Naskah Ujian Tengan Semester (UTS)
Mata Kuliah : Kepemimpinan Dan Supervisi Pendidikan
Resum : Kepemimpinan Pendidikan
Program studi : Teknologi Pembelajaran
Dosen : Dr. Rohmanu
Resum Kepemimpinan Pendidikan buku P. Suryaman, dengan tata aturan
:
a. Ketik seperti aturan Karya Tulis Ilmiah (1,5 spasi) , font time
roman 12,
b. kertas A4.
1
TUGASRESUM
KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
MATA KULIAH
KEPEMIMPINAN DAN SUPERVISI PENDIDIKAN
DOSEN: Dr. Suryaman, M.Pd, Dr. Moch. Nasir, M.Pd, Dr. Rohmanu, M.Pd
Oleh
SAMSULHADI, S.Pd
NIM : 090020146 / E
UNIVERSITAS PGRI ADIBUANA SURABAYA
PROGRAM PASCA SARJANA
JURUSAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN
2010
2
BAB 1
KONSEP, PRINSIP, DAN SYARAT-SYARAT KEPEMIMPINAN
PENDIDIKAN
A. Konsepsi Dasar Kepemimpinan Pendidikan
1. Pengertian Kepemimpinan dan Power
Kepemimpinan bersifat universal dan berlaku pada semua
bidang kegiatan. Menurut Bafadal (2003) kepemimpinan dapat
didefinisikan sebagai keseluruhan proses mempengaruhi, mendorong,
mengajak, menggerakkan dan menuntun orang lain dalam rangka
mencapai tujuan yang ditetapkan. Hakikat kepemimpinan adalah
kegiatan seseorang dalam rangka menggerakkan orang lain agar orang
lain itu berkenan melaksanakan tugasnya.
Banyak definisi kepemimpinan yang dikemukakan para ahli, beberapa
diantaranya dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Ordway Tead, kepemimpinen adalah kegiatan mempengaruhi
orang-orang agar mereka mau bekerjasama untuk mencapai
tujuan yang diinginkan
b. George R. Terry, kepemimpinan adalah kegiatan yang
mempengaruhi orang-orang agar mereka berusaha mencapai
tujuan kelompok.
Dari definisi diatas maka kepemimpinan merupakana
kemampuan seseorang untuk mempengaruhi, menggerakkan, dan
mengarahkan tingkah laku orang lain atau kelompok untuk mencapai
tujuan dalam situasi tertentu
3
Sedangkan power adalah kapasitas suatu pihak (agent) untuk
mempengaruhi orang lain yang menjadi target.
Jenis-jenis power :
a. Coercive power adalah kekuatan yang dimunculkan dari
ketakutan
b. Reward power adalah kekuatan yang muncul karena adanya
penghargaan
c. Legitimate power adalah kekuatan yang muncul karena
legitimasi
II. Macam-macam Teori Kepemimpinan dan Model
Kepemimpinan
1. Teori Sifat (Trait Theory)
Teori beranggapan bahwa apa yang membuat seseorang
berhasil (efektif) adalah sumber dari “personality”(kepribadian)
pemimpin itu sendiri sebagai seorang insane.
Beberapa definisi dari kepemimpinan yang dapat dikategorikan
sebagai penganut teori adalah
a. Tead (1929) kepemimpinan sebagai perpaduan dari berbagai
sifat yang memungkinkan individu mempengaruhi orang lain
untuk mengerjakan bebrapa tugas tertentu.
b. Bigham (1927) mengidefinisikan pemimpin sebagi eorang
individu yang memiliki sifat-sifat kepribadian dan kareakter
yang diinginkan.
2. Theory Lingkungan (Enviromental Theory)
Teory ini beranggapan bahwa pemimpin akan timbul dalam
situasi tertentu, dimana sekelompok orang sangat memerlukan orang
4
untuk memiliki kelebihan-kelebihan dan ketrampilan tertentu untuk
mengatasi masalah yang ada pada situasi tertantu. Mumfrod (1909)
amemungkinkan ia memecahkan masalah social dalam keadaan
tertekan, perubahan dan adaptasi. Sedangkan menurut Bogardus
(1928), Hocking (192), dan Peerson (1928) mengembangkan dua
hipotesa tentang kepemimpinan yaitu
1. Kualitas pemimpin dan kepemimpinan akan sangat bergantung
kepada situasi kelompok
2. Kualitas individu dalam mengatasi situasi sesaat merupakan
hasil kepemimpinan terdahulu yang berhasil dalam mengatasi
situasi yang sama.
Sedangkan menurut Pamuji (1989) teori lingkungan
mengkonstatir bahwa muculnya pemimpin merupakan hasil dari
waktu, tempat dan keadaan atau situasi dan kondisi.
Sejalan dengan teori ini adalah teori social yang menyatakan bahwa
“leader are made not born”(pemimpin yang dibentuk bukanlah
dilahirkan).
3. Teory Pribadi dan Situasi (Personal-Situational Theory)
Teori pada dasarnya teori ini mengakui bahwa kepemimpinan
merupakan produk dari terkaitnya tiga factor yaitu:
a. Perangai(sifat-sifat) pribadi dari pemimpin
b. Sifat dari kelompok dan anggota-anggotanya dan
c. Kejadian-kejadian atau masalah-masalah yang dihadapi oleh
kelompok.
Penganut teori ini menyatakan bahwa “study of leadership in
terms of thu status, interaction, percepatan and behavior of individuals,
in relation to other members of the organized group. Thus leadership is
5
regarded as a relationship between persons rather than as a
characterisric of theisolated individual”.
4. Teory interaksi dan harapan
Teori ini menyatakan bahwa pemimpin menggerakkan pengikut
dengan harapan-harapan bahwa ia akan berhasil, ia akan mencapai
tujuan organisasi.Teory ini memakai nama-nama yang berlainan
tergantung pada titik berat tinjauannya.
5. Teori Humanistik(Humanistic theory)
Teory ini mendasarkan diri pada tesis”manusia karena sifatnya
adalah organism yang dimodivikasi sedangkan organisasi karena
sifatnya adalah tersusun dan terkendali”. Teori humanistic perlu
dilakukan motivasi pada pengikut dengan memenuhi harapan-harapan
mereka dan memuaskan kebutuhan-kebutuhan mereka. Oleh karena itu
oleh karena itu melakukan motivasi berati melakukan human relation
atau hubungan manusia maka keseimbangan antar kebutuhan
perorangan dan kebutuuhan umum organisasi.
6. Teori Perilaku Kepemimpinan
Teori ini menekankan pada apa yang dilakukan oleh seorang
pemimpin. Dikemukakan, berhasil menemukan perilaku yang khas
menunjukkan keberhasilan seorang pemmpin, maka implikasinya ialah
seseorang pada dasar dapat dididik dan dilatih untuk menjadi seorang
pemimpin yang efektif. Teori ini skaligus menjawab pendapat,
pemimpin tetapi juga dapat muncul sebagai hasil dari suatu proses
belajar
Model kepemimpinan Ohio, dalam penelitiannya, Universitas
Ohio melahirkan teori dua tentang gaya kepemimpinan yaitu struktur
inisiasi dan konsiderasi (Hersey dan Blancharrd). Struktur inisiatif
mengacu kepada perilaku pemimpin dalam menggambarkan hubungan
6
antara dirinya dengan anggota kelompok erja dalam upaya membentuk
pola organisasi, saluran komunikasi, dan metode atau prosedur yang
ditetapkan dengan baik. Adanya konsiderasi mengacu kepada perilaku
yang menunjukkan persahabatan, kepercayaan timbal-balik, rasa
hormat dan kehangatan dalam hubungan antara pemimpin dengan
stafnya. Contoh untuk konsidersi pemimpin menyediakan waktu untuk
menyimak anggota kelompok, pemimpin mau mengadakan perubahan,
dan pemimpin bersikap bersahabat dan dapat didekati.
7. The Managerial Grid
Dalam model managerial grid yang disampaikan oleh Blake
dan Mouton dalam Robbins (1996) memperkenalkan model
kepemimpinan yang ditinjau dari perhatiannya terhadap tugas dan
perhatian orang tua.
Gaya kepemimpinan tersebut adalah:
a. Impoverishet leadership (model kepemimpinan yang tandus)
adalah diman dalam model ini kepemimpinan ini sipemimpin
selalu menghindar dari segala tanggung jawab dan perhatian
terhadap bawahannya.
b. Team Leadership (model kepemimpinan Tim) adalah dimana
pemimpin menaruh perhatian terbesar terhadap hasil maupun
hubungan kerja, sehingga mendorong bawahan untuk berfikir
dan bekerja atau bertugas serta terciptanya hubngan yang serasi
antara pemimpin dan bawahan.
c. Country Club Leadership (model keemimpinan
perkumpulan)adalah pemimpin lebih mementingkan hubungan
kerja atau kepentingan bawahan, sehingga hasil/tugas kurang
diperhatikan.
7
d. Task Leadership (model kepemimpinan tugas)adalah
kepemimpinan ini bersifat otoriter karena sangat mementingkan
tugas/hasil dan bawahan dianggaptidak penting karena
sewaktu-waktu dapat berubah atau diganti.
e. Midlle of the road (model kepemimpinan jalan tengah) adalah
diman pemimpin cukup memperhatikan dan mempertahankan
serta menyeimbangkan antara moral bawahan dengan
keharusan penyelesaian pekerjakan pada tingkat yang
memuaskan,dimana hubungan antar pimpinan dan bawahan
bersikap kebapakan.
8. Teori Kontingensi
Model kepemimpian ini dikembangkan oleh Fielder. Fielder
dalam Gibson, Ivancevich dan Donnelly (1995) berpendapat bahwa
kepemimpinan yang paling sesuai bagi sebagai organisasi bergantung
pada situasi di mana pemimpin bekerja. Menurut model kepemimpinan
ini, terhadap tiga variable utama yang cenderung menentukan apakah
situasi menguntungkan bagi pemimpin yang baik. Ketiga variable
tersebut adalah hubungan pribadi pemimpin dengan para anggota
kelompok, kadar struktur tugas yang ditugaskan kepada kelompok
untuk dilaksanakan, dan kekuasaan dan kewenangan posisi yang
dimiliki.Berdasar ketiga variable utama tersebut, Fiedler
menyimpulkan bahwa: para pemimpin yang berorientasi pada tugas
cenderung berprestasi terbaik dalam situasi kelompok yang sangat
menguntungkan maupun tidak menguntungkan sekalipun, para
pemimpin yang berorientasi pada hubungan cenderung berprestasi
terbaik dalam situasi-situasi yang cukup menguntungkan.
8
9. Teori Situasional
Teori ini menjelaskan, bahwa harus terdapat daya lenting yang
tinggi pada pemimpin untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan
situasi, lingkungan sekitar dan zamannya. Baiknya hubungan antara
pemimpin dan bawahan dan atau hubungan antar sesame bawahan.
Teori kepemimpinan Situasional Harsey-Blanchard
menunjukkan adanya manajer yang lengkap, yaitu manajer yang luwes
dan mampu menggunakan gaya kepemimpinan yang berbeda-beda
sesuai dengan kondisi yang ada. Teori ini merupakan suatu endekatan
terhadap perilaku bawahannya dan memanfaatkan situasi sebelum gaya
kepemimpinan yang sekarang digunakan. Faktor lingkungan itu harus
dijadikan tantangan untuk diatasi. Dalam teori ini situasi dianggap
sebagaielemen yang paling penting, karena memiliki paling banyak
variable dan kemungkinan yang bisa terjadi. Teori yang dikembangkan
oleh Harsey dan Blanchard menekankan pada bawahan dan tingkatan
kematangan para bawahan. Kematangan ini didefinisikan sebagai
kesediaan dan kemampuan seseorng untuk bertanggung jawab dalam
artian anak buah mempunyai kesediaan dan kemampuan yang baik
untuk bertanggung jawab serta berpengalaman dalam tugas yang
dihadapinya maka gaya kepemimpinan yang khusus akan lebih baik
efektif daripada bila kesiapan anak buah kurang.
10. Teori Jalan tujuan (Part-Goal theory)
Teori Jalan tujuan (Part-goal Theory) dikembangkan oleh
Geoepoulos dan kawan-kawan di Universitas Michigan.Selanjutnya
teori ini dikembangkan oleh Martin Evans dan Robert House. Secara
pokok ini dipergunakan untuk menganalisis dan menjelaskan pengaruh
perilaku pemimpin terhadap motivasi, kepuasan, dan pelaksanaan kerja
9
bawahan. Ada dua factor situasional yang telah didefinisikan, yaitu
sifat personal para bawahan dan tekanan lingkungan dengan tuntutan
yang dihadapi oleh para bawahan.
11. Pemimpin Kharakteristik
Menurut House pemimpin Kharakteristik mempunyai tiga
karakteristik pribadi yaitu
~ kepercayaan diri yang luar biasa tinggi
~ kekuasaan
~ dan teguh dalam keyakinan
Conger dan Kanungo, mengemukakan bahwa pemimpin
mempunyai kharakteristik tujuan ideal yang ingin dicapai, memiliki
komitmen pribadi yang kuat pada tujuan, tegas dan percaya diri, serta
sebagai agen perubahan radikal, bukan manajer dari status quo.
12. Pemimpin Transformasional
Karakteristik kepemimpinan trasnfomasional ditujukan melalui
empat factor perilaku yaitu:
a. Inspirasional motivasi
b. Konsiderasi individu
c. Stimulus intelektual
d. Idealized influence kharismatik
13. Kepemimpinan Visioner
Kepemimpinan visioner selalu berorientasi ke-pencapaian
tujuan jangka panjang, sesuai dengan visi organisasi. Sehingga
kepemimpinan visioner bisa dikatakan sebagai kemampuan untuk
10
menciptakan dan ertikulasi visi yang realistis, kredibel, dan menarik
tentang masa depan.
Kepemimpinan dalam organisasi bisnis dan atau pemerintah
akan semakin terfokus pada kepemimpinan team (shared leadership)
dan bukan lagi mengandalkan kepemimpinan individual.
Kepemimpinan visioner selalu berorientasi kepencapaian tujuan jangka
panjang sesuai denagn visi organisasi.
II. FUNGSI-FUNGSI KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
Roby (1961) yang dikutip oleh Mar’at dalam bukunya
“Pemimpin dan Kepemimpinan”, mengembangkan model matematik
dari fungsi-fungsi kepemimpinan yang berdasarkan unit- unit respond
an bobot informasi.Fungsi kepemimpinan tersebut dapat didefinisikan
sebagai berikut:
a. Menghasilkan kesesuaian tujuan diantara para anggota
b. Menyeimbangkan akal dan kemampuan kelompok dengan
tuntutan lingkungan
c. Menetapkan truktur kelompok yang akan memusatkan
informasi secara efektif dalam memecahkan suatu masalah
d. Memastikan bahwa informasi yang diperlukan tersedia apabila
sedang dibutuhkan.
Menurut Tahalete dan Indrachrudi menyebutkan ada dua
fungsi primer pada kepemimpinan pendidikan yaitu:
1. Fungsi kepemimpinan pendidikan yang berkaitan dengan
tujuan yang hendak tercapai
2. Fungsi kepemimpiana pendidikan yang bertalian dengan
penciptaan suasana pekerjaan yang sehat dan menyenangkan.
11
B. PRINSIP-PRINSIP KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
Prinsip-prinsip kepemimpinan pendidikan dapat dikemukakan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Prinsip pelayanan
2. Prinsip persuasi
3. Prinsip bimbingan
4. Prinsip efisiensi
5. Prinsip berkesinambungan
C. SYARAT-SYARAT KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
Syarat-syarat yang dimiliki oleh kepemimpinan pendidikan
adalah syarat formal, syarat fundamental, syarat praktis, dan syarat
kepemimpinan yang lain.
IV. Kepemimpinan Pendidikan
1.Konsep kepemimpinan pendidikan
Kepemimpinan dalam pendidikan adalah seseorang yang
mampu membujuk atau mengajak suatu kelompok dalam
menggerakkan organisasi pendidikan secara efektif. Menurut Russel
adalah melakukan peran aktif dalam pengembangan staf, memperbaiki
untuk kerja pengajaran, melakukan kepemimpinan pengajaran
langsung kepada guru dan konselor, menyakinkan bahwa unjuk kerja
di kelas dievaluasi, dan menjadi model tokoh yang efektif.
2. Ciri kepemimpinan pendidikan
Kepemimpinan pendidikan yang baik dicirikan oleh sifat-sifat:
a. Manusiawi
b. Memandang jauh kedepan(visioner)
c. Inspirasi (kaya gagasan)
12
d. Percaya
3. Gaya kepemimpinan pendidikan
Sejumlah ahli teori kepemimpinan menekankan gaya dri
pemimpin yang efektif, yaitu berkisar pada gaya kepemimpinan
dengan gaya partisipatif, non partisipatif, otokratik, demonkrasi, atau
Laissez-Faire. Kunci penting dari gaya kepemimpinan ini dalam
intitusi satuan pendidikan adalah memahami kebutuhan-kebutuhan dan
keinginan-keinginan khusus dari setiap personal organisasi dalam
situasi yang ada. Kebutuhan dan keinginan setiap personal ini adalah
untuk memenuhi strategi pencapaian target dan tujuan organisasi,
bukan untuk keinginan atau tujuan yang bersifat pribadi.
Kepemimpinan pendidikan yang efektif memberikan dasar dan
menempatkan tujuan pada posisi penting untuk merubah norma-norma
dalam program pembelajaran, meningkatkan produktifitas, dan
mengembangkana pendekatan-pendekatan kreatif untuk mencapai hasil
yang optmal dari program institusi pendidikan. Pemimpin satuan
pendidikan yang efektif juga ditandai oleh kemampuannya lompatan-
lompatan berarti atas perubahan-perubahan melebihi apa yang ada
dengan komitmen yang ditentukan sebelumnya.
4. Kepala Sekolah sebagai pemimpin pendidikan
Peranan kepala sekolah adalah sangat penting dalam
menentukan operasional kerja harian, mingguan, bulanan, semesteran
dan tahunan yang dapat memecahkan berbagai macam problematika
pendidikan di sekolah. Pemecahan problematika ini sebagai komitmen
dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui kegiatan supervise
13
pengajaran, konsultasi, dan perbaikan-perbaikan penting guna
meningktkan kualitas pendidikan dalam suatu pembelajaran.
Kepala sekolah berusaha menghubungkan tujuan sekolah
dengan sekolah dan memaksimalkan kreativitas. Setiap kepala sekolah
membawa pengaruh besar. Kepala sekolah memerlukan instrument
yang mampu menjelaskan berbagai aspek lingkungan sekolah dan
kinerjanya dalam memantau perjalanan ke arah masa depan yang
menjanjikan.
Kepala sekolah dan provesional pendidikan baik menyediakan
kebutuhan tersebut untuk menyesuaikan perilaku yang berorientasi
pada tujuan. Seberapa besar kekuasaan kepala sekolah tergantung
seberapa jauh MBS dapat diimplementasikan.
Nawawi (1988) mengemukakan bahwa seseorang dapat
menjalankan fungsi kepemimpinan apabila memenuhi beberapa
persyaratan sebagai berikut :
a. Memiliki kecerdasan atau intelegensi yang cukup baik .
b. Percaya diri sendiri dan bersifat membeuship
c. Cukup bergaul dan ramah tamah.
d. Kreatif, penuh inisiatif dan memiliki hasrat / kemauan
untuk maju dan berkembang menjadi lebih baik.
e. Organisatoris yang berpengaruh dan berwibawa .
f. Memiliki keahlian atau keterampilan dalam bidangnya.
g. Suka menolong, memberi petun juk dan dapat menghukum
secara konsekwen dan bijaksana.
h. Memiliki keseimbangan/kestabilan emosional dan bersifat
sabar.
i. Memiliki semangat pengabdian dan kesetiaan yang tinggi.
j. Berani mengambil keputusan dan bertanggung jawab.
14
k. Jujur, rendah hati, sederhana dan dapat dipercaya.
l. Bijaksana dan selalu berlaku adil.
m. Disiplin.
n. Berpengetahuan dan berpandangan luas.
o. Sehat jasmani dan rohani
15
BAB II
TIPE-TIPE KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
A. Kepemimpinan yang otokratis
Seorang yang otokratis ingin memperlihatkan kekuasaannya,
ingin berkuasa. Menurut Rifai (1986) setiap rapat sekolah yang
dipimpinnya sendiri dan selalu secara tertip,teratur, dan cepat. Seorang
pemimpin yang otokratis beranggapan bahwa:
1. Hanya pemimpin sendiri yang perlu mengetahui policy dan
tujuan sebenarnya dari usaha
2. Hanya pemimpinlah yang berhak merencanakan dan
menentukan sesuatu kebijaksanaan yang lain hanya boleh
mengeluarkan pendapat jika diminta.
3. Anggota-anggota stafnya adalah pelaksana yang tinggal
melaksanakan saja apa yang telah ditentukan oleh pemimpin
4. Setiap langkah dari anggota-anggota pelaksana perlu diawali
jangan sampai menyimpang dari pola yang sudah ditentukan
oleh pemimpin
5. Kalau ada saran atau pendapat dari anggota hanya pemimpin
yang dapat menentukan pilihan karena dialah yang bertanggung
jawab sepenuhnya nanti
6. Penilaian hasil dari proses bekerja dilakukan oleh pemimpin
sendiri berdasarkan norma-norma yang ditentukan sendiri.
B. Kepemimpinan yang pseudo-demokratis
Kepemimpinan pseudo-demokratis diibaratkan banyak
memakai topeng. Kepemimpinan ini berarti member bimbingan secara
lemah lembut dalam mengerjakan hal-hal yang dikehendakinya agar
mereka(para guru) melakukannya. Sifat-sifat seorang pemimpin yng
16
pseudo-demokratis sebenarnya bersifat otokratis tetapi di dalam
kepemimpinan ia member kesan.
C. Kepemimpinan yang “laissez-faire”
Kepemimpinan ini bersifat menghendaki supaya kepada
bawahannya diberikan bayak kebebasan.Seorang yang mempunyai tipe
kepemimpinan laissez-faire yakin bahwa guru-guru akan bekerja
dengan kegembiraan.
Rifai (1986)tentang kepemimpinan model tersebut
mengemukakan bahwa sikap laissez-faire ini biasanya disebabkan
karena pemimpin memberikan arti yang keliru pada istilah demokrisi.
Dalam melaksanakan usaha, rencana yang tegas dianggapnya tidak
terlalu karena akan mengekang kebebasan anggota dan akan
mengurangi inisiatif mereka. Pemimpin semacam ini tidak akan
menghasilkan suasana tertib damai, tidak akan menimnbulkan “self
discipline” pada anggota-anggotanya.
D. Kepemimpinan yang Demokratis
Pemimpin demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari
kelompok yang bersama-sama dengan kelompoknya berusaha dan
bertanggung jawab tentang tercapainya tujuan bersama. Menurut
Willes jenis kepemimpinan pendidikan yang demokratis sesuai dengan
perkembangan saat ini.
Sikap dan tindakan seorang yang demokratis dapat disimpulkan
1. Mengakui dan menghargai potensi yang dimiliki tiap anggota
kelompoknya
2. Dapat menimbulkan dan memanfaatkan kesanggupan
3. Dapat dan berani memindahkan tanggung jawab kepada
petugas lain
17
4. Dapat melepaskan diri dari tugas-tugas rutin supaya dapat
mencurahkan waktu dan tenaga pada soal-soal kepemimpinan
yang kreatif
5. Dapat cepat mengerti dan menghargai ide-ide yang
dikemikakan orang lain
6. Tidak meminta dan mengharapkan penghargaan yang lebih dari
orang lain
7. Memperhatikan dan mendorong perkembangan setiap anggota
kelompoknya
8. Beranggapan bahwa anggota kelompoknya harus sebanyaknya
diikutsertakan dalam tangging jawab serta diberi kesempatan
untuk melaksanakan kepemimipinannya.
18
BAB III
PERKEMBANGAN TEORY KEPEMIMPINAN DALAM
ORGANISASI PENDIDIKAN
A. Asal usul organisasi
Evolusi teori kepemimpinan mulai ratusan tahun yang lalu.
Bangsa Mesir memperlihatkan ketrampilan berorganisasi yang
komplek dalam membangun pyramida dalam tahun 500 sebelum
masehi. Bangsa Babylonia menciptakan monument megah yang
disebut”code of Hammurabi” disekitar tahun 2000-1700 sebelum
masehi. Di America Serikat Revolusi Industri mendorong studi
perilaku kepemimpinan. Pada abad ke 19 mekanisme industry telah
mendorong pada masalah organisasi klasik dan gambaran peranan di
antara para pekerja. Pada permulaan abad ke 20 ide-ide mengenai
kepemimpinan dan administrasi telah dimasukkan dalam catalog dan
teori-teori operasional telah dikembangka.
B. Situasi sebagai struktur organisasi
Pelaksanan teori ini berkembang pada abad ke 19 yang
dikemukakan dalam tulisan Fredrick, Taylor, Max Weber, dan Henri
Fayol. Konsep-konsep utama dari organisasi birokrasi, monokrasi
tradisional adalah
1. Efisiensi administrasi: tujuan akhir dari suatu organisasi ialah
untuk membentuk kondisiyang berusaha mencapai tujuan
2. Kesatuan maksud yaitu efektifitas suatu organisasi meningkat
bila ia mempunyai maksud dan tujuan yang jelas
3. Ukuran baku yaitu suatu organisasi akan lebuh efektif bila ada
aturan tetap
19
4. Stabilitas yaitu efektifitas suatu organisasi meningkat bila
kebijakan dan prosedur dipertahankan sampai hasil dievaluasi
5. Eksekutif tunggal yaitu koordinasi kegiatan yang terpusat
memberikan keberhasilan yang lebih besar dalam maksud
organisasi
6. Kesatuan komando yaitu organisasi peranan masing-masing
individu dan setiap orang mengetahui kepada siapa dan untuk
apa mereka bertanggung jawab
7. Pembagian kerja yaitu pembagian kerja dan tugas atau
spesialisasi meningkatkan produktivitas
8. Delegasi wewenang yaitu pendelegasian baik wewenang
maupun tanggung jawab membawa keberhasilan dan perbaikan
tugas organisasi
9. Span of control yaitu efektivitas meningkat bila tiap
administrasi ditugasi hanya mengawasi langsung sejumlah
orang
10. Keamanan yaitu organisasi akan lebih efektif jika ia
memberikan keamanan pada anggotanya.
C. Proses sebagai Dasar Organisasi
Organisasi adalah kesatuan social yang dibangun dengan
maksud yang luas dan kadang-kadang dibangun kembali untuk
membangun tujuan. Tujuan tersebut memberikan identitas kepada
organisasi dan mengkomunikasikan misi organisasi kepada
lingkungan. Dalam teori modern konsep sistem melakukan
administrasi sebagai kekuatan sentral dalam organisasi yaitu satu
kekuatan yang mengkoordinasikan merangkaikan berbagai kegiatan.
20
Pengenalan hubungan-hubungan dan penghayatan merupakan
elemen-elemen yang berarti dalam suatu situasi jadi administrator
seharusnya mampu bertindak dengan cara memajukan kesejahteraan
organisasi secara keseluruhan (Robert Katz ,1955). Pendekatan-
pendekatan teknologi pengembangan organisasi bertujuan agar sekolah
mempengaruhi kembali dirinya sendiri.
D. Relasi-relasi sebagai Dasar Organisasi
Selmaz tahun 1920-an para peneliti pada Westen Electric’s
Hawthorne Plant mencoba menentukan relasi(hubungan ) di antara
illuminasi dan produksi. Mc Gregor menandai dua gaya kepemimpinan
yang berbeda yang masing-masing gaya itu menimbulkan sambutan
yang berbeda dari individu dan organisasinya. Gaya pertama disebut
kepemimpinan X dansatu lagi gaya kepemiminan Y. Perbandingan
karakteristik antara kepemimpinan x dan kepemiminan y adalah
Teory kepemimpinan X orang pada hakikatnya adalah
1. Kurang memiliki integritas
2. Malas dan suka kerja sekecil mungkin
3. Menghindari tanggung jawab
4. Tidak tertarik pada kemampuan
5. Tidak mampu mengatur perilaku sendiri
6. Tidak peduli pada kegiatan organisasi
7. Setuju diatur orang lain
8. Menghindari pengambilan keputusan
9. Bukan amat cemerlang
Teory kepemimpinan Y orang pada hakikatnya adalah
1. Memiliki integritas
2. Bekerja keras mencapai tujuan yang telah mereka janjikan
21
3. Bertanggung jawab pada janjinya
4. Berkeinginan pada kemampuan
5. Mampu mengatur perilaku mereka sendiri
6. Apa saja organisasi meraka dimajukan
7. Mengambil keputusan sesuai yang dijanjikan
8. Bukan bodoh
9. Tidak pasif dan ikut serta mengatur
22
BAB IV
A. ARTI ADMINISTRASI
Pengertian umun tenteang administrasi yang diberikan oleh
Simon dalam bukunya “Public Administration”yang menyatakan
bahwa apabila ada dua orang yang bekerja atau lebih bersama-sama
untuk menggulingkan sebuah batu yang tidak dapat digulingkan hanya
oleh salah seorang diantaranya mereka pada saat itu administrasi telah
ada. Pengertian administrasi dapat didefinisikan bahwa keseluruhan
proses kerja sama antara dua orang manusia atau lebih yang
berdasarkan atas rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya.
Dalam pengertian diatas terdapat tiga hal pokok pikiran yang dapat
dikemukakan yaitu:
1. Dua orang manusia atau lebih yang sedang melaksanakan
proses kerjasama
2. Kerjasama tersebut didasarkan rasionalitas tertentu atau
didasarkan pada kondisi dan aturan tertentu sesuai dengan
kemampuan dalam rangka pengaturan kerjasama yang efektif
dan efisien
3. Tujuan yang dicapai yang telah digariskan sebelum kegiatan itu
di laksanakan
Dalam pengertian tadi ada beberapa komponen yaitu
1. Direction adalah gari kebijaksanaan umum atau pengarahan
sebagai pedoman dalam usaha mencapai tujuan yang berpusat
pada kegiatan:
a. curriculum development
b. supervition
23
c. in-service education
2. Control dan manajement sebagai usaha dalam pelaksanaan.
Fungsi pengawasan ini merupakan jembatan antara kegiatan
direction dan management yang merupakan sebagai pengaman,
pemeliharaan dan pengembangan. Proses kegiatan pada
pokoknya berdasar pada tiga hal macam fungsi yaitu;
1. Perencanaan (planning)
2. Pelaksanaan (execution)
3. Penilaian (supervition)
Menurut Tahalele ada dua unsure di dalam Education
Administration:
1. Human elements(unsure-unsur manusia)
2. Material elements (unsur-unsur kebendaan)
B. Prinsip-prinsip Administrasi Pendidikan
Douglass dalam bukunya “Modern Administration of
Secondary school”menyarankan beberapa prinsip tentang organisasi
dan administrasi sebagai berikut:
1. Memprioritaskan tujuan diatas pertimbangan-pertimbangan
pribadi dan mekanisme organisasi
2. Pengkoordinasian tentang wewenang dan tanggung jawab
3. Penyesuaian tanggung jawab yang dibeikan terhadap karakter
personil
4. Pengenalan terhadap factor-faktor psikologi manusia
5. Relativitas dari nilai-nilai
24
BAB V
MEMBINA HUBUNGAN BAIK DENGAN MASYARAKAT
A. Prinsip Dasar Yang harus Diterpkan Di Sekolah Sekitar
Hubungan dengan masyarakat akan timbul jika masyarakat
juga merasakan manfaat dan keikutsertaannya dalam program
sekolah. Salah satu jalan penting untuk membina hubungan dengan
masyarakat adalah menetapkan komunikasi yang efektif.
Sebenarnya di sekolah sudah ada petugas khusus yang
ditugasi untuk membina hubungan dengan masyarakat, yaitu wakil
kepala sekolah secara humas/. Jadi yang pokok adalah bagaimana
petugas tersebut berfungsi secara optimal.
B. Cara Melakukan Komunikasi Yang Efektif
Beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk
membangun komunikasi yang efektif dengan masyarakat di sekitar
sekolah, yaitu :
1. Mengidentifikasikan orang-orang kunci, yaitu orang-orang
yang mampu mempengaruhi anggota masyarakat lainnya.
Tokoh-tokoh semacam itu dapat berasal dari orang tua siswa
atau warga masyarakat yang dituakan atau informal leaders,
pejabat, tokoh bisnis, tokoh agama, tokoh adapt dan profesi
lainnya yang ada didalam masyarakat di lingkungan sekitar
sekolah.
2. Melibatkan orang-orang kunci tersebut dalam kegiatan
sekolah, khususnya yang sesuai dengan minatnya. Misalnya
tokoh seni dapat dilibatkan dalam pembinaan kesenian
sekolah.
25
C. Cara Menumbuhkan Minat Masyarakat Untuk Terlibat Pada
Program Sekolah
Sekolah harus mengenalkan program dan kegiatannya
kepada masyarakat untuk maksud tersebut sekolah dapat
melakukan :
1. Melaksanakan progam-program kemasyarakatan.
2. Mengadakan open house.
3. Mengundang tokoh untuk menjadi pembicara atau Pembina
suatu program sekolah.
4. Membuat program kerjasama sekolah dengan masyarakat.
D. Cara Mengendalikan Tokoh atau Masyarakat Yang Memiliki
Keinginan Tertentu Agar Program Sekolah sama Dengan
Keinginannya.
Dalam menghadapi kasus semacam ini dapat ditempuh
langkah-langkah :
1. Sekolah perlu menghargai setiap gagasan, tetapi tidak harus
menuruti jika tidak sesuai dengan program induk sekolah.
2. Jika ada tokoh yang kritis dan bersikeras perlu dipikirkan
seberapa penting peran yang bersangkutan dalam
pengembangan sekolah.
3. Jika terjadi konflik antara tokoh atau anggota masyarakat yang
sama-sama aktif dalam program sekolah, pimpinan sekolah
harus netral.
E. Evaluasi
Sebagaimana program lainnya, pengembangan hubungan
sekolah dengan masyarakat harus diprogramkan dan di evaluasi
26
secara berkala. Penyusunan program dan evaluasi berkata
sebaiknya sudah melibatkan orang tua siswa dan tokoh kunci di
sekitar sekolah.
F. Program Kerjasama dengan Masyarakat.
1. Pendahuluan
Informasi tentang kegiatan sekolah harus dikemas dan
disampaikan dengan baik kepada masyarakat.
Rencana kegiatan yang lengkap dengan strategi
penyampaian yang tertata rapi akan mendorong kerjasama
sekolah dengan masyarakat seperti yang diharapkan.
2. Pengertian Masyarakat dan Informasi
a. Pengertian Masyarakat
Sekumpulan orang yang tinggal di daerah tertentu .
Mempunyai kepentingan yang sama.
Disatukan oleh keinginan alamiah.
Terlihat pada pemikiran dan cita-cita yang dibangun
bersama.
Mempunyai tradisi dan adat kebiasaan yang sama
b. Pengertian informasi
Informasi berarti : penerangan , keterangan,
pemberitahuan, kabar atau berita tentang sesuatu. Gagasan
atau informasi yang dikemas dengan apik akan dapat
meyakinkan orang dengan baik melalui komunikasi.
27
3. Mengapa Masyarakat Perlu Diber Informasi?
Tanggung jawab pendidikan adalah tanggung jawab
bersama antara pemerintah, masyarakat dan keluarga. Setiap
anggota masyarakat punya hak untuk memperoleh informasi
tentang pendidikan.
Informasi utama yang perlu disampaikan antara lain ,
adalah :
a. Visi dan Misi Sekolah
b. Program Kerja Sekolah
c. Produk (hasil) serta prestasi yang telah dicapai oleh
sekolah.
4. Peranan Kepala Sekolah Dalam Menyampaikan Informasi
Kepada Masyarakat.
Kepala Sekolah dan stafnya harus mampu mengorganisir
berbagai bentuk kegiatan dan acara untuk mengundang orang
tua / masyarakat.
Acara tersebut antara lain :
a. Pertemuan orang tua murid dengan guru.
b. Pergantian pengurus BP-3
c. Pembagian raport
d. Acara Wisuda
e. Pertandingan Olah Raga
f. Upacara keagamaan
28
5. Berbagai Cara Penyampaian Informasi Kepada
Masyarakat.
a. Melalui selebaran (leafet)
b. Buletin
c. Melalui rapat, seminar, lokakarya, sarasehan, penyuluhan,
dll.
d. Kontak pribadi dengan semua pihak (wawancara, surat-
menyurat).
e. Kegiatan publikasi melalui radio, televise, internet dan
surat kabar.
f. Melalui pidato dalam setiap kegiatan dalam upaya
menggerakkan kerja sama dengan masyarakat.
g. Open day
h. Menggunakan media internet-homepage
i. Karya wisata dengan orang tua siswa.
j. Melalui siswa, guru dan pegawai.
k. Olah raga bersama : gerak jalan, sepeda santai, dll.
D. Peran Serta Masyarakat Dalam Berbagai Kegiatan Sekolah.
1. Bersama sekolah ikut memikirkan strategi untuk meningkatkan
mutu.
2. Membeli buku-buku dan peralatan pendidikan.
3. Komunitas orang-orang terdidik juga dapat menyumbangkan
tenaga dan pikiran serta memberi berbagai pelatihan kepada
guru.
4. Masyarakat dapat memfasilitasi sekolah untuk melakukan
kunjungan ke sekolah yang maju.
29
5. Masyarakat bias membantu di luar sana dengan mencarikan
peluang, sehingga sekolah berkembang.
6. Masyarakat bias membantu sekolah dengan bersikap antusias
terhadap pendidikan, karena sikap masyarakat mempengaruhi
peserta didik dan berkaitan dengan budi pekeri.
7. Keluarga dan masyarakat juga berperan dalam membentuk
perilaku anak.
8. Pemeliharaan dan pengembangan seni budaya.
30
BAB VI
MANAJEMEN KONFLIK
A. Pendahuluan
Dalam perjalannya menuju tujuan-tujuan pendidikan,
administrator pendidikan akan menjumpai rintangan-rintangan
besar atau kecil, yang meminta perhatiannya. Salah satu bentuk
hambatan itu ialah apa yang dikenal dengan sebutan konflik.
B. Pengertian Konflik
Menurut Climan dan Thomas, konflik adalah suatu keadaan
yang di dalamnya oleh unsure-unsur tertentu seperti :
(1) Adanya ketidakcocokan atau ketidakserasian atau
ketidaksepakatan.
(2) Terjadi di tingkat perorangan atau di tingkat organisasi, dan
(3) Terdapat obyek yang menjadi sasaran ketidakcocokan.
C. Konflik Menurut Pandangan Lama dan Baru.
Menurut pandangan lama ( teori klasik ) konflik memberikan
dampak negative ( dysfungctional) terhadap organisasi. Oleh
karena itu supaya organisasi efektif , maka semua bentuk konflik
harus ditiadakan.
Teori system terbuka mengajarkan bahwa konflik tidak dapat
dicegah. Kehadirannya dalam organisasi adakalanya memberikan
manfaat pada organisasi. Bahkan konflik kekuatan yang diperlukan
untuk menciptakan perubahan.
D. Level Konflik
31
Konflik dapat dideskripsikan menjadi enam (6) level, yaitu :
(1) Intrapersonal
(2) Interpersonal
(3) Intragroup
(4) Intergroup
(5) Interorganizational, dan
(6) Interorganizational (Judith R.Gorton, 1991 : 466-467)
E. Sumber, Fungsi dan Faktor-Faktor Konflik
1. Sumber Konflik
1) Dalam diri sendiri (konflik intrapersonal)
2) Antara satu individu dengan individu yang lain (konflik
interpersonal)
3) Antara satu kelompok dengan kelompok yang lain (konflik
intergroup).
4) Antara individu dengan kelompok.
5) Antara satu kelompok dengan organisasi.
6) Antara satu organisasi format dalam organisasi yang sama
(konflik structural)
7) Antara satu organisasi dengan organisasi lain (konflik
interorganization).
2. Fungsi Konflik
Fungsi atau nilai negative konflik, anatara lain :
(1) Timbulnya perasaan tidak enak, sehingga menghambat
komunikasi.
(2) Membawa organisasi kea rah disintegrasi.
(3) Menghalangi kooperasi antar individu dan sub-sistem
organisasi.
32
(4) Memindahkan perhatian anggota dari tujuan organisasi
fungsi atau nilai positif konflik, antara lain ;
(1) Memungkinkan ketidakpastian dalam organisasi yang
tersembunyi muncul di permukaan, sehingga organisasi
dapat mengadakan penyesuaian untuk mengatasinya.
(2) Memungkinkan timbulnya norma-norma baru untuk
menyempurnakan norma lama.
(3) Dapat mengukur struktur kekuasaan yang ada pada
organisasi.
(4) Memperkuat cirri kelompok, sehingga kelompok
memiliki identitas pasti.
(5) Menyatukan komponen yang tadinya terpisah-pisah
(6) Merangsang usaha mengatasi stagnasi (Soetopo, 2004)
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Konflik
(1) Ciri umum pihak-pihak yang berkonflik sebelum terjadi
konflik.
(2) Hubungan pihak-pihak yang berkonflik sebelum terjadi
konflik.
(3) Sifat masalah yang menimbulkan konflik.
(4) Lingkungan social dimana konflik terjadi.
(5) Kepentingan pihak-pihak yang berkonflik
(6) Strategi yang biasa digunakan oleh pihak-pihak yang
berkonflik.
(7) Konsekwensi konflik terhadap yang berkonflik dan
terhadap pihak lain.
F. Proses Konflik
Robbins memandang konflik ini sebagai suatu proses yang terdiri
dari empat tahap ;
33
1. Oposisi potensial : ditandai oleh kondisi-kondisi yang
diperlukan
2. Kognisi den Personalisasi : ditandai oleh munculnya kesadaran
dan perasaan adanya konflik.
3. Perilaku : ditandai oleh meletusnya konflik.
4. Hasil : ditandai oleh berakhirnya konflik.
G. Mengelola Konflik
Megginson, Moeslay dan Pietry melihat penyelesaian konflik dari
dua dimensi .
1. Dimensi Kegigihan (Assertiveness)
Yang menggambarkan seberapa jauh pihak yang terlihat
dalam konflik gigih mempertahankan keinginannya untuk
memenangkan dirinya dalam konflik itu.
2. Dimensi Bekerjasamaan (Cooperativeness)
Yang mengukur seberapa jauh yang bersangkutan dapat
bekerja sama menyelesaikan konflik tersebut.
34
BAB VII
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
A. Apa Yang Dimaksud Masalah.
Masalah adalah perbedaan antara harapan dan kenyataan.
Misalnya sekolah mengharap siswa rajin belajar, tapi siswa tidak
disiplin, berarti sekolah menghadapi masalah.
B. Bagaimana Tahapan Memecahkan Masalah Yang Terjadi di
Sekolah ?
1. Mengidentifikasi masalah apa saja yang terjadi di sekolah.
2. Buat prioritas yang akan dipecahkan terlebih dahulu.
3. Lakukan analisis untuk menemukan penyebab dari masalah
tersebut.
4. Tentukan target yang ingin dicapai dalam pemecahan tersebut.
5. Berdasarkan target tersebut, disusun beberapa cara (alternative)
untuk mencapainya.
6. Dari alternative tersebut dipilih salah satu yang terbaik.
7. Laksanakan alternative yang terpilih tersebut.
C. Bagaimana Cara Menentukan Alternatif Yang baik ?
Kriteria alternative yang baik :
1. Lebih cepat, dilihat dari segi waktu.
2. Lebih ringan, dari segi tenaga.
3. Lebih murah, dari segi biaya
4. Lebih mudah, dari segi keahlian yang diperlukan.
5. Dapat dilaksanakan sesuai dengan tenaga, dana, dan sarana
yang tersedia.
35
6. Tidak bertentangan dengan peraturan dan norma yang berlaku.
D. Bagaimana Mengupayakan Agar Pilihan Alternative Yang
Diambil Dapat Berjalan Seperti Yang diharapkan?
Caranya antara lain :
1. Sosialisasikan keputusan/pilihan alternative tersebut kepada
semua pihak yang terkait, yakinkan sehingga mereka
memahaminya.
2. Beri dukungan pihak-pihak penentu kebijakan dan tokoh
informal.
3. Laksanakan dengan konsisten.
4. Beri contoh bagaimana melibatkan dan dengarkan masukan
untuk penyempurnaan.
E. Pengambilan Keputusan Individu
Pengambilan keputusan terjadi sebagai reaksi terhadap suatu
masalah. Masalah tersebut timbul karena adanya perbedaan antara
keadaan yang sedang berjalan dengan keadaan yang diinginkan
yang memerlukan tindakan pertimbangan terhadap alternative yang
ada.
F. Model Pengambilan Keputusan
Yang dimaksud dengan model pengambilan keputusan
optimasi yaitu suatu model pengambilan keputusan yang
menguraikan bagaimana individu-individu seharusnya berperilaku
agar memaksimumkan sesuatu hasil. Model ini menggambarkan
bagaimana setiap individu berperilaku, sehingga memberikan hasil
yang optimal.
36
G. Model – Model Pengambilan Keputusan.
1. Model Satisficing / Kepuasan
Merupakan suatu model pengambilan keputusan dimana
pengambil keputusan memilih perttama kali pemecahan
yang dianggap cukup baik yaitu memuaskan (satis factory)
dan cukup ( sufficient)
2. Model Keunggulan Implisit
Suatu model pengambilan keputusan dimana secara dini
dalam proses keputusan itu pengambil keputusan secara
implicit (tersurat) memilih suatu alternative yang lebih
diinginkan sebelumnya dalam proses dan penalaran
terhadap pilihan laiinya.
3. Model Intuitif
Adalah suatu proses pengambilan keputusan tak sadar yang
diciptakan dari dalam pengalaman yang terasing. Intuisi ini
harus berjalan secara tak tergantung dengan analisis,
rasional, lebih tepat, keduanya saling melengkapi
(komplementer).
4. Pengambilan Keputusan Yang Etis
Pengambilan keputusan yang etis merupakan suatu kriteria
yang penting dalam pengambilan keputusan organisasional.
Tiga kriteria keputusan etis yaitu :
a. Kriteria manfaat.
b. Kriteria yang berfokus pada hak.
c. Kriteria berfokus pada keadilan.
37
BAB VIII
EVALUASI KEPEMIMPINAN DALAM PENDIDIKAN
A. Pendahuluan
Suatu program tidak akan dapat berjalan efektif, apabila tidak
ada evaluasi. Kegiatan evaluasi kepemimpinan pendidikan
mempunyai peranan yang strategis dalam rangka untuk
memberikan penilaian apakah implementasi kepemimpinan
tersebut dapat berjalan secara efektif atau tidak.
B. Evaluasi Dalam Kepemimpinan Pendidikan
1. Peranan Evaluasi dalam Kepemimpinan Pendidikan
a. Evaluasi sebagai pengukur kemajuan.
b. Evaluasi sebagai alat “planning”
c. Evaluasi sebagai alat perbaikan.
2. Ruang Lingkup (Scope) Evaluasi Dalam Kepemimpinan
Pendidikan.
Evaluasi kepemimpinan pendidikan menitikberatkan pada
unsure manusia atau orang yang bertanggung jawab dan
memimpin kegiatan di sekolah, yaitu :
1) Guru, sebagai pelaksana program pendidikan, dapat di
evluasi mengenai :
a. Keahliannya dalam bidang profesinya, kecakapan
menggunakan ilmu-ilmu tentang pendidikan di dalam
tugasnya.
b. Sikapnya sebagai anggota suatu
kelompok, terhadap anak didik, terhadap sesame guru,
terhadap pimpinan dan terhadap tugasnya.
38
2) Kepala Sekolah, sebagai “leader” dapat dinilai mengenai :
a. Segi-segi kepemimpinannya.
b. Sikapnya, baik kedalam maupun keluar.
c. Segi-segi kepribadiannya.
3) Prinsip – Prinsip Evaluasi Dalam Kepemimpinan
Pendidikan
a. Prinsip menyeluruh (comperehensif)
Evaluasi sebaiknya bersifat luas dan menyeluruh,
mencakup berbagai aspek dalam proses belajar-
mengajar.
b. Prinsip Kooperatif (Cooperative)
Proses evaluasi hendaknya melibatkan semua pihak
yang berkepentingan dengan evaluasi.
c. Prinsip diagnostic (Diagnostic)
Evaluasi hendaknya dapat menemukan kelemahan atau
kekurangan dari pelaksanaan suatu pekerjaan sedini
mungkin.
d. Prinsip Efisien ( Efficiency)
Dalam pelaksanaan evaluasi hendaknya harus
diusahakan seefisien dan seefektif mungkin .
e. Prinsip Kontinuitas (Continuous)
Evaluasi hendaknya dilakukan secara terus-menerus
agar penyimpangan-penyimpangan yang terjadi selama
dalam proses dengan segera dapat diketahui dan
dicarikan pemecahannya.
4) Bagaimana Guru-Guru Dapat Ditolong Dalam Menilai
Pekerjaannya.
39
Pendapat Prof.J.F. Tohalele dalam bukunya “Peranan
Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pendidikan” : tentang
cara-cara yang dapat ditempuh Kepala sekolah dalam
membantu guru-guru menilai pekerjaannya.
a. Kepala Sekolah dapat melakukan kunjungan kelas
dimana guru sedang mengajar, bukan untuk mencari
kesalahan tapi membantu guru dalam memecahkan
masalahnya.
b. Mendorong guru-guru untuk memberanikan diri
melakukan penilaian diri sendiri (self-evaluation).
c. Mendorong guru-guru untuk memberanikan diri untuk
meminta penilaian dari murid-muridnya.
d. Penilaian dilakukan oleh kawan-kawan guru sendiri
sesudah dilakukan kunjungan (visitation).
5) Bagaimana Pekerjaan Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin
Pendidikan Dapat Dinilai
1. Kepala Sekolah melakukan penilaian sendiri (self
evaluation, dengan menggunakan “self evaluation
checklist”).
2. Dapat juga dilakukan oleh Pengawas
3. Bila dikehendaki oleh Kepala Sekolah, guru-guru juga
dapat diminta untuk menilai Kepala Sekolahnya.
C. Instrumen Evaluasi Kepemimpinan Pendidikan
Cara mengukur atau mengevaluasi kepemimpinan kepala sekolah
supaya berjalan secara efektif yaitu menggunakan instrument, salah
satu instrument ada yang berbentuk “self evaluation checklist”.
40
D. Kinerja Kepala Sekolah
Salah satu pendekatan pembinaan yang dilakukan oleh
Depdiknas adalah dengan melaksanakan Penilaian Kinerja Kepala
Sekolah SLTP, meliputi 7 (tujuh) komponen :
1. Kepala sekolah sebagai pendidik (educator)
2. Kepala Sekolah sebagai manager (Manager)
3. Kepala Sekolah sebagai pengelola adminstrasi (Administrator)
4. Kepala Sekolah sebagai penilai (supervisor)
5. Kepala Sekolah sebagai pemimpin (leader)
6. Kepala Sekolah sebagai pembaharu (inovator)
7. Kepala Sekolah sebagai pendorong (motivator)
41
BAB IX
ANGGARAN PENDIDIKAN
A. Kajian Tentang Pendidikan di Indonesia
Laporan Bank Dunia yang berjudul Education in Indonesia : from
Crisis to Recovery (1998) mengidentifikasi empat kelemahan
institusional sebagai penyebab potensional terhambatnya kemajuan
pendidikan di Indonesia, khususnya pada tingkat pendidikan dasar,
yaitu :
(1) Sistem organisasi yang kompleks di tingkat pendidikan dasar.
(2) Managemen yang terlalu sentralistik pada tingkat SMP
(3) Terpecah belah kakunya proses pembiayaan pendidikan dan
tingkat sekolah dasar dan SMP.
(4) Managemen yang tidak efektif pada jenjang sekolah.
B. Pendidikan Sebagai Investasi Membangun SDM
Teori Human Capital adalah suatu aliran pemikiran yang
menganggap bahwa manusia adalah suatu modal sebagaimana
bentuk modal lainnya (seperti material, uang, mesin, dll).
Sumberdaya manusia sebagai modal dianggap paling menentukan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Melalui investasi dirinya sendiri,
manusia dapat memilih profesi, pekerjaan atau kegiatan yang akan
menunjang hidup dan kehidupannya.
Beberapa pakar seperti Vaizey (1962), Eichanan (1979),
Bechen (1992) mengemukakan bahwa teori pendidikan sebagai
investasi ini telah mempengaruhi pola pemikiran pemerintah,
perencana pendidikan, lembaga internasional, dan para pendidik di
dalam perencanaan dan pengembangan sumber daya manusia.
42
Schiltz (1969) melihat bahwa pendidikan menjadikan manusia
sebagai investasi, maka pendidikan memberikan pengaruh pada
produktivitas suatu Negara.
C. Anggaran Pendidikan : Beberapa Temuan Penelitian.
1. Laporan Peneletian SMERU tentang “Alokasi Anggaran
Pendidikan di Era Otonomi Daerah : Implikasinya terhadap
Pengelolaan Pelayanan Pendidikn Dasar”.
2. Penelitian Yoyon Suryono dan Sumarmo (2005) tentang “Profil
Pembiayaan Untuk Meningkatkan Mutu dan Pemerataan
Pendidikan Dasar di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”.
3. Mintausih Danumihairja dalam penelitiannya mengenenai
“Manajemen Keuangan Pada Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama dalam Implementasi Otonomi Daerah”.
D. Pentingnya Anggaran Pendidikan
Menurut Elchanan (1979) bahwa biaya merupakan unsure
yang sangat penting dan menentukan dalam mekanisme
penganggaran. Biaya akan mempengaruhi pencapaian tujuan secara
efektif dan efisien. Konsep efektivitas biasanya dihubungkan
dengan dengan upaya pencapaian perolehan hasil yang diharapkan,
dalam pendidikan efektivitas diartikan sebagai suatu keadaan
dimana tujuan adalah merupakan suatu keberhasilan. Sedangkan
efisiensi diartikan diperoleh secara maksimal melalui daya dana
yang minimal.
43
E. Beberapa Kendala Realisasi Anggaran Pendidikan 20%
Salah satu kendala penerapan anggaran 20% untuk sector
pendidikan menurut Indra Djati Sidi adalah daerah-daerah konflik,
seperti di Maluku, Poso, Aceh, dsb. Indra Djati Sidi menyatakan
“Kalau kita lihat situasi yang tidak aman di beberapa daerah jelas
memperlihatkan sulitnya menjalankan program-program
pendidikan di daerah yang berkonflik. Secara tidak langsung hal itu
juga dapat menghabiskan anggaran pendidikan” (Media Indonesia,
Rabu, 18 Agustus 2004).
Ekonom dari Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta,
Revrisond Baswir, juga memprediksi bahwa pemerintah bias
mewujudkan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN pada
tahun 2009.
F. Anggaran Pendidikan : Suatu Solusi Temuan Penelitian.
Solusi untuk mengatasi permasalahan anggaran pendidikan di
daerah kota / kabupaten, sbb :
Pertama : Salah satu upaya untuk menambah dana operasional
sekolah adalah melalui pelibatan orang tua murid
dalam pembiayaan pendidikan.
Kedua : Untuk jangka pendek, menghadapi dilema
keterbatasan anggaran di satu pihak dan tuntutan
peningkatan mutu pendidikan dilain pihak , harus
dimulai dari kearifan PEMDA dalam menyikapi
berbagai permasalahan tersebut.
44
G. Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
1. Latar Belakang Diluncurkannya Bantuan Operasional Sekolah
(BOS)
Kebijakan pembangunan pendidikan dalam kurun waktu
2004-2009 meliputi peningkatan akses rakyat terhadap
pendidikan yang lebih berkualitas melalui peningkatan
pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun
dan pemberian akses yang lebih besar kepada kelompok
masyarakat yang selama ini kurang dapat dijangkau layanan
pendidikan, seperti masyarakat miskin, masyarakat yang
tinggal di daerah terpencil, masyarakat-masyarakat di daerah
konflik ataupun masyarakat penyandang cacat.
Dengan adanya pengurangan subsidi bahan baker minyak
pada tahun 2005, dan sehubungan dengan penuntasan Wajib
Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun, pemerintah
memprogramkan pemberian Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) bagi SD/MI/SDLB/SMP/MTs/SMPLB negeri / swasta
dan pesantren salafiyah serta sekolah keagamaan non Islam
setara SD dan SMP yang menyelenggarakan Wajib Belajar
Dasar 9 tahun yang disebut sekolah.
2. Tujuan
BOS ditujukan untuk memberikan bantuan kepada
sekolah dalam rangka membebaskan iuran siswa, tetapi sekolah
tetap dapat mempertahankan mutu pelayanan pendidikan
kepada masyarakat.
45
BAB X
AKUNTABILITAS PENDIDIKAN
A. Akuntabilitas Pendidikan
1. Konsep Akuntabilitas Pendidikan
Istilah akuntabilitas sebenarnya dalam lembaga
pendidikan masih relatif baru, Akuntabilitas diterapkan pada
semua aspek pendidikan, mulai dari penyusunan program
pengajaran sampai pada pengelolahan lembaga pendidikan.
Gorton (1976) mengemukakan bahwa akuntabilitas lembaga
pendidikan merupakan aspek yang berkaitan dengan
pertanggungjawaban lembaga dalam pencapaian tujuan
pendidikan. Lembaga pendidikan tidak cukup hanya
mengembangkan rumusan perilaku hasil pendidikan yang akan
dicapai (behavioral objectives), tetapi juga harus bertanggung
jawab untuk mencapainya. (Alip, 2002).
2. Jenis-jenis Akuntabilitas Pendidikan
Ada 3 (tiga) jenis akuntabilitas yaitu :
(1) Akuntabilitas keberhasilan, (2) Akuntabilitas professional,
dan (3) Akuntabilitas professional (Depdikbud, 1983/1984)
3. Pelanggaran Terhadap Akuntabilitas Pendidikan.
Konsep akuntabilitas pada dasarnya tidak menghendaki
adanya penyimpangan-penyimpangan dalam usaha pendidikan,
baik penyimpangan yang disengaja maupun tidak disengaja.
Jika penyimpangan ini terjadi si pelaku dapat dituntut
berdasarkan peraturan yang berlaku.
Suatu tindakan dalam pendidikan dianggap menyimpang
kalau tindakan itu mengakibatkan kerugian bagi kepentingan
46
orang lain dan / atau kepentingan umum, baik secara moril
maupun materiil.
B. Peranan Kepala Sekolah Dalam Melaksanakan Akuntabilitas
Lembaga Pendidikan
Apabila dikaji secara rinci, peran Kepala Sekolah ada 7
(tujuh) komponen, yaitu :
(1) Kepala Sekolah sebagai pendidik (educator)
(2) Kepala Sekolah sebagai Manager (Manager)
(3) Kepala Sekolah sebagai Pengelola Administrasi
(Administrator)
(4) Kepala Sekolah sebagai penilai (Supervisor)
(5) Kepala Sekolah sebagai pemimpin (leader)
(6) Kepala Sekolah sebagai pembaharu (innovator)
(7) Kepala Sekolah sebagai pendorong ( motivator)
C. Peran Komite Sekolah
Undang-undang pendidikan bulan Juni 2003 (pasal 56)
memberikan kepada komite sekolah dan madrasah peran untuk
meningkatkan kualitas pendidikan melalui :
(i)nasihat, (ii) pengarahan, (iii) bantuan personalia, material, dan
fasilitas, (iv) pegawasan
Pendidikan.
D. Pengelolahan Keuangan Sekolah
Menurut Mulyasa (2006) dalam pengelolahan keuangan
sekolah sedikitnya ada tiga pertanyaan yang harus didiskusikan,
yaitu :
47
1. Berapa besar uang yang harus dialokasikan untuk pendidikan?
2. Bagaimanakah seharusnya masyarakat menditribusikan pajak
dan keuntungan pendidikan di antara para peserta didik?
3. Bagaimanakah seharusnya mengorganisasikan dan mengatur
sumber-sumber keuangan untuk mencapai tujuan pendidikan
yang telah ditetapkan.
E. Hubungan Antara Sekolah Dengan Sekolah Yang Efektif.
Sekolah yang efktif (Depdiknas, 2000) pada umumnya
memiliki sejumlah karakteristik proses sebagai berikut :
1. Proses belajar mengajar yang efktivitasnya tinggi.
2. Kepemimpinan sekolah yang kuat.
3. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib.
4. Pengelolahan tenaga kependidikan yang efektif
5. Sekolah memiliki budaya mutu.
6. Sekolah memiliki “teamwork” yang kompak, cerdas dan
dinamis.
7. Sekolah memiliki kewenangan (kemandirian).
8. Partisipasi yang tinggi dari warga dan masyarakat.
9. Sekolah memiliki keterbukaan (transparansi) management.
10. Sekolah memiliki kemauan berubah (psikologis dan fisik).
11. Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara
berkelanjutan.
12. Sekolah responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan.
13. Memiliki komunikasi yang baik.
14. Sekolah memiliki akuntabilitas.
15. Sekolah memiliki kemampuan manajemen sustainabilitas.
48
BAB XI
KEPALA SEKOLAH DAN MPMBS
A. Pola Manajemen.
1. Pengertian Manajemen.
Manajemen adalah suatu pemberdayaan manusia dan
sumber daya lain untuk mencapai tujuan. Dalam manajemen
terkandung berbagai kegiatan untuk memberikan pra kondisi
yang kondusif agar keseluruhan individu yang terdapat dalam
organisasi berperan aktif sesuai dengan peran dan fungsinya
masing-masing.
2. Kepala Sekolah
Kepala Sekolah adalah seorang pemimpin sekolah dan
merupakan orang terpenting di suatu sekolah.
Dalam hal ini, pekerjaan kepala sekolah tidak hanya
sebagai Educator, Manajer, Administrator, Supervisor, Leader,
Innovator, dan Motivator (EMASLIM), tetapi akan
berkembang menjadi EMASLIM-FM, maksudnya kepala
sekolah juga sebagai figur dan mediator (FM) bagi
perkembangan masyarakat dan lingkungannya.
B. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
1. Pola Manajemen Berbasis Sekolah
Seiring dengan berlakunya Undang-Undang RI No 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Otonomi Daerah)
dan bukti-bukti empiris tentang kurang efektif dan efiisiennya
manajemen berbasis pusat, maka Depdiknas melalui perubahan
49
dan penyesuaian, salah satu diantaranya adalah melalui
pergeseran pendekatan manajemen, yaitu manajemen berbasis
pusat menjadi manajemen berbasis sekolah (MBS).
Otonomi dapat diartikan sebagai kemandirian yaitu
kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri.
Kemandirian dalam perencanaan program maupun rencana
anggaran merupakan tolak ukur utama kemandirian sekolah.
Jadi otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk
mengurus dan mengatur kepentingan semua warga sekolah
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah
sesuai peraturan dan perundang-undangan pendidikan nasional
yang berlaku.
2. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
Menurut Depdiknas (2001) Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS) merupakan bentuk alternatif yang dapat diartikan
sebagai pengkoordinasikan dan penyerasian sumber daya yang
dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan
semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah
(Stake Holders). MBS bertujuan memandirikan atau
memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan,
keluwesan dari sumber daya untuk meningkatkan mutu
sekolah. (Depdiknas, 2001)
C. Kepala Sekolah Dalam Era MPMBS
Peran kepala sekolah dalam era MPMBS adalah sebagai berikut :
1. Miliki masukan manajemen yang lengkap danjelas.
2. Memahami, menghayati, dan melaksanakan sebagai manajer.
50
3. Mampu menciptakan tantangan kinerjanya.
4. Menciptakan team work yang kompak/kohesif dan cerdas.
5. Mampu menciptakan situasi dan menumbuhkan kreativitas.
6. Mampu dan sanggup menciptakan sekolah sebagai tempat
belajar.
7. Mampu dan mempunyai kesanggupan untuk melaksanakan
manajemen berbasis sekolah.
8. Mampu memutuskan perhatian terhadap pengelolahan proses
belajar mengajar sebagai kegiatan utamanya.
9. Sanggup dan mampu memberdayakan sekolahnya.
D. Kinerja Kepala Sekolah
1. Kinerja
Dalam kamus Bahasa Indonesia kinerja diartikan sebagai
“prestasi yang diperhatikan”. Dalam Enclyclopedia of
psychology kinerja diartikan sebagai tingkah laku, ketrampilan
atau kemampuan seseorang dalam menyelesaikan suatu
kegiatan.
2. Faktor-faktor Yang Menentukan Tingkat Kinerja Kepala
Sekolah.
Kinerja Kepala Sekolah dalam hal ini mempunyai beberapa
aspek, yaitu :
a. Rencana Program Pengembangan Sekolah.
b. Rencana Anggaran Pendapatan
dan Belanja (APB).
c. Pengambilan Keputusan Partisipatif
d. Kemandirian
51
e. Keterbukaan
f. Akuntabilitas
g. Kerja sama.
E. Hasil Penelitian Keputusan Partisipatif
Hasil penelitian Bank Dunia pada tahun 1998, ditemukan
pengelola lemahnya lembaga pendidikan sebagai kendala di
Indonesia, antara lain:
(1) Sistem organisasi dan manajemen pendidikan (dasar) sangat
menengah.
(2) Manajemen yang bersifat sentralistik, terutama yang berkaitan
dengan penentuan program, perencanaan, dan anggaran.
(3) Sistem penganggaran terkotak-kotak dan kaku.
(4) Manajemen sekolah kurang efektif.
52
BAB XII
KEPALA SEKOLAH DAN SUPERVISI PENGAJARAN
A. Mutu Pendidikan dan Supervisi Pengajaran.
Paradigma baru manajemen pendidikan tinggi, terdiri dari
akreditasi, akuntabilitas, evaluasi, otonomi dan mutu. Kelima
paradigma baru pendidikan tersebut saling terkait satu sama lain
dan seyogyanya ini dijadikan acuan dalam proses peningkatan
mutu pendidikan. Oleh karena itu, mutu sebagai salah satu
paradigma yang harus ditata secara terus-menerus dan
berkelanjutan. Menurut Mastuhu (2003) dalam pengelolahan suatu
unit pendidikan, mutu dapat dilihat dari “masukan”, “proses”, dan
“hasil”.
Permasalahan pendidikan yang diidentifikasi (Depdikbud,
1983), sampai saat ini, formulasinya tetap sama, yaitu :
(1) Masalah kuantitatif
(2) Masalah kualitatif
(3) Masalah relevansi
(4) Masalah efisiensi
(5) Masalah efektivitas
(6) Masalah khusus.
B. Mutu Tenaga Kependidikan
Peningkatan mutu pendidikan merupakan tugas yang tidak
mudah karena dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti mutu
masukan pendidikan, mutu sumber daya pendidikan, mutu guru
dan pengelola pendidikan, mutu proses pembelajaran, kemampuan
53
pengelola pendidikan mengantisipasi dan menangani berbagai
pengaruh lingkungan pendidikan.
C. Konsep Dasar Supervisi Pengajaran di Sekolah Dasar
Supervisi pada hakikatnya adalah untuk meningkatkan
kemampuan dan ketrampilan guru dalam melaksanakan tugas
pokoknya sehari-hari.
Tujuan supervise pada akhirnya adalah ditujukan untuk
meningkatkan kualitas para siswa. Hal ini sebagaimana
dikemukakan oleh Sergiovanni (1983) bahwa tujuan supervise
adalah :
(1) Tujuan akhir adalah untuk mencapai
pertumbuhan perkembangan para siswa (yang bersifat total).
(2) Tujuan kedua adalah membantu
kepala sekolah dalam menyesuaikan program pendidikan dari
waktu ke waktu secara kontinyu (dalam rangka menghadapi
tantangan perubahan zaman).
(3) Tujuan dekat ialah bekerjasama
mengembangkan proses belajar mengajar yang tepat.
(4) Tujuan perantara ialah membina
guru-guru agar dapat mendidik para siswa dengan lebih baik
atau menegakkan disiplin kerja secara manusiawi.
D. Profesionalisme Guru Sekolah Dasar
Menurut Tilaar (2000) seorang professional mempunyai cirri-
ciri khusus. Mereka mengabdi pada suatu profesi. Ciri-ciri suatu
profesi adalah :
(1) Memiliki suatu keahlian khusus.
54
(2) Merupakan suatu panggilan hidup.
(3) Memiliki teori-teori yang baku secara universal
(4) Mengabdikan diri untuk masyarakat dan bukan untuk diri
sendiri.
(5) Dilengkapi dengan kecakapan diasnostik dan kompetensi yang
aplikatif
(6) Memiliki otonomi dalam pelaksanaan pekerjaannya
(7) Mempunyai kode etik
(8) Mempunyai klien yang jelas
(9) Mempunyai organisasi profesi yang kuat, dan
(10) Mempunyai hubungan dengan profesi pada bidang-bidang
yang lain.
E. Pendekatan Profesionalisme
Menurut Danim (2002) dalam konteks profesionalisme,
istilah profesi dapat dijelaskan dengan tiga pendekatan (approach),
yaitu :
1. Pendekatan karakteristik
Pendekatan karasteristik (the trait approach) memandang
bahwa profesi mempunyai seperangkat elemen inti yang
membedakannya dari pekerjaan lainnya.
2. Pendekatan Institusional
Pendekatan institusional (the institutional approach),
memandang profesi institusional atau perkembangan
asosiasional.
3. Pendekatan Legalistik
Pendekatan legalistic (the legalistic approach), yaitu
pendekatan yang menekankan adanya pengakuan atas suatu
55
profesi oleh Negara atau pemerintah. Suatu pekerjaan disebut
profesi jika dilindungi undang-undang atau produk hokum yang
ditetapkan pemerintah suatu Negara.
F. Peranan Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pendidikan
Seorang kepala sekolah pada dasarnya adalah seorang guru
yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah. Hal ini sesuai
dengan SK Mendikbud Nomor : 0296/U/1996 tentang Penugasan
Guru Pegawai Negeri Sipil Sebagai Kepala Sekolah di Lingkungan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Bab II.
G. Supervisi Pengajaran
Dalam Good (1976) supervisi di definisikan sebagai segala
usaha dari pejabat sekolah yang diangkat yang diarahkan kepada
penyediaan kepemimpinan bagi para guru dan tenaga kependidikan
lain dalam perbaikan pengajaran, melihat stimulasi pertumbuhan
profesionalisme dan perkembangan dari para guru, seleksi dan
revisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran, dan metode-
metode mengajar, dan evaluasi pengajaran.
Wiles (1982) menjelaskan bahwa supervise sebagai bantuan
dalam pengembangan situasi belajar mengajar yang lebih baik, ia
adalah suatu kegiatan pelajaran yang disediakan untuk membantu
para guru menjalankan pekerjaan mereka dengan lebih baik.
H. Supervisi Pengajaran Sebagai Pembinaan Profesionalisme
Guru
Supervisi pendidikan di sekolah dasar lebih diarahkan
untuk meningkatkan kemampuan guru sekolah dasar dalam rangka
56
peningkatan proses belajar-mengajar. Supervisi ini dapat dilakukan
oleh siapa saja, baik kepala sekolah maupun Pengawas sekolah
yang bertugas sebagai supervisor melalui pemberian bantuan yang
bercorak pelayanan dan bimbinga professional, sehingga guru
dapat melaksanakan tugasnya dalam proses belajar mengajar
dengan lebih baik.
Supervisi pendidikan di sekolah pada hakekatnya adalah
dalam rangka pembinaan terhadap para guru. Adapun sasaran
pembinaannya, antara lain (1) merencanakan kegiatan belajar
mengajar sesuai dengan strategi belajar yang aktif, (2) mengelola
kegiatan belajar mengajar yang menantang dan menarik, (3)
menilai kemajuan anak belajar, (4) memberikan umpan balik yang
bermakna, (5) memanfaatkan lingkungan sebagai sumber dan
media pengajaran, (6) membimbing dan melayani siswa yang
mengalami kesulitan belajar, terutama bagi anak lamban dan anak
pandai, (7) mengelola kelas sehingga tercipta lingkungan yang
menyenangkan, (8) menyusun dan mengelola catatan kemajuan
anak (record kleping, Depdikbud, 1999/2000).
I. Beberapa Pendekatan Dalam Supervisi Pendidikan.
Secara garis besar ada tiga pendekatan dalam supervise
pendidikan, yaitu (1) pendekatan langsung (direct approach), (2)
pendekatan tidak langsung (non direct approach), (3) pendekatan
kolaburasi (collaborative approach).
1. Pendekatan Langsung
Pendekatan langsung adalah sebuah pendekatan supervise
dimana dalam upaya peningkatan kemampuan guru, peran
57
kepala sekolah dasar, pengawas TK/SD, dan Pembina lainnya
lebih besar dari pada peran guru yang bersangkuta.
2. Pendekatan Tidak Langsung
Pendekatan tidak langsung adalah sebuah pendekatan
supervise, dimana dalam upaya peningkatan kemampuan guru,
peran kepala sekolah, pengawas TK/SD, dan Pembina lainnya
lebih kecil dari pada dewan guru yang bersangkutan .
3. Pendekatan Kolaboratif
Pendekatan kolaboratif adalah sebuah pendekatan supervisi,
dimana dalam upaya peningkatan kemampuan guru, peran
kepala sekolah, pengawas TK/SD, dan Pembina lainnya sama
besarnya dengan peran guru yang bersangkutan.
J. Teknik – Teknik Supervisi
1. Kunjungan kelas
2. Pembicaraan individual
3. Diskusi kelompok
4. Demontrasi kelompok
5. Kunjungan kelas antar guru
6. Pengembangan kurikulum
7. Buletin Supervisi
8. Perpustakaan Profesional
9. Lokakarya
10. Survey sekolah-masyarakat.
58
K. Respon Dan Sikap Guru Terhadap Supervisi Penagajaran
Kajian tentang sikap guru terhadap supervisi menjadi
perhatian Neagley dan Evans ( Dalam Mantja, 1998) dengan
merujuk sejumlah hasil penelitian beberapa pakar supervisi
pengajaran. Temuan-temuan yang dilaporkan, antara lain : (1)
supervisi yang efektif harus didasarkan atas prinsip-prinsip yang
sesuai dengan perubahan social dan dinamika kelompok, (2) para
guru menghendaki supervisi dari kepala sekolah sebagaimana yang
seharusnya dikerjakan oleh tenaga personel yang berjabatan
supervisor, (3) kepala sekolah tidak melakukan supervisi dengan
baik, (4) semua guru membutuhkan supervisi dan mengharapkan
untuk di supervisi, (5) para guru lebih menghargai dan menilai
secara positif perilaku supervisi yang “hangat”, saling
mempercayai, bersahabat, dan menghargai guru, (6) supervisi
dianggap bermanfaat bila direncanakan dengan baik, supervisor
menunjukkan sifat membantu dan menyediakan model-model
pengajaran yang efektif, (7) supervisor memberikan peran serta
yang cukup tinggi kepada guru untuk pengambilan keputusan
dalam wawancara supervisi, (8) supervisor mengutamakan
pengembangan ketrampilan hubungan insani, seperti halnya
dengan ketrampilan tekun dan (9) supervisor seharusnya
menciptakan iklim organisasional yang terbuka, yang
memungkinkan kemantapan hubungan yang saling menunjang
(supportive).
L. Kendala – Kendala Pelaksanaan Supervisi Pengajaran
1. Supervisor tidak mengkomunikasikan rencana / program
supervisinya kepada para guru sebagai subyek supervisi.
59
2. Fokus supervisi hanya terarah pada aspek administrasi,
kurang menyentuh pada pengembangan kemampuan guru
dalam mengelola proses belajar mengajar
3. Supervisor tidak melaksanakan kunjungan kelas secara
rutin.
4. Supervisor mendominasi pembicaraan dan berjalan satu arah.
5. Tidak ada penilaian umpan balik, dan
6. Supervisor tidak pernah meminta pada guru untuk
memberikan komentar maupun penilaian terhadap supervisi
yang telah dilaksanakan.
M. Penelitian – Penelitian Terdahulu Tentang Supervisi
Pendidikan.
Wuryo (1978) dalam disertainya meneliti pengelolaan
pendidikan dasar di Jawa Timur. Sasaran pokok penelitian ini
adalah masalah pengelolaan pendidikan dasar di Jawa Timur, yang
lebih ditekankan pada penelaahan terhadap fungsi-fungsinya. Salah
satu temuan penelitian yang terkait dengan supervisi adalah bahwa
kegiatan supervisi dalam rangka pengelolaan pendidikan dasar
belum mungkin dapat berlangsung secara berhasilguna, sebab
kurang ditunjang dengan adanya tenaga, kendaraan, biaya dan
metode kerja yang diperlukan.
60