dprd dalam otonomi daerah studi analisis...

203
DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS TERHADAP PERANAN DPRD KOTA BEKASI DALAM PENYUSUNAN DAN PENGAWASAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh: SRI SAHLAWATI 105033201155 PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010

Upload: truongphuc

Post on 13-Apr-2018

218 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

DPRD DALAM OTONOMI DAERAH

STUDI ANALISIS TERHADAP PERANAN DPRD KOTA BEKASI DALAM PENYUSUNAN DAN PENGAWASAN PERATURAN DAERAH TENTANG

PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

SRI SAHLAWATI

105033201155

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010

Page 2: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi berjudul DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS TERHADAP PERANAN DPRD KOTA BEKASI DALAM PENYUSUNAN DAN PENGAWASAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 18 Juni 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana sosial (S.Sos) pada program Ilmu Politik.

Jakarta, 18 Juni 2010

Sidang Munaqasyah

Ketua Sekretaris

Dr. Hendro Prasetyo, MA M. Zaki Mubarak, M.Si

NIP: 196407191990031001 NIP:197309272005011008

Penguji I Penguji II

Suryani, M.Si Drs. Armein Daulay, M.Si

NIP: 1504411224 NIP: 130892961

Pembimbing

Drs. Agus Nugraha,MA

NIP: 196808012000031001

Page 3: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di UIN syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil

jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 4 Mei 2010

Sri Sahlawati

Page 4: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

DPRD DALAM OTONOMI DAERAH

STUDI ANALISIS TERHADAP PERANAN DPRD KOTA BEKASI DALAM PENYUSUNAN DAN PENGAWASAN PERATURAN DAERAH TENTANG

PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

SRI SAHLAWATI

105033201155

Di Bawah Bimbingan

Drs. Agus Nugraha, MA

NIP: 196808012000031001

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010

Page 5: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir akademis pada program studi Ilmu Politik,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Shalawat teriring salam selalu tercurah kepada baginda Rasulullah SAW yang

telah memberikan cahaya kebenaran dan petunjuk kepada umat manusia dengan akhlak

dan budi pekertinya menuju peradaban yang lebih baik, serta para keluarga dan

sahabatnya.

Akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul DPRD Dalam

Otonomi Daerah Studi Analisis Terhadap Peranan DPRD Kota Bekasi Dalam

Penyusunan dan Pengawasan Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan Pelayanan

Publik. Hal ini tidak terlepas dari bantuan rekan-rekan yang telah membantu selesainya

skripsi ini. Sudah seharusnya penulis memberikan ucapan terima kasih kepada yang

terkasih dan tercinta. Tiada ungkapan yang pantas untuk memberikan terima kasih

kepada orang tua tercinta yaitu Abi (Drs. H. Muchtar Az. SH) setiap penulis melihatnya

selalu dipenuhi rasa semangat dan Umi (Hj. Siti Janah) dengan cinta dan kasih

sayangnya yang tak akan terhapus oleh zaman, maafkan atas segala air mata yang jatuh

karna menghawatirkan penulis, tanpa amarahmu skripsi ini tidak akan selesai. Semoga

rahmat Allah selalu menyertaimu berdua. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih

kepada kakak-kakaku, Sri Mulyati SH, Sri Ratna sari SPd. Dan adikku Syifa Fauziah,

i

Page 6: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

kakak-kakak iparku, Syarif Hidayatullah S.sos, Kamaluddin SPd, serta penghilang

letihku yaitu keponakan-keponakan aku, Luthfi Hariri dan Nadia Rahmah.

Selanjutnya penulis meminta maaf dan mengucapkan terima kasih, permintaan

maaf penulis sampaikan karena skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan ucapan terima

kasih penulis kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung skripsi ini,

antara lain:

1. Bapak Prof. Dr. Bahtiar Effendy, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik, Bapak Dr. Hendro Prasetyo, MA wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik, Bapak Drs. Idris Thaha, M.Si, Dra Wiwi Siti Sajaroh, M.Ag

ketua jurusan Ilmu Politik, Bapak Zaki Mubarok M.Si sekretaris jurusan Ilmu

Politik.

2. Bapak Drs. Agus Nugraha, MA selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, arahan dan sarannya, sehingga skripsi ini menjadi lebih

baik. Penulis hanturkan rasa hormat dan terima kasih serta doa penulis agar

Allah SWT kiranya menganugrahi kasih dan sayang-Nya kepada Bapak dan

keluarga.

3. Ibu Suryani, terima kasih atas penjelasannya dan ilmunya, arahan dan masukan

Ibu dalam Skripsi ini sangat bermanfaat untuk penulis. Terima kasih atas waktu

yang Ibu luangkan untuk penulis, semoga Ibu selalu sehat dan senyum Ibu selalu

ada untuk mencerahkan hari-hari di Fisip.

4. Bapak Dr. Sirojudin Aly, MA yang telah memberikan bimbingannya dan

ilmunya dalam bahasa Arab, dan Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd yang telah

ii

Page 7: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

meluangkan waktu untuk membinbing bahasa Inggris, serta Bapak dan Ibu

Dosen Prodi Pemikiran Politik Islam, yang namanya tidak bisa disebutkan satu-

persatu, karena telah memberikan ilmu yang bermanfaat, pelajaran dan

pengatahuan yang didapat penulis sangat membuka wawasan penulis.

5. Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas

Usuluddin dan Filsafat, Perpustakaan DPRD Kota Bekasi, dan Perpustakaan

Kota Bekasi, terima kasih atas pinjaman buku-buku yang bermanfaat dan

berguna dalam penyelesaian Skripsi ini.

6. Bapak Ir. Muhammad Affandi anggota DPRD kota Bekasi 2004-2009 sebagai

ketua pansus perda pelayanan publik yang sudah meluangkan waktunya untuk

wawancara, terima kasih penulis sampaikan karena hasil kata-kata yang bapak

ucapkan sangat berguna untuk penulis, Bapak Jaya Ekosetiawan SH selaku

Lurah Jatiluhur, terima kasih atas waktunya untuk diwawancara dan

memberikan informasi mengenai pelaksanaan pelayanan publik di kelurahan.

Terima kasih pula penulis sampaikan Bapak Azhari ST Kasubag Risalah dan

Persidangan yang telah banyak membantu penulis di DPRD dalam memberikan

data, buku serta informasinya, penulis tidak akan melupakan jasa Bapak, Ibu

Rosndajani Retno Dewanti, SH.MH yang membantu untuk memberikan data-

data Kota Bekasi, Bapak Panji ST dari Dinas Perijinan yang memberikan

Datanya, apa yang bapak berikan sangat bermanfaat bagi penulis.

7. Special thanks for Dhika Hafizh Pratama, terima kasih atas waktu yang selalu

ada untuk penulis dan selalu menemaniku selama ini, tidak bosan untuk

mendengarkan curhatan hatiku, terima kasih atas kritikan tajamnya yang seperti

iii

Page 8: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

silet namun sangat membangun untukku,U are someone who is very meaningful

in my life, love and the love may remain there for me.

8. Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu dan semua

yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih ats kebersamaannya

selama ini bagi penulis, never lost in my memory, teman-teman seperjuangan

yang selalu memberikan nilai-nilai edukasi dan fighting spirit LS-ADI Ed,

Bagus, Didi, Bunga, K’wahyu, K’fiqran, K’dhani, K’Yudis dan semuanya

kebersamaan kita adalah pelajaran hidup yang sangat berarti. HMI Ciputat

Khususnya Kom. Usuluddin dan Filsafat, K’Adi, K’Fajar, K’suber dan teman-

teman seperjuangan di HMI, pelajaran berorganisasi dikampus Very Amazing.

9. Teman-teman Pemikiran Politik Islam, sekarang berubah jadi Ilmu Politik, Ns-3

Khususnya, Nita, Syifa, Selvi, sahabat berbeda karakter tapi kita memberikan

keunikan dalam kebersamaan kita. Teman seperjuangan Rifki Pratama “Tejo”,

dan Arif Ruslan, Rico, Komala. Juga teman-teman Lutfillah, Rifa, Anwar

(tukang komplen), Ivan, Hendi, Awank, dan masih banyak lagi yang tidak bisa

penulis sebutkan satu persatu, semoga kita takkan berubah, kalian semua adalah

teman-teman yang memberi nuansa hidup selama dikelas PPI.

10.Teman-teman di Tafsir Hadist Fitriyani S.Th, Vina S.Th, Ulfa S.Th, Kamel

S.Pd.I. teman ngebayolku, Muhammad Taufiqurahman Abdul Rifai “Monyet

rabies” orang yang pertama kali memberi petuah-petuah sosialiscm.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak yang terkait, lembaga

maupun perorangan, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang secara

langsung atu tidak langsung telah memberikan semangat dan membantu penulis dalam

iv

Page 9: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

v

kuliah dan penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas jasa-jasa kalian.

Amin.

Penulis sangat menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan yang perlu

disempurnakan, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik

dan saran yang bersifat membangun bagi para pembaca.

Bekasi, Juni 2010

Penulis

Page 10: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................vi

DAFTAR TABLE....................................................................................................ix

BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah..................................................................................1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...........................................................12

C. Tujuan Penelitian..........................................................................................12

D. Kerangka Teori.............................................................................................13

E. Metode Penelitian.........................................................................................13

F. Sistematika Penulisan...................................................................................14

BAB II. DPRD DAN OTONOMI DAERAH .......................................................16

A. Pengertian Otonomi Daerah..........................................................................16

B. DPRD Dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah.................................22

B.1. Undang-undang No.5 Tahun 1974........................................................25

B.2. Undang-undang No. 22 Tahun 1999.....................................................26

B.3. Undang-undang No. 32 Tahun 2004.....................................................28

vi

Page 11: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

C. Refleksi Peran DPRD Dalam Otonomi Daerah ...........................................29

BAB III. GAMBARAN UMUM TENTANG KOTA BEKASI...........................33

A. Sejarah Kota Bekasi......................................................................................33

B. Penjelasan Singkat Pemekaran Kota Bekasi Dari Kabupaten Bekasi...........37

C. Penjelasan Umum DPRD Kota Bekasi.........................................................42

C.1. DPRD Kota Madya Bekasi Tahun 1999-1999......................................44

C.2. DPRD Kota Bekasi Tahun 1999-2004..................................................45

C.3. DPRD Kota Bekasi Tahun 2004-2009..................................................46

BAB IV PERATURAN DAERAH N0.13 TAHUN 2007 TENTANG

PENYELENGGARAAN PELAYANAN

PUBLIK...................................................................................................55

A. Faktor Yang Melatar Belakangi Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan

Pelayanan Publik...........................................................................................55

B. Peranan DPRD Dalam Penyusunan Peraturan Daerah Tentang

Penyelenggaraan Pelayanan Publik..............................................................60

C. Sosialisasi Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan Pelayanan

Publik............................................................................................................69

D. Peranan DPRD Dalam Pengawasan Peraturan DaerahTentang

Penyelenggaraan Pelayanan Publik..............................................................71

vii

Page 12: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

viii

D.1. Pihak-pihak Yang Bertanggung Jawab Terhadap Pelaksanaan Peraturan

Daerah Tentang Penyelenggaraan Pelayanan

Publik.....................................................................................................74

D.2. Pelaksanaan Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan Pelayanan

Publik.....................................................................................................76

BAB V. PENUTUP.................................................................................................81

A. Kesimpulan...................................................................................................81

B. Saran.............................................................................................................82

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................83

LAMPIRAN............................................................................................................88

Page 13: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

DAFTAR TABLE

1. Gambar 1 Bagan Alur Pengurusan Perijinan............................................................75

2. Gambar 2 Bagan Alur Pengurusan Pelayanan..........................................................76

3. Tabel 3 Contoh Pelaksanaan.....................................................................................76

ix

Page 14: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

1

BAB I

PANDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997-1998 telah mengubah

sistem kehidupan berbangsa, bernegara serta berpemerintahan. Perubahan sistem in

tercermin pada pergantian UU No 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

Pemerintahan daerah menjadi UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

membawa perubahan besar dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di

Indonesia. Perubahan ini tampak lebih berorientasi pada penyelenggaraan

pemerintahan yang partisipatif dan demokrasi dari pada efisiensi administrasi.

Meski UU tersebut telah disempurnakan menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan daerah, semangat partisipasi masyarakat tetap dipertahankan dengan

menekankan perlunya efisiensi dalam penyelenggaraannya. Kini daerah memiliki

jumlah dan bobot yang lebih besar dari pada sebelumnya secara politis, dan daerah

memiliki kemandirian yang lebih besar dari pada sebelumnya.1

Lengsernya Soeharto dengan pemerintahan yang sentralis membawa angin

segar bagi perbaikan hubungan daerah dan pusat, karena tuntutan akan adanya

otonomi daerah dan perbaikan terhadap sistem pemerintahan daerah di hadirkan

dalam UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Istilah otonomi daerah dan desentralisasi dalam konteks bahasan sistem

penyelenggaraan pemerintahan sering digunakan secara campur aduk. Kedua istilah

1 M.R.Khairul Muluk, Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah (Malang,Jawa Timur:

BayuMedia,2006), Cet. 1, h. 95

Page 15: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

2

tersebut secara akademik bisa dibedakan, namun secara praktis dalam

penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat dipisahkan. Bahkan menurut banyak

kalangan, otonomi daerah adalah desentralisasi itu sendiri. Desentralisasi adalah

pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintahan pusat kepada

pemerintahan daerah.2

Otonomi daerah diartikan sebagai manifestasi desentralisasi. Otonomi dalam

makna sempit dapat diartikan sebagai “mandiri” sedangkan dalam makna yang

lebih luas diartikan sebagai ‘berdaya”. Otonomi daerah dengan demikian berarti

kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan

mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Jika daerah sudah mencapai kondisi

tersebut, maka daerah dapat dikatakan sudah berdaya untuk melakukan apa saja

secara mandiri tanpa tekanan dari luar.3

Otonomi daerah diberikan melalui desentralisasi politik dan desentralisasi

administratif4, desentralisasi politik dimuat dalam UU No.22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah yang memperkuat posisi DPRD, yang kemudian di revisi

dengan adanya UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang salah

satunya di sebutkan mengenai pemilihan kepala daerah dan DPRD secara

demokratis melalui pemilu langsung. Sementara itu desentralisasi administratif

yaitu pemberian wewenang kepada pemerintah lokal dalam mengurus anggaran

daerah dan sumber-sumber daerah. Hal ini semakin mendekatkan pelayanan

2 Dede Rosyada, dkk., Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi, Hak

Asasi Manusia dan Masyarakat Madani (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003), Edisi Revisi, 2003, h. 149

3 Ibid, h. 150 4 Willy R. Tjandra, Praksis Good Governance (Sewon Bantul: Pondok Edukasi, 2006), h. 7

Page 16: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

3

pemerintahan kepada rakyat didaerah dalam proses administrasi, otonomi daerah

dalam pihak ini harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijkaan ekonomi nasional

di daerah.

Kalangan teoritisi pemerintahan dan politik mengajukan sejumlah argumen

yang menjadi dasar dalam memilih desentralisasi-otonomi, yaitu: pertama, untuk

terciptanya efesiensi-efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah

berfungsi mengelola berbagai dimensi kehidupan seperti bidang sosial,

kesejahteraan masyarakat, ekonomi, keuangan, politik, integrasi sosial, pertahanan,

keamanan dalam negeri dan lain-lain. Oleh karena itu, tidaklah mungkin semua

dilakukan dengan cara yang sentralistik, sehingga ada pembagian tugas antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang diatur dalam otonomi daerah. Kedua,

sebagai sarana pendidikan politik. banyak kalangan ilmuan politik berargumentasi

bahwa pemerintahan daerah merupakan kancah pelatihan dan pengembangan

demokrasi dalam sebuah negara, pemerintah daerah akan menyediakan kesempatan

bagi warga masyarakat untuk berpartisipasi politik, baik dalam rangka memilih atau

kemungkinan untuk dipilih dalam suatu jabatan politik, dan mereka yang tidak

memiliki peluang untuk terlibat dalam politik nasional, mempunyai peluang untuk

ikut dalam politik lokal. Ketiga, pemerintahan daerah sebagai persiapan untuk karir

politik lanjutan. karena pemerintahan daerah (eksekutif dan legislatif lokal),

merupakan lahan yang banyak dimanfaatkan guna menapak karir politik yang lebih

tinggi dari dominasi lokal menjadi dominasi nasional. Keempat, stabilitas politik.

stabilitas nasional mestinya berawal dari stabilitas politik pada tingkat lokal.

Kelima, kesetaraan politik. Dengan dibentuknya pemerintahan daerah maka

Page 17: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

4

kesetaraan politik diantara berbagai kompenan masyarakat akan terwujud. Karena

masyarakat di berbagai lapisan daerah mempunyai kesempatan untuk terlibat salam

politik, melalui pemilihan kepala desa, bupati,walikota, dan bahkan gubernur. Dan

masyarakat terlibat dalam mempengaruhi pemerintahannya untuk membuat

kebijakan terutama yang menyangkut kepentingan mereka.5

Sejalan dengan perubahan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah yang diganti oleh UU No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, ada

sejumlah perubahan yang menyangkut konsep kelembagaan di pemerintahan

daerah. Menurut UU No.32 Tahun 2004, pemerintah daerah adalah Kepala Daerah

dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)6 menurut asas otonomi , dan tugas

perbantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara

Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana yang dimaksud oleh UUD 1945.

Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati/Walikota dan perangkat daerah sebagai

unsur penyelenggara pemerintahan, sedangkan DPRD adalah lembaga perwakilan

rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.7

Dengan adanya otonomi daerah yang luas diera reformasi ini memberi ruang

DPRD sejajar dengan Kepala Daerah, dahulu lembaga perwakilan rakyat (legislatif)

berada dibawah dominasi eksekutif dipusat maupun daerah, hal ini karena Presiden

Soeharto membangun hegemoni yang luar biasa terhadap lembaga legislatif. Hal ini

5 Dede Rosyada, dkk., Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi, Hak

Asasi Manusia dan Masyarakat Madani , h. 153 6 Selanjutnya akan menggunakan kata DPRD 7 Baban Sobandi, dkk., Desentralisasi dan Tuntutan Penataan Kelembagaan Daerah

(Bandung: Humaniora, 2005), h. 115

Page 18: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

5

dapat dilihat dalam strategi memperkokoh dominasinya, mengontrol dan

mengendalikan secara total daerah-daerah.

Salah satu contoh dari desain hegemoni rezim soeharto terhadap lembaga

perwakilan rakyat daerah, misalnya, ketentuan pasal 15 dan 16 UU No.5 tahun 1974

mengenai pengangkatan kepala daerah. Keputusan akhir pemilihan Gubernur dari

DPRD diserahkan kepada Presiden, melalui Mentri Dalam Negeri. Ini pun berlaku

dalam pengangkatan Bupati/Walikota. Hegemoni ini membuat DPRD yang begitu

kuat dalam proses pemilihan kepala daerah menyebabkan DPRD mandul dalam

melaksanakan perannya sebagai wakil rakyat untuk menentukan pemimpin daerah

yang dikehendaki rakyat.8

Pasca lengsernya Soeharto, terjadi perubahan besar menyangkut hubungan

pusat dengan daerah. Semangat tersebut diakomodasi UU NO. 22 Tahun 1999

tentang pemerintahan daerah yang mulai mengembangkan istilah demokrasi,

partisipasi masyarakat, serta pengelolaan kekuasaan transparan. Pasal 18 Ayat 1,

UU No.22 Tahun 1999 memberi kewenangan yang sangat penting bagi DPRD

antara lain, memilih kepala Pemerintahan Daerah (Gubernur/Wakil, Bupati/Wakil,

dan Walikota/Wakil), serta mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala

Daerah. Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, Bupati/wakil Bupati dan

walikota/wakil walikota bertanggung jawab kepada DPRD.

Seiring berkembangnya demokratisasi di indonesia UU No.22 tahun 1999 di

ubah menjadi UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, salah satu

8 Sadu Wasistiono, dan Ondo Riyani, ed., Etika Hubungan Legislatif Eksekutif (Bandung:

Fokus Media, 2003), h. 234

Page 19: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

6

alasan di rubahnya karena UU sebelumnya DPRD mempunyai otoritas terlalu besar

terhadap Kepala Pemerintahan. Dan UU No.32 tahun 2004 dengan tegas

memisahkan antara badan legislatif dan eksekutif daerah. UU ini juga menegaskan

bahwa kedudukan setiap unsur pemerintah daerah berdiri sendiri dan tidak

mempunyai hubungan hierarki. Karena baik anggota DPRD maupun Kepala Daerah

dipilih langsung oleh Rakyat, lewat pemilihan umum. Namun DPRD dan kepala

daerah juga memiliki kewajiban antara lain, menjalin hubungan kerjasama dengan

seluruh intansi vertikal di daerah. Serta memberi laporan pertanggungjawaban

kepada DPRD.

Walaupun ada pemisihan antara Kepala Daerah dan DPRD namun kedua

lembaga ini bersifat sejajar dan bersifat kemitraan, keduanya mempunyai

kedudukan yang sama penting karena dipilih langsung oleh rakyat sehingga

mempunyai legitimasi yang sah. Namun Kepala Daerah dan DPRD mempunyai

korelasi kerja satu sama lain, salah satu contohnya dalam UU No.32 Tahun 2004,

pasal 24 menyatakan bahwa memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah

berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD, mengajukan rancangan

perda ke DPRD, dan menetapkan perda yang telah mendapat persetujuan DPRD.

Dengan ini dilihat bahwa kerja Kepala daerah tidak bisa terlepas dari peranan

DPRDnya9.

Pada akhirnya segala urusan mengenai daerah menjadi pekerjaan rumah

bagi pemerintah daerah, tidak terkecuali bagi daerah manapun, dan DPRD sebagai

Lembaga yang anggotanya dipilih oleh rakyat harus bisa membuat kebijakan yang

9 Baban Sobandi, dkk., Desentralisasi dan Tuntutan Penataan Kelembagaan Daerah, h. 116

Page 20: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

7

sesuai dengan kepentingan publik. Kota Bekasi yang merupakan salah satu kota di

Indonesia juga harus melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan UU yang sudah

disepakati.

Bekasi yang kini menjadi Kota dan terlepas dari kabupaten Bekasi

mempunyai sejarah tersendiri dalam pembentukannya. Bekasi juga merupakan

daerah yang diduduki oleh penjajahan Belanda dan Jepang, pasca kemerdekaan

Bekasi ditata menjadi Kabupaten. Terbentuknya kabupaten Bekasi juga tidak lepas

dari aspirasi masyarakat Bekasi untuk dibentuknya Kabupaten Bekasi yang awalnya

Kabupaten Jatinegara.

Kabupaten Bekasi dibentuk berdasarkan Undang-undang No. 14 Tahun

1950 tertanggal 15 Agustus 1950. Pada saat itu, Kabupaten bekasi terdiri dari 4

kewedanaan, 13 kecamatan dan 95 desa. Dan perkembangan pemerintahan

Republik Indonesia pada waktu itu menuntut adanya pelayanan yang maksimal

terhadap masyarakat, berdasarkan peraturan pemerintah (PP) Nomor 48 tahun 1981

kecamatan bekasi ditingkatkan statusnya menjadi Kota Administratif Bekasi yang

meliputi 4 kecamatan, Bekasi Barat, Bekasi Selatan, Bekasi Timur, Bekasi Utara.

Dari keempat kecamatan itu terdiri 18 kelurahan dan 8 desa. Pemekaraan itu

dilakukan atas tuntutan masyarakat perkotaan yang memerlukan adanya pelayanan

khusus. Pembentukan kota Administrasi Bekasi digelar pada tanggal 20 April 1981

yang dihadiri mentri Dalam Negeri (Mendagri). Dan perkembangan yang

ditunjukan Kota Administrasi Bekasi mampu memberikan dukungan penggalian

potensi di wilayahnya untuk menyelenggarakan Otonomi daerah. Dan untuk

mendukung jalannya roda pemerintahan, maka keluarlah UU No. 9 Tahun 1996

Page 21: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

8

yang mendukung berubahnya Kota Administrasi Bekasi menjadi Kotamadya

Daerah Tingkat II Bekasi dan yang menjabat sebagai walikotamadya adalah

Drs.H.Khailani AR, selama satu tahun (1997-1998).10

Selanjutnya berdasarkan hasil pemilihan terhitung mulai tanggal 23 Pebruari

1998 Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bekasi dijabat oleh Drs. H. Nonon

Sonthanie (1998-2003). Setelah pemilihan umum berlangsung terpilihlah Walikota

dan Wakil Walikota Bekasi yaitu: Akhmad Zurfaih dan Moechtar Muhammad

(periode 2003-2008), dan pada tahun 2008 terpilih walikota Moechtar Muhammad

sebagai Walikota dan Rahmat Effendi S.Sos sebagai Wakil Walikota (periode 2008-

2013), yang terpilih lewat pemilihan kepala daerah langsung oleh warga Kota

Bekasi.

Kota Bekasi setelah berbentuk Kotamadya mulai membuktikan

kemandiriannya dalam mengembangkan Kota Bekasi, dengan didukungnya

otonomi daerah yang dapat memberikan kebebasan kepada daerah untuk mengurus

rumah tangganya sendiri. Kota Bekasi menunjukan geliatnya dengan membangun

sektor perekonomian yang lebih nyata. Ini bisa dilihat pada awalnya perekonomian

Bekasi baru berkembang disepanjang Jl.Ir H. Juanda yang membujur sepanjang 3

km dari Alun-alun Kota hingga terminal Bekasi. Di jalan ini terdapat pusat

pertokoan Bekasi yang dibangun pada tahun 1978, serta beberapa departemen store

dan bioskop. Sejak tahun 1993, perekonomian mulai berkembang disepanjang Jl.

Ahmad Yani dengan dibangunnya beberapa mal serta sentra niaga. Kini pusat

perekonomian telah berkembang hingga Jl. KH. H. Noer Ali ( Kalimalang), Kranji,

10 http// www.Kota Bekasi.go.id, diakses pada tanggal 17 November 2009

Page 22: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

9

dan Harapan Indah. Di daerah ini bisa dilihat dengan adanya hotel, banyaknya mal,

pertokoan,bank serta restoran dan perumahan-perumahan mewah yang ada di

daerah ini. Dan kini pusat perekonomian telah berkembang sampai di beberapa

kecamatan bekasi salah satunya kecamatan Jati Asih, di kecamatan ini sudah dibuka

akses jalan tol yang menghubungkan ke Jabodetabek sampai ke bandung, juga ada

supermarket, restoran, bank, perumahan-perumahan dan sarana transportasi

angkutan umum yang sudah menjangkau kebeberapa kota.

Berkembangnya sektor perekonomian di kota Bekasi, diiringi dengan

pemerintahan daerah yang stabil dan kuat, pemerintah daerah Kota Bekasi sudah

melaksanakan pemilihan kepala daerah pertama pada tanggal 27 januari 2008 untuk

memilih wali kota secara langsung. Berbeda dengan pemilihan kepala daerah

sebelumnya yang memakai cara walikota dipilih oleh anggota DPRD (Dewan

Perwakilan Rakyat daerah). Pemilihan kepala daerah tersebut diikuti oleh tiga

pasang calon, dan akhirnya dimenangkan oleh Mochtar Mohammad dan Rahmad

Effendi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Golkar. Sedangkan

dalam pemilihan anggota DPRD secara demokratis sudah dilakukan terlebih dahulu

pada tahun 2004 bersamaan dengan pemilu nasional, dan mengantarkan 54 orang

wakil rakyat Kota Bekasi dari delapan partai politik: PKS(11), Golkar(9),

P.Demokrat(7), PAN(6), PPP(4), PDS(1), PBB(1), periode 2004-2009, yang terpilih

sebagai pimpinan DPRD ketua H.Rahmat Effendi,S.Sos,M.Si,(F-Golkar),

didampingi oleh H.Dadang Asgar Noor (F-P.Demokrat) dan H. Ahmad Saiykhu (F-

PKS).11

11 http// www.Kota Bekasi.go.id, diakses pada tanggal 17 November 2009

Page 23: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

10

Pemilihan Kota Bekasi sebagai tempat penelitian karena secara geografis

Bekasi merupakan salah satu kota penyangga di wilayah megapolitan jabotabek

selain Tangerang, Tangerang Selatan, Bogor, Depok dan Cikarang, serta menjadi

tempat tinggal masyarakat yang bekerja dijakarta. Oleh karena itu ekonomi Kota

Bekasi sangat berhubungan erat dengan kota-kota wilayah jabodetabek, Kota

Bekasi yang berbatasan langsung dengan Kota Metropolitan DKI Jakarta, pada saat

ini maupun kedepan akan semakin mempunyai posisi yang sangat strategis dalam

mendukung berbagai pelayanan dan pengembangan DKI. Kota Bekasi akan

semakin strategis sebagai Kota Pengimbang (Trickling Down Effect) untuk

mengurangi tekanan penduduk beserta aktifitasnya dari DKI Jakarta. Dengan

kondisi ini di asumsikan penduduk kota bekasi pada tahun 2015 diproyeksikan

mencapai 2.250.000 jiwa, laju pertumbuhan Kota Bekasi dari tahun ketahun terus

meningkat, pada tahun 2001 jumlah penduduk Kota Bekasi mencapai 1.708.337

jiwa dan bertambah pada tahun 2005 2.001.899 jiwa, dan pada tahun 2007 sampai

saat ini mencapai 2.143.804 jiwa.

Kota Bekasi diarahkan untuk pengembangan jasa, perdagangan, industri dan

pemukiman, sebagai bagian dari pengembangan kawasan terbangun atau perkotaan

dengan koridor timur barat (poros Bekasi-Jakarta-Tangerang). Kelengkapan

infrastruktur menjadi nilai tersendiri ketika memilih hunian di Bekasi. Maraknya

pusat properti komersial di Bekasi, juga bisa menjadi sinyal bahwa kebangkitan

pembangunan properti di Bekasi akan semakin jelas. Dari data survei yang

dilakukan PT Procon Indah yang dilangsir pada jakarta property market review

Page 24: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

11

2007 tingkat hunian di Kota Bekasi mencapai persentase 90,6%, Jakarta 85,9%,

Tangerang 73,2%, dan Bogor57,0%.12

Meningkatnya sektor perekonomian di Kota Bekasi tentu harus diikuti

dengan kinerja DPRD sebagai lembaga politik yang membuat kebijakan publik bagi

warganya. Dalam UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ditekankan

dan diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui

peningkatan pelayanan, karena dalam Undang-undang ini mulai diterapkannya

standar pelayanan minimum (SPM) dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Pasal 11 ayat (4) menyebutkan bahwa “penyelenggaraan urusan pemerintahan

wajib harus berpedoman pada SPM yang dilaksanakan secara bertahap dan

ditetapkan oleh pemerintah”.

Salah satu prestasi dibidang pemerintahan yang dicapai Kota Bekasi pada

tahun 2005-2006 adalah juara lomba pelayanan publik tingkat nasional pada tahun

2005 dan lomba evaluasi kinerja kelurahan tingkat Provinsi selama dua tahun

berturut-turut, pada tahun 2005 kelurahan Jaka Sampurna dan pada tahun 2006

kelurahan Bintara yang menang dalam pelayanan masyarakat, padahal pada saat itu

Kota Bekasi belum mempunyai peraturan daerah mengenai penyelenggaraan

pelayanan publik.13 Ini menjadi pekerjaan rumah bagi DPRD, untuk meningkatkan

pelayanan dibidang pemerintahan maka DPRD harus membuat peraturan daerah

tentang penyelenggaraan pelayanan publik yang sesuai dengan standar pelayanan

minimum. Hal ini menarik untuk dikaji karena dengan adanya arahan terhadap

12 http://www.Jatisari, hunian kota bekasi. Html, diakses pada tanggal 27 Januari 2010. 13 Data Diambil Dalam Risalah Rapat paripurna Penetapan dan Penandatangan Hasil

Pembahasan Panitia Khusus 28 dan Persetujuan DPRD Kota Bekasi Tentang Laporan Perhitungan Anggaran (LPA) Tahun Anggaran 2006, Bekasi,22 Agustus 2007, Dewan Perwakilan Rakyat Kota Bekasi 2007.

Page 25: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

12

pelayanan publik seperti yang tertuang dalam UU 32 Tahun 2004, apakah DPRD

berperan dalam pembuatan peraturan daerah ini dan melihat seperti apa DPRD Kota

Bekasi memberi ruang terhadap penyelenggaraan pelayanan publik di Kota Bekasi.

Selain alasan objektif diatas alasan subjektifnya adalah penulis lahir dan

dibesarkan di Kota Bekasi. Dan dengan adanya penelitian ini penulis berharap dapat

berguna bagi masyarakat Kota Bekasi, khususnya bagi aparatur pemerintahan Kota

Bekasi dalam menjalankan roda pemerintahan.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Perubahan sistem otonomi daerah yang berdampak pada keterbukannya

demokrasi politik di Indonesia, membawa babak baru bagi DPRD sebagai lembaga

legislatif daerah. Begitu juga dengan DPRD di Kota Bekasi, dengan adanya

otonomi daerah DPRD Kota Bekasi mempunyai hak untuk membuat kebijakan-

kebijakan di daerah yang dibutuhkan oleh masyarakat Kota Bekasi.

Karena luasnya pembahasan mengenai peran DPRD Kota Bekasi dalam

membuat peraturan daerah, agar pembahasan dalam penelitian ini lebih terarah,

maka penulis membatasi dan memfokuskan kajian pada DPRD Dalam Otonomi

Daerah Studi Analisis Terhadap Peranan DPRD Kota Bekasi Dalam Penyususnan

dan Pengawasan Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik,

oleh karena itu, pembahasan akan dirumuskan pada seputar:

1. Bagaimana peranan DPRD Kota Bekasi dalam penyusunan dan pengawasan

peraturan daerah tentang penyelenggaraan pelayanan Publik ?

Page 26: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

13

C. Tujuan Penelitian

Merujuk pada latar belakang yang telah dijabarkan dalam penelitian skripsi

ini penulis memiliki dua tujuan, umum dan khusus. Tujuan umum disini di

antaranya:

1. Untuk mengetahui Peranan DPRD dalam otonomi daerah

2. Untuk mengetahui bagaimana peranan DPRD Kota Bekasi dalam

penyususnan dan pengawasan peraturan daerah tentang penyelenggaraan

pelayanan Publik

Sedangkan tujuan khusunya adalah untuk melengkapi tugas akhir dari

perkuliahan, dan untuk meraih gelar Sarjana Sosial (S.Sos )

D. Kerangka Teori

Teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah teori Otonomi Daerah yang

mengacu buku karangan Dr. J. Kaloh dengan judul Mencari Bentuk Otonomi

Daerah, sedangkan dalam teori pemerintahan daerah mengacu pada BN Marbun,

SH. DPRD Pertumbuhan dan Cara kerjanya, dan untuk teori pembentukan

kebijakan publik akan mengacu pada Prof. Dr. Sadu Wasistiono, M.S. dan Drs.

Yonatan Wiyoso, M.Si dengan buku Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD)

E. Metode Penelitian

Untuk mengumpulkan data-data bagi penelitian skripsi ini, penulis

menggunakan penelitian perpustakaan (library research), yaitu mengumpulkan

Page 27: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

14

data-data dengan cara membaca karya ilmiah, buku, media masa, jurnal-jurnal, dan

menggunakan metode wawancara kepada kepada sumber yang mengerti

pembahasan ini . dan sumber lainnya yang berkaitan dengan pembahasan sebagai

bahan referensi penulis dalam menelaah pembahasan, penulis juga akan ke DPRD

untuk mendapatkan data yang akurat mengenai pembahasan tema ini.

Jenis penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif-analitik, yaitu

suatu pendekatan dengan mendeskripsikan atau mengurai unsur-unsur yang

berkaitan dengan tema yang dimaksud serta menganalisanya. Sehingga ada data

yang pasti mengenai peraturan daerah maupun refrensi lain, agar diperoleh suatu

jawaban yang pasti, Skripsi ini menggunakan analisis kualitatif, karena akan

mengolah data, subjektif, melakukan wawancara dan menggunakan sebuah teori.

Karena analisis kuantitatif umumnya digunakan untuk membuat angket, objektif,

skala dan meninbulkan teori.

Secara umum, teknik penulisan skripsi ini mengacu pada buku-buku

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi), yang diterbitkan

oleh CEQDA (Center For Quality devolopment and Assurance) Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Press 2008.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun menggunakan pembahasan bab per bab. Kemudian

dijelaskan sub per sub setiap tema pembahasan. Dengan demikian penulis

menyusun sistematikanya sebagai berikut:

Page 28: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

15

Pada bab pertama berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang

masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode

penelitian, dan sistematika penulisan.

Pada bab kedua akan dibahas tentang DPRD dan Otonomi Daerah, yang

berisi pengertian Otonomi Daerah, DPRD Dalam Undang-undang Pemerintahan

Daerah, Refleksi Peran DPRD Dalam Otonomi Daerah.

Pada bab ketiga membahas tentang Gambaran Umum Tentang Kota Bekasi

yang membahas, Sejarah Kota Bekasi, Penjelasan Singkat Pemekaran Kota Bekasi

Dari Kabupaten Bekasi dan Penjelasan Umum Kota Bekasi .

Pada bab keempat penulis mencoba menganalisis mengenai Faktor Yang

Melatar Belakangi Peraturan Daerah Kota Bekasi Tentang Penyelenggaraan

Pelayanan Publik, Peranan DPRD Dalam Penyusunan Peraturan Daerah Tentang

Penyelenggaraan Pelayanan Publik, Sosialisasi Peraturan Daerah Tentang

Penyelenggaraan Pelayanan Publik, Peranan DPRD Dalam Pengawasan peraturan

Daerah Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

Pada bab kelima akan ditulis Kesimpulan dan Saran.

Page 29: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

16

BAB II

DPRD DAN OTONOMI DAERAH

A. Pengertian Otonomi Daerah

Perjalanan otonomi daerah di Indonesia merupakan isu menarik untuk

diamati dan dikaji, karena semenjak para pendiri negara menyusun format negara,

isu menyangkut pemerintahan lokal telah diakomodasika dalam Pasal 18 UUD

1945 beserta penjelasannya. Pemerintahan daerah dalam pengaturan Pasal 18

UUD 1945 yang telah diamandemen mengakui adanya keragaman dan hak asal-

usul yang merupakan bagian dari sejarah panjang bangsa Indonesia. Meskipun

negara Republik Indonesia menganut prinsip negara kesatuan dengan pusat

kekuasaan berada pada Pemerintah Pusat namun karena heterogenitas yang

dimiliki bangsa indonesia baik kondisi sosial, ekonomi, budaya, maupun

keragaman tingkat pendidikan masyarakat, maka otonomi daerah atau

desentralisasi yang merupakan distribusi kekuasaan/kewenangan dari Pemerintah

pusat perlu dialirkan kepada daerah yang berotonom.1

Sejak kemerdekaan hubungan kekuasaan Pemerintah pusat dan daerah selalu

berubah, hal ini bisa dilihat dalam bentuk kebijakannya. Pada masa Soekarno

pemerintah pusat mulai berusaha untuk mengembangkan otonomi daerah pada

tahun 1957 dengan lahirnya UU No. 1 tahun 1957, namun hal ini gagal diterapkan

dan menimbulkan kekecewaan pada pemerintah daerah yang menilai sistem

pemerintahan yang sentralistis dan tidak memberikan ruang yang memadai terhadap

1J .Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan

Lokal dan Tantangan Global (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), h. 1

Page 30: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

17

otonomi daerah, sampai akhirnya pada masa pemerintahan Soeharto pengaturan

politik lokal dibenahi dengan hegemoni yang kuat dari pusat kedaerah. Soeharto

mengatur pemerintahan lokal secara detail dan diseragamkan secara nasional.2

DPRD pada masa Orde Baru seringkali dianggap hanya sebagai “simbol

demokrasi”.3 Penilaian tersebut datang dari kalangan masyarakat yang melihat

bahwa fungsi DPRD sebagai lembaga perwakilan tidak teraktualisasikan di dalam

praktik politik. Padahal, kulaitas demokrasi sangat ditentukan oleh aktualisasi

fungsi-fungsi lembaga perwakilan untuk menjamin hubungan konsultatif antara

masyarakat dengan eksekutif dalam merumuskan kebijakan menyangkut

kepentingan masyarakat umum.4 Hubungan konsultatif yang dimaksudkan disini

adalah hubungan saling berbagi pendapat dengan cara rasional di dalam proses

pembuatan keputusan politik yang menyangkut kepentingan umum.5

Selama hampir seperempat abad kebijakan otonomi daerah di Indonesia

mengacu kepada UU No.5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah

yang di buat pada masa Soeharto. Akhirnya setelah Soeharto lengser, bergulir era

reformasi ada suatu desakan dari kalangan politik lokal agar ada perbaikan

hubungan antara Pusat dan daerah. Dan timbul keinginan daerah agar kewenangan

pemerintahan dapat didesentralisasikan dari pusat kedaerah. Akhirnya tanggal 7 mei

2Pratikno, “Pengelolaan Hubungan Pusat dan Daerah” dalam Syamsuddin Haris (editor),

Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Desentralisasi, Demokratisasi, Akuntabilitas Pemerintahan Daerah (Jakarta:Lipi Press, 2007), h. 31-33

3 Mochammad Nurhasim, ed., Kualitas Keterwakilan Legislatif: Kasus Sumbar, Jateng, Jatim, Jatim dan Sulsel (Jakarta: P2P LIPI, 2001), h. 1

4 Priyatmoko, Akuntalisasi Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah: Kerangka Analisis dan Beberapa Kasus, dalam Miriam Budiarjo dan Ibrahim Ambong, ed., Fungsi Legislatif Dalam Sistem Politik Indonesia (Jakarta: Rajawali, 1993), h. 143

5 Pusat Kajian Strategi Pembangunan Sosial Politik FISIP Universitas Indonesia Dengan badan Perencanaan Daerah Provinsi Jakarta, dalam Penelitian Peran Dan Fungsi DPRD Di Era Reformasi (Jakarta: Depok, 2003), h. 18

Page 31: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

18

2001 lahirlah UU N0.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang

menegaskan kembali pelaksanaan Otonomi daerah,6 Jika dimasa lalu kebijakan di

tingkat pemerintahan daerah lebih tergantung pada kebijakan pemerintah pusat, atau

dominasi pusat (heavy excecutive) yang menekan dominasi daerah (heavy

legislatif). Maka dengan adanya UU No.22 Tahun 1999 kewenangan pemerintah

daerah menjadi lebih luas dan otonom, dan tidak bergantung pada kebijakan pusat.7

Menurut E. Erikson dalam Save M. Dagun otonomi secara etimologi

diambil dari kata (autonomy : yun : autos=sendiri – nomos=hukum) terdapat tiga

pengertian yaitu: pertama, kemampuan /hak manusia untuk mengatur, memerintah

dan mengarahkan diri sendiri sesuai kehendaknya tanpa campur tangan orang lain.

Kedua, kekuasaan dan wewenang suatu lembaga atau wilayah untuk menjalankan

pemerintahan sendiri. Ketiga, keadaan munculnya perasaan bebas-lepas dan

kepercayaan diri yang kuat setelah seseorang berhasil melewati rintangan-rintangan

masa mudanya.8

Dalam kamus politik otonomi adalah hak untuk mengatur kepentingan dan

urusan internal daerah atau organisasinya menurut hukum sendiri. Otonomi dalam

batas tertentu dapat dimiliki oleh wilayah-wilayah dari suatu negara untuk mengatur

pemerintahannya sendiri.9

6 Syaukani, dkk., Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan ( yogyakarta: pustaka Pelajar,

2003), h. 14 7 Pusat Kajian Strategi Pembangunan Sosial Politik Fisip Universitas Indonesia Dengan

badan Perencanaan Daerah Provinsi Jakarta, dalam Penelitian Peran Dan Fungsi DPRD Di Era Reformasi (Jakarta: Depok, 2003), h.

8 Save M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara (LPKN), 1997), h. 759

9 BN. Marbun, Kamus Politik (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2007), h. 350

Page 32: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

19

Otonomi daerah sendiri adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk

mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai perundang-undangan yang

berlaku.10

Otonomi daerah sebagai bentuk desentralisasi pemerintahan ditujukan untuk

memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan, yaitu upaya untuk lebih

mendekati tujuan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka mewujudkan cita-

cita masyarakat yang lebih baik, masyarakat yang lebih adil dan makmur,

pemberian, pelimpahan dan penyerahan tugas-tugas kepada daerah.

M. Turner dan D. Hulme dalam Dede Rosyada berpandangan bahwa yang

dimaksud dengan otonomi daerah adalah transfer kewenangan untuk

menyelenggarakan beberapa pelayanan kepada publik dari seseorang atau agen

pemerintah pusat kepada beberapa individu atau agen lain yang lebih dekat kepada

publik yang dilayani. Landasan yang menjadi transfer ini adalah teritorial dan

fungsional.11 Pendapat lain di kemukakan oleh Rondinelli yang mendefinisikan

otonomi daerah sebagai transfer tanggung jawab dalam perencanaan. Manajemen

dan alokasi sumber-sumber dari pemerintah pusat dan agen-agenya kepada unit

kementrian pemerintah pusat, unit yang ada dibawah level pemerintah, otoritas

pemerintah pusat, unit yang ada dibawah level pemerintahan, otoritas atau korporasi

publik semi otonomi, otoritas regional atau fungsional dalam wilayah yang luas,

atau lembaga privat non pemeintah dan organisasi nirlaba.12

10 Save, M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, h. 759 11 Rosyada, dkk., Pendidikan Kewargaan (Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia

dan Masyarakat Madani, h. 151 12 Ibid., h. 151

Page 33: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

20

Negara Indonesia, sebagai negara kesatuan republik, dengan

penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan asas desentralisasi, telah menjadi

bahan pembicaraan jauh sebelum proklamasi 17 Agustus 1945, Murtir Jeddawi

dalam bukunya mengutip tulisan Mohammad Hatta dalam tulisan ke arah Indonesia

merdeka (1933) menyebutkan: “ Oleh karena Indonesia terbagi atas beberapa pulau

dan golongan bangsa, mendapat hak menentukan nasib sendiri, asal saja peraturan

masing-masing tidak berlawanan dengan dasar-dasar pemerintahan umum” dan ia

menegaskan pembentukan pemerintahan daerah (pemerintahan yang berotonomi),

merupakan salah satu aspek pelaksanaan paham kedaulatan rakyat.13

Visi otonomi daerah itu sendiri dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup

interaksinya yang utama yaitu: Politik, ekonomi, serta sosial dan budaya. Dalam

bidang politik, karena otonomi daerah adalah buah dari kebijakan desentralisasi dan

demokrasi, maka ia harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang

bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis.

Demokratisasi pemerintah juga berarti transparasi kebijakan. Membangun sistem

dan pola karir politik dan administrasi yang kompetitif. Juga penguatan DPRD

dalam keberhasilan atau kegagalan kepemimpinan kepala daerah. DPRD juga

memiliki hak pengawasan politik terhadap jalannya pemerintahan daerah. Di bidang

ekonomi, otonomi daerah harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan

ekonomi nasional didaerah, serta terbukanya peluang bagi pemerintah daerah

mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan

pendayagunaan potensi ekonomi didaerahnya. Dan dalam bidang sosial dan budaya,

13 Murtir Jeddawi, Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Analisis Kewenangan, Kelembagaan, Manajemen Kepegawaian, dan Peraturan Daerah (Yogyakarta: Kreasi total Media, 2008), h. 133

Page 34: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

21

otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan dan memelihara

harmoni sosial dan pada saat yang sama memelihara nilai-nilai lokal.14

Dalam Otonomi daerah ada pembagian kekuasaan yang menyangkut urusan

pemerintahan pusat dan pemerintah daerah. Dan urusan pusat meliputi: politik luar

negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter atau fiskal nasional dan agama.

Urusan pemerintah Provinsi (Dekonsentrasi) berwenang mengatur dan

mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas regional (lintas

kabupaten/kota), sedangkan urusan kabupaten/kota ( Desentralisasi) berwenang

mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas lokal

(dalam suatu kabupaten/kota).15

Pada dasarnya urusan daerah provinsi bersifat atau memiliki dampak dan

manfaat lintas kabupaten dan kota dan urusan yang belum mampu dijalankan oleh

kabupaten/kota. Urusan wajib yang menjadi kewenangan provinsi merupakan

urusan dalam skala provinsi, sementara urusan wajib bagi kabupaten/kota

merupakan urusan wajib bagi kabupaten/kota merupakan skala kabupaten/kota.

Urusan tersebut berupa perencanaan dan pengendalian pembangunan, perencanaan,

pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang, penyelenggaraan ketertiban umum dan

ketentraman masyarakat, penyediaan sarana dan prasarana umum, penanganan

bidang kesehatan, penyelenggaraan bidang pendidikan (khusus provinsi

ditambahkan pila urusan alokasi sumber daya manusia potensial), penanggulangan

14 M. Ryaas Rasyid, “Otonomi Daerah: Latar Belakang dan Masa Depannya” dalam

Syamsuddin Haris (editor), Desentralisasi dan Otonomi Daerah Desentralisasi, Demokratisasi, Akuntabilitas Pemerintahan Daerah , h.10-11

15 J.Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global , h. 172

Page 35: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

22

masalah sosial, pelayanan bidang ketenaga kerjaan, pengembangan koperasi, usaha

kecil, dan menengah, pengendalian lingkungan hidup, pelayanan pertahanan,

kependudukan, dan catatan sipil, dan urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh

peraturan perundang-undangan.16

Memberi otonomi kepada daerah sama seperti dengan mengizinkan “negara

mini”. Rakyat akan membentuk organisasi pemerintahan daerahnya sendiri selaras

dengan kondisi daerah setempat. Pemerintahan daerah itu masing-masing akan

membuat dan menjalankan kebijakan berdasarkan kehendak masyarakat. Meskipun

demikian, kebijakan daerah tersebut tidak boleh bertentangan dengan perundang-

undangan negara, dan harus sesuai dengan kewenangan yang diserahkan oleh

pemerintah pusat.17

Otonomi daerah menjadi suatu hal yang sangat penting, bukan semata-mata

karena otonomi memberikan kewenangan yang besar kepada daerah, tetapi dengan

otonomi, sebuah pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran akan lebih

dimungkinkan. Dan dengan otonomi, pemerintah suatu daerah lebih dapat

melaksanakan program ekonomi dan politik yang mandiri sesuai kondisi daerah

yang ada didepan mata pemerintah daerah.

B. DPRD Dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah

Persoalan otonomi daerah telah muncul sejalan dengan lahirnya UUD 1945

yang terwadahi dalam pasal 18 UUD 1945. Beranjak dari pasal tersebut lahir pula

16 M.R.Khairul Muluk, Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah, Cet. 1, h.141-142 17 Djohermansyah Djohan, “Fenomena Etnosentrisme Dalam Penyelenggaraan Otonomi

Daerah” dalam Syamsuddin Haris, ed., Desentralisasi dan Otonomi Daerah Desentralisasi, Demokratisasi, Akuntabilitas Pemerintahan Daerah, h. 209

Page 36: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

23

berbagai Undang-undang tentang otonomi daerah untuk menjabarkan pasal 18 UUD

1945 tersebut. Kelahiran undang-undang tersebut adalah mengikuti gerak dan

tujuan politik dari setiap elit yang menguasai setiap sistem politik. Pada dasarnya

Undang-undang otonomi daerah tersebut bermaksud untuk memberikan keleluasan

bagi setiap daerah untuk mengatur daerahnya sendiri. Hal ini beranjak dari

pemikiran akan luas wilayah dan beragamnya budaya dan adat penduduk di

kepulauan ini.18

Dari aspek dasar hukum tata negara, karena UUD RI Tahun 1945 telah

mengalami amandemen, khususnya pasal-pasal yang berkaitan langsung dengan

sistem pemerintahan daerah. Maka Undang-undang pemerintahan daerah perlu

disesuaikan. Di samping itu perubahan UU No.22 Tahun 1999, didasarkan pada

pemikiran bahwa sesuai dengan amanat UUD 1945 (hasil amandemen), pemerintah

daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.19

Dalam penjelasan resmi UUD 1945 yang telah mengalamai perubahan yang

cukup mendasar lewat amandemen UUD 1945 (1999,2000,2001,2002),20akhirnya

dalam amandemen terbaru UUD 1945 merumuskan pasal 18A dan Pasal 18B yang

berbunyi:

a. 1. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah

provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota,

18 Isbodroini Suyanto, “Otonomi Daerah dan Fenomena Etnosentrisme” dalam Syamsuddin Haris (editor), Desentralisasi dan Otonomi Daerah Desentralisasi, Demokratisasi, Akuntabilitas Pemerintahan Daerah, h.243

19 J .Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), h. 22 20 BN Marbun, DPRD Pertumbuhan dan Cara Kerjanya (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006), h.4

Page 37: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

24

diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan

keragaman daerah.

2. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumbee daya alam

dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah

diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

b. 1. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah

yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-

undang.

2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat

hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan

sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Adapun hasil rumusan Amandemen pasal 18 UUD 1945 sudah lebih rinci

dan tegas dibanding dengan isi pasal 18 UUD 1945 sebelum diamandemenkan

tahun 2000 oleh MPR. Dari isi UUD 1945 tersebut menjadi jelas bahwa pasal 18

UUD 1945 menjadi landasan pembentukan pemerintahan daerah yang akan diatur

dengan undang-undang, bahwa daerah-daerah dimaksud akan bersetatus otonom

dan akan memiliki DPRD, serta pemerintah daerah.21

Meskipun UUD 1945 yang menjadi acuan konstitusi telah menetapkan

konsep dasar tentang kebijakan otonomi kepada daerah-daerah. Tetapi dalam

perkembangannya sejarah ide otonomi daerah mengalami berbagai bentuk

21 Ibid, h. 26-27

Page 38: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

25

kebijakan yang disebabkan oleh kuatnya tarik-menarik kalangan elit politik pada

masanya. Hal ini terlihat dalam aturan-aturan mengenai pemerintahan daerah

sebagaimana yang terdapat dalam UU berikut ini:

B.1. DPRD Dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1974

Hadirnya UU No.5 Tahun 1974 dilatarbelakangi oleh runtuhnya rezim Orde

Lama yang di pimpin oleh Presiden Soekarno dan digantikan oleh Orde Baru yang

dipimpin oleh Presiden soeharto. Pergantian rezim ini terjadi setelah UU No.18

Tahun 1965 relatif baru diberlakukan. Dan pergolakan politik yang meletus melalui

peristiwa G 30 September 1965 Partai Komunis Indonesia (PKI) telah menunda

berlakunya UU No.18 Tahun 1965 tersebut.

Menurut pasal 13 UU No.5 Tahun 1974: “Pemerintah Daerah adalah Kepala

Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”. Dengan demikian maka dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah ada pembagian yang jelas dalam kedudukan

yang sama tinggi antara Kepala Daerah dan DPRD, yaitu Kepala Daerah memimpin

eksekutif dan DPRD bergerak dalam bidang legislatif. Akan tetapi DPRD tidak

boleh mencampuri urusan eksekutif. Dan dalam Undang-undang ini tidak mengenal

lembaga BPH atau DPD.22

Sifat UU No.5 Tahun 1974 sangat sentralistik hal ini bisa dilihat dari

kedudukan Kepala Daerah yang ditentukan oleh pusat tanpa bergantung dari hasil

pemilihan oleh DPRD. Kepala Daerah hanya bertanggung jawab kepada pusat dan

tidak kepada DPRD. Ia hanya memberikan laporan kepada DPRD dalam tugas

22 BN Marbun, DPRD Pertumbuhan dan Cara Kerjanya (Jakarta: Pustaka Sinar harapan,

2006), h.76

Page 39: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

26

bidang pemerintahan daerah, Sehingga DPRD tidak mempunyai kekuasaan

terhadap Kepala Daerah.23

B.2. DPRD Dalam Undang-Undang No.22 Tahun 1999

Lahirnya gerakan reformasi dengan tuntutan demokratisasi, telah membawa

perubahan pada segi kehidupan masyarakat dan termasuk didalamnya perubahan

dalam pola hubungan pusat-daerah. Sistem pengelolaan pemerintahan daerah di

Indonesia juga memasuki babak baru diera pemerintahan Habibie. Tuntutan dan

wacana didaerah bahwa pemerintahan daerah perlu memiliki otonomi yang luas

dalam merumuskan, mengelola, dan mengevaluasi kebijakan publik

terakomodasi.24

DPR secara resmi mengesahkan UU No.22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah pada 21 April 1999, yang mengubah secara drastis UU No.5

Tahun 1974 ketika penyelenggaraan dilakukan secara sentralistis, tawaran otonomi

luas dan desentralisasi atau yang dikenal dengan otonomi daerah menjadi penyejuk

hampir semua daerah pemberian otonomi ysng luas diyakini mampu mencegah

terjadinya disintegrasi bangsa.25

Undang-undang ini mencoba untuk menciptakan pola hubungan yang

demokratis antara pusat dan daerah, undang-undang otonomi daerah ini bertujuan

untuk memberdayakan daerah dan masyarakatnya serta mendorong daerah agar

dapat merealisasikan aspirasinya. Penguatan masyarakat dilihat dengan

23 Isbodroini Suyanto, “Otonomi Daerah dan Fenomena Etnosentrisme,” h. 252 24 L. Misbah Hidayat, Reformasi Administrasi Kajian Komparatif Pemerintahan Tiga

Presiden (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 39 25 J.Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan

Lokal dan Tantangan Global, h. 140

Page 40: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

27

diberdayakannya DPRD. Dan Gubernur sebagai eksekutif daerah bertanggung

jawab kepada DPRD sedangkan Bupati/Walikota kepada DPRD Kabupaten/DPRD

Kota.

UU No.22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah sangat strategis. Karena

kebijakan desentralisasi dalam undang-undang tersebut merupakan bagian dari

kebijakan demokratisasi pemerintahan. Karena itu, penguatan peran DPRD, baik

dalam proses legislasi maupun pengawasan atas jalannya pemerintahan daerah,

perlu dilakukan. Menurut UU No.22 Tahun 1999, posisi DPRD sejajar dengan

pemerintahan daerah, bukan sebagai bagian dari pemerintaha daerah seperti yang

berlaku sebelumnya sesuai UU No.5 Tahun 1974 yang menyatakan DPRD bukan

berkedudukan sebagai badan legislatif tetapi bersama dengan kepala daerah

merupakan pemerintah daerah (local government).26

Pasal 16 dari UU ini menyatakan bahwa DPRD sebagai lembaga perwakilan

rakyat di daerah merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan

pancasila, DPRD sebagai badan Legislatif Daerah berkedudukan sejajar dan

menjadi mitra dari pemerintah daerah. Di samping itu kuatnya kedudukan DPRD

juga dinyatakan dalam pasal 18 dari UU ini juga dinyatakan beberapa tugas dan

wewenang DPRD untuk memilih Kepala Daerah dan wakilnya, memilih utusan

Daerah, mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah dan

wakilnya oleh DPRD.27

B.3. DPRD Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004

26 Baban Sobandi, dkk., Desentralisasi dan Tuntutan Penataan Kelembagaan Daerah

(Bandung: Humaniora, 2006), h. 117 27 Lihat Penjelasan Pasal-pasal UU No.22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah

Page 41: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

28

Pada tahun kelima implementasi UU No.22 Tahun 1999 tepatnya tahun

2004 pada masa kepresidenan Megawati, dengan berbagai latar belakang

pertimbangan sebagai akibat dari dampak implementasi UU tersebut, muncul

kehendak pemerintah untuk mengadakan revisi untuk undang-undang tersebut, yang

akhirnya memunculkan undang-undang pemerintahan daerah yang baru, yaitu UU

No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. UU 22 Tahun 1999 dinilai kurang

demokratis dan dalam tataran konsep kurang membagi secara jelas tugas dan

kewenangan, hubungan antar strata pemerintah, dan perimbangan keuangan. Pola

hubungan DPRD dan Kepala Daerah kurang berlangsung baik karena dalam

praktiknya DPRD mendominasi, sehingga memunculkan ketidakstabilan

pemerintahaan daerah.28

Dalam Undang-undang ini juga diatur mengenai pelaksanaan fungsi-fungsi

pemerintahan daerah yang dilakukan oleh lembaga pemerintah daerah yaitu

pemerintah daerah dan DPRD. Kepala daerah dan kepala pemerintah daerah dipilih

secara demokratis. Sehingga DPRD sudah tidak memiliki wewenang lagi untuk

memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah, dan pemilihan secara demokratis

dalam undang-undang ini yaitu pemilihan secara langsung oleh rakyat. Kepala

daerah dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh seorang wakil kepala daerah,

dan perangkat daerah. Penyelenggaraan pilkada langsung dilaksanakan oleh komisi

28 J.Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan

Lokal dan Tantangan Global, h. 71

Page 42: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

29

pemilihan umum daerah (KPUD), KPUD bertanggung jawab kepada DPRD

setempat. Setipa usulan KPUD harus berdasarkan pengesahan DPRD.29

Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja

yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan, kedudukan setara bermakna

sejajar dan tidak saling membawahi. Kemitraan bermakna bahwa antara pemerintah

daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan

daerah untuk melaksanakan fungsi masing-masing sehingga antar kedua lembaga

ini membangun hubungan kerja yang sifatnya mendukung.

UU No.32 Tahun 2004 dinilai sebagai Undang-undang yang demokratis

karena kepala daerah dan DPRD dipilih langsung oleh rakyat. Dan pembagian

wewenang serta tugas tidak saling tumpang tindih satu sama lain, keduanya

membangun korelasi kerja yang saling menguntungkan dan bertanggung jawab

untuk membuat kebijakan publik.

C. Refleksi Peran DPRD Dalam Otonomi Daerah

Peran DPRD dalam otonomi daerah yang dimuat dalam undang-undang

pemerintahan daerah selalu berubah arah kebijakannya, ini dikarenakan adaptasi

pelaksanaan otonomi daerah terhadap pemerintah pada awal kemerdekaan belum

stabil, sehingga dari awal kemerdekaan hingga sekarang kebijakan Peran DPRD

dalam otonomi daerah berbeda-beda.

UU No.1 tahun 1945 merupakan undang-undang pertama tentang

pemerintahan daerah, DPRD pada ketika itu disebut Komite Nasional Daerah yang

29 Muhammad Labolo, Memahami Ilmu Pemerintahan Suatu Kajian, Teori, Konsep dan Pengembangannya (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 123

Page 43: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

30

pada mulanya adalah badan yang merupakan duplikasi komite nasional pusat untuk

daerah-daerah, Komite nasional daerah lalu berubah menjadi badan perwakilan

rakyat daerah (BPRD) yang menjadi badan legislatif.

Maka UU No.22 Tahun 1948 sudah ada pembentukan DPRD dan DPD

untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri. Kepala daerah diangkat oleh

pemerintah pusat dari calon yang diajukan DPRD dan bertindak selaku ketua DPD.

Dan DPD yang menjalankan urusan pemerintahan daerah bertanggung jawab

kepada DPRD baik secara kolektif maupun sendiri, sehingga posisi kepala daerah

sangat bergantung kepada DPRD.

Dalam UU No. 1 Tahun 1957 ditentukan bahwa kepala daerah hanya

bertanggung jawab kepada DPRD.30 Perubahan mendasar terjadi lagi dengan di

Undangkannya UU No.18 Tahun 1965 dibentuk BPH untuk membantu Kepala

daerah dan DPRD dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala

Daerah. Pergantian kepemimpinan nasional dan pemerintahan akibat G-30-S PKI,

mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan UU No. 18 Tahun 1965 dan di gantikan

oleh UU No.5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah di bawah

pimpinan Presiden Soeharto yang menggantikan Presiden Soekarno, BPH

dihapuskan didalam pemerintahan daerah, tidak dilaksanakannya hak angket DPRD

yang dapat mengganggu keutuhan Kepala Negara, Kepala Daerah tidak

bertanggung jawab kepada DPRD, tetapi secara hierarki kepada Presiden31.

30 Oentarto Sindung Mawardi, dkk., Menggagas Format Otonomi Daerah Masa Depan,

h.75-81 31 S.H. Sarundajang , Babak Baru Sistem Pemerintahan Daerah (Jakarta: Kata Hasta,

2005), h. 118-119

Page 44: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

31

Adanya reformasi 1998 menjadi arus balik kewenangan pusat kepada

daerah, tuntutan untuk diterapkannya otonomi daerah yang tidak sentralistis di

tuangkan dalam UU No.22 Tahun 1999 yang menggantikan UU No.5 tahun 1974,

undang-undang ini juga menjadi babak baru bagi perjalanan otonomi daerah dan

kepemimpinan Presiden Soeharto yang digantikan Oleh Habibie. UU No.22 tahun

1999 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan peran sentral kepada DPRD

dalam menentukan jalannya pemerintahan daerah ditandai dengan besarnya

kewenangan DPRD dalam memilih dan menetapkan Kepala daerah dan

memposisikan Kepala daerah untuk bertanggung jawab kepada DPRD, apa bila

tidak bertanggung jawab maka DPRD dapat mengusulkan pemberhentian kepala

daerah yang bersangkutan.

UU No.5 Tahun 1974 dinilai gagal dalam mewujudkan hak-hak daerah

dalam mengembangkan daerahnya sendiri, karena masih terkontrol oleh pusat.

Salah satu perubahan yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan

didaerah berdasarkan UU No.22 Tahun 1999 adalah dipisahkannya secara tegas

antara institusi Kepala Daerah dengan DPRD. UU No. 22 tahun 1999 secara tegas

menetapkan bahwa didaerah dibentuk DPRD sebagai lembaga legislatif daerah dan

pemerintah daerah sebagai badan eksekutif daerah yang terdiri dari Kepala Daerah

beserta perangkat daerah32.

Seiring perjalanan otonomi daerah maka UU No. 22 Tahun 1999 di revisi

pada masa pemerintahan Megawati dengan penerapan UU No. 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang ini DPRD tidak mempunyai

32 S.H. Sarundajang, Arus balik Kekuasaan Pusat Ke Daerah (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002), Cet.4, h. 7

Page 45: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

32

kekuasaan penuh terhadap Kepala Daerah, karena Kepala Daerah dipilih oleh rakyat

lewat pemilu sehingga pertanggungjawabannya langsung kepada rakyat. Pola

hubungan DPRD dan kepala daerah sebagai mitra dan bekerja sama untuk

mengembangkan daerah otonomnya sendiri.

Negara Indonesia di bawah pemerintahan orde baru kurang lebih 30 tahun

menerapkan pelaksanaan sistem yang sentralistik ini kemudian melakukan

gelombang protes dari tahun 1997 sampai 1998. Banyaknya tuntutan agar ada

perbaikan pola hubungan kerja antara pemerintah pusat dan daerah dan memberikan

peran DPRD sebagimana mestinya, akhirnya dikeluarkanlah UU No.22 Tahun 1999

tentang pemerintahan daerah yang membuat posisi DPRD kuat sebagai lembaga

legislatif.

Penerapan otonomi daerah, sesuai dengan ketetapan MPR No.IV/MPR/2000

tentang pemerintahan daerah telah dilaksanakan sejak tanggal 1 januari 2001.33

Pelaksanaan otonomi daerah secara demokratis bisa dilihat dalam pelaksanaan

pemilihan umum secara langsung untuk memilih anggota DPRD sebagai lembaga

legislatif, dan pemilihan kepala daerah yang sejak juni 2005 di sebagian negara

Indonesia. Pemilihan kepala daerah disinyalir untuk memperkokoh demokrasi dan

sebagai bagian program desentralisasi yang berkesinambungan, yang menjadikan

kepala daerah bertanggung jawab kepada pemilihnya langsung bukan kepada

DPRD, seperti yang dituangkan dalam UU No.32 Tahun 2004 yang berpotensi

besar untuk memperkuat tata pemerintahan.

33 Mardiyanto, “Penerapan Otonomi Daerah Di Jawa Tengah: Masalah Desentralisasi,

Demokratisasi Dan Akuntabilitas” dalam Syamsuddin Haris ed., Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Desentralisasi, Demokratisasi, Akuntabilitas Pemerintahan Daerah, h. 317

Page 46: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

33

Page 47: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

33

BAB III

GAMBARAN UMUM TENTANG KOTA BEKASI

A. Sejarah Kota Bekasi

Dayeuh Sundasembawa atau Jayagiri. Itulah sebutan Bekasi tempo dulu

sebagai ibukota Kerajaan Tarumanagara (358-669 M). Luas kerajaan ini mencakup

wilayah Bekasi, Sunda Kelapa, Depok, Cibinong, Bogor, hingga kewilayah sungai

Cimanuk di Indramayu. Menurut para ahli sejarah dan filologi, letak Dayeuh

Sundasembawa atau jayagiri sebagai ibukota Tarumanagara adalah diwilayah

Bekasi sekarang.1

Dayeuh Sundasembawa merupakan daerah asal maharaja Tarusbawa (669-

723 M) pendiri Kerajaan Sunda (disebut pula Kerajaan Pajajaran) yang seterusnya

menurunkan raja-raja sunda sampai generasi ke-40 yaitu Ratu Ragamulya, raja

Sunda yang terakhir.2

Kata Bekasi diduga berasal dari suku kata Chandrabhaga, salah satu suku

kata dalam Prasasti Tugu. Dalam bahasa sansakerta Chandra berarti Bulan, dan

Bhaga berarti Bahagia. Menurut Prof. Dr. R. Ng. Poerbatjaraka, seorang pakar

bahasa, kata Chandra dalam bahasa Jawa Kuno sama dengan kata Sasi. Sehingga

1 Pemerintah Kota Bekasi, Selayang Pandang Kota Bekasi 2007 (Bekasi: Badan Infokom

Kota Bekasi, 2007), h. 8

2Ibid

Page 48: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

34

Chandrabhaga juga identik dengan Sasibhaga, jika dilafalkan terbalik menjadi

bhagasasi, yang lambat laun menjadi Bekasi.3

Wilayah bekasi tercatat sebagai daerah yang banyak memberi informasi

tentang keberadaan Tatar Sunda pada masa lampau. Diantaranya dengan

ditemukannya empat prasasti yang dikenal dengan Prasasti kabantenan. Keempat

prasasti ini merupakan keputusan (piteket) dari Sri Baginda Maharaja (Prabu

Siliwangi, Jayadewa 1482-1521 M) yang ditulis pada lima lempeng tembaga. Sejak

abad kelima masehi pada masa Kerajaan Tarumanagara, abad kedelapan Kerajaan

Galuh, dan Kerajaan Pajajaran pada abad ke-14, Bekasi menjadi wilayah kekuasaan

karena merupakan salah satu daerah strategis, yakni penghubung antar daerah ke

Pelabuhan Sunda Kelapa (Jakarta).

Ketika Belanda datang merebut Jayakarta pada 31 mei 1619 dan nama

jayakarta diubah menjadi Batavia. Bekasi pada zaman Hindia belanda hanya

merupakan kewedanaan (district) yang termasuk dalam regenshaf (kabupaten)

Meester Cornelis. Saat itu kehidupan sistem kemasyarakatan, khususnya sektor

ekonomi dan pertanian didominasi dan dikuasai oleh para tuan tanah keturunan

cina, sehingga dengan kondisi tersebut seolah-olah bekasi mempunyai bentuk

pemerintahan ganda yaitu pemerintahan tuan tanah didalam pemerintahan colonial.

Kondisi ini berlangsung hingga kependudukan Jepang.4

3 Denny Bratha Affandi, Menyusuri Bekasi Raya Jejak Reportase (Bekasi: Rinjani Kita,

2009), h. 3 4 Dewan Perwakilan rakyat Daerah Kota Bekasi, Risalah Kota Bekasi , (Bekasi: Pemkot

Bekasi, 2009), h. 2

Page 49: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

35

Pada bulan maret 1942 pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat

kepada bala tentara dai Nippon. Tentara pendudukan Jepang melaksanakan

japanisasi disemua sektor kehidupan. Nama Batavia diganti dengan nama Jakarta.

Regenschap Meester Cornelis menjadi Ken Jatinegara yang daerahnya meliputi Gun

Bekasi, Gun Cikarang, Gun kemayoran, dan Gun Mataram.5

Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus

1945 struktur pemerintah kembali berubah nama, Ken menjadi Kabupaten, Gun

menjadi Kewedanaan, Son menjadi Kecamatan dan Kun menjadi Desa./Kelurahan.

Dalam upaya pertahanan perang gerilya menghadapi agresi Belanda, maka Saat itu

Ibu Kota kabupaten Jatinegara selalu berubah-ubah, mula-mula di Tambun, lalu

Cikarang, kemudian Bojong (Kedung Gede).

Pada waktu itu Bupati Kabupaten Jatinegara adalah Bapak Rubaya

Suryanata Miharja. Kemudian saat kependudukan oleh tentara Belanda, Kabupaten

Jatinegara dihapus kedudukannya dikembalikan seperti zaman Regenschap Meester

Cornelis yaitu menjadi kewedanaan. Kewedanaan Bekasi termasuk daerah Batavia

En Omelanden sedangkan batas bulak kapal ketimur termasuk wilayah Negara

Federal sesuai Staatsblad Van Nederlandschindie 1948 Nomor 178 Negara

Pasundan.

Ketika proklamasi dikumandangkan, rakyat dikota-kota sekitar Jakarta

termasuk Bekasi, menyambut dengan suka cita. Pergerakan melawan kekejaman

Jepang di Bekasi yang muncul dimana-mana sampai menimbulkan peristiwa yang

5 Ibid, h. 3

Page 50: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

36

kemudian dikenal sebagai ‘Tragedi Kali Bekasi’ pada 19 Oktober 1945 dan

peristiwa “Bekasi Lautan Api” pada 23 November 1945. 6

Dalam proses selanjutnya, ketika situasi semakin membaik, Bekasi yang

merupakan kewedanaan bagian dari kabupaten Jatinegara dikritisi oleh rakyat dan

tokoh masyarakat dengan membentuk Panitia Amanat Rakyat Bekasi. Pada 17

Januari 1950 mereka menggelar rapat raksasa yang juga dihadiri 40.000 rakyat

Bekasi.7 Mereka menyampaikan hasrat dan pernyataan sebagai berikut:

1. Rakyat Bekasi tetap berdiri di belakang Pemerintahan Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

2. Rakyat Bekasi mengajukan usul kepada Pemerintah Pusat agar Kabupaten

Jatinegara menjadi Kabupaten Bekasi.

Setelah tiga kali pembicaraan dari Februari sampai Juni 1950, akhirnya

Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri Republik Indonesia Serikat (RIS)

menyetujui pembentukan Kabupaten Bekasi. Berdasarkan UU No. 14 Tahun 1950

Tanggal 15 Agustus 1950 terbentuklah Kabupaten Bekasi. Pada saat itu Kabupaten

Bekasi terdiri dari empat Kewedanaan, 13 Kecamatan, dan 95 Desa, mulai saat itu

pula kecamatan cibarusah masuk kedalam wilayah Kabupaten Bekasi. Angka-angka

tersebut secara simbolis diungkapkan dalam lambang Kabupaten Bekasi. Moto

Kabupaten Bekasi adalah “Swatantra Wibawa Mukti” selanjutnya mulai Tahun

6 Pemerintah Kota Bekasi, Selayang Pandang Kota Bekasi 2007, h. 9

7 Chotim Wibowo, dkk., Setahun Duet Kepemimpinan Akhmad-Mochtar (Bekasi: Satu Visi, 2004), h. 4

Page 51: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

37

1960 kantor Kabupaten Bekasi pindah dari Jatinegara ke Bekasi (Jl. H Juanda).

Dengan Bupati pertama R. Suhandar Umar, SH.8

Perkembangan Kabupaten Bekasi meningkat dari tahun ketahun, sebagai

Kota penyangga Ibu Kota Jakarta dan kabupaten Bekasi mulai diperhitungkan dari

segi perekonomian dan politik, perkembangan dari pemerintahan pada saat itu

menuntut adanya pelayanan yang maksimal terhadap masyarakat, maka pada

Tahun 1982 saat Bupati dijabat oleh Bapak H. Abdul Fatah, komplek perkantoran

pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi yang semula berlokasi di JL. Ir.

H. Juanda dipindahkan ke Jl. Jenderal Ahmad Yani No. 1 Bekasi.9

Tuntutan kehidupan masyarakat perkotaan memerlukan adanya pelayanan

khusus, dan perkembangan Kecamatan Bekasi menuntut dimekarkannya Kecamatan

Bekasi menjadi Kota Administratif Bekasi. Bagaimana Kecamatan Bekasi menjadi

Kota Bekasi akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya.

B. Penjelasan Singkat Pemekaran Kota Bekasi Dari Kabupaten Bekasi

Kota Bekasi berasal dari pemekaran Kabupaten Bekasi, yang awalnya

menjadi kecamatan Kabupaten Bekasi. Kecamatan Bekasi merupakan kecamatan

yang lebih berkembang dibandingkan kecamatan lain yang ada di Kabupaten

Bekasi. Berkembangnya kecamatan Bekasi dikarnakan kantor Kabupaten bekasi

yang berada di kecamatan Bekasi dan adanya tuntutan kehidupan masyarakat

perkotaan yang memerlukan pelayanan khusus, akhirnya perkantoran pemerintah

8 Dewan Perwakilan rakyat Kota Bekasi, Risalah Kota Bekasi, h. 6 9 Ibid h. 6-7

Page 52: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

38

daerah Kabupaten Bekasi di pindahkan dari kecamatan Bekasi karena

perkembangan kecamatan Bekasi menuntut dimekarkannya kecamatan Bekasi.

Berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 48 Tahun 1981 kecamatan Bekasi

ditingkatkan statusnya menjadi Kota Administratif Bekasi yang meliputi 4 (empat)

kecamatan yaitu: Kecamatan Bekasi Barat, Bekasi Timur, Bekasi Utara, dan Bekasi

Selatan, keseluruhannya meliputi 18 (delapan belas) Kelurahan serta 8 (delapan)

Desa. Peresmianya dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 20 April

1982.

Walikota administratif Bekasi pertama dijabat oleh Soedjono (1982-1988),

selanjutnya pada Tahun digantikan oleh Drs. Andi R. Sukardi (1988-1991), dan

pada Tahun 1991 Walikota administratif Bekasi dijabat oleh Drs. H. Kailani AR.

Sampai Tahun 1997.10

Dengan adanya kebijakan konsep BOTABEK (Bogor Tangerang Bekasi)

yang merupakan pelaksanaan inpres Nomor 13 Tahun 1976 membawa pengaruh

besar terhadap perkembangan Kota Administrasi Bekasi. Sebagai kota yang

berbatasan langsung dengan Ibukota Negara maka Kota Administratif Bekasi dan

kecamatan-kecamatan sekitarnya yang berada dalam wilayah kerja Kabupaten

Bekasi mengalami perubahan sangat pesat, sehingga memerlukan peningkatan dan

pengembangan sarana dan prasarana sebagai syarat pengelolaan wilayah.

10 Pemerintah Kota Bekasi, Selayang Pandang Kota Bekasi 2007, h. 9

Page 53: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

39

Perkembangan yang ada telah menunjukan bahwa Kota Administratif

Bekasi mampu memberikan dukungan kemampuan dan menggali potensi

diwilayahnya untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Selanjutnya dalam rangka

meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan,

pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat, maka melalui UU No. 9 Tahun

1996 Kota Administratif Bekasi ditetapkan menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II

Bekasi dengan wilayah kerjanya meliputi: wilayah kerja Kota administratif Bekasi

yaitu Kecamatan Bekasi Barat, Bekasi Timur, Bekasi Utara, dan Kecamatan Bekasi

Selatan ditambah dengan wilayah kerja Kecamatan Pondokgede, Jatiasih,

Bantargebang, dan Kecamatan pembantu Jatisampurna. Keseluruhannya meliputi

23 Desa dan 27 Kelurahan.

Selaku pejabat Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bekasi dijabat

oleh Drs. H. Kailani AR, selama satu tahun. Selanjutnya berdasarkan hasil

pemilihan terhitung mulai tanggal 23 Pebruari 1998 Walikotamadya Kepala Daerah

Tingkat II Bekasi Definitif yang pertama dijabat oleh Drs. H. Nonon Sonthanie.

Dalam perkembangan telah terjadi perubahan dalam jumlah dan status

Kelurahan/Desa. Berdasarkan surat Menteri Dalam Negeri No. 140/2848/puod

tanggal 3 September 1998 dan keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa

Barat No. 50 Tahun 1998 telah terjadi perubahan status 6 Desa menjadi 2

Kelurahan baru, sehingga jumlah Desa/Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II

Bekasi menjadi 52 terdiri dari 35 Kelurahan dan 17 Desa.

Dengan diberlakukannya UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah telah terjadi perubahan paradigma dalam penyelenggaraan Pemerintahan

Page 54: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

40

Daerah di Indonesia. Seiring dengan itu Nomenklatur Pemerintah Kotamadya

Daerah Tingkat II Bekasi berubah menjadi Pemerintahan Kota Bekasi, selanjutnya

sebagai tindak lanjut pelaksanaan Otonomi Daerah berdasarkan UU No.22 Tahun

1999 dan UU No.25 Tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Kewenangan

Propinsi sebagai daerah Otonom, serta peraturan pemerintah No.84 Tahun 2000

tentang pedoman Organisasi Pejabat Daerah, adalah peraturan pemerintah yang

mendasari ditertibkannya peraturan Daerah No. 9, 10,11 dan 12 yang mengatur

tentang organisasi perangkat Daerah, selanjutnya guna meningkatkan pelayanan

kepada masyarakat melalui peraturan daerah No. 14 tahun 2000 telah dibentuk 2

Kecamatan baru yaitu Kecamatan Rawa Lumbu dan Kecamatan Medan Satria,

sehingga Kota Bekasi terdiri 10 Kecamatan.11

Berdasarkan peraturan daerah Kota Bekasi No.02 tahun 2002 tentang

Penetapan Kelurahan, maka semua desa yang ada di Kota Bekasi berubah statusnya

menjadi Kelurahan, sehingga pemerintah Kota Bekasi mempunyai 52 pemerintah

Keluarahan. Dalam perjalannya guna lebih meningkatkan pelayanan kepada

masyarakat maka wilayah administrasi Kota Bekasi mengalami pemekaraan

kembali, dan melalui peraturan daerah Kota Bekasi No.4 Tahun 2004 tentang

Pembentukan wilayah Administrasi Kecamatan dan Kelurahan maka wilayah

administrasi Kota Bekasi menjadi 12 Kecamatan dan 56 Kelurahan, kecamatan

Kota Bekasi yaitu: Kecamatan Bekasi Barat, Bekasi Selatan, Bekasi Timur, Bekasi

Utara, jati Asih, Bantar Gebang, Pondok Gede, Jati Sampurna, Medan Satria, Rawa

Lumbu, Mustika Jaya, Pondok Melati.

11 Dewan Perwakilan rakyat Kota Bekasi, Risalah Kota Bekasi, h.7-8

Page 55: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

41

Perjalanan Kota Bekasi dalam pembentukan wilayah Administratif sampai

Kota Madya, mengalami perjalanan yang rumit, hal ini terlihat dari pemekaran

kecamatan yang terus bertambah. Dengan mengikuti dinamika politik dan peraturan

pemerintah yang ada. Namun kota bekasi bisa berkembang seiring dengan sistem

yang ada.

Kota Bekasi terletak di wilayah pantai utara Propinsi Jawa Barat dengan

luas wilayah 210 Km2 dengan batas wilayah: Bagian Barat berbatasan dengan DKI

Jakarta, Bagian Timur berbatasan dengan kabupaten Bekasi, Bagian Utara dengan

Kabupaten Bekasi, dan Bagian Selatan dengan kabupaten Bogor dan Kota Depok.

Pada saat Kota Bekasi diresmikan menjadi Kotamadya tahun 1997 tercatat

jumlah penduduk sebanyak 1.471.477 jiwa dan meningkat pada tahun 2000

sebanyak 1.637.610 jiwa. Dan pada tahun 2005 tercatat 2.001.899, dari tahun

ketahun laju pertumbuhan penduduk Kota Bekasi terus mengalami peningkatan.

Sehingga laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2007 tercatat 2.143.804

meningkat 3,49% dibanding tahun 2005.

Laju pertumbuhan penduduk Kota Bekasi dari tahun ketahun menuntut

pemerintah Kota Bekasi untuk bisa memenuhi kebutuhan warganya dan terus

memperbaiki sistem birokrasi yang ada. Kemudian berdasarkan keputusan DPRD

Kota Bekasi No. 37-174.2/DPRD/2003 tanggal 22 februari 2003 tentang penetapan

Walikota dan Wakil Walikota Bekasi 2003-2008, dan ditindaklanjuti dengan

keputusan Mentri Dalam Negeri No. 131.32-113 Tahun 2003 tentang Pengesahan

pemberhentian dan Pengesahan Pengangkatan Walikota Bekasi Propinsi Jawa

Barat, dan Keputusan Mentri dalam Negeri No. 132.32-114 Tahun 2003 Tentang

Page 56: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

42

pengesahan Pengangkatan Wakil walikota Bekasi propinsi Jawa barat, dan telah

ditetapkan H. Akhmad Zurfaih HR, S.Sos yang didampingi oleh Mochtar

Muhammad sebagai Wakil Walikota Bekasi. Yang dipilih oleh anggota DPRD Kota

Bekasi dan meraih suara terbanyak.

Dengan adanya UU No.32 Tahun 2004, pemilihan WaliKota dan Wakilnya

tidak lagi dipilih oleh DPRD tingkat setempat, seperti pada UU No.22 Tahun 1999,

maka pada tahun 2008 Kota Bekasi merealisasikan UU No.32 Tahun 2004 dengan

diadakannya pemilihan Kepala Daerah secara langsung yang dipilih oleh warga

Kota Bekasi. Dan terpilihlah Walikota dan Wakil Walikota yang baru, dan

berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri RI No. 131 dan 132.32-77 Tahun

2008 Tanggal 21 Februari 2008 tentang Pengesahan Pemberhentian dan pengesahan

Pengangkatan Mochtar Muhammad sebagai Walikota Bekasi dan H.Rahmat Effendi

S.Sos sebagai Wakil Walikota Bekasi masa Jabatan 2008-2013. Yang memenangi

Pemilihan Kepala Daerah pertama di Kota Bekasi.

Pemekaran Kecamatan Bekasi dari Kabupaten Bekasi akhirnya mengalami

perkembangan yang pesat sampai akhirnya dengan segala dimensi yang ada

Kecamatan Bekasi menaiki tahap dari Kota Administratif dan kini menjadi Kota

Bekasi. Hal ini juga tidak terlepas dengan adanya dorongan kebutuhan masyarakat

kota bekasi dan keinginan Pemerintah Bekasi untuk memberlakukan hak otonom di

daerah Kota Bekasi. Dengan penerapan Otonomi Daerah di Kota Bekasi,

pemerintah kota Bekasi bisa mengoptimalkan sumberdaya manusia dan sumber

alam untuk dikelola oleh pemerintah daerahnya sendiri. Sehingga pemerintah Kota

Bekasi bisa mengembangkan kotanya tanpa ada campur tangan pusat, ini menjadi

Page 57: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

43

pembuktian Kota Bekasi untuk bisa mandiri menjalankan roda Pemerintahan dan

roda perekonomian sendiri dalam rangka penerapan otonomi daerah.

C. Penjelasan Umum DPRD Kota Bekasi

Kota Bekasi lahir pada 11 Maret 1996 hasil pemekaran dengan Kabupaten

Bekasi yang saat ini masih bersetatus kotamadya Bekasi. Saat lahir, Kota Bekasi

memiliki 8 Kecamatan dan 23 Desa dan 27 Kelurahan, yang kemudian berkembang

menjadi 12 kecamatan dan 56 Keluarahan. DPRD Kota Bekasi lahir bersamaan

dengan lahirnya Kota Bekasi hasil pemilu 1997.

DPRD Kota Bekasi dibentuk berdasarkan UU No. 9 Tahun 1996 dan

diresmikan pada tanggal 10 Maret 1997. Dengan adanya UU No.22 Tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah dengan menitikbertakan otonomi daerah pada

Kabupaten/Kota terjadi pergeseran paradigma pemerintahan dari pola sentralis

menjadi pola desentralisasi. Pemerintah bekasi dan DPRD bekerja sama untuk

merubah perencanaan dan pelaksanaan yang selama ini dikendalikan oleh pusat,

yang dahulu dari top down policy kepada bottom up planning dengan pola

pendekatan. Partisipatif artinya melibatkan seluruh unsur masyarakat dan swasta

(dunia usaha) untuk berperan serta dalam pembangunan. Transparansi artinya

keterbukaan dari berbagai aspek perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan dan

pengawasan. Akuntabilitas artinya dapat dipertanggung jawabkan baik dalam

administrasi maupun fisik. Dialogis artinya adanya komunikasi yang harmonis

Page 58: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

44

antara unsur Legislatif yaitu DPRD, dan Eksekutif yaitu Pemerintah Daerah yang

dikepalai Walikota dan Wakilnya maupun masyarakat12

Sesuai dengan kewenangan yang dimiliki dalam implementasi otonomi

daerah, maka pemerintah daerah dan DPRD diharuskun untuk mengatasi sendiri

segala masalah dan urusan yang terjadi di Kota Bekasi, dan untuk mengatasi

permasalah yang terjadi di Kota Bekasi pemerintah Kota Bekasi dan DPRD

mempunyai tiga fungsi utama yang harus diselesaikan yaitu: Fungsi pelayanan

masyarakat, Fungsi pelayanan pembangunan, Fungsi pelayanan perlindungan

kepada masyarakat13.

Pada dasarnya tugas utama dari pemerintah Kota Bekasi dan DPRD adalah

mengupayakan terciptanya tiga fungsi pemerintah tersebut secara optimal, Dalam

rangka implementasi otonomi daerah di Kota Bekasi. Maka itu ketiga fungsi

tersebut diberikan pemerintah daerah dalam bentuk pelayanan publik kepada

masyarakat.

Untuk mengetahui DPRD sebagai lembaga legislatif daerah di Kota Bekasi

yang mempunyai tanggung jawab dalam membuat kebijakan publik kepada

masyarakat kota bekasi, maka akan dijelaskan secara singkat mengenai DPRD Kota

Bekasi dari tahun 1997 sampai 2009.

C.1. DPRD Kotamadya Bekasi Tahun 1997-1999

Dari hasil pemilu 1997 menghasilkan dua keanggotaan DPRD untuk

Kabupaten dan Kotamadya Bekasi. Ini terkait dengan pemekaran wilayah yang

12 Program Pembangunan Daerah Kota Bekasi 2001-2005, h. 22 13 Ibid

Page 59: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

45

menjadikan wilayah Kotamadya Bekasi lahir sebagai daerah yang baru. Sebagai

konsekuensinya, keanggotaan DPRD pun dipilih dua wilayah. Inilah awal

terbentuknya DPRD Kotamadya Bekasi. Terpilih sebagai Ketua DPRD H. Gunarso

Ismail dengan Wakil Ketua H. Soejdjono dan Turnuzi Djameli. Masa ini termasuk

masa yang sulit karena adanya kerusuhan Mei 1998 yang melahirkan Reformasi dan

pergantian Pimpinan Nasional. Yang berimbas kepada percepatan pemilu sehingga

keanggotaan DPRD menjadi lebih singkat. Kotamadya Bekasi termasuk DPRD

lahir dimasa sulit. 14

Masa ini pula menjadi masa terakhir dominasi tiga partai yang dibentuk oleh

Presiden Soeharto sebagai organisasi peserta pemilu. Tuntutan reformasi berimbas

adanya keterbukaan yang lebih luas sehingga partai semakin banyak. Selain itu,

TNI yang melakukan reposisi menjadikan masa ini sebagai masa terakhir

penempatan wakilnya dalam lembaga legislatif.

C.2. DPRD Kota Bekasi Tahun 1999-2004

Pemilu 1998 merupakan pemilu multi partai pertama. Masa ini bisa

dikatakan sebagai masa kedua setelah kebangkitan Kota bekasi, yang sebelumnya

Kotamadya karena dengan pemberlakuan UU No.22 Tahun 1999 Tentang

Pemerintahan Daerah, pemerintah Kotamadya Tingkat II Bekasi berubah menjadi

Kota Bekasi. Dalam konteks reformasi, masa ini adalah masa pertama pemilu 42

partai, yang sebelumnya hanya didominasi 3 partai.

14 Nevi Somadireja, Lensa Wakil Rakyat Sebuah Perjalanan Aspirasi Warga Kota Bekasi

Anggota DPRD Kota Bekasi Masa Bhakti 2004-2009 (Bekasi: Sekretariat DPRD Kota Bekasi, 2009), h. 5

Page 60: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

46

Dalam periode ini terpilih dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia

Perjuangan (PDI-P) sebagai ketua DPRD, dan wakil ketuanya H.Abdul manan dari

F-Golkar dan Ahmad Turmji dari F-PPP dan Salim Musa dari Fraksi Partai Amanat

Nasional. Pemilu multi partai kali ini menghasilkan komposisi kursi di DPRD Kota

Bekasi sebagai berikut: PDI-P (13 Kursi), Golkar (8 Kursi), PAN (7 Kursi), PPP (5

Kursi), PKS (2 Kursi), TNI (5 Kursi), PBB (2 Kursi), PKB (2 Kursi), PKP (1

Kursi). Dengan jumlah kursi anggota DPRD Kota Bekasi 45 kursi.

Pada masa ini pula DPRD Kota Bekasi memilih Walikota dan Wakil

Walikota untuk menggantikan Walikota sebelumnya yang dijabat Drs. H. Nonon

Sonthanie. Dan terpilih dua anggota DPRD Kota Bekasi h.Akhmad Zurfaih dari

fraksi Golkar sebagai Wali Kota, dan Mochtar Muhammad dari fraksi PDIP yang

menjadi Wakil Walikota.

C.3. DPRD Kota Bekasi Tahun 2004-2009

Pada bulan April Tahun 2004 pemilihan umum merupakan pesta demokrasi

rakyat Indonesia yang digelar secara serentak diseluruh Indonesia tidak terkecuali di

Kota Bekasi. Dalam pemilu kali ini sistem pemilu Indonesia mmulai berubah dari

sistem proposional menjadi sistem distrik, pada pemilu tahun 1999 para pemilih

tidak mengetahui siapa calon anggota DPRD yang akan dipilihnya, tapi perubahan

sistem pemilu sekarang ini membuat warga yang ingin memilih anggotanya tau

siapa yang dipilih. Karena anggota DPRD tidak lagi dipilih oleh partai tetapi

berdasarkan suara terbanyak sesuai daerah pilihannya. Pemili legislatif di DPRD

Page 61: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

47

Kota Bekasi kali ini memperebutkan 45 kursi anggota DPRD yang dibagi dalam 6

daerah pemilihan.

Berdasarkan hasil pemilu legislatif tahun 2004 menghadirkan 8 Partai yang

menjadi anggota DPRD Kota Bekasi diantaranya adalah: PKS (Partai Keadilan

Sejahtera) 11 kursi, Golkar (Golongan Karya) 9 kursi, PD (Partai Demokrat) 7

kursi, PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) 6 kursi, PAN (Partai Amanat

Nasional) 6 kursi, PPP (Partai Persatuan Pembangunan) 4 kursi, PBB

(Partai Bangsa-Bangsa) 1 kursi, PDS (Partai Damai Sejahtera) 1 kursi.

Sesuai dengan keputusan Gubernur Jawa Barat No.171/Kep.733

Dekon/2001 Tentang Keanggotaan DPRD Kota Bekasi hasil pemilihan umum tahun

2004 untuk masa jabatan 2004-2009. Fraksi-fraksi yang menjadi anggota DPRD

Kota Bekasi adalah: fraksi PKS, Golkar, Partai Demokrat, PDIP, PAN dan PPP.

Penetapan pimpinan DPRD Kota Bekasi yang tercantum dalam surat komisi

pemilihan umum daerah Kota Bekasi bersifat kolektif terdiri dari seorang ketua dan

dua orang wakil ketua yang dipilih oleh anggota DPRD sebagaimana yang

dimakssud tidak boleh berasal dari fraksi yang sama. Dari hasil rapat paripurna

DPRD terpilihlah: Rahmat Effendi sebagai Ketua DPRd dari fraksi Golkar, Ahmad

Syaikhu sebagai Wakil Ketua dari fraksi PKS, Dadang Asgar Noor, sebagai wakil

ketua dari fraksi partai demokrat.

DPRD Kota Bekasi dalam perjalannya terus mengevalusi diri untuk terus

lebih baik, maka menurut keputusan pimpinan DPRD dan surat keputusan DPRD

Daerah Kota Bekasi yang menetapkan dan memutuskan tentang peraturan Tata

Page 62: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

48

Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bekasi mengenai tugas dan fungsi

DPRD sesuai dengan Tata Tertib DPRD Kota Bekasi adalah sebagai berikut:

1. Menjalankan Fungsi Budgeting, yaitu melaksanakan kegiatan perencanaan

keuangan menyusun dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah, Mengatur Pembiayaan Kota Bekasi sehingga dapat meningkatkan

pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Kota Bekasi.

2. Menjalankan Fungsi Controling, yaitu melaksanakan pengawasan terhadap

pelaksanaan Undang-undang, peraturan daerah, keputusan kepala daerah

dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.

3. Menjalankan Fungsi Legislasi, yaitu membuat peraturan-peraturan daerah

bersama Pemerintah Daerah guna menertibkan jalannya roda Pemerintahan

di Kota Bekasi.

Dalam menjalankan tugas-tugas DPRD maka DPRD Kota Bekasi

mempunyai kelengkapan DPRD, yang meliputi pimpinan DPRD, Panitia

Musyawarah, Komisi, Badan Kehormatan, Panitia Anggaran, Panitia Legislasi.

Tugas pimpian DPRD bersifat kolektif terdiri atas seorang Ketua dan 2

orang Wakil Ketua yang dipilih dari Anggota DPRD dalam rapat Paripurna DPRD.

Pimpinan DPRD mempunyai tugas: 1. Memimpin rapat-rapat dan menyimpulkan

hasil rapat untuk mengambil keputusan, 2. Menyusun rencana kerja dan

mengadakan pembagian rencana kerja antara Ketua dan Wakil Ketua, 3. Menjadi

juru bicara DPRD, 4. Melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPRD, 5.

Mengadakan konsultasi dengan Kepala Daerah dan Instansi Pemerintah lainnya

Page 63: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

49

sesuai dengan keputusan DPRD, 6. Mewakili DPRD dan/atau alat kelengkapan

DPRD dipengadilan, 7. Melaksanakan putusan DPRD berkenaan dengan penetapan

sangsi atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan, 8. Mempertanggung jawabakan pelaksanaan tugasnya dalam rapat

paripurna DPRD.

Panitia musyawarah merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap

dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa keanggotaan DPRD, panitia musyawarah

mempunyai tugas: 1. Memberikan pertimbangan tentang penetapan program kerja

DPRD baik diminta atau tidak, 2. Menetapkan kegiatan dan jadwal acara rapat

DPRD, 3. Memutuskan pilihan mengenai isi risalah dapat apabila timbul perbedaan

pendapat, 4. Memberi saran pendapat untuk memperlancar kegiatan, 5.

Merekomendasikan pembentukan panitia khusus.

Komisi-komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan

dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD, komisi

mempunyai tugas: 1. Mempertahakan dan memelihara kerukunan nasional serta

keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Daerah, 2. Melakukan

pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah, dan rancangan keputusan DPRD,

3. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan, pemerintahan, dan

kemasyarakatan sesuai dengan bidang komisi masing-masing, 4. Membantu

pimpinan DPRD untuk mengupayakan penyelesaian masalah yang disampaikan

oleh Kepala Daerah dan masyarakat kepada DPRD, 5. Menerima dan menampung

serta menindaklanjuti aspirasi masyarakat, 6. Memperhatikan upaya peningkatan

kesejahteraan rakyat di Daerah, 7. Melakukan kunjungan kerja komisi yang

Page 64: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

50

bersangkutan atas persetujuan pimpinan DPRD, 8. Dalam hal-hal mendesak, komisi

dapat melakukan kunjungan kerja tanpa persetujuan pimpinan DPRD tetapi tetap

berkewajiban melaporkan hasil kunjungan kerja secara tertulis kepada pimpinan

DPRD, 9. Mengadakan rapat kerja dan dengar pendapat, 10. Mengajukan usul

kepada pimpinan DPRD yang termasuk dalam ruang lingkup bidang tugas masing-

masing komisi, 11. Memberikan laporan tertulis kepada pimpinan DPRD tentang

hasil pelaksanaan tugas komisi.

Badan kehormatan merupakan alat kelengkapan DPRD bersifat tetap yang

dibentuk oleh DPRD dalam rapat paripurna DPRD, badan kehormatan mempunyai

tugas: 1. mengamati dan mengevaluasi disiplin, etika dan moral para pemimpin dan

anggota DPRD dalam rangka menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kreadibilitas

DPRD, 2. Meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan para pimpinan dan anggota

DPRD terhadap peraturan perundang-undangan, kode etik dan peraturan tata tertib

DPRD, 3. Melakukan penyelidikan, verifikasi, dan pengambilan keputusan berupa

rekomendasi atas pengaduan yang disampaikan ke DPRD, 4. Menyampaikan hasil

pemeriksaan kepada pimpinan DPRD berupa rekomendasi untuk pemberhentian

pimpinan dan anggota DPRD antar waktu sesuai peraturan perundang-undangan, 5.

Menyampaikan rekomendasi kepada pimpinan DPRD berupa rehabilitasi nama baik

apabila tidak terbukti adanya pelanggaran yang dilakukan pimpinan dan anggota

DPRD.

Panitia anggaran merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan

dibentuk oleh DPRD pada masa keanggotaan DPRD. Panitia anggaran mempunyai

tugas: 1. Memberikan saran dan pendapat kepada kepala daerah dalam

Page 65: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

51

mempersiapkan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah selambat-

lambatnya lima bulan sebelum ditetapkannya anggaran pendapatan dan belanja

daerah berupa pokok-pokok pikiran DPRD, 2. Meminta kepada Kepala Daerah

untuk menyerahkan RAPBD sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini selambat-

lambatnya tiga bulan sebelum tahun anggaran tersebut dimulai, 3. Meneliti,

mengkaji, menilai serta merevisi RAPBD yang diajukan oleh Kepala Daerah sesuai

dengan RENSTRA dan arah kebijakan umum serta dengan memperhatikan aspirasi

masyarakat, 4. Memberikan saran dan pendapat kepada Kepala Daerah dalam

mempersiapkan penatapan perubahan dan perhitungan APBD sebelum

ditetapkannya dalam rapat. 5. Menindaklanjuti saran dan pendapat fraksi-fraksi

yang terkait dengan penetapan perubahan dan perhitungan APBD kepada Kepala

Daerah, 6. Memberikan saran dan pendapat kepada DPRD mengenai rancangan

APBD, baik penetapan, perubahan dan perhitungan APBD yang telah disampaikan

oleh Kepala Daerah, 7. Menyusun anggaran belanja DPRD dan menilai, meneliti

serta merevisi rancangan anggaran belanja sekretariat DPRD.

Panitia legislasi dibentuk oleh DPRD yang berfungsi mengaji, merumuskan

dan menyusun rancangan peraturan daerah serta sebagai alat kelengkapan DPRD

yang bersifat tetap. Pimpinan panitia legislasi terdiri dari ketua, wakil ketua, dan

sekretaris yang dipilih dari dan oleh anggota panitia legislasi, berdasarkan prinsip

musyawarah untuk mufakat. Dan pimpinan panitia legislasi merupakan satu

kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif. Panitia legislasi mempunyai tugas: 1.

Menyusun program legislasi daerah yang memuat daftar urutan rancangan peraturan

daerah untuk setiap tahun anggran, 2. Mengkaji dan menyiapkan rancangan

Page 66: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

52

peraturan daerah inisiatif DPRD berdasarkan program prioritas yang telah

ditetapkan, 3. Melakukan telaahan dan penyelarasan rancangan peraturan daerah

yang diajukan anggota, komisi atau gabungan komisi sebelum rancangan peraturan

daerah disampaikan kepada pimpinan DPRD, 4. Memberikan pertimbangan

terhadap pengajuan rancangan peraturan daerah yang diajukan oleh anggota, komisi

atau gabungan komisi diluar rancangan peraturan yang terdaftar dalam program

legislasi daerah atau prioritas rancangan peraturan daerah tahun berjalan, 5.

Melakukan pembahasan, perubahan/penyempurnaan rancangan peraturan daerah

yang secara khusus ditugaskan oleh panitia musyawarah, 6. Melakukan

penyebarluasan dan mencari masukan untuk rancangan peraturan daerah yang

sedang dan akan dibahas dari sosialisasi peraturan daerah yang telah disahkan, 7.

Mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap materi peraturan-

peraturan daerah melalui koordinasi dengan komisi atau pihak lain yang terkait, 8.

Memberikan masukan kepada pimpinan DPRD terhadap rancangan peraturan

daerah yang diusulkan pemerintah daerah kota bekasi, 9. Memberikan inventarisasi

masalah hukum dan perundang-undangan pada akhir masa keanggotaan, untuk

dapat dipergunakan sebagai bahan oleh panitia legislasi pada masa keanggotaan

berikut.

Berlakunya otonomi daerah dengan efektifnya UU No.22 Tahun 1999

tentang Pemerintah Daerah dan UU 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan

antara Pusat dan Daerah sejak tanggal 1 januari 2001 telah membawa perubahan

mendasar terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah, dengan transisi demokrasi

penyelenggaraan pemerintahan yang terus bergerak kearah demokrasi di daerah

Page 67: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

53

kabupaten dan kota nyaris selalu bermuara di lembaga DPRD, untuk memberikan

kewenangan dan penguatan fungsi lembaga ini.

Ketika DPRD Kota Bekasi periode 1999-2004 melaksanakan baktinya,

otonomi daerah tengah bergulir. Seiring dengan itu kedudukan DPRD berubah.

Menurut UU No.22 Tahun 1999 DPRD bukan lagi bagian pemerintah daerah tetapi

merupakan lembaga mandiri sebagai Badan Legislatif Daerah yang kedudukannya

sejajar dan menjadi mitra Badan Eksekutif Daerah atau pemerintah daerah.

Perubahan penyelenggaraan pemerintah tersebut menimbulkan tanda tanya

menyangkut kinerja lembaga DPRD Kota Bekasi.15

Secara kualitatif kinerja DPRD Kota Bekasi dilihat dari intensitas

pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Jika pada awal pembentukan Kota Bekasi,

anggota DPRD di tempati oleh wakil dari pemerintah pusat yang terdiri dari TNI,

namun hal ini tidak berlangsung lama, karena pada pemilu 1999 keterbukaan partai

yang ikut pada pemilihan umum mengharuskan TNI tidak masuk lagi dalam

anggota dewan, DPRD Kota Bekasi periode 1999-2004 merupakan masa DPRD

yang sulit karena berbenturan dengan proses demokrasi dan pelaksanaan pemilu

yang terbuka. Dan DPRD Kota Bekasi lahir pada saat euforia reformasi bergulir

sehingga kinerja DPRD masih terhambat penyesuaian dan transisi Undang-undang

tentang pemerintahan daerah dari UU No.5 Tahun 1974 ke UU No.22 Tahun 1999.

Dalam hubungan ini format DPRD Kota Bekasi mengalami perubahan fungsi.

Fungsi yang selama ini tersumbat oleh pemerintah pusat, dan DPRD Kota Bekasi

15 Chotim Wibowo, Dkk, Setahun Duet Kepemimpinan Akhmad-Mochtar, h. 10

Page 68: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

54

menyesuaikan fungsinya dalam otonomi daerah yaitu fungsi legislasi, legitimasi dan

pengontrol.

Fungsi legitimasi dewan berkaitan erat dengan kedudukan DPRD baik

sebagai wahana melaksanakan demokrasi maupun sebagai badan legislasi. Fungsi

pengontrol berkaitan dengan pengawasan atas legitimasi yang diberkaitan dengan

pengawasan atas legitimasi yang diberikan dewan kepada kepada pemerintah

daerah dalam penyelenggaraan kemasyarakatan, pemerintahandan pembangunan

yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan ekonomi

berdasarkan demokrasi ekonomi.16 Dalam perkembangannya kemudian terjadi

revisi undang-undang otonomi daerah dengan UU No.32 Tahun 2004. Posisi DPRD

yang besar sebagai lembaga legislatif harus berubah, DPRD sebagai lembaga

legislatif bersifat mandiri dari lembaga eksekutif dan tidak saling membawahi.

Maka DPRD Kota Bekasi pada periode 2004-2009 juga mengalami perubahan

mekanisme pemilihan dan bekerja yang lebih terbuka. Dengan fungsi yang

diseragamkan seperti fungsi DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota,

fungsinya juga tidak jauh berbeda dari fungsi DPRD sebelumnya, yaitu: fungsi

legislasi, anggaran, pengawasan.

Adanya reformasi yang menuntut perbaikan hubungan pusat dan daerah

yang tertuang dalam otonomi daerah memberi posisi yang lebih terhadap DPRD,

desakan kepada pemerintah pusat saat itu, meminta untuk penguatan kedudukan dan

peran DPRD yang selama ini terbungkam oleh sistem yang sentralis. walaupun

kedudukan dan wewenang DPRD yang berubah-ubah dalam Undang-undang

16 Ibid, h. 11

Page 69: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

55

pemerintahan daerah pasca reformasi. DPRD mempunyai kelembagaan yang jelas

sebagai lembaga legislasi yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan

pemerintah daerah. Dan bersifat kemitraan dengan lembaga eksekutif.

DPRD Kota Bekasi menyesuaikan diri dengan sistem pemerintahan yang

ada, selama periode 2004-2009. DPRD Kota Bekasi membentuk lembaga ini sesuai

dengan ketentuan Undang-undang pemerintah daerah dengan menjalankan fungsi-

fungsi DPRD. Dan membuat program legislasi untuk peraturan daerah. Dan hal

yang terpenting untuk ini adalah, semoga DPRD bekasi dalam membuta peraturan

daerah tidak didasari kepentingan kelompok semata, tetapi untuk kepentingan

warga bekasi. Sehingga peraturan daerah tentang pelayanan publik bukan hanya

untuk publik tertentu yang merasakan tetapi juga semua publik yang ada di Kota

Bekasi.

Page 70: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

55

BAB IV

PERATURAN DAERAH NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG

PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

A. Faktor Yang Melatar Belakangi Peraturan Daerah Tentang

Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Pelayanan publik adalah salah satu implementasi otonomi daerah yang harus

diberikan oleh pemerintah daerah kepada warganya. Pelayanan publik merupakan

salah satu argumen dalam pelaksanaan otonomi daerah dimana pemerintah daerah

harus mampu menyediakan pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan warganya.

Tingkat kesejahteraan masyarakat akan sangat tergantung pada tingkat pelayanan

publik yang disediakan oleh pemerintah daerah, dengan adanya otonomi yang luas

yang diberikan kepada daerah maka daerah khusunya kabupaten/kota mempunyai

tugas yang tinggi untuk menyediakan layanan-layanan publik yang sesuai dengan

kebutuhan masyarakat.1

Riant Nugroho mengatakan bahwa pelayanan publik adalah tugas dalam

kebijakan publik yang paling mendasar, karena memberikan pelayanan kepada

umum tanpa membeda-bedakan dan diberikan secara cuma-cuma atau dengan biaya

sedemikian rupa sehingga kelompok paling tidak mampu pun mampu

menjangkaunya. 2

1 Oentarto Sindung Mawardi, Format Otonomi Daerah Masa Depan, h. 167 2 Riant Nugroho Dwijowijoto, Kebijakan Publik Formulasi Implementasi dan Evaluasi,

(Jakarta: Gramedia, 2004), h. 75

Page 71: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

56

Dengan adanya UU No.22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah,

membuka wacana penyelenggaraan publik yang harus dilaksanakan pemerintah

daerah untuk mensejahterakan warganya. Karena tugas dari pemerintah daerah

dengan adanya otonomi daerah adalah memberikan pelayanan, yaitu berupa

pelayanan umum atau pelayanan publik. Publik disini adalah masyarakat yang

berhak menerima pelayanan yang baik tanpa memandang status warganya.

Pelayanan atau service adalah kata kunci dari otonomi daerah. Karena

otonomi daerah adalah milik masyarakat daerah yang dijalankan oleh pemerintah

daerah, maka akuntabilitas pemerintah daerah kepada rakyatnya dapat dilihat dari

jenis dan kualitas dari pelayanan yang disediakan untuk warganya. DPRD sebagai

lembaga politik harus membuat peraturan daerah tentang pelayanan publik yang

bertujuan untuk mensejahterakan warganya. DPRD Kota Bekasi membuat peraturan

daerah tentang penyelenggraan pelayanan publik karena belum ada peraturan ini

sebelumnya di Kota Bekasi.

Penyelenggaraan pelayanan publik didaerah menjadi suatu kemutlakan oleh

karena kewajiban pemerintah baik pusat maupun didaerah sebagai penyelenggara

pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Dan memenuhi

kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap warga negara atas barang, jasa, dan

pelayanan administrasi maka penyelenggaraan pelayanan publik harus memberikan

perhatian dan penanganan yang sungguh-sungguh. Dalam rangka meningkatkan

Page 72: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

57

kualitas pelayanan publik upaya yang dilakukan antara lain menertibkan berbagai

landasan peraturan perundang-undangan dibidang pelayanan publik.3

Atas dasar tersebut serta adanya tuntutan masyarakat yang semakin

meningkat, khususnya dibidang penyelenggaraan pelayanan publik yang semakin

transparan dan berkualitas, maka harus dibarengi tersedianya pedoman/ landasan

bergerak bagi setiap lembaga/organisasi penyelenggara pelayanan, termasuk

perorangan guna memenuhi kebutuhan masyarakat sesuai bidang pelayanan yang

diinginkan.4

Disadari bahwa kondisi penyelenggaraan pelayanan publik didaerah masih

belum efektif bahkan cenderung kurang berkualitas, termasuk aspek sumber daya

manusia dan aparatur pemerintahan yang belum memadai. Untuk mengatasi kondisi

tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan

publik secara berkesinambungan demi mewujudkan pelayanan publik yang prima.

Dalam usaha perbaikan kualitas pelayanan dimaksud dilakukan melalui

pembenahan sistem pelayanan publik secara menyeluruh dan terintegrasi yang

dituangkan dalam peraturan perundang-undangan berupa peraturan daerah.

Dalam UU 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah ada suatu hal

yang baru yaitu mulai diterapkannya Standar Pelayanan Minimum (SPM) dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah5, SPM merupakan standar minimal

pelayanan publik yang wajib disediakan oleh pemerintah daerah kepada

3 Penjelasan Umum, Dalam Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik Di Kota Bekasi. h. 25

4 ibid 5 Lihat pasal 11 ayat (4) dalam UU 32 tahun 2004, yang menyebutkan bahwa

“penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib harus berpedoman pada SPM yang dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh pemerintah”.

Page 73: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

58

masyarakat. Adanya SPM akan menjamin pelayanan minimal yang berhak

diperoleh masyarakat dari pemerintah daerah.6

Pada prinsipnya, terdapat banyak jenis pelayanan yang diberikan oleh

pemerintah, namun secara generik pelayanan yang diberikan pemerintah dibagi

menjadi dua pelayanan publik. Yaitu: pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar (basic

services) dan pelayanan pengembangan sektor unggulan (core competence)7. Yang

menjadi pelayanan dasar seperti, kewargaan, pendidikan kesehatan, transportasi,

perumahan, lingkungan, fasilitasi jalan, dll. Pelayanan sektor unggulan seperti,

pertanian, pertambangan, pariwisata, perdagangan dll. Pelayanan sektor unggulan

adalah pelayanan pendukung yang ada di daerah. Namun setiap daerah otonom

wajib memberikan pelayanan dasar sesuai dengan SPM yang ditetapkan oleh

pemerintah pusat. Dengan adanya SPM pemerintah daerah bisa memenuhi

pelayanan dasar dan diharapkan akan terjadi pemerataan pelayanan publik dan

menghindari kesenjangan pelayanan antar daerah.8

Didasari dengan pentingnya suatu pelayanan yang harus diberikan

pemerintah daerah kepada warganya, maka DPRD Kota Bekasi membuat program

rancangan peraturan daerah Kota Bekasi tentang penyelenggaraan pelayanan

publik. Agar pelayanan dasar masyarakat bisa terpenuhi dan bisa dirasakan merata

oleh elemen masyarakat, dengan birokrasi yang mempermudah proses peraturan

daerah. Dan pembentukan peraturan daerah tentang penyelanggaraan pelayanan

6 S.H. Sarundajang, Babak Baru Sistem Pemerintahan Daerah, h. 154 7 dengan mengacu pada pendekatan core competence, maka isi otonomi dari satu daerah

akan berbeda dengan daerah lainnya tergantung dari sektor mana yang akan dikembangkan oleh daerah tersebut.

8 Oentarto Sindung Mawardi, Format Otonomi Daerah Masa Depan, h.169-174

Page 74: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

59

publik juga untuk mengaktualisasikan UU 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan

daerah yang mewajibkan setiap daerah otonom untuk memberikan pelayanan publik

terhadap warganya.

Dengan adanya peraturan daerah Kota Bekasi tentang penyelenggaraan

pelayanan publik diharapkan dapat meningkatkan penyelenggaraan fungsi

pelayanan dari Dinas, Instansi, dan BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) yang ada

dikota bekasi. disadari bahwa selama ini ketidakdisiplinan terhadap pelayanan

publik yang ada dikota bekasi merugikan pemerintah kota bekasi. Tuntutan

masyarakat agar adanya proses perizinan yang baik membuat DPRD menyusun

rancangan peraturan daerah ini. Karena harapan DPRD kota bekasi agar peraturan

daerah ini mempunyai daya laku peningkatan disiplin pelayanan yang terdapat

dalam sector swasta dan pemerintah.9

Adanya peraturan daerah penyelenggaraan pelayanan publik ini untuk

membentuk badan, kantor, dinas dan sayap-sayapnya yang harus dipayungi oleh

peraturan daerah, dan ini digabung dalam satuan kerja perangkat daerah (SKPD)10

yang akan dikoordinasikan oleh badan pelayanan perizinan terpadu (BPPT)11,

sehingga dinas yang terkait dengan pelayanan masyarakat tidak memonopoli semua

9 Data Diambil Dalam Risalah Rapat paripurna Penetapan dan Penandatangan Hasil

Pembahasan Panitia Khusus 28 dan Persetujuan DPRD Kota Bekasi Tentang Laporan Perhitungan Anggaran (LPA) Tahun Anggaran 2006, Bekasi,22 Agustus 2007, Dewan Perwakilan Rakyat Kota Bekasi 2007.

10 Selanjutnya akan disebut SKPD 11 Selanjutnya akan disebut BPPT

Page 75: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

60

bentuk perizinan. Masyarakat harus KBPPT dahulu, proses ini yang akan disebut

Unit pelayanan satu atap (SPSA).12

Atas dasar bahwa pemerintah Kota Bekasi mengharapkan pelayanan yang

baik terhadap masyarakat kota bekasi maka peraturan daerah tentang

penyelenggaraan pelayanan publik harus ada di kota bekasi, untuk meningkatkan

kualitas pelayanan dan perizinan yang prima dan terstruktur dengan baik melalui

kegiatan organisasi maupun personal dilingkungan pemerintah daerah khususnya

dan di instansi pemerintah pada umumnya.13

B. Peranan DPRD Dalam Penyusunan Peraturan Daerah Tentang

Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Perencanaan pembentukan daerah dilakukan berdasarkan program legislasi

daerah (prolegda). Prolegda merupakan istrumen perencanaan program

pembentukan peraturan daerah yang disusun secara berencana, terpadu, dan

sistematis. Salah satu tujuan penyusunan proglegda adalah untuk menjaga agar

produk peraturan daerah tetap berada dalam kesatuan sistem hukum nasional.14

Pembuatan peraturan daerah kota bekasi mengenai pelayanan publik juga

berdasarkan kesatuan sistem hukum nasional. Menurut ketua pansus, DPRD harus

memastikan bahwa peraturan daerah ini tidak bertentangan dengan Undang-undang,

12 Wawancara pribadi dengan anggota DPRD Kota Bekasi periode 2004-2009 yang

merupakan ketua pansus 28 dalam pembentukan perda ini, yaitu Ir. Muhammad Hasim Afandi, Bekasi 2 juni 2010

13 Penjelasan umum, dalam peraturan daerah kota bekasi nomor 13 tahun 2007 tentang penyelenggaraan pelayanan publik dikota bekasi. H. 26

14 Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), ( Bandung: Fokus Media, 2009), h. 76

Page 76: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

61

peraturan perundang-undangan, keputusan Presiden, keputusan Menteri dan juga

peraturan daerah.

Apa bila peraturan daerah tersebut ternyata bertentangan dengan peraturan

diatasnya, maka wewenang Mahkamah Agung (MA) untuk menjalankan

kewenangan yang disebut sebagai judicial review. Pengertian judicial review adalah

hak untuk menguji apakah suatu suatu perundangan yang dibuat bertentangan

dengan peraturan yang berada diatasnya, yaitu peraturan dibawah undang-undang.15

Peraturan daerah tentang pelayanan publik sudah sesuai dengan sistem

hukum nasional, dan setiap peraturan daerah yang dibuat juga harus berdasarkan

hukum atau undang-undang yang sesuai dengan kesatuan negara republik

Indonesia.16

Peraturan daerah Kota Bekasi tentang penyelenggaraan pelayanan publik

berdasarkan hukum pada:17

1. Keputusan DPRD Kota Bekasi Nomor: 14/ 174.1/ DPRD/ 2007 Tanggal 13

Juli 2007 tentang Panitia Khusus (pansus) 28, dalam rangka pembahasan

rancangan peraturan daerah Kota Bekasi tentang Penyelenggaraan

Pelayanan Publik di Kota Bekasi.

15 Toto Pribadi, dkk., Sistem Politik Indonesia (Jakarta: Universitas Terbuka, 2006), h. 7.17 16 Wawancara Pribadi dengan anggota DPRD Kota Bekasi periode 2004-2009 yang

merupakan ketua pansus 28 dalam pembentukan perda ini, yaitu Ir. Muhammad Hasim Afandi, Bekasi 2 juni 2010

17 Data Diambil Dalam Risalah Rapat paripurna Penetapan dan Penandatangan Hasil Pembahasan Panitia Khusus 28 dan Persetujuan DPRD Kota Bekasi Tentang Laporan Perhitungan Anggaran (LPA) Tahun Anggaran 2006, Bekasi,22 Agustus 2007, Dewan Perwakilan Rakyat Kota Bekasi 2007.

Page 77: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

62

2. Dalam Proses pembahasan, secara teknis pansus memperhatikan peraturan-

perundangan sebagai berikut:

a. UU No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria (Lembaran Negara RI Tahun 1960 No. 10, Tambahan

Lembaran Negara RI No. 349)

b. UU No.9 Tahun 1996 Tentang Pembentukan Kota Madya Daerah

Tingkat II Bekasi ( Lembaran Negara RI Tahun 1996 No.111,

Tambahan Lembaran Negara RI No. 3821)

c. UU No.23 Tahun 1997 Tentang Pengolaan Lingkungan Hidup

(Lembaran Negara RI tahun 1997 No. 68, Tambahan Lembaran

Negara RI No.3699)

d. UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran

Negara Ri Tahun 1999 No.42, Tambahan Lembaran Negara RI

No.3821)

e. UU No.31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri (Lembaran Negara

RI Tahun 2000 No. 246, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4045)

f. UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi (Lembaran Negara RI Tahun 2002 No.137,

tambahan Lembaran Negara Ri No. 4250)

Page 78: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

63

g. UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan (lembaran Negara RI Tahun 2004 No.53, Tambahan

Lembaran Negara RI No. 4389)

h. UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran

Negara RI Tahun 2004 No. 125, Tambahan Lembaran Negara RI

No. 4437) sebagaimana telah diubah dengan UU No.8 tahun 2005

Tentang Penetapan Peraturan Pemerintahan Pengganti UU No.3

tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No.32 Tahun

2004 Tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-undang (

Lembaran Negara RI tahun 2005 No. 108, Tambahan Lembaran

Negara RI No. 4548)

i. UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (Lembaran

Negara RI Tahun 2007 No. 67, Tambahan Lembaran Negara RI No.

4724)

j. UU No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan ruang (Lembaran Negara

RI Tahun 2007 No.68, Tambahan Lembaran Negara No. 4725)

k. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 Tentang Analisi Mengenai

Dampak Lingkungan (Lembaran Negara RI Tahun 1999 No. 59,

Tambahan Lembaran Negara RI No. 3838)

l. Peraturan Pemerintahan No. 79 Tahun 2005 Tentang Pedoman

Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan daerah

Page 79: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

64

(Lembaran Negara RI Tahun 2005 No. 165, Tambahan Lembaran

Negara RI No. 4593)

m. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 Tentang pembagian

Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi

dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara RI

Tahun 2007 No. 82, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4737)

n. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 Tentang Pedoman

Organisasi perangkat Daerah (Lembaran Negara RI tahun 2007 No.

89, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4741)

o. Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1992 Tentang Pemanfaatan

Tanah, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan Untuk Usaha

Patungan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing

p. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No:

63/KEP/M.PAN/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan

Pelayanan Publik.

q. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.

26/KEP/M.PAN/2/2004 Tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan

Akuntabilitas Pelayanan Publik.

Peraturan daerah tentang penyelenggaraan pelayanan publik, bergulir saat

DPRD periode 2004-2009, yang merupakan proglam legislasi yang harus disahkan

oleh DPRD. Sesuai dengan UU No.10 Tahun 2004 Pasal 15 ayat 2 yang

Page 80: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

65

menyatakan: “perencanaan penyusunan peraturan daerah dilakukan dalam suatu

program legislasi daerah”.18 Rancangan Peraturan Daerah tentang pelayanan publik

merupakan hak inisiatif dari DPRD, maka Rancangan Peraturan Daerah (raperda)19

disiapkan oleh anggota DPRD, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan

DPRD yang khusus menangani program legislasi.

Kemudian raperda penyelenggaraan pelayanan publik ini disampaikan oleh

pimpinan DPRD kepada Walikota, setelah raperda tersebut masuk kepimpinan

DPRD, dan menyampaikannya kepada panitia musyawarah DPRD yang kemudian

membahas raperda ini, aktivitas panitia musyawarah ketika memperoleh raperda

adalah mengadministrasikan, melakukan rapat dan mengagendakan rapat serta

membentuk Pansus.

Panitia musyawarah menyerahkan raperda kepada pansus, akan lebih baik

apabila sewaktu panitia musyawarah menerima usulan raperda, panitia tidak hanya

sekedar melakukan pembahasan secara administrasi, tetapi juga melakukan

pengecekan kelapangan untuk mengkonfirmasi kebenaran dan ketepatan raperda

tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga dengan demikian panitia

musyawarah memiliki informasi yang lebih lengkap untuk mengagendakan sebuah

pembahasan raperda, dan raperda dibutuhkan untuk memberi pelayanan prima

terhadap masyarakat.

Pansus (panitia khusus) yang terbentuk kemudian akan membahas raperda.

Pansus ini disebut dengan pansus 28, Pansus berjumlah 18 orang, dengan struktur

18 Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah (DPRD) (Bandung: Fokusmedia, 2009), h.76 19 Selanjutnya akan disebut raperda

Page 81: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

66

seorang koordinator yaitu unsur pimpinan, ketua pansus Ir. Muhammad hasim

Affandi dari farksi PAN, wakil ketua H. Gusnal, SE, MM dari fraksi PPP, sekretaris

Umar Fauzi fraksi PDI-P, dan 14 orang anggota yang terdiri dari beberapa

gabungan fraksi yang ada di DPRD.20

Dalam pembahasan raperda Kota Bekasi tentang penyelenggaraan

pelayanan publik di Kota Bekasi, pansus 28 ini juga melakukan beberapa

serangkaian kegiatan. Yaitu: rapat-rapat internal pansus, rapat pembahasan bersama

Walikota/Wakil Walikota, dalam merencanakan peraturan daerah tentang pelayanan

publik, rapat pembahasan bersama pihak badan usaha milik negara (BUMN) se-

Kota Bekasi yang mempunyai tupoksi pelayanan publik, rapat konsultasi dengan

biro organisasi dan dinas pelayana satu atap Propinsi Jawa Barat, kunjungan kerja

dalam rangka studi banding ke pemerintah Kota Yogyakarta, konsultasi ke kantor

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, rapat-rapat internal di fraksi masing-

masing dalam rangka pembahasan pelayanan publik, dan rapat finalisasi bersama

pihak eksekutif.21

Raperda tentang pelayanan publik dirasakan penting oleh DPRD karena

pemerintah Kota Bekasi belum membuat peraturan daerah ini, dan melihat ketidak

disiplinan dalam pembuatan perijinan dan pelayanan publik. DPRD sebagai

20 Nevi Somadireja, Lensa Wakil Rakyat Sebuah Perjalanan Aspirasi Warga Kota Bekasi

Anggota DPRD Kota Bekasi Masa Bhakti 2004-2009 (Bekasi: Sekretariat DPRD Kota Bekasi, 2009), h. 100

21 Data Diambil Dalam Risalah Rapat paripurna Penetapan dan Penandatangan Hasil Pembahasan Panitia Khusus 28 dan Persetujuan DPRD Kota Bekasi Tentang Laporan Perhitungan Anggaran (LPA) Tahun Anggaran 2006, Bekasi,22 Agustus 2007, Dewan Perwakilan Rakyat Kota Bekasi 2007.

Page 82: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

67

lembaga legislatif yang menampung aspirasi masyarakat, sering menerima keluhan

mengenai pelayanan publik yang tidak baik.

Kunjungan pansus 28 dalam masa kerjanya ke pemerintah Kota Yogyakarta,

karena kota Yogyakarta sudah mempunyai peraturan daerah tentang

penyelenggaraan pelayanan publik, pemerintah Kota Yogyakarta menjadi tolak

ukur dalam pembuatan peraturan daerah tentang penyelenggaraan pelayanan publik

di Bekasi. Kota Yogyakarta juga merupakan kota yang berkembang dalam

pelaksanaan otonomi daerah, dan pada saat rancangan peraturan daerah Kota Bekasi

tentang penyelenggaraan pelayanan publik diajukan kepada pemerintah Propinsi,

peraturan daerah ini merupakan peraturan daerah pertama di Jawa Barat atau di

Indonesia untuk tingkat Kabupaten/Kota. 22

Raperda tentang penyelenggaraan pelayanan publik yang telah disetujui

bersama oleh DPRD dan walikota, oleh walikota di buat edaran sebagai bentuk

sosialisasi raperda kepada instansi terkait yang berhubungan langsung dengan

pelayanan publik, yaitu SKPD yang didalamnya ada unsur dinas, kecamatan,

kelurahan, edaran ini diberikan tiga bulan sebelum pengesahan raperda.23

Menjadi kelemahan pemerintah daerah dalam melakukan sosialisasi raperda

kepada masyarakat, kurangnya copy edaran kepada masyarakat, karena edaran

hanya sampai kepada pihak instansi yang terkait. Sehingga saat perda di sahkan

22 Data Diambil Dalam Risalah Rapat paripurna Penetapan dan Penandatangan Hasil

Pembahasan Panitia Khusus 28 dan Persetujuan DPRD Kota Bekasi Tentang Laporan Perhitungan Anggaran (LPA) Tahun Anggaran 2006, Bekasi,22 Agustus 2007, Dewan Perwakilan Rakyat Kota Bekasi 2007.

23 Wawancara Pribadi dengan anggota DPRD Kota Bekasi periode 2004-2009 yang merupakan ketua pansus 28 dalam pembentukan perda ini, yaitu Ir. Muhammad Hasim Afandi, Bekasi 2 juni 2010

Page 83: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

68

banyak masyarakat yang tidak menyadari adanya peraturan daerah yang baru

dibuat.

Pengesahan raperda menjadi peraturan daerah tentang pelayanan publik juga

berjalan baik dalam rapat paripurna, pansus 28 merekomendasikan kepada pihak

eksekutif agar secepatnya membentuk BPPT sebagai pemberdayagunaan pelayanan

kepada masyarakat, pengelola seluruh bentuk pelayanan dan perijinan menjadi

kewenangan dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di Kota Bekasi,

dengan mengindahkan asas dan prinsip : asas kepastian hukum, asas transparansi,

asas partisipatif, asas kepentingan umum, asas profesionalisme, asas kesamaan hak,

asas keseimbangan hak dan kewajiban, prinsip kesederhanaan, prinsip kejelasan,

prinsip kepastian waktu, prinsip akurasi, prinsip keamanan, tanggung jawab, prinsip

kelengkapan sarana dan prasarana, prinsip kemudahan akses, prinsip kedisiplinan,

kesopanan, keamanan dan prinsip kenyamanan.24

Dalam rapat paripurna Ketua DPRD Kota Bekasi meresmikan paraturan

daerah kota bekasi tentang penyelenggaraan pelayanan publik. Rapat paripurna ini

di hadiri oleh ketua DPRD, dan wakilnya, Wali Kota Bekasi, dan Wakilnya,

anggota DPRD Kota Bekasi, sekertaris Daerah Kota Bekasi, perangkat pemerintah

daerah, seluruh camat dan lurah se Kota Bekasi, lembaga swadaya masyarakat

(LSM) yang ada di Kota Bekasi, kapolres Kota Bekasi dan lain-lain.

DPRD kota Bekasi melihat bahwa peraturan daerah tentang

penyelenggaraan pelayanan publik ini, penting untuk masyarakat. Ini juga

merupakan implementasi dari UU N0.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

24 Ibid

Page 84: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

69

yang menuntut adanya SPM, DPRD juga menetapkan SPM pelayanan dan perizinan

14 hari kerja.25

Pada tanggal 22 Agustus 2007 Walikota Bekasi mengesahkan dan

menetapkan peraturan daerah tentang penyelenggaraan publik berlaku di Kota

Bekasi dengan nomor 13 dan No. LD 12 seri A 26. Besar harapan agar adany

peraturan daerah Kota Bekasi tentang pelayanan publik bisa meningkatkan

pelayanan publik di Kota Bekasi.

Dalam peraturan daerah Kota Bekasi tentang penyelenggaraan pelayanan

publik disebutkan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan

yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan dalam rangka pemenuhan

kebutuhan penerima pelayanan sesuai dengan hak-hak sipil setiap warga negara dan

penduduk atas suatu barang, jasa, dan/atau pelayanan administrasi yang disediakan

oleh penyelnggara pelayanan publik.27

Dalam peraturan daerah kota bekasi tentang penyelenggaraan pelayanan

publik maka diterapkan standar pelayanan umum yang di amanatkan dalam UU 32

Tahun 2004, peraturan daerah Kota Bekasi tentang penyelenggaraan pelayanan

publik, jenis pelayanan dasar selain perizinan antara lain: seperti:

1. Pelayanan pembuatan kartu tanda penduduk (KTP)

25 Wawancara Pribadi dengan anggota DPRD Kota Bekasi periode 2004-2009 yang

merupakan ketua pansus 28 dalam pembentukan perda ini, yaitu Ir. Muhammad Hasim Afandi, Bekasi 2 juni 2010

26 Nevi Somadireja, Lensa Wakil Rakyat Sebuah Perjalanan Aspirasi Warga Kota Bekasi Anggota DPRD Kota Bekasi Masa Bhakti 2004-2009 (Bekasi: Sekretariat DPRD Kota Bekasi, 2009), h. 175

27 Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 13 tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Kota Bekasi, h, 6

Page 85: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

70

2. Pelayanan pembuatan kartu keluarga (KK)

3. Pelayanan akta perkawinan

4. Pelayanan akta lahir

5. Pelayanan pembuatan rekomendasi pendirian rumah ibadah

6. Pelayanan pembuatan rekomendasi pendirian sekolah swasta

7. Pelayanan pendaftaran organisasi sosial, LSM dan yayasan

8. Pelayanan pemberian tanda lapor orang asing

9. Pelayanan pemberian surat pengantar keringanan pengobatan ke rumah sakit

10. Pelayanan pemberian rekomendasi adopsi anak

11. Pelayanan pemberian rekomendasi pengumpulan sumbangan untuk korban

bencana.

Jenis pelayanan pemberian perizinan antara lain seperti:

1. Pelayanan pemberian izin mendirikan bangunan

2. Pelayanan pemberian izin lokasi

3. Pelayanan pemberian izin trayek

4. Pelayanan pemberian izin gangguan

5. Pelayanan pemberian izin usaha perdagangan

6. Pelayanan pemberian izin reklame

Page 86: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

71

7. Pelayanan pemberian izin penelitian/ survey/ riset dan PKL

8. Pelayanan pemberian izin undian

C. Sosialisasi Peraturan Daerah Tantang Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Pemerintah daerah wajib menyebarluaskan peraturan daerah yang telah

diundangkan dalam lembaran daerah. Masyarakat Kota Bekasi dan pihak-pihak

yang terkait harus mengetahui tentang peraturan daerah yang berlaku sebagai syarat

untuk melaksanakan dan mematuhinya.

Menurut Ir. Muhammad Afandi anggota DPRD Kota Bekasi dan juga

merupakan ketua pansus, sebenarnya bukanlah tugas DPRD dalam

mensosialisasikan, karna tugas DPRD itu, legislasi, controling dan budgeting. Dan

DPRD melihat dalam perda pelayanan publik ini, pihak yang lebih

bertanggungjawab dalam mensosialisasikan adalah BPPT, dinas-dinas dan instansi

terkait seperti kelurahan dan kecamatan yang lebih bersinggungan kepada

masyarakat dalam perizinan dan pelayanan.28

Kelemahan DPRD memang kurang mensosialisasikan Peraturan daerah

yang dibuatnya, sebenarnya sebelum peraturan daerah disahkan saat sidang

paripurna, sudah ada edaran dari pihak eksekutif yang diberikan kepada instansi

yang terkait pelayanan publik. Sehingga tiga bulan saat peraturan daerah ini

28 Wawancara Pribadi dengan anggota DPRD Kota Bekasi periode 2004-2009 yang

merupakan ketua pansus 28 dalam pembentukan perda ini, yaitu Ir. Muhammad Hasim Afandi, Bekasi 2 juni 2010

Page 87: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

72

disahkan sudah ada sosialisasi dari pihak terkait kepada masyarakat, dan hal ini

yang tidak dilakukan walaupun dilakukan hanya sedikit masyarakat yang tahu.29

DPRD Kota Bekasi mensosialisasikan peraturan daerah Kota Bekasi tentang

penyelenggaraan publik dengan cara mensosialisasikan kepada masyarakat

khususnya didaerah pemilihannya. Ini disebut dengan Masa Reses, setiap anggota

DPRD yang terdiri dari beberapa anggota terpilih lewat daerah pemilihan yang

berbeda-beda, jika DPRD mensahkan produk peraturan daerah maka anggota

DPRD tersebut mensosialisasikan ke daerah pemilihannya pada masa reses tersebut.

Masa reses dilaksanakan pada hari kerja selama enam hari dalam bentuk kunjungan

kemasyarakat,30 Hal ini yang kemudian kurang efektif untuk mensosialisasikan

perda karena dilaksanakan pada hari kerja disaat masyarakatnya mempunyai

aktivitas sendiri.

Pada saat sidang paripurna pengesahan peraturan daerah Kota Bekasi

dihadiri oleh pejabat daerah, struktur pemerintahan daerah dan elemen masyarakat.

Ini juga merupakan sosialisasi peraturan daerah, dari yang hadir tersebut bisa

mensosialisasikan kembali kepada masyarakat Bekasi.

DPRD Kota Bekasi juga mensosialisasikan peraturan daerah Kota Bekasi

tentang penyelenggaraan pelayanan publik melalui media yang ada di Kota Bekasi.

Media massa seperti koran Radar Bekasi yang slalu mempublikasikan kegiatan

pemerintah daerah. Dan juga lewat buletin swara DPRD yang hadir tiap bulannya,

dan menjelaskan peraturan daerah yang berhasil disahkan DPRD.

29 Ibid 30 Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Kota Bekasi N0.26/174.2/DPRD/2006,

h.75

Page 88: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

73

D. Peranan DPRD Dalam Pengawasan Peraturan Daerah Tentang

Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Sebagai unsur penyelenggara pemerintah di daerah, DPRD mempunyai

fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Tugas dan wewenang pengawasan

DPRD secara khusus tercantum dalam UU No 32 Tahun 2004 pasal 24 ayat 1C

yang berbunyi : “ DPRD mempunyai tugas dan wewenang melaksanakan

pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang-

undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah dalam

melaksanakan program pembangunan daerah dan kerjasama internasional di

daerah”31

Mengenai pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap jalannya roda

pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan daerah yang dilaksanakan oleh

eksekutif. DPRD menggunakan hak dan kewenangan seperti hak penyelidikan, hak

meminta keterangan, hak bertanya, dan hak menyatakan pendapat, dengan

keseluruhan mekanisme yang diatur oleh peraturan tata tertib dewan.32

Pengawasan bertujuan untuk mengembangkan kehidupan demokrasi,

menjamin keterwakilan rakyat dan daerah dalam melaksanakan tugas dan

kewenangannya, serta mengembangkan checks dan balances antara lembaga

legislatif dan eksekutif demi mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.

31 Lihat pasal-pasal UU 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah 32 Pusat Kajian Strategi Pembangunan Sosial Politik Fisip Universitas Indonesia Dengan

badan Perencanaan Daerah Provinsi Jakarta, dalam Penelitian Peran Dan Fungsi DPRD Di Era Reformasi (Jakarta: Depok, 2003), h. 18

Page 89: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

74

Pengawasan yang dilakukan DPRD untuk mengawasi produk hukum yang sudah

disahkan.

Bentuk pengawasan yang dilakukan DPRD dilakukan dengan cara

melakukan dengan pendapat, kunjungan jerja, pembentukan panitia khusus dan

pembentukan panitia kerja yang dibentuk sesuai dengan peraturan tata tertib DPRD.

DPRD dalam melaksanakan pengawasan terhadap peraturan daerah berhak meminta

pejabat negara, pejabat pemerintah, atau waraga masyarakat untuk memberikan

keterangan tentang suatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan daerah,

pemerintah dan pembangunan. Pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga

masyarakat yang menolak permintaan untuk memberikan keterangan dapat

dipanggil secara paksa, karena merendahkan martabat DPRD. Hal ini diatur dan

dijelaskan pada UU No. 22 tahun 2003 Pasal 66 ayat (1), (2) dan (3) bahwa:33

1. DPRD Provinsi, melaksanakan tugas dan wewenangnya berhak meminta

pejabat negara, tingkat provinsi, dan DPRD Kota, pejabat pemerintah

kabupaten/kota, badan hukum, atau warga masyarakat untu memberikan

keterangan tentang sesuatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan

daerah, bangsa dan negara.

2. Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah provinsi dan kabupaten/kota,

badan hukum atau warga masyarakat wajib memenuhi permintaan DPRD

sebagaimana dimaksud ayat (1).

33 Sadu Wasistiono, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), h.

149

Page 90: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

75

3. Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah provinsi dan kabupaten/kota,

badan hukum atau warga yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) dikenakan panggilan paksa sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Walaupun DPRD tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk memberi

sanksi terhadap eksekutif, setidaknya DPRD memiliki kekuasaan yang cukup kuat

untuk meminta keterangan dengan pihak-pihak yang sekiranya dapat memberikan

masukan dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD.

Namun kuatnya fungsi pengawasan yang sudah tertera dalam peraturan

Negara, tidak bisa di implementasikan dengan baik oleh DPRD Kota Bekasi. DPRD

Kota Bekasi kurang memberikan pengawasan terhadap peraturan daerah yang sudah

disahkannya.

Pengawasan DPRD terhadap peraturan daerah tentang pelayanan publik ini,

tidak begitu terkontrol dilakukan. Karena banyaknya perda yang disahkan oleh

DPRD tiap tahunnya, membuat DPRD sulit untuk memfokuskan pengawasan pada

satu peraturan daerah. Namun cara pengawasan yang dilakukan DPRD dalam

peraturan daerah ini dengan melakukan kunjungan kerja ke kelurahan atau ke dinas,

Dan selama ini belum terlihat adanya pelanggaran dalam pelaksanaannya.34

Pengawasan terhadap peraturan daerah Kota Bekasi tentang

penyelenggaraan pelayanan publik bisa dilihat sangat minim, hanya sebatas

34 Wawancara Pribadi dengan anggota DPRD Kota Bekasi periode 2004-2009 yang merupakan ketua pansus 28 dalam pembentukan perda ini, yaitu Ir. Muhammad Hasim Afandi, Bekasi 2 juni 2010

Page 91: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

76

pembuatan peraturan daerah dan pengesahannya. Jika DPRD melakukan kunjungan

kerja terhadap instansi terkait biasanya instansi tersebut memberikan pelayanan

yang prima dan tidak menyimpang, kurangnya pengawasan terhadap peraturan

daerah ini, membuat peraturan daerah ini belum dievaluasi dengan baik, dan apakah

sudah sesuai dengan masyarakat atau belum.

D.1 Pihak-Pihak Yang Bertanggung Jawab Terhadap Pelaksanaan Peraturan

Daerah Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Rekomendasi dari pansus peraturan daerah pelayanan publik adalah,

dibentuknya BPPT dengan asas kinerja satuan pelayanan satu atap, selama ini

dalam perijinan masyarakat seperti bola yang kesana dan kemari, karena tidak

adanya koordinasi kerja dari instansi terkait. Dan terlalu banyak pihak instansi yang

harus didatangi. Setelah adanya peraturan daerah ini kinerja perijinan dirubah.

Dalam peraturan daerah ada pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk

menfasilitasi agar peraturan daerah bisa terlaksana dan berjalan sesuai aturan yang

berlaku, dan dalam peraturan daerah Kota Bekasi tentang penyelenggaraan

pelayanan publik. Pihak yang bertanggung jawab adalah: BPPT yang

mengkoordinasi kerja SKPD didalamnya meliputi dinas-dinas dan kecamatan dan

kelurahan. Dan juga DPRD yang bertindak sebagai pengawas dalam pelaksanaan

perda pelayanan publik.

Gambar 1. Bagan Alur Pengurusan perizinan

PEMOHON

Mengajukan permohonan perijinan dengan melampirkan berkas yang disyaratkan

Page 92: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

77

DINAS-DINAS BPPT

Sumber: Dinas Perijinan Dalam Bidang IMB

Tekhnis perijinan

Legalitas perijinan Menerbitkan

surat perijinan

Meneliti kelengkapan berkas

SEKSI PERIJINAN DALAM DINAS

Gambar 2. Bagan Alur Pengurusan Pelayanan

Kelurahan Dinas kependudukan

Kecamatan

Sumber: Kantor Kelurahan Jati Luhur

D.2. Pelaksanaan Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan Pelayanan

Publik

Pelaksanaan peraturan daerah tentang pelayanan publik sudah berlaku pada

tanggal yang diundangkan, dan pelaksanaan standar pelayanan, maklumat

pelayanan, sistem informasi dan tata cara pengolaan pengaduan yang telah ada pada

masing-masing penyelenggara menyesuaikan dengan peraturan daerah ini selambat-

lambatnya satu tahun sejak ditetapkan.

Page 93: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

78

No Jenis Pelayanan/perijinan

Peraturan daerah

pelaksanaan Keterangan

1 Pembuatan KTP 14 hari 14 hari sesuai dengan SPM, namun bisa saja lebih dari 14 hari. dan ada pelayanan khusus atau progresif, yang bisa langsung jadi pembuatannya dalam satu hari (pasal 21), pelayanan ini untuk WNA atau masyarakat yang butuh untuk keperluan mendesak.

Bisa Sesuai perda, hanya saja persyaratan yang dibawa pada saat kekelurahan sudah komplit. Keterlambatan jadinya KTP, karena kurangnya komputerisasi atau data yang hilang. dalam pembiyayaan sendiri, dalam perda digratiskan, namun tiap kelurahan mempunyai kebijakan berbeda, bisa dikenai biyaya administrasi 10.000. dan untuk progresif dikenakan biaya 100.000 sesuai perda.

2 Surat Domisili 14 hari Surat domisili ini prosesnya hanya dikelurahan saja, sehingga bisa cepat. Biayanya juga gratis jika mengikuti perda, namun terkadang kelurahan memungut biaya untuk administrasi.

Tidak sesuai perda, karena prosesnya tidak berpindah instansi. Dalam pemungutan biaya juga tergantung dengan kebijakan kelurahannya.

3 Pelayanan izin mendirikan bangunan

14 hari Kurang lebih sesuai dengan waktu yang ditentukan

Sesuai dengan perda,Jika tidak ada masalah dalam tekhnisnya, semua

Page 94: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

79

bisa berjalan tepat waktu, namun ada pula oknum yang bermain waktu dengan dikenakan biaya tambahan untuk mempercepat waktunya.

Sumber: Table Dibuat Oleh Penulis

Dari table diatas bisa diambil kesimpulan bahwa tiap instansi ataupun dinas

mempunyai kebijakan tersendiri diluar perda, instansi terkait secara keseluruhan

sesuai dengan peraturan daerah hanya saja ada pegawainya yang melakukan

pelanggaran. Tiap dinas sendiri dan istansi berbeda kebijakannya. Dalam

pelaksanaan pelayanan publik, jika ada keterlambatan jadinya KTP karena

kurangnya komputerisasi atau data yang hilang,35 masyarakat juga tidak diwajibkan

kekantor kelurahan untuk pembuatan KTP, bisa langsung kekecamatan ataupun

dinas kependudukan, yang penting instansi terkait. Karena dalam perda pun tidak

ada peraturan tersebut.

Pelaksana peraturan daerah pelayanan publik juga tidak dikenai biaya

kepada masyarakat, yang dijelaskan pada pasal 22 yaitu pungutan biaya

penyelenggaraan pelayanan publik yang menyangkut hak-hak sipil pada hakikatnya

dibebankan kepada daerah dan atau negara dengan tidak menutup kemungkinan

ditetapkan pungutan biaya pelayanan kepada penerima pelayanan. Karena biaya

penyelenggaraan pelayanan mempertimbangkan, tingkat kemampuan dan daya beli

masyarakat, nilai/harga yang berlaku didaerah atas barang dan/atau jasa, dan rincian

biaya yang jelas dan transparan. Namun dalam pelaksanaannya masih terdapat

35 Wawancara Pribadi Dengan Lurah Jati Luhu Bpk. Jaya Ekosetiawan SH

Page 95: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

80

kantor kelurahan yang memungut biaya administrasi, untuk kas keuangan kantor

kelurahan. Mental msyarakatpun harus di rubah, banyak terdapat kasus masyarakat

yang enggan untuk kekelurahan dan meminta bantuan pegawai instansi terkait,

sehingga ada perasaan senggan dan memberikan uang untuk jasanya.36..

Penyelenggara pelayanan publik wajib bertanggung jawab atas pelayanan

yang dilaksanakannya yaitu: menyusun dan menetapkan standar pelayanan teknis

serta tata cara pengelolaan pengaduan dan keluhan dari penerima pelayanan dengan

mengedepankan prinsip penjelasan yang tepat dan tuntas, menyiapkan sarana dan

prasarana dan fasilitas pelayanan publik secara efisien, efektif, transparan dan

akuntabel, serta berkesinambungan, memberikan pengumuman dan/atau memasang

tanda-tanda yang jelas ditempat yang mudah diketahui terhadap perubahan dan/atau

pengalihan fungsi fasilitas pelayanan publik, dll.37

Penyelenggara sebagai lembaga yang melanggar kewajiban dan/atau

larangan yang diatur dalam peraturan daerah ini dikenakan sanksi administratif

berupa: peringatan, pembayaran ganti rugi, pengenaan denda. Sedangkan aparat

penyelenggara yang melanggar dikenakan hukuman: pemberian peringatan,

pembayaran ganti rugi, pengurangan gaji dalam waktu tertentu, penundaan atau

penurunan pangkat atau golongan, pembebasan tugas dari jabatan dalam waktu

tertentu, pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak hormat.

36 Wawancara Pribadi dengan anggota DPRD Kota Bekasi periode 2004-2009 yang

merupakan ketua pansus 28 dalam pembentukan perda ini, yaitu Ir. Muhammad Hasim Afandi, Bekasi 2 juni 2010

37Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 13 tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Kota Bekasi, Pasal 8, h. 9-10

Page 96: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

81

Ganti rugi yang dimaksud diberikan kepada penerima pelayanan yang dirugikan

berdasarkan tata cara yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan yang ada.

Peraturan daerah Kota Bekasi tentang penyelenggaraan publik secara

struktural sudah terarah, dengan memperjelas bentuk pelayanan dan bentuk

perijinan kepada masyarakat, akan tetapi menjadi cacatan yang sangat penting

ketika peraturan ini berbentuk praktek dan aplikasi langsung kepada masyarakat.

Ada baiknya pemerintah daerah yang didalamnya ada walikota dan wakil wali kota

juga anggota DPRD melakukan evaluasi apakah peraturan daerah ini benar-benara

terlaksana dengan baik oleh penyelenggara pelayanan publik dan aparat

pemerintahan, karena DPRD terkadang mengabaikan tugasnya selain membuat

peraturan daerah dan mengesahkannya, DPRD juga wajib melakukan pengawasan

terhadap pelaksanaan peraturan daerah kepada masyarakat.

Pemerintah daerah kota Bekasi memang mempunyai target tiap tahun dalam

mengembangkan potensi daerahnya, adanya peraturan daerah kota bekasi tentang

penyelenggaraan pelayanan publik juga menjadi bukti bahwa pemerintah ingin

memperbaiki fungsi pelayanan yang selama ini jauh dari disiplin, karena belum

adanya peraturan standar pelayanan minimum yang sesuai dengan UU No.32 tahun

2004 tentang pemerintahan daerah, DPRD sebagai lembaga politik kemudian

berusaha mewujudkan peraturan daerah kota bekasi tentang penyelenggraan

pelayanan publik guna memperbaiki ketidakdisiplinan yang ada dalam instansi yang

terkait terhadap pelayanan publik. Dengan harapan semoga adanya peraturan daerah

ini pelayanan publik di Kota Bekasi bisa lebih berkualitas dan terarah pada

masyarakat.

Page 97: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

82

Demikian penjelasan mengenai peraturan daerah Kota Bekasi dari faktor

terbentuknya sampai proses dan sosialisasinya peraturan daerah tentang

penyelenggaraan pelayanan publik. Jelaslah kiranya bahwa ada sebuah usaha dalam

pemerintah daerah kota bekasi untuk memperbaiki sebuah pelayanan terhadap

warganya agar lebih berkualitas.

Page 98: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

1

BAB I

PANDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997-1998 telah mengubah

sistem kehidupan berbangsa, bernegara serta berpemerintahan. Perubahan sistem in

tercermin pada pergantian UU No 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

Pemerintahan daerah menjadi UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

membawa perubahan besar dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di

Indonesia. Perubahan ini tampak lebih berorientasi pada penyelenggaraan

pemerintahan yang partisipatif dan demokrasi dari pada efisiensi administrasi.

Meski UU tersebut telah disempurnakan menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan daerah, semangat partisipasi masyarakat tetap dipertahankan dengan

menekankan perlunya efisiensi dalam penyelenggaraannya. Kini daerah memiliki

jumlah dan bobot yang lebih besar dari pada sebelumnya secara politis, dan daerah

memiliki kemandirian yang lebih besar dari pada sebelumnya.1

Lengsernya Soeharto dengan pemerintahan yang sentralis membawa angin

segar bagi perbaikan hubungan daerah dan pusat, karena tuntutan akan adanya

otonomi daerah dan perbaikan terhadap sistem pemerintahan daerah di hadirkan

dalam UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Istilah otonomi daerah dan desentralisasi dalam konteks bahasan sistem

penyelenggaraan pemerintahan sering digunakan secara campur aduk. Kedua istilah

1 M.R.Khairul Muluk, Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah (Malang,Jawa Timur:

BayuMedia,2006), Cet. 1, h. 95

Page 99: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

2

tersebut secara akademik bisa dibedakan, namun secara praktis dalam

penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat dipisahkan. Bahkan menurut banyak

kalangan, otonomi daerah adalah desentralisasi itu sendiri. Desentralisasi adalah

pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintahan pusat kepada

pemerintahan daerah.2

Otonomi daerah diartikan sebagai manifestasi desentralisasi. Otonomi dalam

makna sempit dapat diartikan sebagai “mandiri” sedangkan dalam makna yang

lebih luas diartikan sebagai ‘berdaya”. Otonomi daerah dengan demikian berarti

kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan

mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Jika daerah sudah mencapai kondisi

tersebut, maka daerah dapat dikatakan sudah berdaya untuk melakukan apa saja

secara mandiri tanpa tekanan dari luar.3

Otonomi daerah diberikan melalui desentralisasi politik dan desentralisasi

administratif4, desentralisasi politik dimuat dalam UU No.22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah yang memperkuat posisi DPRD, yang kemudian di revisi

dengan adanya UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang salah

satunya di sebutkan mengenai pemilihan kepala daerah dan DPRD secara

demokratis melalui pemilu langsung. Sementara itu desentralisasi administratif

yaitu pemberian wewenang kepada pemerintah lokal dalam mengurus anggaran

daerah dan sumber-sumber daerah. Hal ini semakin mendekatkan pelayanan

2 Dede Rosyada, DKK, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi, Hak

Asasi Manusia dan Masyarakat Madani (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003), Edisi Revisi, 2003, h. 149

3 Ibid, h. 150 4 Willy R. Tjandra, Praksis Good Governance (Sewon Bantul: Pondok Edukasi, 2006), h. 7

Page 100: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

3

pemerintahan kepada rakyat didaerah dalam proses administrasi, otonomi daerah

dalam pihak ini harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijkaan ekonomi nasional

di daerah.

Kalangan teoritisi pemerintahan dan politik mengajukan sejumlah argumen

yang menjadi dasar dalam memilih desentralisasi-otonomi, yaitu: pertama, untuk

terciptanya efesiensi-efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah

berfungsi mengelola berbagai dimensi kehidupan seperti bidang sosial,

kesejahteraan masyarakat, ekonomi, keuangan, politik, integrasi sosial, pertahanan,

keamanan dalam negeri dan lain-lain. Oleh karena itu, tidaklah mungkin semua

dilakukan dengan cara yang sentralistik, sehingga ada pembagian tugas antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang diatur dalam otonomi daerah. Kedua,

sebagai sarana pendidikan politik. banyak kalangan ilmuan politik berargumentasi

bahwa pemerintahan daerah merupakan kancah pelatihan dan pengembangan

demokrasi dalam sebuah negara, pemerintah daerah akan menyediakan kesempatan

bagi warga masyarakat untuk berpartisipasi politik, baik dalam rangka memilih atau

kemungkinan untuk dipilih dalam suatu jabatan politik, dan mereka yang tidak

memiliki peluang untuk terlibat dalam politik nasional, mempunyai peluang untuk

ikut dalam politik lokal. Ketiga, pemerintahan daerah sebagai persiapan untuk karir

politik lanjutan. karena pemerintahan daerah (eksekutif dan legislatif lokal),

merupakan lahan yang banyak dimanfaatkan guna menapak karir politik yang lebih

tinggi dari dominasi lokal menjadi dominasi nasional. Keempat, stabilitas politik.

stabilitas nasional mestinya berawal dari stabilitas politik pada tingkat lokal.

Kelima, kesetaraan politik. Dengan dibentuknya pemerintahan daerah maka

Page 101: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

4

kesetaraan politik diantara berbagai kompenan masyarakat akan terwujud. Karena

masyarakat di berbagai lapisan daerah mempunyai kesempatan untuk terlibat salam

politik, melalui pemilihan kepala desa, bupati,walikota, dan bahkan gubernur. Dan

masyarakat terlibat dalam mempengaruhi pemerintahannya untuk membuat

kebijakan terutama yang menyangkut kepentingan mereka.5

Sejalan dengan perubahan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah yang diganti oleh UU No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, ada

sejumlah perubahan yang menyangkut konsep kelembagaan di pemerintahan

daerah. Menurut UU No.32 Tahun 2004, pemerintah daerah adalah

penyelenggaraan urusan pemerintahan dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD)6 menurut asas otonomi , dan tugas perbantuan dengan prinsip otonomi

seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

sebagaimana yang dimaksud oleh UUD 1945. Pemerintah daerah adalah Gubernur,

Bupati/Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan,

sedangkan DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur

penyelenggara pemerintahan daerah.7

Dengan adanya otonomi daerah yang luas diera reformasi ini memberi ruang

DPRD sejajar dengan Kepala Daerah, dahulu lembaga perwakilan rakyat (legislatif)

berada dibawah dominasi eksekutif dipusat maupun daerah, hal ini karena Presiden

Soeharto membangun hegemoni yang luar biasa terhadap lembaga legislatif. Hal ini

5 Dede Rosyada, DKK, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi, Hak

Asasi Manusia dan Masyarakat Madani , h. 153 6 Selanjutnya akan menggunakan kata DPRD 7 Baban Sobandi, DKK, Desentralisasi dan Tuntutan Penataan Kelembagaan Daerah

(Bandung: Humaniora, 2005), h. 115

Page 102: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

5

dapat dilihat dalam strategi memperkokoh dominasinya, mengontrol dan

mengendalikan secara total daerah-daerah.

Salah satu contoh dari desain hegemoni rezim soeharto terhadap lembaga

perwakilan rakyat daerah, misalnya, ketentuan pasal 15 dan 16 UU No.5 tahun 1974

mengenai pengangkatan kepala daerah. Keputusan akhir pemilihan Gubernur dari

DPRD diserahkan kepada Presiden, melalui Mentri Dalam Negeri. Ini pun berlaku

dalam pengangkatan Bupati/Walikota. Hegemoni ini membuat DPRD yang begitu

kuat dalam proses pemilihan kepala daerah menyebabkan DPRD mandul dalam

melaksanakan perannya sebagai wakil rakyat untuk menentukan pemimpin daerah

yang dikehendaki rakyat.8

Pasca lengsernya soeharto, terjadi perubahan besar menyangkut hubungan

pusat dengan daerah. Semangat tersebut diakomodasi UU NO. 22 Tahun 1999

tentang pemerintahan daerah yang mulai mengembangkan istilah demokrasi,

partisipasi masyarakat, serta pengelolaan kekuasaan transparan. Pasal 18 Ayat 1,

UU No.22 Tahun 1999 memberi kewenangan yang sangat penting bagi DPRD

antara lain, memilih kepala Pemerintahan Daerah (Gubernur/Wakil, Bupati/Wakil,

dan Walikota/Wakil), serta mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala

Daerah. Dalam menjalankan tugas dan kewajiban Gubernur, Bupati dan walikota

bertanggung jawab kepada DPRD.

Seiring berkembangnya demokratisasi di indonesia UU No.22 tahun 1999 di

ubah menjadi UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, salah satu

8 Wasistiono, sadu dan ondo riyani (editor), Etika Hubungan Legislatif Eksekutif (Bandung:

Fokus Media, 2003), h. 234

Page 103: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

6

alasan di rubahnya karena UU sebelumnya DPRD mempunyai otoritas terlalu besar

terhadap Kepala Pemerintahan. Dan UU No.32 tahun 2004 dengan tegas

memisahkan antara badan legislatif dan eksekutif daerah. UU ini juga menegaskan

bahwa kedudukan setiap unsur pemerintah daerah berdiri sendiri dan tidak

mempunyai hubungan hierarki. Karena baik anggota DPRD maupun Kepala Daerah

dipilih langsung oleh Rakyat, lewat pemilihan umum. Namun DPRD dan kepala

daerah juga memiliki kewajiban antara lain, menjalin hubungan kerjasama dengan

seluruh intansi vertikal di daerah. Serta memberi laporan pertanggungjawaban

kepada DPRD.

Walaupun ada pemisihan antara Kepala Daerah dan DPRD namun kedua

lembaga ini bersifat sejajar dan bersifat kemitraan, keduanya mempunyai

kedudukan yang sama penting karena dipilih langsung oleh rakyat sehingga

mempunyai legitimasi yang sah. Namun Kepala Daerah dan DPRD mempunyai

korelasi kerja satu sama lain, salah satu contohnya dalam UU No.32 Tahun 2004

disebutkan Kepala daerah dalam menetapkan Perda harus mendapat persetujuan

dari DPRD, hal ini bisa dilihat bahwa kerja Kepala daerah tidak bisa terlepas dari

peranan DPRDnya9.

Pada akhirnya segala urusan mengenai daerah menjadi pekerjaan rumah

bagi pemerintah daerah, tidak terkecuali bagi daerah manapun, dan DPRD sebagai

Lembaga yang anggotanya dipilih oleh rakyat harus bisa membuat kebijakan yang

sesuai dengan kepentingan publik. Kota bekasi yang merupakan salah satu kota di

9 Baban Sobandi, DKK, Desentralisasi dan Tuntutan Penataan Kelembagaan Daerah, h.

116

Page 104: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

7

Indonesia juga harus melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan UU yang sudah

disepakati.

Bekasi yang kini menjadi Kota dan terlepas dari kabupaten Bekasi

mempunyai sejarah tersendiri dalam pembentukannya. Bekasi juga merupakan

daerah yang diduduki oleh penjajahan Belanda dan Jepang, pasca kemerdekaan

Bekasi ditata menjadi Kabupaten. Terbentuknya kabupaten Bekasi juga tidak lepas

dari aspirasi masyarakat Bekasi untuk dibentuknya Kabupaten Bekasi yang awalnya

Kabupaten Jatinegara.

Kabupaten Bekasi dibentuk berdasarkan Undang-undang No. 14 Tahun

1950 tertanggal 15 Agustus 1950. Pada saat itu, Kabupaten bekasi terdiri dari 4

kewedanaan, 13 kecamatan dan 95 desa. Dan perkembangan pemerintahan

Republik Indonesia pada waktu itu menuntut adanya pelayanan yang maksimal

terhadap masyarakat, berdasarkan peraturan pemerintah (PP) Nomor 48 tahun 1981

kecamatan bekasi ditingkatkan statusnya menjadi Kota Administratif Bekasi yang

meliputi 4 kecamatan, Bekasi Barat, Bekasi Selatan, Bekasi Timur, Bekasi Utara.

Dari keempat kecamatan itu terdiri 18 kelurahan dan 8 desa. Pemekaraan itu

dilakukan atas tuntutan masyarakat perkotaan yang memerlukan adanya pelayanan

khusus. Pembentukan kota Administrasi Bekasi digelar pada tanggal 20 April 1981

yang dihadiri mentri Dalam Negeri (Mendagri). Dan perkembangan yang

ditunjukan Kota Administrasi Bekasi mampu memberikan dukungan penggalian

potensi di wilayahnya untuk menyelenggarakan Otonomi daerah. Dan untuk

mendukung jalannya roda pemerintahan, maka keluarlah UU No. 9 Tahun 1996

yang mendukung berubahnya Kota Administrasi Bekasi menjadi Kotamadya

Page 105: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

8

Daerah Tingkat II Bekasi dan yang menjabat sebagai walikotamadya adalah bapak

Drs.H.Khailani AR, selama satu tahun (1997-1998).10

Selanjutnya berdasarkan hasil pemilihan terhitung mulai tanggal 23 Pebruari

1998 Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bekasi dijabat oleh Bapak Drs. H.

Nonon Sonthanie (1998-2003). Setelah pemilihan umum berlangsung terpilihlah

Walikota dan Wakil Walikota Bekasi yaitu: Akhmad Zurfaih dan Moechtar

Muhammad (periode 2003-2008), dan pada tahun 2008 terpilih walikota Moechtar

Muhammad sebagai Walikota dan Rahmat Effendi S.Sos sebagai Wakil Walikota

(periode 2008-2013), yang terpilih lewat pemilihan kepala daerah langsung oleh

warga Kota Bekasi.

Kota Bekasi setelah berbentuk Kotamadya mulai membuktikan

kemandiriannya dalam mengembangkan Kota Bekasi, dengan didukungnya

otonomi daerah yang dapat memberikan kebebasan kepada daerah untuk mengurus

rumah tangganya sendiri. Kota Bekasi menunjukan geliatnya dengan membangun

sektor perekonomian yang lebih nyata. Ini bisa dilihat pada awalnya perekonomian

Bekasi baru berkembang disepanjang Jl.Ir H. Juanda yang membujur sepanjang 3

km dari Alun-alun Kota hingga terminal Bekasi. Di jalan ini terdapat pusat

pertokoan Bekasi yang dibangun pada tahun 1978, serta beberapa departemen store

dan bioskop. Sejak tahun 1993, perekonomian mulai berkembang disepanjang Jl.

Ahmad Yani dengan dibangunnya beberapa mal serta sentra niaga. Kini pusat

perekonomian telah berkembang hingga Jl. KH. H. Noer Ali ( Kalimalang), Kranji,

dan Harapan Indah. Di daerah ini bisa dilihat dengan adanya hotel, banyaknya mal,

10 http// www.kotaBekasi.go.id, diakses pada tanggal 17 November 2009

Page 106: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

9

pertokoan,bank serta restoran dan perumahan-perumahan mewah yang ada di

daerah ini. Dan kini pusat perekonomian telah berkembang sampai di beberapa

kecamatan bekasi salah satunya kecamatan Jati Asih, di kecamatan ini sudah dibuka

akses jalan tol yang menghubungkan ke Jabodetabek sampai ke bandung, juga ada

supermarket, restoran, bank, perumahan-perumahan dan sarana transportasi

angkutan umum yang sudah menjangkau kebeberapa kota.

Berkembangnya sektor perekonomian di kota Bekasi, diiringi dengan

pemerintahan daerah yang stabil dan kuat, pemerintah daerah Kota Bekasi sudah

melaksanakan pemilihan kepala daerah pertama pada tanggal 27 januari 2008 untuk

memilih wali kota secara langsung. Berbeda dengan pemilihan kepala daerah

sebelumnya yang memakai cara walikota dipilih oleh anggota DPRD (Dewan

Perwakilan Rakyat daerah). Pemilihan kepala daerah tersebut diikuti oleh tiga

pasang calon, dan akhirnya dimenangkan oleh Mochtar Mohammad dan Rahmad

Effendi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Golkar. Sedangkan

dalam pemilihan anggota DPRD secara demokratis sudah dilakukan terlebih dahulu

pada tahun 2004 bersamaan dengan pemilu nasional. Dan mengantarkan 54 orang

wakil rakyat Kota Bekasi dari delapan partai politik: PKS(11), Golkar(9),

P.Demokrat(7), PAN(6), PPP(4), PDS(1), PBB(1), periode 2004-2009, yang terpilih

sebagai pimpinan DPRD ketua H.Rahmat Effendi,S.Sos,M.Si,(F-Golkar),

didampingi oleh H.Dadang Asgar Noor (F-P.Demokrat) dan H. Ahmad Saiykhu (F-

PKS).11

11 http// www.kotaBekasi.go.id, diakses pada tanggal 17 November 2009

Page 107: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

10

Pemilihan Kota Bekasi sebagai tempat penelitian karena secara geografis

Bekasi merupakan salah satu kota penyangga di wilayah megapolitan jabotabek

selain Tangerang, Tangerang Selatan, Bogor, Depok dan Cikarang, serta menjadi

tempat tinggal masyarakat yang bekerja dijakarta. Oleh karena itu ekonomi Kota

Bekasi sangat berhubungan erat dengan kota-kota wilayah jabodetabek, Kota

Bekasi yang berbatasan langsung dengan Kota Metropolitan DKI Jakarta, pada saat

ini maupun kedepan akan semakin mempunyai posisi yang sangat strategis dalam

mendukung berbagai pelayanan dan pengembangan DKI. Kota Bekasi akan

semakin strategis sebagai Kota Pengimbang (Trickling Down Effect) untuk

mengurangi tekanan penduduk beserta aktifitasnya dari DKI Jakarta. Dengan

kondisi ini di asumsikan penduduk kota bekasi pada tahun 2015 diproyeksikan

mencapai 2.250.000 jiwa, laju pertumbuhan Kota Bekasi dari tahun ketahun terus

meningkat, pada tahun 2001 jumlah penduduk Kota Bekasi mencapai 1.708.337

jiwa dan bertambah pada tahun 2005 2.001.899 jiwa, dan pada tahun 2007 sampai

saat ini mencapai 2.143.804 jiwa.

Kota Bekasi diarahkan untuk pengembangan jasa, perdagangan, industri dan

pemukiman, sebagai bagian dari pengembangan kawasan terbangun atau perkotaan

dengan koridor timur barat (poros Bekasi-Jakarta-Tangerang). Kelengkapan

infrastruktur menjadi nilai tersendiri ketika memilih hunian di Bekasi. Maraknya

pusat properti komersial di Bekasi, juga bisa menjadi sinyal bahwa kebangkitan

pembangunan properti di Bekasi akan semakin jelas. Dari data survei yang

dilakukan PT Procon Indah yang dilangsir pada jakarta property market review

Page 108: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

11

2007 tingkat hunian di Kota Bekasi mencapai persentase 90,6%, Jakarta 85,9%,

Tangerang 73,2%, dan Bogor57,0%.12

Meningkatnya sektor perekonomian di Kota Bekasi tentu harus diikuti

dengan kinerja DPRD sebagai lembaga politik yang membuat kebijakan publik bagi

warganya. Dalam UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ditekankan

dan diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui

peningkatan pelayanan, karena dalam Undang-undang ini mulai diterapkannya

standar pelayanan minimum (SPM) dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Pasal 11 ayat (4) menyebutkan bahwa “penyelenggaraan urusan pemerintahan

wajib harus berpedoman pada SPM yang dilaksanakan secara bertahap dan

ditetapkan oleh pemerintah”.

Salah satu prestasi dibidang pemerintahan yang dicapai Kota Bekasi pada

tahun 2005-2006 adalah juara lomba pelayanan publik tingkat nasional pada tahun

2005 dan lomba evaluasi kinerja kelurahan tingkat Provinsi selama dua tahun

berturut-turut, pada tahun 2005 kelurahan Jaka Sampurna dan pada tahun 2006

kelurahan Bintara yang menang dalam pelayanan masyarakat, padahal pada saat itu

Kota Bekasi belum mempunyai peraturan daerah mengenai penyelenggaraan

pelayanan publik.13 Ini menjadi pekerjaan rumah bagi DPRD, untuk meningkatkan

pelayanan dibidang pemerintahan maka DPRD harus membuat peraturan daerah

tentang penyelenggaraan pelayanan publik yang sesuai dengan standar pelayanan

minimum. Hal ini menarik untuk dikaji karena dengan adanya arahan terhadap

12 http://www.Jatisari, hunian kota bekasi. Html, diakses pada tanggal 27 Januari 2010. 13 Data Diambil Dalam Risalah Rapat paripurna Penetapan dan Penandatangan Hasil

Pembahasan Panitia Khusus 28 dan Persetujuan DPRD Kota Bekasi Tentang Laporan Perhitungan Anggaran (LPA) Tahun Anggaran 2006, Bekasi,22 Agustus 2007, Dewan Perwakilan Rakyat Kota Bekasi 2007.

Page 109: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

12

pelayanan publik seperti yang tertuang dalam UU 32 Tahun 2004, apakah DPRD

berperan dalam pembuatan peraturan daerah ini dan melihat seperti apa DPRD Kota

Bekasi memberi ruang terhadap penyelenggaraan pelayanan publik di Kota Bekasi.

Selain alasan objektif diatas alasan subjektifnya adalah penulis lahir dan

dibesarkan di Kota Bekasi. Dan dengan adanya penelitian ini penulis berharap dapat

berguna bagi masyarakat Kota Bekasi, khususnya bagi aparatur pemerintahan Kota

Bekasi dalam menjalankan roda pemerintahan.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Perubahan sistem otonomi daerah yang berdampak pada keterbukannya

demokrasi politik di Indonesia, membawa babak baru bagi DPRD sebagai lembaga

legislatif daerah. Begitu juga dengan DPRD di Kota Bekasi, dengan adanya

otonomi daerah DPRD Kota Bekasi mempunyai hak untuk membuat kebijakan-

kebijakan di daerah yang dibutuhkan oleh masyarakat Kota Bekasi.

Karena luasnya pembahasan mengenai peran DPRD Kota Bekasi dalam

membuat peraturan daerah, agar pembahasan dalam penelitian ini lebih terarah,

maka penulis membatasi dan memfokuskan kajian pada DPRD Dalam Otonomi

Daerah Studi Analisis Terhadap Peranan DPRD Kota Bekasi Dalam Penyususnan

dan Pengawasan Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik,

oleh karena itu, pembahasan akan dirumuskan pada seputar:

1. Bagaimana peranan DPRD Kota Bekasi dalam penyusunan dan pengawasan

peraturan daerah tentang penyelenggaraan pelayanan Publik ?

Page 110: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

13

C. Tujuan Penelitian

Merujuk pada latar belakang yang telah dijabarkan dalam penelitian skripsi

ini penulis memiliki dua tujuan, umum dan khusus. Tujuan umum disini di

antaranya:

1. Untuk mengetahui DPRD dalam otonomi daerah

2. Untuk mengetahui bagaimana peranan DPRD Kota Bekasi dalam

penyususnan dan pengawasan peraturan daerah tentang penyelenggaraan

pelayanan Publik

Sedangkan tujuan khusunya adalah untuk melengkapi tugas akhir dari

perkuliahan, dan untuk meraih gelar Sarjana Sosial (S.Sos )

D. Metode Penelitian

Untuk mengumpulkan data-data bagi penelitian skripsi ini, penulis

menggunakan penelitian perpustakaan (library research), yaitu mengumpulkan

data-data dengan cara membaca karya ilmiah, buku, media masa, jurnal-jurnal, dan

menggunakan metode wawancara kepada kepada sumber yang mengerti

pembahasan ini . dan sumber lainnya yang berkaitan dengan pembahasan sebagai

bahan referensi penulis dalam menelaah pembahasan, penulis juga akan ke DPRD

untuk mendapatkan data yang akurat mengenai pembahasan tema ini.

Jenis penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif-analitik, yaitu

suatu pendekatan dengan mendeskripsikan atau mengurai unsur-unsur yang

berkaitan dengan tema yang dimaksud serta menganalisanya. Sehingga ada data

Page 111: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

14

yang pasti mengenai peraturan daerah maupun refrensi lain, agar diperoleh suatu

jawaban yang pasti.

Secara umum, teknik penulisan laporan hasil penelitian ini mengacu pada

buku-buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi), yang

diterbitkan oleh CEQDA (Center For Quality devolopmen and Assurance)

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Press 2008.

E. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun menggunakan pembahasan bab per bab. Kemudian

dijelaskan sub per sub setiap tema pembahasan. Dengan demikian penulis

menyusun sistematikanya sebagai berikut:

Pada bab pertama berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang

masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan penelitian, metode

penelitian, dan sistematika penulisan.

Pada bab kedua akan dibahas tentang DPRD dan Otonomi Daerah, yang

berisi pengertian Otonomi Daerah, DPRD Dalam Undang-undang Pemerintahan

Daerah, Refleksi Peran DPRD Dalam Otonomi Daerah.

Pada bab ketiga membahas tentang Gambaran Umum Tentang Kota Bekasi

yang membahas, Sejarah Kota Bekasi, Penjelasan Singkat Pemekaran Kota Bekasi

Dari Kabupaten Bekasi dan Penjelasan Umum Kota Bekasi .

Page 112: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

15

Pada bab keempat penulis mencoba menganalisis mengenai Faktor Yang

Melatar Belakangi Peraturan Daerah Kota Bekasi Tentang Penyelenggaraan

Pelayanan Publik, Peranan DPRD Dalam Penyusunan Peraturan Daerah Tentang

Penyelenggaraan Pelayanan Publik, Sosialisasi Peraturan Daerah Tentang

Penyelenggaraan Pelayanan Publik, Peranan DPRD Dalam Pengawasan peraturan

Daerah Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

Pada bab kelima akan ditulis Kesimpulan dan Saran.

BAB II

DPRD DAN OTONOMI DAERAH

A. Pengertian Otonomi Daerah

Perjalanan otonomi daerah di Indonesia merupakan isu menarik untuk

diamati dan dikaji, karena semenjak para pendiri negara menyusun format negara,

isu menyangkut pemerintahan lokal telah diakomodasika dalam Pasal 18 UUD

1945 beserta penjelasannya. Pemerintahan daerah dalam pengaturan Pasal 18

UUD 1945 yang telah diamandemen mengakui adanya keragaman dan hak asal-

usul yang merupakan bagian dari sejarah panjang bangsa Indonesia. Meskipun

negara Republik Indonesia menganut prinsip negara kesatuan dengan pusat

kekuasaan berada pada Pemerintah Pusat namun karena heterogenitas yang

dimiliki bangsa indonesia baik kondisi sosial, ekonomi, budaya, maupun

keragaman tingkat pendidikan masyarakat, maka otonomi daerah atau

Page 113: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

16

desentralisasi yang merupakan distribusi kekuasaan/kewenangan dari Pemerintah

pusat perlu dialirkan kepada daerah yang berotonom.14

Sejak kemerdekaan Hubungan kekuasaan Pemerintah pusat dan daerah

selalu berubah, hal ini bisa dilihat dalam bentuk kebijakannya. Pada masa Soekarno

pemerintah pusat mulai berusaha untuk mengembangkan otonomi daerah pada

tahun 1957 dengan lahirnya UU No. 1 tahun 1957, namun hal ini gagal diterapkan

dan menimbulkan kekecewaan pada pemerintah daerah yang menilai sistem

pemerintahan yang sentralistis dan tidak memberikan ruang yang memadai terhadap

otonomi daerah, sampai akhirnya pada masa pemerintahan Soeharto pengaturan

politik lokal dibenahi dengan hegemoni yang kuat dari pusat kedaerah. Soeharto

mengatur pemerintahan lokal secara detail dan diseragamkan secara nasional.15

Selama hampir seperempat abad kebijakan otonomi daerah di Indonesia

mengacu kepada UU No.5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah

yang di buat pada masa Soeharto. Akhirnya setelah Soeharto lengser, bergulir era

reformasi ada suatu desakan dari kalangan politik lokal agar ada perbaikan

hubungan antara Pusat dan daerah. Dan timbul keinginan daerah agar kewenangan

pemerintahan dapat didesentralisasikan dari pusat kedaerah. Akhirnya tanggal 7 mei

2001 lahirlah UU N0.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang

menegaskan kembali pelaksanaan Otonomi daerah.16

14 J.Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan

Lokal dan Tantangan Global (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), h. 1 15Pratikno, “Pengelolaan Hubungan Pusat dan Daerah” dalam Syamsuddin Haris (editor),

Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Desentralisasi, Demokratisasi, Akuntabilitas Pemerintahan Daerah (Jakarta:Lipi Press, 2007), h. 31-33

16 Syaukani, Dkk, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan ( yogyakarta: pustaka Pelajar, 2003), h. 14

Page 114: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

17

Otonomi (autonomy : yun : autos=sendiri – nomos=hukum) terdapat tiga

pengertian yaitu: pertama, kemampuan /hak manusia untuk mengatur, memerintah

dan mengarahkan diri sendiri sesuai kehendaknya tanpa campur tangan orang lain.

Kedua, kekuasaan dan wewenang suatu lembaga atau wilayah untuk menjalankan

pemerintahan sendiri. Ketiga, keadaan munculnya perasaan bebas-lepas dan

kepercayaan diri yang kuat setelah seseorang berhasil melewati rintangan-rintangan

masa mudanya (menurut E. Erikson).17

Dalam kamus politik otonomi adalah hak untuk mengatur kepentingan dan

urusan internal daerah atau organisasinya menurut hukum sendiri. Otonomi dalam

batas tertentu dapat dimiliki oleh wilayah-wilayah dari suatu negara untuk mengatur

pemerintahannya sendiri.18

Otonomi daerah sendiri adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk

mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai perundang-undangan yang

berlaku.19

Otonomi daerah sebagai bentuk desentralisasi pemerintahan ditujukan untuk

memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan, yaitu upaya untuk lebih

mendekati tujuan penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka mewujudkan cita-

cita masyarakat yang lebih baik, masyarakat yang lebih adil dan makmur,

pemberian, pelimpahan dan penyerahan tugas-tugas kepada daerah.

17 Save M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Lembaga Pengkajian

Kebudayaan Nusantara (LPKN), 1997), h. 759 18 BN. Marbun, Kamus Politik (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2007), h. 350 19 Save, M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, h. 759

Page 115: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

18

M. Turner dan D. Hulme berpandangan bahwa yang dimaksud dengan

otonomi daerah adalah transfer kewenangan untuk menyelenggarakan beberapa

pelayanan kepada publik dari seseorang atau agen pemerintah pusat kepada

beberapa individu atau agen lain yang lebih dekat kepada publik yang dilayani.

Landasan yang menjadi transfer ini adalah teritorial dan fungsional.20

Rondinelli mendefinisikan otonomi daerah sebagai transfer tanggung jawab

dalam perencanaan. Manajemen dan alokasi sumber-sumber dari pemerintah pusat

dan agen-agenya kepada unit kementrian pemerintah pusat, unit yang ada dibawah

level pemerintah, otoritas pemerintah pusat, unit yang ada dibawah level

pemerintahan, otoritas atau korporasi publik semi otonomi, otoritas regional atau

fungsional dalam wilayah yang luas, atau lembaga privat non pemeintah dan

organisasi nirlaba.21

Negara Indonesia, sebagai negara kesatuan republik, dengan

penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan asas desentralisasi, telah menjadi

bahan pembicaraan jauh sebelum proklamasi 17 Agustus 1945, Mohammad hatta

dalam tulisan ke arah Indonesia merdeka (1933) menyebutkan: “ Oleh karena

Indonesia terbagi atas beberapa pulau dan golongan bangsa, mendapat hak

menentukan nasib sendiri, asal saja peraturan masing-masing tidak berlawanan

dengan dasar-dasar pemerintahan umum” dan ia menegaskan pembentukan

20 Rosyada, DKK, Pendidikan Kewargaan (Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi

Manusia dan Masyarakat Madani, h. 151 21 Ibid., h. 151

Page 116: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

19

pemerintahan daerah (pemerintahan yang berotonomi), merupakan salah satu aspek

pelaksanaan paham kedaulatan rakyat.22

Visi otonomi daerah itu sendiri dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup

interaksinya yang utama yaitu: Politik, ekonomi, serta sosial dan budaya. Dalam

bidang politik, karena otonomi daerah adalah buah dari kebijakan desentralisasi dan

demokrasi, maka ia harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang

bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis.

Demokratisasi pemerintah juga berarti transparasi kebijakan. Membangun sistem

dan pola karir politik dan administrasi yang kompetitif. Juga penguatan DPRD

dalam keberhasilan atau kegagalan kepemimpinan kepala daerah. DPRD juga

memiliki hak pengawasan politik terhadap jalannya pemerintahan daerah. Di bidang

ekonomi, otonomi daerah harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan

ekonomi nasional didaerah, serta terbukanya peluang bagi pemerintah daerah

mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan

pendayagunaan potensi ekonomi didaerahnya. Dan dalam bidang sosial dan budaya,

otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan dan memelihara

harmoni sosial dan pada saat yang sama memelihara nilai-nilai lokal.23

Dalam Otonomi daerah ada pembagian kekuasaan yang menyangkut urusan

pemerintahan pusat dan pemerintah daerah. Dan urusan pusat meliputi: politik luar

negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter atau fiskal nasional dan agama.

22 Murtir Jeddawi, Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Analisis Kewenangan,

Kelembagaan, Manajemen Kepegawaian, dan Peraturan Daerah (Yogyakarta: Kreasi total Media, 2008), h. 133

23 M. Ryaas Rasyid, “Otonomi Daerah: Latar Belakang dan Masa Depannya” dalam Syamsuddin Haris (editor), Desentralisasi dan Otonomi Daerah Desentralisasi, Demokratisasi, Akuntabilitas Pemerintahan Daerah , h.10-11

Page 117: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

20

Urusan pemerintah Provinsi (Dekonsentrasi) berwenang mengatur dan

mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas regional (lintas

kabupaten/kota), sedangkan urusan kabupaten/kota ( Desentralisasi) berwenang

mengatur dan mengurus urusan-urusan pemerintahan dengan eksternalitas lokal

(dalam suatu kabupaten/kota).24

Pada dasarnya urusan daerah provinsi bersifat atau memiliki dampak dan

manfaat lintas kabupaten dan kota dan urusan yang belum mampu dijalankan oleh

kabupaten/kota. Urusan wajib yang menjadi kewenangan provinsi merupakan

urusan dalam skala provinsi, sementara urusan wajib bagi kabupaten/kota

merupakan urusan wajib bagi kabupaten/kota merupakan skala kabupaten/kota.

Urusan tersebut berupa perencanaan dan pengendalian pembangunan, perencanaan,

pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang, penyelenggaraan ketertiban umum dan

ketentraman masyarakat, penyediaan sarana dan prasarana umum, penanganan

bidang kesehatan, penyelenggaraan bidang pendidikan (khusus provinsi

ditambahkan pila urusan alokasi sumber daya manusia potensial), penanggulangan

masalah sosial, pelayanan bidang ketenaga kerjaan, pengembangan koperasi, usaha

kecil, dan menengah, pengendalian lingkungan hidup, pelayanan pertahanan,

kependudukan, dan catatan sipil, dan urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh

peraturan perundang-undangan.25

Memberi otonomi kepada daerah sama seperti dengan mengizinkan “negara

mini”. Rakyat akan membentuk organisasi pemerintahan daerahnya sendiri selaras

24 J.Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan

Lokal dan Tantangan Global , h. 172 25 M.R.Khairul Muluk, Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah, Cet. 1, h.141-142

Page 118: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

21

dengan kondisi daerah setempat. Pemerintahan daerah itu masing-masing akan

membuat dan menjalankan kebijakan berdasarkan kehendak masyarakat. Meskipun

demikian, kebijakan daerah tersebut tidak boleh bertentangan dengan perundang-

undangan negara, dan harus sesuai dengan kewenangan yang diserahkan oleh

pemerintah pusat.26

Wajah pemerintahan daerah dengan begitu akan berbeda-beda. Kebijakan

yang dibuat dan cara melaksanakannya juga tidak sama. Melalui pemberian

otonomi, prinsip pluralitas dalam demokrasi lebih dapat dijamin, efektivitas dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah lebih dapat diwujudkan, dan pemerintah

pusat sendiri tidak keberatan beban dalam menangani urusan domestik.

Otonomi daerah menjadi suatu hal yang sangat penting, bukan semata-mata

karena otonomi memberikan kewenangan yang besar kepada daerah, tetapi dengan

otonomi, sebuah pembangunan yang lebih terarah dan tepat sasaran akan lebih

dimungkinkan. Dan dengan otonomi, pemerintah suatu daerah lebih dapat

melaksanakan program ekonomi dan politik yang mandiri sesuai kondisi daerah

yang ada didepan mata pemerintah daerah.

B. DPRD Dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah

Persoalan otonomi daerah telah muncul sejalan dengan lahirnya UUD 1945

yang terwadahi dalam pasal 18 UUD 1945. Beranjak dari pasal tersebut lahir pula

berbagai Undang-undang tentang otonomi daerah untuk menjabarkan pasal 18 UUD

26 Djohermansyah Djohan, “Fenomena Etnosentrisme Dalam Penyelenggaraan Otonomi

Daerah” dalam Syamsuddin Haris (editor), Desentralisasi dan Otonomi Daerah Desentralisasi, Demokratisasi, Akuntabilitas Pemerintahan Daerah, h. 209

Page 119: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

22

1945 tersebut. Kelahiran undang-undang tersebut adalah mengikuti gerak dan

tujuan politik dari setiap elit yang menguasai setiap sistem politik. Pada dasarnya

Undang-undang otonomi daerah tersebut bermaksud untuk memberikan keleluasan

bagi setiap daerah untuk mengatur daerahnya sendiri. Hal ini beranjak dari

pemikiran akan luas wilayah dan beragamnya budaya dan adat penduduk di

kepulauan ini.27

UUD (Proklamasi) 1945 dalam pasal 18 menegaskan sebagai berikut:

“Pembagian Daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan

pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan

mengamati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak

asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”.28

Dalam penjelasan resmi UUD 1945, ketentuan pasal 18 tersebut diberikan

penjelasan sebagai berikut:29

a. Oleh karena negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat (Negara Kesatuan),

maka Indonesia tidak akan mempunyai daerah didalam lingkungannya

yang bersifaat Staat juga. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah

provinsi, dan daerah provinsi akan dibagi dalam daerah yang lebih kecil.

Daerah-daerah itu bersifat otonom (streek dan local

rechtsgemeenschappen) atau bersifat daerah administrasi belaka,

semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan undang-undang.

27 Isbodroini Suyanto, “Otonomi Daerah dan Fenomena Etnosentrisme” dalam Syamsuddin Haris (editor), Desentralisasi dan Otonomi Daerah Desentralisasi, Demokratisasi, Akuntabilitas Pemerintahan Daerah, h.243

28 Lihat UUD 1945 Pasal 18 29 C.S.T. Kansil, DKK, Hukum Administrasi Daerah (Jakarta: Jala Permata Aksara, 2009),

h.73

Page 120: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

23

Didaerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah

oleh karena didaerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar

musyawaratan.

b. Dalam teritoir Negara Indonesia terdapat kurang lebih 250

Zelfbesturendelan-dshappen dan Volksgemeenschappen, seperti desa di

Jawa dan Bali, nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang,

dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh

karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara

Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa

tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah itu akan

mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut.

Meskipun UUD 1945 yang menjadi acuan konstitusi telah menetapkan

konsep dasar tentang kebijakan otonomi kepada daerah-daerah. Tetapi dalam

perkembangannya sejarah ide otonomi daerah mengalami berbagai bentuk

kebijakan yang disebabkan oleh kuatnya tarik-menarik kalangan elit politik pada

masanya. Hal ini terlihat dalam aturan-aturan mengenai pemerintahan daerah

sebagaimana yang terdapat dalam UU berikut ini:

B.1. DPRD Dalam Undang-Undang No.1 tahun 1945

Undang-Undang No.1 1945 dikeluarkan pada tanggal 23 November 1945

dan merupakan Undang-undang pemerintahan daerah yang pertama setelah

kemerdekaan. Undang-undang tersebut didasarkan pada pasal 18 UUD 1945. Pada

Page 121: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

24

dasarnya dalam UU No.1 Tahun 1945 tersebut, meneruskan sistem yang diwariskan

oleh pemerintah kolonial Belanda.30

pada pokoknya Undang-Undang ini mengubah Komite Nasional Daerah

menjadi Badan Perwakilan Daerah. Wewenang BPRD tersebut adalah: Pertama,

kemerdekaan untuk mengadakan peraturan-peraturan untuk kepentingan daerahnya

(otonomi). Kedua, Pertolongan kepada Pemerintah atasan untuk menjalankan

peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah itu (medebewind dan self

goverment = sertat antara dan pemerintahan sendiri). Ketiga, membuat peraturan

mengenai suatu hal yang diperintahkan oleh undang-undang umum, dengan

ketentuan bahwa peraturan itu harus disahkan terlebih dahulu oleh pemerintahan

atasan (wewenang antara otonomi dan selfgovernment).31

Komite Nasional Daerah bertindak sebagai badan legislatif dan anggotanya-

anggotanya diangkat oleh pemerintah pusat. Komite tersebut memilih lima orang

dari anggotanya untuk bertindak selaku badan eksekutif yang dipimpin oleh kepala

daerah untuk menjalankan dua fungsi utama yaitu sebagai kepala daerah otonom

dan sebagai wakil pemerintah pusat di daerah yang bersangkutan.32

B.2.DPRD Dalam Undang-Undang No.22 Tahun 1948

Undang-undang No.1 Tahun 1945 yang mengatur tentang pemerintahan

daerah di Indonesia, ternyata dipandang kurang memuaskan, karena isinya sangat

sederhana. Dan banyak hal yang tidak diatur dalam UU No.1 tahun 1945. Untuk

30 Oentarto, DKK, Menggagas Format Otonomi Daerah Masa Depan (Jakarta: Samitra

Media utama, 2004), h. 75 31 CST Kansil, Pokok-pokok pemerintahan Di Daerah (Jakarta: Aksara Baru, 1979), h. 37 32 Oentarto, DKK, Menggagas Format Otonomi Daerah Masa Depan, h. 76

Page 122: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

25

melaksanakan ketentuan Pasal 18 UUD 1945, maka dengan persetujuan Badan

Pekerja Komite Nasional Pusat, Pada tanggal 10 Juli 1948 ditetapkan Undang-

undang No.22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah.33

Undang-undang ini menetapkan Dewan Perwakilan Rakyat daerah (DPRD)

dan Dewan Pemerintah Daerah (DPD) sebagai instansi pemegang kekuasaan

tertinggi, sedangkan kepala daerah diberi kedudukan sebagai ketua dan anggota

Dewan Pemerintah Daerah, dan tidak lagi menjadi ketua DPRD. Kekuasaan

pemerintah daerah berada ditangan DPRD. DPD bertanggung jawab kepada DPRD

dan dapat dijatuhkan DPRD atas mosi tidak percaya. Kepala daerah dalam UU ini

mempunyai posisi lemah karena tergantung pada DPRD.

B.3. DPRD Dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1957

Yang menjadi dasar dikeluarkannya UU No.1 Tahun 1957 dikarenakan

perkembangan ketatanegaraan maka undang-undang tentang pokok-pokok

pemerintahan daerah yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri, perlu

diperbaharui sesuai dengan bentuk negara kesatuan. Dan perlu dilakukan dalam

suatu undang-undang yang berlaku untuk seluruh Indonesia.

DPRD dalam Undang-undang ini memiliki hak dan kewajiban yang semakin

luas, DPD dan Kepala Daerah dipilih oleh DPRD, sehingga kedua badan ini harus

bertanggung jawab kepada DPRD. Kepala daerah bertindak selaku ketua DPD,

33 C.S.T. Kansil, DKK, Hukum Administrasi Daerah, h. 75

Page 123: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

26

namun kekuasaan tertinggi di daerah terletak ditangan DPRD. DPRD membuat

kebijakan daerah dan DPD bertugas untuk melaksanakannya.34

B.4. DPRD Dalam Undang-Undang No.18 Tahun 1965

Pada tanggal 1 september 1965 diundangkan UU No.18 Tahun 1965 tentang

pokok-pokok pemerintahan daerah RI. Diberlakukannya UU No.18 Tahun 1969

dipicu oleh lemahnya posisi kepala daerah dalam UU No.1 Tahun 1957.35 UU

No.18 Tahun 1965 ini merupakan gabungan atau pencakupan dari segala pokok

unsur-unsur pemerintahan daerah.

Dibandingkan dengan Undang-undang sebelumnya posisi DPRD dalam

Undang-undang ini sangat minim.36 Bentuk dan susunan pemerintahan daerah

terdiri dari: Kepala Daerah dan DPRD. Kepala Daerah melaksanakan politik

pemerintahan dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Mentri Dalam

Negeri menurut hierarki yang ada. kepala daerah juga dibantu oleh wakil kepala

daerah dan badan pemerintahan harian. Pimpinan DPRD dalam menjalankan

tugasnya bertanggung jawab kepada kepala daerah. DPRD menetapkan peraturan-

peraturan daerah untuk kepentingan daerah atau untuk melaksanakan peraturan

perundangan yang lebih tinggi tingkatannya yang pelaksanaannya ditugaskan

kepada daerah. Anggota-anggota Badan Pemerintahan Harian (BPH) adalah

pembantu kepala daerah dalam urusan dibidang tugas pembantuan dalam

34Isbodroini Suyanto, “Otonomi Daerah dan Fenomena Etnosentrisme,” h. 247 35 M.R.Khairul Muluk, Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah, h. 134 36 BN Marbun, DPRD Pertumbuhan dan Cara Kerjanya (Jakarta: Pustaka Sinar harapan,

2006), h.76

Page 124: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

27

pemerintahan. Angota BPH memberikan petimbangan kepada kepala daerah, baik

diminta maupun tidak.

B.5. DPRD Dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1974

Hadirnya UU No.5 Tahun 1974 dilatarbelakangi oleh runtuhnya rezim Orde

Lama yang di pimpin oleh Presiden Soekarno dan digantikan oleh Orde Baru yang

dipimpin oleh Presiden soeharto. Pergantian rezim ini terjadi setelah UU No.18

Tahun 1965 relatif baru diberlakukan. Dan pergolakan politik yang meletus melalui

peristiwa G 30 September 1965 Partai Komunis Indonesia (PKI) telah menunda

berlakunya UU No.18 Tahun 1965 tersebut.

Menurut pasal 13 UU No.5 Tahun 1974: “Pemerintah Daerah adalah Kepala

Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”. Dengan demikian maka dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah ada pembagian yang jelas dalam kedudukan

yang sama tinggi antara Kepala Daerah dan DPRD, yaitu Kepala Daerah memimpin

eksekutif dan DPRD bergerak dalam bidang legislatif. Akan tetapi DPRD tidak

boleh mencampuri urusan eksekutif. Dan dalam Undang-undang ini tidak mengenal

lembaga BPH atau DPD.37

Sifat UU No.5 Tahun 1974 sangat sentralistik hal ini bisa dilihat dari

kedudukan Kepala Daerah yang ditentukan oleh pusat tanpa bergantung dari hasil

pemilihan oleh DPRD. Kepala Daerah hanya bertanggung jawab kepada pusat dan

tidak kepada DPRD. Ia hanya memberikan laporan kepada DPRD dalam tugas

37 BN Marbun, DPRD Pertumbuhan dan Cara Kerjanya (Jakarta: Pustaka Sinar harapan,

2006), h.76

Page 125: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

28

bidang pemerintahan daerah, Sehingga DPRD tidak mempunyai kekuasaan

terhadap Kepala Daerah.38

B.6. DPRD Dalam Undang-Undang No.22 Tahun 1999

Lahirnya gerakan reformasi dengan tuntutan demokratisasi, telah membawa

perubahan pada segi kehidupan masyarakat dan termasuk didalamnya perubahan

dalam pola hubungan pusat-daerah. Sistem pengelolaan pemerintahan daerah di

Indonesia juga memasuki babak baru diera pemerintahan Habibie. Tuntutan dan

wacana didaerah bahwa pemerintahan daerah perlu memiliki otonomi yang luas

dalam merumuskan, mengelola, dan mengevaluasi kebijakan publik

terakomodasi.39

DPR secara resmi mengesahkan UU No.22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah pada 21 April 1999, yang mengubah secara drastis UU No.5

Tahun 1974 ketika penyelenggaraan dilakukan secara sentralistis, tawaran otonomi

luas dan desentralisasi atau yang dikenal dengan otonomi daerah menjadi penyejuk

hampir semua daerah pemberian otonomi ysng luas diyakini mampu mencegah

terjadinya disintegrasi bangsa.40

Undang-undang ini mencoba untuk menciptakan pola hubungan yang

demokratis antara pusat dan daerah, undang-undang otonomi daerah ini bertujuan

untuk memberdayakan daerah dan masyarakatnya serta mendorong daerah agar

dapat merealisasikan aspirasinya. Penguatan masyarakat dilihat dengan

38 Isbodroini Suyanto, “Otonomi Daerah dan Fenomena Etnosentrisme,” h. 252 39 L. Misbah Hidayat, Reformasi Administrasi Kajian Komparatif Pemerintahan Tiga

Presiden (Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 39 40J.Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan

Lokal dan Tantangan Global, h. 140

Page 126: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

29

diberdayakannya DPRD. Dan Gubernur sebagai eksekutif daerah bertanggung

jawab kepada DPRD sedangkan Bupati/Walikota kepada DPRD Kabupaten/DPRD

Kota.

UU No.22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah sangat strategis. Karena

kebijakan desentralisasi dalam undang-undang tersebut merupakan bagian dari

kebijakan demokratisasi pemerintahan. Karena itu, penguatan peran DPRD, baik

dalam proses legislasi maupun pengawasan atas jalannya pemerintahan daerah,

perlu dilakukan. Menurut UU No.22 Tahun 1999, posisi DPRD sejajar dengan

pemerintahan daerah, bukan sebagai bagian dari pemerintaha daerah seperti yang

berlaku sebelumnya sesuai UU No.5 Tahun 1974 yang menyatakan DPRD bukan

berkedudukan sebagai badan legislatif tetapi bersama dengan kepala daerah

merupakan pemerintah daerah (local goverment).41

Pasal 16 dari UU ini menyatakan bahwa DPRD sebagai lembaga perwakilan

rakyat di daerah merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan

pancasila, DPRD sebagai badan Legislatif Daerah berkedudukan sejajar dan

menjadi mitra dari pemerintah daerah. Di samping itu kuatnya kedudukan DPRD

juga dinyatakan dalam pasal 18 dari UU ini juga dinyatakan beberapa tugas dan

wewenang DPRD untuk memilih Kepala Daerah dan wakilnya, memilih utusan

Daerah, mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah dan

wakilnya dimana DPRD.42

41 Baban Sobandi, DKK, Desentralisasi dan Tuntutan Penataan Kelembagaan Daerah

(Bandung: Humaniora, 2006), h. 117 42 Lihat Penjelasan Pasal-pasal UU No.22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah

Page 127: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

30

B.7. DPRD Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004

Pada tahun kelima implementasi UU No.22 Tahun 1999 tepatnya tahun

2004 pada masa kepresidenan Megawati, dengan berbagai latar belakang

pertimbangan sebagai akibat dari dampak implementasi UU tersebut, muncul

kehendak pemerintah untuk mengadakan revisi untuk undang-undang tersebut, yang

akhirnya memunculkan undang-undang pemerintahan daerah yang baru, yaitu UU

No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. UU 22 Tahun 1999 dinilai kurang

demokratis dan dalam tataran konsep kurang membagi secara jelas tugas dan

kewenangan, hubungan antar strata pemerintah, dan perimbangan keuangan. Pola

hubungan DPRD dan Kepala Daerah kurang berlangsung baik karena dalam

praktiknya DPRD mendominasi, sehingga memunculkan ketidakstabilan

pemerintahaan daerah.43

Dalam Undang-undang ini juga diatur mengenai pelaksanaan fungsi-fungsi

pemerintahan daerah yang dilakukan oleh lembaga pemerintah daerah yaitu

pemerintah daerah dan DPRD. Kepala daerah dan kepala pemerintah daerah dipilih

secara demokratis. Sehingga DPRD sudah tidak memiliki wewenang lagi untuk

memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah, dan pemilihan secara demokratis

dalam undang-undang ini yaitu pemilihan secara langsung oleh rakyat. Kepala

daerah dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh seorang wakil kepala daerah,

dan perangkat daerah. Penyelenggaraan pilkada langsung dilaksanakan oleh komisi

43 J.Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan

Lokal dan Tantangan Global, h. 71

Page 128: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

31

pemilihan umum daerah (KPUD), KPUD bertanggung jawab kepada DPRD

setempat. Setipa usulan KPUD harus berdasarkan pengesahan DPRD.44

Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja

yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan, kedudukan setara bermakna

sejajar dan tidak saling membawahi. Kemitraan bermakna bahwa antara pemerintah

daerah dan DPRD adalah sama-sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan

daerah untuk melaksanakan fungsi masing-masing sehingga antar kedua lembaga

ini membangun hubungan kerja yang sifatnya mendukung.

UU No.32 Tahun 2004 dinilai sebagai Undang-undang yang demokratis

karena kepala daerah dan DPRD dipilih langsung oleh rakyat. Dan pembagian

wewenang serta tugas tidak saling tumpang tindih satu sama lain, keduanya

membangun korelasi kerja yang saling menguntungkan dan bertanggung jawab

untuk membuat kebijakan publik.

C. Refleksi Peran DPRD Dalam Otonomi Daerah

Peran DPRD dalam otonomi daerah yang dimuat dalam undang-undang

pemerintahan daerah selalu berubah arah kebijakannya, ini dikarenakan adaptasi

pelaksanaan otonomi daerah terhadap pemerintah pada awal kemerdekaan belum

stabil, sehingga dari awal kemerdekaan hingga sekarang kebijakan Peran DPRD

dalam otonomi daerah berbeda-beda.

UU No.1 tahun 1945 merupakan undang-undang pertama tentang

pemerintahan daerah, DPRD pada ketika itu disebut Komite Nasional Daerah yang

44 Muhammad Labolo, Memahami Ilmu Pemerintahan Suatu Kajian, Teori, Konsep dan Pengembangannya (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 123

Page 129: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

32

pada mulanya adalah badan yang merupakan duplikasi komite nasional pusat untuk

daerah-daerah, Komite nasional daerah lalu berubah menjadi badan perwakilan

rakyat daerah (BPRD) yang menjadi badan legislatif.

Maka UU No.22 Tahun 1948 sudah ada pembentukan DPRD dan DPD

untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri. Kepala daerah diangkat oleh

pemerintah pusat dari calon yang diajukan DPRD dan bertindak selaku ketua DPD.

Dan DPD yang menjalankan urusan pemerintahan daerah bertanggung jawab

kepada DPRD baik secara kolektif maupun sendiri, sehingga posisi kepala daerah

sangat bergantung kepada DPRD. Dalam UU No.

1 Tahun 1957 ditentukan bahwa kepala daerah hanya bertanggung jawab

kepada DPRD.45 Perubahan mendasar terjadi lagi dengan di Undangkannya UU

No.18 Tahun 1965 dibentuk BPH untuk membantu Kepala daerah dan DPRD dalam

menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Daerah. Pergantian

kepemimpinan nasional dan pemerintahan akibat G-30-S PKI, mengakibatkan

terhambatnya pelaksanaan UU No. 18 Tahun 1965 dan di gantikan oleh UU No.5

Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah di bawah pimpinan

Presiden Soeharto yang menggantikan Presiden Soekarno, sistem pemerintahan

daerah menggunakan tiga asas pemerintahan yaitu: desentralisasi, dekonsentrasi dan

tugas pembantuan. BPH dihapuskan didalam pemerintahan daerah, tidak

dilaksanakannya hak angket DPRD yang dapat mengganggu keutuhan Kepala

45 Oentarto, DKK, Menggagas Format Otonomi Daerah Masa Depan, h.75-81

Page 130: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

33

Negara, Kepala Daerah tidak bertanggung jawab kepada DPRD, tetapi secara

hierarki kepada Presiden46.

adanya reformasi 1998 menjadi arus balik kewenangan pusat kepada

daerah, tuntutan untuk diterapkannya otonomi daerah yang tidak sentralistis di

tuangkan dalam UU No.22 Tahun 1999 yang menggantikan UU No.5 tahun 1974,

undang-undang ini juga menjadi babak baru bagi perjalanan otonomi daerah dan

kepemimpinan Presiden Soeharto yang digantikan Oleh Habibie. UU No.22 tahun

1999 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan peran sentral kepada DPRD

dalam menentukan jalannya pemerintahan daerah ditandai dengan besarnya

kewenangan DPRD dalam memilih dan menetapkan Kepala daerah dan

memposisikan Kepala daerah untuk bertanggung jawab kepada DPRD, apa bila

tidak bertanggung jawab maka DPRD dapat mengusulkan pemberhentian kepala

daerah yang bersangkutan.

UU No.5 Tahun 1974 dinilai gagal dalam mewujudkan hak-hak daerah

dalam mengembangkan daerahnya sendiri, karena masih terkontrol oleh pusat.

Salah satu perubahan yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan

didaerah berdasarkan UU No.22 Tahun 1999 adalah dipisahkannya secara tegas

antara institusi Kepala Daerah dengan DPRD. UU No. 22 tahun 1999 secara tegas

menetapkan bahwa didaerah dibentuk DPRD sebagai lembaga legislatif daerah dan

46 Sarundajang, Babak Baru Sistem Pemerintahan Daerah (Jakarta: Kata Hasta, 2005), h.

118-119

Page 131: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

34

pemerintah daerah sebagai badan eksekutif daerah yang terdiri dari Kepala Daerah

beserta perangkat daerah47.

Dan seiring perjalanan otonomi daerah maka UU No. 22 Tahun 1999 di

revisi pada masa pemerintahan Megawati dengan penerapan UU No. 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang ini DPRD tidak

mempunyai kekuasaan penuh terhadap Kepala Daerah, karena Kepala Daerah

dipilih oleh rakyat lewat pemilu sehingga pertanggungjawabannya langsung kepada

rakyat. Pola hubungan DPRD dan kepala daerah sebagai mitra dan bekerja sama

untuk mengembangkan daerah otonomnya sendiri.

Negara Indonesia di bawah pemerintahan orde baru kurang lebih 30 tahun

menerapkan pelaksanaan sistem yang sentralistik ini kemudian melakukan

gelombang protes dari tahun 1997 sampai 1998. Banyaknya tuntutan agar ada

perbaikan pola hubungan kerja antara pemerintah pusat dan daerah dan memberikan

peran DPRD sebagimana mestinya, akhirnya dikeluarkanlah UU No.22 Tahun 1999

tentang pemerintahan daerah yang membuat posisi DPRD kuat sebagai lembaga

legislatif.

Penerapan otonomi daerah, sesuai dengan ketetapan MPR No.IV/MPR/2000

tentang pemerintahan daerah telah dilaksanakan sejak tanggal 1 januari 2001.48

Pelaksanaan otonomi daerah secara demokratis bisa dilihat dalam pelaksanaan

pemilihan umum secara langsung untuk memilih anggota DPRD sebagai lembaga

47 Sarundajang, Arus balik Kekuasaan Pusat Ke Daerah (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,

2002), Cet.4, h. 7 48 Mardiyanto, “Penerapan Otonomi Daerah Di jawa Tengah: Masalah Desentralisasi,

Demokratisasi Dan Akuntabilitas” dalam Syamsuddin Haris (editor), Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Desentralisasi, Demokratisasi, Akuntabilitas Pemerintahan Daerah, h. 317

Page 132: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

35

legislatif, dan pemilihan kepala daerah yang sejak juni 2005 di sebagian negara

Indonesia. Pemilihan kepala daerah disinyalir untuk memperkokoh demokrasi dan

sebagai bagian program desentralisasi yang berkesinambungan, yang menjadikan

kepala daerah bertanggung jawab kepada pemilihnya langsung bukan kepada

DPRD, seperti yang dituangkan dalam UU No.32 Tahun 2004 yang berpotensi

besar untuk memperkuat tata pemerintahan.

BAB III

GAMBARAN UMUM TENTANG KOTA BEKASI

A. Sejarah Kota Bekasi

Dayeuh Sundasembawa atau Jayagiri. Itulah sebutan Bekasi tempo dulu

sebagai ibukota Kerajaan Tarumanagara (358-669 M). Luas kerajaan ini mencakup

wilayah Bekasi, Sunda Kelapa, Depok, Cibinong, Bogor, hingga kewilayah sungai

Cimanuk di Indramayu. Menurut para ahli sejarah dan filologi, letak Dayeuh

Sundasembawa atau jayagiri sebagai ibukota Tarumanagara adalah diwilayah

Bekasi sekarang.49

Dayeuh Sundasembawa merupakan daerah asal maharaja Tarusbawa (669-

723 M) pendiri Kerajaan Sunda (disebut pula Kerajaan Pajajaran) yang seterusnya

menurunkan raja-raja sunda sampai generasi ke-40 yaitu Ratu Ragamulya, raja

Sunda yang terakhir.50

49 Pemerintah Kota Bekasi, Selayang Pandang Kota Bekasi 2007 (Bekasi: Badan Infokom

Kota Bekasi, 2007), h. 8

50Ibid

Page 133: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

36

Kata Bekasi diduga berasal dari suku kata Chandrabhaga, salah satu suku

kata dalam Prasasti Tugu. Dalam bahasa sansakerta Chandra berarti Bulan, dan

Bhaga berarti Bahagia. Menurut Prof. Dr. R. Ng. Poerbatjaraka, seorang pakar

bahasa, kata Chandra dalam bahasa Jawa Kuno sama dengan kata Sasi. Sehingga

Chandrabhaga juga identik dengan Sasibhaga, jika dilafalkan terbalik menjadi

bhagasasi, yang lambat laun menjadi Bekasi.51

Wilayah bekasi tercatat sebagai daerah yang banyak memberi informasi

tentang keberadaan Tatar Sunda pada masa lampau. Diantaranya dengan

ditemukannya empat prasasti yang dikenal dengan Prasasti kabantenan. Keempat

prasasti ini merupakan keputusan (piteket) dari Sri baguda Maharaja (Prabu

siliwangi, Jayadewa 1482-1521 M) yang ditulis pada lima lempeng tembaga. Sejak

abad kelima masehi pada masa Kerajaan tarumanagara, abad kedelapan Kerajaan

Galuh, dan Kerajaan Pajajaran pada abad ke-14, Bekasi menjadi wilayah kekuasaan

karena merupakan salah satu daerah strategis, yakni penghubung antar daerah ke

Pelabuhan Sunda Kelapa (Jakarta).

Ketika Belanda datang merebut Jayakarta pada 31 mei 1619 dan nama

jayakarta diubah menjadi Batavia. Bekasi pada zaman Hindia belanda hanya

merupakan kewedanaan (district) yang termasuk dalam regenshaf (kabupaten)

Meester Cornelis. Saat itu kehidupan sistem kemasyarakatan, khususnya sektor

ekonomi dan pertanian didominasi dan dikuasai oleh para tuan tanah keturunan

cina, sehingga dengan kondisi tersebut seolah-olah bekasi mempunyai bentuk

51 Denny Bratha Affandi, Menyusuri Bekasi Raya Jejak Reportase (Bekasi: Rinjani Kita,

2009), h. 3

Page 134: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

37

pemerintahan ganda yaitu pemerintahan tuan tanah didalam pemerintahan colonial.

Kondisi ini berlangsung hingga kependudukan Jepang.52

Pada bulan maret 1942 pemerintah Hindia belanda menyerah tanpa syarat

kepada bala tentara dai Nippon. Tentara pendudukan jepang melaksanakan

japanisasi disemua sektor kehidupan. Nama Batavia diganti dengan nama Jakarta.

Regenschap Meester Cornelis menjadi Ken Jatinegara yang daerahnya meliputi Gun

Bekasi, Gun Cikarang, Gun kemayoran, dan Gun Mataram.53

Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus

1945 struktur pemerintah kembali berubah nama, Ken menjadi Kabupaten, Gun

menjadi Kewedanaan, Son menjadi Kecamatan dan Kun menjadi Desa./Kelurahan.

Dalam upaya pertahanan perang gerilya menghadapi agresi Belanda, maka Saat itu

Ibu Kota kabupaten Jatinegara selalu berubah-ubah, mula-mula di Tambun, lalu

Cikarang, kemudian Bojong (Kedung Gede).

Pada waktu itu Bupati Kabupaten Jatinegara adalah Bapak Rubaya

Suryanata Miharja. Kemudian saat kependudukan oleh tentara Belanda, Kabupaten

Jatinegara dihapus kedudukannya dikembalikan seperti zaman Regenschap Meester

Cornelis yaitu menjadi kewedanaan. Kewedanaan Bekasi termasuk daerah Batavia

En Omelanden sedangkan batas bulak kapal ketimur termasuk wilayah Negara

Federal sesuai Staatsblad Van Nederlandschindie 1948 Nomor 178 Negara

Pasundan.

52 Dewan Perwakilan rakyat Daerah Kota Bekasi, Risalah Kota Bekasi , (Bekasi: Pemkot

Bekasi, 2009), h. 2 53 Ibid, h. 3

Page 135: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

38

Ketika proklamasi dikumandangkan, rakyat dikota-kota sekitar Jakarta

termasuk Bekasi, menyambut dengan suka cita. Pergerakan melawan kekejaman

Jepang di Bekasi yang muncul dimana-mana sampai menimbulkan peristiwa yang

kemudian dikenal sebagai ‘Tragedi Kali Bekasi’ pada 19 Oktober 1945 dan

peristiwa “Bekasi Lautan Api” pada 23 November 1945. 54

Dalam proses selanjutnya, ketika situasi semakin membaik, Bekasi yang

merupakan kewedanaan bagian dari kabupaten Jatinegara dikritisi oleh rakyat dan

tokoh masyarakat dengan membentuk Panitia Amanat Rakyat Bekasi. Pada 17

Januari 1950 mereka menggelar rapat raksasa yang juga dihadiri 40.000 rakyat

Bekasi.55 Mereka menyampaikan hasrat dan pernyataan sebagai berikut:

1. Rakyat Bekasi tetap berdiri di belakang Pemerintahan Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

2. Rakyat Bekasi mengajukan usul kepada Pemerintah Pusat agar Kabupaten

Jatinegara menjadi Kabupaten Bekasi.

Setelah tiga kali pembicaraan dari Februari sampai Juni 1950, akhirnya

Mohammad Hatta sebagai Perdana Menteri Republik Indonesia Serikat (RIS)

menyetujui pembentukan Kabupaten Bekasi. Berdasarkan UU No. 14 Tahun 1950

Tanggal 15 Agustus 1950 terbentuklah Kabupaten Bekasi. Pada saat itu Kabupaten

Bekasi terdiri dari empat Kewedanaan, 13 Kecamatan, dan 95 Desa, mulai saat itu

pula kecamatan cibarusah masuk kedalam wilayah Kabupaten Bekasi. Angka-angka

54 Pemerintah Kota Bekasi, Selayang Pandang Kota Bekasi 2007, h. 9

55 Chotim Wibowo, Dkk, Setahun Duet Kepemimpinan Akhmad-Mochtar (Bekasi: Satu Visi, 2004), h. 4

Page 136: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

39

tersebut secara simbolis diungkapkan dalam lambang Kabupaten Bekasi. Moto

Kabupaten Bekasi adalah “Swatantra Wibawa Mukti” selanjutnya mulai Tahun

1960 kantor Kabupaten Bekasi pindah dari Jatinegara ke Bekasi (Jl. H Juanda).

Dengan Bupati pertama R. Suhandar Umar, SH.56

Perkembangan Kabupaten Bekasi meningkat dari tahun ketahun, sebagai

Kota penyangga Ibu Kota Jakarta dan kabupaten Bekasi mulai diperhitungkan dari

segi perekonomian dan politik, perkembangan dari pemerintahan pada saat itu

menuntut adanya pelayanan yang maksimal terhadap masyarakat, maka pada

Tahun 1982 saat Bupati dijabat oleh Bapak H. Abdul Fatah, komplek perkantoran

pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi yang semula berlokasi di JL. Ir.

H. Juanda dipindahkan ke Jl. Jenderal Ahmad Yani No. 1 Bekasi.57

Tuntutan kehidupan masyarakat perkotaan memerlukan adanya pelayanan

khusus, dan perkembangan Kecamatan Bekasi menuntut dimekarkannya Kecamatan

Bekasi menjadi Kota Administratif Bekasi. Bagaimana Kecamatan Bekasi menjadi

Kota Bekasi akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya.

B. Penjelasan Singkat Pemekaran Kota Bekasi Dari Kabupaten Bekasi

Kota Bekasi berasal dari pemekaran Kabupaten Bekasi, yang awalnya

menjadi kecamatan Kabupaten Bekasi. Kecamatan Bekasi merupakan kecamatan

yang lebih berkembang dibandingkan kecamatan lain yang ada di Kabupaten

Bekasi. Berkembangnya kecamatan Bekasi dikarnakan kantor Kabupaten bekasi

yang berada di kecamatan Bekasi dan adanya tuntutan kehidupan masyarakat

56 Dewan Perwakilan rakyat Kota Bekasi, Risalah Kota Bekasi, h. 6 57 Ibid h. 6-7

Page 137: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

40

perkotaan yang memerlukan pelayanan khusus, akhirnya perkantoran pemerintah

daerah Kabupaten Bekasi di pindahkan dari kecamatan Bekasi karena

perkembangan kecamatan Bekasi menuntut dimekarkannya kecamatan Bekasi.

Berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 48 Tahun 1981 kecamatan Bekasi

ditingkatkan statusnya menjadi Kota Administratif Bekasi yang meliputi 4 (empat)

kecamatan yaitu: Kecamatan Bekasi Barat, Bekasi Timur, Bekasi Utara, dan Bekasi

Selatan, keseluruhannya meliputi 18 (delapan belas) Kelurahan serta 8 (delapan)

Desa. Peresmianya dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 20 April

1982.

Walikota administratif Bekasi pertama dijabat oleh Soedjono (1982-1988),

selanjutnya pada Tahun digantikan oleh Drs. Andi R. Sukardi (1988-1991), dan

pada Tahun 1991 Walikota administratif Bekasi dijabat oleh Drs. H. Kailani AR.

Sampai Tahun 1997.58

Dengan adanya kebijakan konsep BOTABEK (Bogor Tangerang Bekasi)

yang merupakan pelaksanaan inpres Nomor 13 Tahun 1976 membawa pengaruh

besar terhadap perkembangan Kota Administrasi Bekasi. Sebagai kota yang

berbatasan langsung dengan Ibukota Negara maka Kota Administratif Bekasi dan

kecamatan-kecamatan sekitarnya yang berada dalam wilayah kerja Kabupaten

Bekasi mengalami perubahan sangat pesat, sehingga memerlukan peningkatan dan

pengembangan sarana dan prasarana sebagai syarat pengelolaan wilayah.

58 Pemerintah Kota Bekasi, Selayang Pandang Kota Bekasi 2007, h. 9

Page 138: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

41

Perkembangan yang ada telah menunjukan bahwa Kota Administratif

Bekasi mampu memberikan dukungan kemampuan dan menggali potensi

diwilayahnya untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Selanjutnya dalam rangka

meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan,

pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat, maka melalui UU No. 9 Tahun

1996 Kota Administratif Bekasi ditetapkan menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II

Bekasi dengan wilayah kerjanya meliputi: wilayah kerja Kota administratif Bekasi

yaitu Kecamatan Bekasi Barat, Bekasi Timur, Bekasi Utara, dan Kecamatan Bekasi

Selatan ditambah dengan wilayah kerja Kecamatan Pondokgede, Jatiasih,

Bantargebang, dan Kecamatan pembantu Jatisampurna. Keseluruhannya meliputi

23 Desa dan 27 Kelurahan.

Selaku pejabat Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Bekasi dijabat

oleh Drs. H. Kailani AR, selama satu tahun. Selanjutnya berdasarkan hasil

pemilihan terhitung mulai tanggal 23 Pebruari 1998 Walikotamadya Kepala Daerah

Tingkat II Bekasi Definitif yang pertama dijabat oleh Drs. H. Nonon Sonthanie.

Dalam perkembangan telah terjadi perubahan dalam jumlah dan status

Kelurahan/Desa. Berdasarkan surat Menteri Dalam Negeri No. 140/2848/puod

tanggal 3 September 1998 dan keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa

Barat No. 50 Tahun 1998 telah terjadi perubahan status 6 Desa menjadi 2

Kelurahan baru, sehingga jumlah Desa/Kelurahan di Kotamadya Daerah Tingkat II

Bekasi menjadi 52 terdiri dari 35 Kelurahan dan 17 Desa.

Dengan diberlakukannya UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah telah terjadi perubahan paradigma dalam penyelenggaraan Pemerintahan

Page 139: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

42

Daerah di Indonesia. Seiring dengan itu Nomenklatur Pemerintah Kotamadya

Daerah Tingkat II Bekasi berubah menjadi Pemerintahan Kota Bekasi, selanjutnya

sebagai tindak lanjut pelaksanaan Otonomi Daerah berdasarkan UU No.22 Tahun

1999 dan UU No.25 Tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Kewenangan

Propinsi sebagai daerah Otonom, serta peraturan pemerintah No.84 Tahun 2000

tentang pedoman Organisasi Pejabat Daerah, adalah peraturan pemerintah yang

mendasari ditertibkannya peraturan Daerah No. 9, 10,11 dan 12 yang mengatur

tentang organisasi perangkat Daerah, selanjutnya guna meningkatkan pelayanan

kepada masyarakat melalui peraturan daerah No. 14 tahun 2000 telah dibentuk 2

Kecamatan baru yaitu Kecamatan Rawa Lumbu dan Kecamatan Medan Satria,

sehingga Kota Bekasi terdiri 10 Kecamatan.59

Berdasarkan peraturan daerah Kota Bekasi No.02 tahun 2002 tentang

Penetapan Kelurahan, maka semua desa yang ada di Kota Bekasi berubah statusnya

menjadi Kelurahan, sehingga pemerintah Kota Bekasi mempunyai 52 pemerintah

Keluarahan. Dalam perjalannya guna lebih meningkatkan pelayanan kepada

masyarakat maka wilayah administrasi Kota Bekasi mengalami pemekaraan

kembali, dan melalui peraturan daerah Kota Bekasi No.4 Tahun 2004 tentang

Pembentukan wilayah Administrasi Kecamatan dan Kelurahan maka wilayah

administrasi Kota Bekasi menjadi 12 Kecamatan dan 56 Kelurahan, kecamatan

Kota Bekasi yaitu: Kecamatan Bekasi Barat, Bekasi Selatan, Bekasi Timur, Bekasi

Utara, jati Asih, Bantar Gebang, Pondok Gede, Jati Sampurna, Medan Satria, Rawa

Lumbu, Mustika Jaya, Pondok Melati.

59 Dewan Perwakilan rakyat Kota Bekasi, Risalah Kota Bekasi, h.7-8

Page 140: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

43

Perjalanan Kota Bekasi dalam pembentukan wilayah Administratif sampai

Kota Madya, mengalami perjalanan yang rumit, hal ini terlihat dari pemekaran

kecamatan yang terus bertambah. Dengan mengikuti dinamika politik dan peraturan

pemerintah yang ada. Namun kota bekasi bisa berkembang seiring dengan sistem

yang ada.

Kota Bekasi terletak di wilayah pantai utara Propinsi Jawa Barat dengan

luas wilayah 210 Km2 dengan batas wilayah: Bagian Barat berbatasan dengan DKI

Jakarta, Bagian Timur berbatasan dengan kabupaten Bekasi, Bagian Utara dengan

Kabupaten Bekasi, dan Bagian Selatan dengan kabupaten Bogor dan Kota Depok.

Pada saat Kota Bekasi diresmikan menjadi Kotamadya tahun 1997 tercatat

jumlah penduduk sebanyak 1.471.477 jiwa dan meningkat pada tahun 2000

sebanyak 1.637.610 jiwa. Dan pada tahun 2005 tercatat 2.001.899, dari tahun

ketahun laju pertumbuhan penduduk Kota Bekasi terus mengalami peningkatan.

Sehingga laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2007 tercatat 2.143.804

meningkat 3,49% dibanding tahun 2005.

Laju pertumbuhan penduduk Kota Bekasi dari tahun ketahun menuntut

pemerintah Kota Bekasi untuk bisa memenuhi kebutuhan warganya dan terus

memperbaiki sistem birokrasi yang ada. Kemudian berdasarkan keputusan DPRD

Kota Bekasi No. 37-174.2/DPRD/2003 tanggal 22 februari 2003 tentang penetapan

Walikota dan Wakil Walikota Bekasi 2003-2008, dan ditindaklanjuti dengan

keputusan Mentri Dalam Negeri No. 131.32-113 Tahun 2003 tentang Pengesahan

pemberhentian dan Pengesahan Pengangkatan Walikota Bekasi Propinsi Jawa

Barat, dan Keputusan Mentri dalam Negeri No. 132.32-114 Tahun 2003 Tentang

Page 141: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

44

pengesahan Pengangkatan Wakil walikota Bekasi propinsi Jawa barat, dan telah

ditetapkan H. Akhmad Zurfaih HR, S.Sos yang didampingi oleh Mochtar

Muhammad sebagai Wakil Walikota Bekasi. Yang dipilih oleh anggota DPRD Kota

Bekasi dan meraih suara terbanyak.

Dengan adanya UU No.32 Tahun 2004, pemilihan WaliKota dan Wakilnya

tidak lagi dipilih oleh DPRD tingkat setempat, seperti pada UU No.22 Tahun 1999,

maka pada tahun 2008 Kota Bekasi merealisasikan UU No.32 Tahun 2004 dengan

diadakannya pemilihan Kepala Daerah secara langsung yang dipilih oleh warga

Kota Bekasi. Dan terpilihlah Walikota dan Wakil Walikota yang baru, dan

berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri RI No. 131 dan 132.32-77 Tahun

2008 Tanggal 21 Februari 2008 tentang Pengesahan Pemberhentian dan pengesahan

Pengangkatan Mochtar Muhammad sebagai Walikota Bekasi dan H.Rahmat Effendi

S.Sos sebagai Wakil Walikota Bekasi masa Jabatan 2008-2013. Yang memenangi

Pemilihan Kepala Daerah pertama di Kota Bekasi.

Pemekaran Kecamatan Bekasi dari Kabupaten Bekasi akhirnya mengalami

perkembangan yang pesat sampai akhirnya dengan segala dimensi yang ada

Kecamatan Bekasi menaiki tahap dari Kota Administratif dan kini menjadi Kota

Bekasi. Hal ini juga tidak terlepas dengan adanya dorongan kebutuhan masyarakat

kota bekasi dan keinginan Pemerintah Bekasi untuk memberlakukan hak otonom di

daerah Kota Bekasi. Dengan penerapan Otonomi Daerah di Kota Bekasi,

pemerintah kota Bekasi bisa mengoptimalkan sumberdaya manusia dan sumber

alam untuk dikelola oleh pemerintah daerahnya sendiri. Sehingga pemerintah Kota

Bekasi bisa mengembangkan kotanya tanpa ada campur tangan pusat, ini menjadi

Page 142: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

45

pembuktian Kota Bekasi untuk bisa mandiri menjalankan roda Pemerintahan dan

roda perekonomian sendiri dalam rangka penerapan otonomi daerah.

C. Penjelasan Umum DPRD Kota Bekasi

Kota Bekasi lahir pada 11 Maret 1996 hasil pemekaran dengan Kabupaten

Bekasi yang saat ini masih bersetatus kotamadya Bekasi. Saat lahir, Kota Bekasi

memiliki 8 Kecamatan dan 23 Desa dan 27 Kelurahan, yang kemudian berkembang

menjadi 12 kecamatan dan 56 Keluarahan. DPRD Kota Bekasi lahir bersamaan

dengan lahirnya Kota Bekasi hasil pemilu 1997.

DPRD Kota Bekasi dibentuk berdasarkan UU No. 9 Tahun 1996 dan

diresmikan pada tanggal 10 Maret 1997. Dengan adanya UU No.22 Tahun 1999

tentang Pemerintahan Daerah dengan menitikbertakan otonomi daerah pada

Kabupaten/Kota terjadi pergeseran paradigma pemerintahan dari pola sentralis

menjadi pola desentralisasi. Pemerintah bekasi dan DPRD bekerja sama untuk

merubah perencanaan dan pelaksanaan yang selama ini dikendalikan oleh pusat,

yang dahulu dari top down policy kepada bottom up planning dengan pola

pendekatan. Partisipatif artinya melibatkan seluruh unsur masyarakat dan swasta

(dunia usaha) untuk berperan serta dalam pembangunan. Transparansi artinya

keterbukaan dari berbagai aspek perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan dan

pengawasan. Akuntabilitas artinya dapat dipertanggung jawabkan baik dalam

administrasi maupun fisik. Dialogis artinya adanya komunikasi yang harmonis

Page 143: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

46

antara unsur Legislatif yaitu DPRD, dan Eksekutif yaitu Pemerintah Daerah yang

dikepalai Walikota dan Wakilnya maupun masyarakat60

Sesuai dengan kewenangan yang dimiliki dalam implementasi otonomi

daerah, maka pemerintah daerah dan DPRD diharuskun untuk mengatasi sendiri

segala masalah dan urusan yang terjadi di Kota Bekasi, dan untuk mengatasi

permasalah yang terjadi di Kota Bekasi pemerintah Kota Bekasi dan DPRD

mempunyai tiga fungsi utama yang harus diselesaikan yaitu: Fungsi pelayanan

masyarakat, Fungsi pelayanan pembangunan, Fungsi pelayanan perlindungan

kepada masyarakat61.

Pada dasarnya tugas utama dari pemerintah Kota Bekasi dan DPRD adalah

mengupayakan terciptanya tiga fungsi pemerintah tersebut secara optimal, Dalam

rangka implementasi otonomi daerah di Kota Bekasi. Maka itu ketiga fungsi

tersebut diberikan pemerintah daerah dalam bentuk pelayanan publik kepada

masyarakat.

Untuk mengetahui DPRD sebagai lembaga legislatif daerah di Kota Bekasi

yang mempunyai tanggung jawab dalam membuat kebijakan publik kepada

masyarakat kota bekasi, maka akan dijelaskan secara singkat mengenai DPRD Kota

Bekasi dari tahun 1997 sampai 2009.

C.1. DPRD Kotamadya Bekasi Tahun 1997-1999

Dari hasil pemilu 1997 menghasilkan dua keanggotaan DPRD untuk

Kabupaten dan Kotamadya Bekasi. Ini terkait dengan pemekaran wilayah yang

60 Program Pembangunan Daerah Kota Bekasi 2001-2005, h. 22 61 Ibid

Page 144: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

47

menjadikan wilayah Kotamadya Bekasi lahir sebagai daerah yang baru. Sebagai

konsekuensinya, keanggotaan DPRD pun dipilih dua wilayah. Inilah awal

terbentuknya DPRD Kotamadya Bekasi. Terpilih sebagai Ketua DPRD H. Gunarso

Ismail dengan Wakil Ketua H. Soejdjono dan Turnuzi Djameli. Masa ini termasuk

masa yang sulit karena adanya kerusuhan Mei 1998 yang melahirkan Reformasi dan

pergantian Pimpinan Nasional. Yang berimbas kepada percepatan pemilu sehingga

keanggotaan DPRD menjadi lebih singkat. Kotamadya Bekasi termasuk DPRD

lahir dimasa sulit. 62

Masa ini pula menjadi masa terakhir dominasi tiga partai yang dibentuk oleh

Presiden Soeharto sebagai organisasi peserta pemilu. Tuntutan reformasi berimbas

adanya keterbukaan yang lebih luas sehingga partai semakin banyak. Selain itu,

TNI yang melakukan reposisi menjadikan masa ini sebagai masa terakhir

penempatan wakilnya dalam lembaga legislatif.

C.2. DPRD Kota Bekasi Tahun 1999-2004

Pemilu 1998 merupakan pemilu multi partai pertama. Masa ini bisa

dikatakan sebagai masa kedua setelah kebangkitan Kota bekasi, yang sebelumnya

Kotamadya karena dengan pemberlakuan UU No.22 Tahun 1999 Tentang

Pemerintahan Daerah, pemerintah Kotamadya Tingkat II Bekasi berubah menjadi

Kota Bekasi. Dalam konteks reformasi, masa ini adalah masa pertama pemilu 42

partai, yang sebelumnya hanya didominasi 3 partai.

62 Nevi Somadireja, Lensa Wakil Rakyat Sebuah Perjalanan Aspirasi Warga Kota Bekasi

Anggota DPRD Kota Bekasi Masa Bhakti 2004-2009 (Bekasi: Sekretariat DPRD Kota Bekasi, 2009), h. 5

Page 145: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

48

Dalam periode ini terpilih dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia

Perjuangan (PDI-P) sebagai ketua DPRD, dan wakil ketuanya H.Abdul manan dari

F-Golkar dan Ahmad Turmji dari F-PPP dan Salim Musa dari Fraksi Partai Amanat

Nasional. Pemilu multi partai kali ini menghasilkan komposisi kursi di DPRD Kota

Bekasi sebagai berikut: PDI-P (13 Kursi), Golkar (8 Kursi), PAN (7 Kursi), PPP (5

Kursi), PKS (2 Kursi), TNI (5 Kursi), PBB (2 Kursi), PKB (2 Kursi), PKP (1

Kursi). Dengan jumlah kursi anggota DPRD Kota Bekasi 45 kursi.

Pada masa ini pula DPRD Kota Bekasi memilih Walikota dan Wakil

Walikota untuk menggantikan Walikota sebelumnya yang dijabat Drs. H. Nonon

Sonthanie. Dan terpilih dua anggota DPRD Kota Bekasi h.Akhmad Zurfaih dari

fraksi Golkar sebagai Wali Kota, dan Mochtar Muhammad dari fraksi PDIP yang

menjadi Wakil Walikota.

C.3. DPRD Kota Bekasi Tahun 2004-2009

Pada bulan April Tahun 2004 pemilihan umum merupakan pesta demokrasi

rakyat Indonesia yang digelar secara serentak diseluruh Indonesia tidak terkecuali di

Kota Bekasi. Dalam pemilu kali ini sistem pemilu Indonesia mmulai berubah dari

sistem proposional menjadi sistem distrik, pada pemilu tahun 1999 para pemilih

tidak mengetahui siapa calon anggota DPRD yang akan dipilihnya, tapi perubahan

sistem pemilu sekarang ini membuat warga yang ingin memilih anggotanya tau

siapa yang dipilih. Karena anggota DPRD tidak lagi dipilih oleh partai tetapi

berdasarkan suara terbanyak sesuai daerah pilihannya. Pemili legislatif di DPRD

Page 146: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

49

Kota Bekasi kali ini memperebutkan 45 kursi anggota DPRD yang dibagi dalam 6

daerah pemilihan.

Berdasarkan hasil pemilu legislatif tahun 2004 menghadirkan 8 Partai yang

menjadi anggota DPRD Kota Bekasi diantaranya adalah: PKS (Partai Keadilan

Sejahtera) 11 kursi, Golkar (Golongan Karya) 9 kursi, PDIP (Partai Demokrasi

Indonesia Perjuangan) 6 kursi, PAN (Partai Amanat Nasional) 6 kursi, PPP

(Partai Persatuan Pembangunan) 4 kursi, PBB (Partai Bangsa-Bangsa) 1 kursi,

PDS (Partai Damai Sejahtera) 1 kursi.

Sesuai dengan keputusan Gubernur Jawa Barat No.171/Kep.733

Dekon/2001 Tentang Keanggotaan DPRD Kota Bekasi hasil pemilihan umum tahun

2004 untuk masa jabatan 2004-2009. Fraksi-fraksi yang menjadi anggota DPRD

Kota Bekasi adalah: fraksi PKS, Golkar, Partai Demokrat, PDIP, PAN dan PPP.

Penetapan pimpinan DPRD Kota Bekasi yang tercantum dalam surat komisi

pemilihan umum daerah Kota Bekasi bersifat kolektif terdiri dari seorang ketua dan

dua orang wakil ketua yang dipilih oleh anggota DPRD sebagaimana yang

dimakssud tidak boleh berasal dari fraksi yang sama. Dari hasil rapat paripurna

DPRD terpilihlah: Rahmat Effendi sebagai Ketua DPRd dari fraksi Golkar, Ahmad

Syaikhu sebagai Wakil Ketua dari fraksi PKS, Dadang Asgar Noor, sebagai wakil

ketua dari fraksi partai demokrat.

DPRD Kota Bekasi dalam perjalannya terus mengevalusi diri untuk terus

lebih baik, maka menurut keputusan pimpinan DPRD dan surat keputusan DPRD

Daerah Kota Bekasi yang menetapkan dan memutuskan tentang peraturan Tata

Page 147: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

50

Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bekasi mengenai tugas dan fungsi

DPRD sesuai dengan Tata Tertib DPRD Kota Bekasi adalah sebagai berikut:

1. Menjalankan Fungsi Budgeting, yaitu melaksanakan kegiatan perencanaan

keuangan menyusun dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah, Mengatur Pembiayaan Kota Bekasi sehingga dapat meningkatkan

pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Kota Bekasi.

2. Menjalankan Fungsi Controling, yaitu melaksanakan pengawasan terhadap

pelaksanaan Undang-undang, peraturan daerah, keputusan kepala daerah

dan kebijakan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.

3. Menjalankan Fungsi Legislasi, yaitu membuat peraturan-peraturan daerah

bersama Pemerintah Daerah guna menertibkan jalannya roda Pemerintahan

di Kota Bekasi.

Dalam menjalankan tugas-tugas DPRD maka DPRD Kota Bekasi

mempunyai kelengkapan DPRD, yang meliputi pimpinan DPRD, Panitia

Musyawarah, Komisi, Badan Kehormatan, Panitia Anggaran, Panitia Legislasi.

Tugas pimpian DPRD bersifat kolektif terdiri atas seorang Ketua dan 2

orang Wakil Ketua yang dipilih dari Anggota DPRD dalam rapat Paripurna DPRD.

Pimpinan DPRD mempunyai tugas: 1. Memimpin rapat-rapat dan menyimpulkan

hasil rapat untuk mengambil keputusan, 2. Menyusun rencana kerja dan

mengadakan pembagian rencana kerja antara Ketua dan Wakil Ketua, 3. Menjadi

juru bicara DPRD, 4. Melaksanakan dan memasyarakatkan keputusan DPRD, 5.

Mengadakan konsultasi dengan Kepala Daerah dan Instansi Pemerintah lainnya

Page 148: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

51

sesuai dengan keputusan DPRD, 6. Mewakili DPRD dan/atau alat kelengkapan

DPRD dipengadilan, 7. Melaksanakan putusan DPRD berkenaan dengan penetapan

sangsi atau rehabilitasi anggota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan, 8. Mempertanggung jawabakan pelaksanaan tugasnya dalam rapat

paripurna DPRD.

Panitia musyawarah merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap

dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa keanggotaan DPRD, panitia musyawarah

mempunyai tugas: 1. Memberikan pertimbangan tentang penetapan program kerja

DPRD baik diminta atau tidak, 2. Menetapkan kegiatan dan jadwal acara rapat

DPRD, 3. Memutuskan pilihan mengenai isi risalah dapat apabila timbul perbedaan

pendapat, 4. Memberi saran pendapat untuk memperlancar kegiatan, 5.

Merekomendasikan pembentukan panitia khusus.

Komisi-komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan

dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD, komisi

mempunyai tugas: 1. Mempertahakan dan memelihara kerukunan nasional serta

keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Daerah, 2. Melakukan

pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah, dan rancangan keputusan DPRD,

3. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan, pemerintahan, dan

kemasyarakatan sesuai dengan bidang komisi masing-masing, 4. Membantu

pimpinan DPRD untuk mengupayakan penyelesaian masalah yang disampaikan

oleh Kepala Daerah dan masyarakat kepada DPRD, 5. Menerima dan menampung

serta menindaklanjuti aspirasi masyarakat, 6. Memperhatikan upaya peningkatan

kesejahteraan rakyat di Daerah, 7. Melakukan kunjungan kerja komisi yang

Page 149: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

52

bersangkutan atas persetujuan pimpinan DPRD, 8. Dalam hal-hal mendesak, komisi

dapat melakukan kunjungan kerja tanpa persetujuan pimpinan DPRD tetapi tetap

berkewajiban melaporkan hasil kunjungan kerja secara tertulis kepada pimpinan

DPRD, 9. Mengadakan rapat kerja dan dengar pendapat, 10. Mengajukan usul

kepada pimpinan DPRD yang termasuk dalam ruang lingkup bidang tugas masing-

masing komisi, 11. Memberikan laporan tertulis kepada pimpinan DPRD tentang

hasil pelaksanaan tugas komisi.

Badan kehormatan merupakan alat kelengkapan DPRD bersifat tetap yang

dibentuk oleh DPRD dalam rapat paripurna DPRD, badan kehormatan mempunyai

tugas: 1. mengamati dan mengevaluasi disiplin, etika dan moral para pemimpin dan

anggota DPRD dalam rangka menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kreadibilitas

DPRD, 2. Meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan para pimpinan dan anggota

DPRD terhadap peraturan perundang-undangan, kode etik dan peraturan tata tertib

DPRD, 3. Melakukan penyelidikan, verifikasi, dan pengambilan keputusan berupa

rekomendasi atas pengaduan yang disampaikan ke DPRD, 4. Menyampaikan hasil

pemeriksaan kepada pimpinan DPRD berupa rekomendasi untuk pemberhentian

pimpinan dan anggota DPRD antar waktu sesuai peraturan perundang-undangan, 5.

Menyampaikan rekomendasi kepada pimpinan DPRD berupa rehabilitasi nama baik

apabila tidak terbukti adanya pelanggaran yang dilakukan pimpinan dan anggota

DPRD.

Panitia anggaran merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan

dibentuk oleh DPRD pada masa keanggotaan DPRD. Panitia anggaran mempunyai

tugas: 1. Memberikan saran dan pendapat kepada kepala daerah dalam

Page 150: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

53

mempersiapkan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah selambat-

lambatnya lima bulan sebelum ditetapkannya anggaran pendapatan dan belanja

daerah berupa pokok-pokok pikiran DPRD, 2. Meminta kepada Kepala Daerah

untuk menyerahkan RAPBD sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini selambat-

lambatnya tiga bulan sebelum tahun anggaran tersebut dimulai, 3. Meneliti,

mengkaji, menilai serta merevisi RAPBD yang diajukan oleh Kepala Daerah sesuai

dengan RENSTRA dan arah kebijakan umum serta dengan memperhatikan aspirasi

masyarakat, 4. Memberikan saran dan pendapat kepada Kepala Daerah dalam

mempersiapkan penatapan perubahan dan perhitungan APBD sebelum

ditetapkannya dalam rapat. 5. Menindaklanjuti saran dan pendapat fraksi-fraksi

yang terkait dengan penetapan perubahan dan perhitungan APBD kepada Kepala

Daerah, 6. Memberikan saran dan pendapat kepada DPRD mengenai rancangan

APBD, baik penetapan, perubahan dan perhitungan APBD yang telah disampaikan

oleh Kepala Daerah, 7. Menyusun anggaran belanja DPRD dan menilai, meneliti

serta merevisi rancangan anggaran belanja sekretariat DPRD.

Panitia legislasi dibentuk oleh DPRD yang berfungsi mengaji, merumuskan

dan menyusun rancangan peraturan daerah serta sebagai alat kelengkapan DPRD

yang bersifat tetap. Pimpinan panitia legislasi terdiri dari ketua, wakil ketua, dan

sekretaris yang dipilih dari dan oleh anggota panitia legislasi, berdasarkan prinsip

musyawarah untuk mufakat. Dan pimpinan panitia legislasi merupakan satu

kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif. Panitia legislasi mempunyai tugas: 1.

Menyusun program legislasi daerah yang memuat daftar urutan rancangan peraturan

daerah untuk setiap tahun anggran, 2. Mengkaji dan menyiapkan rancangan

Page 151: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

54

peraturan daerah inisiatif DPRD berdasarkan program prioritas yang telah

ditetapkan, 3. Melakukan telaahan dan penyelarasan rancangan peraturan daerah

yang diajukan anggota, komisi atau gabungan komisi sebelum rancangan peraturan

daerah disampaikan kepada pimpinan DPRD, 4. Memberikan pertimbangan

terhadap pengajuan rancangan peraturan daerah yang diajukan oleh anggota, komisi

atau gabungan komisi diluar rancangan peraturan yang terdaftar dalam program

legislasi daerah atau prioritas rancangan peraturan daerah tahun berjalan, 5.

Melakukan pembahasan, perubahan/penyempurnaan rancangan peraturan daerah

yang secara khusus ditugaskan oleh panitia musyawarah, 6. Melakukan

penyebarluasan dan mencari masukan untuk rancangan peraturan daerah yang

sedang dan akan dibahas dari sosialisasi peraturan daerah yang telah disahkan, 7.

Mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap materi peraturan-

peraturan daerah melalui koordinasi dengan komisi atau pihak lain yang terkait, 8.

Memberikan masukan kepada pimpinan DPRD terhadap rancangan peraturan

daerah yang diusulkan pemerintah daerah kota bekasi, 9. Memberikan inventarisasi

masalah hukum dan perundang-undangan pada akhir masa keanggotaan, untuk

dapat dipergunakan sebagai bahan oleh panitia legislasi pada masa keanggotaan

berikut.

Berlakunya otonomi daerah dengan efektifnya UU No.22 Tahun 1999

tentang Pemerintah Daerah dan UU 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan

antara Pusat dan Daerah sejak tanggal 1 januari 2001 telah membawa perubahan

mendasar terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah, dengan transisi demokrasi

penyelenggaraan pemerintahan yang terus bergerak kearah demokrasi di daerah

Page 152: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

55

kabupaten dan kota nyaris selalu bermuara di lembaga DPRD, untuk memberikan

kewenangan dan penguatan fungsi lembaga ini.

Ketika DPRD Kota Bekasi periode 1999-2004 melaksanakan baktinya,

otonomi daerah tengah bergulir. Seiring dengan itu kedudukan DPRD berubah.

Menurut UU No.22 Tahun 1999 DPRD bukan lagi bagian pemerintah daerah tetapi

merupakan lembaga mandiri sebagai Badan Legislatif Daerah yang kedudukannya

sejajar dan menjadi mitra Badan Eksekutif Daerah atau pemerintah daerah.

Perubahan penyelenggaraan pemerintah tersebut menimbulkan tanda tanya

menyangkut kinerja lembaga DPRD Kota Bekasi.63

Secara kualitatif kinerja DPRD Kota Bekasi dilihat dari intensitas

pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Jika pada awal pembentukan Kota Bekasi,

anggota DPRD di tempati oleh wakil dari pemerintah pusat yang terdiri dari TNI,

namun hal ini tidak berlangsung lama, karena pada pemilu 1999 keterbukaan partai

yang ikut pada pemilihan umum mengharuskan TNI tidak masuk lagi dalam

anggota dewan, DPRD Kota Bekasi periode 1999-2004 merupakan masa DPRD

yang sulit karena berbenturan dengan proses demokrasi dan pelaksanaan pemilu

yang terbuka. Dan DPRD Kota Bekasi lahir pada saat euforia reformasi bergulir

sehingga kinerja DPRD masih terhambat penyesuaian dan transisi Undang-undang

tentang pemerintahan daerah dari UU No.5 Tahun 1974 ke UU No.22 Tahun 1999.

Dalam hubungan ini format DPRD Kota Bekasi mengalami perubahan fungsi.

Fungsi yang selama ini tersumbat oleh pemerintah pusat, dan DPRD Kota Bekasi

63 Chotim Wibowo, Dkk, Setahun Duet Kepemimpinan Akhmad-Mochtar, h. 10

Page 153: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

56

menyesuaikan fungsinya dalam otonomi daerah yaitu fungsi legislasi, legitimasi dan

pengontrol.

Fungsi legitimasi dewan berkaitan erat dengan keduukan DPRD baik

sebagai wahana melaksanakan demokrasi maupun sebagai badan legislasi. Fungsi

pengontrol berkaitan dengan pengawasan atas legitimasi yang diberkaitan dengan

pengawasan atas legitimasi yang diberikan dewan kepada kepada pemerintah

daerah dalam penyelenggaraan kemasyarakatan, pemerintahandan pembangunan

yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan ekonomi

berdasarkan demokrasi ekonomi.64 Dalam perkembangannya kemudian terjadi

revisi undang-undang otonomi daerah dengan UU No.32 Tahun 2004. Posisi DPRD

yang besar sebagai lembaga legislatif harus berubah, DPRD sebagai lembaga

legislatif bersifat mandiri dari lembaga eksekutif dan tidak saling membawahi.

Maka DPRD Kota Bekasi pada periode 2004-2009 juga mengalami perubahan

mekanisme pemilihan dan bekerja yang lebih terbuka. Dengan fungsi yang

diseragamkan seperti fungsi DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota,

fungsinya juga tidak jauh berbeda dari fungsi DPRD sebelumnya, yaitu: fungsi

legislasi, anggaran, pengawasan.

Adanya reformasi yang menuntut perbaikan hubungan pusat dan daerah

yang tertuang dalam otonomi daerah memberi posisi yang lebih terhadap DPRD,

desakan kepada pemerintah pusat saat itu, meminta untuk penguatan kedudukan dan

peran DPRD yang selama ini terbungkam oleh sistem yang sentralis. walaupun

kedudukan dan wewenang DPRD yang berubah-ubah dalam Undang-undang

64 Ibid, h. 11

Page 154: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

57

pemerintahan daerah pasca reformasi. DPRD mempunyai kelembagaan yang jelas

sebagai lembaga legislasi yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan

pemerintah daerah. Dan bersifat kemitraan dengan lembaga eksekutif.

DPRD Kota Bekasi menyesuaikan diri dengan sistem pemerintahan yang

ada, selama periode 2004-2009. DPRD Kota Bekasi membentuk lembaga ini sesuai

dengan ketentuan Undang-undang pemerintah daerah dengan menjalankan fungsi-

fungsi DPRD. Dan membuat program legislasi untuk peraturan daerah. Dan hal

yang terpenting untuk ini adalah, semoga DPRD bekasi dalam membuta peraturan

daerah tidak didasari kepentingan kelompok semata, tetapi untuk kepentingan

warga bekasi. Sehingga peraturan daerah tentang pelayanan publik bukan hanya

untuk publik tertentu yang merasakan tetapi juga semua publik yang ada di Kota

Bekasi.

BAB IV

DPRD DALAM OTONOMI DAERAH

STUDI ANALISIS TERHADAP PERANAN DPRD KOTA BEKASI DALAM

PENYUSUNAN DAN PENGAWASAN PERATURAN DAERAH TENTANG

PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

Page 155: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

58

A. Faktor Yang Melatar Belakangi Peraturan Daerah Tentang

Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Pelayanan publik adalah salah satu implementasi otonomi daerah yang harus

diberikan oleh pemerintah daerah kepada warganya. Pelayanan publik merupakan

salah satu argumen dalam pelaksanaan otonomi daerah dimana pemerintah daerah

harus mampu menyediakan pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan warganya.

Tingkat kesejahteraan masyarakat akan sangat tergantung pada tingkat pelayanan

publik yang disediakan oleh pemerintah daerah, dengan adanya otonomi yang luas

yang diberikan kepada daerah maka daerah khusunya kabupaten/kota mempunyai

tugas yang tinggi untuk menyediakan layanan-layanan publik yang sesuai dengan

kebutuhan masyarakat.65

Riant Nugroho dalam bukunya mengatakan bahwa pelayanan publik adalah

tugas dalam kebijakan publik yang paling mendasar, karena memberikan pelayanan

kepada umum tanpa membeda-bedakan dan diberikan secara cuma-Cuma atau

dengan biaya sedemikian rupa sehingga kelompok paling tidak mampu pun mampu

menjangkaunya. 66

Dengan adanya UU No.22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah,

membuka wacana penyelenggaraan publik yang harus dilaksanakan pemerintah

daerah untuk mensejahterakan warganya. Karena tugas dari pemerintah daerah

dengan adanya otonomi daerah adalah memberikan pelayanan, yaitu berupa

65 Oentarto, Format Otonomi Daerah Masa Depan, h. 167 66 Riant Nugroho Dwijowijoto, Kebijakan Publik Formulasi Implementasi dan Evaluasi,

(Jakarta: Gramedia, 2004), h. 75

Page 156: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

59

pelayanan umum atau pelayanan publik. Publik disini adalah masyarakat yang

berhak menerima pelayanan yang baik tanpa memandang status warganya.

Pelayanan atau service adalah kata kunci dari otonomi daerah. Karena

otonomi daerah adalah milik masyarakat daerah yang dijalankan oleh pemerintah

daerah, maka akuntabilitas pemerintah daerah kepada rakyatnya dapat dilihat dari

jenis dan kualitas dari pelayanan yang disediakan untuk warganya. DPRD sebagai

lembaga politik harus membuat peraturan daerah tentang pelayanan publik yang

bertujuan untuk mensejahterakan warganya. DPRD Kota Bekasi membuat peraturan

daerah tentang penyelenggraan pelayanan publik karena belum ada peraturan ini

sebelumnya di Kota Bekasi.

Penyelenggaraan pelayanan publik didaerah menjadi suatu kemutlakan oleh

karena kewajiban pemerintah baik pusat maupun didaerah sebagai penyelenggara

pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Dan memenuhi

kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap warga negara atas barang, jasa, dan

pelayanan administrasi maka penyelenggaraan pelayanan publik harus memberikan

perhatian dan penanganan yang sungguh-sungguh. Dalam rangka meningkatkan

kualitas pelayanan publik upaya yang dilakukan antara lain menertibkan berbagai

landasan peraturan perundang-undangan dibidang pelayanan publik.67

Atas dasar tersebut serta adanya tuntutan masyarakat yang semakin

meningkat, khususnya dibidang penyelenggaraan pelayanan publik yang semakin

transparan dan berkualitas, maka harus dibarengi tersedianya pedoman/ landasan

67 Penjelasan Umum, Dalam Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 13 Tahun 2007 Tentang

Penyelenggaraan Pelayanan Publik Di Kota Bekasi. h. 25

Page 157: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

60

bergerak bagi setiap lembaga/organisasi penyelenggara pelayanan, termasuk

perorangan guna memenuhi kebutuhan masyarakat sesuai bidang pelayanan yang

diinginkan.68

Disadari bahwa kondisi penyelenggaraan pelayanan publik didaerah masih

belum efektif bahkan cenderung kurang berkualitas, termasuk aspek sumber daya

manusia dan aparatur pemerintahan yang belum memadai. Untuk mengatasi kondisi

tersebut perlu dilakukan upaya perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan

publik secara berkesinambungan demi mewujudkan pelayanan publik yang prima.

Dalam usaha perbaikan kualitas pelayanan dimaksud dilakukan melalui

pembenahan sistem pelayanan publik secara menyeluruh dan terintegrasi yang

dituangkan dalam peraturan perundang-undangan berupa peraturan daerah.

Dalam UU 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah ada suatu hal

yang baru yaitu mulai diterapkannya Standar Pelayanan Minimum (SPM) dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah69, SPM merupakan standar minimal

pelayanan publik yang wajib disediakan oleh pemerintah daerah kepada

masyarakat. Adanya SPM akan menjamin pelayanan minimal yang berhak

diperoleh masyarakat dari pemerintah daerah.70

Pada prinsipnya, terdapat banyak jenis pelayanan yang diberikan oleh

pemerintah, namun secara generik pelayanan yang diberikan pemerintah dibagi

menjadi dua pelayanan publik. Yaitu: pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar (basic

68 ibid 69 Lihat pasal 11 ayat (4) dalam UU 32 tahun 2004, yang menyebutkan bahwa

“penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib harus berpedoman pada SPM yang dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh pemerintah”.

70 Sarundajang, Babak Baru Sistem Pemerintahan Daerah, h. 154

Page 158: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

61

services) dan pelayanan pengembangan sektor unggulan (core competence)71. Yang

menjadi pelayanan dasar seperti, kewargaan, pendidikan kesehatan, transportasi,

perumahan, lingkungan, fasilitasi jalan, dll. Pelayanan sektor unggulan seperti,

pertanian, pertambangan, pariwisata, perdagangan dll. Pelayanan sektor unggulan

adalah pelayanan pendukung yang ada di daerah. Namun setiap daerah otonom

wajib memberikan pelayanan dasar sesuai dengan SPM yang ditetapkan oleh

pemerintah pusat. Dengan adanya SPM pemerintah daerah bisa memenuhi

pelayanan dasar dan diharapkan akan terjadi pemerataan pelayanan publik dan

menghindari kesenjangan pelayanan antar daerah.72

Didasari dengan pentingnya suatu pelayanan yang harus diberikan

pemerintah daerah kepada warganya, maka DPRD Kota Bekasi membuat program

rancangan peraturan daerah Kota Bekasi tentang penyelenggaraan pelayanan

publik. Agar pelayanan dasar masyarakat bisa terpenuhi dan bisa dirasakan merata

oleh elemen masyarakat. Tanpa proses yang berbelit-belit. Dan pembentukan

peraturan daerah tentang penyelanggaraan pelayanan publik juga untuk

mengaktualisasikan UU 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang

mewajibkan setiap daerah otonom untuk memberikan pelayanan publik terhadap

warganya.

Dengan adanya peraturan daerah Kota Bekasi tentang penyelenggaraan

pelayanan publik diharapkan dapat meningkatkan penyelenggaraan fungsi

pelayanan dari Dinas, Instansi, dan BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) yang ada

71 dengan mengacu pada pendekatan core competence, maka isi otonomi dari satu daerah

akan berbeda dengan daerah lainnya tergantung dari sektor mana yang akan dikembangkan oleh daerah tersebut.

72 Oentarto, Format Otonomi Daerah Masa Depan, h.169-174

Page 159: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

62

dikota bekasi. Dan disadari bahwa selama ini ketidakdisiplinan terhadap pelayanan

publik yang ada dikota bekasi merugikan pemerintah kota bekasi. Tuntutan

masyarakat agar adanya proses perizinan yang baik membuat DPRD menyusun

rancangan peraturan daerah ini. Karena harapan DPRD kota bekasi agar peraturan

daerah ini mempunyai daya laku peningkatan disiplin pelayanan yang terdapat

dalam sector swasta dan pemerintah.73

Adanya peraturan daerah penyelenggaraan pelayanan publik ini untuk

membentuk badan, kantor, dinas dan sayap-sayapnya yang harus dipayungi oleh

peraturan daerah, dan ini digabung dalam satuan kerja perangkat daerah (SKPD)74

yang akan dikoordinasikan oleh badan pelayanan perizinan terpadu (BPPT)75,

sehingga dinas yang terkait dengan pelayanan masyarakat tidak memonopoli semua

bentuk perizinan. Masyarakat harus KBPPT dahulu, proses ini yang akan disebut

Unit pelayanan satu atap (SPSA).76

Atas dasar bahwa pemerintah Kota Bekasi mengharapkan pelayanan yang

baik terhadap masyarakat kota bekasi maka peraturan daerah tentang

penyelenggaraan pelayanan publik harus ada di kota bekasi, untuk meningkatkan

kualitas pelayanan dan perizinan yang prima dan terstruktur dengan baik melalui

73 Data Diambil Dalam Risalah Rapat paripurna Penetapan dan Penandatangan Hasil

Pembahasan Panitia Khusus 28 dan Persetujuan DPRD Kota Bekasi Tentang Laporan Perhitungan Anggaran (LPA) Tahun Anggaran 2006, Bekasi,22 Agustus 2007, Dewan Perwakilan Rakyat Kota Bekasi 2007.

74 Selanjutnya akan disebut SKPD 75 Selanjutnya akan disebut BPPT 76 Wawancara pribadi dengan anggota DPRD Kota Bekasi periode 2004-2009 yang

merupakan ketua pansus 28 dalam pembentukan perda ini, yaitu Ir. Muhammad Hasim Afandi, Bekasi 2 juni 2010

Page 160: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

63

kegiatan organisasi maupun personal dilingkungan pemerintah daerah khususnya

dan di instansi pemerintah pada umumnya.77

B. Peranan DPRD Dalam Penyusunan Peraturan Daerah Tentang

Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Perencanaan pembentukan daerah dilakukan berdasarkan program legislasi

daerah (prolegda). Prolegda merupakan istrumen perencanaan program

pembentukan peraturan daerah yang disusun secara berencana, terpadu, dan

sistematis. Salah satu tujuan penyusunan proglegda adalah untuk menjaga agar

produk peraturan daerah tetap berada dalam kesatuan sistem hukum nasional.78

Pembuatan peraturan daerah kota bekasi mengenai pelayanan publik juga

berdasarkan kesatuan sistem hukum nasional. Menurut ketua pansus, DPRD harus

memastikan bahwa peraturan daerah ini tidak bertentangan dengan Undang-undang,

peraturan perundang-undangan, keputusan Presiden, keputusan Menteri dan juga

peraturan daerah. Peraturan daerah tentang pelayanaan publik sudah sesuai dengan

sistem hukum nasional, dan setiap peraturan daerah yang dibuat juga harus

berdasarkan hukum atau undang-undang yang sesuai dengan kesatuan negara

republik Indonesia.79

77 Penjelasan umum, dalam peraturan daerah kota bekasi nomor 13 tahun 2007 tentang

penyelenggaraan pelayanan publik dikota bekasi. H. 26 78 Sadu Wasistiono dan Yonatan Wiyoso, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah (DPRD), ( Bandung: Fokus Media, 2009), h. 76 79 Wawancara Pribadi dengan anggota DPRD Kota Bekasi periode 2004-2009 yang

merupakan ketua pansus 28 dalam pembentukan perda ini, yaitu Ir. Muhammad Hasim Afandi, Bekasi 2 juni 2010

Page 161: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

64

Peraturan daerah Kota Bekasi tentang penyelenggaraan pelayanan publik

berdasarkan hukum pada:80

1. Keputusan DPRD Kota Bekasi Nomor: 14/ 174.1/ DPRD/ 2007 Tanggal 13

Juli 2007 tentang Panitia Khusus (pansus) 28, dalam rangka pembahasan

rancangan peraturan daerah Kota Bekasi tentang Penyelenggaraan

Pelayanan Publik di Kota Bekasi.

2. Dalam Proses pembahasan, secara teknis pansus memperhatikan peraturan-

perundangan sebagai berikut:

a. UU No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria (Lembaran Negara RI Tahun 1960 No. 10, Tambahan

Lembaran Negara RI No. 349)

b. UU No.9 Tahun 1996 Tentang Pembentukan Kota Madya Daerah

Tingkat II Bekasi ( Lembaran Negara RI Tahun 1996 No.111,

Tambahan Lembaran Negara RI No. 3821)

c. UU No.23 Tahun 1997 Tentang Pengolaan Lingkungan Hidup

(Lembaran Negara RI tahun 1997 No. 68, Tambahan Lembaran

Negara RI No.3699)

80 Data Diambil Dalam Risalah Rapat paripurna Penetapan dan Penandatangan Hasil

Pembahasan Panitia Khusus 28 dan Persetujuan DPRD Kota Bekasi Tentang Laporan Perhitungan Anggaran (LPA) Tahun Anggaran 2006, Bekasi,22 Agustus 2007, Dewan Perwakilan Rakyat Kota Bekasi 2007.

Page 162: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

65

d. UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran

Negara Ri Tahun 1999 No.42, Tambahan Lembaran Negara RI

No.3821)

e. UU No.31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri (Lembaran Negara

RI Tahun 2000 No. 246, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4045)

f. UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi (Lembaran Negara RI Tahun 2002 No.137,

tambahan Lembaran Negara Ri No. 4250)

g. UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan (lembaran Negara RI Tahun 2004 No.53, Tambahan

Lembaran Negara RI No. 4389)

h. UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran

Negara RI Tahun 2004 No. 125, Tambahan Lembaran Negara RI

No. 4437) sebagaimana telah diubah dengan UU No.8 tahun 2005

Tentang Penetapan Peraturan Pemerintahan Pengganti UU No.3

tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No.32 Tahun

2004 Tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-undang (

Lembaran Negara RI tahun 2005 No. 108, Tambahan Lembaran

Negara RI No. 4548)

i. UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (Lembaran

Negara RI Tahun 2007 No. 67, Tambahan Lembaran Negara RI No.

4724)

Page 163: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

66

j. UU No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan ruang (Lembaran Negara

RI Tahun 2007 No.68, Tambahan Lembaran Negara No. 4725)

k. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 Tentang Analisi Mengenai

Dampak Lingkungan (Lembaran Negara RI Tahun 1999 No. 59,

Tambahan Lembaran Negara RI No. 3838)

l. Peraturan Pemerintahan No. 79 Tahun 2005 Tentang Pedoman

Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan daerah

(Lembaran Negara RI Tahun 2005 No. 165, Tambahan Lembaran

Negara RI No. 4593)

m. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 Tentang pembagian

Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi

dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara RI

Tahun 2007 No. 82, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4737)

n. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 Tentang Pedoman

Organisasi perangkat Daerah (Lembaran Negara RI tahun 2007 No.

89, Tambahan Lembaran Negara RI No. 4741)

o. Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1992 Tentang Pemanfaatan

Tanah, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan Untuk Usaha

Patungan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing

Page 164: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

67

p. Keputusan Mentri Pendayagunaan Aparatur Negara No:

63/KEP/M.PAN/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan

Pelayanan Publik.

q. Keputusan Mentri Pendayagunaan Aparatur Negara No.

26/KEP/M.PAN/2/2004 Tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan

Akuntabilitas Pelayanan Publik.

Peraturan daerah tentang penyelenggaraan pelayanan publik, bergulir saat

DPRD periode 2004-2009, yang merupakan proglam legislasi yang harus disahkan

oleh DPRD. DPRD Kota Bekasi juga membuat pansus (panitia khusus) yang

disebut dengan pansus 28, Pansus berjumlah 18 orang, dengan struktur seorang

koordinator yaitu unsur pimpinan, ketua pansus Ir. Muhammad hasim Affandi dari

farksi PAN, wakil ketua H. Gusnal, SE, MM dari fraksi PPP, sekretaris Umar fauzi

fraksi PDI-P, dan 14 orang anggota yang terdiri dari beberapa gabungan fraksi yang

ada di DPRD.81

Dalam pembahasan rancangan peraturan daerah Kota Bekasi tentang

penyelenggaraan pelayanan publik di Kota Bekasi, pansus 28 ini juga melakukan

beberapa serangkaian kegiatan. Yaitu: rapat-rapat internal pansus, rapat

pembahasan bersama pihak eksekutif dalam merencanakan peraturan daerah tentang

pelayanan publik, rapat pembahasan bersama pihak badan usaha milik negara

(BUMN) se- Kota Bekasi yang mempunyai tupoksi pelayanan publik, rapat

konsultasi dengan biro organisasi dan dinas pelayana satu atap Propinsi Jawa Barat,

81 Nevi Somadireja, Lensa Wakil Rakyat Sebuah Perjalanan Aspirasi Warga Kota Bekasi

Anggota DPRD Kota Bekasi Masa Bhakti 2004-2009 (Bekasi: Sekretariat DPRD Kota Bekasi, 2009), h. 100

Page 165: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

68

kunjungan kerja dalam rangka study banding ke pemerintah Kota Yogyakarta,

konsultasi ke kantor Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, rapat-rapat internal

di fraksi masing-masing dalam rangka pembahasan pelayanan publik, dan rapat

finalisasi bersama pihak eksekutif.82

Peraturan daerah tentang pelayanan publik dirasakan penting oleh DPRD

karena pemerintah Kota Bekasi belum membuat peraturan daerah ini, dan melihat

ketidak disiplinan dalam pembuatan perijinan dan pelayanan publik. DPRD sebagai

lembaga legislatif yang menampung aspirasi masyarakat, sering menerima keluhan

mengenai pelayanan publik yang tidak baik.

Kunjungan pansus 28 dalam masa kerjanya ke pemerintah Kota Yogyakarta,

karena kota Yogyakarta sudah mempunyai peraturan daerah tentang

penyelenggaraan pelayanan publik, pemerintah Kota Yogyakarta menjadi tolak

ukur dalam pembuatan peraturan daerah tentang penyelenggaraan pelayanan publik

di Bekasi. Kota Yogyakarta juga merupakan kota yang berkembang dalam

pelaksanaan otonomi daerah, dan pada saat rancangan peraturan daerah Kota Bekasi

tentang penyelenggaraan pelayanan publik diajukan kepada pemerintah Propinsi,

peraturan daerah ini merupakan peraturan daerah pertama di jawa barat atau di

Indonesia untuk tingkat Kabupaten/Kota. 83

82 Data Diambil Dalam Risalah Rapat paripurna Penetapan dan Penandatangan Hasil

Pembahasan Panitia Khusus 28 dan Persetujuan DPRD Kota Bekasi Tentang Laporan Perhitungan Anggaran (LPA) Tahun Anggaran 2006, Bekasi,22 Agustus 2007, Dewan Perwakilan Rakyat Kota Bekasi 2007.

83 Data Diambil Dalam Risalah Rapat paripurna Penetapan dan Penandatangan Hasil

Pembahasan Panitia Khusus 28 dan Persetujuan DPRD Kota Bekasi Tentang Laporan Perhitungan Anggaran (LPA) Tahun Anggaran 2006, Bekasi,22 Agustus 2007, Dewan Perwakilan Rakyat Kota Bekasi 2007.

Page 166: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

69

Pengesahan Rancangan peraturan daerah menjadi peraturan daerah tentang

pelayanan publik juga berjalan baik dalam rapat paripurna, pansus 28

merekomendasikan kepada pihak eksekutif agar secepatnya membentuk BPPT

sebagai pemberdayagunaan pelayanan kepada masyarakat dan mengganti unit

pelayanan satu atap (UPSA) mengelola seluruh bentuk perijinan yang menjadi

kewenangan dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di Kota Bekasi,

dengan mengindahkan asas dan prinsip : asas kepastian hukum, asas transparansi,

asas partisipatif, asas kepentingan umum, asas profesionalisme, asas kesamaan hak,

asas keseimbangan hak dan kewajiban, prinsip kesederhanaan, prinsip kejelasan,

prinsip kepastian waktu, prinsip akurasi, prinsip keamanan, tanggung jawab, prinsip

kelengkapan sarana dan prasarana, prinsip kemudahan akses, prinsip kedisiplinan,

kesopanan, keamanan dan prinsip kenyamanan.

Dalam rapat paripurna Ketua DPRD Kota Bekasi meresmikan paraturan

daerah kota bekasi tentang penyelenggaraan pelayanan publik. Rapat paripurna ini

di hadiri oleh ketua DPRD, dan wakilnya, Wali Kota Bekasi, dan Wakilnya,

anggota DPRD Kota Bekasi, sekertaris Daerah Kota Bekasi, perangkat pemerintah

daerah, seluruh camat dan lurah se Kota Bekasi, LSM yang ada di Kota Bekasi,

kapolres Kota Bekasi dan lain-lain.

DPRD kota Bekasi melihat bahwa peraturan daerah tentang

penyelenggaraan pelayanan publik ini, penting untuk masyarakat. Ini juga

merupakan implementasi dari UU N0.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Page 167: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

70

yang menuntut adanya SPM, DPRD juga menetapkan SPM pelayanan dan perizinan

14 hari kerja.84

Pada tanggal 22 Agustus 2007 Walikota Bekasi mengesahkan dan

menetapkan peraturan daerah tentang penyelenggaraan publik berlaku di Kota

Bekasi dengan nomor 13 dan No. LD 12 seri A 85. Besar harapan agar adany

peraturan daerah Kota Bekasi tentang pelayanan publik bisa meningkatkan

pelayanan publik di Kota Bekasi.

Dalam peraturan daerah Kota Bekasi tentang penyelenggaraan pelayanan

publik disebutkan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan

yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan dalam rangka pemenuhan

kebutuhan penerima pelayanan sesuai dengan hak-hak sipil setiap warga negara dan

penduduk atas suatu barang, jasa, dan/atau pelayanan administrasi yang disediakan

oleh penyelnggara pelayanan publik.86

Dalam peraturan daerah kota bekasi tentang penyelenggaraan pelayanan

publik maka diterapkan standar pelayanan umum yang di amanatkan dalam UU 32

Tahun 2004, peraturan daerah Kota Bekasi tentang penyelenggaraan pelayanan

publik, jenis pelayanan dasar selain perizinan antara lain: seperti:

1. Pelayanan pembuatan kartu tanda penduduk (KTP)

84 Wawancara Pribadi dengan anggota DPRD Kota Bekasi periode 2004-2009 yang merupakan ketua pansus 28 dalam pembentukan perda ini, yaitu Ir. Muhammad Hasim Afandi, Bekasi 2 juni 2010

85 Nevi Somadireja, Lensa Wakil Rakyat Sebuah Perjalanan Aspirasi Warga Kota Bekasi Anggota DPRD Kota Bekasi Masa Bhakti 2004-2009 (Bekasi: Sekretariat DPRD Kota Bekasi, 2009), h. 175

86 Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 13 tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan

Pelayanan Publik di Kota Bekasi, h, 6

Page 168: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

71

2. Pelayanan pembuatan kartu keluarga (KK)

3. Pelayanan akta perkawinan

4. Pelayanan akta lahir

5. Pelayanan pembuatan rekomendasi pendirian rumah ibadah

6. Pelayanan pembuatan rekomendasi pendirian sekolah swasta

7. Pelayanan pendaftaran organisasi sosial, LSM dan yayasan

8. Pelayanan pemberian tanda lapor orang asing

9. Pelayanan pemberian surat pengantar keringanan pengobatan ke rumah sakit

10. Pelayanan pemberian rekomendasi adopsi anak

11. Pelayanan pemberian rekomendasi pengumpulan sumbangan untuk korban

bencana, dll.

Jenis pelayanan pemberian perizinan antara lain seperti:

1. Pelayanan pemberian izin mendirikan bangunan

2. Pelayanan pemberian izin lokasi

3. Pelayanan pemberian izin trayek

4. Pelayanan pemberian izin gangguan

5. Pelayanan pemberian izin usaha perdagangan

6. Pelayanan pemberian izin reklame

Page 169: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

72

7. Pelayanan pemberian izin penelitian/ survey/ riset dan PKL

8. Pelayanan pemberian izin undian, dll

C. Sosialisasi Peraturan Daerah Tantang Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Pemerintah daerah wajib menyebarluaskan peraturan daerah yang telah

diundangkan dalam lembaran daerah. Masyarakat Kota Bekasi dan pihak-pihak

yang terkait harus mengetahui tentang peraturan daerah yang berlaku sebagai syarat

untuk melaksanakan dan mematuhinya.

Menurut anggota DPRD Kota Bekasi dan juga merupakan ketua pansus,

sebenarnya bukanlah tugas DPRD dalam mensosialisasikan, karna tugas DPRD itu,

legislasi, controling dan budgeting. Dan DPRD melihat dalam perda pelayanan

publik ini, pihak yang lebih bertanggungjawab dalam mensosialisasikan adalah

BPPT, dinas-dinas dan instansi terkait seperti kelurahan dan kecamatan yang lebih

bersinggungan kepada masyarakat dalam perizinan dan pelayanan.87

Kelemahan DPRD memang kurang mensosialisasikan Peraturan daerah

yang dibuatnya, sebenarnya sebelum peraturan daerah disahkan saat sidang

paripurna, sudah ada edaran dari pihak eksekutif yang diberikan kepada instansi

yang terkait pelayanan publik. Sehingga tiga bulan saat peraturan daerah ini

disahkan sudah ada sosialisasi dari pihak terkait kepada masyarakat, dan hal ini

yang tidak dilakukan walaupun dilakukan hanya sedikit masyarakat yang tahu.88

87 Wawancara Pribadi dengan anggota DPRD Kota Bekasi periode 2004-2009 yang

merupakan ketua pansus 28 dalam pembentukan perda ini, yaitu Ir. Muhammad Hasim Afandi, Bekasi 2 juni 2010

88 Ibid

Page 170: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

73

DPRD Kota Bekasi mensosialisasikan peraturan daerah Kota Bekasi tentang

penyelenggaraan publik dengan cara mensosialisasikan kepada masyarakat

khususnya didaerah pemilihannya. Ini disebut dengan Masa Reses, setiap anggota

DPRD yang terdiri dari beberapa anggota terpilih lewat daerah pemilihan yang

berbeda-beda, jika DPRD mensahkan produk peraturan daerah maka anggota

DPRD tersebut mensosialisasikan ke daerah pemilihannya pada masa reses tersebut.

Masa reses dilaksanakan pada hari kerja,89 Hal ini yang kemudian kurang efektif

untuk mensosialisasikan perda karena tidak dilaksanakan pada hari kerja disaat

masyarakatnya mempunyai aktivitas sendiri.

Pada saat sidang paripurna pengesahan peraturan daerah Kota Bekasi

dihadiri oleh pejabat daerah, struktur pemerintahan daerah dan elemen masyarakat.

Ini juga merupakan sosialisasi peraturan daerah, dari yang hadir tersebut bisa

mensosialisasikan kembali kepada masyarakat Bekasi.

DPRD Kota Bekasi juga mensosialisasikan peraturan daerah Kota Bekasi

tentang penyelenggaraan pelayanan publik melalui media yang ada di Kota Bekasi.

Media massa seperti koran Radar Bekasi yang slalu mempublikasikan kegiatan

pemerintah daerah. Dan juga lewat buletin swara DPRD yang hadir tiap bulannya,

dan menjelaskan peraturan daerah yang berhasil disahkan DPRD.

D. Peranan DPRD Dalam Pengawasan Peraturan Daerah Tentang

Penyelenggaraan Pelayanan Publik

89 Peraturan Tata Tertid Dewan Perwakilan Rakyat Kota Bekasi N0.26/174.2/DPRD/2006,

h.75

Page 171: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

74

Sebagai unsur penyelenggara pemerintah di daerah, DPRD mempunyai

fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Tugas dan wewenang pengawasan

DPRD secara khusus tercantum dalam UU No 32 Tahun 2004 pasal 24 ayat 1C

yang berbunyi : “ DPRD mempunyai tugas dan wewenang melaksanakan

pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang-

undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah dalam

melaksanakan program pembangunan daerah dan kerjasama internasional di

daerah”90

Pengawasan bertujuan untuk mengembangkan kehidupan demokrasi,

menjamin keterwakilan rakyat dan daerah dalam melaksanakan tugas dan

kewenangannya, serta mengembangkan checks dan balances antara lembaga

legislatif dan eksekutif demi mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.

Pengawasan yang dilakukan DPRD untuk mengawasi produk hukum yang sudah

disahkan.

Bentuk pengawasan yang dilakukan DPRD dilakukan dengan cara

melakukan dengan pendapat, kunjungan jerja, pembentukan panitia khusus dan

pembentukan panitia kerja yang dibentuk sesuai dengan peraturan tata tertib DPRD.

DPRD dalam melaksanakan pengawasan terhadap peraturan daerah berhak meminta

pejabat negara, pejabat pemerintah, atau waraga masyarakat untuk memberikan

keterangan tentang suatu hal yang perlu ditangani demi kepentingan daerah,

pemerintah dan pembangunan. Pejabat negara, pejabat pemerintah, atau warga

masyarakat yang menolak permintaan untuk memberikan keterangan dapat

90 Lihat pasal-pasal UU 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Page 172: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

75

dipanggil secara paksa, karena merendahkan martabat DPRD. Hal ini diatur dan

dijelaskan pada UU No. 22 tahun 2003 Pasal 66 ayat (1), (2) dan (3) bahwa:91

1. DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota dalam melaksanakan tugas dan

wewenangnya berhak meminta pejabat negara, tingkat provinsi dan

kabupaten/kota, pejabat pemerintah provinsi atau kabupaten/kota, badan

hukum, atau warga masyarakat untu memberikan keterangan tentang sesuatu

hal yang perlu ditangani demi kepentingan daerah, bangsa dan negara.

2. Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah provinsi dan kabupaten/kota,

badan hukum atau warga masyarakat wajib memenuhi permintaan DPRD

sebagaimana dimaksud ayat (1).

3. Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah provinsi dan kabupaten/kota,

badan hukum atau warga yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) dikenakan panggilan paksa sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Walaupun DPRD tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk memberi

sanksi terhadap eksekutif, setidaknya DPRD memiliki kekuasaan yang cukup kuat

untuk meminta keterangan dengan pihak-pihak yang sekiranya dapat memberikan

masukan dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD.

Namun kuatnya fungsi pengawasan yang sudah tertera dalam peraturan

Negara, tidak bisa di implementasikan dengan baik oleh DPRD Kota Bekasi. DPRD

91 Sadu wasistiono, Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), h.

149

Page 173: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

76

Kota Bekasi kurang memberikan pengawasan terhadap peraturan daerah yang sudah

disahkannya.

Pengawasan DPRD terhadap peraturan daerah tentang pelayanan publik ini,

tidak begitu terkontrol dilakukan. Karena banyaknya perda yang disahkan oleh

DPRD tiap tahunnya, membuat DPRD sulit untuk memfokuskan pengawasan pada

satu peraturan daerah. Namun cara pengawasan yang dilakukan DPRD dalam

peraturan daerah ini dengan melakukan kunjungan kerja ke kelurahan atau ke dinas,

Dan selama ini belum terlihat adanya pelanggaran dalam pelaksanaannya.92

Pengawasan terhadap peraturan daerah Kota Bekasi tentang

penyelenggaraan pelayanan publik bisa dilihat sangat minim, hanya sebatas

pembuatan peraturan daerah dan pengesahannya. Jika DPRD melakukan kunjungan

kerja terhadap instansi terkait biasanya instansi tersebut memberikan pelayanan

yang prima dan tidak menyimpang, kurangnya pengawasan terhadap peraturan

daerah ini, membuat peraturan daerah ini belum dievaluasi dengan baik, dan apakah

sudah sesuai dengan masyarakat atau belum.

D.1 Pihak-Pihak Yang Bertanggung Jawab Terhadap Pelaksanaan Peraturan

Daerah Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik

Rekomendasi dari pansus peraturan daerah pelayanan publik adalah,

dibentuknya BPPT dengan asas kinerja satuan pelayanan satu atap, selama ini

dalam perijinan masyarakat seperti bola yang kesana dan kemari, karena tidak

92 Wawancara Pribadi dengan anggota DPRD Kota Bekasi periode 2004-2009 yang merupakan ketua pansus 28 dalam pembentukan perda ini, yaitu Ir. Muhammad Hasim Afandi, Bekasi 2 juni 2010

Page 174: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

77

adanya koordinasi kerja dari instansi terkait. Dan terlalu banyak pihak instansi yang

harus didatangi. Setelah adanya peraturan daerah ini kinerja perijinan dirubah.

Dalam peraturan daerah ada pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk

menfasilitasi agar peraturan daerah bisa terlaksana dan berjalan sesuai aturan yang

berlaku, dan dalam peraturan daerah Kota Bekasi tentang penyelenggaraan

pelayanan publik. Pihak yang bertanggung jawab adalah: BPPT yang

mengkoordinasi kerja SKPD didalamnya meliputi dinas-dinas dan kecamatan dan

kelurahan.

Gambar 1. Bagan Alur Pengurusan perizinan

DINAS-DINAS BPPT

PEMOHON

Tekhnis perijinan

SEKSI PERIJINAN DALAM DINAS

Legalitas perijinan Menerbitkan

surat perijinan

Meneliti kelengkapan berkas

Mengajukan permohonan perijinan dengan melampirkan berkas yang disyaratkan

Page 175: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

78

Sumber: Dinas Perijinan Dalam Bidang IMB

Gambar 2. Bagan Alur Pengurusan Pelayanan

Kelurahan Dinas kependudukan

Kecamatan

Sumber: Kantor Kelurahan Jati Luhur

D.2. Pelaksanaan Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan Pelayanan

Publik

Pelaksanaan peraturan daerah tentang pelayanan publik sudah berlaku pada

tanggal yang diundangkan, dan pelaksanaan standar pelayanan, maklumat

pelayanan, sistem informasi dan tata cara pengolaan pengaduan yang telah ada pada

masing-masing penyelenggara menyesuaikan dengan peraturan daerah ini selambat-

lambatnya satu tahun sejak ditetapkan.

No Jenis Pelayanan/perijinan

Peraturan daerah

pelaksanaan Keterangan

1 Pembuatan KTP 14 hari 14 hari sesuai dengan SPM, namun bisa saja lebih dari 14 hari.

Bisa Sesuai perda, hanya saja persyaratan yang dibawa pada saat

Page 176: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

79

dan ada pelayanan khusus atau progresif, yang bisa langsung jadi pembuatannya dalam satu hari (pasal 21), pelayanan ini untuk WNA atau masyarakat yang butuh untuk keperluan mendesak.

kekelurahan sudah komplit. Keterlambatan jadinya KTP, karena kurangnya komputerisasi atau data yang hilang.93dalam pembiyayaan sendiri, dalam perda digratiskan, namun tiap kelurahan mempunyai kebijakan berbeda, bisa dikenai biyaya administrasi 10.000. dan untuk progresif dikenakan biaya 100.000 sesuai perda.

2 Surat Domisili 14 hari Surat domisili ini prosesnya hanya dikelurahan saja, sehingga bisa cepat. Biayanya juga gratis jika mengikuti perda, namun terkadang kelurahan memungut biaya untuk administrasi.

Tidak sesuai perda, karena prosesnya tidak berpindah instansi. Dalam pemungutan biaya juga tergantung dengan kebijakan kelurahannya.

3 Pelayanan izin mendirikan bangunan

14 hari Kurang lebih sesuai dengan waktu yang ditentukan

Sesuai dengan perda,Jika tidak ada masalah dalam tekhnisnya, semua bisa berjalan tepat waktu, namun ada pula oknum yang bermain waktu dengan dikenakan

93 Wawancara Pribadi Dengan Lurah Jati Luhur Bpk. Jaya Ekosetiawan SH

Page 177: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

80

biaya tambahan untuk mempercepat waktunya.

Dari sampel diatas bisa diambil kesimpulan bahwa tiap instansi ataupu dinas

mempunyai kebijakan tersendiri diluar perda, instansi terkait secara keseluruhan

sesuai dengan peraturan daerah hanya saja ada pegawainya yang melakukan

pelanggaran. Tiap dinas sendiri dan istansi berbeda kebijakannya. Dan dalam

pelaksanaan pelayanan publik, masyarakat tidak diwajibkan kekantor kelurahan

untuk pembuatan KTP, bisa langsung kekecamatan ataupun dinas kependudukan,

yang penting instansi terkait. Karena dalam perda pun tidak ada peraturan tersebut.

Pelaksana peraturan daerah pelayanan publik juga tidak dikenai biaya

kepada masyarakat, yang dijelaskan pada pasal 22 yaitu pungutan biaya

penyelenggaraan pelayanan publik yang menyangkut hak-hak sipil pada hakikatnya

dibebankan kepada daerah dan atau negara dengan tidak menutup kemungkinan

ditetapkan pungutan biaya pelayanan kepada penerima pelayanan. Karena biaya

penyelenggaraan pelayanan mempertimbangkan, tingkat kemampuan dan daya beli

masyarakat, nilai/harga yang berlaku didaerah atas barang dan/atau jasa, dan rincian

biaya yang jelas dan transparan. Namun dalam pelaksanaannya masih terdapat

kantor kelurahan yang memungut biaya administrasi, untuk kas keuangan kantor

kelurahan. Mental msyarakatpun harus di rubah, banyak terdapat kasus masyarakat

Page 178: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

81

yang enggan untuk kekelurahan dan meminta bantuan pegawai instansi terkait,

sehingga ada perasaan senggan dan memberikan uang untuk jasanya.94..

penyelenggara pelayanan publik wajib bertanggung jawab atas pelayanan

yang dilaksanakannya yaitu: menyusun dan menetapkan standar pelayanan teknis

serta tata cara pengelolaan pengaduan dan keluhan dari penerima pelayanan dengan

mengedepankan prinsip penjelasan yang tepat dan tuntas, menyiapkan sarana dan

prasarana dan fasilitas pelayanan publik secara efisien, efektif, transparan dan

akuntabel, serta berkesinambungan, memberikan pengumuman dan/atau memasang

tanda-tanda yang jelas ditempat yang mudah diketahui terhadap perubahan dan/atau

pengalihan fungsi fasilitas pelayanan publik, dll.95

Penyelenggara sebagai lembaga yang melanggar kewajiban dan/atau

larangan yang diatur dalam peraturan daerah ini dikenakan sanksi administratif

berupa: peringatan, pembayaran ganti rugi, pengenaan denda. Sedangkan aparat

penyelenggara yang melanggar dikenakan hukuman: pemberian peringatan,

pembayaran ganti rugi, pengurangan gaji dalam waktu tertentu, penundaan atau

penurunan pangkat atau golongan, pembebasan tugas dari jabatan dalam waktu

tertentu, pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak hormat.

Ganti rugi yang dimaksud diberikan kepada penerima pelayanan yang dirugikan

berdasarkan tata cara yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan peraturan yang ada.

94 Wawancara Pribadi dengan anggota DPRD Kota Bekasi periode 2004-2009 yang

merupakan ketua pansus 28 dalam pembentukan perda ini, yaitu Ir. Muhammad Hasim Afandi, Bekasi 2 juni 2010

95Ppasal 8, h. 9-10

Page 179: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

82

Peraturan daerah kota bekasi tentang penyelenggaraan publik secara

struktural sudah terarah, dengan memperjelas bentuk pelayanan dan bentuk

perijinan kepada masyarakat, akan tetapi menjadi cacatan yang sangat penting

ketika peraturan ini berbentuk praktek dan aplikasi langsung kepada masyarakat.

Ada baiknya pemerintah daerah yang didalamnya ada walikota dan wakil wali kota

juga anggota DPRD melakukan evaluasi apakah peraturan daerah ini benar-benara

terlaksana dengan baik oleh penyelenggara pelayanan publik dan aparat

pemerintahan, karena DPRD terkadang mengabaikan tugasnya selain membuat

peraturan daerah dan mengesahkannya, DPRD juga wajib melakukan pengawasan

terhadap pelaksanaan peraturan daerah kepada masyarakat.

Pemerintah daerah kota Bekasi memang mempunyai target tiap tahun dalam

mengembangkan potensi daerahnya, adanya peraturan daerah kota bekasi tentang

penyelenggaraan pelayanan publik juga menjadi bukti bahwa pemerintah ingin

memperbaiki fungsi pelayanan yang selama ini jauh dari disiplin, karena belum

adanya peraturan standar pelayanan minimum yang sesuai dengan UU No.32 tahun

2004 tentang pemerintahan daerah, DPRD sebagai lembaga politik kemudian

berusaha mewujudkan peraturan daerah kota bekasi tentang penyelenggraan

pelayanan publik guna memperbaiki ketidakdisiplinan yang ada dalam instansi yang

terkait terhadap pelayanan publik. Dengan harapan semoga adanya peraturan daerah

ini pelayanan publik di Kota Bekasi bisa lebih berkualitas dan terarah pada

masyarakat.

Demikian penjelasan mengenai peraturan daerah Kota Bekasi dari faktor

terbentuknya sampai proses dan sosialisasinya peraturan daerah tentang

Page 180: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

83

penyelenggaraan pelayanan publik. Jelaslah kiranya bahwa ada sebuah usaha dalam

pemerintah daerah kota bekasi untuk memperbaiki sebuah pelayanan terhadap

warganya agar lebih berkualitas.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Adanya gelombang reformasi tahun 1998, membawa perubahan terhadap

sistem pemerintahan, tuntutan agar dikembalikannya fungsi DPRD sebagai

bagian dari pemerintah daerah diakomodasi UU No.22 Tahun 1999. Peran

Page 181: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

84

DPRD kemudian sangat besar. DPRD mempunyai tugas untuk memberikan

pelayanan publik terhadap masyarakatnya, pelayanan yang prima dan

berkualitas.

2. Tahun 2007, ketika masa bakti anggota DPRD 2004-2009 berjalan, DPRD

Kota Bekasi melakukan proglam legislasi untuk penyelenggaraan pelayanan

publik. Peran DPRD besar dalam penyusunannya, dimulai dengan

membentuk dasar hukum peraturan daerah, membentuk tim pansus,

melakukan kunjungan kerja, rapat dengan eksekutif dan legislatif.

Melakukan sosialisasi ke instansi terkait pelayanan publik.

3. Pengawasan DPRD Kota Bekasi terhadap peraturan daerah pelayanan

publik, kurang dimaksimalkan dengan baik, dengan alasan bahwa perda

yang dihasilkan DPRD banyak, sehingga sulit untuk mengkontrol

pengawasan tiap peraturan daerah. Namun DPRD melakukan pengawasan

pelayanan publik dengan melakukan kunjungan kerja ke instansi terkait dari

BPPT, Dinas sampai kekelurahan.

B. Saran

Dengan adanya peraturan daerah Kota Bekasi tentang penyelenggaraan

pelayanan publik, diharapkan adanya peningkatan kualitas dan pelayanan terhadap

masyarakat, DPRD sebagai lembaga legislatif yang dalam UU No.32 tahun 2004

Page 182: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

85

tentang Pemerintahan Daerah bersifat sejajar dan kemitraan dengan lembaga

eksekutif, mempunyai fungsi bukan hanya dalam membuat peraturan daerah saja,

melainkan juga ada anggaran dan pengawasan.

DPRD Kota Bekasi sebagai lembaga legislatif juga harus mengoptimalisasi

fungsinya. Setelah pembentukan peraturan daerah tentang penyelenggaraan

pelayanan publik, ada baiknya DPRD kota bekasi juga mensosialisasikan kepada

masyarakat, sosialisasinya juga bukan hanya pada saat sidang paripurna saat

pengesahan peraturan daerah tetapi juga terjun langsung kedaerah pemilihnya,

selama ini masa reses terlihat seperti seremonial saja, karena yang didatangi hanya

sekelompok kecil dari masyarakat. Dan DPRD Kota Bekasi juga harus berperan

sebagai pengawas, jangan sampai habis ditetapkan peraturan daerah dilupakan

begitu saja. Harus ada pengawasan dalam jangka panjang, yang nantinya bisa

dievaluasi apakah peraturan daerah ini sudah sesuai dengan pelayanan terhadap

masyarakat atau perlu diperbaiki lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Bratha, Denny. Menyusuri Bekasi Raya Jejak Reportase. Bekasi: Rinjani

Kita: 2009

Page 183: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

86

Dagun, Save M. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Lembaga Pengkajian

Kebudayaan Nusantara (LPKN), 1997

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bekasi. Risalah Kota Bekasi. Bekasi:

Pemkot Bekasi, 2009

Djohan, Djohermansyah. “Fenomena Etnosentrisme Dalam Penyelenggaraan

Otonomi Daerah”dalam Haris, Syamsuddin, ed. Desentralisasi dan

Otonomi Daerah, Desentralisasi, Demokrasi, Akuntabilitas Pemerintahan

Daerah. Jakarta: Lipi Press, 2007

Dwi, Jowijoyo, Nugroho, Riant. Kebijakan Publik Formulasi Implementasi dan

Evaluasi. Jakarta: Gramedia, 2004

Hidayat, Misbah L. Reformasi Administrasi Kajian Komparatif Pemerintahan tiga

Presiden. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007

Jeddawi, Murtir. Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Analisis Kewenangan,

Kelembagaan, Manajemen Kepegawaian, dan Peraturan Daerah.

Yogyakarta: Kreasi Total Media, 2008

Kaloh, J. Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab

Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global. Jakarta: PT. Renika Cipta, 2007

Kansil, C.S.T, Dkk. Hukum Administrasi Daerah. Jakarta: Jala Permata Aksara,

2009

Kansil, C. S. T. Pokok-Pokok Administrasi Di Daerah, Jakarta: Aksara Baru, 1979

Page 184: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

87

Labolo, Muhammad. Memahami Ilmu Pemerintahan Suatu Kajian, Teori, Konsep,

dan Pengembangannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006

Marbun, BN. Kamus Politik. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2007

Marbun, BN. DPRD Pertumbuhan dan Cara Kerjanya. Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan, 2006

Muluk, M.R. Khairul. Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah. Malang: Bayu

Media, 2006

Oentarto, Dkk. Menggagas Format Otonomi Daerah Masa Depan. Jakarta: Samitra

Media Utama, 2004

Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan

Pelayanan Publik Di Kota Bekasi

Peraturan Tata Tertib DPRD Kota Bekasi N0.26 Tahun 2006

Program Pembangunan Daerah Kota Bekasi 2001-2005. Bekasi: Bagian Humas dan

Protokol Bekerjasama Dengan Tim Sosialisasi Visi dan Misi kota Bekasi,

2000

Pratikno. “Pengelolaan Hubungan Pusat dan Daerah” dalam Haris, Syamsuddin, ed.

Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Desentralisasi, Demokrasi,

Akuntabilitas Pemerintahan Daerah. Jakarta: Lipi Press, 2007

Putra, Fadillah. Membumikan Konsep Devolusi Dalam Implementasi Kebijakan

Otonomi Daerah Di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara, 2006

Page 185: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

88

Rasyid, Ryaas, M. “Otonomi Daerah: Latar Belakang dan Masa Depannya” dalam

Haris, Syamsuddin, ed. Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Desentralisasi,

Demokrasi, Akuntabilitas Pemerintahan Daerah. Jakarta: Lipi Press, 2007

Risalah Rapat Paripurna Penetapan dan Penandatanganan Hasil Pembahasan Panitia

Khusus 28 dan Persetujuan DPRD Kota Bekasi Tentang Laporan

Perhitungan Anggaran (LPA) Tahun Anggaran 2006. Bekasi: 22 Agustus

2007

Rosyada, Dede, Dkk. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi,

Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2003

Sarundajang. Arus Balik Kekuasaan Pusat Ke Daerah. Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan, 2002

Sarundajang. Babak Baru Sistem Pemerintahan Daerah. Jakarta: Kata Haspa, 2005

Sobandi, Baban, Dkk. Desentralisasi dan Tuntutan Kelembagaan Daerah.

Bandung: Humaniora, 2005

Somadireja, Nevi. Lensa Wakil Rakyat Sebuah Perjalanan Aspirasi Warga Kota

Bekasi Anggota DPRD Kota Bekasi Masa Bhakti 2004-2009. Bekasi:

Sekretariat DPRD Kota Bekasi, 2009

Syaukani, Dkk. Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2003

Page 186: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

89

Suyanti, Isbodroini. “ Otonomi Daerah dan Fenomena Etnosentrisme” ” dalam

Haris, Syamsuddin, ed. Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Desentralisasi,

Demokrasi, Akuntabilitas Pemerintahan Daerah. Jakarta: Lipi Press, 2007

Tjandra, Willy R. Praksis Good Governance. Sewon Bentol: pondok Edukasi, 2006

Wasistiono, Sadu dan Ondo, Riyani, ed. Etika Hubungan Legislatif Eksekutif.

Bandung: Fokus Media, 2003

Wasistiono, Sadu, Wiyoso, Yonatan. Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD). Bandung: Fokus Media, 2009

Wibowo, Chotim, Dkk. Setahun Duet Kepemimpinan Akhmad-Mochtar. Bekasi:

Satu Visi, 2004

Zainie, Abdullah. Membumikan Konsep Devolusi Dalam Implementasi Kebijakan

Otonomi Daerah Di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara, 2006

Internet

Http:// www. Kota Bekasi.go.id diakses pada tanggal 17 November 2009

Http:// www. Jatisari, Hunian Kota Bekasi. Html. Diakses pada tanggal 27 Januari

2010

Page 187: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

90

Wawancara

Wawancara Dengan Bapak Ir. Muhammad Hasim Affandi, Selaku Anggota DPRD

Periode 2004-2009 dan Juga Ketua Pansus Peraturan Daerah Pelayanan Publik,

Tanggal 2 Juni 2010 Juni 2010 Juni 2010

Wawancara Dengan Bapak Jaya Ekosetiawan SH, Selaku Lurah Jati Luhur

Kecamatan Jati Asih Kota Bekasi.

Page 188: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

Hasil Wawancara Dengan Bapak Ir. Muhammad Hasim Affandi, Anggota DPRD Kota

Bekasi 2004-2009 dan Juga Ketua Pansus Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan

Pelayanan Publik.

Sahla (S): Assalamualaikum pa?

Pak, Affandi (A): Walaikumsalam Wr.Wb...

S: saya sahla pa, mahasiswa yang telpon, saya datang untuk mewawancarai bapak, mengenai

perda pelayanan publik di Kota Bekasi pa.

A: oiya... Public service y, perubahan dengan adanya perda ini sekarang dibuatlah BPPT

(Badan Pelayanan Perizinan Terpadu) yang terbentuk tahun 2008 dulu yang berkaitan

dengan dinas-dinas tidak terpadu. Jadi adanya BPPT agar semua dinas bersatu dalam unit

pelayanan satu atap. Dulu jika mau mengurus IMB urutannya, untuk rumah tinggalnya itu

harus kedinas lalu keluar blanko izin tetangga terus ke RT, RW, lalu distempel Lurah dan

Camat baru kedinas lagi. Setelah adanya perda ini sekarang tidak, sekarang langsung

KBPPT dan meminta surat keterangan dari tetangga terus kelurah dan camat langsung

KBPPT lagi.

S: jadi pak, sebenarnya faktor apa yang melatar belakangi perda public service ini pa?

A: untuk membentuk badan, kantor, dinas dan sayap-sayapnya yang harus dipayungi perda,

yang dirumuskan oleh pansus dan disahkan. Karna perda ini berkaitan dengan public.

Agar masyarakat mudah dalam pelayanan dan perizinannya. Dan dinas juga tidak boleh

memonopoli, harus ke BPPT dulu. Adanya perda ini juga agar pelayanan untuk

masyarakat berkualitas dan tidak dipersulit. Intinya sekarang ini adanya unit pelayanan

satu atap yang namanya BPPT, dan perda ini untuk menetapkan SPM dalam pelayanan

dan perizinan yang merupakan implementasi otonomi daerah.

S: bagaimana dengan peran DPRD pa, dalam penyusunan perda ini?

A: perannya tentu besar, DPRD harus menelaah apakah ini penting untuk masyarakat, dan

peda ini penting untuk masyarakat. Sebenarnya perda itu ada dua macam yang digolkan

DPRD, pertama perda yang diajukan eksekutif bisa perda baru, atau perubahan perda yang

sudah ada. Kedua, perda dari anggota dewan, yaitu hak inisiatif, disini kita melihat mana

perda yang dibutuhkan oleh masyarakat. Lalu DPRD harus melihat bahwa perda ini tidak

bertentangan dengan UU, Perpu, Kepres, Kepmen dan Perda, DPRD juga melakukan

Page 189: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

kunjungan kerja ke Jogjakarta, Solo dan Bali. Dan DPRD menetapkan SPM 14 hari masa

kerja apabila persyaratannya komplit.

S: lalu pak, seperti apa DPRD mensosialisasikan Perda ini ke masyarakat?

A: itu bukan tugas kita sebenarnya, tugas DPRD itu ada tiga, legislasi, controling dan

budgeting. DPRD harus melihat dalam perda ini pihak mana yang lebih bersinggungan

dengan masyarakat. Dan perda ini yang lebih bertanggung jawab adalah dinas-dinas, dan

pelayananya adalah kelurahan dan kecamatan. Semestinya, dengan adanya integritas dan

good goverment minimal harus terpampang lah perda ini, agar masyarakat yang datang ke

instansi tersebut bisa melihatnya. Dan seharusnya bukan hanya DPRD yang bertanggung

jawab mensosialisasikan, BPPT, dinas dan kelurahan juga bertanggung jawab.

S: bukankah sosialisasi perda bisa dilakukan pada masa reses pa, dan sebenarnya ada

anggaran atau tidak untuk memperbanyak perda agar masyarakat tahu?

A: oh.. iya, sebenarnya sebelum perda ini disahkan sudah ada edaran dari eksekutif yang

diberikan kedinas-dinas dan instansi terkait. Dalam dinas juga ada humasnya yang

seharusnya mensosialisasikan ini, sehingga tiga bulan saat perda ini disahkan sudah ada

sosialisasi, dan ini yang tidak dilakukan, kalaupun dilakukan, jarang masyarakat yang

tahu. Untuk anggaran, ada anggarannya dalam APBD ada jika perda ini untuk kepentingan

publik diperbanyak. Terkadang kesadaran masyarakat untuk tahu juha masih kurang. Dan

masa reses ini kurang efektif karena tidak boleh dilaksanakan pada hari libur. Reses

digunakan pada hari kerja saat masyarakatnya mempunyai kesibukan, seperti kantor dll.

S:lalu bagaimana Pa, peran DPRD dalam pengawasan perda ini?

A: pengawasan di DPRD dibilang lemah juga tidak, biasanya pengawasan dilakukan jika ada

pelanggaran, setelah ada laporan dari masyarakat, DPRD juga tidak bisa konsisten

mengawasi perda pelayanan publik ini, karna perda yang dibuat oleh DPRD juga banyak,

sehingga sulit untuk mengontrol implementasi perda. Dan cara DPRD dalam pengawasan

perda ini dengan melakukan kunjungan kerja kekelurahan, atau dinas. Dan DPRD

membuat tim independent yang namanya uji petik untuk melihat adanya pelanggaran atau

tidak terhadap pelaksanaan perda.

S: dalam perda ini pa, pihak-pihak apa saja yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan

perda?

Page 190: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

A: perda ini merekomendasikan untuk adanya BPPT yang mengeluarkan legalitas, Di BPPT

akan mendapatkan persyaratan lalu akan diarahkan ke dinas yang bersangkutan sesuai

keperluan. Pihak yang bertanggung jawaby, SKPD yang didalamnya, ada dinas-dinas,

kecamatan dan kelurahan. BPPT ini adalah UPSA yang mengkoordinasi dinas dan instansi

terkait.

S: terimakasih bapak, atas waktunya, apa yang bapak jelaskan akan sangat bermanfaat untuk

saya, maaf jika saya merepotkan.

A: iya,, tidak apa-apa semoga bermanfaatnya.

Demikian hasil wawancara penulis dengan narasumber, dan ini bukan merupakan hasil

rekayasa dari penulis.

Bekasi, 2 Juni 2010

Ir. Muhammad Hasim Affandi

Page 191: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

Hasil Wawancara Dengan Bapak Jaya Ekosetiawan SH, lurah Jati Luhur

Kecamatan Jati Asih Bekasi, Untuk Melihat Pelaksanaan Perda Pelayanan Publik

Di Kelurahan.

Sahla (S): Assalamualikum Pa Lurah....

Pa Lurah (L): Walaikumsalam......

S: maksud kedatangan saya kesini pa, untuk melihat pelaksanaan perda pelayanan

publik, memang jika dilihat dalam unsur SKPD kelurahan merupakan instansi

terbawah, tapi sebenarnya mempunyai peranan yang penting dalam memberikan

pelayanan masyarakat.

L: ya betul, karna sebenarya kelurahan ini adalah instansi pengumpul, yang banyak

mengurusi tugas pembuatan KTP, KK, Surat Pindah.. dll

S: berapa hari pa dalam pembuatan KTP, apakah sesuai dengan perda ketentuan

SPMnya adalah 14 hari?

L: ya disini sesuai dengan perda, seperti yang tadi saya bilang, kelurahan ini adalah

instansi pengumpul, jika ada yang membuat KTP, pendaftarannya disini dengan

persayaratan yang sudah kumplit, lalu kita bawa ke kecamatan, dan terakhir ke dinas

kependudukan, kecuali untuk pelayanan khusus yaitu progresif, satu hari bisa

langsung jadi.

S: bagaimana dengan pembiayaannya pa, di perda itu gratis kan?

L: disini gEErrraatiisss... kecuali yang progresif, pembiayaannya 100.000. kelurahan

lain mungkin juga sama y seperti ini.

S: apa menurut bapa tidak ada kendala dalam pelaksanaan perda?

L: selama ini tidak ada kendala, semua berjalan sesuai dengan perda, jika ada kendala

keterlambatan misalnya, itu karena IT yang kurang.

S: bagaimana dengan pelayanan izin domisili pa?

Page 192: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

L: sebenarnya yang terpenting, pada saat masyarakat yang mengurus domisili ini,

datang kekelurahan, sudah sempurna persayaratannya, dengan ada surat keterangan

dari RT dan RW. Semua akan berjalan dengan cepat prosesnya, dan pada saat

kekelurahan semua persayaratannya sudah kumplit. Jika belum prosesnya akan lama.

S: terima kasih atas waktu, dan penjelasannya pa

L: ya sama-sama ya.

Demikian hasil wawancara penulis dengan narasumber, dan ini bukan merupakan hasil

rekayasa dari penulis.

Bekasi, 3 Juni 2010

Jaya EkoSetiawan SH.

Page 193: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

SURAT KETERANGAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menerangkan bahwa:

Nama : Sri Sahlawati

NIM : 105033201155

Jurusan : Ilmu Politik

Fakultas : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Telah melakukan kegiatan wawancara dengan Lurah Jatiluhur Kecamatan Jatiasih

Bekasi untuk melihat pelaksanaan perda dalam kelurahan, dalam rangka penyelesaian

tugas akhir karya ilmiah (Skripsi) S1 yang berjudul “DPRD Dalam Otonomi Daerah

Studi Analisis Terhadap Peranan DPRD Kota Bekasi Dalam Penyusunan dan

Pengawasan Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik”

Demikian surat keterangan ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bekasi, 14 Juni 2010.

Jaya Ekosetiawan SH.

Page 194: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

DPRD Dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1945

Undang-Undang No.1 1945 dikeluarkan pada tanggal 23 November 1945 dan

merupakan Undang-undang pemerintahan daerah yang pertama setelah kemerdekaan.

Undang-undang tersebut didasarkan pada pasal 18 UUD 1945. Pada dasarnya dalam

UU No.1 Tahun 1945 tersebut, meneruskan sistem yang diwariskan oleh pemerintah

kolonial Belanda.

pada pokoknya Undang-Undang ini mengubah Komite Nasional Daerah

menjadi Badan Perwakilan Daerah. Wewenang BPRD tersebut adalah: Pertama,

kemerdekaan untuk mengadakan peraturan-peraturan untuk kepentingan daerahnya

(otonomi). Kedua, Pertolongan kepada Pemerintah atasan untuk menjalankan peraturan-

peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah itu (medebewind dan self goverment = sertat

antara dan pemerintahan sendiri). Ketiga, membuat peraturan mengenai suatu hal yang

diperintahkan oleh undang-undang umum, dengan ketentuan bahwa peraturan itu harus

disahkan terlebih dahulu oleh pemerintahan atasan (wewenang antara otonomi dan

selfgovernment).

Komite Nasional Daerah bertindak sebagai badan legislatif dan anggotanya-

anggotanya diangkat oleh pemerintah pusat. Komite tersebut memilih lima orang dari

anggotanya untuk bertindak selaku badan eksekutif yang dipimpin oleh kepala daerah

untuk menjalankan dua fungsi utama yaitu sebagai kepala daerah otonom dan sebagai

wakil pemerintah pusat di daerah yang bersangkutan.

DPRD Dalam Undang-Undang No.22 Tahun 1948

Undang-undang No.1 Tahun 1945 yang mengatur tentang pemerintahan daerah

di Indonesia, ternyata dipandang kurang memuaskan, karena isinya sangat sederhana.

Page 195: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

Dan banyak hal yang tidak diatur dalam UU No.1 tahun 1945. Untuk melaksanakan

ketentuan Pasal 18 UUD 1945, maka dengan persetujuan Badan Pekerja Komite

Nasional Pusat, Pada tanggal 10 Juli 1948 ditetapkan Undang-undang No.22 Tahun

1948 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-undang ini menetapkan Dewan Perwakilan Rakyat daerah (DPRD) dan

Dewan Pemerintah Daerah (DPD) sebagai instansi pemegang kekuasaan tertinggi,

sedangkan kepala daerah diberi kedudukan sebagai ketua dan anggota Dewan

Pemerintah Daerah, dan tidak lagi menjadi ketua DPRD. Kekuasaan pemerintah daerah

berada ditangan DPRD. DPD bertanggung jawab kepada DPRD dan dapat dijatuhkan

DPRD atas mosi tidak percaya. Kepala daerah dalam UU ini mempunyai posisi lemah

karena tergantung pada DPRD.

DPRD Dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1957

Yang menjadi dasar dikeluarkannya UU No.1 Tahun 1957 dikarenakan

perkembangan ketatanegaraan maka undang-undang tentang pokok-pokok

pemerintahan daerah yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri, perlu

diperbaharui sesuai dengan bentuk negara kesatuan. Dan perlu dilakukan dalam suatu

undang-undang yang berlaku untuk seluruh Indonesia.

DPRD dalam Undang-undang ini memiliki hak dan kewajiban yang semakin

luas, DPD dan Kepala Daerah dipilih oleh DPRD, sehingga kedua badan ini harus

bertanggung jawab kepada DPRD. Kepala daerah bertindak selaku ketua DPD, namun

kekuasaan tertinggi di daerah terletak ditangan DPRD. DPRD membuat kebijakan

daerah dan DPD bertugas untuk melaksanakannya.

Page 196: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

DPRD Dalam Undang-Undang No.18 Tahun 1965

Pada tanggal 1 september 1965 diundangkan UU No.18 Tahun 1965 tentang

pokok-pokok pemerintahan daerah RI. Diberlakukannya UU No.18 Tahun 1969 dipicu

oleh lemahnya posisi kepala daerah dalam UU No.1 Tahun 1957. UU No.18 Tahun

1965 ini merupakan gabungan atau pencakupan dari segala pokok unsur-unsur

pemerintahan daerah.

Dibandingkan dengan Undang-undang sebelumnya posisi DPRD dalam

Undang-undang ini sangat minim. Bentuk dan susunan pemerintahan daerah terdiri dari:

Kepala Daerah dan DPRD. Kepala Daerah melaksanakan politik pemerintahan dan

bertanggung jawab kepada Presiden melalui Mentri Dalam Negeri menurut hierarki

yang ada. kepala daerah juga dibantu oleh wakil kepala daerah dan badan pemerintahan

harian. Pimpinan DPRD dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada

kepala daerah. DPRD menetapkan peraturan-peraturan daerah untuk kepentingan daerah

atau untuk melaksanakan peraturan perundangan yang lebih tinggi tingkatannya yang

pelaksanaannya ditugaskan kepada daerah. Anggota-anggota Badan Pemerintahan

Harian (BPH) adalah pembantu kepala daerah dalam urusan dibidang tugas pembantuan

dalam pemerintahan. Anggota BPH memberikan petimbangan kepada kepala daerah,

baik diminta maupun tidak.

Page 197: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Adanya gelombang reformasi tahun 1998, membawa perubahan terhadap

sistem pemerintahan, tuntutan agar dikembalikannya fungsi DPRD sebagai

bagian dari pemerintah daerah diakomodasi UU No.22 Tahun 1999. Peran

DPRD kemudian sangat besar. DPRD mempunyai tugas untuk memberikan

pelayanan publik terhadap masyarakatnya, pelayanan yang prima dan

berkualitas.

2. Tahun 2007, ketika masa bakti anggota DPRD 2004-2009 berjalan, DPRD

Kota Bekasi melakukan proglam legislasi untuk penyelenggaraan pelayanan

publik. Peran DPRD besar dalam penyusunannya, dimulai dengan

membentuk dasar hukum peraturan daerah, membentuk tim pansus,

melakukan kunjungan kerja, rapat dengan eksekutif dan legislatif.

Melakukan sosialisasi ke instansi terkait pelayanan publik.

3. Pengawasan DPRD Kota Bekasi terhadap peraturan daerah pelayanan

publik, kurang dimaksimalkan dengan baik, dengan alasan bahwa perda

yang dihasilkan DPRD banyak, sehingga sulit untuk mengkontrol

pengawasan tiap peraturan daerah. Namun DPRD melakukan pengawasan

pelayanan publik dengan melakukan kunjungan kerja ke instansi terkait dari

BPPT, Dinas sampai kekelurahan.

81

Page 198: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

B. Saran

Dengan adanya peraturan daerah Kota Bekasi tentang penyelenggaraan

pelayanan publik, diharapkan adanya peningkatan kualitas dan pelayanan terhadap

masyarakat, DPRD sebagai lembaga legislatif yang dalam UU No.32 tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah bersifat sejajar dan kemitraan dengan lembaga

eksekutif, mempunyai fungsi bukan hanya dalam membuat peraturan daerah saja,

melainkan juga ada anggaran dan pengawasan.

DPRD Kota Bekasi sebagai lembaga legislatif juga harus mengoptimalisasi

fungsinya. Setelah pembentukan peraturan daerah tentang penyelenggaraan

pelayanan publik, ada baiknya DPRD kota bekasi juga mensosialisasikan kepada

masyarakat, sosialisasinya juga bukan hanya pada saat sidang paripurna saat

pengesahan peraturan daerah tetapi juga terjun langsung kedaerah pemilihnya,

selama ini masa reses terlihat seperti seremonial saja, karena yang didatangi hanya

sekelompok kecil dari masyarakat. Dan DPRD Kota Bekasi juga harus berperan

sebagai pengawas, jangan sampai habis ditetapkan peraturan daerah dilupakan

begitu saja. Harus ada pengawasan dalam jangka panjang, yang nantinya bisa

dievaluasi apakah peraturan daerah ini sudah sesuai dengan pelayanan terhadap

masyarakat atau perlu diperbaiki lagi.

82

Page 199: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, Bratha, Denny. Menyusuri Bekasi Raya Jejak Reportase. Bekasi: Rinjani

Kita: 2009

Dagun, Save M. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Lembaga Pengkajian

Kebudayaan Nusantara (LPKN), 1997

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bekasi. Risalah Kota Bekasi. Bekasi:

Pemkot Bekasi, 2009

Djohan, Djohermansyah. “Fenomena Etnosentrisme Dalam Penyelenggaraan

Otonomi Daerah”dalam Haris, Syamsuddin, ed. Desentralisasi dan

Otonomi Daerah, Desentralisasi, Demokrasi, Akuntabilitas Pemerintahan

Daerah. Jakarta: LIPI Press, 2007

Dwi, Jowijoyo, Nugroho, Riant. Kebijakan Publik Formulasi Implementasi dan

Evaluasi. Jakarta: Gramedia, 2004

Hidayat, Misbah L. Reformasi Administrasi Kajian Komparatif Pemerintahan tiga

Presiden. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007

Jeddawi, Murtir. Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah Analisis Kewenangan,

Kelembagaan, Manajemen Kepegawaian, dan Peraturan Daerah.

Yogyakarta: Kreasi Total Media, 2008

83

Page 200: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

Kaloh, J. Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab

Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global. Jakarta: PT. Renika Cipta, 2007

Kansil, C.S.T, Dkk. Hukum Administrasi Daerah. Jakarta: Jala Permata Aksara,

2009

Kansil, C. S. T. Pokok-Pokok Administrasi Di Daerah, Jakarta: Aksara Baru, 1979

Labolo, Muhammad. Memahami Ilmu Pemerintahan Suatu Kajian, Teori, Konsep,

dan Pengembangannya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006

Marbun, BN. Kamus Politik. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2007

, DPRD Pertumbuhan dan Cara Kerjanya. Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan, 2006

Muluk, M.R. Khairul. Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah. Malang: Bayu

Media, 2006

Mawardi Sindung Oentarto, Dkk. Menggagas Format Otonomi Daerah Masa

Depan. Jakarta: Samitra Media Utama, 2004

Nurhasim Mochammad, ed., Kualitas Keterwakilan Legislatif: Kasus Sumbar, Jateng,

Jatim, Jatim dan Sulsel. Jakarta: P2P LIPI, 2001

Pemerintah Kota Bekasi, Selayang Pandang Kota Bekasi 2007. Bekasi: Badan

Infokom Kota Bekasi, 2007

Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan

Pelayanan Publik Di Kota Bekasi

84

Page 201: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

Peraturan Tata Tertib DPRD Kota Bekasi N0.26 Tahun 2006

Priyatmoko, Akuntalisasi Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah: Kerangka Analisis dan

Beberapa Kasus, dalam Miriam Budiarjo dan Ibrahim Ambong, ed., Fungsi

Legislatif Dalam Sistem Politik Indonesia. Jakarta: Rajawali, 1993

Program Pembangunan Daerah Kota Bekasi 2001-2005. Bekasi: Bagian Humas dan

Protokol Bekerjasama Dengan Tim Sosialisasi Visi dan Misi kota Bekasi,

2000

Pratikno. “Pengelolaan Hubungan Pusat dan Daerah” dalam Haris, Syamsuddin, ed.

Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Desentralisasi, Demokrasi,

Akuntabilitas Pemerintahan Daerah. Jakarta: Lipi Press, 2007

Pribadi, Toto, dkk., Sistem Politik Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka, 2006

Pusat Kajian Strategi Pembangunan Sosial Politik Fisip Universitas Indonesia Dengan

badan Perencanaan Daerah Provinsi Jakarta, dalam Penelitian Peran Dan Fungsi

DPRD Di Era Reformasi. Jakarta: Depok, 2003

Putra, Fadillah. Membumikan Konsep Devolusi Dalam Implementasi Kebijakan

Otonomi Daerah Di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara, 2006

Rasyid, Ryaas, M. “Otonomi Daerah: Latar Belakang dan Masa Depannya” dalam

Haris, Syamsuddin, ed. Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Desentralisasi,

Demokrasi, Akuntabilitas Pemerintahan Daerah. Jakarta: Lipi Press, 2007

Risalah Rapat Paripurna Penetapan dan Penandatanganan Hasil Pembahasan Panitia

Khusus 28 dan Persetujuan DPRD Kota Bekasi Tentang Laporan

85

Page 202: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

Perhitungan Anggaran (LPA) Tahun Anggaran 2006. Bekasi: 22 Agustus

2007

Rosyada, Dede, dkk. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi,

Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2003

Sarundajang S.H. Arus Balik Kekuasaan Pusat Ke Daerah. Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan, 2002

, Babak Baru Sistem Pemerintahan Daerah. Jakarta: Kata Haspa,

2005

Sobandi, Baban, dkk. Desentralisasi dan Tuntutan Kelembagaan Daerah. Bandung:

Humaniora, 2005

Somadireja, Nevi. Lensa Wakil Rakyat Sebuah Perjalanan Aspirasi Warga Kota

Bekasi Anggota DPRD Kota Bekasi Masa Bhakti 2004-2009. Bekasi:

Sekretariat DPRD Kota Bekasi, 2009

Syaukani, dkk. Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2003

Suyanto, Isbodroini. “ Otonomi Daerah dan Fenomena Etnosentrisme” ” dalam

Haris, Syamsuddin, ed. Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Desentralisasi,

Demokrasi, Akuntabilitas Pemerintahan Daerah. Jakarta: Lipi Press, 2007

Tjandra, Willy R. Praksis Good Governance. Sewon Bentol: pondok Edukasi, 2006

86

Page 203: DPRD DALAM OTONOMI DAERAH STUDI ANALISIS …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2070/1/95029-Sri...Sahabat-sahabatku di Wida Salon Kost Popy, Rina, Icha, Ita, T’nu

87

Wasistiono, Sadu dan Ondo, Riyani, ed. Etika Hubungan Legislatif Eksekutif.

Bandung: Fokus Media, 2003

Wasistiono, Sadu, dan Wiyoso, Yonatan. Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD). Bandung: Fokus Media, 2009

Wibowo, Chotim, dkk. Setahun Duet Kepemimpinan Akhmad-Mochtar. Bekasi:

Satu Visi, 2004

Zainie, Abdullah. Membumikan Konsep Devolusi Dalam Implementasi Kebijakan

Otonomi Daerah Di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara, 2006

Internet

Http:// www. Kota Bekasi.go.id diakses pada tanggal 17 November 2009

Http:// www. Jatisari, Hunian Kota Bekasi. Html. Diakses pada tanggal 27 Januari

2010

Wawancara

Wawancara Dengan Ir. Muhammad Hasim Affandi, Selaku Anggota DPRD Periode

2004-2009 dan Juga Ketua Pansus Peraturan Daerah Pelayanan Publik, Tanggal 2

Juni 2010 Juni 2010 Juni 2010

Wawancara Dengan Jaya Ekosetiawan SH, Selaku Lurah Jati Luhur Kecamatan Jati

Asih Kota Bekasi.