dsdp - denpasar sewerage development project
DESCRIPTION
General review about wastewater treatmentTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan wilayah-wilayah di Bali, berkembang pula
wilayah pemukimannya yang tentunya memberi dampak terhadap
penggunaan air bersih yang harus sesuai dengan permintaan dari masyarakat
penghuni pemukiman tersebut. Namun di satu sisi, pembuangan limbah
rumah tangga tersebut tidak melalui pengolahan atau setidaknya penyaringan
terlebih dahulu dan tidak mempunyai saluran khusus untuk mengalirkan
limbah tersebut, sehingga banyak limbah rumah tangga yang mencemari
sungai secara langsung maupun mencemari air tanah. Mengingat jarak
minimum dari sumber air (sumur) ke tempat penampungan limbah (septic
tank) ± 10 meter, sedangkan bisa dilihat bahwa rumah-rumah yang dibangun
saat ini memiliki luas yang kurang memadai sehingga jarak minimum
tersebut tidak tercapai. Belum lagi jarak antar rumah yang berdekatan,
sehingga semakin kecil tercapainya jarak minimum tersebut.
Penanganan dan pengendalian pencemaran pada kawasan wisata pulau
Bali terutama di Kota Denpasar, kawasan Sanur dan Kuta menjadi sangat
vital mengingat daerah tersebut telah menjadi kawasan yang padat, sehingga
sebagian air tanah di wilayah tersebut sudah tidak layak dikonsumsi.
Pemerintah Bali yang sudah menyadari masalah tersebut mulai membuat
rencana sistem penyaluran air limbah modern melalui program Denpasar
Sewerage Development Project (DSDP) dengan kawasan pelayanan, pusat
kota Denpasar dan dua kawasan wisata (Sanur dan Kuta), dengan dana
pinjaman pemerintah Jepang melalui Japan Bank for International
Cooperation (JBIC) dan dana pemerintah Indonesia (Pemerintah Pusat,
Provinsi Bali, Kota Denpasar dan Kabupaten Badung). Dalam Master Plan
ditetapkan wilayah pelayanan sistem perpipaan air limbah DSDP adalah
seluas 4,04 ha, yang terdiri dari area permukiman dan kawasan wisata yang
merupakan penghasil limbah terbanyak. Akhirnya, bertepatan dengan hari
1
Habitat Dunia XVII yang diselenggarakan di Denpasar, Presiden Megawati
Soekarno Putri menyetujui proyek tersebut yang telah lama dicanangkan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sistem penyaluran air limbah dari Sanur, Kuta dan
Denpasar menuju IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)/WWTP
(Wastewater Treatment Plant) Suwung.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengolahan air limbah yang dialirkan oleh
DSDP (Denpasar Sewerage Development Project) di IPAL (Instalasi
Pengolahan Air Limbah)/WWTP (Wastewater Treatment Plant).
3. Untuk mengetahui dan mengevaluasi kendala yang dialami dari sistem
penyaluran dan pengolahan air limbah ini.
1.3 Rumusan Masalah
Bertolak dari uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaiman sistem penyaluran air limbah dari Sanur, Kuta dan Denpasar
menuju IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah)/WWTP (Wastewater
Treatment Plant) Suwung?
2. Bagaimana proses pengolahan air limbah yang dialirkan oleh DSDP
(Denpasar Sewerage Development Project di IPAL (Instalasi Pengolahan
Air Limbah)/WWTP (Wastewater Treatment Plant)?
3. Apa kendala yang dialami dari sistem penyaluran dan pengolahan air
limbah ini?
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penulisan laporan ilmiah ini
adalah sebagai bahan informasi dan inovasi pendidikan masyarakat,
khususnya mengenai penyaluran air limbah melalui DSDP dan
pengolahannya di IPAL/WWTP, mengingat masyarakat Kota Denpasar dan
2
kawasan Sanur serta Kuta terkena dampak dari pembangunan proyek DSDP
tersebut.
3
BAB II
ISI & PEMBAHASAN
2.1 Sistem Penyaluran Air Limbah dari Sanur, Kuta dan Denpasar Menuju
IPAL/WWTP.
Secara umum penyaluran limbah dialirkan melalui pipa, baik pipa elastis
maupun pipa beton, yang ditanam di bawah tanah dan menggunakan jalan
raya sebagai jalur aliran pipa. Sistem aliran dimulai dari rumah-rumah
penduduk yang masuk dalam wilayah cakupan DSDP kemudian diteruskan
melalui pipa-pipa tersier, sekunder, primer dan akhirnya sampai di IPAL.
Untuk wilayah Kota Denpasar murni menggunakan gaya gravitasi dalam
penyaluran aliran limbah sedangkan untuk kawasan Sanur dan Kuta tidak
dapat memanfaatkan gaya gravitasi sebagai sistem penyalurannya karena
wilayahnya lebih rendah sehingga memerlukan bantuan tenaga pompa untuk
menyalurkannya ke IPAL/WWTP. Namun kanyataannya masih terdapat
kawasan yang masih berada di bawah jangkauan pompa sehingga
memerlukan pompa-pompa kecil (Wet Pit) untuk mendorong aliran limbah
agar dapat dijangkau oleh pompa utama.
4
Gambar 2.1Ilustrasi Penyaluran Air Limbah dari Denpasar, Sanur, dan Kuta
Gambar 2.1Ilustrasi Penyaluran Air Limbah dari Denpasar, Sanur, dan Kuta
Gambar 2.1Ilustrasi Penyaluran Air Limbah dari Denpasar, Sanur, dan Kuta
Gambar 2.1Ilustrasi Penyaluran Air Limbah dari Denpasar, Sanur, dan Kuta
Gambar 2.1Ilustrasi Penyaluran Air Limbah dari Denpasar, Sanur, dan Kuta
Gambar 2.1Ilustrasi Penyaluran Air Limbah dari Denpasar, Sanur, dan Kuta
Gambar 2.1Ilustrasi Penyaluran Air Limbah dari Denpasar, Sanur, dan Kuta
Gambar 2.1Ilustrasi Penyaluran Air Limbah dari Denpasar, Sanur, dan Kuta
Gambar 2.1Ilustrasi Penyaluran Air Limbah dari Denpasar, Sanur, dan Kuta
Gambar 2.1Ilustrasi Penyaluran Air Limbah dari Denpasar, Sanur, dan Kuta
Gambar 2.1Ilustrasi Penyaluran Air Limbah dari Denpasar, Sanur, dan Kuta
Sistem jaringan aliran limbah secara detail sebagai berikut:
1. Sambungan Rumah
Rumah tentunya
memiliki sanitasi, yang
merupakan asal dari air
limbah, karena itu pertama
kali sambungan dilakukan
pada closet, buangan air mandi, dan air cuci yang kemudian disalurkan ke
pipa tersier. Pada sambungan yang terdapat dalam rumah tersebut
dilengkapi dengan bak kontrol (house inlet), sehingga penyaluran limbah
dapat berjalan dengan baik serta memudahkan pengawasan dan perbaikan
jika terjadi gangguan/sumbatan terhadap aliran.
2. Pipa Penyaluran (Pipa Tersier, Sekunder, dan Primer)
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, pipa yang digunakan untuk
penyaluran aliran limbah menggunakan jalan raya sebagai jalur aliran pipa.
Konstruksi pemasangan pipa tersebut menggunakan sistem galian terbuka
yaitu, jalan raya yang sudah ada digali untuk pemasangan pipa, sehingga
proses pemasangan tersebut mengganggu kelancaran lalu lintas. Pada
pelaksanaannya jalan yang dibongkar tentunya sudah terdapat jaringan
kepentingan lain seperti aliran PDAM, PLN, Telkom, dan lainnya, oleh
karena itu perlu diadakan pengkajian (test pit) dan didapat suatu prinsip,
yaitu pipa pembuangan air limbah ditanam paling bawah. Untuk
penanaman instalasi pada wilayah yang merupakan jalan utama (arteri)
yang notabene merupakan jalan yang dilalui banyak kendaraan sehingga
jika dibongkar akan mengakibatkan
kerugian pada pengguna jalan. Hal ini
ditangani dengan Jacking Machine
yaitu mesin yang ditanam pada satu
titik dan mengebor secara otomatis ke
titik yang lain, sehingga tidak perlu
5
G
Gambar 2.2 Ilustrasi Sambungan pada Rumah
Gambar 2.3 Sistem Jacking
Gambar 2.2 Ilustrasi Sambungan pada RumahGambar 2.2 Ilustrasi Sambungan pada RumahGambar 2.2 Ilustrasi Sambungan pada RumahGambar 2.2 Ilustrasi Sambungan pada RumahGambar 2.2 Ilustrasi Sambungan pada RumahGambar 2.2 Ilustrasi Sambungan pada RumahGambar 2.2 Ilustrasi Sambungan pada RumahGambar 2.2 Ilustrasi Sambungan pada RumahGambar 2.2 Ilustrasi Sambungan pada RumahGambar 2.2 Ilustrasi Sambungan pada Rumah
GGGGGGGGGG
Gambar 2.3 Sistem JackingGambar 2.3 Sistem JackingGambar 2.3 Sistem JackingGambar 2.3 Sistem JackingGambar 2.3 Sistem JackingGambar 2.3 Sistem JackingGambar 2.3 Sistem JackingGambar 2.3 Sistem JackingGambar 2.3 Sistem JackingGambar 2.3 Sistem Jacking
terlalu banyak membongkar bagian jalan. Perlu diketahui Jacking Machine
adalah teknologi luar negeri yang dipinjamkan kepada proyek ini.
3. Rumah Pompa (Pumping Station) dan Wet Pit
Pumping Station dibuat untuk menaikkan elevasi pipa karena pada
titik tertentu galian pipa sudah mencapai kedalaman maksimum 7 meter.
Wilayah yang tidak terjangkau gravitasi seperti kawasan Kuta dan Sanur
tentu memerlukan bantuan tenaga pompa. Di Sanur dan Kuta masing-
masing terdapat empat pompa (termasuk satu unit cadangan) dengan
kapasitas 12,4 m3/menit tiap pompa di Sanur dan 23,8 m3/menit tiap
pompa di Kuta. Di wilayah Sanur, masih juga terdapat wilayah yang
bermasalah dengan kontur tanah sehingga perlu lagi diinstalasikan Wet Pit
(pompa kecil) di daerah Bumi Ayu.
4. IPAL/WWTP
IPAL/WWTP sebagai instalasi
penerima dan pengolah limbah cair untuk
diproses. IPAL/WWTP terletak di Suwung
dekat dengan teluk Benoa yaitu tempat
pembuangan air limbah yang sudah diolah.
Instalasi pengolahan ini menggunakan sistem
Aerated Lagoon dengan kapasitas 51.000
m3/hari. Instalasi ini terdiri dari beberapa
bangunan yaitu:
6
Gambar 2.4 dan 2.5 Rumah Pompa/Pumping Station di Sanur dan Kuta
Gambar 2.6 IPAL/WWTPSuwung
Gambar 2.4 dan 2.5 Rumah Pompa/Pumping Station di Sanur dan Kuta
Gambar 2.4 dan 2.5 Rumah Pompa/Pumping Station di Sanur dan Kuta
Gambar 2.4 dan 2.5 Rumah Pompa/Pumping Station di Sanur dan Kuta
Gambar 2.4 dan 2.5 Rumah Pompa/Pumping Station di Sanur dan Kuta
Gambar 2.4 dan 2.5 Rumah Pompa/Pumping Station di Sanur dan Kuta
Gambar 2.4 dan 2.5 Rumah Pompa/Pumping Station di Sanur dan Kuta
Gambar 2.4 dan 2.5 Rumah Pompa/Pumping Station di Sanur dan Kuta
Gambar 2.4 dan 2.5 Rumah Pompa/Pumping Station di Sanur dan Kuta
Gambar 2.4 dan 2.5 Rumah Pompa/Pumping Station di Sanur dan Kuta
Gambar 2.4 dan 2.5 Rumah Pompa/Pumping Station di Sanur dan Kuta
Gambar 2.6 IPAL/WWTPSuwungGambar 2.6 IPAL/WWTPSuwungGambar 2.6 IPAL/WWTPSuwungGambar 2.6 IPAL/WWTPSuwungGambar 2.6 IPAL/WWTPSuwungGambar 2.6 IPAL/WWTPSuwungGambar 2.6 IPAL/WWTPSuwungGambar 2.6 IPAL/WWTPSuwungGambar 2.6 IPAL/WWTPSuwungGambar 2.6 IPAL/WWTPSuwung
a. Inflow dan Rumah Pompa
Inflow merupakan
bangunan yang berfungsi
menerima aliran limbah dari
Denpasar dan Sanur kemudian
diteruskan ke rumah pompa dan
dipompa ke receiving tank.
Inflow ini memiliki dua buah
pintu yang dioperasikan pada
saat tertentu misalnya
maintenance pompa agar air
tidak mengganggu kelancaran
perbaikan.
Sedangkan rumah pompa
ialah bangunan bangunan 3 lantai ke bawah tempat di mana pompa
beroperasi.
b. Receiving Tank
Receiving tank berfungsi
untuk menampung sementara air
limbah Denpasar, Sanur, dan
Kuta yang telah dipompa
sebelum menuju kolam aerasi
(Aerated Lagoon).
Pada gambar, yang sebelah
kiri ialah air limbah yang berasal dari Denpasar dan Sanur yang telah
dipompa kembali di rumah pompa di IPAL/WWTP, sedangkan yang
kanan adalah air limbah yang masuk langsung (tanpa dipompakan
kembali) ke receiving tank yang berasal dari Kuta.
c. Electrical Building dan Genset Building
7
Gambar 2.7 dan 2.8 Bangunan Inflow dan Pompa yang Terdapat di Rumah Pompa
Gambar 2.9 Receiving Tank
Gambar 2.7 dan 2.8 Bangunan Inflow dan Pompa yang Terdapat di Rumah Pompa
Gambar 2.7 dan 2.8 Bangunan Inflow dan Pompa yang Terdapat di Rumah Pompa
Gambar 2.7 dan 2.8 Bangunan Inflow dan Pompa yang Terdapat di Rumah Pompa
Gambar 2.7 dan 2.8 Bangunan Inflow dan Pompa yang Terdapat di Rumah Pompa
Gambar 2.7 dan 2.8 Bangunan Inflow dan Pompa yang Terdapat di Rumah Pompa
Gambar 2.7 dan 2.8 Bangunan Inflow dan Pompa yang Terdapat di Rumah Pompa
Gambar 2.7 dan 2.8 Bangunan Inflow dan Pompa yang Terdapat di Rumah Pompa
Gambar 2.7 dan 2.8 Bangunan Inflow dan Pompa yang Terdapat di Rumah Pompa
Gambar 2.7 dan 2.8 Bangunan Inflow dan Pompa yang Terdapat di Rumah Pompa
Gambar 2.7 dan 2.8 Bangunan Inflow dan Pompa yang Terdapat di Rumah Pompa
Gambar 2.9 Receiving TankGambar 2.9 Receiving TankGambar 2.9 Receiving TankGambar 2.9 Receiving TankGambar 2.9 Receiving TankGambar 2.9 Receiving TankGambar 2.9 Receiving TankGambar 2.9 Receiving TankGambar 2.9 Receiving TankGambar 2.9 Receiving Tank
Bangunan ini sebagai tempat pembagian, pengaturan, dan kendali
listrik yang akan digunakan di IPAL/WWTP khusunya mengoperasikan
pompa dan kipas aerasi. Sedangkan genset building saat ini sedang
dalam tahap pembangunan yang nanti akan menampung genset, yang
berfungsi sebagai pemasok daya tambahan dan cadangan jika PLN
tidak beroperasi.
d. Bangunan-bangunan Lainnya
Bangunan lain yang dimaksud adalah kantor administrasi,
laboratorium, dan ruang pertemuan.
8
Gambar 2.10 Lay Out IPAL/WWTP SuwungGambar 2.10 Lay Out IPAL/WWTP SuwungGambar 2.10 Lay Out IPAL/WWTP SuwungGambar 2.10 Lay Out IPAL/WWTP SuwungGambar 2.10 Lay Out IPAL/WWTP SuwungGambar 2.10 Lay Out IPAL/WWTP SuwungGambar 2.10 Lay Out IPAL/WWTP SuwungGambar 2.10 Lay Out IPAL/WWTP SuwungGambar 2.10 Lay Out IPAL/WWTP SuwungGambar 2.10 Lay Out IPAL/WWTP SuwungGambar 2.10 Lay Out IPAL/WWTP Suwung
2.2 Proses pengolahan air limbah yang dialirkan oleh DSDP di
IPAL/WWTP.
Aliran limbah di Kota Denpasar dan Sanur yang telah sampai di
IPAL/WWTP masuk ke saluran inflow kemudian disaring secara manual oleh
bar screen. Bar screen adalah saringan manual yang terbuat dari bahan logam
dan berfungsi untuk menyaring sampah-sampah yang berukuran makro agar
tidak masuk ke bak
penampungan serta tidak
merusak pompa. Sedangkan
aliran limbah yang telah dipompa
dari Kuta, langsung menuju
receiving tank yang nantinya
bertemu dengan limbah dari
Denpasar dan Sanur yang telah
dipompa dari rumah pompa di IPAL/WWTP.
Rumah pompa yang berada di IPAL/WWTP itu sendiri hanya memompa
air limbah dari Denpasar dan Sanur menuju ke receiving tank. Untuk
sementara ini pompa tersebut berjumlah tiga buah dengan kapasitas masing-
masing 15 m3/menit, yang nantinya akan ditambah satu unit lagi.
Pengoperasian pompa tersebut berjalan secara otomatis, bergantung dari
besarnya debit air limbah yang masuk ke IPAL/WWTP. Jika, debitnya
mencapai 45 m3/menit maka ketiga pompa tersebut beroperasi secara
otomatis, namun jika debitnya hanya mencapai 30 m3/menit maka hanya dua
pompa yang beroperasi begitu juga seterusnya tetapi jika kurang dari 15
m3/menit maka ketiga pompa tidak beroperasi.
Setelah dipompa semua air limbah dikumpulkan di receiving tank yang
selanjutnya menuju ke kolam aerasi (aerated lagoon).
9
Gambar 2.11 Bar ScreenGambar 2.11 Bar ScreenGambar 2.11 Bar ScreenGambar 2.11 Bar ScreenGambar 2.11 Bar ScreenGambar 2.11 Bar ScreenGambar 2.11 Bar ScreenGambar 2.11 Bar ScreenGambar 2.11 Bar ScreenGambar 2.11 Bar ScreenGambar 2.11 Bar Screen
2.2.1 Kolam Aerasi (Aerated Lagoon)
Kolam aerasi yaitu berupa kolam dengan kedalaman 4 meter yang
terdiri dari dua buah kolam dan dilengkapi dengan aerator sebanyak
sebelas buah, yang berfungsi sebagai pemasok udara (oksigen).
Diperlukannya oksigen dalam kolam aerasi ini karena prinsip
pengolahan air limbahnya
secara biologis tidak
menggunakan zat-zat kimia.
Pengolahan limbah secara
biologis memanfaatkan bakteri
aerob yaitu bakteri Bacillus sp.
dan sejenisnya.
Di aerated lagoon, air limbah dimixing dengan aerator untuk
menyuplai oksigen untuk membantu bakteri-bakteri pengurai tetap
hidup selama kurang lebih 2 hari. Dalam sehari pun aerasi dilakukan
hanya dari jam 23.00 hingga 09.00 karena penelitian-penelitian telah
menemukan bahwa bakteri-bakteri tersebut pada malam hari lebih
membutuhkan oksigen (Biological Oxygen Demand/BOD), sehingga
perlu dibantu dengan aerasi.
Beberapa, pengertian BOD dan COD adalah sebagai berikut. BOD
atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang
menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh
mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau
mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan
Cuvin, 1988; Metcalf & Eddy, 1991). Ditegaskan lagi oleh Boyd
(1990), bahwa bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD
adalah bahan organik yang siap terdekomposisi (readily decomposable
organic matter). Mays (1996) mengartikan BOD sebagai suatu ukuran
jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung
dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang
dapat diurai. Dari pengertian-pengertian ini dapat dikatakan bahwa
10
Gambar 2.12 Kolam Aerasidengan Aeratornya yang Sedang Bekerja
Gambar 2.12 Kolam Aerasidengan Aeratornya yang Sedang Bekerja
Gambar 2.12 Kolam Aerasidengan Aeratornya yang Sedang Bekerja
Gambar 2.12 Kolam Aerasidengan Aeratornya yang Sedang Bekerja
Gambar 2.12 Kolam Aerasidengan Aeratornya yang Sedang Bekerja
Gambar 2.12 Kolam Aerasidengan Aeratornya yang Sedang Bekerja
Gambar 2.12 Kolam Aerasidengan Aeratornya yang Sedang Bekerja
Gambar 2.12 Kolam Aerasidengan Aeratornya yang Sedang Bekerja
Gambar 2.12 Kolam Aerasidengan Aeratornya yang Sedang Bekerja
Gambar 2.12 Kolam Aerasidengan Aeratornya yang Sedang Bekerja
Gambar 2.12 Kolam Aerasidengan Aeratornya yang Sedang Bekerja
walaupun nilai BOD menyatakan jumlah oksigen, tetapi untuk
mudahnya dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik
mudah urai (biodegradable organics) yang ada di perairan. Sedangkan
COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah oksigen yang
diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung
dalam air (Boyd, 1990). Hal ini karena bahan organik yang ada sengaja
diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium
bikromat pada kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat
(Boyd, 1990; Metcalf & Eddy, 1991), sehingga segala macam bahan
organik, baik yang mudah urai maupun yang kompleks dan sulit urai,
akan teroksidasi. Dengan demikian, selisih nilai antara COD dan BOD
memberikan gambaran besarnya bahan organik yang sulit urai yang ada
di perairan. Bisa saja nilai BOD sama dengan COD, tetapi BOD tidak
bisa lebih besar dari COD. Jadi COD menggambarkan jumlah total
bahan organik yang ada.
2.2.2 Kolam Sedimentasi (Sedimentation Pond)
Kolam sedimentasi yang
memiliki kedalaman 2,4 meter
ini adalah tempat proses lanjutan
dari air limbah yang telah
memasuki kolam aerasi. Pada
kolam aerasi, sampah padat
biasanya menepi ke pinggiran
kolam karena pengaruh angin dan penetralisir limbah digunakan
bakteri. Setelah itu biasanya air yang terdapat pada kolam tersebut
memiliki kekeruhan dan kandungan lumpur yang cukup banyak. Lalu,
air yang memiliki kandungan lumpur tersebut dialirkan ke kolam
sedimentasi untuk diendapkan sehingga lumpur-lumpur yang ada
mengendap ke dasar kolam sedimentasi. Jika lumpur telah banyak
mengendap, maka akan dilakukan pengerukan untuk mengambil
11
Gambar 2.13 Kolam SedimentasiGambar 2.13 Kolam SedimentasiGambar 2.13 Kolam SedimentasiGambar 2.13 Kolam SedimentasiGambar 2.13 Kolam SedimentasiGambar 2.13 Kolam SedimentasiGambar 2.13 Kolam SedimentasiGambar 2.13 Kolam SedimentasiGambar 2.13 Kolam SedimentasiGambar 2.13 Kolam SedimentasiGambar 2.13 Kolam Sedimentasi
endapan lumpur tersebut. Proses di kolam ini memerlukan waktu ± 16
jam.
2.2.3 Tahap Akhir Pengolahan
Setelah air mengalami proses pengendapan, air tersebut telah
memenuhi baku mutu air limbah standar Indonesia yakni air tersebut
dapat digunakan kembali namun hanya sebatas untuk menyiram
tanaman. Jika tidak digunakan kembali
air tersebut tidak berbahaya jika dibuang
ke sungai atau laut. Cara pengalirannya
adalah dengan luapan air di
kolam sedimentasi dialirkan ke
saluran pengeluaran dan
dialirkan ke sungai kemudian
diteruskan ke laut. Alasan
mengapa memanfaatkan luapan
karena lumpur-lumpur dan
sedimen lainnya
mengendap di dasar kolam
sehingga permukaan air di
kolam minim dari lumpur.
Sebelum dibuang atau digunakan kembali, air ini harus dites
terlebih dahulu untuk memastikan air ini telah memenuhi standar baku
mutu lingkungan. Kualitas air limbah diuji menggunakan baku mutu air
limbah domestic yang tercaantum dalam Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 dan Surat Keputusan
Gubernur Bali Nomor 515 Tahun 2000 Tentang Baku Mutu
Lingkungan Daerah Bali (pH=7, BOD= 50 mg/L, COD= 70 mg/L).
12
Gambar 2.14 dan 2.15 Air yang Telah Diolah Kembali dan Layak Untuk Digunakan Kembali ataupun Dibuang ke Laut
Untuk sementara ini belum ada yang yang mau menggunakannya,
jadi dibuang ke pelabuhan Benoa saja.
2.3 Kendala-kendala yang Dialami dalam Operasional IPAL/WWTP
Suwung
Jaringan pemipaan yang tersebar di Kota
Denpasar serta wilayah Sanur dan Kuta
tentunya memiliki manhole yaitu lubang
kontrol yang terdapat di jalan-jalan raya
yang dapat dimasuki oleh teknisi untuk
mengontrol aliran air limbah. Begitu pula di
masing-masing rumah memiliki bak
kontrol/house inlet yang fungsinya sama dengan manhole hanya saja tidak
dapat dimasuki oleh teknisi karena ukurannya
yang kecil. Permasalahan muncul ketika terjadi
banjir, masyarakat yang belum mengerti dan
dalam keadaan terpaksa mengalirkan air bukan
limbah tersebut ke dalam house inlet atau
manhole sehingga akumulasi terjadi pada
inflow di IPAL yang menyebabkan gangguan
operasional pompa maupun kapasitas kolam.
Permasalahan selanjutnya ada pada sumber pasokan energi dari PLN yang
terkadang kekurangan daya maupun tegangan turun sehingga mengganggu
kinerja operasional pompa, aerator, dan instalasi lainnya. Saat ini sedang
dalam pengerjaan rumah genset untuk mendukung operasional instalasi
jikalau PLN tidak dapat beroperasi untuk sementara waktu dan mendukung
tercapai tegangan yang cukup untuk mesin-mesin di IPAL/WWTP.
13
Gambar 2.16 Bak Kontrol/ House Inlet
Gambar 2.17 Manhole
Gambar 2.16 Bak Kontrol/ House InletGambar 2.16 Bak Kontrol/ House InletGambar 2.16 Bak Kontrol/ House InletGambar 2.16 Bak Kontrol/ House InletGambar 2.16 Bak Kontrol/ House InletGambar 2.16 Bak Kontrol/ House InletGambar 2.16 Bak Kontrol/ House InletGambar 2.16 Bak Kontrol/ House InletGambar 2.16 Bak Kontrol/ House InletGambar 2.16 Bak Kontrol/ House InletGambar 2.16 Bak Kontrol/ House InletGambar 2.16 Bak Kontrol/ House Inlet
Gambar 2.17 ManholeGambar 2.17 ManholeGambar 2.17 ManholeGambar 2.17 ManholeGambar 2.17 ManholeGambar 2.17 ManholeGambar 2.17 ManholeGambar 2.17 ManholeGambar 2.17 ManholeGambar 2.17 ManholeGambar 2.17 ManholeGambar 2.17 Manhole
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi, konsep penyaluran air limbah oleh DSDP merupakan solusi terbaik
untuk saat ini dalam mengatasi pencemaran air tanah. Dalam pengolahannya
pun memanfaatkan organisme (secara biologis tanpa zat kimia) namun
seberapapun baiknya sistem tersebut pastilah memiliki kelemahan, salah
satunya kurangnya kesadaran masyarakat untuk memahami fungsi jaringan
penyaluran maupun pengolahannya.
3.2 Saran-saran
Dari survey yang dilakukan terdapat beberapa hal yang ingin kami
sarankan, yaitu:
1. Kepada Pemerintah Pusat dan Daerah
Untuk mendukung kemajuan program DSDP yang akan
dilanjutkan pengembangannya baik dari segi moril dan finansial.
2. Kepada Pihak DSDP dan IPAL/WWTP
Untuk melakukan inovasi dan pengembangan untuk
menyempurkan sistem pengolahan dan menaikkan standar baku mutu
pengolahan air limbah bahkan sampai layak diminum. Kemudian,
menggalakkan sosialisasi tentang seperti apa, fungsi, dan manfaat DSDP
serta IPAL/WWTP kepada masyarakat, khusunya masyarakat Bali
Selatan.
14
3. Kepada Masyarakat Umum
Untuk lebih memahami dan lebih pengertian terhadap
pembangunan proyek kedepannya dengan mengikuti sosialisasi atau
membaca literatur yang berhubungan dengan proyek ini. Selain itu respon
masyarakat yang positif dibutuhkan demi terciptanya kelancaran proyek
ini.
15
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum. 2006. DSDP:
Denpasar Sewerage Development Project. PU. Jakarta
Hariyadi, Sigid. 2004. BOD dan COD Sebagai Parameter Pencemaran Air dan
Baku Mutu Air Limbah. Bogor: IPB
Pebriani DDP., Dita dan Hartati, Ati. Evaluasi Operasional Jaringan Pipa Air
Limbah di Kawasan Sanur, Bali. Surabaya: ITS
Komunitas Sarjana Teknik Sipil Freelance Bali. 2009. DSDP, Bersih Itu Mahal.
http://civilengineerbali.blogspot.com/2009/10/dsdp-bersih-itu-mahal.html
[24 Agustus 2010]
Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan. 2005. Peresmian
Proyek SANIMAS Denpasar – Bali. http://ampl.or.id/detail/detail01.php?
row=24&tp=laporan_ampl&ktg=ktg&kd_link=1&jns=&kode=6 [15
Agustus 2010]
Suriyani, Luh De. 2009. Limbah Mengalir Sampai Suwung.
http://www.balebengong.net/topik/teknologi/2009/01/15/limbah-mengalir-
sampai-suwung.html [15 Agustus 2010]
Widyatama Pradipta, I Putu. 2009. Instalasi Pengolahan Air Limbah – Suwung.
http://mydipblog.blogspot.com/2009/06/instalasi-pengolahan-air-limbah-
suwung.html [15 Agustus 2010]
16
Lampiran:
17