-
Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun Di Desa Sebong Pereh Kecamatan Teluk
Sebong Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau
Muhamad Amran
Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
Ir. Linda Waty Zen, M.Sc
Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH
Diana Azizah, S.Pi.
Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi jenis lamun, kerapatan lamun, dan tutupan
lamun serta nilai ekonomi ekosistem padang lamun di Desa Sebong Pereh. Adapun penelitian ini
menggunakan metode survey. Pengamatan struktur komunitas lamun menggunakan metode petak
contoh yang berjumlah 30 plot pada setiap titik pengamatan dengan ukuran plot 1m x 1m.
Penelitian valuasi ekonomi ekosistem padang lamun menggunakan pendekatan kousioner atau
wawancara berstruktur dengan responden.Hasil pengamatan struktur komunitas padang lamun di
Desa Sebong Pereh ditemukan 4 jenis lamun yakni Enhallus accoroides, Thalasia hemprichii,
Cymodocea serullata, dan Halodule Uninervis. Diperoleh kerapatan lamun tertinggi yaitu jenis
Thalassia hemprichii sebesar 71.73 ind/m atau sebesar 64.53%, sedangkan nilai kerapatan
terendah diperoleh dari jenis Cymodocea serullata sebesar 1.07 ind/m. Kondisi padang lamun
Desa Sebong Pereh tergolong agak rapat. Selanjutnya penutupan jenis lamun tergolong miskin.
Dimana penutupan jenis tertinggi diperoleh dari jenis Enhallus accoroides sebesar 10,33 ind/m,
sedangkan untuk nilai penutupan jenis terendah diperoleh dari jenis Cymodocea serullata sebesar
0,53 ind/m. Penutupan tertinggi diperoleh dari jenis Enhallus accoroides sebesar 10.33%.
sedangkan nilai penutupan terendah diperoleh dari jenis Cymodocea serullata yaitu sebesar 0.53%.
Nilai ekonomi total sebesar Rp 33.893.222.371,00 ,-/tahun dengan nilai manfaat langsung sebesar
Rp 29.617.795.200,00,-/tahun atau (87,39%), nilai manfaat tidak langsung sebesar Rp
1,033,952,000,-/tahun atau (3,05%), nilai manfaat pilihan sebesar Rp 13.618.595,00,-/tahun atau
(0.04%), nilai manfaat keberadaan sebesar Rp 116,920,000,-/tahun atau (0,34%), dan nilai manfaat
warisan sebesar Rp 3,110,936,576,-/tahun atau dengan persentase sebesar (9,18%).
Kata Kunci : Valuasi Ekonomi, Struktur Komunitas, Lamun, Desa Sebong Pereh
-
Economic Valuation of Ecosystems Seagrass in Sebong Pereh Village, District of Teluk
Sebong, Bintan Regency
Muhamad Amran
Aquatic Resource Management student, FIKP UMRAH, [email protected]
Ir. Linda Waty Zen, M.Sc
Aquatic Resource Management Lecturer, FIKP UMRAH
Diana Azizah, S.Pi, M.Si
Aquatic Resource Management Lecturer, FIKP UMRAH
ABSTRACT
This study aims to to identify kind of seagrass beds , density seagrass beds , and closing
seagrass beds and economic value ecosystem seagrass beds in the village sebong pereh .As for this
research in a survey .Observation structure community seagrass beds in a swath examples were 30
a plot at any point observations with size a plot 1m x 1m .Economic research valuasi ecosystem
seagrass beds adopting kousioner or interview fluffy structures with responden.hasil observation
structure community seagrass beds in the village sebong pereh found 4 kind of seagrass beds
namely enhallus accoroides , thalasia hemprichii , cymodocea serullata , and halodule uninervis
.Obtained density seagrass beds highest that is a kind of thalassia hemprichii of 71.73 ind/m or
amounting to 64.53 % , while value lowest density obtained of a kind of cymodocea serullata of
1.07 ind/m.The condition seagrass beds village sebong pereh are somewhat meeting .Next the
kind of seagrass beds are poor. Where the closure of the highest kind obtained from enhallus
accoroides type of 10,33 ind/m , the value of obtained the lowest of the cymodocea serullata of
0,53 ind/m.The highest obtained from enhallus accoroides type of 10.33 % . While the closure of
the lowest obtained cymodocea serullata a month 0.53 % .Economic value total Rp
33.893.222.371,00,-/years with the direct benefit Rp 29.617.795.200,00,-/years or ( 87,39 % ) , the
indirect benefits Rp 1,033,952,000,-/years or ( 3,05 % ) , the value of the benefit of Rp
13.618.595,00 choice,-/years or ( 0.04 % ) , the value of the benefit of Rp 116,920,000,-/years or (
0,34 % ) , and the value of benefits inheritance Rp 3,110,936,576,-/years or with the percentage of
( 9,18 % )
Keywords: Economic Valuation, community structure, Seagrass, Village Sebong Pereh
-
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekosistem padang lamun sangat
terkait dengan ekosistem di dalam wilayah
pesisir seperti mangrove, terumbu karang, dan
ekosistem lain yang menunjang keberadaan
biota terutama pada perikanan serta beberapa
aspek lain seperti fungsi fisik dan sosial
ekonomi. Hal ini menunjukkan keberadaan
ekosistem lamun tidak berdiri sendiri, tetapi
terkait dengan ekosistem disekitarnya. Namun
akhir akhir ini kondisi padang lamun semakin
menyusut oleh adanya kerusakan yang
disebabkan oleh aktivitas manusia, (Hadad,
2012).
Desa Sebong Pereh merupakan salah
satu Desa yang terdapat di Kecamatan Teluk
Sebong yang sebagian besar masyarakatnya
bermata pencarian sebagai nelayan. Desa
Sebong Pereh memiliki luas wilayah 53,25
Km dengan jumlah penduduk 3971 jiwa (BPS,
2014).
Banyak kegiatan yang dilakukan di
wilayah pesisir telah mengorbankan ekosistem
padang lamun di Desa Sebong Pereh, seperti
kegiatan reklamasi pembangunan resort dan
penangkapan ikan maupun non ikan. Hal ini
secara langsung maupun tidak langsung
berdampak pada keanekaragaman hayati lamun
yang tentunya akan merusak habitat bagi
kerang-kerangan, ranga, kerang bulu, serta
ikan.
Dilihat dari aktivitas yang ada, hal ini
berpotensi mengganggu kelestarian ekosistem
dan sumberdaya lamun, sehingga menimbulkan
dampak secara langsung terhadap degradasi
habitat dan keanekaragaman hayati lamun. Jika
hal ini terjadi tentunya dapat menimbulkan
permasalahan ekologi, ekonomi, dan sosial.
Penggunaan sumberdaya alam yang demikian
akan memberikan pengaruh terhadap ekosistem
lamun di Desa Sebong Pereh yang nantinya
akan berkaitan juga dengan nilai ekonomi
ekosistem lamun.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini
untuk mengetahui identifikasi jenis lamun,
kerapatan lamun, dan tutupan lamun serta
untuk mengetahui nilai ekonomi ekosistem
padang lamun di Desa Sebong Pereh.
C. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini untuk
memberikan data mengenai struktur komunitas
padang lamun, memberikan data valuasi
ekonomi ekosistem padang lamun, dan
memberikan data dan informasi kepada
pemerintah maupun pihak lain yang
memerlukan.
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
September 2015 sampai dengan bulan April
2016. Penelitian ini dilaksanakan di Desa
Sebong Pereh Kecamatan Teluk Sebong,
Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau
B. Alat dan Bahan
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada
penelitian ini adalah metode survei, yaitu
pengamatan langsung atau observasi lapangan
terhadap kondisi ekologis lamun serta
pemanfaatan ekosistem lamun. Berdasarkan
sumber data, data yang dikumpulkan pada
penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Pengumpulan data primer diperoleh
melalui pengamatan langsung atau observasi
lapangan dan wawancara terhadap responden
dengan menggunakan daftar pertanyaan
(kuisioner).
No. Alat/Bahan Kegunaan
Penyamplingan Lamun
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
GPS
Kuadran petakan 1m x 1m
Meteran
Buku identifikasi
Kantong plastik
Kertas label
Alat snorkeling
Untuk mengukur titik koordinat
stasiun penelitian
Untuk kuadran transek lamun
Mengukur jarak setiap transek
Identifikasi jenis lamun
untuk wadah sampel lamun
untuk label jenis lamun
untuk pengamatan tutupan dan
kerapatan
Penilaian Ekonomi Lamun
1.
2.
3.
Lembar kuisioner
Alat tulis
Kamera
Untuk mengetahui dan identifikasi
pemanfaatan lamun yang dilakukan
masyarakat sekitar
Untuk mencatat data di lapangan
Untuk dokumentasi
-
D. Prosedur Penelitian 1. Penentuan Stasiun
Berdasarkan pemetaan hasil survei
awal ditentukan 30 titik yang tersebar secara
acak sepanjang perairan Desa Sebong Pereh.
Peta titik sampling dapat dilihat pada Gambar
1.
Gambar 1. Lokasi Penelitian
2. Penentuan Responden
Dalam menentukan jumlah sampel
responden, menggunakan rumus Slovin dengan
taraf keyakinan 95% (taraf signifikan 5%)
(Matondang, 2012), yakni :
n =
1 +
Dimana : n = sampel
N= jumlah populasi
e = prakiraan tingkat kesalahan
(0,05%)
1. Pengukuran Lamun
Metode pengukuran yang digunakan
untuk mengetahui kondisi padang lamun
adalah metode petak contoh (transect Plot).
Setiap titik yang menyebar di perairan
Kecamatan Teluk Sebong akan diamati nilai
kerapatan jenis/spesies dan persentase tutupan.
Pengambilan data kondisi tutupan, dan
kerapatan lamun dilakukan saat air laut
mengalami surut dengan kedalaman air antara
5-50 cm.
Gambar 3. Plot pengambilan data lamun
2. Identifikasi Jenis Identifikasi jenis dilakukan dengan
mencocokan data-data di lapangan seperti
bentuk daun, bunga, dan akar lamun dengan
katalog, kemudian jenis jenis lamun yang
didapat di lapangan disajikan dalam bentuk
tabel (Kepmen LH No. 200 Tahun 2004).
Identifikasi jenisjenis lamun menggunakan
panduan identifikasi lamun menurut McKenzie
(2003).
3. Pengamatan Kerapatan Lamun Pengamatan kerapatan lamun
dilakukan dengan meletakkan plot pada titik
sampling yang telah ditentukan. Tiap jenis
lamun dihitung jumlah tegakan masing-masing
jenis lamun pada kolom transek, lalu
dimasukan kedalam rumus perhitungan
kerapatan lamun.
4. Pengamatan Tutupan Lamun Pengamatan persentase penutupan
lamun mengacu pada estimasi persen
penutupan lamun menurut McKenzie (2003).
Persentase tutupan lamun dilakukan dengan
menghitung jumlah lamun yang menutupi areal
dalam tiap sub petak dalam plot berukuran 1x1
meter yang telah diberi label. Selanjutnya
dilakukan pengambilan foto transek kuadran
dengan sudut vertikal, sudah termasuk
didalamnya keseluruhan rangka/frame kuadran
dan label. Hasil foto tutupan lamun kemudian
dibandingkan dengan gambar estimasi
persentase penutupan menurut McKenzie
(2003).
A. Pengolahan Data 1. Kerapatan Jenis
Kerapatan jenis merupakan
perbandingan antara jumlah total individu
dengan unit area yang diukur. Kerapatan jenis
lamun dapat dihitung dengan persamaan
(Tuwo, 2011) :
KJi =
Ni
A
-
Dimana :
KJ i= Kerapatan jenis ke-I (tegakan/m)
Ni = Jumlah total individu dari jenis ke-i
(tegakan)
A = Luas area total pengambilan sampel (m2)
2. Kerapatan Relatif Kerapatan relatif merupakan
perbandingan antara jumlah individu jenis dan
jumlah total individu seluruh jenis. Kerapatan
relatif lamun dapat dihitung dengan persamaan
(Tuwo, 2011) :
Dimana :
KR = Kerapatan relatif (%)
Ni = Jumlah individu jenis ke-I (ind/m)
n = Jumlah individu seluruh jenis (ind/m)
3. Penutupan Jenis Penutupan jenis merupakan
perbandingan antara luas area yang ditutupi
oleh jenis lamun ke-i dengan jumlah total area
yang ditutupi lamun. Penutupan jenis lamun
dapat dihitung dengan persamaan (Tuwo,
2011) :
Dimana :
PJ : Penutupan jenis ke-i (%/m2)
Ai : Luas total penutupan jenis ke-I (%)
A : Jumlah total area yang ditutupi lamun
(m)
4. Penutupan Relatif Penutupan Relatif (PR) yaitu
perbandingan antara individu jenis ke-i dan
total penutupan seluruh jenis. Penitupan relatif
lamun dapat dihitung dengan rumus (Kordi,
2011) :
Dimana :
PR = Penutupan relatif (%/m2)
Pi = Penutupan jeni ke-i (%/m2)
P = Penutupan seluruh jenis lamun (%/m2).
B. Analisis Data Kondisi padang lamun akan
ditentukan berdasarkan skala kerapatan lamun
seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Skala Kondisi Padang Lamun
berdasarkan peresentase kerapatan
Sumber : Braun-Blanquet (1965) dalam Haris
dan Gosari (2012)
Untuk menentukan status padang
lamun menurut Kepmen LH No. 200 Tahun
2004, dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Status padang lamun
C. Prosedur Valuasi Ekonomi Valuasi Ekonomi merupakan suatu
cara untuk memberikan nilai kuantitatif
terhadap barang dan jasa yang di hasilkan
sumber daya alam dan lingkungan terlepas baik
nilai pasar (market value) atau non pasar (non
market value).
1. Nilai Manfaat Langsung (direct use value) Nilai manfaat langsung adalah nilai
yang di hasilkan dari pemanfaatan sumberdaya
secara langsung. Sehingga dapat di hitung
dengan persamaan (Suzana dkk, 2011 dalam
Agustina., 2014) yakni sebagai berikut:
= (DUV i)
=1,2,3
Dimana :
DUV =Direct Use Value
DUV1 = manfaat penangkapan ikan (harga
ikan/kg)
DUV2 = manfaat penangkapan ranga (harga
teripang/kg)
DUV3 = manfaat penangkapan kerang bulu
(harga ranga/kg)
DUV4 = manfaat penangkapan sotong (harga
kerang bulu/kg)
DUV5 = manfaat penangkapan kepiting (harga
sotong/kg)
DUV6 = manfaat penangkapan gonggong
(harga kepiting/kg)
DUV7 = manfaat penangkapan kuda laut
(harga kepiting/kg)
Skala Kerapatan (ind/m2) Kondisi
5 > 175 Sangat Rapat
4 125 175 Rapat
3 75 125 Agak Rapat
2 25 75 Jarang
1 < 25 Sangat Jarang
Status Kondisi Penutupan (%)
Baik Kaya/Sehat > 60
Rusak Kurang kaya/Kurang sehat 30 59,9
Rusak Miskin < 29, 9
KR = ni x 100 %
n
PJ = ai
PR = Pi
P
-
Nilai pemanfaatan langsung pada
padang lamun, dapat diperoleh dengan rumus
sebagai berikut (Widiastuti, 2011).
Nilai ekonomi perikanan
= rente ekonomi (ikan, ranga, kerang bulu,
sotong, kepiting, gonggong, kuda laut) x
jumlah RTP
= (Penerimaan (laba layak-laba
kotor/biaya operasional) x jumlah RTP
2. Nilai Manfaat Tidak Langsung (indirect use value)
Nilai manfaat tidak langsung
merupakan nilai suatu ekosistem padang lamun
sebagai daerah asuhan, pemijahan dan mencari
makan bagi biota lainnya. Penilaian
menggunakan pendekatan contingent valuation
methods (CVM) dengan teknik survey, yang
mana keinginan untuk menerima willingness to
accept (WTA) jika terjadi kerusakan atas
sumberdaya.
3. Nilai Manfaat Pilihan (option value)
Manfaat pilihan yaitu nilai ekonomi
yang diperoleh dari potensi pemanfaatan
langsung maupun tidak langsung dari
sumberdaya. Dalam hal ini untuk padang
lamun menggunakan metode benefit transfer,
yaitu dengan cara menilai perkiraan benefit
dari tempat lain lalu benefit ini ditransfer untuk
memperoleh perkiraan yang kasar mengenai
manfaat dari lingkungan (Agustina, 2014).
Kemudian untuk mengetahui nilai manfaat
pilihan ini diperoleh dengan persamaan
(Widiastuti, 2011):
Option Value = luas padang lamun (Ha) x nilai
keanekaragaman hayati
4. Nilai Manfaat Keberadaan (existence value)
Nilai keberadaan merupakan nilai
yang diukur dari manfaat yang dirasakan
masyarakat dari keberadaan ekosistem setelah
manfaat lain dihilangkan dari analisis. Nilai
ekonomi keberadaan menggunakan metode
Willingness to Pay (kesediaan membayar
masyarakat) yang diperoleh berdasarkan
pendekatan CVM (Contingent Valuation
Method). Metode yang digunakan adalah
Contingent Valuation Method (CVM) yakni
metode mengestimasi nilai yang diberikan oleh
individu terhadap suatu barang atau jassa
(Adrianto dan Wahyudin, 2007).
5. Nilai Warisan (Bequest Value) Nilai warisan ekosistem padang
lamun yang dimiliki tidak dapat dinilai dengan
pendekatan nilai pasar. Oleh karena itu, nilai
warisan dapat di hitung dengan pendekatan
perkiraan. Sehubungan dengan hal tersebut
maka diperkirakan bahwa nilai warisan tidak
kurang 10% dari manfaat langsung
(Ruitenbeek, 1991 dalam Marhayana, 2012).
Dengan rumus sebagai berikut :
BV= 10% x Total Nilai Manfaat
Langsung
.
6. Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value) Nilai Ekonomi Total adalah NET atau
Total Economic Value (TEV) Total nilai
ekonomi yang di miliki suatu sumberdaya.
Nilai ekonomi total ekosistem padang lamun
merupakan penjumlahan nilai manfaat
langsung, manfaat tidak langsung, nilai pilihan,
nilai keberadaan, dan nilai warisan yang dapat
ditulis dengan persamaan matematis sebagai
berikut (CSERGE, 1994 dalam Irmadi, 2004) :
TEV = (DUV +IUV + OV) +
(EV+ BV)
Dimana :
TEV = (Total Economic Value) Nilai ekonomi
total
DUV = (Direct Use Value) Nilai manfaat
langsung
IUV = (Indirect Use Value) Nilai manfaat tidak
langsung
OV = ( Option Value) Nilai pilihan
EV = (Exsistence Value) Nilai Keberadaan
BV = (Bequest Value) Nilai warisan
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. STRUKTUR KOMUNITAS PADANG LAMUN
1. Identifikasi Jenis Lamun
Hasil penelitian pada 30 titik sampel
pengamatan di Desa Sebong Pereh di temukan
4 jenis lamun dari 12 jenis lamun yang ada di
Indonesia yaitu Enhallus accoroides, Thalassia
hemprichi, Cymodocea serullata, dan Halodule
uninervis. Untuk lebih jelasnya tentang data
jumlah jenis lamun yang ditemukan bisa dilihat
pada Tabel 4.
-
Tabel 4 . Jumlah jenis lamun di Desa
Sebong Pereh
Sumber : Data primer (2016)
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa
jenis yang paling tinggi yaitu Thalassia
hemprichii dengan jumlah individu sebanyak
2152 individu/jenis, dengan jumlah persentase
sebesar 64,53%. Hal ini disebabkan jenis
Thalassia hemprichi bisa bertahan pada hampir
di segala jenis subtrat. Berdasarkan
pengamatan tipe subtrat di perairan Desa
Sebong Pereh memiliki jenis subtrat pasir dan
pasir berkerikil. Jenis lamun yang terendah
yaitu Cymodocea serullata dengan jumlah
individu sebesar 32 individu/jenis, dengan
persentase sebesar 0,96%.
2. Kerapatan Jenis dan Kerapatan Relatif Hasil penelitian menunjukkan total
nilai kerapatan jenis lamun sebesar 111,17.
Hasil yang tertinggi diperoleh dari jenis
Thalassia hemprichii yaitu sebesar 71,73
ind/m atau sekitar 64,53% dari total kerapatan
jenis lamun, untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Kerapatan Jenis dan Kerapatan
Relatif Lamun
Jenis Jumla
h
Kerapat
an Jenis
(ind/m)
Kerapata
n Relatif
(%)
Enhallus
accoroides 881 29,37 26,42
Thalassia
hemprichii 2152 71,73 64,53
Cymodocea
serullata 32 1,07 0,96
Halodule
uninervis 270 9,00 8,10
Total 3335 111,17 100
Sumber : Data Primer (2016)
Tabel 5 menunjukkan bahwa dari
hasil penelitian diperoleh rata-rata nilai
kerapatan jenis lamun sebesar 111,17 ind/m,
diperoleh jenis Thalassia hemprichii memiliki
nilai kerapatan jenis lamun yang paling tinggi
dbandingkan dengan jenis lamun lainnya yaitu
sebesar 71,73 ind/m dengan persentase
kerapatan sebesar 64,53%, sedangkan untuk
jenis Chymodocea serullata diperoleh hasil
yang paling sedikit yaitu sebesar 1,07 ind/m
dengan persentase kerapatan sebesar 0,96%.
Kondisi padang lamun Desa Sebong
Pereh berdasarkan presentase kerapatan dibagi
menjadi beberapa golongan yaitu: sangat rapat,
rapat, agak rapat, jarang, dan sangat jarang
(Brawn, 1965 dalam Haris, 2012). Dilihat dari
hasil perhitungan kerapatan ekosistem padang
lamun di Desa Sebong Pereh dapat
disimpulkan bahwa kondisi padang lamun di
Desa Sebong Pereh tergolong agak rapat yaitu
sebesar 111,17 ind/m dengan skala kerapatan
sebesar 75-125 ind/m.
Berdasarkan hasil pengamatan
diketahui bahwa lamun yang tumbuh pada
dearah yang berada jauh dari garis pantai
memiliki kerapatan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan lamun yang tumbuh di
perairan yang dekat dengan garis pantai di
perairan desa Sebong Pereh. Hal ini diduga
disebabkan oleh pengaruh kondisi pasang surut
perairan, pada saat surut lamun yang berada di
dekat garis pantai mengalami surut kering
sehingga lamun kurang mampu beradaptasi
terhadap pancaran sinar matahari langsung
tanpa tergenang oleh air laut.
Thalassia hemprichii merupakan
lamun yang ditemukan banyak tumbuh pada
perairan yang jauh dari garis pantai. Menurut
Romimohtarto dan Juwana (2001) dalam
Suryanti et al., (2014) Thalassia hemprichii
memiliki strategi adaptasi yang baik terhadap
lingkungannya dimana tumbuhan tersebut
memiliki perakaran serabut yang mampu
berkoloni lebih lebat di habitat dangkal
dibandingkan dengan lamun jenis lainnya.
Menurut Fauziyah (2004) dalam Ruswahyuni
et al. (2013), Thalassia sp. biasa hidup dalam
semua jenis substrat yang bervariasi dari
pecahan karang hingga substrat lunak bahkan
pada lumpur cair, tetapi lebih dominan hanya
pada substrat keras dan dapat membentuk
komunitas tunggal pada pasir kasar. Oleh
karena itu lamun jenis Thalassia hemprichii
memiliki jumlah tegakan paling tinggi karena
No Jenis
Jumlah
(Ind/Jenis
)
Persentas
e (%)
1
Enhallus
accoroides 881 26,42
2
Thalassia
hemprichii 2152 64,53
3
Cymodocea
serullata 32 0,96
4
Halodule
uninervis 270 8,10
TOTAL 3335 100
-
substrat di perairan desa Sebong Pereh
merupakan pasir kasar. Hal ini dibuktikan dari
penelitian Andi (2016) yang menyatakan tipe
subtrat yang terdapat di perairan Sebong Pereh
yakni subtrat pasir dan pasir kerikil.
3. Penutupan Jenis dan Penutupan Relatif
Penutupan jenis merupakan
perbandingan antara luas area yang ditutupi
oleh jenis lamun ke-i dengan jumlah total area
yang ditutupi lamun, sedangkan penutupan
relatif ialah perbandingan antara individu jenis
ke-i dan total penutupann seluruh jenis.
Perhitungan ini dilakukan bertujuan
untuk menggambarkan seberapa luas area yang
menutupi perairan. Penutupan lamun tidak
serta merta bergantung pada nilai kerapatan
jenis, melainkan dipengaruhi oleh lebarnya
helaian jenis daun lamun, karena lebar helaian
daun lamun sangat mempengaruhi penutupan
subtrat, makin panjang dan lebar daun jenis
lamun maka semakin besar pula kemampuan
untuk menutupi subtrat. Untuk lebih jelasnya
mengenai penutupan jenis lamun dapat dilihat
pada Tabel 6.
Tabel 6. Penutupan Jenis Lamun
Sumber : Data Primer (2016)
Tabel 6 menunjukkan bahwa jenis
lamun Enhalus accoroides memiliki jumlah
penutupan yang paling tinggi yaitu sebesar
10,33 %/m atau sekitar 49,28%. Hal ini
disebabkan karena penutupan lamun sangat
erat kaitannya dengan ukuran morfologi daun
dari lamun itu sendiri. Jenis ini memiliki daun
yang panjang dan lebar sehingga mendominasi
area pengamatan. Menurut Endarwati (2010),
Enhallus accoroides mempunyai rimpang daun
berdiameter lebih dari 10 mm, dengan panjang
daun sekitar 300-1500 mm, dan dengan lebar
daun 13-17 mm, sedangkan jenis Cymodocea
serullata memperoleh hasil yang paling sedikit
yaitu sebesar 0,53 %/m dengan persentase
sebesar 2,54 %. secara umum jenis ini
memiliki bentuk daun yang lebih kecil yaitu
dengan panjang 6-15 mm dan lebar 5-9 mm
sehingga jenis ini sangat sedikit terlihat pada
pengamatan yaitu sebesar 0.53.
B. Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang Lamun
Valuasi ekonomi sumberdaya alam
akibat aktifitas manusia dapat dilakukan
dengan memberikan penilaian dari hilangnya
area ekosistem sumberdaya alam, hilangnya
sumberdaya lingkungan adalah masalah
ekonomi karena hilangnya ekosistem berarti
hilangnya kemampuan ekosistem tersebut
untuk menyediakan barang dan jasa.
Untuk mengetahui nilai ekonomi
padang lamun itu sendiri dapat dilakukan
dengan menghitung nilai manfaat langsung dan
nilai manfaat tidak langsung, nilai manfaat
langsung yang dimaksud seperti pengambilan
biota disekitar padang lamun, sedangkan nilai
manfaat tidak langsung yaitu nilai atau fungsi
padang lamun itu sendiri bagi biota yang ada di
sekitar padang lamun.
1. Nilai Manfaat Langsung (Direct Use Value)
Nilai manfaat langsung adalah nilai
yang dihasilkan dari pemanfaatan sumberdaya
secara langsung, berdasarkan hasil dari
wawancara dengan 50 responden yang
melakukan aktifitas penangkapan di sekitar
padang lamun yang ada di Desa Sebong Pereh
diperoleh jenis hasil tangkapan seperti ikan,
ranga, kerang bulu, sotong kepiting, gonggong,
dan kuda laut. Jenis hasil tangkapan dan nilai
manfaat langsung ekosistem padang lamun
dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Jenis Biota Padang Lamun Desa
Sebong Pereh
Jenis alat tangkap yang digunakan
nelayan yang memanfaatkan ekosistem padang
lamun yang ada di Desa Sebong Pereh sangat
beragam seperti jaring ikan, pancing, pancing
candit, bubu kepiting, bubu ikan, dan snorkel.
Tentunya hal ini juga akan berpengaruh pada
jenis hasil tangkapan yang bergantung pada
jenis alat tangkap yang digunakan oleh setiap
nelayan.
Dengan adanya aktivitas penangkapan
yang berbeda-beda baik itu dari jenis alat
tangkap maupun jumlah tangkapan yang
Jenis Jumlah
(%/30m) Penutupan
Jenis (%/m)
Penutupan
Relatif (%)
Enhalus accoroides 310 10,33 49,28
Thalassia hemprichii 255 8,5 40,54
Cymodocea serullata 16 0,53 2,54
Halodule uninervis 48 1,6 7,63
Total 629 20,97 100
No Hasil Tangkapan Rata-Rata Jenis
Alat Tangkap Nama Lokal Nama Ilmiah
1 Ikan Lingkis Siganus canaliculatus Jaring
2 Ikan Pinang-Pinang Lethrinus lentjan Pancing
3 Ikan Timun Lutjanus carponotatus Pancing
4 Ikan Gelam Pseudocienna arnovensis Jaring
5 Ikan Lambai Sigganus virgatus Bubu
6 Ranga Lambis sp. Pengamatan
7 Kerang Bulu Anadara antiquata Pengamatan
8 Sotong Loligo sp. Candit
9 Kepiting Portunus plagicus Bubu
10 Gonggong Strombus ganurium Pengamatan
11 Kuda Laut Hippocampus sp. Kacamata Selam
-
diperoleh tentunya akan memberikan
kontribusi yang besar terhadap nelayan itu
sendiri, nilai kontribusi ini berupa penilaian
manfaat langsung oleh nelayan terhadap
jumlah dan jenis hasil tangkapan. Nilai manfaat
langsung dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai manfaat langsung padang
lamun Desa Sebong Pereh
Sumber : data primer (2016)
Nilai manfaat langsung Desa Sebong
Pereh diperoleh dari hasil wawancara
menggunakan kuisioner dengan 50 responden,
data tersebut di rata-ratakan sehingga didapat
jenis biota yang biasa dimanfaatkan dan hasil
tangkapan nelayan perharinya.
Nilai manfaat langsung nelayan dalam
satu bulan diperoleh dari hasil perkalian nilai
perikanan dan waktu rata-rata bekerja dalam
satu bulan, rata-rata dalam satu bulan nelayan
Desa Sebong Pereh hanya melaut sekitar 16
hari sedangkan dalam satu tahun rata-rata
nelayan hanya bisa melaut hanya 8 bulan dan
untuk jenis kuda laut sendiri nelayan hany bisa
melaut dalam satu tahun hanya 6 bulan yaitu
dari bulan januari sampai dengan bulan juni.
Hal ini dipengaruhi oleh faktor cuaca seperti
angin dan kondisi pasang surut, dan juga
musim sehingga dari perhitungan tersebut
dapat diperoleh hasil nilai manfaat langsung.
a. Manfaat Langsung Ikan Berdasarkan hasil wawancara
responden dengan menggunakan pertanyaan
berstruktur atau kuisioner diketahui bahwa
jenis ikan yang dimanfaatkan nelayan di
sekitar padang lamun Desa Sebong Pereh
seperti ikan lingkis, lambai, pinang-pinang,
ikan timun-timun, dan ikan gelam. Jenis alat
tangkap yang digunakan nelayan untuk
menangkap ikan yaitu jaring, pancing dan
bubu ikan. Rata-rata dalam sebulan nelayan
hanya melakukan 15-20 kali penangkapan hal
ini dipengaruhi oleh kondisi iklim dan pasang
surut. Nelayan hanya bisa berkarang jika
kondisi surut air laut terjadi pada pagi atau
sore hari, dan pada cuaca hujan masyarakat
tidak bisa berkarang karena masyarakat hanya
mengandalkan penglihatan untuk melihat
biota yang ada, sedangkan dalam setahun rata-
rata nelayan hanya dapat melakukan
penangkapan selama 8 bulan karna pada bulan
tertentu terjadi angin kuat yaitu sekitar bulan
November sampai Febuari, penangkapan biota
ikan ini sangat dipengaruhi oleh musim,
faktor cuaca dan kondisi pasang surut.
Berdasarkan hasil perhitungan
diketahui bahwa pendapatan rata-rata Nilai
manfaat langsung ikan lingkis di Desa Sebong
Pereh yaitu sebesar Rp 1..854.540.800,00,-
/tahun atau sekitar 6,3 % dari total nilai
manfaat langsung, sedangkan untuk ikan
pinang-pinang sebesar Rp 2.173.473.280,00,-
/tahun atau sekitar 7,3 % dari total nilai
manfaat langsung, ikan timun-timun sebesar
Rp 1.009.076.480,00-/tahun atau sebesar 3,4
%. Nilai manfaat langsung ikan gelam sebesar
Rp 1.606.493.440,00,-/tahun atau sekitar 5,4%
dari total nilai manfaat langsung dan
sedangkan nilai manfaat langsung untuk ikan
lambai sebesar Rp 1.674.142.720,00,-/tahun
atau sekitar 5,7% dari total nilai manfaat
langsung.
b. Nilai Manfaat Langsung Ranga dan Kerang Bulu
Masyarakat nelayan di Desa Sebong
Pereh mencari ranga dan gonggong pada waktu
air surut dengan mengamati di subtract.
Pengamatan kerang bulu dengan cara melihat
mata kerang di dasar subtrat. Adapun
pendapatan rata-rata manfaat langsung kerang
bulu yaitu sebesar Rp 2.103.296,000,-/tahun
atau sekitar 7,1% dari total nilai manfaat
langsung. Sedangkan pendapatan rata-rata nilai
manfaat langsung ranga yaitu sebesar Rp
3.074.048,000 atau sekitar 10,4% dari total
nilai manfaat langsung.
c. Manfaat Langsung Sotong Nilai manfaat langsung sotong
merupakan nilai manfaat langsung yang
tertinggi kedua setelah kuda laut. Hal ini di
karenakan banyaknya jumlah nelayan yang
menangkap sotong dan harga sotong cukup
tinggi yaitu sekitar Rp 33.000,-/kg.
Penangkapan sotong di Desa Sebong Pereh
dilakukan nelayan pada malam hari dengan
bantuan cahaya lampu, alat yang digunakan
untuk menangkap sotong yaitu dengan
menggunakan pancing sotong (candit).
Berdasarkan hasil perhitungan nilai manfaat
langsung sotong di Desa Sebong Pereh yaitu
Bulan (Rp) Tahun (Rp)
1 Ikan Lingkis 3 231.817.600,00Rp 1.854.540.800,00Rp 6,3
2 Ikan Pinang - Pinang 3 271.684.160,00Rp 2.173.473.280,00Rp 7,3
3 Ikan Timun 2 126.134.560,00Rp 1.009.076.480,00Rp 3,4
4 Ikan Gelam 3 200.811.680,00Rp 1.606.493.440,00Rp 5,4
5 Ikan Lambai 3 209.267.840,00Rp 1.674.142.720,00Rp 5,7
6 Ranga 2 384.256.000,00Rp 3.074.048.000,00Rp 10,4
7 Kerang Bulu 2 262.912.000,00Rp 2.103.296.000,00Rp 7,1
8 Sotong 4 611.017.600,00Rp 4.888.140.800,00Rp 16,5
9 Kepiting 3 402.963.200,00Rp 3.223.705.600,00Rp 10,9
10 Gonggong 3 442.020.800,00Rp 3.536.166.400,00Rp 11,9
11 Kuda Laut 0,03 745.785.280,00Rp 4.474.711.680,00Rp 15,1
29.617.795.200,00Rp 100
Persentase
(%)
Total Nilai Manfaat Langsung
NoJenis Hasil
Tangkapan
Rata-Rata Hasil
Tangkapan (kg)
Nilai Manfaat Langsung
-
sebesar Rp 4.888.140.800,00,-/tahun atau
sekitar 16,5% dari total nilai manfaat langsung.
d. Manfaat Langsung Kepiting Alat tangkap yang digunakan untuk
menangkap kepiting dengan menggunakan
bubu kepiting dan ada juga yang melakukan
dengan pengamatan, bubu yang digunakan
untuk menangkap kepiting sebelumnya
diberikan umpan seperti ikan yang mempunyai
nilai ekonomis yang rendah, bubu di pasang
ketika air surut dan dilihat kembali ketika air
surut datang.
Jenis kepiting yang biasa didapat
nelayan Desa Sebong Pereh yaitu kepiting
rajungan dengan rata-rata hasil tangkapan
sebesar 3 kg/orang/hari. Berdasarkan hasil
perhitungan nilai manfaat langsung kepiting di
Desa Sebong Pereh yaitu sebesar Rp
3.223.705.600,00,-/tahun atau sekitar 10,9 %
dari total nilai manfaat langsung.
e. Manfaat Langsung Gongong Pemanfaatan gonggong di Desa
Sebong Pereh oleh nelayan dengan dijual
langsung ke pengumpul atau diolah terlebih
dahulu untuk diambil dagingnya, Karena
pengumpul seperti resort ataupun rumah makan
yang ada di sekitar Desa Sebong Pereh hanya
ingin membeli gonggong yang sudah dibuang
cangkangnya. Penangkapan gonggong hanya
dilakukan dengan cara mengamati gonggong
yang ada di subtrat di sekitar lamun yang
hanya dilakukan pada keadaan air laut sedang
surut. Berdasarkan hasil perhitungan nilai
manfaat langsung gonggong di Desa Sebong
Pereh yaitu sebesar Rp 3.536.166.400,00,-
/tahun atau sebesar 11,9 % dari total nilai
manfaat langsung yang ada di Desa Sebong
Pereh.
f. Manfaat Langsung Kuda Laut Penangkapan kuda laut di Desa
Sebong Pereh dilakukan dengan menggunakan
alat selam seperti kacamata renang. Nelayan
yang menangkap kuda laut di Desa Sebong
Pereh masih tergolong sedikit dibandingkan
dengan nelayan yang menangkap biota lainnya
yaitu lebih kurang sekitar 9 orang. Hal ini
dikarenakan sulitnya mencari kuda laut, kuda
laut yang diperoleh dijual ke pengumpul lalu
dari pengumpul dikirim ke Kota Batam.
Menurut hasil wawancara dengan nelayan
penangkapan kuda laut hanya dapat dilakukan
6 bulan selama setahun. Hal ini disebabkan
karena musim kuda laut yang banyak dijumpai
hanya terdapat dari bulan januari april,
namun dibulan maret juni kuda laut juga
masih dapat dijumpai namun jumlahnya
berbeda jauh dengan dibulan januari april.
Walaupun jumlah nelayan dan hasil
tangkapan kuda laut sedikit tetapi nilai manfaat
langsung kuda laut merupakan nilai manfaat
langsung yang paling tinggi dibandingkan
dengan total nilai manfaat langsung biota
lainnya, hal ini disebabkan harga kuda laut
yang cukup tinggi yaitu sebesar Rp
5.400.000,00,-/kg. Berdasarkan hasil
perhitungan nilai manfaat langsung kuda laut
di peroleh hasil sebesar Rp 474.711.680,00-
/tahun atau sebesar 15,1 % dari total nilai
manfaat langsung yang ada di Desa Sebong
Pereh.
2. Manfaat Tidak Langsung (Indirect Use Value)
Pendapatan perekonomian nelayan
sangat bergantung kepada ekosistem padang
lamun di Desa Sebong Pereh. Ekosistem
padang lamun di Desa Sebong Pereh di
manfaatkan keberadaannya secara tidak
langsung bagi biota-biota laut yang memang
berasosiasi di sekitar padang lamuun, dilihat
dari keberadaannya adapun manfaat padang
lamun secara tidak langsung sebagai tempat
pemijahan dan bertelur, mencari makanan dan
asupan nutrisi, dan dijadikan sebagai tempat
bermain dan berlindung dari gangguan biota
lain.
Menurut Kordi (2011) ekosistem
padang lamun merupakan daerah pemijahan
(spawning ground), pengasuhan (nursery
ground), dan tempat mencari makan (feeding
grouund). Penilaian manfaat tidak langsung
menggunakan teknik pendekatan Contingent
Valuation Method (CVM) yaitu teknik valuasi
yang di dasarkan pada survey dimana
keinginan menerima atau WTA (Willingness
To Accept), jika terjadi kerusakan atau
penurunan atas sumberdaya (padang lamun).
Penilaian ini diperoleh langsung dari responden
yang diungkapkan secara lisan maupun tulisan
(Fauzi, 2004).
Berdasarkan data penelitian yang
diperoleh dari 50 responden yang
memanfaatkan ekosistem padang lamun Desa
Sebong Pereh, didapatkan informasi bahwa
masyarakat ingin menerima biaya kompensasi
(ganti rugi) jika terjadi kerusakan yaitu dengan
rata-rata sebesar Rp 6.544.000,00,-
/orang/tahun, atau secara keseluruhan diperoleh
-
hasil sebesar Rp 1.033.952.000,00,-/tahun.
Berdasarkan data monografi Desa Sebong
Pereh jumlah nelayan sekitar 158 jiwa
kemudian dikalikan dengan penangkapan
selama setahun, jumlah rumah tangga
perikanan sudah termasuk nelayan kelong,
nelayan laut lepas, dan nelayan tepi pantai.
Agusitina (2014) menyatakan bahwa
jika terjadi kerusakan pada ekosistem padang
lamun maka biota-biota di perairan tidak dapat
lagi melakukan aktivitas pemijahan,
membesarkan diri, dan mencari makan di
kawasan padang lamun, maka sudah pasti
pendapatan nelayan berkurang, bahkan yang
lebih di kawatirkan juga para nelayan akan
kehilangan mata pencarian akibat kerusakan
yang terjadi pada ekosistem padang lamun
tersebut.
3. Nilai Manfaat Pilihan (Option Value)
Ekosistem padang lamun di Desa
Sebong Pereh diartikan sebagai aset
berkelanjutan yang dijadikan sebagai patokan
berkelanjutannya biota-biota yang ada di
dalamnya untuk masa yang akan datang.
Keberadaan padang lamun sangat
mempengaruhi hasil tangkapan dan jumlah
tangkapan nelayan. Nelayan sadar akan
pentingnya ekosistem padang lamun untuk
masa yang akan datang. Kesadaran nelayan ini
disebut juga dengan manfaat pilihan.
Nilai manfaat pilihan didapat dengan
menggunakan nilai keanekaragaman hayati
(Biodiversity) dari adanya ekosistem padang
lamun. Hal ini dikarenakan adanya kesadaran
masyarakat untuk memberi harga atau nilai
suatu ekosistem padang lamun. Metode yang
digunakan untuk menghitung nilai manfaat
pilihan menggunakan metode benefit transfer
yaitu dengan menilai perkiraan benefit dari
tempat lain, lalu ditransfer untuk memperoleh
perkiraan yang kasar mengenai manfaat dari
lingkungan yang diteliti. Metode ini diketahui
dengan cara menghitung nilai
keanekaraagaman hayati yang ada pada
ekosistem tersebut (Marhayana, 2012).
Penilaian terhadap nilai manfaat
pilihan mengacu pada rumus Widiastuti (2011)
dengan mengalikan luas area padang lamun
(Ha) terhadap nilai cadangan keanekaragaman
hayati padang lamun di Desa Sebong Pereh.
Berdasarkan hasil analisis dengan
menggunakan metode arciview 3.3 diketahui
luasan area padang lamun Desa Sebong Pereh
yaitu sebesar 229.4605 Ha atau sekitar
2.294.605 meter, hasil diperoleh dari metode
digitasi yaitu pemetaan menggunakan Software
Arciview 3.3 dan citra spot pulau Bintan dan
melakukan kroscek di lapangan dengan
menggunakan Global Posision System (GPS)
supaya tidak terjadi bias.
Ruitenbeck (1991) dalam Agustina
(2014) mengatakan bahwa besarnya nilai
keanekaragaman hayati yaitu sebesar US$
15/ha/tahun. Berdasarkan hasil penelitian,
struktur komunitas ekosistem padang lamun di
Desa Sebong pereh tergolong dalam kondisi
miskin, untuk itu nilai keanekaragaman hayati
tidak dapat dihitung sebesar US$ 15 ha/tahun,
tetapi sebesar 30 % dari total nilai manfaat
pilihan, maka dapat dihitung nilai manfaat
pilihan padang lamun di Desa Sebong Pereh
dengan nilai tukar rupiah tanggal 17 April
2016 sebesar Rp 13.189,00 maka nilai manfaat
pilihan Desa Sebong Pereh yaitu sebesar Rp
13.618.595,00,-/tahun.
4. Nilai Manfaat Keberadaan Masyarakat nelayan di Desa Sebong
Pereh memanfaatkan sumberdaya padang
lamun yang ada seperti ikan, kerang bulu,
ranga, sotong, kepiting, gonggong, dan kuda
laut sebagai sumber mata pencarian untuk
menghidupi keluarga mereka. Nelayan sadar
akan pentingnya sumberdaya ekosistem padang
lamun tersebut dan akan membayar sejumlah
nilai keberadaan dari ekosistem lamun tersebut.
Nilai manfaat keberadaan (exsistence
value) adalah manfaat yang dirasakan langsung
oleh masyarakat dari keberadaan ekosistem
padang lamun (Fauzi, 2004). Nilai manfaat
keberadaan ekosistem padang lamun di Desa
Sebong Pereh di estimasi dengan
mmenggunakan metode Contingent Valuation
Method (CVM ). Metode ini digunakan
untuk menanyakan tentang nilai atau harga
yang diberikan masyarakat akan keberadaan
ekosistem padang lamun yang ada di Desa
Sebong Pereh agar tetap terpelihara. Hal ini
bisa dilihat dari seberapa besar keinginan
masyarakat nelayan untuk membayar
(Willingness to pay) dari barang dan jasa yang
dihasilkan oleh ekosistem padang lamun
tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
50 responden masyarakat nelayan yang
memanfaatkan ekosistem padang lamun,
diperoleh kesediaan membayar setiap individu
-
berbeda-beda. Sehingga diperoleh rata-rata
kesanggupan membayar yaitu sebesar Rp
740.000,00,-/orang/tahun, kemudian nilai ini
dikalikan dengan jumlah seluruh RTP (Rumah
Tangga Perikanan) yaitu sebanyak 158 jiwa.
Dari hasil perhitungan dapat diketahui nilai
manfaat keberadaan ekosistem padang lamun
di Desa Sebong Pereh sebesar Rp
116.920.000,00,-/tahun.
Hasiltersebut menunjukkan
kesanggupan dan kesadaran masyarakat karena
telah memanfaatkan sumberdaya padang lamun
yang ada di Desa Sebong Pereh. Ekosistem
padang lamun di Desa Sebong Pereh bukan
hanya dijadikan sebagai tempat mencari makan
bagi para nelayan, namun juga sebagai tempat
rekreasi bagi para pengunjung karena
keindahan pantai yang alami. Hanya saja pada
musim tertentu sepanjang pantai di Desa
Sebong pereh banyak terdapat tar atau oli yang
mengotori kawasan tersebut, hal ini secara
tidak langsung akan mengganggu keberadaan
ekosistem padang lamun. Menurut Fortes
(1990) dalam Widiastuti (2010) lamun
membentuk habitat yang saling berhubungan
dengan produktifitas yang sangat tinggi di laut.
Kehilangan ekosistem padang lamun ini akan
menyebabkan kerusakan bagi ekosistem di laut
secara keseluruhan, dan dari sisi ekonomi dapat
menimbulkan kerugian yang besar bagi
masyarakat.
5. Nilai Warisan
Ekosistem padang lamun mempunyai
nilai yang sangat penting bagi kehidupan biota
perairan laut lainnya seperti tempat pemijahan,
daerah pengasuhan, mencari makan, dan
tempat bermain. Maka dari itu nilai warisan
ekosistem padang lamun di Desa Sebong Pereh
tidak dapat dinilai dengan pendekatan nilai
pasar, sehingga nilai warisan dapat dihitung
dengan pendekataan perkiraan. Artinya
kemauan untuk memberi bantuan (dana, aksi
dll) untuk perlindungan suatu ekosistem atau
spesies dengan pertimbangan bahwa ekosistem
atau spesies tersebut memiliki nilai untuk
diketahui generasi yang akan datang dalam
keadaan seperti apa yang ada dimasa sekarang
ini. Menurut Marhayana (2012), nilai warisan
tidak dapat diukur dari nilai pasar sehingga
dihitung dengan pendekatan perkiraan bahwa
nilai warisan tidak kurang dari 10% dari nilai
manfaat langsung yang diperoleh suatu
ekosistem. Berdasarkan hasil perhitungan
dengan menggunakan pendekatan perkiraan
ekosistem padang lamun di Desa Sebong Pereh
diperoleh nilai warisan sebesar Rp
3.110.936.576,00,-tahun. Besar kecilnya nilai
warisan sangat berpengaruh bagi
keberlangsungan hidup biota-biota perairan
dan ekosistem padang lamun dimasa yang akan
datang bagi anak cucu kita.
6. Nilai Ekonomi Total Nilai ekonomi total yang dihitung
ialah nilai pemanfaatan (use value) yang terdiri
dari nilai manfaat langsung (direct value), nilai
manfaat tidak langsung (indirect value) dan
nilai pilihan (option value) ada juga nilai bukan
pemanfaatan (use non value) meliputi nilai
keberadaan (exsistence value) dan manfaat
warisan (bequest value). Seluruh nilai
pemanfaatan tersebut dijumlahkan sehingga
diperoleh hasil nilai total ekonomi, untuk lebih
jelasnya tentang nilai ekonomi total padang
lamun di Desa Sebong Pereh dapat dilihat pada
Tabe 10.
Tabel 10. Nilai Ekonomi Total Desa Sebong
Pereh
Berdasarkan hasil persentase nilai
ekonomi, dapat dilihat dengan jelas bahwa nilai
tertinggi yaitu nilai manfaat langsung sebesar
Rp 29.617.795.200,00,-/tahun atau sekitar
87,39 % dari nilai ekonomi total, nilai manfaat
langsung diperoleh jauh berbeda dengan nilai
manfaat lainnya, hal ini disebabkan dari hasil
tangkapan nelayan yang memanfaatkan
sumberdaya ekosistem padang lamun yang
sangat bervariasi dan sangat banyak, selain itu
nilai manfaat langsung ini menunjukkan bahwa
sumberdaya padang lamun yang dimanfaatkan
oleh masyarakat memiliki nilai ekonomis yang
tinggi. Berdasarkan hasil wawancara dapat
ditarik kesimpulan bahwa masyarakat nelayan
Desa Sebong Pereh yang melakukan aktifitas
penangkapan biota pada kawasan padang
lamun masih menggunakan alat tangkap yang
ramah lingkungan seperti menggunakan
pancing, bubu, dan jaring ikan. Hal ini tidak
dapat dipungkiri jika dikemudian hari
sumberdaya yang ada di padang lamun dapat
berkurang jika tidak dijaga dan dikelola dengan
baik oleh masyarakat, untuk itu perlu
No Total Nilai Ekonomi (TEV) Rp/Tahun Persentase
(%)
1 Nilai Manfaat Langsung Rp 29.617.795.200,00 87,39
2 Nilai Manfaat Tidak Langsung Rp 1.033.952.000,00 3,05
3 Nilai Manfaat Pilihan Rp 13.618.595,00 0,04
4 Nilai Manfaat Keberadaan Rp 116.920.000,00 0,34
5 Nilai Warisan Rp 3.110.936.576,00 9,18
Jumlah Rp 33.893.222.371,00 100,00
-
kesadaran masyarakat untuk bersama-sama
menjaga ekosistem padang lamun sehingga
ekosistem yang ada bisa saling menguntungkan
dan menjadi penopang perekonomian
masyarakat setempat sampai ke anak cucu
mereka.
Nilai manfaat tidak langsung (indirect
use value) ekosistem padang lamun di Desa
Sebong Pereh sebesar Rp 1.033.952.000,00,-
/tahun atau sekitar 3,05 % dari total nilai
ekonomi. Ekosistem padang lamun memiliki
fungsi yang sangat penting bagi biota perairan
yaitu sebagai tempat pemijahan, mencari
makan dan sebagai tempat bermain bagi biota
perairan selain itu juga sebagai pemecah
gelombang laut. Hal ini menunjukkan bahwa
fungsi dan peranan ekosistem padang lamun
sangat besar konstribusinya bagi biota perairan,
jika ekosistem padang lamun sudah rusak maka
hal ini dapat mengganggu perekonomian
masyarakat, karna selama ini masyarakat
memanfaatkan sumberdaya yang ada di
ekosistem padang lamun tersebut. Untuk itu
masyarakat harus tau akan pentingnya
ekosistem padang lamun yang ada di Desa
Sebong Pereh, jika ekosistem padang lamun
tidak dijaga dengan baik maka akan
menimbulkan kerugian bagi masyarakat itu
sendiri baik itu kerugian secara finansial
maupun non finansial .
Nilai manfaat pilihan merupakan nilai
ekonomi yang diperoleh dari potensi
pemanfaatan langsung maupun tidak langsung
dari sumberdaya, berdasarkan hasil dari
penelitian didapat nilai manfaat pilihan sebesar
Rp 13.618.595,00,-/tahun atau sekitar 0.04 %
dari total nilai ekonomi. Nilai manfaat pilihan
ini didapat dari luasan padang lamun di Desa
Sebong Pereh dikalikan dengan nilai cadangan
keanekaragaman hayati padang lamun. Luas
area padang lamun di Desa Sebong Pereh
sekitar 229.4605 Ha. Semakin luas area padang
lamun di suatu daerah maka akan semakin
besar pula nilai manfaat pilihan di suatu daerah
tersebut yang didapat, dan sebaliknya semakin
kecil luas padang lamun maka akan semakin
kecil pula nilai manfaat pilihan yang didapat.
Selain itu nilai manfaat pilihan dihitung
berdasarkan kondisi padang lamun, nilai
keanekaragaman hayati sebesar US$ 15
ha/tahun jika ekosistem padang lamun dalam
kondisi baik, namun jika kondisi padang lamun
tergolong dalam kategori rusak maka nilai
keanekaragaman hayati harus disesuaikan
dengan kondisinya. Kondisi padang lamun di
Desa Sebong Pereh tergolong rusak, untuk itu
nilai keanekaragaman hayati disesuaikan
menjadi 30% dari US$ 15 ha/tahun.
Nilai manfaat keberadaan ialah nilai
yang diukur dari manfaat yang dirasakan oleh
masyarakat dari keberadaan suatu ekosistem
setelah manfaat lain dihilangkan. Berdasarkan
hasil penelitian di Desa Sebong Pereh
diperoleh nilai manfaat keberadaan sebesar Rp
116,920,000 atau sebesar 0,34% dari total nilai
ekonomi, nilai keberadaan berada pada posisi
keempat setelah nilai manfaat tidak langsung,
nilai warisan, dan nilai manfaat langsung.
Berdasarkan hasil dari penelitian tersebut hal
ini menunjukkan bahwa kesediaan membayar
(WTP) untuk menjaga ekosistem oleh
masyarakat nelayan baik itu untuk pencegahan
atau perbaikan ekosistem yang dikawatirkan
rusak tergolong masih rendah. Hal ini bisa
dilihat dari hasil persentase nilai ekonomi total,
nilai manfaat keberadaan jauh berada di bawah
dari nilai manfaat tidak langsung, dapat
disimpulkan bahwa kesadaran masyarakat
nelayan akan pentingnya ekosistem padang
lamun masih tergolong rendah.
Nilai warisan dihitung dengan
pendekatan perkiraan, di perkirakan bahwa
nilai warisan tidak kurang 10% dari manfaat
langsung. Berdasarkan hasil penelitian dan
perhitungan data di peroleh nilai warisan
padang lamun di Desa Sebong Pereh sebesar
Rp 3.110.936.576,00,-/tahun atau sekitar
8.79% dari total nilai ekonomi. Maksud dari
nilai warisan ini ialah untuk mengetahui
seberapa banyak cadangan yang disimpan
untuk keturunan dimasa yang akan datang
supaya generasi muda yang akan datang bisa
menikmati apa yang pernah dinikmati
leluhurnya.
Hasil dari penelitian di Desa Sebong
Pereh diperoleh nilai ekonomi total (TEV)
yaitu sebesar Rp 33.893.222.371,00,-/tahun.
Dibandingkan dengan nilai ekonomi total Desa
Malang Rapat berdasarkan hasil penelitian dari
Dwi Sriwahyuningsih (2015) diperoleh nilai
ekonomi total Desa Malang Rapat sebesar Rp
44.356.746.178,00,-/tahun. Secara keseluruhan
selisih nilai ekonomi total antara Desa Sebong
Pereh dengan Desa Malang Rapat yaitu sebesar
Rp 10.463.523.807,00,-/tahun.
-
Nilai WTP dan WTA sangat
ditentukan oleh jumlah RTP, semakin besar
jumlah RTP maka akan semakin besar pula
jumlah WTP dan WTA. Diketahui jumlah RTP
Desa Sebong Pereh berjumlahh 158 jiwa
sedangkan jumlah RTP Desa Malang Rapat
sebesar 192 jiwa. Diperoleh nilai WTP Desa
Sebong Pereh sebesar Rp 116.920.000,00,-
/tahun, sedangkan nilai WTP Desa Malang
Rapat sebesar Rp 54.109.091,00,-/tahun.
Perhitungan WTP dilakukan bertujuan untuk
menilai kesediaan masyarakat untuk membayar
atas sumberdaya padang lamun yang ada
disekitar mereka. Dilihat dari keinginan untuk
membayar (WTP) Desa Sebong Pereh lebih
unggul dibandingkan dengan Desa Malang
Rapat. Hal ini menunjukkan tingkat kepedulian
dan kesadaran masyarakat akan pentingnya
sumberdaya padang lamun di Desa Sebong
Pereh Lebih Unggul dari pada Desa Malang
Rapat.
Ekosistem padang lamun di Desa
Sebong Pereh tergolong miskin, dengan
kondisi padang lamun yang baik maka nilai
ekonomi akan semakin tinggi, karna ekosistem
padang lamun merupakan tempat bermain,
tempat tinggal dan sebagai tempat mencari
makan bagi sebagian biota perairan, rusaknya
ekosistem padang lamun akan menyebabkan
kurangnya pendapatan masyarakat karena
masyarakat menggantungkkan pencariannya
dari biota yang ada disekitar padang lamun.
Rusaknya ekosistem padang lamun di Desa
tersebut disebabkan kurangnya pengetahuan
masyarakat akan fungsi ekosistem padang
lamun itu sendiri. Hal ini dibuktikan dengan
hasil wawancara yang menunjukkan nilai
manfaat langsung lebih besar dari pada nilai
ekonomi yang lain, sedangkan keinginan
masyarakat untuk menyumbang jika terjadi
kerusakan sangat kecil dan tidak seimbang.
PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian di Desa
Sebong Pereh mengenai struktur komunitas
dan valuasi ekonomi ekosistem padang lamun
dapat disimpulkan bahwa :
1. Berdasarkan hasil penelitian ekosistem padang lamun di Desa Sebong Pereh
terdapat 4 jenis lamun, yaitu jenis Enhalus
accoroides, Thalassia hemprichii,
Halodule uninervis, dan Cymodocea
cerullata. Kemudian kerapatan jenis
lamun yang tertinggi terdapat pada jenis
Thalassia hemprichii yaitu sebesar 71.73
ind/m atau sekitar 64.53%, sedangkan
kerapatan jenis lamun yang paling rendah
terdapat pada jenis Cymodocea serullata
1.07 ind/m atau sekitar 0.96%, kondisi
padang lamun di Desa Sebong Pereh
tergolong agak rapat. Selanjutnya status
penutupan jenis lamun di Desa Sebong
Pereh tergolong dalam keadaan miskin,
dimana penutupan jenis tertinggi terdapat
pada jenis Enhallus accoroides yaitu
sebesar 10.33 %/m atau sekitar 49.28%
sedangkan untuk penutupan jenis yang
terendah terdapat pada jenis Cymodocea
serullata yaitu sebesar 0.53 %/m atau
sekitar 2.54%.
2. Valuasi ekonomi ekosistem padang lamun di Desa Sebong Pereh didapat nilai
ekonomi total yaitu sebesar Rp
29.617.795.200,00 ,-/tahun, dengan nilai
manfaat langsung sebesar Rp
31.109.365.760,00,-/tahun atau sekitar
87.8%, selanjutnya nilai manfaat tidak
langsung sebesar Rp 1.033.952.000,00-
/tahun atau sekitar 2.9%, nilai manfaat
pilihan sebesar Rp 22.697.659,00,-/tahun
atau sekitar 0.1%, selanjutnya nilai
manfaat keberadaan sebesar Rp
116.920.000,00,-/tahun atau sekitar 0.3%,
dan diperoleh nilai manfaat warisan
sebesar Rp 3.110.936.576,00,-/tahun atau
sebesar 8.8%. Sedangkan untuk jenis biota
yang dimanfaatkan oleh nelayan yaitu
seperti ikan lingkis, ikan pinang-pinang,
ikan timun, ikan gelam, ikan lambai,
ranga, kerang bulu, sotong, kepiting,
gonggong, dan kuda laut.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian valuasi
ekonomi dan ekosistem padang lamun di Desa
Sebong Pereh diperoleh kondisi padang lamun
Desa tersebut tergolong miskin dengan status
rusak, sedangkan untuk nilai manfaat langsung
dari ekosistem padang lamun tersebut cukup
tinggi. Hal ini bertolak belakang langsung
dengan nilai manfaat keberadaan yang jauh
lebih rendah.
Diharapkan kedepannya potensi
sumberdaya ekosistem padang lamun di Desa
Sebong Pereh dapat terjaga dengan baik. Untuk
itu perlu dilakukan penelitian lanjutan sehingga
potensi sumberdaya padang lamun di Desa
tersebut dapat memberikan nilai ekonomi yang
lebih tinggi bagi kesejahteraan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
-
Adrianto, Wahyudin. 2007. Modul Pengenalan
Konsep dan metodelogi Valuasi
Ekonomi Sumberdaya Pesisir dan
Laut. PKSPL. IPB. Bogor.
Agustina, L. 2014. Struktur Komunitas dan
Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang
Lamun Di Kawassan Koonservasi
Laut Daerah Desa Berakit Bintan.
Skripsi UMRAH, Tanjungpinang.
Anonim.2009. Ekosistem Padang Lamun.
http://web.ipb.ac.id%7Ededi_s/index.
php?option=com_countent&task=vie
w&id=23&Itemid=51. (di unduh 15
November 2015).
Asriyana, Yuliana. 2012. Produktivitas
Perairan. Bumi Aksara. Jakarta
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bintan. Teluk
Sebong Dalam Angka 2014.
http://bintankab.bps.go.id/webssite/pd
f_publikasi/teluk-sebong-dalam-
angka-2014.pdf (diunduh tanggal 15
November 2015).
Dewi Susanti, 2015. Struktur Komunitas Dan
Valuasi Ekonomi Ekosistem Padang
Lamun Dikawasan Konservasi
Kawasan Daerah Desa Pengudang
Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten
Bintan. SKRIPSI. UMRAH.
Tanjungpinang. http://umrah.ac.id
(diunduh tanggal 20 November 2015)
Efika Ajeng. S, 2016. Tingkat Kerapatan dan
Penutupan Lamun Di Perairan Desa
Sebong Pereh Kabupaten Bintan.
SKRIPSI. UMRAH.
Endarwati, H. 2010. Biologi Laut (Botani Laut)
Klasifikasi Dan Jenis Lamun.
SKRIPSI Semarang : Fakultas Ilmu
Kelautan Dan Perikanan Universitas
Diponegoro.
Fachrul, M,F. 2007.Metode Sampling
Bioekologi. Bumi Aksara.Jakarta.
Fauzi, H. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam
dan Lingkungan Teori dan Aplikasi.
Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
Hadad, M.S.A. 2012. Valuasi Ekonomi
Ekosistem Lamun Pulau Waidoba
Kabupaten Halmahera Selatan
Provinsi Maluku Utara. Tesis: Institut
Pertanian Bogor, Bogor
Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2011.
Kelautan Dan Perikanan Dalam
Angka. Pusat Data Statistik Dan
Informasi: Jakarta
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor
200 Tahun 2004. Kriteria Baku
Kerusakan dan Pedoman Penentuan
Status Padang Lamun
Kordi, K.M.G.H. 2011, Ekosistem Lamun
(seagrass) fungsi, potensi, dan
pengelolaan. Rineka Cipta : Jakarta
McKenzie,LJ. 2003. Guidelines for The Rapid
Assessment and Mapping of Tropical
Seagrass Habitats. The State of
Queensland. Department of Primary
Industries.
http://seagrasswatch.org/html. 20
November 2015.
Menteri Negara lingkungan hidup. 2004.
Keputusan menteri Negara lingkungan
hidup no 200 tahun 2004 tentang
kriteria baku kerusakan dan pedoman
penentuan status padang lamun.
Marhayana, 2012. Manfaat Ekonomi Ekosistem
Mangrove Di Taman Wisata Perairan
Padaido Kabupaten
Biaknumfor,Papua. Skripsi. Unhas
Makasar
Supriharyono, 2007. Konservasi Ekosistem
Sumberdaya Hayati. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta
Tuwo, 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir
dan Laut. Brilian Internasional.
Surabaya
Widiastuti. A, 2011. Kajian Nilai Ekonomi
Produk Dan Jasa Ekosistem Lamun
Sebagai Pertimbangan Dalam
Pengelolaannya. Tesis Pasca Sarjana
Universitas Indonesia. Jakarta
http://bintankab.bps.go.id/webssite/pdf_publikasi/teluk-sebong-dalam-angka-2014.pdfhttp://bintankab.bps.go.id/webssite/pdf_publikasi/teluk-sebong-dalam-angka-2014.pdfhttp://bintankab.bps.go.id/webssite/pdf_publikasi/teluk-sebong-dalam-angka-2014.pdfhttp://umrah.ac.id/