five
No Statement Pernyataan
1 I am the life of the party(+EX) Saya dapat menghidupkan suasana
ketika sedang berkumpul dengan orang
lain. (+EX)
2 I sympathize with others feelings. Saya bersimpati dengan perasaan orang
lain.(+AG)
3 I get chores done right away ketika diberi tugas,saya berusaha untuk
segera menyelesaikannya tanpa
menunda nunda.(+CO)
4 I have frequent mood
swings(+NE)
Suasana hati saya sering berubah-
ubah.(+NE)
5 I have a vivid imagination (+OP) Saya memiliki imajinasi yang
tinggi.(+OP)
6 I don’t talk a lot (-EX) Saya tidak banyak bicara.(-EX)
7 I am not interested in other
people’s problems.(-AG)
Saya tidak terlalu tertarik memikirkan
masalah orang lain.(-AG)
8 I often forget to put things back in
their proper place(-CO)
Saya sering lupa untuk mengembalikan
barang-barang ke tempatnya.(-CO)
9 I am relaxed most of the time(-NE) Saya sering menjalani aktivitas
keseharian dengan santai.(-NE)
10 I am not interested in abstract
ideas(-OP)
Saya tidak terlalu tertarik pada ide-ide
yang abstrak.(-OP)
131
11 I talk to a lot of different people at
parties(+EX)
Saya suka banyak bicara pada orang-
orang yang saya jumpai.(+EX)
12 I feel others’ emotions.(+AG) Saya dapat merasakan emosi orang
lain.(+AG)
13 I like order.(+CO) Saya suka akan keteraturan.(+CO)
14 I get upset easily (+NE) Saya mudah marah.(+NE)
15 I have difficulty understanding
abstract ideas.(-OP)
Saya kesulitan memahami ide-ide
abstrak.(-OP)
16 I keep in the background(-EX) Saya teguh pada pendirian.(-EX)
17 I am not really interested in
others(-AG)
Saya tidak terlalu suka ikut campur
dengan urusan orang lain.(-AG)
18 I make a mess of things(-CO) Saya seringkali tidak teratur dalam
mengerjakan sesuatu.(-CO)
19 I seldom feel blue(-NE) Saya jarang merasa sedih.(-NE)
20 I do not have a good imagination(-
OP)
Saya tidak begitu memiliki imajinasi
yang baik.(-OP)
Kuesioner Psychological Adjustment (Abdul Kadir Othman, Yusliza Mohd
Yusoff, Muhammad Iskandar Hamzah, Mohd Zulkifli Abdullah., The Influence
of Psychological Adjustment on Academic Performance of International
Students: The Moderating Role of Social Support. Aust. J. Basic & Appl. Sci.,
8(2): 272-283, 2014)
No Statement Pernyataan
1. I have adequate knowledge with
regard to the culture of this
country.
Saya memiliki pengetahuan yang
memadai tentang budaya di tempat
saya merantau saat ini.
2 I am confident in dealing with
others in this new environment*. Saya merasa tidak percaya diri
dalam berurusan dengan orang lain
di lingkungan baru ini.
3 I can continue living as usual in
this new environment. Saya dapat terus hidup seperti
biasa di lingkungan baru saya ini.
4 I am confident to perform my
academic responsibilities in this
country*.
Saya merasa tidak yakin untuk
dapat menjalankan tugas akademik
saya di tempat saya merantau ini.
5 I am satisfied with the way I live
my life in this country. Saya puas dengan cara saya
menjalani hidup saya di kota
tempat saya merantau saat ini.
132
6 I seldom feel worry about things
that I do not know since I arrived
here*.
Saya sering merasa khawatir
tentang hal-hal yang tidak saya
ketahui sejak saya tiba di tempat
saya merantau saat ini.
7 I rarely feel impatient when
dealing with people from diverse
cultural background.
Saya jarang merasa tidak sabar
ketika berhadapan dengan orang-
orang dari berbagai latar belakang
budaya.
8 I hardly ever feel depressed living
in this country*. Saya sering merasa tertekan tinggal
di tempat saya merantau saat ini.
9 I can move freely in this country
without feeling of
anxiety/unsecure.
Saya bisa bergerak bebas di kota
saya singgah saat ini tanpa merasa
cemas / tidak aman.
10 I am able to involve in any activity
that I like*. Saya kurang bisa terlibat dalam
aktivitas apa pun yang saya suka di
tempat saya merantau saat ini.
11 I am able to find my way around
in this country. Saya dapat menemukan jalan di
kota saya merantau saat ini.
12 I can perform my academic
assignments effectively in this
country.
Saya dapat melakukan tugas
akademik saya secara efektif di
tempat saya merantau kini.
Kuesioner Gratitude ( McCullough, M. E., Emmons, R. A., & Tsang, J. A. (2002).
The grateful disposition: a conceptual and empirical topography. Journal of
personality and social psychology, 82(1), 112.)
No Statement Pernyataan Indonesia
1 I have so much in life to be
thankful for.
Saya memiliki banyak hal dalam hidup
untuk disyukuri.
2 If I had to list everything that I
felt grateful for, it would be a
very long list.
Bila saya harus menulis daftar tentang
segala sesuatu yang harus saya syukuri,
daftar tersebut akan panjang.
3 When I look at the world, I don’t
see much to be grateful for. (R).
Ketika saya melihat dunia, tidak terlalu
banyak yang bisa saya disyukuri.*
4 I am grateful to a wide variety of
people.
Saya mengucapkan terima kasih pada
berbagai orang.
5 As I get older I find myself more
able to appreciate the people,
events and situations that have
been part of my life history.
Semakin bertambahnya usia, semakin
saya menghargai pada setiap hal apapun
itu dalam kehidupan saya.
133
6 Long amounts of time can go by
before I feel grateful to
something or someone. (R).
Beberapa peristiwa dalam waktu yang
lama dapat berlalu begitu saja sebelum
saya merasa bersyukur atas sesuatu atau
seseorang.*
*unfavorable
2. Lampiran 2 ( Syntax dan Output CFA beserta Path Diagram)
a. Subjective well being
UJI VALIDITAS SUBJECTIVE WELL BEING DA NI=20 NO=240 MA=PM LA Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10 Y11 Y12R Y13 Y14R Y15 Y16R Y17R Y18 Y19R Y20 PM SY FI=SWB.COR MO NX=20 NK=1 LX=FR TD=SY LK SWB FR TD 20 19 TD 20 15 TD 20 13 TD 20 2 TD 20 1 TD 19 18 TD 19 17 TD 19 14 TD 19 12 FR TD 19 10 TD 19 9 TD 18 15 TD 18 1 TD 17 16 TD 17 12 TD 17 14 FR TD 17 11 TD 17 7 TD 17 4 TD 16 14 TD 16 12 TD 16 10 TD 16 8 FR TD 16 7 TD 16 4 TD 15 14 TD 15 13 TD 15 2 TD 15 1 TD 14 13 FR TD 14 12 TD 14 10 TD 14 6 TD 14 2 TD 13 10 TD 13 8 TD 13 2 FR TD 12 11 TD 12 10 TD 12 5 TD 12 4 TD 11 3 TD 9 3 TD 8 6 FR TD 5 4 TD 4 3 TD 3 2 TD 2 1 TD 20 18 TD 17 5 TD 16 2 TD 15 6 FR TD 12 1 TD 11 6 TD 7 3 TD 7 2 TD 4 2 TD 19 16 TD 8 3 TD 3 1 FR TD 15 11 TD 19 3 TD 17 10 TD 20 6 TD 11 10 TD 16 15 TD 16 13 FR TD 18 7 PD OU TV SS MI AD=OFF IT=1000
134
b. Extraversion
UJI VALIDITAS KONSTRUK EXTRAVERSION DA NI=4 NO=240 MA=PM LA KBD1 KBD6R KBD11 KBD16R PM SY FI=EXT.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY LK EXT fr td 4 3 PD OU TV SS MI
135
c. Aggreableness
UJI VALIDITAS AGREEABLENESS DA NI=4 NO=240 MA=PM LA KBD2 KBD7R KBD12 KBD17R PM SY FI=AGREEABLENESS.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY LK AGREEABLENESS FR TD 4 3 PD OU TV SS MI
136
d. Conscientiousness
UJI VALIDITAS KONSTRUK CONSCIOUSNESS DA NI=4 NO=240 MA=PM LA KBD3 KBD8R KBD13 KBD18R PM SY FI=CONS.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY LK CONSCIOUSNESS FR TD 4 3 PD OU TV SS MI
137
d. Neuroticism
UJI VALIDITAS KONSTRUK NEUROTICISM DA NI=4 NO=240 MA=PM LA KBD4 KBD9R KBD14 KBD19R PM SY FI=NEU.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY LK NEUROTICISM FR TD 4 3 PD OU TV SS MI
e. Openness to Experience UJI VALIDITAS KONSTRUK OPENNESS DA NI=4 NO=240 MA=PM LA KBD5 KBD10R KBD15R KBD20R PM SY FI=PENS.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY LK OPENNESS FR TD 4 3 PD
OU TV SS MI
138
f. Cognitive adjustment
UJI VALIDITAS COGNITIVE ADJUSTMENT DA NI=4 NO=240 MA=PM LA PD_5 PD_6R PD_7 PD_8R PM SY FI=COGNITIVE.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY LK COGNITIVE PD FR TD 4 3 OU TV SS MI
139
g. Affective Adjustment
UJI VALIDITAS KONSTRUK AFFECTIVE ADJUSTMENT DA NI=4 NO=240 MA=PM LA PD_9 PD_10R PD_11 PD_12 PM SY FI=PEA.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY LK PEAF PD fR TD 4 3 OU TV SS MI
h. Attitudinal/Behavioural Adjustment
UJI VALIDITAS KONSTRUK PENYESUAIAN PERILAKU DA NI=4 NO=240 MA=PM LA PD_1 PD_2R PD_3 PD_4R PM SY FI=PEE.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY LK PENY PERILAKU PD FR TD 4 3 OU TV SS MI
140
i. Gratitude
UJI VALIDITAS SYUKUR DA NI=6 NO=240 MA=PM LA S1 S2 S3R S4 S5 S6R
PM SY FI=SYUKUR.COR MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY LK SYUKUR FR TD 1 2 TD 1 4 TD 2 3 TD 2 6 TD 3 5 TD 4 5 TD 5 6 FR TD 4 2 PD OU TV SS MI
141
3. Lampiran 3 (Hasil Uji Regresi)
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .822a .676 .661 5.63361
a. Predictors: (Constant), EXTRAVERSION, AGGREABLENESS, CONSCIENTIOUSNESS,
NEUROTICISM, OPENNESS, COGNITIVE, AFFECTIVE, ATTITUDINAL, GRATITUDE, USIA, JK.
ANOVAa
Model Sum of
Squares
df Mean Square F Sig.
1
Regression 15122.441 11 1374.767 43.317 .000b
Residual 7236.169 228 31.738
Total 22358.610 239
a. Dependent Variable: SWB
b. Predictors: (Constant), JK, NEUROTICISM, OPENNESS, USIA, AGGREABLENESS,
EXTRAVERSION, CONSCIENTIOUSNESS, COGNITIVE, AFFECTIVE, SYUKUR, ATTITUDINAL
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) -2.204 8.067 -.273 .785
EXTRAVERSION .233 .043 .241 5.429 .000
AGGREABLENESS -.021 .050 -.019 -.429 .668
CONSCIENTIOUSNESS -.104 .054 -.082 -1.932 .055
NEUROTICISM .039 .041 .040 .954 .341
OPENNESS -.030 .040 -.031 -.764 .445
COGNITIVE .030 .046 .029 .643 .521
AFFECTIVE .215 .057 .180 3.742 .000
ATTITUDINAL .207 .072 .150 2.859 .005
GRATITUDE .433 .050 .430 8.746 .000
USIA .118 .266 .017 .444 .657
JENIS KELAMIN -1.076 .855 -.048 -1.260 .209
a. Dependent Variable: SWB
142
Proporsi Varian
Model Summary
Model R R
Square
Adjusted
R
Square
Std.
Error of
the
Estimate
Change Statistics
R
Square
Change
F Change df1 df2 Sig. F
Change
1 .561a .315 .312 8.02088 .315 109.537 1 238 .000
2 .604b .365 .360 7.73948 .050 18.621 1 237 .000
3 .630c .397 .389 7.55923 .032 12.437 1 236 .001
4 .657d .432 .422 7.35142 .035 14.532 1 235 .000
5 .661e .437 .425 7.33600 .005 1.989 1 234 .160
6 .672f .452 .438 7.25043 .015 6.556 1 233 .011
7 .732g .536 .522 6.68475 .084 42.102 1 232 .000
8 .751h .564 .549 6.49844 .027 14.493 1 231 .000
9 .821i .674 .661 5.62944 .110 77.823 1 230 .000
10 821j .674 .660 5.64082 .000 .072 1 229 .788
11 .822k .676 .661 5.63361 .002 1.586 1 228 .209
a. Predictors: (Constant), EXTRAVERSION
b. Predictors: (Constant), EXTRAVERSION, AGGREABLENESS
c. Predictors: (Constant), EXTRAVERSION, AGGREABLENESS, CONSCIENTIOUSNESS
d. Predictors: (Constant), EXTRAVERSION, AGGREABLENESS, CONSCIENTIOUSNESS, NEUROTICISM
e. Predictors: (Constant), EXTRAVERSION, AGGREABLENESS, CONSCIENTIOUSNESS, NEUROTICISM,
OPENNESS
f. Predictors: (Constant), EXTRAVERSION, AGGREABLENESS, CONSCIENTIOUSNESS, NEUROTICISM,
OPENNESS, COGNITIVE
g. Predictors: (Constant), EXTRAVERSION, AGGREABLENESS, CONSCIENTIOUSNESS, NEUROTICISM,
OPENNESS, COGNITIVE, AFFECTIVE
h. Predictors: (Constant), EXTRAVERSION, AGGREABLENESS, CONSCIENTIOUSNESS, NEUROTICISM,
OPENNESS, COGNITIVE, AFFECTIVE, ATTITUDINAL
i. Predictors: (Constant), EXTRAVERSION, AGGREABLENESS, CONSCIENTIOUSNESS, NEUROTICISM,
OPENNESS, COGNITIVE, AFFECTIVE, ATTITUDINAL, SYUKUR
j. Predictors: (Constant), EXTRAVERSION, AGGREABLENESS, CONSCIENTIOUSNESS, NEUROTICISM,
OPENNESS, COGNITIVE, AFFECTIVE, ATTITUDINAL, SYUKUR, USIA
k. Predictors: (Constant), EXTRAVERSION, AGGREABLENESS, CONSCIENTIOUSNESS, NEUROTICISM,
OPENNESS, COGNITIVE, AFFECTIVE, ATTITUDINAL, SYUKUR, USIA,JK