dr yusman syaukat dr m firdaus dr dedi budiman hakim dr irfan … 2012 02.pdf · di indonesia pada...

3
J umlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2011 mencapai 30,02 juta orang atau 12,49 persen dari total penduduk In- donesia (BPS, 2011). Upa- ya pengentasan kemiskinan memer- lukan sumberdaya yang tidak sedikit, baik sumber daya manusia maupun materi. Pemerintah telah membuat program pengentasan kemiskinan dan mengalokasikan dana cukup besar yang dirumuskan setiap tahun- nya dalam APBN. Namun demikian, keseluruhan program tersebut belum sepenuhnya berjalan efektif. Dengan potensi yang mencapai angka 3,40 persen dari PDB, atau tak kurang dari Rp 217 triliun setiap ta- hunnya, maka keberadaan zakat harus dapat dioptimalkan dalam upa- ya pengentasan kemiskinan ini. Apa- lagi secara peruntukkannya, Alquran memprioritaskan penyaluran zakat pada delapan kelompok, dimana fakir miskin menjadi kelompok yang men- dapat prioritas utama. Artikel ini mencoba memaparkan bagaimana kinerja penyaluran zakat yang terjadi di tanah air pada tahun 2011, dalam upaya untuk mengurangi tingkat kemiskinan mustahik yang ada. Metode penelitian Penelitian ini dilakukan di enam titik yaitu Jabodetabek, Yogyakarta, Surabaya, Samarinda, Balikpapan, dan Padang. Pemilihan lokasi ini dikarenakan daerah-daerah tersebut terdapat Organisasi Pengelola Zakat (BAZ dan LAZ) yang telah cukup lama beroperasi dengan penerima manfaat yang cukup banyak sehingga dapat memberikan sumbangsih data yang memadai dan menjadi barome- ter kinerja zakat secara nasional. Organisasi Pengelola Zakat yang berpartisipasi dalam penelitian ini sebanyak 16 OPZ yang terdiri dari 6 Badan Amil Zakat baik tingkat na- sional, provinsi, maupun kabupa- ten/kota, dan 10 Lembaga Amil Zakat bentukan masyarakat. Keenam BAZ tersebut adalah Badan Amil Zakat Nasional, Badan Amil Zakat Provinsi Jawa Timur, BAZIS DKI Jakarta, Ba- dan Amil Zakat Provinsi Kalimantan Timur, Badan Amil Zakat Kota Yogyakarta, dan Badan Amil Zakat Kota Padang. Sedangkan Lembaga Amil Zakat yang berpartisipasi adalah Dompet Dhuafa Republika, Rumah Zakat, Dompet Peduli Umat – Darut Tauhid, Pos Keadilan Peduli Umat, Baitul Maal Muamalat, Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia, Lem- baga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah Universitas Islam Indonesia, Lembaga Manajemen Infak, LAGZIS Peduli dan Yatim Mandiri. Penelitian ini menggunakan data primer melalui survey dan wawan- cara dengan total populasi sebanyak 10.806 rumah tangga penerima zakat yang terwakili oleh 1.639 rumah tangga yang dipilih secara acak. Survey dan wawancara dilakukan selama 6 bulan, sejak bulan April hingga Oktober 2011. Tujuan dari penelitian ini ada dua, yaitu untuk mengetahui dampak program zakat terhadap penurunan tingkat kemis- kinan, dan waktu yang diperlukan untuk mengangkat seluruh rumah tangga miskin ke atas garis kemiskin- an. Garis kemiskinan yang dipergu- nakan adalah standar garis kemiskin- an per kapita tahun 2011 yang di- keluarkan oleh Badan Pusat Statistik. Tujuan pertama didapatkan de- ngan menggunakan alat analisis Headcount Ratio Index (H) untuk mengetahui jumlah kemiskinan, Po- verty Gap Ratio (P1) dan Income Gap Ratio Index (I) untuk mengukur tingkat kedalaman kemiskinan, serta Sen Index of Poverty (P2) dan FGT Index (P3) untuk mengukur tingkat keparahan kemiskinan. Sementara itu, tujuan kedua diperoleh dengan menggunakan alat analisis yang disebut Time Taken to Exit (T). Dampak zakat Dari hasil survey ditemukan bahwa rendahnya pendidikan kepala keluarga dapat memperbesar peluang rumah tangga berada dalam kemis- kinan. Bila dilihat dari segi usia, rumah tangga miskin dengan kepala keluarga yang tidak lagi pada rentang usia produktif (lebih dari 64 tahun) lebih sering dijumpai dibandingkan rumah tangga dengan kepala keluar- ga yang berusia produktif (16 hingga 64 tahun). Hal ini antara lain dibuk- tikan dengan fakta bahwa kemiskin- an kelompok pertama mencapai angka 29,40 persen, lebih besar dibandingkan dengan kelompok kedua yang mencapai angka 21,40 persen. Selain itu, semakin besar ukuran rumah tangga semakin besar pula risiko berada dalam kemiskinan. Suatu program penanggulangan kemiskinan, dapat dikatakan berpe- ran positif apabila mampu mengu- rangi beban kemiskinan. Program tersebut tidak dapat diketahui pen- garuhnya terhadap beban kemiski- nan apabila tidak dilakukan kajian dan evaluasi. Pendistribusian zakat yang dilakukan oleh OPZ bertujuan untuk mengurangi beban kemiskinan di masyarakat, baik melalui bantuan karitatif maupun bantuan produktif. Untuk mengetahui apakah tujuan tersebut telah tercapai atau gagal, atau apabila tercapai, seberapa besar zakat dapat mengurangi beban ke- miskinan, maka hasil penelitian seba- gaimana terangkum dalam Tabel 1 menjadi jawabannya. Penelitian yang dilakukan oleh IMZ ini memperlihatkan temuan yang sangat menarik bahwa pen- dayagunaan zakat oleh BAZ dan LAZ dapat mengurangi jumlah rumah tangga miskin sebesar 21,10 persen. Sebelum pendistribusian zakat dan sesudah pendistribusian zakat, nilai Income Gap Index mengalami penu- runan dari 0,247 menjadi 0,235. Penu- runan nilai indeks tersebut meng- indikasikan bahwa rata-rata penda- patan (atau pengeluaran) rumah tangga miskin cenderung semakin mendekati garis kemiskinan. Biaya pengentasan kemiskinan yang dibutuhkan juga berkurang dari Rp 326.501,01/rumah tangga/bulan men- jadi Rp 318.846,15/rumah tangga/- bulan dengan asumsi tanpa biaya transaksi dan faktor penghambat (transfer sempurna). Penurunan indeks kedalaman ke- miskinan diikuti dengan penurunan indeks keparahan kemiskinan. Indeks Sen mengalami penurunan dari 0,089 menjadi 0,067. Begitupula dengan indeks FGT yang turun dari 0,020 menjadi 0,014. Dengan demikian, zakat dapat memperbaiki tingkat keparahan kemiskinan. Temuan yang sama menariknya adalah program zakat ternyata dapat mempercepat waktu pengentasan ke- miskinan 1,9 tahun (lihat Grafik 1.) de- ngan asumsi tingkat pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan terdistri- busi normal pada seluruh masyarakat miskin sebesar satu persen setiap ta- hunnya. Upaya pengentasan kemis- kinan berjalan lebih cepat melalui pro- gram pendayagunaan zakat, yaitu 5,10 tahun, dibandingkan bila tanpa prog- ram pendayagunaan zakat, yaitu 7,0 tahun. Ini membuktikan secara em- pirik bahwa zakat dapat menjadi akse- lerator pengentasan kemiskinan. Perbandingan kinerja Selain itu, jika dibandingkan dengan kinerja tahun sebelumnya, yaitu 2010, dan pada cakupan wila- yah yang sama, yaitu Jabodetabek, maka kinerja pendayagunaan zakat menunjukkan peningkatan yang luar biasa. Indeks headcount menun- jukkan kenaikan sebesar 65,52 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara income gap, Sen index, dan FGT index menunjukkan kenaik- an masing-masing sebesar 58,36 per- sen, 70,30 persen, dan 83,03 persen. Artinya kinerja BAZ dan LAZ dari tahun ke tahun mengalami pen- ingkatan. Hasil analisis tersebut membuk- tikan bahwa zakat memiliki peran positif dalam menanggulangi kemis- kinan di negeri ini. Karena itu, sinergi bersama antara program penanggu- langan kemiskinan pemerintah dan program pendayagunaan zakat OPZ menjadi sebuah kebutuhan, guna mempercepat pengentasan kemiskin- an di Indonesia. Wallahu a’lam. 23 REPUBLIKA KAMIS, 23 FEBRUARI 2012 JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA Terselenggara atas kerja sama Harian Republika dan Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah, Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Tim Redaksi Iqtishodia: Dr Yusman Syaukat Dr M Firdaus Dr Dedi Budiman Hakim Dr Irfan Syauqi Beik Dr Iman Sugema Deni Lubis MAg Salahuddin El Ayyubi MA S alah satu kisah yang sangat monumen- tal dalam kehidupan manusia, seba- gaimana direkam oleh QS 5 : 27-30, adalah peristiwa Qabil dan Habil. Sebagaimana diketahui bersama bahwa Qabil dan Habil adalah putera dari Nabi Adam AS, dan termasuk ke dalam generasi pertama manusia di muka bumi. Pada saat itu, setiap bayi yang lahir dari rahim Siti Hawa selalu kembar sepa- sang laki-laki dan perempuan. Dengan kondisi tersebut, maka Allah SWT menetapkan ketentu- an tentang aturan pernikahan silang. Kakak laki- laki hanya boleh menikahi adik perempuannya, demikian pula sebaliknya. Seseorang tidak boleh menikahi saudara kembarnya. Singkat cerita, Qabil terlahir dengan memiliki saudara kembar perempuan yang jauh lebih can- tik, menurut pandangannya, dibandingkan dengan saudara kembar Habil. Qabil pun berniat untuk melanggar syariat dengan menikahi saudara kembarnya sendiri. Ia pun ‘ngotot’ dengan keinginannya. Akhirnya, Nabi Adam AS menga- takan bahwa untuk menentukan boleh tidaknya keinginan tersebut dilaksanakan, maka ia me- merintahkan kedua puteranya untuk memper- sembahkan qurban terbaik di hadapan Allah SWT. Allah-lah yang kemudian akan menentukan. Qabil adalah seorang petani, sementara Habil adalah seorang peternak. Mendengar pe- rintah tersebut, maka Qabil segera mengumpu- lkan hasil panen dari tanaman yang ia miliki, sedangkan Habil segera mengumpulkan hewan ternaknya untuk dijadikan sebagai qurban. Na- mun demikian, yang Qabil berikan adalah per- sembahan terburuk dari hasil panennya. Ber- beda dengan saudaranya, yang Habil berikan adalah ternak terbaik dari yang ia miliki. Ke- mudian, Allah SWT pun menerima persembahan Habil dan menolak persembahan Qabil. Ini juga berarti bahwa keinginan Qabil untuk “merubah” syariat Allah, mendapat penolakan. Dengan emosi yang memuncak, Qabil pun kemudian me- lakukan pembunuhan pertama dalam sejarah manusia, akibat kekecewaan dan hawa nafsu yang mengendalikannya. Dua pelajaran Dari kisah Qabil dan Habil di atas, ada dua pelajaran penting yang bisa kita ambil dalam membangun ekonomi Islam. Pertama, bahwa ekonomi harus dibangun di atas prinsip ketun- dukan terhadap aturan Allah SWT dan Rasul-Nya secara penuh. Syariat yang Allah turunkan ada- lah opsi terbaik bagi kehidupan manusia. Tidak ada opsi lain yang lebih baik darinya. Alquran dan hadits harus dijadikan sebagai pondasi utama yang mengarahkan bangunan dan logika ekonomi, baik pada level mikro maupun makro. Sebagai contoh, pada level mikro, cara ber- pikir Quran harus menjadi acuan teori konsumsi, yang berbeda dengan konsep ekonomi konven- sional. Pada ekonomi konvensional, basis teori konsumsi adalah maksimisasi utilitas atau ting- kat kepuasan atas penggunaan barang dan jasa dengan constraint anggaran yang dimiliki. Yang menjadi fokus utama adalah pada manfaat yang diterima oleh seseorang setelah mengkonsumsi suatu barang/jasa, dimana ia akan memaksi- malkan total utilitas yang diterimanya, meskipun nilai marjinal utilitasnya cenderung mengalami penurunan (law of diminishing marginal utility). Pertanyaannya, mengapa orientasi konsumsi hanya diukur pada seberapa puas ‘perasaan’ seseorang setelah menggunakan barang dan jasa? Apakah orientasi ini hanya sebatas pada pemenuhan kebutuhan yang bersifat fisik saja? Disinilah kemudian Alquran memberikan tuntunan yang lebih komprehensif. Bahwa kon- sumsi bukan hanya sekedar pemenuhan fisik diri sendiri, namun lebih dari itu, ia bisa menjadi media ibadah kepada Allah sekaligus wahana yang bisa memberi kemanfaatan pada orang lain. Titik berangkatnya adalah konsep masla- hah. Sehingga, disamping terpenuhinya kebu- tuhan, maka seseorang dapat memperoleh manfaat sekaligus keberkahan dari Allah SWT. Jadi, logika konsumsi dalam Islam tidak sekedar bersifat self-oriented yang cenderung egois, namun bersifat maslahah-oriented yang men- dorong keseimbangan antara pemenuhan kebu- tuhan individu dan kepedulian terhadap sesama. Ekonomi berbagi Pelajaran kedua dari kisah di atas terletak pada penggunaan logika “ekonomi berbagi” yang dipraktekkan Qabil dan Habil. Qabil menggu- nakan logika ‘sisa’, yang sangat menuhankan kepentingan individu, sedangkan Habil menggu- nakan logika ‘yang terbaik’. Penggunaan kedua logika ini akan memberikan implikasi berbeda dalam kehidupan kita. Ambil contoh sederhana dalam pengelolaan keuangan rumah tangga kita. Jika logika Qabil yang dipakai, maka setiap kali mendapat gaji, yang dipikirkan pertama kali adalah memenuhi kebutuhan sendiri dulu, membeli barang yang diinginkan, dan membayar utang (jika ada). Setelah itu baru disedekahkan. Itu pun kalau masih ada sisa. Sebaliknya, dengan menggunakan logika Habil, maka yang akan dipikirkan pertama kali setelah mendapat gaji adalah keluarkan dulu zakatnya, lalu membayar infak dan sedekah, membayar utang (jika ada), dan baru sisanya untuk memenuhi kebutuhan kita. Jika saja logika Habil yang ditanamkan secara kuat, maka negeri ini insya Allah akan mampu mengatasi problem kemiskinannya. Wallahu a’lam. Dr Irfan Syauqi Beik Ketua Prodi Ekonomi Syariah FEM IPB Belajar dari Logika Qabil dan Habil Dr Irfan Syauqi Beik Dosen IE-FEM IPB dan Ketua DPP IAEI Tiara Tsani Peneliti IMZ dan Alumnus FEM IPB TSAQOFI MENURUNKAN KEMISKINAN Melalui Pendayagunaan Zakat Tabel 1 Indeks Kemiskinan Mustahik Sebelum dan Sesudah Distribusi Zakat Grafik 1 Rata-rata Waktu Pengentasan Kemiskinan Sumber: IZDR 2012 (forthcoming) Sumber: IZDR 2012 (forthcoming)

Upload: dotuong

Post on 02-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Jumlah penduduk miskindi Indonesia pada Maret2011 mencapai 30,02 jutaorang atau 12,49 persendari total penduduk In -donesia (BPS, 2011). Upa -

ya pengentasan kemiskinan memer-lukan sumberdaya yang tidak sedikit,baik sumber daya manusia maupunmateri. Pemerintah telah membuatprogram pengentasan ke miskinandan mengalokasikan dana cukupbesar yang dirumuskan setiap tahun-nya dalam APBN. Namun de mikian,keseluruhan program tersebut belumsepenuhnya berjalan efek tif.

Dengan potensi yang mencapaiangka 3,40 persen dari PDB, atau takkurang dari Rp 217 triliun setiap ta - hunnya, maka keberadaan zakatha rus dapat di op ti malkan dalam upa -ya pengentasan kemiskinan ini. Apa -lagi secara peruntukkannya, Al quranmem pri oritaskan penyaluran zakatpada delapan kelompok, dima na fakirmiskin menjadi kelompok yang men -dapat prioritas utama. Ar tikel inimencoba me maparkan ba gai manakinerja penyaluran zakat yang terjadidi tanah air pada tahun 2011, dalamupaya untuk mengurangi tingkatkemiskinan mustahik yang ada.

Metode penelitian Penelitian ini dilakukan di enam

titik yaitu Jabodetabek, Yogyakarta,Surabaya, Samarinda, Balikpapan,dan Padang. Pemilihan lokasi inidikarenakan daerah-daerah tersebutterdapat Organisasi Pengelola Zakat(BAZ dan LAZ) yang telah cukuplama beroperasi dengan penerimamanfaat yang cukup banyak sehinggadapat memberikan sumbangsih datayang memadai dan menjadi barome-ter kinerja zakat secara nasional.

Organisasi Pengelola Zakat yangberpartisipasi dalam penelitian inisebanyak 16 OPZ yang terdiri dari 6Badan Amil Zakat baik tingkat na -sional, provinsi, maupun kabu pa -ten/kota, dan 10 Lembaga Amil Zakatbentukan masyarakat. Keenam BAZtersebut adalah Badan Amil ZakatNasional, Badan Amil Zakat ProvinsiJawa Timur, BAZIS DKI Ja karta, Ba -dan Amil Zakat Provinsi Ka limantanTimur, Badan Amil Zakat KotaYogyakarta, dan Badan Amil ZakatKota Padang. Sedangkan LembagaAmil Zakat yang berpartisipasi adalahDompet Dhuafa Republika, RumahZakat, Dompet Peduli Umat – DarutTauhid, Pos Keadilan Peduli Umat,Baitul Maal Muamalat, Yayasan BaitulMaal Bank Rakyat Indonesia, Lem -baga Amil Zakat Infaq dan ShadaqahUniversitas Islam Indonesia, LembagaManajemen Infak, LAGZIS Peduli danYatim Mandiri.

Penelitian ini menggunakan dataprimer melalui survey dan wawan-cara dengan total populasi sebanyak10.806 rumah tangga penerima zakatyang terwakili oleh 1.639 rumahtangga yang dipilih secara acak.Survey dan wawancara dilakukanselama 6 bulan, sejak bulan Aprilhingga Oktober 2011. Tujuan dari

penelitian ini ada dua, yaitu untukmengetahui dampak program zakatterhadap penurunan tingkat kemis -kin an, dan waktu yang diperlukanun tuk mengangkat seluruh rumahtangga miskin ke atas garis kemiskin -an. Garis kemiskinan yang dipergu-nakan adalah standar garis kemiskin -an per kapita tahun 2011 yang di -keluarkan oleh Badan Pusat Statistik.

Tujuan pertama didapatkan de -ngan menggunakan alat analisisHead count Ratio Index (H) untukmengetahui jumlah kemiskinan, Po -verty Gap Ratio (P1) dan Income GapRatio Index (I) untuk mengukurtingkat kedalaman kemiskinan, sertaSen Index of Poverty (P2) dan FGTIndex (P3) untuk mengukur tingkatkeparahan kemiskinan. Sementaraitu, tujuan kedua diperoleh denganmenggunakan alat analisis yangdisebut Time Taken to Exit (T).

Dampak zakat Dari hasil survey ditemukan

bahwa rendahnya pendidikan kepalakeluarga dapat memperbesar peluangrumah tangga berada dalam kemis -kin an. Bila dilihat dari segi usia,rumah tangga miskin dengan kepalakeluarga yang tidak lagi pada rentangusia produktif (lebih dari 64 tahun)lebih se ring dijumpai dibandingkanrumah tangga de ngan kepala keluar-ga yang berusia produktif (16 hingga64 tahun). Hal ini antara lain dibuk-tikan dengan fakta bahwa kemiskin -an kelompok pertama mencapaiangka 29,40 persen, lebih besardibandingkan dengan kelompokkedua yang mencapai angka 21,40persen. Selain itu, semakin besarukuran rumah tangga semakin besarpula risiko berada dalam kemiskinan.

Suatu program penanggulangankemiskinan, dapat dikatakan berpe -ran positif apabila mampu mengu-rangi beban kemiskinan. Programtersebut tidak dapat diketahui pen-garuhnya terhadap beban kemiski-nan apa bila tidak dilakukan kajiandan eva lua si. Pendistribusian zakatyang dilakukan oleh OPZ bertujuanuntuk mengurangi beban kemiskinandi masyarakat, baik melalui bantuankaritatif maupun bantuan produktif.Untuk mengetahui apakah tujuantersebut telah tercapai atau gagal,atau apabila tercapai, seberapa besarzakat dapat mengurangi beban ke -miskinan, maka hasil penelitian seba-gaimana terangkum dalam Tabel 1menjadi jawabannya.

Penelitian yang dilakukan olehIMZ ini memperlihatkan temuanyang sangat menarik bahwa pen-dayagunaan zakat oleh BAZ dan LAZdapat mengurangi jumlah rumahtangga miskin sebesar 21,10 persen.Sebelum pendistribusian zakat dansesudah pendistribusian zakat, nilaiIncome Gap Index mengalami penu -run an dari 0,247 menjadi 0,235. Penu -runan nilai indeks tersebut meng -indikasikan bahwa rata-rata penda-patan (atau pengeluaran) rumahtang ga miskin cenderung semakinmendekati garis kemiskinan. Biaya

pengentasan kemiskinan yangdibutuh kan juga berkurang dari Rp326.501,01/rumah tangga/bulan men -jadi Rp 318.846,15/rumah tangga/ -bulan dengan asumsi tanpa biayatransaksi dan faktor penghambat(transfer sempurna).

Penurunan indeks kedalaman ke -miskinan diikuti dengan penurunanindeks keparahan kemiskinan. IndeksSen mengalami penurunan dari 0,089menjadi 0,067. Begitupula denganindeks FGT yang turun dari 0,020menjadi 0,014. Dengan demi kian,zakat dapat memperbaiki tingkatkeparahan kemiskinan.

Temuan yang sama menariknyaadalah program zakat ternyata dapatmempercepat waktu pengentasan ke -miskinan 1,9 tahun (lihat Grafik 1.) de -ngan asumsi tingkat pertumbuhaneko nomi berkelanjutan dan terdistri -busi normal pada seluruh masya rakatmis kin sebesar satu persen setiap ta -hunnya. Upaya pengentasan kemis -kin an berjalan lebih cepat melalui pro -g ram pendayagunaan zakat, yaitu 5,10tahun, dibandingkan bila tanpa prog -ram pendayagunaan zakat, yaitu 7,0tahun. Ini membuktikan secara em -

pirik bahwa zakat dapat menjadi akse -lerator pengentasan kemiskinan.

Perbandingan kinerjaSelain itu, jika dibandingkan

dengan kinerja tahun sebelumnya,yaitu 2010, dan pada cakupan wi la -yah yang sama, yaitu Jabodetabek,maka kinerja pendayagunaan zakatmenunjukkan peningkatan yang luarbiasa. Indeks headcount menun-jukkan kenaikan sebesar 65,52 persendibandingkan tahun sebelumnya.Sementara income gap, Sen index,dan FGT index menunjukkan kenaik -an masing-masing sebesar 58,36 per -sen, 70,30 persen, dan 83,03 persen.Ar tinya kinerja BAZ dan LAZ daritahun ke tahun mengalami pen-ingkatan.

Hasil analisis tersebut membuk-tikan bahwa zakat memiliki peranpositif dalam menanggulangi kemis -kinan di negeri ini. Karena itu, sinergibersama antara program penanggu-langan kemiskinan pemerintah danprogram pendayagunaan zakat OPZmenjadi sebuah kebutuhan, gunamempercepat pengentasan kemiskin -an di Indonesia. Wallahu a’lam. �

23REPUBLIKA KAMIS, 23 FEBRUARI 2012JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA

Terselenggara atas kerjasama Harian Republika dan Program Studi Ilmu EkonomiSyariah, Departemen IlmuEkonomi, Fakultas Ekonomidan Manajemen IPB

Tim Redaksi Iqtishodia:Dr Yusman SyaukatDr M FirdausDr Dedi Budiman HakimDr Irfan Syauqi BeikDr Iman SugemaDeni Lubis MAgSalahuddin El Ayyubi MA

S alah satu kisah yang sangat monumen-tal dalam kehidupan manusia, seba-gaimana direkam oleh QS 5 : 27-30,adalah peristiwa Qabil dan Habil.

Sebagaimana diketahui bersama bahwa Qabildan Habil adalah putera dari Nabi Adam AS, dantermasuk ke dalam generasi pertama manusiadi muka bumi. Pada saat itu, setiap bayi yanglahir dari rahim Siti Hawa selalu kembar sepa-sang laki-laki dan perempuan. Dengan kondisitersebut, maka Allah SWT menetapkan ketentu-an tentang aturan pernikahan silang. Kakak laki-laki hanya boleh menikahi adik perempuannya,demikian pula sebaliknya. Seseorang tidak bolehmenikahi saudara kembarnya.

Singkat cerita, Qabil terlahir dengan memilikisaudara kembar perempuan yang jauh lebih can -tik, menurut pandangannya, dibandingkan de ngansaudara kembar Habil. Qabil pun berniat un tukmelanggar syariat dengan menikahi sau darakembarnya sendiri. Ia pun ‘ngotot’ de ngankeingin annya. Akhirnya, Nabi Adam AS menga -takan bahwa untuk menentukan boleh tidak nyakeinginan tersebut dilaksanakan, maka ia me -merin tahkan kedua puteranya untuk memper -sembah kan qurban terbaik di hadapan Allah SWT.Allah-lah yang kemudian akan menentukan.

Qabil adalah seorang petani, sementaraHabil adalah seorang peternak. Mendengar pe -rin tah tersebut, maka Qabil segera mengum pu -lkan hasil panen dari tanaman yang ia miliki,sedangkan Habil segera mengumpulkan hewanternaknya untuk dijadikan sebagai qurban. Na -mun demikian, yang Qabil berikan adalah per -sem bahan terburuk dari hasil panennya. Ber -beda dengan saudaranya, yang Habil berikanada lah ternak terbaik dari yang ia miliki. Ke -mudian, Allah SWT pun menerima persembahanHabil dan menolak persembahan Qabil. Ini juga

berarti bahwa keinginan Qabil untuk “merubah”syariat Allah, mendapat penolakan. Denganemo si yang memuncak, Qabil pun kemudian me -lakukan pembunuhan pertama dalam sejarahmanusia, akibat kekecewaan dan hawa nafsuyang mengendalikannya.

Dua pelajaran Dari kisah Qabil dan Habil di atas, ada dua

pe lajaran penting yang bisa kita ambil dalammem bangun ekonomi Islam. Pertama, bahwaekonomi harus dibangun di atas prinsip ketun-dukan terhadap aturan Allah SWT dan Rasul-Nyase cara penuh. Syariat yang Allah turunkan ada -lah opsi terbaik bagi kehidupan manusia. Tidakada opsi lain yang lebih baik darinya. Alqurandan hadits harus dijadikan sebagai pondasiutama yang mengarahkan bangunan dan logikaekonomi, baik pada level mikro maupun makro.

Sebagai contoh, pada level mikro, cara ber -pikir Quran harus menjadi acuan teori konsumsi,yang berbeda dengan konsep ekonomi konven-sional. Pada ekonomi konvensional, basis teorikon sumsi adalah maksimisasi utilitas atau ting -kat kepuasan atas penggunaan barang dan jasadengan constraint anggaran yang dimiliki. Yangmenjadi fokus utama adalah pada manfaat yangditerima oleh seseorang setelah mengkonsumsisuatu barang/jasa, dimana ia akan memaksi-malkan total utilitas yang diterimanya, meskipunnilai marjinal utilitasnya cenderung mengalamipenurunan (law of diminishing marginal utility).

Pertanyaannya, mengapa orientasi konsumsihanya diukur pada seberapa puas ‘perasaan’seseorang setelah menggunakan barang danjasa? Apakah orientasi ini hanya sebatas padapemenuhan kebutuhan yang bersifat fisik saja?Disinilah kemudian Alquran memberikantuntun an yang lebih komprehensif. Bahwa kon-

sumsi bukan hanya sekedar pemenuhan fisik dirisendiri, namun lebih dari itu, ia bisa menjadimedia ibadah kepada Allah sekaligus wahanayang bisa memberi kemanfaatan pada oranglain. Titik berangkatnya adalah konsep masla-hah. Sehingga, disamping terpenuhinya kebu-tuhan, maka seseorang dapat memperolehmanfaat sekaligus keberkahan dari Allah SWT.Jadi, logika konsumsi dalam Islam tidak sekedarbersifat self-oriented yang cenderung egois,namun bersifat maslahah-oriented yang men-dorong keseimbangan antara pemenuhan kebu-tuhan individu dan kepedulian terhadap sesama.

Ekonomi berbagiPelajaran kedua dari kisah di atas terletak

pada penggunaan logika “ekonomi berbagi” yangdipraktekkan Qabil dan Habil. Qabil menggu-nakan logika ‘sisa’, yang sangat menuhankankepentingan individu, sedangkan Habil menggu-nakan logika ‘yang terbaik’. Penggunaan kedualogika ini akan memberikan implikasi berbedadalam kehidupan kita. Ambil contoh sederhanadalam pengelolaan keuangan rumah tangga kita.

Jika logika Qabil yang dipakai, maka setiapkali mendapat gaji, yang dipikirkan pertama kaliadalah memenuhi kebutuhan sendiri dulu,membeli barang yang diinginkan, dan membayarutang (jika ada). Setelah itu baru disedekahkan.Itu pun kalau masih ada sisa. Sebaliknya, denganmenggunakan logika Habil, maka yang akandipikirkan pertama kali setelah mendapat gajiadalah keluarkan dulu zakatnya, lalu membayarinfak dan sedekah, membayar utang (jika ada),dan baru sisanya untuk memenuhi kebutuhankita. Jika saja logika Habil yang ditanamkansecara kuat, maka negeri ini insya Allah akanmampu mengatasi problem kemiskinannya.Wallahu a’lam. �

Dr Irfan Syauqi BeikKetua Prodi Ekonomi Syariah

FEM IPB

Belajar dariLogika Qabildan Habil

Dr Irfan Syauqi BeikDosen IE-FEM IPB dan Ketua

DPP IAEI

Tiara TsaniPeneliti IMZ dan Alumnus

FEM IPB

TSAQOFI

MENURUNKANKEMISKINANMelalui Pendayagunaan Zakat

Tabel 1 Indeks Kemiskinan Mustahik Sebelum dan SesudahDistribusi Zakat

Grafik 1 Rata-rata Waktu Pengentasan KemiskinanSumber: IZDR 2012 (forthcoming)

Sumber: IZDR 2012 (forthcoming)

Dan hendaklah takut kepada Allahorang-orang yang seandainyameninggalkan di belakang merekaanak-anak yang lemah, yang merekakhawatir terhadap (kesejahteraan)mereka. Oleh sebab itu hendaklahmereka bertakwa kepada Allah danhendaklah mereka mengucapkan per-kataan yang benar. (QS 4 : 9)

D emikian peringatan Allah ke -pada kita untuk menjadikangenerasi mendatang le bihbaik dari generasi sekarang.

Sehingga, kita dapat memahami me -nga pa dalam membuat kepu tus ankenegaraan, Khalifah Umar binKhattab tidak le pas memikirkan nasibgenerasi Muslim sepanjang za man.Beliau menolak membagikan daerahtak luk an melainkan memperhatikanhak generasi mendatang di dalamnya.

12 kelompokSebagai pemimpin, Umar bin

Khattab lantas memberikan semacamjaminan sosial kepada kaum Mus liminuntuk mewujudkan generasi yanglebih baik. Dr Jaribah bin Ahmad al-Haritsi merangkum sebagiannya kedalam 12 kelompok bidang jaminansosial dalam bukunya Fikih EkonomiUmar bin al-Khattab. Pertama, fakirdan miskin. Umar berpendapat agarorang miskin diberikan zakat sesuaikadar yang mencukupinya, sehinggamengubah kondisi ekonominya. Kedua, janda dan anak yatim yang

menjadi miskin sepeninggal keluargamereka. Umar memaksakan kerabatanak yatim untuk memelihara danmenafkahinya. Jika tidak memilikikerabat, Umar mengambil alih fungsitersebut dengan menafkahinya dariBaitul Maal. Namun beliau bukansekedar memberikan santunan mela-inkan mengembangkan hartanya.Ketiga, orang sakit dan orang

lumpuh. Kondisi mereka menye-babkan mereka tidak dapat bekerja.Umar memberi perhatian kepada

mereka bukan hanya dengan membe-rikan materi, melainkan juga melaluipengawasan. Keempat, keturunan para mujahid.

Umar berpendapat bahwa di antarakewajibannya adalah memperhatikankeluarga para mujahidin selama masapenugasan mereka hingga kembali.Beliau akan memelihara dan mem-perhatikan keluarga para mujahidinterhadap kebutuhan mereka. Kelima,tawanan perang. Umar menebustawanan melalui Baitul Maal. Keenam, hamba sahaya. Umar

membantu pembebasan mereka dariperbudakan. Dalam suatu riwayat,seorang hamba sahaya meninggal diYaman dengan meninggalkan harta,sedangkan tuannya tidak mau mene-rimanya. Lalu Umar ra memerin-tahkan gubernurnya di Yaman, Ya’labin Umayyah agar membeli budakdengan harta tersebut. Kemudian diamembeli 16 atau 17 budak dansemuanya dimerdekakan.Ketujuh, tetangga. Beliau mengutus

Muhammad bin Maslamah dalamsuatu tugas ke Irak dan tidak meme-rintahkan untuk memberikan suatubekal pun, dan berkata kepadanya,“Sesungguhnya aku tidak suka meme-rintahkan untuk memberikan sesuatukepadamu, lalu engkau merasakankesejukan sementara aku merasakanpanas, sementara penduduk Madinahdi sekitarku mati karena kelaparan,dan aku telah mendengar Rasulullahbersabda, ‘Janganlah seseorangkenyang dengan meninggalkantetangganya lapar!”Kedelapan, narapidana. Abu Musa

al-Asy’ari datang kepada Umar ra,lalu beliau bertanya, “Apakah diantara kamu terdapat orang asingbertanya?”, ia menjawab, “Ya, seseo-rang yang kafir setelah keislaman-nya.”. Beliau bertanya, “Lalu apa yangkamu lakukan kepadanya?”, ia menja-wab, “Kami dekati dia lalu kami tebaslehernya.” Maka Umar berkata,“Mengapa kamu tidak menahannya

selama tiga hari dan kamu berinyamakan roti setiap hari, kamu berinyasegelas air setiap makan, dan kamupertaubatkan dia, barangkali dia ber-taubat dan kembali ke agama Allah,”.Kemudian Umar ra berkata, “Ya Allah,sesungguhnya aku tidak hadir, tidakmemerintahkan, dan juga tidak setujuketika menyampaikan kepadaku.”Kesembilan, orang yang banyak

utang (gharim). Gha rim yang dimak-sud juga termasuk orang yang me ru -sak sesuatu milik orang lain karenatersalah atau lu pa, sehingga iamengem ban utang atas hal tersebut.Sa lah satunya adalah menanggungdiyat (denda) karena membunuh yangtidak disengaja. Kesepuluh, ibnu sabil. Umar mem-

perhatikan dan me menuhi hak merekaterhadap air dan tempat berteduh, hakatas tamu, transportasi, serta tempatkerja. Be be rapa orang kaum Ansharbepergian lalu kehabisan be kal, makamereka singgah di perkampunganorang-orang Badui. Kemudian memintakepada mereka ja muan, namun merekamenolak; lalu mereka meminta kurma,namun mereka juga menolak. Makamereka mengikat orang-orang Baduisehingga mereka mendapat apa yangdiperlukan. Lalu orang-orang Badui ter-sebut mendatangi Umar ra, dan kaumAnshar ketakutan kepada Umar ra,maka Umar ra berkata kepada orang-orang Badui itu, “Kamu telah meng-hambat ibnu sabil dari apa yang diberi-kan Allah (untuk mereka) di dalam susuunta dan kambing pada waktu malamdan siang? Ibnu sabil lebih berhak ter-hadap air daripada yang bermukim.”Kesebelas, anak temuan.

Sesungguhnya kasus yang demikiansangat langka ditemukan pada masaawal Islam karena keistiqomahansetiap individu pada masa itu.Meskipun demikian, terdapat kisahriwayat Malik dari Bani Sulaim, bahwadia mendapatkan anak yang dibuangpada masa Umar ra, lalu diamembawa anak tersebut kepadanya;

maka beliau berkata, “Apa yang men-dorong kamu untuk mengambil bayiini?”, ia menjawab, “Aku mendapati-mya terlantar maka aku mengambil-nya.” Lalu seorang kenalannyaberkata kepadanya, “ Wahai AmirulMukminin sungguh dia orang saleh.”Maka Umar berkata, “Apakah demiki-an?”, ia berkata, “Ya.” Maka Umar raberkata, “Pergilah kamu karena diamerdeka dan bagi kamu wala‘nya, danatas kami nafkahnya.”Keduabelas, ahli dzimmah, yaitu

warga negara non Muslim yang hidup dibawah kekuasaan negara Islam. Maknadzimmah adalah perjanjian, yaitumereka mendapat perlindungan dariAllah, Rasul-Nya, dan kaum Musliminuntuk hidup dengan aman dan tente-ram. Umar ra pernah melewati pintusuatu kaum, di sana ter dapat seorangpeminta-minta tua dan buta matanya,maka beliau menepuk pundaknya daribelakang, lalu berkata, “Dari ahli kitabyang manakah kamu?”, ia berkata,“Yahudi.” Umar ra berkata, “Lalu apayang menyebabkan kamu melakukanseperti apa yang aku lihat?”, ia menja-wab, “(Keharusan membayar) jizyah,kebutuhan, dan usia.”. Maka Umar rapun menggandeng tangan orang Yahuditersebut dan membawanya ke BaitulMaal, lalu berkata, “Lihatlah orang inidan orang-orang sepertinya! DemiAllah, kita tidak adil jika kita makanmasa mudanya kemudian kita menista-kan ketika telah tua. Sesungguhnyazakat adalah bagi orang-orang fakirdan orang-orang miskin. Di manaorang-orang fakir adalah kaum musli-min, dan orang ini termasuk orangmiskin dari ahli kitab.” Lalu beliaumenghapuskan jizyah darinya danorang-orang yang sepertinya.Demikianlah janji dan perlindungan

yang diberikan pemimpin kepada rak -yatnya. Jika pemimpin proaktif memi-kirkan nasib rakyatnya dan bertindaksecara nyata, insya Allah negerinyaakan mendapatkan pula perlindungandan keberkahan. Wallahu a’lam. �

Laily Dwi ArsyiantiDosen IE-FEM IPB dan Peneliti pada Pusat StudiBisnis dan Ekonomi Syariah

(CIBEST) IPB

Jaminan Sosial Umar bin KhattabTAMKINIA

JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA 25REPUBLIKA KAMIS, 23 FEBRUARI 2012

Melongok peran za -kat dan kederma -wanan sosial, ataudalam terminologilebih global dikenalsebagai filantropi,

bagi pewujudan masyarakat yangberkeadilan di Afrika Selatan sedikitbanyak adalah cerminan parsial darikerja-kerja yang juga dilakukan diIndonesia. Keberhasilan dan kega-galan Afrika Selatan dalam upayapengentasan kemiskinan melaluipengembangan sektor filantropinyadapat menjadi pembelajaran tersen -diri bagi Indonesia.

Paling tidak ada tiga permasalah -an mendasar yang dialami olehAfrika Selatan, yaitu disparitas pen-dapatan dan kesejahteraan antarmasyarakat, pengangguran, sertaHIV/AIDS (Kul jian, 2005). Semen -tara, sebagai ekses politik apartheidyang melanda Af rika Selatan selamakurang lebih lima dekade membuatstruktur sosial ma syarakat di AfrikaSelatan menjadi tersegregasi berda -sar kan warna kulit. Maka tidaklahmengherankan, pada tahun 2005berdasarkan sensus yang dilakukan,tak kurang dari 45 juta pendudukmasih hidup dengan kon disi yangtidak berbeda jauh kala politikapartheid masih berlaku.

Tingkat kemiskinan pun tidakmenunjukkan angka menggembira -kan, dimana 25 persen populasi pen-duduk Afrika Selatan hidup denganpengeluaran kurang dari US$ 1,25per hari. Hal lain adalah akses danpemenuhan atas pendidikan berkual-itas, kesehatan, perumahan, sanitasiair bersih, dan pelayanan dasarlainnya yang masih belum mampudijangkau oleh penduduk berkulithitam. Akses atas pekerjaan secarajelas juga terjadi diskriminasi dengan35 persen bangsa Afrika adalah pe n gangguran (sensus 2001), dan 58persen kaum perempuan Afrika yangtinggal di desa juga diklasifikasikansebagai pengangguran. Padahal jikakita melihat data demografi pen-duduk Afrika Selatan, bangsa Afrika(kulit hitam) merupakan mayoritas(79,5 persen), diikuti oleh bangsakulit berwarna (9 persen) dan kulitputih (9 persen), serta bangsa India/ -Asia (2,5 persen), dengan total jumlahpenduduk mencapai 50,59 juta jiwa.

Sementara kondisi pendudukmuslim Afrika Selatan, yang berjum-lah 1,5 persen dari total populasi danterkonsentrasi di kota-kota besarseperti Durban, Cape Town dan Jo -hannesburg, mengalami kondisi yangtak jauh berbeda dengan sau darasebangsa dan setanah-air. Sekitar 20persen dari populasi muslim AfrikaSelatan hidup dalam kemiskinanekstrem. Namun, jika melihat konsti-tusi yang dimiliki oleh Afrika Selat -an, terdapat peluang peran-peranyang lebih besar dari dana kederma -wanan sosial, di mana zakat, infak,hingga wakaf dapat dikategorikan didalamnya.

Zakat di Afsel Afrika Selatan tidak memiliki

lan dasan hukum atau Undang-Un -dang yang secara spesifik mengaturkelembagaan zakat. Lembaga zakat(dan wakaf) di Afrika Selatan didi -rikan dalam bentuk lembaga nirlabadi bawah Non-Profit Organizations

Act 1997. UU ini menuntut agar or -ga nisasi nirlaba untuk menjaga prin -sip tata kelola (governance), trans -paransi (transparency), dan akunt-abilitas (accountability). Yang me -narik, pemerintah melalui IncomeTax Act tahun 2001, memberikanbebas pajak (Tax Exemption) bagiorganisasi filantropi asalkan meme -nuhi syarat yang ditentukan, yaitutelah menjadi organisasi yang domin -an di Afrika Selatan dan telah me -man faatkan 75 persen dari pema-sukannya.

Sumber pendapatan dana zakatdi Afrika Selatan dibagi menjadi tigakategori, yaitu dana zakat, infak/se -dekah, dan sumber lain, baik berupadonasi perorangan maupun perusa-haan. South African National ZakatFund (SANZAF) adalah lembagazakat terbesar di Afrika Selatan, di -mana ia memiliki perwakilan/ca bangdi lima provinsi yaitu Eastern Cape,Gauteng, KwaZulu-Natal, NorthernCape, dan Western Cape. Lembaga inidapat dijadikan sebagai representasitersendiri untuk mengukur kinerjalembaga zakat di Afrika Selatan.

Hambatan utama Meski dengan dana yang relatif

terbatas, serta jumlah pendudukmuslim yang minoritas, zakat besertadana filantropi lainnya sebenarnyamemiliki peluang sebagai satu instru-men pengentasan kemiskinan danpemenuhan hak-hak dasar. Konsti -tusi Afrika Selatan telah memberikangaris-garis panduan yang mampumenjadikan dana kedermawanansosial sebagai faktor dalam pencip-taan masyarakat yang berkeadilan.

Sedikitnya ada empat ruang yangdapat dilakukan. Pertama, membe -rikan topangan secara sosial maupunekonomi kepada kelompok masya -rakat yang termarjinalkan secarasosio-politik. Kedua, mendukung danmelakukan pengawasan atas kebi-jakan publik yang dibutuhkan untukmencapai tujuan. Ketiga, melakukankonsolidasi masyarakat sipil sebagaipenyeimbang kekuatan strukturpolitik. Keempat, melakukan per -ubah an struktur sosial yang secaralangsung sebagai faktor penyebabketidakadilan di masyarakat.

Sayangnya, masih dalam laporanyang sama, peluang dan potensi kerjafilantropi yang besar dalam pewuju-dan masyarakat yang demokratis danberkeadilan tidak dibarengi denganimplementasi di lapangan. Sumberdaya filantropi masih banyak ter-

salurkan pada kegiatan dan modelpenyaluran yang sifatnya karitatif-individual.

Pelajaran bagi Indonesia Afrika Selatan dan Indonesia

dalam hal animo menyumbang memi-liki pola yang sama, bersemangattinggi dan banyak dilakukan melaluipin tu-pintu individu ketimbang lem -baga. Pengaruh agama, budaya, do -rongan rasa kemanusiaan menjadifaktor penentu berkembangnya kon -sep donasi ini – masyarakat lokal diAfrika Selatan menyebutnya denganubuntu.

Di sinilah kemudian efektifitassumbangan menemukan masa lah.Tidak terkoordinasinya pola pe -nyaluran donasi individu membuatdampak pada terwujudnya keadilansosial menjadi melambat. Maka tidakheran jika ada yang menyatakankemiskinan seperti diwariskan darigenerasi ke generasi.

Hal berikutnya yang perlu diper-hatikan adalah rendahnya perhatianpemerintah Indonesia pada sektorfilantropi. Jika pemerintah AfrikaSelatan telah berani memberlakukantax exemption, pemerintah Indonesiaterkesan masih “malu-malu kucing”.

UU No 23 Tahun 2011 tentang Penge -lolaan Zakat belum memandangzakat sebagai instrumen khususpengen tasan kemiskinan. Padahalfilan tro pi berbasis lembaga di AfrikaSe lat an baru dikenal pada medio1990-an, sementara pemerintahIndonesia telah mendirikan lembagazakat tingkat provinsi DKI Jakartapada tahun 1968.

Maka, tidak ada salahnya sebuahajakan introspeksi melalui tulisan ini.Paling tidak, jangan lagi berpuas diridengan tingginya angka pengumpu-lan dari lembaga zakat atau filantropisosial lainnya lalu klaim sepihak atasprestasi ini, namun menjadi keluketika tengok fakta kemiskinan disekitar kita.

Apalagi hal ini diperparah olehlemahnya peran pemerintah Indo -nesia sebagai regulator dan pengawasimple mentasi lapangan terkait ren -cana besar (blue-print) langkah-lang -kah pengembangan filantropi, lebihkhusus pada sektor zakat, infak/ -shadaqah, dan wakaf . Ke depan, kitamemerlukan adanya grand-strategyyang jelas beserta tahap-tahap pe -ngembangannya agar upaya pe ngen -tasan kemiskinan ini bisa berja lanlebih sistematis. Wallahu a’lam. �

Zakat merupakan pilarketiga dari ekonomi Is -lam setelah jual beli(bisnis) dan lembagakeuangan sya riah.Allah SWT ber firman,“Allah me musnahkan

riba dan menyu bur kan shadaqah…”(QS 2 : 276). Prio ritas per tama zakatada lah mengurangi ke miskinan (QS 9: 60). Meng ingat jumlah orang miskinyang be gitu banyak, tercatat oleh BPS,pada Maret 2010 ada 31 juta orangmiskin di In do nesia, maka diperlukandana yang be sar pula untuk pengen-tasan ke mis kinan tersebut. Semakinbesar dana yang terkumpul olehlembaga zakat, maka semakin banyakorang miskin yang dibantu.

Berdasarkan hal itulah, makaIndonesia Magnificence of Zakat(IMZ) melakukan penelitian tentangki nerja pengumpulan zakat, untukmengetahui kekuatan pengumpulanOrganisasi Pengelola Zakat (OPZ) diIndonesia. Penelitian ini dilakukandi 25 provinsi. Pe ngumpulan datadilakukan dengan kuesioner danwawancara dan melibatkan paraenumerator di delapan titik, yaituRiau, Su matera Selatan, Banten, DKIJa karta, Jawa Barat, Jawa Timur,Kalimantan dan Sulawesi Selatan.Penarikan sampel yang dilakukandengan metode Convenience sam-pling, disebabkan adanya OrganisasiPengelola Zakat (OPZ) yang tidakbersedia untuk dijadikan respondenpenelitian. Untuk LAZ, dilakukanmetode Snow Ball, karena banyakLAZ yang tidak terdata sebelumnya.

Penelitian ini berhasil meneliti180 OPZ seluruh Indonesia, dengankriteria 113 Badan Amil Zakat (BAZ)dan 67 Lembaga Amil Zakat (LAZ).Dari 32 propinsi, ada 7 propinsi yangOPZ-nya baik BAZ maupun LAZyang tidak disurvey, yaitu : SulawesiUtara, Sulawesi Tenggara, Maluku,Maluku Utara, Irian Jaya Barat, IrianJaya Tengah, dan Papua. Dari 180OPZ yang disurvey, terdapat 20 OPZ(12 LAZ dan 8 BAZ) yang tidak men-cantumkan atau menjawab per-tanyaan mengenai data keuangannyasama sekali.

Pengumpulan 2009Ada 36 OPZ (20 persen) yang

tidak mencantumkan pengumpulanZISWAF tahun 2009, sehingga yangmenjawab pertanyaan tentang pe -ngum pulan 2009 adalah 144 OPZ, di -mana 102 OPZ mengumpulkan danakurang dari Rp 1 miliar. Ada 25 OPZyang berhasil mengumpulkan antaraRp 1 hingga 5 miliar. Ada 6 OPZ yangberhasil mengumpulkan antara Rp 5hingga 10 miliar. Ada 9 OPZ yangberhasil mengumpulkan dana Rp 10

hingga 50 miliar per tahun. Ada 2OPZ yang mengumpulkan dana lebihdari Rp 50 miliar per tahun. Untuklebih jelasnya, lihat Gambar 1.

Median dana yang terkumpulpada tahun 2009 adalah Rp431.218.116,00. Artinya, 50 persendari OPZ yang disurvey berhasilmengumpulkan dana diatas Rp 431juta, dan 50 persen lagi di bawah Rp431 juta. Ini menunjukkan bahwa 72OPZ dari 144 OPZ yang disurveymemiliki daya pengumpulan dibawahRp 431 juta pertahun. Bahkan adasatu BAZ di Indonesia timur yanghanya mengumpulkan Rp 20,5 jutaselama tahun 2009.

Jika dibagi 12 bulan, maka perbulan, setiap OPZ dari 72 OPZ iniberhasil mengumpulkan ZISWAFdibawah Rp 36 juta. Namun, ada OPZyang berhasil mengumpulkan danalebih dari Rp 100 miliar pada tahun2009, yaitu Rumah Zakat Bandung,yang merupakan satu dari beberapaLAZ terbesar di Indonesia.

Pengumpulan 2010 Ada 25 OPZ yang tidak menjawab

untuk tahun 2010, sehingga untuktahun 2010, ada 155 OPZ yang mem -beri data pengumpulan ZISWAF-nya,dimana mayoritas OPZ (103 lembaga)mengumpulkan dana ZISWAF kurangdari Rp 1 miliar. Ada 33 OPZ yangberhasil mengumpulkan antara Rp 1hingga 5 miliar. Ada 6 OPZ yangberhasil mengumpulkan antara Rp 5hingga 10 miliar. Lalu terdapat 10OPZ yang berhasil mengumpulkandana Rp 10 hingga 50 miliar pertahun,dan ada 3 OPZ yang mengumpulkandana lebih dari Rp 50 miliar pertahun.Untuk lebih jelasnya, lihat Gambar 2.

Median dana yang terkumpul padatahun 2010 adalah Rp 585.828.172,00.Artinya, 50 persen dari OPZ yangdisur vey berhasil mengumpulkandana diatas Rp 585 juta, dan 50 persenlagi (78 OPZ) di bawah Rp 585 juta.Bahkan ada satu BAZ di Jawa Baratyang hanya mengumpulkan Rp 54,6juta selama tahun 2010.

Jika dibagi 12 bulan, maka perbulan, setiap OPZ dari 78 OPZ ini ber -hasil mengumpulkan ZISWAF diba -wah Rp 49 juta. Namun, ada beberapaOPZ yang bisa mengumpulkan danalebih dari Rp 100 miliar di tahun 2010.

Pertumbuhan pengumpulanSecara keseluruhan, ada 40 OPZ

yang tidak menjawab pengumpulanZISWAF tahun 2009 dan tahun 2010sekaligus. Untuk menghitung per tum -buh an pengumpulan, digunakan datayang lengkap, yaitu pengumpulanZISWAF OPZ tahun 2009 dan 2010.Adapun jumlah perolehan dan per tum -buhannya dapat dilihat pada Tabel 2.

Dari Tabel 2 diketahui bahwa per-tumbuhan pengumpulan dari 2009 ke2010 rata-rata 33,51 persen. Dari duakategori, yaitu BAZ dan LAZ, diper-oleh hasil bahwa pertumbuhan LAZjauh lebih besar dari pertumbuhanpengumpulan BAZ, yaitu 52,57persen berbanding 15,07 persen.

Dari angka pengumpulan, padatahun 2009, 92 BAZ berhasil me -ngum pulkan Rp 317,83 miliar. Berartirata-rata setiap BAZ mengumpulkanRp 3,45 miliar. Sementara itu, 48 LAZberhasil mengumpulkan Rp 304,32miliar, atau rata-rata Rp 6,34 miliarper LAZ. Sedangkan pada tahun2010, 92 BAZ berhasil mengum -pulkan Rp 365,72 miliar, atau rata-

rata Rp 3,98 miliar per BAZ. Se men -tara itu, 48 LAZ berhasil mengum -pulkan Rp 464,28 miliar, atau rata-rata Rp 9,67 miliar per LAZ.

Penutup Secara keseluruhan, kinerja pe -

ngumpulan ZISWAF sepanjang 2009-2010 belum meng gembirakan, di ma -na mayoritas OPZ hanya berhasilmengumpulkan di ba wah Rp 1 miliarpertahun. Meskipun demikian, per-tumbuhan pengumpulan OPZ, baikBAZ maupun LAZ ma sih tergolongcukup tinggi. De ngan ting gi nya ang -ka potensi zakat yang belum tereal-isasi, maka tugas OPZ ke depan akanse makin berat. Wallaahu a’lam. �

REPUBLIKA KAMIS, 23 FEBRUARI 2012 JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA24

B anyak hal menarik dalamperjalanan BAZ Kota Bogorsepanjang tiga tahun tera -khir, 2009-2011. Hal mena rik

pertama, tentu saja tren pe ngum pulandana zakat, infaq, dan sedekah (ZIS)yang terhimpun dalam tiga tahunterakhir terus meningkat. Progrespeningkatan dana umat yang terhim-pun di BAZ Kota Bogor sepanjangtahun 2009-2011, terbilang isti me wa.Terutama, jika dikaitkan dengan faktabahwa ko ta Bogor belum memilikiperda tentang za kat. Ber beda halnyadengan kota Padang atau kabupatenSuka bumi yang peningkatan danaZISnya ditopang perda tentang zakat.

Di tahun 2009 misalnya, penghim-punan dana ZIS me ngalami peningkat -an kurang lebih 100 persen di ban ding -kan tahun 2008. Dana ZIS di tahun 2009,mencapai Rp 3,52 miliar. Jumlah ini ke -mudian naik hampir dua kalil lipat di ta -hun 2010, dengan capaian Rp 5,20 mi iar.Dan akhir tahun 2011, BAZ Kota Bogorbersa ma-sama dengan mitra BAZ yaituUPZ Masjid, UPZ sekolah, UPZ dinas,dan BAZ kecamatan, mampu meng-himpun hingga Rp 10,38 miliar.

Ada beberapa faktor yang turutmen dorong pencapaian ini. Salah satu -nya adalah bauran kampanye yang di -la kukan BAZ Kota Bogor. Selain meng -andalkan sarana dakwah seperti khut -bah jum’at atau pengajian rutin, BAZKota Bogor juga mendesain ragam

kam panye di berbagai media massa.Ter catat sejumlah kerja sama dilaku-kan dengan sejumlah media massalokal, baik cetak maupun elektronik.Media ini secara masif terus menga-kampanyekan ajakan berzakat ditengah masyarakat kota Bogor.

Pada saat yang sama, BAZ kotaBogor sukses meng-create beberapaaktivitas kampanye secara langsung ditengah masyarakat. Sebut saja, TarhibRamadhan 1430 H yang berhasilmenghadirkan tidak kurang 12.000warga kota Bogor. Atau pelaksanaantraining kepemimpinan dengan meng-gandeng sejumlah lembaga untukmenjaring calon muzakki baru.

Faktor lain yang juga berperansangat besar adalah langkah BAZ kotaBogor dalam memfasilitasi pemben -tuk an Unit Pengumpul Zakat (UPZ).Sampai dengan akhir tahun 2011, BAZtelah menginisiasi pembentukan UPZdi berbagai kantor pemerintahan,masjid, dan sekolah dalam bentukaktivitas Gerakan Seribu Cinta UntukSenyum Sesama (Gebu Cinta). Khususmasjid, pembentukan UPZ di 104 mas -jid telah membuahkan hasil signifikan.Karena pada Ramadhan tahun 1432 H,zakat mal yang terhimpun melalui UPZmasjid mencapai angka Rp 1,89 miliar.Sedangkan total infak/sedekah men-capai angka Rp 1,29 miliar.

Bauran strategi kampanye inimendapat dukungan yang kuat dari

ra gam aktivitas penyaluran dana ZISyang terhimpun di BAZ. Salah satu ak -tivitas yang paling menonjol adalahaktivitas di bidang kesehatan, karenada na umat yang terhimpun di BAZKota Bogor telah terwujud sebuah po -liklinik kesehatan gratis dengan namaIbnu Sina Tirta Pakuan. Bahkan ragamaktivitas penyaluran dana ZIS yangdilakukan BAZ Kota Bogor telah men-dapat apresiasi dari BAZNAS yang ditahun 2010, memberikan pengharga-an BAZDA dengan Kreativitas ProgramPendayagunaan terbaik.

Tantangan ke depanSederet capaian di atas, tentu saja

tidak boleh dipandang sebagai puncakBAZ kota Bogor. Perlu ada keberlan -jut an langkah dalam rangka memper-kuat pengumpulan dan pendistribusi-an dana ZIS, meskipun jajaran pengu-rus BAZ kota Bogor periode 2009-2011akan mengakhiri masa pengabdiandalam beberapa bulan ke depan. Halitu menjadi penting karena ada mimpibesar yang pernah diusung BAZ KotaBogor terkait upaya memperkuatzakat sebagai instrumen untukmengu rai masalah sosial umat. Mimpitersebut adalah menjadikan Bogorsebagai kota zakat di tahun 2020.

Dalam sisa rentang waktu yangada, perlu dipersiapkan langkah-langkah strategis. Perluasan areakampanye zakat, perluasan pemben-

tukan UPZ, dan mendorong pemo -tong an zakat profesi bagi PNS di ling-kungan Pemkot Bogor dan BUMDadalah beberapa langkah strategis itu.

Selain itu, penting kiranya langkahuntuk memposisikan BAZ kota Bogorsebagai fasilitator dalam pembentukanforum komunikasi antarorganisasi pe -nge lola zakat. Target utama forum iniadalah sinergi semua lembaga amilzakat di kota Bogor untuk menguraimasalah-masalah sosial umat Islam.Sinergi itu terutama diarahkan untukmendorong lahirnya fokus wi layah danfokus agenda setiap lembaga amil. Fo -kus wilayah menjadi penting dalam kait -an untuk mencegah kemungkinan ada -nya ke samaan sasaran penerima man -faat. Sedangkan fokus agenda diarah -kan un tuk mendorong peningkatan ke -mam puan setiap lembaga amil untukmengurai masalah sosial umat.

Poin terakhir, adalah kemampuanjajaran pengurus BAZ Kota Bogor kedepan untuk menginisiasi lahirnyaPerda yang mengatur tentang zakat.Tentu saja, besar harapannya perdayang akan lahir bukan sekedar copypaste dari UU No 23/2011 tentangPengelolaan Zakat tanpa adanyapenyesuaian dengan kondisi aktualkota Bogor. Apabila upaya penyusunanperangkat aturan ini bisa dilakukandengan baik, maka mimpi untuk men-jadikan Bogor sebagai kota zakat akandapat direalisasikan. Wallahu a’lam. �

Ara WiraswaraAlumnus Departemen IlmuEkonomi dan Peneliti Tamu

FEM IPB

Catatan BAZ Kota Bogor Tahun 2011RESENSI

Dr Hendri TanjungSekretaris Magister Ekonomi

Islam UIKA Bogor dan Alumnus IPB

Nana MintartiDirektur IMZ dan AlumnusMagister Manajemen

Pembangunan Daerah IPB

Kinerja Pengumpulan

ZAKAT NASIONAL

Tabel 1 Pengumpulan Zakat, Infak, Sedekah dan Wakaf 140 OPZ

Sumber : IZDR 2012 (forthcoming)

Arif R HaryonoPeneliti IMZ dan Peneliti

Tamu FEM IPB

Untung KasirinPeneliti IMZ dan Peneliti Tamu

FEM IPB

Pengelolaan Zakat

DI AFRIKA SELATANTabel 1. Penghimpuan, Biaya Operasional dan Pendayagunaan Dana Zakat SANZAF (dalam rand Afrika Selatan)

Sumber: Financial Report SANZAF tahun 2008-2010

Michaela Rehle/REUTERS

REPUBLIKA KAMIS, 23 FEBRUARI 2012 JURNAL EKONOMI ISLAM REPUBLIKA26

A dalah Dahlan Iskan yang melontarkan istilah‘uang jin dimakan setan’. Istilah tersebut iakemukakan ketika ditanya oleh wartawantentang pembelian saham IPO Garuda oleh

kelompok usaha yang dimiliki M. Nazaruddin tersang-ka kasus korupsi Wisma Atlet. Tak tanggung-tang-gung, beberapa perusahaan yang tergabung dalamPermai Grup memborong saham Garuda senilai Rp300,8 milyar. Dahlan ditanya hal tersebut sesuai kapa-sitasnya sebagai Menteri BUMN.

Jawaban Dahlan memang agak kurang jelasmakna harfiahnya. Dia tak sempat menjelaskan siapaatau apa yang dimaksud jin ataupun setan. Tapi kalaumakna yang sebenarnya sih sangat jelas; ‘uang gaibdipakai oleh yang bersifat gaib pula’. Itulah inti dariaktivitas pencucian uang. Uang hasil korupsi tentunyaselalu digaibkan asal-usulnya. Kalau diakui kebera-daannya secara terang-benderang tentu si pelakukorupsi akan mudah tertangkap. Pemakaian uang ter-sebut juga pastinya digaibkan. Supaya nantinyamudah menggunakannya secara terang-terangan,uang itu disusupkan ke dalam transaksi yang secarahukum diakui keabsyahannya. Pembelian sahamGaruda merupakan upaya untuk mencuci uang harammenjadi kelihatan halal.

Praktek pencucian uang bukanlah monopoli parakoruptor di Indonesia. Pencucian uang terjadi dihampir semua negara dengan pelaku mulai koruptor,bandar narkoba, bandar judi gelap sampai mafiasekelas yakuza. Ini adalah industri besar dan memilikijaringan internasional. Bahkan ada beberapa negarayang secara sengaja mengundang uang haram itu danmemanjakan para pelakunya seperti halnya rajaminyak. Negara seperti itu menjadi surga tempatbersemayamnya uang haram. Kalau bisa uang terse-but tak pernah keluar dari negara itu.

Di semua negara, lembaga dan instrumen keuang-an sangat rentan dijadikan media antara pencucianuang. Sekali uang haram sudah secara syah beredardalam sistem keuangan formal, sejak saat itu transak-si berikutnya dapat dianggap legal. Itulah sebabnya M.Nazaruddin menyempatkan diri untuk membeli sahamGaruda. Bila saham itu kemudian dijual, uangnyadapat dinyatakan sebagai bersumber dari transaksiyang legitimate dan dengan mudah dialihkan kenegara tujuan akhir. Lembaga keuangan yangmenampung uang hasil penjualan saham hanya mem-butuhkan bukti bahwa uang tersebut bersumber daritransaksi yang syah. Tampaknya, jual beli saham

semacam itu hanya dijadikan sebagai transaksiantara. Uangnya mungkin sudah bersemayam di reke-ning yang ‘aman’ di negara lain.

Pelajaran penting dari kasus ini bagi industri keu-angan syariah adalah bahwa sepanjang korupsi dannarkoba masih terus menjadi momok di negeri ini,pencucian uang akan selalu melibatkan lembaga keu-angan formal. Pertanyaannya bagaimana lembagakeuangan syariah bisa menghindarinya secara maksi-mal? Ini penting karena transaksi syariah memilikinilai lebih yaitu jaminan kehalalan. Transaksi dilembaga keuangan syariah dianggap sebagai transaksiyang terjamin kesuciannya. Ada beberapa prinsipuntuk menjaga kesucian transaksi.

Pertama adalah prinsip know your customer (KYC)yang artinya lembaga keuangan harus betul-betultahu seluk-beluk dan latar belakang nasabah. Prinsipini pastinya secara maksimum sudah diaplikasikanoleh semua lembaga keuangan, baik konvensionalmaupun syariah. Yang menjadi masalah adalahkelonggaran tatanan hukum yang menyebabkan ulti-mate customer bisa disembunyikan. Dalam kasusPermai Group, jajaran direksi diisi oleh orang-orangsuruhan yang bukan pelaku utama. Otomatis, secaralegal yang berhubungan dengan bank adalah orang-orang suruhan ini. Padahal dalam KYC, yang palingpenting adalah mengenali orang-orang di belakang-nya.

Kedua adalah prinsip know your employee (KYE)yang artinya lembaga keuangan harus tahu betulmenge nai karakter, sepak terjang dan gaya hidup parapegawainya. Seringkali praktek pencucian uang justrudilakukan dengan cara bekerja sama dengan pegawaidi lembaga keuangan. Kalau tidak ada main mataseperti itu, hampir bisa dipastikan sulit untuk melaku-kan pencucian uang. Dalam kasus Inong Malinda,beberapa nasabahnya justru tidak mau dieksposkarena takut ketahuan memiliki rekening gendut dariuang haram.

Ketiga adalah prinsip underlying transaction yaitudimana setiap transaksi keuangan merupakancermin an transaksi riil yang betul-betul terjadi.Dalam skandal Bank Century misalnya, bank tersebutbanyak memfasilitasi berbagai transaksi fiktif.Diantaranya adalah L/C bodong yang memfasilitasitransaksi ekspor fiktif. Adalah sudah menjadi tang-gung jawab lembaga keuangan bahwa setiap transaksimemiliki underlying transaction yang legitimate.

Keempat adalah pentingnya mengembangkan

kemampuan transaction intelligence dan data tracing.Iregularitas dalam transaksi biasanya merupakanindikasi adanya transaksi yang mencurigakan.Nasabah-nasabah yang memiliki bisnis yang syah bia-sanya memiliki pola transaksi yang mudah dikenaliasal-usulnya dan cenderung berulang secara reguler.Dalam praktek perbankan modern, setiap saat selaludikembangkan parameter-parameter untuk menge-nali pola transaksi nasabah. Ini penting bukan hanyauntuk mencegah pencucian uang tetapi juga untukmanajemen cash flow bank itu sendiri.

Kami berharap bahwa lembaga keuangan syariahdapat betul-betul menjaga kesuciannya dari praktek-praktek uang haram. Tentunya itu bisa terjadi kalauempat prinsip tersebut dapat dikembangkan. �

BUKANTAFSIR

Dr Iman SugemaDosen IE FEM IPB

M Iqbal IrfanyDosen IE-FEM IPB

Uang JinDimakan

Setan

Salah satu kajian pen -ting dalam fiqh zakatadalah menentukanhar ta ob jek zakat.Apa kah ha nya ter-batas pada ko mo -

ditas-ko moditas tertentu yangsecara eksplisit dalam Alquran danhadits, ataukah bisa dilakukanijtihad oleh para ulama untuk me -ngembangkannya, terutama denganmenggunakan metode qiyas(analogi) dan dikaitkan dengan tu -juan zakat itu sendiri, disamping se -bagai pelaksanaan kewajiban salahsa tu rukun Islam, juga dalam upayame ning katkan kesejahteraan mus-tahik dan masyarakat secara keselu-ruhan.

Jika zakat dipandang sebagaiibadah mahdlah semata, makaakan ada kecenderungan sikaphanya membatasi pada harta yangsecara eksplisit diungkapkan dalamAlquran dan hadis nabi. Apalagiada kaidah fiqh yang menyatakanlaa qiyaasa fil ibaadah (tidak adaqiyas dalam iba dah). Segalasesuatu yang baru dalam ibadahyang tidak ada contohnya di zamanNabi SAW dianggap sebagai bid’ahyang sesat. Dalam sebuah haditsshahih dari ‘Aisyah RA, Ra sulullahSAW bersabda: “Barang siapa yangmembuat hal-hal yang baru dalamagama kita ini, sesuatu yang bukanbagian darinya, maka akan terto-lak.” Disinilah kita memak lumiadanya kelompok yang menya -takan tidak ada zakat dari hasilprofesi, perusahaan dan seba-gainya. Pendapat ini pun diperkuatoleh alasan bahwa zakat itu selaluterkait dengan shalat yang jugaibadah mahdlah (lihat QS 2 : 43).

Yang perlu diketahui adalah,betul zakat itu di dalam Alquransering disenafaskan dengan shalat.Tetapi disamping memiliki aturanyang sama sebagai ibadah, jugamemiliki aturan yang berbeda. Jikaseorang anak misalnya yang belumbaligh belum terkena kewajibanshalat, tetapi jika dia memiliki hartayang banyak yang mencapai nishab,maka harus dikeluarkan zakatnya.Rasulullah SAW bersabda: “Pro -duk tifkan dan kembangkan hartaanak-anak yatim itu, jangan sampaihabis karena terkena kewajibanzakat.” Disamping itu, jika shalatselalu dikaitkan dengan pelakunya(muslim yang mukallaf), tetapizakat disamping dikaitkan denganpelakunya (muzakki), juga dikait -kan dengan harta sebagai obyekzakat (lihat QS 9 : 103).

Atas dasar itu, maka sebagianulama memandang zakat itu bukansemata-mata ibadah mahdlah,akan tetapi juga sebagai ibadahMaaliyyah Ijtima’iyyah. Di dalam

Alquran zakat disamping dikaitkandengan shalat, juga dikaitkandengan etos kerja (QS. 23: 3-4) danetika kerja (HR Muslim). Selain itu,dikaitkan pula dengan kegiatanekonomi, yaitu antitesa ekonomiribawi (QS. 30 : 39) dan alat untukmengurangi kesenjangan ke lompokkaya dengan kelompok mis kin (QS59 : 7).

Berdasarkan pendekatan ini,maka dalam hal-hal tertentu, sah-sah saja para ulama melakukanijtihad dengan menggunakanmetode qiyas dalam menetapkanharta obyek zakat lainnya yangberkembang sesuai de ngan perkem-bangan zaman dan ke giatanekonomi. Karena itu, Al quran danhadits menjelaskan dua metodedalam menetapkan harta sebagaiobyek zakat, yaitu metode tafsil (ter -urai dan terinci) dan metode ijmal(global).

Sesungguhnya dalam praktek,umat Islam Indonesia telah mela -kukan qiyas/analogi dalam mene-tapkan harta obyek zakat padazakat fitrah, yaitu dengan berasatau bahkan dengan uang. Padahaldi dalam hadits-hadits tentangzakat fitrah, obyek zakatnya adalahkurma, gandum dan sya’ir. Hal itubisa terjadi karena dilakukan qiyas.

Metode tafsiliPada metode ini, Alquran dan

hadits mengemukakan beberapajenis harta yang menjadi obyekzakat apabila telah terpenuhi per-syaratannya. Pertama, zakat hasilpertanian, seperti dikemukakandalam QS 6 : 141 dan beberapahadits nabi, seperti hadits riwayatImam Bukhari dari Salim binAbdillah dari ayahnya. Kedua,zakat dari emas dan perak kalaumencapai nishab, seperti dinya -takan dalam QS 9 : 34 dan 35, danjuga hadits riwayat Abu Dawuddari Ali bin Abi Thalib.

Ketiga, zakat dari hewanternak. Dalam berbagai haditsdikemukakan bahwa hewan ternakyang wajib dikeluarkan zakatnya,setelah me menuhi persyaratan ter-tentu ada tiga jenis, yaitu unta, sapidan domba/ kambing. Keempat,zakat dari perda g angan. Kewajibanzakat pada per dagangan yang telahmemenuhi persyaratan tertentudikemukakan dalam sebuah haditsriwayat Abu Dawud dari Samrahbin Jundab. Kelima, zakat barangtemuan dan barang tambang,berdasarkan hadits yang diriwayat -kan oleh Ibn Majah dari AbuHurairah.

Terhadap harta zakat secararinci ini, Ibn Qayyim Al-Jauziyyahmembaginya ke dalam empatkelompok besar. Pertama, kelom-

pok tanaman dan buah-buahan.Kedua, kelompok hewan ternakyang terdiri dari tiga jenis yaitu:unta, sapi dan kambing. Ketiga,kelompok emas dan perak.Keempat, kelompok harta perda -gang an dengan berbagai jenisnya.Sedang kan rikaz atau barang te -muan, sifatnya insidental.

Abu Ubaid menyatakan bahwaharta obyek zakat secara rincitersebut terbagi pula ke dalam duabagian. Pertama, harta zahir, yaituharta yang tampak dan tidakmungkin orang menyembunyikan-nya, seperti tanam an dan buah-buahan. Kedua, harta batin, yaituharta yang mungkin saja seseorangmenyembunyikannya se perti emasdan perak.

Di dalam kitab-kitab fiqhklasik, jenis-jenis harta yang wajibdizakati secara rinci yaitu: binatangternak, emas-perak, tanaman-tanaman yang me nguatkan, buah-buahan, dan har ta perniagaan(Kifayatul Akhyar, hlm. 172).Sedangkan Sayyid Sabiq da lamkitabnya “Fiqh Sunnah“ menye-butkan pula: emas, perak, tanamanyang menguatkan, buah-buahan,harta perniagaan, binatang ternak,bahan tambang, dan peninggalanpurbakala.

Metode ijmali Dalam metode ini, Alquran me -

wajibkan zakat pada harta yangdimiliki oleh seseorang atausekelompok orang tanpa dijelaskanrinciannya (lihat QS 9 : 103). KataAmwal (ke ka yaan) pada ayat terse-but mengan dung arti yang sangatglobal dan ma sih membutuhkanpenafsiran lebih lanjut. ImamQurthubi mengemu kakan bahwazakat itu diambil dari semua hartayang dimiliki, meskipun kemudianSunnah Nabi mengemukakanrincian harta yang wajib dikelu-arkan zakatnya.

Sedangkan menurut Qardhawi,yang dimaksud dengan harta (al-amwal) merupakan bentuk jama’dari kata maal, dan maal bagiorang Arab yang dengan bahasanyaAlquran diturunkan adalah segalasesuatu yang diinginkan sekali olehmanusia untuk menyimpan danmemilikinya. Harta itu mulanyaberarti emas dan perak, kemudianberubah pengertiannya menjadisegala barang yang disimpan dandimiliki. Pendekatan ijmali inimemungkinkan semua jenis hartayang belum ada contohnya dizaman Rasulullah SAW, tetapikarena perkembangan ekonomimenjadi benda yang bernilai, makaharus di keluarkan zakatnya, jikatelah me menuhi persyaratannya.

Dalam tafsir al-Jaami’ li

Ahkamil Qur’an, ketika Al-Qurthubi menafsirkan QS 70 : 24-25, ia menyatakan bah wa katahaqqun ma’luumun (ba gian terten-tu) pada ayat tersebut di atas adalahzakat yang diwajibkan, artinyasemua harta yang dimiliki dansemua penghasilan yang dida -patkan jika telah memenuhi per-syaratan, maka harus dikeluarkanzakatnya. Hal senada dikemukakanoleh Sayyid Quthub dalam tafsirnyaFi Dzilaalil Qur’an, bahwa ayat inimencakup seluruh hasil usaha(harta) manusia, baik yang terdapatdi zaman Rasulullah SAW maupundi zaman sesudahnya, wajib dikelu-arkan zakatnya dengan ketentuandan kadar sebagaimana di -terangkan dalam sunnah RasulullahSAW, baik yang sudah diketahuisecara langsung maupun yangdiqiyaskan kepadanya.

Sementara itu para ulamapeserta Muktamar Internasional Itentang zakat di Kuwait (19 Rajab1400 H bertepatan dengan tanggal30 April 1984 M) telah sepakatbahwa penghasilan apapun yanghalal, baik perorangan (seperti gajikaryawan dan para profesionalyang lain) maupun yang dilakukansecara bersama (seperti perusa-haan), jika sudah memenuhi per-syaratan zakat, wajib dikeluarkanzakatnya.

Majelis Ulama Indonesia dalamfatwanya pada tanggal 06 RabiulAkhir 1423 H/07 Juni 2002 M,menetapkan bahwa: “Setiap peng-hasilan atau pendapatan sepertigaji, honorarium, upah, jasa danlain-lain yang diperoleh dengancara halal, baik yang rutin maupuntidak rutin seperti dokter, penga -cara, konsultan dan sejenisnya,serta pendapatan yang diperolehdari pekerjaan bebas lainnya, wajibdikeluarkan zakatnya apabila telahmemenuhi persyaratan kewajibanzakat”.

Pendapat para ulama ini diserappula di dalam UU No 23/2011tentang Pengelolaan Zakat, bahwajenis-jenis harta yang dikenai zakatadalah: emas, perak dan uang,perdagangan dan perusahaan, hasilpertanian, hasil perkebunan, danhasil perikanan, hasil pertambang -an, hasil peternakan, hasil penda -patan dan jasa, serta rikaz (pasal 4).

Karena itu, tugas kita semuanyamelalui amil zakat yang amanahdan profesional (BAZ dan LAZ)untuk menggali potensi zakat yangada di negara kita yang didapatkandari berbagai macam komoditasdan obyek zakat. Insya Allahsemuanya akan bermanfaat bagipeningkatan kesejahteraan masya -rakat, terutama kaum dhuafa.Wallahu a’lam. �

Prof. Dr KH Didin Hafidhuddin

Ketua Umum BAZNAS danKetua Dewan Syariah PusatStudi Bisnis dan EkonomiSyariah (CI-BEST) IPB

METODE PENETAPANHarta Objek Zakat