WUJUD DAN PERANAN DEVIASI DALAM SAJAK-SAJAK
SITOR SITUMORANG SERTA KORELASINYA DENGAN
PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA
JURNAL SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan
Program Strata Satu (S1) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
OLEH
BAIQ SUPIYANI
E1C014008
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2018
WUJUD DAN PERANAN DEVIASI DALAM SAJAK-SAJAK SITOR
SITUMORANG SERTA KORELASINYA DENGAN PEMBELAJARAN
SASTRA DI SMA
Penulis : Baiq Supiyani
Dosen Pembimbing 1 : Drs. H. Anang Zubaidi Soemerep, M.Pd.
Dosen Pembimbing 2 : Murahim, M.Pd
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah
FKIP Universitas Mataram
Email : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan wujud dan peranan deviasi
dalam sajak-sajak Sitor Situmorang serta korelasinya dengan pembelajaran sastra di
SMA.Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah teknik studi pustaka,
yaitu dengan mengumpulkan berbagai sumber pustaka seperti kumpulan puisi Sitor
Situmorang serta pustaka-pustaka penunjang berupa teori-teori mengenai deviasi
dalam karya sastra yang berbentuk puisi.Teknik dalam menganalisis data adalah
membaca, mencatat, mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan menyimpulkan. Hasil
analisis data menunjukkan bahwa wujud deviasi yang terdapat dalam sajak-sajak
Sitor Situmorang yang berjudul Kaliurang Tengah Hari, Doa Tengah Malam dan
Borobudur Sehari adalah penggantian fonem, penggunaan huruf yang tidak memiliki
makna secara konvensional, adanya kata yang tidak lazim, penghilangan sebagian
afiks, neologisme, enjambemen, penggunaan kalimat yang mengandung makna
konotasi dan penulisan huruf yang tidak sesuai dengan kaidah penulisannya. Secara
umum, wujud deviasi tersebut memiliki peranan yaitu untuk menimbulkan efek
magis dan misterius sehingga sajak-sajak Sitor Situmorang tersebut memilki nilai
estetika yang tinggi. Mengetahui deviasi dalam sajak merupakan salah satu
pengajaran apresiasi sastra untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam
mendata kata-kata dengan menunjukkan diksi, gaya bahasa dan rima/irama dalam
puisi.
Kata Kunci: Deviasi, Pembelajaran Sastra, Apresiasi Sastra
PENDAHULUAN
Sastra lahir oleh dorongan
manusia untuk mengungkapkan diri,
tentang masalah manusia,
kemanusiaan, dan semesta.Karya
sastra berbentuk prosa memiliki diksi
atau kata yang lebih terurai sehingga
dapat dengan mudah dipahami
dibandingkan dengan sajak (puisi)
yang lebih mementingkan kepadatan
kata dalam setiap kata yang digunakan
dan ini seringkali membuat sajak
dianggap sebagai karya sastra yang
sulit dipahami.
Deviasi merupakan penyimpangan
bahasa yang dikategorikan dalam
stilistika.Salah satu hambatan dalam
pemahaman sajak adalah karena
pemahaman yang rendah terhadap
unsur pembangun puisi khususnya
banyak kata yang merupakan deviasi
yang terdapat di dalam sajak.Salah
satu penyair yang sajaknya banyak
mengandung deviasi adalah Sitor
Situmorang.
Mengapresiasi puisi dengan
mengetahui wujud dan peranan deviasi
yang terkandung di dalamnya dapat
meningkatkan kepekaan siswa untuk
melatih diri dan pemahamannya
terhadap karya sastra, sehingga
pembelajaran sastra di SMA dapat
bersifat apresiatif .
Berdasarkan latar belakang di atas,
dapat disimpulkan rumusan masalah
dalam penelitian adalah:
1. Bagaimanakah jenis dan wujud
deviasi yang terdapat dalam sajak-
sajak Sitor Situmorang?
2. Bagaimanakah peranan deviasi
dalam sajak-sajak Sitor Situmorang?
3. Bagaimanakah korelasi antara
wujud dan peranan deviasi dalam
sajak-sajak Sitor Situmorang dengan
pembelajaran sastra di SMA?
Adapun tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mendeskripsikan
wujud dan peranan deviasi dalam
sajak-sajak Sitor Situmorang serta
korelasinya dengan pembelajaran
sastra di SMA.
Deviasi
Istilah deviasi (penyimpangan)
dan foregrounding (penonjolan) yang
keduanya tidak bisa dipisahkan berasal
dari teori Formalisme Rusia.Keduanya
dipandang sebagai karakteristik
penting bahasa sastra.Keduanya mula-
mula dikemukakan oleh Kaum
Formalisme Rusia dengan tokoh-tokoh
Jan Mukaovsky, Roman Jakobson,
Victor Shklovsky, Jurij Tynjanov, dan
lain-lain. Setelah itu, penggunanan
istilah tersebut untuk maksud yang
sama menjadi sangat populer dan
seolah-olah telah menjadi milik
masyarakat. Artinya, hampir semua
orang yang berbicara tentang
karakteristik bahasa sastra, dapat
dipastikan menyebut kedua istilah
tersebut (Nurgiyantoro, 2014: 285).
Berbicara mengenai lisensi
puitika (poetica license), sebenarnya
sudah dilakukan orang jauh sebelum
orang mengenal istilah deviasi dan
foregrounding.Lisensi puitika sudah
dibicarakan orang karena fenomena
bahasa sastra yang berbeda dan
menyimpang dari bahasa sehari-hari
yang wajar sudah ditemukan pada
berbagai karya sastra.Selama ini
masalah lisensi puitika sering
dipahami sebagai hak para penyair
untuk mengkreasikan karyanya dengan
mendayakan bahasa itu dimungkinkan
sekali penyair sampai pada bentuk-
bentuk penyimpangan.Lisensi puitika
yang paling sering dilakukan dan
mudah dikenali adalah yang
menyangkut aspek diksi.Misalnya,
penggunaan kata-kata kolokial, kata
bentukan baru atau neologisme,
penghilangan bentuk afiks, dan lain-
lain. Namun, lisensi puitika juga
terlihat pada urutan kata, struktur
sintaksis, bahasa figurative,
penyimpangan makna sampai dengan
cara penulisan yang semaunya itu
dimaksudkan untuk memeroleh efek
khusus. Efek yang dimaksud dalam
kaitannya dengan stilistika adalah efek
estetis. Jadi, sebenarnya lisensi puitika
tidak berbeda halnya dengan
pendayaan aspek deviasi dan
foregrounding.
Penggunaan istilah deviasi
(deviation) yang disejajarkan dengan
istilah penyimpangan. Istilah deviasi
menunjuk pada pengertian penggunaan
bahasa yang menyimpang dari bahasa
yang wajar dan baku yang lazim
dipergunakan. Pengertian
penyimpangan lazimnya memang
dikaitkan, dibandingkan, dan atau
dipertentangkan dengan bahasa yang
baku memiliki ketentuan tertentu yang
harus terpenuhi. Dengan demikian,
adanya penyimpangan itu yang
menyangkut aspek-aspek tertentu
menjadi mudah dikenali
Geoffrey Leech telah
mengidentifikasi berbagai aspek
deviasi yang muncul dalam karya
sastra berbentuk sajak (puisi).
Menurut Geoffrey Leech ada delapan
wujud deviasi yang sering dijumpai
dalam sajak (Nurgiyantoro, 2014:
301), yaitu : deviasi leksikal, deviasi
gramatikal yang terdiri dari aspek
morfologis dan sintaksis, deviasi
semantis, deviasi historis, deviasi
register, deviasi dialek, deviasi
grafologis.
METODE
Jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian deskriptif kualitatif yaitu
dengan mendeskripsikan peranan dari
wujud deviasi yang terdapat dalam
sajak-sajak Sitor Sitomurang dengan
menggunakan pendekatan
stilitistika.Data dan sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
diksi dalam tiga sajak Sitor
Situmorang yag terdapat dalam buku
Kumpulan Sajak Sitor Situmorang
1948-1979” yang diterbitkan oleh
Komunitas Bambu pada tahun 2006
dan dieditori oleh J.J Rizal.Teknik
yang digunakan dalam mengumpulkan
data adalah teknik studi
pustaka.Teknik yang digunakan dalam
menganalisis data adalah
membaca,mengidentifikasi,mengklasif
ikasi, mencatat, mendeskripsikan dan
menyimpulkan.
PEMBAHASAN
1. Sajak Kaliurang Tengah Hari
Di dalam sajak Kaliurang
Tengah Hari ini terdapat jenis
deviasi leksikal dengan wujud
berupa adanya bentukan baru yaitu
{-manggil}. Deviasi morfologi,
wujudnya berupa penghilangan
sebagian afiks, yaitu {-ku, {-mu},
{mengabur-}, {pandang-} dan
{‘manggil}. Deviasi sintaksis,
wujudnya berupa enjambemen,
yaitu penulisan yang tidak
menyimpang seharusnya adalah,
pada bait pertama: //Kembali kita
berhadapan dalam relung sepi ini,
dari seberang lembah mati bibirku
berkata lagi.//. Kemudian pada bait
kedua: //Napasmu mengelus
jiwaku, tersingkap kabut dataran
dan kutahu di tepi selatan laut
‘manggil aku berlayar dari sini//.
Pada bait ketiga: //Tunggulah aku
akan datang, biar kelam datang
kembali dengan angin malam aku
bertolak ke negeri, kabut tidak
mengabur pandang//. Jadi pada
setiap bait, yaitu bait pertama,
kedua dan ketiga hanya terdiri dari
masing-masing satu kesatuan
sintaksis. Deviasi fonologi,
wujudnya berupa penggantian
fonem, yaitu /’manggil/ yang
sehausnya /panggil/. Deviasi
semantis, wujudnya berupa
personifikasi dan metafora yaitu:
dari seberang lembah mati,
nafasmu mengelus jiwaku, laut
‘manggil aku berlayar dari sini,
dengan angin malam aku
bertolak, dalam relung sepi ini,
dan biar kelam datang kembali.
Peranan deviasi leksikal
tersebut untuk memeroleh efek
bunyi tertentu dan menghasilkan
kesan serta bisa saja menghadirkan
dampak psikologis tertentu pada
pembaca, dampak psikologis yang
dimaksud seperti rasa penasaran
pembaca akan maksud penyair
dalam menggunakan kata tersebut.
Peranan deviasi morfologis
tersebut untuk menimbulkan
makna yang luas dengan
penggunaan kata-kata yang
singkat.Peranan deviasi sintaksis
tersebut untuk menghadirkan efek
ekspresif.Peranan deviasi fonologis
tersebut untuk menghadirkan kesan
misterius dan efek estetis. Peranan
deviasi semantis tersebut berperan
untuk menggugah gambaran-
gambaran yang akan menyentuh
indra pembaca dalam memahami
dan menikmati keseluruhan sajak.
2. Sajak Doa Tengah Malam
Di dalam sajak Doa Tengah
Malam ini jenis deviasi
morfologis, wujudnya berupa
penggunaan tata bentukan yang
menyalahi aturan, yaitu {-ku}, {-
kau}, {-dua}, {tak}, dan {tiada}.
Deviasi sintaksis wujudnya berupa
enjambemen inversi yaitu pada
seluruh bars dalam bait sajak ini.
Jadi penulisan yang tidak
menyimpang seharusnya adalah
pada bait pertama : // O, Tuhan
dalam penyangkalanku//, //kuberi
kau perpegangan dalam kita
beradu//. Bait kedua : //O, Tuhan
dalam peniadaan akan kulanjutkan
pergulatan sampai satu, jadi tanah
dungu pertanyaan//. Bait ketiga:
//Jika aku ada, kita dua dalam
pertentangan, jika kau ada//. Bait
keempat: // Jika kau tak ada, aku
tanya dalam kesemestaan tiada//
//Berdua kita sama-sama bertanya
pada yang tiada//. Jadi pada bait
pertama terdiri dari dua kesatuan
sintaksis, bait kedua terdiri dari
satu kesatuan sintaksis, bait ketiga
terdiri dari satu kesatuan sintaksis
juga dan bait bait keempat terdiri
dari dua kesatuan sintaksis.
Deviasi grafologis, wujudnya
berupa penulisan huruf yang tidak
sesuai yaitu kau, Satu, Tanya, dan
Tiada.
Peranan deviasi sintaksis
tersebut untuk menghadirkan pola
persajakan.Peranan deviasi
grafologis tersebut berperan
memberikan keluasan interpretasi
pembaca sehingga makna dalam
sajak tersebut semakin luas dan
memberikan penegasan dari
maksud yang ingin disampaikan
penyair.
3. Sajak Borobudur Sehari
Di dalam sajak Borobudur
Sehari ini terdapat jenis deviasi
morfologis, wujudnya berupa
penghilangan sebagian afiks,
yaitu {tak}.Deviasi fonologis,
wujudnya berupa adanya
deretan huruf tertentu yang
tidak memiiki makna, yaitu
/m/.Deviasi sintaksis,
wujudnya berupa enjambemen
yaitu hampir seluruh baris pada
tiap bait sajak ini kecuali baris
keempatpada bait pertama dan
baris kedua pada bait kedua.
Deviasi grafologis, wujudnya
berupa penulisan huruf dan
kata ulang yang tidak sesuai
dengan kaidahnya, yaitu om,
gema,manunggal, bunyi, maha,
biksu, melintasi, mendaki,
tahap-tahap, gaibdi, stupa,
mantra, manunggal,
melintasi,mendaki, dan
menanggalkan dan kata
gununggunung yang
seharusnya gunung-gunung.
Peranan deviasi fonologis
tersebut untuk menghadirkan
kesan misterius dan efek
estetis. Jika dinadakan dengan
nada dan irama tertentu,
deretan bunyi m dan omm pada
sajak ini akan mampu
membangkitkan suasana magis
sajak tersebut.
4. Korelasi antara Deviasi dalam
Sajak Sitor Situmorang dengan
Pembelajaran Sastra di SMA.
Deviasi dalam sajak
Sitor Situmorang tersebut dapat
dijadikan metode dalam
pembelajaran sastra di SMA
karena bisa meningkatkan
apresiasi karya sastra dalam
pembelajaran di sekolah.
Sedangkan sajak Sitor
Situmorang dapat dijadikan
sebagai bahan ajar
pembelajaran sastra karena
memiliki fungsi untuk
meningkatkan imajinasi peserta
didik, meningkatkan perasaan
peserta didik, meningkatkan
kecerdasan peserta didik, dan
meningkatkan keimanan
peserta didik.
SIMPULAN
Jenis deviasi dalam sajak-sajak
Sitor Situmorang berjudul Kaliurang
Tengah Hari, Doa Tengah Malam dan
Borobudur Sehari deviasi leksikal,
deviasi fonologis, deviasi morfologis,
deviasi sintaksis, deviasi semantis, dan
deviasi grafologis. Adapun
wujuddeviasi dalam sajak Sitor
Situmorang berupa: penggantian
fonem, penggunaan huruf yang tidak
memiliki makna secara konvensional,
kata yang tidak lazim, penghilangan
sebagian afiks, neologisme,
enjambemen, penggunaan kalimat
yang mengandung makna konotasi,
dan penulisan huruf yang tidak sesuai
dengan kaidah penulisannya.
Peranan deviasi yang terdapat
dalam sajak Sitor Situmorang yaitu
untuk menimbulkan efek ekspresif,
magis dan misterius, menimbulkan
makna luas dengan kata yang singkat,
menghadirkan pola persajakan dan
penegasan maksud yang ingin
disampaikan dalam sajak sehingga
sajak-sajak Sitor Situmorang tersebut
memilki nilai estetika yang tinggi.
Korelasi antarawujud dan peranan
deviasi dalam sajak Sitor Situmorang
dapat dijadikan suatu metode
pembelajaran apresiasi sastra. Selain
itu, korelasi sajak Sitor Situmorang
terhadap pembelajarna sastra di SMA,
yaitu dapat dijadikan bahan ajar karena
memiliki berbagai fungsi terhadap
peserta didik, yaitu fungsi sajak Sitor
Situmorang dapat meningkatkan
imajinasi, meningkatkan perasaan,
meningkatkan kecerdasan dan
meningkatkan keimanan peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2014. Pengantar
Apresiasi Karya Sastra.
Bandung: Sinar Baru
Algesindo.
Anbiya, Fatya Permata & Yuanita
Fitriany. 2015. Eyd & Kaidah
Bahasa Indonesia. Jakarta:
Transmedia.
Hasanuddin, Ws. Hasan. 2002.
Membaca dan Menilai Sajak
: Pengantar Pengkajian dan
Interpretasi. Bandung :
Angkasa Bandung.
Ilham, Rudi. 2016. “Analisis Bentuk-
Bentuk Deviasi Kumpulan
Puisi O, Amuk, Kapak Karya
Sutardji Calzoum Bachri
Kajian Stilistika”. Skripsi.
Unram: Program Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia
Mataram: Universitas
Mataram.
Kamisa.2013. Kamus Besar Bahasa
Indonesia.Surabaya: Cahaya
Agensi.
Kerap,Gorys. 1994. Diksi dan Gaya
Bahasa. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
MA, Hizair. 2013. Kamus Lengkap
Bahasa Indonesia.Jakarta :
Tamer.
Nurhalimah. 2015. “Psikologi Tokoh
Utama dalam Novel Tuhan
Izinkan Aku Menjadi Pelacur
Karya Muhidin M. Dahlan
dan Kaitannya dengan
Pembelajaran Sastra di SMA.
Skripsi: Universitas
Mataram.
Nurgiyantoro, Burhan. 2014. Stilistika.
Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2014.
Pengkajian Puisi.
Yogyakarta ; Universitas
Gadjah Mada.
Ratna, Prof. Dr. Nyoman Kutha. 2008.
Stilistika Kajian Puitika
Bahasa, Sastra dan Budaya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rizal, J.J. 2006.Sitor Situmorang
Kumpulan Sajak 1948-
1979.Jakarta : Sinar Harapan.
Rohman, Saifur dan Emzir. 2015.
Teori dan Pengajaran Sastra.
Jakarta: Rajawali Pers.
Rusyana, Dr. Yus. 1982. Metode
Pengajaran Sastra. Bandung:
Gunung Larang.
Saputri, Dwi Eli. 2017. “Nilai-Nilai
Pendidikan dalam Nyanyian
Rakyat Suku Sasak di Dusun
Perampuan Barat
Kecamatan Labuapi Lombok
Barat”. Skripsi. Unram:
Program Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia.
Mataram: Universitas
Mataram.
Siswanto, Wahyudi. 2013. Pengantar
Teori Sastra. Yogyakarta:
AM Publishing.
Siswantoro. 2016. Metode Penelitian
Sastra Analisis Struktur Puisi.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Soemerep, Anang Zubaidi. 1996.
Wujud dan Peranan Deviasi
dalam Sajak-Sajak Chairil
Anwar serta Korelasinya
dengan Pengembangan
Kesastraan dan Kebahasaan.
Mataram: Universitas
Mataram.
Solihati, Nani. 2014. “ Penyimpangan
Bahasa Puisi dalam Sastra
Siber”. Tesis.Universitas
Muhamaddiyah Prof. Dr.
Hamka.
Suharianto, S. 2005. Dasar-Dasar
Teori Sastra.Surakarta :
Widya Duta.
Susanto, Agus. 2017. “Deviasi dan
Foregrounding dalam
Kumpulan Puisi Tidak Ada
New York Hari ini Karya Aan
Mansyur dan 99 Untuk
Tuhanku Karya Emha Ainun
Nadjib”. Tesis. Universitas
Sebelas Maret.
Susanto, Dwi. 2012. Pengantar Teori
Sastra. Jakarta : Caps.
Sutopo, H.B. 1984. Metodologi
Penelitian Kualitatif.
Surakarta : Universitas
Sebelas Maret.
Syakur, Ahmad Abdan. 2012.
“Analisis Naskah Tortuffe
Karya Moliere: Tinjauan
Semiotika Barthesian serta
Hubungannya dengan
Pembelajaran Sastra di
SMA”. Skripsi: Universitas
Mataram.
Teuw, A. 1998.Sastra dan Ilmu
Sastra.Bandung : Angkasa
Bandung.