Download - Wan PreStasi
-
7/30/2019 Wan PreStasi
1/49
TINJAUAN UMUM ATAS WANPRESTASI
A. Pengertian Wanprestasi
1. Prestasi
Prestasi merupakan hal yang harus dilaksanakan dalam suatu perikatan.
Pemenuhan prestasi merupakan hakikat dari suatu perikatan. Kewajiban memenuhi
prestasi dari debitur selalui disertai dengan tanggung jawab (liability), artinya debitur
mempertaruhkan harta kekayaannya sebagai jaminan pemenuhan hutangnya kepada
kreditur. Menurut ketentuan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata, semua harta
kekayaan debitur baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun
yang akan ada menjadi jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditur, jaminan
semacam ini disebut jaminan umum.
Pada prakteknya tanggung jawab berupa jaminan harta kekayaan ini dapat
dibatasi sampai jumlah yang menjadi kewajiban debitur untuk memenuhinya yang
disebutkan secara khusus dan tertentu dalam perjanjian, ataupun hakim dapat
menetapkan batas-batas yang layak atau patut dalam keputusannya. Jaminan harta
kekayaan yang dibatasi ini disebut jaminan khusus. Artinya jaminan khusus itu
hanya mengenai benda tertentu saja yang nilainya sepadan dengan nilai hutang
-
7/30/2019 Wan PreStasi
2/49
debitur, misalnya rumah,kendaraan bermotor. Bila debitur tidak dapat memenuhi
prestasinya maka benda yang menjadi jaminan khusus inilah yang dapat diuangkan
untuk memenuhi hutang debitur.
Prestasi merupakan sebuah esensi daripada suatu perikatan. Apabila esensi
ini tercapai dalam arti dipenuhi oleh debitur maka perikatan itu berakhir. Agar esensi
itu dapat tercapai yang artinya kewajiban tersebut dipenuhi oleh debitur maka harus
diketahui sifat-sifat dari prestasi tersebut ,yakni :
i. Harus sudah tertentu atau dapat ditentukan
ii. Harus mungkin
iii. Harus diperbolehkan (halal)
iv. Harus ada manfaatnya bagi kreditur
v. Bisa terdiri dari suatu perbuatan atau serentetan perbuatan
2. Wanprestasi
Semua subjek hukum baik manusia atau badan hukum dapat membuat suatu
persetujuan yang menimbulkan prikatan diantara pihak-pihak yang membuat
persetujuan tersebut. Persetujuan ini mempunyai kekuatan yang mengikat bagi para
pihak yang melakukan perjanjian tersebut sebagai mana yang diatur di dalam pasal
1338 KUH Perdata.
Di dalam perjanjian selalu ada dua subjek yaitu pihak yang berkewajiban untuk
melaksanakan suatu prestasi dan pihak yang berhak atas suatu prestasi
-
7/30/2019 Wan PreStasi
3/49
Didalam pemenuhan suatu prestasi atas perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak
tidak jarang pula debitur (nsabah) lalai melaksanakan kewajibannya atau tidak
melaksanakan kewajibannya atau tidak melaksanakan seluruh prestasinya, hal ini
disebut wanprestasi.
Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda
wanprestatie yang artinya tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang telah
ditetapkan terhadap pihak-pihak tertentu di dalam suatu perikatan, baik perikatan
yang dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan yang timbul karena undang-
undang.
Pengertian mengenai wanprestasi belum mendapat keseragaman, masih
terdapat bermacam-macam istilah yang dipakai untuk wanprestasi, sehingga tidak
terdapat kata sepakat untuk menentukan istilah mana yang hendak dipergunakan.
Istilah mengenai wanprestasi ini terdaspat di berabgai istilah yaitu: ingkar janji,
cidera janji, melanggar janji, dan lain sebagainya.
Dengan adanya bermacam-macaam istilah mengenai wanprestsi ini, telah
menimbulkan kesimpang siuran dengan maksud aslinya yaitu wanprestsi. Ada
beberapa sarjana yang tetap menggunakan istilah wanprestasi dan memberi
pendapat tentang pengertian mengenai wanprestsi tersebut.
Dr. Wirjono Prodjodikoro SH, mengatakan bahwa wanprestasi adalah
ketiadaan suatu prestasi didalam hukum perjanjian, berarti suatu hal yang harus
dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Barangkali daslam bahasa Indonesia
dapat dipakai istilah pelaksanaan janji untuk prestasi dan ketiadaan pelaksanaannya
-
7/30/2019 Wan PreStasi
4/49
janji untuk wanprestasi.
Prof. R. Subekti, SH, mengemukakan bahwa wanprestsi itu asalah kelalaian
atau kealpaan yang dapat berupa 4 macam yaitu:
1. Tidak melakukan apa yang telah disanggupi akan dilakukannya.
2. Melaksanakan apa yang telah diperjanjikannya, tetapi tidak sebagai mana
yang diperjanjikan.
3. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat,
4. Selakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak dapat
dilakukan.
H. Mariam Darus Badrulzaman SH, mengatakan bahwa apabila debitur
karena kesalahannya tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, maka debitur itu
wanprestasi atau cidera janji. Kata karena salahnya sangat penting, oleh karena
dabitur tidak melaksanakan prestasi yang diperjanjikan sama sekali bukan karena
salahnya.
Menurut M.Yahya Harahap bahwa wanprestasi dapat dimaksudkan juga
sebagai pelaksanaan kewajuban yang tidak tepat pada waktunya atau dilaksankan
tidask selayaknya.
Hal ini mengakibatkan apabila salah satu pihak tidak memnuhi atau tidak
melaksanakan isi perjanjian yang telah mereka sepakati atau yang telah mereka buat
maka yang telah melanggar isi perjajiab tersebut telah melakukan perbuatan
wanprestasi.
-
7/30/2019 Wan PreStasi
5/49
Dari uraian tersebut di atas kita dapat mengetahui maksud dari wanprestasi
itu, yaitu pengertian yang mengatakan bahwa seorang diakatakan melakukan
wanprestasi bilamana : tidak memberikan prestasi sama sekali, telamabat
memberikan prestasi, melakukan prestsi tidak menurut ketentuan yang telah
ditetapkan dalam pejanjian.
Faktor waktu dalam suatu perjanjian adalah sangat penting, karena dapat
dikatakan bahwa pada umumnya dalam suatu perjanjian kedua belah pihak
menginginkan agar ketentuan perjanjian itu dapat terlaksana secepat mungkin, karena
penentuan waktu pelaksanaan perjanjian itu sangat penting untuk mengetahui tibanya
waktu yang berkewajiban untuk menepati janjinya atau melaksanakan suatu
perjanjian yang telah disepakati.
Dengan demikian bahwa dalam setiap perjanjian prestasi merupakan suatu
yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perjanjian. Prestasis merupakan isi
dari suatu perjanjian, pabila debitur tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang
telah ditentukan dalam perjanjian maka dikatakan wanprestasi.
Wanprestasi memberikan akibat hukum terhadap pihak yang melakukannya
dan membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk
menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga
oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena
wanprestasi tersebut.
B. Macam-Macam Prestasi dan Wanprestasi
-
7/30/2019 Wan PreStasi
6/49
Menurut ketentuan Pasal 1234 KUHPerdata, tiap-tiap perikatan adalah untuk
memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
Maka dari itu wujud prestasi itu berupa :
1. Memberikan Sesuatu
Dalam pasal 1235 dinyatakan :Dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan
sesuatu adalah termaktub kewajiban si berutang untuk menyerahkan kebendaan yang
bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang baik, sampai
pada saat penyerahannya.
Kewajiban yang terakhir ini adalah kurang atau lebih luas terhadap
perjanjian-perjanjian tertentu, yang akibat-akibatnya mengenai hal ini ditunjuk dalam
bab-bab yang bersangkutan
Pasal ini menerangkan tentang perjanjian yang bersifat konsensual (yang
lahir pada saat tercapainya kesepakatan) yang objeknya adalah barang, dimana sejak
saat tercapainya kesepakatan tersebut, orang yang seharusnya menyerahkan barang
itu harus tetap merawat dengan baik barang tersebut sebagaimana layaknya
memelihara barang kepunyaan sendiri sama halnya dengan merawat barang miliknya
yang lain,yang tidak akan diserahkan kepada orang lain.Kewajiban merawat
dengan baik berlangsung sampai barang tersebut diserahkan kepada orang yang harus
menerimanya. Penyerahan dalam pasal ini dapat berupa penyerahan nyata maupun
penyerahan yuridis.
2. Berbuat Sesuatu
Berbuat sesuatu dalam suatu perikatan yakni berarti melakukan perbuatan
-
7/30/2019 Wan PreStasi
7/49
seperti yang telah ditetapkan dalam perikatan. Jadi wujud prestasi disini adalah
melakukan perbuatan tertentu. Dalam melaksanakan prestasi ini debitur harus
mematuhi apa yang telah ditentukan dalam perikatan. Debitur bertanggung jawab atas
perbuatannya yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diperjanjikan oleh para pihak.
Namun bila ketentuan tersebut tidak diperjanjikan, maka disini berlaku ukuran
kelayakan atau kepatutan yang diakui dan berlaku dalam masyarakat. Artinya
sepatutnya berbuat sebagai seorang pekerja yang baik.
3. Tidak Berbuat Sesuatu
Tidak berbuat sesuatu dalam suatu perikatan yakni berarti tidak melakukan
suatu perbuatan seperti yang telah diperjanjikan. Jadi wujud prestasi di sini adalah
tidak melakukan perbuatan. Di sini kewajiban prestasinya bukan sesuatu yang bersifat
aktif, tetapi justru sebaliknya yaitu bersifat pasif yang dapat berupa tidak berbuat
sesuatu atau membiarkan sesuatu berlangsung. Disini bila ada pihak yang berbuat
tidak sesuai dengan perikatan ini maka ia bertanggung jawab atas akibatnya.
4. Wujud wanprestasi
Untuk menetapkan apakah seorang debitur itu telah melakukan wanprestasi
dapat diketahui melalui 3 keadaan berikut :
1. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali
Artinya debitur tidak memenuhi kewajiban yang telah disanggupinya untuk
dipenuhi dalam suatu perjanjian atau tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan
undang-undang dalam perikatan yang timbul karena undang-undang.
-
7/30/2019 Wan PreStasi
8/49
2. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru
Artinya debitur melaksanakan atau memenuhi apa yang diperjanjikan atau
apa yang ditentukan oleh undang-undang, tetapi tidak sebagaimana mestinya menurut
kualitas yang ditentukan dalam perjanjian atau menurut kualitas yang ditetapkan oleh
undang-undang.
3. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya
Artinya debitur memenuhi prestasi tetapi terlambat, waktu yang ditetapkan
dalam perjanjian tidak dipenuhi.
Prof. Subekti menambah lagi keadaan tersebut di atas dengan melakukan
sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
C. Sebab Terjadinya Wanprestasi
Dalam pelaksanaan isi perjanjian sebagaimana yang telah ditentukan dalam
suatu perjanjian yang sah, tidak jarang terjadi wanprestasi oleh pihak yang dibebani
kewajiban (debitur) tersebut. Tidak dipenuhinya suatu prestasi atau kewajiban
(wanprestasi) ini dapat dikarenakan oleh dua kemungkinan alasan. Dua kemungkinan
alasan tersebut antara lain yakni :
1. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan ataupun kelalaiannya.
Kesalahan di sini adalah kesalahan yang menimbulkan kerugian. Dikatakan
orang mempunyai kesalahan dalam peristiwa tertentu kalau ia sebenarnya dapat
menghindari terjadinya peristiwa yang merugikan itu baik dengan tidak berbuat atau
berbuat lain dan timbulnya kerugian itu dapat dipersalahkan kepadanya. Dimana tentu
-
7/30/2019 Wan PreStasi
9/49
kesemuanya dengan memperhitungan keadaan dan suasana pada saat peristiwa itu
terjadi.
Kerugian itu dapat dipersalahkan kepadanya (debitur) jika ada unsur
kesengajaan atau kelalaian dalam peristiwa yang merugikan itu pada diri debitur yang
dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. Kita katakan debitur sengaja kalau
kerugian itu memang diniati dan dikehendaki oleh debitur, sedangkan kelalaian
adalah peristiwa dimana seorang debitur seharusnya tahu atau patut menduga, bahwa
dengan perbuatan atau sikap yang diambil olehnya akan timbul kerugian. Disini
debitur belum tahu pasti apakah kerugian akan muncul atau tidak, tetapi sebagai
orang yang normal seharusnya tahu atau bisa menduga akan kemungkinan munculnya
kerugian tersebut. Dengan demikian kesalahan disini berkaitan dengan masalah
dapat menghindari (dapat berbuat atau bersikap lain) dan dapat menduga (akan
timbulnya kerugian).
2. Karena keadaan memaksa (overmacht / force majure) , diluar kemampuan
debitur,debitur tidak bersalah.
Keadaan memaksa ialah keadaan tidak dapat dipenuhinya prestasi oleh pihak
debitur karena terjadi suatu peristiwa bukan karena kesalahannya, peristiwa mana
tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu membuat
perikatan. Vollmar menyatakan bahwa overmacht itu hanya dapat timbul dari
kenyataan-kenyataan dan keadaan-keadaan tidak dapat diduga lebih dahulu. Dalam
hukum anglo saxon (Inggris) keadaan memaksa ini dilukiskan dengan istilah
-
7/30/2019 Wan PreStasi
10/49
frustration yang berarti halangan, yaitu suatu keadaan atau peristiwa yang terjadi
diluar tanggung jawab pihak-pihak yang membuat perikatan (perjanjian) itu tidak
dapat dilaksanakan sama sekali.
Dalam keadaan memaksa ini debitur tidak dapat dipersalahkan karena
keadaan memaksa tersebut timbul diluar kemauan dan kemampuan debitur.
Wanprestasi yang diakibatkan oleh keadaan memaksa bisa terjadi karena benda yang
menjadi objek perikatan itu binasa atau lenyap, bisa juga terjadi karena perbuatan
debitur untuk berprestasi itu terhalang seperti yang telah diuraikan diatas. Keadaan
memaksa yang menimpa benda objek perikatan bisa menimbulkan kerugian sebagian
dan dapat juga menimbulkan kerugian total. Sedangkan keadaan memaksa yang
menghalangi perbuatan debitur memenuhi prestasi itu bisa bersifat sementara maupun
bersifat tetap.
Unsur unsur yang terdapat dalam keadaan memaksa itu ialah :
a) Tidak dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang membinasakan benda
yang menjadi objek perikatan, ini selalu bersifat tetapb) Tidak dapat dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang menghalangi
perbuatan debitur untuk berprestasi, ini dapat bersifat tetap atausementara.
c) Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu
membuat perikatan baik oleh debitur maupun oleh kreditur. Jadi bukan
karena kesalahan pihak-pihak, khususnya debitur.
Ajaran tentang Keadaan Memaksa (overmacht)
Mengenai keadaan memaksa yang menjadi salah satu sebab timbulnya
wanprestasi dalam pelaksaanaan perjanjian. Dikenal dua macam ajaran mengenai
keadaan memaksa tersebut dalam ilmu hukum, yaitu ajaran memaksa yang bersifat
-
7/30/2019 Wan PreStasi
11/49
objektif dan subjektif. Yang mana ajaran mengenai keadaan memaksa
(overmachtsleer) ini sudah dikenal dalam Hukum Romawi, yang berkembang dari
janji (beding) pada perikatan untuk memberikan suatu benda tertentu. Dalam hal
benda tersebut karena adanya keadaan yang memaksa musnah maka tidak hanya
kewajibannya untuk menyerahkan tetapi seluruh perikatan menjadi hapus, tetapi
prestasinya harus benar-benar tidak mungkin lagi. Pada awalnya dahulu hanya
dikenal ajaran mengenai keadaan memaksa yang bersifat objektif. Lalu dalam
perkembangannya, kemudian muncul ajaran mengenai keadaan memaksa yang
bersifat subjektif.
1. Keadaan memaksa yang bersifat objektif
Objektif artinya benda yang menjadi objek perikatan tidak mungkin
dapat dipenuhi oleh siapapun. Menurut ajaran ini debitur baru bisa
mengemukakan adanya keadaan memaksa (overmacht) kalau setiap orang
dalam kedudukan debitur tidak mungkin untuk berprestasi (sebagaimana
mestinya). Jadi keadaan memaksa tersebut ada jika setiap orang sama
sekali tidak mungkin memenuhi prestasi yang berupa benda objek perikatan
itu. Oleh karena itu ukurannya orang (pada umumnya) tidak bisa
berprestasi bukan debitur tidak bisa berprestasi, sehingga kepribadiannya,
kecakapan, keadaannya, kemampuan finansialnya tidak dipakai sebagai
ukuran, yang menjadi ukuran adalah orang pada umumnya dan karenanya
dikatakan memakai ukuran objektif. Dasar ajaran ini adalah
-
7/30/2019 Wan PreStasi
12/49
ketidakmungkinan. Vollmarr menyebutkan keadaan memaksa ini dengan
istilah absolute overmacht apabila benda objek perikatan itu musnah diluar
kesalahan debitur.
Marsch and soulsby juga menyatakan bahwa suatu
perjanjian tidak mungkin dilaksanakan apabila setelah perjanjian dibuat
terjadi perubahan dalam hukum yang mengakibatkan bahwa perjanjian yang
telah dibuat itu menjadi melawan hukum jika dilaksanakan. Dalam keadaan
yang seperti ini secara otomatis keadaan memaksa tersebut mengakhiri
perikatan karena tidak mungkin dapat dipenuhi. Dengan kata lain perikatan
menjadi batal, keadaan memaksa disini bersifat tetap.
2. Keadaan Memaksa yang Bersifat Subjektif
Dikatakan subjektif dikarenakan menyangkut perbuatan debitur itu
sendiri, menyangkut kemampuan debitur sendiri, jadi terbatas pada
perbuatan atau kemampuan debitur. Salah seorang sarjana yang terkenal
mengembangkan teori tentang keadaan memaksa adalah houwing. Menurut
pendapatnya keadaan memaksa ada kalau debitur telah melakukan segala
upaya yang menurut ukuran yang berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan patut untuk dilakukan,sesuai dengan perjanjian tersebut.
Yang dimaksud dengan debitur oleh houwing adalah debitur yang
bersangkutan. Disini tidak dipakai ukuran debitur pada
umumnya(objektif), tetapi debitur tertentu, jadi subjektif. Oleh karena yang
dipakai sebagai ukuran adalah subjek debitur tertentu, maka kita tidak bisa
-
7/30/2019 Wan PreStasi
13/49
melepaskan diri dari pertimbangan debitur yang bersangkutan dengan
semua ciri-cirinya atau dengan perkataan lain kecakapan, tingkat sosial,
kemampuan ekonomis debitur yang bersangkutan turut diperhitungkan.
Dasar ajaran ini adalah kesulitan-kesulitan. Menurut ajaran ini debitur
itu masih mungkin memenuhi prestasi walaupun mengalami kesulitan atau
menghadapi bahaya. Vollmar menyebutnya dengan istilah relatieve
overmacht. Keadaan memaksa dalam hal ini bersifat sementara. Oleh
karenanya perikatan tidak otomatis batal melainkan hanya terjadi penundaan
pelaksanaan prestasi oleh debitur. Jika kesulitan yang menjadi hambatan
pelaksanaan prestasi tersebut sudah tidak ada lagi maka pemenuhan prestasi
diteruskan.
Timbulnya ajaran mengenai keadaan memaksa seperti yang telah diuraikan
di atas dikarenakan keadaan memaksa tidak mendapatkan pengaturan
secara umum dalam undang-undang. Karena itu hakim berwenang menilai
fakta yang terjadi (wanprestasi) bahwa debitur sedang dalam keadaan
memaksa (overmacht) atau tidak, sehingga diketahui apakah debitur dapat
dibebani kewajiban atas resiko atau tidak atas wanprestasi tersebut.
D. Akibat Hukum Dari Wanprestasi
1. Akibat Hukum dari Wanprestasi karena Kesalahan Debitur
Sejak kapan debitur dapat dikatakan dalam keadaan sengaja atau lalai tidak
memenuhi prestasi, hal ini sangat perlu dipersoalkan, karena wanprestasi tersebut
-
7/30/2019 Wan PreStasi
14/49
memiliki konsekuensi atau akibat hukum bagi debitur. Untuk mengetahui sejak kapan
debitur itu dalam keadaan wanprestasi maka perlu diperhatikan apakah di dalam
perikatan yang disepakati tersebut ditentukan atau tidak tenggang pelaksanaan
pemenuhan prestasi.
Dalam perjanjian untuk memberikan sesuatu atau untuk melakukan sesuatu pihak-pihakmenentukan dan dapat juga tidak menentukan tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan
prestasi oleh debitur. Dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi
tidak ditentukan maka dipandang perlu untuk memperingatkan debitur guna memenuhiprestasinya tersebut dan dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi
ditentukan maka menurut ketentuan pasal
1238 KUHPerdata debitur dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
Pasal 1238 KUHPerdata :
Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan
sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri,
ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan
lewatnya waktu yang ditentukan.
Pasal ini menerangkan bahwa wanprestasi itu dapat diketahui dengan 2 cara,
yaitu sebagai berikut :
1. Pemberitahuan atau somasi, yaitu apabila perjanjian tidak menentukan
waktu tertentu kapan seseorang dinyatakan wanprestasi atau perjanjian
tidak menentukan batas waktu tertentu yang dijadikan patokan tentang
wanprestasi debitur, harus ada pemberitahuan dulu kepada debitur tersebut
tentang kelalaiannya atau wanprestasinya. Jadi pada intinya ada
pemberitahuan, walaupun dalam pasal ini dikatakan surat perintah atau
-
7/30/2019 Wan PreStasi
15/49
akta sejenis.Namun, yang paling penting ada peringatan atau
pemberitahuan kepada debitur agar dirinya mengetahui bahwa dirinya
dalam keadaan wanprestasi.
2. Sesuai dengan perjanjian, yaitu jika dalam perjanjian itu ditentukan jangka
waktu pemenuhan perjanjian dan debitur tidak memenuhi pada waktu
tersebut, dia telah wanprestasi.
Ketentuan pasal 1238 KUHPerdata ini hanya mengatur tentang perikatan
untuk memberikan sesuatu, sedangkan perikatan untuk berbuat sesuatu tidak ada
ketentuan spesifik semacam pasal ini. Namun ketentuan pasal ini dapat juga diikuti
oleh perikatan untuk berbuat sesuatu. Sebaiknya ketentuan pasal 1238 KUHPerdata
ini dapat diperluas juga meliputi perikatan untuk berbuat sesuatu. Jadi dalam
penyusunan hukum perikatan nasional nanti ketentuan semacam pasal ini dapat ditiru
dan meliputi perikatan untuk memberikan sesuatu dan perikatan untuk berbuat
sesuatu.
Dalam perikatan untuk tidak berbuat sesuatu, prestasinya adalah tidak
berbuat sesuatu yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Dalam hal ini tidak perlu
dipersoalkan apakah ditentukan jangka waktu atau tidak. Karena sejak perikatan itu
berlaku dan selama perikatan tersebut berlaku, kemudian debitur melakukan
perbuatan itu maka ia dinyatakan telah lalai (wanprestasi).
Adapun akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi, adalah
hukuman atau sanksi sebagai berikut :
-
7/30/2019 Wan PreStasi
16/49
a) Debitur diharuskan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh
kreditur
Ketentuan ini berlaku untuk semua perikatan. Apakah yang dimaksud
dengan ganti rugi , kapan ganti kerugian itu timbul, dan apa yang menjadi ukuran
ganti kerugian tersebut, dan bagaimana pengaturannya dalam undang-undang.
Pasal 1243 KUHPerdata :
penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan,
barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi
perikatannya, tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang harus diberikan atau
dibuatnya, hanya dapat diberikan dan dibuat dalam tenggang waktu yang telah
dilampaukannya.
Berdasarkan pasal ini, ada dua cara penentuan titik awal penghitungan ganti
kerugian, yaitu sebagai berikut :
a. Jika dalam perjanjian itu tidak ditentukan jangka waktu, pembayaran
ganti kerugian mulai dihitung sejak pihak tersebut telah dinyatakan
lalai, tetapi tetap melalaikannya.
b. Jika dalam perjanjian tersebut telah ditentukan jangka waktu tertentu,
pembayaran ganti kerugian mulai dihitung sejak terlampauinya jangka
waktu yang telah ditentukan tersebut.
Yang dimaksud dengan ganti kerugian itu ialah ganti kerugian yang timbul
karena debitur melakukan wanprestasi karena lalai. Ganti kerugian itu haruslah
-
7/30/2019 Wan PreStasi
17/49
dihitung berdasarkan nilai uang, jadi harus berupa uang bukan berupa barang.
Berdasarkan pasal 1246 KUHPerdata ganti kerugian terdiri dari 3 (tiga) unsur, yakni :
(1) Ongkos-ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan (cost), misalnya
ongkos cetak, biaya materai, biaya iklan.
(2) Kerugian karena kerusakan, kehilangan atas barang kepunyaan
kreditur akibat kelalaian debitur (damages). Kerugian disini adalah
sungguh-sungguh diderita, misalnya busuknya buah buahan karena
kelambatan penyerahan, ambruknya sebuah rumah karena salah
konstruksi sehingga merusak perabot rumah tangga, lenyapnya
barang karena terbakar.
(3) Bunga atau keuntungan yang diharapkan (interest). Karena debitur
lalai, kreditur kehilangan keuntungan yang diharapkannya.
Dalam ganti kerugian itu tidak senantiasa ketiga unsur itu harus ada. Minimal
ganti kerugian itu adalah kerugian yang sesungguhnya diderita oleh kreditur (unsur
2). Meskipun debitur telah melakukan wanprestasi dan diharuskan membayar
sejumlah ganti kerugian, undang-undang masih memberikan pembatasan-pembatasan
yaitu : dalam hal ganti kerugian yang sebagaimana seharusnya dibayar oleh debitur
atas tuntutan kreditur. Pembatasan-pembatasan itu diberikan undang-undang sebagai
bentuk perlindungan terhadap debitur dari perbuatan kesewenang-wenangan kreditur.
Pembatasan-pembatasan tersebut dapat kita liat pada pasal 1247 dan 1248
-
7/30/2019 Wan PreStasi
18/49
KUHPerdata.
Pasal 1247 KUHPerdata :
Si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya, rugi, dan bunga yang nyata telah,
atau sedianya harus dapat diduganya sewaktu perikatan dilahirkan, kecuali jika hal
tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan sesuatu tipu daya yang dilakukan
olehnya.
Pasal ini sebagai penegasan tentang pembatasan ganti kerugian yang dapat
dituntut dari debitur, yaitu kerugian yang nyata nyata telah dapat diperhitungkan
pada saat perjanjian tersebut dibuat oleh para pihak.
Pasal 1248 KUHPerdata :
Bahkan jika hal tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan tipu daya si
berutang, penggantian biaya, rugi, dan bunga sekedar mengenai kerugian yang
dideritanya oleh si berpiutang dan keuntungan yang terhilang baginya, hanyalah
terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari tak dipenuhinya perikatan.
Pasal ini sebenarnya memberikan juga perlindungan kepada debitur yang walaupun
melakukan tipu daya terhadap kreditur, ganti kerugian yang harus dibayarnya hanya
meliputi kerugian langsung sebagai akibat wanprestasinya debitur.
Dari ketentuan dua pasal ini dapat diketahui bahwa ada dua pembatasan
kerugian :
a. Kerugian yang dapat diduga ketika membuat perikatan.
-
7/30/2019 Wan PreStasi
19/49
b. Kerugian sebagai akibat langsung dari wanprestasi (lalai).
Selain pembatasan seperti yang telah diuraikan di atas, masih ada lagi
pembatasan pembayaran ganti rugi itu, yaitu dalam perjanjian yang prestasinya
berupa pembayaran sejumlah uang. Hal ini dapat kita lihat pada ketentuan pasal 1250
KUHPerdata.
Pasal 1250 ayat 1 KUHPerdata :
Dalam tiap-tiap perikatan yang semata-mata berhubungan dengan pembayaran
sejumlah uang, penggantian biaya, rugi dan bunga sekadar disebabkan terlambatnya
pelaksanaan, hanya terdiri atas bunga yang ditentukan oleh undang-undang, dan tidak
mengurangi peraturan-peraturan undang-undang khusus.
Penggantian biaya, rugi, dan bunga tersebut wajib dibayar, dengan tidak
usah dibuktikannya sesuatu kerugian oleh si berpiutang. Penggantian biaya, rugi dan
bunga itu hanya harus dibayar terhitung mulai dari ia diminta di muka Pengadilan,
kecuali dalam hal-hal dimana undang-undang menetapkan bahwa ia berlaku demi
hukum.
Maksud pasal ini adalah bahwa setiap tagihan yang berupa uang, yang
pembayarannya terlambat dilakukan oleh pihak debitur, maka tuntutan ganti kerugian
tidak boleh melebihi ketentuan bunga moratorium (bunga menurut undang-undang).
Bunga yang harus dibayar karena lalai ini disebut moratoir interest,
-
7/30/2019 Wan PreStasi
20/49
sebagai hukuman bagi debitur. Moratoir berasal dari kata mora bahasa Latin yang
berarti lalai. Pembayaran ganti kerugian sebesar bunga moratorium tersebut semata-
mata digantungkan pada keterlambatan pembayaran tersebut sehingga kreditur tidak
perlu dibebani untuk membuktikan dasar penuntutan ganti kerugian tersebut.
Penghitungan besarnya ganti kerugian tersebut terhitung bukan pada saat utang
tersebut tidak dibayar atau lalainya debitur, melainkan mulai dihitung sejak
tuntutan tersebut diajukan ke pengadilan, kecuali jika dalam keadaan tertentuundang- undang memberikan kemungkinan bahwa penghitungan bunga tersebut
berlaku demi hukum (mulai saat terjadinya wanprestasi).
b) Dalam perjanjian timbal balik (bilateral), wanprestasi dari satu pihak
memberikan hak kepada pihak lainnya untuk membatalkan atau
memutuskan perjanjian lewat hakim
Pasal 1266 KUHPerdata :
Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan persetujuan yang
bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.
Dalam hal yang demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi
pembatalan harus dimintakan kepada hakim. Permintaan ini juga harus dilakukan,
meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam
perjanjian. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, Hakim adalah leluasa
untuk, menurut keadaan, atas permintaan si tergugat, memberikan suatu jangka waktu
untuk masih juga memenuhi kewajibannya, jangka waktu mana namun itu tidak boleh
lebih dari satu bulan.
Pasal ini menerangkan bahwa secara hukum wanprestasi selalu dianggap
-
7/30/2019 Wan PreStasi
21/49
sebagai syarat batal dalam suatu perjanjian sehingga pihak yang merasa dirugikan
karena pihak lain wanprestasi, dapat menuntut pembatalan perjanjian melalui
pengadilan, baik karena wanprestasi itu dicantumkan sebagai syarat batal dalam
perjanjian maupun tidak dicantumkan dalam perjanjian, jika syarat batal itu tidak
dicantumkan dalam perjanjian, hakim dapat memberi kesempatan kepada pihak yang
wanprestasi untuk tetap memenuhi perjanjian dengan memberikan tenggang waktu
yang tidak lebih dari satu bulan.
c) Resiko beralih kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (pasal 1237
ayat 2 KUHPerdata).
Ketentuan ini hanya berlaku bagi perikatan untuk memberikan sesuatu.
Pasal 1237 KUHPerdata :
Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu, kebendaan
itu semenjak perikatan dilahirkan, adalah atas tanggungan si berpiutang.
Jika si berutang lalai akan menyerahkannya, maka semenjak saat
kelalaiannya, kebendaan adalah atas tanggungannya. Berdasarkan pasal ini dapat kita
lihat bahwa kelalaian debitur dalam menyerahkan kebendaan mengalihkan resiko
menjadi atas tanggungannya.
d) Membayar biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim (pasal 181
ayat 1 HIR).
Debitur yang terbukti melakukan wanprestasi tentu dikalahkan dalam perkara.Ketentuan ini berlaku untuk semua perikatan.
-
7/30/2019 Wan PreStasi
22/49
e) Memenuhi perjanjian jika masih dapat dilakukan, atau pembatalan
perjanjian disertai dengan pembayaran ganti kerugian (pasal 1267
KUHPerdata).
Ini berlaku untuk semua perikatan.
Pasal 1267 KUHPerdata :
Pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia,
jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi
perjanjian, ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian, disertai penggantian
biaya kerugian dan bunga
Pasal ini memberikan pilihan kepada pihak yang tidak menerima prestasi
dari pihak lain untuk memilih dua kemungkinan agar tidak dirugikan, yaitu :
a. Menuntut agar perjanjian tersebut dilaksanakan (agar prestasi tersebut
dipenuhi), jika hal itu masih memungkinkan; atau
b. Menuntut pembatalan perjanjian.
Pilihan tersebut dapat disertai ganti kerugian (biaya, rugi dan bunga) kalau
ada alasan untuk itu, artinya pihak yang menuntut ini tidak harus menuntut ganti
kerugian, walaupun hal itu dimungkinkan berdasarkan pasal 1267 ini. Berdasarkan
pasal inilah sehingga banyak sarjana menguraikan pilihan tuntutan kreditur tersebut
menjadi lima kemungkinan tuntutan, yaitu :
-
7/30/2019 Wan PreStasi
23/49
a. Pemenuhan perjanjian;
b. Pemenuhan perjanjian disertai ganti kerugian;
c. Ganti kerugian saja;
d. Pembatalan perjanjian;
e. Pembatalan perjanjian disertai ganti kerugian.
Kemungkinan tersebut di atas, sebenarnya terdapat kekeliruan karena
seharusnya tidak ada tuntutan ganti kerugian yang dapat berdiri sendiri, karena ganti
kerugian itu hanya dapat menyertai dua pilihan utama yaitu melaksanakan perjanjian
atau membatalkan perjanjian sehingga hanya ada empat kemungkinan, yaitu :
a. Pemenuhan perjanjian;
b. Pemenuhan perjanjian disertai ganti kerugian;
c. Pembatalan perjanjian;
d. Pembatalan perjanjian disertai ganti kerugian
Akibat Hukum dari Wanprestasi karena keadaan memaksa
Keadaan memaksa yang bersifat objektif dan bersifat tetap secara otomatis
mengakhiri perikatan, dalam arti kata perikatan itu batal.Jadi perikatan ini dianggap
tidak pernah ada (seolah-olah tak pernah dibuat). Jika suatu pihak telah melakukan
pembayaran terhadap harga barang yang menjadi objek perikatan, pembayaran
tersebut harus dikembalikan kepadanya. Bila pembayaran belum dilakukan,
pelunasannya tidak perlu dilaksanakan (dihentikan).
Dalam keadaan memaksa yang bersifat subjektif dan sementara keadaan ini
-
7/30/2019 Wan PreStasi
24/49
memberi akibat menangguhkan prestasi (mempunyai daya menangguhkan) dan bila
keadaan memaksa sudah berakhir maka kewajiban berprestasi hidup kembali. Bila
prestasi tersebut sudah tidak mempunyai arti lagi untuk kreditur maka perikatan
menjadi gugur, dan pihak yang satu tidak dapat menuntut pada pihak lain. Istilah
batal dan gugur di atas mempunyai arti yang berbeda.
Istilah batal menunjuk kepada tidak dipenuhinya salah satu sifat prestasi
yaitu harus mungkin dilaksanakan. Jika prestasi tidak mungkin dilaksanakan, maka
perikatan itu tidak akan mencapai tujuan, jadi batal demi hukum. Sedangkan istilah
gugur, prestasi memungkinkan untuk mencapai tujuan perikatan, tetapi berhubung
keadaan memaksa, tujuan perikatan menjadi tidak tercapai karena terhalang oleh
keadaan memaksa, yang mengakibatkan prestasi menjadi tidak berarti. Pada perikatan
yang gugur pihak yang satu tidak dapat menuntut kepada pihak yang lainnya.
-
7/30/2019 Wan PreStasi
25/49
-
7/30/2019 Wan PreStasi
26/49
-
7/30/2019 Wan PreStasi
27/49
-
7/30/2019 Wan PreStasi
28/49
-
7/30/2019 Wan PreStasi
29/49
-
7/30/2019 Wan PreStasi
30/49
-
7/30/2019 Wan PreStasi
31/49
-
7/30/2019 Wan PreStasi
32/49
-
7/30/2019 Wan PreStasi
33/49
-
7/30/2019 Wan PreStasi
34/49
-
7/30/2019 Wan PreStasi
35/49
-
7/30/2019 Wan PreStasi
36/49
-
7/30/2019 Wan PreStasi
37/49
-
7/30/2019 Wan PreStasi
38/49
-
7/30/2019 Wan PreStasi
39/49
-
7/30/2019 Wan PreStasi
40/49
-
7/30/2019 Wan PreStasi
41/49
-
7/30/2019 Wan PreStasi
42/49
-
7/30/2019 Wan PreStasi
43/49
-
7/30/2019 Wan PreStasi
44/49
-
7/30/2019 Wan PreStasi
45/49
-
7/30/2019 Wan PreStasi
46/49
-
7/30/2019 Wan PreStasi
47/49
-
7/30/2019 Wan PreStasi
48/49
-
7/30/2019 Wan PreStasi
49/49