LAPORAN KASUS
“Vertigo Mixed Type dd Cervical Syndrome dd Insufisensi
Vertebrobasiler dd Beningn Paroxysmal Positional Nystagmus”
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Saraf
Diajukan Kepada:
Pembimbing: dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, MSc
Disusun Oleh:
Thyra Annisaa Putri 1910221078
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
2019
1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
Telah dipresentasikan dan disetujui laporan kasus yang berjudul
Vertigo Mixed Type dd Cervical Syndrome dd Insufisensi Vertebrobasiler dd Beningn Paroxysmal Positional Nystagmus
Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Penyakit
Saraf di RSUD Ambarawa
Disusun Oleh :
Thyra Annisaa Putri 1910221078
Telah disetujui
Ambarawa, Desember 2019
Mengetahui,
Dokter Pembimbing
dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp. S, M. Sc
2
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Ny. J
2. Umur : 40 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Alamat : Krajan 6/1 Banyubiru Kab. Semarang
6. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
7. Pendidikan : SMA
8. Status : Menikah
9. No CM : 018xxx-20xx
10. Tanggal pemeriksaan: 17 Desember 2019 di RSUD Ambarawa
B. DATA DASAR
Dilakukan autoanamnesis, 17 November 2019 di Bangsal Cempaka RSUD Ambarawa.
1. Keluhan Utama : Pusing berputar
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluhkan pusing berputar sejak 2 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Pusing berputar kadang didahului rasa nyeri kepala. Gejala yang dialami
berupa nyeri kepala sebelah kiri, lalu pusing berputar tanpa adanya keluhan telinga
berdenging. Pusing berputar juga dikeluhkan dengan nyeri leher yang terasa kencang
di sebelah kiri hingga ke bahu kiri. Kadang nyeri bahu terasa hingga ke tangan kiri
termasuk seperti sekarang ini. Lengan kiri terasa amat kebas, dahi terasa kebas. Bila
setelah melakukan aktivitas, pasien akan merasa pusing berputar secara tiba tiba
sekitar 20 menit dengan frekuensi sekitar 2-3 kali dalam 1 hari. Pasien bekerja
sebagai ibu rumah tangga, kegiatan sehari hari berupa menjaga warung depan rumah,
dan menonton TV dengan jarak pandang cukup. Kegiatan ini dilakukan hanya sampai
sekitar jam 2 siang, selanjutnya pasien beristirahat. Gejala nyeri kepala memberat
apabila posisi tidur berbaring, bermain handphone, melihat cahaya terlalu terang dan
hilang dengan sendirinya. Bila duduk tegak dirasakan langsung nyeri kepala. Bila
3
memejamkan mata terasa nyeri kepala berkurang. Keluhan disertai rasa mual, namun
tidak muntah. Bila dirasa lelah dan kurang tidur, nyeri kepala akan semakin dirasakan
memberat oleh pasien. Pasien mengaku kesulitan untuk melakukan kegiatan sehari
hari, dan nyeri dirasakan terus menerus dan mengganggu. Pasien mengaku skala
nyeri nya adalah 10, yaitu sangat amat nyeri. Saat ini pasien menggunakan kacamata
dalam kesehariannya, mulai memakai kacamata sejak 2 tahun lalu ketika nyeri kepala
dan pusing berputar dirasakan. Bila kacamata dilepas, pasien akan mengalami
pusing, dan pandangan kabur. Pasien memiliki kebiasaan makan makanan berminyak
karena merasa mudah dimasak dan didapatkan. Setelah mulai mengalami gejala
tersebut, pasien control ke poli saraf namun berhenti control bila gejala dirasa sudah
hilang. Namun, pada keluhan ini, pasien merasa sangat kesulitan untuk berdiri, dan
harus memejamkan mata. Saat pasien tidur pun, bila terlalu lama berbaring miring
akan timbul rasa pusing berputar, sehingga pasien lebih nyaman untuk berbaring
telentang lurus. Karena keluhan dirasa semakin memberat, keluhan disertai juga
dengan mual sehingga tidak nafsu makan, kemudian pasien dibawa ke IGD RSUD
Ambarawa tanggal 15 Desember 2019.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Riwayat keluhan serupa sebelumnya : Pasien mengalami keluhan sering
pusing sejak usia 18 Tahun, selalu dirasa di bagian kepala kiri, namun tidak
disertai nyeri leher dan lainnya. Pasien mengaku sering memijat leher dan
kepala agar keluhan hilang. Keluhan dirasakan hanya sebentar sebentar, dan
tidak terlalu mempengaruhi kegiatan sehari hari. Namun sejak 3 tahun lalu,
keluhan pusing berputar mulai dirasakan sering, dan seringkali didahului
nyeri kepala dan terutama di bagian sebelah kiri. Bila dirasa lelah, keluhan
akan memberat. Keluhan tidak disertai kelemahan anggota gerak. Bila pusing
berputar muncul, badan terasa tidak seimbang seperti melayang, jalan
sempoyongan. Riwayat opname pasien diawali dari bulan November 2017,
dengan diagnose Vertigo Mixed Type. Kemudian pada November 2018,
pasien kembali rawat inap dengan keluhan sama ditambah keluhan nyeri leher
kiri, didiagnosa dengan Vertigo Mixed Type dd Cervical Syndrome.
b. Riwayat trauma : disangkal
c. Riwayat Nyeri Leher : Sejak 1 tahun yang lalu hilang
timbul
4
d. Riwayat stroke : disangkal
e. Riwayat sakit jantung : disangkal
f. Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal
g. Riwayat DM : disangkal
h. Riwayat sakit telinga : disangkal
i. Riwayat sakit gigi : diakui, pernah menjalani operasi bedah
mulut tahun 2016, dan sekarang sedang mengalami karies gigi kiri bawah.
j. Riwayat sinusitis : disangkal
k. Riwayat sakit maag : disangkal
l. Riwayat kolesterol tinggi : diakui
m. Riwayat gangguan psikiatri : disangkal
n. Riwayat alergi : disangkal
4. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengaku ibu kandung pasien mengalami stroke sekitar 5 tahun lalu.
Mempunyai gejala yang sama yaitu sering nyeri kepala, pusing berputar, dan adanya
kelemahan anggota gerak kanan. Namun pasien tidak tahu pasti diagnose penyakit
ibu pasien.
5. Riwayat Pengobatan Pasien
Pasien telah menjalani pengobatan dari tahun 2017 di RSUD Ambarawa dengan
diagnose Vertigo Mixed Type dan Cervical Syndrome. Kemudian, sekitar bulan
November 2018, pasien dirujuk ke RSUP Kariadi Semarang, dan mulai menjalani
beberapa test, seperti test BERA, Tes TCD, EEG, Angiografi Otak, Rontgen
Cervical, Test NVC SCV. Dan rutin berobat di RSUP Kariadi dari bulan Januari
2019. Obat obatan yang dikonsumsi pasien adalah Betahistin 12mg, Paracetamol
175mg, Amlodipine 10mg, Gabapentin 300mg, Diazepam 0,5mg, Amitriptilin
12,5mg, Vitamin B1/B6/B12 rutin hingga Maret 2019. Setelahnya, pasien tidak
berobat lagi hingga November 2019. Menurut dokter spesialis saraf RSUP Kariadi,
pasien didagnosa vertigo, selebihnya pasien mengaku tidak dijelaskan lebih lanjut
mengenai diagnose penyakitnya.
6. Sosial Ekonomi :
Saat ini pasien merupakan ibu rumah tangga, mempunyai kesibukan berupa
menjaga warung di depan rumahnya. Pasien hidup di rumah milik sendiri dengan
suami dan ke 2 anak. Kesan ekonomi menengah.
5
7. Anamnesis Sistem :
- Sistem Serebrospinal : nyeri kepala berputar (+) terutama bagian kiri terasa
hingga ke leher menjalar ke bahu dan lengan kiri , kelemahan anggota gerak (-) ,
perubahan tingkah laku (-), wajah merot (-), bicara pelo (-) , kesemutan (+), baal
(+) pada bahu hingga lengan kiri.
- Sistem Kardiovaskuler : Riwayat hipertensi (-), riwayat sakit jantung (-), nyeri
dada (-)
- Sistem Respirasi : Sesak napas (-), batuk (-), riwayat sesak napas (-)
- Sistem Gastrointestinal : Mual (+), muntah (-), BAB tidak terkontrol
- Sistem Muskuloskeletal : Kelemahan anggota gerak (-)
- Sistem Urogenital : BAK terkontrol, BAB terkontrol
C. RESUME ANAMNESIS
Pasien mengeluhkan nyeri kepala berputar terutama bagian kiri menjalar ke
leher, bahu dan lengan kiri, dirasakan nyeri, kaku, kesemutan. Pasien merasa mual
saat nyeri kepala, membaik bila memejamkan mata. Keluhan sudah dialami sejak 3
tahun lalu, dan kambuh pada 2 minggu terakhir. Pasien kooperatif, tidak ada
disorientasi, riwayat trauma (-).
D. DISKUSI 1
Pada pasien ini, ditemukan gejala berupa nyeri kepala berputar dan diperparah saat
kondisi kurang istirahat. Kondisi ini juga dirasakan mengganggu aktivitas sehari hari sebagai
ibu rumah tangga, dan saat melihat layar handphone yang terang. Keluhan dirasakan
memberat saat inginbangun tidur, saat kelelahan, dan juga timbul saat duduk, berjalan,
berdiri, sehingga mengganggu keseimbangan saat berjalan. Kemudian mulai 1 tahun lalu,
tahun 2018 saat opname kedua, keluhan ditambah dengan nyeri leher saat nyeri kepala
berlangsung, belum menjalar ke bahu, dan membuat sulit beraktivitas. Kondisi ini merupakan
gejala yang menandakan adanya gangguan pada sistem vestibuler atau non vestibuler. Pada
vertigo vestibuler, keluhan yang muncul adalah rasa berputar, serangan episodik, adanya
mual, muntah, dicetuskan oleh gerakan kepala. Sedangkan pada vertigo non-vestibuler
keluhan yang timbul yaitu rasa melayang, hilang keseimbangan, serangan bersfiat kontinyu,
keluhan mual sempat ada, namun muntah tidak ada. Berdasarkan hasil anamnesis, dapat
disimpulkan pasien mengalami vertigo tipe non vestibular. Pusing berputar ini hingga
6
menyebabkan pasien tidak dapat melakukan aktivitas, gejala otonom (+), pandangan ganda
disangkal keluhan ini umumnya terjadi pada vertigo perifer. Sedangkan pada vertigo tipe
sentral, bangkitan vertigo lebih lambat, dengan derajat yang ringan, tidak dipengaruhi oleh
gerakan kepala, tidak ada gangguan pendengaran. Pada pasien didapatkan gambaran klinis
vertigo vestibular tipe perifer dan sentral (mixed type).
VERTIGO
a. Definisi
Vertigo adalah sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti rotasi
(memutar) tanpa sensasi perputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya terasa
berputar atau badan yang berputar. Vertigo berasal dari Bahasa latin “vertere” yang
artinya memutar. Vertigo termasuk kedalam gangguan keseimbangan yang
dinyatakan sebagai pusing, pening, sempoyongan, rasa seperti melayang (Keith,
2001)
b. Etiologi
Vertigo disebabkan oleh gangguan keseimbangan tubuh yang mengakibatkan
ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya denganapa yang dipersepsi oleh susunan
saraf pusat. Ada beberapa teori yang menerangkan kejadian tersebut menurut (Joesoef, 2003)
diantaranya:
1. Teori Konfliks Sensoris: Rangsang diatas ambang fisiologis akan mengakibatkan
banjir informasi di pusat kesimbangan, sehingga meningkatkan kegiatan SSP,
koordinasi dan menjalar ke sekitarnya, terutama saraf otonom, korteks dan timbul
sindroma vertigo.
2. Teori Neural Mismatch: Reaksi timbul akibat rangsang gerakan yang sedang dihadapi
tidak sesuai dengan harapan yang sudah tersimpan di memori dari pengalaman gerak
sebelumnya. Pengalaman gerak dimemori di cerebelum dan korteks cerebri. Lama
kelamaan akan terjadi penyusunan kembali pola gerakan yang sedang dihadapi
samadengan pola yang ada di memori. Orang menjadi beradaptasi. Makin
besarketidaksesuaian pola gerakan yang dialami dengan memori maka makin hebat
sindroma yang muncul. Makin lama proses sensory rearrangement maka makin lama
pula adaptasi orang tersebut terjadi.
3. Keseimbangan Saraf Otonomik: Sindrome terjadi karena ketidakseimbangan saraf
otonom akibat rangsang gerakan. Bila ketidakseimbangan mengarah ke saraf
7
parasimpatis maka muncul gejala dan bila mengarah ke dominasi saraf simpatis
sindrome menghilang.
4. Teori Neurohumoral: Munculnya sindrome vertigo berawal dari pelepasan
Corticotropin releasing hormone (CRH) dari hipothalamus akibat rangsang
gerakan. CRH selanjutnya meningkatkan aktifitas saraf simpatis di locus coeruleus,
hipokampus dan korteks serebri melalui mekanisme influks calcium. Akibatnya
keseimbangan saraf otonom mengarah ke dominasi saraf simpatis dan timbul
gejala pucat, rasa dingin di kulit, keringat dingin dan vertigo. Bila dominasi
mengarah ke saraf parasimpatis sebagai akibat otoregulasi, maka muncul gejala
mual, muntah dan hipersalivasi. Rangsangan ke locus coerulus juga berakibat
panik. CRH juga dapat meningkatkan stress hormon lewat jalur hipothalamus-
hipofise-adrenalin. Rangsanganke korteks limbik menimbulkan gejala ansietas dan
atau depresi.Bila sindroma tersebut berulang akibat rangsangan atau latihan, maka
siklus perubahan dominasi saraf simpatis dan parasimpatis bergantian tersebut juga
berulang sampai suatu ketika terjadi perubahan sensitifitas reseptor (hiposensitif)
dan jumlah reseptor(down regulation) serta penurunan influks calsium. Dalam
keadaan ini pasien tersebut telah mengalami adaptasi
5. Teori Rangsangan Berlebihan (Overstimulation): Teori ini berdasarkan asumsi
bahwarangsangan yang berlebihan menyebabkanhiperemi kanalis semisirkularis
sehingga fungsinya terganggu, akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan
muntah.
6. Teori Sinaps: Merupakan pengembangan dari teori sebelumnya yang meninjau
peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada
proses adaptasi, belajar dan daya ingat
c. Klasifikasi
1. Vertigo Sentral
Penyebab vertigo jenis sentral biasanya ada gangguan di batang otak atau di
serebelum. Untuk menentukan gangguan di batang otak, apakah terdapat gejala lain yang
khas misalnya diplopia,parestesia, perubahan sensibilitas dan fungsi motorik, rasa lemah.
Vertigo sentral paling sering disebabkan oleh berbagai penyakit berikut:
a. Migraine
Vertigo ditemukan pada 27-33% kasus pasien migraine. Pada basilar migraine sendiri
telah dikenal aura yaitu gejala yang meliputi pandangan kabur, penglihatan ganda dan
8
dysarthria serta keluhan sakit kepala sebelah. Vertigo yang muncul pada migraine biasanya
lebih lama dibandingkan aura lainnya, dan seringkali membaik dengan terapi yang digunakan
untuk migraine (Harsono, 2000)
b. Vertebrobasilar insufficiency
Vertebrobasilar insufficiency biasanya terjadi dengan episode rekuren dari suatu vertigo
dengan onset akut dan spontan pada kebanyakan pasien (detik-beberapa menit). Banyak
terjadi pada usia tua dan pada pasien dengan faktor resiko cerebrovascular disease. Sering
juga berhungan dengan gejala visual meliputi inkoordinasi, jatuh dan lemah. Sistem
pembuluh darah ini memperdarahi bagian perifer maupun sentral dari sistem vestibular.
Penyebabnya kebanyakan adalah aterosklerosis, penyebab lain adalah osteofit yang menekan
arteri vertebralis. Gejala klinisnya berupa vertigo yang disertai tanda-tanda defisit batang
otak seperti diplopia, disartria, disfagia, ataksia, hemianopia homonim (Perdossi, 2002).
Salah satu tampilan klinis dari insufisiensi vertebrobasiler adalah Dizziness, yang dapat
disebabkan karena gangguan peredaran darah otak. Gejala klinis insufisiensi vertebrobasiler
dapat dilihat secara klinis. TIA sirkulasi posterior muncul secara khas seperti vertigo dan
dizziness. Untuk membantu penegakan diagnosis, disamping pemeriksaan klinis, diperlukan
pemeriksaan penunjang berupa Imaging arteri. Pemeriksaan penunjang adalah imaging otak,
baik dengan CT scan atau MRI. pemeriksaan CT scan memiliki sensitivitas lebih dari 95%
jika digunakan untuk meng-identifikasi perdarahan intra atau ekstra-aksial dalam 24 jam
pertama setelah onset. MRI lebih sensitif daripada CT scan dalam mengidentifikasi gambaran
iskemia. MRI memiliki sensitifitas 97% dan spesifisitas 98% ketika digunakan untuk
menngidentifikasi oklusi vertebrobasiler.
Gambar 1. Anatomi Arteri
9
c. Tumor Intrakranial
Tumor intracranial jarang memberi manifestasi klinik vertigo dikarenakan tumor biasanya
tumbuh secara progresif dan lambat sehingga sudah terjadi kompensasi sentral. Gejala yang
lebih sering muncul adalah penurunan pendengaran atau gejala neurologis (Harsono, 2002).
2. Vertigo Perifer
Menurut (Sura, 2010), berdasarkan amanya vertigo berlangsung :
Episode (serangan) vertigo yang berlangsung beberapa detik. Paling sering
disebabkan oleh vertigo posisional benigna. Dapat dicetuskan oleh perubahan posisi
kepala. Berlangsung beberapa detik dan kemudian mereda. Paling sering
penyebabnya idiopatik, namun dapat juga akibat trauma kepala, pembedahan di
telinga atau oleh neuronitis vestibular. Prognosis umumnya baik, gejala menghilang
secara spontan.
Episode vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam, dapat dijumpai pada
penyakit meniere atau vestibulopati berulang. Penyakit meniere mempunyai trias
gejala yaitu ketajaman pendengaran menurun (tuli), vertigo dan tinitus.
Serangan vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Neuritis
vestibular merupakan keluhan yang sering datang ke unit darurat. Pada penyakit ini,
mulainya vertigo dan nausea serta muntah yang menyertainya ialah mendadak dan
gejala lain dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Fungsi
pendengaran tidak terganggu. Pada pemeriksaan fisik mungkin dapat dijumpai
nistagmus.
Penyebab perifer Vertigo
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
BPPV merupakan penyebab utama vertigo disebabkan oleh pergerakan otolit dalam
kanalis semisirkularis pada telinga dalam. Hal ini terutama akan mempengaruhi
kanalis posterior dan menyebabkan gejala klasik tapi ini juga dapat mengenai kanalis
anterior dan horizontal. Otolith mengandung Kristal-kristal kecil kalsium karbonat
yang berasal dari utrikulus telinga dalam. Pergerakan dari otolit distimulasi oleh
perubahan posisi dan menimbulkan manifestasi klinik vertigo dan nistagmus. Benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) biasanya idiopatik tapi dapat juga diikuti
trauma kepala, infeksi kronik telinga, operasi danneuritis vestibular sebelumnya,
meskipun gejala benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) tidak terjadi bertahun-
10
tahun setelah episode.
Ménière’s disease
ditandai dengan vertigo yang intermiten diikuti dengan keluhan
pendengaran .Gangguan pendengaran berupa tinnitus (nada rendah), dan tuli sensoris
pada fluktuasi frekuensi yang rendah, dan sensasi penuh pada telinga. Hal ini terjadi
karena dilatasi dari membrane labirin bersamaan dengan kanalis semisirkularis telinga
dalam dengan peningkatan volume endolimfe. Hal ini dapat terjadi idiopatik atau
sekunder akibat infeksi virus atau bakteri telinga atau gangguan metabolic.
Vestibular Neuritis
Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual, ataxia, dan nistagmus. Hal ini
berhubungan dengan infeksi virus pada nervus vestibularis. Labirintis terjadi dengan
komplek gejala yang sama disertai dengan tinnitus atau penurunan pendengaran.
Tabel 1. Perbedaan Vertigo Sentral dan Vertigo Perifer
Ciri-ciri Vertigo Perifer Vertigo SentralLesi Sistem vestibular (telinga dalam,
saraf perifer)Sistem vertebrobasiler dan gangguan vaskular (otak, batang otak, serebelum)
Penyebab Vertigo posisional paroksismaljinak (BPPV), penyakit
maniere,neuronitis vestibuler, labirintis,
neuroma akustik, trauma
iskemik batang otak, vertebrobasiler
insufisiensi, neoplasma, migren basiler
Masa laten 3-40 detik Tidak adaHabituasi Ya Tidak
Intensitas vertigo Berat Ringan
Tabel 2. Perbedaan Klinis Vertigo Perifer dan Vertigo Sentral
Gejala Vertigo Perifer
Vertigo Sentral
Bangkitan Lebih mendadak
Lebih lama
Beratnya vertigo Berat RinganPengaruh gerakan
kepala++ +/-
Mual/muntah/keringetan
++ +
Gangguan pendengaran +/- -Gejala gangguan SSP - Diantaranya: diplopia, parestesi, gg.
sensibilitas dan fungsi motorik, disartria, gg.sereberal
Telinga berdenging dan Kadang- Tidak ada
11
atau tuli kadangNistagmus spontan + -
d. Diagnosis Vertigo
1. Anamnesis
Karakteristik Pusing
Perlu ditanyakan mengenai sensasi yang dirasakan pasien apakah sensasi
berputar, atau sensasi non spesifik seperti dizziness atau light headness, atau
hanya suatu perasaan yang berbeda (kebingungan).
Keparahan
Keparahan dari suatu vertigo juga dapat membantu, misalnya: pada acute
vestibular neuritis, gejala awal biasanya parah namun berkurang dalam
beberapa hari kedepan. Pada Ménière’s disease, pada awalnya keparahan
biasanya meningkat dan kemudian berkurang setelahnya. Sedangkan pasien
mengeluh vertigo yang menetap dan konstan mungkin memiliki penyebab
psikologis
Onset dan durasi
Durasi tiap episode memiliki nilai diagnostic yang signifikan, semakin lama
durasi vertigo maka kemungkinan kearah vertigo sentral menjadi lebih besar.
Vertigo perifer umumnya memilki onset akut dibandingkan vertigo sentral
kecuali pada cerebrovascular attack.
Faktor pencetus
Faktor pencetus dapat mempersempit diagnosis banding pada vertigo
vestibular perifer. Jika gejala terjadi hanya ketika perubahan posisi, penyebab
yang paling mungkin adalah BPPV. Infeksi virus yang baru pada saluran
pernapasan atas kemungkinan berhubungan dengan acute vestibular neutritis
atau acute labyrhinti (Wilkinson, 2005). Vertigo dapat disebabkan oleh fistula
perilimfatik Fistula perimfatik dapat disebabkn oleh trauma baik langsung
ataupun barotrauma. Bersin atau gerakan yang mengakibatkan telinga ke
bawah akan memprovokasi vertigo pada pasien dengan fistula perilimfatik.
Adanya fenomena Tullio’s (nistagmus dan vertigo yang disebabkan suara
bising pada frekuensi tertentu) mengarah kepada penyebab perifer.
Gejala penyerta
12
Gejala penyerta berupa penurunan pendengaran, nyeri, mual, muntah dan
gejala neurologis dapat membantu membedakan diagnosis penyebab vertigo.
2. Pemeriksaan Vertigo
Fungsi Vestibular atau Serebral
a. Test Romberg
Penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua
mata terbuka kemudian tertutup. Pada kelainan vestibular hanya pada mata tertutup
badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah dan kemudian kembali lagi.
Pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Pada kelainan serebelar badan
penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup.
b. Tandem Gait
Penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri atau kanan diletakkan pada
ujung jari kaki kanan atau kiri bergantian. Pada kelainan vestibular perjalanannya
akan menyimpang dan pada kelainan serebelar penderita akan cenderung jatuh.
c. Uji Unterberger
Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat
dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan
vestibuler posisi penderita akan menyimpang atau berputar ke arah lesi dengan
gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi,
kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang
lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.
d. Past Pointing Test
Jari telunjuk penderita ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh
mengangkat lengannnya ke atas kemudian ditrunkan sampai menyentuh telunjuk
tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan
tertutup. Pada kelainan vestibular akan terlihat pennyimpangan lengan penderita ke
arah lesi.
e. Fukuda Test
Dengan mata tertutup pasien berjalan di tempat sebanyak 50 langkah
kemudian diukur sudut penyimpangan kedua kaki, normal sudut penyimpangan tidak
lebih dari 30°.
Pemeriksaan Neurotologi
Pemeriksaan terutama untuk tentukan letak lesi di perifer atau sentral.
a. Uji Dix Hallpike
13
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke belakang
dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 45º di bawah garis horisontal,
kemudian kepalanya dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul
dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah
lesinya perifer atau sentral. Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan
nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari
1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali
(fatigue). Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung lebih
dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue).
b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30o, sehingga kanalis
semisirkularis lateralis dalam posisi vertical. Kedua telinga diirigasi bergantian
dengan air dingin (30oC) dan air hangat (44oC) masing-masing selama 40 detik
dan jarak setiap irigasi selama 5 menit. Nystagmus yang timbul dihitung lamanya
sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nystagmus tersebut (normal 90-150
detik). Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional
preponderance ke kiri atau ke kanan. Canal paresis ialah jika abnormalitas
diteukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin,
sedangkan directional preponderance ialah jika abnormaliras ditemukan pada
arah nystagmus yang sama di masing-masing telinga. Canal paresis menunjukkan
lesi perifer di labirin atau N.VIII, sedangkan directional preponderance
menunjukan lesi sentral.
c. Audiometry
Pemeriksaan audiometric berguna untuk memeriksa jenis dan tingkat
keparahan pendengaran dan juga menentukan kira- kira organ yang berpengaruh
terhadap gangguan. Kehilangan Pendengaran dalam kasus ini adalah jenis
sensorineural. Namun, pasien dengan kelaianan malformasi telinga dalam (yaitu,
perbesaran vestibular aqueduct) mungkin akan mempunyai gejala klinis yang
sama.
d. BERA
Brain Evoked Response Audiometry atau BERA merupakan alat yang
bisa digunakan untuk mendeteksi dini adanya gangguan pendengaran,
bahkan sejak bayi baru saja dilahirkan. Istilah lain yang sering digunakan
yakni Brainstem Auditory Evoked Potential (BAEP) atau Brainstem
14
Auditory Evoked Response Audiometry (BAER). Alat ini efektif untuk
mengevaluasi saluran atau organ pendengaran mulai dari perifer sampai
batang otak. BERA juga dapat dimanfaatkan untuk menentukan sumber
gangguan pendengaran apakah di koklea atau retro choclearis,
mengevaluasi brainstem (batang otak), serta menentukan apakah gangguan
pendengaran disebabkan karena psikologis atau fisik.
CERVICAL SYNDROME
A. Definisi
Nyeri leher (Cervical syndrome) adalah nyeri yang dihasilkan dari interaksi yang
kompleks antara otot dan ligamen serta faktor yang berhubungan dengan postur,
kebiasaan tidur, posisi kerja, stress, kelelahan otot kronis, adaptasi postural dari
nyeri primer lain (Shoulder, sendi temporo mandibular, craniocervikal), atau
perubahan degeneratif dari discus cervikalisdan sendinya dan nyeri leher ini
mengganggu aktivitas seseorang. Menurut (Finkelstein, 2012), nyeri leher adalah
nyeri pada ujung saraf yang terletakdi berbagai ligament dan otot leher, serta discus
intervertebraldan lapisan luar diskus (annulus fibrosus). Menurut American College
of Rheumatology (2012), nyeri leher adalah rasa sakit di leher yang bisa dilokalisasi
pada tulang belakang leher atau dapat menyebarke lengan bawah (radiculopati).
B. Etiologi
Duduk statis saat bekerja dan tempat kerja yang tidak didesain secara ergonomis,
sering kita jumpai. Aktivitas yang terus menerus akan menimbulkan masalah baru
dan keluhan-keluhan pada tubuh kita, terutama pada sekitar leher dan bahu. Nyeri
myofacial cervical terjadi karena terlalu sering menggunakan otot yang menopang
bahu dan leher. Pada tulang belakang cervical, otot yang paling sering terlibat dalam
nyeri myofascial adalah trapezius, levator scapula, rhomboid, supraspinatus, dan
infraspinatus.Nyeri myofascial trapezius biasanya terjadi bila seseorang dengan
pekerjaan di meja kerja tidak memiliki sandaran tangan yang sesuai atau tidak
ergonomis.
C. Patofisiologi
Titik nyeri 84% terjadi pada otot uppertrapezius, levator scapula, infra spinatus,
scalenus. Otot upper trapezius merupakan otot yang sering terkena (Lofriman,
2008). Salah satu kondisi yang sering menimbulkan rasa nyeri pada otot upper
trapezius adalah myofascial syndrome. Myofascial syndrome adalah gangguan nyeri
15
muskuloskeletal yang terjadi akibat adanya myofascial trigger point. Gangguan ini
dapat menyebabkan nyeri lokal atau reffered pain, tightness, stiffness, spasme,
keterbatasan gerak, respon cepat lokal dari otot tersebut (Eidelson, 2006). Nyeri
pada myofascial syndrome biasanya dapat menjalar pada regio tertentu dan bersifat
lokal. Nyeri pada otot upper trapezius atau pada daerah leher sampai pundak ini
timbul karena kerja otot yang berlebihan, aktivitas sehari-hari yang terus-menerus
dan sering menggunakan kerja otot upper trapezius, sehingga otot menjadi tegang,
spasme, tightness dan stiffness. Otot yang tegang terus-menerus akan membuat
mikrosirkulasi menurun, terjadi iskemik dalam jaringan. Pada serabut otot menjadi
ikatan tali yang abnormal membentuk taut dan mencetuskan adanya nyeri, karena
merangsang hipersensitivitas. Otot upper trapezius adalah otot tipe I atau tonik juga
merupakan otot postural yang berfungsi melakukan gerakan elevasi. Kelainan tipe
otot ini cenderung tegang dan memendek. Itu sebabnya jika otot upper trapezius
berkontraksi dalam jangka waktu lama jaringan ototnya menjadi tegang dan
akhirnya timbul nyeri. Kerja otot upper trapezius akan bertambah berat dengan
adanya postur buruk, mikro dan makro trauma. Akibatnya yang terjadi adalah fase
kompresi dan ketegangan lebih lama dari pada relaksasi, terjadinya suatu keadaan
melebihi batas (critical load) dan juga otot tadi mengalami kelelahan otot yang
cepat. Trauma pada jaringan, baik akut maupun kronik akan menimbulkan kejadian
yang berurutan yaitu hiperalgesia dan spasme otot skelet, vasokontriksi kapiler.
Akibatnya pada jaringan myofascial terjadi penumpukan zat-zat nutrisi dan oksigen
ke jaringan serta tidak dapat dipertahankannya jarak antar serabut aringan ikat,
sehingga akan menimbulkan iskemik pada jaringan myofascial. Keadaan iskemik ini
menyebabkan terjadinya sirkulasi menurun, sehingga kekurangan nutrisi dan
oksigen serta penumpukan sisa metabolisme menghasilkan proses radang. Proses
radang dapat juga menimbulkan respon neuromuskular berupa ketegangan otot di
sekitar area yang mengalami kerusakan otot tersebut, sehingga timbul viscous circle.
Suatu peradangan kronis merangsang substansi P menghasilkan zat algogen berupa
prostaglandin,bradikinin dan serotonin yang dapat menimbulkan sensori nyeri.
D. Klasifikasi Cervical Syndrome
Menurut Scaffer.J (2006) nyeri leher dapat dibedakan menjadi 8:
a. Akut: Merupakan nyeri berlangsung kurang dari 3 sampai 6 bulan atau nyeri yang
secara langsung berkaitan dengan kerusakan jaringan.
16
b. Kronik: Ada dua jenis masalah nyeri kronis yaitu akibat pembangkit nyeri yang
dapat diidentifikasi (misalnya cidera, penyakit discus degeneratif, stenosis tulang, dan
spondilosthesis) dan nyeri kronis akibat pembangkit nyeri yang tidak dapat
diidentifikasi (misalnya cedera yang telah sembuh, fibromialgia).
c. Neuropatik: Nyeri neuropatik telah diselidiki dan relatif baru.Nyeri neuropatik
akan mengenai bagian-bagian saraf tertentu, kemudian mengirim pesan rasa sakit ke
otak meskipun tidak ada kerusakan jaringan yang sedang berlangsung. Nyeri
neuropatik dirasakan berupa rasa berat, tajam, pedih, menusuk, terbakar, dingin, dan
atau mati rasa, kesemutanatau kelemahan
Menurut ICD-10 dan ICF jenis nyeri leher:
a. Nyeri leher yang disertai defisit mobilitas
- Cervicalgia (M 54.2)
- Nyeri pada tulang thorakal (7W02)
b. Nyeri leher disertai nyeri kepala
- Nyeri kepala (Headache) (M 54.2)
- Cervicocranial syndrome (M 53.0)
c. Nyeri leher disertai gangguan koordinasi gerak
- Sprain atau strain pada tulang Cervical(S 23. 3)
d. Nyeri leher dengan penjalaran
- Spondilosis dengan radikulopati (M 54.1)
- Kerusakan diskus cervicaldengan radikulopati(M 50.10)
E. Etiologi Cervical Syndrome
a. Penyebab ditinjau dari sisi Biomekanik
E. Spondilosis cervicalis (Axial Neck Pain, Radiculopati, Myolopati)
F. Infeksi
G. Neoplasma
b. Rematik (Rheumatoid Arthritis)
c. Distonia servikal (Torticolis spasmodik)
d. Trauma (Whiplash Associated Dissorders)
F. Anatomi dan Persarafan pada Otot Leher
Bagian penyangga ruas tulang belakang adalah komponen jaringan lunak
diantaranya ligamentum longitudinal anterior, ligamentum longitudinal posterior,
ligamentumflavum, ligamentum interspinosus, dan ligamentum supraspinosus.
Stabilitas tulang belakang tersusu oleh dua komponen yaitu komponen jaringan lunak
17
yang membentuk tiga pilar, pertama yaitu satu tiang atau kolom di depan yang terdiri
atas korpus serta discus intervertebralis. Kedua dan ketiga yaitu kolom di belakang
kanan dan kiri yang terdiri atas rangkaian sendi intervertebralis lateralis. Secara
keseluruhan tulang belakang dapat diumpamakan sebagai satu gedung bertingkat
dengan tiga tiang utama, satu kolom di depan dan dua kolom di samping belakang,
dengan lantai yang terdiri atas laminakanan dan kiri, pedikel, procesus transversusdan
procesus spinosus. Tulang belakang dikatakan tidak stabil bila kolom vertikalterputus
pada lebih dari dua komponen.
Gambar 1. Cervical Ligament
Plexus Cervical terletak paling dalam di susunan cervical, dibawah otot
sternocledomastoideus dan menjalar sampai posterior sampai ke tulang atlas. Plexus
cervicalisini membentuk interkoneksi yang tidak teratur dari berbagai macam
persarafan lainnya.Sebagian besar plexus cervical merupakan kulit saraf yang
membawa implussensoris dari mulai leher, belakang kepala sampai ke bahu. Saraf
yang paling penting pada plexus ini dari mulai C3, C4 dan C5 yang akan mensarafi
bagian mata, diafragma yang akan dilanjutkan otot-otot lain dalam sistem pernafasan.
Gambar 2. Plexus Cervical
18
G. DIAGNOSIS SEMENTARA
a. Diagnosis klinis
Pusing berputar, nyeri leher, nyeri bahu kiri
b. Diagnosis topis
Organ vestibular, perifer dd sentral, organ non-vestibular
c. Diagnosis etiologi
dd Cervical syndrome, dd perifer: BPPV
H. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan 18 Desember 2019 WIB di Bangsal Cempaka RSUD
Ambarawa
a. Keadaan Umum : Tampak sakit ringan.
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4M6V5
Berat badan : - kg
Tinggi badan : - cm
Status Gizi : -
b. Vital sign
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 98 x/menit, irama regular, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,6 0C
SpO2 : 98 %
c. Status Internus
o Kepala : normocephal
o Mata : konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
(3mm/3mm), edema pupil (-/-), reflek pupil direk (+/+), reflek pupil indirek
(+/+), reflek kornea (+/+), ptosis (-)
o Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), septum deviasi (-/-)
o Telinga : serumen (+/+), sekret (-/-), nyeri mastoid (-/-)
o Mulut : bibir sianosis (-), karies dentis (-) atrofi papil lidah (-), lidah deviasi -
19
o Leher : simetris, pembesaran KGB (-), tiroid (dalam batas normal),
o Thorax :
1. Cor :
a. Inspeksi : tidak tampak ictus cordis
b. Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
c. Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
d. Auskultasi: Bunyi jantung I & II (+) normal, bising (-), gallop (-)
2. Pulmo :
Depan Dextra Sinistra
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pergerakan simetris,
retraksi (-)
Vokal fremitus normal
kanan = kiri
Sonor seluruh lapang paru
SD paru vesikuler (+),
suara tambahan paru:
wheezing (-), ronki (-)
Pergerakan simetris,
retraksi (-)
Vokal fremitus normal
kanan = kiri
Sonor seluruh lapang paru
SD paru vesikuler (+),
suara tambahan paru:
wheezing (-), ronki (-)
o Abdomen :
- Inspeksi : dinding abdomen rata, perabaan supel, spider naevi (-), warna
kulit sama dengan warna kulit sekitar
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Perkusi : timpani seluruh regio abdomen, ascites (-)
- Palpasi : nyeri tekan(-), hepar & lien tak teraba
o Ekstremitas :
- Atas : Oedem (-/-), CRT (<2 dtk), Akral dingin (-/-)
- Bawah : Oedem (-/-), CRT (< 2 dtk), Akral dingin (-/-)
d. Status Neurologis
1. Sikap tubuh : Simetris
2. Gerakan abnormal : -
3. Cara berjalan : pelan agak sempoyongan
4. Pemeriksaan saraf kranial
20
NERVUS CRANIALIS Kanan KiriN.I Daya Penghidu Normal/NormalN.II Daya Penglihatan Normal/Normal
Penglihatan Warna Normal/Normal
Lapang Pandang Normal/Normal
N.III Ptosis -/-Gerakan mata ke medial Normal/NormalGerakan mata ke atas Normal/NormalGerakan mata ke bawah Normal/NormalUkuran Pupil + (3 mm) + (3mm)Reflek cahaya Langsung + +Reflek cahaya konsensuil + +
Strabismus divergen -/-
N.IV Gerakan mata ke lateral bawah +/+Strabismus konvergen -/-Menggigit Normal/Normal
Membuka mulut Normal/Normal
N.V Sensibilitas muka Normal/NormalReflek kornea + +
Trismus -/-
N.VI Gerakan mata ke lateral bawah +/+
Strabismus konvergen -/-
N.VII Kedipan mata Normal/NormalLipatan nasolabial Simetris/simetrisSudut mulut Simetris/simetrisMengerutkan dahi Normal/NormalMenutup mata Normal/NormalMeringis NormalMenggembungkan pipi Normal/Normal
Daya kecap lidah 2/3 depan Normal/Normal
N.VIII Mendengar suara berbisik +/+Mendengar detik arloji +/+Tes Rinne Tidak dilakukanTes Schawabach Tidak dilakukan
21
Tes Weber Tidak dilakukan
N.IX
Arkus Faring Normal/NormalDaya kecap lidah 1/3 belakang Normal/NormalReflek muntah +Sengau –Tersedak –
N.X
Denyut nadi 98x/mnt regularArkus Faring Simetris/simetrisBersuara Normal/NormalMenelan Normal/Normal
N.XI
Memalingkan kepala Normal/NormalSikap bahu Normal/NormalMengangkat bahu Kaku/KakuTrofi otot bahu Eutrofi/Eutrofi
N.XII
Sikap Lidah Normal/NormalArtikulasi Normal/NormalTremor Lidah -/-Menjulurkan Lidah Normal/NormalTrofi otot lidah Eutrofi/EutrofiFasikulasi Lidah -/-
5. Pemeriksaan Motorik
6. Anggota gerak atas
Kanan Kiri
Gerakan Bebas BebasKekuatan 5 5
Tonus Normal NormalTrofi Eutrofi Eutrofi
Refleks Fisiologis + +Refleks Patologis - -
Anggota gerak bawah Kanan KiriGerakan Bebas BebasKekuatan 5 5
Tonus Normal NormalTrofi Eutrofi Eutrofi
Refleks Fisiologis + +Refleks Patologis - -
7. Sensibilitas : (+) normal
8. Fungsi Vegetatif : BAB dan BAK normal
9. Pemeriksaan Fungsi Koordinasi 16/12/19
Tes Dix-Hallpike : (+)
Tes Past Pointing : (+)
22
Nistagmus : (-)
Test Romberg : (-)
10. Pemeriksaan Fungsi Koordinasi 3/1/2020
Tes Dix-Hallpike : (+)
Tes Past Pointing : (-)
Nistagmus : (-)
Test Romberg : (+)
Test Tandem Gait : (+)
Test Fukuda : (+)
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Lab 16/12/2019
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKANDARAH LENGKAP
Hemoglobin 12,4 11,7 – 15,5 g/dlLeukosit Limfosit Monosit Eosinofil Basofil
Neutrofil Limfosit % Monosit % Eosinofil % Basofil %
Neutrofil %
82102,820,4490,1590,1274,6034
6,081,931,251,55
3600 – 11.0001,0 – 4,5 x 103/mikro0,2 – 1,0 x 103/mikro0,04 – 0,8 x 103/mikro
0 – 0,2 x 103/mikro1,8 – 7,5 x 103/mikro
25 – 40%2 – 8%2 – 4%0 – 1%
50 – 70%
Eritrosit 4,48 3,8 – 5,2 jutaHematokrit 37,8 35 – 47 %Trombosit 307 150 – 400 ribu
MCV 84,4 82 – 98 fLMCH 27,8 27 – 32 pg
MCHC 33,0 32 – 37g/dlRDW 12,8 10-16 %MPV 8,82 7-11 mikro m3
SGPT
SGOT
15
14
0 – 35 U/L
0 – 35 U/L
23
Ureum 12 10 – 50 mg/dl
Kreatinin 0,83 H 0,45 – 0,75 mg/dl
HDL Direct
LDL Cholesterol
39
101,6
37 – 92 mg/dl
<150 mg/dl
Total protein 6,7 6 – 8 g/dl
Asam urat 5,31 2 – 7 mg/dl
Cholesterol 178 <200 mg/dl
Trigliserida 187 H 70 – 140 mg/dl
J. DISKUSI II
Dari pemeriksaan kordinasi yang sudah dilakukan didapatkan hasilnya Romberg test
(-), past pointing (-), dan maneuver dix-hallpike (+) (tidak terdapat nystagmus), dapat
dicurigai hasil tersebut dikarenakan, pada saat dilakukan pemeriksaan tersebut kondisi
pasien sudah membaik dan sudah tidak ada keluhan lagi. Namun dari hasil tersebut,
pemeriksaan dix hallpike didapatkan hasil positif, yaitu pasien mengalami rasa nyeri
kepala spontan saat dibaringkan. Hal ini mengarah kepada diagnosis vertigo perifer,
yaitu gejala BPPV, dimana nyeri kepala timbul dalam waktu 2-10 detik, meskipun tidak
ditemukan adanya nistagmus. Selanjutnya di lakukan pemeriksaan palpasi dan
hiperfleksi-hiperekstensi pada leher terasa tegang di bagian belakang dan pasien merasa
sedikit sakit. Rasa nyeri leher dirasakan sejak opname kedua di RSUD Ambarawa pada
November 2018, dimana pasien sudah mulai mengeluhkan nyeri leher. Hal ini
mendukung pada hasil pemeriksaan penunjang rontgen cervical AP/Lat/Oblique
13/10/2018 menunjukkan kesan alignment kurang lordotik, ostefit VL5, tanpa
penyempitan diskus/foramen, tanpa kesan listesis dan tanpa kesan kompresi, yang
menggambarkan nyeri dan kekakuan leher serta bahu yang dialami oleh pasien karena
adanya cervical syndrome. Kemudian setelah pemeriksaan tersebut, pasien dirujuk ke
RSUP Kariadi dan menjalani serangkaian test. Pada 04/01/2019, pasien menjalani test
BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry), didapatkangambaran insufisiensi
vertebrobasiler setinggi pons. Kemudian pada 17/01/2019, dilakukan NCV (Nerve
Conduction Velocity) dan SCV (Sensory Nerve Velocity) test, didapatkan spasmofilia (+
+++), chovstek (++) yang mendukung adanya nyeri di kepala terutama bagian kiri,
hingga dahi terasa kebas hingga sekarang. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
tersebut dapat diduga bahwa vertigo yang dialami oleh pasien tersebut di pengaruhi oleh
gangguan neurologic pada leher, penyumbatan arteri basilar.
24
.
Pada pemeriksaan fisik di tanggal 3 Januari 2020, pasien mengaku nyeri kepala
kadang kadang timbul, namun pusing berputar sudah lebih jarang dirasakan. Rasa mual
muntah juga disangkal.pasien mengaku istirahat lebih cukup sekarang, tidur jam 9
malam dengan posisi dominan telentang. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan test
Romberg (+) yaitu saat pasien berdiri dengan mata ditutup maupun dibuka, bila terlalu
lama berdiri, pasien mengalami sempoyongan, menjauhi titik awal saat pasien tadi
berdiri. Pasien merasa sempoyongan kearah kiri. Hal ini menandakan bahwa pasien
mengalami kelainan serebelar. Kemudian tes Dix-Hallpike, pasien merasa pusing
berputar setelah kepala dimiringkan 45 derajat, terutama bila terlalu lama. Hal ini khas
menandakan dalam gejala positif BPPV. Lalu pada test past pointing (-), karena pada
saat pemeriksaan pasien tidak sedang mengalami pusing. Lalu test Fukuda (+), dilakukan
kurang dari 20 langkah, pasien sudah mengalami penyimpangan saat berjalan, dan juga
rasa ingin jatuh ke kiri. Pada test Tandem Gait, pasien mengalami penyimpangan saat
berjalan dan rasa ingin jatuh ke kiri, disini dapat disimpulkan bahwa pasien juga
mengalami gangguan serebelar dan vestibular.
STROKE
Stroke atau cerebrovascular disease menurut World Health Organization
(WHO) adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi
otak fokal atau global karena adanya sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di
otak dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih.
Klasifikasi penyakit stroke terdiri dari beberapa kategori, diantaranya:
a. Berdasarkan patofisiologinya stroke dibagi dalam 2 tipe yaitu:
1) Stroke Non-hemmorrhagic
Stroke non-hemmorrhagic disebut juga stroke iskemik atau infark
disebabkan oleh penyumbatan dalam arteri yang menuju ke otak yang
sebelumnya sudah mengalami proses aterosklerosis. Dapat terjadi karena
emboli yang lepas dari sumbernya, biasanya berasal dari jantung atau
pembuluh arteri otak baik intrakranial maupun ekstrakranial atau
trombolitik/arteriosklerotik fokal pada pembuluh arteri otak yang
berangsur-angsur menyempit dan akhirnya tersumbat. Berdasarkan
kelainan patologis stroke iskemik terdiri dari tiga macam yaitu:
a) Stroke emboli serebri
25
b) Stroke akibat trombosis serebri, terbagi menjadi 2 subtipe :
Trombosis pada arteri besar (meliputi arteri karotis, serebri media,
dan basilaris)
Trombosis pada arteri kecil yang masuk ke dalam korteks serebri
(misalnya arteri lentikulostriata, basilaris penetran, medularis)
yang menyebabkan stroke trombosis tipe lakuner
Stroke hipoperfusi.
2) Stroke Hemorrhagic
Stroke hemorrhagic merupakan kerusakan dari pembuluh darah di
otak, perdarahan dapat disebabkan lamanya tekanan darah tinggi dan
aneurisma otak. Berdasarkan kelainan patologis stroke hemorrhagic terdiri
dari dua macam, yaitu:
a) Intraserebral
b) Ekstraserebral (subarachnoid)
b. Berdasarkan waktu terjadinya :
1) Transient Ischemic Attack (TIA) : merupakan gangguan neurologis fokal
yang timbul mendadak dan menghilang dalam beberapa menit sampai
kurang 24 jam.
2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
3) Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke : perjalanan stroke
berlangsung perlahan meskipun akut. Kondisi stroke di mana defisit
neurologisnya terus bertambah berat.
4) Completed stroke / serangan stroke iskemik irreversible : gangguan
neurologis maksimal sejak awal serangan dengan sedikit perbaikan.
Kondisi stroke di mana defisit neurologisnya pada saat onset lebih berat,
dan kemudiannya dapat membaik/menetap.
c. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler :
1) Sistem karotis
a) Motorik : hemiparese kontralateral, disartria
b) Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia
c) Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis
fugaks
d) Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia
2) Sistem vertebrobasiler
26
a) Motorik : hemiparese alternans, disartria
b) Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia
c) Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia
d. Berdasarkan gejala klinisnya, yaitu :1) Stroke hemmorrhagic :
a) Penurunan kesadaran (tidak selalu)
b) Rata-rata usia lebih muda
c) Terdapat hipertensi
d) Terjadi dalam keadaan aktif
e) Didahului nyeri kepala
2) Stroke non-hemmorrhagic:
a) Penurunan kesadaran (jarang)
b) Rata-rata usia lebih tua
c) Terjadi dalam keadaan istirahat
d) Teradapat dislipidemia (LDL tinggi), DM, disaritmia jantung
e) Nyeri kepala
Gambar 1: Stroke hemoragik (kiri) dan stroke iskemik (kanan)
Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini :
Tabel 1. Perbedaan anamnesa antara perdarahan dan infark
ANAMNESA PERDARAHAN EMBOLI TROMBOSIS
Gejala terjadi Akut Akut Subakut
Waktu Aktif Aktif Bangun pagi
Peringatan (TIA) - + +
Nyeri kepala + - -
Muntah + - -
27
Kejang + - -
Diabetes Mellitus - + +
Gangguan katup - + -
FAKTOR RISIKO STROKE
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi atau dikendalikan:
a. Usia tua
b. Jenis kelamin
c. Ras
d. Genetik
e. Riwayat stroke
f. Arteri Vena Malformasi atau aneurisma berupa kelainan pembuluh darah otak di
mana stroke terjadi pada usia lebih muda (misalnya anak-anak dan atau remaja).
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi atau dikendalikan:
a. Hipertensi
b. Diabetes mellitus
c. Hiperlipidemia
d. Obesitas
e. Hiperurisemia
f. Stress
g. Merokok
h. Alkohol
i. Pola hidup tidak sehat
SKORING STROKE
Penentuan terapi stroke saat ini berdasarkan jenis patologi stroke iskemik atau
perdarahan. Diagnosis gold standard dengan menggunakan CT scan atau MRI.
Terdapat beberapa sistem skoring yang dapat digunakan untuk membantu
menegakkan diagnosis baik stroke hemoragik maupun stroke non hemoragik. Skor
yang dapat digunakan yaitu Siriraj Score dan Gadjah Mada score.
Tabel 2. Siriraj Stroke Skore (SSS) dan aplikasi pada kasus
Gejala/tanda Penilaian Indeks Skor
1 Kesadaran (0) kompos mentis X 2.5 0
28
(1)Mengantuk
(2)Semi
koma/koma
2 Muntah (0)Tidak
(1)Ya
X 2 0
3 Nyeri Kepala (0)Tidak
(1)Ya
X2 0
4 Tekanan darah Diastolik X 10% 11
5 Ateroma
a. DM
b. Angina pectoris
c. Klaudikasio
terminten
(0) Tidak
(1) Ya
X (-3) -3
6 Konstante -12
HASIL SSS -4
Rumus skor siriraj : (2.5 x tingkat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x pusing) + (0.1 x
tekanan darah diastolik) - (3 x atheroma markers) - 12.
Pada pasien ini didapatkan skor = -4 (stroke non hemoragik)
*Catatan : SSS>1 : Stroke Hemoragik SSS<-1 : Stroke non hemoragik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Rontgen Cervical AP/Lat/Oblique 13/10/2018
Kesan: - Alignment Kurang Lordotik
- Osteofit VC5
- Tak Tampak Penyempitan Diskus/Foramen Intervertebralis
29
- Tak Tampak Kompresi/Listesis
b. Pemeriksaan BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry) 4/01/2019
Kesan: - Gambaran Insufisiensi Vertebrobasiler
setinggi pons
- Lesi di Tingkat Perifer Belum dapat
disingkirkan
c. Pemeriksaan NCV & SCV 17/01/2019
Kesan:
- Pemeriksaan NCV SCV esktremitas
superior dalam batas normal
- Chovstek (++), Spasme Karpal (+),
Spasmofilia (++++)
d. Angografi Otak 13/02/2019
30
Kesan: Tak Tampak gambaran AVM, Tak Tampak struktur A. Comm P Kiri,
mungkin variasi normal, Tak tampak infark maupun perdarahan intracerebri
e. Elektroensefalografi 22/02/2019
31
32
33
Kesan:
- Tidak didapatkan gelombang epileptogenic
-
f. TCD (Trancranial Doppler) 15/11/2019
34
Kesan:
Mean Velocity dan resistensi pembuluh darah masih dalam batas normal.
11. Diagnosis Akhir
Diagnosis klinis
Pusing berputar, Nyeri leher, nyeri bahu kiri, kehilangan keseimbangan
Diagnosis topis
Organ Vestibular, Sistem Serebelar, Insufisiensi A. Basiler
Diagnosis etiologi
Cervical syndrome, Stroke vertebrobasiler, BPPV
12. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
- Infus Ringer Laktat
- Injeksi Piracetam 2x3gr
- Injeksi Ranitidin 2x1amp
- Injeksi Mecobalamin 1x1
- Injeksi Ondansetron 2x1am
- Peroral Clobazam 2x5mg
- Peroral Betahistin 3x2tab
- Peroral Aspilet 1x80mg
C. DISKUSI 3
1. Omeprazol
Omeprazole bekerja menghambat sekresi asam lambung dengan cara berikatan
pada pompa H+K+ATPase (pompa proton) dan mengaktifkannya sehingga terjad
i pertukaran ion kalium dan ion hydrogen dalam lumen sel. Omeprazole
berikatan padaenzim ini secara irreversibel, tetapi reseptor-H2 tidak dipengaruhi.
2. Ondansetron
Obat untuk mencegah mual dan muntah. Obat ini juga digunakan untuk mencegah
dan mengatasi muntah-muntah usai operasi. Cara kerja ondansetron adalah dengan
memblokir salah satu substansi natural tubuh (serotonin) yang menyebabkan
muntah. Ondansetron tergolong dalam kelas obat 5-HT3 blockers.
35
3. Mecobalamin
Mecobalamin adalah salah satu bentuk kimia dari vitamin B12 (cobalamin), yaitu
vitamin larut air yang memegang peranan penting dalam pembentukan darah serta
menjaga fungsi sistem saraf dan otak.
4. Betahistin
Bekerja dengan dua mekanisme. Pertama, obat ini merangsang reseptor histamin H1
yang terletak pada pembuluh darah di telinga bagian dalam. Rangsangan ini
mengakibatkan terjadinya vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas sehingga
bisa mengurangi tekanan endolimfatik. Kedua, sebagai antagonis reseptor histamin
H3 yang sangat kuat, obat ini meningkatkan kadar neurotransmiter histamin,
asetilkolin, norepinefrin, serotonin, dan GABA yang dilepaskan dari ujung saraf.
Peningkatan kadar histmain dapat menyebabkan efek vasodilatasi di telinga bagian
dalam.
5. Clobazam
Merupakan golongan benzodiazepine yang bekerja berdasarkan potensial inhibisi
neuron dengan asam gama-aminobutirat (GABA) sebagai mediator. Clobazam
memiliki efek antikonvulsi, ansiolitik, sedative, dan relaksasi otot. Pemberian obat
ini diindikasikan untuk mengatasi asietas da psikoneuroti yang disertai ansietas.
6. Piracetam
Merupakan obat golongan noortropik turunan GABA (gamma-aminobutyric
acid), untuk meningkatkan fungsi kognitif, mioklonus, dapat mengatasi kedutan
pada otot, vertigo.
7. Aspilet
Merupakan obat aspirin atau asam asetilsalisilat, berfungsi sebagai analgesic,
anti inflamasi dan antipiretik yang bekerja secara selektif fan ireversibel
menghambat COX-1, sehingga mencegah pembentukan prostaglandin dan
tromboksan untuk membentuk asam arakidonat. Dan juga menghambat agergasi
platelet shingga mengurangi resiko terjadinya sumbatan.
D. PROGNOSIS
Death : Dubia ad bonam
Disease : Dubia ad bonam
Dissability : Dubia ad bonam
Discomfort : Dubia
Dissatisfaction : Dubia ad bonam
36
Distutition : Dubia ad bonam
FOLLOW UP
Tangga
l
S O A P
15/12/
2019
(IGD)
Pusing berputar
(+) saat pasien
membuka mata,
Terasa nggliyer
saat duduk dan
berdiri terasa
seperti ingin
jatuh, leher terasa
tegang dan
kencang, nyeri
leher menjalar
hingga ke bahu
kiri dan lengan
kiri. Dahi terasa
kebas, keluhan
sudah dirasakan
Ku/Kes :
sedang /cm
VAS : 8
TD : 139/96
N : 81
RR: 20
SpO2 : 98
Suhu : 36.5
Vertigo Infus D5%20 Tpm
Inj Ondansentron 2x1
37
sejak 2 minggu
belakangan
Mual (+)
Muntah (-)
16/12/
2019
Pusing berputar
(+) saat pasien
membuka mata,
Terasa nggliyer
saat duduk dan
berdiri terasa
seperti ingin
jatuh, leher terasa
tegang dan
kencang, nyeri
leher menjalar
hingga ke bahu
kiri dan lengan
kiri. Dahi terasa
kebas.Mual (-)
Muntah (-)
Ku/Kes :
sedang /cm
VAS : 7
TD : 130/90
N :83
RR: 20
SpO2 : 99
Suhu : 36.6
Vertigo
Mixed Type dd
Cervical
syndrome dd
Stroke
Vertebrobasiler
dd BPPV
Infus RL 20 Tpm
Inj Ondansentron 2x1
Inj mecobalamin 1x1
Inj Piracetam 2x3
Inj Ranitidin 2x1
PO Betahistin 2x1
PO Clobazam 2x5
PO Aspilet 1x80
Tang
gal
S O A P
17/12/
2019
Pusing berputar
dirasakan sudah
membaik sudah
mulai dapat duduk
dan membuka mata
lama , berdiri (+)
masih
sempoyongan, leher
terasa tegang dan
kencang, masih
Ku/Kes :
sedang /cm
TD : 110/80
N : 98
RR: 20
SpO2 : 99
Suhu : 36.3
Vertigo
Mixed Type dd
Cervical
syndrome dd
Stroke
Vertebrobasiler
dd BPPV
Infus RL 20 Tpm
Inj Ondansentron 2x1
Inj mecobalamin 1x1
Inj Piracetam 2x3
Inj Ranitidin 2x1
PO Betahistin 2x1
PO Clobazam 2x5
PO Aspilet 1x80
38
menjalar ke bahu
dan lengan kiri,
Mual (-), Muntah (-)
DAFTAR PUSTAKA
Eidelson, S.G. 2006. Neck Pain Center : Neck Pain Causes, http://www.spineuniverse.com/dispalayarticle.php/article3922.html.
Finkelstein,J. 2012. Neck and arm painrelated symptoms: cervical disc disease. Department of Surgery University of Toronto.
Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada university Press
Joesoef AA., 2003, Tinjauan Neurobiologi Molekuler dari Vertigo, Makalah Konas V Perdossi, Bali
Keith, Marill, 2001, Central Vertigo, @NEUROLOGY\Neurotoksikologi dan Vertigo\ eMedicine – Central Vertigo.htm
Lofriman. 2008. Nyeri Pada Otot. FKUI. Jakarta.
Mardjono, 2008, Neurologi Klinis Dasar, Jakarta: Dian Rakyat
Perdossi, 2002, Vertigo Patofisiologi, Diagnosis dan Terapi, Jansen Pharmaceiuticals
Sherwood, Lauralee, 2012, Fisiologi Manusia, Jakarta: EGC
Soepardi EA, Inskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, 2007, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher, Edisi 6, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
Sura, DJ, Newell, S, 2010, Vertigo - Diagnosis and management in primary care, BJMP
Wilkinson, Lennox G, 2005, Essential Neurology, 4th edition, Massachusetts: Blackwell Publishing
Wreaksoatmodjo, 2004, Vertigo: Aspek Neurologi, Bogor: Cermin Dunia Kedokteran No. 144
39